TINJAUAN PUSTAKA
DRY EYE SYNDROME
PENDAHULUAN
Dry eyes atau mata kering adalah suatu gangguan pada permukaan mata yang ditandai
dengan ketidakstabilan produksi dan fungsi dari lapisan air mata. Banyak diantara penyebab
sindrom mata kering mempengaruhi lebih dari satu komponen film air mata atau berakibat
perubahan permukaan mata yang secara sekunder menyebabkan film air mata menjadi tidak
stabil. Ciri histopatologik termasuk timbulnya bintik-bintik kering pada kornea dan epitel
konjungtiva, pembentukan filamen, hiangnya sel goblet konjungtiva, pembesaran abnormal
sel epitel non-goblet, peningkatan stratifikasi sel, dan penamhaban keratinasi.
Air mata disekresikan dari duktus lakrimalis dan diabsorbsi di kanalis lakrimalis. Film
air yang terdiri dari 3 lapisan mata berfungsi sebagai pelembab, pelumas serta melindungi
mata dari debu dan irritant yang bisa mengiritasi mata. Disekreksikan pada setiap kerdipan
mata, ia didistribusikan ke seluruh bola mata agar tetap membuatkan permukaan bola mata
lembab dan licin.
Mata kering merupakan salah satu gangguan yang sering pada mata, persentase
insidenisa nya sekitar 10-30% dari populasi, terutama pada orang yang usianya lebih dari 40
tahun dan 90% terjadi pada wanita. Frekuensi insidensi sindrom mata kering lebih banyak
terjadi pada ras Hispanik dan Asia dibandingkan dengan ras kaukasius
Pasien dengan mata kering paling sering mengeluh tentang sensasi gatal atau berpasir
(benda asing). Gejala umum lainnya adalah gatal, sekresi mukus berlebihan, tidak mampu
menghasilkan air mata, sensasi terbakar, fotosensitivitas, merah, sakit, dan sulit
menggerakkan palpebra. Pada kebanyakan pasien, ciri pada pemeriksaan mata adalah
tampilan yangnyata-nyata normal. Ciri yang paling khas pada pemeriksaan slitlamp adalah
terputus atau tiadanya meniskus air mata di tepian palpebra inferior. Benang-benang mukus
kental kekuning-kuningan kadang-kadang terlihat dalam fornix conjungtivae inferior.
Padakonjungtiva bulbi tidak tampak kilauan yang normal dan mungkin menebal, edema dan
hiperemik.
Sindroma mata kering atau dry eye syndrome merupakan satu penyakit yang tidak
merbahaya dengan catatan sekiranya ditangani dengan segera. Namun apabila penyakit ini
lambat diobati, pelbagai komplikasi bisa terjadi dan bisa mneyebabkan terjadinya kebutaan
pada penderita.
ANATOMI
Sistem Lakrimal
Sistem lakrimalis mencakup struktur-struktur yang terlibat dalam produksi dan
drainase air mata. Komponen sekresi terdiri atas kelenjar yang menghasilkan berbagai unsur
pembentuk cairan air mata, yang disebarkan di atas permukaan mata oleh kedipan mata.
Kanalikuli, saccus lacrimalis, dan ductus nasolacrimalis merupakan komponen ekskresi
sistem ini yang mengalirkan secret kedalam hidung. Bagian sekresi terdiri dari:
Glandula lakrimal
Duktus lakrimal
Glandula lakrimal terdiri dari 2 bagian:
o bagian atas yang lebih besar letaknya di fossa lakrimal os frontalis
o bagian bawah yang terletak di bawah konjungitva fornix superior bagian
temporal
Selain itu, glandula lakrimalis aksesori, glandula Krause dan Wolfring yang terletak
di dalam substansia propria di konjungtiva palpebra turut berperan dalam mengsekresikan
komponen aquos air mata. Kelenjar Krause dan Wolfring identic dengan kelenjar utama
namun tidak mempunyai system saluran. Bagian ekskresi terdiri dari:
Pungtum lakrimal superior dan inferior
Kanalikuli lakrimal superior dan inferior
Sakus lakrimal
Duktus nasolakrimal
Meatus inferior
Sistem Sekresi Air Mata
Volume terbesar air mata di hasilkan oleh kelenjar lakrimal yang terletak difossa
glandulae lacrimalis di kuadran temporal atas orbita. Kelenjar yang berbentuk kenari ini di
bagi oleh kornu lateral aponeurosis levator menjadi lobus orbita yang lebih besar dan lobus
palpebra yang lebih kecil, masing-masing dengan system duktulusnya yang bermuara ke
forniks temporal superior.
Gambar 1: anatomis kelenjar lakrimal
Kelenjar lakrimal aksesorius, meskipun hanya se-persepuluh dari masa kelenjar
utama, mempunyai peranan penting. Struktur kelenjar Krause dan wolfring identik dengan
kelenjar utama, tetapi tidak mempunyai ductulus. Kelenjar-kelenjar ini terletak di dalam
konjungtiva, terutama di forniks superior. Sel-sel goblet uniseluler yang juga tersebar di
konjungtiva, mengsekresi glikoprotein dalam bentuk musin. Modifikasi kelenjar sebasea
maibom dan zeis di tepian palpebra memberi lipid pada air mata. Kelenjar moll adalah
modifikasi kelenjar keringat yang juga ikut membentuk film air mata.
Sekresi kelenjar air mata di picu oleh emosi dan iritasi fisik dan menyebabkan air
mata mengalir melimpah melewati tepian palpebra (epifora). Kelenjar lakrimal aseksorius di
kenal sebagai “pensekresi dasar”. Sekret yang di hasilkan normalnya cukup untuk
memelihara kesehatan kornea. Hilangnya sel goblet berakibat mengeringnya kornea
meskipun banyak air mata dari kelenjar kornea.
Sistem Ekskresi Air Mata
Sistem ekskresi terdiri atas punctum, kanalikuli, saccus lacrimal dan duktus
nasolacrimalis. Setiap kali berkedip, palpebra menutup mulai dari lateral, menyebarkan air
mata secara merata diatas kornea dan menyalurkannya kedalam sistem ekskresi pada aspek
medial palpebra. Pada kondisi normal air mata dihasilkan dengan air mata yang kira-kira
sesuai dengan kecepatan penguapannya. Dengan demikian hanya sedikit yang sampai ke
sistem ekskresi. Jika sudah memenuhi saccus konjungtivalis, air mata akan memasuki puncta
sebagian karena sedotan kapiler.
Dengan menutup mata, bagian khusus orbicularis pratarsal yang mengelilingi ampula
akan mengencang untuk mencegahnya keluar. Bersamaan dengan itu palpebra di tarik ke arah
krista lacrimalis posterior dan traksi fascia yang mengelilingi saccus lacrimalis yang
berakibat memendeknya kanalikulus yang menimbulkan tekanan negative ke dalam saccus.
Kerja pompa dinamik ini menarik air mata kedalam saccus, yang kemudian berjalan melalui
ductus nasolacrimalis karena pengaruh gaya berat dan elastisitas jaringan kedalam meatus
inferior hidung. Lipatan-lipatan serupa katup milik epitel pelapis saccus cenderung
menghambataliran balik udara dan air mata.
Air Mata
Air mata membentuk lapisan tipis setebal 7-10 µm yang menutupi epitel kornea dan
konjungtiva. Fungsi lapisan ultra-tipis ini adalah:
Membuat kornea menjadi permukaan optik yang licin dengan meniadakan ketidak-
teraturan minimal di permukaan epital
Membasahi dan melindungi permukaan epitel kornea dan konjungtiva yang lembut
Menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan pembilasan mekanik dan efek
antimikroba
Menyediakan kornea sebagai substansi nutrient yang di perlukan.
Lapisan Air Mata
Air mata atau film air mata terdiri dari 3 lapisan yaitu;
a. Lapisan superficial
Merupakan film lipid monomolekuler yang berasal dari kelenjar meibom. Di duga
lapisan ini menghambat penguapan dan membentuk sawa kedap air saat palpebra di
tutup.
b. Lapisan akueosa
Merupakan lapisan di tengah yang di hasilkan oleh kelenjar lakrimal mayor dan
minor; mengandung substansi larut-air (garam dan protein)
c. Lapisan musinosa
Lapisan ini terdiri atas glikoprotein dan melapisi sel-sel epitel korneadan konjungtiva.
Membrane sel epitel terdiri atas lipoprotein dan karenanyarelative hidrofobik.
Permukaan yang demikian tidak dapat di basahi olehlarutan air saja. Musin di
absorpsi sebagian pada membrane sel epitel korneadan oleh mikrovili di tambatkan
pada sel-sel epitel permukaan. Inimenghasilkan permukaan hidrofilik baru bagi
lapisan akueosa untuk menyebarsecara merata ke bagian yang di basahi dengan cara
menurunkan teganganpermukaan
Gambar 2: lapisan konstituens film air mata
Komposisi Air Mata
Volume air mata yang paling normal di perkirakan 7 µL di setiap mata. Albumin
mencakup 60% dari protein total air mata dan sisanya globulin dan lisozim yang berjumlah
sama banyak. Terdapat immunoglobulin igA, igG dan igE. Yang paling banyak adalah igA.
Pada keadaan alergi tertentu seperti pada konjungtivitis vernal, konsentrasi igE dalam cairan
air mata meningkat. Lisozim air mata menyusun 21-25% protein total yang bekerja secara
sinergis dengan gamma-globulin dan faktor antibakteri non-lisozim lain membentuk
pertahanan penting terhadap infeksi. K+, Na+ dan Cl- terdapat dalam kadar yang lebih tinggi di
air mata daripada plasma.
Air mata juga mengandung sedikit glukosa (5 mg/dL) dan urea (0,04 mg/dL).
Perubahan kadar dalam darah sebanding dengan perubahan kadar glukosa dan urea dalam air
mata. pH rata-rata air mata adalah 7.35, meskipun ada variasi normal yangbesar (5.20-8.35).
Dalam keadaan normal air mata bervariasi dari 295 sampai 309 mosm/L.
ETIOLOGI DRY EYE
DRY EYE SYNDROME
DEFISIENSI AQUEOUS PENGUAPAN
Salisbury Eye Evaluation study mendapati prevelensi dry eye syndrome di Asia
terutama pada pasien usia lanjut dan wanita. Di Amerika Serikat didapati 3.2 juta wanita
menderita dry eye syndrome berbanding seramai 1.6 juta pada lelaki. Ini berhubungan dengan
pengaruh hormone seksual, dimana melibatkan hormone androgen. Ia bersesuaian dengan
prevelensi dry eye syndrome meningkat sesuai penambahan usia dimana hormone androgen
semakin berkurang sesuai peningkatan usia. Pada wanita menapouse lebih ramai yang
menghidapi dry eye syndrome.5 Pada penelitian juga mendapati angka kejadian dry eye
syndrome meningkat pada wanita menaupose yang mengambil subtitusi hormone estrogen
dan testosterone sebanyak 6.67% berbanding wanita menapouse yang tidak mengambil
sebanrang terapi penggantian hormone.
DEFINISI DRY EYE
Definisi dry eyes menurut Subcommittee National Eye Institute/Industry Dry Eye
Workshop 2007 adalah dry eye syndrome merupakan sindroma mulfikator air mata dan
permukaan ocular yang menyebabkan penderita merasa tidak nyaman, gangguan penglihatan,
dan instabilitas air mata yang bisa menyebabkan kerosakkan pada permukaan bola mata. Ia
disertai dengan peningkatan osmolaritas air mata dan peradangan permukaan bola mata.
KLASIFIKASI DRY EYE
Pada tahun 1995, Subcommittee National Eye Institute/Industry Dry Eye Workshop
menyatakan bahawa dry eye syndrome adalah keratokonjungtivitis sika. Dan pada tahun
2007, Subcommittee National Eye Institute/Industry Dry Eye Workshop telah mengeluarkan
klasifikasi terbaru dry eye syndrome mengikut etiopatologisnya kepada klasifikasi utama
seperti di gambar 3.
Gambar 3: klasifikasi dry eye syndromes menurut Subcommittee National Eye
Institute/Industry Dry Eye Workshop 2007
i. Dry Eye Karena Defisiensi Aqueous
a. Sjorgen Syndrome Dry Eye
Kelainan ini berlaku dimana autoantibody menyerang glandular lakrimal dan sliva.
Kelenjar lakrimal dan saliva dipenuhi oleh T-cell yang teraktivasi lalu menyebabkan
acinar, kematian sel duktus dan berkurangnya sekresi air mata serta air liur.
b. Defisiensi Glandular Lakrimal
Defiesiensi glandular lakrimal terbahagi kepada 2 iatu primer dan sekunder;
Primer
o Berdasarkan umur: menurut penelotian, semakin meningkat usia,
semakin meningkat kalainan patologis kelenjar lakrimal seperti
hilangnya pembuluh darah paralakrimal, atrofi sel acinar, fibrosis
periduktal, dan fibrosis interasinar.
o Congenital alacrima: merupakan kelainan yang langka pada usia muda
pada penderita Addison’s disease, neurodegeneration central, dan
disfungsi autonomic.
o Familial dysautonomia: kelainan multisystem penyakit Riley Day
Syndrome dimana penderita mengalami kelainan dalam
mengekspresikan emosi dan perasaan yang menyebabkan tangisan.
Sekunder
Kelainan dalam sekresi air mata kerana infiltrasi sel radang pada kelenjar pada
penyakit seperti;
o sarcoidosis (sarcoid granulomata)
o lymphoma (sel lymphomatus)
o AIDS (T-cell
o Graft vs Host Disease (periduktus T-cell dan limfosit)
o ablasi glandular larimal
o denervasi saraf glandular lakrimal (melibatkan saraf parasimpatis)
c. Obstruksi Kelenjar Lakrimal
Obstruksi duktus lakrimal di pelpebra superior dan glandular lakrimal aksesorius
menyebabkan dry eye syndrome tipe defisiensi aqueous lalu bisa menyebabkan
konjungtivitis sikatriks. Beberapa kondisi spesifik obstruski kelenjar lakrimal adalah
seperti;
Trachoma
Pemphigoid sikatrik
Erytema multiformis
Luka bakar
d. Refleks Hiposekresi
Saraf sensoris yang mengawal sekresi glandular lakrimal dikawal oleh nervus
trigeminal (N.V). apabila mata dibuka, akan menyebabkan peningkatan reflex
sensoris dikarenakan terpaparnya permukaan ocular. Reflex hiposekresi melibatkan 2
cara iatu;
Penurunan reflex inducing sekresi glandular lakrimal.
Penurunan reflex kerdipan kelopak mata.
Kerosakkan nervus facialis (N.VII) dimana kelopak mata tidak dapat ditutp
dengan sempurna.
ii. Dry Eye Karena Penguapan Air Mata
a. Disfungsi Kelenjar Meibom
2 kondisi disfungsi kelenjar Meibom adalah disfungsi glandular itu sendiri serta
blepharitis posterior yang merupakan antara penyebab utama kepada sindroma dry
eye. Disfungsi kelenjar ini metebabkan air mata kurannya lapisan lipid yang meliputi
bahagian superficial air mata.
b. Kelainan Pembukaan Pelpebra
Kelainan pembukaan pelpebra atau ketidakmampuan kelopak mata menutup
sempurna menyebabkan ada sebahagian permukaan bola mata yang terdedah kepada
udara sekitar yang menyebabkan berlakunya penguapan. Antara penyebab penutupan
palpebra tidak sempurna adalah pada keadaan;
Craniostenosis
Proptosis
Myopia yang tinggi
Exopthalmus
Fissure palpebra yang terlalu lebar
c. Penurunan Kerdipan Mata
Kerdipan mata yang lambat menyebabkan permukaan bola mata lebih lama terdedah
kepada udara luar lalu menyebabkan lebih banyak air mata yang terjadi penguapan.
Kelainan ini berlaku akibat;
berkurangnya dopamine di susbtansia nigra,
Parkinson disease
Reflex emosional pada pekerjaan yang memerlukan konsentrasi seperti sedang
melihat melalui mikroskop
d. Kelainan Permukaan Okular
Kelainan ini bisa menyebabkan permukaan ocular tidak dapat dilembabkan dengan
sempurna dan merata, pemecahan film air mata yang terlalu dini, hiperosmolaritas air
mata, dan mata kering seperti pada:
defisiensi vitamin A (kerosakkan asinar lakrimal)
penggunaan benzalkonium klorida (menyebabkan keratitis pungtata)
e. Penggunaan Lensa Lekap (Contact Lens)
Seringnya pengguna lensa lekap mengeluh mata kering dan tidak selesa dimana
sebuah survey di amerika Srikat dijalankan menunjukkan 50% pengguna kanta lekap
mengadu mengalami dry eye, 5 kali lebih sering dari pengguna kacamata biasa. Kanta
lekap mempunyai sifat yang lebih kering dari permukaan bola mata menyebabkan air
mata lebih mudah berlaku penguapan serta berlaku perubahan komposisi film air
mata.
f. Kelainan Permukaan Okular
Kelainan seperti konjungtivitis allergika menyebabkan film air mata tidak stabil lalu
lebih mudah untuk rosak .
Delphi Panel Report telah mengklasifikasikan dry eye syndrome mengikut tingkat keparahan
seperti yang ditunjukkan didalam gambar 4;
Gambar 4: Grading keparahan dry eye syndrome berdasarkan Delphi Panel Report
MANIFESTASI KLINIS
Pasien dengan dry eyes paling sering mengeluh tentang sensasi gatal atau berpasir
(benda asing). Gejala umum lainnya adalah gatal, sekresi mucus berlebihan, tidak mampu
menghasilkan air mata, sensasi terbakar, fotosensitivitas, merah, sakit,dan sulit
menggerakkan palpebra. Pada kebanyakan pasien, ciri pada pemeriksaan mata adalah
tampilan yang nyata-nyata normal. Ciri yang paling khas pada pemeriksaan slit lamp adalah
terputus atau tiadanya meniskus air mata di tepian palpebra inferior. Benang-benang mucus
kental kekuning-kuningan kadang-kala terlihat dalam fornix conjungtiva inferior. Pada
konjungtiva bulbi tidak tampak kilauan yang normal dan mungkin menebal, edema dan
hiperemik.
Epitel kornea terlihat bertitik halus pada fissura inter-palpebra. Sel-sel
epitelkonjungtiva dan kornea yang rusak terpulas dengan bengal rose 1% dan defek
padaepitel kornea terpulas dengan fluorescein. Pada tahap lanjut keratokonjungtivitis sicca
tampak filamen-filamen dimana satu ujung setiap filamen melekat pada epitel korneadan
ujung lain bergerak bebas. Pada pasien dengan sindrom sjorgen, kerokan dari konjungtiva
menunjukkan peningkatan jumlah sel goblet. Pembesaran kelenjar lakrimal kadang-kadang
terjadi pada sindrom sjorgen.
DIAGNOSIS
Diagnosis dry eye syndrome adalah berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, gejala
klinis yang dirasakan, beberapa tes penunjang, mengikut ketersediaan dan keperluan. Gejala
klinis paling sering dikeluhkan pasien dry eye adalah;
Gatal
Mata seperti berpasir
Pengelihatan kadang kadang kabur.
Terdapat gejala sekresi mucus yang berlebihan
Sukar menggerakkan kelopak mata
Mata tampak kering
Erosi kornea.
Untuk test diagnostic, ia dilakukan untuk prevensi komplikasi yang lebih jeleks serta
pada penderita yang mempunyai risiko tinggi. Beberapa test bisa dijalankan untuk membantu
diagnosis sindroma dry eye. Beberapa tes yang bisa dilakukan adalah seperti;
a. Tes Schimer
Tes ini dilakukan dengan mengeringkan lapisan air mata dan memasukkan strip
Schimer (kertas saring Whartman No. 41) ke dalam cul-de-sac konjungtivainferior
pada batas sepertiga tengah dan temporal dari palpebral inferior. Bagian basah yang
terpapar diukur lima menit setelah dimasukkan. Panjang bagian basah kurang dari 10
mm tanpa anestesi dianggap abnormal.
Gambar 5: gambaran test Schimer menggunakan Schimer’s strip
b. Tes Break up Time
Tes ini berguna untuk menilai stabilitas air mata dan komponen lipid dalam cairan air
mata, diukur dengan meletakkan secarik kertas berfluorescin di konjungtivabulbi dan
meminta penderita untuk berkedip. Lapisan air mata kemudian diperiksa dengan
bantuan filter cobalt pada slitlamp, sementara penderita diminta tidak berkedip.
Selang waktu sampai munculnya titik-titik kering yang pertama dalam lapis fluorescin
kornea adalah break up time. Biasanya lebih dari 15 detik. Selang waktu akan
memendek pada mata dengan defisiensi lipid pada air mata.
c. Tes Ferning Mata
Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti komponen musin air mata, Dilakukan
dengan mengeringkan kerokan lapisan air mata di atas kaca objek bersih.
d. Sitologi
Impresi adalah cara menghitung densitas sel goblet pada permukaan konjungtiva.
Pada orang normal, populasi sel goblet paling tinggi di kuadran infranasal.
e. Pemulasan Flourescin
Dilakukan dengan secarik kertas kering fluoresin untuk melihat derajat basahnya air
mata dan melihat meniscus air mata. Fluoresin akan memulas daerah yang tidak
tertutup oleh epitel yang tidak tertutup oleh lapisan musin yang mongeringdari kornea
dan konjungtiva.
f. Pemulasan Rose Bengal
Rose Bengal lebih sensitive daripada fluoresin. Pewarna ini akan memulas semua sel
epitel yang tidak tertutup oleh lapisan musin yang mengering dari kornea
dankonjungtiva.
g. Pengujian Kadar Lisozim Air Mata
Air mata ditampung pada kertas Schimer dan diuji kadarnya dengan cara
spektrofotometri.
h. Osmolaritas air mata
Hiperosmolaritas air mata telah dilaporkan pada keratokonjungtivitis sicca dan
pemakai lensa kontak diduga sebagai akibat berkurangnya sensitifitas kornea.
Laporan-laporan penelitian menyebutkan bahwa hiperosmolaritas adalah tes yang
paling spesifik bagi keratokonjungtivitis sicca, karena dapat ditemukan pada pasien
dengan tes Schirmer normal dan pemulasan Rose Bengal normal.
i. Laktoferin
Laktoferin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien dengan hiposekresi kelenjar
lakrimalis. Untuk mengukur kuantitas komponen aquous dalam air mata dapat
dilakukantes Schirmer. Tes Schirmer merupakan indicator tidak langsung untuk
menilai produksi air mata. Berkurangnya komponen aquous dalam air mata
mengakibatkan airmata tidak stabil. Kestabilan air mata pada konjungtivitis
disebabkan kerusakan epitel permukaan bola mata sehingga mucus yang dihasilkan
tidak normal yang berakibat pada proses penguapan air mata. Salah satu pemeriksaan
untuk menilai stabilitas lapisan air mata adalah dengan pemeriksaan break up time
(BUT).
j. Slit lamp
Pada pemeriksaan dengan slit lamp didapatkan dilatasi pembuluh darah konjungtiva
dan injeksi perikornea. Ciri khas pada pemeriksaan ini adalah terputus atau tiadanya
meniscus air mata di tepian palpebral inferior. Benang- benang mucus kental
kekuningan kadang-kadang terlihat dalam fornix konjungtiva inferior. Pada
konjungtiva bulbaris tidak tampak kilauan yang normal dan mungkin menebal,edema,
dan hiperemis.
Gambar 6: gambaran injeksi konjugtiva yang diffuse yang dilihat menggunakan slit lamp.
Terlihat juga massa nodular di bahagian limbus inferior
Efek dry eye terhadap penurunan visus
Pasien yang menderita dry eye syndrome sering mengeluh photofobia, kesukaran
memandu kereta diwaktu malam, kesukaran membaca, serta kelelahan mata. Menurut
penelitian menggunakan Snellen Chart, penurunan visus ketika pasien menderita dry eye
syndrome adalah biasa. Ini disebabkan oleh tidak stabilnya ikatan molekul air mata yang
menyebabkan. Sebagai respons kompesasi, penderita akan mengedipkan matanya berulang-
ulang kali untuk mengstabilkan molekul air mata lalu visus kembali kepada seperti biasa.
Namun seringnya ikatan molekul air mata tadi akan pecah dan pandangan akan kembali
kabur. Menurut penelitian dari Jepang, visus pasien dry eye bisa menurun dari 20/40 kepada
20/60, lalu menyebabkan kesukaran memandu kenderaan pada waktu malam.
PENATALAKSANAAN
Menurut Subcommittee National Eye Institute/Industry Dry Eye Workshop 2007,
terdapat banyak cara dapat dilakukan untuk terapi dry eye syndrome seperti;
a. Pelumas Air Mata
b. Membaiki Retensi Air Mata
c. Stimulan Air Mata
d. Pengganti Air Mata Biologis
e. Terapi Anti-Inflamasi
f. Fatty Acid Essential
g. Management Lingkungan
a. Pelumas Air Mata
Karekteristik pelumas air mataadalah larutan hipotonik ataupun isotonic, larutan
buffer yang mengandungi elektrolit, surfaktan dan agen pengental. Dalam kandungan
pelumas air mata harusnya;
Bebas benzalkonium klorida (BAK)
BAK merupakan bahan yang paling sering dijumpai didalam pelumas yang bisa
dibeli dimana-mana toko. BAK sangat merbahaya kepada mata sekiranya digunakan
berlebihan kerana ia bisa menyebabkan kerosakkan epitel konjungtiva dan kornea,
serta bisa menyebabkan nekrosis epitel hingga ke lapisan-lapisan dibawahnya.
Bebas disodium (EDTA)
EDTA juga merupakan bahan yang sering ada didalam pelumas yang biasa dibeli di
toko. Penggunaan berlebihan bisa menyebabkan reaksi toksik kepada epitel
konjungtiva dan kornea.
Mengandungi elektrolit dan/atau ion
Kehadiran elektrolit dan ion didalam pelumas dibuktikan dapat membantu perbaikkan
kerosakkan permukaan bola mata akibat dry eye. Natrium dan bikarbonat merupakan
unsure paling penting dimana natrium bisa menjaga ketebalan kornea dan bikarbonat
pula membantu penyembuhan lapisan epitel kornea yang telah rosak. 2 pelumas yang
mempunyai kadar elektrolit seperti air mata sebenar adalah;
o TheraTear®
o BIONS Tears®
Mengandungi cairan hipo-osmotik
Penderita dry eye mempunyai hyperosmolaritas. Maka cairan pelumas harusnya
megandungi cairan hypo-osmotik agar mata bisa kembali kepada kelemabapan
normal. Contoh pelumas yang mempunyai cairan hypo-osmotik adalah;
o Hypotears® (230 mOsm/L)
o TheraTears® (181 mOsm/L)
Gambar 7: contoh kemasan pelumas air mata
Mengandungi agen pengental
Agen pengental diperlukan dalam air mata agar ia tetap stabil didalam bentuk
tertentu, sama seperti komposisi sebenar air mata iatu musin. Namun begitu, dengan
adanya agen pengental didalam pelumas air mata, ia akan menyebabkan pandangan
menjadi kabur, dimana semakin besar densitasnya semakin buram pandangan. Antara
agen pengental yang bisa digunakan adalah;
o Carboxymethyl cellulose
o Polyvinyl alcohol
o Polyethylene glycol
o Propylene glycol hydroxymethyl cellulose
o Hydroxypropyl cellulose
o Hyaluronic acid
b. Memperbaiki Retensi Air Mata
Terdapat 2 penatalaksaan pembaikkan retensi air mata dapat dilakukan adalah
dengan menggunakan punctal plugs yang bisa direabsorbsi atau non-reabsorbsi.
