KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF RUMAH SAKIT …€¦ · kepaniteraan klinik ilmu penyakit...
Transcript of KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF RUMAH SAKIT …€¦ · kepaniteraan klinik ilmu penyakit...
REFLEKSI KASUS CEDERA KEPALA
Dosen Pembimbing :
dr. Fajar Maswari M.Sc. Sp.S
Disusun oleh :
Faiq Hilmi Yoga
Faradiba Nur Caesarani
Tabita Violent Prayitno
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT AKADEMIK UNIVERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT, DAN
KEPERAWATAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
!1
BAB I
DESKRIPSI KASUS
1. Identitas Pasien
a. Nama : Ny. M
b. Usia : 59 th
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Alamat : Getas Gandekan
e. Pekerjaan : Tidak bekerja
f. Tgl Masuk RS : 17 Mei 2019
2. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Keluar darah dari nyeri telinga
b. Riwayat Penyakit Sekarang
30 Menit SMRS : Keluhan keluar darah dari telinga kanan kanan (+) nyeri
pada bahu kanan (+), sulit digerakan (+).Riwayat Os terserempet motor,
pingsan (+), tidak ingat kronologisnya, hilang kesadaran (+) selama 10
menit. Os segera dibawa ke IGD RSA UGM Keluhan kesemutan (-)
kelemahan anggota gerak (-) mual (-) muntah (-) Nyeri kepala (-) pandangan
ganda (-)
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dengan keluhan serupa disangkal. Riwayat stroke,
hipertensi, DM, penyakit jantung, alergi disangkal.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan serupa disangkal. Riwayat stroke,
hipertensi, DM, penyakit jantung, alergi disangkal.
e. Riwayat Psikososial
Os merupakan seorang pekerja sawah. Os tinggal bbersama kedua anaknya
dansuamniya. Sosioekonomi menengha ke bawah.
3. Review Anamnesis Sistem
a. Sistes serebrospinal : keluar darah dari telinga kanan, penurunan kesadarn (+)
b. Muskuloskeletal : Nyeri pada bahu kanan, sulit digerakkan
c. Kardiovaskuler : tidak ada keluhan
d. Gastrointestinal : tidak ada keluhan
e. Pernapasan : tidak ada keluhan
f. Integumen : tidak ada keluhan
g. Endokrin : tidak ada keluhan
h. Status psikologis : tidak ada keluhan
4. Resume Anamnesis
Pasien atas nama Ny. M, perempuan, 59 tahun, dibawa ke IGD karena 30 Menit
SMRS : Os terserempet motor, pingsan (+) dan tidak ingat kronologisnya.
Keluhan keluar darah dari telinga kanan kanan (+) dan nyeri pada tangan kanan
(+) kesemutan (-) kelemahan anggota gerak (-) mual (-) muntah (-) Nyeri kepala
(-) pandangan dobel (-)
5. Diagnosis Sementara
• Diagnosis Klinis : Cedera kepala berat
• Diagnosis Topik : cerebri
• Diagnosis Etiologi : trauma
• Diagnosis lain : Ottorea AD, closed fraktur cavicula dextra
6. Pemeriksaan Fisik (IGD, 25 April 2019)
a. Status Generalis
• Keadaan umum : cukup
• Kesadaran : E4V5M3
• Tanda vital
- Tekanan Darah : 140/80 mmHg
- Nadi : 82 x/min
- Laju pernapasan : 20 x/min
- Suhu : 36,8o C
Pemeriksaan Umum
• Kepala : normocephal,
• Leher : lnn. tidak teraba, JVP tidak meningkat
• Mata : konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-) pupil isokor (3mm/
3mm) reflek pupil direk (+/+) reflek pupil indirek (+/+) reflek kornea (+/+)
ptosis (-)
• Telinga : sekret (+/-), nyeri mastoid (-/-)
• Hidung : sekret (-/-), septum deviasi (-/-)
• Mulut : bibir sianosis (-), atrofi papil lidah (-), lidah deviasi (-)
