Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

54
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Basis gigi tiruan adalah bagian dari gigi tiruan yang bersandar pada jaringan lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigi tiruan. Berbagai macam bahan telah digunakan dalam pembuatan basis gigi tiruan seperti kayu, tulang, keramik, logam, logam aloi dan beberapa jenis polimer. Akrilik merupakan derivat dari etilen dan mengandung grup vinyl (-C=C-) dalam formula strukturalnya. Akrilik adalah salah satu bahan yang paling banyak digunakan di bidang kedokteran gigi terutama dalam bidang prostodonsia. Akrilik dipilih karena sifatnya yang cukup elastik dan cukup rigid atau keras terhadap tekanan kunyah, stabil dalam cairan mulut, biokompatibel, warna menyerupai warna gusi, mudah direstorasi bila patah tanpa mengalami distorsi, mudah dibersihkan sendiri oleh pasien, mudah dimanipulasikan dalam masa yang relatif singkat, serta harga yang cukup murah dan tahan lama. 1.2. Rumusan Masalah 1. Apa saja klasifikasi resin akrilik? 2. Bagaimana proses manipulasi resin akrilik? 3. Bagaimana proses polimerisasi resin akrilik? 4. Apa saja aplikasi resin akrilik dalam bidang kedokteran gigi? 1.3. Tujuan 1

description

resin akrilik

Transcript of Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

Page 1: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangBasis gigi tiruan adalah bagian dari gigi tiruan yang bersandar pada

jaringan lunak dan merupakan tempat melekatnya anasir gigi tiruan. Berbagai macam bahan telah digunakan dalam pembuatan basis gigi tiruan seperti kayu, tulang, keramik, logam, logam aloi dan beberapa jenis polimer.

Akrilik merupakan derivat dari etilen dan mengandung grup vinyl (-C=C-) dalam formula strukturalnya. Akrilik adalah salah satu bahan yang paling banyak digunakan di bidang kedokteran gigi terutama dalam bidang prostodonsia. Akrilik dipilih karena sifatnya yang cukup elastik dan cukup rigid atau keras terhadap tekanan kunyah, stabil dalam cairan mulut, biokompatibel, warna menyerupai warna gusi, mudah direstorasi bila patah tanpa mengalami distorsi, mudah dibersihkan sendiri oleh pasien, mudah dimanipulasikan dalam masa yang relatif singkat, serta harga yang cukup murah dan tahan lama.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa saja klasifikasi resin akrilik?

2. Bagaimana proses manipulasi resin akrilik?

3. Bagaimana proses polimerisasi resin akrilik?

4. Apa saja aplikasi resin akrilik dalam bidang kedokteran gigi?

1.3. Tujuan

1. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan

klasifikasi resin akrilik.

2. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan

proses manipulasi resin akrilik.

3. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan

proses polimerisasi resin akrilik.

4. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan

aplikasi resin akrilik dalam bidang kedokteran gigi.

1

Page 2: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

1.4. Manfaat

1. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan klasifikasi

resin akrilik.

2. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan proses

manipulasi resin akrilik.

3. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan proses

polimerisasi resin akrilik.

4. Mahasiswa mampu mengetahui, memahami, dan menjelaskan aplikasi

resin akrilik dalam bidang kedokteran gigi.

2

Page 3: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Resin Akrilik

Resin akrilik diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu resin akrilik polimerisasi

panas, polimerisasi sinar dan swapolimerisasi. Resin akrilik polimerisasi panas

adalah resin akrilik yang memerlukan energy panas untuk polimerisasi bahan-

bahan tersebut dengan menggunakan perendaman air di dalam waterbath, jenis

resin akrilik panas lain menggunakan proses polimerisasi dengan oven gelombang

mikro. Resin akrilik polimerisasi sinar adalah resin akrilik yang diaktifkan dengan

sinar yang terlihat oleh mata. Resin akrilik swapolimerisasi adalah resin akrilik

yang menggunakan energy gelombang mikro dan panas untuk melakukan proses

polimerisasi. Penggunaan energy termal menyebabkan dekomposisi benzoil

peroksida dan terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas yang terbentuk sebagai

hasil proses ini akan mengawali polimerisasi. (Phillips.2004)

2.1.1. Resin Basis Protesa Teraktivasi Dengan Panas

Bahan- bahan teraktivasi dengan panas digunakan dalam pembuatan hampir

semua basis protesa. Energi termal yang diperlukan untuk polimerisasi bahan-bahan

tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan perendaman air atau oven gelombang

mikro (microwave). Karena prevalensi dari resin-resin ini, system teraktivasi dengan

panas lebih ditekankan.(Phillips.2004)

2.1.1.1. Komposisi

Seperti dijelaskan sebelumnya, kebanyakan sistem resin

poli(metilmetakrilat) terdiri atas komponen bubuk dan cairan. Bubuk terdiri atas

butir-butir poli(metilmetakrilat) pra-polimerisasi dan sejumlah kecil

benzoilperoksida (pemulai/inisiator). (Phillips.2004)

Cairan didominasi oleh metil metakrilat tidak terpolimerisasi dengan

sejumlah kecil hidroquinon. Hidroquinon ditambahkan sebagai suatu

penghambat. Bahan tersebut mencegah polimerisasi yang tidak diharapkan, atau

‘pengerasan’ cairan selama penyimpanan. (Phillips.2004)

Suatu bahan ikatan silang juga dapat ditambahkan pada cairan. Glikol

dimetakrilat biasanya digunakan sebagai bahan ikatan silang dalam resin basis

3

Page 4: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

protesapoli(metilmetakrilat). Glikol dimetakrilat secara kimia dan struktur serupa

dengan metil metakrilat dan karenanya dapat digabungkan ke dalam rantai

polimer yang bertumbuh. Meskipun metil metakrilat memiliki satu ikatan ganda

per molekul, glikol dimetakrilat memiliki 2 ikatan ganda per molekul. Sebagai

hasilnya, molekul glikol dimetakrilat dapat berfungsi sebagai ‘jembatan’ atau

‘bagian silang’ yang menyatukan 2 rantai polimer. Bila glikol dimetakrilat

dimasukkan dalam adukan, beberapa ikatan akan terbentuk. Polimer yang

dibentuk dengan cara ini merupakan suatu struktur menyerupai jala yang

memberikan peningkatan ketahanan terhadap deformasi. Bahan ikatan silang

digabungkan ke dalam komponen cairan pada konsentrasi sebesar 1-2% vol.

(Phillips.2004)

2.1.2. Resin Basis Protesa Teraktivasi Dengan Kimia

Perbedaan dasar antara resin yang teraktivasi dengan panas dan kimia adalah cara

benzoil peroksida terpisah untuk melepaskan radikal bebas. Semua faktor lain dalam

proses ini tetap sama, misalnya, inisiator dan reaktor.(Phillips.2004)

Seperti diperkirakan, basis protesa yang dibuat menggunakan resin teraktivasi

kimia tidaklah sesempurna seperti yang dicapai oleh resin teraktivasi panas. Ini

menunjuk kan ada monomer dalam j umlah lebih besar yang tidak bereaksi dalam

basis protesa yang dibuat melalui proses aktivasi kimia. Monomer tidak bereaksi ini

menciptakan 2 kesulitan utama. Pertama, monomer residu bertindak sebagai iritan

jaringan yang potensial sehingga membatasi biokompatibilitas basis protesa.Kedua,

bahan tersebut bertindak sebagai bahan plastis, yang menyebabkan penurunan

kekuatan transversal resin protesa.(Phillips.2004)

Dari sudut pandang fisik, resin teraktivasisecara kimia menunjukkan

pengerutan yang agak lebih sedikit dibandingkan dengan resin teraktivasi panas

karena polimerisasi yang kuran sempurna. Ini memberikan keakuratan dimensi yang

lebih besar pada resin yang teraktivasi secara kimia.(Phillips.2004)

Kestabilan warna dari resin yang teraktivasi secara kimia umumnya lebih

rendah dibandingkan dengan kestabilan warna resin yang diaktivasi dengan panas.

Sifat ini berkaitan dengan adanya amin tersier di dalam resin yang teraktivasi secara

kimia. Gugus amin tersebut rentan terhadap oksidasi dans elanjutnya terjadi perubahan

warna yang mempengaruhi penampilan resin. Perubahan warna resin-resin ini dapat

4

Page 5: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

diminimalkan melalui penambahan bahan pembuat stabil yang mencegah oksidasi

tersebut.(Phillips.2004)

2.1.3. Resin Basis ProtesaTeraktivasi dengan Sinar

Resin basis protesa yang diaktifkan dengan sinar yang terlihat oleh mata

telah tersedia untuk keperluan kedokteran gigi selama beberapa tahun. Bahan

ini digambarkan sebagai suatu komposit yang memiliki matriks uretan

dimetakrilat, silica ukuran miko, dan monomer resin akrilik berberat molekul

tinggi. Butir – butir resin akrilik dimasukkan sebagai bahan pengisi organic.

Sinar yang terlihat oleh mata adalah activator, sementara camphoroquinone

bertindak sebagai pemula polimerisasi. Resin basis protesa komponen tunggal

dipasok dalam bentuk lembaran dan benang serta dibungkus dalam kantung

kedapc ahaya untuk mencegah polimerisasi yang tidak diinginkan.

(Phillips.2004)

2.2. Proses Manipulasi Resin Akrilik

Resin acrylic adalah resin termoplastis, merupakan persenyawaan kompon

non metalik yang dibuat secara sintetis dari bahan-bahan organic. Resin ini dapat

dibentuk selama masih dalam keadaan plastis dan mengeras apabila dipanaskan

karena tejadi reaksi polymerisasi adisi antara polymer dan monomer. Berdasarkan

polimerisasinya, resin acrylic dibedakan menjadi tiga, yaitu:

Heat Cured Acrylic (membutuhkan pemasakan pada pengolahannya

untuk membantu proses polimerisasinya).

Self Cured Acrylic (dapat berpolymerisasi sendiri pada temperatur

ruang).

Light Cured Acrylic Resin

2.2.1. Heat Cured Acrylic

Heat cured acrylic resin, komposisinya terdiri dari dua kemasan yaitu:

Polymer (Bubuk):

5

Page 6: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

i. Polymer; poly (methyl methacrylate).Polimer, polimethyl

metacrylate, baik serbuk yang diperoleh dari polimerisasi

methyl metacrylate dalam air maupun pertikel yang tidak

teratur bentuknya yang diperolah dengan cara menggerinda

batangan polimer.

ii. Initiator Peroxide; berupa 0,2-0,5% benzoil peroxide.

iii. Pigmen; sekitar 1% tercampur dalam partikel polymer.

Cairan (Monomer):

i. Monomer: methyl methacrylate.

ii. Stabilizer; sekitar 0,006% hydroquinone untuk menccegah

polymerisasi selama penyimpanan.

iii. Terkadang terdapat bahan untuk memacu cross-link; seperti

ethylene glycol dimethacrylate.

(E. combe 1992: 270)

Manipulasi Heat Cured Acrylic Perbandingan monomer dan

polymer akan menentukan sturktur resin. Perbandingan monomer dan

polymer, biasanya 3 sampai 3,5/1 satuan volume atau 2,5/1 satuan

berat. Bila ratio terlalu tinggi, tidak semua polymer sanggup dibasahi

oleh monomer akibatnya acrylic yang digodok akan bergranula. Selain

itu juga tidak boleh terlalu rendah karena sewaktu polmerisasi

monomer murni terjadi pngerutan sekitar 21% satuan volume. Pada

adonan acrylic yang berasal dari perbandingan monomer dan polymer

yang benar, kontraksi sekitar 7%. Bila terlalu banyak monomer, maka

kontraksi yang terjadi akan lebih besar.Pencampuran polymer dan

monomer harus dilakukan dalam tempat yang terbuat dari keramik atau

gelas yang tidak tembus cahaya (mixing jar). Hal ini dimaksudkan

supaya tidak terjadi polymerisasi awal.

Bila polymer dan monomer dicampuur, akan terjadi reaksi dengan

tahap-tahap sebagai berikut:

Tahap 1 : Adonan seperti pasir basah (sandy stage).

Tahap 2 : Adonan seperti Lumpur basah (mushy stage).

6

Page 7: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

Tahap 3 : Adonan apabila disentuh dengan jari atau alat bersifat lekat,

apabila ditarik akan membentuk serat (stringy stage). Butir-

butir polimer mulai larut, monomer bebas meresap ke

dalam polimer.

Tahap 4 : Adonan bersifat plastis (dough stage). Pada tahap ini sifat

lekat hilang dan adonan mudah dibentuk sesuai dengan

yang kita inginkan.

Tahap 5 : Kenyal seperti karet (rubbery stage). Pada tahap ini lebih

banyak monomer yang menguap, terutama pada

permukaannya sehingga terjadi permukaan yang kasar.

Tahap 6 : Kaku dan keras (rigid stage). Pada tahap ini adonan telah

menjadi keras dan getas pada permukaannya, sedang

keadaan bagian dalam adukan masih kenyal.Waktu dough

(waktu sampai tercapainya konsistensi liat) tergantung

pada:

1. Ukuran partikel polymer; partikel yang lebih kecil akan

lebih cepat dan lebih cepat mencapai dough.

2. Berat molekul polymer; lebih kecil berat molekul lebih

cepat terbentuk konsistensi liat.

3. Adanya Plasticizer yang bisa mempercepat terjadinya

dough.

4. Suhu; pembentukan dough dapat diperlambat dengan

menyimpan adonan dalam tempat yang dingin.

5. Perbandingan monomer dan polymer; bila ratio tinggi

maka waktu dough lebih singkat.

2.2.2. Pengisian Ruang Cetak (Mould Space) dengan Acrylic

Ruang cetak adalah rongga/ruangan yang telah disiapkan untuk

diisi dengan acrylic. Ruang tersebut dibatasi oleh gips yang tertanam

dalam kuvet (pelat logam yang biasanya terbuat dari logam). Sebelum

rongga tersebut diisi dengan acrylic, lebih dulu diulasi dengan bahan

7

Page 8: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

separator/pemisah, yang umumnya menggunakan could mould seal

(CMS). Ruang cetak diisi dengan akrilik pada waktu adonan mencapai

tahap plastis (dough stage). Pemberian separator tersebut dimaksudkan

untuk:

Mencegah merembesnya monomer ke bahan cetakan (gips) dan ber-

polimerisasi di dalam gips sehingga menghasilkan permukaan yang

kasar dan merekat dengan bahan cetakan/gips.

Mencegah air dari bahan cetakan masuk ke dalam resin acrylic.

Sewaktu melakukan pengisian ke dalam cetakan pelu diperhatikan :

Cetakan terisi penuh.

Sewaktu dipress terdapat tekanan yang cukup pada cetakan, ini dapat

dicapai dengan cara mengisikan dough sedikit lebih banyak ke dalam

cetakan. Selama polimerisasi terjadi kontraksi yang mengakibatkan

berkurangnya tekanan di dalam cetakan. Pengisian yang kurang dapat

menyebabkan terjadi shrinkage porosity.Ruang cetak diisi dengan

acrylic pada tahap adonan mencapai tahap plastis (dough). Agar merat

dan padat, maka dipelukan pengepresan dengan menggunakan alat

hydraulic bench press. Sebaiknya pengepresan dilakukan dilakukan

berulang-ulang agar rongga cetak terisi penuh dan padat.

Cara pengepresan yang benar adalah:

Adonan yang telah mencapai tahap dough dimasukkkan ke dalam

rongga cetak, kemudian kedua bagian kuvet ditutup dan diselipi kertas

selofan. Pengepresan awal dilakkukan sebesar 900psi, kelebihan

acrylic dipotong dengan pisau model. Kedua bagian kuvet

dikembalikan, diselipi kertas selofan.

