TINGKAT PEMENUHAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN
PADA BANGUNAN GEDUNG DAN LINGKUNGAN DI UNIT
PRODUKSI AMONIAK PT PETROKIMIA GRESIK TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Disusun Oleh:
YUSUF AL AZIZ
NIM : 1110101000091
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M/1435 H
iii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANPROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKATPEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJASkripsi, April-Juni 2014
Yusuf Al Aziz, NIM : 1110101000091
TINGKAT PEMENUHAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADABANGUNAN GEDUNG DAN LINGKUNGAN DI UNIT PRODUKSI AMONIAKPT PETROKIMIA GRESIK TAHUN 2014
xxiii + 220 Halaman + 47 Tabel + 2 Bagan + 14 gambar + 6 Lampiran
ABSTRAK
PT Petrokimia Gresik merupakan perusahaan produsen pupuk dan bahan-bahan kimia berbahaya di Indonesia. Hasil produksinya beragam, dari produk pupukhingga bahan kimia berbahaya seperti amoniak. Hasil identifikasi bahaya kebakaranyang dilakukan oleh Departemen Manajemen Risiko PT Petrokimia Gresikmenunjukkan Unit Produksi Amoniak memiliki peluang terjadinya kebakaran yangtinggi (high risk), frekuensi terjadinya kebakaran yang sering (frequently) serta dampakyang ditimbulkan juga sangat besar (catastrophic). Data menunjukkan telah terjadi 11kasus kebakaran dalam 5 tahun terakhir. Perusahaan telah menerapkan sistem proteksikebakaran namun belum mengevaluasi tingkat pemenuhannya.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis tingkat pemenuhan sistemproteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan di Unit Produksi AmoniakPT Petrokimia Gresik tahun 2014 dengan menggunakan standar acuan Permen PU No.26/PRT/M/2008, Standar Nasional Indonesia (SNI) dan National Fire ProtectionAssociation (NFPA). Penelitian ini bersifat kualitatif dengan melakukan observasi,wawancara mendalam serta dengan melakukan telaah dokumen. Informan penelitiandalam penelitian ini yaitu 1 orang informan kunci, 5 orang informan utama dan 4 oranginforman pendukung. Penelitian ini dilakukan dari bulan April hingga Juli 2014.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaranpada bangunan gedung dan lingkungan di Unit Produksi Amoniak secara keseluruhanadalah sebesar 74,22%, artinya sebagian besar komponen sistem proteksi kebakarandapat berfungsi dengan baik, namun masih terdapat sub komponen yang
iv
pemenuhannya kurang sempurna, diantaranya yaitu tingkat pemenuhan komponenakses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran sebesar 20% (tidak tersedia jalurkhusus akses pemadam kebakaran), tanda petunjuk arah evakuasi sebesar 45%,konstruksi tahan api sebesar 90%, detektor kebakaran sebesar 78%, sistem springklerotomatik sebesar 86%, sistem pipa tegak sebesar 71,4%, APAR sebesar 91,4% danpusat pengendali kebakaran sebesar 70%.
Saran yang dapat diberikan adalah pihak perusahaan sebaiknya segeramenyediakan jalur khusus untuk kendaraan pemadam kebakaran dengan penandaankhusus, menyediakan kepala springkler cadangan yang sesuai tipe dan spesifikasinyadengan springkler yang sudah terpasang, dan menyelesaikan instalasi central fire panelindicator yang ada di ruang pusat pengendali kebakaran. Selain itu pemeliharaan jugaperlu dilakukan secara berkala agar sistem proteksi kebakaran yang sudah terpasangselalu dalam keadaan baik dan siap digunakan setiap saat.
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judulKata Kunci: Tingkat Pemenuhan, Sistem Proteksi Kebakaran, AmoniakDaftar Bacaan: 44 (1970-2013)
v
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCESTUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTHOCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTHUndergraduate Thesis, April - June 2014
Yusuf Al Aziz, NIM : 1110101000091
THE COMPLIANCE LEVEL OF FIRE PROTECTION SYSTEM FORBUILDING AND ENVIRONMENT AT AMMONIA PRODUCTION UNIT OFPT PETROKIMIA GRESIK IN 2014
xxiii + 220 Pages + 47 Tables + 3 Graphics + 14 Pictures + 6 Appendixes
ABSTRACT
PT Petrokimia Gresik are fertilizers producer and hazardous chemicalsmanufacturer in Indonesia. Its products vary from a wide range of fertilizers up tohazardous chemical such as Ammonia. The outcome of fire hazard identification fromRisk Management Department of PT Petrokimia Gresik indicates that AmmoniaProduction Unit has high probability to be caught on fire (high risk), on which itsnumber of fire occurrences are high (frequently), and its impact is also disastrous(catastrophic). The data showed that 11 cases of fires have occurred in the last 5 years(2009-2013). Although the company has implemented a fire protection system, it hasnot evaluated its level of compliance yet.
This study was conducted to analyze the compliance level of fire protectionsystem for building and environment at Ammonia Production Unit of PT PetrokimiaGresik in 2014 by using standards reference of Permen PU No. 26/PRT/M/2008,Standar Nasional Indonesia (SNI) and National Fire Protection Association (NFPA).This is a qualitative study using the observation methods, in depth interview, anddocument review. The informants of this study are one person as a key informant, 5people as main informants, and 4 people as proponent informants. This study wasconducted from April to July 2014.
The result showed that the compliance level of fire protection system forbuilding and environment in Ammonia Production Unit is equal to 74,22%. It can beimplied that most of the components of fire protection system have been complied, but
vi
there are still a discrepancy in some of the installation, they are 20% of access andwater supply for fire truck (inadequate fire truck access), 45% of evacuation sign, 90%of fire resistance construction, 78% of fire detector, 86% of automatic water sprinklersystem, 71,4% of stand pipe system, 91,4% of fire extinguisher, and 70% of central firecontrol room.
Company is advised to provide the special track for fire truck and complete itwith giving a sign to the track, provide the compatible type and specification ofsprinkler head’s spare part, and finish the installation of central fire panel indicator infire control room. In addition, company has to maintain all installed components of fireprotection system to keep them in ready to use in its optimal condition.
Key Words: The level of compliance. Fire Protection System, AmmoniaReading List: 44 (1970-2013)
ix
1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Yusuf Al Aziz
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, tanggal Lahir : Batam, 23 Maret 1992
Warganegara : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Komp. Tiban III Blok A 1 nomor 08 RT 01 RW
05 Kelurahan Patam Lestari, Kecamatan
Sekupang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau
Telepon/Handphone : 085668268205
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan
1. S1 Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : 2010-2014
2. SMA Negeri 1 Batam : 2007-2010
3. SMP Negeri 3 Batam : 2004-2007
4. SD Negeri 002 Sekupang Batam : 1998-2004
5. TK Islam Al Azhar – Sekupang Batam : 1996-1998
Riwayat Organisasi1. Manager Departemen Occupational Safety and Health (OSH) Science Forum
Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (FSK3) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta periode 2013-2014
2. Kepala Departemen Pengembangan Ekonomi BEM Program Studi Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2011-2012
x
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, puji serta syukur selalu dilantunkan Kepada Allah SWT, Sang
Pemilik Pengetahuan dan Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Rasulullah
Muhammad SAW, yang telah berhasil membawa peradaban umat manusia ke zaman
yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Dengan memanjatkan rasa syukur atas segala
nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Tingkat
Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan di Unit Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik Tahun 2014”.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Keluarga tercinta, Abah Abdullah, Umi Yusmawarni, dan Adinda Masitha
Ayuni, terima kasih atas doa, perhatian, serta kasih sayang kalian yang sangat
luar biasa.
2. Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu Febrianti, M.Si
selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat.
3. Pak Yuli Prapanca Satar MARS., dan Bu Iting Shofwati ST., M.KKK, selaku
Pembimbing I dan II Skripsi, terima kasih penulis ucapkan atas bimbingan,
xi
saran dan arahan serta motivasi kepada penulis agar senantiasa berupaya
maksimal dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Pak Harto Agianto dan Pak Sugeng Hariadi selaku pembimbing TA di PT
Petrokimia Gresik, terimakasih atas kemudahan dan fasilitas yang telah
diberikan kepada penulis dalam proses pemgumpulan data.
5. Nadita Anggiasari, thank you ♥
6. Sahabat super Permana Eka Satria, Muhammad Amri Yusuf, dan Agung
Raharjo, yang senatiasa “mengganggu” penulis dalam menyelesaikan skripsi.
7. Teman-teman peminatan K3 2010 yang tidak terlewatkan Sony, Zaki, Dani,
Dika, Dian, Randy, Iqbal, Evi, Kiki, Sinta, Asri, Dini,dan Dewi, terimakasih
atas kebersamaannya selama 5 semester ini.
8. Teman-teman yang inspiratif Ilham, Fuad, Prima, Alul, Supri, Angga, Bayu,
Harun, Richo, Angger, Akbar, Febri dan Furin.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan. Kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan agar
dapat dijadikan masukan di waktu mendatang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat
untuk penulis serta pembaca.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Jakarta, Juli 2014
Yusuf Al Aziz
xii
DAFTAR ISI
Lembar Pernyataan……………………………………………………………… ii
Abstrak…………………………………………………………………………… iii
Abstract…………………………………………………………………………… v
Lembar Pengesahan………............……………………………………………… vii
Lembar Persetujuan………............……………………………………………… viii
Daftar Riwayat Hidup…………………………………………………............... ix
Kata Pengantar…………………………………………………………………… x
Daftar Isi………………………………………………………………………….. xii
Daftar Tabel……………………………………………………........................... xvii
Daftar Bagan…………………………………………………………………….. xx
Daftar Gambar………………………………………………………………… xxi
Daftar Singkatan………………………………………………………………… xxii
Daftar Lampiran………………………………………………………………... xxiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang……………………………………………………………........ 1
1.2. Rumusan Masalah…………………………………………………………….. 7
1.3. Pertanyaan Penelitian…………………………………………………………. 7
1.4. Tujuan………………………………………………………………………… 9
1.4.1. Tujuan Umum…………………………………………………………. 9
xiii
1.4.2. Tujuan Khusus……………………………………….………………... 9
1.5. Manfaat Penelitian……………………………………………...……………... 11
1.5.1. Bagi Mahasiswa………………………………………...……………... 11
1.5.2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta…………….. 11
1.5.3. Bagi PT Petrokimia Gresik….………………………………………… 11
1.6. Ruang Lingkup ……………………………………………………………….. 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Api…………………………………………………………………….... 13
2.1.1 Segitiga Api…………………………………………………………… 13
2.1.2 Tetrahedron Api……………………………………………………….. 14
2.1.3 Cara Penjalaran Api…………………………………………………… 14
2.2 Kebakaran……………………………………………………………………. 16
2.2.1 Definisi Kebakaran…………………………………………………… 16
2.2.2 Klasifikasi Kebakaran………………………………………………… 17
2.2.3 Bentuk Kebakaran…………………………………………………….. 17
2.3. Peraturan Mengenai Kebakaran di Indonesia…………………………………. 19
2.3.1 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2009 ……………19
2.3.2 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26/PRT/M/2008…………….19
2.4. Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan……….. 20
2.4.1 Akses dan Pasokan Air untuk Pemadam Kebakaran…………………. 20
2.4.2 Sarana Penyelamatan Jiwa……………………………………………. 22
xiv
2.4.3 Sarana Proteksi Kebakaran Pasif…………………………………….. 25
2.4.4 Sarana Proteksi Kebakaran Aktif………………………………........ 27
2.4.5 Utilitas Bangunan Gedung……..…………………………………….. 40
2.5 Tingkat Pemenuhan………………………………………………………….... 43
2.5.1 Teknik Skoring……………………………………………………….. 43
2.5.2 Teknik Pembobotan…………………………………………………... 45
BAB III KERANGKA BERFIKIR DEFINISI ISTILAH
3.1 Kerangka Teori………………………………………………………………... 46
3.2 Kerangka Berfikir..……………………………………………………………. 47
3.3 Definisi Istilah………………………………………………………………. 50
3.3.1 Akses dan Pasokan Air untuk Pemadam Kebakaran…………………. 50
3.3.2 Sarana Penyelamatan Jiwa……………………………………………. 51
3.3.3 Sarana Proteksi Kebakaran Pasif…………………………………….. 54
3.3.4 Sarana Proteksi Kebakaran Aktif………………………………........ 55
3.3.5 Utilitas Bangunan Gedung……..……………………………………… 62
BAB IV METODELOGI PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian ……………………………………………...………………... 65
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………………………………. 65
4.3. Informan…………….…………………………………………………………66
4.4. Instrumen Penelitian………………………………………………………….…69
4.5. Metode Pengumpulan Data……………………………………………………70
xv
4.5.1 Observasi...…………………………………………………………….. 70
4.5.2 Wawancara…………………………………………………………….. 71
4.5.3 Telaah Dokumen……………………………………………………….. 71
4.6. Validasi Data………………………………………………………………….. 72
4.6.1 Triangulasi sumber…………………………………………………….. 72
4.6.2 Triangulasi metode…………………………………………………….. 74
4.7. Analisis Data…………………………………………………………………...76
BAB V HASIL
5.1 Gambaran Umum PT Petrokimia Gresik……….……...………………........ 84
5.1.1 Profil PT Petrokimia Gresik………………………………………….. 84
5.1.2 Kebijakan, Visi dan Misi PT Petrokimia Gresik……………………… 85
5.1.3 Fasilitas Pabrik…………………………………………………………86
5.1.4 Kepegawaian dan Shift Kerja…………………………………………. 90
5.1.5 Gambaran Departemen Lingkungan dan K3………………………….. 91
5.1.6 Gambaran Proses Produksi di Unit Produksi Amoniak……………… 93
5.1.7 Gambaran Hasil Identifikasi Potensi bahaya Kebakaran…………….. 95
5.2 Gambaran Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan di Unit Produksi Amoniak………………………… 96
5.2.1 Tingkat Pemenuhan Akses pasokan air untuk pemadam kebakaran…. 99
5.2.2 Tingkat Pemenuhan Sarana Penyelamatan Jiwa……………………… 104
5.2.3 Tingkat Pemenuhan Sarana proteksi kebakaran pasif….……............ 112
xvi
5.2.4 Tingkat Pemenuhan Sarana proteksi kebakaran aktif….……............. 115
5.2.5 Tingkat Pemenuhan Utilitas Bangunan Gedung……......……………. 139
5.3 Gambaran Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan di Unit Produksi Amoniak………………………… 148
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian………………………………………………………. 154
6.2 Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan di Unit Produksi Amoniak………………………………………. 154
6.2.1 Pembahasan Tingkat Pemenuhan Akses dan Pasokan Air Untuk
Pemadam Kebakaran…………………………………………………. 159
6.2.2 Pembahasan Tingkat Pemenuhan Sarana Penyelamatan Jiwa…......... 166
6.2.3 Pembahasan Tingkat Pemenuhan Sarana Proteksi Kebakaran Pasif…. 174
6.2.4 Pembahasan Tingkat Pemenuhan Sarana Proteksi Kebakaran Aktif... 176
6.2.5 Pembahasan Tingkat Pemenuhan Utilitas Bangunan Gedung………. 198
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan…………………………………………………………………....... 210
7.2 Saran…………………………………………………………………............. 212
7.2.1 Saran Untuk Perusahaan……………………………………............... 212
7.2.2 Saran Untuk Peneliti Selanjutnya…………………………................. 215
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………...216
LAMPIRAN…………………………………………………………………………………..221
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tingkat penilaian audit kebakaran…………………………………. 44
Tabel 2.2 Hasil Pembobotan menurut Permen PU No.26 tahun 2008………. 45
Tabel 3.1 Definisi Istilah Akses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran. 50
Tabel 3.2 Definisi Istilah Sarana jalan keluar……………………...…………. 51
Tabel 3.3 Definisi Istilah Tanda petunjuk arah evakuasi…………..………….52
Tabel 3.4 Definisi Istilah Tempat berhimpun………………….......…………. 53
Tabel 3.5 Definisi Istilah Konstruksi tahan api………………………………..54
Tabel 3.6 Definisi Istilah Detektor kebakaran………………………………... 55
Tabel 3.7 Definisi Istilah Alarm kebakaran……..…………………………….56
Tabel 3.8 Definisi Istilah Titik panggil manual………………………………. 57
Tabel 3.9 Definisi Istilah Sistem springkler otomatik..……………………… 58
Tabel 3.10 Definisi Istilah Hidran…………..…………………………………..59
Tabel 3.11 Definisi Istilah Sistem pipa tegak…….…………………………… 60
Tabel 3.12 Definisi Istilah Alat Pemadam Api Ringan……………………….. 61
Tabel 3.13 Definisi Istilah Sumber daya listrik………..……………………… 62
Tabel 3.14 Definisi Istilah Pusat pengendali kebakaran………….……………. 63
Tabel 3.15 Definisi Istilah Sistem proteksi petir………………………………. 64
Tabel 4.1 Jabatan dan kode informan penelitian………..……………………. 69
Tabel 4.2 Validasi data dengan triangulasi sumber……..……………………. 73
Tabel 4.3 Validasi data dengan triangulasi metode…. ………………………. 75
xviii
Tabel 4.4 Jadwal Kegiatan Audit……………………..……………………….79
Tabel 5.1 Jumlah karyawan berdasarkan tingkat pendidikan terakhir……… 90
Tabel 5.2 Jumlah karyawan berdasarkan jabatan…………………………… 90
Tabel 5.3 Jumlah karyawan berdasarkan kelompok shift……………………. 91
Tabel 5.4 Tingkat Penilaian Audit Kebakaran………………………………. 97
Tabel 5.5 Tingkat Pemenuhan Akses dan pasokan air untuk pemadam
kebakaran…………………………………………………….......... 100
Tabel 5.6 Tingkat Pemenuhan Sarana jalan keluar……………………...… 105
Tabel 5.7 Tingkat Pemenuhan Tanda petunjuk arah evakuasi…………..… 107
Tabel 5.8 Tingkat Pemenuhan Tempat berhimpun…………………...……… 110
Tabel 5.9 Tingkat Pemenuhan Konstruksi tahan api………………………… 112
Tabel 5.10 Tingkat Pemenuhan Detektor kebakaran………………………….. 115
Tabel 5.11 Tingkat Pemenuhan Alarm kebakaran……..…………………….... 121
Tabel 5.12 Tingkat Pemenuhan Titik panggil manual……………………….... 123
Tabel 5.13 Tingkat Pemenuhan Sistem springkler otomatik..………………… 124
Tabel 5.14 Tingkat Pemenuhan Hidran…………..………………………........ 128
Tabel 5.15 Tingkat Pemenuhan Sistem pipa tegak…….……………………… 130
Tabel 5.16 Tingkat Pemenuhan Alat Pemadam Api Ringan………………….. 133
Tabel 5.17 Klasifikasi Api pada tabung APAR Dry Chemical Powder………. 137
Tabel 5.18 Tingkat Pemenuhan Sumber daya listrik………..………………... 139
Tabel 5.19 Tingkat Pemenuhan Pusat pengendali kebakaran………….……… 143
Tabel 5.20 Tingkat Pemenuhan Sistem proteksi petir………………………… 146
xix
Tabel 5.21 Rata-rata tingkat pemenuhan sarana penyelamatan jiwa…………. 149
Tabel 5.22 Rata-rata tingkat pemenuhan sarana proteksi kebakaran aktif …… 150
Tabel 5.23 Rata-rata tingkat pemenuhan utilitas bangunan gedung……. …… 151
Tabel 5.24 Hasil pembobotan sistem proteksi kebakaran menurut Permen PU
No. 26 tahun 2008…………………………………………………. 152
Tabel 5.25 Tingkat Pemenuhan Sistem proteksi kebakaran pada bangunan
Gedung dan lingkungan di Unit Produksi Amoniak………………..153
Tabel 6.1 Rekomendasi Jarak pandang dengan tinggi huruf yang ideal…….. 205
xx
DAFTAR BAGAN
3.1 Kerangka Berfikir…………………………………………………...…… 47
5.1 Struktur organisasi Departemen Lingkungan dan K3 PT Petrokimia…… 92
5.2 Diagram hasil tingkat pemenuhan komponen sistem proteksi kebakaran pada
bangunan gedung dan lingkungan di Unit Produksi Amoniak………….… 92
xxi
DAFTAR GAMBAR
2.1 Teori Segitiga Api…………………………………………………………. 13
3.1 Kerangka Teori….…………………………………………………………. 46
5.1 Flow diagram produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik………………….. 94
5.2 Ilustrasi tanda petunjuk arah evakuasi serta ukuran huruf...………………. 109
5.3 Ilustrasi tempat berhimpun di Unit Produksi Amoniak ………...………… 111
6.1 Ilustrasi lebar kendaraan pemadam kebakaran dan jalan lingkungan…….. 163
6.2 Ilustrasi jalan lingkungan dengan 3 unit damkar………………………….. 164
6.3 Sarana jalan keluar (tampak atas)………….……………………………… 167
6.4 Tanda petunjuk arah evakuasi dengan iluminasi…………..……………… 170
6.5 Ilustrasi instalasi detektor kebakaran di Unit Produksi Amoniak ……… 178
6.6 Ilustrasi penempatan titik panggil manual ………………….…………….. 185
6.7 Ilustrasi penempatan APAR……………..………………….…………….. 196
6.8 Penandaan ruang pusat pengendali kebakaran…………..….…………….. 205
xxii
DAFTAR SINGKATAN
BUMN : Badan Usaha Milik Negara
PIHC : Pupuk Indonesia Holding Company
PLN : Perusahaan Listrik Negara
SPP : Sistem Proteksi Petir
NFPA : National Fire Protection Association
SNI : Standar Nasional Indonesia
APAR : Alat Pemadam Api Ringan
K3 : Keselamatan dan Kesehatan Kerja
PMK : Pemadam Kebakaran
SMK3 : Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
STG : Steam Turbine Generator
GTG : Gas Turbine Generator
P2K3 : Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Permen PU : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
AHP : Analytical Hierarchical Process
IEC : International Electrotechnical Commision
FD : Flame Detector
GD : Gas Detector
DCS : Distributed Control System
xxiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Pernyataan Perizinan Pengambilan Data
Lampiran 2 Lembar Checklist dan Pedoman Wawancara
Lampiran 3 Matriks Wawancara
Lampiran 4 Dokumentasi Komponen Sistem Proteksi Kebakaran
Lampiran 5 Sertifikat Pengesahan
Lampiran 6 Lay Out
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di zaman yang modern ini, keadaan darurat merupakan satu-satunya
kondisi yang tidak akan pernah terlepas dan akan selalu terjadi dimana saja,
baik dalam bentuk bencana alam maupun non alam, salah satunya adalah
kebakaran. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26 tahun 2008
kebakaran merupakan suatu fenomena yang timbul akibat adanya peningkatan
suhu dari suatu bahan yang kemudian bereaksi secara kimia dengan oksigen
sehingga menghasilkan panas dan pancaran api, mulai dari awal terjadinya api,
ketika proses penjalaran api, hingga asap dan gas yang ditimbulkan
(Departemen Pekerjaan Umum, 2008). Selain itu kebakaran juga dapat
diartikan sebagai suatu reaksi eksotermis di dalam proses oksidasi yang cepat,
dimana bagian dari energi yang dikeluarkan akan mendukung berlangsungnya
proses tersebut (Fire Safety Bureau, 1997). Dan menurut World Health
Organization, kebakaran merupakan suatu kejadian yang dapat terjadi dimana
saja baik itu di wilayah pemukiman penduduk, tempat umum, perkotaan,
industri, maupun di hutan (WHO, 2010).
Di Amerika Serikat pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2013
peristiwa kebakaran mencapai 1.375.000 kasus (United State Fire
Administration, 2013). Sedangkan di negara bagian West Virginia, pada tahun
2
2012 sampai dengan 2013 terjadi 73.579 kejadian kebakaran dengan jumlah
kebakaran di pedesaan sebanyak 23.279 dan di perkotaan sebanyak 32.350 serta
di kawasan industri sebanyak 17.950 kasus (Karter, 2013).
Faktor-faktor penyebab terjadinya kebakaran di suatu kawasan industri
secara umum menurut Ramli dalam Petunjuk Praktis Manajemen Kebakaran
(2010) yaitu faktor manusia dan faktor teknis. Untuk kasus kebakaran di
kawasan industri dan pemukiman di Indonesia, faktor teknis yang paling utama
sebagai penyebab terjadinya kebakaran diantaranya yaitu minimnya sarana dan
sistem proteksi kebakaran, buruknya penataan ruang atau housekeeping, serta
adanya hubungan pendek arus listrik (Nugroho, 2010).
Kawasan industri yang serangkaian aktivitas produksinya berpotensi
menimbulkan kebakaran serta prosesnya menggunakan bahan-bahan mudah
terbakar memiliki risiko kebakaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pemukiman dan tempat umum lainnya. Berkaitan dengan hal tersebut, Undang-
Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja menyatakan bahwa
suatu perusahaan harus berupaya untuk menciptakan tempat kerja yang sehat,
selamat, dan aman dari bahaya kebakaran. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan yaitu dengan menerapkan sistem proteksi kebakaran di tempat kerja.
Sistem tersebut kemudian perlu dievaluasi secara berkala agar tetap berfungsi
sebagaimana mestinya sehingga suatu tempat kerja dapat terhindar dari
kerugian akibat terjadinya kebakaran.
3
Suatu industri yang mengalami bencana kebakaran akan memiliki
kerugian yang sangat besar karena menyebabkan terhentinya proses produksi
dan hilangnya peluang kerja yang pada akhirnya berdampak pada menurunnya
produktivitas perusahaan (Eckhoff, 2005). Dengan besarnya tingkat kerugian
tersebut maka pihak perusahaan perlu berupaya untuk lebih meningkatkan
upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap bencana kebakaran, salah satu
caranya yaitu dengan mengevaluasi penerapan sistem proteksi kebakaran di
perusahaan tersebut.
Evaluasi terhadap sistem merupakan salah satu penerapan utama dari
tujuan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yaitu
continuous improvement. Oleh karena itu sangat penting bagi suatu perusahaan
untuk mengetahui seberapa efektif sistem yang sedang mereka jalankan
(Furness, 2007). Dengan dilakukannya evaluasi terhadap sistem proteksi
kebakaran, diharapkan perusahaan dapat mengetahui kondisi aktual dari sistem
yang sedang dijalankan, dapat memahami kesesuaian sistem terhadap standar
yang ada, dan dapat mengukur seberapa besar tingkat pemenuhan sistem
proteksi kebakaran yang sedang dijalankan tersebut.
PT Petrokimia Gresik merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
dibawah jangkauan Departemen Perindustrian dan Perdagangan yang bergerak
di bidang produksi pupuk, dan bahan-bahan kimia (H2SO4, H3PO4, NH3, CO2,
cement retarder, dan alumunium fluoride). PT Petrokimia Gresik mempunyai 3
lokasi pabrik yang masing-masing memiliki proses produksi dan menghasilkan
4
bahan yang berbeda-beda. Pabrik I (pabrik pupuk nitrogen) menghasilkan
Amoniak, ZA I dan III, Urea, CO2 dan Dry Ice, dan Utility. Pabrik II (Pabrik
pupuk Phospat) menghasilkan pupuk Phonska, ZK dan NPK. Sedangkan pabrik
III (pabrik Asam Fosfat) menghasilkan Asam Sulfat (H2SO4), Asam Fosfat
(H3PO4), Alumunium Fluoride (AlF3), Cement Retarder, ZA II, serta Utilitas
Batu Bara (Company Profile PT Petrokimia Gresik, 2013).
Ketiga lokasi pabrik tersebut masing-masing memiliki karakteristik
tersendiri, mulai dari raw material yang digunakan, suhu dan tekanan dari
mesin yang dioperasikan, serta proses produksi yang dijalankan, sehingga
masing-masing pabrik mempunyai tingkat potensi bahaya kebakaran yang
berbeda-beda pula. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan
pada studi pendahuluan, lokasi pabrik yang memiliki tingkat potensi bahaya
kebakaran paling tinggi di PT Petrokimia Gresik yaitu di pabrik I tepatnya di
Unit Produksi Amoniak.
Data kejadian kebakaran dan ledakan industri amoniak di dunia
menunjukkan terdapat 2 kasus ledakan tangki penyimpanan amoniak pada
tahun 2013, yaitu di industri pupuk West Fertilixer Company Texas yang
menyebabkan 15 orang korban jiwa, 200 orang terluka dan sekitar 350 rumah
rusak pada April 2013 (US Chemical Safety and Hazard Investigation, 2013).
Selain itu ledakan juga terjadi di pabrik Weng’s Cold Storage Industrial Co, Ltd
kota Shanghai pada agustus 2013, yang disebabkan karena adanya kebocoran
pada mesin pendingin di tangki penyimpanan amoniak (JPNN, 2013)
5
Untuk Unit Produksi Amoniak, titik penyalaan (flammability) dari
amoniak (16%-25% vol) di udara adalah lebih tinggi dari pada hydro karbon,
sehingga semprotan amoniak cair dapat menimbulkan kebakaran. Amoniak
juga memiliki suhu penyalaan sendiri (Auto Ignition Temperature) yaitu pada
suhu 659,11oC dengan tekanan uapnya mencapai 10 atm pada suhu 25,7oC
(Departemen Manajemen Resiko PT Petrokimia Gresik, 2013). Berdasarkan
teori segitiga api untuk menentukan konsep terjadinya suatu kebakaran,
keseluruhan proses produksi di Unit Produksi Amoniak memenuhi ketiga unsur
penyalaan api, yaitu adanya sumber panas yang potensial, terdapat bahan bakar,
serta oksigen. Dengan adanya konsentrasi oksigen yang tinggi di udara,
ditambah dengan proses produksi yang menggunakan sumber panas dari mesin
reactor, maka uap amoniak sebagai bahan bakar jenis flammable gas tersebut
dengan mudah akan terbakar.
Data kebakaran menunjukkan, selama 5 tahun terakhir di Unit Produksi
Amoniak telah terjadi kebakaran sebanyak 11 kasus dari tahun 2009 hingga
bulan November 2013. Rata-rata kebakaran terjadi karena adanya kebocoran
pada pipa gas yang mengandung amoniak, ataupun pipa yang mengandung gas
alam seperti H2. Saat kebocoran tersebut terjadi, secara bersamaan terdapat
pekerjaan pemeliharaan yang memerlukan kegiatan pengelasan di unit produksi
tersebut. Dikarenakan line pipa yang mengandung gas alam tersebut bocor dan
tidak terdeteksi oleh sistem detektor yang sudah ada, maka ledakan serta
semburan api terjadi. Dampak yang ditimbulkan akibat kebakaran tersebut yaitu
6
hilangnya waktu produksi antara 3 hari hingga 2 pekan, yang otomatis
mengurangi keuntungan perusahaan. Tidak hanya itu dampak lainnya adalah
kerusakan pada mesin dan cidera pada pekerja.
Untuk menanggulangi potensi bahaya kebakaran di Unit Produksi
Amoniak tersebut, PT Petrokimia Gresik sudah menerapkan sistem proteksi
kebakaran, namun pihak perusahaan belum melakukan evaluasi terhadap
tingkat pemenuhan sistem proteksi yang sudah ada. Dilihat dari jumlah
kejadian kebakaran yang terjadi dan dampak kerugian yang ditimbulkan, serta
belum dievaluasinya tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaran yang sudah
ada, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui
tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan
lingkungan di Unit Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik tahun 2014.
Penelitian ini menggunakan beberapa standar acuan diantaranya
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26 tahun 2008 tentang Persyaratan
Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan,
Standar Nasional Indonesia (SNI) serta National Fire Protection Association
(NFPA). Peneliti menggunakan Permen PU Nomor 26 tahun 2008 sebagai
standar acuan, karena Unit Produksi Amoniak termasuk ke dalam klasifikasi
bangunan gedung kelas 8, yaitu bangunan gedung yang dipergunakan untuk
tempat pemrosesan suatu produk, perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan,
finishing, atau pembersihan barang-barang produksi dalam rangka perdagangan
atau penjualan.
7
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil wawancara pada studi pendahuluan yang
dilaksanakan pada 20 Februari 2014, dengan Pak Susantyo, Kepala bagian
Pemadam Kebakaran (PMK) PT Petrokimia Gresik, beliau mengatakan bahwa
hasil identifikasi risiko yang dilakukan oleh Departemen Manajemen Risiko PT
Petrokimia Gresik, menunjukkan Unit Produksi Amoniak memiliki potensi
bahaya kebakaran yang tinggi (high), frekuensi terjadinya kebakaran yang
sering (frequently) serta dampak yang ditimbulkan juga tergolong besar
(catastrophic). Beliau menambahkan, sistem proteksi kebakaran di Unit
Produksi Amoniak yang sudah diterapkan sampai saat ini belum dievaluasi
tingkat pemenuhannya. Hal tersebut membuat peneliti tertarik untuk
mengetahui tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaran di Unit Produksi
Amoniak PT Petrokimia Gresik tahun 2014. Penelitian ini menggunakan
beberapa standar acuan diantaranya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada
Bangunan Gedung dan Lingkungan, Standar Nasional Indonesia (SNI) serta
National Fire Protection Association (NFPA)
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana tingkat pemenuhan akses dan pasokan air untuk pemadam
kebakaran di Unit Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik terhadap
Permen PU No.26/PRT/M/2008?
8
2. Bagaimana tingkat pemenuhan sarana jalan keluar di Unit Produksi
Amoniak PT Petrokimia Gresik terhadap SNI 03-1746-2000?
3. Bagaimana tingkat pemenuhan tanda petunjuk arah evakuasi di Unit
Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik terhadap Permen PU
No.26/PRT/M/2008?
4. Bagaimana tingkat pemenuhan tempat berhimpun di Unit Produksi
Amoniak PT Petrokimia Gresik terhadap Standar NFPA 101 Life Safety
Code?
5. Bagaimana tingkat pemenuhan konstruksi tahan api di Unit Produksi
Amoniak PT. Petrokimia Gresik terhadap SNI 03-1736-2000?
6. Bagaimana tingkat pemenuhan detektor kebakaran di Unit Produksi
Amoniak PT Petrokimia Gresik terhadap SNI 03-3985-2000?
7. Bagaimana tingkat pemenuhan alarm kebakaran di Unit Produksi Amoniak
PT Petrokimia Gresik terhadap SNI 03-3985-2000?
8. Bagaimana tingkat pemenuhan titik panggil manual di Unit Produksi
Amoniak PT Petrokimia Gresik terhadap SNI 03-3985-2000?
9. Bagaimana tingkat pemenuhan sistem springkler otomatik di Unit Produksi
Amoniak PT Petrokimia Gresik terhadap SNI 03-3989-2000?
10. Bagaimana tingkat pemenuhan hidran di Unit Produksi Amoniak PT
Petrokimia Gresik terhadap SNI 03-1745-2000?
11. Bagaimana tingkat pemenuhan sistem pipa tegak di Unit Produksi
Amoniak PT Petrokimia Gresik terhadap SNI 03-1745-2000?
9
12. Bagaimana tingkat pemenuhan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) di Unit
Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik terhadap Permen PU No.
26/PRT/M/2008?
13. Bagaimana tingkat pemenuhan sumber daya listrik di Unit Produksi
Amoniak PT Petrokimia Gresik terhadap Permen PU No. 26/PRT/M/2008?
14. Bagaimana tingkat pemenuhan pusat pengendali kebakaran di Unit
Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik terhadap Permen PU No.
26/PRT/M/2008?
15. Bagaimana tingkat pemenuhan sistem proteksi petir di Unit Produksi
Amoniak PT Petrokimia Gresik terhadap Permen PU No. 26/PRT/M/2008?
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaran pada
bangunan gedung dan lingkungan di Unit Produksi Amoniak PT.
Petrokimia Gresik.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui tingkat pemenuhan akses dan pasokan air untuk
pemadam kebakaran di Unit Produksi Amoniak PT Petrokimia
Gresik.
2. Mengetahui tingkat pemenuhan sarana jalan keluar di Unit Produksi
Amoniak PT Petrokimia Gresik.
10
3. Mengetahui tingkat pemenuhan tanda petunjuk arah evakuasi di
Unit Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik..
4. Mengetahui tingkat pemenuhan tempat berhimpun di Unit Produksi
Amoniak PT Petrokimia Gresik.
5. Mengetahui tingkat pemenuhan konstruksi tahan api di Unit
Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik.
6. Mengetahui tingkat pemenuhan detektor kebakaran di Unit
Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik.
7. Mengetahui tingkat pemenuhan alarm kebakaran di Unit Produksi
Amoniak PT Petrokimia Gresik.
8. Mengetahui tingkat pemenuhan titik panggil manual di Unit
Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik.
9. Mengetahui tingkat pemenuhan sistem springkler otomatik di Unit
Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik.
10. Mengetahui tingkat pemenuhan hidran di Unit Produksi Amoniak
PT Petrokimia Gresik.
11. Mengetahui tingkat pemenuhan sistem pipa tegak di Unit Produksi
Amoniak PT Petrokimia Gresik.
12. Mengetahui tingkat pemenuhan Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
di Unit Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik.
13. Mengetahui tingkat pemenuhan sumber daya listrik di Unit
Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik.
11
14. Mengetahui tingkat pemenuhan pusat pengendali kebakaran di Unit
Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik.
15. Mengetahui tingkat pemenuhan sistem proteksi petir di Unit
Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik.
1.5 Manfaat
1.5.1 Manfaat bagi mahasiswa
a. Hasil dari penelitian ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan mahasiswa mengenai sistem proteksi kebakaran pada
bangunan gedung dan lingkungan.
b. Menambah wawasan, pengetahuan, pemahaman serta pengalaman
mahasiswa dalam merancang dan melaksanakan suatu penelitian
1.5.2 Manfaat bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta
a. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk mengembangkan
penelitian, khususnya mengenai sistem proteksi kebakaran pada
bangunan gedung dan lingkungan.
b. Dapat dijadikan masukan yang bermanfaat untuk kurikulum
Peminatan K3 Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.5.3 Manfaat bagi PT Petrokimia Gresik
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
pihak perusahaan untuk memperbaiki sistem proteksi kebakaran pada
12
bangunan gedung dan lingkungan di Unit Produksi Amoniak yang
belum sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26
tahun 2008, Standar Nasional Indonesia (SNI), dan National Fire
Protection Association (NFPA).
1.6 Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pemenuhan sistem
proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan dengan
menggunakan standar acuan Permen PU No. 26/PRT/M/2008, Standar Nasional
Indonesia (SNI), dan standar internasional yaitu NFPA. Penelitian ini
dilaksanakan di Unit Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik, pada bulan
April-Juni 2014. dengan alasan berdasarkan studi pendahuluan dapat diketahui
bahwa hasil identifikasi resiko kebakaran yang dilakukan oleh Departemen
Manajemen Risiko di PT Petrokimia Gresik menunjukkan Unit Produksi
Amoniak memiliki peluang terjadinya kebakaran yang tinggi (high risk),
frekuensi terjadinya kebakaran yang sering (frequently) serta dampak yang
ditimbulkan juga sangat besar (catastrophic). Data menunjukkan dalam 5 tahun
terakhir terjadi sebanyak 11 kasus kebakaran, rata-rata kebakaran terjadi karena
adanya kebocoran pipa amoniak yang tidak terdeteksi yang kemudian bereaksi
dengan percikan api dari pekerjaan pengelasan pada kegiatan pemeliharaan. PT
Petrokimia Gresik telah menerapkan sistem proteksi kebakaran namun belum
mengevaluasi tingkat pemenuhannya. Pengambilan data pada penelitian ini
yaitu dengan melakukan observasi, telaah dokumen dan wawancara.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Api
2.1.1 Segitiga Api
Menurut Davletshina dalam Industrial Fire Safety Guidebook
(1998), teori segitiga api (fire triangle) merupakan teori sederhana yang
menjelaskan tiga faktor penting yang menyebabkan munculnya api
mulai dari awal timbulnya api tersebut sampai terjadinya kebakaran.
Tiga faktor tersebut, yaitu:
a. Bahan bakar (fuel)
b. Sumber panas (heat)
c. Oksigen
Gambar 2.1Teori segitiga api
BAHAN BAKARGas mudah terbakar
Cairan mudah terbakarBahan padat mudah terbakar
SUMBER PENYALAANPermukaan panas
Alat-alat listrikListrik statis
Rokok/Api terbuka
OKSIGENSelalu ada di udara bebas
14
Menurut Furness dalam Introduction to Fire Safety Management
(2007), semua komponen tersebut memiliki kemampuan untuk
menimbulkan titik api jika diberikan panas. Ketika ketiga unsur
penyalaan api tersebut saling bereaksi maka api akan menyala. Dan
sebaliknya jika salah satu dari komponen tersebut dikendalikan, maka
api akan padam.
2.1.2 Tetrahedron Api
Tetrahedron of fire merupakan pengembangan dari teori segitiga
api dimana selain ketiga unsur penyalaan api berupa bahan bakar,
sumber panas, dan oksigen, masih ada satu unsur lagi yang sangat
mempengaruhi penyalaan api, yaitu rantai reaksi kimia. Menurut
Mehaffey dalam Fire Protection NIOSH Instructional Module (1997),
konsep keempat unsur api inilah yang menjadi landasan dalam
pengembangan teori kebakaran, menjadi acuan yang baik dalam
mengembangkan sarana dan teknik pemadaman kebakaran serta
menjadi panduan merancang sistem proteksi kebakaran yang handal.
2.1.3 Cara Penjalaran Api
Fenomena kebakaran biasanya berawal dari penyalaan api yang
kecil, kemudian membesar dan menyebar ke daerah sekitarnya. Menurut
15
Eckhoff dalam Explosion Hazard in the Process Industries (2005),
perambatan api dapat terjadi melalui beberapa cara, yaitu:
a. Konduksi
Konduksi adalah proses perambatan api melalui benda
padat, misalnya api merambat melalui kayu, tembok beton, ataupun
besi. Apabila terjadi kebakaran di suatu ruangan, maka panas dapat
merambat melalui tembok tersebut sehingga ruangan di sebelahnya
akan mengalami pemanasan juga sehingga api dapat merambat
dengan mudah.
b. Konveksi
Konveksi adalah perambatan api melalui media cairan
ataupun uap air. Apabila terjadi kebakaran di suatu ruangan, maka
panas juga dapat merambat melalui pergerakan atau aliran udara
panas ke daerah sekitar ruangan tersebut. Aliran udara panas akan
mengalir dari suatu ruangan yang lebih panas menuju ke ruangan
yang lebih dingin.
c. Radiasi
Radiasi adalah proses perambatan api melalui media
gelombang elektromagenetik dan pancaran cahaya yang keluar dari
api yang menyala. Salah satu contoh perambatan panas melalui
proses radiasi adalah adalah panas matahari yang dapat dirasakan
oleh manusia di bumi. Dalam proses radiasi, terjadi proses
16
perpindahan panas (heat transfer), misalnya jika terjadi kebakaran
di suatu bangunan dan ketika api mulai membesar, maka api akan
menyebarkan energi panas dalam bentuk pancaran cahaya sehingga
memungkinkan bangunan lain disekitarnya akan terbakar juga
meskipun berada di jarak yang agak jauh.
2.2 Kebakaran
2.2.1 Definisi Kebakaran
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26 tahun
2008 kebakaran merupakan suatu fenomena yang timbul akibat adanya
peningkatan suhu dari suatu bahan yang kemudian bereaksi secara kimia
dengan oksigen sehingga menghasilkan panas dan pancaran api, mulai
dari awal terjadinya api, ketika proses penjalaran api, hingga asap dan
gas yang ditimbulkan (Departemen Pekerjaan Umum, 2008). Selain itu
kebakaran juga dapat diartikan sebagai suatu reaksi eksotermis di dalam
proses oksidasi yang cepat, dimana bagian dari energi yang dikeluarkan
akan mendukung berlangsungnya proses tersebut (Fire Safety Bureau,
1997). Kebakaran dapat terjadi dimana saja baik itu di wilayah
pemukiman penduduk, tempat umum, perkotaan, industri, maupun di
hutan (WHO, 2010).
