LAPORAN KASUS
Cedera Kepala Berat dengan Second Brain Injury
Diajukan Kepada:
Dr.Nurtakdir Kurnia Setiawan Sp.S
Disusun oleh:
RAHMALIA DEWI FITRIANI
1910221049
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
CEDERA KEPALA BERAT DENGAN SECOND BRAIN INJURY
Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti
Ujian Kepaniteraan Klinik dibagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD AMBARAWA
Disusun oleh:
RAHMALIA DEWI FITRIANI
1910221049
Pembimbing
dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan SpS
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan Laporan Kasus
dengan judul “Cedera Kepala Berat dengan Second Brain Injury” dengan baik.
Laporan Kasus ini merupakan salah satu Syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUD
Ambarawa. Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan rasa terima
kasih Kepada dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan Sp.S Selaku pembimbing Laporan
Kasus ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Kasus ini banyak
terdapat kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis
mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga
Laporan Kasus ini dapat bermanfaat bagi teman-teman dan semua pihak yang
berkepentingan bagi pengembangan ilmu kedokteran. Aamiin.
Ambarawa, Januari 2020
Penulis
BAB I ILUSTRASI KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. BA
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 02 Desember 2004
Umur : 15 tahun 1 bulan 14 hari
Alamat : Ngrawan Kidul ¼ Bawen Bawen Kabupaten Semarang
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Status perkawinan : Belum menikah
Tanggal masuk : 16 Januari 2020 Pukul: 07:02
Tanggal keluar : 25 Januari 2020 dirujuk
Keluhan Utama
Penurunan kesadaran post kecelakaan lalu lintas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang setelah mengalami kecelakaan lalu lintas saat mengendarai motor
1 jam SMRS. Saksi mata mengatakan, pasien hendak menyebrang dari pom
bensin dan ditabrak dari arah kiri oleh mobil box sehingga pasien terpental jatuh
di jalan. Pasien ditolong oleh warga dalam keadaan tidak sadarkan diri dan tiba
di IGD RSUD Ambarawa pada pukul 07:00. Pada saat di IGD, pasien tidak
sadarkan diri dengan kondisi stupor sehingga pasien tidak dapat ditanya tentang
kronologis kejadian. Pasien tidak dalam pengaruh alkohol. Pasien menutup mata
dan mengerang. Keluarga pasien mengatakan, pasien mengalami muntah 2x saat
di IGD dan muntah menyembur 1x pada saat ingin dilakukan CT Scan (pukul
09:00), muntahan cairan isi cukup banyak dan berwarna coklat. Pasien tidak
mengalami sesak nafas dan kejang. Terdapat keterbatasan pergerakan pada
bagian panggul dan kaki kiri serta ada beberapa luka lecet pada tubuh terutama
bagian kiri. Terdapat luka robek dibagian pelipis kiri, dan luka memar dibagian
kelopak mata kiri. Tidak terdapat cairan atau darah yang keluar dari telinga
maupun hidung. BAK (+) keruh, BAB (-). Pukul 09:20, pasien dipindahkan ke
ruangan ICU.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat trauma serupa sebelumnya tidak pernah dialami. Riwayat epilepsy
disangkal sehingga kejang bukanlah penyebab penurunan kesadaran, Riwayat
alcohol abuse dan intoksikasi obat disangkal, GCS dapat dinilai karena pasien
tidak dalam pengaruh alkohol. Riwayat jantung dan asma disangkal.
Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi
Riwayat merokok disangkal. Pasien merupakan anak ke 3 dari 3 bersaudara.
Pasien tinggal 1 rumah bersama ayah, ibu dan kakak laki-laki sementara kakak
perempuan sudah menikah dan tinggal terpisah. Pekerjaan orang tua pasien
adalah pedagang. Pasien merupakan murid SMP kelas 2.
Riwayat Penyakit keluarga
Disangkal
Riwayat Pengobatan
Tidak dalam konsumsi obat-obatan tertentu. Pasien tidak mengantuk atau tidak
sadar karena pengaruh obat tertentu
ANAMNESIS SISTEM
1. Sistem Serebrospinal
Penurunan kesadaran (+), muntah menyemprot (+), nyeri kepala (+),
kejang (-)
2. Sistem Kardiovaskuler
Riwayat hipertensi (-), riwayat jantung (-)
3. Sistem Respirasi
Sesak napas (-), batuk (-)
4. Sistem Gastrointestinal
Muntah (+), BAB (-)
5. Sistem Muskuloskeletal
Keterbatasan gerak pada bagian panggul dan kaki kiri (+)
6. Sistem Integumen
Terdapat luka robek pada pelipis kiri, memar pada kelopak mata kiri, luka
lecet pada tangan kiri, kedua lutut, dan telapak kaki kiri.
7. Sistem Urogenitalia
BAK kuning keruh (+)
RESUME ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis. Pasien mengalami kecelakaan motor
dan mobil 1 jam SMRS. Pada saat di IGD, pasien anak laki-laki berusia 15 tahun
dibawa ke IGD RSUD Ambarawa oleh penolong pada pukul 07:00 dengan
penurunan kesaradan, muntah isi cairan cukup banyak berwarna coklat 3x ,satu
diantaranya menyembur. Pasien tidak membuka mata dan mengerang. Luka
memar pada mata kiri, luka robek pada pelipis kiri dan lecet pada tubuh. Terdapat
keterbatasan gerak pada panggul dan kaki kiri. Sesak nafas (-) dan kejang (-).
Tidak ada cairan maupun darah keluar dari hidung dan telinga. BAK (+) keruh,
BAB (-). Diagnosis awal pasien yaitu cedera kepala sedang akibat kecelakaan lalu
lintas. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit dahulu atau hal serupa sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga disangkal. Pasien tidak dalam konsumsi obat-obatan
tertentu.
DISKUSI PERTAMA
Berdasarkan anamnesa, pasien mengalami kecelakaan lalu lintas dan datang
dengan penurunan kesadaran selama > 10 menit dan terus menurun pasca trauma,
pasien mengalami muntah berwarna coklat sebanyak 3 x isi cairan cukup banyak,
satu diantaranya muntah menyemprot tanpa disertai adanya cairan dan perdarahan
melalui telinga dan hidung. Penurunan kesadaran disertai muntah coklat yang
terjadi pada pasien memiliki 2 kemungkinan:
1. Perdarahan Intrakranial yang kemungkinan besar terjadi perdarahan
subdural dan dapat disertai peningkatan tekanan intrakranial yang dapat
berasal dari perdarahan subdural atau dapat berasal dari perdarahan di dalam
ventrikel otak yang pada umumnya berasosiasi dengan perdarahan
subarachnoid. Hal tersebut menyebabkan kesadaran yang perlahan semakin
menurun pasca-trauma. Pasien didapatkan saat datang ke IGD dan
megalami penurunan kesadaran yang memburuk. Penurunan kesadaran
bukan didapatkan dari lesi eksternal yang didapatkan pasien.
