SUNNAH (AL-HADITS) SEBAGAI SUMBER AJARAN AGAMA ISLAM
SUNNAH (AL-HADITS) SEBAGAI SUMBER AJARAN AGAMA ISLAM
A. Pengertian Al-Hadits dan Al-Sunnah
Al-Hadits adalah segala ajaran yang disandarkan kepada
Rasulallah baik perkataan, perbuatan maupun taqrir yang
diriwayatkan para ulama dari generasi ke generasi
sebagai pedoman hidup manusia.
1. Pengertian Al-Hadits
2. Pengertian Al-Sunnah
Jadi, pada intinya Alsunnah adalah segala sesuatu yang
datang atau yang dinisbahkan kepada nabi Muhammad
SAW baik ucapan, perbuatan, atau taqrir baik atau sifat
fisik maupun psikis, setelah beliau diangkat menjadi
Rasul maupun sebelumnya.
Secara Bahasa Al-Sunnah artinya adalah jalan yang
dilalui (Perjalanan)
Al-sunnah menurut para ahli hadits adalah segala
perkataan, perbuatan, taqrir, sifat, keadaan, dan tabiat
nabi Muhammad SAW, atau dalam istilah lain ialah sirah
(perjalanan hidup) Nabi Muhammad SAW baik yang
berkaitan dengan maslaah hukum atau tidak.
Sunnah dibagi menjadi tiga yaitu:
• Sunnah Fi’ Ilaiyah
Yakni berupa perbuatan Nabi Muhammad SAW, seperti
tata cara sholat yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW• Sunnah Qauliyah
Yakni berupa perkataan Nabi Muhammad SAW. Seperti
ucapan beliau mengatakan: “tidak syah shalat orang
yang tidak membaca Al-Fatihah.” (H.R Bukhari)
• Sunnah Taqrijiyah
Yaitu berupa ketetapan Nabi Muhammad SAW.bentuknya
bermacam-macam antara lain diamnya nabi Muhammad
SAW ketika melihat atau mendengar perbuatan yang
dilakukan oleh para sahabatnya.
B. KEDUDUKAN DAN FUNGSI AL-HADITS
Al-Hadits merupakan sumber ajaran agama islam setelah
Al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai sumber ajaran utama
agama islam masih bersifat umum atau global sehingga
membutuhkan penjelasan-penjelasan. Al-Hadits itulah
berfungsi sebagai penjelas Al-Qur’an. Sehingga tanpa Al-
Hadits seseorang tidak dapat memahami Al-Qur’an
secara sempurna. Oleh sebab itu, Allah SWT mewajibkan
hambaNya taat kepadaNya dan RasulNya. Bahkan
seorang yang berpegang teguh kepada keduanya dijamin
hidupnya tidak sesat selama-lamanya, sebagaimana
Firman Allah:
1. KEDUDUKAN AL-HADITS
“Hai orang-orang beriman, taatlah kepada Allah dan
taatlah pada Rasul dan janganlah kamu merusakkan
(pahala) amal-amalmu.” (QS. Muhammad 47: 33)
Dan firmannya dalam Q.S Annisa 4:59
“Hai orang-orang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul dan ulil amri diantara kamu …… (Q.S Annisa
4:59)
Dan Juga sabda Rasulallah SAW
“aku tinggalkan buat kamu dua hal yang tidak akan
sesat sesudahnya, yaitu kitabullah (Al-Qur’an) dan
sunnahku (Al-Sunnah).” (H.R Al-Hakim)
2. Fungsi Al-Hadits
• Al-Hadits berfungsi menguatkan hukum yang ditetapkan Al-Qur’an.
Fungsi Alhadits terhadap Al-Qur’an adalah sebagai
berikut:
Misalnya: Al-Qur’an menetapkan hukum tentang puasa
sebagaimana firman Allah:
“hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar
kamu bertakwa” (Q.S Al-Baqarah 4:59)
Lalu Al-Sunnah menguatkan dalam sabda Rasulallah SAW
“islam didirikan dalam lima perkara. (yaitu) persaksian bahwa tidak
ada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah,
mendirikan Shalat, membayar zakat, berpuasa dibulan Ramadhan,
dan menunaikan ibadah haji ke Baitullah.” (H.R Bukhari dan
Muslim)
Misalkan: Pernyataan Al-Qur’an tentang kewajiban Shalat dalam
Firman Allah
• Al-Hadits berfungsi memberikan rincian terhadap pernyataan
Al-Qur’an yang bersifat Global
“Dan dirikanlah oleh kamu shalat dan bayarlah zakat …………..
(Q.S Al-Baqarah 2:110)Pernyataan tersebut masih bersifat umum, kemudian Al-Hadits
merincinya secara operasional yakni Shalat Wajib dan Shalat
sunah
Dari Thahlah Bin Ubaidillah, bahwasanya telah datang seorang
Arab Badui kepada Rasulallah SAW dan berkata: “Wahai
Rasulallah, beritahukan kepadaku shalat apa yang difardukan
kepadaku?” Rasulallah berkata: “shalat lima waktu yang lainnya
sunah ………….. (H.R Bukhari dan Muslim)
Misalkan: Al-Qur’an mensyariatkan tentang wasiat
sebagaimana firman Allah:
• Al-Hadits membatasi kemutlakan yang dinyatakan oleh Al-Qur’an.
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu
kedatangan tanda-tanda maut, jika ia meninggalkan
harta yang banyak, berwasiat untuk ibu, bapak, dan
kerabatnya secara ma’ruf. Ini kewajiban atas orang-orang
yang bertaqwa. (Q.S Al-Baqarah 2:180)
Kemudian dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari
dan Muslim Rasulallah memberikan batasan bahwa
wasiat harta tidak boleh lebih dari sepertiga harta yang
ditinggalkan
Misalkan: Al-Qur’an mengharamkan memakan bangkai
dan darah sebagaimana firman Allah
• Al-Hadits memberikan pengecualian terhadap pernyataan Al-
Qur’an yang bersifat Umum.
“diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging
babi, daging yang disembelih atas nama selain Allah,
yang dicekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk,
yang dimakan bintang buas kecuali kamu sempat
menyembelihnya, dan yang disembah untuk berhala. Dan
diharamkan pula bagimu mengundi nasib dengan anak
panah, yang demikian itu adalah kefasikan.” (Q.S Al-
Maidah 5:3)
Al-Hadits memberikan pengecualian dengan membolehkan
memakan bangkai tertentu, sebagaimana dalam hadits:
Dari Ibnu Umur Ra, Rasulallah SAW bersabda : “dihalalkan kepada
kita dua bangkai dan dua darah. Adapun bangkai itu adalah
bangkai ikan dan belalang dan dua darah itu adalah hati dan
limpa.” (H.R Ahmad, Asy Syafi’I, Ibnu Majah, Baihaqi, dan
Danuquthni)
Misalkan: Al-Qur’an belum menentukan tentang keharaman
binatang yang mempunyai taring dan burung yang bercakar.
Alhadits kemudian menetapkan hukumnya sebagaimana
tersebut dalam Hadits Rasulallah:
• Al-Hadits menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan oleh
Al-Qur’an
“Rasulallah melarang semua yang memiliki taring dari
binatang dan semua burung yang bercakar.” (H.R Muslim dan
Ibnu Abbas)
C. SEJARAH PEMBUKUAN AL-HADITS
1. Periwayatan Secara Lisan
2. Penulisan dan Pembukuan Hadits
3. Seleksi Hadits
Proses pembukuan Al-Hadits memiliki tiga tahapan yaitu
sebagai berikut:
Fase ini berlangsung selama masa Rasulallah SAW dan para
sahabat beliau. Hal ini karena adanya larangan menulis hadits
pada masa tersebut sebagaimana larangan beliau dalam
sabdanya:
1. Periwayatan Secara Lisan
“janganlah kamu tulis apa yang telah kamu terima dariku selain
Al-Qur’an. Siapa yang menulis selain Al-Qur’an hendaklah
menghapusnya. Ceritakan apa yang kamu terima dariku, itu tidak
apa-apa. Siapa sengaja berdusta maka atas namaku ia telah
menyeret tempat duduknya kedalam neraka.” (H.R Muslim)
Pelarangan tersebut dikarenakan adanya kekhawatiran penodaan
terhadap keaslian Al-Qur’an oleh karena itu hanya orang-orang
tertentu yang beliau izinkan untuk menulisnya. Seperti yang
dilakukan Syah dari Yaman.
