KONSTRUKSI IDENTITAS GAMERS LINE PLAY
(Studi Semiotika Sosial tentang Konstruksi Identitas Diri dan Identitas Sosial Gamers
Game Line Play)
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana ilmu Komunikasi
pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan Minat Utama manajemen Komunikasi
Disusun Oleh:
Cici Sulistyorini
125120218113039
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Internet saat ini telah memiliki fitur-fitur yang memungkinkan penggunanya
untuk melakukan interaksi dengan cara baru dan menarik. Salah satu fitur internet
tersebut yaitu Game interaktif multiplayer yang dapat digunakan untuk melakukan
peran-peran fantasi dan mengeksplorasinya dengan orang lain (Severin &
Tankard, 2011). Game yang dimainkan lewat fasilitas internet sendiri disebut
dengan Online Game (Rama, 2008). Sedangkan satu jenis permainan interaktif
yang canggih disebut dengan MUD (Multi User Domain). Para pemain dalam
game ini memilih sebuah peran dan berkelanan di dunia maya serta dengan
program yang ada di dalamnya seperti chatting pemain dapat berinteraksi saat itu
juga dengan pemain lainnya (Severin & Tankard, 2011).
Baran (2012) menjelaskan bahwa pengguna komputer rumah, yang bisa
beriteraksi dengan pemain lainnya selama beberapa dekade melalui MUD, kini
berkumpul dalam massively multiplayer online role-play games (MMORPG) dan
yang kini disebut dengan game dunia maya (virtual world game). Menurut
Demartoto (2012) dalam internet setiap orang memiliki kesempatan untuk
mengkonstruksi dirinya. Sejalan dengan apa yang disampaikan Demartoto,
Wartono (2015) menyatakan bahwa dunia virtual telah menjadi sarana
bereksperimen dan mengkontruksi identitas. Setiap orang yang bergabung dalam
dunia virtual akan membuat identitas untuk mempresentasikan diri mereka, baik
itu identitas diri maupun identitas sosial. Identitas yang dikonstruksi sendiri dapat
sesuai dengan dirinya di dunia aktual atau sesuai dengan ekspetasinya. Demartoto
(2012) menyatakan bahwa cyber space memungkinkan penggunanya memakai
identitas yang mereka inginkan dan dengan mudah seseorang dapat
mengasumsikan dirinya sebagai perempuan ataupun laki-laki.
Kebebasan mengkontruk identitas tersebut terkadang justru menimbulkan
hal yang negatif. Seperti yang disampaikan oleh Kusumawardani (2015) dalam
penelitiannya yang menyatakan bahwa Game Online sebagai ruang virtual tidak
nyata membuat penggunanya bebas melakukan hal-hal yang sering dilarang di
kehidupan sebenarnya seperti berjudi dan bersenang-senang bahkan melakukan
kekerasan. Menurut Kusumawardani (2015) bermain adalah suatu kebutuhan
yang bisa dijadikan sebagai ajang menyegarkan kehidupan, tetapi menjadi
disfungsi saat permainan itu menjadi suatu hal yang menghegemoni dan
menimbulkan kecanduan. Sementara pada sisi yang lain melihat bahwa
permainan ini juga dapat memberikan dampak positif - seperti mengurangi
tekanan dan dapat memberikan manfaat psikologi, misalnya rasa pencapaian, juga
sebagai sebuah kehidupan sosial yang unik (Yang, Chiu, dan Chen 2011; Hasdy
2015).
Wood & Smith (2005) membahas bagaimana identitas berlaku dalam
dunia virtual. Identitas menurut Wood & Smith adalah „a complex personal and
social construct, consisting in part of who we think ourselves to be, how we wish
others to perceive us, and how they actually perceive us’. Bahkan penggambaran
diri merupakan cara bagi individu untuk mengkonstruksi dirinya, dan dalam dunia
virtual pengambaran diri dilakukan dengan menggunakan foto maupun tulisan
sehingga lingkungan sosial bisa menerima keberadaan dan mempunyai persepsi
yang sama dengan individu tersebut (Nasrullah, 2011, h. 3).
Menurut Wood & Smith (2005, h. 57) dalam interaksi face to face
gambaran identitas diri akan dipahami oleh orang lain melalui gender, ras,
pakaian dan karakteristik non verbal lainnya, akan tetapi beberapa karakteristik ini
tidak terlihat secara online. Teknologi pada internet menyediakan fasilitas untuk
menyembunyikan beberapa karakteristik tertentu yang tidak ingin ditampilkan
maupun diketahui oleh publik. Wartono (2015) menjelaskan dalam dunia online
presentasi diri tersebut berbeda dengan kehidupan keseharian yang ada pada
dunia nyata. Dalam dunia online presentasi diri dapat dilakukan melalui avatar
yang dibuat oleh penggunanya.
Wartono (2015) menyampaikan bahwa dalam membentuk identitas diri
gamer, Developer game (Perusahaan yang membuat game) tersebut sudah
menyediakannya dan dibentuk oleh gamer itu sendiri. Avatar tersebut merupakan
representasi digital dari orang orang yang terlibat atau berbagi ruang digital
(Konijn, Utz, Tanis dan Barnes, 2008, h. 7). Selain itu Wartono juga
menyampaikan bahwa peristiwa dan identitas di dunia virtual sendiri mungkin
idenya berasal dari dunia aktual, seperti gender, ras, dan sebagainya akan tetapi
rujukan dan index ini mengambil tempat di dunia virtual.
Salah satu jenis game yang menyediakan avatar sebagai representasi
pemainnya yaitu game simulasi. Game simulasi sendiri merupakan salah satu
genre yang terdapat pada beberapa media permainan, para pemain game
disuguhkan dunia yang berupa tiruan dari apa yang ada di dunia nyata (Marcino,
Destisa,& Arini, 2015). Menurut Marcino, Destisa,& Arini (2015) simulasi
berbeda dengan jenis-jenis game yang lain, simulasi adalah genre yang paling
dekat visualisasi dan sistemnya dengan dunia nyata, mulai dari detail bangunan,
lingkungan, karakter, dan faktor-faktor lainnya. Tujuan dari game simulasi ialah
mengajak pemain untuk mengkonstruksikan yang sebenarnya sudah ada di dalam
kehidupan nyata dengan kehidupan yang fiksi. Game simulasi menyediakan
kebebasan pada pemain untuk memaksimalkan realitas yang ada di dunia nyata.
Berbeda dengan genre yang lain, simulasi lebih menekankan pada kreativitas dan
kebebasan pemain (Marcino, Desnisa, & Arini, 2015)
Line Play adalah salah satu game simulasi dari kehidupan nyata yang
dikeluarkan oleh LINE Corporation. Game ini pertama muncul tahun 2012.
Ditulis dalam situs merdeka.com (2013) Line Play terdiri dari gabungan media
sosial dan game simulasi kehidupan. Pada bulan Maret 2013, Line Play
mempunyai enam juta pengguna. Pada tahun yang sama Line Play dimainkan di
210 negara. Dari 13 juta pengguna, 6,8 juta di antaranya berasal dari luar Jepang
(ega,2013). Sedangkan pada tanggal 23 Januari 2016, Line Play menjadi ruang
komunitas avatar terbesar di dunia dengan lebih dari 30 juta pengguna (Line Corp,
2016).
Line Play adalah sebuah aplikasi komunikasi avatar dan untuk memainkan
Line Play tidak perlu membuat akun terpisah, hanya menggunakan akun LINE,
Facebook atau Twitter untuk memainkan game tersebut. Dengan menggunakan
aplikasi ini pengguna bisa membuat dan menghias avatar serta dunia avatarnya.
Selain itu pengguna juga bisa berkomunikasi dengan avatar-avatar yang dibuat
oleh pengguna lain (Facebook Line Play, 2012). Dalam game Line Play ini, avatar
bisa datang ke dalam room-room para pemain lainnya. Para pemain juga bisa
mengunjungi Lounge untuk berbincang dengan sesama pemain. Dalam Lounge
tersebut para pemain bisa mencari orang dengan hobi yang sama ataupun asal
negara yg sama dan saling berbincang walaupun mereka tidak saling mengenal
sebelumnya.
Line Play sebagai sebuah Game simulasi terdapat pula perkumpulan avatar
yang membentuk sebuah Komunitas Virtual yang disebut dengan Clan. Menurut
Severin & Tankard (2011) Komunitas virtual adalah komunitas-komunitas yang
lebih banyak muncul di dunia komunikasi elektronik daripada di dunia nyata.
Orang yang tinggal di berbagai penjuru dunia yang memiliki ketertarikan sama
dapat berkumpul dan membicarakannya dalam dunia maya. Seperti yang
sampaikan oleh Severin & Tankard (2011) bahwa dunia maya menawarkan
kesempatan membentuk komunitas yang sebenarnya, orang yang memiliki
kesamaan ketertarikan dan bertemu hanya melalui elektronik.
Komunitas virtual dapat disebut sebagai lingkungan sosial ruang dimana
sesama pemainnya saling berinteraksi satu sama lainnya. Walaupun dunia virtual,
akan tetapi orang-orang yang kita temui lewat online bukanlah Virtual. Dalam
dunia virtual avatar merupakan perwakilan dari diri kita sama halnya seperti pada
komunitas yang ada di dunia nyata. Seperti yang telah diungkapkan oleh Kozinets
(2010, h. 15).
“The people that we meet online are not virtual. They are
real communities populated with real people, which is
why so many end up meeting in the flesh. The topics that
we talk about in online communities are important topics,
which is why we often learn about and continue to care
about the social and political cause that we hear about
through our online communities. Online communities are
communities; there are no room to debate about this topic
anymore. They teach us about real languages, real
meaning, real causes, real cultures. These social group
have a “real” existence for their participants, and thus
have consequential effect on many aspect of behavior” (Konzinets 2010, h. 15).
Littlejohn (2012) mengatakan bahwa identitas merupakan penghubung
utama antara individu, komunal, dan publik. Lebih lanjut Littlejohn (2012)
menjelaskan bahwa identitas “kode” yang mendefinisikan keanggotaan dalam
komunitas yang beragam, kode yang terdiri dari simbol-simbol, misalnya bentuk
pakaian dan kepemilikan; dan kata-kata, seperti deskripsi diri atau benda yang
biasanya orang katakan; dan makna yang anda dan orang lain hubungkan terhadap
benda-benda tersebut.
Menurut Demartoto (2012) fenomena yang terjadi dalam realitas virtual
membuat diri (self) bercerai dengan yang nyata (real self) sehingga membentuk
diri yang baru kembali (self create/self fashion). Berangkat dari fenomena yang
ada maka penelitian ini dilakukan. Melihat bagaimana para pemain dalam Game
Line Play ini membentuk identitasnya di dunia virtual yang para pemain bebas
untuk mengkonstruk identitas mereka. Maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian terkait Konstruksi Identitas Gamer Line Play. Penelitian ini
menggunakan teori semiotika sosial Van Leeuwen (2005) untuk memilah
beberapa cara-cara yang berbeda gamer memperkenalkan identitas mereka
melalui avatar.
Kajian-kajian game atau game studies menekankan bahwa game dipahami
dan dilihat secara ilmiah, bukan hanya sebagai sebuah permainan belaka. Mayra
(dalam Wartono, 2015) menyatakan bahwa game studies memang termasuk
kajian masih baru dan terlalu muda. Walaupun masih baru namun menurut Vanri
& Hasbiyalloh (2011) kajian mengenai game online sudah banyak berkembang di
Indonesia sejak munculnya Nexian: The Kingdom of The Wind di tahun 2001.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakna metode penelitian
Kualitatif dengan menggunakan paradigma interpretatif. Penelitian ini
menggunakan analisis data semiotika sosial Van Leeuwen. Semiotika sosial
dipilih karena relevan dengan pilihan pendekatan interpretatif yang peneliti
gunakan. Subyek penelitian ini adalah pemain game online dengan metode
perolehan data melalui observasi partisipan secara online dan wawancara. Peneliti
tertarik untuk meneliti lebih lanjut kajian ini dengan judul: “Konstruksi Identitas
gamers game LINE PLAY” (Studi Semiotika Sosial Tentang Konstruksi Identitas
Game Line Play).
