UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KARYA AKHIR:
UPAYA PENCEGAHAN KORUPSI OLEH KOMISI
PEMBERANTASAN KORUPSI (TINJAUAN DARI ASPEK
SOCIAL CRIME PREVENTION)
FERDIAN YAZID
0906523492
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI KRIMINOLOGI
DEPOK
2014
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
2
Universitas Indonesia
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
3
Universitas Indonesia
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
4
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Seluruh puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat,
rencana, dan pertanda melalui berbagai macam cara yang diberikan untuk
menyelesaikan tugas akhir ini.
Terimakasih yang tiada tara diucapkan kepada pihak-pihak yang telah
mendorong dan mengiringi saya dalam proses penulisan sampai penyelesaian
Tugas Karya Akhir ini:
1. Dr. Mohammad Kemal Darmawan, M.Si selaku Ketua Departemen
Kriminologi FISIP UI dan juga selaku pembimbing Tugas Karya Akhir
(TKA) yang senantiasa memberikan ilmu dan meluangkan waktunya
untuk Tugas Karya Akhir ini.
2. Dr. Iqrak Sulhin, S.Sos., M.Si, selaku pembimbing akademik saya yang
selalu membimbing dan mengarahkan perkuliahan saya.
3. Adhe, Affin, Afridah, Bagas, Drajat, Fiana, Firman, Hadist, Guruh, Laila,
Ossie, Ovan, Puti Marsha, Rangga, Reza, Rizky Anggara, Sarah, Sherlyna,
Theresia, Visindo dan Zikri yang merupakan teman-teman Kriminologi UI
angkatan 2009 yang selalu memberikan dukungan kepada saya.
4. Teman-Teman FISIP UI angkatan 2009 yang selalu memberikan
dukungan kepada saya.
5. Ayah, Ibu, dan Adik saya yang selalu memberikan dukungan kepada saya.
6. Bapak Dedie A. Rachim, David Sepriwasa, dan Ryan Utama yang
merupakan informan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
7. Martinus Basuki Sugita, Joao Fernando Dos Santos Miranda, Sandra Ayu
Benita yang merupakan informan dari Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Kanisius Kudus.
Depok, Juli 2014
Peneliti
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
5
Universitas Indonesia
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
6
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Ferdian Yazid
Program Studi : Kriminologi
Judul : ”Upaya Pencegahan Korupsi oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (Tinjauan dari Aspek Social Crime Prevention)”
Tugas Karya Akhir (TKA) ini mencoba mengkaji seberapa jauh upaya
pencegahan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), khususnya
dalam menumpas akar masalah korupsi yang sesuai dengan filosofi dari salah satu
strategi pencegahan kejahatan, yakni social crime prevention. Tugas Karya Akhir
(TKA) ini sekaligus mencoba untuk melihat kendala-kendala yang dihadapi oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menerapkan social crime
prevention, dan memberikan rekomendasi agar social crime prevention dapat
diimplementasikan dalam bentuk terbaik.
Kata Kunci:
Korupsi, pencegahan korupsi, pencegahan kejahatan dengan pendekatan sosial,
sosialisasi, agen sosialisasi.
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
7
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Ferdian Yazid
Study Program: Criminology
Title : “Corruption Prevention Measurements Taken By Indonesia’s
Corruption Eradication Commission ( A Review from the
Aspects of Social Crime Prevention)
This final paper try to analyze actions taken by the Indonesia‟s Corruption
Eradication Commission (KPK) as main institution who has an authority to
prevent corruption in Indonesia. This final paper use philosophy from one of the
crime prevention strategy, namely social crime prevention. This final paper also
trying to look at the obstacles faced by the Indonesia‟s Corruption Eradication
Commission (KPK), and give a recommendation to Indonesia‟s Corruption
Eradication Commission (KPK) so that social crime prevention can be
implemented at the finest form.
Keyword:
Corruption, corruption prevention, social crime prevention, socialization, agent of
socialization.
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
8
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................
PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................................................... 2
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ 3
KATA PENGANTAR............................................................................................ 4
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI............................................................. 5
ABSTRAK.............................................................................................................. 6
DAFTAR ISI...........................................................................................................8
1. LATAR BELAKANG........................................................................................ 9
2. RUMUSAN MASALAH...................................................................................15
3. TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................17
3.1 Korupsi.................................................................................................17
3.2 Strategi Pencegahan Kejahatan............................................................20
3.3 Social Crime Prevention......................................................................22
4. TINJAUAN JURNAL......................................................................................26
5. TINJAUAN DATA SEKUNDER: PENELITIAN (UPAYA PENCEGAHAN
KORUPSI OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK): KAJIAN
BERDASARKAN PERSEPEKTIF SOCIAL CRIME PREVENTION).................43
6. PEMBAHASAN...............................................................................................51
7. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI.........................................................56
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................58
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
9
Universitas Indonesia
Upaya Pencegahan Korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi
(Tinjauan dari Aspek Social Crime Prevention)
1. Latar belakang
Korupsi merupakan salah satu bentuk kejahatan yang selalu menjadi
sorotan di dunia, karena korupsi dapat terjadi di mana saja, kapan saja, dan di
berbagai macam bentuk pemerintahan (Farrales, 2005). Korupsi sudah terjadi
sejak dahulu kala. Pada abad 4 SM, manifesto yang berjudul Arthashastra yang
dibuat oleh Kautilya seorang filsuf Indian, berisikan tentang asas-asas
pemerintahan dan turut mengulas di dalamnya soal permasalahan korupsi.
Machiavelli dalam karyanya “Prince” memberikan saran positif mengenai tata
pemerintahan di Florence pada abad ke-14 yang pada saat itu berada di tengah-
tengah praktek korupsi yang terus meluas (Aguilera & Vadera, 2008: 431).
MacMullen (1988) berpendapat bahwa korupsi merupakan salah satu
faktor utama dari kemundurannya Kekaisaran Roma, dan Wilson (1989)
menyatakan bahwa demokrasi di Athena bahkan tidak bebas dari korupsi, bahkan
korupsi menjadi sebuah permasalahan internal di sebuah institusi di Athena yang
bernama Council of Areopagus, yang bertugas untuk menangani tindakan korupsi
(Farrales, 2005: 5).
Pada masa kini, korupsi terus menerus terjadi. Berdasarkan data dari
Transparency International (TI), sepuluh dari seribu orang di dunia melihat atau
mengalami praktik korupsi setiap harinya (Wasow, 2011). Berdasarkan data dari
World Bank ditahun 2011, Aliran dana ilegal, termasuk korupsi, suap, pencurian
dan penggelapan pajak telah merugikan negara berkembang sebanyak US$ 1,26
milyar setiap tahunnya, dan jumlah uang sebanyak itu dapat digunakan untuk
mencukupi kebutuhan 1,4 milyar penduduk dunia yang biaya hidupnya kurang
lebih US$ 1,25 perhari selama enam tahun (Corruption Statistics, 2011).
Korupsi tidak hanya terjadi di negara berkembang atau di negara dunia
ketiga. Seperti yang telah dikemukakan oleh Farrales (2005) bahwa korupsi dapat
terjadi di negara manapun, bahkan korupsi dapat terjadi di negara yang dipandang
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
10
Universitas Indonesia
bersih dari korupsi, seperti Norwegia dan Swedia. Misalkan saja korupsi juga
terjadi pada perusahaan milik negara di Norwegia dan Swedia, yang terbukti
menerima suap. Di Jerman, mantan Kanselir Helmut Kohl dan Partai Kristen
Demokrat (CDU), terbukti terlibat dalam malpraktek dan telah dihukum karena
menggunakan dana kampanye ilegal (MacDonald & Majeed, 2011: 2).
Di Indonesia korupsi sudah terjadi sejak dahulu kala. Di Indonesia, korupsi
mulai terjadi sejak zaman kerajaan. VOC bangkrut pada awal abad ke-20 akibat
korupsi para pegawainya. Setelah proklamasi kemerdekaan, banyak petinggi
Belanda yang kembali ke tanah airnya, posisi kosong mereka kemudian diisi oleh
pegawai pemerintah Hindia Belanda (ambtenaar) pribumi yang tumbuh dan
berkembang di lingkungan korup. Praktek korupsi di Indonesia juga seringkali
dihubungkan dengan bukti-bukti dari kebiasaan-kebiasaan kuno orang Jawa.
Kebiasaan yang dimaksud adalah kebiasaan menawarkan upeti atau persembahan
kepada para penguasa. Kebiasaan ini menjadi akar dari praktek-praktek
penyuapan (Wijayanto & Zachrie (ed.), 2010).
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pun di Indonesia
masih tetap terjadi korupsi, apalagi selama era Orde Baru yang dipimpin oleh
Presiden Soeharto selama tiga dekade. Soeharto memberikan kemudahan bagi
para keluarga dan relasi bisnisnya dalam berbagai bentuk, misalkan pemberian
izin penggunaan lahan dan tambang dan keringanan pajak. Sebagai balasannya
pihak-pihak yang diuntungkan tadi memberikan sebagian kepemilikan saham di
perusahaannya untuk diberikan kepada Soeharto, membantu yayasan-yayasan
yang dimiliki oleh Soeharto, atau perjanjian kontrak yang menguntungkan untuk
Soeharto (World Bank, 2003).
Setelah era Orde Baru Soeharto berakhir pada tahun 1998, kemudian
dimulailah berjalannya era Reformasi yang menjunjung tinggi demokrasi dan
mendambakan akan terciptanya good governance. Selain itu, era Reformasi juga
berkeinginan untuk menciptakan pemerintahan yang bersih. Akan tetapi sampai
sejauh ini, keinginan untuk menciptakan pemerintahan yang bersih tidak dapat
terwujud karena korupsi masih saja terus terjadi (Buehler, 2010). Menurut Wakil
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas, kerugian negara
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
11
Universitas Indonesia
akibat korupsi sepanjang tahun 2004-2011 mencapai 39,3 triliun. Dari kerugian
negara akibat korupsi tersebut apabila digunakan untuk pembangunan bisa
membangun 393 ribu unit rumah untuk orang miskin atau membangun 311 ruang
unit kelas untuk Sekolah Dasar (SD). Bahkan bisa juga diberikan untuk 68 juta
anak Sekolah Dasar (SD) agar dapat sekolah gratis (Tempo, 2012).
Perilaku korupsi yang sudah terjadi di Indonesia sejak masa kolonial
Belanda ketika lembaga perdagangan milik Belanda yaitu Vereenigde
Oostindische Compangie (VOC) masih berdiri hingga sampai saat ini pada era
Reformasi yang sedang berjalan bukannya dibiarkan begitu saja terjadi tanpa ada
upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan korupsi di Indonesia, sudah ada beberapa lembaga negara yang
didirikan khusus untuk menangani masalah korupsi, yaitu: (1) Operasi Militer
pada tahun 1957, (2) Tim Pemberantasan Korupsi pada tahun 1967, (3) Operasi
Tertib pada tahun 1977, (4) Tim Optimalisasi Penerimaan Negara dari Sektor
Pajak pada tahun 1987, (5) Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(TGPTPK) pada tahun 1999, (6) Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada
tahun 2005 (Timtas Tipikor), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang
terbentuk pada tahun 2003 (Jasin, 2008).
KPK didirikan berdasarkan Undang-Undang No. 30 tahun 2002, yang
disetujui pada bulan Desember 2012. Undang-Undang yang sama
mengamanatkan pembentukan sebuah Pengadilan Khusus untuk Tindak Pidana
Korupsi. Komisi tersebut (KPK) didirikan setahun kemudian, di bulan Desember
2003 (Davidsen, Juwono, & Timberman, 2007: 67).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk karena lembaga-lembaga
utama penegak keadilan (Polisi, Jaksa) tidak mampu menjalankan fungsi
pemberantasan korupsi. Dalam sistem ketatanegaraan, KPK adalah auxiliary
organ, yaitu lembaga bantuan yang diaktifkan untuk mendorong peran normal
Jaksa dan Polisi (Kristanto & Suhanda (ed.), 2009: 149).
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
12
Universitas Indonesia
Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:
1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi.
2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi.
3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap
tindak pidana korupsi.
4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi;
dan
5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan
negara (kpk.go.id).
Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi
berwenang:
1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
tindak pidana korupsi;
2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan
tindak pidana korupsi;
3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana
korupsi kepada instansi yang terkait;
4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi
yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan
5. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak
pidana korupsi (kpk.go.id).
Dalam melaksanakan tugas supervisi, Komisi Pemberantasan Korupsi
berwenang:
1. Melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap
instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan
pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam
melaksanakan pelayanan publik; dan
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
13
Universitas Indonesia
2. Mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak
pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan
(kpk.go.id).
Dalam melaksanakan tugas pencegahan, Komisi Pemberantasan Korupsi
berwenang:
1. Melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta
kekayaan penyelenggara negara;
2. Menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi;
3. Menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap
jenjang pendidikan;
4. Merancang dan mendorong terlaksananya program sosialisasi
pemberantasan tindak pidana korupsi;
5. Melakukan kampanye antikorupsi kepada masyarakat umum;
6. Melakukan kerja sama bilateral atau multilateral dalam
pemberantasan tindak pidana korupsi (kpk.go.id).
Dalam melaksanakan tugas monitor, Komisi Pemberantasan Korupsi
berwenang:
1. Melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di
semua lembaga negara dan pemerintah;
2. Memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan pemerintah
untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, sistem
pengelolaan administrasi tersebut berpotensi korupsi;
3. Melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan,
jika saran Komisi Pemberantasan Korupsi mengenai usulan perubahan
tersebut tidak diindahkan (kpk.go.id).
Dalam pemberantasan Korupsi oleh KPK tersebut terdapat bidang
pencegahan yang secara khusus dikelola oleh Deputi Bidang Pencegahan yang
menyelenggarakan fungsi antara lain:
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
14
Universitas Indonesia
1. Pelaksanaan pencegahan korupsi melalui pendidikan anti korupsi, sosialisasi
pemberantasan tindak pidana korupsi dan kampanye antikorupsi;
2. Pelaksanaan pencegahan korupsi melalui penelitian, pengkajian dan
pengembangan pemberantasan korupsi;
3. Koordinasi dan supervisi pencegahan tindak pidana korupsi kepada instansi
terkait dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik (kpk.go.id);
Dalam upaya pencegahan korupsi, salah satu prinsip penting yang tidak
boleh dilupakan untuk mencegah korupsi adalah adanya kesadaran dan
kepercayaan diri masyarakat untuk menegakkan hak-hak, misalkan seperti hak
mendapatkan informasi. Masyarakat yang apatis terhadap hak-hak yang
dimilikinya, akan membuka peluang yang sangat besar bagi terjadinya korupsi.
Oleh karena itu dibutuhkan kampanye terus menerus untuk menumbuhkan
kesadaran warga masyarakat, terutama kesadaran tentang kerugian akibat korupsi
(Pope, 2008: 54).
Upaya-upaya untuk mengedukasi dan mendorong keterlibatan masyarakat
untuk berperan aktif dalam upaya pencegahan korupsi dapat dilakukan dalam
berbagai bentuk, antara lain: (1) edukasi dan kampanye kepada publik lewat radio,
koran, televisi; (2) melakukan lokakarya tahunan tingkat nasional dengan isu
pembentukan integritas yang melibatkan seluruh stakeholder untuk membicarakan
persoalan tersebut; (3) menginformasikan kepada publik tentang hak-hak yang
mereka miliki dan mendorong masyarakat untuk memonitor kegiatan pemerintah
dengan cara melakukan survey berkala; (4) produksi dan diseminasi national
integrity strategy dan survey tahunan mengenai korupsi pada tingkat kota,
provinsi, dan nasional; (5) membuat survey integritas pada tingkat kota, provinsi,
atau nasional; (6) investigasi jurnalistik dan informasi mengenai korupsi oleh
media; (7) diseminasi pengalaman negara-negara lain dalam memberantas korupsi
(UNODC, 1999: 10).
Dalam mencoba menghilangkan akar penyebab korupsi, maka KPK harus
melakukan Strategi Pencegahan Korupsi dengan mengacu pada Strategi
Pencegahan Kejahatan secara umum. Salah satu strategi pencegahan kejahatan
yang dapat diterapkan oleh KPK dalam menumpas akar penyebab korupsi di
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
15
Universitas Indonesia
Indonesia adalah Social Crime Prevention yang segala kegiatannya bertujuan
untuk menumpas akar penyebab kejahatan dan kesempatan individu untuk
melakukan pelanggaran (Darmawan, 1994: 17).
2. Rumusan Masalah
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai sebuah lembaga negara
yang khusus menangani masalah korupsi memiliki tugas, yaitu (1) Koordinasi
dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana
korupsi; (2) Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi; (3) Melakukan penyelidikan, penyidikan,
dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; (4) Melakukan tindakan-tindakan
pencegahan tindak pidana korupsi; dan (5) Melakukan monitor terhadap
penyelenggaraan pemerintahan negara (kpk.go.id).
Tugas koordinasi, supervisi, penindakan, pencegahan dan monitoring
merupakan tugas-tugas yang tidak dapat dilepaskan satu sama lain. Antara yang
satu dengan yang lain saling berkaitan dalam pemberantasan korupsi. Hanya saja
dalam pelaksanaan, bisa saja tugas tertentu lebih menonjol dibanding yang lain.
Dalam hal ini, amatan publik tentunya lebih melihat KPK dalam pelaksanaan
tugas penindakannya (Diansyah, Yuntho, & Fariz, 2011: 8).
Dari sisi kualitas, capaian penindakan yang dilakukan oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah dapat dikategorikan diatas rata-rata karena
mampu menangani kasus-kasus grand corruption dan menjadi perhatian publik.
Contohnya kasus Bank Century, pembangunan sarana dan prasarana Hambalang,
dan Simulator SIM di Korlantas Polri. Untuk pertama kalinya pula Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadikan jenderal aktif dan menteri aktif
sebagai tersangka (Tim Penyusun Laporan Tahunan KPK, Laporan Tahunan
2012, 2012: 44).
Upaya penindakan yang baik yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) seharusnya turut dibarengi dengan usaha pencegahan korupsi
yang baik, melalui pendidikan dan kampanye anti korupsi yang dapat memberikan
pemahaman bahwa korupsi merupakan salah satu bentuk kejahatan yang
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
16
Universitas Indonesia
dampaknya sangatlah merugikan. Agar dapat mencegah tindakan korupsi, maka
diperlukan pencegahan kejahatan melalui pendekatan sosial, yang bertujuan untuk
menumpas akar penyebab kejahatan dan kesempatan individu untuk melakukan
pelanggaran (Darmawan, 1994: 17). Pencegahan kejahatan melalui pendekatan
sosial tak terelakkan lagi memusatkan perhatian utamanya pada remaja (usia
muda), termasuk anak-anak, sejak mereka secara prinsip dianggap sebagai
kelompok penerima sosialisasi (Darmawan, 1994: 34).
Pemuda tidak boleh dianggap sebagai pihak yang stagnan di dalam
masyarakat, karena pemuda memegang peranan penting didalam upaya untuk
mendorong terciptanya perubahan sosial (Transparency International (ed.), 2013:
366). Ada banyak program anti korupsi yang fokus untuk mengajarkan pemuda
akan dampak dan pengaruh dari korupsi. Seharusnya program anti korupsi tidak
berhenti sampai pada tahap itu karena pemuda dapat menjadi agen perubahan
yang dapat diandalkan (Lihat Transparency International Australia, 2006: 27).
Akan tetapi, upaya untuk memperkenalkan isu korupsi kepada pemuda merupakan
suatu hal yang sulit. Hal ini semakin diperparah apabila lingkungan yang
digunakan sebagai tempat untuk belajar oleh mereka merupakan lingkungan yang
korup (Lihat Ochse, 2004: 28). Hal ini menjadi tantangan terbesar dalam upaya
pencegahan korupsi yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pendidikan anti korupsi yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) juga tidak boleh mengesampingkan peran dari keluarga, karena
keluarga merupakan agen sosialisasi dimana seseorang mendapatkan sosialisasi
awal. Pendidikan anti korupsi yang dilakukan melalui berbagai macam bentuk
sosialisasi tidak boleh berhenti hanya sampai pada tahap generalisasi, tetapi harus
masuk sampai pada tahap identifikasi.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa kebijakan dan tindakan anti
korupsi hanya berdampak kecil dalam skala nasional, dan salah satu faktor
penyebabnya adalah akibat lemahnya koordinasi antar institusi (Penailillo, 2008,
dalam Hussmann, Hechler, & Penailillo, 2009: 17). Hal tersebut terjadi karena
kebijakan dan tindakan anti korupsi seringkali melibatkan banyak institusi
pemerintah yang mempunyai tugas yang berbeda-beda dalam pencegahan korupsi,
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
17
Universitas Indonesia
tetapi institusi tersebut secara keseluruhan tidak hanya memiliki tugas pencegahan
korupsi semata (Hussmann, Hechler, & Penailillo, 2009: 17). Oleh karena itu,
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga harus melakukan koordinasi dengan
berbagai instansi terkait mengenai pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi....
Dalam hal ini, KPK dapat menyusun jaringan kerja (networking) yang kuat dan
memperlakukan institusi yang telah ada sebagai "counterpartner" yang kondusif
sehingga pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif
(Lihat Diansyah, Yuntho, & Fariz, 2011: 23).
Dari rumusan masalah yang telah peneliti uraikan sebelumnya, peneliti
mengajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana upaya pencegahan korupsi yang dilakukan oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sesuai dengan filosofi social
crime prevention dilaksanakan?
3. Tinjauan Pustaka
3.1. Korupsi
Menurut Milovanovic (2001), istilah korupsi berasal dari bahasa latin
corruption yang berarti kerusakan moral, tingkah laku jahat, atau kebobrokan
(Milovanovic, 2001, dalam International Council on Human Rights Policy, 2009).
Definisi korupsi di dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
adalah:
“...Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara
dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).” (Direktorat Dikyanmas [ed.],
2006).
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
18
Universitas Indonesia
“...Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit
Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).” (Direktorat Dikyanmas [ed.],
2006).
Dari istilah latin corruptio dan dari definisi korupsi didalam Pasal 2 ayat
(1) dan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka korupsi merupakan sebuah
definisi yang sangat luas dan dapat mencakup beberapa hal. Menurut Michael
Johnston (2005), didalam masyarakat yang dinamis yang menjadi batasan dari
sebuah tindakan yang merupakan suatu tindakan korupsi atau tindakan bukan
korupsi sendiri tidaklah terlalu jelas (International Council on Human Rights
Policy, 2009).
Salah satu definisi korupsi yang mudah dipahami adalah definisi korupsi
menurut Transparency International (TI), yaitu korupsi adalah penyalahgunaan
kekuasaan demi keuntungan pribadi (International Council on Human Rights
Policy, 2009). Sir George Moody-Stuart dalam Corruption Glossary yang
dipublikasikan oleh Anti-Corruption Resource Centre, memperkenalkan istilah
grand corruption dan petty corruption untuk mengklasifikasi bentuk-bentuk dari
korupsi. Grand corruption mengacu pada korupsi yang dilakukan oleh kepala
negara, menteri, dan pejabat tingkat atas dan biasanya ditandai dengan jumlah
kerugian yang besar. Sedangkan itu petty corruption adalah korupsi yang
dilakukan oleh pegawai negeri sipil yang dialami oleh orang-orang yang
menggunakan layanan publik (International Council on Human Rights Policy,
2009).
Selain grand corruption dan petty corruption, akademisi lainnya juga telah
mengklasifikasikan korupsi kedalam beberapa bentuk. Heidenheimer (2002)
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
19
Universitas Indonesia
menyatakan bahwa political corruption merupakan korupsi yang melibatkan para
pembuat hukum (diktator atau legislator) yang bertindak sebagai pembuat
peraturan perundang-undangan. Seseorang yang melakukan political corruption
ini menerima suap demi keuntungan politis atau keuntungan finansial dan sebagai
timbal baliknya memberikan pertolongan ilegal bagi si pemberi suap. Menurut
Johnston (2005), yang termasuk kedalam administrative corruption adalah suap
atau „pertolongan‟ untuk menurunkan biaya pajak, atau memenangkan pelelangan
barang dan jasa. Clinard dan Yeager (2005) mengatakan bahwa corporate
corruption terjadi pada ruang lingkup swasta dan yang termasuk kedalamnya
adalah tindakan ilegal yang dilakukan oleh karyawan-karyawan dari suatu
perusahaan yang dilakukan demi keuntungan pribadi. Sementara itu Bassiouni dan
Vetere (1999) menyatakan bahwa institutionalised corruption adalah perilaku dari
seseorang yang memanfaatkan jabatan yang ia duduki untuk mempengaruhi
tindakan dan proses institusional, misalkan saja proses peradilan pidana
(International Council on Human Rights Policy, 2009).
Menurut UNCAC (United Nations Convention Against Corruption),
bentuk-bentuk dari tindakan korupsi yaitu antara lain (International Council on
Human Rights Policy, 2009):
1. Bribery (Suap), dapat didefinisikan sebagai janji, tawaran atau hadiah
untuk pejabat publik atau permintaan suatu „timbal balik‟ oleh pejabat
publik secara langsung maupun tidak langsung agar pejabat publik itu
menggunakan kewenangan atau tidak menggunakan kewenangan yang
dimilikinya demi keuntungan bagi orang lain yang telah menyuapnya.
2. Embezzlement (penggelapan), dapat didefinisikan sebagai penyelewengan
yang dilakukan oleh pejabat publik, demi kegunaan yang tidak
berhubungan dengan tujuan awal dari aset yang diselewengkan olehnya
bagi keuntungan pejabat publik tersebut atau orang lain.
3. Trading in Influence, dapat didefinisikan sebagai janji, tawaran atau
pemberian kepada pejabat publik atau orang lain secara langsung maupun
tidak langsung agar dapat mempengaruhi suatu keputusan atau kebijakan
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
20
Universitas Indonesia
yang dikeluarkan oleh pejabat publik sehingga orang yang memberikan
tawaran atau janji tersebut memperoleh keuntungan yang seharusnya tidak
dia dapatkan.
4. Abuse of Functions or Position (penyalahgunaan wewenang), dapat
didefinisikan sebagai tindakan melanggar hukum yang dilakukan oleh
pejabat publik melalui penyalahgunaan wewenang yang dia miliki agar
mendapatkan keuntungan yang seharusnya tidak dia dapatkan bagi dirinya
sendiri atau bagi orang lain.
5. Illicit enrichment, dapat didefinisikan sebagai peningkatan aset secara
signifikan yang dimiliki oleh pejabat publik dan tidak dapat dijelaskan
berdasarkan pendapatan yang seharusnya dia peroleh.
3.2. Strategi Pencegahan Kejahatan
Dalam segala hal yang berkaitan dengan usaha pencegahan, terdapat dua
proses yang saling terkait, yaitu proses dalam memprediksi hasil akibat dari
dilakukannya serangkaian tindakan dan proses menemukan cara untuk
mengintervensi atau merubah hasil prediksi tersebut. Dalam kriminologi,
pencegahan kejahatan berarti kemampuan untuk mengidentifikasi faktor penyebab
terjadinya suatu kejahatan dan berdasarkan pengetahuan terhadap faktor penyebab
terjadinya suatu kejahatan tersebut kemudian diambil tindakan yang dapat
menyebabkan kejahatan tersebut dapat dicegah (Walklate, 2005).
Akers dan Sagarin (1972) mendefinisikan pencegahan kejahatan sebagai
tindakan yang diambil untuk mencegah kejahatan atau pemberlakuan ancaman
melalui sanksi hukum (O'Block, 1981). Sedangkan itu National Crime Prevention
Institute (1986) menyatakan bahwa definisi dari pencegahan kejahatan adalah
tindakan antisipasi, perkiraan, dugaan dari suatu resiko kejahatan dan pengenalan
dari berbagai tindakan untuk menghilangkan atau menurunkan resiko tersebut
(Sudiadi & Runturambi, 2011: 35).
Beberapa akademisi mengklasifikasikan pencegahan kejahatan kedalam
tiga pendekatan, yaitu: (1) pendekatan sosial, (2) pendekatan situasional, (3)
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
21
Universitas Indonesia
pendekatan kemasyarakatan. (Darmawan, 1994: 17). Pencegahan kejahatan
melalui pendekatan sosial biasa disebut sebagai social crime prevention, segala
kegiatannya bertujuan untuk menumpas akar penyebab kejahatan dan kesempatan
individu untuk melakukan pelanggaran. Yang menjadi sasarannya adalah baik
populasi umum (masyarakat) ataupun kelompok-kelompok yang secara khusus
mempunyai resiko tinggi untuk melakukan pelanggaran (Darmawan, 1994: 17).
Ditekankan pula oleh Darmawan (1994:32) bahwa pencegahan melalui
pendekatan sosial bekerja dengan melalui penetapan bagaimana wujud dan
perubahan yang ada dari struktur sosio-ekonomi dan lembaga-lembaga sosialisasi
yang dapat mempromosikan kecenderungan ke arah pelanggaran (hukum) dan di
mana memungkinkan, merubah kecenderungan tersebut dengan jalan membuat
seminim mungkin atau bahkan mengurangi akibat-akibat yang ditimbulkan.
Pencegahan kejahatan melalui pendekatan sosial cenderung untuk memusatkan
perhatiannya pada kelompok-kelompok tersebut (para remaja, orang yang lemah,
kaum imigran, orang miskin, orang yang tidak bekerja, tunawisma, dan
sebagainya), sejak mereka cenderung menjadi kelompok-kelompok yang
mempunyai resiko besar untuk melakukan pelanggaran hukum. Oleh sebab itu
kebijaksanaan pencegahan kejahatan melalui pendekatan sosial membutuhkan
sokongan untuk dapat bergerak di dalam kebijakan sosial yang berskala luas, yang
mengandung hal-hal yang dapat melahirkan kejahatan.
Pencegahan kejahatan melalui pendekatan situasional biasanya disebut
sebagai situational crime prevention, perhatian utamanya adalah mengurangi
kesempatan seseorang atau kelompok untuk melakukan pelanggaran (Darmawan,
1994: 17). Hope dan Shaw (1988) menjelaskan bahwa pencegahan kejahatan
melalui pendekatan sosial menggambarkan sebuah usaha untuk menanamkan
pengaturan yang permanen untuk melawan pelanggaran-pelanggaran secara
umum. Sebaliknya pencegahan kejahatan melalui pendekatan situasional
memusatkan perhatiannya pada pengembangan langkah-langkah jangka yang
lebih pendek untuk mencegah pelanggaran yang lebih khusus. Teori-teori
situasional lebih berguna untuk menjelaskan perbuatan jahat oleh orang-orang
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
22
Universitas Indonesia
yang biasanya bertingkah laku rasional, tetapi berada dalam tekanan-tekanan
khusus dan cenderung untuk mempergunakan kesempatan (Darmawan, 1994: 67).
Situational crime prevention adalah pendekatan pencegahan kejahatan
yang berisikan tindakan yang bertujuan untuk mengurangi kesempatan bagi
pelaku yang: (1) dipusatkan langsung kepada bentuk kejahatan yang spesifik; (2)
melibatkan tindakan manajemen, desain, atau manipulasi lingkungan yang
sistematis dan permanen; (3) membuat upaya untuk melakukan kejahatan lebih
sulit dan lebih beresiko serta mengurangi reward yang kemungkinan diperoleh
seseorang apabila dia melakukan kejahatan (Clarke (ed.), 1997).
Pencegahan kejahatan melalui pendekatan kemasyarakatan sering disebut
sebagai community based crime prevention, segala langkahnya ditujukan untuk
memperbaiki kapasitas masyarakat untuk mengurangi kejahatan dengan jalan
meningkatkan kapasitas mereka untuk menggunakan kontrol sosial informal
(Darmawan, 1994: 17).
Menurut Rosenbaum (1988) poin-poin yang membedakan antara
community crime prevention dengan social crime prevention dan situational crime
prevention adalah community crime prevention dilakukan oleh agen-agen yang
bukan termasuk ke dalam sistem peradilan pidana. Elemen-elemen dari komunitas
yang menjalankan community crime prevention sangat bersifat bottom-up melalui
pendekatan partisipatoris kedalam masyarakat dan bergantung kepada partnership
yang tumbuh diantara kelompok-kelompok diluar dari sistem peradilan pidana
(Gilling, 1997).
3.3. Social Crime Prevention
Social crime prevention bertujuan untuk memperkuat ikatan sosial antara
individu dengan kelompoknya sehingga dapat membentuk moral individu yang
baik dan mampu mengarahkan individu tersebut untuk memiliki tujuan hidup
yang positif. Social crime prevention tidak berusaha untuk mengidentifikasi
sebab-sebab individu melakukan kejahatan yang berasal dari dalam individu itu
sendiri, tetapi bekerja melalui mekanisme pencegahan yang bekerja di dalam
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
23
Universitas Indonesia
struktur sosial yang diharapkan mampu mengurangi tingkat kejahatan (Evans,
2011).
Proses belajar nilai dan norma serta bekal pendorong seseorang untuk
menjadi orang yang mematuhi hukum secara umum ditransmisikan melalui
struktur sosio-ekonomi dan lembaga-lembaga sosialisasi di dalam masyarakat.
Perubahan-perubahan di dalam wujud struktur dan lembaga tersebut
mempengaruhi kecenderungan dilakukannya penyimpangan dan pada akhirnya
mempengaruhi tingkat kejahatan. Oleh sebab itu pencegahan melalui pendekatan
sosial bekerja dengan melalui penetapan bagaimana wujud dan perubahan yang
ada dari struktur sosio-ekonomi dan lembaga-lembaga sosialisasi yang dapat
mempromosikan kecenderungan ke arah pelanggaran (hukum) dan di mana
memungkinkan, merubah kecenderungan tersebut dengan jalan membuat seminim
mungkin atau bahkan mengurangi akibat-akibat yang ditimbulkan. Kebijaksanaan
pencegahan kejahatan melalui pendekatan sosial membutuhkan sokongan untuk
dapat bergerak di dalam kebijakan sosial yang berskala luas, yang mengandung
hal-hal yang dapat melahirkan kejahatan (Darmawan, 1994: 31-32).
Pencegahan kejahatan dengan pendekatan sosial terpengaruh dari “control
theory” dari Hirschi (1969) yang berusaha menjelaskan kenapa seseorang
cenderung untuk berperilaku sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di
masyarakat, daripada mereka melakukan kejahatan, yang tentunya malah
bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Hirschi
menjelaskan bahwa seseorang tidak perlu motivasi khusus untuk melakukan
kejahatan dan menurut dia kenapa seseorang tidak melakukan kejahatan adalah
akibat adanya kontrol sosial. Dengan adanya ikatan sosial antara masyarakat dan
individu, individu cenderung tidak melakukan kejahatan karena mereka mampu
mengalahkan motivasi pribadi individu itu sendiri yang cenderung egoistik dan
didorong untuk berperilaku sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di
masyarakat (Crawford, 1998).
Kemudian Gottfredson dan Hirschi (1990) berpendapat bahwa setiap orang
cenderung mempunyai motivasi yang sama, akan tetapi yang membedakan kenapa
seseorang melakukan kejahatan atau tidak adalah karena adanya self-control yang
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
24
Universitas Indonesia
telah diinternalisasikan sejak dini. Apabila ada seseorang yang melakukan
kejahatan, hal itu diakibatkan oleh self-control seseorang yang rendah. Hal ini
bersumber dari sosialisasi yang buruk (Crawford, 1998).
Seperti yang dikatakan Gottfredson dan Hirschi (Darmawan, 1994: 34),
bahwa self-control yang dimiliki seseorang itu dapat diperkuat sejak dini. Oleh
karena itu, Pencegahan kejahatan melalui pendekatan sosial tak terelakkan lagi
memusatkan perhatian utamanya pada remaja (usia muda), termasuk anak-anak,
sejak mereka secara prinsip dianggap sebagai kelompok penerima sosialisasi.
Gottfredson dan Hirschi (1990) juga menyatakan bahwa kurangnya
sosialisasi yang diberikan kepada seseorang adalah sumber yang menyebabkan
rendahnya self-control seseorang, dan karenanya sosialisasi memainkan peranan
yang sangat penting dalam upayanya untuk menciptakan individu-individu yang
memiliki self-control yang kuat. Sosialisasi merupakan suatu proses dimana
anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai
masyarakat dimana dia menjadi anggota (Soekanto, 2007: 59). Proses sosialisasi
dimana seseorang belajar untuk mempelajari norma-norma dan nilai-nilai yang
berlaku, dapat berjalan lewat adanya mekanisme pembelajaran melalui tahap
generalisasi, imitasi, dan identifikasi (Parsons & Shils, 2001).
Generalisasi dapat disebut sebagai suatu hal yang berkaitan dengan
pembentukan gagasan atau simpulan umum dari suatu kejadian, hal, dan
sebagainya (Dhohiri, et. al, 2007: 112). Faktor imitasi mempunyai peranan yang
penting dalam interaksi sosial. Imitasi dapat mendorong seseorang untuk
mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Namun demikian, imitasi
mungkin pula mengakibatkan terjadinya hal-hal yang negatif dimana misalnya,
yang ditiru adalah tindakan-tindakan yang menyimpang. Sedangkan itu,
identifikasi merupakan kecenderungan-kecenderungan atau keinginan-keinginan
dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Identifikasi sifatnya
lebih mendalam daripada imitasi, karena kepribadian seseorang dapat terbentuk
atas dasar proses ini (Soekanto, 2007: 57).
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
25
Universitas Indonesia
Didalam proses sosialisasi itu sendiri ada agen-agen sosialisasi, yaitu pihak
yang melaksanakan sosialisasi. Fuller dan Jacobs (1973: 168-208)
mengidentifikasikan empat agen sosialisasi utama: keluarga, kelompok bermain,
media massa, dan sistem pendidikan (Sunarto, 2004: 26). Gottfredson dan Hirschi
(1990) menyatakan bahwa penguatan dua agen sosialisasi yang utama yaitu
sekolah dan keluarga menjadi dua aspek yang fundamental dalam upaya
pencegahan kejahatan (Crawford, 1998).
Agen sosialisasi yang paling awal adalah keluarga. Didalam keadaan yang
normal, lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah orang tuanya,
saudara-saudaranya yang lebih tua (kalau ada), serta mungkin kerabat dekatnya
yang tinggal serumah. Melalui lingkungan itulah si anak mengenal dunia
sekitarnya dan pola pergaulan hidup yang berlaku sehari-hari. Melalui lingkungan
itulah anak mengalami proses sosialisasi awal. Orang tua, saudara, maupun
kerabat dekatnya lazimnya mencurahkan perhatiannya untuk mendidik anak
supaya anak memperoleh dasar-dasar pola pergaulan hidup yang benar dan baik
(Soekanto, 2007: 386).
Keluarga juga merupakan agen sosialisasi yang dapat mempengaruhi
setiap anggota keluarga untuk tidak terlibat di dalam kejahatan. Hubungan antar
anggota keluarga yang baik mampu mentransmisikan nilai-nilai dan norma yang
berlaku di masyarakat sehingga anggota-anggota keluarga itu dapat hidup sesuai
dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat
(Department of Social Development Republic of South Africa, 2011). Ada
keterbatasan dalam melakukan upaya pencegahan kejahatan berbasis keluarga,
karena para politisi dan pakar kadang kala enggan untuk intervensi di dalam
bidang kehidupan yang sangat pribadi (Lihat Darmawan, 1994: 36).
Selain keluarga, sekolah menjadi agen sosialisasi yang berperan penting
sebagai tempat seseorang untuk mempelajari nilai dan norma yang berlaku di
masyarakat. Menurut Emile Durkheim, fungsi terpenting dari sekolah adalah
membentuk pola perilaku individu. Sekolah harus dapat menjadi tempat yang
mampu mendorong pelajar untuk membentuk disiplin diri dan memiliki ikatan
kepada kelompok (Brint, 2006).
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
26
Universitas Indonesia
Sekolah adalah agen yang memiliki kapasitas untuk memotivasi dan
menginterasikan para pelajar ke dalam masyarakat lewat sosialisasi yang
diberikan melalui sekolah, dan sekolah dipandang mampu untuk mempengaruhi
para pelajar untuk bertingkah laku sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat dan agar mereka tidak ikut terlibat dalam suatu tindak kejahatan
(Crawford, 1998).
Sosialisasi yang dilakukan melalui sekolah haruslah memiliki bentuk
sosialisasi yang berbeda pada setiap jenjang pendidikan. Hal ini dikarenakan
pendekatan pencegahan yang berbeda diterapkan pada tahap perkembangan sosial
yang berbeda. Jenis dari strategi pencegahan dimana akan dapat berguna pada
Sekolah Dasar tidak dapat digunakan pada Sekolah Lanjutan (SLP) (Darmawan,
1994: 35).
4. Tinjauan Jurnal
Jurnal Corruption in Asian Countries: Can It Be Minimized? (Quah, 1999)
Membahas tentang korupsi dan tindak pencegahan dan pemberantasan korupsi di
Asia. Ada dua faktor yang perlu diperhatikan dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan korupsi di Asia, yaitu (1) penyebab dasar terjadinya korupsi di
suatu negara; dan (2) tingkat efektivitas dari suatu tindakan yang diambil oleh
suatu negara untuk memberantas korupsi. Penyebab tumbuh suburnya korupsi,
sehingga tindakan korupsi itu sudah menjadi semacam way of life harus dapat
didiagnosa dengan tepat sehingga pemerintah dapat mengambil langkah yang
tepat untuk meminimalisasi tindakan korupsi. Strategi pencegahan dan
pemberantasan korupsi hanya akan dapat berjalan efektif apabila didukung oleh
pemimpin negara, apabila tidak didukung oleh pemimpin negara maka strategi
pencegahan dan pemberantasan korupsi akan percuma dilakukan karena tidak
akan berhasil.
Tindak pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia tidak
dapat berjalan dengan efektif karena hukum tidak ditegakkan dan implementasi
dari peraturan mengenai korupsi sangatlah buruk. Selain itu hukum yang
diterapkan juga bersifat tebang-pilih, hanya menyasar koruptor „kelas teri‟ dan
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
27
Universitas Indonesia
koruptor „kelas kakap‟ bebas berkeliaran. Singapura dan Hongkong dipandang
mampu melaksanakan kebijakan yang tepat karena kedua negara tersebut mampu
mengidentifikasi penyebab dasar tumbuhnya korupsi di negara masing-masing.
Strategi pencegahan dan pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh Singapura
dapat berjalan dengan efektif karena Pemerintah Singapura mampu mengubah
persepsi publik terhadap korupsi dari tindakan yang “low-risk, high reward”
menjadi sebaliknya, yaitu „high-risk, low-reward”. Selain itu tindakan yang
diambil antara lain dengan memperkuat peraturan mengenai korupsi dan hukum
tersebut dapat diimplementasikan dengan baik.
Jurnal Singapore‟s Experience in Curbing Corruption and the Growth of
the Underground Economy (Sam, 2005) membahas tentang bagaimana usaha
pemerintah Singapura untuk mencegah dan memberantas korupsi yang terjadi
akibat adanya Underground Economy (UGE) yang berdampak merugikan bagi
pertumbuhan ekonomi Singapura. Underground Economy (UGE) dianggap
merugikan pemerintah Singapura karena kegiatan ilegal mereka yang
menyebabkan para pelaku Underground Economy (UGE) tidak dapat dikenakan
pajak, akibat dari transaksi perdagangan yang mereka lakukan tidak tercatat
kedalam pemasukan negara sehingga memperkecil pemasukan negara dari pajak.
Selain itu dalam kaitannya dengan perilaku korupsi ini, Underground Economy
(UGE) sangat rentan terjadi tindakan suap yang diberikan kepada pegawai negeri
yang mengetahui aksi mereka dan berusaha untuk memeras para pelaku
Underground Economy (UGE).
Upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di Singapura dilakukan
dengan mengambil beberapa tindakan, yaitu: (1) gaji yang besar bagi pegawai
negeri sehingga gaji mereka tidak terlalu jauh berbeda dengan pegawai di sektor
swasta; (2) pencegahan tindak pidana korupsi yang dilakukan melalui penetapan
undang-undang dengan hukuman yang berat dan pembentukan komisi anti-
korupsi yang memiliki kewenangan yang luar biasa dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan korupsi; (3) political will yang kuat dari petinggi politik di
Singapura untuk menciptakan kondisi zero tolerance bagi perilaku korupsi; (4)
administrasi yang efektif melalui layanan yang baik dan easy to follow procedure
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
28
Universitas Indonesia
sehingga mampu mencegah para pelaku bisnis untuk memberikan suap bagi
pegawai negeri. Penggunaan teknologi canggih dalam birokrasi juga mampu
menjadikan kegiatan administrasi menjadi lebih efektif; (5) dukungan masyarakat
yang kuat untuk menciptakan Singapura yang bebas dari korupsi dan turut
didukung oleh media-media di Singapura untuk mempromosikan budaya anti
korupsi.
Jurnal Deterring White-Collar Crime membahas tentang perilaku white-
collar crime (Ivancevich, Duening, Gilbert, & Konopaske, 2005) di Amerika
Serikat yang menjadi sorotan di media karena kasus ini melibatkan orang-orang
yang memiliki jabatan dengan posisi tertinggi di perusahaan atau institusi tempat
dia bekerja sehingga tindak kejahatan yang mereka lakukan sangat berdampak
buruk bagi perusahaan karena dari segi finansial jumlah kerugiannya sangat besar
dan tindak kejahatan yang mereka lakukan juga menandakan bahwa banyak
„celah‟ yang dapat mereka masuki sehingga mereka menjadi pelaku white-collar
crime. Oleh karena itu diperlukan adanya upaya untuk menutupi „celah‟ yang
telah dimasuki oleh para pelaku white-collar crime dan juga pelaku potensial
white-collar crime yang diakibatkan oleh lemahnya penegakan hukum dan
pengawasan kepada mereka sehingga perlu adanya tindakan antisipasi untuk
mengatasi kejahatan yang mereka lakukan.
Jurnal Deterring White-Collar Crime memberikan beberapa rekomendasi
mengenai tindakan apa yang sebaiknya diambil oleh pemerintah, perusahaan, atau
institusi untuk mencegah dan mengatasi white-collar crime yang dapat
menimbulkan deterrence effect bagi para pelaku white-collar crime maupun
pelaku potensial white-collar crime. Beberapa tindakan yang direkomendasikan
untuk mencegah dan mengatasi white-collar crime yaitu adalah: (1) management
action, para petinggi di sebuah perusahaan atau institusi harus mampu menjadi
role model bagi para bawahannya dan sebagai orang pertama yang menyerukan
adanya reformasi demi berjalannya birokrasi yang lebih baik dan bersih; (2)
accounting systems yang tidak menyebabkan adanya konflik kepentingan pada
proses konsultasi dan auditing dan harus dapat menghasilkan data audit yang baik
karena adanya pengawasan dari auditor terhadap pekerjaan auditor lain; (3)
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
29
Universitas Indonesia
governance system, kebijakan yang diambil oleh organisasi untuk kedepannya
harus mampu dijelaskan secara logis karena telah mempertimbangkan segala
macam resiko yang akan timbul apabila sebuah organisasi memutuskan untuk
menjalankan atau tidak menjalankan sebuah kebijakan, sehingga tidak ada kesan
bahwa kebijakan yang diambil hanyalah kebijakan „coba-coba‟; (4) sentencing
and deterrence, hukuman yang diberikan kepada pelaku white-collar crime
haruslah mempunyai kepastian hukum, berat hukumannya, dan cepat dalam
penetapan hukuman; (5) national code of conduct, sebuah peraturan yang
berisikan pedoman apa yang harus dilakukan oleh organisasi agar kegiatan yang
mereka jalankan dapat menunjukkan tindakan yang berusaha untuk menjauhi
white-collar crime; (6) ethical behavior awards dan ethical award program,
adanya pemberian penghargaan kepada karyawan dengan kinerja terbaik akan
mampu mendorong para karyawan untuk berlomba-lomba menjadi yang terbaik
dan tentunya terhindar dari white-collar crime; (7) independent board members,
sebuah perusahaan harus mempunyai dewan pengurus yang berkompetensi tinggi
dan tidak tergantung pada kinerja dari direktur sehingga memiliki independensi
dalam bekerja; (8) governance institute; pembentukan institut yang mampu
menciptakan orang-orang yang berkompetensi tinggi dengan moralitas yang baik;
(9) board member evaluations, tindakan evaluasi kepada petinggi sebuah
perusahaan atau institusi; (10) board member hotline; alur komunikasi langsung
antara atasan-bawahan yang dapat digunakan untuk menerima laporan akan
adanya white-collar crime; (11) white-collar crime education; pelatihan bagi
seluruh karyawan perusahaan atau institusi tentang penjelasan mengenai white-
collar crime, disertai dengan dampak yang ditimbulkan apabila melakukan white-
collar crime; (12) white-collar crime newsletter; pemberitaan tentang pelaku
white-collar crime juga penting demi menggalakkan program anti-korupsi.
Jurnal Corruption and its Control in Botswana (Sebudubudu, 2003)
membahas mengenai korupsi dan pengalaman Botswana dalam upaya penanganan
permasalahan korupsi. Botswana merupakan negara yang terletak di benua Afrika,
dimana kebanyakan negara-negara di Afrika penuh dengan konflik,
ketidakstabilan politik, dan tentunya permasalahan tentang korupsi. Botswana
berbeda dengan negara tetangganya seperti Kenya dan Nigeria dimana perilaku
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
30
Universitas Indonesia
korupsi sangat menjamur, di Botswana perilaku korupsi dapat ditekan sehingga
ada ilustrasi yang menggambarkan bahwa Botswana bagaikan oase di tengah-
tengah gurun. Penyebab korupsi dapat ditekan di Botswana adalah karena ada
Komisi yang mempunyai fungsi khusus dalam tindakan anti-korupsi yang
didirikan sejak tahun 1994, yaitu The Directorate on Corruption and Economic
Crime (DCEC).
Walaupun dalam kehidupan sehari-hari di Botswana sendiri korupsi bukan
menjadi semacam way of life, akan tetapi korupsi merupakan sebuah bentuk
white-collar crime yang selalu terjadi di negara yang sedang berkembang yang
sedang gencar-gencarnya melaksanakan pembangunan sehingga korupsi
dipandang hanya sebagai additional cost semata, termasuk di Botswana. Korupsi
yang terjadi di Botswana tidak hanya dilakukan oleh para birokrat level rendah,
tetapi juga dilakukan oleh para petinggi-petinggi dari suatu institusi. Kegelisahan
atas korupsi dan economic crime yang semakin marak di Botswana mendorong
pemerintah Botswana membentuk komisi anti-korupsi, yaitu The Directorate on
Corruption and Economic Crime (DCEC).
Tugas yang dilakukan oleh The Directorate on Corruption and Economic
Crime (DCEC) tidak hanya berkutat pada investigasi dan penindakan kasus
korupsi, tetapi juga fokus pada pencegahan korupsi, yaitu dengan cara
mengamandemen peraturan yang berpotensi dapat dijadikan bagi pelaku korupsi
atau calon pelaku korupsi sebagai „celah‟ bagi mereka untuk lolos dari hukuman,
dan edukasi pada publik dengan cara merubah persepsi publik terhadap korupsi
sebagai tindakan yang tidak boleh ditoleransi dan terus mengampanyekan pesan-
pesan anti korupsi.
Tugas yang dilakukan The Directorate on Corruption and Economic Crime
(DCEC) dalam memberantas dan mencegah korupsi, serta mengampanyekan
kepada publik mengenai pesan-pesan anti korupsi tidaklah berjalan tanpa adanya
hambatan. Hambatan yang dialami oleh The Directorate on Corruption and
Economic Crime (DCEC) antara lain: (1) otonomi DCEC, komisi anti-korupsi ini
bukanlah institusi yang independen, misalkan saja Director of DCEC masih
ditunjuk oleh presiden dan juga bertanggung jawab kepada presiden dan
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
31
Universitas Indonesia
seringkali pemerintahan Botswana menginterupsi tindakan yang DCEC lakukan
dalam usaha pemberantasan dan pencegahan korupsi; (2) personel, dari sisi
sumber daya manusia, DCEC kekurangan karyawan yang terlatih dalam
menghadapi white-collar crime; (3) finansial, dari segi keuangan DCEC tidak
dapat berdiri sendiri karena kegiatan operasional mereka masih berasal dari
anggaran Ministry of Presidential Affairs and Public Administration; (4)
peradilan, sistem peradilan pidana yang ada di Botswana masih kekurangan
sumber daya manusia, serta proses peradilan pidananya sendiri pun berjalan
lambat. Selain itu, pencegahan dan pemberantasan korupsi di Botswana
dipandang hanya terkonsentrasi untuk menangkap “small fish” sedangkan “big
fish” dibiarkan bebas.
Jurnal Promise and Peril in Combating Corruption: Hong Kong‟s ICAC
(Skidmore, 1996) membahas mengenai permasalahan mengenai korupsi yang
terjadi di Hong Kong yang pada akhirnya melatarbelakangi berdirinya Komisi
Anti Korupsi di Hong Kong yaitu Independent Commission Against Corruption
(ICAC). Hong Kong merupakan sebuah tempat yang unik, dimana ada
percampuran antara kebudayaan Barat dan kebudayaan Timur. Akibat adanya
percampuran tersebut maka pada akhirnya akan menghasilkan keberagaman, dan
keberagaman yang dihasilkan tidak hanya keberagaman „positif‟ tetapi juga
keberagaman „negatif‟. Korupsi pun didefinisikan sebagai tindakan yang
dipersepsikan berbeda-beda oleh masyarakat Hong Kong. Suatu tindakan yang
dianggap sebagai salah satu tindakan korupsi oleh A belum tentu dianggap
sebagai tindakan korupsi oleh B. Akan tetapi, diantara dua kebudayaan tadi
tentunya ada „titik temu‟ mengenai apa yang dipandang sebagai tindakan korupsi.
Pemerintah Hong Kong kemudian membuat Undang-Undang mengenai
korupsi untuk menegakkan aturan hukum mengenai korupsi. Akan tetapi, Polisi
Hong Kong sebagai pihak yang memiliki wewenang untuk menegakkan aturan
hukum tentang korupsi tersebut tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik,
karena Polisi Hong Kong sendiri merupakan institusi yang kental dengan budaya
korupsi. Berangkat dari sebuah fakta bahwa Kepolisian Hong Kong tidak dapat
memberantas korupsi karena institusi kepolisian itu sendiri adalah sebuah institusi
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
32
Universitas Indonesia
yang korup, maka lembaga yang khusus menangani korupsi harus terpisah dari
kepolisian.
Kemudian Independent Commission Against Corruption (ICAC) dibentuk
pada tahun 1974. Resep sukses dari Independent Commission Against Corruption
(ICAC) berbeda dengan komisi anti korupsi yang ada di Singapura dan Malaysia
karena tidak terbatasi oleh wewenang pada penindakan saja, resep sukses mereka
terlihat dari tiga departemen yang ada di dalamnya, yaitu: (1) Operations
(Enforcement), Corruption Prevention, dan Community Relations. Corruption
Prevention Department bekerjasama dengan lembaga negara dan perusahaan
swasta untuk mencegah tindakan korupsi, sedangkan Community Relations
Department melakukan kampanye dan memberikan edukasi kepada publik
mengenai bahaya dari korupsi sehingga pada akhirnya akibat pemberian edukasi
tersebut maka masyarakat akan sadar bahaya dari tindakan korupsi dan
memberikan dukungan moral kepada Independent Commission Against
Corruption (ICAC).
Kinerja dari Independent Commission Against Corruption (ICAC) tidaklah
sempurna. Independent Commission Against Corruption (ICAC) dianggap terlalu
memiliki kewenangan yang berlebihan sehingga cenderung membahayakan
seseorang. Misalkan saja apabila didalam common law hak untuk diam dapat
dilakukan oleh tersangka atau saksi. Akan tetapi, Undang-Undang memberikan
hak kepada Independent Commission Against Corruption (ICAC) untuk
menginterogasi seseorang dan menuntut akan adanya jawaban. Selain itu proses
pengawasan internal di dalam Independent Commission Against Corruption
(ICAC) pada awalnya dilakukan sangat rahasia, hanya segelintir orang yang tahu
mengenai pelaksanaannya, tetapi pada akhirnya Independent Commission Against
Corruption (ICAC) sadar bahwa akuntabilitas kepada publik merupakan hal yang
harus dilakukan. Akan tetapi dibalik semua kekurangan itu, Independent
Commission Against Corruption (ICAC) tetap mendapat dukungan dari publik
dan dipandang sebagai salah satu lembaga penegak hukum yang berhasil dalam
menjalankan tugasnya dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
33
Universitas Indonesia
Paper dengan judul Corruption Prevention: The Hong Kong Experience
(Chan, 2000) menjelaskan tentang faktor penyebab terjadinya korupsi di Hong
Kong dan pengalaman penegak hukum di Hong Kong dalam mencegah korupsi.
Di Hong Kong, Korupsi sudah menjalar ke berbagai sektor, mulai dari proyek
pembuatan infrastruktur seperti pada proyek pembangunan jembatan dan jalan
raya, penerbitan izin dalam industri ekstraktif, proyek pembangunan rumah susun,
sampai kepada jasa-jasa yang menggunakan tenaga konsultan seperti amdal.
Dampak dari korupsi yang terjadi di semua sektor tersebut adalah
meningkatnya cost yang ditimbulkan dari sebuah transaksi. Misalkan saja apabila
ada uang pelicin dengan nilai 10% persen dari harga suatu barang, maka uang
pelicin senilai 10% tersebut tidak dibebankan kepada pihak penjual yang menjadi
pemberi suap, tetapi dibebankan kepada konsumen. Atau bisa juga uang pelicin
senilai 10% tersebut tidak dibebankan kepada konsumen, tetapi dampak dari uang
pelicin tersebut akan menurunkan tingkat kualitas dari suatu barang demi
menutupi 10% biaya yang dikeluarkan sebagai uang pelicin. Dampak terburuk
yang disebabkan oleh korupsi adalah rusaknya kepercayaan yang diberikan oleh
rakyat. Selain itu reputasi dan image pemerintah menjadi hancur.
Kemudian Independent Commission Against Corruption (ICAC) dibentuk
pada tahun 1974 untuk memberantas korupsi, terutama korupsi yang terjadi di
lembaga kepolisian dan sektor publik. ICAC memiliki tiga tugas utama, yaitu
investigasi, pencegahan dan edukasi. Ketiga tugas utama tersebut dapat dilihat
dari tiga divisi yang ada di ICAC yaitu (1) Operations Department, yang bertugas
untuk menerima laporan dan menginvestigasi kasus korupsi; (2) Community
Relations Department, yang bertugas untuk memobilisasi dukungan publik untuk
memerangi korupsi, (3) dan Corruption Prevention Department, yang bertugas
untuk melakukan upaya pencegahan korupsi dalam sebuah institusi dengan cara
memonitor kegiatan harian dalam sebuah institusi dan juga dengan cara
mendorong sebuah institusi untuk menerapkan management dan sistem
administrasi yang tidak menoleransi terjadinya korupsi.
Untuk melakukan pencegahan korupsi, ICAC lebih sering melakukan
pendekatan yang bertujuan untuk merubah suatu sistem. ICAC sendiri sering
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
34
Universitas Indonesia
melakukan assignment study terhadap sebuah institusi dan kemudian output-nya
ada dalam bentuk laporan disertai dengan serangkaian rekomendasi yang
bertujuan untuk meminimalisasi terjadinya korupsi dengan cara mendorong akan
adanya transparansi dan akuntabilitas dan juga bertujuan untuk meningkatkan
kinerja dari institusi tersebut.
ICAC juga sering melakukan pelatihan yang bertujuan untuk
meningkatkan corruption awareness peserta dan agar peserta menomorsatukan
etika dan integritas diatas segalanya. Selain itu, agar mendapatkan “teman” yang
setia dalam upayanya untuk memberantas korupsi, ICAC percaya bahwa
masyarakatlah yang bisa dijadikan sebagai teman. Misal dalam kaitannya dengan
layanan publik, apabila masyarakat mengetahui hak yang dimilikinya dan
kewajiban yang harus dipenuhi oleh lembaga pelayanan publik, maka masyarakat
akan lebih peka apabila ada penurunan kualitas layanan publik yang disebabkan
oleh korupsi.
Jurnal Minimising Corruption: Applying Lessons From the Crime
Prevention Literature (Gorta, 1998) mencoba untuk memberikan suatu ide yang
dapat diaplikasikan untuk mencegah korupsi dengan cara melakukan pencegahan
korupsi yang selaras dengan kriminologi. Jurnal ini mencoba untuk
mengeksplorasi perspektif dari pelaku korupsi dan mengklasifikasikan berbagai
macam bentuk korupsi. Dengan begitu, jurnal ini diharapkan dapat membantu
pembaca untuk memahami faktor-faktor penyebab dari korupsi, dan untuk
mencegah korupsi, jurnal ini memperkenalkan berbagai metode yang dapat
digunakan untuk mencegah korupsi. Jurnal ini memberikan enam aspek penting
dalam pencegahan kejahatan yang selaras dengan kriminologi dan dapat
digunakan untuk mencegah korupsi, disertai dengan cara pengaplikasiannya.
Pertama, kita harus memandang semua orang berpotensi menjadi pelaku
kejahatan. Dahulu kriminolog memandang bahwa kejahatan merupakan sifat
alamiah dari pelakunya, tetapi sekarang kriminolog sudah banyak yang tidak
beranggapan seperti itu. Seseorang melakukan kejahatan karena ada faktor
situasional yang mempengaruhi dirinya dan juga karena ada kesempatan yang
dimiliki seseorang untuk melakukan kejahatan, termasuk korupsi. Untuk
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
35
Universitas Indonesia
mencegah korupsi, maka harus dilakukan penerapan strategi pencegahan
kejahatan dan edukasi kepada masyarakat luas dan jangan berasumsi bahwa
karena seseorang menduduki posisi tertentu maka dia menjadi seseorang yang
bebas dari korupsi.
Kedua, kita harus mengeksplorasi sudut pandang dari pelaku kejahatan.
Kejahatan akan dilakukan oleh seseorang apabila dia memperoleh kesempatan
untuk melakukannya. Akan tetapi, kenapa kesempatan tersebut diambil, akan
menjadi pertanyaan selanjutnya. Dalam kriminologi terdapat rational choice
perspective, yaitu dimana seseorang melakukan kejahatan karena ada alasan-
alasan rasional yang mendorong dirinya untuk melakukan kejahatan, termasuk
korupsi. Untuk mencegah korupsi, maka disarankan untuk bertanya kepada pelaku
korupsi. Kenapa dia melakukan korupsi dan kondisi seperti apa yang mendorong
dirinya untuk melakukan korupsi.
Ketiga, gunakan crime-specific approach untuk menciptakan sebuah
strategi pencegahan kejahatan, karena diperlukan teknik pencegahan kejahatan
yang berbeda-beda, tergantung dari tipe kejahatan yang ingin dicegah. Cornish
(1994) mendorong untuk dilakukannya procedural analysis of offending dengan
menggunakan script, semacam naskah yang digunakan untuk menjelaskan
storyline dan mengarahkan aktor dalam pertunjukan seni. Script digunakan
sebagai alat untuk menganalisis kejahatan dan mengidentifikasi strategi
pencegahan kejahatan yang cocok untuk diterapkan. Contohnya dalam kasus
korupsi, script ini digunakan menjelaskan berbagai macam tahapan yang
dilakukan seseorang untuk melakukan korupsi. Untuk mencegah korupsi, langkah
pertama yang harus dilakukan adalah dengan membuat sistem yang digunakan
untuk mengklasifikasikan berbagai macam tindakan yang dipandang sebagai
sebuah tindakan korupsi. Langkah berikutnya adalah dengan cara mengobservasi
atau bertanya kepada pelaku korupsi tentang proses yang harus mereka lalui untuk
melakukan korupsi.
Keempat, coba identifikasi lalu “benturkan” dengan eksplanasi yang
diberikan oleh pelaku korupsi. Merupakan suatu hal yang sangat jelas bahwa
seseorang cenderung melakukan sebuah tindakan yang dia anggap sebagai sebuah
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
36
Universitas Indonesia
tindakan yang lazim untuk dilakukan, walaupun tindakan tersebut di mata
masyarakat merupakan sebuah bentuk penyimpangan atau kejahatan. Orang
tersebut pasti mempunyai sebuah alasan yang menjustifikasi dirinya untuk
melakukan kejahatan, termasuk korupsi. Untuk mencegah korupsi, maka kita
harus bertanya kepada pelaku korupsi mengenai tindakan seperti apa yang dia
pandang sebagai sebuah tindakan yang lazim, dan apabila orang tersebut memang
telah melakukan korupsi, dan kenapa mereka melakukan korupsi, dalam upayanya
untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjustifikasi dirinya untuk
melakukan korupsi.
Kelima, cobalah untuk mengeksaminasi kultur dari suatu organisasi.
Kultur organisasi dapat mendorong seseorang melakukan korupsi atau mencegah
seseorang untuk melakukan korupsi. beberapa hal yang dapat dapat mendorong
atau mencegah seseorang untuk melakukan korupsi yaitu (1) apakah terdapat
sebuah garis pemisah yang jelas dan digunakan untuk mengklasifikasikan
tindakan-tindakan seperti apa yang dipandang lazim dan sebaliknya; (2) perilaku
kolega; (3) contoh perilaku yang diberikan oleh petinggi organisasi; (4) berbagai
praktek lainnya dalam lingkungan kerja organisasi tersebut. Untuk mencegah
korupsi, maka perlu dilakukan survey kepada para anggota organisasi mengenai
tindakan seperti apa yang dipandang lazim dan tindakan seperti apa yang
dipandang sebagai korupsi, dan juga perlu melakukan sosialisasi didalam
organisasi mengenai resiko yang muncul akibat melakukan korupsi.
Keenam, coba pertimbangkan untuk mengaplikasikan strategi pencegahan
kejahatan. Clarke (1992) memperkenalkan 12 teknik pencegahan kejahatan yang
ia kategorikan kedalam tiga kelompok: (1) those which involve increasing the
effort required by the offender; (2) those which involve increasing the risks; dan
(3) those which involve reducing the rewards. Kemudian ada kategori keempat
yaitu inducing guilt or shame. Untuk mencegah korupsi, kita harus mempunyai
pemahaman yang lebih baik dalam dinamika dan mekanisme terjadinya korupsi.
Setelah mempertimbangkan hal-hal tersebut, kemudian kita dapat
mempertimbangkan pendekatan pencegahan kejahatan seperti apa yang akan
digunakan untuk mencegah korupsi.
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
37
Universitas Indonesia
Jurnal Causes of Corruption: Towards a Contextual Theory of Corruption
(Graaf, 2007) memperkenalkan faktor-faktor penyebab kenapa seseorang
melakukan korupsi. Dengan mengetahui faktor penyebab korupsi, maka dapat
diputuskan instrumen kebijakan seperti apa yang cocok diterapkan untuk
mencegah korupsi. Jurnal ini memberikan penjelasan pada beberapa teori
penyebab korupsi beserta upaya pencegahan yang cocok pada masing-masing
teori.
Pertama, public choice theory. Teori ini menyatakan bahwa seseorang
melakukan korupsi karena orang tersebut telah melakukan analisis untung-rugi,
dan orang tersebut menyadari bahwa keuntungan yang akan dia peroleh apabila
dia melakukan korupsi lebih besar daripada kerugian yang akan dia peroleh
apabila dia melakukan korupsi. Untuk mencegah korupsi menurut public choice
theory adalah dengan cara memaksimalkan cost dari tindakan korupsi dan
meminimalkan benefit dari tindakan korupsi. Karena susah untuk meminimalisasi
benefit dari korupsi, maka mayoritas orang fokus untuk memaksimalkan cost dari
korupsi, yaitu dengan cara memperbesar kemungkinan seseorang untuk ditangkap
dan diadili apabila orang tersebut melakukan korupsi serta menjatuhkan hukuman
yang sangat berat kepada pelaku korupsi.
Kedua, bad apple theories. Teori ini menyatakan bahwa seseorang yang
melakukan korupsi disebabkan oleh kecacatan moral dan terdapat hubungan
kausal antara kecacatan moral dengan kecenderungan untuk melakukan korupsi.
Seseorang memiliki kecacatan moral karena di dalam proses sosialisasi yang dia
terima, dia „meresapi‟ nilai-nilai yang menyimpang dari masyarakat sehingga dia
bertindak atas dasar nilai-nilai menyimpang yang dia terima pada proses
sosialisasi itu sendiri. Upaya pencegahan korupsi menurut bad apple theories ini
adalah ketika akar permasalahan didalam pertanyaan mengapa seseorang
melakukan korupsi dan jawabannya terletak pada self-control pada diri individu
itu sendiri. Agar dapat memperbaiki self-control yang ada di dalam diri individu
itu sendiri adalah dengan cara menciptakan nilai-nilai moral yang kuat.
Ketiga, organizational culture theories. Teori ini fokus pada kultur dan
struktur organisasi tempat seseorang bekerja. Teori ini berpendapat bahwa ada
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
38
Universitas Indonesia
kultur kelompok tertentu yang berperan dalam membentuk mental atau perilaku
seseorang. Mental atau perilaku seseorang yang dipengaruhi oleh kultur kelompok
cenderung mengarah kepada tindakan korupsi. Punch (2000) berpendapat tentang
kepolisian di seluruh dunia bahwa korupsi yang terjadi di institusi kepolisian
bukanlah sesuatu yang hanya terjadi pada tingkat individual saja, tetapi perilaku
korupsi sudah mengakar didalam struktur dan kultur organisasi tersebut. Dapat
dikatakan bahwa korupsi merupakan sebuah tindakan yang “menular”. Upaya
pencegahan korupsi menurut organizational culture theories ini adalah melalui
intervensi kepada kultur dari suatu organisasi agar kultur suatu organisasi yang
sebelumnya kental terhadap budaya korupsi diubah menjadi kultur organisasi
yang tidak mentoleransi akan adanya korupsi di dalam organisasi tersebut atau
dengan cara yang disebut sebagai cultural instruments, misalkan saja dengan
merubah atau memutasi jajaran petinggi di suatu organisasi.
Keempat, clashing moral values theories. Teori ini berpendapat bahwa
kultur dari sebuah organisasi dipengaruhi oleh masyarakat. Maka yang terjadi
selanjutnya adalah terciptanya suatu kondisi yang tumpang-tindih antara nilai dan
norma masyarakat yang berlaku di masyarakat dengan kultur organisasi tempat
seseorang bekerja. Hubungan kausal dari teori ini dimulai dari adanya nilai dan
norma tertentu di masyarakat yang secara langsung memengaruhi nilai dan norma
individu. Nilai dan norma tersebut mempengaruhi perilaku seseorang sehingga
menyebabkan mereka cenderung melakukan korupsi.
Di masyarakat sendiri tidak ada tolak ukur jelas yang membedakan
diantara private obligation dan mana yang public roles. Karena adanya benturan
antara mana yang menjadi private obligation dan mana yang public roles maka
harus menentukan mana yang menjadi prioritas, dan beberapa nilai yang
berkembang di masyarakat mengarah pada korupsi. Upaya pencegahan korupsi
berdasarkan clashing moral values theories ini mengarah kepada pembentukan
kode etik di dalam lingkungan kerja agar seseorang yang berada pada posisi
rawan untuk melakukan korupsi mampu membedakan mana yang merupakan
public role dan mana yang merupakan private obligation sehingga dia tidak
melakukan korupsi. Satu hal penting yang tidak dapat dilupakan juga bahwa
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
39
Universitas Indonesia
penegakan dari kode etik dalam lingkungan kerja ini juga penting. Apabila
terdapat kode etik di dalam lingkungan kerja tetapi tidak ada penegakannya, maka
usaha pencegahan korupsi yang dilakukan akan percuma.
Kelima, The ethos of public administration theories. Teori ini berpendapat
bahwa kinerja dari pejabat publik mempunyai hubungan kausal dengan tekanan
dari masyarakat. Hal ini dikombinasikan dengan kurangnya perhatian terhadap isu
integritas, mengarahkan pejabat publik pada tindakan „efisiensi‟ yang salah,
sehingga menyebabkan pejabat publik melakukan korupsi. Jurnal Causes of
Corruption: Towards a Contextual Theory of Corruption memberikan contoh
pada kasus seorang pejabat publik yang mendapat tekanan dari konstituen dan
atasan politiknya untuk mempercepat penyelesaian tugasnya, yaitu percepatan
penyelesaian pembangunan jalan yang harus diselesaikan dalam jangka waktu
yang sangat singkat. Akibat diminta untuk menyelesaikan pembangunan jalan
dalam waktu yang sangat singkat, pejabat tersebut pada akhirnya fokus hanya
kepada hasil akhirnya, yaitu agar pembangunan jalan cepat diselesaikan.
Kemudian pejabat tersebut melakukan kontak secara intensif dengan kontraktor
bangunan untuk berkonsultasi dengan tujuan agar dapat menyelesaikan
pembangunan jalan tersebut secepat mungkin. Akibat dikejar-kejar target untuk
menyelesaikan pembangunan jalan, pejabat publik tersebut mengesampingkan
integritas, akuntabilitas dan legitimasi dari cara yang dia tempuh untuk
mempercepat penyelesaian pembangunan jalan tersebut, sehingga pada akhirnya
pejabat tersebut melakukan korupsi.
Upaya pencegahan korupsi berdasarkan The ethos of public administration
theories ini menyatakan bahwa memang benar apabila efektivitas dan efisiensi
merupakan merupakan salah satu aspek penting dalam penciptaan tata kelola yang
baik. Tidak boleh dilupakan juga bahwa integritas juga merupakan hal yang
penting. Terkadang, upaya pencegahan korupsi yang mengandalkan efisiensi dan
efektivitas dalam tata kelola pemerintahan masih kurang mampu untuk mencegah
korupsi. Oleh karena itu, kampanye kepada publik juga diperlukan agar dapat
menciptakan kepedulian masyarakat agar mereka ikut mengawasi pejabat
pemerintahan supaya mereka tidak melakukan korupsi.
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
40
Universitas Indonesia
Paper yang berjudul Corruption Around the World: Causes,
Consequences, Scope, and Cures (Tanzi, 1998) membahas mengenai perilaku
korupsi yang terjadi di berbagai belahan dunia yang menimbulkan dampak
merugikan terutama dari segi ekonomi dan demokrasi. Di Indonesia, korupsi
sangat menjamur terutama di dalam sistem birokrasi. Uang suap yang diberikan
kepada birokrat diibaratkan seperti „oli mesin‟ yang mampu mempercepat kerja
birokrat. Pihak yang dirugikan adalah orang-orang yang berurusan dengan
birokrat, dan mereka yang mengurus segala macam bentuk izin harus
mengeluarkan uang dengan jumlah yang tidak sedikit padahal sebenarnya mereka
tidak perlu mengeluarkan uang sama sekali agar dapat mengakses layanan publik.
Peran negara untuk mencegah dan memberantas tindakan korupsi
sangatlah penting karena negara tidak boleh menjadi pihak yang pasif dalam
upaya pencegahan korupsi. Tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah dan
memberantas korupsi antara lain: (1) komitmen yang tegas dari pemimpin negara
bahwa mereka akan memerangi korupsi, menunjukkan bahwa tidak ada toleransi
bagi perilaku korupsi; (2) membuat atau mengamendemen regulasi yang
mempertegas akan pentingnya upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi dan
mengutamakan asas transparansi dan nondiscretionary; (3) mengurangi supply
dari korupsi dengan cara meningkatkan gaji pegawai negeri, memberikan
dukungan dan insentif terhadap perilaku jujur para pegawai negeri, kontrol
internal institusi yang dijalankan secara efektif dan hukuman bagi para pelaku
korupsi; (4) memberikan solusi nyata terkait dengan sumber pendanaan partai
politik yang tidak terlalu jelas.
Paper yang berjudul Mobilizing Civic Action to End Corruption (Beyerle
& Zunes, 2006) menyatakan bahwa civic action merupakan salah satu mekanisme
yang efektif untuk memberantas korupsi. Bahkan civic action dapat diterapkan di
negara yang otoriter, asalkan civic action tersebut dilakukan dengan menggunakan
cara-cara yang benar. Kesuksesan dari civic action tidaklah bergantung pada
faktor situasional ataupun tekanan yang sangat kuat yang berasal dari
pemerintahan yang korup. Akan tetapi sebuah civic action akan berhasil apabila
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
41
Universitas Indonesia
menggunakan skill dan strategi yang baik. Civic action bukanlah sebuah gerakan
yang pasif, tetapi aktif dan hampir serupa dengan resolusi konflik.
Ada tiga syarat agar civic action dapat menjadi sebuah aksi yang sukses.
Pertama, harus adanya rasa persatuan, termasuk didalamnya adalah dengan
adanya persamaan tujuan dan juga adanya rasa persatuan karena semua kelompok
menginginkan adanya perubahan. Disini, gerakan anti korupsi dapat melakukan
framing issue agar dapat membuka hati nurani masyarakat yang apatis. Tidak
boleh dilupakan bahwa civic action tersebut harus berisikan orang-orang yang
berasal dari berbagai macam kalangan, kalangan tua dan muda, masyarakat
pedesaan dan perkotaan, laki-laki dan perempuan.
Kedua, harus ada perencanaan agar dapat menjadi sebuah aksi yang
sukses. Disini, gerakan anti korupsi dapat sukses dengan cara: (1) menentukan
tujuan bersama; (2) menentukan sasaran yang ingin diubah, misalkan pelayanan
publik yang buruk; (3) mengidentifikasi dan menganalisa berbagai macam pillar
of support dari target; (4) membentuk strategi komunikasi yang fokus pada pillar
of support di satu sisi, dan pada publik di sisi lainnya; (5) merencanakan
serangkaian taktik non-kekerasan untuk memperkuat strategi komunikasi yang
ingin dilakukan, berusaha untuk membuang rasa takut dan apatis yang ada di
masyarakat dan terutama ikut melibatkan masyarakat secara aktif.
Ketiga, unsur non-kekerasan merupakan hal yang penting dalam civic
action karena unsur tersebut menjadikan sebuah civic action bertahan lama.
Sangat berbeda apabila civic action dilakukan melalui kekerasan, hanya sebagian
kecil anggota masyarakat yang akan ikut terlibat secara aktif didalamnya.
Terakhir, civic action tidak dapat dilakukan oleh aktor eksternal, civic action yang
bertujuan untuk memberantas korupsi harus tumbuh mengakar dari dalam
masyarakat.
Report yang berjudul National Integrity Workshop “Institutional
Cooperation and Coordination Mechanisms” (Transparency International Bosnia
and Herzegovina, 2012) bertujuan untuk mencari sumber permasalahan yang
muncul dalam kerjasama mutual antar institusi pemerintah di Bosnia Herzegovina
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
42
Universitas Indonesia
dan kerjasama antar institusi pemerintah dengan berbagai macam elemen
masyarakat yaitu media, civil society, dan pebisnis.
Korupsi merupakan salah satu gejala dari “penyakit” yang jauh lebih
parah, yaitu kegagalan suatu institusi yang diakibatkan oleh manajemen
perpajakan, resources dan layanan publik yang sangat buruk. Institusi yang
independen dan berfungsi dengan baik merupakan sebuah prasyarat agar dapat
memerangi korupsi secara efektif. Kerjasama antar institusi yang konsisten
merupakan salah satu hal yang sangat diperlukan agar dapat menjalankan sistem
integritas nasional, mulai dari tahap drafting dan perencanaan pembentukan
kerangka hukum, kemudian masuk kedalam tahap pembuatan strategi dan tahap
pengesahan kebijakan, sampai pada akhirnya masuk kedalam tahap implementasi.
Sumber permasalahan terbesar yang dihadapi oleh Bosnia dan Herzegovina
disebabkan oleh adanya kesenjangan yang sangat besar antara kerangka hukum
perundang-undangan dengan prakteknya.
Koordinasi antar lembaga penegak hukum di Bosnia dan Herzegovina jauh
dari memuaskan karena tidak adanya progress dalam memproses laporan
masyarakat tentang korupsi dan organized crime. Legal system yang ada di negara
tersebut terfragmentasi, mempunyai empat sistem judisial yang terpisah, dan juga
tidak ada upaya untuk meningkatkan kapasitas kepolisian. Hambatan utama dalam
koordinasi antar lembaga penegak hukum di Bosnia disebabkan oleh adanya
pengaruh politik di lembaga-lembaga tersebut, terutama karena penunjukan kepala
lembaga penegak hukum di negara tersebut sangat politis.
Ada empat strategi untuk memerangi korupsi dalam rentang waktu lima
belas tahun belakangan yang dimiliki oleh Bosnia dan Herzegovina. Letak
permasalahan kenapa keempat strategi tersebut berujung pada kegagalan adalah
karena implementasi strategi yang buruk, dan juga karena tidak adanya
mekanisme koordinasi dan monitoring. Di Bosnia ada Agency for the Prevention
of Corruption and Coordination of the Fight against Corruption yang didirikan
sejak 2009 yang bertujuan untuk mengantisipasi permasalahan yang dihadapi oleh
tiga strategi sebelumnya. Sangat disayangkan bahwa lembaga tersebut juga tidak
mampu memerangi korupsi karena tidak ada political will yang mendukung penuh
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
43
Universitas Indonesia
fungsi dari lembaga tersebut dan juga karena banyak tekanan untuk membatasi
gerak dari lembaga tersebut, misalkan dengan cara tidak mengalokasikan dana
untuk kegiatan operasional lembaga tersebut.
Selain itu, didalam strategi pemberantasan korupsi yang terakhir
menyebutkan bahwa lembaga-lembaga yang berada di bawah tingkat pusat harus
mengadopsi strategi dan rencana aksi pemberantasan korupsi yang
diimplementasikan di tingkat pusat. Implementasinya ternyata sama sekali
berbeda dengan strategi yang dicanangkan oleh pemerintah pusat, karena
lembaga-lembaga yang ada di level bawah malah membuat strategi
pemberantasan korupsi secara otonom, tanpa memperhatikan rekomendasi yang
berasal dari tingkat pusat. Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya koordinasi
dan harmonisasi dalam melakukan tindakan pemberantasan korupsi, dan strategi
pemberantasan korupsi yang sudah dicanangkan menjadi percuma.
Dari jurnal, paper, dan report yang telah dibahas sebelumnya diketahui
bahwa selain melakukan penindakan terhadap pelaku tindak pidana korupsi,
Komisi Anti Korupsi di beberapa negara juga melakukan upaya pencegahan
korupsi. Social crime prevention merupakan salah satu pendekatan pencegahan
kejahatan yang digunakan oleh Komisi Anti Korupsi di beberapa negara untuk
mencegah korupsi. Tindakan-tindakan yang umumnya dilakukan adalah melalui
sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat dengan cara mengampanyekan pesan-
pesan anti korupsi. Dengan begitu diharapkan agar masyarakat tidak menoleransi
(zero tolerance) adanya praktek korupsi. Selain itu agar kebijakan pencegahan dan
pemberantasan korupsi dapat berhasil, maka dibutuhkan koordinasi dan
monitoring yang kuat antara lembaga-lembaga yang mempunyai kewenangan
untuk mencegah dan memberantas korupsi.
5. Tinjauan Data Sekunder : Penelitian (Upaya Pencegahan Korupsi
oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK): Kajian Berdasarkan
Perspektif Social Crime Prevention)
Data Sekunder yang dibahas oleh peneliti pada bab ini merupakan data
primer yang peneliti peroleh dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh peneliti
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
44
Universitas Indonesia
pada tahun 2013. Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah
dengan cara wawancara mendalam. Wawancara mendalam dilakukan oleh peneliti
kepada pihak-pihak yang memahami dan ikut ambil bagian dalam upaya
pencegahan korupsi di Indonesia yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK).
Berdasarkan data sekunder yang peneliti dapatkan dari penelitian yang
dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang dilakukan pada 31 Mei 2013, Bapak
Dedie Rachim yang merupakan Direktur Dikyanmas (Pendidikan dan Pelayanan
Masyarakat) KPK menyatakan bahwa KPK menyadari bahwa tidak hanya sistem
yang perlu diubah untuk memberantas korupsi, perilaku manusianya juga harus
diubah, dan oleh karenanya dibutuhkan upaya pencegahan korupsi yang bertujuan
untuk menciptakan budaya anti korupsi. Dalam membentuk budaya anti korupsi,
KPK menggunakan pendekatan pendidikan. KPK sendiri memang memiliki tugas
untuk melakukan pencegahan korupsi melalui pendekatan pendidikan pada setiap
jenjang pendidikan. KPK sendiri lebih memprioritaskan untuk melakukan
pencegahan pada sektor pendidikan formal, yaitu TK, SD, SMP, SMA, dan
Perguruan Tinggi. Langkah awalnya dengan membuat modul pendidikan anti
korupsi yang berbeda-beda untuk setiap jenjang pendidikan.
KPK sendiri bukanlah sebuah lembaga pendidikan, melainkan yang
menjadi pemain utama dalam sektor pendidikan di Indonesia adalah Kementerian
Pendidikan Nasional. Dalam upaya pencegahan korupsi melalui penanaman nilai-
nilai anti korupsi yang merupakan proyek jangka panjang ini, KPK kemudian
bekerjasama dengan Kemendiknas untuk menyebarluaskan penggunaan modul
tersebut. Setelah diuji cobakan di sepuluh provinsi, modul pendidikan anti korupsi
tersebut akhirnya diputuskan agar disisipkan kedalam mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan. Selain itu juga sudah terbit Surat Edaran Dirjen Dikti tahun
2012 kepada seluruh Perguruan Tinggi agar mengimplementasikan modul
pendidikan anti korupsi.
Berdasarkan data sekunder yang peneliti dapatkan dari penelitian yang
dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang dilakukan pada 11 Juni 2013, Bapak
Ryan Utama yang merupakan pejabat fungsional pada Direktorat Dikyanmas
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
45
Universitas Indonesia
(Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat) KPK menyatakan bahwa KPK fokus
untuk melakukan penanaman nilai-nilai anti korupsi kepada sektor pendidikan
melalui pembuatan modul pendidikan anti korupsi yang mulai dibentuk pada
tahun 2007 karena dipandang strategis. Sasaran modul tersebut adalah guru-guru
di tiap-tiap jenjang pendidikan. Kemudian nilai-nilai anti korupsi yang terkandung
di dalam modul tersebut diharapkan agar disebarluaskan oleh guru-guru kepada
anak muridnya. KPK sendiri telah menyerahkan modul pendidikan anti korupsi
tersebut kepada Kemendiknas, yang kemudian bertugas untuk melakukan
monitoring dan evaluasi.
KPK sendiri menyadari bahwa pendidikan anti korupsi sebenarnya tidak
cukup hanya dilakukan di dalam kelas. Agar dapat menyentuh semua aspek
didalam dalam sekolah, dalam artian tidak hanya kepada guru semata, KPK pada
tahun 2011 bekerjasama dengan Pusat Kurikulum untuk membuat panduan
penyelenggaraan pendidikan anti korupsi. Akan tetapi, panduan tersebut belum
dapat diimplementasikan secara utuh karena masih dalam tahap pengembangan.
Ryan Utama menyatakan bahwa KPK tidak sampai melakukan monitoring
dan evaluasi dalam kaitannya dengan para anak murid yang telah diberikan mata
pelajaran anti korupsi tersebut dapat memahami dan mempraktekkannya dalam
kehidupan sehari-hari, karena yang namanya pendidikan itu prosesnya tidaklah
mudah dan instan dan output-nya sendiri mungkin baru dapat terlihat 10 tahun
kedepan.
Berdasarkan data sekunder yang peneliti dapatkan dari penelitian yang
dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang dilakukan pada 8 November 2013,
Martinus Basuki Sugita yang merupakan Kepala Sekolah dari Sekolah Menengah
Pertama (SMP) Kanisius Kudus, Jawa Tengah menyatakan bahwa faktor
penyebab sekolahnya mengimplementasikan pendidikan anti korupsi adalah
karena adanya artikel di salah satu koran nasional yang menantang guru-guru di
Indonesia untuk memulai pendidikan anti korupsi, dan selain itu juga karena
jumlah murid yang masuk ke sekolah tersebut selalu turun jumlahnya dari tahun
ke tahun. Oleh karena itu pendidikan anti korupsi dinilai dapat menjadi nilai plus
bagi SMP Kanisius Kudus yang berharap agar dapat memperbanyak jumlah
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
46
Universitas Indonesia
muridnya secara signifikan pada tahun-tahun kedepannya. Ternyata terbukti
bahwa pendidikan anti korupsi menjadi nilai plus yang sangat berpengaruh positif
bagi SMP Kanisius Kudus, hal ini terlihat dari jumlah muridnya yang semakin
meningkat dari tahun ke tahun.
Mulai pada tanggal 19 Desember 2005 akhirnya pendidikan anti korupsi
diimplementasikan di sekolah tersebut, walaupun pada saat itu belum ada
instruksi dari pemerintah untuk mengimplementasikan pendidikan anti korupsi.
Pada awal pelaksanaan pendidikan anti korupsi di SMP Kanisius Kudus, sekolah
sering mengundang ahli-ahli hukum untuk memberikan penjelasan mengenai
korupsi kepada siswa-siswi dari perspektif hukum. Akan tetapi, respon yang
diberikan oleh siswa-siswi negatif, karena mereka tidak dapat memahami apa itu
korupsi apabila diberi penjelasan dari perspektif hukum.
Guru-guru SMP Kanisius Kudus menyadari bahwa anak-anak masih
belum mengerti apabila anak-anak diberi penjelasan mengenai korupsi secara
teoretis, dan memang tidak cukup apabila pendidikan anti korupsi hanya
dilakukan melalui diskusi didalam kelas saja, akan tetapi pendidikan anti korupsi
sebisa mungkin harus dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian guru-
guru di SMP Kanisius Kudus memutuskan untuk mendirikan warung kejujuran
sebagai media pembelajaran anak-anak untuk berperilaku anti korupsi. selain itu
juga karena konsepnya yang dinilai tepat dan praktis, dan tidak memerlukan biaya
yang terlampau besar untuk mendirikan warung kejujuran. Konsep dari warung
kejujuran adalah tempat dimana siswa-siswi dapat membeli barang-barang
kebutuhan sekolah seperti buku, topi, dasi, dan perlengkapan sekolah lainnya.
Untuk membayar barang-barang tersebut tidak perlu melalui kasir, akan tetapi
cukup dimasukkan kedalam kotak apabila uangnya pas. Apabila ada uang
kembalian, maka uang kembaliannya bisa diambil di guru. Agar dapat
memberikan pemahaman mengenai nilai-nilai anti korupsi, warung kejujuran ini
diibaratkan seperti negara. Apabila barang-barang di warung kejujuran selalu
diambil tapi barang-barang tersebut tidak dibayar, maka lama kelamaan warung
kejujuran tersebut akan bangkrut. Sama saja seperti Indonesia, apabila kekayaan
yang dimiliki oleh Indonesia terus-menerus dikorupsi, lama-kelamaan juga akan
bangkrut.
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
47
Universitas Indonesia
Selain warung kejujuran, ada juga telepon kejujuran. Pada awalnya,
banyak siswa-siswi SMP Kanisius Kudus yang membawa telepon genggam ke
sekolah. Karena lebih banyak efek negatifnya, maka siswa-siswi dilarang untuk
membawa telepon genggam ke sekolah. Sebagai penggantinya kemudian
didirikan telepon kejujuran dengan tujuan agar siswa-siswi SMP Kanisius Kudus
dapat menelepon apabila ada hal-hal yang penting. Selain itu, untuk menerapkan
nilai-nilai kejujuran siswa-siswi SMP Kanisius Kudus dilarang untuk
mengendarai sepeda motor ke sekolah. Alasannya adalah karena untuk usia siswa-
siswi setingkat SMP tentunya belum memiliki SIM, karena usia mereka yang
belum cukup untuk mendapatkan SIM. Jadi, selain untuk mempraktekkan
tindakan-tindakan anti korupsi kedalam kehidupan sehari-hari, warung kejujuran,
telpon kejujuran, dan larangan mengendarai sepeda motor ke sekolah bagi siswa-
siswi sekaligus juga berfungsi sebagai suatu solusi atas permasalahan yang
dihadapi oleh pihak sekolah.
Dalam prakteknya selama bertahun-tahun, untuk menerapkan nilai anti-
anti korupsi kedalam warung kejujuran, telepon kejujuran, atau larangan
mengendarai sepeda motor ke sekolah bukanlah suatu hal yang mudah. Warung
kejujuran pernah hampir bangkrut karena barang-barang yang dijual banyak yang
hilang, tetapi tidak ada yang membayar. Telepon kejujuran juga seperti itu,
pulsanya habis, tapi tidak ada yang membayar, dan ada juga siswa-siswi yang
ketahuan membawa telepon genggam ke sekolah. Terkait dengan larangan
mengendarai sepeda motor ke sekolah, hambatan juga berasal dari orangtua
karena terkadang orangtua sendiri yang menyuruh anaknya mengendarai sepeda
motor ke sekolah dengan alasan supaya lebih praktis.
Untuk menyadarkan siswa-siswi agar berperilaku anti korupsi memang
bukan suatu hal yang mudah, harus sabar karena segala sesuatunya butuh proses.
Walaupun hampir bangkrut, warung kejujuran kemudian bisa dapat terus berjalan
sampai sekarang karena siswa-siswi sudah dapat diajarkan untuk berperilaku
jujur. Selain itu peran orangtua juga penting agar siswa-siswi dapat berperilaku
anti korupsi, misalnya dengan melarang anaknya membawa telepon genggam ke
sekolah dan mengantar anaknya ke sekolah.
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
48
Universitas Indonesia
Selain lewat warung kejujuran, telepon kejujuran, dan larangan
mengendarai sepeda motor ke sekolah, agar siswa–siswi SMP Kanisius Kudus
semakin cepat memahami dan berperilaku anti korupsi, maka pendidikan anti
korupsi juga dilakukan dalam bentuk permainan, misalkan saja melalui permainan
ular tangga. Selain itu juga melalui pagelaran teater yang meniru jalannya
pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Indonesia. Melalui permainan ular
tangga dan pagelaran teater pengadilan tipikor ini diharapkan agar siswa-siswi
tidak jenuh diberikan pendidikan anti korupsi.
SMP Kanisius Kudus seringkali didatangi oleh orang-orang yang
penasaran bagaimana bentuk pendidikan anti korupsi yang diimplementasikan
disana. Berdasarkan pengalaman Martinus Basuki Sugita, suatu sekolah tidak
akan mampu menjalankan program pendidikan anti korupsi secara
berkesinambungan apabila didalam pelaksanaannya hanya karena instruksi dari
pemerintah. Agar pendidikan anti korupsi dapat terus-menerus dilaksanakan,
maka harus timbul kesadaran dari diri sendiri terlebih dahulu. Walaupun warung
kejujuran yang ada di SMP Kanisius hanyalah warung kecil, karena modalnya
juga kecil. Akan tetapi hal itu tidaklah menjamin bahwa program pendidikan anti
korupsi tersebut akan berhenti di tengah jalan. Di sekolah lain yang program
pendidikan anti korupsinya disokong dana oleh pemerintah dalam jumlah yang
cukup besar saja apabila dananya habis, maka program pendidikan anti
korupsinya juga akan berhenti.
Salah satu pertanyaan terbesar berikutnya adalah apakah siswa-siswi SMP
Kanisius Kudus setelah lulus nanti dan kemudian naik ke jenjang pendidikan
berikutnya masih berperilaku anti korupsi atau tidak, Martinus Basuki Sugita
sendiri tidak bisa menjamin hal tersebut. Peran orangtua sendiri juga diperlukan
agar dapat mengawasi anak-anaknya agar berperilaku anti korupsi. Selain itu juga
dibutuhkan pendidikan anti korupsi yang berkelanjutan di setiap jenjang
pendidikan. Apabila lulusan SMP Kanisius Kudus kemudian di jenjang SMA
nanti malah berperilaku curang dan tidak jujur karena tidak ada yang
membimbing, mendukung, dan mengawasi mereka, maka pendidikan anti korupsi
yang mereka dapatkan di SMP menjadi percuma karena tidak diterapkan di
kehidupan mereka selanjutnya.
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
49
Universitas Indonesia
Berdasarkan data sekunder yang peneliti dapatkan dari penelitian yang
dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang dilakukan pada 8 November 2013, Joao
Fernando Dos Santos Miranda dan Sandra Ayu Benita yang merupakan siswa-
siswi dari SMP Kanisius Kudus menyatakan bahwa pendidikan anti korupsi yang
ada di sekolahnya tidak hanya melalui pemberian materi pada saat mata pelajaran
anti korupsi di sekolahnya, tetapi guru-guru mereka juga turut mengawasi siswa-
siswinya agar menerapkan nilai-nilai anti korupsi di dalam kehidupan sehari-hari
di dalam lingkungan sekolah. Selain itu guru-guru SMP Kanisius tidak hanya
mengawasi siswa-siswinya berperilaku anti korupsi, tetapi juga memberikan
pemahaman kepada para orangtua siswa-siswi SMP Kanisius untuk turut
mengawasi anak-anak mereka agar mereka tetap berperilaku anti korupsi di dalam
kehidupan sehari-hari.
Apabila ada siswa-siswi yang ketahuan bertindak curang atau tidak jujur,
guru-guru biasanya menyindir para siswa-siswi yang berbuat curang dan tidak
jujur tersebut, tujuannya tentu agar siswa-siswa yang berperilaku curang dan tidak
jujur tersebut tidak mengulangi perbuatannya lagi. Di SMP Kanisius tidak hanya
guru-guru yang mengingatkan siswa-siswinya agar berperilaku jujur, Joao sendiri
seringkali mengingatkan teman-temannya agar berperilaku jujur. Selain itu Joao
juga sering melaporkan teman-temannya yang melanggar peraturan sekolah
kepada guru-guru. Misalkan saja di SMP Kanisius Kudus tidak boleh membawa
telepon genggam ke sekolah, maka Joao akan melaporkan teman-temannya yang
membawa telepon genggam ke guru-guru. Agar dapat menghindari prasangka
buruk dari teman-temannya yang tidak suka dengan sikapnya yang kadang-
kadang melaporkan temannya yang membawa telepon genggam, Joao lebih
memilih melapor secara diam-diam.
Joao dan Sandra menyatakan bahwa berperilaku anti korupsi di tengah-
tengah siswa-siswi lainnya merupakan suatu hal yang sangat sulit. Mereka berdua
yang selalu mengingatkan teman-temannya agar berperilaku anti korupsi
seringkali mendapatkan respon negatif dari teman-temannya. Siswa-siswi seperti
Joao dan Sandra yang berperilaku anti korupsi di sekolah mereka sendiri masih
menjadi minoritas, sehingga dihina atau dikucilkan oleh teman-temannya adalah
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
50
Universitas Indonesia
resiko yang harus mereka tanggung ketika mereka mengingatkan teman-temannya
untuk berperilaku anti korupsi.
Menurut Joao dan Sandra, hambatan-hambatan lain yang ada ketika
mereka mengingatkan teman-teman mereka untuk berperilaku anti korupsi juga
ada berkaitan dengan sikap orangtua teman-teman mereka. Misalnya, SMP
Kanisius Kudus melarang siswa-siswinya untuk tidak mengendarai sepeda motor
ke sekolah, karena dengan usia siswa-siswi SMP yang berkisar pada 12-15 tahun,
siswa-siswi tersebut tentunya belum mempunyai Surat Izin Mengemudi (SIM).
Sehingga dapat dikatakan siswa-siswi yang mengendarai sepeda motor tersebut
berperilaku curang dan tidak jujur, karena mereka belum pantas untuk
mengendarai sepeda motor. Di sekolah mereka sendiri sering terjadi kasus apabila
ada siswa-siswi yang ketahuan mengendarai sepeda motor ke sekolah, maka guru-
guru SMP Kanisius Kudus akan memanggil orangtua siswa-siswi tersebut. Akan
tetapi respon orangtua terkadang negatif terkait dengan larangan mengendarai
sepeda motor ke sekolah tersebut. Terkadang orangtua siswa-siswi yang
mengendarai sepeda motor tersebut memang menyuruh anaknya mengendarai
sepeda motor sendiri ke sekolah dengan alasan supaya praktis, walaupun anak-
anak mereka memang belum pantas mengendarai sepeda motor karena belum
mempunyai SIM. Hal-hal seperti inilah yang semakin menghambat guru-guru dan
siswa-siswi agar memiliki konsistensi dalam berperilaku anti korupsi dan untuk
mengingatkan teman-teman mereka yang lain untuk berperilaku anti korupsi,
karena dari orangtua mereka sendiri tidak mendidik anak-anaknya untuk
berperilaku anti korupsi.
Tantangan berat lainnya adalah ketika siswa-siswi SMP Kanisius Kudus
sudah lulus dan naik ke jenjang pendidikan berikutnya, yaitu Sekolah Menengah
Atas (SMA). Ketika siswa-siswi tersebut masih bersekolah di SMP Kanisius
Kudus, masih banyak guru-guru dan teman-teman mereka yang selalu
mengingatkan mereka agar selalu konsisten dalam berperilaku anti korupsi. Akan
tetapi ketika siswa-siswi tersebut sudah masuk ke jenjang pendidikan SMA dan
ketika sudah tidak ada lagi guru-guru dan teman-teman mereka yang
mengingatkan agar berperilaku anti korupsi seperti pada saat siswa-siswi tersebut
masih berada di jenjang pendidikan SMP, maka siswa-siswi tersebut seringkali
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
51
Universitas Indonesia
goyah pendiriannya dan kemudian berperilaku curang dan tidak jujur mengikuti
teman-teman SMA mereka. Siswa-siswi tersebut tidak tahan menjadi minoritas
ketika mereka memilih untuk berperilaku anti korupsi.
Dari data sekunder yang peneliti dapatkan dari penelitian yang peneliti
lakukan sebelumnya diketahui bahwa social crime prevention merupakan salah
satu pendekatan pencegahan korupsi yang telah diimplementasikan oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), melalui sosialisasi dan edukasi nilai-nilai anti
korupsi kepada masyarakat luas. Pencegahan korupsi melalui sosialisasi dan
edukasi yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga sudah
menyasar kepada anak-anak dan remaja, mulai dari jenjang pendidikan TK-SMA,
hingga Perguruan Tinggi, yang merupakan kelompok yang dianggap sebagai
kelompok penerima sosialisasi. Dalam pelaksanaannya, penanaman nilai-nilai anti
korupsi melalui edukasi dan sosialisasi bukanlah suatu hal yang mudah untuk
dilakukan. Agar seseorang dapat berperilaku anti korupsi, tidaklah cukup apabila
sosialisasi dan edukasi nilai-nilai anti korupsi diberikan hanya melalui
penyampaian nilai-nilai anti korupsi melalui diskusi, ceramah, atau kegiatan
belajar mengajar semata. Nilai-nilai anti korupsi harus diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari agar seseorang dapat berperilaku anti korupsi secara utuh.
6. Pembahasan
Dalam kriminologi, pencegahan kejahatan berarti kemampuan untuk
mengidentifikasi faktor penyebab terjadinya suatu kejahatan dan berdasarkan
pengetahuan terhadap faktor penyebab terjadinya suatu kejahatan tersebut
kemudian diambil tindakan yang dapat menyebabkan kejahatan tersebut dapat
dicegah (Walklate, 2005). Termasuk juga ketika berkeinginan untuk memberantas
korupsi, institusi yang memiliki kewenangan untuk memberantas korupsi terlebih
dahulu harus mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya
korupsi. Setelah diketahui faktor-faktornya, kemudian institusi tersebut dapat
menciptakan sebuah strategi yang digunakan untuk mencegah korupsi.
Dedie Rachim yang merupakan Direktur Dikyanmas (Pendidikan dan
Pelayanan Masyarakat) KPK mengakui bahwa tidak hanya sistem yang perlu
diubah, KPK juga harus menciptakan budaya anti korupsi di seluruh Indonesia
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
52
Universitas Indonesia
agar Indonesia dapat bersih dari korupsi. Disini, social crime prevention yang
segala kegiatannya bertujuan untuk menumpas akar penyebab kejahatan dan
kesempatan individu untuk melakukan pelanggaran (Darmawan, 1994: 17) dan
bertujuan untuk membentuk moral individu yang baik (Evans, 2011) harus
mendapat tempat dalam upaya pencegahan korupsi yang dilakukan oleh KPK.
Seperti yang telah dikatakan oleh Gottfredson dan Hirschi (1969, dalam
Crawford 1998) bahwa setiap orang cenderung mempunyai motivasi yang sama
untuk melakukan kejahatan. Akan tetapi yang membedakan kenapa seseorang
melakukan kejahatan atau tidak adalah karena self-control yang telah
diinternalisasikan sejak dini. Apabila ada seseorang yang melakukan kejahatan,
hal itu diakibatkan oleh self-control seseorang yang rendah, yang diakibatkan oleh
sosialisasi yang buruk yang diperoleh seseorang. Hal ini selaras dengan temuan
KPK yang menunjukkan bahwa hanya 4% keluarga yang menerapkan nilai
kejujuran di dalam keluarganya masing-masing (Lihat Tim Penyusun Laporan
Tahunan KPK, Laporan Tahunan KPK 2013, 2013: 19), dan hal ini semakin
menegaskan bahwa social crime prevention memang harus dilakukan sesegera
mungkin.
Social crime prevention memusatkan perhatian utamanya pada remaja
(usia muda), termasuk anak-anak, karena mereka secara prinsip dianggap sebagai
kelompok penerima sosialisasi (Lihat Darmawan, 1994: 34), dan Gottfredson dan
Hirschi (1990, dalam Crawford 1998) menyatakan bahwa penguatan dua agen
sosialisasi yang utama yaitu sekolah dan keluarga menjadi dua aspek yang
fundamental dalam upaya pencegahan kejahatan. Pada tahap ini, KPK sudah
masuk kedalam lingkungan sekolah sejak beberapa tahun yang lalu dan juga
sudah mulai melakukan langkah-langkah awal untuk masuk kedalam lingkungan
keluarga.
Dalam kaitannya dengan lingkungan keluarga, KPK sendiri sudah
membuat baseline study yang berusaha mengkaji seberapa penting upaya
pencegahan korupsi dilakukan didalam keluarga. Ternyata hasil temuannya
memang menunjukkan bahwa pencegahan korupsi melalui keluarga memang
sudah seharusnya dilaksanakan. Apalagi keluarga merupakan agen sosialisasi
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
53
Universitas Indonesia
paling awal, tempat dimana seorang anak dididik untuk memperoleh dasar-dasar
pola pergaulan hidup yang baik dan benar (Lihat Soekanto, 2007: 386), dan
keluarga juga mempunyai tiga fungsi yang dapat dijadikan sebagai sarana
penanaman nilai anti korupsi, yaitu (1) fungsi sosialisasi, yaitu fungsi keluarga
untuk menginternalisasi nilai-nilai; (2) fungsi identitas sosial; yaitu fungsi
keluarga sebagai elemen vital untuk menentukan identitas sosial seorang anggota
keluarga; dan (3) fungsi afeksi, yaitu keluarga sebagai sarana tempat seseorang
mendapatkan dan mencurahkan kasih sayang (Lihat Tim Penyusun Laporan
Tahunan KPK, Laporan Tahunan KPK 2013, 2013: 18). Upaya pencegahan
korupsi melalui keluarga adalah sebuah tindakan pencegahan yang baik, karena
adanya keterbatasan bahwa politisi dan pakar kadang kala enggan untuk
melakukan intervensi di dalam bidang kehidupan yang sangat pribadi (Lihat
Darmawan, 1994: 36).
Upaya pencegahan korupsi melalui keluarga yang berfungsi sebagai agen
sosialisasi ini juga tidak boleh hanya berhenti sampai pada tahap generalisasi,
yaitu tahap yang hanya sekedar memberikan simpulan umum mengenai korupsi.
Akan tetapi sosialisasi yang dilakukan harus sampai pada tahap identifikasi, tahap
dimana seorang anak mempunyai kesadaran untuk berperilaku anti korupsi.
Dengan melaksanakan sosialisasi sampai pada tahap identifikasi, fungsi keluarga
sebagai pembentuk identitas sosial dapat berfungsi dengan baik.
Pertanyaan selanjutnya apakah upaya pencegahan korupsi melalui
keluarga dengan menggunakan berbagai macam pendekatan seperti kampanye di
media massa, pemanfaatan teknologi informasi melalui jejaring sosial, dan juga
melalui seminar-seminar dan pelatihan-pelatihan (Lihat Tim Penyusun Laporan
Tahunan KPK, Laporan Tahunan KPK 2013, 2013: 19), apakah cukup efektif.
Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi dari pelaksanaan pencegahan korupsi
melalui pendekatan tersebut.
Seperti yang dikatakan oleh Emile Durkheim bahwa fungsi terpenting dari
sekolah adalah untuk membentuk pola perilaku individu. Sekolah harus dapat
menjadi sebuah tempat yang mampu mendorong pelajar untuk membentuk
disiplin diri dan memiliki ikatan kepada kelompok (Brint, 2006). Oleh karena itu
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
54
Universitas Indonesia
memang sudah seharusnya KPK mulai membangun budaya anti korupsi dalam
lingkungan sekolah.
Untuk melakukan pencegahan korupsi dalam lingkungan sekolah, KPK
sudah membuat modul-modul pendidikan anti korupsi untuk berbagai macam
jenjang pendidikan, mulai dari TK, SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi.
Modul pendidikan anti korupsi yang berbeda-beda untuk setiap jenjang
pendidikan memang diperlukan, karena sosialisasi yang dilakukan melalui
sekolah harus memiliki bentuk sosialisasi yang berbeda pada setiap jenjang
pendidikan. Hal ini dikarenakan pendekatan pencegahan yang berbeda diterapkan
pada tahap perkembangan sosial yang berbeda (Darmawan, 1994: 35). KPK juga
telah melakukan Training of Trainers (TOT) Pendidikan Anti Korupsi kepada
ribuan guru dan dosen (Lihat Tim Penyusun Laporan Tahunan KPK, Laporan
Tahunan KPK 2013, 2013: 28-29), yang bertujuan untuk memperbanyak orang-
orang yang berperan sebagai agen-agen yang bertugas untuk mensosialisasikan
nilai-nilai anti korupsi.
Berdasarkan pengalaman yang diperoleh oleh Martinus Basuki Sugita
yang merupakan Kepala Sekolah dari SMP Kanisius Kudus, dia menyatakan
bahwa diskusi ataupun ceramah didalam kelas semata tidaklah cukup untuk
membangun budaya anti korupsi. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah strategi agar
perilaku-perilaku yang merefleksikan nilai-nilai anti korupsi dapat dipraktekkan
dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini mencerminkan bahwa sosialisasi yang
dilakukan tidak akan efektif apabila hanya sampai pada tahap generalisasi saja,
tetapi sosialisasi harus sampai pada tahap identifikasi, dimana siswa-siswi
diajarkan untuk senantiasa berperilaku anti korupsi dalam kehidupan sehari-hari.
SMP Kanisius Kudus memilih untuk menggunakan media pembelajaran
seperti warung kejujuran dan telepon kejujuran karena dianggap praktis, cocok
untuk diterapkan, dan tidak memakan biaya yang sangat besar. Selain itu siswa-
siswi SMP Kanisius Kudus juga dilarang untuk membawa sepeda motor kedalam
lingkungan sekolah, karena rata-rata usia siswa-siswi SMP masih dibawah 17
tahun dan belum memiliki SIM dan hal ini bertentangan dengan nilai-nilai anti
korupsi yang telah diajarkan oleh pihak sekolah.
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
55
Universitas Indonesia
Salah satu hambatan yang dialami oleh SMP Kanisius Kudus dalam
penerapan nilai-nilai anti korupsi melalui warung kejujuran dan telepon kejujuran
yang ada di SMP Kanisius yaitu warung kejujuran dan telepon kejujuran pernah
hampir bangkrut yang diakibatkan karena banyak siswa-siswi yang tidak
berperilaku jujur. Hal ini wajar karena proses sosialisasi memerlukan waktu yang
tidak sedikit, dan pada akhirnya warung kejujuran dan telepon kejujuran masih
bertahan karena siswa-siswi SMP Kanisius Kudus sedikit demi sedikit sudah
mulai berperilaku anti korupsi.
Upaya untuk memperkenalkan isu korupsi kepada anak-anak dan remaja
merupakan suatu hal yang sulit. Hal ini semakin diperparah apabila lingkungan
yang digunakan sebagai tempat untuk belajar oleh mereka merupakan lingkungan
yang korup (Lihat Ochse, 2004: 28). Hal ini terlihat dari pengalaman Joao dan
Sandra yang merupakan siswa-siswi SMP Kanisius Kudus, mereka menyatakan
bahwa mereka berada dalam kondisi yang sulit karena mereka berdua yang
berperilaku anti korupsi dan kadang-kadang suka mengingatkan teman-temannya
agar berperilaku anti korupsi ternyata dikucilkan dan masih menjadi minoritas
didalam sekolah tersebut. Mereka berdua menilai bahwa teman-temannya yang
mengucilkan mereka tidak diajarkan nilai-nilai anti korupsi oleh orangtuanya
sendiri, sehingga hal ini menghambat proses pembentukan budaya anti korupsi
didalam sekolah tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Penailillo (2008, dalam Hussmann,
Hechler, & Penailillo, 2009: 17) menunjukkan bahwa kebijakan dan tindakan anti
korupsi hanya akan berdampak kecil dalam skala nasional, dan salah satu faktor
penyebabnya adalah karena lemahnya koordinasi antar institusi. Hal tersebut
dapat terlihat dalam pernyataan Joao dan Sandra terkait dengan senior-senior yang
sudah lulus dan kemudian melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya (SMA,
SMK), karena banyak diantara senior mereka yang sebelumnya berperilaku anti
korupsi pada saat masih duduk di bangku SMP kemudian berubah berperilaku
tidak anti korupsi ketika duduk di bangku SMA, karena selain tidak ada program
pendidikan anti korupsi di SMA, senior-senior mereka seringkali dikucilkan dan
pada akhirnya lebih memilih untuk berperilaku tidak anti korupsi.
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
56
Universitas Indonesia
Kebijaksanaan pencegahan kejahatan melalui pendekatan sosial
membutuhkan sokongan untuk dapat bergerak di dalam kebijakan sosial yang
berskala luas (Darmawan, 1994: 31-32). Oleh karena itu, koordinasi sangat
diperlukan peranannya pada situasi seperti diatas. KPK dapat menyusun jaringan
kerja (networking) yang kuat dan memperlakukan institusi yang telah ada sebagai
"counterpartner" yang kondusif sehingga pemberantasan korupsi dapat
dilaksanakan secara efisien dan efektif (Lihat Diansyah, Yuntho, & Fariz, 2011:
23). KPK memang bukanlah sebuah lembaga pendidikan, walaupun demikian
koordinasi dan kerjasama memang perlu dilakukan kepada institusi-institusi
pemerintah yang juga mempunyai peran dalam upaya pencegahan korupsi.
Apabila diperlukan, KPK harus mendesak institusi pemerintah yang mempunyai
peran dalam upaya pencegahan korupsi untuk menyebarluaskan program-program
dan nilai anti korupsi dalam ruang lingkup nasional, dengan tujuan agar hambatan
yang dialami oleh senior-senior Joao dan Sandra tidak terulang kembali.
7. Kesimpulan dan Rekomendasi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah melakukan pencegahan
korupsi yang sesuai dengan filosofi dari social crime prevention yang berupaya
untuk menumpas akar penyebab kejahatan dan bertujuan untuk memperkuat
ikatan sosial antara individu dan kelompok sehingga dapat membentuk moral
individu yang baik dan mampu mengarahkan individu tersebut untuk memiliki
tujuan hidup yang positif. Hal ini dapat dilihat dari upaya pencegahan korupsi
yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui edukasi dan
penguatan dua agen sosialisasi utama, yaitu keluarga dan sekolah. Edukasi yang
dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga sudah sejalan dengan
filosofi dari social crime prevention karena upaya pencegahan korupsi yang
dilakukan menyasar kepada para pemuda. Pembentukan modul anti korupsi dan
pelatihan kepada para pengajar seperti kepada guru dan dosen merupakan
langkah-langkah yang diambil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk
mengedukasi masyarakat.
Baseline study yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
yang menunjukkan bahwa hanya 4% keluarga yang menerapkan nilai kejujuran di
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
57
Universitas Indonesia
dalam keluarganya masing-masing, dan pengalaman dari Joao dan Sandra yang
merupakan pelajar dari SMP Kanisius Kudus yang sering dikucilkan oleh teman-
temannya karena berperilaku anti korupsi menunjukkan bahwa filosofi dari social
crime prevention yang bertujuan untuk membentuk moral individu yang baik
bukanlah sebuah hal yang populer di mata masyarakat. Hal ini menjadi kendala
yang dihadapi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Disini, Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) harus bekerja keras agar pencegahan korupsi yang
sesuai dengan filosofi social crime prevention dapat dijadikan sebagai sebuah
solusi nyata dalam upaya untuk mewujudkan budaya anti korupsi.
Agar dapat menciptakan budaya anti korupsi, Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) harus menggalakkan program-program yang berupaya untuk
menerapkan perilaku anti korupsi dalam kehidupan sehari-hari karena tidaklah
cukup apabila pencegahan korupsi dilakukan hanya melalui ceramah dan diskusi
dalam ruang kelas semata. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang bukan
sebuah lembaga pendidikan. Oleh karena itu dibutuhkan koordinasi dengan pihak-
pihak yang mempunyai kewenangan untuk melaksanakan pendidikan dalam
berbagai tingkatan, karena social crime prevention membutuhkan sokongan agar
dapat bergerak di dalam kebijakan sosial yang berskala luas.
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
58
Universitas Indonesia
Daftar Pustaka:
Buku:
Brint, S. G. (2006). School and Societies: Second Edition. California: Stanford
University Press.
Clarke, R. V. (1997). Situational Crime Prevention: Successful Case Studies .
New York: Harrow and Heston .
Crawford, A. (1998). Crime Prevention and Community Safety: Politics, Policies,
and Practices. London: Longman.
Darmawan, M. K. (1994). Strategi Pencegahan Kejahatan. Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti.
Davidsen, S., Juwono, V., & Timberman, D. G. (2007). Menghentikan Korupsi di
Indonesia, 2004-2006: Sebuah Survei tentang Berbagai Kebijakan dan
Pendekatan pada Tingkat Nasional. CSIS; USINDO.
Department Social Development Republic of South Africa. (2011). Integrated
Social Crime Prevention Strategy.
Evans, K. (2011). Crime Prevention: A Critical Introduction. London: SAGE
Publications.
Gilling, D. (1997). Crime Prevention: Theory, Policy and Politics. London: UCL
Press.
International Council on Human Rights Policy, T. I. (2009). Corruption and
Human Rights: Making the Connection. Geneva: International Council on Human
Rights Policy.
KPK, T. P. (2012). Laporan Tahunan 2012. Jakarta: Komisi Pemberantasan
Korupsi.
KPK, T. P. (2013). Laporan Tahunan KPK 2013.
Kristanto, T. A., & Suhanda, I. (2009). Jangan Bunuh KPK: Perlawanan
Terhadap Usaha Pemberantasan Korupsi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
O'Block, R. L. (1981). Security and Crime Prevention. St. Louis: C.V. Mosby
Company.
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
59
Universitas Indonesia
Ochse, K. L. (2004). Preventing Corruption in the Education System: A Practical
Guide. Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ).
Parsons, T., & Shils, E. A. (2001). Toward a General Theory of Action:
Theoretical Foundations for the Social Sciences. Harvard University Press.
Pope, J. (2008). Strategi Memberantas Korupsi (Edisi ringkas). Jakarta.
Soekanto, S. (2007). Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Sudiadi, D., & Runturambi, A. J. (2011). Pengantar Manajemen Sekuriti. Depok:
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
Sunarto, K. (2004). Pengantar Sosiologi. Jakarta: Penerbitan Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Taufiq Rohman Dhohiri. (2007). Sosiologi: Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat.
Yudhistira.
Transparency International. (2013). Global Corruption Report: Education.
Routledge.
Transparency International Australia. (2006). What Works and Why in
Community-Based Anti-Corruption Program.
UNODC. (1999). Prevention: An Effective Tool to Reduce Corruption. GLOBAL
PROGRAMME AGAINST CORRUPTION . Vienna.
World Bank. (2003). Combating Corruption in Indonesia: Enhancing
Accountability for Development.
Walklate, S. (2005). Criminology: The Basics. Routledge.
Wijayanto, & Zachrie, R. (2010). Korupsi Mengorupsi Indonesia:Sebab, Akibat
dan Prospek Pemberantasan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Jurnal:
Aguilera, R. V., & Vadera, A. K. (2008). The Dark Side of Authority:
Antecedents, Mechanisms, and Outcomes of Organizational Corruption. Journal
of Business Ethics , 431.
Farrales, M. J. (2005). What is Corruption? A History of Corruption Studies and
the Great Definitions Debate. 3.
Gorta, A. (1998). Minimising corruption: Applying lessons from the crime.
Crime, Law & Social Change .
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
60
Universitas Indonesia
Graaf, G. D. (2007). Causes of Corruption: Towards a Contextual Theory of
Corruption. Public Administration Quarterly .
Hussmann, K., Hechler, H., & Penailillo, M. (2009). Institutional Arrangements
for Corruption Prevention: Considerations for the Implementation of the United
Nations Convention against Corruption Article 6. U4: Anti-Corruption Resource
Center.
Ivancevich, J. M., Duening, T. N., Gilbert, J. A., & Konopaske, R. (2003).
Deterring White-Collar Crime.
MacDonald, R., & Majeed, M. T. (2011). Causes of Corruption in European
Countries: History, Law, and Political Stability. 2.
Quah, J. S. (1999). Corruption in Asian Countries: Can It Be Minimized? Public
Administration Review .
Sam, C.-Y. (2005). Singapore's Experience in Curbing Corruption and the Growth
of the Underground Economy. Sojourn: Journal of Social Issues in Southeast Asia
Sebudubudu, D. (2003). Corruption and its Control in Botswana. Botswana Notes
and Records .
Skidmore, M. J. (1996). Promise and Peril in Combating Corruption: Hong
Kong's ICAC. Annals of the American Academy.
Paper:
Beyerle, S., & Zunes, S. (2006). Mobilizing Civic Action To End Corruption.
Chan, T. (2000). Corruption Prevention: The Hong Kong Experience.
Tanzi, V. (1998). Corruption Around the World: Causes, Consequences, Scope,
and Cures. Staff Papers - International Monetary Fund.
Report:
Diansyah, F., Yuntho, E., & Fariz, D. (2011). Laporan Penelitian: Penguatan
Pemberantasan Korupsi melalui Fungsi Koordinasi dan Supervisi Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Jakarta: Indonesia Corruption Watch.
Transparency International Bosnia and Herzegovina. (2012). National Integrity
Workshop: Institutional Cooperation and Coordination Mechanisms.
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
61
Universitas Indonesia
Internet:
Buehler, M. (2010). Countries at the Crossroads. Dipetik Maret 4, 2013, dari
Freedomhouse.org: http://www.freedomhouse.org/report/countries-
crossroads/2010/indonesia
Corruption Statistics. (2011). Dipetik Maret 3, 2013, dari Transparency
International UK: http://www.transparency.org.uk/corruption/statistics-and-quotes
Jasin, M. (2008). Pola Pemberantasan Korupsi Sistemik melalui Pencegahan dan
Penindakan. Dipetik April 15, 2013, dari Setneg.go.id:
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=2259&It
emid=219
KPK. (t.thn.). Fungsi dan Tugas. Dipetik April 15, 2013, dari Kpk.go.id:
http://www.kpk.go.id/id/tentang-kpk/fungsi-dan-tugas
kpk.go.id. (t.thn.). Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dipetik Maret 19, 2014, dari www.kpk.go.id: http://www.kpk.go.id/id/tentang-
kpk/struktur-organisasi/deputi-pencegahan
Tempo. (2012, Desember 4). Negara Rugi 39,3 Triliun Akibat Korupsi. Dipetik
Maret 16, 2013, dari Tempo.co:
http://www.tempo.co/read/news/2012/12/04/087445787/Negara-Rugi-Rp-393-
Triliun-Akibat-Korupsi
Wasow, B. (2011, Maret 11). A (Very) Brief History of Corruption. Dipetik Maret
3, 2013, dari The Globalist:
http://www.theglobalist.com/storyid.aspx?StoryId=9025
Undang-Undang:
Direktorat Dikyanmas KPK. (2006). Kumpulan Undang-Undang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Direktorat Pembinaan Kerja Antar Komisi dan Instansi
Komisi Pemberantasan Korupsi.
Upaya pencegahan …., Ferdian Yazid , FISIP UI, 2014
Top Related