1
Kata Pengantar Kota Pusaka adalah kota yang memiliki kekentalan sejarah yang bernilai dan memiliki pusaka alam, pusaka budaya berwujud dan tak berwujud, serta rajutan berbagai pusaka tersebut secara utuh sebagai aset pusaka dalam wilayah/kota atau bagian dari wilayah/kota yang hidup, berkembang, dan dikelola secara efektif (P3KP, 2012). Pusaka menurut piagam Pelestarian dan Pengelolaan Pusaka Indonesia Tahun 2003 meliputi pusaka alam, pusaka budaya dan pusaka saujana.
Dalam rangka mewujudkan implementasi RTRW atau penataan ruang kota yang konsisten berbasis kekuatan ruang kota dengan nilai-nilai pusaka di dalamnya, serta mendorong dia-kuinya Kota Pusaka Indonesia sebagai Kota Pusaka Dunia oleh UNESCO, pada tahun 2012 Direktorat Jenderal Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum melaksanakan Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP). Program ini merupakan upaya strategis dengan pendekatan entitas sosio-spasial kota untuk membantu penataan ruang kota berbasis pelestarian yang sarat dengan kekentalan tradisi dan keragaman pusaka yang dimiliki. Target yang hendak dicapai dari program ini adalah terwujudnya Kota Pusaka Indonesia (IHC) dan Kota Pusaka Dunia (WHC) pada akhirnya, sebagai arah pencapaian kualitas ruang kota yang bertema “pusaka”.
Untuk mendorong pelaksanaan P3KP agar target terwujudnya Kota Pusaka Indonesia (IHC) dapat tercapai, maka Direktorat Jenderal penataan Ruang Kementerian PU membentuk Tim P3KP yang bertugas untuk merumuskan dan melaksanakan P3KP baik dari segi konsep, kebija-kan, substansi, koordinasi, maupun fasilitasi. Salah satu hasil dari pelaksanaan fasilitasi tim P3KP adalah Grand Design Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka sebagai kerangka acuan bagi pelaksanaan P3KP, sehingga pelaksanaan P3KP dapat terarah dan terencana sehingga tujuan yang diharapkan dari pelaksanaannya dapat tercapai dengan baik.
2
Daftar Isi
1. PENDAHULUAN ......................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................................. 1
Maksud dan Tujuan Penyusunan Grand Design P3KP ..................... 6
Lingkup Grand Design P3KP ....................................................................... 6
2. KOTA PUSAKA DAN P3KP ........................................................ 7
Uraian Kota Pusaka ........................................................................................ 7
Uraian P3KP ................................................................................................... 15
3. KERANGKA PIKIR P3KP .......................................................... 22
Instrumen Pengelolaan Kota Pusaka ................................................... 29
4. GRAND DESIGN P3KP .............................................................. 32
Kedudukan Grand Design ........................................................................ 32
Pengembangan Aset .................................................................................. 34
Critical Path Pengembangan Kota Pusaka ......................................... 46
Pengembangan Kelembagaan ............................................................... 51
Pemberdayaan Masyarakat ..................................................................... 62
5. PENUTUP ................................................................................... 69
Kantor PT. Bukit Asam, Kota Sawahlunto Sumber Foto : http://www.flickr.com/
1
Pada dasarnya Penataan Ruang adalah suatu
alat untuk mengatur alokasi ruang, manusia,
dan kegiatannya. Ruang harus memungkinkan
manusia untuk hidup dan meningkatkan kualitas
kehidupannya, mencari nafkah, membina
keluarganya, mengembangkan masyarakat yang
harmonis, mengembangkan kepribadian dan
jatidirinya. Ruang kota mencerminkan
kepribadian dan jati diri masyarakatnya, dan
sebaliknya, ruang kota juga dapat membentuk
kepribadian dan jati diri warganya. Ruang kota
perlu dibangun dan dipelihara menyesuaikan
pada karakter, sejarah, dan budaya warganya,
agar terbangun sambung rasa serta
keharmonisan yang membahagiakan. Kota yang
harmonis dan berkarakter tidak hanya
membahagiakan warganya, tetapi juga
dinikmati oleh semua pengunjung dan
pendatang karena mereka dapat menemukan
kejelasan alur yang dianut.
Peninggalan sejarah berupa ruang, bangunan,
kehidupan, tradisi dan sejarah dari masa lalu
mengandung banyak pelajaran, inspirasi yang
dapat dimanfaatkan ke depan. Peninggalan itu
juga mengandung banyak collective memory
yang menyatukan kita, yang memberi suasana
akrab, kenangan lama dan semangat bersama
untuk membangun dan memelihara.
Peninggalan lama itu merupakan bukti sejarah
yang dapat langsung dilihat, dirasakan, dan
dinikmati, yang membantu generasi berikutnya
untuk memahami pengalaman dan perjuangan
generasi sebelumnya dalam menjawab
tantangan zamannya. Begitu banyak pelajaran
yang dapat diserap, yang sayangnya sering
diabaikan dan tidak dimanfaatkan.
Kawasan lama atau kawasan bersejarah suatu
kota perlu dilestarikan. Penataan Ruang harus
dapat melindungi kekayaan sejarah itu, yang
merupakan aset tak tergantikan yang tak
ternilai. Keseluruhan kota harus merupakan
kesatuan yang harmonis yang mencerminkan
kepribadian dan jatidirinya. Ini tidak berarti
bahwa kota itu tidak boleh berubah dan
LATAR BELAKANG
Pendahuluan 1
2
berkembang. Pelestarian adalah perubahan
yang terkendali. Ia adalah bagian dari
perubahan menanggapi tantangan zamannya,
tanpa kehilangan aset dan nilai yang berharga
yang harus dilestarikan. Bagaimana membuat
pertahanan dalam perubahan itu adalah “seni”
tata ruang yang harus dikembangkan.
Dengan demikian pelestarian kota pusaka tidak
hanya sekedar menjaga aset‐aset dan
peninggalan sejarah yang dimilikinya terus
terjaga, namun juga mampu memberikan
manfaat yang luas bagi masyarakat. Dalam
mewujudkan kota pusaka Indonesia yang lestari
dan mampu memberikan manfaat yang luas
Museum Fatahillah, Kota Tua Jakarta Sumber Foto : juliesartoni.blogspot.com
3
bagi masyarakat, disusunlah Agenda Aksi
Gerakan Pusaka Indonesia. Gerakan Pusaka
Indonesia secara menyeluruh telah dimulai pada
tahun 1990an. Dekade Pertama ditengarai
dengan pelaksanaan Tahun Pusaka Indonesia
2003 bertema ”Merayakan Keanekaragaman
Pusaka” dan mendeklarasikan Piagam
Pelestarian Pusaka Indonesia 2003. Berbagai
upaya lanjut pelestarian pusaka berlangsung
selama Dekade Kedua (tahun 2004 ‐ 2013) dan
ditandai dengan penyelenggaraan Tahun Pusaka
Indonesia 2013 bertema ”Pusaka untuk
Kesejahteraan Rakyat”.
Gerakan Pusaka Indonesia harus terus
dikembangkan dan ditingkatkan demi tercapai
pelestarian pusaka yang mampu
mensejahterakan rakyat. Menuju Dekade Ketiga
(tahun 2014 ‐ 2023) disusun 10 Agenda Aksi
berbasis ”Pusaka untuk Kesejahteraan Rakyat”,
yang meliputi hal‐hal sebagai berikut :
Penguatan dan pengembangan pelestarian
Pusaka Alam yang mencakup pusaka alam
hayati biodiversity heritage) dan geologi
(geo‐heritage) beserta keistimewaan
panorama yang terbentuk;
Penguatan dan pengembangan pelestarian
Pusaka Budaya yang mencakup pusaka
budaya ragawi (cagar budaya) dan pusaka
budaya non ragawi;
Penguatan dan pengembangan pelestarian
Pusaka Saujana (cultural landscape/
bentang budaya) yang merupakan
gabungan pusaka alam dan pusaka budaya
dalam kesatuan ruang dan waktu beserta
keistimewaan panorama yang terbentuk;
Penguatan dan pengembangan sistem
pengelolaan pusaka nasional dalam rangka
meningkatkan kapasitas pemerintah,
masyarakat dan pihak swasta;
Penguatan dan pengembangan
kelembagaan dan perangkat hukum;
Penguatan dan pengembangan sumber
daya manusia;
Penguatan dan pengembangan ekonomi
pusaka dan sistem pembiayaan pelestarian;
Penguatan dan pengembangan
pengelolaan dan pengurangan risiko
4
bencana pada pusaka;
Penguatan dan pengembangan sarana dan
prasarana yang mendukung kelestarian
pusaka; dan
Penguatan dan pengembangan kerjasama
serta kontribusi regional dan internasional
dalam kepusakaan.
Pengembangan gerakan pusaka Indonesia
dalam rangka turut mewujudkan kesejahteraan
masyarakat, memerlukan dukungan semua
pihak, termasuk dukungan pengembangan
infrastruktur dan penataan ruang kota yang
berbasis pada pelestarian pusaka. Untuk itu
keterlibatan Kementerian PU dalam gerakan
pusaka Indonesia memiliki peran yang sangat
penting. Salah satu bentuk keterlibatan
Kementerian PU dalam gerakan ini adalah
dengan melaksanakan Program Penataan Dan
Pelestarian Kota Pusaka (P3KP). Untuk
meningkatkan pencapaian tujuan dari
pelaksanaan P3KP, disusunlah Grand Design
P3KP yang didalamnya memuat tahapan
kegiatan dan langkah‐langkah strategis
pencapaian tujuan P3KP, yang dikembangkan
pada 3 aspek, yaitu pengembangan aset
pusaka, pengembangan kelembagaan
pengelolaan pusaka, dan pemberdayaan
masyarakat.
Pada awal pengembangan Program Penataan
dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) disusun
sebuah Grand Design P3KP yang menjadi acuan
bersama di antara para pelaku P3KP. Untuk
dapat melaksanakan P3KP terdapat beberapa
pesan kunci yang meliputi:
Perlu menyeimbangkan upaya‐upaya
pelestarian dengan realitas perubahan yang
terjadi di lapangan yang dapat diterima (an
acceptable level of changes) melalui konsensus
bersama antara para pemangku kepentingan.
Mendorong diterbitkannya Peraturan Daerah
untuk melindungi aset pusaka kota disertai
dengan penyediaan insentif dan disinsentif
pusaka agar upaya pelestarian dapat
dilaksanakan secara terpadu dengan basis
Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana
Detail Tata Ruang Kota Pusaka. Insentif pusaka
disusun berdasarkan ketentuan pada wilayah
yang dilestarikan, antara lain seperti
keringanan dalam besaran nilai pajak bumi dan
bangunan, bonus floor area dan bahkan
transferable development rights.
Dukungan akademisi (university networks)
dalam menata dan melestarikan aset pusaka
berdasarkan pemikiran‐pemikiran mutakhir
disertai peningkatan kapasitas sumber daya
manusia dalam pengelolaan kota pusaka secara
terus menerus sehingga dapat memperbaiki
kualitas hidup masyarakat setempat.
5
Komunikasi intensif antara masyarakat dengan
komunitas dunia usaha dalam rangka
mengembangkan skema‐skema pembiayaan
pembangunan sehingga kota pusaka dapat
menjadi ikon utama dalam pengembangan
perkotaan di masa yang akan datang.
Mendorong peran pemerintah kota/kabupaten,
komunitas pusaka, akademisi dan dunia usaha
yang berkelanjutan dalam satu gerak terpadu,
didukung penyediaan infrastruktur dan
pengelolaan yang handal menuju World
Heritage City tahun 2020.
Lawangsewu, Kota Semarang Sumber Foto : vacationplace.wordpress.com
6
Grand Design P3KP disusun sebagai kerangka acuan bagi pelaksanaan P3KP, sehingga pelaksanaan P3KP dapat terarah dan terencana sehingga tujuan yang diharapkan dari pelaksanaannya dapat tercapai dengan baik.
Dengan demikian Grand Design P3KP ini bertujuan memberikan arahan dan acuan bagi pelaksanaan P3KP sehingga tujuan yang ditetapkan dari pelaksanaan program dapat tercapai.
MAKSUD DAN TUJUAN PENYUSUNAN GRAND DESIGN P3KP
Grand Design P3KP mengarahkan pelaksanaan P3KP yang
meliputi kegiatan‐kegiatan pada pengembangan aset,
pengembangaan pelembagaan dan pemberdayaan
masyarakat. Kegiatan‐kegiatan yang diarahkan tidak hanya
pada aspek ke‐tata ruang‐an atau ke‐PU‐an saja tetapi seluruh
kegiatan yang terkait dengan 3 aspek tersebut yang tersebar
pada seluruh sektor yang terlibat di dalamnya.
LINGKUP GRAND DESIGN P3KP
7
Kota Pusaka dan P3KP 2 KOTA PUSAKA
Rincian dari definisi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kota yang memiliki kekentalan sejarah yang bernilai dan memiliki pusaka alam, budaya baik
ragawi dan tak‐ragawi yang teratur secara utuh sebagai aset pusaka. Kota tersebut merupakan
hasil dari proses pembentukan dan transformasi terus‐menerus, seringkali mendapat pengaruh
dari berbagai budaya yang berbeda. Kekayaannya karena itu terdiri dari kondisialam, bangunan
pusaka dan komponen fisik lainnya serta beragam bahasa, kesenian, kerajinan yang
dikembangkan oleh berbagai etnis yang tinggal.
2. Dapat berupa kawasan pusaka sebagai bagian dari kota tersebut. Kawasan yang memiliki
kekentalan sejarah biasanya sebagian saja dari wilayah kota yang lebih luas, pada beberapa
kasus merupakan bagian dari suatu wilayah administrasi kabupaten.
3. Yang hidup dan berkembang serta dikelola secara efektif. Pengembangan vitalitas ekonomi
dan juga kehidupan sosial budaya dari sebuah kawasan bersejarah, yang kemudian berperan
dalam menjaga keberlangsungan area serta karakternya.
