LAPORAN KASUS
TONSILITIS KRONIS
Oleh:
A.A. Sagung Ria Ardha Anggani (1070121031)
A.A. Istri Cyanthi Devi (1070121032)
Pembimbing:
dr. Putu Amelia Agustini Siadja Sp. THT
dr. I Wayan Sulistiawan Sp. THT
BAGIAN SMF. THT-KL
POLIKLINIK THT RSUD SANJIWANI GIANYAR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WARMADEWA
2015
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Tonsilitis
Kronis” dengan tepat waktu.
Laporan kasus ini dibuat sebagai prasyarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik Madya pada Bagian/SMF Telinga Hidung Tenggorok FK UNWAR/RSUD
Sanjiwani Gianyar.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis banyak memperoleh bimbingan dan
petunjuk, serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalui kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. dr. Putu Amelia Agustini Siadja Sp. THT, sebagai Kepala SMF THT RSUD
Sanjiwani, Gianyar dan sebagai pembimbing
2. dr. I Wayan Sulistiawan Sp. TH, sebagai pembimbing
3. Semua pihak yang telah membantu penyusunan laporan kasus ini yang tidak
dapat disebutkan satu per satu, atas segala dukungan dan bantuan yang telah
diberikan kepada penulis dalam penyusunan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa dalam laporan kasus ini masih banyak terdapat
kekurangan dari segi isi maupun penulisannya. Hal ini tidak terlepas dari kemampuan
pengetahuan penulis yang masih sangat terbatas. Oleh karena itu penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun sehingga kualitas laporan kasus
ini dapat ditingkatkan.
Gianyar, Agustus 2015
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………… 2
BAB 1: PENDAHULUAN……………………………………………………… 4
BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………....... 5-12
BAB 3: LAPORAN KASUS…………………………………………………… 13-16
BAB 4: PEMBAHASAN……………………………………………….………. 17-18
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………… 19
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada tenggorokan
terutama pada usia muda. Penyakit ini terjadi disebabkan peradangan pada tonsil oleh
karena kegagalan atau ketidaksesuaian pemberian antibiotik pada penderita tonsilitis
akut. Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kalenjar limfe yang terdapat di dalam
rongga mulut yaitu; tonsil laringeal (adenoid), tonsilpalatine (tonsila faucial), tonsila
lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuna Eustachius (lateral band dinding
faring/Gerlach’s tonsil). Peradangan pada tonsil palatina biasanya meluas ke adenoid
dan tonsil lingual. Penyebaran infeksi terjadi melalui udara (air borne droplets), tangan
dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak.1,2
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari seluruh
radang tenggorok yang berulang. Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7
provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi Tonsilitis Kronis 4,6% tertinggi
setelah Nasofaringitis Akut (3,8%). Di Indonesia infeksi saluran pernafasan akut
(ISPA) masih merupakan penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada anak. Pada
tahun 1996/1997 temuan penderita ISPA pada anak berkisar antara 30% - 40%,
sedangkan temuan penderita ISPA pada tahun tersebut adalah 78-82%. Sebagai salah
satu penyebab adalah rendahnya pengetahuan masyarakat. Di Amerika Serikat absensi
sekolah sekitar 66% diduga disebabkan ISPA.3,4
Secara klinis pada tonsilitis kronik didapatkan gejala berupa nyeri tenggorok
atau nyeri telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan
menurun, nyeri kepala dan badan terasa meriang.2,5
Radang kronis yang terjadi pada tonsil ini dapat menimbulkan komplikasi-
komplikasi baik komplikasi ke daerah sekitar atau pun komplikasi jauh. Pengobatan
definitif pada tonsilitis kronis adalah pembedahan dengan pengangkatan tonsil.1,5
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tonsillitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam
rongga mulut, yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil
lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba eustasius (lateral band dinding
faring/Gerlach’s tonsil).1,2
Tonsilitis kronis merupakan radang pada tonsila palatina yang sifatnya
menahun. Yang dimaksud kronis adalah apabila terjadi perubahan histologis pada tonsil,
yaitu didapatkannya mikroabses yang diselimuti oleh dinding jaringan fibrotik dan
dikelilingi oleh zona sel – sel radang yang dapat menjadi fokal infeksi bagi organ –
organ lain, seperti sendi, ginjal, jantung dan lain – lain.1,2,6
Tonsilitis kronis umumnya terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut yang tidak
mendapat terapi adekuat; mungkin serangan mereda tetapi kemudian dalam waktu
pendek kambuh kembali dan menjadi laten. Proses ini biasanya diikuti dengan
pengobatan dan serangan yang berulang setiap enam minggu hingga 3 – 4 bulan.
