TINJAUAN PUSTAKA
I. Teori Penuaan
1. Teori biologi
Teori biologi merupakan teori yang menjelaskan mengenai proses fisik
penuaan yang meliputi perubahan fungsi dan struktur organ,
pengembangan, panjang usia dan kematian. Perubahan yang terjadi di
dalam tubuh dalam upaya berfungsi secara adekuat untuk dan melawan
penyakit dilakukan mulai dari tingkat molekuler dan seluler dalam sistem
organ utama. Teori biologis mencoba menerangkan menganai proses atau
tingkatan perubahan yang terjadi pada manusia mengenai perbedaan cara
dalam proses menua dari waktu ke waktu serta meliputi faktor yang
mempengaruhi usia panjang, perlawanan terhadap organisme dan
kematian atau perubahan seluler (Stanley, 2006).
1.1 Teori Genetika
Teori genetika merupakan teori yang menjelaskan bahwa
penuaan merupakan suatu proses yang alami di mana hal ini telah
diwariskan secara turun-temurun (genetik) dan tanpa disadari
untuk mengubah sel dan struktur jaringan. Teori genetika terdiri
dari teori DNA, teori ketepatan dan kesalahan, mutasi somatik,
dan teori glikogen. DNA merupakan asam nukleat yang berisi
pengkodean mengenai infornasi aktivitas sel, DNA berada pada
tingkat molekuler dan bereplikasi sebelum pembelahan sel
dimulai, sehingga apabila terjadi kesalahan dalam pengkodean
DNA maka akan berdampak pada kesalahan tingkat seluler dan
mengakibatkan malfungsi organ (Stanley, 2006).
Pada manusia, berlaku program genetik jam biologi di mana
program maksimal yang diturunkan adalah selama 110 tahun. Sel
manusia normal akan membelah 50 kali dalam beberapa tahun.
Sel secara genetik diprogram untuk berhenti membelah setelah
mencapai 50 divisi sel, pada saat itu sel akan mulai kehilangan
fungsinya (Miller, 1999).
Teori genetika dengan kata lain mengartikan bahwa proses menua
merupakan hal yang tidak dapat dihindari dan akan semakin
terlihat bila usia semakin bertambah. Teori ini juga bergantung
dari dampak lingkungan pada tubuh yang dapat mempengaruhi
susunan molekular (Stanley, 2006).
1.2 Teori Wear and Tear
Teori Wear And Tear mengajukan akumulasi sampah metabolik
atau zat nutrisi dapat merusak sintesis DNA. August Weissmann
berpendapat bahwa sel somatik nomal memiliki kemampuan
yang terbatas dalam bereplikasi dan menjalankan fungsinya.
Kematian sel terjadi karena jaringan yang sudah tua tidak
beregenerasi. Teori wear and tear mengungkapkan bahwa
organisme memiliki energi tetap yang terseddia dan akan habis
sesuai dengan waktu yang diprogramkan (Stanley, 2006).
1.3 Teori Rantai Silang
Teori rantai silang mengatakan bahwa struktur molekular normal
yang dipisahkan mungkin terikat bersama-sama melalui reaksi
kimia. Agen rantai silang yang menghubungkan menempel pada
rantai tunggal. dengan bertambahnya usia, mekanisme pertahanan
tubuh akan semakin melemah, dan proses cross-link terus
berlanjut sampai terjadi kerusakan. Hasil akhirnya adalah
akumulasi silang senyawa yang menyebabkan mutasi pada sel,
ketidakmampuan untuk menghilangkan sampah metabolik
(Miller, 1999).
1.4 Teori Riwayat Lingkungan
Menurut teori ini, faktor yang ada dalam lingkungan dapat
membawa perubahan dalam proses penuaan. Faktor-faktor
tersebut merupakan karsinogen dari industri, cahaya matahari,
trauma dan infeksi (Stanley, 2006).
1.5 Teori Imunitas
Teori imunitas berhubungan langsung dengan proses penuaan.
