Skenario 1
CAIRAN TELINGA
Seorang anak perempuan berusia 6 tahun, dating ke klinik anda diantar ayahnya
dengan keluhan keluar cairan dari telinga kiri sejak 2 hari yang lalu. Cairan yang
keluar tersebut berwarna putih, kental dan tidak berbau. Tiga hari yang lalu pasien
mengalami nyeri pada telinga kiri, namun sejak keluar cairan tersebut nyeri sudah
hilang. Awalnya satu minggu yang lalu, ibu pasien menyatakan bahwa pasien
mengeluh demam, batuk dan pilek. Seminggu yang lalu, ibu pasien juga mengalami
keluhan batuk pilek yang disertai demam. Sebelum ini pasien tidak pernah mengalami
keluhan serupa. Pasien merupakan siswa kelas 1 Sekolah Dasar di kelurahan
Kembaran.
I. KLARIFIKASI ISTILAH
-
II. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Mengapa pasien mengeluh keluar cairan disertai batuk, pilek, demam
sebelumnya dan apa hubungannya dengan penyakit ibunya ?
2. Apakah hubungan usia dengan keluhan pasien ?
3. Mengapa pasien mengeluhkan nyeri telinga kiri ?
4. Mengapa cairan berwarna putih, kental dan tidak berbau ?
5. Mengapa saat keluar cairan nyerinya hilang ?
III. ANALISIS MASALAH
1. Mengapa pasien mengeluh keluar cairan disertai batuk, pilek, demam
sebelumnya dan apa hubungannya dengan penyakit ibunya ?
Disini kemungkinan adalah ibunya menularkan sakitnya kepada si anak.
Dimana penyebab tersering dari keluhan ibunya adalah virus. Disini
karena anak tersebut masih berusia 6 tahun, dan daya tahan tubuhnya
belum sempurna sehingga rentan tertular penyakit. Ditambah lagi organ
dari si anak ini juga belum sesempurna orang dewasa . pada kasus ini
1
organ yang terkena adalah bagian hidung dan mulut si anak, dimana dari
nasofaring terdapat saluran ke telinga, yaitu saluran tuba auditiva. Dari
saluran inilah virus dapat menyerang bagian telinga melalui infeksi yang
ada di mulut ataupun hidung. Pada saluran ini dapat terjadi infeksi yang
dikarenakan merambatnya infeksi yang berasal dari mulut dan hidung tadi,
kemudian yang nanti akan menyebabkan pembengkakan (inflamasi) yang
kemudian sel sel darah putih akan keluar untuk melawan kuman dan
bakteri. Kemudian dari hasil perlawanan sel darah putih inilah yang akan
menyebabkan terjadinya nanah, nanah yang menumpuk terus menerus
lama kelamaan akan mengumpul dibelakang gendang telinga dan
menyebabkan nyeri dikarenakan terdorong atau tertekannya saraf-saraf
disekitar gendang telinga ini, ketika cairan ini semakin banyak, dapat
menyebabkan gendang telinga menjadi sobek dan cairan mengalir keluar
telinga, dan sobekny gendang telinga ini akan menyebabkan rasa sakit
menjadi berkurang, dikarenakan saraf-saraf yang tadinya tertekan menjadi
tidak tertekan lagi dikarenakan tekanan yang disebabkan oleh cairan tadi
sudah berkurang. (Brunner, 2001)
2. Apakah hubungan usia dengan keluhan pasien ?
Dilihat dari skenario, usia pasien masih berumur 6 tahun. Dimana tuba
eustachia yang masih pendek, lebar dan letaknya agak horizontal dari tuba
eustachia orang dewasa. Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada
nak di bawah 9 bulan adalah 17,5 mm. (Soepardi, dkk. 2012)
3. Mengapa pasien mengeluhkan nyeri telinga kiri ?
Nyeri pada telinga salah satu dari keluhan utama dari penyakit
telinga. Bisa juga disebut otalgia. Otalgia merupakan nyeri pada telinga
yang disebabkan baik oleh kelainan local dalam telinga, nyeri alih dari
tempat lain, serta psikogenik.
2
Penyebab local otalgia
Telinga luar furunkel, serumen obturans, otitis eksterna,herpes zoster,
neoplasma
Telinga tengahotitis media akut, barotrauma, abses ekstradural.
(Soepardi, dkk. 2012)
Nyeri teling disebut juga dengan Otalgia, hal ini dapat disebabkan oleh
kelainan lokal dalam telinga, nyeri alih dari tempat lain, serta psikogenik.
a. Penyebab lokal Otalgia
1) Telinga Luar
a) Furunkel
b) Serumen obturans
c) Otitis eksterna
d) Otomikosis
e) Meningitis bullosa
f) Herpes zoster
g) Dan neoplasma
2) Telinga Tengah
a) Otitis media akut
b) Obstruksi tuba eustachius
c) Mastoiditis
d) Abses ekstradural
e) Barotrauma
f) Neoplasma
b. Penyebab nyeri alih yang bermanifestasi sebagai otalgia
Telinga mendapatkan persarafan melalui nervus V (cabang
auritemporal), nervus IX (cabang tympanic), nervus X (cabang auricular)
serta dari C2 (lesser occipital), C2 & C3 (greater auricular). Nyeri yang
terjadi dapat merupakan nyeri alih dari area tersebut :
1) Melalui Nervus V
a) Gigi : karies, abses apikal, impaksi molar, dan maloklusi.
3
b) Rongga mulut : lesi ulseratif jinak maupun ganas pada rongga
mulut atau lidah.
c) Kelainan sendi tempomandibular.
d) Neuralgia sphenopalatina.
2) Melalui Nervus IX
a) Gigi
b) Pangkal lidah : tuberkulosis, keganasan.
3) Melalui Nervus X
Lesi ulseratif atau keganasan pada valekula, epiglotis, laring,
laringofaring, dan esofagus.
4) Melalui Nervus C2 & C3
Spondilosis servikal, trauma pada servikal. (Ballenger, John Jacob.
2013)
4. Mengapa cairan berwarna putih, kental dan tidak berbau ?
Cairan atau sekret yang keluar dari liang telinga disebut otore. Sekret yang
sedikit biasnya berasal dari infeksi telinga luar. Sekret yang banyak yang
bersifat mukoid umumnya berasal dari telinga tengah. Bila berbau busuk
menandakan adanya kolesteatom. Bila bercampur darah harus dicurigai
adanya infeksi akut yang berat atau tumor. Bila cairan yang keluar seperti
air jernih, waspada adanya cairan likuor serebrospinal. (Soepardi, dkk.
2012)
5. Mengapa saat keluar cairan nyerinya hilang ?
Nyeri yang dialami pasien diakibatkan karena adanya peningkatan
produksi cairan yang menyebabkan adanya akumulasi cairan yang
menggumpal menekan saraf-saraf pada telinga. Ketika gumpalan pecah
atau bocor mengakibatkan cairan keluar, gumpalan mengempis dan tidak
menekan saraf-saraf di telinga sehingga ketika cairan keluar nyeri menjadi
hilang. (Ballenger, John Jacob. 2013 )
4
IV. SISTEMATIKA MASALAH
5
menekan Nervus di telinga
keluar cairan
Inflamasi
tekanan ↑
perforasi
Menyebar Ke Teinga
Cairan ↑
Menembus membran tympani
6Th
Faktor Internal: Imun belum matangOrgan Belum Sempurna
ISPA
Faktor External:Ibu Sakit ISPA
Nyeri
Fagosit SDP
Menular ke anak
Nyeri Psikogenik
Nyeri Alih
Tengah
Luar
Cairan Cerebrospinal
darah
Mukopurulen
Mukoid
V. LEARNING OBJECTIVE
1. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami anatomi telinga.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami histologi telinga.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami cairan cerebrospinal.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami diagnosis banding dari
keluhan pasien.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami interpretasi dari hasil
pemeriksaan yang telah dilakukan.
6. Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami tentang otitis media akut.
VI. BELAJAR MANDIRI
VII. MENGUMPULKAN INFORMASI TAMBAHAN
1. Anatomi telinga
A. Definisi Indra Pendengaran
Telinga merupakan indra mekanoreseptor karena memberikan respon
terhadap getaran mekanik gelombang suara yang terdapat di udara. Telinga
menerima gelombang suara yang frekuensinya berbeda,saraf yang berperan
6
dalam indra pendengar adalah saraf kranial kedelapan atau nervus auditorius.
Telinga terdiri atas tiga bagian, yaitu telinga bagian luar, telinga bagian
tengah, dan telinga bagian dalam.
B. Anatomi Telinga
Perkembangan daun telinga dimulai pada minggu ketiga kehidupan
embrio dengan terbentuknya arcus brachialis pertama atau arcus mandibula
dan arcus bracialis kedua atau arcus hyoid. pada minggu ke enam arcus
bracialis ini mengalami diferensiasi menjadi enam buah tuberkel. secara
bergabungan ke enam tuberkel ini. pada keadaan normal di bulan ketiga daun
telinga sudah lengkap terbentuk. bila penggabungan tuberkel tidak sempurna
maka timbul fistel preauricular. (Soepardi, Efiaty Arsyad, Prof. Dr., Sp.THT.
2012.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher.Jakarta: Badan Penerbit FKUI )
Telinga terdiri atas 3 bagian
1. Telinga luar (Auris eksterna)
Telinga luar terdiri atas aurikel atau pinna, meatus auditorius eksterna, dan
membran timpani.
a. Aurikel atau pinna tersusun oleh kartilago (tulang rawan) dan
jaringan fibrus, kecuali pada ujung paling bawah (cuping telinga)
tersusun oleh lemak. Aurikel berfungsi membantu pengumpulan
gelombang suara.
b. Meatus auditoris eksterna (liang telinga) merupakan saluran
penghubung aurikel dengan membran timpani. Panjangnya ± 2,5
cm, terdiri dari tulang rawan dan tulang keras. Saluran ini
mengandung rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat,
khususnya menghasilkan sekret berbentuk serum.
c. Membran timpani atau gendang telinga menghubungkan meatus
auditorius eksterna dengan rongga timpani. Membran ini
berukuran ± 1 cm dan berwarna kelabu mutiara.
7
2. Telinga tengah (Auris media)
Telinga tengah atau rongga timpani adalah bilik kecil yang mengandung
udara. Rongga itu terletak sebelah dalam membran timpani. Pada bagian
ini terdapat Tuba Eustakhius dan tulang-tulang pendengaran.
a. Tuba Eustakhius
Tuba Eustakhius bergerak ke depan dari rongga telinga tengah
menuju nasofaring. Celah tuba eustakhius akan tertutup jika dalam
keadaan biasa, dan akan terbuka setiap kali kita menelan. Dengan
demikian tekanan udara dalam ruang timpani dipertahankan tetap
seimbang dengan tekanan udara di atmosfer, sehingga cedera atau
ketulian akibat tidak seimbangnya tekanan udara dapat
dihindarkan. Adanya hubungan dengan nasofaring ini
memungkinkan infeksi pada hidung atau tenggorokan dapat
menjalar masuk ke dalam rongga telinga tengah.
b. Tulang-tulang pendengaran
Tulang-tulang pendengaran adalah tiga tulang kecil yang tersusun
pada rongga telinga tengah seperti rantai yang bersambung dari
membran timpani menuju rongga telinga dalam.
Tulang sebelah luar adalah maleus, berbentuk seperti martil
dengan gagang yang terkait pada membran timpani, sementara
kepalanya menjulur ke dalam ruang timpani. Tulang yang berada
di tengah adalah inkus atau landasan, sisi luarnya bersendi dengan
maleus, sementara sisi dalamnya bersendi dengan sisi dalam
sebuah tulang kecil, yaitu stapes. Stapes atau tulang sanggurdi
dikaitkan dengan inkus dengan ujungnya yang lebih kecil,
sementara dasarnya yang bulat panjang terkait pada membran yang
menutup fenestra vestibule atau tingkap jorong. Rangkaian tulang-
tulang ini berfungsi mengalirkan getaran suara dari gendang
telinga menuju rongga telinga dalam.
8
3. Telinga dalam (Auris interna)
Rongga telinga dalam itu terdiri atas berbagai rongga yang menyerupai
saluran-saluran dalam tulang temporalis. Rongga-rongga itu disebut
labirin tulang dan dilapisi membran sehingga membentuk labirin
membranosa. Saluran-saluran bermembran ini mengandung cairan dan
ujung-ujung akhir saraf pendengaran dan keseimbangan.
a. Labirin tulang terdiri atas tiga bagian:
Vestibula yang merupakan bagian tengah, dan tempat
bersambungnya bagian-bagian yang lain, ibarat sebuah pintu
yang menuju ruang tengah (vestibula) pada sebuah rumah.
Kanalis semisirkularis (saluran setengah lingkaran) bersambung
dengan vestibula. Kanalis semisirkularis merupakan saluran
setengah lingkaran yang terdiri dari tiga saluran. Saluran satu
dengan yang lainnya membentuk sudut 900, saluran tersebut
yaitu kanalis semisirkularis superior, kanalis semisirkularis
posterior, dan kanalis semisirkularis lateralis. Saluran lateralis
letaknya horizontal, sementara ketiga-tiganya saling membuat
sudut tegak lurus. Pada salah satu ujung setiap saluran terdapat
penebalan yang disebut ampula. Gerakan cairan yang
merangsang ujung-ujung akhir saraf khusus dalam ampula
menyebabkan kita sadar akan kedudukan kita. Bagian telinga
dalam ini berfungsi membantu serebelum dalam mengendalikan
keseimbangan, serta kesadaran akan kedudukan tubuh kita
Koklea adalah sebuah tabung berbentuk spiral yang membelit
dirinya seperti sebuah rumah siput. Belitan-belitan itu melingkari
sebuah sumbu berbentuk kerucut yang memiliki bagian tengah
dari tulang, dan disebut modiulus.
Ada dua tingkap dalam ruang melingkar (koklea), yaitu:
Fenestra vestibule (tingkap jorong) disebut juga fenestra ovalis,
karena bentuknya yang bulat panjang. Ditutupi oleh tulang stapes.
9
Fenestra koklea disebut juga fenestra rotunda, karena bentuknya
yang bulat ditutupi oleh sebuah membran.
Kedua-duanya menghadap ke telinga dalam. Adanya tingkap-tingkap ini
dalam labirin tulang bertujuan agar getaran dapat dialihkan dari rongga
telinga tengah, guna dilangsungkan dalam perilimfa. Getaran dalam
perilimfa dialihkan menuju endolimfa, dan dengan demikian merangsang
ujung-ujung akhir saraf pendengaran. Endolimfa adalah cairan dalam
labirin membranosa, sementara perilimfa adalah cairan di luar labirin
membranosa dan dalam labirin tulang. Jika terjadi ketidakseimbangan
antara endolimfa dan perilimfa, maka akan menimbulkan kelainan.
b. Labirin membranosa terdiri dari:
Utrikulus, bentuknya seperti kantong lonjong dan agak gepeng
terpaut pada tempatnya oleh jaringan ikat. Di sini terdapat saraf
nervus akustuikus pada bagian depan dan sampingnya ada daerah
yang lonjong disebut makula akustika utrikulo. Pada dinding
belakang utrikulus ada muara dari duktus semisirkularis dan pada
dinding depannya ada tabung halus disebut utrikulosa sirkularis,
saluran yang menghubungkan utrikulus dengan sakulus.
Sakulus, bentuknya agak lonjong lebih kecil dari utrikulus,
terletak pada bagian depan dan bawah dari vestibulum dan
terpaut erat oleh jaringan ikat, tempat terdapat nervus akustikus.
Pada bagian depan sakulus ditemukan serabut-serabut halus
cabang nervus akustikus yang berakhir pada makula akustika
sakuli. Pada permukaan bawah sakulus ada duktus reunion yang
menghubungkan sakulus dengan duktus koklearis. Di bagian
sudut sakulus vestibularis menuju permukaaan bagian bawah
tulang temporalis dan berakhir sebagai kantong buntu disebut
sakus endolimfatikus, yang terletak tepat di lapisan otak
duramater.
Duktus semisirkularis. Ada tiga cabang selaput semisirkularis
yang berjalan dalam kanalis semisirkularis (superior, posterior,
10
dan lateralis). Penampangnya kira-kira sepertiga penampang
kanalis semisirkularis. Bagian duktus yang melebar disebut
ampula selaput. Setiap ampula mengandung satu celah sulkus
ampularis yang merupakan tempat masuknya cabang ampula
nervus akustikus, sebelah dalam ada krista ampularis yang
terlihat menonjol ke dalam yang menerima ujung-ujung saraf.
Duktus koklearis, merupakan saluran yang bentuknya agak
segitiga seolah-olah membuat batas pada koklea timpani. Atap
duktus koklearis terdapat membran vestibularis pada alasnya
terdapat membran basilaris. Duktus koklearis mulai dari kantong
buntu (seikum vestibular) dan berakhir tepat di seberang kanalis
lamina spiralis pada kantong buntu (seikum ampulare). Pada
membran basilaris ditemukan organ korti sepanjang duktus
koklearis yang merupakan hearing sense organ.
C. Saraf Pendengaran
Saraf yang melayani indra pendengaran ini adalah saraf cranial
kedelapan atau nervus auditorius. Saraf pendengaran ini terdiri dari dua
bagian:
1. Saraf vestibular rongga telinga dalam yang mempunyai hubungan
dengan keseimbangan. Serabut-serabut saraf ini bergerak menuju
nukleus vestibularis yang berada pada titik pertemuan antara pons dan
medula oblongata, lantas kemudian bergerak terus menuju serebelum.
2. Saraf koklearis pada nervus auditorius adalah saraf pendengar yang
sebenarnya. Serabut sarafnya mula-mula dipancarkan kepada sebuah
nukleus khusus yang berada tepat di belakang thalamus, lantas dari sana
dipancarkan lagi menuju pusat penerima akhir dalam korteks otak yang
terletak pada bagian bawah lobus temporalis. Cedera pada saraf
koklearis akan berakibat ketulian saraf, sementara cedera pada saraf
vestibularis akan berakibat vertigo, ataksia, dan nistagmus. (F. Paulsen
& J. Waschke.2012) (Snell, Richard S. 2011)
11
2. Histologi telinga
1. Telinga Luar
Pinna terdiri dari lempeng kartilago elastin ireguler berbentuk corong di
tutupi oleh kulit dan menghantar gelombang suara ke dalam telinga.
Gelombang suara di hantarkan meatus akustikus eksternus yang di lapisi oleh
epitel squamos berlapis dan di lapisi kulit. Di meatus akustikus eksternus
terdapat rambut, kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa pada
bagiansubmukosa.
Kandungan serumen :
Protein
Asam lemak jenuh
Mempunyai sifat antimikroba sebagai protektif.
Pada ujung bagian dalam meatus akustikus eksterna ada lembaran epitelial,
sisi luar di lapisi epidermis, permukaan dalam di lapisi oleh epitel selapis
kuboid bersatu dengan lapisan rongga timpani di telinga tengah dan di antara
ke dua lapisan epitelial ada lapisan tipis jaringan ikat fibrosa yang
mengandung serat-serat kolagen, elastin dan fibroblas.
12
2. Telinga Tengah
Rongga timpani berisi udara, di lapisi oleh selapis epitel kuboid yang
berada di lamina propia yang sangat melekat pada periosteum. Di dekat tuba
auditiva di lapisi epitel silindris bersilia. Saat menelan tba auditiva terbuka.
Telinga luar menyeimbangkan tekanan udara di telinga tengah dengan
tekanan atmosfer, terdapat 3 tulang, tulang os.malleus, os incus, os stapes.
3. Telinga Dalam
13
Labirin bertulang
Labirin bertulang yang berputar mengelilingi sumbu pusat tulang
spongiosa atau disebut juga modiolus. Didalam modilus ada ganglion
spirale yang banyak mengandung aferen bipolar neuron sensorik.
Dendritnya menjulur dan menyarafi sel rambut di organon corti dan
akson-aksonnya menyatu membentuk n.cochlear dimodiolus. labirin
tulang terdiri atas lamina spirale cochlea yang menonjol ke modiolus dan
membran basilaris. Dari lamina spirale keligamentum spirale yang
mengalami penebalan jaringan ikat periosteum didinding luar betrulang
kanal koklear. Kanal koklea di bagi menjadi 3 bagian skala vestibularis,
skala media, skala timpani antara skala vestibuli dengan skala media
dipisahkan oleh membrana vestibuli. dan membrana tectoria menutupi sel-
sel organon corti. (Eroschenko, Victor P. 2012)
14
3. Cairan cerebrospinal
Cairan ini mengisi ruangan ventrikel pada otak dan subarachnoid. Cairan
cerebrospinal yang normal berwarna jernih atau tidak berwarna. Komposisi
cairan cerebrospinal menyerupai cairan plasma, terdapat sedikit cairan
intersisial, oksigen, karbondioksida, sedikit protein dan juga lekosit.
Kegunaan dari cairan cerebrospinal itu sendiri adalah untuk melindungi otak
dari bakteri maupun dari lingkungan sekitar.
Perubahan warna pada cairan ini mengindikasikan kepada suatu
kelainan, misal apabila cairan berwarna kekuningan dapat menunjukkan
adanya meningitis tuberculosis, namun pada neonatus cairan yang berwarna
kekuningan adalah normal. Warna kuning menunjukkan adanya
hiperbilirubinemia dan hemolisis. Warna orange dan merah muda
menunjukkan hemolisis, dedangkan pada warna hijau menunjukkan
hiperbilirubinemia atau meningitis bakteri.
Pada keadaan tertentu cairan cerebrospinal dapat menembus ke talinga
misalnya apabila terjadi trauma. Hal ini terjadi karena robeknya adytus ad
antrum dan rusaknya os mastoid yang merupakan saluran penyambung antara
otak dengan telinga, sehingga cairan dari otak mengalir melalui adytus ad
antrum menuju membran tympani yang akhirnya sampai di telinga. (Lionel,
Granger. 2008)
4. Diagnosis banding keluhan
a) Otitis eksterna sirkumskripta
Terapi tergantung keadaan furunkel. Bila sudah menjadi abses,
diaspirasi secara steril untuk mengluarkan nanahnya. Lokal diberikan
antibiotik dalam bentuk salep seprti polymixin B atau bacitracin, atau
antiseptik (asam asetat 2-5% dalam alkohol). (Soepardi., dkk, 2012)
Kalau dinding furunkel tebal, dilakukan insisi, kemudian dipasang drain
untuk mengalirkan nanahnya. Biasanya tidak diperlukan pemberian atibiotik
sistemik, hanya diberikan obat simtomatik seperti analgetik dan obat
penenang. (Soepardi., dkk, 2012)
15
b) Otitis eksterna difus
Pengobatannya dengan membersihkan liang telinga, memasukkan
tampon yang mengandung antibiotik ke liang telinga supay terdapat kontak
yang baik antara obat dengan kulit yang meradang. Kadang-kadang
diperlukan obat antibiotik sistemik. (Soepardi., dkk, 2012)
c) Herpes zoster otikus
Pengobatan sesuai dengan tatalaksana Herpes zoster, yaitu acyclovir
dalam bentuk salep. (Soepardi., dkk, 2012)
d) Benda asing
Benda asing berupa baterai sebaiknya tidak dibasahi mengingat efek
korosif yang ditimbulkan. Benda asing yang besar dapat ditarik dengan
pengait serumen, sedangkan yang kecil bisa diambil dengan cunam atau
pengait. (Soepardi., dkk, 2012)
e) Otitis media akut
Otitis media adalah suatu peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah.1,14 Otitis media akut didefinisikan bila proses peradangan
pada telinga tengah yang terjadi secara cepat dan singkat (dalam waktu
kurang dari 3 minggu) yang disertai dengan gejala lokal dan sistemik
Etiologi
Otitis media akut bisa disebabkan oleh bakteri dan virus. Bakteri
yang paling sering ditemukan adalah Streptococcus pneumaniae, diikuti
oleh Haemophilus influenza, Moraxella catarrhalis, Streptococcus grup A,
dan Staphylococcus aureus. Beberapa mikroorganisme lain yang jarang
ditemukan adalah Mycoplasma pneumaniae, Chlamydia pneumaniae, dan
Clamydia tracomatis. Broides et al menemukan prevalensi bakteri
penyebab OMA adalah H.influenza 48%, S.pneumoniae 42,9%,
M.catarrhalis 4,8%, Streptococcus grup A 4,3% pada pasien usia dibawah
5 tahun pada tahun 1995-2006 di Negev, Israil.19 Sedangkan Titisari
menemukan bakteri penyebab OMA pada pasien yang berobat di RSCM
dan RSAB Harapan Kita Jakarta pada bulan Agustus 2004 – Februari
2005 yaitu S.aureus 78,3%, S.pneumoniae 13%, dan H.influenza 8,7%
16
Patofisiologi
Otitis media akut terjadi karena terganggunya faktor pertahanan
tubuh. Sumbatan pada tuba Eustachius merupakan faktor utama penyebab
terjadinya penyakit ini. Dengan terganggunya fungsi tuba Eustachius,
terganggu pula pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah
sehingga kuman masuk dan terjadi peradangan. Gangguan fungsi tuba
Eustachius ini menyebabkan terjadinya tekanan negatif di telingah tengah,
yang menyebabkan transudasi cairan hingga supurasi. Pencetus terjadinya
OMA adalah infeksi saluran pernafasan atas (ISPA).
Klasifikasi
Ada 5 stadium OMA berdasarkan pada perubahan mukosa telinga tengah,
yaitu:
i. Stadium Oklusi Stadium ini ditandai dengan gambaran retraksi
membran timpani akibat tekanan negatif telinga tengah. Membran
timpani kadang tampak normal atau berwarna suram.
ii. Stadium Hiperemis Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang
melebar di sebagian atau seluruh membran timpani, membran
timpani tampak hiperemis disertai edem.
iii. Stadium Supurasi Stadium ini ditandai edem yang hebat telinga
tengah disertai hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya
eksudat purulen di kavum timpani sehingga membran timpani
tampak menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.
iv. Stadium Perforasi Pada stadium ini terjadi ruptur membran timpani
sehingga nanah keluar dari telinga tengah ke liang telinga.
v. Stadium Resolusi Pada stadium ini membran timpani berangsur
normal, perforasi membran timpani kembali menutup dan sekret
purulen tidak ada lagi. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi
kuman rendah maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa
pengobatan.
17
Diagnosis
Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut:
i. Penyakitnya muncul mendadak (akut);
ii. Ditemukannya tanda efusi di telinga tengah. Efusi dibuktikan
dengan adanya salah satu di antara tanda berikut: menggembungnya
gendang telinga, terbatas / tidak adanya gerakan gendang telinga,
adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga, cairan yang
keluar dari telinga;
iii. Adanya tanda / gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan
dengan adanya salah satu di antara tanda berikut: kemerahan pada
gendang telinga, nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas
normal.
Hemofillus influenza sering ditemukan pada anak yang berusia di
bawah 5 tahun. (Soepardi., dkk, 2012)
f) Otitis media kronis
Beberapa faktor yang menyebabkan otitis media akut menjadi otitis
media kronik adalah terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak
adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah (gizi
kurang), dan higiene buruk. (Soepardi., dkk, 2012)
g) Nyeri alih
Nyeri alih adalah nyeri yang timbul akibat adanya nyeri pada organ
internal yang menjalar ke organ lain, sehingga dirasakan nyeri pada
beberapa tempat atau lokasi. (Tamsuri, 2007)
Nyeri alih ke telinga dapat berasal dari rasa nyeri di organ yang
dipersarafi oleh nervus trigeminus, nervus glossofaringeus, nervus vagus,
serta nervus cervicalis 2 dan 3. Dimana nervus trigeminus mempersarafi gigi
dan rongga mulut. Nervus glossofaringeus mempersaraf orofaring dan
pangkal lidah. Nervus vagus mempersarafi epiglotis, laring, dan esofagus.
Sedangkan nervus cervicalis 2 dan 3 mempersarafi leher. (Soepardi., dkk,
2012)
18
h) Nyeri psikogenik
Nyeri psikogenik adalah nyeri akibat berbagai faktor psikologis. Nyeri
ini umumnya terjadi ketika terdapat efek-efek psikogenik seperti cemas dan
takut yang timbul pada manusia. (Tamsuri, 2007)
Dilihat dari pengertiannya, nyeri ini akan muncul atau dirasakan jika
pasien sedang mengalami kecemasan atau ketakutan. Nyeri ini bisa
disingkirkan untuk diagnosis dalam skenario ini karena nyeri ini sangat
berbeda dengan otalgia.
i) Paralisis N VII
Saraf VII dibagi dalam 3 segmen, yaitu :
Segmen labirin,
Segmen timpani dan
Segmen mastoid.
j) Bels Palsi
Kelainan ini dihubungkan dengan fenomena infeksi virus atau pasca
infeksi virus dengan beberapa bukti yang spesifik menunjukan keterlibatan
virus herpes simpleks. Onsetnya cepat, dalam jam atau hari dan menunjukan
terdapat nyeri di bagian belakang telinga. (Ginsberg, Lionel. 2008)
5. Interpretasi hasil pemeriksaan
Vital sign : normal
Otoskopi telinga kanan dan kiri termasuk preaurikularnya normal
Palpasi : normal
Meatus aurikula kanan normal, kiri terdapat hiperemi, sekret putih dan kental
-> ini disebabkan oleh reaksi inflamasi yang mana disebabkan oleh virus atau
bakteri yang kemungkinan ditularkan ibunya, dan merambat dari hidung dan
mulut ke dalam telinga melalui tuba auditiva
Membran timpani kanan normal. Membran timpani kiri terdapat perforasi
sentral dan tidak terdapat conus cahaya. Perforasi ini mengindikasikan
adanya robekan pada membran timpani tersebut dikarenakan cairan yang
mengumpul dibelakang gendang telinga telah terlalu banyak dan akhirnya
19
merobek gendang telinga itu, dan tidak adanya conus cahaya juga makin
menguatkan telah robeknya gendang telinga, dikarenakan conus cahaya dapat
terlihat jika membran timpani masih dalam keadaan utuh atau intak, sehingga
permukaannya masih cukup bagus yang kemudian dapat memantulkan
cahaya.
Rinoskopi cavum nasi kanan dan kiri terdapat hiperemis dan conca nasalis
terdapat hipertrofi. Ini menunjukan adanya inflamasi yang disebabkan oleh
infeksi agen-agen virus atau bakteri
1. Otoskop
Prinsip untuk melihat adakah gangguan dari telinga luar sampai
membrane timpani
Intepretasi
Normal
Telinga luar : struktur normal tidak makrotia,tidak mikotia, tidak
hiperemis, tidak ada fistue, tidak ada abses.
Membrane timpani: intak, retraksi ke dalam, tidak perforasi, memantulkan
cahaya, tidak hiperemis.
Pada scenario di dapatkan hasil pemeriksaan
Telinga luar kanan, kiri : tidak ada edema,massa
Preaurikula kanan, kiri : tidak ada edema,massa, fistule, abses
Jadi, pada scenario tersebut dapat disimpulkan normal.
2. Garpu tala
Pemeriksaan garpu tala ada tiga:
a) Tes rinne
Prinsipuntuk membandingkan hantaran udara dan tulang
Intepretasi
Normal rinne +
Tuli konduktif rinne –
Pada scenario mendapatkan hasil telinga kanan (+), kiri (-)
Jadi dapat di simpulkan bahwa telinga kiri mengalami tuli konduktif
20
b) Tes weber
Prinsip untuk membandingkan hantaran tulang telinga kanan dan
kiri
Intepretasi
Normal : tidak ada lateralisasi
Tuli konduktif : lateralisasi ke sisi yang sakit
Pada scenario didapatkan hasil lateralisasi kiri
Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat gangguan pada telinga kiri
c) Tes swabach
Prinsip membandingkan hantaran tulang pasien dan pemeriksa
Intepretasi
Normal : jika pasien memndengar = pemeriksa
Memanjang : jika pasien masih mendengar, pemeriksa tidak tuli
konduktif
Pada scenario didapatkan hasil telinga kanan sama pemeriksa, kiri
memanjang
Jadi dapat disimpulkan bahwa telinga kiri tuli koduktif. (Soepardi,
dkk. 2012)
6. Otitis media akut
a. Definisi
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut telinga tengah. Penyakit
ini masih merupakan masalah kesehatan khususnya pada anak-anak.
Diperkirakan 70% anak mengalami satu atau lebih episode otitis media
menjelang usia 3 tahun. Penyakit ini terjadi terutama pada anak dari baru
lahir sampai umur sekitar 7 tahun, dan setelah itu insidennya mulai
berkurang.
b. Faktor resiko
Anak umur 6-11 bulan lebih rentan menderita OMA. Insiden sedikit lebih
tinggi pada anak laki-laki dibanding perempuan. Sebagian kecil anak
21
menderita penyakit ini pada umur yang sudah lebih besar, pada umur
empat dan awal lima tahun. Beberapa bersifat individual dapat berlanjut
menderita episode akut pada masa dewasa. Kadang-kadang, orang dewasa
dengan infeksi saluran pernafasan akut tapi tanpa riwayat sakit pada
telinga dapat menderita OMA.
Faktor-faktor risiko terjadinya OMA adalah bayi yang lahir prematur dan
berat badan lahir rendah, umur (sering pada anak-anak), anak yang
dititipkan ke penitipan anak, variasi musim dimana OMA lebih sering
terjadi pada musim gugur dan musim dingin, predisposisi genetik,
kurangnya asupan air susu ibu, imunodefisiensi, gangguan anatomi seperti
celah palatum dan anomali kraniofasial lain, alergi, lingkungan padat,
sosial ekonomi rendah, dan posisi tidur tengkurap.
c. Etiologi
Otitis media akut bisa disebabkan oleh bakteri dan virus. Bakteri yang
paling sering ditemukan adalah Streptococcus pneumaniae, diikuti oleh
Haemophilus influenza, Moraxella catarrhalis, Streptococcus grup A, dan
Staphylococcus aureus. Beberapa mikroorganisme lain yang jarang
ditemukan adalah Mycoplasma pneumaniae, Chlamydia pneumaniae, dan
Clamydia tracomatis.
Broides et al menemukan prevalensi bakteri penyebab OMA adalah
H.influenza 48%, S.pneumoniae 42,9%, M.catarrhalis 4,8%,
Streptococcus grup A 4,3% pada pasien usia dibawah 5 tahun pada tahun
1995-2006 di Negev, Israil.19 Sedangkan Titisari menemukan bakteri
penyebab OMA pada pasien yang berobat di RSCM dan RSAB Harapan
Kita Jakarta pada bulan Agustus 2004 – Februari 2005 yaitu S.aureus
78,3%, S.pneumoniae 13%, dan H.influenza 8,7%.
Virus terdeteksi pada sekret pernafasan pada 40-90% anak dengan OMA,
dan terdeteksi pada 20-48% cairan telinga tengah anak dengan OMA.
Virus yang sering sebagai penyebab OMA adalah respiratory syncytial
virus. Selain itu bisa disebabkan virus parainfluenza (tipe 1,2, dan 3),
22
influenza A dan B, rinovirus, adenovirus, enterovirus, dan koronavirus.
Penyebab yang jarang yaitu sitomegalovirus dan herpes simpleks. Infeksi
bisa disebabkan oleh virus sendiri atau kombinasi dengan bakteri lain.
d. Manifestasi klinis
Gejala klinik otitis media supuratif akut (OMA) tergantung dari stadium
penyakit dan umur penderita. Biasanya gejala awal berupa sakit telinga
yang berat dan menetap. Bisa terjadi gangguan pendengaran yang bersifat
sementara. Gejala stadium supurasi berupa demam tinggi dan suhu tubuh
menurun pada stadium perforasi. Gejala klinik otitis media supuratif akut
(OMA) berdasarkan umur penderita, yaitu :
Gejalanya : demam tinggi bisa sampai 39ºC
Bayi dan anak kecil (khas), sulit tidur, tiba-tiba menjerit saat tidur,
mencret, kejang-kejang, dan kadang-kadang memegang telinga yang sakit.
Gejalanya : biasanya rasa nyeri dalam telinga, suhu tubuh tinggi, dan
riwayat batuk pilek
Anak yang sudah bisa bicara
Gejalanya : rasa nyeri dan• Anak lebih besar dan orang dewasa gangguan
pendengaran (rasa penuh dan pendengaran berkurang), mual, muntah,
diare dan demam sampai 40.5ºC.
e. Patofisiologi
Otitis media akut terjadi karena terganggunya faktor pertahanan tubuh.