Seringnya serangan merupakan faktor prediposisi timbulnya tonsilitis kronis yang
merupakan infeksi fokal.1,3
2.2 Anatomi
Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang letaknya di bawah
epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ. Pada tonsil terdapat epitel permukaan
yang ditunjang oleh jaringan ikat retikuler dan kapsel jaringan ikat serta kripte di
dalamnya.7,8
Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi :7,8
1. Tonsila lingualis, terletak pada radiks linguae.
2. Tonsila palatina (tonsil), terletak pada isthmus faucium antara arcus
glossopalatinus dsan arcus glossopharingicus.
3. Tonsila pharingica (adenoid), terletak pada dinding dorsal dari nasofaring.
4. Tonsila tubaria, terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar ostium tuba
auditiva.
5. Plaques dari Peyer (tonsil perut), terletak pada ileum.
Dari kelima macam tonsil tersebut, tonsila lingualis, tonsila palatina, tonsila
pharingica dan tonsila tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk
saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama Cincin
Waldeyer. Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan
makanan. Jaringan limfe pada Cincin Waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada masa
kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5 tahun, yang kemudian
menjadi atrofi pada masa pubertas.5,7,8
Jaringan limfoid pada Cincin Waldeyer berperan penting pada awal kehidupan,
yaitu sebagai daya pertahanan lokal yang setiap saat berhubungan dengan agen dari luar
(makan, minum, bernafas), dan sebagai surveilen imun. Fungsi ini didukung secara
anatomis dimana di daerah faring merupakan tikungan jalannya material yang
melewatinya disamping itu bentuknya yang tidak datar, sehingga terjadi turbulensi
udara pernapasan. Dengan demikian kesempatan kontak berbagai agen yang ikut dalam
proses fisiologis tersebut pada permukaan penyusun Cincin Waldeyer itu semakin
besar.5,7,8
Gambar Cincin Waldeyer
Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsila palatina adalah :7,8
1. Anterior : arcus palatoglossus
2. Posterior : arcus palatopharyngeus
3. Superior : palatum mole
4. Inferior : 1/3 posterior lidah
5. Medial : ruang orofaring
6
6. Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior oleh
jaringan areolar longgar. A. carotis interna terletak 2,5
cmdibelakang dan lateral tonsila.
Gambar Tonsil Palatina
Adenoid atau tonsila faringeal adalah jaringan limfoepitelial berbentuk
triangular yang terletak pada aspek posterior. Adenoid berbatasan dengan kavum nasi
dan sinus paranasals pada bagian anterior, kompleks tuba eustachius- telinga tengah-
kavum mastoid pada bagian lateral. Terbentuk sejak bulan ketiga hingga ketujuh
embriogenesis. Adenoid akan terus bertumbuh hingga usia kurang lebih 6 tahun, setelah
itu akan mengalami regresi. 5,7,8
Gambar Adenoid
7
2.3 Vaskularisasi
Tonsil mendapat vaskularisasi dari cabang-cabang arteri karotis eksterna yaitu: arteri
maksilaris eksterna (arteri fasialis) yang mempunyai cabang arteri tonsilaris dan arteri
palatina asenden, arteri maksilaris interna dengan cabangnya yaitu arteri palatina
desenden, arteri lingualis dengan cabangnya yaitu arteri lingualis dorsal dan arteri
faringeal asenden. Arteri tonsilaris berjalan ke atas di bagian luar m. konstriktor
superior dan memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina
asenden, mengirim cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil.
Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar m.
konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim
cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika posterior.2,7,8
Gambar vaskularisasi tonsil
2.4 Innervasi
Tonsil dipersarafi oleh nervus trigeminus dan glossofaringeus. Nervus trigeminus
mempersarafi bagian atas tonsil melalui cabangnya yang melewati ganglion
sfenopalatina yaitu nervus palatine. Sedangkan nervus glossofaringeus selain
mempersarafi bagian tonsil, juga dapat mempersarafi lidah bagian belakang dan dinding
faring.2,8
2.5 Etiologi dan Faktor Predisposisi
8
Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari tonsilitis akut yang
mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil atau kerusakan ini dapat terjadi bila
fase resolusi tidak sempurna. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para ahli,
bakteri yang paling banyak ditemukan pada jaringan tonsil adalah Streptococcus β
hemolyticus. Beberapa jenis bakteri lain yang dapat ditemukan adalah Staphylococcus,
Pneumococcus, Haemophylus influenza, virus, jamur dan bakteri anaerob.1
Faktor predisposisi pada penyakit ini adalah Rangsangan kronis (rokok,
makanan), Higiene mulut yang buruk, Pengaruh cuaca (udara dingin, lembab, suhu yang
berubah-ubah), Alergi (iritasi kronis dari alergen), Keadaan umum (gizi jelek, kelelahan
fisik), Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.1,2,7
2.6 Patologi
Proses keradangan dimulai pada satu atau kebih kripte tonsil. Karena proses radang
berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses
penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan
mengerut sehingga kripte akan melebar. Secara klinis kripte ini akan tampak diisi oleh
detritus (epitel yang mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripte
berupa eksudat berwarna kekuning-kuningan). Proses ini meluas hingga menembus
kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsil. Pada anak,
proses ini dapat disertai dengan pembesaran kelenjar submandibula.1,9
2.7 Manifestasi Klinis
Pasien mengeluh ada penghalang di tenggorokan, terasa kering dan pernapasan berbau,
rasa sakit terus menerus pada kerongkongan dan sakit waktu menelan.1,9
Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil yang mungkin tampak :2
1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringan
sekitar, kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau
seperti keju.
2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti
terpendam di dalam tonsillar bed dengan tepi yang hiperemis, kripte yang
melebar dan ditutupi eksudat yang purulen.
9
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak
antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua
tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi:9,10
T0 : Tonsil sudah diangkat
T1 : < 25 % volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring
T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring
T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring
T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring
Gambar Gradasi Pembesaran Tonsil
2.8 Diagnosis
1. Anamnesa
Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting, karena hampir 50 % diagnosa
dapat ditegakkan dari anamnesa saja. Penderita sering datang dengan keluhan rasa
sakit pada tenggorok yang terus menerus, sakit waktu menelan, nafas bau busuk,
malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher.1,9
2. Pemeriksaan Fisik
Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut. Sebagian
kripte mengalami stenosis, tapi eksudat (purulen) dapat diperlihatkan dari kripte-
kripte tersebut. Pada beberapa kasus, kripte membesar, dan suatu bahan seperti keju
10
atau dempul yang terlihat pada kripte. Gambaran klinis lain yang sering tampak
adalah dari tonsil yang kecil, biasanya membuat lekukan dan seringkali dianggap
sebagai “kuburan” dimana tepinya hiperemis dan sejumlah kecil sekret purulen yang
tipis terlihat pada kripte.2
3. Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi kuman dari sediaan apus tonsil (swab).
Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman dengan derajat
keganasan yang rendah, seperti Streptokokus β hemolitikus, Streptokokus viridans,
Stafilokokus, Pneumokokus.9
2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan pasti untuk tonsillitis kronis adalah pembedahan dengan pengangkatan
tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan medis atau
yang konservatif gagal untuk meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan medis
termasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha
untuk membersihkan kripte tonsil dengan alat irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil
tidak mempunyai hubungan dengan infeksi kronis maupun berulang.2
Terapi antibiotik pada tonsilitis kronis sering gagal dalam mengurangi dan
mencegah rekurensi infeksi, baik karena kegagalan penetrasi antibiotik ke dalam
parenkim tonsil ataupun ketidaktepatan antibiotik. Oleh sebab itu, penanganan yang
efektif bergantung pada identifikasi bakteri penyebab dalam parenkim tonsil.
Pemeriksaan apus permukaan tonsil tidak dapat menunjukkan bakteri pada parenkim
tonsil, walaupun sering digunakan sebagai acuan terapi, sedangkan pemeriksaan aspirasi
jarum halus (fine needle aspiration/FNA) merupakan tes diagnostik yang
menjanjikan.1,6,9,10
Indikasi tonsilektomi menurut American Academy of Otolaryngology – Head
and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan : Indikasi
tonsilektomi menurut The American Academy of Otolaryngology, Head and Neck
Surgery: 1,2,6
a) Indikasi absolut:1,2,6
i) Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas, disfagia
menetap, gangguan tidur atau komplokasi kardiopulmunar.
11
ii) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofacial
iii) Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak
hilang dengan pengobatan. Otitis media efusi atau otitis media supuratif.
iv) Tonsilitis yang menimbulkan febris dan konvulsi
v) Biopsi untuk menentukan jaringan yang patologis (dicurigai keganasan)
b) Indikasi relatif :1,2,6
i) Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam setahun
meskipun dengan terapi yang adekuat
ii) Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan tonsilitis kronis
tidak responsif terhadap terapi media
iii) Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman streptococus yang
resisten terhadap antibiotik betalaktamase
iv) Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma
c) Kontra indikasi :1,2,6
i) Diskrasia darah kecuali di bawah pengawasan ahli hematologi
ii) Usia di bawah 2 tahun bila tim anestesi dan ahli bedah fasilitasnya tidak
mempunyai pengalaman khusus terhadap bayi
iii) Infeksi saluran nafas atas yang berulang
iv) Perdarahan atau penderita dengan penyakit sistemik yang tidak terkontrol.
v) Celah pada palatum
2.10 KOMPLIKASI
Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa
rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh
terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, arthritis, miositis,
nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria, dan furunkolosis.1,9
2.11 PROGNOSIS
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat dan pengobatan
suportif. Menangani gejala – gejala yang timbul dapat membuat penderita tonsilitis
lebih nyaman.2
12
BAB 3
LAPORAN KASUS
I. Identitas Penderita
Nama : IDP
Jenis Kelamin : Perempun
Usia : 16 tahun
Agama : Hindu
Alamat : Tampaksiring Gianyar
Pekerjaan : Pelajar
Status : Belum Menikah
Diagnosis : Tonsilitis
No. RM : 534529
II. Anamnesis
Keluhan utama : nyeri saat menelan
Pada anamnesis didapatkan pasien mengeluh nyeri telan sejak 5 hari. Nyeri telan
dirasakan saat makan, minum ataupun menelan ludah. Keluhan nyeri telan dirasakan
setelah beberapa hari, sebelumnya sempat mengalami demam dan pilek. Nyeri telan
tidak disertai dengan ngorok maupun nafas tersengal-sengal saat tidur. Pasien sering
mengalami demam, batuk, pilek yang kumat-kumatan hampir tiap bulan. Saat ini
pasien tidak mengeluhkan pilek, hidung tersumbat, nyeri di kedua telinga, kurang
pendengaran, gemerebek maupun sakit kepala. 3 bulan sebelum masuk rumah sakit
(SMRS) pasien periksa ke dokter umum dengan keluhan yang sama dan dikatakan
mengalami radang amandel. Dalam 1 bulan terakhir kambuh 2 kali. Bila kambuh
pasien merasakan nyeri tenggorokan, susah menelan, disertai demam dan batuk pilek.
Keluhan terasa setelah mengkonsumsi minuman dingin, jajan sembarangan dan
berminyak. Saat ini pasien tidak mengalami batuk dan pilek. Pasien juga tidak
mengeluhkan demam.
13
Riwayat penyakit dahulu : Pasien tidak mempunyai riwayat sakit tenggorokan,
telinga atau hidung. Pasien juga jarang demam. Pasien tidak ada riwayat penyakit lain
dan tidak memiliki riwayat alergi.
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga : tidak ada dalam keluarga penderita
mengalami keluhan serupa
Riwayat sosial pribadi dan lingkungan : Keadaan sosial ekonomi keluarga cukup.
Pasien merupakan seorang pelajar. Riwayat merokok dan meminum alkohol disangkal
oleh pasien.
