Supervisi 2

41
A. Supervisi Kegiatan supervisi pada prinsipnya merupakan kegiatan membantu dan melayani guru agar menjadi lebih bermutu yang selanjutnya diharapkan dapat membentuk situasi proses belajar mengajar yang lebih baik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Supervisi hendaknya dilaksanakan melalui beberapa langkah, terus menerus, berkesinambungan, dan pihak pembina harus tidak mengenal bosan. Menurut Boardman et al seperti yang dikutip Kamar (2005 : 77) bahwa supervisi adalah suatu usaha menstimulus, mengoordinasi dan membimbing secara kontinu pertumbuhan guru-guru di sekolah baik secara individual maupun secara kolektif, agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi pengajaran. Dengan demikian mereka dapat menstimulasi dan membimbing pertumbuhan murid secara berkelanjutan serta mampu dan lebih cakap berpartisipasi dalam masyarakat modern. Supervisi di Indonesia sejak tahun 1980 diperkenalkan istilah supervisi klinis atau sering disebut supervisi

description

supervisi bab 2

Transcript of Supervisi 2

Page 1: Supervisi 2

A. Supervisi

Kegiatan supervisi pada prinsipnya merupakan kegiatan membantu dan melayani

guru agar menjadi lebih bermutu yang selanjutnya diharapkan dapat membentuk

situasi proses belajar mengajar yang lebih baik dalam rangka mencapai tujuan

pendidikan.

Supervisi hendaknya dilaksanakan melalui beberapa langkah, terus menerus,

berkesinambungan, dan pihak pembina harus tidak mengenal bosan. Menurut

Boardman et al seperti yang dikutip Kamar (2005 : 77) bahwa supervisi adalah

suatu usaha menstimulus, mengoordinasi dan membimbing secara kontinu

pertumbuhan guru-guru di sekolah baik secara individual maupun secara kolektif,

agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi

pengajaran. Dengan demikian mereka dapat menstimulasi dan membimbing

pertumbuhan murid secara berkelanjutan serta mampu dan lebih cakap

berpartisipasi dalam masyarakat modern.

Supervisi di Indonesia sejak tahun 1980 diperkenalkan istilah supervisi klinis atau

sering disebut supervisi pengajaran. Cogan (1980) mengartikan bahwa supervisi

klinis sebagai upaya yang dirancang secara rasional dan praktis untuk

memperbaiki performasi guru di kelas, dengan tujuan untuk mengembangkan

profesional guru dan perbaikan pengajaran. Menurut Snyder dan Anderson (1986)

bahwa supervisi klinis dapat diartikan sebagai suatu teknologi perbaikan

pengajaran, tujuan yang dicapai, dan memadukan kebutuhan sekolah dan

pertumbuhan personel (dalam Sagala, 2006 : 246).

Page 2: Supervisi 2

1. Hakikat Supervisi Klinis

Johan J. Bolla ( 1985 : 19 ) mengatakan bahwa,  supervisi klinis adalah suatu

proses bimbingan yang bertujuan untuk membantu pengembangan pedagogik

guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Bimbingan diarahkan pada upaya

pemberdayaan guru dalam menguasai aspek teknis pembelajaran. Dengan

bimbingan tersebut diharapkan terjadi peningkatan kualitas pembelajaran.

Supervisi klinis merupakan serangkaian aktivitas yang difokuskan pada upaya

perbaikan pembelajaran melalui siklus yang diawali oleh tahapan perencanaan,

pengamatan serta analisis intelektual yang intensif terhadap pembelajaran yang

sesungguhnya dengan maksud untuk mengadakan modifikasi yang dianggap

rasional.

Supervisi klinis juga masih berkaitan dengan upaya guru dalam memperkecil

jarak antara perilaku (sikap) mengajar nyata dengan perilaku mengajar yang ideal

sesuai dengan asas-asas didaktik dan metodik.

Dalam pendidikan dan pengajaran, supervisi klinis merupakan serangkaian

kegiatan pengawas sekolah dalam hal ini khususnya pengawas TK/SD, yang

dirancang secara khusus guna memenuhi dan mempengaruhi persiapan guru

dalam proses belajar mengajar, oleh karena itu supervisi klinis lebih

mengutamakan pada pembinaan dalam peningkatan perencanaan dan proses

belajar mengajar di sekolah.

Beberapa pengertian supervisi klinis:

a. Supervisi berarti pengawasan dan klinis berarti pengobatan atau perbaikan.

Page 3: Supervisi 2

b. Proses bimbingan pedagogik yang di berikan oleh pengawas kepada guru

melalui siklus sistematis.

c. Suatu bentuk supervisi yang di fokuskan pada perbaikan pembelajaran yang di

lakukan oleh guru melalui siklus yang sistematis.

d. Suatu proses untuk membantu guru memperkecil jurang pemisah antara

perilaku mengajar nyata dengan perilaku mengajar ideal.

e. Pemberian bantuan pedagogik yang di dasarkan pada kebutuhan guru dan

bersumber dari hasil observasi dan analisis atas perilaku nyata di kelas.

Pelaksanaan supervisi klinis menuntut perubahan paradigma guru dan supervisor.

Supervisi dilakukan bukan dalam konteks mencari kesalahan dan kelemahan guru

yang di supervisi. Antara guru yang di supervisi dengan supervisor adalah mitra

sejajar, bukan merupakan hubungan antara bawahan dan atasan dan atau

hubungan antara guru dengan murid. Secara kemitraan keduanya menganalisis

proses pembelajaran yang telah dirancang dan disepakati, kemudian dicarikan

alternatif pemecahan permasalahan yang ditemui dalam proses pembelajaran

tersebut agar dapat ditingkatkan kualitasnya.

Richard Waller dalam La Solo ( 1983 : 27 ) mengatakan :

 “ Clinical supervision may be defined as supervision focused upon the inprovement of instruction by means of sistematic cycles of planning, observation  and intensive intelectual analysis of actual teaching performance in the interest of rational modification “

Pendapat Richard di atas mengenai supervisi klinis memfokuskan pada upaya

perbaikan proses pembelajaran yang dilakukan bersiklus. Perbaikan itu

dilaksanakan secara berkelanjutan dalam beberapa siklus sampai kondisi yang

diinginkan dapat dicapai. Supervisi klinis diharapkan juga dapat melahirkan re-

Page 4: Supervisi 2

invantion  dan atau inovasi yang relevan dengan kultur dan kondisi masing-

masing sekolah.