Sumbatan pada tuba Eustachius merupakan faktor utama penyebab
terjadinya penyakit ini. Dengan terganggunya fungsi tuba Eustachius,
terganggu pula pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah
sehingga kuman masuk dan terjadi peradangan. Gangguan fungsi tuba
Eustachius ini menyebabkan terjadinya tekanan negatif di telingah tengah,
yang menyebabkan transudasi cairan hingga supurasi. Pencetus terjadinya
OMA adalah infeksi saluran pernafasan atas (ISPA).
Makin sering anak-anak terserang ISPA, makin besar kemungkinan
23
terjadinya OMA. Pada bayi dan anak terjadinya OMA dipermudah karena:
1. morfologi tuba eustachius yang pendek, lebar, dan letaknya agak
horizontal; 2. sistem kekebalan tubuh masih dalam perkembangan; 3.
adenoid pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa dan sering
terinfeksi sehingga infeksi dapat menyebar ke telinga tengah.
Beberapa faktor lain mungkin juga berhubungan dengan terjadinya
penyakit telinga tengah, seperti alergi, disfungsi siliar, penyakit hidung
dan/atau sinus, dan kelainan sistem imun. (Munilson, Jacky)
OMA memiliki beberapa stadium berdasarkan pada gambaran
membran timpani yang diamati melalui liang telinga luar yaitu stadium
oklusi, stadium hiperemis, stadium supurasi, stadium perforasi dan
stadium resolusi.
Pada stadium oklusi tuba Eustachius perdapat gambaran retraksi
membran timpani akibat tekanan negatif di dalam telinga tengah akibat
absorpsi udara. Membran timpani berwarna normal atau keruh pucat dan
sukar dibedakan dengan otitis media serosa virus. terapi dikhususkan
untuk membuka kembali tuba eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl
efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak <12 thn dan HCl efedrin
1% dalam larutan fisiologik untuk anak yang berumur >12 thn atau
dewasa. Selain itu, sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan
antibiotik.
Pada stadium hiperemis, pembuluh darah tampak lebar dan edema
pada membran timpani. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih
bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat. diberikan antibiotik,
obat tetes hidung, dan analgesik. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin
atau eritromisin. Jika terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi
dengan asam klavunalat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan
penisilin IM agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak
terjadi mastoiditis yang terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala
sisa, dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila
alergi terhadap penisilin maka diberikan eritromisin. Pada anak diberikan
24
ampisilin 4x50-100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40 mg/KgBB/hari, atau
eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari.
Pada stadium supurasi, edema yang hebat pada mukosa telinga
tengah dan hancurnya sel epitel superfisila serta terbentuk eksudat purulen
di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke
arah liang telinga luar. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu
meningkat, serta nyeri di telinga tambah hebat. Apabila tekanan nanah di
kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia. Nekrosis ini pada
membran timpani terlihat sebagai daerah yang lembek dan berwarna
kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur. Selain antibiotik, pasien
harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila membran timpani masih
utuh. Selain itu, analgesik juga perlu diberikan agar nyeri dapat berkurang.
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, agar
terjadi drenase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar.
Pada stadium perforasi, karena beberapa sebab seperti
terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi
maka dapat menyebabkan membran timpani ruptur. Keluar nanah dari
telinga tengah ke telinga luar. Anak yang tadinya gelisah akan menjadi
lebih tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak. sering terlihat
sekret banyak keluar dan kadang terlihat sekret keluar secara berdenyut.
Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang
adekuat sampai 3 minggu.
Pada stadium resolusi, bila terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang
dan mengering. Resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan bila virulensi
rendah dan daya tahan tubuh baik. (Efiaty, dkk. 2007)
f. Pemeriksaan penunjang
Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis
(penusukan terhadap gendang telinga). Namun pemeriksaan ini tidak
dilakukan pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis
anatara lain OMA pada bayi berumur di bawah 6 minggu dengan riwayat
25
perawatan intensif di rumah sakit, anak dengan gangguan kekebalan
tubuh, anak yang tidak member respon pada beberapa pemberian
antibiotik atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi. Untuk menilai
keadaan adanya cairan di telinga tengah juga diperlukan pemeriksaan
timpanometeri pada pasien. (Jacky Munilson, Yan Edward, Yolazenia.
2012)
g. Penatalaksanaan
Pengobatan OMA tergntung stadium penyakitnya. Pada stadium
oklusi, penggobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba
eustachius, sehingga tekanan negatif pada telinga tengah hilang, sehingga
diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik
untuk anak <12 tahun, atau HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologik
untuk anak > 12 tahun dan pada orang dewasa. Sumber infeksi harus
diobati antibiotik diberikan jika penyebabnya kuman, bukan oleh virus
atau alergi
Stadium Presupurasi adalah antibiotika, obat tetes hidung dan
analgetika. Bila membran timpani sudah terlihat hiperemis difus,
sebaiknya dilakukan miringotomi. Antibiotik yang dianjurkan ialah dari
golongan penisilin atau ampicilin. Terapi awal diberikan penicillin
intramuscular agar didapatkan konsentrasi yang adekuat di dalam darah,
sehingga tidak terjadi mastoiditis yang terselubung,. Gangguan
pendengaran sebagai gejala sisa dan kkekambuhan. Pemberian antibiotika
dianjurkan minimal 7 hari . Bila pasien alergi terhadap penisilin, maka
diberikan eritromisin. Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50 –
100 mg/kgBB per hari, dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40
mb/kgBB dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari
Pada stadium supurasi disamping diberikan antibiotik, idealnya
harus disertai dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh.
Dengan miringotomi gejal – gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur
dapat dihindari.
26
Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan
kadang terlihat keluarnya sekret secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan
yang diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 3% selama 3 – 5 bhari serta
antibiotik yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat
menutup kembali dalam waktu 7 – 10 hari.
Pada stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal
kembali, sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup.
Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang
telinga luar melalui perforasi membran timpani. Keadaan ini dapat
disebabkan karena berlanjutnya edema mukosa teling tengah. Pada
keadaan demikian, antibiotika dapat dilajutkan sampai 3 minggu. Bila 3
minggu setrelah pengobatan sekret masih tetap banyak, kemungkinan
telah terjadi mastoiditis. (Jacky Munilson, Yan Edward, Yolazenia. 2012)
h. Komplikasi
Sebelum ada antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi
yaitu abses sub-periosteal sampai komplikasi yang berat seperti meningitis
dan abses otak. Namun, sekarang setelah adanya antibiotik semua jenis
komplikasi itu biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari OMSK jika
perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan
atau dua bulan. (Jacky Munilson, Yan Edward, Yolazenia. 2012)
i. Pencegahan
Vaksin dapat digunakan untuk mencegah anak menderita OMA.
Secara teori, vaksin terbaik adalah yang menawarkan imunitas terhadap
semua patogen berbeda yang menyebabkan OMA. Walaupun vaksin
polisakarida mengandung jumlah serotipe yang relatif besar, preparat
poliksakarida tidak menginduksi imunitas seluler yang bertahan lama pada
anak dibawah 2 tahun. Oleh karena itu, strategi vaksin terkini untuk
mengontrol OMA adalah konjungat polisakarida peneumokokal dengan
protein nonpneumokokal imunogenik, pendekatan yang dapat memicu
27
respon imun yang kuat dan lama pada bayi.
Vaksin pneumokokus konjugat yang disetujui oleh Food and Drug
Administration (FDA) yang dapat menginduksi respon imun lama
terhadap Pneumococcus serotipe 4, 6B, 9V, 14, 18C, 19F, dan 23F (PCV-
7). Serotipe ini dipilih berdasarkan frekuensinya yang sering ditemukan
pada penyakit pneumokokus invasif dan hubungannya dengan organisme
yang mutltidrug- resistant. Data dari penelitian di AS dari 500 pasien
dengan OMA menunjukkan bahwa 84% dari total pneumokokus dan 95%
serotipe yang resisten antibiotik diisolasi dari aspirasi telinga tengah
merupakan kandungan dari vaksin konyugat.
Dosis primer pemberian vaksin adalah empat dosis tunggal 0,5 ml
intramuskular. Selama pemberian pada 23 juta vaksin dosis di AS, reaksi
lokal dan demam merupakan efek samping umum.
Rekomendasi imunisasi universal pada anak dibawah umur 2 tahun
adalah 4 dosis vaksin intramuskular yang diberikan pada usia 2, 4, 6, dan
terakhir pada usia 12-15 bulan. Vaksin dini dapat diberikan bersamaan
dengan imunisasi rutin.
American Academy of Pediatrics (AAP) dan Advisory Committee
on Immunization Practices (ACIP) merekomendasikan penggunaan vaksin
23 valen polisakarida pada anak risiko tinggi untuk memperluas cakupan
serotipe. Vaksinasi selektif pada anak usia 2-5 tahun yang tidak punya
daya tahan dianjurkan pada pasien dengan risiko tinggi menderita penyakit
invasif pneumokokus, termasuk penyakit sel sabit, HIV, dan penyakit
kronik lainnya. Vaksin pneumokokus konjugat sebaiknya dimasukkan
dalam strategi penatalaksanaan anak usia 2-5 tahun yang menderita OMA
rekuren. Anak tersebut memperoleh manfaat dari imunisasi dengan vaksin
23-valen polisakarida ini, 8 minggu setelah menyelesaikan paket vaksin
konyugat pneumokokal. (Jacky Munilson, Yan Edward, Yolazenia. 2012)
28
KESIMPULAN
Seorang perempuan berusia 6 tahun mengalami perforasi pada membrane tympani
dengan ditandai ditemukannya secret putih pada telinga kiri, pada pemeriksaan lebih
lanjut pada tanda-tanda vital di dapat normal kecuali pada suhu tubuh yang meninggi
0,1°C hal ini dapat di katakan anak tersebut telah mengalami penurunan suhu setelah
mengalami perforasi membrane tympani. Pada pemeriksaan conus of light di dapatkan
telinga kiri tidak ada reflek cahaya disertai ditemukan secret putih pada pemeriksaan
otoskop pada telinga kiri, sedangkan pada telinga kanan di dapatkan kondisi normal.
Dari keluhan dan hasil pemeriksaan yang dilakukan didapatkan hasil bahwa
pasien mengalami penyakit otitis media akut stadium perforasi karena sudah memiliki
kriteria gejala klinis otitis media akut dan sudah mengalami perforasi membrane
timpaninya. Penatalaksanaan yang harus dilakukan ialah obat cuci telinga H2O2 3%
selama 3 – 5 bhari serta antibiotik yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan
perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7 – 10 hari.
SARAN
Hambatan
1. Mahasiswa kurang termotivasi dalam mencari informasi sehingga referensi yang
didapat pun tidak bervariasi.
2. Waktu yang disediakan kurang sehingga masih ada masalah atau informasi yang
belum diselesaikan dan disampaikan.
3. Mahasiswa kurang kreatif dalam menyampaikan informasi melalui powerpoint
sehingga terasa membosankan.
Harapan
1. Mahasiswa harus meningkatkan motivasinya dalam mencari inforasi.
2. Waktu yang disediakan seharusnya ditambah agar semakin banyak informasi yang
didapat.
3. Mahasiswa harus kreatif dalam membuat powerpoint agar tutorial tidak
membosankan
29
DAFTAR PUSTAKA
Ballenger, John Jacob. 2013. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher.
Jakarta: Binarupa Aksara
Djaafar ZA. 2001. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku
ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta:
FKUI
Efiaty AS, Nurbaiti, Jenny B, Ratna DR. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga,
Hidung, Tenggorokan Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI
Eroschenko, Victor P. 2012. Atlas Histologi Difiore. Jakarta: EGC
F. Paulsen & J. Waschke. 2012. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Edisi 21 Jilid 3. Jakarta:
EGC
Lionel Ginsberg 2008. Lecture Notes Neurologi. Jakarta: Erlangga
Jacky Munilson, Yan Edward, Yolazenia. 2012. Penatalaksanaan Otitis Media Akut.
Padang: Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL) FK
Andalas
Snell, Richard S. 2011. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC
Soepardi, Efiati Arsyad., Nurbaiti Iskandar., Jenny Bashiruddin., Ratna Dwi Restuti.
2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan: Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher.
Jakarta: FKUI
Tamsuri, A. 2007. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC
30