TERAPI DINGIN CRYOTHERAPY SEBAGAI PENGHILANG NYERI PADA
ANKLE SPRAIN
A. Latar Belakang
Ankle sprain(ankle sprain) merupakan keluhan muskuloskletal yang sering terjadi. Sendi
pergelangan kaki mudah sekali mengalami cedera karena kurang mampu melawan
kekuatan medial, lateral, tekanan dan rotasi. Tidak seperti pada cedera lain yang
disebabkan oleh tekanan tingkat rendah yang berulang-ulang dalam jangka waktu yang
lama. Cedera akut pada pergelangan kaki disebabkan karena adanya penekanan
melakukan gerakan membelok secara tiba-tiba (Sumartiningsih, 2012). Sebagian besar
cedera tersebut terjadi sebagai akibat dari trauma inversi dengan kaki di beberapa
derajat fleksi plantar dan melibatkan kerusakan dengan struktur lateral pergelangan kaki
(Bleakley et al, 2007). Terjadinya sprain pada ligamen lateral pergelangan kaki akan
menimbulkan biaya yang signifikan jika tidak diatasi, dan diperkirakan sebanyak 302.000
pertahun kasus terjadi di Accident & Emergency (A&E) Departments di Inggris. Kasus
tersebut akan menimbulkan nyeri, pembengkakan dan hilangnya gerak sendi, dan 15 –
73% kasus terjadi chronic ankle instability (CAI) pada pasien karena terjadinya ankle
sprain berulang yang mengikuti lateral yang pada pergelangan kaki yang cedera
(Bleakley et al, 2007).
Nyeri yang terjadi pada Ankle sprain, menjadi alasan seseorang untuk mencari
pertolongan. Nyeri yang tidak ditangani dengan segera akan memperberat cedera pada
ankle sprain. Tingkatan ankle sprain terdiri dari ankle sprain tingkat ringan (terjadi pada
ligament talofibula anterior, yang dapat mengakibatkan retak pada sebagian tulang
tertentu), ankle sprain tingkat sedang, (meliput talofibula anterior dan calcaneo fibula
ligament yang dapat memperparah terjadinya kerusakan pada struktur ligament) dan
ankle sprain tingkat berat (meliputi kedua ligament pada posterior talofibula ligament
dapat menimbulkan putus urat otot yang kompleks atau kadang retak atau patah
tulang). Perawatan ditentukan oleh tingkatan sampai berapa lama sebelum melakukan
latihan tertentu. Perawatan yang tidak tepat dapat menyebabkan pergelangan kaki
menjadi tidak stabil hingga kronis, dan dapat menyebabkan cedera kembali
(Sumartiningsih, 2012).
Banyak terapi yang digunakan untuk membantu menghilangkan nyeri, pembengkakan
pada ankle sprain, baik itu terapi farmakologi maupun terapi non farmakologi. Secara
farmakologi, pemberian analgetik dapat meringankan nyeri yang dirasakan oleh pasien.
Terapi non farmakalogis merupakan terapi modalitas yang digunakan sebagai terapi
pendukung untuk kesembuhan pasien tanpa mengabaikan terapi medis yang dapat
mengontrol gejala, meningkatkan kualitas hidup, dan berkontribusi terhadap
penatalaksanaan pasien secara keseluruhan dan merupakan bagian dari terapi
komplementer (Suardi, 2011). Terapi dingin, digunakan sebagai terapi modalitas yang
dapat menyerap suhu jaringan sehingga terjadi penurunan suhu jaringan melewati
mekanisme konduksi. Efek pendinginan yang terjadi tergantung jenis aplikasi terapi
dingin, lama terapi dan konduktivitas terapi. Pada dasarnya agar terapi dapat efektif,
suhu pada cedera lokal harus dapat diturunkan dalam jangka waktu yang mencukupi
(Bleakley et al., 2004). Salah satu cold therapy adalah cryotherapy. Cryotherapy
merupakan penggunaan es dan air es dalam pengobatan cedera dan modalitas
pengobatan yang umum digunakan dalam pengelolaan cedera jaringan lunak akut
(Bleakley et al, 2007). Secara fisiologis es mengurangi aktivitas metabolisme dalam
jaringan sehingga mencegah kerusakan jaringan sekunder dan mengurangi nyeri ke
sistem saraf pusat (Aroyah, 2012). Cryotherapy telah direkomendasikan sebagai
pengobatan awal untuk regangan otot selama lebih dari 30 tahun (Cristhoper et al, 2008)
untuk fase inflamasi akut setelah terjadi cedera soft tissue dan cryotherapy diperkirakan
dapat mengurangi edema formasi melalui induksi vasokonstriksi, dan mengurangi
sekunder kerusakan hipoksia dengan menurunkan metabolisme jaringan yang terluka.
