STRATEGI PENGAWASAN PEMERINTAH DALAM PENGELOLAAN
LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) HOTEL
DI KOTA MAKASSAR
NURSAID
Nomor Stambuk : 105610540315
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKSSAR
2020
i
STRATEGI PENGAWASAN PEMERINTAH DALAM PENGELOLAAN
LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) HOTEL
DI KOTA MAKASSAR
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Administrasi Negara
Disusun dan Diajukan Oleh
NURSAID
Nomor Stambuk : 105610540315
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
ii
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama Mahasiswa : Nursaid
Nomor Stambuk : 105610540315
Program Studi : Ilmu Administrasi Negara
Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa
bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain atau melakukan
plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian
hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik
sesuai aturan yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelar akademik.
Makassar, 22 Desember 2019
Yang Menyatakan,
Nursaid
v
ABSTRAK
NURSAID, 2019. Strategi Pengawasan Pemerintah Dalam Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Hotel di Kota Makassar,
(Pembimbing Fatmawati dan Haerana)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi pengawasan pemerintah
dalam pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) Hotel di Kota
Makassar. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif dan tipe yang digunakan dalam penelitian adalah fenomonologis. Teknik
pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah wawancara, observasi dan
dokumentasi. Teknik analisis data adalah reduksi data, penyajian data, dan
kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Dinas Lingkungan Hidup Kota
Makassar mempunyai tugas pokok yaitu merumuskan, membina,
mengkoordinasikan dan mengendalikan kebijakan di bidang lingkungan hidup
meliputi analisis dampak lingkungan, pemulihan dampak lingkungan serta
penaatan hukum lingkungan. Selain itu strategi pengawasan pemerintah dalam
pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun hotel di Kota Makassar, Dinas
Lingkungan Hidup belum maksimal dalam pengawasan pengelolaan limbah B3
dengan pertimbangan faktor determinan, antara lain minim dengan sarana dan
prasarana yang belum memadai serta kurangnya pemahaman mengenai limbah B3
oleh pihak hotel. Strategi pengawasan pemerintah dalam pengelolaan limbah B3
diperlukan adanya kesinambungan antara pemerintah, pengusaha hotel dan LSM
dengan tercapainya tujuan pengawasan yang baik serta pengelolaan limbah B3
yang berkualitas.
Kata Kunci: Strategi, Pengawasan, Pengelolaan, limbah.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji kami panjatkan kepada-Nya. Kami bersyukur kepada-
Nya atas segala nikmat dan rahmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Salawat dan salam untuk pemimpin generasi pertama dan generasi
belakangan untuk keluarganya dan semua orang yang mendapatkan petunjuk-Nya
sampai akhir masa. Penyusunan skripsi ini dimasudkan untuk memenuhi sebagian
syarat-syarat guna menyelesaikan program sarjana (S1), pada program sarjana
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik jurusan Ilmu Administrasi Negara
Universitas Muhammadiyah Makassar.
Adapun penulisan skripsi ini dengan judul “Strategi Pengawasan
Pemerintah Dalam Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Hotel Di Kota Makassar”. Isi dan materi skripsi ini didasarkan pada penelitian
keputusan serta perkembangan dan data-data sekunder yang terkait dengan judul
skripsi ini.
Penulis sadar akan dengan penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud
tanpa ada faktor pendukung, bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Maka
penulis dengan kesempatan ini menyampaikan ucapan rasa hormat dan terima
kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Rahman Rahim, S.E., M.M. sebagai Rektor
Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Ibu Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
vii
3. Bapak Nasrul Haq, S.Sos., MPA selaku ketua jurusan Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah
Makassar.
4. Ibu Dr. Hj. Fatmawati, M.Si selaku pembimbing pertama dan Haerana, S.Sos,
M.Pd selaku pembimbing kedua. Yang senantiasa meluangkan waktunya
membimbing penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
5. Bapak/Ibu Dosen, serta staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Muhammadiyah Makassar yang telah memberi bantuan kepada penulis dan
memberikan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat selama perkuliahan.
6. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Abu Bakar dengan Ibunda Salma beserta
seluruh keluarga terima kasih sebesar-besarnya yang luar biasa atas do’a,
pengorbana, bantuan, dukungan dan motivasi yang tak dapat diukur telah
dipersembahkan kepada saya selama menempuh pendidikan perkuliahan
bahkan sampai detik ini.
7. Terima kasih banyak kepada sepupu-sepupuku dan teman-temanku atas
segala bantuannya, masukan, saran dan motivasinya kepada penulis disaat
saya mulai dari penulisan proposal sampai skripsi ini selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari sempurna. Dengan demikian
penulis mengharapkan kritik dan sarannya untuk kesempurnaan skripsi ini.
Walaupun demikian, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat kepada
pembaca dan penulis khususnya.
viii
Semoga Allah Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan taufiq dan
hidayah-nya kepada penulis dan semua pihak yang telah membantu penulisan
skripsi ini.
Makassar, 22 Desember 2019
Penulis
Nursaid
ix
DAFTAR ISI
Halaman Pengajuan Skripsi ............................................................................. i
Halaman Persetujuan ......................................................................... ............. ii
Halaman Penerimaan Tim ................................................................................ iii
Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah .................................. ................ iv
Abstrak ............................................................................................................. v
Kata Pengantar ............................................................................. ................... vi
Daftar Isi........................................................................................................... ix
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................. ............................... 1
B. Rumusan Masalah .................................... ................................ . 6
C. Tujuan Penelitian ..................................................... ................. 6
D. Kegunaan Penelitian .................................................................. 7
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Manajemen ...................................................... ......... 8
B. Konsep Pengawasan .......................................................... ......... 9
C. Teori Strategi ....................................................................... ....... 16
D. Pengelolaan Limbah B3 ....................................... ...................... 20
E. Pengertian Hotel ............................................................ ............. 30
F. Kerangka Pikir ............................................................ .............. 33
G. Fokus Penelitian .............................................. .......................... 34
H. Deskripsi Fokus Penelitian ............................................. ........... 35
BAB III: METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian ............................... .................... 36
B. Jenis dan Tipe Penelitian .......................................... ............... 36
C. Sumber Data ............................................................... .............. 37
D. Informan Penelitian ...................................................... ............. 38
E. Tehnik Pengumpulan Data ............................................. .......... 38
F. Tehnik Analisis Data ......................................................... ....... 40
G. Keabsahan Data ................................................................ ......... 41
BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Diskripsi Lokasi Penelitian ...................................................... .. 44
B. Strategi Pengawasan Pemerintah…….. ....................................... 56
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................ ................ 76
x
B. Saran ................................................................ ........................... 77
DAFTAR PUSTAKA ................................................................ ..................... 79
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1: Informan Penelitian ......................................................... .............. 38
Tabel 4.2: Karakteristik Informan Berdasarkan Jenis kelamin ....................... 54
Tabel 4.4: Karakteristik Informan Berdasarkan Tingkat Pendidikan .............. 55
Tabel 4.5: Karakteristik Informan Berdasarkan Pekerjaan .............................. 56
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara merupakan suatu kesatuan masyarakat ataupun lainya yang
terdapat bangunan-bangunan yang harus memiliki strategi pengawasan dari
pemimpin, karena pengawasan merupakan suatu hal yang tidak dapat dihilangkan
dalam sebuah tatanan kenegaraan untuk mengendalikan struktur negara. Supaya
apa yang hendak untuk diselenggarakan dapat sejalan sesuai dengan rencana.
Dengan pengawasan sendiri bisa memberikan jaminan pada suatu negara untuk
hasil yang telah direncanakan, diimplementasikan agar bisa berjalan sesuai
ekspektasi yang diharuskan memberikan beberapa perubahan yang terjadi dalam
suatu negara yang hendak dihadapi.
Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki wilayah yang
luas, serta pembangunan didalamnya begitu berkembang pesat tentunya
membutuhkan perhatian khusus untuk mengawasi aktivitas-aktivitas yang terjadi
disetiap daerah terlebih lagi seperti tempat penginapan (hotel). Maka pemerintah
setempat dituntuk untuk memiliki strategi pengawasan yang baik terhadap setiap
kegiatan-kegiatan hotel yang terjadi, demi mengurangi pencemaran lingkungan
yang dihasilkan dari aktivitas-aktivitas hotel itu sendiri. Dengan itu pengawasan
sangat diperlukan terkhusus dilingkungan hidup serta harus memberikan
keseriusan penuh dari pemerintah sehingga dilahirkan, UU No. 32 tahun 2009
tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dan didalam undang-
undang tersebut menyebutkan bahwa pemerintah daerah bupati/walikota sesuai
2
dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan ketaatan penanggung
jawab usaha atau kegiata terhadap izin lingkungan hidup, adapun wewenang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (PPLHD) menurut UU Nomor
32 Tahun 2009 pasal 74, pejabat pengawas lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam pasal 71 ayat (3) berwenang, melakukan pemantauan, meminta
keterangan, membuat salinan dari dokumen dan membuat catatan yang
diperlukan, memasuki tempat tertentu, memotret, membuat rekaman audio visual,
mengambil sampel, memeriksa peralatan, memeriksa instalasi atau alat
transportasi dan/atau menghentikan pelanggaran tertentu. Betapa besarnya
pengaruh lingkungan hidup terhadap masyarakat sehingga sangat membutuhkan
keseriusan tinggi dalam menjaga, mengawasi serta memelihara dari kegiatan
pencemaran.
Kegiatan pengawasan maka memerlukan biaya serta akomodasi dan tim
sebagai pelaksanaa yang akan meninjau langsung dilokasi untuk memastikan
ukuran kinerja pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil
yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan tersebut sehingga
kegiatan-kegiatan yang hendak direalisasikan tujuan itu tecapai bahkan sejalan.
Namun apa telah terjadi dilapangan masih kurang terimplementasi nyatanya tidak
terlihat tim yang turun langsung memberikan tindakan langsung terhadap pemilik
usaha, itupun baru ada tindakan jika ada laporan dari masyarakat.
Menjadi pantangan juga bagi pemerintah melakukan strategi pengawasan
bila ada lagi tim yang terbentuk dalam pengawasan bawahan hanya melaporkan
hal-hal positif saja. Dengan perkataan lain, para bawahan itu mempunyai
3
kecendrungan hanya melaporkan hal-hal, baik yang bersifat positif saja yang
dilaporkan, pimpinan tidak akan mengetahui keadaan yang sesungguhnya.
Akibatnya ialah bahwa dia mungkin akan menganbil kesimpulan yang salah.
Maka Perlunya suatu system pengawasan secara nasaional yang dikomando oleh
suatu badan setingkat kementerian dan bertanggung jawab langsung kepada
presiden dengan menyatukan seluruh pengawasan internal menjadi suatu system
pengawasan nasional di bawah suatu badan.
Dalam hal ini perlunya strategi pemerintah untuk lebih luas pegawasannya
misal, buatkan aplikasi untuk publik mengirimkan laporan yang terjadi dilapangan
dengan itu juga pelapor identitasnya dirahasiakan dengan cara tersebut
diharapkan dapat meningkatkan pengawasan pengelolaan limbah B3 terhadap
lingkungan hidup. Maka pemilik usaha merasa lebih terawasi, perlunya
komonikasi yang baik antara masyarakat dengan pemerintah serta menjamin
pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup dalam melakukan strategi
pengawasan lebih baik.
Pengawasan pemerintah dalam melakukan strategi perlunya menjalankan
indikator-indikator tersebut. Pertama, pemeriksaan terhadap dokumen lingkungan
hidup dan perizinan yang terkait. Kedua, Pemeriksaan penaatan pelaksanaan
pengendalian pencemaran air. Ketiga, pemeriksaan penataan pelaksanaan
pengendalian pencemaran udara. Keempat, pemeriksaan penaatan pengelolaan
bahan berbahaya dan beracun (bahan kimia). Kelima, pemeriksaan penaatan
pengelolaan bahan berbahaya dan beracun dan beracun. keenam, pemeriksaan
penaatan pengelolaan sampah domestik, dalam melaksanakan tugasnya.
4
Winardi (2000:224) bahwa pengawasan tidak hanya melihat sesuatu
dengan seksama dan melaporkan hasil kegiatan mengawasi, tetapi juga
mengandung arti memperbaiki dan meluruskannya sehingga mencapai tujuan
yang sesuai dengan apa yang direncanakan. Dari pendapat diatas dapat kita
menganalisa bahwa dalam hal pemerintah melakukan strategi pengawasan yang
baik ialah hendaknya ada tindakan serius dalam melaksanakan pengawasan, dapat
melakukan koordinasi dengan pejabat penyidik pengawai negeri sipil. Strategi
pengawasan yang ideal mestinya wali kota/bupati wajib melakukan pengawasan
ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap izin lingkunganya
ditertibkan oleh pemerintah daerah jika pemerintah menganggap terjadi
pelanggaran yang serius maka hendaknya juga memberikan sanksi yang berat,
demi tercapainya pengawasan yang ideal.
Pengawasan ialah semua dari pada aktivitas yang mempertimbangkan atau
mengukur apa yang telah atau selesai dikerjakan dengan bentuk norma-norma,
standar atau rencana-rencana yang telah disepakati jauh-jauh hari. Namum apa
yang sudah dilakukan pemerintah sudah menjalankan seperti teori diatas tapi
pemilik hotel yang masih tetap menghiraukan apa yang telah diperintahkan dari
pemerintah juga tidak dijalankan oleh pemilik usaha.
Makassar merupakan salah kota metropolitan dan masuk kota besar
kelima, tentunya harus memiliki pengawasan yang lebih baik khususnya
pengawasan dibidang lingkungan hidup dimana kita ketahui bahwa lingkungan
adalah bagian dari masyarakat, bagaimana suatu wilayah ingin berkembang jika
pengawasan yang dilakukan pemerintah masih kurang optimal, maka dari itu
5
diperlukan pengawasan yang lebih ketat dan lebih baik dalam mengatasi limbah
yang berbahaya dan beracun ini agar tidak mencemari lingkungan hidup. Dengan
bukti keseriusan dalam pengawasan ini wali kota makassar megeluarkan PERDA
Kota Makassar nomor 04 tahun 2011 tentang pengelolaan sampah. Dari itu
diharapkan terlialisasi dengan baik.
Tapi kenyataan dilapangan tidak sesuai dengan harapan, Dinas
Limgkungan Hidup Kota Makassar masih lemah dalam pengawasan. Berdasarkan
hasil observasi awal yang dilakukan peneliti menemukan, bahwa tempat
pembuangan akhir (TPA) sampah berlokasi di Antang masih ditemukan
permasalahan dimana limbah B3 masih terlihat di tempat pembuangan akhir
(TPA) tersebut, bayaknya ditemukan hotel tidak memiliki tempat pembuangan
sampah sementara khusus limbah B3, sampah organik, dan non organik serta
sampah bahan berbahaya dan beracun tidak ada pemilahan, dan juga kanal-kanal
yang ada dalam kawasan Kota Makassar terlihat begitu berwarna hitam pekat, hal
ini menandakan bahwa pengawasan lingkungan hidup masih lemah.
Aktivitas sehari-hari yang di lakukan khususnya di lingkungan perhotelan
menghasilkan buangan atau biasa di sebut dengan limbah. Limbah hotel tidak
hanya terbatas pada sampah bekas makanan saja, tetapi juga menghasilkan limbah
yang termasuk kategori B3, yang tentunya memerlukan penanganan khusus.
Jenis-jenis limbah B3 di hasilkan oleh hotel yang harus di kelola yaitu 1).
Elektronik bekas, 2). Batu baterai bekas, 3). Aki bekas, 4). Neon dan bohlam
bekas, 5). Kemasan cat, 6). Oli bekas, 7). Kosmetik bekas atau kadaluarsa, 8).
Botol atau kemasan bekas mengandung B3 seperti botol obat anti serangga, botol
6
sabun, botol shampo, dan lain-lain. Dalam hal ini pihak perhotelan harus berhati-
hati dalam pengelompokan sampah-sampah yang di hasilkan hotel tersebut agar
kiranya tidak tercampur dengan limbah sampah lain sehinggan tidak
menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan terhadap warga atau masyarakat
setempat akibat tercemar limbah B3 yang tidak terkelolah dengan baik. Pihak
perhotelan yang telah mengikuti sosialisasi dari pemerintah atau yang telah di
datangi oleh pemerintah setempat telah membuat tempat penyimpanan limbah B3
yang terpisah-pisah sesuai jenis limbah yang di hasilkan.
Maka permasalahan-permasalahan tersebut dengan mengangkat suatu
judul penelitian yaitu “Strategi Pengawasan Pemerintah Dalam Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Hotel di Kota Makassar”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang diatas, maka
berikut dirumuskan tentang permasalahan pokok dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana strategi pengawasan Dinas Lingkungan Hidup terhadap limbah
B3 hotel di Kota Makassar?
2. Apa faktor determinan dalam pengawasan Dinas Linkungan Hidup terhadap
limbah B3 hotel di Kota Makassar?
C. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak
dicapai atau apa yang menjadi tujuan penelitian tentunya harus jelas diketahui
sebelumnya. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
7
1. Untuk mengetahui strategi pengawasan Dinas Lingkungan Hidup terhadap
limbah B3 kegiatan hotel di Kota Makassar.
2. Untuk mengetahui faktor determinan dalam pengawasan Dinas Linkungan
Hidup terhadap limbah B3 hotel di Kota Makassar.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan atau manfaat dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Secara teoritis
Sebagai bahan masukan yang dapat memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan dan bahan pustaka atau referensi bagi penulis yang memperdalam
mengenai masalah strategi pengawasan pemerintah dalam pengelolaan limbah B3
kegiatan hotel di kota Makassar.
2. Secara praktis
Bagi peneliti dapat mengetahui bagaimana strategi pengawasan
pemerintah dalam pengelolaan limbah B3 kegiatan hotel di Kota Makassar
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Manajemen
Secara umum pengertian manajemen merupakan suatu ilmu dan seni
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan terhadap usaha-
usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya organisasi untuk
menggapai tujuan yang telah di tetapkan sebelumnya. Manajemen memiliki tugas
memimpin, mengatur, mengelola, mengendalikan, dan mengembangkan.
Menurut Ernie dkk (2005:317) pengertian dan fungsi-fungsi manajemen,
manajemen bisa dimaksudkan sebagai seni. Manajemen ialah seni dalam
menyelesaikan pekerjaan melalui kerja sama dengan orang lain. Seni manajemen
terdiri dari kemampuan untuk melihat keseluruhan di bagian-bagian yang terpisah
dari suatu kesatuan konsep tentang visi. Seni manajemen meliputi kemampuan
komunikasi visi tersebut. Aspek-aspek perencanaan kepemimpinan, komunikasi
dan pengambilan keputusan mengenai unsur manusia tentang cara menggunakan
pendekatan manajemen seni.
Fungsi-fungsi manajemen menurut ialah sekumpulan aktivitas yang
dilakukan dalam manajemen berdasarkan pada fungsinya masing-masing dan
menjalankan suatu tahapan-tahapan tertentu dalam pelaksanaannya.
1. Perencanaan atau planning, sebuah proses yang mengenai upaya yang
dilakukan untuk mengantisipasi keinginan dimasa yang akan datang dan
penentuan strategi dan cara yang tepat untuk menggapai target dan tujuan
lembaga/organisasi.
9
2. Pengorganisasian atau organizing, suatu kegiatan menyangkut bagaimana
strategi dan cara yang telah dirumuskan dalam perencanaan didesain dalam
sebuah struktur perusahaan/organisasi yang tepat dan kuat, system dan
lingkungan organisasi yang aman, dan dapat dipastikan bahwa semua pihak
dalam organisasi bisa bekerja secara efektif dan efisien dengan guna
pencapaian organisasi.
3. Pengimplementasian atau directing, yaitu proses imlementasi program agar
bisa dijalankanoleh seluruh pihak organisasi serta proses memotivasi atau
memberikan dorongan positif agar semua pihak tersebut dapat melaksanakan
tanggung jawabnya dengan penuh kesadaran dan produktivitas/kemampuan
menghansilkan sesuatu yang tinggi.
4. Pengendalian dan pengawasan atau controlling, ialah proses yang dilakukan
untuk memastikan semua rangkaian proses yang telah direncanakan,
diorganisasikan, dan diaktualisasikan mampu berjalan sesuai dengan target
yang diharapkan sekalipun bermacam-macam perubahan terjadi dalam
lingkungan bisnis yang dihadapi.
B. Konsep Pengawasan
Secara umum pengertian pengawasan/controlling ialah proses untuk
menjamin semua aktivitas yang dilaksanakan sudah sesuai dengan perencanaan
yang telah ditentukan. Lebih jelasnya Kadarman (2001:159) pengawasan adalah
suatu upaya yang sistematis untuk menetapkan kinerja standar pada rencana untuk
merancang sistem umpan balik informasi untuk menetapkan apakah telah terjadi
suatu penyimpangan dan mengukur signifikansi penyimpangan tersebut, serta
10
untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa
semua sumber daya yang telah digunakan seefektif dan seefisien mungkin guna
mencapai tujuan organisasi.
a. Proses Pengawasan
Menurut Griffin (2004:167) Sistem pengawasan organisasi memiliki 4
(empat) langkah fundamental dalam setiap prosesnya.
1. Menetapkan Standar.
Control Standard adalah target yang menjadi acuan perbandingan untuk
kinerja dikemudian hari. Standar yang ditetapkan untuk tujuan pengawasan harus
diekspresikan dalam acuan yang dapat diukur. Strategi pengawasan harus
konsisten dengan tujuan organisasi. Dalam penentuan standar, diperlukan
pengidentifikasian indikator-indikator kinerja. Indikator kinerja adalah ukuran
kinerja yang menyediakan informasi yang berhubungan langsung dengan objek
yang diawasi. Standar bagi hasil kerja karyawan pada umumnya terdapat pada
rencana keseluruhan maupun rencanarencana bagian. Agar standar itu diketahui
secara benar oleh karyawan, maka standar tersebut harus dikemukakan dan
dijelaskan kepada karyawan sehingga karyawan akan memahami tujuan yang
sebenarnya ingin dicapai.
2. Mengukur Kinerja
Pengukuran kinerja adalah aktivitas konstan dan kontinu bagi sebagian
besar organisasi. Agar pengawasan berlangsung efektif, ukuran-ukuran kinerja
harus valid. Kinerja karyawan biasanya diukur berbasis kuantitas dan kualitas
output, tetapi bagi banyak pekerjaan, pengukuran kinerja harus lebih mendetail.
11
3. Membandingkan Kinerja dengan Standar
Tahap ini dimaksudkan dengan membandingkan hasil pekerjaan karyawan
(actual result) dengan standar yang telah ditentukan. Hasil pekerjaan karyawan
dapat diketahui melalui laporan tertulis yang disusun karyawan, baik laporan rutin
maupun laporan khusus. Selain itu atasan dapat juga langsung mengunjungi
karyawan untuk menanyakan langsung hasil pekerjaan atau karyawan dipanggil
untuk menyampaikan laporannya secara lisan. Kinerja dapat berada pada posisi
lebih tinggi dari, lebih rendah dari, atau sama dengan standar. Pada beberapa
perusahaan, perbandingan dapat dilakukan dengan mudah, misalnya dengan
menetapkan standar penjualan produk mereka berada pada urutan pertama di
pasar. Standar ini jelas dan relatif mudah dihitung untuk menentukan apakah
standar telah dicapai atau belum. Namun dalam beberapa kasus perbandingan ini
dapat dilakukan dengan lebih detail. Jika kinerja lebih rendah dibandingkan
standar, maka seberapa besar penyimpangan ini dapat ditoleransi sebelum
tindakan korektif dilakukan.
4. Menentukan Kebutuhan Tindakan Korektif
Berbagai keputusan menyangkut tindakan korektif sangat bergantung pada
keahlian-keahlian analitis dan diagnotis manajer. Setelah membandingkan kinerja
dengan standar, manajer dapat memilih salah satu tindakan : mempertahankan
status quo (tidak melakukan apa-apa), mengoreksi penyimpangan, atau mengubah
standar. Tindakan perbaikan diartikan sebagai tindakan yang diambil untuk
menyesuaikan hasil pekerjaan nyata yang menyimpang agar sesuai dengan standar
atau rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk melaksanakan tindakan
12
perbaikan, maka harus diketahui apa yang menyebabkan penyimpangan. Ada
beberapa sebab yang mungkin menimbulkan penyimpangan, yaitu :
1. Tidak cakapnya pimpinan dalam mengorganisasi human resources dan
resources lainnya dalam lingkungan organisasi
2. Sikap-sikap pegawai yang apatis dan sebagainya
Oleh karena itu, dalam proses pengawasan diperlukannya laporan yang
dapat menyesuaikan bentuk bentuk penyimpangan kearah pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya.
Menurut S.P Siagian (2014:115) sifat-sifat pengawasan dan teknik-teknik
pengawasan antara lain:
a. Sifat-sifat pengawasan
1) Pengawasan harus bersifat fatct finding dalam arti bahwa pelaksanaan
fungsi pengawasan harus menemukan fakta-fakta tentang bagaimana
tugas-tugas dijalankan dalam organisasi.
2) Pengawasan harus bersifat preventif bahwa proses pengawasan itu
dijalankan untuk mencengah timbulnya penyimpangan-penyimpangan dan
penyelewengan-penyewelengan dari rencana yang telah ditentukan.
3) Pengawasan diarahkan kepada masa sekarang bahwa pengawasan hanya
dapat ditujukan terhadap kegiata-kegiata yang kini sedang dilaksanakan.
4) Pengawasan hanyalah sekedar alat untuk meningkatakan efesiensi.
5) Karena pengawasan sekedar alat administrasi dan manajemen maka
pelaksanaan pengawasan itu harus mempermuda tercapai nya tujuan.
6) Proses pelaksanaan pengawasan harus efesien.
13
7) Pengawasn tidak dimaksudkan untuk siapa yang salah jika ada ketidak
beresan, akan tetapi akan menemukan apa yang tidak betul.
8) Pengawasan harus bersifat membimbing agar para pelaksana
meningkatkankan kemampuannya untuk melakukan tugas yang ditentukan
bagainya.
b. Teknik-Teknik Pengawasan
1. Pengawasan langsung adalah apabila suatu pimpinan organisasi
melakukan sendiri pengawasan terhadap aktivitas yang sedang
dilaksanakan para bawahan/karyawan. Pengawasn langsung dapat
berbentuk:
a. inspeksi langsung
b. on-the-spot obvervation, dan
c. on-the-spot report
Yang sekaligus pengambilan keputusan on the spot pula jika diperlukan.
Akan tetapi, karena banyaknya atau kompleksnya tugas-tugas seorang
pimpinan terutamadalam organisasi yang besar seorang pimpinan tidak
melakukan selalu pengawasan langsung atau dapat selalu menjalankan
pengawasan langsung itu. Karena itu sering pula ia harus melakukan
pengawsan yang bersifat tidak langsung.
2. Pengawasan tidak langsung yang dimaksud ialah pengawasan jarak jauh.
Pengawasn ini dilaksanakan dengan bentuk melalui laporan yang
disampaikan oleh bawahan. Laporan itu dapat berbentuk:
14
a. Tertulis, dan
b. Lisan.
Hanya saja pengawasan tidak langsung tersebut memiliki kelemahan dari
pengawasan tidak langsung itu ialah sering para bawahan hanya melaporkan
hal-hal positif saja. Dengan perkataan lain, para bawahan itu mempunyai
kebiasaan lebih kepada hanya melaporkan hal-hal, baik yang bersifat positif
saja yang dilaporkan, pimpinan tidak akan mengetahui keadaan yang
sesungguhnya. Akibatnya ialah bahwa dia mungkin akan menganbil
kesimpulan yan salah. Pengawasan ialah proses pengamatan pelaksanaan
semua aktivitas lembaga/organisasi untuk menjamin agar seluruh kegiatan
yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan sebelumnya.
Menurut Kartono (2002:81). Pengawasan adalah untuk menjamin agar
semua pekerjaan yang telah diberikan oleh pimpinan kepada bawahannya dapat
berjalan sesuai menurut rencana, maka seorang pimpinan tersebut harus memiliki
kemampuan untuk memandu, menuntut, membimbing, memotivasi,
mengemudikan organisasi, menjalin jaringan komunikasi yang baik, sumber
pengawasan yang baik, serta membawa pengikutnya kepada sasaran yang hendak
dituju sesuai ketentuan, waktu dan perencanaan.
Menurut Schermerhorn (2002:12) pengawasan sebuah proses atau aktivitas
dalam menentukan standar kinerja dan pengambilan langkah tegas yang dapat
mendukung pencapaian hasil yang di harapkan sejalan dengan kinerja yang sudah
15
ditentukan tersebut. Controlling is the process of measuring performance and
taking action to ensure desired result
Pendapat S.P Siagian (2004:126) pengawasan sebuah langkah untuk
memastikan apa yang telah dilaksanakan, sesuai yang telah ditetapakan
sebelumnya, artinya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu, dengan
menerapkan tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan. Garis besarnya ialah bahwa pengawasan tidak akan
dapat berjalan dengan ekspektasi apabila hanya bergantung kepada laporan saja.
Karena itu pengawasan tidak langsung saja tidak cukup. Adalah bijaksana apabila
pimpina organisasi menggabungkan teknik pengawasan lansung dan tidak
langsung dalam melakukan fungsi pengawasan itu.
b. Tujuan Pengawasan
Menurut Hasibuan (2005:242) tujuan pengawasan ialah :
1. Supaya proses peleksanaan dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan
dari rencana.
2. Melakukan tindakan perbaikan, jika terdapat penyimpangan-
penyimpangan. Ialah mengusahakan supaya tujuan yang dihasilkan sesuai
dengan rencana.
Tujuan pengawasan agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan.
Untuk dapat serius megimplementasikan tujuan utama tersebut, maka pengawasan
pada tingkat pertama bertujuan agar pelaksanaan pekerjaan sejalan dengan saran
yang telah dikeluarkan, dan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan serta
rintangan-rintangan atau kelemahan” yang dihadapi dalam pelaksanaan rencana
16
berdasarkan penemuan-penemuan tersebut dapat kita mengambil tindakan untuk
memperbaikiya, baik pada waktu itu ataupun waktu-waktu yang akan datang.
Situmorang dan Juhir (2001:22) juga mengemukakan tentang maksud
pengawasan adalah yaitu :
1. Mengetahui jalannya pekerjaan apakah lancar atau tidak
2. Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pegawai dan
mengadakan pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan-kesalahan
yang sama atau timbulnya kesalahan yang baru.
3. Mengetahui apakah penggunaan bergerak yang telah ditetapkan dalam
rencana terarah kepada sasarannya dan sesuai dengan yang telah
direncanakan.
4. Mengetahui pelaksanaan kerja sesuai dengan program (fase tingkat
pelaksanaan) seperti yang telah ditentuka dalam planning atau tidak.
5. Mengetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan yang telah ditetapkan
dalam planning, yaitu standard.
C. Teori Strategi
Menurut Tjiptono (2006:3) istilah strategi berasal dari bahasa yunani ialah
strategia yang artinya seni atau ilmu untuk menjadi seorang leader/jendral.
Strategi juga bisa diartikan sebagai suatu taktik untuk pembagian dan penggunaan
kekuatan militer pada daerah-daerah tertentu untuk menggapai tujuan tertentu.
Menurut David (2009:37) strategi adalah tindakan potensial yang
memerlukan keputusan manajemen puncak dan sumber daya lembaga/perusahaan
dalam nominal yang besar. Selain itu, strategi memengaruhi perkembangan jangka
17
panjang perusahaan, bisanya untuk lima tahun ke depan, dan karenanya
berorientasi kemasa yang akan datang. Strategi mempunyai kunsekuensi
multifungsional atau multidivional serta perlu mempertimbangkan, baik faktor
eksternal maupun internal yang dihadapi perusahaan.
Menurut Effendy (2007:32) istilah strategi sudah menjadi istilah yang
sering digunakan oleh masyarakat untuk menggambarkan berbagai makna seperti
suatu rencana, taktik atau cara untuk mencapai apa yang diinginkan. Strategi pada
hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk
mencapai suatu tujuan. Tetapi, untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak
berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja, melainkan harus
mampu menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya.
