perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
STUDI INTERAKSI ANTARA SISTEIN (220) PADA p53 DAN
MIRA-1 MELALUI PENDEKATAN MEKANIKA KUANTUM
Disusun Oleh :
NINDITA CLOURISA AMARIS SUSANTO
M0307058
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “STUDI
INTERAKSI ANTARA SISTEIN (220) PADA p53 DAN MIRA-1 MELALUI
PENDEKATAN MEKANIKA KUANTUM” belum pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang
pengetahuan saya juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain,
kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar
pustaka.
Surakarta, 7 September 2012
NINDITA CLOURISA AMARIS SUSANTO
STUDI INTERAKSI ANTARA SISTEIN (220) PADA p53 DAN MIRA-1
MELALUI PENDEKATAN MEKANIKA KUANTUM
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
NINDITA CLOURISA AMARIS SUSANTO
Jurusan Kimia. Fakultas MIPA. Universitas Sebelas Maret.
ABSTRAK
MIRA-1 (Mutant p53-dependent Induction of Rapid Apoptosis 1) diusulkan
membentuk adduct dan menginduksi reaktivasi p53. Kebolehjadian pembentukan
adduct antara ikatan rangkap C-C MIRA-1 dan gugus tiol dari sistein (220) dapat
dipengaruhi oleh rantai samping fleksibel dari MIRA-1 dan asam amino protein
dari p53 disekitar MIRA-1. Kebolehjadian pembentukan adduct dipelajari dengan
penambahan asam amino bertahap untuk membentuk sebuah konfigurasi terpilih.
Hanya asam amino yang mempunyai minimal satu atom dengan jarak maksimum
5 Å dengan satu atom MIRA-1 yang dipilih untuk penelitian ini. Jarak yang relatif
dekat diasumsikan memberikan pengaruh besar pada distribusi kerapatan elektron
dari MIRA-1. Distribusi kerapatan elektron ditentukan melalui perhitungan single
point NBO pada level teori HF (Hartree Fock) dan fungsi basis 6-31G *. Hasil
perhitungan menunjukkan kontribusi rantai samping fleksibel dari MIRA-1 dan
asam amino protein dari p53 disekitar MIRA-1 terhadap distribusi kerapatan
elektron dari ikatan rangkap C-C dan dapat menyebabkan polarisasi. Polarisasi
memberikan karbon bermuatan parsial positif sehingga terdapat kebolehjadian
serangan nukleofilik dan pembentukan adduct tiol pada posisi ikatan rangkap C-C
MIRA-1
Kata kunci: MIRA-1, konfigurasi, adduct, QM, NBO, polarisasi
INTERACTION STUDY BETWEEN CYSTEINE (220) OF p53 AND
MIRA-1 BY MEANS OF QUANTUM MECHANICAL APPROXIMATION
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
NINDITA CLOURISA AMARIS SUSANTO
Department of Chemistry. Faculty of Mathematics and Natural Sciences.
Sebelas Maret University.
ABSTRACT
MIRA-1 (Mutant p53-dependent Induction of Rapid Apoptosis 1) was proposed to
form adduct and induces reactivation of p53. Probability of adduct formation
between C-C double bond of MIRA-1 and thiol group of cysteine (220) can be
affected by flexible side chain from MIRA-1 and surrounding protein amino acid
of p53. The probability of adduct formation were studied by stepwise addition of
amino acid to form a selected configurations. Only amino acids which have at
least one atom at the distance of maximum 5Å to one atom of MIRA-1 were
choosen for this study. Relative proximity is assumed to provide a major influence
on the electron density distribution of MIRA-1. Electron density distribution was
determined by means of NBO single point calculation at the HF (Hartree Fock)
level of theory and 6-31G* basis function. The calculation results demonstrate a
contribution of flexible side chain from MIRA-1 and surrounding protein amino
acid of p53 to the distribution of electron density of C-C double bond and may
induce polarization. Polarization gives a partial positive charge of carbon so there
is possibility of nucleophilic attack and the formation of thiol adduct at position
C-C double bond of MIRA-1.
Keyword : MIRA-1, configuration, adduct, QM, NBO, polarization
MOTTO
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah
selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang
lain dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap
(Al Insyiraah: 5-8)
Sebaik – baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain
(H. R. Muslim)
You do not really understand something unless you can explain it to your
grandmother (Albert Einstein)
PERSEMBAHAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
Karya ini saya persembahkan untuk,
Orangtuaku tersayang,
maaf kalau tidak bisa menyelesaikan ini semua tepat waktu. Terimakasih atas
kasih sayang dan do‟a yang selalu tercurah untukku.
Adikku tercinta,
yang selalu memberikan dukungan untukku.
Semua pembaca, semoga dapat lebih bermanfaat.
KATA PENGANTAR
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
Segala puji dan segenap syukur bagi Allah SWT yang telah menunjukkan
jalan yang indah bagi penulis sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan
baik sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana sains Jurusan
Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas
Maret Surakarta. Atas segala karunia-Nya pulalah penulis menyadari bahwa
segala sesuatu memiliki proses dan waktunya masing-masing.
Dalam menyusun skripsi ini penulis menemui berbagai hambatan dan
permasalahan yang beragam. Namun, atas bimbingan, kritikan, saran, dan
dorongan semangat yang bermanfaat dari berbagai pihak, semua hambatan dan
permasalahan tersebut dapat penulis atasi dengan baik. Oleh karena itu, penulis
ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
penulis, yaitu sebagai berikut.
1. Prof. Ir. Ari Handono Ramelan., M.Sc., Ph.D., selaku dekan Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta
1. Dr. Eddy Heraldy., M.Si., selaku ketua jurusan Kimia Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta
2. Dr. Khoirina Dwi N., M.Si., selaku pembimbing akademik
3. Dr.rer.nat. Fajar R. Wibowo., M.Si., selaku pembimbing skripsi, yang dengan
penuh kesabaran telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dari
awal hingga akhir
4. I.F. Nurcahyo., M.Si., selaku ketua laboratorium Kimia Dasar, yang telah
memberikan akses bagi penulis melakukan penelitian di laboratorium Kimia
Dasar bagian Komputasi Kimia
5. Bapak Ibu dosen dan seluruh staf jurusan Kimia yang telah memberikan
fasilitas dan pelayanan yang baik bagi penulis
6. Bapak, Mama dan Bela dirumah, terimakasih atas dukungan dan motivasi
yang diberikan untuk segera menyelesaikan karya ini
7. Computational Chemistry Comunity, terimakasih atas bantuan dan motivasi
yang telah diberikan
8. Teman-teman Kimia‟07 dan semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu
per satu, terimakasih atas semua dukungannya selama ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak dalam rangka untuk menyempurnakan skripsi ini. Akhirnya penulis
berharap, semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu
pengetahuan dan bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Halaman
Surakarta, September 2012
Nindita Clourisa Amaris Susanto
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................. iii
HALAMAN ABSTRAK ...................................................................................... iv
HALAMAN ABSTRACT ................................................................................... v
HALAMAN MOTTO ......................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................................. 3
1. Identifikasi Masalah ........................................................................ 3
2. Batasan Masalah ............................................................................ 4
3. Rumusan Masalah ........................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 5
BAB II LANDASAN TEORI .............................................................................. 6
A. Tinjauan Pustaka ................................................................................. 6
1. Mutan Y220C .................................................................................. 6
2. Aktivitas MIRA-1 ............................................................................. 8
3. Reaksi Enzimatis ............................................................................ 10
4. Gaya Antarmolekul......................................................................... 12
5. Reaksi Addisi Nukleofilik Karbon Tak Jenuh-α,β ......................... 14
6. Docking ........................................................................................... 16
7. Quantum Mechanics (QM) ............................................................. 16
8. Natural Bond Orbital (NBO) ......................................................... 18
9. Metode Komputasi .......................................................................... 19
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
10. Fungsi Basis .................................................................................... 19
B. Kerangka Pemikiran ............................................................................ 20
C. Hipotesis .............................................................................................. 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................. 23
A. Metode Penelitian ............................................................................... 23
B. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 23
C. Alat dan Bahan yang Dibutuhkan ........................................................ 23
1. Alat .................................................................................................. 23
2. Bahan .............................................................................................. 23
D. Prosedur Penelitian…………………………………………..……. ... 23
1. Kompleks Protein-Ligan ................................................................ 23
a. Pembentukan Konfigurasi ......................................................... 23
b. Persiapan Perhitungan ............................................................... 24
2. Perhitungan Analisis Populasi ....................................................... 24
a. Optimasi Geometri .................................................................... 24
b. Single Point ............................................................................... 25
E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ............................................ 25
1. Pengumpulan Data .......................................................................... 25
2. Analisis Data .................................................................................. 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 27
A. Kompleks Protein-Ligan ................................................................ 27
B. Perhitungan Analisis Populasi ....................................................... 32
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA. ......................................................................................... 50
LAMPIRAN ........................................................................................................ 54
DAFTAR TABEL
Halaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
Tabel 1. Jari –jari van der Waals beberpa unsur .......................................... 14
Tabel 2. Jarak antara atom dari asam amino ke atom MIRA-1.................... 30
Tabel 3. Nilai muatan parsial masing – masing atom penyusun
MIRA-1 ........................................................................................ 34
DAFTAR GAMBAR
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
Halaman
Gambar 1. Struktur p53 termutasi yang menunjukkan letak
atau posisi Y220C.. ......................................................................... 7
Gambar 2. PhiKan083 (surface warna hijau) berada pada
lekukan mutasi (cavity) mutan Y220C ........................................... 7
Gambar 3. Posisi fragmen bezodiazol (warna merah muda)
di lekukan mutasi mutan Y220C .................................................... 8
Gambar 4. Struktur turunan maleimida A. Turunan aktif maleimidan
B. Turunan tidak aktif maleimida ................................................... 9
Gambar 5. Struktur MIRA-3 dan MQ (produk dekomposisi PRIMA-1) ......... 10
Gambar 6. Mekanisme induced-fit pada enzim ................................................ 12
Gambar 7. Model untuk ilustrasi jarak antar atom .......................................... 14
Gambar 8. Mekanisme reaksi adisi nukeofilik 1,4
(serangan pada C=C) ...................................................................... 16
Gambar 9. Kompleks p53 termutasi Y220C dengan MIRA-1 hasil docking
dan warna hitam menunjukkan MIRA-1 ........................................ 28
Gambar 10. Kompleks p53-MIRA-1 pada daerah mutan Y220C
dan warna hitam menunjukkan MIRA-1 ........................................ 29
Gambar 11. Surface bagian asam amino – asam amino dari lekukan mutasi
yang berada di sekitar MIRA-1 dan warna hitam menunjukkan
MIRA-1............................................................................................ 31
Gambar 12. Struktur MIRA-1 teroptimasi .......................................................... 33
Gambar 13. Struktur MIRA-1 dari kompleks Y220C-MIRA-1
hasil docking .................................................................................... 36
Gambar 14. Konfigurasi – konfigurasi dengan penambahan asam amino
secara parsial dan nilai ∆occupancy C1=C2 dari masing – masing
tambahan asam amino.................................................................... 37
Gambar 15. Konfigurasi ke-2 dengan adanya tarikan elektron yang lebih besar
dari salah satu sisi ikatan rangkap C-C........................................... 42
Gambar 16. Polarisasi ikatan rangkap C-C dipengaruhi lekukan mutasi
(konfigurasi ke-8) ........................................................................... 43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
Gambar 17. Konfigurasi ke-6 dengan induksi dari valin memberikan tingkat
polarisasi tinggi pada ikatan rangkap C-C ...................................... 44
Gambar 18. Struktur MIRA-A, MIRA-B dan MIRA-C ................................... 46
Gambar 19. Struktur MIRA-1, MIRA-2 dan MIRA-3 ..................................... 47
DAFTAR LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
Halaman
Lampiran 1. Perhitungan nilai ∆occupancy ikatan rangkap C-C MIRA-1 .......... 54
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Protein p53 tumor suppressor berperan dalam pengendalian pertumbuhan
sel sebagai pembatas terhadap adanya pertumbuhan sel menyimpang.
Pertumbuhan sel menyimpang dapat diakibatkan oleh kerusakan DNA, aktivasi
onkogen dan hipoksia (Bykov et al., 2002a, 2002b; Wiman, 2010). Apoptosis
(bunuh diri sel terprogram) merupakan salah satu upaya untuk pengendalian
pertumbuhan sel ketika terjadi kegagalan pada proses perbaikan kerusakan DNA
dan kerusakan sel yang lain sebelum pembelahan terjadi pada sel tersebut (Albert
et al., 2002). Mutasi pada p53 akan berakibat hilangnya fungsi p53 sebagai
penekan tumor (Bykov et al.,2002a, 2002b). Hal tersebut dapat memicu kanker
atau cacat lain akibat tidak adanya penghentian pembelahan sel yang disebabkan
kerusakan DNA dan kerusakan sel yang lain (Bykov et al., 2002a). Pengembalian
fungsi p53 termutasi berpotensi menghentikan pertumbuhan sel kanker sehingga
menjadikan p53 target yang cukup penting untuk terapi kanker (Bykov et al.,
2002a, 2002b; Lambert et al., 2009; Wiman, 2010).
Lazimnya ada enam titik atau hot-spot mutasi yang sering terkait dengan
kanker manusia dan pro-onkogenik. Y220C merupakan mutasi yang sering terjadi
di β-sandwich dan jauh dari daerah DNA-binding (Joerger et al, 2006). Mutasi
pada p53 mengubah satu asam amino pada protein menjadi asam amino lain.
Mutasi Y220C merupakan mutasi tirosin menjadi sistein dan merupakan satu dari
sekian mutasi onkogen yang terjadi pada p53 (Joerger et al., 2006; Basse et al.,
2010). Mutasi Y220C ini menciptakan lekukan pada permukaan protein yang
menyebabkan ketidakstabilan protein karena perubahan konformasi protein
(Joerger et al., 2006).
Pengembalian fungsi p53 termutasi karena perubahan konformasi
dilakukan melalui penempelan molekul kecil atau peptida pendek. Fungsi p53
dapat dikembalikan dengan mengatur konformasi dari mutan p53 sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
menyerupai wild-type p53. Beberapa molekul kecil yang diidentifikasi dapat
mengembalikan fungsi p53 termutasi diantaranya PRIMA-1 (p53 reactivation
induction of massive apoptosis) (Bykov et al., 2002a, 2002b; Lambert et al., 2009;
Wiman, 2010) dan turunan maleimida (MIRA-1 (Mutant p53-dependent Induction
of Rapid Apoptosis I), MIRA-2, MIRA-3) (Bykov et al., 2005). Bykov (2005)
menunjukkan bahwa MIRA-1 mempunyai kestabilan aktivitas pada mutan
SKOV-His273, SKOV-His175 dan HI299-His175 dibandingkan MIRA-2 dan
MIRA-3 pada konsentrasi yang cukup tinggi.