Punctual plug ini dimasukkan ke dalam kanalikulus lakrimal agar air mata bisa
mengalir dengan sempurna. Indikasi pemakaian adalah pada pasien dry eye dengan
gejala, tes Schirmer menunjukkan hasil kurang 5mm dalam 5 minit serta terdapat
bukti bahawa ada kerosaakan permukaan bola mata pada tes menggunakan pewarnaan
seperti fluorescence.
Gambar 8: punctual plug yang dimsaukkan ke dalam kanalikulus lakrimalis
c. Stimulan Air Mata
Beberapa agen farmakologis bisa menjadi stimulant kepada air mata agar
mensekreksikan aquoes atau mucus atau kedua-duanya. Menurut percubaan klinis,
diquafosol eye drop menunjukkan hasil yang efektif pada pengobatan dry eye
syndrome. Bagi agen lain masih didalam penelitian.
d. Pengganti Air Mata Biologis
Pengganti air mata biologis digunakan dengan mengambil dari badan sendiri
melalui 2 sumber iatu serum dan saliva. Penggantian menggunakan saliva dilakukan
dengan implantasi kelenjar saliva submandibular. Namun begitu, kelenjar saliva akan
menyebabkan sekresi saliva yang banyak lalu bisa menyebabkan edema kornea. Maka
transplantasi ini hanya dilakukan pada pasien yang benar-benar mengalami defisiensi
air mata dimana hasil tes Schirmer 1mm atau kurang.
e. Terapi Anti-Inflamasi
Kurangnya sekresi air mata mungkin disebabkan reaksi inflammasi dimana
sel inflammasi menyebabkan retensi di saluran air mata. Antara anti-inflammasi yang
bisa digunakan adalah;
Kortikosteroid
Siklosporin
Tetrasiklin
f. Fatty Acid Essential
Fatty acid essential tidak disintesis oleh vertebra seperti manusia melainkan
didapatkan melalui pemakanan. Pengambilan essential fatty acid yang dilakukan
penelitian mampu mempercepatkan penyembuhan iritasi ocular adalah;
Omega-3 (minyak ikan kod)
Omega-6
g. Managemen Lingkungan
Factor lingkungan seperti terpaparnya kepada cahaya matahari yang lama,
berada didalam ruangan AC lama, harus dihindarkan agar air mata tidak mudah
terjadi penguapan. Sekiranya pekerjaan memerlukan melihat cahaya seperti
menggunakan mikroskop, gunakan mikroskop dengan menurunkan sedikit tinggi
mata memandang untuk mengurangkan pembukaan kelopak mata. Pastikan mata
berehat seketika sekurangnya 5 menet bagi setiap 30 menet bekerja. Udara yang
terlalu sejuk juga bisamneyebabkan mata kering. Bagi yang tinggal di daerah salju,
pakai goggle ketika keluar dari rumah dan menggunakan penutup mata ketika tidur.
Menurut International Task Force Guidelines for Dry Eye, berikut adalah
rekomendasi penatalaksanaan berdasarkan tingkat keparahan dry eye syndrome seperti
gambar 9.
Gambar 9: rekomendasi penatalaksanaan dry eye syndrome berdasarkan International Task
Force Guidelines for Dry Eye
PROGNOSIS
Secara umu, prognosis dry eye syndrome baik sekiranya penatalaksaan cepat. Namun
keterlambatan pengobatan bisa menyebabkan berlakunya komplikasi-komplikasi pada
struktur permukaan bola mata yang bisa menyebabkan berlakunya penurunan visus lalu
kebutaan.
KOMPLIKASI
Pada awaln perjalanan mata kering, penglihatan sedikit terganggu.
Denganmemburuknya keadaan, ketidak-nyamanan sangat terganggu. Pada kasus lanjut, dapat
timbul ulkus kornea, penipisan kornea, dan perporasi. Kadang-kadang terjadi infeksi bakteri
sekunder dan berakibat parut dan vaskularisasi pada kornea yang sangat menurunkan
penglihatan. Terapi dini dapat mencegah komplikasi-komplikasi ini.
