Download - Typhoid Fever

Transcript

BAB I ILUSTRASI KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama Jenis kelamin Usia Alamat Anak kePendidikan Agama Suku bangsa Tgl masuk RS No. RM : An. W : Perempuan : 5 tahun 8 bulan : Cinangki, Karang Tanjung 2/2 kec.Cililin : 1 dari 1 bersaudara : TK : Islam : Sunda : 06 September 2011 : 371122

IDENTITAS ORANG TUA AYAH Nama Usia Pekerjaan Pendidikan Penghasilan IBU Nama : Ny. Eti1

: Tn. Hendra : 31 tahun : Wiraswasta : SMA :-

Usia Pekerjaan Pendidikan Penghasilan

: 30 tahun : Ibu rumah tangga : SMP :-

Hubungan pasien dengan orang tua : anak kandung II. ANAMNESIS Data diperoleh dari alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 08 september 2011 1. Keluhan utama Panas badan

2. Riwayat penyakit sekarang Sejak 8 hari sebelum masuk rumah sakit , pasien mengalami panas badan yang awalnya tidak begitu tinggi, semakin lama semakin tinggi, berlangsung terus menerus terutama pada malam hari. Keluhan disertai mencret yang berupa cairan, berwarna kuning, tidak berlendir, dan tidak berdarah sebanyak 1 kali sejak timbulnya panas badan. Buang air kecil tidak ada keluhan. Pasien tidak mengeluh mual maupun muntah. Keluhan diikuti oleh batuk berdahak 4 hari setelah timbulnya panas, tanpa disertai pilek, sakit kepala, sesak, kejang ataupun penurunan kesadaran. Ibu pasien juga mengeluhkan adanya nyeri perut dan berat badan pasien yang menurun. Adapun perdarahan dikulit (bintik-bintik kemerahan), perdarahan spontan dari hidung/gusi disangkal. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien sering jajan diluar rumah terutama di sekolah, sulit makan dan jarang makan sayur. Riwayat berpergian ke daerah endemis malaria disangkal.

2

Karena keluhan nya penderita dibawa berobat ke klinik 4 hari sebelum masuk rumah sakit, kemudian diberi obat 5 macam sirup (ibu pasien lupa jenis obat). Karena keluhan tidak juga berkurang penderita akhirnya dibawa berobat ke IGD RSU Soreang. 3. Riwayat penyakit dahulu Pasien belum pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya. Pasien juga belum pernah dirawat di rumah sakit kareng sebab penyakit yang lain. Riwayat penyakit berat dan alergi obat disangkal. 4. Riwayat penyakit keluarga Riwayat keluhan yang sama pada anggota keluarga atau lingkungan sekitarnya disangkal.

5. Silsilah/ ikhtisar keturunan

Keterangan : = laki-laki = perempuan 6. Riwayat pribadi Riwayat kehamilan Pasien anak ke 1 dari 1 bersaudara. Ibu pasien melakukan PNC secara teratur. Keluhan sering panas badan dan infeksi saluran pernafasan atas pada saat hamil disangkal. Riwayat memiliki kucing disangkal. = sakit

3

Riwayat persalinan Pasien lahir secara caesar dibantu oleh dokter di rumah sakit , cukup bulan, dengan berat lahir 3800gram, panjang badan 52cm dan langsung menangis.

Riwayat pasca lahir Bayi lahir langsung menangis, tidak biru, tidak kuning.

7. Riwayat makanan 0-6 bulan 6-9 bulan 9-12 bulan 12-24 bulan : ASI : ASI + buah-buahan + bubur susu : ASI + buah-buahan + bubur nasi : ASI + menu keluarga

8. Penyakit yang pernah dialami Campak Pneumonia TBC Difteri Tetanus Diare Kuning Cacingan Kejang : : : : : : : : : -

9. Riwayat tumbuh kembang Gigi pertama Duduk : 6 bulan : 6 bulan4

Berdiri Berbicara Berjalan

: 9 bulan : 1 tahun : 1 tahun

10.Riwayat imunisasi Ibu pasien mengaku bahwa pasien telah diberi imuniasasi yaitu : BCG DPT Polio Hep B Campak : 1x, usia 1 bulan : 3x, usia 2, 3, 4 bulan : 3x, usia 2, 3, 4 bulan : 3x, usia 0, 1, 6 bulan : 1x, usia 9 bulan

III.

