Occupational Medicine
Diagnosis Penyakit Akibat Kerja di Gedung
Perusahaan
Caroline* (kelompok C-7)
NIM : 102010068
2 Oktober 2013
*Mahasiswa Semester Tujuh Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara no. 6, Jakarta Barat
No. Telp : (021)56942061
Pendahuluan
Sebuah organisasi merupakan perpaduan yang rumit antara manusia dan sistem-sistem yang
melingkupi rentang kegiatan dan fungsi yang sangat luas.Fungsi manajemen adalah menarik
seluruh aspek ini secara bersamaan ke dalam suatu perpaduan yang utuh dan
mengarahkannya untuk mencapai tujuan organisasi bersangkutan. Dalam program kesehatan
dan keselematan kerja, walaupun kondisi pribadi seseorang ikut berperan , terdapat sejumlah
aspek yang pasti dan terdokumentasi tentang bagian yang dapat diperankan oleh pihak
manajemen (manajer) untuk memastikan para pekerjanya kembali ke rumah dengan kondisi
kesehatan yang sama seperti ketika ia datang untuk mulai bekerja.1
Pada makalah ini akan mengupas mengenai teknik manajemen yang penting untuk dilakukan
dalam upaya mencapai standard kesehatan dan keselamatan kerja yang tinggi di tempat kerja.
1
Kasus : Seorang Laki-Laki, Tn C 28 th, datang karena sering sakit kepala dan cepat lelah.
1. Identitas Pribadi
Nama : Tn. C
Umur : 28 tahun
Alamat : Pasar Rebo
Pendidikan : S1
Status : Belum menikah
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : Normal
Palpasi : Normal
Perkusi: Normal
Auskultasi : Normal
Tanda Tanda vital
Nadi : Normal
Suhu : Normal
Tekanan Darah : 110/ 70
Nafas : Normal.
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 56 kg
A. Langkah-langkah Diagnosis Okupasi
Dalam mendiagnosis suatu penyakit akibat pekerjaan, berbeda dengan mendiagnosis penyakit
pada umumnya. Perlu 7 langkah dalam mendiagnosisnya, sebagai berikut :
2
1. Diagnosis Klinis
Dari kasus, kita melihat bahwa pasien mengeluh sering sakit kepala dan cepat lelah, tidak
ada riwayat alergi, dan ditemukan rekan kerja pasien mengalami hal serupa, maka
diagnosis klinis sementara adalah Sick Building Syndrome (SBS).Langkah selanjutnya
yang dilakukan adalah melakukan prosedur medis, yakni anamnesis lebih mendalam dan
pemeriksaan, baik fisik maupun penunjang.Bila perlu lakukan pemeriksaan terhadap
tempat kerja.1
Anamnesis
Anamnesis dilakukan terhadap pasien baik secara auto-anamnesis maupun allo-
anamnesis. Dari anamnesis kita akan menggali keluhan-keluhan pasien secara
subyektif. Adapun hal yang kita tanyakan dalam anamnesis meliputi :
Identitas Pribadi (Nama, Umur, Alamat, Pekerjaan,Alamat Pekerjaan, Status, Agama,
Ras, Pendidikan, Kerja di bagian apa, sudah berapa lama anda bekerja, sebelumnya
sudah bekerja dimana saja? Sebagai apa?
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Kita tanyakan keluhan pasien dan keluhan lainnya yang menyertai, seperti :
- Apa keluhan pasien sehingga dia datang ke dokter?
- Sejak kapan Anda mengeluh gejala-gejala seperti ini?
- Bagaimana sifat sakit kepalanya? Apakah Terus-menerus? Mendadak?
- Apakah ada keluhan mata pegal?demam? atau keluhan lainnya?
- Lelah yang seperti apa yang anda rasakan?
- Berapa jam anda biasanya menghabiskan waktu di Kantor?
- Apakah di tempat Anda bekerja ada yang mengeluh sama seperti Anda?
- Apakah terdapat demam? Bagaimana intensitas demamnya? Terus menerus
atau hilang timbul?
- Pegal-pegal yang dirasakan pasien seperti apa? Dimana lokasinya?
- Apakah sudah mendapatkan pengobatan sebelumnya?
- Bagaimana nafsu makan selama ini?
- Apakah anda sudah memakai kacamata minus/plus?
2. Riwayat Penyakit Dahulu
- Apakah pasien pernah menderita penyakit yang membuat pasien dirawat
sebelumnya?
- Apakah pasien pernah mengalami sakit dengan gejala serupa?
3
- Apakah pasien pernahkah didiagnosis diabetes, hipertensi, hepatitis, asma, dan
infeksi HIV?
3. Riwayat Penyakit Keluarga
- Apakah di keluarga ada riwayat alergi?
- Apakah dalam keluarga pasien terdapat sakit diabetes, hipertensi, asma,
hepatitis, jantung?
4. Riwayat Pekerjaan
- Sudah berapa lama bekerja hingga sekarang?
- Posisi kerja pasien?
- Riwayat pekerjaannya sebelumnya?
- Alat kerja, bahankerja, proses kerja?
- Apabila di pabrik, barang apa yang diproduksi?
- Waktu bekerja dalam sehari, Kemungkinan pajanan yang dialami?
- APD yang dipakai?
- Apakah anda merasakan gejala pada saat anda aktif bekerja?
- Apakah di tempat bekerja ada yang merokok? Terutama di dakam ruangan.
- Pekerja lain ada yang mengalami hal yang sama
Pemeriksaan Fisik
- Lihat: apakah pasien tampak sakit berat? Adakah anemia (pucat)? Adakah
sianosis (biru), ikterus (kuning)? Apakah pasien dehidrasi? Tampak kurang
gizi? Tanda-tanda penyakit lain (misalnya penyakit endokrin)?
- Pengamatan tanda vital: Denyut nadi, tekanan darah, suhu tubuh, laju
pernapasan.
- Tangan: Jari tabuh, perdarahan splinter, eritema palmaris.
- Denyut nadi radialis: Kecepatan, irama, volume, sifat.
- Mulut dan lidah: Sianosis, membran mukosa kering, pigmentasi.
- Leher: Denyut nadi karotis, JVP, Struma, kelenjar getah bening.
- Dada: Jaringan parut, gerak dada, laju pernapasan, posisi trakea, ekspansi
dada, denyut apeks,Heave/thrill, auskultasi jantung, perkusi/auskultasi dada
bagian depan, periksa payudara/aksila, Duduk tegak: edema sakral, tulang
belakang, perkusi/auskultasi dada bagian belakang.
4
- Abdomen: Inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi, periksa: hati, limpa, ginjal,
aorta, hernia, kelenjar getah bening.
Pemeriksaan khusus : Karena keluhan utama pasien adalah sakit kepala dan cepat
lelah untuk mengetahui dan menilai kelelahan dapat dilakukan pengukuran /
pengujian mengenai : Waktu reaksi (reaksi sederhana atas rangsang tunggal atau
reaksi kompleks yang memerlukan koordinasi), Konsentrasi (pemeriksaan Bourdon
Wiersman,Uji KLT), Uji Fusi Kelipan, Elektro-ensefalogram.
Pemeriksaan pada faring juga dapat dilakukan untuk melihat apakah ada inflamasi
atau tidak. Karena pasien mengeluh tenggorokannya terasa panas.
Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan Urine, Darah lengkap (Leukosit, Trombosit,
Eritrosit, Eosinofil)
Pemeriksaan Tempat Kerja
Pemeriksaan tempat kerja dapat dilakukan seorang dokter sebagai tindakan intervensi
apabila dokter tersebut adalah dokter perusahaan. Pemeriksaan yang dilakukan terdiri
dari :
Penerangan
Kebisingan
Kelembapan
Getaran
Debu
Kualitas udara
2. Pajanan yang Dialami
a. Fisik :
Pencahayaan
pencahayaan pada kantor yang terlalu terang atau terlalu redup dapat
mempengaruhi keadaan pekerja, kelelahan mata pasien karena bekerja dengan
komputer terus-menerus.
5
Suhu
Suhu ruangan dapat panas atau terlalu dingin.Suhu udara yang tidak nyaman bagi
pekerja mempengaruhi kinerja dan kesehatan pekerja.Ruangan yang terlalu dingin
dapat menyebabkan pekerja mudah terkena flu. Atau terlalu panas dapat
menyebabkan ketidaknyamanan pada pekerja
Kelembapan
kurangnya pertukaran udara dapat mempengaruhi kesehatan pekerja. Selain itu,
daerah yang lembap adalah suatu kondisi yang baik untuk kuman-kuman
berkembang sehingga dapat menimbulkan penyakit.
Bising CPU
serupa dengan keadaan diatas, bising yang ditimbulkan CPU membuat suasana
tidak nyaman bagi pekerja, terutama yang bekerja dengan Komputer seharian.
b. Biologis
Pajanan biologis yang dialami oleh pekerja dapat diakibatkan karena bekerja langsung
dengan bahan biologi, hasil langsung dari produksi yang dilakukan pekerja, atau
tercemarnya lingkungan kerja, higiene dan pemeliharaan lingkungan kerja yang
kurang baik.
nyamuk, akibat kurangnya pemeliharaan lingkungan kerja
bakteriLegionella dalam AC kantor, kamar mandi sistem semprot, air mancur
hias.
c. Kimia
Pajanan kimia yang dialami pekerja dapat berasal dari :
Hasil/ bahan produksi tempat bekerja
Tercemarnya lingkungan kerja dengan bahan kimis, seperti : pengharum
ruangan, pengusir nyamuk, dan cairan pembersih ruangan.
Bahan-bahan pembersih alat-alat di lingkungan kerja
Asap rokok, terutama jika ada yang merokok di dalam ruangan
Debu
d. Ergonomi
6
Ergonomi terdiri atas unsur :
1. Anatomi
a. Antropometri (tubuh manusia)
Kesesuaian perangkat kantor yang digunakan dengan dimensi tubuh
pekerja
Jarak ruangan untuk gerak pekerja
Ketinggian tempat kerja
Desain tempat kerja (sikap duduk, berdiri)
Sikap bekerja dengan computer
b. Biomekanik (aplikasi tenaga)
2. Fisiologi
- Kecukupan istirahat dan kebugaran
- Posisi duduk
e. Psikososial
bekerja pada usia muda. Usia yang terlalu muda mempunya beban stress
tersendiri pada bekerja.
jam kerja berlebihan, tidak sesuai dengan jam kerja yang sudah ditetapkan
DepNaKerTrans, bahwa jam kerja dimulai dari jam 08.00-16.00 sudah
termasuk 1 jam untuk istirahat dan sholat.
bekerja pada daerah yang macet, sehingga beban stress kerja ditambah dengan
stress akibat macet.
Pekerjaan yang monoton, yakni di bagian administrasi, dimana sebagian besar
waktu dihabiskan di depan computer menyebabkan kejenuhan pada pekerja.
3. Hubungan Pajanan dengan Penyakit
Langkah-langkah untuk menentukan hubungan pajanan denga penyakit terdiri atas:
1. Identifikasi pajanan yang ada
- Pasien seorang pria yang bekerja di gedung perkantoran
- Jam kerja pasien 9 jam, dan 8 jam dari semuanya itu dihabiskan di dalam ruangan.
- Pasien bekerja di gedung bertingkat yang dipastikan menggunakan AC
- Pasien sudah bekerja di tempat itu cukup lama, sekitar 5 tahun.
2. Evidence based dari pajananpenyakit
7
Menurut Environmental Protection Agency (EPA), istilah "Sick Building Syndrome"
(SBS) digunakan untuk menggambarkan situasi di mana penghuni bangunan
mengalami kesehatan akut dan efek kenyamanan yang tampaknya terkait dengan
waktu yang dihabiskan dalam suatu bangunan, tetapi tidak ada yang spesifik penyakit
atau penyebab dapat diidentifikasi.
Secara patofisiologi belum ada literature yang menuliskan secara rinci, akan tetapi
berbagai jurnal telah menulis, sebagai berikut :
1. Wanita lebih sering mengalami SBS daripada laki-laki2
2. 30% Pekerja perkantoran dengan poor air quality (ventilasi buruk) mengalami
gejala-gejala seperti SBS3
3. Bekerja terlalu lama dengan computer dapat menyebabkan kelelahan mata dan
mengakibatkan keluhan sakit kepala.
4. Pajanan Cukup Besar?
Pajanan yang terjadi pada pasien cukup besar, hal ini dibuktikan dengan :
Waktu terpapar pajanan
Mengingat bahwa pajanan terjadi setiap hari selama 9 jam dan sudah terjadi
selama 1 tahun.
Adanya pekerja lain yang sakit seperti pasien menunjukkan bahwa ada hubungan
antara pajanan di kantor terhadap pekerja, dalam kasus ini pasien A.
5. Faktor Individu
- Status kesehatan fisik
Dari hasil anamnesis tidak ditemukan riwayat alergi, sehingga untuk pasien ini
kemungkinan keluhan berasal dari alergi dapat dipatahkan.
- Status kesehatan mental
- Hygiene perorangan
Tidak ada keterangan yang jelas mengenai status kesehatan mental dan higiene
perorangan dalam kasus.Untuk itu dalam kenyataannya diperlukan pemeriksaan lebih
lanjut mengenai kesehatan mental.Dirasa perlu karena untuk mengeliminasi
kemungkinan sakit yang dialami pasien ini disebabkan oleh karena Stress Akibat
Kerja.
8
6. Faktor Lain di Luar Pekerjaan
Faktor lain diluar pekerjaan antara lain:
1. Hobi : Pasien senang membaca buku dan menonton TV
2. Kebiasaan : Olahraga suka dengan teman tetapi jarang
3. Pajanan di rumah
4. Pekerjaan sambilan
Pada pasien A di kasus ini, tidak ditemukan adanya faktor lain di luar pekerjaan yang
dapat mempengaruhi penyakit pasien.
7. Diagnosis Okupasi
Dari hasil kaji dapat yang didapat dengan anamnesis pasien dan melihat evidence based
yang ada dapat dipastikan bahwa pasien ini menderita Sick Building Syndrome.
Alasan mengapa pasien ini didiagnosis menderita Sick Building Syndrome adalah
1. Pajanan yang pasien terima selama bekerja merupakan faktor yang terbutkti secara
penelitian dapat menyebabkan Sick Building Syndrome
2. Pasien tidak mempunyai riwayat alergi sehingga diagnosis alergi dapat disanggah
3. Rekan kerja pasien mengalami keluhan yang serupa hal ini adalah cirri khas pada Sick
Building Syndrome.
Penyakit Akibat Kerja
Definisi
Terdapat 3 istilah untuk suatu kelompok penyakit yang sama yaitu penyakit yang timbul
karena hubungan kerja, penyakit yang disebabkan karena pekerjaan atau lingkungan kerja,
dan penyakit akibat kerja, Ketiga istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama dan
masing-masing memiliki dasar hukum perundang-undangan yang menjadi landasannya.
Maka dari itu, yang dimaksud dengan penggunaan salah satu dari tiga istilah tersebut
dimaksudkan untuk kelompok penyakit yang penyebabnya adalah pekerjaan dan atau
lingkungan kerja.2
Agar penyelenggaraan jaminan kecelakaan kerja yang berkaitan dengan baik dan pencegahan
terhadap penyakit dimaksud dapat diselenggarakan dengan baik pula, sangat perlu terwujud
kesepahaman dan pemahaman secara benar mengenai pengertian penyakit akibat kerja
9
tersebut. Untuk itu pengertian penyakit akibat kerja tentunya harus merujuk kepada ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.2
Berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, kecelakaan kerja adalah yang
terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena
hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari
rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar di lalui
(Pasal 1,Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja). Untuk
jaminan sosial tenaga kerja digunakan singkatan Jamsostek.2
Baik penyakit akibat kerja maupun penyakit yang timbul karena hubungan kerja mempunyai
pengertian yang sama yaitu penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.
Dengan kata lain, penyakit akibat kerja adalah istilah yang dipakai dalam peraturan yang
dibuat atas dasar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja,
sedangkan penyakit yang timbul karena hubungan kerja merupakan istilah yang erat
kaitannya dengan kompensasi (ganti rugi) kecelakaan kerja.2
Penyebab Penyakit Akibat Kerja
Dalam ruang atau ditempat kerja biasanya terdapat faktor-faktor yang menjadi penyebab
penyakit akibat kerja sebagai berikut:
Faktor Fisik, seperti suara yang dapat mengakibatkan tuli akibat kerja, radiasi sinar rontgen
atau sinar radioaktif, yang menyebabkan antara lain penyakit susunan darah dan kelainan
kulit. Radiasi sinar infra merah dapat mengakibatkan katarak kepada lensa mata, sedangkan
sinar ultraviolet menjadi penyebab konjungtivitis fotoelektrika, suhu yang terlalu tinggi
menyebabkan heat stroke (pukulan panas), kejang panas (heat cramps) atau hiperpireksia,
sedangkan suhu terlalu rendah antara lain menimbulkan frostbite. Tekanan udara tinggi
menyebabkan penyakit kaison, penerangan lampu yang buruk dapat menyebabkan kelainan
kepada indera penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya kecelakaan,
Penerangan lampu yang buruk dapat menyebabkan kelainan kepada indera penglihatan atau
kesilauan yang memudahkan terjadinya kecelakaan.2
Faktor Kimiawi, antara lain, Debu yang menyebabkan pnemokoniosis, diantaranya
silicosis,asbestosis, dan lainnya.Uap yang diantaranya menyebabkan demam uap logam,
dermatosis akibat kerja atau keracunan oleh zat toksis uap formaldehida.Gas, misalnya
10
keracunan CO H2S dan lainnya. Larutan zat kimia yang misalnya racun serangga, racun
jamur, dan lainnya yang menimbulkan keracunan.2
Faktor Biologis, misalnya bibit penyakit antraks atau brusella yang menyebabkan penyakit
akibat kerja pada pekerja penyamak kulit.2
Faktor Fisiologis/Ergonomis, yaitu antara kain kesalahan konstruksi mesin, sikap badan yang
tidak benar dalam melakukan pekerjaan dan lain-lain yang kesemuannya menimbulkan
kelelahan fisik dan gangguan kesehatan bahkan lambat laun dapat terjadi perubahan fisik
tubuh pekerja atau kecacatan.2
Faktor Mental-Psikologis, yang terlihat misalnya pada hubungan kerja atau hubungan
industrial yang tidak baik, dengan akibat timbulnya misalnya depresi atau penyakit
psikosomatis.2
Faktor resiko Efek yang merugikan kesehatan dan
akibat lain
Tegangan fisiologis dan pekerjaan
fisik yang berat
Kelainan muskuloskeletal, stres mental,
nyeri punggung bawah
Faktor ergonomic Ruda paksa, stres mental, produktivitas
dan mutu kerja menurun
Faktor fisik : suara dan getaran Noise induced hearing loss, penyakit
pembuluh darah karena trauma
Faktor kimiawi Intoksikasi, fibrosis, kanker, alergi,
kerusakan sistem saraf
Faktor biologi Infeksi, alergi
Faktor psikologis Stres psikis, ketidakpuasan dalam
pekerjaan, semangat padam, muram
Aspek sosial pekerjaan Konflik, produktivitas menurun, mutu
kerja menurun, stres mental
Tabel 1. Faktor Risiko Pajanan Kerja
Sumber:Indoor.air.quality.Diunduh.dar.ihttp://www.inive.org/medias/ECA/
ECA_Report4.pdf, 2 Oktober 2013.
Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
11
Diagnosis penyakit akibat kerja adalah landasan terpenting bagi manajemen penyakit tersebut
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Diagnosis penyakit akibat kerja juga
merupakan penentu bagi dimiliki atau tidak dimilikinya hal atas manfaat jaminan penyakit
akibat kerja yang tercakup dalam program jaminan kecelakaan kerja. Sebagaimana berlaku
bagi semua penyakit pada umumnya, hanya dokter yang berwenang menetapkan suatu
penyakit adalah penyakit akibat kerja. Tegak tidaknya diagnosis penyakit akibat kerja sangat
tergantung kepada sejauh mana metodologi diagnosis penyakit akibat kerja dilaksanakan oleh
dokter yang bersangkutan.2
Cara menegakan diagnosis penyakit akibat kerja mempunyai kekhusuan apabila
dibandingkan terhadap diagnosis penyakit pada umumnya. Untuk diagnosis penyakit akibat
kerja, anamnesis dan pemeriksaan klinis serta laboratoris yang biasa digunakan bagi
diagnosis penyakit pada umumnya belum cukup, melainkan harus pula dikumpulkan data dan
dilakukan pemeriksaan terhadap tempat kerja, aktivitas pekerjaan dan lingkungan kerja guna
memastikan bahwa pekerjaan atau lingkungan kerja adalah penyebab penyakit akibat kerja
yang bersangkutan. Selain itu, anamnesis terhadap pekerjaan baik yang sekarang maupun
pada terjadinya paparan kepada faktor mekanis, fisis, kimiawi, biologis, fisiologis/ergonomis,
dan mental psikologis.2
Secara umum, disajikan menurut urutannya 5 langkah yang harus diambil guna menegakan
diagnosis suatu penyakit akibat kerja sebagai berikut;2
Anamnesis
Tentang riwayat penyakit dan riwayat riwayat pekerjaan dimaksudkan untuk mengetahui
kemungkinan salah satu faktor di tempat kerja, pada pekerjaan dan atau lingkungan kerja
menjadi penyebab penyakit akibat kerja. Riwayat penyakit meliputi antara lain awal-mula
timbul gejala atau tanda sakit, gejala atau tanda sakit, gejala dan terutama penting hubungan
antara gejala serta tanda sakit dengan pekerjaan dan atau lingkungan kerja.2
Riwayat pekerjaan harus ditanyakan kepada penderita dengan seteliti-telitinya dari permulaan
sekali sampai dengan waktu terakhir bekerja.Jangan sekali-kali hanya mencurahkan perhatian
pada pekerjaan yang dilakukan waktu sekarang, namun harus dikumpulkan informasi tentang
pekerjaan sebelumnya, sebab selalu mungkin bahwa penyakit akibat kerja yang diderita
waktu ini penyebabnya adalah pekerjaan atau lingkungan kerja dari pekerjaan terdahulu.Hal
ini lebih penting lagi jika tenaga kerja gemar pindah kerja dari satu ke pekerjaan
12
lainnya.Buatlah tabel yang secara kronolgis memuat waktu, perusahaan, tempat bekerja, jenis
pekerjaan, aktivitas pekerjaan, faktor dalam pekerjaan atau lingkungan kerja yang mungkin
menyebabkan penyakit akibat kerja. Penggunaan kuestioner yang direncanakan dengan tepat
sangat membantu.2
Perhatian juga diberikan kepada hubungan antara bekerja dan tidak bekerja dengan gejala dan
tanda penyakit. Pada umumnya gejala dan tanda penyakit akibat kerja berkurang, bahkan
kadang-kadang hilang sama sekali, apabila penderita tidak masuk bekerja; gejala dan tanda
itu timbul lagi atau menjadi lebih berat, apabila ia kembali bekerja. Fenomin seperti itu
sangat jelas misalnya pada penyakit dermatosis akibat kerja atau pada penyakit bissinosis
atau asma bronkiale akibat kerja atau lainnya.Informasi dan data hasil pemeriksaan kesehatan
sebelum bekerja, pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, pemeriksaan kesehatan sebelum
sebelum penempatan kerja, pemeriksaan kesehatan berkala, dan pemeriksaan kesehatan
khusus sangat penting artinya bagi keperluan menegakan diagnosis penyakit akibat kerja.
Akan lebih mudah lagi menegakan diagnosis penyakit akibat kerja, jika tersedia data
kualitatif dan kuantitatif faktor-faktor dalam pekerjaan dan lingkungan kerja yang dapat
menyebabkan ganguan kesehatan dan penyakit akibat kerja. Data tentang identifikasi,
pengukuran, evaluasi, dan upaya pengendalian tentang faktor yang dapat mempengaruhi
kesehatan tenaga kerja sangat besar manfaatnya.2
Pemeriksaan Klinis dimaksudkan untuk menemukan gejala dan tanda yang sesuai untuk suatu
sindrom, yang sering-sering khas untuk suatu penyakit akibat kerja. Sebagai misal, pada
keracunan kronis timah hitam terdapat gejala dan tanda penyakit seperti garis timah hitam di
gusi, anemia, kolik usu, kelumpuhan saraf lengan nervus ulnaris dan atau nervus radialis.Atau
gejala dan tanda cepat terganggu emosi, hipersalivasi dan tremor pada keracunan oleh
merkuri.2
Pemeriksaan laboratoris dimaksudkan untuk mencocokan benar tidaknya penyebab penyakit
akibat kerja yang bersangkutan ada dalam tubuh tenaga kerja yang menderita penyakit
tersebut. Guna menegakan diagnosis penyakit akibat kerja, biasanya tidak cukup sekedar
pembuktian secara kualitatif yaitu tentang adanya faktor penyebab penyakit, melainkan harus
ditunjukan juga banyaknya atau pembuktian secara kuantitatif.2
Pemeriksaan tempat dan ruang kerja yang dimaksudkan untuk memastikan adanya dan
mengukur kadar faktor penyebab penyakit di tempat atau ruang kerja. Hasil pengukuran
kuantitatif di tempat atau ruang kerja sangat perlu untuk melakukan penilaian dan mengambil
13
kesimpulan, apakah kadar zat sebagai penyebab penyakit akibat kerja cukup dosisnya atau
tidak untuk menyebabkan sakit. Sebagai misal, kandungan udara 0,05 % mg timah hitam per
meter kubik udara ruang kerja tidaklah menyebabkan keracunan Pb, kecuali jika terdapat
absorbs timah hitam dari sumber lain atau jam kerja perhari dan minggunya sangat jauh
melebihi batas waktu 8 jam sehari dan 40 jam seminggunya.2
Dalam keputusan Menteri Tenaga Kerja No.KEPT.333/MEN/1989 tentang Diagnosis dan
Pelaporan Penyakit Akibat Kerja, pelaporan dirinci sebagai berikut:2
1. Identitas, yang meliputi: nama penderita, nomor induk pokok, umur, jenis kelamin,
jabatan unit, lama bekerja, nama perusahaan, jenis perusahaan, dan alamat
perusahaan.