Kota Pusaka adalah kota yang memiliki kekentalan sejarah yang bernilai dan memiliki
pusaka alam, budaya baik ragawi dan tak-ragawi serta rajutan berbagai pusaka
tersebut secara utuh sebagai aset pusaka dalam wilayah/kota atau bagian dari
wilayah/kota, yang hidup, berkembang, dan dikelola secara efektif.
Pengertian Kota Pusaka
8
Pada tahun 2000 berbagai organisasi
pelestarian di berbagai daerah berkumpul
dan bersepakat membangun suatu Jaringan
Pelestarian Pusaka Indonesia (JPPI). JPPI
kemudian meluncurkan Tahun Pusaka
Indonesia 2003 dan bersama dengan
berbagai lembaga, perguruan tinggi serta
organisasi masyarakat mencanangkan
“Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia”.
Pusaka menurut Piagam Pelestarian dan
Pengelolaan Pusaka Indonesia Tahun 2003
tersebut meliputi:
Pusaka alam, yaitu bentukan alam yang
istimewa
Pusaka budaya, yaitu hasil cipta, rasa,
karsa, dan karya yang istimewa dari lebih
500 (lima ratus) suku bangsa di tanah air
Indonesia, secara sendiri‐sendiri, sebagai
kesatuan bangsa Indonesia dan dalam
interaksinya dengan budaya lain
sepanjang sejarah keberadaannya.
Pusaka budaya mencakup pusaka
berwujud (tangible) dan pusaka tidak
berwujud (intangible).
Pusaka saujana, yaitu gabungan pusaka
alam dan pusaka budaya dalam kesatuan
ruang dan waktu.
Jenis-Jenis Kota Pusaka
9
1. Kota Pusaka adalah kota atau kabupaten
yang merupakan ekspresi rajutan pusaka
alam dan budaya, baik ragawi dan tidak
ragawi secara berkelanjutan (kota yang
sangat dipengaruhi oleh filofosi hidup
masyarakatnya, contoh : kosmologi) ;
2. Kota pusaka terdiri dari elemen fisik
(permukiman, ruang terbuka, fasilitas
publik, pertanian), dan elemen
kehidupan (kegiatan sosial, ekonomi,
politik)) ;
3. Pusaka merupakan wujud dari hasil,
cipta, karsa manusia dalam menanggapi
perubahan dan keberlanjutan kehidupan,
dan karena itu dapat beragam sesuai
dengan tempat dan waktunya serta
beragam di tiap kebudayaan. Pusaka pun
merupakan hasil persinggungan dari
budaya yang berbeda.
Lingkup Kota Pusaka
10
Kegiatan Pelestarian Kota Pusaka
Gerakan Pusaka Indonesia secara
menyeluruh telah dimulai pada tahun 1990‐
an. Dekade Pertama ditengarai dengan
pelaksanaan Tahun Pusaka Indonesia 2003
bertema “Merayakan Keanekaragaman
Pusaka” dan mendeklarasikan Piagam
Pelestarian Pusaka Indonesia 2003.
Berbagai upaya lanjut pelestarian pusaka
berlangsung selama Dekade Kedua (tahun
2004 ‐ 2013) dan ditandai dengan
penyelenggaraan Tahun Pusaka Indonesia
2013 bertema ”Pusaka untuk
Kesejahteraan Rakyat”.
CAPAIAN DALAM DEKADE 1, tahun 1990an ‐ 2003
1. Kepedulian awal publik terhadap pusaka
2. Pembentukan Jaringan Pelestarian Pusaka
Indonesia pada tahun 2000 di Bali
3. Penyelenggaraan Tahun Pusaka Indonesia
2003 bertema “Merayakan Keanekaragaman”
4. Peluncuran Piagam Pelestarian Pusaka
Indonesia 2003
CAPAIAN DALAM DEKADE 2, tahun 2004 ‐ 2013
1. Pembentukan Badan Pelestarian Pusaka
Indonesia (BPPI) pada tahun 2004
2. Promosi Kepedulian dan Pemahaman Pusaka
3. Pertumbuhan Komunitas dan Jaringan Pusaka
termasuk terbentuknya Jaringan Kota Pusaka
Indonesia (JKPI) pada tahun 2008
11
4. Pengembangan Pelestarian Pusaka Saujana
5. Tumbuh gerakan baru ”Pengelolaan Risiko
Bencana pada Pusaka”
6. Pendidikan Pusaka untuk Sekolah Dasar
7. Olah Desain Arsitektur Pusaka
8. Inventarisasi Pusaka
9. Kerjasama antar lembaga dalam:
Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka
Indonesia oleh Kementerian PU dan
BPPI
PNPM Pusaka oleh Kemenko Kesra dan
BPPI
Peningkatan Kualitas Kota Pusaka
berbasis Ekonomi Kreatif oleh
Kementerian Parekraf dan BPPI
10. Penyelenggaraan Tahun Pusaka Indoneisa
2013 bertema “Pusaka untuk Kesejahtera‐
an Rakyat”
11. Peluncuran Piagam Kota Pusaka Indonesia
2013.
12
INDIKASI PROGRAM DALAM AGENDA AKSI DEKADE 3, TAHUN 2014 - 2023 1. Penguatan dan pengembangan pelestarian Pusaka Alam yang mencakup pusaka alam hayati dan
geologi, beserta keistimewaan panorama yang terbentuk dengan:
a. Menyiapkan perangkat hukum yang menjadi dasar pelestarian pusaka alam;
b. Mengembangkan program‐program penyelamatan dan pelestarian:
Flora dan fauna serta ketahanan pangan, taman nasional melalui Kementerian Kehutanan,
Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup, Pemda, LSM/Organisasi Nirlaba.
Geo‐park, bio‐diversity, kaldera di berbagai pusaka geologi di Indonesia melalui Kementerian
ESDM, Pemda dan LSM/Organisasi Nirlaba.
Terumbu karang, biota laut, pulau‐pulau kecil, maritim, bawah laut melalui Kementerian
Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pemda maupun LSM/
Organisasi Nirlaba.
Panorama‐panorama yang terbentuk karena perwujudan pusaka alam.
2. Penguatan dan pengembangan pelestarian Pusaka Budaya yang mencakup pusaka budaya ragawi
(cagar budaya) dan pusaka budaya tidak‐ragawi, dengan:
a. Menyiapkan perangkat hukum yang menjadi dasar pelestarian pusaka budaya;
b. Mengembangkan program‐program penyelamatan dan pelestarian:
Kota pusaka, kawasan, bangunan dan lingkungan, struktur dan/atau benda pusaka melalui
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pekerjaan Umum, Pemda, LSM/
Organisasi Nirlaba;
Berbagai pusaka budaya tak ragawi
3. Penguatan dan pengembangan pelestarian Pusaka Saujana yang merupakan gabungan pusaka alam
dan pusaka budaya dalam kesatuan ruang dan waktu beserta keistimewaan panorama yang
terbentuk, dengan
a. menyiapkan perangkat hukum yang menjadi dasar pelestarian pusaka saujana;
b. mengembangkan program‐program penyelamatan dan pelestarian:
Pertanian pusaka (heritage agriculture) melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, Pemda, LSM/Organisasi Nirlaba;
Pesisir dan pulau‐pulau kecil melalui Kementrian Kelautan dan Perikanan, Pemda, LSM/
Organisasi Nirlaba;‐ Panorama‐panorama yang terbentuk baik di perkotaan, perdesaan,
pesisir, pulau‐pulau kecil maupun lautan.
13
4. Penguatan dan pengembangan sistem pengelolaan pusaka nasional dalam rangka meningkatkan
kapasitas pemerintah dan masyarakat, dengan
a. Mengembangkan dan melanjutkan program‐program berwawasan pusaka berbasis kerjasama
antar sektor/lembaga, seperti Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka/P3KP (Ditjen
Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum), RTBL Kawasan Pusaka (Ditjen Cipta Karya,
Kementerian Pekerjaan Umum), Program Penguatan Kualitas Kota Pusaka berbasis Ekonomi
Kreatif (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif).
b. Mengembangkan program pemberdayaan masyarakat, seperti PNPM Pusaka; dan
c. Mengembangkan sistem perencanaan berwawasan pusaka, seperti penyusunan Kawasan
Strategis Nasional berbasis Pusaka.
5. Penguatan dan pengembangan perangkat hukum yang menyeluruh dan berorientasi pada
keterlibatan masyarakat, dengan:
a. menyempurnakan peraturan perundangan tentang pusaka dan petunjuk pelaksanaannya,
termasuk peraturan daerah;
b. mendorong mekanisme penegakan hukum yang efektif; dan
c. menciptakan mekanisme pemantauan dan evaluasi.
6. Penguatan dan pengembangan sumber daya manusia dan organisasi pusaka, dengan:
a. menyelenggarakan inventarisasi pusaka Indonesia yang disajikan dalam bentuk media digital;
b. mengembangkan pendidikan pusaka dan mendorong pendidikan tinggi untuk
menyelenggarakan program Pengelolaan Pusaka;
c. mendorong kota/kabupaten pusaka untuk memiliki Galeri Pusaka;
d. menyelenggarakan kampanye pusaka secara berkelanjutan;
e. meningkatkan riset‐riset pelestarian pusaka, termasuk penyusunan naskah akademik tentang
pelestarian kota pusaka dan pusaka saujana; dan
f. memfasilitasi peningkatan kapasitas organisasi pusaka.
7. Penguatan dan pengembangan ekonomi pusaka dan sistem pembiayaan pelestarian, dengan:
a. membentuk dana abadi pelestarian pusaka serta penggalangan dana;
b. mendorong kemitraan publik‐masyarakat‐swasta;
c. memfasilitasi kewirausahaan pusaka, pariwisata dan ekonomi kreatif; dan
d. mendorong pembentukan sistem pengurangan pajak bagi filantropi untuk pusaka dan pemilik
properti pusaka.
8. Penguatan dan pengembangan pengelolaan dan pengurangan risiko bencana pada pusaka yang
berbasis masyarakat, dengan:
14
a. memperkuat daya lenting masyarakat;
b. mendorong penyusunan manual Pengelolaan dan Pengurangan Risiko Bencana pada Pusaka;
c. memperkuat organisasi di bidang penanggulangan bencana untuk pusaka (mendorong reposisi
dan penguatan National Committe for Blue Shield Indonesia yang saat ini menjadi bagian dari
BPPI); dan
d. mendorong revisi UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dengan memasukkan
persoalan mitigasi bencana pada pusaka.
9. Penguatan dan pengembangan sarana dan prasarana yang mendukung kelestarian pusaka, dengan:
a. membangun sarana dan prasarana (jaringan transportasi, air, energi) yang mendukung
kelestarian pusaka yang ada; dan
b. mempersiapkan mekanisme pengendalian pembangunan, yaitu AMDAP (analisis dampak
pusaka/heritage impact assessment).
10. Penguatan dan pengembangan kerjasama serta kontribusi regional dan internasional dalam
kepusakaan, dengan:
a. menjadi anggota dan berperan aktif dalam keanggotaan:
International Centre for the Study of the Preservation and Restoration of Cultural Property
(ICCROM)
Southeast Asian Ministers of Education Organization, Regional Centre for Archaeology and
Fine Arts (SEAMEO SPAFA)
International National Trusts Organization (INTO),
United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO),
International Council on Monuments and Sites (ICOMOS),
International Council on Museum (ICOM),
International Federation of Library Associations (IFLA),
Association of National Committees for the Blue Shields (ANCBS);
World Monument Funds (WMF)
Global Important Agriculture Heritage System, Food and Agriculture Organizations (GIAHS‐
FAO);
International Field School for Asian Heritage (IFSAH);
Asia Heritage Network (AHN); dan
b. membangun jaringan pelestarian se‐ASEAN.
15
PROGRAM PENATAAN DAN PELESTARIAN KOTA PUSAKA
Dalam rangka meningkatkan kapasitas kota‐
kota pusaka, Ditjen Penataan Ruang (DJPR),
Kementerian Pekerjaan Umum mengembang‐
kan inisiatif penataan kota pusaka. Inisiatif ini
diberi nama Program Penataan dan Pelestarian
Kota Pusaka (P3KP). Bagi DJPR, program ini
merupakan upaya mengawal implementasi UU
Penataan Ruang khususnya pada kawasan
strategis sosial budaya. P3KP merupakan upaya
strategis dengan pendekatan entitas sosio
spasial kota untuk membantu penataan ruang
kota berbasis pengelolaan keragaman pusaka.
Dasar hukum kegiatan ini, yakni:
Undang Undang No. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang menyebutkan bahwa
penataan ruang diselenggarakan dengan
memperhatikan kondisi ekonomi, sosial,
budaya, politik, hukum, pertahanan,
keamanan, lingkungan hidup, serta iptek
sebagai satu kesatuan.
Pasal 78 Peraturan Pemerintah Nomor
26/2008 tentang RTRWN lebih lanjut merinci
bahwa KSN dari sudut kepentingan sosial
budaya antara lain merupakan tempat
pelestarian dan pengembangan adat
istiadat atau budaya nasional, merupakan
aset nasional/internasional yang harus
dilindungi/dilestarikan, merupakan tempat
perlindungan peninggalan budaya nasional,
termasuk perlindungan terhadap keaneka‐
ragaman budaya. Upaya yang dapat
dilakukan adalah melalui penetapan kota
dengan nilai pusaka sebagai kawasan
strategis nasional dari sudut kepentingan
sosial dan budaya, dan juga dengan
menyusun Rencana Tata Ruang yang
berbasis pelestarian nilai‐nilai pusaka kota
yaitu dengan melestarikan segenap aset
budaya termasuk kawasan bersejarah yang
ada di kota tersebut. Pelestarian tersebut
didorong melalui gerakan masyarakat untuk
penataan dan pelestarian kota pusaka
tersebut.
