Presentasi kasus
Seorang Laki-laki 19 Tahun Dengan Fraktur Mandibula Pansimpisis
Dextra/Sinistra Komunitif
Oleh :
Pembimbing:
dr. Dewi Haryanti K, Sp.BP
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
SMF ILMU BEDAH FK UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2012
Kiki Nirmawati G0007093
Esti Rahmawati G0007064
Christiana Yayi T G0007052
Mohammad Hasrul G0006504
Linda Soebroto G0007204
Tri Suci Ramadhani G0007166
Rizki Kurnia F G0007223
STATUS PASIEN
A. ANAMNESA
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. G
Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Alamat : Kranggan 04/01 buran tasik madu karanganyar
No RM : 01119225
Masuk RS : 30 Maret 2012
Pemeriksaan : 02 April 2012
Ruang perawatan : Mawar 2
2. KELUHAN UTAMA
Luka robek di dagu setelah kecelakaan lalu lintas.
3. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
1/2 jam SMRS pasien mengendarai sepeda motor dalam keadaan mabuk
dan tanpa memakai helm. Lalu pasien terjatuh sendiri dan dagu tertusuk bambu.
Setelah itu pasien mencabut bambu yang menusuk dagu lalu pasien sempat
pingsan sebentar. Setelah kejadian pasien mengeluh nyeri di dagu dan tangan kiri.
Dagu dirasakan kaku, terdapat luka robek 5x5x2 cm, lalu pasien dibawa ke ruamh
sakit swasta, karena keterbatasan sarana pasien dirujuk ke RSUD Dr. Moewardi.
4. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
1
5. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
B. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaaan umum : CM
Primary Survey :
Airway : Bebas
Breathing : Nafas spontan, thorakoabdominal dengan RR 20x/menit
Circulation : Heart Rate 86x/menit, tensi 110/70 mmhg
Disability : GCS E4V5M6, lateralisasi (-), pupil isokor (3mm/3mm)
Exposure : Suhu 36,8o C, jejas (+) lihat status lokalis.
Secondary survey :
Kepala : jejas (+) lihat status lokalis
Mata : pupil isokor (3mm/3mm), RC (+/+), CA (-/-), SI (-/-)
Hidung : discharge (-) darah kering (-/-)
Telinga : Sekret (-/-) darah (-/-)
Mulut : Maloklusi (-) open bite, gigi goyang (-) gigi tanggal (-)
Leher : Step off (-) KGB membesar (-)
Thorax : Normochest, simetris, retraksi (-)
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)
Pulmo :
Inspeksi : Pengembangan dada kanan= kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan=kiri
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : SDV (+/+), ST (-/-)
2
Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : tympani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-) defense muscular (-)
Ekstremitas :
Superior Dx : akral dingin (-), edema (+)
Superior Sn : akral dingin (-), edema (-)
Inferior Dx : akral dingin (-), edema (-)
Inferior Sn : akral dingin (-), edema (-)
C. STATUS LOKALIS
R. mandibula :
Inspeksi : oedem (+), Vulnus apprtum 5x3x2 cm, deformitas (+)
Palpasi : maxilla goyang (-), maxilla floating (-), maxilla maloklusi (+), gigi
tanggal (-), gigi goyang (-), hipoestesi (-)
R. Antebrachii 1/3 proximal dextra :
Look = oedem (+)
Feel = NVD (-)
Movement = ROM terbatas karena nyeri
D. ASSESMENT I
Commutio cerebri
Fraktur ulna proximal dextra
Fraktur mandibula pansimpisis dextra/sinistra komunitif
E. PLANNING DIAGNOSTIK I
O2 5 lpm
IVFD D5 ½ NS 20 tpm
Inj. Piracetam 1amp/8 jam
Inj. Ranitidin 1amp/12 jam
Inj. Ketorolac 1amp/ 12 jam
Cek Lab lengkap
CT scan 3 kepala
3
Wrist joint AP/Lat
Elbow AP/Lat
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 30 Desember 2012
• Hb : 11, 8 gr/dl
• Hct : 37 vol%
• AE : 5,67 juta/uL
• AL : 9 ribu/uL
• AT : 204 ribu/uL³
• HBsAg : non reaktif
• Gol darah : AB
• PT : 13,7 detik
• APTT : 28,7 detik
• GDS : 90 mg/dl
• Kreatinin : 07 mg/dl
• Ureum : 17 mg/dl
2. Hasil CT scan
G. PROGNOSIS
a. Ad vitam : dubia
b. Ad sanam : dubia
c. Ad fungsionam : dubia
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TRAUMA MAKSILOFASIAL
A. DEFINISI
Trauma maksilofasial adalah suatu ruda paksa yang mengenai wajah dan
jaringan sekitarnya. Trauma padajaringan maksilofasial dapat mencakup jaringan
lunak dan jaringan keras. Yang dimaksud dengan jaringan lunak wajah adalah
jaringan lunak yang menutupi jaringan keras wajah. Meliputi abrasi kulit, tusukan,
laserasi, tato, cedera saraf cabang dan saraf fasial, cedera kelenjar parotid atau duktus
Stenson, cedera kelopak mata, cedera telinga, cedera hidung.(11) Sedangkan yang
dimaksud dengan jaringan keras wajah adalah tulang kepala. Meliputi fraktur
mandibula tertutup/terbuka, fraktur terbuka tertutup/terbuka, fraktur zigoma
tertutup/terbuka, fraktur nasal tertutup/terbuka, fraktur alveolus tertutup/terbuka.(12)
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi dari fraktur maksilofasial itu sendiri terdiri atas beberapa fraktur yakni
fraktur kompleks nasal, fraktur kompleks zigomatikus - arkus zigomatikus, fraktur dento-
alveolar, fraktur mandibula dan fraktur maksila yang terdiri atas fraktur le fort I, II, dan
III.
