PERAN PENGHULU DI NAGARI GUGUKKECAMATAN 2X11 KAYUTANAM
SKRIPSI
Diajukan Sebagah Salah Satu PersyaratanUntuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh :
S A L M A NNPM. 0810010721061
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANYAYASAN DHARMA BAKTI LUBUK ALUNG
2011
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI
Peran Penghulu di Nagari Guguk
Kecamatan 2X11 Kayutanam
Nama : Salman
NPM : 0810010721061
Program Studi : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Jurusan : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Lubuk Alung, 11 Maret 2011
Dosen Pembimbing
Dra. Harisnawati, M.Pd
HALAMAN PENGESAHAN LULUS UJIAN SKRIPSI
Dinyatakan lulus setelah dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Yayasan Dharma Bhakti Lubuk Alung
Peran Penghulu di Nagari Guguk
Kecamatan 2X11 Kayutanam
Nama : Salman
NPM : 0810010721061
Program Studi : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Jurusan : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Lubuk Alung, Maret 2011
Tim Penguji :
1. Dra. Harisnawati, M.Pd. (...................................................)
2. Drs. Mazzia Luth, MS (...................................................)
3. Susi Delmiati, SH, MH. (...................................................)
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri.
Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau
diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata
penulisan karya ilmiah yang lazim.
Lubuk Alung, Maret 2011
Yang Menyatakan
SALMANNPM. 0810010721061
ABSTRAK
Salman : Peranan Penghulu di Nagari GugukKecamatan 2X11 Kayutanam
Di Minangkabau pemerintahan yang terendah adalah Nagari. Nagari adalah satu kesatuan masyarakat hukum adat yang ada di Minangkabau yang terikat oleh adat dan aturan.
Pemimpin di Minangkabau adalah orang yang didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting yang disebut penghulu.
Penghulu bukannya ada dengan sendirinya, tetapi diadakan dan didirikan oleh anak kemenakan dan kaum. Yang jadi penghulu bukannya sembarangan orang, tetapi ia adalah orang pilihan dari kaum yang mempedomani syarat-syarat yang diatur oleh adat.
Sebagai seorang pemimpin ia mempunyai hak dan kewajiban, hak merupakan utang yang harus dijalankannya. Kewajibannya merupakan utang yang harus dijalankannya. Kewajibannya ialah manuruik alua nan luruih, manampuah jalan nan pasa, mamaliharo anak kamanakan dan mamaliharo harato pusako.
Dalam perannya penghulu terhadap kemenakan, mengurus perkawinan, kematian, harta pusaka. Sedangkan peranannya terhadap nagari adalah .. nagari menurut hukum ada dan memelihara dan menjaga aset dari nagari. Dengan berperannya penghulu terhadap kemenakan dan nagari mudah-mudahan keberadaan adat di nagari Guguk terpelihara dan lestari sepanjang masa.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti telah dapat menyelesaikan
penelitian ini yang berjudul “Peran Penghulu di Nagari Guguk Kecamatan 2X11
Kayutanam”.
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini tidak terlepas dari bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini peneliti
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dra. Harisnawati, M. Pd sebagai ketua STKIP YDB Lubuk Alung yang
telah memberi izin kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian ini.
2. Bapak Mazia Luth MS sebagai dosen pembimbing penelitian STKIP YDB
Lubuk Alung yang telah memberikan bimbingan dan motivasi demi selesainya
penelitian ini.
3. Bapak Wali Nagari Guguk Kecamatan 2X11 Kayutanam yang telah memberi
izin dan kemudahan selama peneliti melakukan penelitian ini.
4. Tokoh-tokoh masyarakat, unsur-unsur ninik mamak, alim ulama, cerdik
pandai, pemuda kenagarian Guguk Kecamatan 2X11 Kayutanam yang telah
memberikan informasi yang peneliti butuhkan.
5. Rekan-rekan sesama mahasiswa PPKN STKIP YDB Lubuk Alung dan
seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini.
Semoga segala bantuan, dukungan dan pengorbanan yang diberikan
mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.
ii
Akhirnya peneliti menyadari bahwa penelitian ini tidak terlepas dari segala
kekurangan dan kelemahan. Untuk itu pada kesempatan ini peneliti mengharapkan
saran dari berbagai pihak demi kesempurnaannya. Mudah-mudahan penelitian ini
dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Lubuk Alung, 11 Maret 2011
Peneliti
SALMAN
iii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Identifikasi Masalah
1.3 Rumusan Masalah
1.4 Fokus Masalah
1.5 Hipotesis Masalah
1.6 Tujuan Penelitian
1.7 Kegunaan Penelitian
1
4
6
7
7
7
7
BAB II PERAN PENGHULU DI NAGARI GUGUK
2.1 Pengertian Penghulu
2.2 Sifat Penghulu
2.3 Makna Pakaian Penghulu
2.4 Cara Pengangkatan Penghulu
2.5 Syarat Menjadi Penghulu
2.6 Kedudukan dan Fungsi Penghulu
2.7 Pantangan atau Larangan Penghulu
9
13
15
17
19
22
27
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Latar Entri dan Kehadiran Peneliti
3.2 Informan Penelitian
3.3 Pemilihan Metode Penelitian
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.5 Teknik Analisa Data
29
32
32
32
33
iv
BAB IV HASIL TEMUAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Peran Penghulu Terhadap Anak Kemenakan
4.2 Peran Penghulu Terhadap Nagari
34
53
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
60
61
DAFTAR PERTANYAAN 62
DAFTAR PUSTAKA 64
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Di Minangkabau, daerah atau pemerintahan yang terendah adalah
Nagari. Nagari adalah satu kesatuan masyarakat hukum adat yang ada di
Minangkabau yang terikat oleh adat dan aturan.
Masyarakat Minangkabau hidup dalam organisasi suku, menurut garis
keturunan matrilineal (keturunan menurut garis ibu). Di dalam satu nagari
terdapat banyak suku. Jumlah suku itu tergantung kepada luasnya nagari.
Masing-masing suku ada pemimpinnya, sehingga di dalam sebuah nagari
terdapat sejumlah pemimpin suku yang juga sekaligus pemimpin di dalam
nagari yang bersangkutan.
Pemimpin di Minangkabau adalah “orang yang didahulukan selangkah
dan ditinggikan seranting” yang disebut penghulu. Didahulukan selangkah,
supaya jangan terlalu jarak dengan yang dipimpinnya, ditinggikan seranting
supaya jangan ada pemisah antara pemimpin dengan yang dipimpinnya. Jadi
seorang pemimpin di Minangkabau selalu dekat dengan yang dipimpinnya,
semua aturan di patuhi, semua perintah dituruti, tidak ada yang
membangkang/membantah dan tidak ada masalah yang tak terselesaikan.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengaruh
globalisasi, maka kepemimpinan di Minangkabau mulai bergeser atau
terjadinya krisis kepemimpinan. Pemimpin atau penghulu kata-katanya sudah
kurang didengar, perintahnya sudah tidak dipatuhi. Ditambah lagi dengan
1
2
dikeluarkannya oleh pemerintah UU No. 5 Tahun 1979, yang memecah nagari
menjadi pemerintahan desa. Dari 543 nagari di Sumatera Barat menjadi 3.133
desa dan 406 kelurahan (Amir Marah Sutan, 2003).
Nagari dulu; kesatuan masyarakat hukum adat sekaligus sebagai unit
pemerintahan terendah, nagari diatur dalam Perda No.13/1998. Nagari sebagai
kesatuan masyarakat hukum adat dalam daerah tingkat I Sumatera Barat,
berarti nagari tidak mempunyai fungsi dan peranan ganda lagi. Salah satu
fungsinya yang hilang yaitu penyelenggaraan pemerintah terendah beralih ke
pemerintahan desa.
Dengan pemerintahan desa, kepala desa lebih menempatkan dirinya
sebagai aparat pemerintah ketimbang sebagai pemimpin rakyat/anak
kemenakan, sehingga bobot otonomi desa/pemerintahan desa juga mengalami
perubahan. Dahulu otonomi desa (Nagari di Minangkabau) merupakan
otonomi yang tumbuh bersama masyarakat berdasarkan hukum adat. Oleh
sebab itu dalam menghadapi perubahan sosial kepemimpinan desa belum
mampu berperan, karena peranan adat semakin menipis, sehingga kharisma
pemimpin tidak lagi merupakan kekuatan ampuh dalam menghadapi
perkembangan zaman.
Maka sudah semestinya ninik mamak atau penghulu yang tergabung
dalam KAN (Kerapatan Adat Nagari), LKAAM Kabupaten dan LKAAM
Propinsi menyikapi problem ini dengan mengeluarkan fatwa dan tuntutan
untuk menegakkan supremasi hukum adat Minangkabau atau Propinsi
Sumatera Barat, sesuai dengan ungkapan adat :
3
Jan hilang ragi karano dek rintik (Jangan hilang corak karena rintik)Jan hilang asa di nan pasa (Jangan hilang asal karena ramai)Cupak di aliah urang panggaleh (Takaran dipindahkan orang pedagang)Jalan di aliah urang lalu (Jalan dipindahkan orang lalu/lewat)Adaik dituka urang datang (Adat ditukar orang datang)
Dengan digulirkannya UU No 22 Th. 1999, tentang otonomi daerah
yang merupakan pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat ke daerah
sebagai sub sistem penyelenggaraan pemerintahan nagari. Masyarakat adat
Minangkabau menyambut dengan positif dan sangat antusias, serta sangat
gembira sekali yang telah lama dinanti-nantinya dimana otonomi daerah
kembali ke jati diri, identitas daerah dengan semangat dan konsep “Kembali
ke Nagari”.
Kini telah kembali lagi ke pemerintahan nagari yang dalam adat
diungkapkan :
Hilang asa di nan pasa (Hilang asal ditempat ramai)
Hilang ragi karano rintik (Hilang ragi karena rintik)
Siriahlah suruik ka gagangnyo (sirih lah surut ke gagangnya)
Pinanglah pulang katampuaknyo (Pinang lah pulang ke tangkainya)
Artinya kembali ke identitas aslinya yakni nagari yang diayomi dengan
nilai-nilai agama Islam dengan semangat dan konsep “Kembali Ke Surau”
sebagai kelengkapan “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah”.
Walaupun telah kembali ke nagari, perubahan sosial masyarakat dan
kepemimpinan penghulu sebelum pemerintahan nagari sebelum adanya
pemerintahan desa, belum berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan,
1
dikarenakan masih ada masyarakat dan anak kemenakan yang terbiasa dan
dekatnya pelayanan ketika pemerintahan desa yang lebih kurang 20 tahun.
Pembaruan tersebut untuk mengembalikan jati diri akan berjalan secara
berangsur-angsur bukannya seperti membalikan telapak tangan. Ini merupakan
tantangan dan kerja keras bagi pimpinan di Minangkabau/penghulu
kedepannya. Dalam hal ini peneliti akan membahas tentang “Peranan
Penghulu Di Nagari Guguk Kecamatan 2X11 Kayutanam”.
1.2 Identifikasi Masalah
Pemerintahan Nagari dan kepemimpinan nagari di Minangkabau, jika
ditinjau dari aspek hukum ketatanegaraan maupun hukum adat, pemerintahan
desa atau nagari di Minangkabau telah tumbuh dan berkembang jauh sebelum
kedatangan bangsa Belanda. Hal ini ditandai dengan adanya lembaga-lembaga
adat yang berfungsi menyelenggarakan organisasi kemasyarakatan baik dari
segi pemerintahan maupun dari segi adat istiadat.
Dalam bentuk lain juga dikemukan oleh Vanvollen Hoven yang
dikutip Karto Hadikusumo (1984) dalam H. Syafni Efendi bahwa desa-desa
(penamaan untuk Jawa dan Bali) adalah ciptaan orang Indonesia asli, dan
bukan bikinan orang atas pengaruh kebudayaan Hindu. Di Minangkabau
pemerintahan desa sama dengan nagari yaitu satu kesatuan wilayah yang ada
di Minangkabau yang dihuni oleh masyarakat yang terikat oleh adat dan
peraturan.
2
Di ranah Minang Sumatera Barat sebelum kedatangan Belanda,
kelembagaan adat yang disebut Nagari sudah lama berkembang, diantara
kelembagaan tersebut adalah mulai dari mamak, kerapatan famili/kaum,
penghulu, kerapatan suku, kerapatan Nagari, yang masing-masing
mempunyai peranan yang jelas. Dengan demikian nagari dapat mencapai
stabilitas yang dinamis, sehingga nagari tidak pernah merasakan kegelisahan
dan ketidakpuasan Hasbi (1990) dalam H. Syafni Efendi. Menurut Naim
(1989) dalam H. Syafni Efendi, nagari adalah sistem yang memenuhi
persyaratan embrional dari sebuah Negara dalam artian miniatur yang dijuluki
Naim. Nagari sebagai Republik-republik kecil dan juga Kato (1989)
mengatakan bahwa Nagari bersifat self contained (mengatur diri sendiri),
otonomi dan mampu membenahi diri sendiri.
Yunus (2001, 125) menyebutkan pemerintahan Nagari sebelum
kedatangan penjajah Belanda dipimpin oleh Pucuk Adat. Perangkat Nagari
terdiri dari Urang Ampek Jinih (orang empat jenis)
1. “Penghulu” yang dipilih dari pimpinan suku.
2. “Malin” (modim di Jawa) seorang pemuka agama yang ditugaskan untuk
memelihara pelaksanaan ajaran Agama.
3. “Manti” (carik) yaitu seseorang yang ditunjuk untuk menangani perkara
hukum.
4. “Dubalang” (Jawa: jogoboyo) adalah seorang panglima yang bertindak
sebagai penjaga keamanan nagari.
3
Semua kegiatan dilaksanakan secara bersama-sama antara Kepala
Nagari dengan Dewan Penghulu, sehingga tidak ada masalah yang tidak
terselesaikan. Jadi Kepala Nagari atau Wali Nagari dengan Dewan Penghulu
secara bersama dalam menyelesaikan masalah yang ada di Nagari, karena
masyarakat nagari (rakyat nagari) juga kemenakan oleh ninik mamak, dalam
hal ini Dewan Penghulu adalah wakil dari penghulu.
Dengan terjadinya perubahan pemerintahan terendah dari
pemerintahan Nagari ke pemerintahan Desa di Sumatera Barat/Minangkabau,
telah terjadi pembaharuan yang mendasar dalam stuktur masyarakat Sumatera
Barat/Minangkabau, sehingga banyak menimbulkan akses yang luas terhadap
sosio kultur masyarakat Minangkabau, diantaranya adalah :
1. Timbulnya disintegrasi dalam kehidupan masyarakat hukum seperti
lemahnya hubungan kekerabatan anak dan kemenakan atau antara suku
yang sama dengan desa yang berlainan.
2. Kurangnya dukungan masyarakat terhadap pelaksanaan pembangunan
adat, sehingga sulit untuk menggerakan partisipasi masyarakat.
3. Lemahnya peran ninik mamak yang tergabung dalam Tungku Tigo
Sajarangan (penghulu, alim lama cadiak pandai yang tergabung dalam
lembaga KAN) karena fungsi-fungsinya telah dijalankan oleh Kepala Desa
serta LMD/LKMD nya, seperti dalam pemberian penegasan hak atas
tanah, perkawinan, perceraian dan persengketaan yang terjadi dalam
masyarakat.
4
Setidak-tidaknya pemerintahan desa telah diidentifikasikan
mengandung dua penyakit: Pertama telah terjadi dekulturisasi yang dapat
menghilangkan identitas keminangan orang Minang. Sedangkan kedua,
suburnya pola birokrasi yang menciptakan kecendrungan pemerintahan
negara dan pemerintahan oleh pemerintah.
4. Dengan kembali ke Nagari, tidak begitu mudah bagi pemimpin/ninik
mamak di Minangkabau untuk menanamkan kembali jati diri, adat dan
sosial masyarakatnya yang telah mengalami perubahan selama
pemerintahan desa.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan fokus yang telah ditentukan dalam penelitian ini maka
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah peran penghulu di Nagari Guguk Kayutanam terhadap anak
kemenakan?
2. Bagaimana faktanya peranan penghulu di lapangan, apakah sesuai
pelaksanaannya dengan ketentuan hukum adat?
3. Bagaimana peran penghulu terhadap nagari di Guguk.
1.4 Fokus Masalah
Berdasarkan masalah yang diangkat maka fokus penelitian ini adalah
peran penghulu di Nagari Guguk Kecamatan 2X11 Kayutanam. Peran
penghulu terhadap anak kemenakan dan peran penghulu terhadap nagari.
5
1.5 Hipotesis Penelitian (Jawaban Sementara dari Masalah)
Adapun hipotesis yang diajukan sesuai dengan rumusan masalah
adalah sebagai berikut :
1. Pimpinan penghulu di Nagari Guguk 2X11 Kayutanam, apakah sudah
sesuai peranannya dengan hukum adat.
2. Kenyataannya di lapangan peranan penghulu tidak begitu dominan.
1.6 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui peranan penghulu yang sebenarnya di Nagari Guguk
Kecamatan 2X11 Kayutanam.
2. Untuk mengetahui pelaksanaannya di lapangan apakah sesuai dengan
ketentuan hukum adat.
1.7 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna untuk :
1. Dapat menjadi pedoman bagi pemimpin anak kemenakan serta masyarakat
Minangkabau dalam hidupnya khususnya di Nagari Guguk Kecamatan
2X11 Kayutanam
2. Sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan untuk memperoleh gelar
sarjana (S1).
BAB II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
2.1 Pengertian Penghulu
Penghulu adalah pemimpin bagi anak kemenakannya dan merupakan
orang yang didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting. Pemimpin
dalam adat Minangkabau disebut “Pangulu” atau Penghulu. Pangulu bergelar
“Datuak”, gelar tersebut diterimanya secara turun temurun. Seorang pangulu
menjadi pemimpin untuk kaum atau sukunya. Sedangkan di Nagari, di tingkat
yang lebih besar ia bersama-sama dengan pangulu lain menjadi pemimpin.
Jadi seorang pangulu selain menjadi pemimpin bagi anak kemenakannya, ia
juga menjadi pemimpin masyarakat dalam suatu nagari. Penghulu sebagai
“urang gadang” (orang besar) mempunyai beberapa orang pembantu.
Pembantu utamanya itu adalah “manti, malin, dubalang”, selain ketiga
pembantu itu ada seorang pembantu dekatnya yang disebut “Panungkek”
(penongkat) (Drs. Zulkarnaini, 1995). Masing-masing pembantu tersebut
bekerja dalam bidang-bidangnya sendiri-sendiri. Penghulu dengan ketiga
pembantunya itu disebut “Urang Nan Ampek Jinih” (Orang Empat Jenis).
Pangulu dalam ungkapan adat dinyatakan :
Kayu gadang di tangah koto, (Pohon Besar di tengah padang)
Bapucuak sabana bulek, (Berpucuk yang bulat)
Baurek sabana tunggang, (Berakar yang tunggang)
Batang gadang tampek basanda, (Batang besar tempat bersandar)
6
7
Dahannyo tampek bagantuang, (Dahannya tempat bergantung)
Ureknyo tampek baselo, (Akarnya tempat bersila)
Daun rimbun tampek balinduang, (Daunnya rimbun tempat berlindung)
Tampek balinduang kapanehan, (Tempat berlindung kepanasan)
Tampek bataduah kahujanan. (Tempat berteduh kehujanan)
Nan tinggi tampek jauah (Yang tinggi tampak jauh)
Nan dakek jolong basuo (Yang dekat baru bertemu)
Ka pai tampek batanyo (Akan pergi tempat bertanya)
Kapulang tampek babarito (Waktu pulang tempat berberita)
Ungkapan itu menyatakan seorang pangulu di Minangkabau sebagai
pelindung bagi anak kemenakannya sebagai pangayom dari masyarakatnya.
Selain itu pangulu merupakan orang yang terpandang dan orang yang dikenal
semua anak kemenakan (nan tinggi tampak jauh, nan dakek jolong basuo).
Sebagai pelindung, pangulu juga menjadi tempat bertanya dan tempat melapor
bagi yang dipimpinnya.
Manti
Manti yaitu pembantu pangulu di bidang tata laksana pemerintahan.
Hal-hal yang berhubungan dengan pemerintahan menurut adat diurus oleh
Manti (Zulkarnain, 1995). Mengenai Manti ini diungkapkan dalam adat
sebagai berikut:
Urang nan cadiak candokio (Orang yang cerdik cendikia)
Sarato arif bijaksano (Serta arif bijaksana)
Tahu jo unak kamanyangkuik (Tahu dengan duri akan menyangkut)
7
8
Tahu jo runciang ka mancucuak (Tahu dengan runcing akan menusuk)
Tahu jo latiang ka manganai (Tahu dengan jerat akan kena)
Tahu jo kieh kato sampai (Tahu dengan kias kata sampai)
Alun bakilek lah takalam (Belum terbayang sudah jelas)
Takilek ikan dalam aia (Sekilas ikan dalam air)
Ikan takilek jalo tibo (ikan terkilas jala tiba)
Lah tantu jantan batinonyo.( sudah tahu jantan betinanya)
Seorang manti adalah orang yang arif dan bijaksana. Ia pandai
membaca situasi, membaca keadaan. Ia dapat bertindak tepat dan cepat dalam
mengatasi masalah. Dalam melaksanakan tugas ia senantiasa bertindak hati-
hati. Oleh karena itu manti disebut juga sebagai pembantu utama pengulu di
bidang pemerintahan adat.
MalinMalin adalah pembantu penghulu di bidang agama. Semua urusan
agama menjadi tanggung jawabnya. Ia bertindak menurut ajaran Islam,
menurut Al-Qur'an dan hadits. Tugasnya membimbing masyarakat ke jalan
yang ditentukan oleh Islam. Ia membimbing anak mengaji, mengajari anak-
anak melaksanakan sholat dan memberi penyuluhan kepada masyarakat
tentang Islam. Malin dinyatakan di dalam adat sebagai berikut:
Suluah bendang dalam nagari (Suluh penerang dalam nagari)
Nan tahu di hala dengan haram (Yang tahu halal dengan haram)
Nan tahu di sah dengan batal (Yang tahu syah dengan batal)
8
9
Nan tahu jo syari’at dan hakikat (Yang tahu dengan syariat dan
hakikat)
Dubalang
Dubalang (hulubalang) adalah pembantu penghulu di bidang
keamanan. Ia bertugas dan menjaga keamanan dan ketentraman masyarakat.
Dengan keberadaan dubalang, merasa aman dan tentram. Mengenai dubalang
dinyatakan di dalam adat sebagai berikut: (Zulkarnain, 1995)
Nan bamato nyalang, talingo nyariang (Yang bermata terang,
bertelinga nyaring)
Mamakai usua jo pareso (Memakai usul dengan periksa)
Tahu di sumbang jo salah (Tahu di sumbang dengan salah)
Pauik paga dindiang nan kokoh (Pauik pagar dinding yang kokoh)
Maampan lalu kasubarang (Membendung sampai keseberang)
Mandindiang sampai ka langik (Mendinding sampai kelangit)
Manjago cabua kok nyo tumbuah (Menjaga cabul, jika tumbuh)
Sia baka maliang jo cilo (Bakan membakan maling dengan mencuri)
Manjago barih kok talampau (Menjaga baris jika terlampau)
Pembantu penghulu yang lain adalah panungkek (penongkat).
Panungkek berfungsi sebagai pengganti penghulu jika berhalangan. Ia dapat
mewakili penghulu dalam rapat-rapat nagari jika penghulu tidak dapat hadir.
Hal-hal yang menjadi tanggung jawabnya ialah semua tugas yang dilimpahkan
oleh penghulu atau semua wewenang yang diberikan kepadanya.
9
10
Jadi seorang penghulu di Minangkabau memiliki pembantu-pembantu
dalam melaksanakan tugas. Masing-masing pembantu mempunyai tugas dan
alur kerja yang jelas. Namun keputusan akhir atau pengambil keputusan tetap
berada di tangan penghulu. Pembantu-pembantu itu memberikan
pertimbangan kepada penghulu dalam bidangnya masing-masing.
2.2 Sifat Penghulu
Pangulu (penghulu) bertugas memimpin anak kemenakan. Ruang
lingkup kepemimpinannya menurut adat sangat luas. Ia juga berkewajiban
memelihara dan melindungi yang dipimpimnya sehingga anak kemenakannya
merasa tentram lahir dan bathin, moral dan materil, mental dan spiritual. Oleh
karena itu penghulu mempunyai martabat yakni kehormatan jabatannya.
Dalam ungkapan adat disebut pangulu “tumbuh dek ditanam, tinggi
dek dianjung, gadang dek diamba” (tumbuh karena ditanam, tinggi karena
dianjung, besar karena dilambuk). Penghulu tersebut bukan ada dengan
sendirinya, tetapi karena ditanam, ditinggikan dan dibesarkan oleh
kemenakannya.
Pangulu lahir karena dilahirkan oleh kaumnya. Tinggi karena
didukung oleh kaumnya dan besar karena dibesarkan oleh kaumnya. Oleh
karena ia ditumbuhkan, ditinggikan dan dibesarkan, pangulu harus
memelihara kebesarannya yakni dengan martabatnya yang baik.
Untuk mempertahankan dan memelihara martabatnya, pangulu
memiliki empat sifat utama. sifat-sifat itu mempedomani sifat Rasul Allah,
10
11
Muhammad, yakni 1) siddiq atau benar, 2) amanah atau dipercaya, 3) fatanah
atau cerdas, dan 4) tabligh atau menyampaikan. Keempat sifat rasul itu
merupakan sifat dasar seorang pangulu yang tidak boleh dilupakannya.
Seorang pangulu harus bersifat siddiq atau benar. Ia selalu benar dalam
berpikir, berucap dan bertindak. Kebenaran yang dipunyainya adalah
kebenaran menurut syarak dan adat. Seperti diungkapkan dalam adat:
(Zulkarnain, 1995)
Bajalan luruih bakato bana, ( Berjalan lurus, berkata benar)
Jalan luruih alua tarantang, ( Jalan lurus, alur terlentang)
Lurulih manahan tiliak, ( Lurus menahan tilik)
Balabeh manahan cubo, (Belebas menahan cuba)
Kebenaran itu ia pertahankan dalam berbagai kondisi. Pada saat
bermasalah ia juga berdiri pada yang benar, tidak terpengaruh oleh keadaan,
seperti dinyatakan dalam adat :
Bapantang kuniang dek kunik (Tidak mau kuning karena kunyit)
Bapantang lamak dek santan (Tidak mau enak karena santan)
Kebenaran tidak terpengaruh oleh apa dan siapapun. Seorang pangulu
bersifat amanah atau dipercaya. Ia dapat dipercayai lahir dan bathin. Kata-
katanya sesuai dengan perbuatan. Kepercayaan anak kemenakan kepadanya
tidak pernah ia sia-siakan. Ia tidak pernah berkhianat jika memberikan janji.