17
2.2.2 Klasifikasi Kebakaran
Klasifikasi kebakaran menurut National Fire Protection
Association (NFPA), kebakaran dapat digolongkan:
a. Kebakaran bahan padat kecuali logam (Golongan A);
b. Kebakaran bahan cair atau gas yang mudah terbakar (Golongan B);
c. Kebakaran instalasi listrik bertegangan (Golongan C);
d. Kebakaran bahan logam (Golongan D), dan
e. Kebakaran akibat peralatan atau aktivitas memasak (Golongan K)
2.2.3 Bentuk Kebakaran
Bentuk kebakaran atau api bermacam-macam sesuai dengan
sumber bahan bakar yang digunakan dan kondisi lingkungannya.
Menurut Wiley dalam Guidelines for Fire Protection in Chemical,
Petrochemical, and Hydrocarbon Processing Facilities (2003), bentuk
kebakaran diantaranya yaitu:
a. Api Kilat (Flash fire)
Flash fire atau api kilat merupakan api yang tiba-tiba
menyala seperti kilat, berlangsung dalam waktu yang singkat yaitu
dalam jangka waktu 0-5 detik dan terjadi ketika suatu uap bahan
bakar yang bocor kemudian menguap dari sumbernya dan bereaksi
dengan oksigen yang ada di udara kemudian mencapai titik nyala.
Api jenis ini dapat menghanguskan benda atau orang di dekatnya.
18
b. Bola api (ball fire)
Ball fire atau bola api merupakan jenis api yang menyala
akibat terjadinya kebocoran dalam suatu wadah yang mengandung
gas bertekanan. Wadah yang bocor tersebut kemudian
mengakibatkan gas mengembang dengan cepat ke udara dan tiba-tiba
terbakar Kebakaran jenis ini juga berlangsung singkat yaitu dalam
jangka waktu 5 – 20 detik, namun dampaknya dapat menghancurkan
satu area yang cukup luas.
c. Kolam api (pool fire)
Pool fire atau kolam api merupakan jenis api yang menyala
jika suatu bahan bakar cair seperti minyak atau bahan kimia tumpah
dan mengenai suatu tempat atau dalam wadah terbuka, seperti tangki
timbun. Besarnya api ditentukan oleh jumlah bahan yang terbakar,
sifat kimiawi dan fisis bahan tersebut, serta kondisi arah angin, cuaca
dan kondisi lingkungan lainnya.
d. Api jet (jet fire)
Jet fire atau api jet merupakan jenis api yang menyala jika
terdapat bahan bakar berbentuk gas dengan tekanan yang tinggi
keluar dari dalam lubang yang kecil akibat adanya suatu kebocoran
pada pipa atau peralatan produksi lainnya. Api jenis ini biasanya
mengeluarkan suara desis yang tinggi dan menimbulkan energi panas
yang sangat besar.
19
2.3 Peraturan Mengenai Kebakaran di Indonesia
2.3.1 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2009
Permen PU No. 20/PRT/M/2009 mengenai Pedoman Teknis
Manajemen Proteksi Kebakaran di Perkotaan, merupakan peraturan
yang mengganti dan menyempurnakan Kepmen PU No. 11 Tahun 2000
mengenai Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran di
Perkotaan. Peraturan ini berisi tentang manajemen proteksi kebakaran di
perkotaan, lingkungan, dan pada bangunan gedung (Departemen
Pekerjaan Umum Republik Indonesia, 2009).
2.3.2 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26/PRT/M/2008
Permen PU No. 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis
Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan,
merupakan peraturan yang mengganti dan menyempurnakan Kepmen
PU No. 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap
Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. Peraturan
ini berisi persyaratan teknis mengenai akses dan pasokan air untuk
pemadaman kebakaran, sarana penyelamatan jiwa, sistem proteksi
kebakaran pasif, sistem proteksi kebakaran aktif, utilitas bangunan
gedung, pencegahan kebakaran bangunan gedung, pengelolaan proteksi
kebakaran pada bangunan gedung, serta pengawasan dan pengendalian
(Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia, 2008).
20
2.4 Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan
Menurut Peraturan Menteri PU Nomor 26 tahun 2008, sistem proteksi
kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan adalah sistem yang terdiri
atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun
pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sarana proteksi aktif, sarana
proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi
bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran. Agar tetap dapat
melakukan pekerjaannya, dapat meningkatkan produktivitas serta
meningkatkan kualitas hidupnya, maka keselamatan masyarakat yang berada di
dalam suatu bangunan gedung dan lingkungan harus menjadi prioritas utama,
khususnya terhadap bahaya kebakaran. Sistem proteksi kebakaran pada
bangunan gedung dan lingkungan terdiri dari beberapa komponen, antara lain
sebagai berikut.
2.4.1 Akses dan Pasokan Air untuk Pemadam Kebakaran
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26 tahun
2008, untuk lingkungan perumahan, perdagangan, dan industri
ketersediaan sumber air berupa hidran halaman, sumur kebakaran atau
reservoir air harus direncanakan sedemikian rupa agar dapat
memudahkan instansi pemadam kebakaran untuk menggunakannya
ketika terjadi kebakaran. Selain itu, sebagai upaya dalam proteksi
terhadap meluasnya kebakaran dan memudahkan operasi pemadaman,
21
maka di lingkungan bangunan gedung harus tersedia jalan lingkungan
dengan perkerasan agar dapat dilalui oleh kendaraan pemadam
kebakaran (Furness, 2007). Kriteria untuk akses dan pasokan air untuk
pemadam kebakaran adalah sebagai berikut.
1. Tersedia sumber air berupa hidran halaman, sumur kebakaran atau
reservoir air dan sebagainya.
2. Dilengkapi dengan sarana komunikasi umum yang dapat dipakai
setiap saat untuk memudahkan penyampaian informasi kebakaran.
3. Tersedia jalur khusus untuk akses mobil pemadam kebakaran
4. Tersedia jalan lingkungan perkerasan di dalam lingkungan
bangunan gedung agar dapat dilalui kendaraan pemadam kebakaran
5. Lebar lapis perkerasan pada jalur masuk yang digunakan untuk
mobil pemadam kebakaran lewat minimal 4 m.
6. Area jalur masuk kedua sisinya ditandai dengan warna yang
kontras.
7. Area jalur masuk pada kedua Sisinya ditandai dengan bahan yang
bersifat reflektif.
8. Penandaan jalur pemadam Kebakaran diberi jarak antara tidak lebih
dari 3 m satu sama lain.
9. Penandaan jalur pemadam kebakaran dibuat di kedua sisi jalur
Penandaan jalur pemadam kebakaran diberi tulisan “Jalur pemadam
kebakaran, jangan dihalangi” (Departemen Pekerjaan Umum, 2008)
22
2.4.2 Sarana Penyelamatan Jiwa
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26 tahun
2008, setiap bangunan gedung harus dilengkapi dengan sarana
penyelamatan jiwa yang dapat digunakan oleh penghuni bangunan
gedung, sehingga memiliki waktu yang cukup untuk menyelamatkan
diri dengan aman tanpa terhambat hal-hal yang diakibatkan oleh
keadaan darurat. Selain itu, sarana penyelamatan jiwa dibuat untuk
mencegah terjadinya kecelakaan atau luka pada waktu melakukan
evakuasi pada saat keadaan darurat terjadi (Suprapto, 2007). Sub
komponen yang harus terdapat dalam sarana penyelamatan jiwa adalah
sarana jalan keluar, tanda petunjuk arah evakuasi dan tempat
berhimpun.
a. Sarana jalan keluar
Sarana jalan keluar pada bangunan gedung dan lingkungan
harus disediakan agar penghuni yang berada di dalamnya dapat
menggunakannya untuk penyelamatan diri (Departemen Pekerjaan
Umum, 2008). Sedangkan menurut SNI 03-1746-2000 mengenai
tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan keluar untuk
penyelamatan, terdapat 7 persyaratan yang menjadi pokok penilaian
sarana jalan keluar, antara lain sebagai berikut.
1. Terdapat koridor yang digunakan sebagai akses EXIT
23
2. Sarana jalan keluar dipelihara terus menerus bebas dari segala
hambatan atau rintangan
3. Perabot, dekorasi atau benda-benda lain tidak diletakkan
sehingga menggangu EXIT, akses ke sana, jalan ke luar dari
sana atau mengganggu pandangan
4. Tidak ada cermin yang dipasang di dalam atau dekat EXIT
manapun sedemikian rupa yang dapat membingungkan arah
jalan ke luar
5. Lebar akses EXIT ≥ 71 cm
6. Jumlah sarana jalan keluar ≥ dua
7. EXIT berakhir pada jalan umum atau bagian luar dari EXIT
pelepasan
b. Tanda petunjuk arah evakuasi
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26
tahun 2008 sarana jalan keluar sebagai rute evakuasi harus diberi
tanda yang disetujui dan mudah terlihat dari setiap arah evakuasi.
Selain itu tanda yang diberikan juga harus mudah terlihat di semua
keadaan walaupun untuk mencapainya tidak tampak langsung oleh
para penghuni. Beberapa kriteria untuk tanda petunjuk arah
evakuasi yaitu sebagai berikut.
24
1. Terdapat tanda petunjuk arah pada saran jalan keluar
2. Warna tanda petunjuk arah nyata dan kontras
3. Pada setiap lokasi ditempatkan tanda arah dengan indikator
arah
4. Tanda arah dengan iluminasi eksternal dan internal harus dapat
dibaca pada kedua mode pencahayaan normal dan darurat.
5. Setiap tanda arah diiluminasi terus menerus
6. Tanda petunjuk arah terbaca “EXIT” atau kata lain yang tepat
dan berukuran ≥ 10 cm.
7. Lebar huruf pada kata EXIT ≥ 5 cm kecuali huruf “I” Spasi
minimum antara huruf pada kata “EXIT” ≥ 1 cm (Departemen
Pekerjaan Umum, 2008)
c. Pintu Darurat
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26
tahun 2008, setiap pintu pada sarana jalan keluar harus dirancang
dan dipasang sehingga mampu berayun dari posisi manapun hingga
mencapai posisi terbuka penuh. Kunci-kunci yang digunakan untuk
pintu darurat juga tidak harus membutuhkan sebuah anak kunci atau
alat lainnya sebagai upaya tindakan untuk membukanya dari dalam
bangunan gedung. Selain itu, grendel atau alat pengunci lain pada
sebuah pintu harus disediakan dengan alat pelepas yang mempunyai
25
metode pengoperasian yang dapat dilihat di semua kondisi
pencahayaan. Mekanisme pelepasan untuk grendel manapun harus
ditempatkan sekurang-kurangnya 87 cm, dan tidak lebih dari 120
cm di atas lantai (Departemen Pekerjaan Umum, 2008).
d. Tempat Berhimpun
Menurut NFPA 101 Life Safety Code (2006), tempat
berhimpun adalah tempat di area sekitar atau diluar lokasi yang
dijadikan sebagai tempat berhimpun atau berkumpul setelah proses
evakuasi pada saat terjadi kebakaran. Tempat berhimpun darurat
harus aman dari bahaya kebakaran dan lainnya. Tempat ini pula
merupakan lokasi akhir yang dituju oleh penghuni suatu bangunan
gedung ketika menyelamatkan diri Kriteria tempat berhimpun
menurut National Fire Protection Association 101 mengenai Life
Safety Code antara lain sebagai berikut.
1. Tersedia tempat berhimpun setelah evakuasi
2. Tersedia petunjuk tempat berhimpun
3. Luas tempat berhimpun sesuai, minimal 0,3 m2 / orang
2.4.3 Sarana Proteksi Kebakaran Pasif
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26 tahun
2008, sarana proteksi kebakaran pasif adalah sistem proteksi kebakaran
yang terbentuk atau terbangun melalui pengaturan penggunaan bahan
26
dan komponen struktur bangunan, kompartemenisasi atau pemisahan
bangunan berdasarkan tingkat ketahanan api, serta perlindungan
terhadap bukaan. Salah satu sub komponen dari sarana proteksi
kebakaran pasif yaitu sebagai berikut.
a. Konstruksi Tahan Api
Konstruksi tahan api merupakan kesatuan dari penghalang
api, dinding api, dinding luar dikaitkan dengan lokasi bangunan
gedung yang dilindungi, partisi penahan penjalaran api, dan
penutup asap (Departemen Pekerjaan Umum, 2008). Konstruksi
tahan api tersebut harus dipelihara, diperbaiki, dan diperbarui atau
diganti dengan tepat apabila terjadi kerusakan, perubahan,
keretakan, penembusan, pemindahan atau akibat pemasangan yang
salah (Badan Standardisasi Nasional, 2000). Menurut SNI 03-1736-
2000 mengenai tata cara perencanaan sistem proteksi pasif, Elemen
persyaratan pada konstruksi tahan api antara lain sebagai berikut
1. Terdapat dinding penghalang api untuk membagi bangunan
gedung untuk mencegah penyebaran api.
2. Terdapat pintu tahan api
3. Dilakukan pemeliharaan konstruksi tahan api secara berkala
4. Pintu tahan api harus mempunyai perlengkapan menutup
sendiri atau menutup secara otomatis.
27
2.4.4 Sarana Proteksi Kebakaran Aktif
Menurut Wiley dalam Guidelines for Fire Protection in
Chemical, Petrochemical, and Hydrocarbon Processing Facilities
(2003) sarana proteksi kebakaran aktif merupakan serangkaian alat
proteksi kebakaran yang secara lengkap terdiri atas sistem deteksi dan
alarm kebakaran, sistem springkler otomatik, hidran dan sistem pipa
tegak serta Fire Extinguisher. Penjelasan mengenai setiap sub
komponen sarana proteksi kebakaran aktif yaitu sebagai berikut.
a. Detektor Kebakaran
Menurut Ramli dalam Petunjuk Praktis Manajemen
Kebakaran (2010), detektor kebakaran adalah suatu alat yang
dirancang untuk mendeteksi adanya kebakaran. Dan menurut NFPA
72 mengenai National Fire Alarm and Signaling Code (2010),
detektor kebakaran dapat digolongkan menjadi beberapa jenis yaitu:
1. Detektor asap (smoke detector)
Detektor asap adalah suatu alat yang dirancang untuk
mendeteksi keberadaan asap yang sifat fisiknya merupakan
suatu partikel-partikel karbon hasil pembakaran yang tidak
sempurna. Oleh karena itu, detektor asap sangat tepat
digunakan di dalam bangunan di mana banyak terdapat
kebakaran kelas A yang banyak menghasilkan asap.
28
2. Detektor panas (heat detector)
Detektor panas merupakan alat yang secara otomatis
akan mendeteksi kebakaran melalui panas yang diterimanya.
Detektor panas ini sangat sesuai ditempatkan di area dengan
kelas kebakaran kelas B atau cairan dan gas mudah terbakar.
Jenis-jenis detektor panas diantaranya yaitu detektor suhu tetap,
detektor jenis peningkatan suhu, dan detektor pemuaian.
3. Detektor nyala (flame detector)
Flame detector merupakan serangkaian alat yang
berfungsi untuk mendeteksi penyalaan api. Api yang menyala
akan mengeluarkan radiasi sinar infra merah dan ultra violet.
yang dapat dideteksi oleh sensor yang terpasang dalam
detektor. Jenis-jenis detektor nyala antara lain sebagai berikut.
i. Detektor foto elektris (photo electric detector)
ii. Detektor infra merah (infrared detector)
iii. Detektor UV (ultra violet detector)
4. Detektor gas
Detektor gas merupakan suatu alat yang dapat
mendeteksi kenaikan konsentrasi gas-gas yang bersifat mudah
terbakar. Jenis-jenis detektor gas antara lain sebagai berikut.
i. Hydrocarbon Gas Detector
ii. Combustible Gas Detector
29
Sedangkan menurut Standar Nasional Indonesia SNI 03-
3985-2000, kriteria yang menjadi elemen penilaian untuk detektor
kebakaran (fire detector) adalah sebagai berikut:
1. Terdapat detektor kebakaran yang dipasang di seluruh ruangan.
2. Setiap detektor yang terpasang dapat dijangkau untuk
pemeliharaan dan untuk pengujian secara periodik
3. Detektor diproteksi terhadap kemungkinan rusak karena
gangguan mekanis.
4. Dilakukan inspeksi, pengujian dan pemeliharaan.
5. Rekaman hasil dari semua inspeksi, pengujian, dan
pemeliharaan, harus disimpan untuk jangka waktu 5 tahun untuk
pengecekan oleh instansi yang berwenang (Badan Standardisasi
Nasional, 2000)
b. Alarm Kebakaran
Menurut Soehatman Ramli (2010), jenis-jenis alarm
kebakaran diantaranya sebagai berikut.
1. Bell
Alarm jenis bel dapat digerakkan secara manual
maupun secara otomatis melalui interkoneksi dengan sistem
deteksi kebakaran. Alarm jenis bel sesuai untuk digunakan
dalam ruangan terbatas seperti di dalam bangunan gedung.
30
2. Horn
Suara yang dikeluarkan oleh alarm jenis horn berupa
sirine, dapat dioperasikan secara manual maupun otomatis
otomatis. Alarm jenis horn dapat mengeluarkan suara yang
lebih keras daripada jenis bel, sehingga sesuai digunakan di
tempat kerja yang luas seperti kawasan industri.
3. Pengeras suara (public address)
Khusus untuk penggunaan di suatu bangunan gedung
yang luas dimana penghuni yang berada di dalamnya tidak
dapat mengetahui keadaan darurat secara cepat, perlu dipasang
jaringan pengeras suara sebagai pengganti alarm jenis bell
maupun jenis horn. Penerapan pengeras suara ini bertujuan
untuk menyampaikan informasi secara searah kepada penghuni
bangunan gedung seperti menyampaikan panduan evakuasi
atau rute evakuasi.
Menurut Standar Nasional Indonesia SNI 03-3985-2000,
Elemen yang menjadi penilaian untuk alarm kebakaran (fire alarm)
adalah sebagai berikut.
1. Terdapat alarm kebakaran pada unit produksi
2. Sinyal suara alarm kebakaran berbeda dari sinyal suara yang
dipakai untuk penggunaan lain. (Badan Standardisasi Nasional,
2000).
31
c. Titik Panggil Manual
Menurut SNI 03-3985-2000, titik panggil manual adalah
suatu alat yang dioperasikan secara manual guna memberi isyarat
adanya kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 72 tentang National
Fire Alarm and Signaling Code (2010), titik panggil manual terdiri
dari 2 jenis, yaitu berupa titik panggil manual secara tuas (Pull
down) dan titik panggil manual secara tombol tekan (Push button).
Pemasangan titik panggil manual harus dirancang sedemikian rupa
agar terhubung dengan sistem deteksi dan alarm kebakaran di area
tersebut. Menurut SNI 03-3985-2000 mengenai tata cara
perencanaan, pemasangan dan pengujian sistem deteksi dan alarm
kebakaran, elemen yang menjadi penilaian pada titik panggil
manual antara lain sebagai berikut.
1. Titik panggil manual harus bewarna merah & dipasang pada
lintasan menuju keluar
2. Semua titik panggil manual dipasang pada lintasan menuju ke
luar dan dipasang pada ketinggian 1,4 meter dari lantai.
3. Lokasi penempatan tidak mudah terkena gangguan, mudah
kelihatan & dicapai
4. Jarak suatu titik sembarang ke posisi titik panggil manual
maksimum 30 m. (Badan Standardisasi Nasional, 2000).
32
d. Sistem Springkler Otomatik
Menurut NFPA 13 tentang Standard for the Installation of
Sprinkler Systems (2010), springkler merupakan suatu sistem yang
terpadu mulai dari pipa bawah tanah dan pipa di atas tanah yang
didesain dengan standar teknik proteksi kebakaran. Proses kerja dari
suatu sistem springkler otomatik yaitu ketika terjadi kebakaran,
maka panas dari api akan melelehkan sambungan solder atau
memecahkan bulb, kemudian kepala springkler akan mengeluarkan
air. Menurut Ramli dalam Petunjuk Praktis Manajemen Kebakaran
(2010), jenis-jenis sistem springkler antara lain sebagai berikut.
1. Sistem springkler pipa basah
Sistem springkler pipa basah merupakan jaringan pipa
yang berisi air dengan tekanan tertentu. Jika terjadi kebakaran,
maka springkler akan meleleh dan terbuka sehingga air
langsung memancar.
2. Sistem springkler pipa kering
Pada sistem pipa kering, jalur pipa pemadam tidak
berisi air. Air dapat mengalir katup yang terpasang di pipa
induk atau pipa jaringannya dibuka secara manual. Dengan
demikian, jika terjadi kebakaran dan katup pada pipa induk
dibuka maka seluruh springkler yang ada dalam satu jaringan
akan langsung menyemburkan air.
33
3. Sistem penyembur air (Water Sprayer System)
Sistem penyembur air penerapannya sangat tepat jika
digunakan untuk memproteksi peralatan atau bangunan yang
memerlukan air dalam jumlah yang besar untuk pendinginan
misalnya bejana, tangki, bangunan, dan peralatan lainnya.
Misalnya untuk pengamanan dan pendinginan tangki amoniak,
sekelilingnya dipasang water sprayer system yang dapat
memancarkan air untuk menutupi, melindungi, dan
menurunkan suhu pada tangki.
Menurut Standar Nasional Indonesia SNI 03-3989-2000
mengenai tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler
otomatik, elemen penilaian untuk sistem springkler otomatik adalah
sebagai berikut.
1. Terpasang springkler otomatis
2. Springkler tidak diberi ornament, cat, atau diberi pelapisan
3. Air yang digunakan tidak mengandung bahan kimia yang dapat
menyebabkan korosi, tidak mengandung serat atau bahan lain
yang dapat mengganggu bekerjanya springkler
4. Setiap sistem springkler otomatis harus dilengkapi satu jenis
sistem penyediaan air yang bekerja secara otomatis, bertekanan
dan berkapasitas cukup, dan harus dibawah penguasaan pemilik
gedung
34
5. Jarak minimum antara dua kepala springkler ≤ 2 m
6. Kepala springkler yang terpasang merupakan kepala springkler
yang tahan korosi
7. Kotak penyimpanan kepala springkler cadangan dan kunci
kepala springkler ruangan ditempatkan di ruangan ≤ 38 ˚C.
8. Jumlah persedian kepala springkler cadangan ≥ 36
9. Springkler cadangan sesuai baik tipe maupun temperature
rating dengan semua springkler yang telah dipasang. Tersedia
sebuah kunci khusus untuk springkler (special springkler
wrench) (Badan Standardisasi Nasional, 2000).
e. Hidran
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26
tahun 2008, hidran adalah alat yang dilengkapi dengan slang dan
mulut pancar untuk mengalirkan air bertekanan, yang digunakan
bagi keperluan pemadaman kebakaran. Sistem hidran terdiri dari
sumber persediaan air, tersedianya pompa-pompa kebakaran, selang
kebakaran, kopling penyambung dan perlengkapan lainnya
(Departemen Pekerjaan Umum, 2008).
Menurut Furness dalam Introduction to Fire Safety
Management (2007), klasifikasi hidran kebakaran berdasarkan jenis
dan penempatannya, dibagi 2 jenis hidran, yaitu:
35
1. Hidran gedung (indoor hydrant)
Hidran gedung adalah hidran yang instalasi serta
peralatannya disediakan serta dipasang di dalam suatu
bangunan gedung. Hidran gedung menggunakan pipa tegak 4
inchi, panjang selang minimum 15 m, diameter 1,5 inchi serta
mampu mengalirkan air 380 liter/menit.
2. Hidran halaman (outdoor hydrant)
Hidran halaman adalah hidran yang instalasi serta
peralatannya dipasang di lingkungan atau di luar area suatu
bangunan gedung. Hidran halaman biasanya menggunakan pipa
induk 4-6 inchi. Panjang selang 30 m dengan diameter 2,5 inchi
serta mampu mengalirkan air 950 liter/menit.
Menurut Standar Nasional Indonesia SNI 03-1745-2000
mengenai tata cara perencanaan dan pemasangan sistem pipa tegak
dan slang, elemen penilaian untuk hidran adalah sebagai berikut.
1. Lemari hidran hanya digunakan untuk menempatkan peralatan
kebakaran.
2. Setiap lemari hidran dicat dengan warna yang menyolok
3. Sambungan slang dan kotak hidran tidak boleh terhalang
4. Slang kebakaran dilekatkan dan siap untuk digunakan
5. Terdapat nozel
6. Terdapat hidran halaman
36
7. Hidran halaman dilekatkan di sepanjang halur akses mobil
pemadam kebakaran
8. Jarak hidran dengan sepanjang akses mobil pemadam
kebakaran ≤ 50 m dari hidran
9. Hidran halaman bertekanan 3,5 bar (Badan Standardisasi
Nasional, 2000).
f. Sistem Pipa Tegak
Menurut NFPA 14 tentang Standard for the Installation of
Standpipe and Hose Systems (2010), sistem pipa berdiri atau tegak
adalah pengaturan dari pemipaan, katup, dan peralatan lainnya yang
dipasang di sebuah bangunan dilengkapi dengan sambungan selang
yang terletak sedemikian rupa sehingga air dapat dialirkan atau
disemprotkan melalui selang dan nozel dengan tujuan untuk
pemadaman kebakaran dan melindungi sebuah bangunan (NFPA,
2010). Komponen-komponen pada sistem pipa tegak antara lain
pipa dan tabung, alat penyambung, gantungan, katup, kotak slang,
sambungan slang, sambungan pemadam kebakaran, dan tanda
petunjuk (Departemen Pekerjaan Umum, 2008)
Menurut Standar Nasional Indonesia SNI 03-1745-2000
kriteria untuk sistem pipa tegak adalah sebagai berikut.
1. Sambungan pemadam kebakaran minimal dua buah
37
2. Sambungan pemadam kebakaran harus dipasang dengan
penutup untuk melindungi sistem dari kotoran-kotoran yang
masuk.
3. Dilakukan pemeliharaan terhadap sistem pipa tegak
4. Sambungan pemadam kebakaran harus pada sisi jalan dari
bangunan, mudah terlihat dan dikenal dari jalan atau terdekat
dari titik jalan masuk peralatan pemadam kebakaran
5. Setiap sambungan pemadam kebakaran harus dirancang dengan
suatu penandaan dengan huruf besar, tidak kurang 25 mm (1
inci) tingginya, di tulis pada plat yang terbaca : “PIPA
TEGAK”.
6. Suatu penandaan juga harus menunjukkan tekanan yang
dipersyaratkan pada inlet untuk penyaluran kebutuhan sistem.
7. Setiap pipa tegak dilengkapi dengan saluran pembuangan.
Katup pembuangan dipasang pada titik terendah dari pipa tegak
dan harus dapat membuang air pada tempat yang disetujui.
(Badan Standardisasi Nasional, 2000).
g. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
APAR merupakan alat pemadam api yang beratnya tidak
melebihi 10 kg, serta dapat dijinjing dan dioperasikan oleh satu
orang, bersifat praktis dalam penggunaannya, dan efektif untuk
38
memadamkan api kecil atau awal kebakaran sesuai dengan
klasifikasi kebakarannya dengan media pemadamnya berupa air,
serbuk kimia, busa dan gas (Departemen Pekerjaan Umum, 2008).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penempatan APAR
menurut Rmli dalam Petunjuk Teknis Manajemen Kebakaran
(2010) antara lain sebagai berikut.
1. Faktor lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi kualitas
APAR. Temperatur ruangan yang tinggi misalnya di dalam
bengkel dapat mempengaruhi kualitas media pemadaman.
Untuk itu temperatur dijaga tidak lebih dari 50˚C. Cuaca yang
lembab dengan humiditi tinggi juga dapat mempengaruhi
kualitas media dan tabung.
2. APAR tidak boleh terhalang oleh benda atau pintu. APAR
harus terlindung dari benturan, hujan, sinar matahari langsung,
debu dan getaran. Hindarkan berdekatan dengan bahan kimia
yang korosif.
Sedangkan menurut Peraruran Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 26 tahun 2008, Elemen yang menjadi penilaian pada APAR
adalah sebagai berikut.
1. Tersedia Alat Pemadam Api Ringan
2. Terdapat klasifikasi APAR yang terdiri dari huruf yang
menunjukkan kelas api di mana alat pemadam api terbukti
39
efektif, didahului dengan angka (hanya kelas A dan kelas B)
yang menunjukkan efektifitas pemadaman relatif yang
ditempelkan pada APAR.
3. APAR diletakkan di tempat yang terlihat mata, mudah
dijangkau dan siap dipakai.
4. APAR selain jenis APAR beroda dipasang kokoh pada
penggantung, atau pengikat buatan manufaktur APAR, atau
pengikat yang terdaftar yang disetujui untuk tujuan tersebut,
atau ditempatkan dalam lemari atau dinding yang
konstruksinya masuk ke dalam.
5. Jarak antara APAR dengan lantai ≥ 10 cm
6. Instruksi pengoperasian harus ditempatkan pada bagian depan
dari APAR dan harus terlihat jelas
7. Label sistem identifikasi bahan berbahaya, label pemeliharaan
enam tahun, label uji hidrostatik, atau label lain harus tidak
boleh ditempatkan pada bagian depan dari APAR atau
ditempelkan pada bagian depan APAR.
8. APAR harus mempunyai label yang ditempelkan untuk
memberikan informasi nama manufaktur atau nama agennya,
alamat surat dan nomor telepon
9. APAR diinspeksi secara manual atau dimonitor secara
elektronik
40
10. APAR diinspeksi pada setiap interval waktu kira-kira 30 hari
11. Arsip dari semua APAR yang diperiksa (termasuk tindakan
korektif yang dilakukan) disimpan
12. Dilakukan pemeliharaan terhadap APAR pada jangka waktu ≤
1 tahun
13. Setiap APAR mempunyai kartu atau label yang dilekatkan
dengan kokoh yang menunjukkan bulan dan tahun
dilakukannya pemeliharaan
14. Pada label pemeliharaan terdapat identifikasi petugas yang
melakukan pemeliharaan (Departemen Pekerjaan Umum, 2008)
2.4.5 Utilitas Bangunan Gedung
a. Sumber Daya Listrik
Menurut Peraturan Menteri PU Nomor 26 Tahun 2008,
sumber daya listrik yang dipasok untuk mengoperasikan sistem
daya listrik darurat diperoleh sekurang-kurangnya dari dua sumber
tenaga listrik, yaitu dari PLN atau sumber daya listrik darurat
berupa batere, ataupun generator dan lain-lain. Selain itu sumber
daya listrik darurat harus dirancang sedemikian rupa agar dapat
bekerja secara otomatis apabila sumber daya listrik utama tidak
bekerja. Sumber daya listrik yang digunakan harus memenuhi
kriteria sebagai berikut.
41
1. Daya listrik yang dipasok untuk mengoperasikan sistem daya
listrik darurat diperoleh sekurang-kurangnya dari PLN atau
sumber daya listrik darurat.
2. Bangunan gedung atau ruangan yang sumber daya listrik
utamanya dari PLN harus dilengkapi juga dengan generator
sebagai sumber daya listrik darurat.
3. Semua kabel distribusi yang melayani sumber daya listrik
darurat harus memenuhi kabel dengan Tingkat Ketahanan Api
(TKA) selama 1 jam (Departemen Pekerjaan Umum, 2008).
b. Pusat Pengendali Kebakaran
Pusat pengendali kebakaran merupakan suatu tempat yang
disediakan khusus untuk melakukan tindakan pengendalian dan
pengarahan selama berlangsungnya operasi penanggulangan
kebakaran atau penanganan kondisi darurat lainnya yang dilengkapi
dengan sarana alat pengendali, panel kontrol, telepon, mebel,
peralatan dan sarana lainnya (Departemen Pekerjaan Umum, 2008).
Elemen penilaian Pusat pengendali kebakaran yaitu sebagai berikut.
1. Pintu yang menuju ruang pengendali membuka ke arah dalam
ruang tersebut.
2. Pintu tidak terhalang oleh orang yang menggunakan jalur
evakuasi dari dalam bangunan
42
3. Pintu pada ruang pengendali kebakaran dapat dikunci.
4. Ruang pengendali kebakaran harus dilengkapi dengan panel
indikator kebakaran dan sakelar kontrol dan indikator visual
yang diperlukan untuk semua pompa kebakaran kipas
pengendali asap, dan peralatan pengamanan kebakaran lainnya
yang dipasang di dalam bangunan.
5. Ruang pengendali kebakaran harus dilengkapi dengan telepon
yang memiliki sambungan langsung.
6. Luas lantai ruang pengendali kebakaran ≥ 10 m2.
7. Panjang sisi bagian dalam ruang pengendali kebakaran ≥ 2,5 m
8. Terdapat ventilasi di ruang pengendali kebakaran.
9. Permukaan luar pintu yang menuju ke dalam ruang pengendali
diberi tanda dengan tulisan “Ruang Pengendali Kebakaran”
10. Huruf pada tanda ruang pengendali kebakaran memiliki tinggi
≥ 50 mm
11. Warna huruf tanda ruang pengendali kebakaran kontras dengan
latar belakangnya (Departemen Pekerjaan Umum, 2008).
c. Sistem Proteksi Petir
Menurut Peraturan Menteri Nomor 26 tahun 2008, setiap
bangunan dan gedung harus dilengkapi dengan instalasi sistem
proteksi petir (SPP) yang dapat melindungi bangunan, manusia dan
43
peralatan di dalamnya dari bahaya sambaran petir. Instalasi SPP
bangunan gedung di pasang dengan memperhatikan faktor letak dan
sifat geografis bangunan, kemungkinan sambaran petir, kondisi
petir dan densitas sambaran petir ke tanah serta risiko petir terhadap
peralatan dan lain-lain. Kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan
pengujian instalasi sistem proteksi petir harus dilakukan oleh tenaga
yang ahli (Departemen Pekerjaan Umum, 2008).
2.5 Tingkat Pemenuhan
Dalam Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 mengenai SMK3, telah
disebutkan bahwa penjadwalan pemeriksaan dan pemeliharaan terhadap mesin-
mesin dan alat produksi, alat-alat pengaman maupun sistem proteksi keadaan
darurat, semuanya telah ditetapkan oleh peraturan perundangan, standar dan
pedoman teknis yang berlaku. Dengan demikian, sistem proteksi kebakaran,
pada bangunan gedung dan lingkungan di Unit Produksi Amoniak PT
Petrokimia Gresik juga perlu diperiksa dan diuji secara berkala untuk
mengetahui seberapa besar tingkat pemenuhan dari sistem yang sudah
dilaksanakan tersebut. Salah satu cara untuk mengetahui tingkat pemenuhannya
adalah dengan melakukan skoring (penilaian).
2.5.1 Teknik Skoring
Teknik skoring digunakan untuk menilai tingkat pemenuhan
terhadap hasil observasi sistem proteksi kebakaran pada bangunan
44
gedung dan lingkungan di Unit Produksi Amoniak yang mencakup
akses dan pasokan air pemadam kebakaran, sarana penyelamatan jiwa,
sarana proteksi kebakaran pasif, sarana proteksi kebakaran aktif dan
utilitas bangunan gedung dengan melihat kesesuaiannya dengan standar
acuan. Menurut Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum, tingkat
penilaian audit kebakaran dapat ditentukan dengan menggunakan tabel
sebagai berikut:
Tabel.2.1Tingkat penilaian audit kebakaran
Nilai Kesesuaian Kondisi Fisik Komponen
Baik
(>80– 100% )
Sesuai
Persyaratan
Semua komponen sistem proteksi kebakaran
berfungsi sempurna
Cukup
(60-80%)
Terpasang,
namun ada
ketidaksesuaian
di sebagian
instalasi
komponen sistem proteksi kebakaran masih
berfungsi baik, namun ada sub komponen
utilitas yang berfungsi kurang sempurna, atau
kapasitasnya kurang dari yang ditetapkan
dalam spesifikasi,
Kurang
(<60%)
Tidak sesuai
sama sekali
Semua komponen sistem proteksi kebakaran
ada yang rusak/tidak berfungsi kapasitasnya
jauh dibawah dari nilai yang ditetapkan dalam
spesifikasi
Tidak ada
(0%)
Tidak
terpasang
Terdapat komponen sistem proteksi
kebakaran yang sama sekali tidak terpasang
Sumber : Puslitbang Pemukiman Tahun 2005
45
2.5.2 Teknik Pembobotan
Untuk dapat mengetahui tingkat pemenuhan secara
keseluruhan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan
lingkungan di Unit Produksi Amoniak, maka perlu dilakukan
pembobotan nilai. Menurut Peraturan Menteri PU nomor 26 tahun 2008,
pembobotan terhadap setiap komponen sistem proteksi kebakaran
tersebut dilakukan dengan metode Analytical Hierarchycal Process
(AHP). Hasil pembobotan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.2Hasil Pembobotan Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan menurut Permen PU No.26 tahun 2008
No. Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan
Gedung dan LingkunganPembobotan
1 Akses dan dan pasokan air untuk pemadam
kebakaran20%
2 Sarana Penyelamatan Jiwa 20%
3 Sarana Proteksi Kebakaran Pasif 20%
4 Sarana Proteksi Kebakaran Aktif 20%
5 Utilitas Bangunan Gedung 20%
46
BAB III
KERANGKA TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
3.1 Kerangka Teori
Berdasarkan Permen PU nomor 26 tahun 2008 tentang persyaratan
teknis sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan, sistem
proteksi kebakaran menurut peraturan ini terdiri dari komponen-komponen
sebagai berikut.
Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan1. Akses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran2. Sarana penyelamatan jiwa
a. Sarana jalan keluarb. Tanda petunjuk arah evakuasic. Pintu darurat
3. Sarana proteksi kebakaran pasifa. Konstruksi tahan apib. Bahan pelapis interiorc. Partisi penghalang asapd. Partisi penghalang api
4. Sarana proteksi kebakaran aktifa. Detektor kebakaran, alarm kebakaran, dan titik panggil manualb. Sistem springkler otomatikc. Hidran dan sistem pipa tegakd. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
5. Utilitas bangunan gedunga. Sumber daya listrikb. Pusat pengendali kebakaranc. Sistem proteksi petir
Selain itu menurut NFPA 101, sarana penyelamatan jiwa juga harus
dilengkapi dengan tempat berhimpun sementara (National Fire Protection
Association, Life Safety Code, 2006).
47
3.2 Kerangka Berfikir
Bagan 3.1Kerangka Berfikir
Akses dan Pasokan Air untukPemadam Kebakaran
Sarana dan PenyelamatanJiwa
Sarana Jalan Keluar
Tanda Petunjuk Arah Evakuasi
Tempat Berhimpun
Sarana Proteksi KebakaranPasif
Konstruksi Tahan Api
Sarana Proteksi KebakaranAktif
Alarm Kebakaran
Sistem Springkler Otomatik
Hidran
Alat Pemadam Api Ringan
Utilitas Bangunan Gedung
Sumber Daya Listrik
Pusat Pengendali Kebakaran
Sistem Proteksi Petir
Peraturan Menteri PUNo. 26/PRT/M/2008
SNI-03-1746-2000(perencanaan sarana jalan
keluar untuk penyelamatan)
Peraturan Menteri PUNo. 26/PRT/M/2008
Peraturan Menteri PUNo. 26/PRT/M/2008
NFPA 101 (Life Safety Code)
SNI-03-1745-2000(pemasangan sistem pipa tegak
dan slang)
Peraturan Menteri PUNo. 26/PRT/M/2008
SNI-03-3989-2000(perencanaan sistem springkler
otomatik)
SNI-03-3985-2000(perencanaan pemasanganpengujian sistem deteksi &
alarm kebakaran)
SNI-03-1736-2000(perencanaan sistem proteksi
pasif kebakaran)
TingkatPemenuhan
TerhadapStandarDetektor Kebakaran
Titik Panggil Manual
Sistem Pipa Tegak
48
Penelitian ini dilakukan dengan melakukan observasi dan penilaian
terhadap sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan
yang terdiri dari beberapa komponen yaitu akses dan pasokan air untuk
pemadam kebakaran, sarana penyelamatan jiwa, sarana proteksi kebakaran
pasif, sarana proteksi kebakaran aktif, dan utilitas bangunan gedung. Setiap
komponen tersebut akan dibandingkan dengan beberapa standar acuan.
Untuk komponen akses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran,
dibandingkan dengan standar acuan Permen PU No. 26/PRT/M/2008.
Sedangkan untuk komponen sarana penyelamatan jiwa terdiri dari sarana jalan
keluar, tanda petunjuk arah evakuasi, dan tempat berhimpun. Sarana jalan
keluar dibandingkan dengan standar acuan yaitu SNI 03-1746-2000 (Tata cara
perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk penyelamatan).
Sedangkan tanda petunjuk atah evakuasi dibandingkan dengan Permen PU No.
26/PRT/M/2008. Untuk tempat berhimpun dibandingkan dengan standar acuan
yaitu NFPA 101 mengenai life safety code. Namun penelitian ini tidak
melakukan observasi dan penilaian terhadap pintu darurat, karena Unit
Produksi Amoniak ini termasuk jenis pabrik yang terbuka, sehingga
disesuaikan dengan kondisi aktual pabrik yang sudah ada.
Komponen sarana proteksi kebakaran pasif yaitu konstruksi tahan api
dibandingkan dengan standar acuan yaitu SNI 03-1736-2000 (Tata cara
perencanaan sistem proteksi pasif kebakaran). Namun khusus untuk sarana
proteksi pasif dalam penelitian ini tidak melakukan observasi dan penilaian
49
terhadap bahan pelapis interior, serta partisi penghalang api dan asap, karena
disesuaikan dengan struktur bangunan yang sudah ada dan tidak
memungkinkan untuk diubah lagi.
Untuk komponen sarana proteksi kebakaran aktif, maka dibandingkan
dengan standar acuan yang sesuai untuk menilai tiap komponennya, yaitu:
a. Sistem deteksi kebakaran, yaitu detektor kebakaran, alarm kebakaran, dan
titik panggil manual, dibandingkan dengan SNI 03-3985-2000 (Tata cara
perencanaan, pemasangan dan pengujian sistem deteksi dan alarm
kebakaran)
b. Sprinkler otomatik dibandingkan dengan SNI 03-3989-2000 (Tata cara
perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik)
c. Sistem pipa tegak dan hidran, dibandingkan dengan SNI 03-1745-2000
(Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem pipa tegak dan slang)
d. Alat Pemadam Api Ringan (APAR) dibandingkan dengan Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No.26/PRT/M/2008
Untuk komponen utilitas bangunan gedung yang terdiri dari sumber
daya listrik, pusat pengendali kebakaran, dan sistem proteksi petir juga
dibandingkan dengan Permen PU No. 26/PRT/M/2008.
50
3.3 Definisi Istilah
3.3.1 Akses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran
Akses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran yaitu sumber
air yang digunakan untuk pemadam kebakaran serta jalur khusus
untuk akses kendaraan pemadam kebakaran (fire truck).
Tabel 3.1 Definisi Istilah Akses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran
Cara ukur : Observasi dan telaah dokumen
Alat ukur :
Lembar checklist, meteran, digital camera, dan
Instruksi Kerja Fasilitas pemadam kebakaran media air
(IK-16-4019)
Hasil Ukur :
1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian >80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian 0%
Standar yang
digunakan :
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
26/PRT/M/2008
51
3.3.2 Sarana Penyelamatan Jiwa
3.3.2.1 Sarana jalan keluar
Sarana jalan keluar adalah jalur dari setiap titik pada
suatu bangunan yang tidak terhalang dan tersambung ke jalur
umum atau tempat terbuka.
Tabel 3.2 Definisi Istilah Sarana jalan keluar
Cara ukur : Observasi
Alat ukur : Lembar checklist, digital camera dan meteran
Hasil Ukur :
1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian >80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian 0%
Standar yang
digunakan :
SNI 03-1746-2000 (Tata cara perencanaan dan
pemasangan sarana jalan ke luar untuk penyelamatan)
52
3.3.2.2 Tanda petunjuk arah evakuasi
Tanda petunjuk arah evakuasi adalah tanda gambar atau
tulisan yang ditempatkan di lokasi-lokasi strategis untuk
mengarahkan karyawan dalam suatu gedung ke tempat yang
aman.
Tabel 3.3 Definisi Istilah Tanda petunjuk arah evakuasi
Cara ukur : Observasi
Alat ukur : Lembar checklist, digital camera, dan meteran
Hasil Ukur :
1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian >80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian 0%
Standar yang
digunakan :
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
26/PRT/M/2008
53
3.3.2.3 Tempat berhimpun (assembly point)
Tempat berhimpun (assembly point) adalah suatu
tempat di area luar gedung atau bangunan yang diperuntukkan
sebagai tempat berhimpun sementara setelah proses evakuasi
dan dilakukan perhitungan jumlah karyawan pada saat terjadi
kebakaran.
