Makalah Dasar – Dasar Agribisnis Minggu III-IV
Potensi dan Peluang Sistem Agribisnis Komoditas Kakao
Disususn Oleh:
1. Zul Adhri Harahap (A24120142
2. Yosua P S (A24120144)
3. Ismah Nur Asobah (A24120159)
4. N. Karindita E. P (A24120164)
5. Sinar Hikmah Pitriana (A24120194)
6.
Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
2014
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Agribisnis merupakan usaha berbasis di bidang
pertaniaan ataupun bidang lain yang mendukungnya mulai
dari “hulu” sampai “hilir” (Wikipedia). Agribisnis
terdiri dari lima subsitem yaitu subsistem hulu (input),
subsistem usahatani (on-farm), subsitem pengolahan
(processing), subsistem pemasaran, dan subsistem
penunjang. Setiap subsistem memiliki fungsi masing-
masing namun harus tetap memiliki keterkaitan dan
kesatuan dalam pelaksanaannya agar agribisnis berjalan
dengan baik dan maju (philo 2012).
Agribisnis diharapkan sebagai sektor andalan yang
dapat membawa Indonesia untuk siap memasuki pasar bebas.
Menurut Arief 2002 dalam “Analisis Kepuasan Pelanggan
Jasa Pinjaman Agribisnis Segmen Menengah PT. Bank Rakyat
Indonesia (persero) oleh Sri Harjunanto 2003” menyatakan
potensi agribisnis masa depan masih terbuka luas karena
komoditas agribisnis selain untuk konsumsi di dalam
negeri juga sebagai komoditas ekspor yang mendatangkan
devisa sehingga memungkinkan menjadi leanding sector.
Komoditas agribisnis andalan Indonesia selain kelapa
sawit adalah kakao. Faiz Ahmad dalam warta “Kakao
Komoditas Andalan Indonesia oleh Febrianto Vicki 2013”
menyatakan bahwa kakao merupakan sektor yang sangat
potensial. Kakao berasal dari Benua Amerika pada bagian
yang mempunyai iklim tropis. Sangat sulit untuk
mengetahui negara bagian mana tepatnya tanaman ini
berasal, karena tanaman ini telah tersebar secara luas
semenjak penduduk daerah itu masih hidup mengembara.
Tanaman ini mulai masuk ke Indonesia sekitar tahun 1560
oleh orang Spanyol melalui Sulawesi (Hall. 1949) dan
kakao mulai dibudidayakan secara luas sejak tahun 1970.
Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang
peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional,
khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber
pendapatan dan devisa negara. Disamping itu kakao juga
berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan
pengembangan agroindustri. Pada tahun 2002, perkebunan
kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber
pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani
yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia
(KTI) serta memberikan sumbangan devisa terbesar ke tiga
sub sektor perkebunan setelah karet dan kelapa sawit
dengan nilai sebesar US $ 701 juta.
1.2 Tujuan
Mengidentifikasi subsistem pada system komoditas kakao
dan menjelaskan peluang serta potensi yang terdapat dalam
setiap subsistem komoditas kakao.
PEMBAHASAN
2.1 Subsistem Hulu (input/Pengadaan sarana produksi)
Perkebunan kakao Indonesia mengalami perkembangan
pesat sejak awal tahun 1980-an dan pada tahun 2002, areal
perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas 914.051 ha
dimana sebagian besar (87,4%) dikelola oleh rakyat dan
selebihnya 6,0% perkebunan besar negara serta 6,7%
perkebunan besar swasta. Jenis tanaman kakao yang
diusahakan sebagian besar adalah jenis kakao lindak
dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Disamping itu juga
diusahakan jenis kakao mulia oleh perkebunan besar negara
di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Berdasarkan status kepemilikan, usaha perkebunan kakao
di Indonesia terbagi atas Usaha Perkebunan Rakyat (PR),
Usaha Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar
Swasta (PBS).
Tabel 1. Data luas areal, produksi dan produktivitaskomoditi kakao IndonesiaTahun Luas Areal
(ha)Produksi(ton)
Produktivitas(Kg/ha)
2000 749.917 421.142 891,782001 821.449 536.804 956,392002 914.051 571.155 924,072003 961.107 698.816 1.101,122004 1.090.960 691.704 898,002005 1.167.406 748.828 921,002006 1.320.820 769.386 849,002007 1.379.279 740.006 801,002008 1.425.216 803.594 660,00
Sumber: Data Departemen Pertanian tahun 2010
Pada agribisnis hulu ini telah berkembang beberapa
sumber benih kakao yang secara resmi. Sumber benih
tergabung dalam Forum Masyarakat Perbenihan Kopi dan
Kakao (FORMABIKOKA) sehingga baik jumlah maupun kualitas
benih yang disebar dapat diawasi. Namun karena adanya
keterbatasan bahan tanam dan penyebaran sumber benih
belum merata keseluruh sentra produksi, sehingga
penggunaan bahan tanam asalan masih berlanjut. Hal ini
menyebabkan beberapa kendala pada subsistem hulu yaitu
khususnya dalam peningkatan produktivitas dan kualitas
yang dihasilkan antara lain adalah masih digunakannya
teknologi tradisional dengan bahan tanaman yang tidak
berasal dari klon atau biji yang terpilih dan dengan
budidaya yang kurang memadai, serta serangan organisme
pengganggu tanaman (OPT) berupa hama dan penyakit.
Seperti yang dihadapi para petani kakao di Sumatera Utara
(Sumut), menurut Kepala Bidang Produksi Dinas Perkebunan
Sumut, Herawaty mengungkapkan bahwa penggunaan Bibit
unggul merupakan faktor penting dalam peningkatan
produktivitas kakao di Sumut. Namun permasalahannya,
tidak semua petani menggunakan Bibit unggul.
2.2 Subsistem Budidaya (On-farm)
Kakao adalah komoditas perkebunan yang bernilai
ekonomi tinggi. Tanaman yang merupakan bahan baku cokelat
ini dapat berbuah sepanjang tahun.Kakao atau Theobroma
cacao L., merupakan salah satu komoditas perkebunan yang
cocok dengan kultur tanah dan iklim di Indonesia. Tanaman
ini termasuk golongan tumbuhan tropis.Tanaman penghasil
biji kakao ini berasal dari daerah hutan tropis di
Amerika Selatan. Di habitat asalnya, kakao biasa tumbuh
di bagian hutan hujan tropis yang terlindung di bawah
pohon-pohon besar.Di Indonesia, kakao banyak tumbuh di
daerah Sulawesi, Lampung, dan Flores, Nusa Tenggara
Timur.
Budidaya tanaman kakao ada beberpa hal yang harus
diperhatikan, diantaranya adalah:
1. Syarat tumbuh tanaman kakao
2. Pembibitan
3. Penanaman dan pemeliharaan
4. Pemanenan
1. Syarat Tumbuh tanaman kakao
Iklim
Ditinjau dari wilayah penanamannya, cokelat ditanam
pada daerah-daerah yang berada pada 10oLU-10oLS. Areal
penanaman cokelat yang ideal adalah daerah-daerah
bercurah hujan 1.100-3.000 mm/tahun. Suhu udara ideal
bagi pertumbuhan cokelat adalah 30-32oC (maksimum) dan
18-21oC (minimum). Berdasarkan keadaan iklim di
Indonesia, suhu udara 25–26oC merupakan suhu udara
rata-rata tahunan tanpa faktor pembatas. Karena itu,
daerah-daerah tersebut sangat cocok jika ditanami
cokelat. Cahaya matahari yang terlalu banyak menyoroti
tanaman cokelat akan menyebabkan lilit batang kecil,
daun sempit dan tanaman relatif pendek.
MediaTanam
Pertumbuhan bibit tanaman kakao terbaik diperoleh
pada tanah yang didominasi oleh mineral liat smektit
dan berturut-turut diikuti oleh tanah yang mengandung
khlorit, kaolinit dan haloisit. Tanaman cokelat dapat
tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki keasaman
(pH) 6-7,5. Air tanah yang mempengaruhi aerasi dalam
rangka pertumbuhan dan serapan hara. Untuk itu,
kedalam air tanah diisyaratkan minimal 3 m, Faktor
kemiringan lahan sangat menentukan kedalaman air
tanah. Pembuatan teras pada lahan yang kemiringannya
8% dan 25% masing-masing dengan lebar minimal 1 m dan
1,5 m. Sedangkan lahan yang kemiringannya lebih dari
40% sebaiknya tidak ditanami cokelat. Daerah yang
cocok untuk penanaman cokelat adalah lahan yang berada
pada ketinggian 200-700 m dpl.
