A. Supervisi
Kegiatan supervisi pada prinsipnya merupakan kegiatan membantu dan melayani
guru agar menjadi lebih bermutu yang selanjutnya diharapkan dapat membentuk
situasi proses belajar mengajar yang lebih baik dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan.
Supervisi hendaknya dilaksanakan melalui beberapa langkah, terus menerus,
berkesinambungan, dan pihak pembina harus tidak mengenal bosan. Menurut
Boardman et al seperti yang dikutip Kamar (2005 : 77) bahwa supervisi adalah
suatu usaha menstimulus, mengoordinasi dan membimbing secara kontinu
pertumbuhan guru-guru di sekolah baik secara individual maupun secara kolektif,
agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi
pengajaran. Dengan demikian mereka dapat menstimulasi dan membimbing
pertumbuhan murid secara berkelanjutan serta mampu dan lebih cakap
berpartisipasi dalam masyarakat modern.
Supervisi di Indonesia sejak tahun 1980 diperkenalkan istilah supervisi klinis atau
sering disebut supervisi pengajaran. Cogan (1980) mengartikan bahwa supervisi
klinis sebagai upaya yang dirancang secara rasional dan praktis untuk
memperbaiki performasi guru di kelas, dengan tujuan untuk mengembangkan
profesional guru dan perbaikan pengajaran. Menurut Snyder dan Anderson (1986)
bahwa supervisi klinis dapat diartikan sebagai suatu teknologi perbaikan
pengajaran, tujuan yang dicapai, dan memadukan kebutuhan sekolah dan
pertumbuhan personel (dalam Sagala, 2006 : 246).
1. Hakikat Supervisi Klinis
Johan J. Bolla ( 1985 : 19 ) mengatakan bahwa, supervisi klinis adalah suatu
proses bimbingan yang bertujuan untuk membantu pengembangan pedagogik
guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Bimbingan diarahkan pada upaya
pemberdayaan guru dalam menguasai aspek teknis pembelajaran. Dengan
bimbingan tersebut diharapkan terjadi peningkatan kualitas pembelajaran.
Supervisi klinis merupakan serangkaian aktivitas yang difokuskan pada upaya
perbaikan pembelajaran melalui siklus yang diawali oleh tahapan perencanaan,
pengamatan serta analisis intelektual yang intensif terhadap pembelajaran yang
sesungguhnya dengan maksud untuk mengadakan modifikasi yang dianggap
rasional.
Supervisi klinis juga masih berkaitan dengan upaya guru dalam memperkecil
jarak antara perilaku (sikap) mengajar nyata dengan perilaku mengajar yang ideal
sesuai dengan asas-asas didaktik dan metodik.
Dalam pendidikan dan pengajaran, supervisi klinis merupakan serangkaian
kegiatan pengawas sekolah dalam hal ini khususnya pengawas TK/SD, yang
dirancang secara khusus guna memenuhi dan mempengaruhi persiapan guru
dalam proses belajar mengajar, oleh karena itu supervisi klinis lebih
mengutamakan pada pembinaan dalam peningkatan perencanaan dan proses
belajar mengajar di sekolah.
Beberapa pengertian supervisi klinis:
a. Supervisi berarti pengawasan dan klinis berarti pengobatan atau perbaikan.
b. Proses bimbingan pedagogik yang di berikan oleh pengawas kepada guru
melalui siklus sistematis.
c. Suatu bentuk supervisi yang di fokuskan pada perbaikan pembelajaran yang di
lakukan oleh guru melalui siklus yang sistematis.
d. Suatu proses untuk membantu guru memperkecil jurang pemisah antara
perilaku mengajar nyata dengan perilaku mengajar ideal.
e. Pemberian bantuan pedagogik yang di dasarkan pada kebutuhan guru dan
bersumber dari hasil observasi dan analisis atas perilaku nyata di kelas.
Pelaksanaan supervisi klinis menuntut perubahan paradigma guru dan supervisor.
Supervisi dilakukan bukan dalam konteks mencari kesalahan dan kelemahan guru
yang di supervisi. Antara guru yang di supervisi dengan supervisor adalah mitra
sejajar, bukan merupakan hubungan antara bawahan dan atasan dan atau
hubungan antara guru dengan murid. Secara kemitraan keduanya menganalisis
proses pembelajaran yang telah dirancang dan disepakati, kemudian dicarikan
alternatif pemecahan permasalahan yang ditemui dalam proses pembelajaran
tersebut agar dapat ditingkatkan kualitasnya.
Richard Waller dalam La Solo ( 1983 : 27 ) mengatakan :
“ Clinical supervision may be defined as supervision focused upon the inprovement of instruction by means of sistematic cycles of planning, observation and intensive intelectual analysis of actual teaching performance in the interest of rational modification “
Pendapat Richard di atas mengenai supervisi klinis memfokuskan pada upaya
perbaikan proses pembelajaran yang dilakukan bersiklus. Perbaikan itu
dilaksanakan secara berkelanjutan dalam beberapa siklus sampai kondisi yang
diinginkan dapat dicapai. Supervisi klinis diharapkan juga dapat melahirkan re-
invantion dan atau inovasi yang relevan dengan kultur dan kondisi masing-
masing sekolah.
Supervisi klinis dapat dilakukan atas permintaan guru, karena ia merasa belum
mampu melaksanakan strategi atau keterampilan mengajar tertentu, atau guru
tersebut menemui masalah dalam proses pembelajaran yang ia tidak mampu
mengatasinya sendiri. Guru juga dapat meminta agar ia di supervisi dengan
supervisi klinis, karena ia merasa kurang maksimal dalam pelaksanaan proses
pembelajaran.
