UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI ANTIHIPERURISEMIA KOMBINASI EKSTRAK
ETANOL 70% DAUN SIDAGURI (Sida rhombifolia L) DAN
ALLOPURINOL TERHADAP TIKUS SPRAGUE-DAWLEY
YANG DIINDUKSI KAFEIN
SKRIPSI
YUNI RAHMI
11133102000042
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
SEPTEMBER 2017
ii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI ANTIHIPERURISEMIA KOMBINASI EKSTRAK
ETANOL 70% DAUN SIDAGURI (Sida rhombifolia L) DAN
ALLOPURINOL TERHADAP TIKUS SPRAGUE-DAWLEY
YANG DIINDUKSI KAFEIN
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
YUNI RAHMI
11133102000042
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
SEPTEMBER 2017
iii
iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vi
ABSTRAK
Nama : Yuni Rahmi
Program Studi : Farmasi
Judul : Uji Antihiperurisemia Kombinasi Ekstrak Etanol 70% Daun
Sidaguri (Sida rhombifoli L) dan Allopurinol Terhadap Tikus
Sprague-Dawley Yang Diinduksi Kafein
Hiperurisemia merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan meningkatnya
kadar asam urat. Masyarakat tidak hanya menggunakan allopurinol sebagai
penurun hiperurisemia, tetapi secara bersamaan juga menggunakan pengobatan
tradisional yaitu daun sidaguri (Sida rhombifolia L) untuk menurunkan
hiperurisemia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penurunan
hiperurisemia pada penggunaan kombinasi daun sidaguri dan allopurinol dalam
menurunkan hiperurisemia. Metodologi penelitian ini adalah eksperimental,
sebanyak 25 ekor tikus dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan. Sebelum diberi
perlakuan, sebanyak 20 tikus uji diinduksi kafein 27 mg/200 g BB secara oral.
Kelompok I (kontrol normal) diberi Na CMC 0,5%, kelompok II ( kontrol negatif)
hanya diinduksi kafein, kelompok III (kontrol positif) diberi allopurinol
10 mg/kgBB, kelompok IV (ekstrak sidaguri 25 mg/kgBB) dan kelompok V
(kombinasi ekstrak sidaguri 25 mg/kgBB dan allopurinol 10 mg/kgBB).
Pengukuran kadar asam urat dilakukan pada hari ke 9, 12 dan 15 setelah
perlakuan. Hasil: persentase penurunan hiperurisemia pada kontrol positif adalah
67,86%. Persentase penurunan hiperurisemia pada ekstrak sidaguri adalah 64,90%
dan persentase penurunan hiperurisemia pada kombinasi ekstrak sidaguri dan
allopurinol adalah 50,25%. Hasil analisa statistik Kruskal-Wallis menunjukkan
bahwa kontrol positif, ekstrak sidaguri dan kombinasi ekstrak sidaguri dan
allopurinol tidak berbeda signifikan (p 0.05) dalam menurunkan hiperurisemia
antar kelompok tetapi memberikan perbedaan yang signifikan dengan kontrol
negatif (p 0.05). Kesimpulan: berdasarkan penelitian ini penggunaan ekstrak
sidaguri dan allopurinol secara tunggal menurunkan hiperurisemia lebih baik
dibandingkan penggunaan secara kombinasi antara ekstrak sidaguri dan
allopurinol.
Kata Kunci: Antihiperurisemia, kafein, daun sidaguri, kadar asam urat
vii
ABSTRACT
Name : Yuni Rahmi
Major : Pharmacy
Title : Antihiperurisemia Test of Combination Ethanol Extract 70%
Sidaguri Leaves (Sida rhombifolia L) and Allopurinol in Sprague-
Dawley Rat Induced by Caffein
Hyperurisemia is a condition which indicated by the increase of uric acid levels.
Society not only use allopurinol as a decrease in hyperurisemia, but in collective
use the traditional treatment of sidaguri leaf (Sida rhombifolia L) to reduce
hyperurisemia. The purpose of this research is to determine the decrease in
hyperurisemia by using the combination of sidaguri leaf and allopurinol in
reducing hyperurisemia. The research has been experimental in total of 25 rats
were divided into 5 treatment groups. Preparing for the experiment 20 test rats
induced caffeine 27 mg/200 gBB orally. Group I (normal control) was given Na
CMC 0.5%, group II (negative control) was induced by caffein only, group III
(positive control) was given allopurinol 10 mg/kgBB. Group IV (sidaguri extract
25 mg/kgBB) and group V (combination of sidaguri extract 25 mg/kgBB and
allopurinol 10 mg/kgBB). The measurement of uric acid levels were doing on the
ninth, twelfth, and fifteenth day. Results: the percentage reduction of
hyperuricemia in positive control was 67.86%. The percentage reduction of
hyperuricemia in sidaguri extract was 64.90% and the percentage reduction of
hyperurisemia combination of sidaguri extract and allopurinol was 50.25%. The
result of Kruskal-Wallis statistic analysis showed that positive control, sidaguri
extract and combination of sidaguri extract and allopurinol were not significantly
different ( p 0.05) in decreasing hyperuricemia between groups but gave
significant difference with negative control (p 0.05). This research show that
using only allopurinol or sidaguri extract has a better result than the combination
of sidaguri extract and allopurinol
Keywords: Antihiperurisemia, caffeine, sidaguri leaf, uric acid levels
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji bagi Allah Subhanahu wa Taala
atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi. Shalawat dan salam baginda Nabi Muhammad
shallallahu alaihi wa sallam yang telah membawa petunjuk bagi seluruh umat
manusia, semoga kelak kita mendapatkan syafaat beliau. Skripsi ini berjudul Uji
Antihiperurisemia Kombinasi Ekstrak Etanol 70% Daun Sidaguri dan Allopurinol
Terhadap Tikus Sprague-Dawley Yang Diinduksi Kafein yang telah diajukan
sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi Program Studi
Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis menyadari
bahwa penulisan skrispi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan
rasa terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Delina Hasan, M.Kes., Apt dan Ibu Puteri Amelia, M.Farm, Apt.
selaku pembimbing yang memiliki andil besar dalam proses penelitian dan
penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Dr. Arief Sumantri, M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama
masa perkuliahan.
4. Para staf karyawan dan laboran Program Studi Farmasi yang telah banyak
membantu selama berlangsungnya penelitian.
5. Ayahanda Thamrin Habib dan Ibunda tercinta Nurni yang telah
mendukung penulis baik dalam bentuk materi ataupun non materi dengan
sepenuh hati. Serta kakak tercinta Khairul, Zulfadli, Ihsan, Apit, Iyan dan
adik tercinta Rahma Yeni yang selalu menyemangati penulis.
6. Teman-teman farmasi 2013 yang telah banyak membantu penulis selama
masa perkuliahan.
ix
7. Sahabat tersayang penyemangat hari-hari penulis, dan orang-orang sekitar
penulis yang telah banyak membantu penulis yang namanya tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih memiliki banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi kesempurnaan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan
sumbangan pengetahuan khususnya di Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta dan pembaca pada umumnya.
Ciputat, September 2017
Penulis
x
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Yuni Rahmi
NIM : 1113102000042
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan dan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi atau
karya ilmiah saya dengan judul:
UJI ANTIHIPERURISEMIA KOMBINASI EKSTRAK ETANOL 70%
DAUN SIDAGURI (Sida rhombifolia L) DAN ALLOPURINOL TERHADAP
TIKUS SPRAGUE-DAWLEY YANG DIINDUKSI KAFEIN
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada Tanggal : 18 September 2017
Yang menyatakan,
(Yuni Rahmi)
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ v
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
ABSTRACT .................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ............................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 4
1.4 Hipotesis ................................................................................................. 4
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................. 4
1.6 Ruang Lingkup ....................................................................................... 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 6
2.1 Tanaman Sidaguri .................................................................................. 6
2.1.1 Morfologi ......................................................................................... 6
2.1.2 Sistematika Tumbuhan ..................................................................... 7
2.1.3 Kandungan Kimia ............................................................................ 7
2.1.4 Khasiat Sidaguri ............................................................................... 7
2.1.5 Data Keamanan ................................................................................ 8
2.1.6 Literatur Review............................................................................... 8
2.2 Simplisia, Ekstrak dan Ekstraksi ............................................................ 11
xii
2.2.1 Definisi Simplisia, Ekstrak dan Ekstraksi........................................ 11
2.2.2 Metode Ekstraksi ............................................................................. 11
2.3 Hiperurisemia ......................................................................................... 13
2.3.1 Definisi............................................................................................. 13
2.3.2 Patofisiologi ..................................................................................... 13
2.3.3 Manifestasi Klinik............................................................................ 14
2.3.4 Diagnosis ......................................................................................... 15
2.3.5 Penatalaksanaan ............................................................................... 15
2.4 Model Hewan Uji pada Pengujian Efek Antihiperurisemia ................... 18
2.5 Metode Pemeriksaan Kadar Asam Urat Darah ...................................... 19
2.5.1 Metode Enzimatik Spektrofotometer UV-Vis ................................. 19
2.5.2 Tes Strip Asam Urat ........................................................................ 19
2.6 Kafein ..................................................................................................... 20
2.7 Allopurinol ............................................................................................. 21
BAB 3. METODE PENELITIAN ................................................................. 24
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 24
3.2 Desain Penelitian .................................................................................... 24
3.3 Alat dan Bahan ....................................................................................... 24
3.3.1 Alat................................................................................................... 24
3.3.2 Bahan ............................................................................................... 24
3.4 Tahapan Penelitian ................................................................................. 23
3.4.1 Pembuatan Simplisia........................................................................ 23
3.4.2 Ekstraksi........................................................................................... 23
3.4.3 Pengujian Parameter non Spesifik ................................................... 24
3.4.4 Pengujian Parameter Spesifik .......................................................... 25
3.5 Penginduksian Asam Urat dengan Kafein .............................................. 25
3.6 Uji Antihiperurisemia ............................................................................. 26
3.6.1 Pembuatan Sediaan Dosis Uji .......................................................... 26
3.6.2 Pengelompokan Hewan Uji dan Cara Kerja .................................... 27
3.6.3 Pengambilan Darah .......................................................................... 27
3.6.4 Pengukuran Asam Urat .................................................................... 27
3.6.5 Terminasi Hewan Uji ....................................................................... 28
xiii
3.7 Analisis Data .......................................................................................... 28
3.7.1 Analisis Secara Statistik ................................................................... 28
3.7.2 Perhitungan Persentase Penurunan Asam Urat ................................ 29
BAB 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................... 30
4.1 Hasil Penelitian ..................................................................................... 30
4.1.1 Determinasi Tanaman ..................................................................... 30
4.1.2 Ekstraksi ......................................................................................... 30
4.1.3 Parameter Standar ............................................................................ 30
4.2 Pembahasan ........................................................................................... 31
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 37
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 37
5.2 Saran ...................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 38
LAMPIRAN .................................................................................................... 42
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Tumbuhan Sidaguri .................................................................... 6
Gambar 2.2 Patofisiologi Gout ...................................................................... 14
Gambar 2.3 Penatalaksanaan Pengobatan untuk Artritis Gout Akut ............. 18
Gambar 2.4 Kafein ......................................................................................... 20
Gambar 2.5 Allopurinol ................................................................................. 21
Gambar 4.1 Persentase Penurunan Asam Urat .............................................. 32
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Perlakuan hewan uji ......................................................................... 27
Tabel 3.2 Volume Blanko, Sampel dan Standar pada Pengukuran Asam Urat 28
Tabel 4.1 Parameter Standar Ekstrak Etanol 70% Daun Sidaguri ................... 30
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Hasil Determinasi Daun Sidaguri ............................................... 43
Lampiran 2. Surat Keterangan Tikus Uji ........................................................ 44
Lampiran 3. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik ............................................... 45
Lampiran 4. Surat CoA Allopurinol ............................................................... 46
Lampiran 5. Alur Penelitian ............................................................................ 47
Lampiran 6. Perhitungan Dosis dan Rendemen .............................................. 48
Lampiran 7. Kadar Air dan Kadar Abu ........................................................... 51
Lampiran 8. Persentase Penurunan Kadar Asam Urat ..................................... 52
Lampiran 9. Analisis Data Kadar Asam Urat .................................................. 53
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asam urat merupakan produk akhir dari degradasi purin dalam tubuh yang
tidak memiliki fungsi fisiologis sehingga dianggap sebagai produk buangan
(Dipiro et al., 2009). Pembentukan asam urat dipengaruhi oleh suatu enzim xantin
oksidase yang dapat mengubah hipoxantin menjadi xantin dan selanjutnya
menjadi asam urat (Tjay dan Rahardja, 2007).
Pada kondisi normal, kadar asam urat dalam darah adalah 3,4-7,0 mg/dl
pada pria dan 2,4-5,7 mg/dl pada wanita (Howkin et al., 1997). Pada kondisi
patologis, dapat terjadi peningkatan kadar asam urat dalam darah melewati batas
normal yang disebut hiperurisemia yang dapat menyebabkan akumulasi kristal
urat pada persendian sehingga menimbulkan rasa nyeri (Price et al., 1995).
Hiperurisemia merupakan kondisi asimtomatik dengan peningkatan kadar
asam urat lebih dari 7,0 mg/dl (Dipiro et al., 2005) disebabkan karena tubuh
memproduksi asam urat terlalu banyak atau ginjal tidak efisien untuk melakukan
penyaringan asam urat keluar dari darah dan mengekskresikannya melalui urin
(Longe et al., 2002).
Diperkirakan bahwa gangguan asam urat terjadi pada 840 dari setiap
100.000 orang, dan mewakili sekitar 5 % dari total penyakit radang sendi
(Redaksi Vita Health, 2008). Berdasarkan data Riskesdas (2013) prevalensi
penyakit sendi berdasar diagnosis tenaga kesehatan di Indonesia 11,9 persen dan
berdasar diagnosis atau gejala 24,7 persen. Prevalensi berdasarkan diagnosis
tenaga kesehatan tertinggi di Bali (19,3%), diikuti Aceh (18,3%), Jawa Barat
(17,5%) dan Papua (15,4%). Prevalensi penyakit sendi berdasarkan diagnosis
tenaga kesehatan atau gejala tertinggi di Nusa Tenggara Timur (33,1%), diikuti
Jawa Barat (32,1%) dan Bali (30%). Prevalensi penyakit sendi berdasar
wawancara yang didiagnosis tenaga kesehatan meningkat seiring dengan
bertambahnya umur. Prevalensi tertinggi pada umur 75 tahun (33% dan 54,8%).
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Prevalensi yang didiagnosis tenaga kesehatan lebih tinggi pada perempuan
(13,4%) dibanding laki-laki (10,3%) demikian juga yang didiagnosis tenaga
kesehatan atau gejala pada perempuan (27,5%) lebih tinggi dari laki-laki (21,8%).
Hiperurisemia dapat diobati dengan urikosurik yang bekerja dengan cara
meningkatkan eliminasi asam urat dan urikostatik yang bekerja dengan cara
mengurangi pembentukan asam urat (Dipiro et al. 2009).
Salah satu obat yang sering digunakan untuk hiperurisemia adalah
allopurinol yang termasuk golongan urikostatik dengan mekanisme kerja yaitu
inhibisi kompetitif dengan menghambat kerja enzim xantin oksidase, yang
mengubah hipoxantin menjadi xantin dan xantin menjadi asam urat sehingga
kristal asam urat dalam tubuh menurun sehingga rasa sakit yang diderita
berkurang (Deglin, 2004). Penggunaan allopurinol dapat menimbulkan efek
samping ruam kulit, urtikaria, leukopenia, masalah gastrointestinal, dan sakit
kepala. Sindrom hipersensitivitas allopurinol yang ditandai dengan demam,
eosinofilia, dermatitis, vaskulitis, dan disfungsi ginjal dan hati jarang terjadi
namun dikaitkan dengan tingkat kematian 20% (Dipiro et al., 2009).
Secara empirik tumbuhan sidaguri (Sida rhombifolia L) telah digunakan
sebagai obat bahan alam oleh masyarakat dalam pengobatan hiperurisemia.
Flavonoid yang terkandung dari ekstrak daun sidaguri secara in vitro memiliki
efek inhibitor xantin oksidase (XO) sehingga dapat mengurangi produksi asam
urat yang berlebih. Tumbuhan sidaguri memiliki efek diuretik sehingga kadar
asam urat mudah diekskresikan melalui urin dengan proses diuresis
(Syafrullah, 2015).
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Iswantini et al. (2009)
ekstrak tumbuhan sidaguri yang diujikan secara in vitro mengandung flavonoid
yang dapat menghambat aktifitas xantin oksidase (XO) sampai 55% sehingga
mempunyai efek antihiperurisemia dan efek inhibisi xantin oksidase (XO)
48-71% pada konsentrasi 100 800 mg/L.
Berdasarkan penelitian Simarmata et al. (2012) ekstrak etanol 70% daun
sidaguri terbukti berkhasiat memiliki efek antihiperurisemia pada mencit dengan
dosis 50 mg/kgBB, 100 mg/kgBB, dan 200 mg/kgBB dengan dosis terbaik
50 mg/kgBB.
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada beberapa kasus masyarakat sering mengkombinasikan penggunaan
obat konvensional dan obat tradisional. Salah satunya yaitu kombinasi
penggunaan daun sidaguri dan allopurinol sebagai obat antihiperurisemia.
Survei yang dilakukan di Amerika Serikat melaporkan bahwa orang
dewasa yang secara teratur minum obat resep (konvensional), 18.4% melaporkan
penggunaan bersamaan setidaknya satu obat tradisional atau vitamin dosis tinggi
(dan 61.5% dari mereka yang menggunakan terapi konvensional tidak
mengungkapkan penggunaan tersebut kepada dokter mereka) (Lancet, 2000).
Suatu obat tradisional dapat memiliki efek yang menyerupai, memperkuat
atau melawan efek yang ditimbulkan obat. Interaksi obat dengan obat tradisional
dapat menyebabkan perubahan ketersediaan hayati (biovaibility) dan efikasi obat
(Hidayat, 2006).
Penelitian yang dilakukan oleh Aldiyati (2012) penggunaan allopurinol
tunggal 10 mg/kgBB menurunkan hiperurisemia yang lebih tinggi dibandingkan
penggunaan kombinasi allopurinol 10 mg/kgBB dengan ekstrak etanol daun
gandarusa pada dosis 111,012 mg/kgBB dan 222,024 mg/kgBB.
Data eksperimen dibidang interaksi obat konvensional - obat tradisional
sangat terbatas (Lancet, 2000). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui efektifitas penggunaan kombinasi obat konvensional obat
tradisional; uji antihiperurisemia kombinasi ekstrak etanol 70% daun sidaguri dan
allopurinol terhadap tikus sprague-dawley yang diinduksi kafein.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diketahui selama ini pengobatan untuk hiperurisemia
yang sering digunakan yaitu allopurinol, secara bersamaan masyarakat
juga menggunakan obat tradisional salah satunya daun sidaguri untuk
menurunkan hiperurisemia. Penelitian ilmiah yang sudah dilakukan yaitu
uji efektifitas ekstrak etanol 70% daun sidaguri terhadap hiperurisemia.
Namun, penelitian uji antihiperurisemia kombinasi ekstrak etanol 70%
daun sidaguri dan allopurinol belum pernah dilakukan.
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui penurunan hiperurisemia pada penggunaan ekstrak
etanol 70% daun sidaguri dan kombinasi ekstrak etanol 70% daun sidaguri
dan allopurinol.
1.3.2 Tujuan khusus
Untuk mengetahui penurunan hiperurisemia pada penggunaan kombinasi
ekstrak etanol 70% daun sidaguri dan allopurinol dalam menurunkan
hiperurisemia.
1.4 Hipotesis
Penggunaan kombinasi ekstrak etanol 70% daun sidaguri dan allopurinol
dapat menurunkan hiperurisemia yang lebih tinggi dibandingkan
penggunaan ekstrak etanol 70% daun sidaguri dan allopurinol secara
tunggal.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Secara Teoritis
Hasil penelitian ini dapat menyumbangkan khazanah keilmuan,
pengetahuan serta wawasan mengenai efektifitas penggunaan kombinasi
obat konvensional allopurinol dan obat tradisional daun sidaguri dalam
menurunkan hiperurisemia.
1.5.2 Secara Metodologi
Untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama menempuh
pendidikan Farmasi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terutama berkaitan
dengan ilmu bahan alam dan farmakologi.
1.5.3 Secara Aplikatif
Menjadi bahan informasi bagi apoteker dalam pharmaceutical care pasien
tentang antihiperurisemia kombinasi obat konvensional allopurinol dan
obat tradisional daun sidaguri dalam menurunkan hiperurisemia.
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.6 Ruang Lingkup
Penelitian dengan judul uji antihiperurisemia kombinasi ekstrak etanol
70% daun sidaguri dan allopurinol terhadap tikus sprague-dawley yang diinduksi
kafein dibatasi pada pengujian kombinasi ekstrak etanol 70% daun sidaguri dan
allopurinol terhadap tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague-Dawley.
Induksi hiperurisemia menggunakan kafein. Desain penelitian adalah
eksperimental. Jumlah tikus yang digunakan 25 ekor. Lokasi penelitian adalah di
Laboratorium Penelitian 1 dan Laboratorium Animal House di Gedung Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Sidaguri
2.1.1 Morfologi
Sidaguri tumbuh liar di tepi jalan, halaman berumput, hutan, ladang, dan
tempat-tempat dengan sinar matahari cerah atau sedikit terlindung. Perdu tegak
bercabang ini tingginya dapat mencapai 2 m dengan cabang kecil berambut rapat.
Daun tunggal, letak berseling, bentuknya bulat telur atau lanset, tepi bergerigi,
ujung runcing, pertulangan menyirip, bagian bawah berambut pendek warnanya
abu-abu, panjang 1,5-4 cm, lebar 11,5 cm. Bunga tunggal berwarna kuning cerah
yang keluar dari ketiak daun, mekar sekitar pukul 12 siang dan layu sekitar tiga
jam kemudian. Buah dengan 8-10 kendaga, diameter 6-7 mm (Menkes RI, 2016).
Gambar 2.1 Tumbuhan Sidaguri
(Koleksi Pribadi, 2017)
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.2 Sistematika Tumbuhan
Tumbuhan sidaguri memiliki sistematik sebagai berikut: (Tjitrosoepomo, 1991)
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Malvales
Famili : Malvaceae
Marga : Sida
Jenis : Sida rhombifolia L
Nama umum : Sidaguri
Nama daerah: saliguri (Minangkabau), sidaguri (Melayu), sidagori
(Sunda), taghuri (Madura), kahindu (Sumba), hutu gamo
(Halmahera), digo (Ternate)
2.1.3 Kandungan Kimia
Sidaguri memiliki sifat khas manis dan mendinginkan. Kandungan utama
tanaman adalah tanin, flavonoid, saponin, alkaloid dan glikosida. Di samping itu
juga ditemui kalsium oksalat, fenol, steroid, efedrin dan asam amino. Kadar kimia
zat tersebut ditemui pada kisaran yang berbeda-beda pada jaringan tanaman. Pada
akar ditemui alkaloid, steroid dan efedrin. Pada daun ditemui juga alkaloid,
kalsium oksalat, tanin, saponin, fenol, asam amino dan minyak atsiri, pada batang
ditemui kalsium oksalat dan tanin (Menkes RI, 2016).
2.1.4 Khasiat Sidaguri
Uji praklinik :
Ekstrak gabungan sidaguri dengan seledri dapat digunakan sebagai
antihiperurisemia dengan mekanisme menghambat aktivitas enzim xantin
oksidase.
Ekstrak etanol daun sidaguri menunjukkan aktivitas anti-inflamasi. Edema
yang diinduksi dengan menyuntikkan karagenan mengalami penurunan pada
perlakuan pemberian ekstrak (400 mg/kg BB) secara oral dibandingkan dengan
kelompok kontrol (p < 0,05). Hasil ini mendukung penggunaan ekstrak etanol
daun sidaguri dalam mengurangi peradangan.
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Flavonoid dari ekstrak sidaguri secara in vitro menghambat aktivitas
xanthine oxidase (XO) sampai 55% sehingga mempunyai efek antihiperurisemia
dan efek inhibisinya 48-71% pada konsentrasi 100-800 mg/L. Studi kinetik
mendapatkan inhibisi flavonoid adalah inhibisi kompetitif dengan afinitas () 2.32
dan p < 0.01. Fraksionasi menghasilkan 11 fraksi dengan aktivitas paling tinggi
pada fraksi 4 yaitu 79% (Menkes RI, 2016).
2.1.5 Data Keamanan
LD50 : ekstrak air pada tikus per oral 8,5 g/kg BB. Ekstrak air bersifat non
toksik pada tikus sampai dengan dosis 10 g/kg BB.
Toksisitas subkronik peroral pada tikus dengan dosis 300, 600 dan 1200 mg/kgBB
tidak menimbulkan perubahan pada organ (Menkes RI, 2016).
2.1.6 Literatur Review
2.1.6.1 Efek Hipourikemia Ekstrak Daun Sidaguri (Sida Rhombifolia L) pada
Mencit Jantan (Simarmata et al., 2012)
Pengujian efek ekstrak etanol daun sidaguri (EEDS) dilakukan secara
eksperimental menggunakan alat ukur kadar asam urat Nesco dengan
menggunakan potasium oxonate sebagai penginduksi asam urat.
Dosis EEDS yang diujikan yaitu 50 mg/kgBB , 100 mg/kgBB dan
200 mg/kgBB diberikan secara oral, pengamatan selang waktu 60 menit selama
5 jam. Kontrol positif yaitu allopurinol 10 mg/kgBB dan kontrol negatif CMC
dosis 1% BB. Data hasil pengujian dianalisis dengan metode analisis variasi
(ANAVA). Dilanjutkan dengan uji post hoc duncan.
Hasil analisis yaitu ketiga dosis EEDS memberikan efek penurunan
terhadap kadar asam urat. Pemberian ekstrak etanol 50 mg/kgBB, 100 mg/kgBB
dan 200 mg/kgBB memberikan hasil yang tidak berbeda signifikan dengan
pemberian allopurinol dosis 10 mg/kgBb (p > 0,05) dan memberikan perbedaan
yang signifikan dengan pemberian CMC dosis 1% BB (p < 0,05).
Kesimpulan: semua ekstrak etanol daun sidaguri dapat menurunkan kadar asam
urat dalam darah dengan dosis terbaik 50 mg/kg BB dengan persentase penurunan
49,45%.
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.6.2 Sidaguri sebagai Antigout dan Kinetika Inhibisi Flavonoid pada
Aktifitas Xantin (Iswantini et al., 2009)
Hasil menunjukkan bahwa LC50 pada konsentrasi 501 mg/L dan efek
inhibisi xantin oksidase 48 71 % pada konsentrasi 100 800 mg/L.
Studi kinetik menunjukkan tipe inhibisi ekstrak flavonoid yaitu inhibisi
kompetitif dengan afinitas inhibisi () 2.32 dan p
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antagonistik yang lebih kuat dibandingkan dengan kombinasi allopurinol
10 mg/kgBB dan infusa daun salam 5 g/kgBB.
2.1.6.4 Interaksi Allopurinol dan Ekstrak Daun Kepel (Stelechocarpus
burahol) terhadap Kadar Asam Urat Darah pada Tikus Putih Jantan
(Rezkiawan, 2012)
Penelitian eksperimental yang dilakukan secara in vivo menggunakan
20 ekor tikus putih jantan galur Wistar, usia 3-4 bulan, berat 200 g dibagi dalam
4 kelompok: tanpa perlakuan (I), allopurinol 10 mg/kgBB (II), ekstrak daun kepel
dosis 50 mg/kgBB dan allopurinol 10 mg/kgBB (III), ekstrak daun kepel dosis
100 mg/kgBB dan allopurinol 10 mg/kgBB (IV).
Tikus diinduksi dengan jus hati ayam dosis 3 mg/200 gBB. Allopurinol
dan ekstrak daun kepel diberikan sekali sehari selama 7 hari. Darah diambil dari
vena mata dan pemeriksaan kadar asam urat dilakukan pada hari ke-0, 28 dan 35.
Dalam penelitian ini didapatkan selisih kadar asam urat darah kelompok
tanpa perlakuan : 0,32 0,38 mg/dl, kelompok allopurinol : 0,76 0,32 mg/dl,
ekstrak daun kepel dosis 50 mg/kgBB dan allopurinol 10 mg/kgBB : 0,66 0,38
mg/dl ,ekstrak daun kepel dosis 100 mg/kgBB dan allopurinol dosis 10 mg/kgBB
: 0.46 0.46 mg/dl. Berdasarkan penelitian ini didapatkan bahwa allopurinol
10 mg/kgBB dan allopurinol 10 mg/kgBB + ekstrak daun kepel 50 mg/kgBB
memiliki efek penurunan kadar asam urat darah lebih baik daripada allopurinol
10 mg/kgBB + ekstrak daun kepel 100 mg/kgBB.
2.1.6.5 Interaksi Allopurinol dan Ekstrak Etanol Daun Gandarusa (Justicia
gendarussa B) terhadap Kadar Asam Urat Darah pada Tikus Putih
Jantan (Aldiyati, 2012)
Penelitian eksperimental dengan 20 ekor tikus putih jantan diinduksi
dengan jus hati ayam 3 mg/200 g BB selama 28 hari, dilanjutkan pemberian
perlakuan hingga hari ke-35. Tikus dibagi menjadi 4 kelompok yaitu (I) tanpa
perlakuan, (II) allopurinol 10 mg/kgBB, (III) kombinasi allopurinol 10 mg/kgBB
dan 111,012 mg/kgBB ekstrak etanol daun gandarusa (IV) kombinasi allopurinol
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10 mg/kgBB dan 222,024 mg/kgBB ekstrak etanol daun gandarusa. Perlakuan
selama 7 hari, pemeriksaan kadar asam urat dilakukan pada hari 0, 28 dan 35.
Hasil penelitian diolah dengan menggunakan Kruskal Wallis,
menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna antara keempat kelompok
(p
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
a. Cara Dingin
1) Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode
pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Remaserasi berarti dilakukan
pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat
pertama, dan seterusnya.
2) Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur
ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi
antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan atau penampungan ekstrak),
terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali
bahan.
b. Cara Panas
1) Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
2) Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
3) Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara
umum dilakukan pada temperatur 40 - 50C.
4) Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (~30C) dan temperatur
sampai titik didih air.
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5) Infus
lnfus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur
96 - 98C) selama waktu tertentu (15 - 20 menit ).
2.3 Hiperurisemia dan Gout
2.3.1 Definisi
Gout merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok gangguan metabolik
yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia). Penyakit
gout merupakan suatu proses inflamasi yang terjadi karena penumpukan kristal
asam urat pada sekitar jaringan sendi akibat kadar asam urat serum yang melebihi
kelarutannya. Kristalisasi natrium urat dalam jaringan lunak dan persendian akan
membentuk endapan yang dinamakan tofus. Proses ini menyebabkan suatu reaksi
inflamasi akut, yaitu artritis akut gout, yang dapat berlanjut menjadi artritis kronis
gout. Hiperurisemia didefinisikan sebagai konsentrasi asam urat dalam serum
yang melebihi 7 mg/dl. Konsentrasi ini adalah batas kelarutan monososdium urat
dalam plasma. Pada konsentrasi 8 mg/dL atau lebih, monosodium urat lebih
cenderung mengendap di jaringan (Dipiro et al. 2009).
Ekskresi keseluruhan asam urat pada manusia yang normal berkisar rata-rata
400-600 mg dalam 24 jam. Dua pertiga asam urat yang terbentuk dieliminasi
melalui ginjal, sedangkan sepertiganya melalui saluran cerna (Dipiro et al., 2005).
2.3.2 Patofisiologi
Pada kondisi normal kadar asam urat pada laki-laki 3,4-7,0 mg/dl sedangkan
pada perempuan antara 2,4-5,7 mg/dl. Jika kelebihan produksi ataupun penurunan
ekskresi asam urat dalam tubuh akan meningkat yang disebut hiperurisemia.
Keadaan hiperurisemia tersebut dapat menimbulkan penyakit gout sebagai akibat
adanya penimbunan kristal natrium urat pada persendian yang disertai rasa nyeri
(Howkin et al., 1997).
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Patofisiologi Asam Urat
Gambar 2.2 Patofisiologi Gout
Sumber: Buku Patofisiologi, 2006
2.3.3 Manifestasi Klinik
Serangan akut artristis gout ditandai dengan onset rasa nyeri yang
menyiksa, pembengkakan, dan inflamasi. Serangan ini pada awalnya khas
monoartikular, lebih sering mempengaruhi sendi metatarsofalangeal (podagra)
dan kemudian mempengaruhi bagian dorsal kaki, pergelangan kaki, tumit, lutut,
pergelangan tangan, jari dan siku. Serangan biasanya dimulai pada malam hari,
dengan pasien terbangun dari tidurnya dengan rasa nyeri yang menyiksa. Demam
dan leukositosis umum terjadi. Serangan yang tidak diobati dapat berlangsung
selama 3 hingga 14 hari sebelum penyembuhan spontan.
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Serangan akut artritis gout dapat ditimbulkan oleh stres, trauma, konsumsi
alkohol, infeksi, operasi, penurunan kadar asam urat serum yang cepat akibat
mengkonsumsi obat penurun asam urat, dan mengkonsumsi obat-obat tertentu
yang diketahui dapat meningkatkan konsentrasi asam urat (Dipiro et al., 2009).
2.3.4 Diagnosis
Diagnosis definitif dilakukan dengan mengambil cairan sinovial dari sendi
yang terkena dan identifikasi kristal intraselular monosodium urat monohidrat
pada cairan leukosit sinovial. Bila diagnosis definitif tidak dapat dilakukan,
diagnosis preskriptis artritis gout akut dapat dilakukan berdasarkan adanya tanda
dan gejala karakteristik serta respons terhadap pengobatan (Dipiro et al., 2009).
2.3.5 Penatalaksanaan
Terapi Non Farmakologi
Pasien dianjurkan untuk mengurangi konsumsi makanan yang tinggi
mengandung purin, menghindari alkohol, dan menurunkan berat badan jika
obesitas (Dipiro et al., 2009).
Terapi Farmakologi
a) Antiinflamasi Nonsteroid (AINS)
Mekanisme kerja: dalam dosis tunggal AINS mempunyai aktivitas
analgesik yang setara dengan parasetamol, tetapi parasetamol lebih disukai
terutama untuk pasien usia lanjut. Dalam dosis penuh yang lazim AINS sekaligus
memperlihatkan efek analgesik yang bertahan lama yang membuatnya sangat
berguna pada pengobatan nyeri yang berlanjut atau nyeri berulang akibat radang.
Oleh karena itu, walaupun parasetamol sering mengatasi nyeri dengan baik pada
osteoartritis, AINS lebih tepat daripada parasetamol atau analgesik opioid dalam
artritis meradang (yaitu artritis rematoid) dan pada beberapa kasus osteoartritis
lanjut.
Efek samping: kadang-kadang timbul rasa tidak nyaman pada saluran
cerna, mual, diare, kadang-kadang pendarahan dan tukak; dispepsia bisa ditekan
dengan meminum obat ini bersama makanan atau susu. Efek samping lain
termasuk hipersensitivitas (terutama ruam kulit, angiodema), sakit kepala, pusing,
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vertigo, gangguan pendengaran. Juga terjadi gangguan pada darah (Dipiro et al.,
2009).
b) Kortikosteroid
Mekanisme kerja: kortikosteroid memiliki aktifitas glukokortikoid dan
mineralokortikoid sehingga memperlihatkan efek yang sangat beragam yang
mempunyai efek terhadap metabolisme karbohidrat, protein dan lipid; efek
terhadap kesetimbangan air dan elektrolit; dan efek terhadap pemeliharaan fungsi
berbagai sistem dalam tubuh. Kerja obat ini sangat rumit dan bergantung pada
kondisi hormonal seseorang. Namun, secara umum efeknya dibedakan atas retensi
Na, efek terhadap metabolisme karbohidrat (glukoneogenesis) dan efek
antiinflamasi.
Kortikosteroid bekerja melalui interaksinya dengan protein reseptor yang spesifik
di organ target, untuk mengatur suatu ekspresi genetik yang selanjutnya akan
menghasilkan perubahan dalam sintesis protein lain. Protein terakhir inilah yang
akan mengubah fungsi seluler organ target sehingga diperoleh efek antiinflamasi,
meningkatnya reabsorbsi Na, meningkatnya asam lemak dan meningkatkan
reaktivitas pembuluh terhadap zat vasoaktif.
Efek samping: penggunaan jangka lama akan menimbulkan efek samping
glukokortikoid meliputi diabetes dan osteoporosis yang terutama berbahaya bagi
usia lanjut. Pemberian dosis tinggi dapat menyebabkan nekrosis avaskular dan
sindrom Cushing yang sifatnya berpulih (reversibel). Dan juga dapat terjadi
gangguan mental, euphoria, dan miopati (Dipiro et al, 2009).
c) Obat-obat untuk mengatasi gout
Obat yang digunakan untuk mengatasi gout dibedakan menjadi obat untuk
penanganan serangan akut gout dan obat yang digunakan untuk penanganan
jangka panjang penyakit gout. Obat jangka panjang akan menimbulkan kambuhan
dan memperpanjang manifestasi akut bila dimulai saat serangan.
Serangan gout akut biasanya diobati dengan AINS dosis tinggi. Kolkisin
bisa dijadikan sebagai alternatif. Untuk pengendalian gout jangka panjang
(interval), pembentukan asam urat dan purin bisa dikurangi dengan penghambat
xantin oksidase allopurinol atau urikosurik seperti probenesid untuk
meningkatkan ekskresi asam urat dalam urin.
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Kolkisin
Mekanisme kerja: mekanisme pasti kerja kolkisin masih belum diketahui.
Kolkisin menunjukkan efeknya dengan mengurangi respon inflamasi terhadap
kristal yang terdeposit dan juga dengan mengurangi fagositosis. Kolkisin
mengurangi produksi asam laktat oleh leukosit secara langsung dan dengan
mengurangi fagositosis sehingga mengganggu siklus deposisi kristal urat dan
respon inflamasi.
Efek samping: mual, muntah, dan nyeri pada perut; dosis yang berlebihan
juga dapat menyebabkan diare berat, pendarahan saluran cerna, ruam, kerusakan
pada ginjal dan hati (Dipiro et al., 2009).
- Allopurinol
Mekanisme kerja: allopurinol dan metabolit utamanya, oksipurinol,
merupakan inhibitor xantin oksidase dan mempengaruhi perubahan hipoxantin
menjadi xantin dan xantin menjadi asam urat. Allopurinol juga menurunkan
konsentrasi intraseluler PRPP. Oleh karena waktu paruh metabolitnya yang
panjang, allopurinol dapat diberikan sekali sehari. Dosis oral harian sebesar 300
mg biasanya mencukupi.
Efek samping: ruam, demam, limfadenopati, artalgia, dan eosinofilia,
sindrom mirip Stevens-Johnson atau Lyell, jarang terjadi. Gangguan saluran
cerna; jarang malaise, sakit kepala, vertigo, mengantuk, gangguan pengecapan,
hipertensi, dan neuropati (Dipiro et al., 2009).
- Probenesid
Mekanisme kerja: secara kompetitif menghambat reabsorpsi asam urat
pada tubulus proksimal sehingga meningkatkan ekskresi asam urat dan
mengurangi konsentrasi urat serum.
Data farmakokinetik: probenesid diabsorpsi dengan baik setelah
pemberian oral dan menghasilkan konsentrasi plasma puncak dalam 2 sampai 4
jam. Sebesar 85-95% obat ini terikat pada protein. Probenesid diekskresikan
dalam urin terutama sebagai metabolitnya.
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Efek samping: kadang mual dan muntah, sering buang air kecil, sakit
kepala, muka merah, pusing, jarang hipersensitivitas, nekrosis hati dan anemia
aplastik (Dipiro et al., 2009).
Tatalaksana Pengobatan untuk Artritis Gout Akut
Gambar 2.3 Penatalaksanaan Pengobatan untuk Artritis Gout Akut
Sumber: Iso Farmakoterapi, 2008
2.4 Model Hewan Uji pada Pengujian Efek Antihiperurisemia
Tikus putih sering digunakan dalam penelitian karena memiliki beberapa
kelebihan antara lain: mudah dipelihara dalam populasi yang sangat besar, dapat
berkembang biak dengan pesat, dan memiliki ukuran yang lebih besar daripada
mencit sehingga untuk beberapa percobaan tikus lebih menguntungkan. Tikus
putih memperlihatkan masa hamil yang singkat (21-23 hari), jumlah anak yang
cukup banyak (6 - 12 ekor), dan dapat hidup sampai 4 tahun. Seekor tikus putih
Artritis gout akut
Onset gejala < 48 jam? NSAID pilihan
Kontraindikasi terhadap
NSAID?
Jumlah sendi yang terlibatRespon tidak mencukupi
Kolkisin
Kortikosteroid
intraartikular
Respon tidak mencukupi
Parenteral atau
kortikosteroid oral
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dewasa membutuhkan 15 gram makanan dan 20 - 45 ml air per 100 gram berat
badan perhari. Suhu kandang yang dibutuhkan tikus 18-27C dan kelembapan
relatif 40-70%.
Ada beberapa galur tikus putih antara lain: Long-Evans, Sprague-Dawley,
dan Wistar. Tikus putih galur Wistar mempunyai ciri-ciri: warna tubuh putih,
mata berwarna merah (albino), ukuran kepala dan ekor lebih pendek dari
badannya; galur Sprague-Dawley mempunyai ciri-ciri: warna tubuh putih, mata
berwarna merah (albino), ukuran kepala yang kecil, dan ekor lebih panjang dari
badannya; sedangkan galur Long-Evans ditandai dengan warna hitam dibagian
kepala, dan tubuh bagian depan (Malole dan Pramono, 1989).
2.5 Metoda Pemeriksaan Kadar Asam Urat Darah
2.5.1 Metode Enzimatik Spektrofotometer UV-Vis
Metode ini menggunakan enzim-enzim yang bekerja secara spesifik pada
asam urat, sehingga memberikan hasil yang relatif lebih tepat dibandingkan
metode lainnya. Prinsip reaksinya adalah mengoksidasi asam urat menjadi
alantoin, hidrogen peroksida dan karbon dioksida yang dikatatalisis oleh enzim
urikase. Hidrogen peroksida yang terbentuk bereaksi dengan 3,5 dikloro 2-
hidroksibenzen sulfonat (DCHBS) dan 4 aminophenzon (PAP) membentuk zat
warna quinonimin yaitu N-(4-antipirin)-3 klor-5-sulfonat-p-benzokuinonimuin
yang diukur pada panjang gelombang 520 nm dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis (Yuno, 2003).
2.5.2 Tes Strip Asam Urat
Pengukuran kadar asam urat darah tikus putih dilakukan dengan alat tes
strip asam urat. Alat ini merupakan alat yang digunakan untuk memonitor tingkat
asam urat di dalam darah. Tes ini merupakan spesifik untuk asam urat. Tes
tersebut menggunakan oksidasi asam urat dan berdasarkan pada kemajuan
teknologi biologi sensor (Prasetya, 2009).
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.6 Kafein
Gambar 2.4 Kafein
Sumber: www.informasiobat.com
Kafein adalah komponen alkaloid derivat xantin yang mengandung gugus
metil yang akan dioksidasi oleh xantin oksidase membentuk asam urat sehingga
dapat meningkatkan kadar asam urat dalam tubuh. Pada penelitian ini kafein
digunakan sebagai penginduksi asam urat yang dapat menyebabkan hewan coba
menjadi hiperurisemia (Azizahwati et al. 2005).
Kafein adalah basa sangat lemah dari larutan air atau alkohol tidak
terbentuk garam yang stabil. Kafein terdapat sebagai serbuk putih, atau sebagai
jarum mengkilap putih, tidak berbau dan rasanya pahit.
Kafein larut dalam air (1:50), alkohol (1:75), atau kloroform (1:6) tetapi kurang
larut dalam eter. Kelarutan naik dalam air panas (1:6 pada 80C) atau alkohol
panas (1:25 pada 60C). Kafein merupakan perangsang susunan saraf pusat,
merangsang otot jantung dan melemaskan otot jantung dan melemaskan otot polos
bronkus (Sudarmi, 1997).
Dalam dosis standar antara 50-200 mg, kafein utamanya mempengaruhi
lapisan luar otak. Pengaruh ini biasanya kelelahan. Dalam dosis besar pusat
vasomotor dan pernapasan terpengaruh. Konsumsi kafein sebaiknya tidak
melebihi 300 mg sehari. Para ahli menyarankan 200-300 mg kafein dalam sehari
merupakan jumlah yang cukup. Mengkonsumsi kafein sebanyak 100 mg tiap hari
dapat menyebabkan individu tersebut tergantung pada kafein. Keracunan kafein
kronis, bila minum 5 cangkir teh setiap hari yang setara dengan 600 mg kafein.
Lama kelamaan akan memperlihatkan tanda dan gejala seperti gangguan
percernaan makanan, rasa lelah, gelisah, suka tidur, tida nafsu makan, sakit
kepala, pusing, bingung, berdebar, serak, sesak nafas, dan kadang sukar buang air
besar (Setiawan, 2012).
http://www.informasiobat.com/
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.7Allopurinol
Gambar 2.5 Allopurinol
Sumber: Buku Dasar Farmakologi Terapi, 2014
Allopurinol merupakan analog hipoxantin. Baik allopurinol maupun
metabolit utamanya yaitu oksipurinol (aloxantin), merupakan inhibitor xantin
oksidase. Penghambatan enzim inilah yang menghasilkan efek farmakologis
utama allopurinol.
Pada gout atau pirai, allopurinol umumnya digunakan untuk bentuk kronis
parah yang ditandai dengan satu atau lebih keadaan berikut: nefropati pirai,
pengendapan tofi, batu urat di ginjal, gangguan fungsi ginjal, atau hipourikemia
yang tidak mudah dikendalikan dengan obat-obat urikosurik.
Tujuan terapi ini adalah untuk menurunkan konsentrasi asam urat dalam
plasma di bawah 6 mg/dl (setara dengan 360 M). Terapi dimulai dengan dosis
rendah untuk meminimalkan risiko memicu serangan akut artritis pirai. Dosis
awal 100 mg sehari dinaikkan dengan penambahan 100 mg pada interval satu
minggu sampai maksimum 800 mg per hari. Dosis lazim pemeliharaan untuk
orang dewasa 200 sampai 300 mg sehari untuk pasien dengan pirai ringan dan 400
sampai 600 mg untuk pasien dengan pirai tofi yang parah sedang. Dosis sehari
yang melebihi 300 mg harus diberikan dalam takaran terbagi. Dosis harus
dikurangi pada pasien yang mengalami gangguan ginjal sebanding dengan
penurunan filtrasi glomerulus (Hardman et al., 2012).
22 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratotium Penelitian 1 dan Animal House
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada
bulan Mei Agustus 2017.
3.2 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian eksperimental.
Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Sprague-Dawley
dengan umur 2 - 3 bulan dan berat badan 200 - 250 gram sebanyak 25 ekor
dengan pengelompokan secara acak.
Metode induksi hiperurisemia yang digunakan adalah induksi kafein pada dosis
27 mg/200 g BB.
Penelitian ini dilakukan dengan mengekstraksi daun sidaguri
menggunakan pelarut etanol 70% dengan metode maserasi. Ekstrak yang
diperoleh diberikan kepada tikus yang telah diinduksi hiperurisemia dengan
kafein dan selanjutnya diamati penurunan kadar asam urat tikus tersebut.
3.3 Alat dan Bahan
3.3.1 Alat
Terdiri dari: timbangan hewan (Ohauss), kandang tikus beserta tempat
makan dan minum, sonde oral, jarum suntik, hot plate (Wiggen Hauser), blender,
oven, timbangan analitik (Wiggen Hauser), holder, vaccum rotary evaporator
(Memmert Eyele), kertas saring, kapas, kamera, uric acid TBHBA,
Spektrofotometer UV Vis, sentrifus, mikropipet, mikrohematokrit dan alat-alat
gelas (Iwaki pyrex).
3.3.2 Bahan
3.3.2.1 Tanaman Uji
Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah daun sidaguri.
Tanaman sidaguri yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan
Aromatik (BALITRO) sebanyak 5 kg daun segar dan digunakan 500
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
gram serbuk kering daun sidaguri. Sebelum diproses menjadi ekstrak, tanaman
dideterminasi yaitu memverifikasi identitas tanaman di Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor.
3.3.2.2 Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan
galur Sprague-Dawley berusia 2-3 bulan, memiliki berat badan 200-250 gram.
Hewan uji yang digunakan sebanyak 25 ekor dengan 5 ekor tiap kelompok
(WHO, 2000). Tikus uji diperoleh di Institut Pertanian Bogor.
3.3.2.3 Bahan Uji
Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
- Ekstrak etanol 70% daun sidaguri
Ekstrak etanol 70% daun sidaguri diperoleh dari 5 kg daun sidaguri.
Dibuat menjadi simplisia serbuk kering sebanyak 500 gram. Simplisia
kemudian diekstraksi dengan metode maserasi dengan pelarut etanol 70%.
Pembuatan ekstrak dilakukan di Laboratorium Penelitian 1.
- Allopurinol (kontrol positif) yang diperoleh dari PT. Indofarma
- Kafein (penginduksi hiperurisemia) yang diperoleh dari Aldrich Chemical.
3.4 Tahapan Penelitian
3.4.1 Pembuatan Simpliasia
Daun sidaguri sebanyak 5 kg disortasi untuk memudahkan pencucian dan
pemisahan pengotor pada simplisia. Pencucian daun sidaguri dilakukan dengan air
mengalir. Daun sidaguri dikeringkan dengan cara diangin-anginkan pada suhu
ruang yang tidak terpapar sinar matahari langsung hingga simplisia kering.
Simplisia kering dilakukan kembali sortasi untuk memastikan simplisia bebas dari
pengotor. Simplisia ditimbang dan diblender hingga menjadi serbuk.
3.4.2 Ekstraksi
Serbuk simplisia kering daun sidaguri ditimbang sebanyak 500 gram,
kemudian dimasukkan ke dalam toples kaca berwarna gelap (agar tidak tembus
cahaya). Pembuatan ekstrak dilakukan secara maserasi dengan merendam serbuk
simplisia dengan menggunakan pelarut etanol 70% dan pelarut dilebihkan setinggi
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
lebih kurang 2 cm di atas permukaan serbuk simplisia. Masa perendaman pada
maserasi dilakukan selama 3 hari dan selama perendaman dilakukan pengadukan
pada 6 jam pertama dan dibiarkan terendam selama 3 hari. Maserat di saring
dengan kertas saring. Maserat dipisahkan dan diremaserasi, proses yang sama
diulangi sebanyak tiga kali dengan jenis dan pelarut yang sama. Semua filtrat
diuapkan dengan vacuum rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak cair
(Simarmata et al., 2012).
Ekstrak yang diperoleh dihitung rendemen ekstrak dengan rumus:
3.4.3 Pengujian Parameter non Spesifik
3.4.3.1 Parameter Kadar Air
Metode yang digunakan untuk uji kadar air yaitu metode Aufhauser.
Dibersihkan tabung penerima dan pendingin dengan asam pencuci dan dibilas
dengan air. Tabung penerima dan pendingin dikeringkan dalam lemari pengering.
Dimasukkan ke dalam labu kering sejumlah ekstrak yang ditimbang saksama yang
diperkirakan mengandung 2 ml sampai 4 ml air. Dimasukkan lebih kurang 200 ml
toluen ke dalam labu, alat dihubungkan. Dituang toluen ke dalam tabung
penerima (R) melalui alat pendingin. Dipanaskan labu secara hati-hati selama 15
menit.
Toluen yang mulai mendidih, disuling dengan lebih kurang 2 tetes per
detik hingga sebagian air tersuling. Kecepatan penyulingan dinaikkan hingga
lebih kurang 4 tetes per detik. Setelah semua air tersuling, dibilas bagian dalam
tabung kondensor dengan toluen, sambil dibersihkan dengan sikat tabung yang
disambungkan pada kawat tembaga dan dijenuhkan dengan toluen. Penyulingan
dilanjutkan selama 5 menit, pemanasan dihentikan dan dinginkan hingga suhu
kamar. Bila ada tetesan air menempal pada dinding tabung penerima, digosok
dengan karet yang dikaitkan pada sebuah kawat tembaga dan dibasahi dengan
toluen hingga tetesan air turun. Bila air dan toluen memisah sempurna, dibaca
volume air, dan dihitung persentase yang ada dalam zat (Depkes RI, 2000).
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.3.2 Parameter Kadar Abu
Lebih kurang 2 g sampai 3 g ekstrak yang telah digerus dan ditimbang
saksama, dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara
ratakan. Dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan, dan ditimbang.
Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas, disaring
melalui kertas saring bebas abu. Dipijarkan sisa kertas dan kertas saring dalam
krus yang sama. Dimasukkan filtrat ke dalam krus, diuapkan, dan dipijarkan
hingga bobot tetap, dan ditimbang. Dihitung kadar abu terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara (Depkes RI, 2000).
3.4.4 Pengujian Parameter Spesifik
3.4.4.1 Identitas
Diidentifikasi dengan tata nama meliputi nama ekstrak, nama latin
tumbuhan, bagian tumbuhan yang digunakan, dan nama Indonesia tumbuhan
(Depkes RI, 2000).
3.4.4.2 Organoleptik
Dalam Depkes RI (2005) identifikasi organoleptik menggunakan
pancaindera mendeskripsikan berupa: bentuk, warna, bau dan rasa.
3.5 Penginduksian Hiperurisemia dengan Kafein 27 mg/200 g BB
Prosedur induksi kafein terhadap tikus uji sebagai berikut: hewan uji
diaklimatisasi selama 2 minggu sebanyak 25 ekor. Tikus uji sebanyak 5 ekor
dijadikan sebagai kontrol normal dan 20 ekor diinduksi dengan kafein. Tikus uji
dipuasakan selama 12 jam, sebelum dilakukan pengambilan darah tikus diinduksi
dengan kafein. Induksi kafein diberikan secara oral dengan dosis 27 mg/200 g BB.
Induksi kafein dilakukan selama 6 hari. 1 jam setelah penginduksian pada
hari ke-6, kadar asam urat tikus uji diukur dengan metode kolorimetri enzimatik.
Pada hari ke-7 hewan uji diberikan perlakuan berdasarkan kelompok masing-
masing setiap hari. Pengukuran kadar asam urat selanjutnya dilakukan pada hari
ke 9, 12 dan 15.
Parameter hiperurisemia adalah tikus uji dengan kadar asam urat melebihi
batas normal. Taconic Technical Laboratory, 1998 dalam Kusmiyati, 2008
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menyebutkan kadar asam urat normal pada tikus jantan adalah 4,37 1.11 mg/dl
dan 2,92 0,241 mg/dl pada tikus betina.
3.6 Uji Antihiperurisemia
3.6.1 Pembuatan Sediaan Dosis Uji
a. Dosis Ekstrak Daun Sidaguri
Dosis yang digunakan pada ekstrak etanol 70% daun sidaguri adalah dosis
50 mg/kgBB pada mencit. Untuk dosis pada tikus dikonversikan menjadi 25
mg/kgBB. Perhitungan dosis ada pada Lampiran 6. Jumlah suspensi ekstrak yang
diberikan kepada 1 ekor tikus dengan berat badan 200 gram adalah 2 ml. Ekstrak
diberikan secara oral dalam bentuk suspensi. Suspending agent yang digunakan
adalah Na CMC dengan konsentrasi 0,5%. Proses pembuatan suspensi Na CMC
0,5% adalah dengan mengembangkan Na CMC dengan air panas sebanyak 20 kali
berat Na CMC.
b. Dosis Allopurinol sebagai Kontrol Positif
Dosis allopurinol untuk asam urat pada manusia adalah 100 mg per hari.
Dosis allopurinol untuk setiap 200 g BB tikus yaitu 10 mg/kgBB. Perhitungan
dosis ada pada Lampiran 6. Jumlah suspensi allopurinol yang diberikan kepada 1
ekor tikus dengan berat badan 200 gram adalah 2 ml. Allopurinol diberikan secara
oral dalam bentuk suspensi. Suspending agent yang digunakan adalah Na CMC
dengan konsentrasi 0,5%. Proses pembuatan suspensi Na CMC 0,5% adalah
dengan mengembangkan Na CMC dengan air panas sebanyak 20 kali berat Na
CMC.
c. Dosis Kafein sebagai Penginduksi Asam Urat pada Tikus
Dosis yang digunakan pada kafein sebagai penginduksi asam urat adalah
dosis 27 mg/ 200 g BB (Azizahwati, 2005).
Perhitungan dosis ada pada Lampiran 6. Jumlah kafein yang diberikan kepada 1
ekor tikus dengan berat badan 200 gram adalah 2 ml. Kafein diberikan secara oral
dalam bentuk suspensi. Suspending agent yang digunakan adalah Na CMC
dengan konsentrasi 0,5%. Proses pembuatan suspensi Na CMC 0,5% adalah
dengan mengembangkan Na CMC dengan air panas sebanyak 20 kali berat Na
CMC.
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.6.2 Pengelompokan Hewan Uji dan Cara Kerja
Menurut WHO (2000) untuk perlakuan menggunakan hewan uji berupa
tikus tiap kelompok perlakuan terdiri dari 5 tikus. Untuk mengatasi drop out
hewan uji dilebihkan 20% atau dilebihkan 1 ekor tikus tiap kelompok.
Tabel 3.1 Perlakuan Hewan Uji
Kelompok Jumlah Perlakuan
Kontrol normal 5 Diberikan suspensi Na CMC 0,5 %
Kontrol negatif 5 Diberikan suspensi kafein 27 mg/200 g BB
sebanyak 2 ml
Kontrol positif
(allopurinol)
5 Diberikan suspensi kafein 27 mg/200 g BB
sebanyak 2 ml, satu jam kemudian diberi suspensi
allopurinol 10 mg/kgBB sebanyak 0,5 ml
Ekstrak sidaguri
tunggal
5 Diberikan suspensi kafein 27 mg/200 g BB
sebanyak 2 ml, satu jam kemudian diberi suspensi
ekstrak daun sidaguri dosis 25 mg/kgBB
Kombinasi ekstrak
sidaguri dan
allopurinol
5 Diberikan suspensi kafein 27 mg/200 g BB
sebanyak 2 ml, satu jam kemudian diberi
kombinasi ekstrak daun sidaguri dosis 25
mg/kgBB dan allopurinol 10 mg/kgBB
3.6.3 Pengambilan Darah
Pengambilan darah dilakukan melalui sinus orbital mata tikus pada hari ke
0, 6,9,12 dan 15. Tikus diberikan anastesi umum secara inhalasi dengan eter. Pada
mata tikus, mikrohematokrit dimasukkan ke dalam pangkal bola mata sambil
diputar halus ke arah belakang bola mata sehinga darah mengalir melalui
mikrohematokrit tersebut.
Darah ditampung hati-hati ke dalam mikrotube, kemudian disentrifugasi
dengan kecepatan 4000 rpm selama 5 menit. Serum yang diperoleh kemudian
dipisahkan dengan mikropipet lalu disimpan dalam lemari pendingin pada suhu
2-8C hingga dilakukan pengukuran asam urat.
3.6.4 Pengukuran Asam Urat
Pengukuran kadar asam urat dilakukan dengan metode kolorimetri
enzimatik menggunakan pereaksi untuk asam urat.
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Prinsip reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
urikase
Asam urat + O2 + H allantoin + CO2 +H2O2
peroksidase
H2O2 + DCHBS + 4-aminoantipiril N-(4-antipiril)-3-kloro-5-sulfonat-p-
benzokuinonimuin +HCl +H2O
Ket: DCHBS = diklorohidroksi benzen sulfonat
Pada kuvet blanko, sampel, dan standar dimasukkan 1000 L pereaksi
asam urat. Pada kuvet sampel ditambahkan 20 L serum dan pada kuvet standar
ditambahkan 20 L standar asam urat, lalu dikocok. Campuran tersebut diinkubasi
selama 30 menit pada suhu 25-30C hingga terbentuk warna merah muda. Serapan
sampel dan standar diukur terhadap blanko pereaksi pada panjang gelombang 520
nm.
Tabel 3.2 Volume blanko, sampel, dan standar pada pengukuran asam urat
Kuvet Pereaksi Asam
Urat
Akuades Serum Standar
Blanko 1000 L 20L - -
Standar 1000 L - - 20L
Sampel 1000 L - 20L -
3.6.5 Terminasi Hewan Uji
Terminasi hewan uji dilakukan dengan metode inhalasi senyawa eter.
Cairan eter dimasukkan ke dalam toples, lalu dijenuhkan. Tikus dimasukkan ke
dalam toples yang telah dijenuhkan dengan eter, diamkan hingga denyut jantung
tikus uji tidak terasa.
3.7 Analisis Data
3.7.1 Analisis secara Statistik
Data yang didapatkan diolah secara statistik dengan menggunakan aplikasi
SPSS. Analisis data yang pertama yang dilakukan adalah uji normalitas dan uji
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
homogenitas. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan Metode
Kolmogorov-Smirnof, sedangkan uji homogenitas dilakukan dengan
menggunakan Metode Levene. Analisis masalah yang dilakukan adalah dengan
Metode One-Way ANOVA yang dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil
(BNT) apabila data terdistribusi normal dan memiliki varian homogen. Apabila
data tidak terdistribusi normal atau varian tidak homogen, dilakukan analisis
dengan metode Kruskal-Wallis yang dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney
(Dahlan, 2010).
Hipotesis :
Ho : tidak ada perbedaan bermakna antara setiap kelompok
Ha : ada perbedaan bermakna antara setiap kelompok
Pengambilan keputusan :
Apabila nilai signifikansi 0,05, maka Ho diterima.
Apabila nilai signifikansi 0,05, maka Ho ditolak.
3.7.2 Perhitungan Persentase Penurunan Asam Urat (Purwatiningsih
et al., 2010)
Data yang diperoleh berupa persentase penurunan kadar asam urat dalam
darah. Persentase penurunan kadar asam urat dihitung dengan rumus:
Persentase penurunan kadar asam urat =
Keterangan:
AU0: kadar asam urat darah normal pada hari ke-0
AU6: kadar asam urat darah pada hari ke-6
AUx: kadar asam urat darah pada hari ke-9, 12 dan 15
30 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. Hasil determinasi
menunjukkan bahwa tanaman uji adalah benar tanaman sidaguri dari famili
Malvaceae. Surat determinasi dapat dilihat pada lampiran 1.
4.1.2 Ekstraksi
Berdasarkan hasil pengeringan maserat, diperoleh rendemen ekstrak etanol
70% daun sidaguri sebesar 17,26%. Perhitungan rendemen ekstrak sidaguri dapat
dilihat pada lampiran 6.
4.1.3 Parameter Standar
Hasil pengujian parameter standar spesifik dan non spesifik yang
dilakukan terhadap ekstrak dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Parameter standar ekstrak etanol 70% daun sidaguri
Pengujian Parameter Hasil
Parameter Spesifik
Identitas Ekstrak
a. Nama Ekstrak
b. Nama Latin c. Bagian Yang Digunakan d. Nama Indonesia
Tumbuhan
Organoleptik Ekstrak
a. Bentuk b. Warna c. Bau d. Rasa
Parameter Non-Spesifik
Kadar Air
Kadar Abu
a. Ekstrak Etanol 70% Daun Sidaguri (Sida rhombifolia
Linn.)
b. Sida rhombifolia Linn. c. Daun d. Sidaguri
a. Kental b. Hijau Tua c. Aromatik d. Pahit
16,85% (Standar :
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.2 Pembahasan
Pada penelitian ini, dilakukan uji antihiperurisemia kombinasi ekstrak
etanol 70% daun sidaguri dan allopurinol terhadap tikus Sprague Dawley yang
diinduksi kafein. Bahan tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah
tanaman sidaguri pada bagian daunnya yang diperoleh dari Balai Penelitian
Tanaman Obat dan Aromatik (BALITRO). Sebelum daun sidaguri digunakan
sebagai bahan penelitian, dilakukan determinasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. Hasil
determinasi menunjukkan bahwa tanaman uji adalah benar daun sidaguri dari
famili Malvaceae.
Daun sidaguri kemudian diproses menjadi simplisia dengan berbagai
tahapan: yaitu sortasi basah, pencucian, pengeringan, sortasi kering dan
penghalusan menjadi serbuk simplisia. Serbuk simplia daun sidaguri yang
digunakan untuk ekstraksi sebanyak 500 gram yang kemudian diperoleh ekstrak
kental etanol 70% daun sidaguri sebanyak 86,3 gram dengan rendemen 17,26%.
Ekstraksi dilakukan secara maserasi, metode ini dipilih karena mudah dan
menghasilkan rendemen yang tinggi (Saifudin, 2014). Penelitian yang dilakukan
oleh Ridwanty (2011) rendemen ekstrak etanol 70% daun sidaguri diperoleh
sebesar 29,21%. Pemilihan etanol sebagai pelarut berdasarkan metode yang
distandarisasi BPOM (2005) bahwa untuk ekstraksi suatu bahan yang akan
digunakan sebagai obat harus menggunakan etanol sebagai pelarutnya. Etanol
memiliki sifat mudah menguap, murah, mudah didapat dan cukup aman. Etanol
sebesar 70% digunakan karena etanol 70% dapat menarik senyawa bersifat polar,
semipolar, dan non polar dimana senyawa yang diharapkan yaitu senyawa
flavonoid yang bersifat polar.
Ekstrak kental yang diperoleh, dilakukan uji parameter standar ekstrak
yakni parameter standar spesifik dan non spesifik. Uji parameter spesifik adalah
identifikasi terhadap bentuk, warna, bau dan rasa ekstrak secara organoleptis.
Diperoleh hasil berupa ekstrak kental berwarna hijau tua, berbau aromatik dan
memiliki rasa pahit.
Uji parameter non spesifik berupa uji kadar air dan kadar abu. Persentase
kadar air ekstrak etanol 70% daun sidaguri diperoleh sebesar 16,85%. Batas kadar
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
air ekstrak yang memenuhi syarat menurut Depkes (1995) adalah dibawah 10%.
Penelitian yang dilakukan oleh Ridwanty (2011), persentase kadar air yang
diperoleh yaitu sebesar 14,7%. Kelebihan air dalam simplisia menyebabkan
pertumbuhan mikroba, jamur atau serangga serta mendorong kerusakan bahan
aktif (WHO, 1998). Ekstrak yang diperoleh tetap digunakan pada penelitian
walaupun tidak memenuhi standar karena selama penyimpanan ekstrak tidak
ditumbuhi jamur ataupun mikroba.
Uji kadar abu dilakukan untuk memberikan gambaran kandungan mineral
internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak.
Prinsip uji kadar abu yaitu dengan memanaskan ekstrak pada temperatur dimana
senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap sehingga tinggal unsur
mineral dan anorganik (Depkes RI, 2000). Hasil uji kadar abu ekstrak didapatkan
persentase 17,35%. Dalam Depkes (2005) kadar abu sidaguri adalah sebesar 8%.
Besarnya persentase kadar abu yang diperoleh pada penelitian ini dapat
disebabkan oleh terdapatnya mineral seperti oksalat pada daun sidaguri yang
menyebabkan kadar abu tinggi. Umur panen tanaman berkaitan erat dengan kadar
pati maksimum, yang menentukan tinggi rendahnya kadar oksalat. Semakin
panjang umur panen, maka kadar oksalatnya semakin rendah, demikian
sebaliknya (Pancasasti, 2016).
Pada penelitian ini hewan uji yang digunakan adalah tikus putih galur
Sprague-Dawley berjenis kelamin jantan yang berusia 2-3 bulan dalam kondisi
sehat dengan berat badan 200-250 gram. Tikus dipilih sebagai hewan uji karena
tikus memiliki sifat fisiologis yang mirip dengan manusia.
Kelompok perlakuan yang diujikan yaitu kelompok kontrol dan kelompok
uji. Kelompok kontrol terdiri dari kontrol normal, kontrol positif, dan kontrol
negatif. Menurut Budiharto (2008) kelompok kontrol digunakan untuk
memastikan bahwa hasil uji tidak terpengaruh oleh faktor lain yang dapat
mempengaruhi hasil uji.
Senyawa yang digunakan pada kontrol positif adalah allopurinol dengan
dosis tikus 10 mg/kgBB dengan tujuan untuk memastikan bahwa asam urat tikus
uji terbukti menurun dengan obat asam urat yang telah beredar di masyarakat.
Obat allopurinol memiliki mekanisme kerja menghambat kerja enzim xantin
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
oksidase (Dipiro et al. 2009). Hal ini berkaitan dengan mekanisme kerja dari
sidaguri, flavonoid yang terkandung dari ekstrak sidaguri memiliki efek inhibitor
xantin oksidase (Iswantini, et al. 2009).
Pada kelompok uji normal, tikus uji diberikan Na CMC 0,5% untuk
memastikan bahwa kadar asam urat tikus tanpa perlakuan berada pada rentang
normal. Kelompok uji negatif, tikus diberikan kafein 27 mg/ 200 g BB tanpa
diberikan tambahan berupa ekstrak sidaguri ataupun allopurinol. Hal ini bertujuan
untuk memastikan bahwa kadar asam urat tikus uji yang diinduksi kafein 27 mg/
200 g BB dapat meningkatkan kadar asam urat seperti kondisi penderita asam
urat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Azizahwati (2005) kafein
dapat digunakan sebagai penginduksi asam urat karena kafein merupakan
komponen alkaloid derivat xantin yang mengandung gugus metil yang akan
dioksidasi oleh xantin oksidase membentuk asam urat sehingga dapat
meningkatkan kadar asam urat di dalam tubuh.
Pengujian yang dilakukan yaitu kelompok uji penggunaan ekstrak sidaguri
secara tunggal dan penggunaan kombinasi ekstrak sidaguri dan allopurinol. Dosis
yang digunakan untuk ekstrak sidaguri yaitu 25 mg/kgBB, berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Simarmata et al (2012) dosis terbaik dalam menurunkan
kadar asam urat yaitu dosis 50 mg/kgBB pada mencit. Untuk tikus dikonversikan
dosisnya menjadi 25 mg/kgBB. Dosis allopurinol yang digunakan pada manusia
sehari yaitu 100 mg, dikonversikan pada tikus menjadi 10 mg/kgBB (Perhitungan
dosis pada lampiran 6).
