SKRIPSI
EFEKTIVITAS PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA (ADD)DALAM MENINGKATKAN PEMBANGUNAN FISIK DESA
LAKAPODO KECAMATAN WATOPUTE KABUPATEN MUNA
OLEH :
NOVA SULASTRI
B1A1 12 158
JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
SKRIPSI
EFEKTIVITAS PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA (ADD)DALAM MENINGKATKAN PEMBANGUNAN FISIK DESA
LAKAPODO KECAMATAN WATOPUTE KABUPATEN MUNA
OLEH :
NOVA SULASTRI
B1A1 12 158
JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
EFEKTIVIITAS PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA (ADD)DALAM MENINGKATKAN PEMBANGUNAN DESA LAKAPODO
KECAMATAN WATOPUTE KABUPATEN MUNA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Gelar Sarjana Pada Jurusan Ilmu Ekonomi
OlehNOVA SULASTRIStb. B1A1 12 158
JURUSAN ILMU EKONOMIFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALU OLEOKENDARI
2016
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji dan Syukur hanya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, penulis
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang berkompeten dalam proses
penyelesaian hasil penelitian yang berjudul “Efektivitas Pengelolaan Alokasi Dana
Desa Dalam Meningkatkan Pembangunan Fisik Di Desa Lakapodo Kecamatan
Watopute Kabupaten Muna” sebagaimana diharapkan.
Penulisan skripsi ini dilakukan di bawah arahan/bimbingan yang terhormat
Bapak Dr. Manat Rahim, SE., M.Si. selaku pembimbing I dan Bapak La Tondi, SE.,
M.Si. selaku pembimbing II. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada beliau berdua atas bantuan dan
dedikasinya sehingga penyusunan hasil penelitian ini dapat terselesaikan sesuai
jadwal waktu yang telah ditentukan.
Pada kesempatan ini pula, penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan kepada :
1. Ayahanda Laode Safiuddin dan Ibunda Waode Rahmah yang telah mengasuh dan
membesarkan penulis dengan kasih sayang dan do’a serta tak henti-hentinya
mendorong dan mendoakan kesuksesan penyelesaian penelitian ini, semoga
Tuhan memberikan kasih dan sayang-Nya untuk beliau berdua.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Usman Rianse, M.Si selaku Rektor Univeritas Halu Oleo
vii
3. Ibu Dr. Hj. Rostin, SE., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Halu Oleo Kendari.
4. Ibu Dr. Rosnawintang, SE., M.Si selaku Ketua Jurusan pada Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Halu Oleo.
5. Ibu Dr. Irmawati P. Tamburaka, SE., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Ilmu
Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Halu Oleo.
6. Bapak Tajuddin, SE., M.Si, Bapak Dr. La Ode Suriadi, SE., M.Si dan Ibu Dr.
Irmawati P. Tamburaka, SE., M.Si selaku Tim Penguji.
7. Para Dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Halu Oleo.
8. Seluruh informan penelitian yang telah banyak membantu dan mendukung
pelaksanaan kegiatan penelitian penulis di lapangan.
9. Sanak keluarga penulis, Laode Yunus, Andi Mantang,Waode Anafiu, Sitti Ani,
Nurlin, Muh. Marifat, Nur Afri Lani, Abab Rahman, Khyiar Naban Alkhuts, Ilma
Aurelia, Laode Imbara, Waode Agista Sriariani yang telah memberikan semangat
dan perhatian kepada penulis dalam menyelesaikan studi. Terima kasih yang
tulus dan ikhlas penulis sampaikan untuk doa dan bimbingan kalian.
10. Para sahabat, Siti Salmi Bandingi, S.KM, Sarfiah, S.KM, Riska Astuti, Stefanny
Ramadhani, Sri Ratna Sari, Laode Jusman, SE, Ahmad Ali, SE, Suparman, Ketut
Sudiana, Mirnawati Husein, Nurmiati, Sitti Ramadhan, La Halufi, La
Muhammad, Laode Efendi, Laode Ali Jos, Laode Ali Sabri, Nani Munarni,
Hasrawati Wua, Ida Yanti Jumran, Waode Enceng, Dian Sultra Pratiwi, beserta
viii
rekan-rekan mahasiswa(i) angkatan 2012 yang telah memberikan persahabatan,
perhatian, bantuan dan dukungan kepada penulis dalam menjalani perkuliahan,
terima kasih yang tulus dan ikhlas penulis sampaikan untuk semuanya.
Akhirnya penulis menyampaikan maaf atas segala kekurangan yang
terdapat dalam penulisan skripsi ini, kritik dan saran sangat diharapkan dalam
melengkapi kekurangannya. Hanya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa jugalah
berpulang segala sesuatunya, semoga semua amalan baik yang telah diberikan
kepada penulis mendapat balasan yang setimpal di sisi-Nya, Aamiin.
Wasalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Kendari, Juli 2016
P E N U L I S
ix
ABSTRAKNOVA SULASTRI, 2016: Efektivitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa DalamMeningkatkan Pembangunan Fisik di Desa Lakapodo Kecamatan WatoputeKabupaten Muna. Skripsi S1 . Program Studi Keuangan Daerah, Jurusan IlmuEkonomi, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Universitas Halu Oleo. Dibimbing oleh: 1)Manat Rahim 2) La Tondi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Efektifitas Pengelolaan AlokasiDana Desa (ADD) dalam Pembangunan Fisik Desa Lakapodo Kecamatan WatoputeKabupaten Muna. Serta untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambatPengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dalam Pembangunan Fisik di Desa LakapodoKecamatan Watopute Kabupaten Muna. Metode pengumpulan data yang digunakandalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dan studi lapangan. Selanjutnya hasilpenelitian dianalisis melalui metode analisis deskriptif dimana menggambarkanbagaiman tingkat efektifitas pengelolaan alokasi dana desa dalam meningkatkanpembangunan fisik dan faktor-faktor penghambat dalam proses pengelolaan alokasidana desa dalam meningkatkan pembangunan fisik desa. Data yang digunakan dalampenelitian ini adalah data primer dan data sekunder dengan subjek penelitian yangterdiri dari Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa Lembaga PemberdayaanMasyarakat Desa dan masyarakat Desa Lakapodo.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Efektifitas Pengelolaan Alokasi DanaDesa dalam meningkatkan pembangunan fisik Di Desa Lakapodo KecamatanWatopute Kabupaten Muna, dimana ada tiga tahap yakni perencanaan, pelaksanaandan pertanggungjawaban. Berdasarkan hasil penelitian, tahapan perencanaan, dilihatdari musrembang yang diadakan tim pelaksanaan Alokasi Dana Desa masih kurangefektif, dimana dalam kegiatan musrembang partisipasi masyarakat masih sangatrendah, dikarenakan kurangnya transparansi informasi yang disampaikan olehperangkat Desa Lakapodo kepada masyarakat. Tahapan pelaksanaan berdasarkanhasil penelitian kurang efektif, dimana penggunaan anggaran Alokasi Dana Desadapat terselesaikan dengan baik namun dikarenakan kurangnya transparansi informasiterkait pelaksanaan perencanaan kegiatan oleh pemeintah desa kepada masyarakat,sehingga pencapaian tujuan pengelolaan Alokasi Dana Desa yang dilakukan di DesaLakapodo masih kurang efektif. Pada tahapan pertanggungjawaban dalam prosesPengelolaan Alokasi Dana Desa masih kurang efektif, dimana penyusunan laporanpertanggungjawaban tidak disususn oleh pemerintah Desa Lakapodo serta tidakadanya evaluasi kegiatan yang seharusnya dilakukan bersama masyakat DesaLakapodo. Hal ini karena proses yang tercipta dalam setiap tahapan PengelolaanAlokasi Dana Desa tersebut belum sesuai dengan prinsip pengelolaan dan tujuanAlokasi Dana Desa yang mengutamakan transparansi informasi kepada masyarakatsebagai tim evaluasi dari setiap kegiatan pembangunan yang dilakukan.Sedangkanfaktor-faktor penghambat adalah sumber daya manusia yang kurang dari timpelaksana pengelolaan,informasi, serta kurangnya partisipasi masyarkat.Kata Kunci: Efektivitas, Pengelolaan, Alokasi Dana Desa, Pembangunan Fisik.
ABSTRACTNova Sulastri, 2016: Village Allocation Funds Management Effectiveness InImproving Physical Development in Rural Lakapodo Watopute District of Muna.Thesis S1. Regions Financial Studies Program, Department of Economics, Facultyof Economics and Business, Halu Oleo University. Supervised by: 1) ManatRahim 2) La Tondi.This study aims to determine the Village Fund Allocation ManagementEffectiveness (ADD) in the Development of Rural Physical Lakapodo WatoputeDistrict of Muna. And to determine the factors that hinder the management of theVillage Fund Allocation (ADD) in Physical Development in Rural LakapodoWatopute District of Muna. Data collection methods used in this research is thestudy of literature and field studies. Further results of the study were analyzedthrough descriptive analysis method which depicts how the effectiveness of themanagement of village fund allocation to improve the physical development andinhibiting factors in the process of managing the allocation of village funds inimproving the physical development of the village. The data used in this study areprimary data and secondary data with research subjects consisting of villagegovernment, Village Consultative Body Institute for Rural CommunityEmpowerment and Lakapodo Village community.The results showed that the Village Fund Allocation Management Effectiveness inimproving the physical development of the District Lakapodo Watopute In thevillage of Muna, where there are three stages of planning, implementation andaccountability. Based on this research, the stages of planning, musrembang heldviews of the Village Fund Allocation implementation teams are less effective,which in activities musrembang community participation is still very low, due tothe lack of transparency of information submitted by the village Lakapodo to thepublic. Stages of implementation less effective based on research results, wherethe use of budgetary Village Allocation Fund can be resolved properly, but due tothe lack of transparency of information related to the implementation of theplanning of activities by government village to the public, so that theachievement of management goals Village Allocation Fund which was conductedat the Lakapodo still less effective. At the stage of accountability in themanagement of the Village Fund Allocation process are less effective, whichstatements are not arranged government accountability Lakapodo village and theabsence of evaluation activities that should be done together with villagecommunities Lakapodo. This is because the process is created in each phase of theVillage Fund Allocation Management is not in accordance with the principles andobjectives of the management of the Village Fund Allocation prioritizingtransparency of information to the public as a team evaluation of developmentactivities that do. While limiting factors is the human resources less than theexecutive management team, information, and lack of community participation.
Keywords: Effectiveness, Management, Village Fund Allocation, PhysicalDevelopment.
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA .............................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................... v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
ABSTRAK ............................................................................................................ ix
ABSTRACT .......................................................................................................... x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................... 6
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................ 6
1.4. Manfaat Penelitian ...................................................................... 6
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................... 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teoritis ......................................................................... 8
2.1.1. Konsep Efektivitas ........................................................... 8
2.1.2. Ukuran Efektivitas ........................................................... 9
2.1.3. Pengertian Pengelolaan.................................................... 11
2.1.4 Pengertian Desa ............................................................... 12
2.1.5 Pengertian Pembangunan Desa ........................................ 14
2.1.6 Pemerintah Desa Dan Otonomi Desa .............................. 27
2.1.7 Alokasi Dana Desa ........................................................... 38
2.1.8 Efektivitas Pengalokasian Dana Desa .............................. 42
2.1.9 Pengertian Pembangunan Fisik ....................................... 44
2.1.10 Hambatan Pembangunan Desa ......................................... 46
2.1.11 Pengertian Anggaran ........................................................ 47
2.2 Kajian Empirik ............................................................................ 50
2.3 Kerangka Pemikiran .................................................................... 52
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 55
3.2. Rancangan Penelitian .................................................................. 55
xiii
3.3. Populasi dan Sampel .................................................................. 55
3.4 Jenis dan Sumber Data ............................................................... 56
3.4.1 Data Primer .................................................................... 56
3.4.2 Data Sekunder .................................................................... 57
3.5 Metode Pengumpilan Data ........................................................... 57
3.6 Metode Pengolahan Data ............................................................. 58
3.7 Teknis Analisis Data .................................................................... 58
3.4. Variabel Dan Definsi Operasional ............................................... 59
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum ....................................................................... 61
4.1.1. Kondisi Geografis ........................................................... 61
4.1.2. Struktur Organisasi ......................................................... 63
4.1.3. Deskripsi Responden ...................................................... 66
4.2. Hasil Penelitian ........................................................................... 68
4.2.1. Efektivitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dalam
Meningkatkan Pembangunan Fisik Di desa Lakapodo .... 68
4.2.2 Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dalam Meningkatkan
Pembangunan Fisik Di Desa Lakapodo ........................... 68
4.2.3 Faktor-faktor Yang Menghambat Pengelolaan Alokasi
Dana Desa Dalam Meningkatkan Pembangunan Fisik di
Desa lakapodo .................................................................. 84
4.3. Pembahasan ............................................................................... 90
4.3.1. Efektivitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dalam
Meningkatkan Pembangunan Fisik Di desa Lakapodo ... 90
4.3.2. Faktor-faktor Yang Menghambat Pengelolaan Alokasi
Dana Desa Dalam Meningkatkan Pembangunan Fisik di
Desa lakapodo ................................................................. 94
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ................................................................................ 98
5.2. Saran .......................................................................................... 99
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
No. Halaman
4.1 Jumlah Penduduk Sesuai Dengan Dusun/Lingkungan ............................. 62
4. 2 Tingakat Pendidikan.................................................................................. 62
4. 3 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ................................................... 67
4.4 Responden Berdasakan Tingkat Usia .................................................... 67
4.5 Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan............................................ 68
4.6 Tahapan Perencanaan Pengelolaan Alokasi Dana Desa ........................... 70
4.7 Tahapan Pengelolaan Alokasi Dana Desa................................................. 76
4.8 Tahapan Pertanggungjawaban Pengelolaan Alokasi Dana Desa .............. 80
xv
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
2.3 KerangkaPenelitian ................................................................................... 54
4.1. Struktur Organisasi Pemerintah Desa Lakapodo ............................................ 67
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemberian otonomi daerah seluas luasnya berarti pemberian kewenangan
dan keleluasaan (diskreksi) kepada daerah untuk mengelola dan memanfaatkan
sumberdaya daerah secara optimal. Agar tidak terjadi penyimpangan dan
penyelewengan, pemberian wewenang dan keleluasaan yang luas tersebut harus
diikuti dengan pengawasan yang kuat. Meskipun titik berat otonomi diletakkan
pada tingkat Kabupaten/Kota, namun secara esensi sebenarnya kemandirian
tersebut harus dimulai dari level pemerintahan ditingkat paling bawah, yaitu
Desa. Selama ini, pembangunan desa masih banyak bergantung dari pendapatan
asli desa dan swadaya masyarakat yang jumlah maupun sifatnya tidak dapat
diprediksi.
Adanya PP No.72 tahun 2005 dan di revisi UU No.6 tahun 2014
tentang Desa sangat jelas mengatur tentang pemerintahan Desa, yang
menyatakan bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang meniliki
batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Landasan pemikiran dalam pengaturan
mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi
dan pemberdayaan masyarakat. Pemerintahan desa berdasarkan UU No. 6 Tahun
1
2
2014 adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintahan Desa dan
Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang
diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Merupakan suatu kegiatan pemerintah desa, lebih jelasnya pemikiran ini
didasarkan bahwa penyelenggaraan tata kelola desa (disingkat penyelenggaraan
desa), atau yang dikenal selama ini sebagai “Pemerintahan Desa”. Kepala Desa
adalah pelaksana kebijakan sedangkan Badan Permusyawaratan Desa dan
lembaga pembuat dan pengawas kebijakan (Peraturan Desa). Pengelolaan
keuangan desa menjadi wewenang desa yang dijabarkan dalam Peraturan Desa
(Perdes) tentang anggaran dan pendapatan belanja desa (APB Desa). Dengan
sumber pendapatan yang berasal dari pendapatan asli desa seperti hasil usaha
desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong dan lain-lain pendapatan
asli desa yang sah.
Dengan bergulirnya dana-dana perimbangan melalui Alokasi Dana Desa
(ADD) harus menjadikan desa benar-benar sejahterah. Untuk persoalan Alokasi
Dana Desa (ADD) saja, meski telah diwajibkan untuk dianggarkan di pos APBD,
namun lebih banyak daerah yang belum melakukannya.
Untuk itu, seharusnya proses transformasi kearah pemberdayaan desa terus
dilaksanakan dan didorong semua elemen untuk menuju Otonomi Desa. Apabila
melihat jumlah anggaran yang diberikan kepada desa melalui Alokasi Dana
3
Desa mencapai Rp.283.984.000.00 per Desa untuk Kabupaten Muna, maka
muncul pertanyaan apakah desa beserta elemen yang ada sudah mampu
melaksanakan pengelolaan anggaran tersebut secara baik.
Hal ini mengingat bahwa desa melaksanakan pembangunan hanya
mendapat bantuan keuangan yang terbatas dan pengelolaannya masih sangat
sentralistis oleh satuan instansi pemerintahan, dan Desa mendapatkana lokasi
anggaran yang cukup besar dan pengelolaannya dilakukan secara mandiri,
sehingga keraguan terhadap kemampuan Desa secara internal untuk mengelola
alokasi dana tersebut masih dipertanyakan.
Menurut Doller & Wallis (2001), Alokasi Dana Desa berperan penting dan
menjadi kunci utama keberhasilan otonomi desa. Efektifitas dan Efisiensi
penyaluran Alokasi Dana Desa (ADD) dari Pemerintah Kabupaten/Kota ke
Pemerintah Desa serta bagaimana pemanfaatan dana tersebut menjadi sangat
penting, karena keduanya merupakan parameter paling sederhana bagi
keberhasilan desentralisasi (Ahmad Erany Yustika, 2008). Selain itu desa juga
masih banyak memiliki keterbatasan-keterbatasan tertentu khususnya pada
organisasi pemerintahannya, sehinggahal tersebut juga akan mempengaruhi
dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa.
Adapun mengenai keterbatasan yang dimaksud tersebut, Wasistiono dan
Tahir (2006) menyatakan bahwa, unsur kelemahan yang dimiliki oleh
pemerintahan desa pada umumnya yaitu:
4
1. Kualitas sumberdaya aparatur yang dimiliki desa pada umumnya masih
rendah.
2. Belum sempurnanya kebijakan pengaturan tentang organisasi pemerintah desa
3. Rendahnya kemampuan perencanaan ditingkat desa, sering berakibat pada
kurangnya sinkronisasi antara output (hasil/keluaran) implementasi kebijakan
dengan kebutuhan dari masyarakat yang merupakan input dari kebijakan.
4. Sarana dan prasarana penunjang operasional administrasi pemerintah masih
sangat terbatas, selain mengganggu efisiensi dan efektivitas pelaksanaan
pekerjaan, juga berpotensi menurunkan motivasi aparat pelaksana, sehingga
pada akhirnya menghambat pencapaian tujuan, tugas dan pekerjaan.
Hal sama juga yang dialami oleh pemerintah Desa Lakapodo
Kecamatan Watopute Kabupaten Muna dengan keterbatasan kemampuan
sumber daya manusia yang memiliki peran dalam Pengelolaan Alokasi Dana
Desa. Penyaluran Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Lakapodo, yang tampak
dari kegiatan Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) yaitu pengadaan barang
untuk pembersihan lingkungan fasilitas umum seperti mesin rumput dan
pengadaan pupuk tanam untuk setiap rukun tetangga (RT). Dari
Pengalokasian Alokasi Dana Desa yang ada di Desa Lakapodo tidak nampak
adanya pembangunan fisik yang di lakukan seperti pembangunan pasar dan
pembuatan sumur gali.
Pengelolaan Alokasi Dana Desa tersebut masih belum maksimal sesuai
dengan tujuan Alokasi Dana Desa (ADD). Tujuan dari Alokasi Dana Desa
5
(ADD) adalah untuk membiayai program Pemerintah Desa dalam
melaksanakan kegiatan pemerintah dan pemberdayaan masyarakat, sehingga
pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan kesempatan berusaha bagi
masyarakat desa dapat ditingkatkan. Hal ini dikarenakan kurangnya
pemberdayaan yang dilakukan kepada masyarakat dan tidak adanya
pengembangan sosial budaya yang dilakukan karena yang tampak dari
pelaksanaan Alokasi Dana Desa (ADD) hanyalah pengadaan barang dan
pengadaan pupuk tanam.
Berdasarkan pertimbangan dan kenyataan di atas, diharapkan
keseluruhan Pemerintah desa dapat mengoptimalkan anggaran Alokasi Dana
Desa (ADD) yang dimiliki sehingga penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD)
ini dapat menggerakkan roda perekonomian desa, maka pembangunan desa
akan semakin meningkat. Pembangunan yang meningkat ini diharapkan akan
mengurangi disparitas pertumbuhan antar desa. Berdasarkan latar belakang
diatas, maka judul penelitian ini yaitu: “Efektifitas Pengelolaan Alokasi
Dana Desa dalam Upaya Meningkatkan Pembangunan Fisik di Desa
Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna”.
6
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang judul di atas, maka permasalahan yangdi kaji
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Efektifitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dalam
Pembangunan Fisik Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna?
2. Faktor-faktor apa yang menghambat dalam Efektifitas Pengelolaan Alokasi
Dana Desa (ADD) dalam Pembangunan Fisik Desa Lakapodo Kecamatan
Watopute Kabupaten Muna.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui Efektifitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dalam
Pembangunan Fisik Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat Pengelolaan Alokasi
Dana Desa (ADD) dalam Pembangunan Fisik di Desa Lakapodo Kecamatan
Watopute Kabupaten Muna.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang di harapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan informasi bagi Pemerintah Desa Lakapodo Kecamatan
Watopute Kabupaten Muna dalam mengelola anggaran Alokasi Dana Desa
(ADD).
2. Sebagai bahan penelitian selanjutnya, dengan objek yang relevan.
7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Untuk menghindari kesalahan penafsiran dalam penelitian ini, maka
ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada perencanaan, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban serta Pembangunan Fisik di Desa Lakapodo Kecamatan
Watopute Kabupaten Muna Tahun 2016.
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Konsep Efektivitas
Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian
dicapainya tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas selalu terkait dengan
hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya
dicapai. Efektivitas dapat dilihat dari berbagai sudut pandang (view point) dan
dapat dinilai dengan berbagai cara dan mempunyai kaitan yang erat dengan
efisiensi.
Menurut Gie (2000), efektivitas adalah keadaan atau kemampuan
suatu kerja yang dilaksanakan oleh manusia untuk memberikan hasil guna
yang diharapkan. Sedangkan Gibson (1984) mengemukakan bahwa efektivitas
adalah konteks perilaku organisasi yang merupakan hubungan antar produksi,
kualitas, efisiensi, fleksibilitas, kepuasan, sifat keunggulan dan pengembangan
(Haris, 2015).
Menurut Mardiasmo (2004), Efektivitas adalah ukuran berhasil
tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi
berhasil mencapai tujuan, maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan
dengan efektif. Efektivitas adalah mengukur hubungan antara hasil pungutan
suatu pajak dengan target penerimaan pajak itu sendiri.
8
9
Suatu hal dapat dikatakan efektif apabila hal tersebut sesuai dengan
yang dikehendaki. Artinya, pencapaian hal yang dimaksud merupakan
pencapaian tujuan penerimaan Alokasi Dana Desa di Desa Lakapodo
Kabupaten Muna dilakukannya tindakan untuk mencapai hal tersebut.
Sehingga efektivitas dapat diartikan sebagai suatu proses pencapaian suatu
tujuan penerimaan Dana Desa yang telah ditetapkan sebelumnya. Suatu usaha
atau kegiatan dapat dikatakan efektif apabila usaha atau kegiatan tersebut
telah mencapai tujuannya.
2.1.2 Ukuran Efektivitas
Tingkat efektivitas juga dapat diukur dengan membandingkan antara
rencana yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang telah diwujudkan.
Namun, jika usaha atau hasil pekerjaan dan tindakan yang dilakukan tidak tepat
sehingga menyebabkan tujuan tidak tercapai atau sasaran yang diharapkan,
maka hal itu dikatakan tidak efektif. Adapun kriteria atau ukuran mengenai
pencapaian tujuan efektif atau tidak, sebagaimana dikemukakan oleh S.P.
Siagian (1978), yaitu:
1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksdukan supaya
karyawan dalam pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang terarah dan
tujuan organisasi dapat tercapai.
2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi adalah
“pada jalan” yang diikuti dalam melakukan berbagai upaya dalam
mencapai sasaran-sasaran yang ditentukan agar para implementer tidak
10
tersesat dalam pencapaian tujuan organisasi.
3. Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap, berkaitan dengan
tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan artinya
kebijakan harus mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usaha-usaha
pelaksanaan kegiatan operasional.
4. Perencanaan yang matang, pada hakekatnya berarti memutuskan sekarang
apa yang dikerjakan oleh organisasi dimasa depan.
5. Penyusunan program yang tepat suatu rencana yang baik masih perlu
dijabarkan dalam program-program pelaksanaan yang tepat sebab apabila
tidak, para pelaksana akan kurang memiliki pedoman bertindak dan
bekerja.
6. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator
efektivitas organisasi adalah kemamapuan bekerja secara produktif.
Dengan sarana dan prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan oleh
organisasi.
7. Pelaksanaan yang efektif dan efisien, bagaimanapun baiknya suatu
program apabila tidak dilaksanakan secara efektif dan efisien maka
organisasi tersebut tidak akan mencapai sasarannya, karena dengan
pelaksanaan organisasi semakin didekatkan pada tujuannya.
11
2.1.3 Pengertian Pengelolaan
Kata “Pengelolaan” dapat disamakan dengan manajemen, yang berarti
pula pengaturan atau pengurusan (Suharsimi Arikunto, 1993). Pengelolaan
diartikan sebagai suatu rangkaian pekerjaan atau usaha yang dilakukan oleh
sekelompok orang untuk melakukan serangkaian kerja dalam mencapai tujan
tertentu. Dikatakan manajemen adalah suatu proses perencanaan dan
pengambilan keputusan, pengorganisasian, memimpin dan pengendalian
organisasi manusia, keuangan, fisik dan informasi sumber daya untuk mencapai
tujuan organisasi secara efisiensi dan efektif.
Nanang Fattah (2004) berpendapat bahwa dalam proses manajemen
terlibat fungsi-fungsi pokok yang ditampilkan oleh seorang manajer atau
pimpinan, yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organising),
pemimpin (leading), dan pengawasan (controlling). Oleh karena itu,
manajemen diartikan sebagai proses merencanakan, mengorganising,
memimpin, dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar
tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.
Manajemen merupakan proses perencanan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengawasan, usaha-usaha para anggota organisasi dan
pengguna sumber daya organisasi lainya untuk mencapai tujuan organisasi yang
telah ditetapkan. Stoner menekanan bahwa manajemen dititik beratkan pada
proses dan sistem. Oleh karena itu, apabila dalam sistem dan proses
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, penganggaran, dan sistem
12
pengawasan tidak baik, proses manajemen secara keseluruhan tidak lancar
sehingga proses pencapaian tujuan akan terganggu atau mengalami kegagalan
(Shyhabuddin Qalyubi, 2007).
Berdasarkan definisi manajemen diatas secara garis besar tahap-tahap
dalam melakukan manajemen meliputi melakukan perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Perencanaan merupakan
proses dasar dari suatu kegiatan pengelolaan dan merupakan syarat mutlak
dalam suatu kegiatan pengelolaan. Kemudian pengorganisasian berkaitan
dengan pelaksanaan perencanaan yang telah ditetapkan. Sementara itu
pengarahan diperlukan agar menghasilkan sesuatu yang diharapkan dan
pengawasan yang dekat. Dengan evaluasi, dapat menjadi proses monitoring
aktivitas untuk menentukan apakah individu atau kelompok memperolah dan
mempergunakan sumber-sumbernya secara efektif dan efisien untuk mencapai
tujuan.
2.1.4 Pengertian Desa
Menurut Ndraha (1984) pengertian resmi tentang Desa menurut Undang
undang adalah:
UU Nomor 5 Tahun 1979
Desa ialah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk
sebagai kesatuan masyarakat, termaksud di dalamnya kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah
13
camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
UU Nomor 22 Tahun 1999
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan
Nasional dan berada di Daerah Kabupaten. Ini berarti desa merupakan suatu
pemerintahan yang mandiri yang berada di dalam sub sistem Pemerintahan
Nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Bintarto (1983), Desa merupakan perwujudan atau kesatuan
geografi, sosial, ekonomi, politik, dan kultur yang terdapat di suatu daerah,
dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.
UU Nomor 32 Tahun 2004
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang
diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Sedangkan desa menurut Widjaja (2003) dalam bukunya “Otonomi
Desa”menyatakan bahwa “Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa,
landasan pemikiran dalam mengenai Desa adalah keanekaragaman, partisipasi,
otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.
14
Menurut Winardi (1988) Desa dapat dipahami sebagai suatu daerah
kesatuan hukum dimana bertempat tinggal di suatu masyarakat yang berkuasa
(memiliki wewenang) mengadakan pemerintahan sendiri. Pengertian ini
menekankan adanya otonomi untuk membangun tata kehidupan Desa bagi
kepentingan penduduk. Dalam pengertian ini terdapat kesan yang kuat, bahwa
kepentingan dan kebutuhan masyarakat Desa hanya dapat diketahui dan
disediakan oleh masyarakat Desa dan bukan pihak luar.
Selanjutnya dalam PP Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa, bahwa
Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan
asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem
Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian desa
sebagai suatu bagian dari sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang diakui otonominya dan Kepala Desa melalui pemerintah desa
dapat diberikan penugasan pendelegasian dari pemerintahan ataupun
pemerintahan daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu.
2.1.5 Pengertian Pembangunan Desa
Pembangunan merupakan konsep normatif yang mengisyaratkan
pilihan-pilihan tujuan untuk mencapai apa yang disebut sebagai realisasi
potensi manusia. Pembangunan tidak sama maknanya dengan modernisasi, jika
15
kita memahami secara jelas mengenai makna sesungguhnya dari hakikat
pembangunan itu sendiri.
Menurut Todaro (1998) pembangunan bukan hanya fenomena semata,
namun pada akhirnya pembangunan tersebut harus melampaui sisi materi dan
keuangan dari kehidupan manusia bahwa pembangunan ekonomi telah
digariskan kembali dengan dasar mengurangi atau menghapuskan kemiskinan,
ketimpangan dan pengangguran dalam konteks pertumbuhan ekonomi atau
ekonomi negara yang sedang berkembang.
Pembangunan Desa merupakan bagian dari pembangunan nasional
dan pembangunan Desa ini memiliki arti dan peranan yang penting dalam
mencapai tujuan nasional, karena Desa beserta masyarakatnya merupakan
basis dan ekonomi, politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Adapun
definisi pembangunan desa menurut para ahli adalah sebagai berikut:
Menurut Kartasasmita (2001) mengatakan bahwa hakekat
pembangunan nasional adalah manusia itu sendiri yang merupakan titik pusat
dari segala upaya pembangunan dan yang akan dibangun adalah kemampuan
dan kekuatannya sebagai pelaksana dan yang akan dibangun adalah
kemampuan dan kekuatannya sebagai pelaksana dan penggerak
pembangunan. Pada hakekatnya pembangunan desa dilakukan oleh
masyarakat bersama-sama pemerintah terutama dalam memberikan
bimbingan, pengarahan, bantuan pembinaan, dan pengawasan agar dapat
16
ditingkatkan kemampuan masyarakat dalam usaha menaikan taraf hidup dan
kesejahteraannya.
Suparno (2001) menegaskan bahwa pembangunan desa dilakukan
dalam rangka imbang yang sewajarnya antara pemerintah dengan masyarakat.
Kewajiban pemerintah adalah menyediakan prasarana-prasarana, selebihnya
disandarkan kepada kemampuan masyarakat itu sendiri. Proses pembangunan
desa merupakan mekanisme dari keinginan masyarakat yang dipadukan
dengan masyarakat. Perpaduan tersebut menentukan keberhasilan
pembangunan seperti yang dikemukakan oleh Ahmadi (2001) mekanisme
pembangunan desa adalah merupakan perpaduan yang serasi antara kegiatan
partisipasi masyarakat dalam pihak dan kegiatan pemerintah di satu pihak.
Bahwa pada hakekatnya pembangunan desa dilakukan oleh masyarakat
sendiri. Sedangkan pemerintah memberikan bimbingan, bantuan, pembinaan,
dan pengawasan. Pembangunan desa dapat dilihat dari berbagai segi yaitu
sebagai suatu proses, dengan suatu metode sebagai suatu program dan suatu
gerakan, sebagaimana pendapat pakar berikut ini:
1. Sebagai suatu proses adalah memperhatikan jalannya proses perubahan
yang berlangsung dari cara hidup yang lebih maju/modern. Sebagai suatu
proses, maka pembangunan desa lebih menekankan pada aspek perubahan,
baik yang menyangkut segi sosial, maupun dari segi psikologis. Hal ini
akan terlihat pada perkembangan masyarakat dari suatu tingkat kehidupan
tertentu ketingkat kehidupan yang lebih tinggi, dengan memperhatikan di
17
dalamnya masalah perubahan sikap, serta perubahan lainnya yang apabila
diprogramkan secara sistematis akan usaha penelitian dan pendidikan yang
sangat baik.
2. Sebagai suatu metode, yaitu suatu metode yang mengusahakan agar rakyat
mempunyai kemampuan yang mereka miliki. Pembangunan desa juga
merupakan metode untuk mencapai pemerataan pembangunan desa dan
hasil-hasilnya dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
3. Sebagai suatu program adalah berusaha meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteran masyarakat pedesaan baik lahir maupun bathin dengan
perhatian ditujukan pada kegaiatan pada bidang-bidang tertentu seperti
pendidikan, kesehatan, pertanian, industri rumah tangga, koperasi,
perbaikan kampung halaman dan lain-lain.
4. Sebagai suatu gerakan karena pada hakekatnya semua gerakan atau usaha
kegiatan pembangunan diarahkan ke desa-desa. Sebagai suatu gerakan
dimana pembangunan desa mengusahakan mewujudkan masyarakat sesuai
dengan cita-cita Nasional Bangsa Indonesia yaitu mewujudkan masyarakat
adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
5. Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa pembangunan desa meliputi
beberapa faktor dan berbagai program yang dilaksanakan oleh aparat
departemen, pemerintah daerah dan seluruh masyarakat.
18
Oleh karena itu, pelaksanaannya perlu ada koordinasi dari pemerintah
baik pusat maupun daerah serta desa sebagai tempat pelaksanaan
pembangunan agar seluruh program kegiatan tersebut saling menunjang dan
terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana, sehingga dapat berdaya guna
dan berhasil guna. Permasalahan di dalam pembangunan perdesaan adalah
rendahnya aset yang dikuasai masyarakat perdesaan ditambah lagi dengan
masih rendahnya akses masyarakat perdesaan ke sumber daya ekonomi seperti
lahan/tanah, permodalan, input produksi, keterampilan dan teknologi,
informasi, serta jaringan kerjasama. Disisi lain, masih rendahnya tingkat
pelayanan prasarana dan sarana perdesaan dan rendahnya kualitas SDM di
perdesaan yang sebagian besar berketerampilan rendah (low skilled),
lemahnya kelembagaan dan organisasi berbasis masyarakat, lemahnya
koordinasi lintas bidang dalam pengembangan kawasan perdesaan.
Oleh karena itu dapat dilihat beberapa sasaran yang dapat dilakukan
dalam pembangunan desa sebagai berikut:
1) Meningkatkan pelayanan dalam hal pertanahan serta memproses masalah-
masalah pertanahan dalam batas-batas kewenangan Kabupaten.
2) Pemantapan pengelolaan pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang untuk menciptakan lingkungan kehidupan yang
efisien, efektif dan berkelanjutan.
3) Peningkatan kualitas pemukiman yang aman, nyaman dan sehat .
19
4) Meningkatnya prasarana wilayah pada daerah tertinggal, terpencil dan
daerah perbatasan.
5) Meningkatkan kualitas perencanaan pembangunan di daerah dan
wilayah.
6) Meningkatkan ekonomi wilayah untuk kesejahteraan masyarakat serta
menanggulangi kesenjangan antar wilayah.
Dalam pelaksanaan pembangunan desa, desa harus melaksanakan prinsip-
prinsip transparansi serta pelibatan partisipasi masyarakat baik dalam
perencanaan,pelaksanaan maupun dalam pengawasan dan pemantauan.
Dalam kerangka UU Desa, siklus pembangunan desa mencakup 3 (tiga)
tahap penting yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban.
1. Perencanaan
Perencanaan pembangunan desa mengacu pada konsep membangun desa
dan desa membangun. Konsep membangun desa dalam konteks perencanaan
adalah bahwa dalam merencanakan pembangunan, desa perlu mengacu pada
perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota. Hal tersebut diatur dalam UU
Desa terutama pada pasal 79 dan pasal 80. Dalam pasal 79 UU Desa
disebutkan bahwa:
1) Pemerintah Desa menyusun perencanaan pembangunan desa sesuai
dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan
pembangunan Kabupaten/Kota.
20
2) Perencanaan Rembangunan Desa sebagaiman dimaksud pada ayat (1)
disusun secara berjangka meliputi:
a. Rencana pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu
6(enam) tahun.
b. Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana
Kerja Pemerintah Desa, merupakan penjabaran dari Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 1 tahun.
3).Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja
Pemerintah Desa sebagaiman dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
Peraturan Desa.
4). Peraturan Desa tentang Rencana Pembangunan Jangaka Menengah Desa
dan rencana Kerja Pemerintah Desa merupakan satu-satunya dokumen
perencanaan di Desa.
5). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana kerja
Pemerintah Desa merupakan pedoman dalam penyusunan anggaran
pendapatan dan belanja desa yang diatur dalam peraturan pemerintah.
6). Program pemerintah yang berskala lokal Desa dikordinasikan dan/atau
didelegasikan pelaksanaannya kepada desa.
7). Perencanaan pembangunan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan salah satu sumber masukan dalam perencanaan
pembangunan Kabupaten/Kota.
21
Pada UU Desa, untuk mengakomodir asas demokrasi, kemandirian,
partisipasi, kesetaraan dan pemberdayaan, perencanaan pembangunan
desa tidak semata-mata bersifat top down, namun juga menyusun konsep
desa membangun. Konsep desa membangun ini mengedepankan
musyawarah desa untuk memenuhi kebutuhan riil masyarakat. Hal
tersebut dijelaskan dalam pasal 80 UU Desa yang menyebutkan bahwa:
1) Perencanaan pembangunan desa sebagai mana dimaksud dalam pasal
79 diselenggarakan dengan mengikutsertakan masyarakat desa.
2) Dalam menyusun perencanaan pembanguna desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemerintah desa wajib menyelenggarakan
musyawarah perencanaan pembangunan desa.
3) Musyawara perencanaan pembangunan desa menetapkan prioritas,
program, kegiatan dan kebutuhan pembangunan desa yang didanai
oleh anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat
desa, dan/atau anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten/Kota.
