BAB II
ISI
A. Pengertian Semen
Semen adalah suatu campuran senyawa kimia yang bersifat hidrolisis artinya
jika dicampur air dalam jumlah tertentu akan mengikat bahan–bahan lain menjadi satu
kesatuan massa yang dapat memadat dan mengeras. Semen adalah hasil industri dari
bahan baku batu kapur sebagai bahan utama dan tanah liat atau bahan pengganti lainnya
dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk yang mengeras atau membatu pada
pencampuran dengan air. Batu Kapur adalah bahan alam yang mengandung senyawa
kalsium oksida (CaO), sedangkan tanah liat adalah bahan alam yang mengandung
senyawa silica oksida (SiO), alumunium oksida (Al2O3), besi oksida (Fe2O3) dan
magnesium oksida (MgO). Untuk menghasilkan produk semen, bahan baku tersebut
dibakar hingga meleleh, sebagian untuk membentuk clinker-nya, yang kemudian
dihancurkan dan ditambah dengan gypsum dalam jumlah yang sesuai. Hasil akhir dari
proses produksi dikemas dalam kantong/zak dengan berat rata–rata 40 kg atau 50 kg.
Semakin baik mutu semen maka semakin lama mengeras atau membatunya jika dicampur
dengan air, dengan angka hidrolitasnya yang dapat dihitung dengan rumus :
{ %SiO2 + %Al2O3 + Fe2O3 } : { %CaO + %MgO }
Angka hidrolitas ini berkisar antara < 1/1,5 (lemah) hingga > ½ (keras sekali).
Akan tetapi dalam industri angka-angka hidrolitas ini harus dijaga secara teliti untuk
mendapatkan mutu yang baik, yaitu antara 1/1,9 hingga 1/2,15.
B. Bahan Baku Pembuatan Semen
1. Batu Kapur
Batu kapur merupakan komponen yang banyak mengandung CaCO3 dengan sedikit
tanah liat, Magnesium Karbonat, Alumunium Silikat dan senyawa oksida lainnya.
Senyawa Besi dan Organik yang membuat batu kapur berwarna abu-abu hingga
kuning.
2. Tanah Liat
Komponen utama pembentuk tanah liat adalah senyawa Alumina Silikat Hidrat,
Klasifikasi senyawa tersebut berdasarkan kelompok mineral yang dikandungnya :
Kelompok monanoriionete, meliputi : monmorilosite, berdelite, saponite, dan
Nitronite.
Kelompok kaolin, meliputi : kaolinite, dienete, naorite dan halaysite.
Kelompok tanah liat beralkali, meliputi : tanah liat mika (ilite).
3. Pasir Besi dan Pasir Silikon
Bahan tersebut merupakan bahan koreksi pada campuran tepung baku (Raw Mix).
Digunakan sebagai pelengkap komponen esensial yang diperlukan dalam pembuatan
semen. Pasir silica digunakan untuk menaikkan kandungan senyawa SiO2 dan pasir
besi digunakan untuk menaikkan kandungan Fe2O3 dalam Raw Mix.
4. Gypsum { CaSO4. 2H2O}
Berfungsi sebagai retarder atau memperlambat proses pengerasan dari semen.
Hilangnya kristal air pada gypsum menyebabkan hilangnya atau berkurangnya sifat
gypsum sebagai retarder.
C. Karakteristik Bahan Baku
Sifat-Sifat Semen Portland:
a. Hiderasi Semen
Hiderasi semen adalah reaksi antara komponen-komponen semen dengan air. Untuk
mengetahui hiderasi semen, maka harus mengenal hiderasi dari senyawa-senyawa
yang terkandung dalam semen ( C2S, C3S, C3A, C4AF).
b. Hiderasi Kalsium Silikat ( C2S, C3S)
Kalsium Silikat di dalam air akan terhidrolisa menjadi kalsium hidroksidsa Ca(OH)2
dan kalsium silikat hidrat (3CaO.2SiO2.3H2O) pada suhu 30oC.
2 (3CaO.2SiO2) + 6H2O 3CaO.2SiO2.3H2O + 3 Ca(OH)2
2 (3CaO.2SiO2) + 4H2O 3CaO.2SiO2.2H2O + Ca(OH)2
Kalsium Silikat Hidrat (CSH) adalah silikat di dalam kristal yang tidak sempurna,
bentuknya padatan berongga yang sering disebut Tobermorite Gel.
Adanya kalsium hidroksida akan membuat pasta semen bersifat basa (pH= 12,5) hal
ini dapat menyebabkan pasta semen sensitive terhadap asam kuat tetapi dapat
mencegah baja mengalami korosi.
c. Hiderasi C3A
Hiderasi C3A dengan air yang berlebih pada suhu 30oC akan menghasilkan kalsium
alumina hidrat (3CaO. Al2O3. 3H2O) yang mana kristalnya berbentuk kubus di dalam
semen karena adanya gypsum maka hasil hiderasi C3A sedikit berbeda. Mula-mula
C3A akan bereaksi dengan gypsum menghasilkan sulfo aluminate yang kristalnya
berbentuk jarum dan biasa disebut ettringite namun pada akhirnya gypsum bereaksi
semua, baru terbentuk kalsium alumina hidrat (CAH).
Hiderasi C3A tanpa gypsum (30oC):
3CaO. Al2O3+ 6H2O 3CaO. Al2O3. 6H2O
Hiderasi C3A dengan gypsum (30oC):
3CaO. Al2O3 + 3 CaSO4+ 32H2O 3CaO.Al2O3 + 3 CaSO4 + 32H2O
Penambahan gypsum pada semen dimaksudkan untuk menunda pengikatan. Hal ini
disebabkan karena terbentuknya lapisan ettringite pada permukaan-permukaan Kristal
C3A.
d. Hiderasi C4AF (30 H2O oC)
4CaO. Al2O3. Fe2O3+ 2Ca(OH)2+10H2O 4CaO.Al2O3.6H2O
+ 3CaO.Fe2O3.6H2O
e. Setting dan Hardening
Setting dan Hardening adalah pengikatan dan pengerasan semen setelah terjadi reaksi
hiderasi. Semen apabila dicampur dengan air akan menghasilkan pasta yang plastis
dan dapat dibentuk (workable) sampai beberapa waktu karakteristik dari pasta tidak
berubah dan periode ini sering disebut Dorman Period (period tidur).
Pada tahapan berikutnya pasta mulai menjadi kaku walaupun masih ada yang lemah,
namun suhu tidak dapat dibentuk (unworkable). Kondisi ini disebut Initial Set,
sedangkan waktu mulai dibentuk (ditambah air) sampai kondisi Initial Set disebut
Initial Setting Time (waktu pengikatan awal). Tahapan berikutnya pasta melanjutkan
kekuatannya sehingga didapat padatan yang utuh dan biasa disebut Hardened Cement
Pasta. Kondisi ini disebut final Set sedangkan waktu yang diperlukan untuk mencapai
kondisi ini disebut Final Setting Time (waktu pengikatan akhir). Proses pengerasan
berjalan terus dan seiring dengan waktu akan diperoleh kekuatan proses ini dikenal
dengan nama Hardening.
Waktu pengikatan awal dan akhir dalam semen dalam prakteknya sangat penting,
sebab waktu pengikatan awal akan menentukan panjangnya waktu dimana campuran
semen masih bersifat plastik. Waktu pengikatan awal minimum 45 menit sedangkan
waktu akhir maksimum 8 jam.
Reaksi pengerasan
C2S + 5H2O C2S. 5H2O
C3S + 5H2O C2S6. 5H2O + 13 Ca(OH)2
C3A+ 3Cs+ 32H2O C3A. 3Cs+.32H2O
C4AF + 7H2O C3A.6 H2O+ CF. H2O
MgO+ H2O Mg(OH)2
f. Panas Hiderasi
Panas hiderasi adalah panas yang dilepaskan selama semen mengalami proses
hiderasi. Jumlah panas hiderasi yang terjadi tergantung pada: tipe semen, kehalusan
semen, dan perbandingan antara air dengan semen.
Kekerasan awal semen yang tinggi dan panas hiderasi yang besar kemungkinan
terajadi retak-retak pada beton, hal ini disebabkan oleh posfor yang timbul sukar
dihilangkan sehingga terjadi pemuaian pada proses pendinginan.
g. Penyusutan
Ada tiga macam penyusutan yang terjadi di dalam semen, diantaranya:
Drying Shringkage ( penyusutan karean pengeringan)
Hideration Shringkage (penyuautan karena hiderasi)
Carbonation Shringkage (penyuautan karena karbonasi)
Yang paling berpengaruh pada permukaan beton adalah Drying Shringkage,
penyusutan ini terjadi karena penguapan selama proses setting dan hardening. Bila
besaran kelembabannya dapat dijaga, maka keretakan beton dapat dihindari.
Penyusutan ini dipengaruhi juga kadar C3A yang terlalu tinggi.
h. Kelembaban
Kelembaban timbul karena semen menyerap uap air dan CO2 dan dalam jumlah yang
cukup banyak sehingga terjadi penggumpalan. Semen yang menggumpal kualitasnya
akan menurun karena bertambahnya Loss On Ignition (LOI) dan menurunnya spesific
gravity sehingga kekuatan semen menurun, waktu pengikatan dan pengerasan
semakin lama, dan terjadinya false set.
Loss On Ignation (Hilang Fajar)
Loss On Ignation dipersyaratkan untuk mencegah adanya mineral-mneral yang
terurai pada saat pemijaran, dimana proses ini menimbulkan kerusakan pada batu
setelah beberapa tahun kemudian.
i. Spesifik Gravity
Spesifik Gravity dari semen merupakan informasi yang sangat penting dalam
perancangan beton. Didalam pengontrolan kualitas spesifik gravity digunakan untuk
mengetahui seberapa jauh kesempurnaan pembakaran klinker, dan juga mengetahui
apakah klinker tercampur dengan impuritis.
j. False Set
Proses yang terjadi bila adonan mengeras dalam waktu singkat. False Set dapat
dihindari dengan melindungi semen dari pengaruh udara luar, sehingga alkali
karbonat tidak terbentuk didalam semen.
D. Teknologi Pembuatan Semen
1. Proses Basah
Pada proses ini, bahan baku dipecah kemudian dengan menambahkan air dalam
jumlah tertentu serta dicampurkan dengan luluhan tanah liat. Bubuk halus dengan
kadar air 25 – 40 % (slurry) dikalsinasi dengan tungku panjang (long retary kiln).
Keuntungan :
a. Proses basah baik digunakan, bila kadar air bahan bakunya cukup tinggi.
b. Pencampuran dan koreksi komposisi slurry lebih mudah karena berupa larutan.
c. Fluktuasi kadar air tidak berpengaruh pada proses.
d. Deposit yang tidak homogen tidak berpengaruh karena mudah untuk mencampur
dan mengoreksinya.
e. Kadar alkalis, klorida dan sulfat tidak menimbulkan gangguan penyempitan
dalam saluran material masuk kiln.
Kerugian :
a. Pada waktu pembakaran memerlukan banyak panas, sehingga konsumsi bahan
bakar lebih banyak.
b. Kiln yang dipakai lebih panjang karena proses pengeringan yang terjadi dalam
kiln menggunakan ± 22 % panjang kiln.
c. Rata-rata kapasitas kiln proses basah rendah.
2. Proses Semi Basah
Umpan kiln dengan kandungan airnya sekitar 19-21%. Pemakaian panasnya panjang
dengan klin lebih kecil dari proses basah.
3. Proses Semi Kering
Pada proses semi kering, umpan kiln berupa nodule (butir-butir) dengan kadar air 10-
15%.
4. Proses Kering
Pada proses ini, bahan baku diolah (dihancurkan) dalam Raw Mix dan dalam keadaan
kering dan hasil penggilingan (tepung baku) dengan kadar air 0,5–1 % dikalsinasikan
dalam Rotary kiln. Proses ini menggunakan sekitar 1500 – 1900 kcal/kg klinker.
Keuntungan :
1. Kebutuhan panas lebih rendah sehingga konsumsi bahan bakar lebih sedikit
2. Kiln yang digunakan relatif pendek
3. Rata-rata kapasitas kiln besar
Kerugian :
1. Fluktuasi kadar air sangat mengganggu operasi di raw mill
2. Pengotor berupa alkali klorida dan sulfat dapat menyebabkan penebalan atau
penyempitan pada saluran-saluran atau riser pada kiln (clogging)
E. Proses Pembuatan Semen
Proses yang paling sering digunakan dalam pembuatan semen ialah proses
kering, karena keuntungan dalam proses ini bila dibandingkan dengan proses basah
adalah penggunaan bahan bakar yang lebih sedikit dan energi yang dikonsumsi lebih
kecil, ukuran tanur yang lebih pendek serta perawatan alat-alatnya yang lebih mudah.
Dalam Proses kering, penggilingan bahan di Raw Mill udara panas dialirkan dari
tanur putar (Kiln) sehingga dihasilkan Raw Mix dengan kandungan air <1%. Setelah
menjalani proses homogenisasi, Raw Mix dibakar di Tanur putar (kiln) dengan bahan
bakar batu bara. Hasil pembakaran adalah berupa butiran hitam yang disebut
terak/klinker.
Proses selanjutnya adalah penggilingan akhir klinker di tromol semen (Cement
Mill) dengan menambahkan sejumlah gypsum dengan perbandingan tertentu. Hasil dari
penggilingan akhir ini adalah semen yang siap untuk dipasarkan (dalam kemasan
kantong/curah).
Proses pembuatan semen secara lengkap adalah sebagai berikut :
1. Penghancuran (crushing) bahan baku
Alat utama untuk menghancurkan bahan mentah adalah crusher. Sedangkan
alat pendukung dalam proses ini adalah Dump Truck, Hooper, dan Feeder. Bahan
baku hasil dari tempat penambangan diangkut dengan menggunakan dump truck dan
kemudian dicurahkan kedalam hopper. Fungsi hopper adalah sebagai alat
penampungan awal untuk dimasukan kedalam crusher.
Setelah mengalami proses penghancuran, bahan-bahan tersebut dikirim
menuju tempat penyimpanan yaitu Stock pile dengan menggunakan belt conveyor.
2. Penyimpanan dan Pengumpanan Bahan Baku
Tempat penyimpanan bahan baku terdiri dari bagian utama yaitu, Stock pile
dan Bin. Sedangkan alat-alat penunjang yang membantu dalam penyimpanan bahan
baku adalah Tripper dan reclaimer. Stock pile dibagi menjadi dua bagian yaitu sisi
kanan dan sisi kiri untuk menunjang proses. Jika stock pile yang kanan digunakan
sebagai masukan proses, maka sisi bagian kiri akan diisi bahan baku dari crusher.
Begitu pula sebaliknya. Untuk mengatur letak penyimpanan bahan baku, digunakan
tripper selain itu stock pile juga dilengkapi dengan reclaimer, yang berfungsi untuk
memindahkan atau mengambil raw material dari stock pile ke belt conveyor dengan
kapasitas tertentu. Alat ini sendiri berfungsi untuk menghomogenkan bahan baku
yang akan dipindahkan ke belt conveyor.
Selanjutnya bahan baku dikirim dengan menggunakan belt conveyor menuju
tempat penyimpanan kedua, yang biasa dikatakan sebagai awalan masukan proses
pembuatan semen, yaitu Bin. Semua bin dilengkapi dengan alat pendeteksi ketinggian
atau level indicator sehingga apabila bin sudah penuh, maka secara otomatis
masukkan material kedalam bin akan terhenti.
Penggunaan bahan baku kedalam sistem proses selanjutnya di atur oleh weight
feeder, yang diletakkan tepat dibawah bin. Prinsip kerja alat ini adalah mengatur
kecepatan seavenger conveyor sesuai dengan kebutuhan dalam proses. Selanjutnya
bahan baku dijatuhkan ke belt conveyor dan dikiri ke vertical roller miil untuk
mengalami penggilingan dan pengeringan. Pada belt conveyor, terjadi pencampuran
batu kapur, silica, pasir besi dan tanah liat.
3. Penggilingan dan Pengeringan Bahan Baku
Alat utama dalam yang digunakan dalam proses penggilingan dan pengeringan
bahan baku adalah vertical rooler miil. Media pengeringan adalah udara panas yang
berasal dari cooler dan pre-heater. Udara panas tersebut juga berfungsi sebagai media
pembawa bahan-bahan yang telah halus menuju alat proses selanjutnya.
Bahan baku masuk kedalam vertical rooler miil (raw miil) pada bagian tengah
(tempat penggilingan) sementara itu udara panas masuk kedalam bagian bawahnya.
Material yang sudah tergiling halus akan terbawa udara panas keluar raw miil melalui
bagian atas alat tersebut.
Partikel yang ukurannya telah memenuhi kebutuhan akan terbawa udara panas
menuju cyclone, yang berfungsi untuk memisahkan antara partikel yang cukup halus
dan partikel yang terlalu halus (debu) partikel yang cukup halus akan turun kebawah
cyclone dan dikirim ke blending silo untuk mengalami pengadukan dan homogenasi.
Partikel yang terlalu halus (debu) akan terbawa udara panas menuju electrostatic
precipitator. Alat ini berfungsi untuk menangkap debu-debu tersebut sehingga tidak
lepas ke udara. Efisiensi alat ini adalah 95–98 %. Debu-debu yang tertangkap
dikumpulkan didalam dust bin, sementara udara akan keluar melalui stack.
4. Pencampuran (blending) dan homogenisasi
Alat yang digunakan untuk mencampur dan menghomogenkan bahan baku
adalah blending silo dengan media pengaduk adalah udara. Bahan baku masuk dari
bagian atas blending silo. Oleh karena itu, alat transportasi yang digunakan untuk
mengirim bahan baku hasil penggilingan blending silo adalah Bucket elevator dan
keluar dari bawah blending silo dilakukan pada beberapa bagian titik dengan jarak
tertentu dan di atur dengan dengan menggunakan valve. Proses pengeluarannya dari
beberapa titik dilakukan untuk menambah kehomogenan bahan baku.
5. Pemanasan Awal (Pre-heating)
Alat utama yang digunakan untuk proses pemanasan awal bahan baku adalah
suspension pre-heater, sedangkan alat bantunya ialah kiln feed bin.
Setelah mengalami homogenisasi pada blending silo, material terlebih dahulu
ditampung didalam kiln feed bin, yang merupakan tempat umpan yang akan masuk
kedalam pre-heater. Suspension pre-heater merupakan suatu susunan empat buah
cyclone dan satu buah calsiner yang tersusun menjadi satu string. Suspension pre-
heater terdiri dari dua bagian yaitu ; in line calsiner (ILC) dan separate line calsiner
(SLC). Masing-masing string mempunyai inlet sendiri-sendiri dan material yang
masuk melalui ILC akan mengalami kalsinasi, karena setelah sampai calsiner ILC
material tersebut ditransfer ke SLC, sedangkan material yang masuk melalui SLC
hanya akan mengalami satu kali kalsinasi, karena setelah sampai ke calsiner SLC
material akan langsung masuk kedalam rotary kiln.
6. Pembakaran (Flering)
Alat utama yang digunakan adalah tanur putar atau rotary kiln. Rotary kiln
adalah alat berbentuk silinder memanjang horizontal yang diletakkan dengan
kemiringan tertentu. Dari ujung tempat masuknya (in-let), sedangkan di ujung lainnya
terjadinya pembakaran bahan baker (burning zone). Bahan bakar yang digunakan
adalah batubara, sedangkan untuk pemanasan awal digunakan gas Analyzer, yang
berfungsi untuk mengendalikan kadar O2, CO, dan NOx pada gas buang jika terjadi
kelebihan atau kekurangan, maka jumlah udara akan disesuaikan.
7. Pendinginan (Cooling)
Alat utama yang digunakan untuk proses pendinginan clinker adalah Cooler.
Cooler ini dilengkapi dengan alat penggerak material, sekaligus sebagai saluran udara
pendingin yang disebut grate dan alat pemecah clinker (clinker breaker).
Setelah proses pembentukan clinker selesai dilakukan didalam tanur putar.
Clinker tersebut terlebih dahulu didinginkan didalam cooler sebelum disimpan
didalam clinker silo. Cooler yang digunakan terdiri dari sembilan Compartemen yang
menggunakan udara luar sebagai pendingin. Udara yang keluar dari Cooler
dimanfaatkan sebagai media pemanas pada vertical roller mill sebagai pemasok udara
panas pada pre-heater, dan sebagian lainnya dibuang keudara bebas.
Clinker yang keluar dari tanur putar masuk ke dalam compartemen, dan akan
terletak diatas grade. Dasar grade ini mempunyai lubang-lubang dengan ukuran yang
kecil untuk saluran udara pendingin. Clinker akan terus bergerak menuju
compartemen yang kesembilan dengan bantuan grade yang bergerak secara
reciprocating, sambil mengalami pendinginan pada ujung compartemen kesembilan
terdapat clinker breaker yang berguna untuk mengurangi ukuran clinker yang besar.
Selanjutnya clinker dikirim menuju tempat penampungan clinker (clinkersilo)
dengan menggunakan alat transportasi deep drawn pan conveyor, dan melewati alat
pendeteksi kandungan kapur bebas. Jika kapur melewati batas yang diharapkan maka
clinker akan dipisahkan dan disimpan dalam bin tersendiri.
8. Penggilingan Akhir
Alat utama yang digunakan pada penggilingan akhir, dimana terjadinya
penggilingan clinker dengan gypsum adalah ball mill. Peralatan yang menunjang
proses penggilingan akhir ini adalah Vertical Roller Mill, Reparator ( klasifire ), dan
Bag Filter.
Reaksi-reaksi yang terjadi dalam proses pembentukan clinker pada umumnya
berdasarkan reaksi :
CaCO3 + Al2O3.SiO2 x H2O + Fe2O3 + SiO2 3CaO.SiO2 (C3S)+ 2CaO.SiO2
(C2S) + 3CaO.Al2O3 (C3A) + 4CaO.Al2O3 (C4AF)
Reaksi diatas terjadi dalam beberapa tahap reaksi yaitu :
a. Penguapan Air Bebas
Proses ini terjadi pada suhu 100-200 oC dan berlangsung secara endotermis.
b. Pelepasan Air Terikat
Proses ini terjadi pada suhu 100-400 oC dan berlangsung secara endotermis.
c. Dekomposisi Tanah Liat
Proses dekomposisi ini menghasilkan senyawa Al2O3.SiO2 berlangsung pada suhu
400-750 oC berlangsung secara endotermis.
d. Dekomposisi Metakaolinit
Proses ini menghasilkan senyawa Al2O3 dan SiO2 berlangsung pada suhu 600-
900oC reaksi berlangsung secara endotermis.
e. Dekomposisi Karbonat
Proses ini menghasilkan C3S dan C3A berlangsung pada suhu 600 – 1000 oC reaksi
berlangsung secra endotermis.
f. Reaksi Fase Padat
Reaksi ini berlangsung pada suhu 800-1300 oC. Reaksi ini menghasilkan
komponen-komponen penting dalam clinker yaitu C3S, C3A, C4AF.
F. Jenis-Jenis Semen
1. Semen Abu atau semen Portland adalah bubuk/bulk berwarna abu kebiru-biruan, dibentuk
dari bahan utama batu kapur/gamping berkadar kalsium tinggi yang diolah dalam tanur yang
bersuhu dan bertekanan tinggi Semen ini biasa digunakan sebagai perekat untuk memplester.
Semen ini berdasarkan persentase kandungan penyusunannya terdiri dari 5 tipe, yaitu:
1. Semen Portland tipe I
Adalah perekat hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling klinker yang kandungan
utamanya kalsium silikat dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu
atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat. Komposisi senyawa yang terdapat pada
tipe ini adalah: 55% (C3S); 19% (C2S); 10% (C3A); 7% (C4AF); 2,8% MgO; 2,9% (SO3);
1,0% hilang dalam pembakaran, dan 1,0% bebas CaO.
2. Semen Portland tipe II
Dipakai untuk keperluan konstruksi umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus
terhadap panas hidrasi dan kekuatan tekan awal, dan dapat digunakan untuk bangunan
rumah pemukiman, gedung-gedung bertingkat dan lain-lain. Komposisi senyawa yang
terdapat pada tipe ini adalah: 51% (C3S); 24% (C2S); 6% (C3A); 11% (C4AF); 2,9% MgO;
2,5% (SO3); 0,8% hilang dalam pembakaran, dan 1,0% bebas CaO.
3. Semen Portland tipe III
Dipakai untuk konstruksi bangunan dari beton massa (tebal) yang memerlukan ketahanan
sulfat dan panas hidrasi sedang, misal bangunan dipinggir laut, bangunan bekas tanah rawa,
saluran irigasi , dan lain-lain. Komposisi senyawa yang terdapat pada tipe ini adalah: 57%
(C3S); 19% (C2S); 10% (C3A); 7% (C4AF); 3,0% MgO; 3,1% (SO3); 0,9% hilang dalam
pembakaran, dan 1,3% bebas CaO.
4. Semen Portland tipe IV
Dipakai untuk konstruksi bangunan yang memerlukan kekuatan tekan tinggi pada fase
permulaan setelah pengikatan terjadi, misal untuk pembuatan jalan beton, bangunan-
bangunan bertingkat, bangunan-bangunan dalam air. Komposisi senyawa yang terdapat
pada tipe ini adalah: 28% (C3S); 49% (C2S); 4% (C3A); 12% (C4AF); 1,8% MgO; 1,9%
(SO3); 0,9% hilang dalam pembakaran, dan 0,8% bebas CaO.
5. Semen Portland tipe V
Dipakai untuk instalasi pengolahan limbah pabrik, konstruksi dalam air, jembatan,
terowongan, pelabuhan dan pembangkit tenaga nuklir. Komposisi senyawa yang terdapat
pada tipe ini adalah: 38% (C3S); 43% (C2S); 4% (C3A); 9% (C4AF); 1,9% MgO; 1,8%
(SO3); 0,9% hilang dalam pembakaran, dan 0,8% bebas CaO.
Semakin baik mutu semen, maka semakin lama mengeras atau membatunya jika
dicampur dengan air, dengan angka-angka hidrolitas yang dapat dihitung dengan rumus:
(% SiO2 + % Al2O3 + Fe2O3) : (% CaO + % MgO)
Angka hidrolitas ini berkisar antara <1/1,5 (lemah) hingga >1/2 (keras sekali). Namun
demikian dalam industri semen angka hidrolitas ini harus dijaga secara teliti untuk
mendapatkan mutu yang baik dan tetap, yaitu antara 1/1,9 dan 1/2,15.
2. Semen Putih (gray cement) adalah semen yang lebih murni dari semen abu dan digunakan
untuk pekerjaan penyelesaian (finishing), seperti sebagai filler atau pengisi. Semen jenis ini
dibuat dari bahan utama kalsit (calcite) limestone murni.
3. Oil Well Cement atau semen sumur minyak adalah semen khusus yang digunakan dalam
proses pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di darat maupun di lepas pantai.
4. Mixed & Fly Ash Cement adalah campuran semen abu dengan Pozzolan buatan (fly ash).
Pozzolan buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan dari pembakaran batubara yang
mengandung amorphous silica, aluminium oksida, besi oksida dan oksida lainnya dalam variasi
jumlah. Semen ini digunakan sebagai campuran untuk membuat beton, sehingga menjadi lebih
keras.
G. Limbah yang dihasilkan dari Pembuatan Semen
Proses pembuatan semen ternyata menghasilkan partikel-partikel yang dapat
menyebar ke udara lingkungan yang dapat bergerak dengan bebas. Partikel-partikel yang
dikeluarkan oleh industri semen adalah SiO2, Al2O3, MgO, dan 3CaOSi3 (Wardhana 1994).
Sumber limbah yang dihasilkan oleh pabrik semen terdiri dari:
1. Limbah padat.
Limbah ini dihasilkan dari:
Penambangan/ peledakan bahan baku di Quarry
Penghancuran batu (crusher)
Proses dalam pabrik yaitu penggilingan, pembakaran, pendingin dan
pengantongan
Pengangkutan dari truk-truk, penggudangan dan pengapalan (mobilitas
transportasi).
2. Limbah gas.
Limbah gas yang berasal dari:
Proses pendinginan mendadak dalam AQC
Mesin-mesin tenaga listrik tenaga diesel
Mobilitas kendaraan (truk-truk pengangkut).
3. Limbah cair.
Limbah cair yang berasal dari:
Air lumpur di daerah Quarry, akibat hujan, dan akibat dari kegiatan crushing/
grinding plant
Run off dari kegiatan penyiraman jalan di sekitar pabrik atau hujan
Buangan minyak, yang berasal dari aktifitas transportasi, Diesel Pembangkit
Tenaga Listrik, kegiatan unit perbengkelan
Buangan air dari proses pendingin.
Zat-zat pencemar yang dihasilkan oleh industri semen adalah Sulfur Oksida (SO2),
Nitrogen Oksida (NO2) dan partikel debu. Partikel debu dari pabrik semen berasal dari
berbagai sumber, antara lain Tanur Putar (kiln), Pendingin Terak (Clinker Coolers),
Penggilingan (Milling dan Grinding), dll. Partikel debu yang berasal dari berbagai sumber
tersebut teremisikan ke udara. Baku mutu emisi partikel debu dari pabrik semen adalah 80
mg/m3, artinya cerobong pabrik semen tidak boleh mengeluarkan debu semen melebihi
ambang batas yang telah ditetapkan yaitu 80 mg/m3. Pada umumnya pabrik semen
mengurangi partikel debu hingga 80 mg/m3 dengan memasang alat Electrostatic Precipitator
(EP) dalam cerobong (stack) pabrik (Fandeli 2000).
Unsur partikel debu yang dikeluarkan oleh cerobong (stack) pabrik semen teremisikan
ke udara dengan ukuran lebih besar dari 10µm merupakan sedimented dust. Sementara
partikel debu yang berukuran kurang dari 10µm menjadi suspended dust yang melayang-
layang di udara. Sebagian dari debu ini mengendap di atas permukaan tanah dan menempel
pada bangunan atau vegetasi. Debu yang menempel pada vegetasi dapat menutup stomata
daun yang sedang menutup atau terbuka. Pada tengah hari yang sangat panas stomata daun
menutup untuk mengurangi penguapan. Sementara pada waktu yang lain stomata daun
terbuka. Stomata yang terbuka atau tertutup akan terganggu bila ada partikel debu yang
menempel pada helaian daun dan bahkan akan merusak jaringan.
H. Teknologi Pengolahan Buangan
a. Debu
Limbah yang dihasikan dari proses produksi semen berupa limbah padat (debu) dan
limbah gas (CO2, N2, O2, SO2, dan uap air). Debu berasal dari raw mill, coal mill,
gas buang kiln, cement mill dan dari transportasi partikel-partikel halus dengan
conveyor terbuka. Aliran gas yang mengandung partikel-partikel debu dilewatkan ke
dalam Electrostatic Precipitator (EP) untuk memisahkan partikel debu dari aliran gas.
Gas yang sudah cukup bersih ini dibuang ke atmosfer melalui cerobong asap,
sedangkan partikel debu yang tertangkap dikembalikan ke dalam proses. Alat
penangkap debu lainnya adalah Dust Collector. Gas buang diperbolehkan
mengandung debu maksimum 80 mg/m3 , sesuai dengan Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. 13/MENHL/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tak
Bergerak di atas tahun 2000 untuk proses kering.
b. Air keruh
Produk bawah wet cooling tower dipisahkan dalam bak sedimentasi. Produk atas bak
sedimentasi ini adalah air keruh yang berwarna kecoklatan. Air ini tanpa diolah lebih
lanjut dapat langsung dibuang kedalam sungai di sekitar pabrik. Hal ni disebabkan
oleh kuantitasnya tidak terlalu banyak, sehingga diperkirakan tidak mengganggu
ekosistem perairan. Tetapi saat ini kebanyakan pabrik produk bawah wet coling tower
sudah tidak berbentuk slurry, tetapi raw mix kering sehingga limbah cair sudah tidak
ada lagi.
Top Related