Pemeriksaan Paru
a. Inspeksi : simetris (+), retraksi (-), massa (-)
b. Palpasi : nyeri tekan (-/-), pengembangan dada simetris, fremitus taktil
normal
c. Perkusi : sonor pada semua lapang paru
d. Auskultasi: vesikuler (+/+) ronki (-/-), wheezing (-/-)
Pemeriksaan Jantung
a.Inspeksi : ictus cordis tidak tampak di SIC 5 LMCS
b. Palpasi : ictus cordis teraba di SIC 5 LMCS
c. Perkusi : cardiomegali (-)
d. Auskultasi : SI-S2 regular, bising (-), gallop (-)
Pemeriksaan Abdomen
a. Inspeksi : datar, sejajar dinding dada, lesi kulit (-)
b. Auskultasi : Bising usus normal (+)
c. Perkusi : timpani di semua kuadran abdomen
d. Palpasi : Dinding perut supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Pemeriksaan Ekstremitas
Sianosis (-/-), akral hangat (+/+), nadi kuat (+/+) CRT <2 detik
Status Psikiatri
• Tingkah Laku : normoaktif
• Perasaan Hati : Normotimik
• Orientasi : buruk
• Kecerdasan : baik
• Daya Ingat : baik
Status Neurobehaviour
• Sikap tubuh : Simetris
• Gerakan Abnormal : Tidak ada
• Cara berjalan : gait normal
• Ekstremitas : dalam batas normal Status Neurologis
Pemeriksaan Nervus Cranialis
Saraf Kranialis Kanan Kiri
N. I Olfaktorius
Daya penghidu tdn tdn
N. II Optikus
Daya penglihatan normal normal
Lapang penglihatan normal normal
Melihat Warna normal normal
N. III Okulomotorius
Ptosis tidak ada tidak ada
Gerak mata ke medial normal normal
Gerak mata ke atas normal normal
Gerak mata ke bawah normal normal
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Bentuk pupil bulat bulat
Reflek cahaya langsung normal normal
Reflek cahaya konsensual normal normal
N. IV Trochlearis
Gerak mata ke lateral bawah normal normal
N. V Trigeminus
+2+2
Mengigit normal normal
Membuka mulut normal normal
Sensibilitas muka atas normal normal
Sensibilitas muka tengah normal normal
Sensibilitas muka bawah normal normal
N. VI Abdusen
Gerak mata ke lateral normal normal
N. VII Fasialis
Kerutan kulit dahi normal normal
Kedipan mata normal normal
Lipatan naso labial normal normal
Sudut mulut normal normal
Mengerutkan dahi normal normal
Mengerutkan alis normal normal
Menutup mata normal normal
Meringis normal normal
Menggembungkan pipi normal normal
N. VIII Akustikus
Mendengar suara berbisik normal normal
N. IX Glosofaringeus
Arkus faring normal normal
N. X Vagus
Denyut nadi / menit 82x/menit 82x/menit
Bersuara normal normal
Menelan normal normal
N. XI Aksesorius
Memalingkan ke depan normal normal
Sikap bahu normal normal
Mengangkat bahu normal normal
•
• Pemeriksaan Motorik
Fungsi Motorik
Gerakan
Kekuatan
Refleks Fisiologis Refleks Patologis
Clonus -/-
Sensibilitas : dalam batas normal
Gerakan abnormal : tidak ada
8. Resume Pemeriksaan Fisik
• KU : baik
• Kesadaran : E4V5M6
• Tanda Vital : TD: 140/80 mmHg, N : 82x/min, RR: 20x/min, T: 37,5o C
• Status generalis : CA -/-, SI -/-, thorax-abdomen: normal
• Status neurologis : dalam batas normal
N. XII Hipoglossus
Sikap lidah normal normal
Artikulasi normal
Menjulurkan lidah normal normal
Kekuatan lidah normal normal
Trofi otot lidah normal normal
Bebas terbatas bebas
bebasbebas
normalnormalTonus
normal normal
hipotrofihipotrofiTrofi5/5/55/5/5
eutrofieutrofi5/5/55/5/5
+2 +2 -
- -
-
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
