SISTEM EKONOMI PANCASILA: LANDASAN
YURIDIS, CIRI-CIRI & PROSPEKNYA
Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas kelompok
mata kuliah Perekonomian Indonesia
Dosen Pengampu:
Sukidjo, M.Pd.
Disusun Oleh:
Kelompok 2
PRODI PENDIDIKAN EKONOMI (R)
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2011
Pokok-Pokok Pikiran: Membangun Koperasi dan Sistem
Ekonomi (Emil Salim)Disusun oleh:
1. Heru Miftakhudin (08404241010)
2. Chandra Widyadewa (08404241012)
3. Lutfiana (08404241029)
4. Mayna Rery Fandani (08404241030)
I. PENDAHULUAN
Sejak semula para Bapak Pendiri Republik Indonesia bermaksud membentuk negara
sebagai wahana mengejar cita-cita bangsa. Salah satu cita-cita penting adalah mengusahakan
kesejahteraan sosial. Cita-cita ini mau dicapai dengan koperasi. Sebagai bangun perusahaan,
koperasi tidak tumbuh dalam sistem ekonomi yang hampa. Bahkan arah perkembangan isi
sistem ekonomi mempengaruhi pertumbuhan koperasi. Demikian pula pertumbuhan koperasi
secara benar, mempengaruhi sistem ekonomi.
Masalah yang dibahas di sini adalah dalam sistem ekonomi yang bagaimanakah di
Indonesia, koperasi dapat tumbuh berkembang ? Begitu pula sebaliknya, bagaimanakah
koperasi mempengaruhi perkembangan sistem ekonomi ?
II. SISTEM EKONOMI PANCASILA
Suatu sistem ekonomi ditentukan oleh jaringan kelembagaan ekonomi dan hubungan
kerjanya dalam ruang lingkup suatu negara, memecahkan masalah-masalah ekonomi untuk
mencapai cita-cita bangsa. Cita-cita bangsa terangkum dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar yang lazim dikenal rumusan Pancasila. Untuk mencapainya perlu dibangun sistem
ekonomi Pancasila. Berdasarkan dokumen-dokumen UUD 45 dan Garis-Garis Besar Haluan
Negara, dapat ditarik ciri-ciri (das Sollen) sistem ekonomi Pancasila sebagai berikut :
Pertama, peranan negara beserta aparatur ekonomi negara adalah penting, tetapi tidak
dominan agar dicegah tumbuhnya sistem etatisme (serba negara). Peranan swasta adalah
penting, tetapi juga tidak dominan agar dicegah tumbuhnya free fight liberailsm. Dalam
sistem ekonomi Pancasila, usaha negara dan swasta tumbuh berdampingan dengan
perimbangan tanpa dominasi berlebihan satu terhadap yang lain. Sistem ekonomi ini memuat
dasar demokrasi ekonomi , sebagai sisi satu dari mata uang “demokrasi”. Sisi lain adalah
demokrasi politik. Hakekat demokrasi ekonomi adalah tersebarnya (dispersi) kekuatan
ekonomi di masyarakat, dan tidak tersentralisasi di pusat atau terkumpul di beberapa tangan
anggota masyarakat (monopoli dan oligopoli). Dalam konsep demokrasi ekonomi dan politik
ini, hubungan politik dan ekonomi tidak vertikal, tetapi paralel horisontal.
Kedua, dalam sistem ekonomi Pancasila maka hubungan kerja antar lembaga-lembaga
ekonomi tidak didasarkan pada dominasi modal, seperti halnya dalam sistem ekonomi
kapitalis. Juga tidak didasarkan pada dominasi buruh, seperti halnya dalam sistem ekonomi
komunis, tetapi asas kekeluargaan, menurut keakraban hubungan antar manusia. Hubungan
seperti ini mengelak konfrontasi kepentingan antara modal versus buruh. Peranan manusia
tidak ditentukan oleh besar kecil modal yang dimiliki, atau tinggi rendah upah yang diterima.
Peranan manusia ditentukan oleh harkat dirinya selaku manusia. Karena itu pengembangan
diri manusia memegang posisi sentral dalam pembangunan sistem ekonomi Pancasila. Arah
pengembangan tertuju pada pembentukan manusia seutuhnya, sebagai penjelmaan
keselarasan, keseimbangan dan keserasianantara kemajuan lahiriah dan batiniah, antara
manusia dengan Tuhannya, antara manusia dengan masyarakat dan antara manusia dengan
lingkungan alam. Ini memerlukan keselarasan dalam pengembangann iman, budi pekerti dan
rasio dalam diri manusia seutuhnya. Manusia seutuhnya adalah manusia berkualitas, yang
bisa tumbuh berkembang dalam peri kehidupan berkualitas. Sebaliknya, kualitas hidup
merupakan penciptaan dari manusia yang berkualitas.
Ketiga, masyarakat sebagai suatu kesatuan memegang peranan sentral dalam sistem
ekonomi Pancasila. Produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau
penilikan anggota-anggota masyarakat. Masyarakat adalah bagian dari unsur ekonomi non-
negara, yakni ekonomi swasta. Dalam ekonomi swasta ini yang menonjol bukan pereorangan
(individual), tetapi masyarakat sebagai kesatuan yang melebihi jumlah orang perorangan.
Tekanan kepada masyarakat tidak berarti mengabaiakan individu. Tetapi langkah tindak
individu harus serasi dengan kepentingan masyarakat. Masyarakat umum terbagi atas sub
sistem masyarakat petani, masyarakat nelayan, masyarakat buruh, masyarakat penawar jasa,
dan sebagainya. Pengelompokan ini dipengaruhi oleh macan sumber daya alam (resources)
yang digunakan masyarakat ini masing-masing dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka
yang penting dalam perkembangan sub sistem masyarakat ini adalah terbukanya kesempatan
memperoleh (acessibility) sumber daya alam begi kelompok masyarakat ini menurut :
1. Macam sumber daya alam seperti tanah untuk petani, laut untuk nelayan, sumber
mineral untuk buruh, jasa untuk penawar jasa, dll.
2. Besar kecilnya sumber daya alam yang bisa dikelola
3. Sifat penguasaan atas sumber daya alam, seperti permanen(pemilikan) atau sementara
(pinjam, sewa, berburuh, dll.)
Dalam sistem ekonomi Pancasila perlu dibuka kesempatan luas bagi kelompok
masyarakat untuk menggunakan (acessibility) sumber daya alam yang diperlukan bagi
pemenuhan kebutuhan hidupnya. Dan pintu masuk ini harus terbuka secara adil bagi semua
(equal opportunity), terlepas dari perbedaan suku, agama, ras atau daerah.
Keempat, negara menguasai bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi
dan yang merupakan pokok bagi kemakmuran rakyat. Dalam melaksanakan “hak menguasai”
ini, perlu dijaga supaya sistem yang berkembang tidak menjurus ke arah etatisme. Oleh
karena itu, “hak menguasai oleh negara” harus dilihat dalam konteks pelaksanaan hak dan
kewajiban negara sebagai : 1) pemilik, 2) pengatur, 3)perencana, 4) pelaksana, dan 5)
pengawas. Ramuan kelima pokok ini dengan bobot yang berlainan dapat menempatkan
negara dalam kedudukannya untuk menguasai lingkungan alam, sehingga “hak menguasai”
bisa dilakukan 1) dengan memiliki sumber daya alam, 2) tanpa memiliki sumber daya alam,
namun mewujudkan hak menguasai itu melalui jalur pengaturan, perencanaan, dan
pengawasan. Dalam sistem ekonomi Pancasila, negara tidak perlu memiliki semua sumber
daya alam, tetapi tetap bisa meguasainya melalui jalur pengaturan, perencanaan dan
pengawasan.
