Tugas Sistem Neurobehaviour
Harga Diri Rendah (HDR)
Disusun oleh:
Nama : Nor Amelia Santi
NIM : 10.IK.096
Dosen : Tanwiriah, S.Kep, M.M.Kes
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SARI MULIA BANJARMASIN
TAHUN AJARAN 2012/2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU No.
23 Tahun 1992, Pasal 1). Departemen Kesehatan (DEPKES) memberikan
perhatian besar untuk meningkatkan derajat kesehatan bangsa Indonesia dengan
visi dan misi Indonesia Sehat 2010. (http//www.pikiran rakyat.com)
Jumlah penduduk gangguan jiwa di Jawa Barat diperkirakan lebih dari
30% dari jumlah penduduk dewasa. Jumlah tersebut bakal semakin bertambah
dengan kesulitan ekonomi yang disebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak
(BBM). Keadaan tersebut diperparah dengan beberapa kejadian yang menimpa
Indonesia seperti bencana alam, diantaranya tsunami di Aceh dan Pangandaran,
Lumpur panas sidoarjo, serta gempa di Yogyakarta. Selain itu adanya gejolak
politik lokal diberbagai daerah dan meningkatnya tingkat persaingan antar
individu merupakan salah satu pemicu terjadinya gangguan mental.
Penyebab gangguan jiwa yang diderita terjadi karena frustasi, napza
(narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya), masalah keluarga, pekerjaan,
organik dan ekonomi. Namun jika dilihat dari persentase, penyebab tertinggi yaitu
karena frustasi.
Stigma penderita gangguan jiwa sat ini masih tinggi, tetapi masih sedikit
yang sadar untuk meminta bantuan psikiater. Akibatnya banyak penderita
gangguan jiwa yang sudah sembuh dan dipulangkan ke rumahnya, balik lagi ke
rumah sakit. Para pasien itu memilih untuk tinggal lagi di rumah sakit karena
mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan di rumahnya. Keluarga mereka
merasa malu karena ada anggota keluarganya yang tidak waras. Akibatnya tidak
sedikit yang memilih kabur.
B. Tujuan penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa mampu melakukan asuhan
keperawatan pada klien dengan masalah gangguan konsep diri : harga diri rendah
BAB II
KONSEP DASAR ANATOMI FISIOLOGI NEURO
1. Anatomi Fisiologi Sistem Limbik
Istilah Limbik berarti “batas” atau “tepi” yang diperkenalkan oleh Brica pada
tahun 1878 untuk menunjuk pada dua girus yang membentuk limbus atau batas
disekitar diensefalon. Sistem Limbik merupakan suatu konsep fungsional dan tidak
memiliki definisi yang diterima secara umum. Struktur kortikal utama adalah girus
singuli, girus hipokampus, dan hipokampus. Bagian subkortikal mencakup
amigdala, traktus dan bulbus olfaktorius, serta septum. Beberapa ahli menyertakan
hipotalamus dan bagian-bagian thalamus dalam system limbic ini karena
hubungan fungsionalnya yang erat.Sistem limbic mempunyai hubungan timbale
balik dengan banyak struktur saraf sentral pada beberapa tingkat integrasi
termasuk neokorteks, hipotalamus, system aktivasi retikularis batang otak. Sistem
ini dipengaruhi oleh masukan dari semua system sensorik terintegrasi dan
selanjutnya dinyatakan sebagai suatu pola tingkah laku melalui hipotalamusyang
mengkoordinasi renpons autonom, somatic dan endokrin. Sistim limbic diyakini
ikut berperan dalam ingatan, karena lesi pada hipokampus dapat mengakibatkan
hilangnya ingatan baru.
2. Anatomi Fisiologi Hipotalamus
Hipotalamus merupakan bagian ujung anterior diensefalon dan di depan nucleus
interpedunkularis. Hipotalamus terbagi dalam berbagai inti dan dareah inti.
Hipotalamus terletak pada anterior dan inferior thalamus. Berfungsi mengontrol
dan mengatur system saraf autonom, Pengaturan diri terhadap homeostatic ,Sangat
kuat dengan emosi dan dasar pengantaran tulang, Sangat penting berpengaruh
antara system syaraf dan endokrin. Hipotalamus juga bekerjasama dengan
hipofisis untuk mempertahankan keseimbangan cairan, mempertahankan
pengaturan suhu tubuh melalui peningkatan vasokonstriksi atau vasodilatasi dan
mempengaruhi sekresi hormonal dengan kelenjar hipofisis. Hipotalamus juga
sebagai pusat lapar dan mengontrol berat badan. Sebagai pengatur tidur, tekanan
darah , perilaku agresif dan seksual dan pusat respons emosional (rasa
malu,marah, depresi, panic dan takut) . \
Adapun fungsi dari hipotalamus antara lain adalah:
a. Mengontrol suhu tubuh
b. Mengontrol rasa haus dan pengeluaran urin
c. Mengontrol asupan makanan
d. Mengontrol sekresi hormon-hormon hipofisis anterior
e. Menghasilkan hormon-hormon hipofisis posterior
f. Mengontrol kontraksi uterus pengeluaran susu
g. Pusat koordinasi sistem saraf otonom utama, kemudian mempengaruhi semua
otot polos, otot jantung, kel eksokrin
h. Berperan dalam pola perilaku dan emosi
Peran hipotalamus
Pengaturan hipotalamus terhadap nafsu makan terutama bergantung pada interaksi
antara dua area: :area makan” lateral di anyaman nucleus berkas prosensefalon
medial pada pertemuan dengan serabut polidohipotalamik,serta “pusat rasa
kenyang:’ medial di nucleus vebtromedial. Perangsangan pusat makan
membangkitkan perilaku makan pada hewan yang sadar,sedangkan kerusakan
pusat makan menyebabkan anoreksia berat yang fatal pada hewan yang
sebenarnya sehat. Perangsangan nucleus ventromedial menyebabkan berhentinya
makan, sedangkan lesi di regio ini menyebabkan hiperfagia dan bila persediaan
makan banyak ,sindrom obesitas hipotalamik.
Hubungan hipotalamus dengan fungsi otonom
a. Hubungan aferen dan eferen hipotalamus
Jalur aferen dan eferen utama dari dan ke hipolamus sebagian besar tidak
bermielin. Banyak serabut menghubungkan hipotalamus dengan system limbic.
Juga terdapat hubungan penting antara hipotalamus dengan nucleus- nucleus di
tegmentum mesensefalon , pons dan rhombensefalon. Neuron penghasil
norepinefrin yang badan selnya berada di rhombensefalon berujung di berbagai
bagian yang berbeda di hipotalamus. Neuron paraventrikel yang mungkin
mengeluarkan oksitoksin dan vasopressin sebaliknya menuju ke
rhombensefalon dan berakhir di hipotalamus ventral. Terdapat system neuron
penghasil dopamine intrahipotalamus yang badan selnya terdapat di nucleus
arkuata dan berujung pada atau dekat kapiler yang membentuk pembuluh portal
di eminensia mediana. Neuron penghasil serotonin berproyeksi ke hipotalamus
dari nucleus rafe.
b. Hubungan dengan kelenjar hipofisis
Terdapat hubungan saraf antara hipotalamus dan lobus posterior kelenjar
hipofisis serta hubungan vascular antara hipotalamus dengan lobus anterior.
Secara embriologis, hipofisis posterior muncul sebagai besar ventrikel ketiga.
Hipofisis posterior sebagian besar tersusun dari berbagai ujung akson yang
muncul dari badan sel di nucleus supraoptik di hipofisis posterior melalui
traktus hipotalamohipofisis.
c. Hubungan dengan fungsi otonom
Bertahun-tahun yang lalu,Sherrington menyebutkan hipotalamus sebagai
“ganglian utama sisten otonom”. Perangsangan hipotalamus menimbulkan
respons otonom, tetapi hipotalamus sendiri tampaknya tidak terpengaruh oleh
pengaturan fungsi viseral yang dilakukannya. Sebaliknya, respons otonom yang
ditimbulkan di hipotalamus merupakan bagian dari fenomena yang lebih
kompleks seoerti makan dan bentuk emosi lain seperti marah. Sebagai contoh ,
perangsangan terhadap berbagai bagian hipotalamus, terutama dareah lateral,
menyebabkan pelepasan muatan dan peningkatan sekresi medulla adrenal
seperti lepas-muatan simpatis massal yang di jumpai pada hewan yang terpajan
stress
d. Hubungan dengan tidur
zona tidur prosensefalon basal mencakup sebagian dari hipotalamus. Bagian-
bagian ini serta fisiologi keseluruhan dari keadaan tidur dan terjaga dibakar.
e. Hubungan dengan fenomena siklik
Sel pada tumbuhan dan hewan mengalami fluktuasi ritnis dalam berbagai
fungsinya yang lamanya sekitar 24 jam, yang disebut bersifat sirkadian
Pada mamalia,termasuk manusia , sebagai besar sel memiliki irama sirkadian.
