STRATEGI FRAMING KEADILAN LINGKUNGAN HIDUP
(Studi Jaringan Advokasi Tambang) NASIONAL
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh:
Syafrizal SF Marbun
1113111000012
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/1439 H
ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul :
STRATEGI FRAMING KEADILAN LINGKUNGAN HIDUP
(Studi Jaringan Advokasi Tambang) NASIONAL
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, .........................
Syafrizal SF Marbun
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Syafrizal SF Marbun
NIM : 1113111000012
Program Studi : Sosiologi
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
STRATEGI FRAMING KEADILAN LINGKUNGAN HIDUP
(Studi Jaringan Advokasi Tambang) NASIONAL
dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.
Jakarta, .........................
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Pembimbing,
Dr. Cucu Nurhayati, M.Si. Dr. Hendro Prasetyo
NIP. 197609182003122003 NIP. 196407191990031001
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
STRATEGI FRAMING KEADILAN LINGKUNGAN HIDUP
(Studi Jaringan Advokasi Tambang) NASIONAL
oleh
Syafrizal SF Marbun
1113111000012
telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 16, Juli 2018 Skripsi
ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
pada Program Studi Sosiologi.
Ketua Sidang, sekertaris,
Dr. Cucu Nurhayati, M.Si. Dr. Johratul Jamilah, M.Si
NIP. 197609182003122003 NIP. 19608161997032002
Penguji I, Penguji II,
Dra. Ida Rosyidah, MA Husnul Khitam, M.Si
NIP. 196306161990032002 NIP. 198308072015031003
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 16, Julil 2018
Ketua Program Studi Sosiologi,
FISIP UIN Jakarta
Dr. Cucu Nurhayati, M. Si
NIP. 197609182003122003
v
ABSTRAK
Skripsi ini berusaha mendeskripsikan strategi pembingkaian (framing)
yang dilakukan oleh Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) yang ada di Jakarta.
Selain itu skripsi ini melihat sejauh mana keberhasilannya.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif, untuk memberikan gambaran secara mendalam terhadap fenomena yang
sedang diteliti. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi
kepustakaan, observasi, dan wawancara dengan informan yang terkait dalam
penelitian ini. Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah strategi
pembingkaian dalam kajian gerakan sosial, Robert D Benford dan David A Snow.
Fokus teori yang digunakan adalah framing strategy; diagnostic framing,
prognostic framing, dan motivational framing.
Hasil penelitian ini menyatakan, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM)
Nasional melakukan strategi pembingkaian melalui 3 tahap. Pertama, mereka
mendiagnosa akar masalah yang dilakukan oleh perusahaan tambang dan
pemerintah. Mereka menetapkan bahwa perusahaan tambang dan pemerintah
adalah pusat permasalahan keadilan lingkungan hidup. Kedua, mereka
menentukan strategi dan memberikan solusi untuk menghadapi isu keadilan
lingkungan hidup dengan cara memberikan pembelajaran dan penyadaran,
memperbanyak diskusi, bedah film, dan aksi yang bergabung dengan organisasi
sekitar. Ketiga, mereka memobilisasi masa dengan cara mengadakan kegiatan
yang dikemas secara masal dan berisikan seruan atau ajakan agar melawan
perusahaan tambang dan pemerintah. Strategi pembingkaian dianggap berhasil
karena masyarakat lingkar dan luar tambang memahami isu keadilan lingkungan
hidup yang melibatkan perusahaan tambang dan pemerintah.
Kata Kunci: Gerakan Sosial, JATAM, Lingkungan, Negara, Perusahaan
Tambang, Pemerintah, Strategi Pembingkaian.
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirabbil’alamin puji syukur kehadirat Allah SWT karena
berkat kekuasaan Nya, rahmat, karunia, dan Anugrah-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam penulis limpahkan kepada Nabi
besar Muhammad SAW beserta sahabat, keluarga serta pengikutnya hingga akhir
zaman.
Untuk yang paling istimewa, Ayah, Sadri SF Marbun (Alm) dan Ibu,
Kusriani (Almh). Terima kasih. Untuk kakak-kakak tersayang, Syafritiur Manita
Sadri Fahmi Marbun, A.Md.AK dan Satria Namalo Sadri Fahmi Marbun, S.Ds
serta kakak ipar, Muhammad Sultoni Rahman, S.T. Terima kasih telah
memberikan bantuan materi dan nonmaterial, semangat serta kesabaran yang tiada
henti kepada penulis.
Skripsi ini bukan hanya hasil karya penulis seorang diri, karena banyak
pihak-pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, izinkan
penulis untuk mengucapkan rasa terima kasih penulis yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Prof. Dr. Zulkifli, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajaran yang senantiasa
menjadi cermin pengetahuan bagi peneliti.
2. Dr. Cucu Nurhayati, M.Si., selaku Ketua Program Studi Sosiologi FISIP UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu memberikan semangat ketika
bertemu di kampus.
3. Joharotul Jamilah, S.Ag., M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Sosiologi
FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang memberikan kritik dan masukan
yang bersifat membangun selama peneliti mengajukan proposal skripsi.
4. Dr. Hendro Prasetyo., selaku dosen pembimbing penulisan skripsi ini, berkat
ketelitian, kesabaran, dan keikhlasannya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi
ini. Terima kasih atas waktu, tenaga, dan pikiran yang beliau berikan.
vii
5. Husnul Khitam, M.Si selaku dosen seminar proposal yang senantiasa memberikan
pemahaman kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelsaikan skripsi ini.
6. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan ilmu dan pembelajaran berharga kepada
penulis. Dan juga untuk seluruh staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
7. Para informan yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membantu
penulis dalam pembuatan skripsi ini.
8. Khalid Syaifullah S.sos, Adam Ronal S.sos, dan Fikri Alfajer S.sos sebangai
senior yang selalu peduli dengan peneliti.
9. Gina Firiani S.psi yang selalu memberikan semangat tanpa henti dan member
optimisme kepada penulis untuk selalu menyelesaikan penelitian ini.
10. Terimakasih kepada kawan-kawan “SEPAKET” Shnady Andika P. S.sos, M.
Reza Zamzami, Rahmat Fernandes dan Arbian Darmaji yang selalu
memberikan semangat agar menyeesaikan penelitian ini.
11. Kawan-kawan Sosiologi FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan
2013 Terima kasih karena telah menjadi teman seperjuangan yang luar biasa.
12. Sahabat PMII Komfisip, PMII Cabang Ciputat
13. Semua pihak yang telah berinteraksi kepada penulis dan memberikan
semangat serta inspirasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima saran dan kritik yang membangun.
Semoga penelitian ini memberi manfaat dan pengetahuan bagi pembaca.
Jakarta, Juli 2018
Penulis
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR .......................................................................................... v
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah............................................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian ............................................................................ 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................. 5
1. Tujuan penelitian .............................................................................. 5
2. Manfaat penelitian ............................................................................ 5
D. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 6
E. Kerangka Teoritis ................................................................................. 9
1. Gerakan Sosial ................................................................................ 9
2. Strategi Pembingkaian (Framing Process) ..................................... 12
F. Metode Penelitian ................................................................................. 16
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ...................................................... 16
2. Subjek Penelitian ............................................................................. 17
3. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 18
4. Jenis dan Sumber Data .................................................................... 18
5. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 19
6. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ............................................ 20
G. Sistematika Penulisan ........................................................................... 20
BAB II
GAMBARAN UMUM
A. Sejarah Terbentuknya jaringan Advokasi Tambang (JATAM) ............ 22
B. Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional ................................ 24
C. Prinsip Utama JATAM Nasional .......................................................... 26
1. Dana ................................................................................................ 26
2. Nilai-Nilai Dasar dan Cara Kerja JATAM Nasional ...................... 27
3. Etika JATAM Nasional ................................................................... 29
D. Struktur dan Pengorganisasi JATAM Nasional ................................... 30
E. Simpul JATAM .................................................................................... 32
F. Jaringan dan Mitra Kerja JATAM Nasional ......................................... 34
ix
G. JATAM sebagai Gerakan Sosial .......................................................... 39
BAB III
PEMBAHASAN
A. Strategi Pembingkaian Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional
dalam Mengelola Isu Keadilan Lingkungan Hidup ............................ 41
1. Strategi Diagnostic Framing ........................................................... 42
2. Strategi Prognostic Framing ........................................................... 47
3. Strategi Motivational Framing ......................................................... 53
B. Keberhasilan Strategi Pembingkaian Jaringan Advokasi Tambang
Nasional dalam Menanggapi Isu Keadilan Lingkungan Hidup ............ 60
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 66
B. Saran ...................................................................................................... 68
1. Saran Praktis .................................................................................... 68
2. Saran Teortis ................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 70
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Profil Informan Pihak Internal Kelompok .............................................. 17
Tabel 2. Profil Informan Pihak Eksternal Kelompok ........................................... 17
Tabel 3. Isi Mandat Jaringan Advokasi Tambang Nasional ................................. 25
Tabel 4. Jaringan JATAM Nasional ...................................................................... 35
Tabel 5. Mitra Kerja JATAM Nasional ................................................................ 38
Tabel 6. Peraturan Perundang-Undangan Serta Lembanga Yang Bertanggung
Jawab ....................................................................................................... 44
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Susunan Organisasi JATAM Nasional dan Simpul JATAM .............. 34
Gambar 2. Bentuk JATAM memframing suatu sumber masalah dalam bentuk
diagnostic dimana JATAM menyebarkan melalui media sosial Twitter
............................................................................................................. 44
Gambar 3. Melki Nahar mencoba memberikan penyadaran melalui media nonton
bareng guna memberi pengetahuan mengenai bahaya proses tambang
............................................................................................................. 50
Gambar 4. Salah satu bentuk bukti JATAM melakukan prognostic framing melalui
media sosial Instagram ....................................................................... 51
Gambar 5. Kegiatan seminar yang dilakukan oleh JATAM ................................. 54
Gambar 6. Seruan aksi dari Merah Johansyah ...................................................... 55
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) adalah jaringan organisasi non
pemerintah (ornop) dan organisasi komunitas yang memiliki kepedulian terhadap
masalah-masalah HAM, gender, lingkungan hidup, masyarakat adat serta isu-isu
keadilan sosial dalam industri pertambangan dan migas. Organisasi non pemerintah
yang dimaksud adalah organisasi yang tidak terikat pada struktur pemerintahan.
Artinya organisasi ini bergerak secara mandiri atau independen tanpa intervensi dari
instansi pemerintah.
JATAM lahir pada tahun 1995 di Kalimantan Selatan. Kelahiranya diawali
oleh pertemuan sebuah workshop advokasi tambang yang melibatkan LPLH (Aceh),
LEWIM (Kalimantan Selatan) dan Yayasan Tanah Merdeka (Palu) serta panitia
pengarah dari Taratak (Sumatra Barat). Hasil pertemuan itu memutuskan untuk
mendeklarasikan JATAM (JATAM, 2015).
JATAM merupakan jaringan organisasi yang memperhatikan
keberlangsungan hidup lingkungan alam sekitar sebagaimana organisasi Wahana
Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI). Tamrin (2014: 14) mengungkapkan
permasalahan lingkungan memberikan gambaran tentang persoalan mendasar
terhadap sosial-politik, ekonomi-politik, dan politik-hukum. Menurutnya, saat ini
terdapat kondisi yang tidak adil atas nama pembangunan ekonomi. Berdasarkan
tujuan negara pada alinea keempat UUD 1945, Indonesia termasuk negara hukum
2
kesejahteraan. Hal tersebut juga tercermin dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dimana semua masyarakat
berhak mendapatkan hak kesehatan dan kesejahteraan yang sama.
Undang-undang di atas merupakan upaya sistematis dan terpadu yang
dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup. Selain itu juga untuk
mencegah terjadinya pencemaran serta kerusakan lingkungan hidup yang meliputi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan
hukum.
Di samping itu perundang-undangan tersebut merupakan suatu pengaturan
mengenai lingkungan hidup yang mengatur pokok-pokok pengelolaan lingkungan
hidup di Indonesia. Dalam rangka tersebut maka salah satu otoritas pemerintah
adalah menerapkan izin lingkungan (environmental licence) (Pilipus et al., 2001).
Sehingga jika pengelolaan dan pelaksanaan undang-undang lingkungan hidup
dilaksanakan secara bersamaan, maka kelestarian lingkungan akan tercapai
(Firestone, 2002).
Di sisi lain, bila terjadi kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh suatu
proses pertambangan maka penambang dianggap melanggar hukum. Sebagaimana
dimaksud dalam UU di atas, dianggap melanggar hukum. Kerusakan lingkungan
hidup yang dimaksud adalah perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat
fisik, kimia, dan hayati lingkungan hidup. Hal ini mengakibatkan citra yang tertanam
di dalam masyarakat tentang buruknya dampak pertambangan di Indonesia.
3
Kerusakan lingkungan hidup merupakan rangkaian proses akibat dari aktivitas
tambang yang berdampak jangka panjang (Marhaeni, 2014).
Menurut para aktivis JATAM, masyarakat yang menjadi korban tambang
tidak mengetahui betul tata aturan proses pertambangan yang dilakukan oleh
perusahaan tambang dan efek negatif yang dihasilkan. Publik telah akrab bagaimana
kasus lumpur Lapindo mengambil hak kehidupan warga Sidoarjo hingga saat ini. Di
samping itu, pencemaran Teluk Buyat oleh PT Newmont Minahasa Raya juga
menjadi bukti betapa berbahayanya dampak pertambangan (Dwicipta et al., 2005).
Di samping kurangnya pengetahuan masyarakat, isu lingkungan juga kurang
didengar oleh pemerintah (Hapsari, 2014). Kasus-kasus lingkungan meningkat setiap
tahunya. Banyak masalah lingkungan yang hanya diperjuangkan oleh bagian
masyarakat tertentu, yakni korban.
Berdasarkan latar belakang tersebut, JATAM hadir sebagai jaringan yang
melakukan pendampingan dalam isu-isu lingkungan, kususnya pertambangan dan
migas. Sebagaimana telah diketahui, industri pertambangan di Indonesia menuai pro
dan kontra. Ada yang menolak dan ada yang mendukung.
Saat ini banyak sekali konsesi pertambangan, kehutanan, dan perkebunan
dari perusahaan-perusahaan raksasa yang ada di dalam dan luar negeri. Salah satu
tujuan mereka adalah mencari keuntungan. Dalam prosesnya seringkali dampak-
dampak yang berbahaya tidak dapat dihindarkan. Hal ini melibatkan tiga pokok
masalah sekaligus, yakni kerusakan lingkungan, distribusi penguasaan tanah dan
sumberdaya alam yang timpang dan konflik (Achmaliadi et al., 2012). Dalam hal ini
4
misalnya, JATAM mengalisis banyaknya proses pertambanagan secara bebas yang
mengakibatkan kerusakan di Kalimantan Timur (Fitriarni, 2013: 27).
JATAM mendampingi masyarakat Pulau Bangka Sulawesi Utara, yang
terancam oleh pertambangan bijih besi PT. Migkro Metal Perdana (MMP). Bagi
masyarakat Pulau Bangka yang menggantungkan hidupnya dari perikanan, pertanian
dan pariwisata, kehadiran industri tambang jelas merupakan ancaman. Tidak hanya
bagi sumber pendapatan ekonomi mereka, tetapi juga ruang hidup mereka. Sumber
air bersih hilang, hutan mangrove dan terumbu karang hancur, bahkan kehidupan
sosial di masyarakat juga mulai rusak (jatam.org).
JATAM dan masyarakat tidak tinggal diam. Mereka menyusun kekuatan dari
berbagai kalangan, termasuk pegiat pariwisata di Pulau Bangka. Berbagai cara
dilakukan untuk melawan PT MMP. Hingga saat ini masyarakat masih melanjutkan
perjuangannya dengan menggugat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) dan perusahaan di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Timur.