1.2. Rumusan Masalah Penelitian
Dari latar belakang masalah yang dipaparkan di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
Bagaimana Konstruksi Identitas para pemain game online Line Play dalam
membangun identitas mereka di dunia virtual melalui avatar yang mereka buat?
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah penelitian, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui Bagaimana Konstruksi identitas para pemain game online
Line Play dalam membangun identitas mereka di dunia virtual melalui avatar
yang mereka buat?
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi yang
positif terhadap kajian ilmiah mengenai Semiotika Sosial pada pemain
game online terutama bagaimana mereka membangun identitas mereka
dalam dunia virtual. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat melengkapi
penelitian terdahulu, sekaligus membuka jalan bagi penelitian selanjutnya.
1.4.2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi panduan dan literasi media
bagi para gamer dalam bermain game online dan membentuk identitasnya
dalam dunia virtual.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep New Media dan game online
McQuail (2011) menjelaskan bahwa istilah media baru telah digunakan
sejak tahun 1960-an dan telah mencakup seperangkat teknologi komunikasi
terapan yang semakin berkembang. Sedangkan tahun 1990-an adalah periode baru
di mana teknologi interaktif dan komunikasi jaringan, khususnya dunia maya akan
merubah masyarakat (Littlejohn, 2012). Menurut McQuail (2011) ciri utama
media baru karena adanya saling keterhubungan, aksesnya terhadap khalayak
individu sebagai penerima maupun pengirim pesan, interaktivitasnya,
kegunaannya yang beragam sebagai karakter yang terbuka dan sifatnya yang ada
di mana-mana.
Ada dua pandangan yang dominan tentang perbedaan antara era media
pertama, dengan penekanannya pada jaringan. Kedua pandangan tersebut adalah
pendekatan interaksi sosial (social interaction) dan pendekatan integrasi sosial
(social integration). Media baru lebih interaktif dan menciptakan sebuah
pemahaman tentang komunikasi pribadi (Littlejohn, 2012). Hal ini didukung oleh
pandangan Levy (dalam Littlejohn, 2012), menurutnya World Wide Web sebagai
sebuah lingkungan informasi yang terbuka, fleksibel, dan dinamis yang
memungkinkan manusia mengembangkan orientasi pengetahuan yang baru dan
juga terlibat dalam dunia demokratis tentang pembagian mutual dan pembagian
kuasa yang lebih interaktif dan berdasarkan pada masyarakat.
Cara kedua yang membedakan media adalah dengan interaksi sosial.
Pendekatan ini menggambarkan media bukan dalam bentuk informasi, interaksi
dan penyebarannya, tetapi dalam bentuk ritual, atau bagaimana manusia
menggunakan media sebagai cara menciptakan masyarakat. Media menyatukan
penggunanya dalam beberapa bentuk masyarakat dan memberi mereka rasa saling
memiliki (Littlejohn, 2012, h.414).
New Media merupakan media yang menggunakan internet, media online
berbasis teknologi, berkarakter fleksibel, berpotensi interaktif dan dapat berfungsi
secara privat ataupun secara publik (Mondry, 2008). McQuail (2012) menyatakan
klaim status paling utama sebagai media baru dan mungkin juga sebagai media
massa adalah internet meskipun demikian ciri-ciri massal bukanlah karakteristik
utamanya. Dalam internet terdapat istilah Computer Mediated Communication
(CMC) yaitu pertukaran infomasi melalui jaringan computer maupun internet
yang dapat direpresentasikan melalui teks, gambar, maupun video. CMC
mempunyai sistem yang dapat mendukung proses komunikasi seperti halnya
komunikasi tatap muka, pesannya dapat disampaikan secara verbal maupun non-
verbal (Maryani, 2005, h. 96).
McQuail (2012) menyampaikan bahwa media baru memainkan peran
langsung dalam kehidupan individual, mereka mempromosikan keragaman
penggunaan juga partisipasi yang lebih besar. Contohnya dengan hadirnya budaya
internet. Severin & Tankard (2011) menyatakan bahwa fitur internet tertentu
memungkinkan penggunanya melakukan interaksi dengan cara-cara baru dan
menarik. Salah satunya adalah Game interaktif multiplayer yang memungkinkan
melakukan peran-peran fantasi dan mengeksplorasinya dengan orang lain.
Menurut Severin & Tankard (2011) satu jenis permainan interaktif yang
canggih adalah MUD, singkatan dari Multi User Domain. Para pemain dalam
game ini memilih sebuah peran dan berkelanan di dunia maya dan membuat
mereka dapat berinteraksi dengan para pemain lainnya pada saat itu juga. Severin
& Tankard (2011) menjelaskan bahwa beberapa MUD dilengkapi program-
program komputer yang dirancang untuk berinteraksi dengan para pemain dengan
beragam cara, temasuk chatting.
Online game secara harfiah berarti game yang dimainkan dengan fasilitas
jaringan komputer, terutama melalui internet. Online game sendiri dapat berupa
game yang memakai grafik yang kompleks dan dunia maya dapat dihuni oleh
ribuan pemain secara simultan (Rama, 2008). Menurut Adams & Rolling (2010)
Game online adalah permainan yang dapat diakses banyak pemain, dimana mesin-
mesin yang digunakan oleh pemain dihubungkan oleh internet. Game Online
merupakan aplikasi permainan yang berupa petualangan, pengaturan strategi,
simulasi dan bermain peran yang memiliki aturan main dan tingkatan tertentu.
Game Simulasi atau disebut juga permainan simulasi merupakan salah satu
genre yang terdapat pada beberapa media permainan dimana para pemain game
diberikan dunia yang merupakan tiruan dari dunia nyata. Game simulasi adalah
genre yang paling dekat visualisasi dan sistemnya dengan dunia nyata mulai dari
detail bangunan, lingkungan, karakter, dan faktor-faktor lainnya (Marcino,
Destisa,& Arini, 2015). Menurut Marcino, Desnisa, & Arini (2015) tujuannya
game simulasi ialah mengajak pemain untuk mengkonstruksikan apa yang
sebenarnya sudah ada di dalam kehidupan nyata (real) dengan fiksi dan
menyediakan kebebasan pada pemain untuk memaksimalkan realitas yang ada di
dunia nyata. Kebebasan tersebutlah yang membuat genre simulasi spesial dan
berbeda dengan genre yang lain, simulasi lebih menekankan pada kreativitas dan
kebebasan dari pemainnya.
2.2. Konstruksi Identitas dalam Dunia Virtual
Identitas merupakan penghubung utama antara individu, komunal, dan publik
(Littlejohn, 2012, h.131). Lebih lanjut Littlejohn menjelaskan bahwa identitas
“kode” yang mendefinisikan keanggotaan dalam komunitas yang beragam – kode
yang terdiri dari simbol-simbol, seperti bentuk pakaian dan kepemilikan; dan
kata-kata, seperti deskripsi diri atau benda yang biasanya orang katakan; dan
makna yang anda dan orang lain hubungkan terhadap benda-benda tersebut
(Littlejohn, 2012, h.131).
Menurut Stella Ting Toomey (1999) identitas merupakan refleksi diri atau
cerminan diri yang berasal dari keluarga, gender, budaya, etnis dan proses
sosialisasi. Pada dasarnya identitas merujuk pada refleksi dari diri kita sendiri dan
persepsi orang lain terhadap diri kita. Stella Ting Toomey (1999) menyebutkan
bahwa Identitas sosial dapat mencakup identitas keanggotaan budaya atau etnis,
identitas gender, identitas orientasi seksual, identitas kelas sosial, identitas usia,
identitas disabilitas, atau identitas profesional. Sedangkan identitas pribadi, dapat
menyertakan sifat unik yang kita kaitkan dengan diri kita dibandingkan dengan
yang lain. Dalam kelompok kolektivis yang berorientasi perbandingan diri dengan
orang lain.
Identitas pribadi dikembangkan bersamaan dengan identitas sosial, dan
sebaliknya. Identitas sosial dan identitas pribadi diperoleh dan dikembangkan
dalam jaring budaya kita yang lebih luas (Rosaldo dalam Stella Ting Toomey,
1999). Budaya adalah pengatur utama dalam mempengaruhi bagaimana kita
memberikan makna, mengembangkan tanda, dan membuat batasan dalam
membangun identitas diri dan identitas sosial diri sendiri dan orang lain (Stella
Ting Toomey, 1999).
Stella Ting Toomey (1999) menjelaskan bahwa istilah identitas digunakan
dalam perspektif negosiasi identitas sebagai konsep diri reflektif atau citra diri
yang dari proses sosialisasi budaya, etnis, dan gender kita. Identitas diperoleh
melalui interaksi kita dengan orang lain dalam situasi tertentu. Dengan demikian
pada dasarnya mengacu pada pandangan reflektif kita tentang diri kita pada
tingkat identitas sosial dan tingkat identitas pribadi. Terlepas dari apakah kita
sadar atau tidak dengan identitas ini, mereka mempengaruhi perilaku sehari-hari
kita secara umum dan khusus. Stella Ting Toomey (1999) juga menyebutkan
bahwa perspektif negosiasi identitas menekankan delapan domain identitas dalam
mempengaruhi interaksi kita sehari-hari. mereka didiskusikan sebagai identitas
budaya, identitas etnis, identitas gender, identitas pribadi, identitas peran, identitas
relasional, identitas pekerjaan, dan interaksi simbolik identitas (Bagan 1.1.).
Bagan 2. 1. Identity negotiation perspective. Eight identity domains. Sumber: Stella Ting Toomey (1999, h. 29)
Primary Identities terdiri dari identitas budaya, etnis, gender, dan identitas
pribadi. Primary Identities memberikan dampak penting dan berkelanjutan
sepanjang hidup kita. Sedangkan identitas situasional sendiri adalah identitas yang
dapat berubah sesuai dengan proses interaksi serta sesuai dengan keinginan,
kebutuhan, dan tujuan komunikasi itu sendiri. Identitas situasional terdiri dari
empat domain identitas lain yaitu identitas peran, identitas relasional, identitas
facework, dan identitas interaksi simbolik (Ting Toomey, 1999). Primary
identities dan situasional identities saling mempengaruhi satu sama lain, seperti
yang dicontohkan Stella Ting Toomey (1999) dalam bukunya, yaitu saat identitas
gender dan harapan terkait dengan gender dapat mempengaruhi penilaian terhadap
apa yang seharusnya dan tidak seharusnya dilakukan oleh perempuan maupun
oleh laki-laki dalam situasi tertentu.
Wartono (2015) menyatakan bahwa dunia virtual telah menjadi sarana
bereksperimen dan mengkontruksi identitas. Setiap orang yang bergabung dalam
dunia virtual akan membuat identitas untuk mempresentasikan diri mereka, baik
itu identitas diri maupun identitas sosial. Identitas yang dikonstruksi sendiri dapat
sesuai dengan dirinya di dunia aktual atau sesuai dengan ekspetasinya. Cyber
space memungkinkan penggunanya memakai identitas yang mereka inginkan dan
dengan mudah seseorang dapat mengasumsikan dirinya sebagai perempuan
ataupun laki-laki (Demartoto, 2012).
Menurut Demartoto (2012) dunia simulasi identitas dapat mencair dan
menjadi multi identitas dan dengan identitas tersebut membuat orang lebih
memahami aspek-aspek tersembunyi dari diri mereka yang bebas dalam dunia
anonimitas. Beberapa orang yang berkomunikasi di dunia virtual biasanya
menciptakan identitas yang berbeda dengan identitas mereka yang sebenarnya.
Menurut Suh & Shin (2012) dengan pembuatan identitas yang berbeda ini, orang-
orang yang hidup dalam dunia virtual merasa aman dan bebas melakukan apa saja
tanpa perlu merasa khawatir dengan norma-norma sosial yang membatasi perilaku
mereka.
Manusia dalam membentuk identitasnya dapat dilakukan dengan cara
mempresentasi diri mereka dan menurut Wartono (2015) dalam dunia online
sendiri presentasi diri tersebut berbeda dengan kehidupan keseharian yang ada
pada dunia nyata. Dalam dunia online presentasi diri dapat dilakukan melalui
avatar yang dibuat oleh penggunanya. Avatar sendiri merupakan representasi
digital dari orang orang yang terlibat atau berbagi ruang digital (Konijn, Utz,
Tanis dan Barnes, 2008: 7). Wartono (2015) menyampaikan bahwa untuk
membentuk identitas diri gamer, Developer game yaitu perusahaan yang membuat
game sudah menyediakannya dan dibentuk oleh gamer itu sendiri.
