BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Toxoplasma gondii pertama kali ditemukan pada binatang mengerat, yakni
Ctenodactylus gundi di suatu laboratorium di Tunisia dan seekor kelinci di
laboratorium di Brazil pada tahun 1908. Pada tahun 1937 parasit ini ditemukan
pada neonatus dengan ensefalitis. Walaupun transmisi intrauterin secara
transplasenta telah diketahui, baru pada tahun 1970 daur hidup parasit ini menjadi
jelas ketika ditemukannya daur seksual pada kucing. Setelah dikembangkan tes
serologi yang sensitif pada tahun 1948, zat anti Toxoplasma gondii ditemukan
kosmopolit, terutama di daerah dengan iklim panas dan lembab.1
Infeksi Toxoplasma gondii pada mata disebut toksoplasmosis okuler. Infeksi
dapat diperoleh secara kongenital maupun yang didapat setelah lahir. Penderita
toksoplasmosis sering tidak memperlihatkan gejala yang khas sehingga sering
sekali sulit dalam menegakkan diagnosa pada praktik dokter sehari-hari. Penyakit
toksoplasmosis biasanya ditularkan oleh kucing dan anjing tetapi penyakit ini juga
dapat menyerang hewan peliharaan lainnya seperti sapi, domba, dan babi. Untuk
tertular Toxoplasma gondii tidak hanya dengan cara memelihara hewan-hewan
yang telah disebutkan, tetapi juga dapat terjadi pada orang-orang yang gemar
mengkonsumsi daging mentah atau daging setengah matang, sayur dan buah-
buahan yang terkontaminasi dengan agen penyebab toksoplasmosis.2
Toxoplasma gondii menginfeksi hingga sepertiga populasi dunia dan
bertanggung jawab untuk sebagian besar kasus uveitis. Di beberapa negara,
hampir 50% kasus uveitis posterior disebabkan oleh Toxoplasma gondii.
Prevelensi seroposif terus bertambah sesuai umur. Di Amerika serikat, 5-30%
penduduk dengan usia sekitar 20 tahunan dan juga 10-67 % penduduk yang
berumur lebih dari 50 tahunan dilaporkan memiliki antibodi antitoksoplasma.
Toksoplasmosis okuler dilaporkan paling sering terjadi pada usia 20-40 tahun.3
Di indonesia sendiri, kasus toxoplasmosis pada manusia berkisar antara 43-
88% sedangkan pada hewan berkisar antarata 6-70%. Pada awalnya,
toksoplasmosis dinyatakan hanya dapat mengakibatkan gejala klinis pada individu
1
yang memiliki sistem imun yang lemah. Namun bukti-bukti yang ada dewasa ini
memperlihatkan bahwa pada individu yang imunokompeten (sistem imun dapat
berespon optimal) juga dapat menunjukkan gejala klinis. Hal ini disebabkan
patogenitas Toxoplasma gondii sangat variatif, tergantung klonet atau tipenya.
Klonet atau tipe Toxoplasma gondii terkait dengan struktur populasi klonal
berdasar homologi dan kekerabatan genetiknya. Masing-masing tipe memiliki
kemampuan merusak, memodulasi sistem imun inang dan kemampuan
menghindar (evasi) dari sistem imun inang yang berbeda-beda.4
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari persentasi kasus ini sebagai berikut:
1. Mengetahui penyakit toksoplasmosis okuler.
2. Mengetahui dampak klinis yang disebabkan oleh penyakit
toksoplasmosis okuler.
3. Mengetahui terapi yang diberikan pada pasien dengan toksoplasmosis
okuler.
1.3 Manfaat
Memberikan pengetahuan lebih mendalam mengenai penyakit
toksoplasmosis okuler sehingga diharapakan mampu membantu menegakkan
diagnosis dan menentukan pilihan terapi yang ideal.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi
Mata merupakan struktur sferis yang berisi cairan. Mata dibungkus oleh tiga
lapisan. Dari luar ke dalam lapisan-lapisan tersebut terdiri dari: (1) sklera/kornea;
(2) iris, badan siliar dan koroid; (3) retina. Sebagian besar bola mata bagian
anterior dilapisi oleh jaringan ikat protektif yang kuat yang disebut dengan sklera.
