TESTIS RETRAKTIL
Kriptorkismus berasal dari kata cryptos (Yunani) yang berarti tersembunyi dan Orchis
(latin) yang berarti testis. Nama lain dari kriptorkismus adalah undescended testis, tetapi harus
dijelaskan lanjut apakah yang di maksud kriptorkismus murni, testis ektopik , atau
pseudokriptorkismus. Kriptorkismus murni adalah suatu keadaan dimana setelah usia satu tahun,
satu atau dua testis tidak berada di dalam kantong skrotum, tetapi berada di salah satu tempat
sepanjang jalur penurunan testis yang normal. Sedang bila diluar jalur normal disebut testis
ektopik, dan yang terletak di jalur normal tetapi tidak di dalam skrotum dan dapat didorong
masuk ke skrotum serta naik lagi bila dilepaskan disebut pseudokriptorkismus atau testis
retraktil. Keadaan ini terjadi karena reflek otot kremaster yang terlalu kuat akibat cuaca dingin,
atau setelah melakukan aktifitas fisik. Kelainan ini tidak perlu diobati.
Retraktil testis merupakan kelainan dimana testis sudah mengalami penurunan yang
sempurna tetapi tidak berada di tempat yang sesuai yaitu di skrotum. Banyak anak laki – laki
yang diperiksakan ke dokter dengan kriptorkismus atau undesensus testes..
Retraktil testis sering keliru dibedakan dengan undesensus testis, ada beberapa
pemeriksaan yang diperlukan dalam mendiagnosa retraktil testis, salah satunya adalah dengan
pemeriksaan fisik , pemeriksaan fisik ini harus dilakukan dalam suasana tenang dan nyaman, laki
– laki usia lebih dari 1 tahun mempunyai refleks kremaster sehingga apabila pada saat
pemeriksaan pasien cemas dan mudah geli atau dalam keadaan tidak nyaman maka akan sangat
sulit memasukan testis ke dalam skrotum. Untuk menciptakan suasanya nyaman dan tidak
menimbulkan refleks kremaster itu sendiri bisa dilakukan dengan beberapa cara seperti pasien
diperiksa dengan posisi kaki kodok “frog leg position”, atau pasien diperiksa dengan kaki
menggagntung di bibir meja periksa, selain itu juga dapat dilakukan dengan menggunakan
valsava maneuver atau dengan menggunakan sabun atau jelly yang dioleskan pada jari pemeriksa
untuk mendapatkan sensasi taktil yang dapat membedakan apakah skrotum berada di kanalis
inguinalis atau tertutupi oleh lemak sekitar skrotum. Apabila testis bisa dimasukkan ke dalam
skrotum dengan mudah maka kita bisa mendiagnosa hal tersebut dengan retraktil testes.
Apabila sulit dibedakan antara undesensus testis dengan retraktil testis dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang dengan menggunakan tes HCG (Human Chorionic Gonadotropine)
dimana hal ini berdasarkan bukti klinis yang ditemui pada penderita retraktil testis yang akan
hilang dengan sendirinya tanpa manipulasi operasi pada saat penderita mengalami masa
pubertas, hal ini diduga erat berhubungan dengan HCG yang dihasilkan oleh laki – laki pubertas,
sehingga diharapkan setelah pemberian HCG penderita retraktil testis akan hilang sengan
sendirinya, tetapi pada undesensus testis hal ini tidak akan terjadi. Dosis HCG yang disarankan
oleh para klinisi adalah 2000 IU dalam 3 hari.
Pemerikasaan dengan USG juga sering digunakan dalam pemeriksaan pasien dengan
keluhan testis yang tidak teraba, namun sering menjadi salah diagnosa sebab sering pasien
dengan testis yang tidak teraba akan mudah terdiagnosa dengan pemeriksaan USG padahal
sesungguhanya pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan hanya menggunakan pemeriksaan fisik
testis.
Pemeriksaan dengan menggunakan CT – scan juga menjadi rekomendasi oleh para klinisi
dengan harapan akan lebih mudah mengetahui posisi testes yanag sebenarnya tetapi efek radiasi
yang besar akan sangat merugikan untuk anak- anak. MRI juga mempunyai efek samping yang
sama dengan CT-scan, padahal testis yang tidak teraba mudah diperiksa dengan menggunakan
pemeriksaan fisik saja, hal inilah yang menjadi alasan bagi para klinisi untuk meninggalkan
pemeriksaan menggunakan USG, CT-scan atau MRI karena selain tidak akurat pemeriksaan ini
juga memerlukan biaya yang mahal.
Pemeriksaan penunjang lain yang juga direkomendasikana oleh para klinisi di Amerika
Serikat adalah dengan menggunakan teknik laparoskopi, dimana teknik operasi ini menjadi
sangat popular seiring dengan makin banyaknya laparoskopi digunakan dalam pembedahan saat
ini, dalam survey oleh The American Academy of Pediatrics, Urology Section, terdapat 5,428
kasus, dimana 75% menggunakan teknik laparoskopi untuk mengevaluasi testes yang tidak
teraba. Komplikasi yang ditimbulkannya hanya 4%.
Penanganan retraktil testes ini dapat dilakukan tanpa tindakan pembedahan keluhan akan
hilang dengan sendirinya pada saat pasien menginjak masa pubertas.
Pasien dengan retraktil testes ini harus dimonitor selama 6 – 12 bulan karena jika tidak dimonitor
maka akan dapat menyebabkan undesensus testis bawaan, selain itu juga anak laki – laki dengan
retraktil testis tidak mempunyai resiko tinggi untuk timbulnya keganasan atau infertilitas.
Reference
2. Adult and Pediatric Urology 4th edition (January 15, 2002): by Jay Y., Md. Gillenwater
(Editor), Stuart S., Md. Howards (Editor), John T., Md. Grayhack (Editor), Michael, Md. Mitchell
(Editor), Bauer By Lippincott Williams & Wilkins Publishers.
3. Nelson text book Pediatric, 16th edition (2002): by behrman.