Tikus uji diaklimatisasi selama 2 minggu sebelum dilakukan
penginduksian asam urat. Aklimatisasi tikus bertujuan untuk membuat tikus uji
beradaptasi dengan lingkungannya, menstabilkan parameter fisiologis dan
perilaku tikus akibat proses pengiriman, dan menganalisa kelayakan tikus untuk
menjadi tikus uji. Arts et al. (2012) tikus dianggap layak menjadi tikus uji apabila
selama proses aklimatisasi tidak terjadi penurunan berat badan lebih dari 10%.
Sebelum dilakukan penginduksian, pada hari ke-0 dilakukan pengukuran
kadar asam urat tikus untuk mengetahui seluruh kelompok tikus mempunyai kadar
asam urat yang normal. Tikus dipuasakan selama 12 jam sebelum dilakukan
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pengambilan darah, hal ini bertujuan agar tidak terjadi perubahan kadar asam urat
karena asupan makanan.
Taconic Technical Laboratory, 1998 dalam Kusmiyati, 2008 menyebutkan
bahwa kadar asam urat normal pada tikus jantan adalah 4,37 1,11 mg/dl,
sedangkan pada tikus betina sebesar 2,92 0,241 mg/dl. Pada penelitian rerata
kadar asam urat tikus putih jantan sebelum perlakuan (hari ke-0) untuk semua
kelompok adalah 4,46 1,50 mg/dl (Tabel 4.3). Rerata yang didapatkan
menunjukkan nilai asam urat tikus uji pada hari ke-0 adalah normal.
Rerata kadar asam urat setelah dilakukan penginduksian kafein selama 6
hari yaitu 5,86 1,74. Nilai yang dihasilkan menunjukkan nilai kadar asam urat
lebih tinggi daripada rerata kadar asam urat pada hari ke-0. Dengan demikian
pengkondisian hiperurisemia berhasil dilakukan, yaitu nilai asam urat lebih tinggi
dibandingkan nilai asam urat normal.
Hasil pengukuran kadar asam urat tikus uji dianalisis secara statistika
dengan menggunakan program SPSS 22.0. Berdasarkan pada uji normalitas (One-
Sample Kolmogrof-Smirnov Test) diketahui bahwa nilai kadar asam urat tikus uji
seluruh kelompok terdistribusi normal (p 0.05) dan pada uji homogenitas
(Levene) menunjukkan terdistribusi homogen (p 0.05) pada H6, H9, H12, dan
H15 tapi tidak terdistribusi homogen pada H0 sehingga dilakukan uji Kruskal
Wallis. Uji Kruskal Wallis untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan kadar
asam urat pada kelompok uji. Menurut Dahlan (2010) pengolahan data tidak bisa
dilanjutkan dengan uji One-Way Anova jika terdapat setidaknya satu kelompok
tidak terdistribusi normal.
Nilai yang diperoleh dari Kruskal Wallis yaitu (p 0.05) data kadar asam
urat tikus tidak berbeda secara bermakna pada H0, H6, H9, dan H12 tapi ada
perbedaan secara bermakna pada H15. Sehingga dilanjutkan dengan uji Mann-
Whitney pada hari ke 15, bertujuan untuk menentukan kelompok mana yang
memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan kelompok lainnya. Hasil
uji statistik Mann-Whitney menunjukkan bahwa hasil antara kelompok uji kontrol
positif (allopurinol 10 mg/kgBB), ekstrak sidaguri 25 mg/kgBB dan kombinasi
ekstrak sidaguri 25 mg/kgBB dan allopurinol 10 mg/kgBB tidak berbeda
signifikan (p 0.05) pada H15 yang berarti tidak ada perbedaan efek yang
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dihasilkan dalam menurunkan kadar asam urat antar kelompok perlakuan. Data
kadar asam urat tikus uji kontrol negatif berbeda secara bermakna ( p 0.05)
dengan kelompok perlakuan; kontrol positif, ekstrak tunggal dan penggunaan
kombinasi pada H15.
Berdasarkan hasil persentase penurunan kadar asam urat tikus uji selama
15 hari. Persentase penurunan kadar asam urat pada pemberian ekstrak tunggal
sidaguri 25 mg/kgBB adalah 64,90%. Ekstrak etanol 70% daun sidaguri yang
dilakukan oleh Simarmata et al. (2012) persentase penurunan kadar asam urat
diperoleh sebesar 49.45%. Flavonoid yang terkandung dari ekstrak sidaguri
memiliki mekanisme kerja menghambat kerja enzim xantin oksidase, sehingga
dapat digunakan untuk menurunkan kadar asam urat (Iswantini et al. 2009).
Persentase penurunan kadar asam urat pada tikus uji kontrol positif
(allopurinol) diperoleh sebesar 67,86%. Penelitian yang dilakukan oleh
Simarmata et al. (2012) persentase penurunan kadar asam urat dengan allopurinol
10 mg/kgBB sebesar 44,31%. Obat allopurinol digunakan sebagai penurun kadar
asam urat karena memiliki mekanisme kerja menghambat kerja enzim xantin
oksidase, yang berperan mengubah hipoxantin menjadi asam urat. (Dipiro, et al.
2009).
Kombinasi penggunaan ekstrak etanol 70% daun sidaguri dan allopurinol
diperoleh persentase penurunan kadar asam urat sebesar 50,25%. Berdasarkan
hasil persentase penurunan kadar asam urat tikus uji, persentase penurunan kadar
asam urat pada pemberian ekstrak etanol 70% daun sidaguri 25 mg/kgBB secara
tunggal sebesar 64,90% lebih besar dibandingkan persentase penurunan kadar
asam urat pada pemberian kombinasi ekstrak etanol 70% daun sidaguri 25
mg/kgBB dan allopurinol 10 mg/kgBB yakni 50,25%. Allopurinol 10 mg/kgBB
yang diberikan secara tunggal memiliki persentase penurunan kadar asam urat
yang lebih tinggi dibandingkan persentase penurunan ekstrak etanol 70% daun
sidaguri 25 mg/kgBB secara tunggal ataupun kombinasi ekstrak etanol 70% daun
sidaguri 25 mg/kgBB dan allopurinol 10 mg/kgBB yakni sebesar 67,86%.
Persentase penurunan kadar asam urat pada penggunaan kombinasi
memiliki persentase penurunan yang lebih kecil dibandingkan penggunaan
allopurinol dan ekstrak sidaguri secara tunggal. Hal ini disebabkan karena
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
allopurinol memiliki mekanisme kerja inhibisi kompetitif dengan menghambat
kerja enzim xantin oksidase (Deglin, 2004) dan flavonoid yang terkandung dari
ekstrak sidaguri memiliki mekanisme kerja inhibisi kompetitif dengan
menghambat kerja enzim xantin oksidase (Iswantini, et al. 2009). Penggunaan
secara kombinasi allopurinol dan ekstrak sidaguri tidak memberikan hasil yang
signifikan dalam menurunkan kadar asam urat bisa terjadi karena kompetisi dalam
memperebutkan sisi aktif enzim xantin oksidase pada penggunaan kombinasi
tidak hanya terjadi antara inhibitor dengan substrat (xantin), tetapi antara inhibitor
dengan inhibitor (Aldiyati, 2012).
37 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan:
1. Kadar asam urat tikus uji kelompok perlakuan pada hari ke 15 terdapat
perbedaan secara bermakna ( p 0.05) dengan kontrol negatif. Hal ini
menunjukkan bahwa kontrol positif, ekstrak sidaguri tunggal dan
penggunaan kombinasi ekstrak sidaguri dan allopurinol mampu
menurunkan kadar asam urat dan aktif sebagai antihiperurisemia secara in
vivo.
2. Persentase penurunan kadar asam urat tikus uji yang diberikan secara
kombinasi ekstrak etanol 70% daun sidaguri 25 mg/kgBB dan allopurinol
10 mg/kgBB memiliki persentase penurunan kadar asam urat yang lebih
kecil dibandingkan persentase penurunan kadar asam urat yang diberikan
ekstrak sidaguri secara tunggal ataupun allopurinol secara tunggal, yakni
sebesar 50,25% ( p 0.05).
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui interaksi yang
terjadi pada penggunaan kombinasi ekstrak etanol 70% daun sidaguri dan
Allopurinol dalam menurunkan hiperurisemia.
38 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Aldiyati, (2012). Interaksi Allopurinol dan Ekstrak Etanol Daun Gandarusa
(Justicia gendarussa B) terhadap Kadar Asam Urat Darah pada Tikus
Putih Jantan. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Arts et al. 2012. The Impact of Transportation on Physiological and Behavioral
Parameters in Rats: Implications for Acclimatization Periods. ILAR J
(2012) 53 (1): E82-E98 DOI: 10.1093/ilar.53.1.82
Azizahwati et al (2005). Efek Penurunan Kadar Asam Urat Dalam Darah Tikus
Putih Jantan dari Rebusan Akar Tanaman Akar Kucing (Acalypha indica
L). Departemen Farmasi FMIPA-UI. Depok. ISSN: 1412-2855. Vol. 4 No.
I. hlm. 213-218.
BPOM RI. 2005. Gerakan Nasional Minum Temulawak. Jakarta: BPOM RI.
Budiharto. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan dengan Contoh Bidang Ilmu
Kesehatan Gigi. Jakarta: Penerbit IKAPI. hlm. 51.
Dahlan, Sopiyudin. (2010). Mendiagnosis dan Menata Laksana 13 Penyakit
Statistik: Disertai Aplikasi Program Stata. Jakarta: IKAPI. hlm. 178.
Deglin, Judith Hopfer. (2004). Pedoman Obat untuk Perawat (4 ed.). Jakarta:
EGC.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2000). Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat. Edisi I. hlm. 13-31.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia.
Jakarta: Ditjen POM. Edisi IV. hlm. 1035.
Departemen Kesehatan republik Indonesia. (2005). Materia Medika Indonesia.
Jilid VI. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. hlm.
247-251.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2008). Farmakope Herbal Indonesia.
Edisi I. hlm. XXV.
Dipiro et al. (2005). Pharmacotherapy ; A Pathophysiologic Approach (6 th).
New York: McGRAW-HILL. hlm. 1705.
Dipiro et al. (2009). Pharmacotherapy Handbook (7 th). New York: McGRAW-
HILL. hlm. 1-3.
Top Related