Menurut David (2011:18-19) strategi adalah sarana bersama dengan tujuan
jangka panjang yang hendak di capai. Strategi bisnis ekspansi georafis,
diversifikasi, akuisisi, pengembangan produk, penetrasi pasar, pengetatan,
divestasi, likuidasi, dan usaha patungan atau joint venture. Strategi merupakan
tindakan positif potensial yang membutuhkan keputusan oleh top manajemen dan
sumber daya perusahaan dalam skala besar. Maka strategi merupakan sebuah
tindakan aksi atau aktivitas yang dilaksanakan oleh seseorang atau
organisasi/perusahaan untuk mencapai target atau ekspektasi yang telah
ditetapkan.
Menurut Pearce dan Robinson (2008:2-3) manfaat dan tujuan manajemen
strategi ialah:
18
a. Manfaat manajemen strategi antara lain:
1. Memberikan arah/tujuan jangka panjang yang akan dituju.
2. Membantu perusahaan/organisasi menyusuaikan pada perbedaan-
perbedaan yang terjadi.
3. Membantu suatu perusahaan menjadi lebih efektif.
4. Mengidentifikasi atau mencari dan menentukan keunggulan komparatif,
berkenaanatau berdasarkan perbandinga suatu perusahaan/organisasi
dalam lingkungan yang semakin berisiko.
5. Kegiatan perbuatan strategi akan mempertinggi power suatu perusahaan
untuk menghidari terdapatnya masalah dimasa akan datang.
6. Keterlibatan anggota organisasi dalam pembuatan strategiakan lebih
memotivasi mereka pada tahap pelaksanaannya.
7. Aktivitas yang tumpah tindih akan kurang.
b. Tujuan manajemen strategi sebagai berikut:
1. Untuk mengimplementasikan dan melakukan evaluasi strategi yang telah
dipilih secara efektif dan efisien.
2. Bertujuan untuk mengavaluasi kinerja, meninjau, menkaji ulang,
melakukan koreksi dan penyusuaian jika ditemukan penyimpangan dalam
implementasi strategi.
3. Untuk membuat strategi baru yang dirumuskan agar sesuai dangan
perkembangan lingkungan eksternal.
4. Bermaksud untuk melihat kembali kekuatan dan kelemahan
perusahaan/organisasi, melihat kesempatan dan ancaman dalam bisnis.
19
5. Agar perusahaan dapat menciptakan ide terhadap produk atau layanan
sehinnga selalu bisa diterima oleh konsumen.
6. Strategi adalah rencana berskala besar, dengan orientasi masa depan, guna
berinteraksi dengan kondisi persaingan untuk mencapai tujuan.
Dengan teori-teori yang sudah dibahas diatas teori pengawasan dan teori
Strategi maka penulis dapat menyimpulkan tentang strategi pengawasan ialah:
Strategi pengawasan hendaknya merumuskan misi dan tujuan jangka panjang
dalam melakukan strategi pengawasan, memiliki banyak kordinasi dari pihak
pengawai negeri sipil, swasta atau LSM (lembaga swadaya masyrakat).
menentukan sasaran apa yang hendak diawasi serta berapa anggota dibutuhkan
dalam melakukan strategi pengawasan, salin memotivasi diantara atasan dan
bawahan dalam melakukan pengawasan.
Strategi pengawasan perlunya diadakan sosialisasi-sosialisasi di lapangan
dengan kita dapat mendapatkan masukan atau tanggapan-tanggapan dari bebagai
kelompok pemilik usaha ataupun lainnya dengan itu pada saat terjadinya
pengawasan akan diharapkan memiliki peluang besar dalamtercapainya efektivitas
pengawasan yang hendak dilakukan oleh pemerintah.
Strategi pengawasan adalah mampu memeberikan trobosan-trobosan
dalam melakukan pengawasan atau cara-cara yang digunakan hendaknya dapat
disesuaikan situasi di lapangan ataupun memilih langkah-langkah yang paling
bagus dalam pengwasan untuk mnjamin apa yang direncanakan yang ditetapkan
sesuai.
20
D. Pengelolaan Limbah B3
Menurut UU No. 32 Tahun 2009, pasal 1, Limbah adalah sisa suatu usaha
dan/atau kegiatan. Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat B3
adalah zat, energy, dan komponen lain yang Karen sifat, konsentrasi, dan
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan
merusak lingkungan hidup dan membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta
kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. Limbah B3 adalah kegiatan
yang meliputi pengurangan, penyimpangan, pengumpulan, pengangkutan,
pemanfaatan, pengolahan, dan penimbungan.
Regulasi Pengawasan Pengelolaan Limbah B3 Regulasi merupakan
peraturan yang diundangkan oleh pemerintah yang mempengaruhi kegiatan
badan-badan lain. Pengelolaan limbah B3 dalam UndangUndang No 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada pasal 58
bahwa kewajiban melakukan pengelolaan limbah B3 merupakan upaya
mengurangi risiko pencemaran dan kerusakan lingkungan menekan potensi
dampak negatif. Undang-Undang No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup menjelaskan pada ayat (1) bahwa orang
peseorangan atau badan usaha (berbadan hukum atau tidak) yang menghasilkan
limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) berkewajiban melakukan rangkaian
kegiatan pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan,
dan/atau pengolahan dan penimbunan, ayat (2) limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3) daluarsa perlu dilakukan pengolaan limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3), ayat (3) dalam hal ini setiap orang tidak mampu melakukan sendiri
21
pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) pengelolaannya
diserahkan kepada pihak lain.
Pihak lain yang dimaksud ialah badan usaha yang melakukan pengelolaan
limbah B3 dan berizin, ayat (4) pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun
(B3) wajib mendapat izin dari menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya, ayat (5) kewajiban mencantumkan persyaratan
lingkungan hidup (kelestarian fungsi lingkungan dan pengendalian
pencemaran/kerusakan lingkungan) dan kewajiban yang harus dipenuhi dalam
perizinan pengelolaan limbah B3 oleh menteri atau pemda (jenis pengelolaan
limbah B3, karakteristik, kewajiban, persyaratan, sistem pengawasan, pelaporan
yang dalam ketentuan pelaksanaannya. Undang-Undang No 32 Tahun 2009 pasal
menjelaskan bahwa setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah
dan/atau bahan ke media lingkungan tanpa izin. Untuk itu diperlukanya peran
pemerintah dalam hal mengawasi setiap kegiatan pelaku usaha (perusahaan) yang
usanya dapat berpotensi mencemari lingkungan.
Tugas dan wewenang pemerintah Daerah sangat penting dalam
perlindungan dan pengelolaan lingungan hidup. Undang-Undang No 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 63 huruf (i)
menjelaskan bahwa tugas dan wewenang pemerintah daerah dalam perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup yaitu sebagai pembina dan pengawas terhadap
pelaku usaha dengan ketentuan perizinan dan sesuai dengan peraturan perundang
undangan yang berlaku. Kemudian dalam tugas dan wewenang pejabat pengawas,
terdapat pada Undang-Undang No 32 tahun 2009 pasal 74 ayat 1 menjelaskan
22
wewenang pejabar pengawas lingkungan hidup yaitu, melakukan pemantauan,
meminta keterangan, membuat salinan dari dokumen dan membuat catatan yang
diperlukan, memasuki tempat tertentu, memotret, membuat rekaman audio visual,
mengambil sampel, memeriksa peralatan, memeriksa instalasi dan/atau alat
transportasi, menghentikan pelanggaran tertentu.
Maka dalam setiap kebijakan peraturan yang dibuat tentu adanya sebuah
sanksi yang ditetapkan, untuk itu dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dimana pejabat
pengawas berhak membuat sanksi bagi para pelaku usaha (perusahaan) yang
melanggar dari aturan perundang-undangan. Undang-Undang No 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 76 ayat 1 bahwa
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan
pelanggaran terhadap izin lingkungan. Undnag-Undang No 32 Tahun 2009 pasal
76 ayat 2 bahwa, sanksi administratif tersebut terdiri atas teguran tertulis,
peksanaan pemerintah, pembekuan izin lingkungan, dan pencabutan izin
lingkungan.
Undang-Undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 69 menjelaskan larangan dalam memasukan
limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) ke dalam wilayah NKRI dan
membuangnya ke media lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Sanksi pidana
yang di jelaskan dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2009 pasal 102 bahwa
setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun
23
B3 tanpa izin, dipidana dengan penjara paling sedikit 1 (satu) tahun dan paling
lama 3 (tiga) tahun, dan denda paling sedikit 1 (satu) Miliyar dan yang paling
sedikir 3 (tiga) Miliyar. Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 103 menjelaskan setiap orang yang
menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan, dipidana dengan
penjara paling sedikit 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun, dan denda
paling sedikit 1 (satu) Miliyar dan yang paling sedikir 3 (tiga) Miliyar.
Menurut PP No. 101 Tahun 2014, pasal 1, Limbah bahan berbahaya dan
beracun yang biasa disebut limbah (B3) adalah bekas suatu usaha dalam
perusahaan atau aktivitas yang mengandung (B3). Pengelolaan limbah B3 adalah
sebuah aktivitas yang meliputih pengurangan, penyimpanan, pengumpulan,
pengangkutan, pemanfaatan pengelolahan, dan penimbunan/peleburan.
Pengolahan limbah (B3) adalah pengelolaaan untuk mengurangi atau
menghilangkan sifat bahan atau sifat racun.
1. Kewenangan pengelolaan limbah B3
Secara umum, kewenangan pengelolaan lingkungan hidup dapat
dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu; (1) kewenangan pusat, (2) kewenangan
propinsi, (3) kewenangan Kabupaten/Kota.
a. Kewenangan Pusat terdiri dari kebijakan tentang. Perencanaan nasional dan
pengendalian pembangunan secara makro, dana perimbangan keuangan
seperti menetapkan dan alokasi khusus untuk mengelola lingkungan hidup,
sistem administrasi negara seperti menetapkan sistem informasi dan peraturan
perundang-undangan di bidang pengelolaan lingkungan hidup, lembaga
24
perekonomian Negara seperti menetapkan kebijakan usaha di bidang
lingkungan hidup, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia,
teknologi tinggi strategi seperti menetapkan kebijakan dalam pemanfaatan
teknologi strategi tinggi yang menimbulkan dampak, konservasi seperti
menetapkan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup kawasan konservasi
antar Provinsi dan antar Negara, standarisasi nasional, pelaksanaan
kewenangan tertentu seperti pengelolaan lingkungan dalam pemanfaatan
sumber daya alam lintas batas propinsi dan negara, rekomendasi laboratorium
lingkungan dsb.
b. Kewenangan Provinsi terdiri dari; Kewenangan dalam bidang pemerintahan
yang bersifat lintas Kabupaten/Kota, kewenangan dalam bidang tertentu
seperti perencanaan pengendalian pembangunan regional secara makro,
penentuan baku mutu lingkungan provinsi, yang harus sama atau lebih ketat
dari baku mutu lingkungan nasional, menetapkan pedoman teknis untuk
menjamin keseimbangan lingkungan yang ditetapkan dalam rencana tata
ruang propinsi dan sebagainya. Kewenangan dekonsentrasi seperti pembinaan
AMDAL untuk usaha atau dan kegiatan di luar kewenangan pusat.
c. Kewenangan Kabupaten/Kota terdiri dari; Perencanaan pengelolaan
lingkungan hidup, pengendalian pengelolaan lingkungan hidup, pemantauan
dan evaluasi kualitas lingkungan, konservasi seperti pelaksanaan pengelolaan
kawasan lindung dan konservasi, rehabilitasi lahan dsb. Penegakan hukum
lingkungan hidup, pengembangan SDM pengelolaan lingkungan hidup.
25
2. Strategi Pengelolaan Limbah B3
1. Mempromosikan dan mengembangkan teknik minimisasi limbah melalui
teknologi bersih, penggunaan kembali, perolehan kembali, dan daur ulang.
2. Meningkatkan kesadaran masyarakat.
3. Meningkatkan kerjasama antar instansi, baik di pusat, daerah maupun
internasional, dalam pengelolaan limbah B3.
4. Melaksanakan dan mengembangkan peraturan perundang-undangan yang
ada.
5. Membangun pusat-pusat Pengolahan Limbah Industri B3 (PPLI-B3) di
wilayah yang padat industri.
Pengelolaan limbah B3 dimasudkan agar limbah B3 yang di hasilkan
masing-masing unit produksi sedikit mungkin dan bahkan diusahakan sampai nol,
dengan mengupayakan reduksi pada dengan pengolahan bahan, subtitusi bahan,
peraturan operasi kegiatan, dan di gunakan teknologi bersih. Jika masih dihasilkan
limbah B3 maka diupayakan pemanfatan limbah B3.
3. Program Pengelolaan Limbah B3
1. Pantaatan dan Penegakan Hukum.
2. Inventarisasi dan Pemantauan Limbah B3
3. Clean Up Program” lokasi tercemar.
4. Minimisasi Limbah.
5. Sistem Tanggap Darurat (sistem informasi, sistem tanggap darurat, dan
peraturan perundang-undangannya).
6. Peningkatan Kesadaran Masyarakat.
26
7. Mengadakan Pelatihan-pelatihan.
Pemanfaatan limbah B3 yang mencakup kegiatan penggunaan kembali
(reuse), daur ulang (recycle), dan peroleh kembali (recovery) merupakan suatu
mata rantai penting dalam pengelolaan limbah B3. Penggunaan kembali (Reuse)
limbah B3 untuk fungsi yang sama ataupun berbeda dilakukan tanpa melalui
proses tambahan secara kimia, fisik, biologi dan atau secara termal. Daur ulang
(recycle) limbah B3 merupakan kegiatan mendaur ulang yang bermanfaat melalui
proses secara kimia, fisik,biologi, dan atau secara termal yang menghasilkan
produk yang sama, produk yang berbeda, atau material yang bermanfaat.
Sedangkan perolehan ulang (recovery) sebuah aktivitas/kegiatan untuk
memperoleh kembali komponen bermanfaat dengan proses kimia, fisika, biologi
dan atau secara termal.
4. Prinsip-Prinsip Pengelolaan Limbah B3
1. pollution prevention principle (Upaya meminimasi timbulan limbah).
2. polluter pays principle (Pencemaran harus membayar semua biaya yang
diakibatkannya).
3. cradle to grave principle (Pengawasan mulai dari dihasilkan sampai
dibuang/ditimbunnya limbah B3)
4. pengolahan dan penimbunan limbah B3 diusahakan dilakukan sedekat
mungkin dengan sumbernya.
5. non descriminatory principle (Semua limbah B3 harus diberlakukan sama
di dalam pengolahan dan penanganannya.
6. Sustainable development” (Pembangunan berkelanjutan).
27
Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) merupakan sebuah
rangkaian pengelolaan kegiatan yang mencakup pengurangan B3, penyimpanan
limbah B3, pengumpulan limbah B3, pemanfaatan, pengangkutan, dan
pengelolaan limbah B3 termasuk penimbunan atau penghancuran limbah B3 hasil
aktivitas pengelolaan tersebut. Dalam rangkaian proses pengelolaan limbah B3
terkait beberapa pihak yang masing-masing merupakan sebuah mata rantai, yaitu :
penghasil limbah B3, pengumpulan limbah B3, pengangkut limbah B3,
pemanfaatan limbah B3, pengelolaan limbah B3, penimbunan limbah B3.
a. Jenis-jenis limbah
Berdasarkan sumbernya limbah B3 dibedakan menjadi 3 yaitu:
1) Limbah (B3) dari sumber yang tidak khusus, limbah tersebut tidak berasal
dari proses utama, melainkan dari aktivitas pemeliharaan alat, inhibitor
korosi, pelarutan kerak, pencucian, pengemasan dan lain-lain.
2) Limbah B3 dari sumber spesifik. Limbah ini merupakan berasal dari suatu
proses industri (kegiatan utama).
3) Limbah B3 dari sumber lain. Limbah ini merupakan dari sumber yang
tidak diduga, contoh prodak kadaluarsa, bekas kemasan, tumpahan, dan
buangan produk yang tidak termasuk spesifikasi.
b. Sifat dan klasifikasi limbah B3
Suatu limbah tergolong sebagai bahan berbahaya dan beracun (B3) jika
ialah mempunyai kriteria-kriteria tertentu, diantaranya mudah meledak, mudah
terosidasi, mudah menyalah, mengandung racun, bersifat korosif menyebabkan
28
iritasi, atau menimbulkan gelaja-gejala kesehatan seperti karsinogenik, mutagenic,
dan lain sebagainya.
1) Mudah meledak (eksplosive)
Limbah rentang meledak adalah suatu limbah yang pada suhu dan
terhadap tekanan standar dapat meledak karena dapat memperoleh gas
dengan suhu dan tekanan tinggi melampaui reaksi fisika atau kimia sedan.
Limbah ini sangat berbahaya baik saat penanganannya, pengangkutan,
hingga pembuangannya karena limbah menyebabkan ledakan besartanpa
diduga-duga. Adapun misalnya limbah B3 dengan bentuk pengoksidasi
ialah limbah bahan eksplosif dan limbah laboratorium seperti asam
perikat,
2) Pengoksidasi (oxidizing)
Limbah pengoksidasi merupakan limbah yang bisa melepaskan panas
karena teroksidasi maka mudah menimbulkan api saat bereaksi dengan
bahan yang lainnya, limbah ini jika tidak ditangani dengan serius dapat
menyebabkan kebakaran besar pada ekosistem. Misalnya limbah B3
dengan sifat pengoksidasi contoh kaporit.
3) Mudah menyalah (flammable)
Limbah yang mempunyai karakter/sifat rentang sekali menyalah adalah
limbah yang bisa terbakar karena kontak dengan udara yang nyata api, air ,
atau alat/bahan lainnya meski dalam cuaca dan tekanan sedan. Contoh
limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang gampang menyalah
misalnya pelarut benzene, pelarut toluene atau pelarut aseton yang
29
bersumber dari industry cat, tinta pembersihan logam dan laboratorium
kimia.
4) Beracun (moderately toxic)
Limbah beracun adalah limbah yang memiliki atau memiliki zat yang
bersifat racun terhadap manusia atau hewan, sehingga dapat menyebabkan
keracunan, sakit, bahkan kematian baik melalui kontak pernafasan, kulit,
ataupun mulut. Contoh limbah B3 ini adalah limbah pertanian seperti
limbah buangan pestisida.
5) Berbahaya (harmful)
Limbah berbahaya ialah limbah yang baik dalam pase padat, cair maupun
gas yang bisa menyebabkan ancaman/bahaya terhadap kesehatan sampai
tingkat tertentu melalui kontak inhalasi ataupun oral.
6) Korosif (corrosive)
Limbah yang memiliki kandungan korosif adalah limbah yang memiliki
ciri bisa menyebabkan iritasi pada kulit, menyebabkan pengkaratan
terhadap bajak, memiliki pH > 2 ( bila bersifat asam) dan pH > 12,5 (bila
bersifat basa). Contoh limbah B3 dengan ciri korosif misalnya, sisa asam
sulvat yang digunakan dalam industry bajak, limbah asam dari baterai dan
accu, serta limbah pembersih sodium hidroksida pada industry logam.
7) Bersifat iritasi (irritant)
Limbah yang bisa menyebabkan iritasi ialah limbah yang menimbulkan
sensitasi terhadap kulit peradangan, maupun menyebabkan iritasi
30
pernapasan, pusing, dan mengantuk bila tercium/terhirup. Contoh limbah
ini ialah asam formiat yang dihasilkan dari industri karet.
8) Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment)
Limbah dengan bentuk ini adalah limbah yang bisa menyebabkan
permasalahan ataupun kerusakan pada lingkungan dan ekosistem,
misalnya limbah CFC atau chlorofluorocarbon yang dihasilkan dari suatau
mesin pendingin.
9) Karsinogenik (carcinogenic), teratogenik (teratogenic), mutagenik
(mutagenic)
Limbah karsinogenik adalah limbah B3 yang bisa meneyebabkan
muncunlnya sel kanker. Teratogenik adalah limbah yang dapat
memengaruhi pembentukan embrio. Sedangkan limbah mutagenic ialah
limbah yang bisa menyebabkan perubahan kromosom.
E. Pengertian Hotel
Dalam pengembangan industri parawisata, Hotel merupakan salah satu
sarana pokok dalam penyediaan penginapan, hotel memiliki pengertian yang
berbeda bagi setiap orang. Sedangkan dari pandangan kamus besar bahasa
Indonesia (KBBI) menjelaskan bahwa hotel adalah suatu bangunan berkamar
banyak yang disewakan sebagai tempat menginap dan tempat makan orang yang
sedan melakukan perjalanan
Hotel adalah suatu jenis akomodasi yang mempergunakan
sebagian/seluruh bangunan untuk menyediakan jasa pelayanan penginapan,
31
makan dan minum yang dikelolah secara komersial serta memenuhi ketentuan
persyaratan yang ditetapkan pemerintah. (Bataafi, 2005:4).
Menurut Sulastiyono (2006:5-6) defenisi hotel dapat disimpulkan bahwa
didalamnya terdapat beberapa unsur pokok yang terkandung dalam pengertian
hotel sebagai akomodasi komersial yaitu:
1. Hotel merupakan suatu bangunan, lembaga, perusahaan, atau badan usaha
akomodasi.
2. Hotel menyiapkan fasilitas pelayanan jasa dalam hal berupa penginapan,
pelayanan makanan, dan minuman serta jasa-jasa yang lainnya.
3. Hotel merupakan fasilitas pelayanan jasa yang merupakan terbuka untuk
semua orang atau umum bagi yang akan melakukan nginap sementara ataupun
jangka pendek dalam melakukan perjalanan.
4. Sebuah usaha yang dikelola secara komersial.
Hotel dapat dibagi dan dikelompokkan menjadi beberapa jenis menurut
ukuran dan kriteria tertentu:
1. Menurut ukuran (zize hotel)
a. Small Hotel, merupakan hotel yang mempunyai 150 kamar hunian.
b. Medium average Hotel, yaitu hotel yang mempunyai kapasitas kamar
berkisar pada 150-300 kamar hunian.
c. Large Hotel, suatu hotel yang berkapasitas 600 kamar hunian.
2. Berdasarkan lamanya tamu menginap
a. Transit Hotel, tamu yang hendak menginap dalam tempo singkat, berkisar
hanya satu malam.
32
b. Semi-Residential Hotel, tamu hendak menginap diatas satu malam, tetapi
jangka waktu menginap terbilang singkat, kira-kira berkisar antara dua
pekan hingga satu bulan.
c. Residental Hotel, tamu yang menginap dalam tempo agak lama, kira-kira
paling sedikit 29 hari.
3. Menurut lokasi hotel, dikemukakan Bataafi (2005:10) yaitu :
a. City Hotel, merupakan hotel yang lokasinya terletak dikawasan perkotaan.
b. Residential Hotel, hotel yang terletak dipinggir atau berdekatan dengan
kota besar.
c. Motel, yaitu hotel yang berlokasi dipinggir atau disepanjang jalan raya
yang berhubungan antara antar kota besar dan memiliki penyediaan
pasilitas parker terpisah.
d. Beack Hotel, hotel yang terletak dikawasan tepi pantai.
Untuk dapat memberikan berupa info terhadap para wisatawan/tamu yang
hendak menginap di hotel mengenai standar fasilitas yang dimiliki oleh pos dan
telekomunikasi (sekarang departemen kebudayanaan dan parawisata) melalui
derektorat jedral parawisata mengeluarkan suatu peraturan mengenai usaha dan
klafikasi hotel yang berdasarkan pada:
Klasifikasi hotel menurut Sulastiyono (20011:4) ialah :
a. Besar/kecilnya hotel atau banyak/kurangnya jumlah kamar tamu.
b. Lokasi tempat penginapan/hotel dan fasilitas-fasilitas yang tersedia.
c. Peralatan yang dimiliki.
d. Tingkat pendidikan karyawan.
33
Dengan peraturan tersebut maka terdapat klasifikasi hotel berbintang
(hotel bintang satu sampai bintang lima) dan hotel tidak berbintang (di sebut hotel
melati).
F. Kerangka fikir
Kajian tinjauan pustaka di atas bahwa strategi pengawasan dalam
Kajian tinjauan pustaka di atas bahwa strategi pengawasan dalam
pengelolaan limbah B3 kegiatan hotel, Pihak-pihak yang terlibat dalam proses
pengawasan limbah B3 kegiatan hotel ada dua yaitu pemerintah, dan swasta.
pemerintah, pemerintah dalam hal ini yaitu Dinas Lingkunga Hidup lebih
beriorientasi pada proses pengawasan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan
beracun dalam hal pengawasan ini masih dinilai lemah. Kebijaksanaan pemerintah
dalam pengawasan secara mutlak sudah menjadi wewenang kepala daerah
setempat, sedangkan Dinas Lingungan Hidup memfasilitasi dalam hal
pengawasan pengelolaan Limbah B3.
Swasta, swasta dimaksud ialah para pengelola hotel sebagai penghasil
limbah B3 diharapkan juga dapat mengelola hasil limbah bahan berbahaya
beracun yang dihasilkan dengan baik dibawah pembinaan pemerintah.
34
Gambar 2.1
Kerangka Pikir
G. Fokus Penelitian
Fokus penelitian digunakan sebagai dasar dalam mengumpulkan data
sehingga tidak terjadi kesalahan terhadap data yang diambil. Untuk menyusuaikan
pemahaman dan cara pandang terhadap suatu karya ilmiah ini, maka penulis akan
memberikan penjelasan mengenai maksud dan fokus penelitian terhadap
penulisan karya ilmiah ini. Fokus penelitian merupakan penjelasan dari kerangka
dan konsep. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui bagaimana strategi pengawasan pemerintah dalam pengelolaan
limbah B3 di kota Makassar. Dalam penelitian karya ilmiah ini, penulis
menggunakan pendekatan tujuan (goal approach) dalam mengukur keberhasilan
pengelolaan limbah B3 kegiatan hotel di kota Makassar.
Strategi pengawasan pemerintah dalam
pengelolaan limbah B3 di hotel di Kota Makassar
Mengukur
kinerja
Menentukan
kebutuhan akan
tindakan koreksi
Menetapkan
standar
Membandingkan
kinerja dengan
standar
Mengubah
standar
Mengoreksi
penyimpangan
Mempertahankan
status quo
Tercapainya pengelolaan limbah B3
hotel yang baik di Kota Makassar
35
Bagaimana strategi pengawasan pemerintah dalam pengelolaan limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3) di hotel di Kota Makassar.
H. Deskripsi Fokus Penelitian
1. Menetapkan Standar.
Control Standard adalah sebuah standar yang ditetapkan Dinas
Lingkungan Hidup di Kota Makassar dalam srategi pengawasan pengelolaan
limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Misalnya, segi tempat TPS dan
prosedur-prosedur lainnya.
2. Mengukur Kinerja
Pengukuran kinerja adalah aktivitas yang dilakukan Dinas Lingkungan
Hidup Kota Makassar serta memberikan penilaian konstan dan kontinu dari pihak
pengelola limba B3 dengan kuantitas dan kualitas dalam pengelolaan limbah
bahan berbahaya dan beracun.
3. Membandingkan Kinerja dengan Standar
Tahap ini Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar melakukan observasi
untuk membandingkan hasil pengelolaan limbah B3 dengan standar yang telah
ditentukan.
4. Menentukan Kebutuhan Tindakan Korektif
Berbagai keputusan yang dapat dilakukan Dinas Lingkungan hidup Kota
Makassar menyangkut tindakan korektif setelah membandingkan kinerja dengan
standar, dapat memilih salah satu tindakan: mempertahankan status quo (tidak
melakukan apa-apa), mengoreksi penyimpangan, atau mengubah standar.
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian akan dilaksanakan di Kota Makassar dengan
pertimbangan bahwa pengelolaan limbah B3 kegiatn hotel perlu mendapat
perhatian dari semua pemilik usaha/hotel yang terkait, khususnya Dinas
Lingkungan Hidup Kota Makassar. Alasan lain dipilih sebagai tempat penelitian
karena meningkatnya pembagunan hotel di Kota Makassar sehingga
meningkatnya juga kegiatan hotel dan semakin meningkat juga limbah B3 yang
dihasilkan dan belum terkelolah dengan baik, di samping Kota Makassar tersebut
juga strategis bagi peneliti. Penelitian ini dilakukan di Dinas Lingkungana Hidup
serta di Hotel Amaris, dan Hotel Claro, yang akan dilaksanakan dari tanggal 28
Juni s/d 29 Agustus 2019, setelah pelaksanaan seminar proposal.
B. Jenis dan Tipe Penelitian
a. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode/bentuk penelitian kualitatif yang
berupaya bisa menjelaskan sedetail mungkin objek atau keadaan lapangan dan
masalah penelitian berdasarkan fakta yang diperoleh di lapangan. Menurut
Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2002:3) bahwa metode penelitian
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkann data deskriptif
berupa fakta-fakta tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati.
37
b. Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini adalah fenomenologi yaitu peneliti akan
mendeskripsikan pengalaman yang dilakukan dan dialami oleh informan
berkaitan dengan strategi pengawasan pemerintah dalam pengelolaan limbah
B3 kegiatan hotel di Kota Makassar.
C. Sumber Data
Sumber data ialah seluruh sesuatu yang dapat memberikan informasi
tentang data. Bedasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua (2) yaitu data
utama/primer dan data sekunder
1. Data Primer/utama merupakan data yang diolah oleh peneliti untuk maksud
khusus menyelesaikan permasalahan yang hendak ditanganinya. Data
dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau tempat
objek penelitian dilakukan.
2. Data Sekuder adalah data yang diperoleh untuk mendukung data primer yang
sumbernya dari data-data yang sudah diperoleh sebelumnya menjadi
seperangkat informasi dalam bentuk dokumen, laporan-laporan, dan informasi
tertulis lainnya yang berkaitan dengan peneliti. Pada penelitian data sekunder
yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a) Studi kepustakaan yaitu pengumpulan data-data yang diperoleh melalui
buku-buku ilmiah, tulisan, karangan ilmiah yang berkaitan dengan
penelitian.
b) Dokumentasi yaitu dengan menggunakan catatan-catatan yang ada dilokasi
serta sumber-sumber yang relevan dengan objek penelitian.
38
D. Informan penelitian
Informan dalam penelitian ini adalah orang-orang yang berhubungan
langsung dengan Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar. Dimana yang
dimaksud disini adalah informan yang diharapkan memberikan data secara
obyektif, netral dan dapat dipertanggung jawabkan. Adapun informan dari
peneliti ini bedasarkan judul diatas yakni Dinas Lingkungan Hidup Kota
Makassar, Untuk lebih jelasnya, karakteristik informan sebagai berikut:
Tabel 3.1
Data Informan Penelitian
No Informan
1. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar
2. Pegawai Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar
3. Karyawan Hotel di Kota Makassar
E. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2014:137) teknik pengumpulan data adalah dapat
dikerjakan dalam berbagai setting atau tersusun dan terencana, berbagai sumber,
dan berbagai metode. Jika dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data,
maka teknik pengumpulan data dapat dilaksanakan dengan pengamatan
(observasi), wawancara (interview), dan dokumentasi.
a) Observation (observasi), yaitu proses penelitian yang dilakukan dengan cara
melakukan pengamatan secara langsung di Dinas Lingkungan Hidup Kota
Makassar dan lokasi lainnya yang menjadi objek atau yang berkaitan
penelitian selanjutnya, yaitu pengumpulan data dengan melakukan peninjauan
39
dibeberapa tempat sekitar lokasi, serta melihat secara langsung, pengumpulan
data pencatatan yang di lakukan peneliti terhadap objek dilakukan di tempat
berlangsungnya peristiwa sehingga peneliti berada bersama objek yang sedang
diteliti atau diamati.
b) Interview (wawancara), Wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah
wawancara bebas terpimpin, artinya peneliti mengadakan pertemuan langsung
dan wawancara bebas artinya peneliti bebas mengajukan pertanyaan kepada
informan sesuai dengan jenis data dan informasi yang dibutuhkan dalam
penelitian ini, dimana peneliti telah menetapkan terlebih dahulu masalah dan
pertanyaan yang akan di ajukan kepada pihak yang diwawancarai dalam
penelitian ini. Tujuan diadakannya wawancara yaitu untuk melengkapi dan
mengecek ulang data hasil dari observasi di Dinas Lingkungan Hidup serta
lokasi lainnya yang berkaitan dengan penelitian tersebut, wawancara dalam
penelitia ini dilakukan dengan mendatangi langsung informan penelitian dan
ditanyakan terhadap mereka macam-macam hal yang mempunyai hubungan
dengan inti permasalahan. Wawancara dilaksanakan secara lebih dalam untuk
mendapatkan data langsung dengan cara serangkaian tanya jawab terhadap
pihak-pihak yang terlibat dengan pelaksanaan pengelolaan limbah B3 kegiatan
hotel di Kota Makassar dengan cara mencatat dan merekam hal yang dianggap
penting untuk melengkapi data.
c) Dokumentasi, teknik ini bertujuan melengkapi teknik observasi dan teknik
wawancara mendalam. yaitu pemanfaatan informal melalui dokumen-
dokumen tertentu yang dianggap pendukung yang bersumber dari laporan-
40
laporan yang berkaitan dengan pengelolaan limbah B3 Hotel di Kota
Makassar, metode ini merupakan suatu cara pengumpulan data yang
menghasilkan catatan-catatan penting yang berhubungan dangan masalah yang
hendak diteliti sehingga segera memperoleh data yang komplik, sah dan bukan
karangan, dengan cara peneliti mengambil atau mendapatkan data yang sudah
ada dan tersedia didalam catatan dokumen. Dokumentasi ini diambil untuk
memperoleh data-data, foto, serta catatan lapangan yang berkaitan dengan
Strategi Pengawasan Pemerintah dalam Pengelolaan Limbah B3 Hotel di
Kota Makassar.
F. Teknik Analisis Data
Menurut Miles dan Hubermen dalam Sugiyono (2014:243) analisis data
ialah langkah selanjutnya untuk mengolah data dari hasil penelitian menjadi data,
dimana data diperoleh, dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa untuk
menyimpulkan persoalan yang diajukan dalam menyusun hasil penelitian. Teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisa interaktif
(interactive model of analysis). Dalam model ini terdapat tiga komponen pokok.
1. Reduksi data
Reduksi data merupakan komponen pertama analisis data yang
menjadikan lebih tegas/mempertegas, mempersingkat/memperpendek,
menjadi fokus, menghilangkan suatu yang tidak penting dan menata data
sedemikian sebaik mungkin simpulan penelitian dapat dilakukan.
41
2. Penyajian Data
Sajian data merupakan suatu rakitan informasi yang memungkinkan
kesimpulan. Secara singkat dapat berarti cerita sistematis dan logis supaya makna
peristiwanya menjadi lebih mudah dipahami.
3. Penarikan kesimpulan
Dalam awal pengumpulan data penelitian suduh harus mulai mengerti
akibat, dan berbagai proporsi sehingga penarikan kesimpulan dapat
dipertanggungjawabkan:
Gambar 3.1
Model Teknik Data
Sumber: Miles dan Huberman (Sugiyono, 2014)
G. Keabsahan Data
Menurut Sugiyono (2014:253) triangulasi maksudkan suatu cara
pengumpulan data yang berbentu menggabungkan dari berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber data yang sudah ada. Dengan itu maka triagulasi
sumber/pusat bahasa, triangulasi teknik mengumpulkan data dan triagulasi waktu.
Pengumpulan data
Penarikan kesimpulan
penyajian
reduksi
42
1. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber dilakuakan dengan cara mengecek data yang telah
diperoleh melalui beberapa sumber. Dalam hal ini penelitian melakukan
pengumpualan dan pengujian data yang telah diperoleh melalui hasil
pengamatan,wawancara dan dokumen-dokumen yang ada. Kemudian penelitian
membandingkan hasil pengamatan dengan wawancara dan membandingkan hasil
wawancara dengan dokumen yang ada.
2. Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik dilakukan dengan cara menggunakan teknik
pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang
sama. Dalam hal yang diperoleh dengan wawancara,lalu dicek dengan observasi
dan dokumen.Apabila dengan tiga teknik pengujian kredibilitas data tersebut
menghasilkan data yang berbeda-beda maka penelitian melakukan diskusi lebih
lanjut kepada data yang bersangkutan atau yang lain untuk memastikan data mana
yang dianggap benar atau mungkin semuanya benar karena sudut pandangnya
berbeda-beda.
3. Triangulasi Waktu
Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang
dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat narasumber masih
segar, belum banyak masalah akan memberikan data yang lenih valid sehingga
lebih kredibel. Untuk itu dalam tujuan pengujian kredibilitas atau kekuatan untuk
menimbulkan kekuatan data bisa dilakukan dengan metode melakukan meninjau
kembali dengan wawancara, obsevasi atau cara berbeda dalam tempo atau situasi
43
yang tidak sama. Jika hasil ujian menghasilkan data yang berbeda atau tidak
sesuai maka dikerjakan secara berulang-ulang sehingga sampai ditemukan
kepastian datanya. Triangulasi dapat juga dilakukan dengan cara mengecek hasil
penelitian dari tim peneliti lain diberi tugas melakukan pengumpalan data.
44
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Objek Penelitian
1. Keadaan Geografis Kota Makassar
Kota Makassar adalah kota yang terletak dekat dengan pantai yang
membentang sepanjang koridor barat dan utara dan juga dikenal sebagai
“Waterfront City” yang didalamnya mengalir beberapa sungai (Sungai Tallo,
Sungai Jeneberang, dan Sungai Pampang) yang kesemuanya bermuara ke dalam
kota. Kota Makassar merupakan hamparan daratan rendah yang berada pada
ketinggian antara 0-25 meter dari permukaan laut. Dari kondisi ini menyebabkan
Kota Makassar sering mengalami genangan air pada musim hujan, terutama pada
saat turun hujan bersamaan dengan naiknya air pasang.
Makassar adalah Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan, yang terletak di
bagian Selatan Pulau Sulawesi yang dahulu disebut Ujung Pandang, terletak
antara 119º24’17’38” Bujur Timur dan 5º8’6’19” Lintang Selatan yang berbatasan
sebelah Utara dengan Kabupaten Maros, sebelah Timur Kabupaten Maros,
sebelah selatan Kabupaten Gowa dan sebelah Barat adalah Selat Makassar. Kota
Makassar memiliki topografi dengan kemiringan lahan 0-2°(datar) dan
kemiringan lahan 3-15° (bergelombang). Luas Wilayah Kota Makassar tercatat
175,77 km persegi. Kota Makassar memiliki kondisi iklim sedang hingga tropis
memiliki suhu udara rata-rata berkisar antara 26,°C sampai dengan 29°C.
45
Secara administrasi Kota Makassar dibagi menjadi 15 kecamatan dengan
153 kelurahan. Di antara 15 kecamatan tersebut, ada tujuh kecamatan yang
berbatasan dengan pantai yaitu Kecamatan Tamalate, Kecamatan Mariso,
Kecamatan Wajo, Kecamatan Ujung Tanah, Kecamatan Tallo, Kecamatan
Tamalanrea, dan Kecamatan Biringkanaya. Batas-batas administrasi Kota
Makassar adalah batas utara Kab. Maros, batas timur Kab. Maros, batas selatan
Kab. Gowa dan Kab. Takalar, batas barat selat Makassar.
2. Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi Dinas Lingkungan Hidup
Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar mempunyai tugas pokok yaitu,
merumuskan, membina, mengkoordinasikan, dan mengendalikan kebijakan
dibidang lingkungan hidup meliputi analisis dampak lingkungan, pencegahan dan
pengendalian dampak lingkungan, pemulihan dampak lingkungan serta penaatan
dampak lingkungan.
Adapun pernyataan visi dan misi Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar
yaitu:
Visi : Mewujudkan Makassar kota dunia yang nyaman dan berwawasan
lingkungan
Misi :
1. Meningkatkan kualitas teknis aparatur DLH yang didukung oleh peningkatan
kualitas inteklektual, mental spiritual, keterampilan serta sarana dan prasarana.
2. Meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat untuk mendapatkan lingkungan
hidup yang nyaman.
46
3. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup
Dalam menyelenggarakan tugas pokok Badan Lingkungan Hidup Daerah
mempunyai fungsi:
1. Perumusan kebijakan teknis lingkungan hidup daerah meliputi standarisasi
dan pemulihan kualitas lingkungan, ekonomi, sumber daya dan teknologi
lingkungan, konservasi sumber daya alam dan pengendalian pencemaran,
pengawasan dan penegakan hukum lingkungan.
2. Pengorganisasian penyusun perencanaan lingkungan hidup daerah meliputi
standarisasi dan pemulihan kualitas lingkungan, ekonomi, sumberdaya, dan
teknologi lingkungan, konservasi sumberdaya alam dan pengendalian
pencemaran, pengawasan dan penegakan hukum lingkungan.
3. Pembinaan dan penyelenggaraan tugas dibidang lingkungan hidup daerah
meliputi standarisasi dan pemulihan kualitas lingkungan,ekonomi, sumber
daya dan teknologi lingkungan, konservasi sumberdaya alam dan
pengendalian pencemaran, pengawasan dan penegakan hukum lingkungan.
4. Penyelenggaraan tugas kedinasan lain sesuai bidang tugasnya.
Struktur organisasi merupakan susunan dan hubungan antara setiap bagian
maupun posisi yang terdapat pada sebuah organisasi atau perusahaan dalam
menjalankan kegiatan-kegiatan operasionalnya dengan maksud untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Struktur organisasi dapat
menggambarkan secara jelas pemisahan kegiatan dari pekerjaan antara yang satu
dengan kegiatan yang lainnya dan juga bagaimana hubungan antara aktivitas dan
47
fungsi dibatasi. Di dalam struktur organisasi yang baik harus dapat menjelaskan
hubungan antara wewenang siapa melapor atau bertanggung jawab kepada siapa,
jadi terdapat suatu pertanggungjawaban apa yang akan di kerjakan. Itulah
beberapa definisi struktur organisasi.
Dari pengertian struktur organisasi yang kemukakan diatas dapat kiranya
diketahui bahwa struktur organisasi adalah kerangka segenap tugas pekerjaan
untuk mencapai tujuan organisasi, hubungan antara fungsi-fungsi yang merupakan
wewenang dan tanggung jawab dari tiap-tiap anggota yang melaksanakan tugas
dalam organisasi.
Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa adaya struktur organisasi
maka dalam pelaksanaan pekerjaan guna mencapai pekerjaan organisasi yang
telah ditentukan dapat berjalan tanpa adanya suatu penumpukan atau ketidak
sesuaian dalam pelaksanaan tugas. Selain itu juga mempermuda dalam melakukan
penempatan anggota organisasi untuk melaksanakan tugas-tugas yang ada. Oleh
karena seorang pemimpin organisasi harus benar-benar mengetahui dan
memahami tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh masing-masing bagian dari
organisasi. Sehingga terdapat tugas baru yang harus dilaksanakan, ia mengetahui
bagian mana dalam organisasi yang harus melaksanakan tugas tersebut.
Adapun susunan dan tata kerja Dinas Lingkungan Hidup Provinsi
Sulawesi Selatan adalah sebagai berikut:
a. Kepala Badan;
b. Sekretariat; mempunyai tugas pokok mengkoordinasi kegiatan, memberikan
pelayanan teknis dan administrasi umum dan kepegawaian,
48
keuangan serta penyusunan program. Sekretariat membawahi:
1) Sub Bagian Perencanaan dan pelaporan
2) Sub Bagian Keuangan
3) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
c. Bidang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau; mempunyai tugas pokok
melaksanakan sebagian tugas mengelolah ruang terbuka hijau. Bidang
pengelolaan terbukan hijau membawahi:
1) Seksi Perencanaan dan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau
2) Seksi Pengelolaan dan Pemeliharaan Ruang Terbuka Hijau
3) Seksi Pengendalian dan Kemitraan Ruang Terbuka Hijau
d. Bidang persampaha, limbah B3 dan peningkatan kapasitas; mempunyai tugas
pokok melaksanakan sebagian tugas persampahan, limbah dan peningkatan
kapsitas yang membawahi:
1) Seksi pengembangan dan pengendalian sistem persampahan dan limbah
B3
2) Seksi edukasi, promosi monitoring dan evaluasi persampahan
3) Seksi peningkatan kapasitas lingkungan hidup
e. Bidang pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup;
mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas pengendalian
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang membawahi:
1) Seksi pencemaran dan kerusakan lingkungan
2) Seksi konsevasi lingkungan
3) Seksi pengawasan dan penengakan hukum lingkungan
49
f. Bidang penataan dan penaatan; mempunyai tugas melaksanakan sebagian
tugas menata dan menaati aturan yang membawahi:
1) Seksi inventarisasi RPPLH dan LKHAS
2) Seksi kajian dampak lingkungan
3) Seksi pengaduan penyelesaian sengketa lingkungan
g. Unit pelaksana teknis (UPT)
1) UPT laboratorium lingkungan; mempunyai tugas pokok melaksanakan
operasional secara struktural serta bertanggungjawab secara langsung
kepada Dinas Lingkungan Hidup.
2) UPT pemakaman; mempunyai tugas pokok melaksanakan teknis
pengawasan, pemeliharaan, pengurusan, dan pengelolaan pemakaman.
3) UPT bank sampah; mempunyai tugas pokok melaksanakan menabung
uang dari sampah.
4) UPT pengelolaan sampah; mempunyai tugas pokok melaksanakan
pengelolaan daur ulang sampah.
3. Tugas Pokok, Fungsi dan Uraian Tugas Kepala Bidang Pengelolaan
Sampah, Limbah B3 dan Peningkatan Kapasitas
1) Tugas Pokok:
Membantu Kepala Dinas Lingkungan Hidup di bidang Pengelolaan
Sampah, Limbah B3 dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup.
2) Fungsi:
a. Penyusunan informasi pengelolaan sampah tingkat kabupaten/kota
a. Penyusunan informasi pengelolaan sampah tingkat kabupaten/kota
50
b. Penetapan target pengurangan sampah dan prioritas jenis sampah untuk
setiap kurun waktu tertentu
c. Perumusan kebijakan pengurangan sampah
d. Pembinaan pembatasan timbunan sampah kepada produsen/ industri
e. Pembinaan penggunaan bahan baku produksi dan kemasan yang mampu
diurai oleh proses alam
f. Pembinaan pendaur ulangan sampah
g. Penyediaan fasilitas pendaurulangan sampah
h. Pembinaan pemanfaatan kembali sampah dari produk dan kemasan produk
i. Perumusan kebijakan penanganan sampah di kabupaten/kota
j. Koordinasi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan dan pemrosesan akhir
sampah
k. Penetapan lokasi tempat TPS, TPST dan TPA sampah
l. Pengawasan terhadap tempat pemrosesan akhir dengan sistem
pembuangan open dumping
m. Penyusunan dan pelaksanaan sistem tanggap darurat pengelolaan sampah
n. Pemberian kompensasi dampak negatif kegiatan pemrosesan akhir sampah
o. Pelaksanaan kerjasama dengan kabupaten/kota lain dan kemitraan dengan
badan usaha pengelola sampah dalam menyelenggarakan pengelolaan
sampah
p. Pengembangan investasi dalam usaha pengelolaan sampah
q. Penyusunan kebijakan perizinan pengolahan sampah, pengangkutan
sampah dan pemrosesan akhir sampah yang diselenggarakan oleh swasta
51
r. Pelaksanaan perizinan pengolahan sampah, pengangkutan sampah dan
pemrosesan akhir sampah yang diselenggarakan oleh swasta
s. Perumusan kebijakan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan
sampah yang dilaksanakan oleh pihak lain (badan usaha)
t. Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan sampah yang
dilaksanakan oleh pihak lain (badan usaha)
u. Perumusan penyusunan kebijakan perizinan penyimpanan sementara
limbah B3 (pengajuan, perpanjangan, perubahan dan pencabutan) dalam
satu daerah Kabupaten/Kota
v. Pelaksanaan perizinan penyimpanan sementara limbah B3 dalam satu
daerah Kabupaten/Kota
w. Pelaksanaan pemantauan dan pengawasan penyimpanan sementara limbah
B3 dalam satu daerah Kabupaten/Kota
x. Penyusunan kebijakan perizinan pengumpulan dan pengangkutan limbah
B3 (pengajuan, perpanjangan, perubahan dan pencabutan) dalam satu
daerah Kabupaten/Kota
52
53
4. Tata cara pengajuan izin penyimpanan sementara LB3 sebagai berikut
a. Pemohon diwajibkan mengisi Formulir Permohonan Izin
PenyimpananSementara LB3.
1) Keterangan Pemohon meliputi nama, alamat dan nomor telepon.
2) Deksripsi Perusahaan secara rinci meliputi : nama perusahaan, alamat
perusahaan, nomor telepon, bidang usaha, akte pendirian, nomor izin
usaha industri, NPWP, izin-izin yang telah dimiliki (izin lokasi, IMB, HO,
SIUP, TDP, izin usaha industri, Dokumen UKL-UPL).
3) Keterangan Lokasi (Letak dan Luas)
4) Keterangan Pengelolaan Limbah B3 meliputi : jenis pengelolaan,
spesifikasi pengelolaan dan peralatan yang digunakan, jenis dan
karakteristik limbah yang disimpan, tata letak saluran pengelolaan LB3,
alat pencegah pencemaran, serta perlengkapan sistem tanggap darurat.
5) Dokumen yang harus disampaikan pemohon izin kepada Kementerian
Lingkungan Hidup meliputi : akte pendirian perusahaan, izin lokasi, izin
mendirikan bangunan, izin gangguan (HO), dokumen UKL-UPL, peta
lokasi tempat kegiatan, uraian tentang bahan baku dan proses kegiatan,
uraian tentang spesifikasi alat pengolahan limbah batubara.
b. Formulir permohonan disertai dengan kelengkapan persyaratan yang ditandai
dengan cek list, dengan data minimal yang harus dilampirkan sebagai berikut:
1) Dokumen lingkungan (Amdal/UKL-UPL).
2) Akte pendirian perusahaan.
3) Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
54
4) Fotocopy asuransi pengelolaan lingkungan.
5) Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
6) Izin Lokasi.
7) Izin Gangguan (HO).
8) Keterangan tentang lokasi (nama, tempat/letak, luas, titik koordinat).
9) Jenis-jenis limbah yang akan dikelola.
Karakteristik informan akan dipaparkan berdasarkan jenis kelamin, umur,
pendidikan dan pekerjaan.
a. Karakteristik Informasi Berdasarkan Jenis kelamin
Karakteristik informan berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel 4.2
Karakter Informan Berdasarkan Jenis Kelamin
Keterangan Frekuensi Persentase
Laki-laki 2 20%
Perempuan 4 40%
Jumlah 6 60%
Sumber: Wawancara Juli 2019
Distribusi informan mengenai jenis kelamin berdasarkan pada tabel diatas
menunjukkan bahwa 2 orang berjenis kelamin laki-laki atau sebesar 20 persen, 4
orang bejenis kelamin perempuan atau sebesar 40 persen dari keseluruhan jumlah
informan.
55
b. Karakteristik Informan Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Karakteristik informan berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel 4.4
Karakteristik Informan Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Keterangan Frekuensi Persentase
S2 5 50%
S1 1 10%
SMA 0 0
SMP 0 0%
SD 0 0%
Jumlah 6 60%
Sumber : diolah dari hasil wawancara Juni 2019
Distribusi informasi mengenai jenjang pendidikan berdasarkan pada tabel
diatas memperlihatkan bahwa 5 orang yang pendidikan S2 atau sebesar 50 persen,
informan dengan jenjang pendidikan S1 hanya berjumlah 1 orang atau sebesar 10
persen, informan dengan jenjang pendidikan SMA tidak ada atau 0 persen,
informan dengan jenjang pendidikan SMP tidak ada atau persen, dan orang
dengan jenjang pendidikan SD tidak atau 0 persen dari keseluruhan informan.
c. Karakteristik Informan Berdasarkan Pekerjaan
Karakteristik informan berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada tabel dibawah
ini:
56
Tabel 4.5
Karakteristik Informan Berdasarkan Pekerjaan
Keterangan Frekuensi Persentase
Pengawai 4 40%
Wiraswasta 2 20%
Petani 0 0%
Jumlah 6 60%
Sumber : diolah dari hasil wawancara Juni 2019
Distribusi informan mengenai pekerjaan berdasarkan tabel diatas
menunjukkan bahwa 4 orang pengawai atau sebesar 40 persen, 2 orang bekerja
sebagai wiraswasta atau sebesar 20 persen, tidak ada atau 0 orang bekerja sebagai
petani atau 0 persen, tidak ada atau 0 orang yang bekerja sebagai ibu rumah
tangga atau 0 persen dari keseluruhan jumlah informan.
B. Strategi Pengawasan Pemerintah Dalam Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya Dan Beracun (B3) Hotel Di Kota Makassar
Perkembangan pembangunan gedung-gedung dan hotel-hotel tinggi di
kota setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pembangunan ini ditandai dengan
tempat penginapan, adanya pusat pembelanjaan, perumahan dan perkantoran serta
apartemen. Tujuan lain pembangunan tidak lain adalah untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat perkotaan. Namum sayangnya, pemenuhan kebutuhan
masyarakat perkotaan, tidak dibarengi dengan pertimbangan masyarakat yang
sehat serta generasi kedepan tumbuh dengan baik. Hal ini terlihat dari terus
meningkatnya jumlah populasi penduduk perkotaan tidak diimbangi dengan
lingkungan yang sehat karenakan tercemari oleh limbah berbahaya dan beracun,
sebenarnya ini masalah yang komleks karna berkaitan dengan generasi masa
57
depan anak bangsa yang sehat serta makhluk hidup lainnya, kurangnya
pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun menjadi kendala pokok, salah
satunya dalam pengawasan pemerintah dalam pengelolaan limbah b3 hotel
perkotaan.
Berbicara mengenai persoalan pengelolaan limbah b3 diperkotaan sangat
kompleks, karna kita lihat bahwa diperkotaan diperlukan lingkungan sehat karena
disana kurangnya ruang terbuka hijau karena banyaknya bangunan gedung-
gedung yang tinggi dan apartemen dan perkantoran tengah-tengah kota, sementara
kurangnya pengawasan pengawasan pemerintah mengenai pengelolaan limbah
bahan berbahaya dan beracun. Untuk mengatasi hal ini diperlukan pengawasan
pemerintah (Dinas Lingkunga Hidup) secara serius dalam hal melakukan
pengawasan pengelolaan limbah B3, karna sekarang masih banyak hotel-hotel
yang belum ada izin pengelolaan limbah B3 dari pemerintah terkait.
Bila kita melihat dari fakta yang ada hingga saat ini, bayaknya hotel
berdiri menjulang tingi tentu segala aktivitas didalamnya menghasilkan limbah B3
ataupun organik namun realitanya masih banyak perusahaan hotel yang tidak
menyadari terkait bahaya limbah B3 sehingga tidak melakukan pemisahan antara
sampah organik dan an organik serta tidak ada pengelolaan disana terkait limbah
B3, muncul sebuah pertanyaan dimanakah tempah akhir dari pembuangan
sampah bahan berbahaya dan beracun itu yang dapat merusak ekosistem alam,
dengan permalahan yang ada ini, dibutuhkan berbagai strategi pengawasan untuk
mengatasi permasalahan pengelolaan limbah B3 agar mampu melakukan
pengelolaan limbah berbahaya dan beracun dengan adanya pengawasan.
58
Pengawasan menurut Admosudirdjo, (2005:11) mengatakan bahwa pada
pokoknya pengawasan adalah keseluruhan daripada kegiatan yang
membandingkan atau mengukur apa yang sedang atau sudah dilaksanakan dengan
kriteria, norma-norma, standar atau rencana-rencana yang telah ditetapkan
sebelumnya.
1. Menetapkan standar
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti bahwa
Strategi Pengawasan Pemerintah (Dinas Lingkungan Hidup) dalam
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Hotel di Kota Makassar
dalam pengelolaan limbah B3 Hotel masih belum maksimal karena dalam proses
pelaksanannya masih mendapatkan hambatan dan kendala. Seperti yang
disampaikan oleh ketua bidang persampahan, limbah B3 dan peningkatan
kapasitas Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar bahwa.
Berikut hasil kutipan wawancara terhadap informan pegawai Dinas
Lingkungan Hidup sebagai ketua bidang persampahan, limbah B3 dan
peningkatan kapsitas mengenai faktor penghambat dan pendukung dalam
pelaksanaan pengawasan pengelolaan limbah berbahaya dan beracun di hotel
dengan ungkapan bahwa:
Yang menjadi hambatan dalam pengelolaan limbah B3 tersebut
diantaranya masih kurangnya sumber daya manusia yang disiplin ilmunya
mengetahui betul tentang limbah B3 serta juga minimnya sarana dan
prasarana seperti transportasi (kendaraan operasional). (Wawancara, AT,
Selasa, 02 Juli 2019).
Dari hasil wawancara diatas menunjukan bahwa terdapat hambatan
diantaranya masih kurangnya sumber daya manusia yang disiplin ilmunya
59
mengetahui betul limbah B3, diakibatkan terdapatnya limbah B3 yang tidak
terkelolah dengan baik, maka disini pemerintah mempunyai peran serta dalam
pembinaan dan pelatihan agar para pengawai pengawas/DLH ataupun pihak hotel
agar mengetahui betul tentang limbah B3 hotel, Kota Makassar hal ini pemerintah
Kota Makassar harus bekerja keras dan harus giat melakukan sosialisasi terhadap
masyarakat Kota Makassar khususnya kepada pihak perhotelan yang ada di Kota
Makassar, dengan adanya sosialisas tersebu akan menciptakan sumber daya
manusia yang mengerti betapa bahayanya limbah B3 tersebut. Membangun
disiplin ilmu pengetahuan tentan bahan berbahaya dan beracun (B3) dengan
adanya kegiatan tersebut akan mempermudah pemerintah dalam menangani
pengelolaan limbah dengan baik selain itu faktor-faktor yang menghambat
pelaksanaan pengawasan pemerintah Kota Makassar terhadap limbah B3 hotel
adalah sarana dan prasarana, seharusnya ini merupakan komponen yang paling
diutamakan mendukung dalam kelancaran proses pengawasan namun nyatanya
tidak sesuai apa diharapkan, karena hal tersebut akan sangat mempengaruhi
kualitas pengawasan dan pengelolaan limbah B3.
Diantara hasil dari kutipan wawancara dari seperti yang disebutkan kepala
Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar mengenai perihal yang harus dimiliki
ada beberapa yang mestinya sudah dipenuhi lebih dahulu oleh pihak hotel baru
bisa dikategorikan dalam bersyarat untuk bisa melakukan pengelolaan limbah B3
hotel di Kota Makassar seperti halnya:
Harus memiliki dokumen lingkungan, kelengkapan izin yang telah
dimiliki baru bisa bersyarat dalam artian baru bisa melakukan pengelolaan
limbah bahan berbahya dan beracun tersebut agar terkelolah dengan benar
60
dan bekerja sama dengan pihak swasta untuk pengangkutan selanjutnya.
(Wawancara, RM, Selasa, 02 Juli 2019).
Dari hasil wawancara diatas menyatakan bahwa ada beberapa yang
hendaknya terpenuhi baru bisa dan dianngap bersyarat dalam melakukan
pengelolaan limbah B3 hotel seperti mengantongi dokumen lingkungan serta
kelengkapan izin pengelolaan limbah sehingga dengan baik dan sesuai prosedur
yang telah ditetapkan sebelumnya, Dinas Lingkungan Hidup diharapkan untuk
melakukan cek kelengkapan berkas seperti, identifikasi pencatatan dan pendataan
tempat lokasi, pelaporan, status perizinan, pemenuhan ketentuan izin, struktur dan
tanggung jawab, open dumping open burning (pemulihan lahan terkontaminasi),
jumlah limbah yang dikelola, pengelolaan limbah B3 oleh pihak ke-3, dumping
dan pengelolaan limbah B3 cara tertentu.
Diharapkan agar pemerintah terkait memberikan kemudahan dalam
pengurusan perizinan dan tidak berbelit-belit kalau memang sudah baik dari
segala prosedur yang sudah tetapkan oleh pemerintah terkait dan juga jagan itu
hukum semenanya bisa ditukar dengan beberapa nominal angka sehinngga tidak
mendapat lagi perhatian ataupun pengawsan serta dimudahkan dalam memiliki
izin pengelolaan meskipun tidak memenuhi standar, juga tidak hanya mendapat
laporan dari luar bahwa perusahan tersebut baik dalam hal pengelolaan limbah B3
sehingga tidak tersentuh pemantauan atupun misal hotel tersebut sangat kenal atau
berbintang lima, bisa juga sebaliknya karna hanya sekelas wisma sehingga
mendapat perbedaan dalam pengawasan. Untuk mencapai pengelolaan limbah B3
hotel khususnya Kota Makassar maka dibutuhkan sinergi bersama antara pihak
61
pemerintah dan swasta (pengelola hotel) agar tercapainya pengelolaan limbah B3
yang baik dan layak dalam melakukan proses pengelolaan.
Seperti yang dikemukakan juga kepala seksi pengembangan dan
pengendalian sistem persampahan dan limbah B3 bahwa:
Layak dalam hal melakukan pengelolaan Limbah B3 dalam hal
penyimpanan ketika telah memilikin TPS LB3 yang dilengkapi dengan
izin TPS LB3 serta melakukan kerja sama dengan pihak transporter
(pengangkut Limbah B3) atau sudah melakukan kesepakatan terhadap
pihak swasta/pihak ketiga sebagai pengangkut limbah itu tadi.
(Wawancara, KA, Selasa, 02 Juli 2019)
Berdasarkan hasil wawancara diatas yang menyatakan bahwa melakukan
pengelolaan limbah B3 harus sudah memiliki TPS LB3 yang memenuhi standar
yang ditetapkan pemerintah (Dinas Lingkungan Hidup) disertai dengan
kelengkapan izin TPS LB3, dan melakukan memorandum of understanding
(MOU) dengan pihak swasta dalam hal pengelolaan limbah selanjutnya untuk
melakukan pengankutan limbah B3 untuk dilakukan pengelolaan dengan adanya
pihak ketiga untuk proses penghancuran karna harus dikirim keluar daerah karna
di Sulawesi khususnya Makassar belum ada pabrik penghancur (pabrik
pengelolaan limbah B3), belum ada pabrik pengelolaan limbah bahan berbahaya
dan beracun sehingga diperlukan transporter yang melakukan pengangkutan untuk
proses selanjutnya (penghacuran).
Sebagaimana juga telah disebutka dalam wewenang PPLH-PPLDH yang
menjadi indikator pengawasan DLH, pemeriksaan terhadap dokumen lingkungan
hidup dan perizinan yang terkait, pemeriksaan penaatan pelaksanaan pengendalian
pencemaran air, pemeriksaan penaatan pelaksanaan pencemaran udara,
62
pemeriksaan penaatan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (bahan kimia),
pemeriksaan penaatan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun,
pemeriksaan penaatan pengelolaan sampah domestik, semua itu agar dapat
dipenuhi oleh pihak pengelola hotel untuk dapat terlaksana pengelolaan limbah
B3 yang baik. Dengan apa yang telah diungkapkan oleh pihak yang berwenang
yaitu kepala seksi pengembangan dan pengendalian sistem persampahan dan
limbah B3 bahwa:
Disini dek kami memberikan atau sampaikan kepada pihak hotel dalam hal
standar-standar yang mestinya dilakukan oleh pihak hotel setelah kami
sampaikan perihal tersebut setelah itu, lalu kami lakukan survei secara
tiba-tiba tanpa peyampaian. Kembali lagi saya katakan pertama dari segi
TPS apakah sudah bersyarat atau belum dan bagaimana model bangunan
karna model bagunan sangat berpegaruh, bukan sekedar menumpukkan
dan menyimpan saja limbah B3 itu tapi juga sangat diperhatikan struktur
bangunan TPSnya juga. (Wawancara, KA, Rabu, 03 Juli 2019)
Berdasarkan hasil wawancara dari pengawai DLH Kota Makassar
mengatakan bahwa dalam hal standar yang semestinya yang utama dari segi TPS
apakah sudah sesuai dengan yang distandarkan apakah sudah dalam kategori bisa
layak dipergunakan atau belum (bersyarat), serta bagaimana struktur bangunannya
sagatlah penting sebab berkaitan dengan kualitas pengelolaan yang akan
dilakukan dengan jangka waktu yang lama karna itu sangatlah berpengaruh
terhadap kualitas pengolaan pasalnya, limbah B3 yang tersimpan dalam TPS per
tiga bulan sekali akan dilakukan penjemputan, maka itu diperlukan tata cara
penumpukan yang baik sehinnga limbah B3 yang tersimpan akan terjaga sehingga
tidak mengakibatkan efek dampak bahaya dikarena mencampur baurkan limbah
kimia berbahaya lainnya, namun apa mestinya diharapkan oleh pihak DLHD tidak
63
sesuai apa yang sebenarnya dilapangan dengan obvserasi yamg sudah dilakukan
peneliti TPS mestinya dikhuskan untuk limbah bahan berbahaya dan beracun
dalam di tempat penyimpangan sementara tersebut ternyata masih ditemukan
tumpukan balok, papan bekas pemakaian bukan saja juga luas TPS yang terbilang
sempit mungkin karena faktor lahan yang kurang untuk bisa dijadikan tempat
penyimpanan sementra limbah B3 mau tidak mau maka seperti itu yang terjadi
dilapangan .
Maka dari itu pentingnya sebuah sosialisasi, pelatihan, pembinaan agar
mengetahui betul dampak yang ditimbulkan limbah B3 tersebut sangatlah
berbahaya bagi lingkungan dan makhluk hidup lainnya dengan itu maka
terbangun kesadaran peribadi betapa penting sangat menjaga kelestarian
lingkungan hidup yang ada disekitar kita juga kesehatan manusia dan makhluk
hidup lainnya, serta pemerintah harus memberikan pengawasan yang serius
terhadap pihak pengelola pihak hotel dan/atau pihak pengelola limbah bahan
berbahaya dan beracun, dan itu senada apa yang ungkapkan oleh pihak hotel
sebagaimana dikatakan bahwa:
Itu memang harus dibuatkan tempat sampah sesuai dengan peraturan
pemerintah dibuatkan satu seperti bili dia harus beratap tidak bisa kena air
ada kemiringan jadi seumpamanya ada air yang tergenang itu tidak bisa
digunakan harus ada jalur tali air namanya dan kemiringannya berapa
derajat agar air yang ada didalam itu seumpanya ada air tergenang terus
kepembuangan atau got, seumpanya ada tebias air dari luar tidak tersimpan
didalam, kalau oli harus disediakan tangki. (Wawancara, RO, Rabu, 03
Juli 2019).
Dari hasil wawancara diatas bahwa semestinya sudah ada sebelumnya
disiapkan lokasi, serta dibuatkan bangunan TPS penyimpangan limbah B3 yang
64
berstandar dengan berbagai macam pertimbangan model yang akan diperhatikan
seperti misalnya bebas dari genangan air hujan dan dengan tata letak bangunan
yang sesuai dan strategis, bagaimana pemerintah terkait menyakinkan betul sesuai
pernyataan tersebut agar terlaksana sesuai prosedur yang sudah ditetapkan
sebelumnya, bahwa peneliti meganalisa bahwa mereka sudah paham apa yang
seharusnya dilakukan tinggal butuh aktualisasi dari pihak pengelola hotel, namun
lagi-lagi disini dari pernyataan dari pihak hotel mestinya seperti apa sudah
disampaikan oleh Dinas Lingkungan Hidup, namun karna terbatas atau tehambat
luas lokasi dimana lokasi TPS yang buat sesuaikan dengan luas lokasi, dan agar
pemerintah memperhatikan dan memberikan penilain itu semua yaitu dari
pegawai Dinas Lingkungan Hidup.
Pernyataan juga diatas mengatakan bahwa jika terjadi hujan, air tidak
masuk didalam bangunan memang sesuai dengan prosedur sudah semestinya yang
ditetapkan oleh peraturan undang-undang mengenai penyimpangan sementara
limbah B3 karena itu semua memang diperlukan pertimbangan secara matang
untuk tidak ada tebias air hujan masuk sehingga tidak memberikan genangan air
dalam ruang penyimpanan limbah B3 dalam pembangunan tempat penyimpangan
sementara limbah bahan berbahya dan beracun yang ada di hotel. Serta
dilanjutkan wawancara oleh pegawai bagian engeneering yang menyatakan
bahwa:
Khusus disini amaris sendiri dari chemical-chemical sisa pemakaian
operasional juga lampu harus dipisah dari sampah organik lainnya dan itu
harus dibuatkan tempat sampah sementara (TPS) harus memenuhi yang
standar dari Dinas Lingkungan Hidup mulai dari atap TPS itu sendiri harus
65
miring agar tidak masuk air hujan dan mempunyai fentilasi udara.
(Wawancara, MG, Rabu, 03 Juli 2019)
Dengan pernyataan salah seorang pengawai hotel bahwa sudah melakukan
apa telah ditetapkan oleh pemerintah dimana pihak hotel sendiri dari kegitan yang
menghasilkan limbah B3 mereka memisahkan antara chemikal-chemikal seperti
halnya dari sisa pemakaian operasional juga seperti lampu bekas yang sudah rusak
tidak terpakai lagi juga akan dilkukan pemisahan dari sampah jenis lainnya, agar
tidak terjadinya kontaminasi limbah B3 terhadap limbah organik yang mestinya
sampah organik tersebut tidak dilakukan pengelolaan karna mampu terurai dengan
tanah dan tidak merusak lingkungan hidup dan makhluk hidup lainnya malah
berubah sifat menjadi sampah berbahaya meskipun terurai dengan tanah namun
sifat beracunnya masih ada malah berpengaruh dengan jangka panjang karena
wujudnya tidak padat lagi memang betul seperti yang dikemukakan salah seorang
pengawai engeneering hotel seperti itu disampaikan kepada klining servis harus
ada pemisahan antara sampah organik namun terkadang masih ada klining servis
kurang disiplin tidak mereka pisahkan, pihak engeneering juga tidak selamanya
bisa mengawasi satu persatu karyawan klining servis maka dengan itu masih
didapatkan sampah B3 yang tercampur sampah an organik lainnya.
Tentunya sudah terdapat TPS yang siap digunakan dan sudah dipastikan
memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh Dinas Lingkungan Hidup misalnya
terdapat papan nama berlogo limbah B3, atap dari TPS itu harus memiliki sekian
derajat agar air hujan mudah tersimpah keluar juga tidak harus tertutup sekali
maka perlukan dibuatkan fentilasi udara, baru dikatakan layak untuk dijadikan
tempat penyimpangan sementara limbah bahan berbahaya dan beracun tetapi apa
66
yang terlihat dilapangan hanya ada beberapa sudah terpenuhi dari sekian syarat
yang seharusnya seperti diatas tadi telah disebutkan, dan memiliki batas waktu
penyimpangan dari pernyataan salah seorang pengawai hotel dimana mereka
menyatakan bahwa:
Kami disini diberikan batas penyimpanan 3 (tiga) bulan minimal masa
penyimpangan dalam TPS tersebut, namun dari pihak penjemputan itu
sendiri khusus disini setiap satu bulan sekali melakukan penjemputan
limbah B3 tersebut. (Wawancara, RO, Rabu 03 Juli 2019).
Dari hasil wawancara diatas menyatakan bahwa adanya ketentuan dari
Pemerintah Dinas Lingkungan Hidup berupa batas penyimpangan 3 bulan masa
penyimpanan, juga pada Peraturan Pemerintah Nomor: 101 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun: melakukan penyimpanan
limbah B3 paling lama, 90 (Sembilan puluh) hari sejak limbah B3 dihasilkan,
memang harus memiliki kerja sama antara pihak ketiga atau ada MoU terhadap
transporter yang akan melakukan penjemputan limbah B3.
Limbah bahan berbahaya dan beracun yang disingkat dengan limbah B3
ini adalah limbah yang jika diperhatikan secara sifatnya, konsentrasinya, termasuk
jumlahnya memiliki kecenderungan mencemari lingkungan sekitar,
membahayakan lingkungan disekitar hingga menghambat/merusak
keberlangsungan hidup, maka dari itu untuk tidak melakukan penyimpan
melewati apa telah ditetapkan, yang karena sifat dan atau konsentrasinya, baik
secara langsung maupun tak langsung dapat merusak lingkungan hidup,
kesehatan maupun manusia. Dengan itu sesegera mungkin melakukan
pengangkutan agar ramah lingkungan hidup.
67
2. Mengukur Kinerja
Pengukuran kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas
operasional suatu organisasi dan pengaruhnya berdasarkan sasaran standar dan
kinerja (Mulyadi, 2001). Dari apa yang katakan Mulyadi diatas tentang defenisi
pengukuran kinerja dapat kita pertimbangkan dengan apa yang dilakukan oleh
pihak Lingkungan Dinas Hidup dengan cara melaksanakan peninjauan langsung
tempat dalam melaksanakan pengawasan terhadap hotel yang melakukan
pengelolaan limbah B3, serta apa yang dikatakan pengawai DLHD dan juga
sebagai ketua seksi pengembangan dan pengendalian sistem persampahan dan
limbah B3 bahwa:
Disini kami selaku pihak yang melakukan pengawasan hendak melakukan
observasi langsung dilapangan untuk memberikan penilaian langsung
apakah sudah sejalan sesuaia dengan prosedur-prosedur yang telah
ditetapkan sebelumnya, apakah sudah bersyarat atau belum. (Wanwacara,
KA, Jum’at 05 Juli 2019)
Hasil wawancara dari ketua seksi, promosi, monitoring dan evaluasi
persampahan sudah melakukan pengawasan sesuai dengan apa yang tercantum
dalam wewenang PPLH-PPLHD menurut UU Nomor 32 tahun 2009 pasal 74
berbunyi, pejabat pengawas Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam
pasal 71 ayat (3) berwenang: melakukan pemantauan, meminta keterangan,
membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan,
memasuki tempat tertentu, memotret, membuat rekaman audio visual, mengambil
sampel, memeriksa peralatan, memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi, dan
menghentikan pelanggaran tertentu. Betapa pentingnya melakukan survei dengan
demikiaan memastikan benar tidaknya pihak pengelola hotel sudah menerapkan
68
apa yang sudah prosedurkan atau sampaikan sebelumnya dengan standar
peraturan pemerintah, disamping dilakukan penilaian dan evaluasi jika kita lihat
pernyataan para ahli yang mendefenisikan tentang penilaian kinerja adalah
perusahaan (Companies performance assessment) mengandung makna suatu
proses atau sistem penilaian mengenai pelaksanaan kemampuan kerja suatu
perusahaan (organisasi) berdasarkan standar tertentu (Kaplan danNorton, 2000).
Serta apa mestinya yang hendak dilakukan pihak hotel tentu yang tetapkan DLH,
apa yang dikatakan salah satu kepala seksi Dinas Lingkungan Hidup bahwa:
Apakah disana itu misalnya TPS limbah B3nya memasukkan sampah
organik itu tidak boleh dan itu kami berikan berupa penjelasan-penjelasan
terkait dengan semua itu sampai cara-cara penyusunan, penyimpangan
kami melakukan pengontrolan terhadap itu semua untuk melihat kepastian
yang terjadi sebenarnaya. (Wawancara, SI, Jum’at 05 Juli 2019)
Hasil wawancara dari karyawan pegawai DLHD yang memaparkan bahwa
daris segi pelaksana teknis mengenai lapangan bahwa adanya berupa pengawasan
langsung dari pengawai pemerintah DLHD apakah misalnya di lapangan itu di
TPS limbah B3 yang sudah ada apakah mencampur baurkan antara dengan
sampah organik, kalau memang terdapat dilapangan misal itu hanya diberikan
berupa penyampaian secara lisan begitu pula dengan tata cara penyusuna sampai
kimia hendak disimpan di TPS itu diberikan arahan mulai dari tata cara
penyusunannya, harapkan adanya pengawasan dibagian penyimpangan dalam
pengelolaan limbah bahan berhaya dan beracun dengan untuk memberikan
kepastian fakta yang dilapangan, tapi tidak semuanya itu dengan mulus sesuai
dengan apa yang diharapkan karena biasanya ada karyawan hotel (klining servis)
69
tidak disiplin atau sedikit nakal mereka campurkan begitu saja serta pengawasan
yang terbatas dari pihak hotel itu sendiri.
Dengan dasar standar yang telah ditetapkan sebelumnya sebagai tolak ukur
untuk melakukan evaluasi ataupun pengawasan, dan melihat kinerja dilapangan,
adapun defenisi kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional
organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Mulyadi, 2005). Agar dapat sejalan
denga apa yang dicanakan sebelumnya maka diperlukan kinerja sumber daya
manusia yang baik karna sebagi pelaksana dari tujuan itu tentu juga harus
didukung oleh sosialisasi, pembinaan, pelatihan, dan arahan setelah itu harus ada
penilaian supaya pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun di Kota
Makassar akan berjalan lebih baik. Seperti yang disampaikan salah satu pengawai
hotel menyatakan bahwa:
Untuk sementara masih dalam tahap pengecekan dengan dinas terkait, dan
itu sudah mau masuk tahap terakhir itu ada pengecekan meminta sedikit
perubahan kita sudah melakukan perbaikan sisa kita menunggu investigasi
selanjutnya lagi dari pemerintah (Dinas Lingkungan Hidup). (Wawancara,
MG, Ahad 08 Juli 2019)
Dari hasil wawancara tersebut dari pihak hotel pengawai egeneering
mengatakan bahwa dari pengawasan dinas tekait yang melakukan pengecekan
demi memastikan apakah sudah sesuai dengan yang telah syarat- syarat yang telah
diberikan, berharap agar Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar tidak sesekali
saja tetapi kontinyu melaksanakan pengecekan tempat penyimpangan sementara
limbah B3 agar penegelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun benar-benar
dikelola dengan baik, didukung dengan TPS yang disediakan sesuai prosedur
70
yang ada, serta memberikan arahan apabila ada yang perlu dilakukan perbaikan-
perbaikan, dari penjelasan diatas menunjukkan bahwa pemerintah yang terkait
sudah menjalankan apa yang seharusnya mengenai pernyataan diatas mengatakan
bahwa pemerintah terkait melakukan tinjauan secara langsung meskipun tidak
terus menerus bahwa adanya faktor pendukung kurang memadai seperti alat
operasional untuk bisa melakukan peninjauan secara kontinyu.
3. Membandingkan kinerja dengan standar
Proses pengendalian dan pengawasan adalah suatu upaya yang sistematik
untuk menetapkan kinerja standar pada perencanaan untuk merancang sistem
umpan balik informasi, untuk membandingkan kinerja aktual dengan standar yang
telah ditentukan, Pengukuran kinerja aktual adalah untuk mengetahui dimensi dari
hasil yang sejalan dengan tujuan tentu ada beberapa langkah dikakukan untuk
melihat antara tujuan yang akan dicapai dengan apa yang terjadi dilokasi. Hasil
yang diinginkan harus secara efektif dikomunikasikan dan disosialisasikan dan
jika hasil pengendalian digunakan hanya semata-mata dalam daerah kinerja yang
diberikan, pengukurannya haruslah lengkap, hasil wawancara dari ketua seksi
kepala seksi pengembangan dan pengendalian sistem persampahan dan limbah B3
bahwa:
Kita evaluasi dilokasi melihat secara seksama bahwa tersebut sudah
tergolong sudah bersyarat atau belum, mulai luas TPSnya apakah sudah
sesuai dengan standar tata cara penyimpanannya dalam penyusunannya
bukan sekedar ditumpuk saja, Alhamdullah sampai saat semuanya sudah
terggolong baik mereka mengikuti apa telah disyaratkan. (Wawancara,
KA, Jum’at 05 Juli 2019).
71
Dari hasil wawancara diatas oleh pengawai Dinas Lingkungan Hidup
bahwa adanya berupa tinjauan langsung untuk melakukan evaluasi mengenai
bagaimana fakta yang sebenarnya dilapangan apakah mengikuti apa yang sudah
distandarkan dan sudah memenuhi prosedur-prosedur lainnya, posisi jarak antara
perusahaan dan TPS apakah sudah jauh dari keramaian orang, juga dari tata cara
penyimpangan benar-benar dalam ruangan yang tepat agar Kegiatan
penyimpanan limbah B3 dimaksudkan untuk mencegah terlepasnya limbah B3 ke
lingkungan sehingga potensi bahaya terhadap manusia dan lingkungan
dapat dihindarkan. Tatapi fakta dilapangan tak semua itu sesuai kejadian dilokasi
apa telah diungkapkan pengawai DLH seperti yang halnya masih didapatkan
tumpukan balok dan kayu lainnya terlihat di tempat penyimpanan sementara
dengan observasi langsung yang dilakukan peneliti, untuk hal penyimpangan
sementara diharapkan jangan ada penumpukan disana maka harus ada
pengontrolang secara ruting untuk tidak adanya penyimpangan, namun sampai
pada saat ini dari pihak perusahaan secara maksimal untuk berusaha
melaksanakan apa-apa yang disyaratkan, hasil wawancara karyawan (engineering)
hotel bahwa:
kami selalu mengikuti dari apa yang distandarkan pemerintah dan itu ada
pengecekan-pengecekan selanjutnya dari DLH atau mengevaluasi, dan
jangan sampai limbah hotel organik dan limbah B3 tercampur, kalau
misalnya ada istilahnya karyawan sedikit nakal dia biasanya gabung
biasanya sampah operasional dengan sampah B3nya kita berikan
peringatan, kalau ini tidak bisa dicampur limbah biasa dengan limbah B3.
(Wawancara, MG, Jum’at 05 Juli 2019).
Dari hasil wawancara di atas pihak hotel mengatakan bahwa perlunya
sistem standar pengelolaan limbah yang di hasilkan harus dikelolah secara khusus
72
atau kemungkinan untuk di manfaatkan kembali. Harusnya ada tidakan tegas oleh
pihak perusahaan hotel jika betul ada karyawan melanggar aturan yang telah
ditetapkan agar tidak sewenanya saja melakukan apa maunya seperti mencampur
baurkan antara limbah berbahaya dan beracun dengan sampah organik lainnya,
pihak pemerintah pun harapkan maksimal mungkin mengadakan evaluasi
terhadap pihak perhotelan agar pengelolaan limbah sesuai prosedur yang telah di
terapkan. Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun ini adalah sebuah
proses untuk mengubah jenis, jumlah karakteristik limbah B3 menjadi tidak
berbahaya dan atau tidak immobalisasi limbah B3 karena sifat bahayanya yang
dapat ditimbulkan limbah B3 sangat tinggi. Dari pihak penghasil limbah atau
pihak hotel rutin pembinaan, arahan terhadap karyawan-karyawan yang
sebelumnya tidak peduli dengan limbah B3 yang selalu di campur dengan limbah
lain agar memisahkan yang mana limbah berbahaya dengan limbah biasa supaya
limbah-limbah tersebut bisa terkelolah dengan baik sesuai standar nasional dan
internasional dalam pengelolaan limbah.
4. Menentukan kebutuhan tindakan korektif
Berbagai keputusan menyangkut tindakan korektif sangat bergantung pada
keahlian-keahlian analitis dan diagnotis manajer. Setelah membandingkan kinerja
dengan standar, manajer dapat memilih salah satu tindakan, mempertahankan
status quo (tidak melakukan apa-apa), mengoreksi penyimpangan, atau mengubah
standar. Tindakan perbaikan diartikan sebagai tindakan yang diambil untuk
menyesuaikan hasil pekerjaan nyata yang menyimpan agar sesuai dengan standar
atau rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Langkah tersebut merupakan
73
langkah terakhir untuk menentukan keputusan sebelumnya apakah yang perlu
diubah karena tidak pas pada saat penerapannya di lapangan atau sudah tatapi
kebanyakan tidak ditaati oleh pihak perusahaan sehingga tidak perlu lagi ada
perubahan standar dari yang sebelumnya. Hasil wawancara ketua bidang
persampahan, Limbah B3 dan peningkatan kapasitas menyatakan bahwa:
Hanya diberikan berupa arahan-arahan jika memang ada kesalahan dari
prosedurnya dan salah teknis lainnya hanya berupa saran-saran jika ada
penyimpanan lainnya hanya kami berikan koreksi ataupun teguran.
(Wawancara, AT, Jum’at 05 Juli 2019).
Dengan pernyataan diatas bahwa tempat penyimpanan sementara limbah
B3 harus sesuai standar yg telah di tentukan, lokasi harus sesuai dengan rencana
tata ruang wilaya dengan daerah bebas banjir 100 tahun, atau daerah yang di
upayakan melalui rekayasa teknologi sehingga aman dari kemungkinan terkena
banjir dari hasil obvervasi sudah dilakukan peneliti bahwa masalah lokasi tersebut
terkena banjir atau tidak saya rasa tidak karena posisi letak tempat penyimpanga
sementara B3 itu memang tempatnya agak tinngi serta dapat kita melihat bahwa
sangat kecil tekena banjir. Haruskan sesuai dengan standar mempunyai sistem
drainase yang baik, mempertimbangkan faktor geologi dan karakteristik tanah
untuk mencegah sedini mungkin kerusakan terhadap fasilitas tempat penyimpanan
limbah B3. Semua hal tersebut adalah contoh persyaratan standar lokasi
pengumpulan limbah B3 jika ditemukan pengelolaan ataupun TPS (tempat
pembuangan sementara) tidak memenuhi standar yang telah dikeluarkan maka
pihak pemerintah akan berikan berupa arahan ataupun solusi yang telah ditetapkan
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah (Dinas Lingkungan
Hidup). seperti apa yang disampaikan oleh manajer hotel bahwa:
74
Setelah melakukan investegasi pihak DLH baru memutuskan TPS tersebut
layak dalam hal standar maka baru kami diberikan surat izin pengelolaan
limbah B3 kalau memang itu ada misalnya menyalahi dari prosedur kita
hanya diperintahkan untuk melakukan perbaikan. (Wawancara, RO,
Jum’at 05 Juli 2019).
Dengan pernyataan dari pihak hotel mengatakan bahwa setelah pengawai
dari Dinas Lingkungan Hidup melaksanakan investigasi lalu memberikan
penilaian terhadap kelayakan dalam hal pengelolaan limbah B3 seperti
standarrisasi tempat penyimpanan sementara limbah bahan berbahaya dan
beraracun tersebut harus sesuai penempatan dengan jenis dan karakteristik limbah
B3, untuk memastikan bahwa pengelolaan limbah B3 sebagaimana tersebut di atas
di lakukan secara benar, tepat, dan sesuai dengan tujuan dan persyaratan
pengelolaan limbah B3 maka pengelolaan limbah B3 wajib dilengkapi dengan izin
yang terkait di atas. Pengelolaan limbah B3 merupakan suatu rangkaian kegiatan
yang mencakup penyimpanan limbah B3, pengumpulan limbah B3, pemanfaatan,
pengangkutan, dan pengelolaan termasuk penimbunan limbah B3 hasil
pengelolaan tersebut, setelah melakukan investegasi pihak DLH baru memutuskan
TPS tersebut layak dalam hal standar baru menentukan layak atau tidaknya
diberikan surat izin pengelolaan limbah B3 walaupun dalam hal ini masih ada
yang perlu di benahi hanya diberikan berupa pengarahan atau berupa solusi.
Secara kesimpulan bahwa pencapaian pengelolaan limbah bahan
berbahaya dan beracun (B3) hotel di Kota Makassar belum tercapai sepenuhnya
sesuai aturan pemerintah dengan baik karena masih banyak pihak pemerintah atau
swasta belum mengerti dan/atau memahami betul tentang limbah B3 bukan karna
jenis limbah tidak mereka pahami tapi bagaimana dampak yang ditimbulkan
75
terhadap lingkungan hidup, manusia dan makhluk hidup lainnya, kurangnya
pemahaman tentang limbah B3 sehingga dalam pelaksanannya terjadi
penyimpangan dan tidak disiplin dalam pelaksanaan, serta ditambah lagi sarana
dan prasarana yang minim sehingga pelatihan dan pembinaan kurang
dilaksanakan maka demikian masih banyak masalah yang terdapat tentu menjadi
penghambat dalam pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun Kota
Makassar, melihat bahwa jumlah pembanguna yang mengalami peningkatan
khusus pada perhotelan tahun ketahun mengalami pertumbuhan maka pemerintah
perlu menjadikan masalah utama dan kompleks demi lingkungan yang sehat
sehingga bebas dari kontaminasi dari zat-zat berbahaya dan beracun.
76
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dibahas pada bab sebelumnya, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Strategi pengawasan pemerintah dalam pengelolaan limbah bahan berbahaya
dan beracun hotel di Kota Makassar yaitu:
a. Menentukan standar
Pemerintah harus mampu menentukan standar yang secara sfektif dapat
dilaksanakan dan tepat sasaran yang sebagai dasar dari kegiatan
pengelolalaan dalam meningkatkan atau mengotimalkan pengelolaan
limbah bahan berbahaya dan beracun.
b. Mengukur kinerja
Dalam hal ini mengukur kinerja pemerintah saat melakukan pengawasan,
dilapangan langsung dari kita bahas sebelumya mengenai pengelolaan
limbah B3 sudah maksimal, dan juga diharapkan ada peningkatan
kedepannya untuk lebih baik lagi dalam melakukan pengelolaan limbah
B3 hotel di Kota Makassar.
c. Membandingkan kinerja dengan sdantar
Pemerintah sudah melakukan penilain sekaligus controlling dilokasi
langsung, terkait dengan proses pengelolaan limbah bahan berbhaya dan
77
beracun dengan sistem tempat penyimpangan sementara (TPS) dimana
pihak hotel sendiri sudah melakukan hal tersebut.
d. Menentukan kebutuhan tindakan korektif
Hal ini diharapkan pemerintah melakukan sebuah tindakan jika dilapangan
ketidak sesuaian dengan apa sudah prosedurkan sebelumnya tetapi
nampaknya pemerintah tidak melakukan berupa tindah denda atau lainnya
namun hanya memberikan saran jika terdapat kesalahan dilapangan
2. Faktor determinan pengawasan pemerintah dalam pengelolaan limbah B3
hotel di Kota Makassar.
Faktor penghambat Dinas Lingkungan Hidup untuk melakukan
pengawasan ialah kurangnya sarana dan prasana yang merupakan faktor utama
dalam melaksanakan pengawasan pengelolaan limbah B3 dan juga lokasi yang
hendak dijangkau memiliki titik yang berbeda-berbeda, wilayah juga merupakan
penyebabab utama. Serta kurangnya pemahaman pengawai atau karyawan
mengenai limbah B3 hotel.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dalam pengelolaan limbah bahan berbahaya
dan beracun (B3) hotel di Kota Makassar, dan melihat apa yang terjadi dilingkup
pengelolaan maka dengan demikian peneliti memberi saran sebagai pertimbangan
kepada pemerintah Kota Makassar, sebagai berikut:
1. Pemerintah Kota Makassar
Diharapkan agar pemerintah Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar
sebagai eksekutif dari sebuah kebijakan dapat memeberikan sanksi yang
78
lebih tegas dan progresif lagi dalam melakukan pengawasan pengelolaan
limbah B3 hotel.
2. Kepada pihak hotel
Diharapkan kepada pihak hotel agar meningkatkan kesadaran dan kerja
sama dalam proses pengelolaan limbah B3 dengan baik agar terjadi sinergi
untuk memberikan presentase terbaik serta nantinya menarik perhatian
publik yang patut dijadikan sebagai contoh pengelolaan limbah bahan
berbahaya dan beracun di kawasan Indonesia Timur.
79
DAFTAR PUSTAKA
Agus Sulistiyono. 2006. Manajemen Penyelenggaraan Hotel. Bandung: Alfabet.
Agus Sulastiyono. 2011. Manajemen Penyelenggaraan Hotel: Manajemen hotel.
Bandung: Alfabeta.
Atmosudirdjo, Prajudi. 2005. Manajemen Dasar Pengertian dan Masalah.
Malayu: Rineka Cipta.
A. Dale Timple. 2002. The Art And Scicien of Business Management Leadership.
Jakarta, PT. Elex media kompotindo, Gramedia.
Al Bataafi, Wisnu. 2005. Hous Keeping Departement, Floer and Publick Area,
Bandung: Alfabeta
Bogdan, R.C dan Taylor. 2002. Pengantar Metode Penelitian Kuantitatif suatu
Pendekatan Fenomenologis terhadap ilmu-ilmu sosial. Surabaya: Usaha
Sosial
David, Fred R, 2011. Strategic Management, Buku 1. Edisi 12 Jakarta
David, Fred R, 2009. Manajemen Strategis Konsep, Edisi 12, Salemba Empat,
Jakarta.
Effendy, Onong Uchjana. 2007. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Fandy Tjiptono. 2006. Manajemen Jasa. Edisi Pertama. Yogyakarta: Andi
Griffin, Ricky W. 2004. Manajemen. Edisi Kesepuluh. Jakarta: Erlangga.
Hasibuan, S.P Malayu. 2005. Maanajemen Sumber Daya Manausia. Edisi Revisi.
Jakarta: Bumi Aksara.
John A. Pearce II dan Richard B.Robinson, Jr. 2008. Manajemen Startegis-
Formulasi, Implementasi dan Pengendalian. Jakarta: Salemba Empat
Kartono, K. 2002. Psikologi Sosial Untuk Manajemen Perusahaan dan Industri.
Jakarta: Rajawali.
Kaplan, Robert S. dan David P. Norton. 2000. Balanced Scorecard,
Menerapkan strategi menjadi aksi, Jakarta: Erlangga.
80
Mulyadi. 2001. Sistem Akuntansi, Edisi Tiga. Jakarta : Salemba Empat.
Mulyadi. 2005. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen. Salemba
Empat: Jakarta.
R. Terry, George. 2006. Prinsip-Prinsip Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara
Sugiyono, 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Bandung:
Alfabeta.
Schermerhorn, john R, 2002, Manajemen Buku 1 Edisi Bahasa Indonesia
Management 5e, Yogyakarta : Penerbit Andi.
Siagian, Sondang. P. 2014. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi
Aksara.
Situmorang, Viktor dan Juhir. 2001. Aspek Hukum Pengawasan Melekat Dalam
Lingkungan Aparatur Negara. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Winardi, Hardjono. 2000. Manajemen Pemasaran Modern dan Perilaku
Konsumen. Bandung: Penerbit Sinar Baru.
DOKUMEM-DOKUMEN:
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014, pasal 1 tentang pengelolaan
limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, pasal 1 tentang limbah bahan berbahaya
dan beracun (B3).
PERDA Kota Makassar nomor 04 tahun 2011, tentang pengelolaan sampah
81
82
Lokasi kantor DLHD Kota Makassar
Lokasi wawancara/gambar kantor Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar
Lokasi wawancara/gambar Hotel amaris Kota Makassar
83
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap Nursaid,(said). Lahir pada
tanggal 29 maret 1997 di Paria, Sinjai,
Sulawesi-Selatan. Anak pertama dari 3 (tiga)
bersaudara yang merupakan anak dari pasangan
suami istri Abu Bakar dan Salma.
Penulis memasuki pendidikan pertama selam enam tahun di SDN 09
Paria Desa Lamatti Riawang Kecamatan Bulupoddo Kabupaten Sinjai
dan selesai pada tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis
melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama SMPN 1
Bulupoddo Desa Lamatti Riattang Kabupaten Sinjai dan selesai pada
tahun 2012. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan tingkat
menengah atas di SMAN 1Bulupoddo Kabupaten Sinjai dan selesai
pada tahun 2015. Kemudian melanjutkan pendidikan kejenjang
perguruan tinggi di Universitas Muhammadiyah Makassar (Unismuh),
pada fakultas ilmu sosial dan ilmu politik dengan program studi Ilmu
Administrasi Negara. Penulis sangat bersyukur karena telah diberikan
kesempatan untuk menambah ilmu pengetahuan yang nantinya dapat
diamalkan dan memberi manfaat.
Top Related