Supervisi klinis juga dapat diminta oleh kepala sekolah agar dilakukan terhadap
guru tertentu. Hal ini didasari oleh hasil analisis supervisi umum yang dilakukan
oleh kepala sekolah dan atau tim yang ditunjuk kepala sekolah. Hasil supervisi
memberikan petunjuk bahwa guru tertentu perlu bantuan dan bimbingan agar
mampu melaksalanakan proses pembelajaran yang lebih berkualitas dan
bermakna.
Berdasarkan dua pertimbangan di ataslah supervisi klinis dapat dilakukan
terhadap seorang guru. Walaupun demikian masih dituntut persetujuan, kerelaan
dan pemahaman yang mendalam dari guru yang akan di supervisi dengan
supervisi klinis.
Selanjutnya La Solo (1983 : 56 ) menjelaskan beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam pelaksanaan supervisi klinis, antara lain adalah :
1. Supervisi klinis dilakukan dalam bentuk bimbingan dan atau berbagi pengalaman dan pengetahuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, bukan perintah atau instruksi atasan pada bawahan.
2. Aspek dan jenis keterampilan yang akan disupervisi diusulkan oleh guru dan atau sebuah kesepakan hasil kajian bersama antara guru dengan supervisor.
3. Walaupun guru menggunakan berbagai strategi, metoda, media dan keterampilan pembelajaran secara terintegrasi, sasaran supervisi klinis hanya pada aspek dan jenis keterampilan yang disepakati.
4. Instrumen supervisi dirancang dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan.
5. Supervisor merefleksikan data dan fakta objektif hasil observasi selama proses pembelajaran berlangsung.
6. Balikan diberikan segera setelah kegiatan supervisi berlangsung. 7. Guru yang di supervisi diberikan kesempatan seluas-luasnya memberikan
argumentasi yang mendasari pilihan tindakan dan perilaku yang digunakan dalam proses pembelajaran.
8. Supervisor lebih banyak bertanya dan mendengar penjelasan dari pada memberikan arahan apalagi perintah.
9. Setelah didapat pemahaman bersama dan dirasa belum mencapai kondisi optimal yang diinginkan, supervisi dapat dilanjutkan pada siklus berikutnya.
10. Satu siklus supervisi klinis terdiri dari 5 ( lima ) tahapan kegiatan yaitu : a). merumuskan kesepakatan, b). menyusun perencanaan, c). melaksanakan proses pembelajaran, melakukan observasi dan merefleksikan data dan fakta hasil observasi, d). diskusi/balikan, dan e). merancang siklus berikutnya.
Terdapat beberapa perbedaan antara supervisi klinis dengan supervisi non klinis,
antara lain sebagai berikut (La Sulo, 1988:9).
ASPEK SUPERVISI NON KLINIS
SUPERVISI KLINIS
1. Prakarsa dan tanggung jawab
2. Hubungan supervisor calon guru
3. Sifat supervisor
4. Sasaran supervisor
1. Ruang lingkup supervisi
2. Tujuan supervisi
3. Peran supervisor dalam pertemuan Balikan
Terutama oleh supervisorRelasi guru-siswa atau atasan-bawahan
Cenderung direktif atau otoritatifSamar-samar atau sesuai keinginan supervisor
Umum dan luas
Cenderung evaluatif
Banyak memberitahu dan pengarahan Samar-samar, atau atas kesimpulan supervisor
Diutamakan oleh calon guruRelasi kolegial yang sederajat dan interaktif
Bantuan yang demokratis
Diajukan oleh calon guru sesuai kebutuhannya, dikaji bersama menjadi kontrak.Terbatas sesuai kontrak
Bimbingan yang analitik dan deskriptifBanyak bertanya untuk membantu analisis diri Dengan analisis dan interpretasi bersama atas data observasi sesuai kontrak.
Supervisi klinis adalah upaya yang rasional dan praktis membantu meningkatkan
kualitas tampilan guru di kelas, model supervisi klinis dikembangkan berdasarkan
prosedur model ilmiah (Lovel, Wiles., 1983 : 169). Menurut Kieth dan Meredith
(1987) bahwa supevisi klinis sebagai suatu usaha mensupervisi perilaku mengajar
bagi guru maupun kelompok guru agarperilaku mereka dapat diarahkan
meningkatkan kualitas interaksinya dengan peserta strategis meningkatkan
kualitas belajar peserta didik yang dilakukan guru di kelas (dalam Sagala, 2008 :
19).
Menurut Sahertian (2008 : 51) bahwa pemberian supervisi dilakukan supervisor
kepada supervised dengan suatu pendekatan yaitu pada tiga macam pendekatan
antara lain : (a) pendekatan direktif atau pendekatan langsung, (b) pendekatan
non-direktif atau pendekatan tidak langsung, dan (c) pendekatan kolaboratif atau
pendekatan kolaboratif.
a. Pendekatan non-direktif
Pendekatan non-direktif merupakan pendekatan terhadap masalah yang bersifat
tidak langsung. Perilaku supervisor tidak secara langsung menunjukkan suatu
permasalahan, tetapi terlebih dahulu mendengarkan secara aktif dan menggali apa
permasalahan mengajar yang dikemukakan oleh guru dan mendiskusikan
pemecahan masalahnya, sampai guru masalah menemukan solusi bagi dirinya.
Supervisor memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada guru untuk
mengemukakan secara detail permasalahan yang mereka hadapi.
Menurut Sahertian (2008 : 48) bahwa pendekatan tidak langsung (non-direktif)
adalah cara pendekatan terhadap masalah yang sifatnya tidak langsung. Perilaku
supervisor tidak secara langsung menunjukkan permasalahan, tapi supervisor
terlebih dulu mendengarkan secara aktif apa yang dikemukakan guru-guru dan
memberikan kesempatan kepada guru untuk mengemukakan permasalahan yang
1 2 3Mendengarkan Memberikan penguatan Memecahkan masalah
dihadapi oleh guru. Perilaku supervisor dalam pendekatan non-direktif adalah
sebagai berikut : (1) mendengarkan; (2) memberikan penguatan; (3) menjelaskan;
(4) menyajikan; dan (5) memecahkan masalah. Tahap pendekatan non-direktif
dapat divisualisasikan seperti pada gambar 1.