17 Mei 2019
GDS : 139 mg/dL
Hb : 13.1 g/dL
MCV : 81.8 fL
MCH : 26.7 pg
MCHC : 32.7g/dL
AE : 4.9 x 106/ul
AL : 19.5 x 103/ul
Kreatinin : 0.71 mg/dL
Na : 142 mmol/L
K : 3.9 mmol/L
Cl : 107 mmol/L
Ureum : 28 mg/dL
b. Pemeriksaan EKG
c. Msct Scan (17 Mei 2019)
Hasil : - Tampak soft tissue swelling extracranial regio parietalis dextra
- Tampak diskontinuitas longitudinal pars petrosa ossis temporalis dextra
- Tampak lesi hiperdens di cellulae mastoidea dextra dan di sinus spenoidalis
- Tampak lesi hypodens di sinus maksilaris dextra dengan pembesaran chonchae nasalis
bilateral
- Sulci dan gyri tak prominent
- Batas cortex dan medulla tegas
- Sistema ventrikel simetris, ukuran normal, tak tampak edema paraventrikel
- Struktur mediana di tengah, tidak deviasi
- Tampak lesi hiperdens mengikuti gyrus dan sulcus di lous temporoparietalis dextra
dan di frontalis sinistra
Kesan :
- Soft tissue swelling extracranial regio parietalis dextra
- Fracture longitudinal pars petrosa ossis temporalis dextra dengan curiga perdarahan di
cellulae mastoidea dextra dan di sinus spenoidalis
- SAH di regio temporoparietalis dextra dan frontalis sinistra
- Mengarah ke sinusitis maksilaris dextra
10. Diagnosis Akhir
• Diagnosis Klinis : Cedera kepala berat
• Diagnosis Topik : temporoparietalis dextra dan frontalis sinistra • Diagnosis Etiologi : SAH
• Diagnosis lain : Otthorea AD, closed fraktur cavicula dextra
11. Penatalaksanaan
• Tatalaksana IGD
• Head up 30 derajat
• O2 3 lpm
• pemasangan collar neck
• Inj Ketorolac 1 A
• Inj Ranitidin 1 A
• Konsul ortopedi, THT dan Saraf
• Tatalaksana Bangsal
• NK 3 lpm • Inf Mannitol 125 cc/6 jam (tapp of 24 jam) • Inj Cefotaksim 1 A/12 jam • Inj Asam Tranexamat 500 mg/ 12 jam • Inj Ranitidin 1 A/12 jam • Tab Paracetamol 500 mg/4 jam • Rencana op fraktur clavicula dextra jika SAH stabil
12. Prognosis
• Death : dubia ad bonam
• Disease : dubia ad bonam
• Disability : dubia ad bonam
• Discomfort : dubia ad bonam
• Dissatisfaction : dubia ad bonam
• Destitution : dubia ad bonam
PEMBAHASAN
Pendahuluan
Cedera kepala adalah trauma yang mengenai calvaria dan atau basis cranii serta
organ-organ di dalamnya, dimana kerusakan tersebut bersifat nondegeneratif / non-
kongenital, yang disebabkan oleh gaya mekanik dari luar sehingga timbul gangguan fisik,
kognitif maupun sosial serta berhubungan dengan atau tanpa penurunan tingkat kesadaran.
Pola cedera dapat diklasifikasikan menjadi primer (muncul pada sessat benturan) atau
sekunder (muncul karena respon neurokimia atau inflamasi). Selain itu pasien denga cedera
kepala dapat dikelompokan berdasarkan Glasglow Coma Score (GCS) menjadi ringan (≥14),
sedang (9-13), berat (≤8).
Sirkulasi cerebral ditentukan oleh tekanan perfusi cerebral (CPP). Tekanan ini
proposional terhadap perbedaan Mean Arterial Pressure (MAP) dengan Tekanan intracranial
(ICP). Ruangan intracranial memiliki volume yang tetap, dan ICP ditentukan oleh jumlah
jaringan otak, darah, dan cairan cerebrospinal (CSF) di dalamna. Kenaikan dari variable ini
akan menyebabkan elevasi daripada ICP. Proses yang menurunkan MAP (contoh: syok
trauma) atau kenaikan ICP (contoh : pendarahan intracranial) dapat menyebabkan gangguan
perfusi cerebral dan menyebabkan cedera kepala sekunder.
Berikut adalah cedera kepala spesifik yang sering terjadi pada pasien dengan cedera kepala :
• Konkusi (concussions) : Alterasi pada fungsi neurologic reversible tanpa adanya
abnormalitas pada computed tomography (CT). Bentuk cedera kepala ringan ini
mengacu pada hilangnya kesadaran segera dan sementara yang berhubungan dengan
amnesia yang singkat. Gejala dapat muncul dalam druasi menit samapai jam setelah
cedera kepala. Biasanya pasien mengalami kehilangan kesdaran atau nyeri kepala,
pusig berputar, mual, dan muntah. Selain itu gejala nyeri kepala, gangguan tidur,
kesulitan konsentrasi yang dapat berlangsung selama berbulan-bulan (postconcussive
syndrome). Mekanisme konkusi melibatkan perlambatan tiba-tiba kepala saat
mengenai benda tumpul. Ini menciptakan gerakan anterior-posterior otak di dalam
tengkorak karena inersia dan rotasi belahan otak pada batang otak bagian atas yang
relatif tetap. Hilangnya kesadaran dalam diyakini hasil dari disfungsi elektrofisiologis
transien dari sistem pengaktif retikuler di otak tengah atas yang ada di lokasi rotasi.
• Fraktur tengkorak : dapat dikategorikan sesuai lokasi (basis vs calvarium), pola
(linear, depressed, commninuted) ataupun berdasarkan cedera tertutup atau terbuka.
Sebagian besar patah tulang bersifat linier dan memanjang dari titik tumbukan menuju
pangkal tengkorak. Fraktur tengkorak Basilar sering merupakan perpanjangan dari
fraktur linear yang berdekatan di atas cembung tengkorak tetapi dapat terjadi secara
independen karena tekanan pada lantai fossa kranial tengah atau oksiput. Meskipun
sebagian besar fraktur basilar tidak rumit, mereka dapat menyebabkan kebocoran
CSF, pneumocephalus, dan fistula kavernosa-karotis. Hemotympanum (darah di
belakang membran timpani), keterlambatan ekimosis atas proses mastoid (tanda
Battle), atau ekiorosis periorbital ("tanda rakun") berhubungan dengan fraktur basilar.
• Kontusion (contusions) : muncul sebagai pendarahan intraparenkimal dengan edema
yang sering muncul pada frontal, temporal dan occipital. Kontusio dapat muncul pada
daerah cedera atau daerah bersebragan dengan arah cedera yang dikenal sebagai coup
and countercoup. Kontusio dan pendarahan yang lebih dalam terjadi akibat kekuatan
mekanik yang menggusur dan menekan hemisfer secara paksa dan dengan deselerasi
otak terhadap tengkorak bagian dalam, baik di bawah titik tumbukan (lesi coup) atau,
ketika otak berayun kembali, di daerah antipolar (contrecoup).
• Cedera Nervus Cranialis : Saraf kranial yang paling sering cedera dengan trauma
kepala adalah penciuman, optik, okulomotor, dan trochlear; cabang pertama dan
kedua dari saraf trigeminal; dan saraf wajah dan pendengaran.
• Truamatik pendarahan subarachnoid : Hal ini muncul ketika terjadi cedera pada
vascular subarachnoid sehinga darha mengisi ruangan subarachnoid.
• Hematoma Subdural : Sering ditemukan pada pasien yang memiliki atrofi cerebral
signifikan (geritari & alkoholik). Hal ini muncul ketika terjadi perobekan secara
berlebihan pada bridging vien pada rangan subdural. Hingga sepertiga pasien
memiliki lucid-interval yang berlangsung beberapa menit hingga berjam-jam sebelum
koma terjadi, tetapi sebagian besar hanya mengantuk atau koma sejak saat cedera.
Stupor atau koma, hemiparesis, dan pembesaran pupil unilateral adalah tanda-tanda
hematoma yang lebih besar. Pada pasien yang benar-benar memburuk, lubang duri
(drainase) atau kraniotomi darurat diperlukan. Hematoma subdural kecil mungkin
asimptomatik dan biasanya tidak memerlukan evakuasi. Pada pencitraan CT, SDH
terlihat sebagai hematoma berbentuk bulan sabit yang melintasi bebas garis sutura.
• Hematoma Epidural : sering ditemukan pada pasien dengan fraktur tengkorak
temporoparietal sehingga menyebabkan cedera pada arteri meningeal media. Kejadian
ini muncul ketika pendarahan arteri yang bertekanan tinggi meisalahkan dura dari
tengkorak bagian dalam sehingga membentuk hematoma. EDH secara klasik
berbentuk seperti kacang/biconvex pada pencitraan CT dan tidak melewati sutura
kranial. Presentasi klasik pada kasus ini adalah pasien terlihat baik-baik saja seelah
cedera (lucid interval), akan tetapi tiba-tiba terjadi dekompensasi beberapa jam
kemudian.
• Cedera Axonal Difus : Kejadian terjadi ketika terdapat mekanisme deselerasi
mendadak sehingga merusak serat akson pada otak. Tidak ditemukan hasil spesifik
pada pencitraan CT, tetapi dapat ditemukan pendarahan tersebar multiple pada
hemisphere cerebral. Pasien cenderung meiliki keluaran yang buruk.
• Cedera kepala penetrasi : Parenkim otak sangat sensitif terhadap energi kinetic
tersebut sehingga mortalitas pada kasus penembakan mencapai 90%
Selain pola cedera spesifik, peningkatan ICP dapat menyebabkan herniasi. Herniasi
transtentorial pada uncus lobus temporal adalah bentuk yang palingng sering dan muncsecara
tipikal muncul dengan perubahan status mental dan ditlatasi pupil sebagai efek dair kompresi
nervus kranial III. Kompresi saraf N.III menurunkan parasimpatis ke pupil. Aktivitas
simpatik yang tidak dikompresi menghasilkan pupil yang membesar yang lambat. Herniasi
Transforaminal pada tonsil cerebellum melalui foramen magnum dapat terjadi apabila ICP
meningkat secara signifikan, terutama diakibatkan pendarahan fossa posterior. Hal ini ini
menyebabkan konsekuensi berbahya karena dapat mengkompresi batang otak.
Amnesia pada Cedera Kepala
Post-traumatic amnesia (PTA) merupakan salah satu gejala yang bisa timbul pada cedera
kepala. Durasi amnesia posttraumatic (PTA) telah dianggap oleh banyak sebagai indikator
terbaik keparahan cedera otak. Meskipun begitu, PTA belum memiliki kesepakatan umum
seperti yang disediakan oleh Glasgow Coma Scale (GCS). Menurut American Congress of
Rehabilitation Medicine (1991), cedera kepala ringan memiliki gejala kehilangan kesadaran
dengan kriteria hilangnya kesadaran sekitar 30 menit atau kurang, setelah 30 menit, GCS
13-15 dan amnesia posttraumatic (PTA) tidak lebih lama dari 24 jam.
Amnesia posttraumatic dapat dibagi menjadi 2 jenis. Pertama tipe PTA adalah retrograde,
didefinisikan sebagai kehilangan sebagian atau total dari kemampuan untuk mengingat
peristiwa itu telah terjadi selama periode segera sebelum otak cedera. Durasi amnesia
retrograde biasanya semakin menurun. Jenis kedua PTA adalah anterograde amnesia, defisit
dalam membentuk memori baru setelah kecelakaan, yang dapat menyebabkan penurunan
perhatian dan persepsi yang tidak akurat. Memori anterograde seringkali merupakan fungsi
terakhir yang kembali setelah pemulihan dari kehilangan kesadaran.
Presentasi Klinis
1. Anamensis
Salah satu hal yang harus ditanyakan selain aat terjadinya (beberapa jam/hari sebelum dibawa
ke rumah sakit) adalah untuk mengidentifikasi mekanisme dari cedera (bentural langsung
kepala, keadaan pasien saat kecelakaan, perubahan kesadaran sampai saat diperiksa). Bila
pasien dapat diajak berbicara, tanyakan urutan peristiwanya sejak sebelum terjadinya
kecelakaan untuk mengetahui kemungkinan adanya amnesia retrograd.
Hal ini dapat mempresdiksi keparahan dari kerusakan system saraf pusat. Tanyakan
kemungkinankan penggunaan alcohol atau obat-obatan. Apakah ada pengobatan rutin yang
digunakan, seperti contohnya antikoagulan. Terkahir, periksa tanda dan gejala peningkatan
ICP (perubahan status mental, muntah proyektil, nyeri kepala).
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pasien trauma, mulai dengan pemeriksaan primer (Airway-Breathing-Circulation),
terutama tanda vital. Periksa reflex Cushing yang terdiri dari hipertensi progresif, bradicardi,
dan penurunan/iregularitas pernapasan. Tanda-tanda ini dapat menunjukan adanya
peningkatan ICP.
Pemeriksaan kepala dilakukan untuk menemukan laserasi atau deformitas kranial. Palpasi
tengkorak untuk mendektsi deformitas. Periksa mata dan telinga untuk mencari tanda cedera.
Battle sign (retroauricular ecchymosis), racoon eyes (periorbital ecchmosis) hemotmpanum,
CSF rhinorrhea atau otorrhea adalah tanda-tanda fraktur basis krani. Sangat berhati-hatidalam
mempalpasi cervical dan selalu asumsikan tejradi cedera pada cervical sampai terbukti
sebaliknya.
Lakukan pemeriksan neurologic komprehensif . Periksa ukuran, simetrias, reaksi dair pupil.
Periksa GCS dan ulangi beberapa kali untuk mendeteksi adanya perburukan/dekompensasi.
Midirasis pupil yang tidak beresponsif pada trauma kranial dapat menunukan adanya herniasi
transtentorial sampai terbukti sebaliknya. Ukuran pupil harus dicatat dalam milimeter, dan
sensitivitas didokumentasikan sebagai ada, atau tidak ada. Selain itu pada pemeriksaan
neurologis dapat dilakukan identifikasi adanya paresis/plegi serta reflex patologsi.
Selanjutnya identifikasi trauma di tempat lain dan terakhir lakukan pemeriksaan orientasi,
amnesia, dan fungsi luhur.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan rutin dilakukan pemeriksaan darah lengkap, kimia darah, koagulasi darah,
dan skrining toksikologi.
4. Pencitraan
Pada kondisi cedera kepala, pemilihan pencitraan yang paling dianjurkan adalah CT kepala
tanpa kontras. Hal ini dikarenakan pemeriksaan ini cepat noninvasive, dan memiliki
sensitivitas yang tinggi untuk diagnosis tulang dan cedera intracranial. Pasein yang datang 48
jam setelah cedera dapat dilakukan CT kontras untuk mepperlihatkan tampakan hematoma
subdural isodense.
Indikasi pencitraan CT pada pasien dewasa adalah sebagai berikut : GCS <15, umur >65
tahun, mekanisme cedera dengan energi tinggi, deficit neurologic focal, => 2 muntah,
terdapat tanda fraktur depresi atau fraktur basis cranial, kejang posttrauma, amnesia
anterograde presisten, nyeri kepala presisten, ata terdapat koagulopathy.
! !
! !
!
Klasifikasi Brain Trauma Injury
Resusitasi dan Penilaian Awal
• Menilai jalan napas: bersihkan jalan napas dari debris dan muntahan, lepaskan gigi
palsu, pertahankan tulang servikal, pasang guedel bila dapat ditolerir. Jika cedera
orofasial mengganggu jalan napas, maka harus diintubasi.
• Menilai pernapasan: jika pernapasan tidak spontan beri oksigen melalui masker
oksigen. Jika pernapasan spontan, selidiki dan atasi cedera dada berat.
