TESIS
PEMBERIAN EFEDRIN 50 MCG/KGBB INTRAVENA
PRAINDUKSI DAPAT MENURUNKAN INTENSITAS
NYERI DAN MENJAGA STABILITAS
HEMODINAMIK PASCAPEMBERIAN PROPOFOL
INTRAVENA
I G. N. A. PUTRA ARIMBAWA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
TESIS
PEMBERIAN EFEDRIN 50 MCG/KGBB INTRAVENA
PRAINDUKSI DAPAT MENURUNKAN INTENSITAS
NYERI DAN MENJAGA STABILITAS
HEMODINAMIK PASCAPEMBERIAN PROPOFOL
INTRAVENA
I G. N. A. PUTRA ARIMBAWA
NIM 0914108102
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
PEMBERIAN EFEDRIN 50 MCG/KGBB INTRAVENA
PRAINDUKSI DAPAT MENURUNKAN INTENSITAS
NYERI DAN MENJAGA STABILITAS
HEMODINAMIK PASCAPEMBERIAN PROPOFOL
INTRAVENA
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Biomedik
pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
I G. N. A. PUTRA ARIMBAWA
NIM 0914108102
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
Tesis ini Telah Diuji pada
Tanggal 23 Desember 2014
Oleh Tim Penguji Ujian Tesis Program Studi Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Berdasarkan Keputusan Rektor Universitas Udayana
No. 4503/UN/14.4/HK/2014 tertanggal 23 Desember 2014
Pembimbing I : Prof. Dr. dr. Made Wiryana, SpAn, KIC, KAO
Pembimbing II : dr. I Md Gede Widnyana, SpAn. M.Kes. KAR
Penguji : 1. dr. I Ketut Sinardja, SpAn, KIC
2. dr. I Made Subagiartha, Sp.An, SH, KAKV
3. Dr. dr. I Putu Pramana Suarjaya, SpAn, M.Kes, KMN,
KNA
UCAPAN TERIMA KASIH
Om Swastyastu,
Pertama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Tuhan
Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena hanya atas asung kerta wara
nugraha-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu
syarat untuk menyelesaikan pendidikan dokter spesialis di Bagian/SMF
Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/RSUP Sanglah.
Pada kesempatan ini pula perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua guru, para senior, dan teman-teman sejawat
yang telah memberikan masukan, dukungan, dorongan, koreksi, dan nasehat
terhadap penulisan tesis dan keseluruhan proses pendidikan spesialis ini hingga
selesai.
Kepada Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD, KEMD selaku Rektor Universitas
Udayana, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas
perkenannya memberikan kesempatan untuk mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan spesialis di Universitas Udayana.
Kepada Prof. Dr. dr. Putu Astawa, SpOT (K), M.Kes selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana, penulis juga mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya atas perkenannya memberikan kesempatan menjalani dan
menyelesaikan pendidikan spesialis di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Kepada dr. I Nyoman Semadi, SpB, SpBTKV selaku Ketua TKP-PPDS I
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, penulis mengucapkan terima kasih atas
kesempatan yang diberikan sehingga penulis mampu menyelesaikan program
pendidikan dokter spesialis ini.
Kepada dr. Anak Ayu Sri Saraswati, M.Kes selaku Direktur Utama RSUP
Sanglah, penulis menyampaikan terima kasih atas kesempatan yang diberikan
untuk menjalani pendidikan dan melakukan penelitian di RSUP Sanglah
Denpasar.
Kepada Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, SpS (K) selaku Direktur Program
Pascasarjana Universitas Udayana, penulis menyampaikan terima kasih karena
telah diberikan kesempatan untuk menjalani program magister pada program studi
ilmu biomedik, kekhususan kedokteran klinik (combine degree) program
pascasarjana Universitas Udayana.
Kepada Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, SpAnd. FAACS selaku Ketua
Program Magister IlmuBiomedikProgram PascaSarjanaUniversitasUdayana,
penulis menyampaikan terima kasih karena telah diberikan kesempatan untuk
menjalani program magister pada program studi ilmu biomedik, kekhususan
kedokteran klinik (combine degree) program pascasarjana Universitas Udayana.
Kepada dr. I Ketut Sinardja, SpAn, KIC selaku Kepala Bagian/SMF
Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana,
penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat setinggi-tingginya atas
bimbingan, dorongan, inspirasi, dan motivasi yang telah diberikan selama penulis
mengikuti program pendidikan dokter spesialis ini.
Kepada dr. Ida Bagus Gde Sujana, SpAn, M.Si selaku Sekretaris Bagian/SMF
Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana,
penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat setinggi-tingginya atas
bimbingan dan semangat yang telah diberikan selama penulis mengikuti program
pendidikan dokter spesialis ini.
Kepada Prof. Dr. dr. Made Wiryana, SpAn, KIC, KAO selaku Ketua Program
Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif dan Pembimbing I tesis ini, penulis
mengucapkan terima kasih dan rasa hormat setinggi-tingginya atas keteladan dan
bimbingan yang telah diberikan selama penulis menyelesaikan tesis dan
menempuh program pendidikan dokter spesialis ini.
Kepada dr. I Made Gede Widnyana, SpAn, MKes, KAR selaku Sekretaris
Program Studi Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif dan Pembimbing II tesis ini,
penulis mengucapkan terima kasihdan rasa hormat setinggi-tingginya atas
bimbingan, terobosan, perubahan, dan motivasi yang telah diberikan selama
penulis menempuh program pendidikan dokter spesialis ini.
Kepada Dr. dr. I Putu Pramana Suarjaya, SpAn, M.Kes, KMN, KNA selaku
Ketua Litbang Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, penulis mengucapkan
terima kasih dan rasa hormat setinggi-tingginya atas bimbingan, masukan, dan
motivasi yang telah diberikan selama penulis menyelesaikan tesis dan menempuh
program pendidikan dokter spesialis ini.
Kepada semua guru penulis di Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif,
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana: dr. I Wayan Sukra, SpAn, KIC; dr.
Gde Mangku, SpAn, KIC (alm); dr. I Made Subagiartha, SpAn, KAKV, SH; dr. I
Gusti Putu Sukrana Sidemen, SpAn, KAR; Dr. dr. I Wayan Suranadi, SpAn,
KIC;dr. I Gede Budiarta, SpAn, KMN; dr. Tjokorda Gde Agung Senapathi, SpAn,
KAR; dr. Putu Agus Surya Panji, SpAn, KIC; dr. I Wayan Aryabiantara, SpAn,
KIC; dr. I Ketut Wibawa Nada, SpAn, KAKV; dr. Dewa Ayu Mas Shintya Dewi,
SpAn; dr. I Gusti Ngurah Mahaalit Aribawa, SpAn, KAR; dr. I.G.A.G Utara
Hartawan, SpAn, MARS; dr. Pontisomaya Parami, SpAn, MARS; dr. I Putu
Kurniyanta, SpAn; dr. Kadek Agus Heryana Putra, SpAn; dr. Cynthia Dewi
Sinardja, SpAn, MARS; dr. Made Agus Kresna Sucandra, SpAn; dr. Ida Bagus
Krisna Jaya Sutawan, SpAn, M.Kes; dr. Tjahya Aryasa EM, SpAn penulis
haturkan hormat yang setinggi-tingginya, penghargaan dan terima kasih yang
sebesar-besarnya atas semua bimbingan, nasehat, dan dukungannya tanpa
mengenal waktu yang telah diberikan selama menjalani program pendidikan
dokter spesialis ini.
Kepada semua senior dan rekan-rekan residen anestesi, penulis mengucapkan
terima kasih atas bantuan dan kerja sama yang baik selama penulis menjalani
program pendidikan dokter spesialis ini.
Kepada Ibu Ni Ketut Santi Diliani, SH dan seluruh staf karyawan di
Bagian/SMF Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif, penulis mengucapkan terima
kasih atas semua bantuannya selama menjalani program pendidikan dokter
spesialias ini, kepada semua karyawan, segenap penata anestesi, dan paramedis
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu selama proses
pendidikan ini.
Kepada dr.I Wayan Gede Artawan Eka Putra, M.Epid selaku pembimbing
statistik,penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kesediaan dan
kesabarannya meluangkan banyak waktu dan pikiran membimbing, mengajarkan,
dan mengoreksi statistik untuk penelitian ini.
Tidak lupa penulis ucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
seluruh pasien atas kerja sama dan ilmu yang tak ternilai harganya, baik dalam
pendidikan maupun penelitian yang penulis lalui selama ini.
Sembah bakti dan ras terima kasih yang tak terhingga penulis sembahkan
kepada ayahanda tercinta I Gusti Putu Suratha, Ibunda tercinta Dra. Gusti Ayu
Putu Yuliartini istri tercinta dr. Putu Erika Paskarani, S.Ked, dan ananda tersayang
I Gusti Agung Agastya Putra Arimbawa, yang dengan sabar telah mendampingi
penulis, dengan penuh pengorbanan, perjuangan, dan selalu memberikan doa,
dorongan, serta semangat selama penulis menjalani program pendidikan dokter
spesialis sampai akhirnya bisa menyelesaikan penyusunan tesis ini.
Akhir kata penulis haturkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang
Hyang Widhi Wasa, semoga selalu memberikan berkat dan rahmat-Nya kepada
semua pihak yang telah membantu pendidikan dan penyusunan tesis ini, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Om Shanti, Shanti, Shanti, Om
ABSTRAK
PEMBERIAN EFEDRIN 50 MCG/KGBB INTRAVENA PRAINDUKSI
DAPAT MENURUNKAN INTENSITAS NYERI DAN MENJAGA
FLUKTUASI HEMODINAMIK PASCAPEMBERIAN PROPOFOL
INTRAVENA
Propofol adalah salah satu obat yang paling umum digunakan untuk induksi
anestesi. Dosis induksi propofol dapat menyebabkan perubahan hemodinamik
seperti hipotensi dan bradikardi. Nyeri pada injeksi adalah efek samping lain dari
propofol. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek efedrin
50mcg/kbBB pada status hemodinamik dan intensitas nyeri pasca pemberian
propofol intravena.
Penelitian ini adalah suatu uji klinis eksperimental paralel.Penapisan subyek
menggunakan teknik consecutive samplingdan sebanyak 46 subyek dialokasikan
ke dalam kelompok E (efedrin) dan S (salin normal) masing-masing terdiri dari 23
subyek, menggunakan permuted block randomization tersamar ganda.Dilakukan
pemasangan kateter vena 18G pada pembuluh darah distal tangan kanan atau kiri
subyek.10ml/kg Ringer Laktat diberikan sebelum perlakuan pada masing-masing
kelompok. Dilakukan pengukuran status hemodinamik baseline (TDS, TDD, TAR
danDJ).Kemudian, pasien menerima salah satu perlakuan : 5ml saline atau
50mcg/kg efedrin yang diencerkandengan dengan larutan salin hingga volume
5ml. Setelah 30detik semua pasien diberikan 2,5mg/kg propofol dengan kecepatan
pemberian 1ml/detik. Pasien diminta untuk mengevaluasi nyeri. Profil
hemodinamik diperiksa pada 1menit, 3 menit dan 5 menit setelah induksi.
Efedrin mengurangi nyeri pasca pemebrian propofol intravena. Insiden nyeri
sedang hingga berat 7,8% pada kelompok efedrin dan 78,3% pada kelompok
salin. Tekanan arteri rerata secara signifikan lebih tinggi pada kelompok efedrin
padamenit pertama, ketiga dan kelima pascainduksi. Denyut jantung secara
signifikan lebih tinggi pada kelompok efedrin pada menit pertama dan ketiga
pascainduksi. Tidak ada perbedaan denyut jantung dimenit kelima pascainduksi.
Efedrin dapat mengurangi intensitas nyeri dan dapat menjaga stabilitas
hemodinamik pasca pemberian propofol
Kata kunci: Efedrin, Propofol, Nyeri, Hemodinamik
ABSTRACT
INTRAVENOUS EPHEDRINE 50 MCG/KGBW PREINDUCTION
REDUCE THE INTENSITY OF PAIN AND KEEP THE STABILTY OF
THE HEMODYNAMIC AFTER 2.5 MG/KGBW OF INTRAVENOUS
PROPOFOL
Propofol is one of the drugs most commonly used during induction of
anesthesia. The induction dose of propofol can lead to hemodynamic change such
as hypotension and bradycardia. Pain on injection is another side effect of
propofol. The purpose of this study was to evaluate the effect of ephedrine 50 mch
on hemodynamic status and pain on injection of propofol compared to placebo.
This study was an experimental parallel clinical trial. Subjects was screened
using a consecutive sampling technique, total of 46 subjects were allocated to
group E (ephedrine) and S (normal saline) using a permuted block randomization
double-blind. G18 IV catheter inserted in to the distal part of left or ringht of the
patient. 10 ml/kg of ringer lactate was administered from each cannulas. The
baseline of hemodynamic profile was measured (SBP, DBP, MAP and HR). Then,
patients received either of these pretreatment : 5 ml of saline (group S); 50 mcg/kg
then dilute in saline until the volume were 5 ml. after 30 seconds all patient wrer
administered 2,5 mg/kg of propofol with a rate of 1 ml/second. The patients were
asked to evaluate the pain score (verbal rating scale and face pain scale).
Hemodynamic profile were measured at 1 minute, 3 minute and 5 minute
postinduction.
Ephedrine reduced the pain on injection of propofol. Incidence of moderate
to severe pain 8.7% in Ephedrine group compared to 78,3% in saline group. Mean
arterial pressure and heart rate were significantly higher in ephedrine group at the
first, third and fifth minutes after the induction. The heart rate were significantly
higher in ephedrine group at the first and third minutes. There are no differences
in heart rate in the fifth minutes after induction.
ephedrine reduce the intensity of pain on injection of propofol and attenuate
mean arterial pressure and heart rate reduction after induction using propofol.
Key word :Ephedrine, Propofol, Pain, Hemodynamics
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM .................................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT......................................................... v
UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................. vi
ABSTRAK ............................................................................................................ xii
ABSTRACT ......................................................................................................... xiii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiv
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xviii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xx
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG....................................................... xxi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 5
1.3Tujuan Penelitian .................................................................................. 5
1.3.1 Tujuan umum ............................................................................. 5
1.3.2 Tujuan khusus ............................................................................ 6
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 6
1.4.1 Manfaat akademis..................................................................... 6
1.4.2 Manfaat praktis .......................................................................... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................... 7
2.1 Propofol................................................................................................ 7
2.1.1 Farmakologi Klinik Propofol…………………….…………..9
2.1.2 Efek Pada Sistem Organ……………………………………..11
2.2 Nyeri Propofol……………………………………………………….15
2.2.1 Tanda Klinis dan Kejadian…………………………………..15
2.2.2 Mekanisme…………………………………………………..16
2.2.3 Teknik Untuk Menurunkan Kejadian nyeri ............................ 17
2.2.3 Obat untuk Mengurangi Nyeri Propofol ................................. 20
2.3 Efedrin............................................................................................... 23
2.3.1Farmakologi Klinik Efedrin ..................................................... 25
2.3.2 Efedrin Menurunkan Nyeri Propofol ...................................... 31
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS
PENELITIAN ......................................................................................... 33
3.1 Kerangka Berpikir ............................................................................. 33
3.2 Konsep Penelitian ............................................................................. 35
3.3 Hipotesis Penelitian .......................................................................... 36
BAB IV METODE PENELITIAN ....................................................................... 37
4.1 Rancangan Penelitian ........................................................................ 37
4.2Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 39
4.3 Ruang Lingkup Penelitian................................................................. 39
4.4 Penentuan Sumber Data .................................................................... 39
4.4.1 Populasi target ......................................................................... 39
4.4.2 Populasi terjangkau ................................................................. 40
4.4.3 Populasi sampel ...................................................................... 40
4.4.4 Jumlah sampel ......................................................................... 41
4.4.5 Teknik pengambilan sampel dan randomisasi ........................ 43
4.5 Variabel Penelitian ............................................................................ 43
4.5.1 Identifikasi variabel ................................................................ 43
4.5.2 Definisi operasional variabel .................................................. 44
4.6 Bahan Penelitian ............................................................................... 47
4.7 Instrumen Penelitian ......................................................................... 48
4.8 Prosedur Penelitian ........................................................................... 49
4.8.1 Cara kerja ................................................................................ 49
4.8.2 Alur penelitian ........................................................................ 54
4.9 Analisis Statistik ............................................................................... 55
4.9.1 Uji normalitas data .................................................................. 55
4.9.2 Perbandingan karakteristik sampel ......................................... 55
4.9.3 Perbandingan intensitas nyeri ................................................. 56
4.9.4 Perbandingan fluktuasi hemodinamik .................................... 56
BAB V HASIL PENELITIAN ............................................................................. 57
5.1 Karakteristik Sampel Penelitian ........................................................ 57
5.2 Efektifitas Efedrin Intravena Mengurangi Intensitas Nyeri Pasca
Pemberian Propofol intravena ......................................................... 59
5.3 Efektifitas Efedrin 50 mcg/kgBB Intravena dalam Menjaga
Fluktuasi Hemodinamik Pasca Pemberian Propofol Intravena ....... 61
5.3.1 Tekanan Arteri Rerata ............................................................. 61
5.3.2 Denyut Jantung ....................................................................... 64
BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................................ 68
6.1 Efedrin Menurunkan Intensitas Nyeri Pasca Pemberian Propofol
Intravena .......................................................................................... 69
6.2 Efedrin untuk Menjaga Stabilitasi Hemodinamik Pascainduksi
Propofol 2,5 mg/kgBB ..................................................................... 72
6.2.1 Tekanan Arterial Rerata ...................................................... 72
6.2.2 Denyut Jantung .................................................................... 74
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 77
7.1 Simpulan .......................................................................................... 78
7.2 Saran ................................................................................................. 78
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 79
LAMPIRAN .......................................................................................................... 86
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 5.1 Karakteristik Sampel Penelitian Berdasarkan Kelompok
Perlakuan .............................................................................................. 58
Tabel 5.2 Intensitas Nyeri ..................................................................................... 59
Tabel 5.3 Intensitas Nyeri ..................................................................................... 59
Tabel 5.4Perbandingan Rerata Tekanan Arteri Rerata pada Masing-masing
Periode Pengukuran ............................................................................. 62
Tabel 5.5 Perbandingan Rerata Persentase Perubahan TAR pada Masing-
masing Periode Pengukuran ................................................................. 63
Tabel 5.6,Perbandingan Rerata Denyut Jantung Pada Masing-masing
Periode Pengukuran .............................................................................. 65
Tabel 5.7, Perbandingan Rerata Persentase Perubahan Denyut Jantung
Pada Masing-masing Periode Pengukuran ........................................... 66
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Struktur kimia propofol ..................................................................................... 8
2.2 Struktur kimia efedrin ..................................................................................... 24
3.1 Bagan Kerangka Konsep .................................................................................. 35
4.1Bagan rancangan penelitian .............................................................................. 36
4.2Bagan alur penelitian......................................................................................... 54
5.1 Fluktuasi TAR pada periode waktu baseline, menit pertama, menit ketiga
dan menit kelima ............................................................................................. 63
5.2 Fluktuasi Denyut Jantung ................................................................................ 66
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Rincian Informasi ....................................................................................... 86
2. Persetujuan Uji Klinis ................................................................................ 88
3. Lembar Penelitian ...................................................................................... 89
4. Data Penelitian .......................................................................................... 91
5. Analisis Statistik ....................................................................................... 93
6. Keterangan Kelaikan Etik ........................................................................ 127
7. Surat Ijin Penelitian .................................................................................. 128
8. Keputusan Rektor Universitas Udayana .................................................. 129
DAFTAR SINGKATAN
ASA : American Society of Anesthesiologist.
BB : berat badan.
cAMP : cyclic adenosine monophosphat.
DJ : Denyut jantung.
dkk. : dan kawan-kawan..
G : gauge.
IBS : Instalasi Bedah Sentral.
ICU : Intensive Care Unit.
IM : intramuskular.
IMT : Indeks Massa Tubuh.
IV : intravena.
kg/m2 : kilogram per meter persegi.
KTP : Kartu Tanda Penduduk.
LMA : Laryngeal Mask Airway..
LCT : Long Chain Trigliseride
MCT/LCT : Medium Chain Trigliseride/Long Chain Trigliseride
MAO : monoamin oksidase.
mcg/kgBB : microgram per kilogram berat badan.
mg : miligram.
mg/kgBB : miligram per kilogram berat badan.
mL : mililiter.
N2O : nitrous oxide.
NaCl 0,9% : Natrium Chloride 0,9%
ng/mL : nanogram per mililiter.
O2 : Oksigen.
RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat.
RL : Ringer Laktat
SD : Standard Deviation.
SIM : Surat Ijin Mengemudi.
TAR : Tekanan Arterial Rerata.
TB : tinggi badan.
UGD : Unit Gawat Darurat.
Vd : Volume distribusi.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Propofol adalah obat anestesi yang banyak digunakan baik oleh ahli anestesi,
dokter intensif dan dokter umum yang bertugas di bagian emergensi. Propofol
memiliki mula kerja yang cepat, waktu kerja yang pendek dan efek samping yang
relatif rendah namun sering menimbulkan nyeri saat penyuntikan selama proses
induksi anestesia.
Angka insiden terjadinya nyeri pasca penyuntikan propofol intravena antara
40% hingga 86%. Nyeri yang digambarkan sebagai nyeri tajam atau terbakar
hingga nyeri berat. Tingginya insiden nyeri saat penyuntikan intravena yang
dihubungkan dengan formula tradisional propofol telah dimasukkan sebagai
peringkat ketujuh masalah anestesi modern (Marcario 1999).
Sampai saat ini mekanisme propofol menyebabkan nyeri pasca penyuntikan
intravena masih belum jelas. Propofol merupakan bagian dari kelompok fenol
yang secara langsung dapat mengiritasi kulit, membrane mukosa dan intima dari
pembuluh darah yang akan dengan cepat menstimulasi ujung saraf bebas yang
akhirnya menimbulkan respon nyeri (Ambesh SP, 1999).
Ohmiso H, 2005, dalam penelitiannya mengungkapkan terdapat peningkatan
yang signifikan kadar bradikinin darah setelah pemberian propofol intravena,
Klemen W (1991), mengungkapkan konsentrasi propofol bebas dalam plasma dan
aktivasi sistem enzimatik kinin-kalikrein diasosiasikan dengan intensitas nyeri
selama penyuntikan propofol intravena. Ambesh (1999) mengungkapkan
konsentrasi propofol yang bebas (tidak terikat oleh air) berhubungan dengan nyeri
saat injeksi propofol intravena, akibat dari efek tidak langsung propofol pada
endotel pembuluh darah yang mengaktivasi sistem kinin-kalikrein dan pelepasan
bradikinin menyebabkan dilatasi pembuluh darah, hiperpermeabilitas yang
berakibat peningkatan kontak antara propofol dengan ujung saraf bebas yang
menyebabkan nyeri pasca penyuntikan propofol intravena.
Propofol dapat menyebabkan suatu kondisi hipotensi dan penurunan laju
jantung serta curah jantung yang diikuti oleh suatu penurunan nilai parameter
kardiovaskular di bawah nilai baseline. Efek hipotensi yang ditimbulkan oleh
propofol menunjukkan terjadinya suatu penurunan resistensi vaskular sistemik
atau curah jantung yang disebabkan oleh terjadinya kombinasi antara vasodilatasi
arteri dan vena, gangguan mekanisme baroreflek dan penurunan kontraktilitas
miokardium. Inhibisi sistem saraf simpatis menjelaskan suatu efek perubahan
pada kardiovaskular yang dipicu oleh pemberian propofol, serta adanya pengaruh
langsung terhadap vasodilatasi dan efek inotropik negatif juga sedikit
mempengaruhinya.
Beberapa metoda telah digunakan untuk mengurangi efek samping nyeri
yang ditimbulkan oleh propofol sedangkan untuk mengatasi ketidakstabilan
hemodinamik belum terdapat konsensus yang pasti. Beberapa metoda yang telah
dilakukan untuk mengurangi nyeri setelah pemberian propofol intravena
diantaranya adalah dengan mendinginkan, menghangatkan atau mengencerkan
cairan propofol, penyuntikan propofol pada vena-vena besar, mengatur kecepatan
penyuntikan, sebelum penyuntikan propofol dilakukan pemberian obat seperti
lidokain, ketamin, opioid, metoclopramide, atau thiopental. Meskipun obat-obatan
diatas dipercaya dapat mengurangi rasa nyeri namun belum ada yang dapat
menghilangkan rasa nyeri secara total.
Lidokain merupakan obat yang paling sering digunakan untuk mengurangi
kejadian nyeri pascapemberian propofol intravena. Lee P (2004), pada
penelitiannya mengungkapkan pemberian lidokain lebih baik jika dalam
pemberiannya dicampur dalam emulsi propofol dibandingkan jika diberikan
sebelum pemberian propofol intravena dan dosis yang direkomendasikan adalah
40 mg.
Masaki (2003) dalam penelitiannya mengungkapkan penambahan lidokain
20-40 mg pada propofol 200 mg dapat menimbulkan droplet minyak yang
menyatakan bahwa larutan tidak kompatibel secara fisika-kimia. Meskipun secara
klinis tidak ada bukti terjadinya komplikasi berupa emboli paru setelah pemberian
lidokain yang dicampur dengan propofol, disarankan untuk menghindari untuk
penggunaan klinis campuran propofol 1% 20 ml dengan lidokain lebih dari 20 mg,
kecuali jika diberikan segera setelah campuran obat dibuat.
Sharifnia (2013) dalam penelitiannya mengungkapkan terdapat penurunan
tekanan darah sistolik, diastolik dan frekuensi jantung setelah pemberian induksi
dengan propofol dicampur dengan lidokain, penurunan tekanan darah sistolik,
diastolik dan frekuensi jantung pada pemberian propofol dicampur dengan
lidokain sama dengan pemberian propofol tanpa dicampur dengan lidokain.
Pemberian obat golongan opioid juga sering menjadi pilihan untuk
mengurangi nyeri akibat pemberian propofol intravena. Picard dan Tramer (2000)
dalam penelitiannya mengungkapkan petidin merupakan opioid yang dapat
mengurangi nyeri pasca penyuntikan propofol lebih baik jika dibandingkan
dengan pemberian fentanyl maupun alfentanyl. Sedangkan Saadawy (2007)
mengungkapkan reaksi hipersensitifitas akibat penggunaan pethidine untuk
mengurangi nyeri pascapemberian propofol intravena mencapai angka 40%.
Berdasarkan pada hasil penelitian-penelitian diatas, masih diperlukan
alternatif obat lain yang dapat untuk mengurangi insiden nyeri dan dapat untuk
menjaga kestabilan hemodinamik pascapemberian propofol intravena. Efedrin
merupakan salah satu alternatif obat untuk hal tersebut.
Efedrin merupakan simpatomimetik yang sering dipilih digunakan untuk
meningkatkan tekanan darah sistemik yang terjadi akibat blokade yang dihasilkan
oleh anestesi regional atau hipotensi berhubungan dengan anestesi inhalasi atau
intravena. Penggunaan efedrin untuk mengurangi insiden nyeri pascapemberian
propofol intravena masih jarang dilakukan (Stoelting, 2007).
Greenberg (1991) mengungkapkan bradikinin menginhibisi keluarnya
norepinephrine dari ujung saraf simpatis yang menginervasi arteri pulmonalis dan
mesenterika pada anjing. Cheong Mi (2002) dalam penelitiannya
mengungkapkan pemberian efedrin dengan dosis 30 mcg/kgBB hingga 70
mcg/kgBB dapat menurunkan kejadian nyeri pascapemberian propofol intravena.
Propofol juga menyebabkan hipotensi setelah pemberian induksi intravena
Menurut Aun dan Major (1984), pada kondisi tanpa disertai penyakit
kardiovaskular, dosis induksi 2-2,5 mg/kgBB menyebabkan penurunan tekanan
darah sistolik sebesar 25 sampai 40%. Begitu juga tampak pada tekanan arterial
rerata dan tekanan darah diastolik. Reich dkk. (2005) mendapatkan 9% pasien
mengalami hipotensi berat 0 sampai 10 menit setelah induksi anestesi umum.
Efedrin searing digunakan sebagai obat untuk meningkatkan tekanan darah
akibat pemberian propofol. Duta V (2012) dalam penelitiannya mengungkapkan
pemberian efedrin 0,2 mg/kgBB secara signifikan dapat mencegah penurunan
tekanan darah setelah pemberian propofol dibandingkan dengan pemberian cairan
kristaloid 20 ml/kg 15 menit sebelum induksi propofol.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah pemberian efedrin 50 mcg/kgBB intravena prainduksi dapat
mengurangi intensitas nyeri pascapemberian propofol intravena?
2. Apakah pemberian efedrin 50 mcg/kgBB prainduksi dapat menjaga
stabilitas hemodinamik pascapemberian propofol intravena?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mencari alternatif obat untuk mengurangi intensitas nyeri dan dapat
menjaga stabilitas hemodinamik pascapemberian induksi propofol
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Untuk mengetahui efektifitas efedrin 50 mcg/kgBB intravena dalam
mengurangi intensitas nyeri pascapemberian propofol intravena
2. Untuk mengetahui efektifitas efedrin 50 mcg/kgBB intravena dalam
menjaga stabilitas hemodinamik pascapemberian propofol intravena.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Klinis
Efedrin diharapkan dapat mengurangi efek nyeri setelah penyuntikan
propofol intravena serta dapat menjaga stabilitas hemodinamik pascapemberian
propofol intravena, sehingga efedrin dapat dijadikan sebagai alternatif obat
intravena untuk menurunkan intensitas nyeri dan menjaga stabilitas hemodinamik
pascapemberian propofol intravena.
1.4.2 Manfaat Pendidikan
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat melengkapi dan mengembangkan
hasil penelitian-penelitian terdahulu serta dapat menjadi rujukan atau acuan untuk
penelitian-penelitian selanjutnya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Propofol
Propofol (2,6-diisopropylfenol) terdiri dari sebuah cincin fenol dengan dua
kelompok isopropil yang berikatan (Gambar 2.6). Propofol tidak larut dalam air,
tetapi tersedia sediaan larutan 1 % (10 mg/mL) untuk pemberian intravena,
sebagai emulsi minyak dalam air yang mengandung minyak kedelai, gliserol, dan
lesitin telur. Riwayat alergi telur bukan merupakan kontraindikasi pemakaian
propofol karena sebagian besar alergi telur melibatkan reaksi terhadap putih telur
(albumin telur), sedangkan lesitin telur diekstraksi dari kuning telur. Formulasi ini
dapat menyebabkan nyeri selama suntikan (jarang terjadi terjadi pada pasien-
pasien yang lebih tua) yang dapat dikurangi dengan suntikan awal dengan lidokain
atau dengan pencampuran lidokain dengan propofol sebelum suntikan (2 mL
lidokain 1% dalam 18 mL propofol) (Morgan dkk., 2006).
Formulasi propofol ini dapat mendukung pertumbuhan bakteri, sehingga
teknik sterilitas yang baik harus dilakukan selama persiapan dan penyimpanannya.
Pemberian propofol harus sudah dilakukan dalam 6 jam setelah membuka ampul.
Formulasi propofol yang ada saat ini berisi 0,005% disodium edetate atau 0,025%
sodium metabisulfite untuk membantu memperlambat tingkat pertumbuhan dari
bakteri, meskipun demikian, produk tahan bakteri ini masih belum berdasarkan
standar United States Pharmacopeia (USP) (Morgan dkk., 20a06).
Gambar 2.1 Struktur kimia
propofol (Dikutip dari Morgan dkk.,
2006)
Biokimia
Propofol (C12H18O), merupakan golongan fenol yang memiliki sifat stabil
secara kimia dan memiliki efek biotoksisitas yang lebih rendah dibandingkan
dengan golongan fenol yang lain. Namun, seperti sebagian besar golongan fenol,
propofol dapat mengiritasi kulit dan membrane mukosa. Propofol tidak larut
dalam air, yang merupakan alasan sediaan komersial yang tersedia berupa emulsi
lipid isotonik bukan buffer dengan rentang pH 6,0-9,0 (Tan, 1998)
Sediaan
Propofol pada konsentrasi 10-20 mg/ml secara tradisional telah
diformulasikan dalam emulsi lemah yang mengandung 10% LCT minyak kedelai,
tetapi sejak 1995, propofol juga tersedia secara komersial dalam formula
MCT/LCT yang 26-40% lebih rendah kandungannya dibandingkan formula LCT,
menyebabkan penurunan 0,2-0,14% dari total konsentrasi (Babl 1995, Yamakage
2005). Memodifikasi komposisi lemak emulsi tidak memiliki efek pada
pharmakokinetik dan efikasi propofol (doenicke 1997). Meskipun konsentrasi
tigliserida plasma menurun selama sedasi tidak berbeda antara emulsi propofol
LCT dan MCT/LCT, terdapat tendensi elimiasi tigliserida yang lebih cepat pada
pemberian formula MCT/LCT dibandingakan LCT (Theilen 2002).
Cara Menyiapkan
Propofol harus disiapkan secara asepsis untuk penggunaan segera, untuk
mencegah proliferasi mikrobakteri yang cepat setelah kontaminasi bakteri
(McHugh 1995). Aktivitas antimikroba dari anestesi lokal yang ditambahkan pada
emulsi propofol sebelum pemberian untuk menurunkan nyeri pada tempat injeksi
hanya akan membatasi namun tidak mencegah pertumbuhan mikroba pada
membrane sel (Ohsuka 1991, Ozer 2002).
Farmakokinetik
Konsentrasi propofol dalam darah meningkat dengan cepat setelah pemberian
bolus intravena sedangkan peningkatan konsentrasi cerebral lebih lambat. Waktu
untuk mencapai efek penurunan kesadaran/tidak sadar ditentukan oleh dosis total
yang diberikan
2.1.1 Farmakologi Klinik Propofol
Propofol merupakan obat anestesi intravena yang paling sering digunakan
saat ini, baik untuk induksi dan pemeliharaan anestesi maupun untuk sedasi di
dalam dan di luar ruang operasi. Propofol digunakan secara luas dalam bidang
kedokteran karena efeknya yang menguntungkan bagi pasien-pasien yang
menjalani pemulihan anestesia dan insiden mual dan muntahnya yang kecil
(Smith dkk., 1994).
Propofol memberikan mula kerja dan akhir kerja yang cepat serta memiliki
efek antiemetik (Reves dkk., 2005). Daya larut lipidnya yang tinggi menyebabkan
mula kerja yang hampir secepat thiopental (one-arm-to-brain circulation time).
Membangunkan pasien setelah dosis bolus tunggal propofol juga cepat karena
waktu paruh distribusi awal yang sangat singkat (2-8 menit). Sebagian besar
peneliti meyakini pemulihan dari propofol lebih cepat dan disertai dengan rasa
tidak nyaman yang lebih sedikit dibandingkan pemulihan dari metoheksital,
thiopental, ataupun etomidat. Hal ini membuatnya sebagai suatu obat yang baik
untuk pasien anestesi rawat jalan (Morgan dkk., 2006).
Dosis induksi yang lebih kecil direkomendasikan pada pasien-pasien lanjut
usia oleh karena volume distribusi (Vd) mereka yang lebih kecil. Wanita bisa
memerlukan dosis propofol yang lebih besar daripada laki-laki dan pemulihan
kesadarannya lebih cepat (Morgan dkk., 2006). Pada tahun 1981, Major dkk.
meneliti 3 dosis induksi anestesia propofol (1,5, 2,0 dan 2,5 mg/kgBB) pada
wanita sehat yang menjalani tindakan ginekologi singkat. Mereka menemukan
bahwa 3 pasien dengan dosis 1,5 mg/kgBB dan satu pasien dengan dosis 2
mg/kgBB tidak mengalami kehilangan kesadaran, namun semua pasien
mengalami kehilangan kesadaran dengan dosis 2,5 mg/kgBB. Durasi rata-rata
untuk mulainya kehilangan kesadaran adalah 47,4 detik pada kelompok 1,5
mg/kgBB, 39,9 detik pada kelompok 2 mg/kgBB dan 38,2 detik pada kelompok
2,5 mg/kgBB. Insiden apneu yang tampak nyata secara klinis adalah 4, 7 dan 12
pasien pada masing-masing kelompok 1,5, 2, 2,5 mg/kgBB. Perubahan
kardiovaskular yang tergantung dosis meliputi penurunan tekanan arterial dan
peningkatan denyut jantung.
2.1.2 Efek Pada Sistem Organ
Kardiovaskular
Efek mayor propofol terhadap sistem kardiovaskular adalah penurunan
tekanan darah arteri akibat penurunan drastis tahanan pembuluh darah sistemik
(inhibisi aktivitas vasokonstriktor simpatik), kontraktilitas jantung, dan preload.
Hipotensi yang terjadi lebih berat dibandingkan dengan thiopental, tetapi
umumnya dipulihkan oleh rangsangan akibat laringoskopi dan intubasi.
Propofol dapat diberikan pada pasien dengan penyakit jantung koroner
dengan monitoring dan supervisi ketat. Dosis induksi normal akan menurunkan
tekanan darah sistolik (Coates 1985) dengan efek bervariasi pada laju denyut
jantung dan juga dapat menurunkan curah jantung (Coates 1987). Propofol juga
pernah dilaporkan mempengaruhi reflek baroreseptor yang dapat menyebabkan
penurunan laju denyut jantung selain menurunkan tekanan darah sistolik (Cullen
1987) dan memiliki efek minimal pada fungsi dan hepar (Robinson 1985, Stark
1985). Faktor-faktor yang memperburuk hipotensi antara lain dosis pemberian
yang besar, suntikan cepat, dan umur tua. Propofol dengan jelas mengganggu
respon normal baroreflek arterial terhadap hipotensi, khususnya pada keadaan
normokarbia atau hipokarbia (Morgan dkk., 2006).
Induksi anestesia dengan propofol telah menunjukkan efek terhadap
hemodinamik yang poten, yang didominasi oleh hipotensi (Singh, 2005). Induksi
anestesia dengan propofol sering disertai dengan penurunan tekanan darah arterial
dan denyut jantung yang signifikan (Monk dkk., 1987; Claeys dkk., 1988; Hug
dkk., 1993). Diperkirakan terdapat beberapa mekanisme yang mendasarinya,
yakni depresi miokard dan penurunan after load atau preload (Lepage dkk., 1991;
Muzi dkk., 1992). RSI dengan propofol menyebabkan penurunan tekanan darah
yang signifikan dan beberapa penulis menyarankan pemberian loading cairan
Ringer Laktat praoperatif untuk melawan hipotensi yang disebabkan oleh propofol
tanpa menyebabkan peningkatan tekanan darah sama sekali (El-Beheiry dkk.,
1995).
Waktu paling kritis terjadinya bradikardia dan hipotensi saat anestesia adalah
segera setelah induksi dan sebelum intubasi trakeal, saat tercapainya efek puncak
obat-obat induksi anestesia dengan stimulasi yang minimal (Masjedi dkk, 2014).
Penurunan drastis preload, yang dapat menyebabkan bradikardia yang
diperantarai oleh refleks vagal, jarang terjadi. Perubahan pada denyut jantung dan
curah jantung biasanya bersifat sementara dan tidak signifikan pada pasien yang
sehat, tetapi dapat berubah menjadi sangat berat sampai terjadi asistole, terutama
pada pasien-pasien dengan usia ekstrim, dalam terapi kronotropik negatif, atau
sedang dalam tindakan operasi yang berhubungan dengan reflek okulokardiak
(Morgan dkk., 2006).
Pasien dengan gangguan fungsi ventrikel dapat mengalami penurunan curah
jantung yang drastis sebagai akibat penurunan tekanan pengisian ventrikel dan
kontraktilitas. Meskipun konsumsi oksigen miokard dan aliran darah koroner
menurun, produksi laktat sinus koroner akan meningkat pada beberapa pasien. Hal
ini mengindikasikan adanya suatu mismatch antara permintaan dan penyediaan
oksigen miokard (Morgan dkk., 2006).
Menurut Aun dan Major (1984), pada kondisi tanpa disertai penyakit
kardiovaskular, dosis induksi 2-2,5 mg/kgBB menyebabkan penurunan tekanan
darah sistolik sebesar 25 sampai 40%. Begitu juga tampak pada tekanan arterial
rerata dan tekanan darah diastolik. Reich dkk. (2005) mendapatkan 9% pasien
mengalami hipotensi berat 0 sampai 10 menit setelah induksi anestesi umum.
Penurunan tekanan arterial berkaitan dengan penurunan curah jantung/indeks
jantung (15%), indeks volume sekuncup (20%), dan tahanan pembuluh darah
sistemik (15-25%) (Prys-Roberts dkk., 1983; Coates dkk., 1987). Indeks kerja
sekuncup ventrikel kiri juga mengalami penurunan (30%) (Claeys dkk., 1988).
Penurunan tekanan darah sistemik setelah dosis induksi propofol tampaknya
disebabkan oleh vasodilatasi dan depresi miokard. Kedua efek tersebut tergantung
pada dosis dan konsentrasi plasma (Pagel dan Warltier, 1993). Efek vasodilatasi
propofol disebabkan oleh penurunan aktivitas simpatis (Ebert dkk., 1992) dan
efek langsung mobilisasi kalsium intraselular otot polos (Xuan dkk., 1996).
Duta V (2012) dalam penelitiannya mengungkapkan pemberian efedrin 0,2
mg/kgBB secara signifikan dapat mencegah penurunan tekanan darah setelah
pemberian propofol dibandingkan dengan pemberian cairan kristaloid 20 ml/kg 15
menit sebelum induksi propofol. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Singh V (2005) yang menyatakan pemberian efedrin 10-20 mg dapat
menumpulkan respon hipotensi yang diakibatkan oleh pemberian bolus induksi
propofol 2 mg/kgBB.
Respirasi
Seperti barbiturat, propofol merupakan suatu depressant pernapasan yang
dalam, yang biasanya menyebabkan apneu setelah dosis induksi. Sebagian besar
studi menunjukkan propofol menyebabkan depresi respirasi yang menurunkan
laju respirasi begitu juga volume tidal (Goodman 1987). Bahkan ketika
digunakan untuk pemberian sedasi dengan dosis subanestesi, propofol
menghambat hypoxic ventilatory drive dan menekan respon normal terhadap
hiperkarbia. Depresi reflek jalan nafas atas yang diinduksi oleh propofol lebih
baik daripada thiopental dan terbukti sangat menolong selama intubasi atau insersi
LMA tanpa pemakaian pelumpuh otot. Meskipun propofol dapat menyebabkan
pelepasan histamin, induksi dengan propofol dapat menyebabkan timbulnya
wheezing pada penderita asma maupun bukan asma, dengan angka kejadian yang
lebih rendah dibandingkan dengan barbiturat atau etomidat, dan hal ini tidak
dikontraindikasikan pada pasien-pasien yang menderita asma (Morgan dkk.,
2006).
Serebral
Seperti barbiturate, propofol terikat dengan reseptor GABA tapi juga
memiliki mekanisme kerja melibatkan berbagai reseptor protein. Efek cerebralnya
adalah hipnotik dan mungkin juga analgetik (Canavero 2004, Zacny 1996). Pada
Pasien dengan patologi intrakranial, propofol seperti kebanyakan agen induksi
anestesi, menurunkan CBF, Meningkatkan CVR dan menurunkan CMRO2
(Vandesteene 1988, Stephan 1987).
Propofol mengurangi aliran darah serebral dan tekanan intrakranial. Pada
pasien-pasien dengan tekanan intrakranial yang meningkat, propofol dapat
menyebabkan penurunan kritis tekanan perfusi serebral (<50 mmHg), kecuali jika
dilakukan tindakan untuk menopang tekanan arterial rerata. Propofol dan
thiopental bisa memberikan derajat proteksi serebral yang sama selama iskemia
fokal.
Yang unik dari propofol adalah efek anti gatalnya. Efek antiemetiknya
(memerlukan konsentrasi propofol 200 ng/mL dalam darah) membuat propofol
sebagai obat yang lebih disukai untuk pasien anestesi rawat jalan. Induksi kadang-
kadang disertai oleh gejala eksitasi seperti kejang otot, gerakan spontan,
opistotonus, atau cegukan, mungkin akibat terjadinya antagonis glisin subkortikal.
Meski reaksi-reaksi ini kadang-kadang bisa menyerupai kejang tonik–klonik,
propofol tampaknya secara predominan memiliki efek anti kejang (dengan kata
lain, menekan lonjakan), yang berhasil digunakan untuk mengakhiri status
epileptikus, dan dapat dengan aman diberikan pada pasien epilepsi. Propofol
menurunkan tekanan intraokular. Toleransi tidak terjadi setelah pemberian
propofol jangka panjang (Morgan dkk., 2006).
2.2 Nyeri Propofol
2.2.1 Tanda Klinis dan Kejadian
Pemberian injeksi propofol intravena menyebabkan nyeri pada tempat
penyuntikan, angka insidennya bervariasi kurang dari 10% pada fossa antecubiti
hingga 90% pada vena di punggung tangan (Scott 1988, Stark 1985, Johnson
1990, McCulloch 1985)
Nyeri sering dilaporkan sebagai nyeri berat hingga nyeri yang tidak bisa
ditoleransi. Angka insiden yang tinggi sering dihubungkan dengan formula LCT
dan telah ditempatkan oleh ahli anestesi sebagai rangking ketujuh masalah
anestesi modern (Marcario, 1999). Angka kejadian thrombosis atau phlebitis
setelah pemberian intravena dilaporkan kurang dari 1% (Stark 1985)
2.2.2 Mekanisme
Mekanisme pasti timbulnya nyeri pada tempat penyuntikan intravena
propofol masih belum diketahui secara pasti. Nyeri vascular segera setelah
penyuntikan propofol intravena sering dihubungkan dengan efek iritasi langsung
obat terhadap pembuluh darah (Tan 1998) dengan menstimulasi reseptor
nosiseptif pada pembuluh darah atau ujung saraf bebas dengan transmisi sentral
impuls saraf oleh serat A delta yang kecil (Erickson 1998). Efek ini mungkin
diasosiasikan dengan konsentrasi propofol bebas (Doenicke 1996).
Nyeri yang disebabkan oleh pemberian propofol diduga diakibatkan oleh
aktivasi sistem kinin dan kalikrein, yang menginduksi dilatasi vena dan
hiperpermeabilitas pembuluh darah yang dapat menyebabkan kontak dengan
ujung saraf bebas di dinding pembuluh darah yang akhirnya menyebabkan nyeri
(Nishiyama 2005). Konsentrasi bradikinin yang tinggi didapatkan pada darah
yang bercampur dengan propofol LCT atau MCT/LCT dibandingkan dengan
darah yang bercampur dengan salin (Ohmizo 2005). Prostanoid yang merupakan
prostaglandine E2, dilepaskan ke plasma setelah pemberian intravena propofol
pada tikus (Ando 2005). Pemberian inhibitor prostaglandin telah dilaporkan dapat
menurunkan kejadian nyeri pada pemberian propofol intravena (Nishiyama 2005).
