BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Supervisi 2.1.1 ...

22
7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Supervisi 2.1.1 Pengertian Supervisi berasal dari kata super (bahasa latin yang berarti di atas) dan videre (bahasa latin yang berarti melihat). Bila dilihat dari asal kata aslinya, supervise berarti melihat dari atas. Pengertian supervisi merupakan pengamatan secara langsung dan berkala oleh “atasan” terhadap pekerjaan yang dilakukan bawahan” untuk kemudian bila ditemukan masalah, segera diberikan bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya (Marquis & Huston, 2010). Supervisi adalah segala bantuan dari pemimpin/ penanggung jawab kepada perawat yang ditujukan untuk perkembangan para perawat dan staf lainnya dalam menscapai tujuan asuhan keperawatan. Kegiatan supervisi semacam ini merupakan dorongan, bimbingan dan kesempatan bagi pertumbuhan perkembangan keahlian dan kecakapan para perawat (Mangkunegara, 2012). Supervisi pelayanan keperawatan adalah kegiatan interaksi dan komunikasi antar supervisor dengan perawat pelaksana, dimana perawat tersebut menerima bimbingan, dukungan, bantuan dan dipercaya sehingga perawat dapat meningkatkan keselamatan pasien dan kualitas pelayanan kesehatan. 2.1.2 Manfaat Supervisi Manfaat supervisi menurut Suarli & Bahtiar (2015) yaitu: 1. Supervisi dapat meningkatkan efektifitas kerja. Peningkatan efektifitas kerja erat hubungannya dengan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan

Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Supervisi 2.1.1 ...

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Supervisi 2.1.1 ...

7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Supervisi

2.1.1 Pengertian

Supervisi berasal dari kata super (bahasa latin yang berarti di atas) dan

videre (bahasa latin yang berarti melihat). Bila dilihat dari asal kata aslinya,

supervise berarti “melihat dari atas”. Pengertian supervisi merupakan

pengamatan secara langsung dan berkala oleh “atasan” terhadap pekerjaan yang

dilakukan “bawahan” untuk kemudian bila ditemukan masalah, segera diberikan

bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya (Marquis & Huston, 2010).

Supervisi adalah segala bantuan dari pemimpin/ penanggung jawab

kepada perawat yang ditujukan untuk perkembangan para perawat dan staf

lainnya dalam menscapai tujuan asuhan keperawatan. Kegiatan supervisi

semacam ini merupakan dorongan, bimbingan dan kesempatan bagi pertumbuhan

perkembangan keahlian dan kecakapan para perawat (Mangkunegara, 2012).

Supervisi pelayanan keperawatan adalah kegiatan interaksi dan komunikasi

antar supervisor dengan perawat pelaksana, dimana perawat tersebut menerima

bimbingan, dukungan, bantuan dan dipercaya sehingga perawat dapat

meningkatkan keselamatan pasien dan kualitas pelayanan kesehatan.

2.1.2 Manfaat Supervisi

Manfaat supervisi menurut Suarli & Bahtiar (2015) yaitu:

1. Supervisi dapat meningkatkan efektifitas kerja. Peningkatan efektifitas

kerja erat hubungannya dengan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Supervisi 2.1.1 ...

8

2. bawahan, serta makin terbinanya hubungan dan suasana yang lebih harmonis

antara atasan dan bawahan.

3. Supervisi dapat lebih meningkatkan efisiensi kerja. Peningkatan efisiensi

kerja erat kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan

bawahan, sehingga pemakaian sumber daya (tenaga, harta, dan sarana) yang

sia-sia akan dapat dicegah.

2.1.3 Sasaran Supervisi

Mengemukakan bahwa supervisi yang dilakukan memiliki sasaran dan

target tertentu yang akan dicapai. Sasaran yang menjadi target dalam supervisi

yaitu:

1. Penggunaan alat yang efektif dan ekonomis

2. Sistem dan prosedur yang tidak menyimpang

3. Pembagian tugas dan wewenang yang proporsional

4. Pelaksanaan tugas keperawatan yang berkualitas

5. Penyimpangan/ penyelewengan kekuasaan, kedudukan, dan keuangan

tidak terjadi dalam rumah sakit. (Mangkunegara, 2012)

2.1.4 Supervisi Keperawatan

Menurut Suyanto dan Nursalam (2014) supervisor dalam keperawatan

yaitu:

1. Kepala Ruangan

Bertanggungjawab untuk melakukan supervisi pelayanan keperawatan yang

diberikan pada pasien di ruang perawatan yang dipimpinnya. Kepala ruang

mengawasi perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan baik

secara langsung maupun tidak langsung disesuaikan dengan metode penugasan

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Supervisi 2.1.1 ...

