ASUHAN KEPERAWATAN KONSTIPASI PADA LANSIA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konstipasi atau hemoroid adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari kebiasaan normal.
Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses kurang, atau fesesnya keras dan kering.
Konstipasi juga dapat diartikan sebagai keadaan dimana membengkaknya jaringan dinding dubur
(anus) yang mengandung pembuluh darah balik (vena),sehingga saluran cerna seseorang yang
mengalami pengerasan feses dan kesulitan untuk melakukan buang air besar.
Konstipasi merupakan keluhan saluran cerna terbanyak pada usia lanjut; terjadi peningkatan dengan
bertambahnya usia dan 30 – 40 % orang di atas usia 65 tahun mengeluh konstipasi . Di Inggris
ditemukan 30% penduduk di atas usia 60 tahun merupakan konsumen yang teratur menggunakan
obat pencahar . Di Australia sekitar 20% populasi di atas 65 tahun mengeluh menderita konstipasi dan
lebih banyak pada wanita dibanding pria. Menurut National Health Interview Survey pada tahun 1991,
sekitar 4,5 juta penduduk Amerika mengeluh menderita konstipasi terutama anak-anak, wanita dan
orang usia 65 tahun ke atas.
Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya konstipasi pada lansia seperti kurangnya gerakan
fisik, makanan yang kurang sekali mengandung serat, kurang minum, akibat pemberian obat-obat
tertentu dan lain-lain. Akibatnya, pengosongan isi usus menjadi sulit terjadi atau isi usus menjadi
tertahan. Pada konstipasi, kotoran di dalam usus menjadi keras dan kering, dan pada keadaan yang
berat dapat terjadi akibat yang lebih berat berupa penyumbatan pada usus disertai rasa sakit pada
daerah perut.
Anamnesis merupakan hal yang terpenting untuk mengungkapkan etiologi dan factor-faktor risiko
penyebab konstipasi, sedangkan pemeriksaan fisik pada umumnya tidak mendapatkan kelainan yang
jelas. Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan banyak informasi yang berguna. Pemeriksaan-
pemeriksaan lain yang intensif dikerjakan secara selektif setelah 3 sampai 6 bulan pengobatan
konstipasi kurang berhasil dan dilakukan hanya pada pusat-pusat pengelolaan konstipasi tertentu.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien lansia dengan masalah konstipasi?
1.3. Tujuan
Tujuan Umum :
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien lansia dengan masalah konstipasi.
Tujuan Khusus :
1. Mengetahui definisi konstipasi.
2. Mengetahui epidemiologi lansia dengan konstipasi.
3. Mengetahui etiologi konstipasi.
4. Mengetahui patofisiologi konstipasi.
5. Mengetahui manifestasi klinis dari konstipasi.
6. Mengetahui penatalaksanaan lansia dengan konstipasi.
7. Mengetahui WOC dari lansia dengan konstipasi.
1.4. Manfaat
1. Mengetahui perjalanan penyakit yang terjadi sehingga dapat memberikan asuhan
keperawatan yang tepat.
2. Menambah pengetahuan khususnya di bidang keperawatan gerontik sebagai referensi dalam
memberikan asuhan keperawatan.
3. Meningkatkan ketrampilan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien lansia
dengan konstipasi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi buang air besar, biasanya kurang dari 3 kali
per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras dan kadang-kadang disertai kesulitan sampai rasa
sakit saat buang air besar (NIDDK, 2000).
Konstipasi adalah suatu keluhan, bukan penyakit (Holson, 2002;Azer, 2001). Pada umumnya konstipasi
sulit didefinisikan secara tegas karena sebagai suatu keluhan terdapat variasi yang berlainan antara
individu (Azer,2001). Penggunaan istilah konstipasi secara keliru dan belum adanya definisi yang
universal menyebabkan lebih kaburnya hal ini (Hamdy, 1984). Sedangkan batasan dari konstipasi
klinik yang sesungguhnya adalah ditemukannya sejumlah feses pada kolon, rektum atau keduanya
yang tampak pada foto polos perut (Harari, 1999).
Para tenaga medis mendefinisikan konstipasi sebagai penurunan frekuensi buang air besar, kesulitan
dalam mengeluarkan feses, atau perasaan tidak tuntas ketika buang air besar. Studi epidemiologik
menunjukkan kenaikan pesat konstipasi berkaitan dengan usia terutama berdasarkan keluhan
penderita dan bukan karena konstipasi klinik. Banyak orang mengira dirinya konstipasi bila tidak
buang air besar setiap hari. Sering ada perbedaan pandangan antara dokter dan penderita tentang arti
konstipasi (cheskin dkk, 1990).
2.2 Epidemiologi
Sekitar 80% manusia pernah menderita konstipasi dalam hidupnya dan konstipasi yang berlangsung
singkat adalah normal (ASCRS, 2002). Menurut National Health Interview Survey pada tahun 1991,
sekitar 4,5 juta penduduk Amerika mengeluh menderita konstipasi terutama anak-anak, wanita dan
orang usia 65 tahun ke atas. Hal ini menyebabkan kunjungan ke dokter sebanyak 2.5 juta kali/tahun
dan menghabiskan dana sekitar 725 juta dolar untuk obat-obatan pencahar (NIDDK, 2000).
Konstipasi merupakan keluhan saluran cerna terbanyak pada usia lanjut. Terjadi peningkatan dengan
bertambahnya usia dan 30-40 % orang di atas 65 tahun mengeluhkan konstipasi (Holson, 2002). Di
Inggris ditemukan 30% penduduk di atas usia 65 tahun merupakan konsumen yang teratur
menggunakan obat pencahar (Cheskin, dkk 1990). Di Australia sekitar 20% populasi di atas 65 tahun
mengeluh mendrita konstipasi dan lebih banyak pada wanita dibanding pria (Robert-Thomson, 1989).
Suatu penelitian yang melibatkan 3000 orang usia lanjut usia di atas 65 tahun menunjukkan sekitar
34% wanita dan 26% pria meneluh menderita konstipasi (Harari, 1989).
2.3 Etiologi
Banyak lansia mengalami konstipasi sebagai akibat dari penumpukan sensasi saraf, tidak
sempurnanya pengosongan usus, atau kegagalan dalam menanggapi sinyal untuk defekasi. Konstipasi
merupakan masalah umum yang disebabkan oleh penurunan motilitas, kurang aktivitas, penurunan
kekuatan dan tonus otot.
Faktor-faktor risiko konstipasi pada usia lanjut:
1. Obat-obatan: golongan antikolinergik, golongan narkotik, golongan analgetik, golongan
diuretik, NSAID, kalsium antagonis, preparat kalsium, preparat besi, antasida aluminium,
penyalahgunaan pencahar.
2. Kondisi neurologik: stroke, penyakit parkinson, trauma medula spinalis, neuropati diabetic.
3. Gangguan metabolik: hiperkalsemia, hipokalemia, hipotiroidisme.
4. Kausa psikologik: psikosis, depresi, demensia, kurang privasi untuk BAB, mengabaikan
dorongan BAB, konstipasi imajiner.
5. Penyakit-penyakit saluran cerna: kanker kolon, divertikel, ileus, hernia, volvulus, iritable bowel
syndrome, rektokel, wasir, fistula/fisura ani, inersia kolon.
6. Lain-lain: defisiensi diet dalam asupan cairan dan serat, imobilitas/kurang olahraga, bepergian
jauh, paska tindakan bedah parut
2.4 Patofisiologi
Defekasi merupakan suatu proses fisiologi yang menyertakan kerja otot-otot polos dan serat lintang,
persarafan, sentral dan perifer, koordinasi sisitem reflek, kesadran yang baik dan kemampuan fisik
untuk mencari tempat BAB.
Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar yang menghantarkan feses ke rektum untuk
dikeluarkan. Feses masuk dan meregangkan ampula rektum yang diikuti relaksasi sfingter anus
interna. Untuk menghindarkan pengeluaran feses yang spontan, terjadi refleks kontraksi refleks anus
eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang dilayani oleh syaraf pudendus. Otak menerima rangsang
keinginan untuk BAB dan sfingter anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, dan rektum
mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. Kontraksi ini akan menaikkan
tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot elevator ani.baik persyarafan simpatis dan para
simpatis terlibat dalam proses ini.
Patogenesis konstipasi bervariasi macam-macam, penyebabnya multipel, mencakup beberapa faktor
yang tumpah tindih, motilitas kolon tidak terpengaruh dengan bertambahnya usia. Proses menua yang
normal tidak mengakibatkan perlambatan perjalanan saluran cerna. Pengurangan respon motorik
sigmoid disebabkan karena berkurangnya inervasi instinsik akibat degenerasi pleksus myenterikus,
sedangkan pengurangan rangsang saraf pada otot polos sirkuler menyebabkan memanjangnya waktu
gerakan usus. Pada lansia mempunyai kadar plasma beta- endorfin yang meningkat, disertai
peningkatan ikatan pada reseptor opiat endogen di usus. Ini dibuktikan dengan efek konstipasif
sediaan opiat karena dapat menyebabkan relaksasi tonus otot kolon, motilitas berkurang dan
menghambat refleks gaster-kolon. Terdapat kecenderungan menurunnya tonus sfingter dan kekuatan
otot-otot polos berkaitan dengan usia khususnya pada wanita. Pada penderita konstipasi mempunyai
kesulitan lebih besar untuk mengeluarkan feses yang kecil dan keras, menyebabkan upaya mengejan
lebih keras dan lebih lama. Hal ini berakibat penekanan pada saraf pudendus dengan kelemahan lebih
lanjut.
2.5 Manifestasi Klinis
Beberapa keluhan yang mungkin berhubungan dengan konstipasi adalah: (ASCRS, 2002)
1. Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB
2. Mengejan keras saat BAB
3. Massa feses yang keras dan sulit keluar
4. Perasaan tidak tuntas saat BAB
5. Sakit pada daerah rectum saat BAB
6. Rasa sakit pada daerah perut saat BAB
7. Adanya perembesan feses cair pada pakaian dalam
8. Menggunakan bantuan jari-jari intuk mengeluarkan feses
9. Menggunakan obat-obat pencahar untuk bisa BAB
2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Tatalaksana non farmakologik
a) Cairan
Keadaan status hidrasi yang buruk dapat menyebabkan konstipasi. Kecuali ada kontraindikasi, orang
lanjut usia perlu diingatkan untuk minum sekurang kurangnya 6-8 gelas sehari (1500 ml cairan
perhari) untuk mencegah dehidrasi. Asupan cairan dapat dicapai bila tersedia cairan/minuman yang
dibutuhkan di dekat pasien, demikian pula cairan yang berasal dari sup,sirup, dan es. Asupan cairan
perlu lebih banyak bagi mereka yang mengkonsumsi diuretik tetapi kondisi jantungnya stabil.
b) Serat
Pada orang usia lanjut yang lebih muda, serat berguna menurunkan waktu transit (transit time). Pada
orang lanjut usia disarankan agar mengkonsumsi serat skitar 6-10 gram per hari. Ada juga yang
menyarankan agar mengkonsumsi serat sebanyak 15-20 per hari. Serat berasal dari biji-bijian, sereal,
beras merah, buah, sayur, kacang-kacangan. Serat akan memfasilitasi gerakan usus dengan
meningkatkan masa tinja dan mengurangi waktu transit usus. Serat juga menyediakan substrat untuk
bakteri kolon, dengan produksi gas dan asam lemak rantai pendek yang meningkatkan gumpalan
tinja. Perlu diingat serat tidaklah efektif tanpa cairan yang cukup, dan dikontraindikasikan pada pasien
dengan impaksi tinja (skibala) atau dilatasi kolon. Peningkatan jumlah serat dapat menyebabkan
gejala kembung, banyak gas, dan buang besar tidak teratur terutama pada 2-3 minggu pertama, yang
seringkali menimbulkan ketidakpatuhan obat.
c) Bowel training
Pada pasien yang mengalami penurunan sensasi akan mudah lupa untuk buang air besar. Hal tersebut
akan menyebabkan rektum lebih mengembang karena adanya penumpukan feses. Membuat jadwal
untuk buang air besar merupakan langkah awal yang lebih baik untuk dilakukan pada pasien tersebut,
dan baik juga diterapkan pada pasien usia lanjut yang mengalami gangguan kognitif. Pada pasien
yang sudah memiliki kebiasaan buang air besar pada waktu yang teratur, dianjurkan meneruskan
kebiasaan teresebut. Sedangkan pada pasien yang tidak memiliki jadwal teratur untuk buang air
besar, waktu yang baik untuk buang air besar adalah setelah sarapan dan makan malam.
d) Latihan jasmani
Jalan kaki setiap pagi adalah bentuk latihan jasmani yang sederhana tetapi bermanfat bagi orang usia
lanjut yang masih mampu berjalan. Jalan kaki satu setengah jam setelah makan cukup membantu.
Bagi mereka yang tidak mampu bangun dari tampat tidur, dapat didudukkan atau didudukkan atau
diberdirikan disekitar tempat tidur. Positioning bagi pasien usia lanjut yang tidak dapat bergerak,
meninggalkan tempat tidurnya menuju ke kursi beberapa kali dengan interval 15 menit, adalah salah
satu cara untuk mencegah ulkus dekubitus. Tentu saja pasien yang mengalami tirah baring dapat
dibantu dengan menyediakan toilet atau komod dengan tempat tidur, jangan diberi bed pan. Mengurut
perut dengan hati-hati mungkin dapat pula dilakukan untuk merangsang gerakan usus.
e) Evaluasi penggunaan obat
Evaluasi yang seksama tentang penggunaan obat-obatan perlu dilakukan untuk mengeliminasi,
mengurangi dosis, atau mengganti obat yang diperkirakan menimbulkan konstipasi. Obat
antidepresan, obat Parkinson merupakan obat yang potensial menimbulkan konstipasi. Obat yang
mengandung zat besi juga cenderung menimbulkan konstipasi, demikian obat anti hipertensi
(antagonis kalsium). Antikolinergik lain dan juga narkotik merupakan obat-obatan yang sering pula
menyebabkan konstipasi.
2.6.2 Tatalaksana farmakologik
a) Pencahar pembentuk tinja (pencahar bulk/bulk laxative)
Pencahar bulk merupakan 25% pencahar yang beredar di pasaran. Sediaan yang ada merupakan
bentuk serat alamiah non-wheat seperti pysilium dan isophagula husk, dan senyawa sintetik seperti
metilselulosa. Bulking agent sistetik dan serat natural sama-sama efektif dalam meningkatkan
frekuensi dan volume tinja. Obat ini tidak menyebabkan malabsorbsi zat besi atau kalsium pada orang
usia lanjut, tidak seperti bran yang tidak diproses. Pencahar bulk terbukti menurunkan konstipasi pada
orang usia lanjut dan nyeri defekai pada hemoroid. Sama halnya dengan serat, obat ini juga harus
diimbangi dengan asupan cairan.
b) Pelembut tinja
Docusate seringkali direkomendasikan dan digunakan oleh orang lanjut usia sebagai pencahar dan
sebagai pelembut tinja. Docusate sodium bertindak sebagaisurfaktan, menurunkan tegangan
permukaan feses untuk membiarakan air masuk dam memperlunak feses. Docusate sebenarnya tidak
dapat menolong konstipasi yang kronik, penggunaannya sebaiknya dibatasi pada situasi dimana
mangedan harus dicegah.
c) Pencahar stimulan
Senna merupakan obat yang aman digunakan oleh orang usia lanjut. Senna meningkatkan peristaltik
di kolon distal dan menstimulasi peristaltik diikuti dengan evakuasi feses yang lunak. Pemberian 20
mg senna per hari selama 6 bulan oleh pasien berusia lebih dari 80 tahun tidak menyebabkan
kehilangan protein atau elektrolit. Senna umumnya menginduksi evakuasi tinja 8-12 jam setelah
pemberian. Orang usia lanjut biasanya memerlukan waktu yang lebih lama yakni sampai dengan 10
minggu sebelum mencapai kebiasaan defekasi yang teratur. Pemberian sebelum tidur malam
mengurangi risiko inkontininsia fekal malam hari dan dosis juga harus ditritasi berdasarkan respon
individu. Terapi dengan Bisakodil supositoria memiliki absorbsi sistemik minimal dan sangat menolong
untuk mengatasi diskezia rectal pada usia lanjut. Sebaiknya diberikan segera setelah makan pagi
secara supositoria untuk mendapatka efek refleks gastrokolik. Penggunaan rutin setiap hari dapat
menyebabkan sensasi terbakar pada rectum, jadi sebaiknya digunakan secara rutin, melainkan sekitar
3 kali seminggu.
d) Pencahar hiperosmolar
Pencahar hiperosmolar terdiri atas laktulosa disakarida dan sorbitol. Di dalam kolon keduanya di
metabolisme oleh bakteri kolon menjadi bentuk laktat, aetat, dan asam dengan melepaskan
karbondioksida. Asam organik dengan berat molekul rendah ini secara osmotic meningkatkan cairan
intraluminal dan menurunkan pH feses. Laktulosa sebagai pencahar hiperosmolar terbukti
memperpendek waktu transit pada sejumlah kecil penghni panti rawat jompo yang mengalami
konstipasi. Laktulosa dan sorbitol juga sama-sama menunjukkan efektifitasnya dalam mengobati
konstipasi pada orang usia lanjut yang berobat jalan. Sorbitol sebaiknya diberikan 20-30 selama empat
kali sehari. Glikol polietelin merupakan pencahar hiperosmolar yang potensial yang mengalirkan cairan
ke lumen dan merupakan zat pembersih usus yang efektif. Gliserin adalah pencahar hiperomolar yang
dugunakan hanya dalam bentuk supositoria.
e) Enema
Enema merangsang evakuasi sebagai respon terhadap distensi kolon; hasil yang kurang baik biasanya
karena pemberian yang tidak memadai. Enema harus digunakan secara hati-hati pada usia lanjut.
Pasien usia lanjut yang mengalami tirah baring mungkin membutuhkan enema secara berkala untuk
mencegah skibala. Namun, pemberian enema tertentu terlalu sering dapat mengakibatkan efek
samping. Enema yang berasal dari kran (tap water) merupakan tipe paling aman untuk penggunaan
rutin, karena tidak menghasilkan iritasi mukosa kolon. Enema yang berasal dari air sabun (soap-suds)
sebaiknya tidak diberikan pada orang usia lanjut.
2.7 WOC (terlampir)
Download : WOC ASKEP KONSTIPASI LANSIA
BAB 3
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
3.1 KASUS
Tn. A berusia 65 tahun datang ke poli umum dengan keluhan tidak bisa buang air besar selama
seminggu.Setelah 1 minggu Tn.A bisa BAB dan mengalami nyeri saat defekasi. Tn. A merasakan nyeri
dan penuh perjuangan dalam mengejan. Saat dikaji, klien mengatakan bentuk fesesnya keras dalam
minggu ini sampai sekarang. Dari hasil pemeriksaan didapatkan :
TD : 150 / 90 mmHg
HR : 106x/menit
RR : 22x/menit
TB : 158 cm
Bising Usus : 2 x/menit
3.2 PENGKAJIAN
1. I. BIODATA
Tgl. Pengkajian : 20 November 2009
Nama : Tn. A Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 65 tahun Status Perkawinan : Duda
Agama : Islam Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tidak ada Alamat : Jl. Mawar
Tgl masuk : 19 November 2008 Ruang : Poli Umum
Diagnosa Medis : Konstipasi
Penanggung Jawab
Nama : Tn. P
Hubungan dengan klien : Anak klien
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Gunung Sari
II. Keluhan Utama
Tn. A mengatakan nyeri saat buang air besar.
III. Riwayat Kesehatan Sekarang
Tn. A mengatakan bahwa sakitnya sudah 1 minggu terakhir ini dan Tn. A juga merasakan perutnya
terasa penuh. Klien juga mengatakan bahwa susah buang air besar dan sering buang angin selama 1
minggu terakhir ini.
IV. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
1. Penyakit yang pernah dialami
Klien mengatakan tidak pernah rawat inap di rumah sakit karena tidak pernah mengalami penyakit
yang parah sebelumnya, paling hanya sakit ringan yaitu demam, flu.
1. Tindakan yang dilakukan
Klien mengatakan bahwa paling hanya dengan obat-obat yang dijual di warung
dan kebetulan cocok (2 sampai 3 hari sembuh).
1. Riwayat operasi
Klien mengatakan tidak pernah di operasi.
1. Riwayat alergi
Klien mengatakan tidak ada riwayat alergi. Klien tidak mempunyai pantangan makanan apapun.
V. Riwayat / Keadaan Psikososial
1. Bahasa yang digunakan : Bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.
2. Persepsi klien tentang penyakitnya : Klien menganggap penyakitnya mengganggu aktifitas
dan mengurangi nafsu makannya. Namun klien tetap bersyukur semua yang dideritanya dan
menganggap semua sakit yang dideritanya tersebut sebagai cobaan dari Tuhan.
3. Konsep diri
1. Body image
Tidak ada masalah dengan body image
1. Ideal diri
Klien mengharapkan dan selalu berdoa kepada Tuhan YME agar diberikan ketabahan dalam
menghadapi penyakitnya dan kesembuhan walau tidak terlalu mengharap.