Masih banyak kerusakan alam dan korban bencana yang ditimbulkan oleh
proses penambangan. Hal tersebut diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan
masyarakat mengenai isu lingkungan, peran pemerintah yang kecil dan dampak dari
pertambangan yang dilakukan penambang. Maka dari itu, penting untuk melihat
bagaimana JATAM sebagai gerakan sosial melakukan proses pembingkaian ke ranah
publik dalam rangka melakukan gerakan peduli lingkungan. Inilah yang menarik
dalam skripsi berjudul “Strategi Framing Keadilan Lingkungan Hidup; Studi
Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional”, yakni untuk melihat
5
bagaimana strategi framing yang dilakukan oleh JATAM dan sejauh mana
keberhasilan strategi tersebut berjalan.
B. Pertanyaan Penelitian
Dari pernyataan masalah di atas penelitian ini mencoba merumuskan
pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana strategi framing yang dilakukan JATAM dalam menanggapi
isu keadilan lingkungan hidup dan sejauh mana keberhasilanya?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mendeskripsikan strategi framing yang dilakukan oleh JATAM
dalam menanggapi isu keadilan lingkungan hidup.
b. Untuk mendeskripsikan sejauh mana keberhasilan strategi framing yang
dilakukan oleh JATAM dalam menghadapi isu keadilan lingkungan yang
diakibatkan oleh kerusakan pada proses penambangan.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki nilai guna, baik secara akademis maupun
praktis. Dalam nilai akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian
sosiologi, terutama strategi framing gerakan sosial lingkungan. Sedangkan dalam
nilai praktis, penelitian ini diharapkan menjadi informasi bagi perkembangan
permasalahan sosial yang serupa pada waktu mendatang.
6
D. Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang keadilan lingkungan hidup sudah cukup banyak ditemui.
Tetapi, masih sedikit penelitian yang berfokus pada analisis proses pembingkaian
dalam kerangka gerakan sosial. Penelitian-penelitian sebelumnya menjadi rujukan
penting dalam skripsi ini.
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Suliandi Mahasiswa Pasca Sarjana
Sosiologi Fisipol UGM, Yogyakarta yang berjudul Resistensi Petani Terhadap
Pertambangan Pasir Besi di Karanguin Kulon Progo dalam jurnal Sosiologi
Reflektif, Volume 9, No. 2, April 2015. Tesis ini menganalisis resistensi petani
terhadap pertambangan pasir besi yang terjadi di Kulon Progo. Melalui pendekatan
―moral ekonomi petani‖ yang dimana petani tidak mau mengambil resiko dan
mengandalkan norma subsitensi dan norma resiprositasi (Scott, 1982) dan
pendekatan ―ekonomi politik‖ yang dimana manusia adalah pelaku ekonomi rasional
(Popkin, 1986). Hal tersebut membuat sikap politik petani, yang pada awalnya
melawan menjadi menyetujui terhadap pertambangan pasir besi. Hal tersebut
berbanding terbalik dengan sikap JATAM yang tidak menyetujui terhadap
pertambangan yang dilakukan. JATAM menilai setiap pertambangan selalu
memberikan efek negatif.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Ardha Mulyono dengan
judul Gerakan Solidaritas LSM KALIMAS Surabaya Studi Tentang: Sengketa Lahan
Antara Warga Kalimas Baru denga PT.KAI dan PT. PELINDO III, dalam Jurnal
Politik Muda, Vol. 3 No. 3, Agustus-Desember 2014. Penelitian ini mengkaji
7
mengenai konflik antara warga Kalimas Baru dengan pihak PT. KAI dan PT.
PELINDO III. Proses framing yang digunakan oleh LSM KALIMAS Surabaya
untuk menanggapi konflik adalah membawa payung solidaritas guna menyatukan
warga Kalimas Baru, organisasi luar, lembaga negara, dan pemerintah. Hal tersebut
berbanding terbalik dengan JATAM yang menanggapi konflik dengan bentuk
framing yang berbeda.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Imam Mahmudin Badawi, dengan
judul Gerakan Sosial Tanggap Becana (Studi Kasus Pola Gerakan Sosial Kelompok
SIBAT, MTB dan Tanggul Bencana GKJW di Desa Sitiarjo). Penelitian ini mengkaji
gejala sosial lingkungan dan bencana banjir bandang yang tidak lepas dari kelompok
tanggap bencana di Desa Sitiarjo. Penelitian tersebut menggunakan analisis konsep
dan teori gerakan sosial untuk mengkaji kelompok tanggap bencana tersebut. John D
McCarthy dan Mayer N. Zald menjelaskan bahwa gerakan sosial merupakan
pendekatan perilaku kolektif. Hasil dari penelitian tersebut adalah gerakan sosial
kelompok tanggap bencana terbentuk ketika terjadi bencana alam. Sedangkan
JATAM sebagai gerakan sosial terbentuk karena kerusakan alam yang terjadi akibat
proses pertambagan.
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Eka Setiawan yang berjudul
Kebijakan Publik dan Gerakan Sosial (Studi Kasus Gerakan Perlawanan
Masyarakat Terhadap Perwal Nomor 35 tahun 2013). Penelitian ini bertujuan untuk
mejelaskan peran gerakan sosial pada kasus gerakan perlawanan yang dilakukan
masyarakat terhadap kebijakan Perwal nomor 35 tahun 2013 tentang implementasi
8
jalur satu arah di kawasan lingkar Universitas Brawijaya, Kota Malang. Dalam
penelitianya Eka Setiawan (2013) menggunakan teori kebijakan publik dan gerakan
sosial sebagai dasar analisis untuk mengetahui tahapan yang menjadi dasar
implementasi kebijakan serta teori gerakan sosial untuk menganalisis proses
berkembangnya gerakan dalam mewujudkan tuntutannya. Hasil dari penelitian
menunjukkan adanya proses mobilisasi sumberdaya untuk menggerakkan
sumberdaya internal dan jaringan eksternal serta kerangka framing yang digunakan
untuk membingkai isu sebagai pendorong gerakan untuk melakukan perlawanan.
Sedangkan JATAM hanya menggunakan framing untuk menanggapi suatu isu.
Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Umar Faris Hasbullah. mahasiswa
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga dalam jurnal yang
berjudul Gerakan Analisis Masyarakat Peduli Hutan Kota Malabar dalam Menolak
Revitalisasi Hutan Malabar di Kota Malang. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kondisi kekecewaan yang melatarbelakangi gerakan sosial. Penelitian ini
menggunakan landasan teori deprivasi relatif oleh Ted Robret Gurr dan tahapan-
tahapan perkembangan terjadinya gerakan sosial dengan landasan teori tahapan-
tahapan gerakan sosial oleh Baldridge. Dari data penelitian yang telah dikumpulkan
diketahui bahwa gerakan Aliansi Masyarakat Peduli Hutan Kota Malabar muncul
disebabkan oleh adanya kekecewaan terhadap desain awal revitalisasi hutan
Malabar. Sedangkan JATAM muncul dari permasalahan yang berakar pada aturan
yang dilanggar, lalu menimbulkan reaksi dan aksi.
9
E. Kerangka Teoritis
1. Gerakan Sosial
Dalam suatu gerakan sosial terdapat tiga kriteria dimana ketiga kriteria
tersebut menjadi acuan dalam gerakan sosial. Bisa dikatan suatu gerakan sosial,
gerakan sosial tersebut harus memeliliki: pertama, suatu gerakan sosial harus
mendorong atau menentang suatu perubahan sosial, serta mampu mengidentifikasi
lawan dan target. Kedua, gerakan sosial memiliki jaringan yang padat. Dalam arti
terdapat organisai kelompok atau individu mengalami perubahan untuk mencapai
tujuan bersama. Sifat pertukarannya negosiatif. Ketiga, adanya tujuan dan komitmen
bersama yang dapat menjadi dasar kesaling terhubunganya antara satu dengan yang
lain. (Porta & Diani, 2006: 20)
Gerakan sosial telah mengalami perdebatan teoritik yang cukup panjang.
Meskipun muncul banyak penafsiran atas teori gerakan sosial, setidaknya terdapat
benang merah yang bisa dijadikan acuan. Dalam memahami fenomena gerakan
sosial kita dapat mengacu pada beberapa pendekatan kontemporer.
Pada tahun 1960-an, gerakan sosial mengalami perkembangan. Mulai dari
bentuk-bentuk gerakan sosial sampai isu-isu konfliktual yang semakin kompleks,
sehingga perdebatan tersebut menciptakan munculnya gerakan sosial baru (new
social movement). Perbedaannya, gerakan sosial lama hanya terfokus pada isu buruh
dan negara. Sedangkan gerakan sosial baru muncul dan memusat pada isu-isu yang
berkembang seperti women’s liberation, environmental protection, dan sebagainya
(Porta & Diani, 2006: 6).
10
Gerakan sosial baru digunakan untuk merujuk pada definisi yang sudah
mengalami pergeseran dari apa yang disebut gerakan sosial lama. Gerakan sosial
baru tidak diorganisir di sekitar kelas melainkan di sekitar macam-macam identitas.
Alhasil perdebatan yang melibatkan para teoritisi gerakan sosial ini
melahirkan setidaknya tiga paradigma penting dalam gerakan sosial, yakni Political
Opportunity Structure (POS), Resource Mobilization Theory (RMT) dan Collective
Action Frame (CAF). Masing-masing memiliki pemahaman yang berbeda mengenai
gerakan sosial. Hal ini terdapat titik temu, yakni gerakan ini tidak tertarik dengan
kekuasaan politik dan restrukturisasi ekonomi tetapi dalam perubahan kultur dalam
transformasi nilai dan kehidupan sehari-hari. Berikut pengertian tiga paradigma
tersebut (McAdam, McCharty & Zald, 1996: 2-7).
Pertama, Political Opportunity Structure (POS). Pendekatan ini merujuk
kepada konteks politik dan aturan-aturan yang ada di mana gerakan sosial hadir
(Meyer, 2004: 127-128). Suatu gerakan sosial dapat terbentuk bergantung pada
keadaan institusi politik, apakah dapat membuka kesempatan bagi terbentuknya
gerakan atau tidak.
Pendekatan yang dipopulerkan pertama kali oleh Eisinger (1973) ini
menjelaskan kata kunci ―openness government‖ yakni komposisi pemerintahan yang
terbuka yang membuat celah bagi terbentuknya sebuah gerakan. Sistem politik
otoritarian yang kuat dan tertutup tidak akan membuka ruang bagi gerakan apapun.
Apabila dalam sistem otoriter itu ada ketegangan yang menciptakan kekuasaan,
11
maka pemerintahan tersebut menjadi lemah, dan memunculkan potensi gerakan
sosial (McAdam, McCharty & Zald, 1996: 3).
Perlu diperhatikan beberapa poin mengenai kesempatan politik bagi gerakan
sosial yakni (1) akses terhadap lembaga-lembaga politik terbuka, (2) situasi politik
tidak stabil, (3) konflik elit yang besar dan mempengaruhi kestabilan, (4) aktor
perubahan berkoalisi dengan elit yang menginginkan perubahan (Situmorang, 2007:
4).
Secara umum, suatu tindakan kolektif dapat disebut sebagai gerakan sosial
jika memenuhi beberapa syarat: conflictual collectvie action, yakni penggunaan
konflik politik maupun kultural dalam menawarkan suatu perubahan; dense informal
network, yakni soal hubungan antar aktor dalam mengorganisir gerakan, yang selalu
bersifat otonom dan sementara; collective identity, yakni pengembangan identitas
bersama (collecvtive identities develop)—dalam hal ini gerakan sosial bukan sekedar
penjumlahan protes pada isu tertentu atau kampanye tertentu. Tetapi adanya tujuan
dan komitmen bersama yang dapat menjadi dasar dari kesaling terhubunganya antara
satu dengan yang lain. (Porta & Diani, 2006: 21).
Kedua, Resource Mobilization Theory (RMT). Jika POS melihat gerakan
sosial dari sudut peluang politik yang mengacu pada struktur politik, RMT
menengarai gerakan sosial dari sudut pandang ketersediaan ruang atau sarana formal
maupun informal. Di gunakan untuk memobilisasi aktor dan melebur ke dalam
gerakan sosial (McAdam, McCharty & Zald, 1996: 3).
12
Maka pendekatan ini melihat gerakan sosial (sebagai ruang atau sarana) dari
dalam gerakan itu sendiri. RTM memiliki fokus antara lain soal pengumpulan
sumber daya (uang dan tenaga), bentuk minimal organisasi (struktur keanggotaan,
administrasi, dll); pengakuan (recognition) dari anggota maupun kelompok lain; dan
adanya kepekaan terhadap cost and reward dalam memahami perkembangan
gerakan (McCharty & Zald, 1977: 1216).
Pendekatan Ketiga dalam kerangka analisa gerakan sosial adalah Framing
Process. Menurut David A. Snow dan Robert D. Benford (1988: 195), framing
adalah mempigurai masalah kontemporer sedemikian rupa sehingga masalah itu
bergaung bagi pendengarnya. Para organisator harus melukiskan situasinya sebagai
sebuah masalah, menyodorkan sebuah solusi, dan akhirnya melontarkan seruan
untuk mengangkat senjata.
Framing menurut Benford dan Snow melihat suksesnya sebuah gerakan
sosial terletak pada sejuah mana geraka sosisal tersebut berhasil memenangkan arti.
Hal ini berkaitan dengan upaya pelaku dalam perubahan mempengaruhi makna
dalam kebijakan publik. Setelah melihat struktur politik dan mobilisasi sumber daya,
gerakan sosial juga harus dilihat dalam kerja mengemas ideologi yang dapat diterima
oleh banyak pihak. Gerakan sosial harus mampu mengkonstruksi realitas dan
komunikasi di dalam gerakan (Benford, 1997: 419).
2. Strategi Pembingkaian (Framing Process)
Framing merupakan salah satu perspektif penting yang banyak digunakan
dalam gerakan sosial selain struktur kesempatan politik (Political Opportunity
13
Structure) atau proses politik (Political Process) dan teori mobilisasi sumber daya
(Resources Mobilization Theory). Dalam satu dekade terakhir, tulis Robert D.
Benford (1997: 409) dalam An Insider’s Critique of the Social Movement Framing
Perspective, framing telah memperoleh popularitas yang meningkat diantara para
peneliti dan teori gerakan sosial.
Dalam Framing Processes, Ideology, and Discursive Fields, David A. Snow
(2004) menuliskan mengenai perspektif objek, peristiwa atau pengalaman melalui
proses-proses interpretatif yang berlangsung secara interaktif melalui interaksi sosial
dan tunduk pada interpretasi yang berbeda-beda. Makna dinegosiasikan,
diperebutkan, dimodifikasi, diartikulasikan dan direartikulasikan (Benford, 1997:
410).
Sehingga fokus perhatian perspektif framing ini adalah kerja penandaan
(signifying work) atau pembentukan makna (meaning construction) yang dilakukan
oleh para aktifis dan partisipan gerakan sosial atau kelompok-kelompok lain sesuai
dengan kepentingan atau tantangan yang mereka hadapi. Perspektif ini memberi cara
pandang baru bahwa gerakan sosial tidak sekedar dilihat sebagai pembawa atau
penyebar gagasan. Keyakinan yang sudah ada dan tersusun sebelumnya
(preconfigured ideas and beliefs), melainkan agen-agen penanda (signifying agents)
yang secara aktif terlibat memproduksi dan memelihara makna bagi konstituen,
penentang dan orang-orang yang tak terlibat atau para pengamat.
Dalam artikelnya yang lain, Framing the French Riots: A Comparative Study
of Frame Variation, David A. Snow menulis bahwa konsep frame diperkenalkan ke
14
dalam ilmu sosial oleh Gregory Bateson pada 1955. Hampir 20 tahun kemudian,
konsep itu dipakai dan dielaborasi oleh Erving Goffman dalam karyanya, Frame
Analysis. Pada pertengahan 1980an, kajian gerakan sosial dan komunikasi politik
menggunakannya sebagai landasan perspektif framing (Snow, Vliegenthart dan
Corrigal, 2007: 1).
