SEDIAAN STERIL TETES MATA KLORAMPENIKOL
PRAFORMULASI
I.1 TINJAUAN FARMAKOLOGI BAHAN OBAT
Kloramfenikol merupakan antibiotika yang mempunyai daya antimikroba yang kuat. Kloramfenikol bekerja dengan jalan
menghambat sintesis protein kuman. Yang dihambat adalah enzim peptidil transferase yang berperan sebagai katalisator untuk
membentuk ikatan-ikatan peptide pada proses sintesis protein kuman. Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik. Pada
konsentrasi tinggi, kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu. Spektrum antibaktei kloramfenikol cukup
luas dan kebanyakan kuman anaerob.
Indikasi: Konjungtivitis akut dan kronis disebabkan mikroorganisme E. coli, H. influenzae, Staph. aureus, Strep. hemolitikus;
keratokonjungtivitis, iritis, uveitis, trakoma, dakriosistitis.
Kontraindikasi: Hipersensitivitas, myelosuppresion, histori diskaria, anemia aplastik.
Efek samping: Dapat terjadi pembengkakan sekitar mata atau eritema yang hebat, erupsi papilomakuler sekitar mata, alergi.
(Farmakologi UI)
I.2 TINJAUAN SIFAT FISIKA KIMIA BAHAN OBAT
1. Struktur dan berat molekul
C11H12Cl2N2O5
OH CH2OH O BM : 323,13
O2N C C N C CCl2
H H H H
1. Kelarutan
Dalam air : sukar larut dalam air (1 : 400)
Dalam etanol : mudah larut (1 : 2,5)
Dalam CHCL3 : sukar larut
Kelarutan dalam propilen glikol 1:7, sukar larut dalam eter, mudah larut dalam aseton, dalam etil asetat, sedikit larut dalam
asam dan alkali, tidak larut dalam benzena.
Penambahan benzalkonium klorida (BKC) dapat meningkatkan kelautan dalam air (Codex)
1. Stabilitas
Terhadap cahaya : tidak stabil
Exposure kloramfenikol (eye drops, 10 mg/L, dapar fosfat pH 7,0) terhadap cahaya matahari menyebabkan degradasi 80% dalam
waktu 45 menit. (Codex)
Terhadap suhu : tidak stabil
Pada larutan air akan terhidrolisis 4% (pemanasan 100°C, 3 menit) dan 10% (pemanasan 115°C, 30 menit). Pada pH 7,2 lebih cepat
terdegradasi daripada di pH 4,8 (pemanasan 100°C/120°C).
Terhadap pH : pH larutan jenuh 4,5-7,5
pH stabilitas optimum 6,0 (Farmakope Indonesia IV)
Stabil terhadap larutan netral dan asam, cepat rusak oleh larutan alkali (Remington)
Stabil pada pH yang luas untuk larutan air (pH 2-7)
Terhadap oksigen : tidak stabil
1. Titik lebur : 149°C – 153°C
1. Inkompatibilitas :
Dengan parasetamol : menurunkan waktu paruh kloramfenikol dan meningkatkan klirens
Dengan kontrasepsi oral : menurunkan efikasi kontrasepsi oral
Dengan diuretik : meningkatkan ekskresi kloramfenikol (furosemid)
menurunkan ekskresi kloramfenikol (HCT)
I.3 BENTUK SEDIAAN, DOSIS DAN CARA PEMBUATAN
Bentuk sediaan : Larutan tetes mata kloramfenikol
Dosis : Tetes mata mengandung kloramfenikol 0,5%
Cara pemberian : Beberapa kali sehari (Farmakologi UI)
Sesekali selama 4-12 jam sehari
BAB II
FORMULASI
Bentuk dan volume sediaan yang dibuat :
Larutan tetes mata kloramfenikol volume 5 ml
II.1 PERMASALAHAN
1. Kloramfenikol tidak stabil terhadap cahaya
2. Kloramfenikol tidak stabil terhadap pemanasan
3. Kelarutan kloramfenikol dalam air keci (1:400), sedangkan dosis sediaan 0,5% (1:200)
4. Sediaan multiple dose sehingga dapat terjadi kontak langsung dengan udara dan mikroba
5. pH optimum kloramfenikol = 6
6. Kloramfenikol tidak stabil terhadap oksigen
II.2 PENYELESAIAN MASALAH
1. Dipilih wadah sediaan yang tidak tembus cahaya
2. Sterilisasi dengan cara filtrasi à butuh ruangan khusus (teknik aseptik)
Atau dengan suhu rendah (98°C-100°C) à autoklaf dengan tekanan tidak terlalu tinggi
1. Dibuat sediaan menggunakan dapar sitrat pH 6
2. Ditambahkan pengawet tertentu
3. pH sediaan dibuat 6
4. Pada pembuatannya dialiri gas inert, misalnya N2. Atau ditambah antioksidan
II.3 MACAM-MACAM FORMULASI
Kloramfenikol Eye Drops (Martindale 28th ed. page 1141)
1. Kloramfenikol 500 mg
Borax 300 mg
Asam borat 1,5 g
Phenyl mercuric nitrate 2 mg
WFI ad 100 ml
II.4 FORMULA YANG DIBUAT
Kloramfenikol 0,5%
Asam sitrat 0,16%
Natrium sitrat 1,9%
Benzalkonium klorida 0,01%
WFI steril ad 25 mL
Akan dibuat 3 botol @ 5 ml, maka volume yang dibuat adalah
= ( 3 × 5 ml ) + 20% = 18 ml ? 25 ml
Berat : Kloramfenikol = 0,5% × 25 ml = 125 mg
Asam sitrat = 0,16% × 25 ml = 40 mg
Natrium sitrat = 1,9% × 25 ml = 475 mg
0,1%
Benzalkonium klorida = 0,01% × 25 ml = 2,5 ml
Water For Injection (WFI) ad 25 ml
Nama Bahan Fungsi Kelarutan pH stabilitas CaraSterilisasi
KloramfenikolAsam
sitrat
Na sitrat
BKC
WFI
Bahan aktifDapar
Dapar
Pengawet
Pembawa
1 : 400 ( air )-
-
mudah larut air
-
6-
-
5-8
-
AutoklafAutoklaf
Autoklaf
Autoklaf
Autoklaf
Cara sterilisasi sediaan : Filtrasi teknik aseptis
BAB III
PELAKSANAAN
III.1 CARA KERJA
1. Ditimbang 125 mg kloramfenikol dengan gelas arloji steril
2. Ditimbang 40 mg asam sitrat dengan gelas arloji steril
3. Ditimbang 475 mg Na sitrat dengan gelas arloji steril
QC : Kecocokkan bahan dan jumlah penimbangan
1. Ukur larutan benzalkonium klorida 0,1% 2,5 ml dalam gelas ukur 10 ml
2. (2) + WFI ± 20 ml à diaduk ad larut dengan batang pengaduk steril dalam beaker glass 50 ml
3. (5) + (3) à diaduk ad larut dengan batang pengaduk steril
4. (6) + (4) à diaduk ad homogen dengan batang pengaduk steril
QC : Kejernihan dan cek pH
1. (7) dicek pH dengan cara meneteskan sedikit larutan pada kertas indikator yang diletakkan pada gelas arloji steril ? cek pH
= 6
2. (8) + (1) à diaduk ad larut dengan batang pengaduk steril (untuk mempercepat kelarutan dapat menggunakan pemanasan)
à cek pH= 6
10. (9) dituang dalam gelas ukur 25 ml dan ditambahkan WFI ad 25 ml
11. (10) disaring menggunakan corong gelas dengan kertas saring Æ 0,45 mm à ditampung dalam erlenmeyer 50 ml à cek kejernihan
12. (11) diambil dengan spuit injeksi 5,0 ml à ganti jarum dengan filter holder Æ 0,2 mm
13. (12) ditekan masuk ke dalam botol tetes kemudian ditutup
14. (13) diberi etiket, dimasukkan kemasan sekunder dan diberi brosur.
Keterangan
Poin 1 – 4 : Tahap penimbangan bahan
Poin 5 – 10 : Tahap pelarutan dan pencampuran
III.2 ALAT – ALAT YANG DIGUNAKAN DAN CARA STERILISASINYA
No. Nama Alat Ukuran Jumlah CaraSterilisasi Suhu Waktu
12
3
4
Gelas arlojiBatang
pengaduk
Penara logam
Beaker gelas
kecil
-
41
q.s
1
OvenOven
Oven
Oven
180oC180oC
250oC
180oC
30`30`
60`
30`
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Pinset logam
Spatel logam
Gelas ukur
Pipet tetes
Erlenmeyer
Corong gelas + kertas
saring
Spuit injeksi
Filter holder +
membran 0,2 mm
Wadah + tutup
-
-
50 ml
-
-
10 ml
25 ml
panjang
50 ml
kecil
5 ml
-
5 ml
2
1
1
1
3
1
1
1
1
3
Oven
Oven
Autoklaf
Autoklaf
Autoklaf
Oven
Autoklaf
Autoklaf
Autoklaf
Autoklaf
180oC
180oC
115oC
115oC
115oC
180oC
115oC
115oC
115oC
115oC
30`
30`
30`
30`
30`
30`
30`
30’
30’
30’
BAB IV
EVALUASI
IV. 1 UJI TEKANAN TITIK GELEMBUNG (Bubble Point Test)
Uji tekanan titik gelembung dilakukan untuk mengetahui integritas dari pasangan penyaring. Uji ini dilakukan sebelum dan atau
sesudah proses penyaringan.
Cara kerja :
Untuk membran penyaring berdiameter 13 mm dan 25 mm
1. Isi semprit injeksi dengan 2 ml aquadest steril
2. Pasang filter holder pada ujung semprit, kemudian tekan penyemprit hingga membran penyaring dalam filter holder
terbasahi.
3. Lepas filter holder dari semprit injeksi
4. Isi semprit injeksi dengan udara sampai tanda 5 ml.
5. Pasang filter holder pada ujung semprit.
6. Siapkan gelas piala 100 ml, isi dengan aquadest steril.
7. Letakkan filter holder sampai tercelup di bawah air.
8. Tekan penyemprit dan catat kedudukannya pada saat gelembung udara pertama keluar dari ujung filter holder. Volume
udara yang tersisa dalam semprit (V) harus lebih kecil dari bilangan tercantum dalam tabel.
Tabel Hubungan diameter membran – ukuran pori dan volume udara sisa pada tekanan titik gelembung dengan menggunakan
semprit injeksi 5 ml
Hasil Bubble
Point Test
Replikasi I :
Volume 0,7 ml
Replikasi II :
Volume 0,8
ml
Rata-rata =
0,767 ml
Replikasi III : Volume 0,8 ml
Volume udara yang tersisa dalam semprit lebih kecil dari 0,8 ml (memenuhi syarat).
IV. 2 BEBAS PARTIKEL
Penyaring membran dibebaskan dari partikel, kemudian sediaan disaring dengan penyaring membran. Seluruh penyaring membran
diamati dibawah mikroskop yang sesuai dengan perbesaran 100 kali, dengan penyinaran pada sudut 10?-20? terhadap garis
horizontal. Dihitung jumlah partikel dimensi partikel dimensi 10 µm/7,25 µm.
Syarat: mengandung tidak lebih dari 50 partikel/ml yang berukuran lebih dari sama dengan 10 µm dan tidak lebih 5 partikel lebih dari
sama dengan 25 µm dalam dimensi linier.
IV. 3 PENETAPAN pH
Sediaan tetes mata sebaiknya dibuat mendekati pH fisiologis mata. Dalam praktikum ini, pH sediaan dibuat 6. Untuk evaluasi, pH
larutan dicek dengan menggunakan pH meter.
IV. 4 VOLUME
Pada wadah diberi tanda, dan tanda tersebut dapat diamati bila volume kurang dari yang seharusnya. Bila berkurang karena
penguapan saat pemanasan, misalnya dapat ditambahkan.
Syarat: volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah
IV. 5 UJI STERILISASI MENGGUNAKAN PENYARINGAN MEMBRAN
Alat : membrane filter ukuran 0,45 µm, diameter ± 47 mm.
Filter holder dan spuit injeksi.
Prosedur : 1. Buatlah media uji yang terdiri dari media uji untuk inokulasi 15 ml dan media uji untuk membran 100 ml
2. Pindahkan volume yang didinginkan untuk kedua media sebanyak 20 wadah
Diameter Ukuran pori Volume
13 mm
25 mm
0,2 mm
0,2 mm
0,45 mm
1,2 mm
0,8 ml
0,7 ml
1.0 ml
2,3 ml
3. Lewatkan segera tiap spesimen melalui penyaring dengan bantuan pompa vakum atau tekanan
IV. 6 PENETAPAN KADAR
Alat : Kromatografi Cair Kinerja tinggi
Prosedur : 1. Buat larutan baku : timbang seksama sejumlah kloramfenikol, larutkan dalam fase gerak dan encerkan secara
kuantitatif
2. Buat larutan uji : ukur seksama sejumlah volume sediaan uji setara dengan lebih kurang 50 mg kloramfenikol, masukkan kedalam
labu ukur 100 ml, tambahkan fase gerak sampai tanda. Pipet 5 ml larutan ke dalam labu ukur 25 ml ad.kan sampai tanda. Saring
melalui penyaring dengan porositas 0,5 µm atau lebih kecil dan gunakan filtrat yang jernih sebagai larutan uji
3. Fase gerak = air : metanol : asam asetat glasial (55:45:0,1)
4. Suntikkan secara terpisah masing-masing sejumlah volume sama (10µL) larutam baku dan larutan uji ke dalam kromatografi, rekam
dan ukur respon puncak utama, hitung jumlah dalam mg, dengan rumus :
2,5C (ru/rs)
Ket : C = kadar kloramfenikol dalam µg/ml
ru dan rs = respon puncak larutan baku dan uji.
BAB V
PEMBAHASAN
Sediaan tetes mata adalah sediaan steril yang bebas dari partikel asing dan mikroorganisme, dibuat dengan cara yang sesuai serta
dikemas untuk digunakan pada mata. Struktur penyusun organ mata bersifat sensitif sehingga mudah terluka dan terinfeksi bila
terkena partikel asing dan bakteri. Mata juga dilindungi oleh cairan-cairan (mengandung enzim yang bersifat bakteriostatik) yang
dihasilkan kelenjar air mata. Cairan mata juga merupakan cairan steril yang secara terus menerus membilas mata dari bakteri, debu
dan lain-lain. Karena hal-hal tersebut, maka sediaan mata harus steril.
Bahan tambahan dan cara pembuatan obat tetes mata sangat tergantung dari sifat fisika kimia bahan aktifnya. Pada sediaan
parenteral, termasuk sediaan mata, bahan tambahan yang digunakan tidak terlalu banyak karena mempertimbangkan stabilitas dan
tonisitas sediaan. Penggunaan bahan tambahan bertujuan untuk menjaga stabilitas kimia, memperbaiki efek klinis serta mengurangi
ketidaknyamanan.
Pada praktikum ini, bahan aktif yang digunakan adalah kloramfenikol. Kloramfenikol tidak stabil terhadap cahaya dan suhu. Oleh
karena itu diperlukan perlakuan tertentu untuk menjaga stabilitas, yaitu menggunakan wadah sediaan yang tidak tembus cahaya serta
menggunakan metode filtrasi untuk sterilisasi sediaan. Selain itu perlu ditambahkan dapar untuk menjaga pH sediaan agar sesuai
dengan pH stabilitas kloramfenikol (4,5 – 7,5) dan diusahakan tidak terlalu jauh dari pH fisiologis mata (3,5 – 10,5) agar tidak
menimbulkan rasa sakit dan iritasi saat penggunaan. Berdasarkan hal tersebut, maka dipilih dapar sitrat dengan pH 6.
Sediaan obat tetes mata yang dibuat adalah multiple dose sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi bakteri selama pemakaian
dan penyimpanan sediaan. Untuk mengantisipasi kontaminasi tersebut maka perlu ditambahkan bahan pengawet, yang terpilih adalah
benzalkonium klorida.
Volume sediaan yang dibuat adalah 5 ml. Pada umumnya, volume sediaan tetes mata tidak terlalu besar. Hal ini dikarenakan jaminan
sterilitas sediaan tetes mata multiple dose hanya sekitar satu bulan. Jika lebih lama dari itu, dikhawatirkan telah banyak
mikroorganisme yang mengkontaminasi sediaan sehingga akan menimbulkan efek yang tidak diinginkan.
Sterilisasi dilakukan dengan filtrasi teknik aseptis, sehingga proses pembuatan sediaan ini dilakukan di dalam laminar air flow (LAF).
Setelah menimbang seluruh bahan, dapar dilarutkan dalam WFI steril dan ditambahkan bahan aktif. Kemudian dimasukkan pengawet
sambil dicek pHnya. Selanjutnya sediaan disaring sebanyak dua kali, yang pertama disebut klarifikasi dengan tujuan untuk menurunkan
jumlah partikel dan mengurangi bioburden. Klarifikasi dilakukan dengan menggunkan kertas saring Whatman 54 dengan diameter pori
0, 45 µm. Penyaringan yang kedua (filtrasi) bertujuan untuk membebaskan larutan dari bakteri, dilakukan dengan menggunakan filter
membran dengan diameter pori 0,2 µm. Proses filtrasi ini sekaligus pengisian ke dalam wadah dan merupakan tahapan yang paling
kritis, karena sebelum melewati membran, larutan masih belum steril, namun larutan yang telah melewati membran dan menetes
masuk ke wadah sediaan adalah larutan yang sudah steril, sehingga sterilitas sediaan tetes mata sangat ditentukan pada tahap ini.
Untuk menguji sterilitas sediaan tetes mata yang telah dibuat maka dapat dilakukan beberapa uji evaluasi, diantaranya bubble point
test, uji sterilitas, uji bebas partikel, cek pH dan volume sediaan akhir, serta penetapan kadar.
BAB VI
KESIMPULAN
pH akhir sediaan tetes mata = 6.
Hal ini berarti pH yang dicapai telah sesuai dengan yang diinginkan.
Hasil Bubble Point Test :
Volume udara yang tersisa dalam semprit adalah 0,767 ml (lebih kecil dari 0,8 ml) à memenuhi syarat
DAFTAR PUSTAKA
Ganiswara, S. G. 1995 Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
hal. 657-659.
Lund, W. 1994. The Pharmaceutical Codex. Principles and Practice of Pharmacutics. Twelfth Edition. London : The
Pharmaceutical Press. p.786-790.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Connors, K.A., 2000. Complex Formation, In: Alfonso R. Gennaro (Ed.), Remington: The Science and Practice of Pharmacy,
20th ed., Philadelphia: Lippincott Williams and Walkins. p. 1210.
Reynolds, 1992. Martindale, The Extra Pharmacopeia, 28th ed., London: The Pharmaceutical Press. p. 1141.
Top Related