Download - Sosiologi Hukum

Transcript

Skripsi Mini

HUKUM SEBAGAI KAIDAH

SOSIAL SUATU KAJIAN PUTUSAN HAKIM

OLEH

MUHAMAD JAWAZ

STAMBUK 601070090

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS GORONTALO

Gorontalo, Desember 2009

i

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Penulis Panjatkan Kehadirat Allah SWT karena

dengan Rahmat dan hidahnya penulis dapat menyelesaikan

suatu naskah Penelitian Hukum. Gagasan untuk Menyusun

Sebuah Tulisan dengan Fokus Hukum SEBAGAI KAIDAH SOSIAL

SUATU KAJIAN PUTUSAN HAKIM, Penulis akui tidak Mudah.

Pertama Karena terbatasnya Akses Kepada Sumber-sumber

Orisinil, Kedua Keluasan (Objek) dalam kedalaman objek

seringkali membingunkan.

Memperhatikan tanggapan positif dari kalangan mahasiswa

fakultas Hukum yang menunjukkan minat tehadap naskah

akademik, maka penulis menyusun suatu karya untuk dijadikan

pelengkap tugas dari mata kuliah sosiologi hukum. mengetahui

hal tersebut, penulis ingin mengadakan penambahan dan

penyempurnaan dalam skripsi mini ini, karna penulis masih

melihat masih banyak kekurangan dalam penyusunannya,

karena terbatasnya kegiatan yang sangat padat dan sumber-

sumber yang ada.

Semoga skripsi mini ini dapat bermamfaat dan menarik

bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada Khususnya dan

semoga dalam skripsi berikutnya, penyusunannya lebih baik lagi.

Terimah kasih

Penulis

ii

DAFTAR ISI

Judul............................................................................................

i

Kata Pengantar.............................................................................

ii

Daftar isi.......................................................................................

iii

BAB I Pendahuluan........................................................................

1

1.1 Rumusan Masalah...............................................................

2

1.2 Tujuan dan Kegunaan.........................................................

3

1.3.1 Tujuan............................................................................

3

1.3.2 Kegunaan........................................................................

3

Bab II Tinjauan Pustaka.................................................................

4

2.1 definisi Putusan ..................................................................

4

Bab III Pembahasan......................................................................

5

3.1 Hukum Sebagai Suatu Kaidah

Sosial..................................... 5

iii

3.2 Sistem Peradilan di Indonesia..............................................

8

3.3 Kekuasaan Hakim...............................................................

11

3.4 Tugas Pokok Hakim............................................................

11

3.5 Putusan Hakim...................................................................

13

Bab IV Penutup............................................................................

15

4.1 Kesimpulan........................................................................

15

4.2 Saran.................................................................................

15

Daftar Pustaka..............................................................................

17

BAB I

1.1 PENDAHULUAN

Didalam masyarakat Modern Penyelesaian persengketaan

telah diberikan kepada suatu badan Khusus yang berfungsi

memberikan keadilan ,yaitu “ Badan Peradilan “.dibadan

Peradilan Itulah salah satu Perwujudan Hukum itu Kokreto

iv

ditempuh dalam mencari dan Menemukan Keadilan. Peradilan

Merupakan proses yang di tempuh dalam mencari dan

Menemukan Keadilan, dengan Perantara Hakim dan aparat yang

di tugaskan untuk Tugas Judikatif itu. Prosedur mencari Keadilan

dengan Perantaraan badan Peradilan itu kita kenal sebagai

proses Hukum Acara, Baik Hukum Acara Perdata Maupun Hukum

Acara Pidana.

Umumnya Masyarakat Modern dewasa ini

Memproklamirkan Negara sebagai Rechtstaat yang menganut

azas The Rule Of Law. Dan Sebagai Kosekuensinya dari

dianutnya Azas Negara Hukum, dianut Pula Azas yang

menghendaki Peradilan Bebas dari Campur tangan kekuasaan

Lain, Baik Eksekutif maupun Legislatif. Syarat seperti Itu

tampakanya tidak hanya tegas di anut oleh Negara-

negaraLiberal, tetapi Juga oleh Negara Sosialis Seperti Uni Soviet

menyebutkan Pula di Dalam Konstitusi mereka bahwa : Judges

are indefendent and subjet only to the lww.Peradilan di nyatakan

oleh mereka sebagai “indefendent of extra judical factors”.

Prinsip Indefendent judge juga di anut oleh Indonesia, Terlihat

dalam Pasal 1 UU No.14 tahun 1970 yang berbunyi : Kekuasaan

Hakim adalah Kekuasaan Negara yang Merdeka untuk

Meyeleggarakan Peadilan Guna menegakkan Hukum dan

Keadilan Berdasarkan Pancasila, demi terseleggraranya Negara

Hukum Republik Indonesia”. Kekuasaan Hakim merupakan

kekuasaan yang berdiri sendiri dan bebas dari Campur tangan

Pihak-pIhak diluar Kekuasaan kehakiman untuk

menyelenggarakan peradilan demi terselenggaranya Negara

Hukum.

Melihat Kenyataan Bahwa Penggunaan Lembaga Putusan

didalam Peraktek sehari-hari banyak menimbulkan Kesulitan,

maka Hakim-hakim di Pengadilan Negeri tidak mudah

menjatuhakn Putusan yang di jalankan terlebih dahulu apabila

v

tidak ada keperluan yang sangat mendesak sekali, walaupun

Syarat-syrat yang ditentukan Pasal 180 HIR sudah terpenuhi.Hal

ini dimaksudkan untuk mencegah Hal-hal yang tidak di inginkan,

apabila perkara itu di mintakan Banding. Lembaga Putusan yang

di Laksanakan terlebih dahulu di atur Dalam Pasal 180 (1)HIR

dan Pasal191 9!) RBg. Sebagai Manusia Biasa Hakim dapat

membuat kehilafan, dengan lain Perkataan Putusan Pengadilan

Negeri tidak selalu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi atau dalam

Taraf Kasasi di benarkan oleh Mahkamah Agung. Apabila Putusan

telah dilaksanakan dan Kemudian Putusan tersebut di batalkan /

tidak Dilaksanakan, Sehingga tergugat yang semula adalah Pihak

yang dikalahkan berubah menjadi Pihak yang dimenangkan,

sedangkan barang-barangnya telah di jual melalui pelelangan

guna menutupi jumlah Uang yang harus Dibayar. Karena Barang-

barang tersebut telah di lelang, tidah mungkin barang-barang

tersebut dikembalikan kepada tergugat. jadi hanya uang hasil

Pelelangan saja yang dapat di kembalikan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Dari Pokok-pokok pikiran yang telah penulis kemukakan

di,atas mak dalm Skiripsi ini penulis mengemukakan rimusan

Masalah sebagai berikut :

1. bagaimana Seorang Hakim dalam menyelesaikan Proses

perkara di pengadilan

2. Upaya-upaya yang ditempuh dalam menyelsaikan kasus-

kasus yang terjadi diindonesia

3. faktor faktor apa yang menyebabkan tidak efektifnya

proses peadilan yang ada di indonesia

1.3. TUJUAN DAN KEGUNAAN

1.3.1 Tujuan

vi

1. untuk mengetahui sejauh mana tugas dan wewnang seorang

hakim ditinjau dari segi sosiologi hukum

2. faktor-faktor apa yang mempengaruhi seorang hakim dalam

mengambil sebuah putusan di pengadilan

1.3.2 Kegunaan

Secara Praktis yaitu dapat berguna bagi penulis yang ingin

meneliti kajiannya lebih jauh dan mendalam tentang penerapan

tugas dan wewnang seorang hakim dalam mengambil sebuah

putusan di pengadilan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

vii

2.1 Definisi Putusan

Putusan hakim adalah Suatu pernyataan yang oleh Hakim,

Sebagai pejabat negara yang di beri Wewenang untuk itu, di

Ucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau

menyelasikan suatu perkara atau sengketa antara Para Pihak.

Bagi Hakim dlam mengadili Suatu Perkara terutama yang di

pentingkan adalah Fakta dan Peristiwanya dan Bukan

Hukumnya.Peraturan Hukum hanyalah alat, sedangkan yang

bersifat menentukan adalah Peristiwanya.

- Putusan Conmnator yaitu yang amarnya berbunyi ebagai

berikut : Menghukum dan Seterusnya...

- Putusan yang konstitutif yaitu yang amarnya menimbulkan

suatu keadaan baru atau meniadakan keadaan Hukum.

Menurut Undang-undang Nomor 04 tahun 2004 Kekusaan

Kehakiman adalah Kekuasaan negara yang Merdeka untuk

menyelenggarakan Peradilan guna Menegakkan Hukum dan

keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselengaranya Negara

Hukum Republik Indonesia.

Eksekusi yang menghukum pihak yang kalah untuk

melakukan suatu perbuatan. hal ini di atur dalam pasal 225 HIR

(Herziene inlandsch reglement ), pada hakikatnya terhukum

tidak sapat di paksa untuk melakukan sesuatu atau toidak dapat

melakukan sesuatu. Oleh karena itu pihak yang menang dapat

meminta melalui Ketua Panitia Pengadikan Agar keputusan

melakukan suatu Perbuatan itu dinilai dengan Uang.

BAB III

PEMBAHASAN

viii

3.1 HUKUM SEBAGAI SUATU KAIDAH SOSIAL

Sosiolgi Hukum mengarahkan kajiannya kepada

keberlakuan Empirik atau Faktual dari Hukum, jadi Lebih

mengarakan kepada kenyataan kemasyarakatan. Objek Sosioligi

Hukum pada tingkat Pertama adalah kenyataan dalam

Masyarakat.dan baru pada tingkat Kedua Kaidah-kaidah hukum,

yang dengan salah satu cara memainkan peranan dalam

kenyataan kemasyrakatan itu.

Hukum merupakan suatu yang luas sekali dan Abstrak ,

karna itu tepatlah apa yang dituliskan oleh Emmanuel Khan

bahwa : “ noch suchen die Juristen Eine Definition Zuehrem

Begriffe Von Recht “ Tidak ada seorang jurispun yang dapat

memberi Definisi Hukum yang Paling Tepat. Hukum terlalu Luas

Aspeknya, dengan demikian pemberian definisi tentang hukum ,

banyak tergantung dari mana kita memandang hukum itu.

Sebagai contoh saja , ” The Man in The Street ” atau orang

awam dibidang hukum, sering mengartikan hukum seperti apa

yang dilihatnya di pengadilan. mereka cenderung untuk

mengidentifikasikan hukum sebagai Hakim yang bertoga angker

dengan buku tebal yang berisikan ratusan peraturan : atau Polisi

yang bertugas menangkap Penjahat. Mendengar Perkataan

hukum maka orang-orang awam segera mengingat bagian-

bagian Konkret dari Hukum tadi.

Perwujudan Hukum di muka Pengadilan, hanyalah salah

satu bentuk pelaksanaan Hukum dalam hal timbul

persengketaan atau Perkara Pidana dan aparat-aprat Hukum

yang terlibat di dalamnya, adalagi yang mengidentifikasikan

hukum dengan undang-undang. Pandangan semacam ini pun

tidak tepat, meskipun diakui bahwa Undang-undang merupakan

salah satu instrumen Hukum dalam Pelaksanaan Fungsinya.

Beberapa Ahli pernah Memberikan Definisi Hukum, antara

Lain:

ix

3.1.1. Menurut E Mayers

Hukum merupakan Keseluruhan aturan yang mengandung

Pertimbangan Kesusilaan yang ditujukan Kepada tingkah laku

manusia dalam Masyrakat dan yang menjadi Pedoman bagi

Penguasa-penguasa Negara dalam melaksanakan tugas-

tugasnya.

3.1.2. Menurut j. Van kan :

Hukum merupakan serumpun Peraturan-peraturan yang

bersifat Memaksa yang diadakan untuk mengatur

perlindungan kepentingan orang dalam masyarakat.

3.1.3. Menurut Dugit :

Hukum merupakan aturan tingkah Laku para warga

Masyarakat, yang daya penggunaanya pada saat tertentu

diindahkan oleh suatu masyrakat sebagai jaminan dari

kepentingan bersama dan jika dilanggar menimbulkan Reaksi

Bersama terhadap orang yang melanggar peraturan itu.

3.1.4. Menurt Gretius

Hukum adalah Peraturan tentang tindakan moral yang

menjamin Keadilan

3.1.5. Menurut Emmanuel Khan :

Hukum adalah Keseluruhan Syarat-syarat yang dengan ini

kehendak bebas dari Orang lain,Berdasar pada peraturan

Hukum tentang Kemerdekaan.

Dari Sekian Banyak Definisi Hukum yang dikemukakan

diatas terlihat betapa Luasnya Aspek Hukum, yang berakibat

pandangan setiap pakar tentang apa Hukum itu juga berbeda-

beda. Mungkin untuk pegangan, kita dapat menjelaskan kepada

setiap orang awam yang mempertanyakan apakah Hukum itu,

dengan menjawabnya bahwa : Hukum Merupakan Serangkaian

aturan yang Tersusun dalam suatu Sistem yang berisikan

Petunjuk tentang apa yang boleh dan apa yang tidak Boleh

dilakukan, Perintah dan Larangan Bagi warga Masyarakat.

x

Sebagai Suatu Jenis kaidah, yang mengatur tingkah Laku

Masyarakat, Maka Hukum hanya satu di antara berbagai Kaidah

Lainnya. Gustav Radbruch Megemukakan dua Penggolongan

Kaidah anatara Lain :

1. Kaidah Alam

Kaidah alam Merupakan kaidah yang Menyatakan tentang apa

yang pasti akan terjadi, : contohnya : Semua Manusia Pasti

Meninggal. Jadi Kaidah Alam ini merupakan Kesuaian dengan

Kenyataan.

2. Kaidah Kesusilaan

Kaidah Kesusilaan Merupakan Kaidah yang menyatakan

tentang suatu yang belum tentu terjadi, contohnya : Manusia

dilarang Mencuri. Jadi Manusia ada Kemungkinan menjadi

Pencuri, tetapi ada kemungkinan juga tidak Mencuri. Jadi

Kaidah sosial ini dijadikan Kaidah, meskipun ia kelak tidak

sesuai dengan kenyataan. Kaidah Kesusilaan ini

Menggambarkan Suatu rencana atau Keadaan yang ingin di

Capai.

Gustav Radbruch Menyatakan bahwa Kaidah Kesusilaan

( dala Arti Luas ) dimasukkan dalam golongan Ideal, sedangkan

Kaidah Hukum kedalam kaidah Kultur. Penulis sendiri

Berpendapat Bahwa Kaidah Hukum masuk pada kedua-duanya,

baik kaidah ideal maupun Kaidah Kultur. Kaidah Hukum

Menunjukkan ciri-ciri Kesusilaan ( dalam arti Luas ) yang

mengatur tentang apa yang seharunya dilakukan, bukan apa

yang pasti dilakukan. Dilain Pihak kaidah Hukum pun mengajak

warga masyarakat untuk mencapai cita-cita dalam keadaan

tertentu dan keadaan tertentu tanpa mengabaikan dunia

kenyataan, karena itu termasuk Kaidah Kultur. Persamaan

diantara seluruh Kaidah Sosial, baik kaidah Hukum Maupun

Kaidah Kesusilaan lainnya seperti kaidah agama, Kaidah

Kesopanan , dan Kaidah Kesusilaan (dalam arti sempit ) adalah

xi

bahwa semuanya ditunjang oleh Sanksi. Tetapi sifat dari sanksi

yaqng membedakannya, itulah yang menempatkan Kaidah

hukum dalam tempat sendiri dibanding kaidah sosial lainnya.

Perbedaan Kaidah Hukum Dan Kaidah Sosial Lain

Kaidah Sosial merupakan Instrumen dan membina suatu

Masyarakat yang tertib. Kaidah sosial Merupakan bagian dari

keseluruhan sistem sosial. Ada 4 Jenis kaidah soial :

a. Kaidah Hukum

b. Kaidah Agama

c. Kaidah Kesusilaan

d. Kaidah Kesopanan

Sedangkan Perbedaan antara kaidah Hukum disatu pihak

dengan kaidah sosial Lainnya dipihak Lain, terutama pada segi

Sanksinya. Kaidah Hukum sanksinya Bersifat Eksternal, artinya di

paksakan dari unsur diluar manusia, dalam hal ini Penguasa yang

sah, sedangkan Sanksi kaidah sosial lainnya (Agama, Kesusilaan

dan Kesopanan ) bersifat internal artinya berasal dari diri si

pelaku. Jika seorang menyimpan dari kaidah Agama, maka sanksi

yang bakal menimpa dirinya akan dipertanggung jawabkannya

kelak di akhirat. Jika Seorang Menyimpan dari Kaidah Kesusilaan

maka akan timbul Penyesalan terhadap dirinya sendiri. Dan Jika

seorang menyimpan dari Kaidah Kesopanan maka celaan dari

warga masyarakat lain akan menimpanya, dimana sipelaku akan

menyesali dirinya sendiri. Berbeda dengan Penyimpangan dari

Kaidah Hukum akan mengakibatkan si pelaku memperoleh

sanksi dari pihak penguasa.

3.2 SISTEM PERADILAN DI INDONESIA

Sistem Peradilan kita dindonesia banyak dipengaruhi oleh

sistem sistem Peradilan Eropa Kontinental, sebagai kaibat kita

Lama di jajah oleh Belanda. Selama ini dunia Peradilan di

xii

indonesia Mengenal antara Pemeriksaan perkara Pidana dan

Pemeriksan Perkara Perdata. Sementara itu sedang di Godok

undang-undang mengenai Peradilan Administrasi Negara. Istilah

”criminal Justice Saystem” atau sistem Peradilan Pidana

menunjukkan mekanisme kerja dalam Penanggulangan

kejahatan dengan mempergunakan dasar pendekatan system.

Menurut Muladi, Sistem peradilan Pidana Merupakan jaringan

(network) Peradilan yang menggunakan Hukum pidana meateriil,

Hukum pidana Formil maupun Hukum pelaksana Pidana. Sifat

yang terlalu berlebihan jika dilandasi hanya untuk kepastian

Hukum saja yang akan membawa bencana berupa ketidakadilan.

Salah satu Problem berkaitan dengan sistem Peradilan kita

di indonesia Dewasa ini adalah masih di kenalnya aneka Badan

Peradilan selain Badan-badan Peradilan Umum ( pengadilan

Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung ). Antara lain

kita masih mengenal Peradilan Khusus seperti Pengadilan Agama

( Khusus untuk perkara Perceraian dan warisan bagi Umat Islam),

Peradilam Militer, Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan

( P4D dan P4p ). Keaneka Ragaman Badan Peradilan antara lain

di sebabkan juga oleh Keaneka ragaman Hukum yang berlaku di

indonesia, Khususnya di bidang Hukum Perdata ( privat Law ).

Karena itu sebelum kita membahas lebih lanjut tentang dunia

Peradilan di indonesia, penulis akan mengemukakan sekilas

tentang keaneka Ragaman Hukum di indonesia.

3.2.1 Keaneka ragaman hukum dan Berlakunya.

Keaneka ragaman Hukum, Kuhususnya dibidang Hukum

Perdata di indonesia kini adalah Warisan dari masa Hindia

Belanda. BerdasarkanPasa 163 I.S (Wet op de indische staats

Regeling ) maka Penduduk Hindia Belanda di bagi atas tiga

Golongan yaitu :

3.2.2 Golongan Eropa Kontinental

xiii

Termasuk di dalamnya Belanda. Orang-orang Eropa Lainnya,

orang-orang jepang serta semua orang-orang yang tidak

termasuk dan golongan Belanda dan Eropa bukan belanda,

tetapi di Negeri Asalnya tunduk pada Hukum Kekeluargaan

Belanda seterusnya anak-anak sah ataupun yang kemudian

disahkan dari orang-orang Eropa bukan Belanda dan Jepang.

3.2.3 Golongan Bumi Putera ( Inlanders )

a. Mereka yang tergolong dalam Golongan penduduk Pribumi

Hindia Belanda Terkecuali Mereka Pribumi yang beragama

Kristen dan mereka Pribumi yang telah pindah ke golongan

Penduduk lain.

b. Mereka yang Semula termasuk didalam golongan Bukan

bumi putera akan tetapi kemudian memasukkan diri

(oplossen) dalam Golongan Bumi Putera.

3.2.4. Golongan Timur Asing

Termasuk di dalamnya mereka yang termasuk pada angka 1

dan 2 diatas dan tidak beagama kristen.

Keadaan di masa Hindia Belanda dulu, masih berlanjut

terus setelah indonesia Merdeka. Dengan Demikian Khsusnya di

bidang hukum perdata di indonesia kini masih dikenal adanya

keaneka ragaman hukum yang berlaku bagi golongan-golongan

tertentu.

Dewasa ini pada Pokonya ada 3 sistem Hukum Perdata

yang merupakan hukum positif di indonesia, Yaitu:

- Hukum Perdata Barat ( BW dan WvK).

- Hukum Perdata Adat

- Hukum Perdata Islam, Hanya di Bidang huku, Perkawinan dan

Hukum Waris.

xiv

Keaneka Ragaman dibidang Hukum perdata ini, akhirnya

membedakan Pula badan peradilan yang berkompeten untuk

menyelesaikan sengketa hukum keperdataan. Berbeda dengan

Hukum di bidang Perdata, maka di bidang hukum Pidana,telah

berlaku Unifikasi Hukum. Untuk seluruh Penduduk Indonesia

hanya berlaku satu macam Hukum Pidana, yaitu KUHP (kitab

undang-undanh Hukum Pidana) dan Undang-undang Pidana

Lainnya.

A. Kompentesi Peradilan di Indonesia

Di indonesia, wewenang untuk Mengadili tidak semata-

mata hanya diserahkan pada lembaga Pengadilan, melainkan

juga pada Lembaga Peradilan lain non Pengadilan seperti P4P

dan P4D untuk Peyelesaian Perselisihan Perburuhan.

Sedangkan Pengadilan sendiri, Berdasarkan Pasal 10 ayat

1 UU No 14 tahun 1970 Undang-undang Pokok Kekuasaan

Kehakiman masih dibedakan lagi atas Empat macam :

Peradilan Umum

Peradilan Agama

Peradilan Militer

Peradilan Tata Usaha Negara

3.3 KEKUASAAN KEHAKIMAN

Kekuasaan Kehakiman ketentuannya diatur dalam Undang-

undang No.14 tahun 1970. Undang-undang ini merupakan induk

dan Kerangka umum yang meletakkan Dasar serta azaz-azas

Peradilan serta pedoman bagi lingkungan Peradilan Umum,

peradila Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usha

Negara. Sedangkan masing-masing Peradilan masih di atur

dalam Undang-undang tersendiri. Dengan UU. No. 14 tahun 1970

maka Undang-undang tentang Kekuasaan Kehakiman

sebelumnya ( UU No.19 tahun 1964, LN 107 ) dinyatakanh tidak

Berlaku.Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang

xv

berdiri sendiri dan bebas campur tangan Pihak-pihak di luar

Kekuasaaan Kehakiman untuk menyelenggarakan Peradilan demi

Terselenggaranya Negara Hukum ( Pasal 1, 4, ayat 3 UU No. 14

tahun 1970, ayat 1 TAP VI / MPR tahun 1973 ). Bagi hakim dalam

mengadili suatu Perkara terutama yang dipentingkan adalah

Fakta dan Peristiwanya dan Bukan Hukumnya. Peraturan

Hukumnya hanyalah alat sedangkan yang bersifat menentukan

adalah peristiwanya.

3.3.1 TUGAS POKOK HAKIM

Putusan Hakim adalah suatu Pernyataan hakim, sebagai

pejabat negara yang diberi Wewenang untuk itu di ucapkan

diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk menghakimi atau

menyelesaikan suatu Perkara. Suatu Konsep Putusan Tertulis

tidak mempunyai kekuatan sebagai putusan sebelum diucapkan

dipersidangan oleh Hakim.Putusan yang diucapkan Hakim

dipersidangan tidak boleh berbeda dengan yang tertulis. Kalau

ternyata terdapat perbedaan antara Putusan yang tertulis

dengan yang di ucapkan maka yang sah adalah yang di Ucapkan.

Lahirnya suatu Putusan adalah yang di ucapkan.

Tugas Pokok Hakim Meliputi, Menerima, Memeriksa dan

Mengadili, menyelesaikan Setiap Perkara yang di ajukan

Kepadanya. (Pasal 2 ayat 1 UU No. 14 tahun 1970). Dalam hal ini

Hakim bersifat pasif, ia hanya menunggu dan tidak aktif mencari

perkara. Kemudian Hakim itu meniliti Perkara da akhirnya

mengadili. Tugas Hakim tidak hanya sampai menjatuhkan

Putusan, akan tetapi harus sampai pada peyelesaian Putusan itu.

Karna itu dapat disimpulkan bahwa Tugas Hakim adalah

Mengkonstatir-mengkulifisir-mengkonstituir Peristiwa-

peristiwa.

- Mengkonstatir

Yang dimaksud Mengkonstatir adalah Hakim harus

menentukan benar tidaknya Peristiwa yang diajukan.dalam

xvi

hal ini Hakim harus benar-benar merasa pasti tentang

Konstateringnya itu. Oleh karena itu Hakim hakim Harus

menggunakan alat-alat yang di perlukan untuk membenarkan

Anggapannya, mengenai Peristiwa yang bersangkutan,

dengan Alat-alat ini , Hakim harus mengadakan Pembuktian,

sehingga ia yakin akan kebenaran Peristiwa yang di ajukan

kepadanya. Jadi Mengkonstatir Peristiwa Berarti sekaligus

membuktikan Peristiwa yang diajukan kepadanya.

- mengkulifisir

Tindakan selanjutnya yang di lakukan oleh hakim adalah

mengkulifisir Peristiwa yang yang telah di konstatirnya itu.

Dalam hali ini mengkualifisir artinya mencari hubungan

hukum bagi peristiwa yang telah di Konstatir itu.

- Mengkonstituir

Upaya Memberikam Konstitusisi ini berarti hakim menetapkan

Hukum kepada yang bersangkutan. Pasal 5 ayat 1 UU 1970

Mewajibkan hakim mengadili Perkara menurut Hukum. Karena

itu Hakim di Anggap suda tahu mengenai Hukum suatu

Peristiwa. Ini merupakan Azas dalam hukum Acara (Ius Curia

Novit). Jadi Pihak yang bersangukutan tidak Perlu

memberitahukan mengenai hukum dari peristiwa yang di

ajukan. Hakim Sebelum menjatuhklan Putusannya terlebih

dahulu harus menggunakan Pembuktian untuk menguji

kebenaran Peristiwa-peristiwa yang di ajukan kepadanya.

3.3.2 Putusan Hakim

Putusan hakim adalah Suatu pernyataan yang oleh Hakim,

Sebagai pejabat negara yang di beri Wewenang untuk itu, di

Ucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau

menyelasikan suatu perkara atau sengketa antara Para Pihak.

Bukan hanya yang di Ucapkan saja yang dimaksud putusan,

melainkan juga pernyataan yang dituangkan dalam bentuk

xvii

tertulis dan kemudian diucapkan oleh Hakim di persidangan.

Sebuah Konsep Putusan (tertulis) tidak mempunyai kekuatan

sebagai Putusan sebelum di ucapkan di persidangan oleh hakim.

Putusan hakim mempunyai tiga Macam kekuatan :

3.2.1 Kekuatan Mengikat (bindende kracht)

Kekuatan hakim mepunyai Kekuatan mengikat kedua belah

pihak ( pasal 1917 BW ) didalam Pengertian itu dapat dikatakan

bahwa Putusan hakim memperloleh kekuatan Hukum yang pasti

atau tetap apabila tidak ada lagi Upaya hukum biasa yang

tersedia. Termasuk Upaya Hukum disini adalah Perlawanan,

Banding atau kasasi.

3.2.2 Kekuatan Pembuktian (Bewijzende krachat)

Dituangkannya Putusan dalam Bentuk tertulis yang

merupakan akta otentik, bertujuan untuk dapat di gunakan

sebagai alat bukti para pihak, yang mungkin di perlukannya

untuk mengajukan banding, kasasi atau Pelaksanaanya Pasal

1918 dan 1919 BW mengatur tentang kekuatan pembuktian dari

Putusan perkara Pidana.

3.2.3 Kekuatan Eksekutorial ( Ekscutorial Kracht )

Suatu Putusan hakim tidak semata-mata menetapkan Hak

sesoarang atau Hukumnya saja melainkan juga realisasi atau

Pelaksanaan secara Paksa.

Putusan Hakim, terdiri dari 4 bagian :

- Kepala Putusan atau irah-irah.

Setiap Putusan pengadilan harus berkepala: ”Demi Keadilan

berdasarkan Ketuhanan yang maha Esa”. Sebelumnya kita

mengenal kepala putusan dengan Kalimat “ atas Nama

Keadilan “ atau “ atas nama Sri baginda raja”.

- Identitas Para Pihak.

Identitas kedua bela Pihak, Nama, Umur, Alamat masing-

masing.

- Pertimbangan (Konsiderans)

xviii

Pertimbangan atau Konsiderans adalah dasar dari Putusan.

- Amar atau Diktum

Amar atau Diktum merupakan jawaban terhadap petitum atau

tuntutan Pengugat.

Jadi Putusan adalah Perbuatan hakim sebagai Penguasa

atau Pejabat Negara Putusan hakim (vonnis) diatur dalam BW,

Buku IV dalam Bab Vermoder. Mengapa demikian, sebab

Keputusan Hakim itu dianggap Benar.Sebelum Putusan di

jatuhkan, terlebih dahulu Majelis hakim Bermusyarah dalam

dalam Ruangan tertutup untuk mmepertimbangkan Putusan

Perkara. Ketua Majelis Hakim memimpin Musywarah itu untuk

mendapatkan putusan yang merupakan hasil pemufakatan Bulat.

Bila hal itu tidak tercapai maka pemusyawaratan di tunda sampai

musyawarah berikutnya, Apabila hal itu gagal setelah di

usahakan sungguh-sungguh, lalu Putusan diambil dengan suara

terbanyak dan kalau itu pun tidak tidak terjadi, maka suara

terakhir Hakim ketua Majelis tadi yang menentukan.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan :

Setelah melakukan Penelitian dan Pembahasan, maka dapat

dikemukakan beberpa kesimpulan yaitu :

1. Objek Sosioligi Hukum pada tingkat Pertama adalah

kenyataan dalam Masyarakat.dan baru pada tingkat Kedua

Kaidah-kaidah hukum, yang dengan salah satu cara

memainkan peranan dalam kenyataan kemasyarakatan itu.

2. Hukum Merupakan Serangkaian aturan yang Tersusun

dalam suatu Sistem yang berisikan Petunjuk tentang apa

yang boleh dan apa yang tidak Boleh dilakukan, Perintah

dan Larangan Bagi warga Masyarakat.

xix

3. kaidah Sosial merupakan Instrumen dan membina suatu

masyarkat yang tertib. Kaidah merupakan bagian dari

keseluruhan sistem sosial. Ada 4 jenis kaidah yang ada :

a. Kaidah Hukum

b. Kaidah Agama

c. Kaidah Kesusilaan

d. Kaidah Kesopanan

4. Putusan adalah Perbuatan hakim sebagai Penguasa atau

Pejabat Negara, Putusan hakim (vonnis) diatur dalam BW,

Buku IV dalam Bab Vermoder. Mengapa demikian, sebab

Keputusan Hakim itu dianggap Benar.

5. Tugas Pokok Hakim Meliputi, Menerima, Memeriksa dan

Mengadili, menyelesaikan Setiap Perkara yang di

ajukan Kepadanya.

4.2 Saran :

Berdasarkan kesimpulan tersebut maka disarankan sebagai

berikut :

1. kepada seorang hakim agar menerapkan sanksi yang adil

kepada semua terdakwa yang melakukan pelanggaran baik

pidana maupun perdata yang berdasarkan keadilan dan

kemanusiaan.

2. agar masyarakat dapat menyadari betapa beratnya Putusan

Hakim di pengadilan yang harus dijalankan oleh seseorang

jika melakukan suatu perbuatan yang melanggar Hukum.

xx

DAFTAR FUSTAKA

1. prof.Dr.H..Otje Salman,s.sh, 2007, teori Hukum, Refika

aditama, bandung.

2. Prof.DRRusli efendi,sh, 1991, Teori Hukum, Hasanuddin

unversity Press, Ujung Pandang.

3. Achmad Ali Sh.Mh, Teori Hukum, 1991, Hasanuddin

unversity Press, Ujung Pandang.

4. Poppy Ali.Sh.Mh, Teori Hukum, 1991,Hasanuddin unversity

Press, Ujung Pandang.

5. Anthon F Susanto. sh.mh, wajah peradilan Kita, 2004,

Refika Aditama, bandung.

6. prof.Sudikno merokusumo,sh, 1985, Hukum acara Perdata

indonesia, Liberti, Yogyakarta,

xxi

7. A Siti Soetami.Sh, 2007, Hukum Acara Peradilan Tata

Usaha Negara, Refika aditama, bandung

8. Ilham Basri sh.Mh, 2004, Sistem Hukum di Indonesia,

RajaGrafindo persada, Jakarta

Dalam menangani sengketa-sengketa perdata pada umumnya, selama inibanyak pihak merasakan betapa lembaga pengadilan dianggap terlalu saratdengan prosedur, formalistis, kaku, dan lamban dalam memberikan putusanterhadap suatu sengketa. Agaknya faktor tersebut tidak lepas dari cara pandanghakim terhadap hukum yang amat kaku dan normatif-prosedural dalammelakukan konkretisasi hukum. Sedangkan seyogianya hakim mampu menjadiliving interpretator yang mampu menangkap semangat keadilan dalammasyarakat dan tidak terbelenggu oleh kekakuan normatif-prosedural yang adadalam suatu peraturan perundang-undangan, karena hakim bukan lagi sekedarla bouche de la loi (corong undang-undang).Terdapat sinyalemen bahwa hakim tidak memiliki cukup keberanianuntuk mengambil keputusan yang berbeda dengan ketentuan normatif undangundang,sehingga keadilan substansial

xxii