7/26/2019 Ventilasi Postmortem
1/7
VENTILASI POSTMORTEM: SEBUAH METODE BARU UNTUK MENINGKATKAN
HASIL DETEKSI PATOLOGI PADA PARU DALAM PENCITRAAN DI BIDANG
FORENSIK
Abstrak
Pencitraan postmortem di bidang patologi forensic menjadi terkenal. Walaupun seseorang
yang berpengalaman melakukan prosedur ini, kesulitan masih mungkin muncul dalam
mengevaluasi patologi postmortem pada paru.
Pengaruh ventilasi pada keadaan postmortem dengan berbagai tekanan mulai dari dari 10,
20, 30 hingga 0 mbar dievaluasi pada 10 mayat menggunakan simultan computed tomography
scan !pm"#$. %entilasi dilakukan dengan diberikan tekanan positif secara terus&menerus melalui
masker !n ' ($, endotrakeal tube !n ' $ dan laryngeal mask !n ' 1$ dengan menggunakan
ventilator portable yang biasa digunakan di rumah. %olume paru diukur dan dievaluasi dengan
teknik segmentasi berdasarkan rekonstruksi dari data "#scan. Perubahan yang terjadi pada parukemudian dianalisis.
%entilasi postmortem pada tekanan 0 mbar memberikan hasil peningkatan volume paru
yang signifikan !p )0,0($, dengan rata&rata peningkatan volume 1,32l. *elainan patologi kecil
pada paru seperti jaringan parut dan nodul paru maupun emfisema bisa terungkap, sementara
lebam pada bagian dalam paru berkurang. +eskipun tekanan ventilasi yang lebih rendah
menghasilkan peningkatan volume !p )0,0($ yang signifikan, gambaran proses patologi yang
terbaik dievaluasi ketika diberikan tekanan 0 mbar, hal ini disebabkan karena pengurangan
lebam pada bagian dalam paru. engan ventilasi yang menyebabkan pengembangan paru,
penurunan diameter jantung dan distensi pada perut karena gas dapat terlihat.
*esimpulannya, ventilasi postmortem adalah suatu metode yang berguna untuk meningkatkan
evaluasi dan deteksi adanya patologi paru yang kecil. -al ini disebabkan karena peningkatan
volume paru yang berisi udara dan berkurangnya luas lebam pada bagian dalam paru.
7/26/2019 Ventilasi Postmortem
2/7
1. PENDAHULUAN
alam beberapa dekade terakhir, postmortem computed tomography !pm"#$ dan
postmortem magnetic resonance imaging !pm+/$ telah digunakan dibidang patologi forensik.
eberapa lembaga di seluruh dunia telah menggabungkan pm"# dan pm+/, bahkan pm"#&
angiography !pm"#$ dalam alur kerja dibidang hukum medis dan pencitraan postmortemmenjadi bagian penting untuk diagnosis postmortem yang bersifat non&invasif untuk menilai
adanya temuan patologis dan trauma 1&(.
4amun, hanya beberapa penelitian yang telah dipublikasikan berkaitan dengan
interpretasi temuan paru postmortem 5&6. +embedakan dan memisahkan temuan patologis
seperti edema, memar dan aspirasi pada paru, dan perubahan postmortem seperti lebam pada
paru, merupakan hal yang menantang. +asalah ini disebabkan oleh kenyataan bah7a paru tidak
discan pada keadaan inspirasi penuh, yang merupakan suatu prosedur untuk pencitraan klinis dan
berfungsi untuk mengurangi kepadatan paru yang disebabkan oleh karena hipoventilasi 8. Pada
keadaan postmortem, sebagian dari paru terisi oleh udara, dan temuan patologis menjaditumpang tindih dengan lebam pada paru, sehingga temuan patologis mudah sekali untuk
dile7atkan.
9ntuk mencocokkan pencitraan klinis paru, ventilasi paru postmortem dengan tekanan 0
mbar dipelajari sebagai metode baru. +etode ini bersifat praktis dan mudah diterapkan
memungkinkan untuk evaluasi paru postmortem yang lebih baik, seperti yang ditunjukkan dalam
penelitian terdahulu 10.
#ujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi ventilasi paru postmortem dengan
tekanan yang berbeda ventilasi mulai dari 10&0 mbar, berfokus pada perubahan volume paru,efeknya pada proses deteksi patologi paru, dan dampak pada organ lainnya. :fek ventilasi
postmortem pada dua kasus dengan aspirasi juga dievaluasi.
2. Baa! "a! #$t%"$ &$!$'(t(a!
Populasi penelitian terdiri dari 10 subyek yang telah meninggal, tanpa trauma thora;
berat, dikirim ke /nstitute of +edicine
7/26/2019 Ventilasi Postmortem
3/7
median 1=,6 jam$. ?etelah dilakukan pm"#, otopsi forensik standar dilakukan oleh dua ahli
patologi forensik, setidaknya satu dari mereka memiliki sertifikat. epartemen *ehakiman dan
komite etik telah menyetujui penelitian ini.