2.2.1. Performing Identity on Internet
Menurut Erving Goffman (1959) pada kenyataannya setiap individu
melakukan konstruksi atas diri mereka dengan cara menampilkan diri (self
performance). Akan tetapi pada dasarnya penampilan diri tersebut dibentuk guna
memenuhi keinginan lingkungan sosial, bukan berasal dari diri ataupun diciptakan
oleh individu itu sendiri. Tesis dari Erving Goffman tersebut dikembangkan oleh
Wood & Smith dalam konteks budaya cyber. Wood & Smith (2005) membahas
bagaimana identitas tersebut berlaku dalam dunia virtual. Identitas menurut Wood
& Smith adalah „a complex personal and social construct, consisting in part of
who we think ourselves to be, how we wish others to perceive us, and how they
actually perceive us’, dan dalam dunia virtual sendiri presentasi diri merupakan
konstruksi identitas.
Dalam interaksi face to face gambaran identitas diri orang lain dipahami
lewat gender, ras, pakaian dan karakteristik non verbal lainnya namun beberapa
karakteristik ini sangat sulit muncul dalam interaksi virtual (Wood & Smith, 2005,
h. 57). Self performance yang merupakan cara bagi individu untuk
mengkonstruksi dirinya dalam dunia virtual dilakukan dengan menggunakan foto
maupun tulisan sehingga lingkungan sosial bisa menerima keberadaannya dan
mempunyai persepsi yang sama dengan individu tersebut (Nasrullah, 2011, h. 3).
Performing Multiple Roles
Goffman dalam (Wood & Smith, 2005, h. 58) berpendapat bahwa kehidupan
sehari-hari adalah semacam pertunjukan, dan bahwa perilaku dan sikap kita dapat
dijelaskan dengan istilah metafora teater. Goffman menulis tentang bagaimana
orang mengadopsi peran tertentu ketika mereka berada di pandangan publik
dengan memasang wajah. Amy Bruckman (dalam Wood & Smith, 2005)
menjuluki forum berbasis teks seperti MUD sebagai "identity workshops". Sebuah
workshop dalam pelatihan teater menghadirkan peluang bagi para pelaku untuk
bereksperimen dengan berbagai peran.
One could very well maintain an identity as a rough-and-tough sailor in
one MUD but portray a sensitive artist in another chat room (Amy Bruckman dalam Wood & Smith, 2005).
Turkle (dalam Wood & Smith, 2005) menegaskan gagasan bahwa komputer
memungkinkan pengguna untuk mengeksplorasi berbagai peran. Turkle
mengatakan, "Di ... dunia yang diperantarai komputer, diri itu banyak, cair dan
terbentuk dalam interaksi dengan koneksi mesin; itu dibuat dan diubah oleh
bahasa". Alasan orang-orang melakukan role-playing atau permainan peran
tersebut menurut Turkle (dalam Wood&Smith, 2005, h. 59) karena mereka dapat
merasakan identitas yang tidak dapat mereka gambarkan dalam kehidupan nyata.
Performing Through Language
Wood & Smith (2005, h. 60) menyampaikan bahwa dalam presentasi diri
di media text only, seseorang tidak dikenali oleh penampilan fisiknya, namun
melalui perilaku verbal seseorang. Tentunya, seseorang mungkin menawarkan
deskripsi pribadi atau mengungkapkan karakteristik pribadi yang berkontribusi
pada formasi kesan orang lain. Wood & Smith (2005, h. 60) menjelaskan bahwa
apa yang orang katakan tentang diri mereka dan bagaimana mereka berperilaku
dengan orang lain berkontribusi pada persepsi identitas pribadi secara online.
Penggunaan language secara konsekuen sangat penting di dunia maya, karena
melalui penggunaan language itulah orang membangun identitasnya.
Wood & Smith (2005) menjelaskan bahwa language adalah sarana utama
untuk membangun diri sendiri dan memahami kepribadian online orang lain.
Istilah untuk tokoh-tokoh seperti itu berasal dari para pemain fantasi dan dianut
oleh praktisi CMC disebut dengan avatar. Avatar adalah representasi diri dalam
lingkungan virtual, dengan kata lain, alter ego seseorang atau persona. Seperti
semua lingkungan yang dimediasi, seseorang tidak memiliki tubuh di ruang
cyberspace, hanya representasi diri sendiri, yang sepenuhnya dibangun oleh
pilihan individu (Wood & Smith, 2005, h. 60).
Gender-Swapping: Performing in Virtual Drug
Gender Swapping atau pertukaran gender terjadi ketika seorang individu
dari satu gender menyajikan diri sebagai anggota gender lain (Wood & Smith,
2005, h. 61). Gender merupakan konstruksi sosial yang memberikan panduan
bagaimana kita orang dari jenis kelamin biologis tertentu untuk berperilaku.
Seperti yang dicontohkan Wood & Smith (2005), pria diharapkan maskulin dan
kuat sedangkan wanita menjadi feminim dan penyayang, harapan seperti itu
diperkuat sepanjang hidup kita, jadi saat bertemu dengan seseorang yang
tampaknya melanggar stereotip ini dapat membuat kita frustasi dengan ketidak
konsistenan tersebut.
Penelitian Bornstein dalam Wood & Smith (2005, h. 61) menunjukan
bahwa ketika seseorang melakukan gender swap mereka cenderung mengadopsi
peran gender kaku yang sama seperti yang telah diharapkan oleh budaya mereka.
Menurut Wood & Smith (2005) keberlangsungan tanggapan stereotipikal terhadap
gender seperti ini dapat menjelaskan mengapa ketika seseorang terekspos
melakukan pertukaran gender, yang lain dapat menanggapi dengan
ketidakpercayaan, kebingungan, atau kemarahan.
2.3. Semiotika Sosial dalam game Line Play
Semiotik sosial pertama kali dikembangkan oleh M.A.K Halliday
(Leeuwen, 2005, h. 3) yang berpendapat bahwa grammar dalam bahasa bukan
merupakan sebuah kode, yang tidak semata-mata membangun kalimat yang benar.
tetapi merupakan sebuah peristiwa yang menghasilkan makna. „Tanda‟
merupakan konsep fundamental dalam semiotik, namun tidak memandang „tanda‟
sebagai sesuatu yang tetap. Van Leeuwen (2005) menggunakan istilah “semiotic
resources” untuk mengantikan kata “tanda” karena „semiotic resources” kata
yang dianggap lebih tepat mengantikan kata „tanda‟ dalam semiotik social.
Semiotic resources merupakan sebuah tindakan atau artefak yang digunakan dan
tercipta dalam peristiwa komunikasi. Mulai dari yang diciptakan secara
physiological, dengan otot (menghasilkan ekspresi wajah atau gesture), atau
teknologi (pensil, kertas, atau komputer).
Van Leeuwen (2005) dalam teori semiotiknya menyatakan bahwa semiotik
mempelajari semiotic resources untuk tujuan komunikasi sebagai sebuah proses
manipulasi obyek. Tanda merupakan hasil manipulasi dari obyek-obyek tertentu
dalam kehidupan, berupa simbol-simbol untuk tujuan berkomunikasi. Karenanya
pada dasarnya makna adalah sebuah entiti yang dibangun dalam komunikasi dari
hasil konstruksi penandaan melalui tata bahasa tertentu. Van Leeuwen
mengembangkan semiotika sosial dalam empat dimensi, yaitu: discourse, genre,
style, dan modality.
Discourse adalah kunci untuk mempelajari bagaimana sumber semiotik
digunakan untuk membangun representasi dari apa yang terjadi di dunia ini. Van
Leeuwen (2005) mendefinisikan discourse berdasarkan pandangan Foucault
tentang aspek jamak wacana sebagai konstruksi (pengetahuan) sosial dari
beberapa aspek realitas. Genre adalah kunci untuk mempelajari bagaimana
sumber semiotik digunakan untuk menetapkan interaksi komunikatif-interaksi
yang melibatkan representasi baik percakapan yang berhadapan langsung maupun
komunikasi yang memisahkan waktu dan jarak misalnya melalui sarana buku
ataupun media lainnya.
Style, konsep style adalah kunci untuk mempelajari bagaimana orang
menggunakan sumber semiotik untuk menunjukan genre dan untuk
mengekpresikan identitas dan nilai mereka dalam melakukannya. Konsep
modality adalah kunci untuk memplajari bagaimana orang menggunakan sumber
semiotik untuk membuat dan mengomunikasikan kebenaran atau nilai – nilai
realitas dari representasi mereka, apakah mereka sebagai fakta atau fiksi,
membuktikan kebenaran atau dugaan, dan lain-lain (Van Leeuwen, 2005, h. 91).
Vannini (2007, h.135) menyatakan bahwa style merupakan konsep penting
dalam semiotika sosial. Style mengacu pada “metasign” yang bekerja dengan
mempertahankan perbedaan agen sosial. Menurut Vannini style terutama
berkaitan dengan perilaku di mana orang menggunakan sumber semiotik.
Misalnya yang berkaitan dengan serangkaian gaya hidup umum seperti
kebugaran, kehidupan malam, belanja, sosialisasi dan sebagainya. Gaya mereka
dalam mempresentasikan diri mereka melalui penggunaan sumber daya semiotik
seperti pakaian modis, make up, rambut yang diwarnai dan sebagainya sangat
berbeda dari gaya produser musik independen dan konsumen yang ia pelajari
sebelumnya.
Menurut Vannini (2007, h. 135) style bekerja sebagai penanda identitas
individu dan kolektif, dan sebagai ciri budaya dan subbudaya. Teori ini dapat
membantu penulis untuk mengetahui bagaimana pemain game online Line Play
merepresentasikan identitas mereka baik sebagai individu maupun sosial melalui
sumber seiotik yang disediakan oleh game Line Play. Van Leuween (2005, h.
287) menyatakan bahwa style merupakan cara dimana artefak semiotik diproduksi
atau ditunjukan, berbeda dengan wacana dan genre yang direalisasikan. Makna
yang disampaikan dengan style berbeda. Dalam kasus individual style, style
menandai identitas dan karakter seseorang. Dalam kasus social style, style
menunjukan kategori sosial seperti darimana asalnya, kelas, profesi, dan lain-lain.
Dalam kasus lifestyle, style menunjukan identitas dan nilai gaya hidup yang
diproduksi dan dibagi secara sosial dengan orang lain, membentuk jenis identitas
baru.
Penelitian ini menggunakan teori semiotika sosial karena ia menawarkan kajian
bahasa lisan dan juga bahasa non lisan. Semiotik sosial merupakan bidang kajian multidisiplin,
mulai dari pengumpulan data hingga tahap analisis data, gabungannya dengan bidang lain
terutama etnografi, demografi yang dikoleborasikan pula dengan pemanfaatan teknologi terkini
dan linguistik jelas kelihatan.
Menurut Vanri & Hasbiyalloh (2011) pemain game online membutuhkan
instrumen untuk memasuki dunia simulasi, sehingga muncul istilah representasi.
Representasi tersebut yang dapat membuat pemain bisa menjalankan permainan
dalam ruang virtual. Vanri & Hasbiyalloh (2011) menyatakan bahwa representasi
berhubungan dengan tanda dan penanda, dan dalam game online sendiri penanda
atau representasi pemain digambarkan lewat tokoh yang mereka mainkan dan
tokoh dalam game Line Play disebut dengan avatar. Sedangkan semua hal yang
digambarkan di dalam game online, seperti situasi kota, mobil, pakaian, dll
menurut Vanri & Hasbiyalloh (2011) merupakan simbol yang menjadi
representasi dari hal-hal tersebut didunia nyata.
2.5 Penelitian Terdahulu
No. Judul Penelitian
Terdahulu
Metode Teori Diskripsi Singkat Relevansi
Penelitian
1. “Me and My Paradigma
interpretatif
Semiotika
Sosial Penelitian ini Relevansi terletak
pada kesamaan
Indonesianess:
How Kaskusers
Express Their In-
group Feelings”.
