Tugas Makalah Kelompok
PERBEDAAN ILMU-ILMU ALAM DAN ILMU-ILMU
SOSIAL DITINJAU DARI DASAR
ONTOLOGI DAN EPISTEMOLOGI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
FILSAFAT ILMU
Doses Pengampu: Prof. SAMSI, M.Pd
Disusun Oleh:
1. SUCIYATI (NIM 12155140016)
2. MUJIYATI (NIM 12155140026)
3. ZUKY IRIANI (NIM 12155140037)
4. DISEN WANIMBO (NIM 12155140038)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Era modernisasi ditandai dengan perkembangan
ilmu yang sedemikian cepat. Awalnya secara garis
besar terdapat dua bidang pembagian ilmu
pengetahuan, yakni ilmu alam dan ilmu sosial.
Dinamika perkembangan masyarakat telah memunculkan
bidang ilmu yang lain, seperti ilmu humaniora.
Perkembangan ilmu alam, ilmu sosial, dan ilmu
humaniora juga mengalami percepatan dan kemajuan.
Hal ini tidak lepas dari perdebatan antara para
ilmuwan mengenai bidang ilmu mana yang lebih cepat
mengalami kemajuan. Para ilmuwan sepakat bahwa
dibanding ilmu-ilmu alam, seperti fisika, kimia,
biologi, astronomi, geologi, dan sejenisnya, ilmu-
ulmu sosial seperti sosiologi, psikologi, ekonomi,
politik, sejarah, antropologi, dan seterusnya, dan
juga ilmu-ilmu humaniora seperti bahasa, sastra, dan
seni dianggap jauh tertinggal. Bahkan ada yang
berpendapat lebih ekstrim, bahwa ilmu-ilmu sosial
dan ilmu-ilmu humaniora tidak akan mampu mengejar
kemajuan ilmu-ilmu alam. Sebab, ketika ilmu-ilmu
sosial mencoba mengejarnya, ilmu-ilmu alam sudah
melompat sedemikian jauh.
Ada pula yang berpendapat bahwa lambat laun
ilmu-ilmu sosial akan mampu mengejar
ketertinggalannya dengan ilmu-ilmu alam. Ini karena
gejala sosial yang menjadi kajian utama dalam ilmu-
ilmu sosial berkembang sangat pesat. Dilain sisi
gejala alam yang menjadi kajian utama ilmu-ilmu alam
relatif tetap. Kalaupun berubah, perubahan tersebut
tidak secepat gejala sosial. Bisa saja anggapan
tersebut benar, tetapi bisa juga salah.
Mengkontraskan ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu
sosial, bukan berarti menempatkan yang satu lebih
tinggi atau lebih rendah dari yang lain, atau yang
satu lebih bermanfaat dari yang lain.
Dalam kajian ilmu pengetahuan ada fakta sosial
dan ada definisi sosial. Ilmu alam bertugas mengkaji
fakta sosial yang empirik, sedangkan ilmu sosial dan
ilmu humaniora bertugas mengkaji definisi sosial
yang abstrak dan simbolik. Perbedaan objek material
antara ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial juga
berbada, sehingga berbeda pula dalam metode dan cara
memperoleh ilmunya. Dalam filsafat ilmu bisa
dikatakan bahwa, jika ontologinya berbeda, maka
epistemologinya pasti berbeda.
Terlepas dari perdebatan mengenai bidang ilmu
mana yang lebih cepat berkembang dan lebih maju,
baik ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial tetap
dibutuhkan manusia dalam kehidupan ini. Dilihat dari
landasan berpikir, objek material, kajian, dan
fungsinya yang berbeda, seharusnya baik ilmu alam
maupun ilmu sosial mampu saling mendukung.
Penjelasan mengenai perbedaan keduanya dimaksudkan
untuk menunjukkan batas keduanya dan menunjukkan
adanya hubungan yang saling mempengaruhi dalam suatu
hubungan timbal balik yang sepadan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka
dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan ilmu alam dan ilmu
sosial?
2. Bagaimana perbedaan ilmu-ilmu alam dengan ilmu-
ilmu sosial dilihat dari dasar ontologi?
3. Bagaimana perbedaan ilmu-ilmu alam dengan ilmu-
ilmu sosial dilihat dari dasar epistemologi?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka
tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui pengertian tentang ilmu alam dan ilmu
sosial.
2. Mengetahui perbedaan ilmu-ilmu alam dengan ilmu-
ilmu sosial dilihat dari dasar ontologi.
3. Mengetahui perbedaan ilmu-ilmu alam dengan ilmu-
ilmu sosial dilihat dari dasar epistemologi.
D. Manfaat
Penulisan makalah ini diharapkan mampu
memberikan manfaat baik secara teoritis maupun
praktis. Manfaat teoritis dari penulisan makalah ini
adalah, agar dapat menjadi masukan bagi penulisan
makalah dengan topik yang sama. Sedangkan manfaat
praktisnya, atara lain:
1. Sebagai pengkaji pemula, agar kelompok penulis
mengerti tentang konsep dasar ontologi dan
epistemologi kaitannya dengan perbedaan ilmu alam
dan ilmu sosial.