Jika memberikan janji, janjinya selalu ia tepati. Sipat amanahnya itu menjadi
teladan bagi anak kemenakan dan masyarakat. Sifat yang dihindarinya adalah
11
12
“menggunting dalam lipatan, mahuruik kawan sairing” (menggunting dalam
lipatan, mengganjal teman seiring).
Seorang penghulu memiliki sifat fatanah atau cerdas. Orang yang
menjadi penghulu adalah orang yang cerdas, bukan orang yang bodoh.
Kecerdasan itu ditandai dengan memiliki pengetahuan. Pengetahuan yang
dimilikinya selain pengetahuan tentang adat Minangkabau, juga pengetahuan
umum, pengetahuan kemasyarakatan dan pengetahuan Agama Islam.
Pengetahuan yang dimiliki sebagai tanda kecerdasan itu digunakan untuk
kepentingan dirinya dan kepentingan masyarakat.
Dengan modal kecerdasan itu ia memimpin anak kemenakannya,
membimbing anak kemenakannya menuju kesejahteraan lahir dan bathin.
Pangulu bukanlah “cadiak mambuang kawan, gapuak mambuang lamak”
(cerdik membuang teman, gemuk membuang lemak). Kecerdasannya
digunakan untuk melindungi dan mengayomi anak kemenakan dan
masyarakat.
Pangulu bersifat tabligh atau menyampaikan. Sifat tabligh
berhubungan dengan kemampuan mengkomunikasikan, kemampuan
menggunakan bahasa untuk menyampaikan sesuatu kepada anak
kemenakannya. Segala sesuatu tentang ajaran ia sampaikan dengan arif dan
bijaksana, disampaikan dengan bahasa yang baik. Inti yang disampaikannya
menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat salah.
12
13
2.3 Makna Pakaian Penghulu
Sebagai pemimpin, penghulu mempunyai pakaian kebesaran yang
disebut pakaian adat. Pakaian itu mengandung makna simbolik, adanya makna
yang tersembunyi di dalamnya. Maknanya menunjukkan budi, kepribadian
dan perangai seorang penghulu. Jadi, pakaian bukan hanya sebagai pertanda
kebesaran belaka, tetapi merupakan lambang kepribadian dan tingkah lakunya.
Pakaian lengkap penghulu itu ada delapan macam. Setiap pakaian itu
mengandung makna yang dalam (Navis : 1984).
Pakaian itu adalah :1. Deta (saluak dan deta bakaruik)2. Baju (tanpa saku, berlengan lapang sedikit di bawah siku)3. Celana (lenggar serta lapang)4. Sisamping (kain samping, sarung)5. Cawek (ikat pinggang)6. Salempang (kain sandang, kain salendang)7. Karih (keris)8. Tongkat (kayu lurus dan kuat)
Deta (destar) yang terdiri dari deta saluak dan deta bakaruik
(berkerut). Deta melambangkan akal yang berlipat-lipat, tidak mudah
ditafsirkan dan mampu menyimpan rahasia. Deta dipasang lurus
melambangkan keadilan dan kebenaran. Kedudukannya yang longgar
melambangkan pikirannya yang lapang dan tidak mudah tergoyahkan.
Baju tanpa saku, berlengan lapang sedikit di bawah siku
melambangkan bahwa penghulu tidak mengambil kepentingan untuk dirinya
sendiri. Lengan yang longgar dan sedikit di bawah siku melambangkan sifat
yang ringan tangan membantu orang yang dalam kesukaran.
13
14
Celana longgar serta lapang melambangkan kemampuan membaut
langkah kebijaksanaan dengan gerak ringan, santai, tidak menyulitkan. Ia
melangkah berdasarkan alua jo patuik, patuik jo mungkin, tanpa ada yang
menghalangi.
Cawek atau ikat pinggang yakni melambangkan kekokohan ikatan atau
pegangan dalam menyatukan anak kemenakan, warga pasukuan, baik yang
jauh maupun yang dekat.
Salempang, kain sandang atau kain salendang yang digantungkan di
bahu melambangkan kemampuan memikul tanggung jawab yang dipikulkan
kepadanya. Ia memikul tanggung jawab mempimpin anak kemenakan.
Tanggung jawab itu baik, maupun dalam keadaan buruk tidak pernah
dielakkannya. Jadi sebagai pemimpin ia bertanggung jawab lahir dan bathin
terhadap yang dipimpinnya.
Karih (keris) yang disisipkan di pinggang. Hulunya tidak berambalau,
tidak terpatri, tangkainya diarahkan ke sebelah kiri, melambangkan bahwa
penghulu memiliki senjata, tetapi bukan untuk membunuh. Penghulu memiliki
kekuasaan, tetapi bukan untuk menjajah, bukan untuk menyengsarakan orang
lain, melainkan untuk melindungi yang dipimpinnya.
Tungkek (tongkat) dari kayu yang kuat dan lurus, melambangkan
bahwa penghulu mampu menopang dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain.
Hal itu juga menunjukkan bahwa penghulu akan menopang adat, pusaka dan
anak kemenakan yang dipimpinnya.
14
15
2.4 Cara Pengangkatan Pangulu
Penghulu tumbuah karena ditanam, tinggi karena dianjung, besar
karena dipupuk. Yang menanam penghulu adalah kaumnya, yang
meninggikan penghulu adalah anak kemenakannya dan yang memupuk
penghulu adalah masyarakatnya. Jadi penghulu itu ada karena diadakan, tidak
ada dengan sendirinya.
Pengangkatan penghulu disebut juga membangun gelar pusaka
(membangun sako). Membangun sako dapat terjadi karena lima hal
(Zulkarnain, 1995)
1. Hiduik bakarelahan (hidup berkerelaan)2. Mati batungkek budi (mati bertongkat budi)3. Baputiang ditanah sirah tau gadang di pakuburan 4. Gadang manyusu atau gadang manyimpang, basiba langan baju, padi
sarumpun disibak duo (besar menyusu atau besar menyimpang, berbelah lengan baju, padi serumpun dibelah dua)
5. Mambuek kato nan baru (membuat kata yang baru)
Hiduik bakarelahan (hidup barelakan) maksudnya adalah merelakan
gelar pusaka kepada yang lebih muda ketika yang tua masih hidup. Penghulu
tidak sanggup lagi melaksanakan tugas, pisiknya sudah sangat lemah seperti
diungkapkan dalam kata adat “Lurah lah dalam, bukiklah tinggi, jalan indak
tatampuah, labuah indak taturuik” (lurah telah dalam, bukit telah tinggi, jalan
tidak lagi tertempuh, labuh tidak lagi terturut). Penghulu tua itu menyerahkan
segala bebannya dan gelarnya kepada yang lebih muda. Ia memilih salah
seorang dari kemenakannya atau cucunya yang laki-laki untuk memakai gelar
pusaka itu. Hal ini disebut dengan hiduik bakarelahan.
15
16
Mati batungkek budi (mati bertongkat budi) yaitu jika seorang
penghulu meninggal dunia, ahli waris menyepakati untuk mengangkat salah
seorang dari mereka sebagai penggantinya. Penggantian gelar itu dilakukan
menurut tata cara adat yang berlaku. Pengangkatan salah seorang dari ahli
waris untuk menggantikan yang meninggal itulah yang disebut mati batungkek
budi.
Bapunting di tanah sirah atau gadang di pakuburan (besar di
pekuburan) ialah mengumumkan penggantian penghulu di pekuburan.
Seorang penghulu meninggal. Pada hari meninggal itu, setelah mayat di
kebumikan, diumumkan penggantinya. Penggantinya yang disampaikan
(diumumkan) di pekuburan itu dinamakan gadang di pakuburan. Setelah
pengumuman itu dilakukan upacara pengangkatan menurut adat yang berlaku
di Nagari tersebut.
Gadang manyusu atau gadang manyimpang terjadi dalam keluarga
besar. Keluarga pasukuan itu sudah berkembang sangat besar. Seorang
penghulu saja tidak cukup lagi untuk memimpinnya. Untuk kelancaran
memimpin anak kemenakan, kaum itu sepakat untuk mengangkat seorang
penghulu lagi. Gelarnya hampir serupa dengan penghulu semula. Artinya,
penghulu baru itu menjadi bagian dari penghulu lama. Jadi tetap dibawah
perlindungan penghulu yang pertama.
Penghulu yang baru diangkat itu hanya mengurus urusan ke dalam.
Urusan keluar tetap menjadi tanggung jawab penghulu tua. Semua itu dibuat
16
17
berdasarkan kesepakatan kaum dan berdasarkan adat yang berlaku dalam
suatu Nagari. Hal ini dibenarkan oleh adat Minangkabau.
Mambuek kato nan baru (membuat kata yang baru) yakni mendirikan
penghulu baru. Kemenakan berpindah ke daerah lain. Di daerah baru itu ia
berkembang, sudah banyak keturunannya. Untuk menerapkan adat dan
kepemimpinan penghulu, kemenakan membuat penghulu baru. Hal itu hanya
dapat dilakukan jika ia mendapat persetujuan dari penghulu tempat ia
menetap. Gelarnya diminta kepada penghulu tempat ia menetap. Akan tetapi,
tetap dilakukan dengan kata mufakat.
2.5 Syarat Menjadi Penghulu
Jabatan penghulu di Minangkabau turun temurun, dalam adat
diungkapkan biriak-biriak tabang ka samak, dari samak ka halaman, dari
niniak turun ka mamak, dari mamak turun ka kamanakan” yang berhak
mendapat atau memakai gelar penghulu adalah kemenakan dekat, kemenakan
di bawah dagu yakni kemenakan yang setali darah menurut matrilineal.
Penghulu adalah pemimpin kaumnya, pembimbing anak kemenakan,
dan menjadi niniak mamak di Nagari. Oleh karena itu seorang yang akan
menjadi penghulu adalah orang yang memenuhi syarat kepemimpinan
menurut adat Minangkabau. Syarat menjadi penghulu menurut adat
(Zulkarnaini, 1995) adalah :
1. Laki-laki Seorang penghulu adalah laki-laki, yakni laki-laki yang dianggap memenuhi syarat dari kaumnya.
17
18
2. Baik zatnya Seorang penghulu adalah orang baik-baik, berasal dari keluarga baik-baik, baik perangai bapaknya dan baik tingkah laku ibunya. Hal ini gunanya sebagai jaminan akhlak dalam kepemimpinannya.
3. Baliq dan Berakal Seorang penghulu harus orang dewasa yang berakal, orang berakal dapat menimbang baik dan buruk, dapat membedakan yang benar dan yang salah. Dengan akalnya ia dapat bertindak tepat, dan teguh pendiriannya, tidak terombang-ambing dalam mengambil keputusan.
4. Kaya Seorang penghulu harus kaya supaya jangan menyusahkan orang lain. Juga tidak hidup dari anak kemenakannya untuk keperluannya sehari-hari. Juga tidak boleh mencari keuntungan (mencari hidup) di atas kepemimpinannya.
5. Berilmu Seorang penghulu harus berilmu. Ia berilmu tentang adat, hukum adat dan ketetapan adat. Disamping itu juga menguasai Ilmu Agama Islam untuk diamalkannya.
6. Adil Seorang penghulu harus bersifat adil. Adil memperlakukan kemenakannya. Adil dalam mengambil keputusan atau menimbang atau menghukum berdasarkan kebenaran. Tidak pilih kasih antara kemenakan jauh dan kemenakan dekat.
7. Arif dan BijaksanaPenghulu harus seorang yang arif dan bijaksana. Berperasaan halus, berpaham dan berpikiran tajam. Ia Mengatasi berbagai masalah dengan cara arif dan bijaksana.
8. Tabliq Seorang penghulu harus seorang yang mampu menyampaikan segala yang baik-baik kepada masyarakat dan anak kemenakannya.
9. Pemurah Seorang penghulu adalah orang pemurah. Orang yang dapat memberikan nasehat, bantuan kepada orang lain yang membutuhkannya.
10. Tulus Seorang penghulu adalah orang yang tulus dan ikhlas dalam melaksanakan tugasnya.
11. SabarPenghulu adalah orang yang sabar, berlapang dada dan berpandangan luas.
18
19
2.6 Kedudukan dan Fungsi Penghulu
1. Kedudukan Penghulu
Penghulu adalah andiko dari kaumnya atau raja dari
kemenakannya. Hal ini dinyatakan di dalam adat “kamanakan barajo
kamamak, mamak barajo kapanghulu” (kemenakan beraja kepada mamak,
mamak beraja kepada penghulu). Sebagai andiko atau raja ia menjadi
kepala pemerintahan, menjadi hakim pendamai dalam kaum. Selain itu
juga menjadi tahta dan pembela dalam perkara yang dihadapi kaumnya
terhadap orang luar.
Di dalam masyarakat, penghulu juga sama dengan laki-laki lain di
Minangkabau. Juga menjadi anggota masyarakat, menjadi Bapak dari
anak-anaknya, menjadi sumando di rumah istrinya. Di Nagari ia menjadi
niniak mamak dan menjadi anggota Kerapatan Adat Nagari (KAN),
kedudukannya sebagai mamak dalam nagari lah yang membuat ia berbeda
dengan laki-laki lainnya.
Jadi, kedudukan penghulu sebagai pemimpin kaum, adalah
menjadi pemimpin. Untuk kedudukan itu ia memakai gelar pusaka yang
disebut “Datuak”. Untuk menjaga kebesaran gelar pusaka dalam
melaksanakan kepemimpinannya, ia menerima warisan harta pusaka.
Harta pusaka itu di dalam adat sebutkan:
Sawah ladang banda buatan (Sawah ladang bandar buatan)
Sawah batumpak dinan data (Sawah bertumpak pada yang datar)
19
20
Ladang babidang di nan lereng (Ladang berbidang pada yang
lereng)
Banda baliku turuik bukik (Bandar berliku turut bukit)
Cancang latiah niniak moyang (Cencang letih, nenek moyang)
Tambilang basi rang tuo-tuo (Tembilang besi orang tua-tua)
Usah dijua digadaikan (Usah dijual digadaikan)
Kalau sumbiang mintak ditilik (Kalau sumbing minta ditilik)
Patah batampo, hilang bacari (Patah ditumpa, hilang dicari)
Tarapuang bakaik, tabanam basalami (Terapung berkait, terbenam
diselami)
Kurang ditukuak, ketek di pagadang (Kurang ditambah, kecil
diperbesar)
Senteng dibilai, singkek di uleh Tidak cukup ditambah, singkat
diulas)
2. Fungsi Penghulu
Penghulu di Minangkabau memiliki kedudukan terhormat. Oleh
kedudukannya itu ia memiliki fungsi. Fungsinya ialah memimpin anak
kemenakan dan masyarakat Nagari.
Fungsi penghulu itu tergambar di dalam kewajibannya.
Kewajibannya itu di dalam adat disebut utang. Utang itu harus ia bayar, ia
lunasi selama menjabat sebagai penghulu, selama ia berkedudukan sebagai
penghulu. Utang atau kewajiban penghulu itu (Zulkarnaini, 1995)
1. Manuruik alua nan luruih (menurut alur yang lurus)
20
21
2. Manampuah jalan nan pasa ( menempuh jalan yang ramai)3. Mamaliharo anak kamanakan (memelihara anak kemenakan)4. Mamaliharo harato pusako ( memelihara harta pusaka)
Penghulu wajib “manuruik alua nan luruih”. Alua nan luruih (alur
yang lurus) ialah alua adat. Alua adat adalah peraturan yang dibuat
dengan kata mufakat oleh para penghulu dalam suatu Nagari. Peraturan itu
merupakan peraturan pelaksanaan dari aturan pokok. Gunanya adalah
untuk mencapai tujuan, alua nan luruih tersebut mengandung kebenaran
yang dapat diukur. Di dalam adat dikatakan : (Zulkarnain, 1995)
Luruih manahan tilik (Lurus menahan tilik)Balabeh manahan cubo (Belabas menahan cuba)Bungka manahan asah (Bungkal / landasan menahan asah)Ameh manahan uji (Emas menahan uji)Ilmu manahan susah (Ilmu menahan susah)Hukum adia manahan bandiang (Hukum adil menahan banding)Bajalan tatap di nan pasa (Berjalan tetap di yang ramai)Bakato tatap di nan bana (Berkata tetap di yang benar)
Alua terbagi dua. Pertama alua adat yaitu peraturan yang dibuat
dengan kata mufakat. Dapat berobah sesuai dengan keadaan dan situasi.
Kedua alua pusako adalah aturan pokok yang turun temurun dari
Dt. Parpatiah Nan Sabatang dan Dt. Ketumanggungan. Alua pusako tidak
dapat berubah, tidak lekang karena panas, tidak lapuk karena hujan.
Contohnya adalah :
Hutang babaia (hutang dibayar)
Piutang batarimo (piutang diterima)
Salah batimbang (salah ditimbang)
Mati bakubua (mati dikubur)
21
22
Jadi alua nan luruih itu dilaksanakan menurut kato pusako,
menurut kata mufakat. Di dalam adat dikatakan “Kato dahulu batapi, kato
kamudian bacari”
Penghulu wajib “manampuah jalan nan pasa”. Di dalam adat
dikatakan “Jalan pasa ka ditampuah, labuah golong nan ka dituruik, usah
manyimpang kiri jo kanan, condong nan usah kamari rabah, luruih
manantang garih adat.” Artinya adalah kebenaran.
Jalan nan pasa menurut adat disebut “baadat balimbago, bacupak,
bagantang.” Baadat artinya memakai dan mematuhi aturan adat yang
berlaku. Balimbago artinya memiliki pertimbangan berdasarkan
pengetahuan dan adat. Pertimbangan itu berdasarkan pengetahuan dan
akal. Pertimbangan itu berdasarkan kepada mungkin dan patut. Bacupak
dan bagantang artinya berukuran dan bertakaran. Segala tindakan harus
berdasarkan ukuran dan takaran tertentu. Jadi jalan nan pasa itu adalah
yang benar menurut adat, menurut limbago, menurut cupak dan gantang.
Penghulu wajib memelihara anak kemenakan. Sebagai pemimpin
ia selalu memperhatikan anak kemenakannya, memeliharanya dalam
segala tindakan. Ia menyuruh kemenakan berbuat baik dan melarang
berbuat salah/buruk. Tanggung jawabnya itu dalam adat Minangkabau.
Hanyuik bapinteh, hilang bacari (hanyut dipintas, hilang dicari)
Tarapuang bakaik, tabanam basilami (terapung dikait, terbenam
diselami)
22
23
Siang dicaliak-caliak, malam didanga-danga (siang dilihat-lihat,
malam di dengar-dengar)
Lupo maingekkan, takalok manjagokan (lupa mengingatkan,
tertidur membangunkan)
Senteng babilai, kurang batukuak (senteng disambung, kurang
ditambah)
Panjang bakarek, singkek bauleh (panjang dipotong, pendek diulas
(disambung))
Kamanakan disambah batin, mamak disambah lahia (kemenakan
disembah batin, mamak/paman disembah lahir)
Penghulu wajib memelihara harta. Harta pusaka merupakan harta
kaum, harta kaum dalam pasukuannya. Harta pusaka itu merupakan modal
utama untuk kesejahteraan anak kemenakan. Oleh karena itu penghulu
wajib memeliharanya. Harta itu tidak boleh habis, tidak boleh dijual dan
tidak boleh digadaikan. Dikatakan dalam adat : (Zulkarnain, 1995)
Jua nan indak dimakan bali (Jual yang tidak dimakan beli)Sando nan indak dimakan gadai (Sanda yang tidak dimakan gadai)Gadai nan indak dimakan pagang (Gadai yang tidak dimakan pegang)Amanah jan hilang, suku jan baranjak (Amanah jangan hilang, suku jangan berpindah)Bangso jan putuih, harato jan tajua jo tagadai (Bangsa jangan putus, harta jangan terjual dan tergadai)Rusak adat karanonyo (Rusak adat karenanya).
Penggunaan harta pusaka diatur oleh penghulu. Tujuannya ialah
untuk kesejahteraan anak kemenakan, untuk memelihara adat dan untuk
23
24
menutup malu di dalam kaum. Harta pusaka hanya boleh digadaikan pada
saat yang amat genting seperti diungkapkan : (Zulkarnain, 1995)
Kok tasasak ikan ka ampang (Jika terdesak ikan ke empang )Tasasak kijang ka rimbo (Terdesak kijang kerimba)Indak dapek batenggang lai (Tidak dapat betenggang lagi)Tak kayu janjang dikapiang (Tidak ada kayu jenjang dibelah)Tak ameh bungka di asah (Tidak ada emas bungkal diasah)Tak aia talang dipancuang (Tidak ada air bambu dipancung)Guno harato pandindiang malu (Guna harta pendingin malu)
Jika terjadi keadaan yang demikian, harta pusaka dapat digadaikan.
Menggadaikan harta pusaka hanya dibolehkan karena: 1) adat tak berdiri,
2) rando gandang indak balaki, 3) rumah gadang katirisan, dan 4) maik
tabujua di tangah rumah (Zulkarnain, 1995). Selain dari sebab yang empat
itu, harta pusaka tidak boleh digadaikan. Semuanya itu menjadi tanggung
jawab penghulu memeliharanya.
2.7 Pantangan atau Larangan Penghulu
Selain fungsi dan kedudukan, penghulu juga memiliki pantangan atau
larangan. Ada enam pantangan atau larangan penghulu menurut adat
(Navis, 1984:140).
1. Memerahkan muka, yaitu bersikap emosional dan tidak mampu mengendalikan diri
2. Menghardik menghantam tanah yaitu bersifat pemarah, pemaki dan penggertak
3. Menyingsingkan lengan baju, yaitu melakukan pekerjaan yang kasar seolah-olah tidak mempunyai sumber hidup yang layak, padahal ia mempunyai sawah ladang dan sawah kagadangan.
4. Berlari-lari, yaitu sikap orang yang terlalu terburu-buru, seperti pencemas, tidak tabah dan penakut.
5. Memanjat-manjat yaitu bertingkah laku seperti anak-anak dan kekanak-kanakan
24
25
6. Menjujung dengan kepala, yaitu meletakkan beban di atas kepala, seolah-olah kepalanya tidak digunakan untuk berpikir tetapi untuk membawa beban.
Penghulu adalah pemimpin dari kaumnya serta anak kemenakan.
Sebagai seorang pemimpin ia harus menjadi contoh bagi yang dipimpinnya
atau anak kemenakannya. Penghulu dalam memimpin harus memelihara
martabat kehormatan jabatannya dengan mempedomani sifat-sifat rasul:
1. Sidiq, artinya benar dalam bertindak, berkata dan berbuat
2. Amanah, bisa memegang teguh yang dipercayakan kepadanya
3. Fatanah, penghulu cerdik atau cerdas dalam memimpin kemenakan
4. Tabligh, penghulu harus mampu menyampaikan kepada anak kemenakan
tentang yang baik dan melarang berbuat salah.
Penghulu sebagai pemimpin juga menjaga perangai dan tingkah
lakunya terutama dalam berpakaian. Pakaian yang dipakainya mencerminkan
budi dan kepribadiannya. Penghulu dipilih oleh kaumnya bukan sembarang
dipilih tetapi harus memenuhi syarat-syarat yang telah digariskan oleh adat.
Seorang penghulu dalam menjalankan tugas atau kepemimpinannya tidak
semua harus bisa dilakukannya dan ia juga mempunyai pantangan atau
larangan. Pantangan atau larangan ini juga sebagai menjaga martabat dan
harga diri dari seorang penghulu.
25
26
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Latar Entri dan Kehadiran Peneliti
Penelitian ini dilakukan di Kenagarian Guguk, Kecamatan 2X11
Kayutanam, Kabupaten Padang Pariaman. Lokasi penelitian ini berada 4 km
dari Nagari Kayutanam, 35 km dari Kota Pariaman dan 57 Km dari Kota
Padang dengan jarak tempuh ± 40 menit perjalanan naik mobil dari Pariaman.
Luas wilayah nagari Guguk secara keseluruhan adalah 17 Hektar dan yang
terdiri dari 4 Korong (Jorong) yakni Korong (Jorong) Kandang Ampek
(Kandang Empat) dengan luas 540 Hektar, Pasar Karambia dengan luas 440
Hektar, Pasar Surau dengan luas 206 Hektar dan Korong (Jorong ) Padang
Lapai 460 Hektar. Jumlah penduduk Nagari Guguk berjumlah 6233 orang,
terdiri dari laki-laki 3160 orang, perempuan 3073 orang dengan 1337 kepala
keluarga.
Nagari Guguk dengan batas-batas wilayah administrasi :
Sebelah barat berbatas dengan aia patamuan Batang Kayu
Kalek/Kabupaten Tanah Datar
Sebelah selatan berbatasan dengan Nagari Anduring dan Nagari
Kayutanam
Sebelah timur berbatasan dengan Bukik Si Baka Jawi/Malalo-
Kabupaten Tanah Datar
26
27
Sebelah barat berbatas dengan Batang Paraman sampai Nagari
Tandikat dan Nagari Kepala Hilalang
Topografi Nagari Guguk adalah terdiri dari dataran dan berbukit.
Sedangkan kondisi geografi dengan ketinggian 145 meter dari permukaan laut
dengan curah hujan rata-rata 1.000-3.000 mm/pertahun.
Masyarakat Nagari Guguk tergolong masyarakat homogen, yang
secara keseluruhan terdiri dari masyarakat Minangkabau. Mata pencaharian
penduduk umumnya bertani, beternak, berladang dan beberapa orang yang
pegawai negeri.
Keseluruhan masyarakat Nagari Guguk menganut Agama Islam
dengan sarana ibadah terdiri dari 4 (empat) buah Masjid dan 18 (delapan
belas) buah Mushalla. Sarana ibadah tersebut digunakan sebagai tempat
menjalankan ibadah dan kegiatan-kegiatan agama lainnya.
Dilihat dari segi pendidikan, umumnya pendidikan masyarakat
bervariasi, mulai dari TK (Taman Kanak-Kanak), SD (Sekolah Dasar),
SMP/MTS (Sekolah Menengah Pertama/Tsanawiyah), SMA/MAN (Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah Negeri) dan perguruan tinggi, baik S1 (Stra
satu) maupun S2 (Strata dua).
Sarana pendidikan yang terdapat di Kanagarian Guguk terdiri dari :
1 (satu) PAUD, 1 TK (Taman Kanak-kanak), 4 (empat) SD (Sekolah Dasar),
1 (satu) SMP (Sekolah Menengah Pertama), maka disinilah anak-anak Nagari
Guguk menuntut ilmu agar mereka tidak ketinggalan dari nagari-nagari
lainnya.
27
28
Sistem pemerintahan Nagari saat ini, tidak lagi murni mengunakan
sistem Koto Piliang, sudah terdapat campuran disana sini. Seperti dalam hal
pembuatan peraturan atau kebijakan dalam Nagari, tidak lagi berdasarkan dari
titiak dari ateh (titik dari atas) sebagaimana yang dianut dalam sistem Koto
Piliang. Tapi sudah “mambasuik dari bumi” (membasut dari bumi) seperti
yang digunakan Bodi Caniago.
Masyarakat Nagari Guguk berasal dari daerah Anam Koto (Enam
Koto) yaitu : Singgalang, Koto Laweh, Pandai Sikek, Paninjauan, Panyalaian
dan Air Angek. Ampek Koto yaitu : Batipuah, Jao, Gunuang dan Tambangan
Di Nagari Guguk terdapat 6 suku yaitu :
1. Koto
2. Jambak
3. Pisang
4. Guci
5. Panyalai
6. Sikumbang
Struktur Masyarakat Adat Nagari Guguk terdiri dari :
1. Tungganai
2. Mamak Sako
3. Penghulu Andiko
4. Penghulu Suku (Basa Balingkuang Aua)
5. Karapatan Adat Nagari (KAN)
28
29
Secara umum sebenarnya peneliti tidak menemui kesulitan masuk ke
dalam lapangan penelitian, karena secara keseluruhan masyarakat telah
mengenal peneliti dan peneliti juga penduduk Nagari Guguk, dan juga peneliti
berperan dalam Lembaga-lembaga Pemerintahan Nagari, seperti wakil ketua
BAMUS (Badan Musyawarah), anggota LPM (Lembaga Pembudayaan
Masyarakat), bidang Agama, Pengurus Masjid, dan kegiatan-kegiatan sosial
lainnya, umumnya mereka menerima bahkan mendukung kegiatan yang
peneliti lakukan, sehingga peneliti mendapatkan informasi yang lengkap
mengenai masalah yang peneliti teliti baik dari aparat pemerintah maupun dari
masyarakat umum yang peneliti anggap mengetahui tentang masalah yang
peneliti teliti.
3.2 Informan Penelitian
Informan penelitian adalah orang-orang yang dimanfaatkan untuk
memperoleh informasi tentang situasi dan kondisi latar penulisan
(Moleong,1990:97). Informan dalam penelitian ini ditentukan secara random
sampling, maksudnya cara penentuan informan yang memberikan kesempatan
yang sama untuk diambil kepada setiap elemen informan sehingga peneliti
mendapatkan informasi yang beragam dan sesuai dengan permasalahan
penelitian. Informan (orang-orang) yang memberikan informasi yaitu ninik
mamak atau penghulu, tokoh masyarakat dan masyarakat.
29
30
3.3 Pemilihan Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan mencari dan
mengambil data yang telah terarsip pada kantor pemerintahan Nagari dan
Lembaga Kerapatan Adat Nagari (KAN). Sebagai bahan untuk penyelesaian
penelitian yang saya lakukan.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu mengumpulkan
dokumentasi yang berkaitan dengan sistem Pemerintahan Nagari dan
kepemimpinan penghulu di Nagari Guguk Kec. 2X11 Kayutanam,
pelaksanaan pengumpulan data menggunakan metode observasi dan
wawancara.
3.5 Teknik Analisis Data
Penelitian ini dilakukan dengan berpedoman kepada 12 langkah
penelitian yang dikemukakan oleh Spradley (1990:40) yang telah dimodifikasi
menjadi empat langkah yaitu :
1. Menentukan Objek Penelitian
2. Melakukan Observasi Partisipan
3. Membuat Catatan Etnografis
4. Menulis Laporan Hasil Penelitian
30
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Peran Penghulu Terhadap Anak Kemenakan
Penghulu atau ninik mamak adalah pemimpin kaum di nagari. Di
dalam suku terdapat beberapa orang penghulu. Jumlahnya tergantung kepada
jumlah suku dan pemekaran suku di nagari itu. Jumlah penghulu di dalam
suatu nagari akan berbeda di nagari lainnya. Kewajibannya memimpin anak
kemenakan dan masyarakat di nagarinya. Ia berkewajiban memelihara harta
pusaka dan adatnya.
Di Nagari Guguk terdapat 6 buah suku yaitu :
1. Suku Jambak
2. Suku Koto
3. Suku Guci
4. Suku Pisang
5. Suku Panyalai
6. Suku Sikumbang
Sedangkan jumlah penghulu di Nagari Guguk ada 29 orang terdiri dari:
1. Penghulu dari Suku Jambak
a. Dt. Rangkayo Mulie
b. Dt. Gadang Nan Gadang
c. Dt. Gadang Nan Ketek
d. Dt. Gadang
31
32
e. Dt. Rangkayo Mulie Benteng
f. Dt. Rangkayo Mulie Rumah Gadang
g. Dt. Rajo Basa
h. Dt. Rajo Indo
i. Dt. Bandaro Putiah
2. Penghulu dari Suku Koto
a. Dt. Rangkayo Basa
b. Dt. Rajo Katik
c. Dt. Rajo Lelo
d. Dt. Bungsu
e. Dt. Rangkai Tuo
f. Dt. Rajo Pangulu
3. Penghulu dari Suku Guci :
a. Dt. Jawan Nan Kuniang
b. Dt. Jawan Nan Hitam
c. Dt. Basa Nan Kuniang
d. Dt. Basa Nan Hitam
e. Dt. Rangkayo Mulie Benteng
f. Dt. Rangkayo Mulie Patikayu
g. Dt. Rangkayo Padang Lapai
4. Penghulu dari Suku Pisang :
a. Dt. Maninjun
b. Dt. Rajo Ameh
33
c. Dt. Rajo Endah
d. Dt. Rangkayo Tuo
e. Dt. Sati
5. Penghulu dari Suku Panyalai :
a. Dt. Rangkayo Gadang
6. Penghulu dari Suku Sikumbang
a. Dt. Tunaro
Nagari adalah satu kesatuan wilayah yang di Minangkabau dihuni oleh
masyarakat yang terikat oleh adat atau peraturan.
Setiap nagari membuat undang-undang dan membuat ketentuan adat
untuk nagarinya. Undang-undang dibuat berdasarkan mufakat ninik mamak,
penghulu nan gadang basa batuah. Setelah lahir undang-undang berdasarkan
kesepakatan, kemudian mereka terapkan dalam kehidupan masyarakat nagari
itu. Jadi setiap nagari diatur oleh adatnya sendiri.
Berdasarkan penelitian, peranan ninik mamak/penghulu di Nagari
Guguk adalah:
1. Peran Penghulu dalam adat
Pengertian adat adalah wujud kebudayaan manusia secara utuh
yang dapat berubah. Adat itu terdiri atas nilai-nilai budaya, norma hukum
dan aturan-aturan yang berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya.
Kaitan itu melahirkan suatu sistem di dalam kelompok masyarakat.
Berdasarkan hal itu terciptalah adat suatu suku bangsa, suatu daerah
34
seperti adat Minangkabau, adat Jawa, adat Batak, dan sebagainya. Ada
empat tingkatan adat di Minangkabau:
a. Adat nan sabana adat
Adat nan sabana adat yaitu merupakan sifat-sifat alam yang tetap, yang
tidak pernah berubah oleh ruang dan waktu
b. Adat nan diadatkan
Adat nan diadatkan adalah adat buatan yang dirancang, disusun oleh
manusia untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari yang juga
berpedoman kepada adat nan sabana adat. Adat ini disusun oleh
Dt. Parpatih Nan Sabatang dan Dt. Ketumanggungan.
c. Adat nan teradat
Adat nan teradat adalah adat yang dibuat oleh suatu nagari sesuai
dengan keadaan dan kebutuhan nagarinya dan tidak bertentangan
dengan adat nan sabana adat dengan adat nan diadatkan. Dengan
pengertian itu lahirlah istilah Adat Salingkuang Nagari atau Adat
Salingka Nagari.
d. Adat istiadat
Adat istiadat juga merupakan aturan adat. Ia dibuat dengan kata
mufakat oleh ninik mamak dalam suatu nagari. Peraturan ini
menampung segala kemauan dan kesukaan anak nagari yang sesuai
menurut alua jo patuik, patuik jo mungkin.
35
Berdasarkan hasil penelitian dan penjelasan di atas, maka
penghulu/ninik mamak di Nagari Guguk berperan menjaga, memelihara
serta melestarikan adat dengan cara :
1. Penghulu menjalankan adat tersebut dalam kehidupan bersama
kemenakan.
2. Penghulu memberikan pelajaran dan pendidikan tentang adat kepada
anak kemenakan atau generasi muda.
3. Penghulu memberi pelajaran dan pendidikan tentang adat di
Minangkabau kepada anak kemenakan atau generasi muda.
Upacara batagak penghulu/batagak gala
Tata cara pelaksanaannya:
1) Mufakat kaum sepayung, untuk mendiskusikan penghulu/managakkan
gala sekaligus memufakati siapa yang akan memikul/memakai gelar
tersebut.
2) Setelah sepakat kaum sepayung, dilanjutkan dengan sepakat kaum
sesuku (basa balingkuang aua) yang dipimpin oleh penghulu
pucuknya)
3) Setelah sepakat kaum sesuku, kemudian disampaikan atau diundang
penghulu/ninik mamak di Nagari (se-Nagari) untuk meresmikan,
termasuk di dalamnya KAN.
36
Menurut pendapat Adlin Dt. Gadang Ketua KAN Guguk
1. Sebelum pengangkatan penghulu, mamak sako mengumpulkan
kemenakan/kaum untuk mufakat mencari siapa kemenakan yang
pantas memikul gelar pusaka tersebut
2. Setelah dapat siapa yang dipilih untuk memikul gelar pusaka tersebut,
maka dipanggil lagi mamak sesuku/penghulu sesuku.
3. Setelah sepakat penghulu sesuku, baru dipanggil penghulu senagari,
ketua KAN serta pejabat nagari untuk meresmikannya.
Kesimpulannya menegakkan gelar pusaka harus semufakat kaum
dan disetujui oleh penghulu nagari dan ketua KAN
2. Peran penghulu dalam perkawinan
Perkawinan adalah peristiwa penting dalam kehidupan. Perkawinan
bukan hanya sekedar ikatan atau penyatuan antara pengantin laki-laki
(marapulai) dengan pengantin perempuan (anak daro). Akan tetapi itu
merupakan pertemuan antar dua keluarga.
Keluarga laki-laki dengan keluarga perempuan, juga diikat oleh tali
ipa bisan, sumando, pasumandan, minantu-mintuo yang disebut dengan
ikatan kekerabatan. Selain itu perkawinan juga merupakan pembentukan
keluarga baru disamping keluarga yang telah ada.
Upacara perkawinan ini dapat berbeda di tiap nagari, karena diatur
oleh adat nan teradat. Upacara pokok di Nagari Guguk adalah sebagai
berikut:
37
1) Menjajaki calon menantu
Ialah mencari bakal calon menantu, inisiatif pertama dilakukan
oleh keluarga perempuan. Biasanya bako yang mengambil inisiatif itu.
Proses ini dilakukan diam-diam. Hal ini dimaksudkan jika tidak terjadi
kesesuaian efek sampingnya tidak ada. Jika keluarga kedua belah
pihak telah menyetujui baru dilanjutkan dengan meminang dan
timbang tando.
2) Setelah kedua orang tua setuju, baru ninik mamak atau penghulu
diberitahu.
3) Meminang dan timbang tando
Meminang (melamar) biasanya dilakukan oleh keluarga
perempuan ke rumah keluarga laki-laki. Biasanya dilakukan
batimbang tando. Jika pinangan diterima, batimbang tando yaitu
kedua belah pihak mengikat perjanjian yang dikukuhkan dengan saling
bertukar tando (tanda) dan juga ditentukan kapan hari pernikahannya.
4) Pernikahan
Sebelum pernikahan, selain mendapat persetujuan dan kedua,
juga harus mendapat persetujuan dari mamak dan ninik mamak kedua
belah pihak. Dengan setujunya ninik mamak/penghulu maka
dimintakanlah NA nya ke Wali Korong dan Wali Nagari. Pernikahan
dilakukan secara Islam, dilaksanakan di Masjid dipimpin oleh Angku
Kali (Kadi) dihadiri oleh keluarga kedua belah pihak.
38
5) Upacara perkawinan
- Pada hari kenduri, satu hari sebelumnya atas perintah ninik
mamak, dipanggil kaum kerabat, sanak famili, handai tolan serta
kenalan untuk menghadiri acara peresmian. Upacara pokok dalam
perkawinan tersebut dimulai dengan menjemput marapulai.
- Pada hari perhelatan, penghulu, panungkek, tuo kampung, labai
duduk menantu tamu dalam hari perjamuan (dilaksanakan malam
hari).
- Pada malam hari perjamuan itu juga mencari dan memufakati dan
menentukan gelar dari marapulai
- Pada perjamuan itu juga, pihak perempuan datang menjemput
marapulai dan kembalinya besok pagi dengan marapulai
- Kemudian pada hari ke-2, siangnya mempelai perempuan datang
ke rumah mempelai laki-laki dengan pakaian sunting dan sorenya
kembali ke rumah mempelai perempuan bersama mempelai laki-
laki yang juga diiringi oleh ninik mamak kaum kerabat, sanak
famili, laki-laki dan perempuan.
Menurut Syamsuir Dt. Maninjun Suku Pisang:
1. Setelah orang tua kedua calon mempelai setuju menikahkan anaknya
baru diberi tahu penghulu orang tua masing-masing mempelai.
2. Mamak perempuan bersama orang tua dan kerabat datang ke rumah
laki-laki untuk meminang, langsung batimbang tando, serta
menentukan hari kenduri/perhelatan
39
3. Sebelum kenduri, atas perintah mamak dipanggillah kaum, kerabat,
sanak famili untuk peresmiannya.
4. Pada hari kenduri tersebut penghulu hadir sebagai penanti tamu dan
juga memberikan gelar kepada mempelai laki-laki.