Interaksi yang terjadi antara p53 dengan MIRA-1 dapat menyebabkan
modifikasi pada struktur p53. MIRA-1 dapat mengubah konformasi mutan p53 ke
dalam konformasi aktif dengan berikatan secara spesifik pada asam amino tertentu
dari DNA dan mempunyai aktivitas antitumor secara in vitro (Bykov et al., 2005).
Modifikasi mutan p53 melalui pembetukan adduct tiol pada satu atau beberapa
asam amino sistein mutan p53 diperkirakan mampu mengembalikan konformasi
dan fungsi p53 mendekati wild-type-nya sehingga dapat menginduksi apoptosis
dalam sel yang mengekspresikan mutan p53 (Lambert et al, 2009).
Lambert (2009) melaporkan pembentukan adduct tiol antara PRIMA-1
dengan N-acetylcysteine (NAC). Hal tersebut memungkinkan pembentukan
adduct tiol yang terjadi pada sistein dalam p53. Pembentukan adduct tiol PRIMA-
1 dan NAC melalui substitusi nukleofilik pada salah satu gugus hidroksi PRIMA-
1. Lambert (2009) melaporkan juga bahwa pembentukan adduct lebih mudah
melalui konversi PRIMA-1 menjadi MQ (Methylene Quinoclidinone) dimana MQ
mempunyai ikatan rangkap C-C yang reaktif. Sehingga pembentukan adduct tiol
antara MQ dan NAC diperkirakan melalui addisi nukleofilik. MIRA-3 dapat
membentuk adduct tiol dengan NAC. Proses reaktivasi p53 dengan MIRA-3
melibatkan interaksi sistein pada p53. Turunan maleimida juga berinteraksi
dengan sistein melalui ikatan rangkap C-C. MQ terdapat atom N dan gugus
karbonil yang tarikan elektronnya terpusat pada salah satu atom C pada ikatan
rangkap C-C-nya. Ikatan rangkap C-C MIRA-1 mendapatkan tarikan elektron dari
dua gugus karbonil yang mengapitnya. Tarikan elektron yang ada cenderung sama
besar pada kedua atom C-nya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
B. Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
MIRA-1 mempunyai aktivitas antitumor yang hampir sama dengan
PRIMA-1 secara in vitro. Aktivitas antitumor kedua senyawa ini diyakini melalui
reaktivasi p53 termutasi. PRIMA-1 diketahui membentuk adduct dengan gugus
tiol dalam proses reaktivasi p53. Konversi PRIMA-1 menjadi MQ diperlukan
dalam pembentukan adduct. Gugus hidroksi PRIMA-1 diubah menjadi ikatan
rangkap C-C pada MQ. Ikatan rangkap C-C dengan kondisi yang mirip juga
terdapat pada MIRA-3 yang merupakan struktur analog MIRA-1, yaitu ikatan
rangkap C-C yang terkonjugasi dengan karbonil. Ikatan rangkap C-C yang
terdapat pada MIRA-1 maupun MQ sama - sama mendapat tarikan elektron dari
karbonil yang mempunyai atom O dengan keelektronegatifan tinggi. MIRA-3
dipercaya dapat membentuk adduct tiol seperti halnya MQ. MIRA-1
dimungkinkan mempunyai aktivitas yang hampir sama dengan MIRA-3. Namun
demikian diduga terdapat perbedaan reaktivitas ikatan rangkap C-C. MIRA-1
dengan MIRA-3 mempunyai perbedaan pada bagian alifatiknya. Seperti halnya
MIRA-3, MIRA-1 juga mempunyai dua gugus karbonil disebelah kanan dan kiri
ikatan rangkap C-C sehingga tarikan elektron terhadap ikatan rangkap C-C
simetris, sedangkan MQ mempunyai satu gugus karbonil maka tarikan
elektronnya hanya dari satu arah. Perbedaan polaritas ikatan rangkap C-C pada
MIRA-1 atau MIRA-3 dengan MQ menunjukkan kebolehjadian pembentukan
adduct turunan maleimida lebih kecil dari MQ. Namun demikian MIRA-3
memiliki aktivitas yang cukup tinggi dibandingkan dengan MQ.
Gugus tiol merupakan nukleofil lemah. Lemahnya nukleofilitas tiol
memerlukan modifikasi pada ikatan rangkap C-C menjadi lebih reaktif sebelum
masuknya gugus tiol. Lingkungan disekitar gugus tiol dimungkinkan memberikan
pengaruh terhadap polaritas ikatan rangkap C-C. Pada p53 terdapat gugus tiol
dengan lingkungan yang berbeda, sehingga memberikan kemungkinan reaksi
pembentukan adduct yang berbeda pula. Lingkungan disekitar gugus tiol dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
berupa suatu lekukan yang cukup tajam, sempit atau luas maupun hanya berupa
lekukan yang landai.
Reaktivitas suatu ikatan rangkap C-C dilihat melalui kerapatan elektron
yang dipengaruhi lingkungan. Kerapatan elektron dapat ditunjukkan melalui
metode analisis populasi berbantuan komputer yang dikenal antara lain Mulliken,
NBO (Natural Bond Orbital) atau ESP (Electrostatic Potential). Analisis populasi
harus dilakukan dengan metode mekanika kuantum mengingat analisis ini
melibatkan stuktur elektronik suatu molekul. Metode – metode dari mekanika
kuantum mempunyai akurasi dan kecocokan dengan sistem yang berbeda – beda.
Akurasi metode mekanika kuantum antara lain ditentukan oleh level teori yang
digunakan yaitu: Hartree Fock (HF), Pertubasi Moller-Pleset, Configuration
Interaction (CI), atau Coupled Cluster (CC). Perhitungan komputasi yang
menggambarkan karakter pengaruh lingkungan juga membutuhkan fungsi basis
yang sesuai. Fungsi basis diantaranya fungsi basis minimal, fungsi basis yang
membagi elektron valensi, fungsi basis yang menambahkan fungsi polarisasi atau
yang menambahkan fungsi difusi. Mengingat tingginya sumber daya yang
diperlukan, pemilihan metode yang tepat merupakan syarat utama efisiensi
perhitungan.
2. Batasan Masalah
1. Reaktivitas MIRA-1 dalam pembentukan adduct ditunjukkan dengan
polarisasi kerapatan elektron pada ikatan rangkap C-C terkonjugasi dengan
dua gugus karbonil.
2. Perubahan kerapatan elektron ditinjau dari pengaruh asam amino terdekat
dalam lekukan mutasi p53.
3. Struktur interaksi yang digunakan adalah hasil docking dengan MOE kode
PDB 2X0W kompleks p53 termutasi (Y220C) dengan MIRA-1 pada posisi
ikatan rangkap C-C dekat dengan gugus tiol.
4. Metode analisis populasi menggunakan NBO dengan level teori HF dan fungsi
basis 6-31G*
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
3. Rumusan Masalah
1. Apakah kerapatan elektron ikatan rangkap C-C MIRA-1 dapat menjadi
asimetris sehingga terdapat kebolehjadian serangan nukleofil?
2. Apakah ikatan rangkap C-C MIRA-1 dapat terpolarisasi sebagai pengaruh
lekukan mutasi sehingga terdapat kebolehjadian pembentukan adduct tiol?
3. Bagaimana bagian alifatik MIRA-1 berpengaruh terhadap kebolehjadian
pembentukan adduct tiol?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui apakah kerapatan elektron ikatan rangkap C-C MIRA-1 dapat
menjadi asimetris sehingga terdapat kebolehjadian serangan nukleofil.
2. Mengetahui pengaruh lekukan mutasi terhadap polarisasi ikatan rangkap C-C
MIRA-1 sehingga terdapat kebolehjadian pembentukan adduct tiol.
3. Mengetahui pengaruh bagian alifatik MIRA-1 terhadap kebolehjadian
pembentukan adduct tiol.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai
pengaruh lekukan mutasi Y220C dan bagian alifatik MIRA-1 terhadap
kebolehjadian pembentukan adduct tiol dengan menggunakan pendekatan
mekanika kuantum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Mutan Y220C
Protein p53 tumor suppressor (penekan tumor) berperan sebagai target
terapi (Bykov et al., 2002a, 2002b; Wiman, 2010). Mutasi pada p53 berakibat
pada hilangnya fungsi p53 sebagai penekan tumor (Bykov et al., 2002a, 2002b).
Protein p53 sebagai target terapi terdapat tiga alasan pertimbangannya. Pertama,
p53 berperan penting dalam menentukan nasib sel ketika DNA mengalami
kerusakan yakni menentukan sel rusak akan memperbaiki diri atau mengalami
apoptosis apabila kerusakan terlalu ekstensif (Wiman, 2010) sehingga p53 yang
mengalami mutasi berperan terhadap perkembangan tumor, progesi dan resistensi
kemoterapi. Kedua, sebagian besar perubahan genetik dalam tumor baik delesi
atau mutasi pada lebih dari 50 % kanker manusia ternyata p53 mengalami mutasi
(Joerger et al., 2006). Ketiga, kehilangan p53 mengakibatkan penurunan apoptosis
dan menurunkan sensitivitas terhadap radioterapi dan kemoterapi (Wiman, 2010).
Mutasi yang terjadi pada p53 umumnya terdapat enam titik atau hot-spots
yang teridentifikasi terkait kanker manusia yaitu R175H, G245S, R248Q, R249S,
R273H dan R282W (Joerger and Fersht., 2007). Selain itu terdapat juga mutasi
pada β-sandwich yaitu V143A, L145Q, P151S, V157F, I195T, Y220C, I232T,
I255F dan F270C (Bullock, 2000; Joerger et al., 2006). Mutasi pada Y220C
merupakan mutasi yang sering terjadi di β-sandwich sekitar 75000 kasus kanker
baru di dunia (Joerger et al., 2006; Basse et al., 2010). Mutasinya terletak jauh
dari DNA-binding yang dimulai dari loop yang terhubung dengan β-strands S7
dan S8 ditunjukkan Gambar 1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Gambar 1. Struktur p53 termutasi yang menunjukkan letak atau posisi Y220C.
Mutan Y220C dapat dihilangkan sifat onkogen dengan menurunkan stabilitasnya
sehingga bisa didenaturasi pada temperatur tubuh akibatnya tidak lagi memicu
kanker (Boeckler et al., 2008).
Penempelan molekul selektif dapat mengembalikan konformasi dan fungsi
mutan p53 mendekati wild-type (Joerger dan Fersht., 2006; Boeckler, 2008; Basse
et al., 2010)). Molekul selektif salah satunya terdapat PhiKan083 (turunan
karbazol) melalui docking pada lekukan mutasi (cavity) yang diciptakan oleh
Y220C dengan afinitas yang baik dan menstabilkan mutan (Boeckler et al., 2008)
yang ditunjukan Gambar 2.
Gambar 2. PhiKan083 (surface warna hijau) berada pada lekukan mutasi (cavity)
mutan Y220C.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Selain itu terdapat juga fragmen benzotiazol aromatik pada sistem cincin yang
terdapat dalam lekukan mutasi (kode ID PDB 2X0W) pada posisi tegak yang
ditunjukkan Gambar 3. Itu diposisikan demikian, nitrogen tiazol berada pada jarak
ikatan hidrogen dengan gugus hidroksi Thr150 (threonin 150) dan gugus
metoksinya yang mengapit ikatan rangkap C-C berada dekat dengan Cys220
(sistein 220) (Basse et al., 2010)
Gambar 3. Posisi fragmen bezodiazol (warna merah muda) di lekukan mutasi
mutan Y220C
Kedua molekul selektif pada penelitian tersebut berupaya untuk membuktikan
bahwa sisi mutasi mutan Y220C merupakan target yang spesifik untuk desain
obat kanker.
2. Aktivitas MIRA-1
NCI (Natural Cancer Institutes) melaporkan penemuan dua molekul yang
dapat mengaktifkan kembali mutan p53 yaitu PRIMA-1 (p53 Reactivation and
Induction of Massive Apoptosis) dan MIRA-1 (Mutant p53-Dependent Induction
of Rapid Apoptosis) (Bykov et al., 2005). Molekul seperti PRIMA-1 dan MIRA-1
atau produk hidrolisisnya dapat bereaksi secara kovalen dengan p53 melalui
modifikasi asam amino sistein (Lambert et al., 2009). MIRA-1 mempunyai
aktivitas antitumor lebih baik dibandingkan PRIMA-1 (Bykov et al., 2005).
MIRA-1 merupakan salah satu turunan maleimida yang dapat
mengaktifkan kembali mutan p53 in vitro dan mengembalikan transkripsi-
tansaktivasi dengan mutan p53 pada sel hidup (Bykov et al., 2005). MIRA-1
untuk pengembangan obat antikanker yang menargetkan mutan p53. Bykov
(2005) dalam penelitiannya melaporkan MIRA-1 dapat menekan pertumbuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
saos-2-His-273 dan mengekspresikan sel mutan p53. Beberapa turunan maleimida
strukturnya dapat ditunjukkan pada Gambar 4. Struktur turunan maleimida yang
aktif dan mempunyai aktivitas hampir sama dengan MIRA-1 yaitu MIRA-2 dan
MIRA-3 ditunjukkan pada Gambar 4A. Selain itu terdapat juga struktur analog
MIRA-1 yang tidak aktif yaitu MIRA-A, MIRA-B dan MIRA-C ditunjukkan pada
Gambar 4B.
A.
CH2
H3C
OO
H2C
N
O
O
N
O
O
CH2
OH
CH3
O
O
CH2N
O
O
MIRA-1 MIRA-2 MIRA-3
B.
N
O
O
CH2
HO
N
O
O
C
O
N
O
O
C
O
Cl
MIRA-A MIRA-B MIRA-C
Gambar 4. Struktur turunan maleimida A. Turunan aktif maleimida B. Turunan
tidak aktif maleimida.
Hasil pengujian terhadap SKOV-His273, SKOV-His175 dan HI299-His175 pada
konsentrasi yang tinggi memberikan kestabilan aktivitas dibandingkan MIRA-2
dan MIRA-3. Kedua turunan maleimida tersebut mempunyai aktivitasnya pada
konsentrasi yang rendah. MIRA-3 pada konsentrasi yang tinggi dapat memberikan
efek toksik (Bykov et al., 2005).
Lambert (2009) melaporkan pembentukan adduct lebih mudah melalui
konversi PRIMA-1 menjadi MQ dimana MQ mempunyai iktan rangkap yang
reaktif dan terkonjugasi dengan gugus karbonil sehingga pembentukan adduct tiol
antara MQ dan NAC diperkirakan melalui addisi nukleofilik. MIRA-3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
mempunyai ikatan rangkap C-C yang relatif seperti MQ yang dapat ditunjukkan
Gambar 5 sehingga terdapat kecenderungan interaksi dengan tiol seperti pada MQ
yaitu melalui reaksi addisi nukleofilik.
CH3
O
O
CH2N
O
O
N
O
H2C
MIRA-3 MQ
Gambar 5. Struktur MIRA-3 dan MQ (produk dekomposisi PRIMA-1).
MIRA-1 yang merupakan struktur analog MIRA-3 kecenderungan
interaksi dengan tiol hampir sama. MQ produk dekomposisi dari PRIMA-1
merupakan akseptor Michael (Lambert et al., 2009). Begitu pula MIRA-1 disebut
akseptor Michael yang berpotensi untuk modifikasi sistein dalam protein (Bykov
et al., 2005a; Wiman, 2010). Beberapa molekul penstabil mutan p53 yang
memiliki aktivitas akseptor Micahel menunjukkan bahwa reaktivasi mutan p53
dengan senyawa tersebut melibatkan redoks yang umumnya mengontrol aktivitas
p53 wild-type (Wiman, 2010).
3. Reaksi Enzimatis
Reaksi dalam kehidupan berlangsung sangat lambat tanpa katalis. Enzim
dapat meningkatkan kecepatan reaksi. Bagian utama dari enzim adalah protein,
tetapi tidak semua protein adalah enzim. Protein terdiri dari satu atau lebih rantai
polipeptida yang masing - masing terdiri beberapa asam amino. Sama seperti
protein, enzim tersusun dari rantai lurus asam amino yang kemudian mengalami
proses pelipatan membentuk suatu struktur tiga dimensi. Aktivitas dari enzim
akan sangat dipengaruhi struktur tiga dimensi yang dimilikinya. Ukuran enzim
pada umumya jauh lebih besar daripada substrat yang akan diikatnya. Hanya
sebagian kecil dari struktur tiga dimensi enzim yang terlibat secara langsung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
dalam reaksi katalisis yang terjadi. Daerah inilah yang dikenal sebagai sisi aktif
enzim dan merupakan tempat terjadinya ikatan antara enzim dengan substrat. Sisi
aktif ini memiliki ukuran yang berkisar hanya tiga sampai empat asam amino.
Jauh lebih kecil dibandingkan ukuran enzim secara keseluruhan. Komposisi dan
ukuran protein bergantung pada jenis dan jumlah sub unit asam aminonya
(Copeland, 2000).
Jenis ikatan yang terjadi antara enzim dan substrat dapat berupa kovalen,
ionik, hidrogen dan van der Waals. Ikatan hidrogen dan van der Waals berperan
dalam orientasi struktural komplek enzim-substrat (Copeland, 2000). Ukuran
polaritas dari suatu ikatan kovalen dari suatu atom dapat dipengaruhi oleh jarak
antar inti atom. Interaksi dari satu titik dari protein tidak hanya mempengaruhi
daerah tersebut saja, tetapi akan mempengaruhi pada titik yang lain.
Protein dibangun oleh sekitar 20 macam asam amino melalui ikatan
peptida. Asam amino mempunyai muatan amino dan muatan karbonil pada ujung
– ujungnya yang dinetralkan melalui pembentukan ikatan peptida. Dalam sistem
protein penyusunnya disebut asam amino, dimana yang membedakan antara asam
amino yang satu dengan asam amino yang lain berupa struktur rantai samping
yang berbeda pada asam amino – asam amino tersebut sehingga berpengaruh pada
reaktivitas kimia. Beberapa asam amino seperti valin, leusin, alanin dan lain – lain
terdiri dari hidrokarbon sehingga bersifat non polar, diharapkan mampu menarik
molekul yang polar. Asam amino hidrofobik ini membantu menstabilkan
pengikatan molekul substrat non polar ke dalam enzim. Ikatan hidrogen ini dapat
menstabilkan struktur protein. Ukuran dan bentuk dari rantai samping asam amino
menentukan tipe interaksi dengan gugus aktif tertentu. (Copeland, 2000).
Reaksi enzimatis melibatkan suatu proses pengikatan substrat ke dalam
sisi aktif enzim. Terdapat dua mekanisme yang diusulkan untuk menjelaskan
proses pengikatan substrat tersebut yaitu mekanisme Lock & Key yang
dikemukakan oleh Emil Fischer pada tahun 1984, dan mekanisme Induced-Fit.
Mekanisme yang terakhir dikemukakan pada tahun 1958 oleh Daniel Koshland.
Pada mekanisme Lock & Key, enzim dan substrat dapat dianggap sebagai
suatu gembok dan kuncinya dimana kunci ini hanya akan cocok dengan gembok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
tertentu. Jadi enzim dan substrat memiliki struktur geometrik tertentu yang saling
komplemen satu sama lainnya. Model ini mampu menjelaskan sifat spesifik dari
suatu enzim namun tidak dapat menjelaskan tingkat kestabilan yang mampu
dicapai oleh kompleks teraktifkan enzim-substrat.
Mekanisme Induced-Fit merupakan modifikasi dari mekanisme Lock &
Key. Dalam mekanisme ikut dipertimbangkan struktur enzim yang relatif fleksibel
dimana bagian sisi aktif enzim dapat terus mengalami perubahan ketika mulai
terjadi interaksi antara enzim dengan substrat. Jadi ketika substrat mulai
mendekat, sisi aktif enzim mulai menyesuaikan diri dengan geometri dari substrat
sehingga pada akhirnya kedua geometri molekul yang terlibat saling komplemen.
Mekanisme ini dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Mekanisme induced-fit pada enzim.
Gambar 6 yang relevan dengan penelitian ini dibatasi hingga pembentukan
kompleks enzim-substrat. Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa sisi aktif enzim
harus dibantu oleh substrat sehingga membetuk kompleks.
4. Gaya Antar Molekul
Gaya antar molekul merupakan gaya suatu molekul dengan molekul lain
yang sejenis atau berbeda dapat mengadakan interaksi tolak menolak atau tarik -
menarik. Gaya antar molekul dapat terjadi antara molekul non polar dengan
molekul non polar, molekul polar dengan molekul non polar dan molekul polar
dengan molekul polar. Antaraksi berbagai dipol – dipol (tarikan atau tolakan)
secara kolektif disebut gaya van der Waals (Pudjaatmaka, 1999).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Molekul non polar saling ditarik oleh antaraksi dipol-dipol yang lemah
yang disebut gaya london. Gaya london timbul dari dipol yang diinduksi dalam
satu molekul oleh molekul yang lain. Gaya london dapat terjadi bila pasangan
elektron suatu molekul, baik yang bebas maupun yang terikat selalu bergerak
mengelilingi inti. Elektron yang bergerak dapat mengimbas atau menginduksi
sesaat pada tetangga sehingga molekul tetangga menjadi polar terinduksi sesaat.
Molekul ini pula dapat menginduksi molekul tetangga lainnya sehingga terbentuk
molekul – molekul dipol sesaat (Effendy, 2005).
Molekul polar berada pada jarak tertentu dengan molekul non polar maka
molekul polar dapat menginduksi molekul non polar sehingga molekul non polar
tersebut menjadi molekul polar induksian. Setelah proses induksian berlangsung
antara kedua molekul tersebut terjadi gaya tarik elektrostatik yang disebut gaya
dipol – dipol induksi (Effendy, 2005). Elektrostatik merupakan studi interaksi
antara muatan benda yang penting untuk memahami interaksi dari elektron yang
digambarkan dengan kerapatan elektron. Pendukung utama dari elektrostatik
adalah hukum Coulomb yang merupakan deskripsi matematis tentang bagaimana
muatan tolak menolak dan tarik menarik. Tarikan dan tolakan terutama timbul
dari antaraksi dipol – dipol, tarik menarik antara muatan yang berlainan tanda dan
tolak menolak antara muatan yang sama tanda. Persamaan hukum Coulomb untuk
kekuatan interaksi antara dua partikel dapat ditunjukkan pada persamaan 1.
.......................................persamaan 1.
Keterangan :
F = kekuatan interaksi antar dua partikel
= muatan partikel pertama
= muatan partikel kedua
= jarak antar dua buah partikel
Persamaan tersebut menunjukkan kekuatan interaksi antara dua partikel
atau molekul berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antaranya (Young, 2001).
Jarak berpengaruh penting terhadap kekuatan gaya antarmolekul. Jarak antar atom
berdasarkan pada jari – jari van der Waals dapat diilustrasikan pada Gambar 7.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
A H -----------------B
Gambar 7. Model untuk ilustrasi jarak antar atom.
Apabila jarak A-H lebih pendek daripada jarak H-B maka ikatan A-H
merupakan ikatan kovalen. Ikatan H-B bila jaraknya sama atau lebih besar dari
jumlah jari – jari van der Waals atom H dan atom B maka jarak H-B dapat
menunjukkan adanya interaksi tanpa ikatan (nonbonded interaction). Tabel 1
menampilkan jari – jari van der Waals beberapa unsur.
Tabel 1. Jari – jari van der Waals beberpa unsur.
Unsur rvdw (Å) Unsur rvdw (Å) Unsur rvdw (Å)
H 1,20 O 1,52 Cl 1,90
C 1,70 S 1,80 Br 2,00
N 1,55 F 1,60 I 2,12
Pada interaksi O dengan O akan memiliki jari – jari van der Waals sebesar 3,04 Å
maka bila jarak pada sistem antarmolekul lebih besar daripada jari – jari van der
Waals tersebut menunjukkan terdapat interaksi tanpa ikatan berupa dipol – dipol
karena sifat dari atom O yang bersifat polar. Namun, semakin jauh jarak
antarmolekul tentunya akan mempunyai kekuatan interaksi yang semakin lemah
sebab interaksi antar elektronnya semakin sedikit maka polarisasi semakin lemah
dan semakin lemah pula kemampuan untuk membentuk ikatan (Effendy, 2005).
5. Reaksi Addisi Nukleofilik Karbon Tak Jenuh-α,β
Reaksi addisi nukleofilik merupakan reaksi pemutusan ikatan rangkap C-C
oleh nukleofilik pada rantai karbon tak jenuh (unsaturated). Ikatan rangkap C-C
karbon – karbon yang terdapat pada alkena bersifat non polar. Namun, suatu
ikatan rangkap C-C karbon – karbon yang berkonjugasi dengan suatu gugus
karbonil akan bersifat polar. Hal tersebut disebabkan adanya gugus karbonil yang
bersifat polar mempunyai ikatan π berupa ikatan yang mudah terpolarisasi dan
reaktif (Pudjaatmaka, 1999).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Reaksi addisi nukleofilik pada ikatan rangkap C-C yang terkonjugasi
dengan gugus karbonil pada umunya berlangsung makanisme dari Michael
reaction atau Michael addition. Nukleofilik dari mekanisme Michael reaction
akan menyerang pada karbon yang bermuatan parsial positif dimana sistem C=C-
C=O ini parsial positif akan terdapat pada karbon-β dan karbon karbonil.
Penyerang nukleofil pada C=C mekanismenya melalui addisi 1,4 sedangkan
penyerangan nukleofil pada C=O melalui addisi 1,2. Halangan sterik disekitar
ikatan rangkap C-C atau sekitar gugus karbonil dapat menyebabkan serangan
tertuju pada posisi yang tak terintangi (Laue and Plagens, 2005; Pudjaatmaka,
1999).
Sistem terkonjugasi seperti keton tak jenuh-α,β addisi nukleofilik yang
berlangsung berupa addisi 1,4 dimana tipe addisi ini menyerupai addisi 1,4 diena
terkonjugasi. Reaksi addisi 1,4 ini berlangsung melalui dua tahapan reaksi, yang
pertama yaitu serangan nukleofil pada ikatan rangkap C-C karbon-α, β yang akan
menghasilkan karbanion melalui pemutusan ikatan rangkap C-C. Kemudian
nukleofil akan membawa pasangan elektronnya menuju atom karbon-β yang
terlibat dalam ikatan rangkap C-C, memaksa elektron π pada ikatan rangkap C-C
tersebut menuju atom karbon lainnya membentuk karbanion yang dapat
beresonansi. Karbanion dapat beresonansi dengan gugus karbonil membentuk
anion pada atom oksigen. Tahap kedua adalah serangan substituen bermuatan
positif pada spesi yang bermuatan negatif (March, 1968). Reaksi Michael addition
ini berlangsung melalui rearrangement karbanion pada ikatan rangkap C-C yang
terkonjugasi dengan karbonil dan mengarahkan tautomerisasi pada enol menjadi
keto sebagai produk akhir seperti ditunjukkan pada Gambar 8 (Laue & Plagens,
2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Y C C C O C C C O
Y
C C C O
Y
HY
C C C OH
Y
C C C O
Y H
suatu enol keto
Gambar 8. Mekanisme reaksi adisi nukeofilik 1,4 dengan serangan terdapat pada
ikatan rangkap C-C.
6. Docking
Docking merupakan sebuah studi untuk memprediksikan struktur tiga
dimensi suatu kompleks yang terbentuk antara suatu ligan dengan makromolekul
yaitu protein. Docking mampu memprediksikan kompleks protein-ligan dalam
waktu yang cepat dan biaya yang relatif murah. Teknik ini menempatkan ligan
secara sistematis pada site aktif dari mekromolekul. Penempelan suatu ligan pada
protein atau makromolekul (reseptor) dapat mempengaruhi struktur tiga dimensi
dari protein membentuk konformasi tertentu, memberikan posisi yang
menunjukkan kebolehjadian bagi protein target untuk berinteraksi dengan ligan
yang mempunyai jarak yang relatif dekat (Manikrao et al., 2011).
MOE (Molecular Operating Environment) merupakan salah satu aplikasi
yang dikembangkan Chemical Computing Group. Aplikasi ini bersifat user-
friendly sehingga cocok digunakan untuk pembelajaran.
7. Quantum Mechanics (QM)
Quantum Mechanic (QM) atau mekanika kuantum merupakan metode
matematik yang mempunyai ketelitian tinggi untuk memprediksi perilaku elektron
yang digunakan untuk menyelesaikan fungsi gelombang dengan menggunakan
persamaan Schrodinger. Mekanika kuantum diperlukan untuk mempelajari
partikel-partikel mikroskopis seperti elektron, inti atom, atom dan molekul
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
dimana mekanika klasik tidak mampu untuk menjelaskan kelakuan-kelakuan
partikel tersebut (menguraikan sifat-sifat dasar partikel yang penting karena
elektron terlibat dalam perubahan kimia). Dalam kimia kuantum, sistem
digambarkan sebagai fungsi gelombang yang dapat diperoleh dengan
menyelesaikan persamaan Schrodinger. Persamaan ini berkait dengan sistem
dalam keadaan stasioner dan energi dinyatakan dalam operator Hamiltonian.
Operator Hamiltonian dapat dilihat sebagai aturan untuk mendapatkan energi
terasosiasi dengan sebuah fungsi gelombang yang menggambarkan posisi dari inti
atom dan elektron dalam sistem. Teori QM menggunakan operator Hamiltonian
dan fungsi gelombang untuk menghitung energi sistem. Fungsi gelombang berupa
fungsi posisi elektron dan nuclear ini dapat digunakan untuk mendeskripsikan
probabilitas elektron pada lokasi tertentu, tetapi tidak dapat memprediksikan
secara tepat letak dari elektron tersebut. Muatan atom untuk QM diperoleh dengan
skema analisis populasi (Young, 2001).
Metode ini merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam
permodelan molekul (Leach, 2001). Melalui model Lewis mampu memprediksi
pola ikatan kimia dan memberikan indikasi dari kekuatan ikatan (ikatan tunggal,
ikatan rangkap C-C). Perhitungan ikatan kovalen yang tanpa pemutusan ikatan
dengan Quantum Mechanic (QM) dapat dilakukan dengan menggunakan salah
satu metode QM standar (Das, 2002). Akurasi dari perhitungan QM bergantung
pada ukuran fungsi basis yang digunakan. Metode QM dapat memberikan
penjelasan yang komprehensif untuk fenomena kimia seperti sifat valensi dan
ikatan seperti reaktivitas kimia sehingga dapat memberikan penjelasan secara
empirik dari kimia. QM (ab initio) pada tingkat dasar dapat memecahkan
persamaan Schrodinger untuk sistem molekul yang mempelajari elektron (Young,
2001). Energi dari keadaan dasar, keadaan tereksitasi dan optimasi geometri dapat
dihitung dengan metode QM, tetapi dibatasi pada ukuran sistem (Das, 2002).
Metode QM juga digunakan untuk pembelajaran secara detail terhadap
struktur dan reaktivitas dari berbagai sistem. QM untuk mengetahui sifat-sifat
elektronik yang terkait dengan distribusi elektron seperti momen dipol dan
densitas elektron. (Dolenc and Koller, 2006; Leach, 2001). Keuntungan dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
sistem dengan metode QM adalah interaksi elektrostatik dapat dideskripsikan
secara realistis (Thiel, 2009). Selain itu perubahan struktur elektronik yang
melibatkan interaksi pertukaran muatan dan pengaruh polarisasi tidak diabaikan
(Liu et al., 2001). Kelemahan metode ini adalah komputasinya cukup mahal untuk
pembelajaran sistem yang cukup besar, seperti biomolekul (Dolenc and Koller,
2006).
8. Natural Bond Orbital (NBO)
Muatan atom maupun distribusi elektron tidak dapat terlihat dengan QM
dan tidak dapat secara langsung dengan perhitungan QM ataupun eksperimen.
Terdapat beberapa metode yang berbeda untuk menghitung muatan atom ataupun
distribusi elektron dari sistem molekul. Salah satunya adalah NBO yang
merupakan teknik analisis yang dapat mendeskripsikan sebuah analisis fungsi
gelombang elektronik. NBO menggunakan orbital alami yang merupakan fungsi
eigen yang mengurangi orde pertama dari densitas matrik berupa lokalisasi.
Prinsip lokalisasi merujuk pada orbital yang menunjukkan pusat atom dan
pasangan atom yang menghasilkan muatan dari atom. Analisis dengan NBO
dikelompokkan sebagai orbital ikatan, anti ikatan, core dan Rydberg (Young,
2001; Glendening, 2011). Sehingga dengan NBO dapat untuk memahami konsep
– konsep ikatan seperti muatan atom, struktur lewis, tipe ikatan, transfer muatan,
dan lain – lain. Analisis NBO dalam menunjukkan transfer muatan intramolekul
dengan fungsi basis yang menunjukkan akurasi yang tinggi maka nilai - nilai dari
muatan inti dan valensi makin negatif yang menunjukkan stabilitas dari struktur
molekul (Monajjemi, 2010).
Analisis dengan NBO banyak digunakan karena hasilnya
mengklasifikasikan jenis orbital, yang menunjukkan bahwa interaksi orbital lebih
berperan penting dalam memutuskan delokalisasi elektron dibandingkan
keelektronegatifan. NBO menampilkan occupancy yang menunjukkan berapa
banyak elektron yang terdapat dalam tiap atom, energi orbital dan pola kualitatif
dari interaksi delokalisasi dihubungkan dengan tiap – tiap atom dan terdapat pula
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
natural charge sebagai muatan parsial dari masing – masing atom. Metode NBO
umunya menggunakan level teori HF (Hartree-Fock) (Glendening, 2011).
9. Metode komputasi
Metode komputasi perlu dilakukan karena metode eksperimen belum
mampu memberikan informasi yang mendalam tentang interaksi antarmolekul
dalam skala molekular. Metode eksperimen lebih menjelaskan tentang fenomena
yang terjadi dalam sistem makroskopis. Saat ini metode komputasi perhitungan
ab initio telah banyak digunakan untuk menentukan potensial interaksi
antarmolekul secara akurat. Interaksi antarmolekul tergantung pada geometri
masing-masing molekul.
Ab initio mengacu pada perhitungan mekanika kuantum melalui beberapa
pendekatan matematis, seperti penggunaan persamaan yang disederhanakan
(Born-Oppenheimer approximation) atau pendekatan untuk penyelesaian
persamaan differensial. Ab initio merupakan metode orbital molekul yang paling
akurat dibandingkan semi empirik dan molekul mekanik. Metode ini dapat
memberikan prediksi kuantitatif yang akurat untuk berbagai sistem molekular.
Namun, membutuhkan sumber daya komputer yang cukup besar (Dorsett and
White, 2000). Tipe yang paling terkenal dari metoda ab initio adalah perhitungan
Hartree-Fock (HF) dengan metode pendekatan medan pusat (central field
approximation). Ini berarti bahwa tolakan Coulombik antar elektron tidak secara
spesifik dimasukkan dalam perhitungan, tetapi efek total interaksi korelasinya
dimasukkan dalam perhitungan sebagai suatu besaran konstant. Dalam teori HF,
probabilitas untuk menemukan elektron di suatu daerah dalam atom didefinisikan
sebagai jarak dari inti bukan jarak terhadap elektron lainnya (Young, 2001).
10. Fungsi Basis
Fungsi basis dalam ilmu kimia adalah kumpulan fungsi matematika yang
digunakan untuk menyusun gugus orbit suatu molekul. Kumpulan fungsi-fungsi
matematika yang ada disusun dalam kombinasi linier dengan menyertakan nilai
koefisien di dalamnya. Fungsi yang digunakan umumnya adalah gugus - gugus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
orbit atom penyusun molekul tersebut. Dalam kimia komputasi, perhitungan
kimia kuantum umumnya dilakukan dalam satu set basis perhitungan yang terdiri
atas fungsi gelombang yang ada disusun secara linier (Young, 2001). Fungsi
basis yang makin besar menunjukkan peningkatan keakurasian dalam
memperkirakan orbital dengan menerapkan pembatasan lokasi elektron dalam
ruang. Standar fungsi basis menggunakan kombinasi linier dari fungsi gaussian
(Rauk, 2001).
Fungsi basis Split valence merupakan kombinasi dari himpunan fungsi
basis minimal dan himpunan fungsi basis diperluas. Terdapat beberapa fungsi
basis untuk masing – masing orbital atomik pada elektron kulit valensi tetapi
hanya satu fungsi basis untuk menggambarkan orbital atomik pada kulit dalam.
Fungsi basis 6-31G merupakan fungsi basis yang sangat populer untuk
perhitungan pada molekul organik. 6-31G mendeskripsikan adanya sebuah
contracted Gaussian yang terdiri dari 6 fungsi Gaussian primitif untuk orbital
atom kulit dalam, sebuah contracted Gaussian yang terdiri dari 3 Gaussian
primitif untuk valensi kulit dalam dan sebuah Gaussian primitif untuk valensi
kulit luar (Leach, 2001; Rauk, 2001; Young,2001).
Simbol „*‟ menunjukkan adanya penambahan fungsi polarisasi. Hal
tersebut berarti adanya penambahan ke dalam elektron valensi atau penambahan
fungsi p untuk atom H dan He untuk sistem dimana hidrogen berperan sebagai
atom penghubung atau fungsi d untuk atom besar. Fungsi basis 6-31G(d) atau 6-
31G* merupakan fungsi polarisasi dari fungsi basis 6-31G. Fungsi polarisasi
dapat ditambahan pada fungsi basis untuk mendeskripsikan pemindahan yang
tidak sama untuk muatan yang jauh dari inti atom sehingga dapat meningkatkan
deskripsi dari ikatan kimia. Fungsi polarisasi ini digunakan karena dapat
memberikan hasil dengan akurasi lebih baik (Young, 2001).
B. Kerangka Pemikiran
Adisi nukleofilik pada ikatan rangkap C-C yang terkonjugasi dengan
gugus karbonil umumnya yang diserang pada karbon-β. Hal tersebut karena
karbon–β mempunyai muatan yang sangat parsial positif yang berarti kerapatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
elektronnya sangat rendah. Kerangka maleimida pada MIRA-1 memposisikan
ikatan rangkap C-C diapit oleh dua karbonil. Jika tarikan elektron dari kedua
karbonil terpusat pada ikatan rangkap C-C MIRA-1 dengan kekuatan yang sama
maka kerapatan elektronnya menjadi simetris. Tarikan yang simetris
menyebabkan sulit menentukan posisi karbon mana sebagai karbon-β. Ikatan
rangkap C-C yang mempunyai kerapatan elektron yang sangat tinggi
menyebabkan serangan nukelofil sulit. Sehingga diperlukan faktor yang dapat
menurunkan kerapatan elektron dari ikatan rangkap C-C.
Nukleofil umumnya menyerang pada karbon yang mempunyai kerapatan
elektron rendah. Kerapatan elektron rendah dapat diperoleh dengan adanya
pengaruh dari luar atau dari nukleofil itu sendiri. Tiol yang merupakan nukleofil
lemah untuk mempengaruhi polarisasi ikatan rangkap C-C harus ada kombinasi
dengan tiol mendekat pada ikatan rangkap C-C dan pengaruh dari luar yang
memberikan tarikan elektron lebih kuat pada salah satu sisi karbon. Kemudian
elektron ikatan rangkap C-C dapat tertarik ke salah satu sisi karbon dan nukleofil
masuk melalui sisi karbon lain. Tarikan elektron yang lebih kuat pada salah satu
sisi ikatan rangkap C-C akan memberikan kerapatan elektron asimetris. Pengaruh
dari luar dapat diperoleh dari lekukan mutasi karena letak MIRA-1 yang terdapat
di dalam lekukan. Lekukan terdiri dari asam amino – asam amino yang
mempunyai gugus donor ataupun akseptor elektron. Gugus akseptor sebagai
penarik elektron jika posisinya lebih dekat pada salah satu ikatan rangkap C-C
dapat memberikan kekuatan tambahan tarikan elektron ke atom karbon tersebut.
Sehingga karbon itu kerapatannya lebih besar dibandingkan karbon lain dalam
ikatan rangkap C-C. Lekukan mutasi menyelubungi MIRA-1 dari bagian
maleimida dan bagian alifatik. Maka pengaruh dari luar dapat pula berpengaruh
pada alifatik kemudian secara tidak langsung alifatik tersebut dapat berpengaruh
terhadap kerapatan elektron dari ikatan rangkap C-C.
Kerapatan elektron hanya dapat dilihat melalui analisis populasi.
Perhitungan yang melibatkan kerapatan elektron harus menggunakan metode
mekanika kuantum. Mengingat perubahan kerapatan elektron relatif kecil pada
senyawa dengan ikatan kovalen maka dibutuhkan perhitungan yang relatif akurat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Minimal level yang memenuhi itu adalah HF. Perubahan akibat lingkungan yang
berarti ada tarikan, yang dapat mengakomodir tarikan tersebut adalah fungsi basis
yang melibatkan polarisasi. Senyawa organik yang melibatkan arom C, N dan O
sudah cukup akurat dengan menggunakan fungsi basis split 6-31.
C. Hipotesis
1. Kerapatan elektron ikatan rangkap C-C MIRA-1 dapat dibuat asimetris dengan
adanya kekuatan tarikan elektron yang berbeda pada kedua sisi atom karbon
ikatan rangkap C-C sehingga dapat terjadi kemungkinan serangan nukleofil.
2. Lekukan mutasi yang terdiri dari asam amino – asam amino yang mempunyai
gugus penarik elektron dapat memberikan pengaruh pada terpolarisasinya
ikatan rangkap C-C MIRA-1.
3. Bagian alifatik berpengaruh terhadap kemungkinan pembentukan adduct tiol
dengan adanya gugus dari asam amino yang dekat dengan bagian alifatik. Hal
tersebut dapat memberikan pengaruh pada kerapatan elektron dan reaktivitas
ikatan rangkap C-C.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental
laboratoris.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar bagian Komputasi
Kimia jurusan Kimia FMIPA UNS selama 6 bulan mulai bulan Oktober 2011
sampai Maret 2012.
C. Alat dan Bahan yang Dibutuhkan
1. Alat
Seperangkat komputer dengan spesifikasi : CPU dengan processor AMD
Phenom (tm) II X 6 1055 T processor, RAM 8 GB dan Hardisk 2 X 500 GB.
Software yang digunakan, yaitu: Gaussian 03 (Frisch et al., 2003), CHIMERA
(Pattersen et al., 2004), molden (Schaftenaar and Noordik, 2000) dan VMD
(Humphrey et al., 1996).
2. Bahan
Struktur hasil docking MOE (Molecular Operating Environment) kode
PDB 2X0W (Basse et al., 2010) yang diperoleh dari perkembangan desain obat
rasional dengan menstabilkan p53 : menyelidiki permukaan mutan onkogen
Y220C yaitu kompleks p53 termutasi (Y220C) dengan ligan MIRA-1 (MIRA1-
220.pdb)
D. Prosedur Penelitian
1. Kompleks Protein-Ligan
a. Perbentukan Konfigurasi
Hasil docking MOE (Molecular Operating Environment) kode PDB
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
2X0W sebagai p53 termutasi pada Y220C dengan MIRA-1 sehingga diperoleh
kompleks p53-MIRA-1 pada daerah mutan Y220C (unpublished result).
Struktur tersimpan dalam MR1-220 arsip pdb (MR1-220.pdb). Perhitungan
sistem dengan kompleks utuh memberikan masalah konvergensi. Hal tersebut
kemudian dilakukan pemotongan ukuran kompleks dengan asam amino yang
berada disekitar MIRA-1 (dalam lekukan mutasi) yaitu sekitar 20 jumlah asam
amino. Itu pun dalam perhitungan memberikan masalah konvergensi.
Kemudian dilakukan pembentukan konfigurasi – konfigurasi dengan
penambahan asam amino – asam amino secara parsial yang atomnya
mempunyai jarak yang relatif dekat dengan atom di MIRA-1. Jarak antar
atomnya diperoleh dengan menggunakan CHIMERA. Pembentukan
konfigurasi dimulai dari MIRA-1 saja tanpa lingkungan (asam amino) dari
MR1-220 arsip pdb kemudian dilanjutkan asam amino pertama yaitu asam
amino sistein yang diambil dari MR1-220 arsip pdb sebagai konfigurasi ke-1
dan seterusnya. Asam amino yang diambil dari MR1-220 arsip pdb (MR1-
220.pdb) melalui pemutusan ikatan peptida, pada ujungnya terdapat ujung
gugus karbonil (C=O) atau ujung N-H. Ujung – ujung tersebut kemudian
ditambahkan oleh atom atau gugus yang sesuai dengan struktur standar asam
amino dengan gedit dan disimpan kembali sebagai arsip pdb. Tiap konfigurasi
disimpan dalam arsip pdb dan dapat divisualisasi dengan CHIMERA.
b. Persiapan Perhitungan
Arsip pdb masing – masing konfigurasi dikonversi menjadi arsip com
dengan VMD (Visual Molecular Dynamic) untuk dilakukan eksekusi
perhitungan. Arsip com tiap konfigurasi dibuka dengan gedit untuk mengubah
atom type menjadi atom tunggal dan disimpan kembali sebagai arsip com.
Kemudian arsip com tersebut yang digunakan dalam eksekusi perhitungan.
2. Perhitungan Analisis Populasi
a. Optimasi Geometri
MIRA-1 yang diambil dari MR1-220 arsip pdb dan sudah diubah menjadi
arsip com dihitung optimasi geometri dan analisis populasi dengan NBO.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Optimasi geometri dilakukan dengan Gaussian 03 menggunakan level teori HF
(Hatree Fock) dan fungsi basis 6-31G*. Hasil optimasi geometri tersimpan
sebagai arsip log yang dapat divisualisasi melalui CHIMERA dengan
mengubahnya ke dalam arsip pdb melalui molden dan data NBO-nya dapat
ditunjukkan melalui gedit.
b. Single Point
MIRA-1 yang diambil dari MR1-220 arsip pdb (MR1-220.pdb) juga
dihitung single point NBO-nya dengan Gaussian 03. Single point dilakukan
dengan level teori dan fungsi basis yang sama dengan yang dilakukan pada
optimasi geometri. Hasilnya tersimpan dalam arsip log sebagai konfigurasi ke-
0. Kemudian dilanjutkan perhitungan single point NBO untuk konfigurasi
selanjutnya yaitu konfigurasi selanjutnya tergantung jumlah asam amino yang
diambil sebagai konfigurasi. Hasilnya juga tersimpan dalam arsip log yang
selanjutnya untuk pengumpulan dan analisis data distribusi kerapatan
elektronnya dari data NBO yang dapat ditunjukkan melalui gedit.
E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
1. Pengumpulan Data
Data yang diambil adalah gambar MIRA-1 hasil optimasi geometri dan
single point serta gambar konfigurasi yang merupakan tambahan asam amino
secara parsial. Selain itu, data NBO yang diambil adalah nilai occupancy dan
muatan parsial.
2. Analisis Data
Interaksi antara sistein dengan MIRA-1 untuk menunjukkan kebolehjadian
pembentukan adduct tiol dengan melihat pengaruh lingkungan dalam lekukan
mutasi disekitar MIRA-1 terhadap distribusi kerapatan elektronnya. Hal tersebut
dapat ditentukan dengan membandingkan nilai delta occupancy target reaksi di
MIRA-1 (ikatan rangkap C-C) dari satu konfigurasi ke konfigurasi yang lain. Itu
dapat menunjukkan pengaruh asam amino (lingkungan lekukan mutasi) terhadap
reaktivitas ikatan rangkap C-C. Pengaruh asam amino yang mempunyai gugus –
gugus yang berbeda – beda dengan jarak tertentu dari gugus atau atom MIRA-1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
dapat memberikan pengaruh pada distribusi kerapatan elektron di MIRA-1 yang
berpengaruh pada reaktivitas ikatan rangkap C-C. Kebolehjadian pembentukan
adduct yang dipengaruhi lekukan mutasi dapat juga ditunjukkan melalui
kemampuannya dalam mempengaruhi polarisasi ikatan rangkap C-C dengan
mempunyai perbedaan nilai muatan parsial yang berbeda antara keduanya. Data
tersebut dapat juga menunjukkan pengaruh geometri bagian alifatik terhadap
reaktivitas ikatan rangkap C-C MIRA-1 tanpa adanya pengaruh lingkungan
disekitarnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kompleks Protein-Ligan
Mutasi onkogenik Y220C adalah salah satu perubahan genetik yang sering
terdapat pada kanker manusia. Mutasi dapat menurunkan stabilitas protein dan
menginduksi pembentukan celah di permukaan site mutasi. Mutasi kanker Y220C
menginduksi pembentukan cavity (lekukan mutasi) pada permukaan protein yang
dapat menampung molekul penstabil.
Struktur mutan Y220C diperoleh dari p53 mutan Y220C yang
ditambahkan dengan 5,6-dimetoksi-2metilbenzotiazol dengan kode pdb 2X0W.
Itu diperoleh dari perkembangan desain obat rasional dengan menstabilkan p53 :
menyelidiki permukaan mutan onkogen Y220C. Struktur 5,6-dimetoksi-
2metilbenzotiazol berada didekat Y220C kemudian dihilangkan dan digantikan
dengan MIRA-1. MIRA-1 masuk ke lekukan mutasi Y220C dengan bantuan
docking MOE (Molecular Operating Environment) (unpublished result).
Struktur 5,6-dimetoksi-2metilbenzotiazol ketika dalam lekukan mutasi
Y220C terstabilkan karena posisi dari atom N tiazol dapat membentuk ikatan
hidrogen dengan gugus hidroksi dari threonin (150). Gugus metoksi dari struktur
5,6-dimetoksi-2metilbenzotiazol mengapit ikatan rangkap C-C berada jarak yang
cukup dekat dengan sistein. Maka model interaksi struktur tersebut dapat
dilakukan pada MIRA-1. MIRA-1 dengan 5,6-dimetoksi-2metilbenzotiazol sama
– sama mepunyai gugus penarik elektron yang mengapit ikatan rangkap C-C yang
dapat mempengaruhi polarisasinya sehingga dapat menunjukkan kebolehjadian
pembentukan adduct.
Hasil docking ligan (MIRA-1) tehadap mutan Y220C yaitu ligan berada di
dalam lekukan mutasi. Konformasi yang diperoleh adalah posisi ikatan rangkap
C-C MIRA-1 yang terkonjugasi gugus karbonil berada pada jarak relatif dekat
dengan atom S asam amino sistein yang dapat ditunjukkan Gambar 9. Posisi
tersebut dapat memberikan interaksi spesifik antara ligan (MIRA-1) dan protein
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
(mutan p53) sehingga dapat mengaktifkan fungsi p53 menyerupai wild-type-nya
melalui kebolehjadian pembentukan adduct tiol. Ikatan rangkap C-C alkena yang
mempunyai orbital ikatan π yang cederung kurang stabil dan memudahkan
interaksi dengan sistein sehingga terdapat kebolehjadian pembentukan adduct tiol.
Gambar 9. Kompleks p53 termutasi Y220C dengan MIRA-1 hasil docking dan
warna hitam menunjukkan MIRA-1.
Kompleks protein-ligan mempunyai ukuran yang relatif besar (gambar 9)
dengan protein mempunyai 3037 jumlah atom. Jika seluruh jumlah atom tersebut
merupakan atom hidrogen dan setiap atom menggunakan sebuah orbital 1s.
Dengan demikian jumlah total dari fungsi basis adalah 1+1+1+.....+1 hingga
berjumlah 3037. Dengan demikian orbital molekul dari sejumlah atom tersebut
dalam basis minimal diperoleh sebagai kombinasi linier dari 3037 fungsi basis ini.
Ukuran perhitungan komputasi sebanding dengan jumlah basis pangkat empat.
Semakin besar fungsi basis yang digunakan untuk meningkatkan ketelitian
perhitungan mempengaruhi ukuran pekerjaan komputasi (waktu komputasi dan
ukuran memori) yang besar. Itu jika dalam sistem hanya terdapat atom hidrogen,
sedangkan kompleks p53-MIRA-1 juga terdapat atom C, N dan O yang
mempunyai jumlah orbital lebih dari satu. Oleh karena itu, jumlah total fungsi
basis yang ada dikompleks menjadi lebih dari 3037 yang akan meningkatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
ukuran pekerjaan komputasi. Selain itu, ukuran yang besar dari kompleks maka
semakin banyak antar atom yang tak berikatan dari sisi asam amino yang berbeda
sehingga diasumsikan struktur menjadi tidak homogen. Itu menyebabkan
perhitungan muncul masalah konvergensi. Oleh karena itu, kompleks p53-MIRA-
1 tidak dilakukan perhitungan utuh yang kemudian memperkecil ukuran kompleks
pada daerah mutan Y220C yang ditunjukkan Gambar 10.
Gambar 10. Kompleks p53-MIRA-1 pada daerah mutan Y220C dan warna hitam
menunjukkan MIRA-1.
Limitasi dari software dan hardware yang tidak diketahui maka dilakukan
percobaan memperkecil ukuran kompleks. Ukuran kompleks yang diperkecil
ternyata memberikan masalah yang relatif sama dengan perhitungan dengan
ukuran kompleks yang utuh. Ukuran kompleks (Gambar 10) yang sudah
diperkecil jumlah atomnya menjadi 314 masih memberatkan ukuran kerja
komputasi dan kesulitan dalam mengatur masalah konvergensi.
Hal tersebut menyebabkan lingkungan dalam lekukan mutasi yang
dimasukkan dalam perhitungan pada bagian yang berinteraksi langsung saja
dengan MIRA-1. Satu atom saja dari suatu asam amino mempunyai jarak yang
dekat dengan salah satu atom dari MIRA-1 maka asam amino tersebut
dimasukkan sebagai konfigurasi yang akan dihitung kemudian. Jarak dari atom
asam amino ke atom MIRA-1 ditunjukkan pada Tabel 2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Tabel 2. Jarak antara atom dari asam amino ke atom MIRA-1
Asam - asam amino yang sederet dengan asam amino sistein (target reaksi)
yang mempunyai jarak relatif dekat terdapat atom C dan N asam amino dekat
dengan atom O1 MIRA-1 masing – masing berjarak 4,028 Å dan 3,845 Å serta
atom C asam amino berjarak 3,288 Å ke C7 MIRA-1 (Tabel 2). Maka asam
amino selain sistein pada sisi ini yang diambil adalah asam amino 127 hingga 129
yaitu berturut – turut asam glutamat dan dua asam amino prolin. Asam amino 134
dan 136 mempunyai jarak yang juga dekat dengan MIRA-1, tetapi kedua asam
amino berikatan peptida dengan asam amino sebelumnya yang jaraknya relatif
jauh. Oleh karena itu, kedua asam amino tersebut tidak dimasukkan pada asam
amino pilihan dalam pembentukan konfigurasi.
Asam amino – asam amino yang terletak pada sisi lain dari asam amino
target mempunyai lebih banyak asam amino yang mempunyai jarak yang relatif
dekat dengan MIRA-1 (Tabel 2). Atom C yang berjarak relatif dekat dengan O4
MIRA-1 yaitu sebesar 4,678 Å pada asam amino 54 dan 2,204 Å pada asam
amino 53. Asam amino yang diambil dari permukaan lekukan mutasi dimulai
dengan 54. Asam amino 55 atom C-nya mempunyai jarak yang relatif dekat
dengan O4 MIRA-1 sebesar 3,854 Å. Namun, karena sifatnya yang sama – sama
non polar dengan asam amino 53 yaitu valin dan jarak yang dimilki valin lebih
Sisi Asam amino Target
Asam
amino
Atom Jarak
(Å) Asam
amino
MIRA-
1
GLU127 CA O1 4,028
PRO128 N O1 3,845
PRO129 CB C7 3,288
GLU130 CD C8 8,726
VAL131 CE C8 10,345
GLY132 CF C8 10,157
SER133 CG C7 7,047
ASP134 CH C7 4,948
CYS135 CI O3 5,547
THR136 CJ O3 3,941
THR137 CK O3 8,164
Sisi Lain Asam amino Target
Asam
amino
Atom Jarak
(Å) Asam
amino
MIRA-
1
GLN50 CL O3 6,514
LEU51 CM O3 3,771
TRP52 CN O3 4,884
VAL53 CP O4 2,204
ASP54 CQ O4 4,678
SER55 CR O4 3,854
THR56 CS C7 6,970
PRO57 CT C7 4,492
PRO58 CV O3 6,917
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
dekat dengan O4 MIRA-1 sehingga asam amino yang diambil dimulai dengan
nomor 54 hingga asam amino yang mengarah ke dalam lekukan mutasi yaitu asam
amino 51. Asam amino 50 atom C-nya mempunyai jarak yang relatif jauh dengan
O3 MIRA-1 sebesar 6,514 Å sehingga dibatasi hingga asam amino 51 yang
diambil sebagai konfigurasi nantinya. Jumlah asam amino yang diambil pada sisi
ini adalah 4 asam amino. Jadi total keseluruhan asam amino yang diambil sebagai
pembentuk konfigurasi dalam perhitungan sebanyak 8 asam amino yaitu sistein,
asam glutamat, 2 prolin, asam aspartat, valin, triptofan dan leusin. Dengan
menggunakan pola pemilihan tersebut dapat dilihat dalam bentuk surface seperti
Gambar 11.
Gambar 11. Surface bagian asam amino – asam amino dari lekukan mutasi yang
berada di sekitar MIRA-1 dan warna hitam menunjukkan MIRA-1.
Hal tersebut menyebabkan tidak semua asam amino dalam surface tersebut
dihitung, tetapi hanya asam amino – asam amino pada surface warna merah.
Surface warna putih terdiri dari asam amino yang mayoritas mempunyai jarak
dengan MIRA-1 relatif jauh. Lingkungan dalam lekukan mutasi berupa asam
amino terpilih mempunyai jarak atomnya yang kurang dari 5 Å dari jarak atom
pada MIRA-1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Interaksi spesifik antara MIRA-1 dengan asam amino – asam amino yang
merupakan lingkungan dari lekukan mutasi terjadi ketika mempunyai jarak yang
relatif dekat sehingga dapat memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap
distribusi kerapatan elektronnya. Interaksi – interaksi dari asam amino yang
dipilih sudah cukup sehingga tidak perlu jarak yang terlalu jauh dan tidak semua
asam amino digunakan dalam perhitungan. Oleh karena itu, dapat diasumsikan
interaksi yang terdapat dari asam amino – asam amino tersebut telah dapat
mewakili sistem protein atau lekukan mutasi.
B. Perhitungan Analisis Populasi
Interaksi spesifik antara sistein dan ikatan rangkap C-C MIRA-1 yang
terkonjugasi gugus karbonil dapat menjelaskan kebolehjadian pembentukan
adduct tiol. Adduct merupakan ikatan kovalen yang terbentuk antara suatu
biomolekul dan non biomolekul. Pembentukan adduct mampu mengembalikan
konformasi p53 mendekati konformasi wild-type-nya. Interaksi spesifik dapat
ditunjukkan dengan perhitungan analisis populasi. Perhitungan itu melibatkan
struktur elektronik yang dapat dipelajari dengan menggunakan metode mekanika
kuantum.
