LAPORAN OBSERVASI
MENGAMATI GURU MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS KELAS VII
SEMESTER 2 SMP NEGERI 1 KEPANJEN
ANGGOTA KELOMPOK:
IZZATUL IKRIMA (125110501111013)
INSANTRI AULIA (125110501111014)
AULIA NURTINA (125110500111052)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INGGRIS
2013
PENDAHULUAN
Belajar merupakan sebuah proses mempelajari suatu hal-hal
yang baru. Dalam proses pembelajaran, banyak faktor yang dapat
mempengaruhi cepat atau lambatnya para siswa dalam menangkap
pelajaran. Diantaranya yaitu peran guru, suasana kelas, dan
keinginan dari dalam diri setiap siswa itu sendiri.
Peran guru sangatlah penting dalam menunjang keberhasilan
proses pembelajaran di kelas. Guru yang memiliki motivasi tinggi
dalam mengajar, maka akan menggunakan cara yang inovatif dan
kreatif dalam mengajar para siswanya. Maka dari itu, seorang
guru haruslah memiliki suatu metode atau gebrakan baru dalam
proses pengajaran yang memungkinkan siswanya untuk dapat
menangkap pelajaran dengan mudah.
Tidak hanya peran guru yang penting, namun suasana kelas
dan juga motivasi dari dalam diri setiap siswa juga sangat
mendukung dalam menentukan berhasil atau tidaknya penerimaan
pembelajaran tersebut.
Suasana kelas yang kondusif akan mendukung kenyamanan siswa
dalam proses pembelajaran. Keinginan dan motivasi siswa untuk
dapat berkembang dan maju juga faktor utama penentu keberhasilan
siswa dalam menangkap pembelajaran.
Jadi,guru memiliki peranan paling penting dalam menentukan
keberhasilan proses pembelajaran di dalam kelas. Untuk itu,
hendaknya guru memiliki berbagai metode yang jitu dalam proses
pengajaran sehingga murid tertarik dan mereka mendapatkan ilmu
dengan mudah.
Pengertian Belajar menurut C.T. Morgan dalam buku Introduction
To Psychology (1961), Belajar adalah suatu perubahan yang
relatif menetap dalam tingkah laku sebagai akibat / hasil dari
pengalaman yang lalu. Ringkasnya ia mengatakan bahwa belajar
adalah setiap perubahan yang relative menetap dalam tingkah laku
yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau
pengalaman.Siswa mengalami suatu proses belajar.
Dalam proses belajar tesebut, siswa menggunakan kemampuan
mentalnya untuk mempelajari bahan belajar. Kemampuan-kemampuan
kognitif, afektif dan psikomotorik yang dibelajarkan dengan
bahan belajar menjadi semakin rinci dan menguat. Adanya
informasi tentang sasaran belajar, adanya penguatan-penguatan,
adanya evaluasi dan keberhasilan belajar, menyebabkan siswa
semakin sadar, akan kemampuan dirinya.
Pengertian Mengajar Jerome S. Brunner dalam bukunya Toward a
theory of instruction mengemukakan bahwa mengajar adalah
menyajikan ide, problem atau pengetahuan dalam bentuk yang
sederhana sehingga dapat dipahami oleh setiap siswa. Ngalim
Purwanto dalam bukunya Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis
(1998: 150) mengemukakan yang dimaksud dengan mengajar ialah
memberikan pengetahuan atau melatih kecakapan-kecakapan atau
keterampilan-keterampilan kepada anak-anak.
HASIL OBSERVASI
A.FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBELAJARAN
a. Konten isi pembelajaran
Pembelajaran yang akan dipelajari : menyimak dan berbicara
b. Bahan
Bahan rencana pelaksanaan pembelajaran Bahasa Inggris SMPN 1
KEPANJEN VII/2:
1. Menyimak penjelasan guru tentang procedure text.
2. Menyimpulkan isi materi yang telah direncanakan oleh guru.
3. Memperhatikan salah satu contoh procedure text yang akan
diperagakan oleh guru.
4. Membuat procedure text lalu mempraktekkannya di depan kelas.
5. Menemukan kosa kata baru yang didapat saat membuat teks
prosedur atau saat mendengarkan teman mempraktekkan teks
prosedurnya.
Bahan rencana pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia SMP PGRI
Bojonegara kelas VIII/1:
1. Menemukan informasi secara cepat dan tepat dari ensiklopedi
atau buku telepon dengan membaca memindai yang bahannya diambil
dari ensiklopedi dan buku telepon
2. Menulis surat dinas berkaitan dengan kegiatan sekolah dengan
sistematika yang tepat dan bahasa yang baku yang bahannya
diambil dari buku surat menyurat seperti surat dinas sekolah.
3. Berwawancara dengan narasumber dari berbagai kalangan dengan
memperhatikan etika berwawancara yang bahannya diambil dari
rekaman wawancara narasumber.
4. Menulis petunjuk melakukan sesuatu dengan urutan yang tepat
dan menggunakan bahasa yang efektif yang bahannya diambil dari
model-model petunjuk.
5. Menganalisis laporan yang bahannya diambil dari kumpulan teks
laporan, rekaman laporan.
6. Menanggapi isi laporan yang bahannya diambil dari teks
laporan narasumber siswa
7. Menulis laporan dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar
yang bahannya diambil dari kegiatan pentas seni, contoh laporan
kegiatan
8. Menyampaikan laporan secara lisan dengan bahasa yang baik dan
benar yang bahannya diambil dari kumpulan teks laporan
9. Mendeskripsikan tempat atau arah dalam konteks yang
sebenarnya dengan yang tertera pada denah yang bahannya diambil
dari denah dan peta
10. Menyampaikan laporan secara lisan dengan bahasa yang baik dan
benar yang bahannya diambil dari kumpulan teks laporan
11. Membuat synopsis novel remaja yang bahannya diambil dari novel
remaja Indonesia
c. Strategi pembelajaran
Untuk dapat melaksanakan proses belajar mengajar yang efektif,
ada beberapa strategi mengajar yang dilakukan oleh guru bidang
studi bahasa Indonesia SMP PGRI Bojonegara, yakni:
(1). Menciptakan pertanyaan-pertanyaan, masalah-masalah dan
pemecahannya.