2. Diharapkan agar mahasiswa lebih memahami mengenai
perbedaan ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial
dilihat dari dasar ontologi dan epistemologi.
3. Membekali mahasiswa dengan kemampuan berpikir
metodologis yang tepat dalam mengkaji ilmu
pengetahuan, baik untuk mengkaji gejala alam,
sosial, dan kemanusiaan dalam upaya menjelaskan
dan mengekplorasi setiap peristiwa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu Alam dan Ilmu Sosial.
Sebelum membahas mengenai perbedaan ilmu-ilmu
alam dan imu-ilmu sosial dilihat dari dasar ontologi
dan epistemologi, terlebih dahulu akan dibahas
mengenai pengertian ilmu alam dan ilmu sosial.
1.Ilmu Alam.
Ilmu alam, yang dalam bahasa Inggris disebut
dengan istilah natural science, atau ilmu pengetahuan
alam adalah istilah yang digunakan yang merujuk
pada rumpun ilmu dimana obyeknya adalah benda-
benda alam dengan hukum-hukum yang pasti dan umum,
berlaku kapan pun dimana pun. Ilmu alam
mempelajari aspek-aspek fisik dan nonmanusia
tentang Bumi dan alam sekitarnya. Ilmu-ilmu alam
membentuk landasan bagi ilmu terapan, yang
keduanya dibedakan dari ilmu sosial, humaniora,
teologi, dan seni.
Matematika tidak dianggap sebagai ilmu alam,
akan tetapi digunakan sebagai penyedia
alat/perangkat dan kerangka kerja yang digunakan
dalam ilmu-ilmu alam. Istilah ilmu alam juga
digunakan untuk mengenali “ilmu” sebagai disiplin
yang mengikuti metode ilmiah, berbeda dengan
filsafat alam. Di sekolah, ilmu alam dipelajari
secara umum di mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam(biasa disingkat IPA).
Tingkat kepastian ilmu alam relatif tinggi
mengingat obyeknya yang kongkrit, karena hal ini
ilmu alam lazim juga disebut ilmu pasti. Di
samping penggunaan secara tradisional di atas,
saat ini istilah “ilmu alam” kadang digunakan
mendekati arti yang lebih cocok dalam pengertian
sehari-hari. Dari sudut ini, “ilmu alam” dapat
menjadi arti alternatif bagi biologi, terlibat
dalam proses-proses biologis, dan dibedakan dari
ilmu fisik (terkait dengan hukum-hukum fisika dan
kimia yang mendasari alam semesta). Cabang-cabang
utama dari ilmu alam, antara laing: Astronomi,
Biologi, Ekologi, Fisika, Geologi, Geografi fisik
berbasis ilmu, Ilmu bumi, dan Kimia.
2.Ilmu Sosial.
Ilmu sosial (Inggris: social science) atau ilmu
pengetahuan sosial adalah sekelompok disiplin
akademis yang mempelajari aspek-aspek yang
berhubungan dengan manusia dan lingkungan
sosialnya. Ilmu ini berbeda dengan seni dan
humaniora karena menekankan penggunaan metode
ilmiah dalam mempelajari manusia, termasuk metoda
kuantitatif dan kualitatif.
Ilmu sosial, dalam mempelajari aspek-aspek
masyarakat secara subjektif, inter-subjektif, dan
objektif atau struktural, sebelumnya dianggap
kurang ilmiah bila dibanding dengan ilmu alam.
Namun sekarang, beberapa bagian dari ilmu sosial
telah banyak menggunakan metoda kuantitatif.
Demikian pula, pendekatan interdisiplin dan
lintas-disiplin dalam penelitian sosial terhadap
perilaku manusia serta faktor sosial dan
1ingkungan yang mempengaruhinya telah membuat
banyak peneliti ilmu alam tertarik pada beberapa
aspek dalam metodologi ilmu sosial. Penggunaan
metoda kuantitatif dan kualitatif telah makin
banyak diintegrasikan dalam studi tentang tindakan
manusia serta implikasi dan konsekuensinya.
Ilmu-ilmu sosial selama bertahun-tahun telah
menjadi arena sejumlah kritik. Ilmu sosial secara
garis besar dianggap sebagai ‘ilmu yang tidak
mungkin’. Argumentasi yang ada melihat bahwa
gejala sosial adalah terlalu rumit untuk
diselidiki. Ilmu sosial, yang membahas mengenai
seluruh seluk beluk kehidupan manusia, dianggap
tak mampu menangkap ke-kompleksitas-annya. Manusia
memiliki gejala dan perilaku yang selalu berubah-
ubah, inilah yang mendasari munculnya argumentasi
tersebut. Namun, pandangan ini muncul disebabkan
oleh kesalahan pada pemahaman tentang hakekat
ilmu.
B. Perbedaan Ilmu-ilmu Alam dengan Ilmu-ilmu Sosial
Dilihat dari Dasar Ontologi.