• Menilai sirkulasi: hentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan
adanya cedera intraabdominal atau dada. Ukur dan catat frekuensi denyut jantung dan
tekanan darah, pasang alat pemantau dan EKG.
• Pasang jalur intravena yang besar, ambil darah vena untuk pemeriksaan darah perifer
lengkap, ureum, elektrolit, glukosa, dan analisis gas darah arteri. Berikan larutan
koloid.
• Hipotensi sistemik, dapat menggangu perfusi cerebral dan pasien harus diperikan
resusitasi cairan agresif untuk mempertahankan MAP pada ≥90mmHg.
• Obati kejang: mula-mula berikan diazepam 10 mg iv perlahan-lahan dan dapat
diulangi sampai 3 kali bila masih kejang. Bila tidak berhasil dapat diberikan fenitoin
15 mg/KgBB iv perlahan-lahan dengan kecepatan tidak melebihi 50 mg/menit.
Pedoman Umum dan Obat-obatan
• Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/atau leher, lakukan foto tulang belakang
servikal, kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh tulang servikal
C1-C7 normal.
• Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang dan berat, lakukan prosedur :
- Pasang jalur intravena dengan larutan salin normal (NaCl 0,9%) atau larutan
Ringer Laktat
- Lakukan pemeriksaan hematokrit, periksa darah perifer lengkap, trombosit,
kimia darah, masa protrombin/masa tromboplastin parsial, skrining
toksikologi dan kadar alkohol bila perlu.
• Mengurangi edema otak: hiperventilasi, cairan hiperosmolar (manitol; 0,5-1 g/KgBB
dalam 10-3 menit), kortikosteroid, barbiturat, pembatasan cairan pada 24-48 jam
pertama, yaitu 1500-2000 ml/24 jam.
• Menaikan kepala sebanayak 30 derjatat dapat meurunkan ICP akibat gaya gravitasi
• Obat-obat neurprotektor: piritinol, piracetam, citicholine
• Antikonvulsan diberikan bila pasien mengalami kejang atau pada trauma tembus
kepala dan fraktur impresi. Fenitoin diberikan dengan dosis awal 1250 mg iv dalam
waktu 10 menit diikuti dengan 250-500 mg per infuse selama 4 jam. Setelah itu
diberikan 3x100 mg/hari per oral atau iv. Diazepam diberikan bila terjadi kejang.
• Pasiein dengan SAH traumatic memiliki resiko kompilikasi iskemik akibat vasospasm
cerebral. Gunakanvasodilator parteriolar perifer (nimodipine 60mg oral).
• Pasien dengan fraktur maxillofacial atau memiliki luka terbuka harus diberikan
antibiotik profilaksis dan vaksinasi tetanus.
Disposisi
• Rawat inapkan pasien dengan cedera kepala berat
• Pasien yang terbukti memiliki cedera pada pencitraan CT
• Pasien dengan GCS presisten <15
• Fraktur depresi atau fraktur basis krani
REFERENSI
• Sherman, Scott C., Weber, Joseph M., Schindlebeck, Michael A., Patwari, Rahul G. 2014.
Clinical Emergency Medicine. US : McGraw-Hill Education.
• Blumenfeld, Hal. 2010. Nueroanatomy through Clinical Cases-2nd edition. US : Sinauer
Associates, Inc.
• Stuss, D. T., Binns, M. A., Carruth, F. G., Levine, B., Brandys, C. E., Moulton, R. J.,
Schwartz, M. L. 1999. The acute period of recovery from traumatic brain injury:
posttraumatic amnesia or posttraumatic confusional state? Journal of Neurosurgery, 90(4),
635–643. doi:10.3171/jns.1999.90.4.0635
• Harrison’s Neurology in Clinical Medicine. 3rd Edition. US : McGraw-Hill Education.
• Cifu D, Hurley R, Peterson M, Cornis-Pop M, Rikli PA, Ruff RL, Scott SG, Sigford
BJ, Silva KA, Tortorice K, et al., 2009. VA/DoD Clinical Practice Guideline for
Management of concussion/Mild traumatic Brain Injury. Department of Veterans Affairs
Department of Defense.