Guru bahasa Indonesia SMP PGRI Bojonegara menciptakan
pertanyaan-pertanyaan, masalah-masalah dan pemecahannya. Pada
saat proses belajar mengajar dikelas, setelah guru menjelaskan
materi lalu guru membuat pertanyaan-pertanyaan, masalah-masalah
dan pemecahannya sendiri. Lalu guru melontarkan pertanyaan-
pertanyaan tersebut kepada siswa. Diharapkan dengan cara
tersebut siswa dapat lebih memahami materi yang disampaikan oleh
guru dan tetap menginggatnya.
(2). Mengajak siswa untuk saling berinteraksi.
Guru mengajak siswa untuk saling berinteraksi dan berdiskusi.
Misalnya ada sebuah materi, dan ada sebuah kasus, maka siswa
diajak untuk saling berinteraksi, berdiskusi dengan cara
berkelompok. Misalnya ada materi tentang memahami wacana lisan
melalui kegiatan mendengar berita seperti yang ada pada standar
kompetensi kelas VII/1. Maka guru bahasa Indonesia mengajak para
siswa untuk membentuk sebuah kelompok dalam satu kelas dibagi
beberapa kelompok. Dan mereka diajak berdiskusi dan menyampaikan
pendapat mereka masing-masing lalu kemudian dipaparkan kembali
untuk didiskusikan bersama kelompok lain untuk pada akhirnya
dibuat kesimpulan dari diskusi tersebut. Sebab menurut Piaget,
pertukaran gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan
penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat di-ajarkan secara
langsung, per-kembangkannya dapat distimulasi melalui interaksi
dengan siswa pada tingkat yang sama.
(3). Menggunakan istilah teknis.
Hasil searching di google beberapa waktu yang lalu kami
menemukan statement penelitian mengungkapkan bahwa bahasa dapat
memperjelas dan memperkaya gagasan/ide para siswa pada tingkat
perkembangan yang tinggi. Tetapi istilah-istilah teknis dalam
pembelajaran seringkali merintangi alam fikir mereka karena
mereka terpaku pada satu istilah saja tanpa memahami konsep
dasar istilah tersebut. Namun guru bahasa Indonesia di SMP PGRI
Bojonegara menggunakan istilah teknis dalam pembelajaran bahasa
Indonesia dikelas. Guru menyuruh siswa mencari kata yang sulit
yang ditemukan dalam sebuah wacana yang ada dibuku paket,
ataupun di Koran harian, atau dari mana saja, lalu siswa disuruh
mencari makna dari kata sulit tersebut dikamus bahasa Indonesia
yang mereka bawa sebelumnya dari rumah.
(4). Menganjurkan siswa berpikir dengan cara mereka sendiri.
Guru menganjurkan siswa berfikir dengan cara mereka sendiri,
siswa boleh mengutarakan pendapat mereka sebebas mungkin namun
sesuai dengan batasan yang ada tanpa mengurangi nilai esensi
dari demokrasi siswa. Pada SMP PGRI Bojonegara guu memancing
siswa untuk menjelaskan suatu materi yang belum guru jelaskan
sebelumnya. Misalnya dalam materi ragam teks nonsastra meteri
kelas VII/1, sebelum guru menjelaskan apa saja yang masuk
kedalam materi ragam teks nonsastra, guru bertanya terlebih
dahulu kepada para siswa apa saja sih yang masuk dalam ragam
teks nonsastra. Guru memancing terlebih dahulu, membiarkan siswa
mengemukakan pendapat mereka sendiri. Lalu baru guru menjelaskan
materinya, menambahkan yang siswa kemukakan, atau mengoreksi
apabila ada kesalahan dalam pendapat siswa.
(5) Perkenalan ulang (reintroduce).
Guru SMP PGRI Bojonegara sebelum memulai suatu materi baru, guru
mereview kembali apa saja yang sudah diulas pada pertemuan
sebulumnya dengan cara menanyakan pada anak didik mengenai
materi apa saja yang sudah diulas sebelumnya. Hal itu dilakukan
agar para siswa tetap mengingat materi dan tidak melupakannya
pada saat melanjutkan materi baru.
d. Prilaku guru
Pada saat proses belajar mengajar dikelas, guru bahasa Indonesia
SMP PGRI Bojonegara sengaja bersikap ramah kepada setiap anak,
guru melakukan pendekatan psikologis terhadap setiap siswa
secara personal maupun tidak. Apalagi SMP PGRI Bojonegara ini
letaknya disebuah desa Bojonegara yang bisa dibilang hubungan
antara murid dan guru lumayan dekat secara personal karena
sekolah ini merupakan sekolah yang ada didesa, dengan sifat
masyarakat desa itu pada dasarnya adalah homogen, berbeda dengan
dikota yang masyarakatnya bersifat heterogen. Sehingga
memudahkan guru melakukan pendekatan kepada para siswa agar
dapat lebih memahami karakter sikap masing-masing siswa. Hal itu
dilakukan agar siswa merasa nyaman pada pelajaran bahasa
Indonesia, sebab apabila siswa sudah merasa nyaman pada seorang
guru, maka meraka akan menyukai pula mata pelajaran yang
disampaikan oleh guru. Dari yang kami perhatikan nampaknya guru
lebih memperhatikan siswa yang duduk dibangku belakang, sebab
siswa yang duduk dibelakang biasanya suka sekali mengantuk, dan
tidak memperhatikan pelajaran. Maka sebab itu apabila guru
membuat sebuah pertanyaan, maka yang dilontarkan terlebih dahulu
adalah para siswa yang duduk dibagian belakang. Hal itu akan
menyebabkan siswa fokus kepda pelajaran yang diberikan guru
dikelas.
e. Menstrukturkan pembelajaran
Guru mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP PGRI Bojonegara
menstrukturkan pembelajaran dengan 3 bagian, yakni:
1. pembukaan : melakukan salam, dilanjutkan dengan melontarkan
pertanyaan apakah siswa masih mengingat materi sebelumnya, lalu
mereview materi yang sudah diulas pada pertemuan sebelumnya.
2. Inti : setelah selesai mereview materi pada pertemuan
sebelumnya, kemudian guru masuk kedalam materi baru. Namun
sebelumnya guru bertanya apakah sudah ada yang membaca materi
baru ini dirumah, guru sengaja memancing pertanyaan-pertanyaan
agar siswa aktif dikelas. Lalu setelah itu baru guru menjelaskan
materi yang harus disampaikan tersebut.