1. Fraktur kompleks nasal
Tulang hidung sendiri kemungkinan dapat mengalami fraktur , tetapi yang lebih
umum adalah bahwa fraktur – fraktur itu meluas dan melibatkan proses frontal
maksila serta bagian bawah dinding medial orbital.
Fraktur daerah hidung biasanya menyangkut septum hidung. Kadang – kadang
tulang rawan septum hampir tertarik ke luar dari alurnya pada vomer dan plat
tegak lurus serta plat kribriform etmoid mungkin juga terkena fraktur.
5
Gambar 1.1 Fraktur Kompleks Nasal terdiri dari sebuah pertemuan beberapa tulang: (1) tulang
frontal, (2) tulang hidung, (3) tulang rahang atas, (4) tulang lakrimal, (5) tulang ethmoid, dan (6)
tulang sphenoid.
2. Fraktur kompleks zigomatikus
Tulang zigomatik sangat erat hubungannya dengan tulang maksila, tulang dahi
serta tulang temporal, dan karena tulang – tulang tersebut biasanya terlibat bila
tulang zigomatik mengalami fraktur, maka lebih tepat bila injuri semacam ini
disebut “fraktur kompleks zigomatik”.
Tulang zigomatik biasanya mengalami fraktur didaerah zigoma beserta suturanya,
yakni sutura zigomatikofrontal, sutura zigomakotemporal, dan sutura
zigomatikomaksilar. Suatu benturan atau pukulan pada daerah inferolateral orbita
atau pada tonjolan tulang pipi merupakan etiologi umum. Arkus zigomatik dapat
mengalami fraktur tanpa terjadinya perpindahan tempat dari tulang zigomatik.
Gambar 1.2 Pandangan frontal dari fraktur zigomatik kompleks
Meskipun fraktur kompleks zigomatik sering disebut fraktur ”tripod”, namun
fraktur kompleks zigomatik merupakan empat fraktur yang berlainan. Keempat
bagian fraktur ini adalah arkus zigomatik, tepi orbita, penopang frontozigomatik,
dan penopang zigomatiko-rahang atas.
6
3. Fraktur dentoalveolar
Injuri dento-alveolar terdiri dari fraktur, subluksasi atau terlepasnya gigi-gigi
(avulsi), dengan atau tanpa adanya hubungan dengan fraktur yang terjadi di
alveolus, dan mungkin terjadi sebagai suatu kesatuan klinis atau bergabung
dengan setiap bentuk fraktur lainnya.
Salah satu fraktur yang umum terjadi bersamaan dengan terjadinya injuri wajah
adalah kerusakan pada mahkota gigi, yang menimbulkan fraktur dengan atau
tanpa terbukanya saluran pulpa.
Gambar 1.3. A. Infraksi Mahkota, B. Fraktur mahkota terbatas pada enamel dan dentin ( fraktur
mahkota sederhana ), C.Fraktur mahkota langsung melibatkan pulpa (fraktur mahkota
terkomplikasi), D. Fraktur akar sederhana, E. Fraktur mahkota-akar terkomplikasi, F.Fraktur akar
Horizontal
Injuri fasial sering menekan jaringan lunak bibir atas pada gigi insisor,sehingga
menyebabkan laserasi kasar pada bagian dalam bibir atas dan kadang-kadang
terjadi luka setebal bibir. Sering kali injuri semacam ini menghantam satu gigi
atau lebih, sehingga pecahan mahkota gigi atau bahkan seluruh gigi yang terkena
injuri tersebut tertanam di dalam bibir atas.
Pada seorang pasien yang tidak sadarkan diri pecahan gigi yang terkena fraktur
atau gigi yang terlepas sama sekali mungkin tertelan pada saat terjadi kecelakaan,
sehingga sebaiknya jika terdapat gigi atau pecahan gigi yang hilang setelah
terjadinya injuri fasial agar selalu membuat radiograf dada pasien, terutama jika
terjadi kehilangan kesadaran pada saat terjadinya kecelakaan.
7
4. Fraktur maksila: Le Fort I,II,III
Klasifikasi fraktur maksilofasial yang keempat adalah fraktur maksila, yang mana
fraktur ini terbagi atas tiga jenis fraktur, yakni ; fraktur Le Fort I, Le Fort II, Le Fort
III.
a) Le Fort I
Fraktur Le Fort I dapat terjadi sebagai suatu kesatuan tunggal atau
bergabung dengan fraktur – fraktur Le Fort II dan III.
Pada Fraktur Le Fort I, garis frakturnya dalam jenis fraktur transverses
rahang atas melalui lubang piriform di atas alveolar ridge, di atas lantai
sinus maksilaris, dan meluas ke posterior yang melibatkan pterygoid plate.
Fraktur ini memungkinkan maksila dan palatum durum bergerak secara
terpisah dari bagian atas wajah sebagai sebuah blok yang terpisah tunggal.
Fraktur Le Fort I ini sering disebut sebagai fraktur transmaksilari
b) Le Fort II
Fraktur Le Fort II lebih jarang terjadi, dan mungkin secara klinis mirip
dengan fraktur hidung. Bila fraktur horizontal biasanya berkaitan dengan
tipisnya dinding sinus, fraktur piramidal melibatkan sutura-sutura. Sutura
zigomatimaksilaris dan nasofrontalis merupakan sutura yang sering
terkena.
Seperti pada fraktur Le Fort I, bergeraknya lengkung rahang atas, bias
merupakan suatu keluhan atau ditemukan saat pemeriksaan. Derajat
gerakan sering tidak lebih besar dibanding fraktur Le Fort I, seperti juga
gangguan oklusinya tidak separah pada Le Fort I.
c) Le Fort III
Fraktur craniofacial disjunction, merupakan cedera yang parah. Bagian
tengah wajah benar-benar terpisah dari tempat perlekatannya yakni basis
kranii.
Fraktur ini biasanya disertai dengan cedera kranioserebral, yang mana
bagian yang terkena trauma dan besarnya tekanan dari trauma yang bisa
mengakibatkan pemisahan tersebut, cukup kuat untuk mengakibatkan
trauma intrakranial.
8
Gambar 1.4. Fraktur Le Fort I , Le Fort II, Le Fort III
FRAKTUR MANDIBULA
A. ANATOMI
Mandibula merupakan tulang cranium yang mudah dipisahkan. Tulang ini
ditempati gigi-gigi, terdiri atas bagian yang berjalan horizontal disebut corpus
mandibulae dan bagian yang berjalan vertikal disebut ramus mandibulae. Kedua
bagian itu berhubungan dan membentuk sudut, membentuk sudut siku-siku disebut
angulus mandibulae(1)
Bagian korpus mandibula membentuk tonjolan disebut prosesus alveolaris
yang mempunyai 16 buah lubang untuk tempat gigi. Bagian bawah korpus mandibula
mempunyai tepi yang lengkung dan halus. Pada pertengahan korpus mandibula
kurang lebih 1 nchi dari simfisis didapatkan foramen mentalis yang dilalui oleh vasa
dan nervus mentalis. Permukaan dalam dari korpus mandibula cekung dan didapatkan
linea milohiodea yang merupakan origo m.Milohioid. Angulus mandibula adalah
pertemuan antara tepi belakang ramus mandibula dan tepi bawah korpus mandibula.
9
Angulus mandibula terletak subkutan dan mudah diraba pada 2-3 jari dibawah lobulus
aurikularis. (2) Secara keseluruhan tulang mandibula ini berbentuk tapal kuda melebar
di belakang, memipih dan meninggi pada bagian ramus kanan dan kiri sehingga
membentuk pilar, ramus membentuk sudut 1200 terhadap korpus pada orang dewasa.
Pada yang lebih muda sudutnya lebih besar dan ramusnya nampak lebih divergens.
Dari aspek fungsinya, merupakan gabungan tulang berbentuk L bekerja untuk
mengunyah dengan dominasi (terkuat) m. Temporalis yang berinsersi disisi medial
pada ujung prosesus koronoideus dan m. Masseter yang berinsersi pada sisi lateral
angulus dan ramus mandibula. M. Pterigodeus medial berinsersi pada sisi medial
bawah dari ramus dan angulus mandibula. M.masseter bersama m temporalis
merupakan kekuatan untuk menggerakkan mandibula dalam proses menutup mulut.
M pterigoideus lateral berinsersi pada bagian depan kapsul sendi temporo-mandibular,
diskus artikularis berperan untuk membuka mandibula. Fungsi m.pterigoid sangat
penting dalam proses penyembuhan pada fraktur intrakapsuler.
Pada potongan melintang tulang mandibula dewasa level molar II berbentuk
seperti ”U” dengan komposisi korteks dalam dan korteks luar yang cukup kuat.
Ditengahnya ditancapi oleh akar-akar geligi yang terbungkus oleh tulang kanselus
yang membentuk sistem haversian (osteons) diantara dua korteks tersebut ditengahnya
terdapat kanal mandibularis yang dilewati oleh syaraf dan pembuluh darah yang
masuk dari foramen mandibularis dan keluar kedepan melalui foramen mentalis.
Lebar kanalis mandibula tersebut sekitar 3 mm ( terbesar) dan ketebalan korteks sisi
bukal yang tertipis sekitar 2.7mm sedang pada potongan level gigi kaninus kanalnya
berdiameter sekitar 1mm dengan ketebalan korteks sekitar 2.5-3mm. Posisis jalur
kanalis mandibula ini perlu diingat dan dihindari saat melakukan instrumentasi waktu
reposisi dan memasang fiksasi interna pada fraktur mandibula. (3)
10
Gb. 2.1 Anatomi tulang mandibula (4)
Mandibula mendapat nutrisi dari arteri alveolaris inferior yang merupakan
cabang pertama dari arteri maxillaris yang masuk melalui foramen mandibula
bersama vena dan nervus alveolaris inferior berjalan dalam kanalis alveolaris. Arteri
alveolaris inferior memberi nutrisi ke gigi-gigi bawah serta gusi sekitarnya kemudian
di foramen mentalis keluar sebagai a. Mentalis. Sebelum keluar dari foramen mentalis
bercabang menuju incisivus dan berjalan sebelah anterior ke depan didalam tulang.
Arteri mentalis beranastomosis dengan arteri facialis, arteri submentalis dan arteri
labii inferior. Arteri submentalis dan arteri labii inferior merupakan cabang dari arteri
facialis. Arteri mentalis memberi nutrisi ke dagu. Aliran darah balik dari mandibula
melalui vena alveolaris inferior ke vena facialis posterior. Daerah dagu mengalirkan
darah ke vena submentalis, yang selanjutnya mengalirkan darah ke vena facialis
anterior. Vena facialis anterior dan vena facialis posterior bergabung menjadi vena
fascialis communis yang mengalirkan darah ke vena jugularis interna. (5)
B. DEFINISI
Fraktur mandibula adalah rusaknya kontinuitas tulang mandibular yang dapat
disebabkan oleh trauma baik secara langsung atau tidak langsung. Fraktur mandibula
dapat terjadi pada bagian korpus, angulus, ramus maupun kondilus.
C. ETIOLOGI
Fraktur dapat terjadi akibat trauma atau karena proses patologis. Fraktur akibat
trauma dapat terjadi akibat perkelahian, kecelakaan lalulintas, kecelakaan kerja, luka
tembak, jatuh ataupun trauma saat pencabutan gigi. Fraktur patologis dapat terjadi
karena kekuatan tulang berkurang akibat adanya kista, tumor jinak atau ganas rahang,
osteogenesis imperfecta, osteomyelitis, osteomalacia, atrofi tulang secara menyeluruh
atau osteoporosis nekrosis atau metabolic bone disease. Akibat adanya proses
patologis tersebut, fraktur dapat terjadi secara spontan seperti waktu bicara, makan
atau mengunyah. (9)
D. KLASIFIKASI
11
1. Berdasar lokasi anatomisnya; prosesus condiloideus, angulus mandibula,
simfisis mandibula, korpus mandibula, alveolus, ramus, processus
coronoideus.
2. Berdasar ada tidaknya gigi pada kiri dan kanan garis fraktur ; kelas 1 : gigi ada
pada kedua bagian garis fraktur, kelas II : gigi hanya ada pada satu bagian dari
garis fraktur, kelas III : tidak ada gigi pada kedua fragmen, mungkin gigi
sebelumnya memang sudah tidak ada (edentolous), atau gigi hilang saat terjadi
trauma.
3. Berdasar arah fraktur dan kemudahan untuk direposisi dibedakan : horisontal
yang dibagi menjadi favourable dan unfavourable. Vertikal, yang juga dibagi
menjadi favourable dan unfavourable. Kriteria favourable dan unfavourable
berdasarkan arah satu garis fraktur terhadap gaya otot yang bekerja pada
fragmen tersebut. Disebut favourable apabila arah fragmen memudahkan
untuk mereduksi tulang waktu reposisi sedangkan unfavourable bila garis
fraktur menyulitkan untuk reposisi.
4. Berdasar beratnya derajat fraktur, dibagi menjadi fraktur simple/closed yaitu
tanpa adanya hubungan dengan dunia luar dan tidak ada diskontinuitas dari
jaringan sekitar fraktur. Fraktur compound atau open yaitu fraktur
berhubungan dengan dunia luar yang melibatkan kulit, mukosa atau membran
periodontal.