Gambar 1. Pendekatan Non-Direktif (Glickman, 1981)
Pendekatan non-direktif atau tidak langsung merupakan pendekatan terhadap
permasalahan yang sifatnya tidak langsung artinya supervisor tidak langsung
mengemukakan permasalahan yang dianggap sedang dihadapi guru latih,
supervisor terlebih dahulu mendengarkan secara aktif apa yang dikemukakan oleh
guru, supervisor menjadi pendengar dengan memberi kesempatan yang lebih
banyak kepada guru latih untuk mengemukakan apa yang sedang dialami atau
dihadapi dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru.
Pemberian supervisi klinis melalui pendekatan non-direktif ada tiga tahap. Tahap
pertama, melakukan percakapan awal dimana supervisor mendengarkan guru
supervisor melakukan kontrak terhadap guru. Tahap kedua, supervisor
mengobservasi kelas dan mengamati guru melaksanakan pembelajaran, supervisor
mencatat data dan data dianalisis oleh supervisor, selesai pembelajaran supervisor
memberikan penguatan kepada guru, kemudian guru kembali ke kelas dan
menyajikan materi yang akan disampaikan kepada peserta didik. Tahap ketiga,
pemecahan masalah diserahkan supervisor kepada guru.
Pendekatan tidak langsung didasarkan pada teori pemahaman akan psikologi
humanistis, yang lebih mengedepankan aspek penghargaan terhadap orang yang
dilayani.
Berdasarkan penjelasan yang di atas, maka dalam penelitian ini yang dimaksud
dengan supervisi klinis menggunakan pendekatan non-direktif adalah pemberian
layanan bantuan supervisor kepada guru melalui wawancara yaitu mendengarkan
keluhan dan kesulitan yang dirasakan guru baik kesulitan dalam merancang
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi akhir belajar siswa,
dengan menghargai pendapat guru dalam memberikan layanan diharapkan guru
mampu menemukan solusi dari masalah yang dihadapi.
b. Pendekatan Direktif
Pendekatan direktif merupakan pendekatan terhadap masalah yang bersifat
langsung dihadapi guru saat melaksanakan tugas mengajar. Dalam praktiknya
supervisor mengamati guru saat mengajar, maka supervisor mencatat hal-hal
penting yang menjadi titik lemah guru pada saat mempraktikkan cara mengajar,
masalah penggunaan metode dan strategi mengajar yang sedang digunakan guru,
membuka dan menutup pelajaran oleh guru, dan berbagai permasalahan lainnya
dalam hal melaksanakan pembelajaran di kelas yang dilakukan oleh guru.
Supervisor memberikan arahan langsung segera setelah melaksanakan pengajaran
pendekatan ini dilakukan dengan perilaku supervisor berupa menjelaskan,
menyajikan, mengarahkan, memberi contoh, menetapkan tolok ukur dan
menguatkan.
Menurut Glickman (1981) supervisi pengajaran melalui pendekatan direktif
dimulai dari melakukan negosiasi, mendemonstrasikan kembali cara-cara
Bersepakat Memperagakan Menguatkan 1 2 3
mengajar yang baik kemudian memberi pengarahan langsung dengan mengacu
standar yang memenuhi kaidah pembelajaran. Tahap pendekatan direktif ini
divisualisasikan seperti pada gambar 2.
Gambar 2. Pendekatan Direktif (Glickman, 1981)
Pemberian supervisi klinis dengan menggunakan pendekatan direktif melalui tiga
tahap. Tahap pertama, supervisor melakukan kontrak kerja kepada guru latih dan
melakukan percakapan awal dengan menjelaskan kepada guru mengenai
kelemahan mengajar yang dilakukan oleh guru dan memberitahukan kepada guru
tolak ukur dalam mengajar yaitu: kelengkapan dokumen guru (RPP, Silabus).
Tahap kedua, supervisor mengamati guru yang mengajar dan mencatat data
kelemahan guru dan menganalisis, supervisor langsung mengarahkan guru dengan
memberi contoh, guru menyajikan kembali pembelajaran seperti yang telah
dicontohkan oleh supervisor. Tahap ketiga, supervisi melakukan balikan kepada
guru dengan memberikan penguatan kepada guru latih.
Menurut Sahertian (2008 : 46) bahwa perilaku supervisor dengan pendekatan
direktif adalah : (1) menjelaskan; (2) menyajikan; (3) mengarahkan; (4) memberi
contoh; (5) menetapkan tolak ukur; dan (6) menguatkan. Pendekatan langsung
(directive approach) yakni suatu cara atau kiat dimana supervisor secara langsung
memberikan pelayanan atau bantuan kepada supervised, inisiatif kegiatan
supervisi bersumber dari supervisor bukan supervised. Pendekatan didasarkan
pada teori psikologis Behaviorisme yang mengatakan bahwa segala perbuatan
berasal dari refleks, yaitu respons terhadap rangsangan/stimulus, pendekatan
direktif dalam hal ini supervisor memberikan rangsangan kepada guru untuk mau
memperbaiki pengajarannya, rangsangan yang dimaksud dapat diberikan dalam
berbagai bentuk seperti memberi penguatan (reinforcement)
Berdasarkan pada uraian di atas, maka dalam penelitian ini yang dimaksud dengan
supervisi klinis menggunakan pendekatan direktif adalah supervisor menemukan
masalah melalui observasi langsung pada saat guru melaksanakan pembelajaran di
kelas kemudian supervisor memberikan layanan bantuan secara langsung dengan
mengarahkan guru sesuai dengan instruksi supervisor diharapkan dapat
merangsang guru untuk memperbaiki kualitas mengajarnya.
c. Pendekatan Kolaboratif
Willes (1983) mengatakan supervisi sebagai aktivitas yang dirancang untuk
memperbaiki pengajaran pada semua jenjang persekolahan, berkaitan dengan
perkembangan dari belajar mengajar dengan baik. Pendekatan kolaboratif
merupakan pendekatan di mana supervisor dan guru secara bersama-sama
bersepakat menetapkan struktur, proses dan kriteria dalam melaksanakan proses
percakapan terhadap masalah yang dihadapi guru. Sebaiknya supervisor ikhlas
dan dengan rendah hati mendengarkan hal-hal mengenai problematika yang
dihadapi guru dalam melaksanakan kegiatan mengajar. Menurut Glickman (1981)
selanjutnya secara hati-hati supervisor memberikan pandangan yang berkaitan
dengan solusi bagi permasalahan mengajar yang dihadapi oleh guru dalam
melaksanakan kegiatan mengajar (dalam Sahertian, 2008 : 49). Tahap pendekatan
kolaboratif ini divisualisasikan seperti pada gambar 3.
Gambar 3 Pendekatan Kolaboratif (Glickman, 1981)
Pendekatan kolaboratif merupakan perpaduan dari dua pendekatan yakni direktif
dan nondirektif, pendekatan ini supervisor dan guru sebagai supevised secara
bersama-sama, aktif memahami, mendalami, mengkaji masalah yang sedang
dihadapi oleh guru dan bersama-sama pula mencari alternatif pemecahannya.
Perilaku supervisor dalam pendekatan ini adalah menyajikan dengan metode yang
menarik, menjelaskan dengan komunikasi yang jelas, mendengarkan dengan
saling menghargai, memecahkan masalah secara bersama-sama, dan melakukan
negosiasi atau tidak memaksakan masalah secara bersama. Bertambahnya
pengalaman dan keikhlasan bagi supervisor dan keinginan untuk belajar dan
bersedia menerima pendapat orang lain, bagi guru akan terjalin kerja sama untuk
membangun proses pembelajaran yang kuat dan berkualitas dengan demikian
supervisi klinis yang diperankan oleh supervisor dengan guru secara kolaboratif
akan mendukung keberhasilan belajar siswa.
Pemberian supervisi klinis dengan menggunakan pendekatan kolaboratif melalui
tiga tahap. Tahap pertama, supervisor melakukan kontrak kerja kepada guru dan
melakukan percakapan awal dengan menjelaskan petunjuk yang akan
dilaksanakan guru dalam mengajar. Tahap kedua, supervisor masuk ke dalam
kelas dan mengamati guru mengajar, mencatat data dan menganalisis, supervisor
memberitahu kelemahan guru yang dijumpai di saat mengajar kemudian
supervisor mendengarkan keluhan yang dihadapi guru pada saat mengajar,
Bersepakat Memecahkan masalah 1 2
supervisor dan guru sama-sama memecahkan permasalahan yang dihadapi guru.
Tahap ketiga terjadi negosiasi antara supervisor dan guru untuk mengatasi
kelemahan guru dalam memberikan pembelajaran kepada siswa, guru dan
supervisor secara bersama-sama memberikan masukan informasi maka terjadi
hubungan timbal balik antara supervisor dan guru latih.
Menurut Sahertian (2008 : 49) bahwa supervisi dengan pendekatan kolaboratif
adalah pendekatan baik supervisor maupun guru bersama-sama, bersepakat untuk
menetapkan struktur, proses dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan
terhadap masalah yang dihadapi guru. Pendekatan ini didasarkan pada psikologi
kognitif yang beranggapan bahwa belajar adalah hasil paduan dari kegiatan
individu dengan lingkungan pada gilirannya nanti berpengaruh dalam supervisi
berhubungan pada dua arah dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas dengan
perilaku supervisor sebagai berikut : (1) menyajikan; (2) menjelaskan; (3)
mendengarkan; (4) memecahkan masalah; dan (5) negosiasi.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dalam penelitian ini yang dimaksud dengan
supervisi klinis menggunakan pendekatan kolaboratif adalah menemukan masalah
yang dijumpai pada observasi langsung dan wawancara, pemberian layanan
bantuan supervisor kepada guru dengan cara saling membantu dan menghargai
sehingga terbangun kerja sama yang baik antara guru dan supervisor dalam
mendukung proses pembelajaran yang kuat dan berkualitas untuk tujuan
keberhasilan belajar siswa.
2. Prosedur Supervisi Klinis
Penerapan pendekatan melalui tahap-tahap kegiatan pemberian supervisi sebagai
berikut : (1) percakapan awal (preconference); (2) observasi; (3)
analisis/interpretasi; (4) analisis akhir; dan (5) diskusi.
Menurut Cogan (1973) ada delapan kegitan dalam supervisi klinik yang
dinamainya dengan siklus supervisi klinik. Di sini istilah siklus mengandung dua
pengertian pertama., prosedur supervisi klinik terdiri dari sejumlah tahapan yang
merupakan proses yang berkesinambungan. Kedua, hasil pertemuan tahap akhir
menjadi masukan untuk tahap pertama pada siklus berikutnya. Kedelapan tahap
yang dikemukakan oleh Cogan adalah sebagai berikut (1) tahap membangun dan
memantapkan hubungan guru-supervisor, (2) tahap perencanaan bersama guru, (3)
tahap perencanaan strategi observasi, (4) tahap observasi pengajaran, (5) tahap
analisis proses pembelajaran, (6) tahap perencanaan strategi pertemuan, (7) tahap
pertemuan, dan (8) tahap penjajakan rencana pertemuan berikutnya.
Menurut Mosher dan Purpel (1972) ada tiga aktivitas dalam proses supervisui
klinik, yaitu (1) tahap perencanaan, (2) tahap observasi, dan (3) tahap evaluasi dan
analisis. Menurut Oliva (1984) ada tiga aktivitas esensial dalam proses supervisi
klinik, yaitu (1) kontak dan komunikasi dengan guru untuk merencanakan
observasi kelas (2) observasi kelas, dan (3) tindak lanjut observasi kelas.
Sedangkan menurut Goldhammer, Anderson, dan Krajewski (1981) ada lima
kegiatan dalam proses supervisi klinik, yang disebutnya dengan sequence of
supervision, yaitu (1) pertemuan sebelum observasi (2) observasi, (3) analisis dan
strategi, (4) pertemuan supervisi, dan (5) analisis sesudah pertemuan supervisi.
Walaupun terdapat berbeda deskripsi pada para teriotisi di atas tentang langkah-
langkah proses supervisi klinik, sebenarnya langkah-langkah ini bisa
Tahap Pertemuan Awal Menganalisa rencana pelajaran.Menetapkan bersama guru aspek-aspek yang akan diobservasi dalam mengajar.
Tahap Observasi Mengajar Mencatat peristiwa selama pengajaran.Catatan harus obyektif dan selektif.
Tahap Pertemuan Balikan Menganalisa hasil observasi bersama guru.Menganalisa perilaku mengajarBersama menetapkan aspek-aspek yang harus dilakukan untuk membantu perkembangan keterampilan mengajar berikutnya
dikembalikan pada tiga tahap esensial yang berbentuk siklus, yaitu (1) tahap
pertemuan awal, (2) tahap observasi mengajar, dan (3) tahap pertemuan balikan.
Deskripsi demikian juga dikemukakan oleh Acheson dan Gall (1987), Alexander
Mackie College of advanced Education (1981) dan Mantja (1984).
Ketiga tahap ini sebenarnya berbentuk siklus, yaitu tahap pertemuan awal, tahap
observasi mengajar, dan tahap pertemuan balikan. Rincian ketiga tahap ini telah
dibahas di muka, dan terangkum dalam gambar berikut ini.
Gambar 4.1 Siklus Supervisi Klinis
Sumber : Didapatkan dari Alexander Mackie. 1981. Supervision Of Practice Teaching. Sydney, Australia: Primary, p. 2.
a. Tahap Pertemuan Awal
Tahap pertama dalam proses supervisi klinik adalah tahap pertemuan awal
(preconference). Pertemuan awal ini dilakukan sebelum melaksanakan
observasi kelas sehingga banyak juga para teoritisi supervisi klinik yang
menyebutkan dengan istilah tahap pertemuan sebelum observasi
(preobservation Conference). Menurut Sergiovanni (1987) tidak ada tahap
yang lebih penting daripada tahap pertemuan awal ini.
Tujuan utama pertemuan awal ini adalah untuk mengembangkan, bersama
antara supervisor dan guru, kerangka kerja observasi kelas yang akan
dilakukan. Hasil akhir pertemuan awal ini adalah kesepakatan (contract) kerja
antara supervisor dan guru. Tujuan ini bisa dicapai apabila dalam pertemuan
awal ini tercipta kerja sama, hubungan kemanusian dan komunikasi yang baik
antara supervisor dengan guru. Selanjutnya kualitas hubungan yang baik
antara supervisor dan guru memiliki pengaruh signifikan terhadap kesuksesan
tahap berikutnya dalam proses supervisi klinik. Oleh sebab itu para teoritisi
banyak menyarankan agar pertemuan awal ini, dilaksanakan secara rileks dan
terbuka. Perlu sekali diciptakan kepercayaan guru terhadap supervisor, sebab
kepercayaan ini akan mempengaruhi efektivitas pelaksanaan pertemuan awal
ini. Kepercayaan ini berkenaan dengan kenyakinan guru bahwa supervisor
memperhatikan minat atau perhatian guru.
Secara teknis, ada delapan kegiatan yang harus dilaksanakan dalam pertemuan
awal ini, yaitu (1) menciptakan suasana yang akrab dan terbuka, (2)
mengidentifikasi aspek-aspek yang akan dikembangkan guru dalam
pengajaran. (3) menerjemahkan perhatian guru ke dalam tingkah laku yang
bisa diamati, (4) mengidentifikasi prosedur untuk memperbaiki pengajaran
guru, (5) membantu guru memperbaiki tujuannya sendiri (6) menetapkan
waktu observasi kelas, (7) menyeleksi instrumen observasi kelas, dan (8)
memperjelas konteks pengajaran dengan melihat data yang akan direkam.
Goldhammer, Anderson, dan Krajewski (1981) mendeskripsikan satu agenda
yag harus dihasilkan pada akhir pertemuan awal. Agenda tersebut adalah :
a. Menetapkan kontrak atau persetujuan antara supervisor dan guru tentang
apa saja yang akan diobservasi.
1) Tujuan instruksional umum dan khusus pengajaran
2) Hubungan tujuan pengajaran dengan keseluruhan program
pengajaran yang diimplementasikan.
3) Aktivitas yang akan diobservasi
4) Kemungkinan perubahan formal aktivitas, sistem, dan unsur-unsur
lain berdasarkan persetujuan interaktif antara supervisor dan guru.
5) Deskripsi spesifik butir-butir atau masalah-masalah yang balikannya
diinginkan guru.
b. Menetapkan mekanisme atau aturan-aturan observasi meliputi :
1) Waktu (jadwal) observasi
2) Lamanya observasi
3) Tempat observasi
c. Menetapkan rencana spesifik untuk melaksanakan observasi meliputi:
1) Dimana supervisor akan duduk selama observasi
2) Akankah supervisor menjelaskan kepada murid-murid mengenai
tujuan observasinya jika demikian, kapan sebelum ataukah setelah
pelajaran.
3) Akankah supervisor mencari satu tindakan khusus.