1. Harga diri
Klien senang tinggal di panti karena tercukupi semua kebutuhannya, dan bebas melakukan apa saja
yang diinginkan.
1. Peran diri
Klien seorang duda yang telah ditinggal istrinya karena meninggal kurang lebih 10 tahun lalu. Dari
perkawinannya klien memiliki 1 orang anak.
1. Personal identity
Klien merupakan anggota panti Tresna Werdha Abdi di wisma Teratai. Klien merupakan duda dengan 1
anak.
1. Keadaan Emosi
Keadaan emosi klien dalam keadaan stabil.
1. Perhatian terhadap orang lain/lawan bicara
Klien tampak memperhatikan dan menanggapi setiap pertanyaan yang diberikan kepadanya.
1. Hubungan dengan keluarga
Harmonis dengan keluarga yang ada dan masuk ke panti karena keinginan klien sendiri yang tidak
mau menyusahkan keluarga terutama anaknya yang telah berumah tangga.
1. Hubungan dengan orang lain
Baik, klien mau bergaul dengan sesama warga panti terutama dengan anggota satu wisma.
1. Kegemaran
Menonton televisi dan duduk-duduk di ruang tamu wisma
1. Daya adaptasi
Klien dapat beradaptasi dengan warga di panti walaupun klien kurang bisa mengikuti kegiatan yang
ada di panti seperti pengajian, gotong royong dan senam pagi karena keterbatasan karena
penyakitnya.
1. Mekanisme Pertahanan diri
Klien memiliki pertahanan diri yang efektif
VI. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum: klien dalam kondisi baik namun teraba adanya distensi abdomen
2. Pemeriksaan B1- B6
a) Brain : Kesadaran compos mentis
b) Breath : RR: 22 kali /menit, tidak ada suara nafas tambahan
c) Blood : TD: 150/90 mmHg; HR: 106x/menit; tidak ada anemia
d) Bowel : Sulit BAB, saat BAB terasa nyeri,terdapat distensi abdomen dengan lingkar perut 50 cm,
bising usus 2x/menit ( kurang terdengar ), sering buang angin.
e) Bladder : normal, 1200cc/ hari, warna kuning
f) Bone : normal
VII. Pola Kebiasaan sehari-hari
1. Pola tidur dan kebiasaan
Waktu tidur : siang ± ½ jam dan malam ± 6-7 jam
Waktu bangun : klien bangun umumnya/seringnya jam
05.00 WIB
Masalah tidur : tidak ada masalah
1. Pola Eliminasi
1. BAB : tidak lancar dan tidak ada penggunaan laksativ, riwayat perdarahan, tidak ada dan
saat mengkaji tidak terjadi diare, karakter feses: Klien mengatakan fesesnya keras.
2. BAK : Pola BAK : ± 5-10 x/hari dan tidak terjadi inkontinensia, Karakter urin: kuning, Jumlah
urine : 1200 ml/hari, tidak ada rasa nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK, tidak ada penggunaan
diuretik
1. Pola makan dan minum
2. Gejala (Subjektif)
Diit type : Jenis makanan yaitu makanan biasa dan jumlah makanan per hari 3 piring dalam
per hari. Jarang makan sayur. Kurang suka makanan berserat. Minum 5 gelas sehari
Kehilangan selera makan : perut terasa penuh
1. Tanda Objektif
TB: 158 cm bentuk tubuh: normal
1. Waktu pemberian makanan : pagi, siang dan sore
2. Jumlah dan jenis makanan: 1 piring sekali makan dan jenis makanan adalah makanan biasa
3. Waktu pemberian minuman: Pengambilan air putih terserah/sesuka hati dan bila teh manis
atau susu 2x/hari pagi dan sore hari
1. Kebersihan/Personal Higiene
Pemeliharaan tubuh/ mandi 2x/hari
Pemeliharaan gigi/gosok gigi 2x/hari
Pemeliharaan kuku/pemotongan kuku kalau panjang
1. Pola Kegiatan/Aktivitas
Klien tidak memiliki kegiatan rutin karena penyakitnya, hanya jalan-jalan sebentar dan
kadang-kadang berbincang-bincang dengan sesama penghuni wisma.
ANALISA DATA
DATA ETIOLOGI MASALAH
Data Subjektif:
Klien mengatakan sulit BAB
selama 1 minggu ini
Data Objektif:
BAB 1x/minggu
Feses keras
Bising usus
Teraba Skibala
Usia yang lanjut
Penurunan respon terhadap
dorongan defekasi
Gangguan
koordinasi reflek
defekasi
Penumpukan feses
Konstipasi
Konstipasi
Data Subjektif:
Klien mengatakan permintaan
informasi serta menyatakan
bahwa klien kurang mengerti
manfaat makanan berserat
Data Objektif:
Ketidak-akuratan mengikuti pola
diet yang sehat
Penatalaksanaan penyakit
Ketidakakuratan mengikuti
instruksi
Permintaan informasi
Kurang
pengetahuan
Kurang pengetahuan
3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Konstipasi berhubungan dengan penurunan respon terhadap dorongan defekasi
2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang pola diet yang sehat.
NO. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN/
KRITERIA HASIL
INTERVENSI RASIONAL
1. Konstipasi b.d.
penurunan respon
terhadap dorongan
defekasi
Tujuan:
Pola defekasi normal
Kriteria hasil:
Defekasi 3x
1. Pastikan
defekasi klien
sebelumnya dan
pola diet klien
1. Membantu
menentukan
intervensi
selanjutnya
2. Cairan membantu
pergerakan cairan,
seminggu
Konsistensi
feses lunak
1. Dorong asupan
harian
sedikitnya 2 liter
cairan, batas
kopi 2-3x/hari
2. Anjurkan 3 gelas
air hangat yang
diminum 30 mnt
sebelum
sarapan
3. Ajari klien untuk
posisi semi
jongkok normal
saat defekasi
kopi bersifat
diuretic dan
menarik cairan
3. Cairan dapat
bertindak sebagai
stimulus untuk
evakuasi feses
4. Meningkatkan
penggunaan
optimal otot
abdomen dan efek
gravitasi optimal
3. Kurangnya
pengetahuan.
Tujuan :
Klien dapat
mengetahui faktor
predisposisi,
pencegahan,
kekambuhan,
deteksi, serta terapi
farmakologi.
Kriteria Hasil:
Klien dapat
memahami
proses
penyakit/pro
gnosis.
Klien dapat
mengidentifi
kasi
hubungan
tanda/gejala
proses
penyakit.
Klien mampu
melakukan
1. Kaji ulang
proses penyakit,
pengalaman
klien.
1. Dorong
klien/orang
terdekat untuk
menyatakan
rasa
takut/perasaan
dan perhatian.
2. Dorong keluarga
secara aktif
dalam proses
perawatan dan
pengobatan
klien.
3. Berikan
informasi
tentang pola
diet yang sehat
1. Memberikan dasar
pengetahuan
dimana klien
dapat membantu
pilihan informasi
terapi.
2. Dapat merupakan
membantu klien
mengalami
perasaan
rehabilitasi vital.
1. Keluarga dapat
mengetahui
proses perawatan
serta pengobatan
klien.
1. Eliminasi usus
klien berjalan
perubahan
pola hidup.
Klien mampu
ikut aktif
dalam
berpartisipas
i dalam
program
pengobatan.
dan tinggi serat.
normal
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi buang air besar, biasanya kurang dari 3 kali
per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras dan kadang-kadang disertai kesulitan sampai rasa
sakit saat buang air besar. Konstipasi merupakan keluhan saluran cerna terbanyak pada usia lanjut.
Terjadi peningkatan dengan bertambahnya usia dan 30-40 % orang di atas 65 tahun mengeluhkan
konstipasi. Banyak lansia mengalami konstipasi sebagai akibat dari penumpulan sensasi saraf, tidak
sempurnanya pengosongan usus, atau kegagalan dalam menanggapi sinyal untuk defekaasi.
Konstipasi merupakan masalah umum yang disebabkan oleh penurunan motilitas, kurang aktivitas,
penurunan kekuatan dan tonus otot.
Beberapa keluhan yang mungkin berhubungan dengan konstipasi adalah kesulitan memulai dan
menyelesaikan BAB, mengejan keras saat BAB, massa feses yang keras dan sulit keluar, perasaan
tidak tuntas saat BAB, sakit pada daerah rectum saat BAB, rasa sakit pada daerah perut saat BAB,
adanya perembesan feses cair pada pakaian dalam, menggunakan bantuan jari-jari intuk
mengeluarkan feses dan menggunakan obat-obat pencahar untuk bisa BAB. Penatalaksanaan
konstipasi pada lansia dengan tatalaksana non farmakologik : cairan, serat, bowel training, latihan
jasmani, evaluasi panggunaan obat. Tatalaksana farmakologik : pencahar pembentuk tinja, pelembut
tinja, pencahar stimulant, pencahar hiperosmolar dan enema.
SARAN
Lansia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya harus manjaga kebutuhan nutrisi yang seimbang
seperti memenuhi asupan cairan yang cukup dan makan makanan yang bergizi dan cukup serat,
selain itu lansia harus bisa menjaga aktivitas yang cukup dengan olah raga agar tidak terjadi
konstipasi. Sebagai perawat kita harus dapat memberikan arahan dan edukasi kepada lansia dan
keluarga tentang pencegahan dan penanganan dini bila terjadi konstipasi.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Juall Lynda. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC
Darmojo, Boedhi&Martono, Hadi. 2006. Buku Ajar Geriatri(Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Edisi 3. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Indonesia
Doenges, E. Marlyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC
Maryam, R Siti. 2008. Mengenal usia lanjut dan perawatannya. Jakarta: Salemba Medika
Noedhi, Darmojo. 2009. Geriatri (Ilmu Kesehatan Lanjut Usia). Jakarta: Balai penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Pudjiastuti, Surini Sri. 2003. Fisioterapi pada Lansia. Jakarta: EGC
Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI
DI SUSUN OLEH :BAMBANG SURYADINOR
NITA RAHMADANINOVA ZAHROTUL HAYYA
SUMIRLAN TRISNO
AKADEMI KEPERAWATANPEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR
Jl. Batu Berlian No.11 Sampit2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat taufik dan hidayah-Nya, makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan makalah pengetahuan bagi mahasiswa/i akper pemkab kotim maupun para pembaca untuk bidang Ilmu Pengetahuan.
Makalah ini sendiri dibuat guna memenuhi salah satu tugas kuliah dari dosen mata kuliah Keperawtan Gerontik dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis berusaha menyajikan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh para pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh karenanya, penulis menerima kritik dan saran yang positif dan membangun dari rekan-rekan pembaca untuk penyempurnaan makalah ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Amin.
Sampit, Maret 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... iiDAFTAR ISI .................................................................................................................... iiiBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG ............................................................................ 1 1.2 TUJUAN PENULISAN ........................................................................ 2 1.3 RUMUSAN MASALAH....................................................................... 2 1.4 METODE PENULISAN......................................................................... 2 1.5 SISTEMATIKA PENULISAN................................................................ 2BAB II PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN........................................................................................ 32.2 PROSES MENUA................................................................................... 4
2.3 KEBUTUHAN NUTRISI PADA LANSIA........................................... 72.4. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBUTUHAN GIZI PADA LANSIA 82.5. GANGGUAN NUTRISI PADA LANSIA............................................ 92.6. STATUS GIZI PADA LANSIA............................................................. 112.7. ASKEP.................................................................................................... 12
BAB III PENUTUPA. KESIMPULAN ....................................................................................... 13B. SARAN ................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKALAPORAN KASUS
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangManusia Lanjut Usia (MANULA) dimasukkan ke dalam kelompok rentan gizi,
meskipun tidak ada hubungannya dengan pertumbuhan badan , bahkan sebaliknya
sudah terjadi involusi dan degenerasi jaringan dan sel-selnya. Timbulnya kerentanan
terhadap kondisi gizi disebabkan kondisi fisik, baik anatomis maupun fungsionalnya.
Gigi-geligi pada MANULA mungkin sudah banyak yang rusak bahkan copot, sehingga
memberikan kesulitan dalam mengunyah makanan. Maka makanan harus diolah
sehingga makanan tidak perlu digigit atau dikunyah keras-keras. Makanan yang
dipotong kecil-kecil, lunak dan mudah ditelan akan sangat membantu para MANULA
dalam mengkonsumsi makanannya.
Fungsi alat pencernaan dan kelenjar-kelenjarnya juga sudah menurun, sehingga
makanan harus yang mudah dicerna dan tidak memberatkan fungsi kelenjar
pencernaan.makanan yang tidak banyak mengandung lemak, pada umumnya lebih
mudah dicerna, tetapi harus cukup mengandung protein dan karbohidrat. Kadar serat
yang tidak dicerna jangan terlalu banyak, tetapi harus cukup tersedia untuk
melancarkan peristalsis dan dengan demikian melancarkan pula defaecatie, dan
menghindarkan obstipasi.
Patut diingat bahwa keperluan enersi MANULA sudah menurun, jadi jangan di
sediakan seperti masih belum berusia lanjut. Ada baiknya bila mereka dijaga jangan
sampai menjadi kegemukan karena akan lebih mudah menderita berbagai kelainan
atau penyakit gizi yang berhubungan dengan kondisi obesitas. Frekuensi penyakit
Diabetes Mellitus, Cardiovascular diseases terdapat meningkat pada kelompok MANULA.
Yang umum sangat ditakuti ialah kemungkinan meningkat untuk mendapat penyakit
kanker.
1.2. TujuanSetelah membaca makalah ini di harapkan mahasiswa mampu melakukan Asuhan
Keperawatan Dengan Gangguan Nutrisi Pada Lansia
1.3. Rumusan Masalah1. Apa pengertian nutrisi
2. Apa saja kebutuhan nutrisi pada lansia
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi pada lansia
4. Apa saja gangguan nutrisi pada lansia
5. Factor apa saja yang mempengaruhi status gizi pada lansia
1.4. Metode PenelitianMetode yang di gunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode kepustakaan.
1.5. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini yaitu Halaman Judul, Kata Pengantar, Daftar Isi,
Bab I Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan
Penulisan, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan, Bab II Pembahasan, Bab III
Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran, Daftar Pustaka.
BAB IIPEMBAHASAN
2.1 PengertianNutrisi adalah zat-zat gizi atau zat-zat lain yang berhubungan dengan kesehatan dan
penyakit, termasuk keseluruhan proses dalam tubuh manusia untuk menerima
makanan atau bahan-bahan dari lingkungan hidupnya dan menggunakan bahan-bahan
tersebut untuk aktivitas penting dalam tubuh serta mengeluarkan sisanya. Nutrisi juga
dapat dikatakan sebagai ilmu tentang makanan, zat-zat gizi dan zat-zat lain yang
terkandung, aksi, reaksi, dan keseimbangan yang berhubungan dengan kesehatan dan
penyakit.
Nutrisi yang adekuat merupakan suatu komponen esensial pada kesehatan lansia.
Faktor-faktor fisiologis yang dapat dikaitkan dengan kebutuhan nutrisi yang unik pada
lansia adalah menurunnya sensitivitas olfaktorius, perubahan persepsi rasa dan
peningkatan kolesistokinin yang dapat memengaruhi keinginan untuk makan dan
peningkatan rasa kenyang. Proses penuaan itu sendiri sebenarnya tidak mengganggu
proses penyerapan vitamin pada berbagai tingkatan yang luas. Namun, laporan-laporan
terakhir mengindikasikan bahwa lansia mengalami defisiensi vitamin B12, vitamin D dan
asam folat. Perubahan-perubahan dan kebutuhan mineral meliputi rendahnya
kebutuhan akan zat besi pada wanita lansia daripada wanita usia produktif. Asupan
kalsium sebagai salah satu mineral esensial lainnya bagi lansia sekitar 600 mg per hari
untuk wanita. Hal ini hanya menggambarkan 30 sampai 40% dari tingkat kebutuhan
yang disarankan. Suplemen kalsium tidak akan diabsorpsi secara merata. Karena
perbedaan derajat keasaman yang dibutuhkan untuk absorpsi yang sesuai, kalsium
sitrat malat merupakan bentuk yang lebih dipilih untuk diberikan bagi lansia yang
mengalami hipoklohidria atau aklorhidria. Pada proses penuaan yang normal,
peningkatan jaringan adipose secara normal dapat menyertai penurunan massa tubuh
dan cairan tubuh total.
2.2 Proses MenuaProses menua dapat terlihat secara fisik dengan perubahan yang terjadi pada tubuh
dan berbagai organ serta penurunan fungsi tubuh serta organ tersebut. Perubahan
secara biologis ini dapat mempengaruhi status gizi pada masa tua. Antara lain :
Massa otot yang berkurang dan massa lemak yang bertambah, mengakibatkan juga
jumlah cairan tubuh yang berkurang, sehingga kulit kelihatan mengerut dan kering,
wajah keriput serta muncul garis-garis menetap. Oleh karena itu, pada lansia seringkali
terlihat kurus.
Penurunan indera penglihatan akibat katarak pada lansia sehingga dihubungkan dengan
kekurangan vitamin A, vitamin C dan asam folat. Sedangkan gangguan pada indera
pengecap dihubungkan dengan kekurangan kadar Zn yang juga menyebabkan
menurunnya nafsu makan. Penurunan indera pendengaran terjadi karena adanya
kemunduran fungsi sel syaraf pendengaran.
Dengan banyaknya gigi yang sudah tanggal, mengakibatkan gangguan fungsi
mengunyah yang dapat berdampak pada kurangnya asupan gizi pada usia lanjut.
Penurunan mobilitas usus, menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan seperti
perut kembung, nyeri yang menurunkan nafsu makan, serta susah BAB yang dapat
menyebabkan wasir.
Kemampuan motorik menurun, selain menyebabkan menjadi lamban, kurang aktif dan
kesulitan menyuap makanan, juga dapat mengganggu aktivitas kegiatan sehari-hari.
Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi sel otak, yang menyebabkan penurunan daya
ingat jangka pendek, melambatnya proses informasi, kesulitan berbahasa, kesulitan
mengenal benda-benda, kegagalan melakukan aktivitas yang mempunyai tujuan
(apraksia) dan gangguan dalam menyususn rencana, mengatur sesuatu, mengurutkan,
daya abstraksi, yang dapat mengakibatkan kesulitan dalam emlakukan aktivitas sehari-
hari yang disebut dimensia atau pikun. Gejala pertama adalah pelupa, perubahan
kepribadian, penurunan kemampuan untuk pekerjaan sehari-hari dan perilaku yang
berulang-ulang, dapat juga disertai delusi paranoid atau perilaku anti sosial lainnya.
Akibat proses menua, kapasitas ginjal untuk mengeluarkan air dalam jumlah besar juga
bekurang. Akibatnya dapat terjadi pengenceran natrium sampai dapat terjadi
hiponatremia yang menimbulkan rasa lelah.
Incontinentia urine (IU) adalah pengeluaran urin diluar kesadaran merupakan salah satu
masalah kesehatan yang besar yang sering diabaikan pada kelompok usia lanjut,
sehingga usia lanjut yang mengalami IU seringkali mengurangi minum yang dapat
menyebabkan dehidrasi.
Secara psikologis pada usia lanjut juga terjadi ketidakmampuan untuk mengadakan
penyesuaian terhadap situasi yang dihadapinya, antara lain sindrom lepas jabatan yang
mengakibatkan sedih yang berkepanjangan.
Penyakit Sistem PencernaanSistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus)
adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zat- zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran
darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa
proses tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan
juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati
dan kandung empedu.
Penuaan dicirikan dengan kehilangan banyak sel tubuh dan penurunan metabolism
di sel lainnya.Proses ini menyebabkan penurunan fungsi tubuh dan perubahan
komposisi tubuh. Perubahan pada system pencernaan :
Kehilangan gigi,penyebab utama adanya periodontal desease yang biasa terjadi
setelah umur 30 tahun.Penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang
buruk.
Indera pengecap menurun.Adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir.atropi indera
pengecap (±80%),hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap di lidah teritama rasa
manis,asin,asam,pahit.Selain itu sekresi air ludah berkurang sampai kira-kira 75%
sehingga mengakibatkan rongga mulut menjadi kering dan bisa menurunkan cita rasa.
Usofagus melebar.Penuaan usofagus berupa pengerasansfringfar bagian bawah
sehingga menjadi mengendur(relaksasi) dan mengakibatkan usofagus melebar
(presbyusofagus).Keadaan ini memperlambat pengosongan usofagus dan tidak jarang
berlanjut sebagaiher nianhiatal.Gangguan menelan biasanya berpangkal pada daerah
presofagus tepatnta di daerah osofaring penyebabnya tersembunyi dalam system saraf
sentral atau akibat gangguan neuromuskuler seperti jumlah ganglion yang menyusut
sementara lapisan otot menebal dengan manometer akan tampak tanda perlambatan
pengosongan usofagus.
Lambung,rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun).Lapisan lambung menipis
diatas 60 tahun,sekresi HCL dan pepsin berkurang,asam lambung menurun,waktu
pengosongan lambung menurun dampaknya vitamin B12 dan zat besi menurun.
Peristaltic lemah dan biaanya timbul konstipasi
Fungsi absopsi melemah (daya absorpsi terganggu).Berat total usus halus berkurang
diatas usia 40 tahun meskipun penyerapan zat gizi pada umumnya masih dalam batas
normal,kecuali kalsium (diatas 60 tahun)dan zat besi.
