Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Respon Stum Okulasi Mata Tidur Karet (Hevea brasiliensis jacq.) pada
Berbagai Takaran Larutan Mikroorganisme Lokal (MOL) Gamal Pada
Media Tanam Ultisol
Response of Oculation Stum of Grafting Rubber(Hevea brasiliensis jacq.) in
Different Dose of Local Micrroorganisme (MOL)in Ultisol Planting Medium
Lucy Robiartini Busroni
*) dan Teguh Achadi *
*Staff Pengajar Jurusan budidaya Pertanian FP Unsri *)
Corresponding author: [email protected]
ABSTRACT
Rubber are the plants that have big contribution to improve the foreign exchange for
indonesia. Rubber seedling grafting is a promising busines opportunity.The use of LMO (local
micro-organisms) is one way for agricultural products safe for human health and
environmental quality.This research aims to know the effect of the used of LMO dose to the
grafting rubber seedlings. This research was conducted at the experimental farm of
Agriculture Department, Agriculture Faculty, University of Sriwijaya, from November 2014
to June 2015.The experiment was conducted by Completely Randomized Design with six
treatment and four replications. As for the treatment gaven, namely P0 = without a LMO, P1
= 100 mL, P2 = 200 mL , P3= 300 mL and P4 = 400 mL LMO gamal.The results showed that
the provision of 100 mL LMO gamal solution was the correct balance optimal for the growth
of the of budded stump of rubber.
Key words: Stum, LMO, Ultisol
ABSTRAK
Karet adalah tanaman yang memiliki kontribusi besar dalam upaya peningkatan devisa Negara
Indonesia. Stum okulasi mata tidur merupakan peluang bisnis yang menjanjikan. Penggunaan
larutan MOL adalah salah satu cara agar hasil pertanian aman bagi kesehatan manusia dan
lingkungan. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan takaran larutan MOL gamal yang terbaik
untuk pertumbuhan steum okulasi mata tidur karet. Penelitian dilaksanakan di kebun
percobaan jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Unsri, dari bulan November 2014
sampai Juni 2015. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan lima perlakuan dan empat ulangan. Takaran MOL yang digunakan adalah P0 :
tanpa pemberian MOL, P1 : 100 ml MOL, P2 : 200 ml MOL, P3 : 300 ml MOL, dan P4: 400
ml MOL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian larutan MOL gamal yang efektif
dan efisien terhadap pertumbuhan stum okulasi mata tidur karet adalah sebanyak 100 ml per
stum.
Kata kunci: Stum , MOL Gamal, Ultisol
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
PENDAHULUAN
Karet adalah tanaman yang memiliki kontribusi besar dalam upaya peningkatan devisa
negara Indonesia. Karet merupakan komoditi ekspor yang sangat menjanjikan karena jumlah
konsumsi karet dunia terus mengalami peningkatan terutama beberapa tahun terakhir, pada
tahun 2009 konsumsi karet dunia sebesar 9,277 juta ton, tahun 2010 naik menjadi 10,664 juta
ton. Konsumsi karet dunia berbanding terbalik dengan produksi karet mentah dunia yang
hanya mampu memberikan sebanyak 9,702 juta ton karet pada tahun 2009 dan meningkat
menjadi 10,219 juta ton pada tahun 2010 artinya minus sekitar 445.000 ton (Dirjen PPHP,
2010). Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Universitas Free, Belanda kebutuhan
karet dunia akan mencapai lebih dari 25 juta ton dan 13,473 juta ton di antaranya adalah
karet alam, pada tahun 2020 mendatang. Kemampuan negara produsen karet alam untuk
memenuhi kebutuhan konsumen hanya sekitar 7,8 juta ton (Setiawan dan Agus, 2007).
Peluang pasar yang masih terbuka ini sangat potensial bagi Indonesia sebagai negara
produsen lateks terbesar di dunia untuk meningkatkan produksinya (Marchino, 2010).