4) Prioritas, program, kegiatan dan kebutuhan pembangunan Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dirumuskan berdasarkan
penilaian terhadap kebutuhan masyarakat desa yang meliputi:
22
a. Peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan dasar.
b. Pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dan lingkungan berdasarkan
kemampuan teknis dan sumberdaya lokal yang tersedia.
c. Pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif.
d. Pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk kemajuan
ekonomi.
e. Peningkatan kualitas ketertiban dan ketentraman masyarakat desa
berdasarkan kebtuhan masyarakat desa.
2. Pelaksanaan
Berdasarkan peraturan pemerintah No. 60 tahun 2014 tentang dana desa
yang bersumber dari APBN dan Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2014
tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 6 tahun 2014 tentang
Desa telah diatur beberapa pokok penggunaan keuangan desa. Pada pasal
100 PP No. 43 tahun 2014 disebutkan bahwa belanja desa yang ditetapkan
dalam APBDesa digunakan dengan ketentuan:
a. Paling sedikit 70% dari jumlah anggaran belanja desa digunakan untuk
mendanai penyelenggaraan pemerintah desa, pelaksaan pembangunan
desa, pembinaan kemasyarakatan desa dan pemberdayaan masyarakat
desa.
b. Paling banyak 30% dari jumlah anggaran belanja desa digunakan untuk
penghasilan tetap dan tunjangan Kepala Desa dan Perangkat Desa,
23
Operasional Pemerintah Desa , Tunjangan dan Operasinal Badan
Permusyawaratan Desa dan Insentif Rukun Tetanggan dan Rukun Warga.
Dari pasal tersebut terlihar bahwa keuangan desa hanya dibatasi
untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintah desa, pelaksaan
pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, pemberdayaan
masyarakat desa dan membayar penghasilan maupun tunjangan intensif
bagi perangkat desa badan permusyawaratan desa dan rukun
tetangga/rukun warga.
Dalam merealisasikan APBDesa, Kepala Desa bertindak sebagai
kordinator kegiatan yang dilaksanakan oleh perengakat desa atau unsur
masyarakat desa. Pelaksanaan kegiatan harus mengutamakan
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumberdaya alam yang ada di
desa serta mendayagunakan swadaya dan gotong royong masyarakat.
Semua ketentuan tersebut tercantum dalam pasal 121 PP No. 43 Tahun
2014.
Selain itu, APBDesa dapat digunakan untuk pembangunan antar
desa atau biasa disebut pembangunan kawasan perdesaan. Pembangunan
kawasan perdesaan merupakan perpaduan pembangunan antar desa yang
dilaksanakan dalam upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas
pelayanan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa melalui
pendekatan pembangunan partisipatif, inisiatif untuk melakukan
pembangunan kawasan perdesaan dapat dilakukan secara botton up
24
dengan pengusulan Kepala Desa kepada Bupati/Walikota dan dapat juga
secara top down sebagai program Gubernur atau Bupati/Walikota.
Dalam melaksanakan kegiatan pembangunan, masyarakat dan
pemerintah desa dapat memperoleh bantuan pendamping secara
berjenjang. Secara teknis, pendampingan dilaksanakan oleh satuan kerja
perangkat daerah Kabupaten/Kota dan dapat dibantu oleh tenaga
pendamping professional, kader pemberdayaan masyarakat desa, atau
pihak ketiga yang dikordinasikan oleh Camat di Wilayah Desa tersebut.
Ketentuan tentang pendamping bagi masyarakat dan pemerintah desa
telah diatur pada pasal 128-131 PP No. 43 tahun 2014 dan Peraturan
Mentri Desa No.3 tahun 2015 tentang pendamping desa.
3. Pertanggungjawaban
Kepala Desa adalah penanggungjawab dari pengelolaan keuangan
desa secara keseluruhan. Dalam PP No. 43 tahun 2014 pasal 103-104
mengatur tata cara pelaporan yang wajib dilakukan oleh Kepala Desa.
Kepala Desa wajib melaporkan laporan realisasi pelaksanaan APBDesa
kepada Bupati/Walikota setiap semester tahun berjalan (laporan
semesteran). Selain itu, Kepala Desa wajib menyampaikan laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa kepada Bupati/Walikota
setiap akhir tahun anggaran (laporan tahunan). Laporan yang dibuat
Kepala Desa ditukan kepada Bupati/Walikota yang dismpaikan melalui
Camat.
25
Pengaturan pelaporan dan pertanggungjawaban penggunaan
APBDesa tercantum dalam Permendagri No. 113 tahun 2014 tentang
pengelolaan keuangan desa. Dalam Permendagri tersebut, diatur pula
standar dan format pelaporan pertanggungjawaban yang harus disusun
oleh Kepala Desa. Seperti ketentuan lampiran yang perlu dipenuhi dalam
laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa, yaitu:
a. Format laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa
tahun anggaran berkenaan.
b. Format laporan kekayaan milik desa per 31 Desember tahun anggaran
berkenaan.
c. Format laporan program pemerintah dan Pemerintah Daerah yang masuk
ke desa.
Dari PP no. 43 tahun 2014 dan Permendagri No. 113 tahun 2014
terlihat bahwa laporan pertanggungjawaban yang harus dibuat oleh
Kepala Desa harus terintegrasi secara utuh, tidak melihat sumber dana
yang diperoleh desa. Hal ini berbeda dengan aturan sebelumnya yang
mewajibkan desa untuk menyusun laporan pertanggungjawaban
penggunaan dana berdasarkan sumber dananya.
UU Desa meletakan prinsip dasar untuk penyelenggaraan
pengawasan pembangunan desa yang meliputi pengawsan oleh sipra-desa
(downroad accountability), pengawasan oleh lembaga desa dan
26
pengawasan dari masyarakat (upward accountability). Terdapat beberapa
mekanisme pengawasan dan pemantauan sebagai berikut:
1. Pengawasan oleh supra desa secara berjenjang oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota dan oleh pemerintah pusat dalam hal ini Kementrian
Dalam Negeri, Kementrian Desa dan Kementrian Keuangan (pasal 26
PP No. 60 Tahun 2014). Dalam operasioanlnya, pengawasan oleh
pemerintah Kabupaten/Kota menjadi tanggungjawab Bupati/Walikota.
Funngsi pengawasan tersebut didelegasikan oleh Bupati/Kota kepada
Camat dan Inspektorat Kabupaten/Kota. Hasil pengawasan
Pemerintah Kabpaten/Kota disampaikan kepada Pemerintah Pusat
terkait dengan unsur pengawasannya. Pengawasan pembangunan desa
disampaikan kepada Kementrian Desa dan pengawasan pemerintahan
disampaikan kepada Kementrian Dalam Negeri.
2. Pengawasan supra desa lainnya adalah pengawasan dari Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP). Hal ini didasari oleh UU No. 15 tahun 2004
tentang pemeriksaan pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara dimana keuangan desa yang berasal dari Pemerintah Puast dan
Pemerintah Daerah termasuk kategori Keuangan Negara karena
sumbernya APBN dan APBD, PP No. 60 tahun 2008 tentang system
pengendalian intern pemerintah juga memberikan kewenangan bagi
27
BPKP untuk mengawasi pengelolaan keuangan desa karena
sumbernya yang berasal dari APBN maupun APBD.
3. Pengawan oleh lembaga BPD sebagai bagian dari fungsi pengawasan
terhadap kinerja Kepala Desa antara lain melalui tanggapan atas
pertanggungjawaban Kepala Desa dan pengaduan masyarakat yang
disampaikan melalui BPD (pasal 55 dan 82 UU Desa).
2.1.6 Pemerintah Desa dan Otonomi Desa
Dalam sejarah perkembangan manusia, desa dipandang sebagai
suatu bentuk organisasi kekuasaan yang pertama sebelum lahirnya
organisasi kekuasaan yang lebih besar seperti kerajaan, kekaisaran dan
negara-negara modern sebagaimana yang dikenal dewasa ini. Ditinjau
dari sudut pandang bidang ekonomi, desa berfungsi sebagai lumbung
bahan mentah (raw material) dan tenaga kerja (man power) yang tidak
kecil artinya. Desa-desa di Jawa banyak berfungsi sebagai desa agraris
yang menunjukkan perkembangan baru, yaitu timbulnya industri-
industri kecil di daerah pedesaan yang merupakan “rural industries”
(Wasistiono, 2007).
Menurut Bintarto (1983), salah satu peranan pokok desa terletak
pada bidang ekonomi. Daerah pedesaan merupakan tempat produksi
pangan dan produksi komoditi ekspor. Peranan pentingnya menyangkut
produksi pangan yang akan menentukan tingkat kerawanan dalam
rangka pembinaan ketahanan nasional. Oleh karena itu, peranan
28
masyarakat pedesaan dalam mencapai sasaran swasembada pangan
adalah penting sekali. Masyarakat desa perkebunan adalah produsen
komoditi untuk ekspor (Wasistiono, 2007).
Secara sosiologis, masyarakat Desa memiliki karakteristik
tertentu yang membedakannya dengan kelompok masyarakat lainnya.
Boeke memberikan gambaran bahwa yang dimaksud dengan Desa
adalah persekutuan hukum pribumi yang terkecil dengan kekuasaan
sendiri dan kekayaan atau pendapatan sendiri. Persekutuan hukum
pribumi terkecil dapat diartikan sebagai persekutuan hukum adat yang
tumbuh dengan sendirinya di dalam masyarakat pribumi dan
mempunyai dasar tradisional, dan juga persekutuan hukum, dimana
hanya penduduk pribumi atau setidak-tidaknya sebagian besar dari pada
penduduk pribumi menjadi anggotanya (Wasistiono, 2007).
Kesatuan masyarakat hukum tersebut mengurus kehidupan
mereka secara mandiri (otonom), dan wewenang untuk mengurus
dirinya sendiri itu dimiliki semenjak kesatuan masyarakat hukum itu
terbentuk tanpa diberikan oleh orang atau pihak lain. Dari sinilah
asalnya mengapa „Desa‟ disebut memiliki otonomi asli, yang berbeda
dengan „daerah otonom‟ lainya seperti Daerah Kabupaten atau Daerah
Provinsi yang memperoleh otonominya dari Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Nasional.
29
Pada tahun 1979 dilahirkan sebuah undang-undang nasional
tentang Pemerintahan Desa yang efektif yaitu Undang-undang Nomor 5
tahun 1979 yang ditetapkan pada tanggal 1 Desember 1979. Kedudukan
pemerintahan desa dapat diketahui dari bunyi pasal 1 huruf a UU No.5
Tahun 1979 yang menyebutkan: “Desa adalah suatu wilayah yang di
tempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk
di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi
pemerintah terendah langsung di bawah Camat dan berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.”
UU No. 5 Tahun 1979 sama sekali tidak memberikan hak
kepada pemerintahan desa atau kepala desa untuk menyelenggarakan
pemerintahan desa, yang peraturan-peraturannya bersumber dari
otonomi desa. Akan tetapi pemerintahan desa menurut UU ini hanya
berhak menyelenggarakan pemerintahan umum yang bersumber dari
pemerintah pusat dan pemerintahan daerah yang otonom di atasnya.
Kedudukan desa tidak lebih dari wilayah administratif seperti
wilayah administratif kelurahan dalam kawasan kota. UU No. 5 Tahun
1979 merupakan produk hukum Pemerintahan Orde Baru yang
dipandang sangat condong menopang Orde Baru dengan politik
stabilitas dan sentralisasinya, sehingga menghambat demokratisasi desa.
30
Kebijakan pengaturan tentang Desa pada masa Orde Baru,
sejauh mungkin diatur secara seragam dan sentralistis, dengan tujuan
untuk kepentingan politik pemerintah. Hal ini secara jelas disebutkan
dalam konsideran menimbang dalam UU No.5 Tahun 1979, bahwa:
“sesuai dengan sifat Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka
kedudukan Desa sejauh mungkin diseragamkan, dengan mengindahkan
keragaman keadaan Desa dan ketentuan adat istiadat yang masih
berlaku”.Namun upaya penyeragaman ini menghambat tumbuhnya
kreativitas dan partisipasi masyarakat dalam memenuhi kehidupan dan
penghidupannya secara mandiri, sehingga akhirnya hanya membuatnya
tertinggal disbanding masyarakat lainnya. Pengaturan terhadap
pemerintahan desa yang kurang berdasar pada karakteristik
masyarakatnya,hanya akan menimbulkan ketidakberdayaan dan
ketergantungan.
Dengan bergulirnya reformasi maka dilakukan pembenahan
mendasar dari sentralisasi menuju desentralisasi. Dalam kaitannya
dengan adanya reformasi pemerintahan Desa, UU No. 5 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah dan UU No. 5 Tahun
1979 tentang Pemerintahan Desa, segera diganti dengan UU No. 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa. Dalam pasal 1 huruf (o) UU
No.5 Tahun 1979 disebutkan bahwa : Desa atau yang disebut dengan
nama lain, selanjutnya disebut Desa adalah kesatuan masyarakat hokum
31
yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat
yang diakui dalam system Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah
Kabupaten”.
UU No. 22 Tahun 1999 menegaskan bahwa desa tidak lagi
merupakan wilayah administratif. Kedudukan pemerintahan desa adalah
subsistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia,
sehingga desa memiliki kewenangan, tugas dan kewajiban untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya sendiri. Artinya
desa tidak dapat berdiri sendiri, dan harus senantiasa melihat dinamika
di atasnya. Walaupun Desa tidak lagi menjadi bawahan atau unsur
pelaksanaan daerah, melainkan menjadi daerah yang istimewa dan
bersifat mandiri yang berada dalam wilayah kabupaten, dimana setiap
warga desanya berhak berbicara atas kepentingan sendiri sesuai kondisi
sosial budaya yang hidup di lingkungan masyarakatnya, tetapi yang
lebih penting adalah bagaimana mengkoordinasikan keanekaragaman
tersebut dalam pemerintahan nasional.
Perkembangan Desa di Indonesia selanjutnya adalah pada saat
diterbitkannya UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Desa memang tidak diatur dalam suatu undang-undang tersendiri,
karena sesuai amanat UUD 1945 secara eksplisit tidak disebutkan
32
kedudukan pemerintahan desa dalam susunan sistem pemerintahan
Negara Indonesia.
Dengan demikian agar urusan yang diserahkan kepada desa
dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan
pemberdayaan pemerintah dan masyarakat desa perlu dilakukan suatu
upaya yang sistemastis dalam menentukan urusan dan kewenangan yang
diserahkan. Upaya sistematis dimaksud tentu saja harus berdasarkan
prinsip-prinsip pengaturan tentang desa dan mempertimbangkan faktor-
faktor lainnya, misalnya dukungan supradesa (Pemerintah
Kabupaten/Kota), sarana dan prasarana, pembiayaan, personil (kualitas
dan kuantitas SDM), serta aspek sosial budaya masyarakat desa.
Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 72 Tahun 2005 tentang
Desa, dinyatakan bahwa Desa (atau dengan sebutan lain) adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempatyang diakui
dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan RI.
Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa tersebut adalah
keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokrasi dan
pemberdayaan masyarakat.
Landasan pemikiran tersebut merupakan wujud pemberian
dukungan dandorongan kepada desa dalam rangka meningkatkan peran
33
sertanya dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah di Indonesia
dan juga mencerminkan Pemerintah Desa sebagai kesatuan
pemerintahan terkecil dan terdekat dengan masyarakat yang dipandang
memiliki kedudukan yang sangat strategis serta sekaligus diharapkan
dapat meningkatkan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat secara
langsung dan cepat.
Untuk meningkatkan peran serta Pemerintah Desa yang dapat
dibentuk di wilayah Kabupaten sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Maka kepada desa diberikan urusan pemerintah
yang menjadi kewenangannya dalam menjalankan roda
pemerintahannya. UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 200 mengatur bahwa
“Pemerintahan desa terdiri dari Pemerintah Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa‟.
Berdasarkan Pasal 206 diatas, khususnya pada butir b, maka
sebagai upayauntuk lebih memberdayakan pemerintah desa dalam
melaksanakan pembangunan dan meningkatkan pelayanan masyarakat
di desa, pemerintah kabupaten/kota dapat menyerahkan pengaturan
sebagai urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kepala desa.
Oleh karena itu, penyerahan sebagai urusan tersebut harus dilakukan
dengan semangat pemberdayaan, dan urusan/kewenangan yang
diserahkan adalah yang dapat mendorong peningkatan pembangunan
34
dan layanan publik di desa, bukan urusan dan kewenangan yang akan
menjadi beban bagi Pemerintah Desa.
Selain dari pada itu pada pasal 215 ayat (1) UU No. 32 Tahun
2004 secara tegas menyebutkan bahwa pembangunan kawasan pedesaan
yang dilakukan olehkabupaten/kota dan atau pihak ketiga, harus
mengikutsertakan pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa.
Pembiayaan atau keuangan merupakan faktor essensial dalam
mendukung penyelenggaraan otonomi desa, sebagaimana juga pada
penyelenggaraan otonomi daerah. Untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri, Desa membutuhkan dana atau biaya yang memadai
sebagai dukungan pelaksanaan kewenangan yang dimilikinya.
Fungsi desa telah didudukkan sebagai komponen pelaksana
pembangunan yang sangat penting. Pada pasal 215 ayat (1) UU No. 32
Tahun 2004 secara tegas menyebutkan bahwa pembangunan kawasan
pedesaan yang dilakukan oleh kabupaten/kota dan atau pihak ketiga,
harus mengikutsertakan pemerintah desa dan badan permusyawaratan
desa. Dengan dikeluarkannya PP No. 72 tahun 2005 tentang Desa, maka
semakin jelas kedudukan desa dalam pemerintahan NKRI, termasuk
didalamnya tentang kewajiban yang tak bisa ditawar-tawar oleh
Pemerintah Kabupaten untuk merumuskan dan membuat peraturan
daerah tentang Alokasi Dana Desa (ADD) sebagai bagian dari
kewenangan fiskal desa untuk mengatur dan mengelola keuangannya.
35
Pengelolaan keuangan desa pun menjadi wewenang desa yang
mesti terjabarkan dalam peraturan desa (Perdes) tentang anggaran
pendapatan dan belanja desa(APBDes).Dengan sumber pendapatan
yang berasal dari pendapatan asli desa sepertidari hasil usaha desa, hasil
kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotongroyong, dan
lain-lain pendapatan asli desa yang sah. Selanjutnya bagi hasil
pajakdaerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% (sepuluh per seratus)
untuk desa dan dariretribusi Kabupaten/Kota sebagian diperuntukkan
bagi desa, dan bagian dari danaperimbangan keuangan pusat dan daerah
yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10%,
yang pembagiannya untuk setiap Desa secara proporsional yang
merupakan Alokasi Dana Desa (ADD). Kemudian pendapatan itu bisa
bersumberlagi dari bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah
Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan
urusan pemerintahan, serta hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang
tidak mengikat.
Selanjutnya regulasi juga membolehkan desa untuk mendirikan
badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi
desa.Artinya desa sesungguhnya telah didorong,di upayakan dan
diharapkan menjadi mandiri dan berdikari. Apalagi bergulirnya dana-
dana perimbangan tersebut melalui Alokasi Dana Desa (ADD) harusnya
menjadikan desa benar-benar sejahtera. PP No. 72 Tahun 2005 tentang
36
Desa, Pasal 68 ayat (1) dan penjelasannyamenyebutkan Sumber
pendapatan Desa terdiri atas:
1. Pendapatan Asli Desa, terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan
desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain
pendapatan asli desa yang sah.
2. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang
diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10%
(sepuluh per seratus), yang pembagiannya untuk setiap Desa secara
proporsional yang merupakan Alokasi Dana Desa.
Penjelasan
Yang dimaksud dengan “bagian dari dana perimbangan keuangan pusat
dan daerah” adalah terdiri dari dana bagi hasil pajak dan sumberdaya
alam ditambah dana alokasi umum setelah dikurangi belanja
pegawai.Dana dari Kabupaten/Kota diberikan langsung kepada Desa
untuk dikelola oleh Pemerintah Desa, dengan ketentuan 30% (tiga puluh
per seratus) digunakan untuk biaya operasional pemerintah desa dan
BPD, sedangkan 70% (tujuh puluh per seratus) digunakan untuk
kegiatan pemberdayaan masyarakat.
3. Bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan
Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan
pemerintahan.
Penjelasan
37
Bantuan dari Pemerintah diutamakan untuk tunjangan penghasilan
Kepala Desa dan Perangkat Desa. Bantuan dari Propinsi dan
Kabupaten/Kota digunakan untuk percepatan atau akselerasi
pembangunan Desa.
4. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.
Yang dimaksud dengan “sumbangan dari pihak ketiga” dapat berbentuk
hadiah, donasi, wakaf, dan atau lain-lain sumbangan, serta pemberian
sumbangan dimaksud tidak mengurangi kewajiban pihak penyumbang.
Yang dimaksud dengan “wakaf” dalam ketentuan ini adalah perbuatan
hukum wakaf untuk dan/atau menyerahkan sebagian harta benda
miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu
tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syariah.
Berdasarkan hal tersebut di atas, khususnya tentang pendapatan
asli desa sangat terbatas, kas desa yang bersumber dari pendapatan asli
desa sangat minim,bahkantidak ada. Padahal desa menjalankan fungsi
pemerintahan yang tidak jauh berbedadengan sub system pemerintahan
lainnya. Dari aspek kebijakan, Desa pada dasarnya memiliki hak untuk
memperoleh bagian dari bagian daerah Kabupaten.
Skema anggaran yang dikembangkan di tingkat Kabupaten secara
umum, masih belum terlihat adanya realisasi kongkrit dari pembagian
38
tersebut. Serapan dana untuk kegiatan rutin hanya menyisakan 20-25%
untuk dana pembangunan, menunjukkan bahwa masih diperlukan usaha
untuk mewujudkan suatu dana perimbangan daerah dengan desa.
Realisasi dana perimbangan Desa akan sangat ditentukan oleh
sejauhmana kabupaten dan desa bisa memperjelas apa yang akan
dilayani di masing-masing level.
Dana perimbangan desa dari setiap desa ditetapkan dengan
mempertimbangkan porsi dari desa yang bersangkutan, tidak ditetapkan
melalui pembagian sama rata,melainkan bagian desa dihitung dengan
porsi kebutuhan dan potensi desa tersebut.Kebutuhan desa
diperhitungkan dari variabel: jumlah penduduk, luas wilayah, kondisi
geografis, potensi alam, tingkat pendapatan masyarakat, dan jumlah
mereka yang berada di bawah garis kemiskinan. Sedangkan potensi desa
adalah gambaran mengenai peluang penerimaan desa, baik dari sektor
pertanian maupun dari sektor lainnya. Perhitungan ini sendiri
diharapkan merupakan perhitungan yang melibatkan atau bahkan
dilakukan sendiri oleh masyarakat desa.
2.1.7 Alokasi DanaDesa(ADD)
Alokasi dana desa(ADD) diderivasi dari formulasi DAU
dengan beberapa proposisi tambahan.Dalam beberapa hal tujuan
keadilan dalam transfer dana, mendorong semangat desentralisasi, tidak
diskriminatif, transparan, sederhana dan mendorong kemajuan desa
39
penerima menarik untuk diterima sebagai landasan. Maksud Alokasi
Dana Desa (ADD) adalah untuk membiayai program Pemerintah Desa
dalam melaksanakan kegiatan pemerintah dan pemberdayaan
masyarakat, dengan tujuan:
1. Meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa dalam
melaksanakan pelayanan pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan sesuai kewenangannya
2. Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan secara
partisipatif sesuai denganpotensi desa
3. Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan
kesempatanberusaha bagi masyarakat desa
4. Mendorong peningkatan swadaya gotong royong masyarakat.
Sumber Pendapatan Desa yang telah dimiliki dan dikelola oleh
Desa tidak dibenarkan diambil alih oleh Pemerintah atau Pemerintah
Daerah. Bagian dari dana perimbangan keuangan Pusat dan Daerah
yang diterima oleh Pemerintah Kabupaten diterjemahkan sebagai ADD.
Tujuan ADD semata-mata bukan hanya pemerataan, tetapi haruslah
keadilan (berdasarkan karakter kebutuhan desa). Sehingga besarnya
dana yang diterima setiap desa akan sangat bervariasi sesuai dengan
karakter kebutuhan desanya. Terdapat tiga kata kunci yaitu pemerataan,
40
keadilan dan karakter kebutuhan desa yang terdiri dari tujuh faktor
yaitu:
1) kemiskinan (jumlah penduduk miskin),
2) Pendidikan dasar,
3) Kesehatan,
4) Keterjangkauan desa (diproksikan ke jarak desa ke ibukota
Kabupaten/Kota dan Kecamatan),
5) Jumlah penduduk,
6) Luas wilayah, dan
7) Potensi desa (diproksikan terhadap target penerimaan PBB Desa per
hektar).
Lebih lanjut Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No.
140/640/SJ, tanggal 22 Maret 2007 perihal “Pedoman Alokasi Dana
Desa dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Desa”
memberikan formulasi sebagai acuan bagi daerah dalammenghitung
Alokasi Dana Desa.Rumus yang dipergunakan berdasarkan asas merata
dan adil. Asas merata adalah besarnya bagian ADD yang sama untuk
setiap desa, atau Alokasi Dana Desa Minimal (ADDM), sedangkan asas
adil untuk setiap desa berdasarkan nilai bobot desa yang dihitung
dengan rumus dan variabel tertentu (misalnya Variabel Kemiskinan,
Keterjangkauan, Pendidikan, Kesehatan, dan lainlain) atau disebut
sebagai Alokasi Dana Desa Proporsional (ADDP).
41
Penetapan besarnya Alokasi Dana Desa (ADD) dari Pemerintah
Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Desa didasarkan atas beberapa
ketentuan sebagai berikut:
1. Dari bagi hasil pajak daerah kabupaten/Kota paling sedikit 10%
untuk desa diwilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan
sebagaimana UU No. 34 Tahun 2000 tentang perubahan Atas UU
No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
2. Dari retribusi Kabupaten/Kota yakni hasil penerimaan jenis retribusi
tertentu daerah Kabupaten/Kota sebagian diperuntukan bagi desa,
sebagaimanadiamanatkan dalam UU No. 34 tahun 2000 tentang
Perubahan atas UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.
3. Bantuan keuangan kepada desa yang merupakan bagian dari Dana
Pemerintah Keuangan pusat dan Daerah yang diterima oleh
Kabupaten/kota antara 5% sampai dengan 10%. Persentase yang
dimaksud tersebut diatas tidak termasuk Dana Alokasi Khusus.
Dasar pemberian Alokasi Dana Desa (ADD) adalah amanat
Pasal 212 ayat (3) UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Desa, yang ditindak lanjuti dengan PP No.72 Tahun 2005 tentang
Desa, khususnya pasal 68 ayat (1). Sedangkan perhitungan besaran
ADD didasarkan pada Surat Menteri Dalam Negeri tanggal 22 Maret
42
2003 No. 140/640/SJ perihal Pedoman Alokasi Dana Desa dari
Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Desa.
2.1.8 Efektivitas Pengalokasian Dana Desa (ADD)
Menurut Osborne dan Gaebler (1997), efisiensi adalah ukuran
berapa banyak biaya yang dikeluarkan untuk masing-masing unit
output, sedangkan efektivitas adalah ukuran kualitas output
itu.Ketika mengukur efisiensi, harus diketahui berapa banyak biaya
yang harus ditanggung untuk mencapai suatu output tertentu. Ketika
mengukur efektivitas harus diketahui apakah investasi tersebut dapat
berguna.Efisiensi dan efektivitas merupakan hal penting, tetapi ketika
organisasi publik mulai mengukur kinerja, seringkali hanya
mengukur tingkat efisiensi saja.
Devas et al. (1989) mengemukakan bahwa efisiensi adalah
hasil terbaik dari perbandingan antara hasil yang telah dicapai oleh
suatu kerja dengan usaha yang dikeluarkan untuk mencapai hasil
tersebut. Pendapatan ini menyatakan bahwa semakin tinggi hasil
perbandingan antara output dan input-nya berarti tingkat efisiensi
semakin tinggi Atau disebut juga daya guna, yaitu mengukut bagian
dari hasil pajak yang digunakan untuk menutup biaya pemungutan
pajak bersangkutan. Selain mencakup biaya langsung, daya guna juga
memperhitungkan biaya tidak langsung bagi kantor atau instansi lain
dalam pemungutan pajak.
43
Menurut Nick Devas (1989), prinsip-prinsip dasar pengelolaan
keuangan daerah yang mengalami perubahan paradigma seiring dengan
pencanangan konsep “goodgovernance” dalam penyelenggaraan pemerintahan
adalah:
1. Transparansi
Adanya keterbukaan pemerintah (birokrasi) di dalam proses pembuatan
kebijakan tentang keuangan daerah, sehingga publik dan DPRD dapat
mengetahui, mengkaji, dan memberikan masukan serta mengawasi
pelaksanaan kebijakan publik yang berkaitan dengan keuangan daerah atau
APBD.
2. Efisien
Pengelolaan keuangan daerah harus didasarkan suatu pemikiran bahwa
setiap pengeluaran anggaran daerah harus diupayakan seefisien mungkin,
guna menghasilkan output yang memadai. Penghematan anggaran sangat
diperlukan dalam rangka mencapai efisiensi. Dengan kata lain, standar
pelayanan minimal merupakan target yang harus dicapai sesuai proporsi
biaya yang ditetapkan.
3. Efektif
Dalam proses pelaksanaan kebijakan keuangan daerah (APBD), pengelolaan
anggaran haruslah tepat sasaran. Selama ini Pemda sering tidak
mempedulikan apakah sasaran yang hendak dicapai dari anggaran belanja
tepat atau tidak, yang penting realisasi anggaran sesuai rencana dan habis
44
terpakai. Pemikiran seperti ini bertentangan dengan pendekatan anggaran
kinerja yang berorientasi hasil atau output.
4. Akuntabilitas
Dalam pengelolaan keuangan daerah dituntut adanya pertanggungjawaban
kepada public yang dapat dilakukan secara institusional kepada DPRD.
DPRD yang akan menilai apakah kinerja pemda dalam mengelola keuangan
daerah atau APBD baik atau buruk dengan menggunakan kriteria atau tolok
ukur sesuai apa yang direncanakan semula.
5. Partisipatif
Peran serta publik secara langsung maupun tidak langsung dalam
pengelolaan keuangan daerah harus dijamin. Kebijakan pembangunan dalam
anggaran daerah (APBD) juga harus mengakomodasikan aspirasi publik dan
mengikutsertakan masyarakat secara langsung.
2.1.9 Pengertian Pembangunan Fisik
Pembangunan fisik merupakan perwujudan nyata dari pembangunan
segi non fisik yang meliputi sosial budaya, sosial ekonomi dan sebagainya.
Aspek pembangunan fisik merupakan perwujudan nyata suatu tuntutan
kebutuhan yang disebabkan oleh pertumbuhan dan perkembangan kegiatan
sosial serta budaya masyarakatnya”. Dengan kata lain bahwa perubahan itu
identik dengan adanya wujud atau bentuk dari pembangunan seperti adanya
gedung-gedung, sarana perumahan, tempat beribadah, sarana pembuatan
jalan, sarana pendidikan, dan sarana umum lainnya.
45
Pelaksanaan pembangunan fisik ditunjukkan dengan adanya proyek-
proyek pembangunan fisik berupa sarana dan prasarana fisik. Sehubungan
dengan hal tersebut, Sujarto (1985) mengemukakan beberapa contoh proyek
pembangunan fisik yang merupakan perwujudan nyata dari pembangunan segi
non fisik, yaitu:
1. Proyek pembangunan fisik bidang sosial antara lain:
a. Bangunan perumahan
b. Bangunan kesehatan
c. Sarana pemerintahan
d. Jaringan fasilitas umum dan lain-lain
2. Pembangunan social budaya antara lain:
a. Bangunan sarana pendidikan
b. Tempat ibadah
c. Seni budaya
d. Bangunan museum sejarah dan lain-lain
3. Proyek fisik social ekonomi antara lain:
a. Pasar dan pusat perkotaan
b. Pusat perkantoran dan perdagangan
c. Bangunan pergudangan
d. Terminal dan stasiun kereta api
e. Jalan raya dan sebagainya
46
Kondisi fisik juga dapat berupa letak geografis, dan sumber-sumber
daya alam. Letak geografis sebuah desa sangat menentukan sekali percepatan
didalam sebuah pembangunan. Letaknya strategis, dalam arti tidak sulit untuk
dijangkau akibat relif geografisnya. Kecepatan proses pembangunan dan
perkembangan suatu kelurahan juga sangat ditentukan oleh itensitas
hubungannya dengan dunia luar, mobilitas manusia dan budaya akan
mempercepat perkembangan desa itu sendiri. Menurut B.S Muljana (2001)
pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah umumnya yang bersifat
infrastruktur atau prasarana, yaitu bangunan fisik ataupun lembaga yang
mempunyai kegiatan lain dibidang ekonomi, sosial budaya, politik daan
pertahanan keamanan.
Sumber daya alam yang terdapat dimasing-masing desa. Dimana
sebuah desa yang mempunyai kekayaan sumber daya alam yang banyak dari
pada desa-desa lainnya, sehingga untuk mengembangkan atau dalam proses
pembangunan desa akan jauh lebih baik dari pada desa yang sedikit
mempunyai sumber daya alam, atau tidak ada sama sekali.
2.1.10 Hambatan Pembangunan Desa
Pembangunan pada prinsipnya adalah suatu proses dan usaha yang
dilakukan oleh suatu masyarakat secara sistematis untuk mencapai situasi atau
kondisi yang lebih baik dari saat ini. Dilaksanakannya proses pembangunan
ini tidak lain karena masyarakat merasa tidak puas dengan keadaan saat ini
yang dirasa kurang ideal. Namun demikian perlu disadari bahwa
47
pembangunan adalah sebuah proses evolusi, sehingga masyarakat yang perlu
melakukan secara bertahap sesuai dengan sumber daya yang dimiliki dan
masalah utama yang sedang dihadapi.
Berkaitan dengan pembangunan desa maka ada beberapa masalah
yang seringkali ditemui diberbagai desa, perlu mendapat perhatian dan segera
diantipasi, diantaranya:
1. Terbatasnya ketersediaan sumberdaya manusia yang baik dan profesional;
2. Terbatasnya ketersediaan sumber-sumber pembiayaan yang memadai,
baik yang berasal dari kemampuan desa itu sendiri (internal) maupun
sumber dana dari luar (eksternal);
3. Belum tersusunnya kelembagaan sosial-ekonomi yang mampu berperan
secara efektif;
4. Belum terbangunnya sistem dan regulasi yang jelas dan tegas;
5. Kurangnya kreativitas dan partisipasi masyarakat secara lebih kritis dan
rasional.
2.1.11 Pengertian Anggaran
Anggaran Menurut Munandar (2001) anggaran adalah ”suatu rencana
yang disusun secara sistematis yang meliputi seluruh kegiatan
perusahaan,yang dinyatakan dalam unit atau kesatuan moneter yang berlaku
untuk jangka waktu yang akan datang.”
Anggaran juga dapat diartikan sebagai istilah perencanaan untuk
pengendalian laba menyeluruh dapat didefenisikan secara luas sebagai suatu
48
anggaran sistematis dan formal untuk perencanaan, pengkoordinasian dan
pengendalian tanggung jawab manajemen (Welsch, 2000).
Menurut Nafarin (2000), “anggaran merupakan rencana tertulis
mengenai kegiatan suatu organisasi yang dinyatakan secara kuantitatif untuk
jangka waktu tertentu dan umumnya dinyatakan dalam satuan uang, tetapi
dapat juga dinyatakan dalam satuan barang maupun jasa”. Menurut Sofyan
(1996) “anggaran merupakan suatu pendekatan yang sistematis dan formal
untuk tercapainya pelaksanaan fungsi perencanaan sebagai alat membantu
pelaksanaan tanggung jawab manajemen”.
Tidak setiap rencana kerja organisasi dapat disebut sebagai anggaran.
Oleh karena itu anggaran memiliki beberapa ciri khusus yang memebedakan
dengan sekedar rencana (Rusdianto, 2006).
1. Dinyatakan dalam satuan moneter Penulisan dalam satuan moneter
tersebut dapat juga didukung oleh satuan kwantitatif lain, misalnya unit.
Penyusunan rencana kerja dalam satuan 10 moneter tersebut, bertujuan
untuk mempermudah membaca dan usaha untuk mengerti rencana
tersebut. Rencana kerja yang diwujudkan di dalam suatu cerita panjang
akan menyulitkan anggota organisasi untuk membaca atau mengerti.
Karena itu, sebaiknya anggaran disusun dalam bentuk kwantitatif moneter
yang ringkas.
2. Umumnya mencakup kurun waktu satu tahun. Bukan berarti anggaran
tidak dapat disusun untuk kurun waktu lebih pendek, tiga bulanan
49
misalnya atau untuk kurun waktu lebih panjang, seperti lima tahunan.
Batasan waktu di dalam penyusunan anggaran akan berfungsi untuk
memberikan batasan rencana kerja tersebut.
3. Mengandung komitmen manajemen Anggaran harus disertai dengan
upaya pihak manajemen dan seluruh anggota organisasi untuk mencapai
apa yang telah ditetapkan. Tanpa upaya serius dari pihak manajemen
untuk mencapainya maka penyusunan anggaran tidak akan banyak
manfaatnya bagi perusahaan. Karena itu, di dalam menyusun anggaran
perusahaan harus mempertimbangkan dengan teliti sumber daya yang
dimiliki perusahaan untuk menjamin bahwa anggaran yang disusun
adalah realistis.
4. Usulan anggaran disetujui oleh pejabat yang lebih tinggi dari pelaksana
anggaran. Anggaran tidak dapat disusun sendiri-sendiri oleh setiap bagian
organisasi tanpa persetujuan dari atasan pihak penyusun.
5. Setelah disetujui anggaran hanya diubah jika ada keadaan khusus. Jadi,
tidak setiap saat dan dalam segala keadaan anggaran boleh diubah oleh
manajemen. Anggaran boleh diubah jika situasi internal dan eksternal
organisasi memaksa untuk mengubah anggaran tersebut. Perubahan
asumsi internal dan eksternal memaksa untuk mengubah anggaran karena
jika dipertahankan malah membuat anggaran tidak relevan lagi dengan
situasi yang ada.
50
6. Jika terjadi penyimpangan/varians didalam pelaksanaannya, harus
dianalisis sebab terjadinya penyimpangan tersebut. Karena, tanpa ada
analisis yang lebih mendalam tentang penyimpangan tersebut maka
potensi untuk terulang lagi di masa mendatang menjadi besar. Tujuan
analisis penyimpangan tersebut adalah untuk mencari penyebab
penyimpangan, supaya tidak terulang lagi di masa mendatang dan agar
penyususnan anggaran dikemudian hari menjadi lebih relevan dengan
situasi yang ada.
2.2 Kajian Empirik
Mahfud (2009) menyatakan sebagian besar penggunaan Alokasi
Dana Desa (ADD) lebih banyak diarahkan pada kegiatan fisik
(pembangunan sarana dan prasarana fisik) dan penambahan kesejahteraan
perangkat desa dalam bentuk dana purna bakti, tunjangan dan sejenisnya
serta sebagian lagi untuk kegiatan rutin. Sementara itu, dari aspek
realisasi masih ditemui realisasi ADD di bawah 60%. .
Kemudian, penelitian Hargono (2011) di Kabupaten Karang Asem
Bali menemukan besarnya Alokasi Dana Desa yang diberikan ke setiap
desa tidak menggunakan formula yang ditentukan dengan pembobotan
tujuh variabel penting desa, tetapi menggunakan pembagian total jumlah
desa di Kabupaten untuk penentuan ADDM (ADD Merata) dan
pembagian total jumlah banjar dinas untuk penentuan ADDP (ADD
proporsional).
51
Dengan demikian, cara tersebut dinilai tidak adil bagi Desa, sehingga
menimbulkan ketidak efektifan penyaluran ADD. Penelitian tentang Dampak
Alokasi Dana Desa terhadap Perekonomian telah dilakukan oleh Prasetyanto
(2012), hasil kajiannya menunjukkan ADDmampu meningkatkan kinerja fiskal
dan perekonomian daerah, mampu mengurangi jumlahpenduduk miskin dan
meningkatkan produk domestik regional bruto sektor pertanian.
Dilihat dari aspk yuridis dan alokasi dana desa (ADD) terhadap
pembangunan desa, seperti yang dikemukakan oleh Aldi (2012), hasil
penelitiannya menyimpulkan Pelaksanaan alokasi dana desa di desa Aliantan
Kecamatan Kabun Kabupaten Rokan Hulu belum efektif, beberapa kendala yang
ditemui seperti kurangnya partrisipasi masyarakat, belum berlakunya pembagian
alokasi dana desa sesuai dengan ketentuan peraturan pemerintah, dan masih
adanya ”lobi-lobi” yang dilakukan pemerintah desa kepada pemerintah daerah.
Hal ini terkait dengan relatif rendahnya sumber daya manusia di desa.
Senada dengan penelitian sebelumnya, Thomas (2013) meneliti
Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dalam upaya meningkatkan
pembangunan di Desa Sebawang Kecamatan Sesayap Kabupaten Tana Tidung.
Hasil kajiannya menunjukkan 30% dari dana desa bisa berjalan sesuai dengan
yang diharapkan dan sisanya kurang optimal. Rendahnya sumber daya manusia
aparat desa dan kurangnya koordinasi tentang pengelolaan Alokasi Dana Desa
(ADD) disinyalir menjadi hambatan dalam proses pengelolaan Alokasi Dana
Desa.
52
2.3 Kerangka Pemikiran
Pengelolaan Alokasi Dana Desa Di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute
Kabupaten Muna didasarkan pada peraturan Bupati Nomor 15 tahun 2012
tentang pengelolaan alokasi dana desa. Melalui Alokasi dana Desa, diharapkan
desa akan mampu menyelenggarakan otonominya agar dapat tumbuh dan
berkembang mengikuti pertumbuhan dari desa itu sendiri. Dimana tujuan UU
Desa adalah menciptakan masyarakat aktif yang mampu menjadi elemen utama
dalam merencanakan,melaksanakan dan mengawasi setiap kegiatan
pembangunan yang terjadi di desa.
Untuk itu,dalam proses pengelolaan alokasi dana desa harusnya
pemerintah desa tidak hanya berfokus pada penyelesaian seluruh tahapan
pengelolaan alokasi dana desa dan hasil akhir berupa terciptanya pembangunan
di desa. Namun pemerintah desa harusnya lebih berfous pada menciptakan
sebuah proses pembangunan yang diciptakan oleh masyarakat desa setempat,
sehingga pembangunan yang dihasilkan adalah pembangunan yang berkualitas,
yakni sebuah hasil pembangunan yang menggambarkan tujuan, kebutuhan dan
hasil kerja bersama seluruh elemen masyarakat desa setempat.
Akan tetapi, dalam proses Pengelolaan Alokasi Dana Desa yang ada Di
Desa Lakapodo belum sesuai dengan prinsip pengelolaan alokasi dana desa
sehingga berdampak belum efektifnya pencapaian tujuan Alokasi Dana Desa itu
sendiri. Hal tersebut utamanya pada aspek perencanaan,pelaksanaan dan
pertanggungjawaban. Kondisi inilah yang akan diteliti Di Desa Lakapodo
53
Kecamatan Watopute Kabupaten Muna, terkait dengan bagaimana efektifitas
pengelolaan alokasi dana desa dalam meningkatkan pembangunan fisik di Desa
lakapodo dan Faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam proses
pengelolaan alokasi dana desa dalam meningkatkan pembangunan fisik Di Desa
Lakapodo Kecamatan watopute kabupaten Muna tahun 2016. Berdasarkan uraian
tersebut diatas maka kerangka pikir penelitian dapat di gambarkan pada skema di
bawah ini :
54
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Pemerintah Desa
Pengelolaan Alokasi
Dana Desa (ADD)
1.Perencanaan:
-Musrebang
2. Pelaksanaan:
-Evaluasi Masyarakat
3.Pertanggungjawaban:
- Penyusunan LPJ
-Evaluasi Masyarakat
Faktor-Faktor yang menghambat
pengelolaan Alokasi Dana Desa
(ADD):
1. Sumber Daya Manusia
2. Partisipasi Masyarakat
3. Informasi
Efektivitas
Analisis Deskriptif
Kesimpulan / Saran
55
BAB 3
METODE PENELITIAN
1.1 Lokasi dan waktu Penelitian
Sesuai dengan judul penelitian ini, maka Lokasi penelitian ini akan di
laksanakan di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna yang
melaksanakan program Pengalokasian Alokasi Dana Desa (ADD), Pemilihan
lokasi penelitian didasarkan pada pertimbangan sebagai keterwakilan wilayah.
Waktu penelitian ini dilaksanakan selama bulan April-Juni 2016.
3.2 Rancangan penelitian
Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah jenis penelitian Deskriptif
yaitu bertujuan untuk mengetahui bagaimana tingkat efektifitas Pengelolaan
Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute
Kabupaten Muna dan bagaimana meningkatkan pembangunan fisik Desa
Lakapodo dalam menjalankan program Alokasi Dana Desa (ADD).
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang ada di Desa
Lakapodo yang berjumlah 1,176 orang, yang terdiri dari laki-laki berjumlah
567 orang dan perempuan berjumlah 609 orang. Dimana 293 orang kepala
keluarga (KK), PNS 26 orang, Pensiun PNS 6 orang, TNI ABRI 1 orang,
Petani dan pedagang 260 kepala keluarga (KK), buruh 89 orang.
55
56
Penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive
sampling. Teknik purposive sampling yaitu cara mengambil sampel dengan
secara sengaja yang telah sesuai dan memenuhi segala persyaratan yang
dibutuhkan yang meliputi: sifat, karakteristik, cirri dan criteria sampel
tertentu. Teknik pengambilan purposive sampling pertama yaitu perangkat
desa yang berjumlah 4 orang terdiri dari: 1 orang Kepala Desa, 1 orang
Bendahara, Sekretaris Desa, dan Ketua LPM. Purposive sampling pengukur
kedua yaitu Tokoh Masyarakat yang berjumlah 5 orang terdiri dari 1 orang
Tokoh Agama, 1 orang Tokoh Adat, dan 1 orang Tokoh Pemuda, serta Kepala
Dusun yang berjumlah 2 orang. Purposive sampling pengukur ketiga yaitu
masyarakat, yang terdiri dari 21 orang. Dengan demikian jumlah purposive
sampling secara keseluruhan sebanyak 30 orang responden.
3.4 Jenis Dan Sumber Data
3.4.1 Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari
responden yang diinginkan oleh peneliti, baik melalui wawancara dengan
narasumber, dan pengumpulan data lapangan lainnya. Data primer yang
dibutuhkan adalah tanggapan pemerintah desa dan masyarakat tentang
penyelenggaraan otonomi desa selama ini.
57
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung
dari objek yang diteliti yang antara lain dilakukan melalui studi literatur,
kepustakaan dan arsip/laporan seperti:
1. Data-data tentang rincian kewenangan yang diberikan oleh Pemerintah
Kabupaten kepada Desa dan kewenangan lainnya yang telah ada pada
Desa;
2. Data-data tentang keadaan umum lokasi penelitian mencakup keadaan
geografis, demografis.
3. Data-data lainnya yang diperoleh dari, BPS, Kecamatan, Desa dan instansi
lain yang terkait
3.5 Metode Pengumpulan Data
1. Studi kepustakaan yaitu pengumpulan data melalui bahan-bahan yang
tertulis yang relevan dengan penelitian ini, seperti literatur dan berbagai
dokumen serta laporan-laporan yang diterbitkan oleh instansi terkait.
2. Studi lapangan yaitu pengumpulan data dimana penulis secara langsung ke
obyek penelitian dengan menggunakan teknik penelitian sebagai berikut:
1) Observasi yaitu salah satu metode dalam pengumpulan data secara sengaja,
terarah, sistematis, dan terencana sesuai tujuan yang akan dicapai dengan
mengamati & mencatat seluruh kejadian dan fenomena yang terjadi dan
mengacu pada syarat dan aturan dalam penelitian.
58
2) Wawancara yaitu suatu metode dalam mengumpulkan data dengan cara
sistematis untuk memperoleh keterangan mengenai masalah yang diteliti
berdasarkan tujuan penelitian.
3.6 Metode Pengolahan Data
1. Reduksi Data
Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar yang muncul dari
catatan-catatan lapangan (Miles dan Huberman (1992).
2. Penyajian Data
Penyajian data merupakan sebagai sekumpulan informasi tersusun yang
memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. (Miles dan Huberman, 1992)
3. Penarikan kesimpulan atau verifikasi
Tahap ini merupakan tahap penarikan kesimpulan dari semua data yang telah
diperoleh sebagai hasil dari penelitian. Penarikan kesimpulan atau verifikasi
adalah usaha untuk mencari atau memahami makna/arti, keteraturan, pola-
pola, penjelasan, alur sebab akibat atau proposisi.
3.7 Teknis Analisis data
Efektivitas menggambarkan kemampuan Pemerintah Desa dalam
merealisasi keuangan Alokasi Dana Desa untuk melaksanakan program yang
direncanakan dibandingakan dengan target yang telah detetapkan berdasarkan
potensi nilai rill (Abbdul Halim,2004).
59
Untuk menjawab permasalahan pertama dan kedua digunakan analisis
deskriptif kualitatif.Dimana analisis deskriptif kualitatif ini yaitu suatu proses
penelitian yang menggunakan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati.
3.8 Variabel Dan Defenisi Operasional Variabel
Untuk menjelaskan konsep operasional dalam penelitian ini, maka
variabel-variabel yang digunakan dapat di operasionalkan sebagai berikut:
1. Pembangunan fisik adalah segala bentuk perbaikan atau bentuk pembangunan
infrastruktur yang dilakukan di desa berupa pembuatan sumur gali dan
pembangunan pasar.
2. Efektifitas dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa adalah dana penerimaan
Alokasi Dana Desa melalui APBDes Di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute
Kabupaten Muna yang di ukur dalam juta rupiahselama tahun 2015.
3. Perencanaan yang di maksud adalah musrembang desa untuk membahas
rencana kegiatan penggunaan anggaran Alokasi Dana Desa, diukur dengan
jumlah dengan pihak yang berpartisipasi (hadir,dan memberi saran), pokok
bahasan dan hasil musrembang serta transparasi rencana kepada masyarakat.
Pelaksanaan yang dimaksud adalah penyelesaian kegiatan yang telah
direncanakan, diukur dengan jumlah pihak yang berpartisipasi (tenaga atau
materi), transparansi informasi kegiatan kepada masyarakat dan penyelesaian
serta capaian tujuan kegiatan. Dan Pertanggungjawaban yang dimaksud
60
adalah penyusunan Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) oleh pemerintah
Desa Lakapodo, diukur dengan pihak penyusunan LPJ, kualitas LPJ, dan
evaluasi bersama masyarakat.
4. Sumber daya manusia (SDM) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
orang atau penduduk desa yang produktif dalam pengelolaan dana desa.
Informasi yang dimaksud adalah informasi yang disampaikan pelaksana
pengelolaan Alokasi Dana Desa, diukur dengan jumlah/masyarakat yang
paham. Dan Partisipasi masyarakat yang dimaksud adalah keterlibatan
masyarakat di Pemerintah Desa Lakapodo melalui musrembang desa dalam
pengelolaan anggaran Dana Desa yang diukur dalam juta rupiah pada tahun
2015.
61
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Desa Lakapodo
4.1.1 Kondisi Geografis Desa Lakapodo
Penelitian ini dilakukan di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute
Kabupaten Muna. Lakapodo adalah sebuah desa kecil yang terletak di
Propinsi Sulawesi Tenggara. Desa Lakapodo terletak +/- 12 Km dari Ibu Kota
Kabupaten Muna,dan +/- 5 Km dari Ibu Kota Kecamatan Watopute denagn
luas wilayah 12,23 km,dengan batasan-batasan sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Sawerigadi
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Wakadia
3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Dana
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Matarawa
Iklim di Desa Lakapodo, sebagaimana di
Desa-Desa lain di Indonesia beriklim tropis, pancaroba dan penghujan, hal
tersebut sangat mempengaruhi kegiatan masyarakat yang ada di Desa
Lakapodo. Desa Lakapodo terdiri dari 2 (Dua) Dusun yaitu Dusun Lakapodo
dan Dusun Wasikondu yang memiliki penduduk 1078 jiwa, dengan jumlah
KK=282, RTM = 233 KK, RTSM= 96 KK. Mata pencaharian warga Desa
Lakapodo adalah petani, selain itu warga Desa Lakapodo berprofesi sebagai
pedagang, tukang, peternak, Pegawai Negeri Sipil(PNS). Sebanyak 65 % Desa
61
62
Lakapodo tergolong sebagai KK miskin dengan penghasilan rata-rata Rp
20.000 per hari.
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Sesuai Dengan Dusun/Lingkungan
No. Dusun Jumlah Jiwa Kepala
Keluarga L P Total
1 Lakapodo 303 204 507 127
2 Wasikondu 350 221 571 155
Jumlah Total 653 425 1078 282
Sumber:Kantor Desa Lakapodo Tahun 2015
Dari tabel jumlah penduduk diatas menunjukan bahwa, Desa
Lakapodo terdiri dari 2(Dua) dusun, yaitu Dusun Lakapodo dan Dusun
Wasikondu, memiliki jumlah penduduk sebanyak 1078 jiwa, dimana laki-laki
berjumlah 507, dan perempuan berjumlah 571, dengan jumlah Kepala
Keluarga (KK) sebanyak 282 jiwa.
Tabel 4.2 Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Lakapodo
No Tingkat Pendidikan Orang (Jiwa)
1 TT SD 140
2 SD 206
3 SMP 133
4 SMA 105
5 DIPLOMA 24
6 SARJANA 44
Sumber : Kantor Desa Lakapodo Tahun 2015
Dari tabel tingkat pendidikan diatas menunjukan bahwa, pendidikan
masyarakat Desa Lakapodo masih sangat rendah dimana masyarakat yang
Tidak Tamat SD sebanyak 140 orang, dan yang tamat SD sebanyak 206, SMP
sebanyak 133 orang, SMA sebanyak 105 orang dan masyarakat yang jenjang
63
pendidikan Diploma sebanyak 24 orang, serta masyarakat yang jenjang
pendidikann Sarjana mencapai 44 orang.
4.1.2 Struktur Organisasi
Untuk mendukung dan mengoptimalkan pelaksanaan Pengelolaan Alokasi
Dana Desa dalam meningkatkan pembangunan fisik Desa Lakapodo, maka
perangkat kerja organisasi masalah Pengelolaan Alokasi Dana Desa dan
peningkatan pembangunan fisik menjadi tugas dan tanggung jawab penuh
Kepala Desa, dan Bendahara Desa yang ditunjuk langsung oleh Kepala Desa
Lakapodo.
Struktur organisasi Desa Lakapodo dalam bidang Pengelolaan Alokasi
Dana Desa dalam meningkatkan pembangunan fisik dilengkapi pula dengan
tim pengawasan oleh BPD serta pelaksana perencanaan yaitu kaur
pembangunan, sehingga peningkatan pembangunan fisik di Desa Lakapodo
dapat mencapai target yang optimal.
Pembentukan organisasi dalam lingkup pemerintah Desa Lakapodo
Kecamatan Watopute agar terjadi sinkronisasi dan etos kerja yang sinergis
serta saling menunjang antara satu bidang dengan bidang lainnya dan antara
satu seksi dengan seksi lainnya, terutama dalam mengoptimalkan efektivitas
Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan pembangunan fisik di
Desa Lakapodo Kecamata Watopute. Selain dari bidang teknis dan
pengelolaan alokasi dana desa yang merupakan teknisi Pengelolaan Alokasi
Dana Desa dalam meningkatkan pembangunan fisik di Desa Lakapodo
64
Kecamatan Watopute Kabupaten Muna, juga terdapat bidang lain yang
menunjang termaksud Sekretaris Desa yang mendukung pelaksanaan tugas-
tugas organisasi yang bekerja langsung di lapangan. Adapun struktur
organisasi Desa Lakapodo Kecamatan Watopute, sebagaimana di kemukakan
pada gambar berikut:
65
Gambar: 4.2.1
Sumber:Kantor Desa Lakapodo Tahun 2015
STRUKTUR ORGANISASI PEMERINTAH DESA LAKOPADO
BPD
LD. SAFIUDDIN
KEPALA DESA
desaDESA
LA REKA
SEKRETARIS DESA
LD.YUNUS,S.HUT
KAUR PEMBANGUNAN
LA MIRU
KAUR PEMERINTAH
LA SALI
KAUR UMUM
LD ROI
KADUS II
LA INTA LA SUHI
KADUS I
66
4.1.3 Deskripsi Responden
Adapun responden dalam penelitian ini adalah pemerintah Desa
Lakapodo Kecamatan Watopute dan masyarakat Desa Lakapodo yang
berjumlah sebanyak 30 orang. Data penelitian ini dikumpulkan dengan cara
wawancara langsung dengan responden, dimana peneliti melakukan wawancara
langsung disetiap rumah responden, sehingga data yang digunakan dalam
penelitian ini berjumlah 30 orang responden. Deskripsi responden pada
penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan status
pekerjaan. Ringkasan dari deskripsi responden dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.3 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Presentase (%)
1 Laki-Laki 25 83,33
2 Perempuan 5 16,67
Total 30 100 Sumber: Data Diolah, 2016
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang paling
banyak ikut berpartisipasi dalam penelitian ini adalah responden laki-laki yaitu
sebanyak 25 orang atau sebesar 83,33% sedangkan sisanya sebanyak 5 orang
adalah responden perempuan dengan presentase 16,67%.
Tabel 4.4 Responden Berdasarkan Tingkat Usia
No Tingkat Usia Jumlah (Orang) Presentase (%)
1 <30 Tahun - -
2 30-40 Tahun 4 13,33
3 41-50 Tahun 8 26,67
4 >50 Tahun 18 60
Total 30 100 Sumber: Data Diolah, 2016
67
Berdasarkan Usia, di Desa Penelitian antara lain berusia diatas 50 tahun
sebanyak 18 orang (60%), kemudian responden dengan usia 41 - 50 tahun
sebanyak 8 orang (26,67%) sedangkan sisanya usia 30 – 40 tahun sebanyak 4
orang (13,33%).