PEMERIKSAAN FISIK ( tanggal 08 september 2011 ) A. Pemeriksaan umum 1. Kesadaran 2. Kesan 3. Tanda Vital

: Compos mentis : Sakit sedang

Frekuensi nadi Frekuensi nafas Suhu Tekanan darah

: 100x/menit reguler : 30x/menit reguler : 38,3oC axila : 100/60 mmHg

4. Status gizi

5

Berat badan Tinggi badan BB/U TB/U BB/TB Simpulan status gizi

: 14kg :: 14/19 x 100% = 73% ::: KEP 1 (kurang energi protein)

B. Pemeriksaan khusus 1. Kepala Tidak ada deformitas, rambut hitam lurus, tidak mudah dicabut 2. Mata Palpebra tidak edema, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak terdapat sekret, pupil bulat isokor, refleks cahaya (+/+) 3. Telinga Tidak ada kelainan bentuk, tidak ada nyeri tekan retroaurikular, tidak ada sekret 4. Hidung Tidak ada deformitas, tidak ada deviasi septum, tidak terdapat sekret, pernafasan cuping hidung (-/-) 5. Mulut : Bibir : tidak ada kelainan Perioral cyanosis : tidak ada Lidah : lidah kotor ditengah, tepi hiperemis, tremor tidak ada Tenggorok : tonsil T1-T1 dan faring tidak hiperemis 6. Leher6

KGB tidak teraba membesar, retraksi suprasternal tidak ada 7. Thorak Simetris statis dan dinamis, retraksi sela iga tidak ada

Jantung : Inspeksi Palpasi

: iktus kordis terlihat : iktus kordis teraba disebelah medial ICS V LMCS

Perkusi Auskultasi

: tidak dilakukan karena anak kurang kooperatif : BJ I dan II normal, tidak ada murmur ataupun gallop

Paru

: Inspeksi

: pergerakan simetris kanan dan kiri, tidak terdapat retraksi intercostal

Palpasi Perkusi Auskultasi 8. Abdomen Inspeksi Palpasi

: simetris kiri-kanan : seluruh lapangan paru terdengar sonor :vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-, slem -/-

: datar, retraksi epigastrium tidak ada, rose spot tidak ada : lembut, turgor kulit baik, hepar/lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium(+)

Perkusi Auskultasi 9. Ekstermitas

: tympani pada keempat kuadran abdomen : bising usus (+) normal

Akral hangat, CRT< 2 detik, tidak ada edema IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tanggal 07 september 20117

1. Darah rutin :

Hemoglobin Hematokrit Leukosit Trombosit

: 9,4g/dl : 28% : 8.000/mm3 : 300.000/mm3

2. Imunoserologi :

S. Typhi-O

: 1/80

S. Paratyphi AO : 1/160 S. Paratyphi BO : 1/160 S. Paratyphi CO : 1/80 S. Typhi-H : 1/80

V.

S. Paratyphi AH : 1/160 S. Paratyphi BH : 1/80 S. Paratyphi CH : 1/160

DIAGNOSIS BANDING Demam tifoid TB paru ISPA Anemia ec underlying disease Anemia ec defisiensi besi

VI.

DIAGNOSIS KERJA1. Suspek Demam tifoid 2. Gizi kurang (KEP I) 8

3. Anemia ec underlying disease

VII.

