BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. Fani
Umur : 22 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Brumbung Ambarawa
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Pendidikan Tertinggi : SMA
No.RM : 039311
Tanggal Periksa : 16 Juli 2013
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara Autoanamnesis pada tanggal 16 Juli 2013 pada jam
09.30 WIB
Keluhan Utama : Sering bersin-bersin
1. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke klinik THT RSUD Ambarawa dengan keluhan bersin-
bersin sejak 2 bulan yang lalu. Pasien mengaku hidung kanan tersumbat
sehingga tidak nyaman untuk bernafas. Keluhan ini dirasakan setiap hari.
Gejala lain pasien juga mengeluh tidak nyaman di daerah sekitar mata.
Pasien sudah pernah periksa ke dr. Spesialis Mata kemudian dari klinik
Mata di konsulkan ke klinik THT.
2. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat penyakit yang sama : Disangkal
Riwayat truma wajah : Disangkal
Hipertensi : Disangkal
DM : Disangkal
Alergi : Disangkal
3. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Keluarga yang sakit sama dengan pasien : Disangkal
Keluarga Hipertensi : Disangkal
Keluarga DM : Disangkal
Keluarga Alergi : Disangkal
4. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Pasien sehari-hari bekerja sebagai karyawan swasta. Biaya pengobatan
ditanggung oleh JAMSOSTEK. Kesan sosial ekonomi cukup.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Vital Sign
Tensi : 120/80 mmHg
Nadi : 78 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu : 37,50c
STATUS GENERALIS
- Kulit : normal sama dengan daerah sekitar, ikterik (-)
- Mata : konjungtiva pucat (-/-), ikterik (-/-)
- Jantung
Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V 2 cm medial linea midclavicula
sinistra namun tidak kuat angkat, thrill (-),pulsus epigastrium (-), pulsus
parasternal (-), sternal lift (-)
Perkusi :
batas atas : ICS II lin.parasternal sinistra
pinggang jantung : ICS III parasternal sinsitra
batas kanan bawah : ICS V lin.sternalis dextra
batas kiri bawah : ICS V 2 cm ke arah medial
midclavicula sinistra
konfigurasi jantung : Dalam Batas Normal
Auskultasi : Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler.
Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-) SIII (-),
SIV (-)
- PARU
Paru Dextra Sinistra
Depan
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Perkusi
4. Auskultasi
Simetris, statis, dinamis
Nyeri tekan (-)
Pelebaran ICS (-)
Stem fremitus dextra=sinistra
Sonor di seluruh lapang paru
Suara dasar vesikuler
Ronki (-)
Wheezing (-)
Simetris, statis, dinamis
Nyeri tekan (-)
Pelebaran ICS (-)
Stem fremitus dextra=sinistra
Sonor di seluruh lapang paru
Suara dasar vesikuler
Ronki (-)
Wheezing (-)
Belakang
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Perkusi
4. Auskultasi
Simetris, statis, dinamis
Nyeri tekan (-)
Pelebaran ICS (-)
Stem fremitus dextra=sinistra
Sonor di seluruh lapang paru
Suara dasar vesikuler
Ronki (-)
Wheezing (-)
Simetris, statis, dinamis
Nyeri tekan (-)
Pelebaran ICS (-)
Stem fremitus dextra=sinistra
Sonor di seluruh lapang paru
Suara dasar vesikuler
Ronki (-)
Wheezing (-)
- ABDOMEN
Inspeksi : Permukaan datar, warna sama seperti kulit di sekitar,
ikterik (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, ascites (-), pekak hepar
(+), tidak terdapat nyeri ketok ginjal dextra/sinistra