Tabel 4.5 Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Presentase (%)
1 Tidak Sekolah 1 3,33
2 SD 1 3,33
3 SMP 5 16,67
4 SMA/SMK 13 43,33
5 Diploma 3 10
6 S1 7 23,33
Total 30 100 Sumber: Data Diolah, 2016
Berdasarkan tingkat pendidikannya, yang paling banyak ikut
berpartisipasi dalam penelitian ini adalah mereka yang memiliki tingkat
pendidikan SMA/SMK dengan presentase 43,33% atau sebanyak 13 orang,
kemudian yang memiliki tingkat pendidikan S1 sebanyak 7 orang dengan
presentase 23,33% kemudian sebanyak 5 orang dengan presentase 16,67%
adalah responden dengan tingkat pendidikan SMP, kemudian yang memiliki
tingkan pendidikan Diploma sebanyak 3 orang dengan presentase 10% dan
masing-masing sebanyak 3 orang responden memiliki tingkat pendidikan SD
dan tidak sekolah.
68
4.2. Hasil Penelitian
4.2.1Efektivitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dalam Meningkatkan
Pembangunan Fisik Di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten
Muna
Pengelolaan Alokasi Dana Desa mulai di implementasikan di
Indonesia pada tahun 2005 dengan dasar Peraturan Pemerintah No. 72 tahun
2005 tentang desa yang kini telah di pertegas dengan lahirnya UU No. 6 tahun
2014 tentang desa. Aturan ini mewajibkan kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota untuk mengalokasikan dana transfer dari pusat dan di teruskan
ke rekening desa yang dikenal dengan Alokasi Dana Desa (ADD).
Alokasi Dana Desa (ADD) adalah dana yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang dialokasikan dengan
tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar desa untuk mendanai
kebutuhan desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan
pembangunan serta pelayanan masyarakat. Alokasi Dana Desa (ADD)
merupakan perolehan bagian keuangan desa dari Kabupaten yang
penyalurannya melalui kas desa.
4.2.2 Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dalam Meningkatkan Pembangunan Fisik
di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute
Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam Pembangunan Fisik di Desa
Lakapodo Kecamatan Watopute merupakan proses pengendalian, pengaturan,
mengurus, menyelenggarakan anggaran dana desa untuk keperluan
pembangunan fisik dan non fisik dimulai dari perencanaan sampai evaluasi
69
hal ini diperuntukkan untuk kesejahteraan masyarakat Di Desa Lakapodo
agar dapat tumbuh dan berkembang secara merata dan terarah sesuai dengan
perencanaan program-program pemerintah berdasarkan aturan-aturan yang
berlaku.
1. Tahap Perencanaan Pengelolaan Alokasi Dana Desa
Tahap perencanaan Pengelolaan Alokasi Dana Desa di Desa Lakapodo
Kecamatan Watopute, telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dimana
telah diawali dengan pembentukan tim pelaksana dan proses perencanaan
dilakukan dengan model partisipatif dalam kegiatan musrembang. Tim
pelaksana Alokasi Dana Desa yang dimaksud dalam perencanaan tersebut
terdiri dari Kepala Desa selaku Penanggung Jawab Operasional Kegiatan
(PJOK), sekretaris desa selaku Penanggung Jawab Administrasi (PJAK),
bendahara desa selaku Kepala Urusan Keuangan (KUK) dan di bantu oleh
lembaga kemasyarakatan di desa.
Perencanaan dengan model partisipatif dilakukan melalui musrembang
desa dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat mulai dari lembaga
masyarakat, tokoh masyarakat dan seluruh masyarakat desa. Musrembang
desa tersebut bertujuan untuk mendorong masyarakat agar turut serta
berpartisipasi dalam menyusun dan menentukan rencana kegiatan
pembangunan di desa. Sehingga rencana kegiatan yang tertuang dalam Daftar
Usulan Rencana Kegiatan (DURK) yang di hasilkan adalah gambaran dari
harapan dan kebutuhan seluruh masyarakat setempat.
70
Akan tetapi, hasi pengamatan dan informasi yang diperoleh
menunjukan bahwa kegiatan musrembang dalam tahapan perencanaan di Desa
Lakapodo Kecamatan watopute masih sebatas kepada memenuhi ketentuan
dan belum menyentuh kepada esensi yang terkandug dari maksud kegiatan
musrembang desa, lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.6 Tahapan Perencanaan Pengelolaan ADD Desa Lakapodo Dalam
Kegiatan Musrembang.
Variabel Indikator Ukuran Partisipasi
(orang)
Persen (%)
Perencanaan
Kegiatan
musrembang
Hadir 20 66.66
Hadir dan
berpendapat
- -
Tak hadir 10 33,33
Total 30 100
Pokok
bahasan
Jumlah
anggaran
20 66,67
Penyusunan
rencana
3 10
Tidak tahu 7 23,33
Total 30 100
Hasil
Musrembang
Tersusunya
DURK
- -
Belum
tersusunya
DURK
23 76,67
Tidak tahu 7 23,33
Total 30 100
Sosialisasi
DURK
kepada
masyarakat
Ada 3 10
Tidak ada 21 70
Tidak tahu 6 20
Total 30 100
Sumber: Data diolah dari kantor Desa Lakapodo Tahun 2016
Keterangan: DURK (Daftar Usulan Rencana Kerja)
71
Dari tabel diatas, terlihat bahwa tingkat partisipasi masyarakat masih
sangat rendah, kondisi tersebut ditunjukan dengan sedikitnya jumlah
masyarakat yang hadir maupun yang menyampaikan aspirasi/pendapat dalam
musrembang dengan kegiatan yang akan dilakukan. Dari 30 responden
kalangan masyarakat, sebanyak 20 orang atau 66,66 % yang menghadiri
kegiatan musrembang desa tersebut, tetapi mereka tidak menyampaikan
aspirasi/usulan rencana kegiatan. Sedangkan 10 orang atau 33,33 % lainya
tidak hadir.
Berikut hasil wawancara peneliti kepada Kepala Desa Lakapodo yaitu
Bapak La Reka mengenai tahapan Perencanaan pengelolaan ADD dan
bagaimana partisipasi masyarakat desa dalam kegiatan musrembang, yaitu
sebagai berikut:
“Dalam proses musrembang yang dilakukan ,partisipasi lembaga desa
dan masyarakat masih tergolong rendah.Masyarakat yang hadir hanya
sedikit sekitar 15% dari total masyarakat usia produktif, ditambah lagi tidaka
ada aspirasi yang mereka sampaikan pada saat musrembang desa sedang
berjalan.Hal ini selain masyarakat mempunyai kesibukan sendiri,juga
kepedulian terhadap desa itu sangat rendah.”(wawancara 13 mei 2016).
Selanjutnya Tabel 4.6 diatas juga menunjukan bahwa dalam proses
musrembang desa pemerintah kurang transparan dalam memberikan
informasi kepada masyarakat. dari 30 responden, hanya 3 orang atau 10 %
yang mengatakan bahwa dalam musrembang yang dibahas terkait rencana
72
kegiatan yang boleh dilakukan,sebanyak 20 orang atau 66,67 % lainya
mengatakan bahwa dalam musrembang pemerintah desa hanya sekedar
memberikan informasi terkait jumlah anggaran yang diterima oleh desa,dan
sisanya sebanyak 7 orang atau 25,93 % mengatakan tidak tahu. Informasi ini
seperti pernyataan salah satu anggota masyarakat yaitu bapak Asdar yang
mengatakan bahwa:
“Kami masyarakat desa ini masih kurang paham dengan apa itu
perencanaan untuk membangun desa, di tambah lagi pemerintah desa juga
tidak pernah menjelaskan kepada kami. Jadi wajar kalau saya pribadi dan
sejumlah masyrakat lainnya hanya datang untuk sekedar hadir ,karena
memang kami tidak tahu harus bicara apa”(Wawancara 15 mei 2016).
Kondisi tersebut menyebabkan kegiatan musrembang desa dalam
meningkatkan pembangunan fisik Desa Lakapodo tidak berjalan dengan baik,
terbukti tidaka adanya rencana kegiatan yang tersusun . Dalam tabel 4.6
Terlihat bahwa 30 orang responden ,seluruh responden yang hadir yaitu
sebanyak 23 atau 76,67 % sependapat bahwa tidak ada Daftar Usulan
Rencana Kegiatan (DURK) yang di hasilkan.Sedangkan 7 orang responden
lainnya atau 23,33 % mengatakan tidak tahu sebap mereka tidak menghadiri
kegiatan musrembang yang bertujuan untuk mengadakan sosialisasi dalam
meningkatkan pembangunan fisik Desa Lakapodo.
Oleh karena itu, secara keseluruhan proses perencanaan kegiatan
pengelolaan alokasi dana desa dalam meningkatkan pembangunan fisik Di
73
Desa Lakapodo yang tertuang dalam DURK tersebut ditentukan secara pribadi
oleh pemerintah desa selaku tim pelaksana penegelolaan alokasi dana desa
dalam meningkatkan pembangunan fisik Desa Lakapodo. Hal ini sesuai
dengan hasil wawancara dengan ketua BPD Lakapodo,yaitu bapak Laode
Safiuddin yang menyatakan bahwa:
“Kegiatan musrembang desa yang harusnya mampu menghasilkan
berbagai rencana kegiatan dalam penggunaan anggaran alokasi dana desa
tidak berjalan sebagai mana mestinya. Dalam kegiatan tersebut selain
masyarakat yang hadir hanya sedikit, namun masyarakat yang hadir tidak
pengusulkan rencana apapun. Sehingga rencana kegiatan yang ada,
semuanya ditentukan oleh pemerintah desa secara sepihak, baik perencanaan
pembuatan pasar dan pembuatan sumur gali yang kemudian nantinya akan
disalurkan kepada masyarakay dengan menggunakan mesin penarik
air”(Wawancara tanggal 18 mei 2016).
Penyusunan rencana kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah desa
seperti hasil wawancara diatas tidaklah menjadi masalah, apabila rencana
yang tertuang dalam DURK kembali di informasikan dan disosialisasikan
kepada seluruh masyarakat guna meminta tanggapan masyarakat. Akan tetapi,
dari tabel 4.2.1 diatas terlihat bahwa dari 30 oarng total responden hanya 3
orang atau 10 % mengatakan bahwa DURK di informasikan kepada
masyarakat, sebanyak 21 oarng atau 70% mengatkan bahwa tidak ada
74
informasi terkait DURK dan sisanya sebanyak 6 orang atau 20% mengatakan
tidak tahu.
Berikut hasil wawancara dengan ketua LPM Desa Lakapodo yaitu bapak La
Rifat yang mengatakan bahwa:
“Rencana pembangunan yang akan dilaksanakan di Desa Lakapodo ini
memamng tidak pernah disampaikan oleh pemerintah desa kepada
masyarakat.masyarakat hanya dijadikan penonton yang menyaksikan setiap kegiatan
yang terjadi di desa”(wawancara 18 mei 2016).
Dari beberapa hasil wawancara peneliti dengan beberapa informan pada tahap
perencanaan yaitu bapak La Reka selaku Kepala Desa, Laode Safiuddin selaku
ketua BPD, La Rifat selaku ketua LPM dan Ardin Masyarakat Desa Lakapodo.
Peneliti menemukan bahwa kurangnya kepedulian masyakat dan kurangnya
transparasi dari pihak pemerintah desa dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa, serta
kurangnya pemahaman masyarakat mengenai tahapan perencanaan pembangunan
dalam Pengeloaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan pembangunan fisik
Desa Lakapodo.
Dari penjelasan diatas menunjukan bahwa walaupun pada akhirnya penyusunan
rencana kegiatan Alokasi Dana Desa yang tertuang dalam DURK dapat terselesaikan
dengan baik.Namun karena rencana yang dihasilkan tidak berdasarkan aspirasi
masyarakat serta kurangmya transparasi informasi dari pemerintah desa,maka dapat
dikatakan bahwa tahap pelrencanaan pengelolaan alokasi dana desa dalam
75
meningkatkan pembangunan fisik Di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute masih
kurang baik.
2. Tahapan Pelaksanaan Pengelolaan Alokasi Dana Desa
Pelakasanaan kegiatan Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan
pembangunan fisik, dengan anggaran Alokasi Dana Desa di Desa Lakapodo
didasarkan pada peraturan Bupati Kabupaten Muna No. 15 tahun 2012 tentang
pengelolaan alokasi dana desa. Alokasi Dana Desa di peruntukan untuk pelaksanaan
fisik berupa infrastruktur fasilitas penunjang masyarakat dan pemberdayaan
masyarakat dengan ketentuan 30% (tiga puluh persen) digunakan untuk kegiatan
operasional pemerintah desa dan BPD,serta 70% digunakan untuk kegiatan
pemberdayaan masyarakat.
Selanjutnya berdasarkan ketentuan Peraturan Bupati No. 2 Tahun 2015
tentang penetapan besaran Alokasi Dana Desa minimum dan Alokasi Dana Desa
propersional di lingkungan pemerintah Kabupaten Muna Tahun anggaran 2015,
besaran Alokasi Dana Desa yang diperoleh Desa Lakapodo adalah sebesar
Rp.283.984.000.00(dua ratus delapan puluh tiga juta Sembilan ratus delapan puluh
empat ribu rupiah).
Adapun terkait efektifitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan
pembangunan fisik di Desa Lakapodo dapat dilihat pada tebel 4.2 berikut:
76
Tabel 4.7 Alokasi Penggunaan Anggaran ADD Tahun 2015
Bidang
Kegiatan
Jenis Kegiatan Anggaran (Rp) Persen (%)
Pembangunan
Desa
Pembangunan
Pasar
175.152.000 61,67
Pembuatan Sumur 12.152.000 4,27
Bibit Pala 96.680.000 34,04
Total 283.984.000 100
Sumber :Diolah dari laporan pertanggung Jawaban Desa Lakapodo Tahun 2015
Tabel 4.7 menunjukan bahwa jumlah Alokasi Dana Desa yang diterima oleh
Desa Lakapodo adalah sebesar Rp 283.984.000, dimana pengalokasian anggaran
Alokasi Dana Desa oleh pemerintah Desa Lakapodo diperuntuhkan untuk
pembangunan desa dengan jenis kegiatan yakni, pembangunan pasar Lakapodo
dengan anggaran sebesar Rp 175.152.000 atau sekitar 61,67 %, pembuatan sumur
gali dengan anggaran sebesar Rp 12.152.000 atau sekitar 4,27 %, dan pengadaan bibit
pala dengan anggaran sebesar Rp 96.680.000 atau sekitar 34,04 %.
Informasi yang diperoleh dari 30 responden terkait tahapan pelaksanaan
dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa Di Desa Lakapodo bahwa tingkat partisipasi
dari setiap tahapan Pengelolaan Alokasi Dana Desa masih sangat rendah, baik dalam
bentuk tenaga ataupun materi dalam mendukung kegiatan pembangunan di Desa. Hal
ini terlihat dalam proses kegiatan pembangunan yang ada di Desa Lakapodo yaitu
77
pembangunan pasar dan pembuatan sumur gali, serta pengadaan bibit pala. Informasi
yang diperoleh dari 30 responden bahwa dalam kegiatan tersebut tidak ada sama
sekali partisipasi dari masyarakat untuk mendukung kegiatan tersebut. Hal tersebut
seperti yang dikemukakan oleh Kepala Desa Lakapodo yaitu Bapak Lareka yang
menyatakan bahwa:
“Tingkat kepedulian masyarakat terhadap kegiatan pembangunan sangat
rendah, jangankan dipanggil untuk bekerja, dipanggil pada saat musrembang saja
untuk sosialisasi sangat susah” (wawancara 16 Mei 2016).
Hasil penelitian juga menunjukan bahwa dalam pelaksanaan rencana kegiatan
pemerintah desa masih kurang transparan dalam memberikan informasi kepada
masyarakat. Kurangnya transparansi informasi yang dimaksud adalah bahwa dalam
pelaksanaan rencana kegiatan, pemerintah desa tidak terlebih dahulu memberikan
informasi atau meminta partisipasi masyarakat. Kondisi inilah yang menjadi salah
satu penyebab rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam mendukung kegiatan
pembangunan di desa. Hal ini seperti pernyataan salah satu anggota masyarakat ,
yaitu Bapak Iwaluddin yang menyatakan bahwa:
“Banyak masyarakat yang tidak berpartisipasi dalam setiap kegiatan desa
karena sebagian masyarakat kecewa dan tidak suka dengan kinerja Kepala Desa
sekarang selain kurangnya peduli dengan kondisi social masyarakat , juga pilih kasih
dan tidak adil dalam memberikan bantuan yang bersumber dari desa”(wawancara 1
Juni 2016).
78
Pendapat lain yang dikemukakan oleh tokoh masyarakat Desa Lakapodo yaitu
Bapak Laode Ndoke yang menyatakan bahwa:
“Kondisi desa saat ini sudah sangat jauh dengan slogan-slogan yang melekat
pada desa, seperti kehidupan desa yang harmonis, rasa persaudaraan yang baik dan
semangat gotong royong masyarakat desa yang tinggi. Terlibatnya masyrakat dalam
politik sangat merusak hubungan silaturahmi antar masyarakat”(wawancara 1 juni
2016).
Dalam tahapan pelaksanaan pengelolaan alokasi dana desa Di Desa
Lakapodo ini, dari setiap pembangunan desa yang dilakukan yakni pembangunan
pasar dengan anggaran 175.152.000 dan pembuatan sumur gali dengan anggaran
sebesar 12.152.000, serta pengadaan bibit pala dengan anggaran sebesar 96.680.000
dapat terselesaikan dengan baik namun dikarenakan kurangnya transparansi informasi
terkait pelaksanaan perencanaan kegiatan oleh pemerintah desa kepada masyarakat,
sehingga pencapaian tujuan pengelolaan alokasi dana desa yang dilakukan di Desa
Lakapodo belum efektif. Berikut pernyataan masyarakat terkait kualitas
penyelenggaraan pemerintah desa, salah satunya Ketua LPM Desa Lakapodo, Bapak
La Rifat yang menyatakan bahwa:
“Banyaknya anggaran yang digunakan untuk operasional pemerintah mulai
dari tunjangn dan belanja alat-alat kantor tidak memberikan dampak terhadap
peningkatan kualitas penyelenggaraan pemerintah, bahkan kantor desa tidak pernah
terbuka”(wawancara 1 Juni 2016).
79
Pendapat lain terkait belum efektifnya pencapaian tujuan pengelolaan
alokasi dana desa, disampaikan oleh ketua BPD yakni Bapak Laode Safiuddin
menyatakan bahwa:
“kegiatan pembangunan desa yakni salah satunya pembangunan
pasar Lakapodo sebenarnya sudah cukup baik karena akan mempermudah
masyarakat dalam menjual hasil tani mereka tanpa harus pergi di desa
tetangga. Namun hal ini tidak efektif karena tidak ada pengawasan yang
dilakukan oleh desa masyarakat dan itu dikarenakan kurangnya pemahaman
masyarakat mengenai tanggungjawab mereka sebagai tim evaluasi langsung
dari setia kegiatan pembangunan yang terjadi di desa”(wawancara 30 Mei
2016).
Melihat berbagai masalah diatas, walaupun semua rencana yang telah
disusun dapat terselesaikan dengan cukup baik. Namun, tahap pelaksaan
pengelolaan alokasi dana desa dalam meningkatkan pembangunan fisik di
Desa Lakapodo dapat dikatakan kuarng efektif.
3. Tahapan Pertanggung Jawaban Pengelolaan Alokasi Dana Desa
Tahapan penyelesaian penyusunan pertanggungjawaban Pengelolaan
Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan pembangunan fisik Di Desa
Lakapodo Kecamatan Watopute, dalam tahapan pertanggungjawaban ini tidak
efektif, dimana penyusunan Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) tidk di
susun oleh pemerintah desa, namun penyusunan laporan pertanggung Jawaban
ini disusun dan diselesaikan oleh pihak ketiga yang bukan berasal dari pihak
80
pemerintah atau lembaga Desa Lakapodo serta tidak ada transparansi kepada
masyarakat, sehingga masyarakat tidak mengetahui tanggungjawab mereka
sebagai tim evaluasi dari setiap kegiatan yang dilakukan dalam Pengelolaan
Alokasi Dana Desa.
Tabel 4.8 Penilaian Tahapan Pertanggungjawaban Pengelolaan ADD
Variable Indikator Ukuran Partisipasi
(orang)
Persen (%)
Pertanggung
Jawaban
Pihak
penyusunan
LPJ
Pemerintah
desa bersama
BPD
5 16,67
Pihak lainya 7 23,33
Tidak tahu 18 60
Total 30 100
Kualitas LPJ Baik 19 63,33
Tidak tahu 11 36,67
Total 30 100
Evaluasi
kegiatan
bersama
masyarakat
Ada 2 6,67
Tidak ada 24 80
Tidak tahu 4 13,33
Total 30 100
Sumber :Diolah dari Kantor Desa Lakapodo Tahun 2016
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari total responden sebanyak 5
orang atu 16,67% mengatakan bahwa Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ)
disusun oleh pemerintah desa bersama BPD, sedangkan 7 orang lainya atau
23,33% mengatakan bahwa Laporan Pertanggung Jawaban disusun oleh
pihak lainya yaitu pihak ketiga yang bukan berasal dari unsur pemerintah atau
lembaga Desa Lakapodo. Sedangkan sisanya sebanyak 18 orang atu 60%
tidak mengetahui siapa pihak yang menyusun laporan pertanggungjawaban
Desa Lakapodo tersebut. Dan hasil penelitian menunjukan bahwa, laporan
81
pertanggungjawaban Desa Lakapodo memang tidak disusun oleh pemerintah
desa selaku penanggung jawab pelaksana kegiatan, melainkan disusun oleh
pihak lainnya. Hal ini berdasarakan hasil wawancara dengan Bendahara Desa
Lakapodo yaitu Bapak Andi antang yang menyatakan bahwa:
“Kualitas SDM pemerintah Desa Lakapodo ini memang masih tergolong
sangat rendah, selain memang karena rata-rata hanya tamatan SMA ,
pemerintah desa juga masih belum mempunyai pengalaman dalam mengelola
atau mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran alokasi dana desa
sebanyak ini dan yang menjadi penghamabt kami sebagai pemerintah desa
juga data yang kami miliki tidak tersimpan sehingga kami kesulitan dalam
mengelola anggaran tersebut dan juga kami sangat tidak memahami dalam
pengoperasian computer.”(Wawancara 13 mei 2016)
Pernyataan diatas didukung pula oleh hasil wawancara dengan Bapak
Laode Yunus,S.Hut selaku Sekretaris Desa Lakapodo,yang menyatakan
bahwa:
“Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Desa Lakapodo memang belum
disusun oleh pemerintah desa selaku penanggungjawab kegiatan yang ada
didesa,dikarenakan kualitas sumberdaya aparatur desa sangat rendah atau
belum memadai untuk menyusun LPJ,tetapi hal ini harus dimaklumi karena
ini merupakan hal yang baru bagi pemerintah desa,khususnya diDesa
Lakapodo ini.”(Wawancara 13 mei 2016).
82
Selanjutnya pada tabel 4.8 diatas menunjukan bahwa Laporan
Pertanggungjawaban Desa Lakapodo sudah baik, dimana dari 30 responden
sebanyak 19 orang atau 63,33% mengatakan bahwa Laporan
Pertanggungjawaban yang dibuat dapat diterima dengan baik oleh Pemerintah
Kabupaten. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa Laporan Pertanggung
jawaban (LPJ) yang dibuat oleh Pemerintah Desa Lakapodo dijadikan
percontohan untuk semua desa di kecamatan Watopute. Hal ini seperti yang
disampaikan oleh Kepala Desa Lakapodo yaitu Bapaka La Reka, yang
mengemukakan bahwa:
“Desa Lakapodo ini merupakan desa yang cukup baik dalam
penyusunan Laporan pertanggungjawaban, selain selalu tepat waktu, LPJ
Desa Lakapodo telah dijadikan sebagai LPJ percontohan untuk seluruh desa
yang ada di kecamatan Watopute.”(Wawancara 13 Mei 2016).
Hasil wawancara diatas juga didukung dengan hasil wawancara
dengan ketua BPD Desa Lakapodo yaitu bapak Laode Safiuddin,yang
menyatakan bahwa:
“Pemerintah Desa Lakapodo sangat baik dalam menyusun laporan
pertanggungjawabab atas penggunaan anggaran Alokasi dana Desa ini.
Dalam LPJ yang dihasilkan tidak pernah ada masalah dan juga selalu tepat
waktu, bahkan LPJ Desa Lakapodosering dijadikan sebagai contoh untuk
desa-desa lainya”(Wawancara 14 Mei 2016).
83
Salah satu prinsip pengelolaan anggaran Alokasi Dana Desa ini bahwa
seluruh kegiatan harus di evaluasi bersama dengan masyarakat. Hal ini
mengidentifikasi bahwa dalam tahapan pertanggungjawaban hendaknya
pemerintah tidak hanya melakukan pertanggungjawaban kepada pemerintah
pusat atau pemerintah kabupaten, melainkan juga pada masyarakat guna
memberikan informasi dan mengevaluasi kegiatan pembangunan fisik yang
terjadi di Desa.
Akan tetapi hasil penelitian menunjukan bahwa pemerintah Desa
Lakapodo tidak melakukan evaluasi kegiatan pembangunan yang berjalan di
desa dengan masyarakat Desa Lakapodo. Dari 30 responden hanya ada 2
orang responden atau 6,67% yang mengatakan bahwa ada evaluasi kegiatan
bersama masyarakat Desa Lakapodo dan sebanyak 24 orang responden atau
80% mengatakan bahwa pemerintah desa tidak melakukan evaluasi kegiatan
bersama masyarakat, adapun 6 orang lainya mengatakan tidak tahu apakah
pemerintah desa sudah melakukan evaluasi atas kegiatan yang sudah berjalan
atau tidak.
Berikut pernyataan yang disampaikan oleh anggota masyarakat, yaitu
Bapak Arwan yang menyatakan bahwa:
“Pemerintah Desa Lakapodo tidak pernah mengadakan evaluasi kegiatan
pembangunan bersama masyarakat yang ada di Desa Lakapodo ini, sehingga
masyarakat sama sekali tidak tahu apakah ada permasalahan di desa atau
tidak”(Wawancara 19 Mei 2016)
84
Hasil wawancara diatas senada dengan pernyataan yang disampaikan
oleh anggota masyarakat lainnya, yaitu Ibu Sukma S.pd yang menyatakan
bahwa:
“Yang saya ketahui pemerintah desa tidak pernah melakukan
pertanggungjawaban di hadapan masyarakat Desa Lakapodo ataupun
sosialisasi untuk membahas kendala atau masalah dalam kegiatan
pembangunan di Desa Lakapodo ini”(Wawancara 20 Mei 2016)
Berdasarkan informasi yang diperoleh seperti penjelasan di atas, maka
walaupun secara Administrasi tahapan pertanggungjawaban oleh pemerintah
Desa Lakapodo dapat diselesaikan dengan baik. Namun karena LPJ yang
dihasilkan adalah hasil karya pihak ketiga dan tidak adanya evaluasi kegiatan
yang seharusnya dilakukan bersama masyarakat Desa Lakapodo namun
pemerintah desa tidak melakukan evaluasi kegiatan bersama masyarakat desa.
Maka tahapan peertanggungjawaban yang dilakukan oleh pemerintah Desa
Lakapod dapat dikatakan kuarang efektif.
4.2.3 Faktor-Faktor Yang Menghambat Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dalam
Meningkatkan Pembangunan Fisik Di Desa Lakapodo Kecamatan
Watopute Kabupaten Muna
Faktor-faktor yang menghamabat pemerintah Desa Lakapodo dalam
pengelolaan alokasi dana desa dalam meningkatkan pembangunan fisik dapat
diidentifikasi melalui hasil wawancara langsung dengan pemerintah Desa
Lakapodo sebagai instansi yang bertugas sebagai pelaksana pengelolaan
85
alokasi dana desa, sampai pada tahap evaluasi dan pelaporan pengelolaan
alokasi dana desa dalam meningkatkan pembangunan fisik Di Desa Lakapodo
Kecamatan Watopute.
Baik Pemerintah Desa Lakapodo maupun masyarakat desa
mengemukakan berbagai faktor yang menjadi penghambat yang dihadapi
pemerintah desa dalam pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan
pembangunan fisik di Desa Lakapodo adalah sebagai berikut:
1. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang dimaksud disini baik berkaitan dengan
jumlah maupun kemampua pemerintah desa dalam mengelola Alokasi Dana
Desa, secara lebih khusus kemampuan Kepala Desa dan Bendahara Desa
dalam mengelola alokasi dana desa yang di peroleh dari APBdesa.
Hasil wawancara dengan bapak La Reka sebagai Kepala Desa
Lakapodo.
Kualitas Sumber Daya Manusia yang masih rendah di pemerintah
desa Lakapodo sangat berpengaruh dengan perencanaan yang akan
dilaksanakan sehingga diperlukan Peningkatan Kualitas Sumber Daya
Manusia di aparatur pemerintah desa agar aparatur pemerintah desa dapat
meningkatkan keahlian dibidang masing-masing sesuai dengan ilmu
pengetahuan yang aparatur desa miliki khususnya dibidang Pembangunan
Fisik.
86
Hasil wawancara diatas senada dengan bapak Laode Yunus,S.Hut
sebagai Sekretaris Desa Lakapodo menyatakan bahwa:
Kualitas sumber daya manusia di Desa Lakapodo sebagai faktor
internal pada umumnya tergolong sangat rendah, yang disebapakan oleh
pendidikan dari aparatur pemerintah desa yang masih kurang, tetapi
sebenarnya masalah ini dapat diatasi dengan memberikan bimbingan dan
kesempatan untuk mendapatkan pelatihan (wawancara, 5 Mei 2015).
Begitu pula hasil wawancara dengan bapak Andi Mantang, selaku
Bendahara Desa Lakaopdo menyatakan bahwa:
Kami kesulitan dalam menyusun surat pertanggung jawaban untuk
pencairan dana selanjutnya, karena lemahnya sumber daya manusia oleh
aparat desa sebagian besar tidak memahami cara mengoperasikan komputer
dengan baik sehingga lambat menyelesaikan surat pertanggung jawaban
tersebut. Selain itu sebagian dari data kadang-kadang tidak tersimpan
(Wawancara, 5 Mei 2016).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti, bahwa faktor
penghambat dalam pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan
pemabnguna fisik Di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute ini yaitu Sumber
daya manusia yang masih sangat terbatas, dimana kondisi Sumber Daya
Manusia Pelaksana Pengelolaan Alokasi Dana Desa yang ada di Desa
Lakapodo masih sangat terbatas dan belum sesuai dengan standar kompetensi,
87
baik dari kualitas pendidikan ataupun pengalaman kerja yang dimiliki
perangkat Desa Lakapodo.
Hal ini terbukti dengan ketidak mampuan pelaksana kegiatan
pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam membuat Laporan Pertanggung
jawaban (LPJ) sehingga harus menggunakan bantuan pihak ketiga yang bukan
dari Tim pelakasana pengelolaan Alokasi Dana Desa dan juga bukan
merupakan bagian dari Perangkat Desa Lakapodo.
2. Informasi
Informasi yang disampaikan oleh pemerintah desa tarkait Pengelolaan
Alokasi Dana Desa masih kurang jelas. Selain tidak pernah melakukan
sosialisasi sebelumnya, dalam tahapan musrembang desa pemerintah desa
juga hanya sekedar menyebutkan nominal Alokasi Dana Desa yang diperoleh.
Namun tidak ada penjelasan lebih lanjut terkait dengan tujuan Pengelolaan
Alokasi Dana Desa, bagaimana penggunaan anggaran tersebut, atau
bagaimana peran masyarakat dalam setiap tahapan Pengelolaan Alokasi Dana
Desa tersebut.
Selain itu, Pengelolaan Alokasi Dana Desa dilakukan melalui proses
sosialisasi. Informasi yang di peroleh melalui sosialisai yang di adakan
pemerintah Desa Lakapodo dalam proses Pengelolaan Alokasi Dana Desa
belum cukup baik. Dimana dari 30 responden, semuanya sependapat bahwa
sosialisasi Pengelolaan Alokasi Dana Desa dari pemerintah Kabupaten dan
88
Kecamatan hanya sampai pada pemerintah desa selaku pelaksana Pengelolaan
Alokasi Dana Desa.
Sedangkan kepada masyarakat tidak ada pelaksanaan sosialisasi dari
Pemerintah Kabupaten dan Kecamatan. Berikut pernyataan yang di sampaikan
oleh salah satu anggota masyarakat, yaitu Bapak Arman yang mengemukakan
bahwa:
“Tidak pernah ada sosialisasi kepada kami terkait Pengelolaan alokasi dana
desa sebelumnya, jika memang ada pasti hanya bersifat perorangan karena
saya pribadi tidak pernah mendapat informasi. Pada saat musrembang di
adakan oleh pemerintah desa itu hanya jumlah anggaran yang disebutkan,
terkait penggunaan anggaran itu tidak di jelaskan” (Wawancara 14 Mei
2016).
Pendapat lain juga dikemukakan oleh salah satu masyarakat terkait
kurangnya informasi dari pihak pemerintah desa yakni Bapak Amrin yang
menyatakan bahwa:
“Kami sebagai masyarakat tidak tahu mengenai tugas dan
tanggungjawab kami dalam setiap ada pembangunan yang akan dilaksanakan
di desa, karena kami tidak perna mendapatkan sosialisasi dari pemerintah
Kabupaten/Kota bahkan dari pemerintah desa kami tidak pernah
mendapatkan informasi mengenai setiap penggunaan anggaran ataupun
kegiatan yang akan dilakukan di desa”(wawancara 27 Mei 2016).
89
Dari hasil penelitian bahwa kurangnya informasi yang diperoleh
masyarakat dari Pemerintah Kabupaten/Kota sehingga masyrakat tidak
mengetahui sama sekali fungsi mereka sebagai tim pengawas langsung dalam
pengelolaan Alokasi Dana Desa, melainkan masyarakat hanya mengetahui
bahwa ada dan sudah telaksananya pembangunan yang ada di desa.
3. Partisipasi Masyarakat
Peran partisipasi masyarakat terhadap Pengelolaan Alokasi Dana Desa
tidak terlepas dari keterlibatan masyarakat, karena masyarakat merupakan
bagian dari anggota Pemerintahan Desa. Oleh karena itu, sebagai Pemerintah
Desa dalam hal ini Kepala Desa beserta aparatur desa perlu menyadari bahwa
dalam pengelolaan alokasi dana desa dibutuhkan partisipasi masyarakat agar
penglolaan keuangan Alokasi Dana Desa dapat dialokasikan sesuai yang di
rencanakan seperti, pembangunan pasar Lakapodo, pembuatan sumur gali dan
pengadaan bibit pala.
Namun yang terjadi Di Desa Lakapodo tidak terjadi partisipasi
masyarakat dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa, hal ini ditunjukan dengan
sediktnya jumlah masyarakat yang hadir maupun yang menyampaikan
aspirasi/pendapat terkait dengan kegiatan yang akan dilakukan. Berikut
informasi yang diperoleh dari pernyataan Kepala Desa Lakapodo, Bapak La
Reka yang menyatakan bahwa:
“Dalam setiap tahapan Pengelolaan Alokasi Dana Desa yang di lakukan,
partisipasi masyarakat masih sangat rendah dimana masyarakat yang hadir
90
hanya sedikit, ditambah lagi tidak ada aspirasi yang mereka sampaikan. Hal
ini selain masyarakat punya kesibukan sendiri, juga kepedulian terhadap
kegiatan desa sangat rendah”(wawancara 13 Mei 2016).
Hasil penelitian diatas senada dengan yang disampaikan bapak Laode
Yunus,S.Hut sebagai Sekretaris Desa Lakapodo menyatakan bahwa:
“Proses Pengelolaan Alokasi Dana Desa dilakukan dengan tiga tahap yaitu
perencanaan, pelaksanaan dan pertnggungjawaban. Namun setiap tahapan di
laksanakan partisipasi masyarakat itu masih kurang”(wawancara 16 Mei
2016).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti, bahwa faktor
penghambat dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan
pemabnguna fisik Di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute ini yaitu
partisipasi masyarakat dalam proses Pengelolaan Alokasi Dana Desa yang ada
Di Desa Lakapodo masih tergolong sangat rendah, terbukti dari setiap tahapan
Pengelolaan Alokasi Dana Desa hampir tidak ada keterlibatan masyarakat.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Efektifitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam Meningkatkan
Pembangunan Fisik Di Desa Lakapodo
Terkait proses Pengelolaan Alokasi Dana desa dalam meningkatkan
pembangunan fisik di Desa Lakapado kecamatan Watopute Kabupaten Muna,
Pemerintah Desa Lakapodo terlebih dahulu menyusun tim pelakasana Alokasi
91
Dana Desa yang terdiri dari Kepala Desa selaku Penanggung Jawab
Operasional Kegiatan (PJOK), Sekretaris Desa Selaku Penanggung Jawab
Administrasi Kegiatan (PJAK), Kepala Urusan Keuangan Selaku Bendahara
Desa dan di bantu oleh Lembaga Kemasyarakatan di Desa.Selanjutnya, proses
pengelolaan alokasi dana desa terdiri dari tahapan perencanaan,pelaksanaan
dan pertanggungjawaban.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tahapan perencanaan Pengelolaan
Alokasi Dana desa dalam meningkatkan pembangunan fisik Di Desa
Lakapodo kurang efektif dimana dilakukan dengan melihat proses
musrembang desa untuk membahas rencana kegiatan penggunaan anggaran
ADD serta bagaimana proses pengelolaan ADD, dimana dalam tahapan
perencanaan ini di ukur dengan jumlah pihak yang berpartisipasi dalam proses
musrembang desa.
Selain itu, dalam tahapan perencanaan Pengelolaan Alokasi Dana Desa
menunjukan bahwa masih kurangnya partisipasi masyarakat dalam mengikuti
setiap tahapan proses Pengelolaan Alokasi Dana Desa, serta dalam proses
musrembang pada tahapan perencanaan ini kurangnya transparansi informasi
dari pemerintah desa yang berdampak pada rendahnya tingkat partisipasi dan
pengawasan dari masyarakat desa baik secara lembaga maupun individu
dalam setiap proses Pengelolaan Alokasi Dana Desa.
Pendapat diatas senada dengan hasil penelitian Sumiati (2014) yang
berjudul Pengelolaan Alokasi Dana Desa pada Desa Ngatabaru Kecamatan
92
Sigi Biromaru Kabupaten Sigi. Dimana penelitian ini menggambarkan bahwa
skala prioritas dalam pelaksanaan program lebih diutamakan. Hal tersebut
dikarenakan begitu banyaknya aspirasi yang dikemukakan oleh masyarakat
yang berdampak terhadap tidak terlaksananyan program lainnya.
Selain begitu banyaknya aspirasi, kegagalan dalam tahapan
perencanaan terlihat dari menggelembungnya dana pelaksanaan program desa
lainnya yang kemudian menghapus program kerja lainnya yang telah
direncanakan seperti yang terjadi pada program kerja pemilihan kepala desa
dengan program kerja perjalanan dinas luar daerah sekretaris desa.
Pada tahapan pelaksanaan pengelolaan ADD di Desa Lakapodo, hasil
penelitian menunjukan bahwa dalam tahapan pelaksanaan Pengelolaan
Alokasi Dana Desa Di Desa Lakapodo ini, dari setiap pembangunan desa yang
dilakukan yakni pembangunan pasar dengan anggaran Rp 175.152.000 dan
pembuatan sumur gali dengan anggaran sebesar Rp 12.152.000, serta
pengadaan bibit pala dengan anggaran sebesar Rp 96.680.000 dapat
terselesaikan dengan baik namun dikarenakan kurangnya transparansi
informasi terkait pelaksanaan perencanaan kegiatan oleh pemerintah desa
kepada masyarakat, sehingga pencapaian tujuan Pengelolaan Alokasi Dana
Desa yang dilakukan di Desa Lakapodo belum efektif.
Dengan demikian tahapan pelaksanaan Pengelolaan Alokasi Dana
Desa dalam meningkatkan pembangunan fisik di Desa Lakapodo berjalan
dengan baik, akan tetapi walaupun proses pembagunan berjalan dengan baik
93
namun tahapan pelaksaan ini harus melibatkan masyarakat sebagai tim
evaluasi atau tim pengawas dari setiap kegiatan yang di adakan oleh
pemerintah desa.
Selanjutnya, tahapan pertanggungjawaban Pengelolaan Alokasi dana
Desa di Desa Lakapodo, hasil penelitian menunjukan bahwa tahapan
pertanggungjawaban kurang efektif, dimana penyusunan Laporan
Pertanggungjawaban (LPJ) tidak disusun oleh Pemeintah Desa Lakapodo dan
tidak adanya evaluasi kegiatan yang seharusnya dilakukan bersama
masyarakat Desa Lakapodo. Maka tahapan petanggungjawaban yang
dilakukan oleh pemerintah Desa Lakapodo dapat dikatakan kurang efektif.
Hasil penelitian diatas senada dengan penelitian Abu Raum (2014),
bahwa belum terjadi pertanggungjawaban secara langsung kepada masyarakat
. hal tersebut terjadi karenabelum ada transparansi atau keterbukaa oleh
Pemerintah Desa sebagai Pengelolaa Alokasi Dana Desa kepada masyarakat
dalam bentuk informasi penggunaan dana Alokasi Dana Desa. Analisis
tersebut didukung oleh kenyataan bahwa pelaksanaan kegiatan fisik yang
didanai Alokasi Dana Desa diserahkan kepada Kepala Dusun atau Perangkat
Desa, sedangkan sebagian besartidak menginformasikan kepada masyarakat
tentang dana yang diterima dari pemeintah Kabupaten/Kota.
94
4.3.2 Faktor-Faktor Yang Menghambat Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dalam
Meningkatkan Pembangunan Fisik DiDesa Lakapodo Kecamatan
Watopute Kabupaten Muna
Faktor-faktor penghambat yang dihadapi pemerintah Desa Lakapodo
dalam proses Pengelolaan Alokasi Dana desa dalam meningkatkan
pembagunan fisik di Desa Lakapodo yaitu sebagai berikut:
1. Sumber Daya Manusia
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti, bahwa faktor
penghambat dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan
pemabnguna fisik Di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute ini yaitu Sumber
daya manusia yang masih sangat terbatas, dimana kondisi Sumber Daya
Manusia Pelaksana Pengelolaan Alokasi Dana Desa yang ada di Desa
Lakapodo masih sangat terbatas dan belum sesuai dengan standar kompetensi,
baik dari kualitas pendidikan ataupun pengalaman kerja yang dimiliki
perangkat Desa Lakapodo khususnya bendahara Desa Lakapodo hanya
tamatan SMA..
Hal ini terbukti dengan ketidakmampuan pelaksana kegiatan
Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam membuat Laporan
Pertanggungjawaban (LPJ) sehingga harus menggunakan bantuan pihak
ketiga yang bukan dari Tim pelakasana Pengelolaan Alokasi Dana Desa dan
juga bukan merupakan bagian dari Perangkat Desa Lakapodo.
95
2. Informasi
Dari hasil penelitian salah satu faktor penghambat Pengelolaan Alokasi
Dana Desa adalah kurangnya informasi yang diperoleh masyarakat dari
Pemerintah Kabupaten/Kota sehingga masyrakat tidak mengetaui sama sekali
fungsi mereka sebagai tim pengawas langsung dalam Pengelolaan Alokasi
Dana Desa, melainkan masyarakat hanya mengetahui bahwa ada dan sudah
telaksananya pembangunan yang ada di Desa.
Informasi yang disampaikan oleh pemerintah desa tarkait Pengelolaan
Alokasi Dana Desa masih kurang jelas. Selain tidak pernah melakukan
sosialisasi sebelumnya, dalam tahapan musrembang desa pemerintah desa
juga hanya sekedar menyebutkan nominal Alokasi dana Desa yang diperoleh.
Namun tidak ada penjelasan lebih lanjut terkait dengan tujuan Pengelolaan
Alokasi Dana Desa, bagaimana penggunaan anggaran tersebut, atau
bagaimana peran masyarakat dalam setiap tahapan Pengelolaan Alokasi Dana
Desa tersebut.
3. Partisipasi Masyarakat
Berdasarkan hasil penelitian setiap tahapan perencanaan, pelaksanaan
dan pertanggungjawaban dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam
meningkatkan pembangunan fisik Di Desa Lakapodo masih kurang baik. Hal
ini dari setiap proses tahapan Pengelolaan Alokasi Dana Desa belum sesuai
dengan prinsip pengelolaan dan tujuan Alokasi Dana Desa.
96
Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan pembangunan
fisik Di Desa Lakapodo, dilakukan dengan tiga proses tahapan yaitu
perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban masih kurang baik,
dimana terkait dengan masih kurangnya sosialisasi dalam setiap musrembang
desa sehingga mengakibatkan kurangnya partisipasi masyarakat dikarenakan
kurangnya informasi yang diperoleh masyarakat desa, sehingga berdampak
pada rendahnya partisipasi dan pengawasan dari masyarakat desa baik secara
lembaga ataupun individudalam setiap tahapan Pengelolaan Alokasi Dana
Desa. Kondisi tersebut berdampak pula belum efektifnya pencapaian tujuan
Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan pembangunan fisik Di
Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna.
Hasil penelitian terkait rendahnya partisipasi masyarakat dan
pengawasan oleh masyarakat seperti tersebut diatas, juga sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Aldi (2012). Hasil penelitiannya
menyimpulkan bahwa Pengelolaan Alokasi Dana Desa Di Desa Aliantan
Kecamatan Kabun Kabupaten Rokan Hulu belum efektif, beberapa kendala
ditemui seperti kurangnya partisipasi masyarakat, serta tidak adanya
pengawasan dari lembaga masyarakat utamanya BPD Aliantan sebagai
lembaga desa yang bertugas untuk mengawasi kinerja pemerintah desa.
Selanjutnya, kurangnya partisipasi masyrakat baik secara lembaga
maupun individu dalam Pengelolaan Alokasi Dana desa tentu sangat
disayangkan. Sebab tujuan Pengelolaan Alokasi Dana Desa yang sekaligus
97
menjadi semangat UU Desa adalah menciptakan masyarakat yang aktif dan
mampu menjadi elemen utama dalam merencanakan, melaksanakan dan
mengawasi setiap kegiatan pembangunan yang terjadi di desa.
Faktor–faktor penghambat diatas sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Thomas (2013) dengan judul penelitian Penegelolaan Alokasi
Dana desa dalam upaya meningkatkan pemabngunan di Desa Sebawang
Kecamatan Sesayap Kabupaten Tana Tidung. Kualitas Sumber Daya Manusia
yang ada di Desa Sebawang Kecamatan Sesayap Kabupaten Tana Tidung
sebagai faktor internal yang pada umumnya tergolong rendah, kurangnya
koordinasi dari Kecamatan, Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD)
dan Sekretariat Daerah Kabupaten Tana Tidung Bagian Keuangan masalah
surat pertanggung jawaban (SPJ), sebenarnya aturan tentang pembuatan surat
pertanggung jawaban (SPJ) tersebut sudah jelas.
98
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai efektifitas
Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan pembangunan fisik di
Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten Muna, maka dapat ditarik
kesimpulan antara lain:
1. Efektifitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan
pembangunan fisik Di Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten
Muna, dimana dalam proses Pengelolaan Alokasi Dana Desa ada tiga tahap
yakni perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban. Berdasarkan hasil
penelitian, tahapan perencanaan, dilihat dari musrembang yang diadakan tim
pelaksanaan Alokasi Dana Desa masih kurang efektif, dimana dalam kegiatan
musrembang partisipasi masyarakat masih sangat rendah, dikarenakan
kurangnya transparansi informasi yang disampaikan oleh perangkat Desa
Lakapodo kepada masyarakat Desa Lakapodo. Tahapan pelaksanaan
berdasarkan hasil penelitian kurang efektif, dimana penggunaan anggaran
Alokasi Dana Desa dapat terselesaikan dengan baik namun dikarenakan
kurangnya transparansi informasi terkait pelaksanaan perencanaan kegiatan
oleh pemeintah desa kepada masyarakat, sehingga pencapaian tujuan
pengelolaan Alokasi Dana Desa yang dilakukan di Desa Lakapodo masih
98
99
kurang efektif. Pada tahapan pertanggungjawaban dalam proses Pengelolaan
Alokasi Dana Desa dalam meningkatkan pembangunan fisik di Desa
Lakapodo masih kurang efektif, dimana penyusunan laporan
pertanggungjawaban tidak disususn oleh pemerintah Desa Lakapodo serta
tidak adanya evaluasi kegiatan yang seharusnya dilakukan bersama masyakat
Desa Lakapodo. Hal ini karena proses yang tercipta dalam setiap tahapan
Pengelolaan Alokasi Dana Desa tersebut belum sesuai dengan prinsip
pengelolaan dan tujuan Alokasi Dana Desa yang mengutamakan transparansi
informasi kepada masyarakat sebagai tim evaluasi dari setiap kegiatan
pembangunan yang dilakukan.
2. Faktor-faktor penghambat efektifitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam
meningkatkan pembangunan fisik di Desa Lakapodo yaitu:
1) Sumber Daya Manusia (SDM)
2) Informasi.
3) Partisipasi Masyarakat.
5.2 SARAN
Berdasarkan uraian kesimpulan maka saran yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai Pemerintah Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten
Muna, dalam proses Pengelolaan Alokasi Dana Desa yang dimulai dari
tahap perencanaan dalam melakukan kegiatan musrembang, seharusnya
melibatkan seluruh lapisan masyarakat dan transparansi informasi yang
100
disampaikan oleh perangkat Desa Lakapodo kepada masyarakat Desa
Lakapodo. Kemudian pada tahap pelaksanaan perlunya aparat
Pemerintah Desa Lakapodo melakukan transparansi penggunaan
anggaran Alokasi Dana Desa agar seluruh masyarakat mengetahui
pengalokasian Alokasi Dana Desa sesuai yang di harapkan. Selanjutnya
proses pertanggungjawaban harus dilakukan oleh aparat pemerintah
Desa Lakpodo sendiri dan perlunya evaluasi masyarakat dalam setiap
proses pengelolaan Alokasi Dana Desa.
2. Sebagai Pemerintah Desa Lakapodo Kecamatan Watopute Kabupaten
Muna perlunya meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
untuk setiap tim pengelola Alokasi Dana Desa. Kemudian perlunya
transparansi informasi yang disampaikan kepada masyarakat dalam
pengelolaan Alokasi Dana Desa sehingga dapat meningkatkan
partisipasi masyarakat dapat mencapai tujuan dari Alokasi Dana Desa.
DAFTAR PUSTAKA
Aldy, Riko. 2012. Tinjauan Yuridis Efektifitas Alokasi Dana Desa Dalam
Menunjang Pembangunan Desa di Desa Aliantan Kecamatan Kabun
Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2011
Agustin Amelyana,dkk.Efektivitas Dana Pembangunan Fisik Desa Pucangro
Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang.jurnal Administrasi Publik,
Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya,Ma.
Arikunto, Suharsimi. (1993). Manjemen. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Bintarto, R. Dr.1983. Interaksi Desa-Kota.Yogyakarta: Ghalia Indonesia.
Devas, Nick, Brian, Biden, Anne Both, Kenneth Dovey,Roy Kelly, 1989,
Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia, (terjemahan, Masri Maris)
penerbit UI, Jakarta
Danu Wisakti, Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa Di Wilayah
Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan, Magister Ilmu Administrasi
Negara, UNDIP, 2008.
Fattah, Nanang.(2013). Landasan Manajemen Pendidikan.Bandung : Remaja
Rosda Karya
Halim, Abdul.2004:93.Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah-Edisi
revisi.Yogyakarta:Upp AMP YKPN.
Haris, Dian Rasdiyanah, 2015. Efektivitas Pengelolaan Zakat,Infaq dan Sedekah
pada Badan Amil Zakat Nasional Kota Kendari. Skripsi, Fakultas
Ekonomi, Universitas Halu Oleo.
Hargono, DS. 2010.Efektifitas Penyaluran Alokasi Dana Desa Pada Empat Desa
di Kabupaten Karangasem Propinsi Bali.
Hernowo, Basah. 2010 Kajian Pembangunan Ekonomi Desa Untuk Mengatasi
Kemiskinan.Dalam www. Bappenas.go.id.
Http://www.Landasanteori.com/2015/07.Pengertian Anggaran Menurut
Definisi.html.Diakses pada maret 2016..
Kartasasmita,Ginandjar, 2001. Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan
Pertumbuhan Dan Pemerataan,Jakarta : Pustaka CIDESINDO.
Mardiasmo (2002) Otonomi Dan Manajemen Daerah.Yogyakarta.
Mardiasmo, 2004.Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta, Andi
Miles, Matthew B, A Michael Huberman. ( 1992 ). “Qualitative Data Analysis”.
Alih Bahasa: Tjejep Rohendi Rohindi. Analisis Data Kualitatif. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Muljana, B.S. Perencanaan Pembangunan Nasional, Proses Penyusunan
Rencana Pembangunan Nasional dengan Fokus Repelita V. Jakarta: UI-
Press. 2001
Munandar, M. 2001. Budgeting.Perencanaan Kerja, Pengkoordinasian Kerja,
Pengawasan Kerja. Edisi 1.Cetakan 14. BPFE: Yogyakarta.
Muntah anah,Siti.Efektifitas Pengelolaan Keuangan Alokasi Dana Desa Di
Kecamatan Somagede Kabupaten Banyumas.jurnal ekonomi.
Ndraha, Taliziduhu, 1984, Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa, Jakarta : PT.
Bina Aksara.
Peraturan Bupati Kabupaten Muna No. 12 Tahun 2012 Tentang Pedoman
Pengelolaan Alokasi Dana Desa Kabupatem Muna
Peraturan Bupati Kabupaten Muna No 2 Tahun 2015 Tentang Penetapan Besaran
Alokasi Dana Desa Minimal dan Alokasi Dana Desa Propresional di
Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Muna,
Peraturan Pemerintah 6 Tahun 2014 Tentang Desa (c.72) Jakarta, Pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa
(c.72) Jakarta, Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Prasetyanto PP , Eko. 2012. Dampak Alokasi Dana Desa Pada Era
Desentralisasi Fiskal Terhadap Perekonomian Daerah di
Indonesia.Disertasi. IPB, Bogor.
Raum Abu, Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dalam
Pembangunan Fisk Desa Krayan Makmur. ejournal ilmu pemerintahan
2015 : 3 (4) 1623-1636,di akses pada 1 mei 2016.
Saputra I Wayan .2014.Efektivitas Pengelolaan alokasi dana Desa Pada Desa
Lambean Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli.Jurnal Pendidikan
Ekonomi
Sujarto, Djoko. 1986. Perencanaan Kota. Bandung, Penerbit ITB.
Sukanto,Azwardi.2014.EfektifitasAlokasi Dana Desa (ADD) dan Kemiskinan di
Provinsi Sumatera Selatan.Journal Economic Development.
Suksesi.2007.Efektifitas Program Alokasi Dana Desa (ADD) Terhadap
Perekonomian Desa di KabupatenPacitan.Dikutip dalam
http://journalfe.unitomo.ac.id./wp.
Sumiati. 2014. Pengelolaan Alokasi Dana desa Pada Desa Ngatabaru Kecamatan
Sigi Biromaru Kabupaten Sigi.Di akses Pada 13 mei 2016
Suparno, A.Suhaenah. 2001.Pembangunan Desa.Jakarta Erlangga.
Suwandi, Ari Warokka. 2013. Fiscal Decentralization And Special Local
Autonomy: Evidence From An Emerging Market.Journal of Southeast
Asian Research.Vol.2013 (2013).IBIMA Publishing.
Todaro.Michael p. 1979.Pembangunan ekonomi di dunia ketiga, terjemahan
Haris Munandar.Jakarta:Erlangga.Edisi ke enam.
Thomas. 2013. Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dalam Upaya Meningkatkan
Pembangunan di Desa Sebawang Kecamatan Sesayap Kabupaten Tana
Tidung.Ejournal pemerintahan integrative,1(1):51-64.
Undang-Undang Republik Indonesia 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah (c.1) Jakarta, Direktorat Jendral Otonomi Daerah.
Undang-Undang Republik Indonesia No 5 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan Di Daerah.
Undang-Undang Republik Indonesia No 22 Tahun1999 Tentang Pemerintahan
Desa
Welsch, Hilton, Gordon. 2000. Anggaran Perencanaan dan Pengendalian
Laba.Diterjemahkan oleh Purwatiningsih dan Maudy Warouw. Buku Satu.
Salemba Empat. Jakarta.
Widjaja, HAW.(2001). Pemerintahan Desa Berdasarkan UU No 22 Tahun 1999
Tentang pemerintah daerah.
Widjaja,HAW.2004. Otonomi Desa Merupakan Otonomi Yang Asli Bulat dan
Utuh.Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada.
LAMPIRAN
Pertanyaan dibawah ibi nerkaitan dengan efektifitas pengelolaan alokasi dana desa
dalam meningkatkan pembangunan fisik di Desa Lakapodo.
IDENTITAS RESPONDEN
Nama Responden :
Jenis Kelamin :1. Perempuan 2. Laki-Laki
Umur :
Masa Kerja :
Tingkat Pendidikan : 1. SLTA 2. DIPLOMA 3. S1 4. S2 5.S3
Jabatan Dalam Pelaksanaan :
1. Berapa besar anggaran yang di terima pada tahun 2015 dan apakah sudah
cukup untuk mencapai tingkat efektifitas pengelolaan alokasi dana desa
dalam meningkatkan pembngunan fisik desa?
2. Apa dasar hukum pelaksanaan pengelolaan alokasi dana desa?
3. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam pengelolaan alokasi dana desa
berlangsung?
4. Bagaiman kualtas anggota tim pelaksana peneglolaan alokasi dana desa?
5. Bagaimanaproses tahapan pengelolaan alokasi dana desa?
6. Pihak -pihak manakah yang dilibatkan dalam setiap tahapan tersebut?
7. Bagaimana kordinasi yang terjalin dari setiap anggota pelaksana?
8. Apakah fasilitas pendukung pengelolaan alokasi dana desa sudah cukup
tersedia?
9. Apasaja program kerja terkait pembangunan fisik dan pemberdayaan
masyrakat?
10. Apakah seluruh tahapan pengelolaan alokasi dana desa dapat terselesaikan
dengan baik?
11. Apakah tujan dari setiap kegiatan yang dilakukan dapat tercapi dengan baik?
12. Factor –faktor apa saja yang menjadi penghamabt dalam pengeloaan alokasi
dana desa?
DOKUMENTASI WAWANCARA
Top Related