Liver (hati).Penurunan enzim hati yang terlibat dalam oksidasi dan reduksi,yang
menyebabkan metabolisme obat dan detoksifikasi zat kurang efisien.
Produksi saliva menurun sehingga mempengaruhi proses perubahan kompleks
krbohidrat menjadi disakarida. Fungsi ludah sebagai pelican makanan berkurang
sehingga proses menelan menjadi sukar.
Keluahn-keluhan seperti kembung, perasaan tidak enak di perut dan sebagainya,
seringkali disebabkan makanan yang kurang dicernaakibat berkurangnya fungsi
kelenjar pencernaan. Juga dapat disebabkan karena berkurangnya toleransi terhadap
makanan terutama yang mengandung lemak.
Keluhan lain yang sering dijumpai adalah konstipasi, yang disebabkan karena
kurangnya kadar selulosa, kurangnya nafsu makan bisa disebabkan karenanya
banyaknya gigi yang sudah lepas. Dengan proses menua bisa terjadi gangguan motilits
otot polos esophagus, bisa juga terjadi refluks disease (terjadi akibat refluks isi
lambung ke esophagus), insiden ini mencapai puncak pada usia 60 – 70 tahun.
2.3 Kebutuhan Nutrisi Pada Lansiao Kalori
Hasil-hasil penelitian menunjukan bahwa kecepatan metabolisme basal pada orang-
orang berusia lanjut menurun sekitar 15-20%, disebabkan berkurangnya massa otot
dan aktivitas. Kalori (energi) diperoleh dari lemak 9,4 kal, karbohidrat 4 kal, dan protein
4 kal per gramnya. Bagi lansia komposisi energi sebaiknya 20-25% berasal dari protein,
20% dari lemak, dan sisanya dari karbohidrat. Kebutuhan kalori untuk lansia laki-laki
sebanyak 1960 kal, sedangkan untuk lansia wanita 1700 kal. Bila jumlah kalori yang
dikonsumsi berlebihan, maka sebagian energi akan disimpan berupa lemak, sehingga
akan timbul obesitas. Sebaliknya, bila terlalu sedikit, maka cadangan energi tubuh akan
digunakan, sehingga tubuh akan menjadi kurus.o Protein
Untuk lebih aman, secara umum kebutuhan protein bagi orang dewasa per hari adalah
1 gram per kg berat badan. Pada lansia, masa ototnya berkurang. Tetapi ternyata
kebutuhan tubuhnya akan protein tidak berkurang, bahkan harus lebih tinggi dari orang
dewasa, karena pada lansia efisiensi penggunaan senyawa nitrogen (protein) oleh
tubuh telah berkurang (disebabkan pencernaan dan penyerapannya kurang efisien).
Beberapa penelitian merekomendasikan, untuk lansia sebaiknya konsumsi proteinnya
ditingkatkan sebesar 12-14% dari porsi untuk orang dewasa. Sumber protein yang baik
diantaranya adalah pangan hewani dan kacang-kacangan.o Lemak
Konsumsi lemak yang dianjurkan adalah 30% atau kurang dari total kalori yang
dibutuhkan. Konsumsi lemak total yang terlalu tinggi (lebih dari 40% dari konsumsi
energi) dapat menimbulkan penyakit atherosclerosis (penyumbatan pembuluh darah ke
jantung). Juga dianjurkan 20% dari konsumsi lemak tersebut adalah asam lemak tidak
jenuh (PUFA = poly unsaturated faty acid). Minyak nabati merupakan sumber asam
lemak tidak jenuh yang baik, sedangkan lemak hewan banyak mengandung asam
lemak jenuh.
o Karbohidrat dan serat makanan
Salah satu masalah yang banyak diderita para lansia adalah sembelit atau konstipasi
(susah BAB) dan terbentuknya benjolan-benjolan pada usus. Serat makanan telah
terbukti dapat menyembuhkan kesulitan tersebut. Sumber serat yang baik bagi lansia
adalah sayuran, buah-buahan segar dan biji-bijian utuh. Manula tidak dianjurkan
mengkonsumsi suplemen serat (yang dijual secara komersial), karena dikuatirkan
konsumsi seratnya terlalu banyak, yang dapat menyebabkan mineral dan zat gizi lain
terserap oleh serat sehingga tidak dapat diserap tubuh. Lansia dianjurkan untuk
mengurangi konsumsi gula-gula sederhana dan menggantinya dengan karbohidrat
kompleks, yang berasal dari kacang-kacangan dan biji-bijian yang berfungsi sebagai
sumber energi dan sumber serat.o Vitamin dan mineral
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa umumnya lansia kurang mengkonsumsi vitamin
A, B1, B2, B6, niasin, asam folat, vitamin C, D, dan E umumnya kekurangan ini terutama
disebabkan dibatasinya konsumsi makanan, khususnya buah-buahan dan sayuran,
kekurangan mineral yang paling banyak diderita lansia adalah kurang mineral kalsium
yang menyebabkan kerapuhan tulang dan kekurangan zat besi menyebabkan anemia.
Kebutuhan vitamin dan mineral bagi lansia menjadi penting untuk membantu
metabolisme zat-zat gizi yang lain. Sayuran dan buah hendaknya dikonsumsi secara
teratur sebagai sumber vitamin, mineral dan serat.o Air
Cairan dalam bentuk air dalam minuman dan makanan sangat diperlukan tubuh untuk
mengganti yang hilang (dalam bentuk keringat dan urine), membantu pencernaan
makanan dan membersihkan ginjal (membantu fungsi kerja ginjal). Pada lansia
dianjurkan minum lebih dari 6-8 gelas per hari.
2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Gizi Pada Lansiaa. Tinggal sendiri: seseorang yang tinggal sendiri sering tidak memperdulikan tugas
memasak untuk menyediakan makanan
b. Kelemahan fisik: akibat kelemahan fisik sehinga menyebabkan kesulitan untuk
berbelanja atau memasak, mereka tidak mampu merencanakan dan menyediakan
makanannya sendiri.
c. .Kehilangan: terutama terlihat pada pria lansia yang tidak pernah memasak untuk
mereka sendiri, mereka biasanya tidak memahami nilai suatu makananyang gizinya
seimbang..
d. Depresi: menyebabkan kehilangan nafsu makan, mereka tidak mau bersusah payah
berbelanja, memasak atau memakan makanannya.
e. Pendapatan yang rendah: ketidak mampuan untuk membeli makanan yang cermat
untuk meningkatkan pengonsumsian makanan yang bergizi.
f. Penyakit saluran cerna: termasuk sakit gigi dan ulkus.Berkurangnya kemampuan
mencerna makanan akibat kerusakan gigi atau ompong, Esophagus/kerongkongan
mengalami pelebaran Rasa lapar menurun, asam lambung menurun,Berkurangnya
indera pengecapan mengakibatkan penurunan terhadap cita rasa manis, asin, asam,
dan pahit., Gerakan usus atau gerak peristaltic lemah dan biasanya menimbulkan
konstipasi,Penyerapan makanan di usus menurun
g. penyalahgunaan alcohol: penyalah gunaan alcohol mengurangi asupan kalori atau
nonkalori seperti asupan energy dengan sedikit factor nutrisi lain.
h. Obat-obatan : lansia yang mendapatkan banyak obat dibandingkan kelompok usia lain
yang lebih muda ini berakibat buruk terhadap nutrisi lansia. Pengobatan akan
mengakibatkan kemunduran nutrisi yang semakin jauh.
2.5 Gangguan Nutrisi Pada Lansia1. Malnutrisi
Malnutrisi adalah suatu keadaan gizi buruk yang terjadi karena tidak cukupnya asupan
satu atau lebih nutrisi yang membahyakan status kesehatan (Watson, Roger. 2003.
Perawatan Pada Lansia.Jakarta:EGC).
2. Obesitas
Keadaan badan yang amat gemuk dan berat akibat timbunan lemak yang berlebihan,
dimana kelebihan lemak tubuh melebihi dari 20% dari jumlah yang di anjurkan untuk
tinggi dan usia seseorang. Pola konsumsi yang berlebihan terutama yang mengandung
lemak, protein dan karbohidrat yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh. Pencetus
berbagai seperti Hipertensi, Penyakit jantung koroner, Strok, seta Diabetes Melitus.
3. Osteoporosis
Kondisi dimana sering disebut tulang kropos yang disebabkan oleh penurunan densitas
tulang akibat kurangnya konsumsi kalsium dalam jangka waktu yang lama. Mencapai
maksimum pada usia 35 tahun pada wanita dan 45 tahun pada pria.
4. Anemia
Kondisi dimana sel-sel darah mengandung tingkat haemoglobil yang tidak normal, kimia
yang bertugas membawa oksigen di seluruh tubuh yang disebabkan kurang Fe, asam
folat, B12 dan protein. Akibatnya akan cepat lelah, lesu, otot lemah, letih, pucat,
kesemutan, sering pusing, mata berkunang-kunang, mengantuk, HB <8 gr/dL.
5. Kekurangan vitamin
Bila konsumsi buah dan sayuran dalam makanan kurang dan di tambah dengan
kekurangan protein dalam makanan akibatnya nafsu makn berkurang, penglihatan
menurun, kulit kering, penampilan menjadi lesu dan tidak bersemangat.
6. Kekurangan anti oksidan
(Banyak dijumpai dalam buah-buahan dan sayuran) mampu menangkal efek merusak
radikal bebas terhadap tubuh, sehingga konsumsi yang kurang dapat meningkatkan
resiko berbagai penyakit akibat radikal bebas, seperti serangan jantung dan stroke,
katarak, persendian hingga menurunnya penampilan fisik seperti kulit menjadi keriput.
7. Sulit buang air besar Karena pergerakan usus besar semakin lambat, makanan lambat
diolah dalam tubuh.Akibatnya, buang air besar jadi jarang.
8. Kelebihan gula dan garam
Garam (natrium) dapat meningkatkan tekanan darah, terutama pada orangtua
Makanan tinggi gula membuat tubuh mudah gemuk, meningkatkan kolesterol dan gula
darah
Karena itu, sebaiknya kurangi konsumsi gula dan garam
2.6 Status Gizi Pada Usia Lanjut Metabolisme basal menurun, kebutuhan kalori menurun, status gizi lansia cenderung
mengalami kegemukan/obesitas
Aktivitas/kegiatan fisik berkurang, kalori yang dipakai sedikit, akibatnya cenderung
kegemukan/obesitas
Ekonomi meningkat, konsumsi makanan menjadi berlebihan, akibatnya cenderung
kegemukan/obesitas
Fungsi pengecap/penciuman menurun/hilang, makan menjadi tidak enak dan nafsu
makan menurun, akibatnya lansia menjadikurang gizi (kurang energi protein yang
kronis
Penyakit periodontal (gigi tanggal), akibatnya kesulitan makan yang berserat (sayur,
daging) dan cenderung makan makanan yang lunak (tinggi klaori), hal ini menyebabkan
lansia cenderung kegemukan/obesitas
Penurunan sekresi asam lambung dan enzim pencerna makanan, hal ini mengganggu
penyerapan vitamin dan mineral, akibatnya lansia menjadi defisiensi zat-zat gizi mikro
Mobilitas usus menurun, mengakibatkan susah buang air besar, sehingga lansia
menderita wasir yang bisa menimbulkan perdarahan dan memicu terjadinya anemia
Sering menggunakan obat-obatan atau alkohol, hal ini dapat menurunkan nafsu makan
yang menyebabkan kurang gizi dan hepatitis atau kanker hati
Gangguan kemampuan motorik, akibatnya lansia kesulitan untuk menyiapkan makanan
sendiri dan menjadi kurang gizi
Kurang bersosialisasi, kesepian (perubahan psikologis), akibatnya nafsu makan menurun
dan menjadi kurang gizi
Pendapatan menurun (pensiun), konsumsi makanan menjadi menurun akibatnya menjadi
kurang gizi
Dimensia (pikun), akibatnya sering makan atau malah jadi lupa makan, yang dapat
menyebabkan kegemukan atau pun kurang gizi.
2.7 ASKEPa.PENGKAJIAN
o Berat badan berhubungan dengan tinggi badan, contoh IMT (indeks massa tubuh)
atau catatan yang tepato Perubahan berat badanDifokuskan pada kehilangan atau pertambahan berat badan
saat inio Pertumbuhan gigi, Apakah lansia memakai gigi palsu atau apakah mereka memerlukan gigipalsu?
Apakah gigi palsu yang ada hilang atau rusak?o Kebiasaan makan, Aspek pribadi, budaya, dan agama mengenal asupan nutrisi
o Kemampuan untuk makan, Dapatkah lansia memindahkan makanan dari piring ke mult
dan menelannya dengan baik o Farmakologi, Apakah klien banyak meminum obat-obatan (termasuk medikasi yang
dilakukan sendiri) yang dapat berakibat buruk terhadap nutrisi.
BAB IIIPENUTUP
3.1 KESIMPULANLansia mengalami persoalan khusus tentang nutrisi. Mereka beresiko tinggi
menderita malnutrisi dan lebih rentan terkena dampak malnutrisi. Salah satu indikator
yang sangat penting pada status nutrisi adalah berat badan. Perawat berperan sangat
penting dalam pemenuhan nutrisi lansia terutama di Rumah Sakit. Setiap orang harus
makan. Makanan merupakan bagian yang paling pentingdalam kehidupan sebagian
lansia dan saat-saat bersantap menjadi bagian pentingyang dialami manula setiap
harinya. Makanan juga harus menjadi sumber kesehatan serta kegembiraan bagi orang-
orang yang berusia lanjut ini.
3.2 SARANPatut diingat bahwa keperluan enersi MANULA sudah menurun, jadi jangan di
sediakan seperti masih belum berusia lanjut. Ada baiknya bila mereka dijaga jangan
sampai menjadi kegemukan karena akan lebih mudah menderita berbagai kelainan
atau penyakit gizi yang berhubungan dengan kondisi obesitas. Frekuensi penyakit
Diabetes Mellitus, Cardiovascular diseases terdapat meningkat pada kelompok MANULA.
DAFTAR PUSTAKA
Watson, Roger. 2003. Perawatan Pada Lansia. Jakarta : EGCNugroho, Wahyudi. 2000. Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGCFakultas Kedokteran UI. 2000. Pedoman Pengelolan Kesehatan Pasien Geriatri Untuk Dokter dan Perawat. JakartaBeck, Mary E. 2000. Ilmu Gizi dan Diet Hubungannya dengan Penyakit-penyakit untuk Perawat dan Dokter. Jakarta : Yayasan Essentia MedicoTarwoto, Wartonah. 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba MedikaPanduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Prima Medika
FORMAT PENGKAJIAN INDIVIDU
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
Tanggal Pengkajian : 25 Maret 2012
A. DATA BIOGRAFI
Nama :Tn “S”
TTL :Sampit, 20 Oktober 1945
Jenis Kelamin :laki-laki
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Status Perkawinan :Duda
TB / BB : 162 cm, 50 Kg
Penampilan :Rapih danbersih Ciri – ciri tubuh :Kurus
Alamat : Jl. Merdeka, Kel. Ketapang RT 3 RW V
Kec.Mentawa Baru Hilir Telp/ Hp : -
Kabupaten. Kotawaringin Timur
Orang Yang Dekat :Ny “E”
Hubungan :Anak
Alamat / Telepon : Jl. Merdeka No.45
B. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal dunia
: Tinggal serumah: Garis pernikahan
: Garis keturunan: Klien
2. RiwayatKeluarga
Klien seorang duda, mempunyai anak satu. Klien hidup bersama anak laki-lakinya. Di
keluarga klien tidak ada yang menderita penyakit seperti diabetes, hipertensi, asma,
TB, atau hepatitis.
C. RIWAYAT PEKERJAAN
Pekerjaan saat ini : Berkebun
Alamat pekerjaan : Jl. MajuMundur
Jarak dari rumah : ± 1km
Alat transportasi : Jalan kaki
Pekerjaan sebelumnya : Swasta
Jarak darirumah : ± 3 Km
Alat transportasi : Sepeda Motor
Sumber-sumber Pendapatan & Kecukupan Terhadap Kebutuhan:
Pendapatan berasal dari hasil berkebun dan dibiayai oleh anak.
D. RIWAYAT LINGKUNGAN HIDUP
Type tempa tinggal :Rumah
Jenis lantai rumah :Kayu
Kondisi lantai :Kering
Tangga rumah :Tidakada
Penerangan :Cukup
Tempat tidur :Aman
Alatd apur :Rapi
WC :Aman
Kebersihan lingkungan :bersih
Jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah :Sendiri
Derajat privasi :Terjaga
Tetangga terdekat : Ada
Alamat dan telepon : Jl. Merdeka No. 46
E. RIWAYAT REKREASI
Hobbi / Minat : Memancing
KeanggotaanOrganisasi : Pengajian
Liburan / Perjalanan : Jalan – jalan, berkunjung ketempat Anak
F. SISTEM PENDUKUNG
Perawat / Bidan / Dokter / Fisioterapi : Perawat
Jarak Dari Rumah : ±1 Km
RumahSakit : Ada Jarak ±5 Km
Klinik : Ada Jarak ±4 Km
Pelayanan Kes. Dirumah : Tidakada
Makanan Yang dihantarkan : Tidakada
Perawatan Sehari-hari Yang Dilakukan Keluarga : Check Up kePuskesmas
G. DISKRIPSI KEKHUSUSAN
Kebiasaan Ritual : klien shalat 5 waktu, klien kadang menjalankan shalat tahajud.
Yang Lainnya : Tidakada
H. STATUS KESEHATAN
Status Kesehatan Umum Selama SetahunYangLalu : klien pernah menderita
Anemia
Status KesehatanSelama 5 Tahun Yang Lalu : Tidak ada masalah
KeluhanUtama :
Klien mengatakan tidak nafsu makan
Pemahaman & Penatalaksanaan Masalah Kesehatan : Klien sering berobat ke
puskesmas
Alergi :
Obat-Obatan :Tidakada
Makanan :Tidakada
FaktorLingkungan : Tidakada
I. AKTIVITAS HIDUP SEHARI-HARI (ADL)
IndeksKATZ : B
Oksigenisasi : Baik, RR 16 x/m
Cairan&Elektrolit : Cukup, KlienMinum±6gelas /hr
: Nafsu makan kurang, PolaMakan : 2x/hr, hanya mampu menghabiskan¼ porsi
makanan, konjugtiva anemis, BB sebelumnya= 51 kg, BB saatini 50 kg, klien kurang
makan sayur dan jarang makan buah-buahan, klien hidup sendiri.
Eliminasi : Baik, BAK 2x/hr BAB 1x/hr
Aktivitas : Saat pagi klien berkebun, di rumah klien tidak ada
kegiatan
Istirahat & Tidur : Baik, klien tidur 8 jam/hr
Personal Hygiene : Baik, Klien Mandi 2x/hr
Seksual : Klien tidak ada niat lagi untuk berhubungan, klien tidak ada keinginan untuk
menikah lagi
Rekreasi :klien 6 bulan sekali melakukan perjalanan (berkunjung ke rumaha naknya).
J. PSIKOLOGI, KOGNITIF DAN PERSEPTUAL
Konsep diri : Klien merasa kehidupannya cukupt erpenuhi
Emosi : Stabil
Adaptasi : Baik
Mekanisme Pertahanan Diri : Baik
Status Mental : Stabil
Tingkat Keasadaran : Compos Mentis
Afasia : Tidak
Dimensia : Tidak
Orientasi : Normal
Bicara : Normal
Bahasa Yang Digunakan :BahasaBanjar
Kemampuan Membaca :Bisa
Kemampuan Interaksi :Sesuai
Vertigo : –
Shirt Porteble Mental Status Questionaire (SPMSQ) : 2 Fungsi Mental Utuh
Mini – Mental State Exam (MMSE) : 2 Baik
Geriatrik Depresion Scale : 4 Baik
APGAR : 6 Menengah
K. TINJAUAN SISTEMKeadaanUmum :BaikTingkat Kesadaran : Compos mentisTanda-Tanda Vital : TD 130/90 mmhg Nadi 80 x/m RR 16 x/m Suhu 36,5oC TB 168 cm BB 50kg
PENGKAJIAN PERSISTEM1) PERNAFASAN (B1 : BREATHING)1. Bentuk Dada : Simetris2. SekresidanBatuk : Tidakada
Nyeriwaktubernapas : Tidakada3. PolaNapas : RR 16 x/m, Reguler4. BunyiNapas : Normal (tidakadaRonchi)
5. Pergerakan Dada : Intercostal6. TractilFremitis/Fremitus Vokal :Tidakada7. Alat Bantu Pernapasan : Tidakada
2) CARDIOVASCULAR (B2: BLEEDING)1. Nadi : Frekuensi 80 x/m nt , Reguler2. Bunyi Jantung : Normal3. LetakJantung : Ictus Cordis teraba pada intercostal V, kira-kira 1 jari medial
darigaris midklavikular4. Pembesaran Jantung : Tidakada5. NyeriDada : Tidakada6. Edema : Tidakada7. Clubbing Finger : Tidak
3) PERSARAFAN (B3: BRAIN)Tingkat kesadaran : Compos Mentis
1. GCS :Eye : 4 Verbal : 5 Motorik : 6Total GCS : 15
2. Refleks : Normal3. Koordinasi Gerak : Ya4. Kejang : Tidak
4) PENGINDERAAN1. Mata (Penglihatan)a. Bentuk : Normalb. Pupil : Ishokorc. Gerak Bola Mata : Normald. Medan Penglihatan : Normale. ButaWarna : Tidakf. TekananInraOkuler : Tidak2. Hidung (Penciuman)
Bentuk : NormalGangguanPenciuman : Tidak
3. Telinga (Pendengaran)a. Aurikel : Normalb. Membran Tympani : Terangc. Otorrchea : Tidakd. GangguanPendengaran : Tidake. Tinitus : Tidak4. Perasa : Normal5. Peraba : Normal
5) PERKEMIHAN - ELIMINASI URI (B4: BLADDER)Tidak ada nyeri saat berkemih, tidak sering berkemih, tidak ada urin yang tertahan saat berkemihMasalahKandungKemih : TidakadamasalahProduksi Urine : 600 ml/hr Frekuensi : 2x/hr
Warna:Kekuningan Bau : Amoniak
6) PENCERNAAN-ELIMINASI ALVI (B5: BOWEL)1. MulutdanTenggorokana. Mulut : Rongga mulut bersih, tidak ada bau mulutb. Gigi : Gigi tidak lengkap, tidak ada lubang gigi,
Selaput Lendir Mulut : Lembabc. Lidah : Bersih, ada sariawand. Kebersihan Rongga Mulut : Tidak Berbaue. Tenggorokan : Tidak terlihat sulit menelanf. Abdomen : Kenyalg. Pembesaran Hepar : Tidakh. Pembesaran Lien : Tidaki. Asites : Tidak
2. Masalah Usus Besar dan Rectum / Anus BAB 1 x/hr Tidak ada masalah Obat Pencahar : Tidak Lavemen : Tidak
7) OTOT, YULANG DAN INTEGUMENT (B6: BONE)1. OtotdanTulang Kemampuan Pergerakan Sendi lengan dan Tungkai (ROM)
Bebas Kemampuan kekuatan otot :
4 44 4
Fraktur : Tidak Dislokasi :Tidak Haemotom : Tidak2. Integumen
Warna Kulit : Kuning langsatAkral : HangatTurgor : TidakelastisTulang Belakang : Normal
8) REPRODUKSILaki-laki :
Kelamin Bentuk : NormalKebersihan Alat Kelamin : Bersih
9) ENDOKRIN1. Faktor Alergi : Tidak
Manifestasi : TidakadaCara Mengatasi : Tidakada
2. Kelainan Endokrin : Tidakada
10) PENGETAHUANPengetahuan klien tentang kesehatan dirinya :Klien mengetahui tentang kondisi kesehatannya dan klien sering cek up untuk kesehatannya
ANALISA DATA
NO KELUHAN ETIOLOGI PROBLEM
1. DS : Klien mengatakan tidak nafsu makan
DO : Gigi tidak lengkap Lidah ada sariawan PolaMakan : 2x/hr,
hanyamampumenghabiskan ¼ porsimakanan Konjugtiva anemis BB sebelumnya= 51 kg, BB saatini 50 kg Klien kurang makan sayur dan jarang makan
buah-buahan klienhidupsendiri
Intake yang tidakadekuat
Ketidak seimbangan
nutrisi : nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
RENCANA KEPERAWATAN
No.Dx. Kep.
Tujuan Intervensi Rasional
1. 1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan ketidakseimbangan nutrisi : nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
1. Timbang berat badan setiap hari
2. Anjurkan makan sedikit tapi sering
1. R/mengetahui perubahan keadaan umum nutrisi pada klien
2. R/Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makan terlalu cepat setelah
teratasi denganKriteria hasil :
1. Nafsu makan meningkat
2. Berat badan meningkat3. Adanya perubahan pola
makan4. Konjungtiva normal5. Klien tampak tidak
lemah
3. Anjurkan makan-makanan yang lunak dan mudah dicerna.
4. Anjurkan keluarga untuk menyediakan makanan kesukaan klien.
5. Anjurkan makan makanan yang disajikan dalam kondisi hangat
periode puasa
3. R/membantu meningkatkan intake makanan
4. Membantu meningkatkan nafsu makan
5. R/ Mencegah terjadinya mual dan membantu meningkatkan nafsu makan
No.Dx. Kep.
Implementasi Evaluasi
1. 1.
1 Tgl 25 Maret 2012 (09.00 wib)
1. Menimbang berat badan setiap hariHasil : BB = 50 kg
2. Menganjurkan makan sedikit tapi sering Hasil :Anjuran telah di berikan , klien akan melakukan anjuran.
3. Menganjurkan makan makanan yang lunak dan mudah dicernaHasil :Klien setuju untuk makan makanan yang lunak dan mudah dicerna
4. Menganjurkan keluarga untuk menyediakan makanan kesukaan klienHasil :
26 Maret 2012 (09.00 wib)DS : “Saya sudah menghabiskan setengah porsi makanan”
DO : K/u baik Nafsumakanklienmeningka
t Konjungtiva normal TD : 100 / 70 mmhg N : 80 x/m RR : 20 x/m S : 36,6 oC BB 50 kg
A : Masalah nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi sebagian
1. Nafsu makan meningkat
Anjuran telah diberikan, keluarga mengungkapkan akan melakukan apa yang di anjurkan.
5. Menganjurkan makan makanan yang disajikan dalamkondisi hangatHasil :Klien setuju untuk makan makanan yang disajikan dalam kondisi hangat
2. Adanya perubahan pola makan
3. Konjungtiva normal4. Klien tampak tidak lemah
P: Lanjutkan intervensi
DENGAN KONSTIPASI DI DUSUN KEMBANGRT 02/RW 61 MAGUWOHARJO, SLEMAN, YOGYAKARTA
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Profesi NersProgram Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran UGM
Stase Keperawatan Gerontik
Disusun oleh :SATRIO KUSUMO LELONO
02/160241/EIK/00251
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERAN UGM
YOGYAKARTA2004
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny Wt
Nama mahasiswa : Satrio Kusumo Lelono
Tempat praktek : Dusun Kembang Rt 02/Rw 61 Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta
Tanggal : :01 November- 06 November 2004
I.Identitas diri klien
Nama : Ny Wt
Umur : 75 tahun
Jenis kelamin : PerempuanAlamat : Dusun Kembang Rt 02/Rw 61 Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta
Status perkawinan: Kawin
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : Tidak sekolah
Pekerjaan : Tidak bekerja
Sumber : Klien dan keluarga (anak)
II.Struktur keluarga
No Nama Umur JK Hub dg klien Pendd Pekerjaan Keterangan
1 Bp A 55 th L Menantu SD Swasta Sehat
2 Ny S 53 th P Anak ke-2 SD Buruh Sehat
3 TM 34 th L Cucu SLTP - Sehat
Genogram
+ +
+ + + + + + + + + +
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
: Tinggal 1 rmh
+ : Meninggal
III. Riwayat KeluargaKlien mengatakan keluarganya banyak yang meninggal karena adanya “pageblug” atau kekurangan pangan pada
zaman penjajahan. Menurut klien ada penyakit keturunan dari keluarga yaitu hipertensi.
IV. Riwayat Penyakit
1. Keluhan utama saat ini:Klien merasa perutnya keras dan tidak nyaman karena jarang BAB. Selain itu klien mengatakan mempunyai penyakit mag yang sudah lama dan kadang-kadang masih kambuh. Perut juga sering terasa gemetar, tetapi klien tidak pernah muntah. Klien juga mengeluh sulit tidur baik pada malam maupun siang hari.
2. Apa yang dipikirkan saat ini:Klien mengatakan hanya memikirkan apabila suatu saat akan dipanggil menghadap Allah, maka klien sudah siap dan pasrah.
3. Siapa yang paling dipikirkan saat ini:Klien menyatakan rindu kepada anak pertamanya dan cucu-cucunya yang tinggal di Sumatra dan sudah 2 tahun belum pulang. Klien mengatakan menderita sakit dan mondok selama 9 bulan di RS Panti Rapih sehabis melahirkan anak pertamanya tersebut. Klien mengatakan sudah pernah melihat ke-7 cucunya yang tinggal di Sumatra.
4. Riwayat penyakit dahulu:Klien mengatakan pernah mondok di RS Panti Rapih selama 9 bulan karena melahirkan anak pertamanya. Sebelum klien dibawa ke RS Panti Rapih, klien sudah ditangani di Puskesmas depok I selama 1 minggu. Selain itu, klien mempunyai penyakit mag yang gejalanya masih dirasakan sampai sekarang. Menurut anak ke-2 klien, klien pernah menderita disentri dan keluarga memeriksakan ke Puskesmas. Selain klien minum obat dari Puskesmas, klien juga diberikan Pisang Bandung dengan tujuan untuk menahan keluarnya BAB. Setelah itu, klien tidak BAB selama 1 bulan, kemudian klien diberikan pepaya dan klien dapat BAB.
V. Pengkajian1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Klien mengatakan sehat itu adalah bila kondisi badan mempunyai kekuatan untuk melakukan kegiatan
sehari-hari seperti mandi sendiri (sibin), memakai pakaian sendiri, makan/minum sendiri, dan BAK sendiri
di tempat tidur. Persepsi klien tentang sakit bila klien merasa tidak enak badan hingga tidak bisa bangun.
Bila merasa sakit akan periksa ke dokter/RS dan minum obat. Klien menyatakan bersyukur karena masih
diberi kesehatan sampai seusia ini.
2. Pola nutrisi
Jumlah : Frekuensi 2-3x perhari. Klien menyatakan nafsu makan menurun, makan hanya 3-5 suap saja
setiap kali makan, sedikit sayur dan lauk, apabila makan terlalu banyak klien merasa tidak
enak. Klien juga jarang ngemil. Klien minum air putih hangat atau air the manis tetapi jarang.
Minum sekitar 1-2 gelas per hari, klien menyatakan tidak suka minum terlalu banyak karena
sering BAK.
Jenis : Nasi, bubur, lauk nabati/hewani, sayur, buah, tidak ada alergi makanan. Apabila merasa bosan
dengan nasi, klien meminta anaknya untuk memasakkan mie. Makanan pantangan klien
yaitu melinjo, makanan pedas, asam, asin. Jenis minuman: air putih dan kadang-kadang the
manis, tidak pernah minum kopi dan alkohol.
3. Pola eliminasi:Klien mengatakan susah BAB, biasanya klien BAB 1-2 kali/bulan, perut teraba keras, terasa tidak nyaman, saat BAB sakit dan harus dibantu dengan mengurut perutnya. Klien mengatakan feces yang keluar keras seperti batu. BAK klien lancar, frekuensi 5-7 kali sehari, malam hari biasanya terbangun untuk BAK. Klien BAB disungai dengan dituntun oleh anaknya, sedang BAK di tempat tidur dengan cara ditampung di waskom, dan setiap pagi urine dibuang oleh anaknya.
4. Pola aktivitas dan latihan
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan / minum V
Mandi V
Toileting V
Berpakaian V
Mobilitas di tempat tidur V
Berpindah / berjalan V
Ambulasi / ROM V
Keterangan:0 : mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain 3: dibantu orang lain dan alat, 4: tergantung total.Klien dapat mengambil makanan/minuman sendiri di meja dari tempat tidur. Biasanya makanan/minuman sudah disiapkan oleh anaknya. Klien mandi sendiri di tempat tidur posisi duduk dengan melap tubuhnya. Dua ember air hangat disediakan oleh anaknya, satu ember untuk sabun dan satu ember untuk membilas. Klien mampu menggunakan pakaian sendiri. Mobilitas di tempat tidur masih mampu sendiri, namun untuk berpindah atau turun dari tempat tidur harus dituntun oleh orang lain. Klien masih mampu melakukan ROM sederhana.
5. Pola tidur dan istirahatKlien tidur sekitar 2-3 jam perhari, selalu terbangun pada malam hari dan susah untuk tidur. Biasanya klien berdzikir saat klien tidak dapat tidur. Klien mengatakan tidak pernah bisa tidur siang.
6. Pola perceptual
1. PenglihatanKlien menyatakan penglihatannya agak kabur. Klien tidak dapat melihat jari perawat yang diacungkan di depan mata klien.
2. PendengaranKlien masih dapat mendengar suara dengan jelas tanpa melihat mimik muka lawan bicara.
3. PengecapKlien masih dapat membedakan rasa antara manis, pahit, asam dan asin.
4. SensasiKlien masih dapat membedakan panas, dingin, sakit maupun nyeri.
7. Pola persepsi diri
1. Gambaran diriKlien merasa tidak terganggu dengan keadaannya /penampilan sekarang ini, klien merasa tetap bersyukur dengan bagaimanapun keadaan tubuhnya, asalkan sehat.
2. Ideal diriKlien merasa keadaannya yang sudah tua, tetapi tidak pernah mematahkan semangatnya untuk mencari keselamatan untuk kehidupannya di akhirat nanti. Saat ini klien tinggal di ruangan tersendiri dan terpisah dari rumah induk. Klien mengatakan bahwa klien lebih suka tinggal dikamar tersebut karena lebih terang dan luas, dapat melihat suasana di luar rumah dan tidak malu dengan banyak orang yang sering berlalu lalang di rumah induk.
3. Harga diriKlien merasa mempunyai kepuasan dan kebanggan terhadap dirinya karena masih diperhatikan oleh orang-orang terdekatnya, seperti anak dan cucu-cucunya. Klien mengatakan, “Kalau tidak ada anak perempuan saya itu, pasti sudah kiamat.” Klien menceritakan bahwa majikan dimana klien bekerja dahulu masih sering menjenguk dan memperhatikan klien.
4. Identitas diriKlien sudah dapat menerima keadaannya, tidak merasa malu dengan keadaannya, masih merasa diperhatikan oleh keluarganya, terutama anaknya.
5. Peran diriKlien merasa perannya dalam keluarga sudah tidak begitu berarti, namun klien merasa masih berperan terhadap dirinya sendiri, yaitu mencari bekal kematian.
8. Pola peran hubunganDi dalam komunikasi sehari-hari klien tidak mengalami hambatan. Dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa. Klien tinggal bersama 1 anak yang tinggal serumah dan cucunya, namun ruangan klien terpisah dari mereka. Anak klien (Ny S) selalu datang ke kamar klien pada saat menyiapkan makanan/minuman atau air hangat untuk mandi. Kadang-kadang Ny S juga datang menjenguk klien untuk sekedar mengajak berbincang-bincang. Apabila klien mempunyai keinginan, klien memanggil dari balik kamar, dan Ny S segera mendatangi klien. Anak klien yang lain telah menikah dan tinggal di Sumatra, dan klien tidak pernah berhubungan, kecuali kalau anaknya pulang. Hubungan antar keluarga di Sumatra dan di Yogyakarta melalui surat.
9. Pola managemen koping stressKlien selalu pasrah kepada Allah atas apapun yang terjadi padanya. Klien menyatakan siap apabila suatu saat dipanggil untuk menghadap Allah.
10. Sistem nilai dan keyakinanKlien beragama islam, dan masih berusaha menjalankan sholat 5 waktu seperti layaknya masih muda dan kuat. Klien menyatakan tidak pernah sholat malam, tetapi sering berdzikir. Klien merasa yakin bahwa kebahagiaan di akhirat dapat diperoleh dengan bekal yang dipersiapkan di dunia.
VI. Pemeriksaan Fisik1. Pemeriksaan fisik Tingkat kesadaran : Compos Mentis TD : 140/90 mmHg. Nadi: 82 x/menit, Respirasi : 18 x/menit dan Temperatur : afebris, BB : 27 Kg dan TB : 143 Cm Kepala : Kulit kepala dan rambut bersih, sudah beruban, jumlah rambut sudah berkurang Leher : tidak ada pembesaran vena jugularis Thorak : Bentuk dada simetris, retraksi otot dada (-), suara nafas vesikuler, ronchi (-), wheezing (-) Abdomen : teraba keras di bagian bawah, tidak ada ascites, tidak kembung, nyeri tekan (-) Ekstremitas : Tidak ada kelainan, kuku jari tangan dan kaki panjang dan agak kotor2. Pemeriksaan Panca Indera
a. Penglihatan (mata) : Bola mata : simetris tidak ada kelainan, kornea nampak keruh Konjunctiva : tidak anemis Sklera : tidak ikterik Reflek pupil : (+/+) Visus : 0/6
b. Pendengaran(telinga) : Bentuk telinga simetris Nyeri tekan tidak ada Liang telinga : serumen tidak ada Gangguan pendengaran tidak ada, tidak menggunakan alat bantu dengar
c. Pengecapan( mulut ) Gigi geligi cukup bersih, gigi sudah banyak yang tanggal, tinggal 1 buah gigi seri, dan beberapa gigi
geraham Lidah bersih Sensasi rasa manis ,asin dan pahit (+)
d. Sensasi(kulit) Sensasi nyeri (+), sensasi taktil (+), sensasi suhu (+) Turgor kulit : baik agak kering
e. Penciuman (hidung) Lubang hidung simetris Septum nasi : lurus Tidak ada sekret
VII. Analisa data
DATA PROBLEM ETIOLOGI
DS:
Klien mengatakan pernah jatuh di tangga depan pintu
kamarnya 2 kali
Ny S mengatakan bahwa klien sudah tidak pernah pergi-
pergi dari kamarnya, kecuali untuk BAB saja
Resiko untuk jatuh Umur > 65 tahun
Ny S mengatakan klien sudah tidak bisa berjalan sendiri,
apabila pergi BAB harus dituntun
DO:
Usia klien 75 tahun
Penglihatan klien terganggu, visus 0/6
Tremor
Kondisi rumah sempit dan ada tangga yang tinggi tepat di
pintu kamar
DS:
Klien tidak pernah keluar kamar kecuali kalau BAB di
sungai
Klien mengatakan aktivitas sehari-hari hanya di tempat
tidur
Ny S mengatakan bahwa klien masih mampu berdiri
sendiri, tetapi sudah tidak bisa berjalan sendiri, sehingga
lebih banyak tiduran
DO:
Saat kunjungan, klien sedang berbaring di tempat tidur
Klien mampu duduk di tempat tidur
Immobilisasi Penurunan fungsi
sistem tubuh pada
proses menua
DS:
Klien mengatakan sulit BAB
Klien mengatakan, “Kalau BAB kok lama sekali, kadang
hanya 1 atau 2 kali dalam sebulan.”
Klien mengatakan sakit saat BAB/mengeluarkan feces
dan harus dibantu dengan mengurut-urut perutnya
Klien mengatakan, feces yang keluar keras seperti batu
Klien mengatakan perutnya juga keras dan terasa tidak
nyaman
Klien mengatakan minum hanya 1-2 gelas sehari
Klien mengatakan hanya makan 3-5 suap setiap kali
makan
DO:
Perut bagian bawah teraba keras
Konstipasi Penurunan motilitas
traktus
gastrointestinal
DS:
Klien mengatakan makan hanya 3-5 suap, kalau lebih
dari itu makanan terasa tidak enak
Ketidakseimbangan nutrisi
: kurang dari kebutuhan
tubuh
Ketidakmampuan
pemasukan atau
mencerna makanan
DO:
BB : 27 kg, TB : 142 cm
IMT : 13,39 (dibawah ideal >20%)
Intake makanan kurang
Mudah merasa kenyang sesaat setelah mengunyah
makanan
Keengganan untuk makan
atau mengabsorbsi
zat-zat gizi
berhubungan dengan
proses menua
DS:
Klien mengatakan sulit untuk tidur
Klien mengatakan tidur hanya 2-3 jam dalam sehari
Klien mengatakan tidak dapat tidur siang
DO:
Saat perawat datang, klien sedang tiduran tetapi tidak
tidur
Gangguan pola tidur Pergantian tidur yang
berhubungan dengan
usia
DS:
Klien mengatakan, “Ngak apa, meskipun saya tinggal di
kolong tikus seperti ini, tetapi saya lebih senang di sini,
karena lebih luas, dapat melihat suasana di luar dan
kalau di sana, saya “perkewuh” (tidak enak) dengan
banyak orang”
Ny S mengatakan bahwa sewaktu klien berada di rumah
induk, pernah terjadi pencurian, oleh karena itu klien
meminta untuk pindah kamar di belakang rumah agar
rumah induk dapat dikunci pada saat semua orang pergi
kerja.
DO:
Klien berada di sebuah kamar sempit dan berada di
belakang rumah
Kamar klien terpisah dari rumah induk
Keluarga jarang menemani klien, kontak sering dilakukan
bila memberi makan dan menyiapkan air hangat untuk
mandi
Resiko untuk kesepian Isolasi fisik
VIII. Diagnosa Sesuai Prioritas1. Resiko untuk jatuh berhubungan dengan umur >65 tahun
2. Immobilisasi berhubungan dengan penurunan fungsi sistem tubuh pada proses menua
3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan proses menua
4. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas gastrointestinal
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pergantian tidur yang berhubungan dengan usia
6. Resiko untuk kesepian berhubungan dengan isolasi fisik
IX. RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA
KEPERAW
ATAN
RENCANA KEPERAWATAN
TUJUAN INTERVENSI
1.
Resiko
untuk jatuh
b.d umur
>65 tahun
TIU:
Setelah dilakukan perawatan selama 1
minggu klien Ny Wt tidak mengalami jatuh.
TIK:
Setelah dilakukan 2 x kunjungan klien
dapat mengenal adanya resiko jatuh
kembali dengan kriteria :
1. Dapat menjelaskan perubahan
fisik yang terjadi pada lanjut usia
2. Mampu menyebutkan akibat
perubahan fisik tersebut
3. Mampu menjelaskan cara
pencegahan agar tidak jatuh
4. Dapat mendemonstrasikan cara
1. Kaji
pengetahuan
klien terhadap
perubahan fisik
pada lanjut usia
dan akibatnya
2. Berikan pujian
atas
pengetahuan
positif yang
disampaikan
oleh klien
3. Diskusikan
dengan klien
mengenai
perubahan pada
pencegahan
5. Keluarga menyatakan akan
memodifikasi lingkungan
sehingga menjadi lebih aman
6. Tampak adanya modifikasi
terhadap lingkungan rumah
lanjut usia;
proses menua,
batasan usia
lanjut;
perubahan pada
sistem tubuh,
akibat
perubahan
4. Minta klien untuk
mengulangi hal-
hal yang telah
dijelaskan dan
didiskusikan
5. Beri pujian atas
hasil yang
dicapai
6. Gali
pengetahuan
klien mengenai
upaya
pencegahan
agar tidak jatuh
7. Monitor sumber-
sumber dalam
keluarga yang
ada dan dapat
digunakan;
peralatan, biaya,
tenaga
8. Kaji faktor
pendukung
terjadinya jatuh
ulangan; kondisi
rumah, kondisi
penderita
9. Diskusikan dan
ajarkan cara-
cara
pencegahan
jatuh pada klien
10. Evaluasi
pelaksanaan
cara
pencegahan
sesuai dengan
yang telah
diajarkan
11. Beri motivasi
klien untuk
mempraktekkan
cara
pencegahan
12. Beri pujian atas
usaha yang
dilakukan
13. Gali
pengetahuan
keluarga
terhadap
lingkungan
aman
14. Diskusikan
mengenai
keadaan rumah
yang sekarang
dan
keterkaitannya
dengan
kesehatan klien
15. Diskusikan dan
jelaskan
lingkungan yang
aman bagi usia
lanjut
16. Minta klien
menjelaskan
ulang lingkungan
yang aman
17. Tanyakan pada
klien
kesanggupanny
a untuk
menciptakan
lingkungan
yanga aman
18. Evaluasi
keadaan rumah
setelah diskusi.
2.
Immobilisasi
b.d
penurunan
fungsi
sistem tubuh
pada proses
manua
TIU:
Setelah dilakukan perawatan selama 1
minggu klien mampu melakukan mobilisasi
sesuai kemampuan
TIK:
Setelah 2 kali kunjungan, klien dan
keluarga mampu melakukan perawatan
pada lansia yang imobilisasi dengan kriteria
:
1. Mampu
menjelaska
n
pengertian,
penyebab,
akibat dan
upaya
pencegaha
n
imobilisasi
2. Mampu
memotivasi
diri untuk
melakukan
mobilisasi
sesuai
kemampua
n
1. Kaji pengetahuan klien tentang imobilisasi :
pengertian, penyebab, akibat, dan upaya
pencegahan
2. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang
imobilisasi
3. Berikan contoh dan demonstrasi mobilisasi yang
aman dan dapat dilakukan oleh klien
4. Motivasi klien untuk melakukan mobilisasi sesuai
kemampuan
5. Libatkan keluarga untuk membantu mobilisasi
klien
6. Beri reinforcement atas upaya pemahaman
informasi dan usaha mobilisasi yang dilakukan
3.
Ketidakseim
bangan
nutrisi:
kurang dari
kebutuhan
tubuh b.d
ketidakmam
puan
pemasukan
atau
mencerna
makanan
atau
mengabsorb
si zat-zat
gizi
berhubunga
n dengan
proses
menua
TIU:
Setelah dilakukan perawatan selama 1
minggu klien dapat memahami mengenai
keseimbangan nutrisi . pengetahuan klien
bertambah
TIK:
Setelah 2 kali kunjungan, klien dan
keluarga dapat melakukan perawatan
anggota keluarga dengan nutrisi yang
kurang dengan kriteria:
1. Klien dapat menjelaskan alasan
mengapa ia berada pada nutrisi
yang kurang
2. Klien dan keluarga dapat
menyebutkan nutrisi seimbang
1. Diskusikan dengan klien dan keluarganya kondisi
kurang nutrisi
2. Jelaskan pada klien dan keluarga cara
pengaturan diet seimbang
3. Beri motivasi agar meningkatkan makan porsi
kecil tapi sering (ngemil)
4. Anjurkan klien dan keluarga untuk lebih banyak
mengkonsumsi bauh dan sayur
5. Jelaskan komplikasi dari kurang nutrisi
6. Tingkatkan kesadaran klien tentang tindakan-
tindakan yang mendukung masukan makanan
7. Ajarkan teknik-teknik modifikasi jenis makanan
dan cara penyajian
8. Instruksikan kepada keluarga untuk menyajikan
makanan selagi hangat
9. Anjurkan keluarga untuk melakukan
penimbangan BB klien secara periodik
10. Beri reinforcement atas pemahaman informasi
dan partisipasi keluarga dalam peningkatan
nutrisi klien
4.
Konstipasi
b.d
penurunan
motilitas
traktus
gastro
intestinal
TIU:
Setelah dilakukan perawatan selama 1
minggu klien tidak mengalami konsipasi
TIK:
Setelah dilakukan 2 kali kunjungan klien
dapat:
1. Menggambarkan aturan usus
terapeutik
2. Menjelaskan secara rasional
1. Kaji faktor penyebab konstipasi
2. Tingkatkan tindakan korektif :
Tinjau ulang diet seimbang
Diskusikan pilihan diet
Dorong penggunaan buah dan sayuran
Dorong pemasukan cairan adekuat kira-kira 2
liter (8-10 gelas).
Anjurkan untuk minum segelas air hangat
sebelum sarapan yang bisa menstimulus
pengosongan usus.
Anjurkan waktu yang teratur untuk eliminasi.
untuk intervensi
3. BAB secara lancar dan feses
lembek
3. Libatkan keluarga dalam
penyediaan diet
4. Jelaskan risiko bila
konstipasi terjadi
berkelanjutan.
5. Anjurkan klien untuk
meningkatkan aktifitas fisik
sesuai kemampuan
6. Beri reinforcement atas
upaya pemahaman
informasi maupun upaya
perawatan terhadap
konstipasi
5.
Gangguan
pola tidur
berhubunga
n dengan
pergantian
tidur yang
berhubunga
n dengan
usia
TIU:
Setelah dilakukan perawatan selama 1
minggu klien dapat memenuhi kebutuhan
tidurnya (tidur 4-5 jam dalam sehari)
TIK:
Setelah dilakukan 2 kali kunjungan klien
dapat:
1. Menggambarkan pergantian pola
tidur yang berhubungan dengan
usia
2. Menjelaskan secara rasional
untuk intervensi
3. Memenuhi kebutuhan tidurnya
setiap hari
1. Kaji pengetahuan klien tentang pola tidur
fisiologis dan patologis
2. Ber penjelasan tentang pergantian pola tidur
yang berhubungan dengan usia lanjut
3. Diskusikan dengan klien cara-cara efektif
pengantar tidur
4. Anjurkan klien untuk memulai tidur pada saat
klien sudah mulai mengantuk
5. Anjurkan klien untuk memanfaatkan waktu
dimana klien tidak dapat tidur untuk melakukan
aktivitas yang bermanfaat, seperti mengajak
ngobrol anak atau cucunya
6. Anjurkan klien untuk menghindari stress atau
banyak pikiran
7. Libatkan keluarga dalam aktivitas sehari-hari
klien
8. Anjurkan keluarga meluangkan waktu untuk
menemani klien bercerita pada saat-saat klien
tidak dapat tidur
9. Beri reinforcement atas upaya yang telah
dilakukan oleh klien dan keluarga
6.
Resiko
untuk
TIU:
Setelah dilakukan perawatan selama 1
minggu klien tidak mengalami kesepian
1. Kaji persepsi klien tentang kesepian dan faktor-
faktor penyebab
2. Temani klien dan terima apa adanya
kesepian
berhubunga
n dengan
isolasi fisik
TIK:
Setelah dilakukan 2 kali kunjungan klien
dapat:
1. Menggambarkan kesepian
karena isolasi fisik
2. Menjelaskan secara rasional
untuk intervensi
3. Menyebutkan upaya mengatasi
kesepian
3. Motivasi klien untuk mengungkapkan perasaan
kepada orang lain
4. Dengarkan cerita-cerita klien dan bersikap
empati
5. Tunjukkan sikap interes terhadap perbincangan
dengan klien
6. Berikan umpan balik setiap tindakan yang
dilakukan klien
7. Beri reinforcement untuk upaya perawatan diri
yang positif
8. Konfrontasi klien untuk keputusan yang tidak
tepat, jika perlu
9. Motivasi kesadaran klien untuk berhubungan
dengan orang lain
10. Fasilitasi klien untuk keinginan/ aktivitas yang
positif
X. CATATAN PERKEMBANGANDx 1. Resiko untuk jatuh b.d. usia >65 tahun
NO WAKTU IMPLEMENTASI EVALUASI
1. Selasa, 02
November
2004
Jam 09.00-
10.00 WIB
Kaji pengetahuan klien terhadap
perubahan fisik pada lanjut usia
dan akibatnya
Berikan pujian atas pengetahuan
positif yang disampaikan oleh
klien
Diskusikan dengan klien
mengenai perubahan pada lanjut
usia; proses menua, batasan
usia lanjut; perubahan pada
sistem tubuh, akibat perubahan
Minta klien untuk mengulangi
hal-hal yang telah dijelaskan dan
didiskusikan
Beri pujian atas hasil yang
dicapai
S :
Klien mengatakan “Kalau sudah tua itu
ya sudah peot, ompong,
sempoyongan, berdiri tidak tegap lagi,
gemetaran, dan sakit-sakitan.”
O :
Klien mampu mengulangi hal-hal yang
telah dijelaskan
A : Tujuan tercapai sebagian
P :
Kontrak untuk kunjungan berikutnya
Jelaskan pencegahan jatuh dan
demonstrasikan
2. Rabu, 03
November
2004
Jam 10.00-
10.30 WIB
Gali pengetahuan klien
mengenai upaya pencegahan
agar tidak jatuh
Monitor sumber-sumber dalam
keluarga yang ada dan dapat
digunakan; peralatan, biaya,
tenaga
Kaji faktor pendukung terjadinya
jatuh ulangan; kondisi rumah,
kondisi penderita
Diskusikan dan ajarkan cara-
cara pencegahan jatuh pada
S :
Klien mengatakan “Makanya saya
tidak keluar kamar sendirian, kecuali
dituntun anak saya.”
O :
Klien menjelaskan dan mampu
mendemonstrasikan pencegahan jatuh
A : Tujuan tercapai sebagian
P :
Kontrak untuk kunjungan berikutnya
Jelaskan lingkungan yang aman bagi
klien
klien
Evaluasi pelaksanaan cara
pencegahan sesuai dengan
yang telah diajarkan
Beri motivasi klien untuk
mempraktekkan cara
pencegahan
Beri pujian atas usaha yang
dilakukan
3. Kamis, 04
November
2004
Jam 10.00-
10.45
Gali pengetahuan keluarga
terhadap lingkungan aman
Diskusikan mengenai keadaan
rumah yang sekarang dan
keterkaitannya dengan
kesehatan klien
Diskusikan dan jelaskan
lingkungan yang aman bagi usia
lanjut
Minta klien menjelaskan ulang
lingkungan yang aman
Tanyakan pada klien
kesanggupannya untuk
menciptakan lingkungan yanga
aman
Evaluasi keadaan rumah setelah
diskusi.
S :
Klien mengatakan “Saya bisa kalau
hanya turun dari tempat tidur ini.”
O :
Klien memahami pentingnya
lingkungan rumah yang aman bagi
klien
A : Tujuan tercapai
P :
Evaluasi akhir
Terminasi
4. Sabtu, 06
November
2004
Jam 09.00-
10..30
Mengevaluasi pemahaman klien
tentang resiko jatuh
Mengevalusi kejadian jatuh pada
klien
Terminasi dan pamitan
S :
Klien mengatakan “Terima kasih, cucu
sudah mau nengok Embah dan
memberikan banyak hal yang
bermanfaat untuk Embah, semoga
Allah membalas kebaikan cucu.”
O :
Klien memahami dan akan
melaksanakan anjuran-anjuran
perawat
A : Tujuan tercapai
P : Monitor oleh keluarga
Dx 2. Immobilisasi berhubungan dengan penurunan fungsi sistem tubuh pada proses menua
NO WAKTU IMPLEMENTASI EVALUASI
1. Selasa, 02
November
2004
Jam 09.00-
10.00 WIB
Kaji pengetahuan klien tentang
imobilisasi : pengertian,
penyebab, akibat, dan upaya
pencegahan
S :
Klien mengatakan “Saya sudah tidak
kuat lagi kalau jalan-jalan.”
Ny S mengatakan sehari-harinya klien
hanya tiduran di tempat tidur
O :
Klien mengetahui dampak imobilisasi
A : Masalah belum teratasi
P :
Jelaskan manfaat mobilisasi
Berikan contoh dan demonstrasi
mobilisasi yang aman dan dapat
dilakukan oleh klien
2. Rabu, 03
November
2004
Jam 10.00-
10.30 WIB
Diskusikan dengan klien dan
keluarga tentang imobilisasi,
terutama manfaat mobilisasi
Berikan contoh dan demonstrasi
mobilisasi yang aman dan dapat
dilakukan oleh klien
S :
Klien mengatakan “Sebenarnya saya
berdiri dan jalan-jalan di sekitar kamar
ini jua masih mampu.”
O :
Klien mampu mendemonstrasikan
mobilisasi dengan baik
A : Tujuan tercapai sebagian
P :
Beri motivasi klien untuk melakukan
mobilisasi sesuai kemampuan
Libatkan keluarga dalam motivasi dan
pengawasan
3. Kamis, 04 Motivasi klien untuk melakukan S :
November
2004
Jam 10.00-
10.45
mobilisasi sesuai kemampuan
Libatkan keluarga untuk
membantu mobilisasi klien
Beri reinforcement atas upaya
pemahaman informasi dan
usaha mobilisasi yang dilakukan
Klien mengatakan “Ya.., saya akan
melakukannya setiap hari.”
O :
Klien nampak bersemangat dengan
kegiatan mobilisasi yang dianjurkan
perawat
A : Tujuan tercapai
P :
Evaluasi akhir
Terminasi
4. Sabtu, 06
November
2004
Jam 09.00-
10..30
Mengevaluasi pemahaman klien
tentang imobilisasi
Mengevalusi mobilisasi klien
Terminasi dan pamitan
S :
Klien mengatakan “Terima kasih, cucu
sudah mau nengok Embah dan
memberikan banyak hal yang
bermanfaat untuk Embah, semoga
Allah membalas kebaikan cucu.”
O :
Klien memahami dan akan
melaksanakan anjuran-anjuran
perawat
A : Tujuan tercapai
P : Monitor oleh keluarga
Dx 3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan proses menua
NO WAKTU IMPLEMENTASI EVALUASI
1. Selasa, 02
November
2004
Jam 09.00-
10.00 WIB
Diskusikan dengan klien dan
keluarganya kondisi kurang
nutrisi
Jelaskan pada klien dan
keluarga cara pengaturan diet
seimbang
Beri motivasi agar meningkatkan
makan porsi kecil tapi sering
S :
Klien mengatakan “Buah dan sayur itu
bagus to…, kalau kuahnya bagus apa
tidak?”
O :
Klien nampak bersemangat dengan
diskusi
Klien memahami dan akan
(ngemil)
Anjurkan klien dan keluarga
untuk lebih banyak
mengkonsumsi bauh dan sayur
Ajarkan teknik-teknik modifikasi
jenis makanan dan cara
penyajian
Instruksikan kepada keluarga
untuk menyajikan makanan
selagi hangat
menjalankan anjuran perawat
A : Masalah teratasi sebagian
P :
Jelaskan komplikasi kurang nutrisi
Anjurkan penimbangan BB secara
periodik
2. Rabu, 03
November
2004
Jam 10.00-
11.00 WIB
S :
Klien mengatakan “Biar kalau
dipanggil Allah dalam keadaan sehat
ya Cu..”
O :
Klien dan keluarga memahami dan
akan melakukan anjuran perawat
A : Tujuan tercapai
P :
Evaluasi akhir
Terminasi
3. Kamis, 04
November
2004
Jam 10.00-
11.00
Mengevaluasi pemahaman klien
tentang nutrisi untuk lanisa
Mengevalusi intake yang sudah
masuk
Terminasi dan pamitan
S :
Klien mengatakan “Terima kasih, cucu
sudah mau nengok Embah dan
memberikan banyak hal yang
bermanfaat untuk Embah, semoga
Allah membalas kebaikan cucu.”
O :
Klien memahami dan akan
melaksanakan anjuran-anjuran
perawat
A : Tujuan tercapai
P : Monitor oleh keluarga
Dx 4. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas gastrointestinal
NO WAKTU IMPLEMENTASI EVALUASI
1. Selasa, 02
November
2004
Jam 09.00-
10.00 WIB
Kaji faktor penyebab konstipasi
Tingkatkan tindakan korektif :
Tinjau ulang diet seimbang
Diskusikan pilihan diet
Dorong penggunaan buah dan
sayuran
Dorong pemasukan cairan
adekuat kira-kira 2 liter (8-10
gelas).
S :
Klien mengatakan “Kalau memang
disuruh untuk banyak minum ya nanti
saya tambahi minumnya.”
O :
Klien mampu menyebutkan penyebab
konstipasi dan pentingnya sayur, buah
dan aminum banyak untuk
melancarkan BAB
A : Tujuan tercapai sebagian
P :
Anjurkan waktu yang teratur untuk
eliminasi.
Libatkan keluarga dalam penyediaan
diet
2. Rabu, 03
November
2004
Jam 10.00-
11.00 WIB
Anjurkan untuk minum segelas
air hangat sebelum sarapan
yang bisa menstimulus
pengosongan usus.
Anjurkan waktu yang teratur
untuk eliminasi.
Libatkan keluarga dalam
penyediaan diet
S :
Ny S mengatakan, “Ya Mas, besok
Embah saya antar turun ke sungai
untuk BAB meskipun tidak ingin BAB.”
O :
Klien menyatakan kesanggupan untuk
mencoba pola eliminasi secara teratur
A : Tujuan tercapai sebagian
P :
Jelaskan risiko bila konstipasi terjadi
berkelanjutan.
Anjurkan klien untuk meningkatkan
aktifitas fisik sesuai kemampuan
3. Kamis, 04
November
2004
Jam 10.00-
11.00
Jelaskan risiko bila konstipasi
terjadi berkelanjutan.
Anjurkan klien untuk
meningkatkan aktifitas fisik
sesuai kemampuan
Beri reinforcement atas upaya
pemahaman informasi maupun
upaya perawatan terhadap
konstipasi
S :
Klien mengatakan “Saya masih bisa
jalan-jalan di kamar ini, meskipun
harus pegangan meja.”
O :
Klien memahami akibat buruk dari
konstipasi berkepanjangan
A : Tujuan tercapai
P :
Evaluasi akhir
Terminasi
4. Sabtu, 06
November
2004
Jam 09.00-
10..30
Mengevaluasi pemahaman klien
tentang konstipasi dan cara
penanganan
Mengevalusi BAB klien
Terminasi dan pamitan
S :
Klien mengatakan “Kemarin saya bisa
BAB meskipun masih keras. Sekarang
perut saya agak nyaman, tidak keras
seperti kemarin.”
Klien mengatakan, “Sekarang saya
sudah minum 3 gelas sehari, apa perlu
ditambah lagi atau sudah cukup?”
O :
Klien dapat BAB setelah
mengkonsumsi buah, sayur dan
minum banyak.
A :
Tujuan tercapai
P :
Monitor oleh keluarga
ASKEP Konstipasi (Sistem Pencernaan)BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari kebiasaan normal. Dapat
diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses kurang, atau fesesnya keras dan kering. Konstipasi juga dapat
diartikan sebagai keadaan dimana membengkaknya jaringan dinding dubur (anus) yang mengandung pembuluh
darah balik (vena), sehingga saluran cerna seseorang yang mengalami pengerasan feses dan kesulitan untuk
melakukan buang air besar. Semua orang dapat mengalami konstipasi, terlebih pada lanjut usia (lansia) akibat
gerakan peristaltik (gerakan semacam memompa pada usus, red) lebih lambat dan kemungkinan sebab lain yakni
penggunaan obat-obatan seperti aspirin, antihistamin, diuretik, obat penenang dan lain-lain. Kebanyakan terjadi jika
makan makananan yang kurang berserat, kurang minum, dan kurang olahraga. Kondisi ini bertambah parah jika
sudah lebih dari tiga hari berturut-turut.
Konstipasi merupakan keluhan saluran cerna terbanyak pada usia lanjut. Kasus konstipasi umumnya diderita
masyarakat umum sekitar 4% sampai 30% pada kelompok usia 60 tahun ke atas. Ternyata wanita lebih sering
mengeluh konstipasi dibanding pria dengan perbandingan 3:1 hingga 2:1. Insiden konstipasi meningkat seiring
bertambahnya umur, terutama usia 65 tahun ke atas. Pada suatu penelitian pada orang berusia usia 65 tahun ke atas,
terdapat penderita konstipasi sekitar 34% wanita dan pria 26%. Di Inggris ditemukan 30% penduduk di atas usia 60
tahun merupakan konsumen yang teratur menggunakan obat pencahar . Di Australia sekitar 20% populasi di atas 65
tahun mengeluh menderita konstipasi dan lebih banyak pada wanita dibanding pria. Menurut National Health
Interview Survey pada tahun 1991, sekitar 4,5 juta penduduk Amerika mengeluh menderita konstipasi terutama
anak-anak, wanita dan orang usia 65 tahun ke atas.
Konstipasi bisa terjadi di mana saja, dapat terjadi saat bepergian, misalnya karena jijik dengan WC-nya,
bingung caranya buang air besar seperti sewaktu naik pesawat dan kendaraan umum lainnya. Penyebab konstipasi
bisa karena faktor sistemik, efek samping obat, faktor neurogenik saraf sentral atau saraf perifer. Bisa juga karena
faktor kelainan organ di kolon seperti obstruksi organik atau fungsi otot kolon yang tidak normal atau kelainan pada
rektum, anak dan dasar pelvis dan dapat disebabkan faktor idiopatik kronik.
Mencegah konstipasi secara umum ternyata tidaklah sulit. Kuncinya adalah mengonsumsi serat yang cukup.
Serat yang paling mudah diperoleh adalah pada buah dan sayur. Jika penderita konstipasi ini mengalami kesulitan
mengunyah, misalnya karena ompong, caranya haluskan sayur atau buah tersebut dengan diblender.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum:
Untuk mengetahui dan memahami konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien dengan konstipasi, serta mampu
menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan konstipasi.
2. Tujuan Khusus:
a. Untuk mengetahui dan memahami pengertian konstipasi
b. Untuk mengetahui dan memahami pembagian konstipasi
c. Untuk mengetahui dan memahami etiologi konstipasi
d. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi konstipasi
e. Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinis konstipasi
f. Untuk mengetahui dan mampu menerapkan pemeriksaan, penatalaksanaan serta pencegahan untuk pasien dengan
konstipasi
g. Untuk memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan konstipasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Berikut pengertian konstipasi dari beberapa sumber sebagai berikut:
Konstipasi adalah suatu penurunan defekasi yang normal pada seseorang, disertai dengan kesulitan keluarnya
feses yang tidak lengkap atau keluarnya feses yang sangat keras dan kering (Wilkinson, 2006).
Konstipasi adalah defekasi dengan frekuensi yang sedikit, tinja tidak cukup jumlahnya, berbentuk keras dan
kering (Oenzil, 1995).
Konstipasi adalah kesulitan atau kelambatan pasase feses yang menyangkut konsistensi tinja dan frekuensi
berhajat. Konstipasi dikatakan akut jika lamanya 1 sampai 4 minggu, sedangkan dikatakan kronik jika lamanya lebih
dari 1 bulan (Mansjoer, 2000).
Konstipasi adalah kesulitan atau jarang defekasi yang mungkin karena feses keras atau kering sehingga
terjadi kebiasaaan defekasi yang tidak teratur, faktor psikogenik, kurang aktifitas, asupan cairan yang tidak adekuat
dan abnormalitas usus. (Paath, E.F. 2004) .
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit. Konstipasi adalah penurunan frekunsi defekasi, yang diikuti
oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering. Adanya upaya mengedan saat defekasi adalah suatu tanda
yang terkait dengan konstipasi. Apabila motilitas usus halus melambat, masa feses lebih lama terpapar pada dinding
usus dan sebagian besar kandungan air dalam feses diabsorpsi. Sejumlah kecil air ditinggalkan untuk melunakkan
dan melumasi feses. Pengeluaran feses yang kering dan keras dapat menimbulkan nyeri pada rektum. (Potter &
Perry, 2005).
Normalnya pola defekasi yang biasanya setiap 2 sampai 3 hari sekali tanpa ada kesulitan, nyeri, atau
perdarahan dapat dianggap normal.
B. Tipe Konstipasi
Berdasarkan International Workshop on Constipation, adalah sebagai berikut:
1. Konstipasi Fungsional
Kriteria:
Dua atau lebih dari keluhan ini ada paling sedikit dalam 12 bulan:
a. Mengedan keras 25% dari BAB
b. Feses yang keras 25% dari BAB
c. Rasa tidak tuntas 25% dari BAB
d. BAB kurang dari 2 kali per minggu
2. Penundaan pada muara rektum
Kriteria:
a. Hambatan pada anus lebih dari 25% BAB
b. Waktu untuk BAB lebih lama
c. Perlu bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses
Konstipasi fungsional disebabkan waktu perjalanan yang lambat dari feses, sedangkan penundaan pada muara
rektosigmoid menunjukkan adanya disfungsi anorektal. Yang terakhir ditandai adanya perasaan sumbatan pada
anus.
C. Etiologi
Penyebab umum konstipasi yang dikutip dari Potter dan Perry, 2005 adalah sebagai berikut:
1. Kebiasaan defekasi yang tidak teratur dan mengabaikan keinginan untuk defekasi dapat menyebabkan konstipasi.
2. Klien yang mengonsumsi diet rendah serat dalam bentuk hewani (misalnya daging, produk-produk susu, telur) dan
karbohidrat murni (makanan penutup yang berat) sering mengalami masalah konstipasi, karena bergerak lebih
lambat didalam saluran cerna. Asupan cairan yang rendah juga memperlambat peristaltik.
3. Tirah baring yang panjang atau kurangnya olahraga yang teratur menyebabkan konstipasi.
4. Pemakaian laksatif yag berat menyebabkan hilangnya reflex defekasi normal. Selain itu, kolon bagian bawah yang
dikosongkan dengan sempurna, memerlukan waktu untuk diisi kembali oleh masa feses.
5. Obat penenang, opiat, antikolinergik, zat besi (zat besi mempunyai efek menciutkan dan kerja yang lebih secara
lokal pada mukosa usus untuk menyebabkan konstipasi. Zat besi juga mempunyai efek mengiritasi dan dapat
menyebabkan diare pada sebagian orang), diuretik, antasid dalam kalsium atau aluminium, dan obat-obatan
antiparkinson dapat menyebabkan konstipasi.
6. Lansia mengalami perlambatan peristaltic, kehilangan elastisitas otot abdomen, dan penurunan sekresi mukosa usus.
Lansia sering mengonsumsi makanan rendah serat.
7. Konstipasi juga dapat disebabkan oleh kelainan saluran GI (gastrointestinal), seperti obstruksi usus, ileus paralitik,
dan divertikulitus.
8. Kondisi neurologis yang menghambat implus saraf ke kolon (misalnya cedera pada medula spinalis, tumor) dapat
menyebabkan konstipasi.
9. Penyakit-penyakit organik, seperti hipotirodisme, hipokalsemia, atau hypokalemia dapat menyebabkan konstipasi.
Ada juga penyebab yang lain dari sumber lain, yaitu:
10. Peningkatan stres psikologi. Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan konstipasi dengan menghambat gerak
peristaltik usus melalui kerja dari epinefrin dan sistem syaraf simpatis. Stres juga dapat menyebabkan usus spastik
(spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi colon ). Yang berhubungan dengan konstipasi tipe ini adalah kram pada
abdominal, meningkatnya jumlah mukus dan periode bertukar-tukarnya antara diare dan konstipasi.
11. Umur
Otot semakin melemah dan melemahnya tonus spinkter yang terjadi pada orang tua turut berperan menyebabkan
konstipasi.
D. Patofisiologi
Defekasi seperti juga pada berkemih adalah suatu proses fisiologis yang menyertakan kerja otot-otot polos
dan serat lintang, persarafan sentral dan perifer, koordinasi dari sistem refleks, kesadaran yang baik dan kemampuan
fisis untuk mencapai tempat BAB. Kesukaran diagnosis dan pengelolaan dari konstipasi adalah karena banyaknya
mekanisme yang terlibat pada proses BAB normal (Dorongan untuk defekasi secara normal dirangsang oleh distensi
rektal melalui empat tahap kerja, antara lain: rangsangan refleks penyekat rektoanal, relaksasi otot sfingter internal,
relaksasi otot sfingter external dan otot dalam region pelvik, dan peningkatan tekanan intra-abdomen). Gangguan
dari salah satu mekanisme ini dapat berakibat konstipasi. Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar yang
menghantarkan feses ke rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan meregangkan ampula dari rektum diikuti
relaksasi dari sfingter anus interna. Untuk meghindarkan pengeluaran feses yang spontan, terjadi refleks kontraksi
dari sfingter anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang depersarafi oleh saraf pudendus. Otak menerima
rangsang keinginan untuk BAB dan sfingter anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, sehingga rektum
mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. kontraksi ini akan menaikkan tekanan dalam
perut, relaksasi sfingter dan otot elevator ani. Baik persarafan simpatis maupun parasimpatis terlibat dalam proses
BAB.
Patogenesis dari konstipasi bervariasi, penyebabnya multipel, mencakup beberapa faktor yang tumpang
tindih. Walaupun konstipasi merupakan keluhan yang banyak pada usia lanjut, motilitas kolon tidak terpengaruh
oleh bertambahnya usia. Proses menua yang normal tidak mengakibatkan perlambatan dari perjalanan saluran cerna.
Perubahan patofisiologi yang menyebabkan konstipasi bukanlah karena bertambahnya usia tapi memang khusus
terjadi pada mereka dengan konstipasi.
Penelitian dengan petanda radioopak yang ditelan oleh orang usia lanjut yang sehat tidak mendapatkan
adanya perubahan dari total waktu gerakan usus, termasuk aktivitas motorik dari kolon. Tentang waktu pergerakan
usus dengan mengikuti petanda radioopak yang ditelan, normalnya kurang dari 3 hari sudah dikeluarkan.
Sebaliknya, penelitian pada orang usia lanjut yang menderita konstipasi menunjukkan perpanjangan waktu gerakan
usus dari 4-9 hari. Pada mereka yang dirawat atau terbaring di tempat tidur, dapat lebih panjang lagi sampai 14 hari.
Petanda radioaktif yang dipakai terutama lambat jalannya pada kolon sebelah kiri dan paling lambat saat
pengeluaran dari kolon sigmoid. Pemeriksaan elektrofisiologis untuk mengukur aktivitas motorik dari kolon pasien
dengan konstipasi menunjukkan berkurangnya respons motorik dari sigmoid akibat berkurangnya inervasi intrinsic
karena degenerasi plexus mienterikus. Ditemukan juga berkurangnya rangsang saraf pada otot polos sirkuler yang
dapat menyebabkan memanjangnya waktu gerakan usus.
Individu di atas usia 60 tahun juga terbukti mempunyai kadar plasma beta-endorfin yang meningkat, disertai
peningkatan ikatan pada reseptor opiate endogen di usus. Hal ini dibuktikan dengan efek konstipatif dari sediaan
opiate yang dapat menyebabkan relaksasi tonus kolon, motilitas berkurang, dan menghambat refleks gaster-kolon.
Selain itu, terdapat kecenderungan menurunnya tonus sfingter dan kekuatan otot-otot polos berkaitan dengan
usia, khususnya pada perempuan. Pasien dengan konstipasi mempunyai kesulitan lebih besar untuk mengeluarkan
feses yang kecil dan keras sehingga upaya mengejan lebih keras dan lebih lama. Hal ini dapat berakibat penekanan
pada saraf pudendus sehingga menimbulkan kelemahan lebih lanjut.
Sensasi dan tonus dari rektum tidak banyak berubah pada usia lanjut. Sebaliknya, pada mereka yang
mengalami konstipasi dapat mengalami tiga perubahan patologis pada rektum, sebagai berikut:
1. Diskesia Rektum
Ditandai dengan penurunan tonus rektum, dilatasi rektum, gangguan sensasi rektum, dan peningkatan ambang
kapasitas. Dibutuhkan lebih besar regangan rektum untuk menginduksi refleks relaksasi dari sfingter eksterna dan
interna. Pada colok dubur pasien dengan diskesia rektum sering didapatkan impaksi feses yang tidak disadari karena
dorongan untuk BAB sering sudah tumpul. Diskesia rektum juga dapat diakibatkan karena tanggapnya atau
penekanan pada dorongan untuk BAB seperti yang dijumpai pada penderita demensia, imobilitas, atau sakit daerah
anus dan rektum
2. Dis-sinergis Pelvis
Terdapatnya kegagalan untuk relaksasi otot pubo-rektalis dan sfingter anus eksterna saat BAB. Pemeriksaan secara
manometrik menunjukkan peningkatan tekanan pada saluran anus saat mengejan.
3. Peningkatan Tonus Rektum
Terjadi kesulitan mengeluarkan feses yang bentuknya kecil. Sering ditemukan pada kolon yang spastik seperti pada
penyakit Irritable Bowel Syndrome, dimana konstipasi merupakan hal yang dominan.
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala akan berbeda antara seseorang dengan seseorang yang lain, karena pola makan, hormon,
gaya hidup dan bentuk usus besar setiap orang berbeda-beda, tetapi biasanya tanda dan gejala yang umum
ditemukan pada sebagian besar atau kadang-kadang beberapa penderitanya adalah sebagai berikut:
1. Perut terasa begah, penuh, dan bahkan terasa kaku karena tumpukan tinja (jika tinja sudah tertumpuk sekitar 1
minggu atau lebih, perut penderita dapat terlihat seperti sedang hamil).
2. Tinja menjadi lebih keras, panas, dan berwarna lebih gelap daripada biasanya, dan jumlahnya lebih sedikit daripada
biasanya (bahkan dapat berbentuk bulat-bulat kecil bila sudah parah).
3. Pada saat buang air besar tinja sulit dikeluarkan atau dibuang, kadang-kadang harus mengejan ataupun menekan-
nekan perut terlebih dahulu supaya dapat mengeluarkan tinja.
4. Terdengar bunyi-bunyian dalam perut.
5. Bagian anus terasa penuh, dan seperti terganjal sesuatu disertai sakit akibat bergesekan dengan tinja yang panas dan
keras.
6. Frekuensi buang angin meningkat disertai bau yang lebih busuk daripada biasanya (jika kram perutnya parah,
bahkan penderita akan kesulitan atau sama sekali tidak bisa buang
7. Menurunnya frekuensi buang air besar, dan meningkatnya waktu transit buang air besar (biasanya buang air besar
menjadi 3 hari sekali atau lebih).
8. Terkadang mengalami mual bahkan muntah jika sudah parah.
Suatu batasan dari konstipasi diusulkan oleh Holson, meliputi paling sedikit 2 dari keluhan di bawah ini dan terjadi
dalam waktu 3 bulan :
1. Konsistensi feses yang keras,
2. Mengejan dengan keras saat BAB,
3. Rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25% dari keseluruhan BAB, dan
4. Frekuensi BAB 2 kali seminggu atau kurang.
F. Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik pada konstipasi sebagian besar tidak mendapatkan kelainan yang jelas. Namun demikian
pemeriksaan fisik yang teliti dan menyeluruh diperlukan untuk menemukan kelainan yang berpotensi mempengaruhi
fungsi usus besar.
Pemeriksaan dimulai pada rongga mulut meliputi gigi geligi, adanya luka pada selaput lendir mulut dan tumor
yang dapat mengganggu rasa pengecap dan proses menelan.
Daerah perut diperiksa apakah ada pembesaran perut, peregangan atau tonjolan. Perabaan permukaan perut
untuk menilai kekuatan otot perut. Perabaan lebih dalam dapat mengetahui massa tinja di usus besar, adanya tumor
atau pelebaran batang nadi. Pada pemeriksaan ketuk dicari pengumpulan gas berlebihan, pembesaran organ, cairan
dalam rongga perut atau adanya massa tinja.
Pemeriksaan dengan stetoskop digunakan untuk mendengarkan suara gerakan usus besar serta mengetahui
adanya sumbatan usus. Sedang pemeriksaan dubur untuk mengetahui adanya wasir, hernia, fissure (retakan) atau
fistula (hubungan abnormal pada saluran cerna), juga kemungkinan tumor di dubur yang bisa mengganggu proses
buang air besar.
Colok dubur memberi informasi tentang tegangan otot, dubur, adanya timbunan tinja, atau adanya darah.
Pemeriksaan laboratorium dikaitkan dengan upaya mendeteksi faktor risiko konstipasi seperti gula darah,
kadar hormon tiroid, elektrolit, anemia akibat keluarnya darah dari dubur.
Anoskopi dianjurkan untuk menemukan hubungan abnormal pada saluran cerna, tukak, wasir, dan tumor.
Foto polos perut harus dikerjakan pada penderita konstipasi untuk mendeteksi adanya pemadatan tinja atau tinja
keras yang menyumbat bahkan melubangi usus. Jika ada penurunan berat badan, anemia, keluarnya darah dari dubur
atau riwayat keluarga dengan kanker usus besar perlu dilakukan kolonoskopi. Bagi sebagian orang konstipasi hanya
sekadar mengganggu. Tapi, bagi sebagian kecil dapat menimbulkan komplikasi serius. Tinja dapat mengeras sekeras
batu di poros usus (70%), usus besar (20%), dan pangkal usus besar (10%). Hal ini menyebabkan kesakitan dan
meningkatkan risiko perawatan di rumah sakit dan berpotensi menimbulkan akibat yang fatal. Pada konstipasi kronis
kadang-kadang terjadi demam sampai 39,5oC , delirium (kebingungan dan penurunan kesadaran), perut tegang,
bunyi usus melemah, penyimpangan irama jantung, pernapasan cepat karena peregangan sekat rongga badan.
Pemadatan dan pengerasan tinja berat di muara usus besar bisa menekan kandung kemih menyebabkan retensi urine
bahkan gagal ginjal serta hilangnya kendali otot lingkar dubur, sehingga keluar tinja tak terkontrol. Sering mengejan
berlebihan menyebabkan turunnya poros usus.
G. Penatalaksanaan
Banyaknya macam-macam obat yang dipasarkan untuk mengatasi konstipasi, merangsang upaya untuk memberikan
pengobatan secara simptomatik. Sedangkan bila mungkin, pengobatan harus ditujukan pada penyebab dari
konstipasi. Penggunaan obat pencahar jangka panjang terutama yang bersifat merangsang peristaltik usus, harus
dibatasi. Strategi pengobatan dibagi menjadi:
1. Pengobatan non-farmakologis
a. Latihan usus besar:
Melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku yang disarankan pada penderita konstipasi yang tidak jelas
penyebabnya. Penderita dianjurkan mengadakan waktu secara teratur setiap hari untuk memanfaatkan gerakan usus
besarnya. dianjurkan waktu ini adalah 5-10 menit setelah makan, sehingga dapat memanfaatkan reflex gastro-kolon
untuk BAB. Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita tanggap terhadap tanda-tanda dan rangsang
untuk BAB, dan tidak menahan atau menunda dorongan untuk BAB ini.
b. Diet:
Peran diet penting untuk mengatasi konstipasi terutama pada golongan usia lanjut. Data epidemiologis menunjukkan
bahwa diet yang mengandung banyak serat mengurangi angka kejadian konstipasi dan macam-macam penyakit
gastrointestinal lainnya, misalnya divertikel dan kanker kolorektal. Serat meningkatkan massa dan berat feses serta
mempersingkat waktu transit di usus. untuk mendukung manfaa serat ini, diharpkan cukup asupan cairan sekitar 6-8
gelas sehari, bila tidak ada kontraindikasi untuk asupan cairan.
c. Olahraga:
Cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu mengatasi konstipasi jalan kaki atau lari-lari kecil yang
dilakukan sesuai dengan umur dan kemampuan pasien, akan menggiatkan sirkulasi dan perut untuk memeperkuat
otot-otot dinding perut, terutama pada penderita dengan atoni pada otot perut.
2. Pengobatan farmakologis
Jika modifikasi perilaku ini kurang berhasil, ditambahkan terapi farmakologis, dan biasnya dipakai obat-obatan
golongan pencahar. Ada 4 tipe golongan obat pencahar :
a. Memperbesar dan melunakkan massa feses, antara lain : Cereal, Methyl selulose, Psilium.
b. Melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan feses, sehingga
mempermudah penyerapan air. Contohnya : minyak kastor, golongan dochusate.
c. Golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk digunakan, misalnya pada penderita gagal ginjal,
antara lain : sorbitol, laktulose, gliserin
d. Merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus besar. Golongan ini yang banyak dipakai. Perlu
diperhatikan bahwa pencahar golongan ini bisa dipakai untuk jangka panjang, dapat merusak pleksusmesenterikus
dan berakibat dismotilitas kolon. Contohnya : Bisakodil, Fenolptalein.
