LAPORAN PENDAHULUANASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SLE DI
RUANG C3 LANTAI 1
RSUP DR KARIADI
DISUSUN OLEH :IYAN YANUAR WINDARTO
11.994
AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH
2012
A. ANATOMI FISIOLOGI
Sistem Imun adalah sistem pertahanan manusia sebagai perlindungan
terhadap infeksi dari makromolekul asing atau serangan organisme,
termasuk virus, bakteri, protozoa dan parasit. Sistem kekebalan juga
berperan dalam perlawanan terhadap protein tubuh dan molekul lain seperti
yang terjadi pada autoimunitas, dan melawan sel yang teraberasi menjadi
tumor.
Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh
luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu
organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan
melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel
kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika system kekebalan melemah,
kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan
patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat
berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan
terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan
meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.
Ada dua jenis system imunitas, yaitu :
1. Imunitas bawaan (imunitas nonspesifik)
Merupakan garis pertahanan pertama terhadap semua
pengganggu. Bagian utama tubuh yang berfungsi sebagai imunitas
bawaan adalah kuit, air mata, dan air liur.
a. Perlindungan permukaan
Kulit dan membrane mukosa merupakan lapis pertama
pertahanan tubuh. Selama kulit tidak rusak, epitelium yang
berlapis keratin ini sulit ditembus oleh mikroba. Keratin yang
melapisi epitelium kulit juga tahan terhadap asam dan basa
lemah serta racun dan enzim bakteri. Apabila mikroba dapat
menembus kulit, membrane mukosa yang menghasilkan lendir
akan menjerat mikroba tersebut. Perlindungan yang dihasilkan
oleh kulit dan membran mukosa adalah sebagai berikut.
1) Hasil sekresi kulit cenderung bersifat asam (pH 3-5),
sehingga menghambat pertumbuhan bakteri. Minyak
(sebum) pada kulit mengandung zat kimia yang
beracun bagi bakteri.
2) Mukosa lambung mengandung larutan HCl dan enzim
pencerna protein. Kedua zat tersebut dapat membunuh
mikroorganisme.
3) Ludah dan air mata mengandung lisozim, yaitu enzim
penghancur bakteri.
4) Lendir yang lengket akan memerangkap
mikroorganisme yang masuk ke saluran pencernaan
dan saluran pernapasan.
b. Kekebalan dalam tubuh
Jika mikroba berhasil melewati penghalang permukaan
tubuh maka masih ada penghalang berikutnya yang siap
melawannya. Penghalang yang dimaksud adalah perlindungan
dalam tubuh yang bersifat nonspesifik. Nonspesifik artinya
penghalang tersebut melawan semua patogen tanpa
membeda-bedakan. Perlindungan nonspesifik mencakup
antara lain fagosit, sel natural killer (sel NK), dan protein anti
mikroba.
Fagosit
Sel yang termasuk fagosit (sel pemakan) misalnya
makrofag, neutrofil, dan eosinofil. Makrofag berasal dari
monosit, yang merupakan bagian dari sel darah putih. neutrofil
dan eosinofil juga meupakan dari sel darah putih. Monosit,
neutrofil dan eosinofil yang dihasilkan disumsum merah
bersifat fagositik dan masuk ke jaringan yang terinfeksi.
Eosinofil merupakan fagosit yang lemah, tetapi berperan
penting dalam pertahanan tubuh melawan cacing parasit.
Mekanisme fagositosis
1) Proses fagositosis:
Proses fagositosis bermula dengan perlekatan
bahan seperti bakteria kepada fagosit. Bahan yang
ditelan akan berada dalam fagosom. Fagosom akan
melakur dengan lisosom dan membentuk fagolisosom.
Radikal-radikal oksigen dan enzim-enzim proteolisis
akan dirembeskan ke dalam fagolisosom untuk
mencerna bahan asing dan memusnahkan bahan
tersebut. Hasil percernaan akan dikumuhkan keluar
dan sebahagian dari bahagian-bahagian kecil akan
dipersembahkan kepada limfosit untuk mengaktifkan
limfosit.