Sklera lah yang membentuk bagian putih pada mata. Pada bagian paling anterior
terdapat kornea. Kornea merupakan lapisan terluar dari mata yang jernih dan
memiliki peranan penting dalam refraksi bola mata. Kornea merupakan media
transparan yang dilewati berkas-berkas cahaya yang menuju ke interior mata.5,6
Gambar 2.1 Anatomi mata
Lapisan tengah terdiri dari traktus uvealis yang terdiri atas iris, badan siliar
dan koroid. Bagian ini merupakan bagian vaskular tengah mata yang dilindungi
oleh sklera dan kornea. Iris merupakan perpanjangan dari korpus ciliaris dengan
apertura bulat yang terletak ditengah pupil. Iris merupakan cincin otot yang
berpigmen yang tampak di dalam aqueoues humor yang mengubah ukuran pupil
dengan cara berkontraksi sebagai reaksi atas adaptasi jumlah cahaya yang masuk.
Iris juga menentukan warna mata. Korpus ciliaris merupakan turunan khusus
lapisan siliaris di sebelah anterior. Korpus ciliaris membentuk suatu cincin yang
mengelilingi tepi luar lensa. Korpus ciliaris terus menerus membentuk aqueoues
3
humor berupa cairan encer jernih. Cairan encer jernih ini akan memenuhi rongga
anterior, yakni ronggga antara kornea dan lensa.5,6
Pada bagian posterior dari traktus uvealis terdapat koroid. Koroid tersusun
atas tiga lapisan pembuluh darah koroid; besar, sedang dan kecil. Semakin dalam
pembuluh terletak di dalam koroid, maka lumen koroid akan semakin besar.
Pembuluh-pebuluh darah ini berperan dalam memberikan nutrisi kepada retina.
Selain itu koroid memiliki pigmen yang berfungsi mencengah terjadinya
penghamburan berkas cahaya di mata.5,6
Lapisan mata yang paling dalam adalah retina. Retina merupakan lembaran
jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan. Retina terdiri dari sebuah
lapisan berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan bersaraf pada bagian dalam.
Retina mengandung sel batang dan sel kerucut yang merupakan fotoreseptor
pengubah energi cahaya menjadi impuls saraf. 6
Gambar 2.2 Retina
Ditengah-tengah retina posterior terdapat makula dengan diameter 5,5-6 mm
yang ditetapkan oleh para ahli anatomi sebagai daerah sentralis. Daerah ini secara
histologi merupaka daerah yang memiliki lapisan ganglion lebih dari satu lapis.
Makula lutea secara anatomis didefinisikan sebagai daerag berdiameter 3 mm
yang mengandung pigmen luteal kuning yang disebut xantofil. Daerah ini
memiliki ketajam yang tinggi karena memiliki banyak sel kerucut. Fovea
merupakan zona vaskular retina yang dikelilingi oleh makula dan terletak tepat
ditengah retina.5,6
Retina terdiri dari 10 lapisan. Lapisan retina dari dalam keluar yakni:
4
1. Membran limitan interna
2. Lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan
menuju nervus optikus.