4) Akankah supervisor berinteraksi dengan murid-murid
5) Perlukah adanya material atau persiapan khusus
6) Bagaimanakah supervisor akan mengakhiri observasi
b. Tahap Observasi Pembelajaran
Tahap kedua dalam proses supervisi klinik adalah tahap observasi mengajar
secara sistematis dan obyektif. Perhatian observasi ini ditujukan pada guru
dalam bertindak dan kegiatan-kegiatan kelas sebagai hasil tindakan guru.
Waktu dan tempat observasi mengajar ini sesuai dengan kesepakatan bersama
antara supervisor dan guru pada waktu mengadakan pertemuan awal.
Menurut Daresh (1989) ada dua aspek yang harus diputuskan dan
dilaksanakan oleh supervisor sebelum dan sesudah melaksanakan observasi
mengajar, yaitu menentukan aspek-aspek yang akan diobservasi mengajar dan
bagaimana cara mengobservasinta.Aspek-aspek yang akan diobservasi harus
sesuai dengan hasil diskusi antara supervisor dan guru pada waktu pertemuan
awal. Aliva (1984) menegaskan sebagai berikut :
If we follow through with the cycle of clinical supervisor the teacher and supervisor in the preobservation conference have decided on the specific behaviors of teacher and students which the supervisor will observe. The supervisor concentrates on the presence or absence of the spesific behaviors (Oliva : 1984, halaman 502).
Sedangkan mengenai bagaimana mengobservasi juga perlu mendapatkan
perhatian. Maksud baik supervisi akan tidak berarti apabila usaha-usaha
observasi tidak bisa memperoleh data yang seharusnya diperoleh. Tujuan
utama pengumpulan data adalah untuk memperoleh informasi yang nantinya
akan digunakan untuk mengadakan tukar pikiran dengan guru setelah
observasi aktivitas yang telah dilakukan di kelas. Di sinilah letak pentingnya
teknik dan instrumen oberservasi yang bisa digunakan untuk mengobservasi
guru mengelola proses belajar mengajar.
Sehubungan dengan teknik dan instrumen ini, sebenarnya pada peneliti telah
banyak yang mengembangkan bermacam-macam teknik yang bisa digunakan
dalam mengobservasi pengajaran. Acheson dan Gall (1987) mereview
beberapa teknik dan mengajurkan kita untuk menggunakannya dalam proses
supervisi klinis beberapa teknik tersebut adalah sebagai berikut:
a. Selective verbatim. Di sini supervisor membuat semacam rekaman
tertulis, yang bisa dibuat dengan a verbatim transcript. Sudah barang
tentu tidak semua kejadian verbal harus direkam dan sesuai dengan
kesepakatan bersama antara supervisor dan guru pada pertemuan awal,
hanya kejadian-kejadian tertentu yang harus direkam secara selektif.
Transkrip ini bisa ditulis langsung berdasarkan pengamatan dan bisa juga
menyalin dari apa yang direkam terlebih dahulu melalui tape recorder.
b. Rekaman observasional berupa a seating chart. Di sini, supervisor
mendokumentasikan perilaku-perilaku murid-murid sebagaimana mereka
berinteraksi dengan seorang guru selama pengajaran berlangsung.
Seluruh kompleksitas perilaku dan interaksi di deskripsikan secara
bergambar. Melalui penggunaan a seating chart ini, supervisor bisa
mendokumentasikan secara grafis interaksi guru dengan murid-murid
dengan murid. Sehingga dengan mudah diketahui apakah guru hanya
berinteraksi dengan semua murid atau hanya dengan sebagian murid,
apakah semua murid atau hanya sebagian murid yang terlibat proses
belajar mengajar.
c. Wide-lens techniques. Di sini supervisor membuat catatan yang lengkap
mengenai kejadian-kejadian di kelas dan cerita yang panjang lebar.
Teknik ini bisa juga disebut dengan anecdotal record.
d. Checkliss and timeline coding. Di sini supervisor mengobservasi dan
mengumpulkan data perilaku belajar mengajar.Perilaku pembelajaran ini
sebelumnya telah diklasifikasi atau dikategorikan. Contoh yang paling
baik prosedur ini dalam observasi supervisi klinik adalah skala analisis
interaksi Flanders (Flanders; 1970). Dalam analisis ini, aktivitas kelas
diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu pembicaraan guru,
pembicaraan murid dan tidak ada pembicaraan (silence), Tabel 4.1
merupakan satu contoh analisis interaksi Flanders.
Tabel 4.1 Kategori Analisis Interaksi Franders
Guru
Berbicara
Respons 1. Perasaan menerima. Menerima dan mengklasi- fikasi
sikap/perasaan murid dalam cara yang tidak menakutkan.
Perasaan ini bisa positif atau negatif.
2. Penghargaan dan dorongan.Penghargaan dan dorongan
terhadap murid, misalnya dengan mengatakan “um hum”
atau teruskan. Ini merupakan upaya menghindari
ketegangan.
3. Menerima atau menggunakan ide murid. Menjawab
pembicaraan murid. Mengklasifikasi, membangun, atau
mengajukan pertanyan berdasarkan ide-ide murid.
4. Bertanya. Bertanya tentang isi dan prosedur, berdasarkan
ide guru, dengan maksud murid akan menjawabnya.
Inisiasi 5. Berceramah. Mengemukakan fakta atau opini tentang isi
atau prosedur: mengekspresikan idenya sendiri,
memebrikan penjelasan sendiri
6. Memberikan petunjuk. Memberi petunjuk, komando,
perintah, di mana murid melakukan
7. Mengkritik. Mengemukakan sesuatu untuk mengubah
perilaku murid dari pola yang tak diterima menjadi pola
yang diterima.
Respons 8. Murid berbicara-merespons. Murid berbicara untuk
merespons kontak guru yang situasinya terbatas
9. Murid berbicara-inisiasi. Murid mengemukakan idenya
baik secara spontan maupun dalam sosia lisasi guru.