Bagi Goffman, framing menunjukkan ―skema interpretasi‖ yang
memungkinkan orang-orang ―menempatkan, merasa, mengidentifikasi, dan memberi
label‖ peristiwa dalam ruang kehidupan mereka dan dunia secara umum. Frame
membantu memberi makna atas peristiwa dan berfungsi mengorganisir pengalaman
dan membimbing aksi (Benford dan Snow, 2000: 614).
Benford dan Snow (2000) menyebutkan bahwa framing memiliki tiga elemen
utama yakni diagnostic framing, prognostic framing dan motivational framing.
Diagnostic framing meliputi identifikasi masalah, sumber penyebab (sources of
causality), dan target yang patut dipersalahkan.
Konsensus dalam sumber masalah tidak diikuti secara otomatis dari
persetujuan mengenai sifat masalahnya, seringkali terjadi perpecahan diantara
komponen gerakan sosial itu sendiri dan bersifat konstentasi. Diasnostic framing ini
sudah diajukan atau dibangun oleh para akdemisi sebelum kemunculan perspektif
framing, mereka menyebutnya pembatasan framing, terdapat proses pembatasan
frame yang baik dan mana yang buruk suatu gerakan, walupun begitu framing
batasaan ini tidak terlalu efektif.
15
Prognostic framing adalah artikulasi mengenai solusi yang ditawarkan bagi
permasalahan dari tindakan diagnostic, serta strategi menjalankan rencana, taktik dan
target. Prognostic dan dignostic selalu terikat satu sama lain, kemudian selalu dingat
bahawa prognostic ini terjadi di dalam arena suatu gerakan sosial (media, musuh,
serta target yang mau dipengaruhi). Oleh karena itu prognositic framing biasanya di
dalamnya termasuk bantahan solusi yang ditawarkan oleh lawan (counter framing).
Ketiga adalah motivational framing yaitu, menyediakan panggilan untuk
bergerak atau penjelasan rasional yang memungkinkan orang terlibat aksi dan
membuat selogan.
Fokus perhatian peneliti dalam penelitian ini adalah untuk melihat
bagaimana strategi pembingkaian yang dilakukan oleh JATAM dalam menghadapi
isu keadilan lingkungan hidup dan sejauh mana keberhasilannya, dengan meminjam
pemikiran atau teori Benford dan Snow yakni diagnostic framing, prognostic
framing, dan motivational framing.
Dalam pengaplikasiannya, peneliti ingin melihat bagaimana JATAM
mengidentifikasi permasalahan yang menjadi target mereka. Selain
mengindentifikasi permasalahan, peneliti juga melihat bagaimana JATAM
menentukan strategi yang digunakan dalam membingkai isu-isu keadilan lingkungan
hidup.
Dalam gerakan sosial, tentu saja harus melakukan lebih dari sekedar
mengindentifikasi permasalahan dan menentukan strategi. Peneliti juga melihat
16
bagaimana cara JATAM memobilisasi orang-orang agar bergerak bersama
menanggapi isu keadilan lingkungan hidup. Sejauh mana keberhasilan strategi
pembingkaian berjalan juga menjadi pembahasan peneliti dalam penulisan skripsi
ini.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif menjelaskan proses dan fenomena sosial
dalam konteks sosialnya secara deskriptif, menekankan pemeriksaan terperinci dari
kasus tertentu yang muncul secara alamiah dalam kehidupan sosial (Neuman 2013).
Melalui pendekatan ini akan diperoleh analisa yang cukup tajam dan
komperhensif mengenai pokok permasalahan yang akan dibahas. Pendekatan
kualitatif dapat memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian, seperti prilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain. Pendekatan
penelitian ini dilakukan secara menyeluruh, dan dengan cara dideskripsikan dalam
bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konsep khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Penelitian ini berangkat dari informasi di lapangan mengenai gerakan sosial
yang dilakukan oleh JATAM dalam melakukan proses pembingkaian ke ranah
publik dalam rangka melakukan gerakan peduli lingkungan dan membela HAM di
Indonesia. Dari informasi itulah kemudian peneliti mengumpulkan literatur dan
17
mengajukan pertanyaan penelitian yang relevan dengan fenomena tersebut. Sejalan
dengan pendekatan penelitiannya, maka jenis penelitian ini adalah penelitian
deskriptif kualitatif.
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah internal JATAM. Adapun objek
dalam penelitian ini adalah strategi framing yang dilakukan oleh JATAM dalam
rangka melakukan gerakan peduli lingkungan dan membela HAM di Indonesia.
Alasan peneliti menentukan informan dari internal kelompok dikarenakan
peneliti hendak menelusuri sejauh mana keberhasilan strategi framing yang
dilakukan oleh JATAM.
Tabel 1. Profil Informan Pihak Internal Kelompok
No. Nama Usia Jenis Kelamin Status
1 Merah
Johansyah 35 Tahun Laki-Laki Koordinator
2 Ahmad Saini 30 Tahun Laki-Laki Divisi Kaderisasi
dan Komunikasi
3 Melki Nahar 30 Tahun Laki-Laki Divisi Kampanye
dan Media
4 Sudirman
Asun 29 Tahun Laki-Laki Divisi Pemulihan
5 Awalya
Subanu 29 Tahun Perempuan
Divisi Analisis
Data
6 Sultan 35 Tahun Laki-Laki Bendahara
JATAM Nasional
Tabel 2. Profil Informan Pihak Eksternal Kelompok
No. Nama Usia Jenis Kelamin Status
1 Pradarma
Rupang 40 Tahun Laki-Laki
Koordinator
JATAM Kaltim
2 Theo 25 Tahun Laki-Laki Koordinatot
JATAM Sulteng
18
3 Uli 29 Tahun Perempuan
Koordinator
Gerakan Ganesa
Bangka Belitung
4 Imran 29 Tahun Laki-Laki Simpatisan
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di JATAM nasional yang terletak di Jl. Mampang
Prapatan IV, Jakarta Selatan, Indonesia. Sedangkan waktu penelitian yang
dibutuhkan dalam mengumpulkan data melalui teknik dokumen, wawancara dan
observasi, serta mengolah, menganalisis, dan menyajikan data yang berkaitan
dengan penelitian ini adalah terhitung mulai dari bulan Agustus 2017 sampai dengan
bulan Maret 2018.
4. Jenis dan Sumber Data
Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh langsung dari hasil wawancara mendalam di
lapangan. Sedangkan data sekunder dihasilkan melalui studi kepustakaan atau teknik
dokumen seperti jurnal cetak maupun elektronik, karya- karya ilmiah seperti skripsi,
tesis, disertasi, dan buku-buku.
Peneliti melakukan wawancara terbuka dilokasi penelitian, yaitu Jaringan
Advokasi Tambang (JATAM) yang ada di Jakarta. Selain itu, peneliti juga
menelusuri data melalui data kepustakaan, seperti jurnal cetak maupun eletronik,
tesis, serta buku-buku yang relevan dengan pembahasan pada penelitian ini.
19
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yakni membicarakan tentang bagaimana cara
penulis mengumpulkan data. Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa
metode dalam pengumpulan data sebagai berikut:
Pertama, peneliti melakukan wawancara langsung dan terbuka. Wawancara
yaitu pertemuan dua orang atau lebih untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya
jawab sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu (Esterberg,
2002, dalam Sugiono, 2008: 72). Peneliti hanya berbekal pedoman wawancara yang
telah dibuat sebelumnya, tetapi tidak terikat secara kaku dengan pedoman
wawancara tersebut. Dengan kata lain, pertanyaan yang ditujukan kepada informan
adalah untuk menemukan informasi mengenai strategi framing dan implementasi
strategi pengrekrutan yang dilakukan oleh JATAM. Untuk memudahkan prosesnya,
selain pedoman wawancara, peneliti menggunakan alat bantu perekam suara.
Kedua, peneliti melakukan studi dokumentasi untuk melengkapi data primer
(wawancara) yang diperoleh. Studi dokumentasi atau penggunaan dokumen sebagai
data penelitian juga mempunyai keunggulan tersendiri dibanding teknik
pengumpulan data lainnya, karena tidak semua kondisi dan kejadian (pertistiwa)
pada masa tertentu terekam secara inderawi dan seluruhnya mampu terekam dalam
memori setiap orang. Oleh karena itu, dokumen juga memegang peran penting dalam
pengumpulan data terutama dalam peristiwa atau kejadian masa lampau (Ahmadin,
2013: 108). Sumber dokumen berupa buku, arsip, majalah ilmiah, dokumen pribadi,
20
dokumen resmi yang terkait dan foto yang dihasilkan oleh peneliti ketika berada di
lapangan diharapkan bisa memperkuat data primer yang diperoleh oleh peneliti.
6. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Bogdan dan Biklen seperti yang dikutip oleh Lexy J. Moleong (2006) dalam
bukunya mengatakan bahwa analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan
bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan
yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan
apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain.
Data mentah yang dikumpulkan melalui teknik pengumpulan data yang telah
disebutkan, selanjutnya direduksi. Reduksi data berisi tentang proses penggabungan
dan penyelarasan segala bentuk data yang diperoleh menjadi satu bentuk tulisan
(script) yang akan dianalisis (Herdiansyah, 2012: 180). Dengan kata lain, data yang
sudah terkumpul dianalisis kemudian disajikan dalam bentuk laporan ilmiah.
Dalam hal ini, peneliti mengumpulkan data mentah berupa hasil wawancara
yang kemudian direduksi dengan cara memilih data yang sesuai dengan kebutuhan
penelitian. Selanjutnya dari hasil reduksi data tersebut, peneliti mulai menyajikannya
dalam bentuk laporan ilmiah.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini disusun dengan sistematika yang terdiri dari empat
bab, yang uraiannya terdiri dari berikut:
21
Bab pertama: berisikan tentang pernyataan penelitian, pertanyaan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian
dan sistematika pembahasan. Bab ini menjelaskan betapa pentingnya penelitian ini
dilakukan dan juga sebagai pijakan dan langkah awal untuk pembahasan selanjutnya.
Bab kedua: membahas gambaran umum JATAM serta melihat profil sejarah
dan jaringan yang bekerja sama dengannya.
Bab ketiga: berisi deskripsi hasil dan temuan selama penelitian yang juga
sekaligus menjadi jawaban pertanyaan penelitian yaitu Bagaimana strategi freming
JATAM dan sejauh mana keberhasilan strategi tersebut dalam menaggapi isu
keadilan lingkungan hidup.
Bab keempat: yaitu bab akhir penelitian ini yang berisi kesimpulan dari semua
hasil dari temuan penelitian dan penutup yang juga mencakup saran serta masukan
kepada pihak yang mempunyai kepentingan terhadap tema penelitian ini. Dalam
bagian ini juga harus mencakup daftar pustaka dan lampiran-lampiran hasil
penelitian.
22
BAB II
GAMBARAN UMUM
A. Sejarah Terbentuknya Jaringan Advokasi Tambang (JATAM)
JATAM lahir pada tahun 1995 saat masyarakat korban tambang dan ornop
pendamping bertemu dalam sebuah workshop Advokasi Tambang di Banjarmasin,
Kalimantan Selatan. Workshop ini melahirkan kesadaran dan kesepakatan di antara
seluruh partisipan tentang perlunya dibentuk suatu organisasi jaringan untuk
advokasi tambang. Sebanyak 45 partisipan dari segala penjuru tanah air, termasuk
panitia pengarah dari Taratak (Sumatra Barat), LPLH (Aceh), LEWIM (Kalimantan
Selatan) dan Yayasan Tanah Merdeka (Palu) serta 4 aktifis organisasi non
pemerintah (ornop) dari negara lain turut mendeklarasikan lahirnya JATAM.
Keorganisasian dan mandat JATAM disusun pada pertemuan nasional
konstituennya tahun 1999, di Tomohon, Sulawesi Utara dan tahun 2003 di Bogor
Jawa Barat. Pertemuan ini memberikan mandat dan posisi strategis JATAM untuk
mendorong upaya moratorium atau penghentian sementara pemberian ijin aktifitas
pertambangan dalam kerangka penataan ulang dan perbaikan pengelolaan
pertambangan di Indonesia. Pertemuan selanjutnya memberikan mandat untuk
mendorong pengelolaan secara adil dan bijak menenai kekayaan tambang dan
sumber energi hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat dan menjamin
keberlanjutan keselamatan rakyat dan ekosistem kini dan masa depan (JATAM,
2015).
23
Awalnya JATAM bernama Ketahanan Masyarakat Tambang dan Lingkungan
(LKMTL). Pradarma Rupang selaku Koordinator JATAM Kaltim mengatakan:
JATAM itu hadir karena kondisi. Dulu terbentuk bersama dengan daerah lainnya.
Sebelum namanya JATAM, itu namanya LKMTLI tahun 1995. Lalu mengirimkan
delegasi di Kalimantan Timur serta melakukan pertemuan jaringan korban
tambang. Perwakilan kami saat itu adalah JATAM Kalimantan Timur, yang dulu
bernama LKMTL.
Melalui LKMTL inilah cikal bakal terbentuknya JATAM. Adapun yang
menjadi perhatian LKMTL pada saat itu adalah fokus pendampingan masyarakat
yang terkena kasus penggusuran penambangan dan pencemaran lingkungan oleh
penambang. LKMTL adalah organisasi yang dibentuk oleh masyarakat dua
kecamatan dikota Lingkar Bitung (Rupang, 2018).
Di samping itu Merah Johansyah selaku Koordinator pusat JATAM nasional
mengatakan:
JATAM dibentuk oleh koban-koran tambang yang kami sebut sebagai pejuang pada
tahun 1995. Lalu pejuang ini melawan korporat tambang di Kalimantan Selatan dan
membentuk jaringan advokasi tambang. Hasil dari pembentukan ini kemudian
membawa membawa persfektif berupa mandat. Mandat tesebut berisikan soal
perjuangan rakyat, kepentingan rakyat tidak lagi kepentingan perusahan dan
kepentingan pemerintah.
Oleh sebab itu, JATAM dibentuk oleh masyarakat Kalimantan yang terkena
dampak lingkungan dari proses penambangan yang dilakukan oleh perusahaan
tambang. Seiring berjalannya waktu JATAM terus berkembang hingga saat ini.
JATAM tidak memiliki kewenangan seperti pemerintah. Kewenangan JATAM
24
hanya melayani masyarakat dengan cara mengadvokasi dan melawan, mengkritik
dan menggugat kebijakan bahkan menuntuk tanggung jawab Negara.
Di sisi lain, kehadiran JATAM merupakan sebuah sinyal negatif untuk para
perusahaan tambang. Hal ini dibuktikan dengan tujuan awal JATAM berdiri yakni,
pertama, melayani masyarakat kampung dan mempertahankan hak-haknya dengan
cara advokasi, kritik dan menggugat kebijakan pemerintah yang merugikan
masyarakat. Kedua, memaksa Negara dengan menggunkan tiga strategi: ―jangan
lepas tanah, ganggu prosesnya, dan tawarkan alternatif‖.
B. Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional
JATAM nasional adalah rumah perlawan bagi para korban tambang di
Indonesia. Disebut JATAM nasional karena pusat dari simpul-simpul JATAM di
daerah. Ahmad Saini, selaku Divisi Kaderisasi dan Komunikasi mengatakan:
JATAM nasional atau Jakarta disebut juga sebagai rumah perlawanan, sedangkan
yang di daerah adalah simpul JATAM. Simpul selalu berkordinsai dengan JATAM
Nasional. JATAM nasional berfungsi sebagai tombol pusat untuk mengadvokasi
berbagai hal. Agar memudahkan dalam menindaklajanti suatu permasalahaan dan
mendekatkan pada pusat pemerintahan.
