UPAYA BAITUL MAL WA TAMWIL (BMT) DALAM MEMBERIKAN
PERLINDUNGAN HUKUM KEPADA MITRA (PENYIMPAN) TERKAIT
PENJAMINAN DANA SIMPANAN
(Studi Kasus: BMT Al-Fath IKMI Pamulang)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh :
SUCI ASRI ASTUTI
11140460000072
PROGRAM STUDI MUAMALAT (HUKUM EKONOMI SYARIAH)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M /1440 H
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Suci Asri Astuti. NIM 11140460000072. UPAYA BAITUL MAL WA TAMWIL
(BMT) DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM KEPADA
MITRA (PENYIMPAN) TERKAIT PENJAMINAN DANA SIMPANAN (Studi
Kasus: BMT Al-Fath IKMI Pamulang). Program Studi Hukum Ekonomi Syariah,
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2018 M/1438 H.
Studi ini bertujuan untuk menjelaskan upaya yang dilakukan Baitul Mal Wa
Tamwil (BMT) dalam memberikan perlindungan dana simpanan mitra
(penyimpan). Sebagaimana diketahui bahwa Baitul Mal Wa Tamwil (BMT)
sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang menjalankan sistem
penghimpunan dan penyaluran dana seharusnya memliki lembaga penjamin yang
dapat melindungi dana simpanan mitra (penyimpan), tetapi lembaga penjamin
tersebut baru terdapat pada perbankan yang bernama Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS). Studi ini menjelaskan mengenai upaya apa saya yang dapat
dilakuakan oleh Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) dalam memberikan perlindungan
terhadap dana simpanan milik mitra (penyimpan).
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
penelitian hukum empiris, yang merupakan penelitian dengan mengamati
langsung dan memperoleh data dari menggabungkan antara fakta dengan
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan lembaga keuangan mikro
syariah (LKMS), khususnya Baitul Mal wa Tamwil (BMT) ataupun Koperasi
Simpan Pinjam Syariah.
Hasil penelitian menunjukan bahwa belum ada upaya perlindungan hukum
Baitul Mal wa Tamwil (BMT) dalam menjamin dana simpanan mitra (penyimpan)
dalam studi kasusu BMT Al-Fath IKMI Pamulang, baik dalam bentuk peraturan
perundang-undangan ataupun dalam akad. Namun terdapat upaya lain yang
dilakukan oleh BMT Al-Fath IKMI Pamulang dalam melindungi simpanan dan
menjaga kepercayaan masyarakat .
Kata Kunci : Baitul Mal wa Tamwil (BMT), Perlindungan Hukum, Penjaminan
Simpanan Mitra (Penyimpan).
Pembimbing : Dr. Moch. Bukhori Muslim, Lc., MA.
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah membrikan rahmat, taufiq, dan
hidayah-Nya serta memberikan berkah, kasih sayang dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Upaya Baitul Mal wa
Tamwil (BMT) Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Kepada Mitra
(Penyimpan) Terkait Penjaminan Dana Simpanan (Studi Kasus: BMT Al-
Fath IKMI Pamulang)”. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah menghantarkan umatnya dari kegelapan dunia ke zaman peradaban
ilmu pengetahuan.
Penulis sangat bahagia dan bersyukur karena dapat menyelesaikan tugas
akhir dalam jenjang pendidikan Strata Satu (S1) yang penulis tempuh telah
selesai. Serta penulis tidak lupa meminta maaf apabila didalam penulisan skripsi
ini terdapat kekurangan berkenan dihati para pembaca, karena penulis menyadari
penulis masih jauh dari kesempurnaan.Namun, penulis berharap semoga dengan
adanya skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua orang yang membaca dan
khususnya bagi penulis.
Selanjutnya penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah mungkin dapat
ditempuh tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, sebagai
ungkapan rasa hormat yang amat mendalam. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak AM. Hasan Ali, MA. Ketua Program Studi Hukum Ekonomi Syariah
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Abdurrauf, Lc., MA. Sekretaris Program Studi Hukum Ekonomi
Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidatullah Jakarta.
4. Bapak Drs. Hamid Farihi, M.A. selaku dosen akademik. Terima kasih atas
dukungan, motivasi, dan saran yang diberikan kepada penulis.
vii
5. Bapak Dr. Moch. Bukhori Muslim, Lc., MA.selaku dosen pembimbing
skripsi. Terimakasih atas keikhlasan hati, kesabaran dan kontribusi dalam
penyelesaian skripsi ini, atas kritik maupun saran sehingga dapat memotivasi
penulis.
6. Bapak Opan Sopyan Sauri, S.Ag. yang menjabat sebagai Kepala Bagian
Marketing dan staf-staf BMT Al-Fath IKMI Cabang Pusat Pamulang yang
telah bersedia meluangkan waktunya dan memberikan informasi-informasi
penting mengenai Baitul Maal wa Tamwil (BMT) ini.
7. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan ilmu
pengetahuan, arahan dan masukannya, serta bersedia memberikan segala
data-data yang penulis perlukan, sehingga penelitian ini terselesaikan.
8. Seluruh staff dan karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Jakarta. Terima kasih banyak karena dengan
kesediaannya penulis dapat mengambil berbagai macam referensi dari buku,
jurnal, maupun informasi lainnya.
9. Terkhusus kepada kedua orang tua yang sangat saya sayangi dan cintai,
Bapak Marsudi dan Mama Sri Gunarti yang telah berusaha jerih payah untuk
menyekolahkan penulis sampai ke jenjang perguruan tinggi ini. Serta
dukungan, semangat, dan do,a yang selalu diberikan kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Keluarga besar Mbah Atmodiharjo, keluarga besar Mbah Samadi, Kakak-
kakak penulis dan M. Rivandi yang telah memberikan dukungan kepada
penulis, sehingga penulis dapa menyelesaikan hingga akhir skripsi ini.
Terkhusus kepada Ibu Sri Suwarni yang telah banyak memberikan dukungan
dan do’a yang selalu diberikan kepada penulis.
11. Terima kasih untuk sahabat semasa perkulihan dan terima kasih kepada
sahabat SMP yang telah banyak memberikan masukan, dukungan, do’a, dan
hiburan kepada penulis. Serta kepada semua Mahasiswa-mahasiswi Hukum
Ekonomi Syariah 2014 yang terlibat dalam skripsi ini yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu. Semoga kita semua diberi kesuksesan dan
kelancaran dalam segala hal oleh Allah SWT. Aamiin.
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................................ v
KATA PENGANTAR .............................................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ..................................................................................... 5
C. Pembatasan Masalah ................................................................................... 6
D. Rumusan Masalah ........................................................................................ 6
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................... 6
F. Metode Penelitan ......................................................................................... 7
G. Sistematika Penulisan .................................................................................. 10
BAB II REGULASI DAN POLA KERJA BAITUL MAL WA TAMWIL ....... 12
A. Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) .................................................................... 12
B. Perlindungan Hukum Mitra Penyimpan Dana ............................................. 20
C. Sistem Penjaminan Antara Bank dan Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) ......... 22
D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ........................................................... 26
BAB III GAMBARAN UMUM BMT AL-FATH IKMI PAMULANG ............ 32
A. Sejarah ......................................................................................................... 32
B. Profil Lembaga dan Struktur Organisasi...................................................... 34
C. Produk-Produk ............................................................................................. 36
D. Visi dan Misi ................................................................................................ 44
ix
BAB IV ANALISIS ................................................................................................ 46
A. Perlindungan Hukum yang DiberikanBaitul Mal Wa Tamwil (BMT)
Kepada Mitra (Penyimpan)Terkait Dana Simpanan. ................................... 43
B. Peran Lembaga Penjamin Simpanan Bagi Baitul Mal Wa Tamwil (BMT)
Terkait Penjaminan Dana Simpanan ............................................................ 54
C. Upaya Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) Al-Fath IKMI Cabang Pusat
Pamulang Dalam Menjaga Dan Menjamin Dana Simpanan Mitra ............. 58
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 61
A. Kesimpulan .................................................................................................. 61
B. Saran ............................................................................................................ 63
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 64
LAMPIRAN .............................................................................................................. 68
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lembaga keuangan syariah (LKS) merupakan lembaga keuangan yang
kini banyak diminati oleh kalangan masyarakat Indonesia, khususnya kalangan
masyarakat muslim. Hal ini dikarenakan banyaknya masyarakat yang
menginginkan adanya lembaga keuangan yang menjalankan sistemnya sesuai
dengan prinsip syariat Islam, dimana terhindar dari hal-hal yang dilarang oleh
agama Islam seperti terhindar dari riba dan gharar. Banyaknya minat
masyarakat tehadap lembaga keuangan syariah membuat lembaga keuangan
dengan menggunakan prinsip syariah berkembang pesat, tidak hanya pada
lembaga keuangan bank tetapi juga pada Lembaga Keuangan Non Bank
(LKNB).
Di sektor lembaga keuangan bank dikenal dengan Perbankan Syariah.
Perbankan Syariah di Indonesia pertama kali muncul pada tahun 1990, di mana
pada tahun 1992 PT Bank Muamalat Indonesia (PT BMI) mulai beroperasi.1
Seperti pada bank umum lainnya, Perbankan Syariah juga menjalankan
fungsinya sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat yang mana
beroperasi sesuai dengan prinsip syariah dengan menggunakan sistem bagi
hasil. Selain memiliki keunggulan ternyata Perbankan Syariah juga memiliki
kelemahan, yaitu kemampuan Perbankan Syariah yang terbatas dalam
menjangkau sektor usaha mikro, kecil, dan menengah dalam memberikan
pembiayaan modal usaha. Karena hal tersebut, maka dibutuhkannya lembaga
keuangan syariah seperti bank yang dapat menjangkau sektor usaha mikro,
kecil dan menengah.2
Lembaga keuangan syariah tersebut dikenal dengan Lembaga Keuangan
Mikro Syariah (LKMS), dimana lembaga keuangan tersebut masuk sebagai
1 Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 64.
2 Yuke Rahmawati, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, Cet. Ke 1 (Tangerang Selatan: UIN
Jakarta Press, 2013), h.20.
golongan Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB), yang mana mengacu pada
penjelasan Pasal 49 huruf (i) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama, dimana Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) terdiri dari Lembaga
Keuangan Mikro Syariah, Asuransi Syariah, Reasuransi Syariah, Reksadana
Syariah, Obligasi Syariah dan Surat Berharga Berjangka Menengah Syariah,
Sekuritas Syariah, Pembiayaan Syariah, Pegadaian Syariah, Dana Pensiunan
Lembaga Keuangan Syariah.3 Hadirnya lembaga keuangan mikro syariah ini
diharapkan dapat menjangkau kalangan masyarakat dengan berpenghasilan
rendah yang memiliki usaha mikro, kecil dan menengah yang membutuhkan
modal usaha.
Adapun bentuk-bentuk lembaga keuangan mikro syariah (LKMS), yaitu
Lembaga Pengelolaan Zakat (Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil
Zakat (LAZ)), Lembaga Pengelola Wakaf, dan Baitul Mal wa Tamwil (BMT). 4
Salah satu bentuk lembaga keuangan milro syariah yang kini banyak diminati
ialah Baitul Mal wa Tamwil (BMT).
Baitul Mal wa Tamwil (BMT) merupakan lembaga ekonomi atau
keuangan syariah non bank yang sifatnya informal karena lembaga ini
didirikan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) sebagai lembaga
ekonomi rakyat yang berupaya mngembangkan usaha-usaha produktif dan
investasi dengan sistem bagi hasil untuk meningkatkan kualitas ekonomi
pengusaha kecil bawah dan kecil dalam upaya mengentas kemiskinan.5
Baitul Mal wa Tamwil (BMT) ini memiliki dua fungsi, yaitu berfungi
sebagai Baitul Mal (non profit departemen) dan Baitul Tamwil (profit
departemen). Dimana Baitul Mal ini bergerak sebagai tempat yang menerima
titipan zakat, infak,dan sadaqah serta mendistribusikan dana tersebut dengan
amanah dan sesuai dengan aturan tanpa mencari keuntungan untuk lembaga
3 Pasal 49 huruf i Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama
(http://eodb.ekon.go.id/download/peraturan/undangundang/UU_3_2006.pdf diakses pada tanggal
11 Oktober 2018 pukul 3:35 WIB). 4 Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 50.
5 Yuke Rahmawati, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, Cet. Ke 1 (Tangerang Selatan:
UIN Jakarta Press, 2013), h. 19.
3
keuangan. Sedangan Baitul Tamwil melakukan kegiatannya dalam hal
membantu mengembangkan usaha-usaha produktif guna meningkatkan kualitas
ekonomi pengusaha mikro, kecil dan menengah dengan memberikan
pembiayaan berupa modal, serta mendorong pengusaha mikro,kecil dan
menengah untuk menghimpun dananya di Baitul Mal wa Tamwil (BMT). Di
mana pemilik dana yang menanamkan uangnya di Baitul Mal wa Tamwil
(BMT) tidak dengan motif mendapatkan bunga, melainkan mendapatkan
keuntungan berupa bagi hasil. Maka dari penjelasan diatas dapat disimpulakan
bahwa Baitul Mal wa Tamwil (BMT) merupakan jasa keuangan yang bergerak
mengelola dana zakat, infak, shadaqah (ZIS) dan bergerak dalam sektor riil.6
Adapun produk penghimpunan dana lembaga keuangan Islam yang
ditawarkan oleh Baitul Mal wa Tamwil (BMT), yaitu Giro Wadiah, Tabungan
Mudharabah, dan Deposito Mudharabah.7 Kemudian dari beberapa produk
penghimpunan dana lembaga keuangan Islam tersebut, maka terciptalah
beberapa bentuk simpanan yang ditawarkan kepada masyarakat. Jenis
simpanan yang ditawarkan oleh Baitul Mal wa Tamwil (BMT) dengan
menggunakan akad mudharabah, yaitu simpanan mudharabah biasa, simpanan
pendidikan, simpanan haji, simpanan umroh, simpanan qurban, simpanan Idul
Fitri, simpanan walimah, simpanan aqiqah, dan simpanan mudharabah
berjangka. Sedangkan jenis simpanan dengan menggunakan akad wadiah, yaitu
simpanan wadi’ah amanah dan simpanan wadi’ah dhamanah.8
Tingginya minat masyarakat terhadap bentuk simpanan yang ditawarkan
oleh Baitul Mal wa Tamwil (BMT), hal ini dikarenakan tingginya kepercayaan
masyarakat kepada Baitul Mal wa Tamwil (BMT). Dimana masyarakat percaya
bahwa uang yang disimpan akan terjaga keamanannya, sehingga perlu adanya
upaya Baitul Mal wa Tamwil (BMT) dalam menjaga kepercayaan. Namun pada
kenyataannya selain terus berkembang pesat, adapula Baitul Mal wa Tamwil
6 Yuke Rahmawati, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, Cet. Ke 1 (Tangerang Selatan: UIN
Jakarta Press, 2013), h. 20. 7 Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan
Praktis, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 366. 8 Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 461.
(BMT) yang mengalami pailit karena masalah likuidasi akibat kredit macet
yang dilakukan oleh mitra yang mengajukan pinjaman. Apabila terjadi hal
tersebut, maka Baitul Mal wa Tamwil (BMT) harus memberikan perlindungan
hukum kepada mitra lain yang mengimpunkan dananya di Baitul Mal wa
Tamwil (BMT) dengan memberikan penjaminan terhadap simpanan mitra
(penyimpan) yang mana dana tersebut merupakan hak dari mitra (penyimpan).
Pada perbankan syariah, apabila terjadi pailit yang mengakibatkan bank
tersebut mengalami likuidasi, maka uang simpanan nasabah akan dijamin oleh
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Dimana Menurut Pasal 4 UU No. 24
Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) menjalankan fungsi untuk menjamin simpanan nasabah bank
dan turut aktif dalam stabilitas sistem perbankan.9
Selanjutnya, berdasarkan Pasal 96, pelaksanaan fungsi Lembangga
Penjamin Simpanan (LPS) juga dilaksanakan bagi bank berdasarkan prinsip
syariah, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No.
39 Tahun 2005. Jika terjadi Likuidasi atau hal lainnya yang menyebabkan bank
mengalami kerugian atau kebangkrutan, Lembangga Penjamin Simpanan
(LPS) akan menjamin simpanan nasabah hingga sebesar Rp 2.000.000.000,-.
Dana yang diberikan Lembangga Penjamin Simpanan (LPS) ini merupakan
bersal dari premi yang dibayarkan oleh bank kepada Lembangga Penjamin
Simpanan (LPS) sebesar 0,1% dari rata-rata saldo bulanan simpanan masing-
masing bank.10
Namun pada saat ini, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) hanya
bergerak pada sektor perbankan saja. Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal
4 UU No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS),
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menjalankan fungsi untuk menjamin
9 Pasal 4 Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS),
(http://www.lps.go.id/uu_perpu/-/asset_publisher/Z2kn/content/undang-undang-no-24-tahun-2004-
tentang-lembaga-penjamin-simpanan diakses pada tanggal 11 Oktober 2018 pukul 3:40 WIB). 10
Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2005 tentang Penjaminan Simpanan Nasabah Bank
Berdasarkan Prinsip Syariah, (http://www.lps.go.id/web/guest/peraturan-pemerintah/-
/asset_publisher/vo6G/content/pp-39-th-2005-ttg-penjaminan-syariah diakses pada tanggal 11
Oktober 2018 pukul 3:44 WIB).
5
simpanan nasabah bank dan turut aktif dalam stabilitas sistem perbankan.
Dimana pada Baitul Mal wa Tamwil (BMT) belum adanya lembaga yang
menjamin simpanan mitra (penyimpan) apabila terjadi pailt atau masalah yang
timbul berkaitan dengan keamanan simpanan mitra (penyimpan). Padahal
didalam Pasal 19 Undang Undang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) diatur
mengenai pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan bagi Lembaga
Keuangan Mikro (LKM).11
Karena dirasa perlu adanya Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) bagi lembaga keuangan baik lembaga keuangan perbankan
ataupun bagi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang menjalankan sistem
penghimpunan dana dari masyrakat. Hal tidak hanya bertujuan untuk
memberikan penjaminan bagi dana simpanan saja, melainkan juga untuk
meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk menyimpankan dananya kepada
lembaga keuangan atau Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang menjalankan
sistem penghimpunan dana.