2. Pembibitan
Bibit coklat bisa diperoleh dengan dua cara, yaitu
melalui perbanyakangeneratif( biji ), dan melalui
perbanyakan vegetatif( okulasi, enten, atau
stek).Perbanyakan tanaman kakao lebih sering dilakukan
dengan cara generatif karena bibit dihasilkan dalam
waktu yang cepat dan jumlah yang banyak. Persyaratan
Benih Benih yang baik berasal dari buah berbentuk
normal, sehat dan masak di pohon Buah tersebut
berwarna kuning, jika diguncang timbul suara dan jika
diketuk dengan tangan timbul gema. Bibit yang baik
harus memenuhi persyaratan, antara lain; pertumbuhan
bibit normal, yaitu tidak kerdil dan tidak terlalu
jagur, bebas hama dan penyakit serta kerusakan
lainnya, dan berumur 4–6 bulan.
3. Penanaman dan pemeliharaan
Proses pertanaman dapat dilakukan apabila media
tanam sudah diolah terlebih dahulu. Penyiapan lahan
sangat penting dalam menentukan keberhasilan budidaya
tanaman. Cara penyiapan lahan dapat dengan cara
pemberihan selektif dan pembersihan total. Alang-alang
di tanah tegalan harus dibersihkan/dimusnahkan supaya
tanaman kakao dan pohon naungan dapat tumbuh baik.
Untuk memperlancar pembuangan air, saluran drainase
yang secara alami telah ada harus dipertahankan dan
berfungsi sebagai saluran primer. Saluran sekunder dan
tersier dibangun sesuai dengan keadaan lapangan.
Pengapuran termasuk bagian dari persipan lahan. Tanah-
tanah dengan pH di bawah 5 perlu diberi kapur berupa
batu kapur sebanyak 2 ton/ha atau kapur tembok
sebanyak 1.500 kg/ha.
Proses penanaman kakao sebaiknya memperhatikan
teknik- teknik terentu. Tanaman kakao mutlak
memerlukan pohon pelindung yang ditanam sebagai
tanaman lorong diantara tanaman-tanaman kakao.
Terdapat dua macam pohon pelindung yaitu:a) Pohon
pelindung sementara. Pohon ini diperlukan untuk
melindungi tanaman kakao muda (belum berproduksi) dari
tiupan angin dan sinar matahari. Jenis pohon yang
dapat ditanam adalah pisang (Musa paradisiaca), turi
(Sesbania sp.), Flemingia congesta atau Clotaralia
sp.b)
Pohon pelindung tetap pohon ini harus dipertahankan
sepanjang hidup tanaman kakao dan berfungsi sebagai
melindungi tanaman kakao yang sudah produktif dari
kerusakan sinar matahari dan menghambat kecepatan
angin. Jenis pohon yang cocok adalah Lamtoro (Leucena
sp.), Sengon Jawa (Albizia stipula), Dadap (Erythrina
sp.) dan Kelapa (Cocos nucifera). Pohon pelindung
tetap ditanam dengan jarak tanam 6 x 3 m. Jarak tanam
yang diajurkan adalah 3 X 3 m2 dengan kerapatan pohon
1.100 batang pohon/hektar. Jarak ini sangat ideal
karena nantinya pohon akan membentuk tajuk yang
seimbang sehingga tanaman tidak akan mudah tumbang.
Pembutan lubang tanam yang benar juga harus
didesuaikan. Lubang tanam dibuat 2-3 bulan sebelum
tanam dengan ukuran:a) 40 x 40 x 40 cm untuk tanah
bertekstur sedangb) 60 x 60 x 60 cm atau 80 x 80 x 80
cm untuk tanah bertekstur beratc) 30 x 30 x 30 cm
untuk tanah bertekstur ringan Lubang dipupuk dengan
Agrophos 300 gram/lubang atau campuran urea 200
gram/lubang dan Sp-36 100 gram/lubang.Tutup kembali
lubang tanam. Pembuatan lubang tanam dan penentuan
jarak tanam yang tepat mencegah terjadinya seleksi
atau menimbulkan persaingan diantara tanaman. Setelah
hal tadi disiapkan barulah dapat dilakukan penanaman
terhadap benih kakao yang sudah disiapkan di
pembibitan.