Oleh Widya
Pujarama (2016)
Department of
Communication
Science,
Universitas
Brawijaya.
(yang umumnya
Kualitatif)
menemukan bahwa
Kakuser melakukan
pengungkapan diri
dengan menunjukan
identitas primer dan
identtas situasional
mereka yang
mayoritas
mencerminkan budaya
mereka dengan
Indonesia.
Kesimpulan dari
penelitian ini Kaskus
dianggap sebagai
sebuah utopia
community di mana
“idealised version [of
self]” berinteraksi di
dunia maya yang
egaliter. Dalam
peneltian ini, peneliti
menemukan relevansi
dengan penelitian
yang sedang
dilakukan oleh
peneliti.
objek yang dibahas yaitu identitas
masyarakat virtual,
Serta kesamaan
metode yang
dipakai, yaitu
menggunakan
Semiotika Sosial.
Hanya saja dalam
penelitian kali ini,
penelitian
berfokus pada
bagaimana para
gamers game
online kontruksi
identitas mereka
dalam game
online.
2. Konstrusi
Identitas Gamers
MMO Web
Gamer Wartune,
Study Etnografi
Virtual Tentang
Konstruksi
Identitas Diri dan
Identitas Sosial
Gamer Massively
Multiplayer
Online Web
Game Wartune di
Penelitian ini berfokus
pada Bagaimana
konstruksi identitas
pribadi, identitas
Sosial serta
bagaimana model
identitas gamer MMO
Web Game Wartune.
Penelitian ini
membatu peneliti
untuk mengetahui
bagaimana
konstruksi
identitas pribadi
yaitu realis,
idealis, dan
fantasidan
konstruksi
identitas Sosial
gamer game
MMO Web Game
Wartune yaitu
terdiri dari
kategori rasional,
nasional, dan
oportunitis.
R2Games Server
EST oleh Wawan
Wartono 2015
Tabel 2. 1. Penelitian terdahulu
2.6 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran penting untuk dilakukan oleh seorang peneliti agar
konsiten dengan rencana penelitian yang akan dilakukan, karena itu peneliti harus
memiliki batasan konsep serta subyek penelitian yang jelas. Konstrusi identitas
Gamers Line Play merupakan fenomena yang akan diteliti oleh peneliti. Manusia
dalam membentuk identitasnya dapat dilakukan dengan cara mempresentasi diri
mereka, namun menurut Wartono (2015) dalam dunia online sendiri presentasi
diri tersebut berbeda dengan kehidupan keseharian yang ada pada dunia nyata.
Dalam dunia online presentasi diri dapat dilakukan melalui avatar yang dibuat
oleh penggunanya. Avatar sendiri merupakan representasi digital dari orang
orang yang terlibat atau berbagi ruang digital (Konijn, Utz, Tanis dan Barnes,
2008: 7).
Menurut Erving Goffman (1959) pada kenyataannya setiap individu
melakukan konstruksi atas diri mereka dengan cara menampilkan diri (self
performance) dan dalam dunia virtual self performance dilakukan dengan
menggunakan foto maupun tulisan sehingga lingkungan sosial bisa menerima
keberadaannya dan mempunyai persepsi yang sama dengan individu tersebut
(Nasrullah, 2011, h. 3). Wartono (2015) menyatakan bahwa dunia virtual telah
menjadi sarana bereksperimen dan mengkontruksi identitas. Setiap orang yang
bergabung dalam dunia virtual akan membuat identitas untuk mempresentasikan
diri mereka.
Penelitian ini akan memfokuskan pada bagaimana para pemain Line Play
melalui avatarnya mengkonstruksi identitas mereka dalam dunia virtual. Para
pemain melakukan konstruksi atas diri mereka dengan cara menampilkan diri (self
performance) dan dalam dunia virtual self performance dilakukan dengan
menggunakan avatar. Avatar tersebut akan menjadi semiotic resources yang
nantinya akan dianalisi menggunakan Semiotika Sosial Theo Van Leeuwen.
Bagan 1: Kerangka Berfikir
Sumber: Olahan Peneliti.
Game Simulasi Line Play
Performing Identity dalam dunia Virtual
Observasi tampilan avatar
Analisis Semiotika Sosial Theo Van Leeuwen
Konstruksi Identitas Gamers Line Play
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis dan Pendekatan
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut Kriyantono (2012)
riset kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya
melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Riset ini tidak mengutamakan
besarnya populasi atau sampling bahkan populasi atau samplingnya sangat
terbatas. Lebih lanjut lagi Pujileksono (2015) menjelaskan bahwa penelitian
kualitatif lebih menekankan bahwa realitas itu berdimensi interaktif, jamak, dan
suatu pertukaran pengalaman sosial yang diinterpretasikan oleh individu-individu.
Menurut Denzin & Lincoln (2009), penelitian kualitatif mempunyai fokus
pada banyak metode, mencakup interpretatif dan naturalistic pada pokok masalah
yang akan diteliti. Yang artinya penelitian kualitatif menggambarkan segala
variabel, gejala dan keadaan yang diteliti secara alami dengan tidak menggunakan
hipotesis. Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena
sosial dari sudut pandang atau perspektif subyek/partisipan (Pujileksono, 2015, h.
36). Dalam penelitian ini, peneliti berusaha untuk memahami lebih dekat
perspektif subyek penelitian yaitu pemain game Line Play dalam membentuk
identitasnya.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma interpretif.
Pendekatan interpretif menurut Newman (Moleong,1998) berawal dari upaya
untuk mencari penjelasan tentang peristiwa-perisiwa sosial atau budaya yang
didasarkan pada perspektif dan pengalaman orang yang diteliti. Karenanya tujuan
dari pendekatan interpretif ini adalah untuk memahami makna atas pengalaman
seseorang atau sekelompok orang dalam suatu peristiwa. Secara umum,
pendekatan interpretif merupakan sebuah sistem sosial yang memaknai perilaku
secara detail dan langsung mengobservasi. Pendekatan interpretif turut melihat
fakta sebagai sesuatu yang unik dan memiliki konteks dan makna yang khusus
sebagai esensi dalam memahami makna sosial (Moleong, 1998).
3.2. Fokus Penelitian
Penelitian ini akan memfokuskan pada bagaimana para pemain Line Play
melalui avatarnya mengkonstruksi identitas diri dan identitas sosial mereka dalam
dunia virtual. Para pemain melakukan konstruksi atas diri mereka dengan cara
menampilkan diri (self performance) dan dalam dunia virtual self performance
dilakukan dengan menggunakan foto maupun tulisan. Foto dan tulisan yang ada
akan menjadi sumber semiotik yang nantinya kata-kata dan gambar yang ada akan
dianalisi menggunakan Semiotika Sosial Theo Van Leeuwen.
3.3. Teknik Pemilihan Informan
Peneliti menggunakan teknik pengambilan infoman purposive sampling.
Purposive sampling dipilih agar mendapatkan sampel yang sesuai dengan
penelitian peneliti. Teknik ini mencakup orang-orang yang diseleksi atas dasar
kriteria-kriteria tertentu yang dibuat periset berdasarkan tujuan riset (Kriyantono,
2012, h .158). Untuk itu, peneliti menetapkan beberapa kriteria informan, kriteria
tersebut di antaranya:
1. Informan merupakan pemain game Line Play
2. Bersedia memberikan informasi secara terbuka yang terkait dengan penelitian.
3. Informan merupakan mereka yang aktif bermain Line Play. Aktif disini yaitu
para informan menampilkan identitas pada avatarnya.
Jumlah informan yang peneliti telah tetapkan sewaktu-waktu dapat
berubah tergantung ketersediaan data di lapangan. Hesse-Bibber &Leavy (dalam
Ktriyantono,2012) yang dikenal dengan istilah saturasi, yang artinya periset dapat
mengakhiri kegiatan pencarian data jika periset merasa bahwa tidak lagi informasi
baru yang didapat dari kegiatan mencari data. Berikut profil informan yang
merupakan pemain game Line Play.
No. Nama
Real
Nama Avatar Gender
Real
Gender
Karakter
Usia Asal
1. Nurfitriani 「Re-
RiRi」•ძ•[ĹՖ][ИN]
Female Female 25 thn Pekanbaru,
Riau
2. Amira
Larasati
「Re-Upil」 Female Female 19 thn Palembang,
Sumatra
Selatan
3. Zya Airythm Female Female 17+ Kalimantan
Selatan
4. Susi Suzy [VRz] Female Female
dan Male
23 thn Indramayu,
Jawa Barat
Tabel 2. 1 Profil Informan gamer game Line Play Sumber: Hasil Wawancara
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis dalam penilitian ini data
dikumpulkan melalui unobtrusive observations. Data atau semiotic resources
yang diteliti dalam penelitian ini terutama diambil dari tampilan avatar dan juga
profil pemain Indonesia sebanyak 5 avatar, dimana kata-kata dan gambar tersedia
untuk dianalisis. Observasi dilakukan pada Desember 2016 hingga Februari 2017
dan juga bulan Juli 2017.
Teknik pengumpulan data selanjutnya yaitu melalui wawancara mendalam.
Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk
memperoleh informasi langsung dari sumbernya (Kriyantono, 2012, h. 100).
Wawancara mendalam sendiri merupakan proses menggali informasi secara
mendalam, terbuka dan bebas dengan masalah fokus penelitian (Moleong, 2005,
h. 186). Wawancara dilakukan secara online melalui fasilitas chatting dari Line
Play maupun lewat aplikasi massanger Line kepada beberapa informan.
3.4. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis data semiotika sosial Theo Van
Leeuwen. Leeuwen (2005) memperkenalkan dimensi kunci dari analisis sosial
semiotik dalam bukunya Introducing Social Semiotic, yaitu: discourse, genre,
style, dan modality. Untuk penelitian kualitatif ini peneliti akan meninjaunya
melalui konsep dimensi style yang dipaparkan oleh Theo Van Leeuwen pada
semiotika sosial. Van Leuween (2005, h. 287) menyatakan bahwa style
merupakan cara dimana artefak semiotik diproduksi atau ditunjukan, berbeda
dengan wacana dan genre yang direalisasikan. Style adalah kunci untuk
mempelajari bagaimana orang menggunakan sumber semiotik untuk menunjukan
genre dan untuk mengekpresikan identitas dan nilai mereka dalam melakukannya
(Van Leeuwen, 2005, h. 91). Makna yang disampaikan dengan style berbeda.
Dalam kasus individual style, style menandai identitas dan karakter seseorang.
Dalam kasus social style, style menunjukan kategori sosial seperti darimana
asalnya, kelas, profesi, dan lain-lain. Dalam kasus lifestyle, style menunjukan
identitas dan nilai gaya hidup yang diproduksi dan dibagi secara sosial dengan
orang lain, membentuk jenis identitas baru.
Game Line Play yang merupakan game simulasi kehidupan telah
menyediakan bebagai sumber semiotik yang dapat digunakan oleh gamer untuk
mempresentasikan identitas mereka dalam dunia virtual. Salah satu sumber
semiotik tersebut yaitu disediakannya Avatar yang merupakan presentasi diri dari
gamer dalam dunia virtual. Avatar memang telah disediakan oleh pihak Developer
game Line Play sebagai identitas diri dari pemain, namun pemain sendirilah yang
membentuk avatar tersebut. Menurut Vannini (2007, h. 135) style bekerja sebagai
penanda identitas individu dan kolektif, dan sebagai ciri budaya dan subbudaya.
Teori ini dapat membantu penulis untuk mengetahui bagaimana pemain game
online Line Play merepresentasikan identitas mereka baik sebagai individu
maupun sosial melalui sumber seiotik yang disediakan oleh game Line Play.
3.5. Keabsahan Data
Keabsahan data atau Trustworthiness yaitu menguji kebenaran dan kejujuran
subjek dalam mengungkapkan realitas menurut apa yang dialami, dirasakan atau
dibayangkan (Kriyantono, 2012, h. 71). Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan teknik analisis triangulasi, yaitu menganalisis jawaban subjek
dengan meneliti kebenarannya dengan data empiris (sumber data lainnya) yang
tersedia (Kriyantono, 2012, h. 72). Penggunaan triangulasi ini merujuk
dikarenakan banyaknya pengguna game online Line Play ini yang memenuhi
kriteria sebagai informan. Sehingga data yang peneliti dapatkan dari Informan
pertama dapat peneliti bandingkan dengan data yang diperoleh dari informan
lainnya. Maksud dari pembandingan tersebut yaitu untuk melihat kesamaan
pendapat dan pandangan diantara Informan pertama maupun informan pendukung
sebagai para pemain dalam game Line Play yang sama-sama melakukan aktifitas
dalam game Line Play ini.