Persoalan-persoalan metafisis dibedakan
menjadi tiga persoalan, yaitu: persoalan ontologi,
persoalan kosmologi dan persoalan antropologi. Ahli
metafisika berupaya memperjelas pemikiran-pemikiran
manusia mengenai dunia, termasuk keberadaan,
kebendaan, sifat, ruang, waktu, hubungan sebab
akibat, dan kemungkinan. Namun di lapangan,
penggunaan istilah “metafisika” telah berkembang
untuk merujuk pada “hal-hal yang di luar dunia
fisika”. “Toko buku metafisika”, sebagai contoh,
bukanlah menjual buku mengenai ontologi, melainkan
lebih kepada buku-buku mengenai ilmu gaib,
pengobatan alternatif, dan hal-hal sejenisnya.
Dengan demikian maka metafisika keilmuan yang
berdasarkan kenyataan yang sebagaimana adanya (das
Sein) menyebabkan ilmu menolak premis moral yang
bersifat seharusnya (das Sollen). Ilmu justru
merupakan pengetahuan yang biasa dijadikan alat
untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang mencerminkan das
Sollen dengan jalan mempelajari das Sein agar dapat
menjelaskan, meramalkan, serta mengontrol gejala
alam. Kecenderungan untuk memaksakan-meramalkan
nilai moral secara dogmatik ke dalam argumentasi
ilmiah akan mendorong ilmu surut ke belakang ke
jaman pra-Copernicus dan mengundang kemungkinan
berlangsungnya Inquisisi ala Galileo pada jaman
modern. Namun hal ini jangan ditafsirkan bahwa dalam
menelaah das Sein ilmu terlepas sama sekali dari das
Sollen. Kaidah moral ini menyebutkan bahwa dalam
menetapkan objek telaah, kegiatan keilmuwan tidak boleh
melakukan upaya yang bersifat mengubah kodrat
manusia, merendahkan martabat manusia, dan
mencampuri permasalahan kehidupan.
Di samping itu, metafisika juga, merupakan
suatu kajian tentang hakikat keberadaan zat, hakikat
pikiran, dan hakikat kaitan zat dengan pikiran.
Objek metafisika menurut Aristoteles, ada dua
yakni :
1. Ada sebagai yang ada; pengetahuan yang mengkaji
yang ada itu dalam bentuk semurni-murninya, bahwa
suatu benda itu sungguh-sungguh ada dalam arti
kata tidak terkena perubahan, yang bisa ditangkap
panca indera.
2. Ada sebagai yang illahi; keberadaan yang mutlak,
yang tidak bergantung pada yang lain, yakni Tuhan
(illahi berarti yang tidak dapat ditangkap oleh
panca indera).
Sebelum membahas mengenai perbedaan ilmu-ilmu
alam dan ilmu-ilmu sosial dilihat dari dasar
ontologi, perlu dideskripsikan terlebih dahulu
mengenai ontologi itu sendiri. Cabang utama
metafisika adalah ontologi. Ontologi merupakan studi
mengenai kategorisasi benda-benda di alam dan
hubungan antara satu dan lainnya. Istilah “ontologi”
berasal dari kata Yunani ‘onta’ yang berarti “yang
ada secara nyata”, atau “kenyataan yang
sesungguhnya”. Sedangkan istilah “logi” beasal dari
kata Yunani ‘logos’ yang berarti “studi tentang” atau
“uraian tentang”.
Ontologi merupakan salah satu kajian
kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari
Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu
yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki
pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti
Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masanya,
kebanyakan orang belum membedakan antara penampakan
dengan kenyataan.
Ontologi adalah cabang filsafat yang
membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitan dengan
ilmu, landasan ontologi mempertanyakan tentang objek
yang ditelaah oleh ilmu, bagaimana wujud hakikinya,
serta bagaimana hubungannya dengan daya tangkap
manusia yang berupa berpikir, merasa, dan meng-
indera yang membuahkan pengetahuan. Objek telaah
Ontologi tersebut adalah yang tidak terlihat pada
satu perwujudan tertentu, yang membahas tentang yang
ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti
yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala
realitas dalam semua bentuknya.
Adanya segala sesuatu merupakan suatu segi
dari kenyataan yang mengatasi semua perbedaan antara
benda-benda dan makhluk hidup, antara jenis-jenis
dan individu-individu. Dari pembahasannya
memunculkan beberapa pandangan yang dikelompokkan
dalam beberapa aliran berpikir, yaitu:
1. Materialisme;
Aliran yang mengatakan bahwa hakikat dari segala
sesuatu yang ada itu adalah materi. Sesuatu yang
ada (yaitu materi) hanya mungkin lahir dari yang
ada.
2. Idealisme (Spiritualisme);
Aliran ini menjawab kelemahan dari materialisme,
yang mengatakan bahwa hakikat pengada itu justru
rohani (spiritual). Rohani adalah dunia ide yang
lebih hakiki dibanding materi.
3. Dualisme;
Aliran ini ingin mempersatukan antara materi dan
ide, yang berpendapat bahwa hakikat pengada
(kenyataan) dalam alam semesta ini terdiri dari
dua sumber tersebut, yaitu materi dan rohani.
4. Agnotisisme;
Aliran ini merupakan pendapat para filsuf yang
mengambil sikap skeptis, yaitu ragu atas setiap
jawaban yang mungkin benar dan mungkin pula
tidak.
Bebarapa pertanyaan sekitar persoalan-
persoalan ontologis di antaranya adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan ada, keberadaan atau
eksistensi itu ?
2. Bagaimanakah penggolongan dari ada, keberadaan,
atau eksistensi ?
3. Apa sifat dasar (nature) kenyataan atau
keberadaan ?
Selanjutnya bagaimana dengan ontologi ilmu
atau pengetahuan ilmiah? Ontologi Ilmu adalah
mengkaji apa hakikat ilmu atau pengetahuan ilmiah
yang seringkali secara populer banyak orang
menyebutnya dengan ilmu pengetahuan, apa hakikat
kebenaran rasional atau kebenaran deduktif dan
kenyataan empiris yang tidak terlepas dari
persepsi ilmu tentang apa dan bagaimana (yang)
“Ada” itu (being Sein, het zijn) (diunduh dari
http://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Ontologi&action, diakses pada Kamis, 27
September 2012).
Ontologi ilmu membatasi diri pada ruang
kajian keilmuan yang bisa dipikirkan manusia secara
rasional dan yang bisa diamati melalui panca indera
manusia. Wilayah ontologi ilmu terbatas pada
jangkauan pengetahuan ilmiah manusia. Sementara
kajian objek penelaah yang berada dalam batas
prapengalaman (seperti penciptaan manusia) dan pasca
pengalaman (seperti surga dan neraka) menjadi
ontologi dari pengetahuan lainnya di luar ilmu. Ilmu
adalah bagian kecil dari serangkaian pengetahuan
yang dapat ditemukan dan dipelajari serta dibutuhkan
dalam mengatasi berbagai dilema dunia dan isinya.
Dengan kata lain ilmu yang banyak orang mengatakan
dengan sebutan pengetahuan ilmiah, hanya merupakan
salah satu pengetahuan dari sekian banyak
pengetahuan yang mencoba menelaah kehidupan, dengan
melakukan berbagai penafsiran tentang hakikat
realitas dari objek ontologi (diunduh dari
http://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Ontologi&action, diakses pada Kamis, 27
September 2012).
Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa
didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang,
yakni:
1. Kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah
kenyataan itu tunggal atau jamak.
2. Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah
kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas
tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki
warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan
sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau
kenyataan konkret secara kritis. Dalam mengkaji ilmu
dapat berpangkal dari beberapa aliran dalam bidang
ontologi, yakni realisme, naturalisme, empirisme.
Ilmu merupakan pengetahuan yang mencoba menafsirkan
alam ini sebagaimana adanya.
Menganalisis tentang masalah perbedaan ilmu-
ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial ditinjau dari segi
ontologi, perlu diwacanakan tentang kriteria ilmu
sebagai latar dari kajian. Ilmu merupakan
pengetahuan yang diatur secara sistematis dan
langkah-langkah pencapaiannya dipertanggungjawabkan
secara teoritis. Ilmu pengetahuan juag memiliki
ciri-ciri yang umum yaitu memiliki objek, metode,
sistematis, dan kriteria kebenaran. Kajian ontologi
dalam filsafat ilmu berhubungan dengan telaah
terhadap ilmu yang menyelidiki landasan suatu ilmu
yang menanyakan apa asumsi ilmu terhadap objek
material dan objek formal, baik bersifat fisik atau
kejiwaan.
Ilmu berkembang pesat seiring dengan
penambahan jumlah cabang-cabangnya. Hasrat untuk
menspesialisasikan diri pada satu bidang telaah yang
memungkinkan analisis yang makin cermat dan seksama,
menyebabkan objek formal dari disiplin keilmuan
menjadi kian terbatas. Pada dasarnya cabang-cabang
ilmu tersebutberkembangd ari dua cabang utama, yakni
filsafat alam yang kemudian menjadi rumpun ilmu-ilmu
alam (the natural sciences) dan filsafat moral yang
kemudian berkembang kedalam cabang ilmu-ilmu sosial
atau the sosial sciences (Jujun S. Suriasumantri, 2005:
93).
Ilmu-ilmu alam membagi diri dalam dua kelompok
lagi, yakni ilmu alam (the physical sciences) dan ilmu
hayat (the biological sciences). Ilmu alam bertujuan
mempelajari zat yang membentuk alam semesta,
sedangkan ilmu alam kemudian bercabang lagi menjadi
fisika (mempelajari massa dan energi); kimia
(mempelajari substansi zat); astronomi (mempelajari
benda-benda langit); ilmu bumi yang mempelajari bumi
(Jujun S. Suriasumantri, 2005: 93). Tiap-tiap cabang
kemudian membuat ranting-ranting baru, seperti
fisika berkembang menjadi mekanika, hidrodinamika,
kelistrikan, fisika nuklir, dan kimia fisik.
Jujun S. Suria sumantri menyatakan (2005: 94),
ilmu murni merupakan kumpulan teori-teori ilmiah
yang bersifat dasar dan teoritis, yang belum
dikaitkan dnegan masalah-masalah kehidupan yang
bersifat praktis. Ilmu terapan merupakan aplikasi
ilmu murni kepada masalah-masalah kehidupan yang
mempunyai manfaat praktis.
Ilmu-ilmu sosial berkembang agak lambat
dibanding dnegan ilmu-ilmu alam. Pada pokoknya
terdapat cabang utama ilmu-ilmu sosial, antara lain:
a. Antropologi, yang mempelajari tentang budaya
masyarakat suatu etnis tertentu.
b. Ekonomi, yang mempelajari produksi dan pembagian
kekayaan dalam masyarakat.
c. Geografi, yang mempelajari lokasi dan variasi
keruangan atas fenomena fisik dan manusia di atas
permukaan bumi.
d. Hukum, yang mempelajari sistem aturan yang telah
dilembagakan.
e. Linguistik, yang mempelajari aspek kognitif dan
sosial dari bahasa.
f. Pendidikan, yang mempelajari masalah yang
berkaitan dengan belajar, pembelajaran, serta
pembentukan karakter dan moral.
g. Politik, yang mempelajari pemerintahan sekelompok
manusia (termasuk negara).
h. Psikologi, yang mempelajari tingkah laku dan
proses mental.
i. Sejarah, yang mempelajari masa lalu yang
berhubungan dengan umat manusia.
j. Sosiologi, yang mempelajari masyarakat dan
hubungan antar manusia didalamnya.
Cabang utama ilmu-ilmu sosial ini kemudian
mempunyai cabang-cabang lain, sebagai contoh
antropologi, terpecah menjadi lima, yakni:
arkeologi, antropologi fisik, linguistik, etnologi,
dan antropologi sosial/kultural.
C. Perbedaan Ilmu-ilmu Alam dengan Ilmu-ilmu Sosial
Dilihat dari Dasar Epistemologi.
Objek telaah epistemologi adalah
mempertanyakan bagaimana sesuatu itu datang dan
bagaimana mengetahuinya, bagaimana membedakan dengan
yang lain. Jadi berkenaan dengan situasi dan kondisi
ruang serta waktu tentang sesuatu hal. Landasan
epistemologi adalah proses apa yang memungkinkan
mendapatkan pengetahuan logika, etika, estetika,
bagaimana cara dan prosedur memperoleh kebenaran
ilmiah, kebaikan moral dan keindahan seni, serta apa
definisinya. Epistemologi moral menelaah evaluasi
epistemik tentang keputusan moral dan teori-teori
moral. Dalam epistemologi muncul beberapa aliran
berpikir, yaitu:
1. Empirisme;
Yang berarti pengalaman (empeiria), dimana
pengetahuan manusia diperoleh dari pengalaman
inderawi.
2. Rasionalisme;
Tanpa menolak besarnya manfaat pengalaman indera
dalam kehidupan manusia, namun persepsi inderawi
hanya digunakan untuk merangsang kerja akal. Jadi
akal berada diatas pengalaman inderawi dan
menekankan pada metode deduktif.
3. Positivisme;
Merupakan sistesis dari empirisme dan
rasionalisme. Dengan mengambil titik tolak dari
empirisme, namun harus dipertajam dengan
eksperimen, yang mampu secara objektif menentukan
validitas dan reliabilitas pengetahuan.
4. Intuisionisme;
Intuisi tidak sama dengan perasaan, namun
merupakan hasil evolusi pemahaman yang tinggi
yang hanya dimiliki manusia. Kemampuan ini yang
dapat memahami kebenaran yang utuh, yang tetap
dan unik.
Epistemologi atau teori pengetahuanmembahas
secara mendalam segenap proses yang terlibat dalam
usaha untuk memperoleh pengetahuan. Ilmu merupakan
pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu
yang dinamakan metode keilmuan. Metode inilah yang
membedakan ilmu dnegan buah pemikiran yang lainnya
(Jujun S. Suriasumantri, 2006: 9).
Munculnya persoalan epistemologi bukan
mengenai suatu prosedur penyelidikan ilmiah, tetapi
dengan mempertanyakan “mengapa prosedur ini, bukan
yang lain”. Dalam konteks ilmu sosial, filsafat
mempertanyakan metode dan prosedur yang dipergunakan
peneliti sosial, dari disiplin ilmu sosial. Ilmu
alam memang terkait secara pokok dalam positivistik,
mempelajari sesuatu yang obyektif, tidak hidup , dan
dunia fisik. Kajian masyarakat, hasil akal manusia,
adalh subjektif, emotif bersifat subjektif. Tingkah
laku masyarakat adalah selalu mengandung nilai, dan
pengetahuan reliabel tentang kebudayaan, hanya dapat
digapai dengan cara mengisolasi ide-ide umum, opini
atau tujuan khusus masyarakat. Hal tersebut membuat
tindakan sosial adalah penuh makna subjektif.