5. Hari pertama mengundang makan/jamu. Hari kedua mempelai
perempuan datang ke rumah mempelai laki-laki dengan berpakaian
sunting dan kemudian kembali ke rumah mempelai perempuan
bersama mempelai laki-laki.
Jadi, perkawinan merupakan yang sangat sakral dalam kehidupan,
maka harus disetujui oleh kedua orang tua, sanak famili, kaum kerabat
sehingga tidak jadi fitnah dan gunjingan dalam masyarakat.
3. Peran penghulu dalam kematian
Dalam menjalankan tugas penghulu dalam bidang keagamaan
dibantu malin, alim ulama atau disebut juga labai. Dalam kematian ini
penghulu hanya menghadiri dan memberi izin kepada labai untuk
melaksanakan tugasnya. Disamping memberi izin kepada labai, penghulu
juga menyepakati dengan keluarga/kaumnya, dimana saudaranya yang
meninggal ini dikuburkan, baik di pekuburan sipangka, anak, maupun di
pekuburan pihak bako sesuai dengan kesepakatan.
Di Nagari Guguk Kec. 2X11 Kayutanam, labai terbagi dua:
1) Labai nan barampek yaitu:
a) Dari suku Jambak adalah Labai Jambak
b) Dari suku Koto adalah Labai Koto
40
c) Dari suku Pisang adalah Labai Pisang
d) Dari suku Guci adalah Labai Guci
2) Labai nan duo puluh (20) yaitu labai kaum yang disepakati oleh
penghulu di nagari.
a) Labai suku Jambak Rumah Nan Gadang Dt. Rky Mulia
b) Labai dari Dt. Gadang suku Jambak
c) Labai dari Dt. Rangkayo Mulia suku Jambak
d) Labai dari Dt. Rangkayo Mulia suku Jambak Benteng
e) Labai dari Dt. Rangkayo Gadang suku Panyalai
f) Labai dari Dt. Tunaro suku Sikumbang
g) Labai dari Dt. Jawan Nan Kuniang suku Guci
h) Labai dari Dt. Basa Nan Hitam suku Guci
i) Labai dari Dt. Basa Nan Kuning suku Guci
j) Labai dari Dt. Rangkayo Mulia suku Guci
k) Labai dari Dt. Rangkayo Basa suku Koto
l) Labai dari Dt. Rajo Katik suku Koto
m) Labai dari Dt. Rajo Pangulu suku Koto
n) Labai dari Dt. Maninjun suku Pisang
o) Labai dari Dt. Rajo Endah suku Pisang
p) Labai dari Dt. Rangkayo Tuo suku Pisang
q) Labai dari Dt. Gadang Nan Ketek suku Jambak
r) Labai dari Dt. Bungsu suku Koto
s) Labai dari Dt. Rajo Lelo suku Koto
41
t) Labai dari Dt. Rangkayo Mulia suku Guci Patikayu
u) Labai dari Dt. Rajo Ameh suku Pisang (Dt. Gadang, Ketua KAN
Nagari Guguk)
Labai Nan Barampek, apabila kematian dan mendo’a ia wajib
menghadiri. Sedangkan Labai Nan Dua Puluh, ia wajib menghadiri dalam
acara kematian dan acara kematian sebagai tuan rumah.
4. Peran penghulu di bidang harta
Menurut ketentuan adat Minangkabau, baik harta pusaka maupun
pusaka gelar diwariskan oleh ninik kepada mamak dan dari mamak kepada
kemenakan berdasarkan garis keturunan ibu. Artinya, baik harta benda
maupun pusaka gelar tidak boleh diwariskan oleh seorang laki-laki di
Minangkabau kepada anaknya sendiri karena harta benda dan pusaka gelar
di Minangkabau pada hakikatnya adalah menjadi milik kaum perempuan.
Peran penghulu di Nagari Guguk Kecamatan 2X11 Kayutanam
sebagai pemimpin kaum, gelar yang diterimanya sebagai warisan dari
mamaknya. Gelar itu jika ia sudah tua atau meninggal harus diturunkannya
pula kepada kemenakannya dan generasi selanjutnya.
Selain gelar, ia juga menerima warisan berupa harta pusaka. Harta
pusaka itu wajib dipeliharanya. Harta pusaka itu merupakan milik
kemenakannya (terutama yang perempuan). Harta tidak boleh dijual atau
digadaikan. Harta itu harus tetap utuh.
Penggunaan harta diatur oleh penghulu, tujuannya adalah untuk
kesejahteraan anak kemenakan sekaumnya untuk memelihara adat dan
42
menutup malu dalam kaumnya. Harta pusaka merupakan sumber
kehidupan anak kemenakan di dalam kaum, maka itu sebabnya tidak boleh
diperjualbelikan.
Harta pusaka hanya boleh digadaikan pada saat yang amat genting
seperti:
- Adat tak berdiri, dalam hal ini jika untuk mendirikan penghulu yang
membutuhkan biaya yang besar, penghulu harus ditegakkan/didirikan.
- Rando/gadih gadang indak balaki, untuk membiayai dan mencarikan
jodohnya boleh digadaikan harta pusakanya.
- Rumah gadang ketirisan, dalam memperbaiki dan mengganti rumah
gadang yang biayanya sangat tinggi, boleh menggadaikan harta
pusaka, karena rumah gadang sangat diperlukan oleh kaum.
- Maik tabujua di tangah rumah, namun pada saat sekarang tidak ada
orang yang menggadaikan harta pusakanya untuk ini, karena masih ada
karib kerabat yang tolong menolong atau saling membantu.
Jika pusaka digadaikan seperti sawah atau ladang, diutamakan
digadaikan kepada anggota kaum/famili sesuku.
Menurut A. Dt. Gadang harta pusaka tidak boleh diperjualbelikan,
kalau diperjualbelikan maka habis harta milik kaum, tetapi hanya boleh
digadaikan dengan alasan yang amat penting: adat tidak berdiri,
kemenakan gadis yang sudah besar tidak bersuami, rumah gadang
ketirisan, mayat terbujur di atas rumah. Jadi harta pusaka adalah harta
milik bersama atau milik kaum dan tidak dapat diperjualbelikan. Harta
43
pusaka sumber ekonomi keluarga dan kaum, kalau dijual ia akan habis,
maka akan menjadikan anak cucu mereka menjadi orang miskin. Tetapi
kalau hal yang sangat genting harta boleh digadaikan seperti adat tak
berdiri, gadis yang sudah besar belum bersuami, rumah gadang ketirisan,
mayat terbujur di atas rumah. Namun ini jarang terjadi karena adanya
kerjasama anak kemenakan, karib kerabat dan masyarakat di
Minangkabau.
5. Peran Penghulu dalam Pendidikan Anak Kemenakan dan Lingkungan
Hidup
a. Peran Penghulu dalam Pendidikan
Penghulu wajib memelihara anak kemenakannya dan selalu
memperhatikannya. Memelihara dalam segala tindakan. Ia menyuruh
kemenakan berbuat baik dan melarang berbuat salah/buruk
Peran mamak atau penghulu terhadap kemenakan lelaki
memberikan bimbingan agar suatu saat bisa menggantikan
kedudukannya sebagai seorang mamak dan sebagai penghulu
penggantinya yaitu untuk menerima pusako batolong (pusaka
bertolong) artinya berperan sebagai penunjang dan mengembangkan
sumber kehidupan sanak saudaranya, terutama saudara perempuan
yang melanjutkan keturunan.
Peran mamak terhadap kemenakan yang perempuan yaitu
memberikan bimbingan terhadap kemenakan perempuan meliputi
persiapan untuk menyambut warih bajawek (waris berterima) dan
44
persiapan untuk melanjutkan keturunan. Maksudnya wanita akan
merupakan titik pusat kehidupan. Di rumah ia akan berperan sebagai
nenek dan ibu yang akan mengasuh anak dan cucu-cucunya, sebagai
istri ia akan menjadi tali penghubung dengan kaum lain (kaum
suaminya).
Penghulu harus membimbing dan memperhatikan pendidikan
anak kemenakan. Pendidikan itu antara lain:
1) Pendidikan di bidang agama yaitu menyerahkannya ke surau untuk
belajar mengaji, shalat dan ibadah-ibadah lainnya.
2) Pendidikan adat yaitu menyerahkan kemenakan kepada guru-guru
adat
3) Pendidikan umum, menyerahkan kemenakan kepada sekolah-
sekolah umum yaitu SD, SMP/MTs, SMA/MA dan ke Perguruan
Tinggi.
Dalam hal ini mamak/penghulu ikut membiayai pendidikan
kemenakannya, biaya itu dari hasil sawah dan ladang atau harta
pusaka. Jika mamak/penghulu orang yang mampu maka sepenuhnya
biaya pendidikan anak kemenakan ditanggungnya. Apabila harta
pusaka telah dimiliki dan sudah di tangan ibu si anak/kemenakannya
berarti secara tidak langsung mamak/penghulu sudah berperan dalam
pembiayaan pendidikannya, tinggal membimbing saja lagi.
Menurut Adlin Dt. Gadang Ketua KAN Guguk, di
Minangkabau kemenakan mendapat pendidikan dan ajaran dari dua
45
pihak yaitu dari orang tua ayah dan ibu dan dari mamak, maka mamak
perlu sekali memperhatikan pendidikan kemenakan, baik tentang
agama, adat maupun pendidikan umum. Pendidikan agama diajarkan
oleh labai di surau, pendidikan adat diajarkan oleh penghulu atau
datuak di surau, pendidikan umum dilaksanakan di sekolah oleh
pemerintah.
Pendidikan terhadap kemenakan juga merupakan tanggung
jawab mamak atau penghulu, jadi pendidikan yang pertama
dilaksanakan yaitu di rumah tangga, yang dilaksanakan oleh ayah dan
ibu. Kemudian juga dididik oleh mamak di bidang agama dan adat
yang biasanya di surau. pendidikan umum dilaksanakan di sekolah
oleh pemerintah.
b. Peran penghulu dalam Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup merupakan manusia, hewan, tumbuh-
tumbuhan dan alam sekitarnya. Alam bagi orang Minangkabau bukan
hanya sekedar tempat lahir dan tempat hidup, tetapi alam adalah
segala-galanya. Karena itu alam dapat dimanfaatkan memenuhi
kebutuhan hidup.
Demikian halnya dengan masyarakat Nagari Guguk, harta
pusaka (sawah dan ladangnya) merupakan bagian dari alam tersebut.
Hasil pengolahan alam untuk pertanian diungkapkan:
Kok sawah bapiriang-piriang (jika sawah berpiring-piring)
Ladang babidang-bidang (kebun berbidang-bidang)
46
Tanah batumpak di nan data (tanah bertempat pada yang datar)
Ladang babidang di nan lereng (kebun berbidang di yang
lereng)
Banda baliku turuik bukik (sungai berliku-liku menurut bukit)
Cancang latiah niniak moyang (cincang letih nenek moyang)
Tambilang basi urang tuo-tuo (tembilang besi orang tua-tua)
Kondisi alam Nagari Guguk tepat apa disebut dalam ungkapan
di atas, karena Nagari Guguk berada diperbukitan dan lereng-lereng
bukit dan sungai-sungai besar. Maka ninik mamak/penghulu harus di
Nagari Guguk menjaga alam dan lingkungannya karena sawah dan
ladang berada di perbukitan dan lereng-lereng. Apabila tidak dijaga,
maka harta pusaka yang ada di lereng-lereng dan perbukitan tersebut
akan habis, apakah itu banjir dan tanah longsor, sedangkan harta
tersebut merupakan sumber kehidupan dan kesejahteraan anak
kemenakan.
Untuk menjaga lingkungan, maka ninik mamak Nagari Guguk:
1) Melarang anak kemenakan atau masyarakat menebang hutan
sembarangan dan mendapat izin dari ninik mamak. Hutan atau
pohon kayu untuk keperluan rumah juga harus mendapat izin dari
ninik mamak atau penghulu.
2) Menganjurkan menanam tanaman keras atau tanaman tua di ladang
masing-masing.
3) Menanam bambu dan pohon di sekitar tebing dan parit
47
4) Melarang meracuni air seperti meracuni sungai untuk keperluan
mendapatkan ikan, serta dengan jalan setrum dll.
Karena hutan dan sungai merupakan sumber kesejahteraan
anak kemenakan. Dengan adanya hutan yang baik, air hujan yang
turun akan terserap, banjir tidak terjadi, sawah tidak longsor, pertanian
akan selamat.
Menurut Adlin Dt. Gadang, hutan atau rimba merupakan
tumbuhan atau kayu yang tumbuh di atas tanah ulayat nagari dan tanah
ulayat kaum yang kegunaannya adalah untuk memenuhi kebutuhan
anak kemenakan dan untuk kesejahteraannya. Jadi, hutan adalah
bagian dari alam. Alam adalah segala-galanya dan tempat hidup dan
sebagai tempat tinggal. Maka alam atau hutan tidak boleh dirusak.
Hutan harus dipelihara dan dilestarikan, karena hutan juga salah satu
sumber kesejahteraan hidup.
c. Peran Penghulu dalam Bidang Ekonomi
Harta pusaka merupakan sumber kesejahteraan dan sumber
ekonomi bagi kehidupan anak kemenakan di Nagari Guguk. Harta pusaka
yang umum dimiliki seperti sawah dan ladang.
Dalam meningkatkan ekonomi anak kemenakan, mamak/penghulu
harus pandai memanfaatkan harta pusaka tersebut semaksimal mungkin
dan harus dipelihara.
Mengenai bidang ekonomi dan kesejahteraan ini diungkapkan:
Ka sawah babungo ampiang (ke sawah berbunga emping)
48
Ka rimbo babungo kayu (ke rimba berbunga kayu)
Ka sungai babungo pasia (ke sungai berbunga pasir)
Ka lauik babungo karang (ke laut berbunga karang)
Ka tambang babungo ameh (ke tambang berbunga emas)
Batanam nan bapucuak (bertanam yang berpucuk)
Mamaliharo nan banyao (memelihara yang bernyawa)
Nan lunak ditanam padi (yang lunak ditanam padi)
Nan kareh dibuek ladang (yang keras dibuat kebun)
Nan bancah palapeh itiak (yang berair tempat memelihara itik)
Jadi ungkapan adat di atas menggambarkan bahwa mamak harus
memanfaatkan tanah miliknya sebaik mungkin. Jika lunak dijadikan sawah
untuk menanam padi, yang keras dijadikan ladang, yang rawa tempat
pelihara itik, genangan air dipelihara ikan, menanam tanaman yang mau
tumbuh dan memelihara ternak sehingga lahan yang dimiliki tidak
dibiarkan kosong. Dengan memanfaatkan lahan yang ada tersebut
sehingga ekonomi kemenakannya akan terjamin, kesejahteraan akan
terwujud.
Jika harta pusaka yang dimiliki kurang bisa mensejahterakan
ekonomi kaum atau keluarga, maka anak laki-laki muda yang dinamakan
bujang pergi merantau untuk mencari harta kekayaan guna memperkukuh
atau meningkatkan martabat kaum kerabat agar setara dengan orang lain.
Tujuan merantau adalah untuk mencari kekayaan seperti bunyi pantun
berikut.
49
Apo guno kabau batali (apa guna kerbau bertali)
Usah dipauik di pamatang (usah dipaut di pematang)
Pauikan sajo di tangah padang (pautkan saja di tengah padang)
Apo guno badan mancari (apa gunanya kita mencari)
Iyo pamagang sawah jo ladang (ialah memegang sawah dan
ladang)
Nak mambela sanak kanduang (Hendak membela saudara
kandung)
Kemenakan yang mau pergi merantau harus meminta izin pada
mamak/penghulu, karena mamak adalah pemimpin. Sebagai pemimpin,
sebelum kemenakannya berangkat mamak memberi nasehat kepada
kemenakannya sesuai pantun adat berikut.
Kok buyuang pai ka danau (jika buyung pergi ke danau)
Balanak bali, iyu dibali (belanak beli, hiu dibeli)
Ikan baledang dibali dahulu (ikan baledang dibeli dahulu)
Kok buyuang pai marantau (jika buyung pergi merantau)
Dunsanak cari, ibu cari (saudara cari ibu cari)
Induak samang cari dahulu (induk semang cari dahulu)
Jika anak kemenakan pergi merantau, yang pertama ia cari
hendaknya adalah induk semang untuk tempat ia bekerja sebagai tempat
bergantung hidup. Setelah ia berhasil dan kembali ke kampung halaman,
menjelang pergi merantau ia bertanya kepada mamak, setelah kembali
harus memberitahu mamak/penghulu, seperti bunyi ungkapan:
50
Kapai tampek mangadu (mau pergi tempat mengadu)
Ka pulang tampek babarito (mau pulang tempat memberitahu)
Jadi merantau merupakan untuk mencari harta kekayaan dan
memenuhi kehidupan ekonomi bagi anak kemenakan.
Menurut Adlin Dt. Gadang, penghulu sebagai penjaga harta sawah
dan ladang anak kemenakan, penghulu harus pandai membimbing
kemenakan untuk memanfaatkan sawah dan ladang tersebut, agar ekonomi
keluarga kemenakan bisa terpenuhi. Jika tidak terpenuhi terpaksa
kemenakan yang laki-laki mencari hidup ke negeri orang atau merantau.
Jadi, harta pusaka sawah dan ladang kita harus pandai
memanfaatkannya. Jangan sampai dibiarkan ada yang kosong. Manfaatkan
dengan kondisi tanah tersebut agar bermanfaat dan dapat memenuhi
kebutuhan hidup keluarga. Jika sudah dimanfaatkan atau sudah diolah
dengan sebaik-baiknya tidak juga mencukupi kebutuhan hidup maka
kemenakan laki-laki harus merantau di negeri orang untuk mencari kerja
dengan seizin dari orang tua dan mamak.
d. Peran Penghulu dalam Penyelesaian Masalah Adat
Penghulu sebagai pemimpin kaumnya, apabila ada masalah yang
timbul dalam kaumnya atau kemenakannya, maka ia akan menyelesaikan
dengan aturan-aturan yang telah dibuat dan disepakati oleh ninik
mamak/penghulu dalam Kerapatan Adat Nagari. Penghulu menjalankan
apa yang telah disepakati bersama.
51
Adapun masalah yang harus diselesaikan oleh ninik
mamak/penghulu di Nagari Guguk antara lain:
a. Masalah adat
Bagi kemenakan yang melanggar adat harus diselesaikan
secepatnya antara lain:
1) Kawin sasuku (Kawin Satu Suku)
Penghulu harus menyelesaikan masalah kemenakannya
sesuai dengan ungkapan adat:
Kuma dibasuah (kumal dicuci)
Miang dikikih (miang dikikis)
Salah ka mamak minta maaf (salah kepada mamak minta maaf)
Salah ka Tuhan minta tobat (salah kepada Tuhan minta tobat)
Artinya kemenakan yang melakukan kesalahan harus
mengisi/membayar kesalahan kepada mamak menurut adat dengan
ketentuan :
a) Kemenakan laki-laki harus pindah ke suku lain
b) Membayar denda satu kepala kerbau
c) Diusir dari kampung
Apabila kemenakan laki-laki tidak mau pindah ke suku lain
dan tidak mau membayar denda satu kepala kerbau, maka ia diusir
dari kampung. Sebaliknya dia melaksanakan pindah suku dan
menyediakan satu kepala kerbau, kemenakan yang bersalah
52
tersebut tetap di kampung atau di nagari dengan cara menjamu
mamak Nagari Guguk.
Cara penjamuannya:
a) Alat kelengkapan dari perjamuannya adalah
- Menyediakan kepala kerbau, langsung dimasak
- Isi carano 2 emas
- Kasua sabalik
- Tirai 6 buah
- Tabia sabalik
- Carano baganto
- Dulang tinggi 6 pasang
- Cerek anyia (kuning) 2 buah
- Tanduk kerbau dipajang dipintu akan masuk halaman
rumah
b) Isi Jamba
- Nasi putih, gulai putih, gulai merah, daging apik (apit),
gulai banak
- Minum kopi, nasi kuning, ajik masing dua sejadah
Sebelum melaksanakan perjamuan, ninik mamak atau
penghulu pucuk salingka aur (selingkar bambu) dari
kemenakan yang melanggar adat memanggil dengan sirih
selengkapnya (sirih, sadah, pinang dan gambir) pakai dusi
(tempat tembakau/sadah). Yang memanggil ninik
53
mamak/penghulu di nagari adalah laki-laki dewasa dua orang,
kemenakan dari penghulu yang bersangkutan.
c) Susunan duduk
Setelah diundang/dipanggil, penghulu datang pada hari
yang telah ditentukan. Pertama datang penghulu dan
undangan/panggilan lainnya duduk serempak di luar atau di
tempat peristirahatan yang disediakan.
Kemudian beberapa saat kemudian tuo kampung dari
kaum yang bersangkutan memanggil satu persatu para
undangan dan penghulu ke atas rumah dengan mendudukkan
satu persatu dengan urutannya:
- Ketua KAN (Kerapatan Adat Nagari)
- Katik Adat
- Angku Kadi (Angku Kali)
- Penghulu Suku Balingkuang Aua (Penghulu Pucuk)
- Penghulu Kaum, dengan melihat dan mendahulukan yang
lebih tua.
Apabila dari sejumlah undangan di atas tadi, jika Katik
Adat dan Angku Kadi tidak hadir maka perjamuan batal
dilaksanakan. Katik adat adalah orang yang akan
menyelesaikan masalah pelanggaran adat. Angku kali adalah
orang yang akan menyelesaikan permasalahan tentang agama.
54
Menurut Adlin Dt. Gadang, apabila ada kemenakan
yang menyalahi atau melanggar adat seperti kawin sesuku
maka kemenakan dari penghulu yang membuat kesalahan
tersebut harus menjamu ninik mamak nagari serta undangan
sebagai pembayar kesalahan yang telah ditentukan syarat-
syaratnya oleh nagari.
Jadi, kemenakan yang melanggar adat, harus membayar
kesalahan kepada mamak, dengan denda 1 kepala kerbau dan
menjamu ninik mamak yang ada di nagari serta undangan yang
ditentukan oleh pucuk adat.
d) Menyampaikan Tujuan
Setelah semua penghulu dan undangan duduk di atas
rumah, maka disampaikanlah oleh mamak/penghulu pucuk dari
kemenakan yang bersangkutan tujuan dan maksud dari
undangan/panggilan yang intinya kemenakan dia telah
melakukan kesalahan kawin sasuku, maka sekarang dia minta
maaf dan membayar denda atas kesalahannya.
e) Mentobatkan
Setelah maksud dan tujuan disampaikan oleh penghulu
dari kemenakan yang bersalah, maka ditobatkan oleh Angku
Kadi nagari dengan urutannya.
- Membaca istighfar (Astaghfirullaha’azhim 3x)
55
- Membaca dua kalimah syahadat (Asyhadualla ilaha illallah
Waasyhadu anna Muhammadarrasulullah)
- Kalimat taubatnya: Waatubu ilaiha, wa taubatan nasuha
- Kemenakan yang bersalah meminta maaf kepada ninik
mamak/penghulu.
f) Makan Perjamuan
g) Minta Izin Pulang
2) Penyelesaian Masalah Harta Pusaka
Harta pusaka terutama sawah dan ladang merupakan untuk
kesejahteraan anak kemenakan sekaumnya. Jika itu menjadi
sengketa mengenai tanah/harta pusaka ini harus diselesaikan oleh
mamak atau penghulu. Misalnya terjadi sengketa sebidang tanah
antara si A dari suku Jambak dengan si B dari suku Koto. Kata si A
dari suku Jambak, tanah tersebut sudah dibelinya kepada mamak si
B dari suku Koto, sedangkan si B dari suku Koto tidak mengakui
dan mengetahuinya, maka sengketa ini harus diselesaikan oleh
mamak dengan cara:
a) Mamak kepala waris (laki-laki tertua) dari kaum kedua belah
pihak yang mencari penyelesaiannya.
b) Jika tidak selesai oleh mamak kepala waris, diselesaikan oleh
mamak penghulu kaum (penghulu suku)
56
c) Dan apabila tidak selesai pula oleh penghulu kaum maka
diselesaikan oleh penghulu salingka aur (penghulu pucuk)
kedua pihak yang bersengketa.
d) Sesampainya pada penghulu pucuk kedua belah pihak,
biasanya masalah sengketa ini akan bisa diselesaikan karena
dari awalnya saksi-saksi dan jihat yang empat itu yaitu batas
dari empat bagian, batas utara, batas selatan, batas sebelah
timur dan batas sebelah barat.
e) Jika pada penghulu pucuak kedua belah pihak yang
bersengketa tersebut belum juga selesai diteruskan kepada
Kerapatan Adat Nagari (KAN) Guguk.
Menurut Adlin Dt. Gadang, dalam penyelesaian harta
pusaka yang terjadi terhadap kemenakan bukan diselesaikan
langsung oleh Kerapatan Adat Nagari tetapi harus diselesaikan dari
tingkat yang di bawah bak kata pepatah bajanjang naiak batanggo
turun (berjenjang naik bertangga turun) artinya menyelesaikan
masalah harus dari tingkat yang paling bawah. Jika tidak selesai di
tingkat bawah baru dilanjutkan kepada tingkat di atasnya dan
begitu seterusnya.
4.2 Peran Penghulu Terhadap Nagari
Nagari selain sebagai satu kesatuan adat juga merupakan organisasi
pemerintahan dibawah camat (kecamatan). Akan tetapi dengan berlakunya
57
Undang-Undang No. 5 th 1979, nagari bukan lagi kedudukan sebagai unit
pemerintahan terendah, tetapi semata-mata merupakan kesatuan masyarakat
hukum adat. Hal itu diatur oleh Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat
No. 13 Tahun 1983.
Untuk mengurus nagari sebagai kesatuan masyarakat hukum adat,
peraturan itu menetapkan Kerapatan Adat nagari (KAN). Kerapatan Adat
Nagari adalah lembaga perwakilan permusyawaratan dan permufakatan adat
tertinggi yang telah ada dan diwarisi secara turun temurun sepanjang adat di
tengah-tengah masyarakat nagari di Sumatera Barat.
Penghulu di dalam kaumnya sebagai pemimpin kaum, sedangkan di
nagari ia menjadi anggota Kerapatan Adat Nagari (KAN). Karena anggota
KAN adalah penghulu-penghulu suku yang berada dalam nagari tersebut,
artinya dalam kaum ia sebagai pemimpin di nagari ia sebagai anggota
Kerapatan Adat.
Dalam Nagari Guguk Kecamatan 2X11 Kayutanam, anggota KAN
terdiri dari unsur penghulu adat yang berlaku menurut sepanjang adat sesuai
dengan sistem penerapannya.
1. Pucuk adat dan atau Ketua
2. Pangulu Pucuak
3. Pangulu Kaum
4. Urang Ampek Jinih.
Di Nagari Guguk Kecamatan 2X11 Kayutanam terdapat 6 suku yaitu:
1. Koto
58
2. Jambak
3. Pisang
4. Guci
5. Panyalai
6. Sikumbang
Masing-masing suku mempunyai beberapa orang penghulu, dan
masing-masing suku mempunyai satu orang penghulu pucuak yang dipilih
berdasarkan hasil mufakat dari penghulu.
Penghulu puicuk mengepalai penghulu yang ada pada sebuah suku.
Jadi setiap seku mempunyai penghulu pucuk.
Karena anggota KAN adalah penghulu suku yang berada dalam nagari
tersebut artinya dalam kaum ia sebagai pemimpin, di nagari ia juga sebagai
pemimpin.
Jumlah penghulu masing-masing suku di Nagari Guguk Kecamatan
2X11 Kayutanam.
Nama Suku Gelar Penghulu SukuGelar Penghulu
Pucuak1. Suku Koto Dt. Rangkayo Basa
Dt. Rajo Katik Dt. Rajo Lelo Dt. Rajo Bungsu Dt. Rangkayo Tuo Dt. Rajo Pangulu
Dt. Rajo Katik
2. Suku Jambak Dt. Rangkayo Mulia Dt. Gadang Nan Gadang Dt. Gadang Nan Ketek Dt. Gadang Dt. Rangkayo Mulia Benteng Dt. Rangkayo Mulia Rumah
Nan Gadang Dt. Rajo Basa
Dt. Gadang Nan Gadang
59
Nama Suku Gelar Penghulu SukuGelar Penghulu
Pucuak Dt. Rajo Indo Dt. Bandaro Putiah
3. Suku Pisang Dt. Rangkayo Tuo Dt. Rajo Endah Dt. Rajo Ameh Dt. Maninjun Dt. Sati
Dt. Rangkayo Tuo
4. Suku Guci Dt. Basa Nan Kuning Dt. Basa Nan Hitam Dt. Jawan Nan Kuning Dt. Jawan Nan Hitam Dt. Rangkayo Mulia (Benteng) Dt. Rangkayo Mulia (Pati Kayu) Dt. Rangkayo Mulia (Pati Kayu
Ilia)
Dt. Basa Nan Kuning
5. Suku Panyalai Dt. Rangkayo Gadang Dt. Rangkayo Gadang
6. Suku Sikumbang
Dt. Tunaro Dt. Tunaro
Sumber : Ketua KAN Guguk A. Dt. Gadang
Jumlah penghulu di Nagari Guguk adalah 29 orang. Penghulu di Nagari
Guguk merupakan anggota dari KAN.
Untuk menerapkan fungsi nagari, urusannya menjadi tanggung jawab
KAN, maka peran penghulu sebagai anggota KAN (Zulkarnain,1995:95)
sebagai berikut :
1. Mengurus dan mengelola hal-hal yang berkaitan dengan adat sehubungan
dengan sako dan pusako.
2. Menyelesaikan perkara-perkara perdata adat dan istiadat.
3. Mengusahakan perdamaian dan memberikan kekuatan hukum terhadap
anggota masyarakat yang bersengketa serta memberikan kekuatan hukum
terhadap sesuatu hal dan pembuktian lainnya menurut sepanjang adat.
60
4. Mengembangkan kebudayaan masyarakat nagari dalam upaya
melestarikan kebudayaan daerah dalam rangka memperkaya khasanah
kebudayaan nasional
5. Menginventarisasi, menjaga, memelihara dan mengurus serta
memanfaatkan kekayaan nagari untuk kesejahteraan masyarakat nagari.
6. Membina dan mengkoordinir masyarakat hukum adat mulai dari kaum
menurut sepanjang adat yang berlaku di nagari, berjenjang naik bertangga
turun dan berpucuk kepada Kerapatan Adat Nagari serta memupuk rasa
kekeluargaan yang tinggi di tengah masyarakat nagari dalam rangka
meningkatkan kesadaran sosial dan semangat kegotong royongan.
7. Mewakili nagari dan bertindak atas nama dan untuk nagari atau
masyarakat hukum adat nagari dalam segala perbuatan hukum di dalam
dan di luar peradilan untuk kepentingan atau hal-hal yang menyangkut
dengan hak dan harta kekayaan milik nagari.
Menurut Adlin Dt. Gadang, penghulu juga bertindak atas nama nagari
dalam hal membela hak dan harta kekayaan milik nagari seperti yang sekarang
terjadi, Nagari Tarok mengambil tanah ulayat Nagari Guguk, disinilah
penghulu berperan dan bertindak membela kepentingan nagari.
61
STRUKTUR PENGURUS LENGKAPKERAPATAN ADAT NAGARI GUGUK
KECAMATAN 2X11 KAYUTANAMPERIODE 2008-2014
Ketua : A. Dt. Gadang
Wakil
Ketua
: M. Dt. Rajo Khatib
Sekretaris : Y. Dt. Basa Nan Hitam
Bendahara : Z. Dt. Jawan Nan Kuning
Bidang Urusan Pembangunan/Pengembangan Adat
- Ilyas Katik Adat
- Ch. Dt. Rangkayo Basa
- M. Dt. Rangkayo Mulia
- Syofian Dubalang Syarak
Bidang Urusan Keuangan Pendapatan dan Kekayaan
- Ir. B.U. Dt. Majolelo
- Sy. Dt. Maninjun
- A. Dt. Rky Tuo
- R. Dt. Gadang
- M. Dt. Mangkuto
Bidang Urusan Penyelesaian Sengketa dan Perselisihan
- M. Dt. Rajo Khatib
- Y. Dt. Basa Nan Hitam
- Ef. Dt. Rky Mulia
- J. Dt. Rky Tuo
- A. Dt. Putiah
- Z. Dt. Tunaro
KetuaA. Dt. Gadang
Wakil KetuaM. Dt. Rajo Khatib
Manti/Sekretaris IY. Dt. Basa Nan Hitam
Manti/BendaharaZ. Dt. Jawan Nan Kuninag
Bidang Urusan Pembangunan/Pengembangan Adat
Ilyas Katik AdatCh. Dt. Rky BasaM. Dt. Rky Mulie
Syofian Dubalang Syarak
Bidang Urusan Keuangan Pendapatan dan Kekayaan
Ir. B.U. Dt. MajoleloSy. Dt. ManinjunA. Dt. Rky TuoR. Dt. Gadang
M. Dt. Mangkuto
Bidang Urusan Penyelesaian Sengketa dan Perselisihan
M. Dt. Rajo KhatibY. Dt. Basa Nan Hitam
Ef. Dt. Rky MuliaJ. Dt. Rky TuoA. Dt. PutiahZ. Dt. Tunaro
62
STRUKTUR KERAPATAN ADAT NAGARI (KAN) GUGUKKECAMATAN 2X11 KAYUTANAM
KABUPATEN PADANG PARIAMAN
BAB V
PENUTUP
e.1 Kesimpulan
Dari pembahasan secara keseluruhan pada bab-bab sebelumnya dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Nagari dulu adalah kesatuan masyarakat hukum adat, sekaligus sebagai
unit pemerintahan terendah/lembaga adat sekaligus lembaga pemerintahan.
2. Pemimpin di Minangkabau adalah orang yang didahulukan selangkah
ditinggikan serantiang yang disebut “penghulu” (sebelum penjajahan
Belanda, masa penjajahan Belanda, masa penjajahan Jepang dan setelah
kemerdekaan s/d tahun 1979)
3. Dengan keluarnya UU No. 5 tahun 1979, memecah nagari menjadi
pemerintahan desa, maka berakibatkan berkurang atau berlebihnya
peraturan ninik mamak / penghulu dalam nagari.
4. Timbulnya dis integrasi dalam kehidupan masyarakat, lemahnya hubungan
kekerabatan anak dan kemenakan atau antara suku yang sama dengan
daerah yang berlainan.
5. Kurangnya dukungan masyarkat terhadap pelaksanaan pembangunan,
karena terpecahnya kehidupan masyarakat hukum adat.
6. Berdasarkan UU No. 22/1999 tentang otonomi daerah Jo Perda Sumbar
No. 9/2000 Jo UU No. 32/2004 tentang pemerintahan nagari (kembali ke
nagari). Belum bisa mengembalikan jati diri dan keminangkabauan
63
64
orang/masyarakat Minangkabau, karena sudah berubah dalam
pemerintahan desa ± 20 tahun.
7. Peran penghulu di Nagari Guguk terhadap anak kemenakan antara lain:
a. Dalam masalah perkawinan, penghulu sangat berperan
menyelesaikannya mulai dari mengeluarkan atau mengurus NA,
batimbang tando, melaksanakan pernikahan serta kenduri sampai
selesai.
b. Dalam hal kematian mamak atau penghulu wajib diberi tahu, kaum
kerabat. Penghulu juga menentukan dimana kemenakan tersebut
dikuburkan.
c. Di bidang harta pusaka penghulu wajib menjaga harta pusaka yang
merupakan sumber kehidupan bagi anak kemenakan.
d. Penghulu juga memperhatikan pendidikan anak kemenakannya baik
pendidikan agama, adat, maupun pendidikan umum.
e. Kemenakan yang berpendidikan akan lebih mudah mengatur dan
mengurusnya dibandingkan dengan kemenakan yang tidak
berpendidikan.
f. Kemenakan mendapat pendidikan dari dua arah, pertama dari orang
tua, kedua dari mamak atau penghulu.
g. Dalam hal ekonomi penghulu juga menjaga memanfaatkan harta
pusaka kemenakan yang digunakan untuk penghidupannya. Harta
harus dijaga dan tidak boleh dijual, jika dijual harta pusaka akan habis
65
dan akhirnya anak kemenakan tidak mempunyai harta pusaka dan
hidupnya akan jadi miskin.
8. Penghulu di Nagari Guguk berperan menjaga, memelihara dan
melestarikan adat dengan cara :
a. Penghulu melaksanakan adat tersebut di Nagari Guguk
b. Memberikan penyuluhan dan pembelajaran dan seminar tentang adat
yang berlaku di Nagari Guguk.
c. Penghulu dalam kaum sebagai pemimpin kaum dan di nagari sebagai
anggota KAN dan sebagai pemimpin nagari. Jika terjadi persengketaan
tanah ulayat nagari dengan nagari lainnya, maka penghulu harus
menyelesaikan dan berperan sebagai hakim dan pembela dalam
persengketaan tersebut.
e.2 Saran
Berdasarkan laporan penelitian yang telah ditulis, peneliti
menganjurkan beberapa saran sebagai berikut :
1. Langkah pertama kembali ke sistem pemerintahan nagari adalah
mensosialisasikan bagaimana bernagari tersebut kepada masyarakat, yang
mana harus menjalankan adat Minangkabau itu sebagaimana yang
sebenarnya.
2. Diharapkan kepada tokoh-tokoh masyarakat di Nagari untuk memberikan
pelajaran adat dan budaya kepada anak kemenakan kita.
66
3. Diharapkan kepada tokoh-tokoh masyarakat dan penghulu untuk
mengembalikan peran mesjid dan surau untuk belajar agama dan belajar
adat.
67
DAFTAR PERTANYAAN
Pertanyaan yang diajukan dengan jawaban terbuka kepada Informan dalam
penelitian adalah sebagai berikut :
1. Apakah masih punya peran terhadap anak kemenakan?
2. Apa-apa saja peran penghulu/ninik mamak tersebut ?
3. Dalam bidang apa contohnya ?
4. Bagaimana tata caranya?
5. Selain berperan alam adat, apalagi perannya terhadap anak kemenakan?
6. Bagaimana pula peran penghulu dalam perkawinan?
7. Bagaimana peran penghulu dalam kematian?
8. Selain penghulu siapa lagi yang berperan dalam mengurus kematian?
9. Apa bedanya labai yang yang berempat dengan labai yang dua puluh?
10. Bagaimana peran penghulu di bidang harta?
11. Jika kemenakan melanggar tentang adat seperti kawin sesuku, bagaimana cara
menyelesaikannya?
12. Jika kemenakan membayar denda yang telah bapak sebutkan tadi bagaimana
pula cara penjamuannya ?
13. Jika kemenakan mempunyai masalah tentang harta atau tanah dengan orang
lain bagaiman pula cara penyelesaiannya?
14. Selain peran penghulu penghulu terhadap kemenakan adakah peran penghulu
di nagari ?
15. Apa saja suku yang ada di Nagari Guguk?
16. Berapa jumlah penghulu yang ada di nagari guguk?
17. Apa saja peran penghulu dalam nagari sebagai anggota KAN?
68
DAFTAR PUSTAKA
Efendi, H. Syafni (2005). Daftar Ajar Sistem Pemerintahan Daerah. Fakultas Ilmu-ilmu Sosial UNP : Padang
Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (1987), Pelajaran Adat Minagkabau (Sejarah dan Budaya) : Padang
Ms. Amir (2003). Tanya Jawab Adat Minangkabau, Hubungan Mamak Rumah dengan Sumando. Jakarta : PT. Mutiara Sumbar Widya Penabur Benih Kecerdasan.
Navis, AA (1984). Alam Takambang Jadi Guru, Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta : Grafiti Press
Nafis, Anas (1996). Pribahasa Minangkabau. Jakarta/Intermasa
Sayati, M. Dt. Rajo Penghulu. M. Pd (2005). Tau Jo Nan Ampek ( Pengetahuan Yang Empat Menurut Adat dan Budaya Minangkabau) : Padang
Tocah, H. Datoek (1976). Tambo Alam Minangkabau. Bukittinggi: Pustaka Indonesia
Zulkarnaini (1995). Minangkabau Ranah Nan Den Cinto. Budaya Alam Minangkabau, Bukittinggi : Usaha Ikhlas.