Kota Pusaka Indonesia adalah kota/kabupaten
yang memiliki pusaka dengan keunggulan nilai
Indonesia/Nasional dan telah memiliki Rencana
Pengelolaan Kota Pusaka yang mampu
menjaga, memelihara dan mengembangan
Keunggulan Nilai Indonesianya. Konsep kota
pusaka hendak diterapkan dalam penataan
ruang kabupaten/kota di Indonesia yang hampir
semuanya telah memiliki Perda RTRW.
Walaupun kegiatan pelestarian bersifat dinamis
Sejarah
16
dan bertujuan untuk mewujudkan ruang kota
yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan, namun kompleksnya aspek sosial
budaya membuat rencana tata ruang tidak
mudah secara eksplisit menerjemahkannya.
Ruang sosial budaya dalam rencana tata ruang
lebih konkrit bila ditangani dalam skala kota/
kawasan yang bertemakan pusaka. Saat ini,
tema pusaka dalam RTRW Kota/Kabupaten
belum sepenuhnya mendapat tergarap. RTRW
belum menyerap keragaman nilai sejarah dan
peninggalan berharga yang membentuk
karakter spesifik. Dengan begitu,
implementasinya akan lebih terpadu dan efektif.
Program ini berangkat dari pemahaman bahwa
kota‐kota bukan sekedar mesin ekonomi, tetapi
juga menyimpan potensi yang dapat berwujud
kesenian, adat istiadat, bahasa, situs, arsitektur,
dan kawasan bersejarah yang bernilai pusaka
yang terdapat dan mengisi ruang kota. Potensi
tersebut merupakan bagian dari identitas kota
sehingga diperlukan instrumen‐instrumen,
seperti pengaturan teritorial, ruang, dan
bangunan berdasarkan sejarah perkembangan
kota serta kaidah‐kaidah penataan dan
pelestarian.
Program ini diluncurkan pada bulan April 2012 di
Kota Yogyakarta. Sebagai peserta, diundanglah
kota/kabupaten yang merupakan anggota JKPI.
Akhirnya, ada 28 kota/kabupaten yang dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu 10 dan 18 kota/
kabupaten.
Kelompok I Kelompok II
Banda Aceh, Sawahlunto, Palembang, Semarang, Baubau, Banjarmasin, Bogor, Kab. Karangasem, Denpasar, Yogyakarta
Kab. Bangka Barat, Kab. Brebes, Blitar, Surakarta, Kab. Rembang, Pekalongan, Cilacap, Kab. Batang, Kab. Banjarnegara, Cirebon, Tegal, Medan, Kab. Ngawi, Salatiga, Bukittinggi, Malang dan Kab. Boyolali
Tabel 1. Daftar Kota/Kabupaten Yang Menjadi Peserta P3KP
Sebagaimana dikonsepkan, P3KP merupakan
upaya untuk mendekatkan pelestarian pusaka
dan penataan ruang. Bagi kota, pusaka dapat
menjadi identitas sekaligus memberi manfaat
bagi pembangunan kota. Pemahaman ini
menjadi dasar dalam menentukan instrumen‐
instrumen yang menjadi komponen
perencanaan dan pengelolaan pelestarian.
17
Melalui P3KP, tiap kota/kabupaten di Indonesia
yang memiliki kekentalan pusaka alam, budaya
serta gabungan alam dan budaya diajak
mengenali pusaka yang dimilikinya. Salah satu
yang mendasar adalah dengan memiliki
inventarisasi yang handal, holistik dan
sistematik. Dengan inventarisasi yang baik,
kegiatan penataan dan pelestarian dapat
sungguh‐sungguh berangkat dari kondisi
eksisting kota/kabupaten tersebut. Berbagai
kegiatan perlindungan, pemanfaatan dan
pengembangan pusaka berangkat dari
pengenalan terhadap pusaka yang ada serta
kondisinya.
Maksud dan Tujuan P3KP
Pengembangan Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) ini dilakukan dengan maksud dan tujuan sebagai berikut:
Maksud
Mewujudkan reformasi di bidang
perencanaan dari tataran perencanaan
(RTRW) ke arah aksi implementasi konkrit
yang berbasis kekuatan ruang kota dengan
nilai‐nilai pusaka di dalamnya sebagai tema
utama.
Mendorong diakuinya Kota Pusaka Indonesia
sebagai Kota Pusaka Dunia oleh UNESCO.
Tujuan
Terwujudnya ruang kota yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan berbasis rencana
tata ruang, bercirikan nilai‐nilai pusaka, melalui
transformasi upaya‐upaya pelestarian menuju
sustainable urban (heritage) development
dengan dukungan dan pengelolaan yang
handal serta penyediaan infrastruktur yang
tepat menuju Kota Pusaka Dunia.
18
P3KP berangkat dari upaya
untuk mendekatkan pelestari‐
an pusaka dan penataan ruang.
Dalam pelaksanaan kegiatan
pelestarian pusaka, P3KP
memiliki peran sentral pada
pengembangan dan pengelola‐
an pada aspek fisik kota pusaka.
pengembangan dan
pengelolaan aspek fisik kota
pusaka tidak hanya dibatasi
pada upaya untuk menata dan
menjaga suau obyek atau
kawasan pusaka supaya tetap
lestari namun juga dikembang‐
kan dan dimanfaatkan bagi
kepentingan ekonomi kota dan
kesejahteraan masyarakat.
Dalam pelaksanaannya, P3KP berlandaskan
pada peraturan perundangan yang terkait.
Sebagai arahan dalam pelaksananaan penataan
kota pusaka P3KP mengacu pada UU No. 26
Tahun 2007 mengenai penataan ruang sebagai
landasan penyelenggaraan penataan ruang di
Indonesia dan UU No. 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung sebagai landasan dalam
penataan fisik bangunan di kawasan pusaka.
Sedangkan sebagai arahan dalam pelaksanaan
pelestarian kota pusaka P3KP mengacu pada UU
No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Kedudukan P3KP
19
Dalam sistem penyelenggaraan penataan ruang,
P3KP menjadi salah satu pedoman dalam
perencanaan dan pemanfaatan ruang kota
Pusaka. dengan demikian P3KP mengarahkan
pelaksanaan penataan ruang kota Pusaka,
khususnya pada kawasan‐kawasan yang
ditetapkan sebagai kawasan strategis sosial
budaya dan sejarah.
Struktur Organisasi P3KP
Untuk melaksanaan P3KP, dibentuk perangkat pelaksana yang terdiri dari para pelaku pelestarian dan penataan kota pusaka. Dengan demikian tim pelaksana P3KP tidak hanya terdiri dari aparat pemerintahan yang terkait, namun juga melibatkan para pelaku pelestarian pusaka yang ada di Indonesia, antara lain BPPI dan JKPI.
Organisasi tim P3KP terdiri atas,
tim pengarah, tim pelaksana dan
tim fasilitator.
20
Bentuk-Bentuk Kegiatan P3KP
Sejak peluncuran Program Penataan dan
Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) di
Yogyakarta pada tanggal 16 April 2012,
beberapa kegiatan yang telah dilaksana‐
kan dalam P3KP antara lain adalah:
1. Seleksi Kota/Kabupaten Peserta P3KP;
2. Penandatanganan Piagam Komitmen Kota Pusaka dan Penyematan Icon Kota Pusaka;
3. Penyusunan dan penyempurnaan Rencana Aksi Kota Pusaka (RAKP) oleh 10 kota/kabupaten yang lolos seleksi peserta P3KP;
4. Workshop Public Private Partnership in Managing Historical Urban Precincts dengan mengundang narasumber dari Belanda dan Amerika serta para pakar pelestarian Indonesia dan diikuti oleh 3 8 k a b u p a t e n / k o t a y a n g menandatangi komitmen Kota Pusaka
5. Inventori Aset Pusaka di 10 kota/kabupaten peserta P3KP;
6. Kampanye Publik;
7. Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia; serta
8. Penjaringan Dukungan K/L
21
Secara rinci bentuk‐bentuk kegiatan P3KP selama tahun 2012 dan 2013 adalah sebagai berikut:
Tahun 2012
1. Fasilitasi Penyusunan RAKP 10 Kabupaten/Kota
2. Penyusunan Modul‐Modul Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka
Tahun 2013
1. Bimbingan Teknis Peningkatan Kapasitas Lanjutan Kota Pusaka B
2. Bimbingan Teknis Peningkatan Kapasitas Dasar Kota Pusaka C
3. Pelaksanaan Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) Kota Banda Aceh
4. Pelaksanaan Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) Kota Sawahlunto
5. Pelaksanaan Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) Kota Palembang
6. Pelaksanaan Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) Kota Bogor
7. Pelaksanaan Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) Kota Semarang
8. Pelaksanaan Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) Kota Yogyakarta
9. Pelaksanaan Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) Kota Banjarmasin
10. Pelaksanaan Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) Kota Baubau
11. Pelaksanaan Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) Kota Denpasar
12. Pelaksanaan Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) Kabupaten Karang
Asem
13. Pembinaan Pelaksanaan Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP)
14. Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka
15. Fasilitasi Forum Lintas Pelaku Kota Pusaka
16. Fasilitasi Peningkatan Kinerja Kota Pusaka Indonesia
17. Fasilitasi Tim Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP)
22
Kerangka Pikir P3KP 3 Pengembangan Kota Pusaka pada dasarnya
bertumpu pada 3 aspek yang saling berkaitan
dan tak dapat dilepaskan satu dengan lainnya,
yaitu : (1) Identifikasi Aset Kota Pusaka, (2)
Pengelolaan Aset Secara Berkelanjutan dan (3)
Aset Harus dapat Memberikan Benefit bagi
semua pihak.
1. Identifikasi Aset Kota Pusaka
Pengembangan aset pusaka
difokuskan pada upaya untuk
mengidentifikasi aset‐aset potensial
yang memenuhi kriteria OIV dan OUV
sehingga layak untuk dikembangkan
sebagai aset pusaka. Pada tahap ini
akan dilakukan cultural‐natural
significance assessment untuk
menentukan apakah aset pusaka ini
mempunyai nilai‐nilai keutamaan
sebagaimana dipersyaratkan dalam
kriteria Pusaka serta dalam OIV dan
OUV. Selanjutnya, dilakukan pula
penentuan zona inti, zona penyangga
dan zona pengembangan.
a. Zona inti : lansekap dan struktur tidak
diperbolehkan dirubah sama sekali/
perlindungan sangat ketat
b. Zona penyangga : lansekap dan struktur
dapat dirubah sebagian
c. Zona pengembangan : lansekap dan
struktur dapat dirubah
Istana Malige, Kota Bau-Bau Sumber : travel.detik.com
23
2. Pengembangan Kelembagaan
Pengelolaan aset pusaka dilakukan
dengan menyusun peraturan dan
pedoman pengelolaan serta
membangun institusi pengelola baik
yang bersifat formal maupun non
formal. Selain itu juga perlu didukung
pendanaan yang berkelanjutan dari
sumber‐sumber yang potensial.
3. Memberikan Benefit/Manfaat
Pengembangan aset pusaka juga harus
memberikan manfaat bagi kota dan
masyarakatnya. Manfaat pengembangan
kota pusaka secara umum adalah :
a. Ruang yang aman, nyaman, produktif
dan berkelanjutan.
b. Pertumbuhan ekonomi nasional,
regional, kawasan.
c. Menciptakan lapangan pekerjaan
Agar dapat memberikan manfaat, aset
pusaka harus dikelola dan dikembangkan
dengan mengutamakan prinsip‐prinsip
konservasi dan preservasi. Untuk itu
diperlukan suatu rencana
pengembangan aset pusaka, baik itu
pada skala kota (yang bersifat umum)
maupun pada skala kawasan (yang
bersifat penataan fisik).
Museum Wayang Kota Tua, Jakarta Sumber foto : mostlyjakarta.com
24
Gambar 1 Paradigma Pengembangan Pusaka
IDENTIFIKASI ASET KOTA
PUSAKA
PELEMBAGAAN SISTEM
PROTEKSI DAN PENGEMBANGAN
PUSAKA
MEMBERIKAN BENEFIT
MEMENUHI KRITERIA
OUTSTANDING INDONESIAN
VALUE
MEMBENTUK JATIDIRI KOTA
MEMBERDAYAKAN SOSIAL
DAN EKONOMI MASYARAKAT
RUANG YANG AMAN, NYAMAN, PRODUKTIF DAN
BERKELANJUTAN
MEMBENTUK JATIDIRI KOTA
PERATURAN DAN INSTITUSI FORMAL DAN NON FORMAL
KESINAMBUNGAN
PENGEMBANGAN PUSAKA
25
Agar supaya pengembangan Kota Pusaka dapat
berjalan dengan baik, diperlukan dukungan dan
fasilitasi dari seluruh pihak yang terkait didalamnya.
Untuk itu diperlukan upaya pelembagaan
pengembangan kota pusaka disertai dengan berbagai
perangkat kelembagaan yang mendukung pelaksanaan
3 aspek sebagaimana disebutkan diatas. Selain itu
diperlukan pula berbagai regulasi yang mengatur
pengembangaan aset, pengelolaan aset dan
pemanfaatan aset.
Peran pemerintah dalam hal ini adalah
Kementerian PU, baik Direktorat Jenderal
Penataan Ruang maupun sektor lainnya adalah
mendorong dan memfasilitasi peran dari pihak
yang lain, melalui penyusunan regulasi, sosialisasi,
fasilitasi, dan apabila diperlukan dapat juga
melaksanakan pembangunan aset yang
diperuntukkan sebagai triger pengembangan kota
pusaka.