Dalam hati, irama ini dipengaruhi oleh pola asupan makanan,tetapi pada hampir
semua sel lain irama diselaraskan oleh sepasang nucleus suprakiasmatik(SCN),
satu di tiap-tiap sisi di atas kiasma optikum.
3. Anatomi Fisiologi Medula Spinalis
Medula spinalis dan batang otak membentuk struktur kontinu yang keluar dari
hemisfer serebral dan memberikan tugas sebagai penghubung otak dan saraf
perifer, seperti kulit dan otot. Panjangnya rata-rata 45cm dan menipis pada jari-
jari. Medula spinalis ini memanjang dari foramen magnum didasar tengkorak
sampai bagian atas lumbar kedua tulang belakang, yang berakhir didalam berkas
serabut yang disebut konus medularis. Seterusnya dibawah ruang lumbar kedua
adalah akar saraf, yang memanjang melebihi konus, yang disebut kauda equine,
akar saraf ini menyerupai ekor kuda.
a. Saraf-Saraf Spinal
Medulla spinalis tersusun dari 33 segmen yaitu 7 segmen servikalis, 12 torakal,
5 lumbal, 5 sakral, dan 5 segmen koksigeus. Medulla spinalis mempunyai 31
pasang sarf spinal masing-masing segmen mempunyai satu untuk setiap sisi
tubuh.
b. Kolumna Vertebra
Kolumna vertebra melindungi medulla spinalis, memungkinkan gerakan kepala
dan tungkai dan menstabilkan struktur tulang untuk ambulasi. Vertebra
terpisah oleh potongan-potongan kecuali servikal pertama dan kedua, sacral dan
tulang belakang koksigeus.
c. Struktur Medulla Spinalis
Medula Spinalis dikelilingi oleh oleh meningen, dura, arakhnoid, dan pia mater.
Diantara dura mater dan kanalis vertebralis terdapat ruang epidural. Medulla
spinalis berbentuk struktur H dengan badan sel saraf (substansia grisea)
dikelilingi traktus asenden dan desenden (substansia alba). Substansia alba
berfungsi sebagai jaras konduksi impuls aferen dan eferen antara berbagai
tingkat medulla spinalis dan otak. Bagian bawah yang berbentuk H meluas dari
bagian atas dan bersamaan menuju bagian tanduk anterior. Keadaan tanduk ini
berupa sel yang mempunyai serabut yang membentuk ujung akar anterior
(motorik) dan berfungsi untuk aktivitas yang disadari dan aktivitas reflex dari
otot-otot yang berhubungan dengan medulla spinalis.
Pada bagian torakal medulla spinalis adalah projeksi dari masing-masing sisi
dibagian crossbar H substansia grisea yang disebut tanduk lateral. Tanduk
lateral mengandung sel-sel yang memberikan reaksi serabut autonom bagian
simpatis.
d. Traktus Spinalis
Substansia alba membentuk bagian medulla spinalis yang besar dan dapat
terbagi menjadi 3 kelompok serabut disebut jaras atau traktus, yaitu :
1) Traktus posterior, menyalurkan sensasi persepsi terhadap sentuhan,
tekanan, getaran, posisi dan gerakan pasif bagian-bagian tubuh. Sebelum
menjangkau daerah korteks serebri, serabut-serabut ini menyilang ke daerah
yang berlawanan pada medulla oblongata.
2) Traktus Spinotalamus, bagian ini bertugas mengirim impuls nyeri dan
temperature ke thalamus dan korteks serebri.
3) Traktus Lateral, menyalurkan impuls motorik ke sel-sel tanduk anterior
dari sisi yang berlawanan di otak. Serabut desenden merupakan sel saraf
yang didapat pada daerah sebelum pusat korteks. Bagian ini menyilang di
medulla oblongata yang disebut piramida
4. Anatomi Fisiologi Medulla Oblongata
System Medulla Oblongata Merupakan bagian batang otak yang berbentuk
pyramid diantara medula spinalis dan pons. Terletak di bagian bawah dan
belakang tengkorak dipisahkan dengan cerebrum,diatas medula oblongata
Medulla oblongata meneruskan serabut-serabut motorik dari otak kee medulla
spinalis dan serabut-serabut sensorik dari medulla spinalis ke otak. Dan serabut-
serabut tersebut menyilang pada daerah ini. Pons juga berisi pusat-pusat terpenting
dalam mengontrol jantung, pernafasan dan tekanan darah dan sebagai asal-usul
saraf otak kelima sampai kedelapan.
Medulla oblobgata berfungsi:
a. menghantar impuls yang datang dari medula spinalis menuju ke otak,
b. Pusat keseimbangan,
c. Mengkoordinasi dan mengendalikan ketepatan gerakan otot dgn baik,
d. Menghantarkan impuls dari otot-otot bagian kiri dan kanan tubuh.
e. Medulla oblongata juga mempengaruhi jembatan refleks fisiologi seperti detak
jantung, tekanan darah, volume dan kecepatan respirasi, gerak alat pencernaan,
dan sekresi kelenjar pencernaan.
f. Selain itu, medulla oblongata juga mengatur gerak refleks yang lain seperti
bersin, batuk, dan berkedip
5. Anatomi fisiologi Sistem Saraf Kranial
Saraf-saraf cranial langsung berasl dari otak dan meninggalkan tengkorak melalui
lubang-lubang pada tulang yang disebut foramina (tunggal, foramen). Terdapat 12
pasang saraf cranial yang dinyatakan dala nama atau angka romawi. Saraf-saraf
tersebut adalah olfaktorius (I), optikus (II), okulomatorius (III), triklearis (IV),
trigeminus (V), abdusens (VI), fasialis (VII), vestibulokoklearis (VIII),
glosofaringeus (IX), vagus (X), asesorius (XI), hipoglosus (XII). Saraf cranial I, II,
dan VIII merupakan saraf sensorik murni. Saraf cranial III, IV,VI, XI, dan XII
terutama merupakan saraf motorik, tetapi juga mengandung serabut proprioseptif
dari otot-otot yang dipersarafinya. Saraf cranial V, VII, IX dan X merupakan saraf
campuran. Saraf cranial III, VII, dan X juga mengandung beberapa serabut saraf
dari cabang parasimpatis system saraf autonum.
Saraf Kranial Komponen
Saraf
Fungsi
I olfaktorius Sensorik Penciuman
II optikus Sensirik Penglihatan
III okulomotorius Motorik Mengangkat kelopak mata atas
Kontriksi pupil
IV troklearis Motorik Gerakan mata ke bawah dan ke
dalam
V Trigeminus Motorik
Sensorik
Otot temporalis dan master
( menutup rahang, mengunyah,
gerakan rahang ke lateral )
Kulit wajah dan 2/3 depan kulit
kepala, mukosa mata, mukosa
hidung, dan rongga mulut, lidah
sedang gigi.