Pengepresan dilakukan lagi seperti di atas, tetapi tekanan ditingkatkan

menjadi 1200 psi. Kelebihan acrylic dipotong dengan pisau model.

Kedua bagian kuvet dikembalikan tanpa diselipi kertas selofan.

8

Page 9: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

Pengepresan terakhir dilakukan dengan tekanan 1500 psi, kemudian

kuvet diambil dan dipindahkan pada begel.Pemasakan (Curing)

Untuk menyempurnakan dan mempercepat polimerisasi, maka setelah

pengisian (packing) dan pengepresan perlu dilakukan pemasakan

(curing) di dalam oven atau boiling water (air panas). Di dalam

pemasakan harus diperhati-kan, lamanya dan kecepatan peningkatan

suhu/temperature.

2.3. Reaksi Polimerisasi

Resin gigi menjadi padat bila berpolimerisasi. Polimerisasi terjadi

melalui serangkaian reaksi kimia dimana molekul makro, atau polimer dibentuk

dari sejumlah molekul-molekul yang dikenal sebagai monomer.

Sifat polimer yang paling nyata adalah polimer iterdiri atas molekul-

molekul yang amat besar dan bahwa struktur molekuler tersebut mempunyai

konfigurasi dan perubahan bentuk yang tak terbatas. Polimer terdiri atas satu atau

beberapa unit structural sederhana, yang terbentuk atas struktur monomer

individual. Unit monomer 89tersebut berhubungan satu dengan yang lainnya

sepanjang rantai polimer oleh ikatan kovalen0. Polimerisasi adalah reaksi

intermolekuler berulang yang secara yang secara fungsional mampu berlanjut

tidak terbatas. Karena senyawa kimia apapun yang memiliki berat molekul lebih

dari 5000 dianggap sebagai molekul makro, kebanyakan molekul polimer dapat

disebut sebagai molekul makro. Dalam beberapa contoh, berat molekul dari

molekul primer dapat mencapai 50 juta.

2.3.1. Polimerisasi Pertumbuhan Bertahap

Reaksi yang menimbulkan polimerisasi pertumbuhan bertahap

berlangsung dalam mekanisme yang sama seperti reaksi kimia antara 2 atau

lebih molekul-molekul sederhana. Senyawa utama bereaksi, seringkali dengan

pembentukan produk sampingan seperti air, asam halogen dan ammonia.

Pembentukan produk sampingan ini adalah alas an mengapa polimerisasi

9

Page 10: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

pertumbuhan bertahap, seringkali disebut polimerisasi kondensasi. Struktur

monomer adalah sedemikian rupa sehingga proses tersebut dapat berulang

sendiri dan membentuk molekul makro.

Reaksi ini analog dengan reaksi dimana unit monofungsional

mengalami reaksi poliesterifikasi yang melibatkan rantai diol dan asam

dibasik. Bila air dikeluarkan begitu terbentuk,tidak tercipta suatu

keseimbangan dan tahap pertama dalam reaksi adalah pembentukan suatu

dimer yang juga bifungsi. Begitu reaksi berlanjut, rantai yang lebih panjang,

termasuk trimer dan tetramer, terbentuk melalui esterifikasi lain, semua pada

dasarnya identik dalam kecepatan dan mekanisme, sampai akhirnya reaksi

mengandung cempuran rantai polimer dari massa molar yang besar.

2.3.2. Polimerisasi Tambahan

Tidak seperti polimerisasi kondensasi, tidak ada perubahan

komposisi selama polimerisasi tambahan. Makromolekul dibentuk dari unit-

unit yang lebih kecil, atau monomer, tanpa perubahan dalam komposisi,

karena mnomer dan polimer memiliki rumus empiris yang sama. Dengan kata

lain, struktur monomer diulangi berkali-kali dalam polimer. (Phillips.2004)

Dibandingkan dengan polimerisasai kondensasi, metode tambahan

dapat menghasilkan molekul raksasa dalam ukuran yang hampir tidak terbatas.

Berawal dari pusat aktif, satu monomer ditambahkan pada suatu saat dengan

cepat membentuk rantai yang secara teoritis dapat tumbuh tanpa batas. Proses

ini sederhana tetapi tidak mudah dikendalikan. (Phillips.2004)

Syarat untuk senyawa berpolimerisasi tambahan adalah gugus

tidak jenuh yaitu ikatan ganda, etilen, C2H4, monomer paling sederhana yang

dapat berpolimerisasi tambahan, dan radikal bebas. Radikal bebas adalah atom

/ kelompok atom yang memiliki electron ganjil (tidak berpasangan). Misalnya

hydrogen. Radikal bebas mempunyai kemampuan menarik electron, karena

tidak punya elector berpasangan. (Phillips.2004)

10

Page 11: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

2.3.2.1. Tahap-Tahap Dalam Polimerisasi Tambahan

Proses polimerisasi tambahan terjadi dalam empat tahap yaitu:

2.3.2.1.1. Induksi

Untuk memulai proses polimersasi tambahan, haruslah terdapat

radikal bebas.Radikal bebas dapat dihasilkan dengan mengaktifkan

molekul monomer dengan ultraviolet, sinar biasa dan panas.Sejumlah

substansi yang mampu menghasilkan radikal bebas merupakan inisiator

yang berpotensi untuk polimerisasi resin poli ( metil

metakrilat ).Inisiator yang paling sering digunakan adalah benzoil

peroksida yang terurai pada temperatur yang relatif rendah untuk

melepaskan dua radikal per satu molekul benzoil peroksida.Penguraian

benzoil peroksida disebut sebagai aktivasi, terjadi cukup cepat antara

50oC dan 100oC.Periode induksi atau inisiasi adalah waktu di mana

molekul-molekul inisiator menjadi berenergi atau teraktivasi,

membentuk radikal bebas yang berinteraksi dengan molekul monomer.

Simbol konvensional, C=C mewakili 2 pasang elektron.Bila

satu radikal bebas mendekati ikatan ganda, radikal tersebut dapat

berpasangan dengan 1 elektron dalam ikatan tambahan, meninggalkan

bagian lain dari pasangan bebas.Jadi, monomer itu sendiri kemudian

menjadi radikal bebas.

2.3.2.1.2. Penyebaran

Karena diperlukan hanya sedikit energi, begitu terjadi

pertumbuhan, proses terus berlanjut dengan kecepatan tertentu.Secara

teoritis, reaksi rantai harus berlanjut dengan terbentuknya panas, sampai

semua monomer telah diubah menjadi polimer.Meskipun demikian,

reaksi polimersasi tidak pernah sempurna.

2.3.2.1.3. Pengakhiran

Reaksi rantai dapat diakhiri baik dnegan penggabungan

langsung atau pertukaran atom hidrogen dari satu rantai yang tumbuh

ke yang lain.

11

Page 12: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

2.3.2.1.4. Pengalihan rantai

Meskipun pengakhiran rantai dapat berasal dari pemindahan

rantai, prosesnya berbeda dengan reaksi pengakhiran yang telah

dijelaskan, di mana keadaan aktif diubah dari suatu radikal aktif

menjadi suatu molekul yang tidak aktif, dan tercipta molekul baru untuk

pertumbuhan selanjutnya.Sebagai contoh, molekul monomer dapat

diaktifkan dengan pertumbuhan makromolekul sedemikian rupa

sehingga terjadi pengakhiran (Kenneth, 2003).

2.3.3. Kopolimerisasi

Dalam reaksi kopolimerisasi yang telah digambarkan,

makromolekul dibentuk oleh polimerisasi dari struktur tunggal. Untuk

memenuhi sifat fisik suatu polimer, 2 atau lebih monomer yang berbeda

secara kimia, masing –masing dengan sifat yang diinginkan, dapt

dikombinasikan. Jadi polimer yang terbentu disebut kopolimer. ( Anusavice,

K.J. 2003)

Examples of co-polymer:

Combination of methacylate with styrene

Combination of ethylacrylate and metacrylate

Combination of styrene and a crylonitrile and butadiene (Soratur, S.H.

2007)

Ada 3 Macam kopolimer yang berbeda:

Pada kopolimer acak, unit monomer yang berbeda beda secara acak

didistribusikan sepanjang rantai,

·· M-M-MY-M-Y-M-M-Y-Y-M-M···

Namun, bila unit monomer yang identik terjadi dalam urutan yang

relaif panjang sepanjang rantai polimer utama,disebut kopolimer blok,

···M-M-M···M-M-Y-Y-Y···Y-Y-Y-M-M-M···

12

Page 13: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

Dimana –M···M- dan –Y···Y- mewakili segmen panjang molekul M

dan Y. Dalam kopolimer cangkok (graft) suatu monomer dicangkok pada

‘inti’ bahan monomer kedua.

··· M-M-M-M-M···M-M-M-M···

| |

Y-Y Y-Y

Sebagai contoh, sejumlah kecil etil akrilat dapat berkopolimerisasi dengan

metal metakrilat untuk mengubah kelenturan suatu protesa. Polimer blok dan

cangkok (graf) seringkali menunjukkan peningkatan kekuatan benturan.

( Anusavice, K.J. 2003. Phillips’ Science of Dental Materials Edisi 10. W.B

Saunders Company.Philadelphia)

2.3.4. Porositas

Gaseous Porosity occurs in those area of denture, which are away

from the source of heat. For example :an the lingual surface of the lower

denture and palatal area of upper denture. Granular Porosity ,it is due to loss

of monomer. The monomer get evaporated, when dough formation.

(Soratur, S.H. 2007.Essential of Dental Materials. Jaypee Brothers Medical

Publishers.New Delhi)

Porositas juga dapat berasal dari pengadukan yang tidak tepat antara

komponen bubuk dan cairan. Porositas dapat disebabkan karena tekanan atau

tidak cukupnya bahan dalam rongga kuvet selama polimerisasi. Porositas juga

banyak dihubungkan dengan resin cair. Porus tersebut Nampak disebabkan

oleh masuknya udara selama prosedur pengadukan dan pemanasan.

2.4. Aplikasi Resin Akrilik di Bidang Kedokteran Gigi

2.4.1. Elemen gigi resin untuk aplikasi prostodontik

Kebanyakan elemen gigi tiruan resin memiliki basis dengan susunan

linier poli (metil metakrilat). Resin poli (metil metakrilat) yang digunakan

13

Page 14: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

dalam pembuatan gigi tiruan adalah serupa dengan yang digunakan untuk

pembuatan basis protesa. Namun besarnya ikatan silang dalam elemen gigi

tiruan adalah lebih besar dibandingkan dengan basis protesa yang

terpolimerisasi.

Bagian servikal elemen gigi tiruan menunjukkan ikatan silang yang lebih

kecil. Keadaan ini mempermudah ikatan kimia dengan resin basis protesa.

Pengikatan dapat diperkuat dengan membuang permukaan ‘ridge lap’ gigi resin

yang mengkilap. Ikatan kimia antara gigi resin dan bahan protesa yang

diaktivasi dengan panas terbukti amat efektif. Namun kegagalan ikatan

mungkin terjadi bila permukaan ‘ridge lap’ tersebut terkontaminasi dengan

residu malam atau medium pemisah yang salah peletakannya.

2.4.2. Sebagai bahan restorasi

Kelebihan resin akrilik untuk bahan restorasi antara lain daya alih tinggi,

aplikasi mudah setting dengan light curing selama 10 menit, dan menghasilkan

permukaan yang sangat halus dan mengkilat.

2.4.3. Sebagai alat ortodonsi lepasan

Dipakai sebagai plat dasar alat ortodontik lepasan yang berupa lempeng

plat akrilik berbentuk melengkung megikuti permukaan palatum atau

permukaan lingual lengkung mandibular.

2.4.4. Sebagai reparasi

Bahan yang biasa digunakan adalah jenis self cured dan heat cured.

14

Page 15: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Klasifikasi Resin Akrilik

Pada dasarnya, dari semua tipe resin akrilik memiliki tujuan sama dalam

awal reaksinya yakni untuk mengaktifkan radikal bebas. Radikal bebas

merupakan suatu muatan listrik netral dimana di dalamnya terkandung atom-atom

yang tidak berpasangan. Radikal ini merupakan hasil pemanasan benzoil

peroksida yang digunakan sebagai inisiator.

3.1.1. Heat Cured Acrylic (Resin Akrilik teraktivasi Panas)

Komposisi yang ada dalam resin teraktivasi panas adalah bubuk dan

cairan. Bubuk terdiri dari butir-butir poli(metil metaklirat) pra-polimerasi dan

beberapa benzoil peroksida sebagai inisiator. Sedangkan cairan terdiri dari

metil metaklirat dan sejumlah kecil hidroquinon, yang berfungsi sebagai

penghambat. Hidroquinon mencegah polimerasi yang tidak diharapkan,

ataupun pengerasan cairan selama penyimpanan. Selain itu, juga ditambahkan

bahan ikatan silang berupa glikol dimetaklirat pada komposisi cairan

Pada resin jenis ini, energy thermal diperoleh dari proses perendaman

akrilik di dalam air, selain itu juga diperoleh dari proses perebusan. Resin ini

memiliki komposisi bubuk atau powder berupa polimethyl metakrilat dengan

tambahan inisiator berupa benzoil peroksida. Disamping juga ada liquid atau

cairan berupa methyl metakrilat yang di dalamnya terkandung sedikit

kandungan hydroquinone yang ditambah dengan glikol dimetakrilat sebagai

bahan ikat silang.

Kelebihan dari heat cured acrylic adalah nilai estetis unggul dimana

warna hasil akhir akrilik sama dengan warna jaringan lunak rongga mulut.

Selain itu, resin akrilik ini tergolong mudah dimanipulasi dan harga

terjangkau. Sedangkan jika dilihat dari segi kekurangan heat cured acrylic

15

Page 16: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

adalah daya tahan abrasi atau benturan masih tergolong rendah, fleksibilitas

juga masih rendah dan hasil akhir dari manipulasi akrilik akan terjadi

penyusutan volume.

3.1.2. Self Cured Acrylic (Resin Akrilik teriaktivasi Kimia)

Berbeda dengan heat cured acrylic, self cured acylic menggunakan

activator berupa cairan kimia. Cairan kimia yang digunakan adalah dari

golongan amin tersier biasanya adalah dietil paratuloidin. Apabila bubuk dan

cairan diaduk, amin tersier dapat menyebabkan terpisahnya benzoil peroksida.

Dan akhirnya tercipta radikal bebas dan polimerisasi dimulai. Polimerisasi

berlangsung seperti pada system aktivasi termal. Perbedaan antara resin yang

teraktivasi dengan panas dan kimia adalah pada cara benzoil peroksida

terpisah untuk melepaskan radikal bebas. Semua factor lainnya tetap sama,

misalnya inisiator dan reactor.

Jenis ini memang tidak sesempurna tipe I karena residu monomer yang

terbentuk dari proses polimerisasi dan manipulasi lebih banyak. Namun hal

tersebut dapat diatasi dengan mengatur suhu dan waktu manipulasi secara

tepat.

Kelebihan dari tipe ini adalah mudah dilepaskan dari kuvet,

fleksibilitas lebih tinggi dari tipe I, pengerutan volumeakhir tergolong rendah

karena proses polimerisasi dari tipe ini tergolong kurang sempurna. Sedang

kekurangannya adalah elastisitas dari tipe ini tergolong kurang dari tipe I,

kemudian karena digunakan bahan kimia hal tersebut dapat mengiritasi

jaringan rongga mulut, dandari segi ekonomis lebih mahal.

3.1.3. Light Cured Acrylic (Resin Akrilik teriaktivasi Cahaya)

Cahaya yang dapat digunakan sebagai activator pada resin akrilik jenis

ini adalah sinar UV dengan panjang gelombang 290-4—nm dan sinar tampak

dengan panjang gelombang 400-700 nm. Pada proses manipulasi resin akrilik

jenis ini, ditambahkan bahan inisiator berupa champorquinon.

16

Page 17: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

Kelebihan dari resin akrilik jenis ini adalah penyusutan saat

polimerisasi rendah, hasil akhir manipulasinya dapat dibentuk dengan baik

dan resin ini dapat dimanipulasi dengan peralatan sederhana. Kekurangan dari

resin akrilik ini adalah elastisitas dari resin akrilik ini kecil dan penggunaan

sinar UV pada resin ini dapat merusak jaringan rongga mulut.

3.1.4. Microwave Cured Acrylic (Resin Akrilik teriaktivasi Kimia)

Activator pada resin akarilik ini adalah gelombang mikro dimana

gelombang ini membuat molekul bergerak secara merata dan seimbang ke

segala arah sehingga hasil akhir dari resin akrilik ini lebih sempurna dari yang

lain. Hal tersebut disebabkan karena hamper semua monomer beraksi

sehingga proses polimerisasinya sempurna.

Kelebihan dari jenis resin akrilik ini adalah waktu pemanasan yang

dibutuhkan dari resin ini lebih singkat, perubahan warna kecil, sisa monomer

lebih sedikit karena polimerisasinya lebih sempurna. Kekurangan dari resin

jenis ini yakni resin akrilik ini masih dapat menyerap air, selain itu harga

cukup mahal karena peralatan manipulasinya canggih.

3.2. Manipulasi Resin Akrilik

3.2.1. Manipulasi Heat Cured Acrylic

Perbandingan monomer dan polymer akan menentukan struktur

resin. Perbandingan monomer dan polymer, biasanya 3 sampai 3,5/1 satuan

volume atau 2,5/1 satuan berat. Bila ratio terlalu tinggi, tidak semua polymer

sanggup dibasahi oleh monomer akibatnya acrylic yang digodok akan

bergranula. Selain itu juga tidak boleh terlalu rendah karena sewaktu

polmerisasi monomer murni terjadi pngerutan sekitar 21% satuan volume.

Pada adonan acrylic yang berasal dari perbandingan monomer dan polymer

yang benar, kontraksi sekitar 7%. Bila terlalu banyak monomer, maka

kontraksi yang terjadi akan lebih besar.Pencampuran polymer dan monomer

harus dilakukan dalam tempat yang terbuat dari keramik atau gelas yang tidak

17

Page 18: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

tembus cahaya (mixing jar). Hal ini dimaksudkan supaya tidak terjadi

polymerisasi awal.

Bila polymer dan monomer dicampuur, akan terjadi reaksi dengan tahap-

tahap sebagai berikut:

Tahap 1 : Adonan seperti pasir basah (sandy stage).

Tahap 2 : Adonan seperti Lumpur basah (mushy stage).

Tahap 3 : Adonan apabila disentuh dengan jari atau alat bersifat lekat,

apabila ditarik akan membentuk serat (stringy stage). Butir-butir polimer

mulai larut, monomer bebas meresap ke dalam polimer.

Tahap 4 : Adonan bersifat plastis (dough stage). Pada tahap ini sifat lekat

hilang dan adonan mudah dibentuk sesuai dengan yang kita inginkan.

Tahap 5 : Kenyal seperti karet (rubbery stage). Pada tahap ini lebih

banyak monomer yang menguap, terutama pada permukaannya sehingga

terjadi permukaan yang kasar.

Tahap 6 : Kaku dan keras (rigid stage). Pada tahap ini adonan telah

menjadi keras dan getas pada permukaannya, sedang keadaan bagian

dalam adukan masih kenyal.

Waktu dough (waktu sampai tercapainya konsistensi liat) tergantung pada:

Ukuran partikel polymer; partikel yang lebih kecil akan lebih cepat

dan lebih cepat mencapai dough.

Berat molekul polymer; lebih kecil berat molekul lebih cepat

terbentuk konsistensi liat.

Adanya Plasticizer yang bisa mempercepat terjadinya dough.

Suhu, pembentukan dough dapat diperlambat dengan menyimpan

adonan dalam tempat yang dingin.

Perbandingan monomer dan polymer; bila ratio tinggi maka waktu

dough lebih singkat.

18

Page 19: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

3.2.2. Pengisian Ruang Cetak (Mould Space) dengan Acrylic

Ruang cetak adalah rongga/ruangan yang telah disiapkan untuk diisi

dengan acrylic. Ruang tersebut dibatasi oleh gips yang tertanam dalam kuvet

(pelat logam yang biasanya terbuat dari logam). Sebelum rongga tersebut diisi

dengan acrylic, lebih dulu diulasi dengan bahan separator/pemisah, yang

umumnya menggunakan could mould seal (CMS). Ruang cetak diisi dengan

akrilik pada waktu adonan mencapai tahap plastis (dough stage). Pemberian

separator tersebut dimaksudkan untuk:

Mencegah merembesnya monomer ke bahan cetakan (gips) dan ber-

polimerisasi di dalam gips sehingga menghasilkan permukaan yang

kasar dan merekat dengan bahan cetakan/gips.

Mencegah air dari bahan cetakan masuk ke dalam resin acrylic.

Sewaktu melakukan pengisian ke dalam cetakan pelu diperhatikan :

Cetakan terisi penuh.

Sewaktu dipress terdapat tekanan yang cukup pada cetakan, ini dapat

dicapai dengan cara mengisikan dough sedikit lebih banyak ke dalam

cetakan. Selama polimerisasi terjadi kontraksi yang mengakibatkan

berkurangnya tekanan di dalam cetakan. Pengisian yang kurang dapat

menyebabkan terjadi shrinkage porosity. Ruang cetak diisi dengan

acrylic pada tahap adonan mencapai tahap plastis (dough). Agar merat

dan padat, maka dipelukan pengepresan dengan menggunakan alat

hydraulic bench press. Sebaiknya pengepresan dilakukan dilakukan

berulang-ulang agar rongga cetak terisi penuh dan padat.

Cara pengepresan yang benar adalah:

Adonan yang telah mencapai tahap dough dimasukkkan ke dalam

rongga cetak, kemudian kedua bagian kuvet ditutup dan diselipi kertas

selofan. Pengepresan awal dilakkukan sebesar 900psi, kelebihan

acrylic dipotong dengan pisau model. Kedua bagian kuvet

dikembalikan, diselipi kertas selofan.

19

Page 20: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

Pengepresan dilakukan lagi seperti di atas, tetapi tekanan ditingkatkan

menjadi 1200 psi. Kelebihan acrylic dipotong dengan pisau model.

Kedua bagian kuvet dikembalikan tanpa diselipi kertas selofan.

Pengepresan terakhir dilakukan dengan tekanan 1500 psi, kemudian

kuvet diambil dan dipindahkan pada begel.Pemasakan (Curing).

Untuk menyempurnakan dan mempercepat polimerisasi, maka

setelah pengisian (packing) dan pengepressan perlu dilakukan pemasakan

(curing) di dalam oven atau boiling water (air panas). Di dalam pemasakan

harus diperhati-kan, lamanya dan kecepatan peningkatan suhu/temperature.

Metode pemasakan dapat dilakukan dengan cara cepat atau lambat.

Ada tiga metode pemasakan resin akrilik, yaitu:

1. Kuvet dan Begel dimasukkan ke dalam waterbath, kemudian diisi air

setinggi 5 cm diatas permukaan kuvet. Selanjutnya dimasak diatas nyala

api hingga mencapai temperatur 700C (dipertahankan selama 10 menit).

Kemudian temperaturnya ditingkatkan hingga 1000C (dipertahankan

selama 20 menit). Selanjutnya api dimatikan dan dibiarkan mendingin

sampai temperature ruang.

2. Memasak air sesuai kebutuhan hingga mendidih (1000C), kemudian kuvet

dan beugel dimasukkan dan ditunggu hingga mendidih kembali

(dipertahankan selama 20 menit), api dimatikan dan dibiarkan mendingin

sampai temperatur ruang.

3. Memasak air sesuai kebutuhan hingga mendidih (1000C), kemudian kuvet

dan beugel dimasukkan dan ditunggu hingga mendidih kembali. Setelah

mendidih api segera dimatikan dan dibiarkan selama 45 menit.

Kuvet dan begel yang terletak dalam water bath harus dibiarkan

dingin secara perlahan-lahan. Selama pendinginan terdapat perbedaan

kontraksi antara gips dan akrilik yang menyebabkan timbulnya stress di

dalam polimer. Pendinginan secara perlahan-lahan akan akan memberi

kesempatan terlepasnya stress oleh karena perubahan plastis. Selama

20

Page 21: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

pengisian mould space, pengepresan dan pemasakan perlu dikontrol

perbandingan antara monomer dan polimer. Karena monomer mudah

menguap, maka berkurangnya jumlah monomer dapat menyebabkan

kurang sempurnanya polimerisasi dan terjadi porositas pada permukaan

akrilik.

Hal-hal yang menyebabkan berkurangnya jumlah monomer adalah:

Perbandingan monomer dan polimer yang tidak tepat.

Penguapan monomer selama proses pengisisan rongga cetak.

Pemasakan yang terlalu panas, melebihi titik mendidih monomer

(100,30C).

Secara normal setelah pemasakan terdapat sisa monomer 0,2-

0,5%. Pemasakan pada temperature yang terlalu rendah dan dalam waktu

singkat akan menghasilkan sisa monomer yang lebih besar. Ini harus

dicegah, karena:

Monomer bebas dapat lepas dari gigi tiruan dan mengiritasi jaringan

mulut.

Sisa monomer akan bertindak sebagai plasticizer dan membuat resin

menjadi lunak dan lebih flexible.

3.2.3. Manipulasi Self Cured Acrylic

Komposisi serupa dengan bahan heat cured acrylic, kecuali bahwa

cairannya mengandung bahan aktivator seperti dimethyl-p-toluidine.

Perbandingan bahan akrilik heat cured dengan bahan akrilik self

cured sebagai berikut :

a. Berbeda dalam metode aktivasinya.

b. Komposisinya sama tapi pada bahan self cured cairannya mengandung

bahan aktivator seperti dimethyl paratoluidin.

c. Porositas bahan self cured lebih daripada bahan heat cured, meskipun

tidak mudah dilihat pada resin yang diberi pigmen. Hal ini disebabkan

21

Page 22: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

oleh karena terlarutnya udara dalam monomer yang tidak larut dalam

polimer pada suhu kamar.

d. Secara umum bahan self cured mempunyai berat molekul yang lebih

rendah dan mengandung lebih banyak sisa monomer, yaitu sekitar 2-

5%.

e. Bahan self cured tidak sekuat heat cured; transverse strength bahan ini

kira-kira 80% dari bahan heat cured. Ini mungkin berkaitan dengan

berat molekulnya yang lebih rendah.

f. Mengenai sifat-sifat rheologinya; bahan heat cured lebih baik dari self

cured karena bahan self cured menunjukkan distorsi yang lebih besar

dalam pemakaian. Pada pengukuran creep bahan poly (polymethyl

methacrylate),polimer heat cured mempunyai deformasi awal yang

lebih kecil, juga lebih sedikit creep, dan lebih cepat kembali

dibandingkan dengan bahan self cured.

g. Stabilitas warna bahan self cured jelek, bila dipakai aktivator amina

tersier dapat terjadi penguningan setelah beberapa lama.

3.2.4. Kerusakan yang Mungkin Terjadi

Permasalahan yang sering timbul pada akrilik yang telah mengeras

adalah terjadinya crazing (retak) pada permukaannya. Hal ini disebabkan

adanya tensile stress yang menyebabkan terpisahnya molekul-molekul

primer. Retak juga dapat terjadi oleh karena pengaruh monomer yang

berkontak pada permukaan resin akrilik, terutama pada proses reparasi.

Keretakan seperti ini dapat terjadi oleh karena :

Stress mekanis oleh karena berulang-ulang dilakukan pengeringan dan

pembasahan denture yang menyebabkan kontraksi dan ekspansi secara

berganti-ganti. Dengan menggunakan bahan pengganti tin-foil untuk

lapisan cetakan maka air dapat masuk ke dalam akrilik sewaktu

22

Page 23: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

pemasakan; selanjutnya apabila air ini hilang dari akrilik maka dapat

menyebabkan keretakan.

Stress yang timbul karena adanya perbedaan koefisien ekspansi termis

antara denture porselen atau bahan lain seperti klamer dengan landasan

denture akrilik; retak-retak dapat terjadi di sekeliling bahan tersebut.

Kerja bahan pelarut; misal pada denture yang sedang direparasi, sejumlah

monomer berkontak dengan resin dan dapat menyebabkan keretakan.

Denture dapat mengalami fraktur atau patah karena:

Impact; misal jatuh pada permukaan yang keras.

Fatigue; karena denture mengalami bending secara berulang-ulang

selama

pemakaian.

Porositas dapat memberi pengaruh yang tidak menguntungkan pada

kekuatan dan sifat-sfat optik akrilik. Porositas yang terjadi dapat berupa

shrinkage porosity (tampak gelembung yang tidak beraturan pada permukaan

akrilik) dan gaseous porosity (berupa gelembung uniform, kecil, halus dan

biasanya terjadi pada bagian akrilik yang tebal dan jauh dari sumber panas).

Gaseous Porosity terjadi pada area dari protesa yang berada jauh

dari sumber panas. Contoh : permukaan lingual yang terletak pada bagian

paling bawah dari protesa dan palatal yang terletak pada bagian paling atas

protesa. Granular Porosity ,terjadi ketika hilangnya monomer ,karena

monomer mengalami evaporasi ,ketika fase dough.

Porositas juga dapat berasal dari pengadukan yang tidak tepat

antara komponen bubuk dan cairan. Porositas dapat disebabkan karena

tekanan atau tidak cukupnya bahan dalam rongga kuvet selama polimerisasi.

Porositas juga banyak dihubungkan dengan resin cair. Porus tersebut Nampak

disebabkan oleh masuknya udara selama prosedur pengadukan dan

pemanasan. Pengadukan , pemberian sprue, dan pemasangan jalan masuk

secara cermat dapat membantu mengurangi masuknya udara.

23

Page 24: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

3.3. Polimerisasi

Polimerisasi merupakan reaksi intermolecular yang berulang, mampu

berlanjut, dan tidak terbatas. Molekul polimer merupakan makromolekul.

Polimerisasi yang tidak sempurna akan menghasilkan residu yang dapat

menyebabkan alergi.

Polimerisasi ada 2 macam, yaitu polimerisasi bertahap dan polimerisasi

tambahan. Polimerisasi bertahap dalam prosesnya dapat menghasilkan produk

sampingan yang dapat berupa air, asam halogen, dan ammonia. Produk

sampingan tersebut dapat mempengaruhi dimensi bahan cetak. Sedangkan

polimerisasi tambahan merupakan polimerisasi yang tidak mengalami perubahan

komposisi selama prosesnya. Syarat terjadinya polimerisasi tambahan yaitu harus

adanya gugus tidak jenuh dan ada radikal bebas I*, yang merupakan atom yang

punya electron ganjil/tidak berpasangan.

3.3.1. Polimerisasi Pertumbuhan Bertahap

Reaksi yang menimbulkan polimerisasi pertumbuhan bertahap

berlangsung dalam mekanisme yang sama seperti reaksi kimia antara 2 atau

lebih molekul-molekul sederhana. Senyawa utama bereaksi, seringkali

dengan pembentukan produk sampingan seperti air, asam halogen dan

ammonia. Pembentukan produk sampingan ini adalah alas an mengapa

polimerisasi pertumbuhan bertahap, seringkali disebut polimerisasi

kondensasi. Struktur monomer adalah sedemikian rupa sehingga proses

tersebut dapat berulang sendiri dan membentuk molekul makro.

Reaksi ini analog dengan reaksi dimana unit monofungsional mengalami

reaksi poliesterifikasi yang melibatkan rantai diol dan asam dibasik. Bila air

dikeluarkan begitu terbentuk,tidak tercipta suatu keseimbangan dan tahap

pertama dalam reaksi adalah pembentukan suatu dimer yang juga bifungsi.

Begitu reaksi berlanjut, rantai yang lebih panjang, termasuk trimer dan

tetramer, terbentuk melalui esterifikasi lain, semua pada dasarnya identik

24

Page 25: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

dalam kecepatan dan mekanisme, sampai akhirnya reaksi mengandung

cempuran rantai polimer dari massa molar yang besar.

Sekarang, polimerisasi kondensasi terutama digunakan untuk

polimerisasi bahan cetak polisulfida dan silicon kondensasi. Namun, karena

reaksi polimerisasi ini menghasilkan produk kondensasi seperti air

(polisulfida) dan alcohol (bahan cetak silicon terpolimerisasi kondensasi),

produk sampingan ini mungkin menyerap dan mempengaruhi kestabilan

dimensi bahan cetak.

Jadi, resin terpolimerisasi tumbuh bertahap adalah bahan yang proses

polimerisasi disertai dengan penghilangan berulang dari molekul-molekul

kecil atau gugus fungsi yang berulang pada rantai polimer. Pembentukan

polimer dengan tumbuh bertahap terjadi agak lambat karena berlangsung

dengan cara bertahap dari monomer menjadi dimer menjadi trimer dan

seterusnya sampai molekul–molekul polimer besar yang mengandung banyak

molekul monomer akhirnya terbentuk.

3.3.2. Polimerisasi Tambahan

Selain polimerisasi pertumbuhan bertahap atau kondensasi ada pula

polimerisasi tambahan. Resin gigi kebanyakan terpolimerisasi dengan

polimerisasi tambahan. Berbeda dengan polimerisasi bertahap/kondensasi,

polimerisasi jenis ini tidak terjadi perubahan komposisi dalam prosesnya.

Unit-unit yang lebih kecil akan membentuk makromolekul tanpa perubahan

komposisi, hal ini dapat disebabkan karena monomer dan polimer memiliki

rumus kimia yang sama. Sehingga dalam rantai polimer, terdiri dari beberapa

monomer yang sejenis dan tersusun berulang-ulang.

Dibandingkan dengan polimerisasi kondensasi/bertahap, polimerisasi

tambahan akan menghasilkan molekul yang raksasa dalam ukuran yang

hampir tidak terbatas. Prosesnya sederhana namun tidak mudah untuk

dikendalikan. Polimerisasi tambahan berawal dari pusat aktif, dimana satu

monomer ditambahkan, hingga pada suatu saat dapat membentuk sebuah

rantai dengan cepat. Rantai ini secara teoritis dapat berkembang tanpa batas.

25

Page 26: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

Syarat untuk senyawa berpolimerisasi tambahan antara lain adalah

adanya gugus tak jenuh, yaitu ikatan ganda, etilen, C2H4, monomer paling

sederhana yang dapat berpolimerisasi tambahan, ataupun radikal bebas.

Radikal bebas merupakan atom atau suatu kelompok ataom yang memiliki

electron ganjil / tidak berpasangan. Misalnya atom hydrogen. Karena

memiliki electron yang tidak berpasangan, maka radikal bebas ini memiliki

kemampuan menarik electron.

Proses polimerisasi tambahan diawali dengan tahap induksi, lalu

dilanjutkan dengan tahap penyebaran, pengakhiran dan pemindahan rantai

atau pengalihan rantai.Walaupun nantinya akan terbentuk suatu rantai

polimer, namun proses polimerisasi ini tidak akan pernah sempurna dan tidak

akan berhenti.

Proses polimerasi tambahan antaralain,

3.3.2.1. Induksi

Induksi merupakan tahap pembentukan monomer yang aktif dengan

pembentukan radikal bebas untuk memulai proses polimerisasi.

Pengaktifan monomer ini dengan menggunakan bantuan sinar ultraviolet,

sinar biasa dan panas.

Pada pembentukan radikal bebas ini, dibutuhkan suatu inisiator atau

zat yang akan menginisiasi, memulai atau memicu terjadinya proses

poilimerisasi.Inisiator yang digunakan contohnya benzoil peroksida pada

bentukan bubuk heat cured.Aktivasi aatau pengurain benzoil peroksida

menghasilkan dua radikal bebas yang artinya satu molekull benzoil

peroksida menghasilkan dua molekul radikal bebas.Radikal bebas adalah

muatan elektron netral yang tidak berpasangan.

Pada saat radikal bebas bertemu dengan monomer yang memiliki satu

ikatan ganda pada ataom C nya, maka radikal bebas akan mendekati rantai

ganda atom C dan berpasangan dengan satu elektron dari rantai ganda

atom C tersebut, sehingga rantai ganda pada atom C terputus dan berikatan

dengan radikal bebas. Monomer menjadi radikal bebas yang kemudian

26

Page 27: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

akan terus berikatan dan bereaksi apabila ketemu dengan monomer lagi

hingga membentuk suatu rantai panjang yang disebut rantai polimer.

Aktivasi benzoil peroksida menghasilkan dua radikal bebas

3.3.2.2. Penyebaran

Karena diperlukan hanya sedikit energi, begitu terjadi pertumbuhan,

proses terus berlanjut dengan kecepatan tertentu. Secara teoritis, reaksi

rantai harus berlanjut dengan terbentuknya panas, sampai semua monomer

telah diubah menjadi polimer.Meskipun demikian, reaksi polimerisasi

tidak pernah sempurna. Pada reaksi penyebaran rantai, radikal bebas yang

berpasangan dengan satu elektron dari monomer kemudian akan berikatan

lagi dengan monomer lainnya hingga terjadi suatu rantai yang panjang.

27

Page 28: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

3.3.2.3. Pengakhiran

Reaksi rantai dapat diakhiri baik dnegan penggabungan langsung atau

pertukaran atom hidrogen dari satu rantai yang tumbuh ke yang lain.Jadi,

monomer yang juga menjadi radikal bebas setelah berikatan kovalen

dengan radikal bebas akan membentuk rantai panjang yang juga bersifat

radikal bebas karena tetap memiliki satu elektron yang tidak

berpasangan.Rantai polimer ang panjang ini kemudian akan membentuk

suatu ikatan kovalen dengan rantai polimer radikal bebas lainnya hingga

terbentuklah suatu rantai panjang yang pasif dan akan aktif lagi apabila

bertemu dengan radikal bebas lagi.

28

Page 29: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

3.3.2.4. Pemindahan rantai

Meskipun pengakhiran rantai dapat berasal dari pemindahan rantai,

prosesnya berbeda dengan reaksi pengakhiran yang telah dijelaskan,

dimana keadaan aktif diubah dari suatu radikal aktif menjadi suatu

molekul yang tidak aktif, dan tercipta molekul baru untuk pertumbuhan

selanjutnya. Sebagai contoh, molekul monomer dapat diaktifkan dengan

pertumbuhan makromolekul sedemikian rupa sehingga terjadi

pengakhiran.

3.3.3. Proses Polimerisasi Akrilik

Mekanisme polimerisasi resin akrilik adalah dengan reaksi adisi radikal

bebas. Reaksi adisi adalah reaksi pemecahan ikatan rangkap. Tahapan yang

terjadi pada polimerisasi terdiri dari tahap aktivasi, tahap inisiasi, tahap

propagasi dan tahap terminasi. Resin digunakan untuk dasar gigi tiruan, gigi

tiruan, reline dan perbaikan prostesa, gigi palsu parsial.

Kebanyakan resin akrilik berpolimerisasi melalui reaksi polimerisasi

tambahan. Pada reaksi ini, tidak terjadi perubahan komposisi tetapi

menghasilkan molekul raksasa dalam ukuran yang hampir tidak terbatas. Hal

29

Page 30: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

ini dapat terjadi karena monomer yang merupakan penyusun rantai, rumus

empirisnya sama dengan polimernya. Proses polimerisasi jenis ini terdiri dari

4 tahap seperti yang dapat dilihat pada gambar 3 yaitu:

Aktivasi (Induksi) : Untuk memulai proses polimerisasi tambahan,

haruslah terdapat radikal bebas. Radikal bebas dapat dihasilkan dengan

mengaktifkan molekul monomer dengan sinar UV, sinar biasa, panas,

atau pengalihan energi dan komposisi lain yang bertindak sebagai radikal

bebas.

Inisiasi (Penyebaran) : Reaksi rantai harus berlanjut dengan

terbentuknya panas, sampai semua monomer telah diubah menjadi

polimer. Meskipun demikian, reaksi polimerisasi tidak pernah sempurna.

Propagasi (Pengalihan rantai) : Reaksi rantai dapat diakhiri dengan

baik dengan cara penggabungan langsung atau pertukaran atom hidrogen

dari satu rantai yang tumbuh ke rantai yang lain.

Terminasi (Pengakhiran) : Keadaan aktif diubah dari satu radikal aktif

menjadi suatu molekul tidak aktif, dan tercipta molekul baru untuk

pertumbuhan selanjutnya. Keadaan ini dapat terjadi karena terdapat dua

molekul radikal bebas yang bertemu dan membentuk ikatan kovalen.

3.3.4. Kopolimerisasi

Kopolimerisasi adalah polimer yang terdiri dari dua atau lebih unit

monomer yang berbeda sifat kimanya. Dalam reaksi kopolimerisasi yang

telah digambarkan, makromolekul dibentuk oleh polimerisasi dari struktur

tunggal. Untuk memenuhi sifat fisik suatu polimer, 2 atau lebih monomer

yang berbeda secara kimia, masing–masing dengan sifat yang diinginkan,

dapt dikombinasikan. Jadi polimer yang terbentu disebut kopolimer.

Kopolimerisasi dapat terbentu seperti contoh:

Kombinasi antara metakrilat dengan styrene

Kombinasi antara rtilakrilat dan metakrilat

Kombinasi styrene dan krilonitril serta butadine

30

Page 31: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

Ada 3 Macam kopolimer yang berbeda berdasarkan rantai yang dibentuk,

yaitu:

Pada kopolimer acak, unit monomer yang berbeda beda secara acak

didistribusikan sepanjang rantai,

·· M-M-MY-M-Y-M-M-Y-Y-M-M···

Namun, bila unit monomer yang identik terjadi dalam urutan yang relaif

panjang sepanjang rantai polimer utama,disebut kopolimer blok,

···M-M-M···M-M-Y-Y-Y···Y-Y-Y-M-M-M···

Dimana –M···M- dan –Y···Y- mewakili segmen panjang molekul M dan

Y. Dalam kopolimer cangkok (graft) suatu monomer dicangkok pada ‘inti’

bahan monomer kedua.

··· M-M-M-M-M···M-M-M-M···

| |

Y-Y Y-Y

Kombinasi yang dibuat antara monomer yang memiliki perbedaan sifat

kimia atau kombinasi antara rantai yang berbeda akan menghasikan sifat fisik

yang diinginkan ada pada protesa yang dibuat. Sebagai contoh, sejumlah kecil

etil akrilat dapat berkopolimerisasi dengan metal metakrilat untuk mengubah

kelenturan suatu protesa. Polimer blok dan cangkok (graf) seringkali

menunjukkan peningkatan kekuatan benturan.

3.3.5. Porositas

Gaseous Porosity terjadi pada area dari protesa yang berada jauh dari

sumber panas. Contoh : permukaan lingual yang terletak pada bagian paling

bawah dari protesa dan palatal yang terletak pada bagian paling atas protesa.

Granular Porosity ,terjadi ketika hilangnya monomer ,karena monomer

mengalami evaporasi ,ketika fase dough.

Porositas juga dapat berasal dari pengadukan yang tidak tepat antara

komponen bubuk dan cairan. Porositas dapat disebabkan karena tekanan atau

tidak cukupnya bahan dalam rongga kuvet selama polimerisasi. Porositas juga

banyak dihubungkan dengan resin cair. Porus tersebut nampak disebabkan

31

Page 32: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

oleh masuknya udara selama prosedur pengadukan dan pemanasan.

Pengadukan , pemberian sprue, dan pemasangan jalan masuk secara cermat

dapat membantu mengurangi masuknya udara.

3.4. Aplikasi Resin Akrilik di Bidang Kedokteran Gigi

Aplikasi dari resin akrilik dalam kedokteran gigi antara lain adalah sebagai

elemen gigi resin untuk aplikasi prostodontik. Kebanyakan elemen gigi tiruan

resin memiliki basis dengan susunan polimetil metakrilat. Resin ini serupa dengan

yang digunakan dalam pembuatan basis protesa. Namun, besarnya ikatan silang

dalam elemen gigi tiruan adalah lebih besar daripada ikatan silang pada basis

protesa yang terpolimerisasi. Peningkatan ini diperoleh dengan meningkatkan

jumlah ikatan silang dalam cairan basis protesa, yaitu monomer.

Bagian servikal elemen gigi tiruan sering menunjukkan ikatan silang yang

lebih kecil. Sehingga mempermudah ikatan kimia dengan resin basis protesa.

Pengikatan dapat diperkuat dengan membuang permukaan “ridge lap” resin yang

mengkilap. Sehingga akan meningkatkan pengikatan antara gigi resin dan bahan

basis protesa. Namun kegagalan ikatan dapat terjadi apabila permukaan “ridge

lap” tersebut terkontaminasi dengan malam atau medium pemisah yang salah.

Selain itu, resin akrilik dapat digunakan juga sebagai bahan restorasi yang

memiliki daya alih yang tinggi, dan mudah untuk setting jika dilakukan pada light

curing selama 10 menit, dan dapat menghasilkan permukaan yang sangat halus

dan mengkilat. Resin akrilik dapat juga digunakan sebagai reparasi. Bahan yang

biasa digunakan adalah jenis self cured dan heat cured.

Kemudian, resin akrilik dapat juga digunakan untuk alat ortodonsi lepasan,

yaitu sebagai plat ortodontik lepasan yang berupa lempengan plat akrilik

berbentuk melengkung mengikuti permukaan palatum / lingual. Jenis resin yang

biasa dipakai adalah heat curing dan cold curing (self curing).

32

Page 33: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

Prostodonsia Orthodonsia Konservasi Gigi

Relining (penambahan

bahan protesa untuk

meningkatkan kecekatan)

Rebasing (penggantian

landasan gigi tiruan

seluruhnya)

Restorasi gigi tiruan

Sendok cetak yang

individual

Gigi tiruan dan mahkota

sementara

Reparasi gigi tiruan

Prothesa sementara untuk

kasus bibir sumbing

Untuk pembuatan

bahan plat orthodonsi

Untuk alat

orthodonsi

Bahan tanam

sementara (inlay dan

onlay)

Untuk vinir sementara

BAB IV

33

Page 34: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

34

Page 35: Tinjauan Pustaka Skenario 3 Resin Akrilik

Soratur, S.H. 2007.Essential of Dental Materials. Jaypee Brothers

Medical Publishers.New Delhi

Anusavice, K.J. 2003. Phillips’ Science of Dental Materials Edisi 10. W.B

Saunders Company.Philadelphia

Powers JM, Wataha JC. Dental Materials Properties and Manipulation.

9th Ed. Missouri : Mosby Elsevier 2008

35