Kelima, sistem ekonomi Pancasila tidak bebas nilai. Bahkan sistem nilai (value system)
inilah mempengaruhi kelakuan pelaku ekonomi. Sistem yang dikembangkan bertolak dari
ideologi yang dianut, dalam hal ini ideologi Pancasila. Ideologi Pancasila masih terus
berkembang sesuai dengan dinamika pertumbuhan masyarakat, namun kelima sila secara
utuh harus dijadikan leitstar (bintang pengarahan), ke jurusan mana sistem nilai
dikembangkan. Dalam hubungan ini, maka isi sistem ekonomi Pancasila dikaji dari masing-
masing sila sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa membuahkan sistem ekonomi yang mengimbangi ikhtiar
duniawi dengan ikhtiar untuk akhirat. Etika agama turut mempengaruhi sistem nilai
dan pertimbangan ekonomi.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab bermuara kepada penentangan terhadap praktek
dan ajaran kapitalisme dan komunisme, dan memberi tekanan lebih besar pada nuansa
manusiawi dalam menggalang hubungan ekonomi dalam perkembangan masyarakat
3. Persatuan Indonesia menghasilkan sikap membuka kesempatan ekonomi secara adil
bagi semua, terlepas dari kedudukan suku, agama, ras atau daerah. Sebagai warga
negara Republik Indonesia, semua kita adalah sama di depan hukum
4. Kerakyataan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan bermuara pada pelaksanaan demokrasi ekonomi dan
demokrasi politik
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia memberi warna egalitarian dan
kegandrungan pada social equity dalam proses pembangunan
Demikianlah ciri-ciri pokok dari sistem ekonomi Pancasila yang harus kita kembangkan
dalam masa pembangunan ini. Sebagai ciri-ciri ideal (das Sollen), ia memberi kita petunjuk
ke arah mana kita harus tumbuh, dan segi mana harus dirombak jika tidak sesuai dengan ciri-
ciri ini. Dan dalam sistem ekonomi Pancasila inilah koperasi dikembangkan. Tetapi sekaligus
fungsi koperasi adalah pula mengarahkan perkembangan ekonomi Indonesia ke arah sistem
ekonomi Pancasila ini.
III.MEMBANGUN KOPERASI
Dalam menjalankan fungsi, koperasi memberi isi pada pembentukan sistem ekonomi
Pancasila, maka koperasi perlu dibangun menjadi lima wahana pokok.
Pertama, koperasi sebagai wahana ekonomi, dan jadi alat untuk memenuhi kepentingan
kelompok masyarakat yang menjadi anggotanya. Sebagai alat ekonomi, sudah lama kita
kenal koperasi ini. Yang penting sekarang adalah agar koperasi sekaligus juga mendoronh
pertumbuhan ke jurusan sistem ekonomi Pancasila. Dalam hubungan ini maka koperasi perlu
menjadi alat juang ekonomi bagi kelompok masyarakat :
1. Yang terbatas kesempatan masuk (acessibility) ke dalam sumber daya alam
2. Yang hanya mengelola sumber daya alam dalam ukuran yang kecil
3. Yang penguasaan atas sumber daya alam bersifat sementara, bahkan sering tidak
pasti, seperti buruh tani, buruh nelayan dll.
Maka bagi mereka yang lemahlah, koperasi dikembangkan manjadi alat perjuangan ekonomi.
Ini menjadi kelompok sasaran (target audience) prioritas. Di samping ini, dikembangkan juga
koperasi sebagai alat juang ekonomi bagi kelompok masyarakat yang lebih luas. Hanya dana
dan tenaga Pemerintah seyogiannya terpusatkan pada kelompok masyarakat yang lemah
ekonomi. Karena kelemahan yang bersifat inhearent, koperasi pegang peranan penting bagi
kelompok lemah ini.
Kedua, koperasi sebagai wahana pendidikan mengembangkan anggota dan masyarakat ke
jurusan konsep “manusia seutuhnya”. Dalam sistem ekonomi Pancasila, kelakuan dan
orientasi manusia harus diubah ke jurusan “manusia seutuhnya” ini. Dengan koperasi maka
manusia diubah, tetapi dengan perubahan atas diri manusia itu maka corak koperasi pun
berubah dari kedudukannya sekarang sebagai produk ekonomi pasar menjadi produk sistem
ekonomi Pancasila.
Proses pendidikan yang dikembangkan melalui koperasi bukan satu-satunya jalan, juga
perlu dikembangkan jalur-jalur pendidikan formal dan non formal. Arah perkembangan
pendidikan ini adalah menumbuhkan semangat mandiri dalam diri manusia Indonesia.
Dengan tegaknya kemandirian dalam diri kita, maka akan tumbuh harga diri yang bermuara
pada ditegakkannya martabat (dignity) manusia. Jika koperasi ingin menjadi wahana
pendidikan manusia yang mandiri, maka sedini mungkin harus dikembangkan ciri
kemandirian dalam diri koperasi itu sendiri. Suatu masa tenggang waktu harus disusun agar
melepaskan ketergantungan koperasi kepada Pemerintah, dan menegakkan kemandiriannya.
Ketiga, koperasi sebagai wahana pendemokrasian masyarakat. Keadilan sosial,
pemerataan dan social equity ditegakkan melalui koperasi sebagai alat perjuangan. Karena
itu, prinsip “pengutamaan unsur satu anggota satu suara dalam demokrasi ekonomi “ secara
sungguh-sungguh harus bisa dihayati dalam mengelola koperasi. Dengan demikian tanggung
jawab sosial bisa ditumbuhkan. Dan dengan tanggung jawab sosial, lahirlah pelaksanaan
kewajiban sosial untuk mencapai kesejahteraan dan keadilan sosial. Prinsip demokrasi ini
sudah harus secara nyata ditumbuhkan dalam koperasi , agar kemudian melalui koperasi
ditularkan ke masyarakat luas.
Keempat, koperasi sebagai wahana pengimbang antara aparatur ekonomi negara dan
aparatur ekonomi swasta. Sebagai sesama aparatur ekonomi, masing-masing bersaing
menguasai sumber daya alam dan faktor produksi lainnya. Sistem ekonomi Pancasila
memerlukan suatu pola kebijaksanaan dengan pola persaingan yang mengutamakan
preferensi kepada aparatur ekonomi masyarakat, yakni koperasi. Karena sistem ekonomi
Indonesia menolak etatisme, maka kebijaksanaan yang memberi angin kepada aparatur
ekonomi negara hanya dimungkinkan selagi tidak memperlemah perkembangan koperasi.
Begitu pula fasilitas bagi pengembangan dunia usaha swasta, perlu memperhitungkan faktor
kendala yakni tidak menghambat perkembangan koperasi. Proses ini perlu berlangsung
bertahap namun pasti.
Kelima, koperasi sebagai wahana penghayatan ideologi Pancasila. Koperasi harus
tumbuh berkembang sebagai organisasi sosial yang memuat niali-nilai Pancasila. Inilah yang
menjadi arah, yang mempengaruhi sifat, watak dan corak koperasi. Dalam koperasilah sila-
sila Pancasila dikembangkan lebih luas menjadi daran dan daging. Penterapannya tentu
sejalan dengan pendewasaan penghayatan ideologi di lingkungan masyarakat. Koperasi
adalah bagian dari masyarakat. Bahkan ia adalah bagian masyarakat yang bisa aktif
memelopori proses perkembangan masyarakat untuk menghayati sistem nilai Pancasila.
Sistem nilai seperti ini tidaklah tumbuh dalam satu dua tahun, tidak pula berkembang dalam
ruang kelas, tetapi tumbuh dalam ruang hidup masyarakat.
Demikianlah lima pokok koperasi sebagai wahana ekonomi, pendidikan, pendemokrasian
masyarakat, wahana pengimbang dan wahana penyebar ideologi. Perkembangan koperasi
sebagai berbagai wahana ini memerlukan dukungan berbagai instansi resmi dan kelompok-
kelompok masyarakat. Perlu pula dituang dalam gerak langkah pembangunan, membangun
koperasi dan membangun sistem ekonomi Pancasila dalam ikhtiar kiprah simultan.
IV. PENUTUP
Kemerdekaan yang Indonesia rebut dari tangan penjajah, membuka kesempatan untuk
menancapkan arah baru dalam perkembangan kehidupan masyarakat. Sistem ekonomi
Pancasila mengandung unsur bagi arah baru tersebut, sehingga memungkinkan perombakan
sistem nilai lama dan diganti dengan yang baru. Dalam proses perombakan ini, koperasi
memegang peranan penting sebagai wahana pembaharu di bidang ekonomi, pendidikan,
politik, aparatur ekonomi dan ideologi.
Semua ini masih merupakan cita-cita dalam makna das Sollen, namun berguna untuk
menetapkan strategi pembangunan untuk membangun sistem ekonomi Pancasila dan
membangun koperasi. Kedua jalur pembangunan ini harus ditempuh simultan, oleh karena
hanya dalam sistem ekonomi Pancasila maka koperasi yang sesungguhnya (genuin) dapat
tumbuh. Dan hanya dengan koperasi yang genuin ini, sistem ekonomi Pancasila tumbuh
berkembang, penuh isi, bermakna dan integritas.