2. Muntah berwarna coklat dapat berasal dari trauma abdomen, yang mungkin
disebabkan pecahnya pembuluh darah dari organ tertentu. Muntah coklat
menyembur dapat pula manifestasi klinis dari adanya perdarahan
intrakranial karena peningkatan TIK.
Pasien tidak membuka mata dan terus mengerang, hal tersebut menandakan
bahwa pasien merasakan nyeri yang dapat berasal dari nyeri kepala maupun dari
luka yang pasien dapatkan.
Berdasarkan keluhan yang disebutkan oleh pasien, pasien dapat
dikategorikan dalam Cedera Kepala Sedang dengan kemungkinan terdapatnya
perdarahan intracranial dan intraventrikel (Jika CT Scan (+) terdapat perdarahan
maka diagnosis akan berubah menjadi cedera kepala berat) sehingga pentingnya
dilakukan pemeriksaan penunjang dan penelurusan neurologis sebagai berikut:
1. Bukti eksternal trauma: ditemukannya laserasi berupa vulnus laceratum
pada bagian temporal (pelipis) bagian sinistra.
2. Tanda-tanda fraktur basis kranii:
a. Hematom periorbital bilateral (racoon): negatif/negatif
b. Hematom pada mastoid (Battlesign): negatif/negatif
c. Hematom konjungtiva: negatif/negatif
d. Perdarahan hidung atau telinga: negatif/negatif
3. Perlu dilakukannya pemeriksaan tingkat kesadaran untuk menentukkan
tingkat keparahan cedera kepala pasien. 16 Januari 2020 : E2V2M4
4. Mekanisme terjadinya cedera pasien terpental jatuh karena tabrakan dari
mobil.
5. Gejala Penyerta post cedera
a. Pingsan : positif (>10 menit post KLL)
b. Mual-muntah : positif
c. Kejang : negatif
d. Gangguan pandangan : sulit dinilai
Berdasarkan penelusuran tersebut ditentukan bahwa pasien mengalami cedera
kepala berat (terdapatnya penurunan kesadaran dengan GCS 8 disertai pingsan
>10 menit), namun karena belum ada bukti adanya perdarahan pada hasil CT Scan
maka pasien masuk kriteria cedera kepala sedang.
TINJAUAN PUSTAKA
CEDERA KEPALA
Menurut Brain Injury Assosiation of America, trauma kapitis adalah trauma
mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang
menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi
psikososial baik temporer maupun permanen. Lesi kontusio dibawah area
benturan disebut lesi kontusia “coup”. Apabila lesi kontra (countercoup).
Kontusio intermediet adalah lesi yang berada diantara lesi kontusio coup dan
countercoup.
EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, trauma adalah penyebab utama kematian orang yang lebih
muda dari 40 tahun. Menurut American Trauma Society, di USA kejadian cedera
otak traumatika setiap tahun diperkirakan mencapai 500.000 kasus, dan 10%
diantaranya meninggal sebelum sampai di rumah sakit. Insidensi di Negara
berkembang seperti Indonesia meningkat. Peningkatan ini erat hubungannya
dengan meningkatnya industrialisasi dan pesatnya pertumbuhan kendaraan
bermotor.
KLASIFIKASI CEDERA KEPALA
1. Berdasarkan etiologi lesi atau cedera
a. Cedera Kepala Primer
Lesi primer merupakan lesi yang timbul pada saat kejadian trauma dapat
bersifat lokal maupun difus. Lesi lokal berupa robekan pada kulit kepala,
otot-otot dan tendo pada kepala yang mengalami trauma dapat terjadi
perdarahan subgaleal maupun fraktur tulang tengkorak, dapat pula
terjadinya kontusio jaringan otak
b. Cedera Kepala Sekunder
Lesi sekunder timbul beberapa waktu setelah terjadi trauma, menyusul
kerusakan primer. Umumnya disebabkan oleh keadaan iskemia-hipoksia,
edema serebri, vasodilatasi, perdarahan subdural, perdarahan epidural,
perdarahan subaraknoidal, perdarahan intraserebral, dan infeksi.
2. Mekanisme Cedera Kepala
a. Cedera Kepala Tumpul
Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor,
jatuh atau pukulan benda tumpul
b. Cedera Kepala Tembus
Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya
penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera termasuk
cedera tembus atau cedera tumpul.
3. Beratnya Cedera Glascow Coma Scale (GCS) digunakan untuk menilai
secara kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam
deskripsi beratnya penderita cedera kepala. Pasien dalam keadaan sadar (GCS
15). Pasien dengan penurunan kesadaran :
a. Kategori minimal (GCS 15)
b. Cedera Kepala Ringan (GCS: 13-15)
c. Cedera Kepala Sedang (GCS: 9-12)
d. Cedera Kepala Berat (GCS 3-8)
Catatan: Pada pasien cedera kranioserebral dengan GCS 13-15, pingsan >10
menit, tanpa deficit neurologik, tetapi pada hasil scanning otaknya terlihat
perdarahan, diagnosisnya bukan cedera kranioserebral ringan (CKR) /
komosio, tetapi menjadi cedera kranioserebral berat (CKB).
4. Patofisiologi
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera
primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala
sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan
langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselarasi
deselarasi gerakan kepala. Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi
peristiwa coup dan contercoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya
benturan pada tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada
daerah yang berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut
contrecoup. Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti
secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara
tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan
tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi
dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada
tempat yang berlawanan dari benturan (contrecoup). Lebih lanjut keadaan
Trauma kepala menimbulkan edema serebri dan peningkatan tekanan
intrakranial yang ditandai adanya penurunan kesadaran, muntah proyektil,
papilla edema, dan nyeri kepala. Masalah utama yang sering terjadi pada
cedera kepala adalah adanya perdarahan, edema serebri, dan peningkatan
tekanan intrakranial.