3. Lapisan sel ganglion.
4. Lapisan fleksiform dalam.
5. Lapisan inti dalam.
6. Lapisan fleksiform luar.
7. Lapisan inti luar.
8. Membrana limitan luar.
9. Lapisan fotoreseptor.
10. Lapisan pigmen.6
Bagian dalam mata terdiri dari dua rongga berisi cairan yang dipidahkan
oleh sebuah lensa. Cairan tersebut jernih sehingga memungkinkan cahaya lewat
menembus mata melewati sklera menuju retina. Pada rongga bagian anterior
antara kornea dan lensa diisi oleh cairan aqueoues humor yang mengandung zat-
zat gizi untuk kornea dan lensa. Sementara pada bagian posterior antara lensa dan
retina mengandung semicairan mirip gel yang disebut vitreous humor yang
berperan dalam mempertahan bentuk bola mata agar tetap sferis.5
2.2 Toxoplasma Gondii
Toxoplama gondii adalah protozoa koksidia yang tersebar di seluruh dunia
yang menginfeksi banyak hewan dan burung tetapi tampaknya tidak menyebabkan
penyakit pada hewan tersebut. Pejamu adalah kucing dan kerabatnya dalam famili
Felidae.7 Toxoplasma gondii merupakan spesies dari Coccidia yang mirip dengan
Isospora. Dalam sel epitel usus halus kucing berlangsung daur aseksual
(skizogoni) dan daur seksual (gametogonia dan sporogonia) yang menghasilkan
ookista yang dikeluarkan bersama tinja. Ookista bentuknya lonjong dengan
ukuran 12,5 mikron menghasilkan 2 sporokista yang masing-masing mengandung
4 sporozoit. Bila ookista tertelan oleh mamalia lain atau burung (hospes
perantara), maka pada berbagai jaringan hospes perantara ini dibentuk kelompok
trofozoit yang membelah secara aktif yang disebut takizoit. Masa ini adalah masa
infeksi klinis menahun yang biasanya merupakan infeksi laten. Pada hospes
5
perantara tidak dibentuk stadium seksual, tetapi terbentuknya stadium istirahat
yang disebut kista jaringan.1
Gambar 2.3 Toxoplasma gondii
Bila kucing sebagai hospes definitif memakan hospes perantara yang
terinfeksi, maka akan terbentuk lagi berbagai stadium seksual di dalam epitel usus
halus kucing. Bila hospes perantara mengandung kista jaringan Toxoplasma,
maka masa prepaten biasanya 5-10 hari. Bila ookista langsung terrtelan kucing,
maka masa prepaten menjadi 20-24 hari. Kucing lebih mudah terinfeksi kista
jaringan dari pada ookista. 1
Gambar 2.4 Daur hidup Toxoplasma gondii
Di berbagai jaringan tubuh kucing juga ditemukan trofozoit dan kista
jaringan. Pada manusia takizoit ditemukan pada infeksi akut dan dapat juga
6
memasuki tiap sel yang berinti. Bentuk trakizoit menyerupai bulan sabit dengan
satu ujung yang runcing dan ujung lain yang agak membulat. Panjangnya 4-8
mikron dan mempunya 1 inti yang letaknya di tengah. Takizoit pada manusia
adalah parasit obligat intraselular.1
Takizoit berkembangbiak di dalam sel secara endodiogeni. Bila sel penuh
dengan takizoit, maka sel akan menjadi pecah dan takizoit akan memasuki sel-sel
disekitarnya atau difagisitosis oleh makrofag. Kista jaringan dibentuk di dalam sel
hospes bila takizoit yang membelah telah membentuk dinding. Ukuran kista juga
berbeda-beda. Kista kecil hanya mengandung beberapa organisme, sementara
kista besar dengan ukuran 200 mikron mampu mengandung ±3000 organisme.
