STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 21 tahun
Alamat : perumahan mayanggi pratama blok K3 no 34 Bekasi
Pekerjaan : mahasiswa
Agama : islam
Tanggal Pemeriksaan : 12 februari 2014 13.00 WIB
II. ANAMNESIS
Diambil dari autoanamnesis tanggal 12 februari 2014 13.00 WIB.
Keluhan Utama:
Luka pada daerah leher dan dada kiri dekat ketiak yang sulit sembuh
Keluhan Tambahan:
Demam, benjolan pada leher sebelah kiri
Riwayat Penyakit Sekarang:
pasien merupakan pasien konsul penyakit dalam dengan keluhan terdapat luka yang sulit sembuh
pada leher sebelah kiri dan dada kiri dekat ketiak.
2 tahun SMRS pasien mengeluh terdapat benjolan pada leher sebelah kiri bawah sebesar biji
jagung yang tidak terasa nyeri . Terdapat demam naik-turun yang tidak menghilang dengan obat
warung. Benjolan dirasakan semakin lama semakin membesar, 1 tahun SMRS benjolan mulai
dirasakan sebesar biji salak, terasa nyeri dan mulai bertambah di sekitar leher. pada saat itu
terdapat 3 benjolan yang dirasakan pasien yang letaknya berdekatan. 2 benjolan lain sebesar biji
jagung tidak terasa nyeri dan panas, terdapat pada leher kiri bagian bawah dan dada kiri dekat
ketiak. 1 bulan kemudian ( 11 bulan SMRS) benjolan pecah dan mengeluarkan cairan berwarna
1
putih diikuti cairan bening, benjolan berubah menjadi luka “basah”. Keadaan ini diikuti dengan
bertambah besarnya 2 benjolan lain dan mulai terasa nyeri.
6 bulan kemudian ( 5 bulan SMRS) luka basah itu mengering dan membentuk koreng berwarna
kekuningan, tidak terasa nyeri. Sedangkan untuk 2 benjolan lain mulai menjadi luka basah
setelah sebelumnya pecah sama seperti benjolan yang pertama kali dirasakan. demam terus
dirasakan pasien sejak 2 tahun yang lalu.
Pasien telah mencoba pengobatan , yaitu meminum obat herbal untuk mengurangi keluhan sejak
2 tahun SMRS. Namun keluhan tidak membaik.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Terdapat riwayat penurunan berat badan pada 6 bulan terakhir, penurunan terjadi ± 7 kg. Tidak
terdapat riwayat batuk lama dan batuk mengeluarkan darah pada pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak terdapat anggota keluarga yang mengalami batuk-batuk lama dan mengeluarkan darah
ataupun mengalami demam yang lama serta tidak kunjung sembuh. Tidak terdapat riwayat
keganasan (kanker) pada keluarga.
III.STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Baik.
Kesadaran : Compos mentis.
Keadaan Gizi : kurus ( IMT 17.2 kg/m2)
( TB: 174 cm, BB: 52 kg)
Tanda Vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg.
Nadi : 110x/ menit, reguler, kuat angkat
Pernafasan : 26x/menit.
Suhu : 37.30C
Kepala : Normocephali, distribusi rambut merata
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor ø ± 3mm.
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-), darah (-).
2
Telinga : Normotia, liang telinga lapang, sekret (-).
Mulut : Bibir simetris, sianosis (-), lesi di sekitar bibir (-).
Tenggorokan : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang.
Leher : terdapat pembesaran KGB pada regio coli sinistra , tidak nyeri pada
palpasi, teraba kenyal, ukuran 1x2cm.
Terdapat krusta pada regio coli sinistra daerah KGB jugularis inferior
dan supraklavikular.
Thoraks :
Inspeksi : terdapat ulkus pada dada kiri ICS 2 linea axilaris anterior.
Jantung : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : vseikuler pada kedua lapang paru.
Abdomen : Supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba.
Ekstremitas : Akral hangat, oedem (-).
IV. STATUS DERMATOLOGIKUS
Lokasi : regio coli
Efloresensi : krusta-krusta berwarna kekuningan berjumlah 3 buah disertai hiperpigmentasi di
sekitarnya, batas tegas, diameternya berkisar antara ± 2-3 cm. Pada palpasi tidak teraba nyeri,
tidak teraba panas.
Lokasi : dada kiri dekat ketiak
Efloresensi : ulkus bentuk tidak teratur, pinggir meninggi,dinding bergaung, pada bagian
tengah terdapat krusta berwarna kekuningan disertai jaringan granulasi pada dasarnya tertutup
oleh pus berwarna kekuningan, diameter ± 3cm, daerah sekitar ulkus tampak livide
Foto :
3
4
gambar 1 tampak krusta-krusta berwarna kekuningan disertai ulkus yang belum menutup.
gambar 2 tampak ulkus bentuk tidak teratur, pinggir meninggi,dinding bergaung, pada bagian tengah terdapat krusta berwarna kekuningan disertai jaringan granulasi pada dasarnya tertutup oleh pus berwarna kekuningan, diameter ± 3cm, daerah sekitar ulkus tampak livide
gambar 3 tampak krusta-krusta berwarna kekuningan disertai hiperpigmentasi disekitarna.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan BTA
Tidak ditemukan adanya BTA pada pemeriksaan BTA
VI. RESUME
5
gambar 4 tampak gambaran leukosit tanpa adanya gambaran BTA
Anamnesis :
Tn.S, Laki-laki usia 22 tahun, dikonsulkan dari bagian penyakit dalam dengan keluhan
didapatkan adanya luka yang sulit sembuh pada leher kiri dan dada kiri dekat ketiak. Keluhan
diawali dengan terdapatnya benjolan sebesar biji jagung pada leher sebelah kiri, tidak terasa
nyeri sejak 2 tahun SMRS. Benjolan membesar seperti biji salak dalam waktu 1 tahun ,
menjadi nyeri dan bertambah banyak. Terdapat 3 benjolan, 2 di leher sebelah kiri dan 1 pada
dada kiri dekat ketiak. Benjolan setelah bertambah besar pecah dengan sendirinya dan
mengeluarkan cairan berwarna putih diikuti cairan bening. Kemudian menjadi luka basah
yang sulit sembuh.
Terapat demam selama 2 tahun diikuti penurunan berat badan selama 6 bulan terakhir. Tidak
didapatkan adanya riwayat keganasan pada keluarga.
Pemeriksaan fisik
Status generalisata :
terdapat pembesaran KGB pada regio coli sinistra , tidak nyeri pada palpasi, ukuran
1x2cm.
Terdapat krusta pada regio coli sinistra daerah KGB jugularis inferior dan
supraklavikular.
Pada pemeriksaan thoraks inspeksi : terdapat ulkus pada dada kiri ICS 2 linea axilaris
anterior.
Status dermatologikus :
Lokasi : regio coli
Efloresensi : krusta-krusta berjumlah 3 buah berwarna kekuningan disertai
hiperpigmentasi di sekitarnya, batas tegas, diameternya berkisar antara
± 2-3 cm.
Lokasi : dada kiri dekat ketiak
Efloresensi : ulkus bentuk tidak teratur, pinggir meninggi,dinding bergaung, bagian
tengah terdapat krusta berwarna kekuningan disertai jaringan granulasi
6
pada dasarnya tertutup oleh pus berwarna kekuningan, diameter ± 3cm,
daerah sekitar ulkus tampak livide, tidak terasa nyeri.
VII. DIAGNOSIS KERJA
Scrofuloderma
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Aktinomikosis
Limfoma
IX. PEMERIKSAAN ANJURAN
Cek sputum
Ro thoraks AP/PA
Pemeriksaan histopatologi (FNAB)
Pemeriksaan PA
Mantoux test
X. PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa :
Minum obat harus teratur dan harus tuntas. Bila perlu diadakan orang sebagai pengawas
minum obat.