5. Morfologi Cedera Kepala
a. Fraktur Kranium
Fraktur tengkorak biasanya terjadi pada tempat benturan, garis fraktur
biasanya menjalar hingga basis kranii. Pada trauma kepala mungkin hanya
terjadi perenggangan sutura. Selain benturan kepala benda yang meruncing
dapat menimbulkan fraktura impresi dengan pecahan tulang yang melesak.
- Fraktur calvaria
- Fraktur dasar tengkorak (basis cranii)
b. Komosio serebri (cedera kulit kepala)
Komosio serebri atau gegar otak adalah gangguan fungsi neurologik ringan
tanpa adanya kerusakan struktur otak akibat cedera kepala. Hilang
kesadaran yang berlangsung tidak lebih dari 10 menit. Gejalanya yaitu nyeri
kepala, vertigo, muntah, tampak pucat. Terdapat amnesia retrograd yaitu
hilangnya ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya
kecelakaan.
c. Kontusio Serebri (memar otak)
Kontusio serebri adalah gangguan fungsi neurologik akibat cedera kepala
yang disertai kerusakan jaringan otak tetapi kontinuitas otak masih utuh,
Otak mengalami memar dengan memungkinkan adanya daerah yang
mengalami perdarahan. Gejala yang timbul lebih khas yaitu, penderita
kehilangan gerakan, kehilangan kesadaran lebih dari 10 menit
d. Hematoma Epidural
Epidural hematom (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk di ruang
potensial antara tabula interna dan duramater. Paling sering terletak di
region temporal atau temporal parietal dan sering akibat robeknya pembuluh
meningeal media. Munculnya Lucid Interval (sadar setelah kecelakaan),
(Perdarahan biasanya dianggap berasal arterial, namun mungkin sekunder
dari perdarahan vena pada sepertiga kasus. Pada hasil pemeriksaan CT-Scan
menunjukkan adanya gambaran bikonveks yang opak.
e. Hematoma Subdural
Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi diantara
duramater dan arakhnoid. SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH,
ditemukan sekitar 30% penderita dengan cedera kepala berat. Terjadi paling
sering akibat robeknya vena bridging antara korteks serebral dan sinus
draining. Namun juga dapat berkaitan dengan laserasi permukaan atau
substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin ada atau tidak. Selain itu,
kerusakan otak yang mendasari hematoma subdural akut biasanya lebih
berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma epidural. Hasil CT-Scan
kepala akan menunjukkan gambaran lentikuler, falx atau tentorium. Dibagi
atas : Akut (gejala timbul < 72 jam setelah cidera), Subakut (hari ke 3-21),
Kronik (timbul gejala > 3 minggu).
f. Perdarahan Intraventrikel
Perdarahan intraventrikular primer merupakan perdarahan yang terbatas
pada sistem ventrikuler yang bersumber dari intraventrikel atau lesi yang
bersebelahan dengan ventrikel, contohnya trauma intraventrikular,
aneurisma, malformasi pembuluh darah dan tumor yang biasanya
melibatkan pleksus koroideus. Sekitar 70% dari perdarahan intraventrikular
sekunder terjadi akibat perluasan dari perdarahan intraparenkim atau
perdarahan subarakhnoid ke dalam sistem ventrikel (Hanley dkk, 2009).
Setelah perdarahan inisial terjadi, tiga risiko utama yang akan
mempengaruhi kejadian selanjutnya yaitu rebleeding, vasokonstriksi dan
hidrosefalus. Pada perdarahan intraventrikular yang berat dijumpai tanda
penurunan kesadaran, kejang baik fokal maupun general dan tanda-tanda
kompresi batang otak (Paciaroni dkk, 2012).
g. Perdarahan Subarakhnoid
Umumnya terjadi dalam banyak kasus TBI dan jika komponen darah
menghambat vili arakhnoid maka perdarahan dapat mengakibatkan
hidrosefalus komunikans atau hidrosefalus non komunikans.
MANIFESTASI KLINIS CEDERA KEPALA
1. Penurunan Kesadaran
Penurunan kesadaran dapat diakibatkan oleh Diffuse axonal injury (DAI)
merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai oleh penurunan kesadaran
setelah terjadinya trauma lebih dari 6 jam tanpa ditemukan penyebab yang
jelas penurunan kesadaran. Lesi yang timbul pada cedera kepala dapat
menyebabkan peregangan dari akson-akson di otak hingga mengalami
gangguan konduksi dan fungsi.
2. Tanda Fraktur Kranium
a. Battlesign (ekimosis pada mastoid)
b. Racoon Eyes (ekimosis perorbital)
c. Hemotipanum (perdarahan membrane timpani telinga)
d. Rinorrhoe (cairan serebrospinal keluar dari hidung)
e. Otorrhoe (cairan serebrospinal keluar dari telinga)
3. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial
mual muntah, penglihatan ganda, perasaan gelisah, papil edema
4. Gejala lain
Mual, muntah proyektil (muntah seperti makanan disembur keluar),
penurunan kesadaran, perubahan ukuran pupil, posisi abnormal ekstremitas,
trias cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernapasan).
CEDERA OTAK SEKUNDER
Setelah terjadinya cedera otak primer, satu atau lebih kejadian terjadi berturut-
turut dan memicu terjadinya perburukan fungsi serebral. Diffuse Ischemic
Damage (berlangsung mulai dari terjadinya trauma) terdiri dari 3 fase :
– Fase hipoperfusi, terjadi pada hari 0 , aliran darah dapat turun hingga hingga
<18 ml/100g/min,
– Hyperemia terjadi pada hari 1-3,
– Vasospasme terjadi pada hari 4-15.
Klasifikasi etiologi cedera otak sekunder dibedakan menjadi penyebab
ekstrakranial dan intrakranial. Penyebab ekstrakranial meliputi hipoksia,
hipotensi, hiponatremi, hipertermia, hipoglikemia atau hiperglikemia. Penyebab
intrakranial meliputi perdarahan ekstradural, subdural, intraserebral,
intraventrikular, dan subarachnoid. Selain itu cedera sekunder juga dapat
disebabkan karena pembengkakan dan infeksi. Pembengkakan intrakranial
meliputi kongesti vena/hiperemi, edema vasogenik, edema sitotoksik, dan edema
interstisial. Infeksi yang mengakibatkan cedera otak sekunder antara lain
meningitis dan abses otak. Cedera kepala berat memicu terjadinya respon simpatik
dan hormonal. Manifestasinya antara lain peningkatan tekanan intrakranial,
kerusakan otak iskemik, hipoksia serebral dan hiperkarbi, serta terganggunya
autoregulasi serebral.
B. DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis klinik : Penurunan Kesadaran, muntah, nyeri kepala
Diagnosis topis : Intrakranial
Diagnosis etiologi : Cedera Kepala Sedang
Diagnosis Insidensi: Fraktur coxae sinistra
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik pada saat tiba di IGD RSUD Ambarawa (16/01/2020 pukul
07.00 WIB)
Status generalis
KU : tampak sakit berat
Kesadaran : Somnolen
GCS E2V2M4
Tanda vital
TD : 130/75 mmHg
N : 90 x/menit
T : 36,6oC
RR : 16 x/menit
SpO2 : 99%
Pemeriksaan Fisik
Kepala: Normocephal/konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil isokor
2/2, periorbital ekimosis sinistra (+), subconjungtiva hemorrhage sinistra (+),
reflex kornea +/+, reflex pupil +/+, raccoon eye sign (-), ekimosis
retroaurikuler/battlesign (-), epistaksis (-), otorrhea (-)
Leher: Bentuk simetris, trakea lurus di tengah, tidak teraba pembesaran KGB
dan tiroid
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis (-)
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi: Batas atas jantung: ICS II parasternal sinistra
Batas kanan jantung : Linea parasternal dextra
Batas kiri jantung : Mid clavicula sinistra
Auskultasi : S1 dan S2 normal reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Paru
Inspeksi : Pergerakkan dada simetris pada statis dan dinamis
Palpasi : Vocal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan (sdn), hepar dan lien tidak
teraba
membesar,
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Normal
Ekstremitas Superior : Akral dingin +/+, CRT < 2 detik
Inferior : ROM terbatas, Akral dingin +/+, CRT < 2 detik
Kulit : Turgor kulit normal
Status Neurologis
Sikap Tubuh : Simetris
Gerakan abnornal : tidak ada
Cara berjalan : Sulit dinilai
Pemeriksaan Saraf Kranial :
D. LAMPIRAN
Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri
N.I. Olfaktorius Daya penghidu Sdn
N.II. Optikus Daya penglihatan
SdnPenglihatan warna
Lapang pandang
N.III. Okulomotor Ptosis - -
Gerakan mata ke medial Sdn Sdn
Gerakan mata ke atas Sdn Sdn
Gerakan mata ke bawah Sdn Sdn
Ukuran pupil 2 mm 2 mm
Bentuk pupil Bulat Bulat
Refleks cahaya langsung + +
N.IV. Troklearis Strabismus divergen
SdnGerakan mata ke lateral
bawah
Strabismus konvergen
N.V. Trigeminus Menggigit +
Membuka mulut +
Sensibilitas muka Sdn Sdn
Refleks kornea + +
N.VI. Abdusen Gerakan mata ke lateral Sdn
Strabismus konvergen
N.VII. Fasialis Kedipan mata + +
Lipatan nasolabial - -
Sudut mulut Sdn Sdn
Mengerutkan dahi + +
Menutup mata Sdn Sdn
Meringis Sdn Sdn
Menggembungkan pipi Sdn Sdn
Daya kecap lidah 2/3
anterior
Sdn Sdn
N.VIII.
Vestibulokoklearis
Mendengar suara bisik + +
Tes Rinne Sdn
Tes Schwabach
N.IX.
Glosofaringeus
Arkus faring Sdn Sdn
Daya kecap lidah 1/3
posterior
Sdn Sdn
Refleks muntah Sdn Sdn
Tersedak + +
N.X. Vagus Denyut nadi 90 x/ min
Arkus faring Sdn Sdn
Bersuara +
Menelan +
N.XI. Aksesorius Memalingkan kepala + +
Sikap bahu Sdn Sdn
Mengangkat bahu Sdn Sdn
N.XII.
Hipoglossus
Sikap lidah Sdn Sdn
Artikulasi - -
Fasikulasi lidah - -
Menjulurkan lidah Sdn
Trofi otot lidah - -
Reflek patologis : negatif
Pemeriksaan sensibilitas : sulit dinilai
Pemeriksaan Fungsi Vegetatif :
Miksi : sdn, kuning keruh (+)
Defekasi : BAB (-)
Pemeriksaan Koordinasi dan Keseimbangan
- Cara berjalan : sdn
- Tes Romberg : sdn
- Tes Fukuda : sdn
- Tes telunjuk hidung : sdn
- Disdiadokinesis : sdn
- Dismetria : sdn
- Rebound Phenomenon: sdn
Pemeriksaan Rangsang Meningeal (Negatif)
- Kaku kuduk : +
- Kernig Sign : -
- Brudzinski I : -
- Brudzinski II : -
- Brudzinski III : -
- Brudzinski IV : -
Pemeriksaan Lokalis
Terdapat Vulnus Laceratum pada bagian temporal (pelipis) sinistra
Terdapat Vulnus Excoriatum pada bagian kedua genu dan plantar pedis sinistra
Terdapat ekimosis pada periorbita sinistra
Suspek terdapat tanda fraktur blow out (+)
Tidak Terdapat tanda fraktur kranii : battle sign (-), raccoon eyes (-)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Head CT-Scan Aksial Non Kontras (17/01/2020)
Hasil Expertise Head CT-Scan (17/01/2020)
a. Subdural hematoma falx posterior
b. Perdarahan intraventrikel lateralis kiri
c. Hemosinus maksilaris kiri
d. Fraktur pada dinding medial sinus maksilaris kiri, os zygomaticum kiri
e. Tak tampak tanda peningkatan tekanan intrakranial saat ini.