Selama proses penuaan, sistem imun juga akan mengalami
kemunduran dalam pertahanan terhadap organisme asing yang
masuk ke dalam tubuh sehingga pada lamsia akan sangat mudah
mengalami infeksi dan kanker (Stanley, 2006). perubahan sistem
imun ini diakibatkan perubahan pada jaringan limfoid sehingga
tidak adanya keseimbangan dalam sel T intuk memproduksi
antibodi dan kekebalan tubuh menurun. Pada sistem imun akan
terbentuk autoimun tubuh. Perubahan yang terjadi merupakan
pengalihan integritas sistem tubuh untuk melawan sistem imun
itu sendiri (Tonny, 1999).
1.6 Teori Radikal Bebas
Radikal bebas merupakan contoh produk sampah metabolisme
yang dapat menyebabkan kerusakan apabila terjadi akumulasi.
Normalnya radikal bebas akan dihancurkan oleh enzim
pelindung, namun beberapa berhasil lolos dan berakumulasi di
dalam organ tubuh. Radikal bebas yang terdapat di lingkungan
seperti kendaraan bermotor, radiasi, sinar ultraviolet,
mengakibatkan perubahan pigmen dan kolagen pada proses
penuaan (Tonny, 1999).
1.7 Teori Neuroendokrin
Teori neuroendokrin merupakan teori yang mencoba menjelaskan
tentang terjadinya proses penuaan melalui hormon. Penuaan
terjadi karena adanya keterlambatan dalam sekresi hormon
tertentu sehingga berakibat pada sistem saraf (Stanley, 2006).
1.8 Teori Organ Tubuh
Teori penuaan organ tunggal dilihat sebagai kegagalan penyakit
yang berhubungan dengan suatu organ tubuh vital. orang
meninggal karena penyakit atau keausan, menyebabkan bagian
penting dari tubuh berhenti fungsi sedangkan sisanya tubuh masih
mampu hidup. Teori ini berasumsi bahwa jika tidak ada penyakit
dan tidak ada kecelakaan, kematian tidak akan terjadi (Miller,
1999).
1.9 Teori Umur panjang dan Penuaan
Palmore (1987) mengemukakan dari beberapa hasil studi,
terdapat faktor-faktor tambahan berikut yang dianggap
berkontribusi untuk umur panjang: tertawa; ambisi rendah, rutin
setiap hari, percaya pada Tuhan; hubungan keluarga baik,
kebebasan dan kemerdekaan; terorganisir, perilaku yang memiliki
tujuan, dan pandangan hidup positif
1.10 Teori Medis
Teori medis geriatri mencoba menjelaskan bagaimana
perubahan biologis yang berhubungan dengan proses penuaan
mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh manusia. Biogerontologi
merupakan subspesialisasi terbaru yang bertujuan menentukan
hubungan antara penyakit tertentu dan proses penuaan. Metode
penelitian yang lebih canggih telah digunakan dan banyak data
telah dikumpulkan dari subjek sehat dalam studi longitudinal,
beberapa kesimpulan menarik dari penelitian tiap bagian
berbeda (Miller, 1999).
2. Teori Sosiologi
Teori sosiologi merupakan teori yang berhubungan dengan status
hubungan sosial. Teori ini cenderung dipengaruhi oleh dampak dari luar
tubuh (Stanley, 2006).
2.1 Teori Kepribadian
Teori kepribadian menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan
psikologis tanpa menggambarkan harapan atau tugas spesifik
lansia. Teori pengembangan kepribadian yang dikembangkan
oleh Jung menyebutkan bahwa terdapat dua tipe kepribadian
yaitu introvert dan ekstrovert. Lansia akan cenderung menjadi
introvert kerenan penurunan tanggungjawab dan tuntutan dari
keluarga dan ikatan sosial (Stanley, 2006).
2.2 Teori Tugas Perkembangan
Tugas perkembangan merupakan aktivitas dan tantangan yang
harus dipenuhi oleh seseorang pada tahap-tahap spesifik dalam
hidupnya untuk mencapai penuaan yang sukses.pada kondisi
tidak danya pencapaian perasaan bahwa ia telah menikmati
kehidupan yang baik, maka lansia tersebut berisiko untuk
memiliki rasa penyeselan atau putus asa (Stanley, 2006).