Penanamanpun telah dilaksanakan, selanjutnya
dilakukan pemeliharaan. Pemeliharaan yang dilakukan
adalah:
Penjarangandan Penyulaman
Sanitasi lingkungan
Pemangkasan
Pemupukan
Penyiraman
Penyemprotan Pestisida
Rehabilitasi Tanaman Dewasa Kakao
4. Pemanenan
Buah cokelat/kakao bisa dipenen apabila perubahan
warna kulit dan setelah fase pembuahan sampai menjadi
buah dan matang ± usia 5 bulan. Ciri-ciri buah akan
dipanen adalah warna kuning pada alur buah; warna
kuning pada alur buah dan punggung alur buah; warna
kuning pada seluruh permukaan buah dan warna kuning
tua pada seluruh permukaan buah. Kakao masak pohon
dicirikan dengan perubahan warna buah:a) Warna buah
sebelum masak hijau, setelah masak alur buah menjadi
kuning.b) Warna buah sebelum masak merah tua, warna
buah setelah masak merah muda, jingga, kuning. Buah
akan masak pada waktu 5,5 bulan (di dataran rendah)
atau 6 bulan (di dataran tinggi) setelah penyerbukan.
Pemetikan buah dilakukan pada buah yang tepat masak.
Kadar gula buah kurang masak rendah sehingga hasil
fermentasi kurang baik, sebaliknya pada buah yang
terlalu masak, biji seringkali telah berkecambah, pulp
mengering dan aroma berkurang.
Untuk memanen cokelat digunakan pisau tajam. Cara
pemetikannya, jangan sampai melukai batang yang
ditumbuhi buah. Pemetikan cokelat hendaknya dilakukan
hanya dengan memotong tangkai buah tepat
dibatang/cabang yang ditumbuhi buah. Hal tersebut agar
tidak menghalangi pembungaan pada periode
berikutnya. Buah matang dengan kepadatan cukup tinggi
dipanen dengan sistem 6/7 artinya buah di areal
tersebut dipetik enam hari dalam 7 hari. Jika
kepadatan buah matang rendah, dipanen dengan sistem
7/14.
Periode panen adalah jangka waktu buat pemanenan
selanjutnya. Panen dilakukan 7-14 hari sekali. Selama
panen jangan melukai batang/cabang yang ditumbuhi buah
karena bunga tidak dapat tumbuh labi di tempat
tersebut pada periode berbunga selanjutnya. Tanaman
kakao mencapai produksi maksimal pada umur 5-13 tahun.
Produksi per hektar dalam satu tahun adalah 1.000 kg
biji kakao kering.
2.3 Subsitem Pengolahan
Produksi kakao Indonesia sebagian besar diekspor dan
hanya sebagian kecil yang digunakan untuk konsumsi dalam
negeri. Produk yang diekspor sebagian besar (78,5%) dalam
bentuk biji kering (produk primer) dan hanya sebagian
kecil (21,5%) dalam bentuk hasil olahan. Namun, kualitas
biji kakao yang diekspor oleh Indonesia dikenal sangat
rendah berada di grade 3 dan 4. Hal ini disebabkan oleh
pengelolaan produk kakao yang masih tradisional 85% biji
kakao produksi nasional belum difermentasi sehingga
kualitas kakao Indonesia menjadi rendah. Rendahnya
kualitas kakao menyebabkan harga biji dan produk kakao
Indonesia di pasar internasional dikenai diskon
US$200/ton atau 10%-15% dari harga pasar. Selain itu,
beban pajak ekspor kakao olahan sebesar 30% relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan beban pajak impor produk kakao
5%, kondisi tersebut telah menyebabkan jumlah pabrik
olahan kakao Indonesia terus menyusut (ICCO, 2011).
Selain itu para pedagang terutama traderasing lebih senang
mengekspor dalam bentuk biji kakao non olahan.
Peningkatan mutu kakao
Peningkatan mutu kakao dilakukan dengan teknologi
pengolahan kakao seperi proses fermentasi dan
pengeringan. Tetapi teknologi pengolahan kakao belum
dilakukan sesuai anjuran, akibatnya mutu kakao yang
dihasilkan masih rendah. Rendahnya mutu tersebut
mengakibatkan kakao Indonesia hanya dipakai sebagai bahan
campuran makanan cokelat maksimal 10%.
Fermentasi adalah proses yang mutlak dilakukan agar
terbentuk perasa flavour dan aroma biji kakao yang baik.
Sedangkan pengeringan adalah merupakan proses penunjang
agar hasil fermentasi yang baik tetap baik hingga
pengeringan berakhir.
Kakao fermented
Pada saat panen, petani kakao memiliki kecenderungan
untuk mengolah biji kakao tanpa fermentasi dengan cara
merendam biji dalam air untuk membuang pulp dan
dilanjutkan dengan penjemuran, dengan demikian biji siap
dijual tanpa memperhatikan kualitas. Langkah tersebut
diambil petani untuk mendapatkan hasil penjualan yang
cepat. Karena jika melalui fermentasi diperlukan waktu
inkubasi sehingga petani harus menunggu untuk mendapatkan
keuntungan dari penjualan, padahal fermentasi merupkan
kunci penting untuk memberikan cita rasa coklat. Dengan
demikian tata cara fermentasi pada biji kakao yang
praktis perlu diadopsi oleh petani kakao.
Biji kakao yang diproses melalui fermentasi akan
diperoleh cita rasa coklat sesungguhnya dengan biaya
produksi relatif rendah. Fermentasi dapat dilakukan
secara tradisional dan tidak memerlukan perlakuan khusus,
hanya diperlukan wadah fermentasi dari kayu, ruang
penyimpanan, lahan untuk menjemur, dan mesin penyangrai.
Proses fermentasi akan menghasilkan kakao dengan cita
rasa setara dengan kakao yang berasal dari Ghana. Selain
itu, kakao Indonesia memiliki kelebihan tidak mudah
meleleh sehingga cocok untuk blending. Fermentasi
merupakan suatu proses produksi suatu produk dengan
mikroba sebagai organisme pemroses. Fermentasi biji kakao
merupakan fermentasi tradisional yang melibatkan
mikroorganisme indigen dan aktivitas enzim endogen.
Fermentasi biji kakao tidak memerlukan penambahan kultur
starter (biang), karena pulp kakao yang mengandung banyak
glukosa, fruktosa, sukrosa dan asam sitrat dapat
mengundang pertumbuhan mikroorganisme sehingga terjadi
fermentasi.
Tahapan pengolahan pasca panen kakao yaitu buah hasil
panen dibelah dan biji berselimut pulpdikeluarkan,
kemudian dikumpulkan pada suatu wadah. Jenis wadah yang
digunakan dapat bervariasi, diantaranya drying
platforms (Amerika), keranjang yang dilapisi oleh daun,
dan kontainer kayu. Kontainer disimpan di atas tanah atau
di atas saluran untuk menampung pulp juices yang dihasilkan
selama fermentasi (hasil degradasi pulp).
Pada umumnya, dasar kontainer memiliki lubang kecil
untuk drainase dan aerasi. Kontainer tidak diisi secara
penuh, disisakan 10 cm dari atas dan permukaan atas
ditutupi dengan daun pisang yang bertujuan untuk menahan
panas dan mencegah permukaan biji dari pengeringan.
Fermentasi dalam kotak dapat dilakukan selama 2–6 hari,
isi kotak dibalik tiap hari dengan memindahkannya ke
kotak lain.
Fermentasi biji kakao akan menghasilkan prekursor cita
rasa, mencokelat-hitamkan warna biji, mengurangi rasa-
rasa pahit, asam, manis dan aroma bunga, meningkatkan
aroma kakao (cokelat) dan kacang (nutty), dan mengeraskan
kulit biji menjadi seperti tempurung. Biji yang tidak
difermentasi tidak akan memiliki senyawa prekursor
tersebut sehingga cita rasa dan mutu biji sangat rendah.
Fermentasi pada biji kakao terjadi dalam dua tahap yaitu
fermentasi anaerob (vacuum) dan fermentasi aerob.
Keberadaan asam sitrat membuat lingkungan pulp menjadi
asam sehingga akan menginisiasi pertumbuhan ragi dan
terjadi fermentasi secara anaerob. Fermentasi an
aerob diinisiasi oleh bakteri asam laktat dan bakteri
asam asetat. Produk fermentasi yang dihasilkan berupa
etanol, asam laktat, dan asam asetat yang akan berdifusi
ke dalam biji dan membuat biji tidak berkecambah.
Selama fermentasi terjadi pula aktivitas enzimatik,
enzim yang terlibat adalah endoprotease, aminopeptidase,
karboksipeptidase, invertase (kotiledon dan pulp), polifenol
oksidasedan glikosidase. Enzim-enzim ini berperan dalam
pembentukan prekursor cita rasa dan degradasi pigmen
selama fermentasi. Prekursor cita rasa (asam amino,
peptida dan gula pereduksi) membentuk komponen cita rasa
di bawah reaksi Maillard (reaksi pencoklatan non-enzimatis)
selama penyangraian.