Rontgen Pelvis (17/01/2020)
Hasil Expertise Rontgen Pelvis (17/01/2020)
Kesan:
a. Sakroiliaka joint kiri tampak melebar
b. Tak tampak dislokasi sendi coxae
c. Shenton line kanan kiri intak
Hasil Pemeriksaan Laboratorium (16/01/2020) 13:40
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Hb 14.5 12.8-16.8
Lekosit 19.5 H 4.5-13.5
Eritrosit 4.99 3.8-5.8
Hematokrit 39.5 L 40-52
Trombosit 195 150-400
MCV 79.2 L 82-98
MCH 29.1 27-32
MCHC 36.7 32-37
MPV 6.04 7-11
Limfosit 0.432 L 1.0-4.5
Monosit 0.277 0.2-1.0
Eosinofil 0.012 L 0.04-0.8
Basofil 0.086 0-0.2
Neutrofil 18.7 H 1.8-7.5
PDW 20.1 H 10-18
Hasil Pemeriksaan Laboratorium (16/ 01 / 2020) (07:40 dan 13:40)
URIN 07:40 13:40
Protein urine 2 + 1.0 1+0.3
Eritrosit 2 +80 -
Sedimen eritrosit 35 721.7
Sedimen Lekosit 202.3 73.6
Sedimen Bakteri 234.7 35.2
Sedimen Epitel 9.6 25.7
Sedimen Silinder 17.79 1
KONSULTASI
- Konsultasi anestesi : acc ICU
- Konsultasi Bedah Umum (dialihkan ke bedah ortopedi)
- Konsultasi Bedah Ortopedi
DISKUSI KEDUA
Penurunan kesadaran dengan GCS <13 saat datang ke igd dan GCS < 15 selama >
2 jam tidak membaik merupakan salah Satu dari indikasi perlu dilakukannya
pemeriksaan CT-Scan pada pasien dengan cedera kepala untuk memastikan
morfologi dari lesi pada cedera Kepala pasien (National Institute for Healthand
Care Exellence, 2019).
INDIKASI DILAKUKANNYA CT-SCAN (NICE, 2019):
a. Jika GCS <13 saat datang ke IGD
b. Jika GCS <15 dalam waktu 2 jam tidak membaik
c. Terdapat tanda-tanda fraktur basis cranium
d. Terdapat gangguan fungsi neurologis fokal
e. Post-traumatic seizure
f. Amnesia anterograde ataupun retrograde selama >5 menit
Pada pemeriksaan fisik, ditemukannya penurunan kesadaran namun tanpa
disertai kelainan neurologis fokal seperti kesulitan memahami, menulis, membaca,
gangguan pandangan maupun gangguan berjalan dengan hasil CT-Scan
menunjukkan adanya perdarahan intrakranial yaitu subdural hematoma falx
cerebri dan intraventrikel hemorrhage. Sehingga menguatkan diagnosis berupa
Cedera Kepala Berat. Pada pemeriksaan laboratorium, tidak ditemukan kausa
bersaing yang menyebabkan penurunan kesadaran sehingga perdarahan
intrakranial merupakan etiologi utama dari penurunan kesadaran pada kasus ini.
Pada kunjungan pertama bagian saraf (16/01/2020) pasien didiagnosis
menderita Cedera Kepala Sedang karena ditemukannya kesadaran menurun
dengan GCS 8. Hasil CT-Scan pada tanggal 17/01/2020 menunjukkan terdapatnya
hematoma subdural pada bagian falx cerebri dan intraventrikel hemorrhage
sinistra tanpa disertai adanya peningkatan tekanan intrakranial. Terdapatnya
Hematoma subdural dapat dilihat dari adanya hiperdensitas pada bagian falx
cerebri (interhemisphere) dari kepala pasien sedangkan perdarahan intraventrikel
sinistra dapat dilihat dari hiperdensitas di dalam venrikel lateralis sinistra. Lesi
eksternal berada di bagian sinistra dengan hasil CT-Scan yang menunjukkan
kerusakan pada bagian sinistra menunjukkan bahwa pasien kemungkinan
mengalami lesi coup, dimana timbulnya lesi intrakranial pada bagian yang sama
dari lokasi terjadinya benturan. Perdarahan subdural dapat disebabkan oleh
rupturnya bridging vein yang berada dibawah durameter, kerusakan bersifat
progresif dengan kesadaran yang menurun perlahan sehingga membutuhkan
penanganan yang cepat agar prognosis tidak memburuk. Pada bagian periorbital
sinistra terdapat ekimosis (+), subconjungtival hemorrhage sinistra (+) dan hasil
dari CT Scan terdapat fraktur pada dinding medial sinus maksilaris sinistra dan os
zygomatikus sinistra yang memungkinkan suspek terjadinya fraktur blow out pada
pasien ini.
Pada pemeriksaan fisik ekstremitas inferior sinistra (panggul kiri)
ditemukan keterbatasan ROM sehingga dapat dicurigai kemungkinan adanya
fraktur coxae sinistra. Dari hasil RO coxae sinistra ditemukan kelainan sacroiliaka
joint.kiri tampak melebar. Hal tersebut menandakan bahwa pada pasien terjadi
fraktur maupun tarikan ligament pada lokasi tersebut.
Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan hasil leukosit tinggi yang
menandakan adanya reaksi inflamasi/ infeksi yang terjadi. Hematokrit pasien
sedikit rendah yang mungkin disebabkan terjadinya perdarahan sehingga kadar Ht
turun sedikit namun tidak turun secara signifikan. Pada pemeriksaan urin
dilakukan 2 x ,BAK kuning keruh terdapat sedimen eritrosit, leukosit, bakteri,
epitel dll yang mungkin menandakan adanya trauma pada sistem traktus urinarius
post trauma atau adanya infeksi saluran kemih pada pasien yang tidak terdeteksi
sebelumnya. Namun, karena didapatkan dari RPD pasien tidak memiliki riwayat
ISK sehingga trauma sistem traktus urinarius merupakan penyebab yang
signifikan.
Berdasarkan guidline oleh National institution for Health and Care tahun 2019,
perlunya dilakukan pengawasan setiap setengah jam (2 jam pertama), setiap 1 jam
(4 jam setelahnya), setiap 2 jam (seterusnya) terhadap Glasgow Coma Scale ,
Refleks pupil, tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, pergerakan tungkai,
suhu tubuh dan saturasi oksigen.
