SKRIPSI
EVALUASI PRODUK GOOD TIME COOKIES DI PT. ARNOTT’S
INDONESIA SEBAGAI DASAR PENENTUAN NILAI TAMBAH PRODUK
Oleh :
RINA DWI OKTAVIA
F24104063
2008
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
EVALUASI PRODUK GOOD TIME COOKIES DI PT. ARNOTT’S
INDONESIA SEBAGAI DASAR PENENTUAN NILAI TAMBAH PRODUK
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
RINA DWI OKTAVIA
F24104063
2008
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
EVALUASI PRODUK GOOD TIME COOKIES DI PT. ARNOTT’S
INDONESIA SEBAGAI DASAR PENENTUAN NILAI TAMBAH PRODUK
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
RINA DWI OKTAVIA
F24104063
Dilahirkan pada tanggal 20 Oktober 1985
di Mataram
Tanggal lulus : 27 Oktober 2008
Menyetujui,
Bogor, Desember 2008
Dr. Ir. Sugiyono M.App, Sc. Ir. Rachmat Riyadi Dosen Pembimbing Akademik Pembimbing Lapangan
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Rina Dwi Oktavia. F24104063. Evaluasi Produk Good Time Cookies di PT. Arnott’s Indonesia Sebagai Dasar Penentuan Nilai Tambah Produk. Dibawah bimbingan Sugiyono dan Rachmat Riyadi. 2008.
RINGKASAN
Seiring dengan makin banyaknya produk snack di pasaran, diperlukan
suatu ciri pembeda agar produk dapat bersaing dan bertahan. Salah satu tren yang sedang berkembang adalah tren produk snack yang memiliki nilai tambah bagi konsumen. Namun, pada dasarnya cookies merupakan indulgence
product yang bersifat impulsif yang lebih dipengaruhi oleh faktor organoleptik dan teknik pemasaran. Oleh sebab itu produk yang sering muncul dalam keseharian konsumen akan menjadi referensi pembelian yang utama.
Good Time cookies merupakan produk cookies dengan taburan cokelat butir yang diproduksi oleh PT. Arnott’s Indonesia. Good Time cookies
memiliki dua varian yaitu Good Time Chocochip Cookies (C2) dan Good
Time Chocochip Chocolate cookies (C3). Perbedaan dari kedua varian cookies tersebut adalah rasa dari based cookies, C2 adalah original taste cookies dan C3 merupakan chocolate cookies. Secara umum produk Good Time cookies memiliki kualitas yang unggul, namun keunggulan yang dikomunikasikan masih bersifat umum (overall), belum spesifik terhadap atribut tertentu. Selain itu, kurangnya kegiatan promosi dan iklan dapat membuat popularitas produk tertutupi oleh kemunculan berbagai produk baru. Oleh sebab itu pada pada kegiatan magang ini dilakukan evaluasi terhadap produk Good Time cookies
yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi mengenai produk sebagai dasar penetapan nilai tambah produk, serta untuk memperkirakan pengembangan produk Good Time cookies yang disesuaikan dengan tren pangan yang berkembang di masyarakat. Evaluasi produk meliputi evaluasi bahan baku, proses, jaminan mutu dan keadaan produk akhir termasuk kandungan gizi dari produk, dan kegiatan pemasaran.
Metode yang digunakan dalam kegiatan magang ini adalah survei konsumen dan bench marking produk. Survei konsumen dilakukan pada tahap awal untuk menentukan atribut produk dan respon pasar terhadap informasi yang paling mempengaruhi pilihan konsumen terhadap produk Good Time
cookies. Dalam survei ini digunakan masyarakat umum dengan kisaran usia 15 hingga 35 tahun. Berdasarkan hasil survei tersebut, atribut cookies secara umum, berurutan dari atribut yang penting ke atribut yang tidak penting adalah rasa (1.37), tekstur (2.35), aroma (3.45), warna (3.91), dan visual (3.92). Berdasarkan survei juga diketahui rasa merupakan atribut utama dari produk Good Time cookies yang paling penting bagi konsumen. Informasi yang dapat mempengaruhi pilihan konsumen adalah adanya pernyataan klaim pada produk. Klaim kehalalan merupakan jenis klaim utama yang paling mempengaruhi pilihan konsumen (23%), selanjutnya klaim nutrisi atau kandungan zat gizi (18%), klaim kesehatan (14%), klaim asal bahan (13%), klaim standar/jenis/pilihan (13%), klaim jaminan mutu (10%) dan yang terakhir adalah klaim proses (8%).
Evaluasi terhadap nilai gizi produk diketahui bahwa nilai gizi makro per sajian produk Good Time cookies didominasi karbohidrat dan lemak serta
rendah dalam kandunagan protein. Dari perhitungan berdasarkan literatur, diperkirakan produk mengandung komponen zat gizi mikro yang beragam walaupun kadarnya tidak cukup ‘tinggi’ untuk dapat dilakukan klaim kandungan zat gizi. Berdasar perhitungan kandungan vitamin dan mineral tersebut diprediksi produk mengandung komponen mikro yang berpotensi untuk ditingkatkan dengan melakukan fortifikasi, misalnya kandungan vitamin B1, B2 dan asam folat, kandungan mineral seng, besi, kalsium, fosfor, dan selenium.
Hasil benchmarking menunjukkan jumlah cokelat butir, diketahui bahwa Good Time cookies memiliki cokelat butir yang jauh lebih banyak, dengan ukuran yang lebih besar dan tersebar merata pada cookies. Selain itu, ukuran diameter cookiesnya pun lebih besar. Banyaknya cokelat butir pada chocochip cookies merupakan faktor visual utama yang mempengaruhi pilihan konsumen akan produk sejenis. Oleh karena itu, cokelat butir ini dapat dikomunikasikan sebagai keunggulan dari produk Good Time cookies dibandingkan produk lainnya.
Berdasarkan hasil benchmarking dengan beberapa produk chocochip
cookies di pasaran termasuk produk chocochip cookies untuk diet, diketahui bahwa kandungan gizi mikro dan nilai energi pada produk cookies tersebut per seratus gramnya relatif sama. Perbedaan Good Time cookies dengan produk chocochip cookies lainnya adalah pada ukuran persajinya. Ukuran per sajian produk Good Time cookies (± 29 gr) hampir satu setengah kali produk lainnya (± 20 gr). Dapat disimpulkan bahwa produk Good Time cookies berpotensi untuk diarahkan sebagai produk diet. Hal tersebut dapat dicapai melalui peningkatan kandungan serat, pengurangan kandungan karbohidrat, pengurangan ukuran per sajian serta pemenuhan beberapa jenis vitamin dan mineral.
Berdasarkan hasil evaluasi secara keseluruhan, rekomendasi langkah perbaikan untuk penentuan nilai tambah produk adalah mempertajam keunggulan produk dan mengkomunikasikannya secara berkesinambungan dan lebih atraktif. Selain itu, perlu dilakukan perbaikan profil gizi produk misalnya melalui fortifikasi vitamin, mineral, serat atau komponen fungsional lainnya. Disamping itu, disarankan untuk dilakukan brand refreshing dan
repositioning yang didukung oleh kegiatan marketing mix yang handal untuk peremajaan dan meraih pasar yang lebih luas.
merupakan anak kedua
Nathalia
Ampenan, SLTPN 2 Mataram, SMU 1 Mataram
masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI
(Ujian Seleks
kegiatan intra dan ekstra kampus. Penulis adalah anggota Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB (PMK) (2004
divisi Research and Development
Pangan IPB (HIMITEPA) (2007
Mikrobiologi Pangan dan Biokimia Pangan serta asisten praktikum Kimia Dasar
TPB (Tingkat Persiapan Bersama). Penulis juga merupakan
Musik dan Cretive Ministry
Prestasi yang pernah diraih penulis adalah sebagai finalis
Competition dengan judul
Scholarship (2004-2006) dan beasiswa peningkata
(2007-2008).
Penulis mengakhiri masa studi di IPB dengan menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Evaluasi Produk
Dasar Penentuan Nilai Tambah Produk”
M.App, Sc. dan Ir. Rachmat Riyadi. Penelitian dilakukan di PT. Arnott’s
Indonesia.
RIWAYAT PENULIS
Penulis dilahirkan di Mataram, 20 Oktober
merupakan anak kedua dari pasangan Sunarwan
Nathalia. Pendidikan formal ditempuh penulis di SDN 9
Ampenan, SLTPN 2 Mataram, SMU 1 Mataram, dan berhasil
masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI
(Ujian Seleksi Masuk IPB).
Selama masa kuliah, penulis aktif di berbagai
kegiatan intra dan ekstra kampus. Penulis adalah anggota Unit Kegiatan
M) Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB (PMK) (2004-
Research and Development - Food Processing Club Mahasiswa Tek
Pangan IPB (HIMITEPA) (2007). Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum
Mikrobiologi Pangan dan Biokimia Pangan serta asisten praktikum Kimia Dasar
TPB (Tingkat Persiapan Bersama). Penulis juga merupakan anggota Departemen
Cretive Ministry di Gereja Bethel Indonesia (GBI) Ciomas.
Prestasi yang pernah diraih penulis adalah sebagai finalis Business Plan
dengan judul “Jamie Kitchen Crepes” (2007), menerima Heinz ABC
2006) dan beasiswa peningkatan prestasi akademik (PPA)
Penulis mengakhiri masa studi di IPB dengan menyelesaikan skripsi yang
Produk Good Time Cookies Di PT. Arnott’s Indonesia Sebagai
Dasar Penentuan Nilai Tambah Produk” di bawah bimbingan Dr. Ir. Sug
M.App, Sc. dan Ir. Rachmat Riyadi. Penelitian dilakukan di PT. Arnott’s
Penulis dilahirkan di Mataram, 20 Oktober 1985 dan
asangan Sunarwan dan Iin
tempuh penulis di SDN 9
, dan berhasil
masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI
ama masa kuliah, penulis aktif di berbagai
kegiatan intra dan ekstra kampus. Penulis adalah anggota Unit Kegiatan
-2008), staf
Mahasiswa Teknologi
). Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum
Mikrobiologi Pangan dan Biokimia Pangan serta asisten praktikum Kimia Dasar
Departemen
Business Plan
Heinz ABC
n prestasi akademik (PPA)
Penulis mengakhiri masa studi di IPB dengan menyelesaikan skripsi yang
Di PT. Arnott’s Indonesia Sebagai
Dr. Ir. Sugiyono
M.App, Sc. dan Ir. Rachmat Riyadi. Penelitian dilakukan di PT. Arnott’s
SKRIPSI
EVALUASI PRODUK GOOD TIME COOKIES DI PT. ARNOTT’S
INDONESIA SEBAGAI DASAR PENENTUAN NILAI TAMBAH PRODUK
Oleh :
RINA DWI OKTAVIA
F24104063
2008
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
EVALUASI PRODUK GOOD TIME COOKIES DI PT. ARNOTT’S
INDONESIA SEBAGAI DASAR PENENTUAN NILAI TAMBAH PRODUK
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
RINA DWI OKTAVIA
F24104063
2008
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
EVALUASI PRODUK GOOD TIME COOKIES DI PT. ARNOTT’S
INDONESIA SEBAGAI DASAR PENENTUAN NILAI TAMBAH PRODUK
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
RINA DWI OKTAVIA
F24104063
Dilahirkan pada tanggal 20 Oktober 1985
di Mataram
Tanggal lulus : 27 Oktober 2008
Menyetujui,
Bogor, 14 Januari 2009
Dr. Ir. Sugiyono M.App, Sc. Ir. Rachmat Riyadi Dosen Pembimbing Akademik Pembimbing Lapangan
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Rina Dwi Oktavia. F24104063. Evaluasi Produk Good Time Cookies di PT. Arnott’s Indonesia Sebagai Dasar Penentuan Nilai Tambah Produk. Dibawah bimbingan Sugiyono dan Rachmat Riyadi. 2008.
RINGKASAN
Seiring dengan makin banyaknya produk snack di pasaran, diperlukan
suatu ciri pembeda agar produk dapat bersaing dan bertahan. Salah satu tren yang sedang berkembang adalah tren produk snack yang memiliki nilai tambah bagi konsumen. Namun, pada dasarnya cookies merupakan indulgence
product yang bersifat impulsif yang lebih dipengaruhi oleh faktor organoleptik dan teknik pemasaran. Oleh sebab itu produk yang sering muncul dalam keseharian konsumen akan menjadi referensi pembelian yang utama.
Good Time cookies merupakan produk cookies dengan taburan cokelat butir yang diproduksi oleh PT. Arnott’s Indonesia. Good Time cookies
memiliki dua varian yaitu Good Time Chocochip Cookies (C2) dan Good
Time Chocochip Chocolate cookies (C3). Perbedaan dari kedua varian cookies tersebut adalah rasa dari based cookies, C2 adalah original taste cookies dan C3 merupakan chocolate cookies. Secara umum produk Good Time cookies memiliki kualitas yang unggul, namun keunggulan yang dikomunikasikan masih bersifat umum (overall), belum spesifik terhadap atribut tertentu. Selain itu, kurangnya kegiatan promosi dan iklan dapat membuat popularitas produk tertutupi oleh kemunculan berbagai produk baru. Oleh sebab itu pada pada kegiatan magang ini dilakukan evaluasi terhadap produk Good Time cookies
yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi mengenai produk sebagai dasar penetapan nilai tambah produk, serta untuk memperkirakan pengembangan produk Good Time cookies yang disesuaikan dengan tren pangan yang berkembang di masyarakat. Evaluasi produk meliputi evaluasi bahan baku, proses, jaminan mutu dan keadaan produk akhir termasuk kandungan gizi dari produk, dan kegiatan pemasaran.
Metode yang digunakan dalam kegiatan magang ini adalah survei konsumen dan bench marking produk. Survei konsumen dilakukan pada tahap awal untuk menentukan atribut produk dan respon pasar terhadap informasi yang paling mempengaruhi pilihan konsumen terhadap produk Good Time
cookies. Dalam survei ini digunakan masyarakat umum dengan kisaran usia 15 hingga 35 tahun. Berdasarkan hasil survei tersebut, atribut cookies secara umum, berurutan dari atribut yang penting ke atribut yang tidak penting adalah rasa (1.37), tekstur (2.35), aroma (3.45), warna (3.91), dan visual (3.92). Berdasarkan survei juga diketahui rasa merupakan atribut utama dari produk Good Time cookies yang paling penting bagi konsumen. Informasi yang dapat mempengaruhi pilihan konsumen adalah adanya pernyataan klaim pada produk. Klaim kehalalan merupakan jenis klaim utama yang paling mempengaruhi pilihan konsumen (23%), selanjutnya klaim nutrisi atau kandungan zat gizi (18%), klaim kesehatan (14%), klaim asal bahan (13%), klaim standar/jenis/pilihan (13%), klaim jaminan mutu (10%) dan yang terakhir adalah klaim proses (8%).
Evaluasi terhadap nilai gizi produk diketahui bahwa nilai gizi makro per sajian produk Good Time cookies didominasi karbohidrat dan lemak serta
rendah dalam kandunagan protein. Dari perhitungan berdasarkan literatur, diperkirakan produk mengandung komponen zat gizi mikro yang beragam walaupun kadarnya tidak cukup ‘tinggi’ untuk dapat dilakukan klaim kandungan zat gizi. Berdasar perhitungan kandungan vitamin dan mineral tersebut diprediksi produk mengandung komponen mikro yang berpotensi untuk ditingkatkan dengan melakukan fortifikasi, misalnya kandungan vitamin B1, B2 dan asam folat, kandungan mineral seng, besi, kalsium, fosfor, dan selenium.
Hasil benchmarking menunjukkan jumlah cokelat butir, diketahui bahwa Good Time cookies memiliki cokelat butir yang jauh lebih banyak, dengan ukuran yang lebih besar dan tersebar merata pada cookies. Selain itu, ukuran diameter cookiesnya pun lebih besar. Banyaknya cokelat butir pada chocochip cookies merupakan faktor visual utama yang mempengaruhi pilihan konsumen akan produk sejenis. Oleh karena itu, cokelat butir ini dapat dikomunikasikan sebagai keunggulan dari produk Good Time cookies dibandingkan produk lainnya.
Berdasarkan hasil benchmarking dengan beberapa produk chocochip
cookies di pasaran termasuk produk chocochip cookies untuk diet, diketahui bahwa kandungan gizi mikro dan nilai energi pada produk cookies tersebut per seratus gramnya relatif sama. Perbedaan Good Time cookies dengan produk chocochip cookies lainnya adalah pada ukuran persajinya. Ukuran per sajian produk Good Time cookies (± 29 gr) hampir satu setengah kali produk lainnya (± 20 gr). Dapat disimpulkan bahwa produk Good Time cookies berpotensi untuk diarahkan sebagai produk diet. Hal tersebut dapat dicapai melalui peningkatan kandungan serat, pengurangan kandungan karbohidrat, pengurangan ukuran per sajian serta pemenuhan beberapa jenis vitamin dan mineral.
Berdasarkan hasil evaluasi secara keseluruhan, rekomendasi langkah perbaikan untuk penentuan nilai tambah produk adalah mempertajam keunggulan produk dan mengkomunikasikannya secara berkesinambungan dan lebih atraktif. Selain itu, perlu dilakukan perbaikan profil gizi produk misalnya melalui fortifikasi vitamin, mineral, serat atau komponen fungsional lainnya. Disamping itu, disarankan untuk dilakukan brand refreshing dan
repositioning yang didukung oleh kegiatan marketing mix yang handal untuk peremajaan dan meraih pasar yang lebih luas.
merupakan anak kedua
Nathalia
Ampenan, SLTPN 2 Mataram, SMU 1 Mataram
masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI
(Ujian Seleks
kegiatan intra dan ekstra kampus. Penulis adalah anggota Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB (PMK) (2004
divisi Research and Development
Pangan IPB (HIMITEPA) (2007
Mikrobiologi Pangan dan Biokimia Pangan serta asisten praktikum Kimia Dasar
TPB (Tingkat Persiapan Bersama). Penulis juga merupakan
Musik dan Cretive Ministry
Prestasi yang pernah diraih penulis adalah sebagai finalis
Competition dengan judul
Scholarship (2004-2006) dan beasiswa peningkata
(2007-2008).
Penulis mengakhiri masa studi di IPB dengan menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Evaluasi Produk
Dasar Penentuan Nilai Tambah Produk”
M.App, Sc. dan Ir. Rachmat Riyadi. Penelitian dilakukan di PT. Arnott’s
Indonesia.
RIWAYAT PENULIS
Penulis dilahirkan di Mataram, 20 Oktober
merupakan anak kedua dari pasangan Sunarwan
Nathalia. Pendidikan formal ditempuh penulis di SDN 9
Ampenan, SLTPN 2 Mataram, SMU 1 Mataram, dan berhasil
masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI
(Ujian Seleksi Masuk IPB).
Selama masa kuliah, penulis aktif di berbagai
kegiatan intra dan ekstra kampus. Penulis adalah anggota Unit Kegiatan
M) Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB (PMK) (2004-
Research and Development - Food Processing Club Mahasiswa Tek
Pangan IPB (HIMITEPA) (2007). Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum
Mikrobiologi Pangan dan Biokimia Pangan serta asisten praktikum Kimia Dasar
TPB (Tingkat Persiapan Bersama). Penulis juga merupakan anggota Departemen
Cretive Ministry di Gereja Bethel Indonesia (GBI) Ciomas.
Prestasi yang pernah diraih penulis adalah sebagai finalis Business Plan
dengan judul “Jamie Kitchen Crepes” (2007), menerima Heinz ABC
2006) dan beasiswa peningkatan prestasi akademik (PPA)
Penulis mengakhiri masa studi di IPB dengan menyelesaikan skripsi yang
Produk Good Time Cookies Di PT. Arnott’s Indonesia Sebagai
Dasar Penentuan Nilai Tambah Produk” di bawah bimbingan Dr. Ir. Sug
M.App, Sc. dan Ir. Rachmat Riyadi. Penelitian dilakukan di PT. Arnott’s
Penulis dilahirkan di Mataram, 20 Oktober 1985 dan
asangan Sunarwan dan Iin
tempuh penulis di SDN 9
, dan berhasil
masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI
ama masa kuliah, penulis aktif di berbagai
kegiatan intra dan ekstra kampus. Penulis adalah anggota Unit Kegiatan
-2008), staf
Mahasiswa Teknologi
). Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum
Mikrobiologi Pangan dan Biokimia Pangan serta asisten praktikum Kimia Dasar
Departemen
Business Plan
Heinz ABC
n prestasi akademik (PPA)
Penulis mengakhiri masa studi di IPB dengan menyelesaikan skripsi yang
Di PT. Arnott’s Indonesia Sebagai
Dr. Ir. Sugiyono
M.App, Sc. dan Ir. Rachmat Riyadi. Penelitian dilakukan di PT. Arnott’s
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Saat ini, produk snack yang ada di pasaran sangat beragam jenisnya
seiring berkembangnya budaya ngemil atau snacking di masyarakat. Menurut
Muchtadi et al. (1988), snack merupakan segala jenis makanan atau minuman
yang dikonsumsi di antara dua waktu makan utama dan merupakan bagian
yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari terutama di kalangan
anak-anak dan remaja. Cookies adalah salah satu contoh produk snack yang
banyak ditemukan dan digemari oleh masyarakat.
Menurut Manley (2000), cookies adalah salah satu jenis biskuit dari
adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah, dan bila dipatahkan penampang
potongannya bertekstur kurang padat. Akan tetapi, cookies rendah dalam
kandungan gizi yang lain (Khomsan, 2007). Produk cookies yang ada di
pasaran hanya menonjolkan faktor bentuk dan rasa saja. Oleh karena itu,
produk cookies yang memiliki merek yang sangat dikenal konsumen dan
mempunyai rasa yang enak akan lebih dipilih.
Semakin banyaknya produk cookies yang memiliki kemiripan rasa dan
bentuk akan menciptakan persaingan antar produk cookies yang ada di
pasaran. Oleh karena itu, produk yang memiliki additional benefit atau nilai
tambah tertentu akan menjadi pertimbangan tersendiri oleh konsumen untuk
memilih produk tersebut. Hal ini merupakan sebuah tantangan dan peluang
bagi industri pangan untuk mengembangkan produk cookies yang memiliki
nilai tambah tertentu dan sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Oleh
karena itu, industri pangan harus jeli dalam merancang hingga memasarkan
produk tersebut sehingga dapat bersaing dan meraih pangsa pasar yang lebih
luas.
PT. Arnott’s Indonesia merupakan salah satu industri pangan yang
menghasilkan produk-produk makanan ringan terutama produk biskuit. Salah
satu produk PT. Arnott’s Indonesia yang sudah cukup dikenal konsumen
adalah Good Time cookies. Good Time bukan merupakan produk baru
sehingga sudah memiliki pangsa pasar tersendiri dan cukup dikenal
masyarakat. Good Time dikenal sebagai cookies dengan taburan cokelat butir
(chocochip). Namun makin banyaknya produk sejenis yang diproduksi oleh
pesaing membuat persaingan semakin ketat. Oleh karena itu, PT. Arnott’s
Indonesia melakukan evaluasi dan eksplorasi kembali terhadap produk Good
Time cookies yang sudah dikenal oleh konsumen. Evaluasi dan eksplorasi ini
bertujuan mencari atribut yang mungkin dapat dijadikan nilai tambah
(additional benefit) tertentu yang bermanfaat ataupun dapat mempengaruhi
konsumen. Oleh karena itu diperlukan riset untuk menetapkan atribut dari
produk Good Time yang memiliki nilai tambah dan layak untuk
dikomunikasikan kepada konsumen.
B. TUJUAN
Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi
tentang produk Good Time cookies. Berdasarkan informasi tersebut, dapat
ditentukan nilai tambah yang dimiliki oleh produk Good Time cookies. Selain
itu, penelitian ini juga bertujuan untuk memperkirakan pengembangan produk
Good Time cookies menyesuaikan tren pangan yang berkembang di
masyarakat.
C. MANFAAT
Manfaat dari penelitian ini adalah mendapatkan informasi yang dapat
dijadikan nilai tambah produk Good Time cookies. Informasi nilai tambah
tersebut dapat dikomunikasikan kepada konsumen dan digunakan sebagai key
selling point untuk meningkatkan nilai jual dan pangsa pasar produk Good
Time cookies.
II. PROFIL PERUSAHAAN
A. SEJARAH PERUSAHAAN
Awal mula PT. Arnott's Indonesia berasal dari berdirinya perusahaan
yang bergerak di bidang makanan kering yang bernama PT. Tatas Mulia pada
tahun 1977 di Pulo Mas, Jakarta Timur dan tahun 1982 secara resmi dibuat
akte pendirian perusahaan yang menjadi cikal bakal PT. Arnott's Indonesia
tersebut. Pada tahun 1984, perusahaan semakin berkembang dan berhasil
mendirikan perusahaan baru, yaitu PT. Cipta Rasa Primatama yang berlokasi
di Pulo Gadung, Jakarta Timur. PT. Tatas Mulia selanjutnya berganti nama
menjadi PT. Bukit Manikam Sakti pada bulan Januari 1985 dan mulai
memproduksi makanan bayi, biskuit, dan kacang panggang.
Pada bulan Oktober 1990, PT. Bukit Manikam Sakti membeli aset PT.
Marsico yang memproduksi dipping snack, cookies, dan cookies stick. Setelah
itu pada tahun 1993, PT. Bukit Manikam Sakti juga membeli PT. Jaya Distra
yang memproduksi kacang dengan merek John Farmer's. Pada bulan
Desember 1995, PT. Bukit Manikam Sakti menjalin kerjasama dengan
Arnott's Biscuit Limited.
Arnott's Biscuit Limited adalah perusahaan biskuit terbesar di Australia
yang menguasai pangsa pasar lebih dari 60%. Arnott's Biscuit Limited
didirikan pada tahun 1865 di Australia dan selama lebih dari 134 tahun,
Arnott's Biscuit Limited memimpin dalam distribusi dan produk biskuit yang
berkualitas. PT. Bukit Manikam Sakti kemudian berganti nama menjadi PT.
Helios Arnott's Indonesia dan menjadi salah satu perusahaan makanan ringan
yang terkenal di Indonesia.
Pada awalnya PT. Helios Arnott’s Indonesia memiliki dua lokasi, yaitu
di Pulo Gadung untuk head office dan bagian marketing sedangkan untuk
pabrik dan departemen lainnya berlokasi di Bekasi Barat. Namun terhitung
sejak 1 April 1998, keseluruhan fungsi organisasi dan pabrik disatukan dan
berlokasi di Bekasi Barat. Pada akhir tahun 1998, PT. Helios Arnott's
Indonesia berganti nama menjadi PT. Arnott's Inonesia. Kini PT. Arnott's
Indonesia menjadi perusahaan multi nasional dengan modal asing (PMA)
setelah berafiliasi langsung dengan Campbell Soup Company, yaitu sebuah
perusahaan Amerika berskala dunia yang memproduksi berbagai jenis
makanan ringan.
Seiring dengan berjalannya waktu dan tuntutan untuk memenuhi
kebutuhan konsumen, PT. Arnott's Indonesia pun mulai memproduksi
beberapa produk andalan. Beberapa produk andalan PT. Arnott's Indonesia
yang beredar di pasaran dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Produk-produk PT. Arnott’s Indonesia
No Merek Jenis Produk
1. Nyam-nyam Biscuit plus cream
2. Good Time Cookies
3. Tim-Tam Biscuit + cream
4. Stico Cookies Stick
5. Mic Mac Crakcers + cream
6. Milk Plus Biscuit
7. Sunshine Biscuit
8. Pirouette Cookies stick
9. Corinthians Cookies Stick
10. Prestige Assorted
11. Venesia Assorted
12. Delight Assorted
13. Joddy Cookies stick
14. Tartlets Cookies
15. Crazy Face Cookies
Selain produk-produk tersebut, masih banyak produk lain yang
dihasilkan oleh PT. Arnott's Indonesia untuk perusahaan pangan lain. Pangsa
pasar untuk produk-produk PT. Arnott's Indonesia hingga saat ini tidak hanya
mencakup kebutuhan dalam negeri saja tetapi juga telah diekspor ke berbagai
negara di dunia, diantaranya adalah Australia; negara-negara di Asia seperti
China, Thailand, Birma, dan Malaysia; kota-kota di Timur-Tengah; dan
berbagai negara di Eropa.
B. LOKASI PERUSAHAAN
PT. Arnott's Indonesia terletak di Jl. Haji Wahab Affan No.8 Medan
Satria, Bekasi Barat atau Jl. Raya Bekasi Km.28. Luas area pabrik yang
dimiliki oleh PT. Arnott’s Indonesia mencapai 6.7 ha. PT. Arnott’s Indonesia
berada di kawasan industri sehingga juga terdapat beberapa pabrik lain,
diantaranya adalah pabrik makanan ternak, baja, dan otomotif. Denah pabrik
dapat dilihat pada Lampiran 1.
PT. Arnott's Indonesia terletak di daerah strategis karena dekat dengan
wilayah Jakarta yang merupakan daerah potensial untuk pemasaran produk
sehingga biaya pemasaran dan transportasi dapat dikurangi. Lokasi PT.
Arnott’s Indonesia juga dekat dengan sumber tanaga kerja karena berada dekat
dengan pemukiman penduduk dan juga dengan bahan baku produksi karena
dekat dengan beberapa perusahaan penyedia bahan baku. Selain itu juga
tersedia jalur transportasi yang memadai, yaitu jalan tol Cikampek sehingga
memudahkan proses distribusi.
C. STRUKTUR ORGANISASI
PT. Arnott's Indonesia mempunyai beberapa bagian yang memiliki
fungsi dan tugas yang berbeda. Setiap bagian yang terdapat di PT. Arnott’s
Indonesia menitikberatkan pada pengembangan produk tertentu. Perusahaan
berada di bawah kendali Presiden Direktur sebagai pucuk pimpinan dan
pelimpahan tugas kepada bawahan melalui masing-masing pimpinan
departemen seperti Supply Chain & Manufacturing Director, Research and
Development & Quality manager, HRD, Finance and Accounting Director,
Commercial Director, dan IR Director. Kemudian dari masing-masing
departemen diteruskan pada staf dan karyawan lainnya.
D. KETENAGAKERJAAN
Berdasarkan pada tingkat dan waktu kerjanya, status kerja karyawan
dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu pekerja tetap, pekerja tidak tetap, dan
pekerja kontrak.
1. Pekerja Tetap
Pekerja tetap adalah pekerja yang memiliki hubungan kerja untuk 20
hari dalam satu bulan dan melebihi tiga bulan secara terus menerus, serta
digaji bulanan maupun borongan. Untuk memperlancar jalannya proses
produksi, perusahaan melalukan pembagian waktu kerja.
a. Karyawan
Karyawan kantor bekerja mulai pukul 08.00-16.30 WIB, dengan
waktu istirahat selama 30 menit.
b. Karyawan Bagian Produksi
Karyawan bagian produksi dapat digolongkan dalam tiga
kelompok kerja (shift) secara bergantian selama seminggu, yaitu:
1. Shift 1: Pukul 06.15 – 14.30 WIB, dengan waktu istirahat 30 menit,
2. Shift 2: Pukul 14.30 – 22.30 WIB, dengan waktu istirahat 30 menit,
3. Shift 3: Pukul 22.30 – 06.30 WIB, dengan waktu istirahat 30 menit.
Karyawan bekerja selama lima hari dalam seminggu, yaitu mulai
hari senin hingga jumat, kecuali pada hari libur nasional dan hari libur
yang ditetapkan perusahaan. Fasilitas berupa jaminan sosial dan
kesejahteraan karyawan yang diberikan oleh perusahaan adalah;
i. Sistem pengupahan yang sudah diatur menurut status kerja,
ii. JAMSOSTEK (Jaminan Sosial Tenaga Kerja) berupa: jaminan
kecelakaan kerja, kematian, pemeliharaa kesehatan yang meliputi
pemeriksaan kesehatan pada dokter, perawatan di rumah sakit,
dan biaya bersain istri pekerja dan keluarga berencana,
iii. Perlengkapan kerja berupa pakaian kerja yang diberikan
perusahaan,
iv. Peralatan keselamayan kerja seperti kacamata las, sarung tangan
kerja dan topi yang selalu tersedia bagi karyawan yang
memerlukan,
v. Tunjangan Hari Raya (THR),
vi. Tunjangan Akhir Tahun (TAT),
vii. Tunjangan biaya transportasi,
viii. Koperasi karyawan,
ix. Tempat ibadah,
x. Sarana Olahraga dan klinik.
2. Pekerja Tidak Tetap
Pekerja tidak tetap yaitu pekerja yang memiliki hubungan kerja
berdasarkan hari kerja yang tidak lebih dari 20 hari dalam satu bulan dan
tidak lebih dari tiga bulan secara terus-menerus dengan menerima gaji
secara bulanan, harian, maupun borongan.
3. Pekerja Kontrak
Pekerja kontrak adalah yang memiliki hubungan kerja untuk jangka
waktu tertentu berdasarkan kontrak kerja dengan sistem penggajian sesuai
dengan jumlah hari hadir.
III. TINJAUAN PUSTAKA
A. COOKIES
Snack merupakan segala jenis makanan atau minuman yang dikonsumsi
diantara dua waktu makan utama dan merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan sehari-hari (Muchtadi et al., 1988). Produk snack
sangat digemari oleh konsumen terutama di kalangan anak-anak dan remaja.
Menurut Chaudhari (2007), pada tahun 2005 total pemasaran produk snack
mencapai nilai US $ 2.9 miliar dan diperkirakan akan terus meningkat, melihat
kebiasaan ngemil (snacking) yang semakin digemari. Di Indonesia sendiri
kebiasaan ngemil ini sudah ada sejak jaman dahulu, hal ini dapat dilihat dari
banyaknya jenis jajanan tradisional yang dibuat oleh masyarakat Indonesia.
Tetapi seiring perkembangan gaya hidup, konsumen lebih menyukai jajanan
(snack) yang lebih praktis dan cepat dalam penyajiannya. Namun, terkadang
produk snack hanya menonjolkan aspek rasa sehingga kurang memperhatikan
aspek kebutuhan gizi. Salah satu produk snack yang banyak dijumpai di
pasaran adalah cookies.
Cookies adalah salah satu jenis dari produk biskuit. Selain cookies,
produk pangan yang termasuk dalam kategori biskuit adalah biskuit keras,
craker, dan wafer. Menurut BSN (1992), biskuit adalah sejenis makanan yang
terbuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain, dengan
proses pemanasan dan pencetakan. Oleh karena itu syarat mutu cookies di
Indonesia mengacu pada syarat mutu biskuit seperti terlihat pada Tabel 2.
Menurut Manley (2000), cookies adalah salah satu jenis biskuit dari
adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah, dan bila dipatahkan penampang
potongannya bertekstur kurang padat. Cookies adalah produk snack dengan
kandungan gula dan lemak yang tinggi tetapi rendah dalam kandungan gizi.