Kebebasan mengembangkan opini/ pemikiran; berjalan di
luar struktur yang ada.
Inisiasi 10. Kesunyian atau kebingungan. Istirahat, kesunyian
sebentar, kebingunan karena komunikasi tidak bisa
dimengerti pengamat.
Sumber: Acheson, K.A dan Gall, M.D.1987. Techniques in the the Clinical Supervision of Teachers. White Plains, N.Y., Longman
Checklist lainnya yang bisa digunakan untuk mengarahkan observasi
pengajaran adalah apa yang disebut dengan istilah timeline coding technique
yang telah dikembangkan sejak 20 tahun yang lalu, yang memang didesain
untuk mempelajari strategi pengajaran. Di sini, supervisor mencatat perilaku
guru maupun murid dalam waktu-waktu tertentu yang telah ditetapkan
sebelumnya selama waktu-waktu tertentu ditetapkan sebelumnya disediakan
selama proses pembelajaran. Teknik ini bisa disediakan data terhadap guru
yang mereka rasa harus diobservasi dan dikembangkan. Instrumen ini bisa
mengarahkan supervisor dalam observasinya dan menyediakan balikan yang
spesifik dalam klasifikasi waktu yang diinginkan.
Demikianlah beberapa teknik yang telah direview oleh Acheson dan Gall telah
dikemukakan, bisa digunakan untuk mengarahkan dan mempermudah tahap
observasi dalam proses supervisi klinik. Supervisor yang efektif seha- rusnya
menyadari adanya beberapa teknik ini dan berusaha memiliki satu atau lebih
teknik sesuai dengan perhatian guru yang akan diobservasi. Namun
sayangnya, menurut Daresh (1989), dengan melihat dari waktu ke waktu,
yang terjadi justru sebaliknya. Dan banyak hal, supervisor hanya belajar satu
teknik observasi yang disukainya, misalnya teknik analisis Interaksi Flanders,
dan menggunakannya setiap teknik memiliki kelebihan dan kekurangan. Akan
tetapi kelebihan-hkelebihan setiap teknik dengan cepat akan hilang apabila
supervisor lebih berwawasan terhadap hanya satu teknik yang dipahami dan
disukai dengan tidak mengikuti perhatian pengajaran guru.
c. Tahap Pertemuan Balikan
Tahap ketiga dalam proses supervisi klinik adalah tahap pertemuan balikan.
Pertemuan balikan dilakukan segera setelah melaksanakan observasi
pengajaran, dengan terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap hasil
observasi. Tujuan utama pertemuan balikan ini adalah ditindaklanjuti apa saja
yang dilihat oleh supervisor, sebagai onserver, terhadap proses belajar
mengajr. Pembicaraan dalam pertemuan balikan ini adalah ditekankan pada
identifikasi dan analisis persamaan dan perbedaan antara perilaku guru dan
murid yang direncanakan dan perilaku aktual guru dan murid, serta membuat
keputusan tentang apa dan bagaimana yang seharusnya akan dilakukan sehu-
bungan dengan perbedaan yang ada.
Pertemuan balikan ini merupakan tahap yang penting untuk mengembangkan
perilaku guru dengan cara memberikan balikan tertentu. Balikan ini harus
deskriptif, spesifik, konkrit, bersifat memotivasi, aktual, dan akurat sehingga
betul-betul bermanfaat bagi guru (Sergiovanni, 1987). Paling tidak ada lima
manfaat pertemuan balikan bagi guru, sebagaimana dikemukakan oleh
Goldhammer, Anderson, dan Krajewski (1981), yaitu, (1) guru bisa diberi
penguatan dan kepuasan, sehingga bisa termotivasi dalam kerjanya, (2) isu-isu
dalam pengajaran bisa didefinisikan bersama supervisor dan guru dengan
tepat, (3) supervisor bila mungkin dan perlu, bisa berupaya mengintervensi
secara langsung guru untuk memberikan bantuan didaktis dan bimbingan, (4)
guru bisa dilatih dengan teknik ini untuk melakukan supervisi terhadap dirinya
sendiri, dan (5) guru busa diberi pengetahuan tambahan untuk meningkatkan
tingkat analisis profesional diri pada masa yang akan datang.
Tentunya sebelum mengadakan pertemuan balikan ini supervisor terlebih
dahulu menganalisa hasil observasi dan merencanakan bahan yang akan
dibicarakan dengan guru. Begitu pula diharapkan guru menilai dirinya sendiri.
Setelah itu dilakukan pertemuan balikan ini. Dalam pertemuan balikan ini
sangat diperlukan adanya keterbukaan antara supervisor dan guru. Sebaiknya,
pertama-tama supervisor menanamkan kepercayaan pada diri guru bahwa
pertemuan balikan ini bukan untuk menyalahkan guru melainkan untuk
memberikan masukan balikan. Oleh sebab banyak para teoritisi yang
menganjurkan agar pertama-tama yang harus dilakukan oleh supervisor dalam
setiap pertemuan balikan adalah memberikan penguatan (reinforcement)
terhadap guru. Baru setelah melanjutkan dengan analisis bersama setiap aspek
pengajaran yang menjadi perhatian supervisi klinis. Berikut ini beberapa
langkah penting yang harus dilakukan selama pertemuan balikan.
a. Menanyakan perasaan guru secara umum atau kesannya terhadap
pengajaran yang dilakukan, kemudian supervisor berusaha memberikan
penguatan (reinforcement).
b. Menganalisa pencapaian tujuan pengajaran. Di sini supervisor bersama
guru mengidentifikasi perbedaan antara tujuan pengajaran yang
direncanakan dan tujuan pengajaran yang dicapai.
c. Menganalisa target keterampilan dan perhatian utama guru. Di sini
(supervisor bersama guru mengidentifikasi target ketrampilan dan
perhatian utama yang telah dicapai dan yang belum dicapai. Bisa jadi
pada saat ini supervisor menunjukkan hasil rekaman observasi, sehingga
guru mengetahui apa yang telah dilakukan dan dicapai, dan yang belum
sesuai dengan target ketrampilan dan perhatian utama guru sebagaimana
disepakati pada tahap pertemuan awal. Apabila dalam kegiatan observasi
supervisor merekam proses belajar mengajar dengan alat elektronik,
misalnya dengan menggunakan alat syuting, maka sebaiknya hasil
rekaman ini dipertontonkan kepada guru sehingga ia dengan bebas
melihat dan menafsirkannya sendiri.
d. Supervisor menanyakan perasaannya setelah enganalisis target
keterampilan dan perhatian utamanya.
e. Menyimpulkan hasil dari apa yang telah diperolehnya selama proses
supervisi klinik. Disini supervisi memberikan kesempatan kepada guru
untuk menyimpulkan target keterampilan dan perhatian utamanya yang
telah dicapai selama proses supervisi klinis.
f. Mendorong guru untuk merencanakan latihan-latihan berikut sekaligus
menetapkan rencana berikutnya.
Demikian tiga pokok dalam proses supervisi klinik. Dalam pelaksanaan supervisi
klinik sangat diperlukan iklim kerja yang baik dalam pertemuan awal, observasi
pengajaran, maupun dalam pertemuan balikan. Faktor yang sangat menentukan
keberhasilan supervisi klinik sebagai satu pendekatan supervisi pengajaran adalah
kepercayaan (trust) pada guru bahwa tugas supervisor semata-mata untuk
membantu mengembangkan pengajaran guru. Upaya memperoleh kepercayaan
guru ini memerlukan satu iklim kerja yang oleh para teoritisi disebut dengan
istilah kolegial (collegial). Pelaksanaan supervisi klinik bisa dikatakan telah
memiliki iklim kolegial apabila antara supervisor dan guru bukan” … Something
that a superordinate (an administrator or supervisor, for example) does to a
teacher, but as a peer-to-peer activity” (Daresh : 1989, halaman 218). Di samping
ini, untuk melaksanakan supervisi klinik sangat diperlukan kesediaan supervisor
dan guru untuk meluangkan waktunya. Setiap pelaksanaan supervisi klinik akan
memerlukan waktu yang lama.
3. Instrumen Supervisi Klinis
Instrumen supervisi klinis terdiri dari beberapa bagian. Pertama lembaran
kesepakatan yang terdiri dari 4 (empat ) aspek yakni : aspek kependidikan,
akademik, pengelolaan kelas dan interaksi dengan siswa dalam proses
pembelajaran. Dalam lembaran ini disepakati, apa fokus persoalan yang akan di
supervisi. Kedua lembaran perangkat dan media pembelajaran apa yang menjadi
pilihan. Ketiga lebaran observasi, refleksi, dan kesimpulan diskusi sebagai
balikan. Keempat lembaran penutup, yang berisi saran pembinaan dan legalitas
kegiatan.
Instrumen ini sifatnya terbuka dan setelah digunakan harus dimiliki oleh guru
yang di supervisi, supervisor dan kepala sekolah. Karena data, fakta dan
kesimpulan yang terdapat dalam instrumen inilah yang akan dijadikan dasar
dalam perencanaan kegiatan pada siklus selanjutnya.
Supervisi klinis mempunyai unsur-unsur yang meliputi :
a) Kebutuhan akan bantuan datang dari guru bukan dari supervisor.
b) Adanya hubungan yang harmonis antara guru dan supervisor.
c) Observasi dilakasanakan dan direkam yang dipusatkan pada perilaku yang
menjadi permasalahan dan diminta oleh guru.
d) Kolaborasi menganalisis hasil observasi (supervisor dan guru).
e) Supervisor memberikan bantuan dan guru menetapkan kebutuhan latihan
sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.
Tujuan Supervisi Klinis
a) Memperbaiki dan meningkatkan kemampuan untuk menyusun
perencanaan pembelajaran.
b) Membantu mendiagnosis dan mencari solusi permasalahan perencanaan
pembelajaran.
c) Membantu guru menyusun perencanaan pembelajaran yang lebih baik
sesuai petunjuk.
d) Memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
Prinsip-Prinsip Supervisi Klinis
a) Hubungan staf dan guru bersifat intim, sederajat dan terbuka (kolegal dan
intraktif).
b) Diskusi yang dilaksanakan bersifat demokratif.
c) Keputusan yang ditetapkan merupakan hasil kesepakatan bersama.
d) Sasaran supervisi adalah pada kebutuhan dan aspirasi guru.
e) Mengutamakan prakarsa dan tanggung jawab guru, dan pengawas
bertindak sebagai fasilitator.
f) Balikkan dilakukan berdasarkan hasil observasi yang cermat sesuai dengan
kontrak.
4. Implikasi Prinsip Supervisi Klinis
a) Bagi guru
1) Menumbuhkembangkan keyakinan diri akan kemampuan dan upaya
peningkatan mutu perencanaan dan proses pembelajaran.
2) Memiliki sikap terbuka dan objektif untuk memahami kemampuan diri
sendiri.
b) Bagi pengawas
1) Memiliki keyakinan akan kemampuan guru mengembangkan diri.
2) Memiliki keyakinan akan kemampuan guru dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi.
3) Memiliki sikap terbuka dan tanggap terhadap pendapat guru.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan yang dimaksud dengan
supervisi klinis pada penelitian ini adalah suatu bentuk layanan bantuan dalam
kegiatan supervisor secara sistematis melalui cara mendiaknosis masalah yang
dihadapi guru, memecahkan masalah dan membantu guru untuk mengembangkan
diri sehingga guru dapat meningkatkan kualitas mengajar dengan tujuan supaya
guru memiliki kompetensi terutama kompetensi pedagogik.
Top Related