3. Penutup : setelah pemberian materi selesai, guru memberikan
tugas sesuai dengan materi, lalu kemudian guru menutup pertemuan
dengan mengucapkan salam.
f. Lingkungan belajar
Salah satu faktor penting yang dapat memaksimalkan
kesempatan pembelajaran bagi anak adalah penciptaan lingkungan
pembelajaran yang kondusif. Lingkungan pembelajaran dalam hal
ini, adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat proses
pembelajaran dilaksanakan. Sedangkan kondusif berarti kondisi
yang benar-benar sesuai dan mendukung keberlangsungan proses
pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan interaksi antara
anak dengan lingkungannya, sehingga pada diri anak terjadi
proses pengolahan informasi menjadi pengetahuan, keterampilan
dan sikap sebagai hasil dari proses belajar.
Lingkungan belajar dapat diciptakan sedemikian rupa,
sehingga dapat memfasilitasi anak dalam melaksanakan kegiatan
belajar. Lingkungan belajar dapat merefleksikan ekspektasi yang
tinggi bagi kesuksesan seluruh anak secara individual. Dengan
demikian, lingkungan belajar merupakan situasi yang direkayasa
oleh guru agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara
efektif. Menurut Saroni (2006) dalam Kusmoro (2008), lingkungan
pembelajaran terdiri atas dua hal utama, yaitu lingkungan fisik
dan lingkungan sosial.
Lingkungan fisik dalam hal ini adalah lingkungan yang ada
disekitar siswa belajar berupa sarana fisik baik yang ada
dilingkup sekolah, dalam hal ini dalam ruang kelas belajar di
sekolah. Lingkungan fisik dapat berupa sarana dan prasarana
kelas, pencahayaan, pengudaraan, pewarnaan, alat/media belajar,
pajangan serta penataannya. Sedangkan lingkungan sosial
merupakan pola interaksi yang terjadi dalam proses pembelajaran.
Interaksi yang dimaksud adalah interkasi antar siswa dengan
siswa, siswa dengan guru, siswa dengan sumber belajar, dan lain
sebagainya. Dalam hal ini, lingkungan sosial yang baik
memungkinkan adanya interkasi yang proporsional antara guru dan
siswa dalam proses pembelajaran.
Menurut Mulyasa (2006), dalam upaya menciptakan lingkungan
pembelajaran yang kondusif bagi anak, guru harus dapat
memberikan kemudahan belajar kepada siswa, menyediakan berbagai
sarana dan sumber belajar yang memadai, menyampaikan materi
pembelajaran, dan strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa
belajar. Oleh karena itu, peran guru selayaknya membiasakan
pengaturan peran dan tanggung jawab bagi setiap anak terhadap
terciptanya lingkungan fisik kelas yang diharapkan dan suasana
lingkungan sosial kelas yang menjadikan proses pembelajaran
dapat berlangsung secara bermakna. Dengan terciptanya tanggung
jawab bersama antara anak dan guru, maka akan tercipta situasi
pembelajaran yang kondusif dan bersinergi bagi semua anak
(Kusmoro, 2008).
Di SMP PGRI Bojonegara ini lingkungan belajar untuk
pelajaran bahasa Indonesia sudah cukup kondusif. Walaupun tidak
ada hal yang sempurna didunia ini, namun kami rasa sudah cukup
baik. Dalam mengorganisasikan ruang fisik kelas, juga sangat
ditentukan oleh tipe aktivitas pembelajaran yang direncanakan
untuk dilaksanakan oleh anak. Dalam hal ini, perbedaan level
kelas, kecepatan materi antar kelas, aktivitas kelompok dan
aktivitas individual harus dapat terakomodasi secara fleksibel
dalam penataan lingkungan fisik kelas. Menurut Renne (2007) dalam
Santrock (2008), penataan kelas standar dapat dilakukan dalam
lima gaya penataan, yaitu auditorium, tatap-muka, off-set,
seminar, dan klaster.
1. Gaya auditorium, gaya susunan kelas di mana semua siswa
duduk menghadap guru.
2. Gaya tatap muka, gaya susunan kelas di mana siswa saling
menghadap.
3. Gaya off-set, gaya susunan kelas di mana sejumlah siswa
(biasanya tiga atau empat anak) duduk di bangku, tetapi
tidak duduk berhadapan langsung satu sama lain.
4. Gaya seminar, gaya susunan kelas di mana sejumlah besar
siswa (sepuluh atau lebih) duduk disusunan berbentuk
lingkaran, atau persegi, atau bentuk U.
5. Gaya klaster, gaya susunan kelas di mana sejumlah siswa
(biasanya empat sampai delapan anak) bekerja dalam kelompok
kecil.
SMP PGRI Bojonegara sendiri menggunakan gaya auditorium
yang gaya penyusunan kelas dimana semua siswa duduk menghadap
guru. Dengan penataan bangku, kursi murid menghadap kearah guru
dan papan tulis. Hal itu dilakukan agar perhatian siswa fokus
kepada guru dan tidak terpecah ke hal yang lain. Dan hal itu
sudah terbukti berhasil karena menjadi gaya penataan kelas yang
popular di Indonesia dan menyebabkan siswa fokus ke guru.
Menurut Weinstein dan Mignano (1997) dalam santrock (2008),
kelas juga penting untuk dilakukan personalisasi, meskipun bagi
sekolah yang menggunakan sistem moving class terdapat beberapa
kelas yang belajar dalam satu hari. dan SMP PGRI Bojonegara ini
tidak melakukan moving class Karena menganggap system ini belum
tepat dilakukan di sekolah ini karena memakan waktu cukup lama
hanya untuk perpindahan siswa ke kelas lain pada saat pergantian
pelajaran.