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, ginjal tidak teraba
- Limfe : Pembesaran Limfe leher dan submandibula (-)
- Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Gerakan +/+ +/+
Kekuatan 5/5/5 5/5/5
Tonus Normotoni Normotoni
Refleks Fisiologis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks Patologis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Berat Badan : 47 Kg
- Tinggi Badan : 155 Cm
- BMI : 22,03
- Status Gizi : Kesan Cukup
STATUS LOKALIS
Hidung
Pemeriksaan Luar Kanan Kiri
Hidung Deformitas (-), Sianosis
(-), Hiperemis (-). Nyeri
tekan (+), Krepitasi (-)
Deformitas (-), Sianosis
(-), Hiperemis (-). Nyeri
Tekan (-), Krepitasi (-)
Sinus Nyeri Tekan Sinus (-) Nyeri Tekan Sinus (-)
Rinoskopi Anterior Discharge (-), Septum
deviasi (+), Mukosa
Hiperemis (+), Konka
Hiperemis (+), Konka
oedem (+), Konka
hipertrofi (-), Epistaksis
(-), Massa (-)
Discharge (-), Septum
deviasi (-), Mukosa
Hiperemis (+), Konka
Hiperemis (+),Konka
oedem (+), Konka
hipertrofi (-), Epistaksis
(-), Massa (-)
Discharge (-) (-)
Mukosa Hiperemis (+), massa (-) Hiperemis (+), masa (-)
Konka Hiperemis (+), hipertrofi
(-)
Hiperemis (+), hipertrofi
(-)
Tumor (-) (-)
Septum Deviasi (+) Deviasi (-)
Diafanoskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Telinga
Telinga Kiri Kanan
Mastoid Nyeri Tekan (-), Masa (-),
Abses (-), fistula (-)
Nyeri Tekan (-), Masa (-),
Abses (-), fistula (-)
Pre-aurikula Nyeri Tekan (-), Masa (-),
Abses (-), fistula (-),
Nyeri Tekan (-), Masa (-),
Abses (-), fistula (-),
Retro-aurikula Nyeri Tekan (-), Masa (-),
Abses (-), fistula (-),
Nyeri Tekan (-), Masa (-),
Abses (-), fistula (-),
Aurikula Nyeri Tekan (-), Masa (-),
Abses (-), fistula (-), nyeri
tarik aurikula (-)
Nyeri Tekan (-), Masa (-),
Abses (-), fistula (-), nyeri
tarik aurikula (-)
Kanalis Eksternus Benda asing (-), sekret
(-), serumen (-), darah (-),
lessi (-), massa (-), edem
(-)
Benda asing (-), sekret
(-), serumen (-), darah (-),
lessi (-), massa (-), edem
(-)
Discharge (-) (-)
Membran Timpani
Warna Putih mutiara Putih mutiara
Reflek cahaya Memantulkan cahaya
(mengkilap)
Memantulkan cahaya
(mengkilap)
Perforasi (-) (-)
Tenggorok
Bibir : sianosis (-)
Gigi : Karies (-), gigi berlubang (-)
Gingiva : Hiperemis (-), Gingivitis (-), stomatitis (-)
Lidah : Simetris, Spasme (-), Fasikulasi (-), Kotor (-), Stomatitis (-),
Tonsil : Ukuran Tonsil T1-T1, Hiperemis (-), Detritus (-), Granulasi (-),
kripte melebar (-)
Uvula : Asimetris, Hiperemis (-), Luka (-), retraksi (-) kearah
kontralateral
Epiglotis : Simetris, Hiperemis (-), Masa (-), Luka (-)
Palatum : Simetris, Masa (-), Hiperemis (-)
Kepala Dan Leher :
Kanan Kiri
Kepala Mesosefal Mesosefal
Wajah Simetris Simetris
Leher Anterior pembesaran tiroid (-),
deviasi trakhea (-)
pembesaran tiroid (-),
deviasi trakhea (-)
Leher Lateral Pembesaran limfe (-),
pembesaran parotis (-)
Pembesaran limfe (-),
pembesaran parotis (-)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM/PENUNJANG/KHUSUS
- Pemeriksaan Laboratorium : 13 Juli 2013
Darah Rutin
Hb 13.8 MCV 82.2 Monosit 0.6
Leukosit 9.0 MCH 26.1 Granulosit 5.4
Eritrosit 5.29 MCHC 31.7 HbsAg -
Hematokrit 43.5 MPV 7.4 PCT 0.191
Trombosit 258 Limfosit 2.9 PDW 13.7
- Foto Rontgen
X-Foto Waters Os Nasal
Tak tampak sinusitis
Terdapak deviasi septum nasi ke dextra
Resume :
Pasien datang dengan keluhan bersin-bersin sejak 2 bulan yang lalu.