Berjemur di bawah sinar matahari pagi
Rumah jangan tertutup perbanyak ventilasi
Bila orang di sekitar mempunyai keluhan batuk-batuk lama, demam lama, penurunan berat
badan atau mengalami gejala serupa, segera di bawa ke pusat kesehatan terdekat untuk
berobat.
Medika mentosa :
7
Topikal:
Kompres luka dengan NaCl
Sistemik:
Termasuk kategori 3 : 2RHZ/4RH
2 bulan pertama
Inh (H) 300 mg tab 1x2 tab
Rifampisin (R) 450 mg kapsul 1x1 kapsul
Pirazinamid (Z) 500 mg tab 1x2 tab
4 bulan selanjutnya
Rifampisin (R) 450 mg kapsul 1x1 kapsul
Pirazinamid (Z) 500 mg tab 1x2 tab
XI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam.
Quo ad functionam : ad bonam.
Quo ad sanationam : ad bonam.
Tinjauan pustaka
8
Skrofuloderma
I. Definisi
Skrofuloderma merupakan kelainan kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang mengenai subkutan dan merupakan perluasan langsung dari
tuberkulosis pada jaringan dibawah kulit yang kemudian membentuk abses dingin yang
makin lama makin membesar dan pecah pada kulit diatasnya.1
II. Epidemiologi
Insiden tuberkulosis kutis yang tercatat masih rendah. Di negara seperti Cina atau India di
mana prevalen tuberkulosis tercatat masih tinggi, manifestasi tuberkulosis pada kulit
kurang dari 0,1% individu yang berkunjung ke klinik-klinik dermatologi.Skrofuloderma
biasanya mengenai anak-anak dan dewasa muda terutama pada pria. Sumber lain
menyebutkan bahwa dapat terjadi pada semua umur dan perbedaan banyaknya insidens
pada pria dan wanita tidak bermakna. 1,2
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit ini sering terkait dengan faktor
lingkungannya ataupun pekerjaannya. Biasanya penyakit ini sering ditemukan pada
pekerjaan seperti ahli patologi, ahli bedah, orang-orang yang melakukan autopsi,
peternak, juru masak, anatomis, dan pekerja lain yang mungkin berkontak langsung
dengan M. tuberculosis ini, seperti contohnya pekerja laboraturium. Pada negara-negara
yang belum berkembang, daerah dengan sanitasi yang kurang baik dan gizi kurang,
penyakit lebih mudah meluas dan lebih berat. Penyebaran lebih mudah terjadi pada
musim penghujan.2
III. Etiologi
Penyebab skrofuloderma adalah mikobakterium obligat yang bersifat patogen terhadap
manusia yang juga berperan sebagai penyebab terjadinya tuberkulosis kutis pada
9
umumnya. Untuk penyebab utamanya sendiri, yang ditemukan di Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo ialah Mycobacterium tuberculosis berjumlah 91,5%. Sisanya disebabkan
oleh mikobakteria atipikal.3
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri yang bersifat aerob dan merupakan
patogen pada manusia, dimana bakteri ini bersifat tahan asam sehingga biasa disebut
bakteri tahan asam (BTA), dan hidupnya intraselular fakultatif, artinya bakteri ini tidak
mutlak harus berada didalam sel untuk dapat hidup. Mycobacterium tuberculosis
mempunyai sifat-sifat yaitu berbentuk batang, tidak membentuk spora, aerob, tahan asam,
panjang 2-4/µ dan lebar 0,3-1,5/µ, tidak bergerak dan suhu optimal pertumbuhan pada
370 C. Bakteri ini merupakan kuman yang berbentuk batang yang lebih halus daripada
bakteri Mycobacterium leprae, sedikit bengkok dan biasanya tersusun satu-satu atau
berpasangan.4
IV. Anatomi Kelenjar Getah Bening Leher
Sebelum mengetahui mengenai perjalanan penyakit dan mekanisme terjadinya penyakit
ini, terlebih dahulu akan di bahas mengenai kelenjar getah bening pada manusia. Pada
kasus didapatkan adanya gambaran lesi pada leher, maka akan di bahas mengenai
kelenjar limfe leher. Letak kelenjar limfa leher menurut Sloan Kattering Memorial
Cancer Center Classification dibagi dalam lima daerah peyebaran kelompok kelenjar,
yaitu daerah:
I : kelenjar yang terletak di segitiga submental dan submandibula
II: kelenjar yang terletak di 1/3 atas dan termasuk kelenjar limfa jugular superior,
kelenjar digastrik dan kelenjar servikal posterior dan superior
III: kelenjar limfa jugularis di antara bifukarsio karotis dan persilangan m.omohioid
dengan m.sternokleidomastoid dan batas posterior m.sternokleidomastoid
IV: grup kelenjar di daerah jugularis inferior dan supraklavikular
V: kelenjar yang berada di segitiga posterior servikal.5
10
V. Patofisologi
Timbulnya skrofuloderma akibat penjalaran per kontinuitatum dari organ dibawah kulit
yang telah diserang penyakit tuberkulosis, yang tersering berasal dari KGB.,juga dapat
berasal dari sendi dan tulang. Oleh karena itu tempat predileksinya pada tempat-tempat
yang banyak didapati KGB Superfisialis, yang tersering ialah pada leher, kemudian disusul
ketiak dan yang terjarang pada lipat paha.
Port d’entrée skrofuloderma di daerah leher ialah pada tonsil atau paru. Jika di ketiak,
kemungkinan port d’entrée pada apex pleura, bila dilipat paha kemungkinan port d’entree
pada ekstremitas bawah. Kadang-kadang ketiga tempat predileksi tersebut diserang
sekaligus, yakni pada leher, ketiak dan lipat paha, kemungkinan besar terjadi penyebaran
hematogen.3
VI. Gejala klinik
Skrofuloderma biasanya mulai sebagai limfadenitis tuberkulosis, berupa pembesaran
kelenjar getah bening, tanpa tanda-tanda radang akut, selain tumor. Mula-mula hanya
beberapa KGB yang diserang, lalu makin banyak dan sebagian berkonfluensi. Selain
11
gambar 5 anatomi kelenjar getah bening 5
limfadenitis juga terdapat periadenitis yang menyebabkan perlekatan KGB tersebut dengan
jaringan sekitar. Kemudian kelenjar-kelenjar tersebut mengalami perlunakan tidak
serentak, menyebabkan konsistensinya menjadi bermacam – macam, yaitu didapati
kelenjar getah bening melunak dan membentuk abses yang akan menembus kulit dan
pecah, bila tidak disayat dan dikeluarkan nanahnya. Abses ini disebut abses dingin artinya
abses tersebut tidak panas maupun nyeri tekan, melainkan berfluktuasi (bergerak bila
ditekan, menandakan bahwa isinya cair). Pada stadium selanjutnya terjadi perkejuan dan
perlunakan, pecah dan mencari jalan keluar dengan menembus kulit di atasnya dengan
demikian membentuk fistel. Muara fistel kemudian meluas hingga menjadi ulkus yang
mempunyai sifat khas, yakni bentuk memanjang dan tidak teratur, disekitarnya berwarna
merah kebiru-biruan (livid), dinding bergaung; jaringan granulasinya tertutup oleh pus
seropurulen, jika mengering menjadi krusta berwarna kuning. Ulkus-ulkus tersebut dapat
sembuh spontan membentuk sikatriks yang memanjang dan tidak teratur dan diatasnya
kadang-kadang terdapat jembatan kulit (skin bridge). Basil tahan asam banyak dijumpai
pada lesi/jaringan. Tes tuberkulin biasanya positif.3
12
gambar 7 ulkus pada skrofuloderma 6
gambar 6 abses dingin 6
VII. Pemeriksaan penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang dapat dijadikan sebagai alat bantu untuk menegakkan
diagnosis scrofuloderma, diantaranya:
1) Pemeriksaan bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi terdiri dari 5 macam:
a) Sediaan Mikroskopik
Bahan berupa pus, jaringan kulit dan jaringan kelenjar getah bening. Pada
pewarnaan dengan Ziehl-Neelsen atau modifikasinya, jika positif kuman akan
tampak berwarna merah pada dasar yang biru.1,4
b) Kultur
Kultur dilakukan pada media Lowenstein-Jensen, pengeraman pada suhu 370C.
Jika positif koloni akan tumbuh dalam waktu 8 minggu.
c) Binatang Percobaan
Memakai binatang marmot. Percobaan ini membutuhkan waktu 8 minggu.
d) Tes biokimia
Ada beberapa macam, contohnya tes niasin yang dipakai untuk membedakan jenis
human dengan yang lain.
13
gambar 8 basil tahan asam 4
2) Tes tuberkulin
Tes ini bergantung dari reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap tuberculoproteins,
yang diperantarai oleh sel limfosit yang tersensitisasi. Bahan tes tuberkulin juga dapat
diperoleh dari ekstrak protein yang mengandung basil tuberkel. Purified Protein
Derivative (PPD) merupakan campuran protein, karbohidrat dan lemak yang diperoleh
dari presipitasi culture supernatant dari M. tuberculosis yang sudah mengalami proses
autolisis akibat pemanasan.
Sensitivitas terhadap tes ini mulai tampak dalam beberapa minggu sejak onset
infeksi M.tuberculosis, dan biasanya bertahan seumur hidup. Jika reaksi yang terjadi
sangat kuat, mengindikasikan telah terjadi tuberkulosis yang aktif.
Teknik tes kulit ini ada 2 (dua) jenis, yaitu :
Tes Mantoux
PPD diinjeksikan secara intradermal pada bagian volar lengan bawah. Tes ini
dibaca setelah 48-72 jam dan diperhitungkan diameter area indurasi yang terbentuk,
bukan area eritemanya.
Jika indurasi yang terjadi berdiameter lebih dari 10 mm maka interpretasinya
adalah telah atau sedang terjadi infeksi TB.
Tes Heaf
PPD dipenetrasikan sedalam 1,2 mm pada permukaan kulit lengan bawah bagian
fleksor. Interpretasinya adalah sebagai berikut :
Grade I : muncul 4-6 papul di kulit
Grade II : timbul indurasi berbentuk bulat penuh
Grade III : terbentuk plak dengan ukuran 12 mm
Grade IV : bila muncul tanda-tanda grade III ditambah adanya
vesikulasi dan ulserasi.
Grade I dan II dihubungkan dengan adanya riwayat vaksinasi BCG sebelumnya
atau ada infeksi mikobakteria jenis lain. Sedangkan Grade III dan IV dihubungkan
dengan adanya infeksi TB saat ini atau yang telah lampau.3,7
14
3) Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan laboratorium dasar mungkin menunjukan hasil yang tidak spesifik,
dengan hasil hitung darah (blood count) yang normal. Hanya saja pada sebagian besar
penderita TB kutis termasuk skrofuloderma terjadi peningkatan laju endap darah
(LED) sampai mencapai >100 mm/jam.
4) Pemeriksaan histopatologi ( biopsi eksisi)
Pemeriksaan ini diakukan dengan excision biopsy pada limfonodi yang mengalami
pembesaran. Gambaran yang tampak adalah jaringan granulasi, yaitu akumulasi
histiosit yang menyerupai epitel (epiteliod) dan sel-sel raksasa Langerhans
diantaranya, tampak pula infiltrat sel-sel mononuklear mengelilinginya. Pada bagian
tengahnya dapat dijumpai nekrosis caseosa. Gambaran ini biasanya tampak pada
dermis yang lebih dalam.
Dengan pewarnaan Ziehl Neelsen (ZN) dapat dijumpai basil tahan asam. Namun
karena pada sediaan biopsi kulit, jumlah basil relatif sedikit kadang sulit untuk
menentukan basil tahan asan meskipun dengan pewarnaan ZN. Kelemahan lain
prosedur ini adalah tindakan yang dilakukan bersifat invasif.
5) Pemeriksaan sitologi (FNAC)
Fine Needle Aspiration Cytology (FNAC) merupakan salah satu teknik diagnostik
yang telah diterima dengan baik dalam rangka penatalaksanaan penderita dengan
pembesaran kelenjar limfe, seperti halnya pada penderita skrofuloderma.
Prosedur pengerjaannya lebih sederhana dan relatif tidak menimbulkan rasa sakit
sehingga FNAC dapat menggantikan metode excision biopsy yang lebih traumatik dan
invasif. Pewarnaannya adalah dengan Haematoxylin and Eosin (H&E) dan /atau ZN.
Gambaran yang tampak adalah lesi granulomatous, terdiri dari sel-sel epiteloid dengan
atau tanpa nekrosis kaseosa. Sel-sel epiteloid tampak sebagai sel yang memanjang atau
semilunar dengan inti kromatin halus atau granuler. Dapat pula dijumpai sel-sel
raksasa Langhans bersama sel epiteloid atau yang berdiri sendiri.
6) PCR
15
Metode PCR yang dikenal adalah Lymph Node PCR (LN-PCR), dimana spesimen
diambil dari sisa spesimen yang masih ada dalam syringe pada saat dilakukan tindakan
FNAC atau dari jaringan hasil biopsi kelenjar getah bening yang kemudian
dihomogenisasikn.
Keunggulan metode ini adalah sensitivitas dan spesivisitasnya tinggi, hasilnya dapat
diperoleh dalam waktu relatif singkat yaitu sekitar 8 jam, dapat membedakan
mikroorganisme penyebab yaitu M.tuberculosis dengan mikobakteria lainnya, dan
dapat mengetahui adanya mutasi gen M tuberculosis yang dikaitkan dengan resistensi
terhadap pengobatan.4
7) Pemeriksaan lain
Yang termasuk disini adalah pemeriksaan radiologi (foto thoraks)dan pemeriksaan
bakteriologi dari spesimen sputum. Pemeriksaan sputum dilakukan 3 kali dengan
ketentuan SPS ( Sewaktu Pagi Sewaktu) , bila 2 dari 3 spesimen positif didapatkan
adanya kuman TB ( ditemukan BTA) dikatakan pemeriksaan sputum positif.
VIII. Diagnosis banding
Scrofuloderma sendiri menyerang kelenjar limfe, harus dibedakan dengan penyakit lain
yang menyerang kelenjar limfe. Selain itu secara khas scrofuloderma dapat ditemukan
pada beberapa daerah tubuh yang mempunyai aliran limfe seperti lipat paha, ketiak,leher.
berdasarkan letak lesinya dapat pula dipikirkan beberapa penyakit yang mengenai daerah
tersebut. Sehingga diagnosis banding yang dapat diambil:
Limfoma
Dijadikan diagnosis banding karena penyakit ini menyerang kelenjar limfe.
Merupakan penyakit keganasan yang menyerang sistem limfoid. Dibedakan menjadi
2 jenis yaitu tipe hodkin dan non hodkin.
Dibedakan dengan scrofuloderma salah satunya adalah dengan melakukan biopsi
ditemukannya sel reed stenberg
Actinomycosis
Merupakan penyakit subakut-kronik yang diakibatkan akibat infeksi bakteri gram
positif,anaerobik. Memberikan gambaran klinik berupa lesi yang supuratif dan
infalmasi yang bergranul, deisertai pembentukan multipel abses. Bila terdapat pada
16
daerah sekitar wajah dan leher umumnya disertai dengan riwayat manipulasi pada
gigi misalnya riwayat pencabutan gigi. 3,4
gambar 9 actinomycosis4
Limfogranuloma venerum
Merupakan penyakit venerik yang disebabkan oleh Clamydia trachomatis.
Persamaan dengan skrofuloderma adalah dapat menyerang daerah inguinal terdapat
limfadenitis pada beberapa kelenjar, peradenitis, perlunakan tidak serentak dengan
akibatnya konsistensi kelenjar bermacam-macam, serta pembentukan abses dan fistel
multipel.
Perbedaannya pada LGV terdapat kelima tnda radang akut, sedangkan pada
skrofuloderma tidka terdapat kecuali tumor. Walaupun sama-sama menyerang daerah
inguinal namun pada LGV lebih khas menyerang KGB medial sedangkan pada
skrofuloderma menyerang inguinal femoral dan lateral. 3
Hidradenitis supuratifa
yaitu infeksi bakteri piokokus pada kelenjar apokrin. Penyakit tersebut bersifat akut
disertai tanda-tanda radang akut yang jelas, dengan gejala konstitusi dan
leukositosis.Hidradenitis supurativa biasanya menimbulkan sikatriks sehingga terjadi
tarikan – tarikan yang mengakibatkan retraksi ketiak4
17
IX. Tata laksana
Prinsip pengobatan tuberkulosis kutis sama dengan tuberkulosis paru. Untuk encapai
hasil yang baik, hendaknya diperhatikan syarat berikut ini:
Pengobatan harus dilakukan secara teratur tanpa terputus agar tidak cepat terjadi
resistensi.
Pengobatan harus dalam kombinasi, agar tidak cepat terjadi resistensi. Dalam
kombinasi tersebut INH disertakan, karena obat tersebut bersifat bakterisidal,
harganya murah dan efek sampingnya langka. Sedapat-dapatnya dipilih 2 obat
bakterisidal.
Daftar obat antituberkulosis yang terdapat di indonesia dicantumkan pada tabel. yang
termasuk bakterisidal adalah INH (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), dan streptomisin
(S); sedangkan etambutol (E) bersifat bakteriostatik.
18
Tabel 1 dosis,cara pemberian, dan ES OAT 3
gambar 10 hidradenitis supuratif4
Pada pengobatan tuberkulosis terdapat 2 tahapan, ialah tahapan awal (intensif) dan
tahapan lanjutan. Tujuan tahapan awal ialah membunuh kuman yang aktif membelah
sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya dengan obat yang bersifat bakterisidal.
Tahapn lanjutan ialah melalui kegiatan sterilisasi membunuh kuman yang tumbuh
lambat.
Kriteria penyembuhan pada skrofuloderma ialah : semua fistel dan ulkus telah menutup,
seluruh kelenjar getah bening mengecil (<1cm dan berkonsistensi keras), dan sikatriks
yang semula eritematosa menjadi tidak eritematosa lagi. 3
X. Prognosis
Prognosa skrofuloderma secara umum adalah baik. Lesi skrofuloderma dapat sembuh
secara spontan, namun memakan waktu yang sangat lama, sebelum lesi inflamasi dan
ulserasi secara lengkap dapat digantikan dengan jaringan parut.4
Daftar pustaka
1. Barakbah J, Pohan SS, Sukonto H, dkk. Skrofuloderma. Dalam : Atlas Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi ke 5. Surabaya : Airlangga University Press, 2007. Hal 23-4.
2. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta : EGC, 2003. Hal 148-9.
19
3. Adhi Djuanda. Tuberkulosis Kutis. Dalam : ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke
6.jakarta: fakultas Kedokteran Indonesia,2010. Hal 64-72.
4. McClay E john. Scrofula. Diunduh dari: http: // emedicine.medscape.com /article/
858234-overview, 14 februari 2014.
5. Roezin Averdi. Sistem Aliran Limfe. Dalam: buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala dan leher.Edisi ke 6. Jakarta: fakultas kedokteran Universitas
Indonesia,2009. Hal 174-7.
6. Dermatology information system. Skrofuloderma. Diunduh dari: http:// www.dermis.net/
dermisroot/tr/10554/image.htm, 14 februari 2014
7. Jawas FA, Martodihadjo Soenarko, dkk. Skrofuloderma. Dalam : Berkala Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin. Surabaya : Airlangga University Press, 2007. Hal 56-60.
20
Top Related