Aplikasi es pada jangka pendek telah digunakan selama fase sub-akut peradangan untuk
menghasilkan efek analgesik.
Penelitian yang dilakukan Bleakley et al (2004), tentang penanganan cedera dengan
menggunakan es didapatkan hasil bahwa pengobatan menggunakan es terhadap
jaringan lunak yang cedera dapat menurunkan nyeri dan menghilangkan pembengkakan.
Terapi dingin dianjurkan selama satu sampai tiga hari setelah cedera (tergantung pada
beratnya) atau pada fase cedera akut. Selama waktu ini, pembuluh darah di sekitar
jaringan yang terluka membuka, nutrisi dan cairan masuk kedarah untuk membantu
penyembuhan jaringan. Jika pembengkakan dan peradangan tidak dihentikan atau
diperlambat, kerusakan jaringan lebih luas dapat terjadi dan cedera mungkin memakan
waktu lebih lama untuk penyembuhan. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik
untuk membahas tentang penerapan cold therapy cryotherapy terhadap penurunan
nyeri dan pembengkakan pada ankle sprain.
B. Manfaat
Cedera muskoskletal yang sering terjadi adalah ankle sprain. Ankle sprain akan
menyebabkan nyeri dan pembengkakan pada daerah cedera. Terapi dingin cryotherapy
merupakan salah satu terapi non farmakologis untuk menghilangkan nyeri dan
pembengkakan dengan menggunakan ice packs atau air es. Cryotherapy digunakan
pada fase akut, mulai dari cedera sampai 72 jam pertama setelah cedera untuk
mengurangi nyeri dan pembengkakan. Penggunaan terapi ini dapat dilakukan oleh
perawat dan dokter diruangan emergency. Cryotherapy digunakan sebagai modalitas
terapi, tanpa mengabaikan terapi medis untuk menurunkan rasa nyeri dan
pembengkakan pada ankle sprain yang mana penggunaannya sangat sederhana dan
mudah dilakukan. Penggunaan terapi ini juga dapat meningkatkan pelayanan
keperawatan yang diberikan pada pasien. Bagi dunia pendidikan sendiri, penggunaan
terapi modalitas cryotherapy bisa menambah ilmu pengetahuan mahasiswa
keperawatan, sebagai terapi untuk menurunkan nyeri dan pembengkakan khususnya
pada kejadian atau kasus ankle sprain.
C. Analisis Literature
Penelitian efektifitas penggunaan cryotherapy telah dilakukan oleh Beakley dan Aucley
(2006), mengenai aplikasi cryotherapy intermiten dalam mengurangi nyeri dan
pembengkakan. Tujuan penelitian ini untuk membandingkan efikasi dari protokol
pengobatan cryotherapy intermiten dengan protokol pengobatan cryotherapy standar
dalam pengelolaan ankle sprain dalam fase akut. Perekrutan sampel dalam penelitian ini
dimulai di University of Ulster pada Januari 2002 dan telah diperpanjang ke Royal Victoria
Hospital, Belfast pada Maret 2002. Subjek dalam penelitian ini dibagi, menjadi kelompok
control yang dikontrol secara ketat tanpa mendapat perlakuan apa-apa dan kelompok
perlakuan dengan aplikasi es standar (n = 46) atau aplikasi es intermiten (n = 43).
