Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 1
DAFTAR ISI
1. Obstruksi oleh Serumen .....................................................................................................................
2. Otitis Eksterna ....................................................................................................................................
3. Otitis Media Akut ................................................................................................................................
4. Otitis Media Supuratif Kronik ..............................................................................................................
5. Pharingitis ...........................................................................................................................................
6. Rinitis ..................................................................................................................................................
7. Sinusitis ..............................................................................................................................................
8. Tonsilitis .............................................................................................................................................
9. Polip ...................................................................................................................................................
10. Laringitis .............................................................................................................................................
11. Corpus Alienum pada Telinga ............................................................................................................
12. Epistaksis ...........................................................................................................................................
13. Tuli......................................................................................................................................................
14. Otematom ...........................................................................................................................................
15. Mastioiditis ..........................................................................................................................................
16. Tiroid ..................................................................................................................................................
17. Limfadenitis ........................................................................................................................................
18. Parotitis ..............................................................................................................................................
19. Abses Peritonsil ..................................................................................................................................
20. Pemeriksaan Penala dan Audiometri .................................................................................................
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 2
1. OBSTRUKSI SERUMEN
(Sigit Nur Awalin)
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 3
2. OTITIS EKSTERNA
(Rizki Putra Amanda)
Definisi
Adalah inflamasi canalis auditorius baik akut maupun kronis yang disebabkan infeksi bakteri, jamur
ataupun virus. Faktor predisposisi perubahan pH liang telinga (pH basa), udara hangat,
kelembaban tinggi dan adanya trauma ringan pada telinga (kebiasaan mengorek telinga).
Klasifikasi
a. Otitis Eksterna Sirkumkripta (Furunkel)
Patofisiologi
1/3 luar canalis auditorius mengandung adneksa kulit (rambut, kelenjar sebasea, kelenjar
serumen) infeksi pilosebaseus furunkel
Organisme penyebab tersering Staphylococcus aureus atau Staphylococcus albus
Klinis
Nyeri telinga timbul karena penekanan perikondrium oleh furunkel. Bisa timbul spontan
atau saat membuka mulut (sendi temporomandibula)
Gangguan pendengaran jika furunkel menutupi canalis auditorius
Terapi
Dinding furunkel tebal incisi kemudian drainase nanah
Abses aspirasi steril untuk evakuasi nanah
Antibiotik Lokal Polymixin B, Basitrasin dalam bentuk salep atau tetes telinga
Analgetik sistemik jika dibutuhkan. Antibiotik sistemik tidak diperlukan
b. Otitis Eksterna Difuss
Patofisiologi
Inflamasi mengenai kulit liang telinga 2/3 dalam kulit hiperemis dan edema dengan batas
difuss.
Bakteri tersering Pseudomonas, Staphylococcus albus, Escherichia coli. Dapat terjadi
sekunder pada otitis media supuratif kronis.
Klinis
Nyeri tekan Tragus
Edema dan hiperemis liang telinga menjadi sempit
KGB regional membesar dan nyeri tekan
Terdapat sekret berbau, tidak mengandung lendir
Terapi
Membersihkan liang telinga
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 4
Tampon antibiotik
Antibiotik Sistemik
3. OTITIS MEDIA AKUT
(Bayu Pratama)
Definisi
Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah . Otitis
Media Akut (OMA) adalah telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan
faring.Otitis Media Akut (OMA) adalah infeksi akut telinga tengah.
Etiologi
Bakteri piogenik seperti streptococcus hemolitiytikus, staphylococcus aureus, pneumokokus, H.
Influenzae, E. Coli, S. anhemolyticus, P. Vulgaris dan P. Aeruginosa.
Penyebab utama Otitis Media Akut (OMA) adalah masuknya bakteri patogenik ke dalam
telinga tengah yang normalnya steril.
Kuman penyebab utama kuman Otitis Media Akut (OMA) adalah bakteri piogenik,
seperti streptococcus hemolitiytikus, staphylococcus aureus, pneumokokus. Selain itu kadang-
kadang ditemukan juga hemofilus influenza, asheria colli, streptococcus anhemolitikus, proteus
vulgaris dan pseudomonas aurugenosa. Hemofilus influenza sering ditemukan pada anak yang
berusia di bawah 5 tahun.
Patofisiologi
Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas menjaga kesterilan
telinga tengah. Faktor penyebab utama adalah sumbatan tuba eustachius sehingga pencegahan
invasi kuman terganggu. Pencetusnya adalah infeksi saluran nafas atas. penyakit ini mudah
terjadi pada bayi karena tuba eustachiusnya pendek, lebar dan letaknya agak horizontal.
Manifestasi Klinis
Gejala klinis OMA tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien. Stadium OMA
berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah. Adapun stadium-stadiumnya adalah sebagai
berikut :
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 5
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius.
Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam
telinga tengah. Karena adanya absorbsi udara kadang-kadang membran timfani
tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi tidak dapat dideteksi. Sukar
dibedakan dengan Otitis media serosa akibat virus atau alergi.
2. Stadium Hiperemis
Tampak pembuluh darah melebar di membran timfani atau seluruh membran
timfani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih
bersifat eksudat serosa sehingga sukar terlihat.
3. Stadium Supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superficial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timfani menyebabkan
membran timfani menonjol ke arah liang telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak
sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat.
4. Stadium Perforasi
Karena pemberian antibiotic yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi,
dapat terjadi rupture membran timfani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah
ke telinga luar. Anak yang semula gelisah menjadi tenang, suhu badan turun dan dapat
tidur nyenyak.
5. Stadium Resolusi
Bila membran timfani tetap utuh, maka keadaan membran timfani perlahan-
lahan akan normal kembali. Bila terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan
akhirnya kering.
Komplikasi OMA
Sebelum adanya antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi mulai dari abses
subperioteal sampai abses otak dan meningitis. Sekarang semua jenis komplikasi tersebut
biasanya didapat pada OMSK.
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 6
Penatalaksanaan
Terapi tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal
ditunjukkan untuk mengobati infeksi saluran nafas dengan pemberian antibiotik, dekongestan
lokal atau sistemik dan antipiretik.
1. Stadium Oklusi
Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba estachius sehingga tekanan negatif di telinga
tengah hilang. Diberikan obat tetes telinga HCl Efedrin 1% dalam larutan fisiologis untuk anak
di atas 12 tahun dan dewasa. Sumber infeksi lokal harus diobati, antibiotic diberikan bila
penyebabnya kuman.
2. Stadium Presupurasi
Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik bila membran timfani sudah terlihat
hiperesmis difusi, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan pemberian antibiotic golongan
penicillin/eritromisin. Jika terdapat resistensi dapat diberikan kombinasi dengan asam
klavulanat/sefalosporin. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Pada anak diberikan
ampisilin 4 x 50-100 mg/kg BB, amoksilin 4 x 40 mg/kg BB/hari atau eritromisin 4 x 40 mg/kg
BB/hari.
3. Stadium Supurasi
Selain antibiotic, pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila membran timfani
masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.
4. Stadium Perforasi
Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat cuci telinga H2O2 3%
selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang
dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.
5. Stadium Resolusi
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 7
Membran timfani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi dan perforasi menutup. Bila
tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu, bila tetap mungkin telah terjadi
mastoiditis.
4. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS
(Anita Sari Putri)
Definisi
Otitis media supuratif kronik ( OMSK ) ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi
membrane timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus-menerus atau hilang timbul, sekret
dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah.
Etiologi dan Patogenesis
Penyebab terbesar otitis media supuratif kronis adalah infeksi campuran bakteri dari meatus auditoris
eksternal , kadang berasal dari nasofaring melalui tuba eustachius saat infeksi saluran nafas atas.
Organisme-organisme dari meatus auditoris eksternal termasuk staphylococcus, pseudomonas
aeruginosa, B.proteus, B.coli dan aspergillus. Organisme dari nasofaring diantaranya streptococcus
viridians (streptococcus A hemolitikus, streptococcus B hemolitikus dan pneumococcus.
Kemungkinan besar proses primer untuk terjadinya OMSK adalah tuba eustachius, telinga tengah dan
sel-sel mastoid. Faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis,
antara lain :
a. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis akibat : 1. Infeksi hidung dan tenggorok yang
kronis atau berulang; 2. Obstruksi anatomic tuba eustachius parsial atau total
b. Perforasi membrane timpani yang menetap
c. Terjadinya metaplasia skuamosa / perubahan patologik menetap lainnya pada telinga tengah
d. Obstruksi terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid
e. Terdapat daerah dengan skuester atau otitis persisten ddi mastoid
f. Faktor konstitusi dasar seperti alergi kelemahan umum atau perubahan mekanisme pertahanan
tubuh.
Patologi
OMSK lebih merupakan penyakit kekambuhan daripada menetap, keadaan ini lebih berdasarkan
waktu dan stadium daripada keseragaman gambaran patologi, ketidakseragaman ini disebabkan oleh
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 8
proses peradangan yang menetap atau kekambuhan disertai dengan efek kerusakan jaringan,
penyembuhan dan pembentukan jaringan parut secara umum gambaran yang ditemukan :
a. Terdapat perforasi membrane timpani dibagian sentral, ukuran bervariasi dari 20 % luas
membrane timpani sampai seluruh membrane dan terkena dibagian-bagian dari annulus.
b. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit. Dalam periode tenang akan nampak normal kecuali
infeksi telah menyebabkan penebalan atau metaplasia mukosa menjadi epitel transisonal.
c. Jaringan tulang2 pendengaran dapat rusak/ tidak tergantung pada berat infeksi sebelumnya
d. Mastoiditis pada OMSK paling sering berawal pada masa kanak-kanak , penumatisasi mastoid
paling aktif antara umur 5 -14 tahun. Proses ini saling terhenti oleh otitis media yang sering.
Bila infeksi kronis terus berlanjut mastoid mengalami proses sklerotik, sehingga ukuran
mastoid berkurang. Antrum menjadi lebih kecil dan penumatisasi terbatas hanya ada sedikit sel
udara saja sekitar antrum.
Klasifikasi
Otitis media supuratif kronis terbagi atas 2 jenis, antara lain yaitu OMSK tipe benigna dan OMSK
tipe maligna. Perforasi peradangan pada OMSK tipe benigna terbatas pada mukosa saja, dan biasanya
tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral dan jarang menimbulkan komplikasi serta tidak
terdapat kolesteatom.
Sedangakan tipe maligna disertai terbentuknya kolesteatom yaitu epitel skuamosa yang bersifat
osteolitik. Perforasi pada OMSK tipe maligna letaknya marginal atau atik, kadang terdapat juga
OMSK dengan perforasi subtotal. Sebagian besar menimbulkan komplikasi yang bahaya atau fatal.
Tanda Dan Gejala
a. OMSK Tipe Benigna
Gejalanya berupa discharge mukoid yang tidak terlalu berbau busuk , ketika pertama kali
ditemukan bau busuk mungkin ada tetapi dengan pembersihan dan penggunaan antibiotiklokal
biasanya cepat menghilang, discharge mukoid dapat konstan atau intermitten.
Gangguan pendengaran konduktif selalu didapat pada pasien dengan derajat ketulian
tergantung beratnya kerusakan tulang2 pendengaran dan koklea selama infeksi nekrotik akut
pada awal penyakit.
Perforasi membrane timpani sentral sering berbentuk seperti ginjal tapi selalu meninggalkan
sisa pada bagian tepinya . Proses peradangan pada daerah timpani terbatas pada mukosa
sehingga membran mukosa menjadi berbentuk garis dan tergantung derajat infeksi membran
mukosa dapat tipis dan pucat atau merah dan tebal, kadang suatu polip didapat tapi
mukoperiosteum yang tebal dan mengarah pada meatus menghalangi pandangan membrane
timpani dan telinga tengah sampai polip tersebut diangkat. Discharge terlihat berasal dari
rongga timpani dan orifisium tuba eustachius yang mukoid da setelah satu atau dua kali
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 9
pengobatan local abu busuk berkurang. Cairan mukus yang tidak terlalu bau datang dari
perforasi besar tipe sentral dengan membrane mukosa yang berbentuk garis pada rongga
timpani merupakan diagnosa khas pada omsk tipe benigna.
b. OMSK Tipe Maligna Dengan Kolesteatom
Sekret pada infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, sekret yang sangat bau dan berwarna
kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga terlihat keeping-keping kecil, berwarna putih
mengkilat.
Gangguan pendengaran tipe konduktif timbul akibat terbentuknya kolesteatom bersamaan juga
karena hilangnya alat penghantar udara pada otitis media nekrotikans akut. Selain tipe
konduktif dapat pula tipe campuran karena kerusakan pada koklea yaitu karena erosi pada
tulang-tulang kanal semisirkularis akibat osteolitik kolesteatom.
Tatalaksana
Prinsip terapi OMSK tipe benigna ialah konstervatif atau dengan medika mentosa. Bila sekret yang
keular terus-menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3 % selama 3 – 5
hari. Setelah sekret berkurang terapi dilanjutkan dengan obat tetes telinga yang mengandung
antibiotic dan kortikosteroid, kultur dan tes resisten penting untuk perencanaan terapi karena dapat
terjadi strain-strain baru seperti pseudomonas atau puocyaneous.
Infeksi pada kolesteatom sukar diobati sebab kadar antibiotic dalam kantung yang terinfeksi tidak
bias tinggi. Pengangkatan krusta yang menyumbat drainage sagaat membantu. Granulasi pada
mukosa dapat diobati dengan larutan AgNo3 encer (5-100%) kemudian dilanjutkan dengan
pengolesan gentian violet 2 %. Untuk mengeringkan sebagai bakterisid juga berguna untuk otitis
eksterna dengan otorhea kronik.
Cara terbaik mengangkat polip atau masa granulasi yang besar, menggunakan cunam pengait dengan
permukaan yang kasar diolesi AgNo3 25-50 % beberapa kali, selang 1 -2 minggu. Bila idak dapat
diatasi , perlu dilakukan pembedahan untuk mencapai jaringan patologik yang irreversible. Konsep
dasar pembedahan adalah eradikasi penyakit yang irreversible dan drainase adekwat, rekontruksi dan
operasi konservasi yang memungkinkan rehabilitasi pendengaran sempurna pada penyakit telinga
kronis.