Tambang Mbah Suro, Kota Sawahlunto Sumber Foto : http://www.flickr.com
26
PEMERINTAH DAERAH
KOMUNITAS PUSAKA UNIVERSITY
NETWORKS
DUNIA USAHA
PEMERINTAH / TIM P3KP
IDENTIFIKASI ASET KOTA
PUSAKA
PELEMBAGAAN SISTEM
PROTEKSI DAN PENGEMBANGAN
PUSAKA
MEMBERIKAN BENEFIT
MEMENUHI KRITERIA
OUTSTANDING INDONESIAN
VALUE
MEMBENTUK JATIDIRI KOTA
MEMBERDAYAKAN SOSIAL
DAN EKONOMI MASYARAKAT
RUANG YANG AMAN, NYAMAN, PRODUKTIF DAN
BERKELANJUTAN
MEMBENTUK JATIDIRI KOTA
PERATURAN DAN
INSTITUSI FORMAL DAN NON FORMAL
KESINAMBUNGAN
PENGEMBANGAN PUSAKA
Gambar 2 Fasilitasi Dalam Pengembangan Aset Pusaka
27
Langkah‐langkah fasilitasi yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah melalui P3KP dapat dilakukan
pada 3 aspek terkait dengan pengembangan pusaka, yaitu :
1. Pengembangan Aset Kota Pusaka
Dalam pengembangan aset kota pusaka, dilaksanakan kegiatan‐kegiatan yang pada intinya
terkait dengan upaya pengembangan fisik dari aset pusaka, supaya tetap terjaga kelestariannya
dan dapat memberikan manfaat seluas‐luasnya. Pada pengembangan aset pusaka ini dimulai
dari pelaksanaan inventori, penyusunan proposal, penyusunan rencana strategis, natural‐
culturak significant assessment, penyusunan rencana penataan kawasan dan implementasi
pembangunan fisik. Pengembangan aset harus memperhatikan kaidah‐kaidah dalam pelestarian
pusaka agar nilai‐nilai yang dikandung dapat tetap terjaga dan dapat dikembangkan untuk
memberikan ciri dan identitas bagi kawasan/kota yang lebih luas.
2. Pengembangan Kelembagaan
Fokus dari pengembangan kelembagaan adalah penyusunan perangkat regulasi, penguatan
kelembagaan pengelolaa dan kerjasama, serta pengembangan sistem pendanaan yang
berkelanjutan. Kegiatan‐kegiatan yang dapat dilaksanakan pada aspek pengembangan
kelembagaan ini antara lain adalah ; penyusunan peraturan perundang‐undangan di tingkat
pusat (penyusunan UU, Perpu, PP, Perpres, Permen) dan ditingkat daerah (Perda, Pergub/
Perbub/ Perwali); pengembangan kerjasama antar K/L baik ditingkat pusat maupun daerah;
pembentukan lembaga koordinasi tingkat pusat dan provinsi; penguatan kelembagaan di
daerah; pengembangan sistem pendanaan; pengembangan pola kerjasama pemerintah dan
swasta dalam pengelolaan aset pusaka; dan pengusulan menjadi world heritage
3. Pemberdayaan Masyarakat
Pada aspek pemberdayaan masyarakat, diarahkan pada pemberdayaan ekonomi masyarakat,
pemberdayaan sosial budaya, serta pengembangan pengelolaan berbasis masyarakat dan
peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan kota pusaka. Upaya pemberdayaan
masyarakat dilakukan dari tingkat komunitas‐komunitas pusaka hingga pada level kota.
29
Instrumen Pengelolaan Kota Pusaka
Instrumen Pengelolaan Kota Pusaka
digambarkan dalam suatu hubungan antar
instrumen yang mengerucut pada
perencanaan tata ruang. Prinsip mengenai
manajamen terdiri dari (1) instrumen
kelembagaan dan tata kelola, (2) inventarisasi
dan dokumentasi, (3) informasi, edukasi dan
promosi, (4) ekonomi pusaka dan (5)
pengelolaan resiko bencana. Prinsip
mengenai pengolahan pusaka terdiri dari (1)
olah fungsi, (2) olah desain bentuk dan (3)
perencanaan tata ruang.
Gambar 4 Instrumen Pengelolaan Kota Pusaka
30
1. Kelembagaan dan Tata Kelola Kota Pusaka
Kelembagaan dan Tata Kelola Kota Pusaka terdiri dari unsur pemerintah dan SDM terkait dengan berbagai kelengkapannya serta dukungan berbagai partisipasi masyarakat dan mitra swasta, akan menjadi langkah awal yang strategis dalam menyatukan dan menggerakkan visi dan misi pengelolaan kota pusaka secara menyeluruh.
2. Inventarisasi dan Dokumentasi Pusaka
Kota pusaka yang memiliki kekentalan pusaka alam, budaya serta gabungan alam dan budaya perlu mengenali pusaka yang dimilikinya dengan memiliki inventarisasi yang handal, holistik dan sistematik. Dengan inventarisasi yang baik, kegiatan penataan dan pelestarian dapat sungguh‐sungguh berangkat dari kondisi eksisting kota/kabupaten tersebut.
3. Informasi, Edukasi dan Promosi Kota Pusaka
Kota pusaka memiliki sistem informasi yang dinamis dan mudah dijangkau dan diserap dengan baik oleh seluruh lapisan masyarakat sebuah kota, sebagai bentuk proses pembelajaran yang interaktif dan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pelestarian pusaka yang kuat. Didukung pula kemasan promosi yang menarik akan mendorong orang untuk terus mempelajari dan merasakan pusaka.
4. Ekonomi Kota Pusaka
Kota pusaka mengembangkan pusaka, sebagai sumberdaya yang dilestarikan secara dinamis sehingga dapat dimanfaatkan, dikembangkan dan dipasarkan untuk kemaslahatan publik. Strategi seperti kerja sama antara pemerintah dan swasta serta masyarakat, dipandang akan memberikan sinergi pengelolaan yang jitu terhadap pusaka.
31
5. Pengelolaan Resiko Bencana untuk Kota Pusaka
Kota pusaka perlu mengenali ancaman bencana terhadap aset pusaka yang dimilikinya dengan mengintegrasikan kegiatan penanggulangan bencana (tahapan kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan) dalam penataan dan pelestarian kota pusaka. Lebih lanjut, kota pusaka perlu memiliki rencana penanggulangan bencana untuk pusaka.
6. Olah Fungsi Kota Pusaka
Kota Pusaka memiliki karakter yang tampil berdasar keunggulan nilai pusaka yang dimiliki. Keberhasilan pelestariannya adalah bila masyarakat meningkat kualitas hidupnya, penghasilan bertambah, memperolah keuntungan fisik dan non fisik, serta ramah lingkungan. Karakter dan kehidupan kota pusaka perlu direncanakan dengan seksama senyampang dengan perencanaan‐perencanaan lainnya. Keunggulan olah fungsi kota pusaka kemudian dapat dijadikan slogan untuk persatuan warga kota, proteksi pusaka hingga pemasaran bagi kota itu sendiri.
7. Olah Disain Bentuk Kota Pusaka
Kota Pusaka perlu memiliki strategi kreatif dan inovatif melakukan kesinambungan fisik elemen bentuk urban/rural pusaka yang menerima perubahan secara seleksif tanpa merusak nilai‐nilai pusaka yang ada. Keseimbangan fungsi kontemporer, ekonomi pusaka dan pelestarian alam dan budaya menjadi tantangan utama. pelestarian pusaka. Diperlukan interaksi dan keterpaduan karya dan kinerja dari profesi‐profesi yang terkait. Termasuk dalam menghasilkan karya‐karya baru yang akan mampu menjadi pusaka masa datang yang menghargai pusaka yang ada.
8. Perencanaan Tata Ruang Kota Pusaka
Kota Pusaka perlu memiliki perencanaan pusaka untuk digunakan dalam mengisi berbagai rencana pembangunan dan rencana (RTRW, RDTRK hingga RTBL) yang berorientasi pada pelestarian pusaka.
32
Grand Design P3KP 4 KEDUDUKAN GRAND DESIGN
Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka
(P3KP) yang dibidani oleh Direktorat Jenderal
Penataan Ruang (DJPR) Kementarian Pekerjaan
Umum memiliki kedudukan yang sangat
strategis baik dalam lintas sektor di internal
Kementerian Pekerjaan Umum maupun lintas
sektor antar kementerian terkait seperti 14
kementerian/lembaga anggota Badan
Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN),
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat (Menko Kesra), dan Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemen
Parekraf).
P3KP di dalam Direktorat Jenderal Penataan
Ruang (DJPR) berada dibawah Direktorat
Perkotaan yang mempunyai lingkup kegiatan
yaitu (1) Pengembangan Aset Kota Pusaka; (2)
Pengembangan Kelembagaan Kota Pusaka; dan
(3) Pemberdayaan Masyarakat Kota Pusaka.
P3KP akan menghasilkan Rencana Induk Kota
Pusaka (City Wide) dan Rencana Penataan
Kawasan Kota Pusaka yang lebih rinci, yang
akan berhubungan erat dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota/Kabupaten (RTRWK),
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), dan
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
(RTBL) yang ada dalam wewenang Direktorat
Jenderal Cipta Karya (DJCK).
Setiap produk rencana tersebut di atas akan
diarahkan untuk mencapai tujuan utama
diadakannya Program Penataan dan Pelestarian
Kota Pusaka (P3KP) ini. Selain itu program‐
program kegiatan dari 14 kementerian/lembaga
anggota Badan Koordinasi Penataan Ruang
Nasional (BKPRN), Kementerian Koordinator
Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra),
dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif (Kemen Parekraf) yang terkait dengan
penataan dan pelestarian Kota Pusaka dapat
bersentuhan langsung untuk mencapai tujuan
yang sama.
Untuk lebih jelasnya kedudukan Program
Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP)
ini dijabarkan dalam gambar 5 sebagai berikut.
34
PENGEMBANGAN ASET
Dalam UU No.11 Tahun 2010 tentang Cagar
Budaya, diatur mengenai pengembangan Aset
Pusaka yang termasuk Cagar Budaya. Dalam
undang‐undang tersebut dijelaskan bahwa
pengembangan Cagar Budaya dilakukan
dengan memperhatikan prinsip kemanfaatan,
keamanan, keterawatan, keaslian, dan nilai‐nilai
yang melekat padanya.Setiap orang dapat
melakukan Pengembangan Cagar Budaya
setelah memperoleh:
a. Izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah;
b. Izin pemilik dan/atau yang menguasai Cagar
Budaya.
Pengembangan Cagar Budaya dapat diarahkan
untuk memacu pengembangan ekonomi yang
hasilnya digunakan untuk Pemeliharaan Cagar
Budaya dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Dalam undang‐undang ini juga
disebutkan bahwa setiap kegiatan
pengembangan Cagar Budaya harus disertai
dengan pendokumentasian.
Penelitian dilakukan pada setiap rencana
pengembangan Cagar Budaya untuk
menghimpun informasi serta mengungkap,
memperdalam, dan menjelaskan nilai‐nilai
budaya.Penelitian dilakukan terhadap Cagar
Budaya melalui:
a. Penelitian dasar untuk pengembangan ilmu pengetahuan;
b. Penelitian terapan untuk pengembangan teknologi atau tujuan praktis yang bersifat aplikatif.
Penelitian dapat dilakukan sebagai bagian dari
analisis mengenai dampak lingkungan atau
berdiri sendiri.Proses dan hasil Penelitian Cagar
Budaya dilakukan untuk kepentingan
meningkatkan informasi dan promosi Cagar
Budaya. Pemerintah dan Pemerintah Daerah,
atau penyelenggara penelitian harus
menginformasikan dan mempublikasikan hasil
penelitian tersebut kepada masyarakat.
Selain itu dalam pengembangan Cagar Budaya
juga diperlukan adanya revitalisasi. Revitalisasi
potensi Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar
Budaya harus memperhatikan tata ruang, tata
letak, fungsi sosial, dan/atau lanskap budaya asli
berdasarkan kajian yang telah dilakukan.
Revitalisasi dilakukan dengan cara menata
kembali fungsi ruang, nilai budaya, dan
penguatan informasi tentang Cagar
Budaya.Setiap orang dilarang mengubah fungsi
ruang Situs Cagar Budaya dan/atau Kawasan
Cagar Budaya peringkat nasional, peringkat
provinsi, atau peringkat kabupaten/kota, baik
35
seluruh maupun bagian‐bagiannya, kecuali
dengan izin Menteri, gubernur, atau bupati/wali
kota sesuai dengan tingkatannya. Revitalisasi
Cagar Budaya ini harus memberi manfaat untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan
mempertahankan ciri budaya lokal.
Adaptasi juga diperlukan terhadap Bangunan
Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya untuk
memenuhi kebutuhan masa kini. Namun
adaptasi ini harus tetap mempertahankan
antara lain:
a. Ciri asli dan/atau muka Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya; dan/atau
b. Ciri asli lanskap budaya dan/atau permukaan tanah Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya sebelum dilakukan adaptasi.
Adaptasi dilakukan dengan cara:
a. Mempertahankan nilai‐nilai yang melekat pada Cagar Budaya;
b. Menambah fasilitas sesuai dengan kebutuhan;
c. Mengubah susunan ruang secara terbatas; dan/atau
d. Mempertahankan gaya arsitektur, konstruksi asli, dan keharmonisan estetika lingkungan di sekitarnya.
Secara umum tahapan pengembangan aset
pusaka terdiri atas 4 tahapan, yaitu tahap
persiapan, tahap pelaksanaan, tahap replikasi/
perluasan dan tahap pencapaian. Pada masing‐
masing tahapan terdapat beberapa kegiatan
yang dilaksanakan atau tingkat kewenangannya
berada pada tingkat pusat, provinsi dan
kabupaten/kota.
Masjid Raya Kota Palembang Sumber Foto : Wikipedia.org
36
Kegiatan Pengembangan Aset di Tingkat Pusat
1. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan, kegiatan pengembangan aset pusaka di tingkat pusat terdiri atas.
a. Penyusunan pedoman pelaksanaan pengembangan aset pusaka yang terdiri atas :
1) Pedoman Seleksi Pemilihan Kab/Kota 2) Pedoman Penyusunan Rencana Induk/
Master Plan; dan 3) Pedoman Penyusunan Rencana
Penataan Kawasan.
b. Pedoman ini berfungsi sebagai panduan dalam proses pelaksanaan maupun replikasi/perluasan pada tahapan pengembangan aset pusaka yang dimaksud.
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan, kegiatan pengembangan aset pusaka di tingkat pusat lebih bersifat memberikan fasilitasi atau bantuan untuk peningkatan kapasitas/kemampuan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam melaksanakan pengembangan aset pusaka yang dimilikinya. Kegiatan‐kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat terkait pengembangan aset pada
tahap ini adalah sebagai berikut :
a. Fasilitasi Seleksi Kota/Kabupaten yang Berpotensi Memiliki Aset Pusaka
Kegiatan ini berada pada tingkat pusat yang bertujuan untuk menyaring kabupaten/kota di Idonesia yang berpotensi mempunyai aset pusaka. Kegiatan ini berguna untuk tahapan replikasi dalam pengembangan aset pusaka.
b. Fasilitasi Penyusunan Rencana Induk Pengembangan/Master Plan Kota Pusaka
Kegiatan ini merupakan kegiatan pada tingkat pusat yang memfasilitasi kabupaten/kota yang memiliki aset pusaka untuk menyusun Rencana Induk Pengembangan (Master Plan) Kota Pusaka. Rencana Induk Pengembangan ini berskala 1:25.000 untuk kota dan skala 1:50.000 untuk kabupaten yang bermuatan antara lain:
Identifikasi/Inventori aset pusaka Kebijakan dan strategi penanganan Prioritas Pengembangan Rencana Aksi Kota Pusaka (RAKP) Pengembangan Kelembagaan
Pengelolaan
37
c. Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan Kawasan Kota Pusaka
Kegiatan ini merupakan kegiatan pada tingkat pusat yang memfasilitasi kabupaten/kota dalam menyusun Rencana Penataan Kawasan Kota Pusaka pada kawasan prioritas dengan skala 1:5.000. Muatan Rencana Penataan Kawasan Kota Pusaka ini antara lain berisi:
Natural‐Cultural Significant Assessment Konsep Penanganan Pusaka Rencana Komponen Penataan Rencana Aksi Penanganan Program Penanganan Jangka
Menengah Rencana Pembangunan Tahap I Rencana Pembiayaan
d. Fasilitasi Penyusunan DED Kawasan Kota Pusaka
Kegiatan ini merupakan kegiatan pada tingkat pusat yang memfasilitasi kabupaten/kota dalam menyusun Detail Engineering Design (DED) Kawasan Kota Pusaka terpilih. DED Kawasan Kota Pusaka ini akan memuat antara lain:
Rencana Tapak Desain Bangunan Potongan Lahan dan Bangunan
Rencana Detail Teknis Arsitektur Infrastruktur Mekanikal Elektrikal Konstruksi/Strurktur, dll Pembangunan Tahap I
e. Implementasi Stimulan Pembangunan Fisik
Kegiatan ini merupakan kegiatan pada tingkat pusat yang memberikan dana stimulan kepada kabupaten/kota untuk implementasi pembangunan fisik pada DED Kawasan Kota Pusaka. Implementasi ini bersifat stimulan yang keberlanjutannya akan diserahkan kepada kabupaten/kota masing‐masing.
2. Tahap Replikasi/Perluasan
Kegiatan‐kegiatan pada tahap ini pada intinya adalah pengulangan/perluasan dari kegiatan tahap pelaksanaan pada kabupaten/kota yang memiliki aset pusaka lainnya. dengan demikian kegiatan pengembangan aset pusaka tidak hanya dilaksanakan sebagian kabupaten/kota namun pada akhirnya dapat dilaksanakan secara menyeluruh pada kabupaten/kota yang memiliki aset pusaka. Secara umum kegiatan‐kegiatan pada tahap replikasi/perluasan identik dengan kegiatan‐
38
kegiatan pada tahap pelaksanaan, yaitu terdiri dari :
a. Fasilitasi Seleksi Kota/Kabupaten yang Berpotensi Memiliki Aset Pusaka
Kegiatan ini berada pada tingkat pusat yang bertujuan untuk menyaring kabupaten/kota di Idonesia yang berpotensi mempunyai aset pusaka.
b. Fasilitasi Penyusunan Rencana Induk Pengembangan/Master Plan Kota Pusaka
Kegiatan ini merupakan kegiatan pada tingkat pusat yang memfasilitasi kabupaten/kota yang memiliki aset pusaka untuk menyusun Rencana Induk Pengembangan (Master Plan) Kota Pusaka. Rencana Induk Pengembangan ini berskala 1:25.000 untuk kota dan skala 1:50.000 untuk kabupaten yang bermuatan antara lain:
Identifikasi/Inventori aset pusaka Kebijakan dan strategi penanganan Prioritas Pengembangan Rencana Aksi Kota Pusaka (RAKP) Pengembangan Kelembagaan
Pengelolaan
c. Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan Kawasan Kota Pusaka
Kegiatan ini merupakan kegiatan pada tingkat pusat yang memfasilitasi kabupaten/kota dalam menyusun
Rencana Penataan Kawasan Kota Pusaka pada kawasan prioritas dengan skala 1:5.000. Muatan Rencana Penataan Kawasan Kota Pusaka ini antara lain berisi:
Natural‐Cultural Significant Assessment
Konsep Penanganan Pusaka Rencana Komponen Penataan Rencana Aksi Penanganan Program Penanganan Jangka
Menengah Rencana Pembangunan Tahap I Rencana Pembiayaan
d. Fasilitasi Penyusunan DED Kawasan Kota Pusaka
Kegiatan ini merupakan kegiatan pada tingkat pusat yang memfasilitasi kabupaten/kota dalam menyusunDetail Engineering Design (DED) Kawasan Kota Pusaka terpilih. DED Kawasan Kota Pusaka ini akan memuat antara lain:
Rencana Tapak Desain Bangunan Potongan Lahan dan Bangunan Rencana Detail Teknis Arsitektur Infrastruktur Mekanikal Elektrikal Konstruksi/Strurktur, dll Pembangunan Tahap I
39
e. Implementasi Stimulan Pembangunan Fisik
Kegiatan ini merupakan kegiatan pada tingkat pusat yang memberikan dana stimulan kepada kabupaten/kota untuk implementasi pembangunan fisik pada DED Kawasan Kota Pusaka. Implementasi ini bersifat stimulan yang keberlanjutannya akan diserahkan kepada kabupaten/kota masing‐masing.
3. Tahap Pencapaian
Pada tahap ini, diharapkan tujuan dari pelaksanaan kegiatan P3KP sudah tercapai yaitu :
Tercapainya Kota Yang Memiliki Jatidiri/Identitas/Branding, yang memiliki manfaat luas bagi pengembangan fisik kota, pengembangan ekonomi dan peningkatan kualitas hidup masyarakatnya.
Kegiatan Pengembangan Aset di Tingkat Provinsi
Kegiatan pengembangan aset di tingkat provinsi dilaksanakan pada tahap pelaksanaan dan replikasi perluasan. Pada pengembangan aset peran provinsi lebih pada mengkoordinasikan kabupaten/kota di wilayahnya dalam pelaksanaan pengembangan aset pusaka, serta menjadi jembatan antara pemerintah pusat dan kabupaten/kota di wilayahnya.
1. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini pemerintah provinsi melaksanakan kegiatan‐kegiatan sebagai berikut :
a. Koordinasi pusat dan kabupaten/kota
Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian pengantar sebelumnya, peran
provinsi pada pengembangan aset adalah mengkoordinasikan kegiatan‐kegiatan P3KP yang terkait dengan pengembangan aset di kabupaten/kota yang berada di wilayahnya serta menjadi jembatan antara pemerintah pusat dan kabupaten/kota. Dalam peran koordinasi ini, provinsi juga memiliki tanggung jawab untuk menyebar luaskan kegiatan pengembangan aset pusaka di seluruh wilayahnya, khususnya di wilayah kabupaten/kota yang dinilai memiliki potensi aset pusaka yang layak untuk dikembangkan.
b. Supervisi Pelaksanaan P3KP Tingkat Provinsi
Pada tingkat provinsi dilakukan kegiatan
40
supervisi pelaksanaan P3KP di kabupaten/kota yang berada pada wilayah administrasi masing‐masing provinsi. Kegiatan Supervisi Pelaksanaan P3KP di tingkat provinsi ini merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat dalam memantau pelaksanaan P3KP di wilayah kabupaten/kota yang masuk dalam Kota Pusaka Indonesia.
2. Tahap Replikasi/Perluasan
Pada tahap ini pemerintah provinsi melakukan pengulangan atau perluasan kegiatan‐kegiatan terkait dengan pengembangan aset pusaka pada wilayah kabupaten/kota di wilayahnya yang belum atau baru melaksanakan kegiatan P3KP. Kegiatan pada tahap replikasi ini adalah :
a. Supervisi Pelaksanaan P3KP Tingkat Provinsi pada kabupaten/kota lainnya
Pada tingkat provinsi dilakukan kegiatan supervisi pelaksanaan P3KP di kabupaten/kota yang berada pada wilayah administrasi masing‐masing provinsi. Kegiatan Supervisi Pelaksanaan P3KP di tingkat provinsi ini merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat dalam memantau pelaksanaan P3KP di wilayah kabupaten/kota yang masuk dalam Kota Pusaka Indonesia. Pada tahap replikasi/perluasan ini, pemerintah provinsi melaksanakan pengembangan aset pusaka terkait pelaksanaan P3KP pada wilayah kabupaten/kota lain di wilayahnya yang belum atau baru melaksanakan P3KP.
Kegiatan Pengembangan Aset di Tingkat Kabupaten/Kota
Pada tingkat kabupaten/kota, kegiatan P3KP pada pokoknya akan dilaksanakan. Pada kegiatan pengembangan aset, pemerintah kabupaten/kota melaksanakan program‐program perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan yang ditujukan untuk mengembangkan dan mengelola aset pusaka yang dimilikinya sehingga dapat memberikan
manfaat yang se luas ‐ l uasnya bag i pengembangan fisik kota, pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kualitas hidup masyarakatnya. Pelaksanaan P3KP pada pengembangan aset yang dilaksanakan pada tingkat kabupaten/kota dibagi pada tahap pelaksanaan, replikasi/perluasan serta capaian.
41
1. Tahap pelaksanaan
a. Penyusunan Rencana Induk Pengembangan/Master Plan Kota Pusaka
Kegiatan ini merupakan kegiatan pelaksanaan pada tingkat kabupaten/kota yang memiliki aset pusaka dan telah melalui kegiatan seleksi kota pusaka. Rencana Induk Pengembangan ini berskala 1:25.000 untuk kota dan skala 1:50.000 untuk kabupaten yang bermuatan antara lain:
Identifikasi/Inventori aset pusaka Kebijakan dan strategi penanganan Prioritas Pengembangan Rencana Aksi Kota Pusaka (RAKP) Pengembangan Kelembagaan
Pengelolaan
b. Penyusunan Rencana Penataan Kawasan Kota Pusaka
Kegiatan ini merupakan kegiatan pelaksanaan pada tingkat kabupaten/kota pada kawasan prioritas dengan skala 1:5.000. Muatan Rencana Penataan Kawasan Kota Pusaka ini antara lain berisi:
Natural‐Cultural Significant Assessment
Konsep Penanganan Pusaka Rencana Komponen Penataan Rencana Aksi Penanganan Program Penanganan Jangka
Menengah Rencana Pembangunan Tahap I Rencana Pembiayaan
c. Penyusunan DED Kawasan Kota Pusaka
Kegiatan ini merupakan kegiatan pelaksanaan pada tingkat kabupaten/kota. Penyusunan DED Kawasan Kota Pusaka ini akan memuat antara lain:
Rencana Tapak Desain Bangunan Potongan Lahan dan Bangunan Rencana Detail Teknis Arsitektur Infrastruktur Mekanikal Elektrikal Konstruksi/Strurktur, dll Pembangunan Tahap I
d. Pembangunan Fisik Kawasan Kota Pusaka
Kegiatan ini merupakan kegiatan pelaksanaan pada tingkat kabupaten/kota. Pada awalnya masing‐masing kabupateb/kota akandiberikan dana stimulan oleh pemerintah pusat untuk implementasi pembangunan fisik pada DED Kawasan Kota Pusaka. Namun karena dana implementasi dari pusat ini bersifat stimulan, maka kabupaten/kota yang bersangkutan berkewajiban untuk meneruskan implementasi pembangunan fisik di kabupaten/kota nya masing‐masing.
42
2. Tahap Replikasi/Perluasan
Kegiatan‐kegiatan pada tahap replikasi/perluasan pada intinya adalah pengulangan/perluasan dari kegiatan tahap pelaksanaan yang terkait dengan pengembangan aset pusaka pada kabupaten/kota tersebut. Pada tahap replikasi/perluasan ini, kegiatan‐kegiatan pengembangan aset pusaka dilaksanakan pada kawasan‐kawasan lain yang belum dikembangkan, dengan mengacu pada rencana induk/masterplan kota pusaka yang telah disusun. Dengan demikian kegiatan pengembangan aset pusaka pada akhirnya dapat dilaksanakan secara menyeluruh pada kawasan‐kawasan dalam kabupaten/kota yang memiliki aset pusaka. Secara umum kegiatan‐kegiatan pada tahap replikasi/perluasan identik dengan kegiatan‐kegiatan pada tahap pelaksanaan, yaitu terdiri dari :
a. Penyusunan Rencana Penataan Kawasan Kota Pusaka
Kegiatan ini merupakan kegiatan pelaksanaan pada tingkat kabupaten/kota pada kawasan prioritas dengan skala 1:5.000. Muatan Rencana Penataan Kawasan Kota Pusaka ini antara lain berisi:
Natural‐Cultural Significant Assessment
Konsep Penanganan Pusaka Rencana Komponen Penataan Rencana Aksi Penanganan
Program Penanganan Jangka Menengah
Rencana Pembangunan Tahap I Rencana Pembiayaan
b. Penyusunan DED Kawasan Kota Pusaka
Kegiatan ini merupakan kegiatan pelaksanaan pada tingkat kabupaten/kota. Penyusunan DED Kawasan Kota Pusaka ini akan memuat antara lain:
Rencana Tapak Desain Bangunan Potongan Lahan dan Bangunan Rencana Detail Teknis Arsitektur Infrastruktur Mekanikal Elektrikal Konstruksi/Strurktur, dll Pembangunan Tahap I
c. Pembangunan Fisik Kawasan Kota Pusaka
Kegiatan ini merupakan kegiatan pelaksanaan pada tingkat kabupaten/kota. Pada awalnya masing‐masing kabupateb/kota akandiberikan dana stimulan oleh pemerintah pusat untuk implementasi pembangunan fisik pada DED Kawasan Kota Pusaka. Namun karena dana implementasi dari pusat ini bersifat stimulan, maka kabupaten/kota yang bersangkutan berkewajiban untuk meneruskan implementasi pembangunan fisik di kabupaten/kota nya masing‐masing.