2.3 Teori Penarikan Diri
Teori ini menggambarkan penarikan diri ole lansia dari peran
masyarakat dan tanggung jawabnya. Lansia akan dikatakan
bahagia apabila kontak sosial telah berkurang dan tanggungjawab
telah diambil oleh generasi yang lebih muda. Manfaat dari
pengurangan kontak sosial bagi lansia adalah agar dapat
menyediakan eaktu untuk mengrefleksi kembali pencapaian yang
telah dialami dan untuk menghadapi harapan yang belum dicapai
(Stanley, 2006).
2.4 Teori Aktivitas
Teori ini berpendapat apabila seorang lansia menuju penuaan
yang sukses maka ia harus tetap beraktivitas.kesempatan untuk
turut berperan dengan cara yang penuh arti bagi kehidupan
seseorang yang penting bagi dirinya adalah suatu komponen
kesejahteraan yang penting bagi lansia. Penelitian menunjukkan
bahwa hilangnya fungsi peran lansia secara negatif
mempengaruhi kepuasan hidup, dan aktivitas mental serta fisik
yang berkesinambungan akan memelihara kesehatan sepanjang
kehidupan (Stanley, 2006).
2.5 Teori Subkulutur
Lansia, sebagai suatu kelompok, memiliki norma mereka sendiri,
harapan, keyakinan, dan kebiasaan; karena itu, mereka telah
memiliki subkultur mereka sendiri. Teori ini juga menyatakan
bahwa orang tua kurang terintegrasi secara baik dalam
masyarakat yang lebih luas dan berinteraksi lebih baik di antara
lansia lainnya bila dibandingkan dengan orang dari kelompok
usia berbeda. Salah satu hasil dari subkultur usia akan menjadi
pengembangan "kesadaran kelompok umur" yang akan berfungsi
untuk meningkatkan citra diri orang tua dan mengubah definisi
budaya negatif dari penuaan (Tonny, 1999).
3. Teori Psikologis
Teori psikologis merupakan teori yang luas dalam berbagai lingkup karena
penuaan psikologis dipengaruhi oleh faktor biologis dan sosial, dan juga
melibatkan penggunaan kapasitas adaptif untuk melaksanakan kontrol
perilaku atau regulasi diri (Stanley, 2006).
3.1 Teori Kebutuhan Manusia
Banyak teori psikologis yang memberi konsep motivasi dan
kebutuhan manusia. Teori Maslow merupakan salah satu contoh
yang diberikan pada lansia. Setiap manusia yang berada pada
level pertama akan mengambil prioritas untuk mencapai level
yang lebih tinggi; aktualisasi diri akan terjadi apabila seseorang
dengan yang lebih rendah tingkat kebutuhannya terpenuhi untuk
beberapa derajat, maka ia akan terus bergerak di antara tingkat,
dan mereka selalu berusaha menuju tingkat yang lebih tinggi
(Tonny, 1999).
3.2 Teori Keberlangsungan Hidup dan perkembangan Kepribadian
Teori keberlangsungan hidup menjelaskan beberapa
perkembangan melalui berbagai tahapan dan menyarankan bahwa
progresi sukses terkait dengan cara meraih kesuksesan di tahap
sebelumnya. ada empat pola dasar kepribadian lansia: terpadu,
keras-membela, pasif-dependen, dan tidak terintegrasi (Neugarten
et al.) (Tonny, 1999).
3.3 Teori Kepribadian Genetik
Teori kepribadian genetik berupaya menjelaskan mengapa
beberapa lansia lebih baik dibandingkan lainnya.; hal ini tidak
berfokus pada perbedaan dari kedua kelompok tersebut.
Meskipun didasarkan pada bukti empiris yang terbatas, teori ini
merupakan upaya yang menjanjikan untuk mengintegrasikan dan
mengembangkan lebih lanjut beberapa teori psikologi tradisional
dan baru bagi lansia. Tema dasar dari teori ini adalah perilaku
bifurkasi atau percabangan dari seseorang di berbagai aspek
seperti biologis, sosial, atau tingkat fungsi psikososial. Menurut
teori ini, penuaan didefinisikan sebagai rangkaian transformasi
terhadap meningkatnya gangguan dan ketertiban dalam bentuk,
pola, atau struktur (Tonny, 1999).
II. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penuaan terutama pada
jaringan rongga mulut adalah
1. Faktor genetik
Adanya pengaruh dari penyakit bawaan yang berasal dari genetik sehingga
akan mempengaruhi proses penuaan.
2. Faktor endogenik.
Hormon : menurunnya hormon estrogen dan testosterone menyebabkan
osteoblast menurun, osteoklast meningkat sehingga terjadai resorbsi dan
remodeling tulang dan tulang alveolar menjadi berkurang.
3. Faktor eksogenik (factor lingkungan dan gaya hidup)
- Diet/ asupan zat gizi
- Vitamin dapat memperlambat proses degenerative pada lansia.
- Defisiensi ion Zn dapat menyebabkan gangguan fungsi imun dan
pengecapan.
- Merokok, dapat memggangu vaskularisasi rongga mulut sehingga
mempercepat penuaan rongga mulut.
- Penyinaran Ultra Violet
- Polusi
Faktor lingkungan dalam proses penuaan merupakan faktor prediposisi dari kedua
faktor sebelumnya, yaitu faktor Biologis dan faktor Psokologis. Beberapa faktor
lingkungan akan mempengaruhi kejiwaan seseorang dan juga akan mempengaruhi
fisik seseorang yang berkaitan dengan faktor Biologis.
Faktor biologi-psikologi
Berbagai stres psikologi yang dialami seseorang akan berpengaruh dengan kondisi
fisik seseorang. Dalam menghadapi stres tubuh berusaha melakukan adaptasi
dengan mengeluarkan berbagai macam hormon, substansi kimia dan reaksi kimia
untuk menghadapi stressor. Berbagai kompensasi dan adaptasi tubuh secara
berkelanjutan akan mengakibatkan tubuh kelelahan sehingga akan mempercepat
penurunan fungsi tubuh individu.
Faktor biologi-lingkungan
Berbagai macam kondisi lingkungan yang menjadi tempat hidup seseorang akan
mempengaruhi proses penuaan seseorang. Kondisi lingkungan akan menyebabkan
tubuh berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan. Semakin buruk kondisi
lingkungan akan semakin keras pula tubuh berusaha beradaptasi dengan
lingkungan sekitar. Semakin nbesar tubuh beradaptasi akan mengakibatkan tubuh
cepat mengalami kerusakan dan kemunduran fungsi.
Faktor psikologi-lingkungan
Kondisi lingkungan sebagai lingkungan tempat tinggal seseorang akan
mempengaruhi tingkat stres individu. Misalnya seseorang yang hidup di kota
besar yang sibuk, daya saing tinggi dan konsumtif biasanya akan memiliki tingkat
stres yang tinggi. Tingkat stres psikologis yang tinggi ini akan berpengaruh
terhadap kemampuan tubuh dalam beradaptasi dengan stressor sehingga proses
kemunduran fungsi tubuh seseorang akan semakin cepat. Sangat terbaik dengan
kondisi lingkungan yang tenang, kondusif, aman dan nyaman pada lingkungan
tempat tinggal seseorang. Lingkungan yang kondusif akan menyebabkan tingkat
stres rendah sehingga tubuh cenderung akan menggunakan energinya untuk
mempertahankan fungsi optimalnya. (Suyono, Aris, 2011)
III. Kelainan dan Dampak yang terjadi pada proses penuaan
Dampak penuaan jaringan mulut terhadap rongga mulut yaitu secara umum :
1.Fungsi pengecapan berkurang : terjadi karena taste bud berkurang.
2.Penuaan mengakibatkan kehilangan kontak oklusal akan mengganggu
kestabilan lengkung gigi sehingga mengganggu fungsi kunyah.
3.Epitel mukosa ludah terkelupas dan jaringan ikat dibawahnya sembuh lambat.
Atropi jaringan ikat menyebabkan elastisitas menurun sehingga menyulitkan
pembuatan protesa yang baik.