Fase ini dimulai pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (berkuasa
99-101 H/717-719 M) dari Bani Umayah. Khalifah memerintahkan
kepada Az-Zuhri untukmengumpulkan dan menulis hadits. Kitab
yang muncul pada fase ini adalah Al-Muwaththa (144 H) karya
Imam Malik yang memuat 1.720 Hadits, dan Al-Musnad Asy-Syafi’I
karya Imam Syafi’i
2. Penulisan dan Pembukuan Hadits
Fase ini dimulai pada awal abad 3 H. pada fase ini Hadits
ini berhasil dipisahkan dari fatwa para sahabat. Musa Al-
Abassy, Ahmad Bin Hanbal, dan lain-lain berhasil
menyusun Musnad (kitab Hadits berdasarkan sanad) ,
sekalipun belum disisihkan hadits dha’if (lemah)nya.
Kemudian muncul Kitab-kitab hadits yaitu Shahih
Bukhari, karya Muhammad Bin Isma’il Al-Bukhari (194-
256 H) dan Shahih Muslim karya Imam Muslim Bin Hajjah
bin Muslim Al-Qusyairy (204-261 H)
3. Seleksi Hadits
D. MACAM-MACAM HADITS
Jenis-jenis hadits atau macam-macam hadits dapat dilihat dari dua
segi, yaitu:
1. Dari segi Kuantitas
(jumlah periwayatnya)
2. Dari segi kualitas
(diterima dan ditolaknya)
Dari segi kualitas atau dari segi jumlah periwayatnya, hadits dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Hadits Mutawatir
2. Hadits Ahad
Yaitu diriwayatkan oleh sejumlah orang (minimal 8 orang) pada
setiap tingkatan/angkatan (sandaran periwayatan) yang
menurut kebiasaan mustahil mereka sepakat untuk berdusta
1. Hadits Mutawatir
2. Hadits Ahad
Yaitu diriwayatkan oleh seorang atau lebih tetapi tidak mencapai
jumlah mutawatir. Hadits Ahad ini terbagi kepada beberapa
jenis, diantaranya masyhur (terkenal, periwayatan 3-7 orang
orang pertingkatan sanad), Aziz (Baik, periwayatan 2 orang), dan
Gharib (periwayatan seorang)
Bila ditinjau dari kualitas periwayatannya, maka hadits dibagi
menjadi tiga yaitu:
1. Hadits Shahih
2. Hadits Hasan
3. Hadits Dha’if
Yaitu hadits yang diriwayatkan dari periwayat yang adil, baik
akhlaknya dan jauh dari sifat fasik, sempurna ingatannya,
sanadnya bersambung, isinya tidak berbelit-belit, dan tidak
janggal serta periwayatannya tidak ditolakoleh para ahli hadits.
1. Hadits Shahih
2. Hadits Hasan
Yaitu hadits yang memenuhi syarat Hadits shahih, tetapi orang
yang meriwayatkannya kurang kuat ingatannya.
3. Hadits Dha’if
Yaitu hadits yang tidak lengkap syaratnya atau tidak memiliki
syarat yang terdapatdalam hadits Shahih dan Hadits Hasan.
Top Related