Berdasarakan dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan di
atas, maka penulis memberi judul penelitian ini “Upaya Baitul Mal wa
Tamwil (BMT) Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Kepada Mitra
(Penyimpan) Terkait Penjaminan Dana Simpanan (Studi Kasus: BMT Al-
Fath IKMI Pamulang)”.
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan suatu permasalahan terkait dengan judul
yang sedang dibahas. Masalah-masalah yang sudah tertuang pada sub bab latar
belakang diatas, maka dari itu penulis memaparkan beberapa permasalahan
yang ditemukan sesuai dengan bagian latar belakang penelitian ini, antara lain :
a. Bagaimana peranan pendiri dan pengurus Baitu Mal wa Tamwil (BMT)
dalam menjaga kestabilan kredit mitra yang mengajukan pinjaman?
11
Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro,
(https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/regulasi/lembaga-keuangan-mikro/undang-
undang/Pages/Undang-Undang-no.-1-th.-2013-ttg.-Lembaga-Keuangan-Mikro.aspx diakses pada
tanggal 11 Oktober 2018 pukul 3:48 WIB).
b. Apa saja peraturan yang mengatur mengenai penjaminan dana simpanan
oleh Baitu Mal wa Tamwil (BMT)?
c. Apa upaya Baitu Mal wa Tamwil (BMT) dalam memberikan perlindungan
hukum kepada mitra (penyimpan)?
d. Bagaimana peran lembaga penjamin simpanan dalam lembaga keuangan
mikro syariah?
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dilakukan agar penelitian lebih terarah, fokus, dan
tidak menyimpang dari sasaran pokok penelitian, karena materi pembahasan
mengenai Baitul Mal wa Tamwil (BMT) sangatlah luas, maka penelitian ini
dibatasi pada upaya Baitul Mal wa Tamwil (BMT) dalam memberikan
perlindungan hukum kepada mitra (penyimpan).
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut, beberapa
permasalahan pokok yang akan diteliti dalam penelitian ini antara lain sebagai
berikut :
a. Bagaimana bentuk perlindungan hukum yang diberikan Baitul Mal wa
Tamwil (BMT) kepada mitra (penyimpan) terkait dana simpanan?
b. Apa peran Lembaga Penjamin Simpanan bagi Baitul Mal wa Tamwil (BMT)
terkait penjaminan dana simpanan?
c. Bagaimana upaya Baitul Mal wa Tamwil (BMT) Al-Fath IKMI Cabang
Pusat Pamulang dalam menjaga dan menjamin dana simpanan mitra?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dengan melihat pokok permasalahan sebagaimana diuraikan di atas,
maka tujuan yang hendak dicapai dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum yang diberikan Baitul Mal
wa Tamwil (BMT) kepada mitra (penyimpan) terkait dana simpanan.
7
b. Untuk mengetahui peran Lembaga Penjamin Simpanan bagi Baitul Mal wa
Tamwil (BMT) terkait penjaminan dana simpanan.
c. Untuk mengetahui upaya Baitul Mal wa Tamwil (BMT) Al-Fath IKMI
Cabang Pusat Pamulang dalam menjaga dan menjamin dana simpanan
mitra.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
Berdasarkan teoritis maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menambah ilmu pengetahuan dan wawasan dalam bidang Baitul Mal
wa Tamwil (BMT).
b. Manfaat praktis
Manfaat praktis dari adanya penelitian ini adalah diharapkan
senantiasa dapat menjadi masukan yang berguna bagi pemerintah dalam
menyusun peraturan perundang-undangan mengenai penjaminan dana
simpanan mitra Baitul Mal wa Tamwil (BMT), sekaligus dapat
bermanfaat bagi masyarakat khususnya para mitra BMT dalam
memahami fungsi lembaga penjamin simpanan dan upaya BMT dalam
menjamin simpanan.
F. Metode Penelitan
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode
penelitian hukum empiris. Penilitian hukum empiris merupakan penelitian
hukum yang digunakan untuk melihat bagaimana hukum dipraktikan,
dengan demikian hukum bukan hanya dipandang sebagi kaedah prilaku saja,
melainkan juga merupakan sebuah proses sosial dan lembaga sosial.12
Penelitian hukum empiris ini bertitik tolak dari data primer, yang mana data
primer adalah data yang didapat langsung dari masyarakat sebagai sumber
12
Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaelani Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Tangerang
Selatan: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2010), h. 47.
pertama dengan melalui penelitian lapangan.13
Dimana penelitian lapangan
ini akan menggabungkan antara fakta dengan peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan lembaga keuangan mikro syariah (LKMS),
khususnya Baitul Mal wa Tamwil (BMT).
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian skripsi ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif
yang bersifat deskriptif. Pendekatan penelitian kualitatif adalah data yang
disajikan dalam bentuk kata verbal bukan dalam bentuk angka.14
Sedangkan
penelitian dengan metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti
status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem
pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari
penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau
lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-
sifat serta hubungan antar enomena yang diselidiki.15
3. Kriteria dan Sumber Data
Jenis-jenis data dalam penulisan skripsi ini yaitu kualitatif dan terbagi
menjadi dua, yaitu :
a. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
masyarakat.16
Dimana data ini diperoleh melalui penelitian lapangan
dengan cara melakukan observasi (pengamatan) dan/atau wawancara
langsung terhadap pihak-pihak terkait. Dalam penelitian ini data primer
diperoreh pihak pengelola BMT Al-Fath IKMI Pamulang.
13
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h.
16. 14
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rakesarasin, 1996), h.
2. 15
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), hlm. 54. 16
Sri Mamuji dkk, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), h. 28.
9
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kepustakaan.17
Dalam data sekunder terdapat bahan pustaka yang berisikan informasi
tentang bahan primer yang biasa didapatkan dari peraturan perundang-
undangan, Al- Qur’an, Hadis, data-data resmi dari instansi pemerintah
yang berwenang, buku-buku, internet, karangan ilmiah, jurnal, dan
bacaan lain yang berkaitan dengan judul penelitian.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Teknik observasi (pengamatan) adalah suatu kegiatan peneliti
untuk menangkap gejal-gejala dari objek yang diamati.18
objek yang
dimaksud dalam penelitian, yaitu BMT Al-Fath IKMI Pamulang yang
terletak di Jl. Aria Putra No. 7 Kedaung, Pamulang, Tangerang Selatan.
b. Wawancara (Interview)
Teknik wawancara adalah salah satu dari alat pengumpulan data
yang menggali dengan pertanyaan baik dengan menggunakan panduan
(pedoman) wawancara maupun kuesioner (daftar pertanyaan).19
Wawancara dalam penelitian ini dilakukan kepada pihak-pihak pengelola
BMT Al-Fath IKMI Pamulang yang mengelola dana simpanan mitra
(penyimpan). Wawancara ini menggunakan metode bebas dan terstruktur
kemudian penulis kaji dan penulis jadikan refrensi untuk memperkuat
data.
c. Studi Dokumentasi
Melalui studi ini dapat menelaah bahan-bahan atau data-data yang
diambil dari dokumentasi dan berkas yang bersumber dari BMT Al-Fath
IKMI Pamulang.
d. Studi Pustaka (Library Research)
Melalui studi pustaka ini dikumpulkan data yang berhubungan
dengan penulisan skripsi ini, yaitu :
17
Sri Mamuji dkk, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, h. 28. 18
Sri Mamuji dkk, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, h. 48. 19
Sri Mamuji dkk, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, h. 50.
1) Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
2) Undang-Undang No. 01 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan
Mikro (LKM).
3) Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS)
4) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
5) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
6) Fatwa DSN-MUI, POJK dan peraturan-peraturan terkait.
Pengolahan data studi pustaka dilakukan dengan cara dibaca, dikaji,
dan dikelompokan sesuai dengan pokok masalah yang akan diteliti.
e. Teknis Penulisan
Teknis penulisan dalam penyusunan penulisan skripsi
berpedoman pada prinsip yang telah diatur di dalam buku pedoman
skripsi Fakultas Syariah dan Hukum 2017, agar penulisan skripsi ini
dapat sesuai dengan kaidah penulisan skripsi.
G. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan pada skripsi ini oleh penulis akan dibagi
menjadi lima bab pembahasan, yaitu:
BAB I Pendahuluan, yang mana pada bab ini pembahasannya
meliputi : Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah,
Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat
Penelitian, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan.
BAB II Landasan Teori, Pada bab ini pembahasan yang
dilakukan meliputi :
teori Baitul Mal Wa Tamwil (BMT), teori tentang
perlindungan hukum mitra selaku penyimpan dana, teori
tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
BAB III Gambaran Umum BMT Al-Fath IKMI Pamulang. Pada
bab ini mendeskripsikan tentang sejarah pembentukan,
11
visi dan misi BMT, tanggal pendirian, produk-produk
BMT, stryktur organisasi.
BAB IV Analisis Upaya BMT Dalam Memberikan Perlindungan
Hukum Kepada Mitra (Penyimpan) Terkait Dana
Simpanan. Bab ini berisikan tentang analisis bentuk
perlindungan hukum yang diberikan BMT kepada mitra
Baitul Mal wa Tamwil (BMT) terkait penjaminan dana
simpanan, peran Lembaga Penjamin Simpanan bagi
Baitul Mal wa Tamwil (BMT) terkait penjaminan dana
simpanan), upaya Baitul Mal wa Tamwil (BMT) Al-Fath
IKMI Cabang Pusat Pamulang dalam menjaga dan
menjamin dana simpanan mitra.
BAB V Penutup. Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran
yang diperoleh penulis melali hasil dari penelitian.
12
BAB II
REGULASI DAN POLA KERJA BAITUL MAL WA TAMWIL (BMT)
A. Baitul Mal Wa Tamwil (BMT)
Pada saat ini Lembaga Keuangan Syariah (LKS) sudah mulai
berkembang pesat di Indonesia, baik lembaga keuangan bank maupun lembaga
keuangan non-bank. Perkembangan itu juga tejadi pada Lembaga Keuangan
Mikro Syariah (LKMS), yang mana salah satunya ialah Baitul Mal Wa Tamwil
(BMT). Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) adalah balai usaha mandiri terpadu
yang isinya berintikan Bayt Al-mal wa Al-tamwil dengan kegiatan
mengembangkan usaha-usaha prodktif dan investasi dalam meningkatkan
kegiatan ekonomi pengusaha mikro, kecil, dan menengah antara lain
mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan
ekonominya.1
Merunut sejarah lahirnya Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) berarti menurut
sejarah hukum Islam pada masa Rasulullah. Sebab lembaga keuangan ini
diadopsi dari lembaga keuangan pada masa Rasulullah dimana dalam
operasionalnya berkaitan dengan penghimpunan maupun penyaluran dana serta
mengelola dana-dana sosial seperti zakat, infaq, shadaqah, hibah, kharaj,
kaffarah, jizyah, dan sebagainya. Para penulis muslim sendiri berbeda pendapat
dalam hal fungsi Baitul Maal pada zaman Rasulullah. Sebagian berpendapat
bahwa Baitul Maal berfungsi serupa dengan bank sentral seperti yang ada
sekarang walaupun tentunya lebih sederhana karena berbagai keterbatasan pada
waktu itu. Sedangkan yang lain berpandangan bahwa Baitul Maal berfungsi
seperti Menteri Keuangan atau Bendahara Negara yang ada pada masa kini,
karena fungsinya yang aktif dalam menyeimbangkan antara pendapatan dan
1 A. Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah
Pengenalan), Cet. Ke 1 (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), h. 183.
13
belanja negara, bukan hanya sekedar berfokus kepada pengaturan suplai dan
moneter.2
Pada masa Rasulullah tidak dilakukan fungsi Baitul Tamwil, fungsi yang
dilakukan hanya sebagai Baitul Maal saja yakni menerima titipan dana zakat,
infaq dan sedekah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan
dan amanahnya. Di Indonesia sejarah Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) dimulai
pada tahun 1990 digerakkan oleh para aktivis muslim yang resah melihat
keberpihakan ekonomi negara yang tidak berpihak kepada rakyat kecil. Para
penggerak lembaga ini benar-benar beragam, mulai dari Dompet Dhuafa,
Baitul Maal Muamalat, dan kelompok perorangan seperti BMT Bina Insan
Kamil, BMT Binama Semarang dan BMT Tamzis di Wonosobo.3 Hingga saat
ini pertumbuhan Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) sendiri cukup signifikan.
Berdasarkan data PBMT, terdapat 4.500 Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) pada
tahun 2015 yang melayani 3,7 juta orang dengan aset sekitar Rp 16 triliun yang
dikelola sekitar 20 ribu orang.4
Baitul Mal Wa Tamwil (BMT), yaitu lembaga keuangan mikro (LKM)
yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Baitul Mal Wa Tamwil
(BMT) sesuai dengan namanya terdiri dari 2 fungsi:5
1) Baitul Tamwil (rumah pengembangan harta), melakukan kegiatan
pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan
kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil antara lain mendorong
kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi.
2 Luthfiyah Trini Hastuti, “Urgensi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Bagi BMT
Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Kepada Nasabah BMT”, Fakultas Hukum UNS,
(http://www.academia.edu/5380514/Urgensi_LPS_Bagi_BMT_sebagai_Bentuk_Perlindungan_Hu
kum diakses pada tanggal 30 Agustus 2018, Pukul 10:44 WIB). h.4. 3 Luthfiyah Trini Hastuti, “Urgensi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Bagi BMT
Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Kepada Nasabah BMT”, Fakultas Hukum UNS,
(http://www.academia.edu/5380514/Urgensi_LPS_Bagi_BMT_sebagai_Bentuk_Perlindungan_Hu
kum diakses pada tanggal 30 Agustus 2018, Pukul 10:44 WIB). h. 5. 4 http://www.depkop.go.id/content/read/menkop-puspayoga-langkah-perhimpunan-bmt-
indonesia-selaras-dengan-reformasi-total-koperasi/ diakses pada tanggal 24 September 2018,
Pukul 11:14 WIB. 5 Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 451.
2) Baitul Mal (rumah harta), menerima titipan dana zakat, infak, dan
shadaqah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan
amanahnya.
Adapun alasan Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) ini didirikan dengan
maksud untuk memfasilitasi masyarakat bawah yang tidak terjangkau oleh
pelayanan Bank Syariah atau BPR Syariah. Dimana prinsip operasinya
didasarkan atas prinsip bagi hasil, jual beli (murabahah), dan titipan (wadiah).
Karena itu, meskipun mirip dengan bank syariah, bahkan boleh dikata menjadi
cikal bakal dari bank syariah, Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) memiliki pangsa
pasar sendiri, yaitu masyarakat kecil yang tidak terjangkau layanan perbankan
serta pelaku usaha kecil yang mengalami hambatan “psikologis” bila hubungan
dengan pihak bank.6
Adapun beberapa surat di A-Qura’an dan Hadits yang menerangkan
mengenai filosopi kegiatan Baitul Mal Wa Tamwil (BMT), yaitu:7
1. Surat Al-Baqarah ayat 275
ا أ يذذذذذذ أ ا ثو انسم أ ذذذذذذلأه أ ذذذذذذر ذذذذذذان ج ذذذذذذ أ وانذذذذذذر أ ذذذذذذ أ وب ذذذذذذ انش يذذذذذذ
ذذذذذطم ذذذذذبذوانأ اا أ ذذذذذبنذذذذذ ىأ ذذذذذنذذذذذاثذذذذذب ثو ذذذذذمانسم ذذذذذثياأ وا انأج أ حذذذذذس ذذذذذث انأج أ احذذذذذم
ذذذذذ ثو ذذذذذب ا انسم أ ذذذذذ ف ثمذذذذذ ز أ ذذذذذ عظذذذذذنيم أ ي وء أ يذذذذذبظذذذذذه فذذذذذب ىفهذذذذذ ذذذذذس ايأ انذذذذذى
عبدفبنو أ ي حو ف أبخوتانبز ئااصأ ىأ أ هد
“ Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu
karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. padahal Allah
telah Menghalalkan jual beli dan Mengharamkan riba. Barangsiapa
mendapatkan peringatan dari Tuhan-Nya, lalu dia berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum
datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang
6 Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan
Praktis, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 363. 7 Nourma Dewi, “Regulasi Keberadaan Baitul Maal Wat Tamwil (Bmt) dalam Sistem
Perekonomian Di Indonesia”, Jurnal Serambi Hukum, Volume 11 No. 01, Februari - Juli 2017, h.
100.
15
kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya”.
2. Surat Al-Baqarah ayat 279
ن أ زظ ةيم اثحسأ أ افلأذ أ تفأعه نىأ أ انكىأ فب ضايأ أ زء فهكىأ تجأ ىأ أ ا أ ه تظأ
أ ه تظأ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang
beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba),
maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan
jika kamubertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”.
3. Surat At-Taubah ayat 103
ىأ خرأ عه أ صمم ثب ىأ تصم أ ت مسىأ صد ن ىأ ان ايأ أ صهوي ىأ تاظكا ن
أثعه أى ظ
"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui"
4. Hadits
أثي أ بلظع دع ز صهىزظل بلانأ دأ ظهىعه أ ثبنرتانرت
ن انأفض ن انأجس ثبنأفض انشع سسثبنأج سثبنشع س أ ان س أ هأحثبن انأ هأح اأمياألثبنأ ث
أث ددا شادف ثىف دأاداظأ صأ ياآلخرأزأ عأ انأ اءف ظ
“Diriwayatkan oleh Abu Said Al Khudri bahwa Rasulullah bersabda,
"Emas hendaklah dibayar dengan emas, perak dengan perak, gandum
dengan gandum, tepung dengan tepung, kurma dengan kurma, garam
dengan garam, bayaran harus dari tangan ke tangan (tunai). Barangsiapa
memberi tambahan atau meminta tambahan, sesungguhnya ia telah
berurusan denga riba. Penerima dan pemberi sama-sama bersalah."8
8 Ahmad Zidan dan Dina Zidan, Mokhtaser Sahih Al-Bukhari Text and Translation, (Cairo:
Islamic INC), h. 499.
Dari beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadits diatas menjelaskan bahwa
peranan Baitul Mal wa Tamwil (BMT) dalam masyarakat ialah menjauhkan
masyarakat dari praktik ekonomi yang bersifat ribawi, yang mana seperti
dilakukan dengan cara melakukan sosialisasi dan pelatihan mengenai cara
bertransaksi secara syariah dimana harus punya bukti dalam transaksi, dilarang
bersifat curang dalam menimbang, mengukur, atau menakar, harus jujur
terhadap konsumen dan tidak berlaku gharar (tidak jelas).
Karakteristik Baitul Mal wa Tamwil (BMT) adalah sebagai lembaga
keuangan yang kegiatannya bersifat nirlaba (sosial), di mana sumber dan
berasalkan dari zakat, infak, dan shadaqah kemudian sumber tersebut
disalurkan kepada yang berhak (mustahiq) atau untuk kemaslahatan
masyarakat. Baitul Mal wa Tamwil (BMT) dapat diartikan juga dengan
lembaga keuangan yang kegiatannya adalah menghimpun dan menyalurkan
dana pada masyarakat yang bersifat profit motive. Penghimpunan dana
diperoleh melalui simpanan dari pihak ketiga dan penyalurannya dilakukan
dalam bentuk pembiayaan atau investasi yang dijalankan berdasarkan prinsip
syariah. dengan demikian, Baitul Mal wa Tamwil (BMT) merupakan gabungan
dari dua kegiatan yang berbeda di mana dalam pelaksanaannya bersifat laba
dan nirlaba dalam satu lembaga, namun secara operasional Baitul Mal wa
Tamwil (BMT) tetap merupakan entitaas (badan) yang terpisah.9
Adapun prinsip dasar Baitul Mal wa Tamwil (BMT), yaitu memiliki
hasil kerja terbaik (ahsan), melaksanakan aktivitasnya dengan penuh kebaikan
(thayyibah), memuaskan semua pihak (ahsanu ‘amala) dan sesuai denga nilai-
nilai keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan (salaam), berdaya guna
(efektif) dan berhasil guna (efisien), transparan, dan bertanggungjawab kepada
masyarakat, demokratis, partisipatif dan inklusif, berkeradilan sosial dan
keetaraan gender, non distriminatif, ramah lingkungan, peka dan bijak terhadap
pengetahuan dan budaya lokal maupun keanekaragaman budaya, serta
9 Yuke Rahmawati, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, Cet. Ke 1 (Tangerang Selatan: UIN
Jakarta Press, 2013), h. 21.
17
memberdayakan masyarakat secara berkelanjutan dengan meningkatkan
kemampuan diri dan lembaga masyarakat lokal.10
Selain itu,Baitul Mal wa Tamwil (BMT) memiliki peran penting dalam
kehidupan masyarakat, yaitu sebagai motor penggerak ekonomi dan sosial
masyarakat banyak, sebagai ujung tombak pelaksanaan sistem ekonomi
syariah, sebagai penghubung antara kaum aghnia (kaya) dan dhu’afa (miskin),
dan sebagai sarana pendidikan informasi untuk mewujudkan prinsip hidup
yang islami.11
Peran Baitul Mal wa Tamwil (BMT) ini juga tidak terlepas dari visi dan
misi dari Baitul Mal wa Tamwil (BMT) itu sendiri, dimana setiap visi Baitul
Mal wa Tamwil (BMT) harus mengarahkan pada upaya untuk mewujudkan
Baitul Mal wa Tamwil (BMT) menjadi lembaga yang mampu meningkatkan
kualitas ibadah anggota, sehingga mampu berperan sebagai wakil pengabdi
Allah SWT, memakmurkan anggota khususnya dan masyarakat umumnya.
Adapun misi Baitul Mal wa Tamwil (BMT) adalah membangun dan
mengembangkan tatanan perekonomian dan bersturuktur masyarakat madani
yang adil dan berkemakmuran-berkemajuan, serta berkeadilan berlandaskan
syariah dan ridha Allah SWT. Hal ini membawa pemahaman bahwa misi
Baitul Mal wa Tamwil (BMT) bukan semata-mata mencari keuntungan dan
menumpuk laba-modal pada segolongan orang kaya, melainkan lebih
berorientasi pada pendistribusian laba yang merata dan adil sesuai dengan
prinsip-prinsip ekonomi syariah.12
Pada sistem operasional Baitul Mal wa Tamwil (BMT), pemilik dana
menanamkan uangnya di Baitul Mal wa Tamwil (BMT) tidak dengan motif
mendapatkan bunga, tetapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil.
10
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan
Praktis, h. 365-366. 11
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan
Praktis, h. 365. 12
Yuke Rahmawati, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, Cet. Ke 1, h. 24.
Dalam Himpunan Fatwa DSN MUI (2003) disebutkan bahwa produk
penghimpunan dana lembaga keuanga islam, antara lain:13
1) Giro Wadiah, merupakan produk simpanan yang berasal dari dana nasabah
yang dititipkan di Baitul Mal wa Tamwil (BMT) dan boleh dikelola.
Setiap saat nasabah berhak mengambilnya dan berhak mendapatkan bonus
dari keuntungan pemanfaatan dana giro tersebut oleh Baitul Mal wa
Tamwil (BMT). Besarnya bonus tidak ditetapkan ;di muka tetapi benar-
benar merupakan kebijakan Baitul Mal wa Tamwil (BMT). Nominalnya
diupayakan sedemikian rupa unruk senantiasa komptitif. (Fatwa DSN-
MUI No. 01/DSN-MUI/IV/2000)
2) Tabungan Mudharabah, yakni dana yang disimpan nasabah akan dikelola
Baitul Mal wa Tamwil (BMT) untuk memperoleh keuntungan. Dimana
keuntungan tersebut diberikan kepada nasabah berdasarkan kesepakatan
nasabah dan pihak Baitul Mal wa Tamwil (BMT). Nasabah dalam hal ini
bertindak sebagai shahibul mal dan Baitul Mal wa Tamwil (BMT) sebagai
mudharib. (Fatwa DSN-MUI No. 02/DSN-MUI/IV/2000)
3) Deposito Mudharabah, dalam hal ini terdapat 2 (dua) konsep yang
ditawarkan pada Baitul Mal wa Tamwil (BMT), dimana Baitul Mal wa
Tamwil (BMT) bebas melakukan berbagai usaha yang tidak bertentangan
dengan Islam dan terus mengembangkannya yang didasarkan pada konsep
mudharabah muthlaqah. Atau dengan konsep mudharabah muqayyadah,
dimana nasabah sebagai shahibul mal menentukan dana yang disimpan
harus dikelola pada suatu usaha saja.
Operasional Baitul Mal wa Tamwil (BMT) dapat berjalan dengan
berbagai jenis kegiatan usaha, baik yang berhubungan dengan keuangan
maupun non-keuangan. Jenis-jenis usaha Baitul Mal wa Tamwil (BMT) yang
terkait dengan keuangan dapat berupa mobilisasi dana dari berbagai bentuk
simpanan dengan berasaskan akad mudharabah atau wadiah. Dan bentuk
pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (mudharabah/musyarakah), dengan
13
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan
Praktis, h. 366.
19
mekanisme pembayaran dari aktivitas jual-beli (murabahah) dan cicilan (ba’i
bi tsaman ajil) atau pembiayaan qardl hasan, yaitu pinjaman tanpa adanya
tambahan pengembalian (imbal jasa), kecuali sebatas biaya administrasi.14
Adapun usaha yang bersifat non-keuangan, terkait dengan
pengembangan usaha di sektor rill seperti memperkenalkan teknologi maju
untuk peningkatan produktifitas hasil para anggotanya, mendorong tumbuhnya
industri rumah tangga atau pengolahan hasil, serta mempersiapkan jaringan
pemasaran perdagangan. Usaha sektor riil Baitul Mal wa Tamwil (BMT) tidak
boleh menyaingi usaha anggota, tetapi mendukung dan memperlancar
perorganisasian secara bersama untuk keberhasilan usaha anggota dan
kelompok anggota berdasarkan jenis usaha yang sama.15
Baitul Mal wa Tamwil (BMT) dapat didirikan dan dikembangkan
dengan suatu proses legalitas hukum yang bertahap. Awalnya dapat dimulai
sebagai Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Bila Kelompok Swadaya
Masyarakat (KSM) ingin mendirikan Baitul Mal wa Tamwil (BMT), harus
mendapatkan sertifikat operasi dari PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha
Kecil) terlebih dahulu. Setelah mencapai nilai aset tertentu segera menyiapkan
diri ke dalam badan hukum Koperasi. Jika Baitul Mal wa Tamwil (BMT)
didirikan dengan menggunakan badan hukum Koperasi, baik Koperasi Serba
Usaha di perkotaan, Koperasi Unit Desa di pedesaan maupun Koperasi Pondok
Pesantren (Kopontren) dilingkungan pesantren.16
Penggunaan badan hukum Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dan
Koperasi untuk Baitul Mal wa Tamwil (BMT) disebabkan karena Baitul Mal
wa Tamwil (BMT) tidak termasuk kedalam lembaga keuangan formal yang
dijelaskan dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,
yang dapat dioperasikan untuk menghimpun dan menyalurkan dana
masyarakat. Menurut aturan yang berlaku, pihak yang berhak menyalurkan dan
menghimpun dana masyarakat adalah bank umum dan Bank Perkreditan
Rakyat (BPR), baik dioperasikan dengan cara konvensional maupun dengan
14
Yuke Rahmawati, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, Cet. Ke 1, h. 27. 15
Yuke Rahmawati, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, Cet. Ke 1, h. 27. 16
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, h. 456.
prinsip syariah. namun demikian, jika Baitul Mal wa Tamwil (BMT) dengan
badan hukum Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) atau Koperasi telah
berkembang dan telah memenuhi syarat-syarat Bank Perkreditan Rakyat
(BPR), maka pihak manajemen dapat mengusulkan diri kepada pemerintah
agar Baitul Mal wa Tamwil (BMT) tersebut dijadikan sebagai Bank Perkreditan
Rakyat Syariah (BPRS) dengan badan hukum Koperasi atau Perseroan
Terbatas (PT).17
B. Perlindungan Hukum Mitra Penyimpan Dana
Pada saat ini Baitul Mal wa Tamwil (BMT) mulai berkembang
dikalangan masyarakat, sudah banyak masyarakat yang mengunakan jasa
keuangan pada Baitul Mal wa Tamwil (BMT). Diketahui bahwa saat ini Baitul
Mal wa Tamwil (BMT) tidak hanya memberikan jasa pembiayaan bagi
masyarakat yang memiliki usaha menengah, kecil dan mikro untuk
mengembangkan usahanya, tetapi juga mendorong masyarakat untuk
menyimpan dana yang dimiliki di Baitul Mal wa Tamwil (BMT). Masyarakat
yang menyimpan dananya di Baitul Mal wa Tamwil (BMT) disebut dengan
mitra penyimpan dana atau dalam perbankan dikenal dengan sebutan nasabah
penyimpan.
Dalam Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro dijelaskan bahwa
penyimpan adalah pihak yang menempatkan dananya pada LKM berdasarkan
perjanjian.18
Sedangkan dalam pengertian lain, nasabah penyimpan adalah
nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan
berdasarkan perjanjian bank sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang berlaku.19
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penyimpan atau nasabah
merupakan selaku konsumen yang menggunakan jasa dari lembaga keuangan,
17
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, h. 457. 18
Pasal 1 ayat 5 Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro
(LKM), (https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/regulasi/lembaga-keuangan-mikro/undang-
undang/Pages/Undang-Undang-no.-1-th.-2013-ttg.-Lembaga-Keuangan-Mikro.aspx diakses pada
tanggal 11 Oktober 2018 pukul 3:48 WIB). 19
Djawahir Hejazziey, Hukum Perbankan Syariah, (Yogyakarta: Deepublish, 2013), h. 53.
21
pada hal ini berupa jasa penghimpunan dana. Sehingga dapat diartikan bahwa
mitra (penyimpan) dari Baitul Mal wa Tamwil (BMT) merupakan selaku
konsumen, karena mitra (penyimpan) sebagai konsumen yang menggunakan
jasa pengimpunana dana yang ada di Baitul Mal wa Tamwil (BMT).
Sebagaimana tersirat dalam pada Pasal 1 butir 2 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen dinyatakan bahwa “Konsumen adalah setiap orang
pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingana diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan.”20
Sebagai seorang konsumen, mitra
(penyimpan) sudah selayaknya mendapatkan perlindungan hukum yang
memadai mengenai transaksi-transaksi yang mengandung resiko. Selain itu,
posisi konsumen yang lemah maka harus dilindungi oleh hukum dan salah satu
sifat dan tujuan hukum ialah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada
masyarakat.21
Secara umum dikenal ada 4 (empat) hak dasar konsumen, yaitu hak
untuk mendapatkan keamanan (the right to safety), hak mendapatkan informasi
(the right to informed), hak untuk memilih (the right to choosei), dan hak untuk
didengar (the right to be heard).22
Dari ke empat hak dasar konsumen yang
berkaitan dengan pemberian perlindungan kepada konsumen ialah hak untuk
mendapatkan keamanan (the right to safety), dimana dapat diartikan bahwa
setiap konsumen berhak mendapatkan keamanan apabila menggunakan suatu
barang atau jasa.
Dalam memberikan rasa aman kepada konsumen hal ini berkaitan
hubungannya dengan memberikan perlindungan kepada mitra (penyimpan)
atau nasabah dalam kegiatan lembaga keuangan di bidang liabilities, sehingga
kiranya perlu dipikirkan pembentukan suatu lembaga yang dapat menjamin
20
Pasal 1 butir 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
(https://www.hukumonline.com/pusatdata/downloadfile/lt4c43f63962e55/parent/447 diakses pada
tanggal 11 Oktober 2018 pukul 4:12 WIB). 21
AH. Azharuddin Lathif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis Pendekatan Hukum
Positif dan Hukum Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2013), h. 1. 22
AH. Azharuddin Lathif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis Pendekatan Hukum
Positif dan Hukum Islam, h. 10.
bahwa dana mitra penyimpan mitra (penyimpan) atau nasabah yang disimpan
pada lembaga keuangan dapat terjamin pengembaliannya.23
Diketahui bahwa Baitul Mal wa Tamwil (BMT) merupakan Lembaga
Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip
syariah. Dalam Pasal 25 Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro
dijelaskan mengenai perlindungan penyimpan dan masyarakat, Otoritas Jasa
Keuangan berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian penyimpan
dan masyarakat dengan cara memberikan informasi dan edukasi kepada
masyarakat atas karakteristik dan kegiatan usaha Lembaga Keuangan Mikro
(LKM), meminta Lembaga Keuangan Mikro (LKM) untuk menghentikan
kegiatannya apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat, dan
tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan Undang-Undang ini.24
C. Sistem Penjaminan Antara Bank dan Baitul Mal Wa Tamwil (BMT)
Pada saat ini Baitul Mal wa Tamwil (BMT) mulai berkembang pesat, hal
ini dapat dilihat dari tingginya tingkat kepercayaan masyarakat dalam
menggunakan jasa yang ditawarkan pada Baitul Mal wa Tamwil (BMT).
Hadirnya Baitul Mal wa Tamwil (BMT) bertujuan untuk menjangkau sektor
usaha mikro, kecil dan menengah dalam memberikan pembiayaan usaha, yang
mana pada lembaga keuangan perbankan sulit untuk dijangkau. Baitul Mal wa
Tamwil (BMT) memiliki fungsi sama dengan perbankan, yakni sebagai
lembaga keuangan yang menghimpun dan menyalurkan dana, pencipta dan
emberi likuiditas, menciptakan lapangan kerja dan memberi pendapatan bagi
para pegawainya, pemberi informasi (memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai risiko, keuntungan, dan peluang yang ada pada lembaga
tersebut).25
23
Marulak Pardede, Likuidasi Bank dan Perlindungan Nasabah, (Jakarta: Sinar Harapan,
1998), h. 22 24
Undang-Undang No. 01 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro,
(https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/regulasi/lembaga-keuangan-mikro/undang-
undang/Pages/Undang-Undang-no.-1-th.-2013-ttg.-Lembaga-Keuangan-Mikro.aspx diakses pada
tanggal 11 Oktober 2018 pukul 3:48 WIB). 25
Yuke Rahmawati, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, Cet. Ke 1, h. 23.
23
Diketahui bahwa Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) selain memberikan
pembiayaan usaha, tetapi juga mendorong masyarakat untuk menabung atau
menghimpunkan dananya di Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) layaknya
perbankan. Terkait dengan penghimpunan dana pada lembaga keuangan
perbankan baik konvensional maupun syariah terdapat Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS). Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dibentuk dengan tujuan
untuk melindungi simpanan nasabah yang dititipkan di perbankan.
Awal munculnya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ialah dikarenakan
perlunya skema penjaminan simpanan. Hal ini bermula dari kejadian
kebangkrutan Bank Summa pada November 1992, karena insiden tersebut
mulai timbul kesadaran bahwa penabung harus mendapatkan perlindungan
yang memadai apabila terjadi mismatch dan insolvency yang disebabkan oleh
kesalahan bank. Namun rencana tersebut tidak sempat direalisasikan, hal ini
dikarenakan William Suryadjaja yang merupakan ayah dari Edward Suryadjaja
pemilik dan pengendali Bank Summa rela melakukan bail out atau pasang
badan, yang mana dananya tersebut berasal dari penjualan grup Astra. Sangat
disayangkan kejadian bail out Summa tidak menghasilkan pendirian Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS).26
Selanjutnya pada akhir tahun 1997 dan awal 1998 di mana perekonomian
Indonesia memasuki periode krisis moneter dan perbankan yang menghantam
Indonesia, yang mana menjadi sebuah momentum pembentukan Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS). Hal ini dilihat dari adanya penutupan 16 bank pada
1 November 1997 yang telah menyebabkan kepanikan, dimana menurunkan
tingkat kepercayaan masyaraat pada sistem perbankan sehingga terjadi
penarikan dana (rush) dari bank-bank dalam jumlah besar. Peristiwa tersebut
memaksa pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya
menerbitkan skema penjaminan 100 persen (blanket guarantee) atas seluruh
kewajiban bank termasuk simpanan masyarakat pada tanggal 27 Januari 1998.
Hal ini dilakukan untuk mengatasi dampak buruk dari penarikan dana tersebut
26
Adrian Sutedi, Aspek Hukum Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), (Jakarta: Sinar
Grafika, 2010), h.9.
serta sebagai upaya menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap
sistem perbankan, pemerintah mengeluarkan kebijakan penjaminan terhadap
seluruh kewajiban pembayaran bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat
(BPR) melalui Keppres Nomor 26 dan Nomor 193 Tahun 1998.27
Disadari
bahwa penjaminan 100 persen yang dilakukan oleh pemerintah hanya bersifat
sementara, karena kebijakan penjaminan seharusnya dibatasi jumlahnya.
Selanjutnya kebijakan agar pemerintah menetapkan secara bertahap
mengurangi lingkup penjaminan dan hanya akan memberikan jaminan terhadap
simpanan dalam jumlah terbatas (limited guarantee) diamanatkan dalam Pasal
37B Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang berisi tentang
mewajibkan kepada setiap bank untuk menjamin setiap dana masyarakat
melalui lembaga penjamin simpanan.28
Pada tanggal 22 September 2004 ditetapkan Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2004 tentang Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS). Menurut undang-
undang tersebut, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) merupakan suatu
lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan
dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan
kewenangannya. Undang-undang tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
berlaku efektif sejak tanggal 22 september 2005 dan sejak tanggal itu Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) resmi beroperasi.29
Fungsi penjaminan dilaksanakan dengan melakukan pembayaran klaim
penjaminan atas simpanan nasabah bank yang dicabut izinnya dan menunjuk
tim likuidasi untuk membereskan aset dan kewajiban bank tersebut, sedangkan
fungsi turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan diwujudkan dalam
bentuk upaya menyelamatkan atau penyehatan terhadap bank gagal yang tidak
27
http://lps.go.id/artikel/-/asset_publisher/0S8e/content/peran-lps-dalam-mendukung-
stabilitas-sistem-perbankan, diakses pada hari rabu tanggal 8 agustus 2018 pukul 11:26 WIB. 28
Setyani Sri Haryati, “Peran Lembaga Penjaminan Simpanan dalam Memberikan
PerlindunganHukum Terhadap Nasabah Penyimpan Dana Di Industri Perbankan”, STIE “AUB”
Surakarta, (http://download.portalgaruda.org/article.php?article=55088&val=4283 diakses pada
tanggal 7 Maret 2018, Pukul 6:38 WIB), h. 3. 29
Adrian Sutedi, Aspek Hukum Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), (Jakarta: Sinar
Grafika, 2010), h.11.
25
berdampak sistemik maupun bank gagal yang terdampak sistemik (bank
resolution).30
Dalam sistem penjaminan simpanan, setiap bank peserta wajib membayar
premi penjaminan dan biaya kepesertaan. Untuk premi jaminan simpanan
ditetapkan sebesar 0,1 persen yang dihitung dari saldo rata-rata simpanan
setiap periode (Januari samapai Juni dan Juli sampai Desember), sedangkan
untuk kepesertaan dipungut sebesar 0,1 persen yang dihitung dari modal dan
hanya sekali saja di saat bank yang bersangkutan menjadi peserta Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS).31
Berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang Lembaga
Penjamin Simpanan, nilai simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah per-
bank maksimum Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Namun nilai simpanan
yang dijamin diubah menjadi paling banyak Rp 2.000.000.000,- (dua miliar
rupiah) berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2008 tentang
Besaran Nilai Simpanan yang Dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).32
Adanya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dirasa penting bagi lembaga
keuangan yang melakukan sistem penghimpunan dana dari masyarakat, hal ini
dikarenakan dapat meningkatkan rasa aman serta kepercayaan masyarakat
terhadap lembaga keuangan tersebut. Namun saat ini Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) baru menjamin simpanan nasabah pada lembaga keuangan
perbankan saja. Pada Baitul Mal wa Tamwil (BMT) belum terdapat lembaga
penjamin yang dapat menjamin simpanan mitra (penyimpan) yang
menghimpunkan dananya pada Baitul Mal wa Tamwil (BMT). Sebelumnya
dalam Pasal 94 Undang-Undang Perkoperasia tahun 2012 diatur mengenai
pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dimana dijelaskan bahwa
koperasi simpan pinjam wajib menjamin simpanan anggotanya.33
Namun pada
saat ini Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian telah
30
http://lps.go.id/artikel/-/asset_publisher/0S8e/content/peran-lps-dalam-mendukung-
stabilitas-sistem-perbankan , diakses pada hari rabu tanggal 8 agustus 2018 pukul 11:26 WIB. 31
Adrian Sutedi, Aspek Hukum Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), h.24. 32
Adrian Sutedi, Aspek Hukum Lembaga Penjamin Simpanan (LPS),), h.12. 33
Pasal 94 Undang-Undang No. 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian
(https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt50a0cd070d19e/node/534/uu-no-17-tahun-2012-
perkoperasian diakses pada tanggal 11 Oktober 2018 pukul 4:23 WIB).
dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dan kembali merujuk pada
Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Dalam Undang-
Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian belum diatur mengenai
penjaminan bagi simpanan anggota, tetapi dalam Pasal 19 Undang-Undang
Lembaga Keuangan Mikro dijelaskan mengenai pembentukan lembaga
penjamin simpanan bagi lembaga keuangan mikro (LKM).34
Walaupun demikian, untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat dan
memberikan rasa aman terhadap dana yang simpan, Baitul Mal wa Tamwil
(BMT) menawarkan berbagai produk atau jasa keuangan kepada masyarakat
dan melakukan perngelolaan dana simpanan dengan maksimal. Terkait dengan
memberikan rasa aman kepada masyarakat yang menggunakan jasa Baitul Mal
wa Tamwil (BMT), Baitul Mal wa Tamwil (BMT) menerapkan prinsip kehati-
hatian. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 27 Ayat (1) Keputusan Menter
No. 91 Tahun 2004 bahwa dalam pengelolaan Koperasi Jasa Keuangan Syariah
(KJKS) atau Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS) wajib memperhatikan azas-
azas dan pembiayan yang sehat, dan menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian
serta pembiayaan yang benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.35
Hal ini
dilakukan guna mengendalikan resiko dari pengelolaan dana simpanan yang
dilakukan oleh Baitul Mal wa Tamwil (BMT), karena diketahui bahwa dana
yang masyarakat yang disimpan di Baitul Mal wa Tamwil (BMT) akan dikelola
sebagai dana pembiayaan kepada anggota yang lain, yang mana nanti akan
memperloleh bagi hasil.
D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, penulis akan
menyertakan beberapa kajian literatur yang membahas mengenai Lembaga
34
Pasal 19 Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro,
(https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/regulasi/lembaga-keuangan-mikro/undang-
undang/Pages/Undang-Undang-no.-1-th.-2013-ttg.-Lembaga-Keuangan-Mikro.aspx diakses pada
tanggal 11 Oktober 2018 pukul 3:48 WIB). 35
Pasal 27 Ayat (1) Keputusan Menteri No. 91 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS),
(http://sumbarprov.go.id/images/Dinas_KUMKM/KEPMEN%20NO%2091%20TAHUN%202004
%20oke.pdf diakses pada tanggal 11 Oktober 2018 pukul 4:26 WIB).
27
Penjamin Simpanan (LPS) pada Lembaga Keuangan Mikro (LKM), khususnya
pada Baitul Mal wa Tamwil (BMT).
Pertama, jurnal yang berjudul “Urgensi Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS) Bagi BMT Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Kepada Nasabah
BMT” oleh Luthfiyah Trini Hastuti dari Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret (UNS). Penelitian ini membahas mengenai bentuk tanggungjawab Baitul
Maal wa Tamwil (BMT) dalam menjamin dana simpanan yang telah
dipercayakan masyarakat kepada Baitul Maal wa Tamwil (BMT),
tanggungjawab tersebut berupa adanya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Diketahui bahwa dana yang dihimpun pada Baitul Maal wa Tamwil (BMT)
semakin bertambah banyak seiring jumlah pembiayaan yang juga meningkat.
Akan tetapi potensi yang besar ini belum diimbangi dengan regulasi yang
mampu menjaga tingkat kepercayaan yang telah diberikan masyarakat kepada
Baitul Maal wa Tamwil (BMT), khususnya yang berkaitan dengan sejauhmana
simpanan yang dipercayakan masyarakat kepada Baitul Maal wa Tamwil
(BMT) mampu dipertanggungjawabkan secara hukum apabila terjadi kondisi
yang tidak diinginkan. Keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang
dibentuk pemerintah melalui Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 selama
ini hanya memiliki kewenangan yang terbatas pada ruang lingkup perbankan
saja, sehingga belum ada perlindungan hukum terhadap nasabah yang
mempercayakan simpanannya melalui Baitul Maal wa Tamwil (BMT).
Menjadi sebuah keharusan bagi pemerintah untuk membuat lembaga serupa
yang memiliki kewenangan menjamin simpanan yang ada di Baitul Maal wa
Tamwil (BMT) sehingga mampu dipertanggungjawabkan secara hukum.36
Indikator pembeda dari penelitian ini ialah penulis akan membahas
mengenai upaya dari Baitul Maal wa Tamwil (BMT) dalam menjamin
simpanan mitra (penyimpan), yang mana diketahui bahwa pada saat ini belum
36
Luthfiyah Trini Hastuti, “Urgensi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Bagi BMT
Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Kepada Nasabah BMT”, Fakultas Hukum. UNS,
(http://www.academia.edu/5380514/Urgensi_LPS_Bagi_BMT_sebagai_Bentuk_Perlindungan_Hu
kum diakses pada tanggal 30 Agustus 2018, Pukul 10:44 WIB).
ada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang dapat menjamin simpanan milik
mitra (penyimpan) yang dipercayakan kepada Baitul Maal wa Tamwil (BMT).
Kedua, jurnal yang berjudul “Perlindungan Hukum Bagi Nasabah
Penyimpan Lembaga Keuangan Mikro Syariah Yang Mengalami
Kerugian Finansial” oleh Kaffi Wanatul Ma’wa dari Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya. Penelitian ini membahas mengenai bentuk perlindungan
hukum diberikan kepada nasabah penyimpan dana pada lembaga Keuangan
Mikro Syariah (LKMS) atas simpanannya, yang mana bentuk perlindungan
tersebut diatur dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan yang
terkait. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan
Mikro mengatur terkait kewenangan OJK dalam pembuatan mekanisme
pengaduan nasabah, namun terkait bagaimana bentuk dan prosesnya belum
dijelaskan. Dalam POJK Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan juga belum memuat konsumen Lembaga
Keuangan Mikro Syariah (LKMS) sebagai salah satu konsumen pelaku sektor
jasa keuangan yang harus dilindungi.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dimana
legal issue yang diangkat berupa kekosongan hukum terkait mekanisme
pengaduan nasabah penyimpan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS)
sehingga kurangnya pengawasan terhadap kesehatan Lembaga Keuangan
Mikro Syariah (LKMS) yang mengakibatkan kerugian finansial pada nasabah
penyimpan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) tidak dapat menarik
simpanan.37
Indikator pembeda dari penelitian ini ialah penulis akan menjelaskan
mengenai bentuk perlindungan hukum apa yang diberikan oleh Baitul Maal wa
Tamwil (BMT) dalam menjamin dana simpanan para mitra (penyimpan).
Ketiga, jurnal yang berjudul “Perlindungan Nasabah Bmt Jika Bmt
Pailit (Taflis)” oleh Neni Sri Imaniyati dari Fakultas Hukum Unisba, dalam
37
Kaffi Wanatul Ma’wa, “Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Penyimpan Lembaga
Keuangan Mikro Syariah Yang Mengalami Kerugian Finansial”, Fakultas Hukum, Universitas
Brawijaya, (http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/1223 diakses pada
tanggal 13 Februari 2018, Pukul 6:38 WIB).
29
Jurnal Mimbar Volume XXI No. 4 Oktober – Desember 2005: 498 – 520.
Penelitian ini membahas mengenai bentuk usaha yang dimiliki Baitul Maal wa
Tamwil (BMT), tanggung jawab pendiri dan pengurus Baitul Maal wa Tamwil
(BMT), dan perlindungan nasabah penyimpan dana Baitul Maal wa Tamwil
(BMT) jika terjadi pailit pada Baitul Maal wa Tamwil (BMT). Bentuk badan
hukum yang dimiliki oleh Baitul Maal wa Tamwil (BMT) ada dua, yaitu
Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dan Koperasi. Bentuk tanggung jawab
yang diberikan oleh pendiri dan pengurus Baitul Maal wa Tamwil (BMT)
dipengaruhi oleh bentuk usaha yang dimiliki oleh Baitul Maal wa Tamwil
(BMT). Pada dasarnya bentuk tanggung jawab yang diberikan oleh pendiri dan
pengurus Baitul Maal wa Tamwil (BMT) yang berbentuk Kelompok Swadaya
Masyarakat (KSM) ataupun koperasi adalah sama, yaitu melakukan tindakan
dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan Baitul Maal wa Tamwil (BMT).
Namun terdapat perbedaan bentuk tanggung jawab jika terjadi pailit pada
Baitul Maal wa Tamwil (BMT). Bagi Baitul Maal wa Tamwil (BMT) yang
berbadan hukum Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), pendiri pengurus
akan bertanggung jawab sampai harta kekayaan pribadi. Sedangkan pada
Baitul Maal wa Tamwil (BMT) yang berbadan hukum koperasi, tanggung
jawab yang diberikan oleh pendiri dan pengurus terbatas, yaitu sampai jumlah
modal yang diserahkan. Perlindungan bagi nasabah yang menyimpan dananya
pada Baitul Maal wa Tamwil (BMT) belum memadai, hal ini dapat dilihat
pada ketentuan KUHPerdata. Dimana nasabah penyimpan dana pada Baitul
Maal wa Tamwil (BMT) berkedudukan sebagai kreditur konkuren untuk
mendapatkan haknya harus berbagi dengan kreditur lainnya setelah dana Baitul
Maal wa Tamwil (BMT) yang tersisa dibagikan kepada kreditur preference.38
Indikator pembeda dari penelitian ini adalah penulis akan menjelaskan
mengenai upaya apa yang diberikan oleh Baitul Maal wa Tamwil (BMT)
dalam melindungi dan menjamin dana simpanan mitra (penyimpan).
38
Neni Sri Imaniyati, “Perlindungan Nasabah Bmt Jika Bmt Pailit (Taflis)”, Jurnal
Mimbar, Volume XXI No. 4, Oktober – Desember 2005: 498 – 520.
Keempat, jurnal yang berjudul “Strategi Penghimpunan Dan
Penyaluran Dana Pada Baitul Mal Wat Tamwil” oleh Sanwani dan kawan-
kawan dari Universitas Mataram, dalam Jurnal Al Masraf: Jurnal Lembaga
Keuangan dan Perbankan-Volume 2, Nomor 1, Januari-Juni 2017. Pada
penelitian ini membahas mengenai strategi penghimpunan dan penyaluran
dana/ pembiayaan dalam Baitul Maal wa Tamwil (BMT) yang dilakukan pada
Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Al-Hidayah di Lombok Timur. Dari hasil
penelitian, penulis mejelaskan bahwa strategi penghimpunan dana yang
digunakan oleh Baitul Maal wa Tamwil (BMT) Al- Hidayah ialah strategi
sistem jemput bola. Strategi Sistem Jemput Bola ini sebagai ajang promosi dan
sosialisasi secara lebih optimal di masyarakat. Sedangkan strategi penyaluran
dana atau pembiayaan yang digunakan ialah pemasaran, peduli sosial, dan
personal seling Pemasaran merupakan salah satu cara untuk menciptakan,
mengkomunikasikan, menyampaikan, dan menawarkan produk yang dimiliki
oleh Baitul Maal wa Tamwil (BMT) kepada masyarakat.39
Indikator pembeda dari penelitian ini adalah penulis akan menjelaskan
mengenai penjaminan dana simpanan milik mitra (penyimpan) apabila terja di
hal yang tidak diinginkan pada Baitul Maal wa Tamwil (BMT).
Kelima, tesis yang berjudul “Kepastian Hukum Baitul Mal wa Tamwil
(BMT) Sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah Dalam Memberikan
Kepastian Hukum Kepada Nasabah” (2016) oleh Hendriyatna dari
Universitas Pasundan. dalam penelitiannya dijelaskan mengenai peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang Lembaga Keuangan Mikro
Syariah, yang mana menjadi landasan operasional Baitul Maal wa Tamwil
(Bmt) Selaku Lembaga Keuangan Mikro Syariah. landasan operasional Baitul
Maal wa Tamwil (BMT) tersebut memberikan sebuah kepastian hukum bagi
Baitul Maal wa Tamwil (BMT).40
39
Sanwani, Titiek Herwanti Dan Akhmad Jufri, “Strategi Penghimpunan Dan Penyaluran
Dana Pada Baitul Mal Wat Tamwil”, Jurnal Al Masraf: Jurnal Lembaga Keuangan dan
Perbankan, Volume 2 Nomor 1, Januari-Juni 2017. 40 Hendriyatna, Tesis: “Kepastian Hukum Baitul Mal wa Tamwil (BMT) Sebagai Lembaga
Keuangan Mikro Syariah Dalam Memberikan Kepastian Hukum Kepada Nasabah”, Universitas
31
Indikator pembeda dari penelitian ini adalah penulis akan memfokuskan
pembahasan terkait perlindungan hukum yang terima mitra (penyimpan) yang
diberikan oleh Baitul Maal wa Tamwil (BMT).
Keenam, jurnal ini berjudul “Regulasi Keberadaan Baitul Maal Wat
Tamwil (BMT) Dalam Sistem Perekonomian Di Indonesia” oleh Nourma
Dewi dalam Jurnal Serambi Hukum Vol. 11 No. 01 Februari – Juli 2017: 96 –
110. Penelitian ini membahas mengenai regulasi Baitul Maal wa Tamwil
(BMT) dalam sistem perekonomian, Baitul Maal wa Tamwil (BMT)
merupakan lembaga keuangan mikro yang mempunyai karakteristik khusus
karena dalam pelaksanaannya memperhatikan nilai komersil dan nilai sosial.