VI Abdusend Motorik Deviasi mata ke lateral
VII Fasialis Motorik
Sensorik
Otot” ekspresi wajah termasuk
otot dahi, sekeliling mata, dan
mulut. Lakrimasi dan salivasi
Pengecapan 2/3 depan lidah
VIII Vestibulokoklearis
Cabang
vestibularis
Cabang koklearis
Sensorik
sensorik
Keseimbangan
Pendengaran
IX glosofaringeus Motorik
Sensorik
Faring : menelan, reflex muntah
Parotis : salivasi
Faring, lidah posterior
X vagus Motorik
Sensorik
Faring, laring : menelan, reflek
muntah
Faring, laring : reflex muntah,
visera leher
XI asesorius Motorik Pergerakan kepala dan bahu
XII hipoglosus Motorik Gerakan lidah
6. Anatomi Fisiologi Sistem Saraf Spinal
Medulla Spinalis terdiri dari 31 segmen jaringan saraf dan masing-masing
memiliki sepasang sarf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui
voramina intervertebralis ( lubang pada tulang vertebra). Saraf-saraf spinal diberi
nama sesuai dengan foramina intervertebralis tempat keluarnya saraf- saraf
tersebut, kecuali saraf servikal pertama yang keluar diantara tulang oksipital dan
vertebra servikal pertama. Dengan demikian, terdapat 8 pasang saraf servikal, 12
pasang torakalis, 5 pasang saraf lumbalis, 5 pasang saraf skralis, dan 1 pasang
saraf koksigeal.
Saraf spinal melekat pada permukaan lateral medulla spinalis dengan perantaran
dua radiks, radik posteriol atau dorsal (sensorik) dan radik anterior atau ventral
(motorik). Radiks dorsal memperlihatkan pembesaran, yaitu ganglion radiks dorsal
yang terdiri dari badan-badan sel neuron aferen atau neuron sensorik. Badan sel
seluruh neuron aferen medulla spinalis terdapat dapat ganglia tersebut. Serabut-
serabut radiks dorsal merupakan tonjolan – tonjolan neuron sensorik yang
membawa impuls dari bagian perifer ke medulla spinalis. Badan sel neuron
motorik terdapat di dalam medulla spinalis dalam kolumna anterior dan lateral
substansia grisea. Aksonnya membentuk serabut-serabut radiks ventral yang
berjalan menuju ke otot dan kelenjar. Kedua radiks keluar dari foramen
intervertebralis dan bersatu membentuk saraf spinal. Semua saraf spinal
merupakan saraf campuran, yaitu mengandubg serabut sensorik maupun serabut
motorik.
Bagian dorsal saraf spinal mempersarafi otot intrinsic punggung dan segmen-
segmen tertentu dari kulit yang melapisinya yang disebut dermatoma. Bagian
ventral merupakan bagian yang besar dan dan membentuk bagian utama yang
membentuk spinal. Otot-otot dan kulit leher, dada, abdomen, dan ekstremitas
dipersarafi oleh bagian ventral. Pada semua saraf spinal kecuali bagian torakal,
saraf-saraf spinal bagian ini saling terjalin sehingga membentuk jalinan saraf yang
disebut Fleksus. Fleksus yang terbentuk adalah fleksus servikalis, brakialis,
lumbalis, sakralis dan koksigealis. Keempat saraf servikal yang pertama (C1-C4)
membentuk fleksus servikalis yang mempersarafi leher dan bagian belakang
kepala. Salah satu cabang yang penting sekali adalah saraf frenikus yang
mempersarafi diagfragma.
Fleksus brakialis yang dibentuk dari C5-T1, fleksus ini mempersarafi ekstremitras
atas.Saraf torakal(T3-T11) mempersarafi otot-otot abdomen bagian atasdan kulit
dada serta abdomen. Pleksus lumbalis berasal dari segmen spinal T12-L4
mempersarafi otot-otot dan kulit tubuh bagian bawah dan ekstremitas bawah.,
pleksus sakralis dari L4-S4, dan pleksus koksigealis dari S4 sampai saraf
koksigealis. Saraf utama dari pleksus ini adalah saraf femoralis dan obturatorius.
Saraf utama dari pleksus sakralis adalah saraf iskiadikus, saraf terbesar dalam
tubuh. Saraf ini menembus bokong dan turun kebawah melalui bagian belakang
paha. Kulit dipersarafi oleh radiks dorsal dari tiap saraf spinal, jadi dari satu
segmen medulla spinalis disebut dermatom. Otot-otot rangka juga mendapat
persarafan segmental dari radiks spinal ventral.
7. Anatomi dan Fisiologi System Saraf Otonom
Bagian motorik perifer system saraf otonom terdiri atas neuron pragangkion dan
pascaganglion. Badan sel neuron praganglion terletak di kolumna grisea
intermediolateral eferen viseral (IML) medulla spinalis atau di nucleus motorik
homolog saraf otak. Aksonnya sebagian besar merupakan serabut B penghantar
yang relative lambat dan bermielin. Akson-akson itu bersinaps di badan sel neuron
pascaganglion yang terletak di luar system saraf pusat. Setiap akson praganglion
terbagi menjadi sekitar delapan atau Sembilan neuron pascaganglion. Dengan
demikian, persarafan otonom bersifat difus. Akson neuron pascaganglion, yang
sebagian besar merupakan serabut C tak-bermielin, berakhir di efektor viseral.
System saraf Otonom berfungsi :
a. Sistim saraf otonom mengontrol aktifitas organ viseral involunter.
b. SSO mengatur aktifitas alat-alat dalam (viseral) yang dalam keadaan normal
diluar kesadaran, misalnya sirkulasi, pencernaan, berkeringat, dan ukuran pupil.
Cara Kerja Saraf Otonum
Susunan saraf dapat dianggap sebagai system pengendali tubuh. Pikiran dan kegiatan
lainnya yang disadari atau dikehendaki berlangsung pada belahan otak yang disebut
bagian “tertinggi” system tersebut. Kegiatan yang ditangani oleh susunan saraf
otonum berlangsung pada bagian yang “ lebih rendah “ dari otak dan susunan tulang
belakang (medulla spinalis).
Pembagian kimiawi system saraf otonom
Berdasarkan mediator kimiawi yang dilepaskan, system saraf otonom dapat dibagi
menjadi 2 yaitu:
a. Divisi kolinergik
Neuro yang bersifat kolinergik adalah
1) Semua neuron praganglion
2) Neuron pascaganglion yang secara anatomis parasimpatik
3) Neuron pascaganglion yang anatomis simpatik yang mempesarafi kelenjar
keringat
4) Neuron yang secara anatomis simpatis yang berakhir pada pembuluh darah fi
otot rongga dan menimbulkan vasodilatasi bila dirangsang.
b. Divisi noradrenalin
Neuro yang bersifat noradrenalin adalah neuron simpatik pascaganglion yang
lainnya. Secara anatomis,System saraf otonom di bagi menjadi 2 bagian yaitu:
1) Saraf simpatis
Akson neuron praganglion simpatik meninggalkan medulla spinalis bersama
radiks ventralis saraf TI sampai saraf spinal L3 dan L4. Akson-akson ini
berjalan melalui rami communicantes albi ke rantai ganglion simpatik
paravertebrata,dan sebagai besar berakhir di badan sel neuron pascaganglion
berjalan ke visera dalam berbagai saraf simpatik. Sebagian lain masuk kembali
ke dalam saraf spinal melalui rami communicantes grisea dari rantai ganglion
dan disebarkan ke efektor otonom di daerah yang dipersarafi olek saraf-saraf
spinal tersebut. Saraf simpatik pascaganglion untuk kepala barasal dari ganglia
superior, media, dan stelata diperluaskan cranial rantai ganglion simpatik dan
berjalan ke efektor bersama pembuluh darah. Sebagian pembuluh praganglion
berjalan melalui rantai ganglion paravertebra dan berakhir di neuron
paascanglion yang terletak pada ganglion kolateral dekat visera tersebut.
Sebagian uterus dan saluran kelamin laki-laki disarafi oleh suatu system
khusus, neuron noradrenergic pendek dengan badan sel di ganglion yang
terletak pada atau dekat organ tersebut, sedangkan serabut praganglion untuk
neuron pascaganglion ini kemungkinan berjalan sampai organnya.
2) Saraf parasimpatis
Keluaran cranial divisi parasimpatik mempersarafi struktur visera di kepala
melalui nervus okulomotorius, fasialis dan glosofaringeus ,serta struktur dalam
toraks dan abdomen bagian atas melalui saraf vagus.
Keluaran sacral mempersarafi organ panggul melalui cabang pelvis saraf spinal
S2 dan s4. Serabut praganglion kedua keluaran tersebut berakhir dneuron
pascaganglion pendek yang terletak pada atau dekat struktur organ tersebut.