Tabel 3.4 Definisi Istilah Tempat berhimpun
Cara ukur : Observasi, telaah dokumen dan wawancara
Alat ukur :
Lembar checklist, meteran, digital camera, pedoman
wawancara, recorder dan dokumen Daftar Karyawan
Organik PT Petrokimia Gresik Tahun 2014
Hasil Ukur :
1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian >80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian 0%
Standar yang
digunakan :NFPA 101 mengenai life safety code
54
3.3.3 Sarana Proteksi Kebakaran Pasif
3.3.3.1 Konstruksi tahan api
Konstruksi tahan api yaitu bagian-bagian dari suatu
bangunan yang terbuat dari bahan yang memiliki ketahanan
terhadap api.
Tabel 3.5 Definisi Istilah Konstruksi tahan api
Cara ukur : Observasi dan wawancara
Alat ukur :Lembar checklist, meteran, digital camera, recorder
dan pedoman wawancara
Hasil Ukur :
1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian >80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian 0%
Standar yang
digunakan :
SNI 03-1736-2000 (Tata cara perencanaan sistem
proteksi pasif kebakaran)
55
3.3.4 Sarana Proteksi Kebakaran Aktif
3.3.4.1 Detektor Kebakaran
Detektor kebakaran adalah suatu alat yang berfungsi
untuk mendeteksi terjadinya api. Detektor terdiri dari beberapa
jenis, yaitu detektor asap, detektor nyala, detektor detektor
panas, dan detektor gas.
Tabel 3.6 Definisi Istilah Detektor kebakaran
Cara ukur : Observasi, telaah dokumen dan wawancara
Alat ukur :
Lembar checklist, digital camera, pedoman
wawancara, recorder dan Instruksi Kerja
Pemeliharaan Fasilitas Penanggulangan Kebakaran
(IK-16-4011)
Hasil Ukur :
1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian >80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian 0%
Standar yang
digunakan :
SNI 03-3985-2000 (Tata cara perencanaan
pemasangan dan pengujian sistem deteksi dan alarm
kebakaran)
56
3.3.4.2 Alarm kebakaran
Alarm kebakaran adalah suatu alat yang berfungsi
untuk menyampaikan peringatan dan pemberitahuan kepada
semua pihak jika terjadi suatu kebakaran.
Tabel 3.7 Definisi Istilah Alarm kebakaran
Cara ukur : Observasi dan telaah dokumen
Alat ukur :
Lembar checklist, digital camera, Instruksi Kerja
Pemeliharaan Fasilitas Penanggulangan Kebakaran
(IK-16-4011) dan Prosedur Penanggulangan Keadaan
Darurat Pabrik (PR-28-0017)
Hasil Ukur :
1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian >80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian 0%
Standar yang
digunakan :
SNI 03-3985-2000 (Tata cara perencanaan,
pemasangan dan pengujian sistem deteksi dan alarm
kebakaran)
57
3.3.4.3 Titik panggil manual
Titik panggil manual merupakan alat yang dioperasikan
secara manual untuk memberi isyarat adanya kebakaran dan
diletakkan di sepanjang jalan menuju keluar.
Tabel 3.8 Definisi Istilah Titik panggil manual
Cara ukur : Observasi
Alat ukur : Lembar checklist, meteran, dan digital camera
Hasil Ukur :
1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian >80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian 0%
Standar yang
digunakan :
SNI 03-3985-2000 (Tata cara perencanaan,
pemasangan dan pengujian sistem deteksi dan alarm
kebakaran)
58
3.3.4.4 Sistem springkler otomatik
Sistem springkler otomatik adalah alat pemancar air
untuk pemadaman kebakaran yang mempunyai tudung
berbentuk delektor pada ujung mulut pancarnya, sehingga air
dapat memancar kesemua arah secara merata.
Tabel 3.9 Definisi Istilah Sistem springkler otomatik
Cara ukur : Observasi dan telaah dokumen
Alat ukur :
Lembar checklist, digital camera, meteran dan
Instruksi Kerja Pemeriksaan Manual Water Sprayer
System (IK-16-4010)
Hasil Ukur :
1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian >80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian 0%
Standar yang
digunakan :
SNI 03-3989-2000 (Tata cara perencanaan dan
pemasangan sistem springkler otomatik)
59
3.3.4.5 Hidran
Hidran adalah alat yang dilengkapi dengan slang dan
mulut pancar (nozzle) untuk mengalirkan air bertekanan, yang
digunakan untuk pemadaman kebakaran. Terdapat 2 jenis
hidran yaitu hidran gedung yang terletak di suatu gedung dan
instalasi serta peralatannya disediakan serta dipasang dalam
bangunan/ gedung tersebut, dan hidran halaman, yaitu hidran
yang penempatannya di area luar gedung.
Tabel 3.10 Definisi Istilah Hidran
Cara ukur : Observasi
Alat ukur : Lembar checklist, digital camera, dan meteran.
Hasil Ukur :
1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian >80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian 0%
Standar yang
digunakan :
SNI 03-1745-2000 (Tata cara perencanaan dan
pemasangan sistem pipa tegak dan slang)
60
3.3.4.6 Sistem pipa tegak
Sistem pipa tegak yaitu suatu susunan dari pemipaan,
katup, sambungan slang, dan kesatuan peralatan dalam
bangunan, dengan sambungan slang yang dipasangkan
sedemikian rupa sehingga air dapat dipancarkan atau
disemprotkan melalui slang dan nozel, untuk memadamkan api
Tabel 3.11 Definisi Istilah Sistem pipa tegak
Cara ukur : Observasi dan telaah dokumen
Alat ukur :
Lembar checklist, digital camera, meteran dan
Instruksi Kerja Pemeriksaan Sistem Pipa Tegak dan
Hidran Kebakaran (IK-16-4006)
Hasil Ukur :
1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian >80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian 0%
Standar yang
digunakan :
SNI 03-1745-2000 (Tata cara perencanaan dan
pemasangan sistem pipa tegak dan slang)
61
3.3.4.7 Alat Pemadam Api Ringan
APAR (Alat Pemadam Api Ringan) adalah alat
pemadam yang bisa diangkut, diangkat dan dioperasikan oleh
satu orang pekerja yang digunakan untuk memadamkan
kebakaaran pada fase awal.
Tabel 3.12 Definisi Istilah Alat Pemadam Api Ringan
Cara ukur : Observasi dan telaah dokumen
Alat ukur :
Lembar checklist, digital camera, meteran dan
Instruksi Kerja Pemeriksaan Alat Pemadam Api
Ringan/Portable Fire Extinguisher (IK-16-4001)
Hasil Ukur :
1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian >80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian 0%
Standar yang
digunakan :
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
26/PRT/M/2008
62
3.3.5 Utilitas Bangunan Gedung
3.3.5.1 Sumber daya listrik
Sumber daya listrik yaitu sumber yang memasok atau
menyediakan daya listrik bagi suatu unit produksi ketika terjadi
keadaan darurat kebakaran.
Tabel 3.13 Definisi Istilah Sumber daya listrik
Cara ukur : Observasi, telaah dokumen dan wawancara
Alat ukur :
Lembar checklist, digital camera, pedoman
wawancara, recorder, dan Instruksi Kerja (IK-16-
4011) Pemeliharaan Fasilitas Penanggulangan
Kebakaran
Hasil Ukur :
1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian >80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian 0%
Standar yang
digunakan :
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
26/PRT/M/2008
63
3.3.5.2 Pusat pengendali kebakaran
Pusat pengendali kebakaran adalah suatu ruangan yang
berisi alat untuk mendeteksi kebakaran, yang di dalamnya ada
micro phone untuk menginformasikan terjadinya kebakaran ke
seluruh karyawan, serta tombol untuk mengaktifkan sistem
proteksi kebakaran.
Tabel 3.14 Definisi Istilah Pusat pengendali kebakaran
Cara ukur : Observasi
Alat ukur : Lembar checklist, meteran, dan digital camera.
Hasil Ukur :
1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian >80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian 0%
Standar yang
digunakan :
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
26/PRT/M/2008
64
3.3.5.3 Sistem proteksi petir
Sistem proteksi petir adalah suatu instalasi untuk
mencegah dan menahan sambaran petir pada suatu gedung atau
bangunan untuk melindungi bangunan, fasilitas dan orang dari
bahaya sambaran petir.
Tabel 3.15 Definisi Istilah Sistem Proteksi Petir
Cara ukur : Observasi, telaah dokumen, dan wawancara
Alat ukur :
Lembar checklist, digital camera, pedoman
wawancara, recorder dan Laporan pengujian dan
Sertifikat pengesahan penggunaan instalasi penyalur
petir No. 566/35/403.58/2005
Hasil Ukur :
1. Baik : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian >80-100%
2. Cukup : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian 60-80%
3. Kurang : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian < 60%
4. Tidak ada : apabila seluruh elemen yang dianalisa
memiliki tingkat kesesuaian 0%
Standar yang
digunakan :
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
26/PRT/M/2008
65
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah analisis kualitatif dengan
pendekatan observasional untuk menganalisis tingkat pemenuhan sistem
proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan di Unit Produksi
Amoniak PT Petrokimia Gresik tahun 2014. Hasil observasi kemudian
dibandingkan dengan standar acuan yang digunakan, yaitu Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No. 26/PRT/M/2008 tentang persyaratan teknis sistem
proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan, SNI 03-3989-2000
tentang tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik, SNI
03-1736-2000 tentang tata cara perencanaan sistem proteksi pasif kebakaran,
SNI 03-1746-2000 tentang tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan
ke luar untuk penyelamatan, SNI 03-1745-2000 tentang tata cara perencanaan
dan pemasangan sistem pipa tegak dan slang, dan SNI 03-3985-2000 tentang
tata cara perencanaan, pemasangan dan pengujian sistem deteksi dan alarm
kebakaran, serta NFPA 101 mengenai life safety code.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Unit Produksi Amoniak PT Petrokimia
Gresik yang terletak di Jl. Jenderal Ahmad Yani, Kota Gresik, Jawa Timur.
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai dengan Juni tahun 2014.
66
4.3 Informan Penelitian
Pemilihan informan untuk penelitian kualitatif ini dilakukan secara
purposive sampling, yaitu peneliti mempunyai pertimbangan dan kriteria
tertentu dalam pengambilan informan sesuai dengan tujuan penelitian
(Notoatmodjo, 2010). Selain itu, Sugiyono pada tahun 2009 menjelaskan bahwa
jenis informan dalam penelitian kualitatif terbagi menjadi 3, yaitu informan
kunci (key informant), informan utama, dan informan pendukung.
4.3.1 Informan Kunci
Informan kunci merupakan seseorang yang secara
profesionalitas memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai
penelitian ini namun tidak terkait secara langsung dengan objek
penelitian. Informan kunci pada penelitian ini adalah Agus Wijaya SH,
beliau merupakan seorang Staff Dinas Pemadam Kebakaran Jakarta
Selatan. Informan kunci tersebut membantu peneliti dalam memberi
skoring penilaian terhadap hasil obseservasi sistem proteksi kebakaran
yang kesesuaiannya pada standar acuan masih kurang sempurna.
Beberapa elemen yang penilaiannya menggunakan expert adjustment
dari seorang informan kunci adalah sebagai berikut.
1. Pada komponen tanda petunjuk arah evakuasi, terdapatnya tanda
petunjuk arah evakuasi di setiap lokasi mendapat penilaian sebesar
67
60%, dalam memberi penilaian tersebut, informan kunci
berpedoman pada standar NFPA 101 mengenai Life Safety Code.
2. Pada komponen komponen konstruksi tahan api, pemeliharaan yang
harus dilakukan secara berkala mendapat penilaian sebesar 60%,
dalam memberi penilaian tersebut, informan kunci berpedoman
pada standar NFPA 251 mengenai Standards Methods of Tests of
Fire Resistance of Building Construction and Materials..
3. Pada komponen detektor kebakaran, upaya proteksi detektor
terhadap bahaya mekanis mendapat penilaian sebesar 90%, dalam
memberi penilaian tersebut, informan kunci berpedoman pada
standar NFPA 72 mengenai National Fire Alarm and Signaling
Code.
4. Pada komponen sistem springkler otomatik, pengoperasian water
sprayer system secara manual dan jumlah persediaan kepala
springkler cadangan mendapat penilaian sebesar 80%, dalam
memberi penilaian tersebut, informan kunci berpedoman pada
standar NFPA 13 mengenai Standard for the Installation of
Sprinkler System.
5. Pada komponen APAR, penempatan instruksi pengoperasian APAR
mendapat penilaian sebesar 80%, dalam memberi penilaian
tersebut, informan kunci berpedoman pada standar NFPA 10
mengenai Standard for Portable Fire Extinguisher.
68
6. Pada komponen pusat pengendali kebakaran, instalasi central fire
panel indicator, mendapat penilaian sebesar 70%, informan kunci
berpedoman pada standar NFPA 72 mengenai National Fire Alarm
and Signaling Code.
4.3.2 Informan Utama
Informan utama adalah orang yang paling mengetahui informasi
mengenai objek yang sedang diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi
informan utama adalah sebagai berikut.
1. Kepala Bagian PMK
2. Karu Perawatan Bagian PMK
3. Kasi Operasional Bagian PMK
4. Kepala Bagian Unit Produksi Amoniak
5. Operator Bagian Unit Produksi Amoniak
4.3.3 Informan Pendukung
Informan pendukung dalam penelitian ini adalah orang yang
secara struktural terlibat dengan objek penelitian. Pada penelitian ini
yang menjadi informan pendukung adalah sebagai berikut.
1. Manager Departemen LK3
2. Kepala Bagian K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
3. Staff Inspeksi Teknik Khusus
4. Staff Pemeliharaan I Bagian Listrik
69
Berikut ini adalah daftar informan penelitian beserta kode informan
dalam penelitian ini.
Tabel 4.1 Jabatan dan Kode Informan Penelitian
Jabatan Kode Informan
Kepala Bagian Unit Produksi Amoniak PKG-1
Staff Pemeliharaan I bagian listrik PKG-2
Kasi Operasional bagian PMK PKG-3
Staff Inspeksi Teknik Khusus PKG-4
Manager Departemen LK3 PKG-5
Kepala Bagian K3 PKG-6
Operator Bagian Unit Produksi Amoniak PKG-7
Karu Perawatan bagian PMK PKG-8
Kepala Bagian PMK PKG-9
4.4 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan alat (instrumen)
pengumpul data utama, karena peneliti adalah manusia dan hanya manusia yang
dapat berhubungan dengan informan atau objek lainnya, serta mampu
memahami kaitan kenyataan-kenyataan di lapangan. Oleh karena itu, peneliti
juga berperan serta dalam pengamatan atau participant observation (Moleong,
2006). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan alat-alat bantu untuk
mengumpulkan data, antara lain yaitu :
70
1. Lembar checklist, yang digunakan ketika melakukan pengamatan terhadap
sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan.
2. Pedoman wawancara, yang berisi daftar pertanyaan untuk informan utama
maupun informan pendukung.
3. Digital camera, yang digunakan untuk mendokumentasikan hasil observasi
setiap komponen sistem proteksi kebakaran pada bangunan dan gedung.
4. Recorder, yang digunakan untuk merekam suara informan penelitian pada
saat peneliti melakukan wawancara.
5. Meteran sepanjang 5 meter yang digunakan untuk melakukan pengukuran
terhadap beberapa komponen, seperti sarana jalan keluar, tanda petunjuk
arah evakuasi, tempat berhimpun, konstruksi tahan api, titik panggil
manual, sistem springkler otomatik, hidran, sistem pipa tegak, APAR, dan
pusat pengendali kebakaran.
4.5 Metode Pengumpulan Data
Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara,
antara lain sebagai berikut.
4.5.1 Observasi
Observasi dalam penelitian ini menggunakan instrumen penelitian
berupa lembar checklist, dan meteran serta didukung oleh camera digital
untuk mendokumentasikan hasil pengamatan. Observasi dilakukan
dengan cara mengamati secara langsung kondisi aktual dari setiap
71
komponen sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan
lingkungan di Unit Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik.
4.5.2 Wawancara
Wawancara dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
keakuratan informasi dan keabsahan data-data yang merupakan hasil
observasi atau pengamatan terhadap sistem proteksi kebakaran pada
bangunan gedung dan lingkungan di Unit Produksi Amoniak. Instrumen
penelitian yang digunakan pada saat wawancara dalam penelitian ini yaitu
pedoman wawancara dan recorder. Wawancara dilakukan kepada Kabag
PMK, Karu Perawatan Bagian PMK, Kasi Operasional Bagian PMK,
Kabag dan Operator Unit Produksi Amoniak, Manager Departemen LK3,
Kabag K3, Staff Inspeksi Teknik Khusus dan Staff Pemeliharaan I Bagian
Listrik.
4.5.3 Telaah Dokumen
Telaah dokumen pada penelitian ini dilakukan dengan tujuan
untuk melakukan penyelidikan, kajian dan pemeriksaan terhadap
dokumen-dokumen milik perusahaan yang terkait dengan komponen
sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan di Unit
Produksi Amoniak yang diamati. Dokumen-dokumen tersebut antara lain
sebagai berikut.
72
1. Instruksi Kerja Fasilitas Pemadam Kebakaran Media Air (IK-16-
4019)
2. Daftar karyawan organik PT Petrokimia Gresik tahun 2014
3. Instruksi Kerja Pemeliharaan Fasilitas Penanggulangan Kebakaran
(IK-16-4011)
4. Prosedur Penanggulangan Keadaan Darurat Pabrik (PR-28-0017)
5. Instruksi Kerja Pemeriksaan Manual Water Sprayer System (IK-16-
4010)
6. Instruksi Kerja Pemeriksaan Sistem Pipa Tegak dan Hidran
Kebakaran (IK-16-4006)
7. Instruksi Kerja Pemeriksaan Alat Pemadam Api Ringan/Portable
Fire Extinguisher (IK-16-4001)
8. Laporan pengujian dan Sertifikat pengesahan penggunaan instalasi
penyalur petir No. 566/35/403.58/2005
4.6 Validasi Data
Untuk menjaga keabsahan dan keakuratan data yang telah diperoleh,
peneliti melakukan validasi data. Dalam penelitian ini validasi data yang
dilakukan yaitu dengan melakukan triangulasi sumber dan triangulasi metode.
4.6.1 Triangulasi sumber
Triangulasi sumber dilakukan dengan cara melakukan
wawancara mendalam kepada beberapa informan yang berbeda
73
kemudian mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang
didapatkan tersebut, hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menjaga
keabsahan data yang telah diperoleh. Pada penelitian ini, terdapat 6
komponen sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan
lingkungan yang pengambilan datanya dengan melakukan wawancara
kepada informan penelitian menggunakan pedoman wawancara.
Komponen tersebut diantaranya sumber daya listrik, sistem proteksi
petir, tempat berhimpun, konstruksi tahan api, detektor kebakaran, serta
akses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran. Penggunaan pedoman
wawancara disesuaikan dengan keterlibatan informan terhadap keenam
komponen yang dinilai tersebut. Berikut adalah tabel triangulasi sumber.
Tabel 4.2 Validasi data dengan Triangulasi Sumber
Informan
penelitian
Pedoman wawancara
*Listrik *SPPTempat
berhimpun
Konstruksi
tahan api
Detektor
kebakaran
*Akses
kebakaran
*Kabag Amoniak √ √ √ √ √*Staff Listrik I √ √Kasi Operasional
Bagian PMK√ √
Staff Inspeksi
Teknik Khusus√ √
Manager
Departemen LK3√ √
74
Informan
penelitian
Pedoman wawancara
*Listrik *SPPTempat
berhimpun
Konstruksi
tahan api
Detektor
kebakaran
*Akses
kebakaran
Kepala bagian K3 √ √*OperatorAmoniak √ √ √ √ √Karu PerawatanBagian PMK √ √Kepala BagianPMK √ √
4.6.2 Triangulasi metode
Triangulasi metode yaitu memperoleh informasi dengan metode
yang berbeda, diantaranya yaitu mengobservasi secara langsung,
komponen-komponen sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung
dan lingkungan di Unit Produksi Amoniak, kemudian melakukan
wawancara mendalam untuk memperoleh data yang tepat, akurat dan
terpercaya, serta melakukan telaah dokumen terhadap data sekunder
yang telah didapatkan sebagai upaya untuk menjaga keabsahan data
yang telah diperoleh. Berikut adalah tabel triangulasi metode.
Keterangan: *Listrik : Sumber daya listrik
*SPP : Sistem proteksi petir
*Akses Kebakaran : Akses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran
*Kabag Amoniak : Kepala Bagian Unit Produksi Amoniak
*Staff Listrik I : Staff Pemeliharaan I Bagian Listrik
*Operator Amoniak : Operator bagian Unit Produksi Amoniak
75
Tabel 4.3 Validasi data dengan triangulasi metode
No.
Komponen Sistem Proteksi
Kebakaran pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan
Triangulasi Metode
Observasi WawancaraTelaah
Dokumen
1 Akses dan pasokan air untuk
pemadam kebakaran√ √ √
2 Sarana Penyelamatan Jiwa
a. Sarana jalan keluar √
b. Tanda petunjuk arah evakuasi √
c. Tempat berhimpun √ √ √
3 Sarana Proteksi Kebakaran Pasif
a. Konstruksi tahan api √ √
4 Sarana Proteksi Kebakaran Aktif
a. Detektor kebakaran √ √ √
b. Alarm kebakaran √ √
c. Titik panggil manual √
d. Sistem springkler otomatik √ √
e. Hidran √
f. Sistem pipa tegak √ √
g. Alat Pemadam Api Ringan √ √
5 Utilitas Bangunan Gedung
a. Sumber daya listrik √ √ √
b. Pusat pengendali kebakaran √
c. Sistem proteksi petir √ √ √
76
4.7 Analisa Data
Analisa data dalam penelitian ini mengacu kepada tahapan-tahapan
dalam melakukan Audit K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Audit K3
menurut OHSAS 18001 Tahun 2007 merupakan suatu penilaian sistematis
untuk menentukan apakah suatu aktivitas sesuai dengan pengaturan yang telah
direncanakan dan apakah pengaturan tersebut diterapkan secara efektif dan
sesuai untuk mencapai kebijakan dan tujuan organisasi. Tahapan-tahapan audit
K3 diantaranya yaitu tahap perencanaan, tahap persiapan, tahap pelaksanaan,
tahap pembuatan laporan dan tahap tindak lanjut. Berikut adalah rincian analisa
data yang dilakukan dalam penelitian ini.
1. Tahap Perencanaan Audit
a. Tujuan dan ruang lingkup audit
Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui tingkat
pemenuhan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan
lingkungan di Unit Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik. Analisis
tingkat pemenuhan dilakukan dengan metode observasi, wawancara
dan telaah dokumen.
b. Tim pelaksana audit
Kegiatan penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa peminatan
K3 Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang bertindak sebagai peneliti atau auditor.
77
c. Tugas dan tanggung jawab auditor
Tugas dan tanggung jawab dari peneliti atau auditor pada
penelitian ini yaitu:
i. Melakukan penelitian mulai dari tahap perencanaan
ii. Melakukan pengumpulan informasi, tinjauan dokumen atau studi
literatur mengenai standar yang menjadi acuan dalam penelitian ini.
iii. Mempersiapkan segala bentuk instrument penelitian seperti lembar
checklist, pedoman wawancara, digital camera, recorder, serta
meteran
iv. Menentukan jadwal kegiatan penelitian.
v. Melaksanaan kegiatan penelitian yang terdiri dari observasi setiap
komponen sistem proteksi kebakaran bangunan gedung dan
lingkungan, wawancara terhadap informan penelitian, serta
melakukan telaah dokumen.
vi. Membuat laporan hasil penelitian
vii. Memberikan rekomendasi kepada pihak auditee atas temuan yang
didapat selama peneltian berlangsung
2. Tahap Persiapan Audit
a. Pengumpulan informasi dan peninjauan dokumen
Pada tahap ini peneliti atau auditor melakukan kegiatan studi
literatur selama bulan Januari hingga April 2014. Peneliti juga
78
melakukan peninjauan dokumen-dokumen terkait dengan tujuan
penelitian di instansi tersebut selama bulan Februari 2014 dalam
kegiatan magang. Hal ini dilakukan sebagai persiapan peneliti dalam
menentukan kriteria audit atau standar yang menjadi acuan.
b. Mempersiapkan lembar checklist dan pedoman wawancara
Tahap selanjutnya yaitu peneliti membuat lembar checklist dan
pedoman wawancara sebagai instrumen atau pedoman selama kegiatan
penelitian berlangsung. Penentuan kriteria audit atau standar yang
menjadi acuan untuk kegiatan observasi ini merupakan hasil dari tahap
pengumpulan informasi dan peninjauan dokumen yang dilakukan
peneliti selama bulan Januari hingga April 2014. Pembuatan lembar
checklist yang menjadi pedoman selama penelitian berlangsung
mengacu kepada beberapa standar dan disesuaikan dengan masing-
masing komponen sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung
dan lingkungan yang akan diobservasi.
c. Pembuatan jadwal audit
Pembuatan jadwal dilakukan oleh peneliti atau auditor ketika sudah
berada di lokasi penelitian, bersama dengan pihak auditee agar
mendapatkan waktu yang tepat untuk melakukan setiap rangkaian
kegiatan seperti observasi dan wawancara. Jadwal kegiatan audit atau
penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut.
79
Tabel 4.4 Jadwal Kegiatan Audit
No. Hari/Tanggal Rangkaian Kegiatan Keterangan1 Senin
14-04-2014 Perkenalan dengan pihak auditee Pembuatan jadwal kegiatan audit Membuat janji pertemuan dengan
informan penelitian untuk melakukanwawancara
Auditor difasilitasi dandibimbing oleh staff K3PT Petrokimia Gresik
2 Selasa15-04-2014
Pertemuan pembuka (openingmeeting)
Wawancara Kepala Bagian PMK Observasi akses dan pasokan air untuk
pemadam kebakaran
Auditor melakukanobservasi ditemani olehsafety inspector pabrik I
3 Rabu16-04-2014
Wawancara Kepala Bagian UnitProduksi Amoniak
Wawancara operator Unit ProduksiAmoniak
Observasi komponen konstruksi tahanapi
Auditor melakukanobservasi ditemani olehOperator Unit ProduksiAmoniak
4 Kamis17-04-2014
Observasi Utilitas bangunan gedungyaitu komponen sumber daya listrikdan sistem proteksi petir
Telaah dokumen terkait sumber dayalistrik dan sistem proteksi petir
Auditor difasilitasi olehstaff bagian K3
5 Jumat18-04-2014
Observasi komponen saranapenyelamatan jiwa, yaitu sarana jalankeluar, tanda petunjuk arah evakuasi,dan tempat berhimpun.
Telaah dokumen terkait komponentempat berhimpun
Auditor melakukanobservasi ditemani olehsafety inspector pabrik I
6 Senin21-04-2014
Observasi komponen APAR dansistem springkler otomatik
Telaah dokumen terkait sistemspringkler otomatik
Auditor melakukanobservasi ditemani olehstaff perawatan PMK
7 Selasa22-04-2014
Observasi komponen APAR, detektorkebakaran, alarm kebakaran dan titik
Auditor melakukanobservasi ditemani oleh
80
No. Hari/Tanggal Rangkaian Kegiatan Keteranganpanggil manual
Telaah dokumen terkait detektor danalarm kebakaran
staff perawatan PMK
8 Rabu23-04-2014
Observasi komponen APAR Telaah dokumen terkait APAR Wawancara staff pemeliharaan I
bagian listrik
Auditor melakukanobservasi ditemani olehstaff perawatan PMK
9 Kamis24-04-2014
Observasi komponen hidran dansistem pipa tegak
Telaah dokumen terkait komponensistem pipa tegak
Wawancara Staff Inspeksi TeknikKhusus.
Auditor melakukanobservasi ditemani olehstaff perawatan PMK
10 Jumat25-04-2014
Telaah dokumen terkait komponenakses dan pasokan air untuk pemadamkebakaran
Wawancara Karu Perawatan PMK
Auditor difasilitasi olehstaff bagian K3
11 Senin28-04-2014
Observasi komponen pusat pengendalikebakaran
Wawancara Kasi Operasional PMK
Auditor difasilitasi olehstaff bagian K3
12 Selasa29-04-2014
Wawancara Kepala Bagian K3 Wawancara Manager Departemen
LK3
Auditor difasilitasi olehstaff bagian K3
13 Rabu30-04-2014
Pertemuan penutup (closing meeting) Presentasi hasil temuan dan
rekomendasi Perpisahan
Auditor difasilitasi olehstaff bagian K3
81
3. Tahap Pelaksanaan Audit
a. Pertemuan pembuka
Pertemuan pembuka atau biasa disebut dengan opening meeting
dilakukan sebelum kegiatan observasi dilakukan pada hari Selasa 14
April 2014. Dalam kegiatan ini peneliti sebagai pihak auditor
menjelaskan kepada perwakilan pihak auditee yang terdiri dari Kepala
Bagian PMK dan beberapa staff bagian K3 mengenai tujuan dan ruang
lingkup kegiatan audit tersebut, menjelaskan pedoman audit yang
digunakan, serta menginformasikan tentang jadwal rangkaian kegiatan
yang akan dilaksanakan. Opening meeting dilaksanakan di ruang rapat
kantor bagian PMK selama kurang lebih 1 jam.
b. Pelaksanaan kegiatan audit
Kegiatan diaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan. Auditor melakukan observasi dengan didampingi oleh
pihak auditee yaitu safety inspector pabrik I atau staff perawatan
bagian PMK. Auditor menggunakan pedoman audit berupa lembar
checklist yang telah dipersiapkan sebelumnya. Disamping observasi,
auditor juga melakukan telaah dokumen terkait dengan beberapa
komponen sistem, serta melakukan wawancara kepada beberapa
informan penelitian sebagai upaya validasi data untuk menjaga
keabsahan dan keakuratan data yang sudah didapatkan.
82
Hasil observasi, wawancara, dan telaah dokumen tersebut
kemudian dibandingkan dengan standar acuan yang tertera di lembar
checklist untuk mengetahui kesesuaian dan tingkat pemenuhannya
terhadap standar acuan. Hasil temuan baik kesesuaian maupun
ketidaksesuaian masing-masing komponen tersebut selanjutnya
dibahas di pertemuan penutup.
c. Pertemuan penutup
Pertemuan penutup atau biasa disebut dengan closing meeting
ini dlakukan pada tanggal 30 April 2014 di ruang rapat kantor bagian
K3. Dalam closing meeting ini peneliti selaku auditor memaparkan
beberapa temuan hasil dari observasi sistem proteksi kebakaran pada
bangunan gedung dan lingkungan di Unit Produksi Amoniak tersebut.
Setelah menyampaikan pemaparan hasil audit, peneliti juga
memberikan rekomendasi perbaikan terkait dengan beberapa
komponen yang tidak sesuai dengan standar acuan.
4. Tahap Pembuatan Laporan
Laporan hasil penelitian ini dibuat secara bertahap selama bulan
Mei hingga bulan Juli 2014. Rincian kegiatan pembuatan laporan adalah
sebagai berikut.
a. Peneliti mendeskripsikan secara rinci kondisi aktual dari setiap
komponen yang diobservasi.
83
b. Kemudian peneliti membuat transkrip wawancara dari hasil
wawancara kepada informan penelitian.
c. Hasil observasi, wawancara dan telaah dokumen dari masing-masing
komponen tersebut diolah dalam bentuk tabel tingkat pemenuhan
sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan.
d. Setelah itu untuk mengetahui tingkat pemenuhannya peneliti
melakukan skoring atau penilaian terhadap masing-masing komponen
dengan cara berdiskusi dengan seorang ahli dan berpengetahuan,
dalam penelitian ini disebut juga dengan key informan atau informan
kunci. Informan kunci pada penelitian ini adalah seorang staff Dinas
Pemadam Kebakaran Kota Jakarta Selatan.
e. Dari hasil skoring tersebut, selanjutnya peneliti membahasnya dengan
menggunakan beberapa teori pendukung.
f. Kemudian peneliti memberi kesimpulan mengenai tingkat pemenuhan
sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan di
Unit Produksi Amoniak dan memberikan rekomendasi perbaikan
untuk beberapa komponen yang tidak sesuai dengan standar acauan.
5. Tahap Tindak Lanjut
a. Memberi masukan kepada pihak manajemen
Auditor atau peneliti telah memberikan masukan atas temuan-
temuan yang didapatkan kepada pihak auditee pada saat pertemuan
penutup (closing meeting) di tahap peaksanaan.
84
BAB V
HASIL
5.1 Gambaran Umum PT Petrokimia Gresik
5.1.1 Profil PT Petrokimia Gresik
PT Petrokimia Gresik merupakan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) dalam lingkup Departemen Perindustrian dan Perdagangan
RI yang bernaung dibawah Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC).
PT Petrokimia Gresik bergerak di bidang produksi pupuk, bahan-
bahan kimia dan jasa lainnya seperti konstruksi dan engineering. Selain
itu juga merupakan pabrik pupuk terlengkap diantara pabrik pupuk
lainnya di Indoensia. Jenis pupuk yang diproduksi oleh pabrik ini
antara lain adalah Zwavelzuur Amonium (ZA), Super Phosphate (SP),
NPK, Phonska dan Urea. Nama Petrokimia berasal dari kata
“Petroleum Chemical” disingkat menjadi “Petrocemical”, yaitu
bahan-bahan kimia yang dibuat dari minyak bumi dan gas.
PT Petrokimia Gresik saat ini menempati lahan kompleks seluas
450 Ha. Area tanah yang ditempati berada di tiga kecamatan, yaitu
Kecamatan Gresik, Kecamatan Kebomas dan Kecamatan Manyar. Pada
saat ini PT. Petrokimia Gresik berlokasi di Jalan Jenderal Ahmad Yani
Gresik dan juga memiliki kantor perwakilan Jakarta yang beralamat di
Jl. Tanah Abang III No. 16 Jakarta Pusat.
85
5.1.2 Kebijakan, Visi dan Misi PT Petrokimia Gresik
PT Petrokimia Gresik bertekad untuk menjadi produsen pupuk
dan produk kimia lainnya yang berdaya saing tinggi dan produknya
diminati oleh konsumen dengan memberikan jaminan pemenuhan
persyaratan dan pelayanan yang terbaik. Untuk mendukung tekad
tersebut, PT Petrokimia Gresik menerapkan sistem manajemen mutu
yang berbasis pada upaya penyempurnaan yang berkesinambungan. Hal
tersebut sesuai dengan motto perusahaan yaitu “Hari ini harus lebih
baik dari hari kemarin, Hari esok harus lebih baik dari hari ini”.
PT Petrokimia Gresik memiliki visi dan misi perusahaan, yaitu :
a. Visi Perusahaan
Menjadi produsen pupuk dan produk kimia lainnya yang
berdaya saing tinggi, dan produknya paling diminati konsumen.
b. Misi Perusahaan
1. Mendukung penyediaan pupuk nasional untuk tercapainya
program swasembada pangan.
2. Meningkatkan hasil usaha untuk menunjang kelancaran
kegiatan operasional dan pengembangan usaha perusahaan.
3. Mengembangkan potensi usaha untuk mendukung industri
kimia nasional dan berperan aktif dalam community
development.
86
5.1.3 Fasilitas Pabrik
a. Fasilitas Produksi Pupuk
PT Petrokimia Gresik memiliki sejumlah unit produksi
pupuk, diantaranya yaitu:
1. Pupuk Urea, mulai beroperasi pada tahun 1994 dengan
kapasitas produksi 460.000 ton/tahun.
2. Pupuk Fosfat mulai beroperasi pada tahun 1979, 1983, 2009
dengan kapasitas produksi 500.000 ton/tahun.
3. Pupuk ZA I, II, dan III mulai beroperasi pada tahun 1972,
1984, 1986 dengan kapasitas produksi 650.000 ton/tahun.
4. Pupuk NPK Phonska mulai beroperasi pada tahun 2000, 2005,
2009 dan 2011 dengan kapasitas produksi 2.340.000 ton/tahun.
5. Pupuk NPK I, II, III, dan IV mulai beroperasi pada tahun 2005,
2008, 2009 dengan kapasitas produksi 400.000 ton/tahun.
6. Pupuk NPK Blending, mulai beroperasi pada tahun 2003
dengan kapasitas produksi 60.000 ton/tahun.
7. Pupuk ZK, mulai beroperasi pada tahun 2005 dengan kapasitas
produksi 10.000 ton/tahun.
8. Pupuk Petroganik mlai beroperasi pada tahun 2005 dengan
kapasitas produksi 10.000 ton/tahun.
87
b. Pabrik Non Pupuk
Fasilitas produksi non pupuk, antara lain sebagai berikut.
1. Amoniak mulai beroperasi pada tahun 1994 dengan kapasitas
produksi 445.000 ton/tahun,
2. Asam Sulfat (H₂SO₄) mulai beroperasi pada tahun 1994,
dengan kapasitas produksi 550.000 ton/tahun,
3. Asam Fosfat (H3PO₄) mulai beroperasi pada tahun 1985
dengan kapasitas produksi 200.000 ton/tahun.
4. Cement Retrader mulai beroperasi pada tahun 1985 dengan
kapasitas produksi 440.000 ton/tahun.
5. Alumunium Fluorida mulai beroperasi pada tahun 1985 dengan
kapasitas produksi 12.600 ton/tahun. Total kapasitas pabrik
6.077.600 ton/tahun.
c. Fasilitas Pendukung
Dalam menunjang kelancaran aktivitas produksi maupun
pemasaran, PT Petrokimia Gresik memiliki bebagai sarana dan
prasarana penunjang yang memadai, diantaranya yaitu :
1. Dermaga
i. Dermaga bongkar muat berbentuk huruf “T” yang memiliki
panjang 625 m dan lebar 36 m. Dermaga ini mampu
disandari kapal berbobot maksimal 60.000 ton. Selain itu
88
juga memiliki fasilitas bongkar muat seperti Continuous
Ship Unloader (CSU), Multiple Loading Crane, Cangaroo
Crane, ban berjalan, fasilitas pompa dan pipa untuk
pengangkutan bahan cair, dan Multiple Loading Crane.
ii. Dermaga khusus batubara, yang dilengkapi dengan
Unloader dan Conveyor System. Total kapasitas bongkar
muat dermaga khusus ini mencapai 480.000 ton/tahun.
2. Utilitas Batubara
Utilitas Batubara tersebut dapat menghasilkan total
kapasitas 25 Megawatt Nett, selain untuk menyuplai kebutuhan
listrik ke Pabrik II, pengoperasian Unit Utilitas Batubara juga
mampu menghemat penggunaan Gas sebesar 6,3 MMSCFD.
3. Unit Penjernihan Air
PT Petrokimia Gresik memiliki dua unit air yang
terletak di luar kota, yaitu Gunung Sari Surabaya dari sungai
Brantas (dengan kapasitas 720 m3/jam dan panjang pipa 22
km) dan Babat dari sungai Bengawan Solo (dengan kapasitas
2.500 m3/jam dan panjang pipa 60 km). Total kapasitas dari
dua unit Penjernihan Air ini sebesar 3.200 m3/jam.
89
4. Pembangkit Tenaga Listrik
PT Petrokimia Gresik mengoperasikan Gas Turbin
Generator (GTG) dan Steam Turbine Generator (STG) yang
secara keseluruhan menghasilkan daya listrik sebesar 68 MV
5. Unit Penyedia Steam
Sebagian besar steam digunakan untuk proses pabrik
amoniak, urea, dan ZA. Steam diperoleh dari 2 jenis boiler,
yaitu Boiler B-1101 A/B/C/D yang menghasilkan 4x40 ton/jam
dengan tekanan 65 kg/cm2 dan temperatur 465 0C, dan boiler
jenis Waste Heat Boiler, yang dapat menghasilkan steam 60
ton/jam dengan tekanan 65 kg/cm2 dan temperatur 465 0C.
6. Pengelolaan limbah
PT Petrokimia Gresik mengoperasikan satu unit
pengelolaan limbah cair yang berkapasitas 240 m3/jam dan dua
unit pengelolahan/pengendalian limbah gas, PT Petrokimia
Gresik menjamin bahwa semua limbah cair maupun gas yang
keluar dari areal pabrik telah melewati proses pengolahan yang
ketat dan berstandar internasional.
7. Laboratorium
PT Petrokimia Gresik juga melengkapi dirinya dengan
laboratorium produksi yang digunakan untuk pengendalian
proses dan pengujian kualitas produk.
90
5.1.4 Kepegawaian dan Shift Kerja
Jumlah karyawan PT. Petrokimia Gresik pada bulan Desember
2013 adalah sebanyak 3.275 orang. Berikut adalah tabel jumlah
karyawan berdasarkan pendidikan terakhir.
Tabel 5.1Jumlah Karyawan berdasarkan tingkat pendidikan terakhir
Pendidikan Jumlah Karyawan
Pasca Sarjana 111
Sarjana 546
Diploma III 67
SLTA 2377
SLTP 174
SD 0Jumlah 3275
Sumber : Knowledge Management Intranet PT Petrokimia Gresik
Berdasarkan jabatan, PT Petrokimia Gresik membaginya
menjadi 8 golongan. Jumlah karyawan berdasarkan jabatan adalah
sebagai berikut.
Tabel 5.2Jumlah Karyawan berdasarkan Jabatan
Jabatan JumlahKaryawan
Direksi 5General Manager (Eselon I) 27Manager/ Staf Utama Muda (Eselon II) 72Kabag/ Staf Madya (Eselon III) 196
91
Jabatan JumlahKaryawan
Kasi/ Staf Muda (Eselon IV) 618Karu/ Staf Pemula (Eselon V) 1133Pelaksana 1208Bulanan Percobaan 16Jumlah 3275Sumber : Knowledge Management Intranet PT Petrokimia Gresik
Berdasarkan kelompok shift, PT Petrokimia Gresik membaginya
menjadi 4 kelompok ditambah dengan pekerja Normal Day. Berikut
tabel jumlah karyawan berdasarkan kelompok shift.
Tabel 5.3Jumlah Karyawan berdasarkan kelompok shift
Kelompok Shift Jumlah Pekerja
Shift Group A 352
Shift Group B 349
Shift Group C 348
Shift Group D 351
Normal Day 1875
Jumlah 3275Sumber : Knowledge Management Intranet PT Petrokimia Gresik
5.1.5 Gambaran Departemen Lingkungan dan K3
Di Departemen Lingkungan dan Keselamatan Kesehatan Kerja
PT. Petrokimia Gresik, terdapat 2 jenis organisasi yaitu:
92
a. Organisasi Struktural
Departemen LK3 Petrokimia Gresik berada di bawah
General Manager dari Kompartemen Teknologi. Berikut struktur
organisasi Departemen LK3
Bagan 5.1
Struktur Organisasi Departemen Lingkungan dan K3 PT Petrokimia
Gresik Tahun 2014
General ManagerKompartemen
Teknologi
DepartemenLingkungan dan
K3
Staf Lingkungan
BagianPengendalianLingkungan
Bagian TeknikLingkungan
Bagian K3
StaffPerlengkapan
Bina Sidik (PBS)
Staff SafetyInspector Pabrik I
Staff SafetyInspector Pabrik
II
Staff SafetyInspector Pabrik
III
Staff KesehatanKerja
Bagian PMK
Staff Operasional
Staff Perawatan
93
b. Organisasi Non Struktural
Organisasi non struktural dalam K3 di PT Petrokimia Gresik
adalah sebagai berikut :
1) Panitia Pembinaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3).
Dibentuk sebagai wadah kerja sama antara unsur pimpinan
perusahaan dan tenaga kerja dalam menangani masalah K3 di
perusahaan. Program Kerja P2K3 di PT Petokimia Gresik
adalah safety meeting, identifikasi dan inventerisasi sumber
bahaya, penerapan norma K3, inspeksi atau safety patrol,
penyelidikan dan analisa kecelakaan, pendidikan dan latihan.