Komplikasi Dan Prognosis
a. OMSK tipe benigna :
OMSK tipe benigna tidak menyerang tulang sehingga jarang menimbulkan komplikasi, tetapi
jika tidak mencegah invasi organisme baru dari nasofaring dapat menjadi superimpose otitis
media supuratif akut eksaserbsi akut dapat menimbulkan komplikasi dengan terjadinya
tromboplebitis vaskuler.
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 10
Prognosis dengan pengobatan local, otorea dapat mongering. Tetapi sisa perforasi sentral yang
berkepanjangan memudahkan infeski dari nasofaring atau bakteri dari meatus eksterna
khususnya terbawa oleh air, sehingga penutupan membrane timpani disarankan.
b. OMSK tipe maligna :
Komplikasi dimana terbentuknya kolesteatom berupa :
Erosi canalis semisirkularis
Erosi canalis tulang
Erosi tegmen timpani dan abses ekstradural
Erosi pada permukaan lateral mastoid dengan timbulnya abses subperiosteal
Erosi pada sinus sigmoid
Prognosis kolesteatom yang tidak diobati akan berkembang menjadi meningitis, abses otak,
paresis fasialis atau labirintis supuratif yang semuanya fatal. Sehingga OMSK type maligna
harus diobati secara aktif sampai proses erosi tulang berhenti.
5. FARINGITIS
(Angga Ario Mutari)
Definisi
Faringitis adalah suatu peradangan pada tenggorokan (faring) yang biasanya disebabkan oleh
infeksi akut.
Etiologi
Biasanya disebabkan oleh bakteri streptokokus grup A. Namun bakteri lain seperti n.
gonorrhoeae, c. diphtheria, h. influenza juga dapat menyebabkan faringitis. Apabila
disebabkan oleh infeksi virus biasanya oleh rhinovirus, adenovirus, parainfluenza virus dan
coxsackie virus.
Gejala dan tanda
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 11
Yang sering muncul pada faringitis adalah: 1. Nyeri tenggorokan dan nyeri menelan; 2. Tonsil
(amandel) yang membesar; 3. Selaput lendir yang melapisi faring mengalami peradangan berat atau
ringan dan tertutup oleh selaput yang berwarna keputihan atau mengeluarkan nanah; 4. Demam; 5.
Pembesaran kelenjar getah bening di leher; 6. Peningkatan jumlah sel darah putih; 7. Gejala
tersebut bisa ditemukan pada infeksi karena virus maupun bakteri, tetapi lebih merupakan gejala khas
untuk infeksi karena bakteri.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan terhadap apus tenggorokan
Skrining terhadap bakteri streptokokus
leukositosis
Pengobatan
Tatalaksana Umum
Istirahat cukup
Pemberian nutrisi dan cairan yang cukup
Pemberian obat kumur dan obat hisap pada anak yang lebih besar untuk mengurangi
nyeri tenggorok
Pemberian antipiretik, dianjurkan parasetamol atau ibuprofen
Terapi Antibiotik
Pemberian antibiotik harus berdasarkan gejala klinis dugaan faringitis streptokokus dan
diharapkan didukung hasil Rapid antigen detection test dan/atau kultur positif dari usap
tenggorok.
Tujuan : untuk menangani fase akut dan mencegah gejala sisa.
Antibiotik empiris dapat diberikan pada anak dengan klinis mengarah ke faringitis
streptokokus, tampak toksik dan tidak ada fasilitas pemeriksaan laboratorium
Golongan penisilin (pilihan utk faringitis streptokokus)
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 12
a. penisilin V oral 15-30 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis selama 10 hari atau
b. Amoksisilin 50mg/kgBB/hari dibagi 2 selama 6 hari.
Bila alergi penisilin dapat diberikan
a. Eritromisin etil suksinat 40 mg/kgBB/hari atau
b. Eritromisin estolat 20-40 mg/kgBB/hari dengan pemberian 2,3 atau 4 kali perhari
selama 10 hari.
c. Makrolid baru misalnya azitromisin dosis tunggal 10 mg/kgBB/hari selama 3 hari
Tidak dianjurkan: antibiotik golongan sefalosporin generasi I dan II karena resiko
resistensi lebih besar.
Jika setelah terapi masih didapatkan streptokokus persisten, perlu dievaluasi :
a. Kepatuhan yang kurang
b. Adanya infeksi ulang
c. Adanya komplikasi misal: abses peritonsilar
d. Adanya kuman beta laktamase.
Penanganan faringitis streptokokus persisten :
a. Klindamisin oral 20-30 mg/kgBB/hari (10 hari) atau
b. Amoksisilin clavulanat 40 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis selama 10 hari atau
c. Injeksi benzathine penicillin G intramuskular, dosis tunggal 600.000 IU (BB<30 kg)
atau 1.200.000 IU (BB>30 kg).
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 13
6. E
7. SINUSITIS
(Rizki Putra Amanda)
Anatomi Sinus
Sinus paranasal te rdiri dari sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoidalis dan sinus sfenoid.
a. Sinus maksila
Merupakan sinus terbesar, berbentuk piramid. Secara klinis, dasar sinus maksila sangat
berdekatan dengan akar gigi rahang atas yaitu premolar, molar dan kadang caninus. Akar-akar
gigi ini terkadang menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi pada gigi dapat mengakibatkan
sinusitis Dentogen. Sinusitis pada maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita.
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 14
b. Sinus Frontal
Sinus frontal terletak di os. Frontal, antara kiri dan kanan tidak simetris. Sinus frontal kiri dan
kanan dipisahkan dengan septum yang terletak digaris tengah. Sinus ini bersekat-sekat dan
berlekuk-lekuk. Tidak adanya septum dan lekukan sinus ini pada foto rontgen mengindikasikan
adanya infeksi.
c. Sinus etmoid
Sinus berongga-rongga, terdiri dari sel yang menyerupai sarang tawon, berdasarkan letaknya,
sinus ini terbagi menjadi sinus etmoidalis anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus
etmoid pisterior yang bermuara di metaus superior.
d. Sinus sfenoid
Terletak di belakang sinus etmoidalis posterior. Terbagi dua oleh sekat yang disebut septum
intersfenoid. Sebelah superior terdapat fosa serebri media, inferiornya berbatasan dengan atap
nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan a. Karotis interna dan sebelah
posterior berbatasan dengan pons otak.
Fungsi sinus
a. Sebagai pengatur kondisi udara
b. Sebagai penahan suhu
c. Membantu keseimbangan kepala
d. Membantu resonansi suara
e. Sebagai peredam perubahan tekanan udara
f. Membantu produksi mukus
Definisi
Inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai rinitis (rinosinusitis). Sinus yang paling sering
terkena adalah sinus etmoidalis dan maksila. Jika mengenai beberapa sinus disebut multisinus, jika
hanya satu disebut pansinus.
Etiologi dan Faktor Predisposisi
Antaralain: ISPA akibat virus, rinitis terutama rinitis alergika, polip hidung, kelainan anatomi seperti
deviasi septum atau hipertrofi konka, infeksi tonsil, infeksi gigi, sumbatan kompleks ostio-metal,
lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok.
Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kinerja mukosiliar di dalam
Kompleks Ostio-Metal. Jika terdapat gangguan pada KOM seperti edema ostium tersumbat
tekanan negatif pada rongga sinus transudasi serous rinosinusitis non bakteri dapat sembuh
sendiri tanpa pengobatan.
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 15
Bila kondisi menetap sekret terus terbentuk media tumbuh ideal untuk bakteri sekret berubah
menjadi mukopurulen rinosinusitis akut bakteri yang membutuhkan terapi antibiotik
Klasifikasi
Konsensus tahun 2004, membagi menjadi: 1. Akut, onset < 4 minggu; 2. Subakut, onset 4 minggu –
3 bulan; 3. Kronik, onset > 3 bulan. Bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut Streptococcus
pneumonia, Heamophylus influenza, Moraxella catarrhalis. Pada sinusitis kronik umumnya adalah
bakteri gram negatif dan anearob.
Gejala Sinusitis
Keluhan utama sinusitis akut adalah hidung tersumbat disertai nyeri pada wajah, ingus purulen
seringkali turun ke tenggorokan (post nasal drip), anosmia, sakit kepala. Keluhan nyeri atau rasa
tekanan di pipi disertai nyeri alih ke gigi dan telinga sinusitis maksila, nyeri diantara dua mata atau
di belakang mata sinusitis etmoidalis, nyeri di dahi dan seluruh kepala sinusitis frontalis, nyeri
di verteks, oksipital, dan daerah mastoid sinusitis sfenoid.
Diagnosis
Anamnesis keluhan, Pemeriksaan Fisis tanda klinis, Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan fisis dengan rinoskopi anterior edema dan hiperemis pada mukosa dan
pembengkakan pada konka media, pada transiluminasi didapat sinus yang sakit suram dan gelap.
Pemeriksaan penunjang: 1. Rontgen posisi Waters, Lateral- PA perselubungan serta air fluid level.
2. CT Scan merupakan Gold Standard diagnosis sinusitis.
Terapi
Prinsip terapi mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi, mencegah konversi menjadi
kronik.
Antibiotik, sebaiknya dilakukan pemeriksaan mikrobiologi dan uji resistensi. Gunakan golongan
penisilin (amoxicilin), jika telah ditemukan resistensi dapat digunakan gologan sefalosporin generasi
kedua.
Dekongestan oral dan topikal untuk mengurangi pembengkakan pada mukosa dan memudahkan
drainase. Dapat diberikan analgetik, mukolitik, steroid.
Tindakan Operatif
Indikasi sinusitis kronik yang tidak berespon dengan terapi adekuat, adanya komplikasi sinus, disertai
polip ekstensif.
Komplikasi
Kelainan orbita edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiosteal, abses orbita, dan trombosis
sinus kevernosus.
Kelainan intrakranial meningitis, abses ekstradural, abses subdural.
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 16
8. TONSILITIS
(Bayu Pratama)
Pengertian
Tonsilitis merupakan peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh bakteri atau kuman
streptococcusi beta hemolyticus, streptococcus viridans dan streptococcus pyogenes dapat
juga disebabkan oleh virus, pada tonsilitis ada dua yaitu :
1.Tonsillitis akut
Tonsilitis akut dengan gejala tonsil membengkak dan hiperemis permukaan nya yang
diliputi eksudat berwarna putih kekuning- kuningan.
Dibagi lagi menjadi 2, yaitu :
a. Tonsilitis viral
Ini lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab
paling tersering adalah virus Epstein Barr.
b. Tonsilitis Bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A stereptococcus beta hemoliticus
yang dikenal sebagai strept throat, pneumococcus, streptococcus viridian dan streptococcus
piogenes. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mulai mati.
Dari kedua Tonsilitis viral dan Tonsilitis Bakterial dapat meenimbulkan gejala perkembangan
lanjut tonsillitis akut yaitu :
Tonsilitis folikularis dengan gejala tonsil membengkak dan hiperemis dengan
permukaannya berbentuk bercak putih yang mengisi kripti tonsil yang disebut detritus.
Detritus ini terdiri dari leukosit, epitel yang terlepas akibat peradangan, dan sisa-sisa makanan
yang tersangkut.
Infiltrat peritonsiler dengan gejala perkembangan lanjut dari tonsiitis akut.
Perkembangan ini sampai ke palatum mole, tonsil menjadi terdorong ke tengah, rasa nyeri
yang sangat hebat , air liur pun tidak bisa di telan. Apabila dilakukan aspirasi di tempat
pembengkakan di dekat palatum mole akan keluar darah.
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 17
Abses peritonsil dengan gejala perkembangan lanjut dari infiltrat peritonsili. Dan
gejala klinis sama dengan infiltrat perintonsiler. Apabila dilakukan aspirasi di tempat
pembengkakan di dekat palatum mole akan keluar nanah.
2. Tonsilitis membranosa
Tonsilitis membranosa dengan gejala eksudat yang menutupi permukaan tonsil yang
membengkak tersebut meluas menyerupai membran. Membran ini biasanya mudah diangkat
atau di buang dan berwarna putih kekuning- kuningan.
Tonsilitis lakunaris dengan gejala bercak yang berdekatan, bersatu dan mengisis lakuna
permukaan tonsil.
a. Tonsilitis Difteri
Penyebabnya yaitu oleh kuman Coryne bacterium diphteriae, kuman yang termasuk
Gram positif dan hidung di saluran napas bagian atas yaitu hidung, faring dan laring.
b. Tonsilitis Septik
Penyebab streptococcus hemoliticus yang terdapat dalam susu sapi sehingga
menimbulkan epidemi. Oleh karena di Indonesia susu sapi dimasak dulu dengan cara
pasteurisasi sebelum diminum maka penyakit ini jarang ditemukan.
3. Angina Plout Vincent
Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema yang didapatkan pada
penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C. Gejala berupa demam
sampai 39° C, nyeri kepala, badan lemah dan kadang gangguan pecernaan.
Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis ialah rangsangan yang menahun dari
rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca kelemahan fisik
dan pengobatan tonsilitis yang tidak adekuat kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut
tetapi kadang-kadang kuman berubah menjadi kuman golongan gram negatif.
Patofisiologi
Penyebab terserang tonsilitis akut adalah streptokokus beta hemolitikus grup A.
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 18
Bakteri lain yang juga dapat menyebabkan tonsilitis akut adalah Haemophilus influenza dan
bakteri dari golongan pneumokokus dan stafilokokus. Virus juga kadang – kadang ditemukan
sebagai penyebab tonsilitis akut.
1. Pada Tonsilitis Akut
Penularan terjadi melalui droplet dimana kuman menginfiltrasi lapisan Epitel
kemudian bila Epitel ini terkikis maka jaringan Umfold superkistal bereaksi dimana terjadi
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfo nuklear.
2. Pada Tonsilitif Kronik
Terjadi karena proses radang berulang maka Epitel mukosa dan jaringan limpold
terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limpold, diganti oleh jaringan parut.
Jaringan ini akan mengerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan di
isi oleh detritus proses ini meluas hingga menembus kapsul dan akhirnya timbul purlengtan
dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris.
Jadi tonsil meradang dan membengkak, terdapat bercak abu – abu atau kekuningan
pada permukaannya, dan jika berkumpul maka terbentuklah membran. Bercak – bercak
tersebut sesungguhnya adalah penumpukan leukosit, sel epitel yang mati, juga kuman –
kuman baik yang hidup maupun yang sudah mati.
Manisfestasi Klinis
Keluhan pasien biasanya berupa nyeri tenggorokan, sakit menelan, dan kadang –
kadang pasien tidak mau minum atau makan lewat mulut. Penderita tampak loyo dan
mengeluh sakit pada otot dan persendian. Biasanya disertai demam tinggi dan napas yang
berbau, yaitu: Suhu tubuh naik sampai 40 oC, rasa gatal atau kering ditenggorokan,lesu,nyeri
sendi, odinofagia, anoreksia dan otolgia,bila laring terkena suara akan menjadi serak,tonsil
membengkak dan pernapasan berbau.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosa tonsilitis
akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi : Leukosit : terjadi peningkatan, Hemoglobin
: terjadi penurunan, Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas obat,
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 19
audiometri : adenoid terinfeksi,kultur dan uji resistensi bila perlu kultur dan uji resistensi
kuman dari sediaan apus tonsil.
Penatalaksanaan Medis
Sebaiknya pasien tirah baring. Cairan harus diberikan dalam jumlah yang cukup, serta
makan – makanan yang berisi namun tidak terlalu padat dan merangsang tenggorokan.
Analgetik diberikan untuk menurunkan demam dan mengurangi sakit kepala. Di pasaran
banyak beredar analgetik (parasetamol) yang sudah dikombinasikan dengan kofein, yang
berfungsi untuk menyegarkan badan.
Jika penyebab tonsilitis adalah bakteri maka antibiotik harus diberikan. Obat pilihan
adalah penisilin. Kadang – kadang juga digunakan eritromisin. Idealnya, jenis antibiotik yang
diberikan sesuai dengan hasil biakan. Antibiotik diberikan antara 5 sampai 10 hari.
Jika melalui biakan diketahui bahwa sumber infeksi adalah Streptokokus beta
hemolitkus grup A, terapi antibiotik harus digenapkan 10 hari untuk mencegah kemungkinan
komplikasi nefritis dan penyakit jantung rematik. Kadang – kadang dibutuhkan suntikan
benzatin penisilin 1,2 juta unit intramuskuler jika diperkirakan pengobatan orang tidak
adekuat.
Terapi obat lokal untuk hegiene mulut dengan obat kumur atau obat isap.
Antibiotik golongan penisilin atau sulfonamida selama 5 hari.
Antipiretik.
Obat kumur atau obat isap dengan desinfektan.
Bila alergi pada penisilin dapat diberikan eritromisin atau klindamigin.
a) Jika penyebabnya bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut) selama 10 hari,
jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk suntikan.
b) Pengangkatan tonsil (tonsilektomi) dilakukan jika :
Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih / tahun.
Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2 tahun.
Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 3 tahun.
Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.
Hemoragi
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 20
Merupakan komplikasi potensial setelah tonsilektomi. Jika pasien memuntahkan
banyak darah dengan warna yang berubah atau dengan warna merah terang pada interval yang
sering, atau bila frekuensi nadi dan pernapasan meningkat dan pasien gelisah, segera beritahu
dokter bedah. Siapkan alat yang digunakan untuk memeriksa tempat operasi terhadap
pendarahan : sumber cahaya, cermin, kasa, hemostat lengkung, dan basin pembuang. Kadang,
akan berguna jika dilakukan menjahit atau meligasi pembuluh yang berdarah. Jika tidak
terjadi pendarahan lebih lanjut , beri pasien es dan sesapan es. Pasien diinstruksikan untuk
tidak banyak bicara dan batuk karena dapat menyebabkan nyeri tenggorok.
Bilas mulut alkalin dan larutan normal salinhangatà mengatasi lendir kental yang
mungkin ada setelah operasi tonsilektomi ( masih dipertanyakan keefektivitasannya).
Diet cairan atau semicari beberapa hari . Serbat dan gelatin adalh makanan yang dapat
diberikan . Makanan yang harus dihindari adalah makanan pedas, dingin, panas, asam, atau
mentah. Makanan yang dibatasi adalah makanan yang cenderung meningkatkan mukus yang
terbentuk misanya susu dan produk lunak (es krim).
Pendidikan yang dapat diberikan kepada pasien dan keluarga adalah tentang tanda dan gejala
hemoragi. Biasanya tanda dan gejala muncul 12-24 jam pertama. Paien diinstruksikan untuk
melapor setiap pendarahan yang terjadi.
c) Pasca operasi
Pemantauan keperawatan kontinu diperlukan pada pasca operasi segera
Periode pemulihan karena risiko signifikan hemoragi
Kepala dimiringkan kesampingà memungkinkan drainase dari mulut dan
faring memberi kenyamanan posisi
Napas oral dilepaskan à jika menunjukkan reflek menelan
· Collar es dipasang pada leher, dan basin serta tisu disiapkanàekspectorasi darah dan
lendir
d) Analgetik
e) Antipiretik
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 21
9. Polip Nasal
(Anita Sari Putri)
Definisi
Polip nasi adalah massa lunak yang tumbuh di dalam rongga hidung. Kebanyakan polip berwarna
putih bening atau keabu – abuan, mengkilat, lunak karena banyak mengandung cairan (polip
edematosa). Polip yang sudah lama dapat berubah menjadi kekuning – kuningan atau kemerah –
merahan, suram dan lebih kenyal (polip fibrosa)
Etiologi
Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi alergi pada mukosa
hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum diketahui dengan pasti tetapi ada
keragu – raguan bahwa infeksi dalam hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan
dengan adanya polip.
Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain :
Alergi terutama rinitis alergi.
Sinusitis kronik.
Iritasi.
Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi konka
Patogenesis
Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat di daerah meatus
medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi
polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian akan turun
ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk polip.
Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama. Penyebab tersering adalah sinusitis
kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu yang lama, vasodilatasi lama dari pembuluh darah
submukosa menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi ireguler dan terdorong ke sinus dan
pada akhirnya membentuk suatu struktur bernama polip. Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian
sinus etmoid. Setelah polip terrus membesar di antrum, akan turun ke kavum nasi. Hal ini terjadi
karena bersin dan pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami oleh orang yang mempunyai
riwayat rinitis alergi karena pada rinitis alergi. Begitu sampai dalam kavum nasi, polip akan terus
membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus media.
Gejala klinis
Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di hidung. Sumbatan ini tidak
hilang – timbul dan makin lama semakin berat keluhannya. Pada sumbatan yang hebat dapat
menyebabkan gejala hiposmia atau anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus paranasal, maka sebagai
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 22
komplikasinya akan terjadi sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan rinore. Bila penyebabnya
adalah alergi, maka gejala yang utama ialah bersin dan iritasi di hidung.
Pada rinoskopi anterior polip hidung seringkali harus dibedakan dari konka hidung yang menyerupai
polip (konka polipoid). Perbedaan antara polip dan konka polipoid ialah:
Polip : 1. Bertangkai; 2. Mudah digerakkan; 3. Konsistensi lunak; 4. Tidak nyeri bila ditekan; 5.
Tidak mudah berdarah; 6. Pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin) tidak mengecil
Diagnosis
Anamnesis Keluhan utamanya adalah hidung terasa tersumbat dari yang ringan sampai yang berat,
rinore mulai yang jernih sampai purulen, hiposmia atau anosmia. Mungkin disertai bersin-bersin, rasa
nyeri pada hidung disertai sakit kepala daerah frontal. Bila disertai infeksi sekunder mungkin didapati
post nasal drip dan rinore purulen. Gejala sekunder ialah bernafas melalui mulut, suara sengau,
halitosis, gangguan tidur, dan penurunan kualitas hidup.
Pemeriksaan fisik Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga
hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat
sebagai massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan.
Pembagian stadium polip menurut Mackay dan Lund, yaitu:
Stadium 1 : polip masih terbatas di meatus medius.
Stadium 2 : polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tapi belum
memenuhi rongga hidung.
Stadium 3 : polip yang masif.
Nasoendoskopi Polip stadium 1 dan 2 kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior
tetapi tampak dengan pemriksaan nasoendoskopi. Pada polip koanal juga sering dapat dilihat tangkai
polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila.
Radiologi Foto polos sinus paranasal dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas
udara-cairan didalam sinus tetapi kurang bermanfaat pada kasus polip. Pemeriksaan tomografi
komputer (TK, CT scan) sangat bermanfaat untuk melihat jelas keadaan hidung dan sinus paranasal
apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan hidung.
Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan menghilangkan keluhan-keluhan, mencegah komplikasi dan mencegah
rekurensi polip.
Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi-medikamentosa.
Dapat diberikan topikal atau sistemik. Polip tipe eosinofilik memberikan respons yang lebih baik
terhadap pengobatan kortikosteroid intranasal dibandingkan polip tipe neutrofilik.
Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang sangat masif
dipertimbangan untuk terapi bedah. Dapat dilakukan ekstraksi polip (polipektomi) menggunakan
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 23
senar polip atau cunam dengan analgesi lokal, etmoidektomi intranasal atau ethmoidektomi
ekstranasal untuk polip ethmoid, operasi Caldwell-Luc untuk sins maksila. Yang terbaik ialah bila
tersedia fasilitas endoskop maka dapat dilakukan tindakan BSEF (Bedah sinus Endoskopi
Fungsional).
Prognosis
Polip hidung sering tumbuh kembali, oleh karena itu pengobatannya juga perlu ditujukan kepada
penyebabnya, misalnya alergi. Terapi yang paling ideal pada rinitis alergi adalah menghindari kontak
dengan alergen penyebab dan eliminasi. Secara medikamentosa, dapat diberikan antihistamin dengan
atau tanpa dekongestan yang berbentuk tetes hidung yang bisa mengandung kortikosteroid atau tidak.
Dan untuk alergi inhalan dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung lama dapat dilakukan
imunoterapi dengan cara desensitisasi dan hiposensitisasi, yang menjadi pilihan apabila pengobatan
cara lain tidak memberikan hasil yang memuaskan.
10. LARINGITIS
(Angga Ario Mutari)
Definisi
Laringitis akut adalah radang akut laring yang disebabkan oleh virus dan bakteri yang berlangsung
kurang dari 3 minggu dan pada umumnya disebabkan oleh infeksi virus influenza (tipe A dan B),
parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus dan adenovirus. Penyebab lain adalah Haemofilus influenzae,
Branhamella catarrhalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus dan Streptococcus
pneumoniae.
Etiologi
Laringitis akut ini dapat terjadi dari kelanjutan infeksi saluran nafas seperti influenza atau
common cold. infeksi virus influenza (tipe A dan B), parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus dan
adenovirus. Penyebab lain adalah Haemofilus influenzae, Branhamella catarrhalis,
Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae.
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 24
Penyakit ini dapat terjadi karena perubahan musim / cuaca
Pemakaian suara yang berlebihan
Trauma
Bahan kimia
Merokok dan minum-minum alkohol
Alergi
Patofisiologi
Hampir semua penyebab inflamasi ini adalah virus. Invasi bakteri mungkin sekunder. Laringitis
biasanya disertai rinitis atau nasofaringitis. Awitan infeksi mungkin berkaitan dengan pemajanan
terhadap perubahan suhu mendadak, defisiensi diet, malnutrisi, dan tidak ada immunitas. Laringitis
umum terjadi pada musim dingin dan mudah ditularkan. Ini terjadi seiring dengan menurunnya daya
tahan tubuh dari host serta prevalensi virus yang meningkat. Laringitis ini biasanya didahului oleh
faringitis dan infeksi saluran nafas bagian atas lainnya.
Hal ini akan mengakibatkan iritasi mukosa saluran nafas atas dan merangsang kelenjar mucus untuk
memproduksi mucus secara berlebihan sehingga menyumbat saluran nafas. Kondisi tersebut akan
merangsang terjadinya batuk hebat yang bisa menyebabkan iritasi pada laring. Dan memacu
terjadinya inflamasi pada laring tersebut. Inflamasi ini akan menyebabkan nyeri akibat pengeluaran
mediator kimia darah yang jika berlebihan akan merangsang peningkatan suhu tubuh.
Gejala Klinis
Gejala lokal seperti suara parau dimana digambarkan pasien sebagai suara yang kasar atau suara
yang susah keluar atau suara dengan nada lebih rendah dari suara yang biasa / normal dimana
terjadi gangguan getaran serta ketegangan dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan
sehingga menimbulkan suara menjada parau bahkan sampai tidak bersuara sama sekali (afoni).
Sesak nafas dan stridor
Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menalan atau berbicara.
Gejala radang umum seperti demam, malaise
Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental
Gejala commmon cold seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan, sumbatan
hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan demam dengan temperatur yang tidak
mengalami peningkatan dari 38 derajat celsius.
Gejala influenza seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan, sumbatan hidung
(nasal congestion), nyeri kepala, batuk, peningkatan suhu yang sangat berarti yakni lebih dari 38
derajat celsius, dan adanya rasa lemah, lemas yang disertai dengan nyeri diseluruh tubuh .
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 25
Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukasa laring yang hiperemis, membengkak terutama
dibagian atas dan bawah pita suara dan juga didapatkan tanda radang akut dihidung atau sinus
paranasal atau paru
Obstruksi jalan nafas apabila ada udem laring diikuti udem subglotis yang terjadi dalam beberapa
jam dan biasanya sering terjadi pada anak berupa anak menjadi gelisah, air hunger, sesak
semakin bertambah berat, pemeriksaan fisik akan ditemukan retraksi suprasternal dan
epigastrium yang dapat menyebabkan keadaan darurat medik yang dapat mengancam jiwa anak.
Pemeriksaan Penunjang
Foto rontgen leher AP : bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis (Steeple sign). Tanda ini
ditemukan pada 50% kasus.
Pemeriksaan laboratorium : gambaran darah dapat normal. Jika disertai infeksi sekunder, leukosit
dapat meningkat.
Pada pemeriksaan laringoskopi indirek akan ditemukan mukosa laring yang sangat sembab,
hiperemis dan tanpa membran serta tampak pembengkakan subglotis yaitu pembengkakan
jaringan ikat pada konus elastikus yang akan tampak dibawah pita suara.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Diagnosa Banding
Benda asing pada laring, Faringitis, Bronkiolitis, Bronkitis, Pnemonia
Penatalaksanaan
Umumnya penderita penyakit ini tidak perlu masuk rumah sakit, namun ada indikasi masuk rumah
sakit apabila : 1. Usia penderita dibawah 3 tahun; 2. Tampak toksik, sianosis, dehidrasi atau
axhausted; 3. Diagnosis penderita masih belum jelas; 4. Perawatan dirumah kurang memadai
Terapi
1. Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari
2. Jika pasien sesak dapat diberikan O2 2 l/ menit
3. Istirahat
4. Menghirup uap hangat dan dapat ditetesi minyak atsiri / minyak mint bila ada muncul sumbatan
dihidung atau penggunaan larutan garam fisiologis (saline 0,9 %) yang dikemas dalam bentuk
semprotan hidung atau nasal spray
5. Medikamentosa : Parasetamol atau ibuprofen / antipiretik jika pasien ada demam, bila ada
gejala pain killer dapat diberikan obat anti nyeri / analgetik, hidung tersumbat dapat diberikan
dekongestan nasal seperti fenilpropanolamin (PPA), efedrin, pseudoefedrin, napasolin dapat
diberikan dalam bentuk oral ataupun spray.Pemberian antibiotika yang adekuat yakni :
ampisilin 100 mg/kgBB/hari, intravena, terbagi 4 dosis atau kloramfenikol : 50 mg/kgBB/hari,
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 26
intra vena, terbagi dalam 4 dosis atau sefalosporin generasi 3 (cefotaksim atau ceftriakson) lalu
dapat diberikan kortikosteroid intravena berupa deksametason dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari
terbagi dalam 3 dosis, diberikan selama 1-2 hari.
6. Pengisapan lendir dari tenggorok atau laring, bila penatalaksanaan ini tidak berhasil maka dapat
dilakukan endotrakeal atau trakeostomi bila sudah terjadi obstruksi jalan nafas.
7. Pencegahan : Jangan merokok, hindari asap rokok karena rokok akan membuat tenggorokan
kering dan mengakibatkan iritasi pada pita suara, minum banyak air karena cairan akan
membantu menjaga agar lendir yang terdapat pada tenggorokan tidak terlalu banyak dan mudah
untuk dibersihkan, batasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah tenggorokan kering.
jangan berdehem untuk membersihkan tenggorokan karena berdehem akan menyebabkan
terjadinya vibrasi abnormal pada pita suara, meningkatkan pembengkakan dan berdehem juga
akan menyebabkan tenggorokan memproduksi lebih banyak lendir.
Prognosis
Prognosis untuk penderita laringitis akut ini umumnya baik dan pemulihannya selama satu minggu.
Namun pada anak khususnya pada usia 1-3 tahun penyakit ini dapat menyebabkan udem laring dan
udem subglotis sehingga dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas dan bila hal ini terjadi dapat
dilakukan pemasangan endotrakeal atau trakeostomiaik
11. D
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 27
12. EPISTAKSIS
(Rizki Putra Amanda)
Definisi
Perdarahan melalui hidung, sering merupakan manifestasi dari penyakit lain. Derajat keparahan dari
ringan hingga berat.
Etiologi
a. Trauma (mengorek hidung, benturan, bersin)
b. Kelainan pembuluh darah (pembuluh darah lebih tipis, sel penyusun lebih sedikit)
c. Infeksi local (infeksi non spesifik rhinitis, sinusitis, infeksi spesifik rhinitis jamur,
tuberculosis, lupus, sifilis, lepra)
d. Tumor (hemangioma, karsinoma, angiofibroma)
e. Penyakit Kardiovaskular (hipertensi, arteriosklerosis, nefritis kronik, sirosis hepatis)
f. Kelainan darah (Hemofilia, Leukemia, trombositopenia, Von Willenbrand disease)
g. Infeksi sistemik (DBD, tifoid, influenza, morbili)
h. Cuaca yang sangat kering dan dingin
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 28
Sumber Perdarahan
a. Epistaksis Anterior
Berasal dari Pleksus Kisselbach di septum anterior atau dari arteri etmoidalis anterior.
Perdarahan ringan, terjadi karena kebiasaan mengorek hidung.
b. Epistaksis Posterior
Berasal dari arteri etmoidalis posterior atau arteri sfenopalatina. Perdarahan lebih hebat, sering
ditemukan pada pasien hipertensi, arteriosklerosis dan lain-lain
Tatalaksana
Prinsip Tatalaksana:
a. Perhatikan Keadaan Umum
Evaluasi tanda vital (bila dibutuhkan siapkan IV line dan Suction)
b. Tentukan Sumber Perdarahan
c. Hentikan Perdarahan
Epistaksis Anterior
Lakukan penekanan pada hidung 5-10 menit
Kauterisasi dengan Nitrat Argenti (25-30%)
Pemasangan tampon anterior
Dibuat dari kapas atau kasa, diberikan vaselin atau salep antibiotik (agar tidak
menimbulkan perdarahan baru). Tampon dimasukkan 2-4 buah, disusun agar menekan
sumber perdarahan. Dipertahankan 2x24 jam jika berlanjut pasang tampon baru.
Epistaksis Posterior
Dilakukan pemasangan tampon Bellocq. Terbuat dari kasa padat berbentuk kubus atau bulat
dengan diameter 3 cm. terikat 3 utas benang, 2 buah pada satu sisi dan sebuah pada sisi
lainnya.
Cara Pemasangan
Gunakan kateter folley ukuran kecil masukkan melalui hidung tampak di oropharinx
tarik keluar ikat ujung tampon dengan 2 utas benang tampon tarik kateter dan dorong
tampon dengan telunjuk hingga melewati palatum mole ikat kedua utas tali dengan kasa
gulung di depan nares anterior dan satu benang difiksasi pada pipi pasien.
d. Identifikasi Etiologi
Komplikasi
Terutama pada perdarahan berat
Aspirasi darah ke saluran napas
Syok, hipotensi, hipoksia, anemia, gagal ginjal akut, iskemia serebri dibutuhkan IV line dan
transfusi darah
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 29
Infeksi melalui pembuluh darah yang terbuka
Pemasangan tampon rino-sinusitis, otitis media, septicemia harus selalu diberikan
antibiotik pada tampon dan diganti setelah 2 hari
Hemotimpanum darah masuk melalui tuba eustachius
Bloody tears aliran retrograde ductus nasolacrimal
Tampon Bellocq laserasi palatum mole
13. TULI KONDUKTIF DAN TULI SENSORINEURAL
(Bayu Pratama)
TULI KONDUKTIF
Definisi
Tuli Konduktif atau Conductive Hearing Loss (CHL) adalah jenis ketulian yang tidak
dapat mendengar suara berfrekuensi rendah. Misalnya tidak dapat mendengar huruf U dari kata
susu sehingga penderita mendengarnya ss. Biasanya gangguan ini “reversible” karena
kelainannya terdapat di telinga luar dan telinga tengah.
Tuli kondusif adalah kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah, sehingga
menghambat bunyi-bunyian yang akan masuk ke dalam telinga. Kelainan telinga luar yang
menyebabkan tuli kondusif adalah otalgia, atresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis
eksterna sirkumskripta, otitis eksterna maligna, dan osteoma liang teliga. Kelainan telinga
tengah yang menyebabkan tuli kondusif ialah sumbatan tuba eustachius, otitis media,
otosklerosis, timpanisklerosia, hemotimpanum, dan dislokasi tulang pendengaran.
Etiologi
Pada telinga luar dan telinga tengah proses degenerasi dapat menyebabkan perubahan
atau kelainan diantaranya sebagai berikut :
a. Berkurangnya elastisitas dan bertambah besarnya ukuran daun telinga (pinna)
b. Atropi dan bertambah kakunya liang telinga
c. Penumpukan serumen
d. Membrane tympani bertambah tebal dan kaku
e. Kekuatan sendi tulang-tulang pendengaran
f. Kelainan bawaan (Kongenital)
Atresia liang telinga, hipoplasia telinga tengah, kelainan posisi tulang-tulang
pendengaran dan otosklerosis.
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 30
Penyakit otosklerosis banyak ditemukan pada bangsa kulit putih
g. Gangguan pendengaran yang didapat, misal otitis media
Manifestasi klinik
a. rasa penuh pada telinga
b. pembengkakan pada telinga bagian tengah dan luar
c. rasa gatal
d. trauma
e. tinnitus
Patofisiologi
Saat terjadi trauma akan menimbulkan suatu peradangan bias saja menimbulkan luka,
nyeri kemudian terjadi penumpukan serumen atau otorrhea. Penumpukan serumen yang
terjadi dapat mengakibatkan transmisi bunyi atau suara yang terganggu sehingga penderita
tidak dapat mempersepsikan bunyi atau suara yang di dengarnya.
Pemeriksaan
Audiometri
X-ray
Penatalaksanaan
Liang telinga di bersihkan secara teratur. dapat diberikan larutan asam asetat 2-5 % dalam
alcohol yang di teteskan ke liang teling atau salep anti jamur. Tes suara bisikan, Tes garputala.
TULI SENSORINEURAL
Definisi
Tuli sensorineural adalah kerusakan telinga bagian dalam dan hubungan saraf otak
yang terbagi atas tuli sensorineural koklea dan tuli sensorineural retrokoklea.Tuli sensorineural
koklea disebabkan aplasia, labirinitis, intoksikasi obat ototaksik atau alkohol.Dapat juga
disebabkan tuli mendadak, tauma kapitis, trauma akustik dan pemaparan bising tuli
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 31
sensorineural retrokoklea disebabkan neuoroma akustik, tumor sudut pons serebellum,
mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak, dan kelainan otak lainnya.
Etiogi
Faktor-faktor resiko tinggi yang penyebab tuli sensorineural yaitu:
a. Tuli Bawaan (Genetik).
b. Tuli Rubella.
c. Tuli dan Kelahiran Prematur
d. Tuli Ototosik.
Klasifikasi
Dibagi menjadi tuli sensori neural coklea atau retrokoklea.
a. Tuli sensori neural coclea
- Aplasia (kongenital)
- Labirintitis oleh bakteri/virus
- Intoksikasi obat streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina, asetosal atau
alkohol.
- Trauma kapitis
- Trauma akustik
- Pemaparan bising
- Presbicusis
b. Tuli sensori neural retrokoklea
- Neuroma akustik
- Tumor sudut pons serebellum
- Cidera otak
- Perdarahan otak
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 32
Manifestasi klinis
Rasa tidak enak di telinga, tersumbat, dan pendengaran terganggu. Rasa nyeri akan
timbul bila benda asing tersebut adalah serangga yang masuk dan bergerak serta melukai
dinding liang telinga. Pada inspeksi telinga dengan atau tanpa corong telingaakan tampak benda
asing tersebut.
Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Dengan Garputala
Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran udara dinilai dengan menempatkan
garputala yang telah digetarkan di dekat telinga sehingga suara harus melewati udara agar
sampai ke telinga.Penurunan fungsi pendengaran atau ambang pendengaran subnormal bisa
menunjukkan adanya kelainan pada saluran telinga, telinga tengah, telinga dalam, sarat
pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak.Pada dewasa, pendengaran melalui hantaran
tulang dinilai dengan menempatkan ujung pegangan garputala yang telah digetarkan pada
prosesus mastoideus.
Getaran akan diteruskan ke seluruh tulang tengkorak, termasuk tulang koklea di telinga dalam.
Koklea mengandung sel-sel rambut yang merubah getaran menjadi gelombang saraf, yang
selanjutnya akan berjalan di sepanjang saraf pendengaran.
Pemeriksaan ini hanya menilai telinga dalam, saraf pendengaran dan jalur saraf
pendengaran di otak. Jika pendengaran melalui hantaran udara menurun, tetapi pendengaran
melalui hantaran tulang normal, dikatakan terjadi tuli konduktif.Jika pendengaran melalui
hantaran udara dan tulang menurun, maka terjadi tuli sensorineural. Kadang pada seorang
penderita, tuli konduktif dan sensorineural terjadi secara bersamaan
b. Audiometri
Audiometri dapat mengukur penurunan fungsi pendengaran secara tepat, yaitu dengan
menggunakan suatu alat elektronik (audiometer) yang menghasilkan suara dengan ketinggian
dan volume tertentu. Ambang pendengaran untuk serangkaian nada ditentukan dengan
mengurangi volume dari setiap nada sehingga penderita tidak lagi dapat mendengarnya.Telinga
kiri dan telinga kanan diperiksa secara terpisah.Untuk mengukur pendengaran melalui hantaran
udara digunakan earphone, sedangkan untuk mengukur pendengaran melalui hantaran tulang
digunakan sebuah alat yang digetarkan, yang kemudian diletakkan pada prosesus mastoideus.
c. Audimetri Ambang Bicara
Audiometri ambang bicara mengukur seberapa keras suara harus diucapkan supaya bisa
dimengerti. Kepada penderita diperdengarkan kata-kata yang terdiri dari 2 suku kata yang
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 33
memiliki aksentuasi yang sama, pada volume tertentu. Dilakukan perekaman terhadap volume
dimana penderita dapat mengulang separuh kata-kata yang diucapkan dengan benar.
d. Diskriminasi
Dengan diskriminasi dilakukan penilaian terhadap kemampuan untuk membedakan kata-
kata yang bunyinya hampir sama. Digunakan kata-kata yang terdiri dari 1 suku kata, yang
bunyinya hampir sama.Pada tuli konduktif, nilai diskriminasi (persentasi kata-kata yang diulang
dengan benar)biasanya berada dalam batas normal.Pada tuli sensori, nilai diskriminasi berada
di bawahnormal.Pada tuli neural, nilai diskriminasi berada jauh di bawah normal.
e. Timpanometri
Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur impedansi (tahanan
terhadap tekanan) pada telinga tengah.Timpanometri digunakan untuk membantu menentukan
penyebab dari tuli konduktif.Prosedur in tidak memerlukan partisipasi aktif dari penderita dan
biasanya digunakan padaanak-anak.Timpanometer terdiri dari sebuah mikrofon dan sebuah
sumber suara yang terus menerus menghasilkan suara dan dipasang di saluran telinga.Dengan
alat ini bisa diketahui berapa banyak suara yang melalui telinga tengah dan berapabanyak suara
yang dipantulkan kembali sebagai perubahan tekanan di saluran telinga.Hasil pemeriksaan
menunjukkan apakah masalahnya berupa:
penyumbatan tuba eustakius (saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan
hidung bagian belakang)
cairan di dalam telinga tengah
kelainan pada rantai ketiga tulang pendengaran yang menghantarkan suara melalui
telinga tengah.
Timpanometri juga bisa menunjukkan adanya perubahan pada kontraksi otot stapedius,
yangmelekat pada tulang stapes (salah satu tulang pendengaran di telinga tengah).Dalam
keadaan normal, otot ini memberikan respon terhadap suara-suara yang keras/gaduh(refleks
akustik) sehingga mengurangi penghantaran suara dan melindungi telinga tengah.Jika terjadi
penurunan fungsi pendengaran neural, maka refleks akustik akan berubah ataumenjadi
lambat. Dengan refleks yang lambat, otot stapedius tidak dapat tetap berkontraksiselama
telinga menerima suara yang gaduh.
f. Respon Auditoris Batang Otak
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 34
Pemeriksaan ini mengukur gelombang saraf di otak yang timbul akibat rangsangan
pada saraf pendengaran.Respon auditoris batang otak juga dapat digunakan untuk memantau
fungsi otak tertentu pada penderita koma atau penderita yang menjalani pembedahan otak.
g. Elektrokokleografi
Elektrokokleografi digunakan untuk mengukur aktivitas koklea dan saraf
pendengaran.Kadang pemeriksaan ini bisa membantu menentukan penyebab dari penurunan
fungsipendengaran sensorineural.Elektrokokleografi dan respon auditoris batang otak bisa
digunakan untuk menilaipendengaran pada penderita yang tidak dapat atau tidak mau
memberikan respon bawah sadarterhadap suara.Misalnya untuk mengetahui ketulian pada
anak-anak dan bayi atau untuk memeriksa hipakusis psikogenik (orang yang berpura-pura
tuli).Beberapa pemeriksaan pendengaran bisa mengetahui adanya kelainan pada daerah yang
mengolah pendengaran di otak.
Pemeriksaan tersebut mengukur kemampuan untuk:
mengartikan dan memahami percakapan yang dikacaukan
memahami pesan yang disampaikan ke telinga kanan pada saat telinga kiri menerima
pesan yang lain
menggabungkan pesan yang tidak lengkap yang disampaikan pada kedua telinga
menjadi pesan yang bermakna
menentukan sumber suara pada saat suara diperdengarkan di kedua telinga pada
waktu yang
bersamaan.
Jalur saraf dari setiap telinga menyilang ke sisi otak yang berlawanan, karena itu
kelainan pada otak kanan akan mempengaruhi pendengaran pada telinga kiri. Kelainan pada
batang otak bisa mempengaruhi kemampuan dalam menggabungkan pesan yang tidak
lengkap menjadi pesan yang bermakna dan dalam menentukan sumber suara.
Beberapa pemeriksaan yang khusus dilakukan pada anak – anak adalah:
1. Free Field Test
Dilakukan pada ruangan kedap suara dan diberikan rangsangan suara dalam berbagai
frekuensi untuk menilai respons anak terhadap bunyi
2. Behavioral Observation (0 – 6 bulan)
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 35
Pada pemeriksaan ini diamati respons terhadap sumber bunyi berupa perubahan sikap
atau refleks pada bayi yang sedang diperiksa
3. Conditioned Test (2 – 4 tahun)
Anak dilatih untuk melakukan suatu kegiatan saat mendengar suara stimuli tertentu.
4. B.E.R.A (Brain Evoked Response Audiometry)
Dapat menilai fungsi pendengaran anak atau bayi yang tidak kooperatif
Pemeriksaan
Pengobatan untuk penurunan fungsi pendengaran tergantung kepada penyebabnya.Jika
penurunan fungsi pendengaran konduktif disebabkan oleh adanya cairan di telinga tengah
atau kotoran di saluran telinga, maka dilakukan pembuangan cairan dan kotoran tersebut.Jika
penyebabnya tidak dapat diatasi, maka digunakan alat bantu dengar atau kadang dilakukan
pencangkokan koklea.
a. Alat bantu dengar
Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan batere,
yang berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa berjalan dengan
lancar.
Alat bantu dengar terdiri dari:
- Sebuah mikrofon untuk menangkap suara
- Sebuah amplifier untuk meningkatkan volume suara
- Sebuah speaker utnuk menghantarkan suara yang volumenya telah dinaikkan.
Berdasarkan hasil tes fungsi pendengaran, seorang audiologis bisa menentukan apakah
penderita sudah memerlukan alat bantu dengar atau belum (audiologis adalah seorang
profesional kesehatan yang ahli dalam mengenali dan menentukan beratnya gangguan fungsi
pendengaran). Alat bantu dengar sangat membantu proses pendengaran dan pemahaman
percakapan pada penderita penurunan fungsi pendengaran sensorineural. Dalam
menentukan suatu alat bantu dengar, seorang audiologis biasanya akan mempertimbangkan
hal-hal berikut:
- kemampuan mendengar penderita
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 36
- aktivitas di rumah maupun di tempat bekerja
- keterbatasan fisik
- keadaan medis
- penampilan
- harga
1) Alat Bantu Dengar Hantaran Udara
Alat ini paling banyak digunakan, biasanya dipasang di dalam saluran telinga dengan
sebuah penutup kedap udara atau sebuah selang kecil yang terbuka.
2) Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Badan
Digunakan pada penderita tuli dan merupakan alat bantu dengar yang paling kuat. Alat
ini disimpan dalam saku kemeja atau celana dan dihubungkan dengan sebuah kabel ke alat
yang dipasang di saluran telinga.Alat ini seringkali dipakai oleh bayi dan anak-anak karena
pemakaiannya lebih mudah dan tidak mudah rusak.
3) Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Belakang Telinga
Digunakan untuk penderita gangguan fungsi pendengaran sedang sampai berat.Alat
ini dipasang di belakang telinga dan relatif tidak terlihat oleh orang lain.
4) CROS (contralateral routing of signals)
Alat ini digunakan oleh penderita yang hanya mengalami gangguan fungsi
pendengaran pada salah satu telinganya.Mikrofon dipasang pada telinga yang tidak
berfungsi dan suaranya diarahkan kepada telinga yang berfungsi melalui sebuah kabel atau
sebuah transmiter radio berukuran mini.Dengan alat ini, penderita dapat mendengarkan
suara dari sisi telinga yang tidak berfungsi.
5) BICROS (bilateral CROS)
Jika telinga yang masih berfungsi juga mengalami penuruna fungsi pendengaran yang
ringan,maka suara dari kedua telinga bisa diperkeras dengan alat ini.
6) Alat Bantu Dengar Hantaran Tulang
Alat ini digunakan oleh penderita yang tidak dapat memakai alat bantu dengar
hantaran udara, misalnya penderita yang terlahir tanpa saluran telinga atau jika dari
telinganya keluar cairan otore. Alat ini dipasang di kepala, biasanya di belakang telinga
dengan bantuan sebuah pita elastis.Suara dihantarkan melalui tulang tengkorak ke telinga
dalam. Beberapa alat bantu dengar hantaran tulang bisa ditanamkan pada tulang di belakang
telinga.
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 37
b. Pencangkokan koklea
Pencangkokan koklea (implan koklea) dilakukan pada penderita tuli berat yang tidak
dapat mendengar meskipun telah menggunakan alat bantu dengar. Alat ini dicangkokkan di
bawah kulit di belakang telinga dan terdiri dari 4 bagian:
Sebuah mikrofon untuk menangkap suara dari sekitar
Sebuah prosesor percakapan yang berfungsi memilih dan mengubah suara yang
tertangkap oleh mikrofon
Sebuah transmiter dan stimulator/penerima yang berfungsi menerima sinyal dari
prosesor percakapan dan merubahnya menjadi gelombang listrik
Elektroda, berfungsi mengumpulkan gelombang dari stimulator dan mengirimnya ke
otak.
Suatu implan tidak mengembalikan ataupun menciptakan fungsi pendengaran yang
normal, tetapi bisa memberikan pemahaman auditoris kepada penderita tuli dan membantu
mereka dalam memahami percakapan. Implan koklea sangat berbeda dengan alat bantu
dengar. Alat bantu dengar berfungsi memperkeras suara. Implan koklea menggantikan
fungsi dari bagian telinga dalam yang mengalami kerusakan.
Jika fungsi pendengaran normal, gelombang suara diubah menjadi gelombang listrik oleh
telinga dalam.Gelombang listrik ini lalu dikirim ke otak dan kita menerimanya sebagai suara.
Implan koklea bekerja dengan cara yang sama. Secara elektronik, implan koklea menemukan
bunyi yang berarti dan kemudian mengirimnya ke otak.
14. ABSES PERITONSIL
(Anita Sari Putri)
Definisi
Abses peritonsil atau Quinsy merupakan suatu infeksi akut yang diikuti dengan terkumpulnya pus
pada jaringan ikat longgar antara m.konstriktor faring dengan tonsil pada fosa tonsil.
Etiologi
Abses peritonsil atau Quinsy adalah suatu infeksi akut dan berat di daerah orofaring. Proses ini terjadi
sebagai komplikasi dari tonsilitis akut berulang atau bentuk abses dari kelenjar Weber pada kutub
atas tonsil. Abses peritonsiler disebabkan oleh organisme yang bersifat aerob maupun yang bersifat
anaerob. Organisme aerob yang paling sering menyebabkan abses peritonsiler adalah Streptococcus
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 38
pyogenes (Group A Beta-hemolitik streptoccus), Staphylococcus aureus, dan Haemophilus
influenzae. Sedangkan organisme anaerob yang berperan adalah Fusobacterium. Prevotella,
Porphyromonas, Fusobacterium, dan Peptostreptococcus spp. Untuk kebanyakan abses peritonsiler
diduga disebabkan karena kombinasi antara organisme aerobik dan anaerobic.
Gejala klinis
Gejala klinis berupa rasa sakit di tenggorok yang terus menerus hingga keadaan yang memburuk
secara progresif walaupun telah diobati. Rasa nyeri terlokalisir, demam tinggi, (sampai 40°C), lemah
dan mual. Odinofagi dapat merupakan gejala menonjol dan pasien mungkin mendapatkan kesulitan
untuk makan bahkan menelan ludah. Akibat tidak dapat mengatasi sekresi ludah sehingga terjadi
hipersalivasi dan ludah seringkali menetes keluar. Keluhan lainnya berupa mulut berbau (foetor ex
ore), muntah (regurgitasi) sampai nyeri alih ke telinga (otalgi). Trismus akan muncul bila infeksi
meluas mengenai otot-otot pterigoid.
Penderita mengalami kesulitan berbicara, suara menjadi seperti suara hidung, membesar seperti
mengulum kentang panas (hot potato’s voice) karena penderita berusaha mengurangi rasa nyeri saat
membuka mulut. Seperti dikutip dari Finkelstein, Ferguson mendefinisikan hot potato voice
merupakan suatu penebalan pada suara.
Pemeriksaan
Pada pemeriksaan tonsil, ada pembengkakan unilateral, karena jarang kedua tonsil terinfeksi pada
waktu bersamaan. Bila keduanya terinfeksi maka yang kedua akan membengkak setelah tonsil yang
satu membaik. Bila terjadi pembengkakan secara bersamaan, gejala sleep apnea dan obstruksi jalan
nafas akan lebih berat. Pada pemeriksaan fisik penderita dapat menunjukkan tanda-tanda dehidrasi
dan pembengkakan serta nyeri kelenjar servikal / servikal adenopati. Di saat abses sudah timbul,
biasanya akan tampak pembengkakan pada daerah peritonsilar yang terlibat disertai pembesaran
pilar-pilar tonsil atau palatum mole yang terkena. Tonsil sendiri pada umumnya tertutup oleh jaringan
sekitarnya yang membengkak atau tertutup oleh mukopus. Timbul pembengkakan pada uvula yang
mengakibatkan terdorongnya uvula pada sisi yang berlawanan. Paling sering abses peritonsil pada
bagian supratonsil atau di belakang tonsil, penyebaran pus kearah inferior dapat menimbulkan
pembengkakan supraglotis dan obstruksi jalan nafas. Kadang sukar memeriksa seluruh faring karena
trismus.
Penatalaksanaan
Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika golongan penisilin atau klindamisik, dan obat
simtomatik. Juga perlu kumur-kumur dengan cairan hangat dan compres dingin pada leher. Pemilihan
antibiotik yang tepat tergantung dari hasil kultur mikroorganisme pada aspirasi jarum.
Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian diinsisi untuk
mengeluarkan nanah. Tempat insisi ialah di daerah yang paling menonjol dan lunak, atau pada
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 39
pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula dengan geraham atas terakhir. Intraoral incision
dan drainase dilakukan dengan mengiris mukosa overlying abses, biasanya diletakkan di lipatan
supratonsillar. Drainase atau aspirate yang sukses menyebabkan perbaikan segera gejala-gejala
pasien.
Bila terdapat trismus, maka untuk mengatasi nyeri, diberikan analgesia lokal di ganglion
sfenopalatum. Kemudian pasien dinjurkan untuk operasi tonsilektomi “a” chaud. Bila tonsilektomi
dilakukan 3-4 hari setelah drainase abses disebut tonsilektomi “a” tiede, dan bila tonsilektomi 4-6
minggu sesudah drainase abses disebut tonsilektomi “a” froid. Pada umumnya tonsilektomi dilakukan
sesudah infeksi tenang, yaitu 2-3 minggu sesudah drainase abses.
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi ialah:
Abses pecah spontan, mengakibatkan perdarahanm aspirasi paru, atau piema.
Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses parafaring. Kemudian
dapat terjadi penjalaran ke mediastinum menimbulkan mediastinitis.
Bila terjadi penjalaran ke daerah intracranial, dapat mengakibatkan thrombus sinus kavernosus,
meningitis, dan abses otak.
15. MASTOIDITIS
(Angga Ario Mutari)
Definisi
Mastoiditis adalah segala proses peradangan pada sel- sel mastoid yang terletak pada tulang temporal.
Biasanya timbul pada anak-anak atau orang dewasa yang sebelumnya telah menderita infeksi akut
pada telinga tengah. Gejala-gejala awal yang timbul adalah gejala-gejala peradangan pada telinga
tengah, seperti demam, nyeri pada telinga, hilangnya sensasi pendengaran, bahkan kadang timbul
suara berdenging pada satu sisi telinga (dapat juga pada sisi telinga yang lainnya). Mastoiditis adalah
inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati dapat
terjadi osteomyelitis. Mastoiditis dapat terjadi secara akut maupun kronis. Pada saat belum
ditemukannya antibiotik, mastoiditis merupakan penyebab kematian pada anak – anak serta ketulian
/ hilangnya pendengaran pada orang dewasa. Saat ini, terapi antibiotik ditujukan untuk pengobatan
infeksi telinga tengah sebelum berkembang menjadi mastoiditis.
Etiologi
Bakteri : 1. Streptococcus hemolyticus (60%); 2. Pneumococcus (30%); 3. Stapyilococcus aureus /
albus; 4. Streptococcus viridians; 5. H. Influenza
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 40
Mastoiditis terjadi karena Streptococcus ß hemoliticus / pneumococcus. Selain itu kurang dalam
menjaga kebersihan pada telinga seperti masuknya air ke dalam telinga serta bakteri yang masuk dan
bersarang yang dapat menyebabkan infeksi traktus respiratorius. Pada pemeriksaan telinga akan
menunjukkan bahwa terdapat pus yang berbau busuk akibat infeksi traktus respiratorius.
Patofisiologi
Mastoiditis adalah hasil dari infeksi yang lama pada telinga tengah, bakteri yang didapat pada
mastoiditis biasanya sama dengan bakteri yang didapat pada infeksi telinga tengah. streptococcus
aureus adalah beberapa bakteri yang paling sering didapatkan pada infeksi ini. Seperti telah
disebutkan diatas, bahwa keadaan-keadaan yang menyebabkan penurunan dari system imunologi dari
seseorang juga dapat menjadi faktor predisposisi mastoiditis. Seperti semua penyakit infeksi,
beberapa hal yang mempengaruhi berat dan ringannya penyakit adalah faktor tubuh penderita dan
faktor dari bakteri itu sendiri. Dapat dilihat dari angka kejadian anak-anak yang biasanya berumur di
bawah dua tahun, pada usia inilah imunitas belum baik. Beberapa faktor lainnya seperti bentuk tulang,
dan jarak antar organ juga dapat menyebabkan timbulnya penyakit. Faktor-faktor dari bakteri sendiri
adalah, lapisan pelindung pada dinding bakteri, pertahanan terhadap antibiotic dan kekuatan penetrasi
bakteri terhadap jaringan keras dan lunak dapat berperan pada berat dan ringannya penyakit.
Keradangan pada mukosa kavum timpani pada otitis media supuratif akut dapat menjalar ke mukosa
antrum mastroid. Bila terjadi gangguan pengaliran sekret melalui aditus ad antrum dan epitimpanum
menimbulkan penumpukan sekret di antrum sehingga terjadi empiema dan menyebabkan kerusakan
pada sel – sel mastoid. Timbul dari infeksi yang berulang dari Otitis Media Akut.
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya infeksi berulang.
1. Eksogen : infeksi dari luar melalui perforasi membran timpani.
2. Rinogen : dari penyakit rongga hidung dan sekitarnya.
3. Endogen : alergi, DM, TBC paru.
Seperti pada kebanyakan proses menular, Microbial host dan mempertimbangkan faktor-faktor dalam
evaluasi mastoiditis akut. Host faktor termasuk mucosal imunologi, sementara tulang anatomi, dan
sistemik imunitas, sedangkan Microbial faktor termasuk lapisan pelindung, antimicrobial tahan, dan
kemampuan yang pathogen menembus ke jaringan lokal atau kapal (yakni, invasi jenis).
Host factor
Sebagian besar anak-anak dengan mastoiditis akut yang lebih muda dari 2 tahun dan ada sedikit
sejarah yg di atas otitis media. Pada usia ini, sistem kekebalan yang relatif belum dewasa, terutama
dalam hal-nya kemampuan untuk menanggapi tantangan dari polysaccharide antigens.
Anatomi
Mastoid yang berkembang dari outpouching sempit dari belakang epitympanum dinamakan aditus
iklan antrum. Pneumatization berlangsung sesaat setelah melahirkan, setelah menjadi telinga yg
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 41
bercampur dgn udara. Proses ini selesai pada saat seorang individu yang berusia 10 tahun. Mastoid
udara sel dibuat oleh invasi dari epithelial berkerut sacs antara spicules baru dan tulang oleh
degenerasi dan redifferentiation sumsum tulang yang ada spasi. Daerah lain yang sementara tulang,
termasuk kaku dan apex zygomatic akar, pneumatize mirip. The antrum, mirip dengan sel udara
mastoid, berkerut adalah dengan respiratory epithelium yang swells di hadapan infeksi.
Blockage dari antrum oleh inflamed mucosa entraps infeksi di udara sel oleh inhibiting drainase dan
precluding kembali aeration dari tengah-sisi telinga. Mastoid yang dikelilingi oleh burit berhubung
dgn tengkorak lekuk, di tengah berhubung dgn tengkorak lekuk, di kanal yang facial nerve, yang
sigmoid dan lateral sinuses, dan kaku yang sementara ujung tulang. Mastoiditis dapat melongsorkan
melalui antrum dan memperpanjang atas situs menyebelah di atas, menyebabkan klinis signifikan
sifat mudah kena sakit dan penyakit mengancam hidup
Persistent infeksi akut dalam rongga mastoid dapat mengakibatkan rarifying osteitis, yang
menghapuskan trabeculae bertulang yang membentuk sel mastoid; karena itu, istilah coalescent
mastoiditis digunakan. Coalescent mastoiditis pada dasarnya adalah sebuah empyema dari keduniaan
tulang itu, kecuali dengan kemajuan yang ditangkap, baik melalui alam habis antrum menyebabkan
spontan resolusi atau habis unnaturally ke permukaan mastoid, kaku apex, intracranial atau ruang
untuk membuat komplikasi lebih lanjut. Lainnya sementara tulang atau dekat struktur, seperti facial
nerve, labirin, atau berkenaan dgn urat darah halus sinuses, dapat melibatkan diri. Mastoiditis dapat
ditangkap pada titik apapun. Itu berlangsung dalam 5 tahapan, yaitu:
1. Tahap 1 – Hyperemia dari mucosal lining dari sel udara mastoid
2. Tahap 2 – Transudation dan pengeluaran dari cairan dan / atau nanah di dalam sel
3. Tahap 3 – kebekuan tulang yang disebabkan oleh hilangnya vascularity yang septa
4. Tahap 4 – Cell dinding dengan kerugian peleburan menjadi abscess cavities
5. Tahap 5 – Ekstensi dari kobaran proses ke daerah berdekata
Manifestasi klinis: 1. Febris/subfebris; 2. Nyeri pada telinga; 3. Hilangnya sensasi pendengaran; 4.
Bahkan kadang timbul suara berdenging pada satu sisi telinga (dapat juga pada sisi telinga yang
lainnya); 5. Kemerahan pada kompleks mastoid; 6. Keluarnya cairan baik bening maupun berupa
lender.
Dari keluhan penyakit didapatkan keluarnya cairan dari dalam telinga yang selama lebih dari tiga
minggu, hal ini menandakan bahwa pada infeksi telinga tengah sudah melibatkan organ mastoid.
Gejala demam biasanya hilang dan timbul, hal ini disebabkan infeksi telinga tengah sebelumnya dan
pemberian antibiotik pada awal-awal perjalanan penyakit. Jika demam tetap dirasakan setelah
pemberian antibiotik maka kecurigaan pada infeksi mastoid lebih besar. Rasa nyeri biasanya
dirasakan dibagian belakang telinga dan dirasakan lebih parah pada malam hari, tetapi hal ini sulit
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 42
didapatkan pada pasien-pasien yang masih bayi dan belum dapat berkomunikasi. Hilangnya
pendengaran dapat timbul atau tidak bergantung pada besarnya kompleks mastoid akibat infeksi.
Tatalaksana
Pengobatan dengan obat-obatan seperti antibiotik, anti nyeri, anti peradangan dan lain-lainnya adalah
lini pertama dalam pengobatan mastoiditis. Tetapi pemilihan anti bakteri harus tepat sesuai dengan
hasil test kultur dan hasil resistensi. Pengobatan yang lebih invasif adalah pembedahan pada mastoid.
Bedah yang dilakukan berupa bedah terbuka, hal ini dilakukan jika dengan pengobatan tidak dapat
membantu mengembalikan ke fungsi yang normal.
Manifestasi klinik mastoiditis meliputi adanya pembengkakkan dibelakang telinga dan rasa sakit pada
saat pergerakan minimal dari tragus, pinna atau kepala. Selulitis timbul di kulit atau di kulit kepala
luar selama proses mastoid berlangsung. Pada pemeriksaan otostopik ditemukan adanya warna
merah, membran timpani yang tidak bergerak dengan atau tanpa per-forasi. Nodes limpa
postauricular teraba lembut dan membesar.
Penatalaksanaan Pembedahan
Tindakan pembedahan untuk membuang jaringan yang terinfeksi diperlukan jika tidak ada respon
terhadap pengobatan antibiotik selama beberapa hari. Mastoidektomy radikal/total yang sederhana
atau yang dimodifikasi dengan tympanoplasty dilaksanakan untuk memu-lihkan ossicles dan
membran timpani sebagai suatu usaha untuk memulihkan pendengaran. Seluruh jaringan yang
terinfeksi harus dibuang sehingga infeksi tidak menyebar ke bagian yang lain.
Prosedur Operatif
Pada awalnya tindakan pembedahan dilakukan hanya bila di telinga tengah dan tuba eusthacia bebas
dari infeksi. Apabila terjadi infeksi, maka hasil dari tindakan graft/pemindahan kulit kemungkinan
besar menjadi infeksi dan tidak sembuh sebagaimana mestinya. Pada pembedahan membran timpani
dan ossicles mengharuskan penggunaan mikroskop dan dipertimbangkan sebagai prosedur yang sulit.
Anestesi lokal dapat digunakan meskipun yang sering dipilih adalah anestesi general untuk mencegah
klien agar tidak cepat sadar.
Ahli bedah dapat memperbaiki membran timpani dengan menggunakan bahan-bahan seperti otot
fascia temporal, mengambil bagian yang tebal untuk dilakukan skin graft dan jaringan vena. Apabila
ossicles rusak, tindakan yang lebih ekstensif harus diambil untuk memperbaiki atau mengganti tulang
yang kecil tersebut. Ahli bedah menjangkau ossicles dengan salah satu dari 3 cara berikut ini:
1. Pendekatan Transkanal (Transcanal Approach).
2. Insisi Endaural (Endaural Incision).
3. Mengarahkan Postauricular melalui Mastoidektomi (The Postauricular Route via
Mastoidectomy).
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 43
Ahli bedah kemudian membuang jaringan penyakit dan membersihkan rongga telinga te-ngah.
Tingkat kerusakan ossicles dikaji dengan teliti agar dapat diperbaiki atau diganti jika perlu. Ahli
bedah menggunakan kartilago autogenous atau tulang, ossicles pada mayat (cadaver), kawat stainless
steel atau komponen polytetrafluoroethylene (teflon) untuk memperbaiki atau mengganti ossicles.
Antibiotika: ampisilin/amoxillin (3-4 x 500 mg oral), klindamisin (3×150 mg – Perawatan lokal
dengan Perhidrol 3 % dan tetes telinga Chloramphenicol
Komplikasi
1. Abses retro aurikula; 2. Paresis/paralisis syaraf fasialis; 3. Labirintitis; 4. Komplikasi intra
kranial: meningitis, abses extra dural, abses otak.
16. S
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 44
17. LIMFADENITIS
(Rizki Putra Amanda)
Sistem Aliran Limfa
Sistem aliran limfa pada leher harus diketahui karena hampir semua bentuk inflamasi dan neoplasma
kepala dan leher akan terlihat dan bermanifestasi pada sistem ini. Kelenjar limfa terdapat pada
rangkaian jugularis dan spinalis asessorius. Adapun kelenjar limfa pada leher antaralain:
a. Kelenjar Limfa Jugularis interna Superior, menerima aliran limfa dari daerah palatum mole,
tonsil, posterior lidah, dasar lidah, supraglotis laring. Kelenjar ini juga menerima aliran dari
kelenjar limfa retrofaring, spialis asesorius, parotis, servikalis superior dan kelenjar limfa
submandibula.
b. Kelenjar limfa Jugularis interna Media, menerima aliran limfa dari subglotis laring, daerah
krikoid posterior, aliran limfa jugularis superior, aliran limfa retrofaring
c. Kelenjar Limfa Jugularis interna Inferior, menerima aliran dari kelenjar tiroid, trakea, esofagus
bagian servikal, juga aliran limfa yang berasal dari jugularis interna superior dan media dan
kelenjar limfa paratrakea
d. Kelenjar limfa submental, aliran dari dagu, bibir bawah bagian tengah, pipi, gusi, dasar mulut
bagian depan dan 1/3 bagian bawah lidah.
e. Kelenjar limfa submandibula, aliran dari kelenjar submandibula, bibir atas, bagian lateral bibir
bawah, rongga hidung, bagian anterior rongga mulut, palatum mole dan 2/3 depan lidah.
f. Kelenjar limfa servikalis superfisial, aliran limfa dari kulit muka, sekitar kelenjar parotis,
daerah retroaurikula, kelenjar parotis dan kelenjar limfa oksipital.
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 45
g. Kelenjar limfa retrofaring, aliran limfa dari nasofaring, hipofaring, telinga tengah, dan tuba
eustachius.
h. Kelenjar limfa paratrakea, aliran limfa dari laring bagian bawah, esofagus bagian servikal,
trakea bagian atas dan tiroid
i. Kelenjar limfa spinal asesoris, aliran limfa dari kulit kepala bagian parietal, dan bagian
belakang leher.
Definisi
Limfadenitis merupakan inflamasi yang mengenai kelenjar limfa yang diakibatkan adanya
peradangan pada daerah aliran limfa. Merupakan gejala non spesifik dari inflamasi yang mengenai
bagian tertentu daari daerah leher.
Klinis
Keluhan pasien sebagian besar adalah menemukan benjolan pada daerah leher, rahang, di depan dan
belakang telinga disertai nyeri tekan. Perlu ditanyakan gejala lain seperti batuk, nyeri tenggorok,
kesulitan menelan. Dari pemeriksaan fisis didapatkan massa kenyal, mobile, batas tegas dengan nyeri
tekan. Limfadenitis bukan merupakan gejala spesifik satu penyakit, melainkan merupakan gejala
umum yang dapat ditemukan pada berbagai jenis infeksi. Oleh sebab itu, harus diidentifikasi
penyebabnya. Peradangan kelenjar limfa sebenarnya merupakan bentuk imunitas tubuh terhadap
infeksi.
Tatalaksana
Identifikasi penyakit penyebab dan berikan terapi yang tepat. Limfadenitis dapat sembuh sendiri jika
penyebab dapat diterapi adekuat.
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 46
18. PAROTITIS
(Bayu Pratama)
Definisi
Penyakit Gondong atau dalam dunia kedokteran dikenal sebagai parotitis atau Mumps
adalah suatu penyakit menular dimana sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang
menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang sehingga
menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian bawah.
Penyakit gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara endemic atau
epidemik, Gangguan ini cenderung menyerang anak-anak yang berumur 2-14 tahun.
Peningkatan kasus yang besar biasanya didahului pada penularan di tempat sekolah. Pada
orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang testis (buah zakar), sistem saraf pusat, pankreas,
prostat, payudara dan organ lainnya
Adapun mereka yang beresiko besar untuk menderita atau tertular penyakit ini adalah
mereka yang menggunakan atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk menekan hormon
kelenjar tiroid dan mereka yang kekurangan zat Iodium dalam tubuh. Kematian karena
penyakit gondong jarang dilaporkan. Hampir sebagian besar jkasus yang fatal justru terjadi
pada usia di atas 19 tahun.
Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh virus Mumps yaitu virus berjenis RNA virus yang
merupakan anggota famii Paramyxoviridae dan genus Paramyxovirus. Terdapat dua
permukaan glikoprotein yang terdiri dari hemagglutinin-neuraminidase dan fusion protein.
Virus Mumps sensitive terhadap panas dan sinar ultraviolet.
Penyakit Gondong (Mumps atau Parotitis) penyebaran virus dapat ditularkan melalui
kontak langsung, percikan ludah, bahan muntah, mungkin dengan urin. Virus dapat ditemukan
dalam urin dari hari pertama sampai hari keempat belas setelah terjadi pembesaran kelenjar.
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 47
Penyakit gondongan sangat jarang ditemukan pada anak yang berumur kurang dari 2
tahun, hal tersebut karena umumnya mereka masih memiliki atau dilindungi oleh anti bodi
yang baik. Seseorang yang pernah menderita penyakit gondongan, maka dia akan memiliki
kekebalan seumur hidupnya.
Penderita penyakit gondong masih dintakan dapat menjadi sumber penularan selama
9 hari sejak keluhan bengkak ditemukan. Sebaiknya pada periode tersebut penderita
dianjurkan tidak masuk sekolah atau melakukan aktifitas di keramaian karena akan menjadi
sumber penularan dan penyebaran penyakit anak-anak di sekitarnya.
Manifestasi klinik
Tidak semua orang yang terinfeksi oleh virus Paramyxovirus mengalami keluhan,
bahkan sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Namun
demikian mereka sama dengan penderita lainnya yang mengalami keluhan, yaitu dapat
menjadi sumber penularan penyakit tersebut.
Masa tunas (masa inkubasi) penyakit Gondong sekitar 12-24 hari dengan rata-rata 17-
18 hari. Adapun tanda dan gejala yang timbul setelah terinfeksi dan berkembangnya masa
tunas dapat digambarkan sdebagai berikut :
Pada tahap awal (1-2 hari) penderita Gondong mengalami gejala: demam (suhu badan
38.5 – 40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan nafsu makan, nyeri rahang
bagian belakang saat mengunyah dan adakalanya disertai kaku rahang (sulit membuka mulut).
Kadangkala disertai nyeri telinga yang hebat pada 24 jam pertama.Selanjutnya terjadi
pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis) yang diawali dengan pembengkakan salah
satu sisi kelenjar kemudian kedua kelenjar mengalami pembengkakan. Sekitar 70-80% terjadi
pembengkakan kelanjar pada dua sisi.Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3-5 hari
kemudian berangsur mengempis dan disertai dengan demam yang membaik.Kadang terjadi
pembengkakan pada kelenjar air liur di bawah rahang (submandibula), submaksilaris, kelenjar
di bawah lidah (sublingual) dan terjadi edema dan eritematus pada orificium dari duktus. Pada
pria akil balik adalanya terjadi pembengkakan buah zakar (testis) karena penyebaran melalui
aliran darah.
Pemeriksaan Laboratorium
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 48
Mengingat penegakan diagnosis hanya secara klinis, maka pemeriksaan laboratorium
tidak terlalu bermanfaat. Pemeriksaan laboratorium didapatkan leucopenia dengan
limfosiotsis relative, didapatkan pula kenaikan kadar amylase dengan serum yang mencapai
puncaknya setelah satu minggu dan kemudian menjadi normal kembali dalam dua minggu.
Jika penderita tidak menampakkan pembengkakan kelenjar dibawah telinga, namun
tanda dan gejala lainnya mengarah ke penyakit gondongan sehingga meragukan diagnosa.
Dokter akan memberikan anjuran pemeriksaan lebih lanjut seperti serum darah. Sekurang-
kurang ada 3 uji serum (serologic) untuk membuktikan spesifik mumps antibodies:
Complement fixation antibodies (CF), Hemagglutination inhibitor antibodies (HI), Virus
neutralizing antibodies (NT).
Diagnosis
Diagnosis dtegakkan hanya secara klinis. Diagnosis ditegakkan bila jelas ada gejala
infeksi parotitis epidemika pada pemeirksaan fisis, termasuk keterangan adanya kontak
dengan penderita penyakit gondong (Mumps atau Parotitis) 2-3 minggu sebelumnya. Selain
itu adalah dengan tindakan pemeriksaan hasil laboratorium air kencing (urin) dan darah.
Komplikasi
Hampir semua anak yang menderita gondongan akan pulih total tanpa penyulit, tetapi
kadang gejalanya kembali memburuk setelah sekitar 2 minggu. Keadaan seperti ini dapat
menimbulkan komplikasi, dimana virus dapat menyerang organ selain kelenjar liur. Hal
tersebut mungkin terjadi terutama jika infeksi terjadi setelah masa pubertas.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah
Orkitis ; peradangan pada salah satu atau kedua testis dilaporkan terjadi pada 10-20%
penerita.Setelah sembuh, testis yang terkena mungkin akan menciut.Jarang terjadi kerusakan
testis yang permanen sehingga terjadi kemandulan.
Ovoritis : peradangan pada salah satu atau kedua indung telus. Timbul nyeri perut
yang ringan dan jarang menyebabkan kemandulan.
Ensefalitis atau meningitis : peradangan otak atau selaput otak. Meningitis lebih sering
terjadi daripada ensefalitis. Gejalanya berupa sakit kepala, kaku kuduk, mengantuk, koma
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 49
atau kejang. 5-10% penderita mengalami meningitis dan kebanyakan akan sembuh total.
Gejala yang dapat terjadi adalah sakit kepala, demam, mual, muntah, dan meningismus.
Ditandai perubahan kesadaran atau gangguan kesadaran. Pleocytosis yang terjadi pada cairan
sumsum tulang. Dalam klinis didiagnosis meningoencephalitis, yaitu gambaran cairan
sumsum tulang mononuclear pleocytosis yang terjadi, gukosa tidak normal dan
hypoglycorrhachia. Virus gondok mungkin terisolasi dari cairan sumsum tulang pada awal
penyakit. Gondok meningoencephalitis membawakan prognosa yang baik dan biasanya
dikaitkan dengan pemulihan yang baik. Tetapi 1 diantara 400-6.000 penderita yang
mengalami enserfalitis cenderung mengalami kerusakan otak atau saraf yang permanen,
seperti ketulian atau kelumpuhan otot wajah.
Pankreatitis : peradangan pankreas, bisa terjadi pada akhir minggu pertama. Penderita
merasakan mual dan muntah disertai nyeri perut. Gejala ini akan menghilang dalam waktu 1
minggu dan penderita akan sembuh total.
Nefritis atau Peradangan ginjal bisa menyebabkan penderita mengeluarkan air kemih
yang kental dalam jumlah yang banyak
Peradangan sendi bisa menyebabkan nyeri pada satu atau beberapa sendi.
Transient myelitis Polineuritis Infeksi otot jantung atau miokarditis Infeksi kelenjar tiroid
Thrombocytopenia purpura Mastitis atau peradangan payudara, Pnemonia atau Infeksi paru-
paru ini juga pernah dilaporkan sebagai komplikasi pada penderita penyakit gondong.
Gangguan sensorineural telinga dan Gangguan pendengaran
Pengobatan
Pengobatan ditujukan untuk mengurangi keluhan (simptomatis) dan istirahat selama
penderita panas dan kelenjar (parotis) membengkak. Dapat digunakan obat pereda panas dan
nyeri (antipiretik dan analgesik) misalnya Parasetamol dan sejenisnya, Aspirin tidak boleh
diberikan kepada anak-anak karena memiliki resiko terjadinya sindroma Reye (bisa karena
pengaruh aspirin pada anak-anak).
Pada penderita yang mengalami pembengkakan testis, sebaiknya penderita menjalani
istirahat tirah baring ditempat tidur. Rasa nyeri dapat dikurangi dengan melakukan kompres
Es pada area testis yang membengkak tersebut.Penderita yang mengalami serangan virus
apada organ pancreas (pankreatitis), dimana menimbulkan gejala mual dan muntah sebaiknya
diberikan cairan melalui infus.
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 50
Pemberian kortikosteroid selama 2-4 hari dan 20 ml convalescent gammaglobulin
diperkirakan dapat mencegah terjadinya orkitis. Terhadap virus itu sendiri tidak dapat
dipengaruhi oleh anti mikroba, sehingga Pengobatan hanya berorientasi untuk menghilangkan
gejala sampai penderita kembali baik dengan sendirinya.Penyakit gondongan sebenarnya
tergolong dalam “self limiting disease” (penyakit yg sembuh sendiri tanpa diobati). Penderita
penyakit gondongan sebaiknya menghindarkan makanan atau minuman yang sifatnya asam
supaya nyeri tidak bertambah parah, diberikan diet makanan cair dan lunak.Pemberian
imunomodulator belum terdapat laporan penelitian yang menjunjukkan efektifitasnya
Pencegahan
Pemberian vaksinasi MMR(mumps, morbili, rubela) untuk mencegah penyakit
gondong merupakan bagian dari imunisasi rutin pada masa kanak-kanak, diberikan melalui
injeksi pada usia 15 bulan. Imunisasi MMR dapat juga diberikan kepada remaja dan orang
dewasa yang belum menderita Gondong. Pemberian imunisasi ini tidak menimbulkan efek
panas atau gejala lainnya. Imunisasi MMR didunakan di Amerika Serikat sejak tahun 1967.
Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP) menganjurkan
penggunaannya untuk anak, masa remaja, remaja, dan dewasa. Pada saat itu, masyarakat
menganggap pencegahan penyakit gondok bukan merupakan priritas utama dalam
p[encegahan kesehatan masyarakat dan dinyatakan ACIP imunisasi MMR adalah merupakan
program kesehatan masyarakat yang kurang efektivitasnya. Namun, pada tahun 1972, ACIP
mengeluarkan rekomendasi yang kuat untuk menunjukkan bahwa imunisasi MMR
merupakan program yang sangat penting. Saat itu ACIP merekomendasikan vaksinasi rutin
untuk semua anak-anak berusia 12 tahun atau lebih.
Pada tahun 1980, telahdinayakan sebagai rekomendasi kuat untuk vaksinasi pada
anak-anak, remaja dan dewasa yang rentan., Setelah itu vaksinasi MMR semakin
komprehensif dan rekomendasi pengundangan undang-undang pada negara bagian sehingga
memerlukan vaksinasi tersebut harus dianjurkan pada saat anak masuk sekolah. Namun,
selama 1986 dan 1987, wabah besar terjadi di antara kelompok kohort underimmunized atau
orang yang lahir selama 1967-1977, sehingga terjadi perubahan puncak angka kejadian dari
usia 5-9 tahun bergeser pada usia 10-19 tahun. Dalam tahun 1989, direkomendasikan ACIP
pemberian vaksin campak dan MMR pada anak-anak berusia 4-6 tahun pada saat masuk ke
taman kanak-kanak atau kelas satu. Selama tahun 1988-1998 menurun di antara semua
kelompok umur.