KESIMPULAN
Sindrom mata kering adalah suatu gangguan pada permukaan mata yang ditandai
dengan ketidakstabilan produksi dan fungsi dari lapisan air mata. Angka kejadian Dry Eye
Syndrome cenderung meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Pasien dengan mata kering
paling sering mengeluh tentang sensasi gatal atau berpasir (benda asing). Gejala umum
lainnyaadalah gatal, sekresi mukus berlebihan, tidak mampu menghasilkan air mata, sensasi
terbakar, fotosensitivitas, merah, sakit, dan sulit menggerakkan palpebra. Padakebanyakan
pasien, ciri paling luar biasa pada pemeriksaan mata adalah tampilan yang nyata-nyata
normal. Ciri yang paling khas pada pemeriksaan slitlamp adalah terputus atau tiadanya
meniskus air mata di tepian palpebra inferior.
Terdapat banyak cara terapi yang bisa didapatkan sekarang. Air mata buatan adalah
terapi yang kini dianut. Salep berguna sebagai pelumas jangka panjang, terutama saat tidur.
Bantuan tambahan diperoleh dengan memakai pelembab, kacamata pelembab bilik, atau
goggle. Secara umum, prognosis untuk ketajaman visual pada pasien dengan sindrom mata
kering baik. Pada kasus lanjut, dapat timbul ulkus kornea, penipisan kornea, dan perforasi.
Kadang-kadangterjadi infeksi bakteri sekunder, dan berakibat parut dan vaskularisasi pada
kornea, yang sangat menurunkan penglihatan. Terapi dini dapat mencegah komplikasi-
komplikasi ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dabiel V. Vaughan, Taylor Asbury, Paul Riodan-Eva. Anatomi dan embriologi mata.
Ophthalmologi Umum. Widya Medika. 2002: 14; 1-30.
2. Sidarta Ilyas. Anatomi dam fisiologi mata. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2010: 3; 1-12.
3. Gary N. Foulks, Michael A. Lemp, James V. Jester, John Sutphin Jr, Juan Murube,
Gary D. Novack. 2007 Report of the International Dry Eye WorkShop (DEWS). The
Ocular Surface. April 2007: 5 (2); 65-204.
4. Lemp MA. Report of the National Eye Institute/Industry Workshop on clinical trials
in dry eyes. CLAO Journal. 1995: 2; 221-32.
5. Schein OD, Munoz B, Tielsch JM, et al. Prevalence of dry eye among the elderly.
America Journal Ophthalmology 1997: 124; 723-8.
6. Schaumberg DA, Buring JE, Sullivan DA, Dana MR. Hormone replacement therapy
and dry eye syndrome. Journal of America Medical Association. 2001: 2114-9.
7. Sullivan BD, Evans JE, Dana MR, Sullivan DA. Influence of aging on the polar and
neutral lipid profiles in human meibomian gland secretions. Archeive Ophthalmology.
2006: 124; 1286-92.
8. Michael A. Lemp. Advances in Understanding and Managing Dry Eye Disease.
Department of Ophthalmology, Georgetown University School of Medicine,
Washington DC. American Journal of Ophthalmology. September 2008: 5 (16); 350-
6.
9. Forster, H. Walter. Medical management of keratoconjunctivitis sicca. International
Ophthalmology Clinics. 1961: 25-8.
10. M. A. Nanavaty, A. R. Vasavada and P. D. Gupta. Dry Eye Syndrome. Iladevi
Cataract and IOL Research Centre, Gurukul. Asian Journal of Experiment and
Science. 2006: 20; 63-80.
11. Behrens A, Doyle JJ, Stern L, et al. Dysfunctional tear syndrome: A Delphi approach
to treatment recommendations. Cornea 2006: 25; 900-7.
12. Ubels J, McCartney M, Lantz W, et al. Effects of preservative-free artificial tear
solutions on corneal epithelial structure and function. Archieve Ophthalmology. 1995:
113; 371-8.
13. Gilbard JP, Rossi SR, Heyda KG. Ophthalmic solutions, the ocular surface, and a
unique therapeutic artificial tear formulation. America Journal of Ophthalmolology.
1989: 107; 348-55.
14. Baxter SA, Laibson PR. Punctal plugs in the management of dry eyes. Ocular
Surface. 2004: 2; 255-65.
15. Bernal DL, Ubels JL. Artificial tear composition and promotion of recovery of the
damaged corneal epithelium. Cornea. 1993: 12; 115.
16. Geerling G, Sieg P, Bastian GO, Laqua H. Transplantation of the autologous
submandibular gland for most severe cases of keratoconjunctivitis sicca.
Ophthalmology. 1998: 105; 327-35.
17. Seedor JA, Lamberts D, Bergmann RB, Perry HD. Filamentary keratitis associated
with diphenhydramine hydrochloride (Benadryl). Amerca Journal of Ophthalmology.
1986: 101; 376-7.