1
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum
4.1.1. Game Online Line Play
Line Play adalah salah satu game simulasi dari kehidupan nyata yang
dikeluarkan oleh LINE Corporation yang pertama muncul tahun 2012. Aplikasi
yang dapat didownload lewat Google Play Store ini termasuk dalam kategori
jejaring sosial seperti yang tertulis dalam situs merdeka.com (2013) yang terdiri
dari gabungan media sosial dan game simulasi kehidupan. Jejaring sosial menurut
Boyn & Ellison (2007) merupakan layanan berbasis web yang memungkinkan
untuk individu mengembangkan profil umum atau semi umum melalui sistem
yang terikat.
Kekuatan utama dari jejaring sosial menurut Boyd & Ellison (2007)
adalah profil pengguna yang dapat dilihat serta daftar teman-temannya yang
bergabung di situs tersebut. Dalam jejaring sosial pada umumnya para pengguna
dapat menjalin hubungan dengan pengguna lainnya yang telah menjadi bagian
dalam jaringan sosial mereka. Dalam jejaring sosial ini para pengguna dapat
bertemu dan berkomunikasi dengan orang asing yang belum mereka kenal
sebelumnya. Mereka mengenal individu dan individu yang lainnya melalui profil,
foto dan biodata yang ada sebagai pengguna jejaring sosial tersebut.
Pada bulan Maret 2013, Line Play punya enam juta pengguna. Serta pada
tahun yang sama Line Play dimainkan di 210 negara. Dari 13 juta pengguna, 6,8
juta di antaranya berasal dari luar Jepang. Sedangkan pada tanggal 23 Januari
2
2016, Line Play menjadi ruang komunitas avatar terbesar di dunia dengan lebih
dari 30 juta pengguna (Line Corp, 2016). Aplikasi Line Play adalah sebuah
aplikasi komunikasi avatar. Untuk memainkan Line Play tidak perlu membuat
akun terpisah, hanya menggunakan akun LINE, Facebook atau Twitter untuk
memainkan game tersebut. Pada aplikasi ini pengguna bisa membuat dan
menghias avatar serta dunia avatarnya. Tahap awal saat akan memainkan game
ini para pemain diharuskan membuat avatar milik mereka, avatar sendiri
merupakan representasi pemain dalam game ini.
Pemain Line Play pertama-tama akan diberikan tiga pilihan identitas yang
akan dipakai oleh avatarnya, yaitu Female, Male, dan Animal seperti yang
ditampilkan pada Gambar 4.1.
Gambar 4. 1 Screenshots dari pemilihan Genre Avatar dalam game Line Play
Sumber: Game Line Play
Selanjutnya para pemain akan memilih warna kulit, bentuk wajah, model
rambut, bentuk alis, bentuk mata, hidung, mulut, ciri khas wajah seperti kumis,
tahi lalat, keriput dan selanjutnya pemain melilih pakaian yang akan dipakai oleh
3
avatar mereka, Kemudian para pemain diwajibkan untuk memberikan nama pada
avatar mereka. Setelah semua tahap tersebut selesai dan menekan tombol start
barulah para pemain dapat memainkan game Line Play ini. (Gambar 4.2)
Gambar 4. 2 Screenshots dari tahapan membuat Avatar
Sumber: Game Line Play Setelah Avatar selesai dibuat, pemain akan memasuki halaman Home.
Dalam Home ini ditampilkan tombol-bombol menu yang bisa dipilih oleh Avatar.
Tombol tersebut diantaranya tombol Notification, Mailbox, Quests, Friends, Chat,
Shop, Play, Jumlah Cash dan gems, VIP, Story, dan menu lain yang terdapat pada
tombol more. Tampilan Home seperti yang tampak pada Gambar 4. 3.
Gambar 4. 3 Screenshots tampilan Home dan Room Avatar dalam Game Line Play.
Sumber: Geme Line Play.
4
Selain itu ada tampilan rumah yang apabila di klik akan masuk pada room
virtual milik avatar mereka seperti yang tampak pada Gambar 4.3. Pada room ini
para pemain dapat mendekornya sesuai keinginan mereka dengan item yang
mereka miliki, item tersebut bisa didapatkan dengan membelinya langsung pada
Shop interior yang disediakan Line Play atau didapatkan saat memainkan gacha,
dari gift, ataupun dari event-event yang diadakan oleh Game Line Play. Pemilik
room juga bisa mengundang teman mereka ke dalam roomnya, yang dalam game
ini disebut dengan room party.
Dalm Game Line Play juga terdapat Shop yang membuat pemain dapat
memilih gacha yang akan dimainkan, membeli Fashion, Interior, Gift, maupun
membeli pet. Selain itu ada pula Shop Face untuk mengubah penampilan fisik
avatar seperti mata, bentuk wajah, alis, hidung, mulut, serta warna kulit dan para
pemain lebih sering menyebut kegitan tersebut dengan sebutan oplas (Gambar 4.
4).
Gambar 4. 4 Screenshots shop yang disediakan game Line Play.
Sumber: Game Line Play
5
Dalam Line Play ini setiap avatar akan diberikan Quest harian, dan mereka
akan mendapatkan reward apabila menyelesaikan quest tersebut.Tampilan Quest
Line Play seperti pada Gambar 4.5
Gambar 4. 5 Screenshotst tampilan Quest harian dalam game Line Play.
Sumber: Dokumen Peneliti
Quest dalam Line Play ini terdiri dari Log in harian yang akan berganti
setiap bulannya, Weekend Fishing Quest yaitu quest memancing yang ada hanya
pada weekend, Pet your pet yaitu quest untuk mengelus peliharaan sebanyak 3
kali, Try out the „Hello‟ at the room party yaitu quest yang menyuruh avatar
untuk bergabung dalam room party, Ada quest Imemancing, High Five in the
Square yaitu quest yang mengharuskan avatar untuk melakukan High Five kepada
avatar lain yang ada dalam Square sebanyak 20 kali, Quest selanjutnya yaitu quest
6
membersihkan dan menyiram tanaman baik dalam room sendiri maupu room
milik avatar lain masing-masing sebanyak 20 kali, dan quest terakhir yaitu
mengirim heart baik kepada avatar lain maupun pet sebanyak 20 kali. Setiap
menyelesaikan masing-masing Quest harian avatar akan mendapatkan gems (mata
uang dalam game line play) sebagai hadiahnnya.
Dalam game Line Play ini pengguna dapat saling berkomunikasi dengan
avatar-avatar milik pemain lain. Avatar bisa datang ke dalam virtual room yang
dibuat pemain lainnya. Para pemain juga bisa mengunjungi Lounge untuk
berbincang dengan sesama pemain, Dalam Lounge tersebut kita bisa mencari
orang dengan hobi yang sama ataupun asal Negara yang sama. Dalam game ini
disediakan pula Square, yaitu tempat dimana para permain dapat berkumpul
dengan pemain lainnya dalam wujud avatar mereka. Mereka dapat saling
berkenalan dan juga berbincang. Berbincang disini bukan berbicara secara
langsung seperti dalam dunia nyata dengan saling bertatap mukan akan tetapi
dengan cara chatting.
Chatting dapat dilakukan secara langsung yang dapat dibaca oleh semua
yang berada dalam Square tersebut, dapat pula dilakukan oleh dua orang dalam
Square tersebut dengan menggunakan fitur Whisper sehingga hanya mereka yang
melakukan whisper yang dapat membaca chatnya. Kegiatan Chatting dalam
Square seperti yang ditampilkan pada Gambar 4.4.
7
Gambar 4. 6 Screenshots obrolan dalam Square yang dilakukan secara langsung dan menggunakan
Whisper. Sumber: Game Line Play
Square sendiri terdapat 7 tempat, yaitu Disney Square, New York Times
Square, Threasure Island, Line Park, Line Cafe, Line City dan terakhir adalah
Line Stadium. Disney Square sendiri didesain menyerupai Disneyland yang ada di
dunia nyata. Dalam Disney Square terdapat room-room virtual dari tokoh-tokoh
disney dan para pemain dapat pula masuk ke dalam room tokoh-tokoh disney
tersebut. Terdapat pula Castle yang serupa dengan Castle yang ada pada
Disneyland di dunia nyata. Tampilan Disney Square seperti yang terdapat pada
Gambar 4.5.
8
Gambar 4. 7 Screenshots tampilan Disney Square dalam game Line Play. Sumber: Game Line Play
Selanjutnya ada New York Times Square. Dalam New York Times Square
para pemain dapat bertemu dengan pemain lain yang berasal dari berbagai
Negara. Darimana asal avatar para pemain yang berada dalam New York Times
Square ini dapat dilihat dari lambang bendera negara yang ada pada nama avatar
mereka. Tampilan New York Times Square seperti yang tampak pada Gambar
4.6.
9
Gambar 4. 8 Screenshots tampilan New York Times Square.
Sumber: Dokumen peneliti
Dalam Square ada pula Threasure Island, yaitu tiruan dari sebuah pulau.
Threasure Island ini dapat digunakan oleh pemain untuk memancing. Threasure
Island seperti yang tampak pada Gambar 4.7.
Gambar 4. 9 Screenshots tampilan Threasure Island salah satu Square yang ada pada game
Line Play.
Sumber: dokumen peneliti.
Dalam Square adapula LINE Park, tempat para pemain dapat bertemu baik
dengan teman Anda maupun pemain yang belum Anda kenal. Line Park ini cukup
10
luas dan sering sekali dijadikan tempat untuk mengadakan FC (Fashion Contest).
Dan terkadang dijadikan tempat melaksanakan Wedding Party oleh pasangan
dalam game Line Play ini. Tampilan Line Park seperti yang ditampilkan pada
Gambar 4. 8.
Gambar 4. 10 Screenshots tampilan Line Park.
Sumber: Dokumen peneliti dan
http://lp.play.line.me/en.html (2016)
Selanjutnya ada Line Cafe, Di tempat ini para pemain bisa mengobrol baik
dengan teman yang sudah dikenal maupun dengan Avatar yang belum dikenal.
Dalam Line Cafe ini dijadikan tempat berkumpul bagi para pemain, kegiatan-
kegiatan yang sering dilaksanakan di Line Cafe ini diantaranya seperti Gathering
antar kelompok atau dalam game Line Play ini lebih dikenal dengan sebutan Clan,
tempat ini biasanya juga digunakan sebagai tempat TMO (Take Me Out) atau
ajang pencarian pasangan. Tampilan Line Cafe seperti yang tampak pada
Gambar 4.9.
11
Gambar 4. 11 Screenshots tampilan Line Cafe pada Square.
Sumber: Game Line Play
Selanjutnya dalam Square juga terdapat Line City. Line City ini merupakan
tempat yang menyadiakan banyak Shop dan juga Gacha untuk membeli item yg
bisa dipakai oleh Avatar pemain. Tampilan Line City ini menyerupai sebuah kota
yang ada di dunia nyata. Tampilan dari Line City seperti yang tampak pada
Gambar 4.10.
Gambar 4. 12 Screenshots tampilan Line City dalam Square game Line Play.
Sumber: Game Line Play.
Terakhir pada menu Square ada Line Stadium. Di tempat ini para avatar
dapat bermain sepak bola. Bola, stadium serta kiper sudah disediakan di tempat
ini. Stadium ini mirip dengan stadium yang ada pada dunia nyata, lengkap dengan
kursi penontonnya. Seperti yang tampak pada Gambar 4.11.
12
Gambar 4. 13 Screenshots tampilan Line Stadium yang ada pada menu Square.
Sumber: Dokumen peneliti.