5. Berdasar tipe fraktur dibagi menjadi fraktur greenstick (incomplete); fraktur
yang biasanya didapatkan pada anak-anak karena periosteum tebal. Fraktur
tunggal ; fraktur hanya pada satu tempat saja. Fraktur multiple ; fraktur yang
terjadi pada dua tempat atau lebih, umumnya bilateral. Fraktur komunitif ;
terdapat adanya fragmen yang kecil bisa berupa fraktur simple atau compound.(10)
E. DIAGNOSIS
Didalam penegakan diagnosis fraktur mandibula meliputi anamnesa, apabila
merupakan kasus trauma harus diketahui mengenai mekanisme traumanya (mode of
injury), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada kasus trauma,
pemeriksaan penderita dengan kecurigaan fraktur mandibula meliputi pemeriksaan
awal (primar survey) yaitu pemeriksan airway, breathing, circulation dan disability
12
dan secondary survey. Pada penderita trauma dengan fraktur mandibula harus
diperhatikan adanya kemungkinan obstruksi jalan nafas yang bisa diakibatkan karena
fraktur mandibula itu sendiri ataupun akibat perdarahan intraoral yang menyebabkan
aspirasi darah dan clot. Setelah dilakukan primary survey dan kondisi penderita stabil,
dilanjutkan dengan dengan pemeriksaan lanjutan secondary survey yaitu pemeriksaan
menyeluruh dari ujung rambut sampai kepala.
1. Anamnesa
Meliputi ada tidaknya alergi, medikamentosa, penyakit sebelumnya, last meal
dan events/enviroment sehubungan dengan injurinya.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi dilihat ada tidaknya deformitas, luka terbuka dan evaluasi susunan
atau konfigurasi gigi saat menutup dan membuka mulut, menilai ada atau
tidaknya maloklusi. Dilihat juga ada atau tidaknya gigi yang hilang atau fraktur.
Pada palpasi dievaluasi daerah TMJ dengan jari pada daerah TMJ dan penderita
disuruh buka-tutup mulut, menilai ada tidaknya nyeri, deformitas atau dislokasi.
Untuk memeriksa apakah ada fraktur mandibula dengan palpasi dilakukan
evaluasi false movement dengan kedua ibujari di intraoral, korpus mandibula
kanan dan kiri dipegang kemudian digerakkan keatas dan kebawah secara
berlawanan sambil diperhatikan disela gigi dan gusi yang dicurigai ada
frakturnya. Bila ada pergerakan yang tidak sinkron antara kanan dan kiri maka
false movement (+), apalagi dijumpai perdarahan disela gusi.
13
Gb 2.12 pemeriksaan fraktur mandibula (3)
3. Pemeriksaan Penunjang
Pada fraktur mandibula dapat dilakukan pemeriksaan penunjang foto Rontgen
untuk mengetahui pola fraktur yang terjadi. Setiap pemeriksaan radiologis
diharapkan menghasilkan kualitas gambar yang meliputi area yang dicermati
yaitu daerah patologis berikut daerah normal sekitarnya.(3)
Beberapa tehnik Roentgen dapat digunakan untuk melihat adanya fraktur
mandibula antara lain ;
- Foto skull AP/Lateral
- Foto Eisler ; foto ini dibuat untuk pencitraan mandibula bagian ramus dan
korpus, dibuat sisi kanan atau sisi kiri sesuai kebutuhan.
- Towne’s view ; dibuat untuk melihat proyeksi tulang maksila, zigoma dan
mandibula
- Reverse Towne’s view ; dilakukan untuk melihat adanya fraktur neck condilus
mandibula terutama yang displaced ke medial dan bias juga melihat dinding
lateral maksila
- Panoramic ; disebut juga pantomografi atau rotational radiography dibuat
untuk mengetahui kondisi mandibula mulai dari kondilus kanan sampai kondilus
kiri beserta posisi geliginya termasuk oklusi terhadap gigi maksila. Dibuat film
didepan mulut pada alat yang rotasi dari pipi kanan ke pipi kiri, sinar-x juga
berlawanan arah rotasi dari arah tengkuk sehingga tercapai proyeksi dari
kondulus kanan sampai kondilus kiri.
14
Keuntungan panoramic adalah ; cakupan anatomis yang luas, dosis radiasi
rendah, pemeriksaan cukup nyaman, bisa dilakukan pada penderita trismus,.
Kerugiannya tidak bisa menunjukkan gambaran anatomis yang jelas daerah
periapikal sebagaimana yang dihasilkan foto intra oral
- Temporomandibular Joint ; pada penderita trauma langsung daerah dagu sering
didapatkan kondisi pada dagu baik akan tetapi terjadi fraktur pada daerah
kondilus mandibula sehingga penderita mengeluh nyeri pada daerah TMJ bila
membuka mulut, trismus kadang sedikit maloklusi. Pada pembuatan foto TMJ
yang standard biasanya di lakukan proyeksi lateral buka mulut (Parma) dan
proyeksi lateral tutup mulut biasa (Schuller). Biasanya dibuat kedua sendi kanan
dan kiri untuk perbandingan.