2. Anamnesis yang meliputi; Riwayat pekerjaan, keluhan yang diderita dan riwayat
penyakit.
3. Hasil pemeriksaan mental dan fisik (status present), yang meliputi; pemeriksaan
mental (kesadaran, sikap, dan tingkah laku, kontak psikis dan perhatian dan lain-lain);
pemeriksaan fisik (Tinggi badan dalam sentimeter, berat badan dalam kilogram, tensi
sistolik dan diastolic dalam mmHg, denyut nadi permenit dan kualitasnya
lemah/sedang/kuat serta regular atau irregular, suhu aksiler, kepala dan muka; rambut,
mata, strabismus, reflex pupil, kornea dan konjungtiva; hidung, mukosa, penciuman,
epistaksis, tenggorokan; tonsil;, suara ; rongga mulut, mukosa, lidah, gigi;leher,
kelenjar gondok;toraks, bentuk, pergerakan, paru, jantung, abdomen, hati, limpa;
genitalia; tulang punggung;ekstrimitas;refleks : fisiologis/ patologis; koordinasi otot;
tremor,tonus , paresis,paralisis dan lain-lain ) pemeriksaan rontgen (Paru,Jantung, dan
lain-lain); Elektrokardiogram (EKG atau ECG); pemeriksaan laboratoris;darah, urine,
tinja; pemeriksaan tambahan biologis: pengukuran kadar bahan kimia penyebab sakit
dalam tubuh tenaga kerja misalnya kadar dalam urin, darah dan sebagainya, dan hasil
uji fungsi organ tubuh tertentu akibat pengaruh bahan kimia tersebut misalnya uji
fungsi paru dan sebagainya; pemeriksaan patologis anatomis;serta kesimpulannya.
4. Hasil pemeriksaan lingkungan kerja dan cara kerja, yang meliputi; faktor lingkungan
kerja yang dapat berpengaruh terhadap sakit penderita (faktor fisik, kimiawi, biologi,
psikososial) ; faktor cara kerja yang dapat berpengaruh terhadap sakit penderita
(peralatan kerja, proses produksi, ergonomic) waktu paparan nyata
(perhari,perminggu) dan alat pelindung diri.
14
5. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja, yang meliputi pemeriksaan kesehatan sebelum
bekerja, pemeriksaan kesehatan sebelum penempatan kerja, pemeriksaan kesehatan
berkala, dan pemeriksaan kesehatan khusus (dilakukan/ tidak dilakukan; kelainan
yang ditemukan)
6. Resume, yang meliputi faktor-faktor yang mendukung diagnosis penyakit akibat kerja
dari anamnesis; pemeriksaan medis (mental,fisik, laboratoris, monitoring biologis,
rontgen, patologis anatomis); pemeriksaan lingkungan kerja dan cara kerja tenaga
kerja dan waktu paparan nyata.
7. Kesimpulan, yaitu : penderita/ tenaga kerja yang bersangkutan menderita / tidak
menderita penyakit akibat kerja; diagnosis; diagnosis menurut jenis penyakit akibat
kerja atas dasar Keppres No 22 Th 1993 dan atau menurut klasifikasi Internasional
penyakit
Diagnosis (pembuatan, penetapan, penilaian) suatu penyakit termasuk penyakit akibat kerja
merupakan tanggung jawab, wewenang dan kewajiban dokter.Secara legal, sosial dan
kultural, hanya dokter yang dapat melakukan pemeriksaan medis terhadap orang sakit,
membuat diagnosis atas temuan hasil pemeriksaanya, memberikan pengobatan dan membuat
prognosis keadaan sakit penderita.
Deteksi dini Penyakit Akibat Kerja
Seperti halnya berlaku untuk semua penyakit, penyakit akibat kerja bermula dari efek ringan
pekerjaan atau lingkungan kerja kepada tenaga kerja (efek ringan demikian merupakan
pengaruh awal dan belum dapat dinyatakan sebagai keadaan sakit), kemudian efek tersebut
bertambah sehingga terjadi penyakit dini, dan selanjutnya efek pekerjaan atau lingkungan
kerja berkembang menjadi penyakit berat atau lanjut bahkan sering kali disertai kecacatan.
Deteksi dini diartikan sebagai upaya mengetahui atau membuat diagnosis penyakit akibat
kerja pada tingkat awal atau permulaan sakit. Deteksi dini demikian sangat baik untuk
maksud pencegahan agar penyakit akibat kerja dicegah sehingga tidak berkembang menjadi
penyakit berat yang biasanya disertai kecacatan dan juga sangat baik untuk penyelenggaraan
jaminan sosial terhadap penyakit akibat kerja karena penyakit akibat kerja pada stadium dini
yang diderita oleh tenaga kerja besar sekali kemungkinan untuk dapat disembuhkan dan
sangat kecil akan terjadinya risiko kecacatan.2
Deteksi dini adalah deteksi gangguan mekanisme homoeostasis dan kompensasi pada waktu
perubahan kimiawi, morfologis, dan fungsional masih dapat pulih. Perubahan demikian
15
terjadinya sebelum timbulnya gejala dan tanda penyakit akibat kerja; perubahan tersebut
berbentuk; Perubahan biokimiawi dan morfologis yang dapat diukur kadarnya dengan
analisis laboratoris, perubahan keadaan fisik dan atau fungsi tubuh yang dievaluasi dengan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratoris dan perubahan kesehatan yang dinilai dari
riwayat medis dan data yang diperoleh dari tenaga kerja misalnya dengan penggunaan
kuestioner. Untuk mendeteksi dini penyakit akibat kerja dilakukan pemantauan kesehatan
yang dikaitkan dengan kemungkinan pengaruh pekerjaan dan lingkungan kerja kepada tenaga
kerja; pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pra penempatan dan khusus serta penggunaan
temuannya, dalam pemantauan kesehatan pengenalan risiko bahaya, pengukuran dan
evaluasi intensitas /kadar faktor bahaya, serta koreksi dan pengendalian terhadap faktor
bahaya sangat diperlukan untuk mengetahui efek dini pekerjaan dan lingkungan kerja serta
perubahan-perubahan pada tenaga kerja yang menjadi indikator pengaruh dini kepada tenaga
kerja berlainan untuk tiap penyakit akibat kerja. Sebagai contoh pengukuran aktivitas
kolinesterase digunakan bagi deteksi dini persenyawaan organofosfat, uji kapasitas ventilasi
paru seperti volume ekspirasi paksa untuk deteksi dini paparan terhadap debu kapas, rami,
pengukuran kadar timbal darah untuk efek dini, deteksi asam triklor aseta urin untuk tenaga
kerja yang terpapar trikloretilen.pemeriksaan darah bagi pengaruh bahan kimia yang
menyebabkan efek hematopsoisis, pemeriksaan laboratoris urin untuk protein, urobilinogen
guna mendeteksi dini pengaruh terhadap fungsi ginjal atau hati dan pemeriksaan odiometris
bagi efek kebisingan.2
Pencegahan dan Penatalaksanaan Penyakit Akibat Kerja
Pencegahan terhadap penyakit akibat kerja seawal mungkin adalah kebijakan paling utama.
Sebagaimana pencegahan terhadap kecelakaan kerja maka bagi pencegahan penyakit akibat
kerja diperlukan peraturan perundang-undangan, standarisasi, pengawasan, penelitian,
pendidikan, pelatihan, penyuluhan, pelaksanaan asuransi dan upaya ditempat kerja terutama
di perusahaan pada pelaksanaan asuransi dan upaya ditempat kerja terutama perusahaan pada
semua sektor kehidupan. Pencegahan mempunyai dua aspek yaitu administrative dan
teknis.Administratif dalam arti kebijakan khususnya aspek manajerial dan teknis yaitu
penerapan secara nyata di lapangan pada tenaga kerja, pekerjaan dan lingkungan kerja.
Secara teknis aktivitas pencegahan adalah pengenalan risiko bahaya pekerjaan dan
lingkungan kerja terhadap kesehatan beserta pengukuran, evaluasi, dan upaya
pengendaliannya; pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, pra penempatan, berkala dan
16
khusus substitusi bahan dengan yang kurang pengaruh negatifnya kepada tenaga kerja; isolasi
operasi atau proses produksi yang berbahaya dan pemakaian proteksi diri.3
Pencegahan terhadap penyakit akibat kerja harus menjadi bagian integral dari sistem
manajemen perusahaan dan dimulai sejak perencanaan proses produksi. Penatalaksanaan
penyakit akibat kerja mencakup beberapa aspek yaitu pelaksanaan jaminan sosial tenaga
kerja khususnya jaminan sosial terhadap penyakit akibat kerja sebagai kecelakaan kerja;
pemenuhan kewajiban dalam rangka keselamatan dan kesehatan kerja; penatalaksanaan
medis terhadap penderita penyakit akibat kerja dan upaya pencegahan yang ditujukan kepada
komunitas tenaga kerja yang menghadapi risiko terkena penyakit akibat kerja.Dalam rangka
jaminan sosial, penyakit akibat kerja wajib dilaporkan tenaga kerja yang menderita penyakit
akibat kerja mempunyai hak atas jaminan sebagaimana berlaku bagi kecelakaan kerja. Tata
cara mengenai pelaporan dan pelaksanaan jaminan mengikuti ketentuan yang berlaku.
Sehubungan dengan keselamatan dan kesehatan kerja juga terdapat kewajiban melaporkan
penyakit akibat kerja.Banyak ketentuan kesehatan kerja yang mengatur pencegahan penyakit
akibat kerja seperti pemeriksaan kesehatan tenaga kerja, nilai ambang batas zat kimia,
diudara tempat kerja, nilai ambang batas faktor fisik dll.Untuk penyakit akibat kerja tertentu
dapat obat-obat untuk terapi kausalis, tetapi pada umumnya upaya menghentikan atau
mengurangi pemaparan sangat baik efeknya. Sebagaimana bagi penyakit pada
umumnya,untuk penyakit akibat kerja pencegahan lebih baik dari pengobatan. Mengingat
bahwa pemaparan terhadap suatu faktor bahaya kesehatan terjadi pada kelompok atau
komunitas tenaga kerja, maka upaya penatalaksanaan penyakit akibat kerja pada kelompok
atau komunitas yang bersangkutan harus dilaksanakan misalnya dilakukan pemeriksaan
kesehatan khusus, pengukuran intensitas faktor bahaya, pelaksanaan tindakan pengendalian.3
Seperti untuk semua penyakit pada umumnya, maka terapi penyakit akibat kerja harus
ditujukan kepada penyebab penyakit, jadi berarti terapi kausal, dan disertai terapi
simptomatis seperlunya. Atas dasar prinsip demikian biasanya terapi berhasil dengan baik.
Namun ada segi lain yang perlu mendapat perhatian yaitu banyak penyakit akibat kerja yang
belum ada atau tidak ada terapi kausalnya, misalnya silicosis, salah satu dari jenis
pnemokonioisis, yang disebabkan oleh debu silika bebas dalam jaringan paru atau sering pula
satu-satunya pengobatan, kalau hal itu dapat dikatakan pengobatan, ialah memindahkan
penderita ke pekerjaan lain yang tidak mengandung risiko bahaya untuknya. Hal ini sering
dilakukan pada pendertita silicosis atau penyakit paru akibat kerja lainnya yang sudah ada
tanda-tanda menderita emfisema. Pada penyakit akibat kerja yang tidak ada terapi kausalnya,
17
serta pada penyakit akibat kerja yang mengakibatkan cacat berat atau kerusakan ginjal yang
parah sebaiknya dipandang sebagai terapi kausal serta pada penyakit akibat kerja yang
mengakibatkan cacat berat seperti kerusakan ginjal yang parah sebaiknya-baiknya pendirian
atau sikap adalah ‘ Harus mencegahnya;. Pendekatan lain yang dapat dipandang sebagai
terapi kausal adalah mengendalikan faktor penyebab penyakit yang ada dalam pekerjaan dan
lingkungan kerja sehingga potensi bahaya dibuat menjadi sekecil mungkin.3
Ergonomi
Istilah ergonomi (ergonomics) berasal dari kata ergo (Yunani), yang berarti kerja.
Ergonomik adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah manusia dalam kaitan
dengan pekerjaan. Atau, satu upaya dalam bentuk ilmu, teknologi dan seni untuk
menyerasikan peralatan, mesin, pekerjaan, sistem, organisasi dan lingkungan dengan
kemampuan, keahlian dan keterbatasan manusia, sehingga tercapai satu kondisi dan
lingkungan yang sehat, aman dan nyaman, efesien dan produksi, melalui pemanfaatan
fungsional tubuh manusia secara optimal dan maksimal.4
Hubungan Ergonomi Dengan Sakit Akibat Kerja
Ergonomik adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah manusia dalam kaitan
dengan pekerjaan. Atau, satu upaya dalam bentuk ilmu, teknologi dan seni untuk
menyerasikan peralatan, mesin, pekerjaan, sistem, organisasi dan lingkungan dengan
kemampuan, keahlian dan keterbatasan manusia, sehingga tercapai satu kondisi dan
lingkungan yang sehat, aman dan nyaman, efesien dan produksi, melalui pemanfaatan
fungsional tubuh manusia secara optimal dan maksimal.4
Keselamatan Tempat Kerja
Pada topik ini akan membahas keselamatan tempat kerja secara umum. Pembahasannya
meliputi akses masuk dan keluar, juga pergerakan di dalam tempat kerja dan diperluas hingga
mencakup fasilitas-fasilitas kenyamanan kerja.Ketentuan keselamatan didalam maupun
18
disekitar tempat kerja tercantum di Workplace (Health, Safety, and Welfare) Regulations
1992 dan Approved Code of Practice no L24 yang bersesuaian dengannya yang dapat
dijadikan acuan sebagai petunjuk yang lebih rinci.Regulasi-regulasi tersebut menekankan
pemenuhan kewajiban di pundak ‘orang yang mengawasi’ (Person in control), yaitu manajer
lokal.5
Tempat kerja, peralatan tetap, dan perabotannya maupun peralatan, perangkat dan sistemnya
yang terintegrasi atau tambahan harus ; Terawat dengan baik, tetap bersih, dalam keadaan
efisien, dalam urutan kerja yang efisien, dalam kondisi baik dan sebaiknya diberi sistem
cadangan dengan pemeliharaan terencana dan pencatatan yang sesuai. Pemeliharaan meliputi,
Inspeksi, penyetelan, pelumasan, pembersihan, seluruh peralatan, bangunan, lampu-lampu,
escalator, dan sebagainya.5
Atmosfer tempat kerja: Kondisi sekelilingnya harus terpelihara dengan cara, membuka
jendela, memasang kipas angin di dinding atau langit-langit, memasang penyejuk udara untuk
memberikan udara segar atau udara yang tersirkulasi. Didalam ruangan tertutup atau lembab,
pekerja diperbolehkan beristirahat sejenak di area terbuka. Jika ventilasi diperlukan untuk
melindungi para pekerja,, sistemnya harus; dipasangi alarm pendeteksi kegagalan. Mampu
memasok udara bersih lebih dari 5-8 liter/detik/pekerja, dirawat , dibersihkan dan kinerjanya
diperiksa secara berkala, tidak menyumbat aliran udara. Temperatur tempat kerja selama jam
kerja, untuk pekerja normal : 160C (60,8 F), untuk pekerja berat : 13Oc. (55,4 oF). Temperatur
tersebut adalah temperature minimum. Temperature sebenarnya mungkin lebih tinggi untuk
menjamin kenyamanan area kerja, misalnya ruang perkantoran mungkin membutuhkan
temperature 20 o C ( 68o F) atau lebih. Dalam area kerja bertemperatur tinggi seperti rumah
ketel uap, lantai perapian, dan sebagainya, sediakan pengaturan pendinginan khusus.Dalam
area kerja bertemperatur rendah seperti refrigerator, ruang penyimpanan daging dan
sebagainya, sediakan pakaian hangat pada musim dingin, sediakan fasilitas ruang
penghangat.Tidak disebutkan temperature maksimum hanya saja harus memberikan
kenyamanan.Temperatur tinggi yang berasal dari sinar matahari dapat mensyaratkan
penggunaan tirai atau peneduh jendela. Pemanas atau pendingin tidak boleh menghembuskan
uap yang membahayakan atau mencelakakan ke dalam tempat kerja, sejumlah thermometer
yang secukupnya dipasang di tempat kerja.5
Pencahayaan
19
Harus memadai dan mencukupi, jika memungkinkan manfaatkanlah cahaya alami. Lampu
darurat harus disediakan untuk berjaga-jaga seandainya lampu utama mengalami kegagalan
dan menimbulkan bahaya.Perhatian khusus harus diberikan terhadap pencahayaan, Didalam
ruangan yang memiliki display screen terminal, dijalan raya, dan jalan setapak, pada tapak /
lokasi konstruksi (menghadapi cahaya yang menyilaukan) di area dengan bayangan kuat.5
Perawatan (Housekeeping)
Tempat kerja, perabotan, dan fitting harus tetep besih, dinding, lantai dan langit-langit harus
tetap bersih, memeriksa penumpukan debu diatas permukaan datar terutama pada struktur
gedung, balok girder penopang atap, dan sebagainya. Dinding yang dicat harus dibersihkan
dan dicat ulang secara berkala (misalnya masing-masing 12 bulan dan 7 tahun) atau setelah
dilakukannya perombakan pabrik atau gedung. Lantai harus selalu bersih dengan cara
menyapu dan mengepelnya secara berkala (paling tidak seminggu sekali), sampah jangan
sampai menumpuk karena dapat menimbulkan resiko kesehatan dan kebakaran, sampah dan
limbah harus diletakan di tempatnya, misalnya, minyak atau limbah yang terkontaminasi zat
pelarut harus diletakan dalam wadah tahan api seperti tempat sampah berbahan logam.
Tumpahan harus dibersihkan menggunakan material yang dapat menyerap dengan baik.5
Ruang
Untuk ruang kerja yang digunakan pertama kali atau di rombak setelah 1 Januari 1993, ruang
per pekerja tidak boleh kurang dari 11 m2 (388 kaki), ruang yang melebihi 3 m ( 9 kaki 10
inci) tidak perlu dipertimbangkan.Untuk ruangan yang digunakan sebelum 1 Januari 1993
dan tidak dirombak, ruang per pekerja tidak boleh kurang dari 400 kaki, ruang yang melebihi
14 kaki tidak perlu dipertimbangkan. Ruang yang ditempati perabotan, lemari, cabinet, dan
sebagainya mungkin perlu dideduksi dari ruangan yang tersedia, di tempat kerja yang
berlangit-langit rendah, tanda peringatan harus dipasang dan setiap balok yang rendah harus
ditandai dengan jelas.5
Workstation
Harus nyaman untuk siapa pun yang bekerja disana, terlindung dari pengaruh cuaca jika
mungkin, memiliki pintu keluar darurat yang di tandai dengan jelas, rute pintu keluar darurat
20
harus jelas, lantai haru tetap bersih dan tidak licin, bahaya sandungan harus disingkirkan, jika
platform kerja berada diatas permukaan lantai ( 6 kaki 6 inci), platform tersebut harus
dipasangi pegangan tangan dengan rel pelindung tengah dan pijakan kaki, bekerja pada posisi
kaku dan janggal sebaiknya tidak dilakukan terlalu lama, benda-benda dan material kerja
harus mudah di raih dari posisi kerja.5
Tempat duduk
Dimanapun pekerjaan dilakukan, tempat duduk harus tersedia.Tempat duduk harus sesuai
untuk jenis pekerjaannya dan memiliki sandaran pungung dan penumpu kaki. Jenis- jenis
tempat duduk yang umum : Di bengkel mesin, berupa bangku, di alur produksi, bangku atau
kursi yang sesuai,untuk pekerjaan didepan layar, kursi dengan penyetel ketinggian
(adjustable height), penumpu kaki mungkin dibutuhkan , harus dalam kondisi baik dan setiap
kerusakan harus diperbaiki atau diganti.5
Lantai
Harus sesuai dengan fungsinya, misalnya untuk jalur pejalan kaki, jalur lalu lintas , pabrik
pendukung, dan jalur pengangkutan material, dan sebagainya. Tidak diberi beban berlebih,
rata dan mulus, tidak berlubang, bergelombang, atau rusak yang mungkin menyebabkan
bahaya sandungan, bebas hambatan dan barang-barang diletakan ditempat yang ditentukan,
tidak boleh licin, memiliki sarana drainase yang memadai jika ada kemungkinan terkena air,
memiliki pemisah antara jalur-jalur lalu lintas dan pejalan kaki, memiliki penghalang di
sekitar lubang atau tempat yang terbuka.5
Pengertian Stres Kerja
Baron &Greenberg :mendefinisikan stres sebagai reaksi-reaksi emosional dan psikologis
yang terjadi pada situasi dimana tujuan individu mendapat halangan dan tidak bisa
mengatasinya. Aamodt (dalam Margiati, 1999:71) memandangnya sebagai respon adaptif
yang merupakan karakteristik individual dan konsekuensi dan tindakan eksternal, situasi atau
peristiwa yang terjadi baik secara fisik maupun psikologis.Berbeda dengan pakar di atas,
Landy (dalam Margiati, 1999:71) memahaminya sebagai ketidakseimbangan keinginan dan
21
kemampuan memenuhinya sehingga menimbulkan konsekuensi pcnting bagi dirinya.Robbins
memberikan definisi stres sebagai suatu kondisi dinamis di mana individu dihadapkan pada
kesempatan, hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penting tetapi tidak
dapat dipastikan.Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah
dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan
karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan.
Adanya beberapa atribut tertentu dapat mempengaruhi daya tahan stres seorang karyawan.6
Kelelahan
Kata Lelah (Fatigue) menunjukan keadaan tubuh fisik dan mental yan berbeda, tetapi
semuanya berakibat kepada penurunan daya kerja dan berkurangnya ketahan tubuh untuk
bekerja.Terdapat dua jenis kelelahan yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan
otot ditandai antara lain oleh tremor atau rasa nyeri yang terdapat pada otot. Kelelahan umum
ditunjukan oleh hilangnya kemauan untuk bekerja yang penyebabnya adalah keadaan
persarafan sentral atau kondisi psikis-psikologis. Akar masalah kelelahan umum adalah
monotoninya pekerjaan, intensitas dan lamanya kerja mental dan fisik yang tidak sejalan
dengan kehendak tenaga kerja yang bersangkutan, keadaan lingkungan yang berbeda dari
estimasi semula, tidak jelasnya tanggung jawab, kekhawatiran yang mendalam dan konflik
batin serta kondisi sakit yang di derita oleh tenaga kerja. Pengaruh dari keadaan yang menjadi
sebab kelelahan tersebut seperti berkumpul dalam tubuh dan mengakibatkan perasaan
lelah.Perasaan lelah demikian yang berkadar tinggi dapat menyebabkan seseorang tidak
mampu lagi bekerja sehinga berhenti bekerja sebagaimana halnya kelelahan fisiologis yang
mengakibatkan tenaga kerja yang bekerja fisik menghentikan kegiatannya oleh karena merasa
lelah bahkan yang bersangkutan tertidur oleh karena kelelahan.Kelelahan mudah dicegah atau
ditiadakan dengan berhenti bekerja dan beristirahat. Jika tenaga kerja telah mulai merasa
lelah dan tetap ia dipaksa untuk terus bekerja, kelelahan akan semakin bertambah dan kondisi
lelah demikian sangat menganggu kelancaran pekerjaan dan juga berefek buruk kepada
tenaga kerja yang bersangkutan. Kelelahan sama halnya dengan lapar ataupun haus yaitu
salah satu dari pilar-pilar penting mekanisme penyangga untuk melindungi berlangsungnya
kehidupan. Istirahat sebagai usaha pemulihan dapat dilakukan dengan berhenti bekerja yang
bervariasi dari istirahat sewaktu-waktu dalam waktu sangat pendek sebentar saja sampai
dengan tidur malam hari ataupun cuti dari pekerjaan.6
Suatu daftar gejala atau perasaan atau tanda yang ada hubungannya dengan kelelahan adalah :
22
a. Perasaan berat di kepala
b. Menjadi lelah seluruh badan
c. Kaki merasa berat
d. Menguap
e. Merasa kacau pikiran
f. Mengantuk
g. Merasa berat pada mata
h. Kaku dan canggung dalam gerakan
i. Tidak seimbang dalam berdiri
j. Mau berbaring
k. Merasa susah berpikir
l. Lelah berbicara
m. Gugup
n. Tidak dapat berkonsentrasi
o. Tidak dapat memfokuskan perhatian terhadap sesuatu
p. Cenderung untuk lupa.
q. Kurang kepercayaan diri
r. Cemas terhadap sesuatu
s. Tidak dapat mengontrol sikap
t. Sakit kepala
23
u. Suara serak
v. Kekakuan di bahu
w. Merasa pening
x. Spasme kelopak mata
y. Merasa kurang sehat
z. Merasa nyeri dipunggung
Working Diagnosis – Sick Building Syndrome (SBS)
Sick building syndrome adalah suatu kombinasi dari berbagai gejala yang diasosiasikan
dengan suatu tempat bekerja seorang individu. Tahun 1984, WHO melaporkan bahwa ada
lebih dari 30% baik baru maupun bangunan remodeling terkait dengan gejala pada SBS.
Sebagian besar dari SBS dikaitkan dengan buruknya kualitas udara indoor/ poor indoor air
quality (poor IAQ).7
Sick Building Syndrome, istilah ini pertaman kali dipublikasikan sekitar tahu 1970an dan
digunakan untuk mendeskripsikan situasi dimana seorang pekerja di suatu gedung
perkantoran mengalami keadaan medis akut. Hal ini menjangkiti pekerja yang menghabiskan
hampir seluruh waktu kerjanya di dalam ruangan.7
Penggunaan istilah Sick Building Syndrome apabila terdapat petunjuk-petunjuk utama bahwa
gedung sebagai penyebabnya, antara lain :
- adanya gejala-gejala ketika bekerja atau tinggal di dalam gedung,
- kejelasan berkurangnya gejala-gejala ketika meninggalkan gedung atau bekerja di
tempat lain untuk sementara.
- munculnya gejala-gejala ketika kembali ke gedung
- serta adanya gejala-gejala yang dialami oleh banyak orang.4
Berdasarkan hasil pemeriksaan NIOSH (The National lnstitutefor Occupational Safety and
Health), suatu badan untuk kesehatan dan keselamatan di Amerika Serikat menunjukkan
enam sumber utama pencamaran udara di dalam suatu gedung yaitu:
24
1. Pencemaran dari alat-alat di dalam gedung (17%) Pencemaran akibat mesin foto kopi,
asap rokok, pestisida, bahan-bahan pembersih ruangan dan lain-lain.
2. Pencemaran dari luar gedung (11 %) Masuknya gas buang kendaraan bermotor yang
lalu lalang, gas dari cerobong asap atau dapur yang terletak di dekat gedung, yang
kesemuanya dapat terjadi akibat penempatan pemasukan udara yang tidak tepat.
3. Pencemaran akibat bahan bangunan (3%) Formaldehid, lem, asbes, fiber glass dan
bahan-bahan lain yang merupakan komponen bangunan pembentuk gedung tersebut.
4. Pencemaran mikroba (5%) Bakteri, jamur, protozoa dan produk mikroba lainnya yang
dapat ditemukan di saluran udara dan alat pendingin (AC) beserta seluruh lokasi
lubang sistemnya.
5. Gangguan ventilasi (52%) Kurangnya udara segar yang masuk, buruknya distribusi
udara dan kurangnya perawatan sistem ventilasi udara teryata punya peranan besar
dalam menentukan sehat tidaknya lingkungan udara di dalam suatu gedung.
6. Tak diketahui (12%).
Epidemiologi
Insidens dari SBS tidak diketahui, akan tetapi menurut laporan ditemukan bahwa SBS
adalah kondisi yang paling sering ditemukan pada penyakit yang berhubungan dengan
gedung (building associated illness). Gejala-gejala yang pekerja hubungkan dengan
gedung adalah sangat umum.7
Sebagai contoh, studi kuisioner dari 4 gedung tanpa masalah di Washington menunjukkan
bahwa 55% dari 646 responden melaporkan gejala akut pernapasan atas yang
berhubungan dengan tempat kerja yakni gedung perkantoran. Gejala yang dilaporkan
adalah mata kering, pilek, tenggorokkan kering. 48% melaporkan gejala SSP sperti sakit
kepala, kelelahan yang tidak biasa, dan kelelahan mental.7
Gejala Klinis7
1. Manifestasi nasal, iritasi pada mukosa hidung, rhinorrhoea dan obstruksi pada hidung,
sering disebut sebagai “nasal stuffiness”.
2. Manifestasi ocular, iritasi pada mata, mata kering dan perih.
3. Manifestasi oropharyngeal, iritasi dan kering pada tenggorokkan.
4. Manifestasi cutaneous, iritasi pada kulit, kadang ditemukan rash pada kulit.
25
5. Manifestasi SSP, seperti sakit kepala, dizziness, mual, dan kadang ditemukan fatigue
yang abnormal.
6. Gejala lainnya seperti reaksi hipersensitivitas nonspesifik, sensasi bau dan rasa yang
nonspesifik.
Faktor Risiko
Kategori Faktor
Faktor bangunan/ gedung - Kontaminan :
1. Volatile organic compounds
2. Environmental Tobacco Smoke (ETS)
3. Formaldehyde
4. Odors
5. Debu organic
6. Debu inorganic
7. Agent microbial
8. Gas-gas seperti CO, CO2, NO2, O3, SO2
9. Kontaminan lainnya
- Ventilasi udara bersih yang tidak adekuat
- Sistim ventilasi sentral tanpa oparable-window
- Kenaikan atau penurunan kelembapan
- Suhu tinggi
- Karpet
- Bising
- pencahayaan
Factor Host atopi
pemakaian kontaks lens
perempuan
keadaan psikologi
Faktor Pekerjaan - stress kerja
- kurangnya control pada pekerjaan/ lingkungan
26
- ketidakpuasan terhadap supervisor
- jam kerja berlebih
Table 2.Faktor yang berkontribusi terhadap Sick Building Syndrome.
Sumber :Ladou J,editor. Current occupational and environmental medicine. 4thed.
New York : The McGraw Hill companies; 2007.
Gambar 1. Berbagai sumber polutan indoor.8
Sumber:Indoor.air.quality..Diunduh.dari.http://www.inive.org/medias/ECA/
ECA_Report4.pdf, 2 Oktober 2013.
1. Meskipun penyebab spesifiknya masih belum diketahui, berikut adalah hal-hal yang
dianggap dapat menyebabkan Sick Building Syndrome, biasanya berhubungan dengan
ketidaksesuaian temperatur, kelembaban, serta pencahayaan dalam suatu bangunan.8
2. Kontaminasi polutan kimia dari luar:
Udara dari luar yang masuk ke dalam gedung dapat menjadi salah satu sumber polusi
dalam suatu gedung. Polusi dari asap pembuangan sepeda motor, pipa udara, dan
saluran pembuangan dalam gedung (kamar mandi dan dapur) dapat berpengaruh pada
kondisi kesehatan udara dalam bangunan yang memiliki sistem ventilasi udara yang
buruk.8
3. Kontaminasi polutan kimia dari dalam:
Sebagian besar polutan berbahaya yang terdapat dalam suatu bangunan memang
berasal dari dalam bangunan itu sendiri, di antaranya dari material pelapis bangunan,
27
karpet yang berdebu, mesin fotokopi, furnitur maupun alat pembersih yang
mengandung bahan kimia berbahaya yang termasuk Volatile Organic Compound
(VOC), misalnya formaldehyde. Selain itu, asap rokok, kompor, maupun alat
pemanas lainnya juga dapat menjadi sumber polutan kimia yang berbahaya dari
tubuh. Berdasarkan penelitian, jenis-jenis polutan tersebut dalam konsentrasi yang
tinggi dapat menyebabkan gangguan kesehatan akut, selain itu juga mengandung
karsinogen yang merupakan penyebab kanker.9
4. Kontaminasi polutan biologis:
Polutan biologis termasuk di dalamnya adalah serbuk sari, bakteri, virus, serta
lumut.Polutan-polutan ini dapat hidup dan berkembang dalam air menggenang dan
ruangan yang lembab. Apabila terkontaminasi, dapat menyebabkan demam, badan
menggigil, batuk, sesak napas, pegal-pegal, ataupun reaksi alergi.9
5. Sistem tata udara yang kurang baik:
Pada tahun 1970-an, embargo minyak dunia menmbuat para arsitek mulai membuat
bangunan yang lebih kedap dari udara luar, dengan ventilasi ke luar bangunan yang
lebih sedikit. Hal ini antara lain untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi.
Pengurangan ventilasi udara ke luar ini diketahui, dalam banyak kasus, berpengaruh
besar terhadap penurunan kondisi kesehatan dan kenyamanan penghuni bangunan
tersebut. 9
Differential Diagnosis
1. Legionnaire’s Disease
Penyakit Legionnaire adalah jenis pneumonia yang disebabkan oleh bakteri.Biasanya
mendapatkannya dengan bernapas dalam kabut dari air yang mengandung bakteri.Kabut
dapat berasal dari kolam air panas, mandi atau AC unit untuk bangunan besar. Bakteri
tidak menyebar dari orang ke orang.10
Penyakit ini termasuk kedalam suatu Building Related Illness, BRI, adalah suatu penyakit
yang pada pekerja, akan tetapi tidak sama dengan SBS. Pada BRI berbeda dengan SBS,
hal ini terlihat pada penyebab BRI itu sendiri.Etiologi SBS tidak diketahui, hanya factor
risikonya saja, sedangkan etiologi BRI sudah teridentifikasi, salah satunya adalah bakteri
28
Legionella pneumophila.Pada BRI didapatkan gejala yang lebih berat. Berikut adalah
indicator penyakit BRI :
Penghuni bangunan mengeluhkan gejala seperti batuk, sesak dada, demam,
menggigil, dan nyeri otot
Gejala klinis dapat didefinisikan dan memiliki penyebab yang jelas diidentifikasi.
Pengadu mungkin memerlukan waktu pemulihan yang lama setelah meninggalkan
gedung.
Gejala penyakit Legionnaire termasuk demam, menggigil, batuk dan nyeri otot dan sakit
kepala kadang-kadang. Jenis lain dari pneumonia memiliki gejala yang sama. Anda
mungkin akan memerlukan x-ray dada untuk mendiagnosis pneumonia. Tes laboratorium
dapat mendeteksi bakteri tertentu yang menyebabkan penyakit legionnaire.
Faktor risiko:
Lebih tua dari 65
merokok
Memiliki penyakit paru-paru
Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah
2. ISPA
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut, istilah ini diadaptasidari
istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Penyakit infeksi akut
yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung
(saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus,
rongga telinga tengah dan pleura. Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi
pada anak, karena sistem pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian psenyakit batuk
pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali per tahun, yang berarti seorang
balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun. 10
Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dimana
pengertiannya sebagai berikut :
1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
29
2. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ
adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
3. Infeksi Akut adalah Infeksi yang langsung sampai dengan 14 hari.batas 14 hari diambil
untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat
digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan
bagian bawah (termasuk jaringan paru – paru) dan organ adneksa saluran
pernafasan.dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran
pernafasan (respiratory tract).10
Sebagian besar dari infeksi saluran pernafasan hanya bersifat ringan seperti
batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan denganantibiotik, namun demikian anak
akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat
mengakibat kematian. Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit
ISPA dalam 2 golongan yaitu :
ISPA non- Pneumonia : dikenal masyarakat dengan istilah batuk pilek
Pneumonia : apabila batuk pilek disertai gejala lain seperti kesukaran bernapas,
peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat).
Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkhus dilapisi oleh membran mukosa bersilia,
udara yang masuk melalui rongga hidung disaring, dihangatkan dan dilembabkan.
Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang terdapat dalam hidung,
sedangkan partikel debu yang halus akan terjerat dalam lapisan mukosa. Gerakan silia
mendorong lapisan mukosa ke posterior ke rongga hidung dan ke arah superior menuju
faring.10
Secara umum efek pencemaran udara terhadap saluran pernafasan dapat menyebabkan
pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat berhenti sehingga tidak
dapat membersihkan saluran pernafasan akibat iritasi oleh bahan pencemar. Produksi
lendir akan meningkat sehingga menyebabkan penyempitan saluran pernafasan dan
rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernafasan. Akibat dari hal tersebut akan
menyebabkan kesulitan bernafas sehingga benda asing tertarik dan bakteri lain tidak
dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan, hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi
saluran pernafasan.10
30
Pencegahan
1. Memperbaiki sistem tata udara dan AC dalam gedung dapat menjadi salah satu cara
mengurangi polutan yang terdapat dalam gedung. Seminimalnya, mesin penghangat
ruangan, sistem ventilasi, dan sistem pendingin ruangan (AC) harus dirancang untuk
memenuhi syarat minimum dari sistem tata udara yang baik dalam suatu gedung. Pastikan
bahwa sistem tata udara telah beroperasi dan dipelihara dengan memperhatikan ventilasi
dan pertukaran udara yang baik. Jika diketahui adanya sumber polutan berbahaya yang
dikeluarkan oleh AC, harus ada saluran pembuangannya yang langsung mengarah ke luar
bangunan. Cara ini biasanya dilakukan untuk membasmi polutan yang banyak terdapat
pada area tertentu dalam bangunan, seperti toilet, ruang fotokopi, serta ruang khusus
merokok.11
2. Memindahkan ataupun memperbaiki sumber polutan dalam gedung adalah salah satu cara
paling efektif dalam membasmi polutan-polutan berbahaya dalam gedung. Cara ini
termasuk dengan pemeliharaan rutin terhadap system pendingin ruangan, membersihkan
tempat-tempat yang menjadi tempat menggenangnya air, pelarangan merokok dalam
gedung ataupun menyediakan tempat khusus merokok dengan ventilasi yang langsung
mengarah ke luar bangunan, dan lain-lain.11
3. Memasang penyaring udara. Hal ini sebenarnya tidak lantas membuat udara menjadi
bersih dan bebas polutan, namun cukup efektif dalam mengurangi jumlah polutan yang
masuk ke dalam gedung.11
4. Bila menghabiskan waktu cukup banyak di ruangan ber-AC khususnya ruangan
perkantoran, cobalah untuk melakukan beberapa hal di bawah ini:
- Istirahatkan AC
- Lakukan perawatan lingkungan kerja dengan baik. Dokumen lama disimpan dengan
rapi di tempat tertutup sehingga tidak menjadi tempat timbunan debu.
- Sesekali hentikan AC, jangan menyalakan AC terus menerus. Saat AC sedang dalam
keadaan mati, bukalah jendela agar matahari dapat menembus ruangan. Sinar
matahari dapat mematikan bakteri yang ada di udara.
- Kurangi menyemprot pewangi ruangan yang mengandung bahan-bahan kimia.
- Tempatkan tanaman hias dalam ruangan kerja. Bonsai dan jenis tanaman palem
misalnya. Selain memperindah pemandangan, tanaman tersebut dapat berfungsi untuk
menguraikan udara tercemar dalam ruangan
31
Kesimpulan
Penyakit akibat kerja ini dapat timbul karena beberapa faktor, yaitu faktor fisik, mekanis,
kimiawi, biologis, atau psikososial di tempat kerja.Faktor tersebut dalam lingkungan kerja
merupakan faktor yang pokok dan dapat menentukan terjadinya penyakit akibat
kerja.Penyakit akibat kerja timbul khususnya di antara para pekerja yang terpajan bahaya
tertentu.Namun pada beberapa keadaan, penyakit akibat kerja ini dapat timbul di kalangan
masyarakat umum akibat kontaminasi lingkungan tempat kerja.
Pada kesimpulan pada kasus tersebut, maka Tn. C mengalami kelelahan akibat dari
melakukan pekerjaan, dan terdapat juga pajanan kimia dan fisik yang menyebabkan dirinya
mengalami beberapa gejala yang menganggu kesehatan.Mendiagnosis suatu SBS harus
didasari penemuan gejala-gejala seperti pada pembahasan, dan tidak ditemukannya penyebab
yang spesifik seperti bakteri atau pun virus, terlebih jika didapatkan pasien tidak memiliki
riawayat alergi dan beberapa rekan kerja dari ruangan yang sama mengeluh hal yang sama.
Diagnosis Sick Building Syndrome secara tepat dirasa penting dilakukan, bukan hanya karena
memikirkan si pekerja itu sendiri, tapi juga perusahaan itu sendiri. Karena SBS
mempengaruhi produktivitas dan absen, dan kedua hal tersebut merupakan hal penting dalam
perusahaan
Daftar Pustaka
1. Ridley J. Kesehatan dan keselamatan kerja. PT.Gelora Aksara
Pratama.2008.p.1515.
2. Suma’mun P.K. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja (Hiperkes).Sagung
Seto:Jakarta.2009.p.81-8.
3. Ladou J,editor. Current occupational and environmental medicine. 4thed. New
York : The McGraw Hill companies; 2007.p.719-24.
4. Levy BS, Wegman DH, Baro SL, Sokas RK. Ocuupational and environmental
health. 5th ed. Philadelphia : Lippincot williams and wilkins; 2006.p.415-17.
5. Heimlich JE. Environment health centre. Sick building syndrome. 2009. Diunduh
dari http://www.nsc/ehc/indoor/sbs/htm, 3 Oktober 2013.
32
6. Aditama TY. Andani SL. Sick building syndrome. Med J Indones 2002; 11: 124-
131.
7. Babatsikou FP. Health Science Journal. The sick building syndrome. 2001.
Diunduh dari http://www.hsj.gr/volume5/issue2/520.pdf, 4 Oktober 2013.
8. Indoor air quality. Diunduh dari
http://www.inive.org/medias/ECA/ECA_Report4.pdf, 2 Oktober 2013.
9. Environmental analytics. Diunduh dari
http://www.environmentalanalytics.net/iaq.php, 2 Oktober 2013.
10. Joshi SM. The sick building syndrome. Indian J Occup Environ Med 2008; 12(2):
61–64.
11. WHO. Legionella and Th Prevention of Legionellosis. India. 2007. Diunduh dari
http://www.who.int/water_sanitation_health/emerging/legionella.pdf, 4 Oktober
2013.
33