Untuk menghentikan proses fermentasi, biji kakao
kemudian dikeringkan. Pengeringan dilakukan sampai kadar
air menjadi 7–8 % (setimbang dengan udara berkelembaban
75 %). Kadar air kurang dari 6 %, biji akan rapuh
sehingga penanganan serta pengolahan lanjutnya menjadi
lebih sulit. Kadar air lebih dari 9 % memungkinkan
pelapukan biji oleh jamur.
Pengeringan dengan pemanas sinar surya dapat memakan
waktu 14 hari, sedangkan dengan pengeringan non surya
memakan waktu 2–3 hari. Setelah pengeringan, biji
disortir untuk membersihkan biji dan dilanjutkan dengan
penyangraian pada suhu 21 0 C selama 10–15 menit. Tujuan
dari penyangraian adalah untuk mensterilisasi biji serta
pembentukan cita rasa dari prekursor cita rasa (hasil
fermentasi) melalui reaksi Maillard.
Gambar 2. Proses Pengelolahan
2.4 Subsitem Pemasaran
Negara-negara penghasil kakao dominan adalah negara-
negara Afrika, Asia dan Oceania juga negara-negara
Amerika. Negaranegara di Eropa tidak memproduksi kakao
namun sebagai konsumen dari produk kakao. Negara-negara
konsumen kakao terbesar masih dipegang negara-negara
Eropa sebanyak 42,10 persen, sedangkan produsen kakao
terbesar masih dipegang negara-negara Afrika,
Asia dan Oceania. Permintaan tertinggi berasal dari
Negara Belanda, Amerika Serikat dan Jerman. Konsumsi
kakao cenderung meningkat tiap tahun di negara-negara
maju. Perkembangan produksi dan konsumsi kakao dunia
dapat digambarkan pada Gambar 2. Dalam hal pemasaran dan
penguasaan
pangsa pasar internasional, komoditas perkebunan dan
pertanian umumnya menderita gejala struktur pasar yang
sangaat asimetris antara pasar internasional dan pasar
domestik. Gejala asimetris tersebut sering dianalogikan
dengan fenomena serupa pada hubungan antara petani
produsen dan pedagang atau konsumen, karena produsen
komoditas perkebunan sebagian besar berada di
negaranegara
berkembang sementara konsumen produk hilir perkebunan
berada di negara negara maju. Bagi negara-negara
berkembang yang lebih banyak mengandalkan ekspor
komoditas pertanian dan agroindustri, struktur pasar yang
asimetris jelas merupakan ancaman serius bagi peningkatan
produksi, produktivitas dan ekspor komoditas. Pasar
ekspor produk kakao Indonesia yang kebutuhannya lebih
dari 20.000 ton beberapa tahun terakhir adalah China,
Malaysia, Singapura, Amerika Serikat, Australia dan
Brasil. Data Askindo tahun 2008, total ekspor kakao
mencapai 142.000 ton dan 40% di antaranya dipasarkan ke
Amerika Serikat, sedang sisanya 60% persen dipasarkan ke
pasar Asia dibanding Eropa. Sekitar 70 persen dari total
produksi biji kakao nasional diekspor dalam bentuk biji
kakao mentah, hanya 30 persen yang diolah di dalam negeri
jadi produk kakao olahan seperti cocoabutter, cocoa liquor,
cocoa cake dan cocoapowder untuk kebutuhan dalam negeri dan
diekspor. Kakao yang diimpor Uni Eropa dari negara
berkembang kemudian diolah menjadi berbagai komoditi
berbeda. Produk hasil olahan kakao tersebut kemudian
diekspor kembali ke berbagai negara asal bahan mentahnya
termasuk Indonesia. Umumnya produk olahan kakao yang
diekspor kembali oleh Uni Eropa adalah coklat dan
produkmakanan yang mengandung coklat.Namun
demikian disamping produk olahan kakao, diantara
negara Uni Eropa juga terjadi perdagangan ekspor biji
kakao untuk keperluan industri pengolahan yang
membutuhkan kakao sebagai bahan bakunya.