Menurut Brown (2000), ciri khas yang melekat pada produk cookies adalah
memiliki kandungan gula dan lemak yang tinggi serta kadar air yang rendah
(kurang dari 5%) sehingga bertekstur renyah, apabila dikemas akan terlindung
dari kelembaban, dan memiliki umur simpan yang lama. Ciri khas cookies
tersebut sangat ditentukan oleh bahan baku dan proses pembuatannya.
Tabel 2. Syarat mutu biskuit
*SNI-2973-1992
B. BAHAN BAKU COOKIES
Menurut Matz dan Matz (1978), bahan-bahan yang digunakan dalam
pembuatan cookies terbagi dalam dua kelompok, yaitu bahan pengikat dan
bahan pelembut. Bahan-bahan yang berfungsi sebagai pengikat adalah terigu,
susu, dan putih telur. Sedangkan bahan-bahan yang berfungsi sebagai
pelembut adalah gula, lemak, leavening agent (baking powder), dan kuning
telur. Bahan pendukung lain yang sering digunakan adalah garam, flavor,
emulsifier, dan cokelat bubuk. Produk cookies yang difortifikasi secara khusus
melibatkan penambahan premix mineral, premix vitamin serta serat pangan
(fiber).
1. Terigu
Terigu adalah tepung/bubuk halus yang berasal dari biji gandum.
Menurut Anonima (2008), terigu dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis
gandum dan kandungan proteinnya. Jenis terigu berdasarkan jenis
Kriteria Uji Syarat
Energi (kkal/100 gr) Minimum 400
Air (%) Maksimum 5
Protein (%) Minimum 9
Lemak (%) Minimum 9.5
Karbohidrat (%) Minimum 70
Abu (%) Maksimum 1.5
Serat Kasar (%) Maksimum 0.5
Logam Berbahaya Negatif
Bau dan Rasa Normal dan tidak tengik
Warna Normal
gandumya dibedakan atas terigu keras dan terigu lunak. Sedangkan
berdasar kandungan proteinnya, terigu dibedakan atas; (1) terigu
berprotein tinggi (bread flour) dengan kadar protein antara 11%-13%,
biasa digunakan sebagai bahan pembuat roti, mi, pasta, donat; (2) terigu
berprotein sedang/serbaguna (all purpose flour) dengan kadar protein
sekitar 8%-10%, sering digunakan sebagai bahan pembuat kue dan cake;
dan (3) terigu berprotein rendah (pastry flour) dengan kadar protein sekitar
6%-8%, umumnya digunakan untuk membuat kue yang renyah, seperti
biskuit atau kulit gorengan. Namun menurut Matz dan Matz (1978), terigu
dengan kadar protein 7%-7.5% sangat baik digunakan untuk pembuatan
cookies. Cookies yang dibuat menggunakan terigu berkadar protein tinggi
akan memiliki tekstur yang keras dan penampakannya menjadi kasar.
Semakin tinggi kadar protein terigu yang digunakan, maka semakin
banyak gula dan lemak yang harus ditambahkan untuk menghasilkan
tekstur yang baik.
Protein terigu sebagian besar tersusun atas protein yang tidak larut
dalam air yang jumlahnya berkisar antara 80%-85% dari total protein yang
ada dalam terigu. Protein terigu sebagian besar dalam bentuk gluten yang
berperan dalam menentukan tekstur dan kekenyalan makanan yang terbuat
dari bahan terigu. Menurut Mc Williams (1979), gluten merupakan satu-
satunya kompleks protein dalam gandum yang mampu membentuk
jaringan struktur yang elastis dan kohesif, sehingga menghasilkan produk
dengan tekstur yang lembut dan kompak.
2. Lemak
Lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan
dengan karbohidrat dan protein. Menurut Mc Williams (1979), lemak
dapat mencegah pengembangan gluten. Gluten yang terselubung lemak
akan menyebabkan rantai glutan saling lepas dan lemak yang ada juga
membatasi daya serap air (shortening effect) sehingga tekstur produk
pangan menjadi lebih lembut. Selain fungsi di atas, lemak juga berfungsi
memperbaiki daya terima konsumen, membentuk struktur, memberikan
flavor, membantu pengembangan sewaktu dikrimkan. Lemak juga
meningkatkan nilai gizi pada produk pangan terutama zat gizi yang larut
dalam lemak seperti terlihat pada Tabel 3. SNI 01-3744-1995 merupakan
acuan untuk syarat mutu mentega sedangkan margarin tercantum dalam
SNI 01-3541-1994.
Tabel 3. Kandungan asam lemak pada mentega dan margarin
Jenis Mentega
(gr/100gr)
Margarin
(gr/100gr)
Asam lemak jenuh 47.35 29.02
Asam lemak tidak jenuh tunggal 26.10 34.61
Asam lemak tidak jenuh majemuk 2.24 13.78
(Astawan, 2004)
Lemak yang sering digunakan dalam pembuatan produk bakery dan
biskuit adalah mentega, margarin, dan shortening. Produk-produk lemak
tersebut merupakan produk emulsi dengan tipe w/o (water in oil), artinya
fase air yang berada dalam fase minyak. Shortening memiliki kandungan
lemak dan titik didih/titik asapnya yang lebih tinggi daripada mentega dan
margarin. Shortening memiliki kandungan lemak 100%, sedangkan
mentega dan margarin umumnya 80% lemak, sisanya air dan bahan lain.
Oleh karena itu shortening sering dipakai untuk pembuatan biskuit karena
hasilnya menjadi lebih renyah. Mentega mempunyai aroma yang enak
tetapi terlalu lembut dan daya emulsinya kurang baik sehingga
menyebabkan tekstur kue kurang kokoh. Sedangkan margarin aromanya
tidak seenak mentega tetapi daya emulsinya baik sehingga dapat
menghasilkan tekstur kue yang bagus.
Selain itu, daya pengkriman mentega tidak begitu baik serta
keseragamannya kurang sedangkan margarin bersifat plastis (Anonimb,
1981). Dalam pembuatan kue, daya pengkriman dan daya pengemulsi dari
lemak sangat penting artinya. Daya krim adalah kemampuan lemak untuk
menangkap dan menahan sel-sel udara selama pengocokan dan
percampuran dengan bahan lainnya, sedangkan daya emulsi adalah
kemampuan lemak untuk membentuk campuran (emulsi) yang stabil dan
tidak terpisah lagi (terutama untuk komponen lemak dan air).
3. Susu
Susu dalam produk cookies digunakan sebagai pemberi aroma, rasa,
mempengaruhi tekstur, dan menambah nilai gizi produk (Anonimb, 1981).
Zat padat susu (laktosa) mempunyai pengaruh mengikat pada protein
terigu dan memberi warna permukaan cookies. Susu yang biasanya
gunakan dalam bentuk susu bubuk baik susu fullcream maupun susu skim.
Menurut SNI 01-2970-1995, susu bubuk berlemak (fullcream) adalah susu
sapi yang telah diubah bentuknya menjadi bubuk sedangkan susu rendah
lemak (partly skim milk powder) adalah susu sapi yang telah diambil
sebagian lemaknya dan diubah bentuknya menjadi bubuk. Kandungan gizi
skim milk powder sama dengan kandungan gizi yang terdapat dalam susu
segar tetapi berbeda dalam kandungan lemaknya yaitu ± 15%.
Susu full cream memberikan rasa dan aroma susu yang lebih kuat
dibandingkan dengan susu skim. Sedangkan jika dilihat dari nilai kalori,
penggunaan susu skim akan menyumbang energi lebih kecil dibandingkan
dengan susu full cream. Menurut Buckle (1987), dalam produk biskuit
dengan skim milk powder memiliki nilai kalori yang lebih rendah yaitu
hanya 55% dari seluruh energi susu.
4. Gula
Menurut Fennema (1985), gula berfungsi sebagai humektan,
membantu pembentukan tekstur, memberi flavor melalui reaksi
pencoklatan, memberi rasa manis. Selain itu, Buckle (1987) menyatakan
bahwa apabila gula ditambahkan ke dalam bahan makanan pada
konsentrasi cukup tinggi ± 40% padatan terlarut, sebagian air yang ada
untuk pertumbuhan mikroba atau aw dari bahan pangan akan menjadi
berkurang. Daya larut yang tinggi dari gula dan kemampuannya
mengurangi keseimbangan relatif (ERH) dan mengikat air adalah sifat-
sifat yang menyebabkan gula dipakai dalam proses pengawetan pangan.
Umumnya, gula yang digunakan dalam pembuatan kue berbentuk
gula halus (SNI 01-2970-1995) dan atau sirup (SII 1390-1985). Gula halus
diperoleh dengan menghaluskan gula pasir dengan atau tanpa penambahan
bahan lain. Menurut Thorpe (1974), gula pasir mengandung sukrosa
sebanyak 97.10%, gula preduksi 1.24%, senyawa organik bukan gula 0.7%
dan air 0.65%. Sedangkan gula berbentuk sirup yang sering digunakan
adalah HFS (high fructose syrup). Menurut Hyun Soo Lee (1985), HFS
dihasilkan dengan cara merubah sebagian glukosa yang diperoleh dari
hidrolisa pati melalui proses isomerasi (pengubahan pati menjadi
dekstrin), sakarifikasi (pemecahan dekstrin menjadi glukosa), dan
isomerasi (pengubahan glukosa menjadi fruktosa). Selain melalui
mekanisme enzimatik, pemecahan pati juga dapat dilakukan melalui
hidrolisa asam (Matz dan Matz, 1978; Platz, 1985).
Keuntungan dari penggunaan HFS adalah kandungan padatan
menjadi lebih tinggi dan viskositasnya menjadi lebih rendah sehingga
memudahkan penanganan, memilik tingkat kemanisan yang relatif sama,
serta harga yang lebih murah sehingga dapat menurnkan biaya produksi
(Matz dan Matz, 1978). Selain itu HFS dapat memperbaiki sifat adonan,
meningkatkan kualitas karena daya menahan uap air yang cukup tinggi
serta memberikan penampakan warna crust yang baik pada produk roti
(Hyun Soo Lee, 1985).
5. Telur
Telur merupakan bahan pangan alami dengan kandungan nutrisi
paling baik. Telur utuh dapat bagi atas 60% putih telur dan 40% kuning
telur. Bagian-bagian telur utuh dapat dilihat pada Gambar 1. Telur yang
digunakan sebagai bahan baku produk pangan dapat berupa telur segar
ataupun dalam bentuk tepung telur instan. Pembuatan tepung telur utuh
(whole egg powder) cukup sederhana. Pada dasarnya, proses pembuatan
tepung telur meliputi beberapa proses yaitu pasteurisasi, proses
pengeluaran gula, dan pengeringan.
Gambar 1
Keunggulan tepung telur dibandingkan dengan bentuk sagarnya
adalah lebih konsisten,
kontrol terhadap cemaran mikrobiologi juga dapat dihindari
mudah dalam penanganannya karena
ditransportasikan pada suhu ruang. Hanya saja pemanfaatan tepung telur
untuk beberapa kasus produksi memerlukan rehidarasi sebelum digunakan.
Biasanya satu bagian tepung telur dicampur den
untuk menghasilkan produk cair, rehidrasi memerlukan waktu kurang
lebih 15 menit (RSI, 2007). D
kuning telur utuh karena sebagian proteinnya terdenaturasi selama proses
penepungan yang meliba
organoleptik dapat dinilai dari warna, flavor normal telur, tekstur serta
hasil yang konsisten. Selain itu, mutu tepung telur juga dilihat dari mutu
gizi dan mutu mikrobiologinya seperti telihat pada
1. Bagian-bagian dari telur (Anonimc, 1969).
Keunggulan tepung telur dibandingkan dengan bentuk sagarnya
adalah lebih konsisten, cukup stabil dengan umur simpan relatif panjang
kontrol terhadap cemaran mikrobiologi juga dapat dihindari,
mudah dalam penanganannya karena telur dapat disimpan dan
ditransportasikan pada suhu ruang. Hanya saja pemanfaatan tepung telur
untuk beberapa kasus produksi memerlukan rehidarasi sebelum digunakan.
Biasanya satu bagian tepung telur dicampur dengan tiga bagian cairan
untuk menghasilkan produk cair, rehidrasi memerlukan waktu kurang
lebih 15 menit (RSI, 2007). Daya kembang tepung telur lebih rendah dari
kuning telur utuh karena sebagian proteinnya terdenaturasi selama proses
penepungan yang melibatkan panas. Mutu fisik tepung telur yang secara
organoleptik dapat dinilai dari warna, flavor normal telur, tekstur serta
hasil yang konsisten. Selain itu, mutu tepung telur juga dilihat dari mutu
gizi dan mutu mikrobiologinya seperti telihat pada Tabel 4.
Keunggulan tepung telur dibandingkan dengan bentuk sagarnya
cukup stabil dengan umur simpan relatif panjang,
, dan lebih
telur dapat disimpan dan
ditransportasikan pada suhu ruang. Hanya saja pemanfaatan tepung telur
untuk beberapa kasus produksi memerlukan rehidarasi sebelum digunakan.
gan tiga bagian cairan
untuk menghasilkan produk cair, rehidrasi memerlukan waktu kurang
aya kembang tepung telur lebih rendah dari
kuning telur utuh karena sebagian proteinnya terdenaturasi selama proses
Mutu fisik tepung telur yang secara
organoleptik dapat dinilai dari warna, flavor normal telur, tekstur serta
hasil yang konsisten. Selain itu, mutu tepung telur juga dilihat dari mutu
Tabel 4. Syarat mutu tepung telur
Kriteria
Tepung
telur utuh
Tepung
putih telur
Tepung
kuning telur
pH 7-9 7-8 6-7
Karbohidrat Max. 40% Max. 8% Max. 4%
Lemak Min. 40% Max. 0.2% Min 57.0%
Protein Min. 45% Min. 78% Min. 30%
Abu Max. 4% Max 4% -
Whipping ability - - Min 130 mm
SPC Max 5000/g
Kapang/khamir Max. 10/g - -
Coliform E. coli - - -
S. aureus 0.01/g - -
(Anonimd, 2006)
Pembentukkan tekstur produk-produk bakery juga dipengaruhi oleh
telur. Hal ini dikarenakan telur memiliki daya emulsi sehingga dapat
menjaga kestabilan adonan, memberi rasa dan warna bagi produk.
Kemampuannya sebagai emulsifier dikarenakan telur mengandung
senyawa lesitin. Menurut John (2005), kuning telur mengandung lesitin
sebesar 4.18 gr/100 gr. Selain sebagai emulsifier, lesitin telur juga
berfungsi sebagai pengaerasi, pelembut, dan pengikat. Sebagai pengaerasi
karena kemampuannya menangkap udara ketika dikocok. Selain itu lesitin
memiliki peran penting dari aspek gizi. Menurut Matz dan Matz (1978),
telur juga menambah nilai gizi, warna dan flavor.
6. Kokoa
Produk kokoa dapat ditemukan di pasaran dalam bentuk natural
cocoa powder, natural cocoa liquaor/unsweetened baking chocolate,
alkalized cocoa powder, dan cocoa fat. Menurut SNI 01-3448-1995, cocoa
powder adalah produk kakao yang berbentuk bubuk dan diperoleh dari
cocoa mass yang telah dihilangkan sebagian lemaknya dengan atau tanpa
perlakuan alkalisasi. Sedangkan alkalized cocoa powder adalah bubuk
kokoa yang diperoleh melalui proses alkali. Kegunaan alkalized cocoa
powder juga sama seperti kokoa bubuk biasa, sangat ideal digunakan pada
produk yang dipanggang, pastry, permen, dan produk berbasis kokoa
lainnya seperti untuk minman susu cokelat, es krim, flavor cokelat, biskuit,
sirup, dan produk tembakau (Anonime. 2008). Cokelat butir merupakan
produk yang dibuat dari kokoa bubuk dan bahan-bahan lainnya seperti
susu, gula, dan lemak. Perbedaan antara natural cocoa dan alkalized cocoa
powder dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Perbedaan antara natural alkalized cocoa powder dan alkalized
cocoa powder
Parameter Natural cocoa powder Alkalized cocoa powder
Kemampakan Light brown, sometimes
with a yellow cast. Deep brown or red.
Flavor Sepat dan pahit, dengan rasa khas buah.
Flavor coklat intensif. Tidak begitu pahit, menghasilkan campuran yang lebih baik
pH Sekitar 5.5
6.0 untuk coklat bubuk alkali sedang dan hingga 8.0 untuk coklat bubuk yang sangat alkali
Efek ketika pemanggangan
Menyerap kelembaban air, kadar asam yang tinggi dapat berdampak pada daya kembang cakes, muffins, dll.
Rasa coklat yang lebih intensif, tidak begitu pahit, menghasilkan campuran yang lebih baik.
Kelarutan
Tambahkan cairan pada formula. Mengatur kembali daya kembang dengan meningkatkan jumlah baking soda atau dengan mengurangi jumlah bahan yang bersifat asam
Atur formula dengan mengurai jumlah baking soda atau dengan menambah jumlah ingredient yang bersifat asam.
(Anonimf, 2005)
Alkalized cocoa powder merupakan kokoa bubuk yang memenuhi
aspek psikologis terbaik. Menurut Matz dan Matz (1978), karakteristik
yang dimiliki oleh alkalized cocoa powder, yaitu warna yang lebih gelap
dan lebih menarik (coklat kemerahan), flavor yang lebih kuat, dan rasa
yang lebih enak (tidak begitu asam) membuat flavor campurannya dengan
dengan bahan lain menjadi lebih baik, kelarutannya tinggi karena beberapa
lemak kokoanya tersaponifikasi, karbohidrat sebagian tergelatinisasi,
material selulosa larut. Oleh karena warna dan rasa alkalized cocoa yang
dihasilkan pada produk lebih baik maka memungkinkan industri untuk
menggunakan lebih sedikit flavor dan pewarna tambahan.
Produk cocoa termasuk alkalized cocoa powder juga mengandung
berbagai jenis senyawa kimia yang berkorelasi dengan kimiawi tubuh
(body chemistry) yang dapat mempengaruhi kinerja otak yang berkaitan
dengan psikologi serta dapat digunakan untuk kepentingan medis.
Senyawa tersebut diantaranya adalah theobromine, phenylathylamine
(PEA), tryptophan, adenamin, dan kafein. Selain itu, alkalized cocoa
powder juga mengandung komponen gizi mineral terutama Mg yang
cukup tinggi yaitu 476 mg/100 gr, dimana AKG Mg ditetapkan sebesar
270 mg. Kolin yang terkandung di dalam alkalized cocoa powder sebesar
11.4 mg (Silver, 2007).
7. Lesitin
Lesitin (phosphatidyl choline) adalah suatu fosfolipid yang
merupakan komponen utama fraksi fosfatida yang dapat diisolasi dari
bahan hewani seperti pada kuning telur dan hati maupun nabati seperti
pada kacang kedelai dan kacang tanah. Sekarang ini, lesitin yang banyak
digunakan adalah lesitin yang berasal dari kedelai. Hal ini disebabkan
karena lebih murah selain itu kandungan lesitin dalam kedelai cukup
tinggi, yaitu 20–22% (Astawan, 2007). Kuning telur juga merupakan
sumber lesitin yang baik. Tepung kuning telur memiliki kandungan lesitin
sebanyak 4.18 gr/100 gr tepung kuning telur (John, 2005). Kandungan
lesitin pada kedelai dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Komposisi lesitin kedelai
Komposisi Kandungan (%)
Minyak kacang kedelai 35
Phospatidylcholine 18
Caphalin (phospatidyl etanolamine) 15
Inositol phospatides 11
Phospholipids lainnya dan polar lipid 9
Karbohidrat (sterol, glukosida) 12
(Manley, 2001)
Lesitin banyak digunakan pada produk pangan dan aplikasi industri
karena lesitin terutama dari kedelai bersifat multifungsional, fleksibel dan
serbaguna. Untuk industri pangan, khususnya cookies, lesitin sering
digunakan pada produk pangan sebagai emulsifier atau surfaktan. Daya
emulsinya meningkatkan kualitas creaming sehingga distribusi lemak
menjadi lebih merata dan menghasilkan produk yang lembut bahkan ketika
hanya menggunakan sedikit lemak. Lesitin merupakan emulsifier yang
efektif untuk memperoleh ukuran remah yang baik dan struktur crumb
yang konsisten. Lesitin banyak digunakan pada produk rendah lemak atau
bebas lemak. Biasanya produk seperti ini akan sangat lengket karena tanpa
lemak. Dengan adanya lesitin akan memberi efek lubrikasi pada adonan
dan mengurangi kerapuhan produk (Seabolt, K. R. A., 1946). Selain itu,
dalam adonan biskuit dan cookies, lesitin dapat memodifikasi konsistensi
dan membantu dari segi proses karena mengurangi kelengketan. Lesitin
juga banyak digunakan pada industri pangan berbasis cokelat. Hal ini
dikarenakan dengan penambahan lesitin, produk berbasis cokelat tersebut
akan mudah ditangani dan pelepasan air yang terperangkap lebih cepat.
Selama ini, pemanfaatan lesitin oleh industri pangan hanya sebatas
sebagai bahan pemgemulsi. Lesitin mengandung komponen nutrisi yang
baik bagi tubuh, seperti vitamin B, asam fosfat, kolin, asam linoleat, dan
inositol. Salah satu komponen nutrisi penting adalah kolin. Kolin adalah
senyawa prekusor tubuh pembentukan acethylcholine, yaitu zat untuk
kepentingan neurotransmiter pada otak untuk fungsi memori. Menurut
Astawan (2007), fungsi asetilcholine lainnya adalah membantu tidur lebih
nyenyak karena dapat menghambat stimulus dari luar. Penghambatan
stimulus tersebut juga dapat membantu seseorang berkonsentrasi atau
berpikir dalam memecahkan masalah.
US Food and Nutrition Board (FNB) merekomendasikan Adequate
Intake untuk konsumsi kolin yang ideal seperti tercantum dalam Tabel 7.
Higdon (2003) menyatakan bahwa konsumsi kolin berlebih memiliki
toksisitas tertentu. Konsumsi kolin dengan dosis tinggi (10-16 gr/hari)
dapat menimbulkan gejala-gejala, seperti aroma tubuh menjadi amis,
muntah-muntah, berliur, dan berkeringat dalam jumlah banyak. Aroma
amis dapat terjadi akibat produksi berlebih salah satu metabolit kolin,
yaitu trimetilamin. Konsumsi kolin sekitar 7.5 gr/hari dapat menyebabkan
hipotensi, pening kepala, dan pingsan. Sedangkan konsumsi sedang (3
gr/hari) dapat menghambat berbagai fungsi hati, menimbulkan gatal-gatal,
dan telinga berdesing (Higdon, 2003).
Tabel 7. Kebutuhan kolin harian
(Anonimg, 2008)
8. Bahan Pengembang
Bahan pengembang adalah bahan tambahan pangan yang terdiri dari
garam-garam anorganik. Bahan pengembang digunakan dalam pembuatan
roti dan kue supaya adonan menggelembung sehingga menambah volume
adonan. Bahan pengembang akan membentuk gas pengaerasi seperti CO2
Kategori Usia Adequate Intake
Bayi 0-6 bulan
6-12 bulan
125 mg/hari, 18mg/kg
150 mg/hari
Anak-anak
Anak-anak
1-3 tahun
4-8 tahun
9-13 tahun
200 mg/hari
250 mg/hari
375 mg/hari
Ibu Hamil Semua umur 450 mg/hari
Menyusui Semua umur 550 mg/hari
yang akan terperangkap di dalam gluten sehingga menjadi mengembang
karena gas yang dihasilkan semakin banyak. Pengaerasi adalah zat-zat
bersifat gas yang ada dalam adonan sehingga membuat adonan menjadi
ringan dan porus. Ada tiga jenis pengaerasi yaitu udara, uap air, dan
karbon dioksida (Kaplan, 1971). Salah satu bahan kimia pengaerasi
dikenal dengan sebutan baking powder atau tepung biang (Anonimb.
1981).
Menurut definisi yang diberikan USDA (United Stages
Deparyement of Agriculture), baking powder adalah bahan pengaerasi
yang dibuat dari campuran zat pereaksi asam dengan sodium bikarbonat
(soda) dengan atau tanpa penambahan pati (pengisi). Senyawa asamnya
adalah garam asam dari asam tartarat, fosfat, senyawa aluminium, atau
gabungan ketiganya. Menurut Peckham (1969), kecepatan reaksi baking
powder dalam menghasilkan gas karbon dioksida tergantung pada
kelarutan senyawa asam dalam air.
Bahan pengembang yang sering digunakan adalah soda kue atau
natrium bikarbonat (NaHCO3) dan amonium bikarbonat atau campuran
keduanya.Menurut Winarno (1992), soda kue memiliki aktivitas yang
lambat dalam melepaskan CO2 sehingga setelah adonan terbentuk akan
menghasilkan retak-retak pada tepi produk. Bahan pengaerasi yang baik
untuk produk-produk kue kering atau cookies adalah ammonium
bikarbonat (Matz dan Matz, 1978).
9. Flavor
Flavor adalah bahan tambahan makanan yang berfungsi sebagai
pemberi rasa dan aroma tertentu pada bahan makanan agar semakin
menarik untuk dikonsumsi. Menurut Sudarmadji et al. (1990), flavor
merupakan senyawa sintetik yang menimbulkan aroma dan citarasa yang
hampir menyerupai aslinya. Selain itu, flavor juga berfungsi memperkuat
flavor yang sudah ada. Sesuai peraturan tentang bahan tambahan makanan,
flavor yang ditambahkan adalah sekitar 0.2 - 0.3%.
10. Garam
Garam adalah bahan yang biasanya diperlukan dalam jumlah sedikit
untuk menguatkan flavor pada produk pangan. Garam yang diperlukan
tergantung pada beberapa faktor terutama pada jenis terigu yang
digunakan. Terigu protein rendah lebih banyak memerlukan garam sebab
garam akan berpengaruh memperkuat protein gluten. Selain itu, menurut
Kaplan (1971), garam dapat memperkuat struktur (body) adonan jika
sedikit ditambahkan pada putih telur selama pengocokan krim.
11. Air
Air merupakan bahan yang dapat mempengaruhi sifat adonan.
Menurut Desrosier (1988), air dapat membantu pembentukan gluten dalam
adonan, dimana bila terigu dicampur dengan air maka akan membentuk
suatu substansi yang elastis yaitu gluten. Penggunaan air yang terlalu
banyak akan menghasilkan produk dengan permukaan yang lebih keras.
Umumnya, air yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah air sedang
untuk menghasilkan adonan yang renyah (Winarno, 1986). Air sedang
mengandung garam-garam mineral yang berfungsi sebagai pelarut gluten
dan akan mempengaruhi kelengketan adonan.
C. PEMBUATAN COOKIES
Proses pembuatan cookies terdiri dari tiga tahap, yaitu pembuatan
adonan, pencetakan, dan pemanggangan adonan. Pembuatan adonan diawali
dengan proses pencampuran dan pengadukan bahan-bahan. Menurut Manley
(2000), metode dasar pencampuran adonan dapat dibedakan menjadi metode
krim (creaming method) dan metode all in.
Pada metode krim, bahan baku dicampur secara bertahap. Tahap
pertama adalah pencampuran lemak dan gula, kemudian ditambah pewarna
dan perisa. Tahap selanjutnya adalah penambahan susu dan bahan kimia aerasi
berikut garam yang sebelumnya telah dilarutkan dalam air. Penambahan
tepung terigu dilakukan pada bagian paling akhir. Menurut Matz dan Matz
Pengistirahatan
Pencetakan
Bahan-bahan cookies
Penimbangan
Pencampuran (secara bertahap*)
Pengadonan
Pemanggangan
(1978), metode ini baik untuk cookies karena menghasilkan adonan yang
bersifat membatasi pengembangan gluten yang berlebihan. Sedangkan metode
all in, seluruh bahan baku dicampurkan bersamaan dan diaduk sampai
membentuk adonan. Adonan yang telah dicetak selanjutnya ditata dalam
loyang yang telah diolesi dengan lemak lalu dipanggang dalam oven.
Pengolesan lemak berfungsi untuk mencegah lengketnya cookies pada loyang
setelah dipanggang. Adonan dipanggang dengan suhu ±176.7ºC (350ºF)
selama ±10 menit. Pembuatan cookies disajikan dalam bentuk diagram alir
pada Gambar 2.
*Tahap I : gula, shortening nabati, mentega
Tahap II : bubuk susu, natrium bikarbonat, perisa Tahap III : premix vitamin dan mineral Tahap IV : tepung terigu
Gambar 2. Diagram alir pembuatan cookies
Pendinginan
Pengemasan
Cookies dalam kemasan
Suhu dan lama waktu pemanggangan mempengaruhi kadar air cookies.
Matz dan Matz (1978) menerangkan bahwa semakin sedikit jumlah gula dan
lemak yang digunakan, maka proses pemanggangan dapat dilakukan pada
suhu yang lebih tinggi (177-204ºC). Setelah dipanggang, cookies harus segera
didinginkan untuk mengurangi pengerasan akibat memadatnya gula dan
lemak. Produk cookies yang difortifikasi secara khusus melibatkan
penambahan premix mineral dan premix vitamin serta serat pangan (fiber).
D. MUTU COOKIES
Menurut Juran (1989), mutu adalah fitness for use (cocok atau layak
untuk digunakan). Hal tersebut berarti suatu produk atau jasa harus dapat
memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Sedangkan menurut Muhandri
dan Kadarisman (2005), mutu dapat disimpulkan sebagai kesesuaian
serangkaian karakteristik produk atau jasa dengan standar yang ditetapkan
produsen berdasarkan syarat, kebutuhan, dan keinginan konsumen. Oleh
karena itu, mutu sangat identik dengan karakteristik/atribut yang dimiliki oleh
produk tersebut. Gatchallan (1989) dalam Hubeis (1994) berpendapat bahwa
mutu dianggap sebagai derajat penerimaan konsumen terhadap produk yang
dikonsumsi berulang (seragam atau konsisten dalam standar dan spesifikasi),
terutama sifat organoleptiknya. Beberapa karakteristik yang menentukan mutu
cookies adalah karakteristik fungsional, psikologi, dan umur simpan.
1. Karakteristik Fungsional
Menurut Muhandri dan Kadarisman (2005), karakteristik fungsional
produk pangan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu;
(1) sifat fisika (morfologi, reologi, sifat termal, dan sifat spektral), (2) sifat
kimia (komposisi kimia, senyawa kimia aktif, bahan kimia tambahan, dan
bahan kimia pengolahan), dan (3) sifat mikrobiologi (mikroba alami,
kontaminan, patogen, dan pembusuk). Penelitian ini difokuskan pada
komposisi kimia sehingga mencakup kandungan gizi cookies. Syarat mutu
gizi cookies mengacu pada SNI 01-2973-1992. Menurut Manley (2001),
cookies dikenal sebagai sumber energi, dimana kontribusi terbesar dari
kadar karbohidrat dan lemak.
2. Karakteristik Psikologi
Karakteristik psikologi yang mendasar pada produk-produk pangan
adalah sifat organoleptik (visual, aroma, rasa, dan tekstur). Menurut
Brown (2000), konsumen mengenal cookies sebagai produk yang renyah
dan cenderung manis. Ada dua pendekatan utama untuk menguji mutu
organoleptik konsumen terhadap suatu produk pangan, yaitu pengukuran
preferensi dan pengukuran penerimaan/konsumen (Lawless dan Heymann,
1999). Tingkat kesukaan dan preferensi konsumen akan tetap baik, jika
produk cookies yang dimodifikasi tidak mengalami perubahan mutu
organoleptik ke arah yang tidak disukai.
3. Karakteristik Umur Simpan
Sesuai namanya, karakteristik umur simpan merupakan masa
dimana produk pangan masih dapat memenuhi kepuasan konsumen.
Menurut Floros (1993), umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh
produk pangan, dalam suatu kondisi penyimpanan tertentu, untuk sampai
pada suatu level atau tingkat degradasi mutu tertentu. National Food
Association mendefinisikan umur simpan dengan pemahaman bahwa suatu
produk dianggap berada pada kisaran umur simpannya bilamana kualitas
produk tersebut secara umum masih dapat diterima untuk tujuan seperti
diinginkan oleh konsumen dan selama bahan pengemas masih memiliki
integritas serta memproteksi produk. Menurut Brown (2000), cookies
merupakan produk pangan yang memiliki umur simpan relatif lama.
E. KECUKUPAN GIZI PANGAN
Menurut Andarwulan dan Koswara (1992), hampir semua bahan
makanan yang dikonsumsi mengalami tahap pengolahan, baik pengolahan
minimal (pengupasan, pengecilan ukuran, pemotongan) maupun pengolahan
lanjutan seperti pemasakan hingga matang. Pada umumnya bahan pangan
yang telah melalui proses pengolahan akan mengalami penurunan nilai gizi.
Oleh karena itu, pengetahuan terhadap kestabilan zat gizi selama pengolahan
penting adanya untuk penentuan pengolahan yang sesuai sehingga
meminimalkan tingkat kerusakan atau hilangnya zat gizi tersebut. Potensi
kehilangan zat gizi ini dapat diatasi dengan melakukan penambahan zat gizi
dari luar sebelum melalui tahap pengolahan. Jumlah yang ditambahkan
diperhitungkan berdasar perkiraan tingkat kerusakan akibat proses dan jumlah
yang diinginkan pada produk akhirnya. Tingkat kestabilan komponen gizi
terhadap panas dan tingkat kehilangan pada produk biskuit akibat
pemanggangan dapat dilihat pada Lampiran 2.
Kebutuhan gizi yang ditetapkan oleh RDA merupakan jumlah zat-zat
gizi yang biasa dikonsumsi oleh orang-orang yang sehat dalam suatu populasi.
RDA didefinisikan sebagai tingkat konsumsi zat-zat gizi esensial yang
dikeluarkan atau ditentukan oleh Commitee on Dietary Allowances of the
Food and Nutrition Board berdasarkan pertimbangan dan perhitungan secara
ilmiah, untuk memenuhi zat-zat gizi yang biasa dikonsumsi oleh orang-orang
yang sehat. RDA digunakan sebagai pedoman kecukupan zat-zat gizi yang
dianjurkan, baik dalam perencanaan diet, suplai makanan, keperluan
pelabelan, dan untuk evaluasi kecukupan zat-zat gizi dari makanan yang
dikonsumsi (Andarwulan dan Koswara, 1992). Di Indonesia digunakan AKG
yang merupakan standar kecukupan gizi yang di keluarkan dan dianjurkan
oleh Departemen Kesehatan Indonesia bagi masyarakat Indonesia. AKG revisi
terbaru tahun 2007 terdapat dalam Keputusan Kepala Badan POM Nomor.
HK. 00.05.52.6291 mengenai acuan label gizi yang dipakai untuk kelompok
konsumen dapat dilihat pada Lampiran 3.
Kebutuhan akan zat-zat gizi bervariasi tergantung individu untuk
kelangsungan hidup manusia. Standar-standar kebutuhan gizi yang ada
sekarang dibuat berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dan karena
keterbatasan data tentang kebutuhan zat-zat gizi untuk manusia, tidak heran
jika terdapat perbedaan antara kebutuhan zat gizi yang dianjurkan oleh suatu
komisi atau badan di suatu negara dengan negara lainnya.
F. KLAIM TERHADAP PRODUK PANGAN
Klaim untuk produk pangan yang beredar di Indonesia mengacu pada
pedoman umum pelabelan produk pangan yang dikeluarkan oleh Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2004, khususnya pada Bab XII.
Sedangkan, untuk pencantuman klaim di tingkat perdagangan internasional
mengacu pada Guidelines For Use Of Nutrition Claims CAC/GL 23-1997
yang dikeluarkan oleh Codex Alimentarius Commission (CAC).
Menurut BPOM, klaim pada label adalah pernyataan, saran atau logo
yang menyatakan atau menyarankan bahwa produk mengandung zat gizi dan
manfaat tertentu terhadap kesehatan. Sedangkan menurut Codex Alimentarius
Commission, klaim adalah pernyataan yang menegaskan, menyarankan atau
mengindikasikan bahwa pangan tersebut memiliki beberapa karakteristik
terkait asal, kandungan gizi, kealamian, produksi, proses, komposisi atau
segala sesuatu yang terkait kualitas produk. Dalam pedoman umum pelabelan
produk pangan yang dikeluarkan BPOM, klaim pada label produk pangan
terbagi atas klaim nutrisi, klaim kesehatan, dan klaim halal. Aturan klaim
nutrisi yang dikeluarkan oleh BPOM dapat dilihat pada Lampiran 4.
1. Klaim nutrisi, artinya segala jenis perwakilan yang menyatakan,
menyarankan, atau mengindikasikan bahwa sebuah produk pangan
memiliki ciri khas nutrisi tertentu tetapi tidak terbatas pada nilai energi dan
kandungan protein, lemak dan karbohidrat, begitu juga dengan kandungan
vitamin dan mineral. Klaim ini terdiri dari:
a. Klaim kandungan zat gizi. Klaim nutrisi yang menjelaskan tingkat
keberadaan zat gizi yang dikandung dalam suatu produk pangan.
Contoh: sumber kalsium dan atau tinggi serat dan rendah lemak.
b. Klaim perbandingan zat gizi. Klaim yang membandingkan tingkat
keberadaan zat gizi dan atau besarnya energi dari dua atau lebih
produk pangan. Contoh: dikurangi, kurang dari, lebih sedikit.
2. Klaim kesehatan, artinya segala perwakilan yang menyatakan,
menyarankan, atau mengindikasikan adanya hubungan antara produk
pangan atau kandungan produk pangan tersebut dengan kesehatan. Klaim
ini terdiri dari:
a. Klaim fungsi zat gizi. Klaim nutrisi yang menggambarkan peran
fisiologis zat gizi untuk pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi
normal tubuh. Contoh: zat gizi X (disebutkan fungsi fisiologis zat gizi
X untuk tubuh dalam rangka mempertahankan kesehatan dan
membantu pertumbuhan dan perkembangan normal). Produk pangan X
adalah sumber atau tinggi akan nutrisi A).
b. Klaim fungsi lainnya. Klaim ini fokus kepada efek spesifik yang
menguntungkan dari konsumsi bahan pangan atau komponennya,
dalam konteks dari total makanan yang dikonsumsi pada fungsi normal
tubuh atau aktivitas biologis tubuh. Klaim seperti ini berhubungan
dengan kontribusi positif untuk kesehatan atau peningkatan dari suatu
fungsi tubuh atau untuk menambah atau mempertahankan kesehatan.
Contoh: substansi A (disebutkan efek dari substansi A dalam rangka
meningkatkan atau memperbaiki fungsi fisiologis atau aktivitas
biologis terkait dengan kesehatan). Pangan Y mengandung X gram
substansi A.
c. Klaim pengurangan resiko terhadap suatu penyakit yakni klaim yang
berhubungan dengan konsumsi suatu makanan atau unsur dari
makanan, dalam konteks dari total makanan yang dikonsumsi, untuk
mengurangi resiko dari suatu penyakit untuk berkembang atau kondisi
yang berhubungan dengan kondisi kesehatan. Contoh: konsumsi
makanan sehat mengandung nutrisi yang rendah akan substansi A
dapat mengurangi resiko penyakit D. Makanan X rendah akan nutrisi
atau substansi A. Atau konsumsi makanan sehat mengandung nutrisi
yang kaya akan substansi A dapat mengurangi resiko penyakit D.
Makanan X kaya akan nutrisi atau substansi A.
3. Klaim halal merupakan klaim yang memberi jaminan bahwa pangan yang
dihasilkan adalah halal bagi kaum tertentu (muslim, kosher, vegetarian).
Namun klaim halal di Indonesia ditujukan untuk memberi jaminan
kehalalan pangan bagi kaum muslim. Klaim ini diperbolehkan setelah
produk dinyatakan halal oleh lembaga akreditasi dan mendapat
persetujuan Majelis Ulama Indonesia. Pangan Halal menurut PP 69 pasal 5
adalah pangan yang tidak mengandung unsur atau bahan yang haram atau
dilarang untuk dikonsumsi umat Islam dan yang pengelolaannya dilakukan
sesuai dengan ketentuan hukum agama Islam.
Australian Competition and Consumer Commission (ACCC) juga
membagi klaim pelabelan makanan dan minuman atas empat ketegori. Klaim-
klaim tersebut juga banyak yang diaplikasikan oleh industri pangan di
Indonesia. Pembagian klaim tersebut diantaranya adalah;
1. Klaim tipe jaminan pada pangan. Klaim mengarah pada sistem yang
spesifik atau proses yang telah diterapkan untuk menyediakan jaminan
untuk kategori konsumen khusus. Klaim dapat didukung dengan data,
dokumentasi, sertifikasi, dan sertifikat performen dari pihak berwenang.
Contoh: klaim halal, kosher, dan vegetarian (Martin, 2006).
2. Klaim terkait proses/ persiapan/ produksi. Klaim menunjuk pada proses
spesifik atau tahap persiapan atau proses produksi atau sistem yang
berkaitan dengan produk akhir. Klaim proses yang meliputi tahap
penyediaan makanan harus benar dan akurat. Klaim harus didukung
dokumentasi proses, dan level/substansi dari klaim Contoh: untuk klaim
produksi: organik, biodynamic ; klaim tahap persiapan: baked-not-fried,
flame-grilled, chilled; klaim proses: chilled, frozen, concentrated,
sweetened (Martin, 2006).
3. Klaim asal bahan. Klaim pernyataan menyiratkan hubungan tertentu
secara geografis, region, negara, kota, entity atau klaim umum.
Aplikasinya tidak hanya klaim dengan pernyataan ‘produk dari…’atau
‘terbuat dari…’, namun sama dengan klaim untuk produk yang mengaku
asli dari wilayah geografis tertentu, seperti ‘locally grown produce’ (bahan
baku lokal) atau lebih spesifik dengan menyebutkan lokasinya ‘King
Island-born and breed’ (Martin, 2006).
4. Klaim mengenai standar/jenis/pilihan. Klaim mengarah pada hubungan
dengan standar tertentu, metode atau pemilihan produk yang menyiratkan
hubungan antara standar tertentu dengan jenis atau pemilihan produk.
Contoh: Pure, segar (Fresh), tanpa di proses (Natural), rendah
(Trim/Lean), alami (Original), asli (Genuine), benar (True), nyata (Real).
Klaim ini biasanya ditujukan untuk menyampaikan pesan positif untuk
mendukung pola makan yang sehat dan menjual makanan yang
menyehatkan. Klaim juga memberikan deskripsi singkat yang dapat
membantu konsumen membuat pilihan yang lebih baik dan lebih sehat
(Martin, 2006).
Klaim lainnya di luar kategori tersebut digolongkan dalam Puffery
claim. Klaim atau pernyataan yang bersifat subyektif biasanya merupakan
bagian dari presentasi penjualan atau iklan yang memberikan sebuah pujian
dengan pendapat subyektif, superlatif, atau pendapat yang berlebihan
(exaggeration), terkadang tanpa fakta (Martin, 2006 dan Pradopo, 2007).
Penggunaan puffery claim yang sudah sangat umum. Contoh: BMW menggunakan tagline “The
Ultimate Driving Machine“, rokok Kretek Dji Sam Soe menggunakan “kenikmatan Sempurna”,
Soft Care dengan “super Maxi”, dan BNI Taplus dengan “Hidup selalu bisa lebih mudah” atau
dengan kata the best, finest, greatest dan lain-lain (Pradopo, 2007). Puffery claim ini sama
sepeti wordmark dari sebuah produk. Dan yang sering digunakan pada produk pangan ada lima
kategori yang tergolong dalam puffery yaitu hasil pertanian (Farmhouse), ciri
khas dalam negeri (Country Style), resep nenek moyang (Grandma’s Recipe),
terbaik di dunia (World’s Best) dan semacamnya.
G. KONSUMEN
Menurut Nugroho (2002), penggunaan kata konsumen secara lebih
umum menyatakan kepada seseorang yang terlibat dalam suatu kegiatan dan
penggunaan produk. Istilah pelanggan digunakan untuk menggambarkan
seseorang yang secara teratur membeli atau menggunakan produk dari toko
atau perusahaan tertentu. Pengertian pelanggan digunakan pada perusahaan
tertentu sedangkan konsumen akan mencakup produk secara umum. Nuradi et
al. (1996) menyebut konsumen sebagai pembeli produk, merek ataupun jasa.
Konsumen merupakan faktor utama dalam pemasaran suatu produk.
Panuju (2000) menegaskan bahwa inti persoalan pemasaran adalah bagaimana
konsumen memberikan jawaban terhadap rangsangan pemasaran. Prilaku
membeli konsumen sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kebudayaan,
sosial, pribadi, dan psikologi. Menurut Panuju (2000), prilaku individu, pola-
pola, dan intensitasnya sangat dipengaruhi oleh konsep diri, bawaan (genetis),
dan lingkungan. Konsep diri terbentuk berdasarkan karakter manusia di
lingkungannya. Menurut Sutisna (2001), persepsi seorang konsumen atas
berbagai stimulus yang diterimanya dipengaruhi oleh karakteristik yang
dimilikinya. Respon konsumen terhadap terpaan produk yang ditawarkan
dipengaruhi oleh karakteristik individu masing-masing konsumen.
Nugroho (2002) menyatakan bahwa karakteristik konsumen yang perlu
diperhatikan meliputi: umur, pendidikan, dan karakteristik psikologis.
Termasuk dalam karakteristik psikologis ialah rasionalitas, fleksibilitas,
mental, dogmatis, orientasi, dan kemudahan menerima inovasi. Sutisna (2001)
menyatakan bahwa orang-orang yang mengadopsi inovasi pada tahap awal
cenderung lebih berpendidikan, mempunyai status sosial yang lebih tinggi dan
mau menggunakan dana yang lebih banyak daripada pengadopsi lamban.
Selanjutnya ditegaskannya pula bahwa status ekonomi mempunyai hubungan
positif dengan tingkat kecepatan mengadopsi inovasi.
Panuju (2000) menyebutkan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan
sangat mempengaruhi tingkat pemahamannya terhadap informasi-informasi
yang diperoleh. Danudiredja (1998) menyatakan bahwa media masa berperan
memberikan informasi untuk memperluas cakrawala, memusatkan perhatian,
menumbuhkan aspirasi dan sebagainya, tetapi bergantung pada keterdenahan
khalayaknya pada media massa. Danudiredja (1998) melaporkan bahwa
seseorang lebih inovatif karena memiliki keingintahuan yang besar terhadap
media massa. Jahi (1988) menegaskan bahwa keingintahuan pada media
massa akan memberikan kontribusi terhadap perbedaan prilaku.
Proses komunikasi secara primer adalah penyampaian pikiran atau
perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang sebagai
media (Engel et al., 1994). Lambang yang digunakan sebagai media dalam
proses komunikasi adalah bahasa, gambar, warna, dan lain-lain yang secara
langsung mampu menterjemahkan pikiran atau perasaan komunikator kepada
komunikannya. Menurut Engel et al. (1994), komunikasi adalah proses
merubah prilaku orang lain. Tujuan dari suatu proses komunikasi adalah
terjadinya perubahan prilaku penerima pesan sesuai dengan keinginan
pengirim pesan. Pada komunikasi pemasaran, tujuan komunikasi adalah agar
pesan dari produsen berupa penawaran barang atau jasa ditanggapi oleh
konsumen dengan tindakan membeli produk atau jasa yang ditawarkan.
Teknik komunikasi yang biasa digunakan dalam komunikasi pemasaran
adalah teknik komunikasi persuasi. Menurut Engel et al. (1994), komunikasi
persuasi merupakan teknik mempengaruhi manusia dengan memanfaatkan
data dan fakta psikologis maupun sosiologis serta kebudayaan dari komunikan
yang hendak dipengaruhi. Engel et al. (1994) menyatakan bahwa pada
komunikasi persuasi, komunikan akan selalu mengevaluasi dan
memperhitungkan manfaat penerimaan atau penolakan suatu ide yang
ditawarkan. Oleh karena itu dalam komunikasi pemasaran, komunikator harus
mampu menyakinkan konsumen bahwa produk yang ditawarkan itu
menguntungkan dan bermanfaat bagi konsumen.
1. Atribut dan Sifat Konsumen
Atribut produk adalah unsur-unsur produk yang dipandang penting
oleh konsumen dan dijadikan dasar pengambilan keputusan pembelian
(Tjiptono, 1997). Hal yang sama dikemukakan oleh Engel et al. (1994)
bahwa atribut produk adalah karakteristik suatu produk yang berfungsi
sebagai atribut evaluatif selama pengambilan keputusan, penilaian
terhadap atribut produk dapat menggambarkan sikap konsumen terhadap
produk tersebut dan sekaligus dapat mencerminkan prilaku konsumen
dalam membelanjakan dan mengkonsumsi suatu produk tertentu.
Menurut Kotler dan Amstrong (1995), sikap didefinisikan sebagai
evaluasi perasaan dan kecendrungan seseorang yang relatif konsisten
terhadap suatu objek atau gagasan. Sikap juga akan menempatkan
seseorang dalam suatu pikiran rasa menyukai atau tidak menyukai sesuatu,
bergerak mendekati atau menjauhi hal tersebut. Menurut Engel et al.
(1994), sikap adalah suatu evaluasi menyeluruh yang memungkinkan
seseorang memberikan respon dengan cara menguntungkan atau tidak
menguntungkan terhadap suatu objek atau alternatif yang diberikan. Lebih
jauh lagi sikap dikonseptualisasikan sebagai perasaan positif dan negatif
terhadap merek dan dipandang sebagai hasil penilaian merek dan atribut
evaluatif yang penting. Ditambahkan oleh Bovee dan Thill (1992), sikap
relevan terhadap prilaku pembelian dimana sikap terbentuk sebagai hasil
pengamatan langsung individu dengan produk, berdasarkan informasi
yang diberikan oleh pihak ataupun pengetahuan yang diperoleh dari media
masa.
Prilaku mengacu pada pembelian konsumen dan pola penggunaan
untuk produk atau jasa yang dimiliki. Kebutuhan informasi biasanya
berfokus pada apa yang dibeli, dimana dan kapan pembelian dilakukan,
situasi dan kondisi yang melingkupi pembelian serta karakteristik pembeli
(Sciffman dan Kanuk, 1994).
Penataan skala sikap (attitude scalling) merupakan istilah yang biasa
digunakan mengacu kepada proses pengukuran sikap. Penataan skala sikap
dalam pemasaran cendrung berfokus pada pengukuran keyakinan
responsen tentang atribut-atribut produk (komponen kognitif) dan perasaan
responden tentang daya tarik atribut-atribut ini (komponen afektif).
Kombinasi keyakinan dan perasaan biasanya diasumsikan untuk
menentukan niat membeli (komponen prilaku) (Kinnear dan Tylor, 1991).
Model sikap multi atribut dapat digunakan untuk mengetahui hubungann
pengetauan produk dengan sikap terhadap produk yang berkenan dengan
ciri atau atribut prduk (Engel et al., 1994).
2. Persepsi Konsumen
Menurut De Vito (1997), persepsi sangat penting bagi studi
komunikasi dalam semua bentuk dan fungsinya. Gruenwald (1992)
mengatakan bahwa persepsi merupakan kunci dalam pemberian nama
merek produk. Keberadaan ini setiap hari kita hadapi misalnya nama
’Mamat’ menimbulkan citra yang berlainan dari ”Dermawan”.
Rakhmat (2001) mendefinisikan persepsi sebagai pengalaman
tentang obyek, peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi adalah
memberikan makna pada stimuli inderawi (sensori stimuli). Sutisna (2001)
mendefinisikan sensasi sebagai aktivitas merasakan keadaan atau
penyebab emosi yang menggembirakan atau menghebohkan. Sutisna
(2001) mendefinisikan sensasi sebagai tanggapan yang cepat dari indera
penerima seperti mata, telinga, hidung, mulut, dan jari terhadap stimuli
dasar seperti cahaya, warna, dan suara. Sedangkan persepsi adalah proses
bagaimana stimuli-stimuli itu diseleksi, diorganisasi, dan diinterpretasikan.
Sutisna (2001) mengungkapkan beberapa karakteristik iklan dan
stimuli pemasaran yang akan membuat pesan lebih dirasakan konsumen
seperti yang diharapkan oleh pamasar. Karakteristik iklan itu dibagi ke
dalam dua kelompok, yaitu elemen inderawi (sensory element) seperti bau,
rasa, penglihatan, dan pendengaan. Kelompok kedua yaitu elemen
struktural (structural element) seperti ukuran, bentuk dan posisi. Sutisna
(2001) memaparkan bahwa faktor-faktor sensori mempengaruhi
bagaimana suatu produk dirasakan dan hal itu sangat penting dalam desain
produk. Suatu penelitian melakukan pengujian terhadap pengguna
kemasan deodoran roll-on dengan warna yang berbeda dengan isi sama.
Hasil dari masing-masing responden menunjukan respon yang berbeda.
Responden mengatakan bahwa deodoran pada kemasan A cepat kering dan
efektif, deodorant pada kemasan B mempnyai bau yang menyengat dan
deodoran pada kemasan C membuat iritasi pada kulit dan tidak efektif.
Tanggapan yang berbeda atas penggunaan kemasan produk
memungkinkan pemasar mamperhatikan kemasan produk sedemikian rupa
agar konsumen mempunyai persepsi yang baik terhadap produk.
3. Preferensi Konsumen
Preferensi konsumen dapat berarti kesukaan, pilihan, atau sesuatu
hal yang lebih disukai oleh konsumen. Preferensi ini terbentuk dari
persepsi terhadap produk (Assael, 1992). Persepsi adalah proses di mana
seorang individu memilih, merumuskan, dan menafsirkan informasi
dengan caranya sendiri untuk menciptakan gambaran yang berarti bagi
dunia (Kotler dan Amstrong, 1995). Assael (1992) membatasi kata
”persepsi” sebagai perhatian kepada pesan yang mengarah kepada
pemahaman dan ingatan. Persepsi yang sudah melekat dalam pikiran akan
menjadi preferensi.
Preferensi terhadap makanan didefinisikan sebagai derejat kesukaan
atau ketidaksukaan terhadap makanan dan preferensi akan berpengaruh
terhadap konsumsi pangan (Suharjo, 1989). Psikologi, perasaan, dan sikap
terintegrasi membentuk preferensi terhadap pangan tersebut dan akhirnya
membentuk prilaku konsumsi terhadap pangan. Preferensi dapat berubah
dan dipelajari sejak kecil. Preferensi terhadap pangan bersifat plastis
terutama pada orang-orang muda dan akan permanen bila seorang telah
memiliki gaya hidup yang kuat. Derajat kesukaan dan ketidaksukaan dapat
diperoleh dari pengolahan terhadap makanan tertentu dan dapat
berpengaruh kuat terhadap preferensi. Interaksi dengan keluarga dan
teman-teman juga akan mempengaruhi preferensi terhadap makanan
(Sanjur, 1982).
Lyman (1989) menjelaskan bahwa preferensi dapat dipengaruhi oleh
waktu dan kondisi pada saat makanan disajikan seperti perasaan lapar dan
kesan pada saat terakhir mengkonsumsinya. Dalam memilih makanan
tertentu yang disukai, pengalaman seseorang dapat menjadi landasan yang
kuat. Beberapa faktor lainnya yang apat menjadi dasar pemilihan makanan
antara lain; enak, menyenangkan, tidak membosankan, berharga murah,
mudah didapatkan dan diolah. Penampakan merupakan hal yang paling
banyak mempengaruhu preferensi dan kesukaan konsumen (Sanjur, 1982).
Stare dan Williams (1973) menyebutkan faktor-faktor yang
mempengaruhi preferensi terhadap makanan yaitu: (1) ketersediaan
makanan di suatu tempat, (2) kesukaan makanan oleh anggota keluarga
khususnya orang tua, (3) pembelian makanan dan penyediaannya yang
mencerminkan hubungan kekeluargaan dan budaya, dan (4) rasa makanan,
tekstur, serta harga.
Demikian pula ditegaskan oleh Engel et al. (1994), bahwa preferensi
konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan, sosial, pribadi, dan
psikologis. Faktor kebudayaan meliputi budaya dan kelas sosial. Faktor
sosial meliputi kelompok preferensi, keluarga, peranan, dan status. Faktor
pribadi meliputi usia dan tahap daur hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi,
gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri. Adapun faktor psikologis
meliputi inovasi, persepsi, belajar, kepercayaan, dan sikap.
H. KEMASAN
Saat ini, kemasan sudah melampaui fungsi dasarnya sebagai
pembungkus dan pelindung. Kemasan sudah menjadi alat yang berfungsi
sebagai silent salesman di rak-rak toko dan rumah konsumen, bahkan juga
untuk membangun loyalitas konsumen terhadap produk. Kemasan yang
menarik dapat membuat orang tertarik sehingga meningkatkan brand
awareness. Apalagi kalau produk tersebut sangat berbeda dibandingkan
kompetitor. Ini dapat membuat nilai jual produk menjadi lebih tinggi.
Mengeluarkan kemasan limited edition, “the law of scarcity” dapat dilakukan
selama memungkinkan. Hal ini dapat daya tarik tersendiri bagi konsumen.
Menurut Roslyn dan Wiria (2007), semakin terbatas jumlah produk yang ada
di pasaran maka akan membuat orang akan semakin tertarik untuk
mendapatkannya.
Kemasan merupakan bungkus luar yang melindungi produk serta
merupakan tempat mencantumkan berbagai informasi mengenai produk di
dalamnya. Menurut Syarief et al. (1989), kemasan memiliki beberapa fungsi
dasar, antara lain menjaga produk pangan agar tetap bersih dan terhindar dari
kontaminasi, melindungi produk dari kerusakan fisik, memiliki kemudahan
dalam membuka atau menutup, memberikan identitas dan informasi yang jelas
serta bertanggung jawab terhadap produk yang ada di dalamnya.
Unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah kemasan, beberapa di
antaranya: (1) elemen-elemen visual yang terdiri dari: bentuk, gambar, tulisan
serta warna, (2) material yang digunakan: kertas, plastik, gelas, kayu atau
metal, (3) elemen brand identity: logo, maskot, slogan, dan endorsement, (4)
ukuran: berat atau isinya (gr/l), (5) informasi-informasi yang menjelaskan
(fungsi label): data perusahaan, cara penyimpanan, cara pemakaian, manfaat
produk, tanggal kadaluwarsa, barcode, tanda halal (makanan/minuman),
info/peringatan (obat-obatan), serta authentication seal (untuk menjamin
barang itu baru dan asli).
Berdasarkan PP RI No. 69 Tahun 1999 pasal 31, pada label wajib
dicantumkan kode produksi, informasi zat gizi, keterangan tentang peruntukan
(jika ada), cara penggunaan (jika ada), keterangan lain jika perlu diketahui
(termasuk peringatan), dan cara penyimpanan. Pada pasal 32 dinyatakan
bahwa pencantuman keterangan tentang kandungan gizi pangan pada label
wajib dilakukan bagi pangan yang disertai pernyataan (klaim) bahwa pangan
mengandung vitamin, mineral, dan atau zat gizi lainnya yang ditambahkan.
Contoh format label informasi gizi yang dapat dicantumkan pada label
kemasan dapat dilihat pada Gambar 3.
A. BAHAN DAN ALAT
Bahan yang digunakan
dan kemasannya. Good Time cookies
cookies (C2) dan Good Time chocochip chocolate cookies
kedua jenis cookies
masing cookies. Kedua jenis
Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah neraca analitik, pinset, dan mistar.
Sedangkan untuk analisis statistika dan menggunakan
Office Excel 2003, SPSS 12, dan
Gambar
B. TAHAPAN PENELITIAN
Tahapan penelitian ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu analisis
produk Good Time cookies
1. Analisis Produk
Analisis yang dilakukan meliputi evaluasi dan eksplorasi produk
Good Time cookies
menentukan nilai tambah yang dapat ditonjolkan dari produk tersebut dan
melihat peluang pe
dilakukan meliputi seluruh aspek yang berhubungan dengan produk
Time cookies. Aspek tersebut meliputi bahan baku penyusun, proses
pengolahan, kemasan, pemasaran, sistem jaminan mutu, dan produk akhir.
IV. METODOLOGI
BAHAN DAN ALAT
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Good Time cookies
Good Time cookies terdiri dari Good Time chocochip
Good Time chocochip chocolate cookies (C3). Perbedaan
cookies tersebut terdapat pada bahan baku penyusun masing
. Kedua jenis cookies tersebut dapat dilihat pada Gambar 4
alat yang digunakan adalah neraca analitik, pinset, dan mistar.
Sedangkan untuk analisis statistika dan menggunakan software
, SPSS 12, dan Nutrition fact Version 0.9.3.5.
Gambar 4. Good Time C2 dan C3
TAHAPAN PENELITIAN
Tahapan penelitian ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu analisis
Good Time cookies baik C2 maupun C3 dan analisis konsumen.
Analisis Produk Good Time Cookies
Analisis yang dilakukan meliputi evaluasi dan eksplorasi produk
Good Time cookies baik C2 maupun C3. Kegiatan ini bertujuan untuk
menentukan nilai tambah yang dapat ditonjolkan dari produk tersebut dan
melihat peluang pengembangan produk. Evaluasi dan eksplorasi yang
meliputi seluruh aspek yang berhubungan dengan produk
. Aspek tersebut meliputi bahan baku penyusun, proses
pengolahan, kemasan, pemasaran, sistem jaminan mutu, dan produk akhir.
C2 C3
Good Time cookies
Good Time chocochip
(C3). Perbedaan
tersebut terdapat pada bahan baku penyusun masing-
Gambar 4.
alat yang digunakan adalah neraca analitik, pinset, dan mistar.
Microsoft
Tahapan penelitian ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu analisis
baik C2 maupun C3 dan analisis konsumen.
Analisis yang dilakukan meliputi evaluasi dan eksplorasi produk
baik C2 maupun C3. Kegiatan ini bertujuan untuk
menentukan nilai tambah yang dapat ditonjolkan dari produk tersebut dan
ngembangan produk. Evaluasi dan eksplorasi yang
meliputi seluruh aspek yang berhubungan dengan produk Good
. Aspek tersebut meliputi bahan baku penyusun, proses
pengolahan, kemasan, pemasaran, sistem jaminan mutu, dan produk akhir.
Evaluasi dilakukan dengan menggunakan metode benchmarking, studi
literatur, dan menggunakan data sekunder dari perusahaan.
Selain itu, analisis produk ini juga bertujuan untuk mengetahui
karakteristik Good Time cookies menurut konsumen. Oleh karena itu
digunakan metode survei terhadap responden. Survei penentuan
karakteristik yang menjadi ciri produk Good Time cookies juga
menggunakan produk kompetitor sebagai pembandingnya. Survei ini
dilakukan pada 60 orang responden dari masyarakat umum dengan kisaran
usia 15 hingga 35 tahun. Responden diminta untuk menyebutkan atribut
yang sangat melekat pada produk Good Time cookies, dimana atribut
tersebut sangat berpengaruh terhadap keputusan konsumen untuk memilih
dan membeli produk Good Time cookies.
2. Analisis Konsumen
a. Penentuan Pengetahuan Konsumen terhadap Informasi Tentang
Produk Terutama Klaim pada Produk Pangan.
Penentuan tingkat pengetahuan konsumen ini dilakukan dengan
menggunakan metode survei. Survei dilakukan menggunakan 60 orang
responden. Responeden merupakan masyarakat umum yang terdiri dari
29 orang responden pria dan 31 orang responden wanita dengan usia
bervariasi antara 15-35 tahun. Survei ini dilakukan untuk mengetahui
pengetahuan dan kepedulian konsumen terhadap informasi yang
terdapat pada kemasan, terutama tentang klaim-klaim pada produk
pangan. Selain itu, responden diminta untuk mengurutkan jenis-jenis
klaim yang umumnya sudah ada di produk-produk pangan berdasarkan
tingkat kepentingannya. Skor yang digunakan 1-7, dimana semakin
kecil skor maka semakin penting klaim tersebut bagi konsumen. Klaim
tersebut diantaranya adalah klaim nutrisi, klaim kesehatan, klaim halal,
klaim proses, klaim standar/jenis/pilihan, klaim jaminan mutu, dan
klaim asal bahan. Selanjutnya responden diminta mengurutkan tiga
besar klaim tersebut beserta alasannya. Contoh kuisioner tersaji pada
Lampiran 5.
b. Penentuan Atribut Utama Cookies.
Penentuan atribut utama produk cookies dilakukan dengan
menggunakan metode survei konsumen dan wawancara. Survei
dilakukan terhadap 100 orang responden dari masyarakat umum
dengan kisaran usia antara 15 hingga 35 tahun. Responden diminta
untuk mengurutkan lima buah atribut organoleptik cookies secara
umum yang ada di pasaran. Uji yang digunakan adalah uji rangking,
dimana atribut yang memiliki skor paling kecil merupakan atribut
paling utama cookies. Skor yang digunakan adalah skor 1 (paling
penting) sampai skor 5 (paling tidak penting). Kelima atribut tersebut
adalah warna, aroma, rasa, kerenyahan (tekstur), dan penampakan
(visual cookies). Contoh kuisioner dapat dilihat pada Lampiran 6.
wawancara dilakukan untuk mengetahui kriteria yang diinginkan
konsumen pada produk cookies dengan taburan cokelat butir.
Wawancara dilakukan pada 30 orang dengan range usia 15 hingga 35
tahun. Secara keseluruhan, diagram alir pelaksanaan penelitan dapat
dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Diagram alir pelaksanaan penelitian
Bahan
baku
Atribut utama
cookies
Analisis Produk Analisis Konsumen
(survei)
Evaluasi Produk Good Time
cookies
Proses
pengolahan
Kemasan
Jaminan
Mutu
Produk
akhir
Pemasaran dan
iklan
Tingkat
pengetahuan
terhadap klaim
Gizi
Makro
Gizi
Mikro
Karakteristik
produk
EVALUASI NILAI TAMBAH PRODUK
PREFERENSI
KONSUMEN
NILAI TAMBAH PRODUK
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. BAHAN BAKU, PROSES, DAN PENGENDALIAN MUTU GOOD TIME
COOKIES
1. Bahan Baku
Good Time cookies diproduksi oleh PT. Arnott’s Indonesia dalam
dua varian yaitu Good Time chocochip cookies (C2) dan Good Time
chocochip chocolate cookies (C3). Keduanya memiliki bahan baku
penyusun (ingredient) yang berbeda tetapi proses pembuatannya sama.
Perbedaan bahan baku ini mempengaruhi ciri khas produk dari aspek
organoleptik produk Good Time cookies. Perbedaan bahan baku dari C2
dan C3 dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Bahan baku penyusun Good Time Cookies
Menurut Brown (2000) dan Fellows (1990), ciri khas cookies
tersebut sangat ditentukan oleh bahan baku dan proses pembuatannya.
Chocochip cookies
(C2)
Chocochip chocolate
cookies (C3)
Terigu Terigu
Telur Telur
Lemak Nabati Lemak Nabati
Susu skim Susu skim
Cokelat butiran Cokelat butiran
Garam Garam
Natrium Bikarbonat Natrium Bikarbonat
Perisa Artifisial Perisa Artifisial
Gula Gula
Mentega -
HFS -
Pewarna Karamel -
- Cokelat Bubuk
- Lesitin Kedelai
Produk C2 dicirikan dengan original taste atau bisa disebut sebagai classic
taste sedangkan produk C3 memiliki rasa cokelat yang lebih terasa
sehingga disebut chocolate cookies. Bahan baku penyusun produk Good
Time cookies dibagi menjadi dua bagian yaitu bahan baku utama dan
bahan baku penunjang. Kedua bagian bahan baku tersebut memiliki fungsi
yang saling melengkapi. Komposisi gizi bahan baku penyusun Good Time
cookies dapat dilihat pada Lampiran 7.
a. Bahan Baku Utama
Bahan baku utama dalam pembuatan produk Good Time cookies
adalah terigu. Peran utama terigu adalah membentuk adonan cookies
selama proses pencampuran, memberikan tekstur, kekentalan dan
meningkatkan palatibilitas dari cookies yang dihasilkan. Selain itu,
terigu juga dapat mengikat gas selama pemanggangan karena adanya
komponen protein dalam terigu.
Terigu yang digunakan dalam pembuatan produk Good Time
cookies tergolong jenis terigu dari gandum lunak (soft wheat). Menurut
Matz dan Matz (1978), gandum lunak (soft wheat) menghasilkan terigu
yang memiliki sedikit kandungan protein tetapi kandungan pati yang
tinggi. Terigu yang digunakan untuk pembuatan Good Time cookies
memiliki kandungan protein 8-9%. Menurut SNI 01-3751-1995, terigu
dengan kandungan protein 8-9% termasuk dalam terigu dengan protein
rendah. Selain itu terigu yang digunakan dalam pembuatan Good Time
cookies juga memiliki warna yang tidak terlalu putih kerena tidak
mengalami proses pemutihan (unbleached). Menurut Anonimb (1981),
terigu yang tidak diputihkan sangat ideal untuk digunakan dalam
pembuatan cookies, karena akan menghasilkan kue kering dengan
warna yang merata. Selain itu, menurut Anonimh (2004), kandungan
serat terigu yang tidak diputihkan lebih tinggi dibandingkan terigu
yang diputihkan, karena proses pemutihan justru akan menghilangkan
kandungan serat terigu. Spesifikasi mutu terigu yang digunakan
sebagai bahan baku produk Good Time cookies sesuai dengan standar
yang ditetapkan dalam SNI mutu terigu 01-3751-1995 dan 01-3751-
2006.
Berdasarkan Certificate of Analysis (COA), terigu yang
digunakan memiliki kadar abu sebesar 0.52% dan telah sesuai dengan
standar kadar abu terigu (SNI) sebesar 0.6%. Namun, menurut
Anonimb (1981), terigu yang ideal untuk pembuatan kue kering adalah
terigu dengan kadar abu < 0.4%. Terigu untuk pembuatan Good Time
cookies baik C2 maupun C3, menggunakan terigu yang telah
difortifikasi mineral sehingga menyebabkan kadar abu terigu cukup
tinggi. Fortifikan mineral yang ditambahkan adalah zat besi dan seng.
b. Bahan Baku Penunjang
Bahan baku penunjang yang digunakan dalam proses pembuatan
Good Time cookies adalah lemak, susu skim bubuk, gula, cokelat
bubuk, telur, garam, butiran cokelat, lesitin kedelai, natrium
bikarbonat, flavor, high fructose syrup (HFS), lemak, dan air. Bahan
baku penunjang inilah yang menjadi pembeda antara C2 dan C3.
1. Lemak
Good Time cookies menggunakan dua jenis lemak, yaitu
shortening atau mentega putih dan butter. Good Time cookies C2
dan C3 menggunakan shortening sebagai sumber utama lemak.
Shortening yang digunakan untuk pembuatan Good Time cookies
berasal dari minyak inti sawit. Selain shortening, pada produk C2
juga ditambahkan sumber lemak lainnya yaitu mentega (butter).
Penambahan mentega pada produk C2 digunakan untuk
memperkuat aroma dan rasa butter. Hal ini dikarenakan produk C2
memiliki ciri khas butter taste.
Mentega memiliki butter flavour yang lebih baik daripada
shortening, namun memiliki daya krim yang rendah. Oleh karena
itu, shortening digunakan pada C2 dan C3 untuk meningkatkan
daya krim pada saat pembuatan adoanan cookies. Lemak juga
digunakan untuk meningkatkan keempukan dan memperbesar
volume adonan. Selain itu, lemak juga digunakan untuk membatasi
pengembangan gluten dari terigu sehingga tekstur cookies tidak
menjadi retak-retak.
Selain bepengaruh pada aspek organoleptik, lemak juga
memberikan tambahan nilai gizi pada produk pangan, terutama
komponen gizi seperti asam lemak dan vitamin yang larut lemak.
Mentega merupakan sumber vitamin A, D, E, dan K yang lebih
baik daripada shortening. Mentega juga merupakan sumber
kolesterol. Kolesterol dibutuhkan oleh tubuh untuk pengaturan
fungsi organ tubuh dan merupakan bahan dasar penyusun beberapa
hormon seperti estrogen dan androgen.
2. Susu
Susu yang digunakan dalam pembuatan Good Time cookies
adalah susu bubuk skim. Menurut BSN (1995), susu bubuk skim
(skim milk powder) adalah susu sapi yang telah diambil lemaknya
dan diubah bentuknya menjadi bubuk dengan atau tanpa
penambahan bahan makanan yang diizinkan.
Susu bubuk skim berguna sebagai bahan penahan cairan
yang baik. Padatan susu berfungsi sebagai penahan, penegar pada
protein terigu sehingga meningkatkan volume cookies, terutama
jika digunakan terigu jenis protein sedang. Apabila digunakan
terigu lunak/terigu protein rendah maka diperlukan jumlah susu
yang lebih banyak daripada kebutuhan susu pada adonan dengan
terigu protein sedang. Selain itu, warna kerak akan lebih baik
karena laktosa dan protein dalam susu bubuk skim membantu
menghasilkan kerak dengan warna kekuning-kuningan dan juga
mempertinggi mutu pemanggangan (Anonimb, 1981). Oleh karena
itu, permukaan luar dari cookies akan menjadi lebih baik dari segi
organoleptik.
Umumnya, tujuan penambahan susu pada produk digunakan
untuk meningkatkan kelezatan dan nilai gizi dari produk pangan.
Susu full cream memberian rasa dan aroma susu yang lebih tajam
dibandingkan susu skim. Namun susu skim memiliki kandungan
protein yang lebih tinggi dibandingkan susu full cream yang akan
membantu memperbaiki tekstur protein terigu dan lebih mudah
dalam pencampuran. Jika dilihat dari nilai kalori, penggunaan susu
skim akan menyumbang energi lebih kecil pada produk akhir
dibandingkan dengan susu full cream. Selain itu, harga susu skim
juga relatif lebih murah dengan kualitas organoleptik yang hampir
sama dengan susu full cream. Oleh karena itu, Good Time cookies
menggunakan susu skim dalam komposisinya baik C2 dan C3.
Spesifikasi susu skim yang ditetapkan PT. Arnott’s
Indonesia sesuai standar yang mutu susu bubuk yang ditetapkan
dalam SNI. Bahkan untuk cemaran mikroba, spesifikasi mutu
mikrobiologi yang ditetapkan perusahaan lebih ketat dibandingkan
dengan SNI. Seperti ALT (angka lempeng total) pada SNI susu
bubuk 01-2970-1995 maksimum sebesar 5x105 koloni/g sedangkan
spesifikasi perusahaan maksimum sebesar 104 koloni/g, coliform
dalam SNI maksimum sebesar 20 APM, sedangkan pada
spesifikasi perusahaan cemaran coliform harus negatif.
3. Gula
Menurut Matz dan Matz (1978), gula yang ideal digunakan
dalam pembuatan kue adalah gula dalam bentuk halus. Hal ini
dikarenakan gula pasir kasar akan menyebabkan penyebaran
kurang merata, tekstur kurang lembut, dan kurang lezat. Oleh
karena itu, produk Good Time cookies baik C2 dan C3
menggunakan jenis gula tepung (sukrosa). Selain untuk
memberikan rasa manis, penggunaan gula halus juga bertujuan
untuk menghasilkan tekstur adonan yang halus dan mudah larut
dalam proses mixing. Menurut Hyun Soo Lee (1985), gula juga
membantu memperbaiki warna kerak. Warna kerak tersebut terjadi
akibat reaksi antara gugus hidroksil gula peredukasi dengan gugus
amina protein yang menghasilkan warna cokelat yang dikehendaki
atau sering disebut sebagai karamelisasi. Pada C2 juga digunakan
high fructose syrup (HFS). Produk C2 memiliki aroma dan rasa
butter (creamy) sehingga dibutuhkan rasa manis dan aroma susu
yang lebih tinggi serta tekstur yang lebih lembut.
HFS adalah gula invert yang memiliki intensitas kemanisan
lebih tinggi daripada gula pasir (sukrosa). Oleh karena itu,
penambahan HFS menggantikan sejumlah sukrosa dapat
memberikan intensitas manis yang tinggi dibandingkan dengan
hanya menggunakan sukrosa saja. HFS termasuk dalam kelompok
gula pereduksi. Dengan adanya gugus amina dari protein dan panas
akan terjadi reaksi maillard yang akan menghasilkan warna coklat
keemasan pada cookies. Menurut Matz dan Matz (1978),
penggunaan HFS juga dapat meningkatkan total padatan pada
cookies. Selain itu, HFS juga dapat memperbaiki sifat adonan
karena daya menahan uap air yang cukup tinggi sehingga cookies
akan memiliki struktur dan tekstur yang lembut (Hyun Soo Lee,
1985). Selain itu, HFS bersifat cair dan memiliki viskositas yang
rendah sehingga akan memudahkan dalam proses pencampuran
adonan.
Spesifikasi mutu tepung gula yang digunakan dalam
pembuatan Good Time cookies lebih ketat dibandingkan standar
mutu tepung gula yang diatur dalam SNI tepung gula nomor 01-
3821-1995. Spesifikasi yang lebih ketat tersebut meliputi jumlah
gula yang dihitung sebagai sukrosa (%b/b), jumlah gula pereduksi
(%b/b), kadar air, kadar abu, dan cermaran tembaga (Cu).
Demikian pula dengan HFS yang digunakan, telah sesuai dengan
persyaratan mutu sirup fruktosa yang ditetapkan dalam SNI 01-
2985-1992.
4. Telur
Telur berpengaruh pada tekstur produk-produk bakery
karena memiliki daya emulsi sehingga dapat menjaga kestabilan
adonan. Selain itu, telur juga berperan memberi rasa dan warna
bagi produk. Dalam pembuatan Good Time cookies digunakan
telur yang sudah ditepungkan (egg powder). Hal ini dikarenakan
tepung telur memiliki keunggulan daripada telur dalam bentuk
segar. Mutu tepung telur lebih konsisten, cukup stabil dalam proses
pengolahan, dan memiliki umur simpan yang relatif lebih panjang.
Selain itu, tepung telur lebih mudah dalam penanganannya karena
tepung telur dapat disimpan dan ditransportasikan pada suhu ruang.
Good Time cookies dibuat dengan menggunakan tepung
kuning telur. Kuning telur memiliki kemampuan melembutkan
adonan lebih baik daripada putih telur dan telur utuh. Hal ini
dikarenakan pada kuning telur lebih banyak mengandung lesitin
daripada bagian putih telur. Menurut John (2005) bagian kuning
telur memiliki banyak kandungan lesitin yaitu sebesar 4.18%
kuning telur segar. Kuning telur juga digunakan untuk memberi
aroma, warna, dan meningkatkan nilai gizi hasil bakaran.
5. Lesitin Kedelai
Lesitin kedelai banyak diaplikasikan pada produk pangan
terutama yang berbasis cokelat karena bersifat multifungsional,
fleksibel, dan menjadi mudah ditangani. Good Time cookies C3
merupakan cookies yang memiliki basis cokelat. Oleh karena itu,
C3 menggunakan lesitin kedelai dalam bahan baku penyusunnya.
Lesitin kedelai ini memiliki fungsi utama sebagai emulsifier.
Sebagai emulsifier, lesitin dapat memodifikasi konsistensi adonan,
membantu dari segi proses karena selain menstabilkan emulsi, juga
mengurangi kelengketan, menurunkan viskositas, dan
memudahkan penyebaran partikel-partikel bahan sehingga
homogen. Selain itu, lesitin juga dapat mempercepat pelepasan air
yang terperangkap pada adonan yang dipanggang.
Lesitin kedelai yang digunakan memiliki warna kuning
kecoklatan, tidak berasa, dan berbentuk cairan yang agak kental.
Lesitin kedelai digunakan dalam jumlah sedikit sehingga tidak
mempengaruhi warna dan rasa. Menurut Kooy (1996),
penambahan lesitin yang berlebihan dapat merusak tekstur lemak.
Lesitin dapat meningkatkan fluiditas lemak dalam krim sehingga
lemak akan menjadi encer. Selain itu, lesitin juga dapat berfungsi
sebagai antioksidan alami sehingga dapat melindungi lemak dalam
krim dari oksidasi (Kooy, 1996).
Menurut Manley (2001), dengan menggunakan lesitin
sebanyak 2% dari berat lemak akan meningkatkan efek fungsional
lemak sehingga dimungkinkan pengurangan lemak hingga 10%
dari formula awal namun dengan kualitas makan yang sama. Hal
ini tentu saja menguntungkan dari sisi industri maupun bagi
konsumen karena dengan jumlah lemak yang berkurang maka
biaya bahan baku akan menjadi lebih rendah. Secara tidak
langsung, hal ini juga akan menguntungkan konsumen dari aspek
kesehatan, karena kandungan lemak cookies menjadi lebih rendah.
Selain itu, penambahan sejumlah kecil lesitin pada produk pangan
dapat mengurangi rasa berminyak pada produk pangan (Manley,
2001).
Salah satu komponen nutrisi dari lesitin yang sangat penting
bagi tubuh masnusia adalah kolin. Kolin adalah senyawa prekusor
tubuh untuk pembentukan acethylcholine. Acethylcholine
merupakan zat yang berfungsi sebagai neurotransmiter pada otak.
Fungsi lainnya adalah untuk melindungi sel dari oksidasi terutama
pelindung lapisan permukaan otak dan untuk fungsi memori.
Menurut Astawan (2007), konsumsi kolin hingga 1 gr sehari dapat
meningkatkan kemampuan berpikir dan daya ingat. Kandungan
acethylcholine yang rendah dalam otak dapat menyebabkan
seseorang menjadi lebih mudah marah, sensitif, dan sulit
berkonsentrasi.
6. Kokoa Bubuk
Kokoa bubuk hanya digunakan pada Good Time cookies C3.
Ciri khas produk tersebut adalah mempunyai rasa cokelat yang
lebih dominan dibandingkan dengan produk C2. Jenis kokoa bubuk
yang digunakan adalah kokoa bubuk alkali. Kokoa bubuk alkali
adalah bubuk cokelat yang diperoleh melalui proses alkali (Kooy,
1996). Proses alkali ini bertujuan untuk menetralkan asam dan
sepat, seperti yang dikandung pada kokoa bubuk biasa. Kegunaan
kokoa bubuk alkali ini sama seperti cokelat bubuk biasa dan sangat
ideal digunakan pada produk panggang, pastry, permen, dan
produk pangan berbasis cokelat (Anonimi, 2008). Kokoa bubuk,
termasuk kokoa bubuk alkali mengandung beberapa komponen
gizi, seperti theobromine, phenylathylamine (PEA), tryptophan,
adenamin, dan kafein. Kokoa bubuk alkali juga mengandung
mineral magnesium (Mg) yang cukup tinggi, yaitu 476 mg/100 gr.
Kokoa bubuk alkali memiliki warna lebih gelap dan lebih
menarik sehingga pada formula Good Time cookies tidak
diperlukan bahan pewarna tambahan yang diizinkan. Selain itu
kokoa bubuk alkali memiliki flavor dan rasa cokelat yang lebih
enak sehingga penggunaan flavor cokelat tambahan untuk
mempertegas flavor cokelat yang digunakan hanya sedikit.
Menurut Matz dan Matz (1978), cokelat bubuk alkali memiliki pH
pada kisaran 6-8 sehingga tidak terlalu asam dan sepat. Kokoa
bubuk alkali ‘red alkalized’ merupakan cokelat bubuk alkali
kualitas premium (Daham, 2005). Selain itu spesifikasi yang
ditetapkan untuk memilih kokoa bubuk juga sesuai dengan standar
yang ditetapkan dalam SNI cokelat bubuk 01-3747-1995.
7. Bahan-Bahan Lain
Bahan-bahan lain yang digunakan dalam pembuatan Good
Time cookies adalah cokelat butir, garam, baking powder, perisa
artifisial, dan air. Cokelat butir atau chocochip yang digunakan
sebagai topping terbuat dari campuran minyak sawit, emulsifiers,
gula halus, susu bubuk full cream, whey powder, cocoa liquor, dan
cocoa powder.
Garam digunakan sebagai penstabil rasa. Garam yang
digunakan dalam pembuatan Good Time cookies adalah garam
yang telah difortifikasi dengan yodium. Oleh karena itu, garam
merupakan sumber mineral yodium pada produk Good Time.
Menurut Matz dan Matz (1978), jumlah garam dalam adonan
cookies juga disesuaikan dengan jenis terigu yang digunakan.
Terigu lunak membutuhkan lebih banyak garam untuk memperkuat
struktur protein terigu. Selain itu, garam juga dapat menghambat
aktivitas protease dan amilase sehingga adonan tidak bersifat
lengket dan tidak mengembang secara berlebihan (Anonimb, 1981).
Baking powder yang digunakan dalam pembuatan Good
Time cookies berfungsi sebagai bahan pengembang. Bahan
pengembang yang digunakan adalah natrium bikarbonat
(NaHCO3). Penambahan natrium bikarbonat akan meningkatkan
pH adonan menjadi sekitar 7 - 7.5. Kondisi ini akan mempercepat
pengembangan gluten, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas
cookies setelah pemanggangan, dan membuat cookies menjadi
lebih ringan dan renyah. Oleh karena itu, natrium bikarbonat
digunakan dalam jumlah sedikit. Hal ini untuk menghidari
terjadinya proses pengembangan yang berlebihan.
Perisa atau flavour merupakan bahan tambahan pangan
(BTP) yang digunakan untuk memberi dan memperkuat rasa dan
aroma produk pangan (Sudarmadji et al., 1990). Good Time
cookies menggunakan dua jenis perisa, yaitu perisa vanila untuk
produk C2 dan cokelat untuk produk C3. Pada produk Good Time
cookies, penggunaan perisa digunakan untuk memperkuat rasa dan
aroma pada produk tersebut. Penggunaan perisa pada produk Good
Time cookies dalam jumlah yang sedikit yaitu hanya 0.01% untuk
perisa cokelat dan 0.04% untuk perisa vanila. Perisa cokelat pada
produk C3 digunakan dalam jumlah sedikit dan tidak ditambahkan
pewarna karena sudah menggunakan cokelat bubuk alkali yang
memiliki aroma dan rasa cokelat yang kuat. Pada produk C2
digunakan pewarna karamel digunakan untuk memperkuat warna
panggangan. Bahan tambahan pangan yang digunakan telah
mengikuti aturan pemakaian sehingga aman bagi konsumen.
Bahan penunjang lain yang digunakan adalah air. Fungsi
dasar dari air sebagai pembasah dan sebagai pelarut bahan-bahan
lainnya, sehingga adonan menjadi satu ikatan dan memungkinkan
terbentuknya yang mempengaruhi tekstur cookies. Disamping itu,
air juga sangat berpengaruh terhadap kepekatan adonan. Menurut
Desroiser (1988), penggunaan air yang berlebih akan menghasilkan
produk yang lebih keras. Air yang digunakan pada pembuatan
Good Time cookies berasal dari PDAM yang telah di proses
kembali oleh PT. Arnott’s Indonesia sehingga sesuai dengan syarat
mutu air untuk industri. Air dalam produk Good Time tidak
dicantumkan dalam kemasan karena air digunakan sebagai
pembantu proses pembuatan adonan (processing aids) dan akan
dikurangi attau dihilangkan selama proses pemanggangan.
Menurut Blanchfield (2000), fungsi air seperti ini tidak termasuk
dalam bahan baku penyusun produk dan tidak dicantumkan dalam
daftar bahan baku pada label kemasan.
Berdasarkan hasil evaluasi bahan baku di atas diketahui
bahwa bahan baku yang digunakan untuk membuat produk Good
Time Cookies adalah bahan-bahan pilihan dengan mutu yang baik.
Spesifikasi mutu bahan baku yang ditetapkan dengan ketat untuk
mengkasilkan cookies berkualitas baik dari aspek organoleptik
maupun keamanannya.
2. Proses Pengolahan
Aliran proses pengolahan Good Time cookies di PT. Arnott’s
Indonesia disusun berdasarkan rangkaian seri dengan tujuan
mempermudah dan mengefisienkan waktu dan proses pengolahan. Dalam
pelaksanaan sistem produksi dan operasi, terutama dalam menghasilkan
produk, digunakan proses produksi yang kontinyu. Sistem kontinyu ini
menggunakan peralatan produksi disusun dan diatur dengan
memperhatikan urutan kegiatan atau routing dalam menghasilkan produk
tersebut, serta arus bahan dalam proses yang telah distandardisasi.
Diagram alir proses pengolahan produk Good Time cookies C2 dan C3
dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9.
a. Persiapan Bahan
Setiap bahan dipisahkan berdasarkan penampakannya.
Pemisahan dilakukan dalam ruang persiapan, agar tidak terjadi
kontaminasi bau, rasa dan yang lainnya antar bahan baku dengan
benda lainnya. Beberapa bahan seperti tepung terigu, susu bubuk,
cokelat bubuk, dan gula akan melalui tahap pengayakan terlebih
dahulu sebelum penimbangan. Setelah masing-masing bahan tersebut
ditimbang sesuai formulasinya, bahan tersebut dimasukkan ke dalam
plastik dengan warna yang berbeda-beda. Hal ini bertujuan untuk
membedakan jenis-jenis bahan. Bahan-bahan yang siap untuk satu kali
produksi akan disatukan ke dalam satu palet dan dikirim ke setiap line
produksi dengan menggunakan forklift.
b. Pencampuran Bahan
1. Creaming
Pencampuran bahan baku Good Time cookies menggunakan
metode creamming semi all in. Hal ini disebabkan pada proses
pencampuran tidak hanya bahan-bahan pembentuk krim saja yang
dicampur. Khusus produk C3, cokelat bubuk juga ditambahkan
pada tahap ini untuk memperoleh hasil pencampuran yang
optimum. Cokelat bubuk akan tercampur lebih merata dengan
adanya emulsifier pada krim dan selanjutnya akan lebih mudah
bercampur dengan terigu pada pencampuran berikutnya. Proses
creaming dilakukan selama 30 detik dengan kecepatan tinggi,
sehingga bahan-bahan tersebut menjadi homogen.
2. Pencampuran I
Setelah creaming atau bahan-bahan sebelumnya larut,
kemudian kecepatan mixer akan diperlambat (low speed) dan
secara bertahap dimasukkan terigu dengan waktu percampuran 4
menit dan natrium bikarbonat dalam 1 menit terakhir. Oleh karena
itu, total mixing I selama 5 menit dan didapatkan adonan yang
merata.
3. Pencampuran II
Tahap terakhir dari pencampuran adalah memasukkan
cokelat butir. Kecepatan mixer yang digunakan adalah kecepatan
tinggi dan waktu yang dibutuhkan adalah selama 30 detik lalu
mixer dimatikan. Kecepatan tinggi dan waktu yang singkat
diperlukan untuk meratakan penyebaran chocochip dan dapat tetap
mempertahankan chocochip dalam keadaan utuh. Waktu
pencampuran yang terlalu lama akan membuat suhu adonan
meningkat sehingga chocochip mudah lumer. Keutuhan chocochip
pada cookies jadi merupakan salah satu paremeter mutu yang
penting pada produk Good Time cookies
c. Pembentukan Adonan
1. Pembentukan Lembaran (Sheeting)
Adonan yang telah tercampur rata kemudian dipindahkan ke
konveyor dengan alat bantu berupa sekop. Di atas konveyor,
adonan akan melewati pembatas pada sisi atas, sehingga adonan
menjadi lebih tipis kemudian adonan ini akan masuk ke dalam
penampungan untuk siap untuk pencetakan.
2. Pencetakan Adonan
Adonan yang telah ditipiskan turun ke dalam penampungan
dengan dibantu menggunakan roll. Adonan akan diteruskan
menuju lubang pencetak dengan adanya dorongan dan pengaturan
berat standar. Alat pencetak terdiri atas tabung dan lubang
sebanyak 18 lubang dengan diameter kurang lebih 2 cm.
3. Pemotongan Adonan
Adonan yang telah masuk dalam pipa pencetak akan
diteruskan ke bagian mulut bawah pipa. Proses selanjutnya, adonan
yang terdorong keluar akan dipotong menggunakan kawat tipis
(wire cutter) hingga membentuk koin tebal (bulatan cookies) yang
kemudian jatuh ke atas konveyor untuk mengalami tahap
berikutnya.
d. Pemanggangan
Pemanggangan dilakukan dengan menggunakan indirect oven
yang mempunyai lima zona dengan total waktu pemanggangan selama
8 menit. Indirect oven tidak menggunakan api langsung sebagai
sumber panas pada oven. Sumber panas menggunakan udara kering
yang berasal dari pipa-pipa panas berisi air yang dipanaskan dengan
bahan bakar gas elpiji. Pembagian zona ini memiliki tujuan berbeda
yaitu, zona 1 dan 2 bertujuan untuk penngembangan adonan cookies.
Suhu di zona ini 175ºC dan 185ºC. Zona 3 memilik suhu 195ºC
bertujuan untuk pematangan cookies. Zona 4 dan 5 bertujuan untuk
pewarnaan dengan suhu 190ºC dan 175ºC.
e. Pendinginan
1. Pendinginan I
Setelah pemanggangan, tahap selanjutnya akan dilakukan
pendinginan. Pendinginan dilakukan dengan menggunakan kipas
angin dan exhaust fan dengan suhu 20-27ºC selama 12-16 menit.
Pendinginan ini bertujuan untuk menurunkan suhu cookies
sehingga tekstur cookies akan menjadi renyah dan mempunyai
kadar air yang memenuhi standar. Bersamaan dengan proses ini
dilakukan pengecekan dari segi dimensi, kadar air, dan warna dari
cookies oleh operator bagian produksi sebelum dilakukan
pengemasan.
2. Pendinginan II
Setelah melalui exhaust fan, cookies akan melewati tunnel
pendingin bersuhu 10-15ºC selama 4-5 menit. Hal ini bertujuan
untuk mendinginkan chocochip yang ada dalam cookies.
Pendinginan ini untuk memperkuat dan mempertegar tekstur
chocochip sehingga tidak mudah lumer.
f. Pengemasan
1. Pengemasan I
Proses yang dilakukan untuk menyusun cookies ke dalam
tray dan kemudian di kemas dengan plastik Oriented Poly
Propylene (OPP). Cookies diletakkan dalam sebuah tray yang
terbagi atas 3 bagian yang dipisahkan oleh 2 sekat. Dimana untuk
produk 42 gr masing-masing bagian berisi 2 buah cookies sehingga
total cookies dalam 1 kemasan adalah 6 buah. Dan untuk produk 84
gr masing-masing bagian berisi 4 cookies sehingga total dalam 1
tray berisi 12 cookies. Proses pengisian dilakukan secara manual
dan selanjutnya produk dilewatkan pada alat metal detector.
Pengemasan dilakukan menggunakan mesin pengemas
(warping machine), dimana sealer yang digunakan mempunyai
kecepatan 0-50 pack per menit. Hal ini bertujuan untuk mewadahi,
melindungi produk, dan mempertahankan kualitas tekstur serta
aroma dari produk.
2. Pengemasan II
Pengemasan ini merupakan proses pengemasan produk yang
sudah dikemas dengan OPP ke dalam karton (doos). Salah satu
tujuannya adalah mempermudah pendistribusian barang dari ruang
produksi ke gudang penyimpanan hingga ke tangan konsumen.
g. Penanganan Pasca Produksi
Produk akhir Good Time cookies akan dikirim ke gudang finish
good atau biasa disebut gudang warehouse dengan suhu ruangan
terkontrol antara 25-30ºC. Sebelum produk tersebut di release oleh
QA, produk harus disimpan di ruang karantina dan belum dapat
dipasarkan hingga waktu yang dibutuhkan, yaitu lebih kurang satu
bulan.
3. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan suatu tindakan yang bertujuan untuk
menghasilkan suatu produk yang baik, dapat memuaskan keinginan
konsumen maupun produsen, bermutu tinggi dengan tingkat mutu yang
dapat dipertahankan pada setiap produksinya. Pengawasan dilakukan
dengan cara pencegahan bahaya yang mungkin terjadi pada titik paling
awal, yaitu mulai dari penerimaan bahan baku, proses produksi,
pengemasan, dan penyimpanan produk akhir. PT. Arnott’s Indonesia
telah menerapkan sistem Good Manufacturing Practices (GMP) dan
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) untuk menjamin bahwa
produk yang dihasilkan aman dan bermutu. Hubeis (1997) berpendapat
bahwa penerapan GMP dan HACCP merupakan implementasi dari
jaminan mutu pangan sehingga dapat dihasilkan produksi yang tinggi dan
bermutu oleh produsen yang pada akhirnya akan menciptakan kepuasan
bagi konsumen. Pelaksanaan HACCP di PT. Arnott’s Indonesia dilakukan
berdasarkan pada CAMPBELL’S USA tahun 2002. Pengawasan mutu
yang dilakukan di PT. Arnott’s Indonesia mencakup pengawasan dan
pengendalian terhadap parameter-parameter CCP (critical control point),
CP (control point), QCP (quality control point), dan QHP (quality
holding point). CCP dan CP digunakan untuk menjaga keamanan produk
(food safety insurance) sedangkan QCP dan QHP digunakan untuk
menjaga mutu produk (food quality insurance).
Quality Control Point (QCP) merupakan prosedur pengawasan
dalam proses produksi makanan agar mutu produk sesuai dengan standar
dan spesifikasi mutu yang ditetapkan. Titik yang termasuk dalam QCP
antara lain berat produk, dimensi produk, warna produk, rasa, dan kadar
air. Sedangkan Quality Hold Point (QHP) merupakan prosedur
pengawasan agar proses produks sesuai dengan standar proses sehingga
mutu produk terjaga. Titik atau tahapan yang termasuk QHP adalah
sealing, check weigher, dan ingredient scale.
a. Pengawasan Mutu Bahan Baku dan Kemasan
Bahan baku merupakan salah satu faktor yang sangat
menentukan produk yang akan dihasilkan. Pengawasan terhadap bahan
baku dimulai dari bahan baku di terima sampai digunakan untuk
produksi. Pengawasan mutu bahan baku dan kemasan dimulai ketika
bahan baku dan kemasan tersebut tiba di pabrik pada saat penurunan
bahan dari kontainer.
Pengujian pada bahan baku terdiri dari pengujian fisik, kimia
dan mikrobiologi. Pengujian fisik dilakukan secara organolepetik,
seperti warna, aroma, tekstur, dan penampakan. Pengujian kimia
dilakukan sesuai dari bahan baku yang akan digunakan. Pada
umumnya, pengujian ini meliputi pengukuran pH, kadar air, kadar
protein, kadar lemak, kadar gluten untuk terigu, dan lain-lain.
Pengujian mikrobiologi diutamakan kepada bahan baku yang selama
produksi tidak mengalami proses pemanasan yang relatif tinggi atau
tanpa pemanasan pendahuluan sebelum proses. Pengujian yang
dilakukan meliputi uji E.coli, Salmonella, kapang, kamir, dan TPC.
Bahan baku yang pengujiannya labih dari satu hari akan disimpan
terlebih dahulu di ruang karantina sampai pengecekan selesai dan
diputuskan untuk diterima atau ditolak. Sedangkan pemeriksaan bahan
kemasan dilakukan secara visual yang meliputi dimensi, bentuk,
kejelasan printing (tingkat warna dan kecerahan) gambar dan tulisan.
Bahan baku yang memenuhi standar mutu yang ditetapkan PT.
Arnott’s Indonesia akan disimpan di gudang bahan baku. Bahan baku
yang akan dikirim ke ruang produksi ditimbang terlebih dahulu sesuai
formulasi produk yang akan diproduksi. Pengiriman bahan baku ke
ruang produksi berdasarkan sistem FIFO (First In First Out).
b. Pengawasan Mutu Selama Proses Pengolahan
Kualitas produk tidak hanya cukup ditentukan oleh bahan baku
yang digunakan tetapi juga ditunjang oleh proses sampai produk
tersebut dihasilkan. Pengawasan mutu yang dilakukan terhadap suatu
line produksi berbeda satu dengan yang lainya dikerenakan proses
pengolahan yang berbeda. Secara garis besar tahap proses pengolahan
produk Good Time cookies meliputi tahap pencampuran, pembentukan,
pemanggangan, pendinginan, penyusunan cookies, dan pengemasan.
1. Pencampuran Bahan
Faktor-faktor penting yang diperhatikan pada tahap mixing
adalah jumlah dan formulasi bahan, suhu dari bahan baku dan
adonan selama mixing, lama mixing, dan kecepatan mixing. Pada
proses mixing, laju aliran air yang masuk ke dalam mixer juga
merupakan faktor penting. Pemeriksaan tersebut dilakukan karena
air akan mempengaruhi kelancaran mixing sehingga berpengaruh
terhadap kualitas cookies yang dihasilkan. Selain itu, lamanya
proses mixing dan begitu pula tahapan pemasukan bahan baku pun
harus diperhatikan.
2. Pemanggangan
Pengawasan selama pemanggangan meliputi pengawasan
suhu oven, jalannya konveyor hingga cookies keluar dari oven.
Proses pemanggangan dilakukan selama 8 menit. Setiap 30 menit
sekali dilakukan pengecekan cookies yang meliputi warna, kadar
air, diameter, bentuk (pecah/tidak) ketebalan yang dibandingkan
dengan sampel standar.
3. Pendinginan
Pengawasan mutu selama pendinginan (cooling) produk
meliputi pemeriksaan berat, tebal, diameter, kadar air, dan
keseragaman warna. Parameter yang paling penting adalah kadar
air dari produk akhir. Kadar air yang diinginkan adalah di bawah
5% karana produk tersebut memiliki masa simpan hingga 1 tahun.
Proses pengukuran kadar air dilakukan menggunakan
moistermetter setiap 30 menit sekali setelah produk keluar dari
oven dan melalui pendinginan I (exhaust fan) dan pendinginan II
(cooling tunnel).
4. Pengemasan
Pengawasan yang dilakukan meliputi jumlah cookies dan
deteksi metal. Good Time cookies 84 gr berisi 12 buah cookies dan
Good Time cookies 42 gr berisi 6 buah cookies. Cookies yang telah
disusun secara manual pada tray, dilewatkan dalam metal detector
dan dikemas.
Tahap utama dari proses pengemasan adalah sealing dengan
menggunakan mesin. Tahap ini sangat penting sehingga ditetapkan
sebagai QHP. Pengawasannya terdiri dari kerekatan sealing, kode
produksi, kode kemasan, kejelasan printing, uji kebocoran dengan
vaccum test.
c. Pengawasan Mutu Produk
Pengawasan yang dilakukan terhadap produk akhir meliputi
kadar air, berat, ukuran, dan penampakan secara organoleptik yang
dibandingkan dengan standar produk. Hal ini dilakukan sekaligus
untuk mengontrol kondisi mesin agar dapat diketahui jika terdapat
penyimpangan dari produk tersebut. Pengujian dari cookies dilakukan
secara berkala yaitu satu bulan sekali yang meliputi pengujian kimia
(air, protein, kadar abu, dan kadar lemak), uji mekroorganisme
(meliputi uji Salmonella, dan kapang) dan uji organoleptk (rasa, bau,
tekstur, dan warna). Uji organoleptik juga dilakukan pada produk
setelah produk dikemas. Sampling dipilih secara acak pada hari yang
sama sebagai upaya evaluasi harian.
Pengawasan mutu yang telah dilakukan adalah sebagai upaya
penjaminan mutu produk yang dihasilkan. Menjamin bahwa produk
yang dihasilkan telah memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan
oleh perusahaan dan pemerintah serta mendekati harapan konsumen
bahkan memberi lebih dari yang diharapkan oleh konsumen. Dan
tentunya agar produk dapat bersaing di pasaran baik pasar nasional
maupun internasional.
B. KARAKTERISTIK GOOD TIME COOKIES
1. Atribut Utama Cookies
Analisis tentang karakteristik produk cookies dapat digunakan
sebagai upaya pendahuluan untuk mengetahui mutu dan sifat-sifat produk,
baik sifat kimia, fisik, dan mikrobiologi. Mutu adalah hal-hal tertentu yang
membedakan produk satu dengan lainnya, terutama yang berhubungan
dengan daya terima dan kepuasan konsumen (Andarwulan dan Hariyadi,
2006). Mutu cookies berhubungan dengan atribut yang dimiliki oleh
cookies sehingga produk tersebut dapat diterima oleh konsumen. Oleh
karena itu, sangat penting untuk mengetahui atribut yang dimiliki oleh
cookies.
Secara umum, atribut yang dimiliki oleh produk pangan adalah rasa,
aroma, tekstur, bentuk, warna, dan penampakan (visual). Atribut yang
dimiliki produk cookies secara umum yang ada di pasaran berdasarkan
survei konsumen dapat dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan hasil survei
tersebut, atribut cookies secara berurutan dari atribut yang penting ke
atribut yang tidak penting adalah rasa (1.37), tekstur (2.35), aroma (3.45),
warna (3.91), dan visual (3.92). Survei ini menggunakan uji rangking,
dimana atribut yang memiliki skor paling rendah merupakan atribut utama
cookies. Berdasarkan uji friedman dan LSD ranking, atribut utama produk
cookies adalah rasa, karena rasa memiliki skor ranking terendah dari
keempat atribut yang lain dan berbeda nyata pada taraf 5%. Tabulasi hasil
survei dan hasil uji statistik (Friedman dan LSD ranking) terdapat pada
Lampiran 10.
Gambar 6. Atribut utama cookies
Setelah rasa, mutu utama produk biskuit seperti cookies adalah
kerenyahannya. Cookies biasanya dinilai dari teksturnya. Menurut Brown
(2000), konsumen mengenal cookies karena memiliki rasa yang manis dan
renyah. Tekstur cookies meliputi kerenyahan, kemudahan untuk
dipatahkan, dan konsistensi pada gigitan pertamanya (Fellows, 2000).
Menurut Arpah (2001), tekstur merupakan atribut utama yang mudah
diidentifikasi oleh konsumen bila produk biskuit termasuk cookies sudah
mengalami penurunan mutu. Dalam hal ini adalah tekstur (kerenyahan)
cookies yang sudah mulai turun atau cookies menjadi lembek (sogginess)
sehingga tidak dapat diterima oleh konsumen.
Hasil survei yang dilakukan menunjukkan bahwa 69% responden
menyatakan bahwa produk Good Time cookies disukai oleh konsumen
karena aspek organoleptik yaitu rasa dan bentuk atau visaul cookies
(Gambar 7). Menurut Brown (2000), konsumen akan lebih mudah
mengenal produk cookies berdasarkan karakteristik organoleptik yang
dimilikinya. Rasa merupakan atribut utama produk cookies yang
menentukan tingkat kesukaan konsumen terhadap produk cookies
(Mileiva, 2007). Secara umum, produk cookies yang ada di pasaran
memiliki rasa manis dan gurih karena cookies tersusun dari gula, susu,
garam, dan telur. Komponen tersebut sebagian besar merupakan penyusun
3.91
1.37
3.45
2.35
3.92
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
Sk
or
Ra
nk
ing
Warna RasaAroma Tekstur (kerenyahan)Penampakan (visual)
1,50
3,76
2,05
2,69
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
4,00
Sk
or
Ra
nk
ing
Chocochip Diameter Warna Bentuk
adonan krim pada cookies. Selain itu, perisa pangan (flavour) sering
ditambahkan untuk memperkuat rasa pada produk pangan tersebut.
Gambar 7. Karakteristik produk Good Time cookies
Selain karena rasanya Good Time cookies disukai oleh konsumen
juga karena mutu visualnya. Tabulasi hasil survei terdapat pada preferensi
konsumen terhadap atribut visual dapat dilihat pada Lampiran 11. Faktor
visual yang paling mempengaruhi tersebut adalah adanya chocochip yang
ada di permukaan cookies seperti telihat pada Gambar 8. Survei dilakukan
dengan uji ranking dimana chocochip memiliki nilai yang paling rendah.
Gambar 8. Atribut visual Good Time cookies
4%
22%
69%
4%1%
Kemasan Merek Rasa&Bentuk Iklan Harga
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan jumlah cokelat butir
yang terdapat pada permukaan cookies dari masing-masing produk cookies
dengan cokelat butir (Gambar 9) dengan merek Broniz, Mia Classy,
Chocomania, Chipy dan Siesta diketahui bahwa produk Good Time
memiliki jumlah cokelat butir yang lebih banyak jika dibandingkan
dengan produk lainnya. Selain itu ukuran cokelat butirnya lebih besar,
utuh, dan tersebar merata pada cookies. Hasil pengamatan dan perhitungan
tersebut dapat dilihat pada Gambar 9 dan Tabel 9.
Gambar 9. Produk cookies dengan taburan cokelat butir
Tabel 9. Jumlah chocochip di permukaan beberapa produk cookies
Merek Chocochip
cookies
Kisaran jumlah
chocochip
Good Time cookies (C3) 5 – 11
Broniz 2 -7
Mia Classy 0 – 3
Chocomania 2 – 5
Chipy Monde 0 -4
Siesta 2 – 6
Kriteria lainnya yang juga diharapkan konsumen dari sebuah
produk cookies dengan taburan cokelat butir yang dirangkum berdasarkan
hasil wawancara diantaranya berupa intensitas rasa manis, rasa cokelat,
kerenyahan, intensitas warna cokelat base cookies, ketebalan cookies,
ukuran diameter, dan hancur tidaknya produk (keutuhan), aroma susu dan
tentunya yang paling banyak disebut adalah jumlah, keutuhan dan ukuran
dari cokelat butir. Akan tetapi, keputusan pembelian produk cookies oleh
konsumen lebih banyak didasarkan pada refrensi konsumen terhadap
produk tersebut sebelumnya dan display produk tersebut di toko.
Pada Gambar 10 tersaji foto dari beberapa produk cookies dengan
taburan cokelat butir. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh hasil
sebanyak 19 orang memilih produk nomor 4 (Good Time cookies), 4 orang
memilih produk nomor 1 (Broniz) dan 3 orang memilih produk nomor 5
(Chipy), 2 orang memilih produk nomor 3 (Chocomania), dan 2 orang
sisanya memilih nomor 2 (Mia Classy). Alasan pemilihan produk Good
Time adalah jumlah cokelat butirnya yang lebih banyak, ukuran
diameternya yang lebih besar, dan tekstur permukaanya lebih menarik.
Alasan pemilihan produk Bronis dikarenakan warna base cookiesnya lebih
cokelat sehingga mengesankan rasa cokelat yang lebih kuat, sedangkan
alasan pemilihan produk Ciphy lebih dikarenakan ukurannya yang mungil,
berbeda dari produk yang lainnya. Tabulasi hasil wawancara tersaji pada
Lampiran 12.
Gambar 10. Perbandingan beberapa produk chocochip cookies
1 2 3 4 5
2. Karakteristik Kimia Cookies
a. Nilai Gizi Makro Produk
Berdasarkan hasil analisis kimia, kandungan gizi pada Good
Time cookies belum sepenuhnya memenuhi persyaratan mutu SNI
biskuit. Menurut Khomsan (2007), cookies memiliki kandungan lemak
dan gula yang tinggi namun rendah dalam kandungan gizi yang lain.
Good Time cookies memiliki kandungan lemak yang telah memenuhi
persyaratan SNI, kandungan serat serat kasar yang lebih tinggi dari
standar SNI dan kandungan karbohidrat dan protein masih dibawah
SNI. Diperlukan formulasi yang dapat meningkatkan kandungan gizi
terutama protein dan karbohidrat pada Good Time cookies. Hasil
analisis kimia produk Good Time cookies dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Hasil analisis kimia Good Time cookies
Ket : * Hasil perhitungan per 100 g r produk ** Hanya dilakukan pada C3
Pada penelitian ini dilakukan juga benchmarking terhadap
informasi nilai gizi dari beberapa produk cookies dengan taburan
cokelat butir di pasaran yang meliputi positioning produk, ukuran
sajian, kandungan protein, lemak, serat kasar, karbohidrat, dan energi.
Hasil benchmarking ini digunakan sebagai masukan untuk
pengembangan kandungan gizi produk Good Time cookies. Hasil
bench marking tersebut dapat dilihat pada Tabel 11.
Parameter Hasil Analisis
SNI 01-2973-1992 C2* C3*
Air (%) 2.06 2.17 Maks 5
Abu (%) 1.66 2.17 Maks 1.5
Protein (%) 6.36 7.33 Min 9
Lemak (%) 23.30 20.43 Min 9.5
Serat Kasar (%)** - 2.82 Maks 0.5
Karbohidrat (%) 65.70 68.10 Min 70
Energi (kkal) 497.94 481.72 Min 400
Tabel 11. Informasi nilai gizi makro beberapa merek chocochip cookies dengan taburan cokelat butir
Ket: ( ) jumlah gizi persaji
1. Kadar Air
Kadar air mempengaruhi penampakan, citarasa, dan
keawetan cookies. Kadar air cookies merupakan karakteristik kritis
yang mempengaruhi penerimaan konsumen tehadap cookies karena
dapat menentukan tekstur (kerenyahan) cookies (Brown, 2000).
Kandungan air yang tinggi membuat cookies tidak renyah dan
teksturnya kurang disukai. Menurut Badan Standarisasi Nasional
(1992), kadar air cookes maksimal mempunyai kadar air 5%.
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa kadar air C2
adalah 2.06% dan C3 sebesar 2.17% (Tabel 10). Kadar air C2 dan
Para-
meter
Good Time Choco
mania Broniz Siesta
Chipy
chocol
ate-
chip
WRP
Cookies
Diet
C2* C3* C3 C3 C3 C2
Positioning High quality
product general general general general
Diet
cookies
Ukuran saji 29 g 29 g 21 g 20 g
Per -keping
(7 g)
25 g 20 g
Protein
(g)
6.36
(1.8)
7.33
(2.1)
9.52
(2)
10
(2)
6.29
(0.44)
4
(1)
5
(1)
Lemak
(g)
23.30
(6.7)
20.43
(5.8)
23.8
(5)
25 23.85
(1.67)
24
(6)
25
(5)
Serat Kasar
(g) - 2.82 0 - - -
10
(2)
Karbohidrat
(g)
65.70
(18.8)
68.10
(19.5)
66.7
(14)
60
(12)
65.85
(4.61)
60
(15)
55
(11)
Natrium
(mg)
399
(114)
482.7
(140)
523.8
(110)
250
(50)
n.a 480
(120)
500
(100)
Energi (kkal)
497.9
(142)
481.7
(139)
476.2
(100)
500
(100)
503
(35.21)
520
(130)
500
(100)
C3 sudah memenuhi standar SNI. Kadar air yang rendah
mengakibatkan umur simpan produk menjadi cukup panjang
(kurang lebih satu tahun) tanpa memerlukan tambahan bahan
pengawet. Tahap pengeringan yaitu pemanggangan dalam oven
dengan kisaran suhu 175-195oC menyebabkan penurunan kadar air
pada cookies. Pemanggangan meliputi reaksi bersama antara
transfer panas dan transfer massa dimana energi panas dipindahkan
ke dalam bahan pangan melalui permukaan pemanas dan udara di
dalam oven, kemudian kandungan air (massa) dipindahkan dari
bahan pangan ke udara di sekelilingnya.
2. Kadar Abu
Sekitar 96% dari komposisi bahan pangan adalah bahan
organik dan air, sedangkan sisanya adalah unsur bahan anorganik.
Bahan anorganik dikenal sebagai mineral. Dalam proses
pembakaran, bahan anorganik tidak terbakar sehingga disebut
dengan abu (Winarno, 1992). Oleh karena pemahaman itu, kadar
abu juga dapat diartikan sebagai kadar dari komponen yang tidak
mudah menguap, tetap tertinggal dalam pembakaran dan pemijaran
senyawa organik.
Kadar abu C2 adalah 1.66% sedangkan C3 memiliki kadar
abu yang lebih tinggi, yaitu 2.17% dalam basis basah (Tabel 10).
Kadar abu yang dimiliki oleh Good Time cookies tidak memenuhi
SNI yaitu maksimum 1.5%. Kadar abu berarti juga jumlah mineral
dari produk. Kandungan mineral pada produk Good Time cookies
yang cukup tinggi ini berasal alami dari bahan baku yang
digunakan dan dari fortifikasi mineral pada terigu sesuai
persyaratan SNI terigu. Pada formula produk sendiri tidak
dilakukan penambahan mineral secara khusus. Berbagai bahan
baku lainnya yang berkontribusi terhadap jumlah kadar abu cookies
diantaranya adalah kuning telur, lesitin, dan cokelat bubuk. C3
memiliki kadar abu yang lebih tinggi karena C3 menggunakan
bahan baku yang lebih banyak menyumbangkan kandungan
mineral daripada C2 yaitu cokelat bubuk.
3. Kadar Protein
Protein merupakan senyawa yang mengandung unsur-unsur
C, H, O, dan N. Kadar protein yang diperoleh adalah kadar protein
kasar karena dihitung berdasarkan pada nitrogen yang terkandung
dalam bahan (Apriyantono et al., 1989). Protein pada cookies
sebagian besar berasal dari susu, telur, dan terigu. Umumnya,
terigu yang digunakan pada pembuatan cookies adalah terigu lunak
dengan kandungan protein 8%-9%. Menurut Anonimb (1981),
terigu protein rendah dengan kandungan protein 8%-10% yang
sangat ideal digunakan untuk pembuatan kue kering.
Selama proses pengolahan panas, misalnya pemasakan,
sterilisasi komersial, pengeringan atau pemanggangan, dan
pembakaran, protein yang terkandung dalam bahan pangan akan
mengalami perubahan. Penyebab utama terjadinya perubahan
kandungan protein dalam bahan pangan adalah denaturasi protein
dan reaksi protein dengan komponen-komponen lain dalam bahan
pangan (Andarwulan dan Hariyadi, 2006).
Berdasarkan hasil analisis, diperoleh kadar protein pada C2
adalah sebesar 6.36% dan pada C3 sebesar 7.33% (Tabel 10).
Kadar protein Good Time cookies ini belum dapat memenuhi
standar SNI, yaitu minimum 9%. Berdasarkan benchmarking
dengan produk sejenis (Tabel 11) kandungan protein Good Time
cookies masih di bawah produk cookies kategori umum lainnya.
Untuk meningkatkan kandungan protein produk akhir dapat
digunakan bahan baku sumber protein seperti telur ataupun
konsentrat protein dalam jumlah yang lebih banyak (Almatsier,
2002). Salah satu konsentrat protein yang sering digunakan adalah
konsentrat protein dari kedelai. Menurut Manley (1998)
penggunaan tepung kedelai sebanyak 3%-4% dari berat terigu
dapat digunakan untuk memperbaiki penampakan, kualitas makan,
dan umur simpan produk jika digunakan.
4. Kadar Lemak
Lemak berfungsi sebagai sumber citarasa dan memberi
tekstur lembut pada cookies. Selain itu, lemak merupakan sumber
energi yang memberikan nilai energi lebih besar daripada
karbohidrat dan protein, yaitu 9 kkal per gr (Almatsier, 2002).
Standar mutu SNI mensyaratkan jumlah minimal lemak pada
cookies adalah sebesar 9.5%. Berdasarkan hasil analisis, kadar
lemak C2 adalah 23.3% dan C3 sebesar 20.43%. C2 dan C3 sudah
memenuhi persyaratan kadar lemak minimal berdasarkan SNI.
Lemak merupakan komponen penyumbang energi kedua
pada Good Time cookies setelah karbohidrat. Sumbangan energi
dari lemak kurang lebih satu pertiga dari total kalori kedua produk.
Lemak yang ada pada cookies berasal dari shortening, mentega,
dan telur. Kandungan lemak pada C2 lebih tinggi dibandingkan
dengan C3, dikarenakan pada formula C2 digunakan komponen
lemak yang lebih banyak daripada C3. Komposisi C2 selain
menggunakan shortening, dalam formulanya juga ditambahkan
mentega untuk meningkatkan rasa dan aroma produk. Berdasarkan
hasil perbandingan kandungan lemak produk Good Time cookies
dengan produk cookies lainnya diketahui bahwa kandungan lemak
cookies tersebut secara umum tidak berbeda jauh (Tabel 10).
Kandungan lemak (per 100 gr) dari produk Good Time cookies ini
lebih rendah dibandingkan kandungan lemak dari produk cookies
diet WRP. Namun untuk dapat memposisikan diri sebagai diet
cookies, diperlukan peningkatan komponen gizi untuk memenuhi
kebutuhan diet lainnya.
5. Kadar Karbohidrat
Karbohidrat adalah sumber energi utama bagi manusia dan
hewan serta harganya relatif murah. Di negara-negara sedang
berkembang, kurang lebih 80% energi makanan berasal dari
karbohidrat (Almatsier, 2002). Komponen karbohidrat yang
banyak pada produk pangan adalah pati, gula, pektin, dan selulosa.
Karbohidrat juga berperan dalam pembentukan karakteristik
produk pangan.
Penentuan kadar karbohidrat cookies menggunakan cara
perhitungan kasar atau juga disebut carbohydrate by difference.
Menurut Winarno (1992), perhitungan carbohydrate by difference
adalah penentuan karbohidrat dalam bahan pangan secara kasar
dan hasilnya biasanya dicantumkan dalam daftar komposisi bahan
pangan. Kadar karbohidrat C2 dan C3, yaitu 65.70% dan 68.10%
(Tabel 10). Nilai karbohidrat tersebut berada di bawah nilai yang
dipersyaratkan oleh SNI, yaitu minimum 70%. Perubahan
komposisi formula dengan meningkatkan penggunaan tepung-
tepungan ataupun bahan makanan lain yang kaya karbohidrat
diharapkan dapat meningkatkan kadar karbohidrat pada cookies
6. Serat Kasar
Serat adalah karbohidrat kompleks dalam bahan pangan yang
tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan manusia,
sehingga dapat mencapai usus besar dan dicerna oleh bakteri
probiotik (Winarno, 1992). Serat kasar adalah bagian pangan yang
tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan
dalam penentuan kadar serat kasar, yaitu H2SO4 dan NaOH.
Menurut Winarno (1992), kira-kira hanya sekitar seperlima sampai
setengah dari seluruh serat kasar yang benar-benar berfungsi
sebagai dietary fiber. Sumber serat kasar yang terdapat pada
cookies ini dapat berasal dari tepung terigu dan bubuk coklat.
Pada Tabel 10 terlihat hasil analisis kadar serat kasar C3
adalah 2.82% sedangkan pada C2 tidak dilakukan analisa. Nilai
tersebut melebihi persyaratan mutu SNI, yaitu maksimum 0.5%.
Namun, hal tersebut tidak menjadi masalah mengingat produk
cookies ini bukan makanan bayi yang tidak menghendaki kadar
serat kasar yang tinggi. Konsumsi serat bermanfaat untuk
kesehatan, lebih lagi saat ini serat menjadi tren yang termasuk
dalam kategori pangan fungsional yang mulai banyak diminati oleh
konsumen terutama bagi mereka yang ingin berdiet.
Dari hasil benchmarking (Tabel 11), diketahui bahwa
kandungan serat pada pada cookies diet (WRP) lebih tinggi
dibandingkan dengan cookies lainnya yaitu sebesar 10%.
Kandungan serat pada Good Time cookies yang masih rendah dapat
ditingkatkan dengan mensubstitusi sebagian terigu yang digunakan
dengan bahan baku yang memiliki kandungan serat (serat larut dan
tidak larut) yang baik. Penggunaan sumber serat seperti whole
grain (wheat, oat, rye) dan bran (oat bran, rice bran, dan wheat
bran) dapat digunakan untuk menghasilkan produk cookies tinggi
serat yang baik untuk kesehatan.
7. Nilai energi
Nilai energi makanan dapat diperoleh dari konversi protein,
lemak, dan karbohidrat menjadi energi. Satuan energi dinyatakan
dalam unit panas atau kilokalori (kkal). Sumber energi terbesar
adalah lemak yang menghasilkan 9 kkal energi per gr, sedangkan
karbohirat dan protein menghasilkan energi sebesar 4 kkal per gr
(Almatsier, 2002). Pada C2 dan C3, komponen gizi yang
memberikan nilai energi terbesar adalah karbohidrat dan lemak
yang kandungannya cukup tinggi pada cookies.
Hasil perhitungan (Tabel 10) menunjukkan nilai energi
Good Time C2 adalah sebesar 497.4 kkal dan C3 adalah sebesar
481.72 kkal per 100 gr cookies. Berdasarkan SNI, nilai minimum
energi untuk cookies adalah 400 kkal per 100 gr. Nilai energi Good
Time cookies sudah sesuai dengan SNI. Energi persajian (29 gr~4
keping) cookies C2 sebesar 142 kkal dan C3 sebesar 139 kkal.
Menurut Khomsan (2007) mengkonsumsi snack satu sajian dengan
kandungan energi 100 - 200 kkal tidak menyebabkan kenaikan
berat badan jika dikonsumsi moderat.
Berdasarkan penagamatan nilai energi beberapa produk
cookies dengan taburan cokelat butir lainnya (Tabel 11), diketahui
bahwa kandungan energi dari produk - produk cookies yang ada
dipasaran ternyata hampir sama walaupun positioning produk
berbeda. Fakta ini dapat dimanfaatkan untuk mengubah persepsi
bahwa mengkonsumsi regular cookies (non diet cookies) akan
menyebabkan kenaikan berat badan dan tidak cocok untuk snack
bagi mereka yang sedang berdiet.
Ukuran sajianlah yang memperngaruhi nilai energi yang
tercantum pada label informasi gizi. Nilai energi persaji produk
dapat lebih kecil jika ukuran persajinya lebih rendah. Ukuran saji
produk Good Time cookies cukup besar (29 gr) dibandingkan
dengan dengan kuran persaji produk cookies secara umum dari
hasil pengamatan yaitu sebesar ± 20 gr (4 keping). Sehingga energi
persaji Good Time cookies ± 140 kkal hampir setara dengan satu
setengah kali porsi energi yang dihasilkan dari produk lainnya
yaitu ± 100 kkal. Pengurangan ukuran cookies dapat dijadikan
alternatif untuk memperoleh ukuran persaji yang lebih rendah
dibandingkan dengan pengurangan jumlah cookies persajinya.
b. Nilai Gizi Mikro Produk Good Time Cookies dan AKG
Bahan baku penyusun cookies merupakan kontributor utama
kandungan vitamin dan mineral pada produk. Hal ini dikarenakan,
Good Time cookies tidak menggunakan tambahan fortifikan vitamin
dan mineral. Tabel 12 menunjukkan hasil perhitungan kandungan
vitamin dan mineral dengan memperhitungkan faktor penyusutan
vitamin dan mineral yang terjadi selama proses pengolahan
berdasarkan literatur. Perhitungan kandungan vitamin dan mineral
yang ada pada Good Time cookies tersebut dapat dilihat pada
Lampiran 13. Kandungan gizi yang diperkirakan ini tidak berdasarkan
daya cerna dan daya serap dari komponen gizi tersebut.
Tabel 12. Kandungan vitamin dan mineral perkiraan dan persentase kehilangan vitamin dan mineral pada C2 dan C3 per sajian cookies
a Harris, R.S. dan Kamas, E.1975. bManley, 2001, cSayuti, 2002 dan, dBauernfeind dan Lachance, 1999.
Konversi jumlah vitamin dan mineral perkiraan dalam AKG ini
bertujuan melihat potensi untuk dilakukannya klaim nutrisi. Sebagai
acuan penetapan nilai AKG digunakan nilai acaun label gizi untuk
kelompok konsumen kategori umum (2000 kkal) dari BPOM yaitu
AKG tahun 2003 dan 2007. Nilai AKG i gizi mikro produk pada Tabel
13.
Komponen Gizi Penyu-
sutan
Jumlah/ 28.5 g C2
Jumlah/ 28.5 g C3
MINERAL
Besi (Fe), (mg) 0%a 1.06 1.15
20%b 0.85 0.92
Magnesium Mg, (mg) 0%a 6.25 9.94
3%a 6.07 9.64
Kalsium (Ca), (mg) 0%a 12.56 9.22
3%a 12.18 8.94
Seng (Zn), (mg)
0%a 0.56 0.59
3%a 0.55 0.57
20%d 0.45 0.47
Kalium (K), (mg)
0%a 37.05 58.11
3%a 35.94 56.37
Fosfor (P), (mg)
0%a 25.00 29.54
3%a 24.25 28.66
Selenium (Se), (µg) 0%a 2.15 2.30
3%a 2.08 2.23
VITAMIN
Folat (µg)
7%a,b 34.46 33.02
50% a 18.52 17.75
95% 1.85 1.78
Vitamin K (µg) 0%a 0.18 0.13
5%a 0.17 0.12
Choline (mg) 0%a 2.20 4.68
5%a 2.09 4.44
Vitamin A (IU) 18%a,b 41.91 3.99
74%c 13.29 1.26
Vitamin C (mg) 60%a,b 0.01 0.00
Vitamin B1 (mg) 20%a 0.06 0.06
32%b 0.05 0.05
Vitamin B2 (mg) 15%a 0.07 0.08
Vitamin E (mg) 27%a,b 0.58 0.75
Tabel 13. Perkiraan nilai kecukupan gizi (AKG) mikro Good Time cookies pada berbagai tingkat penyusutan
Komponen
Nutrisi
Penyu
sutan
2003
Komponen
Nutrisi
Penyu
sutan
2007
%AKG/
28.5 g
(C2)
%AKG/
28.5 g
(C3)
%AKG/
28.5 g
(C2)
%AKG/
28.5 g
(C3)
Folat 400 µg
7%a,b 8.61 8.25 Folat
400 µg
7%a,b 8.61 8.25
50%a 4.63 4.44 50%a 4.63 4.44
95%c 0.46 0.44 94%c 0.46 0.44
Vitamin K 65 µg
0%a 0.28 0.10 Vitamin K 60 µg
0%a 0.30 0.21
5%a 0.26 0.10 5%a 0.29 0.20
Choline 550 mg
0%a 0.40 0.85 Choline 550 mg
0%a 0.40 0.85
5%a 0.38 0.81 5%a 0.38 0.81
Vitamin A 5000 IU
18%a,b 0.84 0.08 Vitamin A 5000 IU
18%a,b 0.84 0.08
74%d 0.27 0.03 74%d 0.27 0.03
Vitamin C 60 mg 60%a,b 0.73 0.07
Vitamin C 90 mg 60%a,b 0.01 0.00
VitaminB1 1.2 mg
20%a 5.29 5.03 Vitamin B1 1 mg
20%a 6.34 6.03
32%b 4.49 4.27 32%b 5.39 5.13
VitaminB2 1.3 mg 15%a 5.76 6.00
VitaminB2 1.2 mg 15%a 6.24 6.50
Vitamin E 10 mg 27%a,b 5.78 7.47
Vitamin E 15mg 27%a,b 3.85 4.98
Fe 29 mg
0%a 3.65 3.96 Fe 26 mg
0%a 4.07 4.42
20% 2.92 3.17 20% 3.26 3.53
Mg 260 mg
0%a 2.41 3.82 Mg 270 mg
0%a 2.32 3.68
3%a 2.33 3.71 3%a 2.25 3.57
Ca 700 mg
0%a 1.79 1.32 Ca 800 mg
0%a 1.57 1.15
3%a 1.74 1.28 3%a 1.52 1.12
Zn 10.5 mg
0%a 5.37 5.63 Zn
12mg
0%a 4.70 4.93
3%a 5.21 5.46 3%a 4.56 4.78
20%d 4.30 4.50 20%a 3.76 3.94
K 3500 mg
0%a 1.06 1.66 K 4200 mg
0%a 0.88 1.38
3%a 1.03 1.61 3%a 0.86 1.34
P 700 mg
0%a 3.57 4.22 P 600 mg
0%a 4.17 4.92
3%a 3.46 4.09 3%a 4.04 4.78
Se 34 mcg
0%a 6.31 6.77 Se 30 mcg
0%a 7.15 7.68
3%a 6.12 6.57 3%a 6.94 7.45 a Harris, R.S. dan Kamas, E.1975. bManley, 2001, cSayuti 2002 dan dBauernfeind dan
Lachance 1991
1. Kadar Vitamin A
Menurut Almatsier (2002), lemak dari telur, susu, mentega,
dan shortening merupakan beberapa sumber vitamin A. Bahan-
bahan tersebut termasuk sebagai bahan baku penyusun Good Time
cookies. Shortening yang digunakan sudah difortifikasi dengan
vitamin A. Menurut Lotfi dan Merx (1996), shortening dapat
difortifikasi dengan vitamin A dan setelah mengalami
pemanggangan terdapat retensi 80-100%.
Kandungan vitamin A produk Good Time cookies akan
mengalami penyusutan selama proses pengolahan. Menurut
Manley (2001), rata-rata kehilangan vitamin A pada biskuit adalah
18%. Penyusutan vitamin A terjadi akibat proses panas, paparan
cahaya, dan oksigen. Good Time cookies mengalami proses panas
dan terpapar oksigen selama pemanggangan. Suhu pemanggangan
yang digunakan cukup tinggi, yaitu 175-195oC. Berdasarkan hasil
perhitungan yang disesuaikan dengan penyusutan Haris R.S. dan
Kamas, E (1978) (18%) kadar vitamin A per sajian C2 adalah
sebesar 41.91 IU sedangkan per sajian C3 sebesar 3.99 IU (Tabel
12).
Menurut Sayuti (2002), penyusutan vitamin A yang terjadi
pada cookies yang terbuat dari tepung garut adalah sebesar 73.27%.
Oleh karena itu, kandungan vitamin A pada Good Time cookies
dengan menggunakan pendekatan penyusutan 74% menjadi
sebesar 13.29 IU untuk C2 dan C3 sebesar 1.26 IU. Kandungan
vitamin A pada Good Time cookies baik C2 maupun C3 ini
tergolong rendah karena hanya mencukupi sekitar 0.27% dari
kebutuhan vitamin A harian, yaitu sebesar 5000 IU. Hal ini
disebabkan terjadinya degradasi vitamin A pada bahan baku juga
terjadi selama penyimpanan dan proses pasca produksi
(Andarwulan dan Hariyadi, 2006).
Hasil perhitungan di atas didapatkan berdasarkan asumsi
bahwa hanya terjadi pada proses pengolahan saja. Selain itu, sifat
oksidatif dari mineral besi pada cookies dapat berkontribusi
terhadap besarnya kehilangan tersebut (Bauernfeind dan Lachance,
1991).
2. Kadar Asam Folat
Terigu merupakan kontributor utama asam folat pada
cookies. Terigu yang telah difortifikasi memiliki kandungan asam
folat mininmal 2 ppm (BSN, 1995). Oleh karena itu, dapat
diperkirakan Good Time cookies memiliki kandungan asam folat
yang berasal dari terigu yang digunakan dan juga dari bahan
lainnya. Asam folat sangat tidak stabil terhadap panas sehingga
akan mengalami penyusutan selama proses panas.
Menurut teori Manley (2001), kehilangan asam folat hanya
terjadi sebesar 7%. Namun, diperkirakan kehilangan 7% tersebut
terjadi karena asam folat telah dienkapsulasi. Almatsier (2002)
menyatakan bahwa sebanyak 50-95% asam folat (alami) dapat
hilang karena pemasakan dan pengolahan bahan pangan alami.
Selain panas, asam folat juga tidak stabil terhadap cahaya dan
radiasi ultraviolet. Menurut Bauernfeind dan Lachance (1991),
kristal asam folat juga dapat terdegradasi oleh cahaya dan radiasi
ultraviolet.
Penyusutan kandungan asam folat sebesar 94% terjadi pada
cookies yang terbuat dari garut yang difortifikasi dengan asam folat
(Sayuti, 2002). Berdasarkan hasil perhitungan dengan faktor
penyusutan paling ekstrim sebesar 95% (Almatsier, 2002),
kandungan asam folat per sajian C2 adalah sebesar 1.85 µg dan per
sajian C3 adalah sebesar 1.78 µg (Tabel 11). Sedangkan Mileiva
(2007) menyebutkan bahwa kandungan asam folat cookies garut
yang tidak difortifikasi asam folat adalah sebesar 23.41 µg/100 gr
atau setara dengan 6.8 µg/28.5 gr (28.5 gr adalah satu sajian Good
Time cookies). Kandungan asam folat pada Good Time cookies
diperkirakan lebih tinggi dari kandungan asam folat cookies tepung
garut. Hal ini dikarenakan Good Time cookies menggunakan terigu
yang telah difortifikasi dengan asam folat (minimal 2 ppm).
Berdasarkan hasil perhitungan dengan faktor penyusutan sebesar
50% (Almatsier, 2002), kandungan asam folat per sajian C2 adalah
sebesar 18.52 µg dan per sajian C3 adalah sebesar 17.73 µg (Tabel
12). Jumlah ini memenuhi sekitar 4% AKG folat.
3. Kadar Vitamin C
Vitamin C adalah jenis vitamin yang larut dalam air.
Berdasarkan hasil perhitungan, kandungan vitamin C per sajian C2
adalah sebesar 0.01 mg dan per sajian C3 diperkirakan tidak
mengandung vitamin C. Nilai tersebut mencerminkan bahwa bahan
baku pembuatan Good Time cookies hanya sedikit atau bahkan
sama sekali tidak mengandung vitamin C. Menurut Almatsier
(2002), vitamin C umumnya hanya terdapat di dalam pangan
nabati, seperti sayur dan buah terutama yang asam. Kontributor
vitamin C pada produk Good Time cookies adalah terigu dan susu
skim.
Vitamin C tidak stabil terhadap panas sehingga akan
mengalami penyusutan selama proses panas. Menurut Manley
(2001), penyusutan vitamin C selama proses pengolahan adalah
sebesar 60%. Kehilangan vitamin C pada Good Time cookies
terjadi selama proses pemanggangan.
Fortifikasi vitamin C sangat bermanfaat, yaitu untuk
meningkatkan asupan vitamin C, sebagai antioksidan yang
membantu melindungi vitamin A, dan meningkatkan penyerapan
besi. Keberadaan vitamin C sebagai agen pereduksi mampu
meningkatkan bioavailibilitas zat besi. Pemilihan kombinasi
fortifikan sejalan Bauernfeind dan Lachance (1991), yang
menyatakan pangan yang mengandung vitamin C merupakan
tempat yang logis untuk melakukan fortifikasi besi ataupun mineral
lainnya.
4. Kadar Vitamin B1 (Tiamin)
Menurut Almatsier (2002), tiamin banyak terdapat pada biji-
bijian dan beras. Pada Good Time cookies, sumber tiamin berasal
dari terigu yang digunakan. Stabilitas tiamin merupakan suatu
masalah dalam cookies yang mengalami proses pengolahan panas
seperti pemanggangan. Menurut Kamman et al. (1981), tiamin
merupakan vitamin larut air yang paling tidak stabil. Retensi tiamin
semakin menurun dengan meningkatnya suhu dan nilai aw. Pada
nilai aw yang tinggi, air bebas yang tersedia semakin tinggi
sehingga memudahkan transfer ekektron untuk degradasi tiamin
(Labuza dan Kamman, 1982). Oksigen terlarut juga merupakan
faktor yang berperan dalam degradasi tiamin.
Umumnya, terigu difortifikasi dengan tiamin minimal 5 ppm
(BSN, 1995). Berdasarkan hasil perhitungan, kandungan tiamin per
sajian C2 dan C3 adalah 0.05 mg. Hasil ini disesuaikan dengan
penyusutan tiamin selama proses pengolahan menurut teori Manley
(2001), kehilangan tiamin rata-rata pada biskuit sebesar 32%.
Namun menurut Harris, R.S. dan Kamas, E. (1975), kehilangan
tiamin akibat pemanggangan sebesar 20%. Kandungan tiamin pada
produk Good Time cookies tidak tinggi, namun cukup berpotensi
untuk dikembangkan.