Sumber:
Edi Swasono, Sri. 1985. Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi. Jakarta: UI Press.
Ekonomi Pancasila dan Kekuasaan Ekonomi (Maruli
Panggabean)Disusun oleh:
1. Erma Elliana Hayati (08404241002)
2. Arning Tyas Erma Y. (08404241015)
3. Rani Rahmawati (08404241032)
4. Ratih Ardha Puspita (08404241039)
A. Pancasila sebagai Suatu Sistem
Sistem ekonomi merupakan totalitas terpadu yang terdiri dari unsur sistem
ekonomi yang saling berhubungan, saling terkait, saling mempengaruhi, dan saling
tergantung dalam mewujudkan tujuan Nasional suatu bangsa. Sistem ekonomi
merupakan bagian dari sistem sosial, oleh karena itu pembangunan yang berlandaskan
sistem Pancasila juga tidak terlepas dari sejarah bangsa Indonesia dulu hingga
sekarang dan dari hasil pembangunan sub-sistem lainnya dalam sistem sosial
masyarakat yang berlandaskan Pancasila itu. Dengan kata lain, pembangunan dan
pembinaan sistem ekonomi Pancasila tidak terlrpas dari pembangunan serta
pembinaan sistem hukum nasional, pembangunan sistem politik, sistem pertahanan
dan keamanan, sistem norma, moral, nilai etika, dan sistem sosial budaya serta sub-
sisten lainnya dalam sistem sosial masyarakat Indonesia yang berlandaskan Pancasila.
Dalam kaitan ini, hal-hal yang telah tercapai dalam rangka pembangunan
sistem pertahanan dan keamanan serta pembangunan infrastruktur politik setelah
diterimanya Pancasila sebagai satu-satunya asas bernegara, berbangsa dan
bermasyarakat adalah merupakan langkah maju ke arah pembangunan sistem sosial
masyarakat Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
B. Landasan Sistem Ekonomi Pancasila menurut UUD 1945
Landasan Sistem ekonomi Pancasila yang ada termuat dalam pasal 23, pasal
27 ayat 2, pasal 33 dan pasal 34 UUD 1945. Seperti yang termuat dalam pasal 33
yang berarti dalam penjelasannya Produksi dikerjakan oleh semua, dibawah pimpinan
atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang
diutamakan, bukan kemakmuran orang perorangan. Sebab itu, perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang
sesuai dengan itu adalah koperasi.
C. Penjabaran Berbagai ketentuan kontitusi di dalam GBHN
Undang-undang hanya memuat aturan pokok dan garis besar sebagai instruksi
kepada pemerintah dan lain penyelenggara negara untuk menyelenggararakan
kehidupan negara dan kesejahteraan sosial. Undang-undang tersebut hanya memuat
37 pasal ditambah 4 aturan peralihan dan 2 ayat Aturan Tambahan. Sejak dari semula,
PPKI mengemanatkan agar undang-undang dan peraturan yang menyelenggarakan
aturaran pokok tersebut hendaknya disusun dan dirubah sesuai dengan dinamika
kehidupan masyarakat dan negara.
Sebagai upaya untuk menjabarkan lebih lanjut ketentuan konstitusi itu agar
tercermin dalam kehidupan realita sehari-hari, sekali dalam llima tahun, MPR
menyusun GBHN seperti yang diamanatkan pasal 3 Udanng-Undang Dasar 1945.
Sebagaimana disebut dalam ketetapan MPR No. IV/MPR /1978. GBHN adalah
merupakan arah dan strategi pembanngunan Nasional untuk mewujudkan masyarakat
adil dan makmur berdasarkan pancasila yang menjadi cita-cita Bangsa Indonesia.
GBHN menggariskan kebijaksanaan, langkah dan sasaran-sasaran untuk mewujudkan
cita-cita nasional sebagaimana dikandung dalam pembukaan dan Batang Tubuh
Undang-Undang Dasar 1945.
Diantara penjabaran ketentuan konstitusi dalam GBHN yang penting bagi
pembinaan sistem Ekonomi Pancasila adalah pengertian tentang:
a. Demokrasi pencasila
b. Upaya untuk mewujudkan tujuan nasional
c. Wawasan Nusantara
d. Triologi Pembangunan Nasional
e. Wujud pengamalan pancasila sila kelima.
Pengertian tentang Demokrasi Ekonomi
Arah pembangunan jangka panjang dalam pola umum pembangunan jangka
panjang dalam GBHN Tahun 1983 memberikan delapan ciri-ciri positif demokrasi
ekonomi yanng perlu dipupuk dan dikembangkan. Sebaliknya ada tiga ciri-ciri
negatif yang harus di hindarkan dalam demokrasi ekonomi. Kedelapan ciri-ciri
positif yanng perlu dipupuk dan dikembangkan dalm demokrasi ekonomi itu
adalah sebagai berikut:
1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.
2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup
orang banyak.
3) Bumi dan air dan kekayaan alam yanng terkandung di dalamnya dikuasi oleh
negara dan dipergunakan sebesar-besar kemekmuran rakyat
4) Sumber-sumber kekayaan dan keuangan negara digunakan denagan permufakatan
Lemabaga-lembaga Perwakilan raktyat, serta pengawasan terhadap
kebijaksanaannya ada pada perwakilan rakyat pula.
5) Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yanng dikehendaki
serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yanng layak.
6) Hak milik perseorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan
dengan kepentingan masyarakat.
7) Potensi, inisiatif dan dan daya kreasi setiap warga negara diperkembangkan
sepenuhnya dalam batas-batas yanng tida diperkembangkan sepenuhnya dalam
batas-batas yanng tidak merugikan.
8) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelilhara oleh Negara.
Selanjutnya, ciri-ciri negatif yang harus dihindari dalam membina demokrasi
ekonomi adalah sebagai berikut:
1) Sistem free fight liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia
dan bangsa lain yang dalam sejarahnya di Indonesia telah menimbulkan dan
memepertahankan kelemahan struktural posisi Indonesia dalam ekonomi
dunia.
2) Sistem eteisme dalam mana Negara beserta aparatur ekonomi negara bersifat
dominan serta mendesak da mematikan potensi dan daya kreasi unit-unit
ekonomi di luar sektor Negaa.
3) Pemusatan kekuasaan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk monopoli
yang merugikan rakyat.
Sebagaimana yang tercermin dalam namanya, GBHN hanya memberikan
garis-garis besar yang perlu diperhatikan dalam membina sistem demokrasi
ekonomi. Kecuaili ciri-ciri ke enam dan ketujuh yang lebih spesifik, keenam ciri-
ciri positif lainnya hanya merupakan sekedar pengulangan dari bunti Undang-
Undang Dasar 1945. Sebaliknya dalam ciri-ciri negatif, GBHN hanya menentukan
batas-batas ekstrim kirii dan ekstrim kanan yang tidak boleh dilampaui dalam
membina demokrasi ekonomi itu.
Pembangunan Nasional dan konsep Tinggal Landas.
Konsepsi Kondisi Tahap Tingga Landas sebenarnya merupakan konsep
politik. Tujuan konsep politi adalah untuk memberikan gambaran tentang sasaran,
tujuan serta arah kebijaksanaan Pemerintah agar dapat menjadi sumber inspirasi serta
pegangan bagi masyarakat luas. Konsep tinggal landas dalam GBHN itu menekankan
pada prinsip kemandiriaan, keselarasan, keserasian serta kesinambungan dalam segala
aspek kehidupan masyarakat. Menurut presiden Soeharto, “pada dasarnya hakekat
tinggal landas dalam pembangunan nasional yang kita maksud adalah membangun
diatas landasan yang kokoh kuat, landasan yang berupa kondisi-kondisi diberbagai
bidang kehidupan”. Sedangkan pengertiannya adalah “dimana terdapat stuktur
ekonomi yang seimbang antara bidang industri yang kuat dengan dukungan pertanian
yang tangguh, sedangkan unsur kebutuhan pokok masyarakat sudah tersedian dan
terjangkau oleh rakyat banyak”.
Mengenai proses eksistensi kemandirian pada tahap Tinggal Landas tersebut yang
dijabarkan oleh KRA-XIX Tahun1986, Lemhannas, adalah sebagai berikut:
1. Manusia Indonesia sebagai objek dan subyek pambanngunan adalah manusia
pembanngunan yang siap menerima dan mampu menyerap pembaharuan
dalam semua aspek kehidupannya. Manusia pembangunan ini dapat mandiri
dan tingkat ketergantunannya kecil.