2.5 Subsitem Penunjang
Data produksi maupun konsumsi kakao dunia menunjukkan
adanya kestabilan dalam arti tidak terdapat fluktuasi
kenaikan maupun penurunan yang menyolok. Indonesia
merupakan penghasil kakao namun dari segi produktivitas
masih rendah. Tersedianya lahan perkebunan kakao yang
telah ada seharusnya dapat memberikan peluang untuk
menghasilkan produksi kakao yang lebih besar lagi dengan
pengelolaan tanaman yang tepat dan pengolahan yang tepat
sehingga menghasilkan biji kakao dengan kualitas yang
tinggi. Demikian pula dilihat dari segi pengolahan, kakao
yang dihasilkan oleh petani tidak diolah secara baik
(difermentasi) tetapi sebagian besar langsung diekspor
dalam bentuk biji kakao sehingga nilai tambah yang
dihasilkan sedikit.
Indonesia sebenarnya berpotensi untuk menjadi produsen
utama kakao dunia, apabila berbagai permasalahan utama
yang dihadapi perkebunan kakao dapat diatasi dan
agribisnis kakao dikembangkan dan dikelola secara baik.
Pengembangan usaha maupun investasi baru di bidang kakao
dapat dilakukan mulai dari usaha pertanian primer yang
menangani perkebunan kakao, usaha agribisnis hulu dalam
memenuhi kebutuhan pertanian kakao seperti peralatan dan
sarana produksi kakao, serta usaha agribisnis hilir yang
memproduksi hasil olahan biji kakao.
Untuk melaksanakan program pengembangan agribisnis
kakao tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar yang
mencakup kegiatan investasi peningkatan produktivitas
kebun, biaya pengendalian hama PBK, investasi
pengembangan sistem usahatani terpadu, dan pengembangan
industri hilir kakao serta pembangunan infrastruktur
pendukungnya termasuk kegiatan penelitian dan
pengembangan hasil penelitian.
Untuk mencapai tujuan dan sasaran pengembangan
agribisnis kakao, dukungan kebijakan yang diperlukan
antara lain: Pemerintah perlu mendorong terbentuknya
usaha-usaha industri cokelat skala UKM dan 39 pemasaran
yang efisien; peningkatan mutu kakao ditempuh melalui
penerapan teknologi pascapanen yang berorientasi pada
kebutuhan pasar; dan upaya pengurangan hambatan-hambatan
ekspor seperti automatic detention (potongan harga)
regulasi lain dari negara konsumen dapat dilakukan
melalui perbaikan mutu secara berkelanjutan, kerjasama
antara kelompok tani dan eksportir maupun prosesor, serta
menghindari publikasi yang berlebihan tentang hama dan
penyakit tanaman kakao.
PENUTUP
3.1 Simpulan
Setiap pelaku yang terlibat dalam subsistem agribisnis
kakao masih dapat meningkatkan pendapatan karena pasar
kakao masih terbuka untuk produk kakao yang hendak
dipasarkan, hanya saja bagi petani dan pengusaha
agroindustri perlu dengan teliti mengetahui dan
memperhatikan standart mutu kakao yang ada di pasaran
termasuk memperhatikan bibit unggul yang digunakan
sehingga dalam subsistem hulu perlu adanya pemerataan dan
pengadaan bibit unggul kakao.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014. Profil Olahan Kakao Indonesia [terhubung berkala]
http://pphp.deptan.go.id/disp_informasi/1/1/0/1331/pr
ofil_olahan_kakao_indonesia.html (05-03-2014)
Departemen Pertanian. 2010. Statistik Perkebunan Indonesia.
Jakarta
Febrianto Vicki. 2013. Kakao Komoditas Andalan Indonesia
[terhubung berkala]
http://www.antaranews.com/berita/396237/kakao-
komoditi-andalan-indonesia (02/03/2014)
Harjananto Sri. 2003. Analisis Kepuasan Pelanggan Jasa Pinjaman
Agribisnis Segmen Menengah PT. Bank Rakyat Indonesia (persero).
Skripsi [terhubung berkala]
http://repository.mb.ipb.ac.id/561/5/9ea-05-sri-
bab1pendahuluan.pdf (02/03/2014)
Philo. 2012. Sistem Agribisnis di Indonesia [terhubung berkala]
http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2012/03/20/s
istem-agribisnis-kakao-di-indonesia-448405.html
(02/03/2014)
www.kemenperin.go.id [terhubung [terhubung berkala] (5 Maret
2014, 9.00 am)