2) Safety Representative. Dibentuk sebagai perwakilan K3 di unit-
unit kerja yang bersangkutan sebagai usaha mempercepat
pembudayaan K3, melakukan peningkatan K3 dan menjadi model
K3 di unit kerjanya.
3) Sub P2K3, adalah organisasi yang dibentuk di unit kerja untuk
menangani aspek K3 secara teknis di unit kerja kompartemen.
5.1.6 Gambaran Proses Produksi di Unit Produksi Amoniak
Proses pembuatan amoniak yang dilakukan saat ini seluruhnya
menggunakan sistem otomatis yang dikontrol melalui DCS (Distributed
Control System) dengan pemantauan di lapangan oleh operator pada
setiap unit. Flow diagram produksi amoniak yaitu:
94
Gambar 5.1Flow diagram produksi amoniak PT. Petrokimia Gresik
Sumber :Departemen Produksi PT. Petrokimia Gresik
Secara garis besar, amoniak dihasilkan melalui proses reaksi antara
gas H2 dengan gas N2. Gas H2 diperoleh dari reaksi gas bumi dan steam,
sedangkan gas N2 diperoleh dari udara luar yang dimasukkan ke dalam
sistem secondary reformer. Gas alam yang masuk ke sistem desulfurisasi
tersebut digunakan untuk menghilangkan kotoran dan senyawa kimia yang
dapat mengganggu proses seperti sulfur organik dengan katalis Co-Mo dan
ZnO, kemudian dialirkan ke primary reformer dan secondary reformer
yang direaksikan dengan steam dan udara yang berfungsi untuk memecah
gas alam sehingga terbentuk menjadi gas sintesa. Gas sintesa tersebut
kemudian dialirkan ke shift conventer untuk diubah dari gas karbon
monoksida (CO) menjadi karbon dioksida (CO2), setelah itu gas sintesa
diolah lebih lanjut menggunakan gas purification dengan sistem High
Tempertur Shift Converter (HTS) dan dilanjutkan ke Low Temperatur Shift
Converter (LTS) untuk didinginkan.
95
CO2 yang terbentuk kemudian dimasukkan ke CO2 removal dengan
sistem absorber, benfield dan stripper. CO2 yang dihasilkan lalu dikirim ke
urea untuk digunakan sebagai bahan baku yang dipasarkan sebagai CO2 dan
sebagai gas inert dari gas sintesa (synth gas) . Lalu sisa-sisa gas CO2 yang
tidak terserap dialirkan ke methanator untuk dijadikan metana (CH4). Lalu
dinaikkan tekanannya di NH3 converter untuk mengkonversikan gas
nitrogen (N2) dan hidrogen (H2) menjadi amoniak (NH3). NH3 yang
terbentuk dialirkan ke dalam ammoniak refrigerant untuk menjadi amoniak
cair lalu disimpan di ammoniak storage tank.
5.1.7 Gambaran Hasil Identifikasi Potensi Bahaya Kebakaran di Unit
Produksi Amoniak
Unit Produksi Amoniak merupakan tempat yang berpotensi
menimbulkan bahaya kebakaran. Derajat penyalaan (flammability) dari
amoniak di udara adalah lebih tinggi dari pada hydro karbon, sehingga
semprotan amoniak cair dapat menimbulkan kebakaran. (Departemen
Manajemen Risiko PT Petrokimia Gresik, 2013). Berdasarkan teori
segitiga api untuk menentukan konsep terjadinya suatu kebakaran,
keseluruhan proses produksi di unit amoniak memenuhi ketiga unsur
penyalaan api, yaitu adanya sumber panas yang potensial, terdapat
bahan bakar, serta oksigen. Dengan adanya konsentrasi oksigen yang
tinggi di udara, ditambah dengan proses produksi yang menggunakan
96
sumber panas dari mesin-mesin reactor, maka uap amoniak sebagai
bahan bakar jenis flammable gas tersebut akan dengan mudah terbakar.
Berdasarkan hasil identifikasi bahaya kebakaran yang dilakukan
oleh Departemen Manajemen Risiko PT Petrokimia Gresik, Unit
Produksi Amoniak memiliki peluang terjadinya kebakaran yang tinggi
(high risk), frekuensi terjadinya kebakaran yang sering (frequently) serta
dampak yang ditimbulkan juga sangat besar (catastrophic). Selain itu
hasil identifikasi risiko menyebutkan bahwa karakteristik kebakaran di
unit produksi amoniak termasuk ke dalam kebakaran kelas B dan C
yaitu kebakaran yang disebabkan oleh cairan atau gas yang mudah
terbakar serta kebakaran yang disebabkan oleh listrik (NFPA 101, Life
Safety Code). Kebakaran jenis ini biasanya berskala besar,
membutuhkan media pemadam yang sesuai dan teknik yang tepat, serta
memerlukan waktu lama untuk proses pemadamannya (Ramli, 2010).
5.2 Gambaran Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran pada
Bangunan Gedung dan Lingkungan di Unit Produksi Amoniak
Pemaparan gambaran tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaran
pada bangunan gedung dan lingkungan di Unit Produksi Amoniak PT
Petrokimia Gresik dijelaskan satu per satu setiap komponennya berdasarkan
hasil observasi, wawancara dan telaah dokumen. Komponen sistem proteksi
kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan tersebut diantaranya:
97
1. Akses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran
2. Sarana penyelamatan jiwa yang terdiri dari sarana jalan keluar, tanda
petunjuk arah evakuasi, dan tempat berhimpun
3. Sarana proteksi kebakaran pasif yaitu mengenai konstruksi tahan api
4. Sarana proteksi kebakaran aktif yang terdiri dari detektor kebakaran, alarm
kebakaran, titik panggil manual, sistem springkler otomatik, hidran, sistem
pipa tegak, dan Alat Pemadam Api Ringan
5. Utilitas bangunan gedung yang terdiri dari sumber daya listrik, pusat
pengendali kebakaran dan sistem proteksi petir.
Dari hasil observasi, wawancara dan telaah dokumen terhadap setiap
komponen, kemudian penulis melakukan skoring atau penilaian dengan tujuan
untuk mengetahui tingkat pemenuhan dari masing-masing komponen tersebut.
Teknik penilaian atau skoring dilakukan dengan mengacu pada pedoman audit
kebakaran Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum tahun 2005. Tingkat
penilaian atau skoring dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.4Tingkat Penilaian Audit Kebakaran
Nilai Kesesuaian Kondisi Fisik Komponen
Baik
(>80– 100% )
Sesuai
Persyaratan
Semua komponen sistem proteksi kebakaran
telah sesuai dengan elemen persyaratan
Cukup
(60-80%)
Terpasang,
namun ada
Sebagian besar komponen sistem proteksi
kebakaran sesuai dengan elemen persyaratan,
98
Nilai Kesesuaian Kondisi Fisik Komponen
ketidaksesuaian
di sebagian
instalasi
namun ada beberapa komponen yang
kapasitasnya kurang dari yang ditetapkan
dalam spesifikasi atau persyaratan
Kurang
(<60%)
Tidak sesuai
sama sekali
Sebagian besar komponen sistem proteksi
kebakaran tidak sesuai dengan elemen
persyaratan dan kapasitasnya jauh dibawah
dari nilai yang ditetapkan dalam spesifikasi.
Tidak ada
(0%)
Tidak
terpasang
Terdapat komponen sistem proteksi
kebakaran yang sama sekali tidak terpasang
Hasil tingkat pemenuhan dari masing-masing komponen tersebut
dijelaskan pada diagram berikut.
Bagan 5.2Tingkat Pemenuhan masing-masing komponen sistem proteksi kebakaran pada
bangunan gedung dan lingkungan Unit Produksi Amoniak
99
Berdasarkan bagan di atas dapat diketahui bahwa dari 15 komponen
sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan di Unit
Produksi Amoniak, maka terdapat 7 komponen sistem proteksi yang memiliki
tingkat pemenuhan sebesar 100%, komponen tersebut diantaranya yaitu sarana
jalan keluar, tempat berhimpun, alarm kebakaran, titik panggil manual, hidran,
sumber daya listrik, dan sistem proteksi petir. Selain itu, terdapat 3 komponen
yang termasuk ke dalam kategori baik (>80-100%), antara lain yaitu konstruksi
tahan api, sistem springkler otomatik, dan Alat Pemadam Api Ringan.
Sedangkan komponen yang termasuk kategori cukup (60-80%) yaitu detektor
kebakaran, sistem pipa tegak, dan pusat pengendali kebakaran. Namun masih
terdapat komponen yang termasuk kategori kurang (<60%), diantaranya yaitu
komponen akses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran dan tanda petunjuk
arah evakuasi. Hasil tingkat pemenuhan dari masing-masing komponen tersebut
dijelaskan sebagai berikut.
5.2.1 Tingkat Pemenuhan Akses dan Pasokan Air Untuk Pemadam
Kebakaran
Penilaian terhadap tingkat pemenuhan akses dan pasokan air
untuk pemadam kebakaran menggunakan standar acuan berupa
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26 tahun 2008. Terdapat 10
persyaratan yang menjadi pokok penilaian, berikut tabel tingkat
pemenuhan akses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran.
100
Tabel 5.5Tingkat Pemenuhan Akses dan Pasokan Air untuk Pemadam Kebakaran
NNo (Permen PU No.26/PRT/M/2008) Kondisi Aktual
Sesuai/TidakSesuai
Nilai
1 Tersedia sumber air berupa hidran
halaman, sumur kebakaran atau
reservoir air dan sebagainya.
Tersedia sumber air yang berasal
dari hidran halaman, yang
dilengkapi dengan water pump.
Sesuai 100 %
2 Dilengkapi dengan sarana
komunikasi umum yang dapat
dipakai setiap saat untuk
memudahkan penyampaian
informasi kebakaran.
Sarana komunikasi yang disediakan
yaitu jenis HT (Handy Talky) untuk
para operator yang berada di ruang
DCS (Distributed Control System)
Sesuai 100 %
3 Tersedia jalur akses mobil
pemadam kebakaran
Jalur akses untuk mobil pemadam
kebakaran tidak tersediaTidakSesuai 0 %
4 Tersedia jalan lingkungan
perkerasan di lingkungan bangunan
gedung agar dapat dilalui oleh
kendaraan pemadam kebakaran
Tidak tersedia jalan lingkungan
perkerasan di sekitar plant amoniak
untuk dapat dilalui kendaraan
pemadam kebakaran
TidakSesuai 0 %
5 Lebar lapis perkerasan pada jalur
masuk yang digunakan untuk mobil
pemadam kebakaran lewat minimal
4 meter.
Tidak tersedia lapis perkerasan
pada jalur masuk untuk mobil
pemadam kebakaranTidakSesuai 0 %
101
NNo (Permen PU No.26/PRT/M/2008) Kondisi Aktual
Sesuai/TidakSesuai
Nilai
6 Area jalur masuk kedua sisinya
ditandai dengan warna yang
kontras.
Jalur masuk untuk kendaraan
pemadam kebakaran tidak ditandai
dengan warna yang kontras
TidakSesuai 0 %
7 Area jalur masuk pada kedua
Sisinya ditandai dengan bahan yang
bersifat reflektif.
Area jalur masuk kendaraan
pemadam kebakaran tidak ditandai
dengan bahan yang bersifat
reflektif.
TidakSesuai 0 %
8 Penandaan jalur pemadam
Kebakaran diberi jarak antara tidak
lebih dari 3 m satu sama lain..
Tidak terdapat penandaan terhadap
jalur pemadam kebakaran TidakSesuai 0 %
9 Penandaan jalur pemadam
kebakaran dibuat di kedua sisi jalur
Tidak terdapat penandaan terhadap
jalur pemadam kebakaranTidakSesuai 0 %
10 Penandaan jalur pemadam
kebakaran diberi tulisan “Jalur
pemadam kebakaran, jangan
dihalangi
Tidak terdapat penandaan terhadap
jalur pemadam kebakaranTidakSesuai 0 %
Tingkat Pemenuhan Akses dan Pasokan Air Untuk Pemadam Kebakaran 20%
Berdasarkan tabel 5.5 hasil penilaian terhadap akses dan pasokan
air untuk pemadam kebakaran memiliki tingkat pemenuhan sebesar
102
20%. Dari 10 persyaratan yang menjadi pokok penilaian hanya 2
persyaratan yang sudah sesuai dengan standar Permen PU Nomor 26
Tahun 2008, yaitu tersedianya sumber air berupa hidran halaman, dan
tersedianya sarana komunikasi berupa HT (Handy Talky).
Sedangkan persyaratan yang belum terpenuhi yaitu mengenai
ketersediaan jalur khusus untuk akses kendaraan pemadam kebakaran,
ketersediaan lapis perkerasan untuk jalur masuk pemadam kebakaran,
dan mengenai penandaan jalur pemadam kebakaran. Berikut kutipan
hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap informan penelitian.
“…Dulu ada jalur khusus pemadam, namun kendalanya, pabrik
sekarang situasinya makin ruwet, pengangkutan bahan baku kan pakai
mobil truk, jadi jalan utama pabrik itu lalulintas truknya sangat padat,
selain itu struktur jalan juga banyak yang rusak, jadi udah engga bisa
dibenahi lagi, jalur pemadam sudah engga aktif lagi…” (PKG-9)
Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa PT
Petrokimia Gresik tidak memiliki jalur khusus akses kendaraan
pemadam kebakaran, termasuk akses pemadam kebakaran dari kantor
bagian PMK ke Unit Produksi Amoniak, sehingga kendaraan pemadam
kebakaran masih menggunakan jalan utama yang ada di pabrik. Tidak
tersedianya jalur khusus kendaraan pemadam kebakaran tersebut
dikarenakan kondisi pabrik yang sangat kompleks.
103
Namun untuk menunjang keandalan proses penanggulangan
kebakaran, PT Petrokimia Gresik memiliki 7 unit kendaraan pemadam
kebakaran dan 1 unit mobil rescue. Setiap unit kendaraan pemadam
kebakaran tersebut diparkir di kantor bagian PMK. Berikut adalah
spesifikasinya:
1. Water and foam fire truck dengan nomor polisi W 8064 A kapasitas
4000 liter air dan 1000 liter foam.
2. Water and foam fire truck dengan nomor polisi W 8093 A kapasitas
3000 liter air dan 300 liter foam.
3. Water tender fire truck dengan nomor polisi W 7223 D kapasitas
6000 liter air.
4. Foam tender fire truck dengan nomor polisi W 7790 E kapasitas
4000 liter foam.
5. Water tender fire truck dengan nomor polisi W 7791 E kapasitas
2000 liter air.
6. Water tender fire truck dengan nomor polisi W 8003 A kapasitas
9500 liter air. Fire truck ini dilengkapi dengan portable pump.
7. Water dan foam fire truck dengan nomor polisi W 8253 B kapasitas
4500 liter air dan 1000 liter foam.
Selain itu, pasokan air pemadam kebakaran di Unit Produksi
Amoniak telah dilengkapi dengan hidran halaman yang sumber airnya
104
berasal dari 2 unit penjernihan air yang dimiliki PT Petrokimia Gresik
yang disimpan di demind plant. Pasokan air tersebut juga telah
dilengkapi dengan fasilitas pompa untuk memberikan pressure tertentu
untuk menunjang performa pemadam kebakaran. Di Unit Produksi
Amoniak terdapat beberapa unit fire pump yang terletak di Pump
Station, diantaranya yaitu:
1. Dua buah Electric Fire Water Jockey Pump (JP-2252 A-B) dengan
kapasistas sebesar 28,3 m3/jam
2. Electric Fire Water Motor Pump (MP-2251 A) dengan kapasistas
sebesar 672 m3/jam
3. Diesel Fire Water Pump (DP-2251 B) dengan kapasistas sebesar
672 m3/jam
5.2.2 Sarana Penyelamatan Jiwa
Komponen sarana penyelamatan jiwa pada penelitian ini terdiri
dari sarana jalan keluar, tanda petunjuk arah evakuasi, dan tempat
berhimpun. Berikut adalah tingkat pemenuhan sarana penyelamatan
jiwa.
5.2.2.1 Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar
Penilaian terhadap tingkat pemenuhan sarana jalan keluar
menggunakan standar acuan SNI 03-1746-2000 mengenai tata cara
perencanaan dan pemasangan sarana jalan keluar untuk penyelamatan.
105
Terdapat 7 persyaratan yang menjadi pokok penilaian, berikut tabel
tingkat pemenuhan sarana jalan keluar di Unit Produksi Amoniak
Tabel 5.6Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar
No SNI 03-1746-2000 Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
1 Terdapat koridor yang digunakan
sebagai akses EXIT
Koridor yang digunakan untuk
akses EXIT tersedia Sesuai 100%
2 Sarana jalan keluar dipelihara terus
menerus bebas dari segala
hambatan atau rintangan.
Sarana jalan keluar bebas dari
hambatan dan rintangan dan
dipelihara terus menerus
Sesuai 100%
3 Perabot, dekorasi atau benda-benda
lain tidak diletakkan sehingga
menggangu EXIT, akses ke sana,
jalan ke luar dari sana atau
mengganggu pandangan
Tidak terdapat perabot dan benda
benda lain yang mengganggu akses
EXIT atau mengganggu pandangan, Sesuai 100%
4 Tidak ada cermin yang dipasang di
dalam atau dekat EXIT manapun
sedemikian rupa yang dapat
membingungkan arah jalan ke luar
Tidak terdapat cermin yang
dipasang di dekat EXIT manapun
Sesuai 100%
5 Lebar akses EXIT ≥ 71 cm Lebar akses EXIT yaitu 315 cmpada koridor A dan 205 cm padakoridor B dan C
Sesuai 100%
106
No SNI 03-1746-2000 Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
6 Jumlah sarana jalan keluar ≥ dua Terdapat 3 koridor yang digunakan
sebagai sarana jalan keluar Sesuai 100%
7 EXIT berakhir pada jalan umum
atau bagian luar dari EXIT
pelepasan
EXIT berakhir di jalan umum di
bagian luar yang mengelilingi plant
amoniak
Sesuai 100%
Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar 100%
Berdasarkan tabel 5.6 hasil penilaian terhadap sarana jalan
keluar memiliki tingkat pemenuhan sebesar 100%, artinya seluruh
persyaratan yang menjadi pokok penilaian sudah sesuai dengan
standar acuan, yaitu SNI 03-1746-2000 mengenai tata cara
perencanaan dan pemasangan sarana jalan keluar untuk penyelamatan.
Sarana jalan keluar di Unit Produksi Amoniak menggunakan 3 koridor
yang dijadikan akses EXIT yang masing-masing memiliki lebar 3,15
meter pada koridor A, dan 2,05 meter untuk koridor B dan C. Akses
EXIT tersebut dipelihara secara terus menerus, serta bebas dari
hambatan dan rintangan. Akses EXIT tidak terhalang oleh perabot atau
benda-benda lain seperti cermin yang dapat mengganggu pandangan.
107
5.2.2.2 Tingkat Pemenuhan Tanda Petunjuk Arah Evakuasi
Penilaian terhadap tingkat pemenuhan tanda petunjuk arah
evakuasi menggunakan standar acuan berupa Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No. 26 tahun 2008. Terdapat 8 persyaratan yang
menjadi pokok penilaian, berikut tabel tingkat pemenuhan tanda
petunjuk arah evakuasi di Unit Produksi Amoniak.
Tabel 5.7Tingkat Pemenuhan Tanda Petunjuk Arah Evakuasi
No (Permen PU No.26/PRT/M/2008) Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
1 Terdapat tanda petunjuk arah pada
sarana jalan keluar
Terdapat tanda petunjuk arah pada
akses EXIT Sesuai 60%
2 Warna tanda petunjuk arah nyata
dan kontras
Warna tanda petunjuk arah tidak
nyata dan tidak kontrasTidakSesuai 0%
3 Pada setiap lokasi ditempatkan
tanda arah dengan indikator arah
Tanda arah dengan indikator arah
hanya tertulis pada koridor yang
menjadi akses EXIT
TidakSesuai 0%
4 Tanda arah dengan iluminasi
eksternal dan internal harus dapat
dibaca pada kedua mode
pencahayaan normal dan darurat.
Tanda arah tidak teriluminasi
secara internal TidakSesuai 0%
5 Setiap tanda arah diiluminasi terus
menerus
Tanda arah tidak diiluminasi secara
terus menerusTidakSesuai 0%
108
No (Permen PU No.26/PRT/M/2008) Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
6 Tanda petunjuk arah terbaca
“EXIT” atau kata lain yang tepat
dan berukuran ≥ 10 cm.
Tanda petunjuk arah evakuasi
tertulis di koridor dengan tulisan
EXIT yang berukuran 95 cm
Sesuai 100%
7 Lebar huruf pada kata EXIT ≥ 5 cm
kecuali huruf “I”
Lebar huruf pada kata EXIT
kecuali huruf “I” yaitu 45 cm Sesuai 100%
8 Spasi minimum antara huruf pada
kata “EXIT” ≥ 1 cm
Spasi antara huruf pada kata EXIT
yaitu 15 cm Sesuai 100%
Tingkat Pemenuhan Tanda Petunjuk Arah Evakuasi 45%
Berdasarkan tabel 5.7 hasil penilaian terhadap tanda petunjuk
arah evakuasi memiliki tingkat pemenuhan sebesar 45%. Dari 8
persyaratan yang menjadi pokok penilaian terdapat 4 persyaratan yang
tidak sesuai dengan standar acuan, yaitu mengenai warna tanda arah
dan mengenai iluminasi internal dan eksternal pada tanda petunjuk
arah evakuasi tersebut. Berikut adalah ilustrasi tanda petunjuk arah
evakuasi yang terdapat pada koridor akses EXIT.
109
(a) (b)
Gambar 5.2(a) Tanda petunjuk arah evakuasi pada koridor (tampak atas)(b) Tinggi dan Lebar Tulisan EXIT pada petunjuk evakuasi
Tanda petunjuk arah evakuasi yang terdapat di Unit Produksi
Amoniak tertulis tepat di koridor yang menjadi akses EXIT. Tanda
dengan tulisan EXIT dan indikator arah tersebut dituliskan dengan cat
berwarna kuning, namun tulisan tanda petunjuk arah evakuasi sudah
pudar, tidak nyata dan tidak kontras.
5.2.2.3 Tingkat Pemenuhan Tempat Berhimpun
Penilaian terhadap tingkat pemenuhan tempat berhimpun
menggunakan standar acuan berupa NFPA 101 mengenai Life Safety
Code. Terdapat 3 persyaratan yang menjadi pokok penilaian, berikut
tabel tingkat pemenuhan tempat berhimpun di Unit Produksi
Amoniak.
110
Tabel 5.8Tingkat Pemenuhan Tempat Berhimpun
No NFPA 101 Life Safety Code Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
1 Tersedia tempat berhimpun setelah
evakuasi
Tempat berhimpun atau Assembly
Point terletak di depan transport Sesuai 100%
2 Tersedia petunjuk tempat
berhimpun
Terdapat rambu-rambu berwarna
hijau dengan tulisan AP. (Assembly
Point) dan terdapat tanda checklist
Sesuai 100%
3 Luas tempat berhimpun sesuai,
minimal 0,3 m2 / orang
Luas tempat berhimpun 1841,67 m2
cukup untuk menampung sebanyak
6140 karyawan
Sesuai 100%
Tingkat Pemenuhan Tempat Berhimpun 100%
Berdasarkan tabel 5.8 hasil penilaian terhadap tempat
berhimpun memiliki tingkat pemenuhan sebesar 100% artinya seluruh
persyaratan yang menjadi pokok penilaian telah sesuai dengan standar
acuan yaitu NFPA 101 Life Safety Code. Berikut kutipan hasil
wawancara yang dilakukan peneliti terhadap beberapa informan
penelitian.
“…Assembly point untuk amoniak itu jadi satu sama seluruh
yang ada di pabrik I, engga hanya amoniak, urea, ZA, perkantoran
juga, letaknya di depan gedung transport ya, kalo untuk nampung
111
seluruh karyawan cukup mas, tapi menurut saya masih terlalu deket
dengan sumber bahaya kalau di situ itu…” (PKG-5)
“…Kalo terjadi keadaan darurat kan assembly pointnya
berada di depan transport, saya kira paling ideal disana ya, soalnya
kan assembly point untuk berkumpul dan dibawa ketempat yang lebih
aman kan, kalau ditaro di area pabrik saya kira malah ga aman ya,
dan menurut saya untuk mengarah ke sana, jalan atau lari pun ya ga
terlalu jauh…” (PKG-6)
Gambar 5.3 Ilustrasi tempat berhimpun di Unit Produksi Amoniak
Dari hasil observasi dan wawancara dan gambar ilustrasi di
atas, dapat diketahui bahwa tempat berhimpun yang digunakan oleh
Unit Produksi Amoniak merupakan Assembly Point untuk seluruh
kompartemen pabrik I, berada di depan gedung transport dan memiliki
luas 1841,67 m2 dan berjarak ± 250 meter dari plant amoniak. Tempat
berhimpun juga dilengkapi dengan rambu-rambu berwarna hijau
dengan tulisan AP. (Assembly Point) dan tanda checklist.
112
5.2.3 Sarana Proteksi Kebakaran Pasif
Komponen sarana proteksi kebakaran pasif pada penelitian ini
adalah konstruksi tahan api. Berikut tingkat pemenuhan konstruksi tahan
api di Unit Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik.
5.2.3.1 Tingkat Pemenuhan Konstruksi Tahan Api
Penilaian terhadap tingkat pemenuhan konstruksi tahan api
menggunakan standar acuan yaitu SNI 03-1736-2000 mengenai tata
cara perencanaan sistem proteksi pasif kebakaran. Terdapat 4
persyaratan yang menjadi pokok penilaian, berikut tabel tingkat
pemenuhan konstruksi tahan api di Unit Produksi Amoniak.
Tabel 5.9Tingkat Pemenuhan Konstruksi Tahan Api
No SNI 03-1736-2000 Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
1 Terdapat dinding penghalang api
untuk membagi bangunan gedung
untuk mencegah penyebaran api.
Terdapat dinding yang didesain
untuk mencegah penyebaran api di
Ruang DCS (Distributed Control
System) Unit Produksi Amoniak
Sesuai 100%
2 Terdapat pintu tahan api Terdapat pintu tahan api di setiap
ruangan yang ada di DCS Sesuai 100%
3 Dilakukan pemeliharaan konstruksi
tahan api secara berkala
Dilakukan pemeliharaan namun
tidak dilakukan secara berkala Sesuai 60%
113
No SNI 03-1736-2000 Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
4 Pintu tahan api harus mempunyai
perlengkapan menutup sendiri atau
menutup secara otomatis.
Pintu tahan api didisain dapat
menutup secara otomatis Sesuai 100%
Tingkat Pemenuhan Konstruksi Tahan Api 90%
Berdasarkan tabel 5.9 hasil penilaian terhadap konstruksi tahan
api memiliki tingkat pemenuhan sebesar 90%. Seluruh persyaratan
yang menjadi pokok penilaian telah sesuai dengan standar acuan yaitu
SNI 03-1736-2000 tentang tata cara perencanaan sistem proteksi pasif
kebakaran, namun terdapat 1 persyaratan yang belum dipenuhi secara
sempurna, yaitu mengenai pemeliharaan terhadap konstruksi tahan api.
Berikut kutipan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap
beberapa informan penelitian.
“…penerapan konstruksi tahan api ini di gedung DCS, control
roomnya amoniak, DCS ini didisain untuk keselamatan keamanan
terhadap api maupun tekanan, mengapa demikian karena dalam
keadaan normal, ya tidak banyak orang yang turun di plant, mereka
stand by di control room ini…” (PKG-1)
“…pemeliharaan konstruksi tahan api ini dianggarkan di
Departemen Har 1, bagiannya Candal (perencanaan pengendalian).
114
Jadi di candal ini ada yang membawahi peralatan pabrik, ada yang
fasilitas pabrik, nah gedung DCS ini termasuk fasilitas penunjang
pabrik, pemeliharaannya ngga rutin, jadi missal ada yang harus dicat
ulang, atau ada yang bocor perlu diperbaiki, kita tinggal ngusulkan
aja, kita buat laporan, untuk minta perbaikan ke pihak candal
tersebut…” (PKG-7)
Dari hasil observasi dan wawancara tersebut, dapat diketahui
bahwa penerapan konstruksi tahan api di Unit Produksi Amoniak yaitu
di gedung DCS (Distributed Control System). Di gedung DCS juga
telah terdapat pintu tahan api di setiap ruangan yang ada di dalamnya
dan dilengkapi dengan perlengkapan menutup secara otomatis (door
closer). Pintu tahan api tersebut lebarnya 55 mm, terbuat dari plat baja
yang diperkuat dengan sistem tulang penguat di dalam daun pintu, dan
memiliki fire rating selama 2 jam.
Pemeliharaan terhadap konstruksi tahan api merupakan
tanggung jawab dari Departemen Pemeliharaan (Har 1) bagian
Perencanaan dan Pengendalian (Candal). Pemeliharaan tersebut tidak
dilakukan secara berkala, namun dilakukan hanya ketika terdapat
komponen-komponen dari suatu fasilitas konstruksi tahan api yang
mengalami kerusakan.
115
5.2.4 Sarana Proteksi Kebakaran Aktif
Komponen sarana proteksi kebakaran aktif pada penelitian ini
diantaranya yaitu detektor kebakaran, alarm kebakaran, titik panggil
manual, sistem springkler otomatik, hidran, sistem pipa tegak, dan Alat
Pemadam Api Ringan (APAR). Berikut adalah tingkat pemenuhan
komponen sarana proteksi kebakaran aktif.
5.2.4.1 Tingkat Pemenuhan Detektor Kebakaran
Penilaian terhadap tingkat pemenuhan detektor kebakaran
menggunakan standar acuan yaitu SNI 03-3985-2000 mengenai tata
cara perencanaan, pemasangan dan pengujian sistem deteksi dan alarm
kebakaran. Terdapat 5 persyaratan yang menjadi pokok penilaian,
berikut tabel tingkat pemenuhan detektor kebakaran di Unit Produksi
Amoniak.
Tabel 5.10Tingkat Pemenuhan Detektor Kebakaran
No SNI 03-3985-2000 Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
1 Terdapat detektor kebakaran di
seluruh ruangan.
Terdapat detektor kebakaran jenis
flame detector dan gas detector
yang diletakkan sesuai dengan
potensi kebakaran di area tersebut
Sesuai 100%
116
No SNI 03-3985-2000 Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
2 Detektor yang terpasang dapat
dijangkau untuk pemeliharaan dan
untuk pengujian secara periodik
Setiap detektor yang terpasang
mudah dijangkau untuk pengujian
dan pemeliharaan secara periodic
Sesuai 100%
3 Detektor diproteksi terhadap
kemungkinan rusak karena
gangguan mekanis.
Detektor tidak diproteksi namun
peletakannya disesuaikan dengan
kondisi area pabrik
Sesuai 90%
4 Dilakukan inspeksi, pengujian dan
pemeliharaan.
Inspeksi pengujian dan
pemeliharaan dilakukan setiap 3
bulan sekali
Sesuai 100%
5 Rekaman hasil dari semua inspeksi,
pengujian, dan pemeliharaan, harus
disimpan untuk jangka waktu 5
tahun untuk pengecekan oleh
instansi yang berwenang
Rekaman hasil inspeksi disimpan di
kantor bagian PMK namun tidak
terdapat rekaman hasil inspeksi
pengujian dan pemeliharaan selama
jangka waktu 5 tahun
TidakSesuai 0%
Tingkat Pemenuhan Detektor Kebakaran 78%
Berdasarkan tabel 5.10 hasil penilaian terhadap detektor
kebakaran memiliki tingkat pemenuhan sebesar 78%. Dari 5
persyaratan yang menjadi pokok penilaian, terdapat 1 persyaratan yang
tidak sesuai dengan standar acuan yaitu SNI 03-3985-2000 tentang
117
tata cara perencanaan, pemasangan dan pengujian sistem deteksi dan
alarm kebakaran, yaitu mengenai penyimpanan rekaman hasil inspeksi
yang harus disimpan dalam jangka waktu 5 tahun. Berikut kutipan
hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap beberapa informan
penelitian.
“…ini baru sebetulnya detektornya, dulunya sudah ada,
namun diperbarui oleh PMK, mulai dioperasikan beberapa bulan
yang lalu ya, monitornya itu ada di control room, dan ada tempat
tempat tertentu di lapangan yang dipasang sensor untuk flame sama
gas detector…” (PKG-1)
“…sebelumnya sudah pernah dipasang detektor, tapi dalam
perjalan terdapat kendala, yaitu ada sistem yang kurang sempurna
sehingga menyebabkan sistem itu, alarm itu ngga mau diam, ngga
bisa di reset, sehingga tidak diaktifkan, kemudian dalam perjalanan
dianggarkan untuk dipasang lagi, terealisasi di tahun 2013, lalu
sudah dapat beroperasi di tahun 2014 ini…” (PKG-7)
Dari hasil observasi dan wawancara dapat diketahui bahwa
instalasi detektor kebakaran di Unit Produksi Amoniak baru
dioperasikan pada bulan Januari tahun 2014, sehingga inspeksi dan
pemeliharaan baru sekali dilakukan, yaitu pada bulan April tahun
2014. Jadi hanya terdapat satu kali rekaman hasil inspeksi detektor
kebakaran.
118
Detektor kebakaran yang digunakan di Unit Produksi Amoniak
adalah jenis flame detector sebanyak 5 unit, dan jenis gas detector
sebanyak 6 unit. Untuk Flame detector, terdapat dua tipe yang
digunakan, yiatu X3301 Multispectrum IR Flame Detector X3301 dan
X3302 Multispectrum IF Hydrogen Flame Detector. Sedangkan untuk
gas detector yang digunakan yaitu tipe PIRECL (PointWatch Eclipse
IR Hydrocarbon Gas Detector dan tipe Catalytic Combustible Gas
Sensor (CGS). Penempatan detektor kebakaran tersebut juga
memperhatikan beberapa kriteria tertentu. Berikut kutipan hasil
wawancara mengenai penempatan detektor kebakaran.
“…Jadi hal itu disesuaikan ya, sebelumnya kita kompromi
dulu, pertimbangannya itu dari record tahun yang lalu, missal di 105-
GT itu record kebakaran tahun lalunya mencapai 5 kasus kebakaran,
selain itu contohnya lagi di area vessel-vessel, didaerah ini berpotensi
karena mengandung cairan mudah terbakar, atau di area-area tempat
untuk lay down pressure, ini ada potensi kebocoran dan ledakan…”
(PKG-1)
“…ya penempatannya itu berdasarkan kajian yang disepakati
oleh beberapa ahli ya, misalnya di area compressor, jadi begini,
compressor itu kan media yang diolah kan gas ya, jadi perlu ada gas
detector di area tersebut, sehingga dimungkinkan kebocoran-
119
kebocoran yang ada disana tuh cepat terdeteksi oleh detektor gas
yang ada disana…” (PKG-8)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa
penempatan detektor kebakaran disesuaikan dengan potensi kebakaran
yang ada di suatu area, data-data rekaman kejadian kebakaran ya
pernah terjadi, lalu melihat karakteristik kondisi fisik area pabrik
tersebut serta dari hasil pertimbangan dan diskusi yang dilakukan oleh
beberapa ahli terkait. Selain itu, inspeksi dan pemeliharaan terhadap
detektor kebakaran yang terpasang dilakukan secara berkala, berikut
kutipan hasil wawancara mengenai pengujian dan pemeliharaan
detektor kebakaran.
“…kalo detektor itu 3 bulan sekali ditest ya oleh bagian PMK
sendiri, Untuk gas detector itu jadi diujinya menggunakan seperti gas
tabung gitu, atau istilahnya sinar yang nanti bisa dibaca sebagai
nyala api kalo untuk yang flame detector…” (PKG-9)
“…pengujian itu dilakukan setiap 3 bulannya, bersama-sama
dari bagian PMK, pihak ketiga yang menjadi supplier detektor
tersebut, serta staff amoniak sendiri, kalau untuk gas detector
pengujiannya dilakukan dengan alat berbentuk tabung yang berisi gas
methane 25% LEL, sedangkan untuk yang flame detector, alat tester
yang dipakai itu namanya flame detector tester, untuk melihat
keandalan sensor yang ada di detektor tersebut…” (PKG-8)
120
Dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa
pengujian serta pemeliharaan detektor kebakaran dilakukan secara
berkala setiap 3 bulan sekali. Pengujian detektor kebakaran dilakukan
oleh staff perawatan bagian PMK dan staff bagian amoniak serta pihak
dari perusahaan supplier detektor kebakaran tersebut.
Untuk gas detector, pengujian dilakukan dengan menggunakan
alat test gas cylinder 110 liter, yang mengandung gas methane
konsentrasi rendah yang disemprotkan di sekitar gas detector untuk
melihat keandalan sensor dalam mendeteksi combustible gas.
Sedangkan pengujian flame detector dilakukan dengan menggunakan
alat Universal IR flame detector test lamp T-229/4P. Alat ini didisain
secara khusus untuk menguji respon detektor terhadap api dari jarak
lebih dari 9 meter tanpa perlu menyalakan api langsung di depan
detektor atau tanpa harus kontak fisik dengan detektor tersebut.
5.2.4.2 Tingkat Pemenuhan Alarm Kebakaran
Penilaian terhadap tingkat pemenuhan alarm kebakaran
menggunakan acuan SNI 03-3985-2000 mengenai tata cara
perencanaan pemasangan dan pengujian sistem deteksi dan alarm
kebakaran. Terdapat 2 persyaratan yang menjadi pokok penilaian,
berikut tabel tingkat pemenuhan alarm kebakaran di Unit Produksi
Amoniak.
121
Tabel 5.11Tingkat Pemenuhan Alarm Kebakaran
No SNI 03-3985-2000 Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
1 Terdapat instalasi alarm kebakaran Alarm kebakaran yang dipasang di
Unit Produksi Amoniak yaitu jenis
Horn.
Sesuai 100%
2 Sinyal suara alarm kebakaran
berbeda dari sinyal suara yang
dipakai untuk penggunaan lain.
Sinyal suara alarm kebakaran
dibedakan dari alarm untuk
penggunaan yang lain, diatur dalam
Prosedur Penanggulangan Keadaan
Darurat Pabrik) PR–28-0017
Sesuai 100%
Tingkat Pemenuhan Alarm Kebakaran 100%
Berdasarkan tabel 5.11 hasil penilaian terhadap alarm
kebakaran memiliki tingkat pemenuhan sebesar 100% artinya seluruh
persyaratan yang menjadi pokok penilaian telah sesuai dengan standar
acuan yaitu SNI 03-3985-2000 tentang tata cara perencanaan,
pemasangan dan pengujian sistem deteksi dan alarm kebakaran. Jenis
alarm kebakaran yang digunakan di Unit Produksi Amoniak yaitu
jenis Horn, dengan tipe vibrating bell, berukuran 6 inchi gong
menggunakan tegangan sebesar 24 volt DC dan memiliki level suara
maksimal 110 dB.
122
Berdasarkan hasil telaah dokumen yang dilakukan peneliti,
alarm kebakaran yang ada di Unit Produksi Amoniak sudah terkoneksi
dengan detektor kebakaran serta titik panggil manual yang ada, sistem
ini disebut dengan Manual and Automatic Signaling Devices. Cara
kerja dari alarm kebakaran tersebut yaitu yaitu apabila salah satu
detektor mendeteksi adanya gas atau nyala api di salah satu area, atau
titik panggil manual ditekan/ditarik maka lampu indicator pada panel
system akan menyala dan secara bersamaan akan mengaktifkan horn
secara otomatis dan berbunyi sebagai tanda awal untuk evakuasi.
Sinyal suara yang timbul dari horn tersebut berbeda dengan
sinyal suara untuk penggunaan yang lain. PT Petrokimia Gresik telah
mengaturnya dalam Prosedur Penanggulangan Keadaan Darurat
Pabrik PR-28-0017 mengenai bunyi suara alarm ketika terjadi keadaan
darurat pabrik. Prosedur ini dapat dilihat pada lampiran.
5.2.4.3 Tingkat Pemenuhan Titik Panggil Manual
Penilaian terhadap tingkat pemenuhan titik panggil manual
menggunakan standar acuan yaitu SNI 03-3985-2000 mengenai tata
cara perencanaan, pemasangan dan pengujian sistem deteksi dan alarm
kebakaran. Terdapat 4 persyaratan yang menjadi pokok penilaian,
berikut tabel tingkat pemenuhan titik panggil manual di Unit Produksi
Amoniak.
123
Tabel 5.12Tingkat Pemenuhan Titik Panggil Manual
No SNI 03-3985-2000 Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
1 Titik panggil manual harus bewarna
merah & dipasang pada lintasan
menuju keluar
Titik panggil manual yaitu jenis
pull down berwarna merah, dan
dipasang pada lintasan menuju
keluar
Sesuai 100%
2 Semua titik panggil manual
dipasang pada ketinggian 1,4 meter
dari lantai.
Titik panggil manual dipasang pada
ketinggian 1, 45 m dari lantai Sesuai 100%
3 Lokasi penempatan tidak mudah
terkena gangguan, mudah kelihatan
& dicapai
Lokasi penempatan mudah
kelihatan dan dicapai serta aman
dari gangguan
Sesuai 100%
4 Jarak suatu titik sembarang ke
posisi titik panggil manual
maksimum 30 m.
Jarak titik panggil manual satu ke
yang lain yaitu 20 m Sesuai 100%
Tingkat Pemenuhan Titik Panggil Manual 100%
Berdasarkan tabel 5.12 hasil penilaian terhadap titik panggil
manual memiliki tingkat pemenuhan sebesar 100% artinya seluruh
persyaratan yang menjadi pokok penilaian telah sesuai dengan standar
acuan yaitu SNI 03-3985-2000 tentang tata cara perencanaan,
124
pemasangan dan pengujian sistem deteksi dan alarm kebakaran. Dari
hasil observasi diketahui bahwa titik panggil manual yang yang
digunakan yaitu jenis pull down dan ditempatkan di gedung DCS dan
di Amonia Reformer. Lokasi penempatannya yaitu di sepanjang
lintasan menuju keluar, mudah kelihatan dan dicapai serta aman dari
gangguan. Jarak antar titik panggil manual adalah 20 meter.
5.2.4.4 Tingkat Pemenuhan Sistem Springkler Otomatik
Penilaian terhadap tingkat pemenuhan sistem springkler
otomatik menggunakan standar acuan yaitu SNI 03-3989-2000
mengenai tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler
otomatik. Terdapat 10 persyaratan yang menjadi pokok penilaian,
berikut tabel tingkat pemenuhan sistem springkler otomatik di Unit
Produksi Amoniak.
Tabel 5.13Tingkat Pemenuhan Sistem Springkler Otomatik
No SNI 03-3989-2000 Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
1 Terpasang springkler otomatis Springkler yang digunakan yaitu
jenis water sprayer system
pengoperasiannya secara manual.
Sesuai 100%
2 Springkler tidak diberi ornament,
cat, atau diberi pelapisan
Springkler tidak diberi ornament,
cat atau pelapisanSesuai 100%
125
No SNI 03-3989-2000 Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
3 Air yang digunakan tidak
mengandung bahan kimia yang
dapat menyebabkan korosi, tidak
mengandung serat atau bahan yang
mengganggu bekerjanya springkler
Air yang digunakan berasal dari
demind plant di Utilitas I yang
merupakan hasil dari Unit
penjernihan air yang dimiliki PT
Petrokimia Gresik.
Sesuai 100%
4 Setiap sistem springkler otomatis
harus dilengkapi satu jenis sistem
penyediaan air yang bekerja secara
otomatis, bertekanan dan
berkapasitas cukup
Water Sprayer system bekerja
secara manual, air berasal dari
pompa hidran yang bertekanan 12
kg/cm3.
Sesuai 80%
5 Jarak minimum antara dua kepala
springkler ≤ 2 m
Jarak antara dua kepala springkler
yaitu 1,5 meterSesuai 100%
6 Kepala springkler yang terpasang
merupakan kepala springkler yang
tahan korosi
Kepala springkler yang digunakan
terbuat dari bahan stainless +
kuningan yang anti korosif
Sesuai 100%
7 Kotak penyimpanan kepala
springkler cadangan dan kunci
kepala springkler ruangan
ditempatkan di ruangan ≤ 38 ˚C.