- Orbitocondylar view ; dilakukan untuk melihat TMJ pada saat buka mulut lebar,
menunjukkan kondisi struktur dan kontur dari kaput kondilus tampak dari depan.
- CT-SCAN ; Pemeriksaan ini pada kasus emergency masih belum merupakan
pemeriksaan standart. Centre yang telah maju dalam penggunaan modalitas ini
telah menggunakan CT Scan terutama untuk fraktur maksilofasial yang sangat
kompleks. Pemeriksaan ini memberikan banyak informasi mengenai cidera di
bagian dalam. (3)
F. PENATALAKSANAAN
Evaluasi klinis secara keseluruhan dengan teliti, pemeriksaan klinis fraktur
dilakukan secara benar, kerusakan gigi dievaluasi dan dirawat bersamaan dengan
perawatan fraktur mandibula, mengembalikan oklusi merupakan tujuan dari
perawatan fraktur mandibula. Apabila terjadi fraktur mulitple di wajah, fraktur
mandibula lebih baik dilakukan perawatan terlebih dahulu dengan prinsip dari dalam
keluar, dari bawah keatas. Waktu penggunaan fiksasi intermaksiler dapat bervariasi
tergantung tipe, lokasi, jumlah dan derajat keparahan fraktur mandibula serta usia dan
kesehatan pasien maupun metode yang akan digunakan untuk reduksi dan imobilisasi.
Penggunaan antibiotik untuk kasus compound fractures, monitor pemberian nutrisi
pasca operasi. Penanganan fraktur mandibula secara umum dibagi menjadi 2 metode
yaitu reposisi tertutup dan terbuka. Reposisi tertutup (closed reduction) patah tulang
rahang bawah ; penanganan konservatif dengan melukan reposisi tanpa operasi
langsung pada garis fraktur dan melakukan imobilisasi dengan interdental wiring atau
eksternal pin fixation. Reposisi terbuka (open reduction) ; tindakan operasi untuk
15
melakukan koreksi defromitas-maloklusi yang terjadi pada patah tulang rahang bawah
dengan melakukan fiksasi dengan interosseus wiring serta imobilisasi dengan
menggunakan interdental wiring atau dengan mini plat+skrup. (6)
Indikasi untuk closed reduction antara lain ;
a. Fraktur komunitif, selama periosteum masih intak masih dapat diharapkan
kesembuhan tulang
b. Fraktur dengan kerusakan soft tissue yang cukup berat, dimana rekonstruksi soft
tissue dapat digunakan rotation flap, free flap ataupun granulasi persecundum bila
luka tersebut tidak terlalu besar
c. Edentulous mandibula ; closed reduction dengan menggunakan protese
mandibula “gunning splint” dan sebaiknya dikombinasikan dengan kawat circum
mandibula- circumzygomaticum
d. Fraktur pada anak-anak ; karena open reduction dapat menyebabkan kerusakan
gigi yang sedang tumbuh. Apabila diperlukan open reduction dengan fiksasi
internal, maka digunakan kawat yang halus dan diletakkan pada bagian paling
inferior dari mandibula. Closed reduction dilakukan dengan splint acrylic dan
kawat circum-mandibular dan circumzygomaticum bila memungkinkan
e. Fraktur condylus ; mobilisasi rahang bawah diperlukan untuk menghindari
ankylosis dari TMJ. Pada anak, moblisasi ini harus dilakukan tiap minggu,
sedangkan dewasa setiap 2 minggu.
Tehnik yang digunakan pada terapi fraktur mandibula secara closed reduction
adalah fiksasi intermaksiler. Fiksasi ini dipertahankan 3-4 minggu pada fraktur
daerah condylus dan 4-6 minggu pada daerah lain dari mandibula
Indikasi untuk reposisi terbuka (open reduction) :
a. Displaced unfavourable fracture melalui angulus
b. Displaced unfavourable fracture dari corpus atau parasymphysis. Bila
dikerjakan dengan reposisi tertutup, fraktur jenis ini cenderung untuk
terbuka pada batas inferior sehingg mengakibatkan maloklusi
c. Multiple fraktur tulang wajah ; tulang mandibula harus difiksasi terlebih
dahulu sehingga menghasilkan patokan yang stabil dan akurat untuk
rekonstruksi
16
d. Fraktur midface disertai displaced fraktur condylus bilateral. Salah satu
condylus harus di buka untuk menghasilkan dimensi vertical yang akurat
dari wajah
e. Malunions diperlukan osteotomie
Kontraindikasi penggunaan MMF ; penderita epilepsy, gangguan jiwa dan
gangguan fungsi paru.