43
Secara lebih jelas, tahapan pelaksanaan dan kegiatan‐kegiatan pengembangan aset pusaka dapat dilihat pada skema tahapan pengembangan aset pusaka berikut.
Gambar 6 Skema Tahapan Pengembangan Aset Pusaka
44
No. KEGIATAN TAHUN PELAKSANAAN
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
1. Penyusunan Pedoman Seleksi Pemilihan Kab/Kota, Pedoman Penyusunan Rencana Induk/Master Plan, dan Pedoman Penyusunan Rencana Penataan Kawasan
2. Fasilitasi Seleksi Kota/Kabupaten yang Berpotensi Memiliki Aset Pusaka
3. Fasilitasi Penyusunan Rencana Induk Pengembangan/Master Plan Kota Pusaka
4. Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan Kawasan Kota Pusaka
5. Fasilitasi Penyusunan DED Kawasan Kota Pusaka
6. Implementasi Stimulan Pembangunan Fisik
7 Supervisi Pelaksanaan P3KP Tingkat Provinsi
8. Penyusunan Rencana Induk Pengembangan/Master Plan Kota Pusaka
9. Penyusunan Rencana Penataan Kawasan Kota Pusaka
10. Penyusunan DED Kawasan Kota Pusaka
11. Pembangunan Fisik Kawasan Kota Pusaka
Tabel 2 Jadwal Pelaksanaan Pengembangan Aset Pusaka
45
TINGKAT KEWENANGAN
PERSIAPAN PELAKSANAAN REPLIKASI CAPAIAN
PUSAT Tersusunnya Pedoman Seleksi Pemilihan Kab/Kota
Terlaksananya Fasilitasi seleksi kabupaten/kota yang berpotensi memiliki aset pusaka
Terlaksananya Fasilitasi seleksi kabupaten/kota yang berpotensi memiliki aset pusaka
Tersusunnya Pedoman Penyusunan Rencana Induk
Terlaksananya Fasilitasi Penyusunan Rencana Induk Pengembangan/Masterplan Kota Pusaka
Terlaksananya Fasilitasi Penyusunan Rencana Induk Pengembangan/Masterplan Kota Pusaka di Kota/Kabupaten lainnya
Tersusunnya Pedoman Penyusunan Rencana Penataan Kawasan
Terlaksananya Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan Kawasan Kota Pusaka
Terlaksananya Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan Kawasan Kota Pusaka di Kota/Kabupaten lainnya
Terlaksananya Fasilitasi Penyusunan DED Kawasan Kota Pusaka
Terlaksananya Fasilitasi Penyusunan DED Kawasan Kota Pusaka di Kota/Kabupaten lainnya
Terlaksananya Implementasi Stimulan Pembangunan Fisik
Terlaksananya Implementasi Stimulan Pembangunan Fisik di Kota/Kabupaten lainnya
PROVINSI Terlaksananya Supervisi Pelaksanaan P3KP Tingkat Provinsi Pengembangan Kota Pusaka
Terlaksananya Supervisi Pelaksanaan P3KP Tingkat Provinsi Pengembangan Kota Pusaka Di Kabupaten/Kota Lainnya
KABUPATEN/KOTA
Tersusunnya Rencana Induk Pengembangan/Masterplan Kota Pusaka
Penyusunan Rencana Penataan Kawasan Kota Pusaka Lainnya
Kota Yang Memiliki Jatidiri/ Identitas/Branding Tersusunnya Rencana Penataan
Kawasan Kota Pusaka
Tersusunnya DED Kawasan Kota Pusaka
Penyusunan DED Kawasan Kota Pusaka di Kawasan Lainnya
Terlaksananya Pembangunan Fisik Kawasan Kota Pusaka
Pembangunan Fisik di Kawasan Lainnya
Tabel 3 Indikator Pelaksanaan Pengembangan Aset Pusaka
46
CRITICAL PATH PENGEMBANGAN KOTA PUSAKA
Kota Pusaka haruslah memiliki sistem pelindungan dan pengelolaan untuk menjamin kelestarian aset‐aset pusaka yang dimilikinya. Untuk itu, kota pusaka harus memiliki rencana induk pelestarian dan pengelolaan (conservation plan). Perencanaan yang berorientasi pada tindakan ini diperlukan untuk memperkuat keberadaan dokumen perencanaan yang ada, seperti dokumen RPJMD, RTRW atau RDTR dalam mengembangkan, melestarikan dan memanfaatkan aset pusaka yang dimilikinya.
Dalam P3KP, terdapat jalur kritis yang merupakan tahapan krusial yang harus dilalui untuk pengembangan pusaka. Hal ini diperlukan agar pengembangan aset pusaka yang dilaksanakan dapat mencapai tujuan sebagaimana diharapkan, yaitu menciptakan identitas kota/city branding. Pengembangan kota pusaka dilaksanakan dalam berbagai skala mulai dari tingkat nasional hingga tapak. Berikut ini dijelaskan secara rinci skala dan lingkup kegiatan P3KP yang akan harus dilaksanakan.
1. Skala Nasional/Pusat
Pada skala nasional, dilaksanakan penyusunan Nilai Keunggulan Indonesia atau Outstanding Indonesian Value (OIV) dan Charta Pusaka. OIV merupakan rangkaian kriteria yang akan menjadi
standar penilaian, apakah suatu obyek atau aset layak dikategorikan sebagai obyek pusaka atau aset pusaka. sedangkan Charta Pusaka merupakan suatau piagam kesepakatan yang didalamnya memuat landasan dalam pelaksanaan kegiatan pelestarian dan termasuk pelaksanaan pengembangan pusaka di Indonesia. Dalam Charta Pusaka juga dijelaskan metode/pendekatan pelestarian kota pusaka. Dua hal ini akan menjadi landasan bagi penyusunan rencana induk/rencana umum pengembangan kota pusaka.
2. Skala Kota/Kabupaten
Pada skala kota/kabupaten, dilaksanakan penyusunan rencana induk/rencana umum pengembangan kota pusaka. Rencana induk/rencana umum ini dilakukan pada skala 1 : 25.000 untuk wilayah kota dan skala 1 : 50.000 untuk wilayah kabupaten. Rencana induk atau rencana umum ini memuat hal‐hal sebagai berikut :
Identifikasi/Inventori aset pusaka Kebijakan dan strategi penanganan Prioritas Pengembangan Rencana Aksi Kota Pusaka (RAKP) Pengembangan Kelembagaan
Pengelolaan
Rencana induk atau rencana umum ini mengacu pada RTRW Kabupaten/Kota
47
yang telah disusun, sebaliknya rencana induk atau rencana umum ini juga akan memberikan masukan bagi penyusunan dan revisi RTRW Kabupaten/Kota, khususnya terkait dengan rencana tata ruang di kawasan pusaka. Rencana induk atau rencana umum ini juga akan menjadi acuan dalam penyusunan RDTR/PZ di kawasan pusaka yaitu menentukan pola pemanfaatan ruang di kawasan pusaka serta menjadi landasan dalam penyusunan peraturan zonasi.
3. Skala Kawasan Prioritas
Pada skala kawasan prioritas disusun rencana penataan kawasan pusaka dalam skala 1 : 5.000, rencana penataan kawasan pusaka ini mengatur rencana pengembangan dan pemanfaatan aset pusaka di kawasa tersebut serta menentukan rencana penataan pada area inti (core zone), area penyangga (buffer zone) dan area pengembangan (development zone). Rencana penataan kawasan pusaka ini memuat hal‐hal sebagai berikut :
Natural‐Cultural Significant Assessment Konsep Penanganan Pusaka Rencana Komponen Penataan Rencana Aksi Penanganan
Program Penanganan Jangka Menengah Rencana Pembangunan Tahap I Rencana Pembiayaan
Rencana penayaan kawasan pusaka ini setara dengan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) dan mengacu serta diacu oleh RDTR dan PZ. Apabila RTBL yang disusun meliputi kawasan dengan aset pusat pusaka didalamnya, maka RTBL tersebut wajib mengacu pada Rencana penataan kawasan pusaka.
3. Skala Tapak Prioritas
Skala tapak prioritas merupakan skala paling kecil dalam penataan kawasan pusaka, pada skala ini akan disusun DED dan dilaksanakan pembangunankawasan. Pada skala tapak akan dilaksanakan perencanaan tapak kawasan pusaka atau revitalisasi bangunan pusaka. Kegiatan‐ kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah:
Rencana Tapak Desain Bangunan Potongan Lahan dan Bangunan Rencana Detail Teknis
Arsitektur Infrastruktur Mekanikal Elektrikal Konstruksi/Strurktur, dll
Pembangunan Tahap I
49
Dalam UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, diatur ketentuan‐ketentuan mengenai
pemanfaatan ruang di kawasan cagar budaya. dalam UU tersebut dijelaskan bahwa :
“Zonasi adalah penentuan batas‐batas keruangan Situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya
sesuai dengan kebutuhan yang dilakukan berdasarkan hasil kajian dengan mengutamakan peluang
peningkatan kesejahteraan rakyat”
Pemanfaatan zona pada cagar budaya dapat dilakukan untuk tujuan‐tujuan sebagai berikut :
Rekreatif,
Edukatif,
Apresiatif, dan/atau
Religi
Pengaturan pemanfaatan ruang pada zona cagar budaya yang diatur melalui UU dimaksudkan
agar zona cagar budaya yang bersangkutan tetap terjaga kelestarianya dan pemanfaatannya tidak
bertentangan atau justru akan merusak nilai‐nilai pusaka yang terkandung didalamnya.
Pada Sistem zonasi mengatur fungsi ruang pada cagar budaya, baik vertikal maupun horizontal,
terdiri atas:
Zona inti
Zona penyangga
Zona pengembangan, dan/atau
Zona penunjang
Istana Bogor, Kota Bogor Sumber Foto : jalansutera.files.wordpress.com
50
No. KEGIATAN PELAKSANA
1. Penyusunan Pedoman Seleksi Pemilihan Kab/Kota, Pedoman Penyusunan Rencana Induk/Master Plan, dan Pedoman Penyusunan Rencana Penataan Kawasan
Kementerian PU
2. Fasilitasi Seleksi Kota/Kabupaten yang Berpotensi Memiliki Aset Pusaka
Kementerian PU
3. Fasilitasi Penyusunan Rencana Induk Pengembangan/Master Plan Kota Pusaka
Kementerian PU
4. Fasilitasi Penyusunan Rencana Penataan Kawasan Kota Pusaka
Kementerian PU
5. Fasilitasi Penyusunan DED Kawasan Kota Pusaka Kementerian PU
6. Implementasi Stimulan Pembangunan Fisik Kementerian PU, Kemenparekraf
7 Supervisi Pelaksanaan P3KP Tingkat Provinsi Kementerian PU, Pemda Provinsi
8. Penyusunan Rencana Induk Pengembangan/Master Plan Kota Pusaka
Pemda Kab/Kota
9. Penyusunan Rencana Penataan Kawasan Kota Pusaka Pemda Kab/Kota
10. Penyusunan DED Kawasan Kota Pusaka Pemda Kab/Kota
11. Pembangunan Fisik Kawasan Kota Pusaka Pemda Kab/Kota
Tabel 4 Pelaku Pengembangan Aset Kota Pusaka
51
PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN
Penyusunan Pedoman dan Peraturan
Langkah awal dalam pengembangan kelem‐
bagaan terkait dengan Kota Pusaka adalah
perlunya disusun regulasi dan pedoman yang
menjadi panduan dan mengarahkan program
kota pusaka kepada tujuan yang diharapkan.
Penyusunan regulasi dan pedoman ini
dilanjutkan dengan penyusunan kebijakan dan
program pengembangan Kota Pusaka baik di
tingkat pusat maupun daerah.
Bentuk‐bentuk peraturan perundang‐undangan
yang dirasakan perlu disusun terkait dengan
pengembangan kota pusaka antara lain adalah
penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai
turunan dari Undang‐undang Cagar Budaya
yang terkait Kota Pusaka (UU No. 11 Tahun 2010)
yang difokuskan pada pengembangan kota
pusaka yang meliputi pengembangan aset,
pengembangan kelembagaan dan pengelolaan
serta pemberdayaan masyarakat. Penyusunan
pedoman umum dan teknis terkait kota pusaka
(baik melalui program P3KP maupun program
sektoral lain yang terkait)
Kebanyakan kota di Indonesia merupakan kota bersejarah (historic city) yang usianya telah ratusan tahun. Dilihat dari aspek lain, kota di Indonesia memiliki keunikan, seperti keunikan geografis maupun sosial-budayanya. Berbagai peninggalan tersebut telah dikenali kualitasnya dan dianggap sebagai aset. Untuk itu dilakukan upaya untuk perlindungan dan pengembangan lebih lanjut yang dipandu dengan kebijakan berikut:
1. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
Penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan:
a. kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana;
b. potensi sumber daya alam, sumberdaya manusia, dan sumber daya buatan; kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan.
Regulasi Terkait Kota Pusaka
52
Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dalam melaksanakan tugasnya, negara memberikan kewenangan penyelenggaraan penataan ruang kepada Pemerintah dan pemerintah daerah. Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan peran masyarakat.
Peran masyarakat dalam penataanruang antara lain, melalui:
a. partisipasi dalam penyusunan rencanatata ruang; b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan c. partisipasi dalam pengendalianpemanfaatan ruang.