Kepala springkler cadangan
disimpan di gudang kantor bagian
PMK, dilengkapi dengan AC dan
suhu ruangan rata-rata 250C
Sesuai 100%
126
No SNI 03-3989-2000 Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
8 Jumlah persedian kepala springkler
cadangan ≥ 36
Jumlah persedian kepala springkler
30 buah Sesuai 80%
9 Springkler cadangan sesuai baik
tipe maupun temperature rating
dengan semua springkler yang telah
dipasang.
Springkler cadangan yang disimpan
berbeda tipe dengan kepala
springkler yang telah dipasang.TudakSesuai
0%
10 Tersedia sebuah kunci khusus
untuk springkler (special sprinkler
wrench)
Tersedia special sprinkler wrench
yang disimpan di gudang PMK Sesuai 100%
Tingkat Pemenuhan Sistem Springkler Otomatik 86%
Berdasarkan tabel 5.13 hasil penilaian terhadap sistem
springkler otomatik memiliki tingkat pemenuhan sebesar 86%. Dari 10
persyaratan yang menjadi pokok penilaian, terdapat 1 persyaratan yang
tidak sesuai dengan standar SNI 03-3989-2000 tentang tata cara
perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik, yaitu
mengenai tipe kepala springkler cadangan yang tersedia tidak sesuai
dengan instalasi water sprayer system yang ada. Selain itu terdapat 2
persyaratan yang tidak terpenuhi sempurna, yaitu mengenai
pengoperasian water sprayer dan jumlah kepala springkler cadangan.
127
Dari hasil observasi dan telaah dokumen yang dilakukan
peneliti, dapat diketahui bahwa sistem springkler otomatik yang
digunakan di Unit Produksi Amoniak adalah jenis water sprayer
system yang pengoperasiannya dilakukan secara manual. Instalasi
water sprayer system tersebut tepatnya berada di mesin Ammonia
Converter 105-D, hal ini dikarenakaan potensi bahaya kebakaran dan
ledakan yang sangat tinggi di mesin tersebut.
Pasokan air untuk water sprayer system ini berasal dari pompa
hidran yang tekanannya mencapai 12 Bar. Air tersebut berasal dari
demind plant yang merupakan air hasil olahan Unit Penjernihan Air
yang ada di Utilitas I, sehingga air terbebas dari kandungan mineral
seperti Fe, Mn, Mg, dan Na yang dapat menyebabkan springkler
korosif. Selain itu, kepala springkler yang digunakan terbuat dari
bahan stainless dan kuningan sehingga anti korosif. Jarak antara 2
kepala springkler 1,5 meter dengan jarak pancar air sejauh 3 meter.
5.2.4.5 Tingkat Pemenuhan Hidran
Penilaian terhadap tingkat pemenuhan hidran menggunakan
standar acuan yaitu SNI 03-1745-2000 mengenai tata cara
perencanaan dan pemasangan sistem pipa tegak dan slang. Terdapat 9
persyaratan yang menjadi pokok penilaian, berikut tabel tingkat
pemenuhan hidran di Unit Produksi Amoniak.
128
Tabel 5.14Tingkat Pemenuhan Hidran
No SNI 03-1745-2000 Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
1 Lemari hidran hanya digunakan
untuk menempatkan peralatan
kebakaran.
Lemari hidran digunakan untuk
menempatkan nozel, selang hidran,
dan kunci hidran
Sesuai 100%
2 Setiap lemari hidran dicat dengan
warna yang menyolok
Lemari hidran dicat dengan warna
merah Sesuai 100%
3 Sambungan slang dan kotak hidran
tidak boleh terhalang
Sambungan slang hidran tepat
berada di samping kotak hidran Sesuai 100%
4 Slang kebakaran dilekatkan dan
siap untuk digunakan
2 buah Slang hidran dilekatkan di
kotak hidran dan siap digunakan Sesuai 100%
5 Terdapat Nozel Terdapat 1 nozel jenis jet/spray Sesuai 100%
6 Terdapat hidran halaman Terdapat 15 hidran halaman yang
mengelilingi unit produksi amoniak Sesuai 100%
7 Hidran halaman dilekatkan di
sepanjang jalur akses mobil
pemadam kebakaran
Hidran halaman dilekatkan di
sepanjang jalur untuk mobil
pemadam kebakaran
Sesuai 100%
8 Jarak hidran dan sepanjang akses
mobil pemadam kebakaran ≤ 50 m
dari bangunan
Jarak hidran dan jalur pemadam
kebakaran dengan unit produksi
amoniak adalah 12 meter
Sesuai 100%
129
No SNI 03-1745-2000 Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
9 Hidran halaman bertekanan 3,5 Bar Hidran bertekanan 9,5-10 Bar Sesuai 100%
Tingkat Pemenuhan Hidran 100%
Berdasarkan tabel 5.14 hasil penilaian terhadap hidran
memiliki tingkat pemenuhan sebesar 100%, artinya seluruh
persyaratan yang menjadi pokok penilaian telah sesuai dengan standar
SNI 03-1745-2000 mengenai tata cara perencanaan dan pemasangan
sistem pipa tegak dan slang. Dari hasil observasi tersebut diketahui
bahwa hidran yang ada di Unit Produksi Amoniak adalah jenis hidran
pillar atau hidran halaman. Setiap hidran pilar dicat dengan warna
merah dan telah dilengkapi dengan kotak hidran (fire box) yang berisi
2 roll slang pemadam api berdiameter 2,5 inchi, 1 buah nozel jenis
jet/spray berdiameter 2,5 inchi, serta satu buah kunci valve atau kunci
hidran. Seluruh kotak hidran tersebut hanya digunakan untuk
menyimpan peralatan kebakaran.
Sistem sambungan (coupling) pada hidran tersebut adalah jenis
Machino dilengkapi dengan interlock system. Hidran halaman
diletakkan di sepanjang jalur kendaraan pemadam kebakaran dan
berjarak 12 meter dari plant amoniak tersebut serta memiliki tekanan
sebesar 9,5-10 Bar.
130
5.2.4.6 Tingkat Pemenuhan Sistem Pipa Tegak
Penilaian terhadap tingkat pemenuhan sistem pipa tegak
menggunakan standar acuan yaitu SNI 03-1745-2000 mengenai tata
cara perencanaan dan pemasangan sistem pipa tegak dan slang.
Terdapat 7 persyaratan yang menjadi pokok penilaian, berikut tabel
tingkat pemenuhan sistem pipa tegak di Unit Produksi Amoniak.
Tabel 5.15Tingkat Pemenuhan Sistem Pipa Tagak
No SNI 03-1745-2000 Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
1 Sambungan pemadam kebakaran
minimal dua buah
Terdapat dua sambungan pemadam
kebakaran Sesuai 100%
2 Sambungan pemadam kebakaran
harus dipasang dengan penutup
untuk melindungi sistem dari
kotoran-kotoran yang masuk
Sambungan pemadam kebakaran
dipasang dengan penutup
Sesuai 100%
3 Dilakukan pemeliharaan terhadap
sistem pipa tegak
Pemeliharaan pipa tegak dilakukan
setiap 3 bulan sekali Sesuai 100%
4 Sambungan pemadam kebakaran
harus pada sisi jalan dari bangunan,
mudah terlihat dan dikenal dari
jalan atau terdekat dari jalan masuk
peralatan pemadam kebakaran
Sambungan pemadam kebakaran
berada tepat di sisi jalan dari
bangunan Sesuai 100%
131
No SNI 03-1745-2000 Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
5 Setiap sambungan pemadam
kebakaran harus dirancang dengan
suatu penandaan dengan huruf
besar, tidak kurang 25 mm (1 inci)
tingginya, di tulis pada plat yang
terbaca : “PIPA TEGAK”.
Tidak ada penandaan terhadap pipa
tegak
Tidaksesuai 0%
6 Suatu penandaan juga harus
menunjukkan tekanan yang
dipersyaratkan pada inlet untuk
penyaluran kebutuhan sistem.
Tidak ada penandaan yang
menunjukkan tekanan yang
dipersyaratkanTidaksesuai 0%
7 Setiap pipa tegak harus dilengkapi
dengan katup pembuangan yang
dipasang pada titik terendah dari
pipa tegak dan harus diatur untuk
dapat membuang air pada tempat
yang disetujui.
Pipa tegak dilengkapi dengan katup
pembuangan sebagai sarana saluran
pembuangan dan dipasang di titik
terdendah dari pipa tegak tersebut Sesuai 100%
Tingkat Pemenuhan Sistem Pipa Tegak 71,4%
Berdasarkan tabel 5.15 hasil penilaian terhadap sistem pipa
tegak memiliki tingkat pemenuhan sebesar 71,4%. Dari 7 persyaratan
132
yang menjadi pokok penilaian, terdapat 2 persyaratan yang tidak
sesuai dengan standar SNI 03-1745-2000 tentang tata cara
perencanaan dan pemasangan sistem pipa tegak dan slang, yaitu
mengenai penandaan terhadap pipa tegak.
Dari hasil observasi dan telaah dokumen, dapat diketahui
bahwa sistem pipa tegak yang digunakan di Unit Produksi Amoniak
yaitu pipa tegak dengan dua sambungan pemadam kebakaran (2,5
inchi X 2,5 inchi). Pipa tegak tersebut merupakan terusan dari line
pipa hidran yang berdiameter 10 inchi. Sambungan pipa tegak tersebut
dilengkapi dengan penutup sebagai proteksi terhadap kotoran-kotoran
yang dapat masuk. Selain itu pipa tegak juga dilengkapi dengan katup
pembuangan sebagai saluran untuk membuang air sisa.
Pemeliharaan terhadap sistem pipa tegak dilakukan secara
berkala setiap 3 bulan sekali. Pemeliharaan yang dilakukan
diantaranya memastikan sambungan air tidak macet/mudah dibuka,
kopling pada sambungan siap digunakan dan selalu dilengkapi dengan
penutup, melihat keadaan pipa jika ada yang bocor atau korosi, serta
melakukan tes tekanan dengan menggunakan alat pressure test untuk
memastikan tekanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan sistem.
Rekaman hasil pemeliharaan tersebut disimpan di kantor bagian PMK.
133
5.2.4.7 Tingkat Pemenuhan Alat Pemadam Api Ringan
Penilaian terhadap tingkat pemenuhan Alat Pemadam Api
Ringan menggunakan standar acuan berupa Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No. 26 tahun 2008. Terdapat 14 persyaratan yang
menjadi pokok penilaian, berikut tabel tingkat pemenuhan Alat
Pemadam Api Ringan di Unit Produksi Amoniak.
Tabel 5.16Tingkat Pemenuhan Alat Pemadam Api Ringan
No (Permen PU No.26/PRT/M/2008) Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
1 Tersedia Alat Pemadam Api
Ringan
Tersedia APAR sebanyak 60 buah
Sesuai 100%
2 Terdapat klasifikasi APAR terdiri
dari huruf menunjukkan kelas api
di mana APAR tersebut efektif,
didahului dengan angka sebagai
penunjuk keefektifitas pemadaman
yang ditempelkan pada APAR.
Terdapat klasifikasi APAR yang
menunjukkan kelas api, dan telah
tertera pada tabung APAR tersebut.
Sesuai 100%
3 APAR diletakkan di tempat yang
terlihat mata, mudah dijangkau dan
siap dipakai.
APAR diletakkan di dalam box
berwarna merah, tidak terkunci
terlihat mata mudah dijangkau dan
siap digunakan
Sesuai 100%
134
No (Permen PU No.26/PRT/M/2008) Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
4 APAR selain jenis APAR beroda
dipasang kokoh pada penggantung,
atau pengikat buatan manufaktur
APAR, atau pengikat yang terdaftar
yang disetujui untuk tujuan
tersebut, atau ditempatkan dalam
lemari atau dinding yang
konstruksinya masuk ke dalam.
APAR diletakkan di dalam box
berwarna merah yang digantungkan
di pilar-pilar bangunan
Sesuai 100%
5 Jarak APAR dengan lantai ≥ 10 cm Jarak APAR 45 cm dari lantai Sesuai 100%
6 Instruksi pengoperasian harus
ditempatkan pada bagian depan dari
APAR dan harus terlihat jelas
Instruksi pengoperasian APAR
tertera di bagian samping APAR
dan tertulis juga di label atau kartu
pemeliharaan APAR
Sesuai 80%
7 Label pemeliharaan enam bulan,
label uji hidrostatik, atau label lain
harus tidak boleh ditempatkan pada
bagian depan dari APAR atau
ditempelkan pada bagian depan
APAR.
Label pemeliharaan APAR tidak
ditempelkan di bagian depan APAR
melainkan digantungkan pada
APAR. Sesuai 100%
135
No (Permen PU No.26/PRT/M/2008) Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
8 APAR harus mempunyai label yang
ditempelkan untuk memberikan
informasi nama manufaktur atau
nama agennya, alamat surat dan
nomor telepon
APAR mempunyai label untuk
memberi informasi nama
manufaktur yang ditempelkan di
APAR
Sesuai 100%
9 APAR diinspeksi secara manual
atau dimonitor secara elektronik
APAR diinspeksi secara manual
100%
10 APAR diinspeksi pada setiap
interval waktu kira-kira 30 hari
APAR diinspeksi setiap tiga bulan
sekali bersamaan dengan kegiatan
pemeliharaan
TidakSesuai 0%
11 Arsip dari semua APAR yang
diperiksa (termasuk tindakan
korektif yang dilakukan) disimpan
Arsip pemeliharaan APAR
disimpan di kantor bagian PMK Sesuai 100%
12 Dilakukan pemeliharaan terhadap
APAR pada jangka waktu ≤ 1 tahun
Pemeliharaan terhadap APAR
dilakukan 4 kali dalam satu tahun Sesuai 100%
13 Setiap APAR mempunyai label
yang dilekatkan dengan kokoh yang
menunjukkan bulan dan tahun
dilakukannya pemeliharaan
Setiap APAR dilengkapi label
pemeliharaan, digantungkan di
APAR, yang menunjukkan bulan &
tahun pelaksanaan pemeliharaan
Sesuai 100%
136
No (Permen PU No.26/PRT/M/2008) Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
14 Pada label pemeliharaan terdapat
identifikasi petugas yang
melakukan pemeliharaan.
Pada label tersebut tercantum
identitas petugas yang melakukan
pemeliharaan
Sesuai 100%
Tingkat Pemenuhan Alat Pemadam Api Ringan 91,4%
Berdasarkan tabel 5.16 hasil penilaian terhadap Alat Pemadam
Api Ringan memiliki tingkat pemenuhan sebesar 91,4%. Dari 14
persyaratan yang menjadi pokok penilaian, terdapat 1 persyaratan yang
tidak sesuai dengan Peraturan Menteri PU Nomor 26 tahun 2008, yaitu
mengenai inspeksi berkala terhadap APAR. APAR yang digunakan di
Unit Produksi Amoniak secara keseluruhan berjumlah 58 buah,
diantaranya yaitu:
1. APAR jenis Dry Chemical Powder : 35 buah
2. APAR jenis Pasca Halon : 11 buah
3. APAR jenis CO2 : 9 buah
4. APAR jenis Foam : 3 buah
Seluruh APAR yang ada tersebut dilengkapi dengan label yang
berisi klasifikasi APAR menunjukkan kelas api yang sesuai dengan
penggunaan APAR tersebut. Berikut tabel klasifikasi api yang tertulis
pada tabung APAR.
137
Tabel 5.17
Klasifikasi Api pada tabung APAR jenis Dry Chemical Powder
Type of Fire Japanese, U.S. European
Paper, Wood A A
Oil B B
Gas B C
Electric C E
Selain itu APAR juga dilengkapi dengan label yang
ditempelkan untuk memberikan informasi tentang nama manufaktur,
alamat atau nomor telepon dari manufaktur APAR tersebut. Label
yang ditempelkan di bagian belakang APAR tersebut menunjukkan
CV. Berkah Jihan Jayamulia sebagai manufaktur dan beralamat di Jl.
Krembangan Jaya Selatan II-A / 2 Surabaya.
Kemudian setiap APAR juga memiliki kartu pemeriksaan atau
label pemeliharaan yang digantungkan dengan kokoh pada APAR.
Kartu pemeriksaan tersebut berisi:
1. Lokasi penempatan APAR
2. Jenis dan tipe APAR
3. Kapasitas APAR
4. Tanggal, bulan dan tahun pemeriksaan APAR
5. Identitas pemeriksa, berupa NIK (Nomor Induk Karyawan) serta
paraf pemeriksa.
138
Setiap APAR juga dilengkapi dengan instruksi pengoperasian
yang tertera di bagian samping tabung APAR, tertulis dalam bahasa
inggris dan dilengkapi dengan gambar petunjuk untuk memperjelas
cara pengoperasian APAR. Selain itu, setiap APAR juga memiliki
instruksi pengoperasian dalam bahasa Indonesia, tepatnya tertulis di
bagian belakang pada kartu pemeriksaan APAR.
Setiap APAR diletakkan di dalam kotak yang dicat dengan
warna merah. Kotak tersebut dipasang pada pilar-pilar bangunan dan
diletakkan 45 cm di atas lantai bangunan. APAR diletakkan di tempat
yang terlihat oleh mata, mudah dijangkau dan siap untuk digunakan.
Pemeliharaan dan inspeksi APAR dilakukan secara berkala
setiap 3 bulan sekali, dan merupakan tanggung jawab dari staff
perawatan bagian PMK. Rekaman hasil pemeriksaan dan pemeliharaan
APAR disimpan di kantor bagian PMK. Berdasarkan telaah dokumen
yang dilakukan peneliti, hal-hal yang diperiksa dalam kegiatan
inspeksi APAR yaitu:
1. Segel pengaman (safety pin) terpasang dengan benar,
2. Alat pancar, tidak bocor atau pecah,
3. Tabung APAR tidak terkorosi atau tidak bocor,
4. Kartu pemeriksaan, plastic pembungkus kartu tidak bocor,
5. Penempatan APAR, berada dalam kondisi baik di dalam kotak
APAR.
139
5.2.5 Utilitas Bangunan Gedung
Komponen utilitas bangunan gedung pada penelitian ini
diantaranya yaitu sumber daya listrik, pusat pengendali kebakaran, dan
sistem proteksi petir. Berikut adalah tingkat pemenuhan komponen
utilitas bangunan gedung.
5.2.5.1 Tingkat Pemenuhan Sumber Daya Listrik
Penilaian terhadap tingkat pemenuhan sumber daya listrik
menggunakan standar acuan berupa Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No. 26 tahun 2008. Terdapat 3 persyaratan yang menjadi
pokok penilaian, berikut tabel tingkat pemenuhan sumber daya listrik
di Unit Produksi Amoniak.
Tabel 5.18Tingkat Pemenuhan Sumber Daya Listrik
No (Permen PU No.26/PRT/M/2008) Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
1 Daya listrik yang dipasok untuk
mengoperasikan sistem daya listrik
darurat diperoleh sekurang-
kurangnya dari PLN atau sumber
daya listrik darurat.
Daya listrik yang dipasok untuk
operasi sistem daya listrik darurat
berasal dari PLN serta dari STG
(Steam Turbine Generator) yang
ada di Utilitas II, III dan Unit
Batubara.
Sesuai 100%
140
No (Permen PU No.26/PRT/M/2008) Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
2 Bangunan gedung atau ruangan
yang sumber daya listrik utamanya
dari PLN harus dilengkapi juga
dengan generator sebagai sumber
daya listrik darurat
Sumber daya listrik utama berasal
dari GTG (Gas Turbine Generator)
di Utilitas I, dan untuk sumber
daya listrik darurat pasokannya
berasal dari PLN, dan STG (Steam
Turbine Generator) yang ada di
Utilitas II Utilitas III serta Unit
Batubara.
Sesuai 100%
3 Semua kabel distribusi yang
melayani sumber daya listrik
darurat harus memenuhi kabel
dengan Tingkat Ketahanan Api
(TKA) selama 1 jam.
Kabel distribusi yang digunakan
adalah jenis XLPE tipe N2Xfgby
dengan tingkat ketahanan api
selama 1,5 jam
Sesuai 100%
Tingkat Pemenuhan Sumber Daya Listrik 100%
Berdasarkan tabel 5.18 hasil penilaian terhadap sumber daya
listrik yang dipasok oleh Unit Produksi Amoniak memiliki tingkat
pemenuhan sebesar 100% artinya seluruh persyaratan yang menjadi
pokok penilaian telah sesuai dengan standar acuan Permen PU No. 26
141
tahun 2008. Berikut kutipan hasil wawancara yang dilakukan peneliti
terhadap beberapa informan penelitian.
“…jadi teorinya begini, jika misal pabrik I mati, kekurangan
power berapa, itu akan diisi sementara oleh PLN, lalu listrik dari
pabrik II dan III bisa masuk bertahap, untuk meng-cover dari yang
PLN, sehingga pelan-pelan supply yang dari PLN itu berhenti…”
(PKG-2)
“…ini yang diaplikasikan oleh Petrokimia yang terbaru ya…
sebenernya Petrokimia masing-masing di pabrik I, II dan III memiliki
listrik sendiri-sendiri dan mulai tahun lalu, sudah didesain secara
interkoneksi antara pabrik I, II, dan III…” (PKG-1)
“…yang dipakai itu jenis kabel yang XLPE, kalo yang
standarnya itu kan PVJ ya, namun ya kualitasnya masih di bawah
XLPE, itu cocok buat yang kabel medium voltage maupun yang low
voltage, itu udah pakai yang XLPE semua…” (PKG-2)
Dari beberapa kutipan hasil wawancara di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pasokan sumber daya listrik di PT Petrokimia
Gresik secara keseluruhan sudah didesain secara interkoneksi di setiap
unit pabrik dan dikendalikan di Gedung Sub Station. Khusus untuk
Unit Produksi Amoniak, sumber daya listrik yang digunakan berasal
dari Gas Turbine Generator (GTG) yang berada di Unit Utilitas Pabrik
I. Sedangkan untuk pengoperasian sumber daya listrik daruratnya
142
menggunakan 2 sumber, yaitu PLN dan Steam Turbine Generator
(STG). Pasokan listrik dari PLN hanya sebagai back up sementara
apabila GTG sedang shutdown ataupun ketika terjadi kondisi darurat
pabrik, kemudian sistem pengoperasian listrik darurat secara bertahap
akan dipasok dari STG yang berasal dari Unit Utilitas di Pabrik II dan
III serta Unit Batubara.
Selain itu, kabel distribusi yang digunakan adalah jenis XLPE
(Cross-Linked Poly Ethylene) yang bersifat fire resistance dengan
Tingkat Ketahanan Api (TKA) selama 1,5 jam. Isolasi kabel jenis ini
terbuat dari bahan semikonduktor yang memiliki nilai suhu konduktor
maksimum 250’C. Tipe kabel yang digunakan yaitu N2Xfgby yang
sesuai untuk penggunaan jenis tegangan rendah maupun tegangan
medium.
5.2.5.2 Tingkat Pemenuhan Pusat Pengendali Kebakaran
Penilaian terhadap tingkat pemenuhan pusat pengendali
kebakaran menggunakan standar acuan berupa Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No. 26 tahun 2008. Terdapat 11 persyaratan yang
menjadi pokok penilaian, berikut tabel tingkat pemenuhan pusat
pengendali kebakaran di Unit Produksi Amoniak.
143
Tabel 5.19Tingkat Pemenuhan Pusat Pengendali Kebakaran
No (Permen PU No.26/PRT/M/2008) Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
1 Pintu yang menuju ruang
pengendali membuka ke arah dalam
ruang tersebut.
Pintu ruang pusat pengendali
kebakaran membuka ke arah dalam
ruangan tersebutSesuai 100%
2 Pintu pada ruang pengendali
kebakaran dapat dikunci.
Pintu pada ruang pusat pengendali
kebakaran dapat dikunci Sesuai 100%
3 Pintu tidak terhalang oleh orang
yang menggunakan jalur evakuasi
dari dalam bangunan
Pintu ruang pusat pengendali
kebakaran jauh dari jalur evakuasi
sehingga tidak terhalang
Sesuai 100%
4 Ruang pengendali kebakaran harus
lengkap dengan panel indikator
kebakaran, sakelar, indikator visual
yang diperlukan untuk semua
pompa kebakaran & peralatan
pengamanan kebakaran lainnya
yang dipasang di dalam bangunan.
Instalasi central fire panel indicator
di ruang pusat pengendali
kebakaran masih pada tahap
pengerjaan (on progress), namun
panel indicator kebakaran sudah
terdapat di control room di masing
masing unit produksi di PT
Petrokimia Gresik
Sesuai 70%
5 Ruang pengendali kebakaran harus
dilengkapi dengan telepon yang
memiliki sambungan langsung.
Ruang pusat pengendali kebakaran
dilengkapi telepon dan HT (Handy
Talky)
Sesuai 100%
144
No (Permen PU No.26/PRT/M/2008) Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
6 Luas lantai ruang pengendali
kebakaran ≥ 10 m2.
Ruang pusat pengendali kebakaran
memiliki luas 18,2 m2 Sesuai 100%
7 Panjang dari sisi bagian dalam
ruang pengendali kebakaran
≥ 2,5 m
Ruang pusat pengendali kebakaran
memiliki ukuran panjang 4,85
meter dan lebar 3,75 meter
Sesuai 100%
8 Terdapat ventilasi di ruang
pengendali kebakaran.
Terdapat 2 unit AC sebagai Local
Exhaust Ventilation (LEV) Sesuai 100%
9 Permukaan luar pintu yang menuju
ke dalam ruang pengendali diberi
tanda dengan tulisan “Ruang
Pengendali Kebakaran”
Tulisan pada permukaan luar pintu
ruang pusat pengendali kebakaran
tersebut yaitu “R. Karu
Operasional”
TidakSesuai 0%
10 Huruf pada tanda ruang pengendali
kebakaran memiliki tinggi ≥ 50 mm
Huruf pada tanda ruang pengendali
kebakaran memiliki tinggi 35 mmTidakSesuai 0%
11 Warna huruf pada tanda ruang
pengendali kebakaran kontras
dengan latar belakangnya.
Warna huruf pada tanda ruang
pengendali kebakaran tidak kontras,
dengan warna huruf hitam dan latar
berwarna coklat
TidakSesuai 0%
Tingkat Pemenuhan Pusat Pengendali Kebakaran 70 %
145
Berdasarkan tabel 5.19 hasil penilaian terhadap pusat
pengendali kebakaran memiliki tingkat pemenuhan sebesar 70 %. Dari
11 persyaratan yang menjadi pokok penilaian, terdapat 3 persyaratan
yang belum sesuai dengan standar Permen PU nomor 26 tahun 2008,
yaitu mengenai kelengkapan panel indikator kebakaran serta tulisan
pada permukaan pintu ruang pusat pengendali kebakaran.
Berdasarkan hasil observasi, dapat disimpulkan bahwa ruang
pusat pengendali kebakaran untuk saat ini masih menggunakan
ruangan Karu Operasional PMK yang berada di Kantor Bagian PMK.
Ruangan ini dilengkapi dengan sarana komunikasi, seperti telepon dan
Handy Talky, namun instalasi central fire panel indicator masih dalam
proses pengerjaan sehingga proses pengendalian kebakaran secara
terpusat belum dapat dilakukan secara maksimal.
5.2.5.3 Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Petir
Penilaian terhadap tingkat pemenuhan Sistem Proteksi Petir
(SPP) menggunakan standar acuan berupa Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No. 26 tahun 2008. Terdapat 2 persyaratan yang
menjadi pokok penilaian, berikut tabel tingkat pemenuhan sistem
proteksi petir di Unit Produksi Amoniak.
146
Tabel 5.20Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Petir
No (Permen PU No.26/PRT/M/2008) Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
1 Terdapat instalasi sistem proteksi
petir pada bangunan
Terdapat instalasi SPP di 3 tempat
di unit produksi amoniak,
diantaranya :
a. TK – 191 (tinggi = 14,16 m)
b. 101 – E (CO2 Absorber, tinggi
= 43, 27 m )
c. 102 – E (CO2 Stripper, tinggi =
65, 45 m )
Sesuai 100%
2 Perencanaan, pelaksanaan,
pengujian instalasi sistem proteksi
petir dilakukan oleh tenaga yang
ahli.
Perencanaan, pelaksanaan,
pengujian instalasi SPP dilakukan
oleh pihak ketiga dan diawasi oleh
Dept. Inspeksi Teknik Khusus
Sesuai 100%
Tingkat Pemenuhan Pusat Pengendali Kebakaran 100%
Berdasarkan tabel 5.20 hasil penilaian terhadap sistem proteksi
petir memiliki tingkat pemenuhan sebesar 100% artinya seluruh
persyaratan yang menjadi pokok penilaian telah sesuai dengan standar
Permen PU Nomor 26 tahun 2008. Berikut kutipan hasil wawancara
yang dilakukan peneliti terhadap beberapa informan penelitian.
147
“…yang amoniak, pakai yang jenis konvensional karena
kebetulan letaknya di area yang panas sehingga cepet rusak kalo
pakai yang jenis elektrostatis, sehingga kita pakai yang
konvensional…” (PKG-2)
“…tiap dua tahun sekali kita sertifikasi ulang, dicek lagi, ohm-
nya dan sebagainya, jadi ada pihak katiga yang melakukan
pengecekan, kita sebagai pengawas lah istilahnya ya, setelah hasilnya
ada ya kita ajukan ke disnaker untuk dikeluarkan sertifikatnya…”
(PKG-4)
Dari hasil wawancara dan telaah dokumen yang dilakukan
peneliti, dapat diketahui bahwa instalasi sistem proteksi petir yang ada
di Unit Produksi Amoniak sudah disahkan oleh Dinas Tenaga Kerja
Kabupaten Gresik dengan nomor pengesahan Nomor : 566/35/403.58/
2005. Spesifikasi instalasi SPP tersebut adalah sebagai berikut:
1. Jenis SPP/ Type Penerima : Konvensional / Splitz CU
2. Konstruksi Pemasangan : Diklem dengan baut baja
3. Tinggi SPP/ Tiang Penerima : 3 meter
4. Jenis Penghantar : Kabel BC – 35
5. Elektrode Pertahanan : Copper rod ¾” x 3 meter
6. Diperiksa dan diuji oleh : CV. Melati Jaya
Sistem Proteksi Petir yang digunakan yaitu jenis konvensional,
hal tersebut disesuaikan dengan karakteristik pabrik yang bersuhu
148
ekstrim (high temperature). Instalasi SPP tersebut yaitu di mesin 101-
E CO2 absorber, mesin 102-E CO2 stripper dan tangki amoniak TK-
191.
Selain itu, perencanaan, pelaksanaan, dan pengujian SPP
dilakukan secara berkala setiap 2 tahun sekali oleh instansi yang telah
ditunjuk sebagai instalatir yaitu CV. Melati Jaya. Kegiatan pengujian
SPP juga diawasi oleh seorang staff Departemen Inspeksi Teknik
Khusus yang telah ditunjuk sebagai Ahli K3 Spesialis Bidang Listrik.
Hasil pengujian SPP kemudian diajukan kembali ke Dinas Tenaga
Kerja Kabupaten Gresik untuk sertifikasi.
5.3 Hasil Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan di Unit Produksi Amoniak
Dari hasil pemaparan gambaran tingkat pemenuhan setiap komponen
sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan tersebut,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1. Untuk komponen akses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran, tingkat
pemenuhannya adalah sebesar 20% yaitu kurang (<60%) dimana masih
terdapat elemen-elemen yang rusak atau tidak terpasang dan tidak sesuai
dengan persyaratan.
2. Untuk komponen sarana penyelamatan jiwa, terdiri dari 3 sub komponen
yaitu pertama adalah sarana jalan keluar dengan tingkat pemenuhan sebesar
149
100%, yang kedua adalah tanda petunjuk arah evakuasi dengan tingkat
pemenuhan sebesar 45%, dan yang ketiga yaitu tempat berhimpun dengan
tingkat pemenuhan sebesar 100%. Berikut adalah tabel rata-rata tingkat
pemenuhan sarana penyelamatan jiwa.
Tabel 5.21Rata-rata tingkat pemenuhan sarana penyelamatan jiwa
No Sub Komponen Tingkat Pemenuhan
1 Sarana Jalan Keluar 100%
2 Tanda Petunjuk Arah Evakuasi 45%
3 Tempat Berhimpun 100%
Rata-rata 81,6 %
Berdasarkan tabel 5.21 maka rata-rata tingkat pemenuhan komponen sarana
penyelamatan jiwa adalah sebesar 81,6 % yaitu baik (>80-100%) dimana
setiap sub komponen telah sesuai dengan persyaratan walaupun masih
terdapat beberapa elemen yang terpasang kurang sempurna dari yang
ditetapkan dalam persyaratan.
3. Untuk komponen sarana proteksi kebakaran pasif, yaitu konstruksi tahan
api memiliki tingkat pemenuhan sebesar 90% yaitu baik (>80-100%)
dimana sebagian besar elemen penilaian sudah sesuai dengan persyaratan
walaupun masih terdapat beberapa elemen yang kurang sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan.
150
4. Untuk komponen sarana proteksi kebakaran aktif, terdiri dari 7 sub
komponen diantaranya yaitu detektor kebakaran dengan tingkat pemenuhan
sebesar 78%, alarm kebakaran dengan tingkat pemenuhan sebesar 100%,
titik panggil manual dengan tingkat pemenuhan sebesar 100%, sistem
springkler otomatik dengan tingkat pemenuhan sebesar 86%, hidran dengan
tingkat pemenuhan sebesar 100%, sistem pipa tegak dengan tingkat
pemenuhan sebesar 71,4%, dan yang terkahir APAR dengan tingkat
pemenuhan sebesar 91,4%. Berikut adalah tabel rata-rata tingkat
pemenuhan komponen sarana proteksi kebakaran aktif.
Tabel 5.22Rata-rata tingkat pemenuhan sarana proteksi kebakaran aktif
No. Sub Komponen Tingkat Pemenuhan
1 Detektor Kebakaran 78%
2 Alarm Kebakaran 100%
3 Titik Panggil Manual 100%
4 Sistem Springkler Otomatik 86%
5 Hidran 100%
6 Sistem Pipa Tegak 71,4%
7 Alat Pemadam Api Ringan 91,4%
Rata-rata 89,5 %
151
Berdasarkan tabel 5.22 maka rata-rata tingkat pemenuhan komponen sarana
proteksi kebakaran aktif adalah sebesar 89,5% yaitu baik (>80-100%)
dimana setiap sub komponen telah sesuai dengan persyaratan walaupun
masih terdapat beberapa elemen yang terpasang kurang sempurna dari yang
ditetapkan dalam persyaratan.
5. Untuk komponen utilitas bangunan gedung, terdiri dari 3 sub komponen
diantaranya yaitu sumber daya listrik dengan tingkat pemenuhan sebesar
100%, pusat pengendali kebakaran dengan tingkat pemenuhan sebesar 70%,
dan sistem proteksi petir dengan tingkat pemenuhan sebesar 100%. Berikut
tabel rata-rata tingkat pemenuhan komponen utilitas bangunan gedung.
Tabel 5.23Rata-rata tingkat pemenuhan utilitas bangunan gedung
No Sub Komponen Tingkat Pemenuhan
1 Sumber daya listrik 100%
2 Pusat Pengendali Kebakaran 70%
3 Sistem Proteksi Petir 100%
Rata-rata 90 %
Berdasarkan tabel 5.23 rata-rata tingkat pemenuhan komponen utilitas
bangunan gedung adalah sebesar 90 % yaitu baik (>80-100%) dimana
setiap sub komponen telah sesuai dengan persyaratan walaupun masih
terdapat beberapa elemen yang terpasang kurang sempurna dari yang
ditetapkan dalam persyaratan.
152
Untuk dapat mengetahui tingkat pemenuhan secara keseluruhan sistem
proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan di Unit Produksi
Amoniak, maka perlu dilakukan pembobotan nilai. Menurut Peraturan Menteri
PU nomor 26 tahun 2008, pembobotan terhadap setiap komponen sistem
proteksi kebakaran tersebut dilakukan dengan metode Analytical Hierarchycal
Process (AHP). Hasil pembobotan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.24
Hasil Pembobotan Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung
dan Lingkungan menurut Permen PU No.26 tahun 2008
No. Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan
Gedung dan LingkunganPembobotan
1 Akses dan dan pasokan air untuk pemadam
kebakaran20%
2 Sarana Penyelamatan Jiwa 20%
3 Sarana Proteksi Kebakaran Pasif 20%
4 Sarana Proteksi Kebakaran Aktif 20%
5 Utilitas Bangunan Gedung 20%
Dengan menggunakan pembobotan nilai pada tabel di atas, maka
tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan
lingkungan di Unit Produksi Amoniak secara keseluruhan dapat disimpulkan
sebagai berikut.
153
Tabel 5.25
Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung
dan Lingkungan di Unit Produksi Amoniak
No. KomponenTingkat
PemenuhanBobot Hasil
1 Akses dan pasokan air untuk
pemadam kebakaran20% 20% 4%
2 Sarana penyelamatan jiwa 81,6% 20% 16,32%
3 Sarana proteksi kebakaran pasif 90% 20% 18%
4 Sarana proteksi kebakaran aktif 89,5% 20% 17,9%
5 Utilitas bangunan gedung 90% 20% 18%
Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran pada
Bangunan Gedung dan Lingkungan74,22%
Berdasarkan tabel 5.25, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan
tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan
lingkungan di Unit Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik adalah sebesar
74,22%, artinya sebagian besar komponen sistem proteksi kebakaran pada
bangunan gedung dan lingkungan telah sesuai dan terpenuhi, namun masih
terdapat beberapa sub komponen yang berfungsi kurang sempurna atau
kapasitasnya kurang dari yang ditetapkan pada standar acuan.
154
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan penelitian, diantaranya
yaitu peneliti tidak melakukan tes fungsi komponen sarana proteksi kebakaran
aktif seperti detektor kebakaran, alarm kebakaran, titik panggil manual sistem
springkler otomatik, hidran dan sistem pipa tegak serta APAR karena kebijakan
dari perusahaan, sehingga hasil skoring tingkat pemenuhan pada komponen-
komponen tersebut tidak bisa menjamin keandalan mereka dalam upaya
proteksi terhadap bangunan gedung dan lingkungan di Unit Produksi Amoniak.
Namun sebagai solusinya, peneliti telah memeriksa dan menelaah dokumen-
dokumen mengenai rekaman hasil inspeksi dan pengujian terhadap masing-
masing komponen, sehingga peneliti dapat dengan cermat memberikan
rekomendasi perbaikan kepada pihak perusahaan, berdasarkan pada temuan-
temuan yang tertera di rekaman inspeksi komponen-komponen tersebut.
6.2 Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung
dan Lingkungan di Unit Produksi Amoniak
Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui tingkat pemenuhan
sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan di Unit
Produksi Amoniak. Peneliti menggunakan standar acuan berupa Peraturan
155
Menteri Pekerjaan Umum nomor 26 tahun 2008. Menurut peraturan tersebut
terdapat 5 komponen sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan
lingkungan yaitu akses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran, sarana
penyelamatan jiwa, sarana proteksi kebakaran pasif, sarana proteksi kebakaran
aktif dan utilitas bangunan gedung.
Untuk menilai tingkat pemenuhan masing-masing komponen tersebut,
peneliti menggunakan pembobotan nilai dengan metode AHP yang dikeluarkan
oleh Permen PU Nomor 26 tahun 2008. Berdasarkan tabel 5.25 pada bab
sebelumnya, secara keseluruhan tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaran
pada bangunan gedung dan lingkungan di Unit Produksi Amoniak PT
Petrokimia Gresik adalah sebesar 74,22%, artinya sebagian besar komponen
sistem telah cukup terpenuhi namun masih terdapat ketidaksesuaian di sebagian
instalasi (Puslitbang Departemen PU, 2005)
Untuk komponen akses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran,
rata-rata tingkat pemenuhan elemen persyaratan yang terpenuhi hanya sebesar
20%, angka tersebut tergolong kecil mengingat setelah dilakukan pembobotan,
tingkat pemenuhan dari komponen akses dan pasokan air untuk pemadam
kebakaran tersebut hanya sebesar 4% dari bobot yang ditetapkan untuk
komponen ini yaitu 20%. Penerapan akses dan pasokan air untuk pemadam
kebakaran merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk memudahkan petugas
pemadam kebakaran dalam melakukan upaya penanggulangan kebakaran di
suatu lingkungan (Furness, 2007). Elemen yang belum terpenuhi pada
156
komponen ini yaitu mengenai tidak tersedianya jalur khusus untuk akses
kendaraan pemadam kebakaran, tidak tersedianya lapis perkerasan untuk jalur
masuk pemadam kebakaran di lingkungan Unit Produksi Amoniak, dan
mengenai penandaan jalur pemadam kebakaran. Dengan ketidaktersediaan jalur
khusus pemadam kebakaran akan menghambat upaya penanggulangan
kebakaran yang sedang terjadi (Badan Standardisasi Nasional, 2000).
Pemenuhan terhadap komponen akses dan pasokan air untuk pemadam
kebakaran ini sangat perlu ditingkatkan sebagai upaya untuk melakukan
proteksi terhadap meluasnya kebakaran dan memudahkan operasi
penanggulangan kebakaran di lingkungan perumahan, perdagangan, maupun
industri (Departemen Pekerjaan Umum, 2008).
Untuk komponen sarana penyelamatan jiwa, tingkat pemenuhannya
mencapai 16,32% dari total bobot yang ditetapkan yaitu 20%. Sub komponen
sarana penyelamatan jiwa yang ada di Unit Produksi Amoniak diantaranya
yaitu sarana jalan keluar, tanda petunjuk arah evakuasi, dan tempat berhimpun.
Sarana penyelamatan jiwa merupakan sarana yang dapat digunakan oleh
penghuni bangunan gedung, sehingga memiliki waktu yang cukup untuk
menyelamatkan diri dengan aman (Departemen Pekerjaan Umum, 2008). Sub
komponen yang belum sepenuhnya terpenuhi adalah tanda petunjuk arah
evakuasi, hal tersebut dapat menghambat proses evakuasi yang diakibatkan
oleh keadaan darurat (Badan Standardisasi Nasional, 2000). Tingkat
pemenuhan dari komponen sarana penyelamatan jiwa tersebut masih perlu
157
ditingkatkan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan atau luka
pada saat melakukan evakuasi ketika dalam keadaan darurat (Suprapto, 2007).
Untuk komponen sarana proteksi kebakaran pasif tingkat pemenuhannya
mencapai 18% dari total bobot yang ditetapkan yaitu 20%. Sarana proteksi
kebakaran pasif bertujuan untuk melindungi bangunan dari penyebaran api dan
dari keruntuhan serentak akibat kebakaran (Fire Safety Bureau, 1997). Elemen
yang belum terpenuhi yaitu pemeliharaan terhadap konstruksi tahan api yang
belum dilakukan secara berkala. Dengan tidak dilakukannya pemeliharaan
secara berkala, maka akan terjadi kerusakan, perubahan dan keretakan pada
konstruksi tahan api, sehingga dapat menurunkan keandalannya. (Departemen
Pekerjaan Umum, 2008). Pemenuhan komponen tersebut perlu ditingkatkan
sebagai upaya menjaga keandalan konstruksi tahan api agar dapat melindungi
penghuni ketika menyelamatkan diri, serta melindungi keselamatan petugas
pemadam kebakaran saat operasi pemadaman dan penyelamatan (Suprapto,
2007).
Untuk komponen sarana proteksi kebakaran aktif, tingkat
pemenuhannya secara keseluruhan mencapai 17,9% dari jumlah bobot yang
ditetapkan sebesar 20%. Angka pemenuhan tersebut menunjukkan bahwa masih
terdapat beberapa elemen penilaian yang belum memenuhi standar atau belum
sesuai dengan persyaratan yang menjadi acuan. Menurut Wiley dalam
Guidelines for Fire Protection in Chemical, Petrochemical, and Hydrocarbon
Processing Facilities (2003) sarana proteksi kebakaran aktif merupakan
158
serangkaian alat proteksi kebakaran yang secara lengkap terdiri atas sistem
deteksi dan alarm kebakaran, sistem springkler otomatik, hidran dan sistem
pipa tegak serta Fire Extinguisher. Oleh karena itu pemenuhan terhadap sarana
proteksi kebakaran aktif perlu ditingkatkan agar tujuan penerapannya dapat
tercapai, diantaranya yaitu untuk mencegah berkembangnya api yang tak
terkendali, mendeteksi terjadinya api sedini mungkin, dan memadamkan api
dengan cepat (Rahman, 2003).
