BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perdarahan pada saluran cerna terutama di sebabkan oleh tukak lambung atau
gastritis. Pendarahan saluran cerna dibagi menjadi saluran cerna bagian atasa dan bagian
bawah. Pendarahan yang terjadi di saluran cerna bila di sebabkan oleh adanya erosi arteri
akan mengeluarkan darah lebih banyak dan dapat dihentikan dengan penatalaksanaan medis
saja.
Perdarahan saluran cerna adalah suatu perdarahan yang bisa terjadi dimana saja di
sepanjang saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus. Bisa berupa ditemukannya
darah dalam tinja atau muntah darah, tetapi gejala bisa juga tersembunyi dan hanya bisa
diketahui melalui pemeriksaan tertentu. Perdarahan yang terjadi di saluran cerna bila
disebabkan oleh adanya erosi arteri akan mengeluarkan darah lebih banyak dan tidak dapat
dihentikan dengan penatalaksanaan medis saja. (Mansjoer, 2000).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian perdarahan saluran cerna?
2. Apakah penyebab perdarahan saluran cerna?
3. Bagimanakah tanda dan gejala pendarahan saluran cerna?
4. Bagaimana penatalaksanaan pada perdarahan saluran cerna ?
5. Bagimana asuhan keperawatan pada perdarahan saluran cerna?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari perdarahan saluran cerna.
2. Untuk mengetahui penyebab dari pendarahan saluran cerna.
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala perdarahan saluran cerna.
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada perdarahan saluran cerna.
5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan perdarahan saluran cerna.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Perdarahan Saluran Cerna
Perdarahan saluran cerna adalah suatu perdarahan yang bisa terjadi dimana saja di
sepanjang saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus. Bisa berupa ditemukannya
darah dalam tinja atau muntah darah, tetapi gejala bisa juga tersembunyi dan hanya bisa
diketahui melalui pemeriksaan tertentu. Perdarahan yang terjadi di saluran cerna bila
disebabkan oleh adanya erosi arteri akan mengeluarkan darah lebih banyak dan tidak dapat
dihentikan dengan penatalaksanaan medis saja. (Mansjoer, 2000).
2.2 Klasifikasi
Perdarahan saluran cerna dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Perdarahan saluran cerna bagian atas
2. Perdarahan saluran cerna bagian bawah /Lower gastrointestinal bleeding (LGIB)
(Mansjoer, 2000)
2.3 Etiologi
Penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas terbanyak di Indonesia adalah karena
pecahnya varises esophagus, dengan rata-rata 45-50% seluruh perdarahan saluran cerna
bagian atas.
1. Etiologi perdarahan saluran cerna bagian atas diantaranya adalah :
- Kelainan esophagus: varises, esophagitis, keganasan
- Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung & duodenum, keganasan, dll
- Penyakit dharah: leukemia, purpura trombositopenia, dll.
- Penyakit sistemik lainnya: uremia, dll
- Pemakaian obat yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid, alkohol, dll
2. Perdarahan saluran cerna bagian bawah :
- Tumor ganas
- Polip
- Kolitis ulseratif
- Penyakit Chron
2
- Angiodiplasia
- Divertikula
- Hemorhoid
- Fistula rectal
- Hemoragik massif saluran cerna bagian atas
(Suparman, 1987)
2.4 Tanda dan Gejala
Gejalanya bisa berupa :
1. Muntah darah (hematemesis). Hematemesis adalah muntah darah dan biasanya
disebabkan oleh penyakit saluran cerna bagian atas. Melena adalah keluarnya feses berwarna
hitam per rektal yang mengandung campuran darah, biasanya disebabkan oleh perdarahan
usus proksimal (Grace & Borley, 2007)
2. Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena). Tinja yang kehitaman biasanya
merupakan akibat dari perdarahan di saluran pencernaan bagian atas, misalnya lambung atau
usus dua belas jari. Warna hitam terjadi karena darah tercemar oleh asam lambung dan oleh
pencernaan kuman selama beberapa jam sebelum keluar dari tubuh. Sekitar 200 gram darah
dapat menghasilkan tinja yang berwarna kehitaman.