Hidung sering tersumbat dan nafas menjadi tidak lancar. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan Konka hiperemis (+), oedem konka (+), deviasi septum nasi (+) ke
kanan.
Diagnosis Banding : Rinosinusitis kronis
Diagnosis : Deviasi Septum Nasi et causa Rinitis Kronis
Rencana Pengelolaan
IP Dx : Subyektif : -
Obyektif : X-Foto Waters Os Nasal
IP Tx :
- SMR (Sub-Mucous Resection).
- Medikamentosa :
Ciprofloxacin 2x1
Methyl Prednisolon 3x1
Decongestan Nasal Spray
IP Mx : tanda dan gejala obstruksi jalan nafas
IP Edukasi :
Rutin cuci hidung
Memakai masker saat bekerja atau saat perjalanan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEVIASI SEPTUM NASI
Pendahuluan
Obstruksi saluran pernapasan hidung dapat disebabkan oleh perubahan
struktur atau mukosa, atau keduanya. Ada yang bersifat akut dan kronik. Beberapa
penyebab obstruksi yang bersifat kronik diantaranya: deviasi septum nasi,
pembesaran mukosa hidung, rinitis alergi kronik, risitis kronik vasomotor, polip
hidung, sinusitis kronik, atresia koana, adenoiditis kronik, dan deformitas hidung
yang terkait dengan trauma1. Gangguan struktur yang paling lazim menyebabkan
obstruksi saluran napas adalah abnormalitas septum hidung yang meliputi deviasi,
obstruksi, impaksi, dan kompresi konka media. Dimana kelainan yang paling
sering ditemukan adalah deviasi septum.
Bentuk septum normal adalah lurus di tengah dan memisahkan dua jalan
aliran udara pada hidung tetapi pada orang dewasa biasanya septum tidak lurus di
tengah. Deviasi septum adalah suatu keadaan dimana ada pergeseran septum dari
garis tengah. Deviasi septum yang ringan (1 atau 2 mm) masih dalam batas
normal dan tidak akan mengganggu, akan tetapi bila deviasi itu cukup berat, akan
menyebabkan penyempitan pada salah satu sisi hidung.
Definisi
Deviasi septum ialah suatu keadaan dimana terjadi peralihan posisi dari septum
nasi dari letaknya yang berada di garis medial tubuh. Deviasi septum dibagi atas
beberapa klasifikasi berdasarkan letak deviasi (klasifikasi Mladina), yaitu:
1. Tipe I; benjolan unilateral yang belum mengganggu aliran udara.
2. Tipe II; benjolan unilateral yang sudah mengganggu aliran udara, namun
masih belum menunjukkan gejala klinis yang bermakna.
3. Tipe III; deviasi pada konka media (area osteomeatal dan turbinasi
tengah).
4. Tipe IV, “S” septum (posterior ke sisi lain, dan anterior ke sisi lainnya).
5. Tipe V; tonjolan besar unilateral pada dasar septum, sementara di sisi lain
masih normal.
6. Tipe VI; tipe V ditambah sulkus unilateral dari kaudal-ventral, sehingga
menunjukkan rongga yang asimetri.
7. Tipe VII; kombinasi lebih dari satu tipe, yaitu tipe I-tipe VI
Bentuk-bentuk dari
deformitas hidung ialah
deviasi, biasanya berbentuk
C atau S; dislokasi, bagian
bawah kartilago septum ke
luar dari krista maksila dan
masuk ke dalam rongga
hidung; penonjolan tulang
atau tulang rawan septum,
bila memanjang dari depan
ke belakang disebut krista,
dan bila sangat runcing dan
pipih disebut spina; sinekia,
bila deviasi atau krista
septum bertemu dan melekat dengan konka dihadapannya.