Sedangkan untuk komponen utilitas bangunan gedung yang terdiri dari
sub komponen sumber daya listrik, pusat pengendali kebakaran dan sistem
proteksi petir, secara keseluruhan tingkat pemenuhannya mencapai 18% dari
nilai bobot yang ditetapkan yaitu 20%. Utilitas bangunan gedung merupakan
suatu rangkaian sarana prasarana yang dimiliki oleh suatu bangunan gedung
dan lingkungan yang berfungsi untuk menunjang kelancaran setiap kegiatan di
bangunan gedung tersebut (Departemen Pekerjaan Umum, 2008). Berdasarkan
hasil observasi, elemen yang belum sepenuhnya sesuai dengan standar acuan
yaitu mengenai ruang pusat pengendali kebakaran khususnya instalasi central
fire panel indicator yang belum selesai. Hal tersebut dapat menurunkan
efektivitas kinerja petugas PMK dalam melakukan tindakan pengendalian dan
pengarahan selama berlangsungnya operasi penanggulangan kebakaran
(Rahman, 2003). Pemenuhan komponen utilitas bangunan gedung juga perlu
ditingkatkan dalam rangka mempertahankan segala perlengkapan dan prasarana
159
yang digunakan sebagai fasilitas untuk menunjang unsur-unsur keselamatan di
suatu bangunan gedung dan lingkungan (Ramli, 2010).
Pembahasan terhadap masing-masing komponen sistem proteksi
kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan di Unit Produksi Amoniak
dapat dilihat sebagai berikut.
6.2.1 Pembahasan Tingkat Pemenuhan Akses dan Pasokan Air Untuk
Pemadam Kebakaran
Menurut Peraturan Menteri PU Nomor 26 Tahun 2008, akses
dan pasokan air untuk pemadam kebakaran merupakan suatu upaya
yang dilakukan untuk proteksi terhadap meluasnya kebakaran dan
memudahkan operasi pemadaman, baik di lingkungan perumahan,
perdagangan, dan industri, dengan cara menyediakan sumber air berupa
hidran halaman, sumur kebakaran atau reservoir air agar memudahkan
instansi pemadam kebakaran untuk menggunakannya. Selain itu
menurut Furness dalam Introduction to Fire Safety Management (2007)
untuk memudahkan petugas pemadam kebakaran dalam melakukan
upaya penanggulangan kebakaran, maka perlu direncanakan sedemikian
rupa jalur akses khusus untuk kendaraan pemadam kebakaran, dan
tersedia jalan lingkungan perkerasan agar dapat dilalui kendaraan
pemadam kebakaran di dalam lingkungan bangunan gedung tersebut.
Berdasarkan tabel 5.5, tingkat pemenuhan akses dan pasokan air untuk
160
pemadam kebakaran di Unit Produksi Amoniak hanya mencapai 20%
artinya sebagian besar elemen persyaratan belum terpenuhi atau tidak
sesuai dengan standar acuan.
Elemen-elemen yang sudah sesuai dengan persyaratan adalah
tersedianya sumber air berupa hidran halaman, dan tersedianya sarana
komunikasi berupa HT (Handy Talky). Sedangkan persyaratan yang
belum terpenuhi yaitu mengenai ketersediaan jalur khusus untuk akses
kendaraan pemadam kebakaran, ketersediaan lapis perkerasan untuk
jalur masuk pemadam kebakaran, dan mengenai penandaan jalur
pemadam kebakaran.
Pasokan air untuk pemadam kebakaran yang tersedia di Unit
Produksi Amoniak adalah hidran halaman yang sumber airnya berasal
dari unit penjernihan air milik PT Petrokimia Gresik. Dengan
tersedianya hidran halaman tersebut diharapkan mampu memberikan
kecukupan pasokan air, hal tersebut sesuai dengan fungsi hidran sebagai
salah satu sumber air untuk menanggulangi bencana kebakaran yang
mungkin terjadi (Ramli, 2010). Hidran halaman tersebut sudah
dilengkapi dengan beberapa unit fire pump untuk memberikan pressure
tertentu sehingga dapat menunjang performa pemadam kebakaran.
Khusus Unit Produksi Amoniak, pompa-pompa kebakaran yang ada
diantaranya adalah jenis fire water jockey pump, electric fire
motorpump, dan diesel fire water pump.
161
Menurut SNI-09-7053-2004 mengenai Kendaraan dan peralatan
pemadam kebakaran pompa, masing-masing pompa tersebut memiliki
fungsi tersendiri, diantaranya yaitu sebagai berikut.
1. Jockey pump berfungsi untuk menjaga tekanan air di jaringan pipa
agar selalu dalam kondisi yang stabil, jadi apabila terjadi kebocoran
kecil di jaringan pipa, maka jockey pump akan segera beroperasi
untuk memulihkan tekanan
2. Electric pump berfungsi sebagai pompa utama untuk memompa air
yang dihisap dari reservoir air dan didistribusikan ke seluruh
jaringan pipa hidran yang ada
3. Diesel pump berfungsi sebagai pompa cadangan bila pompa lain
tidak mendapat pasokan listrik (Badan Standardisasi Nasional,
2004).
Untuk sarana komunikasi dalam upaya penanggulangan
kebakaran, pihak perusahaan telah menyediakan media Handy Talkie
(HT). HT merupakan alat komunikasi yang bersifat searah,
pengoperasiannya menggunakan gelombang radio frekuensi khusus, dan
memiliki 2 fungsi, pertama yaitu fungsi one to many, artinya dapat
berkomunikasi dari satu orang yang memberikan komando atau
perintah, dan dapat didengarkan oleh banyak pengguna lainnya dan
yang kedua yaitu terdapat fungsi kesegeraan atau instant communication
(Prabhawa. 2013). Dengan demikian menurut penulis, media Handy
162
Talkie ini sangat tepat digunakan sebagai sarana komunikasi ketika
dalam kondisi darurat, seperti penanggulangan kebakaran.
Elemen yang belum terpenuhi yaitu tidak tersedianya jalur
khusus untuk akses kendaraan pemadam kebakaran. Untuk saat ini bila
terjadi kebakaran di Amoniak, kendaraan pemadam kebakaran dari
kantor bagian PMK menuju ke plant amoniak masih menggunakan jalan
utama pabrik PT Petrokimia Gresik. Sedangkan jalan utama pabrik
tersebut setiap saat juga dilalui oleh truk-truk pengangkut pupuk,
maupun truk-truk yang mengangkut produk kimia. Hal ini dapat
berakibat fatal terhadap proses penanggulangan kebakaran di Unit
Produksi Amoniak. Dikhawatirkan pada saat kendaraan pemadam
kebakaran sedang menuju ke Unit Produksi Amoniak, kendaraan
tersebut terhambat oleh truk-truk yang secara bersamaan juga sedang
melintasi jalan utama pabrik, sehingga dapat memakan waktu yang
banyak untuk sampai di Unit Produksi Amoniak dan pada akhirnya,
ketidaktersediaan jalur khusus pemadam kebakaran akan menghambat
upaya penanggulangan kebakaran yang sedang terjadi (Badan
Standardisasi Nasional, 2000).
Selain itu di area Unit Produksi Amoniak juga tidak tersedia
lapisan perkerasan untuk pemadam kebakaran. Namun, Unit Produksi
Amoniak secara keseluruhan telah dikelilingi oleh jalan lingkungan
yang juga telah dilengkapi dengan hidran halaman di sisinya. Jalan
163
lingkungan boleh digunakan sebagai lapisan perkerasan asalkan lokasi
jalan tersebut sesuai dengan persyaratan jarak dari bukaan akses
pemadam kebakaran (Badan Standardisasi Nasional, 2000). Berdasarkan
hasil observasi, lebar jalan lingkungan tersebut yaitu 10,85 m, hal ini
sudah sesuai dengan standar acuan yang menyatakan lebar minimal lapis
perkerasan adalah 4 meter. Selain itu, kendaraan pemadam kebakaran
yang dimiliki PT Petrokimia Gresik rata-rata memliki lebar 2,45 m.
Berikut gambar ilustrasi lebar jalan lingkungan yang digunakan sebagai
lapis perkerasan dan lebar rata-rata kendaraan pemadam kebakaran yang
dimiliki PT Petrokimia Gresik.
(b)
Gambar 6.1(a) Lebar kendaraan pemadam kebakaran
(b) Jalan lingkungan unit produksi amoniak (tampak atas)
164
Dari gambar ilustrasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa di
setiap sisi bangunan Unit Produksi Amoniak telah dikelilingi oleh jalan
lingkungan dengan lebar 10,85 meter yang dapat digunakan oleh
pemadam kebakaran dalam upaya menanggulangi kebakaran yang
terjadi. Dan berdasarkan rata-rata lebar kendaraan pemadam kebakaran
yang dimiliki PT Petrokimia Gresik, yaitu 2,45 meter, maka penulis
berpendapat bahwa sisi lebar jalan lingkungan tersebut dapat dipenuhi
sebanyak 3 kendaraan pemadam kebakaran. Ilustrasinya dapat dilihat
pada gambar berikut.
Gambar 6.2 Ilustrasi jalan lingkungan dengan 3 unit damkar
Dengan demikian apabila terjadi kebakaran yang besar di salah
satu sisi bangunan, misalnya di Ammonia Converter (105-D), dan
memerlukan unit kendaraan pemadam kebakaran yang cukup banyak
untuk menanggulangi kebakaran tersebut, maka menurut penulis jalan
lingkungan yang mengelilingi Unit Produksi Amoniak sudah cukup
165
lebar setidaknya untuk mengoperasikan 3 unit kendaraan pemadam
kebakaran. Walaupun demikian jalan lingkungan tersebut masih perlu
dilengkapi dengan lapisan perkerasan, karena konstruksi lapisan
perkerasan bertujuan untuk menahan beban statik dari kendaraan
pemadam kebakaran (Badan Standardisasi Nasional, 2000).
Dengan tingkat pemenuhan sebesar 20%, maka tingkat
pemenuhan akses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran tergolong
dalam kategori kurang (<60%) artinya sebagian besar komponen sistem
proteksi kebakaran tidak sesuai dengan elemen persyaratan dan
kapasitasnya jauh dibawah dari nilai yang ditetapkan dalam spesifikasi.
Saran yang dapat diberikan adalah perusahaan segera menyediakan jalur
khusus untuk kendaraan pemadam kebakaran dari kantor bagian PMK
menuju ke Unit Produksi Amoniak, sehingga kendaraan pemadam dapat
terbebas dari hambatan seperti terhalang truk angkut barang atau
kendaraan lainnya selama dalam perjalanan menuju Unit Produksi
Amoniak. Selain itu penulis juga menyarankan agar disediakan lapisan
perkerasan di lingkungan bangunan gedung Unit Produksi Amoniak
sesuai dengan persyaratan yang menjadi acuan. Kemudian perusahaan
juga perlu mempertahankan kelengkapan sumber air seperti hidran
halaman dan pompa kebakaran serta kelengkapan sarana komunikasi,
sebagai upaya untuk menunjang kegiatan penanggulangan kebakaran di
Unit Produksi Amoniak.
166
6.2.2 Pembahasan Tingkat Pemenuhan Sarana Penyelamatan Jiwa
Komponen sarana penyelamatan jiwa, tingkat pemenuhannya
mencapai 16,32% dari total bobot yang ditetapkan yaitu 20%. Angka
tersebut masih perlu ditingkatkan sebagai upaya untuk mencegah
terjadinya kecelakaan atau luka pada saat melakukan evakuasi ketika
dalam keadaan darurat. Sub komponen sarana penyelamatan jiwa yang
ada di Unit Produksi Amoniak diantaranya yaitu sarana jalan keluar,
tanda petunjuk arah evakuasi, dan tempat berhimpun. Berikut adalah
pembahasan masing-masing sub komponen sarana penyelamatan jiwa.
6.2.2.1 Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar
Menurut Peraturan Menteri PU Nomor 26 Tahun 2008, sarana
jalan keluar dari bangunan gedung harus disediakan agar penghuni
bangunan gedung dapat menggunakannya untuk penyelamatan diri.
Sedangkan menurut Standar Nasional Indonesia SNI-03-1746-2000,
sarana jalan keluar merupakan suatu jalan lintas yang menerus dan
tidak terhambat dari titik manapun dalam bangunan gedung ke jalan
umum, sarana jalan keluar terdiri dari tiga bagian yang jelas dan
terpisah, yaitu akses eksit, eksit dan eksit pelepasan. Berdasarkan tabel
5.6, tingkat pemenuhan sarana jalan keluar di Unit Produksi Amoniak
mencapai 100% artinya seluruh persyaratan yang menjadi pokok
penilaian telah sesuai dengan standar acuan berupa SNI 03-1746-2000
167
mengenai tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan keluar
untuk penyelamatan. Berikut gambar ilustrasi sarana jalan keluar di
Unit Produksi Amoniak.
Gambar 6.3 Sarana Jalan Keluar (tampak atas)
Berdasarkan ilustrasi tersebut, sarana jalan keluar di Unit
Produksi Amoniak menggunakan 3 koridor yang dijadikan akses EXIT
yang masing-masing memiliki lebar 3,15 meter pada koridor A, dan
2,05 meter untuk koridor B dan C. Akses EXIT tersebut dipelihara
secara terus menerus, serta bebas dari hambatan dan rintangan. Akses
EXIT tidak terhalang oleh perabot atau benda-benda lain seperti cermin
yang dapat mengganggu pandangan pada saat proses evakuasi.
168
Dengan tingkat pemenuhan sebesar 100%, maka bedasarkan
tabel audit kebakaran menurut Puslitbang Departemen PU, tingkat
pemenuhan sarana jalan keluar tergolong dalam kategori baik (80-
100%) artinya semua elemen penilaian telah sesuai dengan persyaratan
yang ada pada standar acuan. Saran yang dapat diberikan adalah
perusahaan harus tetap memelihara kondisi sarana jalan keluar agar
tetap aman dan bebas dari benda-benda yang dapat menghalangi
proses evakuasi, sehingga ketika terjadi kebakaran maupun keadaan
darurat lainnya di Unit Produksi Amoniak, setiap pekerja dapat dengan
segera dievakuasi dengan aman tanpa adanya rintangan dan hambatan.
6.2.2.2 Tingkat Pemenuhan Tanda Petunjuk Arah Evakuasi
Menurut Peraturan Menteri PU Nomor 26 Tahun 2008, sarana
jalan keluar sebagai rute evakuasi harus diberi tanda yang disetujui dan
mudah terlihat dari setiap arah evakuasi dan di semua keadaan
walaupun untuk mencapainya tidak tampak langsung oleh para
penghuni (Departemen Pekerjaan Umum, 2008). Berdasarkan tabel
5.7, tingkat pemenuhan tanda petunjuk arah evakuasi di Unit Produksi
Amoniak hanya mencapai 45% artinya sebagian besar dari persyaratan
yang menjadi pokok penilaian belum sesuai dengan standar yang
menjadi acuan, masih terdapat elemen-elemen yang kapasitasnya
dibawah dari nilai yang ditetapkan dalam spesifikasi.
169
Beberapa elemen yang sudah sesuai dengan persyaratan adalah
tersedianya tanda petunjuk arah evakuasi pada sarana jalan keluar dan
penulisan tanda petunjuk arah, tinggi dan lebar huruf serta spasi
minimum pada tulisan. Sedangkan persyaratan yang belum terpenuhi
yaitu mengenai warna dari tanda petunjuk arah evakuasi, penempatan
tanda dan indikator arah, serta pemberian iluminasi eksternal maupun
internal pada tanda petunjuk arah evakuasi tersebut.
Berdasarkan hasil observasi, dapat diketahui bahwa tanda
petunjuk arah evakuasi yang terdapat di Unit Produksi Amoniak
tertulis tepat di koridor yang menjadi akses EXIT. Tanda dengan
tulisan EXIT dan indikator arah tersebut dituliskan dengan cat
berwarna kuning, namun kondisi aktualnya adalah tulisan tanda
petunjuk arah evakuasi sudah pudar, tidak nyata dan tidak kontras.
Tanda petunjuk arah juga hanya berada di koridor yang menjadi akses
EXIT, sedangkan menurut SNI 03-1746-2000, tanda petunjuk arah
dengan indikator arah harus ditempatkan di setiap lokasi (Badan
Standardisasi Nasional, 2000). Pihak perusahaan menjelaskan bahwa
seluruh karyawan yang berkerja di Unit Produksi Amoniak sudah
mengetahui dan memahami sarana jalan keluar atau yang menjadi
akses EXIT, sehingga perusahaan tidak menyediakan sign-sign
tambahan sebagai petunjuk evakuasi. Namun demikian menurut
penulis, Unit Produksi Amoniak masih perlu dilengkapi dengan tanda
170
petunjuk arah evakuasi dengan tulisan EXIT dan indikator arah yang
diletakkan di setiap lokasi strategis untuk dilihat orang, karena apabila
seaktu-waktu unit tersebut sedang dikunjungi tamu perusahaan
(visitors), maka tanda petunjuk arah yang tersedia dapat membantu
para pengunjung untuk melakukan evakuasi ketika terjadi kebakaran
atau kondisi darurat lainnya. Selain itu tanda petunjuk arah evakuasi
tersebut tidak diiluminasi, baik secara internal maupun eksternal.
Menurut Departemen Pekerjaan Umum tahun 2008, tanda petunjuk
arah evakuasi juga perlu diberikan iluminasi secara terus menerus, baik
eksternal maupun internal, sehingga tanda petunjuk arah evakuasi
tersebut tetap dapat dilihat dan dibaca pada kedua mode pencahayaan,
baik normal maupun darurat (Departemen Pekerjaan Umum, 2008).
Berikut ini adalah contoh tanda petunjuk arah evakuasi yang diberikan
iluminasi secara terus menerus baik secara internal maupun eksternal.
(a) (b)Sumber: www.harshcombo.com sumber: www.limelite.com
Gambar 6.4(a) Tanda petunjuk arah evakuasi dengan iluminasi eksternal(b) Tanda petunjuk arah evakuasi dengan iluminasi internal
171
Dengan tingkat pemenuhan sebesar 45%, maka bedasarkan
tabel audit kebakaran menurut Puslitbang Departemen PU, tingkat
pemenuhan tanda petunjuk arah evakuasi tergolong dalam kategori
kurang (<60%) artinya sebagian besar komponen sistem proteksi
kebakaran tidak sesuai dengan elemen persyaratan dan kapasitasnya
jauh dibawah dari nilai yang ditetapkan dalam spesifikasi. Saran yang
dapat diberikan adalah perusahaan agar memperbaiki tanda petunjuk
arah evakuasi yang sudah ada dengan mengecat ulang pada koridor
yang menjadi akses EXIT tersebut dengan menggunakan bahan fosfor
sehingga dapat menyala dalam keadaan gelap (glow in the dark), dan
menambahkan tanda petunjuk arah dalam bentuk sign-sign yang
terpasang di setiap lokasi secara konsisten. Selain itu penulis juga
menyarankan agar tanda petunjuk arah evakuasi diberikan iluminasi
terus menerus secara internal dan eksternal sehingga dapat terbaca
dalam 2 mode pencahayaan, baik normal maupun darurat.
6.2.2.3 Tingkat Pemenuhan Tempat Berhimpun
Menurut NFPA 101 Life Safety Code (2006), tempat
berhimpun adalah tempat di area sekitar atau diluar lokasi yang
dijadikan sebagai tempat berhimpun atau berkumpul setelah proses
evakuasi pada saat terjadi kebakaran. Tempat berhimpun harus aman
dari bahaya kebakaran dan keadaan darurat lainnya, memiliki tanda
172
petunjuk tempat berhimpun serta memiliki luas yang sesuai yaitu 0,3
m2 per orang. Berdasarkan tabel 5.8, tingkat pemenuhan tempat
berhimpun di Unit Produksi Amoniak mencapai 100% artinya seluruh
persyaratan yang menjadi pokok penilaian telah sesuai dengan standar
acuan National Fire Protection Association NFPA 101 mengenai Life
Safety Code.
Tempat berhimpun di Unit Produksi Amoniak merupakan
Assembly Point untuk seluruh kompartemen pabrik I, berada di depan
gedung transport, dan berjarak ±250 meter dari plant amoniak. Tempat
berhimpun juga dilengkapi dengan rambu-rambu berwarna hijau
dengan tulisan AP. (Assembly Point) dan tanda checklist. Tempat
berhimpun berada sejauh ±250 meter dari Unit Produksi Amoniak,
sehingga menurut penulis tempat berhimpun tersebut sudah aman
untuk tempat evakuasi sementara, dan jauh dari sumber bahaya yang
berasal dari Unit Produksi Amoniak. Selain itu, perhitungan luas dari
tempat berhimpun adalah sebagai berikut.
Luas Tempat Berhimpun = Panjang X Lebar
= 94.20 m X 19.55 m
= 1841,67 m2
173
Menurut NFPA 101 mengenai Life Safety Code, luas tempat
berhimpun yang sesuai adalah minimal 0,3 m2 per orang. Dengan
mengacu pada standar tersebut, maka daya tampung tempat berhimpun
di kompartemen pabrik I PT Petrokimia Gresik dapat diketahui melalui
perhitungan sebagai berikut.
Daya tampung maksimumtempat berhimpun
= Luas tempat berhimpun0,3 m2
= 1841,67 m2
0,3 m2
= 6140 orang
Dari hasil perhitungan di atas, diketahui bahwa tempat
berhimpun untuk kompartemen pabrik I dapat menampung maksimum
sebanyak 6140 orang. Sedangkan data dari Departemen Personalia
pada bulan Desember tahun 2013 menunjukkan jumlah pekerja (shift
maupun normal day) di kompartemen pabrik I PT Petrokimia Gresik
adalah sebanyak 635 pekerja. Dengan demikian dapat dipastikan
tempat berhimpun yang ada sudah memiliki luas yang ideal untuk
menjadi tempat berkumpul sementara pada saat proses evakuasi.
Dengan tingkat pemenuhan sebesar 100%, maka bedasarkan
tabel audit kebakaran menurut Puslitbang Departemen PU, tingkat
pemenuhan tempat berhimpun tergolong dalam kategori baik (80-
100%) artinya semua elemen penilaian telah sesuai dengan persyaratan
yang ada pada standar acuan. Saran yang dapat diberikan adalah
174
perusahaan harus tetap memelihara tempat berhimpun agar selalu
dalam kondisi yang aman sebagai tempat berkumpul sementara pada
saat proses evakuasi ketika terjadi kebakaran di Unit Produksi
Amoniak.
6.2.3 Pembahasan Tingkat Pemenuhan Sarana Proteksi Kebakaran Pasif
Untuk komponen sarana proteksi kebakaran pasif tingkat
pemenuhannya mencapai 18% dari total bobot yang ditetapkan yaitu
20%. Angka pemenuhan sarana proteksi kebakaran pasif yang terdiri
dari konstruksi tahan api ini tergolong baik melihat dari hanya sebagian
kecil elemen yang belum terpenuhi sesuai dengan standar yang menjadi
acuan. Berikut pembahasan mengenai tingkat pemenuhan konstruksi
tahan api.
6.2.3.1 Tingkat Pemenuhan Konstruksi Tahan Api
Menurut Peraturan Menteri PU Nomor 26 Tahun 2008,
konstruksi tahan api merupakan kesatuan dari penghalang api, dinding
api, dinding luar dikaitkan dengan lokasi bangunan gedung yang
dilindungi, partisi penahan penjalaran api, dan penutup asap. Menurut
Standar Nasional Indonesia SNI-03-1736-2000, konstruksi tahan api
tersebut harus dipelihara, diperbaiki, dan diperbarui atau diganti
dengan tepat apabila terjadi kerusakan, perubahan, keretakan,
penembusan, pemindahan atau akibat pemasangan yang salah.
175
Berdasarkan tabel 5.9, tingkat pemenuhan konstruksi tahan api di Unit
Produksi Amoniak mencapai 90% artinya sebagian besar persyaratan
yang menjadi pokok penilaian telah sesuai dengan standar acuan SNI-
03-1736-2000 mengenai tata cara perencanaan sistem proteksi pasif
kebakaran, namun masih terdapat satu elemen yang pemenuhannya
belum sempurna yaitu mengenai pemeliharaan terhadap konstruksi
tahan api.
Dari hasil wawancara terhadap informan penelitian, dapat
disimpulkan bahwa pemeliharaan terhadap konstruksi tahan api tidak
dilakukan secara berkala, namun dilakukan hanya ketika terdapat
komponen-komponen dari suatu fasilitas konstruksi tahan api yang
mengalami kerusakan. Menurut penulis, hal tersebut kurang tepat,
mengingat bencana kebakaran yang dapat terjadi kapan saja, sehingga
keandalan konstruksi tahan api juga perlu dipertahankan dan diperiksa
secara berkala. Dengan dilakukannya pemeliharaan secara berkala,
maka diharapkan konstruksi tahan api tersebut tetap memiliki
keandalan yang baik sebagai upaya untuk melindungi bangunan dari
penyebaran api dan dari keruntuhan serentak akibat kebakaran,
memberi waktu bagi penghuni untuk menyelamakan diri, serta
melindungi keselamatan petugas pemadam kebakaran saat operasi
pemadaman dan penyelamatan (Suprapto, 2007).
176
Dengan tingkat pemenuhan sebesar 90%, maka bedasarkan
tabel audit kebakaran menurut Puslitbang Departemen PU, tingkat
pemenuhan konstruksi tahan api tergolong dalam kategori baik (80-
100%) artinya sebagian besar elemen yang menjadi penilaian telah
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam standar acuan. Saran
yang dapat diberikan adalah perusahaan sebaiknya melakukan
pemeliharaan terhadap konstruksi tahan api secara berkala, mengecek
kondisi fisik struktur bangunan, untuk menghidari adanya kerusakan
akibat korosif, agar keandalan konstruksi tahan api dapat
dipertahankan sebagai upaya mencegah penyebaran api ketika terjadi
suatu kebakaran di Unit Produksi Amoniak.
6.2.4 Pembahasan Tingkat Pemenuhan Sarana Proteksi Kebakaran Aktif
Untuk komponen sarana proteksi kebakaran aktif yang terdiri
dari sub komponen yaitu detektor kebakaran, alarm kebakaran, titik
panggil manual, sistem springkler otomatik, hidran sistem pipa tegak,
dan APAR, tingkat pemenuhannya secara keseluruhan mencapai 17,9%
dari jumlah bobot yang ditetapkan sebesar 20%. Angka pemenuhan
tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat beberapa elemen penilaian
pada komponen tersebut yang belum memenuhi standar atau belum
sesuai dengan persyaratan yang menjadi acuan. Berikut pembahasan
dari masing-masing sub komponen sistem proteksi kebakaran aktif.
177
6.2.4.1 Tingkat Pemenuhan Detektor Kebakaran
Menurut Ramli dalam Petunjuk Praktis Manajemen Kebakaran
(2010), detektor kebakaran adalah alat yang dirancang untuk
mendeteksi adanya kebakaran. Dan menurut NFPA 72 mengenai
National Fire Alarm and Signaling Code (2010), detektor kebakaran
digolongkan menjadi beberapa jenis diantaranya detektor asap,
detektor panas, detektor nyala, dan detektor gas. Berdasarkan tabel
5.10, tingkat pemenuhan detektor kebakaran yang ada di Unit
Produksi Amoniak mencapai 78% artinya sebagian besar persyaratan
yang menjadi pokok penilaian telah sesuai dengan standar acuan SNI
03-3985-2000 tentang tata cara perencanaan, pemasangan dan
pengujian sistem deteksi dan alarm kebakaran, namun masih terdapat
beberapa persyaratan yang pemenuhannya belum sempurna.
Elemen-elemen yang sudah sesuai dengan persyaratan adalah
terpasangnya detektor kebakaran sesuai dengan potensi kebakaran di
area tersebut, detektor yang terpasang dapat dijangkau untuk
pemeliharaan, serta inspeksi dan pengujian terhadap detektor.
Sedangkan persyaratan yang belum terpenuhi yaitu tidak tersedianya
rekaman hasil dari semua inspeksi dan pemeliharaan yang harus
disimpan untuk jangka waktu 5 tahun untuk pengecekan oleh instansi
yang berwenang.
178
Instalasi detektor kebakaran di Unit Produksi Amoniak adalah
jenis flame detector sebanyak 5 unit, dan jenis gas detector sebanyak 6
unit. Penempatan detektor kebakaran tersebut disesuaikan dengan
beberapa kriteria tertentu. Berikut adalah gambar ilustrasi penempatan
instalasi detektor kebakaran di Unit Produksi Amoniak.
Gambar 6.5 Ilustrasi instalasi detektor kebakaran di Unit Produksi Amoniak
Dari ilustrasi pemasangan detektor kebakaran diatas, dapat
disimpulkan bahwa terdapat 3 area yang masing-masing dilengkapi
dengan kedua jenis detektor kebakaran yaitu flame detector dan gas
detector, kemudian terdapat 3 area yang hanya dilengkapi dengan gas
Keterangan:
Flame Detector
Gas Detector
179
detector saja, dan 2 area yang hanya dilengkapi dengan flame detector
saja. Berdasarkan hasil wawancara terhadap informan penelitian, dapat
diketahui bahwa penempatan detektor kebakaran tersebut disesuaikan
dengan potensi kebakaran yang ada di area tersebut, kemudian dengan
melihat rekaman kejadian kebakaran yang pernah terjadi, lalu melihat
karakteristik kondisi fisik area pabrik tersebut serta berdasarkan hasil
pertimbangan dan diskusi yang dilakukan oleh beberapa ahli terkait.
Untuk area-area yang hanya dilengkapi dengan gas detector
saja, diantaranya yaitu di area mesin Ammonia Absorber (101-E)
dilengkapi dengan gas detector GD 1004, untuk area di sekitar mesin
Ammonia Refrigerant, dilengkapi dengan gas detector GD 1006, dan
pada unit Waste Heat Boiler dipasang gas detector GD 1007. Proses
produksi dari ketiga area tersebut memiliki karakteristik yang sama,
yaitu mengolah gas sintesa dengan tekanan dan suhu yang tinggi
(Departemen Manajemen Resiko PT Petrokimia Gresik, 2013).
Dengan demikian, penulis berpendapat bahwa penempatan instalasi
detektor gas di ketiga area tersebut sudah sesuai sebagai upaya untuk
mendeteksi sesegera mungkin kebocoran gas yang dapat terjadi.
Dengan terdeteksinya kebocoran gas jenis combustible gas pada
peralatan dan mesin-mesin reactor di suatu industri, maka kebocoran
tersebut dapat segera diminimalisir serta dapat dicegah untuk tidak
berubah menjadi kebakaran atau ledakan (Miyata, 2011)
180
Sedangkan untuk area-area yang hanya dilengkapi dengan
flame detector saja, diantaranya yaitu di area sekitar mesin Primary
Reformer (101-B) dilengkapi dengan flame detector FD 1002, dan di
sekitar area High Temperature Shift Conventer (104-D1) dilengkapi
dengan flame detector FD 1006. Berdasarkan hasil wawancara
terhadap informan, kedua area tersebut memiliki potensi kebakaran
yang sangat tinggi karena tahapan proses produksinya yaitu
mengkonversikan tekanan dan suhu yang tinggi ke tekanan dan suhu
operasi (lebih rendah) sehingga berpotensi menimbulkan kebocoran
oli pada vessel-vessel di mesin tersebut. Menurut International Safety
Equipment Association (2013), kebocoran oli (liquid) dengan suhu
yang tinggi apabila terkena peralatan atau mesin yang suhunya tinggi
pula akan menyebabkan terjadinya percikan api, sehingga menurut
penulis penempatan instalasi flame detector di kedua area tersebut
sudah tepat sebagai upaya untuk mendeteksi percikan api yang
mungkin timbul akibat adanya kebocoran oli bersuhu tinggi.
Untuk area yang dilengkapi dengan kedua jenis detektor
kebakaran, yaitu di area mesin NH3 Conventer (105-D) dilengkapi
dengan flame detector FD 1003 dan gas detector GD 1010, kemudian
di area Syntesa Gas Compressor (103-J) dilengkapi dengan FD 1007
dan GD 1001, dan di sekitar area Low Temperature Shift Conventer
181
(104-D2) dilengkapi dengan FD 1004 dan GD 1005. Ketiga area
tersebut memiliki karakteristik yang sama, yaitu peluang terjadinya
kebakaran yang tinggi (high risk), frekuensi terjadinya kebakaran yang
sering (frequently) serta dampak yang ditimbulkan juga sangat besar
(catastrophic) (Departemen Manajemen Resiko PT Petrokimia Gresik,
2013). Penulis berpendapat instalasi kedua jenis detektor tersebut
sudah tepat sebagai upaya ekstra dalam mendeteksi adanya kebocoran
gas dan timbulnya percikan api. Menurut Hind dalam Fire and Gas
Detection and Control in the Process Industry (2009), integrasi antara
gas detector dan flame detector merupakan upaya tambahan dalam
memberikan perlindungan terhadap suatu proses produksi untuk
mengurangi konsekuensi ketika sistem proteksi lainnya belum cukup.
Elemen persyaratan yang belum terpenuhi yaitu mengenai
penyimpanan rekaman hasil inspeksi dan pengujian terhadap detektor
kebakaran. Berdasarkan hasil wawancara terhadap informan, rekaman
hasil inspeksi dan pengujian detektor disimpan di kantor bagian PMK,
namun rekaman tersebut belum sesuai dengan standar acuan yang
menyatakan bahwa rekaman hasil dari semua inspeksi, pengujian, dan
pemeliharaan, harus disimpan untuk jangka waktu 5 tahun untuk
pengecekan oleh instansi yang berwenang (Badan Standardisasi
Nasional, 2000). Kondisi aktualnya adalah hanya terdapat satu
rekaman hasil inspeksi yang ada di kantor bagian PMK, hal ini
182
dikarenakan instalasi detektor kebakaran di Unit Produksi Amoniak
baru dioperasikan pada bulan Januari tahun 2014, sehingga inspeksi
dan pemeliharaan baru sekali dilakukan, yaitu pada bulan April tahun
2014. Dengan tidak adanya rekaman hasil inspeksi dalam jangka
waktu 5 tahun, dikhawatirkan pihak perusahaan akan mendapat denda
atau sanksi administratif lainnya dari instansi yang berwenang untuk
mengecek rekaman hasil inspeksi dan pemeliharaan tersebut.
Dengan tingkat pemenuhan sebesar 78%, maka bedasarkan
tabel audit kebakaran menurut Puslitbang Departemen PU, tingkat
pemenuhan detektor kebakaran tergolong dalam kategori cukup (60-
80%), artinya sebagian besar komponen sistem proteksi kebakaran
sesuai dengan elemen persyaratan, namun ada beberapa komponen
yang kapasitasnya kurang dari yang ditetapkan dalam spesifikasi atau
persyaratan. Saran yang dapat diberikan adalah perusahaan tetap
melakukan inspeksi, pengujian dan pemeliharaan terhadap detektor
secara berkala untuk menajaga keandalan dari fungsi detektor.
Kemudian seluruh rekaman hasil inspeksi tersebut harus disimpan
untuk jangka waktu 5 tahun untuk pengecekan oleh instansi yang
berwenang. Selain itu penulis menyarankan agar peletakan detektor
juga harus diperhatikan dan disesuaikan sebagai upaya proteksi
terhadap kerusakan pada detektor akibat gangguan mekanis.
183
6.2.4.2 Tingkat Pemenuhan Alarm Kebakaran
Menurut NFPA 72 mengenai National Fire Alarm and
Signaling Code (2010), alarm kebakaran merupakan alat dari suatu
sistem yang bekerja untuk memberikan isyarat atau tanda ketika terjadi
suatu bencana kebakaran. Sistem alarm kebakaran terdiri dari 2 jenis,
yaitu sistem manual dan sistem otomatis. Sedangkan kriteria alarm
kebakaran menurut SNI 03-3985-2000, sinyal suara alarm kebakaran
harus berbeda dengan sinyal suara yang dipakai untuk penggunaan
lain. Berdasarkan tabel 5.11, tingkat pemenuhan alarm kebakaran yang
ada di Unit Produksi Amoniak mencapai 100%, artinya seluruh
persyaratan yang menjadi pokok penilaian telah sesuai dengan standar
acuan berupa SNI 03-3985-2000 tentang tata cara perencanaan,
pemasangan dan pengujian sistem deteksi dan alarm kebakaran.
Jenis alarm kebakaran yang digunakan di Unit Produksi
Amoniak yaitu jenis Horn, dengan tipe vibrating bell, berukuran 6
inchi gong menggunakan tegangan sebesar 24 volt DC dan memiliki
level suara maksimal 110 dB. Menurut Shalna dalam ABC’s of fire
alarm systems (2009) alarm jenis horn mampu memberikan output
suara yang sangat keras dan mengejutkan, dengan demikian penerapan
alarm jenis horn sesuai untuk Unit Produksi Amoniak sebagai upaya
memberi peringatan kepada setiap pekerja atas adanya bencana
184
kebakaran atau kondisi darurat lainnya, sehingga pekerja dapat dengan
segera melakukan evakuasi dan meminimalisir kerugian.
Mengenai sinyal suara alarm kebakaran yang diterapkan di PT
Petrokimia Gresik, pihak perusahaan telah mengaturnya dalam
prosedur Prosedur Penanggulangan Keadaan Darurat Pabrik PR-28-
0017 mengenai bunyi suara alarm ketika terjadi keadaan darurat
pabrik. Sinyal suara yang timbul dari horn tersebut berbeda dengan
sinyal suara untuk penggunaan yang lain. Suara alarm harus
mempunyai bunyi serta irama yang khas sehingga mudah dikenal
sebagai alarm kebakaran (Badan Standardisasi Nasional, 2000)
Dengan tingkat pemenuhan sebesar 100%, maka bedasarkan
tabel audit kebakaran menurut Puslitbang Departemen PU, tingkat
pemenuhan alarm kebakaran tergolong dalam kategori baik (80-100%)
artinya semua elemen penilaian telah sesuai dengan persyaratan yang
ada pada standar acuan. Saran yang dapat diberikan untuk menjaga
keandalan alarm kebakaran tersebut, yaitu perusahaan tetap melakukan
pemeliharaan secara berkala terhadap alarm, selalu mengecek apakah
alarm kebakaran dengan detektor maupun titik panggil manual telah
terkoneksi dengan baik sehingga penerapan Manual and Automatic
Signaling Devices tersebut dapat berfungsi sempurna dan mampu
mendukung upaya penanggulangan ketika terjadi kebakaran di Unit
Produksi Amoniak.
185
6.2.4.3 Tingkat Pemenuhan Titik Panggil Manual
Menurut SNI 03-3985-2000, titik panggil manual adalah suatu
alat yang dioperasikan secara manual guna memberi isyarat adanya
kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 72 tentang National Fire Alarm
and Signaling Code (2010), titik panggil manual terdiri dari 2 jenis,
yaitu berupa titik panggil manual secara tuas (Pull down) dan titik
panggil manual secara tombol tekan (Push button). Berdasarkan tabel
5.12, tingkat pemenuhan titik panggil manual yang ada di Unit
Produksi Amoniak mencapai 100%, artinya seluruh persyaratan yang
menjadi pokok penilaian telah sesuai dengan standar acuan berupa SNI
03-3985-2000 tentang tata cara perencanaan, pemasangan dan
pengujian sistem deteksi dan alarm kebakaran.
Titik panggil manual di Unit Produksi Amoniak adalah jenis
pull down dan ditempatkan di gedung DCS dan di Primary Reformer
(101-B. Berikut gambar ilustrasi penempatan titik panggil manual.
Gambar 6.6 Ilustrasi penempatan titik panggil manual
186
Berdasarkan ilustrasi pada gambar di atas, dapat diketahui
bahwa lokasi penempatan titik panggil manual sudah sesuai dengan
standar acuan SNI 03-3985-2000 yaitu titik panggil manual berjarak
1,45 meter dari lantai dan terletak di sepanjang lintasan menuju keluar
atau akses EXIT, titik panggil manual tersebut bewarna merah, dan
bebas dari gangguan, sehingga menurut penulis apabila terjadi
kebakaran atau keadaan darurat lainnya, maka diharapkan titik panggil
manual mudah dikenali, dapat dilihat dan dicapai dengan mudah oleh
pekerja ketika sedang melakukan evakuasi.
Dengan tingkat pemenuhan sebesar 100%, maka bedasarkan
tabel audit kebakaran menurut Puslitbang Departemen PU, tingkat
pemenuhan titik panggil manual tergolong dalam kategori baik (80-
100%) artinya semua elemen penilaian telah sesuai dengan persyaratan
yang ada pada standar acuan. Saran yang dapat diberikan untuk
menjaga keandalan titik panggil manual tersebut, yaitu perusahaan
tetap melakukan inspeksi secara rutin, mengecek fungsi tuas pada titik
panggil manual, serta memastikan penempatannya bebas dari
hambatan dan rintangan sehingga titik panggil manual tersebut mampu
mendukung upaya pencegahan dan penanggulangan ketika terjadi
kebakaran di Unit Produksi Amoniak.
187
6.2.4.4 Tingkat Pemenuhan Sistem Springkler Otomatik
Menurut Peraturan Menteri PU Nomor 26 Tahun 2008,
springkler merupakan suatu alat pemancar air yang digunakan untuk
memadamkan kebakaran, memiliki bentuk tudung yang meneyerupai
deflector, sehingga air dapat semprotkan secara merata ke semua arah.
Sedangkan menurut NFPA 13 tentang Standard for the Installation of
Sprinkler Systems (2010), springkler merupakan suatu sistem yang
terpadu mulai dari pipa bawah tanah dan pipa di atas tanah yang
didesain dengan standar teknik proteksi kebakaran. Berdasarkan tabel
5.13, tingkat pemenuhan sistem springkler otomatik yang ada di Unit
Produksi Amoniak mencapai 86% artinya sebagian besar persyaratan
yang menjadi pokok penilaian telah sesuai dengan standar acuan SNI
03-3989-2000 mengenai tata cara perencanaan dan pemasangan sistem
springkler otomatik, namun masih terdapat beberapa persyaratan yang
pemenuhannya belum sempurna.
Elemen-elemen yang sudah sesuai dengan persyaratan adalah
terpasangnya springkler jenis water sprayer system yang
pengoperasiannya secara manual, penggunaan air yang tidak
mengandung bahan kimia yang dapat menyebabkan korosif,
kelengkapan sistem penyediaan air, jarak minimum 2 kepala springkler
yang sudah sesuai, penyimpanan kepala springkler cadangan dengan
suhu yang sesuai, serta ketersediaan kunci khusus untuk springkler.
188
Sedangkan persyaratan yang belum terpenuhi yaitu mengenai kepala
springkler cadangan yang disimpan berbeda tipe dengan kepala
springkler yang telah terpasang di Unit Produksi Amoniak tersebut.
Sistem springkler yang dipasang di Unit Produksi Amoniak
khususnya di mesin NH3 Conventer (105 D) adalah jenis water sprayer
system yang dioperasikan secara manual. Berdasarkan telaah dokumen
yang dilakukan penulis, pemilihan sprayer system ini didasarkan pada
karakteristik mesin tersebut, yakni memiliki suhu yang sangat tinggi
yang mencapai 530oC, angka tersebut jauh di atas peringkat suhu
maksimal suatu springkler otomatik yaitu jenis springkler dengan kode
warna oren dan warna hitam pada glass bulb, dengan sensor suhu
maksimal springkler 343oC (United State Fire Administration, 2013).
Dengan demikian dapat diketahui bahwa penggunaan sistem springkler
otomatik pada mesin NH3 Conventer (105 D) tidak akan berjalan
efektif, dapat dipastikan glass bulb akan pecah setiap saat dan
springkler otomatik akan selalu menyemburkan air, sehingga
springkler otomatik tidak memungkinkan untuk digunakan.
Sprayer system yang dipasang pada mesin NH3 Conventer (105
D) menggunakan jenis sistem pipa kering (dry pipe system) yaitu jalur
pemipaan yang tidak berisi air, air akan mengalir ketika katup pengalir
(valve) yang terpasang pada pipa induk dibuka secara manual oleh
seorang petugas (Ramli, 2010).
189
Selain itu pasokan air untuk water sprayer system ini berasal
dari pompa hidran yang tekanannya mencapai 12 kg/cm3. Air yang
digunakan merupakan hasil olahan dari Unit Penjernihan Air yang
dimiliki PT Petrokimia Gresik. Penjernihan air pada kegiatan industri
bertujuan untuk menghilangkan kandungan-kandungan mineral air
yang dapat menyebabkan korosif, seperti Fe, Mn, Mg, dan Na
(Syahrir, 2012). Dengan demikian diharapkan air yang digunakan tidak
akan menyebabkan water sprayer system menjadi korosif, baik pada
pemipaannya maupun pada kepala springkler.
Elemen yang belum sesuai adalah tipe kepala springkler
cadangan yang disimpan berbeda tipe dengan kepala springkler yang
terpasang. Water sprayer system yang telah terpasang menggunakan
kepala springkler terbuka (open head), sedangkan kepala springkler
cadangan yang tersedia di kantor bagian PMK adalah jenis tertutup
(close head). Hal ini tidak sesuai karena menurut Badan Standardisasi
Nasional (2000), kepala springkler cadangan harus sesuai baik tipe
maupun temperature rating dengan semua kepala springkler yang telah
dipasang. Perbedaan tipe antara kepala springkler yang terpasang dan
kepala springkler cadangan, dikhawatirkan dapat menghambat kinerja
springkler ketika memancarkan air pada saat proses penanggulangan
kebakaran (Badan Pengawas Tenaga Nuklir, 2012)
190
Dengan tingkat pemenuhan sebesar 86%, maka bedasarkan
tabel audit kebakaran menurut Puslitbang Departemen PU, tingkat
pemenuhan sistem springkler otomatik tergolong dalam kategori baik
(80-100%) artinya sebagian besar elemen yang menjadi penilaian telah
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam standar acuan. Saran
yang dapat diberikan adalah perusahaan sebaiknya menyediakan
kepala springkler cadangan yang sesuai tipe dan spesifikasinya
terhadap springkler yang sudah terpasang dan menyediakannya dalam
jumlah yang cukup sesuai dengan yang telah dipersyaratkan.
Kemudian penulis menyarankan agar dipastikan terdapat minimal satu
orang operator yang stand by di dekat dengan tuas water sprayer
system, mengingat sistem ini dikendalikan secara manual, sehingga
bila terjadi kebakaran, air dapat dialirkan sesegera mungkin. Selain itu,
perusahaan juga perlu mempertahankan elemen lainnya yang telah
sesuai dengan standar seperti melakukan pemeriksaan dan pengujian
terhadap water sprayer system secara berkala.
6.2.4.5 Tingkat Pemenuhan Hidran
Menurut Peraturan Menteri PU Nomor 26 Tahun 2008, hidran
adalah alat yang dilengkapi dengan slang dan mulut pancar untuk
mengalirkan air bertekanan, yang digunakan bagi keperluan
pemadaman kebakaran. Furness dalam Introduction to Fire Safety
191
Management (2007) mengklasifikasikan hidran berdasarkan jenis dan
penempatannya, yaitu hidran gedung (indoor hydrant) dan hidran
halaman (outdoor hydrant). Berdasarkan tabel 5.14, tingkat
pemenuhan hidran yang ada di Unit Produksi Amoniak mencapai
100%, artinya seluruh persyaratan yang menjadi pokok penilaian telah
sesuai dengan standar acuan berupa SNI 03-1745-2000 mengenai tata
cara perencanaan dan pemasangan sistem pipa tegak dan slang.
Hidran yang ada di Unit Produksi Amoniak adalah jenis hidran
pillar atau hidran halaman. Setiap hidran pilar dicat dengan warna
merah dan telah dilengkapi dengan kotak hidran (fire box) yang berisi
2 roll slang pemadam api berdiameter 2,5 inchi, 1 buah nozel jenis
jet/spray berdiameter 2,5 inchi, serta satu buah kunci valve atau kunci
hidran. Mengenai standar pewarnaan dan tanda-tanda khusus untuk
setiap sistem hidran, NFPA 101 tentang Life Safety Code (2010)
secara spesifik menyatakan hidran kebakaran harus diwarnai dengan
kuning chrome, atau warna lain yang mudah terlihat, diantaranya
warna putih, merah menyala, warna silver atau kuning lime. Akan
tetapi, menurut Porteous dalam Fire Hydrant Systems Principle of
Operation (2012), aspek terpenting dalam pewarnaan sistem hidran
adalah warna tersebut harus konsisten terutama dalam satu wilayah
tertentu. Dengan demikian, ketika terjadi peristiwa kebakaran hidran
halaman mudah terlihat dan dapat segera digunakan.
192
Dengan tingkat pemenuhan sebesar 100%, maka bedasarkan
tabel audit kebakaran menurut Puslitbang Departemen PU, tingkat
pemenuhan hidran tergolong dalam kategori baik (80-100%) artinya
semua elemen penilaian telah sesuai dengan persyaratan yang ada pada
standar acuan. Saran yang dapat diberikan yaitu perusahaan tetap
melakukan pemeriksaan hidran secara rutin agar hidran selalu siap
digunakan dan berfungsi dengan baik sehingga penggunaan hidran
tersebut mampu mendukung upaya pencegahan dan penanggulangan
ketika terjadi kebakaran di Unit Produksi Amoniak.
6.2.4.6 Tingkat Pemenuhan Sistem Pipa Tegak
Menurut SNI 03-1745-2000, sistem pipa tegak adalah suatu
susunan dari pemipaan, katup, sambungan slang, dan kesatuan
peralatan dalam bangunan, dengan sambungan slang yang
dipasangkan sedemikian rupa sehingga air dapat dipancarkan atau
disemprotkan melalui slang dan nozel, untuk keperluan memadamkan
api (Badan Standardisasi Nasional, 2000). Sedangkan menurut NFPA
14 tentang Standard for the Installation of Standpipe and Hose
Systems (2010), sistem pipa berdiri atau tegak adalah pengaturan dari
pemipaan, katup, dan peralatan lainnya yang dipasang di sebuah
bangunan dilengkapi dengan sambungan selang yang terletak
sedemikian rupa sehingga air dapat dialirkan atau disemprotkan
193
melalui selang dan nozel dengan tujuan untuk pemadaman kebakaran
dan melindungi sebuah bangunan. Berdasarkan tabel 5.15, tingkat
pemenuhan sistem pipa tegak yang ada di Unit Produksi Amoniak
mencapai 71,4% artinya masih terdapat ketidaksesuaian di sebagian
kecil elemen-elemen yang menjadi pokok penilaian dengan standar
acuan SNI 03-1745-2000 mengenai tata cara perencanaan dan
pemasangan sistem pipa tegak dan slang.
Elemen-elemen yang sudah sesuai dengan persyaratan adalah
terdapat minimal dua buah sambungan pemadam kebakaran yang
dipasang penutup, dan berada tepat di sisi jalan dari bangunan,
kemudian mengenai pemeliharaan sistem pipa tegak yang dilakukan
secara berkala, serta terdapat katup pembuangan pada pipa tegak.
Sedangkan persyaratan yang belum terpenuhi yaitu mengenai tidak
adanya penandaan pada pipa tegak, yaitu penandaan yang
menunjukkan pipa tegak dan penandaan yang menunjukkan tekanan
yang dipersyaratkan pada pipa tegak tersebut.
Dari hasil observasi dan telaah dokumen, sistem pipa tegak
yang digunakan di Unit Produksi Amoniak yaitu pipa tegak dengan
dua sambungan pemadam kebakaran (2,5 inchi X 2,5 inchi). Pipa
tegak tersebut merupakan terusan dari line pipa hidran yang
berdiameter 10 inchi, sehingga penandaan terhadap pipa tegak belum
sesuai dengan standar acuan yang menyatakan bahwa setiap
194
sambungan pemadam kebakaran harus dirancang dengan suatu
penandaan dengan huruf besar, tidak kurang 25 mm (1 inci) tingginya,
di tulis pada plat yang terbaca “PIPA TEGAK”. Selain itu suatu
penandaan juga harus menunjukkan tekanan yang dipersyaratkan pada
inlet untuk penyaluran kebutuhan sistem (Badan Standardisasi
Nasional, 2000). Tidak adanya penandaan pipa tegak dikhawatirkan
akan membuat petugas kesuliltan untuk mengetahui apakah tekanan
air pada pipa tegak tersebut sudah sesuai dengan yang dipersyaratkan.
Dengan tingkat pemenuhan sebesar 71,4%, maka tingkat
pemenuhan sistem pipa tegak tergolong dalam kategori cukup (60-
80%), artinya sebagian besar komponen sistem proteksi kebakaran
sesuai dengan elemen persyaratan, namun ada beberapa komponen
yang kapasitasnya kurang dari yang ditetapkan dalam spesifikasi atau
persyaratan. Saran yang dapat diberikan adalah perusahaan perlu
memberikan penandaan pada sistem pipa tegak sesuai dengan
persyaratan yang bedada pada standar acuan. Selain itu, perusahaan
juga tetap melakukan pemeriksaan secara rutin terhadap sistem pipa
tegak, yaitu secara berkala setiap tiga bulan sekali. Hal tersebut
bertujuan agar pipa tegak yang telah terpasang selalu dalam kondisi
berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan setiap saat sebagai
upaya penanggulangan ketika terjadi kebakaran di Unit Produksi
Amoniak.
195
6.2.4.7 Tingkat Pemenuhan APAR
Menurut Peraturan Menteri PU Nomor 26 Tahun 2008, APAR
adalah alat pemadam api yang beratnya tidak melebihi 10 kg, serta
dapat dijinjing dan dioperasikan oleh satu orang, bersifat praktis dalam
penggunaannya, dan efektif untuk memadamkan api kecil atau awal
kebakaran sesuai dengan klasifikasi kebakarannya dengan media
pemadamnya berupa air, serbuk kimia, busa dan gas. Sedangkan
menurut NFPA 10 tentang Standard for Portable Fire Extinguisher
(2010), APAR merupakan alat pemadam yang bersifat ringan, berisi
tepung, cairan atau gas yang bertekanan, dapat disemprotkan untuk
tujan pemadaman kebakaran. Berdasarkan tabel 5.16, tingkat
pemenuhan Alat Pemadam Api Ringan di Unit Produksi Amoniak
mencapai 91,4% artinya sebagian besar persyaratan yang menjadi
pokok penilaian telah sesuai dengan standar acuan.
Elemen-elemen yang sudah sesuai dengan persyaratan adalah
tersedianya APAR yang sudah dilengkapi dengan klasifikasi APAR,
petunjuk penggunaaan APAR, label petunjuk manufaktur APAR dan
petunjuk pemeliharaan APAR, kemudian mengenai penempatan
APAR pada tempatnya, dan pemeliharaan APAR yang dilakukan
secara berkala. Sedangkan persyaratan yang belum terpenuhi yaitu
mengenai inspeksi terhadap APAR yang tidak dilakukan dalam
interval waktu kira-kira setiap 30 hari.
196
Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa setiap APAR di
Unit Produksi Amoniak diletakkan di dalam kotak yang dicat dengan
warna merah. APAR diletakkan di tempat yang terlihat oleh mata,
mudah dijangkau dan siap untuk digunakan. Berikut adalah gambar
ilustrasi penempatan APAR.
Gambar 6.7 Ilustrasi penempatan APAR
Dari gambar ilustrasi tersebut, dapat diketahui bahwa APAR
diletakkan di dalam kotak yang dipasang pada pilar-pilar bangunan
dan diletakkan 45 cm di atas lantai bangunan. Penempatan APAR di
dalam kotak tersebut merupakan upaya yang dilakukan pihak
perusahaan dalam memproteksi APAR dari bahaya korosif akibat
karakteristik pabrik yang bersifat asam. Menurut Priandani dalam
Korosi di Unit Sintesa Amoniak (2008), amoniak disintesa pada
temperatur yang tinggi (450-500oC) sehingga gas-gas sintesa amoniak
cenderung dapat menitridasi logam, nitridasi yaitu proses masuknya
nitrogen sebagai salah satu kontaminan penyebab korosif.
197
Elemen yang belum memenuhi persyaratan yaitu inspeksi
terhadap APAR yang tidak dilakukan dalam interval waktu kira-kira
30 hari. Berdasarkan telaah dokumen yang dilakukan penulis, prosedur
inspeksi terhadap APAR dilakukan secara bersamaan dengan jadwal
pemeliharaan secara berkala yaitu setiap 3 bulan sekali, dengan
demikian dikhawatirkan terdapat perubahan yang tidak diketahui pada
APAR, sehingga APAR yang tersedia tidak siap untuk digunakan
ketika terjadi kebakaran. Menurut Gromicko dan Shepard dalam
Maintenance and Testing of Portable Fire Extinguishers (1998), untuk
memastikan APAR dapat digunakan sesuai dengan fungsinya ketika
dibutuhkan, maka APAR perlu diinspeksi secara visual setidaknya
setiap bulannya. Hal-hal yang perlu diperiksa pada monthly inspection
terhadap APAR menurut NFPA 10 tentang Standard for Portable Fire
Extinguisher (2010), yaitu sebagai berikut.
1. Pastikan APAR berada di tempat yang telah ditentukan
2. Pastikan tidak ada hambatan pada akses menuju APAR
3. Segel pengaman tidak rusak atau hilang
4. Pastikan tidak terdapat kerusakan fisik, korosif, bocor, atau nozel
yang tersumbat
5. Pastikan tekanan berada pada ukuran yang tepat
6. Pastikan terdapat instruksi pengoperasian APAR dan menghadap
keluar
198
Dengan tingkat pemenuhan sebesar 91,4%, maka bedasarkan
tabel audit kebakaran menurut Puslitbang Departemen PU, tingkat
pemenuhan Alat Pemadam Api Ringan tergolong dalam kategori baik
(80-100%) artinya semua elemen penilaian telah sesuai dengan
persyaratan yang ada pada standar acuan. Saran yang dapat diberikan
adalah perusahaan harus melakukan inspeksi terhadap APAR sesuai
dengan yang ditetapkan dalam standar acuan, yaitu monthly inspection
atau pemeriksaan secara berkala setiap satu bulan sekali. Hal tersebut
bertujuan agar APAR dapat dipastikan selalu dalam kondisi berfungsi
dengan baik dan siap untuk digunakan setiap saat. Selain itu,
perusahaan perlu mempertahankan elemen-elemen lainnya yang telah
sesuai dengan standar sebagai upaya penanggulangan ketika terjadi
kebakaran di Unit Produksi Amoniak.
6.2.5 Pembahasan Tingkat Pemenuhan Utilitas Bangunan Gedung
Untuk komponen utilitas bangunan gedung yang terdiri dari sub
komponen sumber daya listrik, pusat pengendali kebakaran, dan sistem
proteksi petir, tingkat pemenuhannya mencapai 18% dari total bobot
yang ditetapkan yaitu 20%. Angka pemenuhan tersebut tergolong baik
melihat dari hanya sebagian kecil elemen yang belum terpenuhi sesuai
dengan standar yang menjadi acuan. Berikut pembahasan mengenai
tingkat pemenuhan utilitas bangunan gedung.
199
6.2.5.1 Tingkat Pemenuhan Sumber Daya Listrik
Menurut Peraturan Menteri PU Nomor 26 Tahun 2008, sumber
daya listrik yang dipasok untuk mengoperasikan sistem daya listrik
darurat diperoleh sekurang-kurangnya dari dua sumber tenaga listrik,
yaitu dari PLN atau sumber daya listrik darurat berupa batere, ataupun
generator dan semua kabel distribusi yang melayani sumber daya
listrik darurat harus memenuhi kabel dengan Tingkat Ketahanan Api
(TKA) selama 1 jam. Berdasarkan tabel 5.18, tingkat pemenuhan
sumber daya listrik di Unit Produksi Amoniak mencapai 100% artinya
seluruh persyaratan yang menjadi pokok penilaian telah sesuai dengan
standar acuan.
Sumber daya listrik utama yang digunakan di Unit Produksi
Amoniak yaitu berasal dari Gas Turbine Generator (GTG), sedangkan
untuk sumber daya listrik daruratnya berasal dari 2 sumber, yaitu PLN
dan Steam Turbine Generator (STG). Hal tersebut sesuai dengan
persyaratan yang menyebutkan listrik darurat minimal berasal dari 2
sumber daya listrik (Departemen Pekerjaan Umum, 2008). Selain itu,
sumber daya listrik secara keseluruhan sudah didisain secara
interkoneksi di setiap pabrik, sehingga jika terjadi gangguan pada
sumber listrik utama di Unit Produksi Amoniak maka listrik darurat
langsung akan dipasok dari PLN dan secara bertahap akan dipasok dari
STG yang ada di pabrik II, III dan Unit Batubara.
200
Dengan demikian, jika terjadi kondisi darurat pabrik seperti
kebakaran yang memungkinkan terjadinya shutdown pada GTG
sebagai sumber daya listrik utama di Unit Produksi Amoniak, maka
diharapkan sumber daya listrik darurat tersebut dapat menunjang
kegiatan penanggulangan selama berlangsungnya kebakaran. Selain
mengenai sumber listrik darurat, Pengaturan kabel distribusi yang
digunakan yaitu jenis kabel dengan Tingkat Ketahanan Api (TKA)
selama 1 jam. Berdasarkan hasil wawancara terhadap staff
Pemeliharaan bagian listrik, kabel distribusi yang digunakan pada
instalasi listrik di Unit Produksi Amoniak adalah jenis XLPE (Cross-
Linked Poly Ethylene) dengan tipe N2Xfgby.
Kabel jenis XLPE memiliki tingkat ketahanan api yang lebih
baik dibandingkan dengan kabel jenis PVC yang merupakan standar
SNI. Tingkat Ketahanan Api dari kabel XLPE yaitu selama 1,5 jam,
selain itu kabel XLPE juga tahan terhadap minyak, serta sinar
ultraviolet. Isolasi kabel jenis ini terbuat dari bahan tembaga
semikonduktor sehingga mampu memperlambat penjalaran api yang
termasuk dalam kategori A, B, dan C. Hal tersebut menunjukkan
penggunaan XLPE sesuai dengan klasifikasi kebakaran di Unit
Produksi Amoniak yaitu kelas B (kebakaran akibat cairan dan gas
mudah terbakar) dan kelas C (kebakaran akibat listrik).
201
Dengan tingkat pemenuhan sebesar 100%, maka bedasarkan
tabel audit kebakaran menurut Puslitbang Departemen PU, tingkat
pemenuhan sumber daya listrik tergolong dalam kategori baik (80-
100%) artinya semua elemen penilaian telah sesuai dengan persyaratan
yang ada pada standar acuan. Saran yang dapat diberikan kepada
perusahaan yaitu perusahaan harus dapat mempertahankan penerapan
sumber daya listrik darurat yang sudah dijalankan ini sehingga mampu
mendukung upaya pencegahan dan penanggulangan ketika terjadi
kebakaran di Unit Produksi Amoniak.
6.2.5.2 Tingkat Pemenuhan Pusat Pengendali Kebakaran
Menurut Permen PU Nomor 26 tahun 2008, pusat pengendali
kebakaran merupakan suatu tempat yang disediakan khusus untuk
melakukan tindakan pengendalian dan pengarahan selama
berlangsungnya operasi penanggulangan kebakaran atau penanganan
kondisi darurat lainnya yang dilengkapi dengan sarana alat pengendali,
panel kontrol, telepon, mebel, peralatan dan sarana lainnya.
Berdasarkan tabel 5.19, hasil penilaian tingkat pemenuhan pusat
pengendali kebakaran adalah sebesar 70 %. Dari 11 persyaratan yang
menjadi penilaian, terdapat 1 persyaratan yang belum terpenuhi secara
sempurna dan terdapat 3 persyaratan yang tidak sesuai dengan standar
acuan Permen PU Nomor 26 tahun 2008.
202
Ruangan pusat pengendali kebakaran dilengkapi dengan pintu
yang membuka ke arah dalam ruangan tersebut serta dapat dikunci dan
pintu berada jauh dari jalur evakuasi, sehingga petugas yang akan
masuk tidak terhalang oleh orang yang menggunakan jalur evakuasi.
Selain itu ruangan tersebut juga dilengkapi dengan sarana komunikasi,
diantaranya telepon yang memiliki sambungan langsung ke unit
produksi amoniak dan alat Handy Talky (HT) untuk memudahkan
petugas dalam mengintruksikan upaya penanggulangan kebakaran di
lapangan. Kemudian ruang pusat pengendali kebakaran yang ada
memiliki panjang 4,85 meter dan lebar 3,75 meter serta luas ruangan
yaitu 18,2 m2 hal ini berarti melebihi luas minimal yang telah diatur
dalam persyaratan yaitu 10 m2. Selain itu ruangan juga dilengkapi
dengan 2 unit AC sebagai Local Exhaust Ventilation untuk kebutuhan
sirkulasi udara di ruangan tersebut sehingga dapat menunjang
kesehatan dan kenyamanan petugas PMK selama standby dan bertugas
disana. Semua hal di atas telah sesuai dengan standar acuan.
Namun yang belum sepenuhnya sesuai dengan standar acuan
adalah mengenai panel indikator kebakaran. Instalasi central fire panel
indicator di ruang pusat pengendali kebakaran masih dalam tahap
pengerjaan (on progress), artinya pengendalian penanggulangan
kebakaran secara terpusat oleh petugas bagian PMK belum dapat
dilakukan secara maksimal. Untuk menangani masalah tersebut,
203
bagian PMK telah melengkapi fire panel indicator pada control room
yang ada di masing-masing unit produksi. Untuk Unit Produksi
Amoniak, telah terdapat detector panel indicator yang berada di ruang
DCS (Distributed Control System). Dengan demikian jika terjadi suatu
kebakaran dan terdeteksi oleh detektor yang ada di unit tersebut, maka
panel akan menyala dan petugas yang berada di control room tersebut
dapat memberi informasi langsung melalui telepon atau HT ke petugas
bagian PMK. Walau demikian, penanggulangan kebakaran akan
maksimal jika central fire panel indicator di ruang pusat pengendali
kebakaran sudah dapat dioperasikan sehingga apabila terjadi
kebakaran maka operator dapat segera mengambil tindakan tanpa
harus menunggu laporan dari pihak operator di ruang DCS.
Selain itu, persyaratan lain yang belum sesuai adalah mengenai
penandaan pada ruang pusat pengendali kebakaran. Menurut Permen
PU nomor 26 tahun 2008, permukaan luar pintu yang menuju ke
dalam ruang pengendali diberi tanda dengan tulisan “Ruang
Pengendali Kebakaran”, namun kondisi aktualnya adalah tulisan pada
permukaan luar pintu ruang pusat pengendali kebakaran yaitu “R.
Karu Operasional”. Hal tersebut dikarenakan dalam pengoperasiannya.
ruang pusat pengendali kebakaran saat ini masih menggunakan Ruang
Kepala Regu (Karu) Operasional di kantor bagian PMK. Hal ini tidak
sesuai dengan persyaratan bahkan dapat menimbulkan kesalahan
204
persepsi pada petugas atau karyawan lainnya, dikhawatirkan karyawan
lain dapat beranggapan bahwa ruangan ini hanya sebatas ruangan
kantor andministrasi dari bagian PMK, padahal ruangan ini merupakan
suatu ruangan khusus untuk mengendalikan secara terpusat selama
kegiatan penanggulangan kebakaran berlangsung. Namun demikian
Pihak PMK menjelaskan bahwa nantinya ruangan tersebut akan
diproyeksikan khusus menjadi pusat pengendali kebakaran di PT
Petrokimia Gresik dan seterusnya menjadi sarana atau tempat untuk
melakukan tindakan pengendalian secara terpusat selama
berlangsungnya penanggulangan kebakaran.
Selain itu, tinggi huruf dan warna huruf pada penandaan ruang
pusat pengendali kebakaran juga tidak sesuai dengan persyaratan
Permen PU Nomor 26 tahun 2008. Warna tulisan pada tanda ruang
pusat pengendali kebakaran tidak kontras terhadap warna latar
belakangnya, yaitu hurufnya berwarna hitam dan latarnya berwarna
cokelat gelap. Berikut ilustrasi perbandingan kondisi aktual dengan
persyaratan yang menjadi acuan terhadap penandaan ruang pusat
pengendali kebakaran.
205
Gambar 6.8(a) Penandaan Ruang Pusat pengendali kebakaran sesuai Permen PU
(b) Kondisi Aktual Penandaan Ruang Pusat Pengendali kebakaran
Selain itu, di dalam persyaratan dijelaskan bahwa huruf pada
tanda ruang pengendali kebakaran memiliki tinggi ≥ 50 mm,
sedangkan kondisi aktualnya adalah huruf memiliki tinggi 35 mm.
Kroemer dan Grandjean dalam Fitting the Task to the Human (1997)
merekomendasikan perbandingan tinggi huruf yang ideal dengan jarak
pandang mata seseorang, yaitu pada tabel berikut.
Tabel 6.1Rekomendasi Jarak pandang dengan tinggi huruf yang ideal
Jarak dari mata (cm) Tinggi huruf yang ideal (cm)0-500 2,5
501-900 5,0901-1800 9,0
1801-3600 18,03601-6000 30,0
206
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa tulisan pada
penandaan raung pengendali kebakaran yang tinggi hurufnya 35 mm
(3,5cm) hanya dapat terlihat pada jarak pandang 0-5 meter, sedangkan
dalam persyaratan menyebutkan minimal tinggi huruf pada penandaan
yaitu 5 cm sehingga mudah dan ideal untuk dilihat dari jarak 5 – 9
meter.
Dengan tingkat pemenuhan sebesar 70%, maka berdasarkan
tabel audit kebakaran menurut Puslitbang Departemen PU, tingkat
pemenuhan pusat pengendali kebakaran tergolong dalam kategori
cukup (60-80%), artinya sebagian besar komponen sistem proteksi
kebakaran sesuai dengan elemen persyaratan, namun ada beberapa
komponen yang kapasitasnya kurang dari yang ditetapkan dalam
spesifikasi atau persyaratan. Saran yang dapat diberikan kepada
perusahaan yaitu instalasi panel kebakaran pusat (central fire panel
indicator) yang ada di ruang pusat pengendali kebakaran segera
diselesaikan untuk memaksimalkan petugas PMK dalam melakukan
tindakan pengendalian dan pengarahan selama berlangsungnya operasi
penanggulangan kebakaran di Unit Produksi Amoniak. Kemudian
peneliti menyarankan agar ruang pusat pengendali kebakaran agar
segera dilengkapi dengan penandaan yang sesuai dengan persyaratan
yang ada di Permen PU Nomor 26 tahun 2008.
207
6.2.5.3 Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Petir
Menurut Permen PU Nomor 26 tahun 2008, Sistem Proteksi
Petir (SPP) merupakan suatu rangkaian sistem yang dapat melindungi
manusia, bangunan, dan peralatan di dalamnya dari bahaya sambaran
petir. Setiap bangunan dan gedung harus dilengkapi dengan instalasi
SPP dengan memperhatikan faktor letak dan sifat geografis bangunan,
kemungkinan sambaran petir, kondisi petir dan densitas sambaran
petir ke tanah serta risiko petir terhadap peralatan dan lain-lain.
Berdasarkan tabel 5.20, tingkat pemenuhan sistem proteksi petir di
Unit Produksi Amoniak mencapai 100% artinya seluruh persyaratan
yang menjadi pokok penilaian telah sesuai dengan standar acuan.
Instalasi SPP di Unit Produksi Amoniak tepatnya berada di 2
mesin produksi yaitu pada mesin 101-E CO2 absorber dan mesin 102-
E CO2 stripper serta pada 1 tangki penyimpanan (storage tank) yaitu
tangki amoniak TK-191. Pihak unit produksi amoniak menjelaskan
bahwa instalasi SPP tersebut ditentukan berdasarkan skala perioritas.
Menurut penulis ketiga tempat itu secara geografis berada di
ketinggian dan sangat memungkinkan untuk terkena sambaran petir,
dengan rincian sebagai berikut:
1. Mesin 102-E CO2 stripper dengan ketinggian 65,45 meter
2. Mesin 101-E CO2 absorber dengan ketinggian 43,27 meter
3. TK-191 Tangki Amoniak dengan ketinggian 14,16 meter
208
Menurut International Electrotechnical Commission (2000),
jenis bangunan yang perlu diberi SPP dikelompokan menjadi :
1. Bangunan tinggi seperti gedung bertingkat, menara dan cerobong.
2. Bangunan penyimpanan bahan mudah meledak atau terbakar,
misalnya pabrik amunisi, gudang bahan kimia.
3. Bangunan untuk kepentingan umum seperti gedung sekolah,
stasiun, bandara dan sebagainya.
4. Bangunan yang mempunyai fungsi khusus dan nilai estetika
misalnya museum, gedung arsip negara.
Berdasarkan kelompok bangunan tersebut, maka Unit Produksi
Amoniak termasuk ke dalam kelompok bangunan nomor 1 dan 2.
Dengan demikian berarti instalasi SPP yang sudah ada merupakan
tindakan tepat yang dilaksanakan oleh Unit Produksi Amoniak dalam
memproteksi bangunan dan gedung dari akibat sambaran petir, yaitu:
1. Akibat Elektrikal yang menyebabkan terjadinya arus listrik
berkekuatan tinggi mencapai ribuan ampere sehingga dapat
merusak peralatan pabrik.
2. Akibat thermal, yang menyebabkan terjadinya panas sehingga dapat
membakar benda-benda yang terkena sambaran
3. Akibat mekanikal, terjadinya pergeseran benda-benda yang dilalui
arus listrik akibat getaran, ledakan, atau pemuaian (International
Electrotechnical Commission, 2000)
209
Dari telaah dokumen yang dilakukan peneliti, seluruh instalasi
SPP yang ada di Unit Produksi Amoniak telah memiliki sertifikat yang
sudah disahkan oleh Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Gresik.
Pelaksanaan pengujian terhadap SPP juga telah dilakukan secara
berkala setiap 2 tahun sekali oleh pihak instalatir yaitu CV. Melati
Jaya dan diawasi oleh seorang staff Departemen Inspeksi Teknik
Khusus yang telah ditunjuk sebagai Ahli K3 Spesialis Bidang Listrik.
Dengan tingkat pemenuhan sebesar 100%, maka bedasarkan
tabel audit kebakaran menurut Puslitbang Departemen PU, tingkat
pemenuhan sumber daya listrik tergolong dalam kategori baik (80-
100%) artinya semua elemen penilaian telah sesuai dengan persyaratan
yang ada pada standar acuan. Saran yang dapat diberikan kepada
perusahaan yaitu perusahaan harus dapat mempertahankan keandalan
instalasi sistem proteksi petir yang sudah dijalankan ini sehingga
mampu melindungi manusia, bangunan, dan peralatan yang ada di
Unit Produksi Amoniak dari bahaya sambaran petir. Selain itu, peneliti
juga menyarankan agar perencanaan pelaksanaan pengujian instalasi
SPP dilakukan secara berkala dan tepat waktu.
210
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
1. Tingkat pemenuhan akses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran
adalah sebesar 20%. Masih terdapat 8 elemen penilaian yang belum sesuai
dengan standar acuan Peraturan Menteri PU Nomor 26 Tahun 2008, yaitu
mengenai ketersediaan jalur khusus untuk akses kendaraan pemadam
kebakaran, ketersediaan lapis perkerasan untuk jalur masuk pemadam
kebakaran, dan mengenai penandaan jalur pemadam kebakaran.
2. Tingkat pemenuhan sarana jalan keluar telah 100% sesuai dengan standar
acuan SNI 03-1746-2000
3. Tingkat pemenuhan tanda petunjuk arah evakuasi adalah sebesar 45%.
Masih terdapat 4 elemen penilaian yang belum sesuai dengan standar acuan
Peraturan Menteri PU Nomor 26 Tahun 2008, yaitu mengenai warna pada
tanda petunjuk evakuasi, penempatan tanda evakuasi, pemberian iluminasi
eksternal dan internal serta pemberian iluminasi secara terus menerus pada
tanda petunjuk arah evakuasi.
4. Tingkat pemenuhan tempat berhimpun telah 100% sesuai dengan standar
acuan NFPA 101 Life Safety Code.
211
5. Tingkat pemenuhan konstruksi tahan api adalah sebesar 90%. Masih
terdapat 1 elemen penilaian yang belum terpenuhi dengan baik sesuai
dengan standar acuan SNI 03-1736-2000, yaitu mengenai pemeliharaan
terhadap konstruksi tahan api.
6. Tingkat pemenuhan detektor kebakaran adalah sebesar 78%. Masih
terdapat 1 elemen penilaian yang belum sesuai dengan standar acuan SNI
03-3985-2000, yaitu mengenai penyimpanan rekaman hasil inspeksi.
7. Tingkat pemenuhan alarm kebakaran telah 100% sesuai dengan standar
acuan SNI 03-3985-2000.
8. Tingkat pemenuhan titik panggil manual telah 100% sesuai dengan standar
acuan SNI 03-3985-2000.
9. Tingkat pemenuhan sistem springkler otomatik adalah sebesar 86%. Masih
terdapat 1 elemen penilaian yang belum sesuai dengan standar acuan SNI
03-3989-2000, yaitu mengenai kesesuaian tipe dan temperature rating pada
kepala springkler cadangan.
10. Tingkat pemenuhan hidran telah 100% sesuai dengan standar acuan SNI
03-1745-2000.
11. Tingkat pemenuhan sistem pipa tegak adalah sebesar 71,4%. Masih
terdapat 2 elemen penilaian yang belum sesuai dengan standar acuan SNI
03-1745-2000, yaitu mengenai penandaan pada pipa tegak dan penandaan
tekanan pada pipa tegak.
212
12. Tingkat pemenuhan Alat Pemadam Api Ringan adalah sebesar 91,4%.
Masih terdapat 1 elemen penilaian yang belum sesuai dengan standar acuan
Peraturan Menteri PU Nomor 26 Tahun 2008, yaitu mengenai inspeksi
pada APAR.
13. Tingkat pemenuhan sumber daya listrik telah 100% sesuai dengan standar
acuan Peraturan Menteri PU Nomor 26 Tahun 2008.
14. Tingkat pemenuhan pusat pengendali kebakaran adalah sebesar 70%.
Masih terdapat 3 elemen penilaian yang belum sesuai dengan standar acuan
Peraturan Menteri PU Nomor 26 Tahun 2008, yaitu mengenai penulisan
penandaan ruang pusat pengendali kebakaran.
15. Tingkat pemenuhan sistem proteksi petir telah 100% sesuai dengan standar
acuan Peraturan Menteri PU Nomor 26 Tahun 2008.
16. Secara keseluruhan, tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaran pada
bangunan gedung dan lingkungan di Unit Produksi Amoniak PT
Petrokimia Gresik adalah sebesar 74,22%, artinya sebagian besar
komponen sistem telah cukup terpenuhi namun masih terdapat
ketidaksesuaian di sebagian instalasi.
7.2 Saran
7.2.1 Saran Untuk Perusahaan
Saran yang penulis berikan khususnya untuk komponen-komponen
sistem yang sudah sesuai dengan standar acuan yaitu perusahaan perlu menjaga
213
kondisi sarana jalan keluar dan tempat berhimpun agar tetap aman, kemudian
perusahaan sebaiknya tetap konsisten dalam melakukan pemeliharaan terhadap
alarm kebakaran dan titik panggil manual, serta mempertahankan kelengkapan
sumber air seperti hidran halaman dan pompa kebakaran, kelengkapan sarana
komunikasi, penerapan sumber daya listrik dan sistem proteksi petir sebagai
upaya untuk menunjang kegiatan penanggulangan kebakaran di Unit Produksi
Amoniak. Adapun saran yang dapat penulis berikan untuk komponen-
komponen yang belum sepenuhnya sesuai dengan standar acuan, diantaranya
sebagai berikut.
1. Perusahaan diharapakan segera menyediakan jalur khusus untuk kendaraan
pemadam kebakaran dari kantor bagian PMK menuju ke Unit Produksi
Amoniak, dan memberikan penandaan pada jalur khusus tersebut agar tidak
dilalui kendaraan selain pemadam kebakaran, sehingga kendaraan
pemadam kebakaran terbebas dari hambatan selama dalam perjalanan
menuju ke Unit Produksi Amoniak. Selain itu perlu disediakan lapisan
perkerasan di lingkungan bangunan gedung Unit Produksi Amoniak sesuai
dengan persyaratan yang menjadi acuan.
2. Perusahaan diharapkan segera memperbaiki tanda petunjuk arah evakuasi
yang sudah ada, dengan mengecat ulang pada koridor yang menjadi akses
EXIT, menggunakan cat dengan bahan fosfor sehingga dapat menyala
dalam keadaan gelap (glow in the dark) sebagai iluminasi internal.
Perusahaan juga perlu menambahkan tanda petunjuk arah dalam bentuk
214
sign-sign dengan indikator arah maupun tulisan pada setiap lokasi yang
strategis secara konsisten dan dilengkapi dengan iluminasi secara eksternal
maupun internal.
3. Perusahaan sebaiknya melakukan pemeliharaan terhadap konstruksi tahan
api secara berkala setiap tahunnya sesuai dengan persyaratan pada standar
acuan, mengecek kondisi fisik struktur bangunan, untuk menghidari adanya
kerusakan akibat korosif, agar keandalannya dapat dipertahankan sebagai
upaya mencegah penyebaran api ketika terjadi suatu kebakaran.
4. Perusahaan sebaiknya tepat waktu dalam melakukan inspeksi dan
pemeliharaan detektor kebakaran untuk menjaga keandalannya dalam
upaya proteksi, sehingga fungsi manajemen kebakaran yaitu mencegah
terjadinya kebakaran dan menanggulangi dampak kebakaran dapat
terwujud. Selain itu, perusahaan perlu menyimpan rekaman hasil
pemeliharaan untuk jangka waktu yang ditentukan dalam standar acuan.
5. Perusahaan harus menyediakan kepala springkler cadangan yang sesuai
tipe dan spesifikasinya terhadap springkler yang sudah terpasang dan
menyediakannya dalam jumlah yang cukup sesuai dengan ketentuan pada
standar acuan. Selain itu dikarenakan water sprayer system dikendalikan
secara manual, maka perusahaan perlu menunjuk minimal satu orang
operator untuk stand by di dekat tuas water sprayer system dan
bertanggung jawab membuka tuas air sehingga bila terjadi kebakaran, air
dapat dialirkan sesegera mungkin.
215
6. Perusahaan sebaiknya memberikan penandaan pada pipa tegak sesuai
dengan yang dipersyaratkan dalam standar acuan, yaitu dalam bentuk
tulisan untuk menunjukkan pipa tegak itu sendiri, dan penandaan untuk
menunjukkan tekanan air pada pipa tegak tersebut.
7. Perusahaan harus melakukan inspeksi terhadap APAR sesuai dengan yang
ditetapkan dalam standar acuan, yaitu monthly inspection dengan tujuan
untuk memastikan APAR selalu dalam kondisi berfungsi dengan baik dan
siap untuk digunakan setiap saat.
8. Perusahaan sebaiknya segera menyelesaikan instalasi central fire panel
indicator yang ada di ruang pusat pengendali kebakaran untuk
memaksimalkan petugas PMK dalam melakukan tindakan pengendalian
dan pengarahan selama berlangsungnya operasi penanggulangan
kebakaran. Selain itu, ruang pusat pengendali kebakaran sebaiknya segera
dilengkapi dengan penandaan yang sesuai dengan persyaratan dalam
standar acuan.
7.2.2 Saran Untuk Peneliti Selanjutnya
Adapun saran dari penulis yaitu peneliti selanjutnya sebaiknya tidak
hanya melakukan evaluasi terhadap tingkat pemenuhan sistem proteksi
kebakaran saja melainkan juga perlu melakukan evaluasi terhadap tingkat
pemenuhan manajemen penanggulangan kebakaran dengan mengacu pada
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20 Tahun 2009.
216
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Tenaga Nuklir. 2012. Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga
Nuklir Nomor 1 Tahun 2012 Ketentuan Desain Sistem Proteksi Kebakaran dan
Ledakan Internal pada Reaktor Daya. Jakarta: Badan Tenaga Nuklir Nasional.
Badan Standar Nasional Indonesia. 2000. SNI 03-1736-2000 Tata Cara Perencanaan
Sistem Proteksi Pasif Konstruksi Tahan Api untuk Pencegahan Bahaya
Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung. Jakarta: Badan Standar
Nasional Indonesia.
Badan Standar Nasional Indonesia. 2000. SNI 03-1745-2000 Tata Cara Perencanaan
dan Pemasangan Sistem Pipa Tegak dan Slang untuk Pencegahan Bahaya
Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung. Jakarta: Badan Standar
Nasional Indonesia.
Badan Standar Nasional Indonesia. 2000. SNI 03-1746-2000 Tata Cara Perencanaan
Sarana Jalan Keluar untuk Penyelamatan Jiwa. Jakarta: Badan Standar
Nasional Indonesia.
Badan Standar Nasional Indonesia. 2000. SNI 03-3985-2000 Tata Cara Perencanaan,
Pemasangan, dan Pengujian Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran untuk
Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung. Jakarta: Badan
Standar Nasional Indonesia.
217
Badan Standar Nasional Indonesia. 2000. SNI 03-3989-2000 Tata Cara Perencanaan
dan Pemasangan Sistem Springkler Otomatik untuk Pencegahan Bahaya
Kebakaran pada Bangunan Gedung. Jakarta: Badan Standar Nasional
Indonesia.
Badan Standar Nasional Indonesia. 2004. SNI 09-7053-2004 Kendaraan dan
Peralatan Pemadam Kebakaran Pompa. Jakarta: Badan Standar Nasional
Indonesia.
Company Profile. PT Petrokimia Gresik. 2013.
Davletshina, Tatyana A. 1998. Industrial Fire Safety Guidebook. New Jersey: Noyes
Publications.
Departemen Hukum dan Perundang-undangan. 1970. Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1970 Keselamatan Kerja. Jakarta: Departemen Hukum dan Perundang-
undangan Republik Indonesia.
Departemen Manajemen Risiko PT Petrokimia Gresik. 2013.
Departemen Pekerjaan Umum. 2008. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
26/PRT/M/2008 Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Bangunan
Gedung dan Lingkungan. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum Republik
Indonesia.
Departemen Pekerjaan Umum. 2009. 2008. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 20/PRT/M/2009 Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran di
Perkotaan. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia.
218
Ekchoff, Rolf K. 2005. Explosion Hazard in the Process Industries. Houston, Texas:
Gulf Publishing Company.
Fire Safety Bureau. 1997. Fire Precautions in Buildings. Singapura: Singapore Civil
Defence Force.
Furness, Andrew dan Martin Muckett. 2007. Introduction to Fire Safety
Management. Oxford: Elsevier Ltd.
Gromicko, Nick dan Kenton Shepard. 1998. Maintenance and Testing of Portable
Fire Extinguishers. Ontario: Queens University Department of Environmental
Health and Safety.
Hind, Jon. 2009. Fire and Gas Detection and Control in the Process Industry.
Astana: Kazakhstan Risk and Safety Groups.
International Electrotechnical Commission. 2000. International Standards for
Electrical Technologies. Jenewa: Advisory Committee on Electromagnetic
Compatibility.
International Safety Equipment Association. 2013. Fixed Systems for Your Flame and
Gas Detection Application Solutions. Virginia: Personal Protective Equipment
and Technologies.
JPNN, 2013. Weng’s Cold Storage Industrial Ammonia Explosion.
Karter, Michael J. 2013. Fire Loss in the United States. NFPA: Fire Analysis and
Research.
Mehaffey, James R. dan Joel L. Bert. 1997. Fire Protection, NIOSH Instructional
Module. Ohio: U.S. Department of Health and Human Services.
219
Miyata, Eisaburo. 2011. Optimization of Gas Detector Locations by Application of
Atmospheric Dispersion Modeling Tools. Tokyo: Sumitomo Chemical Co Ltd
Process and Production Technology Centre.
Moleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
NFPA (National Fire Protection Association) 10, 2010. Standard for Portable Fire
Extinguisher.
NFPA (National Fire Protection Association) 13, 2010. Standard for the Installation
of Sprinkler Systems.
NFPA (National Fire Protection Association) 14, 2010. Standard for the Installation
of Standpipe and Hose Systems.
NFPA (National Fire Protection Association) 72, 2010. National Fire Alarm and
Signaling Code.
NFPA (National Fire Protection Association) 101, 2006. Life Safety Code.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: P.T
Gramedia.
Nugroho, Sutopo P. 2010. Karakteristik Bencana Gagal Teknologi di Indonesia.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB): Jurnal Dialog
Penanggulangan Bencana Vol. 1 No. 2
Porteous, Russ. 2012. Fire Hydrant Systems, Principle of Operation. Victoria:
Firewize Holding Pty, Ltd.
Prabhawa, Budi D. 2013. Teknologi Komunikasi “Handy Talkie”. Universitas
Udayana Bali: Jurnal Elektro Vol. 1 No. 1
220
Priandani, Manik. 2008. Korosi di Unit Sintesa Amoniak. Bontang: Corrosion and
Process Engineer.
Ramli, Soehatman. 2010. Petunjuk Praktis Manajemen Kebakaran (Fire
Management). Jakarta: Dian Rakyat.
Rahman, Vinky N Ir. 2003. Kajian Penerapan Sistem Proteksi Pasif Desain Site
Planing pada Beberapa Kasus Rumah Susun di Jakarta dan Bandung.
Universitas Sumatera Utara: Jurnal Arsitektur Vol. 38 No. 1-4
Shalna, Anthony J. 2009. The ABC’s of Fire Alarm Systems. Massachusetts:
International Municipal Signal Association.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: Alfabeta
Suprapto, 2007. Sistem Proteksi Kebakaran Pasif kaitannya dengan aspek
keselamatan jiwa. Pusat Litbang Pemukiman: Jurnal Pemukiman Vol. 2 No. 2
Syahrir, Suryani. 2012. Studi Pengolahan Air Melalui Media Filter Pasir Kuarsa
(Studi Kasus Sungai Malimpung). Universitas Hasanudin Makasar: Jurnal
Teknik Sipil Vol. 3 No. 3
United State Chemical Safety and Hazard Investigation, 2013.
United State Fire Administration. 2013. Sprinkler System Installation and Repair.
New York: Working for a Fire Safe America.
Wiley, John. 2003. Guidelines for Fire Protection in Chemical, Petrochemical, and
Hydrocarbon Processing Facilities. New York: American Institute of Chemical
Engineer.
LAMPIRAN I
PERIZINAN PENGAMBILAN DATA
Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran Pada BangunanGedung dan Lingkungan di Unit Produksi AmoniakPT Petrokimia GresikLembar Checklist
1. Tingkat Pemenuhan Akses dan Pasokan Air untuk Pemadam Kebakaran
NNo
(Permen PU No.26/PRT/M/2008) Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
1 Tersedia sumber air berupa hidranhalaman, sumur kebakaran ataureservoir air dan sebagainya.
2 Dilengkapi dengan sarana komunikasiumum yang dapat dipakai setiap saatuntuk memudahkan penyampaianinformasi kebakaran.
3 Tersedia jalur akses mobil pemadamkebakaran
4 Tersedia jalan lingkungan perkerasandi lingkungan bangunan gedung agardapat dilalui oleh kendaraan pemadamkebakaran
5 Lebar lapis perkerasan pada jalurmasuk yang digunakan untuk mobilpemadam kebakaran lewat minimal 4m.
6 Area jalur masuk kedua sisinyaditandai dengan warna yang kontras.
7 Area jalur masuk pada kedua Sisinyaditandai dengan bahan yang bersifatreflektif.
8 Penandaan jalur pemadam Kebakarandiberi jarak antara tidak lebih dari 3 msatu sama lain..
9 Penandaan jalur pemadam kebakarandibuat di kedua sisi jalur
10 Penandaan jalur pemadam kebakarandiberi tulisan “Jalur pemadamkebakaran, jangan dihalangi
Tingkat Pemenuhan Akses dan Pasokan Air Untuk Pemadam Kebakaran
Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran Pada BangunanGedung dan Lingkungan di Unit Produksi AmoniakPT Petrokimia Gresik2. Tingkat Pemenuhan Sarana Penyelamatan Jiwa
a. Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar
No SNI 03-1746-2000 Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
1 Terdapat koridor yang digunakansebagai akses EXIT
2 Sarana jalan keluar dipelihara terusmenerus bebas dari segala hambatanatau rintangan.
3 Perabot, dekorasi atau benda-bendalain tidak diletakkan sehinggamenggangu EXIT, akses ke sana, jalanke luar dari sana atau mengganggupandangan
4 Tidak ada cermin yang dipasang didalam atau dekat EXIT manapunsedemikian rupa yang dapatmembingungkan arah jalan ke luar
5 Lebar akses EXIT ≥ 71 cm6 Jumlah sarana jalan keluar ≥ dua7 EXIT berakhir pada jalan umum atau
bagian luar dari EXIT pelepasan
Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar
b. Tingkat Pemenuhan Tanda Petunjuk Arah Evakuasi
No (Permen PU No.26/PRT/M/2008) Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
1 Terdapat tanda petunjuk arah padasarana jalan keluar
2 Warna tanda petunjuk arah nyata dankontras
3 Pada setiap lokasi ditempatkan tanda
Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran Pada BangunanGedung dan Lingkungan di Unit Produksi AmoniakPT Petrokimia GresikNo (Permen PU No.26/PRT/M/2008) Kondisi Aktual
Sesuai/TidakSesuai
Nilai
arah dengan indikator arah4 Tanda arah dengan iluminasi eksternal
dan internal harus dapat dibaca padakedua mode pencahayaan normal dandarurat.
5 Setiap tanda arah diiluminasi terusmenerus
6 Tanda petunjuk arah terbaca “EXIT”atau kata lain yang tepat dan berukuran≥ 10 cm.
7 Lebar huruf pada kata EXIT ≥ 5 cmkecuali huruf “I”
8 Spasi minimum antara huruf pada kata“EXIT” ≥ 1 cm
Tingkat Pemenuhan Tanda Petunjuk Arah Evakuasi
c. Tingkat Pemenuhan Tempat Berhimpun
No NFPA 101 Life Safety Code Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
1 Tersedia tempat berhimpun setelahevakuasi
2 Tersedia petunjuk tempat berhimpun
3 Luas tempat berhimpun sesuai,minimal 0,3 m2 / orang
Tingkat Pemenuhan Tempat Berhimpun
Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran Pada BangunanGedung dan Lingkungan di Unit Produksi AmoniakPT Petrokimia Gresik3. Tingkat Pemenuhan Sarana Proteksi Kebakaran Pasif
a. Tingkat Pemenuhan Konstruksi Tahan Api
No SNI 03-1736-2000 Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
1 Terdapat dinding penghalang api untukmembagi bangunan gedung untukmencegah penyebaran api.
2 Terdapat pintu tahan api
3 Dilakukan pemeliharaan konstruksitahan api
4 Pintu tahan api harus mempunyaiperlengkapan menutup sendiri ataumenutup secara otomatis.
Tingkat Pemenuhan Konstruksi Tahan Api
4. Tingkat Pemenuhan Sarana Proteksi Kebakaran Aktifa. Tingkat Pemenuhan Detektor Kebakaran
No SNI 03-3985-2000 Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
1 Terdapat detektor kebakaran di seluruhruangan.
2 Detektor yang terpasang dapatdijangkau untuk pemeliharaan danuntuk pengujian secara periodik
3 Detektor diproteksi terhadapkemungkinan rusak karena gangguanmekanis.
4 Dilakukan inspeksi, pengujian danpemeliharaan.
5 Rekaman hasil dari semua inspeksi,pengujian, dan pemeliharaan, harusdisimpan untuk jangka waktu 5 tahununtuk pengecekan instansi berwenang
Tingkat Pemenuhan Detektor Kebakaran
Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran Pada BangunanGedung dan Lingkungan di Unit Produksi AmoniakPT Petrokimia Gresikb. Tingkat Pemenuhan Alarm Kebakaran
No SNI 03-3985-2000 Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
1 Terdapat instalasi alarm kebakaran
2 Sinyal suara alarm kebakaran berbedadari sinyal suara yang dipakai untukpenggunaan lain.
Tingkat Pemenuhan Alarm Kebakaran
c. Tingkat Pemenuhan Titik Panggil Manual
No SNI 03-3985-2000 Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
1 Titik panggil manual harus bewarnamerah & dipasang pada lintasanmenuju keluar
2 Semua titik panggil manual dipasangpada ketinggian 1,4 meter dari lantai.
3 Lokasi penempatan tidak mudahterkena gangguan, mudah kelihatan &dicapai
4 Jarak suatu titik sembarang ke posisititik panggil manual maksimum 30 m.
Tingkat Pemenuhan Titik Panggil Manual
Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran Pada BangunanGedung dan Lingkungan di Unit Produksi AmoniakPT Petrokimia Gresikd. Tingkat Pemenuhan Sistem Springkler Otomatik
No SNI 03-3989-2000 Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
1 Terpasang springkler otomatis
2 Springkler tidak diberi ornament, cat,atau diberi pelapisan
3 Air yang digunakan tidak mengandungbahan kimia yang dapat menyebabkankorosi, tidak mengandung serat ataubahan lain yang dapat mengganggubekerjanya springkler
4 Setiap sistem springkler otomatis harusdilengkapi satu jenis sistempenyediaan air yang bekerja secaraotomatis, bertekanan dan berkapasitascukup, dan harus dibawah penguasaanpemilik gedung
5 Jarak minimum antara dua kepalaspringkler ≤ 2 m
6 Kepala springkler yang terpasangmerupakan kepala springkler yangtahan korosi
7 Kotak penyimpanan kepala springklercadangan dan kunci kepala springklerruangan ditempatkan di ruangan ≤ 38˚C.
8 Jumlah persedian kepala springklercadangan ≥ 36
9 Springkler cadangan sesuai baik tipemaupun temperature rating dengansemua springkler yang telah dipasang.
10 Tersedia sebuah kunci khusus untukspringkler (special springkler wrench)
Tingkat Pemenuhan Sistem Springkler Otomatik
Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran Pada BangunanGedung dan Lingkungan di Unit Produksi AmoniakPT Petrokimia Gresike. Tingkat Pemenuhan Hidran
No SNI 03-1745-2000 Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
1 Lemari hidran hanya digunakan untukmenempatkan peralatan kebakaran.
2 Setiap lemari hidran dicat denganwarna yang menyolok
3 Sambungan slang dan kotak hidrantidak boleh terhalang
4 Slang kebakaran dilekatkan dan siapuntuk digunakan
5 Terdapat Nozel6 Terdapat hidran halaman7 Hidran halaman dilekatkan di
sepanjang jalur akses mobil pemadamkebakaran
8 Jarak hidran dan sepanjang aksesmobil pemadam kebakaran ≤ 50 m daribangunan
9 Hidran halaman bertekanan 3,5 bar
Tingkat Pemenuhan Hidran
f. Tingkat Pemenuhan Sistem Pipa Tagak
No SNI 03-1745-2000 Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
1 Sambungan pemadam kebakaranminimal dua buah
2 Sambungan pemadam kebakaran harusdipasang dengan penutup untukmelindungi sistem dari kotoran-kotoran yang masuk
3 Dilakukan pemeliharaan terhadap
Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran Pada BangunanGedung dan Lingkungan di Unit Produksi AmoniakPT Petrokimia GresikNo SNI 03-1745-2000 Kondisi Aktual
Sesuai/TidakSesuai
Nilai
sistem pipa tegak4 Sambungan pemadam kebakaran harus
pada sisi jalan dari bangunan, mudahterlihat dan dikenal dari jalan atauterdekat dari titik jalan masukperalatan pemadam kebakaran
Sesuai
5 Setiap sambungan pemadamkebakaran harus dirancang dengansuatu penandaan dengan huruf besar,tidak kurang 25 mm (1 inci) tingginya,di tulis pada plat yang terbaca : “PIPATEGAK”.
Tidaksesuai
6 Suatu penandaan juga harusmenunjukkan tekanan yangdipersyaratkan pada inlet untukpenyaluran kebutuhan sistem.
Tidaksesuai
7 Setiap pipa tegak harus dilengkapidengan katup pembuangan yangdipasang pada titik terendah dari pipategak dan harus diatur untuk dapatmembuang air pada tempat yangdisetujui.
Sesuai
Tingkat Pemenuhan Sistem Pipa Tegak
g. Tingkat Pemenuhan Alat Pemadam Api Ringan
No (Permen PU No.26/PRT/M/2008) Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
1 Tersedia Alat Pemadam Api Ringan
2 Terdapat klasifikasi APAR terdiri darihuruf menunjukkan kelas api di manaAPAR tersebut efektif, didahuluidengan angka sebagai penunjukkeefektifitas pemadaman yang
Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran Pada BangunanGedung dan Lingkungan di Unit Produksi AmoniakPT Petrokimia GresikNo (Permen PU No.26/PRT/M/2008) Kondisi Aktual
Sesuai/TidakSesuai
Nilai
ditempelkan pada APAR.
3 APAR diletakkan di tempat yangterlihat mata, mudah dijangkau dansiap dipakai.
4 APAR selain jenis APAR berodadipasang kokoh pada penggantung,atau pengikat buatan manufakturAPAR, atau pengikat yang terdaftaryang disetujui untuk tujuan tersebut,atau ditempatkan dalam lemari ataudinding yang konstruksinya masuk kedalam.
5 Jarak APAR dengan lantai ≥ 10 cm6 Instruksi pengoperasian harus
ditempatkan pada bagian depan dariAPAR dan harus terlihat jelas
7 Label pemeliharaan enam bulan, labeluji hidrostatik, atau label lain harustidak boleh ditempatkan pada bagiandepan dari APAR atau ditempelkanpada bagian depan APAR.
8 APAR harus mempunyai label yangditempelkan untuk memberikaninformasi nama manufaktur atau namaagennya, alamat surat dan nomortelepon
9 APAR diinspeksi secara manual ataudimonitor secara elektronik
10 APAR diinspeksi pada setiap intervalwaktu kira-kira 30 hari
11 Arsip dari semua APAR yangdiperiksa (termasuk tindakan korektifyang dilakukan) disimpan
12 Dilakukan pemeliharaan terhadapAPAR pada jangka waktu ≤ 1 tahun
13 Setiap APAR mempunyai label yang
Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran Pada BangunanGedung dan Lingkungan di Unit Produksi AmoniakPT Petrokimia GresikNo (Permen PU No.26/PRT/M/2008) Kondisi Aktual
Sesuai/TidakSesuai
Nilai
dilekatkan dengan kokoh yangmenunjukkan bulan dan tahundilakukannya pemeliharaan
14 Pada label pemeliharaan terdapatidentifikasi petugas yang melakukanpemeliharaan.
Tingkat Pemenuhan Alat Pemadam Api Ringan
5. Tingkat Utilitas Bangunan Gedunga. Pemenuhan Sumber Daya Listrik
No (Permen PU No.26/PRT/M/2008) Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
1 Daya listrik yang dipasok untukmengoperasikan sistem daya listrikdarurat diperoleh sekurang-kurangnyadari PLN atau sumber daya listrikdarurat.
2 Bangunan gedung atau ruangan yangsumber daya listrik utamanya dari PLNharus dilengkapi juga dengangenerator sebagai sumber daya listrikdarurat
3 Semua kabel distribusi yang melayanisumber daya listrik darurat harusmemenuhi kabel dengan TingkatKetahanan Api (TKA) selama 1 jam.
Tingkat Pemenuhan Sumber Daya Listrik
Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran Pada BangunanGedung dan Lingkungan di Unit Produksi AmoniakPT Petrokimia Gresikb. Tingkat Pemenuhan Pusat Pengendali Kebakaran
No (Permen PU No.26/PRT/M/2008) Kondisi Aktual
Sesuai/
Tidak
Sesuai
Nilai
1 Pintu yang menuju ruang pengendali
membuka ke arah dalam ruang
tersebut.
2 Pintu pada ruang pengendali
kebakaran dapat dikunci.
3 Pintu tidak terhalang oleh orang yang
menggunakan jalur evakuasi dari
dalam bangunan
4 Ruang pengendali kebakaran harus
lengkap dengan panel indikator
kebakaran, sakelar, indikator visual
yang diperlukan untuk semua pompa
kebakaran & peralatan pengamanan
kebakaran lainnya yang dipasang di
dalam bangunan.
5 Ruang pengendali kebakaran harus
dilengkapi dengan telepon yang
memiliki sambungan langsung.
6 Luas lantai ruang pengendali
kebakaran ≥ 10 m2.
7 Panjang dari sisi bagian dalam ruang
pengendali kebakaran
≥ 2,5 m
8 Terdapat ventilasi di ruang pengendali
kebakaran.
Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran Pada BangunanGedung dan Lingkungan di Unit Produksi AmoniakPT Petrokimia GresikNo (Permen PU No.26/PRT/M/2008) Kondisi Aktual
Sesuai/
Tidak
Sesuai
Nilai
9 Permukaan luar pintu yang menuju ke
dalam ruang pengendali diberi tanda
dengan tulisan “Ruang Pengendali
Kebakaran”
10 Huruf pada tanda ruang pengendali
kebakaran memiliki tinggi ≥ 50 mm
11 Warna huruf pada tanda ruang
pengendali kebakaran kontras dengan
latar belakangnya.
Tingkat Pemenuhan Pusat Pengendali Kebakaran
c. Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Petir
No (Permen PU No.26/PRT/M/2008) Kondisi AktualSesuai/TidakSesuai
Nilai
1 Terdapat instalasi sistem proteksi petirpada bangunan
2 Perencanaan, pelaksanaan,pengujian instalasi sistem proteksipetir dilakukan oleh tenaga yang ahli.
Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Petir
Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran Pada BangunanGedung dan Lingkungan di Unit Produksi AmoniakPT Petrokimia GresikPedoman Wawancara
Informan :
Nama :
Hari/tgl :
Daftar Pertanyaan
Tempat Berhimpun
1. Jelaskan bagaimana penerapan tempat berhimpun di unit produksi amoniak PT
Petrokimia Gresik?
2. Bagaimana kesesuaian tempat berhimpun yang sudah ada tersebut dengan jumlah
pekerja yang ada di unit produksi amoniak? Jelaskan!
Konstruksi tahan api
1. Jelaskan bagaimana kondisi aktual konstruksi tahan api yang telah diterapkan di unit
produksi amoniak PT Petrokimia Gresik?
2. Bagaimana menurut anda kelengkapan konstruksi tahan api yang sudah ada di unit
produksi amoniak tersebut dalam mencegah penyebaran api?
3. Jelaskan bagaimana prosedur pemeliharaan terhadap konstruksi tahan api di unit
produksi amoniak?
Detektor Kebakaran
1. Jelaskan bagaimana kondisi aktual instalasi detektor kebakaran yang sudah diterapkan
di unit produksi amoniak PT Petrokimia Gresik?
2. Bagaimana prosedur mengenai pemeliharaan dan pengujian secara periodik terhadap
detektor kebakaran yang sudah ada tersebut?
3. Bagaimana tindakan proteksi terhadap detektor kebakaran yang sudah ada tersebut
terhadap kemungkinan rusak karena gangguan mekanis? Jelaskan!
4. Jelaskan bagaimana proses penyimpanan rekaman hasil dari semua inspeksi, pengujian,
dan pemeliharaan terhadap detektor kebakaran tersebut?
Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran Pada BangunanGedung dan Lingkungan di Unit Produksi AmoniakPT Petrokimia GresikSumber daya listrik
1. Jelaskan bagaimana menurut anda penerapan sumber daya listrik yang ada di Unit
Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik?
2. Jelaskan berasal dari mana saja sumber daya listrik yang digunakan oleh unit produksi
amoniak PT Petrokimia Gresik ketika terjadi kondisi darurat pabrik?
3. Apabila sumber daya listrik utama yang digunakan berasal dari PLN, bagaimana
penerapan pasokan sumber daya listrik darurat yang ada? Jelaskan!
4. Bagaimana kondisi kabel distribusi yang digunakan untuk melayani sumber daya listrik
darurat di unit produksi amoniak? Jelaskan!
5. Bagaimana kesesuaian Tingkat Ketahanan Api (TKA) dari kabel distribusi yang
digunakan tersebut?
Sistem Proteksi Petir
1. Bagaimana menurut anda penerapan sistem penangkal petir di unit produksi amoniak
PT Petrokimia Gresik? Jelaskan!
2. Jelaskan bagaimana perencanaan instalasi penangkal petir di unit produksi amoniak PT
Petrokimia Gresik?
3. Jelaskan bagaimana pelaksanaan instalasi penangkal petir di unit produksi amoniak PT
Petrokimia Gresik?
4. Jelaskan bagaimana pengujian instalasi penangkal petir di unit produksi amoniak PT
Petrokimia Gresik?
Akses dan Pasokan Air Untuk Pemadam Kebakaran
1. Bagaimana menurut anda pasokan air untuk pemadam kebakaran di unit produksi
Amoniak PT Petrokimia Gresik?
2. Jelaskan hambatan apa yang mendasari penerapan akses untuk kendaraan pemadam
kebakaran di Unit Produksi Amoniak?
Matrix Kategorisasi Hasil Wawancara
Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan di Unit Produksi Amoniak PT
Petrokimia Gresik Tahun 2014
1. Akses dan Pasokan Air Untuk Pemadam Kebakaran
No. Pertanyaan PKG-3 PKG-5 PKG-6 PKG-9
1 Bagaimana menurut
anda pasokan air untuk
pemadam kebakaran di
unit produksi Amoniak
PT Petrokimia Gresik?
“…air untuk pemadam ituasalnya dari demint plantya, itu langsung dipasokdari gunung sari samababat, kemudian diprosesdisana sebelum disimpandi Utilitas I…”
“…pasokan air ituberasal dari unitpenjernihan air, selain ituunit amoniak jugadilengkapi dengan pompapompa untuk penunjangkeandalan fasiltaskebakaran yang ada,seperti pompa hidran,bisa sodara lihat di PumpStation Utilitas I…”
“…air itu awalnyadipasok dari unitpenjernihan air ya, jadisegala bentuk kzndunganmineral air seperti Fe,Mg, atau Na yang bisabikin fasilitas pemadamkorosif itu diharapkantidak terkandung lagidalam air…”
“…air di unit amoniak itukhusus ya, jadi karenabahaya kebakarannyatinggi, pasokan airtersebut juga dilengkapidengan pressure yangtinggi juga. Di Amoniakjuga dilengkapi denganpompa-pompa kebakaran,lengkap ada jenis motorpump, jockey pump, dandiesel pump…”
2 Jelaskan hambatan apa
yang mendasari
penerapan akses untuk
kendaraan pemadam
kebakaran di Unit
Produksi Amoniak?
“…kendalanya itu karenakompleksitas pabrik ya,jadi kalau saja pabrik dipetrokimia inimenggunakan systemconveyor semuanya,kemungkinan jalur khususpemadam kebakaran bisaditerapkan…”
“…memang harusnya adajalur khusus untuk timpemadam, namun situasipabrik ini penuh dengantruk ya, jalan utamapabrik sudah tidak bisalagi dipakai hanya khususuntuk tim pemadam, sayakira perlu adanyapenambahan sisi jalanatau pelebaran jalan, tapibutuh cost yang besarbuat hal tersebut...”
“…hambatan untukpenerapan jalur khsususmobil pemadam itu yakarena proses angkutbarang yang masih viatruk ya. Petro sudahmerencanakan untuk buatsetiap pabrikmenggunakan conveyorsystem untukpengangkutan, jadidiharapkan kalau itusudah terlaksana, akseskhusus untuk damkar yabisa kita terapkan…”
“…Dulu ada jalur khususpemadam namunkendalanya, pabriksekarang situasinyamakin ruwet,pengangkutan bahan bakukan pakai mobil truk, jadijalan utama pabrik itulalulintas truknya sangatpadat, selain itu strukturjalan juga banyak yangrusak, jadi udah enggabisa dibenahi lagi, jalurpemadam sudah enggaaktif lagi…”
2. Tempat Berhimpun
No. Pertanyaan PKG-1 PKG-5 PKG-6 PKG-7
1 Jelaskan bagaimana
penerapan tempat
berhimpun di unit
produksi amoniak PT
Petrokimia Gresik?
“…assembly point beradadi depan kantor produksi1, kalo di pabrik Ididepan kantor tersebut,kemudian selanjutnyadiarahkan dengankendaraan ke SORtridarma sana, untukdievakuasi selanjutnya…”
“…Assembly point untukamoniak itu jadi satusama seluruh yang ada dipabrik I, engga hanyaamoniak, urea, ZA,perkantoran juga,letaknya di depan gedungtransport ya...”
“…Kalo terjadi keadaandarurat kan assemblypointnya berada di depantransport…”
“…assembly point untukamoniak itu gabung samaseluruh yang ada dikompartemen pabrik 1,unit urea, unit ZA, danperkantoran semuanyaberkumpul di AP di depankantor transport…”
2 Bagaimana kesesuaian
tempat berhimpun yang
sudah ada tersebut
dengan jumlah pekerja
yang ada di unit
produksi amoniak?
Jelaskan!
“…menurut saya kurang,harusnya ada beberapaAP disesuaikan denganunit plant yang ada dipabrik I, jadi amoniakpunya sendiri, urea punyasendiri, ZA punyasendiri…”
“…kalo untuk nampungseluruh karyawan cukupmas, tapi menurut sayamasih terlalu deketdengan sumber bahayakalau di situ itu…”
saya kira paling idealdisana ya, soalnya kanassembly point untukberkumpul dan dibawaketempat yang lebih amankan, kalau ditaro di areapabrik saya kira malah gaaman ya, dan menurutsaya untuk mengarah kesana, jalan atau lari punya ga terlalu jauh…”
“…Kalo di amoniak ada 4shift dan masing-masingnya itu ada 11orang dan yang normalday 2 orang, jadi jumlahkeseluruhannya yaitu ada46 orang. Dan menurutsaya assembly point yangada itu belum mengcoverutk semua pekerja yangada…”
3. Konstruksi Tahan Api
No. Pertanyaan PKG-1 PKG-4 PKG-7 PKG-8
1 Jelaskan bagaimana
kondisi aktual
konstruksi tahan api
yang telah diterapkan di
unit produksi amoniak
PT Petrokimia Gresik?
“…penerapan konstruksitahan api ini di gedungDCS, control roomnyaamoniak, DCS ini didisainuntuk keselamatankeamanan terhadap apimaupun tekanan…”
“…dari awalperencanaan controlroom ini didisain dengankonstruksi tahan api,aktualnya saat ini ya bisasodara observasilangsung di gedung DCStersebut…”
“…control room di unitamoniak ini jelas khususya, disainnya dirancanguntuk menahan tekanan,juga penyebaran api,karena memang unitamoniak ini sangat rawanya terhadap bencanakebakaran maupunpeledakan…”
“…penerapan konstruksitahan api di amoniak yadi control roomnya ya,gedung DCS, untuk saatini kondisinya ready foruse…”
2 Bagaimana menurut
anda kelengkapan
konstruksi tahan api
yang sudah ada di unit
produksi amoniak
tersebut dalam
mencegah penyebaran
api?
“…jadi untuk DCS inisudah dilengkapi dengantembok yang bisamenahan penyebaran apikurang lebih dua jam ya,sodara bisa langsungTanya detailnya samabagian candal, lalu setiapruangan yang ada itudilengkapi dengan pintutahan api…”
“…semua ruangan diDCS itu sudah ada pintutahan apinya loh, lengkapsama door closernya, jadibisa menutup secaraotomatis…”
“…sudah lengkap ya, jadiDCS ini memang didesainuntuk menahanpenyebaran api, yadiharapkan operator yangstandby di control roomini bisa terlindungi…”
“…DCS itu didisaintahan terhadap api dantekanan, fire ratingnya ituuntuk dinding dan pintutahan apinya selama 2jam, pintunya terbuat dariplat baja dilengkapisistem rangka di dalamdaun pintu tahan apitersebut…”
3 Jelaskan bagaimana
prosedur pemeliharaan
terhadap konstruksi
tahan api di unit
produksi amoniak?
“…Pemeliharaannya iniya kalau ada kerusakansaja, missalnya pintutahan api ada yangkaratan, ya kita ganti,jadi nanti kita tinggallaporan ke pihakpemeliharaan I, lalumereka yang buatanggaran perbaikannantinya, seperti itu…”
“…yang saya tahu itumengenai konstruksitahan api maintenancenya merupakan tanggungjawab Har 1 ya.. bagiancandal, jadi bagianamoniak nantiberkordinasi denganpihak candal, berkalaatau tidaknya sayakurang tahu…”
“…pemeliharaankonstruksi tahan api inidianggarkan diDepartemen Har 1,bagiannya Candal. Jadicandal ini mengurusifasilitas pabrik, nahgedung DCS ini termasukfasilitas penunjangpabrik,
“…pemeliharaannyangga rutin, jadi missalada yang harus dicatulang, atau ada yangbocor perlu diperbaiki,kita tinggal ngusulkanaja, kita buat laporan,untuk minta perbaikan kepihak candal tersebut…”
4. Detektor Kebakaran
No. Pertanyaan PKG-1 PKG-7 PKG-8 PKG-9
1 Jelaskan bagaimana
kondisi aktual instalasi
detektor kebakaran
yang sudah diterapkan
di unit produksi
amoniak PT Petrokimia
Gresik?
“…ini baru sebetulnyadetektornya, dulunyasudah ada, namundiperbarui oleh PMK,mulai dioperasikanbeberapa bulan yang laluya, monitornya itu ada dicontrol room, dan adatempat tempat tertentu dilapangan yang dipasangsensor untuk flame samagas detector…”
“…sebelumnya sudahpernah dipasang detektor,tapi dalam perjalanterdapat kendala, yaituada sistem yang kurangsempurna sehinggamenyebabkan sistem itu,alarm itu ngga mau diam,ngga bisa di reset,sehingga tidak diaktifkan,kemudian dalamperjalanan dianggarkanuntuk dipsang lagi,terealisasi di tahun 2013,lalu sudah dapatberoperasi di tahun 2014ini…”
“…di unit amoniak saatini sudah ada instalasidetektor kebakaran jenisflame sebanyak 5 unit dandetektor gas sebanyak 6unit…”
“…detector kebakaranyang ada di amoniak yasesuai karakteristikbahaya kebakarannya,dipasang dua jenis ya,ada yang flame, ada yanggas. Instalasi detektor itujuga sudah dilengkapidengan fire detector panelyang berada di gedungDCS, jadi operatoramoniak bisa terusmemantau sewaktu-waktupanel bisa kasih indikasiketika detektor mendeteksiapi atau gas…”
2 Bagaimana prosedur
mengenai pemeliharaan
dan pengujian secara
periodik terhadap
detektor kebakaran
yang sudah ada
tersebut?
“…Kalo detector itu 3bulan sekali itu di test,oleh bagian pmk sendiri,kalo APAR APAR itubiasanya tiap bulan…”
“…pengujian detektorflame maupun gas itudilakukan 3 bulan sekali,sama seperti alat proteksilainnya, PMKbertanggung jawab penuhdalam maintenancedetektor yang sudahterpasang tersebut…”
“…Jadi gini, kita kanpemakai kan pmk, jadibiasanya itu kitapengecekan secarabareng sama orang daripihak ketiga, ketikaproyek itu loh, kemudianjuga sama sama orangdari bagian pemeliharaandi unit pabrik setempatberarti kalo untukamoniak Har 1…”
“…kalo detektor itu 3bulan sekali ditest ya olehbagian PMK sendiri,Untuk gas detector itujadi diujinyamenggunakan seperti gastabung gitu, atauistilahnya sinar yangnanti bisa dibaca sebagainyala api kalo untuk yangflame detector…”
3 Bagaimana proses
penempatan atau
instalasi detektor
“…Jadi hal itudisesuaikan ya,sebelumnya kitakompromi dulu,
“…jadi untuk gasdetector itu ditaronya didekat compressor,dibawahnya reformer,
“…ya penempatannya ituberdasarkan kajian yangdisepakati oleh beberapaahli ya, misalnya di area
“…Disesuaikan dengankeadaan di pabrik itu,jadi di amoniak itudetektor ditempatkan
No. Pertanyaan PKG-1 PKG-7 PKG-8 PKG-9
kebakaran di Unit
Produksi Amoniak?
pertimbangannya itu darirecord tahun yang lalu,missal di 105-GT iturecord kebakaran tahunlalunya mencapai 5 kasuskebakaran, selain itucontohnya lagi di areavessel-vessel, didaerah iniberpotensi karenamengandung cairanmudah terbakar, atau diarea-area tempat untuklay down pressure, iniada potensi kebocorandan ledakan…”
lalu di bawah chin lube(sintesa tertutup),memang amoniak itutidak ada gas atauapapun yang keluar,posisinya harus tertutupsemuanya…”
compressor, jadi begini,compressor itu kan mediayang diolah kan gas ya,jadi perlu ada gasdetector di area tersebut,sehingga dimungkinkankebocoran-kebocoranyang ada disana tuh cepatterdeteksi oleh detektorgas yang ada disana…”
disitu ya memang untukmendeteksi disitu ada gasada api, seperti di mesincompressor, itu yangdipasang disitu karenaada gas, ada flame nyajuga mas, jadi diprediksidisitu tuh adakemungkinan bisa timbulapi juga dan kebocorangas juga…”
4 Jelaskan bagaimana
proses penyimpanan
rekaman hasil dari
semua inspeksi,
pengujian, dan
pemeliharaan terhadap
detektor kebakaran
tersebut?
“…hasil laporanpengujian itu langsungdisimpan di bagian PMKmas, mereka yangbertanggung jawabmembuat dokumen hasilpengujiannya secaraberkala…”
“…setelah melakukaninspeksi, hasilnyadisimpan di kantor bagianpmk…”
“…rekaman hasilpengujian detektor disimpan di PMK di kantorKaru Perawatan proteksibagian PMK, jadi semuahasil rekaman inspeksialat-alat proteksikebakaran ada disitusemuanya…”
“ya karena ini tanggungjawab kita sebagai PMK,tentunya rekaman hasilinspeksi ada di kita,dokumen ini disimpanuntuk diperiksa olehpihak terkait sepertidisnaker…”
5. Sumber Daya Listrik
No. Pertanyaan PKG-1 PKG-2 PKG-3 PKG-7
1 Jelaskan bagaimana
menurut anda
penerapan sumber daya
listrik yang ada di Unit
Produksi Amoniak PT
Petrokimia Gresik?
“…ini yang diaplikasikanoleh Petrokimia yangterbaru ya… sebenernyaPetrokimia masing-masing di pabrik I, II danIII memiliki listriksendiri-sendiri dan mulaitahun lalu, sudah didesainsecara interkoneksiantara pabrik I, II, danIII…”
“…intinya sih kalo diamoniak, sumber dayalistrik utamanya dari gasturbin generator ya,sudah cukup mengcoveruntuk kegiatan prosesproduksi…”
“untuk pabrik I itusumber daya listriknyasemuanya dipasok dariGTG yang berada diUtilitas pabrik I…”
“…pabrik amoniak itupunya listrik sendiri yaitudari gas turbin, atau gtg,namun di petro sendirikan selain gtg punyasumber-sumber yang lain,dari pln, lalu dari unitbatubara, terus daristeam turbin di pabrik III,maka sekarang adanamanya sinkronisasipower…”
2 Jelaskan berasal dari
mana saja sumber daya
listrik yang digunakan
oleh unit produksi
amoniak PT Petrokimia
Gresik ketika terjadi
kondisi darurat pabrik?
“…nah karena sudahinterkoneksi, jadi jikaGTG itu trip maka secaraotomatis listrik langsungdipasok dari PLN, lalusecara berangsur dibantuoleh STG yang ada dipabrik II dan III Petro…”
“…jadi teorinya begini,jika misal pabrik I mati,kekurangan powerberapa, itu akan diisisementara oleh PLN, lalulistrik dari pabrik II danIII bisa masuk bertahap,untuk meng-cover dariyang PLN, sehinggapelan-pelan supply yangdari PLN itu berhenti…”
“…Jadi misalnya kalauterjadi kebakaran dansupply listrik terhambat,maka tetap ada backupnya, kita ambil sajacontohnya hidran sistem,itu ya tetep berjalan,karna menggunakanpompa yang ada di pumpstation…”
“…kalo pabrik daruratsampai bikin gtgshutdown, maka PLNlangsung bantu supplylistrik ke amoniak, yaCuma sekedar back upsementara, setelah itusistem sinkrpnisasi itubekerja, maka STG jugabantu supply keamoniak…”
3 Bagaimana kondisi
kabel distribusi yang
digunakan untuk
melayani sumber daya
listrik darurat di unit
produksi amoniak?
Jelaskan!
“…untuk kabel distribusisaya rasa sudahmemenuhi SNI ya, untuklebih jelas nya mastanyakan langsung kebagian listrik ya di Har1…”
“…yang dipakai itu jeniskabel yang XLPE, kaloyang standarnya itu kanPVJ ya, namun yakualitasnya masih dibawah XLPE, itu cocokbuat yang kabel mediumvoltage maupun yang lowvoltage, itu udah pakaiyang XLPE semua…”
“…kabel distribusi yangdipakai jelas memenuhistandar, minimal SNI,coba mas pastikan di Har1 bagian listrik ya,mengenai spesifikasikabel dan dokumententang instalasi listrikada disana…”
“untuk spesifikasi kabelsaya kurang memahamiya, namun menurut sayasudah sesuai denganstandar, karena instalasilistrik di amoniak sendiriudah tersertifikasi olehdisnaker kabupatengresik…”
No. Pertanyaan PKG-1 PKG-2 PKG-3 PKG-7
4 Bagaimana kesesuaian
Tingkat Ketahanan Api
(TKA) dari kabel
distribusi yang
digunakan tersebut?
Saya rasa untuk tingkatketahanan api dari kabelsendiri sudah sesuai,instalasi kabel tersebutsudah groundingsoalnya…”
Kabel jenis XLPE inimempunyai TKA selama1,5 jam loh, jadi sudahsangat sesuai denganstandar SNI yaitu TKA 1jam, kalo dari SNI itubiasanya kabel jenis PVJyang dipakai…”
“…Jadi kalo menurutsaya, sudah sesuaidengan SNI ya ketahananterhadap apinya, namundisamping itu kita jugasudah berupaya utkmengcover danmengamankan jika terjdikebakaran di kabel kabel,jadi sudah dipasangwater sprayer…”
“…Kalo masalah ini,coba Tanya sama temen-temen listrik ya, biasanyaseperti ini yang mengalirdi kabel itu beapa amperekan disesuaikan denganisolasinya, seperti, itukalo kabelnya besar kantapi amperenya kecilmungkin kan isolasinyaga sebesar kaloamperenya besar kangitu…”
6. Sistem Proteksi Petir
No. Pertanyaan PKG-1 PKG-2 PKG-4 PKG-7
1 Bagaimana menurut
anda penerapan sistem
penangkal petir di unit
produksi amoniak PT
Petrokimia Gresik?
Jelaskan!
“…penangkal petir itusekarang kan kalo adamesin yang berada diketinggian itu kan dikasiharde, atau dikasihgrounding, misalnya ditower paling tinggi diamoniak itu kan di 102 E,nah itu juga di lengkapidengan alat recordnyajadi berapa kali kesambarpetir itu bisa diketahui…”
“…yang amoniak, pakaiyang jenis konvensionalkarena kebetulan letaknyadi area yang panassehingga cepet rusak kalopakai yang jeniselektrostatis, sehinggakita pakai yangkonvensional…”
“…Di amoniak sudahditerapkan semua mas,sudah dipasang semua, di102 E, terus di GTG juga,sudah ada yangditerapkan ya adarecordnya, tapi memangada juga yang belum,yang model lama tuhbelum ada, belumdiperbaruilahistilahnya….”
“…Jadi untuk kabelgrounding dan penyalurpetir sendiri sudah terpasang di amoniak danurea, tidak hanya dikedua unit tersebut dikeseluruhan petro jugaterpasang ya penyalurpetir…”
2 Jelaskan bagaimana
perencanaan instalasi
penangkal petir di unit
“…Kalo dari awalnyamemang sudah ada, tapitidak ada recorder ataubelum dimodifikasi…”
“…dari awal unitamoniak ini didesain yasudah sekalian dilengkapidengan dengan penyalur
“…Kalo untukperdncanannya mugnkindari awal proyek dulu ya.sudah masuk ke
“…Ya dari awal, jadimulai proyek tersebutdirencanakan, penangkalpetir tersebut suda
No. Pertanyaan PKG-1 PKG-2 PKG-4 PKG-7
produksi amoniak PT
Petrokimia Gresik?
petir ya, namun adabeberapa yangdimodifikasi, disesuaikandengan karakteristikamoniak sendiri…”
perencanaan ya sekarangkalo tiap dua tahun sekalikita sertifikasi ulang…”
htermasuk dari disainawal, sudah dipersiapkan,soalnya kita bayangkankalo seandainya itu tidakdilengkapi dengam ituwah itu kan rawan sekaliterutama untuk mesinnyajuga untuk manusianyajuga…”
3 Jelaskan bagaimana
pelaksanaan instalasi
penangkal petir di unit
produksi amoniak PT
Petrokimia Gresik?
“…jadi saat ini penyalurpetir ini sudahdimodifikasi, sekarangada alat yang bisamendeteksi petir, dantambahin recorder untukmembaca berapa kalitersambar petir , itusaja…”
“…Ya kalau secara teoriitu sudah mencukupi,karna di dua plantberdekatan itu kita sudahpunya dua , satu di ureaitu sudah bisa mengcoverdi amoniak sebenernya,karena ketinggiannyasudah mencaapai sekitar100 meter…”
“…Selama ini, contohnyadi 102E itu efektif juga,yang penting ga kenayang lain ya. Karenamemang di sertifikasi kitacek ulang kankualitasnya…”
“…alhamdulillah sejauhini terbukti efektif yaproteksi petir yang ada diamoniak, instalasinya dibeberapa mesin yangberada di ketinggiansudah tepat, dangroundingnya juga tidakbermasalah…”
4 Jelaskan bagaimana
pengujian instalasi
penangkal petir di unit
produksi amoniak PT
Petrokimia Gresik?
“…untuk pengujian cobamas tanyakan langsung kebagian inspeksi teknik ya,tapi menurut sayapengecekan dilakukansecara berkala, dandisertifikasi ulang setiapberapa tahun sekali sayatidak tahu pasti…”
“…penyalur petir ini diujisecara berkala, karenawajib disertifikasi ulangsetiap dua tahun sekalioleh disnaker…”
“…tiap dua tahun sekalikita sertifikasi ulang,dicek lagi, ohm-nya dansebagainya, jadi adapihak katiga yangmelakukan pengecekan,kita sebagai pengawaslah istilahnya ya, setelahhasilnya ada ya kitaajukan ke disnaker untukdikeluarkansertifikatnya…”
“pemeriksaan keandalanpenyalur petir ini secaraperiodic dilakukan olehbagian inspeksi teknik,jadi ada seorang ahli K 3listrik yang ditunjuksebagai pengawasnya,kemudian pengujian olehpihak supplier, lalu hasiluji diserahkan ke disnakeruntuk prosessertifikasi…”
LAMPIRAN 4
DOKUMENTASI KOMPONEN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN
Pasokan Air di Demine Plant Petrokimia Fire Truck di Kantor Bagian PMK Petrokimia
Tempat Berhimpun Kompartemen Pabrik I Tanda Petunjuk Tempat Berhimpun
Pintu tahan api di ruang DCS Flame Detector di Unit Produksi Amoniak
Titik Panggil Manual di Ruang DCS Hidran dan SIstem Pipa Tegak
Petunjuk Penggunaan APAR Kartu Pemeliharaan APAR
Fire Control Panel di Pusat Pengendali Kebakaran Sistem Proteksi Petir di Tangki Amoniak
LAMPIRAN 5
5.1 PENGESAHAN SISTEM PROTEKSI PETIR
5.2 LEMBAR PEMERIKSAAN SISTEM PROTEKSI PETIR
5.3 PENGESAHAN SUMBER DAYA LISTRIK
LAMPIRAN 6
6.1 LAY OUT AMONIAK
6.2 LAY OUT HIDRAN PILLAR
Top Related