9

yang diterapkan di ruang perawatan tersebut. Kepala ruang merupakan ujung

tombak penentu tercapai atau tidaknya tujuan pelayanan kesehatan di rumah

sakit.

2.Pengawas Keperawatan (Supervisor)

Ruang perawatan dan unit pelayanan yang berada di bawah unit pelaksana

fungsional (UPF) mempunyai pengawas yang bertanggungjawab mengawasi

jalannya pelayanan keperawatan. Pengawas ini bertanggungjawab dalam

mensupervisi pelayanan kepada kepala ruangan yang ada di instalasinya.

3. Kepala Seksi Keperawatan

Mengawasi instalasi dalam melaksanakan tugas secara langsung dan

seluruh perawat secara tidak langsung.

2.1.5 Kompetensi Supervisor

Suryanto (2009) menerangkan seorang supervisor keperawatan dalam

menjalankan tugasnya sehari-hari harus memiliki kemampuan dalam:

1. Memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas, sehingga dapat di

mengerti oleh staf dan pelaksana keperawatan

2. Memberikan solusi, saran, nasehat, dan bantuan kepada staf dan

pelaksana keperawatan

3. Memberikan latihan dan bimbingan yang diperlukan oleh staf dan

pelaksana keperawatan

4. Melakukan penilaian terhadap penampilan kerja perawat (kinerja)

5. Memberikan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja kepada staf

dan pelaksana keperawatan

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Supervisi 2.1.1 ...

10

6. Melakukan pengamatan atau observasi kepada perawat yang

memberikan asuhan keperawatan pada pasien.

2.1.6 Langkah Supervisi

Supervisi dilakukan secara bertahap, menurut Nursalam langkah-

langkah dalam menerapkan supervisi yaitu:

1) Prasupervisi

a) Supervisor menetapkan kegiatan yang akan disupervisi

b) Supervisor menetapkan tujuan

2) Pelaksanaan supervisi

a) Supervisor menilai kinerja perawat berdasarkan alat ukur atau instrumen

yang telah disiapkan

b) Supervisor mendapat beberapa hal yang memerlukan pembinaan

c) Supervisor memanggil PP dan PA untuk mengadakan pembinaan

dan klarifikasi permasalahan

d) Pelaksanaan supervisi dengan inspeksi, wawancara, dan memvalidasi

data sekunder

(1) Supervisor mengklarifikasi permasalahan yang ada

(2) Supervisor melakukan tanya jawab dengan perawat

3) Pascasupervisi (3F)

a) Supervisor memberikan penilaian supervise (F-fair)

b) Supervisor memberikan feedback dan klarifikasi

c) Supervisor memberikan reinforcement dan follow up perbaikan.

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Supervisi 2.1.1 ...

11

2.1.7 Alat Ukur Supervisi

Alat untuk mengukur supervisi pelayanan keperawatan yang telah diuji

validitas dan reliabilitasnya adalah The Manchester Clinical Supervision Scale.

Kuisioner ini dikembangkan oleh White & Wainstanley (2000) kemudian

direvisi lagi oleh White & Wainstanley (2011). Versi asli kuisioner ini adalah

berbahasa inggris, kemudian telah dialihkan bahasakan dibeberapa negara seperti

prancis, norwegia, spanyol, denmark, swedia, portugis, dan finlandia. Kuisioner

ini terbagi menjadi tiga komponen yang merupakan pengembangan dari model

proctor yaitu:

1. Komponen Normatif (mempertahankan kinerja dan meningkatkan

profesionalisme)

Berisi item pernyataan finding time (waktu yang tersedia dari supervisor

untuk melakukan supervisi), item pentingnya supervisi dan item

kepercayaan/ hubungan.

2. Komponen Formatif (meningkatkan pengetahuan dan

ketrampilan)

Komponen formatif berisi item pernyataan meningkatkan pelayanan dan

ketrampilan dan item masalah pribadi serta refleksi diri.

3. Komponen Restoratif (memberikan dukungan)

Komponen restoratif berisi item pernyataan dukungan dan nasehat

supervisor.

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Supervisi 2.1.1 ...