Penggunaan cryotherapy standar di seluruh kelompok dengan pemberian ice pack
dengan suhu 0° C. Nyeri, dan pembengkak tercatat pada awal minggu setelah cedera.
Penelitian ini dilakukan dengan randomised controlled study (RCT).
Kriteria yang dijadikan subjek penelitian adalah subjek mengalami ankle sprain ringan /
sedang dalam waktu 48 jam sebelumnya. Kriteria eksklusi adalah subjek berusia
Untuk pengukuran, dalam penelitian ini, nyeri dinilai dengan menggunakan 10 cm skala
analog visual, ditandai tidak sakit di satu ujung dan nyeri berat di ujung lainnya. Bentuk
penilaian dianggap paling tepat karena tingginya tingkat pengulangan bila digunakan
secara serial pada pasien yang sama. Pembengkakan diukur dengan menggunakan
gambaran delapan metode. Randomised controlled (n = 15) digunakan untuk
menentukan ukuran sampel dan target perekrutan. Data dianalisis menggunakan SPSS
(Windows 9.0). Statistik deskriptif dilakukan untuk menghasilkan rata-rata, kelompok
perlakuan (intermiten dan standar) dan nilai-nilai dasar yang digunakan sebagai kovariat.
Untuk kedua analisis varian dan analisis kovarians, menggunakan uji Mauchley (p
<0,05). Hasil dari penelitian ini didapatkan delapan puluh sembilan subyek (laki-laki:
perempuan, 58:31, rata-rata (SD) usia 29,9 (10,32) tahun) dengan ankle sprain akut
direkrut di Universitas Ulster dan Royal Victoria Hospital, Rumah Sakit di Inggris. Awalnya
tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok baik dari fungsi pergelangan kaki,
nyeri saat istirahat atau aktivitas, atau bengkak. Tingkat kepatuhan pada kedua
kelompok itu baik dengan mean (SEM), jumlah penerapan es selama 72 jam pertama
adalah 5,7 (0,41) dalam kelompok standar dan 5,5 (0,42) pada kelompok terapi
intermiten (t = 0,21, p = 0.84). Nyeri pada aktivitas, nilai-nilai dalam kedua kelompok
perlakuan menurun pada setiap titik waktu selama enam minggu. Subyek yang diobati
dengan protokol intermiten (selama 10 menit), secara signifikan (p <0,05) nyeri ankle
sprain berkurang dibandingkan mereka yang menggunakan protokol standar 20 menit,
namun, satu minggu setelah cedera pergelangan kaki, tidak ada perbedaan yang
signifikan antara kelompok dalam hal fungsi, bengkak, atau nyeri saat istirahat (Beakley
dan Aucley, 2006),.
Menurut Beakley dan Auckley (2006), penelitiannya ini adalah randomized controlled trial
(RCT)pertama yang membandingkan efektivitas dua protokol cryotherapy yang
berebeda, yang standard an intermitten dengan subjek menggunakan manusia dengan
ankle sprain. Kedua kelompok menunjukkan perbaikan yang signifikan dari waktu ke
waktu dari penurunan nyeri, dan pembengkakan. Satu-satunya perbedaan yang
signifikan antara kedua kelompok adalah bahwa subjek menerapkan protokol intermiten
memiliki rasa nyeri ringan selama melakukan aktivitas sehari-hari di minggu 1.
Cryotherapy untuk nyeri ankle sprain dengan menggunakan mekanisme es dapat
mengurangi rasa sakit setelah cedera dengan mengurangi konduksi saraf atau kejang
otot. Dalam studi ini, aplikasi es terbatas pada fase cedera akut. Pengunaan cryotherapi
intermiten selama 10 menit untuk mempertahankan jaringan pada tingkat optimal pada
suhu 10-15 ° C akan mengurangi metabolisme ke tingkat optimal lebih lama, ini akan
mengurangi tingkat cedera sel sekunder, sehingga meminimalkan besarnya respon
inflamasi dan ini juga dapat dikaitkan dengan penurunan pembengkakan, kerusakan
saraf serta kejang otot.
Penelitian lanjutan tentang cryotherapy yang dilakukan Bleakley et al (2007) tentang
penggunaan terapi dingin cryotherapi ditambah dengan latihan fisik sebagai penurun
nyeri dan bengkak. Bleakley et al (2007) meneliti tentang efektifitas cryotherapy untuk
ankle sprain dan penggunaan cryotherapi dengan latihan fisik pada fase cedera akut.
Penggunaan cryotherapy (aplikasi es untuk tujuan terapeutik) sebagai modalitas terapi
yang digunakan dalam pengelolaan langsung dari cedera jaringan lunak akut. Aplikasi es
Intermittent diperkirakan mengerahkan efek analgesik pada fase awal. Penelitian ini
merupakan uji coba terkontrol (Randomized control trial) secara acak. Subjek dengan
ankle sprain akut akan direkrut dari department accident and emergency (A&E
Department) di rumah sakit Royal Victoria Rumah Sakit, Belfast, Irlandia Utara. Subjek
terdiri dari kelompok aplikasi es intermiten dengan kompresi atau kelompok perlakuan
aplikasi es intermiten dengan kompresi dan latihan terapi). Populasi dalam penelitian ini
adalah semua pasien antara 16-65 tahun dengan lateral acut ankle sprain (kurang dari 1
minggu sejak cedera).
Prosedur pengobatan secara cryotherapy pada penelitian ini adalah pengobatan standar
(Kelompok I) akan terdiri dari penerapan es intermiten dan kompresi. Subjek akan
menerima aplikasi es 10 menit. Ice pack akan diberikan selama 10 menit. Hal ini
kemudian akan diikuti oleh lebih 10 menit istirahat (10 menit ice pack/10 menit rest/10
menit ice pack/10 menit istirahat). Pengobatan Kelompok II terdiri dari penerapan es
intermiten, kompresi dengan latihan terapi. Subjek akan menerima aplikasi es 10 menit
kemudian akan melakukan 10 menit terapi berolahraga. Ini akan diikuti oleh aplikasi es
10 menit dan 10 menit dari terapi latihan (10 menit ice/10 menit latihan/10 menit ice/10
menit latihan) dan latihan berbentuk mengerakan pergelangan kaki secara akitf.
Dilakukan 3 kali per hari untuk minggu pertama setelah terjadi cedera. Analisis statistik
akan dianalisis menggunakan SPSS (Windows Versi 14.0), dengan asumsi data dari
distribusi normal, statistik deskriptif akan dilakukan untuk menghasilkan standar deviasi
(SD), kesalahan standar dari mean dengan tingkat kepercayaan 95% interval (CI).
Analisis kovarians (ANCOVA) akan dihitung untuk menentukan perubahan yang signifikan
dari waktu ke waktu antara kelompok I dan kelompok II. Peneliti menggunakan desain
acak controlled trial untuk membandingkan aplikasi cryotherapy intermiten dan aplikasi
es dengan latihan fisik untuk pengelolaan awal ankle sprain pada fase akut dan hasil
yang didapatkan bahwa penerapan cryoterapy selama sepuluh menit dan terapi latihan
pada tahap awal secara intermitten setelah cedera merupakan intervensi yang efektif
dan sederhana untuk mnurunkan nyeri dan pemebengkakan pada ankle sprain (Bleakley
et al, 2007).
Penelitian lain yang dilakukan Thomas, et al (2008), yang meneliti pengaruh stabilitas
cryotherapy postural setealh terjadinya lateral ankle sprain. Penelitian dilakukan untuk
menentukan efek pada stabilitas postural cryotherapy pada lateral ankle sprain.
Penelitian ini menggunakan metode a single-session,, Prosedur yang digunakan pada
penelitian ini pra dan post. Penilaian pra cryotherapy dilakukan pada kedua kain setelah
20 menit perendaman kaki bagian bawah tanpa cryotherapy dan penilaian post setelah
cryotherapi selama 10 dan 20 menit. Kedua kaki diuji sebelum cryotherapy dan setelah
cryotherapy. Dari hasil didapatkan sebelum terapi cryo (p = 0.001) dan nilai Post (p =
0.000), Post 10 menit (p = 0.000) dan Post 20 menit (p = 0.003) dengan p < 0.05..
Perendaman cryotherapi berpengaruh terhadap lateral ankle sprain.
Penelitian lain yang dilakukan Cristopher et al (2008) tentang penerapan panas dan
dingin untuk cedera otot. Cryotherapy lebih baik untuk awal pengobatan cedera akut
dibandingkan dengan terapi panas. Cryotherapy lebih baik daripada panas untuk
mengobati ketegangan otot akut . Cryotherapy mengontrol perdarahan dan edema
jaringan, sedangkan panas meningkatkan respon inflamasi. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah RCT pada manusia dan hewan. Pada manusia menerapkan
gel dingin 4 kali sehari pada 14 hari pertama setelah cedera dan hasilnya terjadi
penurunan nyeri yang signifikan saat istirahat, nyeri dengan gerakan, dan kecacatan
fungsional pada interval 7,14 hari pada penggunaan gel pendingin. Studi laboratorium
pada tikus juga menunjukkan efek positif dari cryotherapy dengan terjadinya perbaikan
dalam komponen fisiologis terkait dengan cryotherapy, tapi tidak ada statistik
peningkatan yang signifikan dalam edema. Kebanyakan pihak merekomendasikan
pengobatan dengan cryotherapy selama fase inflamasi akut. Beberapa sumber
merekomendasikan menerapkan cryotherapi untuk 4 jam pertama setelah cedera pada
interval 10 sampai 20 menit setiap 30 sampai 60 menit.
Dari beberapa studi literature diatas, maka cryotherapy dapat memberikan efek
pengurangan nyeri dan pengurangan pembengkakan pada ankle sprain. Efek dingin yang
diberikan pada ankle sprain dapat mempertahankan jaringan pada tingkat optimal yang
akan mengurangi lamanya metabolisme ke tingkat optimal, dan akan mengurangi
tingkat cedera sel sekunder, sehingga meminimalkan besarnya respon inflamasi.
D. Signifikansi Klinis
Penggunaan terapi dingin cryotherapy sebagai intervensi untuk menurunkan rasa nyeri
pada ankle sprain telah dilakukan sejak 30 tahun yang lalu. Banyak temuan-temuan
yang dilaporkan telah menunjukan hasil yang signifikan untuk penggunaan cryotherapy
ini sebagai terapi untuk menurunkan rasa nyeri. Menurut Beackley dan Auckley (2006),
penggunaan cryotherapy secara intermitten selama 10 menit dengan aplikasi ice pack
dan 10 menit istirahat, begitu seterusnya yang dilakukan selama 2 jam selama 1 minggu
atau pun secara standar dengan pengguanaan ice pack selama 20 menit tanpa istrahat
yang dilakukan selama 2 jam secara terus menerus sama-sama memberikan efek untuk
menurunkan nyeri dan pembengkakan. Awalnya penggunaan cryotherapy secara
intermitten memberikan hasil yang signifikan, tetapi pada minggu terakhir penelitian ini
tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam penurunan nyeri dan pembengkakan
pada ankle sprain. Penelitian lanjut yang dilakukan Beackley et al (2007) terhadap
penerapan cryotherapy secara intermitten ditambah dengan metode latihan pada ankle
sprain memberikan efek terhadap penurunan nyeri terhadap ankle sprain. Dari hasil
penelitian yang dilakukannya teradapat hasil yang signifikan untuk menurunkan nyeri
dengan penggunaan ice pack secara inttermitten dan latihan secara aktif pada ankle
sprain selama fase akut mulai dari awal cedera sampai 72 jam pertama setelah cedera.
Penggunaan cryotherapi pada fase akut, dari awal dapat mengurangi rasa sakit setelah
cedera dengan mengurangi konduksi saraf atau kejang otot.
Sebelumnya Gary dan Kingery (1993) juga telah melakukan penelitian tentang
perbandingan cryotherapy dengan kompresi terhadapi ankle sprain. Dari penelitian yang
dilakukannya belum ada hasil signifikan tentang perbedaan penggunaan cryotherapi
dengan kompresi dengan hasil uji statistik (p = 0,055). Penelitian lainnya yang
membuktikan cryotherapy dilakukan oleh Cristopher et al (2008) Cryotherapy lebih baik
untuk awal pengobatan cedera akut dibandingkan dengan terapi panas. Penerapan
cryotherapy dengan penggunaan gel dingin 4 kali sehari pada 14 hari pertama setelah
cedera menerikan hasil yang signifikan terhadap penurunan nyeri saat istirahat, nyeri
dengan gerakan, dan kecacatan fungsional. Diruangan emergency perawat dan dokter
dapat menerapkan terapi ini secara intermitten atau ditambha dengan latihan pada
kasus ankle sprain selama fase akut dengan menggunakan ice pack dan gel pendingin,
karena secar signifikan penggunaan cryotherapy ini dapat menurunkan nyeri dengan
menimbulkan efek analgetik dan mengurangi pembengkakan serta untuk mencegah
kompikasi dengan mempertahankan jaringan pada tingkat optimal yang akan
mengurangi lamanya metabolisme dan mengurangi tingkat cedera sel sekunder,
sehingga meminimalkan besarnya respon inflamasi.
Hasil dari beberapa penelitian tentang penggunaan terapi ini menunjukan hasil yang
sangat signifikan untuk menurunkan rasa nyeri dan pembengkakan pada pasien ankle
sprain dan dapat diterapkan di ruangan emergency. Selain itu penerapan terapi ini
sangat mudah, murah dan efisien. Studi literature menyebutkan terapi ini
penggunaannya tidak boleh dilakukan lama-lam atau lebih dari 30 menit dan
penggunaan terapi ini pada fase akut Bleakley et al, 2007). Signifikansi hasil dari
beberapa penelitian terbukti efektif dalam menurunkan rasa nyeri yang dirasakan pasien
dan penggunaannya dapat diikutkan dengan pengobatan medis standar. .
E. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan terapi dingin
cryotherapi untuk menurunkan nyeri dan mengurangi pembengkakan pada ankle sprain
dapat dijadikan sebagai modalitas keperawatan p[ada tahap cedera akut. Penggunaan
cryotherapy pada ankle sprain telah dilakukan oleh banyak peneliti seperti Bleakley et al
(2007), Bleakley dan Aucley (2006), Thomas et al (2008). Cryotherapy dilakukan dengan
pemeberian ice pack dan bantal gel pada selama 10 menit secar inttermiten ditambah
dengan pengunaan latihan pada ankle sprain pada fase akut dapat memberikan efek
analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan pembengkakan pada ankle sprain. Terapi
ini dapat membantu dapat meningkatkan kualitas hidup pasien sehingga pasien dapat
cepat beraktifitas dan mencegah terjadi komplikasi. Dibutuhkan komitmen yang kuat
antara berbagai pihak untuk dapat menerapkan tehnik ini secara konsisten dan menjadi
intervensi mandiri keperawatan.
Referensi
Aroyah, Novita. (2012). Terapi dingin (cold therapy) dalam penanganan cedera olahraga .
Jurusan Pendidikan dan Rekreasi FIK UNY diakses darihttp://staff.uny.ac.id/ tanggal 26
Juni 2009
Bleakley, Sean o’connor, Mark A Tully, Laurence G Rocke, Domnhall C MacAuley and
Suzanne M McDonough. (2007). Study protocol: The PRICE study (Protection Rest Ice
Compression Elevation): design of a randomised controlled trial comparing standard
versus cryokinetic ice applications in the management of acute ankle sprain. BMC
Musculoskeletal Disorders 2007, 8:125 doi:10.1186/1471-2474-8-125
Bleakley, C., and Aucley (2004). “The use of ice in the treatment of acute soft-tissue
injury.” The American journal of sports medicine 32( 1): 251.
Bleakley, C., and Aucley (2006). Cryotherapy for acute ankle sprains: a randomised
controlled study of two different icing protocols. Br J Sports Med. 2006 August; 40(8):
700–705. doi: 10.1136/bjsm.2006.025932
Cristhopers and Nicols. (2008). Does heat or cold work better for acute muscle strain. The
journal of family volume 57. No 12 / december 2008
Gary dan Kingery. (1993). Treatment of the Inversion Ankle Sprain: Comparison of
Different Modes of Compression and Cryotherapy. JOSPT Volume 17 Number 5 May 1993
Sri Sumartiningsih. (2012). Cedera Keseleo pada Pergelangan Kaki (Ankle Sprains). Jurnal
Unnes Volume 2. diakses dari http://journal.unnes.ac.id/ tanggal 26 Juni 2013
Suardi, Dradjat Ryanto. (2011). Peran dan Dampak Terapi Komplementer/ Alternatif bagi
Pasien Kanker. CDK 188 / vol. 38 no. 7 / November 2011 diakses
darihttp://www.kalbemed.com tanggal 23 mei 2013
Thomas w. Kernozek, john f. Greany, danielle r. Anderson, douglas Van heel, roderick l.
Youngdahl and benjamin g. Benesh la crosse. (2008). The effect of immersion
cryotherapy on medial-lateral postural sway variability in individuals with a lateral ankle
sprain. Physiotherapy Research International Physiother. Res. Int. 13(2): 107–118 (2008)
Cryotherapy (terapi dingin) adalah pemanfaatan dingin untuk mengoati nyeri atau gangguan kesehatan lainnya.
Terapi dingin dapat dipakai dapat dipakai dengan beberapa cara, seperti menggunakan es atau Cold
Baths. Terapi ini dipakai pada saat respon peradangan masih sangat nyata (cedera akut).
Pada terapi dingin, digunakan
modalitas terapi yang dapat menyerap suhu jaringan sehingga terjadi penurunan suhu jaringan melewati
mekanisme konduksi. Efek pendinginan yang terjadi tergantung jenis aplikasi terapi dingin, lama terapi, dan
konduktivitas.
Pada umumnya terapi dingin pada suhu 3,5 derajat Celcius selama 10 menit dapat mempengaruhi suhu sampai
dengan 4 cm dibawah permukaan kulit. Jaringan otot dengan kandungan air yang tinggi merupakan konduktor
yang baik, sedangkan jaringan lemak merupakan isolator suhu sehingga menghambat penetrasi dingin. Inti dari
terapi dingin adalah menyerap kalori area lokal cedera sehingga terjadi penurunan suhu. Aplikasi dingin dapat
mengurangi suhu pada daerah cedera, membatasi aliran darah, dan mencegah cairan masuk ke jaringan di
sekitar luka. Hal ini akan mengurangi nyeri dan pembengkakan. Aplikasi dingin dapat mengurangi sensitivitas
dari akhiran syaraf yang berakibat terjadinya peningkatan ambang batas rasa nyeri. Aplikasi dingin juga akan
mengurangi kerusakan jaringan dengan jalan mengurangi metabolisme lokal sehingga kebutuhan oksigen
jaringan menurun. Respon neouro - hormonal terhadap terapi dingin adalah sebagai berikut :
Pelepasan Endorphin
Penurunan transmisi syaraf sensoris
Penurunan aktivitas badan sel syaraf
Penurunan iritan yang merupakan limbah metabolisme sel
Peningkatan ambang nyeri
Secara fisiologis, pada 15 menit pertama setelah pemberian aplikasi dingin (suhu 10 derajat celcius) terjadi vasokontriksi arteriola dan venula secara lokal. Vasokontriksi disebabkan oleh aksi reflek dari otot polos yang timbul akibat stimulasi sistem syaraf otonom dan pelepasan epinephrine dan norepinephrine. Namun, jika terapi dingin terus dilakukan hingga 15 sampai 30 menit akan menimbulkan respon hunting. Respon hunting merupakan fase terjadinya vasodilatasi selama 4 sampai 6 menit. Respon hunting terjadi untuk mencegah terjadinya kerusakan jaringan akibat dari jaringan mengalami anoxia jaringan. Selain menimbulkan vasokontriksi, sensai dingin juga menurunkan eksitabilitas akhiran saraf bebas sehingga menurunkan kepekaan terhadap rangsang nyeri. Aplikasi dingin juga dapat mengurangi tingkat metabolisme sel sehingga limbah metabolisme menjadi berkurang. Penurunan limbah metabolisme pada akhirnya dapat menurunkan spasme otot. Terapi dingin biasanya digunakan pada 24 sampai 48 jam setelah terjadinya cedera dan dipakai untuk mengurangi sakit dan pembengkakan.
Beberapa cedera yang dapat ditangani dengan Cryotherapy
1. Cedera (Sprain, Strain, dan kontusi)
2. Sakit Kepala
3. Gangguan Temporomadibular
4. Testicular dan Scrotal Pain
5. Nyeri post operasi
6. Fase akut arthritis
7. Tendinitis dan Bursitis
8. Carpal Tunnel Syndrome
9. Nyeri Lutut
10. Nyeri Sendi
11. Nyeri perut
Jenis Aplikasi Cryotherapy
Es Atau Ice Packs
Es dalam pemakaian terapi sebaiknya tidak kontak langsung dengan kulitdan digunakan dengan perlindungan seperti dengan handuk. Indikasi terapi es adalah pada bagian otot lokal seperti tendon, bursae, maupun bagian - bagian Myofacial trigger point. Terapi biasanya diberikan selama 10 sampai 20 menit.
Vapocoolant Spray
Vapocoolant Spray merupakan semprotan yang berisi fluoromethane atau ethyl chloride. Semprotan ini sering digunakan untuk mengurangi nyeri akibat spasme otot serta meningkatkan range of motion (ROM). Terdapat beberapa prosedur dalam terapi ini, yakni semprotan membentuk sudut 30 derajat dengan kulit dengan jarak 30 samapi 50 cm dari kulit. Penyemprotan dilakukan dari arah proximal ke distal otot, dengan kecepatan semprotan 10 cm/detik. Penyemprotan dapat dilakukan 2 - 3 kali pengulangan, prosedur ini penting dilakukan untuk menghindari Frozen Bite.
Cold Baths
Cold Baths merupakan terapi mandi di dalam air dingin dalam jangka waktu maksimal selama 20 menit. Pada terapi ini, air dan es dicampur untuk mendapatkan suhu 10 sampai 15 derajat celcius. Terapi ini biasanya dilakukan untuk pemulihan pasca latihan maupun kompetisi. Proses ini berlangsung selama 10 sampai 15 menit. Ketika nyeri berkurang, terapi dihentikan dan dilanjutkan terapi lain seperti masase atau stretching. Pada saat nyeri kembali dirasakan, dapat dilakukan perendaman kembali. Terapi dingin berpotensi untuk meningkatkan
penjedalan kolagen, konsekuensinya aktivitas fisik harus dilakukan secara bertahap pasca terapi dingin.
Sumber : Intan Arovah, Novita. Dasar - Dasar Fisioterapi Pada Cedera Olahraga Arovah, Novita Intan. 2007. Dasar-Dasar Fisioterapi Pada Cedera Olahraga.
Yogyakarta: Media Komunikasi Olahraga