Tehnik operasi open reduction ; merupakan jenis operasi bersih kontaminasi,
memerlukan pembiusan umum dengan intubasi nasotrakeal, usahakan fiksasi pipa
nasotrakeal ke dahi. Posisi penderita telentang, kepala hiperekstensi denga
meletakkan bantal dibawah pundak penderita, meja operasi diatur head up 20-25
derajat. Desinfeksi dengan batas atas garis rambut pada dahi, bawah pada
klavikula,lateral tragus ke bawah menyusur tepi anterior m. trapesius kanan kiri.
Adapun insisi yang dilakukan bisa dua cara yaitu pendekatan intraoral sedikit
diatas bucoginggival fold pada mukosa bawah bibir. Panjang sayatan sesuai
kebutuhan atau pendekatan ekstraoral ; submandibular 2 cm di kaudal dan sejajar
dari margo inferior mandibula dengan titik tengahnya adalah garis fraktur dan
panjang sayatan sekitar 6 cm. insisi diperdalam sampai memotong muskulus
platisma, sambil perdarahan dirawat. Identifikasi r. marginalis mandibula nervus
facialis. Cari arteri dan vena maksilaris eksterna pada level insisi, bebaskan ligasi
pada dua tempat dan potong diantaranya. Benang ligasi stomp distal diklem dan
dielevasi ke cranial dengan demikian r. marginalis mandibula akan selamat oleh
karena ia berjalan melintang tegak lurus superficial terhadap vasa maksilaris
eksterna. Pada bagian profundanya dibuat flap ke atas sampai pada periosteum
mandibula. Periosteum mandibula diinsisi, selanjutnya dengan rasparatorium
periosteum dibebaskan dari tulang. Dengan alat kerok atau knabel dilakukan
pembersian dari kedua ujung fragmen tulang. Lakukan reposisi dengan
memperhatikan oklusi gigi yang baik.
Bila digunakan wire, bor tulang mandibula pada 2 tempat, 1 cm dari garis fraktur
dan 1 cm dari margo mandibula. Kemudian digunakan snaar wire stainless steel
diameter 0.9mm, ikatan tranversal dan figure of “8”. pada penggunaan plat mini
linier pada fraktur mandibula bagian mentum diantara dua foramen mentales
maka digunakan 2 buah plat masing-masingminimal 4 lobang sehingga
didapatkan hasil fiksasi dan antirotasi.
17
Tolak ukur keberhasilan operasi pemasangan plat mini maupun IOID
wiring pada mandibula adalah oklusi yang baik, tidak trismus. Jangan tergesa
melakukan fiksasi sebelum yakin oklusinya sudah sempurna. Posisi plat jangan
terlalu tinggi karena sekrup akan menembus saraf/akar gigi. Permukaan tulang
bersih dari jaringan ikat dan jaringan lunak sehingga plat betul-betul menempel
pada tulang mandibula. Untuk penggunaan bor, sebaiknya arah matabor
tangensial, stabil dan arah obeng juga sesuai dengan arah bor sebelumnya.
Gunakan mata bor diameter 1.5mm dengan kecepatan rendah menembus 1
korteks dikukur kedalamannya kemudian dipasang sekrup yang panjangnya
sesuai dengan tebal satu korteks.Pemasangan sekrup dimulai dari satu sisi terlebih
dahulu kemudian menyebrang menyilang pada sisi plat satunya.(3)
Gb 2.14 Penempatan plat menurut teori champy
Keuntungan dari reposisi tertutup adalah lebih efisien, angka komplikasi lebih
rendah dan waktu operasi yang lebih singkat. Tehnik ini dapat dikerjakan di tingkat
poliklinis. Kerugiannya meliputi fiksasi yang lama, gangguan nutrisi karena adanya
MMF, resiko ankilosis TMJ dan problem airway. Keuntungan dari ORIF antara lain ;
mobilisasi lebih dini dan reaproksimasi fragmen tulang yang lebih baik. Kerugiannya
18
Gb 2.13 penempatan wire tegak lurus thd garis fraktur (3)
Gb 2.14 tehnik wiring figure of 8 untuk menjamin stabilitas vertical
(6)
adalah biaya lebih mahal dan diperlukan ruang operasi dan pembiusan untuk
tindakannya.
Dalam menangani fraktur mandibula umumnya digunakan lebih dari satu
modalitas sebab terdapat banyak variasi biomekanik dan problem klinis untuk
mencapai mobilitas fiksasi di regio fraktur. Ada 5 metode yang umum digunakan
yaitu dengan biocortical transfacial compression plates pada bagian inferior dengan
atau tanpa tension band plate, monocortical transoral miniplates pada bagian
superior, paired miniplates, lag screws dan noncompression stabilization plates pada
bagian inferior. Hasil yang didapatkan dari pemakaian monocortical osteosynthesis
adalah tercapainya netralisasi kekuatan tensi dan kompresi serta rotasi pada garis
fraktur sehingga diperoleh reduksi anatomis yang fisiologis, kompresi pada fragmen
fraktur dan imobilisasi yang rigid serta perbaikan kekuatan self kompresi fisiologis. (6,7)
Pada angulus mandibula, plat paling baik diletakkan pada permukaan yang
paling luas dan setinggi mungkin di daerah linea oblique eksterna. Pada regio anterior,
diantara kedua foramen mentalis, disamping plat subapikal perlu juga ditambahkan
plat lain di dekat batas bawah mandibula untuk menetralkan kekuatan rotasi pada
daerah simfisis tersebut. Pada daerah di belakang foramen mentalis sampai mendekati
daerah angulus cukup digunakan satu plat yang dipasang tepat dibawah akar gigi dan
diatas nervus alveolaris inferior. Penempatan plat didaerah sepanjang tension
trajectory ternyata juga menghasilkan suatu fiksasi yang paling stabil bila ditinjau dari
prinsip biomekaniknya.
Pada bagian mandibula yang bergigi, archbar sudah cukup berfungsi
menetralkan kekuatan tension, sedangkan pada daerah angulus dan ramus mandibula
fungis tersebut baru bisa didapatkan dengan menggunakan plat yang kecil. (19,22)
Fraktur pada daerah angulus mandibula merupakan problem khusus pada perawatan
dengan menggunakan rigid internal fixation. Angulus merupakan bagian yang sulit
dicapai lewat intraoral karena adanya otot-otot pengunyah dan otot-otot daerah
suprahyoid. Batas inferior dari angulus sangat tipis dan tidak mungkin dilakukan
suatu kompresi. Adanya gigi molar 3 menyebabkan fraktur mudah terjadi, distraksi
dari kontak tulang menghambat reduksi dan vaskular dari sisi fraktur dan dapat
menjadi sumber infeksi. Penggunaan rigid internal fixation untuk mencegah
hilangnya kontrol segmen proksimal, delayed union dan malunion yang dapat terjadi
bila digunakan terapi lain. (6,8)
19
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi akibat fraktur mandibula antara lain adanya
infeksi, dengan kuman patogen yang umum adalah staphylococcus, streptococcus dan
bacterioides. Terjadi malunion dan delayed healing, biasanya disebabkan oleh infeksi,
reduksi yang inadekuat, nutrisi yang buruk, dan penyakit metabolik lainnya.
Parasthesia dari nervus alveolaris inferior, lesi r marginalis mandibulae n. fasialis bisa
terjadi akibat sayatan terlalu tinggi. Aplikasi vacuum drain dapat membantu untuk
mencegah timbulnya infeksi yang dapat terjadi oleh karena genangan darah yang
berlebihan ke daerah pembedahan. Fistel orokutan bisa terjadi pada kelanjutan infeksi
terutama pada penderita dengan gizi yang kurang sehingga penyembuhan luka kurang
baik dan terjadi dehisensi luka.(3)
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, Guidance to Anatomy I., Sebelas Maret University. Surakarta. 2004; 140-
141
20
2. Sugiharto Setyo, Hardjowasito Widanto, Penanganan Fraktur Mandibula pada Anak
dengan pemasangan Arch-Bar., Majalah Kedokteran Unibraw, 1996; 12:39-41.
3. Wijayahadi R Yoga, Murtedjo Urip, et all, Trauma Maksilofasial Diagnosis dan
Penatalaksanaannya, Surabaya, Divisi Ilmu Bedah Kepala & Leher SMF/Lab Ilmu
Bedah RSDS/FK Unair Surabaya, 20006:25-26, 58-63, 71-71, 89-95, 98,100,125-132
4. Spateholz W. Handatlas und lehrbuch der anatomie des menschen, sheltema &
holkema N.V Amsterdam, 1953 ; 500-1.
5. Keith L Moore, Clinically Oriented Anatomy, 3rd , William-Wilkins, 1996:143-148
6. Fonseca RJ, Walker RV, Oral and Maxillofacial trauma, vol 1, WB Saunders Co.,
Philadelpia, 1991: 359-414, 239, 242-51
7. Assael LA. Treatment of mandibular angle fractures, Plate and screw fixation, J Oral
Maxillofac Surg., 1994;52:757-61
8. Anderson T, Alpert B, Experiences with rigid fixation of mandibular fractures and
immediate function, J Oral Maxillofac Surg., 1992;50:555
9. Okeson JP, Functional anatomy and Biomechanics of the masticatory system, In
management of temporomandibular disorder and occlusion, Okeson Jeffrey P, Mosby,
St Louis 1993 13-21
10. Barrera E Jose, Batuello G Stephen., Mandibular Body Fractures, Sept 2006.
retrieved : Apr 2, 2012 at www.emedicine/Ent/Topic415.htm
11. Mansjoer AS, Wardhani WI, Setiowulan. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakara:
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000.
12. Marmowinoto M, Reksoprawiro M, Moertedjo U. Fraktur Maksilofasial. Dalam:
Bagian/ SMF Ilmu Bedah. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: Rumah Sakit
Umum Dokter Soetomo. 2008.
21