Anatomi
Septum nasi adalah suatu dinding yang memisahkan hidung menjadi dua
rongga yang terdiri dari bagian karilago yang lunak, kartilago quadrangularis,
tulang yang sangat tipis, lamina perpendicularis os ethmoidalis, dan tulang yang
lebih tebal, yakni os vomer, dan bagian-bagian kecil dari os maxilla, os palatum,
os nasal, dan os sphenoidalis
Septum nasi dilapisi oleh membran mukosa dimana sel-sel epitelnya
merupakan jenis sel epitel pseudostratified kolumna yang bersilia yang dikenal
sebagai mukosa respiratorius. Lapisan ini berhubungan erat dengan periosteum
dan pericondrium. Area bagian bawah dikenal sebagai regio respirasi sedangkan
bagian atas dikenal sebagai regio olfaktorius sebab epitelnya mengandung sel-sel
olfaktorius.
Dinding medial hidung adalah septum nasi
Etiologi
Penyebab deviasi septum nasi antara lain trauma langsung, Birth Moulding
Theory (posisi yang abnormal ketika dalam rahim), kelainan kongenital, trauma
sesudah lahir, trauma waktu lahir, dan perbedaan pertumbuhan antara septum dan
palatum.
Faktor resiko deviasi septum lebih besar ketika persalinan. Setelah lahir,
resiko terbesar ialah dari olahraga, misalnya olahraga kontak langsung (tinju,
karate, judo) dan tidak menggunakan helm atau sabuk pengaman ketika
berkendara.
Etiologi yang paling lazim adalah trauma, yang mungkin intrauterus atau
timbul selama persalinan atau bahkan selama masa kanak-kanak dini atau lebih
lanjut. Cedera selama masa pertumbuhan dan perkembangan mempunyai dampak
yang lebih besar dibandingkan cedera serupa yang dialami setelah dewasa.
Penyebab lainnya adalah ketidakseimbangan pertumbuhan. Tulang rawan septum
nasi terus tumbuh, meskipun batas superior dan inferior telah menetap.
Diagnosis
Deviasi septum biasanya sudah dapat dilihat melalui inspeksi langsung
pada batang hidungnya. Namun, diperlukan juga pemeriksaan radiologi untuk
memastikan diagnosisnya. Dari pemeriksaan rinoskopi anterior, dapat dilihat
penonjolan septum ke arah deviasi jika terdapat deviasi berat, tapi pada deviasi
ringan, hasil pemeriksaan bisa normal.
Pada anamnesis, keluhan yang paling sering muncul adalah sumbatan
hidung. Sumbatan bisa unilateral, dapat pula bilateral, sebab pada sisi deviasi
terdapat hipotrofi konka, sedangkan pada sisi sebelahnya terjadi hipertrofi konka
sebagai akibat mekanisme kompensasi. Perlu ditanyakan pada setiap orang yang
menderita obstruksi saluran pernapasan hidung yang kronis, seberapa jauh
keadaan tersebut mempengaruhi kehidupannya. Penurunan aliran udara di dalam
rongga hidung sebagai akibat adanya obstruksi menyebabkan gangguan
penciuman. Epitaksis (perdarahan dari hidung) juga merupakan manifestasi umum
dari gangguan aliran udara di dalam cavum nasi2. Hal ini terjadi sebagai akibat
peningkatan turbulensi udara dan kecenderungan cavum nasi untuk menjadi
kering sehingga memudahkan terjadinya perdarahan. Keluhan lainnya adalah rasa
nyeri di kepala dan nyeri di sekitar mata.
Deviasi septum yang ringan tidak akan mengganggu, akan tetapi bila
deviasi itu cukup berat, menyebabkan penyempitan pada satu sisi hidung. Dengan
demikian, dapat mengganggu fungsi hidung dan menyebabkan komplikasi.
Gejala yang sering timbul biasanya adalah sumbatan hidung yang
unilateral atau juga bilateral. Keluhan lain ialah rasa nyeri di kepala dan di sekitar
mata. Selain itu, penciuman juga bisa terganggu apabila terdapat deviasi pada
bagian atas septum.
Diagnosis Banding
Sebagai diagnosis banding adalah sejumlah keadaan yang menyebabkan obstruksi
saluran pernapasan yang bersifat kronik diantaranya pembesaran mukosa hidung,
rinitis alergi kronik, risitis kronik vasomotor, polip hidung, sinusitis kronik,
atresia koana, adenoiditis kronik, dan deformitas hidung yang terkait dengan
trauma
Penatalaksanaan
Analgesik. Digunakan untuk mengurangi rasa sakit.