Alat untuk memperoleh pengetahuan sangat
tergantung dari asumsi terhadap objek. Demikian juga
telaah dalam filsafat ilmu, sarana dan lat untuk
memproses ilmu harus konsisten dengan karakter objek
material ilmu. Berdasarkan kondisi tersebut terdapat
perbedaan paradigma yang disebabkan oleh karakter
objek yang berbeda. Misalnya antara ilmu alam dan
ilmu sosialyang terdapat perbedaan metode dan sarana
yang dipakai. Objek material adalah bahan yang
dijadikan sasaran penyelidikan (misalnya: ilmu
kedokteran, ilmu sastra, psikologi), sedangkan objek
formal adalah sudut pandang tertentu terhadap objek
materialnya, misalnya ilmu kedokteran, objek
formalnya keadaan fisik manusia.
Keabsahan yang merupakan bukti bahwa suatu
ilmu adalah benar secara epistemologis bukanlah
sesuatu yang didatangkan dari luar, melainkan hasil
penyelidikan. Oleh karena itu masalah keabsahan
apakah ukurannya cocok, tergantung pada metode dan
karakter objek, sehingga jenis ilmu yang satu dan
lainnya tidak sama. Dengan kata lain, seseorang
tidak bisa menguji metode dan hasil ilmu yang satu
dengan menggunakan ilmu yang lainnya.
Kajian tersebut dapat menjadi dasar perbedaan
ilmu-ilmu alam dan sosial berdasarkan perspektif
epistemologi, yaitu:
1. Ilmu-Ilmu Alam.
Ilmu alam merupakan ilmu yang mempelajari
objek-objek empiris di alam semesta ini. Ilmu
alam mempelajari berbagai gejala dan peristiwa
yang mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia.
Berdasarkan objek telaahnya, maka ilmu dapat
disebut sebagai pengetahuan empiris. Objek-objek
yang berada di luar jangkauan pengalaman manusia
tidak termasuk bidang penalaahan ilmu (Yuyun S,
1981: 6).
Ilmu alam mempunyai asumsi mengenai objek,
antara lain:
a. Menganggap objek-objek tertentu mempunyai
keserupaan satu sama lain, yaitu dalam hal
bentuk struktur dan sifat, sehingga ilmu tidak
berbicara mengenai kasus individual, melainkan
suatu kelas tertentu.
b. Menganggap bahwa suatu benda tidak mungkin
mengalami perubahan dalam jangka waktu
tertentu. Kelestarianrelatif dalam jangka
waktu tertentu ini memungkinkan dilakukan
pendekatan keilmuan terhadap objek yang sedang
diselidiki.
c. Menganggap tiap gejala bukan merupakan suatu
kejadian yang bersifat kebetulan, tiap gejala
mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap
dan urut-urtan kejadian yang sama (Yuyun S,
1981: 7).
Dalam pandangan empirisme ilmu tidak
menuntut adanya hubungan kausalitas yang mutlak,
sehingga suatu kejadian tertentu harus diikuti
oleh kejadian yang lain. Ilmu tentang objek
empiris pada dasarnya merupakan abstraksi yang
disederhanakan. Hal ini perlu karena kejadian
alam sangat kompleks. Kegiatan yang dilakukan
dalam ilmu alam tidak merupakan objek penelitian
ilmu alam, sebab praktik ilmu alam merupakan
suatu aktivitas manusia yang khas. Manusia memang
dapat terlibat sebagai subjek dan sebagai objek.
Ini artinya, manusia memprakteki dan diprakteki.
2. Ilmu-Ilmu Sosial.
Ilmu sosial adalah ilmu yang mempelajari
manusia dalam segala aspek hidupnya, ciri
khasnya, tingkah lakunya, baik perseorangan
maupun bersama, dalm lingkup kecil maupun basar.
Objek ilmu sosial lain sama sekali dengan objek
material ilmu alam. Onjek material dalam ilmu
sosial adalah berupa tingkah laku dalam tindakan
yang khas manusia, bebas, dan tidak
deterministik.
Kajian yang berbeda-beda terhadap ilmu,
merupakan konsekuensi dari perbedaan objek
formal. Objek ilmu sosial yaitu manusia sebagai
keseluruhan. Penelitian dalam ilmu sosial juga
meimbulkan perbedaan pendekatan. Dalam ilmu
sosial, praktek ilmiah sebagai aktivitas
manusiawi merupakan juga objek penelitian
manusia, misalnya psikologi, sosiologi, dan
sejarah. Klaim terhadap ilmu-ilmu sosial kadang
dinilai gagal dalam menangkap kekomplekan gejala,
didasarkan pada kegagalan dalam membedakan antara
pernyataan beserta sistematika yang dipakai,
dengan gejala sosial yang dinyatakan oleh
pernyataan tersebut. Tidak senua argumentasi
tentang kerumitan gejala sosial, yang menyebabkan
ketidakmungkinan ilmu-ilmu sosial. Rangkaian
argumentasi yang lain, didasarkan pada tuduhan
bahwa metode keilmuan tidak mampu untuk menangkap
“keunikan” gejala sosial dan manusiawi.