DIAGNOSIS CEDERA KEPALA
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan kesadaran (GCS)
Pemeriksaan neurologis fokal
Pemeriksaan Lokalis (lokasi lesi)
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Radiologi: CT-Scan, MRI
G. DIAGNOSIS AKHIR
Diagnosis Klinis : Penurunan Kesadaran, muntah, nyeri kepala
Diagnosis Topis : Intrakranial
Diagnosis Etiologi : Cedera Kepala Berat dengan Second Brain Injury
H. PENATALAKSANAAN
Farmakologis
Infus RL 20 tpm
Inj. Piracetam 4x3
Inj. Citicholin 2x500
Inj. Ranitidin 2x1
Inj. Metilprednisolon 4x125
Non-Farmakologis
Resusitasi ABCDE (awal di IGD)
Head up 30o
O2 3 lpm
NGT
DC
I. PROGNOSIS
Death : dubia
Disease : dubia
Disability : dubia
DISKUSI KETIGA
TATALAKSANA CEDERA KEPALA
Tujuan minimum dari tatalaksana Cedera Kepala (McCarthy, 2018):
1. PaO2 >60
2. SaO2 >90%
3. PaCO 235-40
4. Tekanan Sistolik >90mmHg
Inj. Mecobalamin 1x1
Inj. Ketorolac 2x30 stop PO Itamol – F
(PCT)
Inj. Ceftriaxon 2x1
Inj. Kalnex 3x1
Inj.Flunarizin 2x5
Fuson salep
Discomfort : dubia
Dissatisfaction: dubia
Distitution : dubia
Dasar penatalaksanaan Cedera Kepala (McCarthy, 2018):
1. Resusitasi (ABCDE) dan observasi pada 4 jam pertama
2. Posisikan pasien 30o
3. Konsultasi Neurologis
4. Tatalaksana Pembedahan berupa kraniotomi, jika:
Pada trauma tertutup
a. Fraktur impresi
b. Perdarahan epidural: volume perdarahan >30 cc tanpa memperhitungkan
GCS atau midlineshift >5 mm, GCS <8.
c. Perdarahan subdural: jika volume perdarahan >10 mm atau midlineshift >5
mm, jika GCS berkurang 2 poin sejak pasien masuk, reflex pupil abnormal
atau ICP >20 mmHg.
d. Perdarahan intraserebral: jika GCS 6-8 dengan lesi temporal atau frontal
>20 cc, midlineshift >5 mm, volume perdarahan >50 cc.
Pada trauma terbuka
a. Fraktur multipel
b. Dura yang robek disertai laserasi
c. Liquorhea
Tatalaksana Medikamentosa, yaitu:
a. Bolus Mannitol (20%,100mL) IV jika terjadi peningkatan tekanan
intracranial (tetap diberikan pada pasien dengan penurunan kesadaran di
IGD)
b. Antibiotik profilaksis jika terdapat fraktur basis kranii ataupun lesi terbuka
c. Antikonvulsan untuk kejang pasca trauma
d. Pemberian anti-nyeri
e. Kontra indikasi terhadap pemberian obat-obatan narkotik maupun sedative
karena dapat menurunkan kesadaran
TATALAKSANA PADA KASUS
Piracetam 4x3
d. Pneumoencephali
e. Corpus alienum
f. Luka tembak
Piracetam berperan meningkatkan energy (ATP) otak, meningkatkan aktifitas
adenylat kinase (AK) yang merupakan kunci metabolism energy dimana
mengubah ADP menjadi ATP dan AMP. Digunakan juga untuk perbaikan
deficit neurologis.
Citicholin 2x500
Berperan untuk perbaikan membrane sel saraf melalui peningkatan sintesis
phophatidylcholine dan perbaikan neuron kolinergik. Citicholine juga mampu
meningkatkan kemampuan kognitif.
Ranitidin 2x1,
Ranitidin merupakan antagonis kompetitif reversibel reseptor histamin pada
sel parietal mukosa lambung yang berfungsi untuk mensekresi asam
lambung. Ranitidin mensupresi sekresi asam lambung dengan inhibisi
Histamin yang diproduksi oleh sel ECL gaster.
Methylprednisoloine 4x125
Methylprednisolone pada kasus ini digunakan sebagai tatalaksana untuk
menurunkan TIK pada edema vasogenik. Edema vasogenik terjadi karena
gangguan pada persimpangan endotel yang ketat yang membentuk sawar
darah-otak. Hal ini memungkinkan protein dan cairan intravaskular
menembus ke dalam ruang ekstraseluler parenkim. Mekanisme yang
berkontribusi terhadap disfungsi sawar darah-otak termasuk gangguan fisik
akibat hipertensi atau trauma arteri, dan pelepasan senyawa destruktif
vasoaktif dan endotel. Edema serebri lainnya adalah edema sitotoksik, edema
intersisial, edema osmotic dan edema hidrostatik. Pada edema sitotoksik
sawar darah-otak tetap utuh tetapi gangguan metabolisme seluler merusak
fungsi pompa natrium dan kalium dalam membran sel glial, yang
menyebabkan retensi seluler natrium dan air. Astrosit yang bengkak terjadi
pada materi abu-abu dan putih (grey matter dan white matter). Pada edema
sitotoksik, dapat diberikan manitol untuk menurunkan TIK. Edema serebri
osmotic terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotik antara plasma
darah (intravaskuler) dan jaringan otak (ekstravaskuler). Apabila tekanan
osmotik plasma turun > 12%, akan terjadi edema serebri dan kenaikan TIK.
Bentuk edema serebral hidrostatik terlihat pada hipertensi maligna akut.
Diperkirakan merupakan hasil dari transmisi langsung tekanan ke kapiler otak
dengan transudasi cairan dari kapiler ke kompartemen ekstravaskular. Edema
interstisial terjadi pada hidrosefalus obstruktif akibat pecahnya sawar otak-
CSF. Ini menghasilkan aliran trans-ependim CSF, menyebabkan CSF
menembus otak dan menyebar ke ruang ekstraseluler dan materi putih. Edema
serebral interstisial berbeda dari edema vasogenik karena CSF hampir tidak
mengandung protein.
Mecobalamin 1x1
Memiliki kandungan yang merupakan metabolit dan vitamin B12 yang
berperan sebagai koenzim dalam proses pembentukan methionin dari
homosistein. Reaksi ini berguna dalam pembentukan DNA, serta
pemeliharaan fungsi saraf
Ketorolac 2x30
Ketorolac yang merupakan analgetik jangka pendek untuk nyeri akut sedang
sampai berat. Ketorolak adalah golongan obat nonsteroidal anti-inflammatory
drug (NSAID) yang bekerja dengan memblok produksi substansi alami tubuh
yang menyebabkan inflamasi. Efek ini membantu mengurangi bengkak,
nyeri, atau demam
Ceftriaxone 3x1
Sebagai antibiotic spectrum luas untuk pengobatan profilaksis jika terjadi
infeksi. Mekanisme nya adalah menghambat pertumbuhan bakteri.