Sedangkan untuk pengelolaan kelas yang positif untuk
pembelajaran yang dilakukan oleh guru mata pelajaran bahasa
Indonesia di SMP PGRI Bojonegara menggunakan gaya manajemen
kelas otoritatif berasal dari gaya parenting, di mana guru yang
otoritatif akan mempunyai siswa yang cenderung mandiri, tidak
cepat puas, mau bekerja sama dengan teman, dan menunjukkan
penghargaan diri yang tinggi. Strategi manajemen kelas
otoritatif, mendorong siswa untuk menjadi pemikir yang
independen dan pelaku yang independen, tetapi strategi ini masih
menggunakan sedikit monitoring siswa. Guru otoritatif akan
menjelaskan aturan, regulasi dan menentukan standar dengan
masukan dari siswa.
g. Pembelajar
Para pembelajar mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP PGRI
Bojonegara umumnya adalah anak-anak yang juga tinggal didaerah
Bojonegara dan beberapa daerah sekitarnya. Dengan kisaran umur
13-14tahun untuk siswa kelas VII dan kisaran umur 14-15tahun
untuk kelas VIII. Kebanyakan dari siswa berjenis kelamin
perempuan dan sisanya lelaki dengan perbandingan sekitar 60:40
antara siswa perempuan dan lelaki.
h. Durasi pembelajaran
Kelas VII semester 1 SMP PGRI Bojonegara
No. Kompetensi dasar Alokasi
pembelajaran
1. Menyimpulkan isi berita yang dibacakan
dalam beberapa kalimat.
2x40
2. Menuliskan kembali berita yang
dibacakan kedalam beberapa kalimat.
2x40
3. Menceritakan pengalaman yang paling
mengesankan dengan menggunakan kata
yang efektif.
6x40
4. Menyampaikan pengumuman dengan
intonasi yang tepat serta menggunakan
kalimat lugas.
6x40
5. menemukan makna kata tertentu dalam
kamus secara cepat dan tapat sesuai
dengan konteks yang diinginkan melalui
kegiatan membaca dan memindai.
2x40
6. Memenuhi hal-hal menarik dari dongeng
yang yang diperdengarkan.
Bercerita dengan urutan yang baik,
2x40
7. suara, lafal, intonasi, gesture, dan
mimic yang tepat.
6x40
Kelas VIII semester 1 SMP PGRI BOJONEGARA
No. Kometensi dasar Alokasi waktu
1. Menemukan informasi secara cepat
dan tepat dari ensiklopedi atau
buku telepon dengan membaca
memindai
4x40
2.
.
Menulis surat dinas berkaitan
dengan kegiatan sekolah dengan
sistematika yang tepat dan bahasa
yang baku
2x40
3. Berwawancara dengan narasumber dari
berbagai kalangan dengan
4x40
memperhatikan etika berwawancara
4. Menulis petunjuk melakukan sesuatu
dengan urutan yang tepat dan
menggunakan bahasa yang efektif.
4x40
5. Menganalisis laporan 4x40
.6. Menanggapi isi laporan 4x40
7.
8.
Menulis laporan dengan menggunakan
bahasa yang baik dan benar
Menyampaikan laporan secara lisan
dengan bahasa yang baik dan benar
4x40
4x40
9. Mendeskripsikan tempat atau arah
dalam konteks
yang sebenarnya dengan yang tertera
pada denah
4x40
10. Menyampaikan laporan secara lisan
dengan bahasa yang baik dan benar
2x40
11. Membuat synopsis novel remaja 2x40
i. lokasi pembelajaran
Lokasi pembelajaran dilakukan di SMP PGRI Bojonegara yang
terletak di jalan id ris no 2 kecamatan Pulo Ampel, kelurahan
pulo Ampel, kabupaten serang.
B.KARAKTERISTIK GURU
Ada beberapa yang harus dilakukan guru agar efektif belajar:
1. Apakah guru melakukan review harian : guru mata pelajaran
bahasa Indonesia SMP PGRI Bojonegara memberikan PR kepada siswa
di setiap akhir pertemuan, hal itu dilakukan guna siswa tetap
mengingat materi yang sudah guru berikan. Dan juga melakukan
pertanyaan guna mereview materi pada pertemuan sebelumnya.
2. Apakah guru menyiapkan materi baru : guru mata pelajaran
bahasa Indonesia SMP PGRI Bojonegara selalu menyiapkan materi
baru setelah materi pada pertemuan sebelumnya telah selesai.
3. Apakah guru melakukan praktik terbimbing : guru mata
pelajaran bahasa Indonesia SMP PGRI Bojonegara membimbing para
peserta didiknya. Dia memberitahu kepada siswa mana yang benar
dan mana yang salah dalam setiap materi yang diajarkannya
melalui pemberian contoh yang ditulis dipapan tulis maupun
berdasarkan latihan soal yang ada dibuku.
4. Apakah guru menyiapkan balikan dan koreksi : guru mata
pelajaran bahasa Indonesia SMP PGRI Bojonegara selalu bertanya
disetiap pertemuan, apakah para pembelajar mengerti atau tidak
dengan materi yang disampaikan. Apabila ada yang tidak mengerti
maka guru melakukan penjelasan umum ulang dengan memancing siswa
lain untuk turut menjelaskan materi. Agar kelas kondusif dan
aktif.
5. Apakah guru melaksanakan praktik mandiri : guru mata
pelajaran bahasa Indonesia SMP PGRI Bojonegara memberikan tugas
individu dan juga kelompok, serta memberikan PR kepada para
siswa. Biasanya tugas individu diberikan agar siswa makin paham
dengan materi yang sudah diberikan guru, agar siswa tidak lupa.
Dan tugas kelompok diberikan kepada siswa dengan pembagian
jumlah yang merata, dan tugas kelompok diberikan waktu yang
lebih lama daripada tugas individu maupun PR.
C.PENDEKATAN
Pendekatan pengajaran yang dilakukan oleh guru mata pelajaran
bahasa Indonesia di SMP PGRI bojonegara adalah Pendekatan
Komunikatif . Menurut David Nunan (1989) dalam Solchan T.W.,dkk
(2001:66). pembelajaran bahasa hendak dibelajarkan menggunakan
pendekatan komunikatif. Dimana pendekatan komunikatif
berdasarkan teori bahasa adalah suatu system untuk
mengekspresikan suatu makna, yang menekankan fasa dimensi
semantik dan komunikatif daripada ciri-ciri gramatikal bahasa.
Oleh karna itu yang perlu ditonjolkan adalah interaksi dan
komunikasi bahasa, bukan pengetahuan tentang bahasa.
Teori belajar yang cocok untuk pendekatan ini adalah teori
pemerolehan bahasa ke dua secara alamiah. Teori ini beranggapan
bahwa proses belajar lebih efektif apabila bahasa diajarkan
secara alamiah sehingga proses belajar bahasa lebih efektif
dilakukan melalui komunikasi langsung dalam bahasa yang
dipelajari. Kebutuhan siswa yang utama dalam belajar bahasa
berkaitan dengan kebutuhan berkomunikasi maka tujuan umum
pembelajaran bahasa adalah untuk mengembangkan siswa untuk
berkomunikasi. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dengan
pendekatan komunikatif siswa dihadapkan pada situasi komunikasi
nyata , seperti tukar menukar informasi, negoisasi makna atau
kegiatan lain yang sifatnya riil. Dalam pendekatan komunikatif
peran guru hanya bersifat memfasilitasi proses komunikasi ,
partisipan tugas dan teks, menganalisa kebutuhan, konselor dan
manajer pembelajaran.
Sementara siswa berposisi pada pemberi dan penerima, negosiator,
dan interaktor sehingga siswa tidak hanya menguasai bentuk-
bentuk bahasa, tetapi bentuk dan maknanya dalam kaitannya dengan
konteks pemakaian. Materi yang disajikan dalam peranan sebagai
pendukung usaha meningkatkan kemahiran berbahasa dalam tindak
komunikasi nyata. Menurut pendekatan komunikatif metode yang
tepat diterapkan adalah metode komunikatif itu sendiri dengan
uraian teknik seperti yang diuaraikan dalam Santosa, dkk yang
dipetik dari Tarigan yang disarikan dari Solchan, dkk. (2001)
berikut ini,
1. Teknik pelajaran menyimak,
2. Teknik pembelajaran berbicara,
3. Teknik pembelajaran membaca,
4. Teknik pembelajaran menulis.
Sementara teknik evaluasi untuk pendekatan ini adalah tes
diskrit yaitu
1. Tes yang bersifat terpisah antar aspek kebahasaan.
2. Tes integratif yaitu tes yang memadukan semua aspek
kebahasaan pada suatu tes evaluasi yang bersifat tercampur.
3. Tes pragmatik yaitu kemampuan siswa dalam menggunakan elemen-
elemen kebahasaan dalam konteks situasional tertentu sebagai
tolak ukurnya. Beberapa jenis tes pragmatis adalah, dikte,
berbicara, parafrase, menjawab pertanyaan, dan teknik rumpang
D.PENGELOLAAN KELAS
Pengelolaan kelas terdiri dari dua kata, yaitu pengelolaan
dan kelas. Pengelolaan itu sendiri akar katanya adalah “kelola”,
ditambah awalan “pe” dan akhiran “an”. Istilah lain dari
pengelolaan adalah “manajemen”. Manajemen adalah kata yang
aslinya dari bahasa Inggris, yaitu management yang berarti
ketatalaksanaan, tata pimpinan, pengelolaan.(Djamarah2006:175)
“Pengelolaan adalah proses yang memberikan pengawasan pada
semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan dan
pencapaian tujuan”Dekdibud (dalam Rachman 1997:11). Pengelolaan
dalam pengertian umum menurut Arikunto (dalam Djamarah 2006:175)
adalah pengadministrasian pengaturan atau penataan suatu
kegiatan.
Menurut Hamalik (dalam Djamarah 2006:175) ”kelas adalah
suatu kelompok orang yang melakukan kegiatan belajar bersama
yang mendapat pengajaran dari guru” sedangkan menurut Ahmad
(1995:1) “kelas ialah ruangan belajar dan atau rombongan
belajar” Hadari Nawawi memandang kelas dari dua sudut, yaitu:
1. Kelas dalam arti sempit yakni, ruangan yang dibatasi oleh
empat dinding, tempat sejumlah siswa berkumpul untuk mengikuti
proses belajar mengajar. Kelas dalam pengertian tradisional ini
mengandung sifat statis karena sekadar menunjuk pengelompokan
siswa menurut tingkat \ perkembangan yang antara lain didasarkan
pada batas umur kronologis masing-masing.
2. Kelas dalam arti luas adalah suatu masyarakat kecil yang
merupakan merupakan bagian dari masyarakat sekolah yang sebagai
suatu kesatuan diorganisasi menjadi unit kerja yang secara
dinamis menyelenggarakan kegiatan-kegiatan belajar mengajar yang
kreatif untuk mencapai suatu tujuan (Djamarah2006:176).
“Pengelolaan kelas merupakan ketrampilan guru untuk
menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan
mengendalikannya jika terjadi gangguan dalam pembelajaran.”
(Mulyasa2006:91). Sedangkan menurut Sudirman (dalam Djamarah
2006:177) ”Pengelolaan kelas adalah upaya mendayagunakan potensi
kelas.” Ditambahkan lagi oleh Nawawi (dalam Djamarah 2006:177)
”Manajemen atau pengelolaan kelas dapat diartikan sebagai
kemampuan guru dalam mendayagunakan potensi kelas berupa
pemberian kesempatan yang seluas-luasnya pada setiap \ personal
untuk melakukan kegitan-kegiatan yang kreatif dan terarah .”
Arikunto (dalam Djamarah 2006:177) juga berpendapat “ bahwa
penelolaan kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh
penanggung jawab kegiatan belajar mengajar atau yang membantu
dengan maksud agardicapai kondisi optimal sehingga dapat
terlaksana kegiatan belajar yang seperti \ diharapkan.”
Pengelolaan dapat dilihat dari dua segi, yaitu pengelolaan yang
menyangkut siswa dan pengelolaan fisik (ruangan, perabot, alat
pelajaran). Ruang Kelas adalah suatu ruangan dalam bangunan
sekolah, yang berfungsi sebagai tempat untuk kegiatan tatap muka
dalam proses kegiatan belajar mengajar(KBM). Mebeler dalam
ruangan ini terdiri dari meja siswa, kursi siswa, meja guru,
lemari kelas, papan tulis, serta aksesoris ruangan lainnya yang
sesuai. Ukuran yang umum adalah 9m x 8m. Ruang kelas memiliki
syarat kelayakan dan standar tertentu, misalnya ukuran,
pencahayaan alami, sirkulasi udara, dan persaratan lainnya yang
telah dibakukan oleh pihak berwenang terkait. Dalam peranya
sebagai pengelola kelas, guru hendaknya mampu mengelola kelas
sebagai lingkungan belajar serat merupakan aspek dari lingkungan
sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan
diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan
pendidikan. Lingkungan yang baik adalah yang bersifat menantang,
dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan
kepuasan dalam mencapai tujuan. PERAN guru sebagai ujung tombak
pendidikan amat strategis dalam mengembangkan potensi siswa.
Karena itu penguasaan pengelolaan kelas mutlak harus dikuasai.
Pengelolaan kelas meliputi ruang, waktu, bahan ajar
bersama metode pembelajarannya serta perangkat evaluasinya.
Berangkat dari penyusunan perangkat persiapan hingga terwujudnya
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), yang telah dicontohkan
oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), instrumen ini
sudah dapat menggambarkan keadaan kelas dan memprediksi
bagaimana guru menjalankan fungsinya di depan kelas. Beranjak
dari pengamatan di lapangan, RPP yang telah buat oleh beberapa
guru dilihat dari sisi pengelolaan waktunya, rupanya beragam
seperti yangtercantum dalam kop lembarannya. Ada yang tertulis 2
x 45 menit, ada pula 8 x 45 menit, sampai 20 x 45 menit.
Pengelolaan kelas ( classroom management ) berdasarkan
pendekatan menurut Weber diklasifikasikan kedalam dua
pengertian, yaitu berdasarkan pendekatan otoriter dan pendekatan
permisif. Berikut dijelaskan pengertian dari masing-masing
pendekatan tersebut Pertama, berdasarkan pendekatan otoriter
pengelolaan kelas adalah kegiatan guru untuk mengkontrol tingkah
laku siswa, guru berperan menciptakan dan memelihara aturan
kelas melalui penerapan disiplin secara ketat ( Weber ) Bagi
sekolah atau guru yang menganut pendekatan otoriter, maka dalam
mengelola kelas guru atau sekolah tersebut menciptakan iklim
sekolah dengan berbagai aturan atau ketentuan-ketentuan zang
harus ditaati oleh warga sekolah/ kelas.
Walaupun menggunakan pendekatan otoriter, berbagai aturan
zang dirumuskan tentu saja tidak hanza didasarkan pada kemauan
sepihak dari pengelola sekolah /kelas saja, melainkan dengan
memasukan aspirasi dari siswa. Hal ini penting mengingat aturan
zang dibuat diperuntukan bagi kepentingan bersama, zaitu untuk
menunjang terjadinya proses pembelajaran zang efektif dan
efisien. Kedua pendekatan permisif mengartikan pengelolaan kelas
adalah uapaya zang dilakukan oleh guru untuk memberi kebebasan
untuk siswa melekukan berbagai aktivitas sesuai dengan zang
mereka inginkan. Pengertian kedua ini tentu saja bertolak
belakang dengan pendapat pertama. Menurut pandangan permisif,
fungsi guru adalah bagaimana menciptakan kondisi siswa merasa
aman untuk melakukan aktivitas di dalam kelas, tanpa aharus
merasa takut dan tertekan Ada lima definisi tentang pengelolaan
kelas.
Definisi pertama, memandang bahwa pengelolaan kelas sebagai
proses untuk mengontrol tingkah laku siswa. Pandangan ini
bersifat otoritatif. Dalam kaitan ini tugas guru ialah
menciptakan dan memelihara ketertiban suasana kelas. Penggunaan
disiplin amat diutamakan. Menurut pandangan ini istilah
pengelolaan kelas dan disiplin kelas dipakai sebagai sinonim.
Secara lebih khusus, definisi pertama ini dapat berbunyi:
pengelolaan kelas ialah seperangkat kegiatan guru untuk
menciptakan dan mempertahankan ketertiban suasana kelas.
Definisi kedua bertolak belakang dengan definisi pertama diatas,
yaitu yang didasarkan atas pandangan yang bersifat permisif.
Pandangan ini menekankan bahwa tugas guru ialah memaksimalkan
perwujudan kebebasan siswa. Dalam hal ini guru membantu siswa
untuk merasa bebas melakukan hal yang ingin dilakukannya.
Berbuat sebaliknya berarti guru menghambat atau menghalangi
perkembangan anak secara alamiah. Dengan demikian, definisi
kedua dapat berbunyi: pengelolaan kelas ialah seperangkat
kegiatan guru untuk memaksimalkan kebebasan siswa.
Meskipun kedua pandangan diatas, pandangan otortatif dan
permisif, mempunyai sejumlah pengikut, namun keduanya dianggap
kurang efektif bahkan kurang bertanggungjawab. Pandangan
otoritatif adalah kurang manusiawi sedangkan pandangan permisif
kurang realistik. Definisi ketiga didasarkan pada prinsip-
prinsip pengubahan tingkah laku (behavioral modification). Dalam
kaitan ini pengelolaan kelas dipandang sebagai proses pengubahan
tingkah laku siswa. Peranan guru ialah mengembangkan dan
mengurangi atau meniadakan tingkah laku yang tidak diinginkan.
Secara singkat, guru membantu siswa dalam mempelajari tingkah
laku yang tepat melalui penerapan prinsip-prinsip yang diambil
dari teori penguatan (reinforcement). Definisi yang didasarkan
pada pandangan ini dapat berbunyi: pengelolaan kelas ialah
seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan tingkah laku siswa
yang diinginkan dan mengurangi atau meniadakan tingkah laku yang
tidak diinginkan.
Definisi keempat memandang pengelolaan kelas sebagai
proses penciptaan iklim sosio-emosional yang positif didalam
kelas. Pandangan ini mempunyai anggaran dasar bahwa kegiatan
belajar akan berkembang secara maksimal di dalam kelas yang
beriklim positif, yaitu suasana hubungan interpersonal yang baik
antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa. Untuk
terciptanya suasana seperti ini guru memegang peranan kunci.
Dengan demikian peranan guru ialah mengembangkan iklim sosio
emosional kelas yang positif melalui pertumbuhan hubungan
interpersonal yang sehat. Dalam kaitan ini definisi keempat
dapat berbunyi: pengelolaan kelas ialah seperangkat kegiatan
guru untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang baik dan
iklim sosio-emosional kelas yang positif. Definisi kelima
bertolak dari anggapan bahwa kelas merupakan sistem sosial
dengan proses kelompok (group process) sebagai intinya. Dalam
kaitan ini dipakailah anggapan dasar bahwa pengajaran
berlangsung dalam kaitannya dengan suatu kelompok.
Dengan demikian, kehidupan kelas sebagai kelompok
dipandang mempunyai pengaruh yang amat berarti terhadap kegiatan
belajar, meskipun belajar dianggap sebagai proses individual.
Peranan guru ialah mendorong berkembangnya dan berprestasinya
sistem kelas yang efektif. Definisi kelima dapat berbunyi:
pengelolaan kelas ialah seperangkat kegiatan guru untuk
menumbuhkan dan mempertahankan organisasi kelas yang efektif.
Ketiga definisi yang terakhir tersebut diatas masing-masing
bertitik tolak dari dasar pandangan yang berbeda. Manakah yang
terbaik diantara ketiga definisi itu? Dari ketiga pandangan itu
tidak satupun pernah dibuktikan sebagai pandangan yang terbaik.
Oleh karena itu adalah bermanfaat apabila guru mampu membentuk
suatu pandangan yang bersifat pluralistic, yaitu pandangan
tersebut. Perlu dicatat bahwa pandangan pluralistic yang
merangkum tiga dasar pandangan itu (pandangan tentang pengubahan
tingkah laku, iklim sosio-emosional, dan proses kelompok) tidak
mungkin merangkum juga pandangan yang bersifat otoritatif dan
permisif. Pandangan yang otoritatif dan permisif itu justru
dapat berlawanan dengan pandangan pluralistic yang dimaksud.
Definisi yang pluralistic itu dapat berbunyi: pengelolaan kelas
ialah seperangkat kegiatan untuk mengembangkan tingkah laku
siswa yang diinginkan dan mengurangi atau meniadakan tingkah
laku yang tidak diinginkan, mengembangkan hubungan interpersonal
dan iklim sosio-emosional yang positif, serta mengembangkan dan
mempertahankan organisasi kelas yang efektif dan produktif.Guru-
guru perlu memahami dan memegang salah satu definisi tersebut
diatas yang akan menjadi pedoman bagi tingkah laku dan kegiatan
guru didalam kelas dalam rangka mengelola kelasnya. Definisi
yang lebih tepat bagi guru-guru kiranya adalah definisi yang
bersifat pluralistic. Pengelolaan dan Pembelajaran Pengelolaan
dan pembelajaran dapat dibedakan tapi memilki fungsi zang sama.
Pengelolaan tekannya lebih kuat pada aspek pengaturan
( management ) lingkungan pembelajaran, sementara pembelajaran (
instruction ) lebih kuat berkenaan dengan aspek mengelola atau
memproses materi pelajaran. Pada akhirnya dari kedua aktivitas
tersebut, keduanya dilakukan dalam rangka untuk mencapai tujuan
yang sama yaitiu tujuan pembelajaran Contoh aspek pengelolaan,
jika di dalam kelas terdapat gambar yang di anggap kurang baik
atau tidak apada tempatnya untuk ditempelkan di dinding karena
akan menggangu konsentrasi siswa dalam belajar, maka guru
tersebut memindahkannya dan menempatkan pada tempat yang di
anggap paling cocok. Adapun pembelajaran, jika diperoleh siswa
yang mengelami kesulitan belajar untuk materi-materi tertentu,
maka guru mengidentifikasi sebab-sebabnya, dan membantu siswa
mengahadapi kesulitan-kesulitan yang dihadapinya itu Komponen-
Komponen Pengelolaan Kelas Pengelolaan kelas dilakukan untuk
mendukung terjadinya proses pembelajaran zang lebih berkualitas.
Oleh karena itu pendekatan atau teori apapun zang dipilih dan
zang dijadikan dasar dalam pengelolaan kelas, harus
diorientasikan pada terciptanya proses pembelajaran secara aktif
dan produktif. Untuk mendukung proses pembelajaran tersebut,
maka aunsur-unsur pengelolaan meliputi dua tindakan, yaitu ;
1. Model tindakan
a.Preventif , yaitu upaya yang dilakukan oleh guru untuk
mencegah terjadinza gangguan dalam pembelajaran. Mencegah lebih
baik dari pada mengobati. . Implikasi bagi guru melalui kegiatan
preventif ini yaitu sedini mungkin guru mengidentifikasi hal-hal
atau gejala-gejala zang dianggap akan mengganggu pembelajaran
Beberapa upaya atau keterampilan yang harus dimiliki oleh
seorang guru untuk mendukung terhadap tindakan prteventis antara
lain ;
1. Tanggap /peka, sikap tanggap ini ditunjukan oleh kemampuan
guru secara dini mampu dengan segera merespon terhadap berbagai
perilaku atau aktivitas yang di anggap akan mengganggu
pembelajaran atau berkembangnza sikap maupun sifat negatif dari
siswa maupun lingkungan pembelajaran lainnya
2. Perhatian yaitu selalu mencurahkan perhatian pada berbagai
aktivitas, lingkungan maupun segala sesuatu zang muncul.
Perhatian merupakan salah satu bentuk keterampilan dan kebiasaan
zang harus dimiliki oleh guru.