2. Undang-Undang No. 28tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung
Bangunan gedung dapat diartikan sebagai wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
Persyaratan arsitektur bangunan gedung meliputi persyaratan penampilan bangunan gedung, tata ruang dalam, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya, serta pertimbangan adanya keseimbangan antara nilai-nilai sosial budaya setempat terhadap penerapan berbagai perkembangan arsitektur dan rekayasa.
3. Undang-Undang No. 11Tahun 2010 Tentang CagarBudaya
Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
Pelestarian adalah upaya dinamis untukmempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya.
Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria:
a. berusia 50 (lima puluh) tahun ataul ebih; b. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun; c. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau
53
kebudayaan; dan d. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
Satuan ruang geografis dapat ditetapkansebagai Kawasan Cagar Budaya apabila:
a. mengandung dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan; b. berupa lanskap budaya hasil bentukan manusia berusia sedikitnya 50 tahun; c. memiliki pola yang memperlihatkan fungsi ruang pada masa lalu berusia sedikitnya 50
tahun; d. memperlihatkan pengaruh manusia masa lalu pada proses pemanfaatan ruang
berskala luas; e. memperlihatkan bukti pembentukan lanskap budaya; dan f. memiliki lapisan tanah terbenam yang mengandung bukti kegiatan manusia atau
endapan fosil.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah,sesuai dengan tingkatannya pemerintahdan/atau pemerintah daerah memiliki tugas,
a. mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan, serta meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab akan hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan Cagar Budaya;
b. mengembangkan dan menerapkan kebijakan yang dapat menjamin terlindunginya dan termanfaatkannya Cagar Budaya;
c. menyelenggarakan penelitian dan pengembangan Cagar Budaya; d. menyediakan informasi Cagar Budaya untuk masyarakat; e. menyelenggarakan promosi Cagar Budaya; f. memfasilitasi setiap orang dalam melaksanakan pemanfaatan dan promosi Cagar
Budaya; g. menyelenggarakan penanggulangan bencana dalam keadaan darurat untuk benda,
bangunan, struktur, situs, dan kawasan yang telah dinyatakan sebagai Cagar Budaya serta memberikan dukungan terhadap daerah yang mengalami bencana
h. melakukan pengawasan, pemantauan, dan evaluasi terhadap pelestarian warisan budaya;
i. mengalokasikan dana bagi kepentingan pelestarian Cagar Budaya.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pengelolaan KCB. Pengelolaan kawasan dilakukan tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat terhadap Cagar Budaya dan
54
kehidupan sosial. Pengelolaan KCB dilakukan oleh badan pengelola yang dibentuk oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat hukum adat. Badan Pengelola dapat terdiri atas unsur Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah, dunia usaha, dan masyarakat.
4. PP No. 26 Tahun 2008tentang Rencana TataRuang Wilayah Nasional
Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia.
Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.
Strategi untuk pelestarian dan peningkatan sosial dan budaya bangsa meliputi:
a. meningkatkan kecintaan masyarakat akannilai budaya yang mencerminkan jati diribangsa yang berbudi luhur;
b. mengembangkan penerapan nilai budaya bangsa dalam kehidupan masyarakat; dan c. melestarikan situs warisan budaya bangsa.
Strategi untuk pelestarian dan peningkatan nilai kawasan yang ditetapkan sebagai warisan dunia meliputi:
a. melestarikan keaslian fisik serta mempertahankan keseimbangan ekosistemnya; b. meningkatkan kepariwisataan nasional; c. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan d. melestarikan keberlanjutan lingkungan hidup.
5. PP No. 15 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
Kriteria kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya merupakan:
a. tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya; b. prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya; c. aset yang harus dilindungi dan dilestarikan; d. tempat perlindungan peninggalan budaya; e. tempat yang memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya; f. tempat yang memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial.
55
Tujuan Pengembangan Kelembagaan Kota Pusaka
Maksud dari Program Penataan dan Pelestarian
Kota Pusaka dari Kementerian PU adalah
mewujudkan reformasi di bidang perencanaan
dari tataran perencanaan RTRW ke arah aksi
implementasi konkrit yang berbasis kekuatan
ruang kota dengan nilai‐nilai pusaka di
dalamnya sebagai tema utama serta
Mendorong diakuinya Kota Pusaka Indonesia
sebagai Kota Pusaka Dunia oleh UNESCO.
Sedangkan tujuannya adalah terwujudnya
ruang kota yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan berbasis rencana tata ruang,
bercirikan nilai‐nilai pusaka, melalui
transformasi upaya‐upaya pelestarian menuju
sustainable urban (heritage) development
dengan dukungan dan pengelolaan yang handal
serta penyediaan infrastruktur yang tepat
menuju Kota Pusaka Dunia.
Kelembagaan Terkait Kota Pusaka Lainnya
Kelembagaan lain yang terkait dengan Kota
Pusaka saat ini adalah Kementerian Koordinator
Kesejahteraan Rakyat yang menyelenggarakan
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
(PNPM) Pusaka dan Kementerian Pariwisata
Ekonomi Kreatif yang menyelenggarakan
Peningkatan Kualitas Kota Pusaka Berbasis
Ekonomi Kreatif.
PNPM Pusaka adalah Pelestarian dan
Pengembangan Pusaka (heritage) untuk
Pemberdayaan Masyarakat Mandiri,
Peningkatan Kesejahteraan Rakyat dan
Persatuan Bangsa. Kegiatannya melengkapi
pembangunan fisik dengan sosial budaya dan
ekonomi. PNPM Pusaka mengajak kita semua
untuk mengenali, mencintai dan
mendayagunakan pusaka. Baik pusaka alam,
pusaka budaya maupun pusaka saujana yang
kesemuanya merupakan bagian dari kehidupan
keseharian kita.
Menurut Deputi Kemenkokesra, Sujana Royat,
PNPM Pusaka diharapkan dapat mendorong
kelompok‐kelompok masyarakat peminat
kebudayaan lokal untuk mencintai dan
melestarikan budaya, adat istiadat, kuliner, seni
dan tata krama budaya lokal dan menerapkan
56
dalam kehidupannya menjadi lebih berbudaya
(culturally vibrant), dan akhirnya bila ini bisa
dilakukan di semua tempat maka bangsa ini akan
menjadi bangsa yang bermartabat kembali,
bukan pengejar materi dan kekuasan dan sering
diadudomba dan dimanfaatkan oleh berbagai
kelompok kepentingan.
PNPM Pusaka rencananya akan di luncurkan
serempak di berbagai kota bulan Agustus
setelah Hari Peringatan Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia untuk menjadi gerakan
nasional untuk mencintai budaya lokal. Aspek
yang di sentuh dalam PNPM Pusaka adalah
dimensi ketiga dari kemiskinan yaitu kemiskinan
budaya, akhlak dan tata krama. Setelah
sebelumnya dimensi kemiskinan harta dan
kemiskinan ilmu, yang telah di sentuh melalui
PNPM Mandiri.
Sementara itu, kegiatan peningkatan kualitas
Kota Pusaka dari Kementerian Pariwisata
Ekonomi Kreatif di arahkan pada pengembang‐
an 15 subsektor Industri kreatif pada periode
2013‐2015, yang mencakup:
1. Peningkatan kualitas dan kuantitas insan
Kota Pusaka Indonesia;
2. Penciptaan iklim usaha yang kondusif
bagi industri yang terkait dengan Kota
Pusaka;
3. Penguatan dan perluasan pasar dalam
Kota Pusaka;
4. Penciptaan komunitas Kota Pusaka
lintas aktor maupun lintas Negara; dan
5. Penciptaan pasar kualitas produk Kota
Pusaka ke luar negeri.
Penekanan diarahkan pada 5 subsektor ekonomi
kreatif terkait, yaitu:
1. desain grafis;
2. fesyen;
3. produk kemasan;
4. desain visual; dan
5. arsitektur.
Sasaran kegiatan diharapkan dapat
meningkatkan daya saing produk wisata,
pengembangan daya tarik, promosi terpadu dan
berkesinambungan, serta pengembangan
institusi dan sumber daya manusia secara
berkelanjutan di Kota Pusaka Indonesia.
Upaya yang digagas Kemenparekraf kali ini
memberi penekanan pada aspek ekonomi
kreatif secara berkelanjutan, agar keberadaan
Kota Pusaka sebagai aset nasional dan upaya
perlindungan Kekayaan alam dan budaya
Indonesia yang multi etnik dan multieksistem ini
juga memberi manfaat secara ekonomi yang
membangkitkan daya kreatif masyarakat,
membuka lapangan kerja dan pada akhirnya
memberi kesejahteraan dan meningkatkan PAD
kota terkait. Pemberian insentif juga dapat
57
diberikan berupa award (piagam penghargaan)
pada Kota ‐ Kota Pusaka yang dinilai berhasil
meningkatkan kualitas pusakanya yang
sekaligus menggerakkan perekonomian dan
kreatifitas masyarakat dengan mengambil
sumber inspirasi pada kekayaan alam dan
budaya dan kearifan lokal setempat. Pada
puncaknya diharapkan tercapai partisipasi
masyarakat di tingkat pengendalian pusaka
secara mandiri (Citizen Control), di mana pihak
pemerintah hanya berperan sebagai inisiator
yang memfasiliasi upaya awal membuka peluang
& kemudahan legislasi, memberi pendampingan
dan mengadakan pedoman pelaksanaannya.
Tahapan Program Pengembangan Kelembagaan Kota Pusaka
Penyuatan kelembagaan kota pusaka
diantaranya dilaksanakan dengan penyusunan
kebijakan dan strategi pengelolaan aset baik di
tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota.
Penyusunan kebijakan dan strategi di tingkat
pusat dilaksanakan antara lain dengan :
1. Kerjasama antar K/L dan pembentukan
lembaga pengelola Tingkat Pusat
2. Pengembangan sistem pendanaan
3. Pengusulan menjadi World Heritage
4. Pengembangan pola kerjasama pengelolaan
Penyusunan kebijakan dan strategi di tingkat
Provinsi dilaksanakan antara lain dengan :
1. Penguatan Kelembagaan Tingkat Provinsi
2. Pengembangan sistem pendanaan
3. Pengembangan pola kerjasama pengelola‐
an Tingkat Provinsi
Penyusunan kebijakan dan strategi di tingkat
Kabupaten/Kota dilaksanakan antara lain
dengan :
1. Penguatan Kelembagaan Tingkat Kabupa‐
ten/Kota
2. Pengembangan sistem pendanaan
3. Pengembangan pola kerjasama pengelolaan
Tingkat Kabupaten/Kota
Kawasan WIsata Candi Prambanan, Jawa Tengah Sumber Foto : www.flickr.com
59
No. KEGIATAN TAHUN PELAKSANAAN
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
1. Penyusunan Charta Pusaka dan Penyusunan OIV
2. Penyusunan Peraturan dan Pedoman Pengembangan Kelembagaan Kota Pusaka
3. Pembentukan dan Penguatan Kelembagaan tingkat Pusat
4. Fasilitasi Penyusunan Proposal Pengajuan Usulan Kota Pusaka
5. Penguatan Jejaring Kota Pusaka Tk. Nasional
6. Fasilitasi Kerjasama Stakeholder
7. Fasilitasi Penyusunan Raperda/ Raperbup/Raperwal
8. Pembentukan dan Penguatan Kelembagaan Tk. Provinsi
9. Penguatan Jejaring Kota Pusaka Tk. Provinsi
10. Fasilitasi Kerjasama Stakeholders
11. Pembentukan dan penguatan kelembagaan tk. Kota/Kabupaten
12. Melakukan komunikasi antar anggota komunitas Kota Pusaka
13. Membentuk lembaga pengelola Kota Pusaka
14. Fasilitasi kerjasama stakeholder
15. Penyusunan Raperda/Raperbup/Raperwal
Tabel 5 Jadwal Pelaksanaan Pengembangan Kelembagaan
60
TINGKAT KEWENANGAN
PERSIAPAN PELAKSANAAN REPLIKASI CAPAIAN
PUSAT Tersusunnya Charta Pusaka dan OIV
Terlaksananya Fasilitasi Penyusunan Proposal Pengajuan usulan Kota Pusaka Dunia
Terlaksananya Fasilitasi Penyusunan Proposal Pengajuan usulan Kota Pusaka Dunia Kawasan Lain atau Kabupaten/Kota Lainnya
Tersusunnya Proposal Pengajuan Usulan Kota Pusaka Dunia
Tersusunnya Peraturan dan Pedoman Pengembangan Kelembagaan Pusaka
Terlaksananya Penguatan Jejaring Kota Pusaka Tingkat Nasional : Sosialisasi, Pelatihan.