Selain Square terdapat pula Lounge, Lounge mirip seperti group chat. Para
pemain bisa mengobrol dengan sesama pemain baik yang sudah dikenal maupun
belum tanpa harus pergi ke Square. Dalam Lounge ini terdapat beberapa kategori
yang kita bisa memilih untuk bergabung dengan obrolan yang mana. Kategori
tersebut diantaranya kategori pemula, Hobi, Usia, Area maupun percakapan yang
bebas seperti yang terlihat pada Gambar 4.12.
Gambar 4. 14 Screenshots tampilan Lounge dalam Game Line Play.
Sumber: Game Line Play.
13
Game Line Play ini terdapat diary yang dapat digunakan oleh pemain
untuk update status, ataupun memposting foto. Dan para pemain yang lain dapan
melihat postingan tersebut karena dalam game Line Play ini terdapat notification
serta dapat pula menulis komentar pada postingan atau Guest Book ang ada pada
diary tersebut. Diary ini memiliki fungsi yang mirip dengan Media Sosial. Pemain
lain yang melihat postingan kita selain bisa memberikan komentar stickerpun bisa
dikirimkan (Sama seperti LINE). Para pemain game Line Play ini juga disediakan
kolom profil yang dapat diisi dengan Nama Avatar, Status Message, Badges,
Photos, Location, Gender, Date of Birth, Blood Type, dan Occupation Gambar
4.13.
Gambar 4. 15 Tampilan Diary Line Play.
Sumber: http://lp.play.line.me/en.html (2017)
Game Line Play memiliki dua jenis uang yaitu gems dan cash. Gems dapat
diperoleh dari menyelesaikan quest setiap harinya seperti menyiram dan
membersihkan room milik avatar lain, memberikan heart pada avatar pemain lain,
mengelus pet, high five avatar yang yang dapat dilakukan saat berada dalam
Square, serta memancing. Sedangkan Cash dapat diperoleh dengan membelinya,
dengan Cash avatar dapat memiliki item langka dan animated.
14
Dalam game Line Play sering diadakan event-event, baik yang diadakan
secara resmi oleh pihak Line Play ataupun yang diadakan oleh sesama pemain
dalam game tersebut. Event yang dibuat oleh sesama pemain yaitu seperti FC
(Fashion Contest) yaitu kontes pemilihan tampilan terbaik dan pemenangnya akan
diberikan hadiah oleh Juri yang juga sebagai penyelenggara event. Selain itu
terdapat pula Giveaway event yang memberikan gift secara gratis terkadang
dengan beberapa rules. Giveaway event ini diumumkan lewat Diary pemilik
event, dan setiap yang ingin mengikuti event ini juga harus membagikan
postingan Giveaway event tersebut pada diary mereka. Event FC dan Giveaway
seperti yang tampak pada Gambar 4.14 dan Gambar 4.15.
Gambar 4. 16 Screenshots Fashion Contest (FC) yang diadakan oleh pemain di LinePark.
Sumber: Game Line Play.
15
Gambar 4. 17 Giveaway event yang diadakan oleh sesama pemain dan diumumkan melalui diary
mereka. Sumber: Game Line Play
Para avatar dalam game Line Play ini dapat saling berteman yaitu dengan
cara menekan tombol add yang akan muncul saat kita menekan gambar avatar lain
dan baru terjadi pertemanan saat sang pemilik avatar lain tersebut menyetujui
permintaan pertemanan tersebut. Line Play sebagai sebuah Game simulasi
terdapat pula perkumpulan avatar yang membentuk sebuah Komunitas Virtual
yang disebut dengan Clan. Para avatar dapat memilih ingin bergabung pada Clan
yang mereka inginkan. Biasanya Clan ini akan melakukan Open Member dengan
cara membuat pengumuman baik dengan mencanumkannya pada Diary atau
mengumumkannya di Line Park dan Line Cafe. Clan dalam Line Play ini juga
akan mengadakan gathering dengan Clan yang lainnya dalam game ini Gambar
4. 15. Clan dalam Line Play ini adapula yang rutin mengadakan event seperti FC
(Fashion Contest).
16
Gambar 4. 18 Screenshots Gathering antar Clan yang ada pada game Line Play. Sumber: Official Account Line Clan Barbie.
Pada bulan Maret 2016 Line Play menambahkan fitur layanan VIP, yaitu
sebuah layanan yang menawarkan imbalan yang lebih besar untuk pengguna yang
rutin menggunakan Line Play. Dengan mengumpulkan poin spesial yang disebut
“Stars”, para pemain dapat menjadi VIP. Memberikan mereka gems lebih, ruang
penyimpanan item, diskon animasi Gacha. Dan akan mendapatkan gift yang sama
saat pemain memberikan gift pada pemain lainnya. Selain itu, pengguna VIP
mendapatkan akses ke konten eksklusif seperti Gacha VIP, item make up, dan
item sayap animasi. Tampilan fitur VIP seperti yang tampak pada Gambar 4.
17
Gambar 4. 19 Screenshots tampilan gambar fitur VIP game Line Play. Sumber: https://linecorp.com/en/pr/news/en/2016/1256
4.2 Profil Informan Gamer Game Line Play
Informan I
Nurfitriani yang berusia 25 tahun adalah salah satu gamer yang
memainkan game Line Play berasal dari Pekanbaru, Riau Indonesia.
Nurfitriani atau yang biasa dipanggil Riri memiliki avatar dalam game ini
dengan nama RiRi || 온규. Riri sudah memainkan game Line Play ini lebih
kurang selama 3 tahun tepatnya sejak 11 Maret 2013. Saat ini Avatar Riri
telah memiliki lebih dari 14 ribu heart serta empat ratus lebih teman dalam
game Line Play ini. Berikut merupakan tampilan avatar dari Riri:
18
Gambar 1: Screenshots avatar milik Riri Sumber: Dokumen peneliti
Awal Riri tertarik untuk memainkan game Line Play kerena Line
Play merupakan game yang baru muncul saat itu serta dikarenakan Riri
termasuk pengguna aplikasi Line Messenger, Sehingga membuat Riri
merasa tertarik untuk mencoba memaikan game Line Play ini. Selain itu
Riri juga tertatik dengan game Line Play ini karena melihat dari kualitas
game tersebut yang menurutnya bagus untuk ukuran game online.
Informan II
Informan Selanjutnya bernama Amira Larasati seorang mahasiswa
berusia 19 tahun berasal dari kota Palembang, Sumatra Selatan. Amira
memiliki Avatar dengan nama re-upil yang telah memiliki empat ribu
lebih heart dan 60 teman. Berikut avatar milik Amira:
19
Gambar 2: Screenshots avatar milik Amira Sumber: Dokumen Peneliti
Amira telah bermain game Line Play sejak februari 2016. Dari
pernyataan Amira, awal ia bermain game Line Play ini hanya untuk seru-
seruan untuk mengisi waktu liburan. Namun seiring berjalannya waktu
Amira merasa game Line Play ini asik, hal tersebut dikarenakan ia bisa
bertemu serta chatting dengan banyak orang dari berbagai kota bahkan
negara.
Informan III
Zya merupakan salah satu pemain game online Line Play yang
telah membuat avatarnya pada tahun 2014, manun ia mulai aktif
memainkan avatarnya pada maret 2016. Zya tertarik bermain game Line
Play ini karena ia dapat berinteraksi dengan avatar pemain lain dan juga
dengan orang-orang baru.
20
Gambar 4. 20 Screenshots avatar milik Zya Sumber: Dokumen Peneliti
Informan IV
Susi merupakan gamer perempuan yang telah memainkan game Line Play
sejak 15 Desember 2015. Perempuan berusia 23 tahun ini berasal dari Indramayu.
Susi memiiki avatar yang ia beri Suzy [VRz]. [VRz] sendiri merupakan clan yang
diikuti oleh Susi dan ia cantumkan dalam namanya.
Susi tertarik bermain game Line Play ini karena ia dapat membuat karakter
sesuai dengan keinginannya, tidak hanya terpaku pada satu wajah seperti game
lainnya. Selain itu Informan Susi tertarikuntuk memainkan game Line Play karena
dalam game Line Play ini ia dapat berkomunikasi dengan sesama player dari
21
berbagai daerah di Indonesia. Berikut tabel profil Informan gamer game online
Line Play:
No. Nama
Real
Nama Avatar Gender
Real
Gender
Karakter
Usia Asal
1. Nurfitriani 「Re-
RiRi」•ძ•[ĹՖ][ИN]
Female Female 25 thn Pekanbaru,
Riau
2. Amira
Larasati
「Re-Upil」 Female Female 19 thn Palembang,
Sumatra
Selatan
3. Zya Airythm Female Female 17+ Kalimantan
Selatan
4. Susi Suzy [VRz] Female Female
dan Male
23 thn Indramayu,
Jawa Barat
Tabel 4. 1. Profil Informan gamer game Line Play
Sumber: Hasil Wawancara
4.2. Penyajian Hasil Penelitian
4.2.1. Temuan
1. Avatar Suzy
Gambar 4. 21 Tampilan Avatar
Sumber: Dokumen Peneliti
Pada tampilan avatar Suzy, avatar tersebut terlihat mengenakan pakaian
kimono berwarna merah muda dan memakai pita yang juga berwana merah muda
dengan rambut berwarna hitam, selain itu Avatar Suzy juga membawa wasaga
22
(payung tradisional Jepang). Dengan Avatar Suzy yang mengenakan Kimono
merupakan pakaian tradisionl Jepang dan membawa wasaga yang merupakan
payung tradisional Jepang menunjukan bahwa Suzy ingin terlihat seperti
perempuan Jepang. Pita rambut merupakan aksesoris dapat menambahkan kesan
cantik dan elegan apabila dipakai oleh perempuan dewasa. Warna rambut hitam
sedang booming di antara para wanita Jepang seiring dengan meningkatnya
popularitas dari berbagai grup idola di Jepang yang sebagian besar atau semua
anggotanya memiliki rambut hitam alami. Sedangkan warna merah muda kerap
diidentikan sebagai warna feminim, perasaan yang halus, perasaan yang manis
dan indah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa avatar Suzy ingin terlihat seperti
seorang perempuan Jepang yang elegan dan feminim. Walaupun sebenarnya Suzy
bukanlah wanita keturunan Jepang melainkan wanita Indonesia.
Gambar 4. 22 Profil Avatar Sumber: Dokumen Peneliti
Untuk nama yang dipakai oleh avatar Suzy, dari hasil wawancara
diketahui bahwa suzy merupakan nama asli dari pemilik avatar di dunia nyata
yang ia terjemahkan mejadi bahasa Jepang menjadi スジ (suji/suzi). Susi
menyampaikan bahwa banyak orang mengira bahwa nama dari avatarnya
23
terispirasi dari salah satu nama idola Kpop akan tetapi yang sebenarnya adalah
nama yang ia berikan pada avatarnya merupakan namanya di dunia nyata yang ia
ubah ke dalam bahasa Jepang. Susi tidak mempunyai alasan tertentu mengapa ia
memberikan nama avatarnya dengan nama real yang ia terjemahkan dalam bahasa
Jepang. Susi menyatakan bahwa ia melakukan itu hanya karena ia suka.
Untuk status message yang ditulis oleh Susi pada profil avatarnya, ia lebih
memilih untuk mengisinya dengan lambang grup atau komunitas yang ia ikuti
dalam game Line Play ini. Untuk biodata yang disediakan Line Play, Susi
menyampaikan bahwa ia juga mengisi semua datanya. Hanya saja data Date of
birth dalam biodata tersebut ia sembunyikan. Seperti yang terlihat pada Gambar
4.22 Data yang terlihat dalam profil yaitu lokasi yang berada di Indonesia serta
golongan darah.
2. Avatar Riri
Gambar 4. 23 Tampilan Avatar Riri Sumber: Dokumen Peneliti
Avatar Riri memakai atasan Hoodie berwarna merah muda serta bawahan
hotpant jeans dan membawa sebuah boneka berwarna merah muda ditangannya.
Hoodie sendiri merupakan salah satu item fashion yang sedang populer di Korea
24
Selatan menurut K-vibes (2018) hoodie akan membuat yang memakai terlihat
imut, begitupula dengan hotpant jeans. Perpaduan antara hoodie dan hotpant jeans
merupakan salah satu tren fashion di Korea Selatan yang dipolerkan oleh para
idola K-Pop. Untuk warna merah muda sendiri memiliki makna yang
mempresentasikan prinsip feminim dan banyak disukai oleh para wanita. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa avatar Riri dengan tampilannya tersebut ingin
terlihat seperti Idola K-Pop yang terlihat imut ditambah dengan boneka yang ia
bawa yang menambah kesan imut avatar tersebut.
Gambar 4. 24 Profil dan Diary Riri Sumber: Dokumen Peneliti
Riri Menyampaikan bahwa nama yang diberikan untuk avatarnya
merupakan nama panggilannya di dunia nyata. Selain nama, informan Riri juga
mencantumkan lambang clan/grup game Line Play yang ia ikuti pada nama
avatarnya tersebut. Dalam kolom nama bisa juga terdapat lambang dari clan/grup.
Karena dalam game Line Play ini apabila Avatar bergabung dengan Clan/grup ada
sebagian clan yang mewajibkan angotanya untuk mencantumkan lambang
clan/grup yang ia ikuti. Avatar Riri juga pernah mengganti nama avatarnya
dengan alasan karena ia bosan dengan nama avatar yang ia pakai saat itu dan juga
25
ia mengganti nama avatarnya dikarenakan agar ia bisa mengganggu pemain-
pemain lain dalam game Line Play ini.
Selain nama, dalam kolom profil avatar juga terdapat status message.
Status message dalam game Line Play ini berfungsi sebagai pesan instan dimana
pesan tersebut terdapat pada kolom profil masing-masing Avatar. Status message
tersebut dapat memberitahu pemain lain status pengguna saat itu, seperti apa yang
sedang pemain rasakan atau lakukan atau juga mereka dapat mencantumkan
identitas mereka pada Status Message tersebut. Pada informan Riri, ia lebih
memilih mengisi status message tersebut dengan pemikirannya yaitu “hopeless is
freedom”. Hasil wawancara dengan Riri menunjukan bahwa Riri lebih memilih
mengisi status message nya dengan isi pemikirannya yaitu “hopeless is freedom”
yang ia maknai dengan tidak berharap banyak itu merupakan kebebasan. Untuk
profil biodata avatar, yang Riri cantumkan yaitu data tentang Gender dan juga
golongan darah. Dan dari yang disampaikan Riri data yang ia cantumkan
merupakan data identitas real miliknya.
3. Avatar Upil
Gambar 4. 25 Tampilan Avatar Amira Sumber: Dokumen Peneliti
26
Avatar ketiga adalah avatar Upil. Avatar milik Amira ini memiliki rambut
pirang, berkulit putih, memakai topi dan berpakaian kasual warna hitam.
Penampilan fisik avatar upil ini tidak mencerminkan perempuan Indonesia yang
pada umumnya memiliki warna rambut hitam serta warna kulit sawo matang dan
kuning langsat. Rambut pirang dan kulit putih lebih identik dengan wanita Barat.
Avatar Upil mengenakan pakaian berwarna hitam yang dalam dunia fashion
warna hitam memiliki arti stylish, elegan dan seksi. Selain itu avatar Upil juga
mengenakan topi yang memili makna casual. Dengan kata lain avatar Upil ini
ingin ditampilkan sebagai wanita Barat yang terlihat stylish dengan tampilan yang
casual seperti artis Hollywood.
Nama yang diberikan oleh informan Amira tidak memiliki makna tertentu.
Ia memberikan nama kepada avatarnya hanya karena ia menginginkannya saja
dan juga menyesuaikan dengan tampilan dari avatar miliknya. Hasil wawancara
Amira menunjukan bahwa ia memberikan nama avatarnya karena menyesuaikan
dengan tampilan dari avatar tersebut. Ia memberikan nama ipit yang memiliki arti
sipit karena pada saat itu tapilan dari avatarnya sipit. Kemudian Amira mengganti
nama avatarnya dengan nama Upil. Alasan Amira mengganti nama avatarnya
karena perubahan dari fisik avatarnya, dari yang awalnya memiliki mata sipit
sehingga ia memberi nama ipit kemudian berganti nama menjadi Upil akarena
bentuk avatarnya yang kecil. Menurut yang Amira sampaikan saat wawancara,
Amira mengisi status message pada profil avatarnya dengan nama clan ataupun
fams yang ia ikuti dalam game Line Play. Clan atau fams tersebut merupakan
27
grup dalam game Line Play yang beranggotakan orang-orang yang memainkan
game Line Play.
4. Avatar Park Shin Hye
Gambar 4. 26 Avatar Park Shin Hye Sumber: Dokumen Peneliti
Selanjutnya ada avatar Park Shin Hye, avatar ini sedang melakukan role-
play menjadi seorang aktris Korea Selatan yang bernama Park Shin Hye. Role-
play sendiri bisa dikatakan sebagai kegiatan bermain peran. Di mana orang
melakukan hal-hal sambil berpura-pura menjadi orang lain dan orang yang
memainkannya disebut dengan role-player. Dalam game Line Play ini banyak
ditemukan role-player terutama role-player penggemar artis Korea Selatan seperti
avatar Park Shin Hye ini. Dapat dikatakan avatar ini merupakan imitasi dari Aktris
tersebut, imitasi dilakukan dengan meniru username yang dibuat menyerupai
username milik aktris tersebut dalam hal ini ia mengunakan username instagram
sang aktris sebagai namanya. Penampilan avatar tersebut juga dibuat semirip
mungkin dengan aktris Korea Selatan tersebut yang dapat dilihat pada Gambar
4.29. Mulai dari style pakaian, gaya rambut maupun aksesoris lainnya dibuat
semirip mungkin dengan aktris tersebut.
5. Avatar Zya
28
Gambar 4. 27 Avatatr Zya Sumber: Dokumen Peneliti
Tampilan avatar Zya memakai pakaian berwarna pink dengan bando dan
sendal yang juga berwarna pink, Warna pink sendiri memiliki makna feminim.
Dengan rambut dikuncir dua dan memakai pita avatar ini memiliki kesan yang
imut. Dengan kata lain avatar ini ingin terlihat feminim dan juga imut. Sedangkan
untuk nama, dari hasil wawancara Zya menyatakan bahwa nama yang ia berikan
kepada avatarnya biasanya terispirasi dari suasana hati dan juga dari nama real
Zya yang telah ia acak susunan hurufnya. Selain itu untuk nama avatarnya Zya
juga menggunakn nama-nama yang unik yang sedang ia sukai. Pada status
message juga berusaha mencantumkan usianya dengan menulis 17+, yang artinya
usianya lebih dari 17 tahun.
Pada bagian profil biodata walaupun zya mengisinya akan tetapi isi dari
biodata tersebut ada yang ia sembunyikan. Data tersebut yaitu location, gender,
date of birth, dan blood type. Walaupun zya mengisi semua data tersebut, tetapi
pada data tanggal lahir zya mengaktifkan fungsi hide agar tidak dapat dilihat oleh
29
pemain lainnya. Alasan zya menyembunyikan tanggal lahirnya tersebut
dikarenakan itu merupakan hal yang privasi.
4.3. Analisis dan Pembahasan
Van Leeuwen (2005,h.3) menyampaikan bahwa semiotic resources
merupakan sebuah tindakan atau artefak yang digunakan dan tercipta dalam
peristiwa komunikasi. Mulai dari yang diciptakan secara physiological, dengan
otot (menghasilkan ekspresi wajah atau gesture), atau teknologi (pensil, kertas,
atau komputer). Kata-kata dan gambar yang tersedia dalam game Line Play akan
dianalisis sebagai semiotic resources. Semiotic resources yang terdapat dalam
game Line Play diantaranya yaitu tampilan Avatar dan profil yang akan dianalisis
mengunakan kerangka analisis Sosial Semiotik Theo Van Leeuwen (2005) dan
yang digunakan untuk membahas adalah anatomi dimensi Style. Terdapat lima
avatar yang akan dianalisis menggunakan anatomi style. Van Leuween (2005, h.
287) menyatakan bahwa style merupakan cara dimana artefak semiotik
diproduksi atau ditunjukan, berbeda dengan wacana dan genre yang
direalisasikan. Makna yang disampaikan dengan style berbeda. Dalam kasus
individual style, style menandai identitas dan karakter seseorang. Dalam kasus
social style, style menunjukan kategori sosial seperti darimana asalnya, kelas,
profesi, dan lain-lain. Dalam kasus lifestyle, style menunjukan identitas dan nilai
gaya hidup yang diproduksi dan dibagi secara sosial dengan orang lain,
membentuk jenis identitas baru.
30
4.3.1. Analisis Lifestyle
Berbeda dengan penanda individual style, penanda lifestyle bersandar
terutama pada konotasi, pada tanda-tanda yang sudah sarat dengan makna budaya,
namun tidak tunduk pada rekomendasi atau tradisi. Lebih khusus lagi, mereka
bergantung pada gabungan konotasi. Menurut Van Leeuwen (2005, h. 146) makna
yang diungkapkan oleh lifestyle tidak lagi berasal dari alam bawah sadar, orang
sekarang menciptakan identitas mereka dengan cukup sengaja. Sebagai identitas
lifestyle dapat dibuat sesuka hati.Sedangkan Lifestyle pakaian bekerja dengan cara
berbeda. Ini adalah gabungan konotasi, dalam game Line Play Lifestyle dapat
dilihat pada tampilan avatar seperti berikut:
Gambar 4. 28 Tampilan avatar Suzy Sumber: Dokumen Peneliti
Untuk avatar Suzy, ia mengenakan pakaian kimono berwarna merah muda
dan memakai pita yang juga berwana merah muda dengan rambut berwarna
hitam, dan berkulit putih. Selain itu Avatar Suzy juga membawa wasaga. Kimono
yang merupakan pakaian tradisionl Jepang dan wasaga yang merupakan payung
tradisional Jepang menunjukan bahwa Suzy ingin terlihat seperti perempuan
31
Jepang. Pita rambut merupakan aksesoris dapat menambahkan kesan cantik dan
elegan apabila dipakai oleh perempuan dewasa. Warna rambut hitam sedang
booming di antara para wanita Jepang seiring dengan meningkatnya popularitas
dari berbagai grup idola di Jepang yang sebagian besar atau semua anggotanya
memiliki rambut hitam alami. Sedangkan warna merah muda kerap diidentikan
sebagai warna feminim, perasaan yang halus, perasaan yang manis dan indah.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Suzy ingin terlihat sebagai seorang wanita
Jepang yang elegan dan feminim. Walaupun sebenarnya pemilik avatar Suzy
bukanlah wanita keturunan Jepang melainkan wanita Indonesia.
Gambar 4. 29 Tampilan Avatar Riri Sumber: Dokumen Peneliti
Pada avatar kedua yaitua Avatar Riri, ia memakai atasan Hoodie berwarna
merah muda serta bawahan hotpant jeans dan membawa sebuah boneka berwarna
merah muda ditangannya, berambut coklat dan berkulit putih. Hoodie sendiri
merupakan salah satu item fashion yang sedang populer di Korea Selatan.
Menurut K-vibes (2018) hoodie akan membuat yang memakai terlihat imut,
begitupula dengan hotpant jeans. Perpaduan antara hoodie dan hotpant jeans
32
merupakan salah satu tren fashion di Korea Selatan yang dipopulerkan oleh para
idola K-Pop. Untuk warna merah muda sendiri memiliki makna yang
mempresentasikan prinsip feminim dan banyak disukai oleh para wanita. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa avatar Riri dengan tampilannya tersebut ingin
terlihat seperti gadis Korea Selatan ditambah dengan boneka yang ia bawa yang
menambah kesan imut avatar tersebut.
Gambar 4. 30 Avatar Upil Sumber: Dokumen Peneliti
Avatar ketiga adalah avatar Upil. Avatar milik Amira ini memiliki rambut
pirang, berkulit putih, memakai topi dan berpakaian kasual warna hitam.
Penampilan fisik avatar upil ini tidak mencerminkan perempuan Indonesia yang
pada umumnya memiliki warna rambut hitam serta warna kulit sawo matang dan
kuning langsat. Rambut pirang dan kulit putih lebih identik dengan wanita Barat.