Sel natural killer (sel NK)
Sel NK berjaga di system peredaran darah dan
limfatik. Sel NK merupakan sel pertahanan yang
mampu melisis dan membunuh sel-sel kanker serta sel
tubuh yang terinfeksi virus sebelum diaktifkannya
system kekebalan adaptif. Sel NK tidak bersifat
fagositik. Sel-sel ini membunuh dengan cara
menyerang membrane sel target dan melepaskan
senyawa kimia yang disebut perforin.
Protein anti mikroba
Protein anti mikroba meningkatkan pertahanan
dalam tubuh dengan melawan mikroorganisme secara
langsung atau dengan menghalangi kemampuannya
untuk bereproduksi. Protein anti mikroba yang penting
adalah interferon dan protein komplemen.
Interferon merupakan suatu protein yang dihasilkan
oleh sel tubuh yang terinfeksi virus untuk melindungi
bagian sel lain di sekitarnya. Interferon mampu
menghambat perbanyakan sel-sel yang terinfeksi,
namun dapat meningkatkan diferensiasi sel-sel.
Protein komplemen adalah sekelompok plasma
protein yang bersirkulasi di darah dalam keadaan tidak
aktif. Protein komplemen dapat diaktifkan oleh
munculnya ikatan antigen dan antibody atau jika
protein komplemen bertemu dengan molekul
polisakarida di permukaan tubuh mikroorganisme.
2. Imunitas adaptif
System ini diaktifkan oleh system imunitas bawaan. Imunitas
adaptif mampu mengenali dan mengingat patogen spesifik sehingga
dapat bersiap bila infeksi pathogen yang sama terjadi di kemudian hari.
Contoh system imunitas adaptif yang penting adalah limfosit.
Limfosit
Limfosit akan berkembang menjadi dua jenis sel, sel T dan sel B.
Sel T umumnya bekerja melawan antigen sel eukariot, misalnya jamur
atau sel manusia hasil transplantasi. Sel T juga dapat menghancurkan sel
tubuh yang terinfeksi virus atau patogen lainnya dan dapat membunuh sel
kanker. Sel B bekerja melawan antigen berupa bakteri dan racun yang
masuk ke dalam tubuh.
Limfosit telah matang sebelum bertemu antigen yang akan di
lawannya. Tetapi bukan antigen yang menentukan benda asing yang
akan dilawan oleh limfosit, melainkan gen kitalah yang menentukan
benda asing yang akan dilawan oleh limfosit. Antigen hanya akan
menentukan jenis sel B atau T yang akan melawan benda asing tersebut.
Jika ada protein asing (antigen) masuk ke dalam tubuh, sel B yang telah
terspesialisasi akan menghasilkan protein yang disebut antibody.
Zat antibody merupakan protein jenis immunoglobulin (Ig) yang
bekerja dengan cara merespon antigen. Antibody hanya dibuat oleh
plasma sel limfosit B. antibody terdiri atas rantai berat dan rantai ringan
yang pada ujungnya terdapat tempat pengikatan antigen yang spesifik.
Antibody terdapat di dalam darah dan cairan tubuh yang dibentuk sebagai
respons system kekebalan terhadap antigen asing. Antigen yang dikenali
oleh sel limfosit B, limfosit T, dan makrofag akan merangsang pelepasan
antibody ke dalam darah. Respons sel yang pertama terhadap antibody
adalah pembentukan antibody IgM oleh sel, setelah itu baru pembentukan
antibody tipe lain seperti IgG, IgA, IgD, dan IgE.
a. IgM
Adalah antibody yang dihasilkan pada pemaparan awal
oleh suatu antigen, contohnya jika seorang anak menerima
vaksinasi tetanus i, maka 10-14 hari kemudian akan terbentuk
antibody antitetanus IgM (respons antibody primer). IgM
banyak terdapat di dalam darah, tetapi dalam keadaan normal
tidak ditemukan di dalam organ maupun jaringan.