Bila dijumpai konstipasi kronis yang berat dan tidak dapat diatasi dengan cara-cara tersebut di atas, mungkin
dibutuhkan tindakan pembedahan. Misalnya kolektomi sub total dengan anastomosis ileorektal. Prosedur ini
dikerjakan pada konstipasi berat dengan masa transit yang lambat dan tidak diketahui penyebabnya serta tidak ada
respons dengan pengobatan yang diberikan. Pasa umumnya, bila tidak dijumpai sumbatan karena massa atau
adanya volvulus, tidak dilakukan tindakan pembedahan.
H. Pencegahan
Berikut beberapa pencegahan untuk mencegah terjadinya konstipasi:
1. Jangan jajan di sembarang tempat.
2. Hindari makanan yang kandungan lemak dan gulanya tinggi.
3. Minum air putih minimal 1,5 sampai 2 liter air (kira-kira 8 gelas) sehari dan cairan lainnya setiap hari.
4. Olahraga, seperti jalan kaki (jogging) bisa dilakukan. Minimal 10-15 menit untuk olahraga ringan, dan minimal 2
jam untuk olahraga yang lebih berat.
5. Biasakan buang air besar secara teratur dan jangan suka menahan buang air besar.
6. Konsumsi makanan yang mengandung serat secukupnya, seperti buah-buahan dan sayur-sayuran.
7. Tidur minimal 4 jam sehari.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KONSTIPASI
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata Pasien
b. Keluhan Utama
c. Riwayat Kesehatan
d. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dibuat untuk mendapatkan informasi tentang awitan dan durasi konstipasi, pola emliminasi saat
ini dan masa lalu, serta harapan pasien tentang elininasi defekasi. Informasi gaya hidup harus dikaji, termasuk
latihan dan tingkat aktifitas, pekerjaan, asupan nutrisi dan cairan, serta stress. Riwayat medis dan bedah masa lalu,
terapi obat-obatan saat ini, dan penggunaan laksatif serta enema adalah penting. Pasien harus ditanya tentang adanya
tekanan rektal atau rasa penuh, nyeri abdomen, mengejan berlebihan saat defekasi, flatulens, atau diare encer.
e. Riwayat / Keadaan Psikososial
f. Pemeriksaan Fisik
g. Pola Kebiasaan Sehari-hari
h. Analisa Data
Pengkajian objektif mencakup inspeksi feses terhadap warna, bau, konsistensi, ukuran, bentuk, dan komponen.
Abdomen diauskultasi terhadap adanya bising usus dan karakternya. Distensi abdomen diperhatikan. Area peritonial
diinspeksi terhadap adanya hemoroid, fisura, dan iritasi kulit.
2. Diagnosa
a. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan.
c. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen.
3. Intervensi
4. Implementasi
5. Evaluasi
B. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Konstipasi
Contoh kasus:
Seorang kakek bernama Evart yang berumur 65 tahun mengeluh nyeri pada perut bagian bawah. Kakek mengatakan
bahwa sudah seminggu belum BAB. Biasanya kakek bisa BAB tiga hari sekali. Sejak saat itu kakek tidak pernah
menghabiskan porsi makan sehari-harinya karena kurang nafsu makan. Setelah dikaji inspeksi terdapat pembesaran
abdomen dan saat dipalpasi ada impaksi feses.
1. Pengkajian
Nama : Evart
Tanggal lahir : 5 November 1945
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal MRS : 30 November 2010
Alamat : Surabaya
Diagnosa Medis : Konstipasi
Sumber Informasi : Klien, pemeriksaan fisik, kolonoskopi
Keluhan utama : nyeri pada perut, seminggu belum BAB
Riwayat penyakit sekarang :
Evart yang berumur 65 tahun mengeluh nyeri pada perut bagian bawah. Kakek mengatakan bahwa sudah seminggu
belum BAB. Biasanya kakek bisa BAB tiga hari sekali. Sejak saat itu kakek tidak pernah menghabiskan porsi makan
sehari-harinya. Selain itu, kakek mengaku mudah lelah untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Riwayat kesehatan keluarga : -
Review of system :
a. B1 (Breath) : RR meningkat
b. B2 (Blood) : denyut jantung meningkat, TD meningkat
c. B3 (Brain) : nyeri pada abdomen bawah
d. B4 (Bladder) : -
e. B5 (Bowel) : nafsu makan turun, BB turun
f. B6 (Bone) : -
Hasil pemeriksaan fisik umum :
a. keadaan umum : lemah
b. TTV : tekanan darah 130/95 mmHg, nadi : 90x/mnt, RR 23x/mnt
Pemeriksaan fisik abdomen
a. Inspeksi : pembesaran abdomen
b. Palpasi : perut terasa keras, ada impaksi feses
c. Perkusi : redup
d. Auskultasi : bising usus tidak terdengar
Analisa Data:
No Data Etiologi Masalah1. Data subjektif :
Seminggu tidak BAB, kebiasaan BAB tiga kali sehariData objektif :Inspeksi : pembesaran abdomen.Palpasi : perut terasa keras, ada impaksi feses.Perkusi : redup.Auskultasi : bising usus tidak terdengar
Pola BAB tidak teratur
Eliminasi feses tidak lancar
konstipasi
Konstipasi
2. Data subjektif:Klien tidak nafsu makan
Data objektif:Bising usus tidak terdengar
Sulit BAB
Perut terasa begah Nafsumakan menurun
Menurunnya intake makanan
Nutrisi kurang dari kebutuhan
3. Data subjektif:Keluhan nyeri dari pasien
Data objektif:Perubahan nafsu makan
konsistensi tinja yang keras
sulit keluar
Akumulasi di kolon
Nyeri Akut
Nyeri abdomen
2. Diagnosa
a. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan.
c. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen.
3. Intervensi dan Rasional
a. Diagnosa : Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur
Tujuan : pasien dapat defekasi dengan teratur (setiap hari)
Kriteria hasil :
1) Defekasi dapat dilakukan satu kali sehari.
2) Konsistensi feses lembut
3) Eliminasi feses tanpa perlu mengejan berlebihan
Intervensi Rasional1. Mandiri:a. Tentukan pola defekasi bagi klien dan
latih klien untuk menjalankannyab. Atur waktu yang tepat untuk defekasi
klien seperti sesudah makanc. Berikan cakupan nutrisi berserat sesuai
dengan indikasid. Berikan cairan jika tidak kontraindikasi
2-3 liter per hari
2. Kolaborasi:Pemberian laksatif atau enema sesuai indikasi
a. Untuk mengembalikan keteraturan pola defekasi klien
b. Untuk memfasilitasi refleks defekasi
c. Nutrisi serat tinggi untuk melancarkan eliminasi fekal
d. Untuk melunakkan eliminasi feses
Untuk melunakkan feses
b. Diagnosa : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan
Tujuan : menunjukkan status gizi baik
Kriteria Hasil :
1) Toleransi terhadap diet yang dibutuhkan
2) Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
3) Nilai laboratorium dalam batas normal
4) Melaporkan keadekuatan tingkat energi
Intervensi Rasional1. Mandiri:a. Buat perencanaan makan dengan
pasien untuk dimasukkan ke dalam jadwal makan.
b. Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien dari rumah.
c. Tawarkan makanan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi
d. Pastikan diet memenuhi kebutuhan tubuh sesuai indikasi.
e. Pastikan pola diet yang pasien yang disukai atau tidak disukai.
f. Pantau masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik.
g. Kaji turgor kulit pasien
2. Kolaborasi:a. Observasi:1) Pantau nilai laboratorium, seperti Hb,
albumin, dan kadar glukosa darah
2) Ajarkan metode untuk perencanaan makan
b. Health EdukasiAjarkan pasien dan keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal
a. Menjaga pola makan pasien sehingga pasien makan secara teratur
b. Pasien merasa nyaman dengan makanan yang dibawa dari rumah dan dapat meningkatkan nafsu makan pasien.
c. Dengan pemberian porsi yang besar dapat menjaga keadekuatan nutrisi yang masuk.
d. Tinggi karbohidrat, protein, dan kalori diperlukan atau dibutuhkan selama perawatan.
e. Untuk mendukung peningkatan nafsu makan pasien
f. Mengetahui keseimbangan intake dan pengeluaran asuapan makanan.
g. Sebagai data penunjang adanya perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan
1) Untuk dapat mengetahui tingkat kekurangan kandungan Hb, albumin, dan glukosa dalam darah.
2) Klien terbiasa makan dengan terencana dan teratur.
Menjaga keadekuatan asupan nutrisi yang dibutuhkan.
c. Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen
Tujuan : menunjukkan nyeri telah berkurang
Kriteria Hasil :
1) Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan
2) Mempertahankan tingkat nyeri pada skala kecil
3) Melaporkan kesehatan fisik dan psikologisi
4) Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri
5) Menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan non-analgesik secara tepat
Intervensi Rasional1. Mandiri:a. Bantu pasien untuk lebih berfokus pada
aktivitas dari nyeri dengan melakukan penggalihan melalui televisi atau radio.
b. Perhatikan bahwa lansia mengalami peningkatan sensitifitas terhadap efek analgesik opiat
c. Perhatikan kemungkinan interaksi obat – obat dan obat penyakit pada lansia
2. Kolaborasia. Observasi1) Minta pasien untuk menilai nyeri atau
ketidak nyaman pada skala 0 – 102) Gunakan lembar alur nyeri3) Lakukan pengkajian nyeri yang
komperhensifb. Health education1) Instruksikan pasien untuk
meminformasikan pada perawat jika pengurang nyeri kurang tercapai
2) Berikan informasi tetang nyeri
a. Klien dapat mengalihkan perhatian dari nyeri
b. Hati-hati dalam pemberian anlgesik opiate
c. Hati-hati dalam pemberian obat-obatan pada lansia
a. Observasi1) Mengetahui tingkat nyeri yang
dirasakan klien
2) Mengetahui karakteristik nyeri3) Agar mngetahui nyeri secara spesifik
b. Health Education1) Perawat dapat melakukan tindakan
yang tepat dalam mengatasi nyeri klien
2) Agar pasien tidak merasa cemas
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari kebiasaan normal. Dapat
diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses kurang, atau fesesnya keras dan kering. Konstipasi bisa terjadi
di mana saja, dapat terjadi saat bepergian, misalnya karena jijik dengan WC-nya, bingung caranya buang air besar
seperti sewaktu naik pesawat dan kendaraan umum lainnya. Penyebab konstipasi bisa karena faktor sistemik, efek
samping obat, faktor neurogenik saraf sentral atau saraf perifer. Bisa juga karena faktor kelainan organ di kolon
seperti obstruksi organik atau fungsi otot kolon yang tidak normal atau kelainan pada rektum, anak dan dasar pelvis
dan dapat disebabkan faktor idiopatik kronik. Mencegah konstipasi secara umum ternyata tidaklah sulit. Kuncinya
adalah mengonsumsi serat yang cukup. Serat yang paling mudah diperoleh adalah pada buah dan sayur.
B. Saran
Saran dari kami tim penulis adalah sebaiknya bagi penderita kuncinya adalah dengan mengonsumsi makanan
yang berserat.
DAFTAR PUSTAKA Ahmadsyah I, et al,.1997.Kelainan abdomen nonakut. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed Sjamsuhidajat R, Jakarta: EGCBrunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.Carpenito, Juall Lynda. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGCDoenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.Hadi S,.2001.Psikosomatik pada Saluran Cerna Bagian Bawah, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi ke-3, Gaya baru, Jakarta.Perry, Potter. 2005. Fundamental keperawatan, edisi 4, volume 2. Jakarta : EGC
MAKALAH KONSTIPASI
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangKonstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari kebiasaan normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses (kotoran) kurang, atau fesesnya keras dan kering. Semua orang dapat mengalami konstipasi, terlebih pada lanjut usia (lansia) akibat gerakan peristaltik (gerakan semacam memompa pada usus, red) lebih lambat dan kemungkinan sebab lain. Kebanyakan terjadi jika makan kurang berserat, kurang minum, dan kurang olahraga. Kondisi ini bertambah parah jika sudah lebih dari tiga hari berturut-turut.Kasus konstipasi umumnya diderita masyarakat umum sekitar 4-30 persen pada kelompok usia 60 tahun ke atas. Ternyata, wanita lebih sering mengeluh konstipasi dibanding pria dengan perbandingan 3:1 hingga 2:1. Insiden konstipasi meningkat seiring bertambahnya umur, terutama usia 65 tahun ke atas. Pada suatu penelitian pada orang berusia usia 65 tahun ke atas, terdapat penderita konstipasi sekitar 34 persen wanita dan pria 26 persen.
Konstipasi bisa terjadi di mana saja, dapat terjadi saat bepergian, misalnya karena jijik dengan WC-nya, bingung caranya buang air besar seperti sewaktu naik pesawat dan kendaraan umum lainnya. Penyebab konstipasi bisa karena faktor sistemik, efek samping obat, faktor neurogenik saraf sentral atau saraf perifer. Bisa juga karena faktor kelainan organ di kolon seperti obstruksi organik atau fungsi otot kolon yang tidak normal atau kelainan pada rektum, anak dan dasar pelvis dan dapat disebabkan faktor idiopatik kronik.Mencegah konstipasi secara umum ternyata tidaklah sulit. Lagi-lagi, kuncinya adalah mengonsumsi serat yang cukup. Serat yang paling mudah diperoleh adalah pada buah dan sayur. Jika penderita konstipasi ini mengalami kesulitan mengunyah, misalnya karena ompong, haluskan sayur atau buah tersebut dengan blender.1.2 Rumusan MasalahApa konsep teori dari konstipasi dan bagaimana asuhan keperawatan dalam menangani kasus konstipasi?
1.3 TujuanTujuan umum :Mengetahui dan memahami konsep teori konstipasi dan asuhan keperawatan dalam menangani kasus konstipasi
Tujuan khusus :1. Memahami definisi konstipasi
2. Memahami patofisiologis konstipasi
3. Memahami faktor- faktor risiko konstipasi pada usia lanjut
4. Memahami manifestasi klinis konstipasi
5. Memahami komplikasi konstipasi pada usia lanjut
6. Memahami penatalaksanaan konstipasi
7. Memahami web of causes konstipasi
8. Memahami asuhan keperawatan pada konstipasi
1.4 ManfaaatMemberikan konsep dasar teori tentang gangguan sistem gastrointestinal, yaitu diare dan konstipasi pada lansia berdasarkan pertimbangan gerontik, beserta asuhan keperawatannya.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 DefinisiPada umumnya konstipasi sulit didefinisikan secara tegas karena sebagai suatu keluhan terdapat variasi yang berlainan antara individu. Penggunaan istilah konstipasi secara keliru dan belum adanya definisi yang universal menyebabkan lebih kaburnya hal ini. Biasanya konstipasi berdasarkan laporan pasien sendiri atau konstipasi anamnestik dipakai sebagai data pada penelitian-penelitian. Batasan dari konstipasi klinis yang sesungguhnya adalah ditemukannya sejumlah besar feses memenuhi ampul rektum pada colok dubur, dan atau timbunan feses pada kolon, rektum, atau keduanya yang tampak pada foto polos perut.
Studi epidemiologis menunjukkan kenaikan pesat dari konstipasi terkait dengan usia terutama berdasarkan keluhan pasien dan bukan karena konstipasi klinis. Banyak orang mengira dirinya konstipasi bila tidak buang air besar (BAB) tiap hari sehingga sering terdapat perbedaan pandang antara dokter dan pasien tentang arti konstipasi itu sendiri.Frekuensi BAB bervariasi dari 3 kali per hari sampai 3 kali per minggu. Secara umum, bila 3 hari belum BAB, massa feses akan mengeras dan ada kesulitan samapi rasa sakit saat BAB. Konstipasi sering diartikan sebagai. kurangnya frekuensi BAB, biasanya kurang dari 3 kali per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras, serta kadangkal disertai kesulitan sampai rasa sakit saat BAB. Orang usia lanjut seringkali terpancang dengan kebiasaan BABnya. Hal ini mungkin merupakan kelanjutan dari pola hidup semasa kanak-kanak dan saat masih muda, dimana setiap usaha dikerahkan untuk BAB teratur tiap hari, kalau perlu dengan menggunakan pencahar untuk mendapatkan perasaan sudah bersih. Ada anggapan umum yang salah bahwa kotoran yang tertimbun dalam usus besar akan diserap lagi, berbahaya untuk kesehatan, dan dapat memperpendek usia. Ada pula yang mengkhawatirkan keracunan dari fesesnya sendiri bila dalam jangka waktu tertentu tidak dikeluarkan.Suatu batasan dari konstipasi diusulkan oleh Holson, meliputi paling sedikit 2 dari keluhan di bawah ini dan terjadi dalam waktu 3 bulan :a. konsistensi feses yang keras;b. mengejan dengan keras saat BAB;c. rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25% dari keseluruhan BAB;d. frekuensi BAB 2 kali seminggu atau kurang.International Workshop on Constipation berusaha lebih jelas memberikan batasan konstipasi. Berdasarkan rekomendasinya, konstipasi dikategorikan dalam dua golongan : 1) konstipasi fungsional, 2) konstipasi karena penundaan keluarnya feses pada muara rektisigmoid.Konstipasi fungsional disebabkan waktu perjalanan yang lambat dari feses, sedangkan penundaan pada muara rektosigmoid menunjukkan adanya disfungsi anorektal. Yang terakhir ditandai adanya perasaan sumbatan pada anus.Tabel 1. Definisi Konstipasi sesuai international workshop on constipationNo Tipe Kriteria
1. Konstipasi Fungsional
Dua atau lebih dari keluhan ini ada paling sedikit dalam 12 bulan :1. mengedan keras 25% dari BAB
2. feses yang keras 25% dari BAB
3. rasa tidak tuntas 25% dari BAB
4. BAB kurang dari 2 kali per minggu
2.Penundaan pada muara rektum
1. hambatan pada anus lebih dari 25% BAB
2. waktu untuk BAB lebih lama
3. perlu bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses
Model tinja atau feses 1 (konstipasi kronis), 2 (konstipasi sedang) dan 3 (konstipasi ringan) dari Bristol Stool Chart yang menunjukkan tingkat konstipasi atau sembelit.
2.2 PatofisiologiDefekasi seperti juga pada berkemih adalah suatu proses fisiologis yang menyertakan kerja otot-otot polos dan serat lintang, persarafan sentral dan perifer, koordinasi dari sistem refleks,
kesadaran yang baik dan kemampuan fisis untuk mencapai tempat BAB. Kesukaran diagnosis dan pengelolaan dari konstipasi adalah karena banyaknya mekanisme yang terlibat pada proses BAB normal. Gangguan dari salah satu mekanisme ini dapat berakibat konstipasi.Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar yang menghantakan feses ke rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan meregangkan ampula dari rektum diikuti relaksasi dari sfingter anus interna. Untuk meghindarkan pengeluaran feses yang spontan, terjadi refleks kontraksi dari sfingter anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang depersarafi oleh saraf pudendus. Otak menerima rangsang keinginan untuk BAB dan sfingter anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, sehingga rektum mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. kontraksi ini akan menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot elevator ani. Baik persarafan simpatis maupun parasimpatis terlibat dalam proses BAB.Patogenesis dari konstipasi bervariasi, penyebabnya multipel, mencakup beberapa faktor yang tumpang tindih. Walaupun konstipasi merupakan keluhan yang banyak pada usia lanjut, motilitas kolon tidak terpengaruh oleh bertambahnya usia. Proses menua yang normal tidak mengakibatkan perlambatan dari perjalanan saluran cerna. perubahan patofisiologi yang menyebabkan konstipasi bukanlah karena bertambahnya usia tapi memang khusus terjadi pada mereka dengan konstipasi.Penelitian dengan petanda radioopak yang ditelan oleh orang usia lanjut yang sehat tidak mendapatkan adanya perubahan dari total waktu gerakan usus, termasuk aktivitas motorik dari kolon. Tentang waktu pergerakan usus dengan mengikuti petanda radioopak yang ditelan, normalnya kurang dari 3 hari sudah dikeluarkan. Sebaliknya, penelitian pada orang usia lanjut yang menderita konstipasi menunjukkan perpanjangan waktu gerakan usus dari 4-9 hari. Pada mereka yang dirawat atau terbaring di tempat tidur, dapat lebih panjang lagi sampai 14 hari. Petanda radioaktif yang dipakai terutama lambat jalannya pada kolon sebelah kiri dan paling lambat saat pengeluaran dari kolon sigmoid.Pemeriksaan elektrofisiologis untuk mengukur aktivitas motorik dari kolon pasien dengan konstipasi menunjukkan berkurangnya respons motorik dari sigmoid akibat berkurangnya inervasi intrinsic karena degenerasi plexus mienterikus. Ditemukan juga berkurangnya rangsang saraf pada otot polos sirkuler yang dapat menyebabkan memanjangnya waktu gerakan usus.Individu di atas usia 60 tahun jug aterbukti mempunyai kadar plasma beta-endorfin yang meningkat, disertai peningkatan ikatan pada reseptor opiate endogen di usus. Hal ini dibuktikan dengan efek konstipatif dari sediaan opiate yang dapat menyebabkan relaksasi tonus kolon, motilitas berkurang, dan menghambat refleks gaster-kolon.Selain itu, terdapat kecenderungan menurunnya tonus sfingter dan kekuatan otot-otot polos berkaitan dengan usia, khususnya pada perempuan. pasien dengan konstipasi mempunyai kesulitan lebih besar untuk mengeluarkan feses yang kecil dan keras sehingga upaya mengejan lebih keras dan lebih lama. Hal ini dapat berakibat penekanan pada saraf pudendus sehingga menimbulkan kelemahan lebih lanjut.Sensasi dan tonus dari rektum tidak banyak berubah pada usia lanjut. Sebaliknya, pada mereka yang mengalami konstipasi dapat mengalami 3 perubahan patologis pada rektum :1. Diskesia Rektum
Ditandai dengan penurunan tonus rektum, dilatasi rektum, gangguan sensasi rektum, dan peningkatan ambang kapasitas. Dibutuhkan lebih besar regangan rektum untuk menginduksi refleks relaksasi dari sfingter eksterna dan interna. Pada colok dubur pasien dengan diskesia rektum sering didapatkan impaksi feses yang tidak disadari karena dorongan untuk BAB sering sudah tumpul. Diskesia rektum juga dapat diakibatkan karena tanggapnya atau penekanan pada
dorongan untuk BAB seperti yang dijumpai pada penderita demensia, imobilitas, atau sakit daerah anus dan rektum1. Dis-sinergis Pelvis
Terdapatnya kegagalan untuk relaksasi otot pubo-rektalis dan sfingter anus eksterna saat BAB. Pemeriksaan secara manometrik menunjukkan peningkatan tekanan pada saluran anus saat mengejan.1. Peningkatan Tonus Rektum
Terjadi kesulitan mengeluarkan feses yang bentuknya kecil. Sering ditemukan pada kolon yang spastik seperti pada penyakit Irritable Bowel Syndrome, dimana konstipasi merupakan hal yang dominan.
2.3 Faktor- faktor risiko konstipasi pada usia lanjutDibutuhkan pengenalan faktor-faktor resiko yang berkaitan dengan konstipasi pada usia lanjut untuk memahami masalah ini. Sebagai contoh, polifarmasi dapat menyebabkan konstipasi karena beberapa golongan obat mempunyai potensi untuk hal ini. Beberapa kelainan neurologis dan endokrin-metabolik juga dapat mengakibatkan konstipasi yang berat.Faktor-faktor resiko konstipasi pada usia lanjut :1. Obat-obatan
yaitu golongan obat-obatan :1. Antikolinergik
2. Narkotik
3. Analgesik
4. Diuretik
5. NSAID
6. Kalsium antagonis
7. Preparat kalsium
8. Preparat besi
9. Antasida alumunium
10. Penyalahgunaan pencahar
11. Kondisi neurologis
1. Stroke
2. Penyakit Parkinson
3. Traauma medulla spinalis
4. Neorupati diabetik
12. Gangguan metabolik
1. Hiperkalsemia
2. Hipokalemia
3. Hipotiroid
13. Kausa Psikologis
1. Psikosis depresi
2. Demensia
3. Kurang privasi untuk BAB
4. mengabaikan dorongan BAB
5. konstipasi imajiner
14. Penyakit-penyakit saluran cerna
1. Kanker kolon
2. Divertikel
3. Illeus
4. Hernia
5. Volvulus
6. Irritable Bowel Syndrome
7. Rektokel
8. Wasir
9. Fistula atau Fissura ani
10. Inersia kolon
15. Lain-lain
1. Diet rendah serat
2. Kurang cairan
3. Imobilitas atau kurang olahraga
4. Bepergian jauh
5. Pasca tindakan bedah perut
2.4 Manifestasi klinisAnamnesis yang terperinci merupakan hal terpenting untuk mengungkapkan adakah konstipasi dan faktor resiko penyebabnya. Konstipasi merupakan suatu keluhan klinis yang umum dengan berbagai tanda dan keluhan lain yang berhubungan.Pasien yang mengeluh konstipasi tidak selalu sesuai dengan patokan-patokan yang obyektif. Misalnya jika dalam 24 jam belum BAB atau ada kesulitan dan harus mengejan serta perasaan tidak tuntas untuk BAB sudah mengira dirinya menderita konstipasi.Beberapa keluhan yang mungkin berhubungan dengan konstipasi adalah :1. Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB
2. mengejan keras saat BAB
3. Massa feses yang keras dan sulit keluar
4. Perasaan tidak tuntas saat BAB
5. Sakit pada daerah rektum saat BAB
6. Rasa sakit pada perut saat BAB
7. Adanya perembesen feses cair pada pakaian dalam
8. Menggunakan jari-jari untuk mengeluarkan feses
9. Menggunakan obat-obatan pencahar untuk bisa BAB
Pemeriksaan fisis pada konstipasi sebagian besar tidak didapatkan kelainan yang jelas. Walaupun demikian, pemeriksaan fisis yang teliti dan menyeluruh diperlukan untuk menemukan kelainan-
kelainan yang berpotensi mempengaruhi khususnya fungsi usus besar. Diawali dengan pemerikssaan rongga mulut meliputi gigi gerigi, adanya lesi selaput lendir mulut dan tumor yang dapat mengganggu rasa pengecap dan proses menelan.Pemeriksaan daerah perut dimulai dengan inspeksi adakah pembesaran abdomen, peregangan atau tonjolan. Selanjutnya palpasi pada permukaan perut untuk menilai kekuatan otot-otot perut. Palpasi lebih dalam dapat meraba massa feses di kolon, adanya tumor atau aneurisma aorta. Pada perkusi dicari antara lain pengumpulan gas berlebihan, pembesaran organ, asietes, atau adanya massa feses. Auskultasi antara lain untuk mendengarkan suara gerakan usus besar, normal atau berlebihan misalnya pada jembatan usus. Pemeriksaan daerah anus memberikan petunjuk penting, misalnya adakah wasir, prolaps, fisur, fistula, dan massa tumor di daerah anus dapat mengganggu proses BAB.Pemeriksaan colok dubur harus dikerjakan antara lain untuk mengetahui ukuran dan kondisi rektum serta besar dan konsistensi feses.Colok dubur dapat memberikan informasi tentang :1. Tonus rektum
2. Tonus dan kekuatan sfingter
3. Kekuatan otot pubo-rektalis dan otot-otot dasar pelvis
4. Adakah timbunan massa feses
5. Adakah massa lain (misalnya hemoroid)
6. Adakah darah
7. Adakah perlukaan di anus
Pemeriksaan laboratorium dikaitkan dengan upaya mendeteksi faktor-faktor resiko penyebab konstipasi, misalnya glukosa darah, kadar hormon tiroid, elektrolit, anemia yang berhubungan dengan keluarnya darah dari rektum, dan sebagainya. Prosedur lain misalnya anuskopi dianjurkan dikerjakan secara rutin pada semua pasien dengan konstipasi untuk menemukan adakah fisura, ulkus, wasir dan keganasan.Foto polos perut harus dikerjakan pada penderita konstipasi, terutama yang terjadinya akut. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adakah impaksi feses dan adanya massa feses yang keras yang dapat menyebabkan sumbatan dan perforasi kolon. Bila diperkirakan ada sumbatan kolon, dapat dilanjutkan dengan barium Enema untuk memastikan tempat dan sifat sumbatan. Pemeriksaan intensif ini dikerjakan secara selektif setelah 3-6 bulan pengobatan konstipasi kurang berhasil dan dilakukan hanya pada pusat-pusat pengelolaan konstipasi tertentu.Uji yang dikerjakan dapat bersifat anatomik (enema, proktosigmoidoskopi, kolonoskopi) atau fisiologik (waktu singgah di kolon, cinedefecografi, menometri, dan elektromiografi). Proktosigmoidoskopi bisanya dikerjakan pada konstipasi yang baru tejadi sebagai pprosedur penapisan adanya keganasan kolon-rektum. Bila ada penurunan berat badan, anemia, keluarnya darah dari rektum atau adanya riwayat keluarga dengan kanker kolon perlu dikerjakan kolonoskopi.Waktu persinggahan suatu bahan radio-opak di kolon dapat diikuti dengan melakukan pemeriksaan radioologis setelah menelan bahan tersebut. Bila timbunan zat ini terutama ditemukan di rektum menunjukkan kegagalan fungsi ekspulsi, sedangkan bila di kolon menunjukkan kelemahan yang menyeluruh.Sinedefecografi adalah pemeriksaan radiologis daerah anaorektal untuk menilai evakuasi feses secara tuntas, mengidentifikasi kelainan anorektal dan mengevaluasi kontraksi serta relaksasi otot rektum. Uji ini memakai semacam pasta yang konsistensinya mirip feses, dimasukkan ke
dalam rektum. Kemudian penderita duduk pada toilet yang diletakkan dalam pesawat sinar X. Penderita diminta mengejan untuk mengeluarkan pasta tersebut. Dinilai kelainan anorektal saat proses berlangsung.Uji manometri dikerjakan untuk mengukur tekanan pada rektum dan saluran anus saat istirahat dan pada berbagai rangsang untuk menilai fungsi anorektal. pemerikasaan elektromiografi dapat mengukur misalnya tekanan sfingter dan fungsi saraf pudendus, adakah atrofi saraf yang dibuktikan dengan respon sfingter yang terhambat. Pada kebanyakan kasus tidak didapatkan kelainan anatomik maupun fungsional, sehingga penyebab dari konstipasi disebut sebagai non-spesifik.
2.5 Komplikasi Konstipasi Pada Usia LanjutWalaupun untuk kebanyakan orang usia lanjut, konstipasi hanya sekedar mengganggu, tetapi untuk untuk sebagian kecil dapat berakibat komplikasi yang serius, misalnya impaksi feses. Impaksi feses merupakan akibat dari terpaparnya feses pada daya penyerapan dari kolon dan rektum yang berkepanjangan. Feses dapat menjadi sekeras batu, di rektum (70%), sigmoid(20%), dan kolon bagian proksimal(10%).Impaksi feses penyebab penting dari morbiditas pada usia lanjut, menigkatkan resiko perawatan di rumah sakit dan mempunyai potensi terjadinya komplikasi yang fatal. penampilannya sering hanya berupa kemunduran klinis yang tidak spesifik. kadang-kadang dari pemeriksaan fisis didapatkan panas sampai 39,5o, delirium perut yang tegang, suara usus melemah, aritmia serta takipnia karena karena peregangan dari diafragma. pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis. peristiwa ini dapat disebabkan ulserasi sterkoraseus dari suatu fecaloma yang keras menyebabkan ulkus dengan tepi yang nekrotik dan meradang. dapat terjadi perforasi dan penderita datang dengan sakit perut berat yang mendadak.Impaksi feses yang berat pada daerah rektosigmoid dapat menekan leher kandung kemih menyebabkan retensio urin, hidronefrosis bilateral, dan kadangh-kadang gagal ginjal yang membaik setelah impaksi dihilangkan titik. Inkontinensia alvi juga sering didapatkan, karena impaksi feses di daerah kolorektal.Volvulus daerah sigmoid juga sering terjadi sebagai komplikasi dari konstipasi. Mengejan berlebihan dalam jangka waktu lama pada penderita dengan konstipasi dapat berakibat prolaps dari rektum.
2.6 PenatalaksanaanBanyaknya macam-macam obat yang dipasarkan untuk mengatasi konstipasi, merangsang upaya untuk memberikan pengobatan secara simptomatik. Sedangkan bila mungkin, pengobatan harus ditujukan pada penyebab dari konstipasi. Penggunaan obat pencahar jangka panjang terutama yang bersifat merangsang peristaltik usus, harus dibatasi. Strategi pengobatan dibagi menjadi :1. Pengobatan non-farmakologis1. Latihan usus besar : melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku yang disarankan pada penderita konstipasi yang tidak jelas penyebabnya. Penderita dianjurkan mengadakan waktu secara teratur setiap hari untuk memanfaatkan gerakan usus besarnya. dianjurkan waktu ini adalah 5-10 menit setelah makan, sehingga dapat memanfaatkan reflex gastro-kolon untuk BAB. Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita tanggap terhadap tanda-tanda dan rangsang untuk BAB, dan tidak menahan atau menunda dorongan untuk BAB ini.
2. Diet : peran diet penting untuk mengatasi konstipasi terutama pada golongan usia lanjut. data epidemiologis menunjukkan bahwa diet yang mengandung banyak serat mengurangi angka
kejadian konstipasi dan macam-macam penyakit gastrointestinal lainnya, misalnya divertikel dan kanker kolorektal. Serat meningkatkan massa dan berat feses serta mempersingkat waktu transit di usus. untuk mendukung manfaa serat ini, diharpkan cukup asupan cairan sekitar 6-8 gelas sehari, bila tidak ada kontraindikasi untuk asupan cairan.
3. Olahraga : cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu mengatasi konstipasi jalan kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan sesuai dengan umur dan kemampuan pasien, akan menggiatkan sirkulasi dan perut untuk memeperkuat otot-otot dinding perut, terutama pada penderita dengan atoni pada otot perut
2. Pengobatan farmakologisJika modifikasi perilaku ini kurang berhasil, ditambahkan terapi farmakologis, dan biasnya dipakai obat-obatan golongan pencahar. Ada 4 tipe golongan obat pencahar :1. memperbesar dan melunakkan massa feses, antara lain : Cereal, Methyl selulose, Psilium.
2. melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan feses, sehingga mempermudah penyerapan air. Contohnya : minyak kastor, golongan dochusate.
3. golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk digunakan, misalnya pada penderita gagal ginjal, antara lain : sorbitol, laktulose, gliserin
4. merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus besar. Golongan ini yang banyak dipakai. Perlu diperhatikan bahwa pencahar golongan ini bisa dipakai untuk jangka panjang, dapat merusak pleksusmesenterikus dan berakibat dismotilitas kolon. Contohnya :Bisakodil, Fenolptalein.
Bila dijumpai konstipasi kronis yang berat dan tidak dapat diatasi dengan cara-cara tersebut di atas, mungkin dibutuhkan tindakan pembedahan. Misalnya kolektomi sub total dengan anastomosis ileorektal. Prosedur ini dikerjakan pada konstipasi berat dengan masa transit yang lambat dan tidak diketahui penyebabnya serta tidak ada respons dengan pengobatan yang diberikan. Pasa umumnya, bila tidak dijumpai sumbatan karena massa atau adanya volvulus, tidak dilakukan tindakan pembedahan.
2.7 WOC DOWNLOAD : WOC ASKEP KONSTIPASI2.8 Asuhan KeperawatanSeorang kakek bernama Ikhwan yang berumur 65 tahun mengeluh nyeri pada perut bagian bawah. Kakek mengatakan bahwa sudah seminggu belum BAB. Biasanya kakek bisa BAB tiga hari sekali. Sejak saat itu kakek tidak pernah menghabiskan porsi makan sehari-harinya karena kurang nafsu makan. Setelah dikaji inspeksi terdapat pembesaran abdomen dan saat dipalpasi ada impaksi feses.1. PengkajianNama : IkhwanTanggal lahir : 5 November 1945Jenis kelamin : Laki-lakiTanggal MRS : 30 November 2010Alamat : SurabayaDiagnosa Medis : KonstipasiSumber Informasi : Klien, pemeriksaan fisik, kolonoskopiKeluhan utama : nyeri pada perut, seminggu belum BAB
Riwayat penyakit sekarang : Ikhwan yang berumur 65 tahun mengeluh nyeri pada perut bagian bawah. Kakek mengatakan bahwa sudah seminggu belum BAB. Biasanya kakek bisa BAB tiga hari sekali. Sejak saat itu kakek tidak pernah menghabiskan porsi makan sehari-harinya. Selain itu, kakek mengaku mudah lelah untuk melakukan aktivitas sehari-hari.Riwayat kesehatan keluarga : -Review of system :1. B1 (Breath) : RR meningkat
2. B2 (Blood) : denyut jantung meningkat, TD meningkat
3. B3 (Brain) : nyeri pada abdomen bawah
4. B4 (Bladder) : -
5. B5 (Bowel) : nafsu makan turun, BB turun
6. B6 (Bone): -
Hasil pemeriksaan fisik umum :1. keadaan umum : lemah
2. TTV : tekanan darah 130/95 mmHg, nadi : 90x/mnt, RR 23x/mnt
Pemeriksaan fisik abdomen1. Inspeksi : pembesaran abdomen
2. Palpasi : perut terasa keras, ada impaksi feses
3. Perkusi : redup
4. Auskultasi : bising usus tidak terdengar
Analisa dataData Etiologi MasalahData subyektif :Ø Seminggu tidak BAB, kebiasaan BAB tiga kali sehariData obyektif : Inspeksi : pembesaran abdomen
Palpasi : perut terasa keras, ada impaksi feses
Perkusi : redup
Auskultasi : bising usus tidak terdengar
Pola BAB tidak teraturEliminasi feses tidak lancarkonstipasi
Kontipasi
Data Subjektif:Ø Klien tidak nafsu makanData Objektif:Ø Bising usus tidak terdengar
Sulit BABPerut terasa begahNafsu makan menurunMenurunnya intake makanan
Nutrisi kurang dari kebutuhan
Data SubjektifØ Keluhan nyeri dari pasienData ObjektifØ Perubahan nafsu makan
konsistensi tinja yang kerassulit keluarAkumulasi di kolonNyeri anbdomen
Nyeri akut
2. Diagnosa1. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan
3. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen
3. Intervensi dan Rasional1. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teraturTujuan: pasien dapat defekasi dengan teratur (setiap hari)Kriteria hasil :Ø Defekasi dapat dilakukan satu kali sehariØ Konsistensi feses lembutØ Eliminasi feses tanpa perlu mengejan berlebihan
Intervensi RasionalMandiri Tentukan pola defekasi bagi klien dan latih klien untuk menjalankannya
Atiur waktu yang tepat untuk defekasi klien seperti sesudah makan
Berikan cakupan nutrisi berserat sesuai dengan indikasi
Berikan cairan jika tidak kontraindikasi 2-3 liter per hari
KolaborasiØ Pemberian laksatif atau enema sesuai indikasi
Ø Untuk mengembalikan keteraturan pola defekasi klienØ Untuk memfasilitasi refleks defekasiØ Nutrisi serat tinggi untuk melancarkan eliminasi fekalØ Untuk melunakkan eliminasi feses
Ø Untuk melunakkan feses
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makanTujuan: menunjukkan status gizi baikKriteria Hasil:Ø Toleransi terhadap diet yang dibutuhkanØ Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normalØ Nilai laboratorium dalam batas normalØ Melaporkan keadekuatan tingkat energi Intervensi Rasional
Mandiri Buat perencanaan makan dengan pasien untuk dimasukkan ke dalam jadwal makan.
Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien dari rumah.
Tawarkan makanan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi
Pastikan diet memenuhi kebutuhan tubuh sesuai indikasi.
Pastikan pola diet yang pasien yang disukai atau tidak disukai.
Pantau masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik.
Kaji turgor kulit pasien
Kolaborasi
Observasi
Pantau nilai laboratorium, seperti Hb, albumin, dan kadar glukosa darah
Ajarkan metode untuk perencanaan makan
Health Edukasi
Ø Ajarkan pasien dan keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal
Menjaga pola makan pasien sehingga pasien makan secara teratur
Pasien merasa nyaman dengan makanan yang dibawa dari rumah dan dapat meningkatkan nafsu makan pasien.
Dengan pemberian porsi yang besar dapat menjaga keadekuatan nutrisi yang masuk.
Tinggi karbohidrat, protein, dan kalori diperlukan atau dibutuhkan selama perawatan.
Untuk mendukung peningkatan nafsu makan pasien
Mengetahui keseimbangan intake dan pengeluaran asuapan makanan
Sebagai data penunjang adanya perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan
Untuk dapat mengetahui tingkat kekurangan kandungan Hb, albumin, dan glukosa dalam darah
Klien terbiasa makan dengan terencana dan teratur.
Ø Menjaga keadekuatan asupan nutrisi yang dibutuhkan.
3. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomenTujuan: menunjukkan nyeri telah berkurang Kriteria Hasil:Ø Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamananØ Mempertahankan tingkat nyeri pada skala kecilØ Melaporkan kesehatan fisik dan psikologisiØ Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah nyeriØ Menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan non-analgesik secara tepat
Intervensi RasionalMandiriØ Bantu pasien untuk lebih berfokus pada Ø Klien dapat mengalihkan perhatian dari
aktivitas dari nyeri dengan melakukan penggalihan melalui televisi atau radioØ Perhatikan bahwa lansia mengalami peningkatan sensitifitas terhadap efek analgesik opiatØ Perhatikan kemungkinan interaksi obat – obat dan obat penyakit pada lansiaObservasiØ Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidak nyaman pada skala 0 – 10Ø Gunakan lembar alur nyeriØ Lakukan pengkajian nyeri yang komperhensifHealth educationØ Instruksikan pasien untuk meminformasikan pada perawat jika pengurang nyeri kurang tercapaiØ Berikan informasi tetang nyeri
nyeriØ Hati-hati dalam pemberian anlgesik opiatØ Hati-hati dalam pemberian obat-obatan pada lansia
Ø Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan klienØ Mengetahui karakteristik nyeriØ Agar mngetahui nyeri secara spesifikØ Perawat dapat melakukan tindakan yang tepat dalam mengatasi nyeri klienØ Agar pasien tidak merasa cemas