Selain itu, bentuk badan hukum Baitul Maal wa Tamwil (BMT) yang bisa
berbentuk koperasi atau Perseroan Terbatas (PT) membuat peraturan yang
melandasi kegiatan Baitul Maal wa Tamwil (BMT) ini cukup beragam, yaitu
Undang-Undang Nomor no 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat,
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian, Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro, Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Selain
undang-undang tersebut, terdapat berbagai macam peraturan yang membantu
pelaksanaan Baitul Maal wa Tamwil (BMT).41
Indikator pembeda dari penelitian ini adalah penulis akan membahas
mengenai upaya yang dilakukan oleh Baitul Maal wa Tamwil (BMT) yang
merujuk kepada peraturan-peraturan yang berlaku terkait dengan Baitul Maal
wa Tamwil (BMT) terhadap dana simpanan mitra (penyimpan), karena
diketahui bahwa pada saat ini sudah mulai berkembang kepercayaan
masyarakat terhadap Baitul Maal wa Tamwil (BMT) dalam menghimpunkan
dananya.
Pasundan, 2016, (http://repository.unpas.ac.id/3713/ diakses pada tanggal 3 Agustus 2018,
Pukul 9:11 WIB). 41
Nourma Dewi, “Regulasi Keberadaan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Dalam Sistem
Perekonomian Di Indonesia”, Jurnal Serambi Hukum, Volume 11 No. 01 Februari – Juli 2017: 96
– 110.
32
BAB III
PROFIL BMT AL-FATH IKMI PAMULANG
A. Sejarah Berdirinya BMT Al-Fath IKMI
Melihat kondisi ril masyarakat kita yang dari sisi ekonomi belum dapat
hidup secara layak dan mapan, masih sering terjerat rentenir, tidak adanya
lembaga yang dapat membantu untuk meningkatkan pendapat mereka, tidak
punya posisi tawar dengan pihak lain dan kondisi-kondisi lainnya yang serba
tidak menguntungkan bagi masyarakat kecil.
Padahal dari potensi yang dimiliki oleh mereka yang apabila dikelola
oleh sistem kebersamaan, maka akan dapat meningkatkan ekonomi mereka.
Dengan memperhatikan permasalahan di atas, maka dirintislah Baitul Maal wa
Tamwil (BMT) Al-Fath oleh 25 orang pendiri pada tanggal 13 Oktober 1996,
dan kini jumlah pendirinya menjadi 64 orang yang tersebar di 4 (empat) kantor
dan 1 (satu) kantor Baitul Maal. Hal ini telah menunjukan bahwa BMT Al-Fath
IKMI berkontribusi dalam mengurangi angka pengangguran sekaligus
pemberdayaan lingkungan, karena sebagian besar pengelola berdomisili
disekitar BMT Al-Fath IKMI.
BMT Al-Fath IKMI merupakan Lembaga Keuangan Mikro Syari'ah yang
notabennya adalah lembaga keuangan aset umat dengan prinsip operasionalnya
mengacu pada prinsip-prinsip syari'at Islam. BMT Al-Fath IKMI dibentuk
dalam upaya memberdayakan umat secara kebersamaan melalui kegiatan
simpanan dan pembiayaan serta kegiatan-kegiatan lain yang berdampak pada
peningkatan ekonomi anggota dan mitra binaan ke arah yang lebih baik, lebih
aman, serta lebih adil. Hal ini direspon baik oleh masyarakat, pada kegiatan
penghimpunan dana dapat dilihat keinginan masyarakat untuk bergabung
menjadi anggota BMT Al-Fath IKMI cukup besar. Terbukti dari jumlah
perkembangan anggota dari tahun ketahun yang selalu meningkat. Pada tahun
1996 jumlah anggota yang bergabung terdapat 136 anggota dan hingga akhir
33
tahun 2017 terhitung jumlah anggota yang menggabungkan diri sebanyak
16.489 orang yang bergabung menjadi anggota penghimpunan dana. Selain itu,
BMT Al-Fath IKMI juga telah berkontribusi dalam peningkatan kesejahteraan
ekonomi anggota dalam bentuk pemberian pembiayaan berupa modal kerja
usaha, yang mana pada akhir tahun 2017 terhitung ada sebanyak 3.943 anggota
yang telah menerima pembiayaan dari BMT Al-Fath IKMI. Diketahui jumlah
aset yang dimiliki yang merupakan gabungan dari aset lancar dan aset tidak
lancar pada bulan Juli tahun 2018 ialah sebesar Rp 32,297,986,025.63 (Tiga
Puluh Milyar Dua Ratus Sembilan Puluh Tujuh Juta Sembilan Ratus Delapan
Puluh Enam Ribu Dua Puluh Lima Rupiah).1
Sebagai lembaga yang mengemban misi sosial, maka dibentuklah divisi
Baitul Maal yang dikelola secara terpisah agar dapat berjalan secara optimal
melayani umat, dan sebagai lembaga bisnis maka dibentuklah Baitul Tamwil
dengan dikelola oleh tenaga muslim yang profesional dibidang keuangan, Insya
Allah akan menampilkan lembaga keuangan syari'at yang sehat, berkualitas,
dan memenuhi harapan umat.2
Secara kelembagaan, pada tahun 1996-1998 BMT Al-Fath IKMI
beroperasi dalam bentuk lembaga Kelompok Swadaya Msyarakat (KSM).
Selanjutnya pada tahun 1998-2005 kelembagaan tersebut berubah menjadi
Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Kemudian pada tahun 2005-2016 berubah
kembali menjadi Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS). Dan pada saat ini
dari tahun 2016 hingga sekarang, bentuk kelembagaan BMT Al-Fath IKMI
ialah Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS). Hal ini
dikarenakan pada tahun 2015 terbitlah Peraturan Menteri Koperasi No. 16
Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan
Pembiayaan Syariah oleh koperasi. Maka karena hal tersebut, pada tahun 2016
BMT Al-Fath IKMI melakukan perubahan anggaran dasar menjadi Koperasi
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPP).
1 Tim BMT Al-Fath IKMI, Buku Laporan RAT Ke-21 Tahun Buku 2017, (Tangerang
Selatan: Gerak, 2017), h. 36 2 Yusuf KS, Sejarah Perjalanan KSPPS BMT Al-Fath IKMI, (Tangerang Selatan: Amanah
Printing, 2017), h. 31.
B. Profil Lembaga dan Struktur Organisasi BMT Al-Fath IKMI Pamulang
1. Profil Lembaga
Berikut ini merupakan profil lembaga pada BMT Al-Fath IKMI:3
a. Nama : KSPPS BMT Al-Fath IKMI
b. Jenis Koperasi : Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah
c. Akte Pendirian : Nomor 650/BH/KWK.10/VI/1998, tanggal 29 Juni
1998
d. Akte Perubahan :Nomor 518/7/BH/PAD/Koperasi, tanggal 05
Desember 2005
e. Akte Perubahan :Nomor 09/2017, tanggal pengesahan 08 Januari
2018
f. SIUP :Nomor 1086/10-04/PK/XII/2000, tanggal 07
Desember 2000
g. NPWP : 02.021.735-2.4111.000
2. Struktur Organisasi
Adapun susunan dari struktur organisasi pada BMT Al-Fath IKMI
Pamulang, sebagia berikut:4
Dewan Pengawas Syariah :
Ketua : Drs. Mustakim Kurdi, MA
Anggota : Drs. Yahya Harun AlRasyid
Dewan Pengawas Umum :
Ketua : H. Farid Hidayat
Anggota : H. Kapsulani, SE, MM
H. Faridi Syahdana, S.E
Dewan Pengurus :
Ketua : Drs. Budiyono, M.Pd.
Wakil Ketua :
Bidang Pembiayaan dan Pembinaan
Mitra
: H. Abdul Rahim
Bidang Legal : Drs. R. Prastowo Sidhi,
3 Tim BMT Al-Fath IKMI, Buku Laporan RAT Ke-21 Tahun Buku 2017, (Tangerang
Selatan: Gerak, 2017), h. 36 4 Yusuf KS, Sejarah Perjalanan KSPPS BMT Al-Fath IKMI, h. 38.
35
S.H.,M.H.
Sekretaris : H. Z. Arifin Listanto
Bendahara : H. Djaelani, SE
Sumber Daya Insani : H. Imam Turmudi Ms
Pengelola Kantor Pusat Tamwil :
Manager : Saimin, S.E, M.Si.
Sekretaris : Harum Sulistio Rini, S.E.
IT : Muhammad Yusuf S.Kom
Staff Baitul Maal : Dwi Putra Rama
Shidiq Anshori, S.Pd.I.
Head Security : Opik Taupikur Rohman
Security : Muhammad Reza
Lucky Saputra
Sagiman
Fandi Ahmad
Helmi Priandi
Akbar
Sopir : Septya Ferry Perdana
Office Boy : Slamet Riyadi
Ali Akbar
Hari Robi Setyanto
Ahmad Salim Setyanto
Pengelola Kantor Cabang Utama :
Kepala Cabang : Robi Sugara
Kabag Operasional : Suryadi, S.T.
Kabag Marketing : Opan Sopyan Sauri, S.Ag
Pembukuan : Neneng Syarifah, Amd
Head Teller : Nurmilati, S.E.
Teller Payment Point : Arum Setianingsih
Teller : Ira Kurnia, S.E.Sy
Customer Service : Silvia Herlena, S.E
Surveyor : Parjan
Account Officer : M. Erwin
Gugun Ginanjar
Isep Nurfahmi
Dadi Alamsyah
Funding Officer : Muharis
Eka Erfan Khoir Abdillah
Atra Novianto
Tele Marketing : Hana
Staff Adm Legal : Muhammad Saman
Pengelola Kantor Cabang Maal :
Funding Maal : Dwi Putra Rama
Shidiq Anshori, S.Pd.I.
C. Produk-Produk BMT Al-Fath IKMI Pamulang
1. Produk Baitul Tamwil
Ada 3 (dua) produk Baitul Tamwil yang ditawarkan oleh BMT Al-Fath
IKMI kepada masyarakat, yaitu produk penghimpunan dana, produk
penyaluran dana (pembiayaan) dan layanan jasa. Pada produk penghimpunan
dan pembiayaan didalamnya terdapat berbagai jenis penghimpunan dana dan
penyaluran dana (pembiayaan) adapun jenisnya sebagai berikut :5
a. Produk penghimpunan dana
Pada kegiatan penghimpunan dana BMT Al-Fath IKMI menawarkan
berbagai jenis produk ialah sebagai berikut:
1) Tawakal
Tawakal adalah tabungan dengan akad wadiah/titipan, di mana
anggota menitipkan dananya di BMT Al-Fath IKMI. Di mana dana yang
dimiliki oleh anggota akan dijaga keamanannya.6
Adapun manfaat yang diperoleh dari produk penghimpunan dana
Tawakal, yaitu:
a) Membantu kelancaran transaksi keuangan dan usaha.
b) Kemudahan dalam transaksi, penyetoran, dan penarikan dapat
dilakukan dengan flksibel.
c) Aman dan menentramkan.
d) Berta’awun atau tolong-menolong dalam pengembangan usaha
anggota lain.
2) Simpanan Pendidikan
Simpanan pendidikan merupakan bentuk simpanan yang
diperuntukan bagi perencanaan pendidikan putra atau putri anggota.
Simpanan pendidikan ini menggunakan akad mudharabah, dimana dana
5 Yusuf KS, Sejarah Perjalanan KSPPS BMT Al-Fath IKMI, h. 33.
6 Yusuf KS, Sejarah Perjalanan KSPPS BMT Al-Fath IKMI, h. 33.
37
yang dimiliki oleh anggota akan diputarkan dengan memberikan modal
kepada anggota lain yang mana nantinya akan memperoleh keuntungan.
Dari keuntungan yang diperoleh tersebut, anggota mendapatkan bagi
hasil sesuai dengan nisbah yang disepakati. Diimana besaran nisbah bagi
hasil yang didapatkan akan disepakati pada awal akad.7
Adapun manfaat yang diperoleh dari Simpanan Pendidika, yaitu :
a) Mewujudkan cita-cita putra atau putrid anggota;
b) Sebagai investasi yang mendatangkan keuntungan;
c) Berta’awun atau tolong-menolong dalam pengembangan usaha
anggota lain.
3) Simpanan Idul Fitri
Simpanan Idul Fitri merupakan simpanan yang diperuntukan untuk
mempersiapkan biaya mudik atau lebaran Idul Fitri anggota. Simpanan
Idul Fitri ini menggunakan akad mudharabah, dimana dana yang dimiliki
oleh anggota akan diputarkan dengan memberikan modal kepada anggota
lain yang mana nantinya akan memperoleh keuntungan. Dari keuntungan
yang diperoleh tersebut, anggota mendapatkan bagi hasil sesuai dengan
nisbah yang disepakati. Diimana besaran nisbah bagi hasil yang
didapatkan akan disepakati pada awal akad.
Adapun manfaat yang diperoleh dari Simpanan Idul Fitri, yaitu:
a) Persiapan mudik atau Lebaran Idul Fitri lebih terencana;
b) Sebagai investasi yang mendatangkan keuntungan;
c) Berta’awun atau tolong-menolong dalam pengembangan usaha
anggota lain.
4) Simpanan Walimah/Nikah
Simpanan Walimah atau Nikah merupakan simpanan yang
diperuntukan bagi anggota yang belum menikah atau bermaksud
merencanakan pernikahan atau bagi anggota yang akan menikahkan
putra atau putrinya.
7 Yusuf KS, Sejarah Perjalanan KSPPS BMT Al-Fath IKMI, h. 34.
Simpanan Walimah atau Nikah ini menggunakan akad
mudharabah, dimana dana yang dimiliki oleh anggota akan diputarkan
dengan memberikan modal kepada anggota lain yang mana nantinya
akan memperoleh keuntungan. Dari keuntungan yang diperoleh tersebut,
anggota mendapatkan bagi hasil sesuai dengan nisbah yang disepakati.
Diimana besaran nisbah bagi hasil yang didapatkan akan disepakati pada
awal akad.
Adapun manfaat yang diperoleh dari Simpanan Walimah atau
Nikah, yaitu:
a) Pernikahan lebih terencana;
b) Sebagai investasi yang mendatangkan keuntungan;
c) Berta’awun atau tolong-menolong dalam pengembangan usaha
anggota lain.
5) Simpanan Qurban
Simpanan Qurban merupakan simpanan yang diperuntukan bagi
anggota yang hendak melaksanakan niat suci, yaitu melaksanakan ibadah
qurban. 8
Simpanan Qurban ini menggunakan akad mudharabah, dimana
dana yang dimiliki oleh anggota akan diputarkan dengan memberikan
modal kepada anggota lain yang mana nantinya akan memperoleh
keuntungan. Dari keuntungan yang diperoleh tersebut, anggota
mendapatkan bagi hasil sesuai dengan nisbah yang disepakati sebesar.
Diimana besaran nisbah bagi hasil yang didapatkan akan disepakati pada
awal akad.
Adapun manfaat yang diperoleh dari Simpanan Walimah atau
Nikah, yaitu:
a) Mewujudkan niat suci untuk berqurban;
b) Sebagai investasi yang mendatangkan keuntungan;
c) Berta’awun atau tolong-menolong dalam pengembangan usaha
anggota lain.
8 Yusuf KS, Sejarah Perjalanan KSPPS BMT Al-Fath IKMI, h. 34.
39
6) Simpanan Haji/Umroh
Simpanan Haji atau Umroh merupakan simpanan yang
diperuntukan bagi anggota yang merencanakan ibadah haji atau umroh.
Simpanan Haji atau Umroh ini menggunakan akad mudharabah, dimana
dana yang dimiliki oleh anggota akan diputarkan dengan memberikan
modal kepada anggota lain yang mana nantinya akan memperoleh
keuntungan. Dari keuntungan yang diperoleh tersebut, anggota
mendapatkan bagi hasil sesuai dengan nisbah yang disepakati. Diimana
besaran nisbah bagi hasil yang didapatkan akan disepakati pada awal
akad.9
Adapun manfaat yang diperoleh dari Simpanan Haji atau Umroh,
yaitu:
a) Mewujudkan ibadah haji atau umroh anggota;
b) Sebagai investasi yang mendatangkan keuntungan;
c) Berta’awun atau tolong-menolong dalam pengembangan usaha
anggota lain.
7) Tabah
Tabah merupakan singkatan dari Tabungan Berjangka Al-fath.
Tabah adalah produk tabungan berjangka antara 3 bulan, 6 bulan dan 12
bulan dengan menggunakan akad Murabahah. Tabungan diberlakukan
sebagai investasi dan mendapatkan keuntungan, yang mana bagi hasil
sesuai dengan nisbah yang disepakati. Diimana besaran nisbah bagi hasil
yang didapatkan akan disepakati pada awal akad.
Adapun manfaat yang diperoleh dari produk Tabah (Tabungan
Berjangka Al-fath), yaitu:
a) Sebagai investasi yang mendatangkan keuntungan;
b) Berta’awun atau tolong-menolong dalam pengembangan usaha
anggota lain.
9 Yusuf KS, Sejarah Perjalanan KSPPS BMT Al-Fath IKMI, h. 35.
b. Produk penyaluran dana (pembiayaan)
Pada produk penyaluran dana BMT Al-Fath IKMI menggunakan
beberapa jenis akad, yaitu :10
1) Akad Murabahah
Akad Murabahah merupakan akad jual beli barang antara Baitul
Maal wa Tamwil (BMT) dengan anggota seharga perolehan ditambah
keuntungan atau margin yang disepakati oleh kedua belah pihak, dengan
pembayaran diangsur sesuai dengan kesepakatan. Harga jual akan tetap
sama sampai akhir pelunasan. Sebagaimana dijelaskan dalam Fatwa DSN
No. 04 /DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah bahwa dalam ketentuan
umum murabahah, lembaga keuangan yang menjualkan barang kepada
nasabah dalam hal ini dengan pemesanan, menjual barang tersebut
dengan harga jual senilai beli ditambah marjin keuntungan. Dalam hal
ini, lembaga keuangan harus memberitahu secara jujur harga pokok
barang kepada nasabah berikut dengan biaya-biaya yang diperlukan.11
Akad pembiayaan murabahah yang terdapat pada BMT Al-Fath
IKMI biasanya digunakan oleh masyarakat untuk membelikan alat-alat
elektronik, bahan –bahan sembako yang nantinya untuk keperluan usaha,
kendaraan bermotor, dan lain-lain.
2) Akad Mudharabah
Akad Mudharabah merupakan akad kerjasama usaha dimana
sumber modal 100% berasal dari Baitul Maal wa Tamwil (BMT) dan
pengelolaan usaha dilakukan oleh anggota. Keuntungan yang diperoleh
dari pengelolaan usaha akan dibagi sesuai dengan nisbah yang telah
disepakati. Jika terjadi kerugian yang bukan karena kesalahan pengelola,
maka kerugian akan ditanggung bersama. Baitul Maal wa Tamwil (BMT)
menanggung rugi modal dan anggota menanggung rugi tenaga dan
waktu. Dalam Fatwa DSN No. 07/DSN-MUI/IV/2009 tentang
Pembiayaan Mudharabah dijelaskan bahwa pembiayaan mudharabah
10
Yusuf KS, Sejarah Perjalanan KSPPS BMT Al-Fath IKMI, h. 33. 11
M. Ichwan Sam dan kawan-kawan, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah Dewan Syariah
Nasional MUI, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2014), h.64.
41
adalah pembiayaan yang disalurkan oleh Lembaga Keuangan Syariah
(LKS) kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif. Pada
pembiayaan ini Lembaga Keuangan Syariah (LKS) bertindak sebagai
Shaib al-mal (pemilik dana) yang membiayai 100% kebutuhan suatu
usaha, sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebgai mudharib
(pengelola usaha).12
Nasabah sebagai pengelola usahaboleh melakukan
berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama oleh Lembaga
Keuangan Syariah (LKS) dan sesuai dengan syariah.
Pada BMT Al-Fath IKMI, akad pembiayaan mudharabah ini
digunakan untuk kerja sama usaha seperti pembiayaan untuk usaha
ekspedisi jasa pengiriman barang.
3) Akad Musyarakah
Akad Musyarakah merupakan akad kerjasama usaha dimana
sumber dana diperoleh dari 2 pihak, yaitu Baitul Maal wa Tamwil (BMT)
dan anggota. Keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan usaha akan
dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati. Jika terjadi kerugian
yang bukan karena kesalahan pengelola, maka kerugian akan bersama
sesuai dengan porsi modal. Pada Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000
tentang Pembiayaan Musyarakah dijelaskan bahwa dalam pembagian
keuntungan harus dibagikan secara proposional atas dasar seluruh
keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang
ditetapkan bagi seorang mitra.13
Transaksi yang pernah dilakukan BMT Al-Fath IKMI dengan
anggota yang menggunakan akad pembiayaan musyarakah, yaitu
kerjasama usaha penyedia hewan qurban pada saat idul adha, kerjasama
usaha penyediaan alat perkantoran, dan lain sebagainya.
12
M. Ichwan Sam dan kawan-kawan, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah Dewan Syariah
Nasional MUI, h.81. 13
M. Ichwan Sam dan kawan-kawan, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah Dewan Syariah
Nasional MUI, h.89.
4) Akad Ijarah
Akad ijarah merupakan akad sewa menyewa manfaat suatu barang
atau jasa, antara Baitul Maal wa Tamwil (BMT) dan anggota seharga
perolehan ditambah ujroh atau fee dengan pembayaran sewa diangsur
sesuai dengan kesepakatan. Harga sewa tetap sampai dengan pelunasan
sewa. Pada Fatwa DSN No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Ijarah dijelaskan mengenai objek akad ijarah, yaitu manfaat barang dan
sewa atau manfaat jasa dan upah.14
Pada pembiayaan ijarah, BMT Al-Fath IKMI menyewakan ruko
guna usaha kepada anggota yang terletak dipasar-pasar. Toko yang
disewakan BMT Al-Fath IKMI ini terletak di daerah pasar Ciputat dan
pasar Cipulir.
c. Layanan jasa
Adapun layanan jasa pada BMT Al-Fath IKMI, yaitu:15
1) Jasa transfer online antar bank
2) Jasa pembayaran listrik, telepon, BPJS, dan lain-lain
2. Produk Baitul Maal
Baitul Mal wa Tamwil (BMT) merupakan gabungan antara Baitul Maal
(rumah harta) dan Baitul Tamwil (rumah pengembahan harta). Baitul Maal
pada BMT Al-Fath IKMI menerima titipan dana, zakat, infak, dan
shadaqah, dimana nantinya dana tititpan terebut akan didistribusikan secara
optimal dan sesuai peraturan yang berlaku. Dalam penyalurannya BMT Al-
Fath IKMI membaginya menjadi beberapa kategori, yaitu :16
14
M. Ichwan Sam dan kawan-kawan, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah Dewan Syariah
Nasional MUI, h.95. 15
Tim BMT Al-Fath IKMI, Buku Laporan RAT Ke-21 Tahun Buku 2017, (Tangerang
Selatan: Gerak, 2017), h. 2. 16
Tim BMT Al-Fath IKMI, Buku Laporan RAT Ke-21 Tahun Buku 2017, (Tangerang
Selatan: Gerak, 2017), h. 3
43
a. Penyaluran dana zakat
BMT Al-Fath IKMI menyalurkan dana zakat kepada 8 asnaf
(orang yang berhak menerima zakat) dibagikan secara menyeluruh dan
sesuai dengan peraturan yang berlaku serta amanah.
b. Penyaluran dana infak dan sedekah.
Adapun jenis-jenis penyaluran dana infak dan sedekah pada BMT
Al-Fath IKMI ialah sebagai berikut:17
1) Penyaluran dana infak dan sedekah- insan sehat
Penyaluran ini berupa pemberian pengobatan gratis kepada
masyarakat yang kurang mampu. Pengobatan gratis ini diberikan
untuk masyarakat yang mengidap penyakit diabetes dan hipertensi
(darah tinggi), dengan menunjukan surat keterangan tidak mampu
(SKTM).
2) Penyaluran dana infak dan sedekah- insan cerdas
Penyaluran dana ini berupa pemberian dana pendidikan kepada
anak-anak asuh yang ada di BMT Al-Fath IKMI. Anak-anak asuh ini
merupakan anak-anak yang tinggal disekitar daerah BMT Al-Fath
IKMI yang memliki keinginan yang tinggi untuk sekolah namun
terkendala oleh biaya dan BMT akan membantu meringankan
bayaran uang sekolah kepada anak asuh. Untuk menjadi anak asuh,
mereka harus menunjukan surat keterangan tidak mampu (SKTM)
kepada pihak BMT dan harus menyetorkan hafalan ayat-ayat Al-
Qur’an untuk mengambil uang bayaran tersebut.
3) Penyaluran dana infak dan sedekah- insan mulia
Penyaluran dana ini berupa pengadaan khitanan masal dan
pemberian sembako kepada orang-orang yang kurang mampu
4) Penyaluran dana infak dan sedekah- insan mandiri
Penyaluran dana berupa pemberian pembiayaan berupa qard al
hasan yaitu produk pembiayaan kepada masyarakat yang kurang
mampu untuk mengelola usaha yang mana hanya dana pokoknya
17
saja yang dikembalikan. Apabila usaha masyarakat tersebut sudah
maju maka pihak BMT Al-Fath IKMI akan mendorong masyarakat
tersebut menjadi anggota untuk menabung dan menggunakan
pembiayaan yang lainnya. Karena pembiayaan berupa qard al hasan
akan diberikan kepada masyarakat yang lain untuk mengelola usaha.
D. Visi, Misi, dan Tujuan BMT Al-Fath IKMI
Adapun visi, misi, dan tujuan dari BMT Al-Fath IKMI ialah sebagai
berikut:18
1. Visi
Visi dari BMT Al-Fath IKMI ialah menjadi koperasi syariah yang
terbaik.
2. Misi
Ada beberapa misi yang dimiliki oleh BMT Al-Fath IKMI, yaitu:
a. Meningkatkan potensi umat sehingga mampu berperan sebagai khalifah
Allah yang berorientasi pada pengembangan dan pemberdayaan umat
menuju kepada masyarakat yang mandiri serta Islami.
b. Menjalankan kegiatan simpan pinjam dan pembiayaan syariah secara
efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.
c. Menyelenggarakan pelayanan prima pada anggota, anggota luar biasa,
dan masyarakat sesuai jati diri koperasi.
d. Menjalin kerjasama usaha dengan berbagai pihak yang halal dan saling
menguntungkan.
e. Menjalankan peran sebagai lembaga dakwah bagi umat untuk terciptanya
keseimbangan masyarakat yang berkeadilan, sejahtera, kasih sayang,
peduli, dan membawa manfaaat bagi masyarakat luas.
3. Tujuan BMT Al-Fath IKMI
Adapun beberapa tujuan dari BMT Al-Fath IKMI, yaitu:
a. Menjadi tempat bagi pemberdayaan masyarakat dhuafa.
18
Yusuf KS, Sejarah Perjalanan KSPPS BMT Al-Fath IKMI, h. 32
45
b. Menumbuhkembangkan ekonomi syariah di tingkat usaha mikro, kecil,
menengah guna memacu peertumbuhan.
c. Usaha yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan anggota, anggota
luar biasa, dan masyarakat.
d. Meningkatkan semangat, peran serta anggota, anggota luar biasa, dan
masyarakat dalam kegiatan koperasi.
e. Memperkuat kelembagaan dan memperluas jaringan kerja melalui
kerjasama dengan berbagai potensi umat.
f. Bersinergi dengan lembaga-lembaga keuangan syariah.
g. Menerapkan prinsip-prinsip syari'at dalam kegiatan ekonomi,
memberdayakan pengusaha kecil dan menengah, dan membina
kepedulian aghniyaa (orang mampu) kepada dhuafaa (kurang mampu)
secara terpola dan berkesinambungan.
46
BAB IV
UPAYA BAITUL MAL WA TAMWIL (BMT) DALAM MEMBERIKAN
PERLINDUNGAN HUKUM KEPADA MITRA (PENYIMPAN) TERKAIT
PENJAMINAN DANA SIMPANAN
A. Perlindungan Hukum Yang Diberikan Baitul Mal Wa Tamwil (BMT)
Kepada Mitra (Penyimpan) Terkait Dana Simpanan.
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dinilai mempunyai peran dalam
mendukung program pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Hal ini
dapat dilihat dari pengertiang Lembaga Keuangan Mikro, bahwa Lembaga
Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan
untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat,
baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada
anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa
konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.1
Dapat disimpulakan bahwa Lembaga Keuangan Mikro (LKM) merupakan
lembaga yang memberikan jasa keuangan bagi pengusaha mikro, kecil, dan
menengah serta masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak terlayani oleh
lembaga keuangan formal seperti perbankan. selain itu, Lembaga Keuangan
Mikro (LKM) juga menawarkan jasa dalam hal penghimpunan dana
masyarakat, yang mana dana yang disimpan tersebut akan dikelola.
Pada saat ini telah muncul Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS)
dengan menerapkan prinsip syariah dalam menjalankan sistemnya. Adapun
bentuk-bentuk dari lembaga keuangan mikro syariah (LKMS), yaitu lembaga
pengelola zakat (LAZ), lembaga pengelola wakaft, dan Baitul Mal wa Tamwil
(BMT). Salah satu bentuk Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang
kini banyak diminati oleh masyarakat ialah Baitul Mal wa Tamwil (BMT).
1 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro
(LKM), ((https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/regulasi/lembaga-keuangan-mikro/undang-
undang/Pages/Undang-Undang-no.-1-th.-2013-ttg.-Lembaga-Keuangan-Mikro.aspx diakses pada
tanggal 11 Oktober 2018 pukul 3:48 WIB).
47
Baitul Mal wa Tamwil (BMT) hadir sebagai panjang tangan dari
perbankan syariah dalam menjangkau kalangan masyarakat dengan
berpenghasilan rendah yang memiliki usaha mikro, kecil dan menengah yang
membutuhkan modal usaha, karena diketahui pada saat ini perbankan syariah
memiliki kemampuan terbatas dalam menjangkau sektor usaha mikro, kecil
dan menengah serta masyarakat yang memiliki penghasilan rendah. Selain itu
Baitul Mal wa Tamwil (BMT) juga memiliki fungsi layaknya perbankan ialah
penghimpun dan penyalur dana masyarakat.2 Dalam penghimpunan dana,
masyarakat yang menghimpun dananya di Baitul Mal wa Tamwil (BMT) tidak
mendapat keuntungan berupa bunga, tetapi akan mendapatkan keuntungan
berupa bagi hasil yang mana akan disepakati besarannya dalam persentase (%)
di awal akad. 3 Dalam menghimpunkan dananya, mitra (penyimpan) percaya
bahwa dana yang disimpan akan diberikan perlindungan, dijaga keamanannya
dan dikelola dengan baik. Sebagai pihak penghimpun dana simpanan Baitul
Mal wa Tamwil (BMT) yang diberikan kepercayaan oleh masyarakat wajib
memberikan perlindungan, menjaga keamanan, serta mengelola dengan baik
simpanan.
Perlindungan hukum bagi seluruh rakyat indonesia dimanatkan dalam
Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa
setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.4 Berdasarkan
adanya amanat pasal tersebut dapat diartikan bahwa Indonesia sebagai negara
hukum harus mampu memberikan jaminan, perlindungan dan kepastian hukum
bagi setiap orang.
Dalam Baitul Mal wa Tamwil (BMT) masyarakat yang menghimpunkan
dananya disebut sebagai mitra (penyimpan) atau anggota. Dalam Undang-
Undang Lembaga Keuangan Mikro dijelaskan bahwa Penyimpan adalah pihak
2 Yuke Rahmawati, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, Cet. Ke 1 (Tangerang Selatan: UIN
Jakarta Press, 2013), h. 22. 3 Yuke Rahmawati, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, Cet. Ke 1, h. 23.
4 Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, (http://jdih.pom.go.id/uud1945.pdf
diakses pada tanggal 11 Oktober 2018 pukul 8:23 WIB).
yang menempatkan dananya pada Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
berdasarkan perjanjian.5 Dari penjelasan tersebut dapat disimpulakan bahwa
mitra (penyimpan) dari Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) merupakan selaku
konsumen, karena mitra (penyimpan) sebagai konsumen yang menggunakan
jasa pengimpunana dana yang ada di Baitul Mal Wa Tamwil (BMT). Undang-
Undang Perlindungan Konsumen menjelaskan bahwa Konsumen adalah setiap
orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingana diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan.6 Sehingga sebagai seorang konsumen, mitra
(penyimpan) sudah selayaknya mendapatkan perlindungan hukum yang
memadai mengenai transaksi-transaksi yang mengandung resiko. Selain itu,
posisi konsumen yang lemah maka harus dilindungi oleh hukum dan salah satu
sifat dan tujuan hukum ialah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada
masyarakat.7
Dalam memberikan rasa aman kepada konsumen hal ini berkaitan
hubungannya dengan memberikan perlindungan kepada mitra (penyimpan)
atau nasabah dalam kegiatan lembaga keuangan di bidang liabilities, sehingga
kiranya perlu dipikirkan pembentukan suatu lembaga yang dapat menjamin
bahwa dana mitra penyimpan mitra (penyimpan) atau nasabah yang disimpan
pada lembaga keuangan dapat terjamin pengembaliannya.8
Pada lembaga keuangan perbankan baik konvensional maupun syariah
dalam memeberikan perlindungan terhadap simpanan nasabah dibentuk suatu
lembaga penjamin simpanan nasabah disebut dengan Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS). Dimana Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memiliki fungsi
5 Pasal 1 ayat 5 Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro
(LKM),(https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/regulasi/lembaga-keuangan-mikro/undang-
undang/Pages/Undang-Undang-no.-1-th.-2013-ttg.-Lembaga-Keuangan-Mikro.aspx diakses pada
tanggal 11 Oktober 2018 pukul 3:48 WIB). 6 Pasal 1 butir 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
((https://www.hukumonline.com/pusatdata/downloadfile/lt4c43f63962e55/parent/447 diakses pada
tanggal 11 Oktober 2018 pukul 4:12 WIB). 7 AH. Azharuddin Lathif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis Pendekatan Hukum
Positif dan Hukum Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2013), h. 1. 8 Marulak Pardede, Likuidasi Bank dan Perlindungan Nasabah, (Jakarta: Sinar Harapan,
1998), h. 22.
49
dalam menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam
memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya, dimana
nilai simpanan yang dijamin untuk setiap nasabah per-bank maksimum Rp
100.000.000,- (seratus juta rupiah). Namun nilai simpanan yang dijamin diubah
menjadi paling banyak Rp 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah).9 Namun saat ini
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) baru menjamin simpanan nasabah pada
lembaga keuangan perbankan saja.
Pada Baitul Mal wa Tamwil (BMT) belum terdapat lembaga penjamin
yang dapat menjamin simpanan mitra (penyimpan) yang menghimpunkan
dananya pada Baitul Mal wa Tamwil (BMT). Pada saat ini Undang-Undang
No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian telah dibatalkan oleh Mahkamah
Konstitusi (MK) dan kembali merujuk pada Undang-Undang No. 25 Tahun
1992 tentang Perkoperasian. Dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian belum diatur mengenai penjaminan bagi simpanan
anggota, tetapi dalam Pasal 19 Undang-Undang Lembaga Keuangan Mikro
dijelaskan mengenai pembentukan lembaga penjamin simpanan bagi Lembaga
Keuangan Mikro (LKM).10
Walaupun demikian, sebagai bentuk perlindungan dan untuk
meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada mita (penyimpan) dengan
memberikan rasa aman terhadap dana yang simpan, Baitul Mal wa Tamwil
(BMT) menawarkan berbagai produk atau jasa keuangan kepada masyarakat
dan melakukan perngelolaan dana simpanan dengan maksimal. Terkait dengan
memberikan rasa aman kepada masyarakat yang menggunakan jasa Baitul Mal
wa Tamwil (BMT), Baitul Mal wa Tamwil (BMT) menerapkan prinsip kehati-
hatian. Dimana dalam pengelolaan koperasi jasa keuangan syariah (KJKS) atau
unit jasa keuangan syariah (UJKS) wajib memperhatikan azas-azas dan
pembiayan yang sehat, dan menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian serta
9 Adrian Sutedi, Aspek Hukum Lembaga Penjamin Simpanan (LPS),), h.12.
10 Pasal 19 Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 Lembaga Keuangan
Mikro,(https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/regulasi/lembaga-keuangan-mikro/undang-
undang/Pages/Undang-Undang-no.-1-th.-2013-ttg.-Lembaga-Keuangan-Mikro.aspx diakses pada
tanggal 11 Oktober 2018 pukul 3:48 WIB).
pembiayaan yang benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.11
memperhatikan hal-hal yang diatur dalam peraturan tersebut. Hal ini dilakukan
guna mengendalikan resiko dari pengelolaan dana simpanan yang dilakukan
oleh Baitul Mal wa Tamwil (BMT). Sebagaimana dijalankan oleh Baitul Mal
wa Tamwil (BMT) Al-Fath IKMI Pamulang.
Pada BMT Al-Fath IKMI Pamulang memberikan perlindungan serta
untuk menjaga kepercayaan mitra (penyimpan), BMT Al-Fath IKMI
menerapkan prinsip kehati-hatian dalam mengelola dana simpanan milik mitra
(penyimpan) sebagaimana diatur guna melindungi dana simpanan mitra
(penyimpan), yang mana diketahui dana simpanan mitra (penyimpan) dikelola
menjadi dana yang digunakan dalam memberi pembiayaan bagi anggota yang
memiliki usaha mikro, kecil, dan menengah. Dalam memberikan pembiayaan,
pihak BMT Al-Fath IKMI Pamulang akan memperhatikan beberapa prinsip
utama yang berkaitan dengan kondisi secara keseluruhan calon anggota yang
akan menerima pembiayaan.
Prinsip penilaian yang digunakan secara keseluruhan calon anggota
penerima pembiayaan pada BMT Al-Fath IKMI ini juga dilakukan pada
pembiayaan di perbankan. Prinsip penilaian yang digunakan dikenal dengan 5C
+ 1S, yaitu character, capacity, capital, collateral, condition,dan syariah. Pada
BMT Al-Fath IKMI Penilaian yang pertama ialah character, penilaian ini
dilakukan untuk mengetahui karakter atau kepribadian calon anggota penerima
pembiayaan yang akan menerima pembiayan dengan tujuan untuk
memperkirakan kemungkinan bahwa penerima pembiayaan dapat memenuhi
kewajibannya. Penilaian karakter ini dirasa sangat penting dikarenakan hal ini
dapat memperkirakan kemungkinan bahwa anggota atau mitra dapat memenuhi
kewajibanya. Meskipun anggota tersebut layak dalam segi pendapatan ataupun
barang jaminan yang dimilikinya. Penilaian karakter ini dilakukan dengan cara
mendatangkan tim penilai dari pihak BMT Al-Fath IKMI, yang mana nantinya
11
Pasal 27 Ayat (1) Keputusan Menter No. 91 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuanga Syariah (KJKS),
(http://sumbarprov.go.id/images/Dinas_KUMKM/KEPMEN%20NO%2091%20TAHUN%202004
%20oke.pdf diakses pada tanggal 11 Oktober 2018 pukul 4:26 WIB).
51
tanpa sepengetahuan calon penerima pembiayaan mereka melakukan penilaian
di daerah lingkungan rumah calon penerima pembiayaan melalui tetangga
sekitarnya.
Penilaian yang kedua ialah penilaian capacity. Penilaian ini dilakukan
untuk menilai secara subjektif tentang kemampuan calon anggota penerima
pembiayaan dalam melakukan pembiayaan. Penilaian ini dilakukan oleh pihak
BMT Al-Fath untuk melihat catatan pembiyaan yang sebelumnya calon
anggota telah lakukan yang didukung dengan pengamatan. Penilaian yang
ketiga ialah penilaian capital, penilaian ini dilihat dari kemampuan modal yang
dimiliki oleh calon penerima pembiayaan yag diukur dengan posisi perusahaan
secara keseluruhan yang ditunjukan oleh rasio financial dan penekanan pada
komposisi modalnya. Penilaian ini juga bisa menjadi dasar untuk menentukan
besaran nilai pembiayaan yang akan diterima oleh calon anggota penerima
pembiayaan.
Penilaian yang keempat ialah penilaian collateral, penilaian ini
merupakan penilaian yang dilihat dari jaminan yang dimiliki oleh calon
anggota penerima pembiayaan. Penilaian ini dilakukan untuk lebih meyakinkan
apabila terjadi gagal bayar atau pembayaran pembiayaan bermasalah, maka
jaminan dapat digunakan sebagai pengganti kewajiban. Penilaian yang kelima
ialah condition. Penilaian ini dilihat kondisi ekonomi yang terjadi di
masyarakat secara spesifik melihat adanya keterkaitan dengan jenis usaha yang
dilakukan calon anggota penerima pembiayaan. Penilaian ini dilakukan pihak
BMT Al-Fath IKMI dengan melihat kondisi ekonomi yang terjadi pada saat ini
untuk melihat apakah adanya keterkaitan dengan jenis usaha yang dijalankan
oleh calon anggota penerima pembiayaan.
Dan penilaian yang terakhir ialah syariah. penilaian ini dilakukan untuk
menegaskan bahwa usaha yang dibiayai benar-benar usaha yang tidak
melanggar ketentuan syariah. penilaian syariah ini hanya ada pada pembiayaan
yang diberikan oleh lembaga keuangan yang menjalankannya dengan
menggunakan prinsip syariah.12
Penilaian-penilaian tersebut dilakukan guna menghindari terjadinya
penyelesaian pembiayaan bermasalah (kredit macet) yang menyebabkan
terhambatnya siklus pengembalian dana yang disalurkan dan prinsip penilaian
ini dilakukan sebagai bentuk kehati-hatian dalam menyalurkan pembiayaan.
Apabila hal tersebut sudah dilakukan secara maksimal namun masih terjadi
penyelesaian pembiayaan bermasalah, maka pihak Baitul Mal wa Tamwil
(BMT) akan melakukan strategi pendekatan kepada anggota penerima
pembiayaan.
Langkah-langkah strategi tersebut, yaitu restructuring, reconditioning,
rescheduling, dan novasi yang merupakan perubahan perjanjian. Restructuring
merupakan strategi yang berupa perubahan pada persyaratan baik sebagian
maupun seluruhnya terkait dengan perubahan jadwal pembayaran, jangka
waktu ataupun persyaratan lainnya dimana nantinya akan disesuaikan dengan
kemampuan anggota penerima pembiayaan agar dapat menyelesaikan
angsuran. Selanjutnya reconditioning merupakan langkah strategi yang
dilakukan dengan merubah jangka waktu serta jumlah nilai angsuran yang
mana dikondisikan dengan keadaan anggota penyimpan. Kemudian
rescheduling merupakan langkah strategi yang berupa perubahan pada jangka
waktu pembayaran serta jangka pembayaran angsuran. Dari beberapa langkah
tersebut akan terjadi novasi yang dikarenakan pembaharuan perjanjiaan
pembiayaan.13
Pada Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI diatur mengenai
langkah-langkah penyelesaian pembiayaan bermasalah pada nasabah, yaitu
berupa potongan tagihan murabahah dan penjadwalan kembali tagihan
murabahah. Fatwa DSN No. 46/DSN-MUI/II/2005 tentang Potongan Tagihan
Murabahah (Khashm Fi Al-MUrabahah) dijelaskan bahwa bagi nasabah yang
telah melakukan pembayaran tepat waktu, maka ia dapat diperikan
12
Djawahir Hejazziey, Perbankan Syariah dalam Teori dan Praktik, (Yogyakarta:
Deepublish, 2014), h. 140. 13
Djawahir Hejazziey, Perbankan Syariah dalam Teori Dan Praktik, h. 151.
53
penghargaan. Sedangkan nasabah yang mengalami penurunan kemampuan
dalam pembayaran cicilan, maka ia dapat diberikan keringan. Bentuk
keringanan yang diberikan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) ialah
dengan memberikan potongan dari total kewajiban pembayaran nasabah dalam
transaksi (akad) murabahah bagi nasabah yang telah melakukan kewajiban
pembayaran cicilannya dengan tepat waktu dan nasabah yang mengalami
penurunan kemampuan pembayaran, pemberian potongan ini tidak boleh
diperjanjikan dalam akad.14
Selanjutnya langkah penjadwalan kembal, dalam Fatwa DSN No.
48/DSN-MUI/II/2005 tentang Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah
(rescheduling) dijelaskan bahwa Lembaga Keuangan Syariah (LKS) boleh
melakukan penjadwalan kembali bagi nasabah (mitra) yang tidak mampu
menyelesaikan atau melunasi pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang
telah disepakati, dengan ketentuan-ketentuannya, yaitu tidak menambah jumlah
tagihan yang tersisa, pembebanan biaya dalam dalam proses penjadwalan
kembali adalah biaya rill, perpanjangan masa pembayaran harus berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak.15
Namun untuk melakukan beberapah langkah
tersebut pihak BMT Al-Fath IKMI akan benar-benar mengamati kondisi yang
dialami oleh anggota penerima pembiayaan yang bermasalah tersebut. Melalui
pengamatan tersebut pihak BMT Al-Fath IKMI dapat melihat apakah kondisi
anggotanya tersebut benar-benar terjadi masalah pada usahanya sehingga
menimbulkan pembayaran pembiayaan bermasalah atau kondisi anggota
tersebut baik-baik saja namun tidak ada itikad baik untuk membayar sesuai
dengan jadwal yang sudah ditentukan.
Apabila upaya-upaya tersebut telah dilakukan secara maksimal namun
masih terjadi pembiayaan bermasalah, maka pihak Baitul Mal wa Tamwil
(BMT) akan mengeksekusi barang jaminan yang dijaminkan oleh anggota
penerima pembiayaan. Hal ini juga diatur dalam Fatwa DSN No.47/DSN-
14
M. Ichwan Sam dan kawan-kawan, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah Dewan Syariah
Nasional MUI, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2014), h.272. 15
M. Ichwan Sam dan kawan-kawan, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah Dewan Syariah
Nasional MUI, h.283.
MUI/II/2005 tentang Penyelesaian Piutang Murabahah Bagi Nasabah Tidak
Mampu Membayar, dalam fatwa ini dijelaskan bahwa Lembaga Keuangan
Syariah (LKS) boleh melakukan penyelesaian bagi nasabah yang tidak mampu
membayar. Hal ini dilakukan dengan mengeksekusi barang jaminan milik
nasabah baik oleh nasabah maupun oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
dengan harga pasar yang disepakati. Nasabah dapat melunasi utang dari hasil
menjual barang jaminan tersebut dan apabila hasil penjualan melebihi sisa
utang maka Lembaga Keuangan Syariah (LKS) harus mengembalikan sisanya
kepada nasabah.16
Selain itu, bentuk perlindungan yang diberikan oleh BMT Al-Fath IKMI
dalam menjaga keamanan pada dana simpanan mitra (penyimpan), yaitu
menyimpan dana simpanan milik mitra (penyimpan) di perbankan syariah,
disana dana nasabah akan dijamin keamanannya karena pada perbankan
syariah sudah terdapat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Kemudian BMT
Al-Fath IKMI mengasuransikan aset-aset dimiliki seperti bangunan dan uang
yang disimpan pada brankas. Serta mengasuransikan barang jaminan
kendaraan bermotor. Tidak hanya itu, jiwa anggota penerima pembiayaan juga
di asuransikan, apabila meninggal dunia maka Baitul Mal wa Tamwil (BMT)
akan mengklim dari asuransi tersebut. Hal ini dilakukan guna untuk
melindungi dana yang dismipan mitra (penyimpan) pada Baitul Mal wa Tamwil
(BMT) apabila terjadi force majuere ataupun kejadian kejadian yang tidak
diinginkan seperti halnya kebakaran ataupun kehilangan.
B. Peran Lembaga Penjamin Simpanan bagi Baitul Mal wa Tamwil (BMT)
terkait penjaminan dana simpanan.
Baitul Mal wa Tamwil (BMT) merupakan lembaga keuangan mikro
syariah yang kini banyak diminati oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan Baitul
Mal wa Tamwil (BMT) berfungsi sebagai panjang tangan dari perbankan dalam
menyediakan pembiayaan bagi masyarakat yang memiliki usaha mikro, kecil,
16
M. Ichwan Sam dan kawan-kawan, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah Dewan Syariah
Nasional MUI, h.278.
55
dan menengah. selain itu Baitul Mal wa Tamwil (BMT) juga mendorong
masyarakat untuk menabung, dimana dana yang disimpan pada Baitul Mal wa
Tamwil (BMT) akan dikelola menjadi modal untuk penyaluran pembiayaan
dan akan diperoleh keuntungan berupa bagi hasil.
Pada perbankan baik konvensional maupun syariah memiliki Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) guna menjaga keamanan simpanan nasabah. Pada
saat ini lembaga penjamin simpanan hanya menjamin simpanan nasabah pada
perbankan saja, seperti Baitul Mal wa Tamwil (BMT) belum memiliki lembaga
penjamin untuk menjamin dana simpanan milik mitra (penyimpan). Lembaga
penjamin tersebut disebut dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Lembaga penjamin simpanan (LPS) memiliki fungsi sebagai penjamin
simpanan milik nasabah dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem
perbankan sesuai dengan kewenangannnya.17
Selanjutnya Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) memiliki tugas, yaitu merumuskan dan menetapkan kebijakan
pelaksanaan penjaminan simpanan, melaksanakan penjaminan simpanan,
merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara
stabilitas sistem perbankan, serta merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan
kebijakan penyelesaian Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik.18
Sistem penjaminan simpanan nasabah pada perbankan, setiap bank yang
menyertakan untuk dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) harus
membayarkan premi. Premi jaminan simpanan ditetapkan sebesar 0,1 persen
yang dihitung dari saldo rata-rata simpanan setiap periode (Januari samapai
Juni dan Juli sampai Desember), sedangkan untuk kepesertaan dipungut
sebesar 0,1 persen yang dihitung dari modal dan hanya sekali saja di saat bank
yang bersangkutan menjadi peserta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).19
Yang mana hal tersebut merupakan wewenang Lemabag Penjamin Simpanan
(LPS) dalam menerima premi. Besar nilai jaminan yang diberikan Lembaga
17
http://www.lps.go.id/fungsi-tugas-wewenang diakses pada tanggal 24 September 2018,
Pukul 5:20 WIB. 18
http://www.lps.go.id/fungsi-tugas-wewenang diakses pada tanggal 24 September 2018,
Pukul 5:28 WIB. 19
Adrian Sutedi, Aspek Hukum Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), h.24.
Penjamin Simpanan (LPS) kepada nasabah per-bank maksimum Rp
100.000.000,- (seratus juta rupiah). Namun nilai simpanan yang dijamin diubah
menjadi paling banyak Rp 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah).20
Pada saat ini Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) baru menjamin
simpanan nasabah pada lembaga keuangn perbankan saja. Padahal Baitul Mal
wa Tamwil (BMT) sebagai Lembaga Kuangan Mikro Syariah (LKMS) yang
menjalankan sistem penghimpunan dana membutuhkan lembaga penjamin
guna menjamin dana simpanan mitra (penyimpan), dalam hal ini seperti BMT
Al-Fath IKMI. Dimana dalam pengelolaan dana simpanan mitra (penyimpan)
kemungkinan akan muncul resiko-resiko yang akan membahayakan simpanan
milik mitra (penyimpan), sehingga dibutuhkannya lembaga yang dapat
melindungi simpanan mitra (penyimpan).
Sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah, BMT Al-Fath IKMI
berharap lahirnya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bagi Baitul Mal wa
Tamwil (BMT) yang mana bisa menjamin simpanan mitra (penyimpan) serta
menjalankan tugasnya sebagai penjamin simpanan layaknya pada perbankan.
Selain itu, dibentuknya lembaga penjamin diharapkan dapat meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap Baitul Mal wa Tamwil (BMT). Karena
diketahui bahwa saat ini banyak masyarakat yang mengimpunkan dana pada
Baitul Mal wa Tamwil (BMT), dimana pada akhir tahun 2016 berjumlah
16.489 orang dan banyak anggota yang telah menerima pembiayaan ialah
3.562.21
Hal tersebut menjelaskan bahwa pada saat ini sudah banyak
masyarakat yang mempercayakan dana yang dimilikinya untuk disimpan dan
dikelola oleh Baitul Mal wa Tamwil (BMT). Namun masih ada beberapa
masyarakat yang merasa ragu untuk menyimpan dananya pada Baitul Mal wa
Tamwil (BMT), hal ini dikarenakan masyarakat yang ingin menyimpan
dananya masih mempertanyakan keamanan dana yang nanti akan disimpan.
Karena diketahui pada saat ini pada Baitul Mal wa Tamwil (BMT) belum
20
Adrian Sutedi, Aspek Hukum Lembaga Penjamin Simpanan (LPS),), h.12. 21
Yusuf KS, Sejarah Perjalanan KSPPS BMT Al-Fath IKMI, ( Tangerang Selatan: Amanah
Printing, 2017), h. 27.
57
terdapat lembaga penjamian yang dapat menjamin simpanan pada Baitul Mal
wa Tamwil (BMT).
Selanjutnya, lahirnya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bagi Baitul
Mal wa Tamwil (BMT) diharapkan dapat menjamin simpanan apabila terjadi
suatu kejadian kebakaran, force majeure, ataupun krisis pada Baitul Mal wa
Tamwil (BMT) simpanan yang dimiliki mitra(penyimpan) tetap terjamin
keamanannya. Selain itu apabila terjadi penarikan dalam jumlah besar (rush)
pada BMT Al-Fath IKMI, pihak BMT Al-Fath IKMI bisa menjamin
pengembaliannya walaupun dana yang digunakan masih digunakan dalam
pembiayaan kepada anggota lain. Karena dana yang dimiliki Baitul Mal wa
Tamwil (BMT) tidak akan cukup menutup semua simpanan yang dimiliki oleh
mitra (penyimpan), hal ini dikarenakan dana yang dihimpun oleh Baitul Mal
wa Tamwil (BMT) selanjutnya dikelola kembali menjadi dana pembiayaan
bagi masyarakat yang memiliki usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Pada saat ini BMT Al-Fath IKMI tergabung dalam beberapa organisasi
antara Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) yang ada di Indonesia. Organisasi
tersebut bernama Induk Kopersi Syariah (InKopSyah). Induk Kopersi Syariah
(InKopSyah) merupakan lembaga yang menaungi seluruh Baitul Mal wa
Tamwil (BMT) yang ada diseluruh daerah di Indonesia, dimana Induk Kopersi
Syariah (InKopSyah) berfungsi sebagai lembaga resmi dalam menangani
sistem likuiditas para anggotanya (BMT) dan mempermudah segala urusan
transaksi antar lembaga BMT maupun antar anggota BMT yang berlainan,
serta membantu setiap anggota agar memiliki tingkat kepastian dan
kenyamanan bagi setiap pengguna.22
Selain itu ada juga perkumpulan
Himpunan Koperasi Syariah (HimKopSyah) yang merupakan perkumpulan
antar Baitul Mal wa Tamwil (BMT) dalam linkup Provinsi, dan BMT Center.
Dalam pertemuan baik Induk Kopersi Syariah (InKopSyah) dan Himpunan
Koperasi Syariah (HimKopSyah) sering membahas mengenai pembentukan
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), wacana ini dibahas karena dirasa perlu
adanya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bagi Baitul Mal Wa Tamwil
22
http://indukbmt.co.id/program-kerja/ diakses pada tanggal 18 September 2018, pukul 07:45
(BMT). Pada saat ini dalam melindungi dana mitra (penyimpan) Baitul Mal Wa
Tamwil (BMT) melakukannya dengan mengelola milik mitra (penyimpan)
dengan semaksimal mungkin, mengasuransikan aset yang dimiliki dan barang
jaminan pada Baitul Mal wa Tamwil (BMT) serta mengasuransikan jiwa
anggota penerima pembiayaan pada asuransi syariah dalam melindungi
simpanan mitra (penyimpan). Apabila terjadi krisis pada suatu Baitul Mal wa
Tamwil (BMT), Baitul Mal wa Tamwil (BMT) akan dibantu oleh Baitul Mal
wa Tamwil (BMT) dalam menyehatkan keuangannya, hal ini dilakukan demi
mempertahankan citra baik Baitul Mal wa Tamwil (BMT) dimata masyarakat.
C. Upaya Baitul Mal wa Tamwil (BMT) Al-Fath IKMI Cabang Pusat
Pamulang dalam menjaga dan menjamin dana simpanan mitra.
Mitra (penyimpan) merupakan konsumen pada Lembaga Keuangan
Mikro Syariah (LKMS), yaitu Baitul Mal wa Tamwil (BMT). Hal ini
dikarenakan mitra (penyimpan) sebagai pengguna jasa keuangan pada Baitul
Mal wa Tamwil (BMT) berupa jasa penghimpunan dana simpanan. Sebagai
seorang konsumen, mitra (penyimpan) sudah selayaknya mendapatkan
perlindungan hukum yang memadai mengenai transaksi-transaksi yang
mengandung resiko. Selain itu, posisi konsumen yang lemah maka harus
dilindungi oleh hukum dan salah satu sifat dan tujuan hukum ialah memberikan
perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat.23
Pada saat ini sudah banyak masyarakat yang percaya untuk
menghimpunkan dananya pada Baitul Mal wa Tamwil (BMT), seperti pada
BMT Al-Fath. Untuk menjaga kepercayaan masyarakat BMT Al-Fath bekerja
secara professional serta performa prima dalam menjaga dan menjamin
simpanan yang dimiliki oleh mitra (penyimpan).
Upaya yang dilakukan oleh BMT Al-Fath IKMI dalam menjaga dan
menjamin dana simpanan milik mitra (penyimpan), yaitu sebagai berikut :
23
AH. Azharuddin Lathif dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis Pendekatan Hukum
Positif dan Hukum Islam, (Jakarta: UIN JAKARTA PRESS, 2013), h. 1.
59
1. Baitul Mal wa Tamwil (BMT) akan menyetorkan dana yang disimpan di
Baitul Mal wa Tamwil (BMT) ke beberapa bank syariah, hal ini dilakukan
guna menjaga keamanan uang yang dititipkan mitra (penyimpan).
2. Baitul Mal wa Tamwil (BMT) akan menjalankan prinsip kehati-hatian
dalam menyalurkan pembiayaan untuk mengendalikan resiko. Hal ini dirasa
perlu karena dana yang digunakan dalam memberikan pembiayaan
merupakan dana yang dititipkan mitra (penyimpan) pada Baitul Mal wa
Tamwil (BMT). Sehingga dalam menyalurkan pembiayaan, pihak Baitul
Mal wa Tamwil (BMT) akan menilai secara keseluruhan keadaan anggota
yang akan menerima pembiayaan. Apabila terjadi penyelesaian pembiayaan
yang bermasalah, pihak Baitul Mal wa Tamwil (BMT) akan mengatasinya
dengan pendekatan kepada anggota penerima pembiayaan tersebut.
Pendekatan tersebut dilakukan dengan beberapa langkah strategi untuk
mengatasi hal tersebut, seperti restructuring, reconditioning, rescheduling,
dan novasi yang merupakan perubahan perjanjian. Apabila upaya tersebut
sudah dilakukan secara maksimal namun tidak membuhkan hasil yang baik,
pihak Baitul Mal wa Tamwil (BMT) akan mengeksekusi barang jaminan
yang dijaminkan oleh pihak anggota penerima pembiayaan.
3. Baitul Mal wa Tamwil (BMT) akan mengasuransikan aset-aset yang dimiliki
seperti bangunan dan uang yang disimpan pada brankas. Serta
mengasuransikan barang jaminan kendaraan bermotor. Tidak hanya itu, jiwa
anggota penerima pembiayaan juga di asuransikan, apabila meninggal dunia
maka Baitul Mal wa Tamwil (BMT) akan mengklim dari asuransi tersebut.
Hal ini dilakukan guna untuk melindungi dana yang dismipan mitra
(penyimpan) pada Baitul Mal wa Tamwil (BMT) apabila terjadi force
majuere ataupun kejadian kejadian yang tidak diinginkan seperti halnya
kebakaran ataupun kehilangan.
4. Dalam menjaga kepercayaan mitra (penyimpan), Baitul Mal wa Tamwil
(BMT) harus menyiapkan dana yang tersedia pada Baitul Mal wa Tamwil
(BMT) sekitar 10%-15%. Hal ini dilakukan untuk berjaga-jaga bila mitra
(penyimpan) mengabil dana yang disimpannya dalam jumlah banyak. Hal
ini biasa terjadi pada saat menjelang bulan ramadhan.
5. Baitul Mal wa Tamwil (BMT) akan melakukan kinerja prima dalam
menjaga kepercayaan serta melindungi dana simpanan milik mitra
(penyimpan). Hal ini dilihat dari upaya Baitul Mal wa Tamwil (BMT)
berupa metode jemput bola. Dimana apabila mitra (penyimpan) ingin
bertransaksi seperti penyetoran ataupun penarikan dana namun tidak bisa
melakukannya langsung ke Baitul Mal wa Tamwil (BMT), maka pihak
Baitul Mal wa Tamwil (BMT) yang akan menghampiri pihak mitra
(penyimpan) untuk melangsungkan transaksi. Serta pihak Baitul Mal wa
Tamwil (BMT) tidak boleh melakukan penyimpangan-penyimpangan yang
akan berakibat tidak baik terhadap kepecayaan masyarakat.
Hal diatas dilakukan oleh Baitul Mal wa Tamwil (BMT) dalam upaya untuk
memberikan perlindungan kepada simpanan mitra (Penyimpan) dan meningkatkan
kepercayaan masyarakat kepada Baitul Mal wa Tamwil (BMT) sebagai Lembaga
Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang menjalankan sistem penghimpunan dan
pengelolaan dana masyarakat. Selain itu, upaya tersebut dilakukan agar Baitul
Mal wa Tamwil (BMT) dapat terus berkembang di masyarakat, karena untuk terus
berkembang dikalangan masyarakat Baitul Mal wa Tamwil (BMT) harus
mengoperasionalkan sistemnya secara maksimal. Selain itu, agar Baitul Mal wa
Tamwil (BMT) terus berkembang dimasyarakat, Baitul Mal wa Tamwil (BMT)
harus membuat produk-produk yang dapat menarik masyarakat untuk
menggunakan jasa keuangan pada Baitul Mal wa Tamwil (BMT).
61
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dihasilkan dari penelitian mengenai
upaya Baitul Mal wa Tamwil (BMT) dalam memberikan perlindungan hukum
kepada mitra (penyimpan) terkait penjaminan dana simpanan (studi kasus:
BMT Al-Fath IKMI Pamulang), maka penulis mendapatkan beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Bahwa sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang
menjalankan sistem penghimpunan dan penyaluran dana, Baitul Mal wa
Tamwil (BMT) harus memberikan perlindungan dan menjaga dengan baik
simpanan milik mitra (penyimpan). Pada perbankan terdapat Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) yang bertugas melindungi simpanan milik
nasabah, namun lembaga penjamin tersebut belum terdapat pada Baitul Mal
wa Tamwil (BMT). Sebagai bentuk perlindungan yang diberikan Baitul Mal
wa Tamwil (BMT), Baitul Mal wa Tamwil (BMT) menerapkan prinsip
kehati-hatian dalam mengelola dana simpanan mitra (penyimpan)
sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 27 Ayat (1) Keputusan Menter No. 91
Tahun 2004. Selain itu, mengasuransikan aset-aset dimiliki seperti
bangunan dan uang yang disimpan pada brankas. Serta mengasuransikan
barang jaminan kendaraan bermotor. Tidak hanya itu, jiwa anggota
penerima pembiayaan juga di asuransikan, apabila meninggal dunia maka
Baitul Mal wa Tamwil (BMT) akan mengklim dari asuransi tersebut. Hal ini
dilakukan guna untuk melindungi dana yang dismipan mitra (penyimpan)
pada Baitul Mal wa Tamwil (BMT) apabila terjadi force majuere ataupun
kejadian kejadian yang tidak diinginkan seperti halnya kebakaran ataupun
kehilangan.
2. Baitul Mal wa Tamwil (BMT) berharap lahirnya Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) yang bisa menjamin simpanan mitra (penyimpan) layaknya
pada perbankan, selain itu lembaga penjamin diharapkan dapat
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Baitul Mal wa Tamwil
(BMT). Diketahui bahwa saat ini banyak masyarakat yang mengimpunkan
dana pada Baitul Mal wa Tamwil (BMT), Apabila terjadi suatu kejadian
kebakaran, force majeure, ataupun krisis pada Baitul Mal wa Tamwil
(BMT) simpanan yang dimiliki mitra(penyimpan) tetap terjamin
keamanannya. Selain itu apabila terjadi penarikan dalam jumlah besar (rush)
pada BMT Al-Fath IKMI, pihak BMT Al-Fath IKMI bisa menjamin
pengembaliannya walaupun dana yang digunakan masih digunakan dalam
pembiayaan kepada anggota lain.
3. Upaya yang dilakukan oleh BMT Al-Fath IKMI dalam menjaga dan
menjamin dana simpanan milik mitra (penyimpan), yaitu dengan
menyetorkan dana yang disimpan di Baitul Mal wa Tamwil (BMT) ke
beberapa bank syariah, hal ini dilakukan guna menjaga keamanan uang yang
dititipkan mitra (penyimpan). Kemudian menjalankan prinsip kehati-hatian
dalam menyalurkan pembiayaan untuk mengendalikan resiko. Hal ini dirasa
perlu karena dana yang digunakan dalam memberikan pembiayaan
merupakan dana yang dititipkan mitra (penyimpan) pada Baitul Mal wa
Tamwil (BMT). Selain itu, Baitul Mal wa Tamwil (BMT) mengasuransikan
aset-aset yang dimiliki seperti bangunan dan uang yang disimpan pada
brankas. Serta mengasuransikan barang jaminan kendaraan bermotor. Tidak
hanya itu, jiwa anggota penerima pembiayaan juga di asuransikan, apabila
meninggal dunia maka Baitul Mal wa Tamwil (BMT) akan mengklim dari
asuransi tersebut. melakukan kinerja prima dalam menjaga kepercayaan
serta dana simpanan milik mitra (penyimpan).
63
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis dirasa perlu untuk
menyampaikan saran-saran sebagai berikut :
1. Perlu adanya upaya dari pemerintah untuk membentuk regulasi atau
peraturan secara khusus yang mengatur mengenai Baitul Mal wa Tamwil
(BMT) dengan mempertimbangkan karakteristik Baitul Mal wa Tamwil
(BMT) yang mempunyai nilai sosial (Baitul Maal) dan komersil (Baitul
Tamwil).
2. Baitul Mal wa Tamwil (BMT) yang merupak Lembaga Keuangan Keuangan
Mikro Syariah (LKMS) dengan menjalankan sistem penghimpunana dan
penyaluran dana masyarakat layaknya pada perbankan, maka sangat
diperlukan lembaga penjamin untuk penjaminan dana simpanan milik mitra
(penyimpan) sebagaimana yang terdapat pada perbankan baik konvesional
maupun syariah, yaitu terdapat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
3. Pada Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian sangat
diperlukan adanya penyempurnaan melalui revisi yang didalamnya
mengatur lebih khusus mengenai Koperasi Simpan Pinjam, yang mana
didalamnya juga mengatur mengenai Koperasi Simpan Pinjam Syariah.
Selain itu, mengatur tentang penjaminan dana simpanan mitra (penyimpan)
yeng kemudian oleh peraturan lebih lanjut mengenai penjaminan simpanan.
64
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Al-Qur’an
Ahmadi, Fahmi Muhammad dan Jaelani Aripin, Metode Penelitian Hukum,
Tangerang Selatan: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2010.
Djazuli, A. dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah
Pengenalan), Cet. Ke 1, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002).
Hejazziey, Djawahir, Hukum Perbankan Syariah, Yogyakarta: Deepublish, 2013.
Hejazziey, Djawahir, Perbankan Syariah Dalam Teori Dan Praktik, Yogyakarta:
Deepublish, 2014.
Huda, Nurul dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis
dan Praktis, Jakarta: KENCANA, 2010.
KS, Yusuf, Sejarah Perjalanan KSPPS BMT Al-Fath IKMI, Amanah Printing,
2017.
Lathif, AH. Azharuddin dan Nahrowi, Pengantar Hukum Bisnis Pendekatan
Hukum Positif dan Hukum Islam, Jakarta: UIN JAKARTA PRESS, 2013.
Mamuji, Sri dan kawan-kawan, Metode Penelitian Dan Penulisan Hukum,
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rakesarasin,
1996.
Nazir, Moh., Metode Penelitian, Bogor: Ghalia Indonesia, 2011.
Pardede, Marulak, Likuidasi Bank dan Perlindungan Nasabah, Jakarta: Sinar
Harapan, 1998.
Rahmawati, Yuke, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, Cet. Ke 1, Tangerang
Selatan: UIN JAKARTA PRESS, 2013.
Sam, M. Ichwan dan kawan-kawan, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah Dewan
Syariah Nasional MUI, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2014.
65
Soemitra, Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: KENCANA,
2009.
Sutedi, Adrian, Aspek Hukum Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), (Jakarta: Sinar
Grafika, 2010), h.11.
Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika,
2008.
Zidan, Ahmad dan Dina Zidan, Mokhtaser Sahih Al-Bukhari Text and
Translation, Cairo: Islamic INC.
B. Fatwa DSN MUI, Undang-Undang dan Peraturan Terkait
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Undang-Undang No. 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian.
Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM).
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Keputusan Menter No. 91 Tahun 2004 tentang petunjuk pelaksanaan kegiatan
usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS).
Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2005 Penjaminan Simpanan Nasabah Bank
Berdasarkan Prinsip Syariah.
Fatwa DSN No. 04 /DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah
Fatwa DSN No. 07/DSN-MUI/IV/2009 tentang Pembiayaan Mudharabah
Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah
Fatwa DSN No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah
Fatwa DSN No. 46/DSN-MUI/II/2005 tentang Potongan Tagihan Murabahah
(Khashm Fi Al-MUrabahah)
Fatwa DSN No. 48/DSN-MUI/II/2005 tentang Penjadwalan Kembali Tagihan
Murabahah (rescheduling)
Fatwa DSN No.47/DSN-MUI/II/2005 tentang Penyelesaian Piutang Murabahah
Bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar.
C. Jurnal
Dewi, Nourma, “Regulasi Keberadaan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Dalam
Sistem Perekonomian Di Indonesia”, Jurnal Serambi Hukum, Volume 11
No. 01 Februari – Juli 2017: 96 – 110.
Haryati, Setyani Sri, “Peran Lembaga Penjaminan Simpanan Dalam Memberikan
PerlindunganHukum Terhadap Nasabah Penyimpan Dana Di Industri
Perbankan”, (STIE “AUB” Surakarta).
Hastuti, Luthfiyah Trini, “Urgensi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Bagi
BMT Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Kepada Nasabah BMT”,
Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret (UNS).
Hendriyatna, “Kepastian Hukum Baitul Mal wa Tamwil (BMT) Sebagai
Lembaga Keuangan Mikro Syariah Dalam Memberikan Kepastian Hukum
Kepada Nasabah”, Universitas Pasundan, 2016.
Imaniyati, Neni Sri, “Perlindungan Nasabah Bmt Jika Bmt Pailit (Taflis)”, Jurnal
Mimbar, Volume XXI No. 4, Oktober – Desember 2005: 498 – 520.
Ma’wa, Kaffi Wanatul, “Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Penyimpan
Lembaga Keuangan Mikro Syariah Yang Mengalami Kerugian Finansial”,
Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya.
Sanwani, Titiek Herwanti dan Akhmad Jufri, “Strategi Penghimpunan Dan
Penyaluran Dana Pada Baitul Mal Wat Tamwil”, Jurnal Al Masraf: Jurnal
Lembaga Keuangan dan Perbankan, Volume 2 Nomor 1, Januari-Juni
2017.
D. Website
http://lps.go.id/artikel/-/asset_publisher/0S8e/content/peran-lps-dalam-
mendukung-stabilitas-sistem-perbankan, diakses pada hari rabu tanggal 8
agustus 2018 pukul 11:26 WIB.
http://lps.go.id/artikel/-/asset_publisher/0S8e/content/peran-lps-dalam-
mendukung-stabilitas-sistem-perbankan , diakses pada hari rabu tanggal 8
agustus 2018 pukul 11:26 WIB.
http://www.lps.go.id/fungsi-tugas-wewenang diakses pada tanggal 24 September
2018, Pukul 5:20 WIB.
http://indukbmt.co.id/program-kerja/ diakses pada tanggal 18 September 2018,
pukul 07:45
67
http://www.depkop.go.id/content/read/menkop-puspayoga-langkah-perhimpunan-
bmt-indonesia-selaras-dengan-reformasi-total-koperasi/ diakses pada
tanggal 24 September 2018, Pukul 11:14 WIB.
LAMPIRAN
Top Related