Kista jaringan dapat ditemukan di dalam hospes seumur hidup terutama di otak,
otot jantung dan otot lurik. Di otak kista yang ditemukan berbentuk bulat,
sementara di otot kista mengikuti sel otot.1,7
2.3 Definisi Toksoplasmosis Okuler
Toksoplasmosis okuler merupakan penyakit pada mata yang disebabkan
oleh infeksi protozoa yakni Toxoplasma gondii melalui perantara hewan dan
unggas.1,2,3,4,6,7,9,10 Toxoplasma gondii secara langsung dapat merusak sel dan
menyebabkan reaksi hipersensitivitas lokal yang dapat menimbulkan peradangan,
blokade pembuluh darah disekitarnya dan kematian sel di dekat kista yang rusak.7
1. Tokoplasmosis kongenital.
Infeksi Toxoplasma gondii yang terjadi selama masa kehamilan secara in
utero. Lebih dari sepertiga bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi
Toxoplasma gondii pada masa kehamilan terlebih lagi pada masa trimester
ke-3 akan terkena toksoplasmosis. 6,8
2. Toksoplasmosis dididapat.
Toksoplasmosis didapat biasanya terjadi pada dewasa muda. Penyebaran
protozoa ini dapat melalui hewan peliharaan seperti kucing dan anjing.
Selalin melalui hewan peliharaan, infeksi juga dapat terjadi pada mereka yang
gemar mengkonsumsi danging sapi, domba atau babi yang diolah setengah
matang atau dengan mengkonsumsi sayur-sayuran mentah yang
terkontaminasi oleh protozoa tersebut.4,6,8
7
Kebanyakan toksoplasmosis okuler diperkirakan kongenital dengan
retinokoroiditis yang mengalami reaktivasi pada masa dewasa. Namun, sekarang
terdapat bukti bahwa toksoplasmosis sering merupakan penyakit didapat selama
terjadinya penyakit yang menyerupai demam glandular.12
2.4 Epidemiologi
Toksopalsmosis merupakan penyebab yang umum dari infeksi intraokuler
dan uveitis posterior pada seluruh pasien dengan immunokompeten di seluruh
dunia. Toxoplasmosis okuler bertanggung jawab pada 30-50% kasus uveitis
posterior di Amerika serikat. Prevelensi seroposif terus bertambah sesuai umur. Di
Amerika serikat, 5-30% penduduk dengan usia sekitar 20 tahunan dan juga 10-67
% penduduk yang berumur lebih dari 50 tahunan dilaporkan memiliki antibodi
antitoksoplasma. Toksoplasmosis okuler dilaporkan paling sering terjadi pada usia
20-40 tahun.3 Di indonesia sendiri, kasus toksoplasmosis pada manusia berkisar
antara 43-88% sedangkan pada hewan berkisar anrata 6-70%.3,4
2.5 Etiologi dan Patofisiologi
Toksoplasmosis okuler merupakan penyakit infeksi protozoa yang
disebakan oleh Toxoplasma gondii.1,2,3,4,6,7,9,10,11 Penyebaran infeksi protozoa ini
melalui tertelannya makan yang telah terkontaminasi dan juga secara kongenital.
Setelah invasi Toxoplasma gondii yang biasanya terjadi di usus, maka parasit akan
memasuki sel atau difagisitosis. Sebagian parasit akan mati akibat difagositosis,
sebagian lain akan berkembangbiak di dalam sel hinggal sel-sel tersebut pecah
dan akan menyerang sel-sel lainnya. Dengan adanya parasit di dalam sel makrofag
dan limfosit, maka penyebaran secara hematogen dan limfogen ke seluruh tubuh
mudah terjadi. Parasitemia dapat berlangsung selama beberapa minggu.1
Toxoplasma gondii dapat menyerang semua organ dan jaringan tubuh
hospes kecuali sel darah merah. Hal ini disebabkan sel darah merah tidak
memiliki inti. Kerusakan yang terjadi pada jaringan tubuh dipengaruhi oleh usia,
virulensi strain Toxoplasma gondii, jumlah parasit dan organ yang diserang. Lesi
pada mata biasanya lebih berat dan permanen. Hal ini disebabkan oleh karena
jaringan mata memiliki kemampuan regenerasi yang buruk. Pada infeksi akut di
retina ditemukan reaksi peradangan fokal dengan edema dan infiltrasi leukosit
yang dapat menyebabkan kerusakan total dan pada proses penyembuhannya dapat
8
menimbulkan jaringan sikatrik (jaringan parut) dengan atrofi retina dan koroid
disertai pigmentasi.1
Takizoit secara langsung menghancurkan sel dan memiliki predileksi untuk
sel paremkin dan sistem retikuloendotelia. Bila kista jaringan pecah dapat
menyebabkan reaksi hipersensitivitas lokal yang dapat menimbulkan peradangan,
blokade pembuluh darah disekitarnya dan kematian sel di dekat kista yang rusak.7
2.6 Diagnosa
Diagnosa toksoplasmosis okuler ditegak berdasarkan hasil anamnesa,
pemeriksaan oftalmologi dan uji laboratorium diagnostik. Biasanya pasien datang
dengan keluhan mata kabur.10
Gejala Klinis:
Kelainan biasanya unilateral.
Floater.
Penurunan tajam penglihatan.
Fotopobia.
Mata merah disertai nyeri pada pasien dengan uveitis anterior.
Terjadi peningkatan tekanan intraokuler.
Pada pasien dengan imunokompeten sering ditemukan sindrom limpadenopati,
meningoensepalitis dan eksatema.
Pada pasien dengan imunokompromais sering ditemukan abses serebral pada
hasil pemeriksaan MRI.8,9,10,12
Pemeriksaan Funduskopi:
Toksoplasmosis okuler primer: creamy-white focal necrotizing retinokoroiditis
yang aktif tanpa disertai jaringan sikatrik yang berpigmen akibat
retinokoroiditis.
Toksoplasmosis okuler rekuren: retinitis.
Dapat disertai dengan uveitis anterior tipe granuloma dan vitritis berat
Jarang disertai dengan papilitis dan selulitis orbita.8,12
9
Gambar 2.5 Toksoplasma retinitis
Gambar 2.6 Lesi pada makula
Uji laboratorium Diagnosik:
1. Spesimen
Diagnosis toksoplasmosis akut dapat dipastikan bila menemukan takizoit
dalam biopsi otak atau sumsum tulang, cairan serebrospinal dan ventrikel,
darah dan spurum.
2. Pemeriksaan mikroskopik
Apusan dan potongan yang diwarnai dengan pewarnaan Giemsa atau
pewarnaan khusus lain seperti teknik Schiff periodik dapat memperlihatkan
organisme Toxoplasma gondii.
3. Serologi
Tes serologi dapat menunjang diagnosis toksoplasmosis. IgG terhadap
Toxoplasma gondii biasanya muncul pada 1-2 minggu setelah infeksi dan
biasanya menetap seumur hidup. Untuk memastikan diagnosa, tidak cukup
bila hanya sekali menemukan titer zat anti IgG Toxoplasmosis gondii yang
10
tinggi. Hal ini disebabkan karena titer yang ditemukan pada tes tersebut dapat
ditemukan bertahun-tahun dalam tubuh seseorang. Diagnosa toksoplasma aku
dapat dibuat bila titer IgG meninggi secara bermakna pada pemeriksaan
kedua kali dengan jangka waktu 3 minggu atau lebih, atau bila ada konversi
dari negatif ke positif. Sementara IgM pada penderita dengan
imunokompromais biasanya tidak terdeteksi. Tes yang sering digunakan
untuk deteksi antibodi IgG dan IgM adalah ELISA.
4. PCR
Akhir-akhir ini mulai dikembangkan teknik PCR untuk mendeteksi DNA
parasit pada cairan tubuh dan jaringan. Dengan teknik ini dapat dibuat
diagnosis dini yang cepat dan tepat untuk toksoplasmosis.1,7,11
2.7 Penataksanaan
Tujuan:
1. Mengurangi durasi dan tingkat keparahan inflamasi.
2. Menurunkan faktor resiko kebutaan yang permanen dengan mengobati luka
retinokoroiditis.
3. Mencegah terjadinya kekambuhan.9
Dalam pemeberian pengobatan, perlu dipertimbangkan lesi-lesi yang dapat
mengganggu fungsi penglihatan, yakni:
1. Lesi pada makula, papilomakular, saraf penglihatan dan pembuluh-pembuluh
darah besar pada retina.
2. Vitritis yang disebabkan oleh vitreous fibrosis dan perlengketan retina.
3. Pada pasien dengan imunosupresi dimana penyembuhan lesi harus dilakukan
secara selektif.9
Medika mentosa:
Obat-obat yang diberikan:
1. Clindamycin 300 mg q.i.d selama 3-4 minggu.
2. Sulphadiazine 1 g q.i.d selama 3-4 minggu.
3. Pyrimethamine 25-50 mg per hari
4. Co-trimoxazol 960 mg b.d selama 4-6 minggu.
5. Atovaquanon 750 mg t.i.d
6. Azyhtromicyn 500 mg setiap hari.9,10
11
Obat-obat tersebut dapat dikombinasikan:
1. Kombinasi pyrimethamine, sulphadiazine dan folinic acid.
2. Dapat ditambahkan dengan pemberian kortikosteroid pada hari ke-3.
3. Pilihan kombinasi alternatif: azythromicyn dengan pyrimethamine.
4. Pilihan terapi yang baru: atovaquanon.8
Laser / pembedahan:
1. Fotokoagulasi pada lesi neovaskular untuk mengurangi resiko hilangnya
visus.
2. Pada inflamasi membran vitreus dan membran epiretinal dilakukan pars plana
virektomi.8
2.8 Prognosis
Dalam suatu penelitian menyebutkan bahwa 40% pasien akan memiliki
ketajaman visual atau nilai visus 20/100 atau lebih buruk, dan 16% pasien
memiliki ketajaman visual antara 20/40 dan 20/80. Retinitis yang disebabkan
toxoplasma sering aktif kembali, dan tingkat kekambuhan 80% dalam waktu 5
tahun. Pasien dengan penyakit berulang lebih cenderung memiliki cacat visual
yang permanen.4
12
BAB III
KESIMPULAN
Toksoplasmosis okuler merupakan penyakit pada mata yang disebabkan
oleh infeksi protozoa yakni Toxoplasma gondii melalui perantara hewan dan
unggas. Toksoplasmosis dapat ditularkan melalui in utero yang disebut dengan
toksoplasmosis kongenital dan adapula toksoplasmosis didapat biasa pada
dewasa muda. Toxoplasma gondii secara langsung dapat merusak sel dan
menyebabkan reaksi hipersensitivitas lokal yang dapat menimbulkan peradangan,
blokade pembuluh darah disekitarnya dan kematian sel di dekat kista yang rusak.
Diagnosa toksoplasmosis okuler ditegak berdasarkan hasil anamnesa,
pemeriksaan oftalmologi dan uji laboratorium diagnostik. Adapun tujuan terapi
yakni mengurangi durasi dan tingkat keparahan inflamasi, menurunkan faktor
resiko kebutaan yang permanen dengan mengobati luka retinokoroiditis dan
mencegah terjadinya kekambuhan. Ketepatan diagnosa dan pemberian terapi
sangat mempengaruhi prognosis.
13
STATUS PASIEN POLIKLINIK MATA
I. IDENTITAS PENDERITA
1. Nama : T R
2. Umur : 27 tahun
3. Alamat : Peuniti
4. Jenis Kelamin : Laki-laki
5. Agama : Islam
6. Status Perkawinan : Belum Menikah
7. Suku : Aceh
8. Pekerjaan : Polri
9. Pendidikan Terakhir : SMA
10. Tanggal Pemeriksaan : 10 Oktober 2012
II. ANAMNESA
1. Keluhan Utama : Mata Kabur seperti berawan.
2. Keluhan Tambahan :
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan mata kabur seperti berawan sejak 16
hari yang lalu. Mata kabur tidak disertai mata merah, gatal, berair,
nyeri dan sekret. Pasien menyangkal adanya riwayat trauma. Riwayat
kontak dengan anjing (-), kucing (-), makan makanan setengah matang
seperti sate disangkal.
4. Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi Disangkal, Diabetes Mellitus
disangkal.
5. Riwayat Penyakit Keluarga : Disangkal.
6. Riwayat Penggunaan Obat : Disangkal.
III. STATUS INTERNUS
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Kompos Mentis
3. Tekanan Darah : Tidak Dinilai
4. Nadi : Tidak Dinilai
5. Pernafasan : Tidak Dinilai
14
6. Suhu : Tidak Dinilai
7. Keadaan Gizi : Baik
IV. STATUS OFTALMOLOGIS
OD Penilaian OS
5/9, ph (-) Visus 5/5
Ortoforia Kedudukan Bola Mata Ortoforia
Baik ke segala arah Gerakan Bola Mata Baik ke segala arah
n/p Tekanan Intra Okular n/p
Tenang Palpebra superior Tenang
Tenang Palpebra Inferior Tenang
Tenang Konjungtiva Tarsal Superior Tenang
Tenang Konjungtiva Tarsal Inferior Tenang
Tenang Konjungtiva Bulbi Tenang
Jernih Kornea Jernih
Dalam COA Dalam
Bulat, sentral, reflek cahaya (+)
Pupil dan iris Bulat, sentral, reflek cahaya (+)
Jernih Lensa Jernih
Keruh, sel (+) Vitreus Jernih
Papil bulat, berbatas tegas, CDR 0,3 - 0,4 cm, aa/vv 2/3, reflek makula (+), sikatrik (+), infiltrat (+)
Retina
Papil bulat, berbatas tegas, CDR 0,3 - 0,4 cm, aa/vv 2/3, reflek makula
(+),
Hasil pemeriksaan funduskopi
15
Hasil pemeriksaan funduskopi
VIII. DIAGNOSA
Diagnosa : Uveitis Posterior OD et Toxoplasmosis okuler
Diagnosis Banding :
1. Uveitis Posterior OD et Tuberculosis
IX. TERAPI
1. Bactrim 2 x 2 tab.
2. Prednison 1 mg/ kg bb (tappering off).
3. Ranitidin 2 x 1 tab.
XI. PROGNOSIS
- Qou ad vitam : bonam.
- Qou ad functionam : bonam.
- Qou ad sanactionam : bonam.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Staf Pengajar FK UI. Parasitologi Kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit FK UI. 2009.
2. Jones LA, Alexandere, Robert CW. Ocular Toxoplasmosis: In The Strom of The Eye. Parasite Immunology Journal. Glasgow, UK. 2006.
3. Commodaro AG, Rubens NB, Luiz VR, Cristine M, Claudio S, Miguel NB, Ruber B. Ocular Toxoplasmosis: An Update and Review of Literatur. Rio de janeiro: March 2009.
4. Didik T, Subekti, Nufida KA. Imunopatogenesis Toxoplasma gondii Berdasarkan Perbedaan Galur. FK USU. Medan: 2006.
5. Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sisterm. Edisi ke-2. Jakarta: EGC. 2006.
6. Riordan-eva P, John PW. Vaughan and Asbury Oftalmologi Umum. Edisi ke-17. Jakarta: EGC. 2008.
7. Jawetz, Melnick, Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi ke-23. Jakarta: EGC. 2004.
8. Wee-kiak L, Bobby CC, Kristine B, Daniel HS. Atlas of Inflammatory Eye Diseases. Singapore. 2007
9. Cooke C. Clinical Ophtalmology – An Asian Perspective. Singapore. April, 2007
10. Kanski J, Brad B. Clinical Oftalmology. Edisi ke-6. Oxford. 2007.
11. Calderaro A, Peruzzi S, Piccolo, Gorrini C, Montecchini, Rossi S, Chezzi C, Rettori G. Laboratory Diagnosis of Toxoplasma gondii Infection. International Journal of Medical Science. Italy. 2009.
12. James B, Chris C, Anthony B. Lecture Notes Oflatmology. Edisi ke-9. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2003.
17