Indonesia masih memiliki potensi untuk menjadi produsen utama karet dunia, hal ini
dikarenakan melihat banyaknya industri pabrik ban mobil yang mulai beralih dari karet
sintetis ke karet alam. Indonesia juga masih memiliki lahan yang cukup luas dan potensial
untuk pengembangan karet terutama di Kalimantan Barat, kalimantan Tengah,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Papua. (Damanik, 2012).
Semakin meningkatnya pembangunan sub sektor perkebunan karet menyebabkan
kebutuhan akan stum semakin meningkat (Indraty, 2005). Oleh sebab itu perlu hati-hati dalam
memilih bibit stum untuk menghindari kegagalan (Lasminingsih, 2012). Stum yang banyak
digunakan sebagai bahan tanam adalah stum okulasi mata tidur karena persiapannya lebih
mudah, ringan, mudah diangkut dan biayanya relatif murah. Tetapi memiliki kelemahan
diantaranya adalah persentase kematian yang besar, kemungkinan tumbuhnya tunas palsu dan
pertumbuhan stum yang tidak seragam (Penebar swadaya, 2013). Keadaan tersebut dapat
diatasi dengan pemupukan yang berimbang, sebab pemupukan adalah upaya utama agar
mempercepat pertumbuhan (Parto et al. 2011).
Berdasarkan data rekomendasi pemupukan dari Balai Penelitian Sembawa (2014) stum
karet okulasi mata tidur dalam polybag membutuhkan Urea 17 g, Sp36 21 g, KCl 7 g dan
Kiserit 7 g (per polybag) untuk tiga bulan pertama. Artinya dalam tiga bulan stum karet
okulasi mata tidur dalam polybag membutuhkan N 7,82 g, P2O5 7,56 g, K2O 4,2 g dan MgO
2,1. Rekomendasi pemupukan cukup penting untuk mengefisienkan pupuk. Penggunaan
pupuk (anorganik) pada pertanian intensif secara besar-besaran berdampak pada
kerusakan lingkungan dan dapat membahayakan kesehatan manusia. Negara-negara maju
yang memiliki tingkat kesadaran yang tinggi terhadap kesehatan dan kepedulian lingkungan
memiliki kecenderungan pergeseran pola konsumsi pada hasil pertaniannya. Semua yang
dibudidayakan dikembangkan secara organik atau pertanian ramah lingkungan sehingga
penggunaan masukan kimiawi menjadi seminim mungkin. Tujuannya adalah supaya hasil
pertaniannya aman bagi kesehatan manusia dan lingkungan (Jayadi, 2009).
Penggunaan MOL adalah cara agar hasil pertanian aman bagi kesehatan manusia dan
lingkungan. MOL adalah cairan yang berasal dari fermentasi bahan organik, MOL dapat
digunakan untuk menambah unsur hara di dalam tanah (Jayadi, 2009). Pembuatan MOL dapat
dibuat dengan berbagai bahan, yaitu urin sapi, domba, kelinci, rebung , air tebu, batang pisang,
buah maja, air nira, air kelapa, keong dan daun-daunan (Tinaprila, 2012).
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Gamal adalah salah satu tanaman dari famili leguminosae mengandung berbagai
hara esensial yang cukup tinggi bagi pemenuhan hara bagi tanaman pada umumnya.
Foroughbakhch, et al. (2012) menyatakan daun gamal mengandung unsur Ca, Mg, P, Cu, Zn,
Fe, Co, Mn, Al, Na, Cr dan memiliki kandungan bahan organik yang cukup tinggi. Gamal
banyak digunakan sebagai bahan tambahan untuk pakan ternak karena memiliki nilai kalori
4900 kcal kg-1
(Joker, 2005).
Penelitian tentang pemberian pupuk organik dari daun gamal banyak dilakukan pada
tanaman semusim, sedangkan untuk tanaman tahunan belum dilakukan. Beberapa Penelitian
yang dilakukan untuk melihat kualitas pupuk organik dari daun gamal pada tanaman semusim
antara lain, penelitian yang dilakukan Jayadi (2009) menyimpulkan bahwa tanaman jagung
memberikan respon yang sangat nyata terhadap pemberian pupuk organik cair daun gamal
segar maupun dari pupuk organik cair dari daun gamal kering. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan Purwanto 2007 mengatakan tanaman gamal yang berumur satu tahun
mengandung 3-6% N, 0,31% P, 0,77% K, 15-30% serat kasar dan 10% abu K. Pada penelitian
Nugroho (2007) pemupukan G. sepium dengan dosis 10 ton ha-1
atau 11,8 g tanaman-1
dijadikan standar karena hasil budidaya dari perlakuan tersebut mampu menghasilkan
produksi di atas hasil produksi rata-rata petani selada . Penelitian Seni et al. (2013)
menyimpulkan bahwa konsentrasi daun gamal 600 cc l-1
dengan lama fermentasi tiga
minggu memilki kualitas larutan MOL yang terbaik.
Penggunaan MOL gamal dilakukan untuk menguji berbagai takaran MOL terhadap stum
okulasi mata tidur karena mengingat sejalannya waktu bahan organik akan habis jika
digunakan terus-menerus secara berlebihan.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Jurusan Budidaya
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Kegiatan penelitian ini dimulai pada
bulan Oktober 2014 sampai Juni 2015.
Alat dan Bahan. Alat-alat yang digunakan adalah cangkul, ember, kamera, parang dan
pisau okulasi. Bahan-bahan yang digunakan adalah Air, MOL gamal, Polybag 15 cm x 35 cm,
okulasi mata tidur tanaman karet, tanah.
Metode Penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
acak Lengkap (RAL) dengan enam perlakuaan dan empat ulangan, dalam satu ulangan
terdapat 10 bibit tanaman karet okulasi mata tidur. Perlakuan tersebut adalah :
P0 : tanpa MOL dan pupuk yang mengandung unsur NPK
P1: 100 mL
P2: 200 mL
P3: 300 mL
P4: 400 mL
Persiapan Lahan dan Media Tanam. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan
Jurusan Bududaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Dibuatnaungan dengan
ukuran7 m x 2 m dan tinggi 1 m. Stum okulasi mata tidur (OMT) ditanam dipolybag ukuran
15 cm x 35 cm yang diisi dengan tanah posdolik merah kuning (PMK) sebanyak 2,5 kg yang
diambil dari kebun Arboretum, Universitas Sriwijaya Indralaya. Tanah yang diambil
sebelumnya di bersihkan dari seresah-seresah pohon terlebih dahulu tanpa dilakukan
pengayakan.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Persiapan Bahan Tanam. Penelitian ini menggunakan bibit OMT klon PB 260 yang
berumur rata-rata 25 hari setelah okulasi.
Penanaman. Sebelum penanaman media tanah di polybagdalam kondisi jenuh air.
Caranya yaitu dengan merendam polybag ke dalam baskom besar yang terisi penuh oleh air
selama kurang lebih lima menit. Setelah lima menit, bibit ditanam ke dalam polybag yang di
rendam kemudian keluarkan polybag dan di susun sesuai denah penelitian.
Pemberian Perlakuan. Larutan MOL yang diberikan ketanaman adalah 0 mL, 100 mL,
200 mL, 300 mL dan400 mL. Pupuk diberikan ke media tanam dalam bentuk larutan sesuai
dengan takaran perlakuan. Pemberian perlakuan dilakukan pada sore hari untuk mengurangi
penguapan. Perlakuan diberikan per polybag setelah dua minggu penanaman.
Untuk pemberian 100 mL, mol diberikan sebanyak tiga kali dengan takaran 50 mL
untuk bulan pertama, 25 mL untuk bulan kedua dan 25 mL untuk bulan ketiga. Untuk
pemberian 200 mL pemberian mol dilakukan sebanyak empat kali dengan takaran 50 mL
setiap bulannya sampai bulan ke empat. Untuk pemberian 300 mL pemberian mol dilakukan
sebanyak empat kali dengan takaran 75 mL setiap bulannya sampai bulan ke empat. Untuk
pemberian 400 mL mol diberikan sebanyak empat kali dengan takaran 100 mL setiap
bulannya sampai bulan ke empat. Karena kapasitas dari polybag hanya 75 mL mol maka
pemberian mol pada perlakuan 400 mL dibagi menjadi 75 mL diberikan secara bersamaan
dengan perlakuan lain dan 25 mL diberikan satu hari setelahnya.
Pemeliharaan. Pemeliharaan meliputi penyiraman yang dilakukan setiap pagi dan sore,
penyiangan gulma yang dilakukan setiap satu minggu sekali danapabila terjadi serangan hama
dan penyakit maka dilakukan pengendalian, dan pembuangan tunas palsu dilakukan apabila
ada tunas palsu yang muncul.
Pecah mata okulasi (hari). Pengamatan dimulai satu hari setelah tanam sampai
pecahnya mata okulasi, yaitu saat mata tunas sudah mentis dan berwarna hijau.
Tinggi Tunas (cm). Tinggi tunas mulai dihitung saat tinggi tunas 5 cm dari pertautan
okulasi, pengukuran tinggi tunas dilakukan setiap satu minggu sekali.
Jumlah helai daun (helai). Perhitungan jumlah helai daun dilakukan satu minggu sekali
setelah daun sudah terbuka sempurna.
Berat segar dan berat kering tunas (g). Penimbangan berat segar tunas dilakukan saat
tunas tanaman belum di oven dengan menimbang berat tunas setelah dibongkar dan
penimbangan berat kering tunas dilakukan setelah tunas tanaman karet di keringkan di dalam
oven. Tunas di oven dengan suhu 105 0C selama 24 jam.
Berat segar dan berat kering akar (g). Penimbangan berat segar akar dilakukan saat
akar tanaman belum di oven dengan menimbang bagian akar lateral yang telah dibersihkan
setelah dibongkar dari polibeg dan penimbangan berat kering akar dilakukan setelah akar
tanaman karet di keringkan di dalam oven. Akar di oven dengan suhu 105 0C selama 24 jam.
Persentase tunas hidup (%). Menghitung persentase tunas hidup dilakukan dengan
cara menghitung semua tanaman yang hidup dan mati, dibagi jumlah seluruh tanaman dan
dikali 100%.
Analisis bahan organik tanah (%). Analisis tanah yang dilakukan meliputi kandungan
bahan organik tanah. Analisis tanah ini dilakukan guna untuk mengetahui apakah ada
peningkatan kandungan bahan organik dalam tanah setelah diberikan MOL gamal. Caranya
dengan membandingkan hasil analisis awal yaitu analisis yang dilakukan sebelum penanaman
dengan analisis akhir yaitu analisis yang dilakukan setelah penelitian.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Analisia Data. Data yang didapatkan dianalisis dengan menggunakan Analysis of
Variance(Anova) dan jika berbeda nyata dilakukan uji lanjut BNT 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis keragaman (uji F) didapatkan hasil bahwa pemberian mikro
organisme lokal (MOL) gamal dengan berbagai takaran untuk bibit okulasi mata tidur tanaman
karet klon PB 260 berpengaruh nyata terhadap peubah pecah mata okulasi (hari) dan tinggi
tunas (cm) dan tidak nyata pada peubah jumlah helai daun (helai), persentase tunas hidup (%),
berat segar tunas (g) berat kering tunas (g), berat segar akar (g) dan berat kering akar (g).
Tabel 4.1. Hasil analisis keragaman terhadap peubah yang diamati
No Peubah F hitung KK
1. Pecahnya mata okulasi (hari) 3,58*
12,52
2. Tinggi tunas (cm) 3,73* 8,94
3. Jumlah helai daun (helai) 1,76tn 27,94
4. Persentase tunas hidup (%) 1,97tn 19,94
5. Berat segar tunas (g) 1,80tn 40,13
6. Berat kering tunas (g) 1,02tn 42.52
7. Berat segar akar (g) 0,48tn 38.10
8. Berat kering akar (g) 0,26tn
41.59
F tabel 0,05 3,05
tn = tidak nyata * = nyata
1. Pecah Mata Okulasi (hari)
Pemberian larutan MOL gamal dengan berbagai takaran berpengaruh nyata terhadap
pecahnya mata okulasi berdasarkan uji BNT 0,05 (Tabel 4.2). Berdasarkan hasil pengamatan
rata-rata pecah mata okulasi tercepat adalah pada pemberian larutan MOL gamal dengan
takaran 400 mL yaitu 21,88 hari dan terlama pada pemberian larutan MOL dengan takaran
300 mL.
Tabel 4.2. Pengaruh pemberian larutan MOL gamal terhadap pecahnya mata okulasi (hari).
Perlakuan Rata-rata Notasi
P0 27.66 b
P1 22.97 a
P2 27.43 b
P3 28.55 b
P4 21.88 a
BNT 0,05 2,42
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata
2. Tinggi Tunas (cm)
Pemberian larutan MOL gamal berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas. Berdasarkan
hasil pengukuran tinggi tunas rata-rata tinggi tunas tertinggi adalah pemberian 400 mL yaitu
36,54 cm danrata-rata tinggi tunas terendah terdapat pada perlakuan 0 mL yaitu 26,64 cm.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Hasil uji BNT 0,05 terhadap tinggi tunas menunjukkan bahwa pemberian larutan MOL
gamal memberikan pengaruh nyata (Tabel 4.3).
Tabel 4.3. Pengaruh pemberian larutan MOL gamal terhadap tinggi tunas (cm)
Perlakuan Rata-rata Notasi
P0 26,64 a
P2 33,44 b
P3 36,03 c
P4 36,39 c
P5 36,54 c
BNT 0,05 2,28 Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata
3. Jumlah Helai Daun (Helai)
Berdasarkan hasil pengamatan jumlah helai daun, rata-rata jumlah helai daun terbanyak
adalah pemberian 400 mL yaitu 34,25 helai daundan rata-rata jumlah helai daun terendah
terdapat pada perlakuan pemberian 0 mL yaitu 19,73 helai daun.
Gambar 4.1. Pengaruh pemberian larutan MOL gamal terhadap Jumlah Daun
P0 P1 P2 P3 P4
Gambar 4.2. Penampilan bibit tanaman karet pada berbagai perlakuan
22.23 27.43
23.17
29.71 34.75
P0 P1 P2 P3 P4
Jum
lah
Dau
n (
hel
ai)
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
4. Persentase Tunas Hidup (%)
Gambar 4.3. Pengaruh pemberian larutan MOL gamal terhadap Persentase Tunas Hidup
Pemberian larutan MOL gamal berpengaruh tidak nyata terhadap Persentase tunas
hidup. Berdasarkan hasil pengamatan jumlah tanaman yang hidup, rata-rata jumlah tanaman
yang hidup dengan persentase tertinggi adalah pada pemberian 100 mL yaitu 85%. Rata-rata
persentase tunas hidup terendah terdapat pada perlakuan pemberian 200 mL yaitu
60%(Gambar 4.3).
5. Berat Segar dan Berat Kering Tunas (g)
Pemberian larutan MOL gamal tidak berpengaruh nyata terhadap berat segar tunas.
Berdasarkan hasil penimbangan berat segar tunas, rata-rata berat segar tunas tertinggi adalah
pemberian 400 mL yaitu 21,78 g dan rata-rata berat segar tunas terendah terdapat pada
perlakuan 0 mL yaitu 10,63 g (Gambar 4.4).
Gambar 4.4. Pengaruh pemberian larutan MOL gamal terhadap Berat Segar Tunas (g)
Pemberian larutan MOL gamal berpengaruh tidak nyata terhadap berat kering tunas.
Berdasarkan hasil penimbangan berat kering tunas, rata-rata berat kering tunas tertinggi adalah
pemberian 400 mL yaitu 7,00 g dan rata-rata berat kering tunas terendah terdapat pada
perlakuan pemberian 0 mL yaitu 4, 23 g (Gambar 4.4)
67.50
85.00
60.00 65.00
72.50
P0 P1 P2 P3 P4
Per
senta
se T
unas
Hid
up (
%)
10.63
15.75 13.58
18.62
21.78
P0 P1 P2 P3 P4
Ber
at S
egar
Tu
nas
(g
)
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Gambar 4.5. Pengaruh pemberian larutan MOL gamal terhadap berat kering tunas (g)
6. Berat Segar dan Berat Kering Akar (g)
Gambar 4.6. Pengaruh pemberian larutan MOL gamal terhadap berat segar akar (g)
Pemberian larutan MOL gamal berpengaruh tidak nyata terhadap berat segar akar.
Berdasarkan hasil penimbangan berat segar akar, rata-rata berat segar tertinggi adalah pada
pemberian larutan gamal 300 mL yaitu 9,69 g. Rata-rata berat segar akar terendah terdapat
pada pemberian larutan MOL gamal 0 mL yaitu 7,17 g (Gambar 4.6).
Gambar 4.7. Pengaruh pemberian larutan MOL gamal terhadap berat kering akar (g)
Pemberian larutan MOL gamal berpengaruh tidak nyata terhadap berat kering akar.
Berdasarkan hasil penimbangan berat kering akar, rata-rata berat kering tertinggi adalah pada
pemberian larutan gamal 300 mL yaitu 2,80 g. Rata-rata berat segar akar terendah terdapat
pada pemberian larutan MOL gamal 0 mL yaitu 2,16 g (Gambar 4.7).
4.23
5.36 4.84
6.80 7.00
P0 P1 P2 P3 P4
Ber
at K
erin
g T
un
as (
g)
7.17 7.22 7.96
9.69
7.48
P0 P1 P2 P3 P4
Ber
at S
eag
r A
kar
(g)
2.16 2.23 2.38 2.80
2.56
P0 P1 P2 P3 P4
Ber
at K
erin
g A
kar
(g
)
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
P0 P1 P2P3 P4
Gambar 4.8. Pertumbuhan akar tanaman karet pada berbagai perlakuan
7. Analisis Bahan Organik Tanah(%)
Berdasarkan hasil analisis bahan organik tanah di laboratorium Kimia, Biologi dan
Kesuburan Tanah Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya pemberian
larutan MOL gamal dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Kandungan bahan
organik tanah tertinggi adalah pada pemberian larutan gamal 300 mL yaitu 0,61%.
Kandungan bahan organik terendah terdapat pada pemberian larutan MOL gamal 0 mL yaitu
0,34% (Gambar 4.9).
Gambar 4.9. Pengaruh pemberian larutan MOL gamal terhadap kandungan bahan organik
PEMBAHASAN
Pemberian larutan MOL gamal berpengaruh nyata terhadap pecahnya mata okulasi,
berdasarkan hasil rata-rata waktu pecahnya mata okulasi di dapatkan hasil bahwa perlakuan
tercepat adalah pemberian takaran 400 mL yaitu 21,88 hari. Hal ini diduga karena terdapat
banyak mikroorganisme perombak yang mampu membuat kebutuhan stum karet terpenuhi.
Menurut Handayani et al. (2015) Larutan MOL mengandung unsur hara makro, mikro,
dan mengandung mikroorganisme yang berpotensi sebagai perombak bahan organik,
perangsang pertumbuhan, dan agen pengendali hama dan penyakit tanaman sehingga
baik digunakan sebagai dekomposer, pupuk hayati, dan pestisida organik. larutan MOL
merupakan larutan hasil fermentasi dengan bahan baku berbagai sumber daya yang
tersedia di sekitar lingkungan, seperti nasi, daun gamal, keong mas, bonggol pisang, dan
lain-lain. Bahan-bahan tersebut disukai oleh perombak bahan-bahan organik (dekomposer)
sebagai media untuk hidup dan berkembangnya sehingga berguna dalam mempercepat
atau sebagai tambahan nutrisi bagi tanaman.
0.34
0.48
0.58 0.61 0.58
P0 P1 P2 P3 400 mL
Bah
an O
rgan
ik (
%)
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Pecahnya mata okulasi juga dapat dipegaruhi oleh proses metabolisme dalam tanaman.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Syukur (2013), pecahnya mata tunas terjadi mulai
umur 10 hingga 40 hari setelah tanam hal ini tergantung dari klon yang digunakan sebagai
batang atas, hal ini diduga dipengaruhi oleh proses metabolisme di dalam tanaman yang
selanjutnya berpengaruh pada laju kecepatan pemecahan mata tunas.
Menurut Indarty (2007) kecepatan pemecahan mata tunas dipengaruhi oleh umur
pohon induk yang digunakan sebagai batang atas (entres). Pohon induk berumur 2 tahun
tingkat keberhasilan okulasi 96% dan kecepatan pemecahan mata tunas dalam 2 minggu
mencapai 80%. Sedangkan pohon induk yang berumur 22 tahun tingkat keberhasilannya
hanya 80% dan kecepatan pemecahan mata tunas hanya 63,5%.
Hampir pada semua peubah tidak terdapat banyak perbedaan pada berbagai takaran
pemberian Mol gamal (0 mL, 100 mL, 200 mL, 300 mL dan 400 mL). Perbedaan hanya
terdapat pada pecah mata okulasi (hari) (Tabel 4.2) dan pertumbuhan tanaman tinggi tunas
(tabel 4.3) sedangkan untuk peubah jumlah helai daun (Gambar 4.1), persentase tunas hidup
(Gambar 4.3), berat segar tunas (tabel 4.4) berat kering tunas (Gambar 4.5), berat segar akar
(Gambar 4.6) dan berat kering akar (Gambar 4.7) Pemberian 100 mL Mol gamal merupakan
pemberian yg paling optimal. Hal ini didasarkan pada hasil uji BNT 5% pada pecah mata
okulasi (Tabel 4.1) dan tinggi tunas (tabel 4.2). Pemberian 100 mL mol gamal tidak berbeda
nyata dengan perlakuan terbaik pada pecah mata okulasi, memiliki persentase tunas hidup
tertinggi yaitu 85 % dan tinggi tunas yang tidak berbeda jauh dengan perlakuan terbaik (Tabel
4.3).
Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh kandungan bahan organik dalam tanah. Menurut
Maryani et al. (2012) kondisi tanah yang baik, baik segi fisik, kimia maupun biologi akan
membuat pertumbuhan dan perkembangan bibit yang baik. Berdasarkan hasil analisis bahan
organik tanah di laboratorium Kimia, Biologi dan Kesuburan Tanah Jurusan Ilmu Tanah
Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya pemberian larutan MOL gamal dapat meningkatkan
kandungan bahan organik tanah. Kandungan bahan organik tanah tertinggi adalah pada
pemberian larutan gamal 300 mL yaitu 0,61% (Gambar 4.9). Namun selisih antar perlakuan
tidak berbeda jauh dan percepatan perombakan bahan organik untukmenciptakan lingkungan
tumbuh yang baik bagi stum tidak terlihat perbedaannya.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan yakniPemberian larutan MOL
gamal yang optimal untuk pertumbuhan stum okulasi mata tidur adalah 100 mL.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Penelitian Sembawa. 2014. Rekomendasi Pemupukan Tanaman karet. Balai Penelitian
Sembawa, Sembawa.
Damanik, S. 2012. Pengembangan Tanaman karet (Havea brasiliensis) Berkelanjutan Di
Indonesia. JurnalPerspektif 11 (1) 91 – 102. ISSN: 1412-8004.
Ditjen PPHP. 2014. Potensi dan Perkembangan Pasar Ekspor Tanaman karet Indonesia di
pasar Dunia. Kementerian Pertanian. http://pphp.deptan.go.id (Diakses tanggal 27
Maret 2014).
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Foroughbakhch PR., AC Parra, AR Estrada, MAA Vazquez and MLC Avila. 2012. Nutrient
Content and In Vitro Dry Matter Digestibility of Gliricidia sepium (Jacq.) Walp.
AndLaucaena leucocephala (Lam. De Wit.). Universidad Autonoma de Nuevo Leon,
Mexico.
Handayani SH. A Yani dan A Susilowati. 2015. Uji Kualitas Pupuk Organik Cair Dari
Berbagai Macam Mikroorganisme Lokal (MOL). El-Vivo 3(1) : 54-60. ISSN: 2339-
1901. http://jurnal.pasca.uns.ac.id
Indraty, I. S. 2005. Stum Tanaman karet Klonal dalam Polibeg Cocok Untuk Lahan Bekas
Hutan. Jurnal Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 27 (6) : 16-17.
Indarty, I,S, 2007. Batasan umur kebun kayu okulasi untuk perbanyakan tanaman karet.
Warta perkaretan. Pusat penelitian karet. Lembaga riset perkebunan Indonesia. (26) 2 :
52-57.
Jayadi, M. 2009. Pengaruh Pupuk Organik Cair Daun Gamal Dan Pupuk Anorganik Terhadap
Pertumbuhan Tanaman Jagung. JurnalAgrisistem, Desember 2009, 5 (2).
Joker, D. 2005. Seed Leaflet Gliricidia sepium (Jacq.) Steud. Denmark : Forest & Landscape
No. 51.
Lakitan B. 2011. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Cetakan ke-10. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Lasminingsih M, H.H. Sipayung. 2012. Petunjuk Praktis Pemstuman Tanaman karet. Jakarta.
PT. Agromedia Pustaka
Marchino F., Y.M. Zen, I. Suliansyah. 2010. Pertumbuhan Stum Mata Tidur Beberapa Klon
Entres Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) pada Batang Bawah Pb 260 di
Lapangan. Jerami volume 3 (3) September – Desember 2010. ISSN 1979-0228
Maryani A.T., Akmal, E.H. Tarigan. 2012. Respon Pertumbuhan Bibit Karet (Hevea
brasiliensis Muell. Arg.) terhadap Campuran Pupuk NPK dan Arang Hayati (Bibit Karet
Asal Biji dan Approach Grafting dengan Jelutung (Dyera lowii)). ISSN:2302-6472.
1(3):171-178.
Nugroho, Y. A. 2007. Peningkatan Sinkronisasi Nitrogen Pemupukan Biomas Tanaman
Gamal (Gliricidia sepium) Pada Budidaya Selada (Lactuca sativa) Berbasis Modeling
Dinamik. Journal of Tropical Soils 14 (2).
Parto, Y, Y. Syawal dan T. Achadi. 2011. Pengaruh Penggunaan Pupuk Urea dan Aplikasi
Pestisida Pra-Tumbuh Terhadap Pertumbuhan Stum Tanaman karet (Hevea brasiliensis
Muell.Arg.) dan Gulma di Pemstuman. JurnalAgrovivor Volume 5 (2) ISSN: 1979-
5777.
Purwanto. 2007. Pemanfaatan Daun Gamal Sebagai Larutan MOL.
Onlinehttp://riefarm.blogspot.com/. (Diakses tanggal 27 Maret 2014).
Seni, I.A.Y, I.W.D. Atmaja dan N.W.S. Sutari. 2013. Analisis Kualitas Larutan MOL
(Mikoorganisme Lokal) Berbasis Daun Gamal (Gliricidia Sepium ). E-Jurnal
Agroekoteknologi Tropika ISSN: 2301-6515.
Setiawan, D.H. dan Agus, A. 2007. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. AgroMedia
Pustaka. Jakarta.
Syukur. 2013. Kajian Okulasi Benih Tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg)
dengan Perbedaan Mata Tunas (Entres) dan Klon. Widyaswara Balai Pelatihan
Pertanian Jambi. Jambi.
Tim Penulis PS. 2013. Panduan Lengkap Tanaman karet. Jakarta : Penebar Swadaya.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober 2015 ISBN: 979-587-580-9
Tinaprila, N. 2012. Pengaruh Penerapan Teknologi Organik Sri (System Rice Intensification)
Terhadap Penggunaan Sumber Modal Eksternal (Kasus Petani Padi Di Kecamatan
Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi). Prosiding Seminar Penelitian Unggulan
Departemen Agribisnis 2012.
Top Related