RENCANA PENGELOLAAN A. Rencana pemeriksaan

Lab darah rutin : Hb, Ht, leukosit, trombosit Kultur bakteri Salmonella .sp Screening TB : LED, Foto toraks Fe serum SADT

B. Rencana pengobatan dan diet Umum :

Tirah baring Diet makanan lunak, rendah serat, tidak pedas dan asam Diberi kebutuhan cairan (RL): 20 gtt/menit makro Antipiretik : Paracetamol 10-15 mg/kgBB : 3x2 cth Ambroxol : 2-4 mg/kgBB/hari : 3x1 cth Antibiotik :o

Khusus :

Ceftriakson 80 mg/kgBB/hr IM atau IV diberikan dua kali sehari, selama 5-7 hari. 2x500 mg

C. Rencana pemantauan Pemantauan tanda vital pasien Pemantauan hasil pemeriksaan lab : darah rutin

Pemantauan asupan kalori dan kenaikan berat badan pasien D. Rencana edukasi Menganjurkan kepada ibunya untuk menjaga hygiene dilingkungan rumahnya dengan usaha penyediaan air bersih dan penyediaan jamban. Memantau asupan makanan anak disekolah maupun dirumah.

9

VIII. PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad functionam : ad bonam : ad bonam

FOLLOW UP ( 08 september 2011 ) Subyektif : Pasien panas badan (+), batuk (+), pilek(-), BAB mencret 1x cair lendir (-) darah (-), BAK lancar, muntah (-), pusing (-), nafsu makan masih menurun, badan masih lemas Obyektif : Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Frekuensi nadi Frekuensi nafas Suhu Berat badan Status generalis :1. Kepala : deformitas (-), rambut hitam lurus, tidak mudah dicabut

: tampak lemah : compos mentis : 90/60mmHg : 100x/menit : 30x/menit : 38,3oC : 13kg

2. Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor, refleks cahaya (+/+)3. Telinga : Deformitas -/-, nyeri tekan retroaurikular -/-, sekret -/-

4. Hidung : Deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-/-), PCH -/5. Tenggorok : Tonsil T1-T1 dan faring hiperemis (-)6. Mulut : Lidah kotor ,tepi hiperemis, tidak tremor , mukosa basah 7. Leher : KGB tidak teraba membesar, retraksi suprasternal (-) 8. Thorak : Simetris statis dan dinamis, retraksi sela iga (-)

Jantung : BJ I dan II normal, gallop (-), murmur (-) Paru : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-, slem -/-

9. Abdomen : Perut datar lemas, NTE (+), bising usus (+) normal,

hepar dan lien tidak teraba.10

10. Ekstermitas : Akral hangat, CRT< 2 detik, edema -/-

FOLLOW UP ( 09 september 2011 ) Subyektif : Pasien panas badan (+), batuk (+), pilek(-), BAB mencret 1x cair lendir (-) darah (-), BAK lancar, muntah (-), pusing (-), nafsu makan masih menurun, badan masih lemas Obyektif : Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Frekuensi nadi Frekuensi nafas Suhu Berat badan : tampak lemah : compos mentis : 90/60mmHg : 88x/menit : 32x/menit : 38,5oC : 13kg

Status generalis :1. Kepala : deformitas (-), rambut hitam lurus, tidak mudah dicabut 2. Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor,

refleks cahaya (+/+)3. Telinga : Deformitas -/-, nyeri tekan retroaurikular -/-, sekret -/4. Hidung : Deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-/-), PCH -/5. Tenggorok : Tonsil T1-T1 dan faring hiperemis (-) 6. Mulut: Lidah kotor(+), tepi hiperemis (+), tremor (-) 7. Leher : KGB tidak teraba membesar, retraksi suprasternal (-) 8. Thorak : Simetris statis dan dinamis, retraksi sela iga (-)

Jantung : BJ I dan II normal, gallop (-), murmur (-) Paru : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-, slem -/11

9. Abdomen : Perut datar lemas, NTE (+), bising usus (+) normal, hepar

dan lien tidak teraba.10. Ekstermitas : Akral hangat, CRT< 2 detik, edema -/-

FOLLOW UP ( 10 september 2011 )

Subyektif : Pasien panas badan (-), kemaren sore suhu menurun, batuk (+), pilek(-), BAB mencret 1x berampas, lendir (-), darah (-), BAK lancar, muntah (-), pusing (-), nafsu makan masih menurun, badan masih lemas Obyektif : Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Frekuensi nadi Frekuensi nafas Suhu Berat badan Status generalis :1. Kepala : deformitas (-), rambut hitam lurus, tidak mudah dicabut 2. Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokor, refleks

: tampak lemah : compos mentis : 90/60mmHg : 100x/menit : 40x/menit : 33,5oC : 13kg

cahaya (+/+)3. Telinga : Deformitas -/-, nyeri tekan retroaurikular -/-, sekret -/4. Hidung : Deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-/-), PCH -/5. Tenggorok : Tonsil T1-T1 dan faring hiperemis (-) 6. Mulut : lidah kotor (+), tremor (-) mukosa basah

12

7. Leher : KGB tidak teraba membesar, retraksi suprasternal (-) 8. Thorak : Simetris statis dan dinamis, retraksi sela iga (-)

Jantung : BJ I dan II normal, gallop (-), murmur (-) Paru : vesikuler (+/+), ronkhi -/-, wheezing -/-, slem -/-

9. Abdomen : Perut datar lemas, NTE (+), bising usus (+) normal, hepar dan

lien tidak teraba. 10. Ekstermitas : Akral hangat, CRT< 2 detik, edema -/-

PEMBAHASAN Diagnosa demam tifoid pada pasien ini didasarkan pada temuan dari anamnesis , pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa didapatkan sejak 8 hari SMRS pasien mengalami panas badan yang naik turun yang dirasa terutama pada malam hari, terdapat mencret 1 kali, hal ini sesuai dengan literatur dimana gejala-gejala pada demam tifoid yaitu panas badan >7 hari terutama pada malam hari, pada demam tifoid juga mengalami gangguan sistem pencernaan ( dapat berupa konstipasi ataupun diare ). Diagnosis demam tifoid juga diperkuat dengan pemeriksaan fisik didapatkan : lidah kotor, tepi hiperemis, serta pada pemeriksaan penunjang juga didapatkan tes serologi widal yang menunjukan titer yang tinggi yaitu : S. Paratyphi AO 1/160 S. Paratyphi BO 1/160 Namun pada kasus ini untuk mendiagnosis pasti dengan demam tifoid perlu dilakukan biakan kultur untuk menemuka salmonella.sp Pada kasus ini malaria dapat disingkirkan oleh karena pada anamnesa pasien menyangkal riwayat berpergian ke daerah endemis malaria dan pada malaria panas badan bersifat intermiten disertai menggigil. Namun untuk memastikan kembali dapat dilakukan pemriksaan hapus darah tepi untuk mengetahui ada atau tidaknya plasmodium. Pada kasus ini juga terdapat batuk dan demam serta berat badan yang menurun. Maka kasus ini juga dapat didiagnosis banding dengan tuberkulosis, karena13

gejala-gejala tersebut masuk dalam nilai scoring Tb pada anak, namun untuk menunjang nilai scoring Tb dapat dilakukan screening Tb ulang. Malnutrisi menurut depkes adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumi energi dan protein dalam makanan sehari-hari, sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi. Malnutrisi dapat disebabkan oleh intake yang kurang (primer) atau adanya infeksi (sekunder). Pada pasien ini terdapat beberapa hal yang menyokong kepada penyebab primer yaitu : Kurangnya konsumsi sayur dan susu dalam menu sehari-hari. Tetapi yang menyokong kedalam penyebab sekunder pun ada yaitu infeksi. Infeksi menyebabkan berkurangnya intake makanan oleh karena adanya anoreksia. Selain itu dengan infeksi akan meningkatkan penggunaan asam amino plasma untuk sintesa protein yang berhubungan dengan imnunitas. Asam amino untuk ini diambil dari mobilisasi jaringan perifer, terutama dari otot skeletal. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien tampak kurus. Dimana : BB/U Simpulan status gizi : 14/19 x 100% = 73% : KEP 1

Anemia pada kasus ini terjadi akibat penyakit yang mendasari, yaitu dimana pada demam tifoid terjadi supresi sumsum tulang, defisiensi Fe, atau dapat juga terjadi perdarahan usus pada kasus yang lebih berat, namun untuk memastikan penyebab dari anemia pada kasus ini dapat dilakukan pemeriksaan TIBC dan Fe serum serta SADT. Pentalaksanaan pada pasien ini dilakukan : tirah baring, diet lunak, serta antibiotik seperti : ceftriakson. Pada kasus ini tidak diberikan kloramfenikol karena efek sampingya dapat terjadi depresi sumum tulang yang dapat memperberat keadaan penyakit demam tifoid tersebut. Antipiretik diberikan untuk mengatasi gejalan panas tinggi (>39oC). Ambroksol diberikan untuk mengatasi batuk yang diderita pasien. Prognosis pada pasien ini adalah baik, tidak membahayakan bagi penderita dan tidak terdapat gangguan fungsi organ setelah penyakit sembuh. Dengan pengobatan yang cepat dan tepat fungsi organ dalam tubuh dapat kembali bekerja dengan baik dan komplikasi dari penyakit bisa dihindari.

14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DEMAM TIFOID Definisi Demam tifoid dikenal juga dengan sebutan Typhoid Fever atau Typhus Abdominalis. Demam tifoid adalah infeksi sistemik bersifat akut yang diakibatkan oleh organisme Salmonella tertentu. Istilah ini mencakup istilah demam yang disebabkan oleh Salmonella typhi, dan demam paratifoid, yang disebabkan oleh Salmonella paratyphi A, Salmonella schott muelleri (dahulu Salmonella paratyphi B) Salmonella hirschfeldii (dahulu Salmonella paratyphi C), dan kadang-kadang serotif Salmonella lain. Epidemiologi Pada negara berkembang Salmonella typhi sering merupakan isolate Salmonella yang paling sering, dengan insiden yang dapat mencapai 500 per 100.000 (0,5%) dan angka mortalitas tinggi). Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) telah memperkirakan bahwa 12,5 juta kasus terjadi setiap tahun di seluruh dunia (tidak termasuk Cina). Demam tifoid dan demam paratifoid endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang No.6 tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit-penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah. Di Indonesia demam tifoid jarang dijumpai secara epidemik, tetapi lebih sering bersifat sporadik, terpencar-pencar disuatu daerah, dan jarang menimbulkan lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah. Sumber penularan biasanya tidak dapat ditemukan. Ada dua sumber penuaran S.typhi : pasien dengan demam thypoid dan yang lebih sering carier.

15

Etiologi 96% kasus demam tifoid disebabkan Salmonella typhi , sisanya disebabkan oleh Salmonella paratyphy. Genus Salmonella mempunyai 3 macam antigen utama, yaitu : a. Antigen H atau antigen flagella Antigen ini berasal dari flagella atau bulu getar. b. Antigen O atau antigen somatic Antigen ini adalah bagian dari dinding sel kuman. c. Antigen Vi Antigen ini merupakan polimer dari polisakarida yang bersifat asam, antigen ini terdapat pada bagian terpinggir dari kuman. Antigen Vi tidak bermanfaat untuk diagnostic tetapi bermanfaat untuk menentukan karier. Kuman yang mengandung antigen Vi mempunyai virulensi yang lebih besar baik terhadap manusia maupun binatang. Salmonella typhi hanya dapat menyebabkan gejala demam tifoid pada manusia. Salmonella typhi termasuk bakteri famili Enterobacteriaceae dari genus Salmonella. Kuman berspora, motile, berflagela, berkapsul,tumbuh dengan baik pada suhu optimal 37C (15C41C), bersifat fakultatif anaerob, dan hidup subur pada media yang mengandung empedu. Kuman ini mati pada pemanasan suhu 54,4C selama satu jam, dan 60C selama 15 menit serta tahan pada pembekuan dalam jangka lama. Patogenesis Patogenesis demam tifoid secara garis besar terdiri dari 3 proses, yaitu (1) proses invasi kuman S.typhi ke dinding epitel usus, (2) proses kemampuan hidup dalam makrofag, (3) proses berkembang biaknya kuman dalam makrofag. Akan tetapi tubuh mempunyai beberapa mekanisme pertahanan untuk menahan dan membunuh kuman patogen ini, yaitu dengan adanya (1) mekanisme pertahanan non spesifik disaluran pencernaan, baik secara kimiawi maupun fifik, dan (2) mekanisme pertahanan spesifik yaitu kekebalan tubuh humoral dan selular. Penularan Salmonella typhi terjadi apabila seseorang makan makanan atau minuman yang tercemar Salmonella typhi. Kuman masuk melalui makanan atau minuman, setelah16

melewati lambung kuman mencapai usus halus (ileum) dan setelah menembus dinding usus sehingga mencapai folikel limfoid usus halus (plaque peyeri). Kuman ikut aliran limfe mesentrial ke dalam sirkulasi darah (bakteremia primer) mencapai jaringan RES (hepar, lien, sumsum tulang untuk bermultiplikasi). Setelah mengalami bakterimia sekunder, kuman mencapai sirkulasi darah untuk menyerang organ lain (intra dan ekstra intestinal). Manifestasi klinis Masa inkubasi biasanya 7-14 hari, tetapi dapat berkisar antara 3-30 hari, tergantung terutama pada besar inokulum yang tertelan. Manifestasi klinis demam tifoid tergantung umur. Keluhan dan gejala dema tifoid tidak khas, dan bervariasi dari gejala seperti flu ringan sampai tampilan sakit berat dan fatal yang mengenai banyak sistem organ. Secara klinis gambaran penyakit demam tifoid berupa demam berkepanjangan, gangguan fungsi usus, dan keluhan susunan saraf pusat. 1. Panas lebih dari 7 hari, biasanya panas makin hari makin meninggi. Sehingga pada minggu ke 2 panas tinggi terus menerus terutama pada malam hari. 2. Gejala gastrointestinal dapat berupa opstipasi, diare, mual, muntah, dan kembung, hepatomegali, splenomegali dan lidah kotor tepi hiperemis. 3. Gejala saraf sentral berupa delirium, apatis, somnolen, sopor bahkan sampai koma. Kriteria diagnostik Manifestasi klinis demam tifoid pada anak seringkali tidak khas dan sangat bervariasi yang sesuai dengan patogenesis demam tifoid. Spektrum klinis demam tifoid tidak khas dan sangat lebar, dari asimtomatik atau yang ringan berupa panas disertai diare yang mudah disembuhkan sampai dengan bentuk klinis yang berat baik berupa gejala sistemik panas tinggi, gejala septik yang lain, ensefalopati atau timbul komplikasi gastointestinal berupa perforasi usus atau perdarahan. 1. Anamnesis

Demam naik secara bertahap tiap hari, menacapai suhu tertinggi pada akhir minggu pertama, minggu kedua demam terus menerus tinggi. Anak sering mengigau (delirium), malaise, letargi, anoreksia, batuk, nyeri kepala, nyeri perut, nyeri otot, diare atau

17

konstipasi, muntah, perut kembung. Pada demam tifoid berat dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang, dan ikterus. 2. Pemeriksaan fisik

Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai yang berat dengan komplikasi. Kesadaran menurun, delirium, sebagian besar anak mempunyai lidah tifoid yaitu di bagian tengah kotor dan bagian pinggir hiperemis, meteorismus, hepatomegali lebih sering dijumpai daripada splenomegali. Kadang-kadang dijumpai terdengar ronki pada pemeriksaan paru. Ruam macula papula pada kulit dada bagian bawah ataupun perut (rose spot) yang menghilang dalam 2-3 hari. 3. Pemeriksaan penunjang a.Darah tepi perifer. Anemia, pada umumnya terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe, atau perdarahan usus. Leucopenia, namun jarang kurang dari 3000/ul. Limfositosis relative. Trombositopenia, terutama pada demam tifoid berat.

b. Pemeriksaan serologi.