Faktor yang menentukan intensitas dan kejadian nyeri pasca pemberian
propofol intravena selain konsentrasi propofol bebas juga telah dikemukakan,
seperti umur pasien, tempat penyuntikan, ukuran pembuluh darah vena,
temperature, pH dari sediaan, kecepatan penyuntikan dan cairan yang menyertai.
2.2.3 Teknik untuk Menurunkan Kejadian Nyeri
Modifikasi komposisi obat
Propofol dengan emulsi lemak yang lebih rendah, Ampofol, megandung
minyak kedelai 50% lebih rendah memiliki potensiasi yang baik untuk
kepentingan sedasi intraoperatif tetapi mengakibatkan nyeri yang lebih berat
dibandingkan dengan sediaan LCT (Song, 2004). Penggunaan propofol bebas
lemak, Cleofol, digunakan secara klinis di India menurunkan risiko kontaminasi
bakteri dibandingkan emulsi LCT (Sosis,1993, Ozer, 2002). Penelitian yang
dilakukan oleh Dubey, 2005 menunjukkan insiden nyeri yang lebih tinggi hingga
dua kali dibandingkan dengan sediaan propofol LCT.
Obat baru yang larut air, GPI 15715, dihidrolisis untuk melepaskan propofol,
telah diperiksa keamanannya, tolerabilitas, farmakokinetik dan farmakodinamik
kliniknya dan dilaporkan menyebabkan kejadian nyeri yang lebih rendah
(Fechner, 2003). Dua dari Sembilan subjek penelitian merasakan nyeri terbakar
yang tidak nyaman saat penyuntikan intravena. Propofol dengan partikel lemak
yang lebih kecil, Anepol (Abbot), telah dilaporkan memiliki kejadian nyeri yang
lebih rendah dibandingkan dengan propofol LCT, meskipun tidak terdapat
perbedaan signifikan pada kejadian nyeri berat.
Mendinginkan sediaan
Terdapat penurunan kejadian nyeri pada pemberian sediaan propofol dengan
suhu 40 C (McCrirrick, 2005). Konsentrasi obat bebas pada sediaan MCT/LCT
tidak mengalami perubahan, namun terdapat peningkatan pada sediaan LCT.
Mendinginkan propofol dapat menginhibisi system kinin-kalikrein dan transmisi
nyeri dari ujung saraf bebas. Mendinginkan propofol tidak mempengaruhi
konsentrasi propofol bebas (Yamakage, 2005)
Menghangatkan sediaan
Menghangatkan propofol hingga suhu tubuh sebelum pemberian secara
signifikan menurunkan konsentrasi propofol bebas pada sediaan propofol LCT
maupun MCT/LCT (Yamakage, 2005). Lingkungan yang hangat akan memicu
pertumbuhan bakteri pathogen pada sediaan yang tidak mengandung agen
bakteristatik (Sosis 1993, Sosis 1995). Pada satu studi metaanalisis, baik proses
mendinginkan maupun menghangatkan tidak memiliki efek signifikan pada nyeri
saat penyuntikan propofol intravena (Picard, 2000).
Mengasamkan sediaan
Mengasamkan sediaan propofol dilaporkan menurunkan konsentrasi propofol
bebas dengan efek nyeri yang lebih ringan pada tempat penyuntikan intravena
tanpa adanya penurunan potensi anestesi (Yamakage, 2005).
Dilution of formula
Mengencerkan sediaan
Mengencerkan propofol LCT baik dengan dekstrosa 5% maupun emulsi
lemak 10% menurunkan konsentrasi propofol dan dilaporkan berhubungan
dengan turunnya insiden nyeri pada tempat penyuntikan intravena. Menurunnya
kejadian nyeri setelah pengenceran propofol dihubungkan dengan konsentrasi
propofol bebas yang lebih rendah (Klement, 1991).
Mencampur sediaan dengan darah
Penambahan darah pada emulsi propofol telah dilaporkan sama efektif
dengan penambahan lidokain untuk menurunkan kejadian nyeri pada tempat
penyuntikan intravena (McDonald, 1996)). Penjelasan yang mungkin untuk
keadaan ini adalah kelarutan darah dan lemak menurunkan konsentrasi propofol
bebas atau sebagai larutan penyangga sediaan propofol.
Filtrasi sediaan
Pemberian propofol melalui mikrofilter (0,2 μm) telah dilaporkan dapat
menurunkan insiden dan intensitas nyeri pada tempat penyuntikan intravena
(Davies, 2002). Penggunaan mikrofilter 5 μm tidak menurunkan insiden dan
intensitas nyeri (Hellier, 2003). Mekanisme untuk menjelaskan hal ini mash
belum jelas.
Lokasi penyuntikan
Kejadian nyeri pada injeksi intravena propofol berkisar antara 25-90% pada
vena yang berlokasi pada punggung tangan (Scott 1988,Stark 1985, Johnson 1990,
McCulloch 1985) dan 3-36% pada lokasi yang lebih proksimal pada ekstremitas
atas ((Scott 1988,Stark 1985, Johnson 1990, McCulloch 1985). Menginjeksi
propofol pada vena besar relatif mudah, reliable dan aman untuk menurunkan
insiden nyeri pasca pemberian propofol intravena. Meskipun mekanisme pastinya
belum diketahui, efek dilusi (pengenceran) menyebabkan penurunan kontak antara
endotel dan propofol bebas. Nyeri pada tempat penyuntikan dapat dihindari
dengan baik jika propofol diberikan melalui vena sentral (Sekt, 1999).
Laju pemberian
Pemberian intravena yang perlahan saat induksi anestesi dilaporkan
meningkatkan insiden nyeri setelah pemberian propofol intravena (Scott, 1988),
dan pemberian propofol dengan cepat dilaporkan menurunkan insiden nyeri
(Shimizu, 2005). Penjelasan untuk keadaan ini adalah laju pemberian
berhubungan dengan kecepatan induksi anestesi. Pemberian propofol secarah
perlahan memperpanjang waktu induksi sehingga memicu nyeri pada pasien yang
masih dalam kondisi sadar. Sebaliknya, pemberian intravena yang cepat mungkin
menurunkan risiko nyeri sedang hingga berat sebelum pasien tidak sadar.
2.2.4 Obat untuk mengurangi nyeri propofol
Beberapa upaya telah dilakukan untuk mengurangi atau mencegah nyeri pada
tempat penyuntikan propofol. Beberapa hal yang sering dilakukan adalah dengan
menambahkan obat hipnotik, analgetik, anti inflamasi atau obat anestesi lokal.
Lidokain
Lidokain merupakan obat yang paling sering digunakan untuk mengurangi
kejadian nyeri pasca pemberian propofol intravena. Lee P (2004), pada
penelitiannya mengungkapkan pemberian lidokain lebih baik jika dalam
pemberiannya dicampur dalam emulsi propofol dibandingkan jika diberikan
sebelum pemberian propofol intravena dan dosis yang direkomendasikan adalah
40 mg.
Masaki (2003) dalam penelitiannya mengungkapkan penambahan lidokain
20-40 mg pada propofol 200 mg dapat menimbulkan droplet minyak yang
menyatakan bahwa larutan tidak kompatibel secara fisika-kimia. Meskipun secara
klinis tidak ada bukti terjadinya komplikasi berupa emboli paru setelah pemberian
lidokain yang dicampur dengan propofol, disarankan untuk menghindari untuk
penggunaan klinis campuran propofol 1% 20 ml dengan lidokain lebih dari 20 mg,
kecuali jika diberikan segera setelah campuran obat dibuat.
Sharifnia (2013) dalam penelitiannya mengungkapkan terdapat penurunan
tekanan darah sistolik, diastolik dan frekuensi jantung setelah pemberian induksi
dengan propofol dicampur dengan lidokain, penurunan tekanan darah sistolik,
diastolik dan frekuensi jantung pada pemberian propofol dicampur dengan
lidokain sama dengan pemberian propofol tanpa dicampur dengan lidokain.
Thiopental
Tiopental dapat mengurangi nyeri saat pemberian propofol belum diketahui
dengan jelas namun dapat melibatkan beberapa mekanisme. Pertama, sifat fisik
alkali thiopental dan kelarutannya dalam lemak dapat mengurangi konsentrasi
propofol yang bebas pada tempat penyuntikan (Klement 1991).
Hal kedua, pemberian dosis subanestesi thiopental mungkin menginhibisi
persepsi nyeri (Anker-Moller 1991). Thiopental juga mungkin memblokade
pelepasan bradikinin, yang dapat menyebabkan dilatasi dan hiperpermeabilitas
vena yang memicu paparan propofol bebas terhadap saraf tepi pada endovascular
yang dapat memicu nyeri (Scott, 1988)
Ketamine
Ketamin resemik memiliki efek hipnotik dan analgetik. Angka insiden nyeri
pasca pemberian propofol dapat dikurangi hingga 30% dengan pemberian ketamin
5-10 mg (Koo, 2006). Sebagai antagonis reseptor NMDA tidak kompetitif,
ketamin memblokade reseptor NMDA di sistem saraf pusat dan di perifer. Lebih
lanjut, farmakodinamik ketamin yang dapat menyebabkan pelepasan noradrenalin
dapat juga berperan.
Ketamin diharapkan dapat mengurangi nyeri pasca pemberian propofol
intravena dan dapat menjaga stabilitas hemodinamik karena efek
simpatomimetiknya. Seung W K (2006) pada penelitianya mengungkapkan
ketamin dosis rendah (100 mcg/kgBB) dapat menurunkan insiden nyeri pasca
pemberian propofol secara intravena, namun pada penelitian ini juga disebutkan
terdapat 11 dari keseluruhan 30 sampel yang menerima dosis ketamin 50
mcg/kgBB mengalami sedasi ringan hingga sedang. Kondisi ini dapat
mengaburkan penilaian derajat nyeri pada sampel.
Opioids
Opioid merupakan analgetik yang dimediasi oleh reseptor sentral. Field,
1980, telah mengkonfirmasi bahwa terdapat juga reseptor opiod di perifer.
Pemberian petidin 40 mg dengan penggunaan tourniquet selama 1 menit memilik
efek setara dengan lidokain 60 mg untuk mengurangi nyeri pasca pemberian
propofol (1998). Terdapat efek samping berupa reaksi hipersensitifitas terhadap
pethidin. Sedangakan efek morfin dan fentanyl untuk mengurangi nyeri pasca
pemberian propofol secara statistik tidak signifikan (Wrench 1996).
Pemberian obat golongan opioid juga sering menjadi pilihan untuk
mengurangi nyeri akibat pemberian propofol intravena. Picard dan Tramer (2000)
dalam penelitiannya mengungkapkan petidin merupakan opioid yang dapat
mengurangi nyeri pasca penyuntikan propofol lebih baik jika dibandingkan
dengan pemberian fentanyl maupun alfentanyl. Sedangkan Saadawy (2007)
mengungkapkan reaksi hipersensitifitas pada kulit akibat penggunaan pethidine
untuk mengurangi nyeri pasca pemberian propofol intravena mencapai angka
40%.
Obat Anti Inflamasi Bukan Steroid
Terdapat kontroversi penggunaan NSAID untuk mengurangi nyeri pasca
pemberian propofol karena NSAID sendiri menyebabkan nyeri pada tempat
penyuntikan. Meskipun mekanisme nyeri yang dipicu pemberian propofol masih
belum jelas, kinin mungkin terlibat (scott 1988). Oleh karena itu, NSAID
mungkin mengurangi nyeri dengan cara menginhibisi sintesis prostaglandin dan
atau mempengaruhi kaskade kinin.
2.3 Efedrin
Efedrin merupakan non-katekolamin sintetik yang bekerja tidak langsung
menstimulasi reseptor alfa dan beta adrenergik. Efek farmakologi pada obat ini
berhubungan dengan pelepasan norepinefrin endogen (aksi tidak langsung), tetapi
obat juga memiliki efek stimulan langsung pada reseptor adrenergik (aksi
langsung) (Stoelting dan Hillier, 2006). Struktur kimia efedrin ditunjukkan pada
gambar 2.7.
Gambar 2.2 Struktur kimia efedrin
(Dikutip dari Stoelting dan Hillier, 2006)
Efedrin tahan terhadap metabolisme monoamin oksidase (MAO) di traktus
gastrointestinal, sehingga menyebabkan obat diabsorbsi dalam bentuk tidak
berubah menuju sirkulasi setelah pemberian oral. Injeksi efedrin intramuskular
juga bisa diberikan karena vasokonstriksi lokal yang disebabkan oleh obat ini
tidak cukup kuat untuk memperlambat absorpsi sistemiknya. Lebih dari 40% dari
bolus tunggal efedrin diekskresikan dalam bentuk tidak berubah di urin. Sebagian
efedrin dideaminasi oleh MAO di hati dan juga terjadi konjugasi. Inaktivasi dan
ekskresi efedrin yang lambat menyebabkan durasi kerja yang panjang obat
simpatomimetik ini. Efedrin tidak menyebabkan hiperglikemia seperti epinefrin.
Midriasis terjadi setelah pemberian efedrin dan terjadi pula stimulasi sistem saraf
pusat, meskipun lebih kecil daripada yang dihasilkan oleh amfetamin (Stoelting
dan Hillier, 2006).
2.3.1 Farmakologi Klinik Efedrin
Efedrin merupakan vasopresor yang biasanya digunakan selama anestesia
untuk melawan penurunan tekanan darah arterial dan denyut jantung setelah
anestesi spinal dan epidural (Critchley dkk., 1995). Sebagai vasopresor dan
simpatomimetik, efedrin telah digunakan dengan aman dan efektif, baik untuk
pencegahan maupun pengobatan hipotensi yang disebabkan oleh anestesia,
khususnya anestesia pada obstetri (Cyna dkk., 2006). Obat ini juga dapat
menurunkan respon hemodinamik yang disebabkan oleh pemberian bolus
propofol (Michelsen dkk., 1998; Kasaba dkk., 2000; El-Tahan, 2011). Sebagai
tambahan efek α-vasokonstriktor dan ß-kardiostimulannya, efedrin juga memiliki
keuntungan yaitu durasinya yang singkat, jadi memiliki profil kerja yang serupa
dengan propofol (Singh, 2005).
Berbagai tinjauan sistematis dan meta-analisis telah menunjukkan bahwa
injeksi efedrin profilaksis dapat menurunkan risiko hipotensi sebesar 14-37%
(Macarthur, 2002; Dyer dkk., 2009), saat anestesia spinal pada obstetri yang
menjalani sectio cesarea. Penggunaan profilaksis efedrin dengan dosis besar telah
menunjukkan kegunaannya dalam pengobatan hipotensi yang disebabkan oleh
propofol, namun ini dapat menyebabkan takikardia yang nyata (Michelsen dkk.,
1998) dan hipertensi pada beberapa situasi klinis (Kasaba dkk., 2000). Efedrin
profilaksis telah digunakan untuk mengurangi respon hemodinamik dari propofol
pada pasien-pasien wanita lanjut usia dan ditemukan bahwa dosis 0,1 atau 0,2
mg/kgBB IV secara nyata dapat mengurangi penurunan tekanan darah, namun
tidak satupun dapat meniadakannya sama sekali (Michelsen dkk., 1998).
Bermacam-macam dosis efedrin IV, mulai dari dosis paling rendah 0,03 mg/kgBB
sampai 0,2 mg/kgBB, telah dilaporkan digunakan untuk mencegah hipotensi saat
anestesia (Demirkaya dkk., 2012).
Efedrin dapat diberikan secara bolus tunggal, infus continuous, atau injeksi
intramuskular (Kasaba dkk., 2000; Cyna dkk., 2006; El-Tahan, 2011). Pada orang
dewasa, efedrin diberikan secara bolus 2,5 sampai 10 mg, sedangkan pada anak-
anak diberikan secara bolus 0,1 mg/kgBB. Dosis selanjutnya ditingkatkan sampai
akhir kerja, yakni terjadinya takifilaksis, yang kemungkinan disebabkan karena
berkurangnya cadangan norepinefrin. Efedrin, 10-25 mg IV diberikan kepada
orang dewasa, merupakan simpatomimetik yang sering dipilih digunakan untuk
meningkatkan tekanan darah sistemik yang terjadi akibat blokade yang dihasilkan
oleh anestesi regional atau hipotensi berhubungan dengan anestesi inhalasi atau
intravena (Morgan dkk., 2006).
Pada model binatang, efedrin lebih khusus memperbaiki perubahan sirkulasi
non-kardiak yang disebabkan oleh anestesi spinal dibandingkan dengan apa yang
diakibatkan oleh obat agonis selektif alfa atau beta (Butterworth dkk., 1986). Oleh
karena itu efedrin dijadikan sebagai obat simpatomimetik terpilih pada parturien
yang mengalami penurunan tekanan darah sistemik akibat anestesi spinal atau
epidural. Data-data yang mendukung praktik ini adalah observasi pada biri-biri
betina hamil, yakni aliran darah uterus tidak berubah banyak ketika efedrin
diberikan untuk memulihkan tekanan darah ke normal setelah mengalami blokade
sistem saraf simpatis (McGrath dkk.,1994).
Efedrin umumnya digunakan sebagai vasopresor saat anestesia.
Pemberiannya hanya sementara sedangkan penyebab hipotensinya tetap harus
ditelusuri dan diperbaiki. Tidak seperti α1-agonis kerja langsung, efedrin tidak
menurunkan aliran darah ke uterus. Hal ini menjadikannya sebagai pilihan
vasopresor yang digunakan pada sebagian besar kasus obstetri. Efedrin juga telah
dilaporkan memiliki sifat-sifat antiemetik, khususnya yang berkaitan dengan
hipotensi setelah anestesia spinal. Premedikasi klonidin dapat meningkatkan efek
efedrin (Morgan dkk., 2006).
Arndt JO (1998) dalam penelitiannya mengungkapkan pemberian kristaloid
dengan dosis 250-2000 ml dapat meningkatkan preload dan curah jantung untuk
sementara, namun tidak secara konstan dapat menaikkan tekanan darah arteri atau
mencegah hipotensi. Sedangkan Bugy D, (1997) dalam penelitiannya
menyebutkan pemberian kristaloid dalam jumlah yang banyak (> 1 Liter) tidak
memberikan efek yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian kristaloid
dengan volume kecil ( < 250 ml). Hal ini memerlukan perhatian lebih lanjut pada
pasien dengan gangguan kardiopulmonar.
Ueyama (1999) dalam penelitiannya mengungkapkan pemberian prehidrasi
koloid 500 ml lebih efektif dibandingkan dengan pemberian kristaloid. Hal ini
disebabkan kedapatan koloid dalam meningkatkan tekanan vena sentral dan curah
jantung akibat dari rendahnya redistribusi koloid ke luar pembuluh darah.
Pemberian agen farmakologi lebih efektif dibandingkan dengan pemberian
prehidrasi baik itu dengan kristaloid maupun koloid. Butherworth (1998) dalam
penelitiannya menyebutkan simpatomimetik yang tidak selektif (agonis alfa dan
beta adrenergic) seperti efedrin dapat meningkatkan tekanan darah dengan
meningkatkan curah jantung dan laju denyut jantung dan efek minimal pada
resistensi vascular sistemik. Penggunaan efedrin memberikan efek kardiak yang
lebih dominan seperti takikardia hingga takiaritmia.
Pemberian efedrin dikontraindikasikan pada beberapa keadaan, seperti:
glaukoma sudut tertutup, bisa terjadi eksaserbasi; feokromositoma, dapat
mengakibatkan hipertensi berat; hipertrofi septal asimetris (stenosis sub-aortik
hipertropik idiopatik), karena obstruksi semakin berat dengan meningkatnya
kontraktilitas miokard; pasien yang mendapatkan terapi MAO inhibitor atau
masih dalam 14 hari penghentian terapi tersebut, karena dapat memperpanjang
dan menguatkan efek efedrin pada jantung dan pembuluh darah; pada pasien
dengan psikoneurosis; pada pasien dengan takiaritmia atau ventrikel fibrilasi,
karena dapat mengakibatkan eksaserbasi kondisi ini; dan pada pasien yang
hipersensitif terhadap efedrin. Efedrin hidroklorida juga dikontraindikasikan pada
pasien yang menjalani anestesi umum dengan siklopropan atau halotan atau
hidrokarbon terhalogenasi, karena anestesi dapat meningkatkan iritabilitas jantung
yang dapat menyebabkan aritmia (Stoelting dan Hillier, 2006).
Pada saat diberikan secara intravena, injeksi sebaiknya diberikan dengan
pelan. Hati-hati saat pemberian untuk mencegah ekstravasasi, setelah diketahui
hal ini bisa menyebabkan nekrosis jaringan. Efedrin hidroklorida sebaiknya
diberikan pada dosis efektif terendah. Pemberian parenteral pada dewasa tidak
boleh melebihi 150 mg dalam 24 jam (Stoelting dan Hillier, 2006).
Efek kardiovaskular
Efek kardiovaskular efedrin menyerupai epinefrin, namun respon
peningkatan tekanan darah sistemiknya kurang kuat dan berlangsung kurang lebih
10 kali lebih lama. Dibutuhkan kira-kira 250 kali efedrin lebih banyak dari pada
epinefrin untuk menghasilkan respon tekanan darah sistemik yang sepadan.
Pemberian efedrin IV menghasilkan peningkatan tekanan darah sistolik dan
diastolik, denyut jantung, kontraktilitas, dan curah jantung. Akan tetapi, terdapat
perbedaan penting diantara keduanya, efedrin memiliki durasi kerja yang lebih
panjang karena merupakan non-katekolamin, potensi jauh lebih kecil, memiliki
kerja langsung dan tidak langsung, dan merangsang sistem saraf pusat
(meningkatkan konsentrasi alveolar minimal) (Morgan dkk., 2006). Aliran darah
ke ginjal dan splangnik menurun, sedangkan aliran darah ke koroner dan otot
skelet meningkat. Tahanan pembuluh darah sistemik mungkin sedikit mengalami
perubahan karena vasokonstriksi pada beberapa jaringan diimbangi oleh
vasodilatasi (stimulasi ß2) pada daerah lainnya. Efek kardiovaskular ini sebagian
disebabkan oleh vasokonstriksi arteri dan vena perifer yang dimediasi oleh
reseptor alpha. Akan tetapi, mekanisme dasar efek kardiovaskular yang
disebabkan oleh efedrin adalah meningkatkan kontraktilitas miokard akibat
aktivasi resptor ß1. Pada keadaan adanya hambatan beta adrenergik, efek
kardiovaskular efedrin dapat menyerupai respon stimulasi reseptor alpha
adrenergik yang lebih khas (Stoelting dan Hillier, 2006).
Pemberian dosis kedua efedrin menghasilkan respon tekanan darah sistemik
yang lebih rendah dibandingkan dengan dosis pertama. Fenomena ini, diketahui
sebagai takifilaksis, terjadi pada berbagai simpatomimetik dan berhubungan
dengan durasi kerja obat. Takifilaksis kemungkinan mempresentasikan blokade
yang persisten pada reseptor adrenergik. Sebagai contoh, efedrin tetap memicu
aktivasi reseptor adrenergik meskipun setelah tekanan darah sistemik telah
kembali ke level sebelum pemberian obat berdasarkan pada kompensasi
perubahan kardiovaskular. Ketika efedrin diberikan pada saat ini, reseptor masih
dihuni oleh efedrin yang tersisa membatasi lokasi yang tersedia dan respon
tekanan darah menjadi lebih rendah. Sebagai alternatif, takifilaksis kemungkinan
berhubungan dengan pengosongan penyimpanan norepinefrin (Stoelting dan
Hillier, 2006).
Efedrin telah digunakan secara luas untuk mencegah hipotensi intraoperatif
khususnya selama anestesi spinal. Berbagai tinjauan sistematik dan meta analisis
menunjukkan pemberian efedrin profilaksis IV dapat menurunkan risiko hipotensi
sebesar 14-37%, pada saat dilakukan anestesi spinal pada tindakan sectio cesarea
(Macarthur, 2002; Dyer dkk., 2009). Efedrin telah digunakan secara luas sebagai
premedikasi anestesia untuk bermacam-macam operasi, akan tetapi, tidak terdapat
literatur yang menyatakan efek profilaksis efedrin untuk induksi anestesi umum
yang menggunakan kombinasi propofol dan remifentanil (Bhattarai dkk., 2010).
Waktu yang paling kritis untuk menghadapi bradikardia dan hipotensi selama
anestesia yakni segera setelah induksi dan sebelum intubasi trakeal, pada saat
tercapai efek puncak obat-obat induksi dengan stimulasi bedah yang minimal.
Masjedi dkk. (2014) mendapatkan data pemberian efedrin 0,15 mg/kgBB
memiliki efek yang signifikan untuk mencegah perubahan hemodinamik setelah
induksi anestesi dengan propofol dan remifentanil pada pasien ASA I dan II yang
menjalani pembedahan mata dan ortopedi, akan tetapi, efek ini tidak terjadi
dengan efedrin dosis rendah (0,07 mg/kgBB). Dosis efedrin IV yang berbeda-
beda, mulai dari 0,03 mg/kgBB sampai 0,2 mg/kgBB telah dilaporkan dapat
mencegah hipotensi selama anestesia (Demirkaya dkk., 2012). Menurut El-Tahan
(2011), penggunaan dosis kecil efedrin sebagai profilaksis, 0,07-1 mg/kgBB,
adalah aman dan efektif untuk mengatasi hipotensi yang disebabkan oleh propofol
saat anestesia pada pembedahan katup jantung.
Efek efedrin terhadap kondisi intubasi dan hemodinamik pada RSI dengan
propofol dan rokuronium telah diteliti oleh Gopalakrishna dkk. (2007). Mereka
menemukan penggunaan efedrin dengan dosis 75 mcg/kgBB dan 100 mcg/kgBB
sebagai premedikasi berkaitan dengan kondisi hemodinamik yang lebih baik saat
intubasi. Pemberian efedrin sebagai profilaksis dengan dosis tersebut hanya dapat
mengurangi hipotensi arterial setelah induksi anestesia, tidak dapat mengatasinya
secara keseluruhan.
2.3.2 Efedrin Menurunkan Nyeri Propofol
Efedrin merupakan simpatomimetik yang sering dipilih digunakan untuk
meningkatkan tekanan darah sistemik yang terjadi akibat blokade yang dihasilkan
oleh anestesi regional atau hipotensi berhubungan dengan anestesi inhalasi atau
intravena. Penggunaan efedrin untuk mengurangi insiden nyeri pasca pemberian
propofol intravena masih jarang dilakukan (Stoelting, 2007).
Cheong Mi (2002) berpendapat bahwa jumlah norepinephrin yang dilepaskan
oleh efedrin mengurangi efek yang ditimbulkan oleh bradikinin yang dilepaskan
setelah pemberian propofol intravena. Greenberg (1991) mengungkapkan
Norepinephrine menginhibisi keluarnya bradikinin dari ujung saraf simpatis yang
menginervasi arteri pulmonalis dan mesenterika pada anjing.
Austin J. D (2010) merekomendasikan pemberian efedrin 30 mg dicampur
dalam 20 ml propofol 1% dapat menurunkan insiden nyeri pasca pemberian
propofol. Cheong Mi (2002) dalam penelitiannya mengungkapkan pemberian
efedrin dengan dosis 30 mcg/kgBB hingga 70 mcg/kgBB dapat menurunkan
kejadian nyeri pasca pemberian propofol intravena. Cheong M juga tidak
merekomendasikan pemberian efedrin > 110 mcg/kgBB berkaitan dengan efek
pada kardiovaskular yang ditimbulkan oleh efedrin.
S Kinthala 2013, pada penelitiannya mengungkapkan penggunaan efedrin 50
mcg/kgBB intravena tidak dapat menurunkan intensitas nyeri pasca penyuntikan
propofol intravena. Dalam hal ini masih belum ditemukan cara yang efektif
penggunaan efedrin untuk mengurangi nyeri pasca pemberian propofol intravena
baik dalam dosis maupun cara pemberiannya.
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Propofol merupakan obat induksi anestesi yang sering digunakan, propofol
memiliki mula kerja yang cepat dan durasi yang pendek. Penggunaan propofol
sering menyebabkan efek samping berupa nyeri pada saat penyuntikan intravena
dan gejolak kardiovaskular. Meskipun dalam aplikasinya Propofol sering
dikombinasikan dengan obat anestesi lokal seperti lidokain baik sebagai
pretreatment maupun diberikan secara bersama-sama, belum ada standar baku
pemberian propofol dikombinasikan dengan obat tertentu untuk mengurangi nyeri
dan gejolak kardiovaskular yang diakibatkan oleh penyuntikan propofol intravena.
Sampai saat ini mekanisme propofol menyebabkan nyeri pasca penyuntikan
intravena masih belum jelas. Propofol merupakan bagian dari kelompok fenol
yang secara langsung dapat mengiritasi kulit, membrane mukosa dan intima dari
pembuluh darah yang akan dengan cepat menstimulasi ujung saraf bebas yang
akhirnya menimbulkan respon nyeri.
Beberapa penelitian mengungkapkan terdapat peningkatan yang signifikan
kadar bradikinin darah setelah pemberian propofol intravena, konsentrasi propofol
bebas dalam plasma dan aktivasi sistem enzimatik kinin-kalikrein diasosiasikan
dengan intensitas nyeri selama penyuntikan propofol intravena. Konsentrasi
propofol yang bebas (tidak terikat oleh air) berhubungan dengan nyeri saat injeksi
propofol intravena, akibat dari efek tidak langsung propofol pada endotel
pembuluh darah yang mengaktivasi sistem kinin-kalikrein dan pelepasan
bradikinin menyebabkan dilatasi pembuluh darah, hiperpermeabilitas yang
berakibat peningkatan kontak antara propofol dengan ujung saraf bebas yang
menyebabkan nyeri pasca penyuntikan propofol intravena.
Beberapa metoda telah digunakan untuk mengurangi intensitas nyeri yang
ditimbulkan oleh propofol sedangkan untuk mengatasi ketidakstabilan
hemodinamik belum terdapat konsensus yang pasti. Beberapa metoda yang telah
dilakukan untuk mengurangi intensitas nyeri setelah pemberian propofol intravena
diantaranya adalah dengan mendinginkan, menghangatkan atau mengencerkan
cairan propofol, penyuntikan propofol pada vena-vena besar, mengatur kecepatan
penyuntikan, sebelum penyuntikan propofol dilakukan pemberian obat seperti
lidokain, ketamin, opioid, metoclopramide, atau thiopental. Meskipun obat-obatan
diatas dipercaya dapat mengurangi rasa nyeri namun belum ada yang dapat
menghilangkan rasa nyeri secara total.
Efedrin merupakan nonkatekolamin sintetis yang bekerja tidak langsung
menstimulasi reseptor alfa dan beta adrenergik. Efek farmakologi pada obat ini
berhubungan dengan pelepasan norepinefrin endogen (aksi tidak langsung), tetapi
obat juga memiliki efek stimulan langsung pada reseptor adrenergik (aksi
langsung).
Stimulasi langsung maupun tidak langsung pada reseptor adrenergik tersebut
menimbulkan efek kardiovaskular berupa konstriksi pembuluh darah, peningkatan
laju denyut jantung dan peningkatan curah jantung. Ephedrine dapat menekan
respon nyeri setelah pemberian propofol dengan mekanisme norepinephrine yang
dilepaskan akibat dari efedrin dapat menghambat efek dari bradikinin yang
dilepaskan setelah pemberian propofol intravena. Jumlah norepinephrin yang
dilepaskan oleh efedrin mengurangi efek yang ditimbulkan oleh bradikinin yang
dilepaskan setelah pemberian propofol intravena.
3.2 Kerangka Konsep
Pasien yang menjalani operasi elektif dengan anestesi umum
Efedrin 50 mcg/kg
volume 5 ml intravena
NaCl 0,9% 5 ml
intravena
Faktor Internal
1. Umur
2. BMI
3. Klasifikasi
ASA
Faktor Eksternal
1. Lokasi pembuluh
darah vena
2. Suhu tempat
penyimpanan
propofol
3. Cara pemberian
propofol
4. Penggunaan
analgetik
sebelumnya
1. Intensitas nyeri
2. Kondisi Hemodinamik
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep
Penelitian
Induksi propofol 2,5
mg/kgBB intravena
3.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah :
1. Pemberian ephedrine 50mcg/kgBB intravena prainduksi dapat
menurunkan intensitas nyeri pascapemberian propofol intravena.
2. Pemberian ephedrine 50mcg/kgBB intravena prainduksi dapat menjaga
stabilitas hemodinamik pascapemberian propofol intravena
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah suatu uji klinis, acak, tersamar ganda dan terkontrol.
Subjek pada penelitian ini dibagi menjadi 2 kelompok, yang mendapat perlakuan
sesuai dengan kelompoknya. Alokasi subyek pada masing-masing kelompok
dilakukan dengan teknik random sampling. Bagan rancangan penelitian adalah
sebagai berikut:
Gambar 4.1 Bagan rancangan penelitian
Populasi
Sampel
Random Alokasi
O1 O4
Kelompok
S
Kelompok
E
P1 P2
Penapisan
sebagai subjek
O3 O2
Keterangan:
a. Kelompok E : Kelompok efedrin, mendapatkan perlakuan 1 (P1).
b. Kelompok S : Kelompok salin normal, mendapatkan perlakuan 2
(P2).
c. Perlakuan 1 (P1) : Pemberian efedrin 50 mcg/kgBB intravena sebelum
induksi propofol 2,5 mg/kgBB .
d. Perlakuan 2 (P2) : Pemberian salin normal intravena sebelum induksi
propofol 2,5 mg/kgBB
e. Observasi 1 (O1) : Observasi intensitas nyeri setelah perlakuan 1 (P1).
f. Observasi 2 (O2) : Observasi hemodinamik setelah perlakuan 1 (P1).
g. Observasi 3 (O3) : Observasi intensitas nyeri setelah perlakuan 2 (P2).
h. Observasi 3 (O4) : Observasi hemodinamik setelah perlakuan 2 (P2).
Kelompok E mendapatkan perlakuan (P1) pemberian efedrin 50 mcg/kgBB
intravena yang dilarutkan dengan normal salin menjadi 5 ml dengan kecepatan
pemberian 5 ml/detik. Pemberian efedrin ini dilakukan 30 detik sebelum induksi
propofol 2,5 mg/kgBB yang diberikan dengan kecepatan 1 ml/detik. Segera saat
pemberian propofol dan tiap 5 detik, subjek penelitian dinilai derajat nyerinya.
Kelompok S sebagai kelompok kontrol, mendapatkan perlakuan (P2)
pemberian NaCl 0,9% sebanyak 5 ml dengan kecepatan pemberian 5ml/detik.
Pemberian NaCl 0,9% dilakukan 30 detik sebelum induksi propofol 2,5 mg/kgBB
yang diberikan dengan kecepatan 1 ml/detik. Segera setelah pemberian propofol
dan tiap 5 detik, subjek penelitian dinilai derajat nyerinya.
Setelah subjek penelitian terinduksi dilanjutkan dengan pemberian Fentanyl 2
mcg/kgBB dan atracurium 0,5 mg/kgBB untuk memfasilitasi ventilasi positif
dengan sungkup muka dan oksigen 8 L/menit serta isoflurane 1,2 vol%. Lima
menit setelah induksi dilakukan laringoskopi dan intubasi endotrakea.
Pemeliharaan anestesi untuk kedua kelompok menggunakan Oksigen dan N2O
dengan perbandingan 50% berbanding 50% serta isoflurane satu volume persen.
Dilakukan pengukuran dan pencatatan parameter hemodinamik (TDS, TDD, TAR
dan DJ) pada menit pertama, ketiga dan kelima pasca induksi.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian : Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah.
Waktu penelitian : November sampai dengan Desember 2014.
4.3 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan dalam bidang Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif.
4.4 Penentuan Sumber Data
4.4.1 Populasi Target
Populasi target dari penelitian ini adalah pasien dewasa yang menjalani
operasi bedah elektif dengan anestesi umum dan pemasangan pipa endotrakea.
4.4.2 Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah pasien dewasa yang menjalani
operasi bedah elektif dengan anestesi umum dan pemasangan pipa endotrakea di
RSUP Sanglah.
4.4.3 Populasi Sampel
Populasi sampel merupakan subjek yang memenuhi kriteria eligibilitas, yakni
kriteria penerimaan dan kriteria pengeluaran sebagaimana tercantum di bawah ini:
A. Kriteria penerimaan
1. Rencana menjalani bedah elektif dengan anestesi umum.
2. Usia 18-60 tahun.
3. Status fisik ASA I atau II.
B. Kriteria penolakan
1. Subjek penelitian menolak.
2. Pasien dengan status fisik lebih dari atau sama dengan ASA III
3. Wanita dengan kehamilan.
4. Alergi terhadap obat-obatan yang akan dipakai pada penelitian ini.
5. Pasien yang menkonsumsi obat MAO inhibitor
6. Sedang mengkonsumsi atau menerima obat analgetik
7. Subjek penelitian dengan defisit neurologis
8. Subjek penelitian dengan gangguan psikiatri
9. Ada kemungkinan dan/atau terjadi kesulitan manajemen jalan nafas
(kesulitan ventilasi dan/atau kesulitan intubasi).
C. Kriterian keluar : Terjadi gangguan hemodinamik yang membutuhkan
pemberian obat efedrin sebagai pertolongannya, sehingga tidak sesuai
dengan prosedur penelitian.
4.4.4 Jumlah Sampel
Besar sampel dihitung berdasarkan rumus komparatif katagorik tidak
berpasangan sebagai berikut:
√ √
Keterangan:
a. n : jumlah sampel untuk suatu kelompok
b. Zα : nilai Z untuk α tertentu.
c. Zß : nilai Z untuk power (1 – ß) tertentu.
d. P : P = ½ (P1+P2)
e. Q : Q = 1 - P
f. P1 : proporsi efek pada standar
g. P2 : proporsi efek yang diteliti
h. Q1 : Q1 = 1 – P1
i. Q2 : Q2 = 1 – P2
Kejadian nyeri setelah penyuntikan propofol intravena tanpa pemberian
obat suplemen adalah 70%, sedangkan kejadian nyeri pasca penyuntikan propofol
dengan pemberian obat suplemen ephedrine sebesar 40%. Dengan nilai
kemaknaan 95% dan beda klinis yang dianggap penting 0,10 serta power = 0,8,
berdasarkan perhitungan sampel dengan rumus di atas maka didapatkan jumlah
sampel sebesar 22,6 dibulatkan menjadi 23 orang subjek penelitian untuk masing-
masing kelompok.
Jika dilakukan penghitungan jumlah sampel berdasarkan pada rumus beda
rerata dua kelompok tidak berpasangan yang mana rumusnya adalah sebagai
berikut
[
]
Keterangan:
a. n : jumlah sampel untuk suatu kelompok
b. Zα : kesalahan tipe 1
c. Zß : kesalahan tipe 2
d. SD : Simpang baku yang diperoleh dari kepustakaan
e. X1-X2 : Hasil penilaian klinis yang diharapkan
Jika didapatkan nilai perubahan tekanan darah yang dianggap bermakna
menurut kepustakaan adalah 20 % dan diperkirakan terjadi penurunan atau
peningkatan tekanan darah sebesar 20 mmHg pada penelitian ini. Kesalahan tipe 1
(Zα) ditetapkan sebesar 1,96 dan kesalahan tipe 2 (Zß) sebesar 0,842 didapatkan
jumlah sampel sebesar 15,7 dibulatkan menjadi 16 sampel untuk tiap kelompok.
Berdasarkan hasil penghitungan jumlah sampel dengan kedua rumus diatas,
jumlah sampel yang digunakan adalah hasil perhitungan dengan jumlah sampel
terbanyak. Sehingga penelitian ini akan menggunakan jumlah sampel sebesar 23
sampel untuk masing-masing kelompok.
4.4.5 Teknik Pengambilan Sampel dan Randomisasi
Setiap pasien baru yang memenuhi kriteria eligibilitas dimasukkan dalam
penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi. Penentuan alokasi
sampel yang masuk ke dalam kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
dilakukan dengan menggunakan tabel bilangan random (random number) oleh
asisten peneliti, residen anestesi semester 6-7 (pin hijau), yang membantu
penelitian. Digunakan amplop tertutup yang berisi kelompok intervensi mana
yang akan diberikan, nomor sampel, dan instruksi pelaksanaan.
Pada pagi hari sebelum operasi, asisten peneliti akan membuka amplop
tersebut, membaca isinya dan menyiapkan intervensi yang akan diberikan sesuai
instruksi dalam amplop. Kemudian asisten peneliti akan memberikan obat yang
telah disiapkannya kepada residen anestesi semester 6-7 (pin hijau) yang bertugas
di ruang operasi subyek penelitian, tanpa mengetahui apa isi obat dalam spuit
tersebut. Dokter residen anestesi yang menjadi asisten peneliti ini kemudian tidak
ikut terlibat dalam evaluasi dan pengumpulan data selanjutnya.
4.5 Variabel Penelitian
4.5.1 Identifikasi Variabel
Variabel-variabel dalam penelitian ini dapat diidentifikasi dan diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Variabel bebas : pemberian efedrin 50 mcg/kgBB yang dilarutkan
dengan normal salin menjadi 5 cc 30 detik sebelum
pemberian propofol 2,5 mg/kgBB intravena.
2. Variabel tergantung : intensitas nyeri dan kondisi hemodinamik pasca
pemberian propofol intravena
3. Variabel kendali : umur, status fisik ASA, BMI, dosis propofol, cara
pemberian propofol, suhu penyimpanan propofol,
penggunaan obat analgetik sebelumnya.
4.5.2 Definisi Operasional Variabel
Variabel penelitian yang digunakan pada penelitian ini dijelaskan sebagai
berikut:
1. Pemberian efedrin 50 mcg/kgBB adalah injeksi obat ephedrine
hydrochloride sediaan ampul 50 mg/ml yang diberikan dengan dosis 50
mcg/kgBB secara intravena. Perhitungannya adalah berat badan dikalikan
dengan 50 mcg dan dibulatkan ke yang terdekat, hasilnya adalah besarnya
dosis yang akan diinjeksikan ke subjek penelitian melalui three-way
stopcock dengan kecepatan pemberian 5 cc/ detik, diberikan 30 detik
sebelum pemberian propofol 2,5 mg/kgBB.
2. Pemberian normal salin adalah injeksi cairan NaCl 0,9% yang diberikan
secara intravena. Sediaan ini disiapkan sebanyak 5 ml dalam spuit 5 ml
dan diinjeksikan dengan kecepatan 5 cc/ 1 detik, 30 detik sebelum
pemberian propofol 2,5 mg/kgBB.
3. Induksi propofol 2,5 mg/kgBB adalah induksi menggunakan obat
propofol LCT (Long Chains Trigliserides) sediaan ampul 10 mg/ml yang
diberikan dengan dosis 2,5 mg/kgBB secara intravena pada vena yang
berlokasi di distal tangan kanan atau kiri, dengan kecepatan 1 ml/detik
disesuaikan dengan jarum detik pada arloji. Penyuntikan dilakukan melalui
three way stopcock dengan kondisi jalur infus cairan yang terbuka.
Perhitungannya adalah berat badan dikalikan dengan 2,5 mg dan
dibulatkan ke yang terdekat. Hasilnya adalah besarnya dosis yang
diinjeksikan ke subjek penelitian. Subjek penelitian dikatakan terinduksi
bila refleks bulu mata hilang.
4. Intensitas nyeri adalah derajat nyeri yang dirasakan oleh subjek penelitian
yang dinilai berdasarkan pada gradasi nyeri yang digunakan oleh
McCririck dan Hunter (1990). Skala nyeri digradasi menjadi empat skala
nyeri, meliputi :
a. Skala nyeri 0 : Tidak nyeri
b. Skala nyeri 1 : Nyeri ringan atau rasa panas
c. Skala nyeri 2 : Nyeri sedang atau subjek penelitian mengeluhkan
rasa nyeri sebelum ditanya
d. Skala nyeri 3 : Nyeri berat yang ditandai dengan wajah subjek
penelitian meringis, ada reflek menggerakkan tangan tempat
injeksi atau keduanya
5. Kondisi hemodinamik adalah kondisi hemodinamik pada beberapa
periode pengukuran yang meliputi tekanan arteri rerata (dalam mmHg) dan
denyut jantung (dalam x/menit), yang diukur pada interval baseline, satu
menit setelah induksi, tiga menit setelah induksi, lima menit setelah
induksi. Kondisi hemodinamik bermakna secara klinis jika perbedaan
lebih dari atau sama dengan 25% disbanding kondisi baseline. Pengukuran
fluktuasi hemodinamik diukur dengan menggunakan monitor Bionet BM5.
6. Lokasi pemasangan kateter vena adalah pemasangan kateter vena pada
vena yang berlokasi di bagian distal tangan kanan maupun kiri
7. Suhu tempat penyimpanan propofol adalah penyimpanan propofol pada
suhu ruangan 180C yang dapat dilihat pada thermometer ruangan operasi
8. Cairan rehidrasi adalah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/kgBB
melalui IV sebagai cairan pengganti puasa, diberikan sejak tiba di ruang
persiapan ruang operasi IBS RSUP Sanglah dengan tetesan infus yang
disesuaikan agar sesaat sebelum pemberian perlakuan di kamar operasi,
cairan tersebut sudah habis diberikan. Perhitungannya adalah sebagai
berikut, mililiter dibulatkan ke atas jika lebih besar atau sama dengan 50
mL dan dibulatkan ke bawah jika lebih kecil dari 50 mL. Misalnya 550
mL, dibulatkan menjadi 600 mL.
9. Umur adalah usia dalam tahun dihitung berdasarkan tanggal, bulan dan
tahun lahir yang tertera pada kartu tanda pengenal atau catatan medis
RSUP Sanglah. Perhitungan umur adalah sebagai berikut, umur dalam
tahun dibulatkan kebawah untuk setiap kelebihan hari dan bulan.
10. Berat badan adalah berat badan dalam kilogram yang diukur dengan alat
timbangan berat badan (health care) yang terdapat di poli anestesi RSUP
Sanglah dengan standar SNI (Standar Nasional Indonesia) dengan posisi
berdiri memakai busana seminimal mungkin. Perhitungan berat badan
adalah sebagai berikut, berat badan dibulatkan ke atas jika lebih besar atau
sama dengan 0,5 kg dan dibulatkan ke bawah jika lebih kecil dari 0,5 kg.
11. Tinggi badan adalah panjang seseorang yang diukur dengan alat ukur
tinggi badan yang terdapat di poli anestesi RSUP Sanglah dengan standar
SNI (Standar Nasional Indonesia) dengan posisi berdiri tegak tanpa alas
kaki, dengan satuan sentimeter (cm). Perhitungan tinggi badan adalah
sebagai berikut, tinggi badan dibulatkan ke atas jika lebih besar atau sama
dengan 0,5 cm dan dibulatkan ke bawah jika lebih kecil dari 0,5 cm.
12. Indeks massa tubuh (IMT) adalah pemeriksaan antropometri untuk
menentukan status gizi yang dinilai dengan cara membagi berat badan
dengan pangkat dua tinggi badan (IMT = BB/TB2), dengan satuan kg/m
2.
13. Status fisik ASA adalah keadaan umum subjek penelitian yang
diklasifikasikan sesuai dengan American Society of Anesthesiologist
(ASA). ASA 1 adalah subjek penelitian sehat atau normal. ASA 2 adalah
subjek penelitian dengan penyakit sistemik ringan tanpa keterbatasan
fungsional (Morgan, 2006).
4.6 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Obat efedrin hidroklorida 50 mg/ml.
2. Obat propofol 10%.
3. Obat fentanyl 50 mcg/ml.
4. Obat atracurium besylate 10 mg/ml.
5. Larutan NaCl 0,9% 500 ml.
6. Larutan Ringer Laktat 500 ml
7. Spuit 5 ml sekali pakai untuk menyuntikkan obat.
8. Spuit 20 ml sekali pakai untuk menyuntikkan obat.
9. Spuit 1 ml sekali pakai untuk mengencerkan efedrin
10. Jarum 19 G.
11. Kateter vena dengan ukuran 18G
4.7 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Monitor tekanan darah non-invasif, laju nadi, elektrokardiografi (EKG)
dan saturasi oksigen dengan merek Bionet BM5.
2. Laringoskop tipe Macintosh dengan bilah nomor 3 dan 4, merupakan alat
yang digunakan untuk melihat laring secara langsung dan membantu
mempermudah intubasi trakea.
3. Pipa endotrakea merek Kendall Curity® dengan nomor 7 dam 7,5.
4. Termometer ruangan
5. Arloji analog dengan jarum penanda detik.
6. Stopwatch adalah alat untuk mengukur waktu pemberian masing-masing
obat stopwatch yang digunakan merek Chaosuda PC2009.
7. Form berupa lembaran isian pengumpulan data yang digunakan untuk
mencatat data demografik dan mencatat hasil penelitian.
4.8 Prosedur Penelitian
4.8.1 Cara kerja
Cara kerja dalam melakukan penelitian dan pengumpulan data adalah sebagai
berikut:
1. Seleksi dilakukan pada saat kunjungan prabedah sehari sebelum operasi.
Subjek penelitian yang memenuhi kriteria penerimaan dan pengeluaran
ditetapkan sebagai populasi sampel.
2. Setelah mendapat penjelasan dan subjek penelitian setuju dilanjutkan
dengan menandatangani informed consent dan menjadi subyek penelitian
yang memenuhi kriteria eligibilitas.
3. Subjek penelitian diacak secara random menggunakan tabel bilangan
random (random number) untuk menentukan subyek penelitian masuk
kelompok perlakuan E (efedrin) atau perlakuan S (salin normal) oleh
asisten peneliti, residen anestesi semester 6-7 (pin hijau), yang membantu
penelitian. Digunakan amplop tertutup yang berisi kelompok perlakuan
mana yang akan diberikan, nomor sampel, dan instruksi pelaksanaan.
4. Subjek penelitian dipuasakan selama 8 jam di ruang perawatan.
5. Setelah subjek penelitian berada di ruang persiapan kamar operasi,
dilakukan pencatatan kembali identitas subjek penelitian.
6. Pembuatan sediaan obat yang akan diberikan kepada subyek yang
bersangkutan, oleh asisten peneliti, sesuai dengan instruksi pelaksanaan di
dalam amplop.
a. Pembuatan sediaan efedrin 50 mcg/kgBB sebagai berikut: (1)
berat badan pasien dikalikan dengan 50 mcg; (2) buat larutan
efedrin 5.000 mcg/mL dengan cara melarutkan 0,1 mL ephedrine
hydrochloride dengan 0,9 mL NaCl 0,9% menggunakan spuit 1
mL; (3) masukkan larutan efedrin tadi ke dalam spuit 5 mL
sebanyak dosis yang telah dihitung sampai tercapai dosis yang
diharapkan, kemudian larutkan dengan NaCl 0,9% sampai menjadi
5 mL.
b. Pembuatan sediaan NaCl 0,9% 5 mL sebagai berikut: sedot larutan
NaCl 0,9% sebanyak 5 mL menggunakan spuit 5 mL.
c. Pembuatan sediaan propofol 2,5 mg/kgBB sebagai berikut: berat
badan pasien dikalikan dengan 2,5 mg kemudian hasilnya
dibulatkan ke atas jika lebih besar atau sama dengan 5 mg dan
dibulatkan ke bawah jika lebih kecil dari 5 mg. Misalnya 137,5,
dibulatkan menjadi 140 mg.
7. Subjek penelitian dipasang akses intravena dengan kateter vena nomor
G18 yang dipasang pada vena yang berlokasi pada bagian distal tangan
kanan atau tangan kiri, rehidrasi dengan cairan kristaloid Ringer Laktat
10 ml/kg.
8. Di kamar operasi subjek penelitian dipasang alat pantau, yaitu:
elektrokardiografi, sfignomanometer, saturasi oksigen perifer.
9. Sampel diberikan edukasi kembali untuk dapat menilai intensitas nyeri
setelah pemberian propofol intravena.
10. Preoksigenasi dengan oksigen 100% selama 3 menit dengan sungkup
muka oleh residen anestesi senior (pin hijau) yang tidak terlibat secara
keseluruhan dalam penelitian ini, yang tidak mengetahui kelompok
perlakuan yang diterima oleh subjek penelitian.
11. Pencatatan hemodinamik (tekanan darah sistolik, diastolik, tekanan arteri
rerata dan denyut jantung) subjek penelitian sebagai baseline dilakukan
oleh residen anestesi junior (pin merah) yang tidak terlibat secara
keseluruhan dalam penelitian ini, yang tidak mengetahui kelompok
perlakuan yang diterima oleh subjek penelitian.
12. Kelompok E mendapatkan perlakuan (P1) pemberian efedrin 50
mcg/kgBB intravena yang dilarutkan dengan normal salin menjadi 5 ml
yang diberikan dengan kecepatan pemberian 2 detik.
13. Kelompok S sebagai kelompok kontrol, mendapatkan perlakuan (P2)
pemberian NaCl 0,9% sebanyak 5 ml yang diberikan dengan kecepatan
pemberian 1 detik.
14. Tiga puluh detik kemudian dilakukan induksi propofol dengan dosis 2,5
mg/kgBB pada masing-masing kelompok dengan kecepatan pemberian 1
ml/detik, segera setelah pemberian propofol dan tiap 5 detik, subjek
penelitian dinilai derajat nyerinya. Skala nyeri digradasi menjadi empat
skala nyeri, meliputi :
a. Skala nyeri 0 : Tidak nyeri
b. Skala nyeri 1 : Nyeri ringan atau rasa panas
c. Skala nyeri 2 : Nyeri sedang atau subjek penelitian mengeluhkan
rasa nyeri sebelum ditanya
d. Skala nyeri 3 : Nyeri berat yang ditandai dengan wajah subjek
penelitian meringis, ada reflek menggerakkan tangan tempat
injeksi atau keduanya
15. Setelah subjek penelitian terinduksi dilanjutkan dengan pemberian
Fentanyl 2 mcg/kgBB dan atracurium 0,5 mg/kgBB untuk memfasilitasi
ventilasi positif dengan sungkup muka dan oksigen 8 L/menit serta
isoflurane 1,2 vol%. Pemberian obat dilakukan oleh residen anestesi
semester 6-7 (pin hijau) yang tidak terlibat secara keseluruhan dalam
penelitian ini, yang tidak mengetahui kelompok perlakuan yang diterima
oleh pasien. Obat ini diberikan secara bolus yang habis dalam waktu 30
detik.
16. Pencatatan kondisi hemodinamik sampel dilakukan pada menit pertama,
ketiga dan kelima setelah induksi.
17. Pencatatan waktu pemberian obat dilakukan oleh residen anestesi madya
(pin merah), yang tidak terlibat secara keseluruhan dalam penelitian ini,
yang tidak mengetahui kelompok perlakuan yang diterima oleh subjek
penelitian.
18. Lima menit setelah induksi dilakukan laringoskopi dan intubasi oleh
residen anestesi (pin hijau atau biru).
19. Pemeliharaan dengan O2 50%, N2O 50%, dan Isofluran 1 vol% dengan
ventilasi tekanan positif. Jika diperlukan dapat diberikan obat analgesia
dan pelumpuh otot tambahan setelah 15 menit dari intubasi.
4.8.2 Alur Penelitian
Gambar 4.2 Bagan alur penelitian.
Populasi terjangkau
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Pasien-pasien dewasa yang menjalani operasi bedah elektif dengan
anestesi umum dan memerlukan pemasangan pipa endotrakeal
Kelompok S Kelompok E
Elegible subject
Randomisasi
Pemberian 5 mL cairan
NaCl 0,9% intravena
Pemberian efedrin 50
mcg/kgBB intravena
(dilarutkan dalam NaCl
0,9% sebanyak 5 mL)
Pengukuran parameter hemodinamik
(TAR, HR) baseline
Induksi
propofol 2,5 mg/kgBB Penilaian intensitas nyeri pasca
pemberian propofol intravena
Analisis Statistik
Pengukuran parameter hemodinamik (TAR,
HR) pada menit 1,3 dan 5
4.9 Analisis Statistik
Data yang terkumpul dianalisis menggunakan program statistik SPSS ver.
18.0. Nilai p < 0,05 dianggap bermakna.
4.9.1 Uji normalitas data
Data mengenai umur, berat badan, tinggi badan, IMT, kondisi hemodinamik
(tekanan arterial rerata dan denyut jantung) baseline, menit ke 1, 3, dan 5
dianalisis dengan uji Shapiro Wilk. Data dikatakan berdistribusi normal apabila
nilai p > 0,05 dan dikatakan tidak berdistribusi normal apabila nilai p ≤ 0,05.
Uji homogenitas varian menggunakan uji Levene’s. Asumsi equal varian
dikatakan terpenuhi apabila nilai p > 0,05 dan dikatakan tidak terpenuhi apabila
nilai p ≤ 0,05.
.
4.9.2 Perbandingan karakteristik sampel
Perbandingan karakteristik sampel antar kelompok perlakuan dalam hal
umur, berat badan, tinggi badan, dan IMT dipresentasikan dalam rerata ± SD,
sedangkan data dalam hal jenis kelamin dan status fisik ASA dipresentasikan
dalam distribusi frekuensi. Karakteristik sampel dengan variabel numerik
dianalisis dengan menggunakan uji t tidak berpasangan bila data berdistribusi
normal. Bila distribusi data tidak normal maka dilakukan analisis dengan
menggunakan uji Mann-Whitney. Karakteristik sampel dengan variabel kategorik
dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square.
4.9.3 Perbandingan intensitas nyeri
Perbandingan nyeri dipresentasikan dalam angka kejadian dan proporsi dalam
persentase. Perbandingan nyeri tersebut dibandingkan antara dua kelompok
perlakuan dengan uji Chi-square.
4.9.4 Perbandingan respon hemodinamik
Perbandingan kondisi dan perubahan/perbedaan hemodinamik (tekanan
arterial rerata dan denyut jantung) dipresentasikan dalam rerata ± SD.
Karakteristik tadi dianalisis dengan menggunakan uji parametrik, uji t tidak
berpasangan. Jika sebaran data tidak normal maka dilakukan uji non-parametrik
yang merupakan alternatifnya yaitu uji Mann-Whitney. Perbandingan rerata
dikatakan secara statistik tidak berbeda bermakna apabila nilai p > 0,05 dan
dikatakan secara statistik berbeda bermakna apabila nilai p ≤ 0,05.
BAB V
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini merupakan uji klinis yang dilaksanakan mulai bulan November
2014 sampai dengan bulan Desember 2014 pada 46 pasien dewasa yang menjalani
operasi bedah elektif dengan anestesi umum dan memerlukan pemasangan pipa
endotrakeal di ruang operasi IBS RSUP Sanglah dan yang telah memenuhi kriteria
eligibilitas. Seluruh subyek yang diikutsertakan dalam penelitian ini dibagi
menjadi 2 kelompok yang masing-masing berjumlah 23 orang, yaitu kelompok E
yang mendapatkan perlakuan pemberian efedrin 50 mcg/kgBB iv sebelum induksi
propofol 2,5 mg/kgBB dan kelompok S yang mendapatkan perlakuan pemberian
salin normal iv sebelum induksi propofol 2,5 mg/kgBB. Penapisan subyek
penelitian menggunakan teknik consecutive sampling dan alokasi subyek ke
dalam kelompok masing-masing dilakukan dengan menggunakan bilangan
random tersamar ganda.
5.1 Karakteristik Sampel Penelitian
Karakteristik sampel penelitian terdiri dari variabel umur, jenis kelamin,
IMT, dan status fisik ASA.Data mengenai umur dan IMT selanjutnya dilakukan
uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro Wilk.Berdasarkan uji normalitas
dengan Shapiro Wilk didapatkankarakteristik IMT berdistribusi normal sedangkan
umur tidak berdistribusi normal pada kelompok salin, selanjutnya karakteristik
umur di uji normalitas dengan uji Mann-Whitney.
Tabel 5.1
Karakteristik Sampel Penelitian Berdasarkan Kelompok Perlakuan
Karakteristik Kelompok
Nilai p Efedrin (n = 23) Salin (n = 23)
Umur 35,7 ± 13,7 35,5 ± 15,1 0,921 a
Jenis Kelamin
Laki-laki 10 (43,5) 7 (30,4) 0,359
b
Perempuan 13 (56,5) 16 (69,6)
ASA
1 18 (78,3) 16 (9,6) 0,502
b
2 5 (21,7) 7 (30,4)
IMT 23,9 ± 2,8 22,8 ± 2,2 0,160 c
Data ditampilkan dalam rerata ± SD, n (%).E : kelompok Efedrin, S : kelompok
Salin Normal, n = jumlah sampel, auji Mann-Whitney,
buji Chi-Square,
c uji t tidak
berpasangan, signifikan p ≤ 0,05.
Perbandingan karateristik sampel untuk variabel-variabel dengan skala
numerik umur, dipresentasikan dalam rerata ± SD, kemudian diuji dengan uji
Mann Whitney karena data tidak berdistribusi normal. Karateristik sampel untuk
variabel dengan skala numerik IMT dipresentasikan dalam rerata ± SD dan
dibandingkan dengan uji t tidak berpasangan karena data berdistribusi normal..
Perbandingan karateristik sampel untuk variabel-variabel dengan skala kategorik,
seperti : jenis kelamin dan status fisik ASA dipresentasikan dalam distribusi
frekuensi. Variabel jenis kelamin dan status fisik ASA dibandingkan dengan uji
Chi-Square.
Secara statistik didapatkan bahwa variabel umur, jenis kelamin, IMT, dan
status fisik ASA pada kedua kelompok perlakuan memiliki variasi yang
sebanding, (p > 0,05). Data karakteristik sampel lebih rinci dapat dilihat pada
tabel 5.1.
5.2 Efektifitas Efedrin Intravena Mengurangi Intensitas Nyeri Pasca
Pemberian Propofol intravena
Intensitas nyeri adalah derajat nyeri yang dirasakan oleh subjek penelitian
yang dinilai berdasarkan pada gradasi nyeri yang digunakan oleh McCririck dan
Hunter (1990). Skala nyeri digradasi menjadi empat skala nyeri, meliputi :
a. Skala nyeri 0 : Tidak nyeri
b. Skala nyeri 1 : Nyeri ringan atau rasa panas
c. Skala nyeri 2 : Nyeri sedang atau subjek penelitian mengeluhkan
rasa nyeri sebelum ditanya
d. Skala nyeri 3 : Nyeri berat yang ditandai dengan wajah subjek
penelitian meringis, ada reflek menggerakkan tangan tempat
injeksi atau keduanya
Tabel 5.2 Intensitas Nyeri dengan Empat Gradasi Nyeri
Kelompok Nyeri
Total P 0 1 2 3
Efedrin 13 (56,5) 8 (34,8%) 2 (8,7) 0 (0) 23 (100) <0,001
Salin 1 (4,3) 4 (17,4%) 7 (30,4) 11 (47,8) 23 (100)
Total 14 (30,4) 12 (26,1%) 9 (19,6) 11 (23,9) 46 (100)
Uji Chi-square data ditampilkan dalam n = jumlah sampel (persentase),
*signifikan p ≤ 0,05
Pada table 5.2 tampak kecenderungan pada kelompok efedrin dengan
proporsi nyeri sedang dan nyeri berat lebih rendah disbanding kelompok salin.
Proporsi kejadian tidak nyeri dan nyeri ringan pada kelompok salin lebih rendah
dibandingkan kelompok efedrin.
Secara klinis, keempat gradasi nyeri dapat disederhanakan menjadi dua yaitu
tidak nyeri hingga nyeri ringan dan nyeri sedang hingga nyeri berat.Secara klinis
nyeri yang dikeluhkan oleh pasien adalah nyeri sedang hingga nyeri berat
sedangkan jika pasien tidak nyeri hingga nyeri ringan pasien tidak
mengeluhkannya. Secara klinis terdapat perbedaan yang signifikan antara nyeri
ringan dan nyeri sedang atau nyeri berat, nyeri ringan pada beberapa literatur
menyebutkan nyeri yang tidak memerlukan intervensi secara klinis,
Secara statistic menyederhanakan pengelompokan ini juga akan dapat
memprediksi risiko relatif kejadian nyeri sedang hingga berat pada kedua
kelompok. Sehingga pada penelitian ini intensitas nyeri dikelompokkan kembali
menjadi tidak nyeri hingga nyeri ringan dan nyeri sedang hingga nyeri berat untuk
mempermudah aplikasi secara klinis,
Intensitas nyeri merupakan variable tergantung yang bersifat kategorik
sehingga tidak dilakukan uji normalitas pada variable intensitas nyeri,
Tabel 5,3 Intensitas Nyeri dengan Dua Gradasi Nyeri
Perlakuan Intensitas Nyeri
RR 95% CI Nilai p Sedang-Berat Tidak-Ringan
Efedrin 2 (8,7) 21 (91,3) 0,111
0,005-
0,153 <0,001
Salin 18 (78,3) 5 (21,7)
Uji Chi-square data ditampilkan dalam n = jumlah sampel (persentase), RR :
resiko relatif, IK 95% : Interval Kepercayaan 95%, *signifikan p ≤ 0,05
Intensitas nyeri pada kedua kelompok kemudian diuji dengan uji Chi-square,
Tabel 5.3 diatas menunjukkan data kejadian nyeri pada kedua kelompok
perlakuan yang dipresentasikan dalam jumlah (n) dan persentase proporsi.
Kejadian nyeri sedang hingga berat pasca pemberian propofol pada kelompok
salin sebanyak 18 atau 78,3%. Kejadian nyeri sedang hingga nyeri berat pasca
pemberian propofol pada kelompok efedrin sebanyak 2 sampel 8,7%. Setelah
dilakukan analisis secara statistik didapatkan nilai resiko relatif 0,111, yang
artinya risiko mengalami nyeri sedang hingga berat pada kelompok efedrin
sebesar 0,111 kali dibandingkan dengan kelompok salin dengan interval
kepercayaan 95% 0,005-0,153 dan nilai p<0,001. Hasil uji statistik ini
menunjukkan bahwa efedrin efektif untuk menurunkan intensitas nyeri pasca
pemberian propofol intravena.
5,3Efektifitas Efedrin 50 mcg/kgBB Intravena dalam Menjaga Stabilitas
Hemodinamik Pasca Pemberian Propofol Intravena
5,3,1 Tekanan Arteri Rerata
Membandingkan TAR pada beberapa periode waktu antara kedua kelompok
perlakuan, pertama dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan uji
Shapiro-Wilk. Oleh karena semua data rerataperbedaan TAR pada beberapa
periode pengukuran perlakuan pada kedua kelompok berdisribusi normal,
selanjutnya dilakukan uji t tidak berpasangan.
Membandingkan TAR pada beberapa periode waktu antara kedua kelompok
perlakuan, pertama dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan uji
Shapiro-Wilk,Oleh karena semua data rerata TAR pada beberapa periode
pengukuran perlakuan pada kedua kelompok berdisribusi normal, selanjutnya
dilakukan uji t tidak berpasangan.
Tabel 5.4Perbandingan Rerata Tekanan Arteri Rerata pada Masing-masing
Periode Pengukuran
Kelompok N Rerata ± SD
(mmHg)
Beda Rerata (IK
95%)
(mmHg)
Nilai p
TAR
Baseline
Efedrin 23 95,97 ± 4,88 1,94(-1,04 s/d 4,72) 0,205
Salin 23 94,13 ± 4,82
TAR menit 1 Efedrin 23 89,13 ± 4,28 7,88(4,83 s/d 10,94) <0,001
Salin 23 81,25 ± 5,88
TAR menit 3 Efedrin 23 83,38 ± 5,50 13,06(10,11 s/d 16,0) <0,001
Salin 23 70,32 ± 4,34
TAR menit 5 Efedrin 23 93,01 ± 2,92 6,94(4,10 s/d 9,79) <0,001
Salin 23 86,07 ± 6,09
Uji-t tidak berpasangan, Data ditampilkan dalam rerata ± SD,n : jumlah sampel,
IK 95% : Interval Kepercayaan 95%, TAR Baseline : tekanan arteri rerata
baseline, TAR menit 1 : tekanan arteri rerata 1 menit setelah induksi, TAR menit
3 : tekanan arteri rerata 3 menit setelah induksi, TAR menit 5 : tekanan arteri
rerata 5 menit setelah induksi
Tekanan arteri rerata (TAR) ditampilkan dalam bentuk rerata ± simpang baku
pada masing-masing periode pengukuran.Tekanan arteri rerata pada masing-
masing periode pengukuran kemudian dibandingkan dengan uji t tidak
berpasangan. TAR pada periode pengukuran baseline (sesaat sebelum perlakuan)
pada kedua perlakuan tidak berbeda bermakna (p > 0,05). Sedangkan TAR pada
periode pengukuran menit 1, 3 dan 5 bermakna secara statistik (p< 0,05).
Persentase perubahan tekanan arteri rerata (TAR) ditampilkan dalam bentuk
rerata ± simpang baku pada masing-masing periode pengukuran. Tekanan arteri
rerata pada masing-masing periode pengukuran kemudian dibandingkan dengan
uji t tidak berpasangan. TAR pada periode pengukuran baseline (sesaat sebelum
perlakuan) pada kedua perlakuan tidak berbeda bermakna (p > 0,05). Sedangkan
TAR pada periode pengukuran menit 1, 3 dan 5 bermakna secara statistik (p<
0,05).
Tabel 5.5 Perbandingan Rerata Persentase PerubahanTAR pada Masing-masing
Periode Pengukuran
Kelompok N
Rerata
persentase ±
Simpang baku
Beda Rerata (IK 95%) P
PersentaseTAR
menit 1
Efedrin 23 7,03 ± 4,01 -6,58 (-9,56 s/d -3,60) <0,001
Salin 23 13,61 ± 5,85
PersentaseTAR
menit 3
Efedrin 23 13,03 ± 5,54 -12,19 (-15,15 s/d -9,24) <0,001
Salin 23 25,22 ± 4,33
PersentaseTAR
menit 5
Efedrin 23 2,88 ± 4,97 -5,57 (-8,97 s/d -2,17) <0,001
Salin 23 8,45 ± 6,38
Uji-t tidak berpasangan, Data ditampilkan dalam rerata persentase ± Simpang
Baku, n : jumlah sampel, IK 95% : Interval Kepercayaan 95% , PersentaseTAR
menit 1 : Persentase perubahan TAR menit 1 dibandingkan baseline,
PersentaseTAR menit 3 : Persentase perubahan TAR menit 1 dibandingkan
baseline Persentase TAR menit 5 : Persentase perubahan TAR menit 1
dibandingkan baseline
Gambar 5.1 Perbedaan TAR pada Masing-masing Periode Pengukuran pada
Kedua Kelompok
Gambar 5.1 menunjukkan perbandingan rerata TAR antar kelompok
perlakuan, mulai dari baseline sampai dengan 5 menit setelah induksi. Tidak
terdapat perbedaan bermakna pada tekanan arteri rerata baseline. Terjadi
penurunan tekanan arteri rerata pada menit pertama, ketiga dan kelima
pascainduksi. Pada menit pertama, persentase penurunan TAR pada kelompok
salin 13,61 ± 5,85%, sedangkan pada kelompok efedrin 7,03 ± 4,01%, Pada menit
ketiga, kelompok salin dengan beda rerata penurunan 25,22 ± 4,33%
dibandingkan dengan kelompok efedrin (persentase penurunan 13,03 ± 5,54%).
Pada menit kelima kedua kelompok menunjukkan peningkataan tekanan arteri
rerata dibandingkan dengan menit ketiga. Pada menit kelima kelompok Salin
masih menunjukkan tekanan arteri rerata yang lebih rendah dibandingkan dengan
kelompok efedrin. Pada menit kelima rerata penurunan TAR pada kelompok Salin
8,45 ± 6,38% sedangkan pada kelompok efedrin 2,88 ± 4,97%. Persentase
penurunan TAR pada menit pertama, ketiga dan kelima dibandingkan dengan
TAR baseline pada kedua kelompok berbeda bermakna secara statistik (p<0,001).
5.3.2 Denyut Jantung (DJ)
Membandingkan perbedaan denyut jantung pada beberapa periode waktu
antar kedua kelompok perlakuan, pertama dilakukan uji normalitas data dengan
menggunakan uji Shapiro-Wilk.Oleh karena semua data rerata perbedaan DJ pada
kedua kelompok perlakuan berdisribusi normal selanjutnya dilakukan uji t tidak
berpasangan.
Tabel 5.6 Perbandingan Rerata Denyut Jantung
Pada Masing-masing Periode Pengukuran
Kelompok N Rerata ± SD
(kali/menit) IK 95% P
DJ Baseline Efedrin 23 82,30 ± 4,58 -0,13 (-2,95-2,69) 0,926
Salin 23 82,43 ± 4,92
DJ menit 1 Efedrin 23 79,30 ± 4,82 8,70 (3,99 s/d 10,62) <0,001
Salin 23 72,00 ± 6,24
DJ menit 3 Efedrin 23 71,57 ± 4,69 7,48 (4,09 s/d 10,87) <0,001
Salin 23 64,09 ± 6,56
DJ menit 5 Efedrin 23 80,52 ± 2,78 1,40 (-919 s/d 3,53) 0,243
Salin 23 79,22 ± 4,50
Uji-t tidak berpasangan, Data ditampilkan dalam rerata ± SD,n : jumlah sampel,
IK 95% : Interval Kepercayaan 95%, DJBaseline : denyut jantung baseline, DJ
menit 1 : denyut jantung1 menit setelah induksi, DJ menit 3 : denyut jantung 3
menit setelah induksi, DJ menit 5 :denyut jantung 5 menit setelah induksi
Pada table 4 denyut jantung ditampilkan dalam rerata dansimpang baku serta
nilai p pada masing-masing periode waktu. Denyut jantung pada periode baseline
dan menit kelima setelah induksi pada kedua kelompok perlakuan secara statistik
tidak berbeda bermakna (p < 0,05). Sedangkan denyut jantung pada periode
pengukuran menit pertama dan ketiga pada kedua kelompok perlakuan secara
statistik berbeda bermakna (p > 0,05).
Tabel 5.7 Perbandingan RerataPersentase Perubahan Denyut Jantung
Pada Masing-masing Periode Pengukuran
Kelompok
N
Rerata
persentase ±
Simpang Baku
Beda persentase Rerata
(IK 95%)
(Kali/menit)
Nilai p
persentase DJ
menit 1
Efedrin 23 3,52 ± 5,74 -9,17 (-12,33 s/d --6,02) <,001
Salin 23 12,69 ± 4,84
persentase DJ
menit 3
Efedrin 23 12,99 ± 4,48 -9,32 (-12,33 s/d -6,30) <,001
Salin 23 22,30 ± 5,60
persentase DJ
menit 5
Efedrin 23 1,88 ± 6,32 -1,85 (-5,41s/d 1,71) 0,301
Salin 23 3,73 ± 5,64
Uji-t tidak berpasangan, Data ditampilkan dalam rerata persentase ± SD, n :
jumlah sampel, IK 95% : Interval Kepercayaan 95% , Persentase DJ menit 1 :
persentase perubahanDJ menit 1 dibanding DJ baseline , Persentase DJ menit 3 :
persentase perubahanDJ menit 3 dibanding DJ baseline, Persentase DJ menit 5:
persentase perubahanDJ menit 5 dibanding DJ baseline
Gambar 5.2 Perbedaan Denyut Jantung pada Masing-masing Periode Pengukuran
pada Kedua Kelompok
Gambar 5.2 menunjukkan perbandingan rerata DJ antar kelompok perlakuan,
mulai dari baseline sampai dengan 5 menit setelah induksi. Tidak tampak
perbedaan bermakna pada rerata denyut jantung pada periode baseline. Satu menit
pascainduksi rerata persentase penurunan denyut jantung kelompok salin 12,69 ±
4,84%% sedangkan pada kelompok efedrin 3,52 ± 5,74%. Tiga menit
pascainduksi denyut jantung kelompok salin turun 22,30 ± 5,60% sedangkan pada
kelompok efedrin 12,99 ± 4,48%. Perbedaan persentase rerata penurunan denyut
jantung pada menit pertama dan ketiga pascainduksi berbeda bermakna secara
statistik (p < 0,05). Pada waktu 5 menit setelah induksi kedua kelompok
menunjukkan peningkatan denyut jantung dibandingkan dengan periode waktu 3
menit pascainduksi. Pada lima menit pascainduksi kelompok salin mengalami
penurunan denyut jantung 3,73 ± 5,64% dan kelompok efedrin 1,88 ± 6,32%.
Perbedaan penurunan denyut jantung pada menit kelima pascainduksi tidak
berbeda bermakna secara statistik (p > 0,05).
BAB VI
PEMBAHASAN
Propofol adalah obat anestesi yang banyak digunakan karena memiliki mula
kerja yang cepat, waktu kerja yang pendek dan efek samping yang relatif rendah
namun sering menimbulkan nyeri saat penyuntikan selama proses induksi
anestesi. Angka insiden terjadinya nyeri pasca penyuntikan propofol intravena
antara 40% hingga 86%. Tingginya insiden nyeri saat penyuntikan intravena yang
dihubungkan dengan formula tradisional propofol telah dimasukkan sebagai
peringkat ketujuh masalah anestesi modern (Marcario 1999).
Propofol dapat menyebabkan suatu kondisi hipotensi dan penurunan denyut
jantung serta curah jantung yang diikuti oleh suatu penurunan nilai parameter
kardiovaskular di bawah nilai baseline. Efek hipotensi yang ditimbulkan oleh
propofol menunjukkan terjadinya suatu penurunan resistensi vaskular sistemik
atau curah jantung yang disebabkan oleh terjadinya kombinasi antara vasodilatasi
arteri dan vena, gangguan mekanisme baroreflek dan penurunan kontraktilitas
miokardium.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas efedrin 50 mcg/kgBB
prainduksi dalam mengurangi intensitas nyeri dan menjaga stabilitas
hemodinamik pascapemberian propofol intravena.Penelitian ini merupakan uji
klinis pada 46 pasien dewasa yang menjalani operasi bedah elektif dengan
anestesi umum dan memerlukan pemasangan pipa endotrakeal di ruang operasi
IBS RSUP Sanglah dan yang telah memenuhi kriteria eligibilitas.Secara statistik
didapatkan bahwa variabel umur, jenis kelamin, IMT, dan status fisik ASA pada
kedua kelompok perlakuan memiliki variasi yang sebanding,
6.1 Efedrin Menurunkan Intensitas Nyeri Pascapemberian Propofol
Intravena.
Pada penelitian ini penilaian intensitas nyeri menggunakan skala gradasi
nyeri oleh McCririck dan Hunter (1990). Skala nyeri digradasi menjadi empat
skala nyeri, meliputi :
a. Skala nyeri 0 : Tidak nyeri
b. Skala nyeri 1 : Nyeri ringan atau rasa panas
c. Skala nyeri 2 : Nyeri sedang atau subjek penelitian mengeluhkan rasa
nyeri sebelum ditanya
d. Skala nyeri 3 : Nyeri berat yang ditandai dengan wajah subjek
penelitian meringis, ada reflek menggerakkan tangan tempat injeksi atau
keduanya
Secara klinis, keempat gradasi nyeri dapat disederhanakan menjadi dua yaitu
tidak nyeri hingga nyeri ringan dan nyeri sedang hingga nyeri berat.Secara klinis
nyeri yang dikeluhkan oleh pasien adalah nyeri sedang hingga nyeri berat
sedangkan jika pasien tidak nyeri hingga nyeri ringan atau rasa panas, pasien tidak
mengeluhkannya.Secara klinis terdapat perbedaan yang signifikan antara nyeri
ringan dan nyeri sedang atau nyeri berat, nyeri ringan tidak memerlukan
intervensi farmakologi secara klinis.Sehingga pada penelitian ini intensitas nyeri
dikelompokkan kembali menjadi tidak nyeri hingga nyeri ringan dan nyeri sedang
hingga nyeri berat untuk mempermudah aplikasi klinis.
Pada penelitian ini kami dapatkan kejadian nyeri sedang hingga nyeri berat
pascapemberian propofol pada kelompok kontrol (Salin) sebanyak 18 sampel atau
mencapai 78,3%. Sedangkan kejadian nyeri sedang hingga berat pada kelompok
perlakuan efedrin berjumlah 2 sampel atau 8,7%. Sehingga penelitian ini
menghasilkan risiko relatif terjadinya nyeri sedang hingga nyeri berat
pascapemberian propofol intravena pada kelompok efedrin sebesar 0,111 kali
dibandingkan dengan kelompok salin atau kejadian nyeri sedang hingga nyeri
berat pada kelompok salin sembilan kali lebih besar dibandingkan dengan
kelompok efedrin.
Sampai saat ini mekanisme propofol menyebabkan nyeri pascapemberian
intravena masih belum jelas. Propofol merupakan bagian dari kelompok fenol
yang secara langsung dapat mengiritasi kulit, membrane mukosa dan intima dari
pembuluh darah yang akan dengan cepat menstimulasi ujung saraf bebas yang
akhirnya menimbulkan respon nyeri (Ambesh SP, 1999).
Ambesh (1999) mengungkapkan konsentrasi propofol yang bebas (tidak
terikat oleh air) berhubungan dengan nyeri saat injeksi propofol intravena, akibat
dari efek tidak langsung propofol pada endotel pembuluh darah yang
mengaktivasi sistem kinin-kalikrein dan pelepasan bradikinin menyebabkan
dilatasi pembuluh darah, hiperpermeabilitas yang berakibat peningkatan kontak
langsung antara propofol dengan ujung saraf bebas yang menyebabkan nyeri
pasca penyuntikan propofol intravena. Ohmiso H, 2005, dalam penelitiannya
mengungkapkan terdapat peningkatan yang signifikan kadar bradikinin darah
setelah pemberian propofol intravena, Klemen W (1991), mengungkapkan
konsentrasi propofol bebas dalam plasma dan aktivasi sistem enzimatik kinin-
kalikrein diasosiasikan dengan intensitas nyeri selama penyuntikan propofol
intravena.
Greenberg (1991) mengungkapkan Bradikinin menginhibisi keluarnya
norepinephrine dari ujung saraf simpatis yang menginervasi arteri pulmonalis dan
mesenterika pada anjing. Lange M (2008) menyebutkan efedrin mampu
menurunkan sekresi bradikinin akibat dari pemberian propofol intravena.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Cheong Mi
(2002) yang mendapatkan efedrin efektif dalam menurunkan intensitas nyeri
pascapemberian propofol. Pada penelitiannya Cheong MI (2002) mendapatkan
kejadian nyeri sedang hingga nyeri berat sebesar 3 dari 28 sampel atau 10,7%,
pada dosis efedrin 30 mcg/kgBB. Sedangkan dengan dosis 70 mcg/kgBB
didapatkan kejadian nyeri sedang hingga berat sebanyak 3 dari keseluruhan 30
sampel atau 10% sampel. Sharifina (2013), dalam penelitiannya mengungkapkan
efedrin dengan dosis 30 mcg/kgBB dan 70 mcg/kgBB memiliki efektifitas yang
sama dengan lidokain dalam menurunkan intensitas nyeri pascapemberian
propofol intravena.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Agarwal (2004), dalam
penelitiannya menyebutkan efedrin tidak memiliki efek untuk menurunkan
intensitas nyeri akibat pemberian propofol intravena.Dalam penelitiannya
Agarwal (2004) menggunakan dosis 30 mcg/kgBB.Perbedaan hasil penelitian
tersebut dengan penelitian ini dimungkinkan karena perbedaan dosis yang
digunakan.
6.2 Efedrin untuk Menjaga Stabilitas Hemodinamik setelah Induksi Propofol
2,5 mg/kgBB
6.2.1 Tekanan Arterial Rerata
Pada penelitian ini dilakukan pengukuran tekanan darah sistolik dan tekanan
darah diastolik pada menit pertama, ketiga dan kelima pasca induksi
propofol.Terjadi penurunan tekanan arteri rerata pada menit pertama, ketiga dan
kelima pasca induksi. Pada menit pertama, rerata persentase penurunan TAR pada
kelompok salin 13,61 ± 5,85%, sedangkan pada kelompok efedrin7,03 ± 4,01%..
Pada menit ketiga, kelompok salin dengan beda rerata penurunan 25,22 ± 4,33%
dibandingkan dengan kelompok efedrin (persentase penurunan 13,03 ± 5,54%)
Pada menit kelima kedua kelompok menunjukkan peningkataan tekanan arteri
rerata dibandingkan dengan menit ketiga. Dan pada menit kelima kelompok Salin
masih menunjukkan tekanan arteri rerata yang lebih rendah dibandingkan dengan
kelompok efedrin. Pada menit kelima rerata penurunan TAR pada kelompok Salin
8,45 ± 6,38% sedangkan pada kelompok efedrin 2,88 ± 4,97%.
Efek mayor propofol terhadap sistem kardiovaskular adalah penurunan
tekanan darah arteri akibat penurunan drastis tahanan pembuluh darah sistemik
(inhibisi aktivitas vasokonstriktor simpatik), kontraktilitas jantung, dan preload.
Induksi anestesi dengan propofol telah menunjukkan efek terhadap hemodinamik
yang poten, yang didominasi oleh hipotensi (Singh, 2005). Induksi anestesi
dengan propofol sering disertai dengan penurunan tekanan darah arterial dan
denyut jantung yang signifikan (Monk dkk., 1987; Claeys dkk., 1988; Hug dkk.,
1993).
Penurunan tekanan arterial berkaitan dengan penurunan curah jantung/indeks
jantung (15%), indeks volume sekuncup (20%), dan tahanan pembuluh darah
sistemik (15-25%) (Prys-Roberts dkk., 1983; Coates dkk., 1987). Indeks kerja
sekuncup ventrikel kiri juga mengalami penurunan (30%) (Claeys dkk., 1988).
Penurunan tekanan darah sistemik setelah dosis induksi propofol tampaknya
disebabkan oleh vasodilatasi dan depresi miokard. Kedua efek tersebut tergantung
pada dosis dan konsentrasi plasma (Pagel dan Warltier, 1993). Efek vasodilatasi
propofol disebabkan oleh penurunan aktivitas simpatis (Ebert dkk., 1992)
Pada penelitian ini, pada menit ketiga pascainduksi kelompok salin
mengalami penurununan tekanan arteri rerata hingga lebih dari 25% (25.22 ±
4.33% ). Menurut Aun dan Major (1984), pada kondisi tanpa disertai penyakit
kardiovaskular, dosis induksi 2-2,5 mg/kgBB menyebabkan penurunan tekanan
darah sistolik sebesar 25 sampai 40%. Begitu juga tampak pada tekanan arterial
rerata dan tekanan darah diastolik. Hal ini disebabkan karena tercapainya efek
puncak propofol pascainduksi.
Kelompok efedrin pada menit ketiga mengalami penurunan TAR sebesar
13% (13.03 ± 5.54%). Efedrin dapat mencegah hipotensi yang berkaitan dengan
penggunaan propofol saat induksi anestesi (Michelsen dkk., 1998; Gamlin dkk.,
1999; Gamlin dkk., 1996). Melalui kerjanya sebagai vasokonstriktor pada reseptor
α adrenergik dan sebagai kardiostimulan pada reseptor ß adrenergik (Singh,
2005).Bermacam-macam dosis efedrin telah direkomendasikan untuk tujuan ini.
Untuk itu diperlukan menggunakan efedrin dengan dosis yang tepat untuk
mendapatkan kedua keuntungan ini tanpa menyebabkan efek samping seperti
hipertensi dan takikardia (Gopalakrishna dkk., 2007).
Profilaksis efedrin dengan dosis besar telah menunjukkan kegunaannya
dalam pengobatan hipotensi yang disebabkan oleh propofol, namun ini dapat
menyebabkan takikardia yang nyata (Michelsen dkk., 1998) dan hipertensi pada
beberapa situasi klinis (Kasaba dkk., 2000). Efedrin profilaksis telah digunakan
untuk mengurangi respon hemodinamik oleh karena propofol pada pasien-pasien
wanita lanjut usia dan ditemukan bahwa dosis 100 atau 200 mcg/kgBB iv secara
nyata dapat mengurangi penurunan tekanan darah, namun tidak satu pun dapat
meniadakannya sama sekali (Michelsen dkk., 1998).
Pada penelitian ini tidak terjadi tidak terjadi efek takikardi maupun hipertensi
pascapemberian efedrin.Hal ini dikarenakan oleh perbedaan dosis efedrin yang
digunakan. Pada penelitian ini dosis efedrin yang digunakan relatif rendah (50
mcg/kgBB) terdapat berbagai rekomendasi dosis efedrin iv, mulai dari dosis
paling rendah 30 sampai 200 mcg/kgBB, yang telah dilaporkan digunakan untuk
mencegah hipotensi saat anestesi (Demirkaya dkk., 2012).
Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Cheong Mi (2002) yang
mengungkapkan efedrin dengan dosis 30 mcg/kgBB dan 70 mcg/kgBB dapat
mempertahankan dan mencegah penurunan tekanan arteri rerata pada periode
setelah induksi dan sesaat sebelum intubasi. Begitu pula Sharifnia H (2013),
dalam penelitiannya mengungkapkan efedrin dengan dosis 30 mcg/kgBB dan 70
mcg/kgBB dapat menjaga stabilitas hemodinamik pascapemberian propofol.
Sedangkan Ayatollahi V (2013) mengungkapkan efedrin dapat menjaga tekanan
darah sistolik pada periode waktu satu menit setelah pemberian propofol namun
tidak berbeda bermakna pada periode waktu setelahnya. Cheong Mi (2002) juga
tidak merekomendasikan dosis efedrin > 110 mcg/kgBB karena efek takikardi
yang lebih menonjol.
6.2.2 Denyut Jantung
Pada penelitian ini, Satu menit pascainduksi, rerata persentase penurunan
denyut jantung kelompok salin 12,69 ± 4,84%% sedangkan pada kelompok
efedrin 3,52 ± 5,74%. Tiga menit pascainduksi denyut jantung kelompok salin
turun 22,30 ± 5,60% sedangkan pada kelompok efedrin 12,99 ± 4,48%. Perbedaan
persentase rerata penurunan denyut jantung pada menit pertama dan ketiga
pascainduksi berbeda bermakna secara statistik (p < 0,05). Pada waktu 5 menit
setelah induksi kedua kelompok menunjukkan peningkatan denyut jantung
dibandingkan dengan periode waktu 3 menit setelah induksi. Pada lima menit
pascainduksi kelompok salin mengalami penurunan denyut jantung 3,73 ± 5,64%
dan kelompok efedrin 1,88 ± 6,32%. Perbedaan penurunan denyut jantung pada
menit kelima pascainduksi tidak berbeda bermakna secara statistik (p > 0,05).
Kedua kelompok perlakuan mengalami penurunan denyut jantung pada menit
pertama dan ketiga, namun perbedaan rerata penurunan denyut jantung
menujukkan penurunan yang lebih besar pada kelompok salin.Pemberian efedrin
memberikan efek simpatomimetik yang dapat menekan efek bradikardi yang
dihasilkan oleh propofol.Melalui kerjanya sebagai vasokonstriktor pada reseptor α
adrenergik dan sebagai kardiostimulan pada reseptor ß adrenergik (Singh, 2005).
Rerata penurunan denyut jantung pada menit ketiga pada kedua kelompok
perlakuan menunjukkan penurunan yang lebih besar dikarenakan oleh tercapainya
efek plasma puncak propofol sehingga memberikan efek penurunan denyut
jantung yang lebih tajam dibandingkan dengan menit pertama.Pada kelompok
efedrin penurunan denyut jantung yang diakibatkan oleh pemberian propofol tidak
lebih berat dibandingkan dengan kelompok salin hal ini disebabkan oleh efek
simpatomimetik pada kelompok efedrin.Sedangkan pada menit kelima terjadi
peningkatan denyut jantung pada kedua kelompok jika dibandingkan dengan
menit ketiga.Perbedaan denyut jantung antara kelompok salin dan efedrin pada
menit kelima tidak bermakna secara statistik. Penintkatan ini denyut jantung pada
menit kelima jika dibandingkan dengan menit ketiga ini diakibatkan oleh pada
periode waktu ini, propofol yang diberikan telah mengalami proses redistribusi
dan eliminasi sehingga kadar propofol plasma sudah mengalami penurunan.
Cheong Mi (2002) dalam penelitiannya mengungkapkan efedrin dengan dosis
30 mcg/kgBB dan 70 mcg/kgBB dapat mempertahankan dan mencegah
penurunan denyut jantung pada periode setelah induksi dan sesaat sebelum
intubasi. Cheong Mi (2002) juga menyebutkan terdapat peningkatan signifikan
denyut jantung pada kelompok yang menerima efedrin 100 mcg/kgBB dan 110
mcg/kgBB jika dibandingkan dengan palasebo.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Michelsen dkk.(1998),
sebelumnya mengenai efek pemberian efedrin terhadap status hemodinamik
setelah induksi anestesi. meneliti efedrin dengan dosis 100 dan 200 mcg/kgBB
yang diberikan 1 menit sebelum induksi anestesi dengan propofol 1,5 mg/kgBB
dan fentanyl 1,5 mcg/kgBB. Mereka menemukan bahwa terjadi takikardia.Pada
penelitian ini tidak didapatkan subjek yang mengalami takikardi pasca pemebrian
efedrin.Perbedaan hasil penelitian ini mungkin disebabkan oleh dosis efedrin yang
digunakan pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan dosis yang
digunakan oleh Michelsen dkk. (1998)
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Pada penelitian ini dapat ditarik simpulan :
1. Pemberian efedrin 50 mcg/kgBB intravena prainduksi dapat
menurunkan intensitas nyeri pascapemberian propofol intravena
2. Pemberian efedrin 50 mcg/kgBB intravena prainduksi dapat menjaga
stabilitas hemodinamik. pascapemberian propofol intravena
7.2 Saran
Penelitian ini memiliki beberapa kekurangan sehingga untuk penelitian lebih
lanjut perlu dilakukan penyempurnaan, antara lain:
1. Pada penelitian ini didapatkan penurunan TAR hingga lebih dari 25%,
pada kelompok salin sehingga perlu dilakukan penyesuaian dosis induksi
propofol maupun dosis efedrin pada pasien dengan permasalahan
kardiovaskular,
2. Pada penelitian ini pengukuran parameter hemodinamik (TDS, TDD,
TAR) menggunakan pengukuran noninvasive sehingga untuk
memperoleh hasil pengukuran memerlukan jeda waktu. Perlu
dipertimbangkan penggunaan pemantauan hemodinamik dengan monitor
yang lebih canggih agar dapat mengetahui secara akurat dan cepat
besarnya perubahan parameter kardiovaskular yang terjadi berbasis waktu
(real time), misalnya menggunakan alat yang dapat mengukur perubahan
tekanan arteri rerata, denyut jantung hingga curah jantung seperti
pemasangan monitor invasive tekanan arteri atau monitor yang bersifat
non-invasif seperti portable echocardiography
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal A, Dhiraaj S, Raza M, Singhal V, Gupta D, Ranjan R, Singh PK dan Sin
gh U, 2004, Pain during injection of propofol: the effect of prior administrati
on of ephedrine. Anaesth Intensive Care 2004;32(5):657-60
Albertin A, Casati A, Federica L, Roberto V, Travaglini V, Bergonzi P dan Torri
G, 2005, The effect-site concentration of remifentanil blunting cardiovascula
r responses to tracheal intubation and skin incision during bispectral index-g
uided propofol anesthesia. Anesth Analg 2005;101(1):125-3
Ambesh SP, dubey PK, dan Sinha PK , 1999, Ondansetron pretreatment to allevi
ate pain on propofol injection: A randomized, controlled, double blinded stud
y. Anaesth Analg; 89:197-199.
Ando R dan Watanabe C.2005 Characteristics of propofol-evoked vascular pain i
n anaesthetized rats.Br J Anaesth 2005; 95: 384-92.
Anker-Möller E, Spangsberg N, Arendt-Nielsen L et al. Subhypnotic dose of thiop
entone and propofol cause analgesia to experimentally induced acute pain.Br
J Anaesth 1991; 66: 185-8.
Aun, C. dan Major, E. 1984. The Cardiorespiratory Effect of ICI 35868 in Patient
s with Valvular Heart Disease. Anaesthesia, 39 (11): 1096-1100.
Babl J, Doenicke A dan Mönck V, 1995,New formulation of propofol in an LCT/
MCT emulsion. Approach to reduce pain on injection.Eur J Hosp Pharm 1995
; 1: 15-22.
Butterworth, J.F., Piccione, W.J., Berrizbeitia, L.D., Dance, G., Shemin, R.J., dan
Cohn, L.H. 1986. Augmentation of Venous Return by Adrenergic Agonists du
ring Spinal Anesthesia. Anesth Analg, 65 (6): 612-616.
Cheong Ma, Kim KS dan Choi WJ, 2002, Ephedrine reduces the pain from
propofol injection, Anesthesia Analgesia, 2002, 95(5); 1293-1296
Claeys, M.A., Gepts, E., dan Carnu, F. 1988. Haemodynamic Changes during
Anaesthesia Induced and Maintained with Propofol. Br J Anaesth, 60: 3-9.
Coates, D.P., Monk, C.R., Prys-Roberts, C., dan Turtle, M. 1987. Hemodynamic
Effect of Infusions of the Emulsion Formulation of Propofol during Nitrouss
Oxide Anesthesia in Human. Anesth Analg, 66 (1): 64-70.
Critchley, L.A.H., Stuart, J.C., Conway, F. dan Short, T.G. 1995. Hypotension
during Subarachnoid Anaesthesia: Haemodynamic Effects of Ephedrine. Br J
Anaesth, 74: 373-378.
Cyna, A.M., Andrew, M., Emmett, R.S. Middleton, P. dan Simmons, S.W. 2006.
Techniques for Preventing Hypotension during Spinal Anaesthesia for
Cesarean Section. Cochrane Database Syst Rev. 18 (4).
Demirkaya, M., Kelsaka, E., Sarihasan, B., Bek, Y. dan Ustun, E. 2012. The
Optimal Dose of Remifentanil for Acceptable Intubating Conditions during
Propofol Induction without Neuromuscular Blockade. J Clin Anesth, 24: 392-
397.
Doenicke A, Roizen M, Rau J, Kellerman W dan Babl J, 1996, Reducing pain
during propofol injection: The role of the solvent.Anesth Analg 1996; 82:
472-4.
Dyer, R.A., Reed, A.R., van Dyk, D., Arcache, M.J., Hodges, O. dan Lombard,
C.J. 2009. Hemodynamic Effect of Ephedrine, Phenylephrine, and the
Coadministration of Phenylephrine with Oxytocin during Spinal Anesthesia
for Elective Cesarean Delivery. Anesthesiology, 111: 753-756.
Ebert, T.J., Muzi, M., Berens, R., Goff, D., dan Kampine, J.P. 1992. Sympathetic
Responses to Induction of Anesthesia in Humans with Propofol or Etomidate.
Anesthesiology, 76 (5): 725-733.
El-Tahan MR, 2011, Preoperative ephedrine counters hypotension with propofol
anesthesia during valve surgery: a dose dependent study. Ann Card Anaesth
2011;14(1):3040.
El-Beheiry, H., Kim, J., Milne, B. dan Seegobin, R. 1995. Prophylaxis Against the
Systemic Hypotension Induced by Propofol during Rapid-Sequence Intubatio
n. Can J Anaesth, 42 (10): 875-878.
Eriksson M, Englesson S, Hörtet I dan Hartvig P, 1999, The anaesthetic potency o
f propofol in the rat is reduced by simultaneous intravenous administration of
lignocaine.Eur J Anaesthesiol 1999; 16: 315-19.
Fields HL, Emson PC, Leigh BK DKK, 1980,. Multiple opiate receptor site on pri
mary afferent fibres.Nature 1980; 284: 351-3.
Fujii Y dan Itakura M, 2009, A comparison of pretreatment with fentanyl and lido
caine preceded by venous occlusion for reducing pain on injection of propofo
l: a prospective, randomized, double-blind, placebo-controlled study in adult
Japanese surgical patients. Clin Ther 2009; 31(10): 2107-12.
Greenberg SS, Peevy K dan Tanaka TP, 1991, Endothelium-derived and intraneu
ronal nitric oxide-dependent inhibition of norepinephrine efflux from sympat
hetic nerves by bradykinin. Am J Hypertens 1991; 4: 464–7.
Hug, C.C., McLeskey, C.H., Nahrwold, M.I., Roizen, M.F., Stanley, T.H., dan Thi
sted, R.A. 1993. Hemodynamic Effects of Propofol: Data from Over 25,000 p
atients. Anesth Analg, 77: 21-29.
Johnson RA, Harper NJN, Chadwick S dan Vohra A, 1990, Pain on injection of p
ropofol.Anaesthesia 1990; 45: 439-42.
Kasaba, T., Yamaga, M., Iwasaki, T., Yoshimura, Y. dan Takasaki, M. 2000. Eph
edrine, Dopamine, or Dobutamine to Treat Hypotension with Propofol durin
g Epidural Anesthesia. Can J Anaesth, 47: 237-241.
Koo SW, Cho SJ, Kim YK, Ham KD, Hwang JH. Small-dose ketamine reduces th
e pain of propofol injection. Anesth Analg 2006; 103: 1444-7.
Lange M, Van AH, Westphal M, Morelli A, Role of vasopressinergic V1 receptor
agonist in the treatment of perioperative catecholamine-refractory arterial hyp
otension. Best Practice Res Clin Anaesthesiol 2008; 22(2):369-81
Lee P dan Russell WJ, 2004, Preventing pain on injection of propofol: A comparis
onbetween lignocaine pre-treatment and lignocaine added to propofol. Anaes
th Intensive Care 2004; 32: 482-4.2003
Lepage, J.Y.M., Pinaud, M.L., Helias, J.H., Cozian, A.Y., Le-Normand, Y. dan So
uron, R.J. 1991. Left Ventricular Performance during Propofol or Methohexit
al Anesthesia: Isotopic and Invasive Cardiac Monitoring. Anesth Analg, 73:
3-9.
Masaki. Y, Makoto T dan Toshiaki, 2003, Physicochemical Compatibility of Prop
ofol-Lidocaine Mixture, J Pharm,
Macario A, Weinger M, Truong P dan Lee M, 1999, Which clinical anesthesia out
comes are both common and important to avoid? The perspective of a panel
of expert anesthesiologists, Anesth Analg 1999; 88: 1085-1091.
Masjedi, M., Zand, F., Kazemi, A.P. dan Hoseinipour, A. 2014. Prophylactic Effe
ct of Ephedrine to Reduce Hemodynamic Changes Associated with Anesthesi
a Induction with Propofol and Remifentanil. J Anaesthesiol Clin Pharmacol,
30: 217-221.
Macarthur, A. 2002. Solving the Problem of Spinal-Induced Hypotension in Obste
tric Anesthesia. Can J Anaesth, 49: 536-539.
McCulloch MJ, Lees NW. Assessment and modification of pain on induction with
propofol (Diprivan).Anaesthesia 1985; 40:1117-20.
McCrirrick A dan Hunter S, 1990, Pain on injection of propofol: the effect of injec
tate temperature. Anaesthesia 1990;45(6):443-4.
McHugh GJ dan Roper G, 1995, Propofol emulsion and bacterial contamination.
Can J Anaesth 1995; 42:801-4.
McGrath, J.M., Chesnut, D.H., Vincent, R.D., DeBruyn, C.S., Atkins, B.L., Podus
ka, D.J., dan Chatterjee, P. 1994. Ephedrine Remains the Vasopressor of Cho
ice for Treatment of Hypotension during Ritodrine Infusion and Epidural Ane
sthesia. Anesthesiology, 80 (5): 1073-1081.
Michelsen, I., Helbo-Hansen, H.S., Kohler, F., Lorenzen, A.G., Rydlund, E., dan
Bentzon, M.W. 1998. Prophylactic Ephedrine Attenuates the Hemodynamic
Response to Propofol in Elderly Female Patients. Anesth Analg, 86 (3): 477-
481.
Monk, C.R., Coates, D.P., Prys-Roberts, C., Turtle, M.J. dan Spelina, K. 1987. Ha
emodynamic Effects of Prolonged Infusion of Propofol as A Suplement to Nitr
ous Oxide Anaesthesia: Studies in Association with Peripheral Arterial Surge
ry. Br J Anaesth, 59: 954-960.
Morgan, G.E., Mikhail, M.S. dan Murray, M.J. 2006. Clinical Anesthesiology. 4th
edn. McGraw-Hill.
Muzi, M., Berens, R.A., Kampine, J.P. dan Ebert, T.J. 1992. Venodilation
Contributes to Propofol Mediated Hypotension in Humans. Anesth Analg,
74: 877-883.
Nishiyama T, 2005, How to decrease pain at rapid injection of propofol:
effectivenes of flurbiprofen. J Anesth 2005; 19: 273-6.
Ohmizo H, Obara S, dan Iwama H, 2005, Mechanism of injection pain with long-
and long-medium chain triglyceride emulsive propofol. Can J Anaesth 2005;
52: 595-9.
Ohsuka S, Ohta M, Masuda K dkk, 1994,. Lidocaine hydrochloride and acetylsali
cylate kill bacteria by disrupting the bacterial membrane potential in differen
t ways.Microbiol Immunol 1994; 38: 429-34.
Ozer Z, Ozturk C, Altukan A, Cinel I dan Oral U, 2002, Inhibition of bacterial gr
owth by lignocaine in propofol emulsion.Anaesthesia Intensive Care 2002; 30
: 179-82.
Park SH, Jeong ST, Tak YJ, Kim CS dan Kim ST, 2010, A comparison of the hem
odynamic changes and propofolinduced pain at two different doses of remife
ntanil in elderly patients. Korean J Anesthesiol 2010;58(6):532-6.
Picard P dan Tramer M, 200,. Prevention of pain on injection with propofol: a qua
ntitative systematic review. Anesth Analg 2000; 90(4): 963-9.
Prys-Roberts, C., Sear, J.W., Low, J.M., Phillips, K.C., dan Dagnino, J. 1983. He
modynamic and Hepatic Effects of Methohexital Infusion During Nitrous Oxi
de Anesthesia in Humans. Anesth Analg, 62 (3): 317-323.
Reich DL , Sabera MA, dan Hossain MD,dan kawan-kawan, 2005, .Predictors of
hypotension after induction of general anesthesia .Anesth Analg 2005;101:62
2-28
Reves, J.G., Glass, P.S.A., Lubarsky, D.A., McEvoy, M.D., dan Martinez-Ruiz, R.
2005. Intravenous Nonopioid Anesthetics. In: Miller, R.D., Fleisher, L.A., Jo
hns, R.A., Savarese, J.J., Kronish, J.P.W., Young, W.J. editors. Miller’s Anest
hesia. 6th
. Ed. Philadelphia: Elsevier. p. 317-378.
Robinson BJ, Ebert TJ, O’Brien TJ, Colinco MD dan Muzi M, 1997, Mechanisms
whereby propofol mediates peripheral vasodilation in humans. Sympathoinhi
bition or direct vascular relaxation? Anesthesiology 1997;86:64-72.
Rokhtabnak F dan Pournajafian AR, 2006, Comparsion of effect of ephedrine and
lidocaine on pain during injection of propofol. Canadian J Anesth 2006;53.
Saadawy I, Ertok E dan Boker A, 2007, Painless injection of propofol: pretreatme
nt with ketamine vs thiopental, meperidine, and lidocaine. Middle East J Ane
sthesiol 2007; 19(3): 631-44.
Scott RP, Saunders D dan Norman J, 1998, Propofol: clinical strategies for preve
nting the pain of injection. Anaesthesia 1988 43: 492-4.
Stark RD, Binks SM, Dutka VN, O´Connor KM dan Glen JB, 1985, A review of t
he safety and tolerance of propofol(Diprivan).Postgrad Med J 1985; 61: 152
-156.
Singh. V, 2005, Prophylactic use of Ephedrine to Attenuate The Haemodynamic r
esponses to Propofol : A Prospective Randomized, Double Blind Comparativ
e trial, Indian J. Anaesth, 2005; 49 (5): 409-412
Smith, G. 2001. Gastroesophageal Reflux and Aspiration of Gastric Contents in A
nesthestic Practice. Anesth Analg, 93: 494-513.
Stoelting, R.K. dan Hillier, S.C. 2006. Pharmacology and Physiology In
Anesthetic Practice. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.
Tan CH dan Onsiong MK, 1998, Pain on injection of propofol. Anaesthesia 1998;
53(5): 468-76.
Theilen H, Adam S, Albrecht M dan Ragaller M, 2002, Propofol in a medium- an
d longchain triglyceride emulsion: Pharmaclogical characteristics and poten
tial beneficial effects. Anesth Analg 2002; 95: 923-9.
Vosoughian L, Sadeghi M dan Movafegh A, 2005, Study on the effect of Ketamine
with propofol in outpatient surgeries. J Urmia Univ Med Sci 2005:15(1):14-
8.
Wrench IJ, Girling KJ dan Hobbs GJ, 1996, Alfentanil mediated analgesia during
propofol injection: no evidence for a peripheral action. Br J Anaesth 1996; 7
7:162-4.
Xuan, Y.T. dan Glass, P.S. 1996. Propofol Regulation of Calcium Entry Pathways
in Cultured A10 and Rat Aortic Smooth Muscle Cells. Br J Pharmacol, 117 (
1): 5-12.
Yamakage M, Iwasaki S, Satoh J-I dan Namiki A, 2005, Changes in concentratio
n of free propofol by modification of the solution. Anesth Analg 2005; 101: 3
85-8.
Lampiran 1
RINCIAN INFORMASI
PEMBERIAN EFEDRIN 50 MCG/KGBB INTRAVENA PRAINDUKSI
DAPAT MENURUNKAN INTENSITAS NYERI DAN MENJAGA
STABILITAS HEMODINAMIK PASCAPEMBERIAN PROPOFOL
INTRAVENA
Bapak/Ibu/Saudara/I yang terhormat,
Bapak/Ibu/Saudara/I akan menjalani operasi terencana dengan prosedur
standar untuk pembiusan secara general/umum di RSUP Sanglah Denpasar. Saya
ikut mendoakan keberhasilan operasi yang Bapak/Ibu/Saudara/I jalani. Pada
kesempatan ini saya mengajak Bapak/Ibu/Saudara/I untuk mengikuti studi klinik
yang bertujuan untuk mengetahui efektifitas efedrin yang diberikan sebelum obat
induksi (obat tidur) dalam upaya untuk mengurangi angka kejadian nyeri pasca
pemberian obat induksi (obat tidur) propofol. Perlu kami informasikan, Propofol
adalah obat anestesi yang banyak digunakan baik oleh ahli anestesi, dokter
intensif dan dokter umum yang bertugas di bagian emergensi. Propofol memiliki
mula kerja yang cepat, waktu kerja yang pendek dan efek samping yang relatif
rendah namun sering menimbulkan nyeri saat penyuntikan dan hipotensi
(penurunan tekanan darah) selama proses induksi anestesia.
Pada studi klinik ini, sebelum Bapak/Ibu/Saudara/I diinduksi (ditidurkan)
dengan propofol, Bapak/Ibu/Saudara/I akan diberikan obat efedrin dengan
harapan mampu mencegah atau mengurangi kejadian nyeri pasca penyuntikan
propofol. Selama proses pemberian/penyuntikan propfol, tiap lima detik kami
akan mengevaluasi intensitas nyeri yang Bapak/Ibu/Saudara/I rasakan hingga
pada akhirnya Bapak/Ibu/Saudara/I terinduksi (tertidur). Setelah
Bapak/Ibu/Saudara/I terinduksi (tertidur), Bapak/Ibu/Saudara/I akan menjalani
tindakan pemasangan pipa penghubung melalui mulut untuk memberikan bantuan
nafas. Bapak/Ibu/Saudara/I akan diberikan obat untuk melemaskan otot yang
bertujuan untuk memperlancar tindakan tersebut dan membantu memudahkan
prosedur pembedahan yang memerlukan kondisi otot yang lemas. Selama
tindakan tersebut, Bapak/Ibu/Saudara/I akan terus dipantau dengan menggunakan
prosedur pemantauan standar secara terus-menerus.
Obat efedrin yang diberikan pada penelitian ini adalah dalam dosis kecil
sehingga memiliki risiko yang kecil terjadinya peningkatan tekanan darah dan
denyut jantung yang berlangsung sementara. Selain untuk menurunkan kejadian
atau menurunkan intensitas nyeri, pemberian efedrin pada penelitian ini juga
bermanfaat untuk mengimbangi efek samping yang ditimbulkan oleh obat induksi
(tidur) yaitu terjadinya penurunan tekanan darah dan denyut jantung, sehingga
pada akhirnya tercapai kestabilan tekanan darah dan denyut jantung. Segala efek
samping yang timbul akan ditangani sesuai prosedur ilmiah dan menurut standar
pengobatan rumah sakit, yang menjamin kesembuhan dan keselamatan penderita.
Bila Bapak/Ibu/Saudara/I yang ikut dalam studi ini sama sekali tidak akan
ditarik bayaran. Peserta studi ini adalah peserta yang bersedia secara sukarela
untuk mengikuti prosedurnya, oleh karena itu tidak akan mendapatkan bayaran
ataupun asuransi. Bila Bapak/Ibu/Saudara/I bersedia diikutsertakan dalam studi
ini, saya ucapkan banyak terima kasih, tetapi bila kemudian merasa ingin
mengundurkan diri dapat membatalkan persetujuan tanpa sangsi apappun. Bils
tidak bersedia, tetap akan diberikan pelayanan sebagaimana mestinya. Bila ada
yang ingin ditanyakan dapat menghubungi saya: dr. IG. N. A. Putra Arimbawa,
melalui HP 081337765458 atau melalui Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
RSUP Sanglah, telepon 0361-227911 ext. 139.
Hormat saya,
(dr. IG. N. A. Putra Arimbawa)
Lampiran 2
SURAT PERNYATAAN
PERSETUJUAN UJI KLINIK
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :
Umur :
Alamat :
Pekerjaan :
Dengan ini menyatakan telah mengerti dengan Informed Consent yang telah
dijelaskan dan dengan suka rela setuju untuk mengikuti penelitian yang berjudul:
Pemberian Efedrin 50 mcg/kgbb Intravena Prainduksi Dapat Menurunkan
Intensitas Nyeri dan Menjaga Stabilitas Hemodinamik Pasca Pemberian
Propofol 2,5 mg/kgbb, serta bersedia berperan serta dengan mematuhi semua
ketentuan yang berlaku dan telah saya sepakati dalam penelitian tersebut diatas
dengan catatan, bila suatu saat saya merasa dirugikan dalam bentuk apapun, saya
akan mengundurkan diri dan membatalkan persetujuan ini.
Denpasar, 2014
Peneliti, Peserta uji klinik
(dr. IG. N.A. Putra Arimbawa) (……………………………….)
Saksi: 1. Pihak keluarga (…………………………….....)
2. Pihak RSUP Sanglah (……………………………….)
Lampiran 3
LEMBAR PENELITIAN
PENELITIAN
PEMBERIAN EFEDRIN 50 MCG/KGBB INTRAVENA PRAINDUKSI
DAPAT MENURUNKAN INTENSITAS NYERI DAN MENJAGA
STABILITAS HEMODINAMIK PASCAPEMBERIAN PROPOFOL
INTRAVENA
Data Umum
1. No. Rekam Medis :…………………………….. No. sampel : ….…
2. Nama : ……………………………………………………..
3. Umur : ……………………………………………………..
4. Jenis kelamin : ……………………………………………………..
5. Tanggal : ……………………………………………………..
Data khusus
1. ASA : …………………………………………………..
2. Berat badan : …… kg
3. Tinggi badan : ….... cm
4. IMT : ….... kg/m2
Data Observasi Penelitian
1. Skala Nyeri : ……..
2. Hemodinamik :
Waktu pengukuran Basal Menit 1 Menit 3 Menit 5
Denyut Jantung
Tekanan Darah Sistolik
Tekanan Darah Diastolik
Tekanan Arteri Rerata
Pencatat
(………………………)
Lampiran 4
Lampiran 5
Analisis Statistik
GET STATA FILE='C:\Users\Artawan Eka
Putra\Documents\Bimbingan\Arim\data tesis10.dta'. >Error # 7202. Command
name: GET STATA >Input dictionary read error. >This command not executed.
Your new version of Stata is not supported GET STATA
FILE='C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Arim\data tesis9.dta'.
SAVE OUTFILE='C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Arim\data
tesis spss.sav' /COMPRESSED. SAVE OUTFILE='C:\Users\Artawan Eka
Putra\Documents\Bimbingan\Arim\data tesis spss.sav' /COMPRESSED.
EXAMINE VARIABLES=umur imt BY kelompok /PLOT NPPLOT
/STATISTIKS DESCRIPTIVES /CINTERVAL 95 /MISSING LISTWISE
/NOTOTAL.
[DataSet2] C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Arim\data tesis
spss.sav
Kelompok
Case Processing Summary
Kelomp
ok
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Umur Efedrin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
Salin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
imt Efedrin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
Salin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
Descriptives
Kelompok Statistik Std. Error
Umur Efedrin Mean 35.74 2.848
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 29.83
Upper Bound 41.65
5% Trimmed
Mean
35.38
Median 32.00
Variance 186.565
Std. Deviation 13.659
Minimum 18
Maximum 60
Range 42
Interquartile
Range
20
Skewness .322 .481
Kurtosis -1.001 .935
Salin Mean 35.48 3.148
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 28.95
Upper Bound 42.01
5% Trimmed
Mean
35.04
Median 32.00
Variance 227.988
Std. Deviation 15.099
Minimum 18
Maximum 61
Range 43
Interquartile
Range
28
Skewness .391 .481
Kurtosis -1.351 .935
imt Efedrin Mean 23.901 .5878
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 22.682
Upper Bound 25.120
5% Trimmed
Mean
23.876
Median 23.733
Variance 7.945
Std. Deviation 2.8188
Minimum 19.5
Maximum 28.8
Range 9.3
Interquartile
Range
4.2
Skewness .083 .481
Kurtosis -.718 .935
Salin Mean 22.830 .4635
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 21.869
Upper Bound 23.792
5% Trimmed
Mean
22.775
Median 22.719
Variance 4.942
Std. Deviation 2.2230
Minimum 18.7
Maximum 28.1
Range 9.4
Interquartile
Range
3.3
Skewness .261 .481
Kurtosis .084 .935
Tests of Normality
Kelomp
ok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistik Df Sig. Statistik df Sig.
Umur Efedrin .145 23 .200* .930 23 .107
Salin .156 23 .151 .895 23 .020
imt Efedrin .091 23 .200* .954 23 .358
Salin .072 23 .200* .987 23 .987
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
NPAR TESTS /M-W= umur BY kelompok(1 2) /MISSING ANALYSIS.
NPar Tests
Notes
Output Created 05-Dec-2014 19:55:43
Comments
Input Data C:\Users\Artawan Eka
Putra\Documents\Bimbingan\Ari
m\data tesis spss.sav
Active Dataset DataSet2
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working
Data File
46
Missing Value
Handling
Definition of Missing User-defined missing values are
treated as missing.
Cases Used Statistiks for each test are based
on all cases with valid data for
the variable(s) used in that test.
Syntax NPAR TESTS
/M-W= umur BY kelompok(1
2)
/MISSING ANALYSIS.
Resources Processor Time 0:00:00.015
Elapsed Time 0:00:00.015
Number of Cases
Alloweda
112347
a. Based on availability of workspace memory.
[DataSet2] C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Arim\data tesis
spss.sav
Mann-Whitney Test
Ranks
Kelomp
ok N Mean Rank Sum of Ranks
Umur Efedrin 23 23.70 545.00
Salin 23 23.30 536.00
Total 46
Test Statistiksa
Umur
Mann-Whitney U 260.000
Wilcoxon W 536.000
Z -.099
Asymp. Sig. (2-
tailed)
.921
a. Grouping Variable:
Kelompok
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Jenis Kelamin *
Kelompok
46 100.0% 0 .0% 46 100.0%
ASA * Kelompok 46 100.0% 0 .0% 46 100.0%
Jenis Kelamin * Kelompok
Crosstab
Kelompok
Efedrin Salin Total
Jenis Kelamin Laki-laki Count 10 7 17
% within
Kelompok
43.5% 30.4% 37.0%
Perempuan Count 13 16 29
% within
Kelompok
56.5% 69.6% 63.0%
Total Count 23 23 46
% within
Kelompok
100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .840a 1 .359
Continuity Correctionb .373 1 .541
Likelihood Ratio .843 1 .359
Fisher's Exact Test .542 .271
Linear-by-Linear
Association
.822 1 .365
N of Valid Cases 46
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.50.
b. Computed only for a 2x2 table
ASA * Kelompok
Crosstab
Kelompok
Efedrin Salin Total
ASA 1 Count 18 16 34
% within
Kelompok
78.3% 69.6% 73.9%
2 Count 5 7 12
% within
Kelompok
21.7% 30.4% 26.1%
Total Count 23 23 46
% within
Kelompok
100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .451a 1 .502
Continuity Correctionb .113 1 .737
Likelihood Ratio .453 1 .501
Fisher's Exact Test .738 .369
Linear-by-Linear
Association
.441 1 .507
N of Valid Cases 46
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.00.
b. Computed only for a 2x2 table
T-TEST GROUPS=kelompok(1 2) /MISSING=ANALYSIS
/VARIABLES=imt /CRITERIA=CI(.95).
T-Test
Notes
Output Created 05-Dec-2014 20:01:20
Comments
Input Data C:\Users\Artawan Eka
Putra\Documents\Bimbingan\Ari
m\data tesis spss.sav
Active Dataset DataSet2
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working
Data File
46
Missing Value
Handling
Definition of Missing User defined missing values are
treated as missing.
Cases Used Statistiks for each analysis are
based on the cases with no
missing or out-of-range data for
any variable in the analysis.
Syntax T-TEST GROUPS=kelompok(1
2)
/MISSING=ANALYSIS
/VARIABLES=imt
/CRITERIA=CI(.95).
Resources Processor Time 0:00:00.016
Elapsed Time 0:00:00.031
[DataSet2] C:\Users\Artawan Eka Putra\Documents\Bimbingan\Arim\data tesis
spss.sav
Group Statistiks
Kelomp
ok N Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
imt Efedrin 23 23.901 2.8188 .5878
Group Statistiks
Kelomp
ok N Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
imt Efedrin 23 23.901 2.8188 .5878
Salin 23 22.830 2.2230 .4635
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances
t-test for Equality of
Means
F Sig. t df
imt Equal variances
assumed
.876 .354 1.431 44
Equal variances not
assumed
1.431 41.733
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
imt Equal variances
assumed
.160 1.0711 .7485
Equal variances not
assumed
.160 1.0711 .7485
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
imt Equal variances
assumed
-.4375 2.5796
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
imt Equal variances
assumed
-.4375 2.5796
Equal variances not
assumed
-.4399 2.5820
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kelompok *
kat_nyeri
46 100.0% 0 .0% 46 100.0%
Kelompok * kat_nyeri Crosstabulation
kat_nyeri
sedang-berat tidak-ringan Total
Kelompok Efedrin Count 2 21 23
% within
Kelompok
8.7% 91.3% 100.0%
Salin Count 18 5 23
% within
Kelompok
78.3% 21.7% 100.0%
Total Count 20 26 46
% within
Kelompok
43.5% 56.5% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 22.646a 1 .000
Continuity Correctionb 19.904 1 .000
Likelihood Ratio 25.310 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
Association
22.154 1 .000
N of Valid Cases 46
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for
Kelompok (Efedrin /
Salin)
.026 .005 .153
For cohort kat_nyeri =
sedang-berat
.111 .029 .425
For cohort kat_nyeri =
tidak-ringan
4.200 1.915 9.214
N of Valid Cases 46
Kelompok
Case Processing Summary
Kelomp
ok
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
TS Baseline Efedrin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
Salin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
TD Baseline Efedrin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
Salin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
TAR
Baseline
Efedrin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
Salin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
Nadi
Baseline
Efedrin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
Salin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
TDS menit 1 Efedrin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
Salin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
TD menit 1 Efedrin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
Salin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
TAR menit 1 Efedrin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
Salin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
Nadi menit 1 Efedrin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
Salin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
TS menit 3 Efedrin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
Salin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
TD menit 3 Efedrin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
Salin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
TAR menit 3 Efedrin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
Salin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
Nadi menit 3 Efedrin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
Salin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
TS menit 5 Efedrin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
Salin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
TD menit 5 Efedrin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
Salin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
TAR menit 5 Efedrin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
Salin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
Nadi menit 5 Efedrin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
Salin 23 100.0% 0 .0% 23 100.0%
Tests of Normality
Kelomp
ok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistik df Sig. Statistik df Sig.
TS Baseline Efedrin .118 23 .200* .942 23 .197
Salin .109 23 .200* .974 23 .790
TD Baseline Efedrin .193 23 .026 .850 23 .003
Salin .148 23 .200* .944 23 .219
TAR
Baseline
Efedrin .164 23 .111 .907 23 .035
Salin .082 23 .200* .982 23 .939
Nadi
Baseline
Efedrin .156 23 .152 .932 23 .118
Salin .132 23 .200* .958 23 .433
TDS menit 1 Efedrin .099 23 .200* .973 23 .758
Salin .094 23 .200* .977 23 .840
TD menit 1 Efedrin .151 23 .190 .888 23 .015
Salin .187 23 .036 .889 23 .015
TAR menit 1 Efedrin .105 23 .200* .906 23 .034
Salin .139 23 .200* .914 23 .051
Nadi menit 1 Efedrin .116 23 .200* .964 23 .555
Salin .130 23 .200* .953 23 .331
TS menit 3 Efedrin .154 23 .168 .960 23 .470
Salin .165 23 .105 .904 23 .031
TD menit 3 Efedrin .192 23 .027 .898 23 .024
Salin .151 23 .192 .941 23 .192
TAR menit 3 Efedrin .178 23 .058 .912 23 .044
Salin .141 23 .200* .963 23 .526
Nadi menit 3 Efedrin .137 23 .200* .945 23 .225
Salin .190 23 .031 .894 23 .019
TS menit 5 Efedrin .108 23 .200* .965 23 .581
Salin .074 23 .200* .985 23 .972
TD menit 5 Efedrin .218 23 .006 .910 23 .040
Salin .171 23 .079 .956 23 .379
TAR menit 5 Efedrin .107 23 .200* .963 23 .537
Salin .136 23 .200* .959 23 .435
Nadi menit 5 Efedrin .177 23 .060 .935 23 .141
Salin .133 23 .200* .953 23 .336
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
T-Test
Group Statistiks
Kelomp
ok N Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
TS Baseline Efedrin 23 125.04 5.661 1.180
Salin 23 121.35 5.959 1.243
TDS menit 1 Efedrin 23 118.52 4.176 .871
Salin 23 107.48 7.147 1.490
TS menit 3 Efedrin 23 110.74 5.293 1.104
Salin 23 94.52 6.022 1.256
TS menit 5 Efedrin 23 119.48 4.591 .957
Salin 23 111.61 6.966 1.452
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances
t-test for Equality of
Means
F Sig. t df
TS Baseline Equal variances
assumed
.007 .934 2.156 44
Equal variances not
assumed
2.156 43.884
TDS menit 1 Equal variances
assumed
6.666 .013 6.398 44
Equal variances not
assumed
6.398 35.456
TS menit 3 Equal variances
assumed
.337 .564 9.701 44
Equal variances not
assumed
9.701 43.288
TS menit 5 Equal variances
assumed
2.720 .106 4.524 44
Equal variances not
assumed
4.524 38.080
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
TS Baseline Equal variances
assumed
.037 3.696 1.714
Equal variances not
assumed
.037 3.696 1.714
TDS menit 1 Equal variances
assumed
.000 11.043 1.726
Equal variances not
assumed
.000 11.043 1.726
TS menit 3 Equal variances
assumed
.000 16.217 1.672
Equal variances not
assumed
.000 16.217 1.672
TS menit 5 Equal variances
assumed
.000 7.870 1.740
Equal variances not
assumed
.000 7.870 1.740
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
TS Baseline Equal variances
assumed
.242 7.150
Equal variances not
assumed
.241 7.150
TDS menit 1 Equal variances
assumed
7.565 14.522
Equal variances not
assumed
7.541 14.546
TS menit 3 Equal variances
assumed
12.848 19.587
Equal variances not
assumed
12.847 19.588
TS menit 5 Equal variances
assumed
4.364 11.375
Equal variances not
assumed
4.348 11.391
GGraph
Kelomp
ok N Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
TD
Baseline
Efedrin 23 81.43 5.307 1.107
Salin 23 80.52 4.814 1.004
TD menit 1 Efedrin 23 74.43 4.813 1.004
Salin 23 68.13 6.189 1.290
TD menit 3 Efedrin 23 69.70 6.175 1.288
Salin 23 58.22 3.954 .824
TD menit 5 Efedrin 23 79.78 3.089 .644
Salin 23 73.30 6.399 1.334
NPAR TESTS /M-W= tdbaseline tdmenit1 tdmenit3 tdmenit5 BY kelompok(1
2) /MISSING ANALYSIS.
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
Kelomp
ok N Mean Rank Sum of Ranks
TD
Baseline
Efedrin 23 24.87 572.00
Salin 23 22.13 509.00
Total 46
TD menit 1 Efedrin 23 30.96 712.00
Salin 23 16.04 369.00
Total 46
TD menit 3 Efedrin 23 33.04 760.00
Salin 23 13.96 321.00
Total 46
TD menit 5 Efedrin 23 30.54 702.50
Salin 23 16.46 378.50
Total 46
Test Statistiksa
TD
Baseline TD menit 1 TD menit 3 TD menit 5
Mann-Whitney U 233.000 93.000 45.000 102.500
Wilcoxon W 509.000 369.000 321.000 378.500
Z -.695 -3.789 -4.839 -3.590
Asymp. Sig. (2-
tailed)
.487 .000 .000 .000
Group Statistiks
Kelomp
ok N Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
TAR
Baseline
Efedrin 23 95.97 4.877 1.017
Salin 23 94.13 4.820 1.005
TAR menit
1
Efedrin 23 89.13 4.284 .893
Salin 23 81.25 5.879 1.226
TAR menit
3
Efedrin 23 83.38 5.501 1.147
Salin 23 70.32 4.343 .906
TAR menit
5
Efedrin 23 93.01 2.921 .609
Salin 23 86.07 6.094 1.271
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances
t-test for Equality of
Means
F Sig. T df
TAR
Baseline
Equal variances
assumed
.156 .695 1.287 44
Equal variances not
assumed
1.287 43.994
TAR menit
1
Equal variances
assumed
2.530 .119 5.198 44
Equal variances not
assumed
5.198 40.223
TAR menit
3
Equal variances
assumed
.295 .590 8.934 44
Equal variances not
assumed
8.934 41.751
TAR menit
5
Equal variances
assumed
8.510 .006 4.926 44
Equal variances not
assumed
4.926 31.599
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
TAR
Baseline
Equal variances
assumed
.205 1.841 1.430
Equal variances not
assumed
.205 1.841 1.430
TAR menit
1
Equal variances
assumed
.000 7.884 1.517
Equal variances not
assumed
.000 7.884 1.517
TAR menit
3
Equal variances
assumed
.000 13.058 1.462
Equal variances not
assumed
.000 13.058 1.462
TAR menit
5
Equal variances
assumed
.000 6.942 1.409
Equal variances not
assumed
.000 6.942 1.409
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
TAR
Baseline
Equal variances
assumed
-1.041 4.722
Equal variances not
assumed
-1.041 4.722
TAR menit
1
Equal variances
assumed
4.827 10.941
Equal variances not
assumed
4.819 10.949
TAR menit
3
Equal variances
assumed
10.112 16.003
Equal variances not
assumed
10.108 16.008
TAR menit
5
Equal variances
assumed
4.102 9.782
Equal variances not
assumed
4.070 9.814
GGraph
Group Statistiks
Kelomp
ok N Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
Nadi
Baseline
Efedrin 23 82.30 4.577 .954
Salin 23 82.43 4.916 1.025
Nadi menit 1 Efedrin 23 79.30 4.819 1.005
Salin 23 72.00 6.238 1.301
Nadi menit 3 Efedrin 23 71.57 4.689 .978
Salin 23 64.09 6.557 1.367
Nadi menit 5 Efedrin 23 80.52 2.778 .579
Salin 23 79.22 4.502 .939
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances
t-test for Equality of
Means
F Sig. T df
Nadi
Baseline
Equal variances
assumed
.174 .679 -.093 44
Equal variances not
assumed
-.093 43.777
Nadi menit 1 Equal variances
assumed
.646 .426 4.444 44
Equal variances not
assumed
4.444 41.363
Nadi menit 3 Equal variances
assumed
1.473 .231 4.449 44
Equal variances not
assumed
4.449 39.836
Nadi menit 5 Equal variances
assumed
3.594 .065 1.182 44
Equal variances not
assumed
1.182 36.629
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
Nadi
Baseline
Equal variances
assumed
.926 -.130 1.401
Equal variances not
assumed
.926 -.130 1.401
Nadi menit 1 Equal variances
assumed
.000 7.304 1.644
Equal variances not
assumed
.000 7.304 1.644
Nadi menit 3 Equal variances
assumed
.000 7.478 1.681
Equal variances not
assumed
.000 7.478 1.681
Nadi menit 5 Equal variances
assumed
.243 1.304 1.103
Equal variances not
assumed
.245 1.304 1.103
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
Nadi
Baseline
Equal variances
assumed
-2.953 2.692
Equal variances not
assumed
-2.953 2.693
Nadi menit 1 Equal variances
assumed
3.992 10.617
Equal variances not
assumed
3.986 10.623
Nadi menit 3 Equal variances
assumed
4.091 10.866
Equal variances not
assumed
4.081 10.876
Nadi menit 5 Equal variances
assumed
-.919 3.527
Equal variances not
assumed
-.931 3.540
Group Statistics
Kelomp
ok N Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
slshtarbs_1 Efedrin 23 6.8406 4.04628 .84371
Salin 23 12.8841 5.58281 1.16410
slshtarbs_3 Efedrin 23 12.5942 5.68354 1.18510
Salin 23 23.8116 4.72777 .98581
slshtarbs_5 Efedrin 23 2.9565 4.59831 .95881
Salin 23 8.0580 6.03245 1.25785
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of
Means
F Sig. t df
slshtarbs_1 Equal
variance
s
assume
d
3.893 .055 -4.204 44
Equal
variance
s not
assume
d
-4.204 40.115
slshtarbs_3 Equal
variance
s
assume
d
.323 .573 -7.277 44
Equal
variance
s not
assume
d
-7.277 42.588
slshtarbs_5 Equal
variance
s
assume
d
1.316 .257 -3.225 44
Equal
variance
s not
assume
d
-3.225 41.113
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
slshtarbs_1 Equal variances
assumed
.000 -6.04348 1.43769
Equal variances not
assumed
.000 -6.04348 1.43769
slshtarbs_3 Equal variances
assumed
.000 -11.21739 1.54152
Equal variances not
assumed
.000 -11.21739 1.54152
slshtarbs_5 Equal variances
assumed
.002 -5.10145 1.58162
Equal variances not
assumed
.002 -5.10145 1.58162
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
slshtarbs_1 Equal variances
assumed
-8.94096 -3.14600
Equal variances not
assumed
-8.94891 -3.13805
slshtarbs_3 Equal variances
assumed
-14.32412 -8.11067
Equal variances not
assumed
-14.32703 -8.10776
slshtarbs_5 Equal variances
assumed
-8.28899 -1.91391
Equal variances not
assumed
-8.29533 -1.90757
T-Test
Group Statistics
Kelomp
ok N Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
slshnadibs_1 Efedrin 23 3.0000 4.71940 .98406
Salin 23 10.4348 4.00938 .83601
slshnadibs_3 Efedrin 23 10.7391 3.86379 .80566
Salin 23 18.3478 4.72526 .98528
slshnadibs_5 Efedrin 23 1.7826 5.39323 1.12457
Salin 23 3.2174 4.67057 .97388
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality
of Variances
t-test for Equality of
Means
F Sig. t df
slshnadibs_1 Equal variances
assumed
.172 .680 -5.758 44
Equal variances not
assumed
-5.758 42.880
slshnadibs_3 Equal variances
assumed
.849 .362 -5.978 44
Equal variances not
assumed
-5.978 42.330
slshnadibs_5 Equal variances
assumed
.321 .574 -.964 44
Equal variances not
assumed
-.964 43.120
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
slshnadibs_1 Equal variances
assumed
.000 -7.43478 1.29124
Equal variances not
assumed
.000 -7.43478 1.29124
slshnadibs_3 Equal variances
assumed
.000 -7.60870 1.27274
Equal variances not
assumed
.000 -7.60870 1.27274
slshnadibs_5 Equal variances
assumed
.340 -1.43478 1.48765
Equal variances not
assumed
.340 -1.43478 1.48765
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
slshnadibs_1 Equal variances
assumed
-10.03710 -4.83246
Equal variances not
assumed
-10.03902 -4.83054
slshnadibs_3 Equal variances
assumed
-10.17373 -5.04366
Equal variances not
assumed
-10.17659 -5.04080
slshnadibs_5 Equal variances
assumed
-4.43294 1.56337
Equal variances not
assumed
-4.43467 1.56510
T-Test
Group Statistics
Kelomp
ok N Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
slshtarbs_1 Efedrin 23 6.8406 4.04628 .84371
Salin 23 12.8841 5.58281 1.16410
slshtarbs_3 Efedrin 23 12.5942 5.68354 1.18510
Salin 23 23.8116 4.72777 .98581
slshtarbs_5 Efedrin 23 2.9565 4.59831 .95881
Salin 23 8.0580 6.03245 1.25785
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances
t-test for Equality of
Means
F Sig. t df
slshtarbs_1 Equal variances
assumed
3.893 .055 -4.204 44
Equal variances not
assumed
-4.204 40.115
slshtarbs_3 Equal variances
assumed
.323 .573 -7.277 44
Equal variances not
assumed
-7.277 42.588
slshtarbs_5 Equal variances
assumed
1.316 .257 -3.225 44
Equal variances not
assumed
-3.225 41.113
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
slshtarbs_1 Equal variances
assumed
.000 -6.04348 1.43769
Equal variances not
assumed
.000 -6.04348 1.43769
slshtarbs_3 Equal variances
assumed
.000 -11.21739 1.54152
Equal variances not
assumed
.000 -11.21739 1.54152
slshtarbs_5 Equal variances
assumed
.002 -5.10145 1.58162
Equal variances not
assumed
.002 -5.10145 1.58162
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
slshtarbs_1 Equal variances
assumed
-8.94096 -3.14600
Equal variances not
assumed
-8.94891 -3.13805
slshtarbs_3 Equal variances
assumed
-14.32412 -8.11067
Equal variances not
assumed
-14.32703 -8.10776
slshtarbs_5 Equal variances
assumed
-8.28899 -1.91391
Equal variances not
assumed
-8.29533 -1.90757
T-Test
Group Statistics
Kelomp
ok N Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
slshnadibs_1 Efedrin 23 3.0000 4.71940 .98406
Salin 23 10.4348 4.00938 .83601
slshnadibs_3 Efedrin 23 10.7391 3.86379 .80566
Salin 23 18.3478 4.72526 .98528
slshnadibs_5 Efedrin 23 1.7826 5.39323 1.12457
Salin 23 3.2174 4.67057 .97388
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality
of Variances
t-test for Equality of
Means
F Sig. t df
slshnadibs_1 Equal variances
assumed
.172 .680 -5.758 44
Equal variances not
assumed
-5.758 42.880
slshnadibs_3 Equal variances
assumed
.849 .362 -5.978 44
Equal variances not
assumed
-5.978 42.330
slshnadibs_5 Equal variances
assumed
.321 .574 -.964 44
Equal variances not
assumed
-.964 43.120
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
slshnadibs_1 Equal variances
assumed
.000 -7.43478 1.29124
Equal variances not
assumed
.000 -7.43478 1.29124
slshnadibs_3 Equal variances
assumed
.000 -7.60870 1.27274
Equal variances not
assumed
.000 -7.60870 1.27274
slshnadibs_5 Equal variances
assumed
.340 -1.43478 1.48765
Equal variances not
assumed
.340 -1.43478 1.48765
Independent Samples Test
t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
slshnadibs_1 Equal variances
assumed
-10.03710 -4.83246
Equal variances not
assumed
-10.03902 -4.83054
slshnadibs_3 Equal variances
assumed
-10.17373 -5.04366
Equal variances not
assumed
-10.17659 -5.04080
slshnadibs_5 Equal variances
assumed
-4.43294 1.56337
Equal variances not
assumed
-4.43467 1.56510
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
.
Top Related