Pm"# dilakukan menggunakan "# scanner enam&slice !:motion 5, ?iemens +edis
:rlangen, @erman$. #hora; pertama kali discan dengan subjek dalam posisi telentang denganlengan dinaikkan di atas kepala, sehingga dapat mengurangi artefak, tanpa diberikan ventilasi.
"#&scan thora; tanpa ventilasi diperoleh sebagai data dasar pemeriksaan paru. %entilasi
kemudian dilakukan, dan kemudian "#scan didaerah dada dilakukan pada setiap tekanan
ventilasi.
%entilasi dilakukan dengan menggunakan ventilator portable !"amena, raeger +edis,
@erman$. %entilasi diberikan melalui tekanan positif secara terus&menerus !"PP$ dari tekanan
10 dan 20 mbar, dan tekanan ventilasi mode support !P?%$ "PP dari 20 mbar dan tekanan
intermiten pada tekanan 30 dan 0 mbar. %entilasi dilakukan melalui endotrakeal tube, masker
"PP atau laryngeal mask. :mpat mayat sebelumnya telah menjalani intubasi endotrakeal>sehingga bisa digunakan untuk ventilasi postmortem. +asker "PP !es+ed 4% 9kuran +$
digunakan dalam lima kasus karena kekakuan mayat dimana intubasi endotrakeal atau laryngeal
mask tidak bisa dilakukan. alam satu kasus, dengan kaku mayat yang masih a7al, laryngeal
mask !/ntersurgical /&Ael 9kuran $ masih bisa digunakan.
kuisisi data berlangsung dengan 5;1 mm collimation pada 130 k% dan dosis pera7atan
!3(&10= m$ untuk mengurangi 7aktu pendinginan dan melakukan "# scan dalam suksesi cepat.
Aambar rekonstruksi dilakukan dengan ketebalan irisan 1,2( mm !0,= mm increment$ untuk paru
dan mediastinal 7indo7 dengan algoritma jaringan lunak dan tulang. Aambar aksial diamati
pada 7orkstation !BsiriC Pencitraan ?oft7are, open&source P"? Workstation, %ersi 3.6.1$. uaresident senior yang berpengalaman dalam bidang radiologi setelah dan 3 tahun mengenai
pencitraan postmortem menginterpretasikan gambar. Patologi paru, distensi perut karena gas, dan
diameter jantung pada seri "#scan untuk setiap tekanan ventilasi, dari 0 hingga 0 mbar
dievaluasi. *esimpulan tentang penemuan pencitraan berdasarkan pada konsensus.
agian paru yang berisi udara sebelum dan selama ventilasi, dengan tekanan 10&0 mbar
!dengan interval 10 mbar$ dikelompokkan menggunakan gambar "#scan yang diperoleh, dan
volume paru dihitung dengan menggunakan soft7are mira !%isage /maging Amb-, @erman$.
9ntuk analisis statistik data kami menggunakan paket ?P??, P?W 16, ?P?? /nc.. 9ntukvariabel yang tidak berdistribusi normal !tanpa ventilasi dan ventilasi$, digunakan uji Wilco;on,
dan untuk variabel yang berdistribusi normal digunakan uji t&test berpasangan.
7/26/2019 Ventilasi Postmortem
4/7
). Has('
?ebelum dilakukan ventilasi, volume rata&rata paru adalah 1,16l, berkisar mulai dari 0,1=&3,11 l
!Aambar. 1$. %entilasi pada tekanan 10 mbar tidak memberikan peningkatan yang berarti dalam
volume paru> rata&rata peningkatan adalah 0,05 l !D 0,08 l$. Pada tekanan 20 mbar ada
peningkatan rata&rata volume 0,38 l !D 0,3= l$ jika dibandingkan dengan sebelum dilakukanventilasi. %olume diukur pada tekanan 20 mbar berkisar antara 0,28&3,(( l, dengan volume rata&
rata 1,(= l. *enaikan lebih lanjut dalam volume paru berlangsung pada tekanan 30 dan 0 mbar,
sekitar 0,8 l !D 0,=2 l$ dan 1,32 l !D 1,0= l$ dibandingakan dengan sebelum dilkukan ventilasi
!#abel 2$. ?elama ventilasi pada tekanan 0 mbar, volume rata&rata paru 2,(0l, berkisar mulai
dari 0,(&,83 l. ?ecara statistic ada perbedaan yang signifikan !p )0,0($ antar semua kelompok.
alam delapan kasus di mana pengembangan paru terlihat selama ventilasi postmortem pada
tekanan 30 dan 0 mbar, terjadi gerakan artefak. engan ventilator pera7atan di rumah, ventilasi
permanen tekanan 20 mbar dapat diterapkan sedangkan tekanan yang lebih tinggi 30 dan 0
mbar hanya bisa dilakukan secara intermittent.
alam tujuh kasus ada efek ventilasi positif, sehingga terjadi peningkatan volume bagian
paru yang berisi udara. alam kasus 2 !masker "PP$ dan kasus 3 !endotrakeal tube$,
peningkatan volume mencapai 2,60 l dari volume paru sebelum dilakukan ventilasi hingga
tekanan ventilasi mencapai 0 mbar !Abr. 2$. ?ebaliknya, dalam tiga kasus !kasus , 5 dan 6$
peningkatan volume pada tekanan 0&0 mbar kurang dari 0,(l. alam kasus !endotrakeal tube$
dan kasus 6 !masker "PP$, tanda&tanda terjadinya aspirasi terlihat, sedangkan dalam kasus 5
!masker "PP$ terjadi kegagalan ventilasi yang mungkin disebabkan karena kebocoran udara
dari masker "PP.
Aambar "#scan a;ial memperlihatkan pengembangan paru yang signifikan !p )0,0($,dengan penurunan kepadatan paru terlihat, dalam tujuh kasus ketika ventilasi pada tekanan 0
mbar diberikan> efek ventilasi sudah terlihat jelas pada tekanan 20 dan 30 mbar pada
koresponden dengan peningkatan volume paru. Penurunan kepadatan tergantung pada posisi
densitas !lebam paru$ !Aambar. 3$, gambaran patologi seperti nodul paru, emfisema dan jaringan
parut paru terdeteksi !Aambar. $. alam satu kasus edema paru menurun, sedangkan dalam
kasus lain edema paru tetap tidak berubah setelah dilakukan ventilasi postmortem. Populasi
penelitian termasuk dua kasus dengan temuan radiologi yang menggambarkan adanya aspirasi
!kasus dan 6$. alam kedua kasus ini, gambar "# aksial tanpa dan dengan ventilasi sampai 0
mbar tidak ada perbedaan, dan tidak ada peningkatan volume paru yang jelas, sebagaimana
disebutkan di atas !Abr. ($. ?emua gambar konsisten dengan otopsi konvensional.
%entilasi juga menyebabkan perubahan diameter jantung serta volume gas di perut !#abel
3$. engan adanya pengembangan paru, diameter jantung menurun dari rata&rata 13,5 cm
menjadi 12,8 cm pada tekanan 20 mbar, dan rata&rata 11,8 cm pada tekanan 0 mbar !Aambar.
5$. iameter jantung berkurang berkisar mulai dari 0,1&5,3 cm pada tekanan 0 mbar.
7/26/2019 Ventilasi Postmortem
5/7
#iga dari lima kasus dengan masker "PP, dan satu kasus dengan laryngeal mask, terjadi
inflasi udara perut. :fek ini terjadi pada tekanan ventilasi 30 dan 0 mbar, tapi tidak pada
tekanan yang lebih rendah. alam empat kasus, termasuk tiga kasus dengan ventilasi melalui
endotrakeal tube dan satu kasus melalui masker "PP, tidak terjadi distensi perut karena gas.
*arena bidang scan terbatas pada thora;, tidak mungkin untuk mempelajari tentang gas yang
berada dalam perut pada dua kasus !endotrakeal tube dan masker "PP$, sehingga harus
dikeluarkan dari evaluasi mengenai distensi perut.
Potensi efek samping dari metode ventilasi, seperti pneumotoraks atau
pneumomediastinum yang diinduksi ventilasu, tidak terjadi selama ventilasi postmortem
berlangsung sekitar 30 menit, dengan tekanan maksimum 0 mbar.
*. D(sk+s(
Penilaian yang tepat dari gambaran patologi paru sangat penting, baik dalam praktek
klinis maupun dalam patologi forensik, hasilnya dapat mempengaruhi pencarian penyebabkematian. :valuasi paru menggunakan pm"# masih jarang dalam literatur dan menyisakan
adanya tantangan, terutama karena keadaan patologi yang sering tertutup oleh adanya perubahan
postmortem seperti lebam pada paru=,11,12.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan paru seperti pemeriksaan "#scan klinis
yang rutin dilakukan dengan menggunakan ventilasi postmortem dengan tekanan yang berbeda,
hingga 0 mbar. Penelitian kami mengevaluasi perubahan paru dan organ lainnya !diameter
jantung dan distensi perut karena gas$ menggunakan pm"# pada berbagai tahap tekanan
ventilasi.
Pengembangan paru jelas terlihat pada tekanan intermiten 0 mbar, meskipun beberapa
perubahan sudah terjadi pada tekanan 20 atau 30 mbar. #ekanan ventilasi 10 mbar tidak cukup
untuk mengembangkan paru. Penggunaan ventilator portable yang biasa digunakan dirumah
untuk ventilasi postmortem merupakan metode yang dapat dilakukan dengan mudah. rtefak
yang bergerak muncul ketika diberikan tekanan lebih dari 20 mbar, yang mungkin merusak
evaluasi paru. alam tujuh dari 10 kasus terjadi peningkatan volume paru yang nyata,
meningkatkan potensi evaluasi patologi paru ketika ventilasi dilakukan pada tekanan 0 mbar.
plikasi ventilasi postmortem, terutama tekanan 0 mbar, menyebabkan penurunan kepadatan
jaringan oleh karena peregangan jaringan paru dan karena itu resolusi akan meningkat karena
lebih banyak vo;el yang tersedia dalam pencitraan paru. #ekanan ventilasi yang lebih besar dankemungkinan perluasan paru lebih lanjut tidak mungkin dilakukan dengan alat yang digunakan,
meskipun jika dilakukan di atas batas akan timbul risiko kerusakan pada paru&paru dan struktur
yang berdekatan. alam pengaturan klinis, tekanan ventilasi normal berkisar antara ( dan 20 cm
-2B !,8&18,5 mbar$, tapi bisa mencapai 0 cm -2B !38,2 mbar$ 13. #ekanan puncak melebihi
30 cm -2B !28, mbar$ dilaporkan berkaitan dengan timbulnya cedera paru akut jika ventilasi
diberikan lebih dari 6 jam menggunakan tabung endotrakeal 1. :fek negatif yang mungkin
7/26/2019 Ventilasi Postmortem
6/7
timbul dari ventilasi paru pada tekanan yang lebih tinggi termasuk akumulasi udara e;tra&
alveolar dan pneumothoraces 1(. #ak satu pun dari perubahan ini diamati dengan mikroskop
dalam penelitian kami ketika ventilasi dengan tekanan maksimum secara intermiten 0 mbar
dalam jangka 7aktu pendek.
ari beberapa publikasi tentang perubahan paru postmortem, jelas bah7a ground glassopacity tampak pada lobus paru yang rendah, khususnya lebam pada paru, terjadi pada pm"#
2,=,6,10,12,15. #idak ada penelitian patologi yang rinci terkait dengan lebam paru. "airan
dalam saluran nafas dengan kepadatan paru berbentuk kepingan dan emfisema !aEuosum$ khas
untuk tenggelam di air ta7ar 1=.
7/26/2019 Ventilasi Postmortem
7/7
Peningkatan volume maksimum 2,6l diamati menggunakan endotrakeal tube dan masker
"PP. alam kasus aspirasi, tidak ada perubahan yang terlihat selama ventilasi baik dengan tube
endotrakeal atau masker "PP. alam satu kasus, ventilasi dengan masker "PP hanya
menyebabkan ekspansi secara paru secara bertahap tanpa perbaikan dalam evaluasi untuk
patologi paru. Peningkatan volume yang rendah kemungkinan besar disebabkan oleh karena
penutupan masker "PP tidak memadai, sehingga menyebabkan kebocoran udara. #iga mode
aplikasi !endotrakeal tube, laryngeal mask dan masker "PP$ memadai untuk ventilasi
postmortem. +engingat posisi yang tetap dan dikendalikan ventilasi paru&paru, endotrakeal tube
menjadi yang terbaik untuk ventilasi postmortem. engan laryngeal mask, distensi gas perut
dapat terjadi, tergantung pada tekanan ventilasi. *edua metode ini mungkin sulit atau tidak
mungkin dilakukan jika kekakuan mayat sudah terjadi. +asker "PP menjadi alternatif yang
berguna.
*eterbatasan penelitian ini adalah populasi penelitian yang kecil !10kasus$ dan fakta
bah7a mode aplikasi yang digunakan untuk ventilasi postmortem berbeda karena adanya rigor
mortis. +eskipun ketiga metode memberikan hasil yang memuaskan, penelitian dengan angka
kasus yang lebih besar akan diperlukan untuk membandingkan tiga mode tersebut.
*esimpulannya, ventilasi postmortem adalah metode yang mudah dilakukan, karena
mudah untuk diterapkan dan tidak memakan 7aktu. #ekanan ventilasi 0 mbar menyebabkan
terlihatnya gamabaran paru secara jelas dan karena itu diperbolehkan untuk evaluasi dari
patologi paru yang ada pada 10 kasus. ?elanjutnya, ventilasi mengurangi diameter jantung dan
distensi oleh gas perut. %entilasi postmortem memfasilitasi deteksi patologi paru halus yang
mungkin akan diabaikan dalam pm "# tanpa ventilasi karena terjadi inflasi paru dan dikaburkan
oleh lebam paru bagian dalam.