3. Mengeluarkan darah dari rektum (hematoskezia)
4. Waterbrash merupakan regurgitasi isi lambung kedalam rongga mulut. Gangguan
ini dirasakan terdapat pada tenggorokan sebagai rasa asam atau cairan panas yang pahit
5. Pirosis ( nyeri uluhati )
Pirosis sering ditandai sensasi panas. Nyeri uluhati dapat disebabkan oleh refluks asam
lambung atau sekrat empedu kedalam esofahus bagian bawah, keduanya sangat mengiritasi
mukosa.
6. Penderita dengan perdarahan jangka panjang, bisa menunjukkan gejala-gejala
anemia, seperti mudah lelah, terlihat pucat, nyeri dada dan pusing. Jika terdapat gejala-gejala
tersebut, dokter bisa mengetahui adanya penurunan abnormal tekanan darah, pada saat
penderita berdiri setelah sebelumnya berbaring.
7. Gejala yang menunjukan adanya kehilangan darah yang serius adalah denyut nadi
yang cepat, tekanan darah rendah dan berkurangnya pembentukan air kemih. Tangan dan
kaki penderita juga akan teraba dingin dan basah. Berkurangnya aliran darah ke otak karena
kehilangan darah, bisa menyebabkan bingung, disorientasi, rasa mengantuk dan bahkan syok
3
8. Pada penderita perdarahan saluran pencernaan yang serius, gejala dari penyakit
lainnya, seperti gagal jantung, tekanan darah tinggi, penyakit paru-paru dan gagal ginjal, bisa
bertmbah buruk. Pada penderita penyakit hati, perdarahan ke dalam usus bisa menyebabkan
pembentukan racun yang akan menimbulkan gejala seperti perubahan kepribadian, perubahan
kesiagaan dan perubahan kemampuan mental (ensefalopati hepatik).
(Sylfia A. Price, 1994 : 359)
2.5 Patofisiologi
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan peningkatan
tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam submukosa
esopagus dan rektum serta pada dinding abdomen anterior untuk mengalihkan darah dari
sirkulasi splenik menjauhi hepar.
Dengan meningkatnya teklanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi
mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah (disebut varises). Varises dapat pecah,
mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat mengakibatkan
kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung, dan penurunan curah
jantung. Jika perdarahan menjadi berlebihan, maka akan mengakibatkan penurunan perfusi
jaringan. Dalam berespon terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme
kompensasi untuk mencoba mempertahankan perfusi.
Mekanisme ini merangsang tanda-tanda dan gejala-gejala utama yang terlihat pada
saat pengkajian awal. Jika volume darah tidak digantikan, penurunan perfusi jaringan
mengakibatkan disfungsi seluler. Sel-sel akan berubah menjadi metabolsime anaerobi, dan
terbentuk asam laktat. Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh sistem
tubuh, dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi sistem tersebut akan mengalami kegagalan
4
2.6 Pathway
5
2.7 Komplikasi
1. Anemia
2. Dehidrasi
3. Nyeri Dada – jika ada juga penyakit jantung
4. Kehilangan darah
5. Syok
6. Kematian
2.8 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan kolaboratif :
Intervensi awal mencakup 4 langkah:
(a) Kaji keparahan perdarahan
(b) Gantikan cairan dan produk darah untuk mnengatasi shock
(c) Tegakan diagnosa penyebab perdarahan
(d) Rencanakan dan laksanakan perawatan definitif.
2. Resusitasi Cairan dan Produk Darah
3. Mendiagnosa Penyebab Perdarahan
4. Perawatan Definiti
Terapi
a. Non-Endoskopis
Salah satu usaha menghentikan perdarahan yang sudah lama dilakukan adalah kumbah
lambung lewat pipa nasogastrik dengan air suhu kamar. Prosedur ini diharapkan
mengurangi distensi lambung dan memperbaiki proses hemostatik, namun demikian
manfaatnya dalam menghentikan perdarahan tidak terbukti. Kumbah lambung ini sangat
diperlukan untuk persiapan pemeriksaan endoskopi dan dapat dipakai untuk membuat
perkiraan kasar jumlah perdarahan. Berdasarkan percobaan hewan, kumbah lambung
dengan air es kurang menguntungkan, waktu perdarahan menjadi memanjang,perfusi
dinding lambung menurun dan bisa timbul ulserasi pada mukosa lambung.
Pemberian vitamin k pada pasien dengan penyakit hati kronis yang mengalami perdarahan
SCBA diperbolehkan, dengan pertimbangan pemberiaan tersebut tidak merugikan dan relatif
murah.
Vasopressin dapat menghentikan perdarahan SCBA lewat efek vasokonstriksi pembuluh
darah splanknik, menyebabkan aliran darah dan tekanan vena porta melihat. Digunakan di
6
klinik untuk perdarahan akut varises esofagus sejak 1953. Pernah dicobakan pada
perdarahan non varises, namun berhentinya perdarahan tidak berbeda dengan plasebo.
Terdapat dua bentuk sediaan, yakni pitresinyang mengandung vasopressin murni dan
preparat pituitari gland yang mengandung vasopressin dan oksitosin. Pemberiaan
vasopressin dilakukan dengan mengencerkan sediaan vasopressin 50 unit dalam 100 ml
dekstrose 5%, diberikan 0,5-1 mg/menit/IV selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3
sampai 6 jam; atau setelah pemberian pertama dilanjutkan per infus 0,1-0,5 U/menit.
Vasopressin dapat menimbulkan efek samping serius berupa insufisiensi koroner
mendadak, oleh karena itu pemberiannya disarankan bersamaan preparat nitrat, misalnya
nitrogliserin intravena dengan dosis awal 40 mcg/menit kemudian secara titrasi dinaikkan
sampai maksimal 400mcg/menit dengan tetap mempertahankan tekanan sistolik di atas 90
mmHg.
Somatostatin dan analognya (octreotid) diketahui dapat menurunkan aliran darah splanknik,
khasiatnya lebih selektif dibanding dengan vasopressin. Penggunaan di klinik pada
perdarahan akut varises esofagus dimulai sekitar tahun 1978. Somatostatin dapat
menghentikan perdarahan akut varises esofagus pada 70-80% kasus, dan dapat pula
digunakan pada perdarahan non varises. Dosis pemberian somastatin, diawali dengan bolus
250 mcg/iv, dilanjutkan per infus 250 mcg/jam selama 12-24 jam atau sampai perdarahan
berhenti, octreotid dosis bolus 100 mcg intravena dilanjutkan perinfus 25 mcg/jam selama 8-
24 jam atau sampai perdarahan berhenti.
Obat-obatan golongan antisekresi asamyang dilaporkan bermanfaat untuk mencegah
perdarahan ulang SCBA karena tukak peptik ialah inhibitor proton dosis tinggi. Diawali oleh
bolus omeprazole 80 mg/iv kemudian dilanjutkan per infus 8 mg/KGBB/jam selama 72 jam,
perdarahan ulang pada kelompok plasebo 20% sedangkan yang diberi omeprazole hanya
4,2%. Suntikan omeprazole yang beredar di Indonesia hanya untuk pemberian bolus, yang
bisa digunakan per infus ialah persediaan esomeprazole dan pantoprazole dengan dosis
sama seperti omeprazole. Pada perdarahan SCBA ini antasida, sukralfat, dan antagonis
reseptor H2 dalam mencegah perdarahan ulang SCBA karena tukak peptik kurang
bermanfaat.
Penggunaan balon tamponade untuk menghentikan perdarahan varises esofagus dimulai
sekitar tahun 1950, paling populer adalah sengstaken blakemore tube (SB-tube) yang
mempunyai 3 pipa serta 2 balon masing-masing untuk esofagus dan lambung. Komplikasi
pemasangan SB-tube yang bisa berakibat fatal ialah pneumonia aspirasi, laserasi sampai
perforasi. Pengembangan balon sebaiknya tidak melebihi 24 jam. Pemasangan SB-tube
7
seyogyanya dilakukan oleh tenaga medik yang berpengalaman dan ditidaklanjuti dengan
observasi yang ketat.
b. Endoskopis
Terapi endoskopi ditujukan pada perdarahan tukak yang masih aktif atau tukak dengan
pembuluh darah yang tampak. Metode terapinya meliputi; 1). Contact thermal (monopolar
atau bipolar elektrokoagulasi, heater probe) 2). Noncontact thermal (laser 3). Nonthermal
(misalnya suntikan adrenalin, polidokanol, alkohol, cyanoacrylate, atau pemakain klip).
Berbagai cara terapi endoskopi tersebut akan efektif dan aman apabila dilakukan ahli
endoskopi yang termapil dna berpengalaman. Endoskopi terapeutik ini dapat diterapkan
pada 90% kasus perdarahan SCBA, sedangkan sisanya 10% sisanya tidak dapat dikerjakan
karena alasan teknis seperti darah terlalu banyak sehingga pengamatan terhalang atau
letak lesi tidak terjangkau. Secara keseluruhan 80% perdarahan tukak peptik dapat berhenti
spontan, namun pada kasus perdarahan arterial yang bisa berhenti spontan hanya 30%.
Terapi endoskopi yang relatif murah dan tanpa banyak peralatan pendukung ialah
penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan dengan menggunakan adrenalin 1 : 10000
sebanyak 0,5-1 ml tiap kali suntik dengan batas dosis 10 ml atau alkohol absolut (98%) tidak
melebihi 1 ml. Penyuntikan bahan sklerosan sepert alkohol absolut atau polidoklonal
umumnya tidak dianjurkan karena bahaya timbulnya tukak atau perforasi akibat nekrosis
jaringan dilokasi penyuntikan. Keberhasilan terapi endoskopi dalam menghentikan
perdarahan bisa mencapai di atas 95% dan tanpa terapi tambahan lainnya perdarahan
ulang frekuensinya sekitar 15-20%.
Hemostasis endoskopi merupakan terapi pilihan pada perdarahan karena varises esofagus.
Ligasi varises merupakan pilihan pertama untuk mengatasi perdarahan varises esofagus.
Dengan ligasi varises dapat dihindari efek samping akibat pemakaian sklerosan, lebih sedikit
frekuensi terjadinya ulserasi dan striktur. Ligasi dilakukan mulai distal mendekati kardia
bergerak spiral setiap 1-2 cm. Dilakukan pada varises yang sedang berdarah atau bila
ditemukan tanda baru mengalami perdarahan seperti bekuan yang melekat, bilur-bilur
merah, noda hematokistik, vena pada vena. Skleroterapi endoskopi sebagai alternative bila
ligasi endoskopi sulit dilakukan karena perdarahan yang massif, terus berlangsung, atau
teknik tidak memungkinkan. Sklerosan yang bisa digunakan antarla lain campuran sama
banyak polidokanol 3%, NaCl 0,9% dan alkohol absolut. Campuran dibuat sesaat sebelum
skleroterapi dikerjakan. Penyuntikan dimulai dari bagian paling distal mendekati kardia
dilanjutkan ke proksimal bergerak spiral sampai sejauh 5cm. Pada perdarahan varises
8
lambung dilakukan penyuntikan cyanoacrylate, skleroterapi untuk varises lambung kurang
baik.
c. Terapi radiologi
Terapi angiografi perlu pertimbangkan bila perdarahan tetap berlangsung dan belum bisa
ditentukan asal perdarahan, atau bila terapi endoskopi dinilai gagal dan pembedahan sangat
berisiko. Tindakan hemostasis yang bisa dilakukan dengan penyuntikan vasopressin atau
embolisasi arterial. Bila dinilai tidak ada kontra indikasi dan fasilitas dimungkinkan, pada
perdarahan varises dapat dipertimbangkan TIPS (Trans Jugular Intrahepatic Porto Systemic
Shunt).
d. Pembedahan
Pembedahan pada dasarnya dilakukan bila terapi medik, endoskopi dan radiologi dinilai
gagal. Ahli bedah seyogyanya dilibatkan sejak awal dalam bentuk tim multi disipliner pada
pengelolaan kasus perdarahan SCBA untuk menentukan waktu yang tepat kapan tindakan
bedah baiknya dilakukan.
2.9 Asuhan Keperawatan secara teori
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat dalam melakukan
pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat
diketahui kebutuhan klien tersebut. Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan
membantu menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien serta memudahkan dalam
perumusan diagnosa keperawatan (Doenges,2000).
Cara pengumpulan data dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu observasi,
wawancara dan pemeriksaan fisik. Selain itu dapat juga dengan catatan klien seperti catatan
klinik, dokumentasi dan kasus klien, dan literatur yang mencakup semua material, buku-
buku, majalah dan surat kabar.
Pengkajian pada klien Hematemesis Melena yang merujuk pada kasus Perdarahan
Gastrointestinal atas menurut Doenges (2000) :
a. Anamnesis, Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Anamnesis: perlu ditanyakan tentang :
9
• Riwayat penyakit dahulu: hepatitis, penyakit hati menahun, alkohlisme, penyakit
lambung, pemakaian obat-obat ulserogenik dan penyakit darah seperti leuikemia, dll.
• Pada perdarahan karena pecahnya varises esophgaus, tidak ditemukan keluhan nyeri
atau pedih di daerah epigastrium
• Tanda-gejala hemel timbul mendadak
• Tanyakan prakiraan jumlah darah: misalnya satu gelas, dua gelas atau lainnya
Pemeriksaan Fisik:
• Keadaan umum
• Kesadaran
• Nadi, tekanan darah
• Tanda-tanda anemia
• Gejala hipovolemia
• Tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hati: spider nevi, ginekomasti, eritema palmaris,
capit medusae, adanya kolateral, asites, hepatosplenomegali dan edema tungkai.
Laboratorium:
• Hitung darah lengkap: penurunan Hb, Ht, peningkatan leukosit
• Elektrolit: penurunan kalium serum; peningkatan natrium, glukosa serum dan laktat.
• Profil hematologi: perpanjangan masa protrombin, tromboplastin
• Gas darah arteri: alkalosis respiratori, hipoksemia.
b. Pemeriksaan Radiologis
• Dilakukan dengan pemeriksaan esopagogram untuk daerah esopagus dan double contrast
untuk lambung dan duodenum.
• Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada 1/3 distal esopagus,
kardia dan fundus lambung untuk mencari ada tidaknya varises, sedini mungkin setelah
hematemisis berhenti.
10
c. Pemeriksaan Endoskopi
• Untuk menentukan asal dan sumber perdarahan
• Keuntungan lain: dapat diambil foto, aspirasi cairan dan biopsi untuk pemeriksaan
sitopatologik
• Dilakukan sedini mungkin setelah hematemisis berhenti.
Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan aliran intravena.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan (kehilangan secara aktif)
3. Resiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemik karena perdarahan.
INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi keperawtan
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan aliran intravena.
Pantau adanya distensi
Pasien tidak akan mengalami infeksi nosokomial abdomen
Baringkan pasien pada bagian kepala tempat tidur yang ditinggikan jika segalanya
memungkinkan
Pertahankan fungsi dan patensi NGT dengan tepat
Atasi segera mual
Pertahankan kestabilan selang intravena.
Ukur suhu tubuh setiap jam
Pantau sistem intravena terhadap patensi, infiltrasi, dan tanda-tanda infeksi
Ganti letak intravena setiap 48-72 jam dan jika perlu
Ganti larutan intravena sedikitnya tiap 24 jam
Letak insersi setiap shift
Gunakan tehnik aseptik saat mengganti balutan dan selang. Pertahankan balutan bersih dan
steril
Diagnosa keperawatan Tujuan Intervensi keperawtan
2. Kekurangan voleme cairan berhubungan dengan perdarahan (kehilangan Catat
karakteristik muntahsecara aktif) Kebutuhan cairan terpenuhi dan/ atau drainase.
Awasi tanda vital; bandingkan dengan hasil normal klien/sebelumnya. Ukur TD dengan
posisi duduk, berbaring, berdiri bila mungkin .
11
Catat respons fisiologis individual pasien terhadap perdarahan, misalnya perubahan mental,
kelemahan, gelisah, ansietas, pucat, berkeringat, takipnea, peningkatan suhu.
Awasi masukan dan haluaran dan hubungkan dengan perubahan berat badan. Ukur
kehilangan darah/ cairan melalui muntah dan defekasi.
Pertahankan tirah baring; mencegah muntah dan tegangan pada saat defekasi. Jadwalkan
aktivitas untuk memberikan periode istirahat tanpa gangguan. Hilangkan rangsangan
berbahaya.
Tinggikan kepala tempat tidur selama pemberian antasida.
Kolaborasi:
7. Berikan cairan/darah sesuai indikasi.
Berikan obat antibiotik sesuai indikasi.
Awasi pemeriksaan laboratorium; misalnya Hb/ Ht
3. Resiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan
hipovolemik karena perdarahan.
Resiko gangguan perfusi jaringan tidak terjadi.
Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing/ sakit kepala.
Auskultasi nadi apikal. Awasi kecepatan jantung/irama bila EKG kontinu ada.
Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pengisian kapiler lambat, dan nadi perifer
lemah.
Catat laporan nyeri abdomen, khususnya tiba-tiba nyeri hebat atau nyeri menyebar ke bahu.
Observasi kulit untuk pucat, kemerahan. Pijat dengan minyak. Ubah posisi dengan sering.
Kolaborasi
Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Berikan cairan IV sesuai indikasi.
4. Kurangnya pengetahua berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya
Pengetahuan klien tentang perawatan di rumah bertambah setelah Kaji sejauh mana
ketidakmengertiandiberikan pendidikan kesehatan klien dan keluarga tentang penyakit
yang diderita.
12
Diskusikan dengan klien untuk melakukan pendidikan kesehatan.
Berikan penjelasan tentang penyakit yang klien derita, cara pengobatan dan perawatan di
rumah serta pencegahan kekambuhan penyakit.
Berikan kesempatan klien dan keluarga untuk berpartisipasi aktif dalam pendidikan
kesehatan.
Berikan evaluasi terhadap keefektifan pendidikan kesehatan.
13
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Kasus Semu
Tn. A , laki – laki , 60 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan buang air besar
berwarna hitam sejak 2 minggu yang lalu. Frekuensi BAB 1-2 hari sekali, konsistensi tinja
dikatakan lunak kental. BAB warna hitam dikatakan berlangsung hilang timbul namun tidak
pernah berhenti sepenuhnya dan disertai dengan keluhan nyeri ulu hati, pasien juga mengaku
mempunyai riwayat penyakit maag sejak 4 tahun yang lalu. Hampir tiap hari saat pasien
mengeluh sakit kepala pasien meminum obat aspirin yang beli di warung. Pasien tidak nafsu
makan, tampak lemas, pasien juga mengeluh muntah darah.
Karena keluhan BAB warna hitam, muntah darah 200c, mual, muntah, nyeri ulu hati dan
lemas-lemas, pasien harus dirawat di Rumah Sakit. Kadar hemoglobin pasien saat itu 10,5
mg/dl. Pada pemeriksaan fisik didapatkan penderita dengan kesadaran komposmentis,
tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 88 x/menit regular, respirasi 24 x/mnt, dengan temperatur
aksila 36,8 C.
A. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Usia : 60 tahun
No. RM : 344-16-48
Alamat : jombang
Pekerjaan : Pegawai negeri sipil
Pendidikan : STM
Agama : Islam
Status : Menikah, mempunyai 3 orang anak
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien mengeluh BAB warna hitam, muntah darah, nyeri ulu hati dan lemas-lemas,
pasien harus dirawat di Rumah Sakit. Kadar hemoglobin pasien saat itu 10,5 mg/dl. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan penderita dengan kesadaran komposmentis, keadaan umum
baik, tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 88 x/menit regular, respirasi 24 x/mnt, dengan
temperatur aksila 36,8 C.
14
c. Riwayat Penyakit Dahulu
pasien mengatakan mempunyai penyakit maag sejak 4 tahun yang lalu. Hampir tiap
hari saat pasien mengeluh sakit kepala pasien meminum obat aspirin yang beli di warung
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan keluarganya tidak memiliki penyakit turunan dan penyakit
menular.
e. Riwayat Psikologis
Pasien terlihat cemas dengan keadaannya sekarang.
f. Latar Belakang Sosial Budaya
Keluarga pasien memberi dukungan sepenuhnya untuk segala keputusan yang
diambil.
B. Objektif
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : px tampak gelisah, menyeringai dan memegangi dadanya
Kesadaran : composmentis (sadar penuh)
TTV TD :110/60mmHg
RR :24x/menit
Nadi :88x/menit
Suhu :36,80C
GCS : 4,5,6
15
3.2 Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : inspeksi : simetris bagian kiri dan kanan, penyebaran rambut merata,
pendek,lurus, rambut sedikit beruban
palpasi : tidak ada nyeri tekan dan edema
b. Mata : - simetris
- Konjungtiva berwarna pucat
- Sklera berwarna putih
- Pupil mengecil bila ada cahaya
- Tidak ada tekanan intra okuler
c. Hidung : inspeksi : hidung simetris,tidak ada sekret, tidak ada polip, tidak
pernafasan cuping hidung
palpasi : tidak ada nyeri tekan
d. Mulut : - tidak ada lesi, mulut dan gigi bersih
e. Telinga : inspeksi : bentuk simetris, agak kotor, tidak ada massa
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
f. Leher : inspeksi : bentuk simetris, tidak ada pembesaran tiroid, tidak ada
bendungan vena jugularis
palpasi : tidak ada nyeri tekan dan massa
g. Dada : inspeksi :bentuk simetris, tidak ada lesi, tidak ada massa
palpasi : ada nyeri tekan
paru-paru : palpasi :tidak ada fraktur costae
perkusi :bunyi resonan
auskultasi :tidak ada ronchi,wheezing.
Jantung :Palpasi :ictus cordis pada ICS 4-5
Tidak ada oedema.
Perkusi :bunyi pekak.
auskultasi :tidak ada bunyi tambahan
h. Abdomen :Inspeksi :bentuk simetris
Auskultasi :bising usus 10-14x/menit
Perkusi :suara timpani
Palpasi :tidak ada nyeri tekan
i. Genetalia :tidak terkaji
j. Anus :tidak terkaji
16
k. Punggung :Bentuk simetris,tidak ada oedema dan nyeri tekan.
l. Ekstermitas : - Atas
Inspeksi :simetris, tidak ada oedema/massa,terpasag infus pada
tangan kiri.
Palpasi :tidak ada nyeri tekan/oedema
-Bawah
Inspeksi :simetris, tidak ada odem.
Pemeriksaan Penunjang
-Tes USG
-Tes laboratorium
Terapi
- Terapi Non edoskopi (bilas lambung)
- Terapi endoskopi
- Terapi radiologi
17
3.3 Analisa data
Diagnosa Keperawatan 1
Tanggal Data Masalah Etiologi
Ds :
Pasien mengeluh muntah
darah ,mual, muntah, BAB
berwarna hitam dan tidak
nafsu makan.
Do :
TD :110/60mmHg
RR :24 x/menit
Nadi :88x/menit
Suhu :36,80C
Hb: 10,5 mg/dl
Pasien tampak gelisah
Kekurangan volume
cairan
Perdarahan
Diagnosa Keperawatan 2
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan yang ditandai dengan :
Ds :
Pasien mengeluh muntah darah, BAB berwana hitam, tidak nafsu makan.
Do :
TD :110/60mmHg
RR :24 x/menit
Nadi :88x/menit
Suhu :36,80C
Hb: 10,5 mg/dl
Pasien tampak gelisah
Diagnosa Keperawatan 2
18
Tanggal Data Masalah Etiologi
Ds :
Pasien mengeluh nyeri ulu
hati
Penilaian nyeri :
P : px mengatakan nyeri ulu
hati
Q : sedang
R :dada terasa sakit
S :5-6 (sedang)
T :hilang timbul
Do :
TD :110/60mmHg
RR :24 x/menit
Nadi :88x/menit
Suhu :36,80C
Hb: 10,5 mg/dl
Pasien tampak gelisah
Nyeri akut Agens cedera
(biologis)
Diagnosa Keperawatan 2
Nyeri akut b/d agens cedera (biologis) yang ditandai dengan :
Ds :
Pasien mengeluh nyeri dada.
Penilaian nyeri :
P : px mengatakan nyeri ulu hati
Q : sedang
R : dada terasa sakit
S : 5-6 (sedang)
T : hilang timbul
Do :
19
TD :110/60mmHg
RR :24 x/menit
Nadi :88x/menit
Suhu :36,80C
Hb: 10,5 mg/dl
Pasien tampak gelisah
3.5 Implementasi
kasus 1
20
Tanggal Implementasi Respon
1. Mengamati tanda-tanda vital.
c) 2. Mencatat karakteristik muntah
atau drainase.
d) 3. Mencatat respons fisiologis
individual pasien
e) 4. Mengawasi masukan dan
haluaran kehilangan darah/ cairan
melalui muntah dan defekasi.
g) 5. Mempertahankan tirah baring,
untuk mencegah muntah.
6. 6. Memberikan cairan intravena
melalui infuse untuk mengganti
cairan yang hilang.
1. Px berkeringat dan tampak
lemas
2. Px kooperatif
3. Px kooperatif
4. Px tampak pucat
5. Px mengikuti perintah perawat
dengan pelan.
6. Px kooperatif dengan tindakan
yang di berikan oleh petugas.
kasus 2
21
Tanggal Implementasi Respon
1. Kolaborasi :
Memberikan obat sesuai
indikasi
2. Mengamati tanda - tanda
vital
3. Memantau karakteristik
nyeri,catat laporan
verbal,dan non verbal.
4. Mengambil gambaran
lengkap terhadap nyeri dari
pasien termasuk lokasi,
intesitas,
lamanya,penyebaran,kualita
s.
5. Memberikan lingkungan
yang nyaman dan aktivitas
perlahan.
1. Px berkeringat dan tampak
lemas
2. Px kooperatif
3. Px kooperatif
4. Px tampak pucat
5. Px mengikuti perintah perawat
dengan pelan.
6. Px kooperatif dengan tindakan
yang di berikan oleh petugas.
3.6 Evaluasi
Tanggal Diagnose 1 Evaluasi
Kekurangan volume cairan S:
22
berhubungan dengan
perdarahan.
Pasien sudah tidak muntah
darah ,mual, muntah.
BAB berwarna hitam dan
nafsu makan baik.
O :
TD :110/80mmHg
RR :24 x/menit
Nadi :88x/menit
Suhu :36 0C
Hb: 10,5 mg/dl
Pasien tampak sedikit tenang
A: masalah teratasi sebagian
P : intervensi di lanjutkan
Tanggal Diagnose 1 Evaluasi
Nyeri akut b/d agens cedera
(biologis)
S:
Pasien masih sedikit mengeluh nyeri
ulu hati
Penilaian nyeri :
P : px masih sedikit nyeri ulu hati
Q : sedang
R :dada sedikit terasa sakit
S : 4-5 (sedang)
T : nyeri timbul ketika muntah dan
hilang setelah diberikan obat
O :
TD :110/80mmHg
RR :24 x/menit
23
Nadi :88x/menit
Suhu :36 0C
Hb: 10,5 mg/dl
Pasien tampak sedikit tenang
A: masalah teratasi sebagian
P : intervensi di lanjutkan
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
24
Perdarahan saluran cerna adalah suatu perdarahan yang bisa terjadi dimana saja di
sepanjang saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus. Bisa berupa
ditemukannya darah dalam tinja atau muntah darah, tetapi gejala bisa juga
tersembunyi dan hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan tertentu. Penyebab
perdarahan saluran cerna bagian atas diantaranya adalah :
- Kelainan esophagus: varises, esophagitis, keganasan
- Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung & duodenum, keganasan,
dll
- Penyakit dharah: leukemia, purpura trombositopenia, dll.
- Penyakit sistemik lainnya: uremia, dll
- Pemakaian obat yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid, alkohol,
dll
B. SARAN
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi perawat dalam memberikan asuhan
perawatan khususnya keperawatan Kegawat Daruratan agar menjadi perawat yang
handal dan tindakannya sesuai prosedur.
DAFTAR PUSTAKA
25
Gallo & hudak ,1987.” Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Volume 2 Edisi
VI”Jakarta: EGC
Noer ssaifoellah, 1996.” Ilmu penyakit dalam”. Jakarta: Gaya baru:
Dongoes emarilyan
Heather T. Herdman,2012-2014 “Nanda Internasional Diagnosa
Keperawatan”Jakarta: EGC
26