Terlaksananya Penguatan Jejaring Kota Pusaka Tingkat Asean
Tercapainya Kelembagaan Kota Pusaka di Tingkat Pusat yang Berkelanjutan Terbentuknya kelembagaan
tingkat pusat
Terlaksananya Fasilitasi Kerjasama Stakeholder (Triple Helix)
Terlaksananya Fasilitasi Kerjasama Stakeholder (Triple Helix) Kabupaten/Kota Lainnya
Terlaksananya Fasilitasi Penyusunan Raperda/Raperbub/Raperwal
Terlaksananya Fasilitasi Penyusunan Raperda/Raperbub/Raperwal Kabupaten/Kota Lainnya
PROVINSI Terbentuknya kelembagaan tingkat provinsi
Terlaksananya Penguatan Jejaring Kota Pusaka Tingkat Provinsi : Sosialisasi, Pelatihan
Terlaksananya Penguatan Jejaring Kota Pusaka antar Provinsi
Tercapainya Kelembagaan Kota Pusaka di Tingkat Provinsi yang Berkelanjutan Terlaksananya Fasilitasi
Kerjasama Stakeholder (Triple Helix)
Terlaksananya Fasilitasi Kerjasama Stakeholder (Triple Helix) Kabupaten/Kota Lainnya
KABUPATEN/ KOTA
Terbentuknya kelembagaan tingkat kabupaten/kota
Melakukan komunikasi antar anggota komunitas Kota Pusaka
Terlaksananya Pengembangan Komunikasi antar anggota komunitas kota Pusaka
Tercapainya Kelembagaan Kota Pusaka di Tingkat Provinsi yang Berkelanjutan Membentuk Lembaga Pengelola
Kota Pusaka Membentuk Lembaga Pengelola Kota Pusaka di Kawasan Lainnya
Terlaksananya Penguatan Lembaga Pengelola Kota Pusaka
Melakukan Kerjasama Stakeholder (triple helix)
Melakukan Kerjasama Stakeholder (triple helix) di kawasan lain
Terlaksananya Penyusunan Raperda/Raperbud/Raperwal
Terlaksananya Penyusunan Raperda/Raperbub/Raperwal kawasan lainnya
Tabel 6 Indikator Pelaksanaan Pengembangan Kelembagaan
61
No. KEGIATAN PELAKSANA
1. Penyusunan Charta Pusaka dan Penyusunan OIV Difasilitasi: Kementerian PU; bekerja sama dengan Kementerian/Lembaga terkait, pemda, komunitas, perguruan tinggi
2. Penyusunan Peraturan dan Pedoman Pengembangan Kelembagaan Kota Pusaka
Kemendagri
3. Pembentukan dan Penguatan Kelembagaan tingkat Pusat
Kemendagri
4. Fasilitasi Penyusunan Proposal Pengajuan Usulan Kota Pusaka
Kementerian PU
5. Penguatan Jejaring Kota Pusaka Tingkat Nasional & Internasional
Bappenas
6. Fasilitasi Kerjasama Stakeholder Bappenas, Kementerian PU, Kemenparekraf, Kemenkokesra, Kemendikbud
7. Fasilitasi Penyusunan Raperda/Raperbup/Raperwal Kementerian PU, Kemendagri
8. Pembentukan dan Penguatan Kelembagaan Tingkat Provinsi
Pemda Provinsi
9. Penguatan Jejaring Kota Pusaka Tk. Provinsi Pemda Provinsi
10. Fasilitasi Kerjasama Stakeholders Pemda Provinsi
11. Pembentukan dan penguatan kelembagaan tingkat Kota/Kabupaten
Pemda Kab/Kota
12. Melakukan komunikasi antar anggota komunitas Kota Pusaka
Pemda Kab/Kota
13. Membentuk lembaga pengelola Kota Pusaka Pemda Kab/Kota
14. Fasilitasi kerjasama stakeholder Pemda Kab/Kota
15. Penyusunan Raperda/Raperbup/Raperwal Pemda Kab/Kota
Tabel 7 Pelaku Pengembangan Kelembagaan Kota Pusaka
62
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Peran Masyarakat Dalam Pengembangan Pusaka
Dalam UU No. 11 Tahun 2010 tentang cagar
budaya dijelaskan mengenai prinsip‐prinsip
peran masyarakat dalam pengembangan cagar
budaya yang merupakan aset pusaka. Peran
masyarakat dalam pengembangan pusaka
adalah melindungi, mengembangkan, dan
memanfaatkan cagar budaya. Peran masyarakat
diatur dan diawasi oleh pemerintah agar
pengembangan pusaka yang dilakukan tidak
merusak pusaka yang dikembangkan.
Perlindungan Aset Pusaka
Terkait dengan perlindungan aset pusaka
sebagaimana diamanatkan UU adalah dengan
melakukan :
1. Pengamanan aset pusaka
2. Penyelamatan aset pusaka
3. Pengawasan pada pelestarian aset pusaka
Pengembangan Aset Pusaka Pengembangan aset pusaka dilakukan masyarakat
dengan tetap memperhatikan kaidah‐kaidah
pelestarian, yaitu dilakukan dengan selaras dengan
upaya untuk melindungi dan menyelamatkan aset
pusaka. Untuk itu diperlukan regulasi yang lebih
rinci terkait dengan pengembangan aset pusaka
yang dapat dilaksanakan oleh masyarakat. Hal ini
diperlukan untuk dapat menjaga kelestarian dan
kelangsungan dari aset pusaka yang hendak
dikembangkan, agar supaya nilai‐nilai yang
terkandung didalamnya tidak hilang namun dapat
terjaga dan sekaligus berkembang.
Pemanfaatan Aset Pusaka
Upaya pemanfaatan aset pusaka dilakukan dengan
memperhatikan kelestarian aset pusaka, namun
juga memberikan keuntungan seluas‐luasnya bagi
masyarakat yang memanfaatkannya, tanpa
kehilangan nilai‐nilai yang dikandungnya.
Pemanfaatan aset pusaka oleh masyarakat perlu
diatur melalui regulasi yang lebih terperinci, dengan
maksud menjaga kelestarian dan menjaga
keberlangsungan aset pusaka yang dimanfaatkan.
63
Upaya Pemberdayaan Masyarakat dalam
Pengembangan Kota Pusaka
1. Aceh Heritage Community (AHC)
2. Badan Warisan Sumatera (BWS)
3. Badan Warisan Bangka
4. Badan Warisan Palembang
5. Badan Warisan Belitung
6. Badan Warisan Bengkulu
7. Badan Pemberdayaan Warisan Nias
(BPWN)
8. Bandung Trails
9. Bali Kuna Heritage Society
10. Bali Heritage Trust
11. Jogja Heritage Society (JHS)
12. Komunitas Historia Indonesia (KHI)
13. Komunitas Humaniora
14. Komunitas Pohon Indonesia
15. Komunitas Pusaka Cirebon Kendi Pertula
16. Komunitas Melantjong Petjinan
17. Komunitas Pusaka Budaya Solo
18. Malang Heritage Society
19. North Sumatera Heritage
20. Organisasi Pengelola Kawasan Pusaka
(OPKP) Kotagede
21. Paguyuban Pecinta Batik Indonesia Bokor
22. Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung
23. Senthir (Youth Spirit of Jogja Heritage
Society)
24. Semarapura Heritage Trust
25. Surabaya Heritage
26. Sabang Heritage Society
27. Ternate Heritage Society (THS)
Pemberdayaan masyarakat dalam
pengembangan kota pusaka melalui program
P3KP dimaksudkan agar masyarakat dapat lebih
sadar akan manfaat dari pelestarian aset pusaka
dan sekaligus dapat memanfaatkan dan
mengembangkannya untuk kepentingan
ekonomi. Selain itu dengan adanya kesadaran
akan pentingnya pelestarian aset pusaka yang
ada akan menjaga kelestarian dari aset pusaka
yang bersangkutan. Namun demikian upaya
untuk mengembangkan dan memanfaatkan
aset pusaka harus dibarengi dengan upaya
untuk menjaga dan menilai nilai‐nilai yang
terkandung dalam aset pusaka.
Saat ini di beberapa kota sudah banyak dijumpai komunitas-komunitas pelestarian yang
berbasis kota masing-masing. Komunitas-komunitas ini aktif dalam melakukan penelitian,
pengembangan kapasitas masyarakat, dan ikut mengajak masyarakat turut serta dalam
melindungi dan melestarikan aset-aset pusaka yang dimiliki kota tersebut. Beberapa
komunitas-komunitas tersebut antara lain:
64
Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan kota pusaka dilakukan dengan :
1. Melakukan kampanye kota pusaka
2. Melakukan sosialisasi kota pusaka
3. Mengadakan berbagai seminar tentang kota pusaka
4. Memasukkan kota pusaka dalam kurikulum pendidikan
5. Melaksanakan pelatihan pengelolaan aset pusaka
6. Melakukan pembinaan ukm untuk memanfaatan dan mengembangkan aset pusaka
Suasana Braga Festival, 2011, Kota Bandung Sumber Foto : rickyrianto.files.wordpress.com
66
No. KEGIATAN TAHUN PELAKSANAAN
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
1. Penyusunan Peraturan dan Pedoman Pemberdayaan Masyarakat
2. Kampanye Kota Pusaka
3. Memasukkan Kota Pusaka dalam Kurikulum Pendidikan
4. Seminar Kota Pusaka
5. Bantuan dan Pembinaan UKM
6. Kampanye Kota Pusaka
7. Bantuan dan Pembinaan UKM
8. Kampanye Kota Pusaka
9. Pemberdayaan masyarakat melalui fasilitasi komunitas kota pusaka local dan jejaring komunitas kota pusaka Indonesia
10. Pelatihan Kota Pusaka kepada komunitas lokal dan masyarakat
11. Pembentukan lembaga keuangan kawasan Kota Pusaka
12. Pembinaan UKM
Tabel 8 Jadwal Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat
67
TINGKAT KEWENANGAN
PERSIAPAN PELAKSANAAN REPLIKASI CAPAIAN
PUSAT Tersusunnya Peraturan dan Pedoman Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Kota Pusaka
Terselenggaranya Kampanye Kota Pusaka
Terselenggaranya Kampanye Kota Pusaka
Tumbuhnya Pemahaman, Kesadaran dan Dukungan Pengelolaan Kota Pusaka di tingkat Nasional Masuknya Kota Pusaka Dalam
Kurikulum Pendidikan Masuknya Kota Pusaka Dalam Kurikulum Pendidikan
Terlaksananya Seminar Kota Pusaka
Terlaksananya Seminar Kota Pusaka
Pemberian Bantuan dan Pembinaan UKM
Pemberian Bantuan dan Pembinaan UKM
PROVINSI Terselenggaranya Kampanye Kota Pusaka
Terselenggaranya Kampanye Kota Pusaka
Tumbuhnya Pemahaman, Kesadaran dan Dukungan Pengelolaan Kota Pusaka di tingkat Provinsi Pemberian Bantuan dan
Pembinaan UKM Pemberian Bantuan dan Pembinaan UKM
KABUPATEN/KOTA
Terselenggaranya Kampanye Kota Pusaka
Terselenggaranya Kampanye Kota Pusaka
Tumbuhnya Pemahaman, Kesadaran dan Dukungan Pengelolaan Kota Pusaka di tingkat Kabupaten/Kota
Terselenggaranya Pemberdayaan Masyarakat melalui fasilitasi Komunitas Kota Pusaka lokal dan jejaring Komunitas Kota Pusaka Indonesia
Terselenggaranya Pemberdayaan Masyarakat melalui fasilitasi Komunitas Kota Pusaka lokal dan jejaring Komunitas Kota Pusaka Indonesia
Tumbuhnya Kegiatan Ekonomi Kawasan Kota Pusaka
Terlaksananya Pelatihan Kota Pusaka kepada komunitas lokal dan masyarakat sekitar
Terlaksananya Pelatihan Kota Pusaka kepada komunitas lokal dan masyarakat sekitar
Terbentuknya lembaga keuangan Kawasan Kota Pusaka
Terbentuknya lembaga keuangan Kawasan Kota Pusaka
Terselenggaranya Pembinaan UKM
Terselenggaranya Pembinaan UKM
Tabel 9 Indikator Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat
68
No. KEGIATAN PELAKSANA
1. Penyusunan Peraturan dan Pedoman Pemberdayaan Masyarakat dlm pengembangan Kota Pusaka
Kemenkokesra, Kemendagri
2. Kampanye Kota Pusaka Bappenas, Kementerian PU, Kemenparekraf, Kemenkokesra, Kemendikbud
3. Memasukkan Kota Pusaka dalam Kurikulum Pendidikan
Kemendikbud
4. Seminar Kota Pusaka Bappenas, Kementerian PU, Kemenparekraf, Kemenkokesra, Kemendikbud
5. Bantuan dan Pembinaan UKM Kemenkokesra, Kemen Koperasi & UKM
6. Kampanye Kota Pusaka di tingkat Provinsi Pemda Provinsi
7. Bantuan dan Pembinaan UKM Pemda Provinsi
8. Kampanye Kota Pusaka Pemda Kab/Kota
9. Pemberdayaan masyarakat melalui fasilitasi komunitas kota pusaka lokal dan jejaring komunitas kota pusaka Indonesia
Pemda Kab/Kota
10. Pelatihan Kota Pusaka kepada komunitas lokal dan masyarakat
Pemda Kab/Kota
11. Pembentukan lembaga keuangan kawasan Kota Pusaka
Pemda Kab/Kota
12. Pembinaan UKM Pemda Kab/Kota
Tabel 10 Pelaku Pemberdayaan Masyarakat Kota Pusaka
69
Penutup 5 Sebagai penutup Buku Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) ini, pesan kunci
penataan dan pelestarian dalam menangani kota pusaka sekurang‐kurangnya meliputi:
1. Perlu menyeimbangkan upaya‐upaya pelestarian dengan realitas perubahan yang terjadi
di lapangan yang dapat diterima (an acceptable level of changes) melalui konsensus
bersama antara para pemangku kepentingan.
2. Mendorong diterbitkannya Peraturan Daerah untuk melindungi aset pusaka kota disertai
dengan penyediaan insentif dan disinsentif pusaka agar upaya pelestarian dapat
dilaksanakan secara terpadu dengan basis Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana
Detail Tata Ruang Kota Pusaka. Insentif pusaka disusun berdasarkan ketentuan pada
wilayah yang dilestarikan, antara lain seperti keringanan dalam besaran nilai pajak bumi
dan bangunan, bonus floor area dan bahkan transferable development rights.
3. Dukungan akademisi (university networks) dalam menata dan melestarikan aset pusaka
berdasarkan pemikiran‐pemikiran mutakhir disertai pengingkatan kapasitas sumber daya
manusia dalam pengelolaan kota pusaka secara terus menerus sehingga dapat
memperbaiki kualitas hidup masyarakat setempat.
4. Komunikasi intensif antara masyarakat dengan komunitas dunia usaha dalam rangka
mengembangkan skema‐skema pembiayaan pembangunan sehingga kota pusaka dapat
menjadi ikon utama dalam pengembangan perkotaan di masa yang akan datang.
5. Mendorong peran pemerintah kota/kabupaten, komunitas pusaka, akademisi dan dunia
usaha yang berkelanjutan dalam satu gerak terpadu, didukung penyediaan infrastruktur
dan pengelolaan yang handal menuju World Heritage City.
Top Related