BAB III
TINJAUAN TEORITIS
A. DEFINISI
Harga diri (self esteem) adalah penilaian tentang individu dengan
menganalisa kesesuaian prilaku dengan ideal diri. Harga diri rendah adalah
evaluasi diri dan perasaan-perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang
negatif,yang dapat diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung.individu
yang mempunyai harga diri rendah cenderung untuk menilainya negatif dan
merasa dirinya lebih rendah dari orang lain. (Stuart dan sundeen,1991).
Gangguan harga diri adalah evaluasi diri yang negatif perasaan tentang diri,
kemampuan diri yang dapat diekspresikan secara langsung atau tidak langsung.
(Townsend, Mary C, 1998). Gangguan harga diri adalah keadaan ketika individu
mengalami atau beresiko mengalami evaluasi diri yang negatif tentang
kemampuan atau diri. (Carpenito, Lynda Juall-Moyet, 2007)
Harga diri rendah adalah keadaan ketika individu mengalami evaluasi diri
negatif mengenai diri atau kemampuan diri. (Lynda Juall Carpenito-Moyet, 2007).
Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan merasa
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri.
B. RENTANG RESPON
(suliswati dkk,2005:91)
a. Aktuaisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan
latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
b. Konsep diri positif apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam
beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang negatif dari
dirinya.
c. Harga diri rendah adalah individu cenderung untuk menilai dirinya negatif dan
merasa lebih rendah dari orang lain.
d. Identitas kacau adalah kegagalan individu mengintegrasikan aspek-aspek
identitas masa kanak-kanak kedalam kematangan aspek psikososial kepribadian
pada masa dewasa yang harmonis.
e. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri
sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat
membedakan dirinya dengan orang lain.
C. FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor- faktor yang mempengaruhi harga diri rendah meliputi :
1. Faktor predisposisi gangguan citra tubuh
a. Kehilangan atau kerusakan bagian tubuh (anatomi dan fungsi)
b. Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh (akibat pertumbuhan dan
perkembangan atau penyakit)
c. Proses patologik penyakit dan dampaknya terhadap struktur maupun fungsi
tubuh
d. Prosedur pengobatan seperti radiasi, kemoterpi, transplantasi
2. Faktor predisposisi gangguan harga diri
a. Penolakan dari orang lain
b. Kurang penghargaan
c. Pola asuh yang salah : terlalu dilarang, terlalu dikontrol, terlalu dituruti,
terlalu dituntut dan tidak konsisten
d. Persaingan antar saudara
e. Kesalahan dan kegagalan yang berulang
f. Tidak mampu mencapai standar yang ditentukan
3. Faktor predisposisi gangguan peran
a. Transisi peran yang sering terjadi pada proses perkembangan, perubahan
situasi dan keadaan sehat sakit
b. Ketegangan peran, ketika individu menghadapi dua harapan yang
bertentangan secara terus menerus yang tidak terpenuhi
c. Keraguan peran, ketika individu kurang pengetahuannya tentang harapan
peran yang spesifik dan bingung tentang tingkah laku peran yang sesuai
d. Peran yang terlalu banyak
4. Faktor predisposisi gangguan identitas diri
a. Ketidak percayaan orang tua pada anak
b. Tekanan dari teman sebaya
c. Perubahan dari struktur sosial
D. FAKTOR PRESIPITASI
Faktor pencetus terjadinya gangguan konsep diri bisa timbul dari sumber internal
maupun eksternal klien, yaitu :
a. Trauma, seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
kejadian yang mengancam kehidupannya.
b. Ketegangan peran, berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan
dimana individu mengalaminya sebagai frustasi, ada tiga jenis transisi peran :
c. Transisi peran perkembangan adalah perubahan normative yang berkaitan
dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam
kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai dan
tekanan penyesuaian diri.
d. Transisi peran situasi terjadi dengan bertambahnya atau berkurangnya anggota
keluarga melalui kelahiran atau kematian.
e. Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke
keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh : Kehilangan bagian tubuh.
Perubahan bentuk, ukuran, panampilan, dan fungsi tubuh. Perubahan fisik
berhubungan dengan tumbuh kembang normal. Prosedur medis keperawatan.
E. POHON MASALAH
Isolasi sosial : menarik diri
Gangguan konsep diri :
Harga diri rendah
Gangguan citra tubuh
F. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala yang muncul pada klien dengan harga diri rendah meliputi
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan
terhadap penyakit. Misalnya : malu dan sedih karena rambut jadi botak setelah
mendapat terapi sinar matahari.
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi bila saya
segera ke rumah sakit.
3. Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa menulis, tulisan saya jelek,
saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa.
4. Gangguan berhubungan sosial, seperti menarik diri, klien tidak ingin bertemu
dengan orang lain dan lebih suka sendiri.
5. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang
memilih alternatif tindakan.
6. Menciderai. Akibat harga diri rendah disertai harapan yang suram, mungkin
klien ingin mengakhiri kehidupan.
7. SUMBER KOPING
a. Aktivitas olahraga dan aktivitas lain di luar rumah
b. Hobi dan kerajinan tangan
c. Seni yang ekpresif
d. Kesehatan dan kerawatan diri
e. Pekerjaan, vokasi, atau posisi
f. Bakat tertentu
g. Kecerdasan
h. Imaginasi dan kreativitas
i. Hubungan interpersonal
G. MEKANISME KOPING
1. Jangka pendek
a. Aktivitas yang dapat memberikan pelarian sementara dari krisis dentitas
( misal : konser musik, bekerja keras, menonton televisi secara obsesif )
b. Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara ( misal :
ikut serta dalam aktivitas social, agama, klub politik, kelompok, atau geng )
c. Aktivitas sementara menguatkan perasan diri ( misal : olah raga yang
kompetitif, pencapaian akademik, kontes untuk mendapatkan poipularitas )
d. Aktivitas yang mewakili upaya jangka pendek untuk membuat masalah
identitas menjadi kurang berarti dalam kehidupan individu (misal :
penyalahgunaan obat ).
2. Jangka panjang
a. Punutupan identitas ; adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang
yang penting bagi individu tanpa memperlihatkan keinginan, aspirasi, dan
potensi diri individu tersebut.
b. Identitas negatif ; asumsi identitas yang tidak wajar untuk dapat diterima
oleh nilai dan harapan masyarakat.
c. Mekanisme pertahanan ego:
1) Penggunaan fantasi
2) Disosiasi
3) Isolasi
4) Projeksi
5) Pergeseran ( displasement )
6) Peretakan ( splitting )
7) Berbalik marah pada diri sendiri
8) Amuk
H. PERILAKU
1. Mengkritik diri sendiri
2. Penurunan produktivitas
3. Destruktif yang diarahkan pada orang lain
4. Gangguan dalam berhubungan
5. Rasa penting yang berlebihan
6. Perasaan tidak mampu
7. Rasa bersalah
8. Mudah tersinggung atau marah berlebihan
9. Perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri
10. Ketegangan peran yang dirasakan
11. Pandangan hidup pesimis
12. Penolakan tewrhadap kemampuan personal
13. Destruktif terhadap diri sendiri
14. Pengurangan diri
15. Menarik diri secara social
16. Penyalahgunaan zat
17. Menarik diri dari realitas
18. Khawatir
( Stuart, Gail Wiscarz, 2007)
I. Konsep Psikofarmaka
1. Chlorpromazine ( CPZ ) : 3 x100 mg
a. Indikasi
Untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan tilik diri
terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental : waham, halusinasi,
gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya
berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, hubungan
sosial dam melakukan kegiatan rutin.
b. Cara kerja
Memblokade dopamine pada reseptor pasca sinap di otak khususnya sistem
ekstra piramidal.
c. Kontra indikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris,
ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran yang disebabkan
CNS Depresi.
d. Efek samping
1) Sedasi
2) Gangguan otonomik (hypotensi, antikolinergik / parasimpatik, mulut
kering, kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata
kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung).
3) Gangguan ekstra piramidal ( distonia akut, akatshia, sindrom
parkinsontremor, bradikinesia rigiditas ).
4) Gangguan endokrin ( amenorhoe, ginekomasti ).
5) Metabolik ( Jaundice )
6) Hematologik, agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka pan
2. Halloperidol ( HP ) : 3 x 5 mg
a. Indikasi
Penatalasanaan psikosis kronik dan akut, gejala demensia pada lansia,
pengendalian hiperaktivitas dan masalah perilaku berat pada anak-anak.
b. Cara kerja
Halloperidol merupakan derifat butirofenon yang bekerja sebagai
antipsikosis kuat dan efektif untuk fase mania, penyebab maniak depresif,
skizofrenia dan sindrom paranoid. Di samping itu halloperidol juga
mempunyai daya anti emetik yaitu dengan menghambat sistem dopamine
dan hipotalamus. Pada pemberian oral halloperidol diserap kurang lebih 60–
70%, kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 2-6 jam dan menetap
2-4 jam. Halloperidol ditimbun dalam hati dan ekskresi berlangsung lambat,
sebagian besar diekskresikan bersama urine dan sebagian kecil melalui
empedu.
c. Kontra indikasi
Parkinsonisme, depresi endogen tanpa agitasi, penderita yang hipersensitif
terhadap halloperidol, dan keadaan koma.
d. Efek samping
Pemberian dosis tinggi terutama pada usia muda dapat terjadi reaksi
ekstapiramidal seperti hipertonia otot atau gemetar. Kadang-kadang terjadi
gangguan percernaan dan perubahan hematologik ringan, akatsia, dystosia,
takikardi, hipertensi, EKG berubah, hipotensi ortostatik, gangguan fungsi
hati, reaksi alergi, pusing, mengantuk, depresi, oedem, retensio urine,
hiperpireksia, gangguan akomodasi.
3. Trihexypenidil ( THP ) : 3 x 2 mg
a. Indikasi
Semua bentuk parkinson (terapi penunjang), gejala ekstra piramidal
berkaitan dengan obat-obatan antipsikotik.
b. Cara kerja
Kerja obat-obat ini ditujukan untuk pemulihan keseimbangan kedua
neurotransmiter mayor secara alamiah yang terdapat di susunan saraf pusat
asetilkolin dan dopamin, ketidakseimbangan defisiensi dopamin dan
kelebihan asetilkolamin dalam korpus striatum. Reseptor asetilkolin disekat
pada sinaps untuk mengurangi efek kolinergik berlebih.
c. Kontra indikasi
Hipersensitivitas terhadap obat ini atau antikolonergik lain, glaukoma, ulkus
peptik stenosis, hipertrofi prostat atau obstruksi leher kandung kemih, anak
di bawah 3 tahun, kolitis ulseratif.
d. Efek samping
Pada susunan saraf pusat seperti mengantuk, pusing, penglihatan kabur,
disorientasi, konfusi, hilang memori, kegugupan, delirium, kelemahan,
amnesia, sakit kepala. Pada kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik,
hipertensi, takikardi, palpitasi. Pada kulit seperti ruam kulit, urtikaria,
dermatitis lain. Pada gastrointestinal seperti mulut kering, mual, muntah,
distres epigastrik, konstipasi, dilatasi kolon, ileus paralitik, parotitis
supuratif. Pada perkemihan seperti retensi urine, hestitansi urine, disuria,
kesulitan mencapai atau mempertahankan ereksi. Pada psikologis seperti
depresi, delusu, halusinasi, dan paranoid.
BAB III
TINJAUAN TEORI
A. Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri
dari pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang
dikumpulkan melalui data biologis , psikologis, social dan spiritual. (Keliat, Budi
Ana, 1998 : 3 )
Adapun isi dari pengkajian tersebut adalah :
1. Identitas klien
Melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang : nama mahasiswa,
nama panggilan, nama klien, nama panggilan klien, tujuan, waktu, tempat
pertemuan, topik yang akan dibicarakan. Tanyakan dan catat usia klien dan No
RM, tanggal pengkajian dan sumber data yang didapat.
2. Alasan masuk
Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang, atau dirawat di rumah sakit,
apakah sudah tahu penyakit sebelumnya, apa yang sudah dilakukan keluarga
untuk mengatasi masalah ini.
3. Faktor predisposisi
Menanyakan apakah keluarga mengalami gangguan jiwa, bagaimana hasil
pengobatan sebelumnya, apakah pernah melakukan atau mengalami
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga, dan tindakan criminal. Menanyakan kepada klien dan keluarga
apakah ada yang mengalami gangguan jiwa, menanyakan kepada klien tentang
pengalaman yang tidak menyenangkan.
4. Pemeriksaan fisik
Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan tanyakan apakah
ada keluhan fisik yang dirasakan klien.
5. Psikososial
a. Genogram. Genogram menggambarkan klien dengan keluarga, dilihat dari
pola komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh
b. Konsep diri
c. Gambaran diri. Tanyakan persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh
yang disukai, reaksi klien terhadap bagian tubuh yang tidak disukai dan
bagian yang disukai.
d. Identitas diri. Status dan posisi klien sebelum klien dirawat, kepuasan klien
terhadap status dan posisinya, kepuasan klien sebagai laki-laki atau
perempuan, keunikan yang dimiliki sesuai dengan jenis kelaminnya dan
posisinya.
e. Fungsi peran. Tugas atau peran klien dalam keluarga / pekerjaan / kelompok
masyarakat, kemampuan klien dalam melaksanakan fungsi atau perannya,
perubahan yang terjadi saat klien sakit dan dirawat, bagaimana perasaan
klien akibat perubahan tersebut.
f. Ideal diri. Harapan klien terhadap keadaan tubuh yang ideal, posisi, tugas,
peran dalam keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan klien terhadap
lingkungan, harapan klien terhadap penyakitnya, bagaimana jika kenyataan
tidak sesuai dengan harapannya.
g. Harga diri. Hubungan klien dengan orang lain sesuai dengan kondisi,
dampak pada klien dalam berhubungan dengan orang lain, harapan, identitas
diri tidak sesuai harapan, fungsi peran tidak sesuai harapan, ideal diri tidak
sesuai harapan, penilaian klien terhadap pandangan / penghargaan orang
lain.
h. Hubungan sosial. Tanyakan orang yang paling berarti dalam hidup klien,
tanyakan upaya yang biasa dilakukan bila ada masalah, tanyakan kelompok
apa saja yang diikuti dalam masyarakat, keterlibatan atau peran serta dalam
kegiatan kelompok / masyarakat, hambatan dalam berhubungan dengan
orang lain, minat dalam berinteraksi dengan orang lain.
i. Spiritual. Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah / menjalankan keyakinan,
kepuasan dalam menjalankan keyakinan.
j. Status mental
1) Penampilan
Melihat penampilan klien dari ujung rambut sampai ujung kaki apakah
ada yang tidak rapih, penggunaan pakaian tidak sesuai, cara berpakaian
tidak seperti biasanya, kemampuan klien dalam berpakaian, dampak
ketidakmampuan berpenampilan baik / berpakaian terhadap status
psikologis klien.
2) Pembicaraan
Amati pembicaraan klien apakah cepat, keras, terburu-buru, gagap, sering
terhenti / bloking, apatis, lambat, membisu, menghindar, tidak mampu
memulai pembicaraan.
3) Aktivitas motorik
a) Lesu, tegang, gelisah.
b) Agitasi : gerakan motorik yang menunjukan kegelisahan
c) Tik : gerakan-gerakan kecil otot muka yang tidak terkontrol
d) Grimasem : gerakan otot muka yang berubah-ubah yang tidak
terkontrol klien
e) Tremor : jari-jari yang bergetar ketika klien menjulurkan tangan dan
merentangkan jari-jari
f) Kompulsif : kegiatan yang dilakukan berulang-ulang
4) Alam perasaan
a) Sedih, putus asa, gembira yang berlebihan
b) Ketakutan : objek yang ditakuti sudah jelas
c) Khawatir : objeknya belum jelas
5) Afek
a) Datar : tidak ada perubahan roman muka pada saat ada stimulus yang
menyenangkan atau menyedihkan.
b) Tumpul : hanya bereaksi bila ada stimulus emosi yang sangat kuat
c) Labil : emosi klien cepat berubah-ubah
d) Tidak sesuai : emosi bertentangan atau berlawanan dengan stimulus
6) Interaksi selama wawancara
a) Kooperatif : berespon dengan baik terhadap pewawancara
b) Tidak kooperatif : tidak dapat menjawab pertanyaan pewawancara
dengan spontan
c) Mudah tersinggung
d) Bermusuhan : kata-kata atau pandangan yang tidak bersahabat atau
tidak ramah
e) Kontak kurang : tidak mau menatap lawan bicara
f) Curiga : menunjukan sikap atau peran tidak percaya kepada
pewawancara atau orang lain.
g) Persepsi
h) Jenis-jenis halusinasi dan isi halusinasi, frekuensi gejala yang tampak
pada saat klien berhalusinasi.
7) Proses pikir
a) Sirkumtansial : pembicaraan yang berbelit-belit tapi sampai pada
tujuan
b) Tangensial : pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak sampai pada
tujuan
c) Kehilangan asosiasi : pembicaraan tidak ada hubungan antara satu
kalimat dengan kalimat lainnya
d) Flight of ideas : pembicaraan yang meloncat dari satu topik ke topik
yang lainnya.
e) Bloking : pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa gangguan dari luar
kemudian dilanjutkan kembali
f) Perseferasi : kata-kata yang diulang berkali-kali
g) Perbigerasi : kalimat yang diulang berkali-kali
8) Isi fikir
a) Obsesi : pikiran yang selalu muncul walaupun klien berusaha
menghilangkannya.
b) Phobia : ketakutan yang patologis / tidak logis terhadap objek / situasi
tertentu.
c) Hipokondria : keyakinan terhadap adanya gangguan organ tubuh yang
sebenarnya tidak ada.
d) Depersonalisasi : perasaan klien yang asing terhadap diri sendiri, orang
lain dan lingkungan.
e) Ide yang terkait : keyakinan klien terhadap kejadian yang terjadi
dilingkungan yang bermakna yang terkait pada dirinya.
f) Pikiran magis : keyakinan klien tentang kemampuannya melakukan
hal-hal yang mustahil atau diluar kemampuannya.
g) Waham :
Agama : keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan
dan diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
Somatik : keyakinan klien terhadap tubuhnya dan diucapkan
berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan keyakinan
Kebesaran : keyakinan klien yang berlebihan terhadap
kemampuannya dan diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan
Curiga : keyakinan klien bahwa ada seseorang yang berusaha
merugikan, mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapi
tidak sesuai dengan kenyataan
Nihilistik : klien yakin bahwa dirinya sudah tidak ada didunia /
meninggal yang dinyatakan secara berulang-ulang dan tidak sesuai
dengan kenyataan
Waham yang bizar
Sisip pikir : klien yakin ad aide pikiran orang lain yang disisipkan
didalam pikirannya, disampaikan secara berulang-ulang dan tidak
sesuai dengan kenyataan
Siar pikir : klien yakin ada orang lain yang mengetahui apa yang
klien pikirkan walaupun klien tidak pernah menceritakannya
kepada orang, disampaikan secara berulang-ulang dan tidak sesuai
kenyataan
Kontrol pikir : klien yakin pikirannya dikontrol oleh kekuatan dari
luar, disampaikan secara berulang-ulang dan tidak sesuai dengan
kenyataan.
6. Tingkat kesadaran
a. Bingung : tampak bingung dan kacau ( perilaku yang tidak mengarah pada
tujuan).
b. Sedasi : mengatakan merasa melayang-layang antara sadar atau tidak sadar
c. Stupor : gangguan motorik seperti kekakuan, gerakan yang diulang-ulang,
anggota tubuh klien dalam sikap yang canggung dan dipertahankan klien
tapi klien mengerti semua yang terjadi dilingkungannya
d. Orientasi : waktu, tempat dan orang
e. Jelaskan apa yang dikatakan klien saat wawancara
f. Memori
1) Gangguan mengingat jangka panjang : tidak dapat mengingat kejadian
lebih dari 1 bulan.
2) Gangguan mengingat jangka pendek : tidak dapat mengingat kejadian
dalam minggu terakhir.
3) Gangguan mengingat saat ini : tidak dapat mengingat kejadian yang baru
saja terjadi.
4) Konfabulasi : pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan dengan
memasukan cerita yang tidak benar untuk menutupi gangguan daya
ingatnya.
5) Tingkat konsentrasi
Mudah beralih : perhatian mudah berganti dari satu objek ke objek
lainnya.
Tidak mampu berkonsentrasi : klien selalu minta agar pertanyaan
diulang karena tidak menangkap apa yang ditanyakan atau tidak dapat
menjelaskan kembali pembicaraan.
Tidak mampu berhitung : tidak dapat melakukan penambahan atau
pengurangan pada benda-benda yang nyata
Daya tilik diri
Mengingkari penyakit yang diderita : klien tidak menyadari gejala
penyakit (perubahan fisik dan emosi) pada dirinya dan merasa tidak
perlu minta pertolongan / klien menyangkal keadaan penyakitnya,
klien tidak mau bercerita tentang penyakitnya
Menyalahkan hal-hal diluar dirinya : menyalahkan orang lain atau
lingkungan yang menyebabkan timbulnya penyakit atau masalah
sekarang
Kebutuhan persiapan pulang
o Makan
Tanyakan frekuensi, jumlah, variasi, macam dan cara makan,
observasi kemampuan klien menyiapkan dan membersihkan alat
makan.
o Buang Air Besar dan Buang Air Kecil
Observasi kemampuan klien untuk Buang Air Besar (BAB) dan
Buang Air Kecil (BAK), pergi menggunakan WC atau
membersihkan WC.
o Mandi
Observasi dan tanyakan tentang frekuensi, cara mandi, menyikat
gigi, cuci rambut, gunting kuku, observasi kebersihan tubuh dan
bau badan klien.
o Berpakaian
Observasi kemampuan klien dalam mengambil, memilih dan
mengenakan pakaian, observasi penampilan dandanan klien.
o Istirahat dan tidur
Observasi dan tanyakan lama dan waktu tidur siang atau malam,
persiapan sebelum tidur dan aktivitas sesudah tidur.
o Penggunaan obat
Observasi penggunaan obat, frekuensi, jenis, dosis, waktu, dan
cara pemberian.
o Pemeliharaan kesehatan
Tanyakan kepada klien tentang bagaimana, kapan perawatan
lanjut, siapa saja sistem pendukung yang dimiliki.
o Aktivitas di dalam rumah
Tanyakan kemampuan klien dalam mengolah dan menyajikan
makanan, merapikan rumah, mencuci pakaian sendiri, mengatur
kebutuhan biaya sehari-hari.
o Aktivitas di luar rumah
Tanyakan kemampuan klien dalam belanja untuk keperluan
sehari-hari, aktivitas lain yang dilakukan di luar rumah.
o Pola dan mekanisme koping
Data didapat melalui wawancara dengan klien atau keluarganya.
Aspek medis
Tulis diagnosa medis yang telah diterapkan oleh Dokter, tuliskan
obat-obatan klien saat ini, baik obat fisik, psikofarmaka dan terapi
lain.
Masalah Keperawatan
Dari pengkajian dapat disimpulkan masalah keperawatan yang
dapat ditemukan pada klien dengan gangguan konsep diri : harga
diri rendah yaitu :
o Isolasi sosial : menarik diri
o Gangguan konsep diri : harga diri rendah situasional
o Gangguan citra tubuh
Pohon masalah
Isolasi sosial : menarik diri
Gangguan konsep diri :
Harga diri rendah
Gangguan citra tubuh
(Keliat, Budi Anna. 2002)
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan masalah keperawatan pasien
yang mencakup baik respon sehat adaptif atau maladaptif serta stressor yang
menunjang. (Stuart & Sundeen, 1998 : 41)
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan
mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respon terhadap masalah aktual dan
resiko tinggi. (Marilyn E. Doenges, 1999 : 8 )
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa diagnosa keperawatan
adalah suatu cara mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan
spesifik pasien serta respon terhadap masalah aktual dan resiko tinggi mencakup
respon adaptif maupun maladaptif serta stresor yang menunjang.
Diagnosa keperawatan yang mungkin untuk masalah gangguan konsep diri :
harga diri rendah adalah :
1. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
a. Definisi
Suatu kondisi dimana individu yang sebelumnya memiliki harga diri positif
mengalami perasan negatif mengenai dirinya dalam berespon.
b. Batasan karakteristik
1) Mayor
(1) Kekambuhan episodik dari penghargaan diri negatif dalam berespon
terhadap kejadian kehidupan pada seorang individu dengan evaluasi
diri positif sebelumnya.
(2) Pengungkapan perasaan negatif, mengenai diri ( ketidak berdayaan,
kegunaan )
2) Minor
(1) Pengungkapan diri yang negatif
(2) Ekpresi malu
(3) Evaluasi diri sebagai tidak mampu menangani situasi-situasi /
kejadian
(4) Kesukaran mengambil keputusan Gelisah
(5) Pengabaian diri
(6) Isolasi sosial
(7) (Carpenito. L.J, 1998 : 353 )
2. Isolasi sosial : menarik diri
a. Definisi
Harga diri rendah situasional : suatu keadaan dimana seseorang memiliki
perasaan-perasaan yang negatif tentang dirinya dalam berespon terhadap
peristiwa ( kehilangan, perubahan ).
b. Batasan karakteristik
1) Mayor
Kejadian yang berulang atau berkala dari penilaian diri yang negatif
dalam berespon terhadap peristiwa yang pernah dilihat secara positif
menyatakan perasaan negatif tentang dirinya (putus asa, tidak berguna)
2) Minor
(1) Pernyataan negatif atas dirinya
(2) Mengekspresikan rasa malu, bersalah.
(3) Penilaian diri tidak mampu mengatasi peristiwa / situasi
(4) Kesulitan membuat keputusan
(5) Mengabaikan diri (tidak peduli pada diri sendiri)
(6) Mengisolasi diri
( Carpenito .L.J, 1998 : 853)
3. Gangguan citra tubuh
a. Definisi
Keadaan dimana individu mengalami atau beresiko untuk menglami
gangguan dalam cara penerapan citra diri seseorang.
b. Batasan karakteristik
1) Mayor
Respon negatif verbal atau nonverbal terhadap perubahan aktual atau
dalam struktur dan / atau fungsi (misal malu, keadaan yang memalukan,
bersalah, reaksi mendadak)
2) Minor
(1) Tidak terlihat pada bagian tubuh
(2) Tidak menyentuh bgian tubuh
(3) Bersembunyi atau memanjakan bagian tubuhsecara berlebihan
(4) Perubahan dalam keterlibatan sosial
(5) Perasaan terhadap bagian tubuh, perasaan ketidak berdayaan,
keputusasaan, tidak ada kekuatan, kerentanan
(6) Larut dalam perubahan atau kehilangan
(7) Penolakan untuk membuktikan perubahan aktual
(8) Depersonalisasi bagian tubuh atau kehilangan
(9) Tingkah laku merusak diri (misal mutilasi, usahah bunuh diri, makan
berlebihan, kurang makan)
( Carpenito. L.J, 2001:348)
C.Rencana Tindakan Keperawatan
No
DX
Diagnosa
keperawatan
Perencanaan
Tujuan Kriteria evaluasi Intervensi
1. I
Isolasi sosial :
menarik diri
berhubungan
dengan (b.d)
harga diri
rendah
TUM :
Klien dapat berhubungan
dengan orang lain secara
optimal
TUK 1 :
Klien dapat membina
hubungan saling percaya
Setelah ... kali pertemuan / lebih
hubungan saling percaya dapat
dibina :
a. Ekspresi wajah yang bersahabat
b. Hubungan terapeutik dapat
terealisasi dengan menunjukan rasa
senang
c. Ada kontak mata
d. klien mau berjabat tangan
e. Klien mau menjawab salam
f. Klien mau mengungkapkan
perasaannya.
g. Klien mau bercerita mengenai
masalah yang dihadapinya.
a. Beri salam atau panggil nama sebutkan
nama perawat sambil berjabat tangan
b. Jelaskan maksud hubungan interaksi
c. Jelaskan kontrak yang harus dibuat
d. Beri rasa aman dan sikap empati
e. Lakukan kontak singkat tapi sering
TUK 2 :
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif
Klien dapat
mengidentifikasi
kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki
Setelah ... kali pertemuan, klien dapat
mengidentifikasikan aspek positif
klien, keluarga dan kemampuan yang
dimiliki klien
yang dimiliki klien
b. Hindari memberi penilaian negatif,
utamakan memberi pujian yang realistis
TUK 3 :
Klien dapat menilai
kemampuan yang
digunakan
Setelah ... kali pertemuan, klien
menilai kemampuan yang digunakan
minimal 3 kemampuan / kegiatan.
a. Diskusikan dengan klien kemampuan
yang digunakan
b. Diskusikan kemampuan yang dapat
dilanjutkan.
TUK 4 :
Klien dapat menetapkan
(merencanakan) kegiatan
sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Setelah ... kali pertemuan, klien
membuat rencana kegiatan
a. Rencana bersama klien aktivitas yang
dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan
toleransi
c. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan
yang dapat dilakukan sesuai kemampuan
TUK 5 :
Klien dapat melaku-kan
kegiatan sesuai dengan
Setelah 1 kali pertemuan, klien
melakukan sesuai kondisi sakit dan
a. Beri kesempatan untuk melakukan
kondisi sakit dan
kemampuannya
kemampuanya kegiatan sesuai rencana
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
melakukan tindakan
c. Diskusikan kemampuan pelaksanaan
kegiatan di rumah
TUK 6
Klien dapat
memanfaatkan sistem
pendukung yang ada.
Setelah dua kali interaksi klien
memanfaatkan sistem pendukung yang
ada di keluarga
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga
tantang cara merawat lien dengan harga diri
rendah
b. Bantu keluarga memberikan dukungan
selama klien di rumah
2 II
Kurang
motivasi
perawatan diri
b.d defisit
perawtan diri
TUM :
Klien dapat mearawat
dirinya sendiri
TUK 1 :
Klien dapat membina
hubungan saling percaya.
Setelah ... kali interaksi klien
menunjukkan tanda-tanda percaya
kepada perawat :
a. Ekspresi wajah bersahabat
b. Ada kontak mata
c. Mau menyebutkan nama
d. Mau menjawab salam
e. Mau duduk berdampingan dengan
Bina hubungan saling percaya dengan
menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal
maupun non verbal
b. Perkenalkan nama, nama panggilan dan
tujuan perawat berkenalan
c. Tanyakan nama lengkap dan nama
perawat
f. Bersedia mengungkapkan masalah
yang dihadapi
panggilan yang disukai klien
d. Buat kontrak yang jelas
e. Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji
setiap kali interaksi
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima apa
adanya
g. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan
kebutuhan dasar klien
h. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang
dihadapi klien
i. Dengarkan dengan penuh perhatian
ekspresi perasaan klien
TUK 2 :
Klien mengetahui
pentingnya perawatan diri
Dalam tiga kali pertemuan klien dapat
menyebutkan:
a. Penyebab tidak merawat diri
b. Manfaat menjaga pearawatan diri
c. Tanda-tanda bersih dan rapih
Diskusikan dengan klien:
a. Penyebab klien tidak merawat diri
b. Manfaat menjaga pearawatan diri untuk
keadaan fisik, mental, dan sosial
c. Tanda-tanda perawatan diri yang baik
d. Gangguan yang dialami jika
perawatan diri tidak diperhatikan
d. Penyait atau gangguan keseahatan yang
dialami oleh klien jika perawatan diri tidak
adekuat
3. Klien mengetahui cara-
cara melakukan
perawatan diri
a. Dalam tiga kali pertemuan klien
menyebutkan frekuensi menjaga
perawatan diri:
Frekunsi mandi
Frekunsi gosok gigi
Frekunsi keramas
Frekunsi ganti pakaian
Frekunsi berhias
Frekunsi gunting kuku
b. Dalam tiga kali interaksi klien
menjelaskancara menjaga kebersihan
diri:
1) Cara mandi
2) Cara gosok gigi
3) Cara keramas
4) Cara ganti pakaian
a. Diskusiakan frekuensi menjaga perawatan
diri selama ini:
1) Mandi
2) Gosok gigi
3) Keramas
4) Ganti pakaian
5) Berhias
6) Gunting kuku
b. Diskusiakan cara praktek perawatan diri
yang baik dan benar:
1) Mandi
2) Gosok gigi
3) Keramas
4) Ganti pakaian
5) Berhias
6) Gunting kuku
5) Cara berhias
6) Cara gunting kuku
c. Berikan pujian untuk setiap respon klien
yang positif
4. Klien dapat
melaksanakan perawatan
dengan bantuan perawat
Dalam dua kali interaksai klien
mempraktekn keperawatan diri dengan
dibantu oleh perawat
a. Mandi
b. Gosok gigi
c. Keramas
d. Ganti pakaian
e. Berhias
f. Gunting kuku
a. Bantu lien saat perawatan diri:
1) Mandi
2) Gosok gigi
3) Keramas
4) Ganti pakaian
5) Berhias
6) Gunting kuku
b. Beri pujian setelah klien melaksanakan
perawatan diri
5. Klien dapat
melaksanakan perawatan
diri secara mandiri
Dalam tiga kali interaksi klien
melaksanakan praktek perawatan diri
yang mandiri:
a. Mandi dua kali sehari
b. Gosok gigi setelah makan
c. Keramas dua kali seminggu
d. Ganti pakaian satu kali sehari
e. Berhias sehabis mandi
a. Pantau klien dalam melaksanakan
perawatan diri:
1) Mandi
2) Gosok gigi
3) Keramas
4) Ganti pakaian
5) Berhias
6) Gunting kuku
f. Gunting kuku setelah mulai panjang b. Beri pujian setelah klien melaksanakan
perawatan diri secara mandiri.
6. Klien mendapatkan
dukungan keluarga untuk
meningkatkan perawatan
diri
a. Dalam tiga kali interaksi kelurga
menjelasakan cara membantu
klien dalam memenuhi kebutuhan
perawatan diri
b. Dalam dua kali interaksi keluarga
menyiapkan sarana perawatan diri
klien: sabun mandi, shampo, pasta
gigi, sikat gigi, handuk, pakaian
bersih, sandal dan alat berhias.
c. Keluarga mempraktekan
perawatan diri pada klien
a. Diskusikan dengan keluarga:
1) Penyebab klien tidak meaksanakan
perawatan diri
2) Tindakan yang btelah dilakukan klien
selama dirumah sakit dalam menjaga
perawatan diri dan kemajuan yang telah
dialami klien
3) Dukungan yang bisa diberikan oleh
keluarga untuk meningkatkan kemampuan
klien dalam perawatan diri
b. Diskusikan dengan keuarga tentang:
1) Sarana yang dipelukn klien untuk menjaga
perawatan diri klien
2) Anjurkan kepada keluarga menyiapkan
sarana tersebut
c. Diskusikan dengan keluarga hal-hal yang
perlu dilakukan keluarga dalam perawatan
diri:
1) Anjurkan keluarga untuk mempraktekan
perawatan diri (mandi, gosok gigi, keramas,
ganti baju, dan gunting kuku)
2) Ingatkan klien waktu mandi, gosok gigi,
keramas, ganti baju, dan gunting kuku
3) Bantu jika klien mengalami hambatan
dalam perawatan diri
4) Berikan pujian atas keberhasilan klien
Tim Keperawatan (2006) Standar Rencana Keperawatan RSMM Bogor, Bogor : Direktorat Jenderal Pelayanan Medik,
Depkes RI.
D.Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan perencanaan asuhan keperawatan oleh
perawat dan klien. Petunjuk dalam implementasi :
1. Intervensi dilakukan sesuai dengan rencana.
2. Keterampilam interpersonal, intelektual, tekhnikal dilakukan dengan cermat
dan efisien dalam situasi yang tepat.
3. Dokumentasi intrvensi dan respon klien.
(Keliat, Budi Anna. 1998 : 15)
Dalam pelaksanaan implementasi, penulis menggunakan langkah-langkah
komunikasi terapeutik yang terdiri dari :
a. Fase Pra Interaksi
Pra interaksi dimulai sebelum kontak pertama dengan klien, perawat
mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutannya sehingga kesadaran dan
kesiapan perawat untuk melakukan hubungan dengan klien dapat
dipertanggung jawabkan.
b. Fase Perkenalan
Pada fase ini dimulai dengan pertemuan dengan klien, hal-hal yang perlu
dikaji adalah alasan klien meminta pertolongan yang akan mempengaruhi
terbinanya rasa percaya antara perawat dengan klien.
c. Fase Orientasi
a) Memberi salam terapeutik
b) Mengevaluasi dan memvalidasi data subjektif dan objektif yang
mendukung diagnosa keperawatan.
c) Membuat kontrak untuk sebuah topik disertai waktu dan tempat dan serta
mengingatkan kontrak sebelumnya.
d. Fase Kerja
Fase kerja merupakan inti hubungan perawat dengan klien yang terkait
dengan pelaksanaan perencanaan yang sudah ditentukan sesuai dengan
tujuan yang akan dicapai. Pada fase ini perawat mengeksplorasi stressor
yang tepat mendorong perkembangan kesadaran diri dengan
menghubungkan persepsi, fikiran, perasaan dan perbuatan klien.
e. Fase Terminasi
Fase terminasi merupakan fase yang amat sulit dan penting dari hubungan
intim terapeutik yang sudah terbina dan berada dalam tingkat optimal. Fase
terminasi terbagi menjadi :
a) Terminasi sementara
Adalah terminasi akhir dari tiap pertemuan antara perawat dengan klien.
b) Terminasi Akhir
(1)Mengevaluasi respon klien setelah tindakan keperawatan.
(2)Merencanakan tindak lanjut.
(3)Mengeksplorasi perasaan klien.
E. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan untuk mengidentifikasi sejauh mana tujuan dari
perencanaan tercapai dan evaluasi itu sendiri dilakukan terus menerus melalui
hubungan yang erat.
Evaluasi dibagi menjadi dua macam yaitu :
a. Evaluasi formatif yaitu evaluasi yang dilakukan terus menerus untuk
menilai hasil tindakan yang telah dilakukan.
b. Sumatif yaitu evaluasi akhir yang ditujukan untuk menilai keberhasilan
tujuan yang dilakukan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP, sebagai
pola pikir :
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
O : Respon objektif klien terhadap tindakan yang telah dilaksanakan.
A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan masalah
tetap atau muncul masalah baru atau data yang kontradiktif dengan masalah
yang ada.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkakn hasil analisa pada respon klien.
Rencana tindak lanjut berupa :
1) Rencana teruskan, bila masalah tidak berubah.
2) Rencana dimodifikasi, jika masalah tetap, semua tindakan sudah dijalankan
tetapi hasil tidak memuaskan.
3) Rencana dibatalkan, jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang
dengan masalah yang ada serta diagnosa lama dibatalkkan.
4) Rencana atau diagnosa selesai jika tujuan sudah tercapai dan diperlukan adalah
memelihara dan mempertahankan kondisi baru.
Pada evaluasi sangat diperlukan reinforcement untuk menguatkan perubhan
yang positif. Klien dan keluarga juga dimotifasi untuk melakukan self-
reinforsement.
Hasil yang diharapkan saat merawat klien dengan respon konsep diri mal adatif
adalah klien akan mencapai tingkat aktualitas diri yang maksimal untuk
menyadari potensi dirinya.
Evaluasi keberhasilan pada klien dengan gangguan konsep diri : harga diri
rendah :
Pada akhir keperawatan diharapkan :
a) Klien mampu :
1) Klien dapat mengidentifikasikan aspek positif klien, Keluarga dan
kemampuan yang dimiliki klien.
2) Klien menilai kemampuan yang digunakan.
3) Klien membuat rencana kegiatan
4) Klien membuat rencana kegiatan
5) Klien melakukan sesuai kondisi sakit dan kemampuanya
6) Klien mampu memanfaatkan sistem pendukung yang ada di keluarga
7) Melakukan kegiatan hidup sehari – hari sesuai jadwal yang dibuat klien.
8) Meminta bantuan keluarga
9) Melakukan follow up secara teratur
b) Keluarga mampu :
1) Mengidentifikasi terjadinya gangguan konsep diri : harga diri rendah
kronis
2) Merawat klien di rumah dan mendukung kegiatan klien.
3) Menolong klien menggunakan obat dan follow up