Penelaahna ssosial tertarik pada keunikantiap-
tiap kejadian sosial, padahal metode keilmuan
hanya mampu mensitematikakan berdasarkan
genaralisasi, maka keadaan ini menyebabkan harus
ditetapkannya metode yang lain dalam ilmu-ilmu
sosial (Jujun S. Suriasumantri, 2006: 143).
Objek penelaahan ilmu sosial mempunyai
karakter (Jujun S. Suriasumantri, 2006: 134),
sebagai berikut:
a. Objek penelaahan yang kompleks.
Gejala sosial lebih kompleks
dibandingkan dnegan gejala alam. Ahli ilmu
alam berhubungan dengan satu jenis gejala,
yakni gejala yang bersifat fisik. Gejala
sosial juga mempelajari karakter fisik, namun
diperlukan penjelasan yang lebih dalam untuk
mampu menerangkan gejala tersebut. Guna
menjelaskan hal ini berdasarkan hukum-hukum
seperti yang terdapat dalam ilmu alam,
tidaklah cukup.
Ahli ilmu alam berhubungan dengan gejala
fisik yang bersifat umum. Penelaahannya
meliputi beberapa variabel dalam jumlah yang
relatif kecil, yang dapat diukur secara tepat.
Ilmu-ilmu sosial mempelajari manusia selaku
perseorangan maupun selaku anggota dari suatu
kelompok sosial yang menyebabkan situasi yang
bertambah rumit. Variabel dalam penelaahan
sosial adalah relatif banyak, terkadang
membimbingkan peneliti.
Apabila seorang ahli kimia mencampurkan
dua buah zat kimia dan meledak, hal itu dapat
dijelaskan dnegan tepat dalam ilmu alam. Namun
apabila terjadi kejahatan, maka kajiannya
terdapat faktoryang banyak sekali untuk
dijelaskan. Tingkat-timgkat kejadian suatu
peristiwa sosial selalu menyulitkan ahli ilmu
sosial untuk menetapkan aspek-aspek apa saja
yang terlibat, pola pendekatan mana yang
paling tepat, dan variabel-variabel apa saja
yang termasuk didalamnya.
b. Kesukaran dalam pengamatan.
Pengamatan langsung gejala sosial lebih
sulit dibandingkan dengan gejal ilmu-ilmu
alam. Ahli ilmu sosial tidak mungkin melihat,
mendengar, meraba, mencium, atau mengecap
gejala yang sudah terjadi di masa lalu.
Seorang ahli pendidikan yang sedang
mempelajari sistem persekolahan di jaman
penjajahan, tidak dapat melihat sendiri
kejadian-kejadian pada masa tersebut. Keadaan
ini berbeda dengan seoramng ahli kimia yang
bisa mengulang kejadian yang sama setiap waktu
dan mengamati suatu kejadian tertentu secara
langsung.
c. Objek penelaahan yang tidak terulang.
Gejala fisik pada umumnya bersifat
seragam, dan gejala tersebut dapat diamati
sekarang. Gejala sosial banyak yang bersifat
unik dan sukar untu terulang kembali.
Abstraksi secara tepat dapat dilakukan
terhadap gejal fisik melalui perumusan
kuantitatif dan hukum yang berlaku umum.
Masalah sosial sering kali bersifat spesifik
dan konteks historis tertentu. Kejadian
tersebut bersifat mandiri. Bervariasinya
kejadian-kejadian sosial, ditambah dnegan
sulitnya pengamatan secara langsung waktu
penelaahan dilaksanakan menyebabkan sukarnya
mengembangkan dan menguji hukum-hukum sosial.
d. Hubungan antara ahli dan objek penelaahan
sosial.
Gejala fisik seperti unsur kimia bukanlah
suatu individu, melainkan barang mati. Ahli
imu alam tidak perlu memperhitungkan tujuan
atau motif dari planet. Ahli sosial
mempelajari manusia yang merupakan makhluk
yang penuh tujuan dalam tingkah laku. Manusia
bertindak sesuai dengan keinginannya dan
mempunyai kemampuan untuk melakukan pilihan
atas tindakan yang akan diambilnya. Hal ini
menyebabkan manusia dapat melakukan perubahan
dalam tindakannya. Kondisi ini menyebabkan
objek penelaahan ilmu sosial sangat
dipengaruhi oleh keinginan dan pilihan
manusia, maka gejala sosial berubah secara
tetap sesuai dengan tindakan manusia yang
didasari keinginan dan pilihan tersebut.
Ahli ilmu alam menyelidiki proses alami
dan menyusun hukum yang bersifat umum mengenai
proses. Ahli alam tidak bermaksud untuk
mengubah alam atau harus setuju dengan proses
tersebut. Ahli ilmu alam hanya berharap bahwa
pengetahuan mengenai gejala fisik dan alam
akan memungkinkan manusia untuk memanfaatkan
proses alam. Ahli ilmu soaisl tidaklah
bersikap sebagai penonton yang menyaksikan
suatu proses kejadian sosial.