b. Refrensif, keterampilan refrensif tidak diartikan sebagai
tindakan kekerasan seperti halnya penanganan dalam gangguan
keamanan. Keterampilan refrensif sebagai salah satu unsur dari
keterampilan pengelolaan kelas
c. Modifikasi tingkah laku
• Modifikasi tingkah laku yaitu bahwa setiap tingkah laku dapat
diamati. Oleh karena itu bagaimana dengan tingkah laku yang
muncul dengan positif, guru memberi respon positif agar
kebiasaan baik itu lebih kuat dan dapat dipelihara
• Pengelolaan kelompok, untuk menangani permasalahan hendaknya
dilakukan secara kolaborasi dan mengikutsertakan beberapa
komponen atau unsur yang terkait
• Diagnisis yaitu suatu keterampilan untuk mencari unsur-unsur
yang akan menjadi penyebab gangguan maupun unsur-unsur yang
menjadi kekuatan bagi peningkatan proses pembelajaran
Keberhasilan guru mengajar di kelas tidak cukup bila hanya
berbekal pada pengetahuan tentang kurikulum, metode mengajar,
media pengajaran, dan wawasan tentang materi yang akan
disampaikan kepada anak didik. Di samping itu guru harus
menguasai kiat manajemen kelas. Guru hendaknya dapat menciptakan
dan mempertahankan kondisi kelas yang menguntungkan bagi anak
didik supaya tumbuh iklim pembelajaran yang aktif, kreatif,
efektif, dan menyenangkan (PAKEM). Hampir seluruh hasil survei
mengenai keefektifan guru ( teacher effectiveness ) melaporkan
bahwa keterampilan manajemen kelas menentukan keberhasilan
proses belajar siswa atau peringkat yang dicapainya. Dengan
demikian keterampilan manajemen kelas sangat krusial dan
fudemental dalam mendukung proses pembelajaran. Guru – guru yang
rendah keterampilannya dalam bidang manajemen kelas, barangkali
tidak dapat menyelesaikan banyak hal yang menjadi tugas
pokoknya. Pendapat ini dikemukakan oleh Brophy dan Evertson
dalam Learning from Teaching, tahun 1976. Menurut beberapa
pendapat yang dapat saya simpulkan konsep manajemen kelas lebih
luas dari pada sebatas menciptakan iklim untuk menegakkan
disiplin siswa. Konsep manajemen kelas mencakup segala hal,
yaitu guru harus merangsang keterlibatan dan kerjasama siswa di
dalam keseluruhan aktivitas kelas dan menata lingkungan kerja
menjadi lebih produktif lagi bagi proses pendidikan dan
pembelajaran. Guru yang melaksanakan manajemen kelas sebagai
proses pemapanan dan pemeliharaan ( establishing and maintaining
) lingkungan belajar yang efektif cendrung lebih sukses dari
pada guru – guru yang memposisikan atau memerankan diri sebagai
figure otoritas atau penegak disiplin ( authority figures or
disciplinarians ) belaka. Kinerja manajemen kelas yang efektif
memungkinkan lahirnya roda penggerak bagi penciptaan pemahaman
diri, evaluasi diri dan internalisasi control diri pada kalangan
siswa. Dalam keseharian tugas dinasnya bahwa siswa paling banyak
berhubungan dengan guru dan demikian juga sebaliknya merupakan
perwajahan sekolah yang dapat dilihat dengan mata telanjang.
Dalam tugas kesehariannya, guru berhadapan dengan siswa yang
berbadan tinggi, sedang atau rendah prestasi akademiknya. Ida
pun juga berhadapan dengan siswa yang baik – baik, santun
arogan, cuek, pengganggu bahkan kuat, sedang atau lemah
fisiknya. Belum lagi keragaman tersebut dilihat dari perspektif
social, ekonomi, kultur, kebiasaan, agama, kepedulian dan
derajat kohensifitasnya dan lain sebagainya. Siswa yang
bermasalah biasanya menjadi beban si guru dalam mengajar di
kelas dan merupakan kepedulian tindakan yang menjadi beban dari
tugas si guru. Bentuk kenakalan dan prilaku menyimpang para
siswa beragam, dari permasalah sampah,berisik dikelas, mencuri,
berkelahi, bolos, pecandu narkoba, dan tidak disiplin dalam
belajar. Mengapa siswa cendrung berprilaku buruk? Ada banyak
faktor penyebab hal tersebut, antaranya adalah faktor sosial,
ekonomi, kultural, agama, jenis kelamin, ras, tempat tinggal,
perbedaan potensial kognitif, kesehatan, kebiasaan hidup dan
lain – lain. Faktor yang lain adalah penyebabnya yaitu sekolah
sendiri. Tidak semua sekolah dapat melaksanakan kegiatan
pembelajaran secara kondusif, misalnya adalah sekolah lebih
dekat dengan tempat keramaian, bangunan yang sudah terlalu tua,
ruang kelas yangmengundang gerah, disiplin guru yang tidak
memadai, manajemen sekolah yang buruk, terlalu banyak pungutan
dan lain sebagainya.Ini berarti ada tantangan serius bagi
sekolah. Kedua, menetapkan tata aturan dan prosedur disiplin
yang jelas dan standar, serta mengikat semua anak didik.Ketiga,
melembagakan dan memberi keteladanan mengenai norma – norma etik
yang menjadi pemandu hubungan antar subjek di lingkungan
sekolah.
Dari semua hal tersebut diatas, mari kita lihat pengelolaan
kelas di SMP PGRI Bojonegara pada mata pelajaran bahasa
Indonesia kelas VII dan VIII semester 1 dapat diketahui bahwa
pada mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP PGRI Bojonegara guru
memberikan reward kepada siswa yang bisa dikatagorikan sebagai
siswa yang terpandai dikelas dengan memberikan ranking kepada
siswa yang pandai tersebut, hal itu dilakukan agar para siswa
termotivasi untuk mendapat nilai yang baik dikelas agar mereka
bisa memperoleh ranking atau reward yang ada. Reward bukan hanya
diberikan dalam bentuk pemberian ranking terhadap murid pandai
saja, namun juga dilakukan dengan cara memberi aplouse kepada
siswa yang bisa menjawab pertanyaan yang dilontarkan guru ketika
penyampaian materi. Hal itu dilakukan agar menciptakan suasana
aktif dan kondusif yang memancing para siswa untuk terus aktif
dikelas.
E.KONTENSASI KELAS
1. Intristik kelas
Di dalam kelas terdapat struktur organisasi yang dimulai dari
Ketua Kelas, Wakil ketua Kelas, Sekertaris, Bendahara, dan seksi
kebersihan. Mereka dipilih langsung oleh para siswa. Dengan cara
voting, jabatan itu berlaku selama satu tahun selama masa KBM.
Dan tugas dibagi berdasarkan hak jabatan masing-masing.
2. Ekstrinstik kelas
Di SMP PGRI Bojonegara tidak terdapat kontensasi kelas yang
termasuk dalam jenis ekstrinstik kelas.
KESIMPULAN
Dari observasi yang kami lakukan di SMPN 1 KEPANJEN-MALANG
pada mata pelajaran Bahasa Inggris kelas VII semester 2 dapat
diambil kesimpulan bahwa guru matapelajaran bahasa Inggris di
SMP tersebut menggunakan system pendekatan individu di dalam
kelas, yakni guru mendekati para siswa dikelas karena di smp ini
adalah termasuk kedalam masyarakat homogeny sebab berada di
pedesaan. Sehingga memudahkan guru untuk melakukan interaksi
lebih spesifik terhadap siswa dikelas, hal itu diharapkan agar
siswa merasa nyaman untuk mengikuti pelajaran bahasa Indonesia
dikelas. Gurupun rutin memberikan pertanyaan pada saat proses
Top Related