Supervisi klinis dapat dilakukan atas permintaan guru, karena ia merasa belum

mampu melaksanakan strategi atau keterampilan mengajar tertentu, atau guru

tersebut menemui masalah dalam proses pembelajaran yang ia tidak mampu

mengatasinya sendiri. Guru juga dapat meminta agar ia di supervisi dengan

supervisi klinis, karena ia  merasa kurang maksimal dalam pelaksanaan proses

pembelajaran.

Supervisi klinis juga dapat diminta oleh kepala sekolah agar dilakukan terhadap

guru tertentu. Hal ini didasari  oleh hasil analisis supervisi umum yang dilakukan

oleh kepala sekolah dan atau tim yang ditunjuk kepala sekolah. Hasil supervisi

memberikan petunjuk bahwa guru tertentu perlu bantuan dan bimbingan agar

mampu melaksalanakan proses pembelajaran yang lebih berkualitas dan

bermakna.

Berdasarkan dua pertimbangan di ataslah supervisi klinis dapat dilakukan

terhadap seorang guru. Walaupun demikian masih dituntut persetujuan, kerelaan

dan pemahaman yang mendalam dari guru yang akan di supervisi dengan

supervisi klinis.

Selanjutnya La Solo (1983 : 56 ) menjelaskan beberapa hal yang harus

diperhatikan dalam pelaksanaan supervisi klinis, antara lain adalah :

1. Supervisi klinis dilakukan dalam bentuk bimbingan dan atau berbagi pengalaman dan pengetahuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, bukan perintah atau instruksi atasan pada bawahan.

2. Aspek dan jenis keterampilan yang akan disupervisi diusulkan oleh guru dan atau sebuah kesepakan hasil kajian bersama antara guru dengan supervisor.

3. Walaupun guru menggunakan berbagai strategi, metoda, media dan keterampilan pembelajaran secara terintegrasi, sasaran supervisi klinis hanya pada aspek dan jenis keterampilan yang disepakati.

Page 5: Supervisi 2

4. Instrumen supervisi dirancang dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan.

5. Supervisor merefleksikan data dan fakta objektif hasil observasi selama proses pembelajaran berlangsung.

6. Balikan diberikan segera setelah kegiatan supervisi berlangsung. 7. Guru yang di supervisi diberikan kesempatan seluas-luasnya memberikan

argumentasi yang mendasari pilihan tindakan dan perilaku yang digunakan dalam proses pembelajaran.

8. Supervisor lebih banyak bertanya dan mendengar penjelasan dari pada memberikan arahan apalagi perintah.

9. Setelah didapat pemahaman bersama dan dirasa belum mencapai kondisi  optimal yang diinginkan, supervisi dapat dilanjutkan pada siklus berikutnya.

10. Satu siklus supervisi klinis terdiri dari 5 ( lima  ) tahapan kegiatan yaitu : a). merumuskan kesepakatan, b). menyusun perencanaan, c). melaksanakan proses pembelajaran, melakukan observasi dan merefleksikan data dan fakta hasil observasi, d). diskusi/balikan, dan e). merancang siklus berikutnya. 

Terdapat beberapa perbedaan antara supervisi klinis dengan supervisi non klinis,

antara lain sebagai berikut (La Sulo, 1988:9).

ASPEK SUPERVISI NON KLINIS

SUPERVISI KLINIS

1. Prakarsa dan tanggung jawab

2. Hubungan supervisor calon guru

3. Sifat supervisor

4. Sasaran supervisor

1. Ruang lingkup supervisi

2. Tujuan supervisi

3. Peran supervisor dalam pertemuan Balikan

Terutama oleh supervisorRelasi guru-siswa atau atasan-bawahan

Cenderung direktif atau otoritatifSamar-samar atau sesuai keinginan supervisor

Umum dan luas

Cenderung evaluatif

Banyak memberitahu dan pengarahan Samar-samar, atau atas kesimpulan supervisor

Diutamakan oleh calon guruRelasi kolegial yang sederajat dan interaktif

Bantuan yang demokratis

Diajukan oleh calon guru sesuai kebutuhannya, dikaji bersama menjadi kontrak.Terbatas sesuai kontrak

Bimbingan yang analitik dan deskriptifBanyak bertanya untuk membantu analisis diri Dengan analisis dan interpretasi bersama atas data observasi sesuai kontrak.

Supervisi klinis adalah upaya yang rasional dan praktis membantu meningkatkan

kualitas tampilan guru di kelas, model supervisi klinis dikembangkan berdasarkan

Page 6: Supervisi 2

prosedur model ilmiah (Lovel, Wiles., 1983 : 169). Menurut Kieth dan Meredith

(1987) bahwa supevisi klinis sebagai suatu usaha mensupervisi perilaku mengajar

bagi guru maupun kelompok guru agarperilaku mereka dapat diarahkan

meningkatkan kualitas interaksinya dengan peserta strategis meningkatkan

kualitas belajar peserta didik yang dilakukan guru di kelas (dalam Sagala, 2008 :

19).

Menurut Sahertian (2008 : 51) bahwa pemberian supervisi dilakukan supervisor

kepada supervised dengan suatu pendekatan yaitu pada tiga macam pendekatan

antara lain : (a) pendekatan direktif atau pendekatan langsung, (b) pendekatan

non-direktif atau pendekatan tidak langsung, dan (c) pendekatan kolaboratif atau

pendekatan kolaboratif.

a. Pendekatan non-direktif

Pendekatan non-direktif merupakan pendekatan terhadap masalah yang bersifat

tidak langsung. Perilaku supervisor tidak secara langsung menunjukkan suatu

permasalahan, tetapi terlebih dahulu mendengarkan secara aktif dan menggali apa

permasalahan mengajar yang dikemukakan oleh guru dan mendiskusikan

pemecahan masalahnya, sampai guru masalah menemukan solusi bagi dirinya.

Supervisor memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada guru untuk

mengemukakan secara detail permasalahan yang mereka hadapi.

Menurut Sahertian (2008 : 48) bahwa pendekatan tidak langsung (non-direktif)

adalah cara pendekatan terhadap masalah yang sifatnya tidak langsung. Perilaku

supervisor tidak secara langsung menunjukkan permasalahan, tapi supervisor

terlebih dulu mendengarkan secara aktif apa yang dikemukakan guru-guru dan

memberikan kesempatan kepada guru untuk mengemukakan permasalahan yang

Page 7: Supervisi 2

1 2 3Mendengarkan Memberikan penguatan Memecahkan masalah

dihadapi oleh guru. Perilaku supervisor dalam pendekatan non-direktif adalah

sebagai berikut : (1) mendengarkan; (2) memberikan penguatan; (3) menjelaskan;

(4) menyajikan; dan (5) memecahkan masalah. Tahap pendekatan non-direktif

dapat divisualisasikan seperti pada gambar 1.

Gambar 1. Pendekatan Non-Direktif (Glickman, 1981)

Pendekatan non-direktif atau tidak langsung merupakan pendekatan terhadap

permasalahan yang sifatnya tidak langsung artinya supervisor tidak langsung

mengemukakan permasalahan yang dianggap sedang dihadapi guru latih,

supervisor terlebih dahulu mendengarkan secara aktif apa yang dikemukakan oleh

guru, supervisor menjadi pendengar dengan memberi kesempatan yang lebih

banyak kepada guru latih untuk mengemukakan apa yang sedang dialami atau

dihadapi dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru.

Pemberian supervisi klinis melalui pendekatan non-direktif ada tiga tahap. Tahap

pertama, melakukan percakapan awal dimana supervisor mendengarkan guru

supervisor melakukan kontrak terhadap guru. Tahap kedua, supervisor

mengobservasi kelas dan mengamati guru melaksanakan pembelajaran, supervisor

mencatat data dan data dianalisis oleh supervisor, selesai pembelajaran supervisor

memberikan penguatan kepada guru, kemudian guru kembali ke kelas dan

menyajikan materi yang akan disampaikan kepada peserta didik. Tahap ketiga,

pemecahan masalah diserahkan supervisor kepada guru.

Page 8: Supervisi 2

Pendekatan tidak langsung didasarkan pada teori pemahaman akan psikologi

humanistis, yang lebih mengedepankan aspek penghargaan terhadap orang yang

dilayani.

Berdasarkan penjelasan yang di atas, maka dalam penelitian ini yang dimaksud

dengan supervisi klinis menggunakan pendekatan non-direktif adalah pemberian

layanan bantuan supervisor kepada guru melalui wawancara yaitu mendengarkan

keluhan dan kesulitan yang dirasakan guru baik kesulitan dalam merancang

pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi akhir belajar siswa,

dengan menghargai pendapat guru dalam memberikan layanan diharapkan guru

mampu menemukan solusi dari masalah yang dihadapi.

b. Pendekatan Direktif

Pendekatan direktif merupakan pendekatan terhadap masalah yang bersifat

langsung dihadapi guru saat melaksanakan tugas mengajar. Dalam praktiknya

supervisor mengamati guru saat mengajar, maka supervisor mencatat hal-hal

penting yang menjadi titik lemah guru pada saat mempraktikkan cara mengajar,

masalah penggunaan metode dan strategi mengajar yang sedang digunakan guru,

membuka dan menutup pelajaran oleh guru, dan berbagai permasalahan lainnya

dalam hal melaksanakan pembelajaran di kelas yang dilakukan oleh guru.

Supervisor memberikan arahan langsung segera setelah melaksanakan pengajaran

pendekatan ini dilakukan dengan perilaku supervisor berupa menjelaskan,

menyajikan, mengarahkan, memberi contoh, menetapkan tolok ukur dan

menguatkan.

Menurut Glickman (1981) supervisi pengajaran melalui pendekatan direktif

dimulai dari melakukan negosiasi, mendemonstrasikan kembali cara-cara

Page 9: Supervisi 2

Bersepakat Memperagakan Menguatkan 1 2 3

mengajar yang baik kemudian memberi pengarahan langsung dengan mengacu

standar yang memenuhi kaidah pembelajaran. Tahap pendekatan direktif ini

divisualisasikan seperti pada gambar 2.

Gambar 2. Pendekatan Direktif (Glickman, 1981)

Pemberian supervisi klinis dengan menggunakan pendekatan direktif melalui tiga

tahap. Tahap pertama, supervisor melakukan kontrak kerja kepada guru latih dan

melakukan percakapan awal dengan menjelaskan kepada guru mengenai

kelemahan mengajar yang dilakukan oleh guru dan memberitahukan kepada guru

tolak ukur dalam mengajar yaitu: kelengkapan dokumen guru (RPP, Silabus).

Tahap kedua, supervisor mengamati guru yang mengajar dan mencatat data

kelemahan guru dan menganalisis, supervisor langsung mengarahkan guru dengan

memberi contoh, guru menyajikan kembali pembelajaran seperti yang telah

dicontohkan oleh supervisor. Tahap ketiga, supervisi melakukan balikan kepada

guru dengan memberikan penguatan kepada guru latih.

Menurut Sahertian (2008 : 46) bahwa perilaku supervisor dengan pendekatan

direktif adalah : (1) menjelaskan; (2) menyajikan; (3) mengarahkan; (4) memberi

contoh; (5) menetapkan tolak ukur; dan (6) menguatkan. Pendekatan langsung

(directive approach) yakni suatu cara atau kiat dimana supervisor secara langsung

memberikan pelayanan atau bantuan kepada supervised, inisiatif kegiatan

supervisi bersumber dari supervisor bukan supervised. Pendekatan didasarkan

Page 10: Supervisi 2

pada teori psikologis Behaviorisme yang mengatakan bahwa segala perbuatan

berasal dari refleks, yaitu respons terhadap rangsangan/stimulus, pendekatan

direktif dalam hal ini supervisor memberikan rangsangan kepada guru untuk mau

memperbaiki pengajarannya, rangsangan yang dimaksud dapat diberikan dalam

berbagai bentuk seperti memberi penguatan (reinforcement)

Berdasarkan pada uraian di atas, maka dalam penelitian ini yang dimaksud dengan

supervisi klinis menggunakan pendekatan direktif adalah supervisor menemukan

masalah melalui observasi langsung pada saat guru melaksanakan pembelajaran di

kelas kemudian supervisor memberikan layanan bantuan secara langsung dengan

mengarahkan guru sesuai dengan instruksi supervisor diharapkan dapat

merangsang guru untuk memperbaiki kualitas mengajarnya.

c. Pendekatan Kolaboratif

Willes (1983) mengatakan supervisi sebagai aktivitas yang dirancang untuk

memperbaiki pengajaran pada semua jenjang persekolahan, berkaitan dengan

perkembangan dari belajar mengajar dengan baik. Pendekatan kolaboratif

merupakan pendekatan di mana supervisor dan guru secara bersama-sama

bersepakat menetapkan struktur, proses dan kriteria dalam melaksanakan proses

percakapan terhadap masalah yang dihadapi guru. Sebaiknya supervisor ikhlas

dan dengan rendah hati mendengarkan hal-hal mengenai problematika yang

dihadapi guru dalam melaksanakan kegiatan mengajar. Menurut Glickman (1981)

selanjutnya secara hati-hati supervisor memberikan pandangan yang berkaitan

dengan solusi bagi permasalahan mengajar yang dihadapi oleh guru dalam

melaksanakan kegiatan mengajar (dalam Sahertian, 2008 : 49). Tahap pendekatan

kolaboratif ini divisualisasikan seperti pada gambar 3.

Page 11: Supervisi 2

Gambar 3 Pendekatan Kolaboratif (Glickman, 1981)

Pendekatan kolaboratif merupakan perpaduan dari dua pendekatan yakni direktif

dan nondirektif, pendekatan ini supervisor dan guru sebagai supevised secara

bersama-sama, aktif memahami, mendalami, mengkaji masalah yang sedang

dihadapi oleh guru dan bersama-sama pula mencari alternatif pemecahannya.

Perilaku supervisor dalam pendekatan ini adalah menyajikan dengan metode yang

menarik, menjelaskan dengan komunikasi yang jelas, mendengarkan dengan

saling menghargai, memecahkan masalah secara bersama-sama, dan melakukan

negosiasi atau tidak memaksakan masalah secara bersama. Bertambahnya

pengalaman dan keikhlasan bagi supervisor dan keinginan untuk belajar dan

bersedia menerima pendapat orang lain, bagi guru akan terjalin kerja sama untuk

membangun proses pembelajaran yang kuat dan berkualitas dengan demikian

supervisi klinis yang diperankan oleh supervisor dengan guru secara kolaboratif

akan mendukung keberhasilan belajar siswa.

Pemberian supervisi klinis dengan menggunakan pendekatan kolaboratif melalui

tiga tahap. Tahap pertama, supervisor melakukan kontrak kerja kepada guru dan

melakukan percakapan awal dengan menjelaskan petunjuk yang akan

dilaksanakan guru dalam mengajar. Tahap kedua, supervisor masuk ke dalam

kelas dan mengamati guru mengajar, mencatat data dan menganalisis, supervisor

memberitahu kelemahan guru yang dijumpai di saat mengajar kemudian

supervisor mendengarkan keluhan yang dihadapi guru pada saat mengajar,

Bersepakat Memecahkan masalah 1 2

Page 12: Supervisi 2

supervisor dan guru sama-sama memecahkan permasalahan yang dihadapi guru.

Tahap ketiga terjadi negosiasi antara supervisor dan guru untuk mengatasi

kelemahan guru dalam memberikan pembelajaran kepada siswa, guru dan

supervisor secara bersama-sama memberikan masukan informasi maka terjadi

hubungan timbal balik antara supervisor dan guru latih.

Menurut Sahertian (2008 : 49) bahwa supervisi dengan pendekatan kolaboratif

adalah pendekatan baik supervisor maupun guru bersama-sama, bersepakat untuk

menetapkan struktur, proses dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan

terhadap masalah yang dihadapi guru. Pendekatan ini didasarkan pada psikologi

kognitif yang beranggapan bahwa belajar adalah hasil paduan dari kegiatan

individu dengan lingkungan pada gilirannya nanti berpengaruh dalam supervisi

berhubungan pada dua arah dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas dengan

perilaku supervisor sebagai berikut : (1) menyajikan; (2) menjelaskan; (3)

mendengarkan; (4) memecahkan masalah; dan (5) negosiasi.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dalam penelitian ini yang dimaksud dengan

supervisi klinis menggunakan pendekatan kolaboratif adalah menemukan masalah

yang dijumpai pada observasi langsung dan wawancara, pemberian layanan

bantuan supervisor kepada guru dengan cara saling membantu dan menghargai

sehingga terbangun kerja sama yang baik antara guru dan supervisor dalam

mendukung proses pembelajaran yang kuat dan berkualitas untuk tujuan

keberhasilan belajar siswa.

2. Prosedur Supervisi Klinis

Page 13: Supervisi 2

Penerapan pendekatan melalui tahap-tahap kegiatan pemberian supervisi sebagai

berikut : (1) percakapan awal (preconference); (2) observasi; (3)

analisis/interpretasi; (4) analisis akhir; dan (5) diskusi.

Menurut Cogan (1973) ada delapan kegitan dalam supervisi klinik yang

dinamainya dengan siklus supervisi klinik. Di sini istilah siklus mengandung dua

pengertian pertama., prosedur supervisi klinik terdiri dari sejumlah tahapan yang

merupakan proses yang berkesinambungan. Kedua, hasil pertemuan tahap akhir

menjadi masukan untuk tahap pertama pada siklus berikutnya. Kedelapan tahap

yang dikemukakan oleh Cogan adalah sebagai berikut (1) tahap membangun dan

memantapkan hubungan guru-supervisor, (2) tahap perencanaan bersama guru, (3)

tahap perencanaan strategi observasi, (4) tahap observasi pengajaran, (5) tahap

analisis proses pembelajaran, (6) tahap perencanaan strategi pertemuan, (7) tahap

pertemuan, dan (8) tahap penjajakan rencana pertemuan berikutnya.

Menurut Mosher dan Purpel (1972) ada tiga aktivitas dalam proses supervisui

klinik, yaitu (1) tahap perencanaan, (2) tahap observasi, dan (3) tahap evaluasi dan

analisis. Menurut Oliva (1984) ada tiga aktivitas esensial dalam proses supervisi

klinik, yaitu (1) kontak dan komunikasi dengan guru untuk merencanakan

observasi kelas (2) observasi kelas, dan (3) tindak lanjut observasi kelas.

Sedangkan menurut Goldhammer, Anderson, dan Krajewski (1981) ada lima

kegiatan dalam proses supervisi klinik, yang disebutnya dengan sequence of

supervision, yaitu (1) pertemuan sebelum observasi (2) observasi, (3) analisis dan

strategi, (4) pertemuan supervisi, dan (5) analisis sesudah pertemuan supervisi.

Walaupun terdapat berbeda deskripsi pada para teriotisi di atas tentang langkah-

langkah proses supervisi klinik, sebenarnya langkah-langkah ini bisa

Page 14: Supervisi 2

Tahap Pertemuan Awal Menganalisa rencana pelajaran.Menetapkan bersama guru aspek-aspek yang akan diobservasi dalam mengajar.

Tahap Observasi Mengajar Mencatat peristiwa selama pengajaran.Catatan harus obyektif dan selektif.

Tahap Pertemuan Balikan Menganalisa hasil observasi bersama guru.Menganalisa perilaku mengajarBersama menetapkan aspek-aspek yang harus dilakukan untuk membantu perkembangan keterampilan mengajar berikutnya

dikembalikan pada tiga tahap esensial yang berbentuk siklus, yaitu (1) tahap

pertemuan awal, (2) tahap observasi mengajar, dan (3) tahap pertemuan balikan.

Deskripsi demikian juga dikemukakan oleh Acheson dan Gall (1987), Alexander

Mackie College of advanced Education (1981) dan Mantja (1984).

Ketiga tahap ini sebenarnya berbentuk siklus, yaitu tahap pertemuan awal, tahap

observasi mengajar, dan tahap pertemuan balikan. Rincian ketiga tahap ini telah

dibahas di muka, dan terangkum dalam gambar berikut ini.

Gambar 4.1 Siklus Supervisi Klinis

Sumber : Didapatkan dari Alexander Mackie. 1981. Supervision Of Practice Teaching. Sydney, Australia: Primary, p. 2.

a. Tahap Pertemuan Awal

Tahap pertama dalam proses supervisi klinik adalah tahap pertemuan awal

(preconference). Pertemuan awal ini dilakukan sebelum melaksanakan

observasi kelas sehingga banyak juga para teoritisi supervisi klinik yang

menyebutkan dengan istilah tahap pertemuan sebelum observasi

(preobservation Conference). Menurut Sergiovanni (1987) tidak ada tahap

yang lebih penting daripada tahap pertemuan awal ini.

Page 15: Supervisi 2

Tujuan utama pertemuan awal ini adalah untuk mengembangkan, bersama

antara supervisor dan guru, kerangka kerja observasi kelas yang akan

dilakukan. Hasil akhir pertemuan awal ini adalah kesepakatan (contract) kerja

antara supervisor dan guru. Tujuan ini bisa dicapai apabila dalam pertemuan

awal ini tercipta kerja sama, hubungan kemanusian dan komunikasi yang baik

antara supervisor dengan guru. Selanjutnya kualitas hubungan yang baik

antara supervisor dan guru memiliki pengaruh signifikan terhadap kesuksesan

tahap berikutnya dalam proses supervisi klinik. Oleh sebab itu para teoritisi

banyak menyarankan agar pertemuan awal ini, dilaksanakan secara rileks dan

terbuka. Perlu sekali diciptakan kepercayaan guru terhadap supervisor, sebab

kepercayaan ini akan mempengaruhi efektivitas pelaksanaan pertemuan awal

ini. Kepercayaan ini berkenaan dengan kenyakinan guru bahwa supervisor

memperhatikan minat atau perhatian guru.

Secara teknis, ada delapan kegiatan yang harus dilaksanakan dalam pertemuan

awal ini, yaitu (1) menciptakan suasana yang akrab dan terbuka, (2)

mengidentifikasi aspek-aspek yang akan dikembangkan guru dalam

pengajaran. (3) menerjemahkan perhatian guru ke dalam tingkah laku yang

bisa diamati, (4) mengidentifikasi prosedur untuk memperbaiki pengajaran

guru, (5) membantu guru memperbaiki tujuannya sendiri (6) menetapkan

waktu observasi kelas, (7) menyeleksi instrumen observasi kelas, dan (8)

memperjelas konteks pengajaran dengan melihat data yang akan direkam.

Goldhammer, Anderson, dan Krajewski (1981) mendeskripsikan satu agenda

yag harus dihasilkan pada akhir pertemuan awal. Agenda tersebut adalah :

a. Menetapkan kontrak atau persetujuan antara supervisor dan guru tentang

apa saja yang akan diobservasi.

Page 16: Supervisi 2

1) Tujuan instruksional umum dan khusus pengajaran

2) Hubungan tujuan pengajaran dengan keseluruhan program

pengajaran yang diimplementasikan.

3) Aktivitas yang akan diobservasi

4) Kemungkinan perubahan formal aktivitas, sistem, dan unsur-unsur

lain berdasarkan persetujuan interaktif antara supervisor dan guru.

5) Deskripsi spesifik butir-butir atau masalah-masalah yang balikannya

diinginkan guru.

b. Menetapkan mekanisme atau aturan-aturan observasi meliputi :

1) Waktu (jadwal) observasi

2) Lamanya observasi

3) Tempat observasi

c. Menetapkan rencana spesifik untuk melaksanakan observasi meliputi:

1) Dimana supervisor akan duduk selama observasi

2) Akankah supervisor menjelaskan kepada murid-murid mengenai

tujuan observasinya jika demikian, kapan sebelum ataukah setelah

pelajaran.

3) Akankah supervisor mencari satu tindakan khusus.

4) Akankah supervisor berinteraksi dengan murid-murid

5) Perlukah adanya material atau persiapan khusus

6) Bagaimanakah supervisor akan mengakhiri observasi

b. Tahap Observasi Pembelajaran

Tahap kedua dalam proses supervisi klinik adalah tahap observasi mengajar

secara sistematis dan obyektif. Perhatian observasi ini ditujukan pada guru

dalam bertindak dan kegiatan-kegiatan kelas sebagai hasil tindakan guru.

Waktu dan tempat observasi mengajar ini sesuai dengan kesepakatan bersama

antara supervisor dan guru pada waktu mengadakan pertemuan awal.

Menurut Daresh (1989) ada dua aspek yang harus diputuskan dan

dilaksanakan oleh supervisor sebelum dan sesudah melaksanakan observasi

mengajar, yaitu menentukan aspek-aspek yang akan diobservasi mengajar dan

bagaimana cara mengobservasinta.Aspek-aspek yang akan diobservasi harus

Page 17: Supervisi 2

sesuai dengan hasil diskusi antara supervisor dan guru pada waktu pertemuan

awal. Aliva (1984) menegaskan sebagai berikut :

If we follow through with the cycle of clinical supervisor the teacher and supervisor in the preobservation conference have decided on the specific behaviors of teacher and students which the supervisor will observe. The supervisor concentrates on the presence or absence of the spesific behaviors (Oliva : 1984, halaman 502).

Sedangkan mengenai bagaimana mengobservasi juga perlu mendapatkan

perhatian. Maksud baik supervisi akan tidak berarti apabila usaha-usaha

observasi tidak bisa memperoleh data yang seharusnya diperoleh. Tujuan

utama pengumpulan data adalah untuk memperoleh informasi yang nantinya

akan digunakan untuk mengadakan tukar pikiran dengan guru setelah

observasi aktivitas yang telah dilakukan di kelas. Di sinilah letak pentingnya

teknik dan instrumen oberservasi yang bisa digunakan untuk mengobservasi

guru mengelola proses belajar mengajar.

Sehubungan dengan teknik dan instrumen ini, sebenarnya pada peneliti telah

banyak yang mengembangkan bermacam-macam teknik yang bisa digunakan

dalam mengobservasi pengajaran. Acheson dan Gall (1987) mereview

beberapa teknik dan mengajurkan kita untuk menggunakannya dalam proses

supervisi klinis beberapa teknik tersebut adalah sebagai berikut:

a. Selective verbatim. Di sini supervisor membuat semacam rekaman

tertulis, yang bisa dibuat dengan a verbatim transcript. Sudah barang

tentu tidak semua kejadian verbal harus direkam dan sesuai dengan

kesepakatan bersama antara supervisor dan guru pada pertemuan awal,

hanya kejadian-kejadian tertentu yang harus direkam secara selektif.

Transkrip ini bisa ditulis langsung berdasarkan pengamatan dan bisa juga

menyalin dari apa yang direkam terlebih dahulu melalui tape recorder.

b. Rekaman observasional berupa a seating chart. Di sini, supervisor

mendokumentasikan perilaku-perilaku murid-murid sebagaimana mereka

Page 18: Supervisi 2

berinteraksi dengan seorang guru selama pengajaran berlangsung.

Seluruh kompleksitas perilaku dan interaksi di deskripsikan secara

bergambar. Melalui penggunaan a seating chart ini, supervisor bisa

mendokumentasikan secara grafis interaksi guru dengan murid-murid

dengan murid. Sehingga dengan mudah diketahui apakah guru hanya

berinteraksi dengan semua murid atau hanya dengan sebagian murid,

apakah semua murid atau hanya sebagian murid yang terlibat proses

belajar mengajar.

c. Wide-lens techniques. Di sini supervisor membuat catatan yang lengkap

mengenai kejadian-kejadian di kelas dan cerita yang panjang lebar.

Teknik ini bisa juga disebut dengan anecdotal record.

d. Checkliss and timeline coding. Di sini supervisor mengobservasi dan

mengumpulkan data perilaku belajar mengajar.Perilaku pembelajaran ini

sebelumnya telah diklasifikasi atau dikategorikan. Contoh yang paling

baik prosedur ini dalam observasi supervisi klinik adalah skala analisis

interaksi Flanders (Flanders; 1970). Dalam analisis ini, aktivitas kelas

diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu pembicaraan guru,

pembicaraan murid dan tidak ada pembicaraan (silence), Tabel 4.1

merupakan satu contoh analisis interaksi Flanders.

Tabel 4.1 Kategori Analisis Interaksi Franders

Guru

Berbicara

Respons 1. Perasaan menerima. Menerima dan mengklasi- fikasi

sikap/perasaan murid dalam cara yang tidak menakutkan.

Perasaan ini bisa positif atau negatif.

2. Penghargaan dan dorongan.Penghargaan dan dorongan

terhadap murid, misalnya dengan mengatakan “um hum”

atau teruskan. Ini merupakan upaya menghindari

ketegangan.

3. Menerima atau menggunakan ide murid. Menjawab

pembicaraan murid. Mengklasifikasi, membangun, atau

mengajukan pertanyan berdasarkan ide-ide murid.

4. Bertanya. Bertanya tentang isi dan prosedur, berdasarkan

ide guru, dengan maksud murid akan menjawabnya.

Inisiasi 5. Berceramah. Mengemukakan fakta atau opini tentang isi

atau prosedur: mengekspresikan idenya sendiri,

memebrikan penjelasan sendiri

6. Memberikan petunjuk. Memberi petunjuk, komando,

perintah, di mana murid melakukan

7. Mengkritik. Mengemukakan sesuatu untuk mengubah

perilaku murid dari pola yang tak diterima menjadi pola

yang diterima.

Respons 8. Murid berbicara-merespons. Murid berbicara untuk

Page 19: Supervisi 2

merespons kontak guru yang situasinya terbatas

9. Murid berbicara-inisiasi. Murid mengemukakan idenya

baik secara spontan maupun dalam sosia lisasi guru.

Kebebasan mengembangkan opini/ pemikiran; berjalan di

luar struktur yang ada.

Inisiasi 10. Kesunyian atau kebingungan. Istirahat, kesunyian

sebentar, kebingunan karena komunikasi tidak bisa

dimengerti pengamat.

Sumber: Acheson, K.A dan Gall, M.D.1987. Techniques in the the Clinical Supervision of Teachers. White Plains, N.Y., Longman

Checklist lainnya yang bisa digunakan untuk mengarahkan observasi

pengajaran adalah apa yang disebut dengan istilah timeline coding technique

yang telah dikembangkan sejak 20 tahun yang lalu, yang memang didesain

untuk mempelajari strategi pengajaran. Di sini, supervisor mencatat perilaku

guru maupun murid dalam waktu-waktu tertentu yang telah ditetapkan

sebelumnya selama waktu-waktu tertentu ditetapkan sebelumnya disediakan

selama proses pembelajaran. Teknik ini bisa disediakan data terhadap guru

yang mereka rasa harus diobservasi dan dikembangkan. Instrumen ini bisa

mengarahkan supervisor dalam observasinya dan menyediakan balikan yang

spesifik dalam klasifikasi waktu yang diinginkan.

Demikianlah beberapa teknik yang telah direview oleh Acheson dan Gall telah

dikemukakan, bisa digunakan untuk mengarahkan dan mempermudah tahap

observasi dalam proses supervisi klinik. Supervisor yang efektif seha- rusnya

menyadari adanya beberapa teknik ini dan berusaha memiliki satu atau lebih

teknik sesuai dengan perhatian guru yang akan diobservasi. Namun

sayangnya, menurut Daresh (1989), dengan melihat dari waktu ke waktu,

yang terjadi justru sebaliknya. Dan banyak hal, supervisor hanya belajar satu

teknik observasi yang disukainya, misalnya teknik analisis Interaksi Flanders,

Page 20: Supervisi 2

dan menggunakannya setiap teknik memiliki kelebihan dan kekurangan. Akan

tetapi kelebihan-hkelebihan setiap teknik dengan cepat akan hilang apabila

supervisor lebih berwawasan terhadap hanya satu teknik yang dipahami dan

disukai dengan tidak mengikuti perhatian pengajaran guru.

c. Tahap Pertemuan Balikan

Tahap ketiga dalam proses supervisi klinik adalah tahap pertemuan balikan.

Pertemuan balikan dilakukan segera setelah melaksanakan observasi

pengajaran, dengan terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap hasil

observasi. Tujuan utama pertemuan balikan ini adalah ditindaklanjuti apa saja

yang dilihat oleh supervisor, sebagai onserver, terhadap proses belajar

mengajr. Pembicaraan dalam pertemuan balikan ini adalah ditekankan pada

identifikasi dan analisis persamaan dan perbedaan antara perilaku guru dan

murid yang direncanakan dan perilaku aktual guru dan murid, serta membuat

keputusan tentang apa dan bagaimana yang seharusnya akan dilakukan sehu-

bungan dengan perbedaan yang ada.

Pertemuan balikan ini merupakan tahap yang penting untuk mengembangkan

perilaku guru dengan cara memberikan balikan tertentu. Balikan ini harus

deskriptif, spesifik, konkrit, bersifat memotivasi, aktual, dan akurat sehingga

betul-betul bermanfaat bagi guru (Sergiovanni, 1987). Paling tidak ada lima

manfaat pertemuan balikan bagi guru, sebagaimana dikemukakan oleh

Goldhammer, Anderson, dan Krajewski (1981), yaitu, (1) guru bisa diberi

penguatan dan kepuasan, sehingga bisa termotivasi dalam kerjanya, (2) isu-isu

dalam pengajaran bisa didefinisikan bersama supervisor dan guru dengan

tepat, (3) supervisor bila mungkin dan perlu, bisa berupaya mengintervensi

Page 21: Supervisi 2

secara langsung guru untuk memberikan bantuan didaktis dan bimbingan, (4)

guru bisa dilatih dengan teknik ini untuk melakukan supervisi terhadap dirinya

sendiri, dan (5) guru busa diberi pengetahuan tambahan untuk meningkatkan

tingkat analisis profesional diri pada masa yang akan datang.

Tentunya sebelum mengadakan pertemuan balikan ini supervisor terlebih

dahulu menganalisa hasil observasi dan merencanakan bahan yang akan

dibicarakan dengan guru. Begitu pula diharapkan guru menilai dirinya sendiri.

Setelah itu dilakukan pertemuan balikan ini. Dalam pertemuan balikan ini

sangat diperlukan adanya keterbukaan antara supervisor dan guru. Sebaiknya,

pertama-tama supervisor menanamkan kepercayaan pada diri guru bahwa

pertemuan balikan ini bukan untuk menyalahkan guru melainkan untuk

memberikan masukan balikan. Oleh sebab banyak para teoritisi yang

menganjurkan agar pertama-tama yang harus dilakukan oleh supervisor dalam

setiap pertemuan balikan adalah memberikan penguatan (reinforcement)

terhadap guru. Baru setelah melanjutkan dengan analisis bersama setiap aspek

pengajaran yang menjadi perhatian supervisi klinis. Berikut ini beberapa

langkah penting yang harus dilakukan selama pertemuan balikan.

a. Menanyakan perasaan guru secara umum atau kesannya terhadap

pengajaran yang dilakukan, kemudian supervisor berusaha memberikan

penguatan (reinforcement).

b. Menganalisa pencapaian tujuan pengajaran. Di sini supervisor bersama

guru mengidentifikasi perbedaan antara tujuan pengajaran yang

direncanakan dan tujuan pengajaran yang dicapai.

Page 22: Supervisi 2

c. Menganalisa target keterampilan dan perhatian utama guru. Di sini

(supervisor bersama guru mengidentifikasi target ketrampilan dan

perhatian utama yang telah dicapai dan yang belum dicapai. Bisa jadi

pada saat ini supervisor menunjukkan hasil rekaman observasi, sehingga

guru mengetahui apa yang telah dilakukan dan dicapai, dan yang belum

sesuai dengan target ketrampilan dan perhatian utama guru sebagaimana

disepakati pada tahap pertemuan awal. Apabila dalam kegiatan observasi

supervisor merekam proses belajar mengajar dengan alat elektronik,

misalnya dengan menggunakan alat syuting, maka sebaiknya hasil

rekaman ini dipertontonkan kepada guru sehingga ia dengan bebas

melihat dan menafsirkannya sendiri.

d. Supervisor menanyakan perasaannya setelah enganalisis target

keterampilan dan perhatian utamanya.

e. Menyimpulkan hasil dari apa yang telah diperolehnya selama proses

supervisi klinik. Disini supervisi memberikan kesempatan kepada guru

untuk menyimpulkan target keterampilan dan perhatian utamanya yang

telah dicapai selama proses supervisi klinis.

f. Mendorong guru untuk merencanakan latihan-latihan berikut sekaligus

menetapkan rencana berikutnya.

Demikian tiga pokok dalam proses supervisi klinik. Dalam pelaksanaan supervisi

klinik sangat diperlukan iklim kerja yang baik dalam pertemuan awal, observasi

pengajaran, maupun dalam pertemuan balikan. Faktor yang sangat menentukan

keberhasilan supervisi klinik sebagai satu pendekatan supervisi pengajaran adalah

kepercayaan (trust) pada guru bahwa tugas supervisor semata-mata untuk

Page 23: Supervisi 2

membantu mengembangkan pengajaran guru. Upaya memperoleh kepercayaan

guru ini memerlukan satu iklim kerja yang oleh para teoritisi disebut dengan

istilah kolegial (collegial). Pelaksanaan supervisi klinik bisa dikatakan telah

memiliki iklim kolegial apabila antara supervisor dan guru bukan” … Something

that a superordinate (an administrator or supervisor, for example) does to a

teacher, but as a peer-to-peer activity” (Daresh : 1989, halaman 218). Di samping

ini, untuk melaksanakan supervisi klinik sangat diperlukan kesediaan supervisor

dan guru untuk meluangkan waktunya. Setiap pelaksanaan supervisi klinik akan

memerlukan waktu yang lama.

3. Instrumen Supervisi Klinis

Instrumen supervisi klinis terdiri dari beberapa bagian. Pertama lembaran

kesepakatan yang terdiri dari 4 (empat ) aspek yakni : aspek kependidikan,

akademik, pengelolaan kelas dan interaksi dengan siswa dalam proses

pembelajaran. Dalam lembaran ini disepakati, apa fokus persoalan yang akan di

supervisi. Kedua lembaran perangkat dan media pembelajaran apa yang menjadi

pilihan. Ketiga lebaran observasi, refleksi, dan kesimpulan diskusi sebagai

balikan. Keempat lembaran penutup, yang berisi saran pembinaan dan legalitas

kegiatan.

Instrumen ini sifatnya terbuka dan setelah digunakan harus dimiliki oleh guru

yang di supervisi, supervisor dan kepala sekolah. Karena data, fakta dan

kesimpulan yang terdapat dalam instrumen inilah yang akan dijadikan dasar

dalam perencanaan kegiatan pada siklus selanjutnya.

Page 24: Supervisi 2

Supervisi klinis mempunyai unsur-unsur yang meliputi :

a) Kebutuhan akan bantuan datang dari guru bukan dari supervisor.

b) Adanya hubungan yang harmonis antara guru dan supervisor.

c) Observasi dilakasanakan dan direkam yang dipusatkan pada perilaku yang

menjadi permasalahan dan diminta oleh guru.

d) Kolaborasi menganalisis hasil observasi (supervisor dan guru).

e) Supervisor memberikan bantuan dan guru menetapkan kebutuhan latihan

sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.

Tujuan Supervisi Klinis

a) Memperbaiki dan meningkatkan kemampuan untuk menyusun

perencanaan pembelajaran.

b) Membantu mendiagnosis dan mencari solusi permasalahan perencanaan

pembelajaran.

c) Membantu guru menyusun perencanaan pembelajaran yang lebih baik

sesuai petunjuk.

d) Memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran.

Prinsip-Prinsip Supervisi Klinis

a) Hubungan staf dan guru bersifat intim, sederajat dan terbuka (kolegal dan

intraktif).

b) Diskusi yang dilaksanakan bersifat demokratif.

c) Keputusan yang ditetapkan merupakan hasil kesepakatan bersama.

d) Sasaran supervisi adalah pada kebutuhan dan aspirasi guru.

e) Mengutamakan prakarsa dan tanggung jawab guru, dan pengawas

bertindak sebagai fasilitator.

Page 25: Supervisi 2

f) Balikkan dilakukan berdasarkan hasil observasi yang cermat sesuai dengan

kontrak.

4. Implikasi Prinsip Supervisi Klinis

a) Bagi guru

1) Menumbuhkembangkan keyakinan diri akan kemampuan dan upaya

peningkatan mutu perencanaan dan proses pembelajaran.

2) Memiliki sikap terbuka dan objektif untuk memahami kemampuan diri

sendiri.

b) Bagi pengawas

1) Memiliki keyakinan akan kemampuan guru mengembangkan diri.

2) Memiliki keyakinan akan kemampuan guru dalam memecahkan

permasalahan yang dihadapi.

3) Memiliki sikap terbuka dan tanggap terhadap pendapat guru.

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan yang dimaksud dengan

supervisi klinis pada penelitian ini adalah suatu bentuk layanan bantuan dalam

kegiatan supervisor secara sistematis melalui cara mendiaknosis masalah yang

dihadapi guru, memecahkan masalah dan membantu guru untuk mengembangkan

diri sehingga guru dapat meningkatkan kualitas mengajar dengan tujuan supaya

guru memiliki kompetensi terutama kompetensi pedagogik.