Serologi Widal : kenaikan titer Salmonella typhi titer O (kenaikan 4 kali atau lebih dari sama dengan 1/160)

Kadar IgM dan IgG (Typhi-dot).

c.Pemeriksaan biakan Salmonela. Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit. Biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke-4. Setelah terjadi bakterimia sekunder, biakan dapat diambil melalui urin/feses.

d. Pemeriksaan radiologi.18

Foto toraks, apabila diduga terjadi komplikasi pneumonia. Foto abdomen, apabila diduga terjadi komplikasi intraintestinal seperti perforasi usus atau perdarahan saluran cerna. Pada perforasi usus tampak distribusi udara tak merata, tampak air fluid level , bayangan radiolusen didaerah hepar, dan udara bebas pada abdomen.

Diagnosis banding a. Stadium dini: influenza, gastroenteritis, bronchitis, bronkopneumonia. b. Tuberculosis, infeksi jamur sistemik, malaria. c. Demam tifoid berat: sepsis, leukemia, limfoma.

Pemeriksaan penunjang Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, dan biakan Biakan urin/fese Biakan kelenjar limfe jaringan Biakan empedu Serologi (widal) Foto thorax/abdomen Terapi Pengobatan terhadap demam tifoid merupakan gabungan antara pemberian antibiotik yang sesuai, perawatan penunjang termasuk pemantauan, manajemen cairan, serta pengenalan dini dan tata laksana terhadap adanya komplikasi (perdarahan usus, perforasi dan gangguan hemodinamik). Pengobatan akan berhasil dengan baik bila penegakan diagnosis dilakukan dengan tepat. Demam lebih dari 7 hari disertai gejala gastointestinal, pada anak usia di atas 5 tahun, tanpa gejala penyerta lain, dapat dicurigai menderita demam tifoid.

19

Pemilihan antibiotik sebelum dibuktikan adanya infeksi Samonella dapat dilakukan secara empiris dengan memenuhi kriteria berikut: 1. Spektrum sempit2. Penetrasi ke jaringan cukup

3. Cara pemberian mudah untuk anak 4. Tidak mudah resisten 5. Efek samping minimal 6. Adanya bukti efikasi klinis. Medikamentosa a. Antibiotik Kloramfenikol (drug of choice). Dosis 50-100 mg/kgbb/hari diberikan pada anak-anak

dan 25 mg/kgbb/hari untuk bayi berumur kurang dari 2 minggu, p.o atau IV, dibagi dalam 4 dosis selama 10-14 hari. Dosis maksimal yang dapat diberikan adalah 2 gr/hari. Amoksisilin diberikan dengan dosis 100 mg/kgbb/hari, p.o atau IV, dibagi dalam

interval 6 jam, atau dalam 3-4 dosis selama 10-14 hari. Kortimoksasol diberikan dengan dosis 48 mg/kgbb/hari, p.o dalam 3 dosis selama 10

hari. Seftriakson diberikan dengan dosis 80 mg/kgbb/hari, IV atau

i.m, sekali sehari

selama 5 hari. Sefiksim diberikan dengan dosis 20 mg/kgbb/hari, p.o, dalam 2 dosis, selama 10 hari.

b. Kortikosteroid Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaran,gangguan

sirkulasi dan gejala berkepanjangan. Deksametason 1-3 mg/kgbb/hari intravena, dibagi 3 dosis hingga kesadaran membaik. Lain-lain Vitamin Perdarahan usus : Puasa selama 24 jam sampai tidak ada perdarahan20

Suportif

Antibiotik iv Transfusi bila perlu Operasi (bila ada indikasi)

a. Demam tifoid ringan dapat dirawat dirumah. Tirah baring Istirahat ditempat tidur dipertahankan sampai penderita bebas demam 7 hari dan sebaiknya hingga akhir minggu ketiga, karena resiko perdarahan dan perforasi usus masih besar dalam masa ini. Kemudian mobilisasi bertahap sesuai pulihnya penyakit. Isolasi memadai Kebutuhan cairan dan kalori dicukupi. b. Demam tifoid berat harus dirawat di rumah sakit. Cairan dan kalori Terutama pada demam tinggi, muntah atau diare, bila perlu asupan cairan dan kalori diberikan melalui sonde lambung. Pada ensefalopati, jumlah kebutuhan cairan dikurangi menjadi 4/5 kebutuhan dengan kadar natrium rendah. Penuhi kebutuhan volume cairan intravascular dan jaringan dengan pemberian oral/parenteral. Pertahankan oksigenasi jaringan, bila perlu berikan O2 .

Pertahankan fungsi sirkulasi dengan baik. Pelihara keadaan nutrisi. Pengobatan gangguan asam basa dan elektrolit Antipiretik

21

Antipiretik diberikan apabila demam >390C, kecuali pada riwayat kejang demam dapat diberikan lebih awal. Diet Makanan tidak berserat dan mudah dicerna. Setelah demam reda, dapat segera diberikan makanan yang lebih padat dengan kalori cukup. Transfusi darah Transfusi darah kadang-kadang diperlukan pada perdarahan saluran cerna dan perforasi usus. c. Lain-lain (rujukan subspesialis dan rujukan spesialis lainnya). Konsultasi bedah anak apabila dijumpai komplikasi perforasi usus. Monitoring

Evaluasi demam reda dengan memonitor suhu. Apabila pada hari 4-5 setelah pengobatan demam tidak reda, maka harus segera kembali dievaluasi adakah komplikasi, sumber infeksi lain, resistensi Salmonella typhi terhadap antibiotik, atau kemungkinan salah menegakan diagnosis.

Pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu makan membaik, klinis perbaikan dan tidak dijumpai komplikasi. Pengobatan dapat dilanjutkan dirumah.

Komplikasi a. Intra intestinal: perforasi usus atau perdarahan saluran cerna ditampakan oleh penurunan suhu, penurunan tekanan darah, kenaikan frekuensi nadi, disertai dengan penambahan nyeri perut yang mencolok, sakit, muntah dan tanda-tanda peritonitis. b. Ekstra intestinal: tifoid ensefalopati, hepatitis tifosa, meningitis, pneumonia, syok septik, pielonefritis, endokarditis, osteomielitis.

22

Langkah promotif/preventif 1. Hygiene perorangan dan lingkungan Demam tifoid ditularkan melalui rute fekal-oral, maka pencegahan utama memutuskan rantai tersebut dengan meningkatkan hygiene perorangan dan lingkungan, seperti mencuci tangan sebelum makan, penyediaan air bersih, dan pengamanan pembuangan limbah feses. 2. Imunisasi

Imunisasi aktif terutama diberikan apabila terjadi kontak dengan pasien demam tifoid, terjadi kejadian luar biasa, dan untuk turis yang berpergian ke daerah endemik.

Vaksin polisakarida (capsular Vi polysaccharide) , pada usia 2 tahun atau lebih, diberikan secara intramuscular, dan diulang setiap 3 tahun.

Vaksin tifoid oral (ty21-a), diberikan pada usia >6 tahun dengan interval selang sehari (hari1, 3, dan 5), ulangan setiap 3-5 tahun. Vaksin ini belum beredar di Indonesia, terutama direkomendasikan untuk turis yang bepergian ke daerah endemik.

Prognosis Prognosis untuk penderita dengan demam tifoid tergantung pada terapi segera, usia penderita, keadaan kesehatan sebelumnya, serotip salmonella penyebab, dan munculnya komplikasi. Bayi umur sebelum 1 tahun dan anak-anak dengan gangguan imun berada pada resiko yang lebih tinggi. Salmonella tyhpy menyebabkan penyakit yang lebih berat, dengan angkat komplikasi dan kematian yang lebih tinggi, daripada serotif lain. Munculnya komplikasi, seperti perforasi saluran pencernaan atau perdarahan berat, meningitis, endokarditis dan pneumonia disertai dengan angka morbiditas dan mortalitas tinggi.

23

24