12

2.2 Konsep Dasar Perilaku Keperawatan

2.2.1 Pengertian

Perilaku perawat dalam pelayanan keperawatan merupakan suatu

tanggapan dan tindakan terhadap kebutuhan dan keinginan dari para pasien

(Anjaryani, 2009). Perilaku keperawatan sering kali diuraikan dengan pengertian

Caring. Caring merupakan inti dari praktik keperawatan yang baik, karena

caring bersifat khusus dan bergantung pada hubungan perawat - klien (Potter &

Perry, 2009). Caring memfasilitasi kemampuan perawat untuk mengenali klien,

mengetahui masalah klien, mencari dan melaksanakan solusinya. Perilaku seorang

perawat yang caring terhadap klien, dapat memperkuat mekanisme coping klien

sehingga memaksimalkan proses penyembuhan klien (Sitorus, 2006).

Watson (1979 dalam Tomey & Alligood, 2006), menyatakan bahwa caring

merupakan perwujudan dari semua faktor yang digunakan perawat dalam

memberikan pelayanan kesehatan pada klien. Perilaku caring perawat dapat

diwujudkan dalam pemberian pelayanan keperawatan pada klien, bila perawat

dapat memahami pengertian dari caring itu sendiri, mengetahui teori tentang

caring, mengetahui caring dalam praktek keperawatan, memahami sepuluh faktor

carative caring.

Caring adalah sentral untuk praktek keperawatan karena caring merupakan

suatu cara pendekatan yang dinamis, dimana perawat bekerja untuk lebih

meningkatkan kepeduliannya kepada klien. Watson (2005, dalam Tomey &

Alligood, 2006) menyatakan bahwa caring merupakan etik dan ideal moral dari

keperawatan yang memerlukan kualitas interpersonal dan humanistik. Caring

merupakan konsep yang kompleks yang memerlukan pengembangan

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Supervisi 2.1.1 ...

13

pengetahuan, ketrampilan, keahlian, empati, komunikasi, kompetensi klinik,

keahlian teknik dan ketrampilan interpersonal. Caring juga merupakan sebuah

proses interpersonal esensial yang mengharuskan perawat melakukan aktivitas

peran yang spesifik dalam sebuah cara dengan menyampaikan ekspresi emosi

tertentu pada klien (Morrison & Burnard, 2009). Leininger (1973, dalam Potter &

Perry, 2009) menyatakan caring merupakan cara seseorang bereaksi terhadap

sakit, penderitaan dan berbagai kekacauan yang terjadi. (Potter & Perry, 2009)

mendefinisikan caring sebagai suatu cara pemeliharaan berhubungan dengan

menghargai orang lain, disertai perasaan memiliki dan tanggung jawab. Pelayanan

keperawatan dengan caring sangat penting dalam membuat hasil positif terhadap

kesehatan dan kesejahteraan klien.

Beberapa pengertian tentang caring diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

caring merupakan ideal moral keperawatan yang dalam penerapannya pada klien

memerlukan pengembangan pengetahuan, ketrampilan, keahlian, empati,

komunikasi, kompetensi klinik, keahlian teknik dan ketrampilan interpersonal

perawat, serta adanya rasa tanggung jawab perawat untuk menerapkannya pada

klien. Caring juga merupakan dasar dalam melaksanakan praktek keperawatan

profesional untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang dapat

memberikan kepuasan pada klien.

1. Praktik Keperawatan Caring merupakan hasil dari kultur, nilai – nilai,

pengalaman dan hubungan perawat dengan klien. Saat perawat berurusan dengan

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Supervisi 2.1.1 ...

14

kesehatan dan penyakit dalam praktiknya, maka kemampuan perawat dalam

pelayanan akan semakin berkembang. Sikap perawat dalam praktik keperawatan

yang berhubungan dengan caring adalah dengan kehadiran, sentuhan kasih

sayang, selalu mendengarkan dan memahami klien (Potter & Perry, 2009).

Kehadiran adalah suatu pertemuan antara perawat dengan klien yang merupakan

sarana untuk lebih mendekatkan dan menyampaikan manfaat caring. Kehadiran

perawat meliputi hadir secara fisik, berkomunikasi dengan pengertian. Kehadiran

juga merupakan sesuatu yang ditawarkan perawat pada klien dengan maksud

memberikan dukungan, dorongan, menenangkan hati klien, mengurangi rasa

cemas dan takut klien karena situasi tertentu, serta selalu ada untuk klien (Potter

& Perry, 2009). Sentuhan merupakan salah satu cara pendekatan yang

menenangkan, dimana perawat dapat mendekatkan diri dengan klien untuk

memberikan perhatian dan dukungan. Sentuhan caring merupakan suatu bentuk

komunikasi non verbal yang dapat mempengaruhi kenyamanan dan keamanan

klien, meningkatkan harga diri klien, serta memperbaiki orientasi tentang

kenyataaan. Pengungkapan sentuhan harus berorientasi pada tugas dan dapat

dilakukan dengan cara memegang tangan klien, memberikan pijatan pada

punggung, menempatkan klien dengan hati – hati dan ikut serta dalam

pembicaraan (Potter & Perry, 2009). Pembicaraan dengan klien harus benar –

benar didengarkan oleh perawat. Mendengarkan merupakan kunci dari hubungan

perawat dengan klien, karena dengan mendengarkan kisah/ keluhan klien akan

membantu klien mengurangi tekanan terhadap penyakitnya. Hubungan pelayanan

perawat dengan klien yaitu dengan membangun kepercayaan, membuka topik

pembicaraan, mendengarkan dan mengerti apa yang klien katakan.

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Supervisi 2.1.1 ...

15

Perawat yang mendengarkan klien dengan sungguh – sungguh, akan mengetahui

secara benar dan merespon apa yang benar – benar berarti bagi klien dan

keluarganya (Potter & Perry 2009). Mendengarkan juga termasuk memberikan

perhatian pada setiap perkataan yang diucapkan , nada suara, ekspresi wajah, dan

bahasa tubuh klien. Hal ini akan membantu perawat dalam mendapatkan petunjuk

untuk membantu menolong klien mencari cara mendapatkan kedamaian. Bulfin

(2005, dalam Potter & Perry, 2009) mengemukakan bahwa memahami klien akan

membantu perawat dalam merespon apa yang menjadi persoalan klien.

Memahami klien berarti perawat menghindari asumsi, fokus pada klien, dan ikut

serta dalam hubungan caring dengan klien yang memberikan informasi dan

memberikan penilaian klinis. Memahami klien adalah sebagai inti suatu proses

yang digunakan perawat dalam membuat keputusan klinis. Perawat yang

membuat keputusan klinis yang akurat dengan konteks pemahaman yang baik,

akan meningkatkan hasil kesehatan klien, klien akan mendapatkan pelayanan

pribadi, nyaman, dukungan, dan pemulihan.

2. Pengukuran Caring.

Pengukuran perilaku caring perawat dapat dilakukan menggunakan

beberapa alat ukur diantaranya adalah:

a. Caring Behavior Inventory (CBI) merupakan alat ukur dengan menggunakan

konsep dasar caring Watson. Alat ukur ini dikembangkan oleh Wolf, et al

(1998) dan mengkatagorikan sepuluh faktor karatif caring Watson menjadi

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Supervisi 2.1.1 ...

16

lima dimensi perilaku caring. Alat ukur ini terdiri dari 43 item pernyataan

dengan alternatif jawaban menggunakan skala Likert 4 point.

b. Caring Reflective Behavior Index (CRBI) merupakan alat ukur yang digunakan

untuk mengukur bagaimana perawat mengekspresikan perilaku caring pada

klien dengan kebutuhan khusus (Nurachmah, 2000). Instrumen pengukuran

terdiri dari 30 item pernyataan yang di kembangkan dari sepuluh carative

caring Watson dan masing – masing faktor carative terdiri dari 3 item

pernyataan.

c. Measuring of Nurse Caring Behavior (MNCB) merupakan alat ukur yang

digunakan untuk meningkatkan perilaku caring perawat (Anjaswarni, 2002).

Alat ukur ini merupakan pengembangan dari Caring Reflective Behavior

Inventory yang disusun oleh Nurachmah (2000). Instrumennya terdiri dari 50

item pernyataan yang berhubungan dengan sepuluh carative caring Watson.

Setiap carative caring berisi 4 sampai 8 item pernyataan. Setiap item diukur

dan diberi skor 1 – 4. Pengukuran caring dilakukan untuk melihat sejauh

mana perilaku perawat dalam menerapkan carative caring pada klien.

Perilaku manusia (perawat) merupakan aktifitas yang timbul karena adanya

stimulus atau respon yang dapat diamati secara langsung dan tidak langsung

(Notoatmodjo, 2010), sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku caring

perawat merupakan aktifitas perawat terhadap penerapan carative caring

dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien. Perilaku caring dapat

diterapkan dengan baik, bila perawat memiliki pemahaman yang tinggi

tentang perilaku caring tersebut. Pemahaman perawat tentang perilaku caring

dapat diperoleh salah satunya melalui pelatihan, karena pelatihan merupakan

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Supervisi 2.1.1 ...

17

metode terorganisasi yang memastikan bahwa seseorang mempunyai

pengetahuan dan ketrampilan untuk tujuan khusus dan mereka mendapatkan

pengetahuan yang di butuhkan untuk melakukan tugas kerja (Marquis &

Huston, 2010). Hal ini sesuai dengan pendapat Watson yang menyatakan

bahwa caring merupakan karakteristik interpersonal yang tidak diturunkan

melalui genetik tetapi dipelajari melalui suatu pendidikan dalam hal ini

pelatihan. Hal ini juga diperkuat dengan hasil penelitian Glembocki & Dunn

(2010) tentang membangun budaya caring melalui pelatihan, mereka

menyatakan adanya peningkatan pengetahuan perawat tentang perilaku

caring sebelum dan sesudah pelatihan.

Perilaku caring juga baru dapat diterapkan bila perawat memiliki motivasi

yang tinggi untuk menerapkannya, karena caring juga merupakan suatu dorongan

motivasi bagi perawat untuk dapat memberikan pelayanan terbaik bagi klien dan

menjadi kepuasan tersendiri bagi perawat bila dapat membuat perubahan pada

kliennya (Potter & Perry, 2009). Perilaku caring tidak akan dapat diterapkan, bila

perawat tidak termotivasi untuk menerapkannya, karena motivasi individu akan

timbul, bila individu tersebut memahami pekerjaan yang akan dilakukan . Hal ini

juga sesuai dengan hasil penelitian Sobirin (2006) yang menyatakan bahwa

perawat dengan motivasi tinggi mempunyai peluang 35,25 kali lebih caring

dibandingkan perawat dengan motivasi rendah.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku caring dapat

diterapkan setelah perawat memahami tentang perilaku caring tersebut.

Peningkatan pemahaman perawat tentang perilaku caring, salah satunya dapat

dilakukan melalui pelatihan. Perawat yang telah memiliki pemahaman yang tinggi

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Supervisi 2.1.1 ...

18

tentang perilaku caring, diharapkan dapat termotivasi untuk menerapkan perilaku

caring tersebut pada klien.

2.2 Konsep Dasar Motivasi

2.3.1 Pengertian

Motif berasal dari bahasa latin movee yang berarti bergerak atau to move.

Motif diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam organisme ( hal ini

manusiawi ) yang mendorong untuk berbuat sesuatu atau merupakan driving

force. Tindakan manusia dipengaruhi faktor dari luar dan dari dalam.Motif

merupakan dorongan, keinginan, hasrat, dan tenaga penggerak lainnya yang

beraal dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu.Motif member tujuan

dan arah pada tingkah laku manusia (Notoatmojo, 2010).

Motivasi adalah tenaga penggerak dan kadang-kadang dilakukan dengan

menyampingkan hal-hal yang dianggap kurang bermanfaat dalam mencapai

tujuan. Motivasi murni adalah motivasi yang betul-betul didasari akan pentingnya

suatu perilaku dan didasarkan sebagai suatu kebutuhan (Irwanto, 2008).

Motivasi adalah upaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan,

ataupun pembangkit tenaga pada seseorang ataupun pada kelompok masyarakat

tersebut mau berbuat dan bekerjasama secara optimal melaksanakan sesuatu yang

telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk

terlaksananya program harus ada motivasi dari diri sendiri.

2.3.2 Klasifikasi Motivasi

1. Motivasi kuat

Motivasi dikatan kuat apabila dalam diri seseorang dalam kegiatan-

kegiatan sehari-hari memiliki harapan yang positif, mempunyai harapan yang

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Supervisi 2.1.1 ...

19

tinggi, dan memiliki keyakinan yang tinggi bahwa penderita akan menyelesaikan

pengobatannya tepat pada waktu yang telah ditentukan.

2. Motivasi sedang

Motivasi dikatakan sedang apabila dalam diri manusia memiliki keinginan

yang positif, mempunyai harapan yang tinggi, namun memiliki keyakinan yang

rendah bahwa dirinya dapat bersosialisasi dan mampu menyelesaikan persoalan

yang dihadapi.

3. Motivasi lemah

Motivasi dikatakan lemah apabila didalam diri manusia memiliki harapan

dan keyakinan yang rendah, bahwa dirinya dapat berprestasi. Misalnya bagi

seseorang dorongan dan keinginan mempelajari pengetahuan dan keterampilan

baru merupakan mutu kehidupannya maupun mengisi waktu luangnya agar lebih

produktif dan berguna (Irwanto, 2008).

2.3.3. Unsur-Unsur Motivasi

Menurut Dirgagunarsa (1996), tingkah laku bermotivasi dapat dirumuskan

sebagai tingkah laku yang dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan dan diarahkan

pada pencapaian pada suatu tujuan, agar suatu kebutuhan terpenuhi dan suatu

kehendak terpuaskan (Sobur, 2011).

1.Kebutuhan

Motif pada dasarnya bukan hanya dorongan fisik, tetapi juga orientasi

kognitif elementer yang diarahkan pada pemuasan kebutuhan.

2.Tingkah laku

Sebenarnya semua perilaku merupakan serentetan kegiatan. Sebagai

manusia kita selalu melakukan sesuatu seperti berjalan-jalan, berbicara, makan,

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Supervisi 2.1.1 ...

20

tidur, bekerja, dan sebagainya. Semua itu pada dasarnya ditujukan untuk

mencapai tujuan.

3.Tujuan

Unsur ketiga dari motivasi ialah tujuan yang berfungsi untuk memotivasikan

tingkah laku. Sebab, selain ditentukan oleh motif dasar tingkah laku juga

ditentukan oleh keadaan dari tujuan. Jika tujuannya menarik, ndividu akan lebih

aktif bertingkah laku.

2.3.4 Komponen Motivasi

1. Keinginan (Valency)

Valence juga dapat didefinisikan setiap hasil mempunyai nilai atau daya tarik

bagi orang tertentu.

2. Keyakinan (outcome expectancy)

outcome expectancy berarti setiap individu percaya bahwa individu

berperilaku dengan cara tertentu dan akan memperoleh hal tertentu.

3. Harapan (effort expectancy)

effort expectancy berarti setiap hasil berkaitan dengan suatu persepsi mengenai

seberapa sulit mencapai hasil tersebut (Sobur, 2011).

2.3.5 Fungsi dan Manfaat motivasi

Motivasi berfungsi untuk mengarahkan, mendorong, dan menggerakkan

seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi dapat ditempuh melalui cara

mengusahakan terciptanya suatu keadaan yang dapat menumbuhkan dorongan

batin seseorang agar bergerak hanya untuk bertingkah laku (Basuki, 2009).

Memberikan pengertian pada individu atau kelompok agar mereka terdorong

untuk melakukan sesuatu setelah dia mengerti.

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Supervisi 2.1.1 ...

21

Motivasi mempunyai beberapa manfaat, yaitu sebagai unsure penggerak

atau pendorong, unsure pemantapan, unsure pengayoman, unsure penggerak

semangat (Basuki, 2009). Dari empat manfaat tersebut dapat dikatakan bahwa

dengan motivasi seseorang bisa menjadi tergerak atau terdorong untuk melakukan

sesuatu, merasa lebih mantap, merasa terayomi, merasa terampil untuk ikut serta.

2.3.6 Jenis Motivasi

Menurut Purwanto (2010) dan Notoatmojo (2010), berdasarkan sumber

dorongan terhadap perilaku, motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

1. Motivasi instrinsik

Motivasi instrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam diri manusia,

biasanya timbul dari perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan sehingga manusia

menjadi puas.

2. Motivasi ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari luar yang merupakan

pengaruh dari orang lain atau lingkungan. Perilaku yang dilakukan dengan

motivasi ekstrinsik penuh dengan kekhawatiran, kesangsian apalagi tidak

mencapai kebutuhan.

2.3.7 Ciri-ciri Motivasi

Menurut Irwanto (2008) ada lima ciri-ciri motivasi :

1. Penggerakan perilaku menggejela dalam bentuk tanggapan-tanggapan yang

bervariasi. Motivasi tidak hanya merangsang suatu perilaku tertentu saja,

tetapi merangsang berbagai kecenderungan berperilaku yang memungkinkan

tanggapan yang berbeda-beda.

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Supervisi 2.1.1 ...

22

2. Kekuatan dan efisiensi perilaku mempunyai hubungan yang bervariasi dengan

kekuatan determinan. Rangsangan yang lemah mungkin menimbulkan reaksi

hebat atau sebaliknya.

3. Motivasi mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu.

4. Penguatan positif (positive reinforcement) menyebabkan suatu perilaku terilaku

tertentu cenderung untuk diulangi kembali.

5. Kekuatan perilaku akan melemah bila akibat dari perbuatan itu bersifat tidak

enak.

2.3.8 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Motivasi

Menurut Sudrajat (2008) ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi

yaitu faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik adalah faktor yang

timbul dari dalam individu, seperti usia, pendidikan dan pengetahuan. Sedangkan

faktor ekstrinsik adalah faktor yang mempengaruhi dari luar diri individu seperti

pekerjaan, status social budaya.

1. Faktor – Faktor Instrinsik

a. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dari manusia.Apabila pengetahuan itu

mempunyai sasaran yang tertentu, mempunyai metode atau pendekatan unuk

mengkaji objek tersebut sehingga memperoleh hasil yang dapat disusun secara

sistematis dan diakui secara universal, maka terbentuklah disiplin ilmu.

b. Usia

Faktor usia sangat mempengaruhi motivasi seseorang, motivasi yang

sudah berusia lanjut lebih sulit dari orang yang masih muda. Dapat diperkirakan

bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Supervisi 2.1.1 ...

23

beberapa kemampuan yang lain seperti kosa kata dan pengetahuan umum. Pada

usia dewasa muda (20-30 tahun) merupakan periode pertumbuhan fungsi tubuh

dalam tingkat yang optimal, dibarengi tingkat kematangan emosional, intelektual

dan sosial, sedangkan dewasa pertengahan ( 41-50 tahun ) secara umum

merupakan puncak kejayaan sosial, kesejahteraan, sukses ekonomi dan stabilisasi,

jadi usia sangat berpengaruh terhadap motivasi seseorang dalam berbagai kegiatan

termasuk dalam pencegahan osteoporosis.

c. Persepsi seseorang mengenai dirinya sendiri, pemahaman dan evaluasi

seseorang pada dirinya sendiri.

Persepsi ataupun sebuah mekanisme pengorganisasian, sebagai proses

seleksi atau screani berarti, bahwa beberapa informasi akan diproses dan lainnya

tidak dproses.

d. Harga diri, perasaan menjaga pada harga diri dan jati diri.

Harga diri rendah merupakan evaluasi diri dari perasaan tentang diri atau

kemampuan diri yang negatif baik langsung maupun tidak langsung (Sudrajat,

2008).

e. Harapan pribadi, keinginan dan motivasi seseorang pada masa yang akan

datang.

Ideal diri adalah persepsi individual tentang bagaimana keinginan atau

nilai pribadi tertentu. Sering disebut bahwa ideal diri sama dengan cita-cita,

keinginan, harapan tentang diri sendiri.

f. Kebutuhan, sesuatu yang dibutuhkan secara fisiologis dalam pemenuhan

kelangsungan hidup seseorang.

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Supervisi 2.1.1 ...

24

Kebutuhan akan sangat mempengaruhi dorongan atau motivasi seseorang

untuk mempersiapkan stimulus yang ada. Ada tiga jenis kebutuhan manusia

menurut Mc Clelland, yaitu kebutuhan untuk berprestasi,kebutuhan untuk

kekuasaan, dan kebutuhan untuk berafiliasi.

1. Kebutuhan akan prestasi

Kebutuhan ini pada hirarki maslow terletak antara kebutuhan akan

penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Ciri-ciri individu yang

menunjukan orientasi tinnggi antara lain bersedia menerima resiko yang

relatif tinggi keinginan untuk mendapatkan umpan balik tentang hasil

kerja mereka, keinginan mendapatkan tanggung jawab pemecahan

masalah.

Motivasi untuk berprestasi, karena itu karyawan akan berusaha mencapai

prestasi tertingginya, pencapaian tujuan tersebut bersifat realitis tetapi

menantang, dan kemajuan dalam pekerjaan.

Karyawan perlu mendapat umpan balik dari lingkungannya sebagai

bentuk pengakuan terhadap prestasinya tersebut.

2. Kebutuhan akan kekuasaan

Kebutuhan akan kekuasan adalah kebutuhan untuk memebuat orang lain

berperilaku dalam suatu cara di mana orang-orang itu tanpa di paksa

tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi individu

untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini teori

maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan

aktualisasi diri. Mc Clelland menyatakan bahwa kebutuhan akan

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Supervisi 2.1.1 ...

25

kekuasaan sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu

posisi kemampun.

Motivasi terhadap kekuasaan karyawan memiliki motivasi untuk

berpengaruh terhadap lingkunggannya, memiliki karakter kuat untuk

memimpin dan memiliki ide-ide untuk menang. Ada juga motivasi untuk

peningkatan status dan prestise pribadi.

3. Kebutuhan untuk berafiliasi

Kebutuhan akan afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antara pribadi

yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk

mempunyai hubungan yang erat, koperatif dan penuh sikap persahabatan

dengan pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang

tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi

sosial yang tinggi.

McClelland mengatakan bahwa kebanyakan orang memiliki kombinasi

karakteristik tersebut, akibatnya akan mempengaruhi perilaku karyawan

dalam pekerjaan atau mengelola organisasi

g. Keinginan, sebuah tujuan dari seseorang untuk dicapai. Keinginan adalah

segala kebutuhan lebih terhadap barang ataupuan jasa yang ingin di penuhi

setiap manusia pada sesuatu hal yang di anggap kurang. Keinginan tidak

bersifat mengikat dan tidak memiliki keharusan untuk segera terpenuhi.

Keinginan lebih bersifat tambahan, ketika kebutuhan pokok telah terpenuhi.

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Supervisi 2.1.1 ...

26

h. Pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan maka makin tinggi pula tingkat motivasi

seseorang. Disini jelas bahwa faktor pendidikan besar pengaruhnya terhadap

peningkatan motivasi seseorang. Pendidikan adalah suatu proses dimana manusia

membina perkembangan manusia lain secara sadar dan berencana.

2. Faktor – Faktor Ekstrinsik

a. Pekerjaan

Jenis dan sifat pekerjaan yang dianggap sesuai oleh seseoran akan

dijalaninya dengan penuh tanggung jawabdan kebesaran hati.

b. Status budaya

Kebudayaan dalam tatanan masyarakat merupakan suatu sistem atau

aturan yang dipegang teguh oleh masyarakat, tidak ada sanksi hukm yang tegas

bagi yang melanggarnya, hanya berupa teguran dan sanksi moral berupa

dikucilkan

c. Imbalan

Penghargaan dapat diartikan sebagai kekuatan dari suatu kecenderungan

untuk bertindak dengan suatu cara tertentu tergantung pada kekuatan dari suatu

penghargaan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan

pada daya tarik dari keluaran bagi individu tersebut.

d. Lingkungan

Sesuatu yang asing bagi lingkungan tertentu sering dipersepsikan salah,

sehingga perlu pemahaman yang mendalam tentang hal-hal yang baru, juga perlu

mempertimbangkan social budaya daerah tersebut.

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Supervisi 2.1.1 ...

27

1. Pengukuran Motivasi (menurut Notoatmodjo, 2012). Ada beberapa cara

mengukur motivasi, yaitu dengan:

a. Tes proyektif

Apa yang kita katakana merupakan cerminan dari apa yang ada dalam diri

kita. Dengan demikian untuk memahami apa diinterprestasikan. Salah satu teknik

proyektif yang banyak digunakan adalah Thematik Apperception Test

(TAT).Dalam tes tersebut klien diberikan gambar dan klien diminta untuk

membuat cerita dari gambar tersebut.Dalam teori Mc Leland dikatakan, bahwa

manusia memiliki tiga kebutuhan yaitu kebutuhan untuk berprestasi (n-ach);

kebutuhan untuk berafilisasi (n-off).Dari isi cerita tersebut kita dapat menelaah

motivasi yang mendasari diri klien berdasarkan konsep kebutuhan diatas.

b. Kuesioner

Salah satu cara untuk mengukur motivasi melalui kuesioner adalah dengan

meminta klien untuk mengisi kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang

dapat memancing motivasi klien.

c. Observasi perilaku

Cara lain untuk mengukur motivasi adalah dengan membuat situasi

sehingga klien dapat memunculkan perilaku yang mencerminkan motivasinya.

Misalnya, untuk mengukur keinginan untuk berprestasi, klien diminta untuk

memproduksi origami dengan batas waktu tertentu.Perilaku yang di observasi

adalah apakah klien menggunakan kualitas daripada kualitas kerja (Notoatmodjo,

2012).

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Supervisi 2.1.1 ...

25

d. Alat ukur (motivasi) menggunakan skala Likert dengan 4 pilihan jawaban, yaitu SS

(Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju).