207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

61
REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG & DEVIASI SEPTUM VIRZA CH LATUCONSINA 07120090054 Universitas Pelita Harapan FK UPH - SHLV 1 BAB I PENDAHULUAN Sinusitis adalah peradangan pada satu atau lebih mukosa sinus paranasal dengan gejala berupa buntu pada hidung, nyeri fasial dan pilek kental (purulen). 1 secara teoritik penyakit ini dapat ditemukan pada bayi, karena sinus maksila dan etmoid sudah terbentuk sejak lahir. Penyakit ini cukup sering ditemukan yaitu sekitae 20% dari penderita yang datang ke praktek dokter. 1 di Amerika tahun 1995, sinusitis merupakan salah satu dari 10 penyakit terbanyak yang datang ke praktek dengan estimasi 25 juta kunjungan ke dokter. 2 Sampai sekarang sinusitis masih merupakan masalah kesehatan utama, baik di negara berkembang maupun negara maju. 1 Pada tahum 1996, American Academy of Otolaryngology – Head and Neck Surgery mengusulkan untuk mengganti terminology sinusitis dengan rinosinusitis. 1 istilah rinosinusitis dianggap lebih tepat karena menggambarkan proses penyakit dengan lebih akurat. Beberapa alasan lain yang mendasari perubahan “sinusitis: menjadi “rinosinusitis” adalah 1) Membaran mukosa hidung dan sinus secara embriologis berhubungan satu sama lain (contiguous), 2) Sebagian besar penderita sinusitis juga menderita rhinitis, jarang sinusitis tanpa disertai rhinitis, 3) gejala pilek, buntu hidung dan berkurangnya

description

207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

Transcript of 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

Page 1: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

1

BAB I

PENDAHULUAN

Sinusitis adalah peradangan pada satu atau lebih mukosa sinus paranasal

dengan gejala berupa buntu pada hidung, nyeri fasial dan pilek kental

(purulen).1secara teoritik penyakit ini dapat ditemukan pada bayi, karena sinus

maksila dan etmoid sudah terbentuk sejak lahir. Penyakit ini cukup sering

ditemukan yaitu sekitae 20% dari penderita yang datang ke praktek dokter. 1di

Amerika tahun 1995, sinusitis merupakan salah satu dari 10 penyakit terbanyak

yang datang ke praktek dengan estimasi 25 juta kunjungan ke dokter.2 Sampai

sekarang sinusitis masih merupakan masalah kesehatan utama, baik di negara

berkembang maupun negara maju.1

Pada tahum 1996, American Academy of Otolaryngology – Head and Neck

Surgery mengusulkan untuk mengganti terminology sinusitis dengan

rinosinusitis.1 istilah rinosinusitis dianggap lebih tepat karena menggambarkan

proses penyakit dengan lebih akurat. Beberapa alasan lain yang mendasari

perubahan “sinusitis: menjadi “rinosinusitis” adalah 1) Membaran mukosa

hidung dan sinus secara embriologis berhubungan satu sama lain (contiguous),

2) Sebagian besar penderita sinusitis juga menderita rhinitis, jarang sinusitis

tanpa disertai rhinitis, 3) gejala pilek, buntu hidung dan berkurangnya

Page 2: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

2

penciuman ditemukan baik pada sinusitis maupun rhinitis, dan 4) foto CT SCAN

dari penderita common cold menunjukkan inflamasi mukosa yang melapisi

hidung dan sinus paranasal secara simultan. Beberapa fakta diatas

menunjukkan bahwa sinusitis merupakan kelanjutan dari rhinitis.3 Inflamasi di

mukosa hidung akan diikuti inflamasi mukosa sinus paransal dengan atau

tanpa disertai cairan sinus. Keadaan ini menunjukkan rinosinusitis sebenarnya

merupakan kondisi atua manifestasi dari suatu respon inflamasi mukosa sinus

paranasal..

BAB II

PEMBAHASAN

ANATOMI HIDUNG

Hidung Luar

Page 3: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

3

Hidung luar berbentuk pyramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke

bawah :

1. Pangkal hidung (bridge)

2. Batang hidung (dorsum nasi)

3. Puncak hidung (tip)

4. Ala nasi

5. Kolumela

6. Lubang hidung (nares anterior)

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang

dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu M.

Nasalis pars transversa & M.Nasalis pars allaris yang berfungsi untuk

melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Batas atas nasi

Page 4: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

4

eksternus melekat pada os frontal sebagai radiks (akar), antara radiks

sampai apeks (puncak) disebut dorsum nasi. Lubang yang terdapat

pada bagian inferior disebut nares, yang dibatasi oleh :

Superior : os frontal, os nasal, os maksila

Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago

alaris mayor & kartilago alaris minor.

Dengan adanya kartilago tersebut maka nasi eksternus bagian

inferior menjadi fleksibel.

Kavum Nasi

Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua

ruangan yang membentang dari nares sampai koana (aperture posterior).

Kavum nasi ini berhubungan dengan sinus frontal, sinus sfenoid, fossa

kranial anterior dan fossa kranial media. Batas-batas kavum nasi,

diantaranya :

a. Posterior : berhubungan dengan nasofaring

b. Atap : os nasal, os frontal, lamina kribiformis etmoidale, krpus

sfenoidale dan sebagian os vomer

c. Lantai : merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hamper

horizontal, bentuknya konkaf dan bagian dasar lebih lebar

Page 5: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

5

disbanding atap. Bagian ini dipisahkan dengan kavum oris oleh

palatum durum.

d. Medial : septum nasi yang membagi kavum nasi, septum nasi

dilapisi oleh kulit, jaringan subkutam dan kartilago alaris mayor.

Bagian dari septum yang terdiri dari kartilago ini disebut sebagai

pars membranosa (kolumna/kolumela).

e. Lateral : dibentuk oleh bagian dari os. Medial, os. Maksila, os.

Lakrimal, os. Etmoid, konka nasalis inferior, palatum dan os.

Sfenoid.

Page 6: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

6

Mukosa Hidung

Page 7: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

7

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologic dan

fungsional dibagi atas mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa

pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga dan permukaannya

dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia dan

diantaranya terdapat sel – sel goblet. Pada bagian yang lebih terkena

aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang-kadang terjadi metaplasia

menjadi sel epitel skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa berwarna

merah dan selalu basah karena diliputi oleh palut lender (mucous blanket)

pada permukaannya. Palut lender ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan

sel goblet.

Page 8: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

8

Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi

yang penting. Dengan gerakan silia yang teatur, palut lender di dalam

kavum nasi akan didorong ke arah nasofaring. Dengan demikian

mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya sendiri dan

juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga

hidung. Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret

terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Gangguan

gerakan silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara yang

berlebihan, radang, sekret kental dan obat – obatan.

Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka

superior dan sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel

torak berlapis semu dan tidak bersilia (pseudostratified columnar non

ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel

penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa

penghidu berwarna coklat kekuningan.

Kompleks Ostiomeatal (KOM)

Kompleks Ostiomeatal (KOM) merupakan celah pada dinding lateral

hidung yang dibatasi oleh konka media dan lamina papirasea. Struktur

anatomi penting yang yang membentuk KOM adalah prosesus unsinatus,

infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid, agger nasi dan

Page 9: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

9

resesus frontal. KOM merupakan unit fungsional yang merupakan tempat

ventilasi dan drainase dari sinus-sinus yang letaknya di anterior yaitu

sinus maksila, etmoid anterior dan frontal.

Jika terjadi obstruksi pada celah yang sempit ini, maka akan terjadi

perubahan patologis yang signifikan pada sinus-sinus terkait.

Pendarahan Hidung

Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a.etmoid

anterior dan posterior yang merupakan cabang dari a. oftalmika dari

a.karotis interna.

Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari a. maksilaris

interna, diantaranya adalah ujung a.palatina mayor yang keluar dari

Page 10: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

10

foramen sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang

ujung posterior konka media.

Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang

a.fasialis.

Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang

a. sfenopalatina, a. etmoid anterior, a. labialis superior dan a. palatine

mayor, yang disebut pleksus Kiesselbach (Little’s areaI).

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan

berdampingan dengan arterinya.

Persarafan Hidung

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan

sensoris dari n. etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n.

nasosiliaris, yang berasal dari n.oftalmikus (N. V-1). Rongga hidung

lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila

melalui ganglion sfenopalatina.

Ganglion sfenopalatina, selain memberikan persarafan sensoris,

juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa

hidung.

Fungsi penghidu berasal dar n.olfaktorius. saraf ini turun melalui

lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian

Page 11: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

11

berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius

didaerah sepertiga atas hidung.

Sinus

Sinus paranasal serangkaian rongga yang mengelilingi rongga

hidung. Ada 4 sinus paranasal yaitu sinus etmoid, maksila, frontal dan

sphenoid. Sinus paranasal dilapisi mukoperiosteum tipis yaitu epitel

berlapis atau berlapis semu bersilia dengan sejumlah sel goblet.

Dibawahnya terdapat tunika propria yang merupakan jaringan fibroelastik

dan terdapat kelenjar serosanguinus. Kelenjar ini dan sel goblet secara

konstan memproduksi mucus.

Pada sekresi mucus ini terdapat enzim lisozim yang mampu

membunuh kuman. Palut lendir (mucous blanket) yang berada di

permukaan epitel bersilia berfungsi melembabkan, menghangatkan udara

yang dihirup dan menangkap (membersihkan) polutan atau berbagai

material yang merugikan. Mucus akan didorong dengan gerakan silia ke

ostia. Oleh karena gerakan silia, palut lendir (mucous blanket) yang ada

disetiap sinus akan dialirkan seluruhnya keluar ostium dalam waktu 20-

30 menit. Mucus yang berasal dari sinus frontal, maksila dan etmoidalis

anterior selanjutnya akan menuju ostiomeatal complex di meatus medius.

Sedangkan mucus dari sinus etmoidalis posterior dan sphenoid akan

Page 12: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

12

mengalir menuju meatus superior melalui resesus fenoetmoidalis.

Transport mucus selanjutnya menuju nasofaring dengan mengelilingi

tuba eustachius.1,7,8

a. Sinus Etmoid

Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi

dan akhir-akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan

focus infeksi bagi sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk

sinus etmoid seperti pyramid dengan dasarnya dibagian posterior.

Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai

sarang tawon, yang terdapat didalam massa bagian lateral os etmoid,

yang terletak diantara konka media dan dinding media orbita.9

Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid

anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etrmoid posterior

yang bermuara di meatus superior. Di bagian terdepan sinus etmoid

anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal, yang

berhubungan dengan sinus frontal.9

Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan

dengan lamina kribosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea

yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita.9

Page 13: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

13

b. Sinus Sfenoid

Sinus sfenoid terletak dalam os sphenoid di belakang sinus etmoid

posterior. Sinus sphenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum

intersfenoid. Batas-batasnya adalah, sebelah superior terdapat fosa

serebri media dan kelenjar hipofisis, sebelah inferiornya atap

nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan

a.karotis interna dan disebelah disebelah posterior berbatasan dengan

fosa serebri posterior di daerah pons.9

c. Sinus Maksila

Page 14: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

14

Sinus maksiila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir

sinus maksila bervolume 6-8 ml, yang kemudian berkembang dengan

cepat dan mencapai ukuran maksimal yaitu 15 ml saat dewasa. 9

Sinus maksila berbentuk pyramid. Dinding anterior sinus adalah

permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding

posteriornya adalah permukaan infra-tempoal maksila, dinding

medialnya adalah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya

adalah dasar orbita dan dinding inferiornya adalah prosesus alveolaris

dan palatum. 9

Dari segi klinis yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila

adalah:

1) Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang

atas yaitu premolar (P1&P2), molar (M1&M2), kadang – kadang juga

gigi taring (C) & M3, bahkan akar gigi tersebut dapat menonjol

kedalam sinus sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas

menyebabkan sinusitis.

2) Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita.

3) Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus,

sehingga drainase hanya tergantung dari gerak silia.9

d. Sinus frontal

Page 15: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

15

Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan

ke empat fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel

infundibulum etmoid. Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak

simetris, satu lebih besar dari yang lainnya dan dipisahkan oleh sekat

yang terletak di garis tengah. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang

yang relative tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga

infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini.9

Page 16: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

16

I. RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK

A. DEFINISI

Rinosinusitis dapat didefinisikan sebagai inflamasi pada hidung

dan sinus paranasal yang dikarakteristik oleh 2 atau lebih gejala, salah

satunya harus berupa hidung tersumbat/obstruksi/kongesti atau nasal

discharge (anterior/posterior nasal drip), nyeri atau tekanan pada wajah,

penurunan atau menghilangnya daya penciuman. Sedangkan berdasarkan

tanda dari endoscopic rinosinusitis merupakan polip hidung dan atau

mukopurulen dari meatus medius dan atau edema pada meatus medius&

berdasarkan perubahan CT ditemukan mukosa yang berubah diantara

ostiomeatal complex dan atau sinus.4 berdasarkan definisi, gejala

rinosinusitis akut terjadi kurang dari 3 minggu, gejala rinosinusitis

subakut terjadi paling tidak 21-60 haru dan gejala rinosinusitis kronik

terjadi lebih dari 60 hari.

Page 17: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

17

B. EPIDEMIOLOGI

Kekerapan rinosinusitis terutama pada anak di Indonesia belum

diketahui dengan pasti, tetapi diperkirakan cukup tinggi mengingat

inflamasi di sinus paransal dapat terjadi pada setiap infeksi saluran napas

atas.5 Di Eropa rinosinusitis diperkirakan mengenai 10-30% populasi.

Insiden di Amerika dilaporkan sebesar 135 per 1000 per populasi per

tahun dengan 12 juta kunjungan ke dokter selama tahun 1995.6

Diperkirakan 31-35 juta penduduk Amerika menderita rinosinusitis

(akut,kronik atau rekuren) setiap tahunnya.1

Kebanyakan kasus rinosinusitis mengenai satu atau lebih sinus

paranasal, terutama sinus maksila dan sinus etmoid. Berdasarkan teknik

eksplorasi endoskopik pada dinding lateral rongga hidung, Messerklinger

mengatakan sebagian besar penyakit sinus paranasal disebabkan factor

rinogenik. Secara jelas ditunjukkan proses terjadinya peradangan di sinus

paransal diawali oleh inflamasi atau kelainan didaerah ostiomeatal

complex.7

C. PATOFISIOLOGI

Page 18: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

18

Pada dasarnya patofisiologi dari rhinosinusitis dipengaruhi oleh 3

faktor utama, yaitu obstruksi drainase sinus (sinus ostia), kerusakan pada

fungsi silia, dan kualitas sekresi nasal. Pertama, berkurangnya ukuran

ostium dan membuat berkurangnya kandunga oksigen didalam sinus,

dimana dapat mengundang kuman kedalam situasi tersebut sehingga

terjadi infeksi. Hipoksia dapat juga mengurangi system inun dari fungsi

polimorfonuklear, produksi immunoglobulin, dan mucocilliary clearance.

10

Secara skematik, patofisiologi rhinosinusitis sebagai berikut :

Inflamasi mukosa

hidung

Pembengkakan

(edema) & eksudasi

Obstruksi

(blockade) ostium

nasi

Gangguan ventilasi

& drainase

Resorpsi oksigen di

rongga sinus

Hipoksia (Oksigen & pH

menurun, tekanan

negative)

Page 19: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

19

Sebagian besar kasus rhinosinusitis disebabkan karena inflamasi

akibat infeksi virus dan rhinitis alegi. Infeksi virus yang menyerang

hidung dan sinus paranasal menyebabkan edema mukosa dengan tingkat

keparahan yang berbeda. Virus penyebab tersering adalah coronavirus,

rhinovirus, virus influenza A, & Respiratory Syncytial Virus (RSV).11 Sekitar

90% pasien yang mengalami ISPA akan memberikan bukti gambaran

radiologis yang melibatkan sinus paranasal. Infeksi virus akang

menyebabkan edema berat pada dinding hidung dan sinus sehingga

menyebabkan terjadinya penyempitan atau obstruksi ostium nasi

sehingga sekresi sinus normal menjadi terhambat (sinus stasis). Pada

keadaan ini ventilasi dan drainase sinus masih mungkin dapat kembali

normal, baik secara spontan atau efek obat-obatan yang diberikan

sehingga terjadi kesembuhan. Apabila obstruksi ostium nasi tidak segera

diatasi (obstruksi total) maka dapat terjasi pertumbuhan bakteri bakteri

sekunder pada mukosa dan cairan sinus paranasal. 11

Permeabilitas kapiler &

sekresi kelenjar

meningkat

Transudasi, peningkatan

eksudasi serous &

penurunan silia

Retensi sekresi di

sinus &

pertumbuhan

kuman

Page 20: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

20

Pada pasien rhinitis alergi, allergen menyebabkan respons

inflamasi dengan memicu rangkaian peristiwa yang berefek pelepasan

mediator kimia dan mengaktifkan sel inflamasi. Limfosit T-helper 2 (Th-

2) menjadi aktif dan melepaskan sejunlah sitokin yang berefek altivasi sel

mastosit, sel B dan eosinophil. Berbagai sel ini kemudian melanjutkan

respons inflamasi dengan meleaskan lebih banyak mediator kimia yang

menyebabkan edema mukosa dan obstruksi ostium sinus. Rangkaian

alergi ini akhirnya membentuk lingkungan yang kondusif untuk

pertumbuhan bakteri sekunder seperti halnya pada infeksi virus.8

Klirens dan ventilasi sinus yang normal memerlukan mukosa yang

sehat. Inflamasi yang berlangsung lama (kronik) sering berakibat

penebalan mukosa disertai kerusakan silia sehingga ostium sinus makin

buntu. Mukosa yang tidak dapat kembali normal setelah inflamasi akut

dapat menyebabkan gejala persisten dan mengarah pada rhinosinusitis

kronik.12

D. GAMBARAN KLINIS

Manifestasi klinis yang khas dari kelainan pada sinus adalah sakit

kepala yang dirasakan ketika penderita bangun pada pagi hari.

Manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh sinusitis dapat dibagi menjadi 2

yaitu gejala subjektif & objektif :

Page 21: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

21

1. Gejala subjektif

Demam

Lesu

Hidung tersumbat

Sekresi lendir hidung yang kntal dan terkadang bau

Sakit kepala yang menjalar dan lebih berat pada pagi hari

2. Gejala objektif

Kemungkinan pembengkakan pada daerah bawah orbita dan lama

kelamaan akan bertambah lebar hingga ke pipi.

Rhinosinusitis akut dan kronik memiliki gejala yang sama, yaitu nyeri

tekan dan pembengkakan pada sinus yang terkena, tetapi ada gejala

tertentu yang timbul berdasarkan sinus yang terkena :

Sinusitits maksilaris, menyebabkan nyeri pipi tepat dibawah

mata, sakit gigi & sakit kepala.

Sinusitis frontalis, menyebabkan sakit kepala di dahi.

Sinusitis etmoidalis, menyebabkan nyeri di belakang dan

diantara mata serta sakit kepala di dahi.

Sinusitis sfenoidalis, menyebabkan nyeri yang lokasinya tidak

dapat dipastikan dan bisa dirasakan di puncak kepala bagian

Page 22: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

22

depan ataupun belakang, atau kadang menyebabkan sakit

telinga dan sakit leher.

E. DIAGNOSIS

Dalam menegakkan diagnosis penyakit rhinosinusitis baik akut

maupun kronik harus melakukan beberapa tahap seperti anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Penegakkan

diagnosis tersebut harus dilakukan dengan cermat sebab ini akan sangat

mempengaruhi dokter terutama dalam penatalaksanaan pasien.

Rhinosinusitis akut

Anamnesis

Riwayat rhninitis alergi, vasomotor rhinitis, nasal polyps,

rhinitis medicamentosa atau immunodeficiency harus dicari

dalam mengevaluasi sinusitis. Sinusitis lebih sering terjadi

pada orang yang mengalami kelainan congenital pada

imunitas humoral dan pergerakan silia, cystic fibrosis dan

penderita AIDS. Sinusitis yang disebabkan oleh bakteri sering

salah diagnosis.

Meskipun kriteria diagnosis rhinosinusitis akut telah

ditetapkan, tak ada satu tanda atau gejala yang kuat dalam

mendiagnosis rhinosinusitis yang disebabkan baikteri. Akan

Page 23: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

23

tetapi, rhinosinusitis akut yang disebabkan bakteri harus

dicurigai pada pasien yang memperlihatkan gejalan ISPA

yang disebabkan virus yang tidak sembuh selama 10 hari

atau memburuk setelah 5-7 hari.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, hal-hal yang mungkin kita temui

pada pasien seperti purulent nasal secretion, purulent

posterior pharyngeal secretion, mucosal erythema,

periorbital erythema, tenderness overlying sinuses, air-fluid

levels on transillium of the sinuses dan facial erythema.

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

ESR dan C-Reactive Protein meningkat pada pasien

rhinosinusitis tapi hasil ini tidak spesifik. Hasil

pemeriksaan darah lengkap juga diperlukan sebagai

acuan pembanding. Pemeriksaan sitologi nasal berguna

untuk menjelaskan beerapa hal seperti allergic rhinitis,

eosinophilia, nasal polyposis & aspirin sensitivity. Dapat

juga melakukan kultur pada produksi secret nasal akan

Page 24: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

24

tetapi sangat terbatas karena sering terkontaminasi

dengan flora normal.

b. Pemeriksaan Imaging

Pemerikasaan ini dilakukan terutama untuk mendapatkan

gambaran sinus yang dicurigai mengalami infeksi. Ada

beberapa pilihan imaging yang dapat dilakukan yaitu plain

radiography (kurang sensitif terutama pada sinus

ethmoidal), CT scan (hasilnya lebih baik dari pada rontgen

tapi agak mahal), MRI (berguna hanya pada infeksi jamur

atau curiga tumor) dan USG (penggunaannya terbatas).

Page 25: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

25

Rhinosinusitis Kronik

Anamnesis

Sinusitis kronik lebih sulit didiagnosis dibandingkan dengan

sinusitis akut. Dalam menggali riwayat pasien harus cermat,

jika tidak maka sering salah diagnosis. Gejala seperti demam

dan nyeri pada wajah biasanya tidak ditemukan pada pasien

sinusitis kronik.

Pemeriksaan Fisik

Page 26: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

26

Pada pemeriksaaan fisik pasien sinusitis kronik ditemukan

beberapa hal seperti pain or tenderness on palpation over

frontal or maxillary sinuses, oropharyngeal erythema dan

purulent secretions, dental caries dan ophthalmic

manifestation (conjunctival congestion dan lacrimation,

proptosis).

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan kultur hapusan nasal tidak memiliki nilai

diagnostik. Kadang-kadang pada hapusan nasal

ditemukan juga eosinopil yang mengindikasikan adanya

penyebab alergi. Pemeriksaan darah lengkap rutin dan

ESR secara umum kurang membantu, akan tetapi biasanya

ditemukan adanya kenaikan pada pasien dengan demam.

Pada kasus yang berat, kultur darah dan kultur darah

fungal sangat diperlukan. Tes alergi diperlukan untuk

mencari penyebab penyakit yang mendasari.

b. Pemeriksaan Imaging

Imaging yang tersedia untuk membantu dalam

menegakkan diagnosis sinusitis kronis seperti plain

radiography, CT scan, dan MRI. Prinsip penggunaannya

Page 27: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

27

sama pada sinusitis akut.

F. PENATALAKSANAAN

Target pengobatan rhinosinusitis adalah untuk membangun

kembali anatomi sinonasal dan fungsinya. Irigasi hidung dengan normal

saline menyelesaikan hal ini dengan pelembab, mnenghapus debri-debris

dan “crusting” dari jalan napas, dan juga membersihkan lender-lendir.

Mukolitik adalah tambahan lain yang berguna dalam pengobatan

rhinosinusitis. Guaifenesin, ditemukan banyak dekongestan, membantu

sekresi lender tipis. Hal ini mungkin sangat membantu dalam kondisi

spesifik stasis mukosa hidung kronis, seperti cystic fibrosis dan immotile

cilia syndrome. 10

Obat-obatan yang mengurangi edema mukosa dan pembengkakan

mendorong patensi ostiomeatal complex dan meningkatkan ventilasi.

Dekongestan merangsang alpha-adrenergic receptos yang ditemukan

dalam mukosa dari saluran napas bagian atas. Obat topical

(oxymetazoline hydrochloride (Afrin), Pseudoephedrine hydrochloride

(Afrinol) dan sistemik (pseudoephedrine hydrochloride (Cenafed) telah

digunakan untuk mengurangi gejala dan mendorong pemulihan yang

cepat. Karena resiko edema lagi, maka harus digunakan dengan hemat

dan umumnya dalam situasi akut rhinosinusitis atau kondisi eksaserbasi

Page 28: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

28

kronik. 10

Antihistamin

Anthistmin telah sering digunakan untuk mengatasi gejala juga.

Obat-obat ini telah terbukti bekerja dengan kompetitif mengikat H1

receptor pada berbagai otot atau ujung saraf untuk mengurangi efek

dari pelepasan histamine. Meskipun sebagian besar senyawa generasi

pertama menyebabkan efek smaping seperti mengantuk, sedangkan

generasi kedua antihistamin tidak menunjukkan efek antikolinergik

dan lebih aman. 10

Steroid

Steroid baik topical maupun sistemik telah terbukti manfaatnya

bagi berbagai keadaan inflamasi. Banyak dokter telah melihat hasil

yang baik pada rhinitis alergi dan non-alergi maupun rinosinusitis.

Steroid sistemik juga telah digunakan dengan sukses dalam kasus

polyposis hidung, dan penyakit alergi jamur . masalah utama dengan

aplikasi sistemik adalah supresi dari hipotamaus-hipofisis-adrenal

axis dan resiko insufisiensi adrenal pada penghentian mendadak. Efek

lain diantaranya ulkus peptikum, gatal pada mukosa, gangguan tidur,

kenaikan berat badan, osteoporosis, dan perubahan kebutuhan insulin

Page 29: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

29

pasa pasien diabetes. Manfaat dari aplikasi topical yaitu absorpsi

sistemik yang minimal dan efek sistemik serta efektivitias dari aplikasi

local. Pada umumnya, steroid sistemik merupakan cadangan untuk

rhinosinusitis kronik dikarenakan resiko berbagai efek samping dari

penggunaan jangka panjang. 10

Antibiotik

Antibiotik umumnya diarahkan pada pelaku utama yang terlibat

dalam rhinosinusitis aku atau kronis. Termasuk S. pneumoniae, H.

influenza, M. catarrhalis, Staphylococcus, dan spesies anaaerob. Untuk

kasus-kasus penyakit akut, 10 – 14 hari umumnya cukup untuk

menutupi infeksi. Durasi yang lebih lama terapi yang

direkomendasikan untuk infeksi kronis. Beberapa antibiotic dianggap

efektif dalam pengobatan rhinosinusitis akut termasuk amoksisilin

(Amoxil), Amoxicillin-clavulanate (Augmentin), azithromycin

(Zithromax), Cefpodoxime (Vantin), proxetil (Vantin), Cefprozil (Cefzil),

Loracarbef (Lorabid), dan TMP-SMX (Bactrim, Septra, Co-trimoxazole).

Clindamycin (Cleocin) atau Metronidazole (Flagyl) dapat mungkin

dapat dimasukkan juga untuk cakupan infeksi kronis. Dokter harus

mencakup berbagai factor (contohnya penggunaan antibiotic

sebelumnya dan respon, pola resistensi, efek samping, interaksi

Page 30: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

30

medis, informasi alergi obat dan jadwal pemberian dosis) ketika

memilih antibiotic. 10

Immunotherapy

Immunotherapy secara intuitif dipandang penting dalam

mengendalikan refrakter alergi, yang dapat menyebabkan rinosinusitis

kronis setelah operasi. Ada penelitian hingga saat ini, telah diyakinkan

efek yang menguntungkan dari imunoterapi untuk pasien dengan

rhinitis alergi dan rhinosinusitis kronis. Kebanyakan orang akan setuju

bahwa rhinitis alergi merupakan predisposisi pasien untuk

rinosiunsitis kronis dan dengan mengendalikan edema mukosa yang

dihasilkan dan hipersekretori, gejala dapat mereda. Karena hubungan

sebab-akibat, imunoterapi masih bias dianggap sebagai tambahan

yang tepat dalam mengendalikan rinosinusitis kronis jika rhinitis

alergi dianggap menjadi factor utama dalam patofisiologi pasien. 10

Bedah

Tindakan bedah untuk rhinosinusitis telah diterima dengan

munculnya teknologi baru seperti instrumentasi bedah, teknik imaging

yang lebih akurat. The Task Force on Rhinosinusitis telah menyepakati

berbagai indikasi absolut dan relatif untuk operasi. Meskipun indikasi

Page 31: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

31

mutlak untuk operasi telah tercipta, mayoritas psien yang menjalani

operasi sinus adalah mereka dengan kronis tetapi rhinosisinusitis

kronik yang tidak berkomplikasi, yang dianggap sebagai indikasi

relative untuk operasi. Pasien ini telah mengalami banyak perawatan

medis dengan respon yang tidak memuaskan. Pada saat ini,

irreversible mucosal disease diasumsikan, dan pengobatan bedah

diperlukan untuk menghilangkan jaringan yang sakit. Meskipun belum

ada studi definitive tentang keberhasilan FESS, kebanyakan studi telah

melihat peningkatan yang cukup pada gejala-gejala setelah operasi.

Gliklich & Metson menemuka 82% pasien yang melakukan FESS pada

sinusitis kronik menunjukkan kemajuan yang signifikan pada

sinusitisnya. 10

Indikasi absolut operasi pada rhinosinusitis :

a. Poliposis hidung bilateral yang luas dan besar dengan

komplikasi obstruktif

b. Komplikasi rinosinusitis dewasa

c. Subperiosteal atau abses orbital

d. Pott’s puffy tumor

e. Abses otak

f. Meningitis

Page 32: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

32

g. Rinosinusitis kronik dewasa dengan mukokel atau

pembentukan mucopyocele

h. Invasif atau rhinosinusitis kronik alergi jamur pada orang

dewasa

i. Diagnosis tumor pada nasal dan sinus paranasal

j. CSF rhinorrhea10

Page 33: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

33

G. KOMPLIKASI

Komplikasi dari rhinosinusitis akut akibat tidak ada pengobatan

yang adekuat adalah dapat menyebabkan rhinosinusitis kronik,

meningitis, abses otak atau kompliksi extra sinus lainnya. Sedangkan

untuk rhinosinusitis kronik dapat berupa orbital cellulitis, cavernous

sinus thrombosis, intracranial extension (abses otak, meningitis) &

pembentukan mukokel.

H. PROGNOSIS

Prognosis untuk penderita rhinosinusitis akut yaitu sekitar 40%

akan sembuh secara spontan tanpa pemberian antibiotic. Terkadang juga

penderita bias mengalami relaps setelah pengobatan namun jumlahnya

sedikit yaiut kurang dari 5%. Sedangkan untuk rhinosinusitis kronik yaitu

jika dilakukan pengobatan yang dini maka akan mendapat hasil yang

baik.

II. POLIP HIDUNG

A. DEFINISI

Page 34: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

34

Polip hidung adalah massa lunak yang mengandung banyak

cairan di dalam rongga hidung (polip edematosa), berwarna putih

keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Polip yang sudah

lama dapat berubah menjadi kekuning-kuningan atau kemerah-

merahan, suram dan lebih kenyal (polip fibrosa). 13

Polip kebanyakan berasal dari mukosa sinus etmoid, biasanya

multiple dan dapat bilateral. Polip yang berasal dari sinus maksila

sering tunggal dan tumbuh kea rah bilakang, muncul di nasofaring

dan disebut polip koanal. 14

B. EPIDEMIOLOGI

Polip dapat timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan,

dari usia anak-anak hingga usia lanjut. Bila ada polip pada anak-anak

dibawah usia 2 tahun, harus disingkirkan kemungkinan meningokel

atau meningoensefalokel. 13

Dahulu diduga predisposisi timbulnya polip nasi adalah

adanya rhinitis alergi atau penyakit atopi, tetapi mungkin banyak

penelitian yang mengemukakan berbagai teori dan para ahli sampai

saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih belum diketahui

dengan pasti. 13

Page 35: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

35

C. PATOGENESIS

Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi

kronik (sinusitis kronik & rhinitis alergi), disfungsi saraf otonom serta

predisposisi genetik. Menurut teori Bernstein, terjadi perubahan

mukosa hidung akibat peradangan atau aliran udara yang

berturbulensi, terutama di daerah sempit di kompleks ostiomeatal.

Terjadi prolapse submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan

pembentukan kelenjar baru. Juga terjadi peningkatan penyerapan

natrium oleh permukaan sel epitel yang berakibat retensi air sehingga

terbentuk polip. 13

Teori lain mengatakan karena ketidakseimbangan saraf

vasomotor terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan

regulasi vascular yang mengakibatkan dilepasnya sitokin-sitokin

dari sel mast, yang akan menyebabkan edema dan lama-kelamaan

menjadi polip. 13

Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin

membesar menjadi polip dan kemudian akan turun ke rongga

hidung dengan membentuk tangkai. 13 Biasanya terjadi di sinus

maksila, kemudian sinus etmoid. Setelah polip terus membesar di

antrum, akan turun ke kavum nasi. Hal ini terjadi karena bersin dan

pengeluaran secret yang berulang yang sering dialami oleh orang

Page 36: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

36

yang mempunya riwayat rhinitis alergi karena pada rhinitis alergi

terutama rhinitis alergi perennial yang banyak terdapat di

Indonesia karena tidak adanya variasi musim sehingga allergen

terdapat sepanjang tahun. Begitu sama dalam kavum nasi, polip

akan terus membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus

media.15

D. GAMBARAN KLINIS

Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa

sumbatan di hidung. Sumbatan ini tidak hilang timbul dan makin lama

semakin berat keluhannya. Pada sumbatan yang hebat dapat

menyebabkan gejala hiposmia atau anosmia. Bila polip ini menyumbat

sinus paranasal, maka sebagai komplikasinya akan terjadi sinusitis

dengan keluhan nyeri kepala dan rinorea. 13

Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala yang utama adalah

bersin dan iritasi pada hidung. Bila disertai infeksi sekunder mungkin

didapatkan post nasal drip dan rinorea purulen. Gejala sekunder yang

dapat timbul adalah bernapas melalui mulut, suara sengau, halitosis,

gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup.

Page 37: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

37

Dapat juga menyebabkan gejala pada saluran napas bawah,

berupa batuk kronik dan mengi, terutama pada penderita polip nasi

dengan asma. 13

E. DIAGNOSIS

Anamnesis

Pada anamnesa kasus polip, keluhan utama biasanya adalah

hidung tersumbat. Sumbatan ini menetap, tidak hilang dan

semakin lama semakin berat. Pasien sering mengeluhkan terasa

ada massa didalam hidung dan sulit membuang ingus. Gejala

lain adalah gangguan penciuman. Gejala sekunder dapat terjadi

bila sudah disertai kelainan organ didekatnya berupa adanya

post nasal drip, sakit kepala, nyei pada wajah, suara nasal

(bindeng), telinga terasa penuh, mendengkur, gangguan tidur

dan penurunan kualitas hidup. Selain itu juga harus ditanyakan

riwayat rhinitis alergi, asma, intoleransi terhadap aspririn dan

alergi obat serta makanan. 13

Pemeriksaan Fisik

Polip nasi yang massif dapat menyebabkan deformitas

hidung luar sehingga hidung tampak mekar karena pelebaran

Page 38: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

38

batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anrerior polip

hidung seringkali harus dibedakan dari konka hidung yang

menyerupai polip (konka polipoid). Perbedaannya adalah massa

berwarna pucat berasal dari meatus medius, bertangkai, mudah

digerakkan, konsistensi lunak, tidak nyeri bila ditekan, tidak

mudah berdarah dan pada pemakaian vasokonstrikor (kapas

adrenalin) tidak mengecil. 13

Pembagian polip hidung menurut Mackay dam Lund (1997),

yaitu :

o Stadium 1 : polip masih terbatas di meatus medius.

o Stadium 2 : polip sudah keluar dari meatus medius,

tampak di rongga hidung tapi belum memenuhi

rongga hidung.

o Stadium 3 : polip yang massif. 13

Page 39: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

39

Pemeriksaan Penunjang

a) Naso-endoskopi

Adanya fasilitas endoskopi (teleskop) akan sangat

membantu diagnosis kasus polip yang baru. Polip stadium 1

dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan

rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan

nasoendoskopi.

Pada kasus polip koanal juga sering dapat dilihat

tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus

maksila. 13

Page 40: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

40

b) Pemeriksaan Radiologi

Foto polos sinus paranasal (posisi Waters, AP, Caldwell dan

lateral) dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya

batas udara cairan didalam sinus, tetapi kurang bermanfaat

pada kasus polip. Pemeriksaan tomografi computer (CT-

Scan) sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan

di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses

peradangan, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada

kompleks ostiomeatal. 13

F. DIAGNOSIS BANDING

Polip didiagnosa bandingkan dengan konka polipoid, yang ciri-

cirinya sebagai berikut :

Tidak bertangkai

Sukar digerakkan

Nyeri bila ditekan dengan pinset

Mudah berdarah

Dapat mengecil pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin).

Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior cukup mudah untuk

membedakan polip dan konka polipoid, terutama dengan pemberian

Page 41: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

41

vasokonstriktor yang juga harus hati-hati pemberiannya pada pasien

dengan penyakit kardiovaskuler karena bias menyebabkan

vasokonstriksi sistemik, meningkatkan tekanan darah yang berbahaya

pada pasien dengan hipertensi dan dengan penyakit jantung lainnya.

POLIP POLIPOID MUKOSA

Bertangkai, dapat digerakkan Tidak bertangkai, sukar digerakkan

Konsistensi lunak Konsistensi keras

Tidak nyeri bila ditekan Nyeri pada penekanan

Tidak mudah berdarah Mudah berdarah

Berwarna putih kebiruan Berwarna merah muda

Tidak mengecil pad pemberian

vasokonstriktor

Mengecil pada pemberian

vasokonstriktor

G. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama pengobatan pada polip nasi adalah

menghilangkan keluhan-keluhan, mencegah komplikasi dan mecegah

rekurensi polip. 16

Untuk polip edematosa, dapat diberikan pengobatan

kortikosteroid :

Page 42: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

42

1. oral, misalnya prednisone 50 mg/hari atau dexamethasone selama

10 hari, kemudian dosis diturunkan perlahan-lahan (tapering off).

2. Suntikan intrapolip, misalnya Triamsinolon asetonid atau

prednisone 0.5 cc, tiap 5-7 hari sekali, sampai polipnya hidung.

3. Obat semprot hidung yang mengandung kortikosteroid,

merupakan obat untuk rhinitis alergi, sering digunakan bersama

atau sebagai larutan pengobatan kortikosteroid per oral. Efek

sistemik obat ini sangat kecil, sehingga lebih aman. 17

Untuk polip yang ukurannya sudah besar dilakukan ekstraksi

polip (polipektomi) dengan menggunakan senar polip. Selain itu bila

terdapat sinusitis, perlu dilakukan drainase sinus. Oleh karena itu

sebelum operasi polipektomi perlu dibuat foto sinus paranasal untuk

melihat adanya sinusitis yang menyertai polip ini atau tidak. Selain itu,

pada pasien polip dengan keluhan sakit kepala, nyeri di daerah sinus

dan adanya perdarahan pembuatan foto sinus paranasal tidak boleh

dilupakan.

Prosedur polipektomi dapat mudah dilakukan dengan senar

polip setelah pemberian dekongestan dan anestesi local. Pada kasus

polip yang berulang-ulang, perlu dilakukan operasi etmoidektomi

oleh karena umumnya polip berasal dari sinus etmoid. Etmoidektomi

ada dua cara, yakni :

Page 43: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

43

1. intranasal

2. ekstranasal

Yang terbaik adalah bila tersedia fasilitas endoskopi maka dapat

dilakukan tindakan BSEF (Bedah Sinus ENdoskopi Fungsional). 13

H. PROGNOSIS

Polip nasi dapat muncul kembali selama iritasi alergi masih

tetap berlanjut. Rekurensi dari polip umummya terjadi bila adanya

polip yang multiple. Polip tunggal yang besar seperti polip antral-

koanal jarang terjadi relaps.

Polip hidung sering tumbuh kembali, oleh karena itu

pengobatannya juga perlu ditujukan kepada penyebabnya, misalnya

alergi. Terapi yang paling ideal pada rhinitis alergi adalah menghindari

kontak dengan allergen penyebab dan eliniasi. 13

Secara medikamentosa, dapat diberikan antihistamin dengan

atau tanpa dekongestan yang berbentuk tetes hidung yang bias

mengandung kortikosteroid atau tidak. Dan untuk alergi inhalan

dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung lama dapat

dilakukan imunoterapi dengan cara desensitisasi dan hiposensitisasi,

yang menjadi pilihan apabila pengobatan cara lain tidak memberikan

hasil yang memuaskan. 13

Page 44: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

44

Page 45: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

45

III. DEVIASI SEPTUM

A. DEFINISI

Septum merupakan salah satu kelainan septum yang sering

ditemukan. Bentuk septum normal adalah lurus di tengah rongga

hidung tetapi pada orang dewasa biasanya septum nasi tidak lurus

sempurna di garis tengah. Deviasi septum yang ringan tidak akan

mengganggu, akan tetapi bila deviasi itu cukup berat,

menyebabkan pemnyempitan pada satu sisi hidung. Dengan

demikian dapat mengganggu fungsi hidung dan menyebabkan

komplikasi. 19

B. EPIDEMIOLOGI

Page 46: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

46

Deviasi septum banyak ditemukan pada orang kulit putih

dan pada ras lain jarang. Pada laki-laki lebih banyak daripada

wanita, dan biasanya manifestasi klinis lebih banyak timbul di usia

dewasa daripada anak-anak.

Obstruksi nasal adalah masalah yang sering dijumpai. Pada

tahun 1974, Vainio-Mattila menemukan 33% insiden dari obstruksi

jalan nafas hidung antara sample dewasa acak. Deviasi septum

ditemukan lebih sering ditemukan berupa malformasi structural

yang menyebabkan obstruksi hidung. Pada klinis ditemukannya

26% untuk kasus deviasi septum. Diperkirakan 80% dari septum

terletak menyimpang dari garis tengah dan hal ini sering tidak

diperhatikan. Septum deviasi terjadi jika septum bergeser sangat

jauh dari garis tengah.

C. ETIOLOGI

Penyebab yang paling sering adalah trauma. Trauma dapat

terjadi sesudah lahir, pada saat partus atau bahkan pada masa

janin intrauterine. Pada sebagian pasien, tidak didapatkan riwayat

trauma sehingga Gray (1972) menerangkannya dengan teori birth

Moulding. Posisi intrauterine yang abnormal dapat menyebabkan

tekanan pada hidung dan rahang atas, sehingga dapat terjadi

Page 47: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

47

pergeseran septum. Demikian pula tekanan torsi pada hidung data

kelahiran (partus) dapat menambah trauma pada septum. 18,19

Factor resiko deviasi septum lebih besar ketika persalinan.

Setelah lahir, resiko teebesar adalah dari olahraga, misalnya

olahraga kontak langsung (tinju, karate, judo) dan tidak

menggunakan helm atau sabuk pengaman ketika berkendara. 19,20

Penyebab lainnya adalah ketidak-seimbangan pertumbuhan.

Tulang rawan septum nasi terus tumbuh, meskipun batas superior

dan inferior telah menetap. Dengan demikian terjadilah deviasi

pada septum nasi tersebut. 18

D. KLASIFIKASI DEFORMITAS

Terdapat beberapa jnis klasifikasi oleh beberapa ahli. Deviasi

septum menurut Mladina dibagi atas beberapa klasifikasi berdasarkan

letak deviasi, yaitu :

1. Tipe I : benjolan unilateral yang belum menggunakan aliran udara.

2. Tipe II : benjolan unilateral yang sudah mengganggu aliran udara,

namun masih belum menunjukkan gejala klinis yang bermakna.

3. Tipe III : deviasi pada konka media (area osteomeatal dan meatus

media)

Page 48: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

48

4. Tipe IV : “S” septum (posterior ke sisi lain, dan anterior ke sisi

lainnya)

5. Tipe V : tonjolan besar unilateral pada dasar septum, sementara di

sisi lain masih normal.

6. Tipe VI : tipe V ditambah sulkus unilateral dari kaudal-ventral,

sehingga menunjukkan rongga yang asimetri.

7. Tipee VII: kombinasi lebih dari satu tipe, yaitu tipe I-tipe VI. 18,21

Page 49: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

49

Bentuk deformitas septum berdasarkan lokasinya adalah :

1) Deviasi, biasanya berbentuk huruf C atau S yang dapat terjadi pada bidang

horizontal atau vertical dan biasanya mengenai kartilago maupun tulang.

2) Dislokasi, yaitu batas bawah kartilago septum keluar dari krista maksila dan

masuk ke dalam rongga hidung.

3) Spinda & krista, yaitu penonjolan tulang atau tulang rawan septum yang

dapat terjadi pada pertemuan vomer dibawah dengan kartilago septum dan

atau os ethmoid diatasnya. Bila memanjang dari depan ke belakang disebut

Page 50: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

50

krista, dan bila sangat runcing dan pipih disebut spina. Tipe deformitas ini

biasanya merupakan hasil dari kekuatan kompresi vertical.

4) Sinekia, yairu bila deviasi atau krista septum bertemu dan melekat dengan

konka dihadapannya. Bentuk ini akan menambah beratnya obstruksi. 18,19

Jin RH membagi deviasi septum berdasarkan berat atau ringannya keluhan :

1) Ringan

Deviasi kurang dari setengah rongga hidung dan belum ada bagian

septum yang menyentuh dinding lateral hidung.

2) Sedang

Deviasi kurang dari setengah rongga hidung tetapi ada sedikit bagian

septum yang mneyentuh dinding lateral hidung.

3) Berat

Deviasi septum sebagian besar sudah menyentuh dinding lateral

hidung. 20

Jin RH juga mengklasifikasi deviasi septum menjadi 4, yaitu :

1) Devias local termasuk spina, krista dan dislokasi bagian kaudal

2) Lengkungan deviasi tanpa deviasi yang terlokalisir

3) Lengkungan deviasi dengan deviasi local

4) Lengkungan deviasi yang berhubungan dengan deviasi hidung luar.

20

Page 51: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

51

E. GAMBARAN KLINIS

Keluhan yang paling sering pada deviasi septum adalah

sumbatan hidung. Sumbatan dapat unilateral, dapat pula bilateral,

sebab pada sisi deviasi terdapat konka hipotrofi, sedangkan pada

sisi sebelahnya terjadi konka yang hipertrofi, sebagai akibat

mekanisme kompensasi. 10

Keluhan lainnya adalah rasa nyeri di kepala dan di sekitar

mata. Selain dari itu penciuman dapat pula terganggu, apabila

terdapat deviasi pada bagian atas septum. 18

Deviasi septum dapat menyumbat ostium sinus, sehingga

merupakan factor predisposisi terjadinya sinusitis. 19

Page 52: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

52

F. DIAGNOSIS

Anamnesis

Pada anamnesis, keluhan yang paling sering muncul adalah

sumbatan hidung. Sumbatan bias unilateral, dapat pula bilateral,

sebab pada sisi deviasi terdapat hipertrofi konka, sedangkan

pada sisi sebelahnya terjadi hipertrofi konka sebagai akibat

mekanisme kompensasi. Perlu ditanyakan pada setiap orang

yang yang menderita bstruksi saluran pernapasan hidung yang

kronis, seberapa jauh keadaan tersebut mempengaruhi

kehidupannya. Penurunan aliran udara di dalam rongga hidung

sebagai alibat adanya obstruksi menyebabkan gangguan

penciuman. Epstaksis (perdarahan dari hidung) juga merupakan

manifestasi umum dari gugusan aliran udara didalam cavum

nasi. Hal ini terjadi sebagai akibat peningkatan turbulensi udara

dan kecenderungan cavum nasi untuk menjadi kering sehingga

memudahkan terjadinya perdarahan. Keluhan lainnya adalah

rasa nyeri di kepala dan nyeri disekitar mata.

Pemeriksaan Fisik

Deviasi septum biasanya sudah dapat dilihat melalui

inspeksi langsung pada batang hidungnya. Dari pemeriksaan

Page 53: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

53

rinoskopi anterior, dapat dilihat penonjolan septum kea rah

deviasi jika terdapat deviasi berat, tapi pada deviasi ringan hasil

pemeriksaan bias normal.

Penting untuk pertama kali melihat vestibulum nasi tanpa

speculum, karena ujung speculum dapat menutupi deviasi

bagian kaudal. Pemeriksaan seksama juga dilakukan terhadap

dinding lateral hidung untuk menentukan besarnya konka.

Pyramid hidung, palatum, dan gigi juga diperiksa karena

struktur-struktur ini sering terjadi gangguan yang berhubungan

dengan deformitas septum.

Pemeriksaan Penunjang

Diperlukan juga pemeriksaan radiologi untuk memastikan

diagnosisnya. Pada pemeriksaan x-ray kepala posisi antero-

posterior tampak septum nasi yang bengkok. Pemeriksaan

nasoendoskopi dilakukan bila memungkinkan untuk menilai

deviasi septum bagian posterior atau untuk melihat robekan

mukosa. Bila dicurigai terdapat komplikasi sinus paranasal,

dilakukan pemeriksaan x-ray sinus paranasal. 19

G. PENATALAKSANAAN

Bila gejala tidak ada atau keluhan sanagt ringan, tidak perlu

dilakukan tindakan koreksi septum. Ada 2 jenis tindakan operatif

Page 54: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

54

yang dapat dilakukan pada pasien dengan keluhan yang nyata yaitu

reseksi submukosa dan septoplasti.

1) Reseksi submukosa (Submucous Septum Resection SMR)

Pada operasi ini mukosa perikondrium dan mukoperiostium

kedua sisi dilepaskan dari tulang rawan dan tulang septum.

Bagian tulang atau tulang rawan dari septum kemudian

diangkat, sehingga muko-perikondrium dan muko-periostium

sisi kiri dan kanan akan langsung bertemu di garis tengah. 18

Reseksi submukosa dapat menyebabkan komplikasi seperti

terjadinya hidung pelana (saddle nosa) akinat turunnya puncak

hidung, oleh larena bagian atas tulang rawan septum terlalu

banyak diangkat. 18

2) Septoplasti atau Reposisi Septum

Pada operasi ini tulang rawan yang bengkok di reposisi.

Hanya bagian yang berlebihan saja yang dikeluarkan. Dengan

cara operasi ini dapat dicegah komplikasi yang mungkin timbul

pada operasi reseksi submukosa, seperti terjadinya perforasi

septum dan hidung pelana. 18

H. KOMPLIKASI

Page 55: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

55

Deviasi septum dapat menyumbat ostium nasi, sehingga

merupakan factor predisposisi terjadinya sinusitis. Selain itu,

deviasi septum juga menyebabkan ruang hidung sempit, yang

dapat membentuk polip. Sedangkan komplikasi post-operasi,

diantaranya :

Uncontrolled Bleeding

Hal ini biasanya terjadi akibat insisi pada hidung atau beral dari

perdarahan pada membrane mukosa.

Septal Hematoma

Terjadi sebagai akibat trauma saat operasi sehingga

menyebabkan pembuluh darah submukosa pecah dan terjadilah

pengumpulan darah. Hal ini umumnya terjadi segera setelah

operasi dilakukan.

Nasal Septal Perforation

Terjadi apabila terbentuk rongga yang menghubungkan antara

kedua sisi hidung. Hal ini terjadi karena trauma dan perdarahan

pada kedua sisi membrane di hidung selama operasi.

Saddle Deformity

Terjadi apabila kartilago septum terlalu banyak diangkat dari

dalam hidung.

Recurrence of The Deviation

Page 56: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

56

Biaanya terjadi pada pasien yang memiliki deviasi septum yang

berat yang sulit untuk dilakukan perbaikan. 22,23

I. PROGNOSIS

Deviasi septum adalah suatu keadaan dimana terjadi

peralihan posisi dari septum nasi dari letaknya yang berada di garis

media tubuh. Prognosis pada pasien deviasi septum setelah

menjalani operasi cukup baik dan pasien dalam 10-20 hari dapat

melakukan aktivitas sebagaimana biasanya. Hanya saja pasien

harus memperhatikan perawatan setelah operasi dilakukan.

Termasuk juga pasien harus menghindari trauma pada daerah

hidung. 19

Page 57: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

57

DAFTAR PUSTAKA

1. Campbell GD. Pathophysiology of Rhinosinusitis.In: (adult

Chronic Sinusitis and its Complication). Pulmonary critical

care update (PCCU), 2004 : 16, lesson 20,7

2. Hickner JM, Bartlett JG, Besser RE, Gonzales R, Hoftman JR,

Sande MA. Principles of appropriate antibiotics use acute

Page 58: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

58

rhinosinusitis in adult. Ann Intern Med, 2001:134 (6),

498-505

3. Puruckher M.Byrd Rm Roy T, Krishmaswamy G. The

diagnosis and management of Chronic Rhinosinusitis.

Departement Medicine East Tennesse State Univ.Johnson

City. 2 July 2004

4. Fokkens Wystke J, Valerie J.Lund, Joachim Mullol. A

summary for Otorhinolaryngologists. EPOS 2012:

European Position paper on rhinosinusitis and nasal

polyps, 2012

5. Mulyarjo, Diagnosis and management. Recent advances in

the management of EK disorders. Dutch Foundation Post

Graduate Medical Course. Dr.Soetomo Teaching Hospital –

Scool of Medicine Airlangga University Surabaya, 2001, 1-

11

6. Osguthorpe JD. Adult Rhinosinusitis: Diagnosis and

management. American Family Physician, 2001, Jan, 1-8.

7. Stamberger H. FESS. Endoscopic diagnosis and surgery of

the paransal sinuses and anterior skull base. Tin

Messerklingertechnique and advanced applications the

Graz School. Karl-Franzens University Graz, Austria, 1996:

Page 59: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

59

20.

8. Campbell GD. Pathophysiology of Rhinosinusitis. In: (Adult

Chronic and its Complication). Pulmonary critical care

update (PCCU), 2004 : 16, lesson 20,7

9. Prof.Dr. Soepardi Efiaty Arssyad, Sp.THT (L),

Prof.Dr.Nurbaiti Iskandar, Sp.THT (K). Biku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher.

Edisi ke 6. FKUI. 2007, 145-148

10. Layland Michael K, Tammy L Kin. Otolaryngology

Survival Guide. The Washington Manual Survival Guide

Series. 2003, 45-55.

11. Krause HF. Allergy and chronic rhinosinusitis.

Otholaryngol Head & Neck Surgery, 128 (1), 14-6

12. Hamilos DL. Chronic sinusitis. Current review of

allergy and clinical immunology. 2000: 106, 213-27.

13. Prof.Dr. Soepardi Efiaty Arssyad, Sp.THT (L),

Prof.Dr.Nurbaiti Iskandar, Sp.THT (K). Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher.

Edisi ke 6. FKUI. 2007, 123-125

14. Darusman, Raisa Kianti. Polip Hidung. Available at

www.giecities.ws, 2002.

Page 60: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

60

15. Perhimpunan Dokter Spesialis THT-KL (PERHATI-KL).

Polip Hidung dan Sinus Paranasal (Dewasa)

Penatalaksanaan. Guideline Penyakit THT-KL di Indonesia.

2007, Hal.58

16. Mansjoer, Arif, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri. Polip

Hidung. Kapita Selekta Kedokteran ed.III jilih 1. 2001.

Jakarta, Media Aesculapius FKUI. Hal: 113-114

17. Prof.Dr. Soepardi Efiaty Arssyad, Sp.THT (L),

Prof.Dr.Nurbaiti Iskandar, Sp.THT (K). Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher.

Edisi ke 6. FKUI. 2007, 118-122

18. Nizar Nuty W, Endang Mangunkusumo. Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher.

Edisi ke 6. FKUI. 2007, 126

19. Budiman BJ, Asyari A. Pengukuran Sumbatan Hidung

pada Deviasi Septum Nasi. Bagian Telinga Hidung

Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL) FK Universitas

Andalas: Padang. 2011, 1-7

20. Jin HR, Lee Jy, Jung WJ. New Description Method and

Classification System for Septal Deviation. Department of

Otorhinolaryngology, Seoul National University, College of

Page 61: 207383406 Referat Rhinosinusitis Polip Deviasi Septum

REFERAT RHINOSINUSITIS AKUT & KRONIK, POLIP HIDUNG &

DEVIASI SEPTUM

VIRZA CH

LATUCONSINA

07120090054

Universitas Pelita Harapan

FK UPH - SHLV

61

Medicine, Boramae Hospital: Seoul. Journal Rhinology,

2007; 14: 27-31

21. Baumann I, Baumann H. A New Classification of Septal

Deviations. Department of Otolaryngology, Head and Neck

Surgery, University of Heidelberg: Germany. Journal of

Rhinology, 2007; 45: 220-223

22. Park JK, Edward IL. Deviated Septum. The practice of

Marshfield Clinic, American Academy of Otolaryngology-

Head and Neck Surgery. 2005

23. Bull PD. The Nasal Septum. In Lecture Notes on

Diseases of the Ear, Nose and Throat. Ninth edition. USA :

Blackwell Science Ltd. 2002 : p.81-85