Ahli ilmu alam mempelajari fakta dan
memusatkan perhatiaanya pada keadaan yang
terjadi pada alam. Ahli ilmu sosial juga
mempelajari fakta, umpamanya mengenai kondisi-
kondisi yang terdapat dalam suatu masyarakat.
Namun demikian, terkadang peneliti
mengembangakan materi berdasarkan penemuannya
tersebut, untuk dapat diaplikasikan kepada
masyarakat.
Perbedaan-perbedaan secara epistemologi
tersebut dapat dijadikan asumsi bahwa pada
pengkajian ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial
tidak dapat disamakan. Metode dalam pengkajian
ilmu-ilmu alam berbeda objeknya, sehingga akan
menyebabkan perbedaan cara pengkajian.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ditinjau dari perspektif ontologi, perbedaan
ilmu- ilmu alam dan sosial yakni, ilmu-ilmu alam
merupakan cabang dari filsafat alam (the natural
sciences), sedangkan ilmu-ilmu sosial merupakan
cabang dari filasafat moral (the social sciences).
Ilmu-ilmu alam kemudia terbagi menjadi ilmu alam
dan ilmu hayat. Ilmu alam terbagi lagi menjadi
fisika, kimia, astronomi, dan ilmu bumi. Ilmu-ilmu
sosial terbagi menjadi antropologi, psikologi,
ekonomi, sosiologi, dan ilmu politik.
Ditinjau dari perspektif epistemologi,
perbedaan ilmu-ilmu alam dan sosial terletak pada
penggunaan prosedur ilmiah. Ilmu alam terkait
secara pokok dengan positivistik, mempelajari yang
objektif, tidak hidup, dan dunia fisik. Objek ilmu
alam dianggap serupa, tidak mengalami perubahan
dalam jangka tertentu, dan setiap gejala terpola.
Ilmu-ilmu sosial merupakan hasil akal manusia,
subjektif, dan emotif. Objek material ilmu sosial
ialah tingkah laku khas manusia dan tidak
deterninistik.
B. Implikasi
Pengetahuan tentang perbedaan ilmu-ilmu alam
dan ilmu-ilmu sosial ditinjau dari aspek
ontologis, memberi pemahaman bahwa ilmu alam dan
ilmu soisal tersegmentasi dalam karakter yang
sama. Perbedaan secara ontologis menjadikan
kejelasan batasan mengenai karakter ilmu yang
lebih bersifat ilmu alam atau ilmu sosial.
Tinjauan epistemologi tentang perbedaan
ilmu-ilmu alam dan sosial, memberikan wacana
tentang metode yang digunakan dalam mengkaji
masalah ilmu alam dan ilmu sosial. Metode yang
digunakan harus disesuaikan dengan karakter
objeknya, baik ilmu alam maupun ilmu sosial.
Ketepatan metode menjadikan ilmu dapat dikaji
secara benar.
C. Saran
Pemahaman secara ontologis antara ilmu-ilmu
alam dan ilmu-ilmu sosial penting dilakukanoleh
berbagai pihak, karena dengan kajian tersebut
dapat memberi penjelasan batasan-batasan antara
keduanya. Di lain sisi, pengetahuan tantang
batasan epistemologi juga perlu dipahami, oleh
berbagai pihak agar tidak salah dalam menganalisis
ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial dengan
penggunaan metode yang tidak tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku:
Jujun S. Suriasuamantri. 2005. Filsafat Ilmu Sebuah
Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
___________________. 2006. Ilmu Dalam Perspektif Sebuah
Kumpulan dan Karangan tentang Hakekat Ilmu.
Yogyakarta: Liberty.
Yuyun S. 1981. Ilmu dalam perspektif. Yogyakarta:
Gramedia.
Sumber Internet:
Supri Hartanto. Pembedaan IPA dan IPS dalam Perspektif
Ontologi dan Epistemologi. 2010. Diunduh dari
http://mkalahmu.wordpress.com/2010/11/03/perbed
aan-ipa-dan-ips-epistemologi.html, diakses pada
Senin, 29 Oktober 2012.
Nadiroh. Modul Filsafat Ilmu. 2011. Diunduh dari
http://profnadiroh.wordpress.com/2011/04/11/ont
ologi-epistemologi-dan-aksiologi/, diakses pada
Senin, 29 Oktober 2012.
Wikipedia. Epistemologi dan Ontologi. 2012. Diunduh
dari http://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Epistemologi&action, diakses pada
Senin, 29 Oktober 2012.
Wibowo. Pengertian Ilmu, Alsiologi, Nilai, dan Etika.
2009. Diunduh dari
http://mswibowo.blogspot.com/2009/01/aksiologi-
nilai-dan-etika.htm, diakses pada Senin, 29
Oktober 2012.
Anonim. Pengantar Filsafat Ilmu. 2010. Diunduh dari
http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology
/1871556-pengantar-filsafat/, diakses pada
Selasa, 30 Oktober 2012.
Dewi Firmayanti. Filsafat Ilmu. 2011. Diunduh dari
http://dewifirmayanti.blogdetik.com/2011/12/20/
filsafat-ilmu/, diakses pada Selasa, 30 Oktober
2012.
Top Related