Avatar Upil mengenakan pakaian berwarna hitam yang dalam dunia fashion
warna hitam memiliki arti stylish, elegan dan seksi. Selain itu avatar Upil juga
mengenakan topi yang memili makna casual. Dengan kata lain avatar Upil ini
33
ingin ditampilkan sebagai wanita Barat yang terlihat stylish dengan tampilan yang
casual. Style seperti ini sering digunakan oleh artis Hollywood.
Gambar 4. 31 Tampilan avatar Zya Sumber: Dokumen Peneliti
Selanjutnya ada avatar milik Zya, Avatar ini memakai pakaian, sepatu dan
bando berwarna merah muda dengan kulit putih dan rambut pirang yang dikuncir
dua yang memberikan kesan imut. Warna merah muda sendiri dikenal sebagai
warna yang menunjukan sisi feminim. Dengan kata lain Zya ingin menampilkan
avatarnya sebagai wanita yang feminim dan imut.
4.3.2. Pembahasan
Manusia dalam membentuk identitasnya dapat dilakukan dengan cara
mempresentasikan diri mereka dan dalam dunia online sendiri presentasi diri
tersebut berbeda dengan kehidupan keseharian pada dunia nyata. Dalam dunia
online presentasi diri dilakukan melalui avatar yang dibuat oleh penggunanya
(Wartono, 2015). Avatar merupakan representasi digital dari orang-orang yang
terlibat atau berbagi ruang digital (Konijn, Utz, Tanis dan Barnes, 2008, h.7).
34
Avatar merupakan semiotic resources yang terdapat dalam game Line Play yang
digunakan sebagai pengganti pemain dalam dunia virtual.
Menurut Demartoto (2012) dunia simulasi identitas dapat mencair dan
menjadi multi identitas dan dengan identitas tersebut membuat orang lebih
memahami aspek-aspek tersembunyi dari diri mereka yang bebas dalam dunia
anonimitas. Beberapa orang yang berkomunikasi di dunia virtual biasanya
menciptakan identitas yang berbeda dengan identitas mereka yang sebenarnya.
Pada keempat avatar dari hasil analisis diketahui bahawa avatar pertama menggunakan style
wanita Jepang, avatar kedua memakai style perempuan Korea Selatan, sedangkan avatar ketiga dan
keempat memilih style wanita Barat.
Dari keempat avatar, tiga diantaranya memakai style denga warna merah
muda. Warna merah muda sendiri sering dihubungkan dengan hal-hal berbau
feminim. Merah muda sudah lama (secara stereotip) diasosiasikan dengan wanita
dan seringnya dilihat sebagai ‘kewanitaan’. Keempat avatar tersebut semuanya memilih
warna kulit Putih di antara banyaknya pilihan warna. Warna kulit putih sendiri telah menjadi salah
satu standar kecantikan dunia termasuk Indonesia.
Dengan kata lain walaupun game Line Play yang merupakan dunia memberikan kebebasan
bagi para pemainnya untuk menkonstruk identitasnya, akan tetapi para avatar terlihat masih
menunjukan Primary Identities serta Situational identities mereka. Primary Identities nya yaitu
tentang identitas gendernya sebagai seorang perempuan dan Situational identities yaitu mengenai
identitaas perannya sebagai seorang perempuan ia harus berpenampilan feminin dan cantik dengan
memanfaatkan semiotic resouce yang tersedia pada game Line Play ini.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dipaparkan, dapat ditarik
kesimpulan bahwa:
1. Para pemain mengkonstruksi identitas diri mereka melalui avatar yang
mereka buat berdasarkan harapan mereka melalui role playing. Role
Playing dilakukan agar mereka dapat merasakan identitas yang tidak dapat
mereka gambarkan dalam kehidupan nyata. Pada penelitian ini para avatar
pemain membuat avatarnya memakai style wanita Jepang, Korean style,
dan style artis Holliwood. Yang pada kenyataanya mereka semua
merupakan wanita asli Indonesia
2. Pemain dalam menkonstruk identitasnya masih menunjukan Primary Identities serta
Situational identities mereka. Primary Identitiens ditunjunkan dengan menampilkan
gendernya sebagai seorang perempuan dan Situational identities yaitu mengenai
identitaas perannya sebagai seorang perempuan ia harus berpenampilan feminin dengan
menggunakan aksesoris dan pakaian berwarna merah muda dan tampil cantik sesuai
stereotip yang ada pada masyarakat bahwa putih itu cantik dengan pemilihan warna kulit
putih pada keempet avatar yang diteliti .
5.2. Saran
Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa seseorang yang bergabung
dalam game Line Play yang merupakan dunia virtual tidak semua pemainnya
menggunakan identitas sebenarnya. Maka bagi masyarakat yang akan atau telah
bergabung dalam game Line Play atau lewat media virtual lainnya dapat lebih
berhati-hati dan tidak mudah percaya karena saat pemain tidak memakai identitas
sebenarnya dan mereka melakukan tindakan kejahatan maka akan mudah bagi
mereka untuk lepas dari tanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA
Buku dan E-Book
Adam, E. & Rollings, A. 2007. Fudamental of Game Design. Prentice Hall.
Baran, S. J. (2012). Pengantar Komunikasi Massa (Edisi 5). Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Holmes, D. (2012). Komunikasi: Media, Teknologi, dan Masyarakat. Jogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Konijn, Elly A, Sonja Utz, Martin Tanis dan Susan B. Barnes. 2008. Mediated
Interpersonal Communication. New York: Routledge
Kozinets, R. V. (2010). Netnography: Doing Ethnographic Research Online.
Thousand Oaks, CA: Sage Publication.
Kuswarno, Engkus. (2008). Metode Penelitian Komunikasi: Etnografi
Komunikasi.
Bandung: Widya Padjajaran.
Kriyantono, R. (2012). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Littlejohn, S. W. & Foss, K. A. (2012). Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba
Humanika
Mayra, Frans. (2008). An Introduction to Games Studies, Games and Culture.
London: Sage Publication.
McQuail, D. (2010). Mass Communication Theory. London: Sage Publication Ltd
McQuail, D. (2011). Teori Komunikasi Massa. Buku 1. Ed.6. Jakarta: Salemba
Humanika.
Pujileksono, Sugeng. (2015). Metode Penelitian Komunikasi Kualitatif. Malang:
Kelompok Intrans Publishing.
Santana, Septiawan. (2007). Menulis Ilmiah. Metode Penelitian Kualitatif.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Severin, W. J. & Tankard, J. W. (2011). Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, `
dan Terapan di Dalam Media Massa. Jakarta: Prenada Media Group.
Ting-Toomey, S. (1999). Communicating across cultures. New York: The
Guilford Press.
Van Leeuwen, T. (2005). Introducing to social semiotic. New York, USA:
Routledge.
Vivian, John. (2008). Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Kencana. London: Sage
Publication.
Wood, Andrew F. & Smith, Matthew J. (2005). Online Communication, Lingking
Technology, Identity, and Culture. NewJersy: Lawrence Erlbaum
Associates, Inc.
Jurnal
Arif, M. C. (2012). Etnografi Virtual, Sebuah tawaran metodologi kajian media
berbasis virtual. Jurnal komunikasi, 2 (2). ISSN: 2088-981X
Demartoto, A. (2013). Realitas Virtual Realitas Sosiologi. Jurnal Penelitian
Sosial, II (1), 309-328. Diakses dari
http://repository.uksw.edu/handle/123456789/6210
Hermawati, E. (2014). Konstruksi realitas kehidupan kedua pemain game online:
Studi pada para pemain game online dalam membentuk realitas dan
komunitas virtual. Jurnal komunikasi, 2 (2).
Kusumawardani, S. P. (2015). Game Online Sebagai Pola Perilaku (Studi
Deskriptif Tentang Interaksi Sosial Gamers Clash Of Clans Pada Clan
Indo Spirit). Departemen Antropologi FISIP Universitas Airlangga, IV (2),
156.
Lee, I., Yu, C., & Lin., H. (2007). Leaving a Never-Ending Game: Quitting
MMORPGs and Online Gaming Addiction. Authors & Digital Games
Research Association (DiGRA).
Merciano, P., Destisa, A., Arini, B.D. (2015). Analisis Visualisasi Karakter Game
Pada The Sims 4. Jurnal Desain Komunikasi Visual Adiwarna, 1, 1.
Diakses 13 Mei 2016, Dari Universitas Kristen Petra.
Pratiwi, P.C., Andayani, T.R., & Karyanta, N.A. (2012). Perilaku Adiksi Game-
online Ditinjau dari Efikasi Diri Akademik dan Keterampilan Sosial pada
Remaja di Surakarta. Jurnal Psikologi, 1 (2), 3. Diakses dari
http://candrajiwa.psikologi.fk.uns.ac.id/index.php/candrajiwa/article/view/
27/17
Raj, S. J., Kim, J., & Kalorth, N. (2014). The Video Gamer's Dilemma:
Entertainment Versus Morality. Journal of Arts, Science & Commerce, V
(1), 2.
Rama, A. (2008). Motivasi bermain Massively Multiplayer Online Role Playing
Games (MMORPG) dan Perilaku Adiksi pada Mahasiswa Pemain di
Jatinangor. Jurnal Psikologi, 6 (2), 87.
Silvadha,A., Benyamin,P., dan Akbar. (2012). Konsep Diri Pemain Game Online:
Studi Fenomenologi tentang Konstruksi Konsep Diri Perempuan
Pencanduan Online di Jakarta. eJurnal Mahasiswa Universitas
Padjadjaran I (1), 2.
Vanri, K. F. & Hasbiyalloh, B. Y. (2011). Games Online dan Kartasis Virtual:
Studi Kasus dengan Analisis Psikoanalisis Freud pada Kecenderungan
Permainan Game Interaktif Point Blank dan Second Life. Jurnal Ilmu
Komunikasi Ultima COMM, 3 ( 2) , 35-54.
Yee, Nicholas.(2000). “Understanding MMORPG Addiction”. Diperoleh dari:
http://www.nickyee.com/hub/addiction/home.html.
Sumber Internet
Ega . (2013). Line Play rayakan ulang tahun pertama dengan 13 juta pengguna.
Diakses pada 13 Mei 2013, dari http://www.merdeka.com/teknologi/line-
play-rayakan-ulang-tahun-pertama-dengan-13-juta-pengguna.html
Line Corp. (2016). [LINE PLAY]Virtual Avatar Community App With Over 30
Million Users, Launches Major Update. Diakses pada 22 Juli 2016, dari
https://linecorp.com/en/pr/news/en/2016/1256
Line Play Facebook (2012, November). Tentang, Keterangan, dan Impressum
[Facebook Tentang Line Play]. dari
https://m.facebook.com/lineplay.global/about?refid=17
Thesis/Skripsi
Hasdy, D. (2015). Identifikasi Faktor-faktor Sosial Anak Pemain Game (Gamers)
( Skripsi, Universitas Hasanuddin, Makassar). Diperoleh dari
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/15622/SKRIPSI
%20LENGKAP-FISIP-SOSIOLOGI-
DIAN%20%20HASDY.pdf?sequence=1
Natama, N.M., (2016). Identitas Virtual Laki-Laki di Kalangan Pemain Game
Online Audition Ayodance pada Komunitas TalentedYouth, (Prodi S1 Ilmu
Komunikasi dan Bisnis, Universitas Telkom). Diperoleh dari
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1
&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjA4Ln-
1MLPAhXGNY8KHRsrAeYQFggeMAA&url=http%3A%2F%2Flibrary.t
elkomuniversity.ac.id%2Fpustaka%2Ffiles%2F116689%2Fjurnal_eproc%
2Fjurnal_eproc.pdf&usg=AFQjCNF53KV1ekkF8OoplucpYf1Rgmsysg&s
ig2=VEAQvx5zJV9LADk53NeHGw
Wartono, W. (2015). Konstruksi Identitas Gamer MMO Web Game Wartune Studi
Etnografi Virtual Tentang Konstruksi Identitas Diri dan Identitas Sosial
Gamer Massively Multiplayer Online Web Game Wartune di R2Games
Server EST. Diakses dari: http://pustaka.unpad.ac.id/archives/135246
Yulistiana, F. (2014). Budaya Fangirling Boyband Korea di Dunia Virtual - Studi
Etnografi virtual pada Cyberfandom Boyband EXO di Media Sosial
Twitter (Skripsi, Universitas Brawijaya, 2014).
Top Related