III. Pemeriksaan Fisik
Vital Sign
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 82x/mnt
Respirasi : 20x/mnt
Temperatur : 36,5C
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Status General
Kepala : Normocephali
Mata : Anemis -/-, Ikterus -/-, RP +/+ isokor
THT : ~ Status lokalis
Leher : Pembesaran kelenjar (-)
Thorax : Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)
Po : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Abdomen : Distensi (-), BU (+) N, H/L ttb
Ekstremitas : Akral hangat
Status Lokalis THT
Pemeriksaan Telinga
No Pemeriksaan Telinga Telinga Kanan Telinga Kiri
1 Tragus NT (-) edema (-) NT (-), edema (-)
2 Daun telinga NTA (-), hematoma (-) NTA (-), hematoma (-)
14
3 Laing telinga Serumen (-),
hiperemis(-), membran
timpani intak
Serumen (-),
hiperemis(-), membran
timpani intak
4 Membran timpani Retraksi (-), bulging
(-), hiperemi (-),
edema (-), perforasi (-)
Retraksi (-), bulging (-),
hiperemi (-), edema (-),
perforasi (-)
Pemeriksaan Hidung
No Pemeriksaan Hidung Hidung Kanan Hidung Kiri
1 Hidung Luar Bentuk normal,
hiperemi (-), NT (-),
deformitas (-)
Bentuk normal,
hiperemi (-), NT (-),
deformitas (-)
2 Cavum nasi Lapang , mukosa
pucat (-)
Lapang, mukosa pucat
(-)
3 Meatus nasi media Mukosa normal, sekret
(-)
Mukosa normal, sekret
(-)
4 Septum nasi Deviasi (-), ulkus (-) Deviasi (-), ulkus (-)
5 Konka nasi inferior Edema (-), mukosa
hiperemi (-)
Edema (-), mukosa
hiperemi (-)
Pemeriksaan Tenggorokan
No Pemeriksaan Tenggorokan
1 Bibir Mukosa bibir basah , berwarna merah muda
(N)
2 Mulut Mukosa mulut basah dan berwarna merah
muda
3 Geligi Normal
4 Lidah Tidak ada ulkus , pseudomembrane (-)
5 Uvula Bentuk normal ,hiperemi (-), edema (-),
pseudomembran (-)
6 Palatum Mole Ulkus (-), hiperemi (-)
7 Faring Mukosa hiperemi (-), reflek muntah (+),
15
sekret (-)
8 Tonsila Palatine T3 / T3
9 Fossa Tonsilaris dan
Arkus Faringeus
Hiperemi / Hiperemi, Permukaan tidak
rata/tidak rata, Kripte melebar +/+
IV. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
Laboratorium
28/7/2015 Nilai normal
Hematologi
Hemoglobin 14,8 11 - 16 g/dL
Leukosit 8,2 4,0 - 10,0/L
Hematokrit 41,1 37 - 54%
Eritrosit 5,12 3,50 – 5,50x106/
Trombosit 288 150 – 450 x 103/L
MCV 81,0 82,0 - 95,0 fl
MCH 29,2 27,0 - 31,0 pg
MCHC 36,0 32,0 - 36,0 %
BT 2 menit 1-6 menit
CT 7 menit 10-15 menit
V. Diagnosis
Tonsilitis Kronis
VI. Terapi
Pro Tonsilektomi (Tgl 29/7/15)
Cefadroxyl 2x500 mg
Ambroxol 3x30 mg
Lapifed 3x1
Paracetamol 3x500mg
16
BAB 4
PEMBAHASAN
Seorang perempuan berumur 16 tahun berinisial IDP seorang pelajar asal
Tampaksiring datang dengan keluhan nyeri saat menelan sejak 5 hari yang lalu. Nyeri
telan dirasakan saat makan, minum ataupun menelan ludah. Keluhan nyeri telan
dirasakan setelah beberapa hari, sebelumnya sempat mengalami demam dan pilek.
Nyeri telan tidak disertai dengan ngorok maupun nafas tersengal-sengal saat tidur.
Pasien sering mengalami demam, batuk, pilek yang kumat-kumatan hampir tiap bulan.
3 bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS) pasien periksa ke dokter umum dengan
keluhan yang sama dan dikatakan mengalami radang amandel. Dalam 1 bulan terakhir
kambuh 2 kali. Pasien juga tidak ada riwayat sakit tenggorokan, telinga dan hidung.
Keluhan lain disangkal oleh pasien. Riwayat merokok dan minum alkohol disangkal
oleh pasien. Dari pemeriksaan fisik didapatkan status present dan status general dalam
batas normal. Status THT : telinga kesan tenang, hidung tidak didapatkan discharge,
mukosa merah muda dan konka dekongesti. Pada tenggorok ditemukan pembesaran
tonsil (T3/T3), hiperemis, permukaan tidak rata, pelebaran kripte pada kedua sisi.
Sesaui dengan teori, pasien mengeluh ada penghalang di tenggorokan, terasa
kering dan pernapasan berbau, rasa sakit terus menerus pada kerongkongan dan sakit
waktu menelan. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke
jaringan sekitar, kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau
seperti keju. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang
seperti terpendam di dalam tonsillar bed dengan tepi yang hiperemis, kripte yang
melebar dan ditutupi eksudat yang purulen.1,2,9
Terapi yang direncanakan untuk penderita ini adalah tonsilectomy. Hal ini sesuai
dengan indikasinya, yaitu nyeri saat menelan serta hipertrofi tonsil yang bisa menutup
jalan nafas dan jalan makanan. Untuk tindakan operatif ini perlu diberikan KIE yang
jelas ke keluarga penderita, dan bila setuju untuk dilakukan tindakan, maka perlu
dilakukan pemeriksaan lab dan dikonsulkan ke anestesi.
Sesuai dengan teori, secara umum dapat disebutkan indikasi tonsilektomi adalah
Infeksi berulang 3 kali dalam setahun selama 3 tahun, 5 kali setahun selama 2 tahun, 7
kali atau lebih dalam setahun atau tidak masuk kerja/sekolah lebih dari 2 minggu dalam
17
1 tahun karena penyakitnya itu, hipertrofi sehingga menyebabkan obstruksi saluran
nafas atas (obstruksi,sleep apnea), abses peritonsiler, kemungkinan keganasan, baik
pembesaran unilateral atau mencari sumber primer yang tidak diketahui, hipertrofi yang
menyebabkan masalah pencernaan, tonsilitis rekuren yang menyebabkan kejang demam
dan karier difetri.1,2,6
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi.E.A,et all. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Leher. 7th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2012.
2. Adams.G.L, Boies.L.R, Higler. P.A. Boies Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed.
Penyakit- penyakit Nasofaring dan Orofaring. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
1997.
3. Vetri RW, Sprinkle PM., Ballenger JJ. Etiologi Peradangan saluran Nafas Bagian
Atas Dalam : Ballenger JJ. Ed. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan
Leher. Edisi 13. Bahasa Indonesia, jilid I. Jakarta: Binarupa Aksara; 1994.
4. Suwento R. Epidemiologi Penyakit THT di 7 Propinsi. Kumpulan makalah dan
pedoman kesehatan telinga. Lokakarya THT Komunitas. PIT PERHATI-KL,
Palembang, 2001.
5. Karmaya, N.M.; Sana, I.G.N.P. & Sukardi, E. Tonsilla Palatina, Anatomi,
Pertumbuhan dan Perkembangannya, dalam : Masna, P.W. (ed) Tonsilla Palatina
dan Permasalahannya, Denpasar: FK UNUD, 1979.
6. Rusmarjono & Kartosoediro, S. Odinofagi, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: FKUI, 2001
7. Snell, R.S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, bagian 3, edisi 3,
Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 1991
8. Anonim. The Oral Cavity, Pharynx & Esophagus dalam Lee, K.J. (eds) Essential
Otolaryngology Head & Neck Surgery, USA: McGraw Hill Medical Publishing
Division, 2003
9. Mansjoer, A. et all. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke3, Jilid pertama, Jakarta:
Media Aesculapius, FKUI, 2001
10. Brodsky, L & Poje, C. Tonsillitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy. Dalam :
Bailey, BJ. Head & Neck Surgery Otolaryngology, Vol 1, third ed. Lippincott
Milliams & Wilkins, 2001.
19