i
STRATEGI PEMBINAAN ANAK TUNAGRAHITA
DALAM MELATIH INTERAKSI SOSIAL
DI SLB NEGERI SINJAI
SKRIPSI
Sebagai Syarat Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Guna memperoleh gelar sarjana Bimbingan dan Penyuluhan Islam (S.Sos)
Diajukan Oleh:
NURFADILLAH
NIM. 160102003
Pembimbing
1. Dr. Muh. Anis, M.Hum,
2. Muhlis, S.Kom.i, M.Sos.I.
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS USULUDDIN DAN KOMUNIKASI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI)
MUHAMMADIYAH SINJAI
2020
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Nurfadillah
NIM : 160102003
Program Studi : Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI)
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
1. Skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri,
bukan plagiasi atau duplikasi dari tulisan/karya orang lain
yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya
sendiri.
2. Seluruh bagian dari Skripsi adalah karya saya sendiri selain
kutipan yang ditunjukkan sumbernya. Segala kekeliruan
yang ada di dalamnya adalah tanggung jawab saya.
Demikian pernyataan ini dibuat sebagaimana
mestinya. Bilamana dikemudian hari ternyata pernyataan ini
tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi atas
perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
Sinjai, 10 Juli 2020
Yang membuat pernyataan,
N u r f a d i l l a h
NIM: 160102003
iii
iv
ABSTRAK
Nurfadillah. Strategi Pembinaan Anak Tunagrahita
Dalam Melatih Interaksi Sosial Di SLB Negeri Sinjai. Skripsi.
Sinjai: Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam,
Fakultas Ushuluddin dan Komunikasi Islam IAI
Muhammadiyah Sinjai, 2020.
Anak tunagrahita merupakan anak yang mengalami
gangguan dalam berpikir dengan IQ dibawah rata-rata yang
menyebabkan mereka tidak dapat berkembang pada usia
selayaknya anak-anak normal dan sulit untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungan sekiatarnya. Ada tiga penggolongan
anak tunagrahita yaitu, tunagrahita ringan (IQ 50-70),
tunagrahita sedang (IQ 30-50), dan tunagrahita berat (IQ
dibawah 30). Namun dalam penenlitian ini dikhususkan pada
anak tunagrahita ringan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui (1) strategi pembinaan anak tunagrahita ringan
dalam melatih interaksi sosial di SLB Negeri Sinjai, dan (2)
Hambatan dan solusi yang dialami oleh pembina anak
tunagrahita ringan dalam melatih interaksi sosial di SLB Negeri
Sinjai.
Penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif
dengan menggunakan pendekatan fenomenologi. Subyek dalam
penelitian ini adalah pembina anak tunagrahita ringan di SLB
Negeri Sinjai. Adapun metode pengumpulan data yaitu dengan
wawancara, observasi dan dokumentasi. Sedangkan analisis
datanya menggunakan pengumpulan data, reduksi data,
penyajian data, dan verifikasi data.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi
prmbinaan anak tunagrahita ringan dalam melatih interaksi
sosial di SLB Negeri Sinjai yaitu (1) Memahami kelebihan dan
kekurangan anak tungrahita ringan, (2) Pemberian motivasi, (3)
v
Bermain peran, (4) Saling sapa, (5) Bina diri sendiri, (6)
Mengubah suasana kelas besar menjadi terasa kelas kecil.
Adapun hambatan dan solusi yang dialami oleh pembina anak
tunagrahita ringan dalam melatih interaksi sosial di SLB Negeri
Sinjai yaitu: hambatan yang dialami pembina anak tunagrahita
ringan dalam melatih interaksi sosial di SLB Negeri Sinjai yang
pertama, suasana hati anak tunagrahita ringan yang suka
berubah. Kedua, kurangnya partisipasi orangtua. Ketiga, lambat
memahami sesuatu. Sedangkan solusi yang dilakukan pembina
anak tunagrahita ringan untuk mengatasi hambatan dalam
melatih interaksi sosial di SLB Negeri Sinjai yang pertama,
menjalin interaksi yang baik antar guru dan anak tunagrahita
ringan. kedua, menciptakan komunikasi yang baik antara guru
dan orangtua. Ketiga, guru mampu mengontrol emosi.
Kata Kunci: Strategi, Pembina Anak Tunagrahita Ringan,
Interaksi Sosial.
vi
ABSTRACK
Nurfadillah Strategies for Development of
Tunagrahita Children in Practicing Social Internation in SLB
Negeri Sinjai. Essay. Sinjai: Islamic Guidance and Counseling
Study Program, Faculty of Ushuluddin and Islamic
Comunication IAI Muhammadiyah Sinjai, 2020.
Children with intellectual disabilities are children who
have impaired thinking with an IQ below the average which
causes them to not be able to develop at the normal ages as
normal children and find it difficult to adjust to their
surroundings. There are three classification of mentally
retarded children, namely, mild, mental retardation (IQ 50-70),
moderate mental retardation (IQ 30-50), and severe mental
retardation (IQ below 30). However, this research is
specifically for mild retarded children. This study aims to
determine (1) strategies for developing mentally retarded
children in practicing social interaction in SLB Negeri Sinjai,
and (2) obstacles and solutions experienced by mentally
retarded children in practicing social interaction in SLB Negeri
Sinjai,
This study was included in a qualitative study using a
phenomenological approach. The subjects in this study were
mentors of mild reterded children in SLB Negeri Sinjai. The
data collection method is by interview, observation and
documentation. While the data analysis use data collection, and
data reduction, data presentation, and data verification.
The result of this study indicate that the developmental
strategies of mentally retarded children are mild in practicing
social interaction in SLB Negeri Sinjai, namely (1)
understanding the advantages and disadvantages of mildly
retarded children, (2) giving motivation, (3) playing roles, (4)
vii
exchanging greetings, (5) developing oneself, (6) changing the
atmosphere of large classes to feel small classes. The obstacles
and solutions experienced by mentors of mentally retarded
childeren are mild in training social interaction in SLB Negeri,
nemely: obstacles experienced by mentors who are mentally
retarded children in practicing sosial interaction in SLB Negeri
Sinjai, first, the mood of mentally retarded children who like to
change. Second, lack of parental participation participation.
Thirs,slow to understand something. Whereas the solution
made by mentally retarded children to overcome obstacles in
training social interaction in SLB Negeri Sinjai in the first,
estabilishing good interactions between teachers and mentally
retarded children. Secondly, creating good comunication
between teachers and parents. Third, the teacher is able to
control emotions.
Key words: Strategy, Mild Developmental Of Children, Social
Interaction.
viii
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحن الرحيم الحمدلله رب العلمين والصلا والسلا م على اشرف الأنبياء والمرسلين سيد
.اجمعين اما بعد نامحمد وعلى اله واصحا به
Syukur Alhamdulillah senantiasa tertuju kepada-Nya
atas segala limpahan rahmat, karunia dan kekuatan yang
dianugrahkan kepada penulis. Setiap tarikan nafas dan detak
jantung penulis adalah anugrah dari-Nya. Nikmat waktu,
pikiran dan tenaga yang tiada terukur yang diberikan sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan. Salawat dan salam atas
Rasulullah Sallallahu „Alaihi Wassallam sebagai satu-satunya
suri teladan dalam menjalankan aktivitas keseharian kita, juga
kepada keluarga, para sahabat dan segenap umat yang tetap
istiqamah diatas ajaran Islam hingga akhir zaman. Selesainya
penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan kerja sama, dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Orang tua yang selaku pembimbing utama dalam rumah
yang selalu turut mendukung dan mendoakan saya selama
ix
ini sehingga penyusunan proposal skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik.
2. Dr. Firdaus, M.Ag. selaku Rektor IAI Muhammadiyah
Sinjai yang telah banyak membantu, mengarahkan,
membimbing dan memberikan dorongan sampai proposal
skripsi ini terwujud.
3. Suriati, S.Ag., M.Sos.I selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
dan Komunikasi Islam IAI Muhammadiyah Sinjai, yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menimba ilmu di Fakultas Ushuluddin dan Komunikasi
Islam.
4. Mulkiyan, S.Sos., M.A. selaku Ketua Program Studi
Bimbingan dan Penyuluhan Islam IAI Muhammadiyah
Sinjai, yang telah memberikan tuntunan serta ilmunya
kepada penulis.
5. Dr. Muh. Anis, M.Hum. selaku pembimbing I yang telah
banyak membantu atas bimbingan, saran, dan motivasi
yang diberikan kepada penulis.
6. Muhlis, S.Kom.I., M.Sos.I. selaku pembimbing II yang
telah banyak membantu atas bimbingan, saran, dan
motivasi yang diberikan kepada penulis.
x
7. Segenap Dosen IAIM Sinjai yang telah memberikan
ilmunya kepada penulis.
8. Seluruh Pegawai dan Jajaran IAI Muhammadiyah Sinjai
yang telah membantu kelancaran Akademik.
9. Keluarga besar IAIM Sinjai, khususnya teman-teman
seperjuangan kami di Program Studi Bimbingan dan
Penyuluhan Islam IAIM Sinjai terima ksih atas dukungan,
semangat, serta kerjasamanya.
Kami menyadari skripsi ini tidak luput dari berbagai
kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi
kesempurnaan dan perbaikannya sehingga skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi bidang pendidikan dan penerapan
dilapangan serta bisa dikembangkan lagi lebih lanjut. Amiinn.
Sinjai, 10 Juli 2020
N u r f a d i l l a h
NIM. 160102003
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN................................................ ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................... iii
ABSTRAK ............................................................................ iv
ABSTRACK ......................................................................... vi
KATA PENGANTAR ........................................................ viii
DAFTAR ISI ......................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ..................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................... 1
B. Batasan Masalah ....................................................... 7
C. Rumusan Masalah ..................................................... 7
D.Tujuan Penelitian ....................................................... 8
E. Manfaat Penelitian .................................................... 8
BAB II KAJIAN TEORI ................................................... 10
A. Kajian Teori ............................................................ 10
1. Teori Strategi Pembinaan Anak Tungrahita ....... 10
2. Teori Melatih Interaksi Sosial ............................. 42
3. Eksistensi SLB (Sekolah Luar Biasa) ................ 55
B. Hasil Penelitian yang Relevan ............................... 58
BAB III METODE PENELITIAN ................................... 67
xii
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ............................. 67
B. Defenisi Operasional ............................................... 68
C. Tempat dan Waktu Penelitian ................................. 68
D. Subjek dan Objek Penelitian ................................... 69
E. Tehnik Pengumpulan Data dan Instrumen
Penelitian ................................................................ 69
F. Keabsahan Data ....................................................... 73
G.Tehnik Analisis Data ............................................... 73
BAB IV HASIL PENELITIAN ......................................... 77
A. Gambaran umum lokasi penelitian ......................... 77
B. Strategi pembinaan anak tunagrahita ringan
dalam melatih interaksi sosial di SLB
Negeri Sinjai ........................................................... 91
C. Hambatan dan solusi yang dialami pembina anak
Tunagrahita ringan dalam melatih interaksi
sosial di SLB negeri Sinjai .................................. 104
BAB V PENUTUP ............................................................ 118
A. Kesimpulan ........................................................... 118
B. Saran .................................................................... 119
DAFTAR PUSTAKA ....................................................... 121
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah, Tuhan
Yang Maha Esa dengan struktur dan fungsi yang sangat
sempurna bila dibandingkan dengan makhluk Tuhan
lainnya. Manusia juga diciptakan sebagai makhluk
multidimensional, memiliki akal pikiran dan kemampuan
berinteraksi secara porsonal maupun sosial. Kerena itu
manusia disebut sebagai makhluk yang unik, yang memiliki
kemampuan sosial sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial. Di samping itu, semua manusia dengan akal
pikirannya mampu mengembangkan kemampuan
tertingginya sebagai makhluk ciptaan Tuhan yaitu memiliki
kemampuan spiritual, sehingga manusia disamping sebagai
makhluk individual, makhluk sosial, juga sebagai makhluk
spiritual.1
Selanjutnya sebagai makhluk sosial, manusia tentu
memerlukan bantuan orang lain. Karena dalam dirinya
terdapat hasrat untuk berkomunikasi, bergaul, dan bekerja
1 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan
Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, (Cet. V; Jakarta: Kencana,
2011), h. 25.
2
sama dengan orang lain. Hasrat ini timbul bukan hanya
karena kebutuhan lahiriah, melainkan karena hasrat itu
sendiri bahwa ia butuh berkomunikasi, bergaul dan bekerja
sama dengan orang lain. Karena itulah interaksi dengan
orang lain merupakan kebutuhan dasar dalam diri manusia.
Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik berupa aksi
saling mempengaruhi antara individu dan individu, antara
individu dan kelompok, antara kelompok dan kelompok. Di
dalam interaksi sosial terjadi hubungan timbal balik yang
melibatkan aspek dan kemanusiaan kedua belah pihak,
seperti emosi, fisik, kepentingan. Di dalam interaksi salah
satu pihak memberikan stimulus atau aksi dan pihak lain
memberikan respon atau reaksi.2
Dalam QS. Al-Hujurat/49:13 di jelaskan bahwa:
و جعلناكم شعوبا و قبائل يا أي ها الناس إنا خلقناكم من ذكر و أنثى .لتعارفوا إن أكرمكم عند الله أتقاكم إن الله عليم خبي
Terjemahannya:
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
2 Kun Maryadi dan Juju Suryawati, Sosiologi untuk SMA dan MA
Kelas X, (Jakarta:Gelora Aksara Pratama, 2007), h. 41.
3
supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.3
Berdasarkan ayat diatas mengajarkan kita akan
kesetaraan, toleransi, kerjama sama dan menghapus
diskriminasi, karena manusia dihadapan Allah
kedudukannya sama yang membedakan hanyalah
ketakwaanya.
Di dalam hidup bermasyarakat, hubungan antar
manusia diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Untuk mencapai kebutuhan itu, manusia perlu mewujudkan
suatu tindakan melalui hubungan timbal balik. Interaksi
sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial karena
tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan
bersama. Bertemunya orang-perorangan secara badaniah
belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam
suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup semacam itu baru
akan terjadi apabila orang-perorangan atau kelompok-
kelompok manusia bekerja sama, saling berbicara, dan
3 Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Al-Karim
dan Terjemahannya, (Surabaya: Halim Plublishing & Distributing, 2014), h.
517
4
seterusnya.4 Suatu interaksi sosial dapat terlaksana apabila
memenuhi dua syarat yaitu adanya kontak sosial dan
komunikasi.
Pentingnya kontak dan komunikasi bagi
terwujudnya interaksi sosial dapat diuji terhadap suatu
kehidupan yang terasing (isolation). Kehidupan terasing
dapat disebabkan karena secara badaniah seseorang sama
sekali diasingkan dari hubungan dengan orang-orang
lainnya. padahal seperti diketahui, perkembangan jiwa
seseorang banyak ditentukan oleh pergaulannya dengan
orang-orang lain. Terasingnya seseorang dapat pula
disebabkan oleh karena cacat pada pada salah-satu indranya.
Orang-orang cacat tersebut akan mengalami perasaan rendah
diri, karena kemungkinan-kemungkinan untuk
mengembangkan kepribadiannya seolah-olah terhalang dan
bahkan sering kali tertutup sama sekali.5 Salah satunya anak
tunagrahita.
Anak tunagrahita adalah anak yang secara nyata
mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan
4 Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu
Pengantar, (Cet XLVIII; Jakarta: Rajawali Pers, 2017), h. 54-55. 5 Ibid., h. 62.
5
mental intlektual di bawah rata-rata sehingga mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Tunagrahita
ialah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang
mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata.
Berbagai istilah yang dikemukakan mengenai tunagrahita
selalu menunjuk pada keterhambatan fungsi kecerdasan
secara umum berada di bawah usia kronologisnya secara
menyakinkan sehingga membutuhkan layanan pendidikan
khusus. Potensi dan kemampuan setiap anak tunagrahita
berbeda-beda. Ada tiga penggolongan anak tunagrahita
yaitu, tunagrahita ringan (IQ 50-70), tunagrahita sedang (IQ
30-50), dan tunagrahita berat (IQ dibawah 30).6 Pendidikan
bagi penyandang tunagrahita seharusnya ditujukan untuk
mengembangakan potensi yang dimiliki anak secara
optimal, agar mereka dapat hidup mandiri dan dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana mereka
berada.
6 Dadang Garnida, Modul Guru Pembelajaran SLB Tunagrahita
Kelompok Kompetensi A, (Cet. I; Bandung: Pusat Pengembangan Dan
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Taman Kanak-Kanak
dan Pendidikan Luar Biasa, Direktorat Guru dan Tenga Kependidikan,
2016), h. 12.
6
Anak tunagrahita memiliki banyak keterbatasan
baik dari segi tingkah laku, kesulitan dalam memahami
sesuatu, kemampuan berbicara kurang dan bahkan ada yang
mengalami cacat fisik yang biasanya akan menyebabkan
suatu kelainan dalam menyesuaikan diri. Anak tunagrahita
mengalami kesukaran dalam berinteraksi dengan orang lain
karena keterbatasan intelektual. Keterbatasan intelektual
mengakibatkan anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam
mempelajari norma-norma yang berlaku di masyarakat dan
berimbas pada kegagalan dalam penyesuaian sosial. Pada
umumnya anak tunagrahita sering dipandang sebagai anak
yang kurang mampu berkarya bila dibandingkan dengan
anak normal karena keterbatasan yang dimiliki dan juga
tergolong sebagai anak berkebutuhan khusus. Meskipun
demikian anak tunagrahita juga butuh untuk berinteraksi
dengan lingkungan sekitarnya.
Sekolah Luar Biasa Negeri Sinjai yang terletak di
jalan Jenderal Sudirman No. 15 Kabupaten Sinjai
merupakan salah satu sekolah yang menampung anak
berkebutuhan khusus salah satunya anak tunagrahita. Dalam
proses pembinaan yang dilakukan oleh guru tidaklah mudah
7
membina anak tunagrahita untuk dapat berinteraksi dengan
orang-orang di sekitarnya dan pasti akan mengalami
hambatan, maka dari itu guru spesialis tunagrahita haruslah
mempunyai strategi khusus dalam membina anak
tunagrahita.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Strategi
Pembinaan Anak Tunagrahita Dalam Melatih Interaksi
Sosial di SLB Negeri Sinjai”.
B. Batasan Masalah
Batasan masalah berisi fokus permasalahan yang
akan diteliti agar lebih spesifik dan mendalam. Oleh karena
itu dalam penelitian ini, penulis memfokuskan penelitian
pada strategi pembinaan anak tunagrahita dalam melatih
interaksi sosial. Dalam penelitian ini yang menjadi pembina
adalah guru spesialis tunagrahita dan anak tunagrahita yang
dimaksud adalah anak tunagrahita dengan tipe ringan yang
ada di SLB Negeri Sinjai.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah masalah di atas, maka
dapat dirumuskan pokok masalah adalah:
8
1. Bagaimana strategi pembinaan anak tunagrahita ringan
dalam melatih interaksi sosial di SLB Negeri Sinjai ?
2. Bagaimana hambatan dan solusi yang dialami oleh
pembina anak tunagrahita ringan dalam melatih interaksi
sosial di SLB Negeri Sinjai ?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan strategi pembinaan anak
tunagrahita ringan dalam melatih interaksi sosial di SLB
Negeri Sinjai.
2. Untuk mendeskripsikan hambatan dan solusi yang
dialami oleh pembina anak tunagrahita ringan dalam
melatih interaksi sosial di SLB Negeri Sinjai.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dalam melaksanakan
penelitian ini adalah:
1. Secara teoritis
a. Memperluas wawasan mengenai konsep strategi
pembinaan anak tunagrahita ringan dalam melatih
interaksi sosial di SLB Negeri Sinjai.
9
2. Secara praktis
a. Untuk memenuhi syarat penyelesaian studi pada Prodi
Bimbingan Penyuluhan Islam.
b. Sebagai bahan referensi dalam pembinaan anak
tunagrahita ringan.
c. Sebagai bahan pustaka untuk penelitian selanjutnya.
10
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Teori Strategi Pembinaan Anak Tunagrahita
a. Pengertian Strategi Pembinaan
Istilah strategi (strategy) berasal dari “kata
benda” dan “kata kerja” dalam bahasa Yunani.
Sebagai kata benda , strategos merupakan gabungan
kata stratos (militer) dengan ago (memimpin). Sebagai
kata kerja, stratego berarti merencanakan (to plan).7
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) strategi adalah rencana yang cermat mengenai
kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.8
Menurut Mintzberg, Quinn dan Choshal ada 5
P untuk mendefenisikan strategi, yaitu plan, play,
position,dan perspective. Kelima hal tersebut
diuraikan sebagai berikut:
1) Plan (rencana). Strategy is a plan, a “how” means
of getting from here to there. Strategi adalah
rencana, bagaimana untuk mencapai dari sini ke
sana.
2) Play. A strategy can be a play, too really just a
specific “manoeuvre” intendedto outwit on
7 Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Cet. VII, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2017), h. 3. 8 Dapartemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Ed. III, Cet. II; Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 152.
11
opponent or competitor. Sebagai suatu rencana
dapat bersifat umum atau spesifik. Oleh karena itu,
strategi dapat juga merupakan suatu cara spesifik
yang dimaksudkan untuk mengecoh lawan atau
kompetitor dengan cerdas.
3) Patteren (pola). A strategy is pattern specially, a
pattern in a stream of action. Strategi merupakan
pola dalam bertindak.
4) Position (posisi). Strategy is position, specially, a
means of locating an organization in what
organization theorists like to call an
“environment”. Startegi merupakan suatu posisi,
khususnya menjadi mediasi kekuatan antara
organisasi dengan lingkungannya.
5) Perspective (perspektif). Strategi is perpective, its
consisting not just of a chosen positing, but of an
ingrained way of perceiving the world. Strategi
merupakan suatu perspektif yang bukan hanya
merupakan posisi yang dipilih, tetapi juga persepsi
melihat dunia dan unsur-unsur lain.
Dengan demikian, strategi dapat diartikan sebagai
rencana dan pola kegiatan dalam mencapai tujuan yang telah di tetapkan.
9
Secara umum, strategi mempunyai pengertian
suatu garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha
mencapai sasaran yang telah ditentukan.10
Menurut
9 Firdos Mujahidin, Strategi Mengelolah Pembelajaran Bermutu,
(Cet. I; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2017), h. 5-6. 10
Trianto Ibnu Badar Al-Tabany, Mendesain Model
Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan Kontekstual: Konsep, Landasan, dan
12
MacDonald strategi sebagai: The art of carring out a
plan skillfully. Strategi Merupakan suatu seni untuk
melaksanakan sesuatu secara baik atau terampil.11
Menurut Stehanie K. Marruss strategi sebagai suatu
proses penentuan rencana oleh para pemimpin puncak
yang berfokus pada tujuaan jangka panjang organisasi,
disertai penyususnan suatu cara atau upaya bagaimana
agar tujuan tersebut daapat dicapai.12
Jadi strategi yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu tehnik atau
cara yang direncanakan dan ditetapkan secara sengaja
untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan.
Sedangkan pengertian pembinaan adalah
suatu usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan
secara berdaya guna berhasil untuk memperoleh hasil
yang lebih baik. Secara umum pembinaan disebut
sebagai sebuah perbaikan terhadap pola kehidupan
Implementasinya pada Kurikulum 2013, (Cet. III; Jakarta: Kencana, 2017),
h. 169. 11
Haidir dan Salim, Strategi Pembelajaran Suatu Pendekatan
Bagaimana Meningkatkan Kegiatan Belajar Siswa Secara Transformatif,
(Cet. II; Medan: Pernada Publishing, 2014), h. 99. 12
Dumilah Ayuningtyas, Perencanaan Strategis Untuk
Organisaasi Pelayanan Kesehatan, (Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafind
Persada, 2013), h. 4.
13
yang direncanakan. Setiap manusia memiliki tujuan
hidup tertentu dan ia memiliki keinginan untuk
mewujudkan tujuan tersebut. Apabila tujuan hidup
tersebut tidak tercapai maka manusia akan berusaha
menata ulang pola kehidupannya. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia pembinaan berasal dari
bahasa arab “bana” yang berarti membina,
membangun, mendirikan. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia pembinaan adalah usaha, tindakan, dan
kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif
untuk memperoleh hasil yang lebih baik.13
Pengertian pembinaan dalam psikologi dapat
diartikan sebagai upaya memelihara dan membawa
suatu keadaan yang seharusnya terjadi atau menjaga
keadaan yang seharusnya terjadi atau menjaga keadaan
sebagaimana seharusnya. Pembinaan merupakan suatu
usaha yang dilakukan dengan sadar baik secara formal
maupun non formal demi penyempurnaan dasar
kepribadian. Dengan kata lain pembinaan adalah
13
Dapartemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Ed. III, Cet. II, Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 152.
14
segala usaha yang dilakuakan dengan sadar, berencana
dan teratur untuk meningkatkan pengetahuan, sikap
dan keterampilan dengan pengendalian dan
pengembangan tingkah laku anak. Pada dasarnya
pembinaan tersebut memiliki dimensi-dimensi yang
luas, meliputi pengembangan segenap kemampuan
manusia yaitu akal, budi, kemauan estetika, dan
kemampuan mengerjakan sesuatu.14
Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat
disimpulkan strategi pembinaan adalah metode/tehnik
atau suatu usaha yang dilakukan dengan sadar,
sungguh-sungguh, terencana dan konsisten dengan
cara membimbing, mengarahkan dan mengembangkan
pengetahuan, kecakapan dan pengalaman sehingga
mereka mengerti, memahami dan menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari sebagai perwujudan
untuk mencapai tujuan tertentu.
14
Hendri Puguh Prasetyo dan M Towil Umuri, Pembinaan Moral
Anak Jalanan di Rumah Singgah Ahmad Dahlan Yogyakarta, Prodi PPKn
FKIP Universitas Ahmad Dahlan, Jurnal Citizenship, Vol. 3 No. 1, Juli
2013, h. 63.
15
Secara umum terdapat beberapa strategi
pembinaan anak, yaitu:
1) Pembinaan yang otoriter
Menurut Enung ada beberapa pendekatan yang
diikuti orangtua dalam berhubungan dan mendidik
anak-anaknya salah satu diantaranya adalah sikap
dan pendidikan otoriter. Pembinaan otoriter
ditandai dengan ciri-ciri sikap orangtua yang kaku
dan keras dalam menerapkan peraturan-peraturan
maupun disiplin. Orangtua bersikap memaksa
dengan selalu menuntut kepatuhan anak agar
bertingkahlaku seperti yang dikehendaki oleh
orangtuanya. Karena orangtua tidak mempunyai
pegangan mengenai cara bagaimana mereka harus
mendidik, maka timbullah berbagai sikap orangtua
yang mendidik menurut apa yang dianggap terbaik
oleh mereka sendiri, diantaranya dengan hukuman
dan sikap acuh tak acuh, seperti ini dapat
menimbulkan ketegangan dan ketidaknyamanan,
sehingga memungkinkan kericuhan didalam rumah.
16
2) Pembinaan yang permisif
Pada pembinaan ini anak diberi kebebasan yang
penuh dan diizinkan membuat keputusan sendiri
tanpa mempertimbangkan orangtua serta bebas apa
yang diinginkan. Pembinaan anak yang permisif
dikatakan pola asuh tanpa disiplin sama sekali.
Orangtua enggan bersikap terbuka terhadap
tuntutan dan pendapat yang dikumukakan anak.
3) Pembinaan yang demokratis
Hurlock berpendapat bahwa pembinaan anak
demokrasi adalah salahsatu tehnik atau cara
mendidik dan membimbing anak, dimana orangtua
atau pendidik bersikap terbuka terhadap tuntutan
dan pendapat yang dikemukakan anak, kemudian
mendiskusikan hal tersebut bersama-sama.
Pembinaan demokratis ini lebih memusatkan
perhatian pada aspek pendidikan daripada aspek
hukuman, orangtua atau pendidik memberikan
peraturan yang luas serta memberikan penjelasan
17
tentang sebab diberikannya hukuman serta imbalan
tersebut.15
b. Pengertian Anak Tunagrahita
Anak tunagrahita termasuk dalam golongan
anak berkebutuhan khusus dengan hambatan dibidang
mental. Pendidikan secara khusus untuk penyandang
tunagrahita lebih dikenal dengan sebutan Sekolah Luar
Biasa (SLB). Secara umum pengertian anak
tunagrahita ialah anak berkebutuhan khusus yang
memiliki keterbelakangan dalam intelektual, fisik,
emosional, dan sosial yang membutuhkan perlakuan
khusus supaya dapat berkembang pada kemampuan
yang maksimal.
Menurut Grossman yang secara resmi
digunakan AAMD (American Association on Mental
Deficiency) yaitu: Mentalretardaction refers to
significantly sebaverage general
intellectualfunctioning resulting in or adaptive
behavior and manifested during the developmental
15
Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan: Perkembangan
Peserta Didik, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h.85
18
period. Yaitu, ketunagrahitaan mengacu pada fungsi
intelektual umum yang secara nyata berada di bawah
rata-rata (normal) bersamaan dengan kekurangan
dalam tingkahlaku, penyesuaian diri berlangsung pada
masa perkembangannya.16
Menurut peraturan Pemerintah RI nomor 72
tahun 1991, anak berkebutuhan khusus yang
mengalami retardasi mental disebut sebagai
tunagrahita. Pengertian tunagrahita adalah anak-anak
yang memiliki tingkat kecerdasan jauh dibawah anak-
anak dengan tingkat kecedasan normal sehingga
membutuhkan pelayanan khusus. Kecerdasan jauh di
bawah normal ini diukur dari kecerdasan rata-rata anak
sesuai dengan usia biologis mereka.17
Anak
tunagrahita memiliki kemampuan akademis di bawah
rata-rata yang menyebabkan mereka tidak dapat
berkembang pada usia selayaknya anak-anak normal.
Inilah yang menyebabkan anak tunagrahita
16
Dinie Ratri Desiningrum, Psikologi Anak Berkebutuhan
Khusus, (Cet. I; Yogyakarta: Psikosain, 2016), h. 16. 17
Afin Murtie, Ensiklopedia Anak Berkebutuhan Khusus, (Cet.
IV; Jogjakarta: Redaksi Maxima, 2016), h. 261.
19
memerlukan perhatian yang lebih dibandingkan
dengan anak-anak normal lain. Diperlukan bimbingan
dan perhatian dari guru atau pembimbing agar tingkat
perkembangan anak yang bersangkutan dapat tercapai
sesuai dengan keberadaannya.18
Penggolongan anak tunagrahita dibagi
menjadi 3 golongan, yaitu tunagrahita ringan,
tunagrahita sedang, dan tunagrahita berat, sebagai
berikut:
1) Anak tunagrahita ringan (IQ 50-70)
Tunagrahita ringan adalah anak yang
masih mampu didik (disable). Mereka bisa mandiri
dan diberi pelajaran sebagaimana anak-anak lain
dengan IQ normal. Hanya saja pembelajaran yang
dilakukan cukup menyita waktu dan perhatian
khusus. Mereka bisa mencapai kecerdasan sampai
rata-rata kecerdasan anak normal usia 12 tahun.
Apabila dilatih dengan konsisten dan dalam situasi
yang nyaman maka tunagrahita ringan bisa
18
Rafael Lisinus dan Pastria Sembiring, Pembinaan Anak
Berkebutuhan Khusus (Sebuah Perspektif Bombingan dan Konseling), (Cet.
I; Jakarta: Yayasan Kita Menulis, 2020), h. 87.
20
berkembang layaknya anak-anak normal lainnya.
Pada umumnya anak tunagrahita ringan tidak
mengalami gangguan fisik. Mereka secara fisik
tampak seperti anak normal pada umumnya.19
Menurut Moh. Amin karakteristik anak
tunagrahita ringan sebagai berikut:
a) Lancar dalam berbidaram tapi kurang
pembendaharaan kata-katanya.
b) Sulit berpikir abstrak.
c) Pada usia 16 tahun anak mencapai kecerdasan
setara dengan anak normal 12 tahun.
d) Masih dapat mengikuti pekerjaan baik disekolah
maupun di sekolah umum.
Menurut mumpuniarti karakteristik anak
tunagrahita ringan dapat ditinjau secara fisik, psikis
dan sosial, antara lain:
a) Karakteristik fisik nampak seperti anak normal
hanya sedikit mengalami kelemahan dalam
kemampuan sensomotorik.
19
Afin Murtie, Insiklopedi Anak Berkebutuhan Khusus, (Cet. IV;
Jogjakarta: Redaksi Maxima, 2016) h. 262
21
b) Karakteristik psikis sukar berfikir abstrak dan
logis, kurang memiliki kemampuan analisa,
asosiasi lemah, fantasi lemah, kurang mampu
mengendalikan perasaan, mudah dipengaruhi
kepribadian, kurang harmonis karena tidak
mampu menilai baik dan buruk.
c) Karakteristik sosial, mereka mampu bergaul,
menyesuaikan dengan lingkungan yang tidak
terbatas hanya pada keluarga saja, namun ada
yang mampu mandiri dalam masyarakat, mampu
melakukan pekerjaan yang sederhana dan
melakukan secara penuh sebagai orang dewasa,
kemampuan dalam bidang pendidikan termasuk
mampu didik.
Astati mengelompokkan karakteristik anak
tungrahita ringan menjadi 4 sudut pandang yaitu:
a) Karakteristik fisik. Penyandang tunagrahita
ringan menunjukkan keadaan tubuh yang baik
namun bila tidak mendapat latihan yang baik
kemungkinan akan mengakibatkan postur fisik
terlihat kurang surasi.
22
b) Karakteristik bicara. Dalam berbicara anak
tunagrahita ringan menunjukkan kelancaran,
hanya saja dalam pembendaharaan kata yang
terbatas, anak tunagrahita juga
mengalamikesulitan dalam menarik kesimpulan
mengenai isi dari pembicaraan.
c) Karakteristik kecerdasan. Kecerdasan anak
tunagrahita ringan paling tinggi sama dengan
anak berusia 12 tahun.
d) Karakteristik pekerjaan. Penyandang tunagrahita
ringan dapat melakukan pekerjaan yang sifatnya
semu skilled atas pekerjaan tertentu yang
dijadikan bekal bagi hidupnya. Penyandang
tunagrahita ringan setelah dewasa menunjukkan
produktifitas yang tinggi karena pekerjaan yang
dialkukan berulang-ulang.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa anak tunagrahita ringan mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
23
a) Mempunyai sensor motorik kurang .
b) Kemampuan berfikir abstrak dan logis yang
kurang.
c) Anak tunagrahita ringan dalam bidang
pekerjaan, dapat mencapai produktifitas tinggi
dengan latihan yang dikerjakan berulng-ulang.
d) Kecerdasan paling tinggi mencapai setaraf usia
12 tahun anak normal.
e) Anak tunagrahita ringan dapat melakukan
pekerjaan yang semi terampil, atas pekerjaan
tertentu yang dapat dijadikan bekal bagi
hidupnya.20
Berkaitan karakteristik atau ciri-ciri yang
dimiliki anak tunagrahita ringan tersebut, maka
secara langsung maupun tidak langsung
menimbulkan berbagai macam masalah. Beberapa
permasalahan yang dihadapi oleh anak tunagrahita
ringan antara lain:
20
Rafael Lisinus dan Pastria Sembiring, Pembinaan Anak
Berkebutuhan Khusus (Sebuah Perspektif Bombingan dan Konseling), (Cet.
I; Jakarta: Yayasan Kita Menulis, 2020), h. 92-93.
24
a) Masalah hambatan belajar
Aktivitas belajar berkaitan langsung
dengan perkembangan kognitif dan kecerdasan.
Di dalam kegiatan belajar sekurang-kurangnya
dibutuhkan kemampuan dalam mengingat,
memahami dan kemampuan untuk mecari
hubungan sebab akibat. Oleh sebab itu anak-
anak pada umumnya dapat menemukan kaidah
belajar.
Peserta didik tunagrahita pada
umumnya tidak memiliki kaidah dalam belajar.
Mereka mengalami kesulitan dalam memproses
informasi secara abstrak, belajar bagi mereka
harus terkait dengan objek yang bersifat
kongkret. Kondisi seperti itu berhubungan
dengan mengingat, terutama ingatan jangka
pendek. Peserta didik tunagrahita dalam belajar
hampir selalu dilakukan dengan coba-coba,
mereka tidak dapat menemukan kaidah dalam
belajar, sukar melihat objek yang sedang
dipelajari secara keseluruhan. Mereka cenderung
25
melihat objek secara terpisah-pisah. Oleh karena
itu peserta didik tunagrahita mengalami
kesulitan dalam mencari hubungan sebab
akibat.21
b) Masalah penyesuaian diri
Individu tunagrahita mengalami
hambatan dalam memahami dan mengartikan
norma lingkungan. Oleh karena itu mereka
sering melakukan tindakan yang tidak sesuai
dengan norma lingkungan di mana mereka
berada. Tingkah laku tunagrahita kadang-kadang
dianggap aneh oleh orang lain karena mungkin
tindakannya tidak lazim atau apa yang mereka
lakukan tidak sesuai dengan usianya. Keganjilan
tingkah laku yang tidak sesuai dengan ukuran
normatif berkaitan dengan kesulitan dalam
memahami dan mengartikan norma, sedangkan
keganjilan tingkah laku berkaitan dengan
21
Achyar, Modul Guru Pembelajaran SLB Tunagrahita
Kelompok Kompetensi E, (Cet. I; Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan
Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Taman Kanak-kanak &
Pendidikan Luar Biasa, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan,
2016), h. 56.
26
ketidaksesuain atau kesenjangan antara perilaku
yang ditampilkan dengan perkembangan umur.
c) Masalah pemeliharaan diri
Pada umumnya anak tunagrahita ringan
mengalami kesulitan dalam mengurus dirinya
sendiri, mengetahui cara menghadapi dan
menghindari bahaya yang dapat merugikan
keselamatan diri. Walaupun begitu dengan
bimbingan yang tepat, diharapkan anak anak
tunagrahita ringan masih mampu mandiri.
d) Masalah pekerjaan
Anak tunagrahita walaupun dapat
dididik menjadi tenaga kerja semi-skilled, tapi
masih membutuhkan pengawasan, dan juga
peluang kerja yang terbatas bagi mereka karena
kurangnya penerimaan masyarakat, sehingga
sedikit sekali yang sudah benar-benar mandiri.
Untuk mengantisipasi hal ini perlu adanya
kerjasama dari semua pihak sekolah hendaknya
memberikan keterampilan yang dibutuhkan oleh
27
masyarakat. Pihak masyarakat diharapkan mau
menerima tenaga kerja anak tunagrahita.22
e) Masalah kepribadian
Anak-anak tunagrahita memiliki ciri
kepribandian yang khas, berbeda dari anak-anak
pada umumnya. Perbedaan ciri kepribadian
seseorang dibentuk oleh faktor-faktor yang
melatarbelakanginya. Terdapat sejumlah alasan
yang menjelaskan mengapa individu tunagrahita
mempunyai hambatan dalam perkembangan
kepribadian. Alasan-alasan tersebut antara lain:
i. Isolasi dan penolakan
Perilaku seorang individu
tunagrahita yang dipandang ganjil dan aneh
oleh orang lain, cenderung akan dikucilkan
dari pergaulan kelompok teman sebaya.
Anak tungrahita cenderung tidak
mempunyai teman, mereka menjadi
tersingkir dari pergaulan sosial. Penolakan
22
Achyar, Modul Guru Pembelajaran SLB Tunagrahita
Kelompok Kompetensi E,, Ibid,,,, h. 57.
28
dari teman sebaya bukan semata-mata
disebabkan oleh label tunagrahita, tetapi
lebih disebabkan oleh perilaku aneh dan
ganjil yang mereka tampilkan. Penolakan
teman sebaya terhadap anak tunagrahita
karena anak tunagrahita mengalami
kesulitan dalam belajar keterampilan sosial
yang diperlukan dalam pergaulan sosial.
Semakin kehadiran anak tunagrahita ditolak
oleh teman sebaya, anak tunagrahita
semakin mengembangkan cara yang salah
dalam berhubungan dengan teman.
Penolakan dan isolasi seperti ini
menyebabkan munculnya penyimpangan
kepribandian dan penyimpangan dalam
penyesuaian diri.
ii. Labeling dan stigma
Pemberian label tunagrahita yang
bersifat permanen dapat dipandang sebagai
bentuk diskriminasi dan merupakan vonis
yang harus disandang seumur hidup. Label
29
seperti ini telah membentuk persepsi
masyarakat bahwa tunagrahita adalah
kelompok manusia yang dikategorikan
sebagai manusia yang tidak normal
(stigma). Stigma seperti itu menimbulkan
pemisahan yang tajam antara manusia yang
distigmakan sebagai tunagahita dengan
manusia lainnya. Sebagai akibat dari
labeling dan stigma seperti itu, sebagian
orang tua melarang anak-anaknya untuk
bergaul dan bermain dengan anak
tunagrahita.
iii. Stress keluarga
Kehadiran seorang anak
tunagrahita dalam keluarga cenderung
menimbulkan stress dan ketegangan pada
keluarga yang bersangkutan. Ketika orang
tua mengetahui bahwa anaknya tunagrahita,
orang tua pada umumnya mengalami
perasaan bersalah atau menunjukkan
mekanisme pertahanan diri, atau mungkin
30
merasa kecewa yang mendalam. Akibat
stres dan ketegangan seperti itu mungkin
orang tua menolak kehadiran anak atau
mungkin memberikan perlindungan yang
sangat berlebihan. Sikap-sikap seperti itu
dapat mengakibatkan masalah perilaku dan
emosi pada anak yang bersangkutan.
iv. Frustasi dan kegagalan
Sebagai akibat dari adanya
hambatan dalam perilaku adaptif, anak
tunagrahita tidak dapat memenuhi tugas-
tugas yang dituntut oleh masyarakat atau
oleh teman sebayanya. Akibat dari keadaan
seperti itu, anak tunagrahita cenderung
mengalami banyak kegagalan dan frustrasi.
Kegagalan dan frustrasi yang sangat sering
dialami oleh anak tunagrahita berpengaruh
terhadap perkembangan kepribadian.
v. Kesadaran rendah
Proses kognitif dan proses
kepribadian merupakan dua hal yang berdiri
31
sendiri tetapi saling mempengaruhi. Proses
kognitif terlibat erat dalam perubahan pola
kepribadian dan bahkan dalam reaksi emosi.
Sangat masuk akal apabila berpegang pada
asumsi bahwa orang yang kemampuan
kognitifnya tidak memadai seperti halnya
tunagrahita, kepribadiannya tidak matang
dan tidak rasional.
vi. Masalah perkembangan bahasa
Kemampuan bahasa pada anak-
anak diperoleh melalui proses yang
menakjubkan dengan beberapa cara.
Pertama, anak belajar bahasa dari apa yang
mereka dengar setiap hari. Hampir semua
anak dapat menguasai dasar aturan bahasa
(gramatikal) kurang lebih pada usia 4 tahun.
Kedua, anak-anak belajar bahasa tidak
sekedar meniru ucapan yang mereka dengar.
Anak-anak belajar juga konsep gramatikal
yang abstrak dalam menghubungkan kata-
kata menjadi kalimat. Anak-anak di
32
manapun dan belajar bahasa apapun
ternyata melalui tahapan dan proses yang
sama. Dapat dipastikan bahwa perolehan
bahasa dan bicara merupakan sifat biologis
manusia.23
2) Anak tunagrhita sedang (IQ 30-50)
Tunagrahita sedang merupakan anak-anak
yang masih mampu dilatih untuk berkegiatan
sehari-hari dengan mandiri dan dilatih dengan
beberapa jenis keterampilan sederhana sebagai
penunjang hidup mereka dimasa mendatang. Anak
tunagrahita yang masih mampu latih/kategori
sedang ini disebut pula dengan imbesil. Minimal
mereka bisa dilatih untuk melakukan aktivitas
seharian seperti mandi sendiri, berpakaian, makan,
seperti berkebun dan beternak, asalkan masih dalam
pengawasan. Namun untuk memahami pelajaran
secara teoritis anak-anak ini kurang mampu
melakukannya. Dengan intelegensi antara 30-50
23
Achyar, Modul Guru Pembelajaran SLB Tunagrahita
Kelompok Kompetensi E, Ibid,,, h. 58-60.
33
dan dilatih maka anak-anak tunagrahita sedang bisa
mencapai kecerdasan maksimal setara dengan anak
normal usia 7 tahun. Latihan dan kesabaran
diperlukan agar anak-anak ini tetap mampu
menolong dirinya sendiri dalam melakukan
kegiatan sehari-hari. 24
Menurut Moh. Amin karakteristik anak
tunagrahita sedang (mampu dilatih) sebagai berikut:
a) Mereka hampir tidak bisa mempelajari pelajaran
akademik namun dapat dilatih untuk
melaksanakan pekerjaan rutun atau sehari-hari.
b) Kemampuan maksimalnya sama dengan anak
normal usia 7-10 tahun.
c) Mereka selalu tergantung pada orang lain tetapi
masih dapat membedakan bahaya dan bukan
bahaya.
d) Masih mempunyai potensi untuk memelihara
diri dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan.
24
Afin Murtie, Insiklopedi Anak Berkebutuhan Khusus, ibid,,, h.
262.
34
Karakteristik pada aspek-aspek individu
mereka sebagai berikut:
a) Karakteristik fisik, mereka menampakkan
kecacatannya, terlihat jelas seperti tipe down
syndrome dan brain damage, koordinasi motorik
lemah sekali dan penempilannya nampak
sebagai anak terbelakang.
b) Karakteristik psikis, pada umur dewasa mereka
baru mencapai kecerdasan setara anak normal
umur 7 atau 8 tahun.
c) Karakteristik sosial, pada umumnya sikap sosial
mereka kurang baik, rasa etisnya kurang, tidak
mempunyai rasa terimakasih, belas kasihan dan
rasa keadilan.
Dengan demikian karakteristik anak
tunagrahita sedang adalah hampir tidak dapat
mempelajari pelajaran akademik, kalau belajar
membaca, prkembangan bahasa terbatas, masih
mempunyai potensi untuk dilatih menahan diri dan
beberapa pekerjaan yang memerlukan latihan
secara mekanis. Kemampuan yang dapat
35
dikembangkan yaitu diberi sedikit pelajaran
menghitung, menulis, dan membaca yang
fungsional untuk kehidupan sehari-hari, sebagai
bekal mengenal lingkunagnnya, serta masa
depannya.25
3) Anak tunagrahita berat (IQ di bawah 30)
Tunagrahita berat memiliki tingkat
intelegensi di bawah 30. Anak-anak ini biasanya
disebut idoit. Sulit bagi anak tunagrahita golongan
berat untuk dididik ataupun dilatih tentang aktivitas
keseharian. Mereka perlu perawatan khusus dan
dibantu setiap aktivitasnya. Untuk bertahan hidup
saja rasanya membutuhkan banyak bantuan dari
orangtua dan keluarga. Kecerdasan optimal yang
dimiliki hanya setara dengan anak usia 3 tahun. Jika
mereka bisa berjalan dan membersihkan diri
25
Rafael Lisinus dan Pastria Sembiring, Pembinaan Anak
Berkebutuhan Khusus (Sebuah Perspektif Bombingan dan Konseling),
ibid,,,h. 94.
36
sendiri, hal tersebut sudah cukup baik bagi
pencapaian stimulasi yang bisa dilakukan.26
Secara umum dampak dari gangguan
intelektual dapat dilihat dari ciri-ciri sebagai berikut:
1) Lambat dalam mempelajari hal-hal baru,
mempunyai kesulitan dalam mempelajari konsep
yang abstrak, dan selalu cepat lupa yang dipelajari
apabila tanpa latihan terus menerus.
2) Kesulitan menggeneralisasi dan mempelajari hal-
hal yang baru.
3) Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak
tunagrahita berat.
4) Cacat fisik dan perkembangan gerak. Anak
tunagrahita berat mempunyai keterbatasan dalam
gerak fisik, ada yang tidak dapat berjalan, tidak
dapat berdiri atau bangun tanpa bantuan, mereka
lambat dalam mengerjakan tugas-tugas yang sangat
sederhana, dan sulit mengerjakan sesuatu.
26
Afin Murtie, Insiklopedi Anak Berkebutuhan Khusus, ibid,,, h.
262.
37
5) Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri.
Sebagian dari anak tunagrahita berat sangat sulit
untuk mengurus diri sendiri, seperti; berpakaian,
makan, mengurus kebersihan diri. Mereka selalu
memerlukan latihan khusus untuk mempelajari
kemampuan dasar.
6) Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak
tunagrahita ringan dapat bermain bersama dengan
anak reguler, tetapi anak yang mempunyai
tunagrahita berat tidak melakukan hal tersebut.
7) Tingkah laku kurang wajar yang terus menerus.
Banyak anak tunagrahita berat bertingkah laku
tanpa tujuan yang jelas.27
Tunagrahita dapat disebabkan oleh beberapa
faktor diantaranya yaitu faktor keturunan,
metabolisme, infeksi dan keracunan, trauma dan zat
radio aktif, serta masalah pada kelahiran.
1) Faktor keturunan
27
Dadang Garnida, Modul Guru Pembelajaran SLB Tunagrahita
Kelompok Kompetensi A, Ibid,,, h. 18-19.
38
Faktor genetik bisa berupa kerusakan atau
kelainan struktur biokimia tubuh dan abnormalitas
kromosom.28
2) Gangguan metabolisme dan gizi
Metabolisme dan gizi merupakan faktor
yang sangat penting dalam perkembangan individu
terutama perkembangan sel-sel otak. Kegagalan
metabolisme dan kegagalan pemenuhan kebutuhan
gizi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fisik
dan mental pada individu.29
3) Infeksi dan keracunan
Infeksi dan keracunan yang dialami bayi
melalui penyakit yang diderita sang ibu dapat
menyebabkan keadaan tunagrahita. Infeksi dan
keracunan pada bayi biasanya disebabkan oleh
penyakit ibu yang timbul karena virus, rubella,
sifilis, toksoplasmosis, kecanduan alkohol,
28
Tri Gunadi, Mereka Pun Bisa Sukses, (Cet. I; Jakarta: Penebar
Plus+, 2011), h. 142.
29 Dinie Ratri Desiningrum, Psikologi Anak Berkebutuhan
Khusus, (Cet. I; Yogyakarta: Psikosain, 2016), h. 19.
39
narkotika dan obat-obat terlarang lainnya, serta
menghirup gas beracun.
4) Trauma dan zat radioaktif
Trauma pada kepala bayi dapat
menyebabkan pendarahan yang mengakibatkan
terjadinya cacat pada otak. Selain itu, radiasi sinar
X selama bayi dalam kandungan juga dapat
mengakibatkan tunagrahita mikrosefalus.
5) Masalah pada kelahiran
Kondisi pada saat kelahiran seprti luka-
luka, sesak napas, dan kelahiran prematur dapat
menyebabkan tunagrahita. Setelah kelahiran,
penyakit-penyakit yang disebabkan oleh infeksi
seperti meningtis, yakni radang selaput otak, dan
kekurangan zat gizi pada bayi pun dapat
menyebabkan tunagrahita.30
6) Faktor Lingkungan
Banyak faktor lingkungan yang diduga
menjadi penyebab terjadinya ketunagrahitaan.
Telah banyak penelitian yang digunakan untuk
30
Tri Gunadi, Mereka Pun Bisa Sukses, Ibid,,, h. 143-144.
40
pembuktian hal ini, salah satunya adalah penemuan
Patton & Polloway bahwa bermacam-macam
pengalaman negatif atau kegagalan dalam
melakukan interaksi yang terjadi selama periode
perkembangan menjadi salah satu penyebab
ketunagrahitaan. Latar belakang pendidikan
orangtua sering juga dihubungkan dengan masalah
masalah perkembangan. Kurangnya kesadaran
orang tua akan pentingnya pendidikan dini serta
kurangnya pengetahuan dalam memberikan
rangsangan positif dalam masa perkembangan anak
menjadi penyebab salah satu timbulnya gangguan.31
Penanganan anak tunagrahita dapat dilakukan
melalui pendidikannya, yakni menggunakan metode
readiness skill ringan dan pendidikan berat. Readiness
kill ringan merupakan sebuah metode pendidikan yang
mengerjakan anak agar dapat membedakan visual-
audio, mengikuti perintah, mengembangkan bahasa,
motorik kasar-halus, mengembangkan kemampuan
31
Dinie Ratri Desiningrum, Psikologi Anak Berkebutuhan
Khusus, Ibid,,, h. 20.
41
bina diri, serta mengembangkan keterampilan
preakademik dan memfasilitasi interaksi dengan
kelompok. Adapun metode pendidikan berat adalah
penggunaan metode pengajaran melalui meteri dan
kurikulum yang tepat, functional activited-praktis,
terapi terintegrasi yang terdiri atas fisioterapi, terapi
wicara, terapi okupasi, keterlibatan keluarga, lebih
pada lingkungan terdekat, latihan keterampilan gerak,
kemampuan mengenal warna, kemampuan bunyi, juga
kemampuan bantu diri anak tersebut.32
Tujuan pendidikan anak tunagrahita adalah,
sebagai berikut:
1) Tujuan pendidikan anak tunagrahita ringan adalah
agar anak dapat mengurus dan membina diri, serta
dapat bergaul di masyarakat.
2) Tujuan pendidikan anak tunagrahita sedang adalah
agar anak dapat mengurus diri; seperti makan
minum, dan dapat bergaul dengan anggota keluarga
dan tetangga.
32
Tri Gunadi, Mereka Pun Bisa Sukses, Ibid,,, h. 144-145.
42
3) Tujuan pendidikan anak tunagrahita berat dan
sangat berat adalah agar dapat mengurus diri secara
sederhana seperti memberi tanda atau kata-kata
ketika menginginkan sesuatu, seperti makan,
minum dan buang air.33
2. Teori Melatih Interaksi Sosial
a. Pengertian Melatih
Melatih berasal dari kata dasar latih. Melatih
memiliki arti mengajar seseorang dan sebagainya
agar terbiasa (mampu) melakukan sesuatu. Arti lain
dari melatih adalah membiasakan diri (belajar).
Menurut Sarief melatih adalah suatu proses kegiatan
untuk membantu orang lain mempersiapkan diri
dengan sebaik-baiknya dalam usaha mencapai tujuan
tertentu.34
Jadi melatih yang dimaksud dalam
penelitian adalah kegiatan membiasakan diri dalam
melakukan interaksi sosial.
33
Dinie Ratri Desiningrum, Psikologi Anak Berkebutuhan
Khusus, Ibid,,, h. 21. 34
Pengertian melatih dalam website
www.triginalmedia.com/2014/11/perbedaan -mendidik-mengajar-dan-
melatih.html. Diakses Pada Tanggal 24 April 2020. Pukul 15.20 WITA.
43
Ada beberapa prinsip yang digunakan dalam
melatih penyandang tunagrahita antara lain:
1) Prinsip kasih sayang
Anak penyandang tunagrahita akan mengalami
kesulitan mengingat, memahami dan
menyelesaikan masalah maka untuk mengajar
anak-anak penyandang tunagrahita perlu kasih
sayang yang mendalam dan kesabaran yang besar
dari guru ataupun orang sekitarnya. Orang tua
ataupun guru sebaiknya berbahasa yang lembut,
sabar, dan murah senyum, rela berkorban dan
memberi contoh perilaku yang baik agar anak
tersebut tertarik mencoba dan berusaha
mempelajarinya meski dengan keterbatasan
pemahamannya.
2) Prinsip keperagaan
Kelemahan yang menjadi halangan bagi anak-
anak tunagrahita belajar adalah soal kemampuan
berpikir abstrak. Mereka mengalami kesulitan
dalam membayangkan sesuatu. Dengan segala
keterbatasannya itu, anak-anak penyandang
44
tunagrahita lebih tertarik perhatiannya pada
kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan
benda-benda konkrit atau benda-benda yang
terlihat nyata dan jelas ataupun berbagai alat
peraga yang sesuai.35
b. Pengertian Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan syarat utama
terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial
adalah tindakan, kegiatan, atau praktik dari dua orang
atau lebih yang masing-masing mempunyai orientasi
dan tujuan. Menurut Robert M.Z. Lawang interaksi
sosial adalah proses ketika orang-orang yang
berkomunikasi saling pengaruh-mempengaruhi
dalam pikiran dan tindakan.36
Interaksi sosial
merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis
yang menyangkut hubungan antara orang-orang
perorangan, antara kelompok-kelompok manusia,
35
Widada, Implementasi Pendidikan Agama Islam Adaptif Bagi
Siswa SMALB Tunagrahita Ringan Kelas XI di SLB Negeri Pembina
Yogyakarta, Jurnal Al-Misbah, Volume 02 No. 01 Januari 2014, h. 90-91. 36
Nurani Soyomukti, Pengantar Sosiologi: Dasar Analisis, Teori
& Pendekatan Menuju Analisis Masalah-Masalah Sosial, Perubahan Sosial,
& Kajian-Kajian Strategis, (Cet. IV, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), h.
315.
45
maupun antara orang per orang dalam kelompok
manusia. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial
dimulai pada saat itu. Mereka saling menegur,
berjabat tangan, saling berbicara, atau bahkan
berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu
merupakan bentuk interaksi sosial.37
Anak tunagrahita mengalami kesukaran
dalam berinteraksi dengan orang lain karena
keterbatasan intelektual yang mengakibatkan anak
tunagrahita mengalami kesulitan dalam mempelajari
norma-norma yang berlaku dimasyarakat dan
berimbas pada kegagalan dalam penyesuaian sosial.
Ketidakmampuan anak tunagrahita melakukan
interaksi sosial tidak hanya disebabkan oleh
keterbatasan intelektual, tetapi faktor lingkungan
juga mempengaruhi cara anak tunagrahita dalam
melakukan interaksi sosial seperti lingkungan
sekolah, keluarga, dan masyarakat sekitarnya. Untuk
37
Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu
Pengantar, (Cet XLVIII; Jakarta: Rajawali Pers, 2017), h.55.
46
itu anak tunagrahita perlu untuk dilatih dalam
berinteraksi dengan orang disekitarnya.
Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin
terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu:
1) Kontak sosial
Kontak sosial berasal dari bahasa latin
con atau cum (yang artinya bersama-sama) dan
tango (yang artinya menyentuh). Jadi, artinya
secara harfiah adalah bersama-sama menyentuh.
Secara fisik, kontak baru terjadi apabila terjadi
hubungan badaniah. Sebagai gejala sosial itu tidak
perlu berarti suatu hubungan badaniah, karena
orang dapat mengadakan hubungan dengan pihak
lain tanpa menyentuhnya, seperti misalnya dengan
cara berbicara dengan pihak lain tersebut.38
Berlangsungnya suatu proses interaksi
didasarkan pada berbagai faktor seperti adanya
imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati.
38
Ibid., h. 58.
47
i. Imitasi, kehadiran imitasi dapat mendorong
seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah
dan nilai-nilai yang berlaku.
ii. Sugesti, kehadiran sugesti dapat
berlangsung apabila seseorang memberikan
suatu pandangan atau suatu sikap yang
berasal dari dirinya yang kemudian diterima
oleh pihak lain.
iii. Identifikasi, sebenarnya merupakan suatu
kecenderungan atau keinginan dalam diri
seseorang untuk menjadi sama dengan pihak
lain.
iv. Simpati, pada proses simpati terdapat proses
dimana seseorang merasa tertarik pada
pihak lain. Dalam proses ini perasaan yang
memegang peranan yang sangat penting,
walaupun dorongan utama pada simpati
adalah keinginan untuk memahami pihak
lain dan utuk bekerja sama dengannya.39
39
Binti Maunah, Sosiologi Pendidikan, (Cet. I; Yogyakarta:
Kalimedia, 2016), h. 132-133.
48
Di era yang kian maju, kemajuan
teknologi informasi telah menghasilkan suatu
bentuk kontak sosial yang baru. Orang dapat
melakukan kontak sosial melalui telepon, telegraf,
radio, surat, e-mail, dan lain sebagainya. Kontak
sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yakni:
1) Kontak sosial antara orang per orang.
Misalnya, seorang anak dengan anggota
keluarganya yang lain.
2) Antara orang per orang dengan suatu kelompok
manusia atau sebaliknya antara sekelompok
manusia dengan orang per orang. Dalam hal
ini, kelompok dianggap sebagai kesatuan yang,
misalnya, memiliki nilai bersama yang
mengatur. Seperti partai politik, ia harus
menyesuaikan diri dengan ideologi partai
politik tersebut.
3) Antara suatu kelompok manusia dan kelompok
manusia yang lainnya. Misalnya, kelompok-
kelompok agama berkumpul menolak tindakan
49
terorisme yang mengatasnamakan agama yang
terjadi.40
Terjadinya suatu kontak tidaklah semata-
mata tergantung dari tindakan, tetapi juga
tanggapan terhadap tindakan tersebut. Kontak
sosial yang bersifat positif mengarah pada suatu
kerja sama, sedangkan yang bersifat negatif
mengarah pada suatu pertentangan bahkan sama
sekali tidak menghasilkan interksi sosial. Suatu
kontak dapat bersifat primer atau sekunder.
Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan
hubungan langsung bertemu dan berhadapan
muka. Kontak sekunder memerlukan suatu
prantara. Sekunder dapat dilakukan secara
langsung. Hubungan-hubungan yang sekunder
tersebut dapat dilakukan melalui alat-alat telepon,
telegraf, radio dan seterusnya.41
40
Nurani Soyomukti, Pengantar Sosiologi: Dasar Analisis, Teori
& Pendekatan Menuju Analisis Masalah-Masalah Sosial, Perubahan Sosial,
& Kajian-Kajian Strategis, (Cet. IV, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), h.
321-322. 41
Binti Maunah, Sosiologi Pendidikan, (Cet. I; Yogyakarta:
Kalimedia, 2016), h.134.
50
2) Komunikasi
Menurut Dedy Mulyana, komunikasi
berasal dari kata bahasa latin comunitas yang
berarti „sama‟. Kata komunikasi juga mirip
denagn kata komunitas (community), yang juga
menekankan kesamaan atau kebersamaan. Inti
proses komunikasi adalah adanya pesan yang
disampaikan, media apa yang digunakan, dan
bagaimana pesan diterima oleh penerima pesan.
Jadi dalam proses interaksi sosial, ada dua pihak
atau lebih yang saling menyampaikan atau
menerima pesan.42
Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat
berupa kerja sama (cooperation), persaingan
(competition), bahkan juga dapat berbentuk
pertentangan atau pertikaian (conflict).43
Gillin
dan Gillin menjelaskan bahwa ada dua golongan
42
Nurani Soyomukti, Pengantar Sosiologi: Dasar Analisis, Teori
& Pendekatan Menuju Analisis Masalah-Masalah Sosial, Perubahan Sosial,
& Kajian-Kajian Strategis, (Cet. IV, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), h.
323-324. 43
Binti Maunah Sosiologi Pendidikan, (Cet. I; Yogyakarta:
Kalimedia, 2016), h.136.
51
proses sosial sebagai akibat dari interaksi sosial,
yaitu proses sosial asosiatif dan proses sosial
disosiatif.
a) Proses asosiatif
Proses asosiatif adalah sebuah proses
sosial yang saling pengertian dan kerja sama
timbal balik antara orang per orang atau
kelompok dengan lainnya, dimana proses ini
menghasilkan pencapaian tujuan-tujuan
bersama. Bentuk-bentuk interaksi sosial
asosiatif adalah:
i. Kerja sama (cooperation) adalah usaha
bersama antara individu atau kelompok
untuk mencapai satu atau beberapa tujuan
bersama. Proses terjadinya cooperation
lahir apabila diantara individu atau
kelompok tertentu menyadari adanya
kepentinga dan ancaman yang sama.
Begitu pula apabila individu atau
kelompok merasa adanya ancaman dan
52
bahaya dari luar, maka proses cooperation
ini akan bertambah kuat diantara mereka.44
ii. Akomodasi (Accomodation) adalah proses
sosial dengan dua makna, pertama adalah
proses sosial yang menunjukkan pada
suatu keadaan yang seimbang
(equilibrium) dalam interaksi sosial antara
individu dan antarkelompok di dalam
masyarakat, terutama yang ada
hubungannya dengan norma-norma dan
nilai-nilai sosial yang berlaku dalam
masyarakat. Kedua, adalah menuju pada
suatu proses yang sedang berlangsung, di
mana accomodation menampakkan suatu
proses untuk meredakan suatu
pertentangan yang terjadi di masyarakat,
baik pertentangan yang terjadi di antara
individu, kelompok dan masyarakat
44
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan
Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, (Cet. V; Jakarta: Kencana,
2011), h. 58-59.
53
maupun dengan norma dan nilai yang ada
di masyarakat itu.45
iii. Asimilasi (Assimilation), asimilasi
merupakan proses sosial dalam taraf lanjut.
Ia ditandai dengan adanya usaha-usaha
mengurangi perbedaan-perbedaan yang
terdapat antara orang-perorangan atau
kelompok-kelompok manusia dan juga
meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi
kesatuan tindak, sikap, dan proses-proses
mental dengan memerhatikan kepentingan
dan tujuan bersama.46
b) Proses disosiatif
Proses sosial disosiatif merupakan
proses perlawanan (oposisi) yang dilakukan
oleh individu-individu dan kelompok dalam
proses sosial diantara mereka pada suatu
masyarakat. Bentuk-bentuk proses disosiatif
adalah persaingan, kompetisi dan konflik.
45
Ibid., h. 60. 46
Binti Maunah, Sosiologi Pendidikan, (Cet. I; Yogyakarta:
Kalimedia, 2016), h. 141.
54
i. Persaingan (competition) adalah proses
sosial, di mana individu atau kelompok-
kelompok berjuang dan bersaing untuk
mencari keuntungan pada bidang-bidang
kehidupan yang menjadi pusat perhatian
umum dengan cara menarik perhatian
publik atau dengan mempertajam
prasangka yang telah ada, namun tanpa
mempergunakan ancaman atau kekerasan.
ii. Kontroversi (controvertion) adalah proses
sosial yang berada antara persaingan dan
pertentangan atau pertikaian. Kontroversi
adalah proses sosial dimana terjadi
pertentangan pada tataran konsep dan
wacana, sedangkan pertentangan atau
pertikaian telah memasuki unsur-unsur
kekerasan dalam proses sosialnya.
iii. Pertentangan (conflict) adalah proses sosial
dimana individu ataupun kelompok
menyadari memiliki perbedaan-perbedaan,
misalnya dalam ciri badaniah, emosi,
55
unsur-unsur kebudayaan, pola-pola
perilaku, prinsip, politik, ideologi
maupaun kepentingan dengan pihak lain.
Perbedaan tersebut dapat mempertajam
perbedaan yang ada sehingga menjadi
suatu pertentangan atau pertikaian di mana
pertikaian itu sendiri dapat menghasilkan
ancaman dan kekerasan fisik.47
3. Eksistensi Sekolah Luar Biasa (SLB)
Anak luar biasa di definisikan sebagai anak-
anak yang berbeda dari anak-anak biasa dalam hal ciri-
ciri mental, kemampuan sensorik, kemampuan
komunikasi, tingkah laku sosial, ataupun ciri-ciri fisik.
Perbedaan ini telah mencapai tahap dimana anak-anak
memerlukan modifikasi dalam aktivitas-aktivitas
sekolah ataupun pelayanan pendidikan khusus agar
47
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan
Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, (Cet. V; Jakarta: Kencana,
2011), h. 62-63.
56
mereka mampu untuk berkembang dengan kapasitas
maksimal.48
Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah sebuah
lembaga pendidikan formal yang melayani pendidikan
bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Sekolah Luar
Biasa terbagi atas beberapa jenis sesuai dengan kelainan
peserta didik, yaitu:
a. SLB A adalah sekolah khusus yang diselenggarakan
untuk anak berkebutuhan khusus penyandang
tunanetra.
b. SLB B adalah sekolah khusus yang diselenggarakan
untuk anak berkebutuhan khusus penyandang
tunarungu dan tunawicara.
c. SLB C adalah sekolah khusus yang diselenggarakan
untuk anak berkebutuhan khusus penyandang
tunagrahita/ keterbelakangan mental. SLB C
diperuntukkan bagi siswa yang mampu didik
(educable). Siswa jenis ini memiliki tingkat retardasi
mental yang ringan sehingga mampu diberikan
48
Mukhtar Latif, et.al., Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia
Dini: Teori dan Aplikasi, (Cet. III; Jakarta:Prenadamedia Group, 2016), h.
280.
57
pelajaran layaknya siswa SD sampai kelas 5/6. SLB
C1 diperuntukkan bagi siswa yang mampu dilatih
(trainable). Siswa jenis ini meskipun sulit untuk
diberikan materi pelajaran umumnya anak SD namun
masih bisa mandiri seperti menyiapkan segala
kelengkapannya sendiri, makan, dan mandi sendiri.
Siswa yang ada di SLB C1 tergolong memiliki
tingkat retartdasi mental yang moderat (menengah)
sehingga diharapkan mampu mencari penghidupan
sendiri/ nafkah di kemudian hari.
d. SLB D adalah sekolah khusus yang diselenggarakan
untuk anak berkebutuhan khusus penyandang
tunadaksa.
e. SLB E adalah sekolah khusus yang diselenggarakan
untuk anak berkebutuhan khusus penyandang
tunalaras.
f. SLB G adalah sekolah khusus yang diselenggarakan
untuk anak berkebutuhan khusus penyandang
tunaganda. Sebagai sekolah yang diselenggarakan
untuk penyandang cacat ganda, SLB G memberikan
segala fasilitas yang dibutuhkan. Jika sekolah
58
tersebut merupakan sekolah bagi penyandang
tunarungu sekaligus tunagrahita, ketersediaan
perlengkapan pembelajaran bagi kedua karakteristik
siswa tersebut harus terpenuhi. Terlebih masalah
guru dan psikolog serta tenaga kesehatan lain yang
sangat dibutuhkan bagi terselenggaranya proses
belajar-mengajar yang kondusif. 49
B. Penelitian yang Relevan
Kegunaan penelitian relevan di dalam penelitian ini
diantaranya untuk mencari persamaan dan perbedaan antara
peneliti orang lain dengan penelitian penulis. Selain itu juga
untuk membandingkan peneliti yang sudah ada dengan
penelitian yang akan diteliti oleh penulis. Berikut penelitian
yang relevan dengan penelitian yang akan diteliti oleh
penulis:
1. Siska Kurniawati, 2013. Dengan judul skripsi “Strategi
Pengembangan Sikap Kemandirian Pada Anak
Tunagrahita (Studi Kasus Di Sekolah Luar Biasa Negeri
1 Bantul Yogyakarta)”, Jurusan Pendidikan Islam
49
Afin Murtie, Insiklopedi Anak Berkebutuhan Khusus, (Cet. IV;
Jogjakarta: Redaksi Maxima, 2016), h. 218-225.
59
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
dan menganalisis strategi pengembangan kemandirian
dan proses pelaksanaan strategi pengembangan
kemandirian serta hasil pelaksanaan strategi
pengembangan kemandirian pada anak tunagrahita.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif, yang
bersifat deskriptif dengan mengambil obyek di SLB N 1
Bantul Yogyakarta. Metode pengumpulan data
dilakukan antara lain menggunakan menggunakan
metode observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini menujukkan bahwa strategi
pengembangan sikap kemandirian anak tunagrahita di
SLB N 1 Bantul Yogyakarta adalah 1. Strategi
pengembangan kemandirian anak tunagrahita a).
Strategi kelompok tujuannya agar siswa mampu
memecahkan masalah secara berkelompok dan agar
tidak cepat bosan b). Strategi individual tujuannya
membantu seorang siswa memecahkan masalah baik
masalah yang ada di sekolah maupun dengan cara
60
melalui kegiatan pembelajaran secara individu dan
digunakan sebagai cara untuk mengetahui seberapa
besar kemampuan setiap anak tunagrahita c). Strategi
modivikasi tujuannya membantu seorang siswa dalam
merubah sikap atau perilakunya agar menjadi lebih baik
lagi. 2. Pelaksanaan strategi kemandirian anak
tunagrahita ialah membantu anak tungarahita dalam
memecahkan masalah yang berhubungan disekolah
maupun dirumah yang meliputi: a). Bina diri (merawat
diri, mengurus diri, menolong diri). b). Interaksi sosial
(bermain bersama, makan bersama). c). Pengembangan
karya ( keterampilan tata boga, menari, salin, dll). 3.
Hasil yang dicapai untuk mengembangkan kemandirian
siswa adalah a). Meningkatkan kemandirian siswa. b).
Kemampuan membaca dan menulis siswa menjadi lebih
baik dari sebelumnya. c). Dapat menerima pelajaran
baik secara praktik maupun teori. d). Adanya kepatuhan
dalam mengikuti kegiatan proses belajar mengajar dan
kegiatan kemandirian. e). Siswa mudah diatur dan
61
ditertibkan saat pelaksanaan kegiatan pembelajaran
sedang berlangsung.50
Persamaan dari penelitian yang akan dilakukan
oleh penulis dengan penelitian sebelumnya yaitu
penelitian ini sama-sama membahas tentang anak
tunagrahita. Untuk perbedaannya, penulis akan
membahas strategi yang dilakukan guru dalam membina
anak tunagrahita ringan untuk melatih interaksi sosial.
Sedangkan peneliti sebelumnya membahas strategi
pengembangan sikap kemandirian pada anak
tunagrahita.
2. Ananto Adi Purnomo, 2017. Dengan Judul Skripsi
“Strategi Guru PAI Dalam Membentuk Karakter
Religius Siswa Tunagrahita Kelas VII Di SLB-C
Gemolong, Sragen”, Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Surakarta.
Tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah
mendeskripsikan secara umum mengenai penanaman
50
Siska Kurniawati, Strategi Pengembangan Sikap Kemandirian
Pada Anak Tunagrahita (Studi Kasus Di Sekolah Luar Biasa Negeri 1
Bantul Yogyakarta), Skripsi, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2014), h.
xiv.
62
pendidikan karakter religius bagi siswa SLB-C
Gemolong, Sragen yang menyandang retardasi mental
(tunagrahita), serta menyajikan dan menguraikan nilai-
nilai apa saja yang ditanamkan, bagaimana metode yang
digunakan, bagaimana tingkat keberhasilan yang dicapai
serta menguraikan tentang faktor-faktor pendukung dan
penghambat dalam proses penanaman pendidikan
karakter Religius tersebut.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
kualitatif, dengan mengambil latar di SLB YPSLB
Gemolong Sragen. Metode pengumpulan data dilakukan
antara lain menggunakan metode observasi, wawancara,
dan dokumentasi. Data yang terkumpul kemudian
diseleksi dan dianalisis melalui 1) pengumpulan data, 2)
reduksi data, 3) penyajian data, 4) kesimpulan. Adapun
penelitian ini memakai teknik analis data yaitu teknik
trianggulasi sumber data dan metode.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
Strategi Guru PAI Dalam Membentuk Karakter Religius
Siswa Tunagrahita Kelas VII Di SLB-C Gemolong,
Sragen adalah dengan perencanaan sekolah yang
63
matang dan bekerjasama dengan seluruh stakeholder
sekolah, penambahan jam pelajaran PAI untuk praktik,
kerjasama yang baik dengan semua pihak di sekolah,
pembiasaan dan kedisiplinan ibadah siswa, reward and
punishment, peraturan yang tegas, danpara guru juga
menanamkan keteladanan kepada siswa. Ada kegiatan
pembinaan karakter religius di SLB YPSLB Gemolong
Sragen, kegiatan keagamaan dalam pembelajaran
pendidikan agama Islam yang terdiri dari kegiatan
sholat dhuha, dzikir, doa bersama, baca tulis, tadarus
Al-Qur‟an, dan praktik PAI.51
Persamaan dari penelitian yang akan dilakukan
oleh penulis dengan penelitian sebelumnya yaitu sama-
sama menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dan
membahas tentang anak tunagrahita. Untuk
perbedaannya, penulis akan membahas mengenai
strategi yang dilakukan guru dalam membina anak
tunagrahita ringan untuk melatih interaksi sosial di SLB
Negeri Sinjai. Sedangkan peneliti sebelumnya
51
Ananto Adi Purnomo, Strategi Guru PAI Dalam Membentuk
Karakter Religius Siswa Tunagrahita Kelas VII Di SLB-C Gemolong,
Sragen, Skripsi, ( Surakarta: IAIN Surakarta, 2017), h. xi.
64
membahas Strategi Guru PAI Dalam Membentuk
Karakter Religius Siswa Tunagrahita Kelas VII Di SLB-
C Gemolong, Sragen.
3. None Faiza Melda, 2015. Dengan judul skripsi
“Kecakapan Sosial Tunagrahita Ringan Kelas Dasar V
Di SLB Negeri 2 Yogyakarta”, Program Studi
Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
karakteristik kecakapan anak tunagrahita ringan dari
aspek komunikasi. Penelitian ini menggunakan
penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Subyek dalam penelitian ini berjumlah tiga orang siswa
tunagrahita ringan. Penelitian dilakukan selama satu
bulan. Metode pengumpulan data menggunakan metode
observasi, wawancara dan dokumentasi. Keabsahan data
menggunakan metode check dan recheck, yaitu dengan
membandingkan hasil observasi dan wawancara.
Analisis data dilakukan dengan deskriptif kualitatif
dengan langkah reduksi data, display data dan
pengambilan kesimpulan.
65
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kecakapan sosial tunagrahita ringan pada aspek
komunikasi kepada orang lain menunjukkan
karakteristik yang berada pada ketiga subyek, akan
tetapi karakteristik dari ketiga subyek menunjukkan
kecenderungan yang mengacu pada kurangnya
kemampuan berkomunikasi dengan orang lain. Hasil
penelitian kecakapan sosial pada aspek kerjasama
menunjukkan perilaku dengan karakteristik yang
berbeda. Subyek pertama memiliki kemampuan
kerjasama lebih baik dibandingkan dua subyek lainnya.
Dua subyek lainnya menunjukkan kurang mampu
bekerjasama dengan baik. Kesimpulannya bahwa
sekalipun ketiga subyek merupakan anak tunagrahita
ringan, akan tetapi ada variasi kecakapan sosial yang
ditunjukkan. Disarankan bagi pihak yang terakait yaitu
kepala sekolah, guru dan orangtua untuk lebih
membimbing subyek untuk mengembangkan kecakapan
sosial.52
52
None Faiza Melda, Kecakapan Sosial Tunagrahita Ringan
Kelas Dasar V Di SLB Negeri 2 Yogyakartai, Skripsi, (Yogyakarta:
66
Persamaan dari penelitian yang akan dilakukan
oleh penulis dengan penelitian sebelumnya yaitu
penelitian ini membahas tentang anak tunagrahita.
Untuk perbedaannya, penulis akan membahas strategi
yang dilakukan guru dalam membina anak tunagrahita
ringan untuk melatih interaksi sosial di SLB Negeri
Sinjai, sedangkan peneliti sebelumnya membahas
kecakapan sosial anak tunagrahita ringan di SLB Negeri
2 Yogyakarta.
Universitas Negeri Yogyakarta, 2015), h. vii.
67
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian
fenomenologi yaitu mencoba menjelaskan atau
mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman
yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada individu.
Dalam penelitian ini, peneliti mencoba memahami dan
menggambarkan keadaan atau fenomena subyek yang
diteliti sesuai keadaan di lapangan yaitu mengungkapkan
strategi pembinaan anak tunagrahita ringan dalam melatih
interaksi sosial di SLB Negeri Sinjai.
2. Pendekatan penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan
pendekatan kualitatif yaitu prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
Alasan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif
karena peneliti akan langsung mengamati kondisi di
lapangan, yang berhubungan langsung dengan anak
tunagrahita ringan menyangkut strategi atau cara
pembinaan, serta faktor-faktor yang menghambat
68
pembinaan anak tunagrahita ringan dalam melatih
interaksi sosial di SLB Negeri Sinjai.
B. Defenisi Operasional
Untuk menghindari kekeliruan penafsiran dan
kesalahpahaman serta pengertian yang simpan siur, maka
peneliti kemukakan pengertian dan penegasan judul skripsi
bahwa strategi pembinaan anak tunagrahita dalam melatih
interaksi sosial di SLB Negeri Sinjai adalah cara yang
dilakukan oleh guru spesialis tunagrahita untuk melatih anak
tunagrahita ringan sehingga mampu untuk berinteraksi
dengan lingkungannya.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di SLB Negeri
Sinjai, yang terletak di Jl. Jenderal Sudirman No.15
Kabupaten Sinjai. Alasan memilih tempat tersebut
dikarenakan lokasi yang mudah dijangkau oleh peneliti.
2. Waktu penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan mulai
bulan Juni 2020 sampai bulan Juli 2020.
69
D. Subjek dan Objek Penelitian
Adapun subjek dan objek pada penelitian ini
adalah:
1. Subjek Penelitian
Subjek yang akan menjadi sumber data pada
penelitian ini adalah pembina anak tunagrahita ringan di
SLB Negeri Sinjai.
2. Objek Penelitian
Objek yang akan menjadi sumber data pada
penelitian ini adalah strategi pembinaan anak tunagrahita
ringan dalam melatih interaksi sosial di SLB Negeri
Sinjai.
E. Tehnik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
1. Tenhik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan sesuatu
yang sangat penting dalam penelitian karena tujuan utama
dari penelitian adalah mendapatkan data. Adapun teknik
pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
a. Metode Observasi
70
Sutrisno Hadi mengemukakan bahwa,
observasi merupakan suatu proses yang kompleks,
suatu proses yang tersusun dari berbagai proses
biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting
adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.53
Metode ini digunakan dengan mengamati secara
langsung tentang kondisi yang terjadi selama
dilapangan yang berkaitan dengan strategi pembinaan
anak tunagrahita ringan dalam melatih interaksi sosial.
b. Metode Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan
maksud tertentu. Wawancara merupakan suatu
kegiatan tanya jawab dengan tatap muka (face to face)
antara pewawancara (interviewer) dan yang
diwawancarai (interviewee) tentang masalah yang
diteliti, dimana pewawancara bermaksud memperoleh
persepsi, sikap, dan pola pikir dari yang diwawancarai
yang relevan dengan masalah yang diteliti.54
Penulis
53
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
(Cet. XXI, Bandung: Alfabeta, 2015), h. 145. 54
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik,
(Ed. I, Cet. IV, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2016), h. 162.
71
melakukan wawancara langsung secara mendalam
untuk mendapatkan data yang dibutuhkan.
Adapun sumber informasi pada penelitian ini
disebut informan. Untuk menjawab permasalahan
dalam penelitian ini maka informan yang dipilih
adalah:
1) Kepala SLB Negeri Sinjai
2) Guru pembina tunagrahita ringan SLB Negeri
Sinjai.
c. Metode Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa
yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan,
gambar, atau karya-karya monumental dari
seseorang.55
Dokumentasi dalam penelitian ini yaitu
penulis mencari keterangan dan bacaan yang
dibutuhkan mengenai masalah terkait, melalui sumber-
sumber yang ada, juga menelaah dokumen dan arsip
yang dimiliki SLB Negeri Sinjai. Dalam melakukan
metode dokumentasi, penulis akan mencari data yang
55
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitafif Kualitatif dan R&D,
(Ed. II, Cet. I, Bandung: Alfabeta, 2019), h. 314.
72
berkaitan dengan penelitian ini yang diperoleh dengan
cara mengumpulkan data-data yang terulis seperti
buku, majalah, artikel, karya ilmiah, dan internet.
2. Instrumen Penelitian
Instrumen pada penelitian ini yaitu:
a. Pedoman observasi, yaitu pengamatan langsung
dengan menggunakan alat indra yaitu mata,
pendengaran, serta daftar ceklis yang berisikan hal
yang akan diteliti pada interaksi sosial anak
tunagrahita ringan di SLB Negeri Sinjai.
b. Pedoman wawancara, berisikan sejumlah pertanyaan
untuk memproleh data yang berkaitan dengan strategi
pembinaan anak tunagrahita ringan dalam melatih
interaksi sosial di SLB Negeri Sinjai.
c. Alat dokumentasi, berisikan tentang bukti dari
kegiatan penelitian yang dilakukan seperti dokumen,
gambar yang memberikan informasi dalam proses
penelitian.
73
F. Keabsahan Data
Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan
teknik pemeriksaan. Pelaksanaan data didasarkan atas
sejumlah kreteria tertentu. Dalam penelitian ini, peneliti
hanya akan melakukan uji kredibilitas data. Uji kredibilitas
data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi yaitu
tehnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan
atau pembanding terhadap data itu. Tehnik yang digunakan
peneliti adalah triangulasi metode yaitu dilakukan dengan
membandingkan informasi atau data dengan cara berbeda.
Misalnya data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek
dengan observasi, dokumentasi atau kuesioner untuk
mendapatkan data yang valid. Selain itu peneliti juga bisa
menggunakan informan yang berbeda untuk mengecek
kebenaran informasi tersebut.
G. Tehnik Analisis Data
Analisis data adalah sebuah kegiatan untuk
mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberi
kode/tanda, dan mengkategorikannya sehingga diperoleh
suatu temuan berdasarkan fokus atau masalah yang ingin
74
dijawab. Melalui serangkaian aktivitas tersebut, data
kualitatif yang biasanya berserakan dan bertumpuk-tumpuk
bisa disederhanakan untuk akhirnya bisa dipahami dengan
mudah.56
Adapun tehnik analisis dalam penelitian kualitatif
adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data (Data Collection)
Peneliti mencatat semua data secara obyektif dan
apa adanya sesuai dengan hasil observasi dan wawancara
di lapangan. Pada tahap ini data-data yang sudah
terkumpul dibuatkan transkipnya, yakni dengan cara
menyederhanakan informasi yang terkumpul kedalam
bentuk tulisan yang mudah dipahami.
2. Reduksi Data (Data Reduction)
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-
hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting.
Dengan demikian data yang telah direduksi akan
56
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik,
(Ed. I, Cet. IV, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2016), h. 209.
75
memberikan gambaran yang lebih jelas dan memudahkan
peneliti untuk melakukan pengumpulan data.57
3. Panyajian Data (Data Display)
Supaya data yang banyak dan telah direduksi
mudah dipahami baik peneliti maupun orang lain, maka
data tersebut perlu disajiakan. Menurut Miles and
Huberman the most frequent from of display data for
qualitative research data in the past has been narrative
text, yang paling sering digunakan untuk menyajikan data
dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang
bersifat naratif.58
Tujuannya adalah untuk memudahkan
dalam mendeskripsikan suatu peristiwa, sehingga mudah
untuk mengambil suatu kesimpulan.
4. Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi
Pada tahap ini, kesimpulan awal yang ditemukan
masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak
ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada
tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila
57
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
(Cet. XXI, Bandung: Alfabeta, 2015), h. 267. 58
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan
Kombinasi(Mixed Methods), (Cet. VIII, Bandung: Alfabeta, 2016), h. 339.
76
kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal,
didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat
peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka
kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan
yang kredibel. Kesimpulan pada penelitian kualitatif
merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah
ada.59
59
Ibid., h. 343.
77
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Letak Geografis
Secara geografis SLB Negeri Sinjai terletak di
daerah perkotaan di Kabupaten Sinjai, SLB Negeri Sinjai
tepatnya terletak di Jalan Jenderal Sudirman No. 15
Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai.60
2. Sejarah Berdirinya
Mencerdasakan kehidupan bangsa adalah salah
satu tujuan Nasional seperti yang tersurat dalam
pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Untuk
mewujudkan cita-cita tersebut ditempuh dengan berbagai
usaha, agar mutu pendidikan dan kesempatan belajar
terlaksana dengan baik, termasuk pula bagi anak
berkebutuhan khusus (cacat). Pendidikan berlangsung
seumur hidup dan dilaksanakan dalam rumah tangga,
sekolah dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah
tanggung jawab bersama antara pemerintah, orang tua
dan masyarakat.
60
Dokumen dari Operator SLB Negeri Sinjai, tanggal 02 Juni
2020.
78
Sekolah Luar Biasa Negeri Sinjai Utara adalah
Sekolah Negeri berlokasi di Provinsi Sulawesi Selatan
Kabupaten Sinjai dengan alamat Jl. Jenderal Sudirman
No.15.
Pada awal berdirinya, sekolah ini bernama
Sekolah Dasar Luar Biasa yang beralamat di Jalan
Jenderal Sudirman No. 15 pada tanggal 1 Januari 1989,
pemerintah melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
mengubah nama dan status SDLB menjadi SDLB, SMLB
dan SMALB.
Pada tahun pelajaran 2014/2015 sekolah tersebut
berganti nama, SDLB Negeri Sinjai menjadi SLB Negeri
Sinjai dengan terbitan NPSN 2009 yang sekarang disebut
juga SLB Negeri Sinjai yang dipimpin oleh Sitti Hapisa,
S.Pd.61
3. Profil SLB Negeri Sinjai
a. Identitas Sekolah
Nama sekolah : UPT SLB Negeri 1
Sinjai
61
Dokumen dari Operator SLB Negeri Sinjai, tanggal 02 Juni
2020.
79
Status sekolah : Sekolah Negeri
Kebutuhan khusus : A,B,C,C1,D,D1,Q
NPSN : 40304507
NPWP : 00-919-847-806-000
Alamat :Jl. Jenderal Sudirman
No.15 Kelurahan Sinjai Kecamatan Sinjai Utara
Kabupaten Sinjai
Telepon/Fax/HP/WA : 0853 9939 9154
Email : [email protected].
Kepala Sekolah :UPT SLB Negeri 1 Sinjai
(SLB Negeri Sinjai)
Nama : Sitti Hapisa, S.Pd.
NIP : 196710101989022006
Pengangkatan Kepala Sekolah
SK yang mengangkat : Gubernur Sulawesi
Selatan
Nomor : 821. 29-407
Tanggal : 4 Desember 2017
TMT : 7 Desember 2017
SK Akreditasi : SLB Negeri Sinjai
Nama Bank : Bank Sulselbar
80
Cabang KCP/Unit : Sinjai
Rekening atas nama : UPT SLBN 1 Sinjai
Luas tanah milik : 3
Luas tanah bukan milik : 0
b. Data Rinci
Status BOS : Bersedia menerima
Waktu penyelenggaraan : Sehari penuh (5h/m)
Sertifikasi ISO : Belum bersetifikat
Sumber listrik : PLN
Daya listrik : 1300
Akses Internet : Indosat IM3
4. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan kelengkapan
dalam suatu pendidikan, yang akan memberikan
kenyamanan dan juga kemudahan bagi semua pihak
menyangkut peserta didik, pendidik, dan staf karyawan
sekolah. Adapun sarana dan prasarana yang dimiliki oleh
SLB Negeri Sinjai adalah sebagai berikut:
81
a. Ruang kelas
Tabel 4.1
Kondisi Ruang Kelas
Kondisi
Ruang
Jumlah
Milik
Bukan
milik
Baik 0 0
Rusak ringan 34 34
Rusak sedang 0 0
Rusak berat 0 0
Jumlah 34 0 34
Sumber data: SLB Negeri Sinjai, 2020.
b. Perpusatakaan
Tebel 4.2
Kondisi Perpustakaan
Kondisi Jumlah
Baik 0
Rusak ringan 1
Rusak sedang 0
Rusak berat 0
Jumlah 1
Sumber data: SLB Negeri Sinjai, 2020.
c. Prasarana lainnya
- musollah
- Asrama siswa
- Bengkel
82
- Laboratorium komputer
- Ruang kepala sekolah
- Ruang keterampilan
- Ruang orientasi dan mobilitas (OM)
5. Keadaan guru dan tenaga non guru di SLB Negeri
Sinjai
Sekolah Luar Biasa Negeri Sinjai memiliki 30
guru yang kompeten dalam pengajaran anak luar biasa,
khususnya anak-anak yang memiliki kelainan khusus.
Dari 30 guru yang dimiliki Sekolah Luar Biasa Negeri
Sinjai terdapat 5 guru spesialis anak tunagrahita.
Mendidik anak berkebutuhan khusus tidak sama dengan
anak normal pada umumnya dan memerlukan
penanganan khusus, sehingga mendidik anak
berkebutuhan khusus ini merupakan profesi tersendiri.
83
84
6. Keadaan Siswa SLB Negeri Sinjai
Siswa adalah satu komponen yang menentukan
kelanjutan sebuah lembaga pendidikan (sekolah) ataupun
dalam usaha menarik minat masyarakat. Siswa atau anak
didik yang dimaksud disini adalah anak yang belum
dewasa, dan memerlukan bimbingan dan pertolongan
85
orang lain yang telah dewasa guna melaksanakan
tugasnya sebagai makhluk Allah sebagai khalifah di bumi
juga sebagai anggota masyarakat.
Adapun keadaan siswa yang terdapat dan sedang
menjalani proses pendidikan dan pembelajaran di SLB
Negeri Sinjai berjumlah 65 orang, adalah sebagai berikut:
a. Data peserta didik berdasarkan tingkatan kelas
Tebel 4.4
Data peserta didik berdasarkan tingkatan kelas
No. Nama Jenis
kelamin
Rombel/kelas
Daftar Nama Peserta Didik Dan Rombel SDLB
Tahun 2020
1. Andi Zaahir Arfian L 1.A
2. Zulkifli L 1.B
3. Yajbar L 1.B
4. Haikal L 1.C1
5. Supriadi S. L 1.C1
6. Selviani P 1.C1
7. Muh. Firas L 1.C1
8. Dzaky
Makrifaturrahman
L 1.Q
9. Muh. Al Madya L 1.Q
10. A.Dian Al Mahri L 2.B
11. Haslinda L 2.B
12. Syahrul L 2.C
13. Alfian Risga L 2.C
14. Muh. Daffa Al- L 2.C
86
Khairi
15. Muh. Alif Al-
Faraziq
L 2.C
16. Dzuhuria Maysarah
Maryam
P 2.C
17. Nur Alamsyah P 2.C
18. Asyrafil Imam L 2.Q
19. Muhammad Al-
Hafizd
L 2.Q
20. Widyaastuti P 3.B
21. Afrah Altafunnisa P 3.B
22. Nurcahaya Putri P 3.C
23. Didit Ariyanto L 3.C
24 Fatimah M P 4.B
25. Nurul P 4.B
26. A.Kenanga Bunga
Bau
P 4.B
27. A.Febriansyah L 4.B
28. Nurfadillah P 4.C
29. Satriani P 4.C
30. Asrul L 4.C
31. Salsabilah P 4.Q
32. A.Fajrin Nur Ihsan
Sahar
L 4.Q
33. Herdiansyah L 5.B
34. Uswatun Hasanah P 5.C
35. Rizky Firdaus L 5.C
36. Maryani Nur P 5.C
37. Muh. Rizky
Ramadhan Marsini
L 5.Q
38. Miftahul Haerati P 6.C
39. Oktafia Ramadhani P 6.C
40. Nurchofifah Aulia P 6.C1
87
Ashari
41. Reski Amelia P 6.C1
Jumlah = 41 Siswa
Daftar Nama Peserta Didik Dan Rombel SMPLB
Tahun 2020
42. Rahmawati P 7.B
43. Kurnia P 7.C
44. M.Fikri Haikal L 7.C
45. Khairul Imawan L 7.C
46. Nur Ramadhan P 7.C
47. Muh. Sandi L 7.C
48. Nuraisyah Talha P 7.C1
49. Ika Amanda Putri P 8.B
50. Nurul Warida Syam P 8.B
51. Zahra Tul Jannah P 8.C
52. Reski P 8.C
53 Akbar prahara L 8.C
54. Rima Putri Marhani P 9.B
55. M.Ilham L 9.B
56. Ayu Syahruni
Anwar
P 9.B
57. Bayu Arvays
Pratama Putra
L 9.B
58. Imam Setiawan L 9.C
59. Nursyamsiah P 9.C
60. Selmiwati 9.C
Jumlah = 19 Siswa
Daftar Nama Peserta Didik Dan Rombel SMALB
Tahun 2020
61. Ismail Ilyas L 10.C1
62. Irmayanti P 10.C1
63. Ridwan L 11.A
64. Nurdianti P 11.B
88
65. Masyita Sari P 11.C1
Jumlah = 5 Siswa
Total jumlah keseluruhan siswa SDLB-SMPLB-
SMALB = 65 Siswa
Sumber Data: SLB Negeri Sinjai, 2020.
b. Data peserta didik berdasarkan agama
Tabel 4.5
Data peserta didik berdasarkan agama
No. Agama Jumlah
1. Islam 65
2. Kristen 0
3. Khatolik 0
4. Hindu 0
5. Budha 0
6. Kong Hu Chu 0
7. Lainnya 0
Jumlah 65
Sumber Data: SLB Negeri Sinjai, 2020.
c. Data peserta didik berdasarkan umur
Tabel 4.6
Data peserta didik berdasarkan umur
No. Umur Jumlah
1. <7 Tahun 0
2. 7-12 Tahun 24
3. 13-15 Tahun 18
4. 16-18 Tahun 17
5. >18 Tahun 6
Jumlah 65
89
Sumber Data: SLB Negeri Sinjai, 2020.
7. Jenjang Pendidikan
Berdasarkan jenjang pendidikan yang ada di
SLB Negeri Sinjai adalah sebagai berikut:
a. SDLB = 41
b. SMPLB = 19
c. SMALB = 5
Jumlah = 65
Rombel = 28
8. Struktur Organisasi SLB Negeri Sinjai
9. Visi dan Misi SLB Negeri Sinjai
Adapun visi misi SLB Negeri Sinjai yaitu:
a. Visi
Terwujudnya peserta didik berkebutuhan
khusus yang berakhlak mulia, berprestasi, terampil,
dan mandiri.
b. Misi
1) Meningkatkan pemahaman, penghayatan, dan
pengalaman agama bagi peserta didik.
90
2) Meningkatkan tanggungjawab, kejujuran, percaya
diri, dan semangat untuk berkompetensi.
3) Mewujudkan pembinaan dan kompetensi peserta
didik berkebutuhan khusus.
4) Membekali keterampilan vokasi agar siap
menghadapi tantangan menuju kemandirian.
5) Meningkatkan sosialisasi dengan penjaringan
anak berkebutuhan khusus.
6) Meningkatkan kerjasama dengan pihak instansi
pemerintah maupun swasta.
10. Prestasi dan penghargaan
a. Guru dan tenaga kependidikan
Tabel 4.7
Data prestasi guru dan tenaga kependidikan
No Tah
un Nama Penghargaan Instansi Tingkat
1. 2006 Mahyuddin Pelatihan
Atletik Porda
Bupati Kab/Kota
2. 2008 Nurlaelah Satya
Lencana
Karya Satya
Presiden RI Nasional
3. 2009 Albar Satya
Lencana
Karya Satya
DISPORA Nasional
91
XX
4. 2009 Mahyuddin Pelatihan
Atletik Porda
BAUPATI Kab/Kota
5. 2010 Mahyuddin Satya
Lencana
Karya Satya
10
PRESIDEN Nasional
Sumber Data: SLB Negeri Sinjai, 2020.
B. Strategi Pembinaan Anak Tunagrahita Ringan Dalam
Melatih Interaksi Sosial Di SLB Negeri Sinjai
Anak tunagrahita ringan merupakan salah satu
jenis dari anak tunagrahita yang sering disebut dengan
anak mampu dididik. Hanya saja proses pembinaan cukup
menyita waktu dan perhatian khusus. Membina anak
tunagrahita ringan jelas memerlukan usaha yang lebih dan
perhatian khusus. Inilah yang menyebabkan anak
tunagrahita ringan memerlukan perhatian dan bimbingan
lebih dibandingkan dengan anak-anak normal lainnya agar
mereka dapat hidup mandiri dan dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan dimana mereka berada.
Penelitian ini membahas tentang strategi
pembinaan anak tunagrahita ringan dalam melatih interaksi
92
sosial di SLB Negeri Sinjai khususnya pada anak
tunagrahita ringan. Penelitian ini dimulai pada bulan juni
2020 sampai bulan juli 2020.
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan
kepada anak tunagrahita ringan di SLB Negeri Sinjai,
peneliti menemukan bahwa anak tunagrahita ringan
mampu untuk melakukan interaksi dengan lingkungannya.
Mereka dapat berkomunikasi dan melakukan kontak
dengan orang-orang disekitarnya. Namun pada saat anak
tunagrahita ringan melakukan komunikasi dengan orang
disekitarnya, ada yang lancar berbicara tapi kurang
perbendaharaan kata dan ada juga yang masih terbata-bata
dalam berbicara. Salah satu contohnya adalah mereka
mampu untuk berbicara dan bermain dengan teman-
temannya, hanya saja penyampaiannya yang kadang
terbata-bata.62
Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa
strategi pembinaan anak tunagrahita dalam melatih
interaksi sosial di SLB Negeri Sinjai, yaitu:
62
Hasil observasi anak tunagrahita ringan di SLB Negeri Sinjai.
93
1. Memahami kelebihan dan kekurangan anak tungrahita
ringan
Sebagai seorang guru yang membina anak
tungrahita ringan harus bisa memahami segala
kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh anak.
Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan
oleh ibu ST. Marwah selaku guru anak tunagrahita
ringan di SLB Negeri Sinjai sebagai berikut:
“Seorang guru harus menerima dan
menghargai kelebihan dan kekurangan anak
tunagrahita ringan walau sekecil apapun. Guru
harus menghargai anak tunagrahita di setiap
waktu, jangan pernah menyepelekannya,
sayangi sepenuh hati. Anggaplah bahwa anak
tunagrahita adalah bagian terpenting dalam
hidup kita.”63
Anak tunagrahita ringan memang sangat
membutuhkan perhatian yang lebih bila dibandingakan
dengan anak-anak lainnya. Karena keterbatasan yang
dimilikinya maka anak tunagrahita harus diperlakukan
dengan lemah lembut.
63
ST.Marwah, Guru Tunagrahita Ringan SLB Negeri Sinjai,
Wawancara, Sinjai, 16 Juni 2020.
94
Hal tersebut juga diungkapkan oleh ibu
A.Mulawarman bahwa:
“Strategi yang saya lalukan adalah
merangkulnya dan memahami kelainan yang di
sandangnya. Membawanya kedalam
lingkungan pertemanan dengan teman-teman
yang lainnya, sesama anak tunagrahita ringan
maupun anak berkebutuhan khusus lainnya.
Memahami kondisinya dengan selalu memberi
kasih sayang dengan mengucapkan kata-kata
yang lemah lembut bukan dengan kekerasan.”64
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu ST.
Marwah dan ibu A.Mulawarman dapat disimpulkan
bahwa guru sebagai pembina harus siap menerima
segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki anak
tunagrahita ringan, memahami kondisinya dan selalu
memberi kasih sayang. Gurulah yang harus berperan
aktif sehingga dapat tercipta suasana dalam kelas yang
nyaman dan penuh dengan cinta dan kasih sayang.
2. Pemberian motivasi
Motivasi adalah suatu energi positif yang dapat
mendorong kita untuk bertindak dalam melakukan
64
A.Mulawarman, Guru Tunagrahita Ringan SLB Negeri Sinjai,
Wawancara, Sinjai, 15 Juni 2020.
95
sesuatu. Motivasi itu ada yang berasal dari diri sendiri
dan motivasi dari orang lain. Dalam proses pembinaan
anak tunagrahita ringan, guru senantiasa memberikan
motivasi kepada siswa agar memiliki gairah dan
semangat yang tinggi dalam mengikuti kegiatan belajar
mengajar di sekolah.
Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh
ibu A.Mulawarman, selaku guru anak tunagrahita ringan
di SLB Negeri Sinjai sebagai berikut:
“Alhamdulillah, semua motivasi
saya berikan sama anak tunagrahita ringan
sama seperti anak lainnya, tidak ada perbedaan.
Seperti memotivasinya untuk selalu
bersekolah, belajar disekolah, bermain dengan
temannya, bergaul dengan guru dan temannya
yang lain dengan percaya diri tanpa harus
malu-malu.”65
65
A.Mulawarman, Guru Tunagrahita Ringan SLB Negeri Sinjai,
Wawancara, Sinjai, 15 Juni 2020.
96
Hal tersebut juga diungkapkan oleh ibu
Nansiwati,S.Pd bahwa:
“Apabila dalam ulangan dia dikasi
hadiah, misalnnya siapa yang juara 1 dikasi
hadiah, dikasi pujian.”66
Pemberian motivasi pada anak tunagrahita
ringan perlu dalam kegiatan interaksi belajar mengajar
untuk menumbuhkan minat, rasa senang, dan semangat
belajar. Apabila ada siswa yang sukses atau berhasil
menyelesaikan tugas dengan baik perlu diberikan
pujian atau hadiah. Pujian atau hadiah tersebut sebagai
bentuk reinforcement yang positif bagi sisiwa sekaligus
akan menjadi motivasi, dengan pujian yang tepat akan
memberikan suasana yang menyenangkan bagi anak
sehingga memumbuhkan rasa semangat dalam belajar.
Seperti yang diungkapkan oleh ibu ST.
Marwah bahwa:
“Bentuk motivasi yang saya berikan
kepada anak tunagrahita ringan seperti,
memberikan jempol dan tepuk tangan sebagai
bentuk penghargaan yang bisa memotivasi
mereka. Beri reinfoncement (penguatan)
66
Nansiwati, Guru Tunagrahita Ringan SLB Negeri Sinjai,
Wawancara, Sinjai,18 Juni 2020.
97
kepada anak tunagrahita seperti, „bagus‟,
„pintar sekali‟.”67
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu
A.Mulawarman, ibu Nansiwati dan ibu ST. Marwah
dapat disimpulkan bahwa motivasi bisa meningkatkan
percaya diri pada anak tunagrahita ringan sehingga
muncul keinginan untuk bergaul di sekolah baik dengan
guru maupun temannya. Hubungan yang baik akan
menumbuhkan semangat belajar sehingga anak
tunagrahita bisa mendapatkan penghargaan dari guru.
Untuk itu motivasi yang diberikan oleh guru disekolah
dapat mendorong siswa lebih giat dalam belajar. Ketika
anak tunagrahita ringan berhasil dalam mengerjakan
tugas yang diberikan maka guru sesekali memberikan
hadiah kepada anak tersebut. Dengan demikian anak
tunagrahita ringan memang sangat membutuhkan
motivasi dari orang-orang terdekatnya baik itu di
lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat sehingga
dapat mengembangkan kemampuan belajarnya dengan
baik.
67
ST. Marwah, Guru Tunagrahita Ringan SLB Negeri Sinjai,
Wawancara, Sinjai, 16 Juni 2020.
98
3. Bermain peran
Bermain peran adalah salah satu cara yang
digunakan dalam membina anak tunagrahita.
Sebagaimana diketahui anak tunagrahita ringan
memiliki keterbatasan baik dari segi tingkah laku
maupaun dalam memahami sesuatu. Bermain dapat
melatih anak secara sosial. Contohnya bermain kucing-
kucingan anak akan mendapatkan akses untuk dapat
berinteraksi dengan lawan bermainnya.
Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh
ibu Nansiwati, selaku guru anak tunagrahita ringan di
SLB Negeri Sinjai sebagai berikut:
“Secara kelompok anak dilatih
bermain peran atau percakapan, dan main
kucing-kucingan.”68
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu
Nansiwati dapat disimpulkan bahwa dalam proses
pembinaan anak tunagrahita ringan yaitu anak dilatih
untuk bermain peran atau percakapan dan permainan
kucing-kucingan. Dengan adanya permainan kucing-
68
Nansiwati, Guru Tunagrahita Ringan SLB Negeri Sinjai,
Wawancara, Sinjai,18 Juni 2020.
99
kucingan dapat memberikan kesempatan pada anak
tunagrahita ringan untuk dapat menciptakan
kekompakan dan menjalin kerja sama dalam kelompok
sehingga anak tunagrahita ringan dapat melakukan
interaksi dengan teman-temannya.
4. Saling sapa
Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan
oleh ibu Nansiwati, selaku guru anak tunagrahita ringan
di SLB Negeri Sinjai sebagai berikut:
“Yang saya lakukan untuk membina
anak tungrahita ringan yaitu, anak tunagrahita
ringan diajarkan harus memberi salam saat
bertemu dengan guru dan temannya, menyapa
guru „selamat pagi‟, „selamat siang‟ saat
bertemu.”69
Dalam hal ini seorang guru dituntut untuk
selalu menyapa siswa dan selalu memperingati serta
mengulang-ulang pembelajaran. Dengan demikian
siswa tunagrahita ringan dapat meniru apa yang di
contohkan oleh guru. Karena guru merupakan contoh
69
Nansiwati, Guru Tunagrahita Ringan SLB Negeri Sinjai,
Wawancara, Sinjai, 16 Juni 2020.
100
paling utama bagi anak tunagrahita ringan saat berada
lingkungan di sekolah.
Seperti yang diungkapkan oleh ibu ST.
Marwah bahwa:
“Anak tunagrahita ringan akan
berinteraksi sosial dengan baik disekolah
setelah sekian lama mencontohkan pola
perilaku sosial yang di terapkan oleh guru di
sekolah. Guru harus menjaga etika dan tata
krama pergaulan seperti hormati yang lebih
tua, sayangi yang muda”.70
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu
Nansiwati dan ibu ST. Marwah dapat disimpulkan
bahwa dalam proses pembinaan, anak tunagrahita
ringan diajarkan mulai dari hal-hal kecil seperti
menyapa guru saat bertemu dengan ucapan „selamat
pagi‟. Anak tunagrahita ringan akan melakukan apa
yang diajarkan oleh guru di sekolah setelah sekian lama
sampai kemudian terbiasa melakukannya sehingga guru
harus menjadi contoh yang baik bagi anak tunagrahita
ringan.
70
ST. Marwah, Guru Tunagrahita Ringan SLB Negeri Sinjai,
Wawancara, Sinjai, 16 Juni 2020.
101
Dalam proses pembinaan anak tunagrahita
ringan sebaiknya juga diterapkan di rumah, karena anak
tunagrahita ringan harus selalu diingatkan dan di ulang-
ulang sampai kemudian terbiasa. Dalam hal ini, tidak
boleh timpang artinya bukan hanya guru yang
sepenuhnya memberikan contoh yang baik kepada si
anak, akan tetapi orang tua juga wajib dan harus ikut
serta dalam membina anak tunagrahita ringan sehingga
tercapai apa yang kemudian menjadi tujuan bersama
dan anak tunagrahita ringan dapat mampu untuk
berinteraksi dengan lingkungan sekitar sekolah maupun
lingkungan masyarakat luas.
5. Bina diri sendiri
Bina diri sendiri merupakan kegiatan yang
sifatnya pribadi akan tetapi berdampak pada lingkungan
sekitarnya. Bersifat pribadi karena hal-hal yang
diajarkan atau dilatihkan menyangkut diri sendiri tanpa
campur tangan dari orang lain bila memungkinkan guru
hanya memberi intruksi atau perintah kemudian dia
sendiri yang melakukannya. Ini merupakan proses
pembinaan untuk dapat mengenali diri sendiri dan
102
pengembangan diri anak tunagrahita ringan kearah
kemandirian sehingga dapat melayani dirinya sendiri
atau sosialnya tanpa harus menunggu bantuan dari
orang lain untuk melakukannya.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh ibu
Nansiwati selaku guru anak tunagrahita ringan di SLB
Negeri Sinjai sebagai berikut:
“Untuk menerapkan kemampuan
interaksi secara individual anak tunagrahita
ringan dilatih secara terus menerus dalam
kemampuan belajar seperti, memasang baju
sendiri, menyisir rambut, menggosok gigi,
memakai sepatu”.71
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu
Nansiwati dapat disimpulkan bahwa dalam melatih
interaksi anak tunagrahita ringan secara individu anak
diajarkan untuk memakai baju sendiri, menyisir
rambut, menggosok gigi, dan memakai sepatu. Anak
tunagrahita ringan memang perlu untuk diajarkan
pembinaan diri sejak dini sehingga dapat melayani
71
Nansiwati, Guru Tunagrahita Ringan SLB Negeri Sinjai,
Wawancara, Sinjai, 16 Juni 2020.
103
dirinya sendiri tanpa harus terus bergantung pada
orang lain.
6. Mengubah suasana kelas besar menjadi terasa kelas
kecil
Suasana kelas yang hidup adalah gambaran
suasana kelas dimana guru mampu membuat setiap
siswa yang mengikuti kegiatan belajar mengajar terlihat
aktif. Posisi duduk yang monoton bisa juga menjadi
salah satu penyebab siswa cepat bosan dan jenuh. Oleh
karenanya guru bisa merubah posisi duduk pada siswa
di dalam kelas guna menciptakan suasana baru bagi
anak tunagrahita ringan.
Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh
Ibu A.Mulawarman selaku guru anak tunagrahita ringan
di SLB Negeri Sinjai sebagai berikut:
“Membuat kelas besar terasa kecil,
maksudnya guru perlu mendekati anak yang
selalu bertanya agar hubungan anak dengan
guru lebih intensif dan tidak ada jarak serta
guru selalu memindahkan posisi tempat duduk
anak dari satu sisi kelas ke sisi kelas lainnya.”72
72
A.Mulawarman, Guru Tunagrahita Ringan SLB Negeri Sinjai,
Wawancara, Sinjai, 15 Juni 2020.
104
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu
A.Mulawarman menciptakan hubungan erat dengan
anak yaitu dengan mendekati anak tunagrahita ringan
yang sering bertanya dan mengatur posisi duduk yang
nyaman dalam kelas. Guru yang mampu menciptakan
suasana kelas menjadi terasa nyaman tentunya adalah
pribadi guru yang penuh semangat dan kreatif sehingga
anak menjadi tidak mudah bosan dengan apa yang guru
ajarkan. Di dalam kelas perlu menciptakan suasana
yang nyaman sehingga interaksi antar guru dengan
siswa dapat berjalan dengan baik dan materi yang
diajarkan oleh guru akan mudah diterima dan
dimengerti oleh anak tungrahita ringan.
C. Hambatan Dan Solusi Yang Dialami Oleh Pembina
Anak Tunagrahita Ringan Dalam Melatih Interaksi
Sosial Di SLB Negeri Sinjai
1. Hambatan yang dialami dalam membina anak
tunagrahita ringan
Strategi adalah cara khusus yang dilakukan
guru untuk dapat memberikan pemahaman kepada siswa
dihingga dapat tercapai tujuan pembelajaran. Dalam
105
proses pembinaan pada anak tunagrahita ringan tidaklah
mudah, pasti terdapat kendala atau prombelamatika
yang menghambat proses pembinaan. Mengahadapi
anak tunagrahita ringan menjadi tantangan tersendiri
bagi guru spesialis tunagrahita karena harus memiliki
kesabaran yang sangat kuat dalam membina anak
tunagrahita ringan. Adapun hambatan yang dihadapi
oleh guru spesialis tunagrahita dalam proses
pembinaan anak tunagrahita ringan adalah:
a. Suasana hati anak tunagrahita ringan yang suka
berubah
Suasana hati yang yang tidak terkontrol
pada anak akan menyebabkab guru mengalami
kesulitan dalam membina anak tunagrahita ringan.
Untuk itu guru mengikuti kemauan dan bagaimana
suasana hati anak, karena anak tungrahita ringan
suasana hatinya gampang berubah. Hal seperti ini
tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi seorang
guru. Maka dari itu guru tunagrahita ringan harus
lebih bersabar dalam membina sebab dalam proses
pembelajaran anak tunagrahita ringan tergantung
106
kemauannya untuk belajar, ketika anak tersebut
sudah bosan maka akan sulit untuk bergabung dalam
proses belajar.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh ibu
Nansiwati selaku guru anak tunagrahita ringan di
SLB Negeri Sinjai sebagai berikut:
“Hambatan dalam membina anak
tungrahita ringan yaitu susah dikontrol
emosinya.”73
Sama halnya dengan jawaban ibu ST.
Marwah beliau mengatakan:
“Hambatan yang saya alami, anak
tunagrahita ringan membutuhkan perhatian
secara berlebihan, selalu menuntut kasih
sayang, anak tunagrahita sulit mengontrol
emosi.”74
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu
Nansiwati dan ibu ST. Marwah hambatan dalam
proses pembinaan yaitu anak tunagrahita ringan sulit
untuk mengontrol emosinya, dan selalu menuntut
73
Nansiwati, Guru Tunagrahita Ringan SLB Negeri Sinjai,
Wawancara, Sinjai, 16 Juni 2020. 74
ST. Marwah, Guru Tunagrahita Ringan SLB Negeri Sinjai,
Wawancara, Sinjai, 16 juni 2020.
107
kasih sayang yang berlebih. Jadi dalam membina
anak tunagrahita ringan membutuhkan kesabaran dan
kasih sayang yang harus dimiliki oleh guru untuk
menciptakan suasanna nyaman sehingga emosi pada
anak tunagrahita ringan dapat terkontrol.
b. Kurangnya partisipasi orangtua
Peran orangtua sangatlah penting bagi
pendidikan anak. Orangtua adalah tiang utama bagi
pendidikan anak untuk meciptakan individu yang
berkualitas dan dapat mempengaruhi masa depannya.
Oleh karena itu setiap orangtua memberikan yang
terbaik untuk anaknya. Akan tetapi, terkadang
banyak orangtua yang kurang memperhatikan
tumbuh kembang anaknya.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh ibu
ST. Marwah selaku guru anak tunagrahita ringan di
SLB Negeri Sinjai sebagai berikut:
“Hambatannya itu terkadang
sikap orangtua kurang mendukung dalam
usaha pembinaan tumbuh kembang anak
tunagrahita ringan secara optimal.”75
75
Ibid.,,,
108
Hal tersebut juga di ungkapkan oleh ibu
A.Mulawarman bahwa:
“Partisipasi orangtua kadang
penuh perhatian pada anak, kadang cuek,
kadang tidak peduli kalau anaknya
merupakan anak berkebutuhan khusus,
kadang ada anaknya diserahkan di panti,
ditelantarkan karena malu punya anak
berkebutuhan khusus.”76
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu
ST. Marwah dan ibu A.Mulawarman dalam proses
pembinaan anak tunagrahita ringan membutuhkan
dukungan, terutama dari orang-orang terdekatnya,
yaitu orangtua, pihak sekolah. Dimana guru hanya
membina anak tunagrahita ringan beberapa jam saja
di sekolah sedangkan setelah pulang dari sekolah
orangtualah yang harus berperang penting dalam
proses tumbuh kembang anak karena orangtua
sebagai pendidik pertama. Kerja sama antara guru
dan orangtua adalah dua hal yang harus berjalan
secara beriringan dengan itu anak tunagrahita ringan
dapat berkembang sesuai dengan usianya.
76 A.Mulawarman, Guru Tunagrahita Ringan SLB Negeri Sinjai,
Wawancara, Sinjai, 15 Juni 2020.
109
Akan tetapi, berebda dengan anak
tunagrahita ringan yang memang ditipkan oleh
orangtuanya untuk tinggal dipanti. Dimana yang
berperan untuk membina anak tunagrahita ringan
adalah guru yang bekerjasama dengan pengurus
panti, agar anak tersebut dapat berkembang.
c. Lambat memahami sesuatu
Gangguan yang miliki oleh anak tunagrahita
ringan menyebabkan pembelajaran yang
disampaikan guru tidak dapat berlangsung efektif.
Anak tunagrahita ringan mengalami kelemahan
intelektual dengan kemampuan dibawah rata-rata.
Sehingga ini yang membuat guru harus mengulang-
ulang hingga siswa paham terhadap materi yang
diberikan. Setiap anak memilki keterbatasan yang
berbeda-beda sehingga guru spesialis harus sabar
menghadapi siswa agar pembelajaran dapat
berlangsung dengan baik.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh ibu
A.Mulawarman selaku guru anak tunagrahita ringan
di SLB Negeri Sinjai sebagai berikut:
110
“Hambatannya adalah anak
tunagrahita ringan kadang bisa ngomong,
kadang tidak bisa ngomong dengan jelas
mereka sangat kaku apabila tidak diberikan
motivasi. Dalam hal membaca, menulis,
berhitung, mereka sangat lambat karena
perkembangan otaknya terhambat sebagai
akibat dari berbagai faktor yang
menyebabkan ketunaanya. Faktor yang
dimaksud adalah faktor psikologi, jasmani
dan perkembangan yang dialami dalam
masa pertumbuhannya”.77
Hal tersebut juga diungkapkan oleh ibu
Nansiwati bahwa:
“Hambatan dalam membina anak
tungrahita ringan, yaitu sulit memahami
perintah dari guru. Lambat memahami
sesuatu ketika disuruh megerjakan soal.”78
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu
A.Mulawarman dan ibu Nansiwati hambatan dalam
proses pembinaan anak tunagrahita ringan, ada yang
bisa ngomong dan ada yang tidak bisa. Anak
tunagrahita juga sulit untuk mengerjakan perintah
77
A.Mulawarman, Guru Tunagrahita Ringan SLB Negeri Sinjai,
Wawancara, Sinjai, 15 Juni 2020. 78
Nansiwati, Guru Tunagrahita Ringan SLB Negeri Sinjai,
Wawancara, Sinjai, 16 Juni 2020.
111
dari guru seperti halnya dalam membaca, menulis
dan berhitung, dikarena perkembangan otak anak
tunagrahita ringan yang lambat dalam memahami
susuatu.
Menjadi guru di SLB Negeri Sinjai,
bukanlah pekerjaan yang mudah. Didalamnya
dituntut pengabdian, ketekunan, keikhlasan dan
kesabaran dalam menyampaikan pembelajaran.
Sebab, sejatinya seorang guru bukan hanya mendidik
tetapi juga mengajarkan. selain menjadi pendidik
dalam mengajar juga sebagai orang tua di sekolah,
karena anak tunagrahita ringan perlu mendapatkan
bimbingan dan arahan secara berulang-ulang hingga
dapat di mengerti dan mengaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Solusi yang dilakukan oleh pembina anak tunagrahita
ringan untuk mengatasi hambatan yang dialami dalam
melatih interaksi sosial di SLB Negeri Sinjai
a. Menjalin interaksi yang baik antar guru dan anak
tunagrahita ringan
112
Interaksi yang baik adalah poin terpenting
proses pembinaan. Karena dengan adanya jalinan
interaksi yang baik guru dapat memperoleh umpang
balik (feedback), apakah pelajran yang disampaikan
dapat diterimaa oleh anak tunagrahita ringan dengan
baik.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh ibu
A.Mulawarman selaku guru anak tunagrahita ringan
di SLB Negeri Sinjai sebagai berikut:
“Diupayakan adanya interaksi
yang baik antara anak dan guru baik dalam
proses belajar mengajar, tumbuh kembang
anak maupun interaksi yang intensif, dalam
hal ini anak tunagrahita ringan perlu di
rangkul dan jangan di biasakan apatis pada
diri sendiri.”79
Hal tersebut juga diungkapkan oleh ibu
Nansiwati bahawa:
“Hubungan sosial anak
tunagrahita ringan dengan guru, dan teman-
79
A.Mulawarman, Guru Tunagrahita Ringan SLB Negeri Sinjai,
Wawancara, Sinjai, 15 Juni 2020.
113
temannya terjalin baik. Misalnya mereka
dapat bermain bersama.”80
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu
A.Mulawarman dapat disimpulkan bahwa untuk
mengatasi hambatan yang dialami dalam proses
pembinaan anak tunagrahita ringan yaitu dengan
menjalin interaksi yang baik antara guru dengan
anak, baik itu dalam proses belajar mengajar maupun
di luar kelas. Menjalin hubungan yang positif dengan
anak membutuhkan usaha agar terbangun hubungan
yang kuat diantara guru dan anak tunagrahita ringan.
Melalui interaksi dengan guru, anak tunagrahita
ringan akan belajar untuk dapat terlibat dengan orang
lain sehingga terbiasa untuk melakukan interaksi di
lingkungan sekitarnya.
b. Menciptakan komunikasi yang baik antar guru dan
orangtua
Sebagaimana yang diungkapkan oleh ibu
ST. Marwah selaku guru anak tunagrahita ringan di
SLB Negeri Sinjai sebagai berikut:
80 Nansiwati, Guru Tunagrahita Ringan SLB Negeri Sinjai,
Wawancara, Sinjai, 16 Juni 2020.