Perhitungan analisis populasi pada penelitian ini menggunakan NBO.
Perhitungan menggunakan level teori HF untuk memperoleh hasil perhitungan
yang relatif akurat. Fungsi basis yang digunakan adalah 6-31G* yang dapat
memberikan hasil perhitungan yang melibatkan pengaruh polarisasi ikatan dari
senyawa organik. Perhitungan optimasi geometri dan single point NBO dapat
memberikan informasi distribusi kerapatan elektron yang dapat ditunjukkan
melalui data occupancy dan muatan parsial.
Optimasi geometri dilakukan untuk memperoleh konfigurasi MIRA-1
yang stabil berdasarkan energinya. Hasil optimasi diperoleh sistem yang
terstabilkan pada konformasi tertentu dan mempunyai energi yang relatif rendah.
Struktur MIRA-1 teroptimasi ditunjukkan Gambar 12.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
C4
C1C2
C3
N1
C5O2
C6
4O
C7
C8
H56H
8H
H97H
4H
2H
O3
1O
2H
1H
Gambar 12. Struktur MIRA-1 teroptimasi.
Struktur MIRA-1 terdiri dari bagian siklis dan bagian alifatik. Bagian
siklis terdapat dua gugus karbonil yang mengapit ikatan rangkap C-C dan atom
N1. Gugus karbonil dapat mempengaruhi tarikan elektron dari ikatan rangkap C-
C. Ikatan π pada ikatan rangkap C-C cenderung kurang stabil dibandingkan ikatan
σ sehingga adanya pengaruh tarikan elektron menyebabkan kerapatan elektron
pada ikatan π berkurang. Kerapatan elektron ikatan π pada ikatan rangkap C-C
semakin rendah sebagai pengaruh dari dua gugus karbonil. Atom N1 juga dapat
memberikan efek induksi yang akan mempengaruhi kerapatan elektron ikatan
rangkap C-C semakin rendah.
Bagian alifatik MIRA-1 tersusun dari struktur metil propionat yang terikat
pada atom N1. Atom C5 yang terikat pada N1 dan ikatan yang terjadi sebagai
penghubung antara bagian siklis dan alifatik. Atom C5 yang mengikat atom O2
dan N1 yang lebih elektronegatif daripadanya, dapat memberikan tarikan elektron
yang besar pada C5 sehingga kerapatan elektronnya menjadi rendah yang dapat
ditunjukkan melalui data muatan parsial. Bagian alifatik juga terdapat gugus
karbonil yang dapat memberikan tarikan elektron besar sehingga mempengaruhi
distribusi kerapatan elektron di MIRA-1. Distribusi kerapatan elektron pada
MIRA-1 teroptimasi dapat ditunjukkan melalui hasil perhitungan NBO yang
ditunjukkan pada Tabel 3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Tabel 3. Nilai muatan parsial masing – masing atom penyusun MIRA-1.
Atom Muatan
Parsial
Atom Muatan
Parsial
O1 -0,63562
2H 0,21897
C3 0,83278
O2 -0,65264
C2 -0,25871
C6 0,99309
H4 0,2568
O4 -0,66460
C1 -0,25872
C7 -0,55547
2H 0,2568
H5 0,23661
C4 0,83279
H6 0,23659
O3 -0,63565
C8 -0,62838
N1 -0,64005
H7 0,23143
C5 0,16566
H8 0,21791
1H 0,21898
H9 0,23143
Tabel 3 menunjukkan nilai muatan parsial tiap atom penyusun MIRA-1,
semakin negatif nilai muatan parsialnya menunjukkan semakin kaya elektron atau
kemungkinan ditemukan elektron (kerapatan elektron) semakin besar. Kerapatan
elektron ikatan rangkap C-C alkena cukup besar yang ditunjukkan dengan muatan
parsial yang cukup negatif sebesar -0,41041. Nilai yang cukup negatif
menunjukkan kemungkinan ditemukan elektron pada ikatan rangkap C-C besar.
Nilai tersebut dapat menurun kenegatifannya dengan adanya tarikan elektron yang
lebih kuat disekitarnya seperti pada ikatan rangkap C-C MIRA-1. Ikatan rangkap
C-C pada MIRA-1 yang disimbolkan C1 dan C2 mendapatkan tarikan elektron
yang cukup besar dari dua gugus karbonil yang mengapitnya sehingga kerapatan
elektron ikatan rangkap C-C-nya menurun menjadi sebesar -0,25872 pada C1
dan -0,25871 pada C2 yang ditunjukkan pada Tabel 3. Perbedaan muatan parsial
antar atom C1 dan C2 yang relatif sangat rendah maka diasumsikan polarisasi
ikatan rangkap C-C simetris. Ikatan rangkap C-C alkena ataupun pada MIRA-1
teroptimasi sama – sama mempunyai nilai polarisasi simetris karena mempunyai
tarikan atau dorongan elektron yang sama besar pada kedua sisinya.
Ikatan rangkap C-C alkena pada kedua atom C-nya sama – sama mengikat
dua atom H yang mempunyai nilai keelektronegatifan sebesar 2,1 yang lebih
rendah dibandingkan atom C sebesar 2,5. Itu menyebabkan tarikan elektron atom
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
C lebih besar dibandingkan atom H, maka atom H cenderung menyumbangkan
elektronnya ke atom C. Hal tersebut yang dapat berakibat atom C atau ikatan
rangkap C-C karbon menjadi bernilai sangat negatif muatan parsialnya dengan
mendapatkan sumbangan elektron dari atom H. Seperti halnya ikatan rangkap C-C
karbon alkena, pada MIRA-1 kedua atom C ikatan rangkap C-C-nya juga sama –
sama mendapat donor dari satu atom H. Namun, pada kedua atom C-nya
mendapatkan tarikan elektron dari gugus karbonil. Hal tersebut berpengaruh pada
nilai muatan parsial yang makin berkurang kenegatifannya. Tarikan elektron dan
donor elektron yang sama besar menyebabkan polarisasinya simetris. Gugus
karbonil yang mempunyai atom O dengan nilai keelektronegatifan 3,5 yang lebih
besar dibandingkan atom C (2,5) sehingga gugus karbonil dapat menarik elektron
dari atom karbon ikatan rangkap C-C dan mempengaruh kerapatan elektronnya
menjadi lebih rendah. Struktur lingkar 5 simetris yang juga mempengaruhi tarikan
elektron dari gugus karbonil sama besar ditunjukkan nilai muatan parsial dari
atom O karbonil (O1 dan O3) yang relatif sama berturut – turut yaitu -0,63562 dan
-0,63565 yang ditunjukkan pada Tabel 3.
Gugus ester pada bagian alifatik MIRA-1 mempunyai gugus karbonil
(C6=O4) mempunyai kecenderungan terdapat tarikan elektron yang mengarah
padanya. Atom O2 yang terikat antara atom C5 dan C6 sehingga atom O2
mendapatkan donor elektron dari kedua atom C tersebut. Atom C6 mempunyai
muatan parsial yang paling positif (Tabel 3) karena mendapatkan tarikan elektron
dari dua atom O (O2 dan O4) yang mempunyai elektronegatif tinggi terutama
atom O4 yang berikatan rangkap cenderung lebih polar maka tarikan elektron
yang diberikan ke C6 lebih besar dibandingkan O2. Tarikan elektron dari atom O4
gugus karbonil dapat memberikan efek induksi pada atom N yang
menghubungkan antara bagian siklis dan alifatik MIRA-1. Atom N yang lebih
elektronegatif dibandingkan atom C penyusun kerangka bagian siklis dapat
memberikan tarikan elektronya dan mempengaruhi distribusi kerapatan elektron
bagian siklis.
Interaksi spesifik antara MIRA-1 dengan lingkungan disekitarnya yaitu
asam – asam amino yang mempunyai jarak relatif dekat dengan MIRA-1 (Gambar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
11) sehingga dapat memberikan pengaruh besar terhadap distribusi kerapatan
elektron MIRA-1 terutama pada ikatan rangkap C-C. Pembentukan konfigurasi
dari asam amino terpilih dilakukan melalui penambahan asam amino – asam
amino tersebut secara parsial. Hal tersebut dimaksudkan untuk melihat pengaruh
tiap asam amino atau lingkungan disekitar MIRA-1 terhadap kerapatan elektron
ikatan rangkap C-C MIRA-1 yang berpengaruh pada reaktivitasnya sehingga
dapat memberikan informasi tentang kebolehjadian pembentukan adduct tiol.
Informasi distribusi kerapatan elektron ikatan rangkap C-C MIRA-1
sebagai pengaruh lingkungan disekitarnya diperoleh melalui single point NBO.
Single point dilakukan agar target reaksi dari kompleks yang diperoleh tidak
berubah posisinya. Perhitungan dimulai dari konfigurasi ke-0 yang hanya terdiri
dari MIRA-1 (ligan). MIRA-1 yang diambil dari kompleks hasil docking yang
terdapat dalam lekukan mutasi ditunjukkan Gambar 13.
C5
N1
C3
C2
C1
C4
O3
1O
O2
C6
4O
C75H
C8
6H
2H
1H
H8
H9
H7
2H
4H
Gambar 13. Struktur MIRA-1 dari kompleks Y220C-MIRA-1 hasil docking.
Gambar 13 menunjukkan bagian alifatik pada rantai karbon etil (-C2H5) tertekuk.
Bagian alifatik yang fleksibel dapat mempengaruhi kerapatan elektron berbeda
antara kedua atom C ikatan rangkap C-C. Kerapatan elektronnya ditunjukkan
dengan nilai muatan parsial C1 sebesar -0, 25043 dan C2 sebesar -0,25163 yang
menunjukkan terdapat perbedaan sebesar 0,00120.
Struktur MIRA-1 yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan lekukan mutasi
disekitar MIRA-1 untuk mempunyai struktur yang asimetris dan berpengaruh
pada tingkat polarisasi ikatan rangkap C-C, bergantung pada bagian alifatiknya.
Bagian siklis yang berupa struktur lingkar 5 dan simetris tidak dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
mempengaruhi secara langsung polarisasi dari ikatan rangkap C-C (C1=C2).
Bagian alifatik yang fleksibel suatu saat berada pada posisi tertentu yang dapat
mempengaruhi kerapatan elektron dari ikatan rangkap C-C karbon menjadi
asimetris.
Konfigurasi ke-0 yang terdiri dari MIRA-1 merupakan struktur yang selalu
ada di semua konfigurasi – konfigurasi. Konfigurasi dibentuk dari lingkungan
lekukan mutasi disekitar MIRA-1 yaitu asam amino – asam amino yang
ditambahkan secara parsial ditunjukkan Gambar 14.
Gambar 14. Konfigurasi – konfigurasi dengan penambahan asam amino secara
parsial dan nilai ∆occupancy C1=C2 dari masing – masing
tambahan asam amino. Warna putih, kuning, merah dan biru berturut
– turut menunjukkan atom H (Hidrogen), S (Sulfur), O (Oksigen)
dan N (Nitrogen). Hanya atom H polar yang ditampilkan untuk
mendukung kejelasan gambar.
Gambar 14 menunjukkan konfigurasi ke-1 hingga ke-8 dengan
penambahan asam amino satu per satu melalui ikatan peptidanya. Terdapat nilai
∆occupancy yang dituliskan berurutan kebawah menunjukkan nilai kerapatn
elektron ikatan rangkap C-C masing – masing konfiugrasi dari konfigurasi ke-
hingga ke-8.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Nilai ∆occupancy merupakan nilai selisih antara nilai occupancy dari suatu
konfigurasi dengan nilai occupancy dari konfigurasi ke-0 (MIRA-1). ∆occupancy
bernilai positif berarti nilai occupancy konfigurasi yang terdapat pengaruh asam
amino lebih tinggi dibandingan konfigurasi nol. Hal tersebut menunjukan bahwa
pengaruh lingkungan disekitar MIRA-1 yaitu asam amino meningkatkan
kerapatan elektron dari ikatan rangkap C-C yang berarti reaktivitasnya turun. Nilai
∆occupancy negatif berarti reaktivitas ikatan rangkap C-C dengan adanya
lingkungan disekitar MIRA-1 meningkat karena kerapatan elektronnya lebih
rendah sehingga kebolehjadian pembentukan adduct lebih tinggi. Setiap asam
amino – asam amino yang ditambahkan memberikan nilai ∆occupancy yang
berbeda – beda. Hal tersebut menunjukkan setiap asam amino mempunyai
kontribusi yang berbeda – beda terhadap ikatan rangkap C-C.
Konfigurasi ke-1 dengan tambahan asam amino sistein terdapat atom S
mempunyai jarak rata - rata dengan ikatan rangkap C-C sebesar 3,765 Å. Jarak
yang cukup dekat untuk dapat memberikan induksi. Induksi yang diberikan pada
ikatan rangkap C-C dapat meningkatkan kekuatan tarikan elektronnya terhadap
gugus disekitarnya sehingga menjadikan kerapatan elektronnya meningkat. Itu
ditunjukkan dengan nilai ∆occupancy-nya bernilai positif sebesar 0,00021.
Peningkatan kerapatan elektron menunjukkan reaktivitas ikatan rangkap C-C
menjadi rendah terhadap serangan nukleofil (gugus tiol) yang diindikasi melalui
reaksi addisi. Oleh karena itu, jika dalam sistem hanya terdapat sistein dan MIRA-
1 maka kebolehjadian terbentuknya adduct tiol cukup rendah.
Konfigurasi ke-2 dengan tambahan asam amino asam glutamat,
strukturnya mempunyai atom O gugus karbonil pada ikatan peptidanya mengarah
ke dalam lekukan mutasi yaitu ke atom O1 gugus karbonil MIRA-1 (C3=O1)
dengan jarak 4,108 Å. Jarak yang cukup dekat dan interaksi polar antar atom O
menimbulkan induksi yang dapat meningkatkan tarikan elektron O1. Itu
berpengaruh pada makin besar elektron dari ikatan rangkap C-C yang tertarik ke
arah O1 sehingga kerapatan elektron ikatan rangkap C-C menjadi lebih rendah.
Induksi memberikan nilai ∆occupancy sebesar -0,00150 yang menunjukkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
penurunan nilai occupancy. Nilai tersebut menunjukkan peningkatan reaktivitas
ikatan rangkap C-C.
Konfigurasi ke-3 dan ke-4, keduanya mempunyai tambahan asam amino
prolin yang mempunyai jarak O ke O1 MIRA-1 masing – masing sebesar 5,919 Å
dan 7,658 Å. Jarak tersebut cukup jauh untuk asam amino nonpolar dapat
memberikan induksinya. Induksi yang dapat diberikan dari asam amino nonpolar
lebih lemah dibandingkan asam amino polar atau bahkan tidak dapat memberikan
induksi. Oleh karena itu, induksi yang muncul tetap dari atom O gugus karbonil
asam amino asam glutamat yang yang bersifat polar dan mempunyai jarak lebih
dekat dibandingkan kedua konfigurasi tersebut yaitu 4,108 Å. Induksi dari asam
amino pada kedua konfigurasi yang muncul tetap dari gugus karbonil asam amino
asam glutamat mempengaruhi kerapatan elektronnya. Asam amino nonpolar
gugus penyusunnya pendorong elektron yang ketika berikatan peptida dengan
gugus karbonil dapat meningkatkan kepolaran gugus karbonil. Konfigurasi ke-3
asam amino prolin berikatan peptida gugus karbonil asam glutamat sehingga
dapat meningkatkan kepolaran gugus karbonil. Hal tersebut mempengaruhi
semakin besarnya tarikan elektron atom O karbonil asam glutamat yang dapat
ditunjukkan dengan nilai kerapatan elektronnya semakin negatif berturut – turut
tanpa atau dengan adanya gugus amino yang mengikatnya dari konfigurasi ke-2,
ke-3 dan ke-4 yaitu -0,74354, -0,79603 dan -0,80385. Peningkatan kepolaran atau
tarikan elektron atom O gugus karbonil dapat meningkatkan induksi ke atom O1
bagian maleimida MIRA-1 sehingga makin berkurang pula kerapatan elektron
ikatan rangkap C-C. Pengaruh asam amino prolin memberikan nilai ∆occupancy
yang cukup rendah berturut – turut pada konfigurasi ke-3 dan ke-4 sebesar -
0,00427 dan -0,00434.
Konfigurasi ke-4 mempunyai penurunan yang rendah sebesar 0,00007 dari
konfigurasi ke-3 dibandingkan penurunan konfigurasi ke-3 dari konfigurasi ke-2
(0,00277). Asam amino prolin yang ditambahkan pada konfigurasi ke-4 berikatan
peptida dengan asam amino prolin juga (asam amino tambahan konfigurasi ke-3)
yang sifatnya nonpolar. Asam amino nonpolar cenderung mempunyai kekuatan
induksi yang lebih rendah daripada asam amino polar. Oleh karena itu, asam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
amino prolin (konfigurasi ke-4) yang mendapatkan induksi dari tetangganya
berupa asam amino yang sifatnya sama, induksi yang diperolehnya rendah
sehingga kekuatan donor elektron asam amino prolin konfigurasi ke-4 lebih
rendah dibandingkan asam amino prolin pada konfigurasi ke-3 yang mendapatkan
induksi dari asam amino tetangganya yang bersifat polar. Hal tersebut dapat
mempengaruhi kekuatan donor elektron gugus karbonil asam glutamat rendah dan
mempengaruhi kepolarannya sehingga tidak setinggi tambahan asam amino prolin
konfigurasi ke-3. Hal tersebut mempengaruhi penurunan nilai kerapatan elektron
ikatan rangkap C-C menjadi tidak besar dibandingkan konfigurasi ke-3.
Konfigurasi ke-6 dengan tambahan asam amino valin terdapat atom O
gugus karbonil ikatan peptidanya yang mengarah ke dalam lekukan mutasi. Atom
O mempunyai jarak 3,465 Å dengan atom O4 gugus karbonil bagian alifatik
MIRA-1. Jarak yang cukup dekat dan interaksi polar antar atom O dapat
memberikan induksi yang cukup besar. Induksi dari asam amino dapat
meningkatkan tarikan elektron pada gugus karbonil bagian alifatik. MIRA-1 pada
bagian siklis terdapat atom N1 sebagai tempat terikatnya bagian alifatik. Atom N
mempunyai keelektronegatifan 3,0 yang lebih elektronegatif dibandingkan atom C
(2,5) yang mendominasi kerangka struktur siklisnya sehingga induksi yang
berasal dari bagian alifatik ke bagian siklis melalui atom N1. Induksi dari gugus
karbonil bagian alifatik yang disimbolkan dengan C6=O4 dapat meningkatkan
tarikan elektron N1 ke bagian siklis yang berpengaruh pada kerapatan elektron
ikatan rangkap C-C. Maka kerapatan elektronnya semakin rendah dengan adanya
tambahan tarikan elektron yang besar dari atom N1 selain dari dua gugus karbonil
yang mengapitnya dengan atom O (3,5) yang juga lebih elektronegatif
dibandingkan atom C (2,5).
Bagian alifatik terikat pada atom N bagian siklis mempengaruhi induksi
dari gugus karbonil bagian alifatik dapat mempengaruhi distribusi kerapatan
elektron di bagian siklis melalui atom N. Semakin besar induksi dari luar ke gugus
karbonil bagian alifatik maka semakin besar pula induksi yang dapat diberikan ke
bagian siklis sehingga semakin besar elektron yang tertarik dari ikatan rangkap C-
C dan menjadikan kerapatan elektronnya makin rendah. Asam amino tambahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
valin yang menginduksi gugus karbonil bagian alifatik MIRA-1 dapat
mempengaruhi tarikan elektron yang tinggi pada ikatan rangkap C-C. Hal tersebut
memberikan nilai ∆occupancy-nya yang lebih negatif yaitu sebesar -0,00382
dibandingkan konfigurasi ke-5. Nilai tersebut menunjukkan bagian alifatik dapat
memberikan pengaruh terhadap reaktivitas ikatan rangkap C-C MIRA-1.
Kerapatan elektron rendah mempengaruhi kemudahan serangan dari gugus tiol
dan memperbesar kebolehjadian pembentukan adduct tiol.
Konfigurasi ke-7 dengan asam amino tambahan triptofan, atom O gugus
karbonil peptidanya mempunyai jarak dengan atom O4 MIRA-1 sebesar 5,367 Å.
Jarak tersebut untuk asam amino yang bersifat nonpolar cukup jauh untuk
memberikan induksi. Induksi yang ada sangat lemah bahkan tidak ada. Asam
amino tambahan pada konfigurasi ini mempunyai rantai samping siklis yang
hampir sama dengan asam amino prolin (konfigurasi ke-3 dan ke-4).
Kecenderungan induksi yang muncul tetap pada atom O asam amino valin yang
mempunyai jarak lebih dekat. Namun, valin yang merupakan asam amino
nonpolar dan memdapat induksi dari asam amino yang sifatnya juga nonpolar
tidak cukup membantu meningkatkan induksi ke MIRA-1. Triptofan yang
nonpolar kontribusinya rendah dalam meningkatkan kepolaran gugus karbonil
dari valin yang memberikan induksi ke gugus karbonil MIRA-1 dan selanjutnya
mempengaruhi reaktivitas ikatan rangkap C-C. Hal tersebut menjadikan nilai
∆occupancy cenderung mengalami sedikit kenaikan. Asam amino tambahan
triptofan tetap memberikan nilai ∆occupancy yang menunjukkan reaktivitas yang
tinggi dari ikatan rangkap C-C. Nilai ∆occupancy-nya yaitu sebesar -0,00358.
Asam amino tambahan leusin pada konfigurasi ke-8 terdapat atom O dari
gugus karbonil ikatan peptidanya mengarah ke atom O3 gugus karbonil bagian
siklis MIRA-1 dengan jarak 3,299 Å. Jarak yang cukup dekat dan interaksi polar
antar atom O dapat memberikan induksi. Induksi dari leusin dapat meningkatkan
tarikan eletron dari atom O3 gugus karbonil MIRA-1 sehingga kerapatan elektron
ikatan rangkap C-C tetap lebih rendah dibandingkan konfigurasi ke-0 sebesar -
0,00347 yang berarti reaktivitas ikatan rangkap C-C tetap tinggi. Gugus tiol yang
mempunyai nukleofilitas lemah maka serangannya cenderung lebih mudah pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
ikatan rangkap C-C yang mempunyai reaktivitas tinggi. Selain itu, adanya tarikan
elektron yang besar pada salah satu sisi ikatan rangkap C-C dapat memberikan
tingkat polarisasi yang tinggi sehingga dapat mempermudah serangan nukleofil.
Seperti halnya konfigurasi ke-2 yang asam amino tambahannya mempunyai atom
O gugus karbonil ikatan peptidanya mengarah ke dalam lekukan mutasi dan
mempunyai jarak yang cukup dekat untuk memberikan induksi pada atom O1
gugus karbonil bagian maleimida MIRA-1 sehingga memberikan tarikan elektron
yang lebih besar pada salah satu sisi ikatan rangkap C-C. Hal tersebut dapat
menurunkan kerapatan elektron dan memberikan polarisasi pada ikatan rangkap
C-C. Tarikan elektron yang lebih besar ke arah atom O1 sehingga arah polarisasi
ikatan rangkap C-C yaitu ke C2 yang ditunjukkan Gambar 15. Hal tersebut
ditunjukkan dengan nilai muatan parsial C2 (-0,26916) lebih negatif dibandingkan
C1 (-0,25278). Nilai tersebut menunjukkan C1 mempunyai kecenderungan
sebagai parsial positif (δ+).
Gambar 15. Konfigurasi ke-2 dengan adanya tarikan elektron yang lebih besar
dari salah satu sisi ikatan rangkap C-C. Warna putih, kuning, merah
dan biru berturut – turut menunjukkan atom H (Hidrogen), S
(Sulfur), O (Oksigen) dan N (Nitrogen). Hanya atom H polar yang
ditampilkan untuk mendukung kejelasan gambar.
Lekukan mutasi yang diwakili konfigurasi ke-8 ikatan rangkap C-C
MIRA-1-nya mempunyai kerapatan elektron yang rendah. Ikatan rangkap C-C
karbon MIRA-1 dapat terpolarisasi sebagai pengaruh dari lekukan mutasi yang
diwakili konfigurasi ke-8 yang ditunjukkan pada Gambar 16.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Gambar 16. Polarisasi ikatan rangkap C-C dipengaruhi lekukan mutasi
(konfigurasi ke-8). Warna putih, kuning, merah dan biru berturut
– turut menunjukkan atom H (Hidrogen), S (Sulfur), O (Oksigen)
dan N (Nitrogen). Hanya atom H polar yang ditampilkan untuk
mendukung kejelasan gambar.
Nilai muatan parsial pada C1 sebesar -0,24707 dan pada C2 sebesar -0,26243.
Asam amino tambahan leusin dengan atom O gugus karbonil ikatan peptidanya
dekat dengan atom O3 MIRA-1 karena asam amino sifatnya nonpolar cenderung
efek induksi yang diberikan lemah. Induksi tetap lebih kuat dari asam amino polar
yang atom O gugus karbonil ikatan peptidanya dekat dengan atom O1 MIRA-1
sehingga tarikan elektron O1 lebih besar daripada atom O3 sehingga
mempengaruhi arah polarisasi ikatan rangkap C-C MIRA-1. Serangan nukelofil
lebih mengarah pada atom karbon yang bermuatan parsial positif dan lebih dekat
jaraknya dengan nukleofil yaitu C1. Lekukan mutasi yang diwakili konfigurasi ke-
8 (Gambar 14) ikatan rangkap C-C MIRA-1-nya mempunyai kerapatan elektron
yang rendah dan perbedaan polarisasi antara C1 dan C2 cukup besar. Polarisasi
dapat terjadi pada lekukan mutasi sehingga berpengaruh pada kebolehjadian
pembentukan adduct tiol. Lekukan mutasi lebih dapat meningkatkan polaritas
ikatan rangkap C-C MIRA-1 sehingga mempunyai tingkat polarisasi tinggi. Hal
tersebut ditunjukkan dengan perbedaan nilai muatan parsial antar kedua atom C
ikatan rangkap C-C besar. Pengaruh asam amino lebih dominan dibandingkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
pengaruh bagian alifatik secara langsung terhadap polaritas ikatan rangkap C-C
MIRA-1.
Asam amino – asam amino dapat memberikan tarikan ataupun dorongan
elektron pada MIRA-1 sehingga mempengaruhi reaktivitas ikatan rangkap C-C-
nya. Asam amino – asam amino yang ditambahkan selain asam amino sistein
yang terdapat pada konfigurasi ke-1 memberikan nilai kerapatan elektron yang
negatif. Itu menunjukkan reaktivitas dari ikatan rangkap C-C dapat meningkat
dengan adanya asam amino – asam amino yang terdapat dalam lekukan mutasi.
Asam amino yang bersifat nonpolar cenderung memberikan nilai ∆occupancy
yang lebih rendah dibandingkan asam amino polar.
Bagian alifatik yang mendapat induksi dari atom yang sifatnya polar dari
asam amino memberikan pengaruh yang cukup signifikan pada reaktivitas ikatan
rangkap C-C. Induksi yang ada mempengaruhi tarikan elektron dari atom MIRA-1
yang terinduksi sehingga mempengaruhi kerapatan elektron ikatan rangkap C-C
dapat bernilai rendah. Hal tersebut juga mempengaruhi tingkat polarisasi ikatan
rangkap C-C yang besar. Pengaruh induksi pada gugus karbonil bagian alifatik
memberikan polarisasi ditunjukkan dengan nilai muatan parsial yang berbeda
antar atom C ikatan rangkap C-C. Nilai muatan parsial C1 sebesar -0,23876 dan
C2 sebesar -0,27113 (Gambar 17).
Gambar 17. Konfigurasi ke-6 dengan induksi dari valin memberikan tingkat
polarisasi tinggi pada ikatan rangkap C-C. Warna putih, kuning,
merah dan biru berturut – turut menunjukkan atom H (Hidrogen), S
(Sulfur), O (Oksigen) dan N (Nitrogen). Hanya atom H polar yang
ditampilkan untuk mendukung kejelasan gambar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Atom C2 mempunyai nilai muatan parsial lebih negatif yang berarti cenderung
sebagai muatan parsial negatif (δ-) dan C1 sebagai muatan parsial positif (δ+).
Serangan nukleofil mempunyai kecenderungan ke arah C1. Perbedaan nilai
muatan parsial antara C1 dan C2 dengan adanya pengaruh induksi asam amino
pada bagian alifatik menunjukkan bagian alifatik mempunyai konntribusi yang
besar pada polarisasi ikatan rangkap C-C.
Lekukan mutasi yang teridiri dari asam amino – asam amino baik polar
maupun nonpolar dengan rantai samping yang berbeda dan ikatan peptida. Gugus
karbonil ikatan peptida yang berikatan dengan gugus amino dapat meningkatkan
polaritas gugus karbonil sehingga meningkatkan tarikan elektron atom O gugus
karbonil. Polaritas semakin besar maka induksi yang diberikan ke MIRA-1 juga
semakin besar. Gugus dari ikatan peptida asam amino yang mengarah ke dalam
lekukan mutasi yang memberikan pengaruh besar pada polarisasi ikatan rangkap
C-C. Terlebih untuk gugus penarik elektron yang memberikan induksi pada salah
satu sisi gugus penarik elektron MIRA-1 dapat memberikan pengaruh pada
polarisasi ikatan rangkap C-C yang lebih besar. Polarisasi yang terjadi dapat
menunjukkan adanya muatan parsial positif dan negatif karbon dari ikatan
rangkap C-C yang diapit oleh gugus karbonil. Oleh karena itu dengan adanya
muatan parsial positif terdapat kebolehjadian serangan dari gugus tiol sehingga
terdapat kebolehjadian pembentukan adduct tiol. Akibat pengaruh tarikan elektron
yang makin besar dari lingkungan yang ada disekitar ikatan rangkap C-C
menjadikan atom C yang bermuatan parsial positif makin rendah dengan adanya
pengaruh lekukan mutasi yaitu sebesar -0, 24707 lebih rendah dibandingkan tanpa
pengaruh lekukan muatsi yaitu sebesar -0, 25043.
Energi donor dari lone pair elektron atom S (sebagai nukleofil) dari
konfigurasi ke-1 hingga ke-8 mempunyai nilai berkisar 0,79 - 0,80 kkal/mol. Arah
serangan nukleofil lebih ke arah atom C1 yang mempunyai jarak lebih dekat
sebesar 3,708 Å dibandingkan C2 yang jaraknya sebesar 3,821 Å. Selain itu,
kasus ini C1 cenderung bermuatan parsial positif. Menurut Lee and Kollman
(1999), serangan nukleofilik sistein (atom S) pada karbon β yang terkonjugasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
gugus karbonil seperti pada sistem MIRA-1 terjadi pada jarak sekitar 1,9 Å dan
energi donor nukelofil kurang dari 5 kkal/mol. Hal tersebut menunjukkan bahwa
masih diperlukan energi donor yang lebih tinggi untuk atom S dalam sistein yang
dipelajari sehingga dapat memberikan serangan ke atom C1 pada jarak 3,708 Å
dan membentuk adduct. Masih diperlukan lingkungan lain yang dapat
meningkatkan energi donornya tentunya harus lebih besar dari 5 kkal/mol.
Turunan maleimida selain MIRA-1 terdapat MIRA-2, MIRA-3, MIRA-A,
MIRA-B dan MIRA-C. Turunan maleimida MIRA-A, MIRA-B dan MIRA-C
ditunjukkan pada Gambar 18.
N
O
O
CH2
HO
N
O
O
C
O
N
O
O
C
O
Cl
MIRA-C
Gambar 18. Struktur MIRA-A, MIRA-B dan MIRA-C.
MIRA-A, MIRA-B dan MIRA-C merupakan turunan maleimida yang
tidak mempunyai ikatan rangkap C-C pada bagian siklisnya menandakan turunan
tersebut tidak reaktif. Ikatan rangkap C-C tersebut dibutuhkan untuk membentuk
ikatan tiol yang merupaka salah satu cara untuk mengembalikan konformasi p53
termutasi menyerupai wild-type p53. Sehingga ketiga turunan maleimida tersebut
tidak dapat membentuk adduct dengan gugus tiol dari asam amino sistein. Selain
ketiga turunan maleimida tersebut terdapat pula MIRA-1, MIRA-2 dan MIRA-3
ditunjukkan pada Gambar 19.
MIRA-A MIRA-
B MIRA-A
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
CH2
H3C
OO
H2C
N
O
O
N
O
O
CH2
OH
CH3
O
O
CH2N
O
O
MIRA-1 MIRA-2 MIRA-3
Gambar 19. Struktur MIRA-1, MIRA-2 dan MIRA-3.
MIRA-1, MIRA-2 dan MIRA-3 merupakan turunan maleimida yang
reaktif karena ketiganya mempunyai ikatan rangkap C-C pada bagian siklis yang
digunakan untuk kebolehjadian pembentukan ikatan tiol. Ketiga turunan
maleimida tersebut berbeda pada bagian alifatiknya. MIRA-1 dan MIRA-3
dibandingkan dengan MIRA-2 mempunyai perbedaan pada atom O gugus
karbonil yang terdapat pada alifatik. Gugus karbonil tersebut memberikan
kemudahan induksi dari asam amino. Induksi yang dapat meningkatkan tarikan
elektron dari atom O gugus karbonil bagian alfatik sehingga dapat memberikan
pengaruh terhadap reaktivitas ikatan rangkap C-C MIRA-1 tinggi. MIRA-1 dan
MIRA-3 berdasarkan strukturnya berbeda pada rantai karbon yang terletak pada
ujung bagian alifatik. Rantai karbon –C2H5 (etil) pada MIRA-1 dan –CH3 (metil)
pada MIRA-3 merupakan gugus pendonor elektron yang dapat memberikan
kemudahan bagi karbon karbonil bagian alifatik mendonorkan elektronnya dengan
semakin panjangnya rantai karbon yang terikat pada karbon karbonil dapat
memberikan donor elektron ke atom karbon karbonil. Donor elektron yang
semakin mudah dari atom karbon karbonil mempengaruhi semakin besar tarikan
elektron dua atom O yang terikat padanya. Itu akan mempengaruhi distribusi
elektron bagian alifatik yang berdampak pada tarikan elektron ikatan rangkap C-C
oleh atom N. Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa tarikan atom O gugus
karbonil bagian alifatik yang semakin besar dengan induksi rantai karbon yang
terikat pada karbon karbonil semakin panjang mempengaruhi tarikan elektron
pada bagian siklis menjadi semakin besar juga. Hal tersebut memberikan nilai
kerapatan elektron ikatan rangkap C-C MIRA-1 yaitu sebesar 1,89096 lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
rendah dibandingkan MIRA-3 yang bernilai 1,90512. Hal tersebut menunjukkan
ketiga turunan maleimida mempunyai reaktivitas yang berbeda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Kerapatan elektron ikatan rangkap C-C MIRA-1 dapat menjadi asimetris
dengan adanya pengaruh induksi dari gugus – gugus asam amino dan rantai
samping MIRA-1.
2. Ikatan rangkap MIRA-1 dapat terpolarisasi sebagai pengaruh dari lekukan
mutasi. Atom O karbonil dari ikatan peptida yang dekat dengan atom O
karbonil bagian maleimida dapat menginduksi atom O tersebut untuk
memberikan tarikan elektron yang lebih besar sehingga ikatan rangkap C-C
kerapatan elektronnya semakin rendah dan dapat terpolarisasi. Polarisasi
memberikan kemudahan serangan gugus tiol yang mengindikasi kebolehjadian
yang tinggi pada pembentukan adduct tiol.
3. Bagian alifatik MIRA-1 mempunyai gugus karbonil yang memudahkan untuk
mendapat induksi dari asam amino yang menjadikan kerapatan elektron ikatan
rangkap C-C menjadi rendah dan mempunyai tingkat polarisasi tinggi. Bagian
alifatik bersifat fleksibel dapat bergerak pada posisi tertentu dan menyebabkan
ikatan rangkap C-C mempunyai kerapatan elektron yang berbeda antar atom
C-nya.
B. Saran
Perlunya dilakukan studi interaksi dengan memperbanyak variasi
konformasi kompleks p53 termutasi Y220C dengan MIRA-1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
DAFTAR PUSTAKA
Alberts, B, A. Johnson, J. Lewis, M. Raff. 2002. Molecular Biology of the Cell,
4th Edition. Garland Science, New York.
Basse, N, J. L. Kaar, G. Settani, A.C. Joerger, T.J. Rutherford, and A.R. Fersht.
2010. Toward the Rational Design of p53-Stabilizing Drugs: Probing the
Surface of the Oncogenic Y220C Mutant. Chem and Biol, 17: pp. 46-56.
Boeckler, F. M, A.C. Joerger, G. Jaggi, T.J. Rutherford, D.B. Veprintsev, and
A.R. Fersht. 2008. Targeted Rescue of a Destabilized Mutant of p53 by an
in Silico Screened Drug. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 105: pp. 10360–
10365.
Bullock, A. N, J. Henckel, and A.R. Fersht. 2000. Quantitative Analysis of Asam
aminoal Folding and DNA Binding in Mutant p53 Core Domain:
Definition of Mutant States for Rescue in Cancer Therapy. Oncogene 19:
pp.1245-1256.
Bykov, V. J. N, N. Issaeva, G. Selivanova, and K. G. Wiman. 2002a. Mutant p53-
Dependent Growth Suppression Distinguishes PRIMA-1 From Known
Anticancer Drugs: A Statistical Analysis of Information In The National
Cancer Institute Database. Carcinogenesis. 23(12): pp.2011–2018.
Bykov, V. J. N, N. Issaeva, A. Shilov, M. Hultcrantz, E. Pugaekeva, P.
Chumakov, J. Bergman, K.G. Wiman, G. Selinanova. 2002b. Restoration
of the Tumor Suppresor Function to Mutant p53 by A Low-Molecular
Weight Compound. Nature Medicine. 8(3): pp.282 – 288.
Bykov, V. J. N, N. Issaeva, N. Zache, A. Shilov, M. Hultcrantz, J. Bergman, G.
Selinanova, and K.G. Wiman. 2005. Reactivation of Mutant p53 and
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Induction of Apoptosis in Human Tumor Cells by Maleimide Analogs. J
Biol Chem, 280(34): pp. 30384 – 30391.
Copeland, Robert. A. 2000. Enzymes : A Practical Introduction to Structure,
Mechanism, and Data Analysis. Second Edition. New York:John Wiley &
Sons,Inc.
Das, D, P. Kirsten, M.B. Eric, S. Paul, C.C. David, H. Milan, and R.B. Bernard.
2002. Optimization of Quantum Mechanichal Molecular Mechanical
Partitioning Schemes : Gaussian Delocalization of Molecular Mechanical
Charges and The Double Link Atom Method. J Chem Phys, 117:10535-
10547.
Dolenc, J, and J. Koller. 2006. An Improved Semiempirical MO PM3 Method for
Hydrogen-Bonded Systems. Acta Chim. Slov.53: 229–237.
Dorsett, H, and A. White. 2000. Overview of Molecular Modelling and Ab initio
Molecular Orbital Methods Suitable for Use with Energetic Materials.
DSTO Aeronautical and Maritime Research Laboratory, Australia.
Effendy. 2005. Teori VSEPR Kepolaran dan Gaya Antarmolekul. Edisi ke-2.
Bayumedia, Malang.
Frisch, A, J.F. Michael, and W.T. Gary. 2003. Gaussian 03 User’s Reference.
Wallingford. Gaussian, Inc.
Glendening, D. Eric, R.L. Clark, and W. Frank. 2011. Natural Bond Orbital
Methods. Comput Mol Sci 00: 1-42.
Humphrey, W, A. Dalke, and K. Schulten. 1996. VMD -Visual Molecular
Dynamics. J. Molecular Graphics 14: pp. 33-38.
Joerger, A. C, H. C. Ang, and A. R. Fersht. 2006. Structural Basis for
Understanding Oncogenic p53 Mutations and Designing Rescue Drugs.
Proc. Natl. Acad. Sci. USA 103: pp. 15056–15061.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Joerger, A.C, and A.R. Fersht. 2007. Structure-function-rescue: the diverse nature
of common p53 cancer mutants. Oncogene 26: pp.2226–2242.
Lambert, J. M. R, P. Gorzov, D. B. Veprintsev, M. Soderqvist, D. Segback, J.
Bergman, A.R. Fersht, P. Hainaut, K.G. Wiman, and V.J.N. Bykov. 2009.
PRIMA-1 Reactivates Mutant p53 by Covalent Binding to the Core
Domain. Cancer Cell. 15: 376–388.
Laue, T. and A. Plagens. 2005. Named Organic Reactions. Second Edition. John
Willey & Sons Ltd., England.
Leach, A. R. 2001. Molecular Modelling: Principles and Applications. Second
Edition. Prentice-Hall, USA.
Lee, T, and P.A. Kollman. 1999. Quantum Mechanical Calculations of
Nucleophilic Attack in the Pseudouridine Synthesis Reaction. J. Am.
Chem. Soc. 121: 9928-9931.
Liu, H, M. Elstner, E. Kaxiras, T. Frauenheim, J. Hermans, and W. Young. 2001.
QuantumMechanics Simulation of Protein Dynamics on Long Timescale.
Protein Struc Funct Genet. 44: 484–489.
Manikrao, A.M, N.S. Mahajan, and R.D. Jawrkar. 2011. Docking Studies of few
C-3 Substituted Azapteridines as Hepatitis C Virus RNA-Dependent RNA
Polymerase inhibitors. J. Comput. Method. Mol. Design. 1(4): 35-45.
March, J. 1968. Advanced Organic Chemistry: Reactions, Mechanism, and
Structure. International Student Edition. Japan: McGraw-Hill, Inc.
Monajjemi, M, B. Honaparvar, B. Khalili, A.R. Iikhani, and F. Mollaamin. 2010.
Thermo-Chemical Investigation and NBO Analysis of Some Anxileotic as
Nano-Drugs. J Pharmacy and Pharmacology, 4(8): 521-529.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Pettersen, E. F, T. D. Goddard, C.C. Huang, and G. S. Couch. 2004. UCSF
Chimera – A Visualization System for Exploratory Research and Analysis.
J. Comput. Chem., 25(13): pp.1605-1612.
Pudjaatmaka, A. H. 1999. Kimia Organik. Jilid 2. Edisi Ketiga. Erlangga, Jakarta,
Terjemahan: Organic Chemistry. Fessenden, R. J. & J. S. Fessenden. 1986.
Wadsworth, Inc., USA.
Rauk, A. 2001. Orbital Interaction Theory of Organic Chemistry. Second Edition.
John Wiley & Sons,Inc., New York.
Schaftenaar, G, and J. H. Noordik. 2000. Molden: A Pre- and Post-Processing
Program for Molecular and Electronic Structures. J. Comput.-Aided Mol.
Design, 14: pp. 123-134.
Thiel, W. 2009. QM/MM Methodology: Fundamentals, Scope, and Limitations
dalam J. Grotendorst, N. Attig, S. Blugel, D. Marx. Multiscale Simulation
Methods in Molecular Sciences. Institute for Advanced Simulation,
Forschungszentrum Julich.
Wiman, K. G. 2010. Pharmacological Reactivation of Mutant P53: From Protein
Structure to the Cancer Patient. Oncogene. 29: 4245–4252.
Young, D. C. 2001. Computational Chemistry: A Practical Guide for Applying
Techniques to Real-World Problems. John Wiley & Sons, Inc., New York.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan nilai ∆occupancy ikatan rangkap C-C MIRA-1
Nilai occupancy ikatan rangkap C-C
MIRA-1 Nilai
∆occupancy
ikatan rangkap
C-C MIRA-1 konfigurasi ke-
konfigurasi ke-0
(MIRA-1)
1 1,89117
1,89096
0,00021
2 1,88946 -0,00150
3 1,88669 -0,00427
4 1,88662 -0,00434
5 1,88817 -0,00279
6 1,88714 -0,00382
7 1,88738 -0,00358
8 1,88749 -0,00347
Top Related