Dekongestan, digunakan untuk mengurangi sekresi cairan hidung.
Antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi.
Pembedahan.
o Septoplasti.
o SMR (Sub-Mucous Resection).
Reseksi subkumukosa (submucous septum resection, SMR) menjadi
operasi yang mencapai puncaknya pada hari-hari peloporannya di awal
abad XX. Pada operasi ini mukoperikondrium dan mukperiosteum kedua
sisi dilepaskan dari tulang rawan dan tulang septum. Bagian tulang atau
tulang rawan septum kemudian diangkat, sehingga mukoperikondrium dan
mukoperiosteum sisi kiri dan kanan akan langsung bertemu di garis
tengah. Pada umumnya operasi ini telah digantikan oleh rekonstruksi atau
reposisi septum nasi.
Septoplasti atau reposisi septum. Pada operasi ini tulang rawan yang
bengkok direposisi. Hanya bagian yang berlebihan saja yang dikeluarkan.
Prosedur ini memakan waktu kira-kira 30 menit hingga 1 jam dengan
pasien di bawah pengaruh sedasi intravena atau anestesi umum. Insisi kecil
dibuat pada hidung sehingga tulang dan tulang rawan hidung dapat
diinspeksi dengan baik. Tonjolan-tonjolan tulang yang ada disingkirkan.
Tulang rawan yang menyimpang dikembalikan ke posisinya yang normal.
Tulang-tulang juga dikembalikan ke tengah untuk menjamin aliran udara
yang normal. Setelah itu sepasang splint/stent intranasal dipasang selama
beberapa hari biasanya 5 – 7 hari, tergantung luas tindakan, dan biasanya
pasien menggunakan pembalut hidung luar. Splint ini memungkinkan
pasien dapat bernapas dengan melalui hidung dan memudahkan untuk
menelan makanan.
Tidak akan ditemukan pembengkakan di sebelah luar karena tulang-tulang
hidung tidak diintervensi. Pasien dapat langsung pulang ke rumah pada
hari yang sama setelah operasi.Terdapat sedikit rasa ketidaknyamanan di
dareah nasal untuk 24 – 36 jam setelah operasi. Untuk itu dapat digunakan
analgesik oral atau penempatan kantong es di daerah nasal untuk
mengurangi rasa ketidaknyamanan tersebut. Irigasi nasal dan suplementasi
nasal dengan steroid semprot dapat digunakan bila penyembuhan telah
dicapai dengan sempurna.
Beberapa jenis pelindung harus digunakan di malam hari selama kurang
lebih 6 minggu. Pasien harus dinasehatkan untuk tidak mengangkat barang
yang lebih dari 9 kilogram selama beberapa minggu dan tidak
meningkatkan denyut jantung untuk sekitar 10 – 14 hari setelah
pembedahan, sampai seluruh tampon dan pembalut dilepaskan dan luka
menyembuh. Aktivitas normal dapat dimulai dalam 10 – 20 hari.
Komplikasi
Deviasi septum dapat menyumbat ostium sinus, sehingga merupakan faktor
predisposisi terjadinya infeksi rongga hidung, rinosinusitis, dan sinusitis kronik.
Prognosis
Prognosis pada pasien deviasi septum setelah menjalani operasi cukup baik. dan
pasien dalam 10 – 20 hari dapat melakukan aktivitas sebagaimana biasanya.
Hanya saja pasien harus memperhatikan perawatan setelah operasi dilakukan.
Termasuk juga pasien harus juga menghindari trauma pada daerah hidung.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi, E. A., dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala & Leher. Jakarta : FKUI. 2007.
2. Petrus A. Obstruksi Hidung Akibat Perubahan Struktur dalam Penyakit
Telinga, Hidung, dan Tenggorokan. Jakarta: EGC, 1996; hal. 194-196
3. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Hidung dan Sinus Paranasalis dalam
Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC, 1994; hal. 232-233
4. Mangunkusumo E, Nizar NW. Kelainan Septum dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta: FKUI
Press, 2001; hal 99 – 100
Top Related