114
“Orangtua kadang saya panggil
datang ke sekolah, untuk membicarakan
perkembangan anaknya, sehingga orangtua
juga tau sudah sejauh mana perkembangan
si anak. Meskipun masih ada beberapa
orangtua yang masih acuh tak acuh terhadap
anaknya.”81
Hal tersebut juga diungkapkan oleh
A.Mulawarman selaku guru anak tunagrahita ringan
di SLB Negeri Sinjai bahwa:
“Orangtuanya saya panggil untuk
bertemu, saya ajak bicara baik-baik bahwa
bagaimanapun bentuk fisik anak tetap
sayangi dan cintai karna anak tersebut
adalah titipan Allah dan tanggung jawab
orangtua untuk mengasuhnya.82
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu
ST. Marwah dan ibu A.Mulawarman dapat
disimpulkan bahwa bertemu dengan orangtua siswa
sangat penting untuk menjalin komunikasi yang baik
sehingga orangtua juga mengetahui perkembangan
anaknya di sekolah. Komunikasi orangtua harus
81 ST. Marwah Guru Tunagrahita Ringan SLB Negeri Sinjai,
Wawancara, Sinjai, 16 Juni 2020. 82 A.Mulawarman, Guru Tunagrahita Ringan SLB Negeri Sinjai,
Wawancara, Sinjai, 15 Juni 2020
115
dibangun semata-mata demi kepentingan dan
kemajuan belajar anak tunagrahita ringan.
c. Guru mampu mengontrol emosi
Emosi adalah suatu perasaan yang timbul
dari dalam diri seseorang dikarenakan orang tersebut
mendapat suatu rangsangan baik dari dalam diri
maupun dari orang lain. Dalam proses pembinaan
anak tunagrahita ringan, guru harus pandai
mengontrol emosi secara baik. Jangan sampai
mencampuradukkan persoalan pribadi dengan
masalah sekolah. Karena ketika guru meluapkan
emosinya kepada seorang siswa, maka hal tersebut
akan memberi dampak besar bagi siswa tersebut.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh ibu
ST. Marwah selaku guru anak tunagrahita ringan di
SLB Negeri Sinjai sebagai berikut:
“Seorang guru harus tenang dan
pandai mengontrol emosi, sehingga anak
tunagrahita ringan belajar mencontoh cara
116
meredam emosi dikalah marah. Guru harus
mengetahui kecerdasan emosi pada anak.”83
Hal tersebut juga diungkapkan oleh ibu
Nansiwati bahwa:
“Menjadi guru tidak boleh
emosian dalam menangani anak tungarahita
ringan, contohnya: tidak membentak, tidak
boleh marah-marah, tidak memukul, karena
kadang anak tersebut tersinggung dan
meninggalkan ruangan kelas.”84
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu
ST. Marwah dan ibu Nansiwati dapat disimpulkan
bahwa solusi yang dilakukan oleh pembina anak
tungrahita ringan yaitu guru dapat mengontrol
emosi. Menjadi seorang guru di SLB Negeri Sinjai
bukanlah hal yang mudah dimana guru harus
mempu untuk mengelola emosi dengan baik seperti
tidak membentak, tidak marah-marah, tidak
memukul karena itu dapat membuat anak merasa
tersinggung. Namun bagaimanapun keadaan
83
ST. Marwah, Guru Tunagrahita Ringan SLB Negeri Sinjai,
Wawancara, Sinjai, 16 Juni 2020. 84
Nansiwati, Guru Tunagrahita Ringan SLB Negeri Sinjai,
Wawancara, Sinjai, 16 Juni 2020.
117
karakter dan emosi anak tunagrahita ringan harus
dipahami dan dimengerti oleh guru sebagai
pembina di sekolah. Dengan demikian, sebagai
seorang guru terlebih dahulu adalah harus
memahami dan mampu mengontrol emosinya
sendiri, baru setelah itu guru dapat mengendalikan
emosi siswanya.
118
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian terkait strategi
pembinaan anak tunagrahita dalam melatih interaksi sosial
di SLB Negeri Sinjai dapat disimpulkan bahwa:
1. Strategi pembinaan anak tunagrahita ringan dalam
melatih interaksi sosial yaitu:
a. Memahami kelebihan dan kekurangan anak
tungrahita ringan
b. Pemberian motivasi
c. Bermain peran
d. Saling sapa
e. Bina diri senidri
f. Mengubah suasana kelas besar menjadi terasa kelas
kecil
2. Hambatan dan solusi yang dialami oleh pembina anak
tunagrahita ringan dalam melatih interaksi sosial di
SLB Negeri Sinjai
a. Hambatan yang dialami dalam membina anak
tunagrahita ringan, yaitu:
1) Suasana hati anak tunagrahita ringan yang suka
berubah
119
2) Kurangnya partisipasi orangtua
3) Lambat memahami sesuatu
b. Solusi yang dilakukan pembina anak tunagrahita
ringan dalam mengatasi hambatan yang dialami,
yaitu:
1) Menjalin interaksi yang baik antar guru dan anak
tunagrahita ringan
2) Menciptakan komunikasi yang baik antar guru
dan orangtua
3) Guru mampu mengontrol emosi
B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan oleh peneliti,
berdasarkan penelitian menegenai strategi pembinaan anak
tunagrahita dalam melatih interaksi sosial di SLB Negeri
Sinjai adalalah sebagai berikut:
1. Kepada SLB Negeri Sinjai
a. Diharapkan adanya penambahan kelas agar siswa
dengan tingkat kebutuhan yang berbeda dapat
dipisahkan sehingga proses pembelajaran dapat
berlangsung efektif.
120
b. Diharapkan agar guru mengerti dengan keadaan siswa
sehingga dapat memberikan pembinaan yang sesuai
dengan kebutuhan masing-masing siswa.
c. Diharapkan adanya fasilitas sarana dan prasarana yang
sesuai dengan kebutuhan belajar siswa.
2. Kepada Orangtua Anak Berkebuthan Khusus
a. Diharapkan orang tua dapat menjalin kerjasama yang
baik dengan pihak SLB Negeri Sinjai.
b. Diharapkan orang tua dapat memperhatikan
tumbuhkembang anak dan dapat mejadi contoh yang
baik bagi anak.
3. Kepada Masyarakat
a. Dapat menerima keberadaan anak berkebutuhan
khusus di lingkungan masyarakat, tanpa harus
membedakan antara anak normal dengan
berkebutuhan khusus.
121
DAFTAR PUSTAKA
A.Mulawarman, Guru Tunagrahita SLB Negeri Sinjai,
Wawancara, Sinjai, 15 Juni 2020.
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, Cet. VII, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2017.
Achyar, Modul Guru Pembelajaran SLB Tunagrahita
Kelompok Kompetensi E, Cet. I; Pusat Pengembangan
dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Bidang Taman Kanak-kanak & Pendidikan Luar Biasa,
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan,
2016.
Afin Murtie, Insiklopedi Anak Berkebutuhan Khusus, Cet. IV;
Jogjakarta: Redaksi Maxima, 2016.
Ananto Adi Purnomo, Strategi Guru PAI Dalam Membentuk
Karakter Religius Siswa Tunagrahita Kelas VII Di SLB-
C Gemolong, Sragen, Skripsi, Surakarta: IAIN
Surakarta, 2017.
Binti Maunah, Sosiologi Pendidikan, Cet. I; Yogyakarta:
Kalimedia, 2016.
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan
Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Cet.
V; Jakarta: Kencana, 2011.
Dadang Garnida, Modul Guru Pembelajaran SLB Tunagrahita
Kelompok Kompetensi A, Cet. I; Bandung: Pusat
Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik dan
Tenaga Kependidikan Taman Kanak-Kanak dan
122
Pendidikan Luar Biasa, Direktorat Guru dan Tenga
Kependidikan, 2016.
Dapartemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Ed. III, Cet. II; Jakarta: Balai Pustaka, 2002.
Dinie Ratri Desiningrum, Psikologi Anak Berkebutuhan
Khusus, Cet. I; Yogyakarta: Psikosain, 2016.
Dokumen dari Operator SLB Negeri Sinjai, tanggal 02 Juni
2020.
Dumilah Ayuningtyas, Perencanaan Strategis Untuk
Organisaasi Pelayanan Kesehatan, Cet. I; Jakarta: PT.
Raja Grafind Persada, 2013.
Firdos Mujahidin, Strategi Mengelolah Pembelajaran Bermutu,
Cet. I; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2017.
Haidir dan Salim, Strategi Pembelajaran Suatu Pendekatan
Bagaimana Meningkatkan Kegiatan Belajar Siswa
Secara Transformatif, Cet. II; Medan: Pernada
Publishing, 2014.
Hendri Puguh Prasetyo dan M Towil Umuri, Pembinaan Moral
Anak Jalanan di Rumah Singgah Ahmad Dahlan
Yogyakarta, Prodi PPKn FKIP Universitas Ahmad
Dahlan, Jurnal Citizenship, Vol. 3 No. 1, Juli 2013.
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik, Ed. I, Cet. IV, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2016
123
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Al-Karim
dan Terjemahannya, (Surabaya: Halim Plublishing &
Distributing, 2014.
Kun Maryadi dan Juju Suryawati, Sosiologi untuk SMA dan MA
Kelas X, Jakarta:Gelora Aksara Pratama, 2007), h. 41.
Mukhtar Latif, et.al., Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia
Dini: Teori dan Aplikasi, Cet. III; Jakarta:Prenadamedia
Group, 2016.
Nansiwati, Guru Tunagrahita SLB Negeri Sinjai, Wawancara,
Sinjai,18 Juni 2020.
None Faiza Melda, Kecakapan Sosial Tunagrahita Ringan
Kelas Dasar V Di SLB Negeri 2 Yogyakartai, Skripsi,
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2015.
Nur Hidayati, Model Pembelajaran yang Efektif Bagi Siawa
Tunagrahita di Sekolah Menngah Pertama Luar Biasa
(SMPLB) Bintara Campurdarat Tulungagung, Skripsi,
Malang: UIN Maulana Malik Ibarahim, 2016.
Nurani Soyomukti, Pengantar Sosiologi: Dasar Analisis, Teori
& Pendekatan Menuju Analisis Masalah-Masalah
Sosial, Perubahan Sosial, & Kajian-Kajian Strategis,
Cet. IV, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016
Rafael Lisinus dan Pastria Sembiring, Pembinaan Anak Berkebutuhan Khusus (Sebuah Perspektif Bombingan
dan Konseling), Cet. I; Jakarta: Yayasan Kita Menulis,
2020.
124
Siska Kurniawati, Strategi Pengembangan Sikap Kemandirian
Pada Anak Tunagrahita (Studi Kasus Di Sekolah Luar
Biasa Negeri 1 Bantul Yogyakarta), Skripsi,
Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2014.
Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu
Pengantar, Cet XLVIII; Jakarta: Rajawali Pers, 2017.
ST. Marwah, Guru Tunagrahita SLB Negeri Sinjai,
Wawancara, Sinjai, 16 Juni 2020.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitafif Kualitatif dan R&D,
Ed. II, Cet. I, Bandung: Alfabeta, 2019
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan
Kombinasi(Mixed Methods), Cet. VIII, Bandung:
Alfabeta, 2016
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
Cet. XXI, Bandung: Alfabeta, 2015
Tri Gunadi, Mereka Pun Bisa Sukses, Cet. I; Jakarta: Penebar
Plus+, 2011.
Trianto Ibnu Badar Al-Tabany, Mendesain Model
Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan Kontekstual:
Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada
Kurikulum 2013, Cet. III; Jakarta: Kencana, 2017.
Widada, Implementasi Pendidikan Agama Islam Adaptif Bagi Siswa SMALB Tunagrahita Ringan Kelas XI di SLB
125
Negeri Pembina Yogyakarta, Jurnal Al-Misbah, Volume
02 No. 01 Januari 2014.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA
“Strategi Pembinaan Anak Tunagrahita Dalam Melatih
Interaksi Sosial Di SLB Negeri Sinjai”
A. Pertanyaan (Kepala Sekolah)
1. Sejak kapan ibu menjadi Kepala SLB Negeri Sinjai ?
2. Berapa jumlah guru yang mengajar di SLB Negeri
Sinjai ?
3. Berapa jumlah siswa yang sekolah di SLB Negeri Sinjai
?
4. Berapa jumlah anak tungarahita di SLB Negeri Sinjai ?
5. Bagaimana keadaan/kondisi siswa di SLB Negeri Sinjai
?
6. Bagaimana interaksi siswa tunagrahita ringanyang ada
di SLB Negeri Sinjai ?
7. Bagaimana kerjasama guru dengan siswa tunagrahita
ringan di SLB Negeri Sinjai ?
8. Bagaimana sarana dan prasarana yang ada di SLB
Negeri Sinjai ?
9. Apa harapan ibu kedepanya terhadap siswa/siswi di
SLB Negeri Sinjai ?
10. Apa harapan ibu kepada masyarakat terhadap lulusan
SLB Negeri Sinjai ?
B. Pertanyaan (Guru Tunagrahita)
1. Untuk mengajar di SLB, apakah kualifikasi (ijasah dan
kemampuan) yang harus dimiliki ?
2. Sejak kapan bapak/ibu menjadi pembina di SLB Negeri
Sinjai ?
3. Anak berkebutuhan khusus yang mana bapak/ibu bina ?
4. Berapa jumlah anak tungarahita ringan yang bapak/ibu
bina di SLB Negeri Sinjai?
5. Bagaimana hubungan sosial siswa tunagrahita ringan di
SLB Negeri Sinjai?
6. Bagaimana kerjasama guru dengan siswa tunagrahita
ringan di SLB Negeri Sinjai ?
7. Sejauh mana kemampuan komunikasi anak tunagrahita
ringan di SLB Negeri Sinjai ?
8. Bagaimana interaksi anak tunagrahita ringan di SLB
Negeri Sinjai ?
9. Bagaimana strategi yang bapak/ibu lakukan dalam
membina anak tunagrahita ringan untuk melatih
interaksi sosial ?
10. Bagaimana cara bapak/ibu menerapkan strategi tersebut
kepada anak tunagrahita ringan?
11. Apa saja hambatan yang bapak/ibu alami dalam
membina anak tunagrahita ringan?
12. Dari hambatan yang bapak/ibu alami bagaimana cara
bapak/ibu menagani hal tersebut ?
13. Apakah sama metode pembinaan bagi siswa tunagrahita
ringan yang sudah lama dengan siswa baru untuk
melatih interaksi sosialnya?
14. Motivasi apa yang bapak/ibu berikan kepada siswa
tunagrahita ringan ?
15. Apa harapan bapak/ibu kepada masyarakat terhadap
lulusan SLB Negeri Sinjai ?
PEDOMAN OBSERVASI
“Strategi Pembinaan Anak Tunagrahita Dalam Melatih
Interaksi Sosial Di SLB Negeri Sinjai”
A. Identitas Responden
Nama :
Umur :
Kelas :
Hari/tanggal :
B. Obsevasi Interaksi Sosial Anak Tunagrahita Ringan
No. Aspek yang diamati Keterangan
Ya Tidak
1. Anak mampu untuk berbicara
2. Anak mampu memperkenalkan diri
3. Anak berbicara dengan sopan.
4. Anak mampu bersosialisasi dengan
lingkungan sekitar
5. Anak mampu bermain dengan
temannya
6. Anak mampu mengucapkan terima
kasih setelah mendapat/menerima
sesuatu
7. Anak mampu berpakaian sendiri
8. Anak mampu makan dan minum
sendiri
Dokumentasi
Gambar 1. Papan nama SLB Negeri Sinjai
Gambar 2. Halaman SLB Negeri Sinjai
Gambar 3. Ruang kelas SLB Negeri Sinjai
Gambar 4. Wawancara dengan Kepala Sekolah SLB Negeri
Sinjai
Gambar 5. Wawancara dengan guru pembina tunagrahita
ringan
Gambar 6. Wawancara dengan guru pembina tunagrahita
ringan
Gambar 7. Observasi interaksi anak tungrahita ringan
Gambar 7. Foto bersama anak tunagrahita ringan
BIODATA PENULIS
Nurfadillah, lahir di Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan
pada tanggal 10 Desember 1998. Anak ketiga dari empat
bersaudara dari pasangan suami istri Ayah Arabe dan Ibu
Kartini. Penulis memulai pendidikan formal di SDN 65
Kompang Kecamatan Sinjai Tengah Kabupaten Sinjai pada
tahun 2004 dan lulus pada tahun 2010. Penulis melanjutkan
pendidikan di SMPN Satu Atap Karangko selama 3 tahun dan
lulus pada tahun 2013. Selanjutnya penulis melanjutkan
pendidikan di SMAN 13 Sinjai Selama 3 tahun dan lulus pada
tahun 2016. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di
Perguruan Tinggi Institut Agama Islam (IAI) Muhammadiyah
Sinjai pada Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas
Ushuluddin dan Komunikasi Islam Institut Agama Islam (IAI)
Muhammadiyah Sinjai pada tahun 2016 sampai tahun 2020.
Selama berstatus sebagai mahasiswi, penulis pernah
aktif sebagai anggota di Himpunan Mahasiswa Program Studi
Bimbingan dan Penyuluhan Islam Institut Agama Islam (IAI)
Muhammadiyah Sinjai. Selain itu, penulis juga merupakan
kader dari Ortom Muhammadiyah Hizbul Wathan Kafilah
Penuntun Panrita Kitta IAI Muhammadiyah Sinjai. Untuk
memperoleh gelar sarjana sosial, penulis berkesampatan
menulis skripsi ini dengan judul “strategi pembinaan anak
tunagrahita dalam melatih interaksi sosial di SLB Negeri
Sinjai”
Top Related