b. IgG
Adalah jenis antibody yang dihasilkan pada pemaparan
antigen berikutnya. Contohnya, setelah mendapatkan suntikan
tetanus ii (booster), maka 5-7 hari kemudian seorang anak
akan membentuk antigen IgG. Respons antibody sekunder ini
lebih cepat dan lebih berlimpah dibandingkan dengan respons
antibody primer. IgG di temukan dalam darah dan jaringan.
c. IgA
Adalah antibody yang memegang peranan penting pada
pertahanan tubuh terhadap masuknya mikroorganisme melalui
permukaan yang dilapisi selaput lendir, yaitu hidung, mata,
paru-paru, dan anus. IgA ditemukan di dalam darah dan cairan
tubuh (pada saluran pencernaan, hidung, mata, paru-paru,
dan ASI).
d. IgE
Adalah antibody yang menyebabkan reaksi alergi akut
(reaksi alergi cepat).
e. IgD
Adalah antibody yang terdapat dalam jumlah yang sangat
sedikit di dalam darah.
Zat antibody menghentikan aktivitas antigen penyebab penyakit
dengan cara sebagai berikut.
a. menetralisir : mengikat antigen dan mencegahnya agar tidak
mempengaruhi aktivitas sel-sel normal.
b. opsonisasi : menyiapkan antigen agar dapat dicerna oleh
makrofag dengan cara melapisi permukaan antigen dengan
antibody.
c. fiksasi komplemen : melubangi dan menghancurkan membran sel
bakteri oleh antibody.
Zat antibody dapat keluar dari darah menuju ke cairan tubuh lainnya
untuk mencegah infeksi pada permukaan mukosa, seperti pada usus
halus dan paru-paru. Zat antibody juga dapat ditemukan pada air susu
ibu.
B. DEFINISI
SLE (Sistemic Lupus Erythematosus) adalah penyakti radang multisistem
yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin
dapat akut dan kronik remisi serta eksaserbasi disertai adanya berbagai
macam auto antibodi dalam tubuh.
Klasifikasi SLE (Sistemik Lupus Erithematosus) ada 3 jenis penyakit
Lupus yang dikenal yaitu:
1. Discoid Lupus, yang juga dikenal sebagai Cutaneus Lupus, yaitu
penyakit Lupus yang menyerang kulit.
2. Systemics Lupus, penyakit Lupus yang menyerang kebanyakan
system di dalam tubuh, seperti kulit, sendi, darah, paru-paru, ginjal,
hati, otak, dan sistem saraf. Selanjutnya kita singkat dengan SLE
(Systemics Lupus Erythematosus).
3. Drug-Induced, penyakit Lupus yang timbul setelah penggunaan obat
tertentu. Gejala-gejalanya biasanya menghilang setelah pemakaian
obat dihentikan.
C. ETIOLOGI
Sampai saat penyebab SLE (Sistemik Lupus Eritematosus) belum
diketahui, Diduga ada beberapa faktor yang terlibat seperti faktor genetik,
infeksi dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi SLE (Sistemik Lupus
Eritematosus).
Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen
dari sel dan jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan dari reaksi imunologi ini
dapat menghasilkan antibodi secara terus menerus. Antibodi ini juga
berperan dalam kompleks imun sehingga mencetuskan penyakit inflamasi
imun sistemik dengan kerusakan multiorgan dalam fatogenesis melibatkan
gangguan mendasar dalam pemeliharaan self tolerance bersama aktifitas sel
B, hal ini dapat terjadi sekunder terhadap beberapa faktor :
1. Efek herediter dalam pengaturan proliferasi sel B
2. Hiperaktivitas sel T helper
3. Kerusakan pada fungsi sel T supresor
Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus :
1. Infeksi
2. Antibiotik
3. Sinar ultraviolet
4. Stress yang berlebihan
5. Obat-obatan yang tertentu
6. Hormon
Lupus seringkali disebut penyakit wanita walaupun juga bisa diderita oleh
pria. Lupus bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria maupun wanita,
meskipun 10-15 kali sering ditemukan pada wanita. Faktor hormonal yang
menyebabkan wanita sering terserang penyakit lupus daripada pria.
Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa sebelum menstruasi atau
selama kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormone (terutama
esterogen) mungkin berperan dalam timbulnya penyakit ini. Kadang-kadang
obat jantung tertentu dapat menyebabkan sindrom mirip lupus, yang akan
menghilang bila pemakaian obat dihentikan.
D. TANDA DAN GEJALA
Tanda yang paling sering dikenal pada SLE adalah munculnya ruam
merah pada wajah yang mirip dengan kupu-kupu. Biasanya jika telah
ditemukan kasus pasien dengan tanda seperti itu, kemungkinan besar pasien
tersebut menderita SLE.
Tanda atau gejala lainnya dari SLE telah dinyatakan oleh “American
College of Rheumatology” yaitu 11 kriteria untuk klasifikasi SLE. Kesebelas
kriteria tersebut antara lain:
1. Ruam malar
2. Ruam discoid
3. Fotosensitivitas (sensitivitas pada cahaya)
4. Ulserasi (semacam luka) di mulut atau nasofaring
5. Artritis
6. Serositis (radang membran serosa), yaitu pleuritis (radang pleura)
atau perikarditis (radang perikardium)
7. Kelainan ginjal, yaitu proteinuria (adanya protein pada urin) persisten
>0.5 gr/hari
8. Kelainan neurologik, yaitu kejang-kejang
9. Kelainan hematologik, yaitu anemia hemolitik atau leucopenia
10. Kelainan imunologik, yaitu ditemukan adanya sel LE positif atau anti
DNA positif
11. Adanya antibodi antinuklear.
Selain itu, gejala atau tanda lainnya yang sering ditemukan antara lain
penurunan berat badan, demam, dan kelainan tulang seperti pada arthritis.
E. PATOFISIOLOGI
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan
imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik,
hormonal ( sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi
selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar
termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid,
klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan
seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa
kimia atau obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat
fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks
imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang
selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang
kembali.
F. FOKUS PENGKAJIAN
Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan
pada gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah
lelah, lemah, nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut
terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.
1. Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau
leher.
2. Kardiovaskuler
Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi
pleura.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis
menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari
kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga.
3. Sistem Muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak,
rasa kaku pada pagi hari.
4. Sistem integument
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu
yang melintang pangkal hidung serta pipi.
Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
5. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
6. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler,
eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta
permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan
berlanjut nekrosis.
7. Sistem Renal
Edema dan hematuria.
8. Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang,
korea ataupun manifestasi SSP lainnya.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.
2. Keletihan berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa
nyeri, depresi.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak,
kelemahan otot, rasa nyeri pada saat bergerak, keterbatasan daya tahan
fisik.
4. Gangguan citra tubuh berhubungqan dengan perubahan dan
ketergantungan fisaik serta psikologis yang diakibatkan penyakit kronik
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier
kulit, penumpukan kompleks imun
H. INTERVENSI DAN RASIONAL
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.
Tujuan : perbaikan dalam tingkat kennyamanan
Intervensi :
a. Laksanakan sejumlah tindakan yang memberikan kenyamanan
(kompres panas /dingin; masase, perubahan posisi, istirahat; kasur
busa, bantal penyangga, bidai; teknik relaksasi, aktivitas yang
mengalihkan perhatian)
b. Berikan preparat antiinflamasi, analgesik seperti yang dianjurkan.
c. Sesuaikan jadwal pengobatan untuk memenuhi kebutuhan pasien
terhadap penatalaksanaan nyeri.
d. Dorong pasien untuk mengutarakan perasaannya tentang rasa nyeri
serta sifat kronik penyakitnya.
e. Jelaskan patofisiologik nyeri dan membantu pasien untuk menyadari
bahwa rasa nyeri sering membawanya kepada metode terapi yang
belum terbukti manfaatnya.
f. Bantu dalam mengenali nyeri kehidupan seseorang yang membawa
pasien untuk memakai metode terapi yang belum terbukti
manfaatnya.
g. Lakukan penilaian terhadap perubahan subjektif pada rasa nyeri.
2. Keletihan berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa nyeri,
depresi.
Tujuan : mengikutsertakan tindakan sebagai bagian dari aktivitas hidup
sehari-hari yang diperlukan untuk mengubah.
Intervensi :
a. Beri penjelasan tentang keletihan :
hubungan antara aktivitas penyakit dan keletihan
menjelaskan tindakan untuk memberikan kenyamanan sementara
melaksanakannya
mengembangkan dan mempertahankan tindakan rutin unutk tidur
(mandi air hangat dan teknik relaksasi yang memudahkan tidur)
menjelaskan pentingnya istirahat untuk mengurangi stres sistemik,
artikuler dan emosional
menjelaskan cara mengggunakan teknik-teknik untuk menghemat
tenaga
kenali faktor-faktor fisik dan emosional yang menyebabkan
kelelahan.
b. Fasilitasi pengembangan jadwal aktivitas/istirahat yang tepat.
c. Dorong kepatuhan pasien terhadap program terapinya.
d. Rujuk dan dorong program kondisioning.
e. Dorong nutrisi adekuat termasuk sumber zat besi dari makanan dan
suplemen.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak,
kelemahan otot, rasa nyeri pada saat bergerak, keterbatasan daya tahan
fisik.
Tujuan : mendapatkan dan mempertahankan mobilitas fungsional yang
optimal.
Intervensi :
a. Dorong verbalisasi yang berkenaan dengan keterbatasan dalam
mobilitas.
b. Kaji kebutuhan akan konsultasi terapi okupasi/fisioterapi :
Menekankan kisaran gherak pada sendi yang sakit
Meningkatkan pemakaian alat bantu
Menjelaskan pemakaian alas kaki yang aman.
Menggunakan postur/pengaturan posisi tubuh yang tepat.
c. Bantu pasien mengenali rintangan dalam lingkungannya.
d. Dorong kemandirian dalam mobilitas dan membantu jika diperlukan.
Memberikan waktu yang cukup untuk melakukan aktivitas
Memberikan kesempatan istirahat sesudah melakukan aktivitas.
Menguatkan kembali prinsip perlindungan sendi
4. Gangguan citra tubuh berhubungqan dengan perubahan dan
ketergantungan fisaik serta psikologis yang diakibatkan penyakit kronik.
Tujuan : mencapai rekonsiliasi antara konsep diri dan erubahan fisik serta
psikologik yang ditimbulkan penyakit.
Intervensi :
a. Bantu pasien untuk mengenali unsur-unsur pengendalian gejala
penyakit dan penanganannya.
b. Dorong verbalisasi perasaan, persepsi dan rasa takut
Membantu menilai situasi sekarang dan menganli masahnya.
Membantu menganli mekanisme koping pada masa lalu.
Membantu mengenali mekanisme koping yang efektif.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier
kulit, penumpukan kompleks imun.
Tujuan : pemeliharaan integritas kulit.
Intervensi :
a. Lindungi kulit yang sehat terhadap kemungkinan maserasi
b. Hilangkan kelembaban dari kulit
c. Jaga dengan cermat terhadap resiko terjadinya sedera termal akibat
penggunaan kompres hangat yang terlalu panas.
d. Anjurkan pasien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir
surya.
e. Kolaborasi pemberian NSAID dan kortikosteroid.
DAFTAR PUSTAKA
Apryanti, Nia. 2010. Struktur Anatomi dan Komponen Sistem Kekebalan.
Dalam http://bukubiologinia.blogspot.com. Diunduh tanggal 6 Oktober
2012.
Doengoes, M.E. 2003. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawat Pasien. Jakarta:Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Rahayu, Rizky Destyowati Candra. 2012. SLE. Dalam http://kumpulan-
askep3209.blogspot.com. Diunduh tanggal 6 Oktober 2012.
Sandra M. Nettina.2002. Pedoman Praktek Keperawatan. Jakarta :Buku
Kedoketan EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC