UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI REBUSAN DAUN
ALPUKAT (Persea americana Mill.) TERHADAP MENCIT
JANTAN GALUR SWISS YANG DIINDUKSI FORMALIN
KARYA TULIS ILMIAH
Disusun oleh :
ARRIN NUR FITRIANI
NIM P17335113034
POLTEKKES KEMENKES BANDUNG
JURUSAN FARMASI
2016
UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI REBUSAN DAUN
ALPUKAT (Persea americana Mill.) TERHADAP MENCIT
JANTAN GALUR SWISS YANG DIINDUKSI FORMALIN
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan
Program Diploma III
Jurusan Farmasi
Disusun oleh :
ARRIN NUR FITRIANI
NIM P17335113034
POLTEKKES KEMENKES BANDUNG
JURUSAN FARMASI
2016
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan
judul “Uji Aktivitas Antiinflamasi Rebusan Daun Alpukat (Persea americana
Mill.) terhadap Mencit Jantan Galur Swiss yang Diinduksi Formalin” yang
disusun sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Ahli Madya Farmasi pada
Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Bandung.
Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan KTI, sangatlah sulit bagi
penulis untuk menyelesaikan karya tulis ini. Oleh karena itu, dengan penuh rasa
hormat dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1) Dra. Hj. Mimin Kusmiyati, M.Si., selaku Ketua Jurusan Farmasi Poltekkes
Kemenkes Bandung.
2) Widyastiwi, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing Karya Tulis Ilmiah
yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing
dan memberi arahan kepada penulis.
3) Dra. Ganthina Sugihartina, M.Si., Apt., selaku dosen Pembimbing
Akademik yang telah memberikan bantuan dan dukungan.
4) MH. Roseno, M.Si., Apt., yang telah memberikan dukungan dan motivasi.
5) Seluruh jajaran Staff dan Dosen Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan
Bandung.
6) Kedua orang tua dan keluarga yang senantiasa mendoakan dan
memberikan dukungan baik moril dan materil.
7) Teman-teman seperjuangan yang telah memberikan masukkan serta
motivasi dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
8) Semua pihak yang telah membantu penulis dari awal sampai akhir
penelitian yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
vi
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Karya Tulis Ilmiah
ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Bandung, 11 Juni 2016
Penulis
vii
viii
UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI REBUSAN DAUN ALPUKAT
(Persea americana Mill.) TERHADAP MENCIT JANTAN GALUR SWISS
YANG DIINDUKSI FORMALIN
Arrin Nur Fitriani
Inflamasi merupakan respon terhadap cedera jaringan dan infeksi. Salah satu obat
herbal yang dapat digunakan sebagi antiinflamasi adalah daun alpukat (Persea
americana Mill.). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
aktivitas antiinflamasi dari rebusan daun alpukat (Persea americana Mill.).
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Pre and Post Control Group
Design menggunakan dua puluh lima ekor mencit jantan galur Swiss yang dibagi
ke dalam lima kelompok. Kelompok I sebagai kontrol positif, kelompok II
sebagai pembanding yang diberi suspensi diklofenak 0,195 mg/20gBB mencit,
kelompok III, IV dan V sebagai kelompok uji yang masing-masing diberi rebusan
daun alpukat (Persea americana Mill.) dengan konsentrasi berturut-turut 7,5%
(dosis I), 15% (dosis II) dan 30% (dosis III). Bahan uji diberikan secara oral satu
jam sebelum diinduksi formalin 3,5% v/v secara intraplantar. Pengukuran
ketebalan kaki dilakukan setiap jam selama enam jam pengamatan. Data rata-rata
persentase udem dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis, kemudian dilanjutkan
dengan uji Post Hoc pada taraf kepercayaan 95% (α=0,05). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rebusan daun alpukat dari ketiga variasi dosis memiliki
aktivitas antiinflamasi pada mencit galur Swiss (p<0,05), dengan persentase
inhibisi maksimum dosis I sebesar 33,81%, dosis II sebesar 45,34%, dan dosis III
sebesar 75,78%. Rebusan daun alpukat konsentrasi 30% memiliki aktivitas
antiinflamasi paling baik, dan merupakan dosis optimum diantara ketiga variasi
konsentrasi karena hampir setara dengan diklofenak 0,195 mg/20gBB yang
memiliki persentase inhibisi sebesar 82,18%.
Kata kunci: Antiinflamasi, Daun Alpukat (Persea americana Mill.), Rebusan,
Diklofenak, Paw edema.
ix
ANTI-INFLAMMATORY ACTIVITY TEST OF AVOCADO LEAVES STEW
(Persea americana Mill.) TO MALE MICE OF SWISS STRAINS INDUCED
BY FORMALIN
Arrin Nur Fitriani
Inflammation is a response to tissue injury and infection. One of herbal remedy
that can be used as an anti-inflammatory is the leaves of the avocado (Persea
americana Mill.). This research was conducted with the aimed to know the anti-
inflammatory activity of the avocado leaves stew (Persea americana Mill.). This
research used the draft research Pre and Post Control Group Design used twenty-
five strains of male mice tails Swiss are divided into five groups. Group I as a
positive control, group II as a comparison given diclofenac suspension 0.195
mg/20gBW mice, groups III, IV and V as the test group were each given a stew of
the leaves of the avocado (Persea americana Mill.) with concentration 7.5%
(dosage I), 15% (dosage II) and 30% (dosage III). The test material is given
orally one hour prior to formalin induced 3.5% v/v in intraplantar. The
measurement of the thickness of soles done per hour for six hours of observations.
Data on the average percentage of inflammation analyzed by Kruskal-Wallis test,
then proceed with the test Post Hoc on a 95% confidence level (α = 0.05). The
result showed that the third variation dosage of avocado leaf stew has a anti-
inflammatory activity of mice (p < 0.05), with the maximum percentage of
inhibition of dosage I is 33,81%, dosage II is 45,34%, and dosage III is 75,78%.
Stew of the avocado leaves with concentration 30% has a most excellent anti-
inflammatory activity, and is the optimum dose among the third variation of
concentration as almost equivalent to diclofenac 0.195 mg/20gBW that has a
percentage of inhibition of 82,18%.
Keywords: Anti-inflammatory, Avocado Leaves (Persea americana Mill.), Stew,
Diklofenac, Paw oedema.
x
Kupersembahkan Karya Tulis Ilmiah ini untuk..
Kedua orang tua dan keluarga yang senatiasa memberi do’a dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan Kaya Tulis Ilmiah ini dengan baik..
Teman-teman seperjuangan yang sama-sama bertarung demi kelulusan bersama..
Para penyemangat dan penghibur jenuh yang bisa datang di waktu yang tak terduga FIRE!!
Boumpouki & Mentega Terbang.. Love ya..
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................. vii
ABSTRAK ..................................................................................................... viii
ABSTRACT ..................................................................................................... ix
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xv
DAFTAR RUMUS ......................................................................................... xvi
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ................................................. xvii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................ 3
1.3.1 Tujuan Umum ...................................................................... 3
1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 4
2.1 Inflamasi ........................................................................................ 4
2.1.1 Definisi ................................................................................. 4
2.1.2 Mekanisme ........................................................................... 4
2.1.3 Tanda-tanda Utama Inflamasi .............................................. 6
2.2 Obat Antiinflamasi ......................................................................... 6
xii
2.2.1 Diklofenak ............................................................................ 7
2.3 Alpukat (Persea americana) .......................................................... 9
2.3.1 Sistematika Tanaman ........................................................... 9
2.3.2 Morfologi Tanaman ............................................................. 9
2.3.3 Kandungan Kimia ................................................................ 10
2.3.4 Khasiat Tanaman .................................................................. 10
2.4 Simplisia ........................................................................................ 10
2.5 Rebusan .......................................................................................... 11
2.6 Metode Pengujian Antiinflamasi dengan Induksi Formalin .......... 11
2.7 Kerangka Konsep ........................................................................... 12
2.8 Definisi Operasional ...................................................................... 12
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 13
3.1 Jenis Penelitian .............................................................................. 13
3.2 Populasi dan Sampel ...................................................................... 13
3.2.1 Populasi ................................................................................ 13
3.2.2 Sampel .................................................................................. 13
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 13
3.4 Alat dan Bahan ............................................................................... 14
3.4.1 Alat ....................................................................................... 14
3.4.2 Bahan Penelitian ................................................................... 14
3.4.3 Bahan Kimia ......................................................................... 14
3.4.4 Hewan Percobaan ................................................................. 14
3.5 Prosedur Kerja dan Pengumpulan Data ......................................... 14
3.5.1 Determinasi Tanaman ........................................................... 14
3.5.2 Skrining Fitokimia ............................................................... 14
3.5.3 Pembuatan Rebusan Daun Alpukat ..................................... 16
3.5.4 Pembuatan Larutan Na CMC 2% ........................................ 16
3.5.5 Pembuatan Suspensi Diklofenak 1 mg/ml ......................... 17
3.5.6 Pengenceran Larutan Formalin............................................. 17
3.5.7 Prosedur Pengujian Aktivitas Antiinflamasi......................... 17
3.6 Pengolahan dan Analisis Data ....................................................... 19
xiii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................ 20
4.1 Hasil Penelitian .............................................................................. 20
4.1.1 Determinasi Tanaman .......................................................... 20
4.1.2 Penapisan Fitokimia ............................................................. 20
4.1.3 Uji Aktivitas Antiinflamasi ................................................... 21
4.2 Pembahasan .................................................................................... 28
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 35
5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 35
5.2 Saran ............................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 36
LAMPIRAN ................................................................................................... 39
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tanda-tanda Utama Inflamasi ................................................... 6
Tabel 2.2 Definisi Operasional ................................................................. 12
Tabel 3.1 Pembagian Kelompok Hewan Uji ............................................ 18
Tabel 4.1 Hasil Penampisan Fitokimia Simplisia dan Rebusan Daun
Alpukat (Persea americana Mill.) ............................................ 20
Tabel 4.2 Persentase Udem Kaki Mencit pada Uji Pendahuluan ............. 21
Tabel 4.3 Persentase Inhibisi Inflamasi Uji pada Pendahuluan ............... 22
Tabel 4.4 Rata-rata Persentase Udem Kaki Mencit .................................. 24
Tabel 4.5 Hasil Analisis Uji Kruskal-Wallis Rata-rata Pesentase Udem
Kaki Mencit Setiap Jam Selama 6 Jam .................................... 25
Tabel 4.6 Hasil Analisis Data Persentase Udem dengan Uji Post Hoc
Pada Jam Ke-3 dan Jam Ke-4 ................................................... 26
Tabel 4.7 Rata-rata Persentase Inhibisi Inflamasi Cataflam dan Rebusan
Daun Alpukat Selama 6 Jam ..................................................... 27
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Mekanisme Inflamasi ................................................................ 5
Gambar 2.2 Persea americana Mill. ............................................................. 9
Gambar 2.5 Kerangka Konsep ...................................................................... 12
Gambar 4.1 Diagram Persentase Inhibisi Maksimum Setiap Dosis ............. 27
xvi
DAFTAR RUMUS
Rumus 3.1 Persentase Udem Tiap waktu ...................................................... 19
Rumus 3.2 Persentase Inhibisi Udem ............................................................ 19
xvii
DAFTAR SINGKATAN
SINGKATAN NAMA Pemakaian pertama
kali pada halaman
AINS Anti Inflamasi Non Steroid 1
et.al. et alia (dan lain-lain) 2
5HT 5-hidroksitriptamin 5
COX-1 Cyclooxygenase-1 8
COX-2 Cyclooxygenase-2 8
IV Intravena 8
mm milimeter 13
Na-CMC Natrium carboxymethylcellulose 14
ml mililiter 15
HCl Hydrochloride 15
Mg Magnesium stearate 15
mg miligram 17
mg/ml miligram per mililiter 17
v/v volume per volume 17
gBB gram berat badan 18
SPSS Statistical Package for Social Sciences 19
TNF Tumour Necrosis Factor 33
PGE2 Prostaglandin E2 34
PGF2 Prostaglandin F2 34
TXA2 Tromboxan A2 34
LAMBANG
% persen 8
α alpha 19
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam Penelitian .......................... 39
Lampiran 2. Hasil Penapisan Fitokimia Simplisia Daun Alpukat ........................ 40
Lampiran 3. Hasil Determinasi Daun Alpukat (Persea americana Mill.) ........... 41
Lampiran 4. Perhitungan Dosis Rebusan Daun Alpukat ..................................... 42
Lampiran 5. Perhitungan Dosis Kalium Diklofenak (Cataflam®, Novartis) ....... 44
Lampiran 6. Alur Proses Pembuatan Sediaan Rebusan Daun Alpukat ................ 45
Lampiran 7. Skema Kerja Uji Antiinflamasi ........................................................ 46
Lampiran 8. Data Bobot Mencit Selama Proses Aklimatisasi .............................. 47
Lampiran 9. Data Pengukuran Ketebalan Telapak Kaki Mencit pada Masing-
masing Kelompok Perlakuan ........................................................... 48
Lampiran 10. Data Persentase Udem Telapak Kaki Mencit pada Masing-masing
Kelompok Perlakuan ........................................................................ 49
Lampiran 11. Data Persentase Inhibisi Inflamasi pada Masing-masing Kelompok
Perlakuan .......................................................................................... 50
Lampiran 12. Uji Normalitas dan Homogenitas terhadap Rata-rata Persentase
Udem Telapak Kaki Mencit .............................................................. 51
Lampiran 13. Hasil Analisis Data Rata-Rata Persentase Udem Setiap Jam
dengan Uji Kruskal-Wallis ............................................................... 52
Lampiran 14. Hasil Analisis Data Rata-rata Persentase Udem Setiap Jam dengan
Uji Post Hoc ..................................................................................... 53
Lampiran 15. Dokumentasi Kegiatan Penelitian .................................................... 54
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Inflamasi atau peradangan adalah respon terhadap cedera jaringan dan
infeksi. Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme perlindungan di mana
tubuh berusaha untuk menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada
tempat cedera dan untuk mempersiapkan keadaan untuk mempersiapkan jaringan
(Kee dan Hayes, 1996: Anonim,2004). Sebagai gejala reaksi meradang dapat
diamati pemerahan (rubor), pembengkakan (tumor), panas meningkat (calor),
nyeri (dolor), dan gangguan fungsi (functio laesa) (Mutschler, 1999). Inflamasi
terbagi kedalam tiga fase yaitu akut, subakut dan kronis yang ditandai dengan
mekanisme proses inflamasi yang berbeda tiap fasenya (Raval et al., 2013).