5. Kadar Vitamin B2 (Riboflavin)
Sumber utama riboflavin pada produk Good Time cookies
adalah terigu. Terigu yang difortifikasi memiliki kandungan
riboflavin miniman 4 ppm (BSN, 1995). Oleh karena itu,
diperkirakan Good Time cookies memiliki kandungan riboflavin.
Berdasarkan hasil perhitungan, kandungan riboflavin per sajian C2
dan C3 adalah sebesar 0.07 mg dan 0.08 mg. Oleh karena itu,
kandungan riboflavin per sajian Good Time cookies hanya
mencukupi sekitar 5% dari kebutuhan riboflavin per hari.
Kecukupan gizi riboflavin harian sebesar 1.2 - 1.3 mg.
Riboflavin bersifat foto-labil sehingga apabila terekspos
cahaya terlalu banyak dalam waktu lama akan meningkatkan
kehilangan vitamin ini. Seperti halnya tiamin, riboflavin juga akan
semakin tidak stabil dengan meningkatnya suhu dan nilai aw.
Tingkat keasaman lingkungan juga mempengaruhi retensi dari
riboflavin. Menurut Tannanbaum et al. (1985), riboflavin stabil
dalam kondisi asam kuat tetapi tidak stabil dalam kondisi alkali
dan akan segea terdegradasi menjadi lumiflavin dengan adanya
cahaya.
6. Kadar Vitamin E
Vitamin E membantu menstabilkan membran sel, mengatur
reaksi oksidasi dan melindungi vitamin A. Vitamin E merupakan
antioksidan. Dalam peranannya sebagai antioksidan, vitamin E
mempunyai pengaruh besar terhadap sel, seperti sel darah merah
dan sel darah putih yang melewati paru-paru.
Vitamin E banyak tersedia dalam sayuran, telur, dan minyak
biji-bijian. Almatsier (2002) menyatakan bahwa margarin, salad
dressing, dan shortening mengandung vitamin E dalam jumlah
yang sedikit. Sebaliknya, lemak hewani seperti butter dan susu
hampir tidak mengandung vitamin E. Kandungan vitamin E pada
Good Time cookies cukup rendah. Hal ini dikarenakan vitamin E
mudah rusak selama proses panas seperti pemanggangan. Selain
itu, bahan baku yang memberikan kontribusi vitamin E pada Good
Time cookies, yaitu mentega, shortening dan telur juga sudah
mengalami proses pengolahan dengan panas. Oleh karena itu,
shortening dan telur memberikan asupan vitamin E pada produk
Good Time cookies dalam jumlah yang sedikit.
Berdasarkan hasil perhitungan, kandungan vitamin E per
sajian C2 adalah sebesar 0.58 mg dan per sajian C3 adalah 0.75
mg. Kandungan vitamin E pada Good Time cookies cukup rendah
karena per sajiannya hanya dapat memenuhi sekitar 3% dari
kebutuhan vitamin E harian, yaitu 10-15 mg. Nilai perhitungan
tersebut sesuai dengan penyusutan vitamin E menurut Harris, R.S.
dan Kamas, E. (1975) dan menurut teori Manley (2001),
kehilangan vitamin E rata-rata pada biskuit sebesar 26%.
7. Kadar Vitamin K
Vitamin K sangat penting untuk sintesis beberapa protein
termasuk dalam pembekuan darah. Berdasarkan hasil perhitungan,
kandungan vitamin K per sajian C2 adalah sebesar 0.17 µg dan per
sajian C3 adalah sebesar 0.12 µg. Hasil tersebut dihitung
menggunakan perkiraan kehilangan vitamin K menurut Harris,
R.S. dan Kamas, E. (1975) sebesar 0-5%. Kandungan vitamin K
pada C2 lebih tinggi daripada C3 karena C2 menggunakan
mentega. Mentega juga berkontribusi terhadap kandungan vitamin
K produk. Selain itu, sumber vitamin K adalah sayur-sayuran hijau
(bayam, brokoli, sawi), ikan teri kering, udang kering, tahu,
kacang-kacangan, salmon, sardine, dan susu. Hasil perhitungan
menunjukkan kandungan vitamin K pada produk Good Time
cookies sangat rendah.
8. Kadar Kolin
Asupan kolin bagi tubuh dapat diperoleh melalui dua sumber
utama, yaitu dari sintesis di dalam tubuh secara alami dan dari
pangan yang dimakan. Secara alami tubuh manusia dapat
melakukan sintesis kolin dalam jumlah terbatas. Sumber kedua
yang dapat memenuhi kebutuhan kolin adalah pangan sehari-hari
yang juga sangat penting untuk mempertahankan kesehatan.
Berdasarkan beberapa penelitian, jumlah konsumsi kolin harian
rata-rata pada orang dewasa adalah 730-1040 mg per hari
(Astawan, 2007). Sumber kolin pada produk Good Time cookies
adalah kuning telur, lesitin kedelai dan cokelat bubuk.
Berdasarkan hasil perhitungan, kandungan kolin per sajian
C2 adalah 2.09 mg dan per sajian C3 adalah 4.44 mg. Hasil
perhitungan tersebut berdasarkan penyusutan menurut Harris, R.S.
dan Kamas, E. (1975), sebesar 5%. Kandungan kolin C3 lebih
tinggi daripada C2. Hal ini dikarenakan C3 menggunakan bahan
baku yang memiliki kandungan kolin cukup tinggi yaitu lesitin
kedelai dan cokelat bubuk. Hasil perhitungan juga menunjukkan
kandungan kolin per sajian Good Time cookies hanya memenuhi
1% kebutuhan kolin harian C3 dan sangat randah pada C2. Untuk
dapat meningkatkan kandungan kolin atau hingga 10 atau 20%
RDI kolin dapat dilakukan dengan penambahan lesitin 10 kali lebih
banyak dari jumlah lesitin yang digunakan sebagai emulsifier
(Anonimo, 2008). Misalnya, gar persaji cookies mengandung 10%
RDI ditambahkan lesitin (CENTROLEX FP 30 ) sekitar 15% dari
berat tepung yang digunakan (Anonimo, 2008).
9. Kadar Besi
Kadar besi per saji cookies adalah 0.85 mg untuk C2 dan
0.92 mg untuk C3 setara dengan 3% AKG. Hasil perhitungan ini
menggunakan faktor penyusutan sebesar 20%, karena disebutkan
bahwa dapat terjadi kehilangan besi sebanyak 0-20% pada produk
pasta yang mengalami pemasakan (Bauernfeind dan Lachance,
1991). Rendahnya kadar besi cookies dikarenakan tidak melibatkan
fortifikasi zat besi dan bahan pangan sumber besi tidak termasuk
dalam bahan baku cookies. Sumber zat besi yang baik antara lain
adalah daging, ayam, ikan, telur, dan beberapa sayuran hijau
(Almatsier, 2002). Kontributor utama kandungan besi pada cookies
adalah dari terigu. Menurut BSN (1995), terigu wajib difortifikasi
zat besi minimal 50 ppm.
10. Kadar Magnesium
Magnesium merupakan mineral yang bersifat multifungsi
dan sangat diperlukan setiap sel untuk menghasilkan energi.
Magnesium diperlukan tubuh untuk memproduksi 300 jenis enzim,
pengiriman pesan melalui sistem syaraf, membuat otot-otot tetap
lentur dan rileks, serta memelihara kekuatan tulang dan gigi.
Fungsi penting lainnya adalah menjaga konsistensi detak/ritme
jantung serta membuat tekanan darah tetap normal (Anonimj,
2008).
Menurut Harris, R.S. dan Kamas, E. (1975), kehilangan
mangnesium akibat pengolahan adalah sebesar 0-3%. Berdasarkan
perhitungan kandungan magnesium pada cookies dengan
memperhitungkan kehilangan sebesar 3%, diperkirakan pada
cookies C2 per sajian terdapat magnesium sebesar 6.07 mg dan
pada C3 sebesar 9.64 mg. Kandungan magnesium pada C3 lebih
tinggi dibandingkan pada C2 karena cokelat bubuk pada C3
berkontribusi terhadap kandungan magnesium cookies dan jumlah
ini sangat rendah karena hanya dapat memenuhi kebutuhan harian
sekitar 1% saja.
11. Kadar Kalsium
Kadar kalsium per saji cookies adalah 12.18 mg untuk C2
dan 8.94 mg untuk C3. Kehilangan kalsium akibat pemanggangan
menurut Harris, R.S. dan Kamas, E. (1975) dapat terjadi hingga
3%. Rendahnya kadar kalsium cookies dikarenakan tidak
melibatkan fortifikasi zat kalsium dan bahan pangan sumber
kalsium hanya digunakan dalam jumlah kecil. Sumber utama
kalsium adalah susu. Kalsium penting untuk berbagai fungsi tubuh,
termasuk kontraksi otot dan konduksi saraf (Anonimk, 2008).
12. Kadar Fosfor
Fosfor terlibat dalam metabolisme energi dan juga
digunakan sebagai zat pembangun molekul-molekul penting seperti
DNA. Kuning telur dan cokelat bubuk merupakan bahan baku yang
berkontribusi terhadap kandungan fosfor cookies. Kadar fosfor
persaji cookies berdasarkan perhitungan menggunakan faktor
penyusutan menurut Harris, R.S. dan Kamas, E. (1975) sebesar 3%
adalah 24.25 mg pada C2 dan sebesar 28.66 mg pada C3. C3
mengandung fosfor lebih tinggi dari pada C2, karena pada C3
cokelat bubuk yang digunakan juga pada base cookeis-nya tidak
hanya pada chocochip.
13. Kadar Selenium
Selenium termasuk dalam kelompok zat gizi mikro, yaitu
jumlah yang diperlukan sangat keci (µg), namun perannya sangat
besar dalam sistem kerja biologis tubuh seperti meningkatkan daya
tahan tubuh, proses reproduksi, menjaga kesehatan otak, dan
sebagai antioksidan. Selenium diperlukan untuk sintesa salah satu
dari enzim antioksidan. Peran selenium dalam memperbaiki mood
telah dilaporkan dalam tiga hasil penelitian (Harli, 2003).
Umumnya, sumber selenium adalah bahan pangan yang
tinggi kadar proteinnya, seperti seperti ikan (tawar maupun laut),
kerang-kerangan, daging ternak, telur, ayam, bawang putih, tomat,
dan makanan fermentasi seperti tempe, tahu, yoghurt, ragi. Pada
cookies, kontributor selenium berasal dari telur. Kandungan
selenium pada cookies berdasar hasil perhitungan persajinya
diperkirakan sebesar mg pada C2 dan 2.08 µg pada C3 sebeasr
2.23 µg. Jumlah ini memenuhi AKG selenium sekitar 6%.
14. Kadar Seng
Makanan sumber seng adalah daging, hati, kerang, telur, dan
kacang-kacangan (Almatsier, 2002). Sedangakan pada cookies,
terigu yang digunakan merupakan kontributor utama kadar seng
cookies. Menurut BSN (1995), syarat minimal fortifikasi seng pada
terigu adalah 30 ppm.
Persentase kehilangan seng menurut Bauernfeind dan
Lachance (1991) dapat terjadi yaitu sebanyak 0-20% pada produk
pasta yang mengalami pemasakan. Kehilangan seng pada cookies
dapat terjadi karena proses pemanggangan cookies. Selain itu,
kehilangan juga mungkin terjadi selama distribusi ataupun
penyimpanan. Berdasarkan hasil perhitungan dengan penyusutan
sebesar 20%, kadar seng persaji C2 adalah 0.45 mg dan C3 sebesar
0.47 mg yaitu sekitar 4% AKG zat besi harian.
Berdasarkan nilai AKG komponen gizi makro Good Time
cookies diketahui bahwa persajian produk memenuhi kebutuhan
karbohidrat harian sebesar 6%, kebutuhan lemak harian sebesar 11%
(C2) dan 10% (C3), hanya memenuhi 4% dari kebutuhan harian
protein dan memenuhi kebutuhan natrium harian sebesar 5% (C2) dan
6% (C3). Berdasarkan kandungan gizi makronya terutama karbohidrat
dan lemak yang cukup tinggi, cookies termasuk produk yang kaya
energi. Oleh karena itu produk cookies juga dapat dijadikan pangan
alternatif pengganti menu utama karena cukup mengenyangkan.
Namun tentunya diperlukan keseimbangan antara komponen gizi
lainnya untuk dapat benar-benar digunakan sebagai pengganti menu
utama. Dari perhitungan kecukupan zat gizi produk tersebut, dapat
ditarik garis besar bahwa produk Good Time cookies mengandung
komponen gizi mikro yang masih terbatas jika dibandingkan dengan
gizi makronya. Walaupun demikian kandungan vitamin dan mineral
produk ini dapat ditingkatkan dengan melakukan fortifikasi vitamin
dan mineral yang diinginkan.
Berdasarkan nilai AKG masing-masing dari vitamin dan mineral
hasil perhitungan (Tabel 13), diketahui bahwa produk Good Time
cookies hanya memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral dalam jumlah
rendah. Jumlah vitamin ini tidak sampai 10% AKG baik jika dihitung
dengan standar AKG tahun 2003 maupun 2007 sehingga pada produk
belum dapat dilakukan klaim nutrisi. Namun beberapa vitamin dan
mineral diperkirakan melebihi 5% AKG nya yaitu vitamin B1 dan B2,
seng dan selenium. Kandungan folat, zat besi dan kalsiumnya juga
cukup potensial untuk ditingkatkan sehingga dapat menjadi nilai
tambah dari produk. Vitamin dan mineral tersebut potensial untuk
ditingkatkan hingga ketaraf dapat di kalim dengan melakukan
fortifikasi.
C. KEMASAN DAN PELABELAN
1. Kemasan
Good Time cookies menggunakan OPP (Oriented Polyprophylene)
sebagai kemasan primer. OPP termasuk dalam jenis matellized plastic.
Menurut Brown (2000), metallized plastic memiliki ketahanan terhadap
uap air dan gas yang lebih baik dari plastik tunggal, tidak meneruskan
cahaya, dan menghambat masuknya oksigen. Penggunaan kemasan ini
sangat sesuai untuk mengemas kopi, makanan kering, keju, dan roti
panggang. Ukuran kemasan OPP yang digunakan untuk mengemas Good
Time cookies memiliki beberapa variasi ukuran sesuai dengan ukuran berat
produk. Good Time cookies yang dikemas dengan OPP tersedia dalam 4
ukuran berat, yaitu 25 gr (khusus C3), 42 gr, dan 84 gr. Pada ukuran 42
dan 84 gr, produk disusun menggunakan bantuan tray agar memberi
bentuk pada kemasan dan melindungi produk dari efek mekanik selama
distribusi. Tray merupakan kemasan plastik yang dibuat dengan bahan
dasar berupa lembaran polipropilen atau lembaran polistiren atau lembaran
polivinilklorida (Gambar 11).
Gambar 11. Tray Good Time cookies 42 gr
Selain menggunakan OPP, digunakan juga kemasan kaleng untuk
produk Good Time assorted dengan ukuran 260 gr dan 520 gr. PT.
Arnott’s Indonesia juga mengemas kembali produk Good Time 84 gr ke
dalam kemasan karton yang disebut kemasan festival (festive pack). Dalam
kemasan sekunder ini, terdapat tiga buah Good Time 84 gr. Festive pack
ini merupakan kemasan momentual sehingga tidak rutin diproduksi.
Variasi jenis kemasan Good Time dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Variasi kemasan Good Time cookies
Variasi ukuran kemasan Good Time memiliki tiga fungsi, yaitu
fungsi harga, fungsi kenyamanan, dan fungsi lifestyle. Varian kemasan
juga digunakan untuk segmentasi pasar. Kemasan besar (84 gr) dan
medium (42 gr) lebih ditujukan untuk segmen pasar modern sedangkan
kemasan kecil (25 gr) untuk segmen pasar tradisional.
Kemasan Good Time mempunyai fungsi harga artinya variabel
kemasan, khususnya berat produk dalam kemasan digunakan oleh PT.
Arnott’s Indonesia untuk menetapkkan harga Good Time cookies yang ada
di pasaran. Semakin besar berat produk, kemasannya akan semakin besar,
dan harga produk akan semakin tinggi. Kemasan kecil (renceng, 25 gr)
mempunyai aspek ekonomis karena jumlah uang yang dikeluarkan untuk
sekali konsumsi Good Time cookies tentunya akan lebih sedikit
dibandingkan produk kemasan besar. Fungsi kenyamanan artinya kemasan
Good Time memberikan kemudahan dan kepraktisan bagi konsumen.
Aspek lifestyle merupakan keistimewaan yang ditawarkan kemasan kaleng
dan festive pack. Kemasan menonjolkan kesan lux (mewah) dilihat dari sisi
disain (elegan dan menarik) dan bahan yang digunakan. Produk dalam
festive pack memberi kesan mewah, simpel, ringan dan dengan harga
terjangkau.
Tipe kemasan produk Good Time yang bervariasi dimaksudkan
untuk memberikan keleluasaan bagi konsumen untuk memilih. Namun
demikian tetap diperlukan pengembangan jenis dan disain pengemas yang
disesuaikan dengan tren bahan pengemas saat ini dan masa yang akan
datang yaitu kemasan ramah lingkungan (mudah diperoleh dan mudah
dihancurkan) dan dapat dimanfaatkan kembali. Melihat potensi pemilihan
produk snack ke depan turut mempertimbangkan bahan dan disain
pengemas yang digunakan terutama ketika rasa dan keamanan telah
merupakan faktor yang umum dan standar.
2. Label Dan Informasi Nilai Gizi Good Time Cookies
Label yang tertera pada kemasan Good Time cookies sudah
memenuhi Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan. Dalam
undang-undang tersebut, dinyatakan bahwa label sekurang-kurangnya
memuat keterangan nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat
bersih, nama dan alamat produsen, keterangan halal, serta keterangan
tentang waktu kadaluarsa.
Label kemasan Good Time cookies juga mencantumkan informasi
nilai gizi produk atau nutrition fact. Pencantuman informasi nilai gizi pada
kemasan Good Time cookies hingga saat ini masih bersifat voluntary
labeling. Hal ini dikarenakan Good Time cookies belum mencantumkan
klaim nutrisi (kandungan gizi dan atau klaim perbandingan) atau kesehatan
pada kemasan. Informasi nilai gizi yang dicantumkan pada kemasan Good
Time cookies hanya sebatas untuk memberikan informasi kandungan gizi
produk. Oleh karena itu, informasi yang tercantum pada kemasan tersebut
masih terbatas pada kandungan gizi yang wajib dicantumkan (mandatory)
seperti terlihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Informasi nilai gizi pada kemasan C2 dan C3
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 tahun
1999 tentang Label dan Iklan Pangan, pada pasal 32 menyatakan bahwa
pencantuman keterangan tentang kandungan gizi pangan pada label wajib
dilakukan bagi pangan yang disertai pernyataan (klaim) bahwa pangan
mengandung vitamin, mineral, dan atau zat gizi lainnya yang
ditambahkan. Pencantuman pernyataan pada label bahwa pangan
merupakan sumber suatu zat gizi tidak dilarang sepanjang jumlah zat gizi
dalam pangan tersebut sekurang-kurangnya 10-19% dari jumlah
kecukupan zat gizi (AKG) sehari yang dianjurkan dalam satu takaran saji
bagi pangan tersebut (LIPI, 2004). Pencantuman keterangan kandungan
gizi secara sukarela juga tidak dilarang, sepanjang hal tersebut benar
dilakukan pada saat pengolahan pangan tersebut, dan tidak menyesatkan.
Pada penelitian ini dilakukan perhitungan ulang kandungan gizi
makro produk yang disesuaikan dengan standar nilai acuan kecukupan gizi
tahun 2007. Hal ini dikarenakan nilai AKG kandungan gizi yang
dicantumkan pada kemasan produk Good Time cookies masih
menggunakan standar nilai acuan kecukupan gizi tahun 2003. Hasil
perkiraan kandungan gizi pada Good Time cookies C2 dan C3 berdasar
AKG 2003 dan 2007 tersaji pada Tabel 14.
Tabel 14. Hasil perhitungan nilai AKG Good Time Cookies berdasar AKG 2003 dan 2007
Komponen
nutrisi
Good Time Chocochip Cookies
Good Time Chococ hip Chocolate
Cookies
Jumlah/
28.5
gram
%AKG
(2003)
%AKG
(2007)
Jumlah/
28.5
gram
%AKG
(2003)
%AKG
(2007)
Karbohidrat 142.41 5.76 (6)
6.24 (6)
19.4
5.96 (6)
6.47 (6)
Lemak 18.72 12.18 (12)
10.7 (11) 5.82
10.58 (11)
9.39 (9)
Protein 1.81 3.62 (4)
3.02 (3) 2.08
4.16 (4)
3.48 (3)
Natrium 113.71 4.73 (5)
4.94 (5) 139.08
5.79 (6)
6.05 (6)
( ) AKG setelah pembulatan
D. PEMASARAN
Good Time cookies merupakan cookies dengan taburan butiran cokelat
pertama yang ada di Indonesia. Good Time cookies sudah cukup dikenal oleh
konsumen karena produk tersebut sudah lama ada di pasaran. Oleh karena itu,
produk Good Time cookies sudah mempunyai kesan atau citra yang kuat bagi
konsumen. Segmen konsumen dari Good Time cookies adalah keluarga,
konsumen dengan usia 20 - 40 tahun, dan tingkat perekonomian menengah ke
atas untuk Good Time regular dan menengah ke bawah untuk Good Time
mini. Good Time cookies merupakan produk yang mengutamakan kualitas.
Hal ini terlihat dari mottonya yaitu ‘there is no substitutes for quality’.
Positioning produk adalah ‘high quality product with reasonable price’.
Semakin banyaknya produk sejenis Good Time akan menciptakan persaingan
di pasaran. Oleh karena itu diperlukan strategi pemasaran yang tepat, kreatif,
dan efektif merupakan kunci dari suksesnya produk di pasar.
Strategi pemasaran produk Good Time perlu dievaluasi kembali untuk
menyesuaikan keinginan konsumen dan tren yang berkembang. Perubahan
perilaku mengkonsumsi snack, isu-isu terkini, dan perkiraan perkembangan
tren dapat menjadi masukkan untuk mengarahkan product existing Good Time
agar lebih mendekati keinginan konsumen sekarang. Hal-hal tersebut juga
dapat dijadikan sebagai acuan untuk upaya repositioning produk. Saat ini tren
konsumsi produk snack adalah snack yang sehat, aman, menawarkan
kepraktisan dan kenyamanan, dan snack dengan kemasan yang ramah
lingkungan.
Repositioning produk perlu dilakukan agar posisi produk lebih jelas dan
menjadi lebih tepat sasaran ataupun sekedar untuk peremajaan merek.
Menurut Anonimn (2007), repositioning produk dapat dilakukan ketika produk
kompetitor terdekat memberi pengaruh kurang menguntungkan terhadap
peluang pasar, ketika preferensi konsumen berubah, penemuan preferensi baru
dari konsumen yang menjanjikan peluang lebih baik, dan ketika terdapat
kesalahan pada positioning pada produk sebelumnya. Menurut Anonimn
(2007), tidak mudah untuk mereposisi produk yang sudah menjadi preferensi
konsumen sehingga harus ditemukan aspek-aspek yang memenuhi kriteria
konsumen. Langkah yang dapat digunakan untuk mereposisi produk
berdasarkan kriteria segmen yang dituju menurut Anonimn (2007), yaitu
dengan mengkomunikasikan kembali kegunaan, keistimewaan, keunggulan
dari produk, mempromosikan kegunaan alternatif dari produk tersebut,
mengarahkan produk untuk dapat memiliki fungsi yang berbeda bagi masing-
masing konsumen baru, dan dengan melakukan pencarian alternatif kegunaan
potensial yang belum tereksplorasi. Reposisi produk dapat dilakukan antar
konsumen yang sudah ada dan reposisi produk antar konsumen baru.
Good Time cookies mini 25 gr merupakan ukuran kemasan produk
Good Time dalam porsi terkecil. Selain berat sajiannya lebih sedikit, produk di
dalamnya juga berukuran lebih kecil berdiameter ± 2 cm, dan jumlah cookies
perkemasannya sebanyak 12 - 13 buah. Kualitas organoleptik keseluruhan
sama dengan Good Time Chocochip chocolate regular, yang membedakan
keduanya hanya ukuran cookies dan ukuran kemasan.
Good Time mini ini ditujukan untuk target pasar tradisional, sehingga
komunikasi promosi lebih menekankan pada aspek keekonomisan (harga).
Harga perkemasan Good Time mini kurang lebih Rp. 1200. Konsep cookies
dengan ukuran mini ini dibuat dengan pertimbangan ukuran cookies yang
lebih kecil akan membuat isi cookies perkemasannya menjadi lebih banyak.
Harga murah dan terkesan banyak merupakan hal yang identik dengan
konsumen untuk pasar tradisional. Namun, sepertinya produk Good Time mini
ini kurang mendapat respon positif oleh konsumen pasar tradisional. Hal ini
dikarenakan persaingan produk-produk snack di pasar tradisional sangat ketat.
Selain konsumennya sangat sensitif terhadap harga, persaingan masih
didominasi produk seharga Rp. 500-an. Oleh sebab itu masih diperlukan
positioning produk yang lebih tepat terkait target pasar.
Di balik keekonomisannya, produk Good Time cookies mini
sebenarnya juga memiliki nilai kepraktisan. Ukuran kemasan kecil (renceng)
akan memudahkan konsumen membawa produk ketika berpergian (adventure
pack), terutama ketika terburu-buru (on the go packaging), ketika tidak cukup
space untuk menaruh produk yang dikemas dalam ukuran besar (pocket size).
Selain itu, sajian Good Time mini yang hanya satu sajian (single serve) dapat
mempermudah konsumen memperkirakan nilai gizi dan mengontrol asupan
kalori ketika mengkonsumsi produk Good Time cookies. Oleh karena itu Good
Time mini dapat juga dikomunikasikan sebagai solusi untuk dapat menikmati
cookies tanpa rasa takut kelebihan asupan kalori. Ukuran cookies yang lebih
kecil juga memberi kenyamanan secara psikologis karena sesuai dengan
keadaan psikologis dan mulut anak-anak dan wanita, ‘bite size cookies’ dapat
meminimalisir terbentuknya remahan-remahan.
Good Time cookies ukuran mini ini sangat potensial untuk dikemas
dalam kemasan renceng dan kemudian dikemas menjadi satu kemasan ukuran
besar. Hal ini melihat perkembangan produk-produk snack (biscuit dan
cookies) di pasar, dimana banyak produk yang di buat dalam ukuran mini dan
dikemas dalam pouch dengan isi yang cukup banyak sehingga dapat ditujukan
untuk konsumsi bersama-sama dengan teman.
Sebagai produk lama, eksistensi produk Good Time hingga saat ini tetap
unggul dikarenakan kualitas produk tetap terjaga. Namun tetap diperlukan
konsistensi dalam mengkomunikasikan brand personality dari produk,
misalnya melalui kegiatan promosi dan iklan yang berkesinambungan.
Menurut Anonimp (2008) komunikasi pemasaran di dalamnya mencakup
periklanan, yaitu suatu metode komunikasi non-personal dari sponsor
teridentifikasi dengan menggunakan media massa untuk membawa pesan
tentang produsen dan produk kepada pemirsa target. Selain itu, diperlukan
juga brand maintenance agar citra merek produk dapat terus dipertahankan
bahkan ditingkatkan mengingat persaingan antar produsen dengan produk
yang hampir sama semakin ketat. Komunikasi yang tepat tentang brand
personality yang dimiliki oleh Good Time cookies dapat meningkatkan
kembali brand awareness dan brand loyality konsumen terhadap produk.
Periklanan melalui media massa saat ini cukup beragam dengan biaya
bervariasi. Beriklan melalui media elektronik audiovisual memang
memerlukan biaya yang tidak sedikit, namun untuk saat ini periklanan melalui
media audiovisual tersebut dirasa paling efektif karena ditayangkan serempak
pada waktu dan channel yang sama. Beberapa fakta yang teramati adalah
terkadang produk baru dapat mengambil pangsa pasar produk lama hanya
karena iklannya yang menarik, berkesinambungan, dan meyakinkan.
Beriklan atau berpromosi melalui media elektronik tidak hanya sebatas
melalui media televisi dan radio. Saat ini media internet juga merupakan
media iklan dan promosi elektronik yang cukup dapat diandalkan karena
biayanya yang lebih murah dan lebih cepat dalam proses pembaharuan
informasi. Pemanfaatan media ini dapat dengan membuat website dan blog
sebagai media interaktif. Media ini juga dapat berlaku sepertihalnya layanan
suara konsumen yang biasanya difasilitasi melalui telepon serta pemanfaatan
lainnya.
Mengkomunikasikan produk berkualitas tentunya tidak hanya terpaku
pada iklan yang mewah sepertihalnya iklan-iklan produk kecantikan.
Mengkomunikasikan produk berkualitas juga dapat dikemas secara unik,
atraktif-kreatif, dan tentunya harus orisinil (berbeda). Seperti iklan produk
cream sandwiched cookies “Oreo” yang diproduksi oleh suatu perusahaan
yang juga menghasilkan produk bermutu. Iklannya dikemas sedemikian rupa
sehingga aspek ‘pengalaman konsumsi’nya menarik perhatian pemirsa yang
melihat iklan tersebut. Iklan produk tersebut menunjukkan cara makan produk
yang unik ‘diputar, dijilat, trus dicelupin’ membuat setiap orang yang melihat
iklan tersebut pasti penasaran untuk mencobanya (product experience)
sehingga tidak heran produk tersebut cepat menarik perhatian pasar. Cara
tersebut tentunya dapat dijadikan contoh ide awal dalam mengkomunikasikan
produk Good Time cookies.
Dari hasil evaluasi produk Good Time cookies sebelumnya, diketahui
bahwa produk Good Time cookies memiliki cokelat butir lebih banyak
dibandingkan dengan produk cookies dengan taburan cokelat butir lainya.
Cokelat butir pada Good Time cookies tersebar di bagian dalam dan
permukaan cookies. Dari aspek pemasaran produk, cokelat butir yang banyak
pada Good Time cookies ini merupakan salah satu keunggulan dari Good Time
cookies yang potensial untuk di ekspos kepada konsumen. Cokelat butir ini
dapat dikomunikasikan dengan lebih atraktif, misalnya saja cokelat butir yang
terdapat pada permukaan cookies dijadikan sebagai sarana belajar anak-anak
untuk berhitung sebelum produk dikonsumsi (lets count your chips!!). Selain
beriklan disisipkan juga sisi edukasi dengan gaya yang lebih menarik. Promosi
dengan pemberian gimmic untuk setiap pembelian produk dengan jumlah
tertentu untuk mendukung kegiatan di atas juga dapat dilakukan. Gimmic
dapat berupa buku belajar berhitung yang berisi gambar produk cookies
sebagai objek hitungan.
Selain melalui periklanan, promosi melalui brand experiance lainnya
juga penting untuk dilakukan. Diasumsikan konsumen yang memiliki
pengalaman pribadi yang berkesan terhadap produk akan bersikap lebih loyal,
misalnya saja melalui promosi dengan berinteraksi langsung dengan
konsumen yang sedang berbelanja (in place promotion). atau berpromosi
dengan menggunakan konsumen sebagai sarana promosi (peergroup) ‘satu
orang mengajak yang lain’.
E. SIKAP KONSUMEN TERHADAP INFORMASI TERKAIT PRODUK
COOKIES
Secara umum, produk dengan merek yang memiliki kesan dan
pengalaman yang baik bagi konsumen akan lebih diprioritaskan untuk dipilih.
Berdasarkan survei konsumen, Sebanyak 35% responden menyatakan bahwa
merek sebuah produk baik non pangan maupun pangan termasuk pada cookies
menjadi faktor penentu konsumen untuk memilih produk seperti terlihat pada
Gambar 14. Oleh karena itu, merek sebuah produk merupakan atribut sangat
penting yang mudah diingat oleh konsumen. Faktor penentu lainnya bagi
konsumen adalah informasi-informasi tentang produk yang dapat menjadi
referensi konsumen.
Gambar 14. Faktor penentu konsumen dalam memilih produk
Umumnya, konsumen dapat menemukan informasi yang terkait produk
pangan termasuk produk cookies pada label di kemasan produk tersebut. Hasil
survei yang dilakukan menunjukkan bahwa konsumen sudah memperhatikan
informasi yang terdapat pada kemasan produk tersebut. Seperti ditunjukkan
pada Gambar 15. sebanyak 35% responden menyatakan selalu
memperhatikan informasi yang ada di kemasan. Akan tetapi, informasi yang
diperhatikan oleh konsumen masih terbatas pada waktu kadaluarsa dan
jaminan kehalalan produk.
35%
18%
5%
33% 8%
Merek Harga Kemasan Informasi tentang produk lainnya
35%
38%
25%
2%
Selalu Sering Terkadang Tidak pernah
Gambar 15. Tingkat perhatian konsumen terhadap informasi yang tercantum pada kemasan
Salah satu informasi terkait produk yang cukup penting untuk diketahui
oleh konsumen adalah informasi nilai gizi dan pernyataan klaim tentang
keunggulan produk tersebut. Hasil survei yang terdapat pada Lampiran 14
menunjukkan sebanyak 87% responden menyatakan bahwa selain merek,
adanya pernyataan klaim pada produk cookies dapat mempengaruhi keputusan
konsumen untuk memilih produk cookies tersebut. Konsumen lebih memilih
produk pangan dengan pernyataan klaim-klaim yang sudah umum terdapat
pada produk pangan dan terkait tren yang sedang dibicarakan karena alasan
lebih dapat dipercaya. Banyaknya produk yang menggunakan pernyataan
klaim ini, membuat konsumen familiar dan beberapa konsumen menjadi
loyal.
Berdasarkan hasil survei yang dapat dilihat pada Gambar 16,
menunjukkan bahwa klaim halal merupakan jenis klaim utama yang paling
mempengaruhi pilihan konsumen (23%), selanjutnya klaim nutrisi (kandungan
zat gizi) (18%), klaim kesehatan (14%), klaim asal bahan (13%), klaim
standar/jenis/pilihan (13%) klaim jaminan mutu (10%) dan yang terakhir
adalah klaim proses (8%). Adanya jaminan kehalalan produk berupa
pernyataan klaim halal mutlak diperlukan bagi konsumen tertentu karena
alasan prinsip keyakinan sedangkan produk dengan klaim nutrisi dan atau
dengan klaim kesehatan, diminati karena alasan meningkatnya kepedulian
18%
14%
13%
10%
8%
23%
13%
Klaim nutrisi Klaim kesehatan. Klaim mengenai standar/jenis/pilihan Klaim jaminan mutuKlaim proses. Klaim tipe jaminan halal.Klaim mengenai asal bahan
2.02
3.13
4.98 5.005.43
2.88
4.55
0
1
2
3
4
5
6
Sk
or
Ra
nk
ing
Klaim Jaminan Halal Klaim Kesehatan. Klaim Standar/jenis/pilihan
Klaim Jaminan mutu Klaim Proses Klaim nutrisi.
Klaim Asal bahan
terhadap aspek kesehatan. Demikian pula pada produk cookies, prioritas klaim
yang mempengaruhi pemilihan produk cookies adalah klaim halal, klaim
nutisi dan kesehatan (Gambar 17).
Gambar 16. Jenis-jenis klaim pada produk pangan
Gambar 17. Prioritas jenis klaim pada produk cookies
Akan tetapi berdasarkan hasil survei menunjukkan bahwa sebanyak
72% responden belum dapat mengartikan esensi sebenarnya dari klaim-klaim
pada produk pangan yang mereka konsumsi. Hal ini dikarenakan kurangnya
edukasi dan sosialisasi tentang informasi pada label kemasan khususnya
terkait klaim produk. Oleh karena itu, diperlukan informasi produk yang lebih
mudah dimengerti konsumen agar tidak dipandang sebagai politik dagang.
Hasil survei mengenai prioritas klaim dan preferensi konsumen dapat dilihat
pada Lampiran 14.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Produk Good Time cookies terdiiri atas dua varian rasa, yaitu Good
Time chocochip cookies dan Good Time chocochip chocolate cookies.
Perbedaan kedua jenis cookies tersebut adalah pada bahan baku penyusunnya.
Perbedaan rasa ini bertujuan memenuhi keinginan konsumen dan
meningkatkan pangsa pasar Good Time cookies. Secara garis besar Good Time
cookies dibuat dengan proses yang sesuai standar untuk industri pangan.
Berdasarkan hasil survei, atribut cookies secara berurutan dari atribut
yang penting ke atribut yang tidak penting menurut penilaian konsumen adalah
rasa (1.37), tekstur (2.35), aroma (3.45), warna (3.91), dan visual (3.92).
Informasi lainnya yang dapat mempengaruhi pilihan konsumen adalah adanya
pernyataan klaim pada produk. Klaim kehalalan merupakan jenis klaim utama
yang paling mempengaruhi pilihan konsumen (23%), selanjutnya klaim nutrisi
atau kandungan zat gizi (18%), klaim kesehatan (14%), klaim asal bahan
(13%), klaim standar/jenis/pilihan (13%), klaim jaminan mutu (10%) dan yang
terakhir adalah klaim proses (8%).
Secara umum, cookies mengandung lemak dan gula yang tinggi tetapi
rendah dalam kandungan gizi yang lain. Berdasarkan hasil penelitian, Good
Time cookies memiliki kandungan gizi makro dan mikro yang berasal dari
bahan baku penyusunnya tetapi kandungan persajian cookies masih tergolong
rendah. Good Time cookies mengandung vitamin dan mineral yang beragam
dengan jumlah yang mencukupi sehingga dapat dijadikan sebagai keunggulan
produk dalam hal klaim kandungan gizi. Beberapa vitamin tersebut adalah
vitamin B1, B2 dan asam folat. Good Time cookies memiliki kandungan
mineral seng, besi, kalsium, fosfor dan selenium.
Produk Good Time cookies lebih disukai oleh konsumen karena faktor
organoleptiknya (rasa keseluruhan dan faktor visual). Jumlah, ukuran, dan
bentuk cokelat butir yang terlihat pada permukaan cookies merupakan
komponen atribut visual utama produk cookies dengan taburan cokelat butir.
Selain itu, cokelat butir Good Time cookies lebih banyak dibandingkan pada
produk cookies lainnya. Oleh karena itu, arah komunikasi pemasaran produk
jangka pendek dapat lebih ditekankan pada aspek visual dan organoleptik ini.
Apabila dibandingkan dengan produk-produk cookies dengan taburan
cokelat butir lainnya, kandungan gizi Good Time cookies hampir sama dengan
produk cookies lainnya. Misalnya saja kandungan lemak dan energi per seratus
gram Good Time cookies hampir sama dengan cookies cokelat butir lainnya.
Namun, ukuran satu sajian produk Good Time cookies lebih besar
dibandingkan ukuran sajian produk cookies lainnya. Ukuran satu sajian produk
Good Time cookies sebesar ± 29 gr lebih tinggi dibandingkan ukuran saji
cookies pada umumnya yang hanya sebesar ± 20 gr. Hal ini membuat nilai
gizinya terkesan lebih tinggi dibanding cookies lainnya. Merujuk pada hasil
benchmarking, komposisi gizi produk Good Time cookies dengan cookies diet,
dapat disimpulkan bahwa produk Good Time cookies berpotensi untuk
mencapai hal tersebut seperti halnya produk cookies diet WRP. Namun, untuk
itu diperlukan peningkatan kandungan serat, pengurangan kandungan
karbohidrat, pengurangan ukuran satu sajian serta pemenuhan beberapa jenis
vitamin dan mineral.
B. Saran
Produk Good Time cookies masih memerlukan pembaharuan dan
pengembangan untuk menyesuaikan tren produk snack (cookies) saat ini dan
untuk penentuan keunggulan jangka panjang. Brand refrehsing dan
repositioning merupakan kegiatan yang juga diperlukan seiring dilakukannya
perbaikan dan peningkatan kegiatan pemasaran yang didukung oleh kegiatan
marketing mix yang handal terutama pada kegiatan promosi, iklan, dan
pemasaran. Hal ini perlu dilakukan untuk memperkuat kembali kekayaan
merek dan mendukung eksistansi dari produk sehingga dapat lebih bersaing di
pasar.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Andarwulan, N. dan Sutrisno K. 1992. Bahan Pengajaran, Kimia Vitamin.. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IUC FN IPB, Bogor
Andarwulan, N. dan P. Hariyadi. 2006. Perubahan Mutu (Fisik, Kimia, Mikrobiologi) selama Pengolahan dan Penyimpanan Produk Pangan. Dalam: Modul Pelatihan Pendugaan dan Pengendalian Masa Kadaluarsa Bahan dan Produk Pangan, 7-8 Agustus 2006, Bogor.
Anonima. 2000. Nutrisi Bahan Pangan. http://www.asiamaya.com. [15 Maret 2008].
Anonimb. 1981. Pedoman Pembuatan Roti dan Kue. Penerbit Jembatan, Jakarta.
Anonimc. 1969. The Pantry: Eggs. http://www.baking911.com. [23 Juni 2008].
Anonimd. 2006. Yolk Powder Whole Egg Powder http://www.alibaba.com [4 Juni 2007].
Anonime. 2008. Alkalized Cocoa Powder. http://www.macroliteasia.com. [2 Mei 2008].
Anonimf. 2005. Tips for Baking With Cocoa Powder. http://www.progressivebaker.com. Cargill, Inc. [23 Juni 2008].
Anonimg. 2008. Use of Lecithin in Sweet Goods: Cookies. http://www.lecitina.it.com [26 Juni 2008].
Anonimh. 2004. Menangkal Penyakit Dengan Pola Makan Sehat. http://www.keluargasehat.com. [24 Juni 2007].
Anonimi. 2008. Choline the ‘Memory Vitamin” for your Child. http://www.brainy-child.com [25 Juni 2008].
Anonimj. 2008. Magnesium, Si Penguat Jantung. http://www.kompas.com. [23 Juni 2008]
Anonimk. 2008. Tulang dan Kalsium. http://www.medicastore.com. [23 Juni 2008]
Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budiyanto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Assael, H. 1992. Consumer Behavior and Marketing Action. Kent Publishing Company, Boston.
Astawan, Made. 2007. Lesitin Kedelai. http://www.info-sehat.com. [24 Juni 2007].
Badan Standarisasi Nasional. 1985. Syarat Mutu Sirup Fruktosa (SII. 1930-85). BSN, Jakarta.
____________________________ . 1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit (SNI 01-2973-1992). BSN, Jakarta.
BSN (Badan Standarisasi Nasional) . 1994. Syarat Mutu Margarin (SNI 01-3541-1994). BSN, Jakarta.
BSN (Badan Standarisasi Nasional . 1995. Syarat Mutu Telur (SNI 01-3448-1995). BSN, Jakarta.
BSN (Badan Standarisasi Nasional) . 1995. Syarat Mutu Mentega (SNI 01-3744-1995). BSN, Jakarta.
BSN (Badan Standarisasi Nasional) . 1995. Syarat Mutu Susu Bubuk (SNI 01-2970-1995). BSN, Jakarta.
BSN (Badan Standarisasi Nasional) . 1995. Syarat Gula Tepung (SNI 01-3821-1995). BSN, Jakarta.
BSN (Badan Standarisasi Nasional) . 1995. Syarat Mutu Cokelat Bubuk (SNI 01-3448-1995). BSN, Jakarta.
BSN (Badan Standarisasi Nasional) . 1996. Syarat Mutu Tepung Terigu (SNI 01-3751-1996). BSN, Jakarta.
BSN (Badan Standarisasi Nasional) . 2006. Syarat Mutu Tepung Terigu (SNI 01-3751-2006). BSN, Jakarta.
Bauernfeind, J.C. dan E. DeRitter. 1991. Foods Considered for Nutrient Addition: Cereal Grain Products. Di dalam: Bauernfeind, J.C. dan P.A. Lachance (eds.). Nutrient Additions to Food: Nutritional, Technological, and Regulatory Aspects. Food and Nutrition Press Inc., Connecticut.
Blanchfield, R. B., 2000. Food Labelling. Cambridge England. CRC Press Boca Raton, Boston.
Bovee, C.L. and J.V. Thill. 1992. Markeing. Mc Graw-Hill, New York.
Brown, A. 2000. Understanding Food: Principles and Preparation. Wadsworth Inc., Belmont.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. UI Press, Jakarta.
Chaudhari, Ram. 2007. The Future of Snacks In The Asian Market. Dalam: Asia Pasific Food Industry Vol. 01. 3 September/October 2007. PT. Bright Eastern Media Indonesia, Jakarta.
Danudiredja, D.E. 1998. Hubungan Karakteristik dan Prilaku komunikasi Penerima Bantuan P4DT Dengan Persepsi dan Partisipasi Dalam Penerapan Program P4DT Di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Tesis. Program Pascasarjana. IPB, Bogor.
Desrosier, Norman W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Golden Bintara, UI Press, Jakarta.
De Vito, J.A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. (Edisi kelima, terjemahan). Profesional Books. Harper Collin Publisher Inc, New York.
Engel, J.F., R.D. Blackwell dan P.W. Miniard. 1994. Prilaku Konsumen. Binarupa Aksara, Jakarta.
Fardiaz , D., Sri Irawati Susalit, Tetty, H.S., et al. 2007. Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan. BPOM – RI, Jakarta.
Fellows, P.J. 1990. Food Processing Principle and Practise. Ellies Horwood Limited, New York.
Floros, J.D. 1993. Shelf Life Prediction of Packaged Foods. Di dalam: Shelf Life Studies of Foods and Beverages. Charalambous, G. (ed). Elsevier Publishing, New York.
Gruenwald, G. 1992. Seri Pemasaran dan Promosi. Pengembangan Produk Baru.
PT. Alex Media Komputindo, Kelompok Gramedia. Jakarta.
Harli, Mohamad 2003. Mineral Selenium Memperbaiki "Mood" ..! www.gizi.net. [2 Mei 2008].
Harris, R.S. 1975. General Discussion on The Stability of Nutrients. Di dalam
Harris, R.S. dan E. Karmas (eds.). 1975. Nutritional Evaluation of Food Processing. The AVI Publ.Co.Inc., Westport, Connecticut.
Higdon, Jane. 2003. Choline. Linus Pauling Institute Oregon State University http://www.lpi.oregonstate.edu. [25 Juni 2008].
Hubeis, M. 1994. “Pemasyarakatan ISO 9000 untuk Industri Pangan di Indonesia”. Buletin Teknologi dan Industri Pangan. Vol. V (3). Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor.
Hyun Soo Lee. 1985. Application/Formula of HFS as Sweetener. Sun Hill, USA.
Jahi, Amri. 1988. Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara Dunia Ketiga, Suatu Pangantar. Gramedia, Jakarta.
John, C. 2005. The Incredible, Edible Egg Yolk. http://www.cholesterol-and-health.com. [26 Mei 2008].
Juran, J.M. 1989. Juran on Quality by Design. Mac Miller Company, Inc., USA.
Kamman, J.F., T.P. Labuza dan J.J. Warthesen. 1981. Kinetics of Thiamin and Riboflavin Loss in Pasta As a Function of Constant and Variable Storage Conditions. J. Food Sci. 46:1457.
Kaplan, A. 1971. Elment of Food Production and Baking. ITT Educational Service, Inc., NY.
Khomsan, Ali. 2007. Healthy Snacks for You. Dalam: Asia Pasific Food Industry Vol. 01. 3 September/October 2007. PT. Bright Eastern Media Indonesia, Jakarta.
Kinnear, T.C. and J.R. Taylor. 1991. Marketing Research and Applied Approach. Mc Graw-Hill, New York.
Kooy, L.W. 1996. Alkalized Cocoa Powder and Food Stuffs Containing Such Powder. http://www.freepatentsonline.com. [2 Mei 2008].
Kotler, P. dan G. Amstrong. 1995. Dasar-Dasar Pemasaran. Terjemahan. Intermedia, Jakarta.
Labuza, T.P dan J.F. Kamman. 1982. Comparison of Stability of Thiamin Salts at High Temperature and Water Activity. J.Food Sci. 47:664.
Lawless, H. T. dan H. Heymann. 1999. Sensory Evaluation of Food. Kluwer Academic/Plenium Publishers, New York.
LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). 2004. Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.
Lotfi, M. dan R.J.H. Merx. 1996. Micronutrient Fortification of Food. Micronutrient Initiative and International Agricultural Centre, Canada, Netherland.
Lyman, B. 1989. A Psychology of Food More Than a Matter of Taste. Van Nostrand Reinho Ld, New York.
Manley, D. 1998. Biscuits, Cookie and Crackers Maufacturing Manual. Woodhead Publishing Limited, Cambridge.
________ . 2000. Technology of Biscuits, Crackers, and Cookies. Third edition. Woodhead Publishing Limited, Cambridge.
Manley, D. 2001. Biscuit, Cracker, and Cookie Recipes for The Food Industry. Woodhead Publishing Limited, Cambridge.
Martin, John. 2006. 8th Annual Food Regulations and Labelling Standards Conference “Misleading claims and the Trade Practices Act”, Sydney.
Matz, S.A. dan T.D. Matz. 1978. Cookies and Crackers Technology. The AVI Publishing Co. Inc., Texas.
Mileiva, S. 2007. Evaluasi Mutu Cookies Garut yang digunakan pada Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk Ibu Hamil. Skripsi. Bogor IPB.
Mc Williams, M. 1979. Food Fundamental. 3rd Ed. John Wiley & Son Inc., Toronto.
Muchtadi, T.R., Purwiyatno, dan Basuki, A. 1988. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Lembaga Sumber Daya Informasi. IPB, Bogor.
Muhandri, T. dan D. Kadarisman., 2005. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Nugroho, A. 2002. Prilaku Konsumen. Studia Press, Jakarta.
Panuju, R. 2000. Komunikasi Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Peckham, G.C. 1969. Foundation of Food preparation. 2nd. Mc Milan, London.
Platz, J.L. 1985. General Information of HFS. NOVO-HFS Seminar, Jakarta.
Radio Singapore Internasinal (RSI). 2007. Bolehkah telur digantikan?. www.rsi.og [4 Juni 2007].
Rakhmat, J. 2000. Metode Penelitian Komunikasi. PT Remaja Rodakarya, Bandung.
Roslyn, N.W., dan Wiria, R.N. 2007. Kemasan Itu Bisa Menjual. http://www.marketing.co.id.
Sanjur, D. 1982. Social and Cultural Prespective in Nutrition. Prentice Hall, New York.
Sayuti, K. 2002. Profil Biokimia Darah Ibu Hamil yang Diberi Cookies Difortifikasi Zat Besi, Asam Folat, Vitamin A, Vitamin C, Zat Seng, dan Zat Iodium. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Scifffman, L. dan B. Kanuk. 1994. Fundamental of Marketing. Terjemahan. Penerbit Alumni Bandung.
Seabolt, K. R. A., 1946. Lecithin Baking Aplication. http://www.ift.confex.com [6 Mei 2008].
Silver, M. 2007. Nutrition Fact Software. http://www.silvertriad.com. [1 Juni 2008].
Stare and Williams. 1973. Living Nutrion. The C.V. Mosboy Company, St. Louis.
Sudarmadji, S., Haryono, B. dan Suhardi. 1990. Analisa Kimia dan Bahan Makanan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Suharjo. 1989. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Pusat Antar Universitas, IPB, Bogor.
Sutisna. 2001. Prilaku Konsumen dan Komunikasi pemasaran. PT. Remaja Rodakarya, Bandung.
Syarief, R., S. Santausa, dan B. Isyana. 1989. Buku dan Monograf Teknologi Pengemasan Pangan. Laboratorium Rekayasan Proses Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tannenbaum, S.R, V.R. Young dan M.C. Archer. 1985. Vitamins dan Minerals. Dalam Fennema, O.R. (ed.). Principales of Food Science. Marcel Dekker, Inc., New York.
Thorpe, J.F. 1974. Thorpe’s Dictionary of Applied Chemical. 4th edition. Vol III. Longman Green and Company, London.
Tjiptono, F. 1997. Strategi Pemasaran. Andi Offset, Yogyakarta.
Winarno, F.G. 1986. Air untuk Industri Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Lampiran 2. Kestabilan nutrisi terhadap panas
Kelompok Nutrisi
Nutrisi Susut Masak
Secara Umum(%)a
Susut Masak pada Proses
Pemanggangan (%)a
Kehilangan Rata-rata Beberapa
Mikronutrien Labil pada
Biskuit (%)b
Vitamin A 0 - 40 18 18
C 0 - 100 60 60
Biotin 0 - 60 0
Karoten (Pro A) 0 - 30
Kolin 0 - 5 Cobalamin (B
12) 0 - 10 10 10
D 0 - 40 40
Folate 0 - 100 7 7
Inositol 0 - 95
K 0 - 5
Niasin 0 - 75 5 5
Asam Panttotenat 0 - 50 25
p-Amino asam benzoat
0 - 5 -
B6 0 - 40 25
Riboflavin (B2) 0 - 75 15
Thiamin (B1) 0 - 80 20 32
Tokoferol (E) 0 - 55 27 27
Asam Lemak Esensial
0 - 10
Asam amino Esensial
Isoleusin 0 - 10
Leusin 0 - 10
Lisin 0 - 40
Metionin 0 - 10
Fenilalanin 0 - 5
Threonin 0 - 20
Triptofan 0 - 15
Valin 0 - 10 Garam Mineral
0 - 3
aHarris, R.S. dan Kamas, E.1975. bManley, 2001
Lampiran 3. Acuan label gizi produk pangan 2007&2003
Nilai Acuan Label Gizi untuk Kelompok Konsumen 2007
No Zat Gizi
Satuan
Umum
Bayi 0-6
bulan
Anak 7-23 bulan
Anak 2-5 tahun
Ibu Hamil
Ibu Menyusui
1 Energi Kal 2000 550 800 1300 2160 2425
2 Lemak Total g 62 35 27 40 60 67
3 lemak jenuh g 18 19 22
4 Kolesterol mg <300 <300 <300
5 Asam linoleat g 2 3 4 6 7
6 Protein g 60 10 20 35 81 91
7 Karbohidrat total
g 300 50 120 200 324 364
8 Serat makanan g 25 25 25
9 Vitamin A *) RE 600 375 400 440 800 850
10 Setara Karoten Total *)
mcg 7200 4500 4800 5280 9600 10200
11 Setara Beta Karoten *)
mcg 3600 2250 2400 2640 4800 5100
12 Vitamin D mcg 10 5 5 5 5 5
13 Vitamin E mg 15 4 6 7 15 19
14 Vitamin K mcg 60 5 12 18 55 55
15 Thiamin mg 1,0 0,3
0,5 0,7 1,3 1,3
16 Riboflavin mg 1,2 0,3 0,5 0,6 1,4 1,5
17 Niasin mg 15 2 5 7 18 17
18 Asam Folat mcg 400 65 90 185 600 500
19 Asam Panthotenat
mg 7 1,4 2,0 3,0 7 7
20 Piridoksin mg 1,3 0,1 0,4 0,6 1,7 1,8
21 Vitamin B12 mcg 2,4 0,4 0,6 1,0 2,6 2,8
22 Vitamin C mg 90 40 40 45 90 100
23 Kalium mg 4700 400 700 3400 4700 5100
24 Natrium mg <2300 120 370 1100 1500 < 2300
25 Kalsium mg 800 200 480 500 950 950
26 Fosfor mg 600 100 320 400 600 600
27 Magnesium mg 270 25 60 80 270 270
28 Besi mg 26 0,3 8 8 32 32
29 Yodium mcg 150 90 90 110 200 200
30 Zink mg 12 5,5 8 9,4 14,7 13,9
31 Selenium mcg 30 5 13 19 35 40
32 Mangan mg 2 0,003 0,8 1,4 2 2,6
33 Fluor mg 2,5 0,01 0,6 0,8 2,7 2,7
*) Vitamin A bersumber dari pangan (non sintetik) KEPUTUSAN BPOM RI NOMOR : HK.00.05.52.6291 TANGGAL : 9 Agustus 2007
Lanjutan Lampiran 3 Angka kecukupan gizi untuk acuan pelabelan pangan umum (2003)
Zat Gizi Satuan AKG
Energi kkal 2000
Protein g 50
Lemak Total g 55
Lemak jenuh g 20
Kolesterol mg 300
Karbohidrat total g 325
Serat makanan g 25
Vitamin A *) RE 600
Setara Karoten Total *) mg 7200
Setara Beta Karoten *) mg 3600
Vitamin D mg 5
Vitamin E mg 10,0
Vitamin K mcg 65
Thiamin mg 1,2
Riboflavin mg 1,3
Niasin mg 16
Asam Panthotenat mg 1,3
Asam Folat mg 400
Vitamin B12 mcg 2,4
Vitamin C mg 60
Kalium mg 3500
Natrium mg <2400
Kalsium mg 700
Fosfor mg 700
Besi mg 29
Magnesium mg 260
Zink mg 10,5
Selenium mcg 34
Yodium mg 130
Keterangan 1 RE = 1 mg retinol 1 RE = 12 mg karopten 1 RE = 6 mg beta karoten
KEPUTUSAN BPOM RI NOMOR : HK.00.05.5.1142 TANGGAL : 25 Maret 2003
Lampiran 4. Aturan klaim nutrisi yang dikeluarkan oleh BPOM
No Klaim Syarat
1. Pangan Berkalori Minimum 300 kkal perhari
2. Pangan Rendah Kalori ≤ 40 kkal per saji
3. Kurang Kalori Sedikitnya mengandung kalori 25 % lebih rendah dari jumlah kalori dalam pangan sejenis per saji. Syarat ini berlaku untuk klaim”kurang…” semua jenis zat gizi
4. Tanpa Kalori < 5 kkal per saji
5. Rendah Lemak ≤ 3 gram lemak per saji atau per 50 g
6. Bebas Lemak < 0,5 gram lemak per saji
7. Rendah Lemak Jenuh ≤ 1 gram lemak jenuh per saji dan ≤ 15 % kalori yang berasal dari lemak lemak jenuh; untuk makanan kecil dan makanan utama ≤ 1 gram per 100 gram dan < 10 % dari kalori berasal dari asam lemak jenuh
8. Tanpa Lemak Jenuh < 0,5 gram lemak jenuh per 100 gram atau per 100ml
9. Rendah Kolesterol ≤ 20 mg kolestrol dan asam lemak jenuh per saji
Ket: klaim kolesterol hanya berlaku bila lemak jenuh 2 gr per saji
10. Bebas Kolesterol <2 mg kolesterol per saji
11. Protein Klaim tentang protein tidak boleh dinyatakan dalam label atau iklan pangan, kecuali bila 20 % kandungan kalorinya berasal dari protein, dan jumlah yang wajar dikonsumsi per hari mengandung > 10 gram protein
12. Rendah Natrium ≤ 140 mg natrium per saji atau per 50 gram untuk pangan de
13. Bebas Natrium < 5 mg natrium per saji
14. Bebas Gula < 0,5 gram gula per saji
15. “Diperkaya”
“Ekstra”,”Plus”
“Lebih”,
“Ditambahkan”
Apabila pangan mengandung vitamin, mineral, protein, serat makanan atau kalium sedikitnya 10 % Angka Kecukupan Gizi lebih banyak dari kandungan
Zat tersebut dalam pangan sejenis per saji.
16. “Tinggi”,”Kaya Akan”, “Merupakan Sumber”
Mengandung vitamin, mineral, protein serat makanan atau kalium> 20 % dari AKG per saji, kecuali untuk karbohidrat total
17. “Mengandung” Vitamin, mineral, protein, serat, kalium 10-19 % dari AKG per saji, kecuali untuk karbohidrat total
Lampiran 5. Kuisioner penentuan tingkat kepentingan atribut produk cookies
Nama : Tanggal : Alamat : No Telpon : PETUNJUK PENGISIAN :
- Beri tanda (X) pada pilihan jawaban yang anda anggap paling tepat
- Pertanyaan berupa isian, harap dijawab dengan singkat dan jelas
A. IDENTITAS
1. Jenis kelamin anda □ Pria □ Wanita 2. Usia anda saat ini □ 15-25 tahun □ 26-35 tahun □ 36-45 tahun
3. Pekerjaan anda □ Pelajar/mahasiswa □ Pegawai negeri □ Pegawai swasta □ Ibu rumah tangga □ Wiraswasta
□ Lainnya (sebutkan)….
4.Tingkat pendidikan formal terakhir yang ditamatkan □ SD-MI □ SMP-MTs □ SMA-SMK-MA-STM □ Diploma/Akademi (S0) □ Sarjana (S1) □ Master/Magister (S2)
□ Doktor (S3) □ Lainnya (sebutkan)….
B. PERSEPSI KONSUMEN TENTANG COOKIES
1. Apakah anda pernah mendengar
produk pangan “cookies”?
a. Ya
b. tidak (stop disini)
2. Apakah anda pernah mengkonsumsi jenis produk seperti ini sebelumnya?
a. Ya
b. Tidak (stop sampai disini)
3. Seberapa sering anda mengkonsumsi produk cookies dalam seminggu a. sering (≥6 kali) b. biasa saja (3-5 kali) c. jarang (< 2 kali)
4. Apakah hal utama yang menjadi pertimbangan anda ketika membeli produk cookies?
a. Rasa
b. Ingin mencoba saja
c. Penampakan produk
d. Ukuran saji (per kemasan)
e. Harga
f. Merek
5. Peringkatkan 5 atribut dari cookies
berikut menurut Anda. (rangking 1-5, 1 = sangat penting, 2 = penting, 3 = biasa, 4 = tidak penting, 5 = sangat tidak penting)
( ) warna ( ) rasa ( ) aroma ( ) kerenyahan/tekstur ( ) penampakan
Lampiran 6. Kuisioner persepsi dan prioritas konsumen terhadap klaim pada produk cookies Nama : Tanggal : Alamat : No Telp : PETUNJUK PENGISIAN : - Beri tanda (X) pada pilihan jawaban yang anda anggap paling tepat
- Pertanyaan berupa isian, harap dijawab dengan singkat dan jelas
A. IDENTITAS
1. Jenis kelamin anda □ Pria □ Wanita 2. Usia anda saat ini □ 15-25 tahun □ 26-35 tahun □ 36-45 tahun □ 46-55 tahun □ Lebih dari 55 tahun
3. Pekerjaan anda □ Pelajar/mahasiswa □ Pegawai negeri □ Pegawai swasta
□ Ibu rumah tangga □ Wiraswasta □ Lainnya (sebutkan)….
4. Tingkat pendidikan formal terakhir yang ditamatkan □ SD-MI □ SMP-MTs □ SMA-SMK-MA-STM □ Diploma/Akademi (S0) □ Sarjana (S1) □ Master/Magister (S2)
□ Doktor (S3) □ Lainnya (sebutkan)….
B. PERSEPSI KONSUMEN TENTANG KLAIM PADA PRODUK PANGAN
1. Apakah setiap membeli produk pangan, anda memperhatikan info yang tertera pada kemasan? a. Selalu (pasti memperhatikan bila membeli produk) b. Sering (lebih banyak memperhatikan dibanding tidak) c. Terkadang (lebih banyak tidak dibandingkan memperhatikan) d. Tidak
2. Selain rasa, hal apakah yang pertama kali anda perhatikan alam memilih produk pangan? a. Nama (merek) produk b. Harga produk c. Kemasan produk (disain dan ukuran) d. Informasi tentang produk e. Lainnya (sebutkan)….
Klaim adalah pernyataan yang menegaskan, menyarankan atau mengindikasikan bahwa pangan tersebut memiliki beberapa karakteristik terkait, asal, kandungan gizi, kealamian,produksi, proses, komposisi atau segala sesuatu yang terkait kualitas produk. Seperti: Tinggi kalsium, mencegah osteoporosis, dua kali penyaringan, halal, terbuat dari bahan pilihan, fresh/alami, jaminan mutu (HACCP/ISO). 3. Apakah anda pernah menemukan adanya klaim tersebut yang tercantum pada
kemasan pangan?
a. Pernah
b. Jarang
c. Tidak pernah (stop sampai disini)
4. Pada produk pangan apakah biasanya klaim tersebut anda temukan? (boleh lebih dari 1) a. Susu/ produk2 yang terbuat dari susu b. Produk pangan diet/ untuk konsumen tertentu c. Snack (biskuit, ciki,….) d. Cokelat / permen e. Ice cream (es krim) f. Lainnya (sebutkan)
..........................................................................................................................................
.............................................................................................................................
5. Klaim apakah yang pernah anda temukan itu (pilihlah dengan melingkari kode dibawah)
llllllllll
lllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllll
6. Menurut anda, apakah fungsi dan manfaat adanya klaim pada kemasan sebuah produk pangan bagi anda ................................................................................................................................... ...................................................................................................................................
7. Apakah dengan adanya klaim tertentu anda merasa terbantu dalam mencari jenis pangan tertentu ? (misal pangan dengan kandungan gizi tertentu, jaminan halal, dll) a.Ya b.Tidak
8. Apakah anda dapat menyebutkan perbedaan pengertian dari pernyataan klaim kandungan zat gizi misal. ‘Tinggi akan kalsium’ dan ‘dipekaya kalsium’? a. ya, jelaskan................................................................................................................ b.Tidak
9. Jika ada dua jenis produk pangan (biskuit) sejenis, A dan B, dengan harga dan rasa yang identik. Apakah ada atau tidaknya klaim tertentu (lihat no 4 [a-g]) pada kemasan akan mempengaruhi anda dalam pemilihan dan pembelian produk tersebut?
a.Ya, b.Tidak
10. Apakah adanya klaim pada produk cookies mempengaruhi anda ketika memilih produk cookies? a. Ya. b. Tidak (stop sampai disini)
a. Klaim tipe Jaminan Halal
(Halal, Vegetarian, Kosher)
b. Klaim Kesehatan misal ”..dapat mengurangi resiko penyakit jantung”, “mencegah osteoporosis c. Klaim mengenai Standar/jenis/pilihan
produk Pure’, segar ‘Fresh’, ‘Natural’, alami ‘Original’, asli ‘Genuine’
d. Klaim Jaminan Mutu dapat dilihat dalam bentuk Logo misalnya logo HACCP atau ISO e. Klaim Proses
misal dipanggang bukan digoreng, (roti dengan) double proofing, UHT f. Klaim Kandungan gizi
misal ’Sumber Kalsium’ ‘Tinggi serat dan rendah lemak’, sugar free (bebas gula), “protein setara dengan segelas susu”
g. Klaim mengenai asal bahan
…’ misal ‘produk dari…’ and ‘terbuat dari
11. Bersediakah anda membayar lebih tinggi untuk produk dengan klaim (manfaat atau jaminan) tertentu? a. ya b.Tidak
12. Klaim manakah yang anda rasa penting dan bagi produk cookies tersebut (urutkan a-g)
a. Klaim kandungan gizi.
b. Klaim kesehatan.
c. Klaim mengenai standar/jenis/pilihan
d. Klaim jaminan mutu
e. Klaim proses.
f. Klaim tipe jaminan halal.
g. Klaim mengenai asal bahan
----, ----, ----, ----, ----, ----, ----.
Tiga teratas
Kode(......),alasan ........................................................................................................................................ Kode(......),alasan ........................................................................................................................................ Kode(......),alasan ........................................................................................................................................
C. PRODUK COOKIES
14. Apakah yang menjadi kriteria anda
terhadap produk cookies dengan taburan cokelat butir? Sebutkan......................,......................................................,..........................................................,..........................................................,..........................................................,........................
15. Urutkan (1-4) faktor visual produk cookies dengan taburan cokelat butir berikut dari yang paling mempengaruhi pilihan anda (diberi nomor kecil) ( ) Jumlah cokelat butir ( ) Diameter cookies ( ) Warna cookies ( ) bentuk cookies
16. Sebutkan salah satu/ beberapa merek produk Cookies?
.................................................................
................................................................. 17. Dari manakah anda mengenal merek
tersebut
a. Iklan
b. Display di toko/supermarket
c. Teman
d. Keluarga 18. Diantara merek Cookies dengan
taburan cokelat berikut manakah yang anda kenali
a. Mia Classy Cookies
b. Choco mania cookies
c. Good Time Cookies
d. Siesta cookies 19. Ciri apakah yang anda rasakan dari
produk merek tersebut dibandingkan dengan produk lain
a. Kemasan (warna, disain)
b. Merek (kualitas)
c. Rasanya
d. Iklannya
e. Harganya
Lampiran 8. Diagram alir pengolahan Good Time Cookies (C2)
Gula halus, lemak nabati, flavor, egg powder, susu bubuk, lesitin
dan garam
Penimbangan
Creaming
t = 30 detik
Pencampuran I
t = 5 menit
Pencampuran II t = 30 detik
Penipisan adonan
Pemotongan adonan (wire cutting)
Pendinginan I T = 20-27ºC
t = 12-16 menit
Pendinginan II
T = 7-9ºC t = 4-5 menit
Penyusunan cookies
Chocochip chocolate cookies
Pengecekan metal
Pengemasan I
Pengemasan II
Tepung terigu dan cokelat bubuk
Pengayakan
Penimbangan
Residu
Air
Natrium bikarbonat
Chocochip
Udara kering
Uap air
Udara dingin
(Freon)
Tray
Reject
product
OPP (Oriented
Polipropylene
Karton
Pemanggangan
Zone 1, T = 175ºC Zone 2, T = 185ºC Zone 3, T = 195ºC Zone 4, T = 190ºC Zone 5, T = 175ºC
Penyimpanan T = 25-30C t = ± 1 bulan
Lampiran 9. Diagram alir pengolahan Good Time Cookies (C3)
Gula halus, lemak nabati, flavor, egg powder, susu bubuk, lesitin
, dan garam
Penimbangan
Creaming
t = 30 detik
Pencampuran I
t = 5 menit
Pencampuran II
t = 30 detik
Penipisan adonan
Pemotongan adonan
(wire cutting)
Pendinginan I T = 20-27ºC
t = 12-16 menit
Pendinginan II
T = 7-9ºC t = 4-5 menit
Penyusunan cookies
Chocochip chocolate cookies
Pengecekan metal
Pengemasan I
Pengemasan II
Penyimpanan T = 25-30C
t = ± 1 bulan
Tepung terigu dan cokelat bubuk
Pengayakan
Penimbangan
Residu
Air
Natrium bikarbonat
Chocochip
Udara kering
Uap air
Udara dingin (Freon)
Tray
Reject
product
OPP (Oriented
Polipropylene
Karton
Pemanggangan
Zone 1, T = 175ºC Zone 2, T = 185ºC Zone 3, T = 195ºC Zone 4, T = 190ºC Zone 5, T = 175ºC
t = 8 menit
Lampiran 10. Rekapitulasi penentuan atribut utama cookies
No. Kisaran
Usia Pekerjaan
Parameter
Warna Rasa Aroma Kere-
nyahan
Penam-
Pakan
1 15-25 Pegawai Swasta 5 1 3 2 4
2 15-25 Mahasiswa 5 1 2 3 4
3 15-25 Pegawai Swasta 4 1 3 2 5
4 15-25 Mahasiswa 4 1 2 3 5
5 26-35 Pegawai Negeri 5 2 4 1 3
6 15-25 Mahasiswa 4 2 5 1 3
7 15-25 Mahasiswa 4 1 5 2 3
8 15-25 Wiraswasta 1 4 3 5 2
9 15-25 Pegawai Swasta 5 1 2 4 3
10 26-35 Pegawai Negeri 3 1 5 2 4
11 15-25 Pegawai Swasta 5 1 3 2 4
12 15-25 Pegawai Swasta 1 4 3 5 2
13 15-25 Pegawai Negeri 5 1 2 3 4
14 15-25 Mahasiswa 1 2 3 5 4
15 15-25 Mahasiswa 5 1 3 2 4
16 15-25 Mahasiswa 4 1 5 2 3
17 15-25 Pegawai Swasta 4 2 3 1 5
18 15-25 Pegawai Negeri 5 1 3 2 4
19 15-25 Mahasiswa 5 1 4 2 3
20 15-25 Mahasiswa 4 1 5 3 2
21 15-25 Mahasiswa 4 2 3 1 5
22 15-25 Pegawai Negeri 3 1 4 5 2
23 15-25 Mahasiswa 5 1 3 2 4
24 15-25 Mahasiswa 2 1 3 4 5
25 15-25 Mahasiswa 5 1 4 2 3
26 26-35 Pegawai Swasta 4 1 5 2 3
27 26-35 Pegawai Swasta 4 1 2 3 5
28 26-35 Pegawai Swasta 4 1 5 2 3
29 26-35 Pegawai Swasta 2 1 3 4 5
30 15-25 Pegawai Swasta 4 1 2 3 5
31 15-25 Mahasiswa 4 1 3 2 5
32 15-25 Mahasiswa 5 1 2 3 4
33 15-25 Mahasiswa 5 1 3 2 4
34 15-25 Pegawai Swasta 4 1 5 3 2
35 15-25 Pegawai Swasta 5 1 2 3 4
36 15-25 Pegawai Swasta 5 1 3 2 4
37 15-25 Pegawai Swasta 1 2 3 5 4
38 15-25 Mencari pekerjaan 5 1 3 2 4
39 15-25 Mahasiswa 4 1 5 2 3
40 15-25 Mahasiswa 4 2 3 1 5
41 15-25 Mahasiswa 5 1 3 2 4
42 15-25 Mahasiswa 5 1 4 2 3
43 15-25 Mahasiswa 4 1 5 3 2
44 15-25 Mahasiswa 4 2 3 1 5
45 15-25 Mahasiswa 3 1 4 5 2
46 15-25 Mahasiswa 5 1 3 2 4
47 15-25 Mahasiswa 2 1 3 4 5
48 15-25 Mahasiswa 5 1 4 2 3
49 15-25 Pegawai Swasta 4 1 5 2 3
50 15-25 Mahasiswa 4 1 2 3 5
51 15-25 Pegawai Swasta 4 1 5 2 3
52 15-25 Mahasiswa 2 1 3 4 5
53 15-25 Mahasiswa 4 1 2 3 5
54 26-35 Karyawan swasta 4 1 3 2 5
55 26-35 Sales eksekutive 5 2 3 1 4
56 26-35 Karyawan swasta 3 1 5 2 4
57 26-35 Karyawan swasta 3 1 5 2 4
58 15-25 Guru 4 1 3 2 5
59 26-35 Karyawan 2 1 3 4 5
60 15-25 Pelajar 5 2 4 1 3
61 36-45 Ibu rumah tangga 4 1 2 3 5
62 26-35 Karyawan swasta 5 1 3 2 4
63 15-25 Mahasiswa 5 1 3 2 4
64 15-25 Mahasiswa 3 1 2 4 5
65 15-25 Mahasiswa 4 1 2 3 5
66 15-25 Mahasiswa 3 1 2 4 5
67 15-25 Mahasiswa 3 1 4 2 5
68 15-25 Mahasiswa 3 1 4 5 2
69 15-25 Mahasiswa 2 3 1 4 5
70 15-25 Mahasiswa 4 2 5 1 3
71 15-25 Mahasiswa 3 1 2 4 5
72 15-25 Mahasiswa 5 3 2 1 4
73 15-25 Mahasiswa 5 3 4 1 2
74 15-25 Mahasiswa 5 1 4 2 3
75 15-25 Mahasiswa 4 1 3 2 5
76 15-25 Mahasiswa 5 3 2 1 4
77 15-25 Mahasiswa 3 2 5 1 4
78 15-25 Mahasiswa 4 1 5 2 3
79 15-25 Mahasiswa 4 2 1 3 5
80 15-25 Mahasiswa 5 1 3 2 4
81 15-25 Wiraswasta 5 1 4 2 3
82 15-25 Mahasiswa 5 2 4 1 3
83 15-25 Mahasiswa 4 2 3 1 5
84 15-25 Mahasiswa 4 2 3 1 5
85 15-25 Mahasiswa 3 1 4 2 5
86 15-25 Mahasiswa 5 2 4 1 3
87 15-25 Mahasiswa 3 2 4 1 5
88 15-25 Mahasiswa 4 2 5 1 3
89 15-25 Mahasiswa 4 2 5 3 1
90 15-25 Pegawai Negeri 3 2 5 1 4
91 15-25 Pelajar 4 1 5 2 3
92 15-25 Pelajar 3 1 5 2 4
93 15-25 Pelajar 4 1 3 2 5
94 15-25 Mahasiswa 4 2 3 1 5
95 15-25 Pegawai Swasta 3 1 4 2 5
96 15-25 Pegawai Negeri 4 1 3 2 5
97 26-35 Ibu rumah tangga 4 1 3 2 5
98 26-35 Pegawai Negeri 5 2 3 1 4
99 15-25 Pegawai Negeri 3 1 5 2 4
100 15-25 Mahasiswa 3 1 5 2 4
Jumlah 391 137 345 235 392
Rata-rata 3.91 1.37 3.45 2.35 3.92
Keterangan : 1 = Sangat penting 4 = tidak penting
2 = penting 5 = sangat tidak penting 3 = biasa
( )
83.43
6
155100960.1
=
+×=
Friedman test Ranks Test Statistics(a)
Mean Rank
Warna_a 3.91
Rasa_b 1.37
Aroma_c 3.45
Kerenyahan_d 2.35
Penampakan _e 3.92
a Friedman Test Skala ranking : 1-5( 1 = sangat penting ; 5 = sangat tidak penting)
LSD Ranking
dimana : p = banyaknya panelis t = banyaknya perlakuan R = jumlah peringkat setiap perlakuan tα/2,α = nilai kritik t pada taraf α/2 dengan derajat bebas v = α untuk taraf α = 5% nilai tα/2 = 1.960
E (392) – A (391) – C (345) – D (235) – B (137)
RE-RA = 392-391 = 1 < LSD → E = A RE-RC = 392-345 = 47 > LSD → E ≠ C RE-RD = 392-235 = 157 > LSD → E ≠ D RE-RB = 392-137 = 225 > LSD → E ≠ B RA-RC = 391-345 = 46 > LSD → A ≠ C RA-RD = 391-235 = 156 > LSD → A ≠ D RA-RB = 391-137 = 254 > LSD → A ≠ B RC-RD = 345-235 = 110 > LSD → C ≠ D RC-RB = 345-137 = 208 > LSD → C ≠ B RD-RB = 235-137 = 98 > LSD → D ≠ B
E A C D B
Berdasarkan uji Friedman, diperoleh nilai signifikansi asimtotik (=0.000)<
0.05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan diantara kelima atribut
cookies pada taraf 5%. Berdasarkan uji LSD, dapat diketahui bahwa atribut warna
dan penampkan pada cookies tidak berbeda nyata pada taraf 5%. Maka secara
berurut atribut cookies dari skor terendah ingá paling tinggi adalah rasa,
kerenyahan, aroma, warna, dan penampakan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
atribut utama cookies adalah rasa karena memiliki skor paling rendah.
N 100
Chi-Square 198.256 df 4 Asymp. Sig. .000
6/)1.(.,2/ += ttptLSD αα
Lampiran 11. Rekapitulasi prioritas konsumen terhadap faktor visual produk chocochip cookies
No Usia Pekerjaan
Parameter visual
Chocochip Diameter
Warna
base Bentuk
1 15-25 Pegawai swasta 1 3 2 4
2 15-25 Mahasiswa 1 3 2 4
3 15-25 Pegawai swasta 2 4 1 3
4 15-25 Mahasiswa 1 3 2 4
5 26-35 Pegawai negeri 3 4 2 1
6 15-25 Mahasiswa 1 4 2 3
7 15-25 Mahasiswa 1 4 2 3
8 15-25 Wiraswasta 1 4 3 2
9 15-25 Pegawai swasta 1 4 2 3
10 26-35 Pegawai negeri 1 4 3 2
11 15-25 Pegawai swasta 2 4 3 1
12 15-25 Pegawai swasta 3 4 2 1
13 15-25 Pegawai negeri 1 3 4 2
14 15-25 Mahasiswa 1 4 2 3
15 15-25 Mahasiswa 1 4 2 3
16 15-25 Mahasiswa 1 3 4 2
17 15-25 Pegawai swasta 1 4 2 3
18 15-25 Pegawai swasta 2 4 1 3
19 15-25 Mahasiswa 1 4 2 3
20 15-25 Mahasiswa 1 4 2 3
21 15-25 Mahasiswa 1 3 4 2
22 15-25 Pegawai swasta 1 4 2 3
23 15-25 Mahasiswa 1 4 2 3
24 15-25 Mahasiswa 1 4 2 3
25 15-25 Mahasiswa 1 4 2 3
26 26-35 Pegawai swasta 2 4 1 3
27 26-35 Pegawai swasta 3 4 2 1
28 26-35 Pegawai swasta 1 3 2 4
29 26-35 Pegawai swasta 1 4 2 3
30 15-25 Pegawai swasta 1 4 2 3
31 15-25 Mahasiswa 1 4 2 3
32 15-25 Mahasiswa 1 3 2 4
33 15-25 Mahasiswa 3 4 2 1
34 15-25 Pegawai swasta 2 4 1 3
35 15-25 Pegawai swasta 1 4 2 3
36 15-25 Pegawai swasta 2 4 3 1
37 15-25 Pegawai swasta 1 3 2 4
38 15-25 Pegawai swasta 2 4 1 3
39 15-25 Mahasiswa 1 4 2 3
40 15-25 Mahasiswa 3 4 2 1
41 15-25 Mahasiswa 1 4 2 3
42 15-25 Mahasiswa 3 4 1 2
43 15-25 Mahasiswa 1 4 2 3
44 15-25 Mahasiswa 1 3 2 4
45 15-25 Mahasiswa 2 4 1 3
46 15-25 Mahasiswa 1 3 4 2
47 26-35 Pegawai swasta 1 4 2 3
48 15-25 Pegawai swasta 2 4 3 1
49 15-25 Mahasiswa 2 3 1 4
50 15-25 Mahasiswa 2 3 1 4
51 15-25 Mahasiswa 1 2 3 4
52 15-25 Pegawai swasta 1 3 2 4
53 15-25 Pegawai swasta 2 4 1 3
54 15-25 Pegawai swasta 3 4 1 2
55 15-25 Pegawai swasta 1 3 2 4
56 15-25 Pegawai swasta 2 4 3 1
57 15-25 Mahasiswa 1 4 2 3
58 15-25 Mahasiswa 1 4 2 3
59 15-25 Mahasiswa 2 4 1 3
60 15-25 Mahasiswa 3 4 2 1
90 223 123 164
Rata-rata 1,50 3,72 2,05 2,73
Lampiran 12. Rekapitulasi preferensi konsumen terhadap beberapa produk cookies dengan taburan cokelat butir
No Usia Pekerjaan
PRODUK 1 2 3 4 5
1 15-25 Pegawai swasta 1 2 15-25 Pegawai swasta 1 3 26-35 Pegawai negeri 1 4 15-25 Mahasiswa 1 5 15-25 Mahasiswa 1 6 15-25 Pegawai swasta 1 7 15-25 Pegawai negeri 1 8 15-25 Mahasiswa 1 9 15-25 Pegawai swasta 1
10 15-25 Mahasiswa 1 11 15-25 Mahasiswa 1 12 15-25 Mahasiswa 1 13 15-25 Mahasiswa 1 14 26-35 Mahasiswa 1 15 26-35 Mahasiswa 1 16 15-25 Mahasiswa 1 17 15-25 Mahasiswa 1 18 15-25 Pegawai swasta 1 19 15-25 Pegawai swasta 1 20 15-25 Mahasiswa 1 21 15-25 Mahasiswa 1 22 15-25 Mahasiswa 1 23 15-25 Mahasiswa 1 1 24 26-35 Pegawai swasta 1 25 15-25 Mahasiswa 26 15-25 Mahasiswa 1 27 15-25 Pegawai swasta 1 28 15-25 Mahasiswa 1 29 15-25 Mahasiswa 1 30 15-25 Mahasiswa 1
Jumlah 4 2 2 19 3
Keterangan: 1. Broniz 2. Mia Classy 3. Chocomania 4. Good time cookies 5. Chipy
Ya Tidak
PANELIS 1 Pria 15-25 Sering Merek Sering 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 2 Wanita 15-25 Sering Informasi Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 3 Pria 15-25 Sering iseng Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 4 Pria 15-25 Sering Harga Sering 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 5 Pria 26-35 Terkadang Ukuran Jarang 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 6 Pria 15-25 Terkadang Merek Sering 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 7 Wanita 15-25 Selalu Informasi Sering 1 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 8 Wanita 15-25 Terkadang Merek Sering 1 1 Ya
PANELIS 9 Pria 15-25 Terkadang Harga Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 10 Wanita 26-35 Sering Informasi Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 11 Pria 15-25 Terkadang Informasi Sering 1 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 12 Pria 15-25 Sering Informasi Sering 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 13 Pria 15-25 Selalu Informasi Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 14 Pria 15-25 Selalu Harga Jarang 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 15 Wanita 15-25 Sering Harga Jarang 1 1 1 Ya
PANELIS 16 Wanita 15-25 Terkadang Merek Jarang 1 1 1 1 Ya
PANELIS 17 Pria 15-25 Sering Harga Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Tidak
PANELIS 18 Pria 15-25 Sering Merek Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 19 Wanita 15-25 Sering Kepingin Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 20 Pria 15-25 Terkadang Merek Sering 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 21 Wanita 15-25 Selalu coba-coba Sering 1 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 22 Pria 15-25 Sering Harga Sering 1 1 1 1 Ya
PANELIS 23 Wanita 15-25 Sering Informasi Sering 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 24 Pria 15-25 Selalu Harga Sering 1 1 1 1 Ya
PANELIS 25 Wanita 15-25 Terkadang Merek Jarang 1 1 1 Ya
PANELIS 26 Pria 26-35 Tidak Merek Sering 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 27 Wanita 26-35 Selalu Informasi Sering 1 1 1 Ya
PANELIS 28 Wanita 26-35 Selalu Harga Sering 1 1 1 1 Ya
PANELIS 29 Wanita 26-35 Selalu Merek Sering 1 1 1 1 Ya
PANELIS 30 Wanita 15-25 Selalu Informasi Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 31 Wanita 15-25 Selalu Informasi Sering 1 1 1 1 Ya
PANELIS 32 Wanita 15-25 Sering Informasi Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 33 Pria 15-25 Selalu Informasi Sering 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 34 Wanita 15-25 Sering Merek Sering 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 35 Pria 15-25 Sering Merek Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 36 Wanita 15-25 Terkadang Informasi Sering 1 1 1 Ya
PANELIS 37 Wanita 15-25 Terkadang Merek Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 38 Pria 15-25 Sering Harga Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 39 Wanita 15-25 Terkadang Merek Sering 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 40 Pria 15-25 Sering Harga Sering 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 41 Wanita 15-25 Terkadang Harga Sering 1 1 1 1 1 1 Tidak
PANELIS 42 Pria 15-25 Sering Merek Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 43 Pria 15-25 Selalu Merek Sering 1 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 44 Pria 15-25 Terkadang Informasi Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 45 Wanita 15-25 Selalu Ukuran Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 46 Pria 15-25 Selalu Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 47 Wanita 26-35 Selalu Merek Sering 1 1 1 1 Ya
PANELIS 48 Wanita 15-25 Selalu Informasi Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 49 Wanita 15-25 Selalu Informasi Sering 1 1 1 1 Ya
PANELIS 50 Wanita 15-25 Sering Informasi Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 51 Pria 15-25 Selalu Informasi Sering 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 52 Wanita 15-25 Sering Merek Sering 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 53 Pria 15-25 Sering Merek Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 54 Wanita 15-25 Terkadang Informasi Sering 1 1 1 Ya
PANELIS 55 Wanita 15-25 Terkadang Merek ikut2an Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 56 Pria 15-25 Sering Merek Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 57 Wanita 15-25 Sering Informasi Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 58 Pria 15-25 Selalu Merek Sering 1 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 59 Wanita 15-25 Selalu Ukuran Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya
PANELIS 60 Pria 15-25 Selalu kepingin Sering 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Ya
21 23 15 1 21 11 3 20 5 55 5 0 56 31 37 17 17 5 36 30 28 18 16 44 25 58 2
35% 38% 25% 2% 35% 18% 5% 33% 8% 92% 8% 0% 34% 19% 23% 10% 10% 3% 18% 14% 13% 10% 8% 23% 13% 97% 3%
Klaim tipe
jaminan
halal.
Apakah anda sering
memperhatikan informasi
nilai gizi pada label kemasan?
JarangSering
Kemasan
produk
(disain dan
ukuran)
Selain rasa, hal apakah yang menjadi pertimbangan anda dalam
memilih produk cookies
Pada produk pangan apakah biasanya klaim tersebut anda temukan?
(boleh lebih dari 1)Klaim apakah yang pernah anda temukan itu
Apakah dengan adanya klaim
tertentu anda merasa terbantu
dalam mencari jenis pangan
tertentu ?
Lainnya
(sebutkan)
….
Apakah setiap membeli produk pangan, anda
memperhatikan info yang tertera pada
kemasan?
Selalu Sering Terkadang Tidak
PANELIS
Jenis Kelamin Usia
Produk
pangan diet/
untuk
konsumen
tertentu
lainnya
cokelat/
permenPria Wanita 15-25 26-35
Nama
(merek)
produk
Harga
produk
Informasi
tentang
produk
Tidak
pernah
Susu/
produk2
yang
terbuat dari
susu
ice cream
(es krim)
Klaim
proses.
Klaim
jaminan
mutu
Snack
(biskuit,
ciki..)
Klaim
mengenai
asal bahan
Lampiran 14. Rekapitulasi preferensi konsumen terhadap informasi dan klaim pada produk cookies
Klaim
nutrisi
Klaim
kesehatan.
Klaim
mengenai
standar/jenis/p
ilihan
A B C D E F G
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
Tidak Ya Ya Ya 3 1 7 4 5 2 6 1 3 2 4 1 1
Ya Ya Ya Ya 2 5 3 4 7 1 6 1 3 2 4 1 1
Tidak Ya Ya Ya 2 1 7 6 4 3 5 2 4 1 3 1 1
Tidak Ya Tidak Tidak Tidak 2 1 7 5 6 4 3 1 3 2 4 1 1
Ya Ya Tidak Tidak 6 2 7 4 5 3 1 3 4 2 1 1 1
Tidak Ya Ya Ya 1 2 5 4 6 3 7 1 4 2 3 1 1
Ya Ya Ya Ya 3 1 5 6 7 4 2 1 4 2 3 1 1
Tidak Ya Tidak Ya 2 1 7 5 4 3 6 1 4 3 2 1 1
Tidak Ya Ya Tidak 2 1 6 7 5 3 4 1 4 2 3 1 1
Ya Ya Ya Ya 2 1 7 6 3 4 5 1 4 3 2 1 1
Tidak Ya Ya Ya 2 1 5 4 6 3 7 2 4 3 1 1 1
Tidak Ya Ya Ya 4 1 6 2 7 3 5 3 4 2 1 1 1
Tidak Ya Ya Ya 2 1 5 4 7 3 6 1 3 4 2 1 1
Tidak Ya Tidak Ya 3 1 5 6 7 4 2 1 4 2 3 1 1
Ya Ya Ya Ya 2 1 6 5 7 4 3 1 4 2 3 1 1 1
Tidak Ya Ya Ya 1 2 4 5 7 3 6 1 3 4 2 1 1
Tidak Tidak Tidak Tidak 1 7 3 6 5 2 4 1 4 2 3 1 1
Tidak Ya Ya Ya 2 1 7 6 5 3 4 2 4 1 3 1 1 1
Ya Ya Ya Ya 1 6 4 7 5 2 3 1 4 2 3 1 1 1 1 1
Tidak Ya Ya Ya 2 1 5 7 4 3 6 1 4 2 3 1 1
Tidak Ya Ya Ya 1 7 3 4 5 2 6 1 3 4 2 1 1 1
Ya Ya Tidak Ya 1 7 2 5 3 4 6 1 4 2 3 1 1
Tidak Ya Ya Ya 2 1 6 5 7 3 4 1 4 2 3 1 1 1 1
Tidak Ya Ya Ya 2 1 6 5 7 4 3 1 4 2 3 1 1
Ya Ya Ya Ya 4 5 6 3 7 1 2 1 4 2 3 1 1
Ya Ya Ya Tidak 1 6 5 3 4 2 7 2 4 1 3 1 1 1
Tidak Ya Ya Ya 2 1 4 6 5 3 7 3 4 2 1 1 1
Tidak Tidak Ya Tidak 2 1 3 7 6 5 4 1 3 2 4 1 1 1 1
Tidak Ya Ya Ya 1 7 4 6 5 2 3 1 4 2 3 1 1
Ya Ya Ya Ya 1 6 5 4 7 3 2 1 4 2 3 1 1
Tidak Ya Ya Ya 2 1 5 4 7 3 6 1 4 2 3 1 1 1
Tidak Ya Ya Ya 3 1 2 6 7 5 4 1 3 2 4 1 1
Ya Ya Ya Ya 3 6 5 1 7 2 4 3 4 2 1 1 1
Tidak Ya Ya Ya 1 7 2 6 5 4 3 2 4 1 3 1 1 1
Tidak Ya Ya Ya 1 6 4 7 5 2 3 1 4 2 3 1 1
Tidak Tidak Tidak Ya 1 7 4 3 6 2 5 2 4 3 1 1 1
Ya Ya Ya Ya 2 7 6 5 4 1 3 1 3 2 4 1 1 1 1
Tidak Ya Ya Ya 2 1 5 6 7 3 4 2 4 1 3 1 1
Tidak Ya Ya Ya 2 1 7 5 4 3 6 1 4 2 3 1 1
Tidak Ya Ya Ya 2 1 6 5 4 3 7 3 4 2 1 1 1
Ya Ya Ya Ya 3 4 7 5 1 2 6 1 4 2 3 1 1
Tidak Ya Ya Ya 3 4 7 5 1 2 6 3 4 1 2 1 1
Tidak Ya Ya Ya 2 1 4 6 7 3 5 1 4 2 3 1 1 1
ya Ya Ya Ya 2 1 6 4 5 3 7 1 3 2 4 1 1
Tidak Ya Ya Ya 3 1 7 5 2 4 6 2 4 1 3 1 1
Tidak Tidak Ya Ya 2 1 4 5 7 3 6 1 3 4 2 1 1 1
Ya Ya Ya Ya 1 7 4 6 5 2 3 1 4 2 3 1 1
Tidak Ya Ya Ya 1 6 5 4 7 3 2 2 4 3 1 1 1
Tidak Ya Ya Ya 2 1 5 4 7 3 6 2 3 1 4 1 1 1
Ya Ya Ya Ya 3 1 2 6 7 5 4 2 3 1 4 1 1
Tidak Ya Ya Ya 3 6 5 1 7 2 4 1 2 3 4 1 1
Tidak Ya Ya Ya 1 7 2 6 5 4 3 1 3 2 4 1 1 1
Ya Ya Ya Ya 1 6 4 7 5 2 3 2 4 1 3 1 1
Tidak Tidak Tidak Ya 1 7 4 3 6 2 5 3 4 1 2 1 1
Tidak Ya Ya Ya 2 7 6 5 4 1 3 1 3 2 4 1 1 1 1
Tidak Ya Ya Ya 2 1 7 6 5 3 4 2 4 3 1 1 1 1
Tidak Ya Ya Ya 1 6 4 7 5 2 3 1 4 2 3 1 1 1 1 1
Ya Ya Ya Ya 2 1 4 6 7 3 5 1 4 2 3 1 1 1
Tidak Ya Ya Ya 3 1 7 5 2 4 6 2 4 1 3 1 1
Tidak Tidak Ya Ya 2 1 4 5 7 3 6 3 4 2 1 1 1 1
18 42 54 6 52 8 55 5 121 188 299 300 326 173 273 2 13 59 2 3 15 47 3 1
28% 72% 90% 10% 87% 13% 92% 8% 3% 17% 78% 3% 4% 22% 68% 4% 1%
Ciri apakah yang anda rasakan dari produk merek tersebut
dibandingkan dengan produk lain
Apakah anda dapat
menyebutkan perbedaan
pengertian dari pernyataan
klaim kandungan zat gizi
misal. ‘Tinggi akan kalsium’
dan ‘diperkaya kalsium’?
Apakah ada atau tidaknya
klaim tertentu (lihat no 4
[a-g]) pada kemasan akan
mempengaruhi anda
dalam pemilihan dan
pembelian produk
tersebut
Urutkan Klaim menurut prioritas anda
Klaim
jaminan
mutu
Klaim
proses.
Klaim
nutrisi
Klaim
mengenai
asal bahan
Klaim tipe
jaminan
halal.
Choco
mania
Good
Time
Cookies
Apakah adanya klaim pada
produk cookies
mempengaruhi anda ketika
memilih produk cookies ?
Bersediakah anda
membayar lebih tinggi
untuk produk dengan
klaim (manfaat atau
jaminan) tertentu?
RasanyaSiesta
Klaim
kesehatan.
Klaim
mengenai
standar/jenis/p
ilihan
Urutkan (1-4) faktor visual produk cookies dengan
taburan cokelat butir berikut dari yang paling
mempengaruhi pilihan anda (diberi nomor kecil)
Diantara merek Cookies dengan taburan
cokelat berikut manakah yang anda kenali
Iklannya HarganyaMerek
(kualitas)
Kemasan
(warna,
disain)
Parameter visual
Chocochip Diameter BentukWarna base
Mia Classy
Cookies
Lanjutan Lampiran 14.
No Usia Pekerjaan Jenis Klaim
A B C D E F G
1 15-25 Pegawai swasta 3 2 7 4 5 1 6
2 15-25 Mahasiswa 3 2 5 4 7 1 6
3 15-25 Pegawai swasta 2 3 6 5 7 1 4
4 15-25 Mahasiswa 2 4 7 5 6 1 3
5 26-35 Pegawai negeri 5 6 7 3 2 4 1
6 15-25 Mahasiswa 1 5 4 6 7 2 3
7 15-25 Mahasiswa 3 4 5 6 7 1 2
8 15-25 Wiraswasta 2 3 7 5 4 1 6
9 15-25 Pegawai swasta 2 3 6 7 5 1 4
10 26-35 Pegawai negeri 2 3 7 5 6 1 4
11 15-25 Pegawai swasta 2 3 5 4 7 1 6
12 15-25 Pegawai swasta 2 3 4 7 5 1 6
13 15-25 Pegawai negeri 2 3 5 4 7 1 6
14 15-25 Mahasiswa 2 3 7 5 4 1 6
15 15-25 Mahasiswa 2 4 6 5 7 1 3
16 15-25 Mahasiswa 1 3 4 5 7 2 6
17 15-25 Pegawai swasta 1 2 3 6 5 7 4
18 15-25 Pegawai swasta 1 2 3 7 5 6 4
19 15-25 Mahasiswa 1 2 7 4 5 6 3
20 15-25 Mahasiswa 2 3 5 7 4 1 6
21 15-25 Mahasiswa 1 2 3 4 5 7 6
22 15-25 Pegawai swasta 1 4 2 5 3 7 6
23 15-25 Mahasiswa 2 3 6 5 7 1 4
24 15-25 Mahasiswa 2 4 6 5 7 1 3
25 15-25 Mahasiswa 4 1 6 3 7 5 2
26 26-35 Pegawai swasta 1 2 5 3 6 4 7
27 26-35 Pegawai swasta 2 3 6 7 5 1 4
28 26-35 Pegawai swasta 2 5 3 7 6 1 4
29 26-35 Pegawai swasta 1 2 5 7 4 6 3
30 15-25 Pegawai swasta 2 4 3 5 7 6 1
31 15-25 Mahasiswa 3 2 4 5 7 1 6
32 15-25 Mahasiswa 3 5 2 6 7 1 4
33 15-25 Mahasiswa 3 2 5 1 7 6 4
34 15-25 Pegawai swasta 1 4 2 6 5 7 3
35 15-25 Pegawai swasta 1 2 4 7 5 6 3
36 15-25 Pegawai swasta 2 3 1 7 4 5 6
37 15-25 Pegawai swasta 4 1 2 5 3 7 6
38 15-25 Pegawai swasta 2 3 5 6 7 1 4
39 15-25 Mahasiswa 2 3 7 5 4 1 6
40 15-25 Mahasiswa 2 3 6 5 4 1 7
41 15-25 Mahasiswa 3 2 7 5 1 4 6
42 15-25 Mahasiswa 3 2 7 5 1 4 6
43 15-25 Mahasiswa 2 1 3 7 4 5 6
44 15-25 Mahasiswa 2 3 6 5 4 1 7
45 15-25 Mahasiswa 3 4 6 5 2 1 7
46 15-25 Mahasiswa 2 3 4 6 7 1 5
47 26-35 Pegawai swasta 1 2 5 7 4 6 3
48 15-25 Pegawai swasta 2 4 3 5 7 6 1
49 15-25 Mahasiswa 3 2 4 5 7 1 6
50 15-25 Mahasiswa 3 5 2 6 7 1 4
51 15-25 Mahasiswa 3 2 5 1 7 6 4
52 15-25 Pegawai swasta 1 4 2 6 5 7 3
53 15-25 Pegawai swasta 1 2 4 7 5 6 3
54 15-25 Pegawai swasta 2 3 1 7 4 5 6
55 15-25 Pegawai swasta 4 1 2 5 3 7 6
56 15-25 Pegawai swasta 1 2 3 7 5 6 4
57 15-25 Mahasiswa 1 2 7 4 5 6 3
58 15-25 Mahasiswa 2 1 3 7 4 5 6
59 15-25 Mahasiswa 3 4 6 5 2 1 7
60 15-25 Mahasiswa 2 3 4 6 7 1 5
Jumlah 126 173 277 319 313 196 276
Rata-rata 2,10 2,88 4,62 5,32 5,22 3,27 4,60
Keterangan:
A = Klaim Jaminan Halal
B = Klaim Kesehatan
C = Klaim Standar/jenis/pilihan
D = Klaim Jaminan mutu
E = Klaim Proses
F = Klaim Kandungan gizi.
G = Klaim Asal bahan
Friedman test
Ranks Test Statistics(a)
Mean Rank
Halal 2.10
kandungan_gizi 2.88
Standar_jenis_pilihan 4.62 jaminan_mutu 5.32
Proses 5.22
kesehatan 3.27
asal_bahan 4.60
a Friedman Test
Skala ranking : 1-7 ( 1 =; 7=)
LSD Ranking
( )
38.46
6
17760960.1
=
+××=
dimana : p = banyaknya panelis t = banyaknya perlakuan R = jumlah peringkat setiap perlakuan tα/2,α = nilai kritik t pada taraf α/2 dengan derajat bebas v = α untuk taraf α = 5% nilai tα/2 = 1.960
E (319) – D (313) – C (277) – G (276) – F (196) – B (173) – A (126)
RE-RD = 319-313 = 6 <LSD → E = D RE-RC = 319-277 = 42 <LSD → E = C RE-RG = 319-276 = 43 <LSD → E = G RE-RF = 319-196 = 123 >LSD → E ≠ F RE-RB = 319-173 = 146 >LSD → E ≠ B RE-RA = 319-126 = 193 >LSD → E ≠ A RD-RC = 313-277 = 36 <LSD → D = C RD-RG = 313-276 = 37 <LSD → D = G RD-RF = 313-196 = 117 >LSD → D ≠ F RD-RB = 313-173 = 140 >LSD → D ≠ B RD-RA = 313-126 = 187 >LSD → D ≠ A RC-RG =277-276 = 1 <LSD → C = G RC-RF = 277-196 = 81 >LSD → C ≠ F RC-RB = 277-173 = 104 >LSD → C ≠ B RC-RA = 277-126 = 151 >LSD → C ≠ A RG-RF = 276-196 = 80 >LSD → G ≠ F RG-RB = 276-173 =103 >LSD → G ≠ B RG-RA = 276-126 = 150 >LSD → G ≠ A RF-RB = 196-173 = 23 <LSD → F = B
N 60
Chi-Square 120.200
df 6
Asymp. Sig.
.000
6/)1.(.,2/ += ttptLSD αα
RF-RA = 196-126 = 70 >LSD → F ≠ A RB-RA = 173-126 = 47 >LSD → B ≠ A
E D C G F B A
Berdasarkan uji Friedman, diperoleh nilai signifikansi asimtotik (=0.000)<
0.05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan diantara kelima atribut
cookies pada taraf 5%. Berdasarkan uji LSD, dapat diketahui bahwa klaim proses,
klaim jaminan mutu, klaim standar/jenis/pilihan dan klaim asal bahan tidak
berbeda nyata pada taraf 5%. Klaim kandungan gizi dan klaim kesehatan juga
tidak berbeda nyata pada taraf 5% ini. Sehingga dapat disimpulkan bahwa klaim
utama yang paling dapat mempengaruhi pilihan konsumen terhadap produk
cookies adalah klaim Halal, selanjutnya adalah adanya klaim kandungan gizi dan
kesehatan kemudian adanya klaim asal bahan, klaimstandar/jenis /pilihan, klaim
jaminan mutu dan klaim proses.
Top Related