Kalnex 3x1
Obat yang mengandung bahan aktif asam traneksamat yang merupakan obat
golongan anti-fibrinolitik. Mencegah perubahan plasminogen menjadi
plasmin.
Flunarizin 2x5
Merupakan antagonis kalsium terbaru dengan efek antimigrain. Flunarizine
adalah penghambat selektif masuknya kalsium dengan cara ikatan calmodulin
dan aktivitas hambatan histamin H1. Dapat menghambat kontraksi otot polos
pembuluh darah, melindungi kekakuan sel-sel darah merah serta mampu
melindungi sel-sel otak dari efek hipoksia. Flunarizin pada kasus ini
digunakan sebagai pengganti Nimodipin.
Nimodipin (Imotop)
Nimodipin merupakan obat pilihan untuk kasus ini namun tidak tersedia dan
digantikan oleh flunarizin. Nimodipin merupakan turunan dihidropiridin dan
penghambat saluran Ca2 + kuat dengan aktivitas antivasospastik pada
kontraksi endotelium serebrovaskular dan zat vasokonstriktor in vitro.
Nimodipine berikatan khusus dengan saluran kalsium tegangan-g-tipe-L.
Obat calcium channel blocker yang mengurangi resiko komplikasi iskemik
dan sebagai profilaksis vasospasme dalam meningkatkan kualitas hidup
pasien SAH. Pemberian nimodipin dimulai pada awal SAH supaya tidak
terjadi vasospasme cerebral dan dapat mencegah terjadinya komplikasi
iskemik. Dosis nimodipine yang biasa adalah 60 mg melalui mulut/PO setiap
4 jam. infus intravena dengan kecepatan 1-2 mg / jam. Nimodipine dikaitkan
dengan tekanan darah rendah, flushing dan berkeringat, edema, mual, dan
masalah pencernaan lainnya, yang sebagian besar diketahui sebagai
karakteristik penghambat saluran kalsium. Ini dikontraindikasikan pada
angina tidak stabil atau episode infark miokard lebih baru dari satu bulan.
Fuson salep
Sediaan topikal antibiotik yang digunakan untuk mengobati infeksi kulit dan
jaringan lunak yang ringan sampai sedang. Efektif untuk mengobati infeksi
yang disebabkan terutama oleh bakteri gram positif seperti Staphylococcus,
Streptococcus, Corynebacterium, dan sebagian besar Clostridium
Pasien dapat dipulangkan jika GCS sudah mencapai 15 (Compos Mentis),
pemeriksaan fisik kembali stabil dan tidak adanya penyakit penyerta. Sudah tidak
ada tanda dan gejala dari cedera kepala maupun peningkatan tekanan intracranial,
tidak ada kelainan pada CT-Scan ulang ataupun tidak adanya indikasi untuk
dilakukannya pemeriksaan CT-Scan dan mendapat pengawasan yang baik jika
dipulangkan (keluarga) selama 24 jam pertama setelah dipulangkan (NICE, 2019).
Pada pasien ini dicurigai terdapat second brain injury karena kesadaran pasien
belum terlalu baik, bicara masih kacau dan timbul demam serta muntah pada
pasien saat pasien telah dipindahkan ke bangsal Anggrek. Pasien telah melewati H
+ 10 cedera kepala berat dimana hari setelahnya s/d H + 14 adalah fase kritis
pasien. Namun pada saat hari terakhir di bangsal RSUD Ambarawa, kondisi
pasien sudah cukup stabil untuk bisa di rujuk ke RS Kariadi, Semarang untuk
mendapatkan perawatan yang lebih lengkap dan penelusuran lebih lanjut terkait
cedera kepala berat yang mungkin dapat dilakukan tindakan operatif. Cedera otak
sekunder merupakan lanjutan dari cedera otak primer yang dapat terjadi karena
adanya reaksi inflamasi, biokimia, pengaruh neurotransmitter, gangguan
autoregulasi, neuro-apoptosis. Melalui mekanisme Eksitotoksisitas, kadar Ca++
intrasellular meningkat, terjadi generasi radikal bebas dan peroxidasi lipid. Faktor
intrakranial (lokal) yang memengaruhi cedera otak sekunder adalah adanya
perdarahan intrakranial, iskemia otak akibat penurunan tekanan perfusi otak,
herniasi, penurunan tekanan arterial otak, Tekanan Tinggi Intrakranial (TTIK),
demam, vasospasm, infeksi, dan kejang. Sebaliknya faktor ekstrakranial
(sistemik) yang dikenal dengan istilah nine deadly H’s adalah hipoksemia
(hipoksia, anemia), hipotensi (hipovolemia, gangguan jantung, pneumotorak),
hiperkapnia (depresi nafas), hipokapnea (hiperventilasi), hipertermi
(hipermetabolisme/respon stres), hiperglikemia, hipoglikemia, hiponatremia,
hipoproteinemia, dan hemostasis. Beratnya cedera primer karena lokasinya
memberi efek terhadap beratnya mekanisme cedera sekunder (Li, 2004).
K. LAMPIRAN
16/01/2020 S: post kll, penurunan kesadaran
O:
(IGD)
TD: 130/75, FN: 106x/min, RR:
18x/min, SpO2: 99%, Neck collar
(+),DC (+) GCS : E2V2M4
(ICU)
TD: 135/70, FN: 84x/min, RR:
25x/min, SpO2: 100%, Neck collar
(+),DC (+) GCS : E2V2M4
A: Cedera Kepala Sedang H I
P:
O2 NC 3 lpm
Inf.RL 20 tpm
Inj. Piracetam 4x3
Inj. Citicholin 2x500
Inj. Ranitidin 2x1
Inj. Metilprednisolon 4x125
Inj. Mecobalamin 1x1
Inj. Ketorolac 2x30
Inj. Ceftriaxon 2x1
NICU
Konsul Bedah Umum
Konsul dr.Fera:
- Acc ICU
17/01/2020 S: penurunan kesadaran
O: TD: 103/60, FN: 60x/min, RR:
18x/min, SpO2: 100%, Neck collar
(+),DC (+)
A: Cedera Kepala Berat HII
P:
O2 NC 3 lpm
Inf.RL 20 tpm
Inj. Piracetam 3x4
Inj. Citicholin 2x500
Inj. Ranitidin 2x1
Inj. Metilprednisolon 4x125
Inj. Mecobalamin 1x1
Inj. Ketorolac 2x30
Inj. Ceftriaxon 2x1
Prog: Konsultasi Bedah Ortopedi
(konsentrasi coxae sinistra)
18/01/2020 S: -
O: TD: 120/75, FN: 44x/min, RR:
Sesuai Bedah
17x/min, SpO2: 100%, Neck collar
(+),DC (+)
A: Cedera Kepala Berat HIII
P:
O2 NC 3 lpm
Inf.RL 20 tpm
Inj. Piracetam 4x3
Inj. Citicholin 2x500
Inj. Ranitidin 2x1
Inj. Metilprednisolon 4x125
Inj. Mecobalamin 1x1
Inj. Ketorolac 2x30
Inj. Ceftriaxon 2x1
Inj. Kalnex 3x1
Inj.Flunarizin 2x5
19/01/2020 S: -
O: TD: 120/65, FN: 56x/min, RR:
18x/min, SpO2: 100%, Neck collar
(+),DC (+) GCS
A: Cedera Kepala Berat HIV
P:
O2 NC 3 lpm
Inf.RL 20 tpm
Inj. Piracetam 4x3
Inj. Citicholin 2x500
Inj. Ranitidin 2x1
Inj. Metilprednisolon 4x125
Inj. Mecobalamin 1x1
Inj. Ketorolac 2x30
Inj. Ceftriaxon 2x1
Inj.Kalnex 3x1
Inj. Flunarizin 2x5
Sesuai Bedah Ortopedi
20/01/2020 S: Respon (+), sedikit bicara, teriak
dan mengerang, makan dan minum (+)
perlahan
O: KU: somnolen, tampak sakit berat
TD: 140/80, FN: 58x/min, RR:
13x/min, SpO2: 100%,DC (+)
A: Cedera Kepala Berat HV
P:
O2 NC 3 lpm
Inf.RL 20 tpm
Inj. Piracetam 3x4
Inj. Citicholin 2x500
Inj. Ranitidin 2x1
Inj. Metilprednisolon 4x125
Inj. Mecobalamin 1x1
Inj. Ketorolac 2x30
Inj. Ceftriaxon 2x1
Inj. Kalnex 3x1
Inj. Flunarizin 2x5
21/01/2020 S: Respon (+), makan dan minum (+)
perlahan, muntah (-)
O: KU: somnolen TD: 120/85, FN:
51x/min, RR: 17x/min, SpO2: 100%,
DC (+)
A: Cedera Kepala Berat H VI
P:
O2 NC 3 lpm
Inf.RL 20 tpm
Inj. Piracetam 3x4
Inj. Citicholin 2x500
Inj. Ranitidin 2x1
Inj. Metilprednisolon 4x125
Inj. Mecobalamin 1x1
Inj. Ketorolac 2x30
Inj. Ceftriaxon 2x1
Inj. Kalnex 3x1
Inj. Flunarizin 2x5
Prog: bila stasioner s/d H VII, pindah
bangsal.
22/01/2020 S: Respon (+), makan dan minum (+)
perlahan, muntah (-), nyeri kepala
O: KU: somnolen TD: 125/80, FN:
45x/min, RR: 24x/min, SpO2:
99%, ,DC (+)
A: Cedera Kepala Berat HVII
P:
O2 NC 3 lpm
Inf.RL 20 tpm
Inj. Piracetam 3x4
Inj. Citicholin 2x500
Inj. Ranitidin 2x1
Inj. Metilprednisolon 4x125
Inj. Mecobalamin 1x1
Inj. Ketorolac 2x30
Inj. Ceftriaxon 2x1
Inj. Kalnex 3x1
Inj. Flunarizin 2x5
Prog: bila stasioner, pindah bangsal
hari ini.
23/01/2020 S: demam (+), muntah (+), bicara
kacau (+),nyeri kepala
O: TD: 120/80, FN: 85x/min, RR:
24x/min, SpO2: 98%, DC (+), NGT
(+)
A: Cedera Kepala Berat H VIII
P:
O2 NC 3 lpm
Inf.RL 20 tpm
PO Flunarizin 2x5
PO Itamol – F (PCT)
Inj. Piracetam 4x3
Inj. Citicholin 2x500
Inj. Ranitidin 2x1
Inj. Metilprednisolon 4x125
Inj. Mecobalamin 1x1
Inj. Ketorolac 2x30 (Stop)
Inj. Ceftriaxon 2x1
Inj. Kalnex 3x1
Fuson Salep (+)
24/01/2020 S: demam naik turun (+), bicara
kacau, gelisah, muntah (-)
O: TD: 125/80, FN: 70x/min, RR:
20x/min, SpO2: 99%, ,DC (+), NGT
(+)
A: Cedera Kepala Berat H IX
P:
O2 NC 3 lpm
Inf.RL 20 tpm
PO Flunarizin 2x5
PO Itamol – F (PCT)
Inj. Piracetam 4x3
Inj. Citicholin 2x500
Inj. Ranitidin 2x1
Inj. Metilprednisolon 4x125
Inj. Mecobalamin 1x1
Inj. Ceftriaxon 2x1
Inj. Kalnex 3x1
Inj. Ondansentron 3x1
Fuson Salep (+)
Diet : cair susu
25/01/2020 KU Stabil
Di Rujuk H X ke RS Dr.Kariadi
DAFTAR PUSTAKA
1. Bullock MR, Hovda DA. Introduction to Traumatic Brain Injury. In :
Youman’s (ed) Neurological Surgery 6th.ed. Philadelphia : Elsevier
Saunders. 2011 : 3267-69.
2. Schouton JW, Maas AIR. Epidemiology of Traumatic Brain Injury. In :
Youman’s (ed) Neurological Surgery 6th.ed. Philadelphia : Elsevier
Saunders. 2011 : 3267-69.
3. Fearnside MR, Simpson DA. Epidemiology. In : Head Injury
Pathophysiology and Management. London : Hodder Arnold. 2005 : 3-25.
4. Fane RA, Nassar T, Mazuz A, Waked O, Heyman SN, dkk. Neuroprotection
by glucagon: role of gluconeogenesis. J Neurosurg 114:85-91, 2011.
5. Imron A. Pola pasien cedera otak traumatika di RSHS. 2012.
6. Data Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung
Tahun 2011.
7. Parmeet K, Shaurabh S. Recent Advances in Pathophysiology of Traumatic
Brain Injury. Curr Neuropharmacol. 2018 Oct; 16(8): 1224–1238.
Top Related