Pada kondisi tertentu inflamasi yang terjadi menyebabkan bahaya bagi
penderita salah satunya dapat menyebabkan reaksi anafilaktik, sehingga
dibutuhkan agen inflamasi dari luar tubuh seperti obat anti inflamasi non steroid
yang mudah ditemukan oleh masyarakat. Golongan antiinflamasi non steroid
(AINS) adalah salah satu obat yang banyak digunakan dengan atau tanpa resep
dokter. Obat – obat ini memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun
efek samping (Borazan & Furst, 2015). Penggunaan jangka panjang
menyebabkan efek samping yang cukup berat seperti tukak lambung,
osteoporosis, memperberat penyakit diabetes melitus, dan lemah otot (Tjay &
Raharja, 2007).
Banyaknya efek samping yang ditimbulkan inilah yang menjadi
pertimbangan masyarakat meggunakan pengobatan tradisional. Penggunaan
tanaman obat untuk penyembuhan suatu penyakit dan pemilihan bahan-bahan
alami untuk pengobatan didasarkan pada pengalaman dan bukti penelitian. Selain
lebih ekonomis, efek samping tanaman berkhasiat obat relatif kecil dibandingkan
dengan obat-obat sintetik, maka penggunaan tumbuhan obat dengan formulasi
2
yang tepat sangat penting dan tentunya lebih aman dan efektif (Dalimartha, 2008).
Salah satu tanaman yang digunakan sebagai obat adalah tanaman Alpukat
(Persea americana), yang sangat banyak ditemukan di Indonesia. Walau bukan
tanaman asli Indonesia, tetapi keberadaannya tidak asing lagi bagi masyarakat.
Tanaman alpukat dapat kita jumpai pada daerah beriklim tropis (Sunarjono, 2008).
Dalam penelitian Arukwe et. al. (2012), disebutkan bahwa alpukat baik daun,
buah, dan bijinya memiliki kandungan kimia berupa saponin, tannin, flavonoid,
alkaloid, phenol, dan steroid.
Dewasa ini penelitian terhadap bahan alam hayati terus berkembang untuk
mencari pengobatan alternatif yang lebih aman untuk obat antiinflamasi. Pada
penelitian sebelumnya oleh Adeyemi et. al. (2002) dilakukan pengujian
antiinflamasi ekstrak cair daun alpukat pada tikus yang diinduksi karagenan,
dalam hasil penelitian tersebut diketahui bahwa ekstrak air daun alpukat memiliki
aktivitas antiinflamasi.
Sehingga berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin mengetahui
seberapa baik aktivitas antiinflamasi daun alpukat yang dibuat menjadi rebusan
terhadap mencit yang diinduksi formalin. Pemilihan bentuk sediaan rebusan yang
akan digunakan dalam penelitian ini dipilih berdasarkan pendekatan terhadap
kebiasaan masyarakat mengkonsumsi rebusan sehari-hari. Penerapan dalam
masyarakat pun lebih mudah karena untuk membuat dan mengkonsumsinya tidak
memerlukan proses yang sulit. Induksi menggunakan formalin dipilih karena efek
radang yang ditimbukan lebih lama sehingga dapat melihat sejauh mana aktivitas
daun alpukat sebagai antiinflamasi.
1.1 Rumusan Masalah
Perumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1) Apakah rebusan daun alpukat (Persea americana) memiliki aktivitas
antiinflamasi terhadap mencit yang diinduksi formalin?
2) Berapakah dosis rebusan daun alpukat (Persea americana) yang memiliki
aktivitas antiinflamasi paling baik terhadap mencit yang diinduksi
formalin?
3
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui aktivitas antiinflamasi rebusan daun alpukat (Persea
americana) terhadap mencit yang diinduksi formalin.
1.2.2 Tujuan Khusus
Mengetahui dosis rebusan daun alpukat (Persea americana) yang memiliki
aktivitas antiinflamasi paling baik terhadap mencit yang diinduksi formalin.
1.3 Manfaat Penelitian
1) Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan informasi mengenai khasiat daun alpukat
(Persea americana) sebagai antiinflamasi.
2) Bagi Institusi
Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan tentang pengujian aktivitas
daun alpukat (Persea americana).
3) Bagi Masyarakat
Sebagai informasi bahwa daun alpukat (Persea americana)
merupakan bahan tanaman obat dengan aktivitas antiinflamasi, sehingga
dapat mendukung penggunaan dan pengembangan alpukat (Persea
americana) sebagai alternatif pengobatan inflamasi.
4) Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai dasar penelitian
selanjutnya baik tentang aktivitas daun alpukat (Persea americana)
sebagai antiinflamasi maupun khasiat lainnya.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Inflamasi
2.1.1 Definisi
Inflamasi atau peradangan adalah respon terhadap cedera jaringan dan
infeksi. Ketika proses inflamasi berlangsung, terjadi reaksi vaskular dimana
cairan, elemen-elemen darah, sel darah putih (leukosit), dan mediator kimia
(seperti serotonin, bradikinin, dan prostaglandin) berkumpul pada tempat cedera
jaringan atau infeksi. Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme perlindungan
di mana tubuh berusaha untuk menetralisir dan membasmi agen-agen yang
berbahaya pada tempat cedera dan untuk mempersiapkan keadaan untuk
mempersiapkan jaringan (Kee dan Hayes, 1996; Anonim, 2004).
2.1.2 Mekanisme
Proses inflamasi dimulai dari stimulus yang akan mengakibatkan
kerusakan sel, kemudian sel tersebut akan melepaskan beberapa fosfolipid yang
diantaranya adalah asam arakidonat. Setelah asam arakidonat tersebut bebas akan
diaktifkan oleh beberapa enzim, diantaranya siklooksigenase dan lipooksigenase.
Enzim tersebut merubah asam arakidonat ke dalam betuk yang tidak stabil
(hidroperoksid dan endoperoksid) yang selanjutnya dimetabolisme menjadi
leukotrien, prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan. Bagian prostaglandin dan
leukotrien bertanggung jawab terhadap gejala-gejala peradangan (Borazan &
Furst, 2015). Inflamasi terbagi kedalam tiga fase (Raval et. al., 2013):
(i) Fase akut ditandai dengan vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas
kapiler
(ii) Fase subakut ditandai infiltrasi sel, sebagian besar sel leukosit dan sel fagosit
(iii) Fase kronis proliferatif ditandai dengan degenerasi jaringan dan pembentukan
fibrosis.
5
Gambar 2.1 Mekanisme Inflamasi
Sumber: Borazan & Furst, 2015
Selama berlangsungnya fenomena inflamasi banyak mediator kimiawi
yang dilepaskan secara lokal antara lain histamin, 5-hidroksitriptamin (5HT),
faktor kemotaktik, bradikinin, leukotrien, dan prostaglandin (Wilmana & Gan,
2012).
6
2.1.3 Tanda-tanda Utama Inflamasi
Lima ciri khas dari inflamasi, dikenal sebagai tanda-tanda utama inflamasi,
adalah kemerahan, panas, pembengkakan (edema), nyeri dan hilangnya fungsi
(Kee & Hayes, 1996).
Tabel 2.1 Tanda-tanda Utama Inflamasi
Tanda- tanda Keterangan dan Penjelasan
Eritema
(Kemerahan)
Kemerahan terjadi pada tahap pertama dari inflamasi. Darah
terkumpul pada daerah cedera jaringan akibat pelepasan
mediator kimia tubuh (kinin, prostaglandin, dan histamin).
Histamin mendilatasi arteriol.
Edema
(Pembengkakan)
Pembengkakan merupakan tahap kedua dari inflamasi.
Plasma merembes ke dalam jaringan interstisial pada tempat
cedera. Kinin mendilatasi arteriol, meningkatkan
permeabilitas kapiler.
Panas Panas pada tempat inflamasi dapat disebabkan oleh
bertambahnya pengumpulan darah dan mungkin juga karena
pirogen (substansi yang menimbulkan demam) yang
mengganggu pusat pengatur panas pada hipotalamus.
Nyeri Nyeri disebabkan oleh pembengkakan dan pelepasan
mediator-mediator kimia.
Hilangnya
fungsi
Hilangnya fungsi disebabkan karena penumpukan cairan
pada tempat cedera jaringan dn karena rasa nyeri, yang
mengurangi mobilitas pada daerah yang terkena.
2.2 Obat Antiinflamasi
Obat-obat antiinflamasi adalah golongan obat yang memiliki aktivitas
mengurangi atau menekan peradangan. Aktivitas ini dapat dicapai melalui
berbagai cara, yaitu menghambat pembentukan mediator radang prostaglandin,
7
menghambat migrasi sel-sel leukosit ke daerah radang, menghambat pelepasan
prostaglandin dari sel-sel tempat pembentukannya (Mutschler, 1991). Respon
individual terhadap AINS bisa sangat bervariasi walaupun obatnya tergolong
dalam kelas atau derivat kimiawi yang sama (Wilmana & Gan, 2012).
Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat antiinflamasi terbagi ke
dalam golongan steroid dan golongan non-steroid (Mutschler, 1991).
a) Antiinflamasi Steroid
Obat ini bekerja dengan cara menghambat fosfolipase, suatu enzim yang
bertanggung jawab terhadap pelepasan asam arakidonat dari membran lipid. Obat-
obat golongan ini adalah prednison, hidrokortison, deksametason, dan
betametason (Borazan & Furst, 2015).
b) Antiinflamasi Non-steroid
Obat ini bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga
konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin menjadi terganggu. Obat-obat
golongan ini adalah aspirin, ibuprofen, indometasin, diklofenak, fenilbutazon, dan
piroksikam (Borazan & Furst, 2015).
Semua AINS merupakan iritan mukosa lambung, walaupun ada perbedaan
gradasi antar obat-obat ini. Akhir-akhir ini efek toksik terhadap ginjal lebih
banyak dilaporkan sehingga fungsi ginjal perlu lebih diperhatikan pada
penggunaan obat ini (Wilmana & Gan, 2012).
2.2.1 Diklofenak
Kalium diklofenak digunakan secara oral untuk efek anti-inflamasi dan
analgesik dalam pengobatan gejala arthritis akut dan kronis arthritis,
osteoarthritis, ankylosing spondylitis, dan kondisi peradangan lainnya. Manfaat
potensial dan risiko terapi diklofenak serta terapi alternatif harus dipertimbangkan
sebelum memulai terapi diklofenak. Efek yang tidak diinginkan dari diklofenak
oral biasanya ringan dan sementara, terutama melibatkan saluran pencernaan
bagian atas (AHFS, 2014).
Diklofenak memiliki aktivitas farmakologis mirip dengan prototipe AINS
lainnya. Obat berperan sebagai anti inflamasi, analgesik, dan antipiretik.
Mekanisme yang tepat belum jelas ditetapkan, tapi banyak aksi tampaknya
8
berhubungan terutama dengan penghambatan sintesis prostaglandin. Diklofenak
menghambat sintesis prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan menghambat
siklooksigenase (COX 1 dan COX 2), telah teridentifikasi yang mengkatalisis
pembentukan prostaglandin di jalur asam arakidonat (AHFS, 2014).
Diklofenak hampir sepenuhnya diserap dari saluran pencernaan, namun,
obat mengalami metabolisme lintas pertama yang ekstensif di hati, dengan hanya
sekitar 50-60% dari dosis diklofenak mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk
tidak berubah. Onset penyerapan tertunda ketika diklofenak diberikan secara oral
sebagai tablet delayed-release (enteric-coated), namun tingkat absorpsi
tampaknya tidak akan terpengaruh. konsentrasi plasma puncak diklofenak
umumnya terjadi dalam waktu 1 jam (range: 0,33-2 jam) atau 2-3 jam (range: 1 -
4 jam) setelah pemberian oral tablet kalium diklofenak konvensional atau tablet
natrium diklofenak delayed-release (enteric-coated) (AHFS, 2014).
Distribusi diklofenak ke dalam jaringan tubuh manusia belum diketahui.
Setelah pemberian diklofenak pada tikus secara IV, obat ini didistribusikan secara
luas, mencapai konsentrasi tertinggi dalam empedu, hati, darah, jantung, paru-
paru, dan ginjal dan konsentrasi yang lebih rendah adrenal, kelenjar tiroid,
kelenjar ludah, pankreas, limpa, otot, otak, dan saraf tulang belakang. Eliminasi,
dilihat pada adminstrasi diklofenak secara oral atau IV pada orang dewasa yang
sehat, sekitar 50-70% dari dosis diekskresikan dalam urin dan sekitar 30-35%
diekskresikan dalam feses dalam waktu 96 jam (AHFS, 2014).
Efek samping diklofenak diantaranya adalah nyeri epigastrum, gangguan
pencernaan lainnya seperti mual, muntah, tukak lambung atau usus (jarang
terjadi), pada sistem saraf pusat seperti vertigo, pada kulit kadang terjadi ruam
atau erupsi kulit. Efek samping parah memungkinkan penghentian obat sekitar
1,5-2% pasien. Secara keseluruhan, frekuensi dan sifat efek samping yang
dihasilkan oleh tablet natrium diklofenak delayed-release (enteric-coated) dan
tablet kalium diklofenak konvensional tampak serupa. Ketika kalium diklofenak
diberikan jangka pendek (2 minggu atau kurang), kejadian efek samping adalah
sekitar 10-15% dari yang berhubungan dengan pemberian jangka panjang dari
obat (AHFS, 2014).
9
2.3 Alpukat (Persea americana)
2.3.1 Sistematika Tanaman
Kedudukan tanaman Alpukat dalam sistematika tumbuhan adalah :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Raurales
Famili : Lauraceae
Genus : Persea
Spesies : Persea americana Mill. sinonim P. gratissima Gaerth.
(Rukmana, 1997).
Gambar 2.2 Persea americana Mill.
Sumber: Dalamartha, 2008
2.3.2 Morfologi Tanaman
Pohon, tinggi 3 m sampai 10 m, ranting teguh berambut halus. Daun
berdesakan di ujung ranting, bundar telur atau bentuk jorong, menjangat,
mula-mula berambutpada kedua belah permukaannya, lama-lama menjadi licin,
panjang 10 cm sampai 20 cm, lebar 3 cm sampai 10 cm, panjang tangkai 1,5 cm
10
sampai 5 cm. Perbungaan berupa malai terletak dekat ujung ranting berbunga
banyak. Buah berbentuk bola lampu sampai bentuk bulat telur, tanpa sisa bunga,
warna hijau atau kuning kehijauan, berbintik-bintik ungu atau ungu sama sekali,
gundul, harum, berbiji satu berbentuk bola (Kemenkes RI, 2013).
2.3.3 Kandungan Kimia
Tumbuhan alpukat mengandung banyak senyawa kimia seperti saponin,
tannin, flavonoid, alkaloid, fenol, dan steroid. Kadungan flavonoid dan tannin
terbesar terdapat pada daunnya. Tannin dapat mempercepat penyembuhan luka
dan radang membran mukus. Sementara flavonoid dengan super antioksidan kuat
larut air, digunakan sebagai antiinflamasi, antikanker dan antihipertensi. Alkaloid
digunakan sebagai dasar agent medis untuk analgetik dan efek bactericidal
(Arukwe et. al., 2012).
2.3.4 Khasiat Tanaman
Daun alpukat memiliki efek farmakologis sebagai peluruh kencing
(diuretik) dan adstringen. Selain itu, daun dan kulit ranting memiliki efek
farmakologis, seperti peluruh kentut (karminatif), penyembuh batuk, pelancar
menstruasi, emolient, dan antibakteri (Hariana, 2004). Dalam penelitian yang
dilakukan Adeyemi et. al. (2002) disebutkan bahwa daun alpukat memiliki efek
analgesik dan antiinflamasi.
2.4 Simplisia
Simplisia atau herbal adalah bahan alam yang telah dikeringkan,
digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan. Kecuali
dinyatakan lain suhu pengeringan tidak lebih dari 60℃ (DepKes RI, 2008).
Simplisia (hewan/tumbuhan) mengandung bermacam-macam zat atau senyawa
tunggal, sebagian mengandung khasiat pengobatan, misalnya alkaloid, glukosida,
damar, oleoresin, minyak atsiri, lemak, dan sebagainya. Terdapat juga jenis-jenis
gula, zat pati, zat lendir, albumin, protein, pektin, selulosa, dan lain-lain.
Umumnya mempunyai daya larut dalam cairan pelarut tertentu, dan sifat-sifat
kelarutan ini dimanfaatkan dalam ekstraksi (Syamsuni, 2007).
11
2.5 Rebusan
Rebusan termasuk kedalam ekstraksi cara panas mirip dengan infusa.
Pembuatan rebusan dilakukan dengan merebus simplisia atau daun segar dalam
air hingga terendam sampai volume rebusan menjadi 1/3 ml dari volume awal.
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan
simplisia dengan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang diinginkan
akan larut (Ansel, 2005). Tujuan utama ekstraksi ialah mendapatkan atau
memisahkan sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan
(Syamsuni, 2007).
Dengan menggunakan metode penyarian atau pelarut dalam ekstraksi
dapat dibedakan menjadi dua kelompok cara ekstraksi yaitu ekstraksi dengan cara
dingin dan ekstraksi dengan cara panas. Ekstraksi dengan cara dingin seperti
maserasi dan perkolasi, sedangkan ekstraksi dengan cara panas seperti refluks,
sokletasi, digesti, infus dan dekok (Depkes RI, 2000).
2.6 Metode Pengujian Antiinflamasi dengan Induksi Formalin
Metode pengujian antiinflamasi yang dilakukan pada telapak kaki (paw
edema) dapat dilakukan dengan beberapa senyawa penginduksi, diantaranya
adalah karagenan, formalin, kaolin, dekstran dan putih telur, ragi, dan mediator
(Scherrer & Michael, 1974).
Formaldehid bekerja bakterisisd, virusid, adstringen, menghambat sekresi
keringat dan menghilangkan bau. Pada eksposisi formaldehid secara kronik,
sering terjadi konjungtivitis dan rinofaringitis. Disamping itu sering timbul eksem
yang keras (Mutschler, 1991). Edema yang disebabkan oleh formalin,
memungkinkan keterlibatan serotonin dan histamin dalam bagian dari respon
pembengkakan. Edema yang diinduksi formalin tampaknya relatif sulit untuk
dihambat, dan merupakan gangguan yang agak lebih berat dari komponen
jaringan normal dibandingkan edema diprovokasi dengan cara lain (Scherrer &
Michael, 1974).
12
2.7 Kerangka Konsep
Variabel bebas Variabel terikat
Gambar 2.3 Kerangka Konsep
2.8 Definisi Operasional
Tabel 2.2 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Cara ukur Alat
ukur Hasil ukur
Skala
ukur
1. Konsent-
rasi
rebusan
Konsentrasi sediaan
yang dibuat dengan
mengekstraksi
simplisia (Persea
americana) dalam
rendaman air dan
direbus hingga
volume air berjumlah
1/3 dari volume awal.
Penimbangan Neraca
analitik
Rebusan daun
alpukat dengan
variasi
konsentrasi
7,5%, 15%, dan
30%.
Nominal
2. Aktivitas
antiinfla-
masi
Kemampuan rebusan
daun alpukat dalam
menghambat atau
mengurangi udem
pada mencit yang
diinduksi formalin
secara intraplantar.
Mengukur
ketebalan
telapak kaki
mencit.
Micro-
meter
Ketebalan
telapak kaki
mencit (mm),
yang dapat
diolah menjadi
persentase
udem dan
persentase
inhibisi udem
Ratio
Konsentrasi rebusan
daun alpukat (Persea
americana)
Aktivitas antiinflamasi
(ketebalan kaki,
persentase udem,
persentase inhibisi udem)
13
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah eksperimental murni (true experimental),
dengan rancangan pre and post test control group design.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah daun alpukat (Persea americana).
3.2.2 Sampel
Sampel penelitian adalah daun alpukat yang diperoleh dari daerah RW 14
Leuwigajah Cimahi dan diambil 4 – 6 helai daun dari pucuk. Pada penelitian ini
digunakan 5 kelompok perlakuan, besar pengulangan dihitung menggunakan
rumus Federer sebagai berikut :
(k-1) (n-1) ≥ 15
(5-1) (n-1) ≥ 15
4n – 5 ≥ 15
4n ≥ 20
n ≥ 5
Keterangan :
k : jumlah kelompok
n : jumlah pengulangan perlakuan
Maka besar pengulangan per kelompok minimal adalah 5 pengulangan.
Pada penelitian ini dilakukan 5 kali pengulangan (5 hewan percobaan per
kelompok perlakuan).
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakologi Jurusan Farmasi
Politeknik Kesehatan Bandung pada 4 April sampai 7 Mei 2016.
14
3.4 Alat dan Bahan
3.4.1 Alat
Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian adalah micrometer (Tricle
Brand
), neraca analitik (Metler Toledo
), stopwatch, spuit injeksi 1 ml
(Terumo
), jarum suntik 30G (BD
), sonde oral, mortir dan stamper, gelas ukur
10 ml & 100 ml (Iwaki
), gelas kimia 50 ml, 250 ml & 500 ml (Iwaki
), batang
pengaduk (Iwaki
), pipet tetes (Iwaki
), corong (Iwaki
), kain flanel, tissue,
spidol permanen, hot plate (Kris
), kandang mencit beserta tempat minumnya.
3.4.2 Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan adalah rebusan daun alpukat (Persea
americana) konsentrasi 7,5%, 15%, dan 30% sebagai bahan uji, tablet kalium
diklofenak (Cataflam
, Novartis) sebagai obat pembanding dan aquadest sebagai
pelarut.
3.4.3 Bahan Kimia
Bahan kimia utama yang digunakan adalah larutan formalin 3,5% sebagai
penginduksi inflamasi, larutan Na CMC 2%, dan Alkohol 70%.
3.4.4 Hewan Percobaan
Mencit putih Mus muculus jantan galur Swiss webster yang berumur lebih
kurang 2-3 bulan dengan berat badan 20-35 gram berjumlah 25 ekor. Untuk
mengurangi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil penelitian, maka
digunakan hewan uji dengan galur dan jenis kelamin yang sama.
3.5 Prosedur Kerja dan Pengumpulan Data
3.5.1 Determinasi Tanaman
Sebelum dilakukan penelitian terhadap daun alpukat, dilakukan
determinasi terlebih dahulu untuk mengidentifikasi jenis dan memastikan
kebenaran simplisia, determinasi tanaman dilakukan di ITB.
3.5.2 Skrining Fitokimia
Daun alpukat segar yang telah disortasi dan dicuci, dikeringkan pada suhu
ruangan dengan cara diangin-angin sehingga didapat simplisia kering untuk
digunakan pada uji skrining fitokimia.
15
A. Pemeriksaan Alkaloid
Sebanyak 1 gram serbuk simplisia ditambahkan HCl 19% kemudian
didihkan tunggu hingga dingin. Campuran disaring menggunakan kertas saring.
Larutan filtrat ditetesi pereaksi dragendorf. Pengamatan positif bila timbul warna
merah jingga.
B. Pemeriksaan Flavonoid
Sebanyak 2 gram serbuk simplisia ditambah 100 ml air panas, didihkan
selama 15 menit kemudian disaring. Filtrat sebanyak 5 ml ditambah serbuk Mg
dan ditambah 2 ml larutan alkohol-HCl, dikocok kuat-kuat kemudian dibiarkan
memisah. Pengamatan positif bila timbul warna merah/kuning/jingga pada lapisan
atas.
C. Pemeriksaan Saponin
Sebanyak 1 gram serbuk simplisia ditambahkan 100 ml air panas, didihkan
selama 15 menit kemudian disaring. Sebanyak 10 ml filtrat dalam tabung reaksi
dikocok vertikal selama 10 detik, dan diamkan selama 10 menit. Hasil positif
ditunjukkan dengan terbentuknya busa yang stabil, meskipun sudah ditambahkan
beberapa tetes HCl 2N.
D. Pemeriksaan Tanin
Sebanyak 1 gram serbuk simplisia ditambahkan air panas 100 ml air,
didihkan selama 15 menit kemudian disaring. Siapkan 3 tabung reaksi masing-
masing berisi 5 ml larutan filtrat. Tabung (1) direaksikan dengan larutan besi (III)
klorida 1% (positif senyawa polifenol bila terbentuk warna biru tinta atau hitam
kehijauan). Tabung (2) ditambahkan gelatin (positif tanin bila terbentuk endapan
putih). Tabung (3) ditambah pereaksi Steasny (formaldehid 30%:HCl 2:1)
kemudian dipanaskan dalam penangas air 90℃ (terbentuknya endapan merah
muda menunjukkan simplisia positif mengandung tanin katekat). Selanjutnya
pada tabung (3) disaring dan filtrat ditambah dengan larutan besi (III) klorida 1%
(terbentuknya warna biru tinta atau hitam kehijauan menunjukkan simplisia
positif menunjukkan adanya tanin galat).
16
E. Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid
Sebanyak 1 gram serbuk simplisia dimaserasi dengan eter selama 2 jam,
kemudian disaring. Filtrat sebanyak 5 ml diuapkan dalam cawan penguap hingga
diperoleh residu/sisa, kedalam residu ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat
kemudian ditambah beberapa tetes asam sulfat pekat, bila terbentuk warna ungu-
biru/hijau kemungkinan adanya senyawa triterpenoid dalam simplisia tersebut.
3.5.3 Pembuatan Rebusan Daun Alpukat dengan Konsentrasi 7,5%, 15%,
dan 30%
Daun alpukat ditimbang sebanyak 30 gram, kemudian dicuci bersih dan
dipotong kecil. Dimasukkan kedalam panci dan ditambahkan air hingga
daun terendam dan volume awal sekitar atau lebih kurang 300 ml.
Direbus dan didihkan diatas hot plate hingga volume air berjumlah 1/3
dari volume awal yaitu 100 ml.
Rebusan diiserkai setelah didinginkan melalui kain flanel. Jika volume
rebusan setelah diserkai kurang dari 100 ml maka ditambahkan aquadest
hingga volumenya menjadi 100 ml.
Rebusan dimasukkan ke dalam botol dan beri label.
Untuk membuat rebusan daun alpukat konsentrasi 15% dan 7,5% , rebusan
daun alpukat 30% masing-masing dipipet 50 ml dan 25 ml kemudian
ditambahkan aquadest hingga 100 ml.
3.5.4 Pembuatan Larutan Na CMC 2%
Sebanyak 2 gram Na CMC ditimbang menggunakan neraca analitik.
Aquadest sebanyak 100 ml dimasukkan ke dalam mortir. Kemudian Na CMC
ditaburkan sedikit demi sedikit. Ditunggu hingga mengembang kemudian digerus
hingga menjadi massa kental (basis suspensi). Kemudian Na CMC 2%
dimasukkan ke dalam wadah dan beri label.
17
3.5.5 Pembuatan Suspensi Diklofenak 1 mg/ml
Satu tablet kalium diklofenak (Cataflam
, Novartis) 50 mg digerus hingga
menjadi serbuk menggunakan mortir dan stamper. Didispersikan ke dalam 50 ml
Na CMC 2% hingga terdispersi seluruhnya. Campuran digerus hingga homogen,
dan suspensi dimasukkan ke dalam wadah lalu beri label.
3.5.6 Pengenceran Larutan Formalin
Dilakukan pengenceran larutan formalin dan aquadest dengan
perbandingan 1 : 9. Formalin 100% dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke labu
ukur 100 ml, ditambahkan aquadest sebanyak 90 ml ke dalam labu ukur. Dikocok
hingga homogen, dimasukkan kedalam botol dan beri label larutan formalin 10%.
Dilakukan pengenceran formalin untuk induksi dengan memipet 3,5 ml formalin
10% dan ditambahkan dengan 6,5 ml aquadest. Dimasukkan ke dalam botol dan
diberi label larutan formalin 3,5%.
3.5.7 Prosedur Pengujian Aktivitas Antiinflamasi
a) Aklimatisasi hewan percobaan
Hewan percobaan di aklimatisasi satu minggu sebelum diuji, agar
beradaptasi dengan lingkungan baru.
b) Uji aktivitas Antiinflamasi
1) Mencit yang akan dijadikan hewan uji disiapkan.
2) Ekor mencit ditandai menggunakan spidol/marker permanen.
3) Telapak kaki mencit ditandai berupa titik atau garis sebagai batas ukur
ketebalan udem.
4) Kelompokkan mencit secara acak ke dalam 5 kelompok sebagai
berikut:
18
Tabel 3.1 Pembagian Kelompok Hewan Uji
No. Kelompok Jumlah mencit
(ekor) Perlakuan
Induksi
Formalin 3,5%
1. Kontrol
positif 5
Na-CMC 2% 0,5
ml/20gBB √
2. Pembanding 5
Suspensi kalium
diklofenak 0,195
mg/20gBB
√
3. Dosis I 5 Rebusan daun alpukat
7,5% 0,5 ml/20gBB √
4. Dosis II 5 Rebusan daun alpukat
15% 0,5 ml/20gBB √
5. Dosis III 5 Rebusan daun alpukat
30% 0,5 ml/20gBB √
Keterangan: (√) = diinduksi formalin 3,5%
5) Mencit ditimbang satu persatu dan dicatat berat masing-masing mencit.
6) Larutan Na CMC 2% diberikan pada mencit kelompok positif secara per
oral menggunakan sonde oral sejumlah yang telah dihitung untuk tiap
mencit.
7) Suspensi kalium diklofenak (Cataflam
, Novartis) diberikan pada mencit
kelompok pembanding secara per oral menggunakan sonde oral sejumlah
yang telah dihitung untuk tiap mencit.
8) Rebusan daun alpukat dengan konsentrasi 7,5% diberikan pada kelompok
mencit dosis 1 secara per oral menggunakan sonde oral sejumlah yang
telah dihitung untuk tiap mencit.
9) Rebusan daun alpukat dengan konsentras 15% diberikan pada kelompok
mencit dosis 2 secara per oral menggunakan sonde oral sejumlah yang
telah dihitung untuk tiap mencit.
10) Rebusan daun alpukat dengan konsentrasi 30% diberikan pada kelompok
mencit dosis 3 secara per oral menggunakan sonde oral sejumlah yang
telah dihitung untuk tiap mencit.
11) Ditunggu hingga 60 menit. Diinjeksikan formalin 3,5% sebagai induksi
inflamasi secara intraplantar pada telapak kaki mencit kelompok positif,
kelompok pembanding, kelompok dosis I, dosis II, dan dosis III sebanyak
19
0,01 ml.
12) Mencit yang telah diinduksi dimasukkan ke dalam tempat pengamatan.
13) Ketebalan telapak kaki masing-masing mencit diukur mulai dari jam ke-0
(sebelum diinduksi) sampai jam ke-6 setiap 1 jam, yaitu pada jam ke-1,
ke-2, ke-3, ke-4, ke-5 dan ke-6.
14) Dihitung persentase radang tiap waktu dengan rumus (Hidayati, 2008) :
% 𝑢𝑑𝑒𝑚 = 𝐷𝑡−𝐷𝑜
𝐷𝑜 𝑥 100% ...................................................................(3.1)
Dimana :
Dt = ketebalan telapak kaki mencit setelah diinduksi
Do = ketebalan telapak kaki mencit sebelum diinduksi
15) Dihitung persentase inhibisi radang dengan rumus (Sukaina, 2013) :
% 𝑖𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑠𝑖 𝑢𝑑𝑒𝑚 = (𝑎−𝑏)
𝑎 𝑥 100% ......................................................(3.2)
Dimana :
a = % udem pada kelompok hewan kontrol
b = % udem pada kelompok hewan uji
3.6 Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dimulai dari perhitungan persentase radang dan
persentase inhibisi radang. Hasil perhitungan data disajikan dalam bentuk tabel,
agar terlihat perbandingan yang lebih jelas antar data maka disajikan data grafik
perbandingan tiap kelompok.
Data hasil pengamatan kemudian dianalisis secara statistika dengan
menggunakan SPSS (Statistical Package for Social Sciences) versi 20.0, dengan
metode uji Kruskal-Wallis pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) sehingga
dapat diketahui apakah perbedaan yang diperoleh bermakna atau tidak. Kemudian
dilanjutkan dengan uji Post Hoc menggunakan metode Mann-Whitney U untuk
mengetahui perbedaan secara bermakna pada setiap kelompok perlakuan.
20
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Determinasi Tanaman
Dalam penelitian ini digunakan daun alpukat (Persea americana Mill.)
sebagai bahan uji dan terlebih dahulu dilakukan determinasi untuk
mengidentifikasi dan memastikan kebenaran tanaman. Hasilnya menunjukkan
bahwa bahan uji yang digunakan adalah benar daun alpukat (Persea americana
Mill.). Hasil determinasi dapat dilihat pada Lampiran 1.
4.1.2 Penapisan Fitokimia
Dilakukan penapisan fitokimia simplisia daun alpukat (Persea americana
Mill.) dan rebusan daun alpukat (Persea americana Mill.) untuk mengidentifikasi
golongan senyawa aktif metabolit sekunder dalam daun alpukat secara kualitatif.
Penapisan fitokimia dilakukan terhadap senyawa golongan alkaloid, flavonoid,
tanin, saponin, dan steroid/triterpenoid. Hasil uji penapisan fitokimia dapat dilihat
pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Penampisan Fitokimia Simplisi dan Rebusan Daun Alpukat
(Persea americana Mill.)
Golongan Senyawa Hasil
Simplisia Rebusan
Alkaloid + +
Flavonoid + +
Tanin + +
Saponin + +
Triterpenoid/Steroid + +
Keterangan: (+) = memberikan reaksi positif
21
4.1.3 Uji Aktivitas Antiinflamasi
Percobaan pendahuluan dilakukan untuk mencari dosis yang mempunyai
efek menghambat udem yang efektif terhadap hewan percobaan. Uji dilakukan
pada 4 ekor mencit yang dibagi menjadi 4 kelompok yaitu kelompok kontrol
positif yang diberi Na-CMC 2 %, kelompok uji konsentrasi rebusan daun alpukat
15%, kelompok uji konsentrasi rebusan daun alpukat 30% dan kelompok
pembanding yang diberi suspensi Cataflam®
dengan dosis 75 mg/KgBB.
Pemilihan konsentrasi rebusan daun alpukat 15%, didasarkan pada penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Adeyemi et. al. (2002), yang menggunakan
ekstrak air daun alpukat dengan dosis 400-800 mg/kgBB. Perhitungan dosis lebih
lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil dari uji pendahuluan dapat
dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Persentase Udem Kaki Mencit pada Uji Pendahuluan
Kelompok Rata-rata persentase udem (%) jam ke-
Perlakuan 0 1 2 3 4 5 6
Kontrol (+) 0 60,79 63,88 73,13 62,56 51,10 50,22
Pembanding 0 20,99 28,24 24,05 16,41 16,41 12,21
Dosis I 0 15,51 23,76 23,76 18,15 15,51 13,53
Dosis II 0 22,29 29,72 31,58 19,50 14,55 8,98 Keterangan:
Kontrol (+) : Kelompok yang diberi Na-CMC 2% dan diinduksi formalin 3,5% v/v
Pembanding : Kelompok yang diberi suspensi Cataflam® 0,195 mg/20gBB
Kelompok uji
Dosis I : Kelompok yang diberi rebusan daun alpukat 15%
Dosis II : Kelompok yang diberi rebusan daun alpukat 30%
22
Pada Tabel 4.2, terlihat bahwa pada kelompok kontrol positif dan
kelompok uji persentase udem tertinggi terjadi pada jam ke 3 dan berangsur turun
pada jam ke 4 sampai jam ke 6. Pada kelompok pembanding persentase udem
tertinggi terjadi pada jam ke 2 dan berangsur turun pada jam ke 3 sampai jam ke
6. Persentase udem terbesar setiap jam ditunjukkan oleh kelompok kontrol, hal ini
membuktikan bahwa induksi formalin 3,5% v/v dapat menimbulkan udem yang
relatif stabil.
Kemudian dilakukan perhitungan persentase inhibisi antiinflamasi untuk
mengetahui aktivitas antiinflamasi masing-masing kelompok perlakuan. Hasil
persentase inhibisi radang dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Persentase Inhibisi Inflamasi pada Uji Pendahuluan
Kelompok
Perlakuan
Rata-rata persentase inhibisi inflamasi (%)
jam ke-
1 2 3 4 5 6
Pembanding 65,47 55,78 67,12 73,76 67,88 75,68
Dosis I 74,48 62,80 67,51 70,98 69,65 73,06
Dosis II 63,33 53,47 56,82 68,82 71,53 82,12 Keterangan:
Kontrol (+) : Kelompok yang diberi Na-CMC 2% dan diinduksi formalin 3,5% v/v
Pembanding : Kelompok yang diberi suspensi Cataflam® 0,195 mg/20gBB
Kelompok uji
Dosis I : Kelompok yang diberi rebusan daun alpukat 15%
Dosis II : Kelompok yang diberi rebusan daun alpukat 30%
Pada Tabel 4.3, terlihat bahwa masing-masing kelompok perlakuan
memberikan daya antiinflamasi yang baik. Pada jam ke 6, kelompok uji dosis II
yang diberi rebusan daun alpukat konsentrasi 30% memiliki persentase inhibisi
paling tinggi yaitu sebesar 82,12%. Sedangkan untuk kelompok pembanding dan
kelompok uji dosis I, keduanya memiliki persentase inhibisi berturut-turut sebesar
75,68% dan 73,06%.
23
Berdasarkan hasil uji pendahuluan yang didapat, maka dipilih dosis I yaitu
rebusan daun alpukat konsentrasi 15% sebagai dosis tengah karena memiliki
persentase inhibisi yang hampir setara dengan kelompok pembanding. Maka
dibuatlah tiga variasi konsentrasi rebusan daun alpukat yaitu 7,5%, 15% dan 30%,
agar perbedaan daya antiinflamasi dapat dibandingkan.
Setelah dilakukan percobaan pendahuluan maka dilakukan pengujian
antiinflamasi sebanyak 5 kelompok perlakuan. Aktivitas antiinflamasi dinilai dari
penurunan ketebalan udem pada telapak kaki mencit. Setelah dilakukan
pengamatan selama 6 jam, diperoleh rata-rata ketebalan udem pada masing-
masing kelompok perlakuan yang kemudian dihitung rata-rata persentase udem
setiap 1 jam pengamatan terhadap masing-masing kelompok perlakuan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kelompok kontrol positif memiliki rata-rata
persentase udem paling besar dibandingkan dengan kelompok lainnya. Pada
kelompok uji, kelompok dosis III memiliki rata-rata persentase udem paling kecil
dibandingkan dengan kelompok uji lainnya. Data rata-rata persentase udem
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Kemudian data rata-rata persentase udem yang dihasilkan masing-masing
kelompok perlakuan dianalisis secara statistik dengan taraf kepercayaan 95%
(α=0,05). Data dianalisis dengan uji Shapiro-Wilk untuk melihat normalitas data,
kemudian dilanjutkan dengan uji Levene untuk melihat homogenitas data. Hasil
analisis menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi normal dan tidak memiliki
varian data yang homogen. Data hasil uji normalitas dan homogenitas data
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12.
Tabel 4.4 Rata-rata Persentase Udem Kaki Mencit
Kelompok Rata-rata persentase udem (%) tiap jam selama 6 jam
Perlakuan Jam 0 Jam 1 Jam 2 Jam 3 Jam 4 Jam 5 Jam 6
Kontrol (+) 0 45,49 ±10,47 59,55 ±7,48 60,96 ±7,77 59,19 ±12,10 47,04 ±11,70 43,73 ±18,92
Pembanding 0 43,12 ±22,25 48,56 ±17,97 48,62 ±18,05 40,19 ±14,11 33,66 ±14,78 29,35 ±16,66
Dosis I 0 43,20 ±12,71 50,01 ±16,10 47,61 ±18,03 32,06 ±14,99 25,52 ±11,23 24,16 ±11,73
Dosis II 0 33,87 ±13,50 42,58 ±12,30 31,14 ±6,22 23,98 ±6,25 11,94 ±6,64 9,63 ±6,32
Dosis III 0 28,02 ±21,35 33,27 ±10,12 29,30 ±13,06 21,13 ±16,16 14,95 ±13,59 9,96 ±15,43
Keterangan:
Kontrol (+) : Kelompok yang diberi Na-CMC 2 % dan diinduksi formalin 3,5 % v/v
Pembanding : Kelompok yang diberi suspensi Cataflam 0,195 mg/20gBB
Kelompok uji
Dosis I : Kelompok yang diberi rebusan daun alpukat 7,5 %
Dosis II : Kelompok yang diberi rebusan daun alpukat 15 %
Dosis III : Kelompok yang diberi rebusan daun alpukat 30 %
24
25
Selanjutnya data rata-rata persentase udem dianalisis dengan uji
nonparametrik Kruskal-Wallis karena data tidak memenuhi syarat uji Anova yaitu
data terdistribusi normal dan homogen. Hasil analisis uji Kruskal-Wallis dapat
dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Hasil Analisis Uji Kruskal-Wallis Rata-rata Persentase Udem Kaki
Mencit Setiap Jam Selama 6 Jam
% udem jam ke-
1 2 3 4 5 6
Df 4 4 4 4 4 4
Asymp. Sig ,503 ,091 ,023 ,010 ,007 ,016
Hasil uji Kruskal-Wallis memperlihatkan bahwa perbedaan secara
bermakna rata-rata persentase udem terjadi pada jam ke 3 sampai dengan jam ke 6
(p<0,05). Dilanjutkan dengan uji Post Hoc menggunakan metode Mann-Whitney
U untuk mengetahui pada kelompok perlakuan mana dan pada jam berapa
terdapat perbedaan rata-rata persentase udem selama 6 jam yang bermakna. Hasil
uji Post Hoc pada jam ke 3 dapat dilihat pada Tabel 4.6, untuk hasil selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 14.
Hasil analisis pada Tabel 4.6 menunjukkan bahwa kelompok uji dosis II
dan dosis III berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif (p<0,05),
sedangkan kelompok uji dosis I dan kelompok pembanding tidak berbeda secara
bermakna dengan kelompok kontrol positif (p>0,05). Hasil analisis data
persentase udem pada jam ke-4 menunjukkan bahwa kelompok pembanding dan
kelompok uji berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif (p<0,05).
26
Tabel 4.6 Hasil Analisis Data Persentase Udem dengan Uji Post Hoc Pada Jam
Ke-3 dan Jam Ke-4
Jam
ke
Kelompok Kontrol
(+)
Pemban-
ding
Dosis
I
Dosis
II
Dosis
III
3
Kontrol (+) - 0,347 0,251 0,009* 0,009*
Pembanding - - 0,675 0,117 0,076
Dosis I - - - 0,175 0,076
Dosis II - - - - 0,645
Dosis III - - - - -
Kontrol (+) - 0,047* 0,016* 0,009* 0,016*
Pembanding - - 0,602 0,028* 0,076
4 Dosis I - - - 0,175 0,465
Dosis II - - - - 0,175
Dosis III - - - - -
*berbeda bermakna p<0,05
Keterangan:
Kontrol (+) : Kelompok yang diberi Na-CMC 2% dan diinduksi formalin 3,5% v/v
Pembanding : Kelompok yang diberi suspensi Cataflam® 0,195 mg/20gBB
Kelompok uji
Dosis I : Kelompok yang diberi rebusan daun alpukat 7,5%
Dosis II : Kelompok yang diberi rebusan daun alpukat 15%
Dosis III : Kelompok yang diberi rebusan daun alpukat 30%
Kelompok pembanding berbeda secara bermakana dengan kelompok dosis
II (p<0,05), tetapi tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok dosis I dan
dosis III (p>0,05). Pada Tabel 4.5, terlihat kelompok uji dosis I tidak berbeda
secara bermakna dengan kelompok dosis II dan dosis III, begitu pun kelompok
dosis II, tidak berbeda secara bermakna dengan dosis III (p>0,05).
Dari data rata-rata persentase udem selama 6 jam, dapat dihitung rata-rata
persentase inhibisi udem pada kelompok pembanding dan kelompok uji. Data
rata-rata persentase inhibisi dari kelompok pembanding dan kelompok uji dapat
dilihat pada Tabel 4.7.
27
Tabel 4.7 Rata-rata Persentase Inhibisi Inflamasi Cataflam dan Rebusan Daun
Alpukat Selama 6 Jam
Kelompok
Perlakuan
Rata-rata persentase inhibisi inflamasi (%)
jam ke-
1 2 3 4 5 6
Pembanding 47,02 46,44 53,71 61,97 66,33 82,18
Dosis I 30,92 29,58 32,36 33,19 32,36 33,81
Dosis II 23,49 26,17 30,89 45,34 45,31 41,81
Dosis III 37,91 33,02 54,06 58,23 74,42 75,78
Keterangan:
Pembanding : Kelompok yang diberi suspensi Cataflam® 0,195 mg/20gBB
Kelompok uji
Dosis I : Kelompok yang diberi rebusan daun alpukat 7,5%
Dosis II : Kelompok yang diberi rebusan daun alpukat 15%
Dosis III : Kelompok yang diberi rebusan daun alpukat 30%
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa rata-rata persentase inhibisi antiinflamasi
dari kelompok pembanding rata-rata terus meningkat dari jam ke 1 sampai jam ke
6, dengan persentase terbesar pada jam ke 6 dibandingkan dengan kelompok
perlakuan lainnya. Pada kelompok uji, rata-rata persentase inhibisi terbesar
dimiliki oleh kelompok uji dosis III yang memiliki profil mirip dengan kelompok
pembanding yaitu obat Cataflam®. Perbandingan persentase inhibisi maksimum
setiap dosis digambarkan dalam bentuk diagram pada gambar 4.1.
Gambar 4.1 Diagram Persentase Inhibisi Maksimum Setiap Dosis
82,18
33,81
45,34
75,78
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Pembanding Dosis I Dosis II Dosis III
Rat
a-ra
ta P
erse
nta
se I
nhib
isi
(%)
Kelompok Perlakuan
28
Pada Gambar 4.1, terlihat bahwa rata-rata persentase inhibisi antiinflamasi
terbesar pada jam ke 6 ditunjukkan oleh kelompok pembanding yaitu sebesar
82,18%. Sedangkan pada kelompok uji, rata-rata persentase terbesar terdapat pada
kelompok dosis III yaitu sebesar 75,78%.
4.2 Pembahasan
Beberapa metode pengujian antiinflamasi yang dapat dilakukan pada
telapak kaki (paw edema), diantaranya adalah induksi karagenan, induksi
formalin, induksi kaolin, induksi dekstran dan putih telur, induksi ragi, dan
induksi mediator (Scherrer & Michael, 1974). Metode pengujian antiinflamasi
yang sering digunakan merupakan induksi oleh karagenan. Pada penelitian ini
digunakan formalin sebagai induktor metode pengujian antiinflamasi, konsentrasi
formalin yang digunakan dipilih berdasarkan percobaan pendahuluan yang telah
dilakukan. Induksi formalin dipilih karena penelitian ini bertujuan untuk melihat
aktivitas antiinflamasi obat pada inflamasi fase subakut ataupun kronis. Formalin
dilaporkan menghasilkan peradangan melalui proliferasi dan migrasi fibroblast,
yang terutama berkaitan dengan pembentukkan jaringan ikat (Raval et. al., 2013).
Inflamasi yang disebabkan oleh formalin adalah hasil dari kerusakan sel, yang
memprovokasi produksi mediator endogen, seperti histamin, serotonin,
prostaglandin, dan bradikinin, oleh karena itu penghambatan edema yang
disebabkan oleh formalin pada mencit merupakan satu prosedur yang paling
cocok untuk agen antiinflamasi seperti radang sendi pada manusia (Gupta et. al.,
2010). Sedangkan induksi inflamasi dengan karagenan dianggap untuk mewakili
tahap pertama reaksi inflamasi, yang ditandai dengan cairan dan sel eksudasi
(Raval et. al., 2013). Setelah pelepasan mediator inflamasi, terjadi edema yang
mapu bertahan selama 6 jam dan berangsur turun dalam waktu 24 jam setelah
injeksi (Hidayati, 2008).
Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran ketebalan telapak kaki mencit
sebelum diinduksi dan setiap 1 jam selama 6 jam setelah diinduksi, pengukuran
dilakukan menggunakan alat mikrometer. Metode pengukuran dengan mikrometer
yang digunakan untuk mengukur udem pada kaki ditemukan menjadi metode
29
yang lebih sensitif untuk mengevaluasi pengujian inflamasi dibandingkan dengan
pengukuran menggunakan pletysmometer (Sharma et. al., 2004).
Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit
putih jantan galur Swiss webster. Pemilihan jenis kelamin jantan didasarkan pada
pertimbangan mencit jantan yang memiliki hormon estrogen hanya dalam jumlah
yang relatif sedikit. Selain itu kondisi hormonal pada jantan relatif stabil jika
dibandingkan dengan betina, karena pada mencit betina mengalami perubahan
hormonal pada masa-masa tertentu seperti pada masa siklus estrus, masa
kehamilan dan menyusui dimana kondisi tersebut dapat mempengaruhi kondisi
psikologis hewan uji tersebut. Tingkat stress mencit betina juga lebih tinggi
dibandingkan dengan mencit jantan yang dikhawatirkan dapat mengganggu saat
pengujian (Suhendi, et. al., 2011).
Pada penelitian ini digunakan rebusan daun alpukat dengan tiga variasi
konsentrasi untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi dengan metode udem buatan
menggunakan induksi larutan formalin. Pemilihan sediaan rebusan didasarkan
pada penelitian terdahulu (Adeyemi, et. al., 2002) yang telah melakukan
penelitian terhadap ekstrak air daun alpukat yang dibuat dari daun alpukat yang
diserbukan kemudian diseduh sebagai antiinflamasi dengan induksi karagenan dan
terbukti memiliki efek antiinflamasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
ada tidaknya pengaruh dari pemberian rebusan daun alpukat terhadap mencit yang
diinduksi formalin 3,5%.
Penilaian aktivitas antiinflamasi pada senyawa uji dilihat dari penurunan
persentase udem pada telapak kaki mencit setelah diinduksi formalin 3,5% v/v,
dibandingkan dengan kelompok kontrol positif selama 6 jam pengamatan.
Pengukuran ketebalan kaki mencit dilakukan setiap 1 jam setelah diinduksi
formalin 3,5% v/v. Persentase udem dihitung sesuai dengan data ketebalan kaki
yang terbentuk setiap jamnya. Perhitungan persentase inhibisi udem dihitung
sesuai dengan persen udem yang terbentuk setiap jamnya.
Pada 1 jam setelah diinduksi formalin secara intraplantar, semua kelompok
perlakuan sudah memberikan respon udem, artinya pada jam ke-1 formalin sudah
mulai berefek dengan memberikan respon udem pada telapak kaki mencit. Rata-
30
rata persentase udem maksimal pada kelompok uji dosis I, dosis II dan dosis III,
terjadi pada jam ke-2 dan berangsur menurun pada jam ke 3 sampai jam ke 6.
Sedangkan udem maksimal kelompok kontrol positif dan kelompok pembanding
terjadi pada jam ke-3, dan berangsur turun di jam ke 4 sampai jam ke 6.
Kelompok kontrol positif memiliki persen radang yang terbesar
dibandingkan dengan kelompok perlakuan lainnya berturut-turut dari jam ke-1
sampai jam ke-6 yaitu 45,49%, 59,55%, 60,96%, 59,19%, 47,04% dan 43,73%,
hal ini terjadi karena pada kelompok kontrol positif tidak ada penghambatan udem
yang terjadi sehingga peningkatan udem masih terjadi. Pada kelompok
pembanding kenaikan persentase udem masih terjadi pada jam ke-3, tetapi tidak
sebesar persentase udem pada kelompok kontrol positif. Pada penelitian ini
kelompok pembanding menggunakan obat kalium diklofenak dengan merek
dagang Cataflam®
. Obat ini dipilih sebagai pembanding karena merupakan obat
yang sering digunakan sebagai analgesik, antiinflamasi dan antipiretik. Pada
kelompok uji rata-rata persentase udem terkecil terjadi pada kelompok dosis III,
yang memiliki konsentrasi rebusan daun alpukat paling pekat dengan persentase
berturut-turut dari jam ke-1 sampai jam ke-6 yaitu 28,02%, 33,27%, 29,30%,
21,13%, 14,95%, dan 9,96%.
Pada jam ke 3, terdapat perbedaan rata-rata persentase udem yang
bermakna antara kelompok uji dosis II dan dosis III dengan kontrol positif. Tapi
tidak ada perbedaan secara bermakna antara kelompok pembanding dan kelompok
kontrol positif. Hal ini berarti pada jam ke 3 kelompok uji dosis II dan dosis III
telah berefek sehingga memberikan perbedaan secara bermakna dengan kelompok
kontrol positif yang memiliki persentase udem terbesar di jam ke 3 dibandingkan
dengan kelompok pembanding.
Hal ini menunjukkan bahwa pemberian formalin 3,5% v/v sebanyak 0,01
ml terbukti dapat menyebabkan peradangan (udem) pada telapak kaki mencit.
Induksi formalin dipilih karena beberapa keunggulan diantaranya kemampuan
untuk meniru kondisi sakit klinis pada manusia, produksi stimulus tonik dan
kepekaan terhadap AINS. Induksi formalin merupakan uji yang sesuai untuk
peradangan akut, induksi formalin meyebabkan perubahan metabolisme jaringan
31
ikat yang merupakan peristiwa biokimia utama selama proses peradangan (John &
Shobana, 2012).
Selain itu, Na-CMC 2% sebagai kontrol positif dan pelarut obat
pembanding tidak memberikan daya hambat terhadap peradangan. Perbedaan
bermakna yang ditunjukkan pada kontrol positif dengan kelompok uji, hal ini
membuktikan bahwa terdapat aktivitas antiinflamasi dari bahan uji yaitu rebusan
daun alpukat, karena mampu menurunkan peradangan yang signifikan secara
statistik selama enam jam pengamatan, begitu pula Cataflam® sebagai obat
pembanding terbukti dapat menurunkan peradangan mencit dengan baik.
Terdapat perbedaaan rata-rata persentase udem yang bermakna pada jam
ke-4 antara kelompok kontrol positif dengan kelompok pembanding dan
kelompok uji dosis I, dosis II dan dosis III. Hal ini berarti pada jam ke 4
kelompok pembanding dan kelompok uji dosis I telah memberikan efek dan
menunjukkan perbedaan bermakna dengan kelompok kontrol positif. Untuk
mengetahui seberapa besar daya antiinflamasi obat pembanding dan rebusan daun
alpukat, maka dapat dihitung persentase inhibisi udem terhadap induksi formalin.
Rata-rata persentase inhibisi pada setiap kelompok perlakuan
menunjukkan bahwa kelompok pembanding memiliki persentase inhibisi paling
tinggi mencapai 82,18% pada jam ke 6, dibandingkan dengan kelompok uji. Hal
ini menunjukkan bahwa Cataflam® memiliki daya antiinflamasi paling tinggi
dibandingkan dengan kelompok uji. Kelompok uji dosis III yang diberi rebusan
daun alpukat 30% b/v memiliki persentase inhibisi tertinggi mencapai 75,78%
pada jam ke-6, tidak berbeda jauh dengan kelompok pembanding, sedangkan
kelompok uji dosis I memiliki persentase inhibisi maksimum sebesar 33,81%
pada jam ke-6 dan kelompok uji dosis II dengan persentase inhibisi maksimum
sebesar 45,34% pada jam ke-4. Hal ini menunjukkan bahwa dari ketiga variasi
dosis, kelompok uji dosis III memiliki daya antiinflamasi paling tinggi.
Persentase inhibisi tertinggi setiap 1 jam pengukuran didominasi oleh
kelompok pembanding. Namun pada jam ke 5 terlihat bahwa kelompok uji dosis
III memiliki persentase inhibisi paling tinggi. Hal ini membuktikan bahwa
kelompok uji dosis III memiliki daya antiinfamasi yang sama baiknya dengan
32
kelompok pembanding, dilihat juga pada jam ke 6 dimana persentase inhibisi
keduanya tidak berbeda jauh. Persentase inhibisi pada kelompok uji dosis I dan
dosis II tidak sebesar kelompok pembanding dan kelompok uji dosis III, tetapi
masih memberikan daya antiinflamasi yang baik.
Dari hasil penelitian ini, terlihat bahwa pada semua dosis kelompok bahan
uji menunjukkan adanya aktivitas antiinflamasi dimana persen udem rata-rata
setiap kelompok bahan uji tidak sebesar persen udem pada kelompok kontrol
positif. Persentase inhibisi pada semua dosis kelompok bahan uji pun menunjukan
hasil yang baik secara signifikan. Hasil ini menunjukkan bahwa rebusan daun
alpukat memiliki aktivitas antiinflamasi yang konsisten.
Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Adeyemi et. al. (2002), dimana terbukti bahwa ekstrak air daun
alpukat memiliki aktivitas antiinflamasi pada mencit yang diinduksi inflamasi
menggunakan karagenan. Penelitian ini juga menambah informasi dari penelitian
sebelumnya bahwa dari sediaan rebusan daun alpukat juga terdapat aktivitas
antiinflamasi yang baik pada mencit yang diinduksi menggunakan formalin.
Sehingga penggunaan daun alpukat sebagai antiinflamasi dapat lebih mudah
diterapkan oleh masyarakat karena bentuk sediaannya berupa rebusan.
Penelitian yang dilakukan oleh Arukwe et. al. (2012) tentang komposisi
kimia pada daun, buah dan biji alpukat, diketahui bahwa terdapat kandungan
saponin, tannin, flavonoid, alkaloid, phenol dan steroid. Tanin dikenal sebagai
astringensia, mempercepat penyembuhan luka dan selaput lendir.
Senyawa tanin merupakan astringen yang berefek mendinginkan, sehingga
dapat mengurangi panas pada peradangan dan dapat melapisi jaringan, sehingga
sel saraf terlindung dari rangsangan luar yang merugikan. Flavonoid pada daun
alpukat dapat berkhasiat sebagai aniinflamasi, antikanker dan antihipertensi.
Alkaloid dapat digunakan sebagai agen dasar obat analgesik dan efek bakterisida
(Arukwe et. al., 2012).
Berdasarkan penelitian Rahayu (2009), sifat antiinflamasi flavonoid telah
terbukti baik secara in vitro maupun in vivo. Mekanisme antiradang flavonoid
dalam menghambat terjadinya radang melalui dua cara, yang pertama
33
menghambat pelepasan asam arakidonat dan sekresi enzim lisosom dari sel
neutrofil dan sel endotelial, dan yang kedua menghambat fase proliferasi dan fase
eksudasi dari proses radang. Terhambatnya pelepasan asam arakidonat dari sel
radang akan menyebabkan kurang tersedianya substrat arakidonat bagi jalur
siklooksigenase dan jalur lipooksigenase, yang pada akhirnya akan menekan
jumlah prostaglandin, prostasiklin, endoperoksida, tromboksan di satu sisi dan
asam hidroperoksida, asam hidroksieikosatetraienoat, leukotrien di sisi lainnya.
Beberapa senyawa flavonoid dalam konsentrasi tinggi dapat menghambat
pelepasan asam arakhidonat dan sekresi enzim lisosom dari membran dengan
memblok jalur siklooksigenase, jalur lipoksigenase dan fosfolipase A2, sedangkan
pada konsentrasi rendah hanya dapat memblok jalur lipoksigenase (Landolfi, et
al., 1984).
Dalam buku Vademekum jilid 3 (2012) disebutkan bahwa daun alpukat
mengandung persin, afzelin, dan kuersetin 3-O-d-arabinopiranosid. Berdasarkan
penelitian Hasbi (2012), dikatakan bahwa golongan flavonoid yang terdapat
dalam tumbuhan alpukat adalah kuersetin. Kuersetin merupakan senyawa
flavonoid dari kelompok flavonol yang memiliki sifat antioksidan yang sangat
potensial. Kuersetin memperlihatkan kemampuan mencegah kerusakan oksidatif
dan kematian sel dengan mekanisme menangkap radikal bebas dan mengkelat ion
logam transisi. Selain sebagai antioksidan kuat, kuersetin juga diketahui sebagai
antihistamin dan antiinflamasi (Paramawati & Dumilah, 2016).
Menurut penelitian Bellik et. al. (2013), senyawa steroid/terpenoid
memiliki peran antiinflamasi dengan menghambat produksi TNF-α (tumour
necrosis factor) yang merupakan sitokin proinflamasi. Terpenoid juga dapat
menghambat COX-2 sehingga prostaglandin yang terbentuk selama proses radang
(inflamasi) dapat dikurangi. Pelegrini et. al. (2008) dalam Fitriyani (2011)
disebutkan bahwa mekanisme antiinflamasi saponin adalah dengan menghambat
pembentukan eksudat dan menghambat kenaikan permeabilitas vaskular. Saponin
juga dapat menghambat dehidrogenase jalur prostaglandin (Robinson, 1995).
34
Senyawa alkaloid dapat menghambat Prostaglandin H2, yang merupakan
kunci intermedia pembentukan prostaglandin yang aktif secara fisiologis (PGE2
dan PGF2) dan tromboxan A2 (TXA2). Pembentukan prostaglandin dan
tromboxantersebut dapat menginduksi suatu inflamasi, sehingga dengan adanya
aktivitas penghambatan PGH2 oleh alkaloid dapat menghambat suatu inflamasi
(Anwar et. al., 2013).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh pemberian rebusan
daun alpukat pada mencit putih jantan yang diinduksi formalin 3,5% v/v, dimana
ketiga variasi konsentrasi rebusan memiliki aktivitas antiinflamasi didasarkan
kemampuannya dalam menurunkan persentase udem telapak kaki mencit secara
signifikan, dan semakin meningkat konsentrasi rebusan daun alpukat yang
diberikan, semakin meningkat pula daya antiinflamasinya.
Dari ketiga variasi konsentrasi diketahui, konsentrasi 15% sebagai dosis II
dan konsentrasi 30% sebagai dosis III memiliki aktivitas dan daya antiinflamasi
yang baik,karena kedua konsentrasi berbeda bermakna dengan kelompok kontrol
positif sampai pada jam ke-6. Konsentrasi rebusan daun alpukat 30% memiliki
aktivitas dan daya antiinflamasi paling baik karena memiliki profil inhibisi yang
mirip dengan kelompok pembanding dan merupakan konsentrasi dengan
persentase inhibisi lebih dari 50% dibandingkan dengan kelompok uji dosis
lainnya.
35
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1) Rebusan daun alpukat konsentrasi 7,5%, 15% dan 30% memiliki aktivitas
antiinflamasi pada mencit yang diinduksi formalin secara intraplantar pada
telapak kaki.
2) Rebusan daun alpukat konsentrasi 7,5%, 15% dan 30% memiliki persentase
inhibisi maksimum berturut-turut sebesar 33,81%, 45,34%, dan 75,78%.
Rebusan daun alpukat konsentrasi 30% memiliki aktivitas antiinflamasi paling
baik dan merupakan dosis optimum diantara ketiga variasi konsentrasi.
5.2 Saran
1) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang aktivitas antiinflamasi rebusan
daun alpukat dengan menggunakan metode induksi inflamasi yang berbeda.
2) Perlu dilakukan pengujian toksisitas akut dan kronis rebusan daun alpukat
sebagai obat antiinflamasi agar penggunaannya sebagai tanaman obat dapat
lebih ditingkatkan.
36
DAFTAR PUSTAKA
Adeyemi, O.O, S.O. Okpo & O.O. Ogunti. (2002). Analgesic and Anti-
inflammatory Effects of The Aqueous Extract of Leaves of Persea
americana Mill (Lauraceae). Fitoterapia, 73, 375-380.
American Hospital Formulary Services. (2014). AHFS Drug Information 2014.
Maryland: American Society of Health-System Pharmacists.
Ansel,Howard C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV, Jakarta:
Universitas Indonesia.
Anonim. (2004). Kumpulan Kuliah Farmakologi Ed.2. Cetakan 1. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Arukwe, U., Amadi B.A., Duru M. K. C., Agomuo E.N., Adindu E.A. Odika P.C.,
et al. (2012). Chemical Composition of Persea americana Leaf, Fruit and
Seed. International Journal of Research and Review in Applied Sciences,
Vol. 11, 346-349.
Bellik, Y., Boukraa, L., Alzahrani, H.A., Bakhotmah, B.A., Abdellah, F.,
Hammoudi, S.M., & Iguer-Ouada, M. (2012). Molecular Mechanism
Underlying Anti-Inflammatory and Anti-Allergic Activities of
Phytochemicals: An Update, Molecules, 2013(18), 322-353.
Borazan, Nabeel H. & Furst, Daniel E. (2015). Nonsteroidal Anti-Inflammatory
Drugs, Disease-Modifying Antirheumatic Drugs, Nonopioid Analgesics, &
Drugs Used In Gout. Dalam Katzung, Bertram G. & Trevor, Anthony J.
(Ed.). Basic & Clinical Pharmacology, 13th
edition (hlm. 855-885). United
States: McGraw-Hill Education.
Daliamartha, S. (2008). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid V. Jakarta: Puspa
Swara.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2000). Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Farmakope Herbal
Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Mutschler, Ernest. (1999). Dinamika Obat. Penerjemah: Mathilda B, Widianto
dan Anna Setiadi Ranti. Edisi V. Cetakan Ketiga. Bandung. Penerbit ITB.
Fitriyani, A., Lina Winarti, Siti Muslichah & Nuri. (2011). Uji Antiinflamasi
Ekstrak Metanol Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) pada
Tikus Putih. Majalah Obat Tradisisonal, 16(1), 34-42.
37
Gupta, R., M. Lohani, & S. Arora. (2010). Anti-inflammatory Activity of the Leaf
Extracts/Fractions of Bryophyllum pinnatum Saliv.Syn. International
Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research, Vol. 3, 16-18.
Hariana, Arief. (2004). Tumbuhan Obat & Khasiatnya Seri 1. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Hasbi, Safwan. (2012). Uji Sensitifitas Perasan Daun Alpokat (Persea americana
miller) terhadap Pseudomonas sp Metode In Vitro. Banda Aceh: KTI.
Akademi Analis Kesehatan.
Hidayati, Listyawati Shanti & Setyawan Ahmad Dwi. (2008). Kandungan Kimia
dan Uji Antiinflamasi Ekstrak Etanol Lantana camara L. pada Tikus Putih
(Rattus norvegicus L.) Jantan. Bioteknologi, 5 (1): 10-17.
John, N. Agnel Arul & Shobana G. (2012). Anti-inflammatory Activity of
Talinum fruticosum L. On Formalin Induced Paw Edema in Albino Rats.
Journal of Applied Pharmaceutical Science, 02 (01), 123-127.
Kee, J.L & Hayes, E. (1996). Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Vademekum Tanaman Obat
Untuk Saintifikasi Jamu Jilid 3. Jakrta: Menkes RI.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Vademekum Tanaman Obat
untuk Saintifikasi Jamu Jilid 4. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Khoerul, Anwar, Heri Budi S., & Noor Cahaya. (2013). Penghambatan Radang
Infusa Daun Dadap Ayam (Erythrina variegata L.) pada Mencit Jantan
yang Diinduksi Karagenin. Semirata 2013 FMIPA Unlam, 45-52.
Landolfi, R., Mower R.L, & Steiner M. (1984). Modification of platelet function
and arachidonic acid metabolism by bioflavonoids. Biochem. Pharm.
33(9), 1525-1530.
Paramawati, Raffi & Dumilah H. D. R. (2016). Khasiat Ajaib Daun Avokad.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Rahayu, Yani Corvianindya. (2009). Respon Antiinflamasi Serbuk Biji Alpukat
(Persea americana Mill.) terhadap Jumlah PMN Neutrofil Mencit yang
Diinduksi Bakteri E. Coli. Jurnal Kedokteran Meditek, Vol. 16, No.42.
Raval, Nita D., Ravishankar B., & B. K. Ashok. (2013). Anti-inflammatory Effect
of Chandrashura (Lepidium sativum Linn.) an Experimental Study. AYU
Journal Vol. 34, 302-304.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi ke-4
Terjemahan Kosasih Padmawinata. ITB Press. Bandung.
38
Rukmana, Rahmat. (1997). Seri Budidaya Alpukat. Yogyakarta: Kanisius.
Scherrer, Robert A. & Michael W. Whitehouse. (1974). Antiinflammatory Agents:
Chemistry and Pharmacology. Volume II. London : Academic Press, Inc.
Sharma, Jagdish N., Awatef M. Samud, & M. Zaini Asmawi. (2004). Comparison
between Plethysmometer and Micrometer Methods to Measure Acute Paw
Oedema for Screening Anti-inflammatory Activity in Mice.
Inflammopharmacology, Vol. 12, 89-94.
Suhendi, A., Nurcahyanti, Muhtadi, & Sutisna, E.M. (2011). Aktivitas
Antihiperurisemia Ekstrak Jinten Hitam pada Mencit Jantan Galur Balb-C
dan Standarisasinya. Majalah Farmasi Indonesia, 22(2), 77-84.
Sukaina, Ira. (2013). Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Herba Kemangi
(Ocimum americanum Linn.) terhadap Udem pada Telapak Kaki Tikus
Putih Jantan yang Diinduksi Karagenan. Jakarta: Skripsi. Jurusan Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah.
Sunarjono, Hendro. (2008). Berkebun 21 Jenis Tanaman Buah. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Syamsuni. (2007).Ilmu Resep. Jakarta: EGC
Tjay, Tan Hoan dan Raharja Kirana. (2007). Obat-Obat Penting Edisi Keenam.
Jakarta: Elex Media Komputindo.
Wilmana, P.F & Gan Sulistia. (2012). Analgesik-Antipiretik Analgetik-Anti
Inflamasi Nosteroid. Dalam Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
39
Lampiran 1. Alat dan Bahan yang digunakan dalam Penelitian
Daun Alpukat (Persea americana Mill.)
Neraca Analitik
Mikrometer
Rebusan Daun Alpukat
Alat dan Bahan yang digunakan
40
Lampiran 2. Hasil Penapisan Fitokimia Simplisia Daun Alpukat
Alkaloid
Simplisia dan Rebusan
Flavonoid
Simplisia dan Rebusan
Tanin
Simplisia dan Rebusan
Saponin
Simplisia dan Rebusan
Steroid/Terpenoid
Simplisia dan Rebusan
41
Lampiran 3. Hasil Determinasi Daun Alpukat (Persea americana Mill.)
42
Lampiran 4. Perhitungan Dosis Rebusan Daun Alpukat
(Mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Adeyemi et.al., 2002)
Diketahui :
Berat daun alpukat segar yang digunakan = 470 gram
Aquadest = 2000 ml
Berat ekstrak cair yang didapat = 7 %
Dalam 470 gram/2000 ml daun alpukat segar setara dengan :
= 470 𝑔𝑟𝑎𝑚
20 𝑚𝑙𝑥 100% = 23,5% 23,4 gram/100 ml
Dosis ekstrak yang digunakan pada penelitian sebelumnya yaitu 400 – 800 mg/kg
Untuk tikus : 400 mg/kg
= 80 mg/200 gram
Untuk mencit : 80 mg x 0,14 = 11,2 mg ~ 0,0112 gram
Dosis ekstrak cair tersebut (0,0112 gram) dikonversi.
Untuk mendapatkan kesetaraan dosis ekstrak cair terhadap simplisia segar,
dilakukan perhitungan sebagai berikut :
Ekstrak yang didapat dari 470 gram 7%
= 470 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 7
100= 32,9 𝑔𝑟𝑎𝑚 33 gram
Dosis yang diperlukan : 33 𝑔𝑟𝑎𝑚
470 𝑔𝑟𝑎𝑚=
0,0112𝑔
𝑥 x = 0,15 gram
Sebanyak 0,0112 gram ekstrak setara dengan 0,15 gram simplisia segar.
Dosis yang akan diberikan untuk penelitian ini adalah 0,15 g/ 20 g mencit.
Dosis tersebut 0,15 g akan digunakan pada penelitian ini dalam bentuk rebusan
dengan konsentrasi 150 mg/ml 15000 mg/ 100 ml ~ 15 g/100 ml = 15%
Dosis akan diberikan sebanyak 1 ml larutan.
43
Lampiran 4. (Lanjutan)
Konsentrasi rebusan daun alpukat :
1. Konsentrasi rendah : ½ x Konsentrasi sedang ½ x 15% = 7,5%
2. Konsentrasi sedang : 1 x Konsentrasi = 15%
3. Konsentrasi tinggi : 2 x Konsetrasi sedang 2 x 15 % = 30%
44
Lampiran 5. Perhitungan Dosis Kalium Diklofenak (Cataflam®, Novartis)
Kekuatan sediaan Natrium diklofenak : 50 mg
Dosis untuk manusia : 50 mg – 100 mg/hari
Nilai konversi dari manusia ke mencit : 0,0026
Dalam penelitian ini akan digunakan dosis sebesar 75 mg
Maka :
75 mg x 0,0026 = 0,195 mg/ 20 gBB
(Berat mencit yang digunakan) x 0,195 mg = ....(A)
20 gram mencit
Sediaan : 1 mg/mL ...(A) x 1 mL = ....(B)
1 mg
Misalnya :
BB mencit yang digunakan : 37,1 gram
Maka :
37,1 gram x 0,195 mg = 0,361 mg
20 gram
1 mg/ml 0,361 mg x 1 ml = 0,361 ml
1 m
45
Dilakukan pengenceran
Lampiran 6. Alur Proses Pembuatan Sediaan Rebusan Daun Alpukat
Sampel Daun Alpukat
(Persea americana
Mill.)
Determinasi
Ditimbang 30 gram daun
untuk konsentrasi 30%
(b/v), rebus dalam 300 ml
aquadest hingga volume
akhir menjadi 1/3 bagian
yaitu 100 ml
Ditiriskan dan dikering
anginkan lalu diiris
halus
Dibersihkan dari
pengotor dan dicuci
bersih dengan air
mengalir
Disaring
Rebusan daun
alpukat konsentrasi
15% (b/v)
Rebusan daun
alpukat konsentrasi
7,5% (b/v)
Rebusan daun
alpukat konsentrasi
30% (b/v)
Dipipet 50 ml Dipipet 25 ml
46
Lampiran 7. Skema Kerja Uji Antiinflamasi
5 ekor
mencit
kontrol
positif
5 ekor
mencit
pemban-
ding
5 ekor
mencit
dosis
II
5 ekor
mencit
dosis
III
5 ekor
mencit
dosis
I
Diberi
Na CMC
2% 0,5
ml/20gB
B per
oral
Diberi
rebusan
daun
alpukat
7,5% per
oral
Diberi
rebusan
daun
alpukat
15% per
oral
Diberi
rebusan
daun
alpukat
30% per
oral
Diberi
suspensi
Cataflam
0,195
mg/
20 gBB
mencit
per oral
(sesuai
dosis)
Dilakukan pengukuran ketebalan kaki sebelum diinjeksi, kemudian
diinduksi dengan formalin 3,5% sebanyak 0,01 ml secara intraplantar
Diamati dan diukur ketebalan kaki mencit selama
6 jam selang 1 jam
Analisis data
1 jam
25 ekor mencit
47
Lampiran 8. Data Bobot Mencit Selama Proses Aklimatisasi
Mencit Bobot mencit (gram) hari ke-
Kelompok
I
1 2 3 4 5 6 7
1 19,91 19,20 19,20 21,90 22,00 22,00 25,10
2 23,90 23,20 23,00 25,80 25,70 25,70 26,00
3 22,10 23,00 23,00 23,30 23,50 23,40 23,60
4 22,80 23,00 22,80 25,10 25,20 25,30 27,20
5 22,30 22,30 22,00 24,00 24,00 23,60 26,10
6 20,90 21,40 22,20 23,50 23,80 24,30 27,60
Mencit
Kelompok
II
1 2 3 4 5 6 7
1 23,70 24,70 24,90 27,00 27,20 27,60 30,60
2 21,20 21,40 20,70 23,20 23,50 22,60 25,40
3 22,70 23,30 23,30 24,50 24,70 24,50 26,20
4 18,90 19,70 19,70 21,40 21,40 21,50 23,10
5 19,80 19,20 19,20 21,80 21,50 21,60 23,50
6 24,60 23,00 24,60 25,00 25,70 26,30 27,50
Mencit
Kelompok
III
1 2 3 4 5 6 7
1 20,70 21,70 21,70 23,40 23,50 23,60 25,40
2 19,50 21.20 21,50 23,40 23,50 23,20 25,10
3 16,40 17,60 18,10 19,80 20,00 21,30 21,50
4 23,20 23,70 23,90 24,00 24,60 24,80 25,40
5 18,30 19,00 19,10 20,60 20,70 20,90 23,40
6 22,90 23,00 22,60 23,90 24,50 25,60 26,30
Mencit
Kelompok
IV
1 2 3 4 5 6 7
1 20,40 21,80 21,70 22,90 23,10 23,20 24,60
2 19,50 19,30 19,10 19,70 20,00 20,40 23,10
3 20,10 19,60 19,60 20,60 21,00 21,30 23,20
4 22,30 23,60 23,60 24,40 24,50 24,60 27,20
5 23,10 23,50 23,90 24,30 25,00 25,50 26.00
6 21,60 22,00 22,90 23,00 23,40 24,00 26,70
Mencit
Kelompok
V
1 2 3 4 5 6 7
1 19,80 19,90 20,00 20,60 21,20 21,00 21,60
2 18,60 19,30 20,10 21,30 21,50 21,70 23,50
3 23,10 23,20 24,00 25,50 25,50 25,30 26,90
4 24,00 25,20 25,00 26,40 27,00 27,60 28,90
5 18,90 19,70 19,90 21,40 22,30 23,00 25,10
6 20,90 21,90 21,70 23,30 23,60 24,00 25,80
48
Lampiran 9. Data Pengukuran Ketebalan Kaki Mencit pada Masing-masing
Kelompok Perlakuan
Mencit Kel. I
Kontrol (+) Ketebalan kaki mencit (mm) jam ke-
0 1 2 3 4 5 6
1 3,03 4,18 4,65 5,00 5,00 4,45 4,19
2 3,15 4,12 4,75 4,76 4,48 4,15 3,88
3 2,51 3,86 4,23 4,24 4,01 3,54 3,31
4 2,17 3,31 3,58 3,59 3,79 3,53 3,36
5 2,1 3,2 3,36 3,24 3,24 3,21 3,58
Rata-rata 2,59 3,73 4,11 4,17 4,10 3,78 3,66
Mencit Kel. II
Pembanding
0 1 2 3 4 5 6
1 3,03 3,84 3,95 3,54 3,40 3,38 3,15
2 2,83 3,20 3,50 3,44 3,40 3,31 2,84
3 2,80 2,87 3,80 3,77 3,05 3,00 3,00
4 2,55 3,64 3,24 3,16 2,94 2,60 2,58
5 2,18 3,38 3,26 3,26 3,25 2,99 2,99
Rata-rata 2,68 3,39 3,55 3,43 3,21 3,06 2,91
Mencit Kel. III
Dosis I
0 1 2 3 4 5 6
1 3,17 3,75 4,19 4,43 4,43 3,99 3,51
2 2,60 4,35 4,39 4,33 3,59 3,38 3,34
3 2,97 3,65 3,92 3,81 3,65 3,54 3,50
4 2,28 3,70 3,79 3,85 3,70 3,60 3,50
5 2,32 3,36 3,33 3,24 3,20 3,14 3,16
Rata-rata 2,67 3,76 3,92 3,93 3,71 3,53 3,40
Mencit Kel. IV
Dosis II
0 1 2 3 4 5 6
1 2,63 4,01 4,37 4,38 3,82 3,58 3,58
2 2,63 3,98 4,23 4,23 3,58 3,38 3,38
3 2,95 3,63 3,70 3,66 3,15 3,14 3,10
4 2,60 3,59 4,00 3,97 3,65 3,30 3,18
5 2,33 3,52 3,35 3,12 3,07 3,02 3,00
Rata-rata 2,63 3,75 3,93 3,87 3,45 3,28 3,25
Mencit Kel. V
Dosis III
0 1 2 3 4 5 6
1 3,19 3,62 3,99 4,17 4,27 3,21 3,21
2 2,96 4,45 4,51 3,71 3,68 3,30 3,15
3 2,62 3,54 4,03 3,48 3,21 3,06 3,05
4 2,65 3,47 3,89 3,73 3,09 3,04 3,03
5 2,61 3,64 3,52 3,29 3,20 3,03 2,88
Rata-rata 2,81 3,74 3,99 3,68 3,49 3,13 3,06
49
Lampiran 10. Data Persentase Udem Kaki Mencit pada Masing-masing Kelompok
Perlakuan
Mencit Kel. I
Kontrol (+) Persentase udem kaki mencit (%) jam ke-
0 1 2 3 4 5 6
1 0 37,95 53,47 65,02 65,02 46,86 38,28
2 0 30,79 50,79 51,11 42,22 31,75 23,17
3 0 53,78 68,53 68,92 59,76 41,04 31,87
4 0 52,53 64,98 65,44 74,65 62,67 54,84
5 0 52,38 60,00 54,29 54,29 52,86 70,48
Rata-rata 0 45,49 59,55 60,96 59,19 47,04 43,73
Mencit Kel. II
Pembanding
0 1 2 3 4 5 6
1 0 18,30 32,18 39,75 39,75 25,87 10,73
2 0 67,31 68,85 66,54 38,08 30,00 28,46
3 0 22,90 31,99 28,28 22,90 19,19 17,85
4 0 62,28 66,23 68,86 62,28 57,89 53,51
5 0 44,83 43,53 39,66 37,93 35,34 36,21
Rat-rata 0 43,12 48,56 48,62 40,19 33,66 29,35
Mencit Kel. III
Dosis I
0 1 2 3 4 5 6
1 0 52,47 66,16 66,54 45,25 36,12 36,12
2 0 51,33 60,84 60,84 36,12 28,52 28,52
3 0 23,05 25,42 24,07 6,78 6,44 5,08
4 0 38,08 53,85 52,69 40,38 26,92 22,31
5 0 51,07 43,78 33,91 31,76 29,61 28,76
Rata-rata 0 43,20 50,01 47,61 32,06 25,52 24,16
Mencit Kel. IV
Dosis II
0 1 2 3 4 5 6
1 0 13,48 25,08 30,72 33,86 0,63 0,63
2 0 50,34 52,36 25,34 24,32 11,49 6,42
3 0 35,11 53,82 32,82 22,52 16,79 16,41
4 0 30,94 46,79 40,75 16,60 14,72 14,34
5 0 39,46 34,87 26,05 22,61 16,09 10,34
Rata-rata 0 33,87 42,58 31,14 23,98 11,94 9,63
Mencit Kel. V
Dosis III
0 1 2 3 4 5 6
1 0 26,73 30,36 16,83 12,21 11,55 3,96
2 0 13,07 23,67 21,55 20,14 16,96 0,35
3 0 2,50 35,71 34,64 8,93 7,14 7,14
4 0 42,75 27,06 23,92 15,29 1,96 1,18
5 0 55,05 49,54 49,54 49,08 37,16 37,16
Rata-rata 0 28,02 33,27 29,30 21,13 14,95 9,96
50
Lampiran 11. Data Persentase Inhibisi Inflamasi Cataflam®
dan Rebusan Daun
Alpukat
Mencit Kel. II
Pembanding Persentase inhibisi inflamasi (%) jam ke-
0 1 2 3 4 5 6
1 0 29,57 43,21 74,11 81,22 75,35 89,66
2 0 57,54 53,39 57,83 52,30 46,57 98,48
3 0 95,35 47,88 49,74 85,06 82,59 77,59
4 0 52,62 70,30 78,12 81,70 97,46 97,90
5 0 0,00 17,43 8,74 9,58 29,70 47,28
Rata-rata 0 47,02 46,44 53,71 61,97 66,33 82,18
Mencit Kel. III
Dosis I
0 1 2 3 4 5 6
1 0 51,79 39,82 38,87 38,87 44,80 71,98
2 0 0,00 0,00 0,00 9,82 5,50 0,00
3 0 57,43 53,32 58,97 61,69 53,23 44,01
4 0 30,97 27,31 37,02 25,46 25,14 4,45
5 0 14,42 27,44 26,95 30,13 33,13 48,63
Rata-rata 0 30,92 29,58 32,36 33,19 32,36 33,81
Mencit Kel. IV
Dosis II
0 1 2 3 4 5 6
1 0 0,00 0,00 0,00 30,41 22,92 5,65
2 0 0,00 0,00 0,00 14,45 10,17 0,00
3 0 57,14 62,90 65,08 88,66 84,30 84,05
4 0 57,80 40,90 51,81 51,67 65,19 60,16
5 0 2,50 27,04 37,54 41,50 43,97 59,20
Rata-rata 0 23,49 26,17 30,89 45,34 45,31 41,81
Mencit Kel. V
Dosis III
0 1 2 3 4 5 6
1 0 64,48 53,09 52,75 47,93 98,66 98,36
2 0 0,00 0,00 50,43 42,39 63,82 72,30
3 0 34,71 21,47 52,38 62,32 59,08 48,51
4 0 65,70 48,64 62,72 80,13 80,97 74,39
5 0 24,66 41,89 52,01 58,36 69,56 85,32
Rata-rata 0 37,91 33,02 54,06 58,23 74,42 75,78
51
Lampiran 12. Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas terhadap Rata-rata
Persentase Udem Telapak Kaki Mencit Setiap Jam
1) Uji Normalitas
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
Persen radang jam ke 1 ,156 25 ,120 ,962 25 ,461
Persen radang jam ke 2 ,129 25 ,200* ,928 25 ,077
Persen radang jam ke 3 ,136 25 ,200* ,912 25 ,033
Persen radang jam ke 4 ,125 25 ,200* ,967 25 ,562
Persen radang jam ke 5 ,115 25 ,200* ,964 25 ,498
Persen radang jam ke 6 ,112 25 ,200* ,931 25 ,090
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
2) Uji Homogenitas
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
Persen radang jam ke 1 1,528 4 20 ,232
Persen radang jam ke 2 1,993 4 20 ,135
Persen radang jam ke 3 4,110 4 20 ,014
Persen radang jam ke 4 ,504 4 20 ,733
Persen radang jam ke 5 ,460 4 20 ,764
Persen radang jam ke 6 1,248 4 20 ,323
52
Lampiran 13. Hasil Analisis Data Rata-Rata Persentase Udem Setiap Jam dengan
Uji Kruskal-Wallis
Test Statisticsa,b
Persen
radang jam
ke 1
Persen
radang jam
ke 2
Persen
radang jam
ke 3
Persen
radang jam
ke 4
Persen
radang jam
ke 5
Persen
radang jam
ke 6
Chi-Square 3,338 8,005 11,382 13,344 14,252 12,148
Df 4 4 4 4 4 4
Asymp. Sig. ,503 ,091 ,023 ,010 ,007 ,016
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Kelompok
53
Lampiran 14. Hasil Analisis Data Rata-rata Persentase Udem Setiap Jam dengan
Uji Post Hoc
Jam
ke
Kelompok Kontrol
(+)
Pemban-
ding
Dosis
I
Dosis
II
Dosis
III
1
Kontrol (+) - 0,917 0,645 0,175 0,251
Pembanding - - 0,917 0,645 0,251
Dosis I - - - 0,175 0,347
Dosis II - - - - 0,602
Dosis III - - - - -
Kontrol (+) - 0,465 0,465 0,047* 0,009*
Pembanding - - 0,917 0,754 0,117
2 Dosis I - - - 0,251 0,117
Dosis II - - - - 0,251
Dosis III - - - - -
Kontrol (+) - 0,347 0,251 0,009* 0,009*
Pembanding - - 0,675 0,117 0,076
3 Dosis I - - - 0,175 0,076
Dosis II - - - - 0,645
Dosis III - - - - -
Kontrol (+) - 0,047* 0,016* 0,009* 0,016*
Pembanding - - 0,602 0,028* 0,076
4 Dosis I - - - 0,175 0,465
Dosis II - - - - 0,175
Dosis III - - - - -
Kontrol (+) - 0,117 0,016* 0,009* 0,016*
Pembanding - - 0,602 0,009* 0,076
5 Dosis I - - - 0,076 0,347
Dosis II - - - - 0,754
Dosis III - - - - -
Kontrol (+) - 0,175 0,076 0,009* 0,028*
Pembanding - - 0,754 0,028* 0,076
6 Dosis I - - - 0,076 0,175
Dosis II - - - - 0,465
Dosis III - - - - -
54
Lampiran 15. Dokumentasi Kegiatan
Aklimatisasi Hewan Uji
Pemberian Oral Rebusan Daun Alpukat
Induksi Formalin 3,5% pada Telapak Kaki
Swelling yang terjadi pada Kaki Mencit
Top Related