2. Aparatur negara adalah aparatur yang bersih dan berwibawa dan berkegiata di
dalam suatu birokrasi yang yang kualitasnya makin terpadu dan sehat
3. Transformsi budaya memerlukan tata nilai yanng baru dengan menngubah tata
nilai yang lama atau tradisioanal disesuaikan dengan budaya pancasila.
4. Produksi nasioanal terjdi dalam suatu proses dengan efisiensi dan
produktivitas yang mannghapus dan menghilanngkan ekonomi biaya tinnggi
5. Disiplin Nasionaldapat menjadi kepribadian bangsa sehingga pembangunan
nasional dapat memperoleh dasar pijakan yang mendukung ke arah
modernisasi dan industrialisasi.
6. Keseimbangan dan keserasian hubungan baik antara pusat dan daerah maupun
antar daerah, tetap terpelihara dan dikembangkan secara positif dan konstruktif
bagi pemanfaatan pembangunan Nasional.
7. Pembangunan ilmu pengetahuan Dn Teknologi makin meningkat melalui
penelitian dasar dan rekayasa menuju penciptaan nilai tambah.
8. Komunikasi telah mampu untuk mewujudkan keterpaduan kehidupan
bermasyarakat dan bernegara baik secara horizontal maupun vertikal sehingga
menciptakan keterbukaan yang menunjang pemerataann dan stabilitas.
9. Distribusi pendapatan nasional merata dalam rangka mewuudkan asas
keadilan sosial.
10. Pemerataan pembangunan maupun hasil-hasil pembangunan telah tercermin
melalui delapan jalur peemerataan. Peranan dan kemampuan swadaya
masyarakat menjadi bagian yang penting dalam kegiatan pembangunan.
11. Penyerasian dan pemantapan struktur dan kelembagaan aspek-aspek
kehidupan nasioanal sehingga dapat berfungsi secara efisien dan efektif
berlandaskan pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara, dan Ketahanan
Nasional.
12. Peranti lunak berupa peraturan perundang-undangan, doktrin, dan produk
hukum sudah terpadu dan serasi, mengalir dari falsafah pancasila, UUD 1945,
Wawasan Nusantara, dan Ketahanan Nasional.
Sasaran dan prasarana fisik telah memadai dan dikelola dan efektif sehingga
menunjang produktivitas Nasional
D. Wawasan Nusantara
Wawasan nusantara mencakup perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu
kesatuan politik, satu kesatuan sosial-budaya, satu kesatuan ekonomi dan satu
kesatuan pertahanan-keamanan. Sebagai kesatuan ekonomi, Wawasan Nusantara
mengandung arti bahwa kekayaan (potensial maupun efektif) wilayah Nusantara
adalah merupakan modal dan milik bersama Bangsa. Aspek yang kedua dari kesatuan
ekonomi ialah bahwa keperluan hidup masyarakat harus tersedia secara merata
diseluruh Tanah Air. Aspek rakat harus tersedia secara merata diseluruh Tanah Air.
Aspek yang ketiga dari Wawasan Nusantara dibidang ekonomi harus serasi dan
seimbang diseluruh daerah, tanpa meninggalkan ciri-ciri khas yang seimbang
diseluruh daerah-daerah dalam pengembangan kehidupan ekonominya.
E. Trilogi Pembangunan
Dalam GBHN dan Repelita Indonesia, ketiga sasaran ekonomi makro itu
disebut sebagai Trilogi Pembangunan.
1. Pemerataan
Garis-Garis Haluan Negara (GBHN) telah menetapkan delapan langkah-langkah dan
kegiatan pokok yang disebut sebagai Delapan Jalur Pemerataan (DJP). Inti DJP
adalah mewujudkan pemerataan beban serta hasil pembangunan nasional bagi
masyarakat Indonesia, baik secara vertikal, horisontal, maupun regional, tanpa
membedakan latar belakang agama, suku, bangsa, ras serta kepercayaan, jenis
kelamin dan kelompok usia penduduk. Sasaran DJP adalah terwujudnya pemerataan
dalam pemenuhan kebutuhan pokok manusia, pemerataan untuk berusaha dan
memperoleh pekerjaan, maupun untuk memperoleh keadilan hukum.
2. Pertumbuhan
Bila tingkat laju pertumbuhan ekonomi suatu negara lebih besar daripada tingkat laju
pertumbuhan penduduknya, maka tingkat pendapatan per kapita penduduk suatu
negara tersebut menjadi semakin meningkat. Besarnya tingkat laju pertumbuhan
pendapatan per kapita penduduk suatu negara adalah sama dengan selisih antara
tingkat laju pertumbuhan ekonomi negara yang bersangkutan dengan tingkat laju
pertambahan jumlah penduduknya. Tingkat laju pertumbuhan pendapatan perkapita
yang positif menunjukkan adanya tambahan kemakmuran. Sebaliknya, penurunan
tingkat pendapatan masyarakat per kapita mencerminkan kemerosotan tingkat
kemakmuran ekonomi penduduk negara tersebut.
Untuk dapat mencapai tingkat laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi
diperlukan investasi. Investasi dapat berupa penambahan stock barang modal
terpasang yang telah ada. Barang modal secara fisik seperti ini sangat penting karena
barang modal merupakan alat kerja serta alat bantu yang diperlukan oleh tenaga kerja
untuk memproduksi barang serta jasa. Investasi juga menyangkut peningkatan
kualitas manusia. Manusia merupakan pencipta dan sekaligus operator barang modal.
Tingkat penguasaan teknologi oleh suatu bangsa tercermin pada kecanggihan
peralatan fisik yang diciptakannya.
Selain ditentukan oleh persediaan stok barang modal dan keahlian untuk
menggunakannya, besarnya tingkat produksi barang serta jasa (pendapatan nasional)
yang dapat diprodusir oleh sesuatu bangsa juga tergantung padanilai moral tenaga
kerja bangsa tersebut. Nilai moral itu, antara lain, tercermin pada sikap dan perilaku
hidupnya, disiplin, daya juang, daya tahan serta kretifitasnya. Nilai moral tenaga kerja
tersebut ikut menetukan produktifitasnya per tenaga kerja ataupun produktifitas per
peralatan kerja.
Semakin besarnya produksi nasional suatu perekonomian sekaligus emperluas
objek dan basis pemungutan pajak yang merupakan sumber penerimaan negara.
Kemampuan negara untuk memungut pajak juga ditentukan pula oleh tingkat
penggunaan unag (monetisasi) dala perekonomian masyarakat, keterbukaan
perekonomian dunia, ketertiban administrasi usaha administrasi negara, ketertiban
hukum serta oleh tingkat kesadaran masyarakat untuk membayar pajak. Peningkatan
jumlah dan mutu produksi nasional sekaligus meningkatkan transaksi dengan luar
negeri, baik berupa ekspor dan impor maupun transaksi keuangan melalui kegiatan
pinjam meminjam. Semakin besar surplus produksi nasional yang tidak dikonsumsi
sendiri semakin besar pula bagian dari produksi nasional tersebut yang daapt diekspor
untuk memperoleh devisa. Di samping itu, peningkatan transaksi ekonomi dengan
luar negeri sekaligus meningkatkan penerimaan negara karena administrasi
pemungutan pajak melelui kegiatan ekspor dan impor adalah jauh lebih sederhana
daripada administrasi pemungutan pajak pendapatan ataupun pajak nilai tambah.
3) Stabilitas
Stabilitas ekonomi menyangkut dua aspek, yakni stabilitas internal dan
eksternal. Sasaran – sasaran stabilitas internal adalah untuk mengendalikan tingkat
laju kenaikan harga – harga umum (inflasi) dan untuk menciptakan lapangan
pekerjaan.
F. Pelaku – Pelaku Ekonomi
Ketiga pelaku yaitu sektor negara, sektor koperasi dan sektor swasta secara
terpadu diharapkan dapat bekerja sama sedemikian rupa sehingga saling tunjang –
menunjang menciptakan suatu proses ekonomi yang berlangsung secara
kekeluargaan. Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa cabang produksi yang
penting yang menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara sehingga
tidak menjadi obyek usaha orang seorang.
Menurut bunyi pasal 4 UU Nomor 12 tahun 1967 disebutkan fungsi Koperasi
Indonesia adalah:
a. Sebagai alat perjuangan ekonomi untuk mempertinggi kesejahteraan rakyat
b. Sebagai alat pendemokrasi ekonomi rasional
c. Sebagai salah satu urat nadi perekonomian bangsa Indonesia
d. Sebagai pembina insan masyarakat untuk memperkokoh kedudukan ekonomi
bangsa Indonesia serta bersatu dalam mengatur tata laksana perekonomian.
Keadaan ideal terjadi apabila semua bentuk atau bangun usaha adalah Koperasi,
namun pasal tersebut menyadari sepenuhnya bahwa terwujudnya masyarakat ekonomi
Indonesia yang demikian itu tidak dapat diperoleh dalam sekejap mata, dan bahwa Ekonomi
Pancasilayang idam – idamkan itu selain perlu dilihat secara normatif juga harus disesuaikan
dengan kenyataan – kenyataan yang ada adalah bagian dari proses mewujudkan Ekonomi
Pancasila itu sendiri.
Untuk menunjukkan, bagaimana seharusnya sektor negara sektor, Koperasi dan sektor
swasta berperan dalam sistem ekonomi Pancasila, dibawah ini akan diuraikan masing –
masing sektor tersebut.
a) Sektor negara
Sektor negara di Indonesia menurut Undang Undang dasr 1945, tidak hanya
bertanggung jawab dalam memprodusir “social goods”. Selain dari pada itu sektor negara
juga diberikan peranan untuk memprodusir “private Goods”terutama untuk cabang – cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak.
Peningkatan peranan sektor negara dalam produksi dan pengadaan “private goods” semakin
menonjol setelah pemerintah mengambil alih kira – kira500 buah perusahaan – perusahaan
milik warga negara Belanda pada tanggal 3 Desember 1957. Dewasa ini terdapat 22
perusahaan negara, baik milik pemerintah pusat (BUMN) maupun pemerintah daerah
(BUMD).
Beberapa masalah mengenai BUMN antara lain :
a. Lapangan usaha
Pengertian tentang cabang – cabang produksi yang penting bagi negara
mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Demikian pula dengan pengertian
tentang cabang – cabang produksi yang mnguasai hajat hidup orang banyak.
Barang kali, cabang – cabang produksi yang akan tetap bersifat strategis
sepanjang masa adalah jalan raya, kereta api, listrik, pelabuhan, telekomunikasi
dan jaringan irigasi.
b. Tujuan Operasi dan Sasaran BUMN
Tujuan dan sasaran yang dibebankan untuk dicapai oleh BUMN, yakni tujuan
komersil dan non – komersil. Adakalanya tujuan tersebut belum tentu dapat
sejajar sehingga perlu dilakukan trade – offs antara tujuan dan sasaran yang satu
dengan yang lainnya.
c. Pengawasan terhadap BUMN
Dalam sistem ekonomi Pancasila yang meneankan kemandirian dan cara
manajement yang disentralistis, pengawasan Pemerintah terhadap BUMN
seyogyanya bersifat umum saja yang menyangkut sasaran operasi dan garis besar
kebijaksanaan untuk mencapainya. Oleh karenanya, campur tangan yang
berlebihan oleh instansi – instansi pemerintah pada operasi BUMN sehari – sehari
perlu dihindarkan.
d. Masalah Penentuan Tingkat Harga
Untuk mencapai berbagai sasaran ekonomi yang ingin dicapai oleh
pemerintah, seperti stabilitas harga dan pemerataan, adakalanya Pemerintah
menetapkan tingkat harga komoditi – komoditi yang diprodusir oleh BUMN lebih
rendah daripada biaya opportunitas marjinal.
e. Masalah Pembiayaan BUMN
Dalam Sistem Ekonomi Pancasila yang menekankan pada peningkatan
efisiensi dan produktvitas yang menekankan pada peningkatan effisiensi dan
produktivitas, dari BUMN dituntut agar dapat memberi sumbangan barupa balas
jasamodal bagi kas negara. Disamping itu BUMN juga dapat meningkatkan
mobilitas tabungan untuk kut memberikan kontribusi pada pembiayaan
pembangunan nasional.
f. Monopoli BUMN
Hak monopoli dan oligopooli yang dinikmati BUMN hendaknya digunakan
untuk meningkatkan kemakmuran ekonomi rakyat yang sebesar – besarnya dan
bukan justru merugikan rakyat banyak. Oleh karenanya, maka pengawasan atas
mutu barang dan jasa, tingkat harga, serta pelayanan oleh BUMN juga
memperoleh perhatian. Untuk melindungi konsumen, tingkat harga monopoli,
misalnya seyogyanya dapat ditentukan oleh pemerintah pada tingkat
keseimbangan antara permintaan konsumen dengan tingkat pembiayaan rata – rata
jangka panjang monopoli tersebut.
b) Koperasi
Bagi ekonomi Indonesia yang tengah membangun, koperasi memang potensial
sebagai pranata ekonomi untuk meningkatkan kemakmuran ekonomi rakyat. Koperasi
merupakan pranata ekonomi yang potensial bagi golongan ekonomi lemah serta bagi
pengusaha kecil untuk memobilisasikan modal untuk dapat menjalankan usaha
bersama dengan skala yang lebih besar daripada skala usaha yang dapat diusahakan
oleh mereka masing-masing secara individual. Melalui koperasi masyarakat akan
semakin dapat meningkatkan kesejahteraan serta kemakmuran hidup masyarakatnya.
Oleh karena itu, baik sekali jika koperasi mendapatkan perhatian yang secara khusus
untuk diperhatikan dan dimajukan oleh negara.
c) Sektor Swasta
Sektor swasta terbagi menjadi dua yaitu sektor swasta nasional dan swasta asing.
Keberadaan sektor swasta nasional dan swasta asing dalam perekonomian Indonesia
sangatlah besar khususnya dalam masalah permodalan yang ada. Dengan adanya
sektor swasta tersebut, usaha-usaha yang ada semakin berkembang dan masalah
ketenagakerjaan yang berhubungan dengan pengangguran dapat diatasi secara cukup
signifikan. Hendaknya keberadaan sektor swasta juga perlu mendapatkan perhatian
yang lebih.
Sumber:
Lembaga Pertahanan Nasional (LEMHANAS). 1989. Ekonomi Pancasila Untuk Mendukung
Tinggal Landas dan Pembangunan Jangka Panjang Tahap II. Jakarta: PT. New Aqua Press
Ekonomi Indonesia: Sosialisme Religius (Sri Edi Swasono)Disusun oleh:
1. Nindya Fauziah (08404241007)
2. Ariani Fera Tantini (08404241020)
3. Tian Wuri Dianing Ratri (08404241027)
4. Desy Swastika Putri (08404241028)
Di Indonesia kita semua dapat menerima paham religious. Perkataan ini dikemukakan oleh Bung Hatta dalam pidatonya di Bukittinggi pada tahun 1932. Kemudian oleh Bung Karno dan pula oleh Presiden Suharto dalam pidato beliau pada Dies Natalis Universitas Indonesia tahun 1975.
Menuurut Bung Hatta, sosialisme Indonesia timbul dari 3 faktor. Singkatnya sebagai berikut:
1. Sosialisme Indonesia timbul karena suruhan agama. Karena adanya etik agama yang menghendaki adanya rasa persaudaraan dan tolong menolong antara sesame manusia dalam pergaulan hidup, orang terdorong ke sosialisme. Melaksanakan bayangan Kerajaan Allah diatas dunia adalah tujuannya. Kemudian, perasaan keadilan yang menggerakkan jiwa berontak terhadap kesengsaraan hidup dalam masyarakat terhadap keadaan yang tidak sama dan perbedaan yang mencolok mata antara kaya dan miskin, menimbulkan dalam kalbu manusia berbagai konsepsi tentang sosialisme. Tuntutan social dan humanism tertanhgkap oleh jiwa Islam, yang menghendaki pelaksanaan dalam dunia yang tidak sempurna, perintah Allah yang Pengasih dan Penyayang serta Adil, supaya manusia hidup dalam sayang menyayangi dan dalam suasana persaudaraan dan tolong menolong serta bersikap adil.
2. Sosialisme Indonesia merupakan ekspresi daripada jiwa berontak bangsa Indonesia yang memeperoleh perlakuan yang sangat tidak adil dari si penjajah. Sosialisme Indonesia terlahir dalam pergerakan menuju kebebasan dari penghinaan dan dari penjajahan, yang
dengan sendirinya terpikat pula oleh tuntutan social dan humanism yang disebarkan oleh pergerakan sosialisme di Barat.
3. Para pemimpin Indonesia yang tidak dapat menerima marxisme sebagai pandangan yang berdasarkan materialism, mencari sumber-sumber sosialisme dalam masyarakat sendiri. Bagi mereka, sosialisme adalah suatu tuntutan jiwa, kemauan hendak mendirikan suatu masyarakat yang adil dan makmur, bebas dari segala tindasan. Sosialisme dipahamkan sebagai tuntutan institusional, yang bersumber dalam libuk hati yang murni, berdasarkan perikemanusiaan dan keadilan social. Agama menambah penerangannya.
Singkatnya dasar-dasar bagi sosialisme Indonesia terdapat pada masyarakat desa yang kecil, yang bercorak kolektif, yang banyak sedikitnya masih bertahan sampai sekarang. Pandangan yang dikemukakan oleh Bung Hatta di atas kiranya merupakan bahan untuk interpretasi mengenai sosialisme Indonesia. Dari pandangan itulah muncul hakekat BAB XIV (bab kesejahteraan Sosial) yang memuat 2 pasal, yaitu Pasal 33 dan Pasal 34 Undang-Undang dasar 1945. Adanyan tanggung jawab negar terhadap rakyatnya, yang melindungi segenap bangsa Indonesia degnan perhatian yang lebih khusus kepada anak-anak terlantar, melindungi seluruh tumpah darah Indonesia serta penggunaannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, tambahan pula dengan adanya pandangan yang melahirkan hak-hak warga Negara yang menyangkut kesamaan kedudukan dan kelayakan penghidupan sebagai manusia (pasal 27 Undang-Undang dasar 1945), tidak lain dan tidak bukan, memepertegas adanya orientasi sosialistis. Ketentuan mengenai beban pajak, nilai kekayaan (nilai mata uang), anggaran belanja Negara (pasal 23) lebih memperkuat orientasi ini.
Dasar ekonomi Indonesia adalah socialisme, ekonomi Indonesia adalah Ekonomi Sosialis Indonesia. Yaitu ekonomi yang berorientasi kepada:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa (adanya etik dan moral agama, bukan materialisme)
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab (tidak mengenal pemerasan/eksploitasi manusia)
3. Persatuan (kekeluargaan, kebersamaan, nasioanalisme dan patriotism ekonomi)
4. Kerakyatan (mengutamakan ekonomi rakyat dan hajat hidup orang banyak, demokrasi ekonomi)
5. Keadilan social (persamaan, kemakmuran masyarakat yang utama, bahkan kemakmuran orang-seorang, social equitry)
Keadilan adalah utama dan didahulukan. Adalah suruhan agama bahwa orang harus berlaku adil tanpa menunggu makmur. Si miskin pun harus berlaku adil, tidak saja si kaya. Dengan demikian, menurut pendapat penulis, Ekonomi Sosialis Indonesia adalah Ekonomi Pancasila.
Sumber:
Sri dan Swasono, Edi. 1985. Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi. Jakarta: UI Press.
Beberapa Ciri dan Landasan Pikiran Sistem Ekonomi Pancasila
(Mubyarto)Disusun oleh:
1. Tiya Arfiyanti (08404241009)
2. Ova Tri Nugroho (08404241018)
3. Lia Lestarini (08404241041)
4. Fieka Praditaliana (08404241042)
Pada dasarnya ciri – ciri Sistem Ekonomi Pancasila diturunkan dari sila – sila Pancasila,
yaitu sebagai berikut :
1. Roda perekonomian digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial dan moral
2. Ada kehendak kuat dari seluruh anggota masyarakat untuk mewujudkan keadaan
kemerataan sosial dan ekonomi
3. Prioritas kebijaksanaan ekonomi adalah pengembangan ekonomi nasional yang kuat
dan tangguh, yang berarti nasionalisme selalu menjiwai setiap kebijaksanaan
ekonomi.
4. Koperasi merupakan soko guru perekonomian nasional
5. Adanya imbangan yang jelas dan tegas antara sentralisme dan desentralisme
kebijaksanaan ekonomi untuk menjamin keadilan ekonomi dan keadilan sosial dengan
sekaligus menjaga prinsip efisiensi dan pertumbuhan ekonomi
Lima ciri perekonomian Pancasila yang mempunyai kaitan langsung dengan masalah
ekonomi makro beserta cara pengendalian (Boediono) :
1. Peranan dominan dari koperasi, bersama dengan perusahaan-perusahaahn negara dan
perusahaan-perusahaan swasta. Kuncinya adalah bahwa semua bentuk badan usaha
didasarkan pada asas kekeluargaan dan prinsip harmoni, dan bukan pada asas
kepentingan pribadi dan prinsip konflik kepentingan.
2. Memandang manusia secara utuh. “...manusia bukan ‘economic man’ tetapi juga
‘social and religius man’ , dan sifat manusia yang terakhir ini bisa dikembangkan
setarf dengan sifat pertama sebagai motor penggerak kegiatan duniawi (ekonomi)
3. Adanya :kehendak sosial yang kuat ke arah egalitarianisme atau kemerataan sosial”
4. “diberikan nya prioritas utama pada terciptanya suatu “perekonomian nasional” yang
tangguh”
Konsep perekonomian nasional disini ditafsirkan sebagai pemupukan ketahanan
nasioanal dan pemberian prioritas utama pada kepentingan nasional untuk mencapai
suatu perekonomian yang mendiri, tangguh dan terhormat di arena internasional dan
yang didasarkan atas solidaritas dan harmoni di dalam negeri.
5. Pengandalan pada sistem desentralisasi dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan
ekonomi, diimbangi dengan perencanaan yang kuat sebagai pemberi arah bagi
perkembangan ekonomi seperti yang dicerminkan dalam cita-cita koperasi.
Landasan / dasar filsafat ekonomi pancasila :
Dalam menghubungkan ekonomi dan pancasila atau dalam ekonomi pancasila maka
pancasila perlu dijadikan dasar pikir kefilsafatan ekonomi. Dilihat dari ilmu humaniora maka
titik sentral pancasila terletak pada “kemanusiaan”. Disini manusia sebgai individu secara
vertikal mempunyai hubungan hidup pada Tuhannya, sedang horisontal ada hubungan
kebersamaan dengan sesama manusia. Individu yang mempunyai kaitan sakral dan
kebersamaan yang bersifat kesamaan tiada membeda, melahirkan nilai hidup manusia satu
dan manusia lainnya.
Maka manusia atas dasar kemanusiaan adalah anti penindasan dan anti eksploitasi
dari manusia seorang terhadap lainnya. Atas dasar prinsip tersebut maka pancasila dalam
bidang ekonomi menentang adanya free fight liberalism. Liberalisme dalam bidang ekonomi
membawa pengaruh perlombaan. Kapitalisme dilihat dari satu sisi merupakan alat eksploitasi
yang merajai negara lain dalam bentuk pemasaran dapat menjelma menjadi penjajahan
(imperialisme) sedangkan pancasila dalam mukadimah UUD 45 jelas anti penjajahan.
Dalam pengetrapan hidup ekonomi dengan sendirinya pancasila berprinsip anti kapitalisme
dan imperialisme.
Selain Pancasila, landasan lain juga berasal dari UUD 1945 terutama Pasal 33 yang
selalu mengingatkan pentingnya pengembangan sistem ekonomi yang berdasarkan asas
kekeluargaan. Hal itu dapat tercermin dalam bentuk usaha koperasi. Asas kekeluargaan
diilhami dalam sila – sila Pancasila. Dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa bahwa bangsa
Indonesia selalu berusaha mendekatkan diri kepada Tuhannya. Dengan semangat yang
demikian seluruh bangsa merasa dirinya merupakan satu keluarga besar, sehingga cenderung
bekerja sama. Kesejahteraan materi individual akan lebih dikesampingkan. Kesejahteraan
akan dibagi secara merata dengan cara seadil – adilnya.
Sementara itu, asas Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial lebih menegaskan relevansi
bangun usaha koperasi. Semangat berekonomi koperasi adalah sebagai upaya menahan
proses eksploitasi yang makin menekan sistem ekonomi penajajahan.
Sumber:
Mubyarto. 1990. Sistem dan Moral Ekonomi Indonesia. Jakarta: LP3ES.
Mubyarto dan Boediono. 1980. Ekonomi Pancasila. Yogyakarta: BPFE.
Landasan Yuridis Sistem Ekonomi Pancasila (Potan Arif
Harahap, Sri Edi Swasono, Padmo Wahyono)Disusun oleh:
1. Rizky Dwita F. (08404241003)
2. Septian Endro Laksono (08404241008)
3. Awan Widyajati (08404241013)
4. Rasyiid Ady Roesidy (08404241016)
5. Ishmatul Fathiyah (08404241021)
I. PENDAHULUAN
1. Latar belakang penulisan
Sejak tahun 1980 banyak sekali dibicarakan, ditulis dan didiskusikan tentang sistem
ekonomi Pancasila. Orang tidak mempersoalkan lagi apakah ada sistem itu. Sistem ekonomi
pancasila dianggap dan diterima sebagai implikasi dari demokrasi pancasila.
Siapa yang mula-mula mencetuskan istilah sistem ekonomi pancasila belum dapat
dipastikan. Sejauh mana dapat ditelusuri sampai sekarang, Prof. Emil Salim menggunakan
istilah itu dalam suatu artikel dalam harian kompas tanggal 30 November sampai 4 Desember
1966.
Kemudian banyak tulisan tentang sistem ekonomi pancasila dari para ekonom,
terutama Prof. Mubyarto, Dr. Sri-Edi Swarsono dan Prof. Emil Salim sendiri. Tetapi hingga
sekarang belum ada yang sampai pada suatu perumusan yang jelas, apa yang sebenarnya
dimaksud dengan sistem itu. Kerena itu hingga kini sistem itu baru dapat diidentifikasi secara
negatif, yaitu bukan kapitalisme, bukan komunisme, bukan isme-isme lain, bukan pula
sintese atau gabungan dari sistem-sistem tersebut, ringkasannya serba bukan.
Ketidakjelasan ini agak membingungkan umum. Diperoleh kesan, seolah-olah
pemerintah belum mampu atau belum mau menentukan sikap dan mengambil keputusan.
Dalam keadaan masyarakat mengharapkan kejelasan, Presiden Soeharto dengan tegas
mengucapkan: “ Sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi koperasi. Bahwasannya
pada saat sekarang kita belum menggunakan sistem tersebut, hal ini hanya bersifat sementara.
Tetapi nantinya akan melaksanakan sistem ekonomi koperasi secara penuh”. Tidak terdengar
sanggahan ataupun keberatan. Hanya ada tanggapan dari Prof. Mubyarto sebagai berikut: “
Apa yang dikemukakan Presiden Soeharto tentang sistem ekonomi koperasi itu tidak berbeda
dengan sistem ekonomi pancasila.... Dalam pidato kenegaraan tahun 1981 Presiden Soeharto
telah menyebut sistem ekonomo Pancasila”. Prof. Mubyarto menganggap bahwa untuk
menggarap masalah sistem ekonomi Pancasila ini perlu juga bantuan dari disiplin-disiplin
lain dari ekonomi, seperti sosiologi, antropologi, dan politik. Karena eratnya antara ekonomi
dan hukum, para yuris perlu memberikan sumbangan pemikiran, disiplin hukum yang justru
harus memecahkan masalah ini, sebab sistem sosial kita, khususnya sistem ekonomi yang
jitu, bukanlah suatu perubahan yang digerakkan oleh dinamika sosial yang sedang berlaku,
malainkan dengan sengaja diarahkan ke jurusan tertentu oleh UUD 1945. Sebagaimana
dikatakan oleh Prof. Ismail Suny: “... bahwa konstitusi kita menuliskan teori ekonomi dalam
hukum dan kita tidak dapat mengubah dengan begitu saja sistem sosial kita berbeda dengan
apa yang telah dicantumkan dalam UUD.... Dengan ketentuan-ketentuan di atas, Konstitusi
kita membebani kita dengan sistem ekonomi tertentu bagi kita, ialah suatu sistem ekonomi
Pancasila”. Dengan demikian penggunaan social engineering dalam pembinaan hukum
berlaku disini.
Bagaimana eratnya hubungan ekonomi dengan hukum diuraikan oleh C. Westrate
sebagai berikut: “... Het recht is het kader, waabinnen het economisch level [sic!] betrekking
heeft – de ‘economische constitutie’, de ‘economische orde’. Het recht van een volk zegt ons
grotendeels (want niet alles hangt van het recht af), hoe zijn economisch leven eruit ziet”.
Tentang hal tersebut Max Weber juga pernah menyatakan bahwa “.. an economic system...
could certainly not exsis without a legal order....” Menarik pula tulisan Satjipto Rahardjo
tentang peran hukum: “ Berbicara mengenai peran hukum di dalam pembangunan ini, maka
sebenarnya peranan tersebut sudah mulai nampak pada waktu keputusan-keputusan yang
dibuat oleh para perencana pembangunan harus dijalankan. Keputusan-keputusan ekonomi
hanya akan menjadi ulah akademik (academic exercise) belaka manakala ia tidak mampu
dirumuskan dalam satu atau lain bentuk perundang-undangan. Dengan perumusannya ke
dalam bentuk-bentuk tersebut maka garis-garis kebijaksanaan itu menjadi terurai dengan
jelas, dapat di komunikasikan kepada masyarakat luas dan menjadi sandaran dari kegiatan
yang akan dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam proses pembangunan itu”. Yang
tercantum dalam bab 27 dan Repelita II mengenai pembangunan hukum, yang menyatakan
bahwa: “ Hukum sebagai sarana menunjang perkembangan modernisasi dan pembangunan
yang menyeluruh mencakup segenap bidang pembangunan, sehingga untuk melaksanakan
fungsinya secara efisien dan produktif, perlu pembinaan hukum itu dikaitkan secara langsung
dengan berbagai kebijaksanaan di segenap bidang pembangunan, agar kerangka hukumnya
dapat dimantapkan sebagai pemberi patokan serta pengarahan selanjutnya bagi pembangunan
ekonomi dan perkembangan sosial. Seperti kata Sunaryati Hartono: “.. dalam masyarakat
yang membangun secara berencana pembentukan hukum justru harus mendahului
pelaksanaan pembangunan di lain-lain bidang...”.
Kerena itulah, dalam rangka melengkapi pembahasan sistem ekonomi Pancasia,
mencoba melakukan pendekatan yuridis, dengan membahas landasan hukum dari sistem
ekonomi tersebut.
2. Pembatasan luas lingkup masalah
Landasan sistem ekonomi Pancasila sebagaimana telah sama-sama diketahui ialah
Pasal 33 UUD 1945 dan penjelasannya. Karena itu pembahasan akan dibatasi pada penafsiran
pasal tersebut, dengan menggunakan cara penafsiran gramatikat (taalkunding), penafsisran
ekstensif dan menetapkan konstruksi melalui argumenttum a contrario.
Yang akan ditawarkan ialah suatu penafsiran baru dari inti pasal 33 UUD 1945, yaitu
koperasi, yang dianggap dapat merugikan jalan ke luar dari keadaan yang nampaknya sebagai
suatu impasse dalam usaha merumuskan dan menjabarkan sisten ekonomi Pancasila.
Dalam melakukan pendekatan yuridis, sebagai lazimnya diadakan tidak lagi
merugikan landasan filosofi dan sosiologis, kerena persoalannya bukan lagi mencari
pembenaran dari sistem ekonomi Pancasila.
3. Metode
Bahan-bahan untuk mendukung tulisan ini saya peroleh melalui penelitian
kepustakaan yang meliputi bahan-bahan hukum sekunder berupa tulisan-tulisan ilmiah.
II. PENAFSIRAN PASAL 33 UUD 1945
1. Penafsiran yang kurang tepat
Pasal 33 UUD 1945 yang tercantum dalam Bab XIV tentang Kesejahteraan Sosial
berbunyi sebagai berikut:
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan.
2. Cabang- cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara.
3. Bumi dan air kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk kemakmuran rakyat sebesar-besarnya.
Kemudian dalam penjelasan pasal tersebut dijelaskan sebagai berikut:
Dalam Pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk
semua dibawah pimpinan atau penelitian anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah
yang diutamakan, bukan seorang-orang. Sebab itu perekonomian disusun sebagaiusaha
bersama atas asas kekeluargaan. Bangu perusahaan yang sesuai dengan itu adalah koperasi.
Perekonomian berdasar pada demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang!
Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup
masyarakat banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk ekonomi jatuh ke
tangan orang seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya.
Hanya perusahaan yang tidak menguasai hidup orang banyak boleh ada di tangan
orang seorang.
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok
kemakmuranrakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat.
Itulah landasan Yuridis dari sistem ekonomi yanh kita dambakan, yaitu ekonomi
Pancasila, sebagai implikasi dari demokrasi pancasila/ Ini sudah diterima umum , baik
cendekiawan maupun awam.
2. Penggolongan Sektor Perekonomian yang Kurang Tepat
Umumnya, juag oleh pemerintah, sekarang ini perekonomian dibagi kedalam tiga
sektor, yaitu:
1. Sektor Perusahaan Negara
2. Sektor Swasta
3. Sektor Koperasi
Kelihatanya penggolongan itu dibuat saja berdasarkan penafsiran arbiter dari kata-kata yang
dimuat dalam Pasal 33 UUD 1945 dan penjelasannya, yaitu:
a. Dikuasai oleh negara disimpulkan menjadi Perusahaan negara
b. Koperasi ditafsirkan sebagai badan usaha bentuk koperasi sperti sekarang.
c. Orang-seorang diartikan sebagai swasta.
Cara penafsiran atau penyimpulan seperti itu tentulah tidak dapat begitu saja diterima sebagai
pembenaran ( justification ) penggolongan itu.
Istilah koperasi yang dimuat dalam kalimat terakhir alenia 1 dari penjelasan itu, tidak
mengacu pada suatu sektor tertentu, melainkan kepada semuja sektor, semua pelaku, semua
perusahaan yang bergerakdalam suatu sistem perekonomian yang disusun sebagai suatu
usaha bersama atas asas kekeluargaan.
Jadi, menurut konteks dari penjelasan Pasal 33 UUD 1945 itu, koperasi bukan
merupakan suatu sektor, melainkan bangun yang harus diperlakukan terhadap semua
perusahaan dalam sistem ekonomi itu. Ini sesuai juga dengan penjelasan Pasal 2 UUD 1945,
yaitu: “Berhubung dengan anjuran mengadakan sistem koperasi dalam ekonomi”
3. Ketimpangan dalam Pengaturan
Dalam penggolongan sekarang, perusahaan negara, perusahaan swasta, koperasi
dianggap sebagai pelaku-pelaku yang setaraf dan simbang. Perekonomian diatur dengan jelas
dan ketat dengan UU no. 12/ 1967. Sungguh sangat mengherankan bahwa tidak ada UU yang
mengatur dengan jelas tentang perusahaan negara dan swasta, selain dari pasal-pasal yang
tersebar dalam KUH Perdata Dagang Warisan kolonial.
Dalam Pasal 4 UU no.12/ 1967 ditentukan fungsi koperasi sebagai berikut:
a. Alat perjuangan ekonomi untuk mempertinggi kesejahteraan rakyat
b. Alat pendemokrasian ekonomi nasional
c. sebagai salah satu urat nadi perekonomian indonesia
d. alat pembina insan masyarakat untuk memperkokoh kedudukan ekonomi bangsa
indonesia serta bersatu dalam mengatur tata laksana perekonomian rakyat.
Asas koperasi adalah kekeluargaan dan gotong royong. Fungsi dan asas tersebut
sangat muluk. Tidak dapat dipahami kenapa hal itu untuk koperasi saja. Ini merupakan
dualisme dalam hukum kita sekarang yang menghambat pertumbuhan perekonomian yang
sehat.
4. jalan keluar
Untuk menghilangkan dualisme dala pengaturan perusahaan-perusahaan, seyogyanya
diadakan UU pokok perusahaan yang mengatur segala macam perusahaan, untuk
menggantikan UU koperasi no. 12/1967 dan segala ketentuan dalam KUH perdata.
Perusahaan dibagi dalam dua golongan, yaitu berbentuk badan hukum dan bukan
badan hukum. Perusahaan berupa badan hukum adalah perjan, perum, pesero, PT dan
koperasi. Koperasi dalam bentuk sekarang dapat diteruskan, tapi juga dengan beberapa
perubahan, diantaranya:
a. Jumlah anggota minimal 2 orang dari sebelumnya 20 orang
b. Pemasukan uang untuk modal koperasi tidak usah ditentukan harus sama
c. Sebagai konsekuensi dari b, keuntungan juga tidak harus sama
d. Koperasi boleh bergerak dalam segala bidang perekonomian.
Sama saja halnya dengan istilah demokrasi yang berarti pemerintahan rakyat. Orang
belanda, inggris, amerika, india mengaku menerapkan demokrasi, walaupun coraknya
berlainan. Malahan orang komunis pun menggunakan istilah demokrasi, ditambah lagidengan
kata rakyat, sehingga menjadi demokrasi rakyat, yang sebenarnya sudah merupakan
pleonasme. Dengn begitu ada istilah demokrasi barat dan demokrasi timur. Kita yang bangasa
indonesia juga mempraktekan demokrasi, buka demokrasi barat, bukan demokrasi timur, tapi
demokrasi pancasila.
Begitu pula dengan istilah koperasi indonesia, yaitu koperasi pancasila. Bagaiman
mengatur atau menyusunya, adalah wewenang kita, tidak perlu kita meniru bangsa lain. Kita
yang harus menilai apakah konsep koperasi yang sudah hampir berumur 150 tahun bisa
diterima bulat-bulat begitu saja, atau perlu kita revisi untuk menyesuaikanya dengan
kebutuhan kita.
Perusahaan-perusahaan bukan badan hukum, seperti firma, CV boleh tetap ada, dengan
ketentuan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut dikelola dengan jiwa dan semangat
koperasi. Semua karyawan harus diikutsertakan sebagai pemegang saham. Prinsip ini sudah
diterapkan pada kebanyakan warung padang.
Ringkasnya, segala macam perusahaan mempunyai hak hidup dan boleh beroperasi, asal saja
dikelola dengan jiwa dan semangat koperasi.
III.KESIMPULAN
1.Ekonomi erat sekali hubunganya dengan hukum. Karena itu, dalam usaha memecahkan
persoalan-persoalan ekonomi, para ahli hukum harus turut menyumbangkan pemikiran .
2.Hambatan selama ini dalam merumuskan dan menyusun sistem ekonomi pancasila ialah
penafsiran yang kurang tepat dari pasal 33 UUD 1945. Kata-kata bangun perusahaan
dalam pejelasan pasal tersebut seharusnya ditafsirkan struktur perusahaan, bukan bentuk
perusahaan. Jadi, bangun koperasi ialah struktur koperasi. Boleh juga diartikan jiwa dan
semangat koperasi. Semua perusahaan harus mempunyai bangun koperasi.
3.Koperasi digunakan dalam dua pegertian: (a) sebagai falsafah yang menjadi landasan dari
suatu sistem ekonomi dengan asas kekeluargaan dan semangat gotong royong.; (b)
sebagai suatu badan usaha seperti koperasi sekarang ini
4.Penggolongan sektor-sektor perekonomian dalam: (a) perusahaan negara; (b) swasta; (c)
koperasi, adalah tidak tepat. Koperasi itu juga swasta. Jadi yang ada hanyalah perusahaan
negara dan perusahaan swasta.
5.Semua perusahaan, baik yang dikuasai negara maupun swasta harus terbuka dan
merupakan usaha bersama antara pemerintah dan rakyat. Saham-saham perusahaan
negara dapat dibeli oleh rakyat dan saham swasta dapat sibeki oleh pemerintah.
6.Tujuan terakhir ialah tercapainyasuatu masyarakat koperasi indonesia yang utuh
7.Tujuan terkhir adalah tercapainya masyarakat koperasi indonesia yang utuh
8.Sebagai langkah pertama ke arah tercapainya masyarakat koperasi indonesia, seyogyanya
segera dimulai menyusun RUU pokok perusahaan pokok perusahaan, yang mengatur
semua jenis perusahaan
Definisi sistem ekonomi pancasila. Sistem ekonomi pancasila ialah sistem ekonomi yang
berlandaskan bangun koperasi, yang menjiwai semua usaha dan perusahaan di indonesia
dalam suatu masyarakat koperasi indonesia.
Sumber:
Edi Swasono, Sri. 1985. Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi. Jakarta: UI Press.
Top Related