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 51
Pada tahun 1989-1990, wabah besar terjadi di kalangan siswa di dasar dan sekolah
menengah, sebagian besar siswa di sekolah tersebut telah divaksinasi, menyatakan bahwa
kegagalan vaksinasi. . Pada tahun 1991, wabah lain terjadi di sebuah sekolah menengah di
mana sebagian besar siswa yang telah divaksinasi, kejadian ini juga banyak dikaitkan dengan
utama kegagalan vaksinasi.
19. OTHEMATOMA
(Anita Sari Putri)
Definisi
Othematoma atau hematoma aurikuler adalah hematoma daun telinga akibat suatu trauma yang
menyebabkan tertimbunnya darah dalam ruang antara perikhondrium dan kartilago.
Etiologi
Othematom umunya terjadi akibat trauma secara langsung ke daerah telinga seperti yang ditemui
pada petinju, pegulat dan seni bela diri, sehingga terdapat penumpukan bekuan darah diantara
perikondrium dan tulang rawan menerima pasokan darah dari perichondrium atasnya. Luka geser
menyebabkan gangguan hubungan anatomi normal dari perichondrium ke tulang rawan, dengan
nekrosis tulang rawan yang dihasilkan.
Patofisiologi
Secara normal cedera jaringan atau adanya bahan asing mnejadi pemicu kejadian yang mengikut
sertakan enzim, mediator, cairan ekstravasasi, migrasi sel, kerusakan jaringan dan mekanisme
penyembuhan. Hal tersebut menimbulkan tanda inflamasi berupa kemerahan, pembengkakan, panas,
nyeri dan hilangnya fungsi.
Terjadi 3 proses utama selama reaksi inflamasi ini yaitu, aliran darah kedaerah itu meningkat,
permeabilitas kapiler meningkat, leukosit mula-mula neutrophil dan makrofag, lalu limfosit keluar
dari kapiler menuju ke jaringan. Selanjutnya bergerak ketempat cedera dibawahpengaruh stimulus –
stimulus kemotaktik. Bila ada antigen tersebut, mulu-mula respon imun non spesifik bekerja untuk
mengeliminasi antigen tersebut.Bila ini berhasil, inflamasi akut berhenti.Apabila respon imun non
spsifik tidak berhasil, maka respon imun spesifik diaktivasi untuk menangkis antigen
tersebut.Inflamasi berhenti apabila usaha ini berhasil. Bila tidak maka inflamasi ini menjadi kronik
dan sering kali menyebabkan destruksi yang irreversible pada jaringan.
Manifestasi Klinis
Pada othematom aurikula dapat terbentuk penumpukan bekuan darah diantara perikondrium dan
tulang rawan.Bila bekuan darah ini tidak segera dikeluarkan maka dapat terjadi organisasi dari
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 52
hematoma, sehingga tonjolan menjadi padat dan permanen serta dapat berakibat terbentuknya telinga
bunga kol. Penampilan karakteristik telinga kembang kol adalah konsekuensi dari fibrosis berikutnya,
kontraktur dan pembentukan neokartilage.
Tanda dan Gejala
Hematoma daun telinga ditandai dengan daun telinga yang terlihat membengkak, garis lipatan konka
menghilang, terjadi pembengkakan besar kebiru-biruan yang biasanya dapat mengenai seluruh daun
telinga, meskipun kadang kadang terbatas hanya pada setengah bagian atas saja Tidak dijumpai nyeri
pada daun telinga, namun bila ada nyeri tidak begitu nyata, daun telinga terasa panas dan adanya rasa
tidak nyaman. Bila tidak segera diobati, darah ini akan terkumpul menjadi jaringan ikat yang
menyebabkan nekrosis tulang rawan, karena adanya gangguan nutria. Massa jaringan parut yang
berlekuk-lekuk ini, terutama dari trauma yang berulang, akan menimbulkan deformitas yang disebut
cauliflower ear. Bila dijumpai oklusi total liang telinga akan menyebabkan kehilangan pendengaran.
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah sepenuhnya untuk mengevakuasi darah subperikondrial dan untuk
mencegah reakumulasi. Terapi yang dilakukan antara lain aspirasi jarum, insisi dan drainase,
kompresi dan balut tekan.
20. TES FUNGSI PENDENGARAN
(Angga Ario Mutari)
1. Pemeriksaan Audiometri
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini menghasilkan nada-
nada murni dengan frekuensi melalui aerphon. Pada sestiap frekuensi ditentukan intensitas
ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai prsentasi dari pendengaran normal. Hal ini
menghasilkan pengukuran obyektif derajat ketulian dan gambaran mengenai rentang nada yang
paling terpengaruh.
Definisi
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur (uji
pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran,
tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang
menimbulkan gangguan pendengaran.
Audiometri adalah subuah alat yang digunakan untuk mengtahui level pendengaran seseorang.
Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometri, maka derajat ketajaman
pendengaran seseorang da[at dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi seseorang yang merasa
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 53
memiliki gangguan pendengeran atau seseorang yag akan bekerja pada suatu bidang yang
memerlukan ketajaman pendngaran.
Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara, audiologis dan pasien yang
kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah :
Audiometri nada murni
Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat menghasilkan
bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000, 4000-8000 dan dapat
diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui telepon
kepala dan vibrator tulang ketelinga orang yang diperiksa pendengarannya. Masing-masing
untuk menukur ketajaman pendengaran melalui hntaran udara dan hantran tulang pada
tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkankurva hantaran tulang dan hantaran
udara. Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengtahui jenis dan derajat kurang
pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang
berpendengaran normal dan berusia sekitar 20-29 tahun merupakan nilai ambang baku
pendengaran untuk nada muri. Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan
kisaran frekwuensi 20-20.000 Hz. Frekwensi dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk
memahami percakapan sehari-hari. Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi kehilangan
pendengaran
Kehilangan dalam
Desibel
Klasifikasi
0-15 Pendengaran normal
>15-25 Kehilangan pendengaran kecil
>25-40 Kehilangan pendengaran ringan
>40-55 Kehilangan pendengaran sedang
>55-70 Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat
>70-90 Kehilangan pendengaran berat
>90 Kehilangan pendengaran berat sekali
Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran psien pada stimulus nada
murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar bahwa
pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala decibel, suara
dipresentasikan dengan aerphon (air kondution) dan skala skull vibrator (bone conduction).
Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai ambang
pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.
Audiometri tutur
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 54
Audiometri tutur adalah system uji pendengaran yang menggunakan kata-kata terpilih yang
telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah dikaliberasi, untuk mrngukur
beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur hampir sama dengan
audiometri nada murni, hanya disni sebagai alat uji pendengaran digunakan daftar kata
terpuilih yang dituturkan pada penderita. Kata-kata tersebut dapat dituturkan langsung oleh
pemeriksa melalui mikropon yang dihubungkan dengan audiometri tutur, kemudian
disalurkan melalui telepon kepala ke telinga yang diperiksa pendengarannya, atau kata-kata
rekam lebih dahulu pada piringan hitam atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali
dan disalurkan melalui audiometer tutur. Penderita diminta untuk menirukan dengan jelas
setip kata yang didengar, dan apabila kata-kata yang didengar makin tidak jelas karena
intensitasnya makin dilemahkan, pendengar diminta untuk mnebaknya. Pemeriksa mencatata
presentase kata-kata yang ditirukan dengan benar dari tiap denah pada tiap intensitas. Hasil
ini dapat digambarkan pada suatu diagram yang absisnya adalah intensitas suara kata-kata
yang didengar, sedangkan ordinatnya adalah presentasi kata-kata yanag diturunkan dengan
benar. Dari audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi kemampuan pendengaran yaitu :
a. Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata yang
dituturkan pada suatu intensitas minimal dengan benar, yang lazimnya disebut persepsi
tutur atau NPT, dan dinyatakan dengan satuan de-sibel (dB).
b. Kemamuan maksimal perndengaran untuk mendiskriminasikan tiap satuan bunyi
(fonem) dalam kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai diskriminasi tutur
atau NDT. Satuan pengukuran NDT itu adalah persentasi maksimal kata-kata yang
ditirukan dengan benar, sedangkan intensitas suara barapa saja. Dengan demikian,
berbeda dengan audiometri nada murni pada audiometri tutur intensitas pengukuran
pendengaran tidak saja pada tingkat nilai ambang (NPT), tetapi juga jauh diatasnya.
Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar kata-kata yang jelas artinya pada
intensitas mana mulai terjadi gangguan sampai 50% tidak dapat menirukan kata-kata dengan
tepat.
Kriteria orang tuli :
Ringan masih bisa mendengar pada intensitas 20-40 dB
Sedang masih bisa mendengar pada intensitas 40-60 dB
Berat sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 60-80 dB
Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas >80 dB
Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila seseorang masih memiliki
sisa pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu dengar (ABD/hearing AID) suara
yang ada diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga bisa terdengar. Prinsipnya semua tes
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 55
pendengaran agar akurat hasilnya, tetap harus pada ruang kedap suara minimal sunyi. Karena
kita memberikan tes paa frekuensi tertetu dengan intensitas lemah, kalau ada gangguan suara
pasti akan mengganggu penilaian. Pada audiometri tutur, memng kata-kata tertentu dengan
vocal dan konsonan tertentu yang dipaparkan kependrita. Intensitas pad pemerriksaan
audiomatri bisa dimulai dari 20 dB bila tidak mendengar 40 dB dan seterusnya, bila
mendengar intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti pendengaran baik. Tes sebelum dilakukan
audiometri tentu saja perlu pemeriksaan telinga : apakah congok atau tidak (ada cairan dalam
telinga), apakah ada kotoran telinga (serumen), apakah ada lubang gendang telinga, untuk
menentukan penyabab kurang pendengaran.
Manfaat audiometri
1) Untuk kedokteran klinik, khususnya penyakit telinga
2) Untuk kedokteran klinik Kehakiman,tuntutan ganti rugi
3) Untuk kedokteran klinik Pencegahan, deteksi ktulian pada anak-anak
Tujuan
Ada empat tujuan (Davis, 1978) :
1) Mediagnostik penyakit telinga
2) Mengukur kemampuan pendengaran dalam menagkap percakpan sehari-hari, atau
dengan kata lain validitas sosial pendengaran : untuk tugas dan pekerjaan, apakah butuh
alat pembantu mendengar atau pndidikan khusus, ganti rugi (misalnya dalam bidang
kedokteran kehkiman dan asuransi).
3) Skrinig anak balita dan SD
4) Memonitor untuk pekerja-pekerja dinetpat bising.
2. Tes Penala
Test Rinne
Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang dengan
hantaran udara pada satu telinga pasien. Ada 2 macam tes rinne , yaitu :
Garputala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus
pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien tidak
mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan didepan meatus akustikus eksternus
pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif
jika pasien tidak dapat mendengarnya
Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara tegak
lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan meatus akustikus
eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garputala didepan meatus
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 56
akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang meatus skustikus eksternus (planum
mastoid). Tes rinne positif jika pasien mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih
keras. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus
eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne :
1) Normal : tes rinne positif
2) Tuli konduksi: tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih lama)
3) Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan :
a) Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala.
b) Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-)
c) Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada posisi I yang
mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mula-mula timbul.
Kesalahan pemeriksaan pada tes rinne dapat terjadi baik berasal dari pemeriksa maupun
pasien. Kesalah dari pemeriksa misalnya meletakkan garputala tidak tegak lurus, tangkai
garputala mengenai rambut pasien dan kaki garputala mengenai aurikulum pasien. Juga bisa
karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal.
Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak
mendengar bunyi garputala saat kita menempatkan garputala di planum mastoid pasien.
Akibatnya getaran kedua kaki garputala sudah berhenti saat kita memindahkan garputala
kedepan meatus akustukus eksternus.
2. Test Weber
Tujuan kita melakukan tes weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara
kedua telinga pasien. Cara kita melakukan tes weber yaitu: membunyikan garputala512 Hz
lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana
yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar atau mendengar
lebih keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-
sama tidak mendengar atau sam-sama mendengaar maka berarti tidak ada lateralisasi.
Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan
terdengar diseluruh bagian kepala. Pada keadaan ptologis pada MAE atau cavum timpani
missal:otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus di dalam cavum
timpani ini akan bergetar, biala ada bunyi segala getaran akan didengarkan di sebelah kanan.
Interpretasi:
a. Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut lateralisai ke
kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya.
b. Pada lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya:
Kepaniteraan Klinik THT 23 Juni – 3 Agustus 2014 57
1) Tuli konduksi sebelah kanan, missal adanya ototis media disebelah kanan.
2) Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan ebih hebat.
3) Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di dengar
sebelah kanan.
4) Tuli persepsi pada kedua teling, tetapi sebelah kiri lebih hebaaaat dari pada
sebelah kanan.
5) Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kana jarang terdapat.
3. Test Swabach
Tujuan :
Membandingkan daya transport melalui tulang mastoid antara pemeriksa (normal) dengan
probandus.
Dasar :
Gelombang-gelombang dalam endolymphe dapat ditimbulkan oleh :
Getaran yang datang melalui udara. Getaran yang datang melalui tengkorak, khususnya osteo
temporale
Cara Kerja :
Penguji meletakkan pangkal garputala yang sudah digetarkan pada puncak kepala
probandus. Probandus akan mendengar suara garputala itu makin lama makin melemah dan
akhirnya tidak mendengar suara garputala lagi. Pada saat garputala tidak mendengar suara
garputala, maka penguji akan segera memindahkan garputala itu, ke puncak kepala orang
yang diketahui normal ketajaman pendengarannya (pembanding). Bagi pembanding dua
kemungkinan dapat terjadi : akan mendengar suara, atau tidak mendengar suara.
Top Related