Merah Johansyah juga menambahkan perbedaannya hanya daerah saja,
prinsip dan perjuangannya kita sama. Tidak ada perbedaan antara JATAM nasional
dengan JATAM daerah. Simpul JATAM tersebar di dareah-daerah yang terkoneksi
langsung dengan JATAM nasional. Selain itu JATAM nasional terbentuk
berdasarkan mandat dari simpul-simpul JATAM daerah. Melki Nahar selaku Divisi
Kampanye dan Media mengatakan:
25
JATAM ini berdasarkan mandat yang disepakati dalam pertemuan nasional.
Mandate tersebut salah satunya membentuk JATAM nasional yang berada di pusat
pemerintahan, sesuai yang diamanatkan oleh masyarakat lingkar tambang pada
saat itu.
Ada pun isi mandat JATAM nasional sebagai berikut:
Tabel 3. Isi Mandat Jaringan Advokasi Tambang Nasional
Melawan Memulihkan
Pemindasan dan dehumanisasi Martabat dan jati diri
Penghancuran ruang hidup Intergitas ruang hidup
Pengerusakan sumber produksi Keberlanjutan fungsi-fungsi alam
Kemampuan produksi
Daya- pulih konsumsi
Dari yang tertera di atas, JATAM memiliki dua mandate. Pertama, melawan.
Artinya JATAM siap melawan perusahaan tambang yang merusak alam dan
merenggut keadilan lingkungan masyarakat lingkar tambang dengan cara
mengadvokasi, aksi dan sebagainya. Pradarma Rupang mengatakan:
Selain melawan JATAM juga memberikan alternative berupa pemulihan. Pemulihan
ini dengan cara membangun produksi-produksi tanding. Menggunkan sistem
ekonomi yang berdaya pulih. Semisal di Samarinda ada sebuah kawasan yang
dirusak oleh tambang dan warga sekitar melwannya dengan cara bercocok tanam.
Melawan dengan cara menanam.
Melawan dengan cara menanam inilah yang menjadi salah satu cikal bakal
mandat pemulihan. Kedua. memulihkan. Artinya JATAM memberi pembelajaran
kepada masyarakat mengenai pengelolaan lingkungan hidup dan informasi tentang
fungsi-fungsi alam. Hal supaya masyarakat memiliki daya saing ekonomi tandingan
yang berbasis lokal. Selain itu pemulihan adalah salah satu bentuk perlawanan
dengan cara daya saing ekonomi yang berkelanjutan.
26
Sudirman Asun selaku Divisi Pemulihan menceritakan:
Pemulihan itu ekonomi yang berkelanjutan. Jadi, kami bergerak di tempat yang
bukan hanya ada tambang tapi tempat yang belum terganggu oleh tambang. Ini
jalan yang ideal dengan melawan secara menanam. Kerja sama dengan pembenih.
Kita coba kerja sama untuk menanam tapi ikut mengkonsumsi juga. Kampanyenya
untuk melawan produksi yang telah berubah jadi industri.
Merah Johanysah menambahkan bahwa tahun 2016 JATAM mendorong
adanya ekonomi yang berdaya pulih dengan membangun kedai JATAM. Kedai
JATAM adalah suatu bentuk produk pemulihan yang didirikan sebagai perlawanan
ekonomi yang mandiri. Kedai JATAM hanya menjual bahan-bahan yang didapat dari
para petani dilingkar tambang sekaligus dari para korban tambang yang melawan
dengan menanam.
Selain mejalankan mandat, JATAM nasional juga memiliki beberpa kegiatan
yang dilakukan untuk menyadarkan masyarakat seperti membuat kajian, diskusi dan
bedah film.
Awalya Subanu selaku Divisi Riset dan Data mengatakan:
Kegiatan JATAM berfariasi dari diskusi, kajian dan bedah filem. Selain itu JATAM
juga membikin suatu riset yang nantinya sebar memelui media sosial yang kami
punya.
C. Prinsip Utama JATAM Nasional
1. Dana
Seperti yang dikatakan oleh Merah Johansyah dalam wawancara, suatu
gerakan sosial bisa bertahan atau tidak itu bergantung pada proses pendanaan.
JATAM nasional adalah suatu gerakan sosial yang pendanaannya tidak didapatkan
27
dari pemerintah ataupun dari perusahan tambang. Merah Johansyah mengatakan
bahwa hal tersebut adalah aturan organisai JATAM.
Lalu bagaimana JATAM bias menghidupi organisasi tersebut dan bisa
bertahan hingga saat ini, Ahmad Saini mengatakan bahwa funding JATAM itu dari
Belgia yang berfokus pada isu lingkungan hidup. Merah menambahkan:
Kami tadi menggunakan 3 strateg: (1) lewat kedai JATAM, (2) lewat donasi, dan (3)
bantuan dari organisasi lingkungan hidup yang merupakan jaringan atau “teman”
JATAM di luar negeri. Dengan cara donasi mereka membatu JATAM. Donasi
setiap orang yang ingin menyubang untuk gerakan lingkungan hidup di Eropa.
Tetapi dengan batasan tidak memonopli gerakan kita. Oganisasai seperti Green
Peace dan WWF itu pun seperti kita mendapakan donasi. Tetapi yang membedakan
adalah pusat pendaannya. Green peace dan WWF mengumpulkan dananya melalui
operator sedangkan JATAM tidak.
Di tempat lain Sultan, selaku Staf Keuangan JATAM mengatkan:
Mendapat dana dari organisasi Triple Eleven. Ada juga orang keuangannya dari
mereka dari Triple Eleven yang buat audit. Jadi bukan dari kita aja. Dari tahun
1995 selalu mensubsidi JATAM Nasional. Dan subsidinya setiap tahun, organisasi
ini bergerak dibidang lingkungan juga.
JATAM tidak menerima dana dari pemerintah dan perusahaan tambang
melainkan donasi dari jaringan yang tersebar di Eropa.
2. Nilai-Nilai Dasar dan Cara Kerja JATAM Nasional
Seperti yang tertera dalam website resmi JATAM, terdapat beberapa nilai
dasar JATAM yang menjadi fondasi pergerakan dan perlawanan JATAM selama
berdirinya organisasi ini, sebagai berikut (JATAM, 2015).
1. Partisipatif
2. Demokartis
3. Keadilan Gender
28
4. Anti Kekerasan
5. Solidaritas
6. Non Partisan
7. Non Diskriminatif
8. Keadilan antar Generasi
9. Perilaku Bijak terhadap Ekosistem
Terdapat tiga cara kerja JATAM, yaitu: pertama, JATAM mendorong
kesadaran kritis masyarakat yang hidup di wilayah-wilayah yang memiliki kekayaan
alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak. Hal tersebut dilakukan untuk
menguatkan hak veto (menolak) terhadap semua bentuk investasi perusahaan
tambang. Pengembangan dan perluasan simpul-simpul belajar masyarakat di
wilayah-wilayah kritis adalah pendekatan yang digunakan JATAM.
Kedua, JATAM bekerja dengan cara kreatif untuk menurunkan daya rusak
pertambangan terhadap ketangguhan dan daya pulih produksi dan konsumsi setempat
serta keberlanjutan fungsi-fungsi alam di wilayah-wilayah keruk di sekujur pulau-
pulau negeri ini. Cara-cara kreatif ditempuh untuk mendorong kesadaran kritis
khalayak lebih luas tentang daya-rusak industri pertambangan di negeri ini.
JATAM melakukan kampanye untuk membuka mata khalayak luas tentang
hak-hak istimewa yang dinikmati pelaku industri skala besar. Mengorbankan jutaan
warga, konon, bertujuan mulia demi mengangkat harkat dan martabat bangsa dalam
pergaulan politik dan ekonomi dunia.
29
Ketiga, JATAM bekerja secara berjejaring untuk menghambat laju investasi
industri keruk yang selama ini mengendalikan jalannya penyelenggaraan negara dan
pembangunan di daerah. Investasi secara langsung telah menyingkirkan begitu
banyak warga dari ruang hidup mereka, mengubah mereka menjadi buruh-buruh
murah bagi perluasan dan percepatan industrialisasi di kampung halaman mereka
sendiri.
Selain kampanye dan pendidikan kritis, JATAM menggunakan pendekatan
pemulihan kehidupan dan ruang hidup melalui pengembangan simpul-simpul belajar.
Masyarakat mengembalikan tata produksi dan konsumsi yang mengandalkan
kemampuan wilayah setempat. Oleh karena itu desakan untuk menumbuhkan dan
meluaskan kesadaran kritis masyarakat tentang daya-rusak industri pertambangan
menjadi sebuah mandat yang harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh.
3. Etika JATAM Nasional
Ada beberpa etika yang harus ditaati oleh para aktivis JATAM agar selalu
perbegang teguh kepada nilai-nilai dasar yang telah dibuat oleh JATAM. Adapun
sebagai berikut (JATAM, 2015)
1. Tidak menerima dana dari perusahaan tambang dan jasa pertambangan
serta perusahaan lain yang merusak dan mencemari lingkungan.
2. Tidak menerima dan mengerjakan program-program yang dirancang atau
yang didanai oleh perusahaan pertamabngan dan jasa pertambangan
kecuali yang didasari pada kesepakatan dengan masyarakat yang setara
dan tidak mengikat.
30
3. Tidak boleh menjadi konsultan untuk kepentingan perusahaan tambang
dan pihak-pihak lain yang merusak lingkungan dan melanggar HAM.
4. Tidak mendukung dan berpartisipasi dalam upaya yang bertentangan
dengan perjuangan JATAM.
5. Apabila terbukti konstituen JATAM telah melanggar nilai-nilai dasar dan
etika JATAM maka akan kehilangan hak sebagai konstituen JATAM.
D. Struktur dan Pengorganisasi JATAM Nasional
Di bawah ini adalah susuan organisasi JATAM yang terbagi dari 5 divisi dan
terdapat badan pelindung yang memiliki ikatan dan batasan koordinasi antara
koordinator. Badan Pelundung JATAM adalah mantan Koordinator JATAM nasional
yang masih memiliki ikatan sampai sekarang. Adapun struktur organisisai sebagai
berikut:
Badan Pelindung:
Harwati
Torri Kusumardoyo
Hendrik Siregar
Siti Maemunah
Khalid Muhammad
Arief Wicaksono
Charilsyah
Koordinator:
Merah Johansyah
31
Divisi Kampanye dan Media:
Melki Nahar
Divisi Simpul dan Jaringan:
Ki Bagus
Divisi Kaderisasi dan Komunikasi:
Ahmad Saini
Divisi Riset dan Data:
Awalyah Subanu
Divisi Pemuliah (Kedai JATAM):
Sudirman Asun
Pradarma Rupang mengatakan bahawa:
Proses pemilihan kordinatoor JATAM tidak menggunakan sistem voteing. Lebih
mengutamakan musyawara anatar anggota JATAM. Menggunakan sistem voteing
hanya dapat mempecah-belah JAMAT nantinya.
Cara pengorganisasian JATAM seperti yang dikatakan Pradarma Rupang,
yaitu menggunakan sistem musyawarah dalam pemilihan kordinator selajutnya. Hal
ini, menurutnya dapat memecah-belah JATAM.
JATAM nasional dan simpul JATAM memiliki perbedaan dalam penetapan
priode kepemimpinan. JATAM nasional menetapakan satu priode kepemimpinan
selama 4 tahun sedangkan simpul JATAM hanya 3 tahun. Hal ini seperti yang
disampaikan oleh Pradarma yang mengatakan bahwa priode kepemimpinan disimpul
dan dinasional berbeda. Disimpul hanya 3 tahun sedangkan dinasional 4 tahun masa
kepemimpinannya.
32
E. Simpul JATAM
Simpul JATAM adalah jaringan organisasi non pemerintah (ornop) dan
organisasi komunitas yang memiliki kepedulian terhadap masalah-masalah HAM,
gender, lingkungan hidup, masyarakat adat dan isu-isu keadilan sosial dalam industri
pertambangan dan migas. Simpul JATAM berada di wilayah seperti Kalimantan
Timur, Kalimantan Utara dan Sulawesi Tengah.
Indonesia tidak hanya menanggung praktek pertambangan yang sifatnya
memusnahkan tanah dan sumber daya alamnya. Namun, telah memiliki daftar
panjang menyedihkan tentang pelanggaran HAM termasuk penggusuran paksa dan
hilangnya sumber kehidupan serta kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak.
JATAM bekerja bersama masyarakat di daerah untuk melawan perusahaan
pertambangan.
Posisi dan tuntutan JATAM lahir dari keprihatinan terhadap penghancuran
masif lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat setempat akibat industri
pertambangan dan migas. JATAM menemukan banyak fakta di lapang bahwa
industri pertambangan mensejahterakan adalah mitos belaka.
Landasan JATAM adalah pengelolaan secara adil dan bijak terhadap
kekayaan tambang dan sumber energi. Hal ini untuk memenuhi kebutuhan dasar
rakyat dan menjamin keberlanjutan keselamatan rakyat serta ekosistem kini dan
masa depan. Filosofi dasar JATAM adalah terciptanya perlakuan yang adil dan
keterlibatan bagi semua orang sejalan dengan hak-hak asasi manusia dan nilai-nilai
lingkungan hidup. Filosofi ini merupakan motivator utama di balik semua kegiatan
33
JATAM. Kegiatan-kegiatan JATAM bertujuan untuk mewujudkan hak hidup
masyarakat Indonesia yang sehat, produktif, bahagia, dan berkelanjutan. Dalam
kegiatannya JATAM dibatasi oleh etika dan nilai-nilai dasar JATAM.
Siapapun, baik individu atau kelompok yang bergerak memperjuangkan
pengelolaan pertambangan dan energi lebih adil dan bijak kedepan, serta mendukung
posisi JATAM bisa terlibat dan mendukung kerja-kerja JATAM. Kerja-kerja
JATAM dilakukan dalam bentuk pendampingan masyarakat korban, riset,
pendidikan, kampanye penyadaran publik, advokasi kebijakan dan proses litigasi.
Simpul JATAM adalah ikatan organisasi dari yang terkecil hingga terbesar,
Simpul JATAM berdri berdasarkan kebutuhan advokasi untuk masyarakat lingkar
tambang di daerah. JATAM memiliki tiga simpul yang tersebar di berbagai daerah
yakni Kalimantan Timur, Kalimantan Utara dan Sulawesi Tengah.
Wawancra dengan Muhammad Taufik selaku Koordinator JATAM Sulteng
mengatakan bahawa yang membedakan hanya wilayah. JATAM nasional lebih fokus
pada isu-isu tambang dari Sabang sampai Marauke. Sementara simpul hanya
berfokus pada kasus di wilayah masing-masing.
Setiap simpul memiliki beberapa perbedaan di dalamnya dari pendanaan
hingga perbedaan kerja. Simpul JATAM lebih banyak merasakan kerja lapangan,
karena terletak di pusat pertambangan. Pradrama mengatakan:
Yang membedakan simpul dengan nasional hanya daerahnya saja, kerja kita sama,
apa yang kita lawan sama dan perjuangan kita sama, hanya wilayah dan tantangan
disetiap daerah yang berbeda, di daerah jelas, kita sering turun lapangan. Karena
kita berada dijantung pertambangan, menyaksikan langsung dan melawan secara
langsung pula.
34
Berikut adalah susunan organisisi JATAM nasional dan simpul JATAM:
Gambar 1. Susunan Organisasi JATAM Nasional dan Simpul JATAM
F. Jaringan dan Mitra Kerja JATAM Nasional
Mitra kerja dan jaringan kerja JATAM cukup banyak. Hal ini untuk
mendorong dan membatu kerja JATAM dalam menggapi isu keadilan lingkungan
hidup di Indonesia. JATAM memiliki banyak jaringan yang tersebar di belahan
Dunia, Merah Johansyah mengatakan:
Kalau dinasional kita biasa denegan Walh dengan banyak organisasi sebenernya.
Dengan siapa saja bisa selama nilai-nilai perjuangannya sama. Kalau koalisi kita
bermacam-macam. Ada koalisi batu bara, misalnya kita bareng Greenpeace, Walhi
juga, ICEL (Indonesian Center for Environmental Law). Kemudian koalisi merkuri
ini. Kasus merkuri ditambang emas ini dengan Walhi juga dengan BaliFokus.
Kemudian isu-isu yang lain juga macem-macem koalisinya. Di Internasional juga
punya kita. Jaringan Asia Tenggara regional, jaringan globalnya juga punya.
Ahmad Saini menambahkan:
Kita koalisinya dengan Asia Tenggara regional dan internasional. Terakhir tahun
baru, dan baru datang temen dari Jepang FoE (Friends of the Earth Japan). Ada
beberapa kasus di Kaltara (Kalimantan Utara) hulu hilir yang batu bara, jadi ada
pendanaan dari JBIC (Japan Bank for International Cooperation) dia mendanai
perusahaan batu bara di Kalimantan Utara, kemarin kami aksi di kedubes Jepang,
dia juga yang membiayai PLTU di Cirebon. Yang ini yang kita advokasi ke
pemerintah, JBIC agar menghentikan bisnis kotor ini. itu yang Asia, kemaren kita
juga meeting macem-macem temen-temen dari Jerman dari mana gitu aku lupa
organisasinya.
JATAM
KALIMANTAN
TIMUR
JATAM
SULAWESI
TENGAH
JATAM
KALIMANTAN
UTARA
JATAM NASIONAL
35
Hal ini membuktikan bahwa JATAM serius dalam menghadapi perusahan
tambang yang telah merampas keadilan lingkungan hidup. Dengan adanya jaringan
atau mitra kerja yang cukup luas jangkauanya, JATAM menjadi gerakan sosial yang
sangat kuat dan bias di perhitungkan keberadaanya. Ahmad Saini menyatakan:
Pada saat Merah berada di Jerman dan bertemu dengan salah seorang petinggi
organisasi Rosa Luxemburg, yakni LSM kirinya Jerman. Merah dan organisasi
tersebut ingin membuat konsep tandingan di COP (Conference of the Parties)
kemarin.
Berdasarkan pengakuan Saini tersebut bahwa JATAM yang diwakili oleh
Merah Johansyah menjadi delegasi dan diundang ke Jerman dalam rangka aksi
penolakan tambang batu bara pada saat itu. Dalam sela-sela kunjungan ke Jerman,
Merah dan kelompok LSM kiri Jerman tersebut membuat konsep tandingan.
Pada tahun 2016 JATAM nasional mengadakan rakornas (Rapat Koordinasi
Nasional) di Bogor Jawa Barat. Rakornas ini dihadiri oleh beberapa organisasi dan
masyarakat yang menjadi jaringan JATAM dan berlanjut hingga saat ini. Saini
mengatakan:
Waktu itu JATAM mengadakan rapat koordinasi nasional dan mendapatkan
beberapa organisasi yang menjadi jaringan JATAM. Rapat itu dihadiri lebih dari 50
organisisi dan masyarakat yang terkena tambang dari berbagai daerah di
Indonesia.
Tabel 4. Jaringan JATAM Nasional
No Nama Jaringan Keterangan
1. JKMA NGO
2.
Persekutuan
Diakonia Pelangi
Kasih
Organisasi Masyarakat/Pendamping
3. Madina Organisasi Masyarakat/Pendamping
4.
Persatuan Naposo
Nauli Bulung
Lumban
Organisasi Masyarakat/Pendamping
36
5. PNNB Organisasi
6. Yayasan Bitra
Sumut NGO
7. Yayasan Samudera NGO
8. WALHI NGO
9. Forum Solidaritas
Masyarakat B5 Organisasi Masyarakat/Pendamping
10. Pilar Nusantara NGO
11. WALHI Riau NGO
12. Organisasi Rakyat
Seluma Organisasi Masyarakat/Pendamping
13. Yayasan Cindai NGO
14. AKAR Network NGO
15. Wahana Hijau
Fortuna NGO
16. KOMPI Organisasi Masyarakat/Pendamping
17. Ganesis NGO
18. YAPPHI NGO
19.
Komunitas
Wotgalih Pasir
Besi Lumajang
Organisasi Masyarakat/Pendamping
20. SHEEP NGO
21. Sanggar Alfaz
Porong
22. Korban Lumpur
Lapindo Organisasi
23. Bafel NGO
24.
Porum Paguyuban
Petani Kebumen
Selatan
Organisasi
25. Foswotgalih NGO
26. Warga Korban
Lumpur Lapindo
27.
Front Kebangkitan
Petani dan
Nelayan
NGO
28. NU Islamic School NGO
29. AMPUH NGO
30. WALHI NTB NGO
31. Gema Alam NGO
37
32. Yayayan LOH NGO
33. OAT Organisasi Masyarakat/Pendamping
34. JPIC SVD
RUTENG NGO
35. Warga Sumba
Tengah Masyarakat
36. Geram Manggarai Organisasi
37. Sumba Organisasi
38. Warga Samarinda Masyarakat
39. LinkAR Borneo NGO
40. Warga Makroman
41. LBBT NGO
42. Warga Bartim Mayarakat
43. Japesda NGO
44. Yayasan Suara
Nurani NGO
45. Ammalta Organisasi Masyarakat/Pendamping
46. Ammalta NGO
47. Suara Nurani Sulut NGO
48. LBH Manado NGO
49. Warga Pulau
Bangka Masyarakat
50. Kades Picuan Kepala Desa
51. Warga Duminanga
eks Buyat Masyarakat
52. WALHI Maluku
Utara NGO
53. WALHI Maluku NGO
54. Yayasan Perdu NGO
55. Yayasan Perdu NGO
Sumber: JATAM Nasional
Terdapat 55 jaringan ditingkat regional yang senantiasa bekomunikasi
dengan JATAM Nasional. Ke 55 jaringan ini bertahan hingga sekarang dan
membantu JATAM Nasional dalam mengadvokasi pertambangan yang melanggar
aturan.
38
Selain jaringan, JATAM nasional juga memiliki mitra kerja ditingkatan
nasional dan internasional. Mitra kerja ini bertujuan untuk membantu JATAM
nasional dalam berbagai hal. Salah satunya adalah pendanaan. Dengan demikian
JATAM merupakan salah satu organisasi non pemerintah yang cukup besar di
Indoneisa. Hal ini dapat dilihat melalui mitra kerja atau koalisi baik di dalam negeri
maupun organisasi iternational lainnya.
Tabel 5. Mitra Kerja JATAM Nasional.
No. Nasional Internasional
1. Greenpeace COP (Conference of the Parties)
2. Walhi FoE (Friends of the Earth Japan)
3. Bali Fokus ICEL (Indonesian Center for
Environmental Law)
4. Gerakan Anti Korupsi Greenpeace
5. ICEL (Indonesian Center for
Environmental Law) Triple Eleven
6. LBH(Lembaga Perlindungan
Hukum) WWF(World Wildlife Fund)
7. KPK(Komisi Pemberantasan
Korupsi) The Asia Foundation
8. Pojok Lingkungan Hidup Watherkeeper Alliance
9.
KLHK (Kementrian
Lingkungan Hidup dan
Kehutanan)
Sumber: dari berbagai sumber
Mitra kerja ini lah yang menjadi kekuatan dalam setiap kegiatan yang
dilakukan oleh JATAM. Selain kerja yang sifatnya advokasi, lingkungan, HAM, dan
sebagainya, mitra kerja ini juga menjadi bagian dari pendaan atau financial, semisal
Triple Eleven dari Belgia, The Asia Foundation dari Filiphina, Inggris, dan lainnya.
39
G. JATAM Sebagai Gerakan Sosial
JATAM adalah suatu gerakan sosial, terbukti JATAM memenuhi kriteria
gerakan sosial menurut Porta dan Diani. Pertama JATAM mendorong atau
menentang suatu perubahan sosial, serta mengidentifikasi lawan atau target.
Pradarma mengatakan:
Tentu kami tidak mempunyai kewenangan yang dimiliki seperti pemerintah,
kewenangan kami itu adalah, melakukan advokasi kepada masyarakat, terus
melawan kebijakan mengkritik kebijakan, menggugat kebijakan dan bahkan
menuntut tanggung jawab negara. Memaksa negara itu hadir. Itu yang kita lakukan.
Nah caranya, dengan posisi apa yang kita lakukan prosesnya? Kita suka membaca
gimana si caranya melawan tambang agar efektif? Bagi kami ada tiga hal, pertama,
jangan lepas tanah. Itu cara efektif. Yang kedua apa? Yang kedua adalah ganggu
prosesnya, untuk memastikan tidak hadir di kampong kami, di tanah air kami.
Dari pernyataan di atas JATAM mencoba mendorong atau menentang suatu
perubahan sosial serta mengidentifikasi lawan atau target.
Kedua, JATAM adalah gerakan sosial yang memiliki jaringan yang padat.
Dalam arti terdapat organisai kelompok atau individu mengalami perubahan untuk
mencapai tujuan bersama. Sifat pertukarannya negosiatif. Di dalam JATAM terdapat
organisasi kelompok atau individu yang menginginkan suatu perubahan untuk
mencapai tujuan bersama. Dan hal tersebut terbukit bahwa JATAM memiliki 55
jaringan yang didalmanya terdapat organisasi dan individu yang memiliki tujuan
bersama.
Ketiga, adanya tujuan dan komitmen bersama yang dapat menjadi dasar
kesaling terhubunganya antara satu dengan yang lain. Di sini JATAM berkomitmen
dan menjadi penghubung antara saatu gerakan sosial dengan gerakan sosial lainya.
Terlihat dalam mitra kerja JATAM yang tersebar di wilayah Indonesia maupun luar
40
ngeri yang selalu berkomunikasi dan bersifat partisipan. Dalam arti komitmen yang
dibangun oleh JATAM tidak bersifat member.
Ketiga kriteria tersebut sudah cukup untuk membuktikan bahwa JATAM
adalah suatu gerakan sosial. JATAM bukan suatu organisai atau LSM
41
BAB III
PEMBAHASAN
A. Strategi Pembingkaian Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional
dalam Mengelola Isu Keadilan Lingkungan Hidup
Keadilan lingkungan hidup adalah isu yang banyak menarik perhatian
khalayak ramai. Hal ini disebabkan oleh banyaknya perusahan tambang di Indonesia
yang mengeruk lahan masyarakat dan mengakibatkan lingkungan menjadi rusak dan
tercemar. Salah satu aspek dalam gerakan sosial adalah proses framing, keberhasilan
suatu gerakan sosial tidak terlepas bagaimana aktor melakukan pengemasan ide atau
gagasan. Sehingga dapat diterima dengan baik oleh berbagi pihak.
Menggunakan teori framing Strategy JATAM melakukan pembingkaian
terhadap isu keadilan lingkungan hidup. Benford dan Snow (2000: 612) menjelaskan
bahwa proses pembingkaian bekerja dalam proses mobilisasi sumber daya dan
pemanfaatan peluang politik – sebagai dinamika sentral memahami jalannya gerakan
sosial yang terdiri dari tiga proses yakni, diagnostic framing, prognostic framing dan
motivational framing.
Benford dan Snow (1988: 198) selain persaingan dalam pembingkaian
gerakan, kelompok-kelompok gerakan sosial juga sering bersaing dengan proses
pembingkaian resmi yang dikemas oleh negara. Sementara perkembangan gerakan
sosial di Indonesia semakin luas dan kompleks. Hal tersebut disebabkan karena
kebutuhan manusia yang semakin kompleks pula.
42
Dalam gerakan sosial memberikan pemahaman kepada orang lain bahwa
masalah adalah suatu yang dapat diatasi dengan tidakan bersama atau kolektif.
Bingkai aksi kolektif dapat dipahami sebagai pembingkaian yang memiliki tiga tugas
utama yakni: (Benford dan Snow, 2000: 615), yang ditulis oleh Jonathan Christanesn
dalam buku Sociology Refernce Guide: Theories of Social Movements: diagnostic
framing (pembingkaian diagnosis), prognostic framing (pembingkaian prognosis),
dan motivational framing (pembingkaian motivasional).
1. Strategi Diagnostic Framing
Diagnostic framing adalah kondisi dimana suatu pandangan mengenai apa
atau siapa yang patut disalahkan, sehingga membutuhkan adanya suatu perubahan
(Benford dan Snow, 2000: 615). Bisa dikatakan diagnostic framing adalah suatu
macam artikulasi masalah dan penaggungjawab serta mengetahui target kesalahan,
atau penyebabnya. Dalam tahap ini, para aktor gerakan sosial mencoba
mendefinisikan suatu permasalahan. Kemudian isu tersebut menjadi pokok utama
untuk dapat membuat mereka menginginkan suatu perubahan. Selain itu aktor
gerakan sosial juga mendefinisikan suatu masalah dan memposisikan diri mereka
sebagai golongan yang dirugikan dalam suatu keadaan yang bersifat tidak adil.
Dalam fase ini upaya strategi framing yang dilakukan JATAM terhadap
beberapa isu permasalahan oleh masyarakat lingkar tambang dimana terdapat
kerusakan dan pencemaran yang diakibatkan oleh perusahan tambang. Indonesia
adalah negara kepulauan yang kaya sumberdaya alamnya. Sudah semestinya
kekayaan ini harus dijaga kelestarian dan keindahannya. Serta dijauhakan dari pihak-
43
pihak yang ingin mengambil keuntungan tanpa melihat sisi lain, yaitu kerusakan
alam dan masyarakat.
Kehadiran perusahan tambang dari belahan dunia ke Indonesia yang semata-
mata hanya mengeruk keuntungan tanpa melihat lingkungan dan masyarakat.
Sehingga mendorong respon masyarakat melalui gerakan sosial untuk
mempertahankan hak masyarakat dan keadilan lingkungan hidup. Sumber masalah
dalam hal ini adalah pemerintah yang membuat kebijakan. Serta kurang menjamin
dan menguntungkan keslamatan masyarakat.
Merah mengatakan:
Di samping itu permaslahan selanjutnya ditimbulkan oleh para penambang yang
hanya mengeruk keuntungan tanpa melihat efek samping dari proses penambang
yang dapat merugikan masyarakat. Hal tersebut harus diintervensi agar keputusan
yang diambil adalah keputusan yang berpihak kepada rakyat.
Kata kunci pertama dalam frame diangnostic yang dilakukan JATAM adalah
apa yang dikatakan oleh Merah Johansyah, yaitu ―Pembuat kebijakan dan
korporasi‖. Kebijakan pemerintah dan korporasi inilah yang menjadikan alasan
sehingga JATAM melakukan framing terkait permasalahan yang menyangkut
keadilan lingkungan hidup.
44
Gambar 2. bentuk JATAM memframing suatu sumber masalah dalam bentuk
diagnostic dimana JATAM menyebarkan melalui media sosial Twitter
Keyakinan aktivis JATAM didasari oleh beberapa kebijakan permerintah
yang telah diatur dalam perundang-undangan, yakni sebagai berikut:
Tabel 6. Peraturan Perundang-Undangan Serta Lembanga Yang Bertanggung
Jawab
No. Peraturan Perundang-Undangan Lembaga Yang Bertanggung Jawab
1. UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan
lingkungan hidup
Kementrian Lingkungan Hidup (KLH)
2. UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
Depdagri dan Pemuda
3. UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara
Departemen ESDM
4. UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi SDA
KLH, Departemen Kehutanan,
Departemen Kelautan, Departemen
Perikanan
5. UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang
PU
45
6. UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Agraria
Badan Pertahanan Nasional (BPN)
7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2007 Tentang Penanaman Modal
Badan Koordinasi Penanman Modal
(BKPM)
8. Hinder Ordonantie (HO) Pemuda
Sumber: Maharani Siti Shopia, 2008, Catatan ketidakadilan Hukum Atas
Lingkungan, Jurnal Hukum Jentera, Edisi 18.
Undang-Undang yang mengatur tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup sudah cukup jelas dengan adanya UU Nomor 32 Tahun 2009 yang
tertera di atas. Tetapi dengan adanya aturan tesebut tidak begitu saja ditaati oleh
perusahaan tambang. Terbukti masih banyak perusahaan tambang yang merugikan
masyarakat.
Melki mengatakan:
Pertama yang harus dilawan itu kebijakan pemerintah karena tambang ada di sana
berawal dari kebijkana pemerintah, karena itu kita advokasi ke pemerintah. Selain
pemerintah, korporasi tambang itu sendiri, karena bagaimana pun banyak
perusahaan tambang yang acuh tak acuh dengan perundangan yang berlaku.
Perusahaan seperti ini yang harus kita lawan untuk menaati peraturan yang ada di
Indonesia. Selanjutnya, dua tahun terakhir ini juga ditujukan untuk melawan yang
meminjamkan uang ke perusahaan tambang, karena selama ini perusahaan
tambang juga meminjam uang. Pinjam ke bank, pinjam ke lemabaga lain di luar
negeri, modal dia izin dari pemerintah, jual dibursa saham lalu ada orang yang
melirik untuk mendukung biaya, lalu perusahaan melanjutkan perusahaannya.
Terdapat kata kunci frame diagnostic yang kedua yakni ―perusahan tambang
yang acuh tak acuh dengan perundang yang berlaku‖. Perkataan Melki tersebut
menimbulkan suatu bentuk perlawanan yang dilakukan oleh masyaraakat sekitar
tambang. Oleh karenanya JATAM ingin memberikan penegasan pada masyarakat
bahwa pemerintah terkait tambang harus dilawan karena melanggar perundang-
undangan.
46
Selain itu terdapat beberapa penyataan mengenai perusahan tambang yang
meminjam uang dari luar negri dan memakai izin dari pemerintah. Hal tersebut dapat
membuka suatu peluang masuknya pekerja asing di Indonesia serta menambah
hutang Indonesia ke pihak asing. Perusahaan tambang tidak memikirkan efek jangka
panjang dari peminjaman uang tersebut.
JATAM dibentuk oleh para korban tambang pada tahun 1995 di Kalimantan
Selatan. Para aktivis JATAM mencoba melawan korporat yang melanggar aturan
pemerintah. Sejak itulah JATAM mulai bergerak dan melawan berbagai bentuk
penindasan yang berkaitan langsung oleh proses penambangan.
Keterangan yang disampikan para informan menggatakan bahwa perusahan
tambang telah melanggar berbagai aturan dalam UU Nomor 32 Tahun 2009. Hal ini
tergambar bagaimana banyaknya perusahan tambang yang melahirkan diagnostic
masyarakat terhadap perusahan tambang. Serta minimnya peran pemerintah dalam
membuat suatu kebijakan yang menguntungan warga lingkar tambang.
Pertumbuhan tambang di Indonesia yang sangat banyak dan luas. Mencapai
batas eksploitasi dimana menimbulkan dampak negatif seperti rusaknya hutan,
tercemarnya laut, terjangkitnya penyakit, dan terjadinya konflik masyarakat pada
lingkaran tambang. Hal ini mempertegas bahwa semua permaslahan ini adalah
tanggung jawab negara dalam memenuhi hak masyarakat.
Artinya, mendapatkan lingkungan baik dan sehat sesuai dengan ketentuan
yang berlaku—bahwa lingkungan hidup adalah bagian yang tidak terpisahkan dari
47
urusan hak asasi manusia. Oleh sebab itu kegiatan pemanfaatan sember daya alam
yang melangar undang-undang dapat dicegah (Gunawan, 2008: 46).
Diagnostic framing tidak bisa dijadikan suatu cara untuk membingkai suatu
permasalahan. Framing seharusnya mencakup suatu analisis dari solusi potensial
untuk permasalahan yang telah terindentifikasi oleh suatu gerakan sosial. Maka dari
itu, prognostic framing akan memberikan analisis lebih lanjut mengenai solusi.
2. Strategi Prognostic Framing
Pada fase ini peneliti akan menjelaskan strategi framing JATAM nasional
dalam menanggapi isu keadilan lingkungan hidup. Prognostic Framing menurut
Benford dan Snow (2000: 616) yang dikutip oleh Jonathan Christansen (2011: 149)
adalah melibatkan artikulasi solusi yang diusulkan untuk sebuah masalah atau suatu
rencana penyerangan, serta strategi untuk melaksanakan rencana. Pada bagian ini
juga telah diidentifikasi target untuk dijadikan suatu solusi atas permasalahan yang
ada. Dalam proses prognostic framing ini suatu gerakan sosial juga menunjukan
secara nyata mengenai berbagai sanggahan atau untuk menjamin kemajuan dan
pengembangan. Dengan cara pembelajaran melalui solusi-solusi yang ditawarkan
dari proses framing atas gerakan sosial itu sendiri.
Menurut pandangan aktivis JATAM, melalui strategi diagnostic framing
menunjukan bahwa keadilan lingkungan hidup telah direnggut oleh pabrik tambang
yang dilindungi oleh kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah yang kurang
efektif dan tidak berpihak pada masyarakat lingkar tambang inilah yang memperkuat
lahir sebuah asumsi mengenai ketidak-percayaan publik terhadap proses
48
penambangan di Indonesia. Hal ini yang membuat masyarakat memahami bahwa
proses penambangan di Indonesia jauh dari kata memperhatikan lingkungan hidup.
Ahmad Saini mengatakan bahwa pada prinsipnya JATAM tidak mempercayai
pertambangan. JATAM menganggap bawah segala proses pertambangan tidak ada
yang ramah lingkungan.
Melki menambahkan:
Idealnya para ekonomi tambang ini palsu menurut JATAM. Mestinya yang
bertanggung jawab untuk memberikan solusi itu pemerintah seharusnya. Kebijakan
yang dibuat harus pro dengan masyaraka Tetapi kritikan yang dilakukan JATAM
selama ini jarang memunculkan solusi. Namun, sekarang ini kita mulai menekankan
yang namanya ekonomi tandingan yang dimana nanti menjadi solusi bagi
masyarakat itu sendiri.
Dari beberapa penjelasan para aktivis JATAM tentang pemahaman mereka
mengenai pertambangan di Indonesia melalui riset penelitian dan analisis. Dengan
menggunakan diagnostic framing ini bahwa perusahaan tambang sangat merugikan
warga lingkar tambang. Pembingkaian aksi kolektif dikonstruksikan dalam suatu
gerakan sosial untuk memberikan pemahaman mengenai situasi dan kondisi yang
bersifat problematik.
Strategi prognostic framing, hasil farming sebagaimana penjelasan di atas
menimbulkan suatu penafsiran kesalahan dan tidak percaya atas adanya
pertambangan di Indonesia. Pertambangan hanya menimbulkan suatu permasalahan
yang merugikan masyarakat dan merusak ekosistem alam. Selain itu pertumbuhan
perusahan tambang yang secara masif tersebar di Indonesia akan menimbulkan
permasalahan-permasalahan baru dan berkelanjutan.
49
Sudirman menceritakan:
Semua butuh makan butuh air. 44% daratan Indonesia telah dikuasai oleh tambang,
pembagiannya bagaimana untuk pemukiman, pertanian atau kawasan lindung.
Secara otomatis bahwa sudah menjadi hukum ketika tambang abis tinggal
menyisakan kota-kota hantu karena telah dirusak. Karena ini menghasilkan uang
instan.
Kerusakan alam yang diakibatkan proses penambangan mendatangkan reaksi
dari para aktivis JATAM dengan upaya memberi suatu penyadaran kepada
masyarakat dilingkaran tambang untuk berkembang. Melki mengatakan:
Kebijakan yang dibuat harus pro dengan masyarakat, tetapi kritikan yang dilakukan
JATAM selama ini jarang memunculkan solusi. Sekarang ini kita mulai menggenjot
yang namanya ekonomi tanding. Ekonomi tanding ini adalah seluruh produk
masyarakat di daerah lingkar tambang. Misalnya teman di Sumatera Utara, mereka
melawan tambang dengan menjadikan kopi sebagai perlawanan terhadap tambang,
kopi Sidikalang. Karena kahadiran tambang akan membunuh kopi, lalu membunuh
mereka juga. Hal ini yang JATAM dorong. Karena penting juga JATAM mendorong
ekonomi masyarakat seperti itu, maka dari itu muncullah contohnya kedai JATAM
seperti ini.
Merah mengatakan bahwa JATAM merupakan wadah jaringan yang tidak
birokratik. Selama warga memperjuangkan perjuanganya maka disitulah masyarakat
tersebut menjadi bagian dari JATAM. Tidak menjadi suatu masalah jika masyrakat
tidak ingin bergabung dengan JATAM. Semua yang dilakukan oleh JATAM hanya
ingin membela hak-hak rakyat.
Ahmad Saini menambahkan:
Solusi sebenarnya dari masyarakat sendiri, kita menangkap cerita-cerita kaya
misalnya kita bawa pasar. Ini kan pasar ini yang disebelah ini kedai pemulihan ini
pasar. Jadi warga punya ekonomi tanding, bukan ekonomi alternative. Tambang ini
kan ekonomi dari luar, sebelumnya warga tidak mungkin punya pengetahuan
tentang teknologi untuk melakukan penambangan. Bukan kami yang mengajarkan
tapi warga yang lebih tahu. Maksud kami bahwa ada pilihan ekonomi yang
sebenarnya lebih manusiawi lebih sustainable, ya itu warga sendiri yang lebih tau.
Misalnya ada yang buka perikanan meskipun disekitarnya itu wilayah pertanian
segala macem. Nah perekonomian ini kan ngga mungkin bersandaing dengan
ekonomi tambang, perekonomian seperti ini yang sebenarnya pengen kita dorong.
50
Ini yang pengen kita sampaikan ke publik bahwa ini loh fakta tambang
menghancurkan lahan pangan, lahan pangan ini punya rakyat dan ini yang ngga
pernah dihitung sebagai pertumbuhan ekonomi.
Ekonomi tandingan adalah salah satu bentuk solusi yang ditawarkan oleh
JATAM kepada masyrakat lingkar tambang dengan memberi pembekalan serta
pengetahuan. Walaupun ekonomi tanding yang ditawarkan oleh JATAM tidak
sebanding dengan penghasilan ekonomi tambang setidaknya warga memiliki
alternative untuk meberdayakan perekonomian secara mandiri.
Gambar 3. Melki Nahar mencoba memberikan penyadaran melalui media nonton
bareng guna memberi pengetahuan mengenai bahaya proses tambang.
51
Gambar 4. Salah satu bentuk bukti JATAM melakukan prognostic framing melalui
media sosial Instagram.
Dalam fase ini JATAM juga memiliki beberapa taktik dan strategi untuk
dijadikan suatu solusi untuk mengadapi suatu permaslahan, seperti yang diucapkan
oleh Pradana Rupang yang mengatakan bahwa JATAM memiliki dua cara untuk
melawan dan mencegah tambang yakni: pertama jangan lepas tanah. Itu cara yang
efektif, kedua ganggu prosesnya, untuk memastikan tidak hadir di kampung kami,
ditanah air kami. Hal tersebut adalah bentuk antisipasi JATAM dalam menganggapi
permaslahan tambang.
Pradana Rupang mepertegas:
JATAM melakukan suatu proses bertukar pengalaman lalu melakukan perlawanan
serta advokasi, di samping itu JATAM meningkatkan kapasitas pengetahuan kepada
masyarakat lingkar tambang agar tidak salah untuk mengambil keputusan pada
nantinya.
Di sisi lain, Taufik Koordinator JATAM Sulteng mengatakan bahwa
mendorong masyarakat agar lebih mempertahankan tanahnya yang sudah menjadi
turun-menurun digunakan sebagai alat produksi mereka.
52
Pernyataan di atas menujukan bahwa JATAM memberikan suatu bekal
kepada masyarakat lingkar tambang untuk selalu menjaga lahan dan tanah mereka.
Dari koporat tambang yang selalu ingin mengambil hak-hak mereka yang nantinya
dapat merugikan mereka.
Hasil keterangan informan, JATAM memberikan suatu solusi untuk para
korban kerusakan lahan dan lingkungan yang ada dalam lingkaran pertambangan.
Pertama, menyadarkan masyarakat untuk mengetahui produk-produk lokal yang
dilindungi. Kedua, mendorong masyarakat dalam proses persaingan ekonomi.
Ketiga, membuat suatu bentuk perlawan dalam bentuk perlawaan ekonomi melalui
hasil alam. Keempat, menawarkan agar bergabung dalam JATAM nasional, dengan
bergabung dengan JATAM maka keempat solusi tersebut akan mudah tersampaikan.
Dalam upaya menanggapi isu keadilan lingkungan hidup yang dilakukan oleh
JATAM nasional yang pada awalnya melalui gerakan penyadaran dan juga
menwarkan berbagi solusi terbaik, kemudian menjadi suatu upaya berbentuk produk
untuk suatu perlawan kepada korporat tambang.
Aternative ekonomi yang diberikan oleh JATAM kepada masyarakat dapat
membangun refensi baru atau pengetahuan baru untuk para warga lingkar tambang.
Tetapi tidak semua masyarakat menerima alternatif yang ditawarkan oleh JATAM,
seringkali warga melepas lahan mereka demi sesuatu yang instan dan menolak segala
bentuk penawaran solusi yang diberikan oleh JATAM.
53
Pradana mengatakan:
Di Kaltim itu masyarakatnya, ikatannya sangat lentur, beda dengan di Jawa dan
Sumatera. Kesadaran mereka masih merasa bahwa tanah masih banyak, tanah
nganggur. Jarak antar rumah itu disana perdua kilometer.
Adapun perbedaan masyarakat yang melahirkan pro dan kontra terhadap
proses pertambangan di wilayahnya. Dalam strategi prognostic framing perlawanan
bisa terjadi atau tidak bilamana solusi yang diwariskan oleh JATAM dapat diterima
oleh beberapa pihak yang menjadi tujuan gerakan sosial. Kerusakan dan pencemaran
lingkungan menjadi faktor pendorong terciptanya gerakan sosial yang tidak dapat
dibendung. Respon tersebut karena banyaknya pertambangan yang merenggut hak
keadilan lingkungan
Dalam suatu gerakan sosial tentu saja melakukan lebih dari sekedar
mengidentifikasikan suatu permasalahan dan memberikan suatu solusi bagi
permasalahan tersebut. Suatu gerakan sosial juga perlu memobilisasi masa agar
terpanggil untuk bergerak dan bergabung bersama gerakan sosial tersebut,
motivational framing akan memberikan penjelasan lebih jelas.
3. Strategi Motivational Framing
Pada bagian ini, peneliti akan mendeskripsikan strategi motivational framing
dalam menanggapi isu keadilan lingkungan hidup yang dilakukan oleh JATAM
nasional. Strategi motivational framing ini merupakan proses terahkir dalam tugas
pokok untuk menjelaskan suatu pembingkaian. Benford dan Snow (2000: 616) dalam
bukunya Jonathan Christiansen (2011: 150) diartikan sebagai suatu bentuk yang
membuat ―panggilan perang‖. Atau alasan untuk terlibat dan bergabung dalam aksi
54
kolektif yang bersifat memperbaiki, termasuk penafsiran yang tetap dari kosakata
motif. Pembingkaian ini adalah hal yang sangat penting untuk gerakan sosial.
Mobilisasi merupakan tugas yang utama sekaligus paling sulit bagi gerakan sosial.
Aktifitas ini juga menjelaskan aksi yang melebihi diagnosis dan prognosis
sebelumnya.
Pada bagian ini akan dideskripsikan upaya pembingkaian dari hasil
diagnostic dan prognostic. Upaya JATAM nasional dalam memberikan strategi
motivational framingonal dilakukan dengan kegiatan yang dikemas secara menarik
dengan berbagai cara. Semisal mengadakan suatu sosialiasi, seminar dan diskusi.
Kegiatan tersebut diperuntukan untuk masyarakat lingkar tambang maupun luar
tambang. JATAM memfasilitasi berbagai kegiatan untuk mendorong masyarakat
agar dapat peduli dan paham mengenai pertambangan di Indonesia.
Gambar 5. Kegiatan seminar yang dilakukan oleh JATAM
55
Gambar 6. Seruan aksi dari Merah Johansyah
Kedua gambar diatas membuktikan bahwa JATAM melakukan motivational
framing dengan cara mengadakan kegiatan seminar dan melakukan seruan aksi.
Tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk mengajak masyarakat menjadi satu
bagian dari gerakan sosial dan peduli serta paham mengenai pertambangan di
Indonesia.
Ahmad Saini mengatakan:
Banyak ada beberapa metode. Misalnya kalau tambang udah masuk ada fase-
fasenya. Seperti tambang baru masuk atau masyarakat baru tahu kabarnya atau
tambang sudah masuk menggempur kampung. Pilihannya bisa kita pake cara
nonton film misalnya untuk memperlihatkan daya rusak. Banyak film-film JATAM
yang menyampaikan fakta daya rusak tambang. Kalau gerakan supaya kuat bisa
pake film Samin VS Semen.
Merah Johansyah mempertegas:
Kami punya semacam yang namanya RLC, jadi itu semacam pengumpulan relawan.
Mendidik, mengkaderisasi di internal JATAM. saya termasuk. Bolang termasuk, kalau di
daerah itu beda-beda namanya, kalau kami RLC, Resistance and Learning Circle. Jadi ya
semacam kaderisasi ngajak orang terlibat.
56
Taufik mengungkapkan bahwa JATAM mengumpulkan relawan melalui
dikusi yang dilakukan ditingkatan mahasiswa, yang hal tersebut menjadi suatu alat
bagi JATAM untuk terus menambah simpatisan mereka. Kemudian 1 atau 2 orang
mulai tertarik dan bergabung dengan JATAM. Hal ini yang menjadi bentuk
mobilisasi masa yang sangat efektik ditingkatan kalangan akademisi.
Rupang menambahkan:
Selain menggunakan media diskusi JATAM juga sering kali menggunakan cara lain
seperti aksi langsung utuk mendapatkan simpati publik. Aksi sering digunakan
sebagai strategi mobilisasi untuk mengumpulkan relawan JATAM, setidaknya
masyarakat sekitar lingkar tambang melihat bagimana kepedulianan JATAM
terhadap keadilan lingkungan.
Dari paparan di atas peneliti mendapatkan dua metode mobilisasi masa yang
berbeda. Pertama melalui tahapan diskusi yang dimana jatam ingin membangun
suatu pengetahuan mengenai maslah lingkungan ini. Kedua JATAM menggunakan
aksi langsung untuk mendapatkan suatu bentuk perhatian lebih dimata masyarakat,
dimana mengajak masyarakat untuk terlibat tanpa mengetahi permaslaahaanya.
Dari beberapa informan dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat yang ada
di dalam lingkaran tambang maupun masyarakat di luar pertambangan mendapat
suatu bentuk tindakan yang akan menjadi bekal dan fondasi bagi mereka. Agar tidak
mudah menerima suatu proses penambangan yang membuat wilayah mereka menjadi
korban kerusakan penambangan serta pencemaran.
Berbagai macam usaha dan kegiatan yang telah dilakukan JATAM untuk
memberikan pemahaman dan memberikan pembelajaran kepada masyarakat lingkar
tambang yang menjadi tujuan dari motivational framing itu sendiri. Hal tersebut akan
57
menjadi sia-sia dan tidak berarti jika tidak ada seruan atau ajakan berupa kalimat-
kalimat perlawanan.
Merah Johansyah memperjelas:
Strategi khususnya, adalah kita kaitkan dengan perjuangan tanah air. Ayo
bergabung dengan kami, memperjuangkan tanah air, kampungmu. Saya dulu, saya
merasa ini kampung harus saya bela. Jadi saya gabung ke JATAM itu dulu saya
merasa harus bela kampung saya.
Pradana Rupang mengatakan bahwa orang masuk ke dalam JATAM itu
karena keikhlasan dan sukarela tidak ada paksaan. Orang karena kerelaan ikhlas dan
dia terpanggil. Tapi yang lebih utama biasanya orang yang gabung di JATAM itu
karena dia ingin mempertahankan kampungnya.
Pendekatan emosional kedaerahan adalah salah satu strategi yang dilakukan
oleh JATAM untuk mendapatkan simpati masyarakat untuk melawan perusahan
tamabang.
Melki menambakan:
Itu konteks masyarakatnya. Ada tahapannya bagaimana cara melawan dan segala
macam, ini yang kita dorong. Tapi yang jelas untuk isu tertentu bagaimana publik
itu dilibatkan. Bagaimana caranya? kita melihat apa ada korelasi secara langsung
yang berkaitana atau tidak. Apa kepentingan mereka? Apa isu yang kita lempar
agar berkaitan dengan mereka?
Selain itu terdapat beberapa media yang digunakan untuk mengajak dan
mempublikasikan informasi kepada masyarakat. Melki mengatakan:
Seluruh media ini kita manfaatkan, termasuk mengorganisir massa juga. Semisal
orang NTT, ada grup facebook grup Whatsaap nya. Media ini untuk membicarakan
tambang, grup seperti ini yang kami manfaatkan. Jadi seluruh media ini kami
manfaatkan, dilihat anggotanya berapa banyak dan siapa saja.
58
Merah menambahkan:
Makanya ada kampanye. Kebetulan sekarang ini ada dua aspek kampanye pertama
perlawanan dan kampanye kedua pemulihan. Jadi masing-masing melakukan
kampanye. Kampanye ini sasarannya ada dua, sasaran ke pengambil keputusan
lewat media, sama ke masyarakat lewat sosial media, lewat media mainstream,
lewat kegiatan event-event komoditas.
JATAM menyebarkan berbagai informasi melalui dimedia sosial. Karena
sangat mudah diakses bagi banyak orang. Media maenstrim seperti twitter, facebook,
intagram dan youtube menjadi senjata utama JATAM untuk memberikan
pemahaman kepada masyarakat. Seruan aksi adalah slah satu konten JATAM
dimendia sosial. Selain itu JATAM juga aktif membuat tulisan yang disebar melalui
website resmi JATAM.
Selanjutnya Merah Johansyah memperjelas bahwa JATAM mempunyai
website resmi. Kemudian JATAM mempunyai jaringan dengan media mainstream di
mana JATAM sering memuat rilis. Dengan perkataan informan di atas adalah
menjelaskan mengenai ajakan dan seruan yang dilakukan oleh JATAM nasional
untuk mengajak masyarakat lingkar tambang. Serta memberikan informasi yang
bermanfaat bagi masyarakat untuk bersama melawan korporat tambang yang telah
merugikan rakyat lingkar tambang.
Dengan demikian peneliti melihat bahwa kegiatan yang dilakukan oleh
JATAM nasional mulai dari ajakan, seruan dan perlawanan bertujuan untuk
menyadarkan masyarakat. Serta mengajak masyarakat untuk lebih keritis terhadap
segala kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Adapun bentuk ajakan yang
diberikan secara langsung melaluai kalimat-kalimat seperti: ayo, lawan, kita dorong,
59
dan lain sebagianya. Tidak hanya ajakan secara langsung tetapi terdapat berbagai
bentuk kegiatan yang dikemas seperti diskusi, nonton film bersama JATAM.
Penyebaran ini ditunjukan untuk semua elemen masyrakat. Agar memahami
dan melihat apa yang dilakukan oleh para korporat tambang. Setidaknya JATAM
ingin menunjukan bahwa JATAM masih aktif dalam penyebaran informasi mengenai
kerusakan lingkungan. Tujuan JATAM agar masyarakat mendapatkan hak-hak
sebagimana layaknya warga negara.
Hasil temuan peneliti menggambarkan proses pembingkaian mulai dari
diagnostic framing, prognostic framing, serta motivational framing. Dapat
disimpulkan bahwa diagnostic framing berhail mengidentifikasi permasalahan yang
terjadi dilapangan. Perusahaan tambang dan kebijakan pemerintah yang merugikan
warga lingkar tambang inilah yang menjadi akar permasalahan.
Selanjutnya progsostic framing memberikan solusi dan strategi pergerakan
yang dilakukan terkait permasalahan yang terjadi dengan ketidak adilan lingkungan
hidup. Hal ini semakin terlihat dengan upaya warga yang lebih kritis terhadap
perusahaan tambang, bahkan laporan pengaduan terus berdatangan.
Penyadaran yang dilakukan oleh JATAM sangat aktif dalam bentuk tulisan di
website serta sosialisasi yang dilakukan kesetiap wilayah lingkar tambang untuk
menghadapi pertambangan yang merusak alam. Selain yang sudah dijelaskan, baik
media cetak maupun media elektonik juga termasuk dalam strategi yang dilakukan
oleh JATAM untuk memobilisasi masa. Mobilisasi adalah tugas utama dan juga hal
yang sulit untuk suatu gerakan sosial.
60
B. Keberhasilan Strategi Pembingkaian Jaringan Advokasi Tambang
Nasional Dalam Menanggapi Isu Keadilan Lingkungan Hidup
Kesuksesan pembingkaian sebuah gerakan sosial menurut Benford dan Snow
(2000), terletak pada sejauh mana yang terlibat di dalam gerakan sosial tersebut dan
berhasil memenangkan suatu arti. Hal ini berkaitan dengan upaya aktor perubahan
mempengaruhi makna dalam kebijakan publik. Di sini keberhasilan atau kegagalan
dalam sebuah gerakan sosial bisa terlihat dari bagaimana aktor mengkonstruksi dan
mengemas peristiwa untuk disajikan kepada anggota gerakan dan publik.
Uli selaku Koordinator gerakan Ganesa Bangka Belitung mengatakan:
Sampai saat ini lembaga yang masih aktif dan serius berbicara soal lingkungan
khususnya pertambangan adalah JATAM. Dan informasi seputar dampak dari
pertambangan juga cukup jadi sorotan media. Meskipun belum massif gerakan
publik yang bicara soal lingkungan ya.
Pernyataan di atas membuktikan suatu keberhasialan JATAM dalam
memframing suatu isu. JATAM cukup konsisten dalam menyebarkan informasi
seputar dampak dari pertambangan.
Pada pembahasan ini, peneliti melihat sejauh mana keberhasilan strategi
pembingkaian yang dilakukan oleh JATAM dalam menanggapi isu keadilan
lingkungan hidup.
Suatu proses pembingkaian dalam tindakan kolektif berorientasi aksi dari
suatu keyakinan yang dapat menginspirasi dan terdapat beberapa kegiatan yang sah
seperti kampanye dari organisasi gerakan sosial. Karenanya aktor pembingkaian
memiliki tugas penting untuk mencapai perjuangannya melalui pembentukan
framing dari masalah-masalah sosial dan ketidakadilan. Hal ini merupakan sebuah
61
cara untuk menyakinkan kelompok sasaran yang beragam dan luas. Sehingga mereka
terdorong untuk melakukan desakan agar timbul adanya suatu perubahan yang
diinginkan (Benford dan Snow, 2000: 611-639).
Berdasarkan pengamatan hasil di lapangan melalui data wawancara,
keberhasilan strategi framing yang dilakukan JATAM nasional, Merah mengatakan:
Kami punya semacam yang namanya RLC, jadi itu semacam pengumpulan relawan.
Mendidik, mengkaderisasi diinternal JATAM. saya termasuk. Bolang termasuk,
kalau di daerah itu beda-beda namanya, kalau kami RLC, Resistance and Learning
Circle. Jadi semacam kaderisasi ngajak orang terlibat.
Keberhasilan JATAM dalam strategi framing ini terbukti dari bagimana
JATAM mengelola suatu isu dan isu tersebut menjadi perbincangan publik.
Kebrahasilan ini melalui proses yang tidak mudah, JATAM melalui sekolah
kaderisasi yang sering disebut RLC (Resistance and Learning Circel) dengan media
ini JATAM mendidik relawan yang diasah intelektual dan pengetahuanya.
Ahmad Saini menceritakan:
RLC adalah sekolah pendidikan JATAM yang dilakuakan sesuai kebutuhan JATAM,
kegiatan belajar dilakukan di indoor dan outdoor, untuk memberikan bekal kepada
anggota JATAM agar mengetahui bentul soal permasalahan tambang. Dan peserta
RLC ini sekitar 20 orang. Pada intinya kegiatan ini untuk menumbuhkan rasa
simpati dan kepedulian terhadap kemanusiaan.
Cara yang disampaikan oleh Merah Johansyah sangat efektif. Terbukti
beberapa anggota JATAM yang tergabung dalam JATAM selain menggunakan
media RLC JATAM juga melalui pendekatan emosional kedaerahan. Banyak
anggota dan simpatisan JATAM bergabung dengan alasan ingin meperjuangkan hak-
hak dikampungnya Imran mengungkapkan bahwa bergabung dengan JATAM
dengan sendirinya tanpa terinterfensi oleh sesuatu hal. Hanya ingin membela dan
62
memperjuangkan hak tanah nenek moyang yang sekarang telah diambil oleh para
penamabang, selain mengabil tanah mereka pun merusak alam.
Awalyah Subanu menceritakan:
Awal masuk JATAM dulu sering baca berita yang dibuat JATAM melalui website
JATAM dan sering datang buat diskusi sama bung Melky dan bung Merah, setelah
lulus dari UI (Universitas Indonesia) saya coba menggirim lamaran menjadi
voluntir JATAM, tidak lama kemudian saya dipanggil untuk interview dan ahkirnya
saya bisa bekerja di JATAM.
Melki mengungkapkan:
Pertama kita itu untuk kontes masyarakatnya, suatu keberhasilan menurut kita
bagaimana masyarakat yang sebelumnya pro atau apatis tapi kemudian bergerak
melawan tambang. Ini menjadi fokus kita, misalnya pada masyarakat sukabumi.
Disana banyak tambang, sehingga yang asalnya petani terkena dampak yang
akhirnya sekarang kembali mendapatkan hak bertaninya.
Seperti yang dijelaskan peneliti dalam suatu proses motivational framingonal.
Mengumpulkan relawan dan mendidik merupakan salah satu cara yang dilakukan
oleh JATAM dalam upaya memobilisasi masyarakat untuk bergerak menghadapi isu
keadilan lingkungan. Perkumpulan relawan ini juga menjadi tempat untuk
masyarakat memahami tentang pelanggaran serta aturan-aturan yang ada. Johansyah
menambahkan:
Kalau di nasional kita ada banyak organisasi. Bisa dengan siapa-siapa lah asal
sesuai perjuangannya. Ada juga green peace, kalau koalisi kita macem-macem,
kalau koalisi dengan green peace itu koalisi batu bara. Diinternasional juga punya,
jaringan asia tenggara, jaringan regionalnya juga punya. Teman-teman di lokal
juga sama.
Berbicara tambang tidak hanya membicarakan keadilan lingkungan hidup
saja. Banyak isu yang meliputi kejahtan tambang ini, seperti isu perempuan, air dan
pelanggaran HAM. Saini mengatakan:
63
Hal tersebutlah yang menjadi luas dimana JATAM memanfaatkan berbagi isu untuk
mendapatkan simpati dari berbagai organisasi yang bergerak dibidaang isu
lingkungan. Oleh sebab itu JATAM kini menjadi mitra organisasi besar seperti LBH
dan Komans HAM.
Merah Johansyah menambahkan:
Kita juga masih bergantung dengan jaringan di luar negeri. Mereka memberikan
bantuan dana juga, termasuk ICW dan seterusnya. Tentu ada aturannya, selama
mereka tidak mengintervensi urusan program kerja dan ideiologi JATAM.
Selain JATAM berjejaring dengan organisasi atau gerakan yang besar,
JATAM juga ingin melibatkan jaringan-jaringan kecil yang ada di daerah untuk
mengontol bagaimana kebijakan diseitap daerah. Melalui jaringan para petani,
jaringan lelayan dan jaringan pejuang Kendeng misalnya.
Ahmad menceritakan:
Kita koalisinya dengan Asia Tenggara regional dan internasional. Terakhir tahun
baru, dan baru datang temen dari Jepang FoE (Friends of the Earth Japan). Ada
beberapa kasus di Kaltara (Kalimantan Utara) hulu hilir yang batu bara, jadi ada
pendanaan dari JBIC (Japan Bank for International Cooperation) dia mendanai
perusahaan batu bara di Kalimantan Utara, kemarin kami aksi di kedubes Jepang,
dia juga yang membiayai PLTU di Cirebon. Yang ini kita advokasi ke pemerintah,
JBIC agar menghentikan bisnis kotor ini. itu yang Asia, kemaren kita juga meeting
dengan temen-temen dari Jerman.
Dari beberapa penjelasan yang disampaikan informan dapat disimpulkan
keberhasilan JATAM dalam memperluas jaringan atau mitra kerja untuk
memperkuat dan mendorong suatu gerakan sosial. Seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya, bahwa keberhasilan suatu gerakan sosial diantaranya ditentukan sejauh
mana khalayak mempunyai pandangan yang sama serta musuh bersama, dan tujuan
bersama.
64
Melki mengungkapkan:
Rata-rata seperti JATAM ini konten website-nya seperti itu, beda dengan NGO
lainnya karena kita kampanye, beda dengan penelitian seperti dari desain.
Kampanye ini kan tentang menang dan kalah. Contohnya, pertambangan tula kecil,
pertambangan kemarin. Nah kemudian, kami mendapatkan tanda tangan dari
ribuan orang. kemudian kami menang.
Kata menang yang diungkapkan oleh Melki memberikan makna bahwa
keberhasilan pembingkaian yang dilakukan oleh JATAM cukup berhasil.
Keberhasilan framing dalam gerakan sosial bahwa suatu gerakan tersebut dapat
mempengaruhi orang banyak. Serta bergerak dan bersatu secara kolektif untuk
melawan ketidakadilan.
Memenangkan suatu arti JATAM mengunakan berbagai cara dan metode,
seperti yang diungkapan di atas JATAM mengunakan media sosial dan berhasil
menggiring masa dan masa tersebut mengikuti beberapa kegiatan JATAM seperti
aksi langsung yang digelar oleh JATAM dan gerakan lainya. Aksi JATAM sering
dilakukan di depan kedutaan besar dimana hal tersebut menjadi alternative.
Isu lingkunag ahkir-ahkir ini sangat marak dan menarik untuk dikritisi oleh
banyak orang. Terbaru adalah kasus pegunungan Kendeng yang mendapat perhatian
dari aktivis lingkungan hidup. JATAM hadir untuk membantu mengadvokasi dengan
turun aksi serta melakuakan penyadara melalaui media sosial yang berupa
kampanye, tulisan ilmiah maupun tulisan bergambar.
Ahmad Saini menambahkan:
Jika dalam konteks campaign JATAM melalui tulisan-tulisan, kasus Kendeng itu
paling berhasil untuk ngasih pengetahuan paling maju. Dulu 2 kali ketemu Jokowi
atau utusan-utusan. Kendeng ini kan kasusnya nasional jadi dia ngecover kasus-
kasus lain.
65
Keberhasilan framing Jaringan Advokasi Tambang sudah terbukti berhasil
dengan adanya seruan dan ajakan yang berbentuk tulisan elektronik yang disebar
melalui website yang disebar JATAM untuk melawan ketidakadilan lingkungan
hidup, dari apa yang dikatakan informan terdapat kata berhasil yang menunjukan
framing yang dibentuk dapat memobilisasi masyarakat.
Dengan adanya indikasi keberhasilan dalam framing ini, peneliti mengambil
kesimpulan bahwa apa yang sudah disampaikan oleh JATAM nasional ini berhasil
dipahami oleh masyarakat dan berhasil. Beberapa informan mengatakan adanya
keberhasilan yang diperoleh dari proses framing yang dilakukan oleh JATAM
nasional.
66
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang penulis lakukan, terdapat beberapa kesimpulan.
Pertama, prognostic yang dilakukan oleh JATAM adalah mendiagnosa
permasalahan apa saja yang menjadi isu utama yang membuat mereka bergerak
melakukan perubahan dalam lingkungan hidup.
Keadilan lingkungan hidup, dalam konteks ini berada dalam anggapan
masyarakat bahwa keadilan lingkungan hidup telah direnggut oleh perusahaan
tambang. Selain itu, peran pemerintah dalam menaggulangi permasalahan dan
pengawasan terhadap proses tambang juga minim. Sehingga banyak perusahaan
tambang melanggar aturan yang ditetapakan diundang-undang.
Ketidakadilan lingkungan hidup ini dirasakan oleh masyarakat lingkar
tambang yang digambarkan dari hasil penelitian melalui wawancara dengan aktivis
JATAM. Terkait hal tersebut, banyaknya perusahaan tambang yang merusak alam
sekitar melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh negara sebagaimana diatur
dalam UU Nomor 32 Tahun 2009. Hal tersebut melahirkan kata kunci diagnostic
framing bahwa pertambangan merupakan hal yang dapat merusak alam dan
lingkungan.
Kedua, yakni prognostic. Pada tahap ini, JATAM menawarkan solusi
terhadap kerusakan lingkungan hidup tersebut. Solusi tersebut adalah memberikan
ekonomi tandingan yang berbasis pertanian. Caranya adalah dengan memberikan
67
pengetahuan pada masyarakat lingkar tambang melalui diskusi dan bedah film, agar
masyarakat memahami bahaya pertambangan, serta meningkatkan ekonomi
tandingan. Hal tersebut melahirkan upaya untuk membatasi perusahaan tambang
yang semakin banyak tersebar di Indonesia dan juga memberikan solusi kepada
masyarakat lingkar tambang yang telah menjadi korban.
Di samping itu media juga mempunyai peran penting dalam menyebarkan
tulisan-tulisan yang bertemakan kerusakan alam yang diakibatkan oleh pabrik
tambang. Media yang dipakai antara lain website, instagram, twitter dan facebook.
Media-media ini sangat aktif dalam memberikan informasi meliputi kasus tambang,
seruan aksi dan kampanye.
Ketiga, motivational framing. Pada bagian ini JATAM memberikan seruan
kepada masyarakat agar mau bergerak bersama menuntut suatu perubahan. Dengan
cara aksi bersama yang melibatkan masyarakat, bahkan bila perlu membubarkan atau
menutup pabrik tambang. Hal ini dianggap penting karena dalam kajian gerakan
sosial, mobilisasi massa merupakan faktor utama.
Upaya yang dilakukan oleh JATAM nasional dalam menjalankan strategi
motivational framingonal adalah melalui kegiatan-kegiatan yang bertahap dengan
sosialisasi bahaya tambang melelui forum diskusi, pemutaran film yang dilakukan di
dalam maupun di luar JATAM. Hal ini dilakukan secara bertahap. Peran media
massa dan elektronik pun cukup besar dalam strategi ini, baik melalui tulisan-tulisan
yang di muat di website, majalah dan koran.
68
Segala kegiatan yang dilakukan oleh JATAM berisikan ajakan dan seruan
agar masyarakat sadar bahwa adanya pertambangan dapat merusak alam dan
lingkungan. Keberadaan perusahan tambang harus dihadapi dan dijadikan musuh
bersama. Hal ini dilakukan melalui pernyataan-pernyataan melawan secara langsung
dengan kalimat seperti, ―ayo bergabung‖, ―ayo lawan‖, ―memberikan peringatan‖
dan lain sebagainya. Selain ajakan secara langsung, bisa juga dengan cara yang
dikemas dengan kegiatan lain, seperti diskusi rutin JATAM nasional.
Dari penelitian yang saya lakukan, keberhasilan strstegi pembingkaian
JATAM bisa dilihat dari tingkat pemahaman dan penerimaan oleh masyrakat luas
terutama korban terdampak. Di samping itu, hal ini ditandai dengan sejumlah
keberhasilan JATAM dalam mengadvokasi berbagai permasalahan tambang dan
membuahkan hasil.
B. Saran
1. Saran Praktis
Dari hasil penelitian, peneliti ingin memberikan saran praktis kepada
masyarakat lingkar tambang, luar tambang, pemerintah dan perusahan tambang yang
terkait. Pertama, saran untuk masyarakat lingkar tambang dan luar tambang harus
memahami betul segala proses pertambanagan, jangan mudah tergiur dengan uang
yang ditawarkan oleh perusahaan tambang. Kedua, saran bagi pemerintah untuk
lebih memperketat perizinan izin tambang, dan lebih aktif turun melihat kerusakan
lingkungan yang diakibatkan oleh proses penambangan. Ketiga, saran bagi
perusahan tambang harus lebih melihat kearifan lokal. Perusaahan tambang harus
69
melihat kebutuhan dan kemauan masyarakat serta memikirkan efek dari
pertambangaan.
2. Saran Teoritis
Dari penelitian, peneliti menyarankan untuk melihat dengan paradigm lain.
Dimana dalam terori gerakan sosial terdapat tiga paradigma, yakni mobilisasi sumber
daya, proses pembingkian dan struktur peluang politik. Penelitian ini hanya
menggunkan satu paradigma yaitu proses pembingkaian. Peneliti menyarankan untuk
melihat JATAM dengan mengunkan dua paradigma lainya.
70
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Achmaliadi, Restu dan Noer Fauzi Rachman. 2012. Gerakan Agraria dan Gerakan
Lingkungan di Indonesia Awal Abad XXI. Sleman: Insist Press.
Ali, Lukman. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Arikunto, S, 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi).
Jakarta: Rineka Cipta.
Burke, Peter, 2011. Sejarah dan Teori Sosial. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
Dwicipta, Hendra Try Ardianto. 2005. #Rembang Melawan: Membongkar Fantasi
Pertambangan Semen di Pegunungan Kendeng. Yogyakarta: Literasi Press.
Goodwin, Jeff & Jasper, James M, 2003. The Social Movements Reader: Case and
Concepts. Blackwell Publishing.
Marvasti, Amir B. 2004. Qualitative Research in Sociology: An Introduction. New
Delhi-London: SAGE Publications.
Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Muhadjir, Noeng. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake
Sarasan.
Neuman, W. Lawrence. 2007. Basic of Social Research: Qualitative and
Quantitative Approaches. Pearson Education.
71
Porta, Donatella Della dan Mario Diani. 1999. Social Movement an Introduction.
Oxford: Blackwell Publishers.
-----. 2006. Social Movement an Introduction (2nd). Victoria, Malden, Oxford:
Blackwell Publishing.
Rachman, Maman. 1999. Strategi dan Langkah-Langkah Penelitian. Semarang: IKIP
Semarang Perss.
Rochford, E. Burke. 2007. American Sociology of Religion: The Sociology of New
Religious Movements. Leiden, Boston: Brill.
Semiawan, Conny R. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Grasindo.
Situmorang, Abdul Wahib. 2007. Gerakan Sosial: Studi Kasus Beberapa
Perlawanan. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Snow, David A dan Robert Benford. 1988. Ideology, Frame Resonance and
Participant Mobilization. International Social Movement Research 1.
Greenwich Conn: JAI Press.
Strauss, Anselm & Corbin, Juliet. 2015. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. CV. Alfabeta:
Bandung.
Suminah. 2007. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta:
Kencana.
Tarrow, Sydney. 1998. Power in Movement: Social Movement and Contentious
Politics. Cambridge: Cambridge University Press.
72
Usman H., Akbar, Setiady P. 1995. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
DOKUMEN ELEKTRONIK/ONLINE
Salem Press (Editors). 2011. Sociology Reference Guide: Theories of Social
Movements. First Edition. Pasadena, California: Hackensack, New Jersey.
Diakses 11 Desember 2017, dari Salem Press.
Website Resmi Jaringan Advokasi Tambang. Diunduh 25 Desember 2017
(http://www.jatam.org/2015/02/15/profil-sejarah-dan-cara-pandang-jatam/).
JURNAL/TESIS/DISERTASI
Badawi, Imam Mahmudin. 2015. Gerakan Sosial Tanggap Bencana (Studi Kasus
Pola Gerakan Sosial Kelompok SIBAT, MTB dan Tanggul Bencana GKJW
di Desa Sitiarjo). Jurnal Mahasiswa Sosiologi, 1(1): 1-21.
Binawan, Andang L. 2014. Jalan Terjal Ekokrasi. Indonesian Center for
Environmental Law, 1(1): 1-219.
Firstone, J. 2002. Agency Governance and Enforcement: The Infilunce of Mission
on Environmental Decision Making. Journal of Policy Analysis and
Management, 21(3): 409-426.
Fitryarini, Inda. 2013. Pemberitaan dan Persepsi Masyarakat Tentang Lingkungan
Hidup di Media Cetak Lokal Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Ilmu
Komunikasi, 11(1): 17-29.
73
Gunawan. 2008. Hak Atas Lingkungan dan Tanggung Jawab Lingkungan Korporasi.
Jurnal Hukum Jentera, 18(1).
Hapsari, Dwi Retno. 2016. Peran Jaringan Komunikasi dalam Gerakan Sosial Untuk
Pelestarian Lingkungan Hidup. Jurnal Komunikasi Ikatan Sarjana
Komunikasi Indonesia, 1(1): 25-36.
Haryanto, Siti Mauliana Hairini, dan Abu Bakar. 2013. PKBI: Aktor Intermediary
dan Gerakan Sosial Baru. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Gadjah Mada, 16(3): 187-199.
Klandersmans, Bert. 1984. Mobilization And Participation: Social-Psychological
Expansions of Resource Mobilization Theory. American Sociological
Review, 49(1): 583-600.
Mulyono, Muhammad Ardha. 2014. Gerakan Solidaritas LSM KALIMAS Surabaya
Studi Tentang: Sengketa Lahan Antara Warga Kalimas Baru denga PT.KAI
dan PT. PELINDO III. Jurnal Politik Muda, 3(3): 272-282.
Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati. 2001. Tata Perizinan Pada Era
Otonomi Daerah. Makalah, November, Surabaya.
Puluhulawa, Fenty. 2010. Kewenangan Perizinan dalam Pengelolaan Lingkungan
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Jurnal Hukum Legalitas,
3(2).
-----. 2010. Subtansi Hukum Tenatang Pengawasan Izin Pada Usaha Pertambangan‖.
Jurnal Pelangi Ilmu, 3(4).
74
Simbolon, Marhaeni Ria. 2014. Tanggung Jawab Terhadap Kerusakan Lingkungan
Hidup Kaitannya Dengan Kewenangan Perizinan Dibidang Kehutanan Dan
Pertambangan. Jurnal Dinamika Hukum, 14(3): 394-405.
Shopia, Maharani Siti. 2008. Catatan Ketidakadilan Hukum Atas Lingkungan. Jurnal
Hukum Jentera, 18(1).
Snow, David A dan Robert Benford. 2000. Framing Process and Social Movements:
An Overview and Assesment. Annual Review of Sociology, 26(1): 611-39.
Snow, David A, Zurcher, Louis A, Ekland-Olson, Sheldon. 1980. Social Networks
and Social Movements: A Microstructural Approach to Differential
Recruitment. American Sociological Review, 45(1): 787-801.
Suliandi. 2015. Resistensi Petani Terhadap Pertambangan Pasir Besi di Karanguin
Kulon Progo. Jurnal Sosiologi Reflektif, 9(2): 1-309.
Top Related