STRATEGI PENINGKATAN KAPASITAS
KELEMBAGAAN PELABUHAN PERIKANAN
SAMUDERA NIZAM ZACHMAN, JAKARTA
TRISNA NINGSIH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Peningkatan Kapasitas
Kelembagaan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jakarta adalah
karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2006
Trisna Ningsih
C 551030234
ABSTRAK
TRISNA NINGSIH. Strategi Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pelabuhan
Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jakarta (Dibimbing oleh BUDY
WIRYAWAN sebagai ketua komisi pembimbing, DANIEL R. MONINTJA dan
TOMMY H. PURWAKA sebagai anggota).
Saat ini di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman (PPS Nizam
Zachman) terdapat 10 macam kelembagaan. Sekalipun telah diterbitkan SK
Menteri Pertanian No. 1082/Kpts/OT.210/10/99 tentang tata hubungan kerja
antara UPT pelabuhan perikanan dengan instansi terkait dalam pengelolaan
pelabuhan perikanan, namun suasana ketidakharmonisan antara UPT, Perum dan
instansi terkait lain tetap berkembang bahkan cenderung meruncing. Sumber
permasalahan diperkirakan antara lain 1) Adanya kemiripan antara tugas pokok
dan fungsi UPT dengan Perum; 2) Tidak terdapat ketentuan khusus bahwa Perum
dan instansi terkait di dalam segenap aktivitasnya harus berada di bawah
koordinasi UPT; 3) Belum dapat direalisasikannya fungsi kesyahbandaran
perikanan; dan 4) Dukungan dan koordinasi instansi terkait masih lemah.
Penelitian ini bertujuan 1) Mengkaji kelembagaan PPS Nizam Zachman; 2)
Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas dan efisiensi pengelolaan
PPS Nizam Zachman; dan 3) Menyusun strategi peningkatan kapasitas
kelembagaan PPS Nizam Zachman. Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan
analisis SWOT dan AHP untuk menentukan strategi peningkatan kapasitas
kelembagaan PPS Nizam Zachman. Berdasarkan hasil identifikasi fungsi dan
kewenangan kelembagaan di PPS Nizam Zachman, terdapat beberapa tumpang
tindih dan kontradiksi fungsi dan wewenang antara kelembagaan/instansi. Strategi
yang dianggap sesuai dalam peningkatan kapasitas kelembagaan PPS Nizam
Zachman adalah 1) penyempurnaan pengelola pelabuhan, 2) peningkatan sarana
dan prasarana pelabuhan, dan 3) peningkatan pelayanan pelabuhan. Dalam upaya
meningkatkan kapasitas kelembagaan PPS Nizam Zachman, maka disarankan
untuk 1) Peningkatan fungsi dan kewenangan kelembagaan di pelabuhan, 2)
Peningkatan kinerja operasional pelabuhan, dan 3) Penelitian lebih lanjut tentang
tingkat pelayanan atau standar kinerja keberhasilan PPS Nizam Zachman.
Kata Kunci : Strategi, Kelembagaan, Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam
Zachman, Analisis Fungsi dan Kewenangan Kelembagaan.
ABSTRACT
TRISNA NINGSIH. Strategy for Capacity Building in Nizam Zachman Ocean
Fishing Port (PPS NZ), Jakarta. Under the direction of BUDY WIRYAWAN,
DANIEL R. MONINTJA and TOMMY H. PURWAKA.
In Nizam Zachman Ocean Fishing Port (PPS Nizam Zachman), currently
consist of 10 institutions. Even though the regulation by minister of agriculture
had been published on the relationship between technical executor unit (UPT) and
government institution who has the activities in fishing port, mean while
inharmonic environment among the institutions still occurred and tend to increase.
The main constraint among them predicted respectively as follow 1) the similarity
on duty and function between UPT and state owned company (Perum), 2) no
specific regulation that Perum and other institution activities have to under UPT
coordination, 3) realization of fishery harbor has not yet been fully functioning,
and 4) weakness coordination and supporting related institution. The objectives of
the study are 1) to assess institutional of PPS Nizam Zachman, 2) to assess the
influence of effectively and efficiency of PPS Nizam Zachman management, 3) to
compile the capacity building strategy of PPS Nizam Zachman. SWOT analysis
and Analytic Hierarchy Process (PHA) was conducted on this study to compile
alternate strategy and implemented strategy for capacity building of PPS Nizam
Zachman. Based on functional identification and institution authority in PPS
Nizam Zachman, there were overlapping, contradiction functional and authority
among the institution. The appropriate strategies to improve the capacity building
in PPS Nizam Zachman are 1) reform the management in the port, 2)
improvement port infrastructure and facilities, and 3) improvement port services.
To improve the capacity building in PPS Nizam Zachman, advised to 1) improve
port function from infrastructure provider being multi function provider, 2)
improve entrepreneurship of fish port manager, and 3) improve of information
activities access and port facilities.
Keyword : strategy, institutions, Nizam Zachman ocean fishing port, institutional
function and authority analysis.
© Hak cipta milik Trisna Ningsih, tahun 2006
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apa pun, baik cetak, fotocopy, mikrofilm, dan sebagainya.
STRATEGI PENINGKATAN KAPASITAS
KELEMBAGAAN PELABUHAN PERIKANAN
SAMUDERA NIZAM ZACHMAN, JAKARTA
TRISNA NINGSIH
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
SEKOLAH PASCASARJANA
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Tesis : Strategi Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pelabuhan
Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jakarta
Nama Mahasiswa : Trisna Ningsih
Nomor Pokok : C 551030234
Program Studi : Teknologi Kelautan
Sub Program : Perencanaan Pembangunan Kelautan dan Perikanan
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc
Ketua
Prof. Dr. Daniel R. Monintja Dr. Tommy H. Purwaka, SH, LLM
Anggota Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Teknologi Kelautan
Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc
Tanggal Ujian : 22 April 2006 Tanggal Lulus : 22 Mei 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 18 Mei 1965 sebagai putra
kedua dari pasangan Almarhum H.M. Thohir dan Almarhumah Hj. E. Ruhaesih
Thohir.
Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SDN Budi Utomo Pagi III Jakarta
pada tahun 1977, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 52 Jakarta pada tahun
1980 dan Sekolah Menengah Atas di SMAN 53 Jakarta pada tahun 1983.
Selanjutnya penulis melanjutkan studi Diploma III Ahli Usaha Perikanan
Jakarta Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Perairan dan lulus pada tahun 1986,
Diploma IV Ahli Usaha Perikanan Jakarta Jurusan Pengelolaan Sumberdaya
Perairan dan lulus tahun 1991 dan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Satya Negara Indonesia Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan
lulus pada tahun 2003.
Pada tahun 1986 penulis mulai berkerja di Direktorat Jenderal Perikanan,
Departemen Pertanian dan sejak tahun 2000 penulis bekerja di Direktorat Jenderal
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan d/h Direktorat Jenderal Peningkatan
Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran, Departemen Kelautan dan Perikanan.
Tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan strata dua sebagai mahasiswa
Program Studi Teknologi Kelautan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.
Bogor, Mei 2006
Penulis
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan tesis yang berjudul “Strategi Peningkatan Kapasitas
Kelembagaan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jakarta”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc, Prof. Dr. Daniel R. Monintja dan Dr. Tommy
H. Purwaka, SH., LLM yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan
dalam penulisan tesis ini.
2. Dr. Achmad Poernomo, Dr. Sunoto MES, Ir. A. Bambang Sutedjo, Ir. Hamim,
Ir. Djoko Kusyanto, Ir. Hartoyo, Ir. Rachmat Irawan, Sutaryo, SH, Drs. Joko
Martoyo, MM, Ir. Sudaryati dan Kuryanto AL, sebagai responden dan
narasumber yang telah memberikan saran serta pendapatnya mulai dari
penyusunan sampai pengisian kuesioner.
3. Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan pada
Program Studi Teknologi Kelautan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.
4. Seluruh jajaran staf di Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan Samudera
Nizam Zachman, Perum Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta dan Ditjen
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan atas segala bantuan yang telah
diberikan saat melakukan penelitian dan penyelesaian tesis.
5. Seluruh keluarga besar dan semua pihak yang telah memberikan bantuan
moril, materil serta doa kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang perlu
ditambahkan pada tesis ini, untuk itu penulis sangat mengharapkan bantuan dan
partisipasi semua pihak untuk menyempurnakannya. Terimakasih.
Bogor, Mei 2006
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..…………………………………………………….. i
DAFTAR TABEL …………………………………………..…….……..….. iv
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………..… vi
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………....…. viii
1 PENDAHULUAN …………………………………………………..….. 1
1.1 Latar Belakang ………………………………….......………….…. 1
1.2 Perumusan Masalah ……………………………………………..… 4
1.3 Tujuan Penelitian ….…………………………………………….… 7
1.4 Manfaat Penelitian ..……………………………………………..… 7
1.5 Hipotesis …………..………………………………………….…... 8
1.6 Kerangka Pemikiran ……………………………………..….…….. 8
2 TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………….…….. 11
2.1 Pelabuhan Perikanan …………………………………………….… 11
2.2 Klasifikasi Pelabuhan Perikanan …………………………….…… 13
2.2.1 Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) ……………………… 13
2.2.2 Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) ……………………… 13
2.2.3 Pelabuhan Perikanan Pantai (PPN) …….…………………… 14
2.2.4 Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) …………………………… 15
2.3 Fasilitas Pelabuhan Perikanan …………………………….……..... 16
2.4 Manajemen Strategi …………………………………………......… 18
2.5 Kelembagaan ………………………………………….….…….…. 18
2.6 Teknik Penyusunan Strategi Alternatif ……………………….…... 21
2.6.1 Analisis matriks SWOT …………………………………….. 21
2.6.2 Analytical Hierarchy Process (AHP) …………………..…… 23
2.7 Kajian Penelitian Terdahulu ……………..…………………….….. 26
3 METODOLOGI …………..…………………………………..…..……. 29
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian …………………………….…...…… 29
3.1.1 Analisis fungsi dan kewenangan kelembagaan ………….….. 30
3.1.2 Analisis strategi kinerja pelabuhan perikanan ………………. 32
3.1.3 Analisis strategi peningkatan kapasitas kelembagaan ………. 33
3.2 Metode Pengumpulan Data ………………………………………. 29
3.3 Analisis Data ……………………………………..……….……… 30
iii
4 PROFIL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM
ZACHMAN ..............................................................................................
37
4.1 Lokasi Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman ………… 37
4.2 Sejarah dan Perkembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam
Zachman .….………….................................................................…
39
4.3 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Pelabuhan Perikanan
Samudera Nizam Zachman ....................................................….…
45
4.4 Kebijakan ……………….………………………………………… 46
4.5 Pengelola Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman ……... 51
4.5.1 Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan Samudera
Nizam Zachman ......................................................................
51
4.5.2 Perum Prasarana Perikanan Samudera .................................... 53
4.6 Instansi Terkait di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam
Zachman ……………….………..................................................…
56
4.7 Kerjasama dengan Swasta di Pelabuhan Perikanan Samudera
Nizam Zachman ...............................................................................
60
4.8 Fasilitas dan Pelayanan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam
Zachman …………….……………………………………………..
62
4.8.1 Fasilitas pokok …………….………………….…………….. 62
4.8.2 Fasilitas fungsional ……………..…………….…………….. 64
4.8.3 Fasilitas penunjang ………….…..…………….…………….. 64
4.9 Operasional Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman ….. 67
4.9.1 Produksi ikan ……………….………………....…………… 68
4.9.2 Armada penangkapan ………….………….………………… 71
4.9.3 Perbekalan .…………………………………....…………..… 74
4.9.4 Pendaratan, distribusi dan pemasaran ikan ….……………... 78
5 HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………….………..………. 91
5.1 Analisis Fungsi dan Kewenangan Kelembagaan ……..……..….… 91
5.2 Analisis Strategi Kinerja Pelabuhan Perikanan ….……………….. 96
5.2.1 Analisis internal ...................................................................... 96
5.2.2 Analisis eksternal .................................................................... 98
5.3 Analisis Strategi Peningkatan Kapasitas Kelembagaan ..……….… 102
5.4 Perumusan Program Pembangunan PPS Nizam Zachman ….……. 109
5.4.1 Program Jangka Pendek (1 tahun) .…….……….………....… 109
5.4.2 Program Jangka Menengah (2-4 tahun) ...…….……………. 110
5.4.3 Program Jangka Panjang (5 tahun) ..….….……………….... 111
6 KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………..…….….… 114
6.1 Kesimpulan …………………………….…………..………..….… 114
6.2 Saran ………………………………………………..…………….. 115
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….…... 116
LAMPIRAN ………………………………………………………..……… 119
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Strategi yang dihasilkan dari perpaduan antara faktor internal dengan
eksternal .................................................................................................
23
2 Kerangka matriks keserasian (compatibility matrix) fungsi dan
wewenang antar lembaga/instansi ..........................................................
31
3 Matriks paired comparison gabungan ................................................... 32
4 Matriks pendapat pada metode AHP ..................................................... 35
5 Nilai skala banding berpasangan ............................................................ 35
6 Daftar perusahaan perikanan di Kawasan Industri PPS Nizam
Zachman .................................................................................................
61
7 Sarana/fasilitas di PPS Nizam Zachman ................................................ 65
8 Jenis pelayanan di PPS Nizam Zachman ............................................... 66
9 Poduksi ikan yang didaratkan di PPS Nizam Zachman Tahun 2000-
2004 .......................................................................................................
69
10 Frekuensi kapal masuk di PPS Nizam Zachman Tahun 2000-2004 ...... 72
11 Frekuensi kapal keluar di PPS Nizam Zachman Tahun 2000-2004 ...... 73
12 Penyerapan perbekalan kapal perikanan di PPS Nizam Zachman
Tahun 2000-2004 ...................................................................................
77
13 Volume ekspor hasil perikanan di PPS Nizam Zachman Tahun 2000-
2004 .......................................................................................................
82
14 Volume dan nilai ekspor hasil perikanan di PPS Nizam Zachman
Tahun 2000-2004 ...................................................................................
84
15 Matriks keserasian (compatibility matrix) fungsi dan wewenang antar
lembaga/instansi di PPS Nizam Zachman .............................................
91
16 Strategi kinerja PPS Nizam Zachman berdasarkan faktor internal dan
eksternal ………………………………………………………………
100
17 Matriks SWOT strategi kinerja PPS Nizam Zachman ......................... 101
v
18 Urutan prioritas strategi dalam upaya peningkatan kapasitas
kelembagaan PPS Nizam Zachman ......................................................
104
19 Urutan prioritas faktor penentu dalam upaya peningkatan kapasitas
kelembagaan PPS Nizam Zachman ......................................................
104
20 Urutan prioritas sasaran utama dalam upaya peningkatan kapasitas
kelembagaan PPS Nizam Zachman ......................................................
105
21 Matrik alternatif kegiatan/kebijakan dalam rangka peningkatan
kapasitas kelembagaan PPS Nizam Zachman .......................................
112
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka pemikiran ............................................................................... 10
2 Analytical Hierarchy Process (Saaty, 1991) ......................................... 25
3 Struktur hirarki dalam upaya peningkatan kapasitas kelembagaan PPS
Nizam Zachman ……………....…………………………....………….
34
4 Skema proses pengolahan data pada AHP …………………................ 36
5 Peta lokasi PPS Nizam Zachman ........................................................... 38
6 Tahap I dan II pembangunan PPS Nizam Zachman periode 1982 s.d
1984 .......................................................................................................
41
7 Tahap III pembangunan PPS Nizam Zachman periode 1984 s.d 1988.. 42
8 Tahap IV pembangunan PPS Nizam Zachman periode 1996 s.d 2001.. 43
9 Master plan tahap V pembangunan PPS Nizam Zachman .................... 44
10 Struktur organisasi UPT PPS Nizam Zachman ..................................... 53
11 Struktur organisasi Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang
Jakarta ....................................................................................................
55
12 Perkembangan produksi ikan yang di daratkan di PPS Nizam
Zachman Tahun 2000-2004 ...................................................................
70
13 Perkembangan jumlah kapal masuk di PPS Nizam Zachman Tahun
2000-2004 ………..……………………………………………………
73
14 Perkembangan jumlah kapal keluar di PPS Nizam Zachman Tahun
2000-2004 ..............................................................................................
74
15 Perkembangan penyerapan perbekalan kapal perikanan di PPS Nizam
Zachman Tahun 2000-2004 ...................................................................
78
16 Perkembangan volume ekspor hasil perikanan di PPS Nizam
Zachman Tahun 2000-2004 ...................................................................
83
17 Perkembangan nilai ekspor hasil perikanan di PPS Nizam Zachman
Tahun 2000-2004 ...................................................................................
85
vii
18 Grafis hasil pengolahan vertikal AHP strategi peningkatan
kapasitas kelembagaan PPS Nizam Zachman .......................................
103
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Mekanisme masuknya komoditi perikanan di PPS Nizam Zachman ... 119
2. Mekanisme pemasaran dan distribusi ikan di PPS Nizam Zachman .... 120
3. Mekanisme keluarnya komoditi perikanan di PPS Nizam Zachman ... 121
4. Pelayanan ekspor di PPS Nizam Zachman ........................................... 122
5. Inventarisasi faktor internal dan faktor eksternal ................................. 123
6. Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 1082/Kpts/OT.210/10/99 ....... 124
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 23 Tahun 2000..... 136
8. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.26
I/MEN/2001 .........................................................................................
157
9. Hasil analisis SWOT............................................................................. 174
10. Hasil analisis AHP................................................................................ 179
1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan perikanan yang telah dilaksanakan selama ini telah
menunjukkan hasil yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari semakin luas dan
terarahnya usaha peningkatan produksi perikanan yang pada gilirannya
meningkatkan pula konsumsi ikan, ekspor hasil perikanan, pendapatan petani
nelayan, memperluas lapangan kerja, memberikan dukungan terhadap
pembangunan bidang industri dan menunjang pembangunan daerah serta
pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Menurut Lubis (2000) bahwa dalam usaha menunjang peningkatan
produksi perikanan laut, maka tersedianya prasarana ”Pelabuhan Perikanan”
mempunyai arti yang sangat penting. Pelabuhan perikanan merupakan pusat
pengembangan ekonomi perikanan ditinjau dari aspek produksi, pengolahan dan
pemasaran baik berskala lokal, nasional maupun internasional. Dengan
pengelolaan perikanan yang baik, maka kelancaran operasi penangkapan,
pengolahan maupun pemasarannya menjadi lebih terjamin.
Fungsi pelabuhan perikanan menyangkut berbagai aspek, teristimewa
merupakan lingkungan kerja yang akan melaksanakan pelayanan umum, maka
perlu adanya pengaturan secara lengkap baik mengenai kedudukan, fungsi,
pengelolaaan dan penggunaannya, maupun tujuan serta kewenangannya melalui
peraturan pemerintah.
Kelembagaan kelautan dan perikanan diadakan dan dikembangkan untuk
mencapai tujuan pembangunan kelautan dan perikanan yang telah ditetapkan.
2
Berbagai pola kelembagaan kelautan dan perikanan, seperti pengelolaan perikanan
terpadu (integrated fisheries management), pengelolaan perikanan berbasis
masyarakat (community based fisheries management), dan pengelolaan perikanan
berbasis kemitraan antara pemerintah, swasta dan masyarakat (public private
partnership fisheries management), ternyata telah dikembangkan, namun sampai
saat ini ternyata belum berhasil (established) atau belum dapat mencapai taraf
kemapanan di masyarakat.
Penetapan perikanan sebagai prime mover dari kebijakan umum
Departemen Kelautan dan Perikanan merupakan cerminan dari suatu harapan
bahwa perikanan akan dapat mengangkat Departemen Kelautan dan Perikanan ke
permukaan sebagai salah satu penggerak pembangunan, namun demikian
kenyataan menunjukkan bahwa perikanan di samping memberi harapan, juga
memiliki banyak permasalahan yang harus ditangani. Beberapa persoalan
mendasar yaitu masih belum jelasnya kebijakan pengelolaan kelautan dan
perikanan secara terpadu, perlu dilandasi oleh konsep yang mengintegrasikan
antara pemanfaatan dan pelestarian. Konsep ini diharapkan dapat menjamin
efektivitas dan efisiensi pelaksanaan disamping pengintegrasian antara aspek
kelautan itu sendiri dengan perikanan dalam pengelolaannya. Hal lain yang masih
menjadi kendala adalah ketidak jelasan kewenangan dan peranan para stakeholder
terkait di berbagai level organisasi, tidak adanya sistem dan mekanisme
penegakan hukum yang efektif, masih rendahnya peran para stakeholder dalam
rangka optimalisasi pemanfaatan potensi laut dan perikanan, masih terbatasnya
kelembagaan kelautan dan perikanan terutama di daerah sehingga sulit
mengimplementasikan momen desentralisasi.
3
Masih rendahnya kualitas lembaga dan sumberdaya manusia pengelola
sektor kelautan dan perikanan yaitu adanya tumpang tindih kewenangan yang
mengakibatkan benturan kepentingan antar lembaga, merupakan salah satu
indikator bahwa kelembagaan kelautan dan perikanan belum tertata dengan baik
sehingga belum siap untuk melakukan integrasi dan koordinasi.
Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta (PPSJ) yang kini memiliki nama
baru PPS Nizam Zachman merupakan salah satu dari 5 (lima) pelabuhan
perikanan tipe samudera, diresmikan pada tanggal 17 Juli 1984. Semula
pelabuhan perikanan ini berbentuk Project Manajement Unit (PMU) namun
seiring dengan berkembangnya kebutuhan pemakai jasa, maka pada tahun 1992
dibentuk menjadi Perusahaan Umum (Perum) Prasarana Perikanan Samudera.
Perum PPS tersebut mempunyai wewenang dan tanggungjawab dalam
melaksanakan pelayanan kepada masyarakat dengan mengusahakan fasilitas
pelabuhan perikanan yang bersifat komersial, sedangkan Unit Pelaksana Teknis
(UPT) Pelabuhan PerikananSamudera mempunyai wewenang dan tanggungjawab
melaksanakan tugas-tugas umum pemerintah di pelabuhan (non komersial).
Untuk meningkatkan kelancaran pelayanan kepada masyarakat dan
menghindari terjadinya tumpang tindih tugas di lapangan, maka melalui
Keputusan Menteri Pertanian No. 1082/Kpts/OT.210/10/99 ditetapkan Tata
Hubungan UPT Pelabuhan Perikanan dengan Instansi Terkait dalam Pengelolaan
Pelabuhan Perikanan.
Dalam Laporan Tahunan 2004 PPS Nizam Zachman Jakarta, disebutkan
bahwa tujuan pembangunan PPS Nizam Zachman, antara lain :
(1) Meningkatkan kemampuan armada perikanan samudera.
4
(2) Meningkatkan ekspor hasil-hasil perikanan untuk menambah devisa negara
dari sektor non migas.
(3) Menyediakan lahan untuk kegiatan industri perikanan dalam rangka
meningkatkan nilai tambah produksi perikanan.
(4) Menciptakan lapangan kerja.
(5) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya sekitar PPS Nizam
Zachman melalui pertumbuhan usaha perekonomian seperti pertokoan,
perbekalan dan lainnya.
(6) Meningkatkan pengawasan, keamanan, ketertiban dan kebersihan di
kawasan pelabuhan.
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, maka diperlukan kelembagaan
kelautan dan perikanan yang kuat dan tangguh, namun fleksibel atau lentur dalam
menyesuaikan dengan lingkungan strategis yang berkembang secara dinamis.
Dalam rangka penataan inilah diperlukan strategi agar kapasitas kelembagaan
pelabuhan perikanan meningkat.
1.2 Perumusan Masalah
Di Indonesia terdapat berbagai kelembagaan yang terlibat di dalam
pengendalian, operasional serta pengelolaan pelabuhan perikanan, namun
demikian menyangkut jumlah dan jenis kelembagaan yang berada di pelabuhan
perikanan tersebut akan berbeda sesuai dengan besarnya ukuran dan lokasi
pelabuhan perikanan.
Di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman yang merupakan
pelabuhan perikanan terbesar di Indonesia, saat ini terdapat 10 macam
5
kelembagaan yang terlibat di dalam pelaksanaan fungsi-fungsi pengaturan di
pelabuhan diluar industri swasta.
Sekalipun telah diterbitkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 1082/
Kpts/OT.210/10/99 tanggal 13 Oktober 1999 tentang Tata Hubungan Kerja UPT
Pelabuhan Perikanan dengan Instansi Terkait dalam Pengelolaan Pelabuhan
Perikanan, namun suasana ketidakharmonisan antara UPT, Perum dan instansi
terkait lain tetap berkembang bahkan cenderung meruncing.
Sumber permasalahan diperkirakan berasal dari beberapa sebab antara
lain:
(1) Adanya kemiripan antara tugas pokok dan fungsi UPT berdasarkan SK
Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP.261/MEN/2001 tanggal 1 Mei
2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan, dengan
“Maksud, Tujuan dan Bidang Usaha Perum” sebagaimana tercantum dalam
PP No. 23 Tahun 2000 tentang Perum Prasarana Perikanan Samudera.
(2) Tidak terdapat ketentuan khusus baik dalam SK Menteri Kelautan dan
Perikanan di atas, maupun di dalam PP yang menetapkan bahwa Perum di
dalam segenap aktivitasnya harus berada di bawah koordinasi UPT.
(3) Belum dapat direalisasikannya fungsi kesyahbandaran perikanan sesuai SK
Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP.261/MEN/2001 sehingga tertib
Bandar di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman masih
dilaksanakan oleh Syahbandar Perhubungan Laut.
(4) Dukungan dan koordinasi instansi terkait masih lemah, karena instansi
terkait dimaksud secara organisatoris lebih bertanggung jawab kepada
instansi vertikal di atasnya (pimpinannya).
6
Guna mengatasi permasalahan di atas, alternatif pemecahan yang dapat
dilaksanakan antara lain :
(1) Menyempurnakan/merevisi peraturan guna mencegah kemiripan “Maksud,
Tujuan dan Bidang Usaha” Perum dengan tugas pokok dan fungsi UPT
Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman.
(2) Perlu diberi penegasan bahwa Perum dalam kegiatannya sehari-hari di
dalam lingkungan pelabuhan, harus berada di bawah koordinasi UPT
Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman. Penegasan ini harus
tercantum, baik di dalam PP hasil revisi tentang Perum maupun di dalam SK
Menteri Kelautan dan Perikanan yang akan datang.
(3) Menindaklanjuti tentang tertib Bandar di pelabuhan melalui penerbitan
peraturan.
(4) Menyelenggarakan koordinasi secara berkala dengan instansi terkait guna
membahas permasalahan di pelabuhan perikanan.
Dengan demikian untuk mencapai keberhasilan pembangunan pelabuhan
perikanan tidak lepas dari kelembagaan pelabuhan itu sendiri yang harus sesuai
dengan persyaratan, maka hendaknya pengelola selain menjual jasa-jasanya juga
dapat memanfaatkan dan memelihara fasilitas-fasilitas yang ada secara efektif dan
efisien dan dapat mengkoordinir semua pelaku-pelaku yang ada di pelabuhan
secara baik. Selain itu kelembagaan ekonomi perlu dikembangkan terutama
pemasaran ikan yang kompetitif di pelabuhan perikanan seperti terjalinnya
kemitraan antara nelayan tradisional dengan perikanan industri untuk
menyalurkan hasil tangkapan nelayan. Pemasaran yang efektif dapat
meningkatkan harga ikan yang didaratkan di pelabuhan perikanan.
7
Oleh karena itu, apabila semua permasalahan tersebut di atas tidak segera
dipecahkan maka akan mempengaruhi kinerja PPS Nizam Zachman khususnya
dan secara umum akan menghambat tujuan pembangunan pelabuhan perikanan itu
sendiri.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat disusun pertanyaan penelitian
antara lain :
(1) Bagaimana kelembagaan/organisasi PPS Nizam Zachman saat ini?
(2) Faktor-faktor apa saja yang menentukan efektivitas dan efisiensi dalam
pengelolaan PPS Nizam Zachman?
(3) Strategi apa yang diperlukan dalam upaya peningkatan kapasitas
kelembagaan PPS Nizam Zachman?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka
penelitian ini bertujuan untuk :
(1) Mengkaji kelembagaan PPS Nizam Zachman.
(2) Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas dan efisiensi
pengelolaan PPS Nizam Zachman.
(3) Menyusun strategi peningkatan kapasitas kelembagaan PPS Nizam
Zachman.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
(1) Kepentingan praktisi, sebagai masukan kepada pengelola pelabuhan
perikanan dalam upaya pengembangan organisasi yang menyangkut
pembangunan pelabuhan perikanan.
8
(2) Kepentingan akademis, sebagai bahan informasi untuk menambah referensi
tentang kapasitas kelembagaan pelabuhan perikanan.
1.5 Hipotesis
Hipotesis penelitian adalah kapasitas kelembagaan pengelolaan PPS
Nizam Zachman belum menunjang suatu pengelolaan pelabuhan perikanan yang
kondusif.
1.6 Kerangka Pemikiran
Visi dan misi PPS Nizam Zachman sebagai salah satu Unit Pelaksana
Teknis Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap merupakan acuan dalam
melakukan evaluasi kapasitas kelembagaan. Visi, misi, tujuan dan kebijakan
teknis pengelolaan pelabuhan mempengaruhi kapasitas kelembagaan dan kinerja
pelabuhan. Guna mengetahui kapasitas kelembagaan dan kinerja pelabuhan saat
ini perlu dilakukan evaluasi.
Evaluasi kapasitas kelembagaan akan dilakukan melalui keterkaitan
hubungan kerja antara UPT Pelabuhan Perikanan Samudera dengan Perum
Prasarana Perikanan Samudera dan instansi terkait di PPS Nizam Zachman.
Mengingat kapasitas kelembagaan dapat mempengaruhi kinerja pelabuhan
perikanan, maka evaluasi kinerja pelabuhan akan dilakukan dengan cara
membandingkan capaian-capaian yang diperoleh saat ini terhadap kondisi yang
diharapkan sebagaimana tercermin dalam visi dan misi PPS Nizam Zachman.
Tingkat kinerja pelabuhan perikanan sangat ditentukan oleh kondisi
lingkungan baik internal maupun eksternal, oleh karena itu dalam mengevaluasi
kinerja dilakukan audit lingkungan internal maupun eksternal. Audit lingkungan
internal dilakukan terhadap aspek organisasi dan operasional sedangkan audit
9
lingkungan eksternal dilakukan terhadap faktor makro (ekonomi, politik,
teknologi dan sosial budaya) dan mikro (persaingan). Audit lingkungan internal
akan menghasilkan faktor-faktor strategis pelabuhan yaitu kekuatan dan
kelemahan, sedangkan audit lingkungan eksternal akan menghasilkan faktor-
faktor peluang dan ancaman. Hasil evaluasi atas faktor internal dan eksternal
selanjutnya akan digunakan dalam analisis SWOT untuk memformulasikan
strategi kinerja pelabuhan.
Pemilihan prioritas strategi peningkatan kapasitas kelembagaan dilakukan
dengan AHP. AHP diawali dengan fokus yaitu peningkatan kapasitas
kelembagaan. Hirarki ke 1 dan 2 adalah faktor yang mempengaruhi peningkatan
kapasitas kelembagaan yaitu faktor internal dan eksternal. Sebagai tingkat hirarki
ke 3 adalah alternatif strategi yang elemen-elemennya diperoleh dari hasil analisis
SWOT. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.
10
Gambar 1 Kerangka pemikiran
Visi dan Misi
Pelabuhan
Kebjakan Teknis
Kapasitas Kelembagaan
Masa Kini
Masalah Pencapaian
Analisis SWOT
Analisis AHP
Rekomendasi Strategi
Peningkatan Kapasitas
Kelembagaan
Tujuan
Kinerja PPS Nizam
Zachman Masa Kini
Internal Eksternal
11
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pelabuhan Perikanan
Sesuai dengan Pasal 1 Undang Undang No. 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan, bahwa Pelabuhan Perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan
dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan
pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai
tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang
dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang
perikanan.
Menurut Lubis (2000) pelabuhan perikanan adalah merupakan pusat
pengembangan ekonomi perikanan ditinjau dari aspek produksi, pengolahan dan
pemasaran baik berskala lokal, nasional maupun internasional. Menurut
Direktorat Jenderal Perikanan (1994) bahwa aspek-aspek tersebut secara rinci
adalah :
(1) Produksi : bahwa pelabuhan perikanan sebagai tempat para nelayan untuk
melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan
perbekalan untuk menangkap ikan di laut sampai membongkar hasil
tangkapannya.
(2) Pengolahan : bahwa pelabuhan perikanan menyediakan sarana-sarana yang
dibutuhkan untuk mengolah hasil tangkapannya.
(3) Pemasaran : bahwa pelabuhan perikanan merupakan pusat pengumpulan dan
pemasaran hasil tangkapannya.
12
Selanjutnya berdasarkan Pasal 41 dan penjelasan atas Undang Undang No.
31 Tahun 2004 tersebut, dalam rangka pengembangan perikanan, pemerintah
membangun dan membina pelabuhan perikanan yang berfungsi, antara lain
sebagai tempat tambat labuh kapal perikanan, tempat pendaratan ikan, tempat
pemasaran dan distribusi ikan, tempat pelaksanaan pembinaan mutu hasil
perikanan, tempat pengumpulan data tangkapan, tempat pengumpulan data
tangkapan, tempat pelaksanaan penyuluhan serta pengembangan masyarakat
nelayan, dan tempat untuk memperlancar kegiatan operasional kapal perikanan.
Mengingat demikian luasnya fungsi yang harus diselenggarakan oleh
pelabuhan perikanan, maka perlu dirumuskan secara jelas misi sebagai pedoman
maupun dorongan semangat kerja seluruh aparat yang bertugas dalam organisasi.
Pelabuhan perikanan adalah pusat pengembangan masyarakat nelayan dan
ekonomi perikanan, mampu mendorong peningkatan produksi perikanan secara
berkesinambungan karena bermanfaat bagi kehidupan nelayan produsen maupun
kesejahteraan konsumen serta mengkedepankan pemanfaatan teknologi maupun
manajemen yang melindungi serta melayani sebagai kepentingan masyarakat
perikanan terutama industri perikanan tanpa kekecualian, dalam berusaha di
lingkungan pelabuhan perikanan.
Tujuan pembangunan pelabuhan adalah menyediakan fasilitas atau
kemudahan bagi nelayan dan pengusaha perikanan untuk melakukan kegiatan
usaha secara terpadu. Kegiatan tersebut mulai dari kegiatan pra panen sampai
dengan pasca panen, termasuk pengelolaan dan pemasaran hasilnya.
13
2.2 Klasifikasi Pelabuhan Perikanan
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.10/
MEN/2004 tentang Pelabuhan Perikanan, dimana pelabuhan perikanan dapat
dikategorikan menurut kapasitas dan kemampuan masing-masing pelabuhan untuk
menangani kapal yang datang dan pergi serta letak dan posisi pelabuhan.
Pelabuhan perikanan diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kategori utama yaitu :
2.2.1 Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS)
PPS dikenal juga sebagai pelabuhan perikanan tipe A atau kelas I.
Terdapat 5 (lima) PPS di Indonesia, yaitu PPS Nizam Zachman di DKI Jakarta,
PPS Cilacap di Jawa Tengah, PPS Belawan di Sumatera Utara, PPS Bungus di
Sumatera Barat dan PPS Kendari di Sulawesi Tenggara.
PPS adalah pelabuhan perikanan yang dapat menampung kapal perikanan
yang mempunyai kemampuan beroperasi di samudera dan lepas pantai yang
sifatnya nasional dan internasional, dengan kriteria sebagai berikut :
(1) Terutama untuk melayani kapal perikanan berukuran > 60 GT.
(2) Melayani kapal perikanan yang beroperasi di perairan lepas pantai, ZEE dan
perairan internasional.
(3) Dapat menampung 100 buah kapal perikanan atau 6.000 GT sekaligus.
(4) Jumlah ikan yang didaratkan sekitar 200 ton/hari atau 40.000 ton/tahun.
(5) Memiliki ± 30 Ha lahan untuk kawasan industri perikanan.
(6) Memberikan pelayanan ekspor industri perikanan.
2.2.2 Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN)
PPN dikenal juga sebagai pelabuhan perikanan tipe B atau kelas II.
Terdapat 11 (sebelas) PPN di Indonesia, dimana lokasinya berada di Brondong
14
(Jawa Timur), Sibolga (Sumatera Utara), Pelabuhan Ratu (Jawa Barat),
Kejawanan dan Pekalongan (Jawa Tengah), Tanjung Pandan (Bangka Belitung),
Pemangkat (Kalimantan Barat), Tual (Maluku), Prigi (Jawa Timur), Ternate dan
Ambon (Maluku).
PPN adalah pelabuhan perikanan yang dapat menampung kapal perikanan
yang mempunyai kemampuan beroperasi di lepas pantai yang sifatnya regional
dan nasional, dengan kriteria sebagai berikut :
(1) Terutama untuk melayani kapal perikanan berukuran 15- 60 GT.
(2) Melayani kapal ikan yang beroperasi di perairan ZEE Indonesia dan perairan
nasional.
(3) Mampu menampung sekaligus 75 buah kapal perikanan atau 3.000 GT.
(4) Jumlah ikan yang didaratkan sekitar 40-50 ton/hari atau sekitar 8.000-
15.000 ton/tahun.
2.2.3 Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)
PPP dikenal juga sebagai pelabuhan perikanan tipe C atau kelas II.
Terdapat 44 (empat puluh empat) PPP di Indonesia, dimana lokasinya berada di
Asemdoyong, Bacan, Bajomulyo, Banjarmasin, Bawean, Blanakan, Bondet,
Cilauteureun, Ciparage, Dagho, Eretan, Hantipan, Karangantu, Karimun Jawa,
Kota Agung, Kupang, Kwandang, Labuhan Lombok, Labuhan Maringgai,
Lampulo, Lekok, Lempasing, Mayangan, Morodemak, Muara Ciasem, Muncar,
Paiton, Pondok Dadap, Sadeng, Sikakap, Sorong, Sungai Liat, Tarakan, Tarempa,
Tasik Agung,, Tawang, Tegalsari, Teladas, Teluk Batang, Tobelo, Tumumpa,
Wonokerto.
15
PPP adalah pelabuhan perikanan yang dapat menampung kapal perikanan
yang mempunyai kemampuan beroperasi di pantai yang sifatnya regional, dengan
kriteria sebagai berikut :
(1) Melayani kapal perikanan berukuran 5-15 GT.
(2) Melayani kapal ikan yang beroperasi di perairan pantai.
(3) Mampu menampung 50 buah kapal perikanan atau 500 GT sekaligus.
(4) Jumlah ikan yang didaratkan sekitar 15-20 ton/hari atau sekitar 3.000-4.000
ton/tahun.
2.2.4 Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)
PPI merupakan pelabuhan kecil yang umumnya dikelola oleh daerah,
untuk mendukung kegiatan penangkapan ikan di daerah pantai. Terdapat 585 PPI
di Indonesia, yang digunakan untuk kapal-kapal nelayan setempat untuk
mendaratkan dan memasarkan hasil tangkapan, dengan kriteria sebagai berikut :
(1) Melayani kapal perikanan yang beroperasi di perairan pantai.
(2) Melayani kapal berukuran sampai dengan 10 GT.
(3) Mampu menampung 20 buah kapal perikanan atau 200 GT
(4) Jumlah ikan yang didaratkan sekitar 10 ton/hari atau 2.000 ton/tahun.
Kriteria ini akan menentukan dalam peningkatan klasifikasi PP/PPI yang kegiatan
operasional mengalami peningkatan dengan adanya pembangunan/pengembangan
sarananya (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2001).
Menurut Lubis (2000) pelabuhan perikanan dapat diklasifikasikan menurut
letak dan jenis usaha perikanannya. Pelabuhan perikanan bila dilihat dari
banyaknya faktor yang ada, pengklasifikasiannya dapat dipengaruhi oleh berbagai
parameter antara lain :
16
(1) Luas lahan, letak dan konstruksi bangunannya.
(2) Tipe dan ukuran kapal yang masuk pelabuhan.
(3) Jenis perikanan skala usahanya.
(4) Distribusi dan tujuan ikan hasil tangkapan.
Pengklasifikasian pelabuhan perikanan seperti tersebut di atas pada
dasarnya dibuat untuk mempermudah dalam pengelolaan khususnya dan
pengembangan pelabuhan pada umumnya.
2.3 Fasilitas Pelabuhan Perikanan
Di dalam pelaksanaan fungsi dan peranannya, pelabuhan perikanan
dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Fasilitas-fasilitas yang terdapat di pelabuhan
perikanan umumnya terdiri dari fasilitas pokok, fungsional dan tambahan/
penunjang.
Fasilitas pokok dan penunjang bersifat pelayanan umum bagi masyarakat
dan pengusaha perikanan, dimana pembangunannya membutuhkan biaya yang
relatif mahal maka menjadi kewajiban pemerintah. Fasilitas fungsional (cold
storage, pabrik es, Bahan Bakar Minyak (BBM) dan lain-lain) yang bersifat
komersial pembangunannya dapat diserahkan kepada swasta sebagai mitra kerja
di bawah bimbingan, pembinaan dan pengaturan oleh pemerintah.
Lubis (2000) menjelaskan bahwa guna mendukung fungsi-fungsi tujuan
pembangunan pelabuhan, maka pelabuhan perikanan dilengkapi dengan fasilitas
yang dibedakan atas 3 (tiga) kelompok sebagai berikut :
17
(1) Fasilitas pokok
Fasilitas pokok atau juga dikatakan infrastruktur adalah fasilitas dasar atau
pokok yang diperlukan dalam kegiatan di suatu pelabuhan. Fasilitas ini
berfungsi untuk menjamin keamanan dan kelancaran kapal baik sewaktu
berlayar keluar masuk pelabuhan maupun sewaktu berlabuh di pelabuhan.
Fasilitas-fasilitas pokok tersebut antara lain terdiri dari : dermaga, kolam
pelabuhan, alat bantu navigasi, breakwater atau pemecah gelombang dan
tanah untuk industri.
(2) Fasilitas fungsional
Fasilitas fungsional dikatakan juga suprastruktur adalah fasilitas yang
berfungsi meninggikan nilai guna dari fasilitas pokok yang dapat menunjang
aktifitas di pelabuhan. Fasilitas-fasilitas ini diantaranya tidak harus ada di
suatu pelabuhan namun fasilitas ini disesuaikan dengan kebutuhan
operasional pelabuhan perikanan tersebut. Sebagai contoh, ada kalanya suatu
pelabuhan tidak memerlukan cold storage karena ikan-ikan yang didaratkan
semuanya habis terjual dalam bentuk segar. Fasilitas-fasilitas fungsional ini
antara lain TPI, balai pertemuan nelayan, tangki BBM, tangki air, radio
komunikasi, instalasi listrik, pabrik es, cold storage, dock/slipway dan
bengkel.
(3) Fasilitas penunjang
Fasilitas penunjang adalah fasilitas yang secara tidak langsung
meningkatkan peranan pelabuhan atau para pelaku mendapatkan
kenyamanan melakukan aktifitas di pelabuhan. Fasilitas-fasilitas penunjang
18
ini antara lain kantor pengelola pelabuhan, jalan di dalam komplek,
perumahan, toko, kamar mandi umum dan tempat ibadah.
2.4 Manajemen Strategi
Strategi pada intinya adalah keterampilan dan ilmu memenangkan
persaingan. Persaingan dalam dunia bisnis adalah perebutan pangsa pasar, pada
kondisi yang selalu berubah. Oleh karena itu strategi perlu selalu dikelola agar
tujuan organisasi dalam jangka pendek, jangka menengah dan panjang dapat
dicapai.
Menurut David (1999) definisi manajemen strategis adalah seni dan
pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi
keputusan lintas fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai
sasarannya. Pengertian yang senada juga diberikan oleh Wheelen dan Hunger
(2000) bahwa manajemen strategi adalah sekumpulan keputusan dan tindakan
manajerial yang menentukan kinerja jangka panjang suatu organisasi.
Menurut David (1999) proses manajemen strategis yang efektif dan efisien
diterapkan dengan menggunakan suatu model manajemen strategis, dimana model
tersebut membagi proses manajemen strategi ke dalam 3 (tiga) tahap yaitu tahap
formulasi strategi, implementasi strategi, dan evaluasi strategi.
2.5 Kelembagaan
Kelembagaan dapat diartikan dalam 2 (dua) pengertian, pertama
kelembagaan sebagai institusi yaitu lembaga atau organisasi berbadan hukum
untuk mengelola suatu kegiatan, dan kedua pelembagaan nilai atau
institutionalized. Kelembagaan sebagai institusi dikembangkan melalui 3 (tiga)
aspek yaitu peningkatan kemampuan aparatur yang bekerja di lembaga tersebut
19
dan memobilisasi tenaga untuk bekerja di lembaga tersebut, penyediaan fasilitas
(ruang kantor, peralatan dan bahan serta fasilitas lainnya untuk mengoperasikan
lembaga tersebut); serta penyediaan dana operasional dan pemeliharaan serta
pembangunan untuk membiayai kegiatan lembaga tersebut.
Pelembagaan nilai-nilai dikembangkan dengan memasyarakatkan hasil-
hasil yang dikerjakan oleh lembaga tersebut ke masyarakat yang menjadi sasaran
atau pengguna jasa tersebut. Nilai-nilai yang dilembagakan bisa berupa peraturan
per Undang Undangan, peraturan daerah, tata ruang pesisir dan lautan dan bentuk-
bentuk lainnya yang dihasilkan oleh lembaga tersebut.
Menurut Mubyarto (1987), yang dimaksud dengan lembaga adalah
organisasi atau kaidah-kaidah, baik formal maupun informal, yang mengatur
perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu, baik dalam kegiatan rutin
sehari-hari maupun dalam usahanya untuk mencapai tujuan tertentu. Hayami dan
Kikuchi (1987) mendefinisikan bahwa lembaga (pranata) adalah sebagai aturan-
aturan yang dikukuhkan dengan sanksi oleh para anggota komunitas. Ruttan
(1985), mendefinisikan bahwa lembaga sebagai aturan perilaku yang menentukan
pola-pola tindakan dan hubungan sosial, sedangkan organisasi adalah kesatuan
sosial yang memiliki kewenangan untuk pengambilan keputusan, seperti keluarga,
perusahaan dan kantor dengan menjalankan pengendalian terhadap berbagai
sumberdaya.
Menurut Purwaka (2004), kelembagaan (K) adalah satu set atau satu
perangkat peraturan per Undang Undangan yang mengatur tata kelembagaan
(Institutional Arrangement : IA) dan mekanisme/kerangka kerja kelembagaan
(Institutional Framework : IF) dalam rangka fungsionalisasi kapasitas potensial
20
(Potential Capacity : PC), daya dukung (Carrying Capacity : CC), dan daya
tampung (Absorptive Capacity : AC). AC juga disebut sebagai daya lentur
kelembagaan, yaitu kelenturan sesuatu lembaga dalam menghadapi dan
mengantisipasi dinamika perubahan yang terjadi di dalam pembangunan kelautan.
Kelembagaan tersebut dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut :
K = f (IA, IF) (PC, CC, AC)
dimana :
K : Kelembagaan
f : Fungsi
IA : Tata kelembagaan (bersifat statis)
IF : Kerangka kerja/mekanisme kelembagaan (bersifat dinamis) yaitu tata
kelembagaan dalam keadaan bergerak atau bekerja
PC : Kapasitas potensial
CC : Daya dukung
AC : Daya tampung
Di dalam IA dan IF, masing-masing mengandung PC, CC dan AC, dimana
PC, CC dan AC adalah kapasitas kelembagaan. Dengan demikian, pengembangan
kapasitas kelembagaan adalah upaya optimalisasi kapasitas kelembagaan dalam
kerangka tata dan mekanisme kelembagaan. Dalam kaitan ini, analisis
pengembangan kapasitas kelembagaan dapat mempergunakan politik, ekonomi,
sosial, budaya dan hankam sebagai tools of analysis. Tools of analysis ini juga
dapat dipergunakan dalam upaya membuat desain kelembagaan.
21
2.6 Teknik Penyusunan Strategi Alternatif
Formulasi strategi adalah perumusan rencana jangka panjang untuk
mengelola peluang dan ancaman secara efektif dengan memperhatikan kekuatan
dan kelemahan yang ada pada organisasi. Formulasi strategi juga meliputi
perumusan misi organisasi, menentukan tujuan, dan merumuskan kebijakan-
kebijakan organisasi.
Tahap formulasi strategi meliputi proses audit. Faktor lingkungan internal
dan eksternal yang dapat mempengaruhi keadaan organisasi dimasa datang, serta
menyusun strategi alternatif dan memilih strategi yang layak untuk dilaksanakan
oleh suatu organisasi.
Audit faktor lingkungan internal dan eksternal organisasi merupakan
kegiatan identifikasi, evaluasi, dan diseminasi berbagai faktor internal dan
eksternal untuk diinformasikan kepada pengambil keputusan dalam organisasi.
Lingkungan eksternal terdiri dari 2 (dua) variabel yaitu peluang (Opportunities)
dan ancaman (Threats), sedangkan lingkungan internal juga terdiri dari 2 (dua)
variabel yaitu kekuatan (Strengths) dan kelemahan (Weakness). Menurut Wheelen
dan Hunger (2000) lingkungan eksternal berkaitan dengan lingkungan tugas dan
lingkungan sosial. Adapun yang dimaksud dengan lingkungan internal adalah
berbagai bidang fungsional, sumberdaya dan budaya kerja dalam organisasi.
Teknik untuk memadukan faktor-faktor internal dan eksternal untuk
mendapatkan strategi alternatif melalui analisis sebagai berikut :
2.6.1 Analisis matriks SWOT
Analisis SWOT adalah analisis kualitatif yang digunakan untuk
mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk memformulasikan
22
strategi suatu kegiatan. SWOT adalah singkatan dari Strength, Weakness,
Opportunities dan Threats (Rangkuti, 2002).
Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal yang
dipresentasikan melalui peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan
faktor internal kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness). Kedua faktor
tersebut memberikan dampak positif yang berasal dari peluang dan kekuatan, dan
negatif yang berasal dari ancaman dan kelemahan.
Dalam analisis SWOT juga digunakan matriks SWOT (Rangkuti, 2002).
Matriks tersebut dapat menghasilkan 4 (empat) set kemungkinan alternatif
strategis sebagai berikut : Strategi SO, strategi ST, strategi WO dan strategi WT.
Matriks SWOT menampilkan enam kotak, dua kotak di bagian paling atas
adalah kotak faktor internal yaitu kekuatan dan kelemahan, sedangkan dua kotak
di sebelah kiri adalah kotak faktor eksternal yaitu peluang dan ancaman. Empat
kotak lainnya A, B, C dan D merupakan kotak isi strategi yang timbul sebagai
hasil kontak antara faktor internal dan eksternal. Keempat isi strategis adalah
sebagai berikut (Tabel 1) :
(1) Strategi SO atau Comparative Advantage (keunggulan komparatif) yaitu
pengambil keputusan telah melihat peluang yang tersedia dan juga memiliki
posisi internal yang kuat. Organisasi menggunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang.
(2) Strategi ST atau Mobilization Advantage (pengerahan keuntungan),
interaksi antara ancaman dari luar yang diidentifikasi oleh pengambil
keputusan dengan kekuatan organisasi. Dalam hal ini organisasi
menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman.
23
(3) Strategi WO atau Investement/Divestment (bertambah/berkurang), dimana
peluang yang tersedia sangat menyakinkan, tetapi tidak ada kemampuan
organisasi untuk menggarap dan memberikan reaksi positif. Organisasi akan
meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang.
(4) Strategi WT atau Damage (rugi), merupakan keadaan yang paling lemah
bagi organisasi. Pada keadaan ini ancaman dari luar dihadapkan pada
sumberdaya organisasi yang sangat lemah. Organisasi perlu mengendalikan
kelemahan untuk menghindari ancaman.
Tabel 1 Strategi yang dihasilkan dari perpaduan antara faktor internal dengan
eksternal
INTERNAL KEKUATAN (S) KELEMAHAN (W) X1 X1
X2 X2
. .
. .
EKSTERNAL Xn Xn
PELUANG (O) (Strategi SO) (Strategi WO) X1 a a
X2 b b
. . .
. . .
Xn n n
ANCAMAN (T) (Strategi ST) (Strategi WT)
X1 a a
X2 b b
. . .
. . .
Xn n n
Sumber : Rangkuti, 2002
2.6.2 Analytical Hierarchy Process (AHP)
Dalam mengambil keputusan seringkali harus memecahkan suatu masalah
hubungan antar komponen dalam sistem yang kompleks seperti sumberdaya,
hasil-hasil yang diinginkan atau tujuan-tujuan, kelompok orang dan sebagainya.
Analytical Hierarchy Process (AHP) atau Proses Hirarki Analitik (PHA) adalah
24
merupakan analisis yang digunakan untuk memahami kompleksitas sistem dan
dapat meningkatkan kualitas prediksi dalam mengambil keputusan. Dalam
penerapannya, Saaty (1991) menyarankan sedapat mungkin menghindari adanya
penyederhanaan seperti dengan membuat asumsi-asumsi, dengan tujuan dapat
diperoleh model-model yang kuantitatif.
AHP merupakan suatu metode pengambilan keputusan yang sederhana
dan fleksibel yang menampung kreativitas dalam rancangannya terhadap suatu
masalah. Metode ini ditujukan untuk memodelkan problem tak terstruktur, baik
dalam bidang ekonomi, sosial maupun sains manajemen yang dikembangkan
pertama sekali oleh Thomas L. Saaty pada tahun 1970-an, seorang ahli
matematika dari university of Pittsburg Amerika Serikat.
Prinsip dasar AHP adalah penyusunan hirarki, penerapan prioritas dan
prinsip konsistensi (Saaty, 1991). Tolok ukur kekonsistenan pendapat responden
diukur dengan menggunakan rasio konsistensi atau Consistency Ratio (CR). Dari
hasil AHP ditentukan urutan/tingkatan pengaruh elemen-elemen dalam suatu
hierarki.
Prinsip menyelesaikan masalah dengan menggunakan AHP adalah
dipergunakannya hirarki untuk menguraikan sistem yang komplek menjadi
elemen-elemen yang lebih sederhana. Hirarki dari metode ini dibagi menjadi
fokus, faktor, aktor, tujuan dan alternatif seperti terlihat pada Gambar 2.
25
Fokus :
Faktor :
Aktor :
Tujuan :
Alternatif :
Gambar 2 Analytical Hierarchy Process (Saaty, 1991)
AHP mempunyai beberapa keuntungan sebagai berikut :
(1) Memberi suatu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk
anekaragaman persoalan yang tak terstruktur.
(2) Memadukan ancangan deduktif dan ancangan berdasarkan sistem dalam
memecahkan persoalan kompleks.
(3) Dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu sistem
dan tidak memaksakan pemikiran linier.
(4) Mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah elemen-
elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan
unsur yang serupa dalam setiap tingkat.
(5) Memberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak terwujud untuk
mendapatkan prioritas.
Sasaran Utama
(Ultimate Goal)
Faktor yang terlibat
(internal dan eksternal)
Alternatif Strategi
Tujuan dari pelaku
Pelaku yang terlibat
26
(6) Melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan
dalam menetapkan berbagai prioritas.
(7) Menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif.
(8) Mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan
memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan
mereka.
(9) Tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis suatu hasil yang
representatif dari penilaian yang berbeda-beda.
(10) Memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan
dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui
pengulangan.
2.7 Kajian Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang pelabuhan perikanan telah dilakukan beberapa peneliti
di Indonesia dengan berbagai pendekatan analisis yang digunakan diantaranya
adalah :
(1) Hayati (2001) dengan topik penelitian yaitu Strategi Peningkatan Kinerja
Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat.
Penelitian tersebut telah dapat menginventarisasi dan mengidentifikasi
faktor-faktor dominan yang menentukan kinerja pelabuhan, merumuskan
sasaran kerja pelabuhan, mengkaji faktor-faktor yang harus ditingkatkan dan
merumuskan rekomendasi strategi peningkatan kinerja pelabuhan.
(2) Furuta (2002) dengan topik penelitian yaitu Dampak Bantuan Pinjaman dari
Pemerintah Jepang terhadap Perikanan Tangkap di Indonesia : Studi Kasus
tentang Pengembangan Pelabuhan PPS Jakarta oleh OECF (JBIC). Hasil
27
penelitian menunjukkan antara lain bahwa pengembalian bantuan pinjaman
dari OECF/JBIC, diperhitungkan akan sulit dituntaskan bila didasarkan pada
penerimaan pelabuhan pada masa kini, khususnya dengan sistem
pengelolaan yang seluruhnya dilakukan oleh pemerintah. Pengalihan
pengelolaan ke pihak swasta mungkin dapat menjadi solusi untuk
meningkatkan kemampuan pengembalian pinjaman, namun masih perlu
pengkajian yang lebih dalam.
(3) Susilowati (2003) dengan topik penelitian yaitu Analisis Peran Pelabuhan
Perikanan dan Hubungannya dengan Kesejahteraan Masyarakat. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa keberadaan PPS Jakarta telah
memberikan dampak ganda baik bagi masyarakat maupun pemerintah
daerah.
(4) Firmansyah (2004) dengan topik penelitian yaitu Analisis Ekspor Ikan Tuna
Indonesia dari PPS Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi
ikan tuna dari PPS Jakarta berpengaruh positif terhadap nilai ekspor ikan
tuna Indonesia. Jika produksi ikan tuna Indonesia meningkat maka nilai
ekspor Indonesia juga meningkat.
(5) Suparman (2004) dengan topik penelitian yaitu Formulasi Strategi
Pengembangan Perusahaan Umum Prasarana Perikanan Samudera di
Indonesia. Penelitian tersebut telah dapat menginventarisasi dan
mengidentifikasi faktor-faktor eksternal dan intenal yang mempengaruhi
kinerja Perum PPS dan merumuskan rekomendasi strategi yang layak
dilaksanakan Perum PPS untuk mengembangkan unit-unit usaha yang
dikelolanya.
28
Dari hasil inventarisasi kajian penelitian terdahulu, maka didapat bahwa
topik penelitian tentang kelembagaan di pelabuhan perikanan khususnya di PPS
Nizam Zachman sampai saat ini belum ada yang melakukan. Berdasarkan hal
tersebut di atas, maka penulis memilih topik penelitian yaitu Strategi Peningkatan
Kapasitas Kelembagaan PPS Nizam Zachman Jakarta. Dari hasil penelitian
diharapkan nantinya teridentifkasi kelembagaan/organisasi PPS Nizam Zachman
saat ini, faktor-faktor yang menentukan efektivitas dan efisiensi dalam
pengelolaan PPS Nizam Zachman, dan strategi yang diperlukan dalam upaya
peningkatan kapasitas kelembagaan PPS Nizam Zachman.
29
3 METODOLOGI
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam
Zachman yang terletak di Teluk Jakarta dan termasuk dalam perairan Teluk
Jakarta. Berada pada wilayah pengelolaan perikanan (WPP-03) Laut Jawa.
Penelitian ini dilaksanakan selama 5 (lima) bulan mulai April s.d Agustus 2005.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder yang bersifat
kualitatif dan kuantitatif. Data primer yang dikumpulkan adalah data tentang
keterkaitan hubungan kerja antara UPT Pelabuhan Perikanan Samudera dengan
Perum Prasarana Perikanan Samudera dan instansi terkait di pelabuhan perikanan,
sedangkan data sekunder adalah berupa uraian tugas dan tata hubungan
kelembagaan yang terlibat di dalam pelaksanaan fungsi-fungsi pengaturan di
pelabuhan serta data-data internal mengenai kinerja pelabuhan perikanan selama
ini.
Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan kuesioner dari
responden dan narasumber yang terpilih dengan sengaja (purposive) dengan
ketentuan bahwa yang bersangkutan memiliki pemahaman terhadap perencanaan
pembangunan pelabuhan perikanan, faktor yang mempengaruhi pelabuhan
perikanan dan pengelolaan pelabuhan perikanan. Responden dan narasumber yang
berpartisipasi dalam penelitian ini yaitu Direktur Kelembagaan Pemerintah,
Direktorat Jenderal Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran; Kepala
UPT PPS Nizam Zachman; Direktur Pengembangan dan Tata Pelabuhan, Perum
30
Prasarana Pelabuhan Samudera; Kasubdit Pengawasan Penangkapan Ikan
Wilayah Barat, Direktorat Pengawasan Sumberdaya Ikan, Direktorat Jenderal
Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan; Kasubdit Tata Operasional
Pelabuhan Perikanan, Direktorat Prasarana Pelabuhan Perikanan, Direktorat
Jenderal Perikanan Tangkap; Kepala TPI Muara Baru, Dinas Peternakan,
Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI Jakarta, dan Ketua Asosiasi Tuna
(ASTUIN) Wilayah Jakarta.
Data sekunder dikumpulkan melalui studi pustaka dan studi literatur,
diperoleh dari Departemen Kelautan dan Perikanan, UPT PPS Nizam Zachman,
Perum PPS, Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI Jakarta, TPI
Muara Baru, Institut Pertanian Bogor dan instansi terkait lainnya.
3.3 Analisis Data
3.3.1 Analisis fungsi dan kewenangan kelembagaan
Analisis fungsi dan kewenangan dilakukan untuk menelusuri terjadinya
konflik antar lembaga/instansi yang disebabkan oleh adanya tumpang tindih
fungsi dan wewenang dari setiap lembaga/instansi yang terlibat dalam
pengelolaan pelabuhan perikanan. Sebelum dianalisis, dilakukan identifikasi
terhadap semua lembaga/instansi yang saling berinteraksi baik sektoral maupun
fungsional pada semua tingkat pemerintahan yang berpengaruh terhadap
pemanfaatan dan pengelolaan pelabuhan perikanan.
Analisis fungsi dan wewenang kelembagaan, dengan mengidentifikasikan
input-input dan faktor intervensi. Adapun input yang dimaksudkan disini adalah
peraturan perundang-undangan serta kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi
permasalahan dimaksud, serta lembaga-lembaga atau instansi pemerintah yang
31
diberi kewenangan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan dan
kebijakan dalam pengelolaan pelabuhan perikanan. Sedangkan faktor
intervensinya adalah berupa kesenjangan pertanggungjawaban, tumpang tindih
serta duplikasi kepentingan antar lembaga/instansi yang pada akhirnya
menimbulkan terjadinya konflik.
Teknik pengolahan data primer untuk penentuan bobot kelembagaan
dilakukan dengan menyajikan data dalam bentuk tabulasi data menggunakan
matriks keserasian (compatibility matrix). Metode ini digunakan untuk
memberikan bobot dengan mensinergikan suatu kegiatan diantara lembaga/
instansi yang ada di pelabuhan perikanan (Tabel 2).
Langkah-langkah penyelesaian pembobotan adalah sebagai berikut :
(1) Mengajukan identifikasi kegiatan terhadap kelembagaan dalam suatu
matriks pendapat individu.
(2) Mengisi matriks dengan skala perbandingan berpasangan.
(3) Membuat matriks pendapat gabungan dari matriks dengan skala
perbandingan berpasangan.
Tabel 2 Kerangka matriks keserasian (compatibility matrix) fungsi dan wewenang
antar lembaga/instansi
Lembaga/Instansi A B C ...
A S K SK
B
C
...
Keterangan :
S = Sinergi
K = Kontradiksi
SK = Sangat Kontradiksi
32
3.3.2 Analisis strategi kinerja pelabuhan perikanan
Strategi kinerja pelabuhan perikanan dapat ditentukan oleh kombinasi
faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam
analisis SWOT yaitu membandingkan antara faktor internal kekuatan dan
kelemahan dengan faktor eksternal peluang dan ancaman.
Penentuan bobot dan nilai setiap faktor internal dan eksternal dilakukan
oleh responden. Pembobotan dilakukan dengan cara membandingkan tingkat
kepentingan suatu faktor terhadap faktor lainnya secara berpasangan dengan
metode Paired Comparison (Kinnear, 1996), sebagai berikut (Tabel 3) :
(1) Menyusun faktor-faktor internal dan eksternal dalam suatu matriks pendapat
individu.
(2) Mengisi matriks dengan skala perbandingan berpasangan yang dilakukan
secara individu. Angka untuk menilai pembobotan adalah sebagai berikut :
Nilai 1, jika faktor horizontal kurang penting dari faktor vertikal.
Nilai 2, jika faktor horizontal sama penting dari faktor vertikal.
Nilai 3, jika faktor horizontal lebih penting dari faktor vertikal.
(3) Menghitung bobot masing-masing faktor yaitu, bobot B = T : ∑ T, dimana T
= t1 + t2 + t3 + tn
Tabel 3 Matriks paired comparison gabungan
Faktor Internal
dan Eksternal
A
B
C
D
Total
Bobot
A t1 t2 t3 T B
B
C
...
Total ∑ T 1
Sumber : Kinnear, 1996
33
3.3.3 Analisis strategi peningkatan kapasitas kelembagaan
Analisis kuantitatif dilakukan terhadap faktor yang mempengaruhi
pengelolaan pelabuhan dan untuk merumuskan hasil dari data, digunakan alat
Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan tujuan untuk menentukan alternatif
strategi berdasarkan skala prioritas (Saaty, 1991). AHP digunakan untuk
pengambilan keputusan yang dapat digunakan dalam penentuan atau
merencanakan suatu strategi. Melalui analisa ini dimasukkan pertimbangan-
pertimbangan logis dari faktor-faktor yang berpengaruh, pelakunya dan tujuan
masing-masing dari suatu permasalahan yang kompleks menjadi sederhana dan
tersusun dalam suatu hirarki. Tingkat konsistensi merupakan penentu utama
sebagai pertimbangan pokok keputusan strategi yang diambil.
Langkah-langkah penyelesaian AHP adalah sebagai berikut :
(1) Mendefinisikan persoalan dan merinci pemecahan persoalan yang
diinginkan.
(2) Membuat struktur hirarki secara menyeluruh, sebagaimana diringkaskan
pada Gambar 3 berikut ini.
34
Strategi Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman
Legalitas Hukum Koordinasi Kinerja Pelabuhan
Peraturan yang Berlaku
Pengaturan Fungsi dan Wewenang
Kerjasama Antar Instansi Terkait
Kerjasama Dengan Stake Holder
Ketersediaan Fasilitas Pelabuhan
Tingkat Pelayanan Pelabuhan
Kualitas SDM Kelembagaan Pengelola Pelabuhan
Tujuan
Level 3 : Strategi
Level 1 : Faktor
Level 2 : Sub Faktor
Gambar 3 Struktur hirarki dalam upaya peningkatan kapasitas kelembagaan PPS Nizam Zachman
Penyempurnaan
Pengelolaan Pelabuhan
Peningkatan Sarana dan
Prasarana
Peningkatan Pelayanan
Pelabuhan
35
(3) Menyusun matrik banding berpasangan (Tabel 4)
Tabel 4 Matriks pendapat pada metode AHP
Fokus A1 A2 A3 ........ An
A1 a11 a12 a13 .......... a1n
A2 a21 a22 a23 .......... a2n
A3 a31 a32 a33 .......... a3n
........ .......... .......... .......... .......... ..........
An an1 an2 an3 .......... ann
Sumber : Saaty, 1991
(4) Mengumpulkan semua pertimbangan yang diperlukan dari hasil melakukan
perbandingan berpasangan antar elemen pada langkah untuk mengisi matriks
banding berpasangan, digunakan skala banding yang tertera pada Tabel 5.
Tabel 5 Nilai skala banding berpasangan
Nilai Skala Definisi Penjelasan
1 Kedua elemen sama
pentingnya
Dua elemen mempengaruhi sama
kuat pada sifat ini
3 Elemen yang satu sedikit
lebih penting dari lainnya
Pengalaman atau pertimbangan
sedikit menyokong satu elemen atas
lainnya
5 Elemen yang satu jelas
lebih penting dibanding
elemen lainnya
Pengalaman atau pertimbangan
dengan kuat disokong dan
dominasinya terlihat dalam praktek
7 Satu elemen sangat jelas
lebih penting dibanding
elemen lainnya
Satu elemen dengan kuat disokong
dan dominasinya terlihat dalam
praktek
9 Satu elemen mutlak lebih
penting dibanding elemen
lainnya
Sokongan elemen yang satu atas
yang lain terbukti memiliki tingkat
penegasan tertinggi
2,4,6,8 Nilai-nilai diantara kedua
pertimbangan diatas
Kompromi diperlukan diantara dua
pertimbangan
Kebalikan
Nilai-nilai
diatas
Bila nilai-nilai diatas dianggap membandingkan antara elemen A
dan B, maka nilai-nilai kebalikan (1/2, 1/3, 1/4 .... 1/9) digunakan
untuk membandingkan kepentingan B terhadap A.
Sumber : Saaty, 1991
36
(5) Memasukkan nilai-nilai kebalikannya beserta bilangan 1 sepanjang diagonal.
(6) Melaksanakan langkah 3, 4 dan 5 untuk semua tingkatan dan hirarki tersebut.
(7) Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan.
(8) Mengevaluasi inkonsistensi untuk seluruh hirarki.
Pengolahan data dengan AHP ini menggunakan Expert Choice (Gambar 4).
Gambar 4 Skema proses pengolahan data pada AHP
Mulai
Identifikasi Masalah
Penyusunan Hirarki
Pengisian Matriks Pendapat
Individu
Pengujian Konsistensi Rasio
Terpenuhi ?
Penyusunan Matriks Gabungan
Pengolahan
Vektor Prioritas
Selesai
Tidak
Ya
Revisi
37
4 PROFIL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN
4.1 Lokasi Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep.04/Men/
2004 telah ditetapkan perubahan nama Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta
(PPSJ) menjadi Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman yang terletak di
daerah Muara Baru, Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta
Utara. Secara geografis terletak pada 06005' - 06007' LS dan 106050' - 106050' BT
(Gambar 5). Kelurahan Penjaringan di Jakarta Utara mempunyai batas
administratif yaitu :
(1) Sebelah utara : Pantai Laut Jawa, Jalan Pluit Selatan (wilayah
Kelurahan Pluit).
(2) Sebelah selatan : Jalan Bandengan Utara.
(3) Sebelah barat : Waduk Pluit sebelah barat, Jalan Jembatan Tiga dan
Kali Muara Karang.
(4) Sebelah timur : Alur Pelabuhan Sunda Kelapa, Kali Jelakeng (wilayah
Kelurahan Ancol).
Kelurahan Penjaringan merupakan salah satu kawasan industri yang
terdapat di Jakarta Utara. Hal ini terlihat dari penggunaan lahan yang sebagian
besar dipergunakan untuk perusahaan yaitu seluas 243,27 Ha atau 61,52 % dari
luas kelurahan ini, sedangkan lahan pemukiman 31,46 % dan sisanya 7,02 %
dipergunakan untuk industri. Luas lokasi PPS Nizam Zachman adalah 98 Ha atau
25,29 % dari total luas kelurahan ini.
38
Gambar 5 Peta lokasi PPS Nizam Zachman
39
4.2 Sejarah dan Perkembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Perencanaan pembangunan PPS Nizam Zachman dimulai sejak tahun
1972, studi kelayakan dipercayakan kepada Pemerintah Jepang melalui Overseas
Technical Cooperation Agency (OTCA) of Japan sekarang bernama Japanese
International Cooperation Agency (JICA). PPS Nizam Zachman mulai dibangun
tahun 1980 dengan pembiayaan bantuan lunak pemerintah Jepang melalui
Overseas Economic Cooperation Fund (OECF) dan dana APBN.
Tujuan utama pembangunan PPS Nizam Zachman yaitu untuk menjawab
tantangan pembangunan perikanan nasional Indonesia dalam menggali
sumberdaya perikanan yang tersebar dari perairan pantai sampai perairan Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia melalui cara-cara yang lebih modern.
Perencanaan teknis pembangunan pelabuhan dilaksanakan oleh Pacific
Consultans International dari Jepang yang bekerjasama dengan PT Inconeb dari
Indonesia.
Pembangunan awal PPS Nizam Zachman dilaksanakan dalam beberapa
tahapan pembangunan (Gambar 6, Gambar 7, Gambar 8) sebagai berikut :
(1) Pembangunan Tahap I (5 Maret 1980 - 31 Desember 1982), meliputi
pembangunan fasilitas pokok/dasar yaitu pembuatan kolam pelabuhan,
dermaga, penahan gelombang, lampu navigasi dan reklamasi tanah.
(2) Pembangunan Tahap II (22 Maret 1982 - 31 Maret 1984), terdiri dari
pembangunan fasilitas fungsional yaitu gedung pelelangan ikan, cold
storage, pabrik es, kantor pelabuhan, dermaga bongkar muat, mesin
pendingin, pembangkit listrik, galangan kapal dan sarana lainnya.
(3) Pembangunan Tahap III (1984-1992), meliputi pembangunan fasilitas
40
penunjang yaitu pembangunan jalan komplek PPS Nizam Zachman,
perkantoran, masjid, pos polisi, pertokoan dan tempat pemrosesan ikan.
Periode 1988-1992 perpanjangan dermaga sepanjang 150 m, perluasan cold
storage, kantor Perum Prasarana Perikanan Samudera, gedung pemasaran
ikan, tempat penginapan, 2 tansit sheds, MCK, dan industri pengolahan
ikan.
(4) Pembangunan Tahap IV (1993-2001), meliputi perbaikan dan peningkatan
fasilitas-fasilitas yang ada di kawasan PPSJ dengan biayanya berasal dari
bantuan pemerintah Jepang dan dari anggaran pemerintah Indonesia.
Pembangunan tahap ini meliputi pengurukan pasir dan pekerjaan
penimbunan, pembangunan dermaga dengan kedalaman air 7,5 m (fasilitas
perbaikan kapal, sistem pembuangan air kotor laut, perbaikan revetment, dan
pemasangan fasilitas listrik dan air), pembangunan gedung Muara Baru
Center A (pekerjaan jalan, area parkir dan sistem drainase), pekerjaan
walkyway sepanjang jalan di area PPS Nizam Zachman beserta
perlengkapan-perlengkapannya, pengadaan Handling Equipment (forklift 8
unit, towing tractor 3 unit, truck crane 2 unit, dump truck 2 unit dan
garbage car 12 unit).
Untuk mengantisipasi perkembangan kegiatan perikanan di PPS Nizam
Zachman pada masa-masa mendatang, diperlukan perluasan areal guna pelayanan
yang lebih baik. Master Plan Tahap V Pembangunan PPS Nizam Zachman, antara
lain meliputi pengembangan tanggul pemecah gelombang dan lampu navigasi,
perpanjangan dermaga timur dan dermaga barat, pengembangan areal perbaikan
kapal (floating repair), dan pengembangan industri perikanan (Gambar 9).
41
Gambar 6 Tahap I dan II pembangunan PPS Nizam Zachman periode 1982 s.d 1984
42
Gambar 7 Tahap III pembangunan PPS Nizam Zachman periode 1984 s.d 1988
43
Gambar 8 Tahap IVpembangunan PPS Nizam Zachman periode 1996 s.d 2001
44
Gambar 9 Master plan Tahap V pembangunan PPS Nizam Zachman PPS Nizam Zachman diresmikan oleh Presiden RI pada tanggal 17 Juli
1984, dan mulai beroperasi secara penuh pada tahun 1986. Untuk melaksanakan
pengelolaan pembangunan fisik pelabuhan lanjutan, dibentuklah Project
Management Unit (PMU) PPSJ. Pada April 1992 PMU PPSJ diubah status dan
fungsinya menjadi 2 (dua) badan terpisah yaitu :
(1) Unit Pelaksana Teknis (UPT) PPSJ, melalui Surat Keputusan Menteri
Pertanian No. 644/KPTs/OT.210/X/91.
(2) Perum Prasarana Perikanan Samudera, melalui Surat Keputusan Menteri
Pertanian No. 427/Kpts/KU.440/6/93.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Kepala UPT PPS Nizam Zachman
bertanggung jawab secara langsung kepada Direktur Jenderal Perikanan Tangkap,
Departemen Kelautan dan Perikanan, sedangkan Direktur Utama Perum Prasarana
Perikanan Samudera bertanggungjawab secara langsung kepada Menteri Negara
BUMN.
45
4.3 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Sesuai dengan perannya sebagai unit pelayanan teknis, PPS Nizam
Zachman memiliki visi, misi dan tujuan yang sesuai dengan perannya. Adapun
visi, misi dan tujuan tersebut adalah sebagai berikut :
Visi :
Visi PPS Nizam Zachman merupakan bagian yang integral dari visi Departemen
Kelautan dan Perikanan. Visi ini merupakan kesepakatan bersama antara seluruh
staf, instansi terkait dan swasta yang eroperasional di kawasan pelabuhan. Adapun
visi PPS Nizam Zachman adalah “Terwujudnya PPS Nizam Zachman sebagai
pusat pertumbuhan dan pengembangan ekonomi perikanan terpadu”.
Misi :
(1) Menciptakan lapangan kerja dan iklim usaha yang kondusif.
(2) Pemberdayaan masyarakat perikanan.
(3) Meningkatkan mutu, keamanan pangan dan nilai tambah.
(4) Menyediakan sumber data dan informasi perikanan.
(5) Meningkatkan pengawasan dan pengendalian sumberdaya perikanan.
Tujuan Pembangunan :
Tujuan pembangunan yang hendak dicapai dalam operasional PPS Nizam
Zachman merupakan penjabaran dan penjelasan dari tugas pokok dan fungsi serta
misi yang sudah ditetapkan. Adapun tujuan pembangunan PPS Nizam Zachman
adalah :
(1) Meningkatkan kemampuan armada perikanan samudera.
(2) Meningkatkan ekspor hasil-hasil perikanan untuk menambah devisa negara
dari sektor non migas.
46
(3) Menyediakan lahan untuk kegiatan industri perikanan dalam rangka
meningkatkan nilai tambah produksi perikanan.
(4) Menciptakan lapangan kerja.
(5) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya sekitar PPS Nizam
Zachman melalui pertumbuhan usaha perekonomian seperti pertokoan,
perbengkelan dan lainnya.
(6) Melaksanakan pengumpulan, pengolahan dan penyajian data dan statistik
perikanan dalam rangka pengembangan dan pengolahan sistem informasi
dan publikasi perikanan.
(7) Meningkatkan pengawasan, keamanan, ketertiban dan kebersihan di
kawasan pelabuhan.
4.4 Kebijakan
Kebijakan pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang disepakati
oleh semua pengguna jasa pelabuhan yang ditetapkan oleh pimpinan pelabuhan
untuk dijadikan pedoman atau petunjuk dalam melaksanakan kegiatan di
pelabuhan, sehingga akan tercapai kelancaran dan keterpaduan dalam mencapai
tujuan dan sasaran dari misi dan visi.
Kebijakan pemerintah yang telah ditetapkan baik berupa Undang Undang,
Keppres, Peraturan Pemerintah maupun Keputusan Menteri dengan tujuan
menunjang pengelolaan dan pelayanan pelabuhan perikanan adalah sebagai
berikut :
(1) UU No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.
(2) UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
(3) UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
47
(4) UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
(5) PP No. 11 Tahun 1985 tentang Pembinaan Kepulauan.
(6) PP No. 2 Tahun 1990 tentang Perum Prasarana Perikanan Samudera.
(7) PP No. 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau
Perusakan Laut.
(8) PP No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Lingkungan Hidup.
(9) PP No. 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan.
(10) PP No. 62 Tahun 2002 tentang Tarif Jasa atas Jenis Penerimaan Negara
Bukan Pajak.
(11) Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 4 Tahun 1995 tentang Struktur
Organisasi Dinas Perikanan DKI Jakarta.
(12) Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 3 Tahun 1999 tentang Retribusi Daerah.
(13) Keputusan Menteri Perhubungan No. KM.35/AL.106/PHB-1985 tanggal 5
Pebruari 1985 tentang Pelabuhan Perikanan.
(14) Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Perhubungan No.
493/Kpts/IK.410/7/96 dan No. SK.2/AL.106/PHB-96 tentang
Penyelenggaraan Pelabuhan Perikanan sebagai Prasarana Perikanan.
(15) Keputusan Bersama Direktur Jenderal Perikanan dan Direktur Jenderal
Perhubungan Laut No. IK.610/D5.10588/96 tanggal 25 September 1996
tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pelabuhan Perikanan.
(16) Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 3 Tahun
1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pelelangan Ikan oleh
Koperasi Primer Perikanan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
48
(17) Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 1082/Kpts/OT.210/
10/99 tanggal 13 Oktober 1999, tentang Tata Hubungan Kerja UPT
Pelabuhan Perikanan dengan Perum Prasarana Perikanan Samudera dan
Instansi Terkait di Pelabuhan Perikanan.
(18) Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 2297
Tahun 2000 tentang Pembagian Persentase Pengenaan Retribusi Pemakaian
Tempat Pelelangan Ikan dan Biaya Penyelenggaraan Pelelangan Ikan oleh
Koperasi Perikanan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Muara Baru.
(19) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep.26.1/MEN/2001
tanggal 1 Mei 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan.
(20) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep.02/MEN/2002 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Penangkapan Ikan.
(21) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep.03/MEN/2002 tentang
Log Book Penangkapan dan Pengangkutan Ikan.
(22) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep.10/MEN/2003 tentang
Perizinan Usaha Penangkapan Ikan.
PPPS Nizam Zachman telah menetapkan beberapa kebijakan operasional
pelabuhan dengan mengacu kepada kebijakan pemerintah dan publik yang
meliputi bidang teknis dan manajerial dalam pelayanan kepada masyarakat
perikanan dengan strategi kebijakan sebagai berikut :
(1) Menciptakan iklim usaha yang kondusif
Langkah-langkah yang ditempuh PPS Nizam Zachman dalam menciptakan
iklim usaha yang kondusif adalah :
49
1) Menyediakan fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang
dalam jumlah yang memadai.
2) Tersedianya sistem operasional dengan prosedur yang jelas, sehingga
mudah dipahami dan dipatuhi oleh pemakai jasa pelabuhan.
3) Menciptakan keamanan, ketertiban dan kebersihan yang memadai.
4) Menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat.
(2) Memberikan pelayanan prima kepada pemakai jasa pelabuhan
Memberikan pelayanan prima kepada pemakai jasa pelabuhan adalah suatu
hal yang telah ditetapkan, hal ini bertujuan agar kecepatan dan ketepatan
usaha di pelabuhan dapat terealisasi.
Langkah-langkah yang ditempuh pelabuhan dalam memberikan pelayanan
prima adalah :
1) Melaksanakan pelayanan 24 jam sepanjang tahun kepada pemakai jasa
pelabuhan.
2) Melaksanakan pelayanan terpadu (satu atap) bersama-sama instansi
terkait kepada pemakai jasa pelabuhan.
3) Menjelaskan masalah/kasus secara tepat dan profesional.
4) Menyediakan sarana/prasarana yang lengkap di dalam kawasan
pelabuhan sehingga kebutuhan pemakai jasa pelabuhan dapat terpenuhi.
(3) Mendorong peningkatan skill pegawai pelabuhan
Sumberdaya manusia yang terampil dan profesional di bidangnya
merupakan salah satu persyaratan modal kerja. Dalam kenyataannya di
lapangan, sumberdaya manusia dimaksud belum seluruhnya terpenuhi.
Keterbatasan staf dalam memahami uraian tugas pokok dan fungsi yang
50
diemban oleh unit kerja, sering pula menyebabkan pencapaian kinerja tidak
optimal.
Untuk menuju sumberdaya manusia yang terampil dan profesional di
bidangnya harus ditempuh berbagai langkah-langkah yaitu :
1) Memberikan kesempatan kepada pegawai/staf untuk belajar pada jenjang
pendidikan yang lebih tinggi (S1 atau S2).
2) Mengikutsertakan kepada pegawai/staf dalam pelatihan keterampilan
dan kursus manajemen kepelabuhanan serta berbagai kegiatan apresiasi
yang dieselenggarakan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan.
(4) Mendorong kesadaran hukum aparat pemerintah, pengusaha serta
pemakai jasa pelabuhan lainnya dalam memanfaatkan sumberdaya
kelautan dan perikanan secara berkelanjutan dan lestari
Pemanfaatan sumberdaya perikanan yang tidak terkendali dengan
menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan sangat berpotensi
merusak lingkungan. Untuk itu diperlukan pembinaan dan penyuluhan
kepada masyarakat perikanan agar lebih memahami dan mematuhi peraturan
ataupun perundangan sektor kelautan dan perikanan. Beberapa langkah yang
ditempuh adalah :
1) Membentuk kelompok SISWASMAS yang anggotanya terdiri dari
nelayan, pengusaha perikanan dan instansi terkait untuk bersama-sama
melakukan pengawasan dalam pengendalian sumberdaya perikanan dan
kelautan.
51
2) Penerapan LLO, LBP terhadap kapal-kapal penangkap ikan untuk
memonitoring data jenis dan alat tangkap yang digunakan serta wilayah
fishing ground.
3) Pemasangan VMS (Vessel Monitoring System) pada kapal penangkap
ikan, sehingga dapat mengetahui kapal yang bersangkutan dalam
penangkapannya sudah dalam posisi yang ditetapkan dalam dokumen
SPI.
4.5 Pengelola Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman
4.5.1 Unit Pelaksana Teknis PPS Nizam Zachman
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.
Kep.26.1/ MEN/2001 tanggal 1 Mei 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja,
bahwa PPS Nizam Zachman adalah Unit Pelaksana Teknis Departemen Kelautan
dan Perikanan di bidang prasarana pelabuhan perikanan yang berada dibawah dan
bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perikanan Tangkap.
PPS Nizam Zachman dipimpin oleh seorang Kepala Pelabuhan yang
membawahi bagian Tata Usaha, bidang Pengembangan, bidang Tata Operasional
dan kelompok Jabatan Fungsional. Kelompok jabatan fungsional yang ada di PPS
Nizam Zachman adalah jabatan fungsional untuk Pengawasan Sumberdaya Ikan
(WASDI), sedangkan kelompok jabatan fungsional lainnya belum terealisasi.
Tugas PPS Nizam Zachman memfasilitasi produksi, pemasaran hasil
perikanan tangkap dan pengawasan sumberdaya ikan. Fungsi yang dijalankan
UPT PPS Nizam Zachman didalam melaksanakan tugasnya adalah sebagai
berikut:
52
(1) Perencanaan, pengembangan, pemeliharaan serta pemanfaatan sarana
pelabuhan perikanan.
(2) Pelayanan teknis kapal perikanan dan kesyahbandaran perikanan.
(3) Koordinasi pelaksanaan urusan keamanan, ketertiban, dan pelaksanaan
kebersihan kawasan pelabuhan perikanan.
(4) Pengembangan dan fasilitas pemberdayaan masyarakat perikanan.
(5) Pelaksanaan fasilitas dan koordinasi di wilayahnya untuk peningkatan
produksi, distribusi, dan pemasaran hasil perikanan.
(6) Pelaksanaan pengawasan penangkapan, penanganan, pengolahan,
pemasaran, dan mutu hasil perikanan.
(7) Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan dan penyajian data dan statistik
perikanan.
(8) Pengembangan dan pengelolaan sistem informasi dan publikasi hasil riset,
produksi, dan pemasaran hasil perikanan tangkap di wilayahnya.
(9) Pemantauan wilayah pesisir dan fasilitas wisata bahari.
(10) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.
Kep.26.1/MEN/2001 pada Bab 1 pasal 3 terdapat 3 (tiga) fungsi tambahan
pelabuhan perikanan yaitu :
(1) Pemantauan wilayah pesisir dan fasilitas wisata bahari.
(2) Pelaksanaan pengawasan mutu hasil perikanan.
(3) Pengembangan dan pengelolaan sistem informasi dan publikasi hasil riset.
Ketiga fungsi tersebut diatas sampai saat ini belum dilaksanakan di PPS Nizam
Zachman.
53
Susunan organisasi UPT PPS Nizam Zachman sesuai dengan Surat
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep.26.1/MEN/2001 saat ini
adalah seperti pada Gambar 10 :
Gambar 10 Struktur organisasi UPT PPS Nizam Zachman
4.5.2 Perum Prasarana Perikanan Samudera
Perum Prasarana Perikanan Samudera didirikan berdasarkan PP No. 2
Tahun 1990 selanjutnya disempurnakan dengan PP No. 23 tahun 2000 adalah
sebuah BUMN yang mempunyai misi sebagai pelayan umum dalam bidang
KEPALA
BAGIAN TATA USAHA
SUBBAGIAN KEUANGAN
BIDANG PENGEMBANGAN
SUBBAGIAN UMUM
BIDANG TATA OPERASIONAL
SEKSI KESYAHBANDARAN
PERIKANAN
SEKSI SARANA
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
SEKSI TATA PELAYANAN
SEKSI PEMASARAN DAN
INFORMASI
54
penyediaan jasa sarana dan prasarana pelabuhan perikanan. BUMN tersebut
ditugaskan mengusahakan 9 (sembilan) pelabuhan perikanan sebagai cabang
perusahaan dengan kantor pusat di Jakarta. Adapun pelabuhan perikanan yang
diusahakan sebagai Cabang Perum Prasarana Perikanan Samudera adalah PPS
Jakarta, PPS Belawan, PPN Pekalongan, PPN Brondong, PPN Prigi, PPN
Pemangkat, PPP Lampulo, PPP Tarakan, dan PPP Banjarmasin.
Perum Prasarana Perikanan Samudera merupakan suatu perusahaan yang
bersifat menyediakan pelayanan bagi kepentingan umum dan sekaligus bertujuan
mendapatkan keuntungan. Tujuan dari Perum Prasarana Perikanan adalah untuk :
(1) Meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan melalui penyediaan dan
perbaikan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan.
(2) Mengembangkan wiraswasta perikanan serta untuk mendorong usaha
industri perikanan dan pemasaran hasil perikanan.
(3) Memperkenalkan dan mengembangkan teknologi pengolahan hasil
perikanan dan sistem rantai dingin dalam bidang perikanan; dan
(4) Menumbuhkembangkan kegiatan ekonomi perikanan sebagai komponen
kegiatan ne1ayan dan masyarakat perikanan.
Pelayanan terhadap industri penangkapan ikan terhadap kebutuhan
perbekalan dilakukan oleh Seksi Pelayanan Usaha Subseksi Perbekalan sedangkan
untuk kebutuhan perbaikan kapal pada Seksi Teknik Subseksi Galangan dan
Bengkel Kapal. Pengelolaan terhadap industri pengolahan juga dilakukan oleh
Perum Prasarana Perikanan Samudera seperti sewa lahan dan sewa bangunan
yang ditangani oleh Subseksi Aneka Jasa. Sewa lahan yang dibebankan kepada
industri pengolahan adalah Rp 1.500/m2/tahun. Apabila membangun bangunan
diatas tanah tersebut maka dikenakan beban sebesar Rp 8.610/m2 yang dibayarkan
sekali saja saat bangunan berdiri.
Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta adalah salah satu
cabang dari Perum Prasarana Perikanan Samudera yang berada di area PPS Nizam
Zachman. Struktur organisasi Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang
Jakarta seperti pada Gambar 11 berikut :
55
Gambar 11 Struktur organisasi Perum Prasarana Perikanan Samudera Cabang Jakarta
Kepala Cabang
Subbag Tata Usaha
Urusan Kepegawaian
Seksi Pelayanan Usaha
Urusan Tata Laksana
Seksi Teknik
Subseksi Aneka sarana Subseksi Cold Storage
Subseksi Perbekalan Kapal
Subseksi Galangan dan Tata Kapal
Subseksi Instalasi
Urusan Keuangan
Urusan RT & Perlengkapan
Subseksi Aneka Jasa
Subseksi Fasilitas Pendingin
Subseksi Galangan dan Bengkel
56
4.6 Instansi Terkait di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman
Sesuai dengan pasal 3 dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian No.
1082/Kpts/ OT.210/10/99 tanggal 13 Oktober 1999 tentang Tata Hubungan Kerja
Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan dengan Instansi Terkait dalam
Pengelolaan Pelabuhan Perikanan, saat ini di PPS Nizam Zachman terdapat 10
(sepuluh) macam kelembagaan yang terlibat di dalam pelaksanaan fungsi-fungsi
pengaturan di pelabuhan di luar industri swasta sebagai berikut :
(1) UPT Pelabuhan Perikanan Samudera; mempunyai wewenang dan
tanggung jawab dalam hal mengatur dan mengkoordinasikan semua kegiatan
dan fasilitas-fasilitas yang bersifat non komersial yang berada di pelabuhan
perikanan.
(2) Perum Prasarana Perikanan Samudera; mempunyai wewenang dan
tanggung jawab dalam hal melaksanakan pengusahaan dan pelayanan jasa
dan barang yang menunjang kegiatan pelabuhan perikanan yang
menyangkut pengusahaan sarana bersifat produktif dan ekonomis (fasilitas-
fasilitas komersial).
(3) Departemen Perhubungan; mempunyai tugas terutama menyangkut
tanggung jawab pelaksanaan surveillance guna menjamin keamanan kapal
serta keselamatan ABK maupun penumpang di kapal. Petugas Departemen
Perhubungan termasuk Syahbandar yang ditugaskan di PPS Nizam Zachman
bertugas menerbitkan surat ijin berlayar bagi kapal-kapal ikan yang hanya
berlaku untuk 1 (satu) hari saja, tanpa ijin tersebut kapten kapal dapat
memperoleh sanksi yang berat. Petugas tersebut bertugas untuk menarik
57
pungutan terhadap setiap kapal yang keluar masuk yang berkaitan dengan
sarana navigasi.
(4) Departemen Kesehatan; klinik kesehatan yang ada memiliki Seksi
Perawatan dan Seksi Sanitasi dengan dipimpin oleh Kepala Klinik. Seksi
Perawatan bertanggung jawab dalam hal melakukan pencegahan penyebaran
penyakit menular dari kapal-kapal yang datang dari pelabuhan di luar negeri
(seperti SARS), serta memberikan pertolongan pertama kepada ABK dan
para penumpang kapal. Pelayanan kesehatan ini diberikan selama 24 jam
dan rata-rata 3-4 pasien menerima perawatan setiap hari. Seksi ini juga
melakukan pemeriksaan kesehatan para ABK termasuk memberikan
vaksinasi dan pengobatan.
Seksi Sanitasi bertugas melakukan inspeksi terhadap kondisi kebersihan
kapal-kapal ikan berdasarkan standar internasional sekaligus memberikan
sertifikat yang berlaku untuk 6 (enam) bulan. Rata-rata terdapat 8 (delapan)
kapal yang harus di inspeksi setiap harinya. Disamping itu dilakukan pula
inspeksi terhadap kondisi keberhasilan pelabuhan perikanan (misalnya
penyediaan air bersih dan penjualan makanan). Permasalahan yang dihadapi
Klinik Kesehatan adalah menyangkut kurangnya tenaga petugas, tidak
adanya tenaga dokter dan kurangnya peralatan rumah sakit.
(5) Departemen Kehakiman dan Hak Azasi Manusia; unit kerja departemen
ini melakukan pengawasan terhadap masuknya warganegara maupun ABK
negara asing, dan bertanggung jawab melakukan pemeriksaan maupun
pemantauan masalah penyelundupan dan imigran gelap.
58
(6) Departemen Keuangan; keberadaan unit kerja departemen ini bertujuan
untuk mencegah penyelundupan barang-barang illegal, melakukan
penyidikan terhadap pelanggaran kepabeanan dan Undang Undang
Pelayaran serta mengawasi kegiatan ekspor dan impor bahan-bahan yang
dibatasi dan berada di bawah pengawasan kepabeanan.
(7) Kepolisian; unit kerja ini bertugas selama 24 jam dalam 2 shift, wilayah
tanggung jawabnya meliputi seluruh kompleks pelabuhan ditambah zona
perairan 2 mil dari dermaga. Selama ini terdapat beberapa kasus
penyelundupan obat-obat terlarang, pencurian jaring ikan dan peralatan
navigasi. Pihak Kepolisian memiliki kewenangan untuk melakukan
penyidikan guna mencegah terjadinya tindak kejahatan di lingkungan
pelabuhan perikanan. Unit kerja ini bertanggung jawab pula melakukan
inspeksi di laut serta melaksanakan Undang Undang yang menyangkut ZEE
dan kelautan guna mencegah penyelundupan barang-barang maupun
pelanggaran batas wilayah perairan secara illegal oleh kapal-kapal asing.
Frekuensi kedatangan kapal-kapal asing selama ini tidak banyak, hanya
berkisar 1 kapal setiap 3 bulan.
(8) Direktorat Jenderal Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan
Perikanan, DKP; unit kerja ini memiliki tugas pokok yaitu 1)
mengoperasikan kapal patroli guna melakukan kegiatan Monitoring Control
and Surveillance (MCS); 2) melaksanakan sistem informasi dan sosialisasi
yang menyangkut MCS; dan 3) melakukan inspeksi terhadap log book hasil
pencatatan kapal-kapal ikan yang berukuran diatas 30 GT.
59
Kapal patroli diawaki oleh 13 ABK termasuk seorang perwira AL, 1 (satu)
trip perjalanan pengawasan memakan waktu 3 (tiga) minggu dengan
diselingi istirahat di daratan 1 (satu) minggu. Kapal-kapal illegal yang
tertangkap dikenakan hukuman berdasarkan UU No. 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan. Inspeksi kapal patroli dilakukan terhadap ijin penangkapan
apakah masih berlaku, kegiatan penangkapan apakah dilakukan di perairan
dan dengan alat tangkap seperti yang ditentukan dalam surat ijin. Selama
bulan Januari s.d Desember 2004, kapal patroli telah menangkap 32 (tiga
puluh dua) kapal dari berbagai jenis alat penangkap ikan yang masuk ke PPS
Nizam Zachman dengan berbagai jenis tindak pelanggaran administratif.
Komunikasi radio antara kapal patroli dengan stasiun radio yang berada di
pelabuhan maupun antar sesama pelabuhan perikanan telah berjalan dengan
baik. Komunikasi pemantauan dilakukan terus menerus selama 24 jam.
Laporan bulanan yang dikirimkan kepada segenap pihak yang
berkepentingan melalui UPT PPS Nizam Zachman, disusun oleh unit kerja
Ditjen PSDKP ini berdasarkan semua data log book dari kapten kapal.
(9) Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta; unit
kerja ini berada di gedung TPI yang dimiliki Perum Prasarana Perikanan
Samudera. Penyelenggaraan kegiatan pelelangan ikan dilakukan oleh
Koperasi Perikanan Jakarta dan diawasi oleh Dinas Peternakan, Perikanan
dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta. Sekitar 25 ton ikan dilelang setiap
harinya dan kebanyakan hasil tangkapan berasal dari kapal-kapal ikan kecil
berukuran 5-30 GT. Kegiatan pelelangan dilakukan antara Pk. 06.00 - 11.00
pagi dan terdapat sekitar 20-30 pedagang ikan yang mengikuti pelelangan
60
tersebut. Anggota Koperasi Perikanan diatas berjumlah 200 orang. Retribusi
pelelangan dikenakan sebesar 5 % untuk setiap penjualan ikan, dan hasilnya
dibagi antara Dinas Perikanan Provinsi DKI Jakarta dan Koperasi. Retribusi
pelelangan 5 % ini dibebankan kepada nelayan sebesar 3 % dan pedagang
ikan 2 %.
(10) Pusat Karantina Ikan, DKP; unit kerja ini bertugas untuk menerbitkan
sertifikat kesehatan bagi ekspor ikan untuk konsumsi manusia.
4.7 Kerjasama dengan Swasta di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman PPS Nizam Zachman yang memiliki tanah seluas 98 Ha dalam melayani
kebutuhan masyarakat perikanan telah membagi arealnya kedalam 3 (tiga)
kawasan yaitu kawasan industri 48 ha, kawasan Perum Prasarana Perikanan
Samudera dan UPT 10 ha dan kawasan kolam pelabuhan 40 ha.
Industri perikanan yang ada meliputi industri penangkapan ikan dan
industri pengolahan hasil perikanan. Industri penangkapan ikan merupakan ujung
tombak dalam mengadakan aktivitas penangkapan ikan, yang selanjutnya hasil
tangkapannya akan didaratkan di pelabuhan perikanan. Salah satu industri
penangkapan yang utama di PPS Nizam Zachman adalah industri penangkapan
tuna. Sedangkan industri pengolahan yang ada di pelabuhan perikanan berperan
dalam menampung sebagian hasil tangkapan yang didaratkan, untuk kemudian
diolah menjadi produk yang memiliki nilai mutu dan nilai jual yang lebih baik.
Sampai tahun 2004 perusahaan swasta (investor) yang memanfaatkan
kawasan industri perikanan di PPS Nizam Zachman sejumlah 39 (tiga puluh
sembilan) perusahaan dan 1 (satu) perorangan, selengkapnya dapat dilihat pada
Tabel 6 berikut :
61
Tabel 6 Daftar perusahaan perikanan di Kawasan Industri PPS Nizam Zachman
No. Nama Perusahaan Jenis Usaha Luas Lahan
(m2) 1 PT. Safritindo Dwi Santoso Processing, Cold Storage dan
Pengalengan 19.327
2 PT. Sandimas Gapura Fasi1itas Sarana Perikanan 18.038
3 PT. Lucky Samudera Pradana Industri Pengalengan dan Pengolahan 21.100
4 PT. Danau Matano P. Raya Processing dan Cold Storage 13.892
5 PT. Bumi Agro B. Lestari Industri Pengolahan, Pembekuan dan Penyimpanan Ikan
2.508
6 PT. Durian Sari Wangi Processing dan Cold Storage 2.442,5
7 PT. Fajar Cakrawala Sumbaindo
Industri Pengolahan dan Cold Storage 7.980
8 PT. Mitra Mina Segera Industri Pengolahan dan Cold Storage 1.710
9 PT. Unggul Mina Lestari Industri Pengolahan dan Cold Storage 1.710
10 PT. Lautan Bahari Sejahtera Processing Fillet Ikan Tuna ekspor 4.442,5
11 PT. Intimas Surya Industri Pengolahan dan Cold Storage 2.508
12 PT. Sumbindo Perintis Processing dan Cold Storage 2.910
13 PT. Jakarta Cold Storage Industry
Processing dan Cold Storage 2.722
14 PT. Muara Manggalindo Industri Perikanan dan Fasi1itas Penunjang
18.353
15 PT. Hotan Jaya Graha Industri perikanan, Cold Storage dan Pabrik es
16.900
16 PT. Bali Sumber Hayati Indah Industri Penanganan dan Pengolahan Hasil Perikanan
1. 740
17 PT. Bangkit Lautan Mas Industri Penanganan dan Pengolahan Hasil Perikanan
1.300
18 PT, Tridaya Eramina Bahari Industri Penanganan dan Pengolahan Hasil Perikanan
1.300
19 PT. Gabungan Era Mandiri Industri Penanganan dan Pengolahan Hasil Perikanan
1.740
20 PT. Red Ribbon Indonesia Corporation
Industri Penanganan dan Pengolahan Hasil Perikanan
2.345
21 PT. Daya Mulur Karetindo Industri Penanganan dan Pengolahan Hasil Perikanan
2.345
22 PT. Bahtera Laju Khatulistiwa Fisheries
Industri Penanganan dan Pengolahan Hasil Perikanan
15.000
23 PT. Karya Cipta Bayu Mina Pratama
Industri Penanganan dan Pengolahan Hasil Perikanan
3.196
24 PT. Bonecom Industri Perikanan dan Pengalengan 67.840
25 PT. Sekar Laut Industri dan Pengolahan Hasil Laut 6.240
26 PT. Kedamaian Industri dan Pengolahan Hasil Laut 2.599
27 PT. Halimas Sakti Industri dan Pengolahan Hasil Laut 2.600
28 PT. Pummar Cold Industri dan Pengolahan Hasil Laut 6.130
29 PT. Dwisandha Senjaya Industri dan Pengolahan Hasil Laut 3.880
30 PT. Luxe Utama Indonesia Processing dan Cold Storage 3.144
31 PT. Lola Mina Processing dan Cold Storage 7.217
62
No. Nama Perusahaan Jenis Usaha Luas Lahan
(m2) 32 PT. Luki Rejeki Jayadi Industri Penanganan dan Pengolahan
Hasil Perikanan 3.126
33 PT. Panggung Interprise Processing, Cold Storage dan pabrik es
5.632
34 PT. Sandimas Aquatek Processing dan Cold Storage 16.165
35 PT. Pertuni Processing dan Cold Storage 16.807
36 PT. Kurnia Mina Sejahtera Fasilitas Industri Perikanan 5.305
37 PT. Proskuneo Kadarusman Industri Pembuatan Kapal, Perawatan Kapal dan Galangan Kapal
17.000
38 PT. Alam Jaya Processing dan Cold Storage 1.980
39 PT. Panutan Minasabha Kantor, Toko dan Hotel 8.037
40 Agus Wijaya (perorangan) Processing dan Cold Storage 1.980
Jumlah 339.151
Sumber : UPT PPS Nizam Zachman, 2004
4.8 Fasilitas dan Pelayanan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Fasilitas-fasilitas PPS Nizam Zachman yang disiapkan untuk melayani
pengguna jasa adalah sebagai berikut :
4.8.1 Fasilitas pokok
Fasilitas pokok (dasar) yang tersedia di PPS Nizam Zachman meliputi
kolam pelabuhan, pemecah gelombang (break water), dermaga/jetty, turap
(revetment) dan tanah industri perikanan. Luas kawasan pelabuhan perikanan
adalah 110 ha, terdiri dari daratan 70 ha dan 40 ha berupa kolam pelabuhan.
Keadaan dasar yang ada sampai saat ini kondisinya sudah cukup baik, setelah
adanya perbaikan yang dilakukan oleh Proyek Pengembangan PPS Jakarta Tahap
IV. Adapun fasilitas dasar yang terdapat di PPS Nizam Zachman terdiri dari :
(1) Kolam Pelabuhan
Dengan telah diselesaikannya pekerjaan kolam pelabuhan sebesar 356.383
m3 dan alur masuk pelabuhan sebesar 102.409 m3 oleh Proyek
Pembangunan PPS Jakarta Tahap IV, maka kedalaman kolam pelabuhan
63
menjadi 4,5-7 m dan diharapkan kapal perikanan dengan bobot 1.500 GT
dapat merapat di dermaga pelabuhan.
(2) Dermaga/Jetty
PPS Nizam Zachman mempunyai dermaga yang panjangnya 2.224 m,
dimana 1.524 m dermaga dan 150 m jetty merupakan hasil pekerjaan Proyek
Tahap I dan II serta jetty 200 m hasil pekerjaan Proyek Pembangunan PPS
Jakarta Tahap IV. Dengan panjang dermaga 2.224 m, maka daya tampung
tambat kapal sebanyak rata-rata 281 buah kapal dengan berbagai variasi
ukuran kapal.
(3) Tanah Industri
Luas tanah industri di pelabuhan sebesar 40 ha dan telah disewakan
seluruhnya kepada investor sebanyak 39 (tiga puluh sembilan) perusahaan
dan 1 (satu) perorangan. Pengusaha yang menyewa lahan tanah industri
bergerak di bidang industri pengolahan ikan, cold storage, canning, pabrik
es, industri pembuatan kapal dan galangan kapal.
(4) Pemecah Gelombang (Break Water)
Pemecah gelombang terdiri dari 2 (dua) bangunan yaitu sebelah barat
sepanjang 751 m dan sebelah timur sepanjang 290 m. Kondisi pemecah
gelombang sampai saat ini masih dapat berfungsi dengan baik.
(5) Turap (revetment)
Turap terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu sebelah barat sepanjang 1.324 m dan
sebelah Timur sepanjang 1.510 m. Turap sebelah barat bagian utara yang
rusak sepanjang 160 m dan turap sebelah timur sepanjang 1.510 m telah
diperbaiki oleh Proyek Pembangunan PPS JakartaTahap IV.
64
4.8.2 Fasilitas fungsional
Fasilitas fungsional yang tersedia, sebagian besar telah dimanfaatkan :
(1) Tempat Pelelangan Ikan mempunyai luas 3.367 m2, tempat ini merupakan
tempat kegiatan pelelangan ikan hasil tangkapan. Penyelenggaraan lelang
dilaksanakan oleh petugas Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan
Provinsi DKI Jakarta.
(2) Pabrik es yang dikelola oleh Perum Prasarana Perikanan Samudera dengan
kapasitas 150 ton/hari, untuk memenuhi kebutuhan nelayan ada juga pabrik
es yang dikelola oleh swasta dengan kapasitas 240 ton/hari.
(3) Gudang pendingin (cold storage), gudang pendingin yang ada didalam
pelabuhan dan dikelola oleh Perum Prasarana Perikanan Samudera
mempunyai kapasitas 1.000 ton. Pemakaian gudang pendingin oleh pihak
ketiga dilakukan dengan sistem sewa.
(4) Ruang Procesing, ruangan ini dipergunakan untuk memproses ikan-ikan
yang akan diperdagangkan baik untuk tujuan ekspor maupun lokal.
4.8.3 Fasilitas penunjang
Fasilitas penunjang yang ada antara lain kantor UPT, Perum Prasarana
Perikanan Samudera, pos pelayanan terpadu, Balai Penyuluhan Nelayan, MCK,
sarana peribadatan, pos keamanan dan penerangan jalan seluruh kawasan
pelabuhan perikanan (kecuali penerangan jalan kawasan industri dan dermaga
pelabuhan dilayani oleh Perum Prasarana Perikanan Samudera).
Fasilitas yang ada di PPS Nizam Zachman sudah cukup baik, namun
masih perlu lagi peningkatan kapasitas fasilitas guna meningkatkan pelayanan
bagi masyarakat, seperti peningkatan kapasitas slipway sehinga tidak ada lagi
65
kapal yang melakukan perbaikan di area kolam pelabuhan. Berikut Tabel 7
merupakan fasilitas-fasilitas yang ada di PPS Nizam Zachman.
Tabel 7 Sarana/fasilitas di PPS Nizam Zachman
No. Jenis Sarana/Fasilitas Kapasitas/ Spesifikasi
Aset/Pengelola
1 Kolam Pelabuhan UPT/Perum PPS - Luas 40 ha - Kedalaman -4,5 s/d – 7,5
2 Pemecah Gelombang (Breakwater) UPT/Perum PPS - Sisi Kiri 750 - Sisi Kanan 290
3 Dermaga/Jetty 1.874 m UPT/Perum PPS 4 Tanah Perum PPS
- Hak Pakai 31 ha - Hak Pengelolaan/Industri 40 ha
5 Turap(Revetment) UPT PPS NZ - Sisi Barat 1.480 ha - Sisi Timur 1.560 ha
6 Jalan Kawasan Pelabuhan 53.256 m UPT PPS NZ 7 Saluran Pembuangan Air 9.611,25 m UPT PPS NZ 8 Gedung TPI 3.367 m2 Perum PPS 9 Gedung PPI 992 Lapak 6.431 m2 Perum PPS 10 Gudang Ikan 29 Unit 1.374 m2 Perum PPS 11 Ruang Pengepakan Ikan 56 Unit 1.120 m2 Perum PPS 12 Ruang Pengolahan Ikan 18 Unit 26.245 m2 Perum PPS 13 Gudang Perbekalan Kapal 5 Unit 1.620 m2 Perum PPS 14 Balai Pertemuan Nelayan 234 m2 UPT PPS NZ 15 Rambu Navigasi (hijau dan merah) 2 Unit UPT PPS NZ 16 Gedung Kantor UPT/PPS NZ 969,50 m2 UPT PPS NZ 17 Kantor Pelayanan Terpadu 1.682 m2 UPT PPS NZ 18 Pos Jaga Permanen 349,50 m2 UPT PPS NZ 19 Pos Jaga Terpadu 84,50 m2 UPT PPS NZ 20 Pos Kamla 32,40 m2 UPT PPS NZ 21 Mushola 2 Unit UPT PPS NZ 22 Lapangan Parkir GPKN 2.094,701 m2 UPT PPS NZ 23 Perahu Sampah 1 Unit UPT PPS NZ 24 Gedung Penunjang Kegiatan
Nelayan 6.730 m (114
Unit) UPT/Perum PPS
25 Dock/Slipway Perum PPS - Kapasitas 500 GT 2 Unit - Kapasitas 50 GT 1 Unit
26 Perbengkelan 6 Unit (1.390 m) Perum PPS 27 Cold Storage 1.000 ton Perum PPS 28 Dump-Truck 2 Unit UPT PPS NZ
66
No. Jenis Sarana/Fasilitas Kapasitas/ Spesifikasi
Aset/Pengelola
29 Crane-Truck 2 Unit UPT PPS NZ 30 Towing-Tractor 3 Unit UPT PPS NZ 31 Fork Lift Solar 3 Unit UPT PPS NZ 32 Fork Lift Battery 5 Unit Perum PPS 33 Pabrik Es 200 ton Perum PPS 34 MCK/Toilet 15 Unit UPT PPS NZ 35 Pos Keamanan 150 m2 UPT PPS NZ 36 Foul Seawater Cleaning 8.450 m2 UPT PPS NZ 37 Unit Pengolah Limbah Cair (UPL) 1.000 m3 UPT PPS NZ 38 Tuna Landing center (TLC) 29 Unit 13.143 m2 UPT/Perum PPS 39 Instalasi Penyaluran Air Bersih 1.200 ton Perum PPS 40 Stasiun pengisian Bahan Bakar
untuk Bunker (SPBB) 4 Unit 15.000 ton/bulan Swasta/Perum
PPS 41 Instalasi Penyaluran Daya 5.206 KVA Perum PPS
Listrik 400 KVA UPT PPS NZ 42 Telepon 168 SST Perum PPS
5 SST UPT PPS NZ 43 Bangunan Pompa 1 Unit UPT PPS NZ 44 Sea Water Intake 1 Unit UPT PPS NZ 45 Kios Pedagang Kaki 5 107 Unit UPT PPS NZ 46 Kawasan PPS Nizam Zachman 110 ha UPT/Perum PPS
Sumber : UPT PPS Nizam Zachman, 2004
Berbagai kegiatan pelayanan kepada masyarakat perikanan yang dilakukan
oleh instansi terkait, dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini :
Tabel 8 Jenis pelayanan di PPS Nizam Zachman
No. Jenis Kegiatan Kapasitas Pelayanan
Penyelenggara Keterangan
1 Kapal Masuk/Keluar 24 jam UPT PPS NZ Tdk ada libur 2 Tambat/Labuh 24 jam Perum PPS Cab. Jkt Tdk ada libur 3 Keselamatan Pelayaran 24 jam Syahbandar Tdk ada libur 4 Kesehatan ABK 24 jam Kantor Kesehatan Tdk ada libur 5 Ekspor/Impor 24 jam Kantor Bea Cukai Tdk ada libur 6 ABK Asing 24 jam Imigrasi Tdk ada libur 7 Pelelangan Ikan (TPI) Siang hari
(Pk. 06.00 s/d 18.00)
Koperasi Mina Muara Makmur
Tdk ada libur
8 Pemasaran Ikan (PPI) 24 jam Dinas Peternakan, Perikanan & Kelautan, dan Perum PPS
Tdk ada libur
9 Keamanan dan Ketertiban 24 jam UPT, Perum PPS, Polri dan Kamla
Tdk ada libur
10 Kebersihan Pelabuhan 24 jam UPT PPS NZ Tdk ada libur
67
No. Jenis Kegiatan Kapasitas Pelayanan
Penyelenggara Keterangan
11 Pas Masuk Pelabuhan 24 jam UPT PPS NZ Tdk ada libur 12 Pengendalian Kebakaran 24 jam Dinas Pemadam
Kebakaran Tdk ada libur
13 Pembinaan nelayan 24 jam Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan
Senin s.d Jumat
14 Pengumpulan Data Statistik Perikanan
Jam Kerja UPT PPS NZ, Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta
Senin s.d Jumat
15 Pembinaan Mutu Hasil Perikanan
Jam Kerja UPT PPS NZ, Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta
Senin s.d Jumat
16 Pembinaan Organisasi Profesi, Kelompok Tenaga Kerja &Koperasi
Jam Kerja Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Prop. DKI Jakarta
Senin s.d Jumat
17 Penataan Kawasan Pelabuhan
24 jam UPT PPS NZ Senin s.d Jumat
18 Cold Storage 24 jam Perum PPS Cab. Jkt Tdk ada libur 19 Bengkel Siang Hari Perum PPS Cab. Jkt Tdk ada libur 20 Dock/slipway Siang Hari Perum PPS Cab. Jkt Tdk ada libur Pabrik Es/Pengadaan Es Siang Hari Perum PPS Cab. Jkt Tdk ada libur 21 Pengadaan Air/Listrik/
Telepon 24 jam Perum PPS Cab. Jkt Tdk ada libur
22 Sewa Tanah Industri Jam Kerja Perum PPS Cab. Jkt Senin s.d Jumat
23 Pemasangan Reklame Jam Kerja UPT PPS NZ, Perum PPS Cab. Jakarta
Senin s.d Jumat
24 Pelayanan Bahan Bakar Minyak (BBM) Kapal
24 jam Perum PPS Cab. Jakarta
Tdk ada libur
25 Pengawasan Sumber Daya Ikan
24 jam Pengawas Perikanan PPS NZ
Tdk ada libur
26 Pelayanan Alat berat 24 jam UPT PPS NZ Tdk ada libur 27 Penyewaan ruangan 24 jam Perum PPS Cab. Jkt Tdk ada libur 28 Tuna Landing Centre (TLC) 24 jam Perum PPS Cab. Jkt Tdk ada libur 29 Unit Pengolahan Limbah
(UPL) 24 jam UPT PPS NZ Tdk ada libur
30 Sea Water Intake 24 jam UPT PPS NZ Tdk ada libur
Sumber : UPT PPS Nizam Zachman, 2004
4.9 Operasional Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman
Operasional pelabuhan PPS Nizam Zachman dapat dilihat dari tingkat
pemanfaatan masing-masing fasilitas/sarana dan prasarana yang dimiliki PPS
Nizam Zachman. Sarana dan prasarana yang dimilki PPS Nizam Zachman telah
operasional sejak diresmikan oleh Presiden RI tanggal 17 Juli 1984 dan
68
kondisinya masih berfungsi dengan baik untuk melayani kebutuhan nelayan
maupun masyarakat perikanan lainnya yang memerlukan jasa pelabuhan.
Sejak diresmikan tersebut, operasional pelabuhan perikanan ditandai
dengan beberapa aktivitas pelabuhan seperti aktivitas produksi perikanan,
aktivitas kapal, pelayanan kebutuhan logistik, aktivitas penggunaan alat tangkap
dan lain-lain selalu mengalami perubahan-perubahan.
4.9.1 Produksi ikan
Produksi ikan di PPS Nizam Zachman dibedakan menjadi dua, yaitu
produksi yang berasal dari laut dan produksi yang berasal dari darat/daerah lain
(Tabel 9). Produksi ikan yang berasal dari laut adalah ikan yang dibawa dengan
kapal perikanan, sedangkan produksi yang berasal dari darat/daerah lain adalah
ikan yang dibawa dengan kendaraan seperti mobil dan truk dari luar pelabuhan
seperti Muara Angke, Kalibaru, Indramayu dan Surabaya.
Produksi ikan yang didaratkan dari laut di PPS Nizam Zachman berasal
dari Laut Jawa, terdiri dari ikan yang didaratkan dari kapal tuna, ship to ship
(transhipment), kapal non tuna dan kapal udang. Jenis ikan yang didaratkan antara
lain : tuna, tongkol, tenggiri, layaran, udang, dan lain-lain.
Produksi ikan yang masuk PPS Nizam Zachman melalui darat, merupakan
ikan yang didatangkan dari daerah yang sebagian besar terletak di daerah pesisir
utara dan selatan Pulau Jawa seperti : Batang, Kendal, Pekalongan, Binuangan,
Cilacap, Indramayu, Tuban, dan Gresik serta dari daerah luar Jawa. Ikan tersebut
diangkut dari luar daerah/Jakarta menggunakan truk pengangkut yang dikemas
menggunakan kotak kayu/drum plastik. Jenis ikan yang didaratkan antara lain
bandeng, kembung, kakap, mujair, tembang, mas, tawes, dan lain-lain.
69
Tabel 9 Produksi ikan yang didaratkan di PPS Nizam Zachman Tahun 2000-2004
Produksi (Ton) Tahun
Laut Darat Jumlah Pertumbuhan
(%)
2000 53.470,5 27.904,2 81.374,7 - 2001 35.760,6 33.414,9 69.175,5 -1,50 2002 32.725,7 22.818,8 55.544,5 -1,97 2003 32.021,4 5.518,3 37.539,6 -3,24 2004 33.554,9 7.170,8 40.725,7 8,49
187.533,1 96.827,0 Jumlah
284.360,0 % 65,95 34,05
Sumber : Laporan Tahunan UPT PPS Nizam Zachman Tahun 2004
Dari Tabel 9 di atas terlihat bahwa sejak tahun 2000 sampai dengan 2004
produksi ikan yang didaratkan di PPS Nizam Zachman mengalami fluktuasi. Pada
tahun 2000 total produksi ikan yang didaratkan di PPS Nizam Zachman sebesar
81.374,7 ton, jumlah ini menurun sebesar -1,50 % pada tahun 2001 menjadi
69.175,5 ton dan menurun lagi pada tahun 2002 sebesar -1,97 % menjadi 55.544,5
ton. Pada tahun 2003 kembali turun -3,24 % menjadi 37.539,6 ton dan pada tahun
2004 naik sebesar 8,49 % atau menjadi 40.725,7 ton.
Berdasarkan persentase, produksi ikan yang berasal dari laut sebesar 65,95
% lebih banyak dibandingkan dengan produksi ikan yang berasal dari darat sebesar
34,05 %. Keadaan ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain 1) mahalnya biaya
transportasi/angkutan berkaitan dengan adanya kenaikan harga BBM, dan 2)
sulitnya mendapatkan bahan baku/ikan disebabkan berkurangnya jumlah kapal yang
melaut.
70
y = -11293x + 2E+07
R2 = 0,9189
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
80.000
90.000
2000 2001 2002 2003 2004
Tahun
Volu
me
(Ton
)
Produksi Ikan Linear (Produksi Ikan)
Gambar 12 Perkembangan produksi ikan yang didaratkan di PPS Nizam Zachman Tahun 2000-2004
Pada Gambar 12 di atas, menunjukkan perubahan (trend) yang terjadi pada
produksi perikanan yang didaratkan di PPS Nizam Zachman. Perubahan yang
terjadi ini juga dapat dibentuk menjadi persamaan linear, dimana setiap satuan
perubahan dapat memperkirakan seberapa besar produksi ikan yang didaratkan di
PPS Nizam Zachman. Persamaan linear pada produksi ikan diatas adalah y = -
11293x + 2.107 R2 = 0,92 (y=volume produksi ikan, x=periode/tahun, dan R2=
koefisien determinasi). Maka persamaan diatas menunjukkan setiap tahun bahwa
terjadi penurunan jumlah/volume produksi ikan yang didaratan di PPS Nizam
Zachman sebesar 11.293,4 ton. Hal ini disebabkan antara lain karena 1)
berkurangnya jumlah kapal yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPS Nizam
Zachman berkaitan dengan terjadinya perpindahan tempat mendarat ke pelabuhan
lain (misalnya Muara Angke); 2) banyaknya kapal yang mengalami kerusakan
sehingga tidak bisa melaut, hal ini dapat ditunjukkan dari jumlah kapal yang
menjalani perbaikan meningkat dari tahun ke tahun; dan 3) perubahan cuaca yang
tidak menentu.
71
4.9.2 Armada penangkapan
Jenis armada penangkapan ikan yang ada di PPS Nizam Zachman terdiri
dari kapal yang berukuran < 20 GT sampai dengan > 200 GT dengan alat tangkap
dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu kelompok tuna dan non tuna. Kelompok
tuna yaitu kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan alat tangkap long line
dengan tujuan utama penangkapan adalah ikan tuna seperti yellow fin, big eye,
albacore dan cakalang, selain itu juga jenis black marlin, meka, layaran dan cucut.
Kelompok alat tangkap non tuna terdiri dari gill net, payang, purse seine, jaring
tangsi (jaring rampus), muroami, dan fish net dengan tujuan utama penangkapan
adalah ikan tongkol, tenggiri dan cumi-cumi.
Bahan kapal terbagi menjadi tiga jenis yaitu kayu, fiber dan besi. Kapal
kayu umumnya terdiri dari kapal-kapal tradisional sedangkan kapal fiber dan besi
digunakan oleh kapal tuna (long line) meskipun ada juga yang menggunakan
kapal kayu.
Armada pennagkapan dengan ukuran < 30 GT merupakan kapal-kapal
tradisional dengan daerah penangkapan berada di Laut Jawa meliputi perairan
Utara Jawa sampai perairan Selatan Kalimantan, dan hasil tangkapannya
dipasarkan untuk tujuan lokal. Sedangkan armada penangkapan dengan ukuran >
30 GT merupakan kapal-kapal industri penangkapan ikan yang memiliki daerah
penangkapan ikan hingga mencapai perairan Samudera Hindia meliputi perairan
Barat Sumatera dan perairan Selatan Jawa dan hasil tangkapan yang diperoleh
dipasarkan untuk tujuan ekspor.
Perkembangan armada penangkapan di PPS Nizam Zachman tahun 2000-
2004 secara rinci dapat dilihat pada Tabel 10 berikut ini :
72
Tabel 10 Frekuensi kapal masuk di PPS Nizam Zachman Tahun 2000-2004
Frekuensi Kapal Masuk (kali)
Pertum buhan
(%)
Tahun
< 20 20-30 30-50 50-100 100-200 >200 Jumlah
2000 1.331 1.579 742 1.292 1.493 143 6.580 - 2001 1.190 1.367 700 1.376 2.034 133 6.800 3,34 2002 919 1.493 403 1.067 1.955 113 5.950 -12,5 2003 779 1.489 238 753 1.466 131 4.856 -18,39 2004 628 1.394 214 863 1.430 107 4.636 -4,53
4.847 7.322 2.297 5.351 8.378 627 Jumlah 28.822
% 16,8 25,4 8,0 18,6 29,1 2,2 Sumber : Laporan Tahunan UPT PPS Nizam Zachman Tahun 2004
Dari tabel di atas menunjukkan pada tahun 2000 jumlah kapal yang masuk
6.580 kali, jumlah ini meningkat sebesar 3,34 % pada tahun 2001 menjadi 6.800
kali. Tahun 2002 jumlah kapal yang masuk turun -12,5 % atau menjadi 5.950 kali,
tahun 2003 kembali turun -18,39 % menjadi 4.856 kali dan tahun 2004 turun lagi -
4,53 % menjadi 4.636 kali.
Pada tabel persentase terlihat, armada penangkapan ukuran > 30 GT
berjumlah 16.653 kali atau 57,8 % dari total tiap ukuran kapal. Armada
penangkapan ini merupakan kapal-kapal industri penangkapan ikan yang memiliki
daerah penangkapan ikan hingga mencapai perairan Samudera Hindia dan hasil
tangkapan yang diperoleh dipasarkan untuk tujuan ekspor. Armada yang besar
tersebut menyimpan potensi yang besar apabila dapat dijalankan secara optimal,
sehingga kontribusi sektor perikanan terhadap perekonomian nasional dapat
ditingkatkan. Armada penangkapan ukuran < 30 GT berjumlah 12.169 kali atau
42,2 %, merupakan kapal-kapal tradisional dengan daerah penangkapan berada di
perairan Laut Jawa dan hasil tangkapan yang diperoleh dipasarkan untuk tujuan
lokal.
73
Gambar 13 Perkembangan jumlah kapal masuk di PPS Nizam Zachman Tahun 2000-2004
Dari persamaan linear pada Gambar 13 tersebut, yaitu y = -583,2x + 1.106
R2 = 0,88 (y=jumlah kapal masuk, x=periode/tahun, dan R2= koefisien
determinasi) menunjukkan setiap tahun bahwa terjadi penurunan jumlah kapal
masuk di PPS Nizam Zachman sebesar 583 kali. Penurunan ini disebabkan oleh
beberapa hal antara lain 1) kapal-kapal tersebut berpindah ke pelabuhan lain
(misalnya ke Muara Angke) dan 2) banyaknya kapal yang mengalami kerusakan
sehingga tidak bisa melaut, hal ini dapat ditunjukkan dari jumlah kapal yang
menjalani perbaikan meningkat dari tahun ke tahun.
Tabel 11 Frekuensi kapal keluar di PPS Nizam Zachman Tahun 2000-2004
Frekuensi Kapal Keluar (kali)
Pertum buhan
(%)
Tahun
< 20 20-30 30-50 50-100 100-200 >200 Jumlah
2000 1.325 1.531 747 1.295 1.461 144 6.503 - 2001 1.202 1.376 691 1.358 1.993 132 6.752 3,82 2002 918 1.460 385 1.051 1.968 113 5.895 -12,69 2003 735 1.488 222 760 1.493 128 4.826 -18,13 2004 602 1.301 214 819 1.358 93 4.387 -9,09
Sumber : UPT PPS Nizam Zachman Tahun 2004
y = -583,2x + 1E+06
R2 = 0,8787
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
2000 2001 2002 2003 2004
Tahun
Kap
al
Masu
k (
kali
)
Kapal Masuk Linear (Kapal Masuk)
74
Dari Tabel 11 di atas menunjukkan tahun 2000 jumlah kapal yang keluar
6.503 kali, jumlah ini meningkat sebesar 3,82 % pada tahun 2001 menjadi 6.752
kali. Tahun 2002 jumlah ini turun -12,69 % atau menjadi 5.895 kali, tahun 2003
kembali turun -18,13 % menjadi 4.826 kali dan tahun 2004 kembali turun -9,09 %
menjadi 4.387 kali.
Gambar 14 Perkembangan jumlah kapal keluar di PPS Nizam Zachman Tahun
2000 – 2004 Dari persamaan linear pada Gambar 14 tersebut, yaitu y = -615,8x + 1.106
R2 = 0,89 (y=jumlah kapal keluar, x=periode/tahun, dan R2= koefisien
determinasi) menunjukkan setiap tahun bahwa terjadi penurunan jumlah kapal
keluar di PPS Nizam Zachman sebesar 615 kali. Penurunan ini disebabkan oleh
beberapa hal antara lain banyaknya armada yang tidak operasi lagi karena
umurnya sudah tua sedangkan kemampuan peremajaan armada baru sangat
terbatas.
4.9.3 Perbekalan
Aktivitas yang disiapkan sebelum melakukan operasi penangkapan ikan
adalah mempersiapkan perbekalan yang akan dibawa. Perbekalan yang dibawa
y = -615,8x + 1E+06
R2 = 0,8873
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
2000 2001 2002 2003 2004Tahun
Kap
al
Kel
uar
(Kali
)
Kapal Keluar Linear (Kapal Keluar)
75
meliputi es, solar, air bersih, umpan dan bahan makanan bagi anak buah kapal
(ABK). Secara rinci perbekalan kapal perikanan di PPS Nizam Zachman, dapat
dilihat pada Tabel 12.
(1) Es
Es merupakan salah satu perbekalan kapal yang berfungsi untuk
mengawetkan ikan dengan cara menurunkan suhu ikan, sehingga pada
akhirnya penurunan mutu ikan dapat dihambat. Bentuk penggunaan es pada
kapal industri penangkapan adalah es curah agar lebih memudahkan
penanganan saat di palka serta pendinginan yang dilakukan terhadap ikan
lebih merata.
Kebutuhan perbekalan es di PPS Nizam Zachman disediakan oleh Perum
PPS. Es dari Perum PPS tidak dijual langsung ke armada penangkapan ikan
tetapi dijual melalui agen-agen yang berjumlah 10 (sepuluh), dari agen-agen
tersebut armada penangkapan ikan mendapat pasokan es.
Untuk memasok kebutuhan es dalam operasi penangkapan ikan, Perum PPS
mengoperasikan/mengelola 2 unit pabrik es dengan kapasitas 150 ton/hari
dan pabrik es yang dikelola pihak swasta yaitu PT. Safritindo Dwi Santoso
yang mempunyai kapasitas 240 ton/hari. Menurut keterangan dari pihak
pelabuhan, permintaaan es rata-rata sebesar 9.000-10.000 es balok/hari yang
dihasilkan Perum PPS sebanyak 3.000 es balok/hari, sedangkan PT.
Safritindo Dwi Santoso menghasilkan 4.000 es balok/hari.
Untuk mencukupi kebutuhan es tersebut biasanya mengambil dari luar
pelabuhan walaupun es dari luar baru boleh masuk ketika es dari Perum PPS
sudah terjual semua. Pabrik es yang berada di luar kawasan pelabuhan yaitu
76
PT. Kaharaja, PT. Pamada, PT. UFO Crane, PT. Puga Utama, PT. Eslar
Utama, PT. Wirontono dan PT. Rawesja menghasilkan 23.000-26.000 es
balok/hari.
(2) Solar
Solar merupakan salah satu perbekalan penting dalam melakukan operasi
penangkapan ikan yang dibawa saat melaut, diperlukan sebagai bahan bakar
mesin diesel yang merupakan mesin utama bagi armada penangkapan ikan.
Kebutuhan solar armada penangkapan ikan di kawasan PPS Nizam Zachman
disuplai oleh 2 (dua) Stasiun Pengisi Bahan Bakar (SPBB), yaitu PT. Tri
Harun dan PT. Fajarida.
Aktivitas yang dilakukan bagi industri penangkapan ikan untuk memperoleh
solar di PPS Nizam Zachman adalah mendapatkan Buku Langganan
Bungker (BLB), buku tersebut akan diberi nomor sebagai pelanggan.
Aktivitas selanjutnya adalah mendapatkan izin pengisian solar dari UPT PPS
Nizam Zachman dan Syahbandar, setelah mendapat izin kapal baru bisa
mengisi solar di SPBB sesuai dengan jumlah liter yang telah disetujui.
Kapal-kapal industri penangkapan ikan harus mengantri dulu sebelum
mendapatkan solar karena banyaknya kapal yang melakukan aktivitas
mengisi perbekalan solar. Bagi armada industri penangkapan ikan yang
membutuhkan solar > 75 ton dapat membeli dari SPBB Pertamina Tanjung
Priok. Adanya pembatasan pembelian solar di PPS Nizam Zachman sebesar
maksimum 75 ton untuk setiap pembelian, karena terbatasnya suplai solar
serta untuk mencegah penjualan solar ke pihak-pihak tertentu dengan harga
murah.
77
(3) Air Bersih
Suplai air bersih untuk kapal perikanan di PPS Nizam Zachman dapat
diperoleh dari air PAM dan air truk tangki. Air PAM dikelola oleh Perum
PPS, sedangkan air truk tangki berasal dari luar PPS Nizam Zachman, yaitu
dari PT. Soraya yang terletak tidak jauh dari kawasan PPS Nizam Zachman.
(4) Umpan
Umpan merupakan perbekalan yang dibawa oleh kapal long line sebagai
umpan pancing bagi ikan tuna. Ada dua jenis umpan yaitu umpan hidup dan
umpan beku. Umpan hidup yang digunakan biasanya ikan bandeng
sedangkan umpan beku adalah ikan layang.
Tabel 12 Penyerapan perbekalan kapal perikanan di PPS Nizam Zachman Tahun 2000-2004
Jenis Perbekalan (Ton)
Tahun Es BBM Solar
Air Bersih
Umpan Hidup
Garam Minyak Tanah
Jumlah
Pertum
buhan
(%)
2000 209.034,7 144.440,2 478.669,5 6.362,2 801,3 968,7 840.276,6 - 2001 199.464,3 144.835,4 506.508,0 7.480,2 665,9 934,4 859.888,2 2,33 2002 177.657,9 141.037,9 477.735,0 6.033,1 636,6 1.031,4 804.131,9 -6,48 2003 104.887,9 124.767,6 450.694,0 3.196,4 541,9 894,1 684.981,9 -14,82 2004 97.582 123.440,0 483.780,0 4.602,2 900,0 616,0 710.920,2 3,79
Sumber : UPT PPS Nizam Zachman, 2004
Dari Tabel 12 di atas menunjukkan tahun 2000 penyerapan perbekalan
kapal perikanan sebesar 840.276,6 ton, jumlah ini meningkat sebesar 2,33 % pada
tahun 2001 menjadi 859.888,2 ton. Tahun 2002 jumlah ini turun -6,48 % atau
menjadi 804.131,9 ton, tahun 2003 kembali turun -14,82 % menjadi 684.981,9 ton
dan tahun 2004 naik 3,39 % menjadi 710.920,2 ton.
78
Gambar 15 Perkembangan penyerapan perbekalan kapal perikanan di PPS Nizam Zachman Tahun 2000-2004
Dari persamaan linear pada Gambar 15 tersebut, dihasilkan y = -43362x +
9.107 R2 = 0,77 (y=jumlah penyerapan perbekalan, x=periode/tahun, dan R2=
koefisien determinasi) menunjukkan setiap tahun bahwa terjadi penurunan jumlah
penyerapan perbekalan di PPS Nizam Zachman sebesar 43.362 ton. Penurunan ini
disebabkan oleh beberapa hal antara lain menurunnya setiap tahun aktivitas
armada penangkapan yang melaut.
4.9.4 Pendaratan, distribusi dan pemasaran ikan
Aktivitas pendaratan hasil tangkapan meliputi pembongkaran ikan dari
palka sampai ikan diangkut ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Kapal tradisional
mendaratkan hasil tangkapannya di TPI sedangkan untuk kapal longline
mendaratkan hasil tangkapannya di Tuna Landing Center (TLC). TLC yang
berada di dermaga timur sengaja dikhususkan untuk mendaratkan hasil tangkapan
kapal longline.
y = -43362x + 9E+07
R2 = 0,7707
200000
400000
600000
800000
1000000
2000 2001 2002 2003 2004
Tahun
Ton
Penyerapan Perbekalan Linear (Penyerapan Perbekalan)
79
Bagi kapal longline, sebelum dilakukan pendaratan hasil tangkapan maka
diadakan persiapan terlebih dahulu. Aktivitas persiapan yang dilakukan adalah
dengan melakukan pemasangan alat peluncur yang berfungsi memindahkan ikan
dari kapal longline ke unit-unit penanganan sekaligus berfungsi untuk melindungi
ikan tuna dari sinar matahari secara langsung. Aktivitas pembongkaran ikan tuna
dimulai dengan mendaratnya kapal di dermaga timur, sebelum dilakukan
pembongkaran ikan maka es yang digunakan untuk mendinginkan ikan terlebih
dahulu dibuang dari dalam palka. Aktivitas dilanjutkan dengan mengeluarkan ikan
dengan menggunakan bantuan katrol, yaitu dengan cara mengikat ekor ikan
dengan tali yang kemudian ditarik menggunakan bantuan katrol dari dalam palka
sampai ke atas deck. Sesampainya di atas deck, ikan diletakkan pada alat peluncur
selanjutnya didorong meluncur menuju kedalam unit penanganan tuna untuk
dilakukan penanganan lebih lanjut.
Bagi kapal gillnet aktivitas pendaratan ikan berlangsung di dermaga barat
dekat dengan TPI. Pembongkaran ikan dilakukan dengan menggunakan bantuan
tris. Tris atau basket atau keranjang ikan adalah wadah berbentuk kotak terbuat
dari plastik dengan kapasitas 70 kg ikan. Ikan dari dalam palka dimasukkan ke
dalam tris, kemudian diangkat ke atas deck dengan menggunakan bantuan tali.
Ikan yang telah berada di deck lalu disortir sesuai dengan jenis, ukuran dan
mutunya dan ditempatkan pada tris yang berbeda-beda, tujuannya adalah untuk
memudahkan saat pelelangan dilakukan. Pemindahan tris dari kapal ke TPI
menggunakan lori. Pemindahan ini dilakukan di ruangan terbuka sehingga sinar
matahari mengenai langsung ikan. Tidak adanya pemberian es pada ikan semakin
menurunkan mutu ikan tersebut. Proses pembongkaran ini berlangsung selama
80
dua sampai tiga jam, tergantung banyaknya hasil tangkapan yang didaratkan.
Mekanisme pemasaran ikan di PPS Nizam Zachman Jakarta adalah
sebagai berikut : ikan yang masuk ke PPS Nizam Zachman yang berasal dari laut
khususnya kelompok ikan tuna (tuna, meka, marlin, yellow fin, big eye) di proses,
sebagian ke industri pengolahan ikan dan di ekspor langsung ke negara Jepang,
Singapura, Belanda, Inggris dan Amerika Serikat sedangkan sebagian lagi dibawa
ke pelelangan untuk dilelang. Ikan-ikan non tuna (tradisional) setelah didaratkan
dari kapal, kemudian masuk ke TPI untuk di lelang. Sete1ah diadakan transaksi
le1ang dan terjadi kesepakatan harga, ikan dibawa ke pasar baik pasar lokal
maupun ekspor.
Mekanisme pemasaran dan distribusi ikan di PPS Nizam Zachman, dapat
dilihat pada Lampiran 1.
Pelelangan yang ada di PPS Nizam Zachman diselenggarakan oleh
Koperasi Mina Muara Makmur selaku pihak yang ditunjuk oleh Dinas
Peternakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI Jakarta. Aktivitas yang
dilakukan sebelum pelelangan adalah penimbangan ikan, kemudian tris yang telah
ditimbang tersebut dikelompokkan berdasarkan kapal yang mendaratkan.
Pelelangan yang ada di TPI PPS Nizam Zachman dinamakan “opow” karena
pembeli lelang dan penjual lelang adalah orang yang sama yaitu pemilik kapal,
walaupun demikian aktivitas lelang tetap diadakan karena merupakan patokan
nilai retribusi yang harus dibayar ke pemerintah daerah sebesar dari total nilai
lelang. Sesuai dengan Perda DKI Jakarta, retribusi lelang sebesar 5 %, dimana 3
% dikenakan kepada pemegang lelang dan sisanya dikenakan kepada produsen
ikan.
81
Hasil tangkapan yang didaratkan di TLC tidak diadakan pelelangan. Ikan
yang didaratkan akan langsung masuk ke unit-unit penanganan tuna setelah
aktivitas pembongkaran dilakukan. Namun, data pendaratan ikan masih dapat
dicatat karena pihak perusahaan akan memberikan laporannya sehingga retribusi
sebesar 5 % tetap bisa ditarik. Tidak adanya mekanisme kontrol dari pihak PPS
Nizam Zachman, membuat keakuratan data yang diberikan oleh perusahaan
diragukan karena kemungkinan adanya kepentingan-kepentingan tertentu dari
perusahaan tersebut. Mekanisme masuk/keluarnya komoditi perikanan dapat
dilihat pada Lampiran 2 dan 3.
(1) Pasar lokal
Ikan yang berasal dari pelelangan tersebut di atas serta ikan yang berasal dari
beberapa daerah penghasil utama perikanan diangkut lewat darat/truk
dipasarkan melalui Pusat Pemasaran Ikan (PPI) pada malam hari sekitar
pukul 20.00-02.00 WlB, kemudian didistribusikan ke daerah-daerah di
sekitar Jabotabek seperti Bekasi, Depok, Tangerang, bahkan sampai ke
Sukabumi dan Cilegon.
(2) Pasar ekspor
Kegiatan ekspor hasil perikanan dilakukan bentuk segar maupun beku yang
terdiri dari ekspor segar meliputi jenis tuna, bawal, udang, tenggiri, meka
dan jenis ikan lainnya dilakukan melalui Bandara Sukarno Hatta
(Cengkareng) dengan menggunakan jasa cargo, serta ekspor beku yang
terdiri dari jenis ikan tuna, kakap, kerapu, meka, marlin, lobster, udang dan
jenis ikan lainnya dilakukan melalui pelabuhan umum Tanjung Priok dengan
menggunakan Kontainer. Ekspor ikan dalam keadaan beku juga dilakukan
82
melalui transhipment (ship to ship) dengan ukuran kapal pengangkut sampai
dengan 2.500 GT.
Adapun mekanisme pelayanan ekspor dapat dilihat pada Lampiran 4.
Volume ekspor tahun 2004 sebesar 26.740,24 ton terdiri dari ekspor segar
sebesar 10.218, 29 ton dan ekspor beku sebesar 15.521,95 ton. Nilai ekspor
ikan segar sebesar US$ 111.067.332 dan nilai ekspor ikan beku sebesar US$
129.870.845 sehingga total nilai ekspor sebesar US$ 240.936.177. Negara
tujuan ekspor seperti Asia, Amerika dan Eropa. Lebih rinci ekspor ikan dapat
dilihat dalam Tabel 13 berikut :
Tabel 13 Volume ekspor hasil perikanan di PPS Nizam Zachman Tahun 2000- 2004
Ton
Ekspor Tuna Ekspor Udang Ekspor Lainnya Tahun Segar Beku Segar Beku Segar Beku 2000 8.273 5.475 1.945 4.210 4.702 8.722 2001 7.519 6.368 963 2.943 2.290 3.937 2002 9.532 4.744 1.762 4.456 559 1.602 2003 6.212 8.099 327 2.142 1.245 6.608 2004 8.935 8.164 146 1.804 1.137 6.554
40.471 32.850 5.143 15.555 9.933 27.423 73.321 20.698 37.356
Jumlah
131.375 % 55,81 15,76 28,43
Sumber : UPT PPS Nizam Zachman Tahun 2004 Jumlah ekspor yang dilakukan PPS Nizam Zachman selama kurun waktu 5
tahun terakhir sangat berfluktuasi baik dari komoditi tuna, udang atau komoditi
lainnya. Berdasarkan persentase komoditi ekspor, lebih banyak pada komoditi
ekspor tuna sebesar 55,81 %, disusul ekspor lainnya sebesar 28,43 % dan terakhir
ekspor udang sebesar 15,76 %.
Dari komoditi ekspor tuna, sebesar 55,2 % produk segar dan 44,8 produk
beku. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain produk segar
83
mempunyai nilai yang lebih tinggi di pasar internasional karena memiliki mutu
yang lebih baik dibandingkan dengan produk beku.
Gambar 16 Perkembangan volume ekspor hasil perikanan di PPS Nizam Zachman Tahun 2000-2004
Dari persamaan linear pada Gambar 16 tersebut, yaitu y = -1256,1x +
3.106 R2 = 0,22 (y=jumlah penyerapan perbekalan, x=periode/tahun, dan R2=
koefisien determinasi) menunjukkan setiap tahun bahwa terjadi penurunan volume
ekspor hasil perikanan di PPS Nizam Zachman sebesar 1.256,1 ton. Penurunan ini
disebabkan oleh beberapa hal antara lain pengurangan jumlah permintaan dan
juga melemahnya nilai mata uang rupiah terhadap dolar.
Tabel 14 berikut ini menyajikan volume dan nilai ekspor hasil perikanan
di PPS Nizam Zachman dalam kurun waktu tahun 2000-2004.
y = -1256,1x + 3E+06
R2 = 0,2227
10000
20000
30000
40000
2000 2001 2002 2003 2004
Tahun
Ton
Volume Ekspor Linear (Volume Ekspor)
84
Tabel 14 Volume dan nilai ekspor hasil perikanan di PPS Nizam Zachman Tahun 2000-2004
Ikan Segar Ikan Beku Jumlah Tahun Ton US$ Ton US$ Ton US$ 2000 14.920 89.338.034 18.407 91.684.372 33.327 181.022.406 2001 10.772 86.466.347 13.248 69.289.562 24.020 155.755.909 2002 11.853 91.387.316 10.802 50.033.299 22.655 141.420.615 2003 7.784 63.337.249 16.849 76.334.601 24.633 139.671.850 2004 10.218 111.067.332 16.522 129.870.845 26.740 240.938.177
Sumber : UPT PPS Nizam Zachman Tahun 2004
Data tersebut memperlihatkan bahwa dari tahun 2000-2004 industri
perikanan di PPS Nizam Zachman mengekspor ikan dalam bentuk segar sebesar
55.547 ton sedangkan untuk ekspor dalam bentuk beku sebesar 75.828 ton sehingga
total jumlah produk perikanan yang diekspor dari tahun 2000-2004 sebesar 131.375
ton. Rata-rata produksi per tahun untuk ekspor produk segar sebesar 11.109 ton,
jumlah ini lebih kecil bila dibandingkan dengan rata-rata ekspor produk beku
sebesar 15.166 ton ikan per tahun. Hal ini merupakan salah satu indikasi bahwa
permintaan terhadap produk ikan beku semakin meningkat, berarti industri
pengolahan ikan harus meningkatkan aktivitasnya untuk memenuhi permintaan
produk ikan beku tersebut.
85
Gambar 17 Perkembangan nilai ekspor hasil perikanan di PPS Nizam Zachman Tahun 2000-2004
Gambar 17 di atas memperlihatkan bahwa total nilai produksi untuk produk
segar dari tahun 2000 s.d 2004 sebesar US$ 441.596.278 nilai ini lebih besar
apabila dibandingkan dengan nilai produk beku yang hanya US$ 417.212.679. Nilai
produksi rata-rata untuk produk ikan segar per tonnya US$ 88.319.256, sedangkan
nilai rata-rata produk ikan beku per tonnya hanya US$ 83.442.536. Produk segar
mempunyai nilai yang lebih tinggi di pasar internasional karena memiliki mutu
yang lebih baik dibandingkan dengan produk beku.
Secara umum operasional pelabuhan PPS Nizam Zachman saat ini adalah
cukup optimal, walaupun masih terdapat beberapa kekurangan yang nantinya akan
mempengaruhi kinerja operasional pelabuhan. Kekurangan/permasalahan tersebut
antara lain :
25000000
50000000
75000000
100000000
125000000
150000000
2000 2001 2002 2003 2004
Tahun
US $
Nilai Ekspor Segar Nilai Ekspor Beku
86
(1) Mutu ikan; berkurangnya mutu ikan mulai disebabkan karena proses
penangkapan, penanganan ikan diatas kapal hingga pada saat kapal bongkar.
Penggunaan alat tangkap yang tidak merujuk pada code of conduct responsible
fisheries menyebabkan ikan yang ditangkap mengalami kerusakan fisik dan
banyak ikan yang ditangkap dengan ukuran yang tak layak tangkap. Proses
penanganan hasil tangkapan di kapal yang belum profesional sangat berpotensi
merusak mutu hasil tangkapan, hal ini dimungkinkan pemberian es dan proses
pembekuan dilakukan setelah melewati fase igormortis. Mutu ikan juga akan
berkurang disaat kapal bongkar, banyak jenis ikan yang bongkar di PPS
Nizam Zachman ditangani dengan tidak efektif dan efisien. Industri perikanan
terutama yang berskala kecil, dapat menderita kerugian ekonomis sangat besar
akibat rendahnya harga, kemunduran mutu ikan. Hal yang sama dapat dialami
pula oleh ekonomi nasional akibat kehilangan pasar di luar negeri. Secara
nyata, permintaan konsumen terhadap mutu ikan yang baik berkembang cepat.
Negara-negara pengimpor sangat menghendaki kondisi tempat pendaratan
ikan yang bersih dan higienis, sebagai suatu persyarat yang telah mereka
tetapkan guna memenuhi standar mutu yang tinggi terhadap produk hasil
perikanan.
(2) Ketertiban dan keamanan; karena jumlah personil keamanan dan ketertiban
tidak dapat menjangkau seluruh wilayah pelabuhan atau dengan kata lain
jumlah personil keamanan dan ketertiban tidak proposional dengan luas
wilayah PPS Nizam Zachman yaitu 100 Ha ditangani hanya 22 personil.
(3) Lingkungan/Sampah; masih banyaknya limbah cair dan padat dari proses
kegiatan di pelabuhan dan tidak lancarnya saluran mengakibatkan bau yang
87
tidak sedap, selain itu juga karena banyaknya kapal yang memperbaiki di
dermaga maka banyak kayu-kayu yang berserakan di sekitar dermaga. Pada
bulan-bulan mendekati bulan puasa, volume sampah meningkat sampai 40 m3
per hari, dengan jenis sampah organik yaitu daun. Semua limbah ini, jika tidak
ditangani secara tepat akan menimbulkan kontaminasi terhadap produksi ikan
serta mengakibatkan degradasi lingkungan pelabuhan sebagai akibat polusi.
Biaya memperbaiki segenap permasalahn ini begitu mahalnya, setelah
semuanya terjadi. Pencucian ikan menggunakan air kolam pelabuhan yang
kotor dan cara penanganannya dengan kondisi sanitasi yang rendah,
merupakan faktor yang menyebabkan cepatnya terjadi pembusukan ikan serta
resiko membahayakan kesehatan, karena baik ikan maupun air sudah
terkontaminasi.
(4) Dermaga, banyak dijumpai kapal ikan yang ingin merapat di dermaga, tidak
bisa bersandar sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan karena adanya kapal
ikan yang rusak dan selalu bersandar di dermaga, bahkan ada yang merapat
sampai lama sekali dan hal ini mengganggu untuk merapatnya kapal ikan yang
lain sehingga fungsi dermaga bukan untuk merapatkan kapal tetapi
dipergunakan juga untuk memperbaiki kapal. Nilai fungsi dari dermaga
menjadi turun.
(5) Jalan akses ke PPS Nizam Zachman, kondisi jalan masuk menuju PPS
Nizam Zachman sekarang ini sangat padat dan selalu mengalami kemacetan
karena besarnya volume lalu lintas yang sebagian besar berupa traktor dan
trailer/ kontainer, truk, bis, mobil, bajaj, becak, sepeda, ojek, gerobak dan
88
lainnya. Kapasitas lalu lintas jalan hanya cukup untuk dua jalur jalan (satu
lajur per arah) yang membahayakan para pengendara motor dan pejalan kaki.
Untuk mengatasi permasalah tersebut diatas, upaya yang perlu
dilakukan antara lain :
(1) Dalam penanganan ikan agar dapat diperoleh ikan dengan mutu baik adalah
sosialisasi baik secara langsung maupun tidak langsung metode penangkapan
yang efektif dengan menggunakan alat penangkapan yang ramah lingkungan.
Lembaga/instansi yang mempunyai peran yang sangat besar dalam
penanganan ikan di PPS Nizam Zachman adalah UPT berkoordinasi dengan
Dinas Peternakan, Kelautan dan Perikanan Propinsi DKI Jakarta serta Perum
PPS.
(2) Guna meningkatkan ketertiban dan keamanan, mengusulkan agar personil
Satpam UPT serta personil KP3 ditambah sesuai dengan kebutuhan luas
kawasan 100 Ha.
(3) Sehubungan lahan tempat pembuangan akhir sampah di DKI Jakarta sudah
tidak memungkinkan lagi, maka diusulkan alternatif lain yaitu pembangunan
dan pengadaan mesin pengolah sampah berupa insenerator.
Untuk menangani problema lingkungan, dalam hal ini UPT sama sekali tidak
memiliki kewenangan menyangkut aspek pengelolaan lingkungan. UPT setiap
hari melakukan pembersihan di PPS Nizam Zachman bekerjasama dengan
pihak KUD. Karena ukuran pelabuhan yang demikian luas, diperlukan waktu
berjam-jam untuk membersihkan perairan disekitar dermaga dari kantong-
kantong plastik, sampah dan benda-benda terapung lainnya. Namun demikian,
mereka tidak memiliki cara untuk membuang lapisan minyak serta
89
mengendalikan pencemaran. Maka disarankan UPT berkoordinasi dengan
Perum PPS, Departemen Kesehatan, dan unit kerja dari lembaga/instansi
terkait yang berwenang terhadap masalah kelestarian lingkungan (misal :
Pemerintah Propinsi DKI Jakarta (Bappedalda), Kementerian Negara
Lingkungan Hidup, dll).
(4) Dalam rangka efisiensi penggunaan pelabuhan, sudah seharusnya PPS Nizam
Zachman memperbaiki sistem manajemen untuk standar pelabuhan perikanan
yang baik dan bila perlu standar internasional. Alternatif permasalahan di
dermaga melalui penegakan peraturan pelabuhan untuk menjaga ketertiban
penggunaan sarana dan prasarana pelabuhan sesuai fungsinya. Untuk
mengurangi antrian cukup lama masuk galangan kapal, perlu penambahan
fasilitas galangan kapal/dock melalui dana cost recovery atau bantuan proyek
luar negeri.
(5) Guna melayani semua kegiatan di kawasan pelabuhan dengan permintaan
pelayanan pelabuhan yang terus meningkat, maka diperlukan jalan
penghubung utama yang cukup dari dan menuju ke kawasan pelabuhan serta
jaringan jalan raya yang menghubungkan pelabuhan dengan jalan tol atau
dengan pelabuhan umum utama, dan bila diperlukan menyediakan jalur rel
kereta api untuk memudahkan distribusi ke daerah pedalaman. Alternatif
pelebaran jalan di PPS Nizam Zachman sangat sulit mengingat sisi badan jalan
telah dipenuhi dengan bangunan-bangunan rumah, toko dan lainnya.
Penghancuran bangunan-bangunan di sisi jalan tersebut tidak akan efektif dan
usaha pembebasan tanah atau tukar guling memerlukan prosedur hukum.
Alternatif terbaik adalah membangun jalan layang yang berhubungan dengan
90
pintu keluar jalan tol Mangga Dua/Glodok dan sisi barat jalan menuju Muara
Karang dan Muara Angke, untuk memperlancar arus lalu lintas dan
mengakomodasi laju kendaraan ukuran sedang dan besar di area komplek PPS
Nizam Zachman. Maka disarankan sebagai tindak lanjut pembangunan tahap 4
(1993-2001, telah selesai pada tahun 2002), usulan proyek masa depan di PPS
Nizam Zachman (bantuan pemerintah Jepang).
91
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis Fungsi dan Kewenangan Kelembagaan
Untuk menganalisis fungsi dan kewenangan dari setiap lembaga/instansi di
PPS Nizam Zachman, digunakan matriks keserasian (compatibility matrix) seperti
tercantum pada Tabel 15 berikut :
Tabel 15 Matriks keserasian (compatibility matrix) fungsi dan wewenang antar
lembaga/instansi di PPS Nizam Zachman
Pusat Karantina Ikan (J) K
Dinas DKI Jakarta (I) S/K S
Ditjen PSDKP (H) S - -
Kepolisian (G) S/K S - -
Dep. Keuangan (F) K - - - -
Dep. Kehakiman dan HAM (E) K - - - -
Dep. Kesehatan (D) K - - - - -
Dep. Perhubungan (C) SK - - - - - -
Perum PPS (B) S/K/SK - - - - S - S
UPT PPS (A) S/K/SK SK K K K S/K S S/K K
Lembaga/Instansi A B C D E F G H I J
Keterangan :
S = Sinergi
K = Kontradiksi
SK = Sangat Kontradiksi
Mengacu pada matriks hasil identifikasi fungsi dan kewenangan di atas,
terdapat beberapa kegiatan yang sinergis antara kelembagaan/instansi yang berada
di PPS Nizam Zachman antara lain sebagai berikut :
(1) Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 1082/Kpts/OT.210/10/99,
UPT mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam hal mengatur dan
mengkoordinasikan semua kegiatan dan fasilitas-fasilitas yang bersifat non
komersial yang berada di pelabuhan perikanan. Sedangkan Perum
mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam hal melaksanakan
pengusahaan dan pelayanan jasa dan barang yang menunjang kegiatan
pelabuhan perikanan yang menyangkut pengusahaan sarana bersifat
92
produktif dan ekonomis (fasilitas-fasilitas komersial). Hal ini terlihat sinergi
dalam pengelolaan kolam pelabuhan, pemecah gelombang (breakwater),
Dermaga/Jetty, Gedung Penunjang Kegiatan Nelayan, Tuna Landing center
(TLC), pemasangan reklame, dan keamanan/ketertiban di kawasan PPS
Nizam Zachman.
(2) Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 1082/Kpts/OT.210/10/99,
UPT dan Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI
Jakarta terlihat hubungan sinergi dalam Pengumpulan Data Statistik
Perikanan dan Pembinaan Mutu Hasil Perikanan.
(3) Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 1082/Kpts/OT.210/10/99,
UPT, Perum dan Kepolisian melaksanakan hubungan sinergi dalam
kegiatan keamanan dan ketertiban di kawasan PPS Nizam Zachman.
(4) Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 1082/Kpts/OT.210/10/99,
Perum dan Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI
Jakarta terlihat hubungan sinergi dalam pelaksanaan kegiatan Pemasaran
Ikan (PPI).
Selanjutnya selain terdapat kegiatan yang sinergis antara kelembagaan/
instansi yang berada di PPS Nizam Zachman, terdapat juga beberapa tumpang
tindih dan kontradiksi fungsi dan wewenang antara kelembagaan/instansi yang
berada di PPS Nizam Zachman antara lain sebagai berikut :
(1) Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 1082/Kpts/OT.210/10/99
UPT mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam hal mengatur dan
mengkoordinasikan semua kegiatan dan fasilitas-fasilitas yang bersifat non
komersial yang berada di pelabuhan perikanan.
93
Mengacu pada kebijakan pemerintah tersebut diatas, sampai saat ini seluruh
lembaga/instansi yang ada di PPS Nizam Zachman belum mematuhi
sepenuhnya kebijakan tersebut karena instansi terkait dimaksud secara
organisatoris lebih bertanggung jawab kepada instansi vertikal di atasnya
(Pimpinannya).
Disimpulkan terdapat hubungan tidak sinergi/kontradiksi antara UPT dengan
8 (delapan) instansi terkait yang terlibat di dalam pengelolaan PPS Nizam
Zachman.
(2) Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 1082/Kpts/OT.210/10/99
UPT bertanggungjawab melaksanakan konstruksi dan pemeliharaan
quaywall dan dermaga, sedangkan Perum juga berwenang melakukan
konstruksi dan pemeliharaan dermaga berdasarkan Keputusan Menteri
Pertanian No. 1082/Kpts/ OT.210/10/99 dan Peraturan Pemerintah No. 23
Tahun 2000. Hal ini mengakibatkan terjadinya tumpang tindih fungsi dan
wewenang antara UPT dan Perum.
Mengacu pada kebijakan pemerintah tersebut diatas, kondisi saat ini UPT
telah melaksanakan konstruksi dan pemeliharaan dermaga dan quaywall
dengan anggaran proyek DKP, sedangkan Perum sejauh ini tidak
melaksanakan sesuatu pekerjaan konstruksi dan pemeliharaan dermaga dan
mooring quays. Hal ini mengakibatkan terjadinya hubungan yang sangat
kontradiksi antara UPT dan Perum.
(3) UPT menegaskan bahwa tambat labuh adalah kegiatan non komersial,
sehingga pemungutan biayanya dilakukan UPT, sedangkan Perum
menganggap tambat labuh sebagai kegiatan komersial sehingga mereka
94
berhak memungut biayanya. Hal ini mengakibatkan terjadinya tumpang
tindih fungsi dan wewenang antara UPT dan Perum.
UPT tidak melakukan pengumpulan biaya tambat labuh, bila Perum sudah
beroperasi di pelabuhan perikanan ybs. Sedangkan berdasarkan PP No. 23
tahun 2000 Perum berhak mengumpulkan biaya docking, namun tidak
menetapkan Perum berhak mengumpulkan biaya tambat labuh, sekalipun
berwenang mengoperasikan dermaga.
Mengacu pada kebijakan pemerintah tersebut diatas, UPT mengumpulkan
biaya tambat labuh dimana Perum tidak beroperasi. Besarnya fee sesuai
ketentuan pemerintah Rp. 1.500/m dan UPT menyetorkan penghasilan ini ke
Kas Negara. Sedangkan Perum mengumpulkan biaya tambat labuh dan
biaya docking di pelabuhan tempatnya beroperasi. Biaya tambat labuh
ditetapkan Perum (di PPS Nizam Zachman sebesar Rp. 12.000/m). Tarif ini
sangat tinggi, sehingga nelayan meminta diturunkan. Hal ini mengakibatkan
terjadinya hubungan yang sangat kontradiksi antara UPT dan Perum.
(4) Dermaga tambat dan dermaga bongkar dimiliki oleh UPT, namun Perum
mengoperasikannya dan memperoleh penghasilan. Perum tidak menyetorkan
penghasilan ini kepada UPT. Hal ini mengakibatkan terjadinya tumpang
tindih fungsi dan wewenang antara UPT dan Perum.
Kondisi saat ini Perum menyewakan sarana pelabuhan kepada perusahaan
swasta dan memungut sewanya. Hal ini mengakibatkan terjadinya hubungan
yang sangat kontradiksi antara UPT dan Perum.
(5) Pengendalian, manuver serta pemanduan kapal menuju dermaga bongkar
dan dermaga tambat, seharusnya adalah pelayanan publik yang diberikan
95
UPT. Penegakan peraturan merupakan tugas pemerintah. Dalam
kenyataannya, tugas ini dilakukan oleh Perum sekaligus memungut biaya
pelayanannya. Hal ini mengakibatkan terjadinya tumpang tindih fungsi dan
wewenang antara UPT dan Perum.
UPTmemandang segenap sarana dasar (penahan gelombang, dermaga
bongkar, dermaga labuh) harus dikontrol dan dikelola UPT. Pengendalian
dan pemanduan kapal menuju dermaga bongkar dan dermaga tambat
merupakan tugas terpenting UPT. Pungutan jasa dengan tarif yang wajar,
dilakukan UPT berdasarkan Peraturan Pemerintah. Dalam kenyataannya,
Perum melakukan tugas tersebut sementara tarif yang dikenakan dirasakan
pemilik kapal sangat tinggi. Hal ini mengakibatkan terjadinya hubungan
yang sangat kontradiksi antara UPT dan Perum.
(6) UPT memiliki kewenangan hukum menerbitkan clearance keluar masuk
kapal (STBLKK), sedangkan Departemen Perhubungan juga memiliki
mandat menerbitkan ijin berlayar bagi kapal-kapal yang meninggalkan
pelabuhan berdasarkan SK Menhub No. KM 62 Tahun 2002. Hal ini
mengakibatkan terjadinya tumpang tindih fungsi dan wewenang antara UPT
dan Perum.
Menteri Pertanian menghendaki penyederhanaan proses dengan hanya
menerbitkan satu ijin yakni STBLKK oleh UPT. Pada tahun 1996 Dephub
menyetujui gagasan tersebut dan menyerahkan kewenangan dan
menerbitkan ijin kepada UPT. Namun ketika pemerintahan berganti, Dephub
merubah kebijaksanaannya dan melanjutkan hak mereka menerbitkan ijin.
Saat ini kedua Menteri menerbitkan ijin yang sama. Mereka tidak memungut
96
fee atas penerbitan ijin tersebut. Namun Dephub menarik fee dari kapal-
kapal yang meninggalkan pelabuhan sebesar Rp. 100/GT terhadap jasa
sarana navigasi. Hal ini mengakibatkan terjadinya hubungan yang sangat
kontradiksi antara UPT dan Perum.
Berdasarkan kondisi tersebut di atas, sehingga hipotesis penelitian yaitu
kapasitas kelembagaan pengelolaan PPS Nizam Zachman belum menunjang suatu
pengelolaan pelabuhan perikanan yang kondusif, dapat diterima.
5.2 Analisis Strategi Kinerja Pelabuhan Perikanan
Analisis strategi kinerja pelabuhan perikanan menggunakan SWOT
(Strength, Weakness, Opportunities dan Threats). Analisis ini didasarkan pada
logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strength) dan peluang
(Opportunities) yang dimiliki, namun secara bersamaan dapat meminimalkan
kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats). Hasil analisis SWOT sebagai
berikut :
5.2.1 Analisis internal
Analisis terhadap faktor internal pelabuhan perikanan meliputi 2 (dua)
komponen yakni komponen kekuatan dan kelemahan.
Kekuatan (Strength)
Faktor-faktor yang dianggap sebagai kekuatan pelabuhan perikanan diantaranya
adalah sebagai berikut :
(1) Tersedianya fasilitas pokok (dasar) meliputi kolam pelabuhan, pemecah
gelombang (break water), dermaga/jetty, turap (revetment) dan tanah
industri perikanan; fasilitas fungsional meliputi TPI, pabrik es, cold storage,
dan ruang processing; dan fasilitas penunjang meliputi antara lain kantor
97
UPT, Perum, pos pelayanan terpadu, Balai Penyuluhan Nelayan, MCK,
sarana peribadatan, dan pos keamanan.
(2) Pelabuhan sebagai pusat aktivitas perekonomian masyarakat.
(3) Letak geografis yang strategis karena berada pada posisi dekat dengan
daerah penangkapan ikan (fishing ground) di laut teritorial atau ZEE.
(4) Dekat pasar domestik dan luar negeri.
(5) Pada saat musim ikan menjadi tempat persinggahan bagi nelayan dari daerah
lain.
(6) Memiliki armada penangkapan ikan yang didominasi oleh kapal motor.
(7) Memiliki areal untuk pengembangan pelabuhan.
Kelemahan (Weakness)
Selain faktor kekuatan yang dimiliki, terdapat faktor yang merupakan kelemahan
pelabuhan perikanan diantaranya adalah sebagai berikut :
(1) Pengetahuan dan kemampuan SDM rendah.
(2) Kuantitas dan kualitas produk masih rendah dan diversifikasi produk belum
beragam.
(3) Dukungan dan koordinasi instansi terkait masih lemah.
(4) Pengelolaan pelabuhan belum didukung peraturan yang memadai
(5) Kurangnya dana operasional dan pemeliharaan fasilitas prasarana pelabuhan.
(6) Informasi pasar belum dikuasai dengan baik karena belum dikembangkannya
teknologi sistem informasi.
(7) Belum berfungsinya kesyahbandaran perikanan.
98
5.2.2 Analisis eksternal
Analisis eksternal dilakukan terhadap komponen dari luar peluang dan
ancaman terhadap kelancaran dan kelangsungan kinerja pelabuhan perikanan.
Peluang (Opportunity)
Faktor-faktor yang dianggap sebagai peluang bagi kelancaran kinerja pelabuhan
perikanan diantaranya adalah sebagai berikut :
(1) Meningkatnya konsumsi ikan.
(2) Peningkatan devisa berkaitan dengan ekspor dari produk perikanan
(3) Peningkatan pendapatan pelabuhan (PNBP) dan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) melalui pelayanan jasa di pelabuhan.
(4) Permintaan komoditi perikanan di pasar domestik dan luar negeri
meningkat.
(5) Pembangunan sarana dan prasarana di pelabuhan menambah peluang usaha.
(6) Kemudahan mendapatkan bantuan kredit dari perbankan.
(7) Kemajuan teknologi penginderaan jarak jauh (Remote sensing) dan citra
satelit serta informasi internet.
(8) Bertambahnya minat investor terhadap sektor perikanan.
Ancaman (Threat)
Selain faktor peluang yang dimiliki, terdapat faktor yang dianggap ancaman bagi
kinerja pelabuhan perikanan diantaranya adalah sebagai berikut :
(1) Berkembangnya pesaing yang dapat menyediakan sarana prasarana sejenis.
(2) Meningkatnya degradasi sumberdaya pesisir dan lautan.
(3) Intensitas pencurian ikan tinggi.
(4) Penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan
99
(5) Menurunnya stock ikan di perairan.
(6) Duplikasi peraturan dan beragamnya jenis pungutan perikanan.
(7) Persaingan pasar domestik dan dunia terhadap komoditi perikanan
meningkat.
(8) Gangguan kebersihan dan keamanan.
Berdasarkan hasil identifikasi terhadap faktor-faktor kekuatan dan
kelemahan internal serta faktor peluang dan ancaman eksternal terhadap kinerja
PPS Nizam Zachman, diformulasikan strategi pada matriks SWOT berdasarkan
pertimbangan obyek penulis. Strategi tersebut adalah :
(1) Strategi SO. Strategi ini diformulasikan dengan menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan peluang.
(2) Strategi ST. Strategi ini diformulasikan dengan menggunakan kekuatan
untuk mengatasi ancaman.
(3) Strategi WO. Strategi ini diformulasikan dengan meminimalkan kelemahan
untuk memanfaatkan peluang.
(4) Strategi WT. Strategi ini diformulasikan dengan mengendalikan kelemahan
untuk menghindari ancaman.
Secara lengkap strategi pada matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 16
berikut :
100
Tabel 16 Strategi kinerja PPS Nizam Zachman berdasarkan faktor internal dan
eksternal
FAKTOR INTERNAL KEKUATAN (S) KELEMAHAN (W) 1. Pengetahuan dan
kemampuan SDM rendah
2. Dukungan dan koordinasi
instansi terkait masih
lemah
3. Kurangnya dana
operasional &
pemeliharaan fasilitas
prasarana pelabuhan
4. Pengelolaan pelabuhan
belum didukung peraturan
yang memadai
1. Memiliki fasilitas
pelabuhan yang lengkap
2. Berdekatan dengan daerah
penangkapan
3. Dekat pasar domestik dan
luar negeri
4. Pada saat musim ikan
menjadi tempat
persinggahan nelayan
daerah lain
5. Armada penangkapan
didominasi oleh kapal
motor 5. Belum didukung teknologi
sistem informasi yang
memadai
FAKTOR EKSTERNAL
PELUANG (O) STRATEGI SO STRATEGI WO Gunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang
Perbaiki kelemahan untuk
meraih peluang melalui : 1. Meningkatnya konsumsi
ikan
2. Pembangunan sarana &
prasarana di pelabuhan
menambah peluang usaha
3. Kemudahan mendapatkan
bantuan kredit dari
perbankan
4. Kemajuan teknologi
penginderaan jarak jauh dan
citra satelit serta informasi
internet
5. Bertambahnya minat
investor terhadap sektor
perikanan
1. Meningkatkan pelayanan
pelabuhan
2. Pembinaan
kewirausahaan
1. Meningkatkan kualitas
SDM melalui pelatihan dan
studi banding
2. Meningkatkan kerjasama/
koordinasi antar instansi
terkait
ANCAMAN (T) STRATEGI ST STRATEGI WT Gunakan kekuatan untuk
mengatasi ancaman
melalui:
Perbaiki kelemahan untuk
mengatasi ancaman
melalui: 1. Berkembangnya pesaing
yang dapat menyediakan
sarana prasarana sejenis
2. Degradasi sumberdaya
pesisir dan lautan
3. Intensitas pencurian ikan
tinggi
4. Duplikasi peraturan dan
beragamnya jenis pungutan
perikanan
5. Persaingan pasar domestik
dan dunia terhadap komoditi
perikanan
1. Penyempurnaan
pengelolaan pelabuhan
2. Kemudahan berinvestasi
di pelabuhan
1. Meningkatkan sarana dan
prasarana pelabuhan
2. Meningkatkan ketersediaan
modal
101
Berdasarkan faktor-faktor strategis kinerja PPS Nizam Zachman dianalisis
pula matriks SWOT untuk menggambarkan relasi diantara faktor-faktor yang ada.
Hubungan antara faktor-faktor tersebut menghasilkan 8 (delapan) kemungkinan
strategi kinerja yang dikelompokkan dalam 4 strategi utama, yaitu strategi SO,
strategi ST, strategi WO dan strategi WT (Tabel 17).
Tabel 17 Matriks SWOT strategi kinerja PPS Nizam Zachman
No. Strategi Faktor Terkait Jumlah
Bobot
Prioritas
Strategi SO 1. Meningkatkan pelayanan pelabuhan S1, S4, S5, 01, 02, 04 0,432 3
2. Pembinaan kewirausahaan S1, S3, 03, 05 0,276 7
Strategi ST 1. Penyempurnaan pengelolaan
pelabuhan
S1, S2, S3, S4, S5,
01, 02, 03, 04, 05
0,706 1
2. Kemudahan berinvestasi di
pelabuhan
S1, S2, S3, 05 0,290 5
Strategi WO 1. Meningkatkan kualitas SDM melalui
pelatihan dan studi banding
W1, W5, 03 0,206 8
2. Meningkatkan kerjasama/koordinasi
antar instansi terkait
W2,W04, W5, 02,
03, 04
0,418 4
Strategi WT 1. Meningkatkan sarana dan prasarana
pelabuhan
W1, W2, W3, W5,
T1, T2, T3, T5
0,486 2
2. Meningkatkan ketersediaan modal W2, W3, T3, T5 0,281 6
Berdasarkan hasil penilaian bobot masing-masing faktor, dapat dipilah dan
ditentukan secara garis besar strategi yang mempengaruhi kinerja PPS Nizam
Zachman sebagai berikut :
(1) Penyempurnaan pengelolaan pelabuhan
(2) Peningkatan fasilitas pelabuhan
(3) Peningkatan pelayanan pelabuhan
(4) Peningkatan kerjasama/Koordinasi antar instansi terkait
(5) Kemudahan berinvestasi di PPS Nizam Zachman
102
5.3 Analisis Strategi Peningkatan Kapasitas Kelembagaan
Pengolahan data dilakukan setelah kuesioner terkumpul dan diisi oleh 7
(tujuh) orang responden. Ketujuh orang responden yang berpartisipasi adalah :
Direktur Kelembagaan Pemerintah, Direktorat Jenderal Peningkatan Kapasitas
Kelembagaan dan Pemasaran; Kepala UPT PPS Nizam Zachman; Direktur
Pengembangan dan Tata Pelabuhan, Perum Prasarana Pelabuhan Samudera;
Kasubdit Pengawasan Penangkapan Ikan Wilayah Barat, Direktorat Pengawasan
Sumberdaya Ikan, Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan
Perikanan; Kasubdit Tata Operasional Pelabuhan Perikanan, Direktorat Prasarana
Pelabuhan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap; Kepala TPI Muara
Baru, Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI Jakarta, dan Ketua
Asosiasi Tuna (ASTUIN) Wilayah Jakarta.
Grafis Hasil Pengolahan Vertikal AHP Strategi Peningkatan Kapasitas
Kelembagaan PPS Nizam Zachman dapat dilihat pada Gambar 18 berikut ini :
103
Gambar 18 Grafis hasil pengolahan vertikal AHP strategi peningkatan kapasitas kelembagaan PPS Nizam Zachman
104
Berdasarkan hasil AHP didapat informasi sebagai berikut : alternatif
strategi yang dianggap paling sesuai dalam peningkatan kapasitas kelembagaan
PPS Nizam Zachman adalah penyempurnaan pengelolaan pelabuhan. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai prioritas yang paling tinggi 37,31 %. Alternatif
berikutnya adalah peningkatan sarana dan prasarana pelabuhan dengan nilai
prioritas 35,91 %. Urutan prioritas terakhir adalah peningkatan pelayanan
pelabuhan dengan nilai prioritas 26,78 % (Tabel 18).
Tabel 18 Urutan prioritas strategi dalam upaya peningkatan kapasitas kelembagaan
PPS Nizam Zachman
No Alternatif Strategi Vektor Prioritas
(VP)
Prioritas
1 Penyempurnaan pengelolaan
pelabuhan
0.3731 1
2 Peningkatan sarana dan prasarana
pelabuhan
0.3591 2
3 Peningkatan pelayanan
pelabuhan
0.2678 3
Sementara itu faktor penentu yang dianggap paling berperan dalam
menentukan keberhasilan upaya peningkatan kapasitas kelembagaan PPS Nizam
Zachman adalah faktor legalitas hukum. Hal ini ditunjukkan dengan nilai prioritas
yang paling tinggi legalitas hukum 40,64 %. Prioritas berikutnya adalah kinerja
pelabuhan dengan nilai prioritas 34,69 %. Urutan prioritas terakhir adalah
koordinasi dengan nilai prioritas 24,66 % (Tabel 19).
Tabel 19 Urutan prioritas faktor penentu dalam upaya peningkatan kapasitas
kelembagaan PPS Nizam Zachman
No Faktor Penentu Vektor Prioritas
(VP)
Prioritas
1 Legalitas hukum 0.4064 1
2 Kinerja Pelabuhan 0.3469 2
3 Koordinasi 0.2466 3
105
Sasaran utama yang harus diprioritaskan dalam upaya peningkatan
kapasitas kelembagaan PPS Nizam Zachman adalah kerjasama antar instansi
terkait. Hal ini ditunjukkan dengan nilai prioritas yang paling tinggi kerjasama
antar instansi terkait 15,55 %. Prioritas berikutnya adalah kualitas SDM 14,75 %,
peraturan yang berlaku 14,33 %, pengelola pelabuhan 14,32 %, pengaturan fungsi
dan wewenang 11,99 %, tingkat pelayanan pelabuhan 11,15 %, kerjasama dengan
stakeholder 9,12 %. Urutan prioritas terakhir adalah ketersediaan fasilitas
pelabuhan dengan nilai prioritas 8,79 % (Tabel 20).
Tabel 20 Urutan prioritas sasaran utama dalam upaya peningkatan kapasitas
kelembagaan PPS Nizam Zachman
No Sasaran Utama Vektor Prioritas
(VP)
Prioritas
1 Kerjasama antar instansi 15,55 1
2 Kualitas SDM 14,75 2
3 Peraturan yang berlaku 14,33 3
4 Pengelola pelabuhan 14,32 4
5 Pengaturan fungsi dan
wewenang
11,99 5
6 Tingkat pelayanan pelabuhan 11,15 6
7 Kerjasama dengan stakeholder 9,12 7
8 Ketersediaan fasilitas pelabuhan 8,79 8
Dari penilaian para responden, alternatif strategi yang dapat diterapkan
dalam upaya peningkatan kapasitas kelembagaan PPS Nizam Zachman berturut-
turut adalah 1) Penyempurnaan pengelolaan pelabuhan; 2) Peningkatan sarana dan
prasarana pelabuhan; dan 3) Peningkatan pelayanan pelabuhan.
Prioritas pertama adalah penyempurnaan pengelolaan pelabuhan.
Pengelolaan berasal dari kata manajemen yang didefinisikan sebagai proses dari
kegiatan yang menggunakan sumberdaya secara efisien dan efektif guna mencapai
tujuan yang telah ditentukan. Pengelolaan atau manajemen digunakan sejak masa
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating),
106
sampai dengan pengendalian (controlling) berakhirnya suatu kegiatan. Dengan
demikian untuk mencapai keberhasilan pembangunan pelabuhan perikanan tidak
lepas dari kelembagaan pelabuhan itu sendiri yang harus sesuai dengan
persyaratan, maka hendaknya pengelola selain menjual jasa-jasanya juga dapat
memanfaatkan dan memelihara fasilitas-fasilitas yang ada secara efektif dan
efisien dan dapat mengkoordinir semua pelaku-pelaku yang ada di pelabuhan
secara baik yaitu adanya keterkaitan dan keharmonisan hubungan antara pengelola
pelabuhan dengan instansi terkait, pedagang, nelayan, pengolah dan buruh. Selain
itu sebagai dampak menipisnya pembiayaan negara yang dibutuhkan untuk
pengelolaan mendorong diperlukannya pemikiran baru untuk mewujudkan
kelompok pelabuhan yang termasuk dalam klasifikasi prasarana perikanan
tersebut untuk berkembang dari Strategic Management Unit (termasuk klasifikasi
UPT) menjadi Strategic Business Unit (termasuk klasifikasi Perum). Selain itu
kelembagaan ekonomi perlu dikembangkan terutama pemasaran ikan yang
kompetitif di pelabuhan perikanan seperti terjalinnya kemitraan antara nelayan
tradisional dengan perikanan industri untuk menyalurkan hasil tangkapan nelayan.
Pemasaran yang efektif dapat meningkatkan harga ikan yang didaratkan di
pelabuhan perikanan.
Hal-hal yang perlu diterapkan dalam pengelolaan PPS adalah 1) kompetisi,
diperlukannya pranata mekanisme bersaing dalam pengusahaan pelabuhan, 2)
budaya, berkembangnya budaya organisasi pengelola pelabuhan yang transparan
dengan bertumpu pada ketersediaan data informasi serta memiliki akuntabilitas
kinerja, 3) modal, mampu memperluas akses pengusahaan/permodalan dan 4)
107
perusahaan, memiliki indikator kinerja yang berorientasi pada dampak/manfaat
keberadaan pelabuhan.
Prioritas kedua adalah peningkatan sarana dan prasarana pelabuhan. PPS
Nizam Zachman saat ini menghadapi kondisi sebagai berikut 1) banyaknya kapal-
kapal yang melakukan kegiatan floating repair (perbaikan diatas air) di dermaga/
kolam pelabuhan, sehingga daya tampung kolam/dermaga sudah tidak memadai,
2) masih banyaknya pemakai jasa belum disiplin dalam sistem operasional
jaringan Unit Pengolah Limbah (saringan pipa tidak dipasang), 3) tata cara
bongkar muat, labuh dan lelang belum dapat diterapkan dengan baik dan benar, 4)
gangguan stabilitas morfologi pantai (sedimentasi dan abrasi). Berkaitan dengan
hal tersebut, dalam rangka pengembangan pelabuhan PPS Nizam Zachman
diantaranya mendapat bantuan OECF dan Proyek Pengembangan Pelabuhan
Perikanan Samudera Jakarta.
Peningkatan pelayanan pelabuhan menempati prioritas ke tiga. Mengingat
fungsi pelabuhan perikanan menyangkut berbagai aspek serta dalam kenyataannya
akan merupakan lingkungan kerja yang akan melaksanakan pelayanan umum,
maka perlu ada pengaturan secara lengkap baik mengenai kedudukan, fungsi,
pengelolaan, dan penggunaannya maupun tugas-tugas serta kewenangannya
dengan peraturan pemerintah. Terdapat 10 (sepuluh) fungsi PPS Nizam Zachman
perlu dirinci dalam pedoman yang berisi pemahaman sederhana sehingga mudah
dimengerti. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin ketertiban dalam pelaksanaan
operasional pelabuhan. Penekanan adalah pada pelayanan yang disediakan oleh
pelabuhan yaitu 1) pelayanan kedatangan dan keberangkatan kapal, 2) tambat
108
labuh dan pembongkaran ikan, 3) penimbangan, pelelangan dan pengepakan, 4)
pengisian perbekalan, dan 5) perbaikan kapal.
Pelaku penentu yang paling berpengaruh dalam upaya peningkatan
kapasitas kelembagaan PPS Nizam Zachman adalah :
(1) DKP khususnya Ditjen Perikanan Tangkap merupakan lembaga yang
mempunyai peran yang sangat besar/bertanggungjawab dalam peningkatan
kapasitas kelembagaan PPS Nizam Zachman mengingat pelabuhan
merupakan Unit Pelaksana Teknis Ditjen Perikanan Tangkap.
(2) UPT Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman dengan segenap
fungsi melaksanakan pembangunan, pengelolaan dan pemeliharaan
pelabuhan mengingat UPT tersebut berada langsung di bawah pengendalian
dan supervisi Ditjen Perikanan Tangkap.
(3) Perum Prasarana Perikanan Samudera yang berada di bawah Menteri Negara
BUMN bertanggungjawab mengoperasikan semua sarana komersial dan
mempunyai peran dalam menyediakan pelayanan bagi kepentingan umum/
pengguna jasa.
(4) Dinas Peternakan, Kelautan dan Perikanan Propinsi DKI Jakarta sebagai unit
yang ditunjuk sebagai pelaksana pelelangan di PPS Nizam Zachman belum
befungsi sebagaimana mestinya. Pelelangan ikan tuna tidak pernah
dilakukan, sehingga sulit sekali memperoleh gambaran yang jelas tentang
pemasaran/ transaksi ikan tuna di tempat pendaratan. Petugas terpaksa
melakukan metoda sampling untuk pengumpulan datanya.
(5) Instansi terkait di PPS Nizam Zachman adalah dukungan dalam rangka
upaya peningkatan kapasitas kelembagaan PPS Nizam Zachman, antara lain :
109
meningkatkan keterpaduan program di pelabuhan, penyuluhan, bantuan
ketertiban dan keamanan, serta mengkonsentrasikan semua kegiatan perikanan
di pelabuhan.
5.4 Perumusan Program Pembangunan PPS Nizam Zachman
Berdasarkan Rencana Strategis (Renstra) tahun 2005-2009 dan
Perencanaan Kinerja (Renja) Tahun 2005 PPS Nizam Zachman Jakarta, telah
dirumuskan program sebagai berikut :
5.4.1 Program Jangka Pendek (1 tahun)
1) Optimalisasi fasilitas bongkar muat ikan dan pemasaran ikan.
2) Peningkatan usaha penangkapan ikan.
3) Optimalisasi pemanfaatan lahan kawasan industri.
4) Melaksanakan kegiatan kebersihan, ketertiban dan keamanan secara
terpadu.
5) Memfasilitas pengenalan PPS Nizam Zachman dan produk hasil
perikanan kepada masyarakat perikanan.
6) Melaksanakan koordinasi dengan Dinas Perikanan terkait tentang :
i) Mutu hasil perikanan mulai pra penangkapan sampai pasca
penangkapan.
ii) Sanitasi dan higienitas industri perikanan
7) Melaksanakan pengumpulan data di semua sektor kegiatan pelabuhan.
8) Meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM.
9) Meningkatkan sarana/fasilitas penunjang pengumpulan data.
10) Pengembangan sistem sarana pengawasan serta penanggulangan IUU
Fishing.
110
11) Pengembangan SISWASMAS.
12) Penerapan peraturan dan penegakkan hukum.
13) Mengikut sertakan dan memberi kesempatan dalam kursus dan
pelatihan serta melanjutkan pendidikan.
14) Menyusun perencanaan di bidang kepegawaian.
15) Menyelenggarakan administrasi umum
16) Pembangunan dan pengadaan sarana/fasilitas yang mendukung K-3
dan jasa pelabuhan.
17) Rehabilitasi dan perawatan sarana/fasilitas yang mendukung K-3 dan
jasa pelabuhan.
18) Melaksanakan koordinasi dengan bagian/bidang lain dalam
merencanakan peningkatan PNBP dan efisiensi alokasi anggaran.
19) Melaksanakan penyusunan pelaporan.
5.4.2 Program Jangka Menengah (2 - 4 tahun)
1) Meningkatkan dan melengkapi sarana/prasarana baik dasar, fungsional
maupun penunjang untuk mendukung kegiatan operasional pelabuhan.
Sarana/prasarana meliputi zonasi peruntukan lahan dalam rangka
mendukung teknologi pasca panen, mengganti fasilitas yang sudah
usang dengan pembangunan baru, dll.
2) Menentukan wilayah keamanan dan ketertiban yang maksudnya adalah
menentukan daerah-daerah tertutup dan daerah terbuka.
3) Menentukan kriteria daerah tertutup dan daerah terbuka.
4) Membentuk satuan keamanan yang mengamankan/menjaga daerah-
daerah tersebut.
111
5.4.3 Program Jangka Panjang (5 tahun)
1) Program kredit perikanan untuk pengembangan sektor swasta.
2) Program terpadu untuk penyempurnaan pemasaran ikan dan kualitas
ikan.
3) Program terpadu untuk pembentukan jaringan sistem informasi
kelautan dan perikanan.
4) Rencana induk untuk program pengembangan pelabuhan perikanan
skala nasional.
5) Penilaian dan evaluasi terhadap fungsi dan peranan pelabuhan
perikanan.
Dalam rangka mendukung program pembangunan PPS Nizam Zachman
yang telah dirumuskan dalam Renstra dan Renja Pelabuhan, alternatif kegiatan/
kebijakan dalam rangka peningkatan kapasitas kelembagaan PPS Nizam Zachman
antara lain (Tabel 21) :
112
Tabel 21 Matrik alternatif kegiatan/kebijakan dalam rangka peningkatan kapasitas kelembagaan PPS Nizam Zachman
Identifikasi
Permasalahan
Hasil Penelitian Implikasi Kebijakan Penanggung Jawab Manfaat Yang
Diharapkan
Tumpang tindih dan
kontradiksi fungsi dan
wewenang antara
kelembagaan/instansi
Penyempurnaan
pengelola pelabuhan
- Meninjau ulang SK
Mentan No. 1082/
Kpts/OT.210/10/99
tanggal 13 Oktober
1999 tentang tata
hubungan kerja UPT
dengan instansi terkait
dalam pengelolaan
pelabuhan perikanan
- Menetapkan peraturan
pemerintah tentang
tugas pokok dan
fungsi
- Membuat pedoman/
Juklak/Juknis PP
secara rinci
- Penerapan peraturan
dan penegakan hukum
- Peningkatan kapasitas
kelembagaan
pemasaran
- Penertiban
pelaksanaan lelang di
TPI
- Ditjen Perikanan
Tangkap
- Departemen Keuangan
- Ditjen Perhubungan
Laut
- UPT PPS
- Dinas Peternakan,
Kehutanan dan
Peningkatan kinerja
pelabuhan
113
Identifikasi
Permasalahan
Hasil Penelitian Implikasi Kebijakan Penanggung Jawab Manfaat Yang
Diharapkan
- Penertiban dermaga,
tambah labuh, dll
- Penyediaan
perbekalan
Perikanan Prop DKI
Jakarta
- Perum PPS
Pengelolalaan pelabuhan
belum optimal
Peningkatan sarana dan
prasarana pelabuhan
- Peningkatan sarana
perbekalan
- Penyediaan areal
untuk docking
- Peningkatan sarana
penanganan,
pengolahan dan
pemasaran ikan
Ditjen Perikanan
Tangkap
- Peningkatan
pengaturan dan
pemanfaatan fasilitas
pelabuhan
- Peningkatan kualitas
produksi
Belum tercipta pelayanan
prima
Peningkatan pelayanan
pelabuhan
- Efisiensi pelayanan
- Pertemuan secara
periodik dengan
instansi terkait dan
organisasi masyarakat
- Membentuk jaringan
sistem informasi
pelabuhan
- Ditjen Perikanan
Tangkap
- UPT PPS
- Perum PPS
- Peningkatan
pengaturan dan
pemanfaatan fasilitas
pelabuhan
- Peningkatan kualitas
produksi
- Peningkatan
koordinasi dengan
instansi terkait
114
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil identifikasi, pengolahan data dan analisis yang
dilakukan terhadap Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
(1) Secara umum operasional pelabuhan PPS Nizam Zachman saat ini adalah
cukup optimal, walaupun masih terdapat beberapa kekurangan yang
nantinya akan mempengaruhi kinerja operasional pelabuhan. Untuk itu
diperlukan strategi dalam meningkatkan kinerja PPS Nizam Zachman antara
lain 1) penyempurnaan pengelolaan pelabuhan, 2) peningkatan fasilitas
pelabuhan, 3) peningkatan pelayanan pelabuhan, 4) peningkatan kerjasama/
koordinasi antar instansi terkait, dan 5) kemudahan berinvestasi di PPS
Nizam Zachman.
(2) Hasil identifikasi fungsi dan kewenangan kelembagaan di PPS Nizam
Zachman, terdapat beberapa kegiatan yang sinergis/harmonis antara
kelembagaan/instansi yang berada di PPS Nizam Zachman. Disisi lain
dijumpai juga beberapa tumpang tindih dan kontradiksi fungsi dan
wewenang antar kelembagaan/instansi. Hal ini mengakibatkan kapasitas
kelembagaan pengelolaan PPS Nizam Zachman belum menunjang suatu
pengelolaan pelabuhan perikanan yang kondusif, sehingga hipotesis
penelitian dapat diterima.
(3) Strategi yang dianggap sesuai dalam peningkatan kapasitas kelembagaan
PPS Nizam Zachman adalah 1) penyempurnaan pengelola pelabuhan, 2)
115
peningkatan sarana dan prasarana pelabuhan, dan 3) peningkatan pelayanan
pelabuhan.
6.2 Saran
Dalam upaya meningkatkan kapasitas kelembagaan PPS Nizam Zachman,
maka berdasarkan hasil penelitian disarankan sebagai berikut :
(1) Peningkatan fungsi dan kewenangan kelembagaan di pelabuhan, perlu
dibuat 1) pengaturan secara lengkap baik mengenai kedudukan, fungsi,
pengelolaan, dan penggunaannya maupun tugas-tugas serta kewenangannya
dengan peraturan pemerintah. PP tersebut selanjutnya dibuat pedoman
secara rinci yang berisi pemahaman sederhana sehingga mudah dimengerti,
dan 2) penyempurnaan peraturan yang sudah tidak sesuai lagi diterapkan di
lapangan, dan 3) secara berkala diselenggarakan koordinasi dengan instansi
terkait membahas permasalahan di pelabuhan.
(2) Untuk meningkatkan kinerja operasional pelabuhan, perlu dilakukan upaya
antara lain 1) sosialisasi baik secara langsung maupun tidak langsung
tentang penanganan ikan yang baik dan perlunya sanitasi dan hygienis, 2)
penambahan personil keamanan/ketertiban, 3) pembangunan dan pengadaan
mesin pengolah sampah berupa insenerator, dan 4) peningkatan sarana dan
prasarana pelabuhan
(3) Perlu penelitian lebih lanjut tentang tingkat pelayanan atau standar kinerja
keberhasilan PPS Nizam Zachman.
116
DAFTAR PUSTAKA
David, F.R 1999. Strategic Management. 7th
Edition. Prentice Hall International.
New Jersey. Halaman 23.
Direktorat Jenderal Perikanan, 1994. Petunjuk Teknis Pengelolaan Pelabuhan
Perikanan. Direktorat Bina Prasarana. Direktorat Jenderal Perikanan.
Jakarta. 140 halaman.
Direktorat Jenderal Perikanan, 2000. Pedoman Pengelolaan Pelabuhan Perikanan
dan Pangkalan Pendaratan Ikan. Direktorat Jenderal Perikanan.
Departemen Pertanian. Jakarta. 76 halaman.
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2001. Buku Manual Operasional
Pelabuhan Perikanan/Pangkalan Pendaratan Ikan. Direktorat Prasarana
Perikanan Tangkap. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Jakarta.
132 halaman.
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2002. Laporan Tahunan Pelabuhan
Perikanan Samudera Jakarta Tahun Anggaran 2002. Direktorat
Jenderal Perikanan Tangkap. Departemen Kelautan dan Perikanan.
Jakarta. 51 halaman.
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2004. Laporan Tahunan Pelabuhan
Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta Tahun Anggaran 2004.
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Departemen Kelautan dan
Perikanan. Jakarta. 43 halaman.
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2004. Rencana Strategis (Renstra) tahun
2005-2009 dan Perencanaan Kinerja (Renja) Tahun 2005 PPS Nizam
Zachman Jakarta. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Departemen
Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Halaman 18-37.
Firmansyah, 2004. Analisis Ekspor Ikan Tuna Indonesia dari Pelabuhan Perikanan
Samudera Jakarta. Program Studi Magister Manajemen Agribisnis.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Ttidak dipublikasikan.
Halaman 86.
Furuta, N. 2002. Dampak Bantuan Pinjaman dari Pemerintah Jepang terhadap
Perikanan Tangkap di Indonesia : Studi Kasus tentang Pengembangan
Pelabuhan PPS Jakarta oleh OECF (JBIC). Program Studi Teknologi
Kelautan. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tidak dipublikasikan. Halaman 137.
Hayami dan Kikuchi, 1987. Dilema Ekonomi Desa. Suatu pendekatan Ekonomi
Terhadap Perubahan Kelembagaan di Asia. Penerjemah Zahara D.
Noer. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Halaman 34.
117
Hayati, R. 2001. Strategi Peningkatan Kinerja Pelabuhan Perikanan Nusantara
Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Program Studi Magister
Manajemen Agribisnis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak
dipublikasikan. Halaman 8.
Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 1082/Kpts/OT.210/10/99 tentang Tata
Hubungan Kerja Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan Dengan
Instansi Terkait Dalam Pengelolaan Pelabuhan Perikanan. 12 halaman.
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.26 I/MEN/2001 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan. Jakarta. 17 halaman.
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.10/MEN/2004 tentang
Pelabuhan Perikanan. Jakarta. 21 halaman.
Kinnear, TC and Taylor. 1996. Marketing Research : An Applied Approach. Mc
Graw Hill Book Company. Singapore. Halaman 36.
Lubis, E. 2000. Pengantar Pelabuhan Perikanan (Buku I). Laboratorium
Pelabuhan Perikanan Jurusan PSP. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 71 halaman.
Mubyarto, 1987. Politik dan Pembangunan Pedesaan. Cetakan kedua. Penerbit
Sinar Harapan. Jakarta. 196 halaman.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 23 Tahun 2000 tentang
Perusahaan Umum (Perum) Prasarana Perikanan Samudera (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 48). Jakarta. 21
halaman.
Purwaka, T. 2004. Pokok-Pokok Pikiran Untuk Mengembangkan Grand Design
Kelembagaan Kelautan dan Perikanan. Materi Kuliah Program
Pascasarjana. Program Studi Teknologi Kelautan (TKL-PPKP). Bogor.
43 halaman.
Rangkuti, F. 2002. Analisis SWOT. Tehnik Membedah Kasus Bisnis. Reorientasi
Konsep Perencanaan Strategis untuk menghadapi Abad 21. PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 188 halaman.
Ruttan, V. W. 1985. Tiga Kasus Terjadinya Pembaharuan Kelembagaan. Dalam
Kasryno, Faisal dan Stepanek, Joseph F (Peny). Dinamika
Pembangunan Pedesaan. Yayasan Obor Indonesia dan Penerbit PT.
Gramedia. Jakarta. Halaman 56.
Saaty T. 1991. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Seri Manajemen
No. 134. PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. 112 halaman.
118
Suparman, A. 2004. Formulasi Strategi Pengembangan Perusahaan Umum
Prasarana Perikanan Samudera di Indonesia. Program Studi Magister
Manajemen Agribisnis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak
dipublikasikan. Halaman 6.
Susilowati, B. 2003. Analisis Peran Pelabuhan Perikanan dan Hubungannya
dengan Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus di Pelabuhan
Perikanan Samudera Jakarta Kelurahan Penjaringan Jakarta). Program
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak dipublikasikan.
Halaman 94.
Undang Undang Nomor : 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118). Jakarta. 56 halaman.
Wheelen,T.L dan J.David Hunger. 2000. Strategic Management Business Policy,
Concept and Cases. 8th
Edition. Prentice Hall. Upper Saddle River.
New Jersey. Halaman 26.
LAMPIRAN
119
Lampiran 1 Mekanisme masuknya komoditas perikanan di PPS Nizam Zachman
DARI LAUT
Pemakaian
jasa melapor
kedatangan
kapal
LAPORAN KEDATANGAN
KAPAL ke PPS NZ mengisi Form
Rangkap 2 (dua) :
1. Dinas Perikanan DKI Jakarta
2. Perum. PPS
IKAN
Transit shed/
Perusahaan/TLC
- Pengisian
Formulir PPS NZ
Tempat
Pelelangan Ikan
(TPI)
- untuk dilelang
- PPI/TPI
- Industri Perikanan/
Perusahaan Processing
- Kapal
- Lain-lain
POS MASUK PPS NZ Rangkap 3:
1. UPT PPS NZ
2. Dinas Perikanan DKI Jakarta
3. Perum PPS
DARI DARAT
Pemakai jasa
mengisi form yang
sudah disediakan
PPS NZ, lalu
menyerahkannya
ke Petugas PPS
NZ di Pintu Masuk
EKSPOR
Perusahaan Procesing/
industri perikanan
- Pengisian Formulir
PPS NZ
Kapal
- Transhipment
- Ijin Ka.PPS NZ
dan Bea Cukai
1
2
120
Lampiran 2 Mekanisme pemasaran dan distribusi ikan di PPS Nizam Zachman
KAPAL TUNA
DIDARATKAN
KAPAL
PERIKANAN
(LAUT)
KAPAL ANGKUT
KAPAL TRADISIONAL
DIANGKUT
LEWAT
TRUK
(DARAT)
DERMAGA
DERMAGA
DERMAGA
UDANG SEGAR/
BEKU
IKAN SEGAR
DARI KAPAL KE
KAPAL
TLC
(EKSPOR SEGAR)
TEMPAT
PELELANGAN
IKAN (TPI)
INDUSTRI PERIKANAN/PERUSAHAAN
PROCESING DAN PEMBEKUAN
PUSAT
PEMASARAN
IKAN
PENGEPAKAN
PENGECER
IKAN SEGAR/BEKU
TUNA LOKAL
TUNA BEKU PELABUHAN
LAUT
PENGECER
E
K
S
P
O
R
L
O
K
A
L
PELABUHAN
LAUT
121
Lampiran 3 Mekanisme keluarnya komoditi perikanan di PPS Nizam Zachman
Keterangan : 1. a. Surat jalan dapat diberikan apabila pemilik ikan melampirkan Surat Bukti Lelang dan Surat Bukti Lainnya
b. Pelayanan surat jalan dilakukan di Kantor Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
c. Tembusan surat Jalan diberikan kepada Petugas PPS NZ di Pos Pintu Keluar PPS NZ
2. Perum PPS/Perusahaan/Perorangan yang membawa komoditi perikanan keluar kawasan PPS NZ harus menyerahkan bukti
kepemilikannya/Surat Jalan pada Petugas PPS NZ di Pos Pintu Keluar PPS NZ
TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI)
PUSAT PEMASARAN IKAN (PPI)
PPS NZ
MEMBUAT
SURAT JALAN :
- Surat Bukti Lelang
- Surat Bukti
Lainnya
POS KELUAR
PPS NZ
Pemeriksaan
Surat Jalan
KELUAR
PPS NZ
Coldstorage PERUM PPS/Industri
Perikanan/Perusahaan Procesing/
Perorangan di Kawasan PPS NZ
Membuat Surat Jalan
masing-masing
122
Lampiran 4 Pelayanan ekspor di PPS Nizam Zachman
*) Pemberitahuan Ekspor Barang
Sesuai dengan SK Menteri Pertanian No. 1082/Kpts/OT.210/10/99 tentang Tata Hubungan Kerja UPT PPS dengan Instansi Terkait
dinyatakan bahwa UPT PPS NZ bertugas mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan ekspor impor dengan instansi terkait lainnya.
UPT PPS NZ
Mengkoordinasikan
Pelayanan Kegiatan
Ekspor – Impor di
Kawasan PPS NZ
Mengeluarkan
Sertifikat Mutu Ekspor
Hasil Perikanan
DINAS
PERIKANAN
DKI JAKARTA
KANTOR BEA
DAN CUKAI
KELUAR
KAWASAN
PPS NZ
Mengeluarkan Dokumen
Ekspor – Impor
(PEB)*
123
Lampiran 5 Inventarisasi faktor internal dan faktor eksternal
KUESIONER STRATEGI PENINGKATAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA
NIZAM ZACHMAN
Pertanyaan dimaksudkan untuk menginventarisasi tentang faktor internal (kekuatan dan kelemahan) serta faktor eksternal (peluang dan
ancaman) yang paling mempengaruhi kinerja Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman.
KEKUATAN KELEMAHAN PELUANG ANCAMAN
1. Tersedianya fasilitas pelabuhan
yang lengkap
2. Pelabuhan sebagai pusat aktivitas
perekonomian masyarakat
3. Letak geografis yang strategis
karena berada pada posisi dekat
dengan daerah penangkapan ikan
(fishing ground) di laut teritorial
atau ZEE
4. Dekat pasar domestik dan luar
negeri
5. Pada saat musim ikan menjadi
tempat persinggahan bagi nelayan
dari daerah lain
6. Memiliki armada penangkapan ikan
yang didominasi oleh kapal motor
7. Memiliki areal untuk
pengembangan pelabuhan
1. Pengetahuan dan kemampuan SDM
rendah
2. Kuantitas dan kualitas produk masih
rendah dan diversifikasi produk belum
beragam
3. Dukungan dan koordinasi instansi
terkait masih lemah
4. Pengelolaan pelabuhan belum
didukung peraturan yang memadai
5. Kurangnya dana operasional dan
pemeliharaan fasilitas prasarana
pelabuhan
6. Informasi pasar belum dikuasai dengan
baik karena belum dikembangkannya
teknologi sistem informasi
7. Belum berfungsinya kesyahbandaran
perikanan
1. Meningkatnya konsumsi ikan
2. Peningkatan devisa berkaitan
dengan ekspor dari produk
perikanan
3. Peningkatan PNBP dan PAD
melalui pelayanan jasa di
pelabuhan
4. Permintaan komoditi
perikanan di pasar domestik
dan luar negeri meningkat
5. Pembangunan sarana dan
prasarana di pelabuhan
menambah peluang usaha
6. Kemudahan mendapatkan
bantuan kredit dari perbankan.
7. Kemajuan teknologi
penginderaan jarak jauh
(Remote sensing) dan citra
satelit serta informasi internet
8. Bertambahnya minat investor
terhadap sektor perikanan
1. Berkembangnya pesaing yang
dapat menyediakan sarana
prasarana sejenis
2. Meningkatnya degradasi
sumberdaya pesisir dan lautan
3. Intensitas pencurian ikan
tinggi
4. Penggunaan alat tangkap yang
tidak ramah lingkungan
5. Menurunnya stock ikan di
perairan
6. Duplikasi peraturan dan
beragamnya jenis pungutan
perikanan
7. Persaingan pasar domestik dan
dunia terhadap komoditi
perikanan meningkat
8. Gangguan kebersihan dan
keamanan
124
Lampiran 6 Keputusan Menteri Pertanian No.1082/Kpts/OT.210/10/99
MENTERI PERTANIAN
REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN
NOMOR : 1082/Kpts/OT.210/10/99
TENTANG
TATA HUBUNGAN KERJA
UNIT PELAKSANA TEKNIS PELABUHAN PERIKANAN
DENGAN INSTANSI TERKAIT DALAM
PENGELOLAAN PELABUHAN PERIKANAN
MENTERI PERTANIAN,
Menimbang : a. Bahwa dalam rangka kelancaran pelaksanaan pengelolaan
pelabuhan perikanan, telah ditetapkan Tata Hubungan
Kerja antara UPT Pelabuhan Perikanan dengan Perum
Prasarana Perikanan Samudera dan instansi terkait
lainnya dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
329/Kpts/OT.210/5/1991.
b. Bahwa dalam penerapannya masih ditemukan tumpang
tindih tugas di lapangan, sehingga perlu untuk
menetapkan kembali batas tugas, wewenang dan
tanggung jawab dengan instansi yang terkait dalam
pengelolaan pelabuhan perikanan.
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan b perlu menyempurnakan dan
menetapkan Keputusan Menteri Pertanian tentang Tata
Hubungan Kerja UPT Pelabuhan Perikanan dengan
Instansi Terkait dalam Pengelolaan Pelabuhan Perikanan.
Mengingat : 1. Undang Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1990 tentang
Perusahaan Umum (PERUM) Prasarana Perikanan
Samudera.
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun
1998 tentang Kedudukan, Tugas, Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Departemen.
4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 122/M
Tahun 1998 mengenai Susunan Kabinet Reformasi
Pembangunan.
5. Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Perhubungan
Nomor 492/Kpts/Ik.120/7/96 tentang Penyederhanaan
Nomor SK.1/AL.003/PHIB-96 Perijinan Kapal Perikanan
125
6. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1016/Kpts/OT.210/-
12/1998 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN TENTANG TATA
HUBUNGAN KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS
PELABUHAN PERIKANAN DENGAN INSTANSI
TERKAIT DALAM PENGELOLAAN PELABUHAN
PERIKANAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
a. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelabuhan Perikanan adalah instansi di
lingkungan Departemen Pertanian yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Direktur Jenderal Perikanan dan mempunyai tugas mengelola
Pelabuhan Perikanan Samudera, Pelabuhan Perikanan Nusantara, dan
Pelabuhan Perikanan Pantai.
b. Instansi terkait adalah instansi pemerintah, Perum dan atau swasta yang
berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan perikanan.
c. Perum adalah Perusahaan Umum Prasarana Perikanan Samudera yang
didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1990.
d. Sarana pelabuhan perikanan adalah sarana-sarana yang menunjang fungsi
pelabuhan perikanan yang meliputi sarana pokok, sarana fungsional dan
sarana penunjang.
e. Sarana pokok adalah sarana yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan
umum, termasuk untuk tempat berlabuh dan bertambat serta bongkar muat
hasil perikanan.
f. Sarana fungsional adalah sarana yang secara langsung dimanfaatkan untuk
keperluan sendiri maupun diusahakan lebih lanjut oleh BUMN, BUMD,
Badan Hukum Indonesia dan perorangan.
g. Sarana penunjang adalah sarana yang secara tidak langsung meningkatkan
kesejahteraan nelayan dan masyarakat umum.
h. Sarana komersial adalah sarana di pelabuhan perikanan yang dapat dikelola
secara produktif dan ekonornis.
i. Sarana non komersial adalah sarana di pelabuhan perikanan yang tidak dapat
dikelola secara produktif dan ekonomis.
j. Sarana pelayanan umum adalah sarana di pelabuhan perikanan yang
pemanfaatannya oleh masyarakat umum.
k. Swasta adalah badan usaha atau perorangan yang melakukan kegiatan usaha di
pelabuhan perikanan.
l. Pelayanan teknis kapal perikanan adalah pelayanan kepada kapal perikanan
yang meliputi pelayanan Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan/Keberangkatan
126
Kapal (STBLKK), Surat Izin Berlayar (SIB) dan Pengawasan Penangkapan
Ikan.
Pasal 2
Pelabuhan Perikanan sebagai prasarana perikanan mempunyai fungsi dan peranan
sebagai :
a. Pusat pengembangan masyarakat nelayan.
b. Tempat berlabuh kapal perikanan.
c. Tempat pendaratan ikan hasil tangkapan.
d. Tempat untuk memperlancar kegiatan-kegiatan kapal perikanan.
e. Pusat penanganan dan pengolahan hasil perikanan.
f. Pusat pemasaran dan distribusi ikan hasil tangkapan.
g. Pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan.
h. Pusat pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan data dan
i. Pusat pengawasan penangkapan dan pengendalian pemanfaatan sumberdaya
ikan.
Pasal 3
(1) Instansi yang terkait dalam pengelolaan pelabuhan perikanan terdiri atas :
a. UPT Pelabuhan Perikanan.
b. Perum.
c. Dinas Perikanan.
d. Kesehatan Hewan.
e. Kesehatan Pelabuhan.
f. Imigrasi.
g. Bea dan Cukai.
h. Karantina Ikan dan
i. Polri.
(2) Kewenangan masing-masing instansi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
adalah sebagai berikut :
a. UPT Pelabuhan Perikanan mempunyai wewenang dan tanggung jawab :
1. Menyelenggarakan pembangunan, pengembangan, pemeliharaan dan
pengelolaan sarana pokok dan penunjang yang menjadi asset
pemerintah.
2. Menyelenggarakan pelayanan teknis terhadap kapal perikanan.
3. Menyelenggarakan keamanan, ketertiban dan kebersihan di pelabuhan
perikanan.
4. Menyelenggarakan fungsi kesyahbandaran khususnya dalam
menerbitkan Surat Izin Berlayar (SIB) bagi kapal perikanan di
pelabuhan perikanan yang terletak di luar daerah lingkungan kerja
pelabuhan umum dan
5. Mengkoordinasikan kegiatan instansi terkait di pelabuhan perikanan.
b. Perum mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan
pelayanan barang dan atau jasa dan pengusahaan sarana komersial
pelabuhan perikanan.
127
c. Dinas Perikanan mempunyai wewenang dan tanggung jawab
melaksanakan pembinaan teknis perikanan sesuai dengan kewenangan
Pemerintah Daerah di bidang perikanan.
d. Kantor Syahbandar mempunyai wewenang dan tanggung jawab
melaksanakan pengawasan yang berkaitan dengan keselamatan bagi kapal
perikanan.
e. Kantor Kesehatan pelabuhan mempunyai wewenang dan tanggung jawab
melakukan penanganan dan pengawasan kesehatan di pelabuhan perikanan
antara lain meliputi pemberian vaksinasi, pengobatan yang sakit, dan
pemeriksaan yang meninggal di kapal perikanan untuk menanggulangi/
mencegah timbulnya/berjangkitnya penyakit menular.
f. Kantor Imigrasi mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan
pengawasan terhadap Anak Buah Kapal (ABK) asing yang keluar/masuk
wilayah Republik Indonesia.
g. Kantor Bea dan Cukai mempunyai wewenang dan tanggung jawab
melaksanakan pengawasan terhadap barang-barang muatan kapal
perikanan dari/ke luar negeri yang berkaitan dengan pabean.
h. Karantina Ikan mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan
karantina ikan baik antar area maupun antar negara.
i. Polri mempunyai wewenang dan tanggung jawab melaksanakan
penanganan, penyidikan dan penanggulangan kasus-kasus kejahatan
umum/kriminal.
BAB II
PENGELOLAAN SARANA POKOK PELABUHAN PERIKANAN,
PELAYANAN TAMBAT LABUH DAN BONGKAR MUAT
Pasal 4
Pengelolaan Sarana Pokok Pelabuhan Perikanan
(1) UPT Pelabuhan Perikanan mempunyai kewajiban, wewenang dan tanggung
jawab :
a. Melaksanakan pembangunan, pengembangan dan rehabilitasi dermaga dan
kolam pelabuhan.
b. Melaksanakan pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan pemecah
gelombang (break water), sarana bantu navigasi dan turap (revetment)
serta sarana penunjang Iainnya.
(2) Perum mempunyai kewajiban, wewenang dan tanggung jawab :
a. Melaksanakan pemeliharaan dermaga dan kelengkapannya antara lain
bolder, vender, penerangan dan lantai dermaga.
b. Melaksanakan pemantauan dan pengawasan atas kondisi dermaga dan
kolam pelabuhan secara berkala dan berkesinambungan.
128
Pasal 5
Pclayanan Tambat Labuh dan Bongkat Muat
(1) UPT Pelabuhan Perikanan rnempunyai kewajiban, wewenang dan tanggung
jawab :
a. Mengkoordinasikan instansi-instansi yang terkait dengan kegiatan
pelayanan kapal-kapal perikanan dalam kolam pelabuhan.
b. Melaksanakan pengawasan dan pemberian izin kapal perikanan keluar/
masuk kolam pelabuhan dengan menerbitkan Surat Tanda Bukti Lapor
Kedatangan/Keberangkatan (STBLKK) dan
c. Melakukan pemantauan kegiatan pemberian pelayanan tambat labuh dan
bongkar muat.
(2) Perum mempunyai kewajiban, wewenang dan tanggungjawab :
a. Melaksanakan pelayanan tambat labuh dan bongkar muat.
b. Menata kegiatan kapal-kapal perikanan di kolam pelabuhan.
c. Memberikan pelayanan kebutuhan perbekalan kapal (es, garam, BBM dan
lain-lainnya).
d. Melaksanakan pemungutan jasa tambat labuh dan
e. Menerima dan mengelola jasa tambat labuh sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
BAB III
PENGELOLAAN TANAH KAWASAN INDUSTRI
Pasal 6
(1) UPT Pelabuhan Perikanan mempunyai kewajiban, wewenang dan tanggung
jawab :
a. Melaksanakan pemantauan dan pengawasan atas kondisi prasarana
pendukung kawasan industri.
b. Mengkoordinasikan pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan
prasarana pendukung kawasan industri perikanan meliputi jalan,
drainase, dan penerangan.
c. Memberikan rekornendasi atas pembangunan dalam rangka pemanfaatan
tanah kawasan industri berdasarkan Rencana Induk (master plan)
Pelabuhan dan
d. Melakukan pemantauan dan pengawasan atas penggunaan tanah kawasan
industri oleh pihak ketiga sesuai dengan peruntukannya berdasarkan
Rencana Induk Pelabuhan.
(2) Perum mempunyai kewajiban, wewenang dan tanggungjawab :
a. Melaksanakan pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan prasarana
pendukung di dalam kawasan industri perikanan meliputi jalan, drainase,
dan penerangan.
b. Menyewakan tanah kepada pihak ketiga untuk kegiatan industri/usaha
perikanan.
129
c. Membuat perjanjian dengan pihak ketiga atas penggunaan tanah kawasan
industri yang disewakan.
d. Memproses dan menyimpan sertifikat hak atas tanah kawasan iridustri di
lingkungan wilayah kerja pelabuhan penkanan atas nama Perum.
e. Memungut bea atas penggunaan tanah kawasan industri dari pihak ketiga,
yaitu berupa bea pembangunan (development charge) dan sewa atas tanah;
dan
f. Menerima dan mengelola penerimaan sewa atas tanah kawasan industri
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB IV
PENGELOLAAN SARANA FUNGSIONAL, SARANA PENUNJANG DAN
PENGUSAHAAN BARANG DAN ATAU JASA YANG BERASAL
DARI PIHAK KETIGA
Pasal 7
PengeIolaan Sarana Fungsional
(1) Perum mempunyai kewajiban, wewenang dan tanggung jawab membangun,
mengembangkan, memelihara, mengelola dan mengusahakan :
a. Sarana pasar grossir ikan (Tempat Pelelangan Ikan).
b. Cold storage dan gudang ikan.
c. Pabrik es.
d. Bengkel dan dok kapal.
e. Ruang penanganan, pengolahan dan pengepakan ikan.
f. Bangunan/ruang kantor, gudang dan pertokoan.
g. Tangki dan bahan bakar.
h. Alat angkut, bongkar muat dan alat bantu lainnya.
i. Jasa sarana telekomunikasi.
j. Bangunan sebagai sarana pemasaran ikan.
(2) Dalam hal kapasitas pengelolaan barang dan atau jasa yang dilakukan oleh
Perum belum dapat memenuhi kebutuhan pemakai jasa di pelabuhan
perikanan, Perum dapat melakukan kerjasama dengan pihak ketiga dan
diketahui oleh UPT Pelabuhan Perikanan.
Pasal 8
Pengelolaan Sarana Penunjang dan Pengusahaan Barang dan atau Jasa
yang Berasal dari Pihak Ketiga
(1) UPT Pelabuhan Perikanan mempunyai kewajiban, wewenang dan tanggung
jawab membangun, mengembangkan, memelihara sarana penunjang yang
meliputi :
a. Balai Penyuluhan Nelayan.
b. MCK.
c. Sarana peribadatan.
130
d. Pos Keamanan; dan
e. Penerangan jalan di luar kawasan industri.
(2) Perum mempunyai kewajiban, wewenang dan tanggungjawab :
a. Menyediakan fasilitas pelayanan telepon, teleks, dan faxsimile.
b. Menyediakan fasilitas pelayanan listrik; dan
c. Menyediakan fasilitas pelayanan air bersih.
(3) Perum dapat bekerjasama dengan pihak ketiga dalam hal penyaluran bahan-
bahan perbekalan kapal antara lain umpan, es, air, garam, BBM serta
penyediaan bahan-bahan dan atau suku cadang kapal perikanan.
BAB V
PELAYANAN KAPAL, PASAR GROSIR IKAN DAN
PELAKSANAAN EKSPOR IMPOR
Pasal 9
Pelayanan Kapal
(1) Kapal perikanan berbendera Indonesia maupun berbendera asing yang masuk
ke pelabuhan perikanan wajib melapor ke UPT Pelabuhan Perikanan, Kantor
Syahbandar, Kantor Kesehatan Pelabuhan, Kantor Imigrasi, Kantor Bea Cukai
dan Perum pada saat masuk dan atau keluar pelabuhan perikanan.
(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), instansi yang
dilaporkan mempunyai kewajiban, wewenang dan tanggungjawab:
a. UPT Pelabuhan Perikanan, melaksanakan pengawasan kapal perikanan
dan memberikan pelayanan penerbitan Surat Tanda Bukti Lapor
Kedatangan/Keberangkatan Kapal (STBLKK).
b. Kantor Syahbandar, memeriksa dan menyimpan Surat Kapal (asli) dan
Daftar Anak Buah Kapal (ABK).
c. Kantor Kesehatan Pelabuhan, melaksanakan pemeriksaan kesehatan
ABK.
d. Kantor Imigrasi, melaksanakan pemeriksaan dokumen apabila terdapat
ABK warga negara asing.
e. Kantor Bea dan Cukai, melaksanakan pemeriksaaan muatan yang
berkaitan dengan barang-barang pabean; dan
f. Perum memberikan pelayanan :
1) Perbekalan kapal dan ABK.
2) Tambat labuh.
3) Bengkel dan dok kapal; dan
4) Jasa/fasilitas/barang lainnya.
(3) Kapal yang melakukan bongkar muat hasil perikanan mendapatkan pelayanan:
a. Penyediaan tenaga dan sarana bongkar muat oleh Perum.
b. Pengawasan barang-barang pabean oleh Kantor Bea dan Cukai.
131
c. Pembinaan rnutu hasil perikanan oleh Dinas Perikanan; dan
d. Pengecekan penggunaan alat penangkapan ikan dan hasil tangkapannya
oleh UPT Pelabuhan Perikanan.
(4) Kapal yang secara khusus masuk pelabuhan perikanan untuk melakukan
perbaikan/docking wajib mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari UPT
Pelabuhan Perikanan, dan selanjutnya dilakukan :
a. Pemeriksaan kerusakan kapal oleh Syahbandar; dan
b. Pelayanan perbaikan oleh Perum.
(5) Kapal-kapal perikanan yang akan rneninggalkan pelabuhan perikanan wajib
memperoleh pelayanan/penyelesaian administrasi kepelabuhanan (port
clearance) mengenai :
a. Pemenuhan kewajiban-kewajiban penggunaan fasilitas/barang dan
atau jasa dan Perum dan atau swasta.
b. Pengecekan kesehatan Anak Buah Kapal (ABK) dan Kantor Kesehatan
Pelabuhan.
c. Pengecekan muatan kapal dan Kantor Bea dan Cukai.
d. Pengecekan ABK asing dan Kantor Imigrasi.
e. Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan/Keberangkatan Kapal (STBLKK)
dari UPT Perikanan; dan
f. Surat Izin Berlayar (SIB) dan Kantor Syahbandar Perikanan.
Pasal 10
Pasar Grosir Ikan
(1) Perum mempunyai kewajiban, wewenang dan tanggungjawab membangun,
mengembangkan dan mengelola pasar grosir ikan beserta sarana
pendukungnya.
(2) Penyelenggaraan kegiatan pasar grosir ikan di pelabuhan perikanan
dilaksanakan oleh Dinas Perikanan berdasarkan peraturan perundang
undangan yang berlaku dan ketentuan yang digariskan oleh Perum.
(3) UPT Pelabuhan Perikanan mempunyai kewajiban, wewenang dan tanggung
jawab melaksanakan pengawasan atàs penyelenggaraan pasar grosir ikan.
Pasal 11
Pelaksanaan Ekspor impor
(1) Pelayanan dalam pelaksanaan ekspor impor hasil perikanan dan bahan alat
perikanan di pelabuhan perikanan meliputi :
a. Sertifikat mutu ekspor hasil perikanan dan Dinas Perikanan.
b. Dokumen ekspor impor dan Kantor Bea dan Cukai.
c. Sertifikat kesehatan ikan hidup (ekspor) dan Petugas Karantina Ikan.
d. Sertifikat kesehatan ikan hidup (impor) apabila disyaratkan negara
tujuan oleh Petugas Karantina Ikan; dan
e. Pelayanan tenaga dan sarana bongkar muat dari Perum.
132
(2) Pelayanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikoordinasikan oleh UPT
Pelabuhan Perikanan.
BAB VI
PEMBINAAN MUTU HASIL PERIKANAN, PENYULUHAN, DATA DAN
STATISTIK, DAN PENGAWASAN PENANGKAPAN IKAN
Pasal 12
Pembinaan Mutu Hasil Perikanan
(1) Untuk menjamin mutu hasil perikanan yang didaratkan/diberangkatkan dari
pelabuhan perikanan, Dinas Perikanan wajib memberikan pembinaan dalam
kegiatan penanganan, pengolahan, pengepakan dan pengangkutan hasil
perikanan.
(2) Pembinaan mutu hasil perikanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dikoordinasikan oleh UPT Pelabuhan Perikanan.
Pasal 13
Penyuluhan
(1) Dinas Perikanan wajib menyelenggarakan penyuluhan kepada nelayan dan
atau pengusaha perikanan di pelabuhan perikanan.
(2) Pelaksanaan penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
dikoordinasikan oleh UPT Pelabuhan Perikanan.
(3) Penggunaan sarana pelabuhan perikanan untuk keperluan penyuluhan
dilakukan setelah mendapatkan persetujuan UPT Pelabuhan Perikanan.
Pasal 14
Data dan Statistik
(1) Pengumpulan data dan statistik perikanan di pelabuhan perikanan dilakukan
oleh Dinas Perikanan dan UPT Pelabuhan Perikanan
(2) Setiap unit usaha yang beroperasi di pelabuhan perikanan (Perum, Koperasi,
Swasta) wajib memberikan data yang dibutuhkan oleh Dinas Perikanan dan
UPT Pelabuhan Perikanan.
(3) Pelaksanaan pengumpulan data dan statistik sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dikoordinasikan oleh UPT Pelabuhan Perikanan.
Pasal 15
Pengawasan Penangkapan Ikan
(1) Dalam rangka pengendalian penangkapan ikan, sewaktu-waktu dapat
dilakukan pemeriksaan teknis atas kapal perikanan yang bersandar di
pelabuhan perikanan oleh Pengawas Penangkapan Ikan setelah diterbitkan
Surat Perintah Pemeriksaan oleh UPT Pelabuhan Perikanan.
133
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Pengawas Penangkapan Ikan bertanggung
jawab dan memberikan laporan hasil pemeriksaannya kepada UPT
Pelabuhan Perikanan.
(3) Hasil pemeriksaan kapal perikanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
selanjutnya dilaporkan oleh Kepala UPT Pelabuhan Perikanan kepada
Direktur Jenderal Perikanan secara berkala atau sewaktu-waktu apabila
dianggap perlu.
BAB VII
KEAMANAN, KETERTIBAN DAN KEBERSIHAN
Pasal 16
(1) Penyelenggaraan keamanan dan ketertiban di pelabuhan perikanan menjadi
wewenang dan tanggung jawab UPT Pelabuhan Perikanan.
(2) Dalam penyelenggaraan keamanan dan ketertiban sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), khususnya pengelolaan pas masuk dan parkir UPT Pelabuhan
Perikanan mempunyai kewajiban wewenang dan tanggung jawab :
a. Membangun, mengembangkan dan memelihara fasilitas fisik keamanan,
dan ketertiban;
b. Menyelenggarakan pas masuk dan parkir;
c. Memungut dan mengelola bea pas masuk dan parkir sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. Menata kegiatan arus kendaraan masuk dan atau keluar serta parkir di
lingkungan pelabuhan perikanan; dan
e. Melaksanakan pengawasan terhadap kegiatan keluar masuk kendaraan/
orang dan muatan dan dari ke pelabuhan perikanan.
(3) Dalam rangka menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungannya masing-
masing setiap unit kerja/unit usaha yang beroperasi di pelabuhan perikanan
dapat membentuk Satuan Pengamanan (Satpam) intern.
(4) Apabila terjadi kasus, yang mengganggu keamanan dan ketertiban
lingkungan, maka Satpam intern wajib melaporkan kepada UPT Pelabuhan
Perikanan melalui pimpinan unit kerja/unit usahanya masing-masing untuk
mendapatkan penyelesaian lebih lanjut.
Pasal 17
(1) UPT Pelabuhan Perikanan mempunyai kewajiban, wewenang dan tanggung
jawab menyelenggarakan kebersihan di pelabuhan perikanan.
(2) UPT Pelabuhan Perikanan mempunyai kewajiban, wewenang dan tanggung
jawab melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan kebersihan pada unit
kerja/unit usaha di pelabuhan perikanan.
134
(3) UPT Pelabuhan Perikanan mempunyai kewajiban, wewenang dan tanggung
jawab membangun, mengembangkan, dan mengelola sarana fisik kebersihan
dan Instalasi Pengolahan Limbah.
BAB VIII
PEMBINAAN ORGANISASI PROFESI KELOMPOK TENAGA KERJA
DAN KOPERASI
Pasal 18
(1) Pembinaan organisasi profesi, kelompok tenaga kerja dan atau serikat
pekerja serta koperasi dilakukan oleh Dinas Perikanan.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila menghadapi
permasalahan dikoordinasikan oleh UPT Pelabuhan Perikanan untuk
selanjutnya diselesaikan dengan instansi yang berwenang.
BAB IX
LAIN-LAIN
Pasal 19
(1) Dalam rangka pemberdayaan Perum, Pemerintah dapat melakukan
penyertaan modal melalui pembangunan dan atau pengembangan sarana
fungsional sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Sumber modal sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih
lanjut oleh Menteri Pertanian berdasarkan usul dari Perum setelah
berkonsultasi dengan Direktur Jenderal Perikanan.
BAB X
PENUTUP
Pasal 20
Dengan berlakunya Keputusan ini maka Keputusan Menteri Pertanian Nomor
329/Kpts/OT.210/5/1991 dan Nomor 03/Kpts/OT.210/1/1993 dinyatakan tidak
berlaku.
135
Pasal 21
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : J a k a r t a
Pada tanggal : 13 Oktober 1999
MENTERI PERTANIAN,
SOLEH SOLAHUDDIN
SALINAN Keputusan ini disampaikan Kepada Yth :
1. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan.
2. Menko EKUIN.
3. Menko Wasbang dan PAN.
4. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas.
5. Menteri Dalam Negeri.
6. Menteri Kehakiman.
7. Menteri Keuangan.
8. Menteri Perhubungan.
9. Menteri Kesehatan.
10. Kepala Kepolisian RI.
11. Kepala BPKP.
12. Pimpinan unit kerja Eselon I lingkup Departemen Pertanian.
13. Gubernur Kepala Daerah Propinsi di seluruh Indonesia.
14. Direksi Perum Prasarana Perikanan Samudera.
15. Para Kepala UPT Pelabuhan Perikanan.
136
Lampiran 7 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 23 Tahun 2000
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2000
TENTANG
PERUSAHAAN UMUM (PERUM)
PRASARANA PERIKANAN SAMUDERA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. Bahwa dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah
Nomor 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum (Perum),
maka pengaturan tentang Perusahaan Umum (Perum)
Prasarana Perikanan Samudera sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1990 tentang
Perusahaan Umum (Perum) Prasarana Perikanan Samudera
perlu disesuaikan.
b. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut dalam huruf a, maka
dipandang perlu untuk mengatur kembali peraturan tentang
Perusahaan Umum (Perum) Prasarana Perikanan Samudera
dengan Peraturan Pemerintah.
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat 2 dan Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945.
2. Undang Undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 tentang
Perusahaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1960 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor
1989).
3. Undang Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1
Tahun 1969 tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor
16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890) menjadi
Undang Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1969 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2904).
4. Undang Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor
46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3299).
5. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1996 tentang
Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1996 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3661).
6. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 tentang
Perusahaan Umum (Perum) (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1998 Nomor 16, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3732);
137
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUSAHAAN
UMUM (PERUM) PRASARANA PERIKANAN
SAMUDERA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
(1) Perusahaan Umum (Perum) Prasarana Perikanan Samudera, yang
selanjutnya disebut Perusahaan, adalah Badan Usaha Milik Negara
sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 9 Tahun 1969, yang
bidang usahanya berada dalam lingkup tugas dan kewenangan Menteri,
dimana seluruh modalnya dimiliki negara berupa kekayaan negara yang
dipisahkan dan tidak terbagi atas saham.
(2) Pembinaan adalah kegiatan untuk memberikan pedoman bagi perusahaan di
bidang perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian dengan maksud agar
Perusahaan dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara berdaya guna
dan berhasil guna serta dapat berkembang dengan baik.
(3) Pengawasan adalah seluruh proses kegiatan penilaian terhadap perusahaan
dengan tujuan agar perusahaan melaksanakan tugas dan fungsinya dengan
baik dan berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
(4) Pemeriksaan adalah kegiatan untuk menilai perusahaan dengan cara
membandingkan antara keadaan yang sebenarnya dengan keadaan yang
seharusnya dilakukan, baik dalam bidang keuangan maupun dalam bidang
teknis operasional.
(5) Pengurusan sebagai badan usaha adalah kegiatan pengelolaan perusahaan
dalam upaya mencapai tujuan perusahaan sebagai badan usaha, sesuai
dengan kebijakan pengembangan usaha yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan dan pembinaan yang digariskan oleh Menteri.
(6) Menteri Keuangan adalah Menteri yang mewakili pemerintah dalam setiap
penyertaan kekayaan negara yang dipisahkan untuk dimasukkan ke dalam
Perusahaan.
(7) Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang perikanan.
(8) Direksi adalah organ perusahaan yang bertanggung jawab atas kepengurusan
perusahaan untuk kepentingan dan tujuan perusahaan serta mewakili
perusahaan baik di dalam maupun di luar pengadilan.
(9) Dewan Pengawas adalah organ perusahaan yang bertugas melakukan
pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan
kegiatan kepengurusan perusahaan.
138
BAB II
PENDIRIAN PERUSAHAAN
Pasal 2
Perusahaan yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1990
dilanjutkan berdirinya dan meneruskan usaha-usaha selanjutnya berdasarkan
ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
BAB III
ANGGARAN DASAR PERUSAHAAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 3
(1) Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah Badan Usaha Milik
Negara yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan usaha-
usaha pelayanan kepada pengguna jasa pelabuhan perikanan dan usaha-
usaha lain yang berkaitan dengan perikanan.
(2) Perusahaan melakukan usaha-usaha berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang
berlaku.
(3) Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini,
terhadap perusahaan berlaku Hukum Indonesia.
Bagian Kedua
Tempat Kedudukan dan Jangka Waktu
Pasal 4
Perusahaan berkedudukan dan berkantor pusat di Jakarta.
Pasal 5
Perusahaan didirikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.
Bagian Ketiga
Sifat, Maksud dan Tujuan
Pasal 6
Sifat usaha dari Perusahaan adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan
umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengurusan
perusahaan.
139
Pasal 7
Maksud dan tujuan perusahaan adalah untuk :
(1) Meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan melalui penyediaan dan
perbaikan sarana dan atau prasarana pelabuhan perikanan.
(2) Mengembangkan wiraswasta perikanan serta untuk merangsang dan atau
mendorong usaha industri perikanan dan pemasaran hasil perikanan.
(3) Memperkenalkan dan mengembangkan teknologi pengolahan hasil
perikanan dan sistem rantai dingin dalam perdagangan dan distribusi bidang
perikanan.
(4) Menumbuhkembangkan kegiatan ekonomi perikanan sebagai komponen
kegiatan nelayan dan masyarakat perikanan.
Bagian Keempat
Kegiatan dan Pengembangan Usaha
Pasal 8
Untuk mencapai maksud dan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7,
Perusahaan menyelenggarakan usaha-usaha sebagai berikut :
(1) Melaksanakan usaha pelayanan umum bidang kegiatan prasarana perikanan.
(2) Menyediakan fasilitas-fasilitas yang ada kaitannya dengan program
pemerintah dalam mengembangkan industri perikanan di Indonesia.
(3) Membangun, memelihara dan mengusahakan dermaga untuk bertambat dan
bongkar muat ikan.
(4) Jasa terminal.
(5) Membantu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi nelayan/kapal yang
berkaitan dengan sarana atau prasarana pelabuhan perikanan.
(6) Mengoperasionalkan dan memberikan bantuan manajemen pengelolaan aset
pihak ketiga yang berkaitan dengan usaha perikanan.
(7) Melakukan kegiatan lain yang dapat menunjang tercapainya maksud dan
tujuan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, dengan persetujuan
Menteri Keuangan.
Pasal 9
Untuk mendukung pembiayaan kegiatan perusahaan dalam rangka mencapai
maksud dan tujuan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, perusahaan
dapat :
(1) Melakukan kerjasama usaha atau patungan (joint venture) dengan badan
usaha lain.
(2) Membentuk anak perusahaan.
(3) Melakukan penyertaan modal dalam badan usaha lain.
140
Pasal 10
(1) Perusahaan menyelenggarakan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
pada :
a. Pelabuhan Perikanan di Muara Baru, Jakarta.
b. Pelabuhan Perikanan di Pekalongan, Jawa Tengah.
c. Pelabuhan Perikanan di Belawan, Sumatera Utara.
d. Pelabuhan Perikanan di Brondong, Jawa Timur.
e. Pelabuhan Perikanan di Lampulo, Daerah Istimewa Aceh.
f. Pelabuhan Perikanan di Pemangkat, Kalimantan Barat.
g. Pelabuhan Perikanan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
h. Pelabuhan Perikanan di Tarakan, Kalimantan Timur.
i. Pelabuhan Perikanan di Prigi, Jawa Timur.
(2) Penambahan pelabuhan-pelabuhan perikanan lainnya ditetapkan dengan
Keputusan Presiden atas usul Menteri, setelah mendapat persetujuan dari
Menteri Keuangan.
Bagian Kelima
Modal
Pasal 11
(1) Modal perusahaan merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan tidak terbagi atas saham-
saham.
(2) Besarnya modal perusahaan pada saat Peraturan Pemerintah ini diundangkan
adalah sebesar seluruh nilai penyertaan modal negara dalam perusahaan.
Pasal 12
Setiap penambahan dan pengurangan penyertaan modal negara dalam perusahaan
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 13
(1) Penerbitan obligasi dalam rangka pengerahan dana masyarakat oleh
perusahaan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Rencana penerbitan obligasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus
diberitahukan oleh perusahaan kepada para kreditor tertentu.
Pasal 14
(1) Apabila perusahaan menerbitkan obligasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (1), dan selanjutnya negara melakukan pengurangan
penyertaan modal pada perusahaan, maka pengurangan penyertaan modal
negara tersebut harus diberitahukan kepada kreditor sebelum ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
141
(2) Pengurangan penyertaan modal negara sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), tidak boleh merugikan kepentingan pihak ketiga.
Pasal 15
Semua alat-alat likuid yang tidak segera diperlukan oleh perusahaan disimpan
dalam bank sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Keenam
Pembinaan
Pasal 16
(1) Pembinaan perusahaan dilakukan oleh Menteri Keuangan dan pelaksanaan
pembinaan sehari-hari dilakukan oleh Menteri.
(2) Pembinaan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
dengan menetapkan kebijakan pengembangan usaha.
(3) Kebijakan pengembangan usaha merupakan arah dalam mencapai tujuan
Perusahaan, baik menyangkut kebijakan investasi, pembiayaan usaha,
sumber pembiayaannya, penggunaan hasil usaha perusahaan dan kebijakan
pengembangan lainnya.
(4) Pembinaan sehari-hari sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
dengan memberikan pedoman bagi Direksi dan Dewan Pengawas dalam
menjalankan kegiatan operasional perusahaan.
(5) Pedoman sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) disusun berdasarkan
kebijakan pengembangan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
(6) Dalam rangka memantapkan pembinaan dan pengawasan perusahaan,
Menteri Keuangan dan Menteri sewaktu-waktu apabila diperlukan dapat
meminta keterangan dari Direksi dan Dewan Pengawas.
Pasal 17
Menteri Keuangan dan atau Menteri tidak bertanggung jawab atas segala akibat
perbuatan hukum yang dilakukan perusahaan dan tidak bertanggungjawab atas
kerugian perusahaan melebihi nilai kekayaan negara yang telah dipisahkan ke
dalam perusahaan, kecuali apabila :
(1) Menteri Keuangan dan atau Menteri baik langsung maupun tidak langsung
dengan itikad buruk memanfaatkan perusahaan semata-mata untuk
kepentingan pribadi.
(2) Menteri Keuangan dan atau Menteri terlibat dalam perbuatan melawan
hukum yang dilakukan perusahaan; atau
(3) Menteri Keuangan dan atau Menteri langsung maupun tidak langsung secara
melawan hukum menggunakan kekayaan perusahaan.
142
Bagian Ketujuh
Direksi
Pasal 18
(1) Kepengurusan perusahaan dilakukan oleh Direksi.
(2) Jumlah anggota Direksi paling banyak 5 (lima) orang, dan seorang
diantaranya diangkat sebagai Direktur Utama.
(3) Penambahan jumlah anggota Direksi melebihi jumlah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), dilakukan dengan persetujuan Presiden.
Pasal 19
Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perorangan yang :
(1) Memenuhi kriteria keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman dan
berkelakuan baik serta memiliki dedikasi untuk mengembangkan usaha guna
kemajuan perusahaan;
(2) Mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit
atau tidak pernah menjadi anggota Direksi, Komisaris atau Dewan Pengawas
yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan atau Perum
dinyatakan pailit; dan
(3) Berkewarganegaraan Indonesia.
Pasal 20
(1) Antara anggota Direksi dilarang memiliki hubungan keluarga sampai derajat
ketiga baik menurut garis lurus maupun garis ke samping, termasuk
hubungan yang timbul karena perkawinan.
(2) Jika hubungan keluarga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terjadi
sesudah pengangkatan anggota Direksi, maka anggota Direksi tersebut harus
mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan untuk dapat
melanjutkan jabatannya.
(3) Permohonan kepada Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) diajukan dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) bulan sejak
terjadinya hubungan keluarga.
(4) Anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dapat melanjutkan
jabatannya sampai dikeluarkannya keputusan Menteri Keuangan bagi
anggota Direksi tersebut mengenai dapat atau tidak dapat melanjutkan
jabatan.
(5) Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4)
diberikan dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan terhitung sejak
permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan.
143
(6) Dalam hal keputusan Menteri Keuangan belum dikeluarkan dalam jangka
waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (5), Menteri Keuangan dianggap
memberikan keputusan bahwa anggota Direksi dapat melanjutkan
jabatannya.
Pasal 21
Anggota Direksi dilarang memangku jabatan rangkap :
(1) Direktur Utama atau Direktur pada Badan Usaha Milik Negara, Daerah dan
Swasta atau jabatan lain yang berhubungan dengan kepengurusan
perusahaan.
(2) Jabatan struktural dan fungsional lainnya dalam instansi/lembaga Pemerintah
Pusat atau Daerah.
(3) Jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 22
(1) Anggota Direksi diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Keuangan
berdasarkan usul Menteri.
(2) Anggota Direksi diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun, dan dapat
diangkat kembali.
Pasal 23
(1) Anggota Direksi dapat diberhentikan sebelum habis masa jabatannya oleh
Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri, apabila
berdasarkan kenyataan anggota Direksi :
a. Tidak melaksanakan tugasnya dengan baik;
b. Tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan dan atau
ketentuan Peraturan Pemerintah ini;
c. Terlibat dalam tindakan yang merugikan perusahaan;
d. Dipidana penjara karena melakukan perbuatan pidana kejahatan dan atau
kesalahan yang bersangkutan dengan kepengurusan perusahaan.
(2) Keputusan pemberhentian karena alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf a, huruf b dan huruf c diambil setelah yang bersangkutan diberi
kesempatan membela diri.
(3) Pembelaan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan secara
tertulis dan disampaikan kepada Menteri Keuangan dalam jangka waktu 1
(satu) bulan terhitung sejak anggota Direksi yang bersangkutan diberitahu
secara tertulis oleh Menteri Keuangan tentang rencana pemberhentian
tersebut.
144
(4) Selama rencana pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) masih
dalam proses, maka anggota Direksi yang bersangkutan dapat melanjutkan
tugasnya.
(5) Jika dalam jangka waktu 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal penyampaian
pembelaan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) Menteri Keuangan
tidak memberikan keputusan pember-hentian anggota Direksi tersebut, maka
rencana pemberhentian tersebut menjadi batal.
(6) Pemberhentian karena alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d,
merupakan pemberhentian tidak dengan hormat.
(7) Kedudukan sebagai anggota Direksi berakhir dengan dikeluarkannya
keputusan pemberhentian oleh Menteri Keuangan.
Pasal 24
(1) Direksi diberi tugas dan mempunyai wewenang untuk :
a. Memimpin, mengurus dan mengelola perusahaan sesuai dengan tujuan
perusahaan dengan senantiasa berusaha meningkatkan daya guna dan
hasil guna perusahaan.
b. Menguasai, memelihara dan mengurus kekayaan perusahaan.
c. Mewakili perusahaan di dalam dan di luar pengadilan.
d. Melaksanakan kebijakan pengembangan usaha dalam mengurus
perusahaan yang telah digariskan Menteri Keuangan.
e. Menetapkan kebijakan perusahaan sesuai dengan pedoman kegiatan
operasional yang ditetapkan oleh Menteri.
f. Menyiapkan Rencana Jangka Panjang serta Rencana Kerja dan
Anggaran Perusahaan.
g. Mengadakan dan memelihara pembukuan dan administrasi perusahaan
sesuai dengan kelaziman yang berlaku bagi suatu perusahaan.
h. Menyiapkan struktur organisasi dan tata kerja perusahaan lengkap
dengan perincian tugasnya.
i. Melakukan kerjasama usaha, membentuk anak perusahaan dan
melakukan penyertaan modal dalam badan usaha lain dengan
persetujuan Menteri Keuangan.
j. Mengangkat dan memberhentikan pegawai perusahaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
k. Menetapkan gaji, pensiun/jaminan hari tua dan penghasilan lain bagi
para pegawai perusahaan serta mengatur semua hal kepegawaian
lainnya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
l. Menyiapkan Laporan Tahunan dan laporan berkala.
(2) Untuk menyelenggarakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), Direksi berwenang menetapkan kebijakan teknis dan non
teknis sesuai dengan kebijakan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf e.
145
Pasal 25
(1) Dalam menjalankan tugas-tugas perusahaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 :
a. Direktur Utama dapat bertindak atas nama Direksi berdasarkan
persetujuan para anggota Direksi lainnya.
b. Para Direktur berhak dan berwenang bertindak atas nama Direksi,
masing-masing untuk bidang yang menjadi tugas dan wewenangnya.
(2) Apabila salah satu atau beberapa anggota Direksi berhalangan tetap
menjalankan pekerjaannya atau apabila jabatan itu terluang dan
penggantinya belum diangkat atau belum memangku jabatannya, maka
jabatan tersebut dipangku oleh anggota Direksi lainnya yang ditunjuk
sementara oleh Menteri Keuangan.
(3) Dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan terhitung sejak terjadinya
keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Menteri Keuangan
menunjuk anggota Direksi yang baru untuk memangku jabatan yang
terluang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
(4) Apabila semua anggota Direksi berhalangan tetap menjalankan
pekerjaannya atau jabatan Direksi terluang seluruhnya dan belum diangkat,
maka sementara waktu pengurusan perusahaan dijalankan oleh Dewan
Pengawas.
(5) Dalam menjalankan tugas dan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (1) huruf c, Direksi dapat melaksanakan sendiri atau
menyerahkan kekuasaan tersebut kepada :
a. Seorang atau beberapa orang anggota Direksi; atau
b. Seorang atau beberapa orang pegawai Perusahaan baik sendiri maupun
bersama-sama; atau
c. Orang atau badan lain.
d. Yang khusus ditunjuk untuk hal tersebut.
Pasal 26
Dalam melaksanakan tugasnya Direksi wajib mencurahkan perhatian dan
pengabdiannya secara penuh pada tugas, kewajiban dan pencapaian tujuan
perusahaan.
Pasal 27
Anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (5) huruf a tidak
berwenang mewakili perusahaan apabila :
(1) Terjadi perkara di depan pengadilan antara perusahaan dengan anggota
Direksi yang bersangkutan.
(2) Anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang
bertentangan dengan kepentingan perusahaan.
146
Pasal 28
Besar dan jenis penghasilan Direksi ditetapkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 29
(1) Rapat Direksi diselenggarakan sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sekali.
(2) Dalam rapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibicarakan hal-hal yang
berhubungan dengan Perusahaan sesuai dengan tugas, kewenangan dan
kewajibannya.
(3) Keputusan rapat Direksi diambil atas dasar musyawarah untuk mufakat.
(4) Dalam hal tidak tercapai kata mufakat, maka keputusan diambil berdasarkan
suara terbanyak.
(5) Untuk setiap rapat dibuatkan risalah rapat.
Pasal 30
(1) Rencana Jangka Panjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1)
huruf f, sekurang-kurangnya memuat :
a. Evaluasi pelaksanaan Rencana Jangka Panjang sebelumnya.
b. Posisi perusahaan pada saat perusahaan menyusun Rencana Jangka
Panjang.
c. Asumsi-asumsi yang dipakai dalam penyusunan Rencana Jangka
Panjang.
d. Penetapan sasaran, strategi, kebijakan dan program kerja Rencana
Jangka Panjang beserta keterkaitan antara unsur-unsur tersebut.
(2) Rancangan Rencana Jangka Panjang yang telah ditandatangani bersama
dengan Dewan Pengawas disampaikan kepada Menteri Keuangan melalui
Menteri, untuk disahkan.
(3) Pengesahan oleh Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dilakukan setelah dibahas bersama dengan Menteri.
Pasal 31
(1) Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (1) huruf f sekurang-kurangnya memuat :
a. Rencana kerja Perusahaan.
b. Anggaran Perusahaan.
c. Proyeksi keuangan pokok Perusahaan.
d. Hal-hal lain yang memerlukan pengesahan oleh Menteri Keuangan.
(2) Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diajukan kepada Menteri Keuangan melalui Menteri, paling lambat 60
(enam puluh) hari sebelum tahun anggaran dimulai, untuk memperoleh
pengesahan.
147
(3) Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) disahkan oleh Menteri Keuangan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)
hari setelah tahun anggaran berjalan.
(4) Dalam hal Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan belum disahkan oleh
Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka Rencana
Kerja dan Anggaran Perusahaan tersebut dianggap sah untuk dilaksanakan
sepanjang telah memenuhi ketentuan tata cara penyusunan Rencana Kerja
dan Anggaran Perusahaan.
(5) Kewenangan pengesahan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dilimpahkan oleh Menteri
Keuangan kepada Menteri.
Bagian Kedelapan
Dewan Pengawas
Pasal 32
(1) Pada Perusahaan dibentuk Dewan Pengawas.
(2) Jumlah anggota Dewan Pengawas disesuaikan dengan kebutuhan
perusahaan paling sedikit 2 (dua) orang dan paling banyak 5 (lima) orang,
seorang diantaranya diangkat sebagai Ketua Dewan Pengawas.
(3) Dewan Pengawas dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab
menjalankan tugas untuk kepentingan dan tujuan perusahaan.
Pasal 33
Yang dapat diangkat sebagai Dewan Pengawas adalah orang perorangan yang :
(1) Memiliki dedikasi, memahami masalah-masalah manajemen perusahaan dan
dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya; dan
(2) Mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit
atau menjadi anggota Direksi, Komisaris atau Dewan Pengawas yang
dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan, Perum dinyatakan pailit.
Pasal 34
Anggota Dewan Pengawas tidak dibenarkan memiliki kepentingan yang
bertentangan dengan atau mengganggu kepentingan perusahaan.
Pasal 35
Dewan Pengawas terdiri dari unsur-unsur pejabat departemen teknis yang
bersangkutan, Departemen Keuangan dan departemen/instansi lain yang
kegiatannya berhubungan dengan Perusahaan, atau pejabat lain yang diusulkan
oleh Menteri.
148
Pasal 36
(1) Anggota Dewan Pengawas diangkat dan diberhentikan oleh Menteri
Keuangan berdasarkan usul Menteri.
(2) Anggota Dewan Pengawas diangkat untuk masa jabatan yang sama dengan
anggota Direksi dan dapat diangkat kembali.
(3) Pengangkatan anggota Dewan Pengawas tidak bersamaan waktunya dengan
pengangkatan anggota Direksi.
Pasal 37
(1) Anggota Dewan Pengawas dapat diberhentikan sebelum habis masa
jabatannya oleh Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan
Menteri, apabila berdasarkan kenyataan anggota Dewan Pengawas :
a. Tidak melaksanakan tugasnya dengan baik.
b. Tidak melaksanakan ketentuan perundang-undangan dan atau ketentuan
Peraturan Pemerintah ini.
c. Terlibat dalam tindakan yang merugikan Perusahaan; atau
d. Dipidana penjara karena dipersalahkan melakukan perbuatan pidana
kejahatan dan atau kesalahan yang berkaitan dengan tugasnya
melaksanakan pengawasan dalam perusahaan .
(2) Keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), huruf a,
huruf b dan huruf c diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan
membela diri.
(3) Pembelaan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan secara
tertulis dan disampaikan kepada Menteri Keuangan dalam jangka waktu 1
(satu) bulan terhitung sejak anggota Dewan Pengawas yang bersangkutan
diberitahu secara tertulis oleh Menteri Keuangan tentang rencana
pemberhentian tersebut.
(4) Selama rencana pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) masih
dalam proses, maka anggota Dewan Pengawas yang bersangkutan dapat
menjalankan tugasnya.
(5) Jika dalam jangka waktu 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal penyampaian
pembelaan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) Menteri Keuangan
tidak memberikan keputusan pemberhentian anggota Dewan Pengawas
tersebut, maka rencana pemberhentian tersebut menjadi batal.
(6) Pemberhentian karena alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d,
merupakan pemberhentian tidak dengan hormat.
(7) Kedudukan sebagai Dewan Pengawas berakhir dengan dikeluarkannya
keputusan pemberhentian oleh Menteri Keuangan.
Pasal 38
(1) Dewan Pengawas bertugas untuk :
149
a. Melaksanakan pengawasan terhadap pengurusan perusahaan yang
dilakukan oleh Direksi.
b. Memberi nasihat kepada Direksi dalam melaksanakan kegiatan
pengurusan Perusahaan.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a termasuk
pengawasan terhadap pelaksanaan :
a. Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan.
b. Ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
c. Kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan pedoman yang
disusun oleh Menteri.
d. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 39
(1) Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban :
a. Memberikan pendapat dan saran kepada Menteri Keuangan dan Menteri
mengenai Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan yang diusulkan
Direksi.
b. Mengikuti perkembangan kegiatan perusahaan, memberikan pendapat
dan saran kepada Menteri Keuangan dan Menteri mengenai setiap
masalah yang dianggap penting bagi pengurusan perusahaan.
c. Melaporkan dengan segera kepada Menteri Keuangan dan Menteri
apabila terjadi gejala menurunnya kinerja perusahaan.
d. Memberikan nasihat kepada Direksi dalam melaksanakan pengurusan
perusahaan.
(2) Dewan Pengawas melaporkan pelaksanaan tugasnya sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) kepada Menteri Keuangan dan Menteri secara berkala dan
sewaktu-waktu apabila diperlukan.
Pasal 40
Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, Dewan Pengawas mempunyai
wewenang sebagai berikut :
(1) Melihat buku-buku, surat-surat serta dokumen-dokumen lainnya, memeriksa
kas untuk keperluan verifikasi dan memeriksa kekayaan perusahaan.
(2) Memasuki pekarangan, gedung dan kantor yang dipergunakan oleh
perusahaan.
(3) Meminta penjelasan dari Direksi dan atau pejabat lainnya mengenai segala
persoalan yang menyangkut pengelolaan perusahaan.
(4) Meminta Direksi dan atau pejabat lainnya dengan sepengetahuan Direksi
untuk menghadiri Rapat Dewan Pengawas perusahaan.
(5) Menghadiri rapat Direksi dan memberikan pandangan-pandangan terhadap
hal-hal yang dibicarakan.
(6) Berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini, memberikan persetujuan
atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.
150
(7) Berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini atau Keputusan Rapat
Pembahasan Bersama, melakukan tindakan pengurusan perusahaan dalam
hal Direksi tidak ada; dan
(8) Memberhentikan sementara Direksi, dengan menyebutkan alasannya
Pasal 41
Untuk membantu kelancaran pelaksanaan tugas Dewan Pengawas, Menteri
Keuangan dapat mengangkat seorang Sekretaris Dewan Pengawas atas beban
perusahaan.
Pasal 42
Jika dianggap perlu Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya dapat
memperoleh bantuan tenaga ahli yang diikat dengan kontrak untuk waktu tertentu
atas beban perusahaan.
Pasal 43
Semua biaya yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas Dewan Pengawas
dibebankan kepada perusahaan dan secara jelas dimuat dalam Rencana Kerja dan
Anggaran Perusahaan.
Pasal 44
(1) Rapat Dewan Pengawas diselenggarakan sekurang-kurang 3 (tiga) bulan
sekali.
(2) Dalam rapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dibicarakan hal-hal
yang berhubungan dengan perusahaan sesuai dengan tugas, kewenangan dan
kewajiban Dewan Pengawas.
(3) Keputusan rapat Dewan Pengawas diambil atas dasar musyawarah untuk
mufakat.
(4) Dalam hal tidak tercapai kata mufakat, maka keputusan diambil berdasarkan
suara terbanyak.
(5) Untuk setiap rapat dibuat risalah rapat.
Bagian Kesembilan
Penetapan Tarif
Pasal 45
Atas usul Direksi, Menteri menetapkan tarif bagi jasa dan fasilitas-fasilitas
tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
151
Bagian Kesepuluh
Satuan Pengawasan Intern
Pasal 46
(1) Satuan Pengawasan Intern melaksanakan pengawasan intern keuangan dan
operasional perusahaan.
(2) Satuan Pengawasan Intern sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipimpin
oleh seorang Kepala yang bertanggung jawab kepada Direktur Utama.
Pasal 47
Satuan Pengawasan Intern bertugas :
(1) Membantu Direktur Utama dalam melaksanakan pemeriksaan intern
keuangan dan operasional perusahaan serta menilai pengendalian,
pengurusan dan pelaksanaannya pada Perusahaan serta memberikan saran-
saran perbaikannya.
(2) Memberikan keterangan tentang hasil pemeriksaan atau hasil pelaksanaan
tugas Satuan Pengawasan Intern sebagaimana dimaksud dalam huruf a
kepada Direksi.
Pasal 48
Direksi wajib memperhatikan dan segera mengambil langkah-langkah yang
diperlukan atas segala sesuatu yang dikemukakan dalam setiap laporan hasil
pemeriksaan yang dibuat oleh Satuan Pengawasan Intern.
Pasal 49
Atas permintaan tertulis Dewan Pengawas, Direksi memberikan keterangan hasil
pemeriksaan atau hasil pelaksanaan tugas Satuan Pengawasan Intern sebagaimana
dimaksud dalam pasal 47 huruf b.
Pasal 50
Dalam pelaksanaan tugasnya, Satuan Pengawasan Intern wajib menjaga
kelancaran pelaksanaan tugas satuan organisasi lainnya dalam perusahaan sesuai
dengan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.
Bagian Kesebelas
Sistem Akuntansi dan Pelaporan
Pasal 51
Tahun buku Perusahaan adalah tahun takwim, kecuali jika ditetapkan lain oleh
Menteri Keuangan.
152
Pasal 52
Perhitungan Tahunan dibuat sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang
berlaku.
Pasal 53
Dalam waktu 5 (lima) bulan setelah tahun buku perusahaan ditutup, Direksi wajib
menyampaikan Laporan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1)
huruf l kepada Menteri Keuangan dan Menteri, yang memuat sekurang-
kurangnya:
(1) Perhitungan Tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun buku yang baru
lampau dan perhitungan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan serta
penjelasan atas dokumen tersebut.
(2) Laporan mengenai keadaan dan jalannya perusahaan serta hasil yang telah
dicapai.
(3) Kegiatan utama Perusahaan dan perubahan selama tahun buku.
(4) Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi
kegiatan perusahaan.
(5) Nama anggota Direksi dan Dewan Pengawas; dan
(6) Gaji dan tunjangan lain bagi anggota Direksi dan Dewan Pengawas.
Pasal 54
(1) Laporan Tahunan ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan Dewan
Pengawas serta disampaikan kepada Menteri Keuangan dan Menteri.
(2) Dalam hal ada anggota Direksi atau Dewan Pengawas tidak menandatangani
Laporan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus disebutkan
alasannya secara tertulis.
Pasal 55
(1) Perhitungan Tahunan disampaikan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan kepada Direksi untuk diperiksa.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh
Akuntan Publik yang ditunjuk oleh Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan dengan ketentuan bahwa hasil pemeriksaannya disetujui oleh
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
(3) Apabila perusahaan mengerahkan dana masyarakat, pemeriksaan
Perhitungan Tahunan dilakukan oleh Akuntan Publik.
(4) Laporan hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
atau Akuntan Publik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan
ayat (3) disampaikan secara tertulis oleh Direksi kepada Menteri dan
Menteri Keuangan, untuk disahkan.
153
(5) Perhitungan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diumumkan
dalam surat kabar harian.
Pasal 56
(1) Pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (4) membebaskan
Direksi dari tanggung jawab terhadap segala sesuatunya yang termuat dalam
Perhitungan Tahunan tersebut.
(2) Dalam hal dokumen Perhitungan Tahunan yang diajukan dan disahkan
tersebut ternyata tidak benar dan atau menyesatkan maka anggota Direksi
dan Dewan Pengawas secara langsung bertanggung jawab terhadap pihak
ketiga yang dirugikan.
(3) Anggota Direksi dan Dewan Pengawas dibebaskan dari tanggung jawab
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) apabila terbukti bahwa keadaan
tersebut bukan karena kesalahannya.
Pasal 57
(1) Laporan berkala baik laporan triwulan, laporan semester maupun laporan
lainnya tentang kinerja perusahaan disampaikan kepada Dewan Pengawas.
(2) Tembusan laporan berkala sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
disampaikan kepada Menteri Keuangan dan Menteri.
Pasal 58
Laporan Tahunan, Perhitungan Tahunan, laporan berkala dan laporan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Bagian ini, disampaikan dengan bentuk, isi dan tata
cara penyusunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Bagian Keduabelas
Pegawai Perusahaan
Pasal 59
Pengadaan, pengangkatan, penempatan, pemberhentian, kedudukan, kepangkatan,
jabatan, gaji/upah, kesejahteraan dan penghargaan kepada pegawai perusahaan
diatur dan ditetapkan oleh Direksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 60
Bagi perusahaan tidak berlaku segala ketentuan eselonisasi jabatan yang berlaku
bagi Pegawai Negeri.
154
Bagian Ketigabelas
Penggunaan Laba
Pasal 61
(1) Setiap tahun buku, perusahaan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba
bersih untuk cadangan tujuan, penyusutan dan pengurangan lainnya yang
wajar.
(2) Empat puluh lima persen (45 %) dari sisa penyisihan laba bersih
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipakai untuk :
a. Cadangan umum yang dilakukan sampai cadangan mencapai sekurang-
kurangnya 2 (dua) kali lipat dari modal yang ditempatkan.
b. Sosial dan pendidikan.
c. Jasa produksi.
d. Sumbangan dana pensiun; dan
e. Sokongan dan sumbangan ganti rugi.
(3) Penetapan persentase pembagian laba bersih Perusahaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.
Pasal 62
(1) Seluruh laba bersih setelah dikurangi penyisihan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 61 disetorkan sebagai Dana Pembangunan Semesta.
(2) Dana Pembangunan Semesta yang menjadi hak Negara wajib disetorkan ke
Bendahara Umum Negara segera setelah Laporan Tahunan disahkan sesuai
ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.
Bagian Keempatbelas
Ketentuan Lain-lain
Pasal 63
Tata cara penjualan, pemindahtanganan atau pembebanan atas aktiva tetap
Perusahaan serta penerimaan pinjaman jangka menengah/ panjang dan pemberian
pinjaman dalam bentuk dan cara apapun serta tidak menagih lagi dan
menghapuskan dari pembukuan piutang dan persediaan barang oleh perusahaan
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pasal 64
Pengadaan barang dan jasa perusahaan yang menggunakan dana langsung dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 65
(1) Selain organ Perusahaan, pihak lain manapun dilarang turut mencampuri
pengurusan perusahaan.
155
(2) Organ perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah Direksi dan
Dewan Pengawas.
(3) Departemen/instansi pemerintah tidak dibenarkan membebani perusahaan
dengan segala bentuk pengeluaran.
(4) Perusahaan tidak dibenarkan membiayai keperluan pengeluaran departemen/
instansi pemerintah.
Pasal 66
(1) Direksi hanya dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri agar
perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan.
(2) Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan
kekayaan Perusahaan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan
tersebut, maka setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung
jawab atas kerugian tersebut.
(3) Anggota Direksi yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena
kesalahan atau kelalaiannya, tidak bertanggung jawab secara tanggung
renteng atas kerugian tersebut.
Pasal 67
(1) Anggota Direksi dan semua pegawai perusahaan yang karena tindakan-
tindakan melawan hukum menimbulkan kerugian bagi perusahaan,
diwajibkan mengganti kerugian tersebut.
(2) Ketentuan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terhadap
anggota Direksi diatur oleh Menteri Keuangan, sedangkan terhadap pegawai
Perusahaan diatur oleh Direksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 68
Semua surat dan surat berharga yang termasuk kelompok pembukuan dan
administrasi perusahaan disimpan di tempat perusahaan atau tempat lainnya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 69
(1) Pembubaran perusahaan dan penunjukan likuidaturnya ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
(2) Semua kekayaan perusahaan setelah diadakan likuidasi, menjadi milik
negara.
(3) Likuidatur mempertanggungjawabkan likuidasi kepada Menteri Keuangan.
(4) Menteri Keuangan memberi pembebasan tanggung jawab terhadap
pelaksanaan pekerjaan yang telah diselesaikan likuidatur.
156
Pasal 70
Pimpinan satuan organisasi dalam perusahaan bertanggung jawab melakukan
pengawasan melekat dalam lingkungan tugasnya masing-masing.
BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 71
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua ketentuan pelaksanaan
yang telah ditetapkan dan diberlakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
2 Tahun 1990, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum
diganti dengan ketentuan baru yang ditetapkan dan diberlakukan berdasarkan
Peraturan Pemerintah ini.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 72
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor
2 Tahun 1990 dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 73
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 April 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ABDURRAHMAN WAHID
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 April 2000
Pj. SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BONDAN GUNAWAN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 48
157
Lampiran 8 Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.26I/MEN/
2001
KEPUTUSAN
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
NOMOR : KEP. 26 I/MEN/2001
TENTANG
ORGANISASI DAN TATA KERJA PELABUHAN PERIKANAN
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,
Menimbang : a. Bahwa dalam rangka menunjang peningkatan produksi
perikanan dan pengelolaan sumber daya ikan yang
bertanggung jawab, dipandang perlu menetapkan
Organisasi dan Tata Keja Pelabuhan Perikanan.
b. Bahwa untuk itu perlu ditetapkan Organisasi dan Tata
Kerja Pelabuhan Perikanan dengan Keputusan Menteri.
Mengingat : 1. Undang Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan
(Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3299).
2. Undang Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan
United Nations Convention on Biobgical Diversity
(konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai
Keanekaragaman Hayati (Lembaran Negara Tahun 1994
Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nornor 3556).
3. Undang Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun
1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3669).
4. Undang Undang Nomor 22. Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999
Nornor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3041).
5. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang
Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun
1990 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3409).
6. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang
Pengendailan Pencemaran dan/atau Perusakan Laut
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 33816).
158
7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi
Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952).
8. Keputusan Presiden Nomor 234/M Tahun 2000
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden
Nomor 289/M Tahun 2000.
9. Keputusan Presiden Nomor 165 Tahun 2000 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi, dan Tata Kerja Departemen sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 37
Tahun 2001.
10. Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 tentang
Susunan Organisasi dan Tuga Departemen sehagaimana
telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 38 Tahun
2001.
11. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.
01/MEN/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kelautan dan Perikanan.
Memperhatikan : Persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
dalam surat Nomor 85/M.PAN/4/2001, tanggal 4 April 2001.
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN
PERIKANAN TENTANG ORGANISASI DAN TATA
KERJA PELABUHAN PERIKANAN
BAB I
Bagian Pertama
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi
Pasal 1
(1) Pelabuhan perikanan adalah unit pelaksana teknis Departemen Kelautan dan
Perikanan di bidang prasarana pelabuhan perikanan yang berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perikanan Tangkap.
(2) Pelabuhan perikanan dipimpin oleh seorang Kepala.
Pasal 2
Pelabuhan perikanan mempunyai tugas melaksanakan fasilitasi produksi dan
pemasaran hasil perikanan tangkap di wilayahnya dan pengawasan pemanfaatan
sumberdaya penangkapan untuk pelestariannya.
159
Pasal 3
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pelabuhan
Perikanan menyelenggarakan fungsi :
(1) Perencanaan, pengembangan, pemeliharaan, serta pemanfaatan sarana
pelabuhan perikanan.
(2) Pelayanan teknis kapal perikanan, dan kesyahbandaran pelabuhan perikanan.
(3) Koordinasi pelaksanaan urusan keamanan, ketertiban, dan pelaksanaan
kebersihan kawasan pelabuhan perikanan.
(4) Pengembangan dan fasilitasi pemberdayaan masyarakat perikanan.
(5) Pelaksanaan fasilitasi dan koordinasi di wilayahnya untuk peningkatan
produksi, distribusi, dan pemasaran hasil perikanan.
(6) Pelaksanaan pengawasan penangkapan, penanganan, pengolahan,
pemasaran, mutu hasil perikanan.
(7) Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data dan statistik
perikanan.
(8) Pengembangan dan pengelolaan sistem informasi dan publikasi hasil riset,
produksi, dan pemasaran hasil perikanan tangkap di wilayahnya.
(9) Pemantauan wilayah pesisir dan fasilitasi wisata bahari.
(10) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
Bagian Kedua
Pasal 4
Klasifikasi pelabuhan perikanan :
(1) Pelabuhan Perikanan Samudera.
(2) Pelabuhan Perikanan Nusantara.
Pasal 5
(1) Pelabuhan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dikelompokkan
menjadi Pelabuhan Perikanan yang belum diusahakan dan Pelabuhan
Perikanan yang diusahakan.
(2) Pelabuhan perikanan yang belum diusahakan adalah pelabuhan perikanan
yang seluruh sarananya dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan
Perikanan.
(3) Pelabuhan perikanan yang diusahakan adalah pelabuhan perikanan yang
sebagian sarananya dikelola secara produktif dan ekonomis oleh Perum.
160
BAB II
SUSUNAN ORGANISASI
Bagian Pertama
Pelabuhan Perikanan Samudera
Pasal 6
Pelabuhan Perikanan Samudera yang belum diusahakan terdiri dari :
(1) Bidang Pengusahaan.
(2) Bidang Tata Operasional.
(3) Bagian Tata Usaha.
(4) Kelompok Jabtan Fungsional.
Pasal 7
Bidang Pengusahaan mempunyai tugas melaksanakan pembangunan,
pemeliharaan, pengembangan dan pendayagunaan sarana dan prasarana,
pelayanan jasa, fasilitasi usaha dan wisata bahari, pemberdayaan masyarakat
perikanan, koordinasi peningkatan produksi hasil perikanan, pengendalian
lingkungan, koordinasi urusan keamanan dan ketertiban, serta pelaksanaan
kebersihan kawasan pelabuhan perikanan.
Pasal 8
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Bidang
Pengusahaan menyelenggarakan fungsi :
(1) Penyusunan rencana dan pelaksanaan pembangunan, pengembangan,
pemeliharaan, pendayagunaan sarana dan prasarana, pengendalian
lingkungan, koordinasi urusan keamanan dan ketertiban, serta pelaksanaan
kebersihan kawasan pelabuhan perikanan.
(2) Pelayanan jasa, fasilitasi usaha dan wisata bahari, pemberdayaan masyarakat
perikanan, koordinasi peningkatan produksi dan pemasaran hasil perikanan.
Pasal 9
Bidang Pengusahaan terdiri dari :
(1) Seksi Sarana.
(2) Seksi Pelayanan dan Pengembangan Usaha.
Pasal 10
(1) Seksi Sarana mernpunyai tugas melakukan penyusunan rencana dan
pelaksanaan pembangunan, pengembangan, pemeliharaan, pendayagunaan
161
sarana dan prasarana pelabuhan perikanan, pengendalian lingkungan,
koordinasi urusan keamanan dan ketertiban, serta pelaksanaan kebersihan.
(2) Seksi Pelayanan dan Pengembangan Usaha mempunyai tugas melakukan
pelayanan jasa, fasilitas usaha dan wisata bahari, pemberdayaan masyarakat
perikanan, koordinasi peningkatan produksi dan pemasaran hasil perikanan.
Pasal 11
Bidang Tata Operasional mempunyai tugas me!aksanakan pelayanan teknis kapal
perikanan dan kesyahbandaran perikanan, fasilitasi pemasaran dan distribusi hasil
perikanan, pengumpulan, pengolahan, penyajian data dan statistik perikanan, serta
pengembangan dan pengelolaan sistem informasi dan publikasi perikanan.
Pasal 12
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Bidang Tata
Operasional menyelenggarakan fungsi :
(1) Pelayanan teknis kapal perikanan dan kesyahbandaran perikanan.
(2) Fasilitasi pemasaran dan distribusi hasil perikanan, pengumpulan,
pengolahan, penyajian data dan statistik perikanan serta pengembangan dan
pengelolaan sistem informasi dan publikasi perikanan.
Pasal 13
Bidang Tata Operasional terdiri dari :
(1) Seksi Kesyahbandaran Penikanan.
(2) Seksi Pernasaran dan Informasi.
Pasal 14
(1) Seksi Kesyahbandaran Perikanan mempunyai tugas melakukan pelayanan
teknis kapal perikanan dan kesyahbandaran perikanan.
(2) Seksi Pemasaran dan Informasi mempunyai tugas melakukan fasilitasi
pemasaran dan distribusi hasil perikanan, pengumpulan, pengolahan, dan
penyajian data dan statistik perikanan, serta pengembangan dan pengelolaan
sistem informasi dan publikasi perikanan.
Pasal 15
Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan administrasi keuangan,
kepegawaian, persuratan, kearsipan, perlengkapan, rumah tangga, pelaporan, dan
pengelolaan administrasi pelayanan masyarakat perikanan.
162
Pasal 16
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Bagian Tata
Usaha menyelenggarakan fungsi :
(1) Pelaksanaan administrasi keuangan.
(2) Pelaksanaan administrasi kepegawaian, persuratan, kearsipan, perlengkapan,
rumah tangga, pelaporan, dan pengelolaan administrasi pelayanan
masyarakat perikanan.
Pasal 17
Bagian Tata Usaha terdiri dari:
(1) Subbagian Keuangan.
(2) Subbagian Umum.
Pasal 18
(1) Subbagian Keuangan mempunyai tugas melakukan administrasi keuangan.
(2) Subbagian Umum mempunyai tugas melakukan administrasi kepegawaian,
persuratan, kearsipan, perlengkapan, rumah tangga, pelaporan, dan
pengelolaan administrasi pelayanan masyarakat perikanan.
Pasal 19
Pelabuhan Perikanan Samudera yang diusahakan terdiri dari :
(1) Bidang Pengembangan.
(2) Bidang Tata Operasional.
(3) Bagian Tata Usaha.
(4) Kelompok Jabatan Fungsional.
Pasal 20
Bidang Pengembangan mempunyai tugas melaksanakan pembangunan,
pemeliharaan, pengembangan dan pendayagunaan sarana dan prasarana,
pelayanan jasa, fasilitasi usaha dan wisata bahari, pemberdayaan masyarakat
perikanan, koordinasi peningkatan produksi hasil perikanan, pengendalian
lingkungan, urusan keamanan dan ketertiban, serta pelaksanaan kebersihan
kawasan pelabuhan perikanan.
Pasal 21
Dalam melaksanakan tugas sebagamana dimaksud dalam Pasal 20 Bidang
Pengembangan menyelenggarakan fungsi :
163
(1) Penyusunan rencana dan pelaksanaan pembangunan, pengembangan,
pemeliharaan, pendayagunaan sarana dan prasarana, pengendalian
lingkungan, koordinasi urusan keamanan dan ketertiban, serta pelaksanaan
kebersihan kawasan pelabuhan perikanan.
(2) Pelayanan jasa, fasilitasi usaha dan wisata bahari, pemberdayaan masyarakat
perikanan, koordinasi peningkatan produksi dan pemasaran hasil perikanan,
serta dan pengendalian lingkungan.
Pasal 22
Bidang Pengembangan terdiri dari :
(1) Seksi Sarana.
(2) Seksi Tata Pelayanan.
Pasal 23
(1) Seksi Sarana mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana dan
pelaksanaan pembangunan pengembangan, pemeliharaan, serta
pendayagunaan sarana dan prasarana, pengendalian lingkungan, koordinasi
urusan keamanan dan ketertiban, serta pelaksanaan kebersihan kawasan
pelabuhan perikanan.
(2) Seksi Tata Pelayanan mempunyai tugas melakukan pelayanan jasa, fasilitasi
usaha dan wisata bahari, pemberdayaan masyarakat perikanan, koordinasi
peningkatan produksi dan pemasaran hasil perikanan.
Pasal 24
Bidang Tata Operasional mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis kapal
perikanan dan kesyahhandaran perikanan, fasilitasi pemasaran dan distnibusi hasil
perikanan, pengumpulan, pengolahan, penyajian data dan statistik perikanan, serta
pengembangan dan pengelolaan sistem informasi dan publikasi perikanan.
Pasal 25
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Bidang Tata
Operasional menyelenggarakan fungsi :
(1) Pelayanan teknis kapal perikanan dan kesyahbandaran perikanan.
(2) Fasilitasi pemasaran dan distribusi hasil perikanan, pengumpulan,
pengolahan, penyajian data dan statistik perikanan serta pengembangan dan
pengelolaan sistem informasi dan publikasi perikanan.
Pasal 26
Bidang Tata Operasional terdiri dari :
(1) Seksi Kesyahbandaran Perikanan.
(2) Seksi Pemasaran dan Informasi.
164
Pasal 27
(1) Seksi Kesyahbandaran Perikanan mempunyai tugas melakukan pelayanan
teknis kapal perikanan dan kesyahbandaran perikanan.
(2) Seksi Pemasaran dan Informasi mempunyai tugas melakukan fasilitasi
pemasaran dan distribusi hasil periknan, pengumpulan, pengolahan, dan
penyajian data dan statistik perikanan, serta pengembangan dan pengelolaan
sistem informasi dan publikasi perikanan.
Pasal 28
Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan administrasi keuangan,
kepegawaian, persuratan, kearsipan, perlengkapan, rumah tangga, pelaporan, dan
pengelolaan administrasi pelayanan masyarakat perikanan.
Pasal 29
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Bagian Tata
Usaha menyelenggarakan fungsi :
(1) pelaksanaan administrasi keuangan.
(2) pelaksanaan administrasi kepegawaian, persuratan, kearsipan, perlengkapan,
rumah tangga, pelaporan, dan pengelolaan administrasi pelayanan
masyarakat perikanan.
Pasal 30
Bagian Tata Usaha terdiri dari :
(1) Subbagian Keuangan.
(2) Subbagian Umum.
Pasal 31
(1) Subbagian Keuangan mempunyai tugas melakukan adnninistrasi keuangan.
(2) Subbagian Umum mempunyai tugas melakukan administrasi kepegawaian,
persuratan, kearsipan, perlengkapan, rumah tangga, pelaporan, dan
pengelolaan administrasi pelayanan masyarakat perikanan.
Bagian Kedua
Pelabuhan Perikanan Nusantara
Pasal 32
Pelabuhan Perikanan Nusantara yang belum diusahakan terdiri dari :
(1) Seksi Tata Pengusahaan.
(2) Seksi Tata Pelayanan.
165
(3) Subbagian Tata Usaha.
(4) Kelompok Jabatan Fungsional.
Pasal 33
Seksi Tata Pengusahaan mempunyai tugas melakukan pembangunan,
pemeliharaan, pengembangan dan pendayagunaan sarana dan prasarana,
pelayanan jasa, fasilitasi usaha dan wisata bahari, pemberdayaan masyarakat
perikanan, koordinasi peningkatan produksi hasil perikanan, pengendalian
lingkungan, koordinasi urusan keamanan dan ketertiban, serta pelaksanaan
kebersihan kawasan pelabuhan perikanan.
Pasal 34
Seksi Tata Pelayanan mempunyai tugas melakukan peiayanan teknis kapal
perikanan dan kesyahbandaran perikanan, fasilitasi pemasaran dan disfribusi hasil
perikanan, pengumpulan, pengolahan, penyajian data dan statistik perikanan, serta
pengembangan dan pengelolaan sistem informasi perikanan.
Pasal 35
Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan administrasi keuangan,
Kepegawaian, persuratan, kearsipan, perlengkapan, dan rumah tangga, pelaporan,
dan serta pengembangan dan pengelolaan sistem informasi dan publikasi
perikanan.
Pasal 36
Pelabuhan Perikanan Nusantara yang diusahakan terdiri dari :
(1) Seksi Pengembangan.
(2) Seksi Tata Pelayanan.
(3) Subbagian Tata Usaha.
(4) Kelompok Jabatan Fungsional.
Pasal 37
Seksi Pengembangan mempunyai tugas melakukan pembangunan, pemeliharaan,
pengembangan dan pendayagunaan sarana dan prasarana, pelayanan jasa, fasilitasi
usaha dan wisata bahari, pemberdayaan masyarakat perikanan, koordinasi
peningkatan produksi hasil perikanan, pengendalian lingkungan, koordinasi
urusan keamanan dam ketertiban, serta pelaksanaan kebersihan kawasan
pelabuhan perikanan.
166
Pasal 38
Seksi Tata Pelayanan mempunyai tugas melakukan pelayanan teknis kapal
perikanan dan ksyahbandaran perikanan, fasilitasi pemasaran dan distribusi hasil
perikanan, pengumpulan, pengolahan, penyajian data dan statistik perikanan, serta
pengembangan dan pengolahan sistem informasi perikanan.
Pasal 39
Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan administrasi keuangan,
kepegawaian, persuratan, kearsipan, perlengkapan, rumah tangga, pelaporan, dan
pengelolaan administrasi pelayanan masyarakat perikanan.
BAB III
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
Pasal 40
Kelompok Jabatan Fungsional di lingkungan pelabuhan perikanan mempunyai
tugas melaksanakan kegiatan pengawasan penangkapan ikan, pengawasan mutu
hasil perikanan, dan kegiatan fungsional lain yang sesuai dengan tugas masing-
masing jabatan fungsional berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 41
(1) Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari Pengawas Perikanan, Pengawas
Benih, Pengendali Hama dan Penyakit Ikan, Penyuluh Perikanan, Arsiparis,
Pranata Komputer, Statistasi, Pustakawan, dan jabatan fungsional lainnya
yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Masing-masing kelompok jabatan fungsional dikoordinasikan oleh seorang
tenaga fungsional yang ditetapkan oleh Kepala.
(3) Jumlah pejabat fungsional sebagaimanan dimaksud pada ayat (1) Pasal ini
ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.
(4) Jenis dan jenjang jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Pasal ini diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB IV
TATA KERJA
Pasal 42
Dalam melaksanakan tugas, pimpinan satuan organisasi dan kelompok jabatan
fungsional wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik
dalam lingkungan masing-masing maupun antar satuan organisasi dalam
167
lingkungan pelabuhan perikanan serta dengan instansi lain di luar pelabuhan
perikanan sesuai tugas masing-masing.
Pasal 43
Setiap pimpinan satuan organisasi wajib mengawasi pelaksanaan tugas bawahan
masing-masing dan apabila terjadi penyimpangan agar mengambil langkah-
langkah yang diperlukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 44
Setiap pimpinan satuan organisasi bertanggung jawab memimpin dan
mengkoordinasikan bawahan masing-masing dan memberikan bimbingan serta
petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahannya.
Pasal 45
Sebap pimpinan satuan organisasi dan kelompok jabatan fungsional wajib
mengikuti dan mematuhi petunjuk dan bertanggung jawab kepada atasan masing-
masing serta menyampaikan laporan berkala tepat pada waktunya.
Pasal 46
Setiap laporan yan diterima oleh pimpinan satuan organisasi dari bawahan, wajib
diolah dan dipergunakan sebagai bahan penyusunan laporan lebih lanjut dan untuk
rnemberikan petunjuk kepada bawahan.
Pasal 47
Dalam penyampaian laporan kepada atasan, tembusan laporan wajib disampaikan
pula kepada satuan organisasi lain yang secara fungsional mempunyai hubungan
kerja.
Pasal 48
Dalam melaksanakan tugas, setiap pimpinan satuan organisasi dibantu oleh
pimpinan satuan organisasi di bawahnya dan dalam rangka pemberian bimbingan
kepada bawahan masing-masing wajib mengadakan rapat berkala.
BAB V
NAMA, JENIS, DAN LOKASI
Pasal 49
Nama, jenis, dan lokasi pelabuhan perikanan sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Keputusan ini.
168
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 50
Perubahan organisasi dan tata kerja pelabuhan perikanan menurut Keputusan
ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan setelah terlebih dahulu mendapat
persetujuan tertulis dan Menteri yang bertanggung jawab di bidang
pendayagunaan aparatur negara.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 51
Dengan berlakunya Keputusan ini, Keputusan Menteri Eksplorasi Laut dan
Perikanan Nomor 69 Tahun 2000 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan
Perikanan dinyatakan tidak berlaku kecuali untuk Pelabuhan Perikanan Nusantara
Tual dan Pelabuhan Perikanan Pantai yang belum diserahkan kepada Daerah.
Pasal 52
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 1 Mei 2001
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,
ttd
SARWONO KUSUMAATMADJA
Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
ttd
Narmoko Prasmadji
169
Lampiran : Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.261/MEN/
2001 tentang Organisasi Pelabuhan Perikanan
PELABUHAN PERIKANAN YANG BELUM DIUSAHAKAN
PELABUHAN PERIKANAN YANG DIUSAHAKAN
No Nama Pelabuhan Jenis Lokasi Propinsi
1 Pelabuhan
Perikanan
Samudera
1. BELUM
DIUSAHAKAN
1. Kendari
2. Cilacap
3. Bungus
Sulawesi
Tenggara
Jawa Tengah
Sumatera Barat
2. DIUSAHAKAN 1. Jakarta
2. Belawan
DKI Jakarta
Sumatera Utara
2 Pelabuhan
Perikanan
Nusantara
1. BELUM
DIUSAHAKAN
1. Tanjung
Pandan
2. Ternate
3. Ambon
4. Pelabuhan
Ratu
5. Sibolga
6. Kejawanan
Kep. Bangka-
Belitung
Maluku Utara
Maluku
Jawa Barat
Sumatera Utara
Jawa Barat
2. DIUSAHAKAN 1. Brondong
2. Prigi
3. Pekalongan
4. Pernangkat
Jawa Timur
Jawa Timur
Jawa Tengah
Kalimantan
Barat
MENTERI KELAUTAN DAN
PERIKANAN,
ttd
SARWONO KUSUMAATMADJA
Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
ttd
Narmoko Prasmadji
170
STRUKTUR ORGANISASI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA YANG DIUSAHAKAN
KEPALA
BAGIAN
TATA USAHA
SEKSI
KESYAHBANDARAN
PERIKANAN
BIDANG TATA
OPERASIONAL
BIDANG
PENGEMBANGAN
SEKSI SARANA
SEKSI PEMASARAN
DAN INFORMASI
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
SEKSI TATA
PELAYANAN
SUBBAGIAN
KEUANGAN
SUBBAGIAN
UMUM
171
STRUKTUR ORGANISASI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA YANG BELUM DIUSAHAKAN
KEPALA
BAGIAN
TATA USAHA
SEKSI
KESYAHBANDARAN
PERIKANAN
BIDANG TATA
OPERASIONAL
BIDANG
PENGUSAHAAN
SEKSI SARANA
SEKSI PEMASARAN
DAN INFORMASI
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
SEKSI PELAYANAN
DAN PENGEMBANGAN
USAHA
SUBBAGIAN
KEUANGAN
SUBBAGIAN
UMUM
172
STRUKTUR ORGANISASI
PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA YANG DIUSAHAKAN
KEPALA
SUBBAGIAN
TATA USAHA
SEKSI TATA
PELAYANAN
SEKSI
PENGEMBANGAN
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
173
STRUKTUR ORGANISASI
PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA YANG BELUM DIUSAHAKAN
KEPALA
SUBBAGIAN
TATA USAHA
SEKSI TATA
PELAYANAN
SEKSI TATA
PENGUSAHAAN
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
Top Related