4.Secara klinis mukosa mulut memperlihatkan kondisi yang menjadi lebih pucat,
tipis kering dengan proses penyembuhan yang melambat. Hal ini yang
menyebabkan mukosa mulut lebih mudah mengalami iritasi terhadap tekanan
ataupun gesekan, yang diperparah dengan berkurangnya aliran saliva. (Silverman
1965)
5. Perubahan ukuran lengkung rahang.
Kelainan pada rongga mulut akibat penuaan :
1. Stomatitis Karena Gigi Tiruan
Lesi ini umumnya disebut sebagai denture stomatitis, seringkali merupakan
infeksi asimtomatis yang disebabkan oleh candida. Mikroorganisme ini ditemukan
pada mukosa dan jaringan gigi tiruan. Stomatitis ini merupakan peradangan kronis
pada mukosa pendukung gigi tiruan yang sifatnya dapat setempat atau
menyeluruh.
Kondisi ini dipicu oleh pemakaian gigi tiruan yang terus menerus sepanjang
siang dan malam hari. Factor lain seperti xerostomia juga mendukung terjadinya
lesi ini. Hipersensitif terhadap salah satu komponen dari bahan gigi tiruan dengan
reaksi alergiknya juga merupakan salah satu factor penyebab.
Stomatitis karena gigi tiruan seringkali merupakan kandidosisatrofik kronis.
Adanya plak microbial serta jamur pada permukaan gigi tiruan yang
bersinggungan dengan mukosa pengukung penting bagi perkembangan stomatitis
ini. Kondisi ini biasanya hilang dengan pembersihan gigi tiruan yang baik,
termasuk merendam gigi tiruan dalam larutan antijamur di malam hari. Obat anti
jamur seperti amfoterisin, mikonasol atau nistatin mungkin diperlukan dan harus
di aplikasikan ke permukaan gigi tiruan sebelum gigi tiruan dipasang ke dalam
mulut.
Kebanyakan pasien tidak menyadari adanya kelainan ini, karena biasanya
tanpa gejala. Beberapa pasien mengeluh adanya rasa panas atau gatal yang
biasanya dirasakan pada mukosa palatum atau mukosa lidah. Intensitas
peradangan berbeda-beda, kadang terbatas pada daerah tertentu atau bisa pula
mengenai seluruh jaringan pendukung gigi tiruan. Kelainan ini cenderung terjadi
pada rahang atas daripada rahang bawah. Kadang terlihat peradangan palatal tipe
granular.
2. Hiperplasia karena Gigi Tiruan
Hiperplasia jaringan lunak di bawah atau di sekeliling gigi tiruan lengkap
merupakan akibat dari respon fibroepitelial terhadap pemakaian gigi tiruan
lengkap. Sayap gigi tiruan yang terlalu lebar dapat menyebabkan ulser pada
mukosa dan bahkan menjadi hiperplasia. Hiperplasia yang terjadi dapat berupa
pertumbuhan fibrotik yang disebut epulis fisuratum. Ini terjadi pada mukosa
bergerak atau pada perbatasan mukosa bergerak dan tidak bergerak.
Kelainan ini seringkali asimtomatik dan terbatas pada jaringan di sekeliling
tepi gigi tiruan di daerah vestibular, lingual, atau palatal, dapat juga terjadi di
bagian sisa alveolar. Kelainan ini timbul akibat iritasi kronis dari gigi tituan yang
longgar atau gigi tiruan yang sayapnya terlalu panjang. Dapat terlihat proliferasi
jaringan fibrous terutama pada vestibulum labial. Perawatan awal meliputi
pengikisan sayap gigi tiruan yang berlebih sehingga menghilangkan penyebab
iritasi. Meskipun demikian pengasahan sayap gigi tiruan dapat mengurangi
stabilitas protesa, yang menyebabkan gigi tiruan lebih bebas bergerak sehingga
menimbukan iritasi lebih lanjut.
3. xerostomia
Xerostomia merupakan salah satu bentuk kelainan sekresi saliva yang
mengalami penurunan volume dari keadaan normal, sehingga terjadi hiposalivasi.
Apabila produksi saliva kurang dari 20 ml/ hari dan berlangsung dalam waktu
yang lama maka keadaan ini disebut serostomia. Saliva pada orang tua
mengandung total protein yang lebih sedikit, elektrolit berbeda, dan pH dengan
kemampuan buffer yang lebih kecil dibanding orang muda.
Xerostomia akan menimbulkan masalah dalam hal retensi gigi tiruan,
meningkatkan resiko karies gigi, dan infeksi, serta menyebabkan kesulitan dalam
pengunyahan dan penelanan. Mukosa mulut penderita mulut kering biasanya
halus dan lebih peka terhadap stimulus kimia. Keringnya mukosa menjadikan
mukosa lebih peka terhadap iritasi gesekan dari gerakan gigi tiruan, dan dapat
mengganggu daya adptasi pasien dalam menggunakan gigi tiruannya. Beberapa
lansia mengeluh akan kondisi mulut yang kering, sering tanpa tanda-tanda klinis,
pada kasus ini penyebabnya mungkin adalah depresi.
Berdasarkan penelitian terjadinya degenerasi epitel saliva, atrofi, hilangnya
asini dan fibrosis terjadi dengan frekuensi dan keparahan yang meningkat dengan
meningkatnya usia. Secara umum dapat dikatakan bahwa saliva nonstimulasi
(istirahat) secara keseluruhan berkurang volumenya pada usia tua. Xerostomia
juga dapat disebabkan oleh pemakaian obat-obatan oleh pasien. (George, 1994)
Dampak proses penuaan terhadap kesehatan gigi dan mulut antara lain
karies gigi, penyakit periodontal, keadaan kebersihan mulut yang merupakan
masalah signifikan. Selain itu menurut Mendel (1989) bahwa status kesehatan gigi
dan mulut pada lansia ditandai dengan meningkatnya kehilangan gigi, kebersihan
mulut yang buruk, penyakit periodontal, karies giig, erosi, abrasi serta kanker
mulut. Dan pada usia lanjut, juga terjadi penurunan sensitivitas mukosa rongga
mulut terhadap iritasi. Di samping itu terjadi kelemahan jaringan penyangga gigi
sehingga kemampuan mengunyah berkurang dan mempermudah infeksi (Lestari,
dkk : 2005).
Perubahan yang terjadi pada usia lanjut sangat mempengaruhi kesehatan
lansia. Insiden terjadinya penyakit semakin tinggi. Beberapa penyakit berupa
kanker yang sering terjadi pada lansia seperti basal cell carcinoma dan squamous
cell carcinoma. Kondisi ini perlu mendapat perhatian sebbelum melakukan
tindakan perawatan terhadap pasien. Berdasarkan penilitian didapatkan karies gigi
menyerang pada usia lebih dari 70 tahun dan penderita usia 75 – 79 tahun (Beck,
dkk : 1990) (Burt : 1994). Mayoritas karies gigi pada usia lanjut merupakan karies
akar. Adanya karies dan tumpata pada akar dilaporkan tedapat pada 47% orang
berusia 65-74 tahun serta 55,9% pada usia lebih dari 75 tahun. Menjaga
kebersihan mulut dan topikal aplikasi fluor serta menggunakan pasta gigi yang
mengandung fluor setiap hari dapat mengurangi atau menghambat terjadinya
karies pada gigi. (Loesche, dkk : 1995)
Berdasarkan data yang berhubungan dengan proses penuaan dab penyakit
periodontal, terdapat proses penuaan dan penyakit periodontal serta perubahan
respon pejamu terhadap mikroorganisme plak sejalan dengan meningkatnya usia.
Hal ini disebabkan kurang efektifnya respon kekebalan tubuh atau terjadinya
penurunan efektivitas sel leukosit dan monosit dalam proses fagositosis.
(Pajukoski, dkk : 1999)
Pada sistem muskulo-skeletal, terjadi atropi secara keseluruhan pada
massa otot dimana jaringan lemak dan jaringan ikat kolagen menggantikan
sebagian serat-serat kontraktil otot.2,5 Akibatnya terjadi kemunduran kekuatan,
kelenturan, stamina serta tonusotot ketika melakukan aktifitas. Sebagai contoh,
implikasi yang berlaku pada sistem pernafasan di mana kekuatan otot yang
berkurang menyebabkan manula bernafas secara dangkal. Kehilangan kalsium
dan massa tulang yang menurun sejalan dengan usia, akan menyebabkan
osteoporosis di mana terjadi penurunan dimensi tulang sehingga tulang menjadi
rapuh dan mudah fraktur. Tulang vertebra yang mengalami kalsifikasi akan
mengakibatkan perubahan postural tubuh.
Tulang alveolar juga mengalami perubahan berupa hilangnya mineral
tulang secara umum oleh karena usia melalui resorpsi matriks tulang. Proses ini
dapat dipercepat oleh tanggalnya gigi, penyakit periodontal, protesa yang tidak
adekuat, dan karena menderita penyakit sistemik.
Perubahan normal yang berlaku pada sistem kardiovaskular berupa atropi
pada otot jantung terutama ventrikel kiri, kalsifikasi pada vulva jantung,
kehilangan elastisitas pada dinding arteri (arteriosclerosis) serta deposit-deposit
yang bertumpuk di dalam arteri(atherosclerosis). Akibatnya terjadi penurunan
cardiac output, sensitifitas baroreseptor serta automatisitas nodus SA. Seterusnya
suplai darah yang semakin lemah akan mengakibatkan penurunan stamina, fungsi
ginjal dan hati yang semakin lemah serta berkurangnya suplai oksigen dan energi
ke sel-sel seluruh tubuh.
Secara umum terjadi kemunduran sejumlah organ sejalan dengan
meningkatnya usia. Seperti otak, hati, ginjal, kelenjar saliva, semua perubahan ini
dimulai dari sel atau jaringan : seperti ginjal dengan meningkatnya usia terjadi
kerusakan sebagian dari nefron atau dengan kata lain glomeruli yang abnormal
sehingga fungsi dari ginjal akan menurun, osmolariti urine berkurang.11
Penurunan fungsi sekresi meningkatkan retensi sampah produk metabolisme dan
memiliki potensi penyebab terjadinya kerusakan skala rendah sel-sel di seluruh
tubuh.
Dengan meningkatnya usia, sistem imun secara umumnya akan berkurang
efektifitasnya sehingga akan meningkatkan resiko terhadap penyakit akibat
infeksi, berkurangnya kemampuan melawan penyakit, penyembuhan luka menjadi
lambat, dan berkembangnya penyakit autoimun serta kanker.
Pancaindera merupakan suatu hal yang sangat penting bagi manusia untuk
mengumpulkan informasi dan mengantisipasi dalam interaksi sosial. Perubahan
yang dapat berlaku adalah pada mata (penglihatan), telinga (pendengaran), hidung
(pembauan) dan lidah (pengecapan).
DAFTAR PUSTAKA
Amar, Nazrul. 2011. Analisa Perubahan – Perubahan pada Mukosa Rongga Mulut
Akibat Proses Menua pada Manula Perempuan Kelompok Umur 45 – 69 tahun di
Medan Denai (Skripsi). Medan : USU
George, A., dkk. 1994. Buku Ajar Prostodonti Untuk Pasien Tak Bergigi Menurut
Boucher Edisi 10. Jakarta : EGC.
Greenberg, M.S ; A. Garfunkel. 2003. Burket’s Oral Medicine 10th edition.
Philadelphia : J.B. Lippincott Company.
Ian E.B ; Angus W. 1995. Perawatan Gigi Terpadu Untuk Lansia. Jakarta : EGC
Lestari S, dkk. 2005. Gambaran Perilaku dan Status Keseshatan Gigi dan Mulut
Lansia di Puskesmas Kemayoran Jakarta Pusat. Majalah Ilmiah
Kedokteran Gigi
Loesche WJ, et al. 1995. Dental Findings in Geriatric Population with Diverse
Medical Backgrounds. Oral Surg Oral Med Oral Pathol
Miller, Carol A.1999.Nursing Care of Older Adults: Theory and
Practice.Philadepia: Lippincott
Pajukoski, dkk. 1999. Oral Health in Hospitalized and Non Hospitalized
Community Dwelling Elderly Patient. Surg Oral Med Oral Pathol Radiol
Endod
Stanley, Mickey, and Patricia Gauntlett Beare.2006.Buku Ajar Keperawatan
Gerontik, ed 2.Jakarta:EGC
Toni Setiabudhi dan Hardiwinoto.1999.Panduan Gerontologi Tinjauan dari
Berbagai Aspek.Jakarta:Gramedia Pustaka Utama
Top Related